BIMBINGAN UNTUK TUNA NETRA umi rini

30
BIMBINGAN UNTUK ANAK TUNANETRA (TUNANETRA SETELAH LAHIR) Disusun guna memenuhi tugas Pendidikan Inklusi Dosen Pengampu : Drs. Dwi Yunairifi, M. Si. Disusun Oleh : Rini Ayu Sih Nugraheni 11108241145 Umi Salamah 11108241146 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR PENDIDIKAN PRASEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

Transcript of BIMBINGAN UNTUK TUNA NETRA umi rini

BIMBINGAN UNTUK ANAK TUNANETRA

(TUNANETRA SETELAH LAHIR)

Disusun guna memenuhi tugas Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu : Drs. Dwi Yunairifi, M. Si.

Disusun Oleh :

Rini Ayu Sih Nugraheni 11108241145

Umi Salamah 11108241146

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

PENDIDIKAN PRASEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2013

BAB IPENDAHULUAN

Anak dengan gangguan penglihatan atau tunanetra

memiliki berbagai keterbatasan dan kekurangan jika

dibandingkan oleh orang normal pada umumnya. Oleh karena

itu anak yang mengalami tunanetra juga harus mendapatkan

pelayanan dan program pendidikan yang berbeda dengan anak

normal. Penggunaan strategi dan pendekatan yang tepat

akan sangat membantu guru dalam membelajarkan anak

tunanetra.

Perlakuan dalam proses pendidikan bagi anak tunanetra

dilakukan dengan memperhatikan karakteristik, jenis

gangguan penglihatan yang dialami, serta sesuai dengan

kebutuhan siswa yang bersangkutan. Selain program

pendidikan yang berbeda dengan anak normal pada umumnya,

anak tunanetra juga memerlukan pelayanan dan bimbingan

yang bersifat khusus. Apalagi bagi anak tunanetra yang

mengalami gangguan pada usia sekolah. anak tersebut akan

mengalami goncangan dan beban yang jauh lebih berat dari

pada mereka yang mengalami gangguan penglihatan sejak

dilahirkan.

Dalam PP Nomor 72 Tahun 1991 Bab XII Pasal 28 Ayat I

dinyatakan bahwa : “Bimbingan merupakan bantuan yang

diberikan kepada peserta didik dalam rangka upaya

menemukan pribadi, mengatasi masalah yang disebabkan oleh

kelainan yang disandang, mengenal lingkungan, dan

merencanakan masa depan.”

Di pihak lain, guru sebagai pengelola inti dalam

proses belajar mengajar (PBM) mempunyai tugas untuk

melaksanakan layanan bimbingan di sekolahnya, terlepas

dari ada atau tidak ada petugas khusus yang disiapkan

untuk itu. Peran guru sebagai pembimbing semakin

diperkokoh posisinya selaku fasilitator dalam mencapai

perkembangan siswa secara optimal. Oleh karena itu,

sebagai seorang guru harus memilih pendekatan dan

strategi yang tepat untuk menangani anak tunanetra dan

disertai dengan layanan bimbingan bagi anak agar membantu

anak tersebut mencapai tujuan pembelajaran.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Tuna Netra

Tunanetra adalah mereka yang penglihatannya terganggu

sehingga menghalangi dirinya untuk menjalankan fungsinya

dalam pendidikan dan aktifitas rehabilitatif lainnya

tanpa menggunakan alat khusus, material khusus, latihan

khusus, dan atau bantuan lain secara khusus.

B. Klasifikasi Tuna Netra

1. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan

a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir, yaitu mereka

yang sama sekali tidak memiliki pengalaman

penglihatan.

b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil,

yaitu mereka yang telah memiliki kesan-kesan serta

pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah

terlupakan.

c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja,

yaitu mereka yang telah memiliki kesan-kesan

visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam

terhadap proses perkembangan pribadi.

d. Tunanetra pada usia dewasa, pada umumnya mereka

yang dengan segala kesadaran mampu melakukan

latihan-latihan penyesuaian diri.

e. Tunanetra dalam usia lanjut, yaitu mereka yang

sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-

latihan penyesuaian diri.

2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan

a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision),

yakni mereka yang memiliki hambatan dalam

penglihatan akan tetapi masih dapat mengikuti

program-program pendidikan dan mampu melakukan

pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi

penglihatan.

b. Tunanetra setengah berat (partially sighted),

yakni mereka yang kehilangan sebagian daya

penglihatan, mampu mengikuti pendidikan biasa atau

mampu membaca tulisan yang bercetak tebal hanya

jika menggunakan kaca pembesar.

c. Tunanetra berat (totally blind), yakni mereka yang

sama sekali tidak dapat melihat.

3. Berdasarkan pemeriksaan klinis

a. Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan

kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang

penglihatan kurang dari 20 derajat.

b. Tunanetra yang masih memiliki ketajaman

penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang

dapat lebih baik melalui perbaikan.

4. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata

a. Myopia (rabun jauh), bayangan tidak terfokus dan

jatuh di belakang retina. Untuk membantu proses

penglihatan pada penderita Myopia digunakan

kacamata dengan lensa negatif.

b. Hyperopia (rabun dekat), bayangan tidak terfokus

dan jatuh di depan retina. Untuk membantu proses

penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan

kacamata dengan lensa positif.

c. Astigmatisme (silinder), adalah penyimpangan atau

penglihatan kabur yang disebabkan karena kelainan

pada kornea mata atau pada permukaan lain pada

bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak

dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada

retina. Untuk membantu proses penglihatan pada

penderita astigmatisme digunakan kacamata dengan

lensa silindris.

C. Faktor Penyebab Ketunanetraan

1.Pre-natal (sebelum dilahirkan)

a. Keturunan

Biasanya disebabkan karena perkawinan saudara yang

memiliki anggota keluarga tunanetra atau sesama

tunanetra. Contoh penyakit yang mungkin terjadi

adalah Retinitis Pigmentosa, yaitu penyakit dimana

penderitanya akan mengalami kemunduran atau

memburuknya retina.

b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan

1) Gangguan waktu ibu hamil.

2) Penyakit menahun, misalnya TBC.

3) Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil

akibat terkena rubella atau cacar air.

4) Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis,

trachoma dan tumor.

5) Kurangnya vitamin tertentu.

2.Post-natal (setelah melahirkan)

a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu

persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda

keras.

b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit

gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada

bayi.

c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan

ketunanetraan, misalnya: Xeropthalmia, Trachoma,

Catarac, Glaucoma, Diabetik Retinopathy, Macular

Degeneration, dan Retinopathy of prematurity.

d. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya

kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau

tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan

dari kendaraan, dll.

Berdasarkan penjabaran yang telah disebutkan di

atas, dapat disimpulkan bahwa tunanetra dapat terjadi

karena beberapa penyebab. Namun pada makalah ini

pembahasan difokuskan pada tunanetra yang disebabkan

karena kecelakaan. Penderita tunanetra ini berarti pernah

memiliki kemampuan melihat sebelumnya. Oleh karena itu,

penyesuaian penanganan bagi jenis tunanetra ini berbeda

dengan penanganan tunanetra yang dari awal memang sudah

tidak bisa melihat.

D. Tuna Netra karena Kecelakaan

Kecelakaan yang menimpa kepala seperti benturan di

kepala, selain dapat menyebabkan gagar otak dapat pula

mengakibatkan pendarahan otak yang berujung pada penyakit

tunanetra. Tunanetra yang kehilangan penglihatannya

setelah umur 7 tahun mereka masih dapat menahan ingatan

visualnya dan warna, sehingga masih dapat memanfaatkan

ingatan tersebut dalam proses belajarnya. Akan tetapi

anak tersebut tidak mampu mengadakan pengamatan visual

yang baru (B. Lowenfeld). Saat terjadinya ketunanetraan

pada seorang juga berakibat terhadap keterbatasan yang

dimiliki tunanetra, yang oleh B. Lowenfeld disebutkan ada

keterbatasan yaitu keterbatasan dalam lingkup dan

keanekaragaman pengalaman, keterbatasan dalam interaksi

dengan lingkungan, serta keterbatasan dalam kemampuan

berpindah-pindah tempat.

Tunanetra yang terjadi dengan mendadak bisa berakibat

pada goncangan jiwa atau goncangan sosial yang lebih

berat bila dibandingkan dengan tunanetra yang terjadi

secara bertahap ataupun yang telah mengalami

ketunanetraan sejak lahir. Kehilangan penglihatan yang

bertahap memberikan kesempatan pada diri seseorang untuk

menyesuaikan dirinya dengan keadaan sehingga dapat

menerima keadaan dirinya secara wajar.

E. Kebutuhan Seorang Tunanetra

1. Kebutuhan fisiologis

Meliputi : makan, minum, udara yang segar dan juga

waktu untuk istirahat.

2. Kebutuhan akan rasa aman

Rasa aman tercermin dalam keamanan, keteraturan dan

kestabilan lingkungan.

3. Kebutuhan akan kasih sayang

Kecenderungan rasa kasih sayang pada seseorang timbul

apabila kehadiran seseorang itu sesuai dengan apa

yang diharapkan oleh lingkungan. Semua sikap yang

tidak wajar, baik rasa tidak sayang, rasa tidak ikut

memiliki maupun rasa kasih sayang yang berlebihan

terhadap anaknya yang tunanetra, akan menambah beban

dan hambatan terhadap perkembangan diri anak.

4. Kebutuhan akan penghargaan

Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tapi juga

bisa berbentuk penghargaan phsikologis. Seseorang

akan dihargai apabila ia dapat berbuat sesuatu baik

bagi dirinya maupun pada lingkungan.

5. Kebutuhan akan aktualisasi diri

Secara mendasar dari tujuan pendidikan bagi orang

tunanetra tidak berbeda dengan tujuan akhir

pendidikan bagi orang awas pada umumnya, yaitu agar

anak dapat mandiri. Ketidaktergantungan pada

pertolongan orang lain merupakan perwujudan dari

kemampuan tunanetra dalam mengaktualisasikan dirinya

ditengah-tengah lingkungannya.

F. Kebutuhan Pendidikan Seorang Tunanetra

1. Bacaan dan tulisan braille (braille reading and writing)

Huruf braille adalah suatu sistem yang menggunakan

kode berupa titik-titik yang ditonjolkan untuk

menunjukkan huruf, angka, dan simbol-simbol lainnya.

Siswa tunanetra membaca dengan cara meraba melalui

telunjuk jari pada satu tangan dan menjaga agar

halaman yang dibacanya tidak berubah posisi dengan

tangan yang lain. Pembelajaran menulis siswa

menggunakan papan cetak (slate) dan pena (stylus), dan

penkins brailler (mesin tik versi tunanetra).

2. Keyboarding

Adalah cara belajar anak tunanetra menggunakan

keyboard standar agar anak tunanetra dapat

berkomunikasi dengan orang lain dan mengikuti

pendidikan di dalam kelas.

3. Alat bantu menghitung (calculation aids)

Alat ini berguna untuk membantu anak dalam

menyelesaikan permasalahan hitung matematika. Alat

bantu ini dapat berupa sempoa maupun kalkulator

elektronik.

4. Optacon (optical to tactile converter)

Optacon merupakan suatu alat yang dapat mengubah

materi cetak menjadi pola-pola getaran pada ujung

jari pemakai.

5. Mesin baca Kurzweil (Kurzweil reading machine)

Mesin baca ini dapat membaca suatu buku cetak

kemudian menghasilkan output dalam bentuk suara.

6. Buku bersuara (talking books)

Adalah suatu buku atau bacaan lain yang direkam oleh

sukarelawan dalam disk atau kaset yang akan dibagikan

pada orang yang mengalami gangguan penglihatan secara

gratis.

7. Teknologi komputer

Alat ini dapat digunakan pada orang yang mengalami

gangguan penglihatan dalam taraf ringan. Software

dalam teknologi komputer ini memungkinkan

mengeluarkan huruf dalam ukuran yang besar di layar

monitor namun saat dicetak tetap dalam ukuran normal

sehingga dapat membantu siswa tunanetra ringan untuk

menyelesaikan tugas menggunakan komputer.

8. Latihan orientasi dan mobilitas

Latihan orientasi bertujuan untuk membantu siswa

dalam mengenal suasana di sekitarnya dan

menghubungkannya menjadi suatu kesatuan yang utuh.

Sedangkan latihan mobilitas adalah latihan gerak bagi

siswa agar dapat bergerak dengan aman dan efektif di

lingkungan sekitar.

G. Kebutuhan Khusus Seorang Tunanetra

Tunanetra adalah seorang individu yang mengalami

kelainan pada penglihatan sehingga ia tidak dapat

menggunakan penglihatannya sebagai saluran utama dalam

menerima informasi dari lingkungan. Adanya kelainan

penglihatan pada seseorang tunanetra mempunyai akibat

langsung maupun tidak langsung. Adanya akibat langsung

dan tidak langsung ini menyebabkan adanya kebutuhan

khusus. Kebutuhan khusus tunanetra bisa ditinjau dari

tiga aspek, yaitu :

a. Fisiologis

Tunanetra adalah akibat adanya perubahan secara

fisiologis dari sebagian aspek dalam organisme.

b. Personal

Ketunanetraan merupakan pengalaman personal, perasaan

yang dimiliki seorang tunanetra tidak akan pernah

sama walaupun sesama penderita tunanetra. Akibat

ketunanetraan sebagai pengalaman personal, maka

timbul beberapa kebutuhan yang bersifat personal

pula. Kebutuhan tersebut antara lain adalah latihan

orientasi dan mobilitas, minat untuk berinteraksi

dengan lingkungan terutama dalam hal mengolah dan

menerima informasi dari lingkungan, keterampilan

aktivitas kehidupan sehari-hari seperti menolong diri

sendiri, serta pendidikan dan bimbingan penyuluhan.

c. Sosial

Dengan adanya pandangan ketunanetraan sebagai

fenomena sosial, maka kebutuhan dari segi sosial

adalah adanya hubungan yang baik antar personal

(personal relationship), interaksi yang baik antar

anggota keluarga, interaksi dan hubungan dengan

teman-temannya, dan ikut berpartisipasi dengan

berbagai kegiatan dalam lingkungannya.

H. Macam-Macam Metode Pengajaran yang Dapat diikuti oleh

Tunanetra

1.Metode Ceramah

Metode ceramah ialah cara penyampaian sebuah materi

pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa

atau khalayak ramai.

2.Metode Tanya jawab

Metode tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan

cara guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab

tentang materi yang ingin diperolehnya.

3.Metode Diskusi

Metode diskusi adalah metode yang bertujuan untuk

memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat para

siswa.

4.Metode Mentoring

Metode mentoring atau tutor adalah metode individual

di mana murid mendatangi guru untuk mengkaji suatu

materi dan guru membimbingnya secara langsung.

5.Metode Bandongan

Metode bandongan adalah metode pembelajaran dimana

semua peserta didik menghadap guru dengan membawa

buku masing-masing kemudian guru membacakan,

menerjemahkan, menerangkan kalimat demi kalimat dari

materi yang dipelajarinya, sementara siswa secara

cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh guru

dengan memberikan catatan-catatan tertentu.

6. Metode Drill

Metode Drill atau latihan adalah suatu metode dalam

menyampaikan pelajaran dengan menggunakan latihan

secara terus menerus sampai anak didik memiliki

ketangkasan yang diharapkan.

I. Strategi dan Pendekatan Pembelajaran bagi Anak

Tunanetra

Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah

pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua

komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang

meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa,

guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses

pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien.

Beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh guru dalam

menangani anak tunanetra adalah :

1. Pemanfaatan Sisa Penglihatan

Secara akademis tujuan pemanfaatan sisa penglihatan 

adalah agar anak dapat membaca huruf atau buku cetak

dengan ukuran tertentu. Dengan demikian anak bisa

belajar bersama anak normal lainnya.

2. Pengaturan Cahaya

Dalam mengikuti pembelajaran  bersama-sama anak normal

di kelas ketercukupan cahaya merupakan hal yang amat

penting yang perlu diperhatikan oleh guru. Cahaya yang

terlalu kuat maupun terlalu gelap dapat menyulitkan

anak dalam belajar membaca.

3. Penggunaan Buku Cetak Besar

Dengan adanya buku cetak yang khusus diperuntukkan

bagi anak  penyandang gangguan penglihatan  

diharapkan anak dapat belajar dengan efektif.

Selain strategi, pendekatan dalam pembelajaran bagi

anak tunanetra juga perlu diperhatikan. Hal ini

dikarenakan penggunaan strategi dan pendekatan yang tepat

bagi anak akan memudahkan anak dalam mengikuti proses

pembelajaran. Secara umum, dikenal adanya dua pendekatan

yang sering dilakukan dalam memberikan layanan pendidikan

bagi anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu :

1.Pendekatan kelompok/klasikal

Pendekatan ini dilakukan dalam kelas-kelas secara

klasikal maupun dalam kelompok-kelompok tertentu.

2.Pendekatan individual

Pendekatan ini dilakukan dengan cara memberikan

pelayanan secara pribadi atau perorangan masing-masing

anak sehingga guru akan lebih teliti dalam mengamati

perkembangan anak.

3.Pendekatan remedial

Pendekatan remidial bertujuan untuk membantu anak

berkebutuhan khusus dalam upaya mencapai kompetensi

yang ditentukan dengan lebih menekankan pada hambatan

atau kekurangan yang ada pada anak berkebutuhan khusus

pada kompetensi yang belum dicapai oleh anak.

4.Pendekatan akseleratif

Pendekatan akseleratif bertujuan untuk mendorong anak

berkebutuhan khusus, utamanya anak berbakat untuk

lebih lanjut menguasai kompetensi yang ditetapkan

berdasar assesmen kemampuan anak.

Tunanetra memiliki beberapa keterbatasan sebagai

akibat langsung dari ketunanetraannya. Dengan

terganggunya penglihatan tunanetra, maka ia tidak bisa

leluasa bergerak dan berpindah tempat. Untuk dapat

bergerak secara leluasa tunanetra perlu mempelajari

secara khusus dan terprogram tehnik mobilitas dengan baik

dan benar. Tehnik tersebut dapat membantunya untuk

memperoleh pengalaman baru dan melakukan interaksi dengan

lingkungan. Untuk mendapatkan interaksi yang aktif,

seseorang hendaknya memiliki konsep-konsep yang benar

sesuai dengan realitas strategi pengajaran yang

menggunakan prinsip :

1. Pengalaman konkrit (concrete experience), artinya

pengajaran harus sesuai dengan aslinya atau

menampilkan modelnya.

2. Belajar dengan bertindak (learning by doing), artinya

dalam mengajar tunanetra harus menekankan pada

praktek yaitu melakukan kegiatan secara langsung,

bukan hanya menerangkan secara lisan.

3. Kesatuan pengalaman (unifying experience), karena

keterbatasan dalam penglihatan maka dalam menerangkan

pada tunanetra harus utuh dan sistimatis. Sistimatis

dan menyeluruh secara terpadu menyebabkan tunanetra

dapat memiliki konsep sesuatu pengetahuan dan

keterampilan secara utuh.

J. Makna Bimbingan

Bimbingan adalah proses membantu individu untuk

mencapai perkembangan optimal. Definisi ini memiliki

makna bahwa :

1. Bimbingan adalah suatu proses. Sebagai suatu proses

bimbingan merupakan kegiatan yang berkelanjutan,

sistematis dan berencana yang terarah kepada

pencapaian tujuan.

2. Bimbingan adalah bantuan. Bimbingan bertugas

mengembangkan lingkungan yang kondusif bagi

perkembangan siswa, memberikan dorongan dan semangat,

menumbuhkan keberanian bertindak bertanggung jawab,

mengembangkan kemampuan untuk memperbaiki dan

mengubah perilakunya sendiri.

3. Bantuan itu diberikan kepada individu. Individu yang

diberi bantuan adalah individu yang sedang berkembang

dengan segala keunikannya. Bantuan dalam bimbingan

diberikan dengan mempertimbangkan keragaman,

keunikan, kebutuhan, dan masalah individu yang

bersangkutan.

4. Tujuan bimbingan adalah perkembangan optimal.

Perkembangan yang dimaksud adalah perkembangan yang

sesuai dengan potensi dan sistem nilai tentang

kehidupan yang baik dan benar. Perkembangan optimal

merupakan suatu kondisi dinamik dimana individu mempu

mengenal dan memahami diri, berani menerima kenyataan

diri, mengarahkan diri sesuai dengan kemampuan,

kesempatan dan sistem nilai, melakukan pilihan dan

mengambil keputusan atas tanggung jawab sendiri.

K. Prinsip-Prinsip Umum Bimbingan

1. Bimbingan diberikan kepada individu yang sedang

berada dalam proses berkembang. Pembimbing bertugas

untuk membantu siswa memahami sistem nilai sebagai

bagian dari proses pengembangan dirinya.

2. Bimbingan diperuntukan bagi semua siswa. Pembimbing

perlu memahami perkembangan dan kebutuhan siswa

secara menyeluruh, dan menjadikan perkembangan dan

kebutuhan siswa tersebut sebagai salah satu dasar

bagi penyusunan program bimbingan di sekolah.

3. Bimbingan dilaksanakan dengan mempedulikan semua

segi perkembangan siswa. Dalam bimbingan semua segi

perkembangan siswa baik fisik, mental, sosial maupun

emosional dipandang sebagai satu kesatuan dan saling

berkaitan.

4. Bimbingan berdasarkan pada pengakuan atas kemampuan

individu untuk menentukan pilihan. Setiap siswa

memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan sendiri

tentang apa yang akan dia lakukan.

5. Bimbingan adalah bagian terpadu dari proses

pendidikan. Dalam praktek pendidikan tidak cukup

hanya melaksanakan proses pembelajaran yang lebih

banyak terfokus  kepada membantu siswa menguasai

pengetahuan secara intelektual melainkan juga harus

disertai dengan pengembangan aspek lain seperti

keterampilan sosial, kecerdasan emosional, disiplin

diri, pemahaman nilai, sikap dan kebiasaan belajar.

6. Bimbingan dimaksudkan untuk membantu siswa

merealisasikan dirinya. Bantuan di dalam proses

bimbingan diarahkan untuk membantu siswa memahami

dirinya, mengarahkan diri kepada tujuan yang

realistik dan mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan

diri dan peluang yang di peroleh.

L. Pendekatan Perkembangan dalam Bimbingan

Myrick (dalam Ahman (2005: 11-34) mengemukakan empat

pendekatan dapat dirumuskan sebagai pendekatan dalam

bimbingan, yaitu :

1.Pendekatan krisis

Pembimbing menunggu munculnya suatu krisis dan dia

bertindak membantu seseorang yang menghadapi krisis

tersebut.

2.Pendekatan remedial

Pembimbing akan memfokuskan bantuannya kepada upaya

menyembuhkan atau memperbaiki kelemahan-kelemahan yang

tampak. Strategi yang bisa dilakukan adalah

mengajarkan kepada siswa keterampilan tertentu

misalnya keterampilan berdamai sehingga siswa tadi

memiliki keterampilan untuk mengatasi masalah hubungan

antar pribadi.

3.Pendekatan preventif

Pendekatan ini mencoba mengantisipasi masalah-masalah

generik dan mencegah terjadinya masalah tersebut.

Masalah-masalah yang dimaksud seperti putus sekolah,

berkelahi, kenakalan, merokok, dan sejenisnya yang

secara potensial masalah itu dapat terjadi pada siswa

secara umum. Teknik yang dapat digunakan diantaranya

mengajar dan memberikan informasi.

4.Pendekatan perkembangan.

Pendekatan ini memberikan perhatian kepada tahap-tahap

perkembangan siswa, kebutuhan, dan minat serta

membantu siswa mempelajari keterampilan hidup (Robert

Myrick, 1989). Teknik yang dapat dilakukan diantaranya

mengajar, menukar informasi, bermain peran, melatih,

tutorial, dan konseling.

Ada empat komponen program dalam bimbingan

perkembangan yaitu:

1.Layanan dasar bimbingan, yaitu layanan umum bagi semua

siswa.

2.Layanan responsive, yaitu layanan untuk membantu siswa

mengatasi masalah yang dihadapi pada saat itu.

3.Layanan perencanaan individual, yaitu layanan untuk

membantu siswa mengembangkan dan mengimplementasikan

rencana pendidikan, karir, dan pribadi.

4.Komponen pendukung system, yaitu komponen yang

berkaitan dengan aspek menejerial.

M. Bimbingan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

1. Jenis Bimbingan

a. Bimbingan Fisik

Dengan bantuan pembimbing, dokter, dan petugas

kesehatan, anak berkebutuhan khusus hendaknya diberi

bimbingan. Bimbingan tersebut dilakukan melalui

contoh, pengawasan, dan pembiasaan. Contoh bimbingan

yang harus diberikan antara lain :

1) Cara memelihara kesehatan dirinya.

2) Cara memelihara kebersihan pakaian.

3) Cara memelihara lingkungan disekitarnya.

4) Cara memelihara kesehatan badan.

5) Cara menangani dirinya saat sedang sakit.

b. Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar di berikan kepada anak

berkebutuhan khusus pada umumnya, khususnya kepada

siswa yang pada suatu saat membutuhakan bantuan

untuk memecahkan masalah atau kesulitan yang

berhubungan dengan kegiatan belajar, baik itu

disekolah, di asrama, di luar sekolah ataupun di

luar asrama. Usaha pembimbing diarahkan kepada siswa

untuk membantu siswa agar dapat menyesuaikan diri

secara memadai dalam situasi belajar. Upaya yang

dapat dilakukan misalnya dengan jalan mempekuat

motif positif yang sudah ada pada diri siswa,

mempejelas tujuan belajar, meumuskan tujuan-tujuan

sementara yang segera dapat dicapai, membina situasi

persaingan yang sehat dan kalau perlu membeikan

rangsangan baik dengan kata-kata pujian atau

sesekali dalam bentuk hadiah berupa benda. Pemberian

informasi sebagai salah satu teknik dalam bimbingan

belajar akan sangat membantu siswa. Misalnya

informasi tentang cara belajar yang efektif,

bagaimana cara melakukan diskusi yang baik, cara-

cara mengembangkan kebiasaan belajar yang baik, dan

cara menghilangkan kebiasaan belajar yang buruk.

c. Bimbingan Penyesuaian Diri

Siswa dituntut untuk dapat menyesuaikan dirinya,

baik dengan dirinya sendiri, dengan keluarga, dengan

lingkungan sekolah, dengan teman sebaya dan dengan

masyarakat luas. Bimbingan ditekankan pada anak yang

dianggap selalu menjadi pusat perhatian dan

cenderung “dikasihani” oleh orang-orang di

sekitarnya. Bimbingan dilakukan secara individu

maupun dengan cara kelompok yang meliputi

menumbuhkan kepercayaan kapada diri sendiri,

membimbing dalam bidang vokasional, penyuluhan

pribadi, diajak berperan serta dalam kegiatan

kelompok dan dibiasakan bergaul dengan masyarakat

luas akan membawa mereka pada kemampuan dan

kesanggupan untuk sanggup berdiri sendiri secara

wajar ditengah-tengah masyarakat umum.

d. Bimbingan Vokasional

Fokus bimbingan vokasional/kerja adalah untuk :

1) Membantu anak dalam menilai kemampuan dasar,

minat, sikap, serta kecakapan khusus yang mereka

miliki.

2) Mengarahkan anak pada kemungkinan-kemungkinan

pekerjaan yang sesuai dengan keterbatasan yang

dimilikinya.

3) Memberikan bimbungan khusus bagi anak yang

mendapat kesulitan dalam menentukan kariernya

dimasa yang akan datang.

4) Memberikan bantuan dan petunjuk bagi anak tentang

kemungkinan-kemungkinan lapangan kerja yang dapat

dimasuki dan dimana mereka dapat menyalurkan

keinginannya bila telah selesai mengikuti latihan

kerja tertentu.

N. Layanan Bimbingan pada Anak dengan Hambatan

Penglihatan

Layanan dasar bimbingan adalah membantu seluruh siswa

dalam mengembangkan keterampilan dasar untuk

kehidupannya. Fungsi layanan dasar bimbingan ini lebih

bersifat pengembangan, karena merupakan upaya menyiapkan

pelaksanaan bimbingan secara sistematik bagi seluruh

siswa, termasuk siswa dengan hambatan penglihatan seperti

siswa tunanetra.

Strategi khusus dan isi layanan pendidikan bagi anak

tunanetra menurut Hardman, M.L. dkk (1990) paling tidak

meliputi :

1.Mobility training and daily living skill, yaitu

latihan untuk berjalan dan orientasi tempat dan ruang

dengan berbagai sarana yang diperlukan serta latihan

keterampilan kehidupan keseharian.

2.Tradisional curriculum content area, yaitu orientasi

dan mobilitas, keterampilan berbahasa termasuk

ekspresi dan keterampilan berhitung.

3.Communication media, yaitu penguasaan braille dalam

komunikasi.

BAB III

PENUTUP

Tunanetra adalah orang yang mengalami gangguan

penglihatan baik ringan, sedang, maupun berat. Tunanetra

bukan hanya mereka yang tidak bisa melihat, namun

termasuk juga mereka yang mengalami gangguan pada

matanya. Banyak hal yang dapat menyebabkan seseorang

menjadi tunanetra. Salah satunya adalah karena

kecelakaan. Tunanetra yang disebabkan karena kecelakaan

berarti pernah mengalami suatu masa dimana dia menjadi

normal dan dapat melihat seperti orang lain pada umumnya.

Oleh karena itu, beban jiwa yang ditanggung oleh anak

tersebut akan jauh lebih berat dari pada mereka yang

mengalami tunanetra dari sejak lahir.

Ketunanetraan seseorang mengakibatkan dirinya

mengalami berbagai keterbatasan. Salah satunya adalah

dalam hal mobilitas atau pergerakan. Hal ini disebabkan

karena akibat ketunanetraannya, sebagian besar tunanetra

memiliki gerak yang kaku dan sikap tubuh yang jelek. Oleh

karena itu anak tunanetra harus diberikan suatu bimbingan

baik itu karena beban psikologis yang dialaminya, maupun

karena keterbatasan-keterbatasan yang dia miliki,

termasuk keterbatasan mobilitas.

Ada banyak jenis bimbingan yang dapat digunakan

untuk anak tunanetra. Pemilihan bimbingan yang tepat akan

meningkatkan efektivitas bimbingan bagi seorang anak.

Oleh karena itu, guru berperan penting dalam memilih

bimbingan bagi anak sesuai dengan kebutuhan dan masalah

yang dialami anak tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Shidiq Permana. 2011. Bimbingan Anak BerkebutuhanKhusus. Diakses pada Jum’at, 4 Oktober 2013 pukul 10.12WIB melalui :http://achmadblue.blogspot.com/2011/03/bimbingan-anak-berkebutuhan-khusus.html

Irham Hosni. 2012. Tunanetra dan Kebutuhan Dasarnya. Diaksespada Rabu, 2 Oktober 2013 pukul 21.19 WIB melalui :http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195101211985031-IRHAM_HOSNI/TUNANETRA DAN KEBUTUHAN_DASARNYA.pdf

J. David Smith. 2005. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua.Bandung : Nuansa

SLB Kartini Batam. 2011. Tunanetra. Diakses pada Rabu, 2Oktober 2013 pukul 22.57 WIB melalui : http://www.slbk-batam.org /index.php? pilih=hal&id=72

Sunaryo Kartadinata, dkk. 2002. Bimbingan di Sekolah Dasar.Bandung : CV Maulana

Umar Ghozali. 2013. Makalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)Lengkap. Diakses pada Jum’at, 4 Oktober 2013 pukul 10.18WIB melalui :http://ghozaliu.blogspot.com/2013/01/makalah-anak-berkebutuhan-khusus-abk.html

Yogi Syaeful Rachman. 2012. Makalah Hambatan Penglihatanpada Anak. Diakses pada Jum’at, 4 Oktober 2013 pukul 09.30WIB melalui :http://yogisyaefulrachman.wordpress.com/2012/11/16/makalah-hambatan-penglihatan-pada-anak/