Bahan Ajar - Media Pembelajaran

64
1 BAB I KONSEP DASAR MEDIA PEMBELAJARAN PENGANTAR Media Pembelajaran merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran memegang peranan yang cukup vital terhadap penyampaian pesan atau materi pelajaran kepada siswa. Mengapa demikian ? karena media pembelajaran bertanggung jawab sebagai salah satu faktor keberhasilan sampainya pesan atau materi pelajaran kepada siswa agar materi pelajaran tersebut dapat dikelola dan dicerna oleh siswa, sehingga siswa memperoleh sebuah konsep yang konkret dan dapat memahaminya dengan baik. Untuk itu pada bahasan bab awal ini akan dipaparkan dengan jelas konsep-konsep yang berhubungan dengan media pembelajaran sehingga mahasiswa mampu memahami : definisi media pembelajaran, landasan teoritis dan prinsip penggunaan media pembelajaran, posisi media pembelajaran, fungsi media pembelajaran, klasifikasi dan karakteristik media pembelajaran, perkembangan media pembelajaran, kriteria dan langkah-langkah pemilihan dan penggunaan media pembelajaran. A. Definisi Media Pembelajaran Sebelum jauh membahas lebih dalam tentang media pembelajaran kita sebaiknya memahami tentang definisi media pembelajaran itu sendiri. Dengan memahami berbagai macam definisi media pembelajaran dari para ahli akan memudahkan kita untuk membahas hal-hal yang berkaiatan dengan media pembelajaran lebih jauh. Berikut akan di paparkan beberapa definisi tentang media pembelajaran. Istilah media yang merupakan bentuk jamak dari medium secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media dikatakan pula sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Kata segala memberi makna bahwa yang disebut media tidak terbatas pada jenis media yang dirancang secara khusus untuk mencapai tujuan tertentu, akan tetapi juga yang keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk memperjelas atau mempermudah pemahaman siswa terhadap materi atau pesan tertentu. Jadi apapun bentuknya apabila dapat digun akan untuk menyalurkan pesan dapat disebut media. Gagne (1970) mendefinisikan media yaitu media are various components in learners’ environment which support the learners learn. Briggs (1970) berpendapat media are physical means which are used to send messages to the students and stimulate

Transcript of Bahan Ajar - Media Pembelajaran

1

BAB I

KONSEP DASAR MEDIA PEMBELAJARAN

PENGANTAR

Media Pembelajaran merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Media

pembelajaran memegang peranan yang cukup vital terhadap penyampaian pesan atau materi

pelajaran kepada siswa. Mengapa demikian ? karena media pembelajaran bertanggung jawab

sebagai salah satu faktor keberhasilan sampainya pesan atau materi pelajaran kepada siswa

agar materi pelajaran tersebut dapat dikelola dan dicerna oleh siswa, sehingga siswa

memperoleh sebuah konsep yang konkret dan dapat memahaminya dengan baik. Untuk itu

pada bahasan bab awal ini akan dipaparkan dengan jelas konsep-konsep yang berhubungan

dengan media pembelajaran sehingga mahasiswa mampu memahami : definisi media

pembelajaran, landasan teoritis dan prinsip penggunaan media pembelajaran, posisi media

pembelajaran, fungsi media pembelajaran, klasifikasi dan karakteristik media pembelajaran,

perkembangan media pembelajaran, kriteria dan langkah-langkah pemilihan dan penggunaan

media pembelajaran.

A. Definisi Media Pembelajaran

Sebelum jauh membahas lebih dalam tentang media pembelajaran kita sebaiknya

memahami tentang definisi media pembelajaran itu sendiri. Dengan memahami berbagai

macam definisi media pembelajaran dari para ahli akan memudahkan kita untuk

membahas hal-hal yang berkaiatan dengan media pembelajaran lebih jauh. Berikut akan

di paparkan beberapa definisi tentang media pembelajaran.

Istilah media yang merupakan bentuk jamak dari medium secara harfiah

berarti perantara atau pengantar. Media dikatakan pula sebagai segala bentuk dan

saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Kata segala

memberi makna bahwa yang disebut media tidak terbatas pada jenis media yang

dirancang secara khusus untuk mencapai tujuan tertentu, akan tetapi juga yang

keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk memperjelas atau mempermudah

pemahaman siswa terhadap materi atau pesan tertentu. Jadi apapun bentuknya apabila

dapat digun akan untuk menyalurkan pesan dapat disebut media.

Gagne (1970) mendefinisikan media yaitu media are various components in

learners’ environment which support the learners learn. Briggs (1970) berpendapat

media are physical means which are used to send messages to the students and stimulate

2

them to learn. Terkait dengan pembelajaran, media adalah segala sesuatu yang dapat

digunakan untuk menyampaikan pesan dari pengirim pesan dalam hal ini guru kepada

penerima pesan yaitu siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan dan perhatian

anak didik untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Sementara

itu E. De Corte dalam WS.Winkel menyatakan bahwa media pembelajaran adalah

suatu sarana non personal (bukan manusia) yang digunakan atau disediakan oleh tenaga

pengajar yang memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar, untuk

mencapai tujuan intruksional. Arief S. Sadiman (1993) menyatakan bahwa media

adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari

pengirim kepenerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, minat, serta perhatian

siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Adapun Oemar Hamalik

(1994), pakar pendidikan Indonesia menyatakan media adalah alat, metode, dan

teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interest

antara guru dan anak didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran disekolah.

Dari beberapa pendapat ahli diatas mengenai definisi media pembelajaran dapat

disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dibuat atau

digunakan dan dintegrasikan oleh guru dalam proses pembelajaran sehingga dapat

membantu dan memudahkan guru dan siswa dalam menyampaikan dan menerima isi

materi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan bertujuan

untuk mencapai kompetensi pembelajaran yang telah ditentukan.

Setelah mencermati pengertian di atas, bahwa media pembelajaran itu terdiri atas

dua unsur penting, yaitu unsur peralatan atau perangkat keras (hardware) dan

unsur pesan dibawanya (message/software). Unsur pesan (software) adalah informasi

atau bahan ajar dalam tema atau topik tertentu yang akan disampaikan atau

dipelajari siswa, sedangkan unsur perangkat keras (hardware) adalah sarana atau

peralatan yang digunakan untuk menyajikan pesan tersebut. Dengan demikian, sesuatu

baru bisa dikatakan media pembelajaran jika sudah memenuhi dua unsur tersebut.

B. Landasan Teoritis Penggunaan Media Pembelajaran

Sebagai bagian penting dalam proses pembelajaran media pembelajaran

memegang peranan yang dominan dalam proses penyampaian pesan materi pembelajaran

dari guru kepada siswa. Terdapat beberapa landasan teoritis yang mendasari penggunaan

media dalam proses pembelajaran yaitu:

3

1. Landasan Filosofis

Daryanto (2010:12) memaparkan landasan filosofis penggunaan media

pembelajaran yaitu bahwa dengan digunakannya berbagai jenis media hasil teknologi

baru di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang manusiawi.

Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran akan terjadi

dehumanisasi. Bukankan dengan adanya berbagai media pembelajaran justru siswa

dapat mempunyai banyak pilihan media pembelajaran untuk digunakan dalam proses

pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pribadinya. Dengan kata lain siswa

sangat dihargai harkat kemanusiaanya diberi kebebasan untuk menentukan pilhan,

baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian,

penerapan teknologi tidak berarti dehumanisasi. Sebenarnya perbedaan pendapat

tersebut tidak perlu muncul, yang penting bagaimana pandangan guru terhadap siswa

dalam proses pembelajaran. Jika guru menganggap siswa sebagai anak manusia yang

memiliki keprbadian, harga diri, motivasi, dan memiliki kemampuan pribadi yang

berbeda dengan yang lain, maka baik menggunakan media hasil teknologi baru atau

tidak, proses pembelajaran yang dilakukan akan tetap menggunakan pendekatan

humanis.

2. Landasan Psikologis

Belajar adalah proses yang kompleks dan unik; artinya, sesorang yang

belajar melibatkan segala aspek kepribadiannya, baik fisik maupun mental.

Keterlibatan dari semua aspek kepribadian ini akan nampak dari perilaku

belajar orang itu. Perilaku belajar yang nampak adalah unik; artinya perilaku itu

hanya terjadi pada orang itu dan tidak pada orang lain. Setiap orang memunculkan

perilaku belajar yang berbeda.

Keunikan perilaku belajar ini disebabkan oleh adanya perbedaan

karakteristik yang menentukan perilaku belajar, seperti: gaya belajar (visual vs

auditif), gaya kognitif (field independent vs field dependent ), bakat, minat, tingkat

kecerdasan, kematangan intelektual, dan lainnya yang bisa diacukan pada

karakteristik individual siswa. Perilaku belajar siswa yang kompleks dan unik ini

menuntut layanan dan perlakuan pembelajaran yang kompleks dan unik pula

untuk setiap siswa. Komponen pembelajaran yang bertanggungjawab untuk

menangani masalah ini adalah strategi penyampaian pembelajaran, lebih khusus

lagi media pembelajaran. Strategi (media) pembelajaran haruslah dipilih sesuai

dengan karakteristik individual siswa. Ia sedapat mungkin harus memberikan layanan

4

pada setiap siswa sesuai dengan karakteristik belajarnya. Umpamanya, siswa yang

memiliki gaya belajar visual harus mendapatkan rangsangan belajar visual,

seperti halnya siswa yang memiliki gaya auditif harus mendapatkan rangsangan

belajar auditif.

Landasan psikologis sangat penting diperhatikan dalam penggunaan media

pembelajaran, karena persepsi siswa juga sangat mempengaruhi dalam menentukan

hasil belajar. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan

persepsi, hendaknya diupayakan secara optimal agar proses pembelajaran dapat

berjalan secara efektif. Landasan psikologis perlu diperhatikan karena dengan

pemilihan media yang tepat dapat menarik perhatian siswa dan memberikan kejelasan

objek yang diamatinya selain itu media pembelajaran yang akan digunakan dalam

proses pembelajaran harus disesuaikan dengan pengalaman siswa. Dalam hal

psikologis, anak akan lebih mudah mempelajari hal yang bersifat konkrit daripada

yang bersifat abstrak, ada beberapa pendapat dari beberapa ahli mengenai landasan

psikologis dalam penggunaan media pembelajaran, diantaranya:

a. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Jean Piaget, seorang psikolog dan pendidik berkebangsaan Swiss, terkenal

karena teori pembelajaran berdasarkan tahap yang berbeda-beda dalam

perkembangan intelegensi anak. Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi

pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari

tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan

(aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif

berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan

kemampuan rasional (akal).

Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama

yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia :

5

Gambar 1. Tahap Perkambangan Kognitif Menurut Jean Piaget

1) Periode Sensorimotor (usia 0–2 tahun)

Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga

dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui

diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama

dari empat periode.

Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan

pemahaman spatial / persepsi penting dalam enam sub-tahapan :

a) Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan

berhubungan terutama dengan refleks.

b) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat

bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.

c) Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai

sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara

penglihatan dan pemaknaan.

d) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan

sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek

sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari

sudut berbeda (permanensi objek).

6

e) Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai

delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara

baru untuk mencapai tujuan.

f) Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan

tahapan awal kreativitas.

2) Periode Praoperasional (usia 2–7 tahun)

Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan

mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia

dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul.

Pemikiran (Pra) Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan

secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental

yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar

menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.

Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut

pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri,

seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau

mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.

Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor

dan muncul antara usia dua sampai tujuh tahun. Dalam tahapan ini, anak

mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan

benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih

menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka

cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia

dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan

memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring

pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik.

Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap

benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan. Karakteristik anak pada tahap ini

adalah sebagai berikut:

a) Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya

dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak

rela bila barang miliknya dipegang oleh orang lain.

7

b) Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang

membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka

masih bersifat irreversible.

c) Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus,

dan belum mampu bernalar (reasoning) secara individu dan deduktif.

d) Anak bernalar secara transduktif (dari khusus ke khusus). Anak juga belum

mampu membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti

berbohong. Ini terjadi karena anak belum mampu memisahkan kejadian

sebenarnya dengan imajinasi mereka.

e) Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi).

f) Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang

mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok

yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dan telah mulai mengerti konsep

yang konkrit.

3) Periode Operasional Konkrit (usia 7–11 tahun)

Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia

tujuh sampai sebelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang

memadai.

Proses-proses penting selama tahapan operasional konkrit adalah :

a) Pengurutan adalah kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran,

bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran,

mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling

kecil.

b) Klasifikasi adalah kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi

serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain,

termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda

lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan

logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan

berperasaan)

c) Decentering adalah anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari

suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak

akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya

dibanding cangkir kecil yang tinggi.

8

d) Reversibility adalah anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda

dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat

dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan

4, jumlah sebelumnya.

e) Konservasi adalah memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-

benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek

atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang

seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke

gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak

dengan isi cangkir lain.

f) Penghilangan sifat Egosentrisme berarti kemampuan untuk melihat sesuatu

dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan

cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti

menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian

Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali

ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti

akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu

bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

Ciri-ciri operasi konkret yang lain, yaitu:

a) Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh. Pada tahap ini, seorang anak

mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman dan

objek yang dialami. Menurut Piaget, adaptasi dengan lingkungan disatukan

dengan gambaran akan lingkunganitu.

b) Melihat dari berbagai macam segi. Anak mpada tahap ini mulai mulai dapat

melihat suatu objek atau persoalan secara sediki menyeluruh dengan melihat

apek-aspeknya. Ia tidak hanya memusatkan pada titik tertentu, tetapi dapat

bersam-sam mengamati titik-titik yang lain dalam satu waktu yang bersamaan.

c) Seriasi. Proses seriasi adalah proses mengatur unsur-unsur menurut semakin

besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut. Menurut Piaget, bila

seorang anak telah dapat membuat suatu seriasi maka ia tidak akan mengalami

banyak kesulitaan untuk membuat seriasi selanjutnuya.

d) Klasifikasi menurut Piaget, bila anak yang berumur 3 tahun dan 12 tahun

diberi bermacam-maam objek dan disuruh membuat klasifikasi yang serupa

menjadi satu, ada beberapa kemungkinan yang terjadi.

9

e) Bilangan. Dalam percobaan Piaget, ternyata anak pada tahap praoperasi

konkret belum dapat mengerti soal korespondensi satu-satu dan kekekalan,

namun pada tahap tahap operasi konkret, anak sudah dapat mengerti soal

karespondensi dan kekekalan dengan baik. Dengan perkembangan ini berarti

konsep tentang bilangan bagi anak telah berkembang.

f) Ruang, waktu, dan kecepatan. Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak sudah

mengerti tentang urutan ruang dengan melihat intervaj jarak suatu benda. Pada

umur 8 tahun anak sudan sudah sapat mengerti relasi urutan waktu dan jug

akoordinasi dengamn waktu, dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan

konsep waktu dan kecepatan.

g) Probabilitas. Pada tahap ini, pengertian probabilitas sebagai suatu

perbandingan antara hal yang terjadi dengan kasus-kasus yang mulai

terbentuk.

h) Penalaran. Dalam pembicaraan sehari-hari, anak pada tahap ini jarang

berbicara dengan suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa yang terjadi. Pada

tahap ini, menurut Piaget masih ada kesulitan dalam melihat persoalan secara

menyeluruh.

i) Egosentrisme dan Sosialisme. Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu

egosentris dalam pemikirannya. Ia sadar bahwa orang lain dapat mempunyai

pikiran lain.

4) Periode Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif

dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat

pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah

diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan

menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang

dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat

segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu”

di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat

terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa

secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan

perkembangan sosial.

10

Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap

ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa

dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

Sifat pokok tahap operasi formal adalah pemikiran deduktif hipotesis, induktif

sintifik, dan abstrak reflektif.

a) Pemikiran Deduktif Hipotesis

Pemikiran deduktif adalah pemikiran yang menarik kesimpulan yang spesifik

dari sesuatu yang umum. Kesimpulan benar hanya jika premis-premis yang

dipakai dalam pengambilan keputusan benar. Alasan deduktif hipotesis adalah

alasan/argumentasi yang berkaitan dengan kesimpulan yang ditarik dari

premis-premis yang masih hipotetis. Jadi, seseorang yang mengambil

kesimpulan dari suatu proposisi yang diasumsikan, tidak perlu berdasarkan

dengan kenyataan yang real.

Dalam pemikiran remaja, Piaget dapat mendeteksi adaanya pemikiran yang

logis, meskipun para remaja sendiri pada kenyataannya tidak tahu atau belum

menyadari bahwa cara berpikir mereka itu logis. Dengan kata lain, model logis

itu lebih merupakan hasil kesimpulan Piaget dalam menafsirkan ungkapan

remaja, terlepas dari apakah para remaja sendiri tahu atau tidak.

b) Pemikiran Induktif Sintifik

Pemikiran induktif adalah pengambilan kesimpulan yang lebih umum

berdasarkan kejadian-kejadian yang khusus. Pemikiran ini disebut juga dengan

metode ilmiah. Pada tahap pemikiran ini, anak sudah mulai dapat membuat

hipotesis, menentukan eksperimen, menentukan variabel control, mencatat

hasi, dan menarik kesimpulan. Disamping itu mereka sudah dapat memikirkan

sejumlah variabel yang berbeda pada waktu yang sama.

c) Pemikiran Abstraksi Reflektif

Menurut Piaget, pemikiran analogi dapat juga diklasifikasikan sebagai

abstraksi reflektif karena pemikiran itu tidak disimpulkan dari pengalaman.

b. Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Kajian psikologis menyatakan bahwa anak akan lebih mudah

mempelajarai hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan

continuum konkret-abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media

pembelajaran, ada beberapa pendapat. Pertama, bahwa dalam proses pembelajaran

hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film (iconic

11

representation of experiment) kemudian ke belajar dengan simbol, yaitu

menggunakan kata-kata (symbolic representation). Hal ini juga berlaku tidak

hanya untuk anak, tetapi juga untuk orang dewasa. Kedua, bahwa sebenarnya nilai

dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, ia

membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang paling

abstrak. Ketiga, membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari siswa yang

berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kmeudian menuju siswa sebagai

pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siswa sebagai pengamat terhadap

kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir siswa sebagai pengamat

kejadian yang disajikan dengan symbol. Jenjang konkrit-abstrak ini ditunjukkan

dengan bagan dalam bentuk kerucut pengalaman (cone of experience).

Gambar 2. Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Bermacam peralatan dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan

pesan materi pelajaran kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran untuk

menghindari verbalisme yang masih mengkin terjadi kalau hanya digunakan alat

bantu visual semata. Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan

pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale melukiskannya dalam sebuah kerucut

yang kemudian dinamakan Kerucut Pengalaman Edgar Dale.

Kerucut pengalaman menjadi acuan secara luas untuk menentukan alat

bantu atau media pembelajaran apa yang sesuai agar siswa memperoleh

pengalaman belajar secara mudah. Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh

12

Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh

siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari,

proses mengamati, dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses

mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret media pembelajaran yang

digunakan siswa dalam proses pembelajaran, contohnya melalui pengalaman

langsung, maka semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Sebaliknya

semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan

bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.

Efektifitas penggunaan media pembelajaran bukan ditentukan oleh

seberapa canggih dan modernnya alat yang digunakan oleh guru dalam proses

pembelajaran, melainkan kesesuaian media tersebut dengan materi pelajaran yang

diajarkan. Sangat dimungkinkan guru mengajar tanpa bantuan media

pembelajaran, karena materi yang disajikan adalah materi atau konsep yang

sederhana dan tidak terlalu abstrak. Sehingga cukup dengan memberi penjelasan

secara verbal saja materi pelajaran yang disampaikan dapat dipahami oleh siswa

dengan baik.

3. Landasan Teknologis

Daryanto (2011:15) memaparkan landasan teknologis dalam penggunaan

media pembelajaran dimana Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek

perancangan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, dan penilaian proses dan

sumber belajar. Jadi, teknologi pembelajaran merupakan proses kompleks dan terpadu

yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis

masalah, mencari cara pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola

pemecahan masalah-masalah dalam situasi di mana kegiatan belajar itu mempunyai

tujuan dan terkontrol. Dalam teknologi pembelajaran, pemecahan masalah dilakukan

dalam bentuk: kesatuan komponen-komponen sistem pembelajaran yang telah disusun

dalam fungsi disain atau seleksi, dan dalam pemanfaatan serta dikombinasikan

sehingga menjadi sistem pembelajaran yang lengkap.

Ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang pengertian teknologi

pendidikan. Istilah yang digunakan dalam bahasa inggris adalah instructional

technology, atau educational technology. Salah satunya, pendapat yang dikemukakan

oleh Commission on Instructional Technology yang meyatakan bahwa “instructional

technology means the media born of the communication revolution which can be used

for instructional purpose alongside the teacher, the book, and the blackboard”. Jadi

13

yang diutamakan ialah media komunikasi yang berkembang secara pesat sekali yang

dimanfaatkan dalam pendidikan.

Pada hakikatnya teknologi pendidikan adalah suatu pendekatan yang

sistematis dan kritis tentang pendidikan. Teknologi pendidikan memandang soal

mengajar dan belajar sebagai masalah atau problem yang harus dihadapi secara

rasional dan ilmiah. Ada dua pendekatan dalam memberikan pengertian teknologi

pendidikan, yaitu:

a. Teknologi pendidikan sebagai suatu pendekatan perangkat keras (hardware

approach). Menurut pendekatan ini teknologi pendidikan mengandung makna

sebagai pemanfaatan atau penggunaan peralatan yang canggih dalam sistem

pendidikan.

b. Teknologi pendidikan sebagai suatu pendekatan perangkat lunak (software

approach). Menurut pendekatan ini teknologi pendidikan merupakan aplikasi

prinsip-prinsip ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan.

Setiap bidang pekerjaan supaya berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan

memerlukan prinsip-prinsip yang diperhatikan oleh pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya. Prinsip adalah ranbu-rambu atau pedoman yang harus dipegangi dalam

upaya pemecahan masalah-masalah belajar, teknologi pendidikan. Ada tiga prinsip

dasar yang digunakan dalam mengembangkan teknologi pendidikan, yaitu: 1)

berorientasi pada si-belajar (learning oriented), 2) menggunakan pendekatan sistem,

dan 3) pemanfaatan sumber belajar secara luas dan maksimal (Karti Soeharto, dkk.,

1995:9-10).

Pengaruh penerapan teknologi pendidikan terhadap pengambilan keputusan

pendidikan, yaitu: penetapan isi, rancangan pembelajaran, produksi bahan

pembelajaran, evaluasipembelajara, interaksi dengan si-belajar, dan penilaian belajar.

Pengaruh penerapan teknologi pendidikan terhadap pola pembelajaran dapat

diidentifikasi yaitu: pola pembelajaran tradisional dalam bentuk tatap muka guru-

peserta didik, pola pembelajaran guru dengan media, pola pembelajaran dimana

kurikulum sampai kepada peserta didik melalui interaksi langsung antara peserta didik

dengan sumber-sumber belajar, dan pola pembelajaran langsung yang “bermedia

saja”.

4. Landasan Empiris

Daryanto (2011:16) memaparkan landasan empiris dalam penggunaan media

pembelajaran dimana temuan-temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat

14

interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan karakteristik belajar siswa

dalam menentukan hasil belajar siswa. Artinya, siswa akan mendapat keuntungan

yang signifikan bila ia belajar dengan menggunakan media yang sesuai dengan

karakteristik tipe atau gaya belajarnya. Siswa yang memilih tipe belajar visual akan

lebih memperoleh keuntungan bila pembelajaran menggunakan media visual, seperti

gambar, diagram, video, atua film. Sementara siswa yang memilih tipe belajar auditif,

akan lebih suka belajar dengan media audio, seperti radio, rekaman suara, atau

ceramah guru. Akan kebih tepat dan menguntungkan siswa dari kedua tipe belajar

tersebut jika menggunakan media audio-visual. Berdasarkan landasan rasional empiris

tersebut, maka pemilihan media pembelajaran hendaknya jangan atas dasar kesukaan

guru, tetapi harus mempertimbangkan kesesuaian antara karakteristik peserta didik,

karakteristik materi atau mata pelajaran, dan karakteristik media itu sendiri.

Agar penggunaan media pembelajaran berlangsung efektif, guru sebaiknya

memahami gaya-gaya belajar siswa, berikut akan dipaparkan gaya-gaya belajar siswa.

Gaya belajar siswa atau student learning style dapat diartikan sebagai karakteristik

kognitif, afektif, dan perilaku psikologis seorang siswa tentang bagaimana dia

memahami sesuatu, berinteraksi dan merespons lingkungan belajarnya, yang bersifat

unik dan relatif stabil.

a. Gaya Belajar Menurut David Kolb

Dalam berbagai literatur tentang belajar dan pembelajaran, kita akan

menjumpai sejumlah konsep tentang gaya belajar siswa, dan salah satunya adalah

gaya belajar sebagaimana dikemukakan oleh David Kolb, salah seorang ahli

pendidikan dari Amerika Serikat, yang mempopulerkan teori belajar “Experiential

Learning”. Kolb mengklasifikasikan gaya belajar Siswa ke dalam empat

kecenderungan utama yaitu:

1) Concrete Experience (CE). Siswa belajar melalui perasaan (feeling), dengan

menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih mementingkan relasi

dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Siswa

melibatkan diri sepenuhnya melalui pengalaman baru, siswa cenderung lebih

terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.

2) Abstract Conceptualization (AC). Siswa belajar melalui pemikiran (thinking)

dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan

pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi. Siswa

15

menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi

teori yang sehat, dengan mengandalkan pada perencanaan yang sistematis.

3) Reflective Observation (RO). Siswa belajar melalui pengamatan (watching),

penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari

berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati.

Siswa akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk

opini/pendapat, siswa mengobservasi dan merefleksi pengalamannya dari

berbagai segi.

4) Active Experimentation (AE). Siswa belajar melalui tindakan (doing),

cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani

mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Siswa

akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan,

pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya. Siswa menggunakan teori

untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan.

Gambar 3. Gaya Belajar Menurut David Kolb

Kolb mengemukakan, bahwa setiap individu tidak didominasi oleh satu

gaya belajar tertentu secara absolut, tetapi cenderung membentuk kombinasi dan

konfigurasi gaya belajar tertentu, yang diklasifikasikannya ke dalam 4 (empat)

tipe:

16

Gambar 4. Kombinasi dan Konfigurasi Gaya Belajar Kolb

1) Tipe 1. Diverger.

Tipe ini perpaduan antara Concrete Experience (CE) dan Reflective

Observation (RO), atau dengan kata lain kombinasi dari perasaan (feeling) dan

pengamatan (watching). Siswa dengan tipe Diverger memiliki keunggulan

dalam kemampuan imajinasi dan melihat situasi kongkret dari banyak sudut

pandang yang berbeda, kemudian menghubungkannya menjadi sesuatu yang

bulat dan utuh. Pendekatannya pada setiap situasi adalah “mengamati” dan

bukan “bertindak”. Siswa seperti ini menyukai tugas belajar yang

menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide dan gemar mengumpulkan berbagai

informasi, menyukai isu tentang kesusastraan, budaya, sejarah, dan ilmu-ilmu

sosial lainnya. Mereka biasanya lebih banyak bertanya “Why?”. Peran dan

fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai

Motivator.

2) Tipe 2. Assimilator.

Tipe kedua ini perpaduan antara Abstract Conceptualization (AC) dan

Reflective Observation (RO) atau dengan kata lain kombinasi dari pemikiran

(thinking) dan pengamatan (watching). Siswa dengan tipe Assimilator

memiliki keunggulan dalam memahami dan merespons berbagai sajian

informasi serta mengorganisasikan merangkumkannya dalam suatu format

yang logis, singkat, dan jelas. Biasanya siswa tipe ini cenderung lebih

teoritis, lebih menyukai bekerja dengan ide serta konsep yang abstrak,

daripada bekerja dengan orang. Mata pelajaran yang yang diminatinya adalah

17

bidang sains dan matematika. Mereka biasanya lebih banyak bertanya

“What?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini

adalah sebagai seorang Expert.

3) Tipe 3. Converger.

Tipe ini perpaduan antara Abstract Conceptualization (AC) dan Reflective

Observation (RO) atau dengan kata lain kombinasi dari berfikir (thinking) dan

berbuat (doing). Siswa mampu merespons terhadap berbagai peluang dan

mampu bekerja secara aktif dalam setiap tugas yang terdefinisikan secara

baik. Siswa gemar belajar bila menghadapi soal dengan jawaban yang pasti,

dan segera berusaha mencari jawaban yang tepat. Dia mau belajar secara trial

and error hanya dalam lingkungan yang dianggapnya relatif aman dari

kegagalan. Siswa dengan tipe Converger unggul dalam menemukan fungsi

praktis dari berbagai ide dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang

baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka juga

cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif). Dia cenderung tidak

emosional dan lebih menyukai bekerja yang berhubungan dengan benda dari

pada manusia, masalah sosial atau hubungan antar pribadi. Mata pelajaran

yang yang diminati adalah bidang IPA dan teknik. Mereka biasanya lebih

banyak bertanya “How?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk

menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang Coach, yang dapat

menyediakan praktik terbimbing dan dapat memberikan umpan balik yang

tepat.

4) Tipe 4. Accomodator

Tipe ini perpaduan antara Concrete Experience (CE) dan Active

Experimentation (AE) atau dengan kata lain kombinasi antara merasakan

(feeling) dengan berbuat (doing). Siswa tipe ini senang mengaplikasikan

materi pelajaran dalam berbagai situasi baru untuk memecahkan berbagai

masalah nyata yang dihadapinya. Kelebihan siswa tipe ini memiliki

kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya

sendiri. Mereka suka membuat rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai

pengalaman baru yang menantang. Dalam usaha memecahkan masalah,

mereka biasanya mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan

masukan/informasi) dibanding analisa teknis. Mereka cenderung untuk

bertindak berdasarkan intuisi/dorongan hati daripada berdasarkan analisa

18

logis, sering menggunakan trial and error dalam memecahkan masalah,

kurang sabar dan ingin segera bertindak. Bila ada teori yang tidak sesuai

dengan fakta cenderung untuk mengabaikannya. Mata pelajaran yang

disukainya yaitu berkaitan dengan lapangan usaha (bisnis) dan teknik. Mereka

biasanya lebih banyak bertanya “What if?”. Peran dan fungsi guru dalam

berhadapan dengan siswa tipe ini adalah berusaha menghadapkan siswa pada

“open-ended questions”, memaksimalkan kesempatan siswa untuk

mempelajari dan menggali sesuatu sesuai pilihannya. Penggunaan Metode

Problem-Based Learning tampaknya sangat cocok untuk siswa tipe yang

keempat ini.

b. Gaya Belajar Visual, Auditori, dan Kinestetik

Agar proses belajar dapat efektif penggunaan media pembelajaran juga

perlu disesuaikan dengan tipe atau gaya belajar peserta didik. Gaya belajar adalah

kecenderungan orang untuk menggunakan cara tertentu dalam belajar dan

ketertarikan siswa dalam menggunakan media pembelajaran. Secara umum ada

tiga macam gaya belajar, yaitu:

Gambar 5. Macam-Macam Gaya Belajar

1) Gaya Belajar Visual

Gaya belajar ini menitikberatkan melalui apa yang dilihat. Bagi siswa

yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata

atau penglihatan (visual), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan

guru sebaiknya lebih banyak atau dititikberatkan pada peragaan atau media,

19

ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau

dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau

menggambarkannya di papan tulis. Dengan demikian gaya belajar visual yang

sifatnya eksternal, ia menggunakan materi atau media yang bisa dilihat atau

mengeluarkan tanggapan indera penglihatan. Materi atau media pembelajaran

yang digunakan adalah buku, poster, majalah, rangka tubuh manusia, alat peta

kit. Sedangkan gaya belajar visual yang bersifat internal adalah menggunakan

imajinasi sebagai sumber informasi.

Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh

dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka

cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka

berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat

dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku

pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka

mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

Ciri-ciri gaya visual adalah teliti terhadap yang detail, mengingat

dengan mudah apa yang dilihat, mempunyai masalah dengan instruksi lisan,

tidak mudah terganggu dengan suara gaduh, pembaca cepat dan tekun, lebih

suka membaca dari pada dibacakan, lebih suka metode demonstrasi dari pada

ceramah, bila menyampaikan gagasan sulit memilih kata, rapih dan teratur,

dan penampilan sangat penting.

2) Gaya Belajar Auditori

Gaya belajar ini cenderung menggunakan pendengaran atau audio

sebagai sarana dalam melakukan pembelajaran. Gaya belajar auditori yang

bersifat eksternal adalah dengan mengeluarkan suara atau memerlukan suara.

Mereka dapat membaca dengan keras, mendengarkan rekaman kuliah, diskusi

dengan teman, mendengarkan musik. Gaya belajar auditori yang bersidat

internal adalah memerlukan suasana yang tenang atau hening sebelum

mempelajari sesuatu. Setelah itu diperlukan perenungan beberapa saat

terhadap materi apa saj yang telah dikuasai dan yang belum.

Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya

melalui telinga (alat pendengarannya), untuk itu maka guru sebaiknya harus

memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang

mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan

20

menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak

auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch

(tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi

tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori

mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat

dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

Ciri-ciri gaya belajar auditorial adalah bicara pada diri sendiri saat

bekerja, konsentrasi mudah terganggu oleh suara ribut, senang bersuara keras

ketika membaca, sulit menulis tapi mudah bercerita, pembicara yang fasih,

sulit belajar dalam suasana bising, lebih suka musik dari pada lukisan, bicara

dalam irama yang terpola, lebih suka gurauan lisan dari pada membaca buku

humor, dan mudah menirukan nada, irama dan warna suara.

3) Gaya Belajar Kinestetik

Orang yang bergaya belajar kinestetik belajar melalui gerakan-gerakan

sebagai sarana memasukkan informasi ke dalam otaknya. Penyentuhan dengan

bidang objek sangat disukai karena mereka dapat memahami sesuatu dengan

sendiri. Gaya belajar jeis ini yang bersifat eksternal adalah melibatkna

kegiatan fisik, membuat model, memainkan peran, berjalan dan sebaginya.

Sedangkan gaya belajar jenis ini yang bersifat internal lebih menekankan pada

kejelasan makna dan tujuan sebelum mempelajari sesuatu hal.

Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui

bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam

berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi

sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan

sentuhan.Ciri-ciri gaya belajar kinestetik adalah berbicara dengan perlahan,

menanggapi perhatian fisik, menyentuh orang untuk mendapat perhatian,

banyak bergerak dan selalu berorientasi pada fisik, menggunakan jari sebagai

penunjuk dalam membaca, banyak menggunakan isyarat tubuh, tidak bisa

diam dalam waktu lama, menyukai permainan yang menyibukkan, selalu ingin

melakukan sesuatu, dan tidak mudah mengingat letak geografis.

5. Prinsip Penggunaan Media

Ada beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan oleh pengajar dalam

memilih dan menggunakan media pembelajaran, yaitu:

21

a. Tidak ada satu media yang paling unggul untuk semua tujuan. Satu media hanya

cocok untuk tujuan pembelajaran tertentu, tetapi mungkin tidak cocok untuk yang

lain.

b. Media adalah bagian intregal dari proses pembelajaran. Hal ini berarti

bahwa media bukan hanya sekedar alat bantu mengajar pengajar saja., tetapi

merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran.

Penetapan suatu media haruslah sesuai dengan komponen yang lain dalam

perancangan instruksional. Tanpa alat bantu mengajar mungkin pembelajaran

tetap dapat berlangsung, tetapi tanpa media pembelajaran itu tidak akan terjadi.

c. Media apapun yang hendak digunakan, sasaran akhirnya adalah untuk

memudahkan belajar siswa. Kemudahan belajar siswa haruslah dijadikan

acuan utama pemilihan dan penggunaan suatu media.

d. Penggunaan berbagai media dalam satu kegiatan pembelajaran bukan hanya

sekedar selingan/pengisi waktu atau hiburan, melainkan mempunyai tujuan yang

menyatu dengan pembelajaran yang sedang berlangsung.

e. Pemilihan media hendaknya obyektif (didasarkan pada tujuan pembelajaran),

tidak didasarkan pada kesenangan pribadi.

f. Penggunaan beberapa media sekaligus akan dapat membingungkan siswa.

Penggunaan multimedia tidak berarti menggunakan media yang banyak sekaligus,

tetapi media tertentu dipilih untuk tujuan tertentu dan media yang lain

untuk tujuan yang lain pula.

g. Kebaikan dan keburukan media tidak tergantung pada kekonkritan dan

keabstrakannya. Media yang kongkrit wujudnya, mungkin sukar untuk dipahami

karena rumitnya, tetapi media yang abstrak dapat pula memberikan

pengertian yang tepat.

Dalam proses belajar mengajar seorang guru belum cukup apabila hanya

mengetahui kegunaan dan mengetahui penggunaan media pembelajaran, melainkan

harus mengetahui dan terampil bagaimana cara menggunakannya. Sehubungan

dengan hal itu, ada beberapa prinsip/kriteria penggunaan media yang perlu

dipedomani oleh guru dalam proses belajar mengajar yaitu :

a. Ketepatan dengan tujuan pembelajaran, artinya media pembelajaran dipilih atas

dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan

b. Dukungan terhadap isi bahan pembelajaran, artinya bahan pelajaran yang sifatnya

fakta, prinsip yang sangat memerlukan bantuan media agar mudah dipahami siswa

22

c. Kemudahan memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah

memperolehnya, setidak-tidaknya dapat dibuat oleh guru pada saat mengajar atau

mungkin sudah tersedia di sekolah

d. Ketrampilan guru dalam menggunakan media, apapun jenis media yang

diperlukan syarat utama adalah guru harus dapat menggunakan dalam proses

pembelajaran

e. Tersedianya waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat

bermanfaat bagi siswa pada saat pelajaran berlangsung

f. Sesuai dengan taraf berfikir siswa sehingga makna yang terkandung didalamnya

dapat dipahami siswa.

6. Nilai Praktis Media pembelajaran

Sebagai komponen dari sistem instruksional, media mempunyai nilai-nilai

praktis berupa kemampuan, antara lain untuk:

a. Konkritisasi konsep yang abstrak (sistem peredaran darah)

b. Membawa pesan dari objek yang berbahaya dan sukar, atau bahkan tak

mungkin dibawa ke dalam lingkungan belajar (binatang buas, letusan gunung

berapi)

c. Menampilkan objek yang terlalu besar (Candi Borobudur, Monas)

d. Menampilkan objek yang tidak dapat diamati oleh mata telanjang (bakteri,

struktur logam)

e. Mengamati gerakan yang terlalu cepat (lompat indah, putaran roda, yang

keduanya di-slow motion)

f. Memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan lingkungan

g. Memungkinkan pengamatan dan persepsi yang seragam bagi pengalaman belajar

siswa.

h. Membangkitkan motivasi siswa

i. Memberi kesan perhatian individual bagi anggauta kelompok belajar

j. Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun

disimpan menurut kebutuhan

C. Posisi Media Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan suatu komunikasi antara guru selaku pemberi

pesan atau materi dengan siswa selaku penerima pesan. Selain itu dalam proses

pembelajaran terdapat proses komunikasi yang berlangsung dalam suatu sistem, dan di

23

dalamnya terdapat media pembelajaran sebagai salah satu komponen sistem

pembelajaran tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat proses belajar

mengajar yang pada dasarnya merupakan proses komunikasi. Dalam proses

komunikasi tersebut, guru bertindak sebagai komunikator (communicator) yang

bertugas menyampaikan pesan pendidikan (message) kepada penerima pesan

(communican) yaitu anak. Agar pesan pesan pembelajaran yang disampaikan guru

dapat diterima dengan baik oleh anak, maka dalam proses komunikasi pembelajaran

tersebut diperlukan wahana penyalur pesan yang disebut media pembelajaran.

Gambar 6. Proses Komunikasi Pembelajaran

Seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran hendaknya memiliki

gagasan yang ditunjukan dalam desain pembelajaran, sebagai titik awal dalam

melaksanakan komunikasi dengan siswa. Karena itu, diperlukan pemahaman tentang

unsur -unsuryang dapat menunjang proses komunikasi serta tujuan dari komunikasi.

Agar proses komunikasi pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien, guru perlu

menggunakan media untuk merangsang siswa dalam belajar. Jadi posisi media dalam

proses pembelajaran yaitu untuk menunjang proses pembelajaran, sehingga penyajian

atau konsep-konsep materi pelajaran yang akan diajarkan dan diterima oleh siswa

menjadi lebih konkrit sehingga dapat dicerna dan dipahami dengan baik oleh siswa.

Sebagai suatu sistem pembelajaran media pembelajaran menempati posisi yang

cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa penggunaan

media pembelajaran, proses komunikasi seringkali tidak berlangsung efektif dan efisien

sehingga proses pembelajaran sebagai suatu proses komunikasi dapat dipastikan tidak

24

berlangsung secara optimal. Berikut gambar posisi media pembelajaran sebagai

komponen komunikasi menurut Daryanto (2011:7):

Gambar 7. Posisi Media dalam Sistem Pembelajaran

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa ide (dalam hal ini materi atau

pesan pembelajaran) yang berasal dari sumber (guru) yaitu pesan yang disampaikan

berupa konsep atau kode-kode tertentu yang belum dapat dicerna atau diterima dengan

baik oleh siswa. Kemudian peran atau posisi media disini berupa alat yang berfungsi

menyampaikan pesan atau materi pembelajaran kepada siswa sehingga siswa dapat

melakukan penafsiran kode atau pesan-pesan pembelajaran tersebut sehingga setelah

melakukan penafsiran terhadap pesan yang diberikan oleh guru melalui media

pembelajaran siswa menjadi dapat dengan baik memahami dan mengerti pesan yang

disampaikan. Setelah siswa mengerti materi yang disampaikan siswa akan mengerti dan

secara langsung ataupun tidak langsung memberikan umpan balik kepada guru.

Selain posisi media pembelajarn dalam sebuah sistem pembelajaran, media

pembelajaran juga menempati posisi dalam desain pembelajaran. Berikut gambar posisi

media dalam desain pembelajaran.

25

Gambar 8. Posisi Media dalam Desain Pembelajaran

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan posisi media dalam sistem

pembelajaran. Dalam sistem pembelajaran terdapat beberapa komponen seperti pada

gambar diatas. Posisi media dalam sistem pembelajaran terdapat di dalam strategi

penyampaian pesan pembelajaran yaitu dimana media mempunyai peran menyampaikan

pesan-pesan pembelajaran, sehingga terjadi pembelajaran yang efektif, efisien dan

mempunyai daya tarik sehingga siswa bersemangat dalam melakukan proses

pembelajaran.

D. Fungsi Media Pembelajaran

Dalam suatu proses pembelajaran, sebuah media mempunyai fungsi yang cukup

vital dikarenakan media mempunyai fungsi sebagai pembawa pesan atau informasi dari

guru (sumber) menuju kepada siswa (penerima). Dalam proses penyampaian pesan

melalui media digunakan sebuah metode. Metode merupakan suatu prosedur yang

digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran untuk membantu siswa agar dapat

menerima dan mengolah pesan atau informasi uang bertujuan untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan. Berikut gambar fungsi media dalam proses

pembelajaran (Daryanto: 2011:8):

26

Gambar 9. Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran

Belajar tidak selamanya bersentuhan dengan hal - hal yang kongkrit, baik dalam

konsep maupun faktanya. Bahkan dalam realitasnya belajar seringkali bersentuhan

dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya dan berada di balik realitasnya. Karena itu

media memiliki andil untuk menjelaskan hal - hal yang abstrak dan menunjukan hal - hal

yang tersembunyi. Ketidak jelasan atau kerumitan bahan ajar dapat dibantu dengan

menghadirkan media sebagai perantara. Bahkan dalam hal - hal tertentu media dapat

mewakili kekurangan guru dalam mengkomunikasikan materi pelajaran. Namun perlu

diingat bahwa peranan media tidak akan terlihat apabila penggunaanya tidak sejalan

dengan esensi tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Karena itu tujuan pembelajaran

harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Manakala diabaikan

maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran tetapi sebagai penghambat dalam

pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

Sebagai pentingnya peran media dalam pengajaran, namun tetap tidak bisa

menggeser peran guru, karena media hanya berup alat bantu yang memfasilitasi guru

dalam pembelajaran. Oleh karena itu guru tidak dibenarkan menghindar dari

kewajibannya sebagai pengajar dan pendidik untuk tampil di hadapan anak didik dengan

seluruh kepribadiannya. Dalam proses belajar mengajar, fungsi media menurut Nana

Sudjana (1991) yakni: :

1. Penggunaan media dalam proses mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi

mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar

mengajar yang efektif.

2. Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yangintegral dari keseluruhan

situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran merupakan salah satu unsur

yang harus dikembangkan guru.

3. Media dalam pengajaran penggunaannya bersifat integral dengan tujuan dan isi

pelajaran.

27

4. Penggunaan media bukan semata - mata sebagai alat huburan yang digunakan hanya

sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa.

5. Penggunaan media dalam proses pembelajaran lebih diutamakan untuk mempercepat

proses belajar dan membantu siswa dalam menagkap pengertian yang diberikan guru.

6. Pengguna media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar

mengajar.

Lebih detil lagi dapat di paparkan penggunaan media dalam proses pembelajaran yaitu:

1. Menarik perhatian siswa.

2. Membantu untuk mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran.

3. Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis (dalam bentuk kata - kata

tertulis atau lisan).

4. Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu

5. Pembelajaran lebih komunikatif dan produktif.

6. Waktu pembelajaran lebih dikondisikan.

7. Menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar.

8. Meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari sesuatu atau menimbulkan gairah

belajar.

9. Melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam.

10. Meningkatkan tingkat keaktifan atau keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

11. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber

belajar.

12. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual,

auditori dan kinestetiknya.

13. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan

persepsi yang sama.

Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa fungsi dari media pembelajaran yaitu

media yang mampu menampilkan serangkaian peristiwa secara nyata terjadi dalam waktu

lama dan dapat disajikan dalam waktu singkat dan suatu peristiwa yang digambarkan

harus mampu mentransfer keadaan sebenarnya, sehingga tidak menimbulkan adanya

verbalisme. Keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena

seperti yang dikemukakan oleh Edgar Dale (Sadiman, dkk, 2003:7-8) dalam klasifikasi

pengalaman menurut tingkat dari yang paling konkrit ke yang paling abstrak, dimana

partisipasi, observasi, dan pengalaman langsung memberikan pengaruh yang sangat besar

terhadap pengalaman belajar yang diterima siswa. Penyampaian suatu konsep pada siswa

28

akan tersampaikan dengan baik jika konsep tersebut mengharuskan siswa terlibat

langsung didalamnya bila dibandingkan dengan konsep yang hanya melibatkan siswa

untuk mengamati saja. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dengan penggunaan media

pembelajaran diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret

kepada siswa dan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

E. Klasifikasi dan Karakteristik Media Pembelajaran

Upaya pengklasifikasian media dapat mengungkapkan karakteristik atau ciri-

ciri suatu media berbeda menurut tujuan atau maksudnya pengelompokannya. Dari

beberapa perkembangan media muncul beberapa klasifikasi menurut kesamaan ciri

atau karakteristiknya. Ada berbagai pengklasifikasian media yang disesuaikan

menurut tujuan atau maksud pengelompokannya. Ada banyak media pembelajaran,

mulai dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks dan rumit, mulai dari yang

hanya menggunakan indera mata hingga perpaduan lebih dari satu indera. Dari yang

murah dan tidak memerlukan listrik hingga yang mahal dan sangat tergantung pada

perangkat keras. Para ahli memiliki pandangan atau pendapat yang berbeda dalam

membuat klasifikasi atau mengelompokkan jenis media yang biasa digunakan dalam

proses pembelajaran pada siswa. Terdapat beberapa pakar yang mengelompokkan

jenis media pelajaran yang didasarkan pada sifat, karakteristik pesan yang

disapaikan, ataupun dari rumit sederhananya media tersebut. Oleh karena itu

pengelompokkan media pembelajaran berbeda antara ahli yang satu dengan yang

lainnya, antara lain menurut :

1. Wilbur Schramm

Media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan media sederhana. Schramm

juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan, yaitu (1)

liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan facsimile; (2) liputan terbatas

pada ruangan, seperti film, video, slide, poster audio tape; (3) media untuk belajar

individual, seperti buku, modul, program belajar dengan komputer dam telpon.

2. Gagne

Media diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu benda untuk

didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak,

film bersuara, dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut

dikaitkan dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang

dikembangkan,yaitu pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh

29

prilaku belajar, member kondisi eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan

alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik.

3. Edgar Dale

Media di golongkan menurut pengalaman belajar siswa yaitu : dari pengalaman yang

bersifat konkrit hingga yang bersifat abstrak, yaitu dengan jenjang sebagai berikut :

a. Direct Purposefull Experience (pengalaman melalui pengalaman langsung

dan bertujuan)

b. Contrived Experience (pengalaman melalui tiruan)

c. Dramatic Experience (pengalaman melalui dramatisasi)

d. Demonstran Experience (pengalaman melalui demonstrasi seperti tarian, pakaian

dsb).

e. Field Trip (pengalaman melalui karya wisata)

f. Exhibit (pengalaman melalui pameran)

g. Televisi

h. Motion Picture (pengalaman melalui gambar hidup)

i. Recording, radio, still picture (rekaman, radio, gambar diam)

j. Visual Symbol (lambang visual)

k. Verbal Symbols (lambang verbal)

4. Allen

Media diklasifikasikan menjadi sembilan kelompok media, yaitu: visual diam,

film, televisi, obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi,

buku teks cetak, dan sajian lisan. Di samping mengklasifikasikan, Allen juga

mengaitkan antara jenis media pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai. Allen melihat bahwa, media tertentu memiliki kelebihan untuk tujuan

belajar tertentu tetapi lemah untuk tujuan belajar yang lain. Allen mengungkapkan

enam tujuan belajar, antara lain : info faktual, pengenalan visual, prinsip dan konsep,

prosedur, keterampilan, dan sikap. Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan

kemampuan untuk mencapai tujuan belajar; ada tinggi, sedang, dan rendah.

5. Ibrahim

Media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks tidaknya alat dan

perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu media tanpa proyeksi dua dimensi; media

tanpa proyeksi tiga dimensi; media audio; media proyeksi; televisi, video, komputer.

30

6. Nana Sudjana

Media diklasifikasikan membagi dua jenis media yaitu : Media dua dimensi dan

media tiga dimensi. Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram,

poster, kartun, komik, dan lain-lain. Media grafis sering disebut juga media dua

dimensi yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Sedangkan media

tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid), model

menampang, model susun, model kerja, mock-up, diorama.

7. Kemp dan Dayton

Media diklasifikasikan menjadi sembilan kelompok media, yaitu: Media cetak, Media

pajang, Overhead transparacies (OHT) dan Overhead Projector (OHP), Rekaman

audiotape, Slide dan filmstrip, Penyajian multi-image, Rekaman video dan film,

dan Komputer.

8. Gerlach dan Ely

Media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas delapan kelompok, yaitu

benda sebenarnya, presentasi verbal, presentasi grafis, gambar diam, gambar

bergerak, rekaman suara, pengajaran terprogram, dan simulasi

9. Anderson

Memaparkan kelompok media instruksional sebagai berikut:

NO Kelompok Media Media Instruksional

1 Audio

Pita Audio (Rol Atau Kaset)

Piringan Audio

Radio (Rekaman Siaran)

2 Cetak

Buku Teks Terprogram

Buku Pegangan/Manual

Buku Tugas

3 Audio – Cetak Buku Latihan Dilengkapi Kaset

Gambar/Poster (Dilengkapi Audio)

4 Proyek Visual Diam Film Bingkai (Slide)

Film Rangkai (Berisi Pesan Verbal)

5 Proyek Visual Diam dengan

Audio

Film Bingkai (Slide) Suara

Film Rangkai Suara

6 Visual Gerak Film Bisu Dengan Judul (Caption)

7 Visual Gerak dengan Audio Film Suara

Video/Vcd/Dvd

8 Benda Benda Nyata

Model Tirual (Mock Up)

Tabel 1. Klasifikasi Media Menurut Anderson

31

10. Rudy Bretz

Mengklasifikasikan ciri utama media menjadi tiga unsur pokok, yaitu: suara, visual,

dan gerak. Di samping itu Bretz juga membedakan antara media siar

(telecomunication) dan media rekam (recording), sehingga terdapat delapan

klasifikasi media, yaitu : (1) media audio visual gerak, (2) media audio visual diam,

(3) media audio semi gerak, (4) media visual gerak, (5) media visual diam, (6) media

semi gerak, (7) media audio, dan (8) media cetak.

11. Taksonomi Menurut Briggs

Taksonomi oleh Briggs lebih mengarah kepada karakteristik siswa, tugas

instruksional, bahan dan transmisinya. Briggs mengidentifikasikan tiga macam

media yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar antara lain: objek,

model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pelajaran terprogram,

papan tulis, media transparansi, film bingkai, film rangkai, film gerak, televisi dan

gambar. Matriks taksonomi media menurut Briggs dilukiskan seperti gambar di

bawah ini.

32

KARAKTERISTIK SISWA PERSYARATAN MATERI TRANSMISI

Kel

om

pok (

100)

Kel

om

pok (

30

-100)

Kel

om

pok (

2-3

0)

Indiv

idual

Vis

ual

Pen

den

gar

an

Kec

epat

an B

elaj

ar

Res

pon

Man

dir

i

Ger

akan

Wak

tu

Uru

tan T

etap

Uru

tan B

ebas

Pen

jela

san

Per

ula

ngan

Konte

ks

Pes

ona

Per

ole

han

Pen

gula

ngan

Wak

tu P

erole

han

Bia

ya

Kes

eder

han

aan

Ket

erse

dia

an

Kontr

ol

Dis

trib

usi

Beb

as

Tan

pa

Pen

ggel

apan

Benda Nyata

Model

Suara Alamiah

Rekaman

Audio

Bahan Cetak

Pelajaran

Terprogram

Papan Tulis

Transparansi

Film Rangkai

Film Bingkai

Film 16mm

Televisi

Gambar Grafis

Keterangan :

Tidak Sesuai

Sebagian Sesuai

Sesuai

MAKA

BIL

A

33

F. Perkembangan Media Pembelajaran

Pada awal sejarah pendidikan, guru merupakan satu-satunya sumber untuk

memperoleh pelajaran. Namun dalam perkembangan selanjutnya, sumber belajar itu

kemudian berkembang dengan adanya buku. Pada masa itu seorang tokoh bernama Johan

Amos Comenius yang tercatat sebagai orang pertama yang menulis buku bergambar yang

ditujukan untuk anak sekolah. Buku tersebut berjudul Orbis Sensualium Pictus (Dunia

Tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1657. Penulisan buku itu dilandasi

oleh suatu konsep dasar bahwa tidak ada sesuatu dalam akal pikiran manusia, tanpa

terlebih dahulu melalui penginderaan. Dari sinilah para pendidik mulai menyadari

perlunya sarana belajar yang dapat meberikan rangsangan dan pengalaman belajar secara

menyeluruh bagi siswa melalui semua indera, terutama indera penglihatan dan

pendengaran.

Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar (teaching aids).

Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya model, objek dan alat-alat lain

yang dapat memberikan pengalaman kongkrit, motivasi belajar serta mempertinggi daya

serap atau retensi belajar. Namun karena terlalu memusatkan perhatian pada alat bantu

visual kurang memperhatikan aspek disain, pengembangan pembelajaran (instruction)

produksi dan evaluasinya. Jadi, dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada sekitar

abad ke-20, alat visual untuk mengkongkritkan ajaran ini dilengkapi dengan alat audio

sehingga kita kenal dengan audio visual atau audio visual aids (AVA) . Untuk memahami

peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale

melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan Kerucut Pengalaman

Edgar Dale (Edgar Dale cone of experience).

Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat

bantu audio visual, yang berguna sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Pada

tahun 1960-1965 orang-orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen yang

penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu teori tingkah-laku (behaviorism

theory) dari B.F Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam pembelajaran.

Dalam teorinya, mendidik adalah mengubah tingkah-laku siswa. Teori ini membantu dan

mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah-laku siswa sebagai hasil

proses pembelajaran. Pada tahun 1965-1970 pendekatan system (system approach) mulai

menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran.

Pendekatan system ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam

proses pembelajaran. Setiap program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis

34

dengan memusatkan perhatian pada siswa. Berikut tabel sejarah perkembangan media

pembelajaran yang dikutip dari Wikipedia :

Tabel 2. Sejarah Perkembangan Media dikutip dari Wikipedia

G. Kriteria dan Langkah-Langkah Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran

1. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Sehubungan dengan penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran, guru

hendaknya perlu cermat dalam pemilihan dan atau penetapan media yang akan

digunakannya dalam proese pembelajaran. Kesesuaian dan ketepatan dalam pemilihan

media akan menunjang efektivitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran yang

dilakukannya. Media pembelajaran yang beraneka ragam jenisnya tentunya tidak

akan digunakan seluruhnya secara serentak dalam kegiatan pembelajaran, namun

hanya beberapa saja. Untuk itu perlu di lakukan pemilihan media tersebut. Agar

pemilihan media pembelajaran tersebut tepat, maka perlu dipertimbangkan

faktor/kriteria-kriteria dan langkah-langkah pemilihan media.Disamping itu juga

kegiatan pembelajaran menjadi menarik sehingga dapat menimbulkan motivasi

belajar, dan perhatian siswa menjadi terpusat kepada topik yang dibahas dalam

kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Kesesuaian dan ketepatan dalam memilih

media pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor seperti luas sempitnya

pengetahuan dan pemahaman guru tentang kriteria dan faktor-faktor yang perlu

dipertimbangkan serta prosedur pemilihan media pembelajaran. Bahasan berikut akan

membahas hal-hal dimaksud agar kita dalam memilihan media pembelajaran lebih

tepat.

35

Media dan sumber belajar memiliki banyak jenis dan klasifikasinya. Masing-

masing jenis media tersebut memiliki kelebihan dan keterbatasan, oleh karena itu

ketika anda menggunakan media dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan

tujuan pembelajaran, karakter materi, ketersediaan, biaya dan lain sebagainnya.

Begitu juga dari sisi peserta didik, harus menjadi pertimbangan utama dalam memilih

media yang akan digunakan. Sebagai contoh, anak SD kelas 1 untuk tidak digunakan

media yang tajam dan berbahaya si anak, begitu juga aspek penggunaan dan

pemilihan warna, karena warna menjadi sangat dominan bagi anak kelas 1-3. Warna

dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi siswa sekolah dasar kelas rendah. Oleh

karena itu, pemilihan media menjadi penting dipertimbangkan oleh guru dalam

menentukan media yang akan dipergunakan dalam pembelajaran.

Ada sejumlah faktor yang perlu anda pertimbangkan dalam memilih,

mengembangkan, dan menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar. Dasar

pemilihan media dan sumber belajar sangatlah sederhana, yaitu dapat memenuhi

kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak. Mc. Conel (1974)

mengatakan bila media itu sesuai pakailah, if the medium fits, use it! yang menjadi

pertanyaan adalah apa ukuran atau kriteria tersebut. Beberapa faktor yang perlu

dipertimbangkan dalam pemilihan media misalnya; tujuan instruksional yang ingin

dicapai, karakteristik siswa, jenis rangsangan belajar yang diinginkan, keadaan atau

latar kondisi setempat, dan luasnya jangkauan yang ingin dilayani.

Pemilihan media dan sumber belajar merupakan komponen dari sistem

instruksional secara keseluruhan. Oleh sebab itu, meskipun tujuan dan isinya sudah

diketahui, faktor-faktor lain seperti siswa, strategi belajar mengajar, organisasi

kelompok belajar, alokasi waktu dan sumber, serta prosedur penilaiannya perlu

dipertimbangkan.

Dick dan Carrey menyebutkan bahwa disamping kesesuaian dengan tujuan

perilaku belajarnya, setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu

dipertimbangkan, yaitu:

1) Ketersediaan sumber setempat, apabila tidak ada maka harus dibeli atau dibuat

sendiri.

2) Dana, tenaga, dan fasilitas dalam membeli atau membuat sendiri.

3) Keluwesan, kepraktisan, dan ketahanan media untuk waktu lama

4) Efektivitas biaya dalam jangka waktu panjang.

5) Pandai memilih media yang tepat.

36

Menurut Degeng (1993), faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam

memilih, mengembangkan, dan menggunakan media pembelajaran adalah:

1) Tujuan instruksional. Media hendaknya dipilih yang dapat menunjang pencapaian

tujuan instruksional yang telah ditetapkan sebelumnya. Mungkin ada sejumlah

alternative media yang dianggap cocok untuk tujuan-tujuan itu. Sedapat mungkin

pilihlah yang paling cocok. Kecocokan banyak ditentukan oleh kesesuaian

karakteristik tujuan dan karakteristik media pembelajaran yang akan dipakai.

2) Keefektifan. Dari beberapa alternative media yang sudah dipilih, mana yang

dianggap paling efektif (tepat guna) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3) Siswa. Apakah media yang dipilih sudah sesuai dengan kemampuan,

perbendaharaan pengalaman, dan menarik perhatian siswa? Digunakan untuk

siapa? Apakah secara individual atau kelompok kecil, kelas atau massa? Untuk

kegiatan tatap muka atau jarak jauh?

4) Ketersediaan. Apakah media yang diperlukan itu sudah tersedia? Kalau belum,

apakah media itu dapat diperoleh dengan mudah? Untuk tersedianya media ada

beberapa alternatif yang dapat diambil yaitu membuat sendiri, membuat bersama-

sama siswa, meminjam, menyewa, membeli dan mungkin dapat “dropping” dari

pemerintah.

5) Biaya pengadaan. Bila memerlukan biaya untuk pengadaan media, apakah

tersedia biaya untuk itu? Apakah yang dikeluarkan seimbang dengan manfaat dan

hasil penggunaannya? Adakah media lain yang mungkin lebih murah, tetapi

memiliki keefektifan setara?

6) Kualitas teknis. Apakah media yang dipilih itu kualitasnya baik? Jika

menggunakan media gambar misalnya, apakah memenuhi syarat sebagai media

pembelajaran? Bagaimana keadaan daya tahan media yang dipilih itu?

Sudono (2000) mengatakan, dalam pemilihan dan pemanfaatan media

pembelajaran, yang perlu diperhatikan adalah media pembelajaran untuk

perkembangan emosi dan social anak, motorik halus, motorik kasar, berbahasa,

persepsi penglihatan (pengamatan dan ingatan), persepsi pendengaran, dan

keterampilan berpikir. Menurut Degeng, dkk (1993), pemilihan dan penggunaan

sumber belajar haruslah didasarkan pada hal-hal berikut ini:

1) Analisis karakteristik siswa.

2) Adanya tujuan dan isi instruksional.

3) Adanya strategi pengorganisasian pembelajaran.

37

4) Adanya strategi penyampaian.

5) Adanya strategi pengelolaan pembelajaran.

6) Adanya pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran.

Sedangkan menurut Sudono (2000), pemilihan dan pemanfaatan sumber

belajar harus memperhatikan lingkungan terdekat dengan anak, ruang sumber belajar,

serta media cetak dan perpustakaan. Hakikat dari pemilihan media ini pada

akhirnya adalah keputusan untuk memakai, tidak memakai, atau mengadaptasi

media yang bersangkutan. Berkaitan dengan pemilihan media ini, Azhar Arsyad

(1997: 76-77) menyatakan bahwa kriteria memilih media yaitu:

1. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai;

2. Tepat untuk mendukung isi pelajaran;

3. Praktis, luwes, dan tahan;

4. Guru terampil menggunakannya;

5. Pengelompokan sasaran; dan

6. Mutu teknis.

Selanjutnya Brown, Lewis, dan Harcleroad (1983: 76-77) menyatakan bahwa

dalam memilih media perlu mempertimbangkan kriteria sebagai berikut: 1) content;

2) purposes; 3) appropriatness; 4) cost; 5) technical quality; 6) circumstances of uses;

7) learner verification, dan 8) validation.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dipertegas bahwa pada dasarnya

pendapat-pendapat tersebut memiliki kesamaan dan saling melengkapi. Selanjutnya

dapat disimpulkan bahwa hal yang perlu yang perlu dipertimbangkan dalam

pemilihan media yaitu tujuan pembelajaran, keefektifan, keefisienan, peserta didik,

ketersediaan, kualitas teknis, biaya, fleksibilitas, dan kemampuan orang yang

menggunakannya serta alokasi waktu yang tersedia. Untuk memperoleh gambaran

yang jelas tentang hal ini akan diuraikan sebagai berikut:

1) Tujuan pembelajaran. Media hendaknya dipilih yang dapat menunjang pencapaian

tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya, mungkin ada sejumlah

alternatif yang dianggap cocok untuk tujuan-tujuan itu. Sedapat mungkin pilihlah

yang paling cocok. Kecocokan banyak ditentukan oleh kesesuaian karakteristik

tujuan yang akan dicapai dengan karakteristik media yang akan digunakan.

2) Keefektifan. Dari beberapa alternatif media yang sudah dipilih, mana yang

dianggap paling efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

38

3) Keefisienan. Penggunaan media pembelajaran harus membuat proses

pembelajaran menjadi lebih efisien sehingga kegiatan yang dilakukan didalam

kelas tidak banyak membuang waktu.

4) Peserta didik. Ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan ketika kita memilih

media pembelajaran berkait dengan peserta didik, seperti: apakah media yang

dipilih sudah sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik itu kemampuan atau

taraf berpikirnya, pengalamannya, menarik tidaknya media pembelajaran bagi

peserta didik? Digunakan untuk peserta didik kelas dan jenjang pendidikan yang

mana? Apakah untuk belajar secara individual, kelompok kecil, atau kelompok

besar/kelas? Berapa jumlah peserta didiknya? Di mana lokasinya? Bagaimana

gaya belajarnya? Untuk kegiatan tatap muka atau jarak jauh? Pertanyaan-

pertanyaan tersebut perlu dipertimbangkan ketika memilih dan menggunakan

media dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran harus

disesuaikan dengan karakteristik peserta didik sehingga dapat diterima dengan

baik baik oleh peserta didik.

5) Ketersediaan. Apakah media yang diperlukan itu sudah tersedia? Kalu belum,

apakah media itu dapat diperoleh dengan mudah? Untuk tersedianya media ada

beberapa alternatif yang dapat diambil yaitu membuat sendiri, membuat bersama-

sama dengan peserta didik, meminjam menyewa, membeli dan mungkin bantuan.

6) Kualitas teknis. Apakah media media yang dipilih itu kualitas baik? Apakah

memenuhi syarat sebagai media pendidikan? Bagaimana keadaan daya tahan

media yang dipilih itu?. Sebuah media pembelajaran harus memiliki kualitas

teknis yang bagus sehingga selama penggunaan media pembelajaran untuk proses

belajar, media tidak cepat rusak sehingga dapat menganggu proses pembelajaran.

7) Biaya pengadaan. Bila memerlukan biaya untuk pengadaan media, apakah

tersedia biaya untuk itu? Apakah yang dikeluarkan seimbang dengan manfaat dan

hasil penggunaannya? Adakah media lain yang mungkin lebih murah, tetapi

memiliki keefektifan setara?. Penggunaan media pembelajaran harus disesuaikan

dengan kondisi keuangan guru dan siswa agar tidak membebani anggaran.

Apabila media yang diharapkan terlalu mahak diusahana mencari alternatif media

lain yang setara.

8) Fleksibilitas, dan kenyamanan media. Dalam memilih media harus

dipertimbangkan kelenturan dalam arti dapat digunakan dalam berbagai situasi

dan pada saat digunakan tidak berbahaya.

39

9) Kemampuan orang yang menggunakannya. Betapapun tingginya nilai kegunaan

media, tidak akan memberi manfaat yang banyak bagi orang yang tidak mampu

menggunakannya.

10) Alokasi waktu, waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran akan berpengaruh

terhadap penggunaan media pembelajaran. Untuk itu ketika memilih media

pembelajaran kita dapat mengajukan beberapa pertanyaan seperti; apakah dengan

waktu yang tersedia cukup untuk pengadaan media, apakah waktu yang tersedia

juga cukup untuk penggunaannya.

2. Langkah-Langkah Pemilihan Media

Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam pemilihan media pembelajaran.

Pendapat Gagne dan Briggs yang dikutip oleh Mohammad Ali (1984: 73)

menyarankan langkah-langkah dalam memilih media pengajaran yaitu: 1)

merumuskan tujuan pembelajaran, 2) mengklasifikasi tujuan berdasarkan domein atau

tipe belajar, 3) memilih peristiwa-peristiwa pengajaran yang akan berlangsung, 4)

Menentukan tipe perangsang untuk tiap peristiwa, 5) mendaftar media yang dapat

digunakan pada setiap peristiwa dalam pengajaran, 6) Mempertimbangkan

(berdasarkan nilai kegunaan) media yang dipakai. 7) Menentukan media yang terpilih

akan digunakan, 8) menulis rasional (penalaran) memilih media tersebut, 9)

Menuliskan tata cara pemakaiannya pada setiap peristiwa, dan 10) Menuliskan script

pembicaraan dalam penggunaan.media. Selaras dengan hal tersebut, Anderson (1976)

menyarankan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam pemilihan media

pembelajaran, yaitu:

1) Langkah 1: Penerangan atau Pembelajaran

Langkah pertama menentukan apakah penggunaan media untuk keperluan

informasi atau pembelajaran. Media untuk keperluan informasi, penerima

informasi tidak ada kewajiban untuk dievaluasi kemampuan/keterampilannya

dalam menerima informasi, sedangkankan media untuk keperluan pembelajaran

penerima pembelajaran harus menunjukkan kemampuannya sebagai bukti bahwa

mereka telah belajar.

2) Langkah 2: Tentukan Transmisi Pesan

Dalam kegiatan ini kita sebenarnya dapat menentukan pilihan, apakah dalam

proses pembelajaran akan digunakan „alat bantu pengajaran‟ atau „media

pembelajaran‟. Alat bantu pengajaran alat yang didesain, dikembangkan, dan

diproduksi untuk memperjelas tenaga pendidik dalam mengajar. Sedangkan media

40

pembelajaran adalah media yang memungkinkan terjadinya interaksi antara

produk pengembang media dan peserta didik/pengguna. Atau dengan kata lain

peran pendidik sebagai penyampai materi pembelajaran digantikan oleh media.

3) Langkah 3: Tentukan Karakteristik Pelajaran

Asumsi kita bahwa kita telah menyusun disain pembelajaran, dimana kita telah

melakukan analisis tentang mengajar, merumuskan tujuan pembelajaran, telah

memilih materi dan metode. Selanjutnya perlu dianalisis apakah tujuan

pembelajaran yang telah ditentukan itu termasuk dalam ranah kognitif, afektif atau

psikomotor. Masing-masing ranah tujuan tersebut memerlukan media yang

berbeda.

4) Langkah 4: Klasifikasi Media

Media dapat diklasifikasikan sesuai dengan ciri khusus masing-masing media.

Berdasarkan persepsi dria manusia normal media dapat diklasifikasikan menjadi

media audio, media video, dan audio visual. Berdasarkan ciri dan bentuk fisiknya

media dapat dikelompokkan menjadi media proyeksi (diam dan gerak) dan media

non proyeksi (dua dimensi dan tiga dimensi). Sedangkan jika diklasifikasikan

berdasarkan keberadaannya, media dikelompokkan menjadi dua yaitu media yang

berada di dalam ruang kelas dan media-media yang berada di luar ruang kelas.

Masing-masing media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan bila

dibandingkan dengan media lainnya.

5) Langkah 5: Analisis karakteristik masing-masing media.

Media pembelajaran yang banyak macamnya perlu dianalisis kelebihan dan

kekurangannya dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pertimbangan pula dari aspek ekonomi dan ketersediaannya. Dari berbagai

alternatif kemudian dipilih media yang paling tepat.

3. Langkah-Langkah Penggunaan Media Pembelajaran

Media pembelajaran yang telah dipilih agar dapat digunakan secara efektif dan efisien

perlu menempuh langkah-langkah secara sistematis. Ada tiga langkah yang pokok

yang dapat dilakukan yaitu persiapan, pelaksanaan/penyajian, dan tindak lanjut.

1) Persiapan

Persiapan maksudnya kegiatan dari seorang tenaga pengajar yang akan mengajar

dengan menggunakan media pembelajaran. Kegiatan-kegiatan yang dapat

dilakukan tenaga pengajar pada langkah persiapan diantaranya: a) membuat

rencana pelaksanaan pembelajaran/perkuliahan sebagaimana bila akan mengajar

41

seperti biasanya. Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran/perkuliahan

cantumkan media yang akan digunakan. b) mempelajari buku petunjuk atau bahan

penyerta yang telah disediakan, c) menyiapkan dan mengatur peralatan yang akan

digunakan agar dalam pelaksanaannya nanti tidak terburu-buru dan mencari-cari

lagi serta peserta didik dapat melihat dan mendengar dengan baik.

2) Pelaksanaan/Penyajian

Tenaga Pengajar pada saat melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan

media pembelajaran perlu mempertimbangkan seperti: a) yakinkan bahwa semua

media dan peralatan telah lengkap dan siap untuk digunakan. b) jelaskan tujuan

yang akan dicapai, c) jelaskan lebih dahulu apa yang harus dilakukan oleh peserta

didik selama proses pembelajaran, d) hindari kejadian-kejadian yang sekiranya

dapat mengganggu perhatian/konsentrasi, dan ketenangan peserta didik.

3) Tindak lanjut

Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memantapkan pemahaman peserta didik

tentang materi yang dibahas dengan menggunakan media. Disamping itu kegiatan

ini dimaksudkan untuk mengukur efektivitas pembelajaran yang telah

dilakukannya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya diskusi,

eksperimen, observasi, latihan dan tes.

42

BAB II

MODEL ASSURE : SEBUAH PROSEDURAL DALAM PERENCANAAN

PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN

PENGANTAR

Untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien harusalah dilakukan

perencanaan yang sangat cermat. Begitu pula hendaknya apabila guru akan menggunakan

media pembelajaran dalam proses pembelajaran. Dengan perencanaan yang baik dan tepat

maka proses pembelajaran dan penyampaian materi pelajaran dapat diterima dengan baik

oleh siswa. Pada bab ini akan membahas bagaimana merencanakan secara sistematis

pemanfaatan teknologi dan media secara efektif dalam proses pembelajaran. Smaldino,

Lowther dan Russel (edisi terjemahan Bahasa Indonesia, 2011) telah memaparkan model

prosedural yang dikenal dengan ASSURE, model tersebut bertujuan untuk memastikan

proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Model ASSURE sendiri merupakan sebuah

singkatan atau akronim dari : Analyze Learner (Analisis Siswa), State Objectives

(Menyatakan Standar dan Tujuan), Select Media and Material ( Memilih Strategi, Teknologi,

Media dan Material), Utilize Media and Materials (Menggunakan Teknologi, Media, dan

Materi), Require Learner Performance (Mengharuskan Partisipasi Siswa ), Evaluate and

Revise (Mengevaluasi dan Merevisi). Berdasarkan model yang kembangkan oleh Smaldino

dan kawan-kawan tersebut maka sebelum menggunakan media dalam pembelajaran guru

seyogyanya melakukan analisis peserta didik untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan

tipe belajarnya. Selanjutnya guru menetapkan tujuan pembelajaran yang berupa kemampuan

yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah proses pembelajaran. Langkah selanjutnya

adalah menentukan metode yang cocok, memilih format media yang sesuai dengan bahan

yang akan diajarkan. Penggunaan media hendaknya mendorong keterlibatan peserta didik

dalam aktivitas pembelajaran. ASSURE model yang dikembangkan oleh Heinich dkk

tersebut dapat digunakan oleh para pengajar sebagai rujukan dalam menentukan langkah-

langkah pemanfaatan media pembelajaran. Dengan langkah-langkah yang terencana dan

sistematis diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.Berikut akan dibahas secara

lengkap dari masing-masing konsep diatas.

A. Analyze Learner (Analisis Siswa)

Langkah pertama dalam merencanakan penggunaan media dalam proses

pembelajaran adalah melakukan identifikasi dan menganalisis karakteristik peserta didik

43

yang disesuaikan dengan tujuan dan hasil belajar yang ingin dicapai. Informasi dari hasil

identifikasi ini akan membantu dalam pengambilan keputusan saat merancang proses

pembelajaran. Terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam analisis siswa

yaitu : karakteristik umum, kompetensi dasar spesifik (pengetahuan, kemampuan, dan

sikap tentang topik), dan gaya belajar.

Tujuan utama para guru adalah berusaha untuk memenuhi kebutuhan unik dari

setiap siswa sehingga mereka dapat mencapai tingkat belajar yang maksimal. Model

ASSURE memberikan sebuah pendekatan yang sistematis untuk menganalisis karateristik

para siswa yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk belajar. Analisis tersebut

bertujuan untuk memberikan informasi yang memungkinkan para guru secara strategis

merencanakan pembelajaran yang sesuai agar memenuhi kebutuhan spesifik siswa. Faktor

penting yang harus diperhatikan yaitu, karakteristik umum, kompetensi dasar spesifik,

dan gaya belajar.

Faktor pertama yaitu karakteristik umum mencakup deskriptor: seperti usia,

gender, kelas dan faktor budaya atau sosio-ekonomi. Faktor kedua, kompetensi dasar

spesifik merujuk pada: pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki siswa ayau yang

belum dimiliki: keterampilan prasyarat, keterampilan target, dan sikap. Faktor ketiga,

gaya belajar merujuk pada: spektrum sifaf-sifat psikologis yang mempengaruhi

bagaimana anda merasakan dan merespons stimulus yang berbeda, seperti kecerdasan

jamak, preferensi dan kekuatan perseptual, kebiasaan memproses informasi, motivasi, dan

faktor-faktor fisiologis.

1. Karakteristik Umum

Agar memenuhi kebutuhan individual peserta didik, sangat penting untuk

memahami karakteristik umum yang sangat mungkin mempengaruhi keberhasilan

belajar peserta didik. Karakteristik ini mencakup variabel-variabel yang konstan,

seperti gender dan kesukuan, hingga variabel-variabel yang selalu berubah-ubah

seperti sikap dan ketertarikan. Dengan memahami usia peserta didik guru dapat

menentukan media pembelajaran yang sesuai dengan usia siswa. Sehingga media

pembelajaran yang digunakan dapat secara maksimal menyampaikan pesan atau

materi pelajaran. Ketika akan membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

perlu dipertimbangkan jenis kelamin. Bagilah kelompok dengan jumlah laki-laki dan

perempauan yang seimbang.

Analisis karakteristik seperti sikap dan ketertarikan bisa diperoleh dari

percakapan dengan para siswa dan mengamati perilaku mereka. Karakteristik-

44

karakteristik tersebut perlu dinilai untuk tiap media pembelajaran yang akan

dikembangkan karena ketertarikan siswa sering kali berbeda-beda sesuai dengan

subjeknya. Jika sebuah mata pelajaran dirasakan membosankan bagi siswa

pertimbangkanlah untuk menggunakan media pembelajaran sehingga dapat

mengembalikan keinginan siswa untuk belajar.

Bila peserta didik sangat beragam dalam kemampuan konseptualnya serta

pengetahuan awal yang berbeda-beda akan lebih baik jika peserta didik diajak untuk

melakukan studi lapangan atau kunjungan ke pusat-pusat sumber belajar yang relevan

dengan materi pelajaran yang sedang diajarkan atau bermain peran. Selain itu

menggunakan media pembelajaran dapat memancing siswa untuk ikut berpartisipasi

dalam proses pembelajaran.

Seperti yang telah disebutkan analisis awal atau karakteristik umum peserta

didik akan memberikan pemahaman kepada guru tentang latar belakang dan

dipadukan dengan pengamatan guru itu sendiri dan ketertarikan para siswa untuk

merancang dan menggunakan media pembelajaran yang bermakna serta

memperhatikan kebutuhan unik setiap peserta didik.

2. Kecakapan Dasar Spesifik

Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa pengetahuan sebelumnya yang

dimiliki oleh siswa tentang suatu konsep akan mempengaruhi bagaimana pemahaman

siswa terhadap suatu pelajaran. Oleh karena itu komponen penting dalam penggunaan

media dalam proses pembelajaran adalah mengidentifikasi kecakapan dasar spesifik

siswa. Kemampuan awal siswa menunjuk pada pengetahuan dan keterampilan yang

telah dan belum dimiliki siswa. Anggapan bahwa siswa pasti belum memiliki

pengetahuan atau keterampilan yang akan diajarkan adalah salah. Diantara para siswa

tentunya ada yang telah memiliki pengetahuan atau keterampilan awal. Pengajar harus

menguji atau memeriksa anggapan tentang kemampuan awal siswa dengan dua cara.

Informal dengan cara wawancara di luar kelas dan formal dengan cara tes yang telah

terstandar atau tes buatan pengajar sendiri. Entry test baik formal maupun informal

merupakan cara untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki kemampuan prasyarat

(prerequisites). Prerequisites merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa

untuk mengikuti proses pembelajaran yang akan dilakukan. Prerequisites harus

dijabarkan dalam tujuan. Jika siswa telah menguasai apa yang akan diajarkan, maka

akan sangat membuang waktu jika kita mengajarkan kembali. Maka pre-test berfungsi

45

untuk menghindari hal tersebut. Dengan menganalisa apa yang telah diketahui oleh

siswa, maka kita akan dapat memilih metode dan media yang sesuai.

3. Gaya Belajar

Faktor ketiga adalah gaya belajar yang mengacu pada aspek ciri psikologi dari

siswa yang menjelaskan tentang bagaimana siswa berinteraksi dan merespon secara

emosional pada lingkungan belajar. Gaya belajar sendiri terdiri dari kecerdasan

majemuk, preferensi dan kekuatan konseptual, kebiasaan memproses informasi,

motivasi dan faktor-faktor psikologis.

a. Kecerdasan Majemuk

Dapat dikatakan bahwa sifat-sifat tertentu dapat mempengaruhi kemampuan kita

untuk belajar secara efektif dari berbagai macam teknologi dan media. Peserta

didik belajar dengan cara yang beragam, Gardner (1999) mengidentifikasi 9 aspek

intelegensi manusia. (1) Verbal/linguistik (bahasa), (2) logika/matematika (sains),

(3) visual/spasial, (4) musikal/ritmik, (5) kinestesis (menari/atletik), (6)

interpersonal (memahami orang lain), (7) intrapersonal (memahami diri sendiri),

(8) naturalist, dan (9) eksistensialist.

b. Kebiasaan Memproses Informasi

Sebagai seorang guru dalam mengajar biasanya menemukan perbedaan dalam

cara siswa belajar atau memproses informasi. Terdapat macam-macam kebiasaan

siswa dalam belajar atau memproses informasi yaitu :

1) Berurutan Konkret. Siswa dengan kebiasaan seperti ini menyukai pengalaman

lansgung dan langsung dikerjakan serta penyajian dalam susunan yang logis.

Siswa seperti ini paling baik belajar dengan buku kerja, pengajaran yang

berdasarkan komputer, demonstrasi, dan praktek laboratorium terstruktur.

2) Acak Konkret. Siswa dengan kebiasaan seperti ini cenderung pada pendekatan

trial and error, yaitu dengan cepat membuat kesimpulan dari pengalaman

eksplorasi. Mereka lebih menyukai strategi-strategi seperti permainan ,

simulasi, proyek belajar mandiri, dan belajar penemuan.

3) Berurutan Abstrak. Siswa dengan kebiasaan seperti ini menguraikan pesan-

pesan simbolik dan verbal dengan mahirnya, terutama saat disajikan dalam

urutan yang logis. Membaca dan meyimak presentasi merupakan strategi yang

lebih disukai .

4) Acak Abstrak. Siswa dengan kebiasaan seperti ini dibedakan lewat

kemampuan mereka menentukan makna dari presentasi yang dimediasi oleh

46

orang lain.. mereka merespon nada dan gaya guru dalam menjelaskan materi.

Siswa seperti ini biasanya baik dalam diskusi kelompok, ceramah dengan sesi

bertanya dan menjawab dan pengalaman belajar auido visual.

c. Motivasi

Motivasi merupakan keadaan internal yang mendefinisikan apa yang orang-orang

akan lakukan ketimbang apa yang dapat mereka lakukan. Dengan kata lain faktor

motivasi mempengaruhi apa yang diperhatikan siswa, berapa lama mereka

memperhatikan, dan berapa banyak usaha yang mereka kerahkan dalam belajar.

Salah satu pendekatan yang membantu memahami motivasi siswa adalah model

ARCS dari Keller. Keller menjelaskan empat aspek dasar dari motivasi yang bisa

dipertimbangkan para guru ketika merencakaan proses pembelajaran :

1) Attention (Perhatian). Kembangkan media pembelajaran yang para siswa

anggap menarik dan berharga untuk diperhatikan.

2) Relevance (Relevansi). Pastikan bahwa media pembelajaran yang digunakan

bermakna dan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar siswa.

3) Confidence (Kepercayaan Diri). Rancanglah media pembelajaran yang

membangun ekspektasi siswa untuk berhasil melalui usaha mereka sendiri.

4) Satisfaction (Kepuasan). Sertakan pula ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang

siswa terima dari sebuah proses pembelajaran.

4. Faktor-Faktor Fisiologis

Faktor-faktor yang terkait dengan perbedaan jenis kelamin, kesehatan, dan

kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses pembelajaran. Siswa laki-laki dan

perempuan cenderung merespons secara berbeda terhadap berbagai pengalaman

sekolah. Misalnya, siswa laki-laki cenderung lebih kompetitif dan agresif daripada

siswa perempuan dan akibatnya merespons lebih baik terhadap permaiana kompetitif,

sementara siswa perempuan cenderung lebih menyukai aktivitas belajar yang

melibatkan keterlibatan siswa dalam diskusi dan berbagi gagasan.

B. Menetapkan Standar dan Tujuan Pembelajaran

Langkah kedua dari model ASSURE adalah menetapkan tujuan pembelajaran.

Hasil belajar apa yang diharapkan dapat siswa capai? Lebih tepatnya, kemampuan baru

apakah yang harus dimiliki siswa setelah proses pembelajaran. Objectives adalah sebuah

pernyataan tentang apa yang akan dicapai, bukan bagaimana untuk mencapai. Pernyataan

tujuan harus se-spesifik mungkin. Mengapa tujuan pembelajaran harus ditetapkan?

Pertama, tujuan pembelajaran berfungsi sebagai pedoman untuk mengurutkan aktivitas

47

belajar dan memilih media. Selain itu juga untuk memastikan dilakukannya evaluasi yang

tepat. Selain itu dengan dengan standar dan tujuan yang jelas siswa akan lebig siap untuk

dan turut serta dalam kegiatan pembelajaran jika mereka mengetahui hasil-hasil yang

diharapkan. Dengan kata lain jika standar dan tujuan belajar spesifik dinyatakan secara

jelas maka proses pembelajaran akan berorientasi pada tujuan. Standar dan tujuan

pembelajaran dapat dikatakan sebagai kontrak antara guru dan peserta didik : “Tanggung

jawab saya adalah sebagai seorang guru adalah menyediakan aktivitas belajar yang sesuai

untuk meraih tujuan anda. Dan tanggunh jawab anda sebagai peserta didi adalah turut

serta secara sadar dalam kegiatan belajar tersebut” (Smaldino dkk, 2011:119 edisi

terjemahan Bahasa Indonesia).

Tujuan pembelajaran hendaknya mengandung unsur ABCD. A singkatan dari

Audience yang berarti harus menyebut Audience yang dijadikan sasaran tujuan

pembelajaran. Kemudian, tujuan pembelajaran itu hendaknya menetapkan Behavior atau

kemampuan yang harus diperlihatkan dan Condition tempat diamatinya Behavior

tersebut. Terakhir adalah Degree yang merupakan derajat penguasaan keterampilan baru.

Berikut penjelasan lebih lanjut:

1. Audiensi

Karena tujuan belajar yaitu fokus pada apa yang peserta didik akan ketahui dan bisa

melakukannya setelah proses pembelajaran dan bukannya apa yang guru akan lakukan

untuk mengajar mereka, adalah penting untuk dengan jelas mengidntifikasi sasaran

peserta didik.

2. Perilaku

Inti dari tujuan pembelajaran adalah kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan

baru yang peserta didik akan miliki setelah proses pembelajaran. Kata kerja ini adalah

yang paling mungkin untuk mengkomunikasikan tujuan anda dengan jelas jika

dinyatakan sebagai perilaku yang bisa diamati. Istilah seperti mengetahui, mengerti

dan menapresiasi tidak mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dengan jelas. Kata-

kata yang lebih baik adalah mendefinisikan, mengkategorikan, dan menampilkan.

3. Kondisi

Sebuah pernyataan tujuan belajar sebaiknya menyertakan kondisi dimana kinerja akan

dinilai. Dengan kata lain materi atau piranti apa yang diperbolehkan atau tidak

diperbolehkan untuk dipakai siswa dalam menampilkan penguasaan tujuan tersebut.

48

4. Tingkat

Persyaratan terakhir dari sebuah tujuan pembelajaran yang dinyatakan dengan baik

adalah bahwa tujuan itu mengindikasikan standar dan kriteria untuk menilai kinerja

bisa diterima atau dengan kata lain tingkat akurasi atau kefasihan seperti apa yang

peserta didik harus tunjukkan.

Tujuan pembelajaran bisa diklasifikasikan menurut jenis tujuan yang ingin

dicapai. Ada empat kategori atau domain belajar yang lazim diterima: (1) ketrampilan

kognitif, yang melibatkan sejumlah kemampuan intelektual yang bisa diklasifikasikan

sebagai informasi verbal/visual atau sebagai ketrampilan intelektual; (2) ketrampilan

afektif yang mencakup perasaan dan nilai; (3) ketrampilan psiko- motorik yang meliputi

ketrampilan fisik. Dan (4) ketrampilan interpersonal agar mempunyai kemampuan untuk

menjalin hubungan dengan orang lain secara efektif.

Tujuan pembelajaran dalam domain manapun bisa diadaptasikan dengan

kemampuan pebelajar individu. Di sini tujuan pembelajaran tidak ditujukan untuk

membatasi apa yang dipelajari siswa namun memberikan tingkat minimal pencapaian

yang diinginkan.

C. Memilih Strategi, Teknologi, Media, dan Material

Suatu rencana yang sistematik dalam penggunaan media dan teknologi tentu

menuntut agar metode, media dan materinya dipilih secara sistematis pula. Proses

pemilihannya melibatkan tiga langkah.

1. Memilih Strategi

Ketika mengidentifikasi strategi pembelajaran untuk kegiatan belajar siswa,

terdapat dua jenis strategi yaitu : strategi yang berpusat pada guru dan strategi yang

berpusat pada siswa.

a. Strategi yang Berpusat pada Guru. Jika dilihat dari jalur modus penyampaian

pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran berfokus pada guru lebih

sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus

demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan

kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam perkataan

lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah dan atau drill

dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi

bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya

menyampaikan seluruh materi yag ada dalam kurikulum. Penekanan aktivitas

49

belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi

buku teks tersebut.

Penyelenggaraan pembelajaran berfokus pada guru merupakan sebuah praktik

yang mekanistik dan diredusir menjadi pemberian informasi. Dalam kondisi ini,

guru memainkan peran yang sangat penting karena mengajar dianggap

memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar (pebelajar). Dengan kata lain,

penyelenggaraan pembelajaran dianggap sebagai model transmisi pengetahuan

(Tishman, et al., 1993). Dalam model ini, peran guru adalah menyiapkan dan

mentransmisi pengetahuan atau informasi kepada siswa. Sedangkan peran para

siswa adalah menerima, menyimpan, dan melakukan aktivitas-aktivitas lain yang

sesuai dengan informasi yang diberikan. Beberapa metode pembelajaran yang

berpusat pada guru antara lain : metode ceramah, metode demonstrasi, dan metode

tanya jawab. Adapun ciri–ciri model pembelajaran yang berfokus pada guru,

antara lain:

1) Guru yang harus menjadi pusat dalam kegiatan belajar mengajar. Ada tiga

peran utama yang harus dilakukan guru, yaitu: guru sebagai perencana;

sebagai penyampai informasi; dan sebagai evaluator.

2) Siswa ditempatkan sebagai objek belajar. Siswa dianggap sebagai organisme

yang pasif, yang belum memahami apa yang harus dipahami, sehingga dalam

proses pembelajaran siswa dituntut untuk memahami segala sesuatu yang

disampaikan guru. Peran siswa adalah sebagai penerima informasi yang

diberikan guru. Jenis pengetahuan dan keterampilan kadang tidak

mempertimbangkan kebutuhan siswa, akan tetapi berangkat dari pandangan

yang menurut guru dianggap baik dan bermanfaat. Sebagai objek belajar,

kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan sesuai dengan bakat

dan minatnya, bahkan untuk belajar sesuai dengan gaya belajarnya menjadi

terbatas. Sebab dan proses pembelajaran segalanya diatur dan ditentukan oleh

guru.

3) Kegiatan pembelajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu. Misalnya

dengan penjadwalan yang ketat, siswa hanya belajar manakala ada kelas yang

telah didesain sedemikian rupa sebagai tempat belajar. Adanya tempat yang

telah ditentukan, sering pengajaran terjadi sangat formal, siswa duduk di

bangku berjejer, dan guru didepan kelas. Demikian juga hanya dalam waktu

yang diatur sangat ketat. Misalnya manakala waktu belajar satu materi tertentu

50

telah habis, maka segera siswa akan belajar materi lain sesuai dengan jadwal

yang telah ditentukan. Cara mengajarinya pun seperti bagian-bagian yang

terpisah, seakan-akan tak ada kaitannya antara materi pelajaran yang satu

dengan lainnya.

4) Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran. Keberhasilan

suatu proses pengajaran diukur dari sejuah mana siswa dapat menguasai

materi pelajaran yang disampaikan guru. Materi pelajaran itu sendiri adalah

pengetahuan yang bersumber dari materi pelajaran yang disampaikan di

sekolah. Sedangkan mata pelajaran itu sendiri merupakan pengelaman-

pengalaman manusia masa lalu yang disusun secara sistematis dan logis,

kemudian diuraikan dalam buku-buku pelajaran dan selanjutnya isi buku itu

harus dikuasai siswa. Kadang-kadang siswa tidak perlu memahami apa

gunanya mempelajari bahan tersebut. Oleh karena kriteria keberhasilan

ditentukan oleh penguasaan materi pelajaran, maka alat evaluasi yang

digunakan biasanya adalah tes hasil belajar tertulis (paper and pencil test)

yang dilaksanakan secara periodik.

b. Strategi yang Berpusat pada Siswa. Pengaruh teori pembelajaran kognitif yang

cukup luas, penelitian-penelitian yang mengkaji pemikiran para pakar, dan kritik-

kritik terhadap pembelajaran yang terlalu berpusat pada guru pada akhirnya

melahirkan upaya-upaya untuk menekankan peran siswa dalam pembelajaran.

Penekanan ini mengharuskan guru untuk merancang aktivitas-aktivitas

pembelajaran di mana siswa memiliki tanggungjawab yang lebih besar terhadap

pembelajaran mereka sendiri dan berinteraksi dengan yang lain selama

mempelajari konten baru (Cornelus-White dalam Jacobsen, 2009: 229).

Pembelajaran yang berpusat pada siswa menggambarkan strategi-strategi

pembelajaran di mana guru lebih memfasilitas daripada harus mengajar langsung

(McCombs & Miller, 2007). Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru

secara sadar menempatkan perhatian yang lebih banyak pada keterlibatan,

inisiatif, dan interaksi sosial siswa (Jacobsen et al., 2009: 227) 1). Metode

pembelajaran yang berpusat pada siswa antara lain : metode kerja kelompok,

metode karya wisata, metode penemuan, metode eksperimen, metode pengajaran

unit, metode pengajaran dengan modul. Tujuan strategi-strategi pembelajaran

yang berpusat pada siswa mencakup hal-hal berikut ini (Jacobsen, 2009: 228):

51

1) Pengembangan proses-proses kemampuan berkomunikasi, seperti sikap

toleran terhadap pandangan-pandangan yang tidak sependapat dengannya,

mampu bekerja dalam kelompok, dan sikap kritis terhadap pendapatnya dan

pedapat orang lain.

2) Pengembangan pemahaman yang mendalam tentang topik, seperti

mengidentifikasi hubungan antara satu fakta/konsep dengan fakta/konsep

lainnya.

3) Pengembangan kemampuan penelitian dan pemecahan masalah.

Pembelajaran yang berpusat pada siswa menyertakan karakteristik-karakteristik

berikut ini (Jacobsen, 2009: 228-229):

1) Siswa-siswa berada dalam pusat proses pembelajaran; sedangkan guru

mendorong mereka untuk bertanggungjawab terhadap pembelajaran mereka

sendiri.

2) Guru membimbing pembelajaran siswa dan mengintervensi hanya jika

diperlukan untuk mencegah mereka melakukan miskonsepsi.

3) Guru menekankan pemahaman yang mendalam tentang konten dan proses-

proses yang terlibat di dalamnya.

Inti dari semuanya adalah bahwa pertimbangan dalam memilih strategi

pembelajaran adalah bahwa strategi pembelajaran tersebut sebaiknya dapat membantu

siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Salah satu cara untuk

melihat apakah strategi yang digunakan cocok adalah dengan model ARCS yaitu

dengan melihat apakah strategi yang digunakan dapat menarik perhatian (Attention)

siswa, dianggap relevan (Relevant) bagi kebutuhan mereka, berada pa tingkat yang

sesuai untuk membangun rasa percaya diri (Confidence) mereka, dan menghasilkan

kepuasan (Satisfaction) dari apa yang peserta didik pelajari.

2. Memilih Format Media

Setelah metode ditetapkan, langkah berikutnya adalah penetapan format

media. Yang dimaksud format media adalah bentuk fisik dari media yang akan

digunakan dalam proses pembelajaran, misalnya torso, alat peraga kit, slide, video,

dan komputer multimedia, media tiga dimensi dll. Dalam menentukan pemilihan

format media perlu dipertimbangkan sejumlah media dan teknologi yang tersedia,

ragam peserta didik dan tujuan yang ingin dicapai. Terdapat beberapa kriteria dalam

menentukan format media yaitu antara lain:

a. Media harus selaras dengan standar, hasil, dan tujuan pembelajaran.

52

b. Media harus memberikan informasi yang akurat.

c. Bahasa yang sesuai dengan usia peserta didik

d. Media harus memperhatikan tingkat ketertarikan dan keterlibatan siswa dalam

proses pembelajaran.

e. Memiliki kualitas teknis yang baik.

f. Media pembelajaran harus mudah digunakan (pengguna media adalah guru atau

siswa)

g. Media pembelajaran tidak menimbulkan bias dan menyampaikan pesan atau

materi.

h. Media pembelajaran harus disertai atau memiliki pandunan dan arahan.

3. Memilih, Mengubah atau Merancang Media

Ketika guru hendak atau akan menggunakan media dalam proses

pembelajaran. Terdapat beberapa pilihan atau kemungkinan yang terjadi : (1) memilih

media pembelajaran yang tersedia, (2) mengubah atau memodifikasi media yang telah

ada, atau (3) merancang atau membuat media baru. Bila media yang sudah tersedia

cocok dengan tujuan pembelajaran dan hasil yang diharapakan, maka guru dapat

langsung menggunakan media tersebut dalam proses pembelajaran dikelas. Bila

media pembelajaran yang sudah tersedia dirasakan tidak cocok dengan tujuan

pembelajaran dan tidak dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa, maka guru

hendaknya mengubah atau memodifikasi media yang sudah ada sedemikian rupa

sehingga media tersebut dapat sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Ada hal yang perlu diperhatikan guru dalam memodifikasi media yaitu pastikan

dalam memodifikasi media pembelajaran tidak melanggar hak cipta dari media

tersebut.

Hal terakhir adalah apabila media yang diharapkan guru dalam mencapai

tujuan pembelajaran tidak atau belum tersedia atau media yang sudah ada tidak dapat

dimodifikasi maka guru hendaknya dapat membuat atau merancang media

pembelajaran yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan siswa dan mencapai tujuan

pembelajaran yang diharapkan.

D. Menyiapkan atau Menggunakan Teknologi, Media dan Materi

Selanjutnya adalah guru harus menyiapkan teknologi, media dan materi yang akan

mendukung aktivitas dalam kegia belajar. Melimpahnya ketersediaan media dan

bergesernya filsafat dari belajar yang berpusat pada guru ke siswa meningkatkan

kemungkinan siswa akan menggunakan bahan ajarnya sendiri.

53

Dalam pengajaran yang berpusat pada guru maupun siswa, perlu di pakai

pedoman 5P berikut: (1) Tinjaulah (Preview) materi. Hendaknya tidak sekali-kali

digunakan bahan ajar pembelajaran tanpa dilakukan peninjauan terlebih dulu. Proses

penyeleksian bahan ajar ini menentukan materi yang cocok dengan tujuan dan

kondi sisiswa. (2) Mempersiapkan bahan ajar (Prepare the Material). Dalam

menyiapkan bahan ajar, langkah pertama adalah mengumpulkan semua materi dan

peralatan yang akan diperlukan, kemudian menentukan urutan penggunaan materi dan

medianya. (3) Mempersiapkan lingkungan belajarnya (Prepare the Environment). Agar

bisa terjadi pembelajaran yang diharapkan, apakah dikelas, di laboratorium, dipusat

media, atau di lapangan olah raga, harus di persiapkan dulu fasilitasnya, termasuk tempat

duduk, ventilasi, pencahayaan dan sebagainya. (4) Mempersiapkan siswa (Prepare the

Learners). Mempersiapkan siswa sama pentingnya dengan memberikan pengalaman

belajar. Berikut ini salah satu pemanasan yang tepat di sampaikan terlebih dahulu

pengantar untuk memberikan tinjauan isi pelajaran, dasar pemiki ran tentang topik

yang akan dikaji, pemberian motivasi untuk menciptakan kondisi mengapa perlu

mengetahui sesuatu dan cara-cara lainnya yang bertujuan untuk mengarahkan perhatian

ke aspek-aspek tertentu dalam pelajaran. (5) Berikan pengalaman belajar (Provide the

Learning Experience). Berikut penjelasan masing-masing:

1. Meninjau Ulang Media Pembelajaran

Hendaknya tidaklah sekalipun menggunakan media pembelajaran tanpa

memeriksanya terlebih dulu. Selama proses penyeleksian bahan ajar pengajar harus

menentukan apakah bahan ajar yang akan digunakan sesuai dengan tujuan dan

kondisi siswa. Dalam kasus tertentu, konten yang sensitif mungkin perlu dihilangkan

atau paling tidak didiskusikan. Jika pengajar merasa bahwa konten sensitif tersebut

sesuai dengan tujuan, maka sebaiknya disertai dengan pengiriman surat kepada

orangtua. Dengan pemberitahuan kepada orang tua tentang media pembelajaran

tersebut maka akan menghindarkan pengajar dari masalah yang mungkin muncul.

Dapat juga mendorong orang tua untuk ikut berdiskusi tentang media pembelajaran

yang akan digunakan.

2. Menyiapkan Media Pembelajaran

Sangat penting pula untuk menyiapkan media dan bahan ajar untuk

mendukung aktifitas pembelajaran yang direncanakan. Dalam menyiapkan media

pembelajaran, langkah pertama adalah mengumpulkan semua materi dan peralatan

yang akan diperlukan, kemudian menentukan urutan penggunaan bahan ajar dan

54

medianya. Apakah yang akan guru lakukan dengan bahan ajar dan media tersebut?

Apakah yang akan di kerjakan oleh siswa sebagai pebelajar?

Untuk pembelajaran berpusat pada guru, mungkin guru tersebut memerlukan

latihan terlebih dahulu dengan bahan ajar atau media dan peralatannya. Untuk

pembelajaran berpusat pada siswa, sangat penting bagi siswa untuk memperoleh akses

menggunakan seluruh bahan ajar, media dan peralatan yang diperlukan. Maka guru

sebagai fasilitator, sekaligus mengantisipasi jika ada bahan ajar dan media tambahan

yang diperlukan siswa.

3. Menyiapkan Lingkungan Belajar

Dimanapun kegiatan pembeajaran baik dikelas, laboratorium, pusat media,

lapangan atletik, dan lain sebagainya sangat perlu dipersiapkan dan diatur

kesesuaiannya dengan penggunaan bahan ajar dan medianya. Beberapa faktor sering

dianggap remeh adalah keadaan tempat duduk, ventilasi, suhu, pencahayaan, dan

sumber listrik. Beberapa media mungkin perlu keadaan ruang yang gelap, maka harus

disesuaikan, dll.

4. Menyiapkan Siswa

Penelitian pada belajar sangat jelas menunjukkan bahwa keberhasilan belajar

sangat bergantung pada kesiapan siswa untuk belajar. Berikut cara-cara untuk

menyiapkan siswa:

a. Penyampaian tentang apa yang akan dipelajari.

b. Cerita rasional yang berhubungan dengan topik yang akan di pelajari.

c. Pernyataan yang memotivasi tentang perlunya mempelajari topik yang akan

dipelajari.

d. Arahan-arahan yang mengarahkan perhatian.

5. Memberikan Pengalaman Belajar

Sekarang setelah semua hampir siap, maka yang harus diperhatikan adalah

menyediakan pengalaman pembelajaran bagi siswa. Jika bahan ajar berbasis guru,

maka hendaknya disajikan secara profesional. Ada istilah yang cocok untuk

memperlihatkan kecakapan dalam menampilkan sesuatu yai tu Showmanship,

kemampuan guru dalam mengarahkan perhatian siswa dikelas. Jika pengalaman

belajar itu terpusat pada siswa, peran guru adalah sebagai pemandu atau fasilitator,

yakni membantu siswa dalam mengeksplorasi topik, misalnya di internet, membahas

isi, mempersiapkan materi untuk portofolio atau menyampaikan informasi ke rekan

sekelasnya.

55

E. Require Learner Participation

Pendidik telah lama menyadari bahwa partisipasi aktif dalam proses belajar dapat

meningkatkan belajar. Di awal tahun 1900-an, John Dewey mengajukan usulan agar

dilakukan reorganisasi terhadap kurikulum dan pembelajaran agar bisa mendorong

partisipasi siswa. Kemudian di tahun 1950-an dan 1960-an, eksperimen yang

menggunakan pendekatan behavioris memperlihatkan bahwa pembelajaran dengan

memberikan penguatan terus menerus terhadap perilaku yang diinginkan itu ternyata

lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak memberikan penguatan

terhadap respon.

Kemudian teori belajar kognitif juga telah mendukung prinsip bahwa belajar yang

efektif itu menuntut manipulasi aktif informasi oleh siswa. Gagne (1985) menyimpulkan,

bahwa ada beberapa kondisi penting agar tercipta proses pembelajaran yang efektif untuk

masing-masing tujuan, dan salah satu kondisi yang berlaku untuk semua tujuan adalah

mempraktekkan keterampilan yang diinginkan.

Perspektif behavioris mengusulkan agar individu mempelajari tentang apa yang

dilakukan yakni, belajar merupakan suatu proses untuk mencoba dan mempertahankan

berbagai perilaku sehingga menggiring ke arah hasil yang diinginkan. Sedangkan

kognitivis mengusulkan agar siswa membangun dan memperkaya skemata mentalnya

ketika pikirannya sedang aktif berusaha mengingat atau menerapkan beberapa prinsip

atau konsep baru. Dan terakhir konstruktivis memandang belajar sebagai suatu proses

aktif, namun penekannya diberikan pada pemrosesan mental aktif bukannya aktivitas

fisik. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman.

Sedangkan perspektif sosio-psikologis menekankan pentingnya komunikasi inter-

personal sebagai dasar sosial untuk memperoleh pengetahuan. Dan semua perspektif

tersebut menekankan pentingnya umpan balik (tanggapan evaluatif kritis produktif ):

1. Behavioris, karena pengetahun dari respon yang benar tersaji sebagai penguatan dari

prilaku yang sesuai.

2. Kognitivis, karena informasi tentang hasil membantu untuk meningkatkan skemata

mental siswa.

3. Konstruktivis, karena pengetahuan diperkaya dengan masing-masing pengalaman

pribadi .

4. Sosio-psikologis, karena balikan interpersonal memberi kesempatan baik untuk

mengkoreksi informasi maupun dukungan emosional.

56

Untuk itu, situasi belajar yang paling efektif mengharuskan agar siswa dapat

mempraktekkan keterampilan yang mendorong ke arah pencapaian tujuan. Bentuk

partisipasi tersebut misalnya meliputi kegiatan mempraktekkan ejaan atau kosakata,

memecahkan soal matematika di lembar kerja, menonton pertandingan bola basket, atau

misalnya menyusun tugas akhir. Selain itu, diskusi, kuis singkat dan latihan aplikasi bisa

memberi peluang untuk praktik dan umpan balik selama pembelajaran berlangsung.

F. Evaluasi dan Revisi

Komponen yang terakhir dari perencanaan penggunaan media pembelajaran

model ASSURE adalah evaluasi dan revisi. Terdapat dua tujuan penting dalam evaluasi

dan revisi yaitu untuk mengukur prestasi siswa dan mengevaluasi serta merevisi media

atau metode pembelajaran yang digunakan.

Berkaitan dengan evaluasi, evaluasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah

pembelajaran. Sebagai contoh, sebelum proses pembelajaran, karakteristik siswa diukur

guna memastikan apakah ada kesesuaian antara keterampilan yang dimiliki siswa dengan

metode dan media pembelajaran yang akan digunakan. Selama dalam proses

pembelajaran, evaluasi bisa dilakukan menggunakan umpan balik, evaluasi diri atau kuis

pendek siswa. Evaluasi yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung

memiliki tujuan diagnosa yang didesain untuk mendeteksi dan mengoreksi masalah

pembelajaran dan kesulitan-kesulitan yang ada. Sedangkan sesudah pembelajaran,

evaluasi dilakukan untuk mengetahui pencapaian siswa. Evaluasi bukanlah tujuan akhir

pembelajaran, namun sebagai titik awal menuju ke siklus berikutnya.

1. Penilaian Pencapaian Belajar Siswa

Pertanyaan yang kerap kali timbul setelah proses pembelajaran adalah apakah

siswa atau peserta didik telah belajar apa yang seharusnya mereka pelajari?, bisakah

siswa memperlihatkan keterampilan atau kemampuan yang telah dirumuskan dalam

tujuan pembelajaran?. Langkah pertama untuk menjawab pertanyaan tersebut telah

ada dalam langkah-langkah model ASSURE, ketika merumuskan tujuan termasuk

kriteria unjuk kerjanya. Pernyataan tujuan tentang unjuk kerja yang dapat diukur akan

membantu kita dalam mengembangkan kriteria untuk evaluasi siswa secara individu

maupun kelompok.

Metode yang digunakan untuk mengukur prestasi siswa tergantung pada

hakikat tujuan pembelajaran. Dapat juga ditujukan untuk mengukur ketrampilan

kognitif sederhana seperti membedakan kata sifat dengan kata kerja. Dalam hal ini

pengukurannya bisa dilakukan menggunakan tes tulis konvensional atau ujian lisan.

57

Sedangkan tujuan-tujuan lain mungkin memerlukan perilaku berjenis proses,

penciptaan produk, atau pemerlihatan sikap. Dan perlu dicatat bahwa prosedur

penilaian hendaknya sejalan dengan tujuan yang dikemukakan dalam model

ASSURE ini.

Saat ini di sekolah-sekolah muncul ketertarikan dalam penilaian autentik.

Penilaian autentik adalah penilaian keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia nyata.

Penilaian autentik fokus pada demonstrasi dari kemampuan untuk mentransfer

pengetahuan dan keterampilan baru dalam situasi yang berbeda. Penilaian autentik

memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pengetahuan dan

keterampilannya dalam situasi nyata. Media dan teknologi dapat digunakan sebagai

bagian dari penilaian autentik, seperti produksi video, pengembangan presentasi slide

dan audio, dll.

2. Mengevaluasi Metode dan Media

Selain mengukur prestasi siswa, evaluasi juga meliputi assesmen terhadap

metode dan media. Pada langkah ini muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

Apakah bahan ajar pembelajarannya efektif ?

Apakah dapat ditingkatkan ?

Apakah efektif ditinjau dari pencapaian belajar siswa ?

Apakah presentasi memakan waktu lebih dari semestinya?

Setelah digunakan, media pembelajaran perlu dievaluasi untuk menentukan

apakah bisa digunakan di masa mendatang atau perlu dimodifikasi terlebih dulu.

Untuk mengevaluasi metode dan media pembelajaran bisa digunakan diskusi kelas,

wawancara perorangan dan pengamatan perilaku siswa. Muncul pertanyaan-

pertanyaan sebagai berikut :

Apakah media membantu siswa dalam mencapai tujuan?

Apakah media efektif menarik perhatian siswa ?

Apakah media memberi kesempatan siswa untuk berpartisipasi?

3. Mengevaluasi Guru

Guru juga perlu dievaluasi, sama seperti komponen lain dalam sistem (siswa,

metode, media). Tidak perlu takut untuk di evaluasi, karena hal ini dapat

meningkatkan kinerja kita sebagai guru. Ada empat tipe dasar dari evaluasi guru:

Evaluasi diri

Evaluasi oleh siswa

Evaluasi oleh teman sejawat

58

Evaluasi ol eh administrator

Untuk evaluasi diri, pengajar dapat merekam presentasinya dengan tape audio

atau video, kemudian menyaksikannya dengan pedoman format evaluasi. Siswa dapat

sangat membantu dalam evaluasi dengan memberikan umpan balik. Cara pengajar

mendesain dan bagaimana respon siswa tentang desain tersebut merupakan masukan

yang beragam. Pengajar dapat juga bertanya pada koleganya, biasanya dengan

mempersilahkan pengajar lain untuk berada dibelakang kelas dan melakukan

pengamatan ketika kita melakukan proses pembelajaran. Di beberapa sekolah,

biasanya administrator mengunjungi kelas yang sedang ada jadwal belajar. Pengajar

dapat meminta administrator tersebut untuk berkunjung lebih sering dengan maksud

untuk evaluasi.

4. Revisi

Langkah terakhir dalam siklus pembelajaran ini adalah melihat kembali dan

mengamati hasil data evaluasi yang telah terkumpul. Akan muncul pertanyaan-

pertanyaan sebagai berikut :

Apakah telah sesuai antara apa yang diinginkan dan apa yang benar-benar terjadi ?

Apakah siswa dapat mencapai satu atau dua tujuan pembelajaran ?

Bagaimana reaksi siswa terhadap metode dan media pembelajaran yang dipakai ?

Apakah pengajar merasa puas dengan nilai bahan ajar yang dipilih ?

Pengajar harus melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah

dilakukan serta masing-masing komponennya. Jangan lupa dibuat catatan-catatan

segera setelah menyelesaikan pembelajaran dan lakukan rujukan ke catatan-catatan

tersebut sebelum mengimplementasikan pembelajaran itu lagi. Jika data evaluasi

anda ternyata menunjukkan adanya kekurangan di bidang-bidang tertentu, maka

sekarang tiba saatnya untuk kembali memperhatikan bagian yang kurang tepat

tersebut.

59

BAB III

MEDIA PEMBELAJARAN MULTIMEDIA

PENGANTAR

Di era teknologi dan informasi yang berkembang pesat saat ini, secara langsung ataupun tidak

langsung sangat mempengaruhi dunia pendidikan. Selain itu perkembangan peserta didik

yang cenderung memanfaatkan teknologi dalam kehidupan sehari-hari juga akan

mempengaruhi gaya belajar mereka. Untuk itu sebagai guru yang professional kita dituntut

untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi dan informasi sehingga proses pembelajaran

dapat menggunakan media-media yang memanfaatkan teknologi, sehingga dapat memenuhi

kebutuhan belajar siswa. Multimedia pembelajaran merupakan salah satu media pembelajaran

yang sesuai dengan era teknologi dan informasi saat ini. Multimedia pembelajaran dapat

dikatakan sebuah complete package dari sebuah media pembelajaraan saat ini. Multimedia

pembelajaran itu mempunyai cakupan yang cukup luas dari sebuah media pembelajaran

karena di dalamnya terdapat animasi, teks, gambar, video, permainan, simulasi, dll, yang

semuanya sangat disukai oleh anak-anak karena menarik dan dapat menimbulkan semangat

belajar siswa. Untuk itu pada bab ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaiatan dengan

multimedia pembelajaran antara lain : pengertian multimedia pembelajaran, model

multimedia pembelajaran, prinsip-prinsip multimedia pembelajaran, kualitas multimedia

pembelajaran, evaluasi multimedia pembelajaran, peran multimedia dalam pembelajaran,

teori belajar yang melandasi pembelajaran dengan multimedia.

A. Pengertian Multimedia Pembelajaran

Ketika berbicara tentang multimedia pembelajaran satu yang tidak dapat pisahkan

adalah komputer. Pemanfaatan komputer dalam pembelajaran merupakan hal baru bagi

siswa, sehingga harus diberikan informasi secara jelas. Secara umum, proses

pemanfaatan komputer menurut Merrill (1996: 11) adalah sebagai berikut:

(a) The computer presents some information. (b) The student is asked to respond to

question or problem related to information. (c) The computer evaluates the student’s

response according to specified criteria. (d) The computer determines what to do next on

the basis of evaluataion of the response.

Penerapan komputer dalam pembelajaran memberikan berbagai informasi.

Aplikasi tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran.

Aplikasi komputer dalam pembelajaran dikenal dengan istilah CAI (Computer Assisted

60

Instruction). Jos Luhukay (Subardjono, 1988:6) berpendapat bahwa pembelajaran

berbantuan komputer adalah suatu bentuk kegiatan belajar bagi peserta didik yang

didalamnya terdapat upaya mengubah tigkah laku yang dikehendakinya dengan

menggunakan komputer sebagai “tool” dan sebagai “resources”, material sebagai

paket pengetahuan, dan siswa sebagi subjek belajar (Subardjono, 1988: 24). Dalam proses

ini, bukan berarti peran guru digantikan oleh komputer, melainkan komputer hanya

sebagai media untuk mencapai tujuan.

Terdapat beberapa potensi jika komputer dijadikan sebagai salah satu media

dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan keefektivitasan proses

pembelajaran. Potensi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memungkinkan terjadi interaksi langsung antara pengguna dengan materi

pembelajaran.

2. Proses belajar dapat berlangsung secara individu sesuai dengan kemampuan

belajar siswa.

3. Komputer mampu meningkatkan minat dan dan motivasi belajar.

4. Komputer dapat memberikan umpan balik terhadap respon siswa dengan segera.

5. Komputer mampu menciptakan proses belajar yang berkesinambungan

Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran sangat membantu

keberhasilan proses belajar mengajar, sebab sebuah komputer mampu memanipulasi

informasi baik operasi sederhana maupun operasi yang kompleks. Seperti yang

didefinisikan oleh Gerlach (1980:33) bahwa:

“a computer is a machines especially designed for manipulation of coded

information, an automatic machines for performing simple and complex operation. It

operates with numbers expressed directly as units in a decimal, binary, or other system”.

Dari beberapa pernyataan di atas mengandung makna bahwa komputer

mampu berinteraksi secara langsung dengan siswa secara individual. Siswa dapat

memecahkan masalah sesuai dengan kemampuan siswa, sehingga individual difference

sangat dihargai dan memegang peranan penting dalam pembelajaran berbasis

komputer tersebut.

Berlanjut ke definisi multimedia, banyak definisi multimedia yang dikemukakan

oleh para ahli yang telah lama memahami tentang multimedia pembelajaran. Berikut akan

disajikan bebepa definfi multimedia pembelajaran. Multimedia menurut Rob Philip

(1997:8): ”The multimedia component is characterized by the prsense of the text,

pictures, sound, animation, and video; some or all of which are organized into some

61

coherent program”. Komponen multimedia dutandai dengan adanya teks, gambar,

suara, animasi, dan video; beberapa atau semuanya diatur dalam program yang

berkesinambungan.

Sementara Heinch (1996:260) mendefinisikan multimedia sebagai kombinasi

dua atua lebih format media yang dipadukan secara integrative sehingga menghasilkan

program informasi atau program pendidikan. Ahli lain berpendapat bahwa multimedia

merupakan kombinasi yang terdiri atas teks, seni grafik, bunyi, animasi dan video yang

diterima oleh pengguna melalui komputer (Vaughan, 2006: 2).

Pengertian Multimedia menurut Hackbart (1996: 228),: “...Multimedia is

suggested as meaning the use of multiple media for mats for the presentation of

information, including texts, still or animated graphics, movie segments, video, and audio

information, Computer-based interactive multimedia includes hypermedia and

hypertext”. Multimedia dapat diartikan sebagai suatu penggunaan dari gabungan

beberapa media dalam menyampaikan informasi yang berupa teks, grafis atau animasi

grafis, movie, video dan audio. Multimedia interaktif yang berbasis computer

meliputi hypermedia dan hypertext. Hypermedia merupakan suatu penggunaan

format presentasi multimedia yang terdiri atas teks, grafis diam atau animasi,

bentuk movie, video dan audio. Hypertext yaitu bentuk teks, diagram statis, gambar

dan tabel yang ditayangkan dan disusun secara tidak linier (urut atau segaris).

Roblyer (2003: 164) menyatakan “Multimedia simply means “multimedia” or “a

combination media” The media can be still pictures, sound, motion video, animation

and/or text items combined in a product whose purpose is to communicate

information”. Multimedia atau media kombinasi merupakan media yang terdiri dari

gambar diam, suara, video gerak, animasi dan yang teks digabungkan dalam suatu

produk yang bertujuan untuk memberikan informasi. Lebih lanjut Reddi & Mishra

(2003: 4) mengungkapkan juga multimedia “As such multimedia can be defined as

an integration of multiple media elements (audio, video, graphics, text, animation

etc.) into one synergetic and symbiotic whole that results in more benefits for the end

user than any one of the media element can provide individually”. Multimedia

didefinisikan sebagai beberapa unsur yang terintegrasi kedalam media (audio,video,

grafik, teks, animasi, dan lain-lain) menjadi satu kesatuan yang sinergis dan simbiosis

yang memberikan keuntungan bagi pengguna maupun individu.

Sedangkan Ariesto Hadi (2003: 3) mengungkapkan multimedia sudah ada

sebelum komputer menampilkan presentasi dengan menggunakan beberapa cara.

62

Komputer mempunyai kemampuan dalam mengorganisir beberapa atau keseluruhan

komponen multimedia yang terpadu. Sedangkan komponen interaktif yang tertuju pada

proses kekuasaan pengguna atau user untuk mengontrol program-program yang

dijalankan oleh komputer. Inilah yang disebut sebagai multimedia interaktif

menggambarkan keseluruhan bentuk cara baru dari software komputer yang

membawa informasi- informasi.

Dari beberapa pengertian multimedia yang dikemukakan oleh para ahli tersebut

dapat ditarik kesimpulan bahwa multimedia merupakan suatu program atau aplikasi

komputer yang terdiri dari gabungan antara teks, gambar, grafis, animasi, audio dan

video, serta cara penyampaian interaktif sehingga dapat membuat suatu pengalaman

belajar bagi siswa seperti dalam kehidupan nyata disekitarnya. Multimedia dapat

berfungsi menjadi sebuah sistem karena merupakan sekumpulan objek yang berhubungan

dan bekerjasama untuk menghasilkan suatu hasil yang diinginkan. Didalam penggunaan

multimedia memerlukan hardware (perangkat keras) yang berfungsi untuk memfasilitasi

penyampaian materi dan software (perangkat lunak) yang berisi program- program

yang akan disampaikan. Selain itu dapat pula melibatkan alat-alat lain yang

menunjang sistem multimedia tersebut agar mendapatkan penyajian audiovisual yang

penuh. Multimedia memungkinkan pemakai komputer untuk mendapatkan output

dalam bentuk yang lebih kaya dari pada media konvensional. Multimedia melibatkan

perangkat keras dan perangkat lunak. Istilah multimedia identik dengan komputer

multimedia, yaitu komputer yang memiliki kemampuan olah data. Olah kata, olah

gambar, dan olah gerak di mana masing-masing unsur tersebut saling melengkapi,

menunjang, dan saling membantu.

Sedangkan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penciptaan lingkungan

yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Belajar dalam pengertian aktifitas mental

siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga menghasilkan perubahan

perilaku yang bersifat relative berkelanjutan. Dengan demikian multimedia

pembelajaran merupakan aplikasi multimedia yang digunakan dalam proses

pembelajaran dalam menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) serta

dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan belajar sehingga proses

belajar terjadi, bertujuan dan terkendali.

63

B. Model Multimedia Pembelajaran

Smaldino, Lowther & Russell (2011: 32-47) mengungkapkan strategi

pembelajaran dalam memadukan teknologi dan media ke dalam jenis demonstrasi,

latihan, tutorial, diskusi, simulasi dan penyelesaian masalah. Alessi & Trollip (2001:

10) menyatakan multimedia pembelajaran interaktif dapat dibagi menjadi delapan jenis

yaitu: tutorials, hypermedia, drills, simulations, games, tool and open-ended-learning

environment, test, and web-based-learning. Schwier & Earl (1993: 20-21) membagi

format multimedia pembelajaran menjadi 3 yaitu: drill and practice, tutorial,

games/simulation.

1. Praktik dan latihan, bentuk interaksi ini digunakan untuk melatih siswa menggunakan

konsep, aturan (rule) atau prosedur yang telah diajarkan sebelumnya. Melalui

serangkaian contoh dari konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, siswa diberi

kesempatan untuk berlatih agar terampil dalam menerapkan konsep dan pengetahuan

tersebut. Ganjaran diberikan setiap kali siswa berhasil melakukan tugasnya dengan

baik. Pemberian ganjaran yang positif (positive reward) terhadap prestasi belajar

akan memberikan kemungkinan yang lebih besar kepada siswa untuk mengulangi

keberhasilan yang telah dicapai. Hal ini dikenal dengan istilah reinforcement

atau pengukuhan terhadap hasil belajar. Biasanya interaksi yang berbentuk

praktik dan latihan menampilkan sejumlah pertanyaan atau soal yang bervariasi

yang harus dijawab oleh siswa. Siswa biasanya diberi kesempatan untuk mencoba

beberapa alternatif jawaban sebelum tiba pada jawaban yang benar. Interaksi

dalam bentuk ini biasanya berisi pertanyaan dan soal-soal dengan tingkat kesulitan

yang berbeda. Dalam interaksi berbentuk praktik dan latihan disediakan umpan

balik dan pengukuhan (reinforcement) baik yang bersifat positif dan negatif.

2. Tutorial, pada interaksi yang berbentuk tutorial, pengetahuan dan informasi

ditayangkan dalam unit-unit kecil yang kemudian diikuti dengan serangkaian

pertanyaan. Pola pembelajaran pada interaksi berbentuk tutorial biasanya dirancang

secara bercabang (branching). Siswa dapat diberi kesempatan untuk memilih topik-

topik pembelajaran yang ingin dipelajari dalam suatu mata pelajaran. Semakin

banyak topik-topik pembelajaran yang dapat dipilih, akan semakin mudah program

tersebut diterima oleh siswa. Dalam interaksi berbentuk tutorial, informasi dan

pengetahuan dikomunikasikan sedemikian rupa seperti situasi pada waktu guru

memberi bimbingan kepada siswa.

64

3. Permainan, interaksi berbentuk permainan (game) akan bersifat instruksional apabila

pengetahuan dan keterampilan yang terdapat didalamnya bersifat akademik dan

mengandung unsur pelatihan (training). Sebuah bentuk permainan disebut

instruksional apabila didalamnya terdapat tujuan pembelajaran (instructional

objective) yang harus dicapai. Saat ini banyak beredar permainan komputer (computer

games) yang hanya menekankan pada unsur rekreasi semata. Walaupun demikian

permainan komputer tersebut paling tidak mengandung unsur positif yaitu

membentuk pemakainya mengetahui cara kerja komputer yang kemudian dapat

memancing timbulnya minat memahami komputer (computer literacy). Sama halnya

dengan interaktif lain, permainan harus mengandung tingkatkesulitan tertentu dan

memberikan umpan balik terhadap tanggapan yang dikemukakan oleh siswa. Dalam

program pembelajaran berbentuk permainan, umpan balik diberikan dalam bentuk

skor atau nilai standar yang dicapai setelah melakukan rangkaian permainan. Dalam

program dalam bentuk permainan harus ada aturan (rule) yang dapat dipakai sebagai

acuan untuk menentukan orang yang keluar sebagai pemenang. Penentuan pemenang

dalam permainan ditentukan berdasarkan skor yang dicapai kemudian dibandingkan

dengan prestasi belajar standar yang harus dicapai.

4. Simulasi, dalam interaksi berbentuk simulasi siswa dihadapkan pada situasi buatan

(artificial) yang menyerupai kondisi dan situasi yang sesungguhnya. Program-

program pembelajaran interaktif berbentuk simulasi memberi kemungkinan bagi

pemakainya untuk melakukan latihan nyata tanpa harus menghadapi resiko yang

sebenarnya. Model simulasi pada dasarnya merupakan salah satu strategi

pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret

melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang

sebenarnya. Model simulasi terbagi ke dalam empat kategori yaitu : fisik, situasi,

prosedur, dan proses dimana masing-masing kategori tersebut digunakan sesuai

dengan kepentingan tertentu. Tujuan dari pembelajaran melalui model simulasi

berorientasi pada upaya dalam memberikan pengalaman nyata kepada siswa melalui

peniruan suasana.