business model creation of recycled pet “future rpet”

36
BUSINESS MODEL CREATION OF RECYCLED PET “FUTURE RPET” HALAMAN JUDUL BUSINESS MODEL CREATION FREDDY GUNAWAN (1700003980) KENNY (1700004144) MARKUN HANJAYA (1700003860) BINUS BUSINESS SCHOOL PROGRAM STUDI MAGISTER MANAGEMENT BUSINESS MANAGEMENT BINUS UNIVERSITY JAKARTA 2019 i

Transcript of business model creation of recycled pet “future rpet”

BUSINESS MODEL CREATION OF RECYCLED PET

“FUTURE RPET”

HALAMAN JUDUL

BUSINESS MODEL CREATION

FREDDY GUNAWAN (1700003980)

KENNY (1700004144)

MARKUN HANJAYA (1700003860)

BINUS BUSINESS SCHOOL

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAGEMENT BUSINESS MANAGEMENT

BINUS UNIVERSITY

JAKARTA

2019

i

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri lebih

dari 17,000 pulau dan terkenal dengan kekayaan alamnya. Sebagai salah satu anggota

dan sekaligus sebagai ketua dari organisasi Coral Triangle Initiative (CTI) yang

berbasis di Bali, Indonesia bekerja bersama dengan lima negara lainnya yakni

Malaysia, Philippines, Papua New Guinea, Solomon Islands, dan Timor-Leste untuk

mempertahankan sumber daya laut dan pesisir laut dengan mengatasi masalah-

masalah penting seperti ketahanan pangan, perubahan iklim, dan keanekaragaman

hayati laut.

Seiring berjalannya waktu, kondisi alam di Indonesia mulai tercemar dengan

berbagai polusi yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti kebakaran hutan,

tingginya polusi asap kendaraan, kerusakan ekosistem laut seperti terumbu karang,

dan salah satu polusi yang berkontribusi paling besar untuk persoalan pencemaran

lingkungan ini adalah berasal dari sampah plastik.

1.1.1. Sampah di Indonesia

Permasalahan jumlah sampah di Indonesia telah mendapatkan perhatian khusus

dari pemerintah sejak beberapa tahun terakhir. Jumlah sampah ini terus

meningkat dari tahun ke tahun dikarenakan jumlah penduduk yang terus

1

2

meningkat yang menyebabkan jumlah konsumsi masyarakat juga meningkat.

Data dari Sustainable Waste Indonesia (SWI) mengatakan bahwa pada tahun

2018 Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 65 juta ton. Jumlah ini lebih

tinggi jika dibandingkan pada tahun 2015 sebanyak 64 juta ton (Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017). KLHK menyebutkan sumber

dominan sampah ini berasal dari rumah tangga (48%), pasar tradisional (24%),

kawasan komersial (9%) dan sisanya dari fasilitas publik, sekolah, kantor,

jalan, dan sebagainya. Untuk komposisi sampah sendiri di dominasi oleh

sampah organik (60%), sampah plastik (14%), sampah kertas (9%), metal

(4.3%), kaca, kayu dan bahan lainnya (12.7%). Peningkatan jumlah sampah ini

telah memberikan dampak buruk bagi Indonesia karena tidak terkelola dengan

baik dan mencemari lingkungan, khususnya untuk sampah plastik. Dampak

buruk ini dapat dilihat dari salah satu perairan di Indonesia yaitu Pulau Kapota,

Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara telah ditemukan sampah plastik

seberat 5.9 kg dalam bangkai ikan paus sperma (BBC News, 2018). Hal ini

tanpa disadari telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari 5 negara

Asia terbesar penghasil limbah sampah plastik di lautan (Ocean Conservancy

& The McKinsey Center, 2015).

1.1.2. Sampah Plastik

Secara global plastik telah diproduksi sebanyak 7.82 miliar ton hingga tahun

2015 dan paling banyak digunakan pada industri kemasan (packaging) produk

3

yaitu sebesar 146 juta ton (Jambeck, Geyer, Law, 2017). Namun, industri

tersebut juga yang paling banyak menghasilkan sampah plastik dikarenakan

masa pakai produk yang sangat singkat. Misalnya pada kemasan produk

berbahan plastik yang memiliki masa pakai sekitar 6 bulan atau kurang.

Berbeda jika plastik digunakan pada industri konstruksi yang memiliki masa

pakai rata-rata sekitar 35 tahun. Berdasarkan hasil dari penelitian lain

disebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penghasil limbah

sampah plastik terbesar di dunia dengan rata-rata 0.06 kg sampah plastik yang

dihasilkan per orang setiap harinya (Jambeck, Geyer, Wilcox, Siegler,

Perryman, Andrady, Narayan, Law, 2015).

Gambar 1. 1 Plastic Waste Generation Sumber: Jambeck et al (2015)

4

Sampah plastik ini berhasil menempatkan Indonesia menjadi negara ke 2

terbesar di dunia sebagai penyumbang limbah sampah plastik setelah China.

Gambar 1. 2 Mismanaged Waste (% Global Total) Sumber: (Jambeck et al, 2015 & World Bank, 2018)

1.1.3. Sampah Botol Plastik

Plastik Polyethylene Terephthalate (PET) merupakan produk plastik yang

paling banyak digunakan setelah flexible plastic pada industri food and

beverages dan diperkirakan akan meningkat sebesar 4.2% di tahun 2019

(Euromonitor, 2015). Hasil ini mendukung data dari World Atlas (2017) yang

menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke 4 terbesar di dunia yang

menggunakan botol plastik yaitu sebesar 4,82 miliar gallons.

5

Gambar 1. 3 Water Bottle Consuming Sumber: World Atlas (2017)

Fakta lain yang ditemukan dari hasil penelitian terbaru lembaga

Sustainable Waste Indonesia (2018) yang menunjukkan bahwa dari 350.000

ton botol PET yang dikonsumsi setiap tahun secara nasional, terdapat sebanyak

216.047 ton botol PET atau sekitar 62% yang telah berhasil dikumpulkan

kembali, dan 38% belum berhasil dikumpulkan atau keberadaanya masih

mencemari lingkungan.

Saat ini daur ulang botol PET lebih banyak berfokus kepada produk turunan

dengan bahan dasar plastik PET daur ulang seperti dakron, t-shirt, hingga sepatu.

Jika melihat pertumbuhan botol PET yang terus meningkat alangkah baiknya

apabila kedepannya daur ulang botol PET dapat mengacu pada konsep circular

economy yang berdasarkan pada konsep 3R (reduce, reuse, recycle). Dimana botol

PET ini akan dikumpulkan, didaur ulang dan digunakan

6

kembali sebagai bahan baku pembuatan botol AMDK. Istilah ini dikenal juga

dengan bottle to bottle recycled yang akan dibahas lebih lanjut pada bisnis

model ini. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan bahwa

melalui konsep circular economy perusahaan dapat menghemat biaya produksi

ataupun membentuk produk baru yang bernilai jual.

1.1.4. Sistem Pengelolaan Sampah di Indonesia

Berbagai inisiatif telah dilakukan oleh pemerintah melalui UU Nomor 18

Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang juga telah mengamanatkan

perlunya perubahan yang mendasar dalam pengelolaan sampah yang selama ini

dijalankan. Berdasarkan Pasal 19 undang-undang tersebut, pengelolaan sampah

dibagi dalam dua kegiatan pokok yakni pengurangan sampah dan penanganan

sampah. Selain itu, terdapat pula tiga aktivitas utama dalam kegiatan

pengurangan sampah antara lain pembatasan timbunan sampah, pendauran

ulang sampah dan pemanfaatan kembali sampah yang merupakan perwujudan

dari prinsip pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan.

Hingga saat ini sistem pengumpulan dan pengolahan sampah di

Indonesia dilakukan oleh berbagai pihak baik pemerintah, organisasi

lingkungan maupun masyarakat seperti:

1. Bank sampah

Bank Sampah merupakan salah satu inisiatif pemerintah dimana

merupakan tempat yang digunakan untuk mengumpulkan sampah yang

7

sudah dipilah berdasarkan kategori masing-masing. Proses

pengumpulan sampah dilakukan menyerupai sistem perbankan

dimana sampah disetor oleh masyarakat (nasabah) yang tinggal

disekitar lokasi bank sampah. Imbalan akan diberikan kepada nasabah

berupa uang seharga dengan jumlah sampah yang disetor.

Selanjutnya, hasil dari sampah dijual kepada pengepul yang

mengumpulkan sampah berdasarkan produk atau kategori tertentu.

Bank sampah dapat dikatakan sebagai salah satu solusi yang dibuat

oleh pemerintah untuk mengurangi limbah sampah plastik di Indonesia.

Hal ini didukung pula dengan pernyataan dari Direktur Jenderal

Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Rosa Vivien Ratnawati yang

mengatakan bahwa bank sampah telah memberikan kontribusi terhadap

pengurangan sampah sebesar 1.7% atau 1,389,522 ton/tahun dengan rata-

rata pendapatan sebesar Rp. 1.484.669.825 per tahun. Dari sini dapat

dilihat bahwa partisipasi masyarakat telah meningkat dalam membantu

pemerintah dalam mengatasi permasalah jumlah sampah. Walaupun

memang hasil yang diharapkan belum maksimal, namun dengan adanya

dorongan dan dukungan pemerintah pengumpulan dan pengolahan

sampah di Indonesia akan terus meningkat. Terlebih pemerintah juga

mempunyai target untuk mengurangi jumlah sampah plastik di laut

hingga 70% pada tahun 2025.

8

Berdasarkan rangkuman hasil wawancara yang dilakukan terhadap

4 Bank Sampah Induk DKI Jakarta, Bank Sampah Induk Satu Hati

(BSISH) Jakarta Barat, Bank Sampah Induk Berkah Mentari (BSIBM)

Jakarta Utara, Bank Sampah Induk Gesit (BSIG) Jakarta Selatan, dan

Bank Sampah Induk Sudin LH Jakarta Pusat didapatkan flow botol

plastik yang dimulai dari masyarakat ke Bank Sampah Unit (BSU)

masing-masing kota Administrasi. Setiap harinya, mobil dinas

Lingkungan Hidup masing-masing kota Administrasi akan mengitari

keseluruhan kecamatan untuk mengumpulkan sampah dari masyarakat

yang telah dikumpulkan di Bank Sampah Unit. Hasil sampah tersebut

kemudian diantar ke masing-masing Bank Sampah Induk kota

Administrasi untuk ditimbang dan disimpan kemudian dijual kepada

pihak yang membutuhkan. BSU hanya boleh menjual produk sampah

kepada BSI masing-masing daerah, karena apabila melanggar, akan

dikenakan sanksi dan ditutup. Harga botol plastik dari BSU kepada

masyarakat diluar tanggung jawab dari BSI dan ditentukan oleh masing-

masing BSU. Namun, harga jual botol plastik dari BSU ke BSI telah

dipatok oleh Bank Sampah Induk, walaupun nilainya berubah-ubah

tergantung dari demand dan kondisi pasar yang pada umumnya memiliki

rentang harga dari Rp 3500 - 4500/Kg. Sedangkan harga jual botol

plastik dari BSI ke pihak yang membutuhkan juga berubah-ubah dan

berbeda-beda, namun dari rangkuman hasil wawancara, harga jual

9

berada pada kisaran Rp 6000-7000/Kg. Proses pengiriman botol plastik

dari BSI ke perusahaan yang membutuhkan, dilakukan dan dijemput

sendiri masing-masing oleh perusahaan ke BSI masing-masing daerah.

Dalam sebulan, BSI bisa mendapatkan botol plastik sebanyak 80 - 130

Ton, hal ini tentunya berbeda-beda dari masing-masing BSI dan

tergantung dari bulan bulan tertentu. BSISH Jakarta Barat mengatakan,

biasanya sampah pada awal tahun baru dan pada saat lebaran lebih

banyak dibandingkan dengan bulan-bulan biasanya. Berdasarkan hasil

wawancara, BSI mengeluhkan bahwa masyarakat saat ini lebih memilih

untuk menjual kepada pengepul yang dekat dengan daerahnya yang

memiliki harga beli yang lebih tinggi dibandingkan dengan BSU. Berikut

adalah flowchart jalannya botol plastik dari masyarakat hingga ke

perusahaan berdasarkan hasil wawancara yang telah dirangkum. Detail

wawancara kepada masing-masing Bank Sampah Induk berada pada

halaman lampiran penulisan BMC ini.

Gambar 1. 4 Flow Process Bank Sampah Sumber: Penulis (2019)

10

2. Pemulung

Pemulung merupakan orang yang mengumpulkan sampah yang

bekerja dengan atau tanpa alat pendukung seperti gerobak atau sepeda

dengan tujuan untuk dijual kembali kepada pengepul atau pihak yang

mengumpulkan sampah. Para pemulung ini lah yang berjasa dalam

mengumpulkan sampah-sampah yang belum terkumpul dan diolah.

Untuk mendapatkan insights dari kegiatan sehari-hari para pemulung

dan kesulitan yang dihadapi oleh para pemulung, telah dilakukan

wawancara kepada 11 pemulung yang tersebar di DKI Jakarta dan 1

koperasi pemulung di daerah Tangerang Selatan.

Berdasarkan rangkuman hasil wawancara yang telah dilakukan

kepada 11 pemulung dan 1 koperasi pemulung, didapatkan alur proses

pengumpulan sampah botol plastik dimulai dari pemulung, pengepul

hingga ke produsen. Dari 11 pemulung yang telah diwawancara,

pemulung memulai mengumpulkan sampah dari TPS terdekat dengan

tempat tinggalnya, dan dilanjutkan ke jalanan, sekolah, bahkan TPA dan

tempat keramaian lainnya. Harga jual botol plastik dari pemulung ke

pengepul berbeda-beda tergantung dari masing-masing pengepul dan

masing-masing wilayah dengan rentang harga Rp. 2,500 - 4,000/Kg.

Harga tersebut juga ada pengaruhnya dari pemulung yang memiliki

kontrak dengan pengepulnya dengan pemulung yang hanya menjual

lepas. Tentunya pemulung yang menjual lepas memiliki harga

11

jual botol plastik bekas yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang

terikat dengan pengepul. Dalam waktu sehari, para pemulung dapat

mendapatkan sampah botol plastik dengan rentang 15 Kg - 25 Kg per

hari dengan berjalan seharian umumnya dari subuh sampai siang, dan

dilanjutkan sore hingga malam. Berdasarkan wawancara kepada 11

pemulung, masalah yang mereka hadapi tidaklah jauh dari ekonomi,

seperti harga jual yang rendah yang mengakibatkan kurangnya

pendapatan dan tidak cukup untuk menghidupi keluarga, namun ada

dari mereka yang mengeluhkan mengenai penyakit seperti gatal-gatal

karena tidak adanya alat yang mendukung untuk berhubungan dengan

sampah di jalanan. Hasil detail wawancara dari masing-masing

pemulung berada pada halaman lampiran dari BMC ini.

3. Pengepul

Pengepul merupakan sektor informal yang mengumpulkan berbagai

jenis sampah yang memiliki nilai ekonomis seperti kertas, besi, kayu,

hingga botol plastik yang kemudian akan dijual untuk didaur ulang.

Para pengepul ini biasanya mendapatkan sampah dari sektor informal

lain seperti pemulung dan pengepul lainnya. Selain dari sektor

informal, para pengepul juga bisa mendapatkan sampah dari

masyarakat sekitar.

Berdasarkan rangkuman hasil wawancara yang telah dilakukan

kepada 13 pengepul, di dapatkanlah hasil alur proses terkumpulnya

12

sampah botol plastik dari pemulung hingga ke pihak yang

membutuhkan sampah botol plastik tersebut. Sampah botol plastik

yang didapatkan dari pemulung dengan rentang harga Rp 2,500 -

4,000/Kg ditampung, dikumpulkan dan dijual kepada produsen atau

pihak yang membutuhkan. Harga jual kepada produsen juga berada

pada rentang Rp 6,000 - 7,000 tergantung dari kondisi botol plastik,

apakah sudah bersih atau masih terdapat label di dalamnya. Masing-

masing pengepul, umumnya memiliki pemulung yang bekerja

untuknya berjumlah 20-30 pemulung. Jumlah pemulung ini tentunya

naik dan turun dari masing-masing pengepul tergantung dari

keterikatan pemulung dan konsistensi pemulung itu sendiri dalam

bekerja. Masalah yang paling banyak ditemukan oleh para pengepul

ialah sulitnya mendapatkan pemulung yang konsisten menjual sampah

kepadanya. Kesulitan mengikat pemulung juga disebabkan oleh

keterbatasan dana yang tidak bisa memberikan fasilitas kepada

pemulung dan sesuatu yang menguntungkan pemulung. Masalah lain

yang ditemukan ialah seperti kurangnya alat-alat pendukung untuk

dapat meningkatkan harga jual dan menghemat tempat. Berikut ini

adalah gabungan hasil rangkuman jalannya botol plastik dari

pemulung, pengepul, hingga produsen. Detail dari masing-masing

wawancara kepada pengepul terdapat pada halaman lampiran pada

BMC ini.

13

Gambar 1. 5 Flow Process Pemulung Sumber: Penulis (2019)

Details BSI Pemulung Pengepul

Jumlah 4 12 13

Interview

Sumber Bank Sampah Sekolah, TPS, Pengepul kecil

Botol Unit (BSU) Jalanan, Pasar, dan Pemulung

Plastik Gudang, Pabrik,

dan Perumahan

Jumlah 80 - 130 ton 450 kg - 750 kg 9 - 22 ton

Botol

(bulan)

Harga Rp. 2,500 - 4,500 - Rp. 2,500 -

Beli (/kg) 4,000

Harga Rp. 6,000 - 7,000 Rp. 2,500 - Rp. 6,000 -

Jual (/kg) 4,000 7,000

Masalah - Warga masih - Harga jual - Jumlah

lebih suka yang rendah pemulung

menjual ke - Ekonomi yang tidak

pelapak - Tidak tetap

- Kendaraan yang Sejahtera - Tidak

terbatas untuk - Kadang suka memiliki

mencakup kena penyakit modal untuk

14

daerah dengan umum seperti mengikat

ruas jalan yang gatal kulit pemulung /

kecil namun belum membeli dari - Kekurangan ada dukungan pemulung

sumber daya kesehatan - Tidak manusia - Tidak memiliki alat

memiliki yang tempat yang mendukung

cukup untuk (alat press, menyimpan pencacah,

sampah pencuci) - Tidak - Sampah

memiliki alat berserakan yang sehingga

mendukung memakan (gerobak, tempat dna

kendaraan) menyebabka n tempat

penuh

Tabel 1. 1 Keterangan hasil wawancara BSI, Pemulung dan Pengepul Sumber: Penulis (2019)

4. Koperasi Pemulung

Koperasi pemulung ditemukan di kawasan Tangerang Selatan. Mereka

pada awalnya adalah koperasi simpan pinjam antar pemulung, namun

berkembang menjadi perkumpulan pemulung dan membuat sebuah bisnis

pengolahan sampah botol plastik. Pengolahan yang dilakukan adalah

mengubah botol plastik bekas, menjadi cacahan plastik yang sudah

bersih. Hasil cacahan plastik PET ini akan dijual ke perusahaan yang

menggunakannya. Dalam wawancara yang dilakukan dengan Pak Wanto

selaku kepada produksi, pemulung-pemulung yang tadinya bekerja

menjadi pemulung bergabung dan membuat sebuah bisnis

15

pengolahan sampah plastik. Botol plastik sendiri diambil dari

pengepul-pengepul di Jakarta dan Tangerang. Harga beli sampah

botol plastik tersebut ke pengepul sekitar Rp. 6,000 - 7,000 per Kg.

Selain dari pengepul, koperasi pemulung ini juga menerima sampah

botol plastik dari para pemulung yang tinggal di sekitar daerah dengan

harga Rp. 5,000 per Kg. Dalam sebulan, Pak wanto dan kawan-kawan

berhasil memproses kurang lebih 100 Ton sampah botol plastik untuk

menjadi cacahan plastik yang sudah bersih. Cacahan ini dijual kepada

perusahaan dakron di Cikupa serta perusahaan-perusahaan lainnya

dengan harga Rp. 9,000 per Kg.

5. Dinas Kebersihan Pemerintah

Dinas kebersihan di masing-masing daerah di Indonesia memiliki

tugas umum untuk menjaga kebersihan lingkungan dan pertamanan di

lingkup operasionalnya. Salah satu tugas yang dilakukan adalah

dengan mengangkut hasil sampah-sampah yang berada di TPS

(Tempat Penampungan Sementara) ke TPA (Tempat Pemrosesan

Akhir). Sampah-sampah yang berhasil diangkut dibawa ke TPA untuk

ditimbun dan menjadi gunung-gunung sampah.

16

Gambar 1. 6 Alur Proses Sampah Sumber: Penulis (2019)

Dapat disimpulkan bahwa pengumpulan dan pengolahan sampah di Indonesia

sudah mengalami peningkatan dengan adanya kontribusi dari bank sampah,

pengepul dan pemulung. Hal ini berarti masyarakat juga sudah sadar dan aktif

dalam membantu pemerintah dalam menanggulangi jumlah sampah nasional

dengan melihat jumlah bank sampah yang terus bertambah. Selain itu, Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya mengatakan kesadaran

masyarakat terus meningkat setiap tahunnya. Pemerintah sendiri juga sudah

mengambil langkah aktif dalam mengatasi masalah ini dengan mendorong

17

terbentuknya konsep circular economy yang berfokus pada 3R yaitu reduce,

reuse, dan recycle untuk menggantikan konsep linear economy.

Namun, hingga saat ini sebagian besar sistem pengolahan sampah di

Indonesia masih didominasi oleh konsep linear economy yang berfokus pada

produksi, penggunaan, dan pembuangan. Konsep ini telah berlangsung puluhan

tahun yang mengakibatkan sampah terus bertambah serta menjadikan Indonesia

untuk terus mengeksploitasi sumber daya alam. Konsep pengolahan ini terbentuk

dikarenakan pola pikir masyarakat Indonesia yang melihat sampah adalah sesuatu

yang tidak berguna dan harus dibuang (Cholifihani, 2018). Hal ini terbukti dengan

melihat kondisi Bantargebang yang sudah kritis dan hanya mampu menampung 10

juta ton sampah lagi hingga tahun 2021 jika tidak terdapat pengolahan yang tepat

(KLHK, 2019). Padahal masyarakat memiliki peran penting dalam pengurangan

sampah plastik, namun diperlukan edukasi yang kuat agar masyarakat dapat

mengerti nilai ekonomis sampah plastik, tidak membuang sampah plastik

sembarangan, dan dapat memilah-milah sampah tersebut sebelum dikirimkan ke

tempat pembuangan akhir (TPA).

Saat ini hanya pemulung yang masih melihat sampah sebagai ‘harta

karun’ yang memiliki nilai ekonomis. Para pemulung inilah yang

mengumpulkan dan memilah sampah untuk dijual kembali demi mendapatkan

rezeki untuk menyambung hidup. Para pemulung ini juga merupakan rantai

penting dalam mendukung program pemerintah dalam menjalankan program

3R (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2019).

18

1.1.5. Industri Daur Ulang Botol Plastik di Indonesia

Industri daur ulang dipercaya dapat menjadi solusi untuk menanggulangi

sampah plastik di Indonesia (Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia, 2019;

European Commission, 2019; Ellen MacArthur Foundation, 2016). Selain itu,

industri daur ulang juga dipercaya dapat menjadi pengganti produk impor dan

pemasukan bahan baku yang harga nya sangat tidak stabil. Hal ini dikarenakan

nilai tukar mata uang yang melemah. Saat ini kebutuhan plastik sebagai bahan

baku di Indonesia mencapai 5.6 juta ton per tahun dimana 2.3 juta ton dipenuhi

oleh industri plastik nasional, 1.67 juta ton dipenuhi impor bijih plastik virgin,

435.000 ton dipenuhi dari impor limbah plastik non B3, dan Baru 1,1 juta ton

plastik yang bisa dipenuhi oleh industri daur ulang (Inaplas, 2018)

Industri daur ulang plastik di Indonesia sudah jauh lebih berkembang

khususnya pada daur ulang jenis plastik PET dan PP yang mencapai diatas

50% dikarenakan memiliki nilai ekonomis tinggi (ADUPI, 2019). Pada tahun

2018 lalu, ADUPI berhasil mendaur ulang 400,000 ton plastik dari total

konsumsi 3-4 juta ton dan jumlah ini belum termasuk dari industri daur ulang

lainnya. Plastik didaur ulang menjadi produk turunan lain, misalnya hasil yang

paling banyak ditemui adalah dakron yang digunakan sebagai isian bantal.

Selain itu, dapat juga berupa cacahan plastik yang digunakan sebagai bahan

baku pembuatan barang jadi seperti ember, kursi, hingga geotex.

Proses daur ulang yang diterapkan di Indonesia ini dikenal juga sebagai

konsep opened-loop dimana plastik di daur ulang dengan merubah sifat-sifat

19

yang melekat pada bahan baku tersebut dan digunakan kembali untuk

membentuk produk turunan lainnya untuk memperpanjang masa pakai plastik

tersebut (Welle, 2011). Namun, melalui konsep ini produk turunan tersebut

lambat laun akan dibuang dan menjadi sampah kembali serta tidak bisa lagi

didaur ulang karena struktur plastiknya yang sudah rusak atau over processing.

Ellen MacArthur Foundation memperkenalkan sebuah konsep circular

economy dimana konsepnya adalah menggunakan setiap material semaksimal

mungkin serta memulihkan material yang telah sampai pada usia akhirnya.

Dalam penerapan konsep circular economy, industri daur ulang merupakan

salah satu rantai kunci utama yang mendorong terciptanya circular economy

(ADUPI, 2019).

Dalam konsep ini, sampah botol plastik didaur ulang menjadi bahan baku

PET kembali yang dikenal dengan sebutan recycled PET (rPET) yang dapat

digunakan sebagai bahan baku pembuatan botol plastik kembali. Konsep daur

ulang ini dikenal juga sebagai closed-loop, dimana tidak terjadi perubahan

sifat-sifat yang melekat pada bahan baku dan dapat digunakan kembali sebagai

pengganti virgin material (ISO, 2006a). Walaupun tidak merubah sifat-sifat

yang melekat pada bahan baku tersebut, namun plastik sangat sensitif terhadap

peningkatan suhu dan proses mekanis yang terdapat di dalam proses daur ulang

yang menyebabkan hilangnya sebagian sifat-sifat yang melekat, sehingga

kualitas plastik PET ini menurun dan dibutuhkan campuran Virgin PET untuk

membuat botol plastik kembali (Welle, 2011). Berdasarkan hasil interview

20

dengan salah satu produsen botol plastik, mereka membutuhkan campuran

Virgin PET rata-rata sebesar 85%-90%. Jika tidak dicampurkan, botol plastik

ini akan mudah pecah karena getas dan memiliki warna yang kekuningan.

Pemerintah saat ini sedang sangat aktif mendorong pembentukan konsep

circular economy untuk menggantikan sistem linear economy yang berfokus

pada produksi, penggunaan kemudian pembuangan (Waste4change, 2017).

Konsep inilah yang mengakibatkan sampah yang terus bertambah serta

menjadikan Indonesia untuk terus mengeksploitasi sumber daya alam.

Dalam konferensi Our Ocean Conference (OCC) yang diadakan di nusa dua,

Bali pada Desember 2018, salah satu produsen Air Minum Dalam Kemasan

terbesar di Indonesia, PT Tirta Investama (Danone, Aqua) telah meluncurkan

produk terbarunya yaitu air minum yang dikemas dalam botol yang terbuat dari

100% botol plastik bekas. Namun, peluncuran produk tersebut hanya digunakan

oleh Danone sendiri dan tidak diperjualbelikan serta ditargetkan untuk pasar Bali

dan beberapa kota besar yang berada di toko tertentu yang baru saja dimulai pada

akhir tahun 2018 dengan alasan untuk melakukan tes pasar terhadap inovasi

produk baru ini yang merupakan produk hasil daur ulang sampah botol plastik.

1.1.6. Circular Economy

Ellen MacArthur Foundation menjelaskan Circular Economy (CE) adalah

sebuah konsep yang dirancang untuk memberikan pertumbuhan ekonomi dan

memberikan keuntungan tidak hanya kepada bisnis, tetapi juga kepada

21

masyarakat dan lingkungan dengan secara perlahan akan mengurangi

ketergantungan penggunaan sumber daya alam yang terbatas.

Gambar 1. 7 Gambar X.X Prinsip Utama Circular Economy Sumber: Ellen MacArthur Foundation (2019)

Konsep CE ini dibentuk berdasarkan pada tiga prinsip utama yaitu:

1. Meminimalkan limbah dan polusi akibat hasil dari kegiatan bisnis yang

dapat memberikan efek negatif kepada masyarakat dan lingkungan

2. Memastikan agar produk dan bahan baku dapat terus digunakan dengan

cara merancang produk dengan daya tahan tinggi, penggunaan kembali

(reuse), memproduksi kembali (remanufacture), dan mendaur ulang

(recycling) untuk memastikan produk dan bahan baku tetap berada dalam

lingkaran ekonomi

3. Meregenerasi dan melindungi sumber daya alami dengan menghindari

penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui dan

mengembalikan nutrisi berharga ke alam untuk mendukung regenerasi

22

Melalui konsep CE terdapat beberapa keuntungan yang dapat dirasakan oleh

seluruh pihak yang bersangkutan seperti:

a. Keuntungan ekonomi. Konsep CE dapat memberikan keuntungan

pengurangan biaya material bagi beberapa industri. Implementasi konsep

CE juga berpotensi menciptakan lingkungan pekerjaan baru seperti

peningkatan tenaga kerja di sektor industri daur ulang dan pekerjaan

berkemampuan khusus di bidang manufaktur.

b. Keuntungan bagi lingkungan. Dengan cara mengurangi penggunaan sumber

daya alam yang terbatas. Selain itu, meminimalkan limbah dengan

menciptakan produk ramah lingkungan (eco-design), penggunaan kembali

(reuse), dan daur ulang (recycle) untuk menghasilkan bahan baku kembali.

c. Keuntungan sumber bahan baku. Perusahaan dapat meningkatkan profit

dengan pengurangan biaya pada bahan baku virgin yang memiliki harga

tidak stabil dan relatif mahal dengan penggunaan bahan baku daur ulang.

Di sisi lain, permintaan impor bahan baku virgin juga dapat dikurangi.

d. Keuntungan sosial. Dapat meningkatkan kesehatan dan mengurangi

biaya kesehatan yang dibutuhkan. Melalui konsep ini, masyarakat dapat

terhindar dari polusi udara, kontaminasi air, penyakit akibat pencemaran

limbah yang tidak terkontrol.

Konsep CE memang menawarkan banyak keuntungan yang didapatkan

untuk pertumbuhan ekonomi, lingkungan, dan sosial. Namun, dalam

implementasinya akan terdapat beberapa tantangan dari beberapa aspek yaitu

23

teknologi yang mendukung pembentukan closed-loop, legal dalam pengaturan

bahan baku daur ulang dan pengolahan sampah, ekonomi seperti kompleksitas

regulasi terhadap kegiatan bisnis (regulasi penggunaan plastik), serta perilaku

bisnis yang masih menghindari resiko (Betchel, Boiko, dan Volkel, 2013).

Tantangan lain dalam implementasi awal konsep CE adalah penerapan

sistem pengelolaan limbah yang baik, mudah beradaptasi, dan fleksibel sangat

dibutuhkan meliputi regulasi pemerintah, peningkatan industri daur ulang, serta

memperkuat sistem pencegahan, pengumpulan, dan pengolahan limbah sampah

(Cholifihani, 2018; European Commission, 2019)

1.2. Identifikasi Masalah

Sampah plastik saat ini sudah menjadi permasalahan yang dihadapi oleh negara di

seluruh dunia dengan total mencapai 1.3 miliar ton per tahun dan diperkirakan akan

meningkat menjadi 2.2 miliar ton per tahun (Kumparan, 2019). Tidak terkecuali di

Indonesia. Saat ini Indonesia merupakan negara kedua terbesar di dunia penghasil

limbah plastik di lautan (World Bank, 2018).

Pertumbuhan penggunaan plastik salah satunya datang dari industri air minum

dalam kemasan (AMDK) yang berjumlah sekitar 700 perusahaan dan setiap tahun

terus meningkatkan produksi demi mengimbangi permintaan yang terus meningkat

dari masyarakat (Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), 2019).

Pada tahun 2019 ini, penjualan AMDK juga diperkirakan akan meningkat menjadi

33 miliar liter atau sebesar 10% dan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang hanya

24

sebesar 8%-9% dengan volume 30 miliar liter. Selain itu, pertumbuhan ini juga

didorong oleh munculnya pemain baru seperti Crystalline dari OT Group. Industri

minuman memiliki pertumbuhan yang sangat pesat di Indonesia yang mencapai

24.2% pada Q1 2019 dan berada di urutan kedua setelah industri pakaian jadi

(CNBC Indonesia, 2019). Jumlah pertumbuhan industri minuman di Indonesia yang

sangat cepat pasti akan meningkatkan pertumbuhan jumlah sampah plastik karena

menggunakan bahan plastik sebagai packaging.

Melihat situasi yang semakin parah, pemerintah sudah mulai mengambil

langkah-langkah untuk menghadapi permasalahan sampah plastik di Indonesia dan

menargetkan pengurangan sampah hingga 30% dan penanganan sampah hingga

70%. Salah satu langkah yang diambil pemerintah adalah penerapan circular

economy (reduce, reuse, dan recycle) dengan mendorong pertumbuhan bank sampah

yang lebih banyak agar dapat membantu industri daur ulang. Penerapan circular

economy ini bertujuan untuk menggantikan linear economy (produksi, pakai, buang)

yang telah diterapkan Indonesia selama puluhan tahun. Hasil bank sampah memang

belum maksimal tetapi telah menunjukkan hasil positif dengan berkontribusi

terhadap pengurangan sampah nasional sebesar 1.7% di tahun 2018.

Di sisi lain, industri daur ulang di Indonesia juga masih berpotensi menghasilkan

limbah plastik karena hasil kemasan plastik yang didaur ulang tetap akan berakhir

menjadi limbah plastik kembali (Ellen MacArthur Foundation, 2016; Greenpeace

Indonesia, 2018). Hal ini dikarenakan industri daur ulang di Indonesia yang masih

25

menggunakan konsep opened-loop, dimana hasil daur ulang limbah plastik akan

menjadi produk turunan dan berujung menjadi limbah kembali.

Gambar 1. 8 Plastic Packaging Material Flow Sumber: Ellen MacArthur Foundation (2016)

Salah satu poin penting dalam kesuksesan penerapan circular economy adalah

merubah industri daur ulang opened-loop menjadi industri daur ulang closed-loop,

dimana seluruh limbah plastik yang didaur ulang akan digunakan kembali sebagai

pengganti bahan baku virgin (Ellen MacArthur Foundation, 2016). Saat ini, seluruh

hasil daur ulang rPET tidak dapat digunakan sebagai bahan baku utama dikarenakan

kualitas plastik yang menurun dan dibutuhkan campuran virgin PET untuk membuat

botol plastik kembali (Welle, 2011). Perusahaan akan terus memproduksi botol

plastik menggunakan virgin PET untuk dapat terus memenuhi permintaan seiring

26

bertumbuhnya jumlah penduduk yang berarti jumlah produksi botol plastik akan

terus meningkat.

Gambar 1. 9 The New Plastic Economy Sumber: Ellen MacArthur Foundation (2016)

Di satu sisi, pemerintah dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP)

juga sudah mulai mendorong perusahaan untuk menggunakan bahan baku yang lebih

mudah di daur ulang agar tidak single use dan ramah lingkungan. Keseriusan pemerintah

ini terlihat dari pembahasan dua peraturan menteri (permen) baru untuk mengurangi

jumlah sampah plastik di Indonesia yang direncanakan selesai tahun 2019. Salah satu

peraturan tersebut akan mengatur produsen agar merancang kemasan mereka agar tidak

single use menggunakan bahan baku yang recyclable dan reusable. Diperkuat dengan

Peraturan Pemerintah (PP) nomor 97 tahun 2017, yang menyatakan bahwa perlunya

peran perusahaan untuk mengurangi sampah plastik serta mengolah

27

kembali produk yang dihasilkannya. Namun melihat kondisi daur ulang di Indonesia saat

ini juga memberatkan perusahaan karena bahan baku PET daur ulang ini belum dapat

digunakan untuk membuat botol plastik kembali. Sehingga perusahaan akan terus

memproduksi botol baru menggunakan bahan baku virgin PET karena permintaan yang

terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk yang berarti sampah botol

plastik akan meningkat juga. Hasil rPET ini sendiri dapat menjadi pilihan utama

perusahaan jika berhasil menggantikan bahan baku virgin sebesar 70-80% (Rajendran,

Hodzic, Scelsi, Hayes, Soutis, AlMa’adeed, Kahraman, 2013). Berdasarkan hasil

interview dengan PT. Haliplast Century dan PT Central Kreasi Sukses yang bergerak

sebagai produsen botol plastik juga mengatakan bahwa sulit menggunakan campuran

bahan PET daur ulang terlalu banyak karena kualitas yang telah menurun dan jika

dipaksakan botol akan mudah pecah sehingga tidak dapat digunakan kembali. Selain itu,

mereka juga sebenarnya sangat tertarik menggunakan campuran PET daur ulang lebih

banyak jika memungkinan. Salah satu alasannya adalah harga virgin PET yang tinggi

dan cenderung tidak stabil karena kondisi mata uang di Indonesia. Disisi lain mereka

juga ingin membantu pemerintah untuk dapat mengurangi jumlah botol plastik yang

diproduksi sehingga dapat mengurangi jumlah sampah botol plastik di Indonesia.

Dengan kemajuan teknologi saat ini memberikan alternatif yang lebih baik dimana

sampah botol plastik bisa diolah kembali menjadi bijih plastik rPET yang dapat

digunakan kembali 100% untuk membuat botol plastik.

Namun, dalam mengubah sampah botol plastik menjadi bijih plastik rPET perlu

dipastikannya untuk mendapatkan pasokan bahan baku yang konsisten dan terus

28

menerus untuk menopang jalannya business model ini. Walaupun sampah botol

plastik telah dikumpulkan melalui Bank Sampah, pemulung dan pengepul, namun

jaminan untuk mendapatkan pasokan dari mereka masih belum dapat dipastikan.

Perlu dibentuknya sebuah sistem atau strategi yang saling menguntungkan agar

masing-masing pemasok mau dan hanya menjual sampah botol plastik tersebut

kepada perusahaan.

Oleh karena itu, rumusan masalah yang akan dihadapi dalam menciptakan

circular economy yang berfokus pada closed-loop ini adalah bagaimana cara untuk

menjamin pasokan sampah botol plastik yang menjadi bahan baku dari proses

pembuatan bijih plastik rPET dapat terpenuhi secara konsisten agar business model

ini dapat berjalan secara efektif dan efisien.

Menjamin pasokan bahan baku botol plastik bekas yang tersedia secara

konsisten akan menjadi pokok permasalahan yang akan dihadapi oleh BMC ini,

sebab dengan tidak adanya pasokan bahan baku botol plastik bekas yang

berkelanjutan (sustain), maka proses produksi bijih plastik rPET akan terhambat.

Oleh karena itu, dibutuhkan strategi sistem yang tepat untuk memastikan supply dari

botol plastik bekas dapat terus didapatkan secara konsisten dan dapat memenuhi

kebutuhan kapasitas mesin produksi sehingga menciptakan proses produksi yang

efektif dan efisien.

29

1.3. Ide Bisnis

Menanggapi keinginan dan dorongan pemerintah dalam pengembangan industri daur

ulang plastik di indonesia dengan membentuk konsep circular economy guna

menyusul tingginya angka kebutuhan konsumsi plastik di indonesia dan untuk

mengurangi sampah plastik, maka penulis ingin mencoba untuk membuat sebuah

industri daur ulang yang mengubah sampah botol plastik berbahan PET menjadi bijih

plastik PET demi terciptanya konsep circular economy dan sebagai salah satu

penanggulangan sampah botol plastik.

Seperti yang kita ketahui bersama, hasil botol plastik yang telah dihancurkan

menjadi flakes atau cacahan, dapat digunakan kembali untuk memproduksi botol itu

kembali tetapi hanya memakai maksimum 15% dari bahan recycle dan sisa 85%

masih harus menggunakan bahan murni. Bahan PET yang telah diproduksi menjadi

botol plastik melalui serangkaian proses pemanasan telah menurunkan kadar intrinsic

Viscosity (iV) dari botol plastik tersebut sehingga apabila botol tersebut di proses

menjadi botol kembali, maka akan membuat botol plastik tersebut menjadi getas atau

mudah pecah yang disebabkan oleh menurunnya faktor viskositas dari botol plastik

tersebut. Oleh sebab itu, botol bekas hanya bisa diproduksi menjadi beberapa produk

turunan hingga saat ini seperti dakron, baju, strapping band dan lain sebagainya.

Adapun ide dari model bisnis yang ingin dibuat adalah dengan mendaur ulang botol

plastik kemasan air minum menjadi bijih plastik yang siap digunakan untuk

memproduksi kembali botol plastik kemasan air minum tersebut dengan nama

Future rPET. Future rPET merupakan potensi pasar yang dapat kami analisis untuk

30

dikembangkan lebih lanjut melihat dari sisi positif yang disebabkan oleh jumlah limbah

sampah yang meningkat dari tahun ke tahun, khususnya sampah botol plastik. Dengan

melakukan proses daur ulang di tahap ini, maka diharapkan Future rPET dapat menjadi

pemutus rantai produksi dan penggunaan bahan baku Virgin PET yang selanjutnya akan

mempergunakan bahan baku dari hasil daur ulang botol plastik bekas.

Perlu kita ketahui pula bahwa seluruh botol plastik kemasan air minum yang

beredar di Indonesia, diproduksi dari jenis plastik berbahan dasar PET (Polyethylene

Terephthalate). Oleh karenanya, model bisnis ini hanya akan mendaur ulang kembali

botol plastik berbahan dasar PET menjadi bijih plastik yang bernama Future rPET

yang telah ditingkatkan nilai intrinsic Viscosity (iV) nya sehingga siap digunakan

kembali untuk memproduksi kembali botol plastik tersebut tanpa menimbulkan

kegetasan di dalam botol plastik. Istilah ini lebih dikenal dengan bottle to bottle

recycled. Untuk lebih jelas, gambar berikut menggambarkan siklus hidup botol

plastik sekaligus inovasi yang nantinya akan dilakukan dalam bisnis ini.

31

Gambar 1. 10 PET Life Cycle dan Peran Future rPET Sumber: Penulis (2019)

Untuk dapat memproduksi produk Future rPET yang efektif, efisien serta

maksimal maka perlu dipastikan bahwa bahan baku yaitu botol plastik bekas dapat

mencukupi kebutuhan produksi agar perusahaan dapat berjalan terus menerus tanpa

terhenti karena kekurangan bahan baku. Pengumpulan botol bekas plastik akan

dilakukan dengan bekerja sama dengan bank sampah, dan membuat sebuah strategi

32

pemberdayaan pemulung yang mencoba untuk menyelesaikan sebagian masalah

dengan harapan loyalitas mereka, serta kerjasama dengan pengepul yang difokuskan

berada di wilayah Kota Jakarta dan Kota Bekasi agar pengumpulan botol plastik

bekas dapat berjalan konsisten dan proses daur ulang botol plastik menjadi bijih

plastik rPET dapat berjalan dengan maksimal. Dipilihnya Jakarta dan Bekasi karena

letak perusahaan terutama pabrik akan berada pada kawasan Industri Besar Bekasi.

1.4. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dari target pasar yang hendak dijangkau untuk produk Future

rPET ini adalah kepada produsen botol plastik yang tersebar di Indonesia. Bahkan,

tidak hanya kepada produsen botol plastik saja, Future rPET ini juga dapat dijual

kepada perusahaan Thermoforming yang memproduksi gelas-gelas plastik berbahan

dasar PET serta perusahaan lainnya yang memanfaatkan plastik PET untuk produk

mereka. Untuk ruang lingkup pengambilan pasokan bahan baku berupa sampah botol

plastik, perusahaan hanya akan mengutamakan memasok material dari supplier yang

berada di wilayah Jakarta, namun apabila tidak mencukupi, maka pemasok dari luar

Jakarta dan sekitarnya juga akan dipakai oleh perusahaan sebagai pemasok.

1.5. Tujuan dan Manfaat

Sebuah model bisnis hendaklah memiliki tujuan yang jelas bagi pihak-pihak yang

memiliki kepentingan di dalamnya baik eksternal maupun internal. Business Model

Creation Future rPET memiliki tujuan yang ingin dicapai, antara lain: Memberikan

33

alternatif baru untuk membantu pemerintah dalam menanggulangi jumlah sampah

yang dihasilkan dari tahun ke tahun yang dilakukan dengan cara mendaur ulang

sampah plastik yang sulit terurai oleh alam.

Business Model Creation Future rPET memiliki manfaat yang ingin dicapai, antara

lain:

1. Bagi pemerintah: Membantu pemerintah dalam menanggulangi jumlah

sampah plastik yang dihasilkan dari tahun ke tahun dengan menciptakan

konsep circular economy.

2. Bagi masyarakat: Meningkatkan kesadaran dan rasa kepedulian dari

masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya mengerti akan permasalahan

dan dampak negatif yang diakibatkan oleh sampah plastik.

3. Bagi investor: Menjadi bahan pertimbangan dalam membuat bisnis baru dan

menjadi peluang bagi investor untuk berinvestasi di unit usaha baru.

4. Bagi pemulung: Membantu pemulung untuk mendapatkan harga jual yang

tinggi serta konsisten serta, menjamin kesehatan para pemulung yang

bergabung dalam mitra kerjasama dengan perusahaan.

5. Bagi Pengepul: Membantu pengepul dalam meningkatkan jumlah pemulung

yang bergabung ke lapaknya serta meningkatkan kuantitas pasokan sampah

botol plastik hasil setoran pemulung tersebut. Tidak hanya itu, meningkatkan

taraf hidup pengepul dengan memberikan harga yang tinggi dan konsisten

serta bonus-bonus yang diberikan

34

1.6. Sistematika Penulisan

BAB I – PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang seperti faktor yang mempengaruhi

dan penjelasannya secara singkat tentang hal - hal yang menginspirasi kemunculan

model bisnis, identifikasi masalah yang berpotensi sebagai peluang bisnis pada level

nasional dan internasional, apa ide bisnis yang akan dijalankan, ruang lingkup

operasional serta maksud dan tujuan mengenai bisnis yang akan dijalankan.

BAB II – VALUE PROPOSITION

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori dan alat-alat analisa yang akan

digunakan untuk menganalisa Business Model Creation ini. Teori analisa pasar akan

menggunakan analisis PESTEL dan Porter’s Five Forces untuk mendukung

pembentukan value proposition dari perancangan ide bisnis yang akan dijalankan.

BAB III – BUSINESS MODEL CANVAS

Pada bab ini dijelaskan mengenai bagaimana gambaran bisnis yang menjadi topik

utama dengan menjelaskan riset perilaku konsumen, analisa kompetitor, hasil survei

target pasar, dan sekaligus menjelaskan tentang Business Model Canvas dan Value

Proposition Canvas. Business Model Canvas sendiri meliputi Customer Segment,

Value Proposition, Channels, Customer Relationship, Revenue Stream, Key

Resource, Key Activities, Key Partnership serta Cost Structure.

35

BAB IV – BUSINESS PLAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang analisis dan pembahasan mengenai hal-hal yang

diperlukan dalam membuat bisnis model tersebut baik dari hal-hal yang bersifat

finansial dan non finansial meliputi profil dan struktur organisasi perusahaan, visi

bisnis, misi bisnis, gambaran umum mengenai model bisnis, strategi pemasaran,

strategi operasi, sumber daya manusia, struktur organisasi dan analisa finansial.

BAB V – KESIMPULAN

Pada bab ini akan berisikan tentang kesimpulan yang telah dibuatkan mengenai

perencanaan ide bisnis yang telah dirancang dengan menguraikan batasan dan feasibility

dari business model ini serta saran untuk pengembangan bisnis selanjutnya.