business model creation of recycled pet “future rpet”
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of business model creation of recycled pet “future rpet”
BUSINESS MODEL CREATION OF RECYCLED PET
“FUTURE RPET”
HALAMAN JUDUL
BUSINESS MODEL CREATION
FREDDY GUNAWAN (1700003980)
KENNY (1700004144)
MARKUN HANJAYA (1700003860)
BINUS BUSINESS SCHOOL
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAGEMENT BUSINESS MANAGEMENT
BINUS UNIVERSITY
JAKARTA
2019
i
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri lebih
dari 17,000 pulau dan terkenal dengan kekayaan alamnya. Sebagai salah satu anggota
dan sekaligus sebagai ketua dari organisasi Coral Triangle Initiative (CTI) yang
berbasis di Bali, Indonesia bekerja bersama dengan lima negara lainnya yakni
Malaysia, Philippines, Papua New Guinea, Solomon Islands, dan Timor-Leste untuk
mempertahankan sumber daya laut dan pesisir laut dengan mengatasi masalah-
masalah penting seperti ketahanan pangan, perubahan iklim, dan keanekaragaman
hayati laut.
Seiring berjalannya waktu, kondisi alam di Indonesia mulai tercemar dengan
berbagai polusi yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti kebakaran hutan,
tingginya polusi asap kendaraan, kerusakan ekosistem laut seperti terumbu karang,
dan salah satu polusi yang berkontribusi paling besar untuk persoalan pencemaran
lingkungan ini adalah berasal dari sampah plastik.
1.1.1. Sampah di Indonesia
Permasalahan jumlah sampah di Indonesia telah mendapatkan perhatian khusus
dari pemerintah sejak beberapa tahun terakhir. Jumlah sampah ini terus
meningkat dari tahun ke tahun dikarenakan jumlah penduduk yang terus
1
2
meningkat yang menyebabkan jumlah konsumsi masyarakat juga meningkat.
Data dari Sustainable Waste Indonesia (SWI) mengatakan bahwa pada tahun
2018 Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 65 juta ton. Jumlah ini lebih
tinggi jika dibandingkan pada tahun 2015 sebanyak 64 juta ton (Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017). KLHK menyebutkan sumber
dominan sampah ini berasal dari rumah tangga (48%), pasar tradisional (24%),
kawasan komersial (9%) dan sisanya dari fasilitas publik, sekolah, kantor,
jalan, dan sebagainya. Untuk komposisi sampah sendiri di dominasi oleh
sampah organik (60%), sampah plastik (14%), sampah kertas (9%), metal
(4.3%), kaca, kayu dan bahan lainnya (12.7%). Peningkatan jumlah sampah ini
telah memberikan dampak buruk bagi Indonesia karena tidak terkelola dengan
baik dan mencemari lingkungan, khususnya untuk sampah plastik. Dampak
buruk ini dapat dilihat dari salah satu perairan di Indonesia yaitu Pulau Kapota,
Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara telah ditemukan sampah plastik
seberat 5.9 kg dalam bangkai ikan paus sperma (BBC News, 2018). Hal ini
tanpa disadari telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari 5 negara
Asia terbesar penghasil limbah sampah plastik di lautan (Ocean Conservancy
& The McKinsey Center, 2015).
1.1.2. Sampah Plastik
Secara global plastik telah diproduksi sebanyak 7.82 miliar ton hingga tahun
2015 dan paling banyak digunakan pada industri kemasan (packaging) produk
3
yaitu sebesar 146 juta ton (Jambeck, Geyer, Law, 2017). Namun, industri
tersebut juga yang paling banyak menghasilkan sampah plastik dikarenakan
masa pakai produk yang sangat singkat. Misalnya pada kemasan produk
berbahan plastik yang memiliki masa pakai sekitar 6 bulan atau kurang.
Berbeda jika plastik digunakan pada industri konstruksi yang memiliki masa
pakai rata-rata sekitar 35 tahun. Berdasarkan hasil dari penelitian lain
disebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penghasil limbah
sampah plastik terbesar di dunia dengan rata-rata 0.06 kg sampah plastik yang
dihasilkan per orang setiap harinya (Jambeck, Geyer, Wilcox, Siegler,
Perryman, Andrady, Narayan, Law, 2015).
Gambar 1. 1 Plastic Waste Generation Sumber: Jambeck et al (2015)
4
Sampah plastik ini berhasil menempatkan Indonesia menjadi negara ke 2
terbesar di dunia sebagai penyumbang limbah sampah plastik setelah China.
Gambar 1. 2 Mismanaged Waste (% Global Total) Sumber: (Jambeck et al, 2015 & World Bank, 2018)
1.1.3. Sampah Botol Plastik
Plastik Polyethylene Terephthalate (PET) merupakan produk plastik yang
paling banyak digunakan setelah flexible plastic pada industri food and
beverages dan diperkirakan akan meningkat sebesar 4.2% di tahun 2019
(Euromonitor, 2015). Hasil ini mendukung data dari World Atlas (2017) yang
menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke 4 terbesar di dunia yang
menggunakan botol plastik yaitu sebesar 4,82 miliar gallons.
5
Gambar 1. 3 Water Bottle Consuming Sumber: World Atlas (2017)
Fakta lain yang ditemukan dari hasil penelitian terbaru lembaga
Sustainable Waste Indonesia (2018) yang menunjukkan bahwa dari 350.000
ton botol PET yang dikonsumsi setiap tahun secara nasional, terdapat sebanyak
216.047 ton botol PET atau sekitar 62% yang telah berhasil dikumpulkan
kembali, dan 38% belum berhasil dikumpulkan atau keberadaanya masih
mencemari lingkungan.
Saat ini daur ulang botol PET lebih banyak berfokus kepada produk turunan
dengan bahan dasar plastik PET daur ulang seperti dakron, t-shirt, hingga sepatu.
Jika melihat pertumbuhan botol PET yang terus meningkat alangkah baiknya
apabila kedepannya daur ulang botol PET dapat mengacu pada konsep circular
economy yang berdasarkan pada konsep 3R (reduce, reuse, recycle). Dimana botol
PET ini akan dikumpulkan, didaur ulang dan digunakan
6
kembali sebagai bahan baku pembuatan botol AMDK. Istilah ini dikenal juga
dengan bottle to bottle recycled yang akan dibahas lebih lanjut pada bisnis
model ini. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan bahwa
melalui konsep circular economy perusahaan dapat menghemat biaya produksi
ataupun membentuk produk baru yang bernilai jual.
1.1.4. Sistem Pengelolaan Sampah di Indonesia
Berbagai inisiatif telah dilakukan oleh pemerintah melalui UU Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang juga telah mengamanatkan
perlunya perubahan yang mendasar dalam pengelolaan sampah yang selama ini
dijalankan. Berdasarkan Pasal 19 undang-undang tersebut, pengelolaan sampah
dibagi dalam dua kegiatan pokok yakni pengurangan sampah dan penanganan
sampah. Selain itu, terdapat pula tiga aktivitas utama dalam kegiatan
pengurangan sampah antara lain pembatasan timbunan sampah, pendauran
ulang sampah dan pemanfaatan kembali sampah yang merupakan perwujudan
dari prinsip pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan.
Hingga saat ini sistem pengumpulan dan pengolahan sampah di
Indonesia dilakukan oleh berbagai pihak baik pemerintah, organisasi
lingkungan maupun masyarakat seperti:
1. Bank sampah
Bank Sampah merupakan salah satu inisiatif pemerintah dimana
merupakan tempat yang digunakan untuk mengumpulkan sampah yang
7
sudah dipilah berdasarkan kategori masing-masing. Proses
pengumpulan sampah dilakukan menyerupai sistem perbankan
dimana sampah disetor oleh masyarakat (nasabah) yang tinggal
disekitar lokasi bank sampah. Imbalan akan diberikan kepada nasabah
berupa uang seharga dengan jumlah sampah yang disetor.
Selanjutnya, hasil dari sampah dijual kepada pengepul yang
mengumpulkan sampah berdasarkan produk atau kategori tertentu.
Bank sampah dapat dikatakan sebagai salah satu solusi yang dibuat
oleh pemerintah untuk mengurangi limbah sampah plastik di Indonesia.
Hal ini didukung pula dengan pernyataan dari Direktur Jenderal
Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Rosa Vivien Ratnawati yang
mengatakan bahwa bank sampah telah memberikan kontribusi terhadap
pengurangan sampah sebesar 1.7% atau 1,389,522 ton/tahun dengan rata-
rata pendapatan sebesar Rp. 1.484.669.825 per tahun. Dari sini dapat
dilihat bahwa partisipasi masyarakat telah meningkat dalam membantu
pemerintah dalam mengatasi permasalah jumlah sampah. Walaupun
memang hasil yang diharapkan belum maksimal, namun dengan adanya
dorongan dan dukungan pemerintah pengumpulan dan pengolahan
sampah di Indonesia akan terus meningkat. Terlebih pemerintah juga
mempunyai target untuk mengurangi jumlah sampah plastik di laut
hingga 70% pada tahun 2025.
8
Berdasarkan rangkuman hasil wawancara yang dilakukan terhadap
4 Bank Sampah Induk DKI Jakarta, Bank Sampah Induk Satu Hati
(BSISH) Jakarta Barat, Bank Sampah Induk Berkah Mentari (BSIBM)
Jakarta Utara, Bank Sampah Induk Gesit (BSIG) Jakarta Selatan, dan
Bank Sampah Induk Sudin LH Jakarta Pusat didapatkan flow botol
plastik yang dimulai dari masyarakat ke Bank Sampah Unit (BSU)
masing-masing kota Administrasi. Setiap harinya, mobil dinas
Lingkungan Hidup masing-masing kota Administrasi akan mengitari
keseluruhan kecamatan untuk mengumpulkan sampah dari masyarakat
yang telah dikumpulkan di Bank Sampah Unit. Hasil sampah tersebut
kemudian diantar ke masing-masing Bank Sampah Induk kota
Administrasi untuk ditimbang dan disimpan kemudian dijual kepada
pihak yang membutuhkan. BSU hanya boleh menjual produk sampah
kepada BSI masing-masing daerah, karena apabila melanggar, akan
dikenakan sanksi dan ditutup. Harga botol plastik dari BSU kepada
masyarakat diluar tanggung jawab dari BSI dan ditentukan oleh masing-
masing BSU. Namun, harga jual botol plastik dari BSU ke BSI telah
dipatok oleh Bank Sampah Induk, walaupun nilainya berubah-ubah
tergantung dari demand dan kondisi pasar yang pada umumnya memiliki
rentang harga dari Rp 3500 - 4500/Kg. Sedangkan harga jual botol
plastik dari BSI ke pihak yang membutuhkan juga berubah-ubah dan
berbeda-beda, namun dari rangkuman hasil wawancara, harga jual
9
berada pada kisaran Rp 6000-7000/Kg. Proses pengiriman botol plastik
dari BSI ke perusahaan yang membutuhkan, dilakukan dan dijemput
sendiri masing-masing oleh perusahaan ke BSI masing-masing daerah.
Dalam sebulan, BSI bisa mendapatkan botol plastik sebanyak 80 - 130
Ton, hal ini tentunya berbeda-beda dari masing-masing BSI dan
tergantung dari bulan bulan tertentu. BSISH Jakarta Barat mengatakan,
biasanya sampah pada awal tahun baru dan pada saat lebaran lebih
banyak dibandingkan dengan bulan-bulan biasanya. Berdasarkan hasil
wawancara, BSI mengeluhkan bahwa masyarakat saat ini lebih memilih
untuk menjual kepada pengepul yang dekat dengan daerahnya yang
memiliki harga beli yang lebih tinggi dibandingkan dengan BSU. Berikut
adalah flowchart jalannya botol plastik dari masyarakat hingga ke
perusahaan berdasarkan hasil wawancara yang telah dirangkum. Detail
wawancara kepada masing-masing Bank Sampah Induk berada pada
halaman lampiran penulisan BMC ini.
Gambar 1. 4 Flow Process Bank Sampah Sumber: Penulis (2019)
10
2. Pemulung
Pemulung merupakan orang yang mengumpulkan sampah yang
bekerja dengan atau tanpa alat pendukung seperti gerobak atau sepeda
dengan tujuan untuk dijual kembali kepada pengepul atau pihak yang
mengumpulkan sampah. Para pemulung ini lah yang berjasa dalam
mengumpulkan sampah-sampah yang belum terkumpul dan diolah.
Untuk mendapatkan insights dari kegiatan sehari-hari para pemulung
dan kesulitan yang dihadapi oleh para pemulung, telah dilakukan
wawancara kepada 11 pemulung yang tersebar di DKI Jakarta dan 1
koperasi pemulung di daerah Tangerang Selatan.
Berdasarkan rangkuman hasil wawancara yang telah dilakukan
kepada 11 pemulung dan 1 koperasi pemulung, didapatkan alur proses
pengumpulan sampah botol plastik dimulai dari pemulung, pengepul
hingga ke produsen. Dari 11 pemulung yang telah diwawancara,
pemulung memulai mengumpulkan sampah dari TPS terdekat dengan
tempat tinggalnya, dan dilanjutkan ke jalanan, sekolah, bahkan TPA dan
tempat keramaian lainnya. Harga jual botol plastik dari pemulung ke
pengepul berbeda-beda tergantung dari masing-masing pengepul dan
masing-masing wilayah dengan rentang harga Rp. 2,500 - 4,000/Kg.
Harga tersebut juga ada pengaruhnya dari pemulung yang memiliki
kontrak dengan pengepulnya dengan pemulung yang hanya menjual
lepas. Tentunya pemulung yang menjual lepas memiliki harga
11
jual botol plastik bekas yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
terikat dengan pengepul. Dalam waktu sehari, para pemulung dapat
mendapatkan sampah botol plastik dengan rentang 15 Kg - 25 Kg per
hari dengan berjalan seharian umumnya dari subuh sampai siang, dan
dilanjutkan sore hingga malam. Berdasarkan wawancara kepada 11
pemulung, masalah yang mereka hadapi tidaklah jauh dari ekonomi,
seperti harga jual yang rendah yang mengakibatkan kurangnya
pendapatan dan tidak cukup untuk menghidupi keluarga, namun ada
dari mereka yang mengeluhkan mengenai penyakit seperti gatal-gatal
karena tidak adanya alat yang mendukung untuk berhubungan dengan
sampah di jalanan. Hasil detail wawancara dari masing-masing
pemulung berada pada halaman lampiran dari BMC ini.
3. Pengepul
Pengepul merupakan sektor informal yang mengumpulkan berbagai
jenis sampah yang memiliki nilai ekonomis seperti kertas, besi, kayu,
hingga botol plastik yang kemudian akan dijual untuk didaur ulang.
Para pengepul ini biasanya mendapatkan sampah dari sektor informal
lain seperti pemulung dan pengepul lainnya. Selain dari sektor
informal, para pengepul juga bisa mendapatkan sampah dari
masyarakat sekitar.
Berdasarkan rangkuman hasil wawancara yang telah dilakukan
kepada 13 pengepul, di dapatkanlah hasil alur proses terkumpulnya
12
sampah botol plastik dari pemulung hingga ke pihak yang
membutuhkan sampah botol plastik tersebut. Sampah botol plastik
yang didapatkan dari pemulung dengan rentang harga Rp 2,500 -
4,000/Kg ditampung, dikumpulkan dan dijual kepada produsen atau
pihak yang membutuhkan. Harga jual kepada produsen juga berada
pada rentang Rp 6,000 - 7,000 tergantung dari kondisi botol plastik,
apakah sudah bersih atau masih terdapat label di dalamnya. Masing-
masing pengepul, umumnya memiliki pemulung yang bekerja
untuknya berjumlah 20-30 pemulung. Jumlah pemulung ini tentunya
naik dan turun dari masing-masing pengepul tergantung dari
keterikatan pemulung dan konsistensi pemulung itu sendiri dalam
bekerja. Masalah yang paling banyak ditemukan oleh para pengepul
ialah sulitnya mendapatkan pemulung yang konsisten menjual sampah
kepadanya. Kesulitan mengikat pemulung juga disebabkan oleh
keterbatasan dana yang tidak bisa memberikan fasilitas kepada
pemulung dan sesuatu yang menguntungkan pemulung. Masalah lain
yang ditemukan ialah seperti kurangnya alat-alat pendukung untuk
dapat meningkatkan harga jual dan menghemat tempat. Berikut ini
adalah gabungan hasil rangkuman jalannya botol plastik dari
pemulung, pengepul, hingga produsen. Detail dari masing-masing
wawancara kepada pengepul terdapat pada halaman lampiran pada
BMC ini.
13
Gambar 1. 5 Flow Process Pemulung Sumber: Penulis (2019)
Details BSI Pemulung Pengepul
Jumlah 4 12 13
Interview
Sumber Bank Sampah Sekolah, TPS, Pengepul kecil
Botol Unit (BSU) Jalanan, Pasar, dan Pemulung
Plastik Gudang, Pabrik,
dan Perumahan
Jumlah 80 - 130 ton 450 kg - 750 kg 9 - 22 ton
Botol
(bulan)
Harga Rp. 2,500 - 4,500 - Rp. 2,500 -
Beli (/kg) 4,000
Harga Rp. 6,000 - 7,000 Rp. 2,500 - Rp. 6,000 -
Jual (/kg) 4,000 7,000
Masalah - Warga masih - Harga jual - Jumlah
lebih suka yang rendah pemulung
menjual ke - Ekonomi yang tidak
pelapak - Tidak tetap
- Kendaraan yang Sejahtera - Tidak
terbatas untuk - Kadang suka memiliki
mencakup kena penyakit modal untuk
14
daerah dengan umum seperti mengikat
ruas jalan yang gatal kulit pemulung /
kecil namun belum membeli dari - Kekurangan ada dukungan pemulung
sumber daya kesehatan - Tidak manusia - Tidak memiliki alat
memiliki yang tempat yang mendukung
cukup untuk (alat press, menyimpan pencacah,
sampah pencuci) - Tidak - Sampah
memiliki alat berserakan yang sehingga
mendukung memakan (gerobak, tempat dna
kendaraan) menyebabka n tempat
penuh
Tabel 1. 1 Keterangan hasil wawancara BSI, Pemulung dan Pengepul Sumber: Penulis (2019)
4. Koperasi Pemulung
Koperasi pemulung ditemukan di kawasan Tangerang Selatan. Mereka
pada awalnya adalah koperasi simpan pinjam antar pemulung, namun
berkembang menjadi perkumpulan pemulung dan membuat sebuah bisnis
pengolahan sampah botol plastik. Pengolahan yang dilakukan adalah
mengubah botol plastik bekas, menjadi cacahan plastik yang sudah
bersih. Hasil cacahan plastik PET ini akan dijual ke perusahaan yang
menggunakannya. Dalam wawancara yang dilakukan dengan Pak Wanto
selaku kepada produksi, pemulung-pemulung yang tadinya bekerja
menjadi pemulung bergabung dan membuat sebuah bisnis
15
pengolahan sampah plastik. Botol plastik sendiri diambil dari
pengepul-pengepul di Jakarta dan Tangerang. Harga beli sampah
botol plastik tersebut ke pengepul sekitar Rp. 6,000 - 7,000 per Kg.
Selain dari pengepul, koperasi pemulung ini juga menerima sampah
botol plastik dari para pemulung yang tinggal di sekitar daerah dengan
harga Rp. 5,000 per Kg. Dalam sebulan, Pak wanto dan kawan-kawan
berhasil memproses kurang lebih 100 Ton sampah botol plastik untuk
menjadi cacahan plastik yang sudah bersih. Cacahan ini dijual kepada
perusahaan dakron di Cikupa serta perusahaan-perusahaan lainnya
dengan harga Rp. 9,000 per Kg.
5. Dinas Kebersihan Pemerintah
Dinas kebersihan di masing-masing daerah di Indonesia memiliki
tugas umum untuk menjaga kebersihan lingkungan dan pertamanan di
lingkup operasionalnya. Salah satu tugas yang dilakukan adalah
dengan mengangkut hasil sampah-sampah yang berada di TPS
(Tempat Penampungan Sementara) ke TPA (Tempat Pemrosesan
Akhir). Sampah-sampah yang berhasil diangkut dibawa ke TPA untuk
ditimbun dan menjadi gunung-gunung sampah.
16
Gambar 1. 6 Alur Proses Sampah Sumber: Penulis (2019)
Dapat disimpulkan bahwa pengumpulan dan pengolahan sampah di Indonesia
sudah mengalami peningkatan dengan adanya kontribusi dari bank sampah,
pengepul dan pemulung. Hal ini berarti masyarakat juga sudah sadar dan aktif
dalam membantu pemerintah dalam menanggulangi jumlah sampah nasional
dengan melihat jumlah bank sampah yang terus bertambah. Selain itu, Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya mengatakan kesadaran
masyarakat terus meningkat setiap tahunnya. Pemerintah sendiri juga sudah
mengambil langkah aktif dalam mengatasi masalah ini dengan mendorong
17
terbentuknya konsep circular economy yang berfokus pada 3R yaitu reduce,
reuse, dan recycle untuk menggantikan konsep linear economy.
Namun, hingga saat ini sebagian besar sistem pengolahan sampah di
Indonesia masih didominasi oleh konsep linear economy yang berfokus pada
produksi, penggunaan, dan pembuangan. Konsep ini telah berlangsung puluhan
tahun yang mengakibatkan sampah terus bertambah serta menjadikan Indonesia
untuk terus mengeksploitasi sumber daya alam. Konsep pengolahan ini terbentuk
dikarenakan pola pikir masyarakat Indonesia yang melihat sampah adalah sesuatu
yang tidak berguna dan harus dibuang (Cholifihani, 2018). Hal ini terbukti dengan
melihat kondisi Bantargebang yang sudah kritis dan hanya mampu menampung 10
juta ton sampah lagi hingga tahun 2021 jika tidak terdapat pengolahan yang tepat
(KLHK, 2019). Padahal masyarakat memiliki peran penting dalam pengurangan
sampah plastik, namun diperlukan edukasi yang kuat agar masyarakat dapat
mengerti nilai ekonomis sampah plastik, tidak membuang sampah plastik
sembarangan, dan dapat memilah-milah sampah tersebut sebelum dikirimkan ke
tempat pembuangan akhir (TPA).
Saat ini hanya pemulung yang masih melihat sampah sebagai ‘harta
karun’ yang memiliki nilai ekonomis. Para pemulung inilah yang
mengumpulkan dan memilah sampah untuk dijual kembali demi mendapatkan
rezeki untuk menyambung hidup. Para pemulung ini juga merupakan rantai
penting dalam mendukung program pemerintah dalam menjalankan program
3R (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2019).
18
1.1.5. Industri Daur Ulang Botol Plastik di Indonesia
Industri daur ulang dipercaya dapat menjadi solusi untuk menanggulangi
sampah plastik di Indonesia (Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia, 2019;
European Commission, 2019; Ellen MacArthur Foundation, 2016). Selain itu,
industri daur ulang juga dipercaya dapat menjadi pengganti produk impor dan
pemasukan bahan baku yang harga nya sangat tidak stabil. Hal ini dikarenakan
nilai tukar mata uang yang melemah. Saat ini kebutuhan plastik sebagai bahan
baku di Indonesia mencapai 5.6 juta ton per tahun dimana 2.3 juta ton dipenuhi
oleh industri plastik nasional, 1.67 juta ton dipenuhi impor bijih plastik virgin,
435.000 ton dipenuhi dari impor limbah plastik non B3, dan Baru 1,1 juta ton
plastik yang bisa dipenuhi oleh industri daur ulang (Inaplas, 2018)
Industri daur ulang plastik di Indonesia sudah jauh lebih berkembang
khususnya pada daur ulang jenis plastik PET dan PP yang mencapai diatas
50% dikarenakan memiliki nilai ekonomis tinggi (ADUPI, 2019). Pada tahun
2018 lalu, ADUPI berhasil mendaur ulang 400,000 ton plastik dari total
konsumsi 3-4 juta ton dan jumlah ini belum termasuk dari industri daur ulang
lainnya. Plastik didaur ulang menjadi produk turunan lain, misalnya hasil yang
paling banyak ditemui adalah dakron yang digunakan sebagai isian bantal.
Selain itu, dapat juga berupa cacahan plastik yang digunakan sebagai bahan
baku pembuatan barang jadi seperti ember, kursi, hingga geotex.
Proses daur ulang yang diterapkan di Indonesia ini dikenal juga sebagai
konsep opened-loop dimana plastik di daur ulang dengan merubah sifat-sifat
19
yang melekat pada bahan baku tersebut dan digunakan kembali untuk
membentuk produk turunan lainnya untuk memperpanjang masa pakai plastik
tersebut (Welle, 2011). Namun, melalui konsep ini produk turunan tersebut
lambat laun akan dibuang dan menjadi sampah kembali serta tidak bisa lagi
didaur ulang karena struktur plastiknya yang sudah rusak atau over processing.
Ellen MacArthur Foundation memperkenalkan sebuah konsep circular
economy dimana konsepnya adalah menggunakan setiap material semaksimal
mungkin serta memulihkan material yang telah sampai pada usia akhirnya.
Dalam penerapan konsep circular economy, industri daur ulang merupakan
salah satu rantai kunci utama yang mendorong terciptanya circular economy
(ADUPI, 2019).
Dalam konsep ini, sampah botol plastik didaur ulang menjadi bahan baku
PET kembali yang dikenal dengan sebutan recycled PET (rPET) yang dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan botol plastik kembali. Konsep daur
ulang ini dikenal juga sebagai closed-loop, dimana tidak terjadi perubahan
sifat-sifat yang melekat pada bahan baku dan dapat digunakan kembali sebagai
pengganti virgin material (ISO, 2006a). Walaupun tidak merubah sifat-sifat
yang melekat pada bahan baku tersebut, namun plastik sangat sensitif terhadap
peningkatan suhu dan proses mekanis yang terdapat di dalam proses daur ulang
yang menyebabkan hilangnya sebagian sifat-sifat yang melekat, sehingga
kualitas plastik PET ini menurun dan dibutuhkan campuran Virgin PET untuk
membuat botol plastik kembali (Welle, 2011). Berdasarkan hasil interview
20
dengan salah satu produsen botol plastik, mereka membutuhkan campuran
Virgin PET rata-rata sebesar 85%-90%. Jika tidak dicampurkan, botol plastik
ini akan mudah pecah karena getas dan memiliki warna yang kekuningan.
Pemerintah saat ini sedang sangat aktif mendorong pembentukan konsep
circular economy untuk menggantikan sistem linear economy yang berfokus
pada produksi, penggunaan kemudian pembuangan (Waste4change, 2017).
Konsep inilah yang mengakibatkan sampah yang terus bertambah serta
menjadikan Indonesia untuk terus mengeksploitasi sumber daya alam.
Dalam konferensi Our Ocean Conference (OCC) yang diadakan di nusa dua,
Bali pada Desember 2018, salah satu produsen Air Minum Dalam Kemasan
terbesar di Indonesia, PT Tirta Investama (Danone, Aqua) telah meluncurkan
produk terbarunya yaitu air minum yang dikemas dalam botol yang terbuat dari
100% botol plastik bekas. Namun, peluncuran produk tersebut hanya digunakan
oleh Danone sendiri dan tidak diperjualbelikan serta ditargetkan untuk pasar Bali
dan beberapa kota besar yang berada di toko tertentu yang baru saja dimulai pada
akhir tahun 2018 dengan alasan untuk melakukan tes pasar terhadap inovasi
produk baru ini yang merupakan produk hasil daur ulang sampah botol plastik.
1.1.6. Circular Economy
Ellen MacArthur Foundation menjelaskan Circular Economy (CE) adalah
sebuah konsep yang dirancang untuk memberikan pertumbuhan ekonomi dan
memberikan keuntungan tidak hanya kepada bisnis, tetapi juga kepada
21
masyarakat dan lingkungan dengan secara perlahan akan mengurangi
ketergantungan penggunaan sumber daya alam yang terbatas.
Gambar 1. 7 Gambar X.X Prinsip Utama Circular Economy Sumber: Ellen MacArthur Foundation (2019)
Konsep CE ini dibentuk berdasarkan pada tiga prinsip utama yaitu:
1. Meminimalkan limbah dan polusi akibat hasil dari kegiatan bisnis yang
dapat memberikan efek negatif kepada masyarakat dan lingkungan
2. Memastikan agar produk dan bahan baku dapat terus digunakan dengan
cara merancang produk dengan daya tahan tinggi, penggunaan kembali
(reuse), memproduksi kembali (remanufacture), dan mendaur ulang
(recycling) untuk memastikan produk dan bahan baku tetap berada dalam
lingkaran ekonomi
3. Meregenerasi dan melindungi sumber daya alami dengan menghindari
penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui dan
mengembalikan nutrisi berharga ke alam untuk mendukung regenerasi
22
Melalui konsep CE terdapat beberapa keuntungan yang dapat dirasakan oleh
seluruh pihak yang bersangkutan seperti:
a. Keuntungan ekonomi. Konsep CE dapat memberikan keuntungan
pengurangan biaya material bagi beberapa industri. Implementasi konsep
CE juga berpotensi menciptakan lingkungan pekerjaan baru seperti
peningkatan tenaga kerja di sektor industri daur ulang dan pekerjaan
berkemampuan khusus di bidang manufaktur.
b. Keuntungan bagi lingkungan. Dengan cara mengurangi penggunaan sumber
daya alam yang terbatas. Selain itu, meminimalkan limbah dengan
menciptakan produk ramah lingkungan (eco-design), penggunaan kembali
(reuse), dan daur ulang (recycle) untuk menghasilkan bahan baku kembali.
c. Keuntungan sumber bahan baku. Perusahaan dapat meningkatkan profit
dengan pengurangan biaya pada bahan baku virgin yang memiliki harga
tidak stabil dan relatif mahal dengan penggunaan bahan baku daur ulang.
Di sisi lain, permintaan impor bahan baku virgin juga dapat dikurangi.
d. Keuntungan sosial. Dapat meningkatkan kesehatan dan mengurangi
biaya kesehatan yang dibutuhkan. Melalui konsep ini, masyarakat dapat
terhindar dari polusi udara, kontaminasi air, penyakit akibat pencemaran
limbah yang tidak terkontrol.
Konsep CE memang menawarkan banyak keuntungan yang didapatkan
untuk pertumbuhan ekonomi, lingkungan, dan sosial. Namun, dalam
implementasinya akan terdapat beberapa tantangan dari beberapa aspek yaitu
23
teknologi yang mendukung pembentukan closed-loop, legal dalam pengaturan
bahan baku daur ulang dan pengolahan sampah, ekonomi seperti kompleksitas
regulasi terhadap kegiatan bisnis (regulasi penggunaan plastik), serta perilaku
bisnis yang masih menghindari resiko (Betchel, Boiko, dan Volkel, 2013).
Tantangan lain dalam implementasi awal konsep CE adalah penerapan
sistem pengelolaan limbah yang baik, mudah beradaptasi, dan fleksibel sangat
dibutuhkan meliputi regulasi pemerintah, peningkatan industri daur ulang, serta
memperkuat sistem pencegahan, pengumpulan, dan pengolahan limbah sampah
(Cholifihani, 2018; European Commission, 2019)
1.2. Identifikasi Masalah
Sampah plastik saat ini sudah menjadi permasalahan yang dihadapi oleh negara di
seluruh dunia dengan total mencapai 1.3 miliar ton per tahun dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 2.2 miliar ton per tahun (Kumparan, 2019). Tidak terkecuali di
Indonesia. Saat ini Indonesia merupakan negara kedua terbesar di dunia penghasil
limbah plastik di lautan (World Bank, 2018).
Pertumbuhan penggunaan plastik salah satunya datang dari industri air minum
dalam kemasan (AMDK) yang berjumlah sekitar 700 perusahaan dan setiap tahun
terus meningkatkan produksi demi mengimbangi permintaan yang terus meningkat
dari masyarakat (Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), 2019).
Pada tahun 2019 ini, penjualan AMDK juga diperkirakan akan meningkat menjadi
33 miliar liter atau sebesar 10% dan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang hanya
24
sebesar 8%-9% dengan volume 30 miliar liter. Selain itu, pertumbuhan ini juga
didorong oleh munculnya pemain baru seperti Crystalline dari OT Group. Industri
minuman memiliki pertumbuhan yang sangat pesat di Indonesia yang mencapai
24.2% pada Q1 2019 dan berada di urutan kedua setelah industri pakaian jadi
(CNBC Indonesia, 2019). Jumlah pertumbuhan industri minuman di Indonesia yang
sangat cepat pasti akan meningkatkan pertumbuhan jumlah sampah plastik karena
menggunakan bahan plastik sebagai packaging.
Melihat situasi yang semakin parah, pemerintah sudah mulai mengambil
langkah-langkah untuk menghadapi permasalahan sampah plastik di Indonesia dan
menargetkan pengurangan sampah hingga 30% dan penanganan sampah hingga
70%. Salah satu langkah yang diambil pemerintah adalah penerapan circular
economy (reduce, reuse, dan recycle) dengan mendorong pertumbuhan bank sampah
yang lebih banyak agar dapat membantu industri daur ulang. Penerapan circular
economy ini bertujuan untuk menggantikan linear economy (produksi, pakai, buang)
yang telah diterapkan Indonesia selama puluhan tahun. Hasil bank sampah memang
belum maksimal tetapi telah menunjukkan hasil positif dengan berkontribusi
terhadap pengurangan sampah nasional sebesar 1.7% di tahun 2018.
Di sisi lain, industri daur ulang di Indonesia juga masih berpotensi menghasilkan
limbah plastik karena hasil kemasan plastik yang didaur ulang tetap akan berakhir
menjadi limbah plastik kembali (Ellen MacArthur Foundation, 2016; Greenpeace
Indonesia, 2018). Hal ini dikarenakan industri daur ulang di Indonesia yang masih
25
menggunakan konsep opened-loop, dimana hasil daur ulang limbah plastik akan
menjadi produk turunan dan berujung menjadi limbah kembali.
Gambar 1. 8 Plastic Packaging Material Flow Sumber: Ellen MacArthur Foundation (2016)
Salah satu poin penting dalam kesuksesan penerapan circular economy adalah
merubah industri daur ulang opened-loop menjadi industri daur ulang closed-loop,
dimana seluruh limbah plastik yang didaur ulang akan digunakan kembali sebagai
pengganti bahan baku virgin (Ellen MacArthur Foundation, 2016). Saat ini, seluruh
hasil daur ulang rPET tidak dapat digunakan sebagai bahan baku utama dikarenakan
kualitas plastik yang menurun dan dibutuhkan campuran virgin PET untuk membuat
botol plastik kembali (Welle, 2011). Perusahaan akan terus memproduksi botol
plastik menggunakan virgin PET untuk dapat terus memenuhi permintaan seiring
26
bertumbuhnya jumlah penduduk yang berarti jumlah produksi botol plastik akan
terus meningkat.
Gambar 1. 9 The New Plastic Economy Sumber: Ellen MacArthur Foundation (2016)
Di satu sisi, pemerintah dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP)
juga sudah mulai mendorong perusahaan untuk menggunakan bahan baku yang lebih
mudah di daur ulang agar tidak single use dan ramah lingkungan. Keseriusan pemerintah
ini terlihat dari pembahasan dua peraturan menteri (permen) baru untuk mengurangi
jumlah sampah plastik di Indonesia yang direncanakan selesai tahun 2019. Salah satu
peraturan tersebut akan mengatur produsen agar merancang kemasan mereka agar tidak
single use menggunakan bahan baku yang recyclable dan reusable. Diperkuat dengan
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 97 tahun 2017, yang menyatakan bahwa perlunya
peran perusahaan untuk mengurangi sampah plastik serta mengolah
27
kembali produk yang dihasilkannya. Namun melihat kondisi daur ulang di Indonesia saat
ini juga memberatkan perusahaan karena bahan baku PET daur ulang ini belum dapat
digunakan untuk membuat botol plastik kembali. Sehingga perusahaan akan terus
memproduksi botol baru menggunakan bahan baku virgin PET karena permintaan yang
terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk yang berarti sampah botol
plastik akan meningkat juga. Hasil rPET ini sendiri dapat menjadi pilihan utama
perusahaan jika berhasil menggantikan bahan baku virgin sebesar 70-80% (Rajendran,
Hodzic, Scelsi, Hayes, Soutis, AlMa’adeed, Kahraman, 2013). Berdasarkan hasil
interview dengan PT. Haliplast Century dan PT Central Kreasi Sukses yang bergerak
sebagai produsen botol plastik juga mengatakan bahwa sulit menggunakan campuran
bahan PET daur ulang terlalu banyak karena kualitas yang telah menurun dan jika
dipaksakan botol akan mudah pecah sehingga tidak dapat digunakan kembali. Selain itu,
mereka juga sebenarnya sangat tertarik menggunakan campuran PET daur ulang lebih
banyak jika memungkinan. Salah satu alasannya adalah harga virgin PET yang tinggi
dan cenderung tidak stabil karena kondisi mata uang di Indonesia. Disisi lain mereka
juga ingin membantu pemerintah untuk dapat mengurangi jumlah botol plastik yang
diproduksi sehingga dapat mengurangi jumlah sampah botol plastik di Indonesia.
Dengan kemajuan teknologi saat ini memberikan alternatif yang lebih baik dimana
sampah botol plastik bisa diolah kembali menjadi bijih plastik rPET yang dapat
digunakan kembali 100% untuk membuat botol plastik.
Namun, dalam mengubah sampah botol plastik menjadi bijih plastik rPET perlu
dipastikannya untuk mendapatkan pasokan bahan baku yang konsisten dan terus
28
menerus untuk menopang jalannya business model ini. Walaupun sampah botol
plastik telah dikumpulkan melalui Bank Sampah, pemulung dan pengepul, namun
jaminan untuk mendapatkan pasokan dari mereka masih belum dapat dipastikan.
Perlu dibentuknya sebuah sistem atau strategi yang saling menguntungkan agar
masing-masing pemasok mau dan hanya menjual sampah botol plastik tersebut
kepada perusahaan.
Oleh karena itu, rumusan masalah yang akan dihadapi dalam menciptakan
circular economy yang berfokus pada closed-loop ini adalah bagaimana cara untuk
menjamin pasokan sampah botol plastik yang menjadi bahan baku dari proses
pembuatan bijih plastik rPET dapat terpenuhi secara konsisten agar business model
ini dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Menjamin pasokan bahan baku botol plastik bekas yang tersedia secara
konsisten akan menjadi pokok permasalahan yang akan dihadapi oleh BMC ini,
sebab dengan tidak adanya pasokan bahan baku botol plastik bekas yang
berkelanjutan (sustain), maka proses produksi bijih plastik rPET akan terhambat.
Oleh karena itu, dibutuhkan strategi sistem yang tepat untuk memastikan supply dari
botol plastik bekas dapat terus didapatkan secara konsisten dan dapat memenuhi
kebutuhan kapasitas mesin produksi sehingga menciptakan proses produksi yang
efektif dan efisien.
29
1.3. Ide Bisnis
Menanggapi keinginan dan dorongan pemerintah dalam pengembangan industri daur
ulang plastik di indonesia dengan membentuk konsep circular economy guna
menyusul tingginya angka kebutuhan konsumsi plastik di indonesia dan untuk
mengurangi sampah plastik, maka penulis ingin mencoba untuk membuat sebuah
industri daur ulang yang mengubah sampah botol plastik berbahan PET menjadi bijih
plastik PET demi terciptanya konsep circular economy dan sebagai salah satu
penanggulangan sampah botol plastik.
Seperti yang kita ketahui bersama, hasil botol plastik yang telah dihancurkan
menjadi flakes atau cacahan, dapat digunakan kembali untuk memproduksi botol itu
kembali tetapi hanya memakai maksimum 15% dari bahan recycle dan sisa 85%
masih harus menggunakan bahan murni. Bahan PET yang telah diproduksi menjadi
botol plastik melalui serangkaian proses pemanasan telah menurunkan kadar intrinsic
Viscosity (iV) dari botol plastik tersebut sehingga apabila botol tersebut di proses
menjadi botol kembali, maka akan membuat botol plastik tersebut menjadi getas atau
mudah pecah yang disebabkan oleh menurunnya faktor viskositas dari botol plastik
tersebut. Oleh sebab itu, botol bekas hanya bisa diproduksi menjadi beberapa produk
turunan hingga saat ini seperti dakron, baju, strapping band dan lain sebagainya.
Adapun ide dari model bisnis yang ingin dibuat adalah dengan mendaur ulang botol
plastik kemasan air minum menjadi bijih plastik yang siap digunakan untuk
memproduksi kembali botol plastik kemasan air minum tersebut dengan nama
Future rPET. Future rPET merupakan potensi pasar yang dapat kami analisis untuk
30
dikembangkan lebih lanjut melihat dari sisi positif yang disebabkan oleh jumlah limbah
sampah yang meningkat dari tahun ke tahun, khususnya sampah botol plastik. Dengan
melakukan proses daur ulang di tahap ini, maka diharapkan Future rPET dapat menjadi
pemutus rantai produksi dan penggunaan bahan baku Virgin PET yang selanjutnya akan
mempergunakan bahan baku dari hasil daur ulang botol plastik bekas.
Perlu kita ketahui pula bahwa seluruh botol plastik kemasan air minum yang
beredar di Indonesia, diproduksi dari jenis plastik berbahan dasar PET (Polyethylene
Terephthalate). Oleh karenanya, model bisnis ini hanya akan mendaur ulang kembali
botol plastik berbahan dasar PET menjadi bijih plastik yang bernama Future rPET
yang telah ditingkatkan nilai intrinsic Viscosity (iV) nya sehingga siap digunakan
kembali untuk memproduksi kembali botol plastik tersebut tanpa menimbulkan
kegetasan di dalam botol plastik. Istilah ini lebih dikenal dengan bottle to bottle
recycled. Untuk lebih jelas, gambar berikut menggambarkan siklus hidup botol
plastik sekaligus inovasi yang nantinya akan dilakukan dalam bisnis ini.
31
Gambar 1. 10 PET Life Cycle dan Peran Future rPET Sumber: Penulis (2019)
Untuk dapat memproduksi produk Future rPET yang efektif, efisien serta
maksimal maka perlu dipastikan bahwa bahan baku yaitu botol plastik bekas dapat
mencukupi kebutuhan produksi agar perusahaan dapat berjalan terus menerus tanpa
terhenti karena kekurangan bahan baku. Pengumpulan botol bekas plastik akan
dilakukan dengan bekerja sama dengan bank sampah, dan membuat sebuah strategi
32
pemberdayaan pemulung yang mencoba untuk menyelesaikan sebagian masalah
dengan harapan loyalitas mereka, serta kerjasama dengan pengepul yang difokuskan
berada di wilayah Kota Jakarta dan Kota Bekasi agar pengumpulan botol plastik
bekas dapat berjalan konsisten dan proses daur ulang botol plastik menjadi bijih
plastik rPET dapat berjalan dengan maksimal. Dipilihnya Jakarta dan Bekasi karena
letak perusahaan terutama pabrik akan berada pada kawasan Industri Besar Bekasi.
1.4. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dari target pasar yang hendak dijangkau untuk produk Future
rPET ini adalah kepada produsen botol plastik yang tersebar di Indonesia. Bahkan,
tidak hanya kepada produsen botol plastik saja, Future rPET ini juga dapat dijual
kepada perusahaan Thermoforming yang memproduksi gelas-gelas plastik berbahan
dasar PET serta perusahaan lainnya yang memanfaatkan plastik PET untuk produk
mereka. Untuk ruang lingkup pengambilan pasokan bahan baku berupa sampah botol
plastik, perusahaan hanya akan mengutamakan memasok material dari supplier yang
berada di wilayah Jakarta, namun apabila tidak mencukupi, maka pemasok dari luar
Jakarta dan sekitarnya juga akan dipakai oleh perusahaan sebagai pemasok.
1.5. Tujuan dan Manfaat
Sebuah model bisnis hendaklah memiliki tujuan yang jelas bagi pihak-pihak yang
memiliki kepentingan di dalamnya baik eksternal maupun internal. Business Model
Creation Future rPET memiliki tujuan yang ingin dicapai, antara lain: Memberikan
33
alternatif baru untuk membantu pemerintah dalam menanggulangi jumlah sampah
yang dihasilkan dari tahun ke tahun yang dilakukan dengan cara mendaur ulang
sampah plastik yang sulit terurai oleh alam.
Business Model Creation Future rPET memiliki manfaat yang ingin dicapai, antara
lain:
1. Bagi pemerintah: Membantu pemerintah dalam menanggulangi jumlah
sampah plastik yang dihasilkan dari tahun ke tahun dengan menciptakan
konsep circular economy.
2. Bagi masyarakat: Meningkatkan kesadaran dan rasa kepedulian dari
masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya mengerti akan permasalahan
dan dampak negatif yang diakibatkan oleh sampah plastik.
3. Bagi investor: Menjadi bahan pertimbangan dalam membuat bisnis baru dan
menjadi peluang bagi investor untuk berinvestasi di unit usaha baru.
4. Bagi pemulung: Membantu pemulung untuk mendapatkan harga jual yang
tinggi serta konsisten serta, menjamin kesehatan para pemulung yang
bergabung dalam mitra kerjasama dengan perusahaan.
5. Bagi Pengepul: Membantu pengepul dalam meningkatkan jumlah pemulung
yang bergabung ke lapaknya serta meningkatkan kuantitas pasokan sampah
botol plastik hasil setoran pemulung tersebut. Tidak hanya itu, meningkatkan
taraf hidup pengepul dengan memberikan harga yang tinggi dan konsisten
serta bonus-bonus yang diberikan
34
1.6. Sistematika Penulisan
BAB I – PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang seperti faktor yang mempengaruhi
dan penjelasannya secara singkat tentang hal - hal yang menginspirasi kemunculan
model bisnis, identifikasi masalah yang berpotensi sebagai peluang bisnis pada level
nasional dan internasional, apa ide bisnis yang akan dijalankan, ruang lingkup
operasional serta maksud dan tujuan mengenai bisnis yang akan dijalankan.
BAB II – VALUE PROPOSITION
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori dan alat-alat analisa yang akan
digunakan untuk menganalisa Business Model Creation ini. Teori analisa pasar akan
menggunakan analisis PESTEL dan Porter’s Five Forces untuk mendukung
pembentukan value proposition dari perancangan ide bisnis yang akan dijalankan.
BAB III – BUSINESS MODEL CANVAS
Pada bab ini dijelaskan mengenai bagaimana gambaran bisnis yang menjadi topik
utama dengan menjelaskan riset perilaku konsumen, analisa kompetitor, hasil survei
target pasar, dan sekaligus menjelaskan tentang Business Model Canvas dan Value
Proposition Canvas. Business Model Canvas sendiri meliputi Customer Segment,
Value Proposition, Channels, Customer Relationship, Revenue Stream, Key
Resource, Key Activities, Key Partnership serta Cost Structure.
35
BAB IV – BUSINESS PLAN
Pada bab ini akan dijelaskan tentang analisis dan pembahasan mengenai hal-hal yang
diperlukan dalam membuat bisnis model tersebut baik dari hal-hal yang bersifat
finansial dan non finansial meliputi profil dan struktur organisasi perusahaan, visi
bisnis, misi bisnis, gambaran umum mengenai model bisnis, strategi pemasaran,
strategi operasi, sumber daya manusia, struktur organisasi dan analisa finansial.
BAB V – KESIMPULAN
Pada bab ini akan berisikan tentang kesimpulan yang telah dibuatkan mengenai
perencanaan ide bisnis yang telah dirancang dengan menguraikan batasan dan feasibility
dari business model ini serta saran untuk pengembangan bisnis selanjutnya.