Case eklamsi klpm. 67

36
BAB I PENDAHULUAN Salah satu penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin adalah hipertensi dalam kehamilan.Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selin oleh etiologi yang tidak jelas, juga perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. 1 Preeklamsi yang mengalami penyulit kejang tonik- klonik generalisata disebut eklamsia.Jika terjadi eklamsi, resiko bagi ibu dan janin meningkat secara bermakna.Hampir tanpa pengecualian, preeklamsi mendahului awitan kejang eklamsi.Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan namaToksemia Gravidarum merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada kejadian eklampsia. 2 Eklampsi dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa edema paru, kebutaan bahkan kematian ibu. 1 1

Transcript of Case eklamsi klpm. 67

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu penyebab tertinggi mortalitas dan

morbiditas ibu bersalin adalah hipertensi dalam

kehamilan.Di Indonesia mortalitas dan morbiditas

hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal

ini disebabkan selin oleh etiologi yang tidak jelas,

juga perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh

petugas non medik dan sistem rujukan yang belum

sempurna.1

Preeklamsi yang mengalami penyulit kejang tonik-

klonik generalisata disebut eklamsia.Jika terjadi

eklamsi, resiko bagi ibu dan janin meningkat secara

bermakna.Hampir tanpa pengecualian, preeklamsi

mendahului awitan kejang eklamsi.Preeklampsia dan

eklampsia dikenal dengan namaToksemia Gravidarum

merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan

vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah

perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai

adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul

karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah

pada kejadian eklampsia.2

Eklampsi dapat berakibat buruk baik pada ibu

maupun janin yang dikandungnya. Komplikasi pada ibu

berupa edema paru, kebutaan bahkan kematian ibu.1

1

Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman

eklampsi secara mendasar dan telah dilakukan pula

berbagai penelitian untuk memperoleh penatalaksanaan

yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk

eklampsi. Namun demikian, eklampsi tetap menjadi satu

di antara banyak penyebab morbiditas dan mortalitas ibu

dan janin di Indonesia, sehingga masih menjadi kendala

dalam penanganannya.2 Oleh karena itu pemeriksaan

antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda

preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan

preeklampsia berat dan eklampsia, di samping

pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang

lain.3

Di Indonesia setelah perdarahan dan infeksi,

preeklamsi-eklampsia masih merupakan sebab utama

kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang

tinggi.Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% -

25,5%, sedangkan kematian bayi lebih darci tinggi lagi,

yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi

di negara-negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan

karena di negara-negara majuterdapat kesadaran untuk

melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin3

2

BAB II

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama pasien : Ny.F.A Nama suami : Tn.

M

Umur : 21 tahun Umur : 25 tahun

Pendidikan : SLTA Pendidikan :

SLTA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Petani

Agama : Islam Agama

: Islam

Suku : Melayu Suku : Melayu

Alamat : Desa pengalian Alamat

:Desa pengalian

No. MR : 838291

3

ANAMNESIS

Pasien masuk Kamar Bersalin IGD RSUD AA Pekanbaru

padatanggal 21Desember2013Pukul 15.20 WIB, rujukan dari

RSUD Petala Bumi dengan:G1P0A0H0, + eklamsi.

Keluhan Utama:

Pasien datang dengan kejang

a. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengaku hamil 7bulan( informasi dari

keluarga), dengan HPHT:tidak diketahui dengan TP

tidak diketahui , usia kehamilan: tidak diketahui.

Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari tidak ada, keluar

air air yang tak tertahankan dari kemaluan tidak

ada, keluar lender campur darah tidak ada. Pasien

datang dengan kejang sejak beberapa jam SMRS. Dari

rumah ke IGD kejang terjadi sebanyak ±10 kali.

b. Riwayat Penyakit Dahulu:

Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-),

Penyakit Jantung (-)

c. Riwayat Penyakit Keluarga:

Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-), Asma (-),

Penyakit Jantung (-)

4

d. Riwayat Ante Natal Care :

Periksa kehamilan tidak ada

e. Riwayat Minum Obat:

Tidak ada

f. Riwayat Haid:

Pertama menstruasi usia 12 tahun, siklus teratur 28

hari, selama 5-6 hari, banyaknya 2-3 kali ganti

pembalut/hari dan tidak ada nyeri haid.

g. Riwayat Perkawinan:

1 kali menikah, menikah saat usia ibu 20tahun

h. Riwayat Kehamilan/ Persalinan/ Abortus: G1P0A0H0

G1: hamil ini

i. Riwayat KB :

Tidak ada

j. Riwayat Sosial Ekonomi

Suami bekerja sebagai buruh tani di perkebunan

sawit, ibu sebagai ibu rumah tangga, hasil kerja

suami cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan

sekolah anak.

PEMERIKSAAN FISIK

5

a. Keadaan Umum

Tampak sakit berat

b. Kesadaran

Apatis

c. Tanda Tanda Vital

Tekanan Darah : 180 / 100 mmHg

Frek. Nadi : 88 x / menit

Frek. Nafas : 20 x / menit

Suhu : 36,50C

d. Status Generalis

Kepala

Mata: Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak

anemis, sklera tidak ikterik

Leher

Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan

kelenjar getah bening

Thoraks

Paru :vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : dalam batas normal

Abdomen : Status Obstetrikus

Genitalia : Status Obstetrikus

Ekstremitas : edema pada kedua tungkai, CRT < 2

detik,akral hangat.

6

Reflek patella: tidak ada data

e. Status Obstretikus

Muka : Kloasma gravidarum (-)

Mammae : Hiperpigmentasi areola mammae, mammae

membesar dan

menegang, papilla mammae menonjol.

Abdomen

Inspeksi :Perut tampak membesar sesuai dengan

usia kehamilan,

striae gravidarum (+), hiperpigmentasi linea

mediana (+),

skar (-)

Palpasi :

L I:teraba massa bulat, lunak, tidak

melenting, 2 jari dari pusat

L II: tahanan terbesar teraba di perut

kiri ibu

L III:teraba massa bulat, keras,

melenting

L IV: Belum masuk PAP

TFU : 24 cm

His : (-)

Auskultasi : DJJ : 156 x/ menit

TBJ : 1705 gr

VT : tidak dilakukan

7

PEMERIKSAAN PENUNJANGHasil laboratorium( 21/12/3013 )

Hemoglobin : 15.0 gr/dl

Hematokrit : 42,6 %

Leukosit : 19.100 /ul

Trombosit : 399.000 /ul

SGOT : 47 u/l

SGPT : 30 u/l

Ptotein urin : +2

Albumin : 3,9 mg/dl

DIAGNOSIS KERJA

G1P0A0H0, Gravid 26 mg, Belum inpartu, eklamsi

gravidarum

Janin Hidup Tunggal Intra Uterin, letak memanjang,

presentasi kepala

TERAPI / SIKAP

Observasi KU, TTV, His, DJJ/30 menit

Rawat ICU

Rencana terminasi perrabdominam, dalam 6 jam akan

dilakukan stabilisasi umum setelah itu dilakukan SC

Pemberian regimen MgSO4 40% 4 gram dosis loading

kemudian diberikan 6 gram dosis maintenance dengan

dosis 2g/jam.

Lapor konsulen jaga kemudian di acc rencana diatas

Diagnosis Pre Operasi:

G1P0A0H0 gr 26 minggu + belum inpartu + eklamsi

gravidarum

8

Janin Hidup Tunggal Intrauterin + Peresentasi Kepala

Diagnosis Post Operasi:

P1A0H0 post SC atas indikasi eklamsi

LAPORAN OPERASI

21 Desember 2013 (21.55 WIB)

- Pasien tidur telentang dengan spinal anastesi

dilakukan SCTPP

- Lahir bayi perempuan BBL: 770 gram PB: 30 cm

AS:2/4

- Perdarahan lebih kurang 400 cc

Intruksi Post Op

1. Rawat ICU

2. Regimen SM

3. Ceftriakson 2x1 gr

4. Tirah baring 24 jam

FOLLOW UP DI RUANG NIFAS:Hari/Tanggal Follow upSenin 23

Desember 2013

Pasien diterima dari ICU pukul 11.00 dengan

permasalahan:S Nyeri pada bekas luka operasi O KU : baik Kes: CM

TTV : TD: 130/100 mmHg, Nadi: 98 x/ menit,

Nafas: 20 x/menit, Suhu: 36.5oC

Status generalis: edema ekstremitas,

CRT >2 detik

Status obstetris: TFU 2 jari dibawah

9

pusat, Kontraksi baik

-perdarahan aktif tidak ada

AP1A0H0, Post SC TPP a/I eklamsia nifas hari

ke-2

P

Observasi KU, TTV, perdarahan, kontraksi

Mobilisasi dini

Diet TKTP

Cefradroxil 2x500 mg

Paracetamol 3x 500 mg

09.00 WIB

Hasil visite

konsulen

tanggal 23

Desember

2013

Diagnosis

P1A0H0, Post SC TPP a/I eklamsia nifas hari ke-2

Terapi

Cefradroxil 2x 500 mg

Asam mefenamat 3x 500 mg

Natrium Diklofenat 3x 25 mgS Nyeri luka operasi

O

KU: baik Kes: CM

TTV : TD: 125/100 mmHg, Nadi: 92 x/ menit,

Nafas: 22 x/menit, Suhu: 36.5OC Status generalis: DBN

Status obstetris:

-TFU 2 jari dibawah pusat

-Kontraksi baik

-perdarahan aktif tidak ada

AP1A0H0, Post SC TPP a/i eklamsia nifas hari

ke-3

P

10

Selasa

23/12/13

14.00 WIB

Pasien Pulang

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Eklamsia

Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang

berarti “halilintar”, karena seolah-olah gejala timbul

secara tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain.

Eklampsia biasanya timbul pada wanita hamil atau dalam

masa nifas dengan tanda-tanda preeklampsia.3 Eklamsi

merupakan kasus akut pada penderita preeklamsia, yang

disetrai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya

dengan preeklamsi, eklamsia dapat timbul pada ante,

intra dan postpartum.3

2. Frekuensi

11

Frekuensinya bervariasi antara satu negara dengan

negara yang lain. Frekuensi rendah umumnya merupakan

petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik,

penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup dan

penanganan preeklampsia yang sempurna.3

Di negara-negara berkembang frekuensi dilaporkan

berkisar 0,3 – 0,7 %, sedangkan di negara-negara maju

berkisar 0,05 – 0,1 %.3

3. Klasifikasi

Eklampsia di bagi menjadi:

1. Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi

sebelum persalinan atau (ini paling sering terjadi),

kejadiannya 150 % sampai 60 %.

2.     Eklampsia intrapartum ialah eklampsia saat

persalinan. Kejadian sekitar 30 % sampai 35 %.

Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan

terutama saatmulai inpartu.

3.    Eklampsia postpartum kejadiannya jarang .

serangan kejang atau komaterjadi setelah persalinan

berakhir.

4. Etiologi eklampsia

Penyebab eklampsia sampai saat ini masih belum

diketahui secara pasti, sehingga penyakit ini disebut

dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang

berkaitan dengan terjadinya eklampsia adalah:6

a.Faktor Trofoblast

12

Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar

kemungkina terjadinya eklampsi.Ini terlihat pada

kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa.Teori ini

didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan

preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.

b.Faktor Imunologik

eklampsi sering terjadi pada kehamilan pertama dan

jarang timbul lagi pada kehamilan berikutnya.

Fierlie FM mendapatkan beberapa data yang mendukung

adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia-

Eklampsia :

a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia

mempunyai komplek imun dalam serum.

b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi

system komplemen pada Preeklampsia-Eklampsia

diikuti dengan proteinuri.

c. Faktor Hormonal

Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan

Aldosteron antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan

relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan

natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.

d. Faktor Genetik

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia

/ eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif

tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran

faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia

antara lain :

13

a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi

Preeklampsia-Eklampsia pada anak-anak dari ibu

yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.

c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-

Eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan

riwayat Preeklampsia-Eklampsia.

e. Faktor Gizi

Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang

kurang mengandung asam lemak essensial terutama asam

Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin

yang memicu terjadinya preeklampsia.

f. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan

pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan

produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan

normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan

fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan

plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III,

sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit

menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan

serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan

endotel.

5. Patofisiologi eklampsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat

terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan

14

sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan

iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat

mengalami peningkatan respon terhadap berbagai

substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan)

yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi

platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat

mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan

sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.

Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju

filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar

dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri

epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.

Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan

volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan

peningkatan tahanan pembuluh perifer.2

Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan

anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan

obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin

terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.2

Perubahan pada organ-organ :4

1) Perubahan kardiovaskuler.

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering

terjadi pada preeklampsia dan eklamsia. Berbagai

gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan

peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload

jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh

berkurangnyasecara patologis hipervolemia kehamilan

15

atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh

larutanonkotik atau kristaloid intravena, dan

aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam

ruangektravaskular terutama paru.

2) Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan

eklamsia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air dan

natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita

preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil

biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.

Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan

dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal

ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,

sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.

Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak

menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia.

Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum

biasanya dalam batas normal.

3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme

pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio

retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan

merupakan salah satu indikasi untuk melakukan

terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan

tanda preklamsia berat yang mengarah pada eklamsia

adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal

ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah

16

dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau

didalam retina.

4) Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan

edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan

yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.

5) Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan

gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan

pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen

terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia

sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan

terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus

prematur.

6) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya

disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan

dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya

aspirasi pneumonia, atau abses paru.

6. Diagnosis eklampsia

Diagnosis eklampsia umumnya tidak sukar. Dengan

adanya tanda dan gejala preeklampsia yaitu 2 dari trias

tanda utama (hipertensi, edema, proteinuria) yang

17

disusul oleh serangan kejang seperti yang telah

diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak

diragukan.4

Umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya

preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala

di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras,

nyeri di epigastrium atau nyeri abdomen kuadran kanan

atas dan hiperefleksia pada patella.1

Konvulsi pada eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu :

1. Tingkat awal atau aura yang berlangsung ± 30

detik.

Biasanya berawal di sekitar bibir dalam bentuk

kedutan pada otot-otot muka.1 Mata penderita terbuka

tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar dan

kepala diputar ke kanan atau ke kiri.2

2. Tingkat kejangan tonik yang berlangsung ± 30

detik.

Seluruh otot menjadi kaku, wajah kelihatan kaku,

tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam.

Pernapasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah

dapat tergigit.

3. Tingkat kejangan klonik yang berlangsung 1 – 2

menit.

Spasme tonik menghilang. Semua otot berkontraksi

dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut

membuka dan menutup dan lidah dapat tegigit lagi. Bola

mata menonjol. Dari mulut ke luar ludah yang berbus,

18

muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita

menjadi tidak sadar. Kejangan klonik ini dapat demikian

hebatnya sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat

tidurnya. Akhirnya, kejangan terhenti dan penderita

menarik napas secara mendengkur.4

4. Tingkat koma.

Lama kesadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-

lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat

terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru

dan yang berulang sehingga ia tetap dalam keadaan

koma.Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat

dan suhu meningkat sampai 400 C.1

Sepanjang serangan kejang, diafragma tidak

bergerakdan pernapasan terhenti. Selama beberapa detik

tampak seolah-olah akan meninggal karena penghentian

napas, tetapi pada saat keadaan yang membawa kematian

ini terlihat tidak akan terhindarkan, pasien ini mulai

menghirup napas panjang dan dalam serta berbunyi

mengorok lalu pernapasan pulih kembali. Koma kemudian

menyusul. Koma setelah kejang menunjukkan lama yang

bervariasi. Jika kejang tidak sering, pasien akan

terlihat sedikit sadar di antara saat-saat kejang. Pada

kasus yang berat, koma akan terus menetap dan kematian

dapat terjadi sebelum pasien sadar.4

7. Penatalaksanaan eklampsia

Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah

menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri

19

kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah

keadaan ibu mengizinkan.1

Dasar-dasar pengelolaan eklamsi8

a.Terapi supportiv untuk stabilisasi pada ibu

b.Selalu diingit ABC (Airway, Breathing,Circulation).

c.Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka

d.Mengatasi dan mencegah kejang

e.Koreksi hipoksemia dan asidemia

f.Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnyahipertensi krisis

g. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan carapersalinan yang tepat

Pemberian terapi medikamentosa8

a. Segera masuk rumah sakit

b. Tirah baring miring ke kiri secara intermiten

c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%

d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai

pencegahan dan terapi kejang.

e. Pemberian MgSO4 dibagi :

- Loading dose (initial

dose) : dosis awal

- Maintenance dose :

dosis lanjutan

Sumber Regimen Loading dose Mainten Dihenti

20

ancedose

kan

1. Prichard, 1955 1957

Preeklamsi

Eklamsi

Intermitent

intramuscular

injection10 g IM

1)4g 20% IV;1g/menit

2)10g 50% IM: Kuadran atas sisi luar keduabokong

- 5g IM bokong kanan

- 5g IM bokong kiri

3)Ditambah 1.0 mllidocaine

5g 50% tiap 4-6 jam

Bergantian salah satu bokong

5g 50% tiap 4-6 jam

Bergantian salah satu bokong

(10 g MgSO4 IMdalam

2-3 jamdicapaikadar

24 jam pasca persalinan

21

4)Jika konvulsi tetap terjadi Setelah 15 menit, beri : 2g

20% IV : 1 g/menit

Obese : 4g iv

Pakailah jarum 3-inci, 20

gauge

plasma

3, 5-6 mEq/l

2. Zuspan, 1966

Preeklamsi berat

Eklamsi

Continous

Intravenous

Injection

Tidak ada

4-6 g IV / 5-10 minute

1 g/jamIV

1 g/jamIV

22

3. Sibai, 1984

Preeklamsi - eklamsi

Continous

Intravenous

Injection

4-6 g 20% IVdilarutkan dalam

100 ml/D5 / 15-20 menit

1) Dimulai2g/jam IV dalam

10g 1000 ccD5 ; 100cc/jam

2) Ukurkadar Mg setiap 4-6 jam

3) Tetesaninfus disesuaikan untuk mencapai maintain dose 4-6mEq/l

(4,8-9,6 mg/dL)

24 jam pascasalin

4. Magpie

Sama dengan

1) 4g 50% dilarutkan

1) 1g/jam/

23

Trial

Colaborative

Group, 2002

Pritchard

regimen

dalam normal

Saline IV / 10-15 menit

2) 10 g 50% IM:

- 5g IM bokong kanan

- 5g IM bokong kiri

IV dalam 24 jam

atau

2) 5g IM/4 jam dalam 24 jam

Syarat pemberian MgSO4. 7H2O

1. Refleks patella normal

2. Respirasi > 16 menit

3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc

; 0,5 cc/kg BB/jam

4. Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc

Antidotum

Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O, maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam10 cc dalam 3 menit

Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O,dapat diberikan salahsatu regimen dibawah ini :

24

1. 100 mg IV sodium thiopental

2. 10 mg IV diazepam

3. 250 mg IV sodium amobarbital

4. phenytoin : a. dosis awal 1000 mg IV

a. 16,7 mg/menit/1 jam

b. 500 g oral setelah 10 jam dosis

awal dalam 14 jam

f. Anti hipertensi

Diberikan : bila tensi ≥ 180/110 atau MAP ≥

126

Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral,

diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg

dalam 24 jam.

Nifedipine tidak dibenarkan diberikan

dibawah mukosa lidah (sub lingual)

karena absorbsi yang terbaik adalah

melalui saluran pencernaan makanan.

Desakan darah diturunkan secara bertahap :

1. Penurunan awal 25% dari desakan

sistolik

2. Desakan darah diturunkan mencapai

:

3. - < 160/105

- MAP < 125

25

Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau

250 cc NaCl/RL diberikan secara IV

selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam

dapat diulang dengan dosis 12,5 mg

selama 5 menit. Bila masih gagal dalam 1

jam, bisa diulangi sekali lagi dengan

dosis 15 mg selama 5 menit

Pengelolaan eklamsi8

a. Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua

kehamilan dengan eklamsi harus diakhiri

(diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan

dan keadaan janin. Berarti sikap terhadap

kehamilannya adalah aktif.

b. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah

terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika

dan metabolisme ibu.

c. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya

dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau

lebih keadaan seperti dibawah ini, yaitu

setelah :

1). Pemberian obat anti kejang terakhir

2). Kejang terakhir

3). Pemberian obat-obat anti hipertensi

terakhir

4). Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari

Glasgow-Coma-Scale yang meningkat)

26

1. Prognosis

Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan

prognosis eklampsia. Kriteria Eden antara lain:7

a. Koma yang lama (prolonged coma)

b. Nadi diatas 120

c. Suhu 39,4°C atau lebih

d. Tekanan darah di atas 200 mmHg

e. Konvulsi lebih dari 10 kali

f. Proteinuria 10 g atau lebih

g. Tidak ada edema, edema menghilang

Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di

atas, eklampsia masuk ke kelas ringan; bila dijumpai

2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan

lebih buruk.7

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari uraian kasus diatas didapatkan permasalahan

sebagai berikut:

1. Apakah sistem rujukan pada pasien ini sudah tepat?

2. Apakah diagnosa dan penatalaksanaan awal dari RSUD

PB sudah tepat?

3. Apakah diagnosis dan tindakan pada pasien ini di VK

IGD sudah tepat?

4. Bagaimana prognosis pada pasien ini?

27

1. Apakah sistem rujukan yang dilakukan pada pasien ini

sudah tepat?

Jawaban: Tidak Tepat

Berdasarkan pedoman sistem rujukan, pasien

merupakan kelompok faktor resiko III ada gawat darurat

obstetrik (AGDO), pada pasien ini dengan eklampsi. Ibu

dengan AGDO dalam kondisi yang langsung dapat mengancam

nyawa ibu atau janin, harus segera dirujuk tepat waktu

(RTW), ke rumah sakit dalam upaya menyelamatkan ibu

atau bayi baru lahir. Pada pasien ini dalam sistem

rujukan dari RSUD PB seharusnya dirujuk dengan terapi

regimen MgSO4 sesuai teori terlebih dahulu. Namun RSUD

PB tidak melakukan hal tersebut.2

RSUD PB sebagai rumah sakit kota mempunyai

fasilitas tenaga dokter spesialis obstetri dan

ginekologi dan fasilitas ruang operasi, tetapi pada

pasien ini dirujuk dengan alasan ruang operasi sedang

rusak sehingga pasien ini di rujuk ke rumah sakit umum

daerah tingkat provinsi. Seharusnya sebagai Rumah sakit

yang memiliki standar PONEK yaitu Rumah sakit yang

menyelenggarakan pelayanan kedaruratan maternal dan

neonatal secara komprehensif dan terintegrasi 24 jam

memiliki fasilitas ini.11

Kekurangan pada sistem rujukan pada pasien ini

adalah kurangnya kerjasama lintas program antara rumah

sakit yang merujuk dengan rumah sakit rujukan sehingga

28

pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik

atas kasus yang ditangani menjadi kurang baik.

2. Apakah diagnosa dan penatalaksanaan awal dari RSUD PB

sudah tepat?

Jawaban :Tidak tepat

Diagnosis pasien dari RSUD PB belum tepat.RSUD PB

mendiagnosis pasien ini dengan G1P0A0H0+

eklamsi.Diagnosis pada pasien ini tidak sesuai dengan

kaidah penulisan diagnosis yaitu penulisan diagnosis

ibu yang tidak diikuti dengan diagnosis janin, yaitu

G1P0A0H0 gr 26 minggu + belum inpartu + eklamsi

gravidarum Janin Hidup Tunggal Intrauterin +

Peresentasi Kepala dari hasil lab juga tidak dilengkapi

dengan hasil pemeriksaan fungsi hepar ( SGOT, SGPT ).

Penatalaksanaan awal yang dilakukan di RSUD PBbelum

tepat yaitu belum dilakukannya pemberian terapi awal

sebelum pasien dirujuk. Berdasarkan literatur

penatalaksanaan eklampsi dengan pemberian2:

a. Obat anti kejang, berupa MgSO4

b. Pemberian antihipertensi, diberikan bila tensi

≥180/110 mmHg atau MAP ≥ 126 mmHg.

Sikap pengelolaan obstetrik pada eklampsia dalam

literatur juga tindakan aktif berupa terminasi

29

kehamilan tanpa memandang usia kehamilan dan keadaan

janin2.

3. Apakah diagnosisdan tindakan pada pasien ini di VK IGD

sudah tepat?

Jawaban: kurang tepat

Diagnosis pasien di VK IGD G1P0A0H0, Gravid 26 mg,

Belum inpartu,Eklamsi Janin Hidup Tunggal Intra Uterin,

Presentasi Kepala. Diagnosis pada pasien ini sudah

sesuai dengan kaidah penulisan diagnosis yaitu

penulisan diagnosis ibu yang diikuti dengan diagnosis

janin. Diagnosis G1 karena kehamilan ini merupakan

kehamilan pertama pada pasien . Untuk gravid 26 minggu

pada pasien jika berdasarkan tinggi fundus uteri sudah

tepat meskipun HPHT tidak diketahui

Belum inpartu didapatkan dari pemeriksaan belum

ada tanda-tanda inpartu yaitu belum ada His dan belum

ada keluar lendir darah yang menunjukkan belum ada

perubahan pada serviks uteri.

Pada pasien ini tidak ada data mengenai dilakukan

pemeriksaan reflek patella karena pada pasien dengan

eklamsi reflek patella + meningkat, dan dari catatan

rekam medik didapatkan kesadaran apatis sedangkan

tingkat kesadaran hanya dibagi 4 yaitu komposmentis,

somnolen, sopor/stupor, koma. Dari pemeriksaan Vaginal

Tusse(VT) tidak didapatkan data, seharusnya dilakukan

30

VT setelah pemberian regimen MgSO4 untuk menentukan

sudah inpartu atau belum.

Diagnosis eklamsi sudah tepat karena kriteria

eklamsi dalam literatur adalah adanya tanda dan gejala

preeklamsi yaitu 2 dari trias tanda utama

( hipertensi,edema, proteinuria) yang disusul oleh

serangan kejang.4 Dari hasil anamnesis pada pasien ini

didapatkan adanya edema pada kedua tungkai disertai

adanya kejang, sedangkan pada pemeriksaan fisik di

dapatkan adanya peningkatan tekanan darah 180/100 mmHg,

maka pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis

eklamsi.

Pada saat tiba di VK IGD RSUD AA, berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

pada pasien ini dilakukan tindakan yang dilakukan

antara lain: Pemberian regimen SM dengan loading dan

maintenance dose karena magnesium sulfat merupakan obat

pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada

eklampsia. Namun tidak disertai dengan pemberian

Nifedipine3x10mg yang merupakan antihipertensi lini

pertama pada kasus eklamsia, sedangkan tekanan darah

pada pasien ini adalah 180/100mmHg. Sehingga tindakan

yang dilakukan di VK IGD kurang tepat.Pada pasien ini

tidak terdapat catatan 6 jam setelah obeservasi apakah

pasien telah stabil atau belum. Dan tidak adanya

catatan tentang observasi selama 6 jam sebelum operasi.

31

Berdasarkan literatur sikap pengelolaan obstetrik

pada eklampsia adalah berupa tindakan aktif berupa

terminasi kehamilan tanpa memandang usia kehamilan.

Tindakan yang dilakukan di VK IGD tepat, setelah

mengetahui adanya eklampsia maka pasien ini segera

dikonsulkan untuk melakukan terminasi kehamilan

mengingat resiko tinggi pada pasien sambil melakukan

stabilisasi kondisi pasien.Pada pasien ini diagnosis

post operasinya adalah P1A0H0 Post SC atas indikasi

eklamsi, seharusnya diagnosis pada pasien ini

adalahP1A0H0 Post histerotomi atas indikasi eklamsi.

Setelah operasi lahir bayi perempuan dengan BB 770

gram, 30 cm AS 2/4 dan ketuban jernih.

4. Bagaimana prognosis pada pasien ini?

Jawab: prognosa baik

Penentuan prognosis pada eklamsia harus dilakukan

dengan cermat, sebab eklampsi merupakan suatu kondisi

yang bahaya dalam kehamilan.Prognosis pasien ini

ditegakkan berdasarkankriteria prognosis Eden yaitu

kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia,yang

terdiri dari: 12

- Koma yang lama (prolongedcoma)

- Frekuensi nadi diatas120 kali permenit

- Suhu 103°F atau 39,4°C atau lebih

- Tekanan darah lebih dari 200mmHg

- Konvulsi lebih dari 10 kali

- Proteinuria 10gr atau lebih

32

- Tidak ada edema, edema menghilang

Jika tidak ditemui tanda atau ditemui satu tanda dari

kriteria Eden maka prognosis tergolong baik sedangkan

jika ditemui lebih dari 2 tanda dari kriteria Eden maka

tergolong buruk.12 Pada pasien ini sulit ditentukan

prognosisnya karena beberapa informasi masih tidak

lengkap. Penjelasan mengenai ada atau tidaknya koma

ydan lamanya koma tidak ada tercantum dalam anamnesis

ataupun follow up. Seharusnya tingkat kesadaran pasien

dinilai dengan Glasgow coma scale. Selain itu, hasil

proteinuria yang dicantumkan tidak dijelaskan apakah

pemeriksaan proteinuria dalam 24 jam atau tidak.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

33

1. Kurangnya kerjasama lintas program antara rumah

sakit yang merujuk dengan rumah sakit rujukan

2. RS PB sebagai RS PONEK tidak mampu melayani pasien

emergensi

3. Diagnosis yang tepat pada pasien ini: G1P0A0H0 Gravis

26 minggu, Belum inpartu, Eklamsi, Janin Hidup

Tunggal Intra Uterin, Presentasi Kepala.

4. Prognosis pada pasien ini dubia sesuai dengan

indikasi prognosis dalam kriteria eden.

2. Saran

1. Perlu adanya pelimpahan tugas dan tanggung jawab

secara timbal balik atas kasus yang di tangani

2. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lebih baik mulai di fasilitas

kesehatan primer sehingga rencana terapi pada

pasien lebih cepat dan tepat.

3. Perlu ditingkatkan lagi pemeriksaan antenatal care

mengingat pentingnya melakukan deteksi dan

pencegahan adanya gangguan kehamilan sejak dini.

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F. G., 2005. Chapter 34. Eclamsia. In

Williams Obstetri. 22nd Ed. New York :Medical

Publishing Division, pp. 785-96

2. Syarif U, Referat preeklamsi dan eklamsi

[Referat]. Rumah sakit umum daerah budhi asih

Fakultas kedokteranUniversitas trisakti: Jakarta:

09 april 2012-16 juni 2012

3. Wiknjosastro, H. Hipertensi dalam kehamilan. Ilmu

Kandungan edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2012.

4. Prasetyorini, N, 2009. Penanganan Preeklampsia dan

Eklampsia. Seminar POGI Cabang Malang. Divisi

Kedokteran Feto Maternal - FKUB/RSSA Malang.

5. Haram K, Svender E, Abildgaard U. The HELLP

syndrome: Clinical tissue and management a review.

BMC Pregnancy and Chilbirth. 2009

35

6. Sunaryo R., 2008. Diagnosis dan Penatalaksanaan

Preeklampsia-Eklampsia, in : Holistic and

Comprehensive Management Eclampsia. Surakarta : FK

UNS, pp 14

7. Rachma N., 2008. Eklampsia : Preventif dan

Rehabilitasi Medik Pre dan post Partum, in

Holistic and Comprehensive Management Eclampsia.

Surakarta : FK UNS, pp. 99

8. POGI 2006. Panduan Penatalaksanaan Hipertensi

Dalam Kehamilan;Jakarta

9. Duley L. 2003. Pre eklamsi and The Hypertensive

Disorder of Pregnancy. British Medical

Bulletin;67: 161-176

10. Chronic Hyperetension in Pregnancy; ACOG

Practise Bulletin; number 29, July 2001.

11. Dirjen pelayanan medic. Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal

Emergensi Komprehensive (PONEK) 24 jam di Rumah

Sakit: Jakarta ;2007

12. Rustam M, 1998. Toksemia Gravidarum.Sinopsis Obstetri Jilid 1:Jakarta: EGC Penerbit buku Kedokteran. Hal 203-208.

36