Bahan Ajar - Media Pembelajaran
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Bahan Ajar - Media Pembelajaran
1
BAB I
KONSEP DASAR MEDIA PEMBELAJARAN
PENGANTAR
Media Pembelajaran merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Media
pembelajaran memegang peranan yang cukup vital terhadap penyampaian pesan atau materi
pelajaran kepada siswa. Mengapa demikian ? karena media pembelajaran bertanggung jawab
sebagai salah satu faktor keberhasilan sampainya pesan atau materi pelajaran kepada siswa
agar materi pelajaran tersebut dapat dikelola dan dicerna oleh siswa, sehingga siswa
memperoleh sebuah konsep yang konkret dan dapat memahaminya dengan baik. Untuk itu
pada bahasan bab awal ini akan dipaparkan dengan jelas konsep-konsep yang berhubungan
dengan media pembelajaran sehingga mahasiswa mampu memahami : definisi media
pembelajaran, landasan teoritis dan prinsip penggunaan media pembelajaran, posisi media
pembelajaran, fungsi media pembelajaran, klasifikasi dan karakteristik media pembelajaran,
perkembangan media pembelajaran, kriteria dan langkah-langkah pemilihan dan penggunaan
media pembelajaran.
A. Definisi Media Pembelajaran
Sebelum jauh membahas lebih dalam tentang media pembelajaran kita sebaiknya
memahami tentang definisi media pembelajaran itu sendiri. Dengan memahami berbagai
macam definisi media pembelajaran dari para ahli akan memudahkan kita untuk
membahas hal-hal yang berkaiatan dengan media pembelajaran lebih jauh. Berikut akan
di paparkan beberapa definisi tentang media pembelajaran.
Istilah media yang merupakan bentuk jamak dari medium secara harfiah
berarti perantara atau pengantar. Media dikatakan pula sebagai segala bentuk dan
saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Kata segala
memberi makna bahwa yang disebut media tidak terbatas pada jenis media yang
dirancang secara khusus untuk mencapai tujuan tertentu, akan tetapi juga yang
keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk memperjelas atau mempermudah
pemahaman siswa terhadap materi atau pesan tertentu. Jadi apapun bentuknya apabila
dapat digun akan untuk menyalurkan pesan dapat disebut media.
Gagne (1970) mendefinisikan media yaitu media are various components in
learners’ environment which support the learners learn. Briggs (1970) berpendapat
media are physical means which are used to send messages to the students and stimulate
2
them to learn. Terkait dengan pembelajaran, media adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan dari pengirim pesan dalam hal ini guru kepada
penerima pesan yaitu siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan dan perhatian
anak didik untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Sementara
itu E. De Corte dalam WS.Winkel menyatakan bahwa media pembelajaran adalah
suatu sarana non personal (bukan manusia) yang digunakan atau disediakan oleh tenaga
pengajar yang memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar, untuk
mencapai tujuan intruksional. Arief S. Sadiman (1993) menyatakan bahwa media
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim kepenerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, minat, serta perhatian
siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Adapun Oemar Hamalik
(1994), pakar pendidikan Indonesia menyatakan media adalah alat, metode, dan
teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interest
antara guru dan anak didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran disekolah.
Dari beberapa pendapat ahli diatas mengenai definisi media pembelajaran dapat
disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dibuat atau
digunakan dan dintegrasikan oleh guru dalam proses pembelajaran sehingga dapat
membantu dan memudahkan guru dan siswa dalam menyampaikan dan menerima isi
materi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan bertujuan
untuk mencapai kompetensi pembelajaran yang telah ditentukan.
Setelah mencermati pengertian di atas, bahwa media pembelajaran itu terdiri atas
dua unsur penting, yaitu unsur peralatan atau perangkat keras (hardware) dan
unsur pesan dibawanya (message/software). Unsur pesan (software) adalah informasi
atau bahan ajar dalam tema atau topik tertentu yang akan disampaikan atau
dipelajari siswa, sedangkan unsur perangkat keras (hardware) adalah sarana atau
peralatan yang digunakan untuk menyajikan pesan tersebut. Dengan demikian, sesuatu
baru bisa dikatakan media pembelajaran jika sudah memenuhi dua unsur tersebut.
B. Landasan Teoritis Penggunaan Media Pembelajaran
Sebagai bagian penting dalam proses pembelajaran media pembelajaran
memegang peranan yang dominan dalam proses penyampaian pesan materi pembelajaran
dari guru kepada siswa. Terdapat beberapa landasan teoritis yang mendasari penggunaan
media dalam proses pembelajaran yaitu:
3
1. Landasan Filosofis
Daryanto (2010:12) memaparkan landasan filosofis penggunaan media
pembelajaran yaitu bahwa dengan digunakannya berbagai jenis media hasil teknologi
baru di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang manusiawi.
Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran akan terjadi
dehumanisasi. Bukankan dengan adanya berbagai media pembelajaran justru siswa
dapat mempunyai banyak pilihan media pembelajaran untuk digunakan dalam proses
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pribadinya. Dengan kata lain siswa
sangat dihargai harkat kemanusiaanya diberi kebebasan untuk menentukan pilhan,
baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian,
penerapan teknologi tidak berarti dehumanisasi. Sebenarnya perbedaan pendapat
tersebut tidak perlu muncul, yang penting bagaimana pandangan guru terhadap siswa
dalam proses pembelajaran. Jika guru menganggap siswa sebagai anak manusia yang
memiliki keprbadian, harga diri, motivasi, dan memiliki kemampuan pribadi yang
berbeda dengan yang lain, maka baik menggunakan media hasil teknologi baru atau
tidak, proses pembelajaran yang dilakukan akan tetap menggunakan pendekatan
humanis.
2. Landasan Psikologis
Belajar adalah proses yang kompleks dan unik; artinya, sesorang yang
belajar melibatkan segala aspek kepribadiannya, baik fisik maupun mental.
Keterlibatan dari semua aspek kepribadian ini akan nampak dari perilaku
belajar orang itu. Perilaku belajar yang nampak adalah unik; artinya perilaku itu
hanya terjadi pada orang itu dan tidak pada orang lain. Setiap orang memunculkan
perilaku belajar yang berbeda.
Keunikan perilaku belajar ini disebabkan oleh adanya perbedaan
karakteristik yang menentukan perilaku belajar, seperti: gaya belajar (visual vs
auditif), gaya kognitif (field independent vs field dependent ), bakat, minat, tingkat
kecerdasan, kematangan intelektual, dan lainnya yang bisa diacukan pada
karakteristik individual siswa. Perilaku belajar siswa yang kompleks dan unik ini
menuntut layanan dan perlakuan pembelajaran yang kompleks dan unik pula
untuk setiap siswa. Komponen pembelajaran yang bertanggungjawab untuk
menangani masalah ini adalah strategi penyampaian pembelajaran, lebih khusus
lagi media pembelajaran. Strategi (media) pembelajaran haruslah dipilih sesuai
dengan karakteristik individual siswa. Ia sedapat mungkin harus memberikan layanan
4
pada setiap siswa sesuai dengan karakteristik belajarnya. Umpamanya, siswa yang
memiliki gaya belajar visual harus mendapatkan rangsangan belajar visual,
seperti halnya siswa yang memiliki gaya auditif harus mendapatkan rangsangan
belajar auditif.
Landasan psikologis sangat penting diperhatikan dalam penggunaan media
pembelajaran, karena persepsi siswa juga sangat mempengaruhi dalam menentukan
hasil belajar. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan
persepsi, hendaknya diupayakan secara optimal agar proses pembelajaran dapat
berjalan secara efektif. Landasan psikologis perlu diperhatikan karena dengan
pemilihan media yang tepat dapat menarik perhatian siswa dan memberikan kejelasan
objek yang diamatinya selain itu media pembelajaran yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran harus disesuaikan dengan pengalaman siswa. Dalam hal
psikologis, anak akan lebih mudah mempelajari hal yang bersifat konkrit daripada
yang bersifat abstrak, ada beberapa pendapat dari beberapa ahli mengenai landasan
psikologis dalam penggunaan media pembelajaran, diantaranya:
a. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Jean Piaget, seorang psikolog dan pendidik berkebangsaan Swiss, terkenal
karena teori pembelajaran berdasarkan tahap yang berbeda-beda dalam
perkembangan intelegensi anak. Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi
pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari
tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan
(aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif
berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan
kemampuan rasional (akal).
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama
yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia :
5
Gambar 1. Tahap Perkambangan Kognitif Menurut Jean Piaget
1) Periode Sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga
dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui
diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama
dari empat periode.
Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan
pemahaman spatial / persepsi penting dalam enam sub-tahapan :
a) Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
b) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat
bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
c) Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai
sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara
penglihatan dan pemaknaan.
d) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan
sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek
sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari
sudut berbeda (permanensi objek).
6
e) Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai
delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara
baru untuk mencapai tujuan.
f) Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan
tahapan awal kreativitas.
2) Periode Praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan
mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia
dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul.
Pemikiran (Pra) Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan
secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental
yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar
menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut
pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri,
seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau
mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor
dan muncul antara usia dua sampai tujuh tahun. Dalam tahapan ini, anak
mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan
benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih
menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka
cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia
dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan
memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring
pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik.
Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap
benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan. Karakteristik anak pada tahap ini
adalah sebagai berikut:
a) Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya
dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak
rela bila barang miliknya dipegang oleh orang lain.
7
b) Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang
membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka
masih bersifat irreversible.
c) Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus,
dan belum mampu bernalar (reasoning) secara individu dan deduktif.
d) Anak bernalar secara transduktif (dari khusus ke khusus). Anak juga belum
mampu membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti
berbohong. Ini terjadi karena anak belum mampu memisahkan kejadian
sebenarnya dengan imajinasi mereka.
e) Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi).
f) Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang
mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok
yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dan telah mulai mengerti konsep
yang konkrit.
3) Periode Operasional Konkrit (usia 7–11 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia
tujuh sampai sebelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang
memadai.
Proses-proses penting selama tahapan operasional konkrit adalah :
a) Pengurutan adalah kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran,
bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran,
mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling
kecil.
b) Klasifikasi adalah kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain,
termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda
lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan
logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan)
c) Decentering adalah anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari
suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak
akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya
dibanding cangkir kecil yang tinggi.
8
d) Reversibility adalah anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda
dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat
dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan
4, jumlah sebelumnya.
e) Konservasi adalah memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-
benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek
atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang
seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke
gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak
dengan isi cangkir lain.
f) Penghilangan sifat Egosentrisme berarti kemampuan untuk melihat sesuatu
dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan
cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti
menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian
Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali
ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti
akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu
bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Ciri-ciri operasi konkret yang lain, yaitu:
a) Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh. Pada tahap ini, seorang anak
mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman dan
objek yang dialami. Menurut Piaget, adaptasi dengan lingkungan disatukan
dengan gambaran akan lingkunganitu.
b) Melihat dari berbagai macam segi. Anak mpada tahap ini mulai mulai dapat
melihat suatu objek atau persoalan secara sediki menyeluruh dengan melihat
apek-aspeknya. Ia tidak hanya memusatkan pada titik tertentu, tetapi dapat
bersam-sam mengamati titik-titik yang lain dalam satu waktu yang bersamaan.
c) Seriasi. Proses seriasi adalah proses mengatur unsur-unsur menurut semakin
besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut. Menurut Piaget, bila
seorang anak telah dapat membuat suatu seriasi maka ia tidak akan mengalami
banyak kesulitaan untuk membuat seriasi selanjutnuya.
d) Klasifikasi menurut Piaget, bila anak yang berumur 3 tahun dan 12 tahun
diberi bermacam-maam objek dan disuruh membuat klasifikasi yang serupa
menjadi satu, ada beberapa kemungkinan yang terjadi.
9
e) Bilangan. Dalam percobaan Piaget, ternyata anak pada tahap praoperasi
konkret belum dapat mengerti soal korespondensi satu-satu dan kekekalan,
namun pada tahap tahap operasi konkret, anak sudah dapat mengerti soal
karespondensi dan kekekalan dengan baik. Dengan perkembangan ini berarti
konsep tentang bilangan bagi anak telah berkembang.
f) Ruang, waktu, dan kecepatan. Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak sudah
mengerti tentang urutan ruang dengan melihat intervaj jarak suatu benda. Pada
umur 8 tahun anak sudan sudah sapat mengerti relasi urutan waktu dan jug
akoordinasi dengamn waktu, dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan
konsep waktu dan kecepatan.
g) Probabilitas. Pada tahap ini, pengertian probabilitas sebagai suatu
perbandingan antara hal yang terjadi dengan kasus-kasus yang mulai
terbentuk.
h) Penalaran. Dalam pembicaraan sehari-hari, anak pada tahap ini jarang
berbicara dengan suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa yang terjadi. Pada
tahap ini, menurut Piaget masih ada kesulitan dalam melihat persoalan secara
menyeluruh.
i) Egosentrisme dan Sosialisme. Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu
egosentris dalam pemikirannya. Ia sadar bahwa orang lain dapat mempunyai
pikiran lain.
4) Periode Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif
dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat
pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah
diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan
menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang
dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat
segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu”
di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat
terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa
secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan
perkembangan sosial.
10
Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap
ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa
dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Sifat pokok tahap operasi formal adalah pemikiran deduktif hipotesis, induktif
sintifik, dan abstrak reflektif.
a) Pemikiran Deduktif Hipotesis
Pemikiran deduktif adalah pemikiran yang menarik kesimpulan yang spesifik
dari sesuatu yang umum. Kesimpulan benar hanya jika premis-premis yang
dipakai dalam pengambilan keputusan benar. Alasan deduktif hipotesis adalah
alasan/argumentasi yang berkaitan dengan kesimpulan yang ditarik dari
premis-premis yang masih hipotetis. Jadi, seseorang yang mengambil
kesimpulan dari suatu proposisi yang diasumsikan, tidak perlu berdasarkan
dengan kenyataan yang real.
Dalam pemikiran remaja, Piaget dapat mendeteksi adaanya pemikiran yang
logis, meskipun para remaja sendiri pada kenyataannya tidak tahu atau belum
menyadari bahwa cara berpikir mereka itu logis. Dengan kata lain, model logis
itu lebih merupakan hasil kesimpulan Piaget dalam menafsirkan ungkapan
remaja, terlepas dari apakah para remaja sendiri tahu atau tidak.
b) Pemikiran Induktif Sintifik
Pemikiran induktif adalah pengambilan kesimpulan yang lebih umum
berdasarkan kejadian-kejadian yang khusus. Pemikiran ini disebut juga dengan
metode ilmiah. Pada tahap pemikiran ini, anak sudah mulai dapat membuat
hipotesis, menentukan eksperimen, menentukan variabel control, mencatat
hasi, dan menarik kesimpulan. Disamping itu mereka sudah dapat memikirkan
sejumlah variabel yang berbeda pada waktu yang sama.
c) Pemikiran Abstraksi Reflektif
Menurut Piaget, pemikiran analogi dapat juga diklasifikasikan sebagai
abstraksi reflektif karena pemikiran itu tidak disimpulkan dari pengalaman.
b. Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Kajian psikologis menyatakan bahwa anak akan lebih mudah
mempelajarai hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan
continuum konkret-abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media
pembelajaran, ada beberapa pendapat. Pertama, bahwa dalam proses pembelajaran
hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film (iconic
11
representation of experiment) kemudian ke belajar dengan simbol, yaitu
menggunakan kata-kata (symbolic representation). Hal ini juga berlaku tidak
hanya untuk anak, tetapi juga untuk orang dewasa. Kedua, bahwa sebenarnya nilai
dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, ia
membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang paling
abstrak. Ketiga, membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari siswa yang
berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kmeudian menuju siswa sebagai
pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siswa sebagai pengamat terhadap
kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir siswa sebagai pengamat
kejadian yang disajikan dengan symbol. Jenjang konkrit-abstrak ini ditunjukkan
dengan bagan dalam bentuk kerucut pengalaman (cone of experience).
Gambar 2. Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Bermacam peralatan dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan
pesan materi pelajaran kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran untuk
menghindari verbalisme yang masih mengkin terjadi kalau hanya digunakan alat
bantu visual semata. Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan
pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale melukiskannya dalam sebuah kerucut
yang kemudian dinamakan Kerucut Pengalaman Edgar Dale.
Kerucut pengalaman menjadi acuan secara luas untuk menentukan alat
bantu atau media pembelajaran apa yang sesuai agar siswa memperoleh
pengalaman belajar secara mudah. Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh
12
Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh
siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari,
proses mengamati, dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses
mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret media pembelajaran yang
digunakan siswa dalam proses pembelajaran, contohnya melalui pengalaman
langsung, maka semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Sebaliknya
semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan
bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.
Efektifitas penggunaan media pembelajaran bukan ditentukan oleh
seberapa canggih dan modernnya alat yang digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran, melainkan kesesuaian media tersebut dengan materi pelajaran yang
diajarkan. Sangat dimungkinkan guru mengajar tanpa bantuan media
pembelajaran, karena materi yang disajikan adalah materi atau konsep yang
sederhana dan tidak terlalu abstrak. Sehingga cukup dengan memberi penjelasan
secara verbal saja materi pelajaran yang disampaikan dapat dipahami oleh siswa
dengan baik.
3. Landasan Teknologis
Daryanto (2011:15) memaparkan landasan teknologis dalam penggunaan
media pembelajaran dimana Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek
perancangan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, dan penilaian proses dan
sumber belajar. Jadi, teknologi pembelajaran merupakan proses kompleks dan terpadu
yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis
masalah, mencari cara pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola
pemecahan masalah-masalah dalam situasi di mana kegiatan belajar itu mempunyai
tujuan dan terkontrol. Dalam teknologi pembelajaran, pemecahan masalah dilakukan
dalam bentuk: kesatuan komponen-komponen sistem pembelajaran yang telah disusun
dalam fungsi disain atau seleksi, dan dalam pemanfaatan serta dikombinasikan
sehingga menjadi sistem pembelajaran yang lengkap.
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang pengertian teknologi
pendidikan. Istilah yang digunakan dalam bahasa inggris adalah instructional
technology, atau educational technology. Salah satunya, pendapat yang dikemukakan
oleh Commission on Instructional Technology yang meyatakan bahwa “instructional
technology means the media born of the communication revolution which can be used
for instructional purpose alongside the teacher, the book, and the blackboard”. Jadi
13
yang diutamakan ialah media komunikasi yang berkembang secara pesat sekali yang
dimanfaatkan dalam pendidikan.
Pada hakikatnya teknologi pendidikan adalah suatu pendekatan yang
sistematis dan kritis tentang pendidikan. Teknologi pendidikan memandang soal
mengajar dan belajar sebagai masalah atau problem yang harus dihadapi secara
rasional dan ilmiah. Ada dua pendekatan dalam memberikan pengertian teknologi
pendidikan, yaitu:
a. Teknologi pendidikan sebagai suatu pendekatan perangkat keras (hardware
approach). Menurut pendekatan ini teknologi pendidikan mengandung makna
sebagai pemanfaatan atau penggunaan peralatan yang canggih dalam sistem
pendidikan.
b. Teknologi pendidikan sebagai suatu pendekatan perangkat lunak (software
approach). Menurut pendekatan ini teknologi pendidikan merupakan aplikasi
prinsip-prinsip ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Setiap bidang pekerjaan supaya berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan
memerlukan prinsip-prinsip yang diperhatikan oleh pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya. Prinsip adalah ranbu-rambu atau pedoman yang harus dipegangi dalam
upaya pemecahan masalah-masalah belajar, teknologi pendidikan. Ada tiga prinsip
dasar yang digunakan dalam mengembangkan teknologi pendidikan, yaitu: 1)
berorientasi pada si-belajar (learning oriented), 2) menggunakan pendekatan sistem,
dan 3) pemanfaatan sumber belajar secara luas dan maksimal (Karti Soeharto, dkk.,
1995:9-10).
Pengaruh penerapan teknologi pendidikan terhadap pengambilan keputusan
pendidikan, yaitu: penetapan isi, rancangan pembelajaran, produksi bahan
pembelajaran, evaluasipembelajara, interaksi dengan si-belajar, dan penilaian belajar.
Pengaruh penerapan teknologi pendidikan terhadap pola pembelajaran dapat
diidentifikasi yaitu: pola pembelajaran tradisional dalam bentuk tatap muka guru-
peserta didik, pola pembelajaran guru dengan media, pola pembelajaran dimana
kurikulum sampai kepada peserta didik melalui interaksi langsung antara peserta didik
dengan sumber-sumber belajar, dan pola pembelajaran langsung yang “bermedia
saja”.
4. Landasan Empiris
Daryanto (2011:16) memaparkan landasan empiris dalam penggunaan media
pembelajaran dimana temuan-temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat
14
interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan karakteristik belajar siswa
dalam menentukan hasil belajar siswa. Artinya, siswa akan mendapat keuntungan
yang signifikan bila ia belajar dengan menggunakan media yang sesuai dengan
karakteristik tipe atau gaya belajarnya. Siswa yang memilih tipe belajar visual akan
lebih memperoleh keuntungan bila pembelajaran menggunakan media visual, seperti
gambar, diagram, video, atua film. Sementara siswa yang memilih tipe belajar auditif,
akan lebih suka belajar dengan media audio, seperti radio, rekaman suara, atau
ceramah guru. Akan kebih tepat dan menguntungkan siswa dari kedua tipe belajar
tersebut jika menggunakan media audio-visual. Berdasarkan landasan rasional empiris
tersebut, maka pemilihan media pembelajaran hendaknya jangan atas dasar kesukaan
guru, tetapi harus mempertimbangkan kesesuaian antara karakteristik peserta didik,
karakteristik materi atau mata pelajaran, dan karakteristik media itu sendiri.
Agar penggunaan media pembelajaran berlangsung efektif, guru sebaiknya
memahami gaya-gaya belajar siswa, berikut akan dipaparkan gaya-gaya belajar siswa.
Gaya belajar siswa atau student learning style dapat diartikan sebagai karakteristik
kognitif, afektif, dan perilaku psikologis seorang siswa tentang bagaimana dia
memahami sesuatu, berinteraksi dan merespons lingkungan belajarnya, yang bersifat
unik dan relatif stabil.
a. Gaya Belajar Menurut David Kolb
Dalam berbagai literatur tentang belajar dan pembelajaran, kita akan
menjumpai sejumlah konsep tentang gaya belajar siswa, dan salah satunya adalah
gaya belajar sebagaimana dikemukakan oleh David Kolb, salah seorang ahli
pendidikan dari Amerika Serikat, yang mempopulerkan teori belajar “Experiential
Learning”. Kolb mengklasifikasikan gaya belajar Siswa ke dalam empat
kecenderungan utama yaitu:
1) Concrete Experience (CE). Siswa belajar melalui perasaan (feeling), dengan
menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih mementingkan relasi
dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Siswa
melibatkan diri sepenuhnya melalui pengalaman baru, siswa cenderung lebih
terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
2) Abstract Conceptualization (AC). Siswa belajar melalui pemikiran (thinking)
dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan
pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi. Siswa
15
menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi
teori yang sehat, dengan mengandalkan pada perencanaan yang sistematis.
3) Reflective Observation (RO). Siswa belajar melalui pengamatan (watching),
penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari
berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati.
Siswa akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk
opini/pendapat, siswa mengobservasi dan merefleksi pengalamannya dari
berbagai segi.
4) Active Experimentation (AE). Siswa belajar melalui tindakan (doing),
cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani
mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Siswa
akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan,
pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya. Siswa menggunakan teori
untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan.
Gambar 3. Gaya Belajar Menurut David Kolb
Kolb mengemukakan, bahwa setiap individu tidak didominasi oleh satu
gaya belajar tertentu secara absolut, tetapi cenderung membentuk kombinasi dan
konfigurasi gaya belajar tertentu, yang diklasifikasikannya ke dalam 4 (empat)
tipe:
16
Gambar 4. Kombinasi dan Konfigurasi Gaya Belajar Kolb
1) Tipe 1. Diverger.
Tipe ini perpaduan antara Concrete Experience (CE) dan Reflective
Observation (RO), atau dengan kata lain kombinasi dari perasaan (feeling) dan
pengamatan (watching). Siswa dengan tipe Diverger memiliki keunggulan
dalam kemampuan imajinasi dan melihat situasi kongkret dari banyak sudut
pandang yang berbeda, kemudian menghubungkannya menjadi sesuatu yang
bulat dan utuh. Pendekatannya pada setiap situasi adalah “mengamati” dan
bukan “bertindak”. Siswa seperti ini menyukai tugas belajar yang
menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide dan gemar mengumpulkan berbagai
informasi, menyukai isu tentang kesusastraan, budaya, sejarah, dan ilmu-ilmu
sosial lainnya. Mereka biasanya lebih banyak bertanya “Why?”. Peran dan
fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai
Motivator.
2) Tipe 2. Assimilator.
Tipe kedua ini perpaduan antara Abstract Conceptualization (AC) dan
Reflective Observation (RO) atau dengan kata lain kombinasi dari pemikiran
(thinking) dan pengamatan (watching). Siswa dengan tipe Assimilator
memiliki keunggulan dalam memahami dan merespons berbagai sajian
informasi serta mengorganisasikan merangkumkannya dalam suatu format
yang logis, singkat, dan jelas. Biasanya siswa tipe ini cenderung lebih
teoritis, lebih menyukai bekerja dengan ide serta konsep yang abstrak,
daripada bekerja dengan orang. Mata pelajaran yang yang diminatinya adalah
17
bidang sains dan matematika. Mereka biasanya lebih banyak bertanya
“What?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini
adalah sebagai seorang Expert.
3) Tipe 3. Converger.
Tipe ini perpaduan antara Abstract Conceptualization (AC) dan Reflective
Observation (RO) atau dengan kata lain kombinasi dari berfikir (thinking) dan
berbuat (doing). Siswa mampu merespons terhadap berbagai peluang dan
mampu bekerja secara aktif dalam setiap tugas yang terdefinisikan secara
baik. Siswa gemar belajar bila menghadapi soal dengan jawaban yang pasti,
dan segera berusaha mencari jawaban yang tepat. Dia mau belajar secara trial
and error hanya dalam lingkungan yang dianggapnya relatif aman dari
kegagalan. Siswa dengan tipe Converger unggul dalam menemukan fungsi
praktis dari berbagai ide dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang
baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka juga
cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif). Dia cenderung tidak
emosional dan lebih menyukai bekerja yang berhubungan dengan benda dari
pada manusia, masalah sosial atau hubungan antar pribadi. Mata pelajaran
yang yang diminati adalah bidang IPA dan teknik. Mereka biasanya lebih
banyak bertanya “How?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk
menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang Coach, yang dapat
menyediakan praktik terbimbing dan dapat memberikan umpan balik yang
tepat.
4) Tipe 4. Accomodator
Tipe ini perpaduan antara Concrete Experience (CE) dan Active
Experimentation (AE) atau dengan kata lain kombinasi antara merasakan
(feeling) dengan berbuat (doing). Siswa tipe ini senang mengaplikasikan
materi pelajaran dalam berbagai situasi baru untuk memecahkan berbagai
masalah nyata yang dihadapinya. Kelebihan siswa tipe ini memiliki
kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya
sendiri. Mereka suka membuat rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai
pengalaman baru yang menantang. Dalam usaha memecahkan masalah,
mereka biasanya mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan
masukan/informasi) dibanding analisa teknis. Mereka cenderung untuk
bertindak berdasarkan intuisi/dorongan hati daripada berdasarkan analisa
18
logis, sering menggunakan trial and error dalam memecahkan masalah,
kurang sabar dan ingin segera bertindak. Bila ada teori yang tidak sesuai
dengan fakta cenderung untuk mengabaikannya. Mata pelajaran yang
disukainya yaitu berkaitan dengan lapangan usaha (bisnis) dan teknik. Mereka
biasanya lebih banyak bertanya “What if?”. Peran dan fungsi guru dalam
berhadapan dengan siswa tipe ini adalah berusaha menghadapkan siswa pada
“open-ended questions”, memaksimalkan kesempatan siswa untuk
mempelajari dan menggali sesuatu sesuai pilihannya. Penggunaan Metode
Problem-Based Learning tampaknya sangat cocok untuk siswa tipe yang
keempat ini.
b. Gaya Belajar Visual, Auditori, dan Kinestetik
Agar proses belajar dapat efektif penggunaan media pembelajaran juga
perlu disesuaikan dengan tipe atau gaya belajar peserta didik. Gaya belajar adalah
kecenderungan orang untuk menggunakan cara tertentu dalam belajar dan
ketertarikan siswa dalam menggunakan media pembelajaran. Secara umum ada
tiga macam gaya belajar, yaitu:
Gambar 5. Macam-Macam Gaya Belajar
1) Gaya Belajar Visual
Gaya belajar ini menitikberatkan melalui apa yang dilihat. Bagi siswa
yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata
atau penglihatan (visual), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan
guru sebaiknya lebih banyak atau dititikberatkan pada peragaan atau media,
19
ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau
dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau
menggambarkannya di papan tulis. Dengan demikian gaya belajar visual yang
sifatnya eksternal, ia menggunakan materi atau media yang bisa dilihat atau
mengeluarkan tanggapan indera penglihatan. Materi atau media pembelajaran
yang digunakan adalah buku, poster, majalah, rangka tubuh manusia, alat peta
kit. Sedangkan gaya belajar visual yang bersifat internal adalah menggunakan
imajinasi sebagai sumber informasi.
Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh
dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka
cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka
berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat
dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku
pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka
mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
Ciri-ciri gaya visual adalah teliti terhadap yang detail, mengingat
dengan mudah apa yang dilihat, mempunyai masalah dengan instruksi lisan,
tidak mudah terganggu dengan suara gaduh, pembaca cepat dan tekun, lebih
suka membaca dari pada dibacakan, lebih suka metode demonstrasi dari pada
ceramah, bila menyampaikan gagasan sulit memilih kata, rapih dan teratur,
dan penampilan sangat penting.
2) Gaya Belajar Auditori
Gaya belajar ini cenderung menggunakan pendengaran atau audio
sebagai sarana dalam melakukan pembelajaran. Gaya belajar auditori yang
bersifat eksternal adalah dengan mengeluarkan suara atau memerlukan suara.
Mereka dapat membaca dengan keras, mendengarkan rekaman kuliah, diskusi
dengan teman, mendengarkan musik. Gaya belajar auditori yang bersidat
internal adalah memerlukan suasana yang tenang atau hening sebelum
mempelajari sesuatu. Setelah itu diperlukan perenungan beberapa saat
terhadap materi apa saj yang telah dikuasai dan yang belum.
Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya
melalui telinga (alat pendengarannya), untuk itu maka guru sebaiknya harus
memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang
mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan
20
menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak
auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch
(tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi
tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori
mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat
dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.
Ciri-ciri gaya belajar auditorial adalah bicara pada diri sendiri saat
bekerja, konsentrasi mudah terganggu oleh suara ribut, senang bersuara keras
ketika membaca, sulit menulis tapi mudah bercerita, pembicara yang fasih,
sulit belajar dalam suasana bising, lebih suka musik dari pada lukisan, bicara
dalam irama yang terpola, lebih suka gurauan lisan dari pada membaca buku
humor, dan mudah menirukan nada, irama dan warna suara.
3) Gaya Belajar Kinestetik
Orang yang bergaya belajar kinestetik belajar melalui gerakan-gerakan
sebagai sarana memasukkan informasi ke dalam otaknya. Penyentuhan dengan
bidang objek sangat disukai karena mereka dapat memahami sesuatu dengan
sendiri. Gaya belajar jeis ini yang bersifat eksternal adalah melibatkna
kegiatan fisik, membuat model, memainkan peran, berjalan dan sebaginya.
Sedangkan gaya belajar jenis ini yang bersifat internal lebih menekankan pada
kejelasan makna dan tujuan sebelum mempelajari sesuatu hal.
Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui
bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam
berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi
sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan
sentuhan.Ciri-ciri gaya belajar kinestetik adalah berbicara dengan perlahan,
menanggapi perhatian fisik, menyentuh orang untuk mendapat perhatian,
banyak bergerak dan selalu berorientasi pada fisik, menggunakan jari sebagai
penunjuk dalam membaca, banyak menggunakan isyarat tubuh, tidak bisa
diam dalam waktu lama, menyukai permainan yang menyibukkan, selalu ingin
melakukan sesuatu, dan tidak mudah mengingat letak geografis.
5. Prinsip Penggunaan Media
Ada beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan oleh pengajar dalam
memilih dan menggunakan media pembelajaran, yaitu:
21
a. Tidak ada satu media yang paling unggul untuk semua tujuan. Satu media hanya
cocok untuk tujuan pembelajaran tertentu, tetapi mungkin tidak cocok untuk yang
lain.
b. Media adalah bagian intregal dari proses pembelajaran. Hal ini berarti
bahwa media bukan hanya sekedar alat bantu mengajar pengajar saja., tetapi
merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran.
Penetapan suatu media haruslah sesuai dengan komponen yang lain dalam
perancangan instruksional. Tanpa alat bantu mengajar mungkin pembelajaran
tetap dapat berlangsung, tetapi tanpa media pembelajaran itu tidak akan terjadi.
c. Media apapun yang hendak digunakan, sasaran akhirnya adalah untuk
memudahkan belajar siswa. Kemudahan belajar siswa haruslah dijadikan
acuan utama pemilihan dan penggunaan suatu media.
d. Penggunaan berbagai media dalam satu kegiatan pembelajaran bukan hanya
sekedar selingan/pengisi waktu atau hiburan, melainkan mempunyai tujuan yang
menyatu dengan pembelajaran yang sedang berlangsung.
e. Pemilihan media hendaknya obyektif (didasarkan pada tujuan pembelajaran),
tidak didasarkan pada kesenangan pribadi.
f. Penggunaan beberapa media sekaligus akan dapat membingungkan siswa.
Penggunaan multimedia tidak berarti menggunakan media yang banyak sekaligus,
tetapi media tertentu dipilih untuk tujuan tertentu dan media yang lain
untuk tujuan yang lain pula.
g. Kebaikan dan keburukan media tidak tergantung pada kekonkritan dan
keabstrakannya. Media yang kongkrit wujudnya, mungkin sukar untuk dipahami
karena rumitnya, tetapi media yang abstrak dapat pula memberikan
pengertian yang tepat.
Dalam proses belajar mengajar seorang guru belum cukup apabila hanya
mengetahui kegunaan dan mengetahui penggunaan media pembelajaran, melainkan
harus mengetahui dan terampil bagaimana cara menggunakannya. Sehubungan
dengan hal itu, ada beberapa prinsip/kriteria penggunaan media yang perlu
dipedomani oleh guru dalam proses belajar mengajar yaitu :
a. Ketepatan dengan tujuan pembelajaran, artinya media pembelajaran dipilih atas
dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan
b. Dukungan terhadap isi bahan pembelajaran, artinya bahan pelajaran yang sifatnya
fakta, prinsip yang sangat memerlukan bantuan media agar mudah dipahami siswa
22
c. Kemudahan memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah
memperolehnya, setidak-tidaknya dapat dibuat oleh guru pada saat mengajar atau
mungkin sudah tersedia di sekolah
d. Ketrampilan guru dalam menggunakan media, apapun jenis media yang
diperlukan syarat utama adalah guru harus dapat menggunakan dalam proses
pembelajaran
e. Tersedianya waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat
bermanfaat bagi siswa pada saat pelajaran berlangsung
f. Sesuai dengan taraf berfikir siswa sehingga makna yang terkandung didalamnya
dapat dipahami siswa.
6. Nilai Praktis Media pembelajaran
Sebagai komponen dari sistem instruksional, media mempunyai nilai-nilai
praktis berupa kemampuan, antara lain untuk:
a. Konkritisasi konsep yang abstrak (sistem peredaran darah)
b. Membawa pesan dari objek yang berbahaya dan sukar, atau bahkan tak
mungkin dibawa ke dalam lingkungan belajar (binatang buas, letusan gunung
berapi)
c. Menampilkan objek yang terlalu besar (Candi Borobudur, Monas)
d. Menampilkan objek yang tidak dapat diamati oleh mata telanjang (bakteri,
struktur logam)
e. Mengamati gerakan yang terlalu cepat (lompat indah, putaran roda, yang
keduanya di-slow motion)
f. Memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan lingkungan
g. Memungkinkan pengamatan dan persepsi yang seragam bagi pengalaman belajar
siswa.
h. Membangkitkan motivasi siswa
i. Memberi kesan perhatian individual bagi anggauta kelompok belajar
j. Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun
disimpan menurut kebutuhan
C. Posisi Media Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan suatu komunikasi antara guru selaku pemberi
pesan atau materi dengan siswa selaku penerima pesan. Selain itu dalam proses
pembelajaran terdapat proses komunikasi yang berlangsung dalam suatu sistem, dan di
23
dalamnya terdapat media pembelajaran sebagai salah satu komponen sistem
pembelajaran tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat proses belajar
mengajar yang pada dasarnya merupakan proses komunikasi. Dalam proses
komunikasi tersebut, guru bertindak sebagai komunikator (communicator) yang
bertugas menyampaikan pesan pendidikan (message) kepada penerima pesan
(communican) yaitu anak. Agar pesan pesan pembelajaran yang disampaikan guru
dapat diterima dengan baik oleh anak, maka dalam proses komunikasi pembelajaran
tersebut diperlukan wahana penyalur pesan yang disebut media pembelajaran.
Gambar 6. Proses Komunikasi Pembelajaran
Seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran hendaknya memiliki
gagasan yang ditunjukan dalam desain pembelajaran, sebagai titik awal dalam
melaksanakan komunikasi dengan siswa. Karena itu, diperlukan pemahaman tentang
unsur -unsuryang dapat menunjang proses komunikasi serta tujuan dari komunikasi.
Agar proses komunikasi pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien, guru perlu
menggunakan media untuk merangsang siswa dalam belajar. Jadi posisi media dalam
proses pembelajaran yaitu untuk menunjang proses pembelajaran, sehingga penyajian
atau konsep-konsep materi pelajaran yang akan diajarkan dan diterima oleh siswa
menjadi lebih konkrit sehingga dapat dicerna dan dipahami dengan baik oleh siswa.
Sebagai suatu sistem pembelajaran media pembelajaran menempati posisi yang
cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa penggunaan
media pembelajaran, proses komunikasi seringkali tidak berlangsung efektif dan efisien
sehingga proses pembelajaran sebagai suatu proses komunikasi dapat dipastikan tidak
24
berlangsung secara optimal. Berikut gambar posisi media pembelajaran sebagai
komponen komunikasi menurut Daryanto (2011:7):
Gambar 7. Posisi Media dalam Sistem Pembelajaran
Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa ide (dalam hal ini materi atau
pesan pembelajaran) yang berasal dari sumber (guru) yaitu pesan yang disampaikan
berupa konsep atau kode-kode tertentu yang belum dapat dicerna atau diterima dengan
baik oleh siswa. Kemudian peran atau posisi media disini berupa alat yang berfungsi
menyampaikan pesan atau materi pembelajaran kepada siswa sehingga siswa dapat
melakukan penafsiran kode atau pesan-pesan pembelajaran tersebut sehingga setelah
melakukan penafsiran terhadap pesan yang diberikan oleh guru melalui media
pembelajaran siswa menjadi dapat dengan baik memahami dan mengerti pesan yang
disampaikan. Setelah siswa mengerti materi yang disampaikan siswa akan mengerti dan
secara langsung ataupun tidak langsung memberikan umpan balik kepada guru.
Selain posisi media pembelajarn dalam sebuah sistem pembelajaran, media
pembelajaran juga menempati posisi dalam desain pembelajaran. Berikut gambar posisi
media dalam desain pembelajaran.
25
Gambar 8. Posisi Media dalam Desain Pembelajaran
Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan posisi media dalam sistem
pembelajaran. Dalam sistem pembelajaran terdapat beberapa komponen seperti pada
gambar diatas. Posisi media dalam sistem pembelajaran terdapat di dalam strategi
penyampaian pesan pembelajaran yaitu dimana media mempunyai peran menyampaikan
pesan-pesan pembelajaran, sehingga terjadi pembelajaran yang efektif, efisien dan
mempunyai daya tarik sehingga siswa bersemangat dalam melakukan proses
pembelajaran.
D. Fungsi Media Pembelajaran
Dalam suatu proses pembelajaran, sebuah media mempunyai fungsi yang cukup
vital dikarenakan media mempunyai fungsi sebagai pembawa pesan atau informasi dari
guru (sumber) menuju kepada siswa (penerima). Dalam proses penyampaian pesan
melalui media digunakan sebuah metode. Metode merupakan suatu prosedur yang
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran untuk membantu siswa agar dapat
menerima dan mengolah pesan atau informasi uang bertujuan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Berikut gambar fungsi media dalam proses
pembelajaran (Daryanto: 2011:8):
26
Gambar 9. Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran
Belajar tidak selamanya bersentuhan dengan hal - hal yang kongkrit, baik dalam
konsep maupun faktanya. Bahkan dalam realitasnya belajar seringkali bersentuhan
dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya dan berada di balik realitasnya. Karena itu
media memiliki andil untuk menjelaskan hal - hal yang abstrak dan menunjukan hal - hal
yang tersembunyi. Ketidak jelasan atau kerumitan bahan ajar dapat dibantu dengan
menghadirkan media sebagai perantara. Bahkan dalam hal - hal tertentu media dapat
mewakili kekurangan guru dalam mengkomunikasikan materi pelajaran. Namun perlu
diingat bahwa peranan media tidak akan terlihat apabila penggunaanya tidak sejalan
dengan esensi tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Karena itu tujuan pembelajaran
harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Manakala diabaikan
maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran tetapi sebagai penghambat dalam
pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
Sebagai pentingnya peran media dalam pengajaran, namun tetap tidak bisa
menggeser peran guru, karena media hanya berup alat bantu yang memfasilitasi guru
dalam pembelajaran. Oleh karena itu guru tidak dibenarkan menghindar dari
kewajibannya sebagai pengajar dan pendidik untuk tampil di hadapan anak didik dengan
seluruh kepribadiannya. Dalam proses belajar mengajar, fungsi media menurut Nana
Sudjana (1991) yakni: :
1. Penggunaan media dalam proses mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi
mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar
mengajar yang efektif.
2. Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yangintegral dari keseluruhan
situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran merupakan salah satu unsur
yang harus dikembangkan guru.
3. Media dalam pengajaran penggunaannya bersifat integral dengan tujuan dan isi
pelajaran.
27
4. Penggunaan media bukan semata - mata sebagai alat huburan yang digunakan hanya
sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa.
5. Penggunaan media dalam proses pembelajaran lebih diutamakan untuk mempercepat
proses belajar dan membantu siswa dalam menagkap pengertian yang diberikan guru.
6. Pengguna media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar
mengajar.
Lebih detil lagi dapat di paparkan penggunaan media dalam proses pembelajaran yaitu:
1. Menarik perhatian siswa.
2. Membantu untuk mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran.
3. Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis (dalam bentuk kata - kata
tertulis atau lisan).
4. Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu
5. Pembelajaran lebih komunikatif dan produktif.
6. Waktu pembelajaran lebih dikondisikan.
7. Menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar.
8. Meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari sesuatu atau menimbulkan gairah
belajar.
9. Melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam.
10. Meningkatkan tingkat keaktifan atau keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
11. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber
belajar.
12. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual,
auditori dan kinestetiknya.
13. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan
persepsi yang sama.
Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa fungsi dari media pembelajaran yaitu
media yang mampu menampilkan serangkaian peristiwa secara nyata terjadi dalam waktu
lama dan dapat disajikan dalam waktu singkat dan suatu peristiwa yang digambarkan
harus mampu mentransfer keadaan sebenarnya, sehingga tidak menimbulkan adanya
verbalisme. Keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena
seperti yang dikemukakan oleh Edgar Dale (Sadiman, dkk, 2003:7-8) dalam klasifikasi
pengalaman menurut tingkat dari yang paling konkrit ke yang paling abstrak, dimana
partisipasi, observasi, dan pengalaman langsung memberikan pengaruh yang sangat besar
terhadap pengalaman belajar yang diterima siswa. Penyampaian suatu konsep pada siswa
28
akan tersampaikan dengan baik jika konsep tersebut mengharuskan siswa terlibat
langsung didalamnya bila dibandingkan dengan konsep yang hanya melibatkan siswa
untuk mengamati saja. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dengan penggunaan media
pembelajaran diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret
kepada siswa dan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
E. Klasifikasi dan Karakteristik Media Pembelajaran
Upaya pengklasifikasian media dapat mengungkapkan karakteristik atau ciri-
ciri suatu media berbeda menurut tujuan atau maksudnya pengelompokannya. Dari
beberapa perkembangan media muncul beberapa klasifikasi menurut kesamaan ciri
atau karakteristiknya. Ada berbagai pengklasifikasian media yang disesuaikan
menurut tujuan atau maksud pengelompokannya. Ada banyak media pembelajaran,
mulai dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks dan rumit, mulai dari yang
hanya menggunakan indera mata hingga perpaduan lebih dari satu indera. Dari yang
murah dan tidak memerlukan listrik hingga yang mahal dan sangat tergantung pada
perangkat keras. Para ahli memiliki pandangan atau pendapat yang berbeda dalam
membuat klasifikasi atau mengelompokkan jenis media yang biasa digunakan dalam
proses pembelajaran pada siswa. Terdapat beberapa pakar yang mengelompokkan
jenis media pelajaran yang didasarkan pada sifat, karakteristik pesan yang
disapaikan, ataupun dari rumit sederhananya media tersebut. Oleh karena itu
pengelompokkan media pembelajaran berbeda antara ahli yang satu dengan yang
lainnya, antara lain menurut :
1. Wilbur Schramm
Media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan media sederhana. Schramm
juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan, yaitu (1)
liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan facsimile; (2) liputan terbatas
pada ruangan, seperti film, video, slide, poster audio tape; (3) media untuk belajar
individual, seperti buku, modul, program belajar dengan komputer dam telpon.
2. Gagne
Media diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu benda untuk
didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak,
film bersuara, dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut
dikaitkan dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang
dikembangkan,yaitu pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh
29
prilaku belajar, member kondisi eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan
alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik.
3. Edgar Dale
Media di golongkan menurut pengalaman belajar siswa yaitu : dari pengalaman yang
bersifat konkrit hingga yang bersifat abstrak, yaitu dengan jenjang sebagai berikut :
a. Direct Purposefull Experience (pengalaman melalui pengalaman langsung
dan bertujuan)
b. Contrived Experience (pengalaman melalui tiruan)
c. Dramatic Experience (pengalaman melalui dramatisasi)
d. Demonstran Experience (pengalaman melalui demonstrasi seperti tarian, pakaian
dsb).
e. Field Trip (pengalaman melalui karya wisata)
f. Exhibit (pengalaman melalui pameran)
g. Televisi
h. Motion Picture (pengalaman melalui gambar hidup)
i. Recording, radio, still picture (rekaman, radio, gambar diam)
j. Visual Symbol (lambang visual)
k. Verbal Symbols (lambang verbal)
4. Allen
Media diklasifikasikan menjadi sembilan kelompok media, yaitu: visual diam,
film, televisi, obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi,
buku teks cetak, dan sajian lisan. Di samping mengklasifikasikan, Allen juga
mengaitkan antara jenis media pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Allen melihat bahwa, media tertentu memiliki kelebihan untuk tujuan
belajar tertentu tetapi lemah untuk tujuan belajar yang lain. Allen mengungkapkan
enam tujuan belajar, antara lain : info faktual, pengenalan visual, prinsip dan konsep,
prosedur, keterampilan, dan sikap. Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan
kemampuan untuk mencapai tujuan belajar; ada tinggi, sedang, dan rendah.
5. Ibrahim
Media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks tidaknya alat dan
perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu media tanpa proyeksi dua dimensi; media
tanpa proyeksi tiga dimensi; media audio; media proyeksi; televisi, video, komputer.
30
6. Nana Sudjana
Media diklasifikasikan membagi dua jenis media yaitu : Media dua dimensi dan
media tiga dimensi. Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram,
poster, kartun, komik, dan lain-lain. Media grafis sering disebut juga media dua
dimensi yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Sedangkan media
tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid), model
menampang, model susun, model kerja, mock-up, diorama.
7. Kemp dan Dayton
Media diklasifikasikan menjadi sembilan kelompok media, yaitu: Media cetak, Media
pajang, Overhead transparacies (OHT) dan Overhead Projector (OHP), Rekaman
audiotape, Slide dan filmstrip, Penyajian multi-image, Rekaman video dan film,
dan Komputer.
8. Gerlach dan Ely
Media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas delapan kelompok, yaitu
benda sebenarnya, presentasi verbal, presentasi grafis, gambar diam, gambar
bergerak, rekaman suara, pengajaran terprogram, dan simulasi
9. Anderson
Memaparkan kelompok media instruksional sebagai berikut:
NO Kelompok Media Media Instruksional
1 Audio
Pita Audio (Rol Atau Kaset)
Piringan Audio
Radio (Rekaman Siaran)
2 Cetak
Buku Teks Terprogram
Buku Pegangan/Manual
Buku Tugas
3 Audio – Cetak Buku Latihan Dilengkapi Kaset
Gambar/Poster (Dilengkapi Audio)
4 Proyek Visual Diam Film Bingkai (Slide)
Film Rangkai (Berisi Pesan Verbal)
5 Proyek Visual Diam dengan
Audio
Film Bingkai (Slide) Suara
Film Rangkai Suara
6 Visual Gerak Film Bisu Dengan Judul (Caption)
7 Visual Gerak dengan Audio Film Suara
Video/Vcd/Dvd
8 Benda Benda Nyata
Model Tirual (Mock Up)
Tabel 1. Klasifikasi Media Menurut Anderson
31
10. Rudy Bretz
Mengklasifikasikan ciri utama media menjadi tiga unsur pokok, yaitu: suara, visual,
dan gerak. Di samping itu Bretz juga membedakan antara media siar
(telecomunication) dan media rekam (recording), sehingga terdapat delapan
klasifikasi media, yaitu : (1) media audio visual gerak, (2) media audio visual diam,
(3) media audio semi gerak, (4) media visual gerak, (5) media visual diam, (6) media
semi gerak, (7) media audio, dan (8) media cetak.
11. Taksonomi Menurut Briggs
Taksonomi oleh Briggs lebih mengarah kepada karakteristik siswa, tugas
instruksional, bahan dan transmisinya. Briggs mengidentifikasikan tiga macam
media yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar antara lain: objek,
model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pelajaran terprogram,
papan tulis, media transparansi, film bingkai, film rangkai, film gerak, televisi dan
gambar. Matriks taksonomi media menurut Briggs dilukiskan seperti gambar di
bawah ini.
32
KARAKTERISTIK SISWA PERSYARATAN MATERI TRANSMISI
Kel
om
pok (
100)
Kel
om
pok (
30
-100)
Kel
om
pok (
2-3
0)
Indiv
idual
Vis
ual
Pen
den
gar
an
Kec
epat
an B
elaj
ar
Res
pon
Man
dir
i
Ger
akan
Wak
tu
Uru
tan T
etap
Uru
tan B
ebas
Pen
jela
san
Per
ula
ngan
Konte
ks
Pes
ona
Per
ole
han
Pen
gula
ngan
Wak
tu P
erole
han
Bia
ya
Kes
eder
han
aan
Ket
erse
dia
an
Kontr
ol
Dis
trib
usi
Beb
as
Tan
pa
Pen
ggel
apan
Benda Nyata
Model
Suara Alamiah
Rekaman
Audio
Bahan Cetak
Pelajaran
Terprogram
Papan Tulis
Transparansi
Film Rangkai
Film Bingkai
Film 16mm
Televisi
Gambar Grafis
Keterangan :
Tidak Sesuai
Sebagian Sesuai
Sesuai
MAKA
BIL
A
33
F. Perkembangan Media Pembelajaran
Pada awal sejarah pendidikan, guru merupakan satu-satunya sumber untuk
memperoleh pelajaran. Namun dalam perkembangan selanjutnya, sumber belajar itu
kemudian berkembang dengan adanya buku. Pada masa itu seorang tokoh bernama Johan
Amos Comenius yang tercatat sebagai orang pertama yang menulis buku bergambar yang
ditujukan untuk anak sekolah. Buku tersebut berjudul Orbis Sensualium Pictus (Dunia
Tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1657. Penulisan buku itu dilandasi
oleh suatu konsep dasar bahwa tidak ada sesuatu dalam akal pikiran manusia, tanpa
terlebih dahulu melalui penginderaan. Dari sinilah para pendidik mulai menyadari
perlunya sarana belajar yang dapat meberikan rangsangan dan pengalaman belajar secara
menyeluruh bagi siswa melalui semua indera, terutama indera penglihatan dan
pendengaran.
Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar (teaching aids).
Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya model, objek dan alat-alat lain
yang dapat memberikan pengalaman kongkrit, motivasi belajar serta mempertinggi daya
serap atau retensi belajar. Namun karena terlalu memusatkan perhatian pada alat bantu
visual kurang memperhatikan aspek disain, pengembangan pembelajaran (instruction)
produksi dan evaluasinya. Jadi, dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada sekitar
abad ke-20, alat visual untuk mengkongkritkan ajaran ini dilengkapi dengan alat audio
sehingga kita kenal dengan audio visual atau audio visual aids (AVA) . Untuk memahami
peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale
melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan Kerucut Pengalaman
Edgar Dale (Edgar Dale cone of experience).
Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat
bantu audio visual, yang berguna sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Pada
tahun 1960-1965 orang-orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen yang
penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu teori tingkah-laku (behaviorism
theory) dari B.F Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam pembelajaran.
Dalam teorinya, mendidik adalah mengubah tingkah-laku siswa. Teori ini membantu dan
mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah-laku siswa sebagai hasil
proses pembelajaran. Pada tahun 1965-1970 pendekatan system (system approach) mulai
menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran.
Pendekatan system ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam
proses pembelajaran. Setiap program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis
34
dengan memusatkan perhatian pada siswa. Berikut tabel sejarah perkembangan media
pembelajaran yang dikutip dari Wikipedia :
Tabel 2. Sejarah Perkembangan Media dikutip dari Wikipedia
G. Kriteria dan Langkah-Langkah Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran
1. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Sehubungan dengan penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran, guru
hendaknya perlu cermat dalam pemilihan dan atau penetapan media yang akan
digunakannya dalam proese pembelajaran. Kesesuaian dan ketepatan dalam pemilihan
media akan menunjang efektivitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran yang
dilakukannya. Media pembelajaran yang beraneka ragam jenisnya tentunya tidak
akan digunakan seluruhnya secara serentak dalam kegiatan pembelajaran, namun
hanya beberapa saja. Untuk itu perlu di lakukan pemilihan media tersebut. Agar
pemilihan media pembelajaran tersebut tepat, maka perlu dipertimbangkan
faktor/kriteria-kriteria dan langkah-langkah pemilihan media.Disamping itu juga
kegiatan pembelajaran menjadi menarik sehingga dapat menimbulkan motivasi
belajar, dan perhatian siswa menjadi terpusat kepada topik yang dibahas dalam
kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Kesesuaian dan ketepatan dalam memilih
media pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor seperti luas sempitnya
pengetahuan dan pemahaman guru tentang kriteria dan faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan serta prosedur pemilihan media pembelajaran. Bahasan berikut akan
membahas hal-hal dimaksud agar kita dalam memilihan media pembelajaran lebih
tepat.
35
Media dan sumber belajar memiliki banyak jenis dan klasifikasinya. Masing-
masing jenis media tersebut memiliki kelebihan dan keterbatasan, oleh karena itu
ketika anda menggunakan media dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan
tujuan pembelajaran, karakter materi, ketersediaan, biaya dan lain sebagainnya.
Begitu juga dari sisi peserta didik, harus menjadi pertimbangan utama dalam memilih
media yang akan digunakan. Sebagai contoh, anak SD kelas 1 untuk tidak digunakan
media yang tajam dan berbahaya si anak, begitu juga aspek penggunaan dan
pemilihan warna, karena warna menjadi sangat dominan bagi anak kelas 1-3. Warna
dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi siswa sekolah dasar kelas rendah. Oleh
karena itu, pemilihan media menjadi penting dipertimbangkan oleh guru dalam
menentukan media yang akan dipergunakan dalam pembelajaran.
Ada sejumlah faktor yang perlu anda pertimbangkan dalam memilih,
mengembangkan, dan menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar. Dasar
pemilihan media dan sumber belajar sangatlah sederhana, yaitu dapat memenuhi
kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak. Mc. Conel (1974)
mengatakan bila media itu sesuai pakailah, if the medium fits, use it! yang menjadi
pertanyaan adalah apa ukuran atau kriteria tersebut. Beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan media misalnya; tujuan instruksional yang ingin
dicapai, karakteristik siswa, jenis rangsangan belajar yang diinginkan, keadaan atau
latar kondisi setempat, dan luasnya jangkauan yang ingin dilayani.
Pemilihan media dan sumber belajar merupakan komponen dari sistem
instruksional secara keseluruhan. Oleh sebab itu, meskipun tujuan dan isinya sudah
diketahui, faktor-faktor lain seperti siswa, strategi belajar mengajar, organisasi
kelompok belajar, alokasi waktu dan sumber, serta prosedur penilaiannya perlu
dipertimbangkan.
Dick dan Carrey menyebutkan bahwa disamping kesesuaian dengan tujuan
perilaku belajarnya, setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu
dipertimbangkan, yaitu:
1) Ketersediaan sumber setempat, apabila tidak ada maka harus dibeli atau dibuat
sendiri.
2) Dana, tenaga, dan fasilitas dalam membeli atau membuat sendiri.
3) Keluwesan, kepraktisan, dan ketahanan media untuk waktu lama
4) Efektivitas biaya dalam jangka waktu panjang.
5) Pandai memilih media yang tepat.
36
Menurut Degeng (1993), faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih, mengembangkan, dan menggunakan media pembelajaran adalah:
1) Tujuan instruksional. Media hendaknya dipilih yang dapat menunjang pencapaian
tujuan instruksional yang telah ditetapkan sebelumnya. Mungkin ada sejumlah
alternative media yang dianggap cocok untuk tujuan-tujuan itu. Sedapat mungkin
pilihlah yang paling cocok. Kecocokan banyak ditentukan oleh kesesuaian
karakteristik tujuan dan karakteristik media pembelajaran yang akan dipakai.
2) Keefektifan. Dari beberapa alternative media yang sudah dipilih, mana yang
dianggap paling efektif (tepat guna) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3) Siswa. Apakah media yang dipilih sudah sesuai dengan kemampuan,
perbendaharaan pengalaman, dan menarik perhatian siswa? Digunakan untuk
siapa? Apakah secara individual atau kelompok kecil, kelas atau massa? Untuk
kegiatan tatap muka atau jarak jauh?
4) Ketersediaan. Apakah media yang diperlukan itu sudah tersedia? Kalau belum,
apakah media itu dapat diperoleh dengan mudah? Untuk tersedianya media ada
beberapa alternatif yang dapat diambil yaitu membuat sendiri, membuat bersama-
sama siswa, meminjam, menyewa, membeli dan mungkin dapat “dropping” dari
pemerintah.
5) Biaya pengadaan. Bila memerlukan biaya untuk pengadaan media, apakah
tersedia biaya untuk itu? Apakah yang dikeluarkan seimbang dengan manfaat dan
hasil penggunaannya? Adakah media lain yang mungkin lebih murah, tetapi
memiliki keefektifan setara?
6) Kualitas teknis. Apakah media yang dipilih itu kualitasnya baik? Jika
menggunakan media gambar misalnya, apakah memenuhi syarat sebagai media
pembelajaran? Bagaimana keadaan daya tahan media yang dipilih itu?
Sudono (2000) mengatakan, dalam pemilihan dan pemanfaatan media
pembelajaran, yang perlu diperhatikan adalah media pembelajaran untuk
perkembangan emosi dan social anak, motorik halus, motorik kasar, berbahasa,
persepsi penglihatan (pengamatan dan ingatan), persepsi pendengaran, dan
keterampilan berpikir. Menurut Degeng, dkk (1993), pemilihan dan penggunaan
sumber belajar haruslah didasarkan pada hal-hal berikut ini:
1) Analisis karakteristik siswa.
2) Adanya tujuan dan isi instruksional.
3) Adanya strategi pengorganisasian pembelajaran.
37
4) Adanya strategi penyampaian.
5) Adanya strategi pengelolaan pembelajaran.
6) Adanya pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran.
Sedangkan menurut Sudono (2000), pemilihan dan pemanfaatan sumber
belajar harus memperhatikan lingkungan terdekat dengan anak, ruang sumber belajar,
serta media cetak dan perpustakaan. Hakikat dari pemilihan media ini pada
akhirnya adalah keputusan untuk memakai, tidak memakai, atau mengadaptasi
media yang bersangkutan. Berkaitan dengan pemilihan media ini, Azhar Arsyad
(1997: 76-77) menyatakan bahwa kriteria memilih media yaitu:
1. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai;
2. Tepat untuk mendukung isi pelajaran;
3. Praktis, luwes, dan tahan;
4. Guru terampil menggunakannya;
5. Pengelompokan sasaran; dan
6. Mutu teknis.
Selanjutnya Brown, Lewis, dan Harcleroad (1983: 76-77) menyatakan bahwa
dalam memilih media perlu mempertimbangkan kriteria sebagai berikut: 1) content;
2) purposes; 3) appropriatness; 4) cost; 5) technical quality; 6) circumstances of uses;
7) learner verification, dan 8) validation.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dipertegas bahwa pada dasarnya
pendapat-pendapat tersebut memiliki kesamaan dan saling melengkapi. Selanjutnya
dapat disimpulkan bahwa hal yang perlu yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan media yaitu tujuan pembelajaran, keefektifan, keefisienan, peserta didik,
ketersediaan, kualitas teknis, biaya, fleksibilitas, dan kemampuan orang yang
menggunakannya serta alokasi waktu yang tersedia. Untuk memperoleh gambaran
yang jelas tentang hal ini akan diuraikan sebagai berikut:
1) Tujuan pembelajaran. Media hendaknya dipilih yang dapat menunjang pencapaian
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya, mungkin ada sejumlah
alternatif yang dianggap cocok untuk tujuan-tujuan itu. Sedapat mungkin pilihlah
yang paling cocok. Kecocokan banyak ditentukan oleh kesesuaian karakteristik
tujuan yang akan dicapai dengan karakteristik media yang akan digunakan.
2) Keefektifan. Dari beberapa alternatif media yang sudah dipilih, mana yang
dianggap paling efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
38
3) Keefisienan. Penggunaan media pembelajaran harus membuat proses
pembelajaran menjadi lebih efisien sehingga kegiatan yang dilakukan didalam
kelas tidak banyak membuang waktu.
4) Peserta didik. Ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan ketika kita memilih
media pembelajaran berkait dengan peserta didik, seperti: apakah media yang
dipilih sudah sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik itu kemampuan atau
taraf berpikirnya, pengalamannya, menarik tidaknya media pembelajaran bagi
peserta didik? Digunakan untuk peserta didik kelas dan jenjang pendidikan yang
mana? Apakah untuk belajar secara individual, kelompok kecil, atau kelompok
besar/kelas? Berapa jumlah peserta didiknya? Di mana lokasinya? Bagaimana
gaya belajarnya? Untuk kegiatan tatap muka atau jarak jauh? Pertanyaan-
pertanyaan tersebut perlu dipertimbangkan ketika memilih dan menggunakan
media dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran harus
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik sehingga dapat diterima dengan
baik baik oleh peserta didik.
5) Ketersediaan. Apakah media yang diperlukan itu sudah tersedia? Kalu belum,
apakah media itu dapat diperoleh dengan mudah? Untuk tersedianya media ada
beberapa alternatif yang dapat diambil yaitu membuat sendiri, membuat bersama-
sama dengan peserta didik, meminjam menyewa, membeli dan mungkin bantuan.
6) Kualitas teknis. Apakah media media yang dipilih itu kualitas baik? Apakah
memenuhi syarat sebagai media pendidikan? Bagaimana keadaan daya tahan
media yang dipilih itu?. Sebuah media pembelajaran harus memiliki kualitas
teknis yang bagus sehingga selama penggunaan media pembelajaran untuk proses
belajar, media tidak cepat rusak sehingga dapat menganggu proses pembelajaran.
7) Biaya pengadaan. Bila memerlukan biaya untuk pengadaan media, apakah
tersedia biaya untuk itu? Apakah yang dikeluarkan seimbang dengan manfaat dan
hasil penggunaannya? Adakah media lain yang mungkin lebih murah, tetapi
memiliki keefektifan setara?. Penggunaan media pembelajaran harus disesuaikan
dengan kondisi keuangan guru dan siswa agar tidak membebani anggaran.
Apabila media yang diharapkan terlalu mahak diusahana mencari alternatif media
lain yang setara.
8) Fleksibilitas, dan kenyamanan media. Dalam memilih media harus
dipertimbangkan kelenturan dalam arti dapat digunakan dalam berbagai situasi
dan pada saat digunakan tidak berbahaya.
39
9) Kemampuan orang yang menggunakannya. Betapapun tingginya nilai kegunaan
media, tidak akan memberi manfaat yang banyak bagi orang yang tidak mampu
menggunakannya.
10) Alokasi waktu, waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran akan berpengaruh
terhadap penggunaan media pembelajaran. Untuk itu ketika memilih media
pembelajaran kita dapat mengajukan beberapa pertanyaan seperti; apakah dengan
waktu yang tersedia cukup untuk pengadaan media, apakah waktu yang tersedia
juga cukup untuk penggunaannya.
2. Langkah-Langkah Pemilihan Media
Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam pemilihan media pembelajaran.
Pendapat Gagne dan Briggs yang dikutip oleh Mohammad Ali (1984: 73)
menyarankan langkah-langkah dalam memilih media pengajaran yaitu: 1)
merumuskan tujuan pembelajaran, 2) mengklasifikasi tujuan berdasarkan domein atau
tipe belajar, 3) memilih peristiwa-peristiwa pengajaran yang akan berlangsung, 4)
Menentukan tipe perangsang untuk tiap peristiwa, 5) mendaftar media yang dapat
digunakan pada setiap peristiwa dalam pengajaran, 6) Mempertimbangkan
(berdasarkan nilai kegunaan) media yang dipakai. 7) Menentukan media yang terpilih
akan digunakan, 8) menulis rasional (penalaran) memilih media tersebut, 9)
Menuliskan tata cara pemakaiannya pada setiap peristiwa, dan 10) Menuliskan script
pembicaraan dalam penggunaan.media. Selaras dengan hal tersebut, Anderson (1976)
menyarankan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam pemilihan media
pembelajaran, yaitu:
1) Langkah 1: Penerangan atau Pembelajaran
Langkah pertama menentukan apakah penggunaan media untuk keperluan
informasi atau pembelajaran. Media untuk keperluan informasi, penerima
informasi tidak ada kewajiban untuk dievaluasi kemampuan/keterampilannya
dalam menerima informasi, sedangkankan media untuk keperluan pembelajaran
penerima pembelajaran harus menunjukkan kemampuannya sebagai bukti bahwa
mereka telah belajar.
2) Langkah 2: Tentukan Transmisi Pesan
Dalam kegiatan ini kita sebenarnya dapat menentukan pilihan, apakah dalam
proses pembelajaran akan digunakan „alat bantu pengajaran‟ atau „media
pembelajaran‟. Alat bantu pengajaran alat yang didesain, dikembangkan, dan
diproduksi untuk memperjelas tenaga pendidik dalam mengajar. Sedangkan media
40
pembelajaran adalah media yang memungkinkan terjadinya interaksi antara
produk pengembang media dan peserta didik/pengguna. Atau dengan kata lain
peran pendidik sebagai penyampai materi pembelajaran digantikan oleh media.
3) Langkah 3: Tentukan Karakteristik Pelajaran
Asumsi kita bahwa kita telah menyusun disain pembelajaran, dimana kita telah
melakukan analisis tentang mengajar, merumuskan tujuan pembelajaran, telah
memilih materi dan metode. Selanjutnya perlu dianalisis apakah tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan itu termasuk dalam ranah kognitif, afektif atau
psikomotor. Masing-masing ranah tujuan tersebut memerlukan media yang
berbeda.
4) Langkah 4: Klasifikasi Media
Media dapat diklasifikasikan sesuai dengan ciri khusus masing-masing media.
Berdasarkan persepsi dria manusia normal media dapat diklasifikasikan menjadi
media audio, media video, dan audio visual. Berdasarkan ciri dan bentuk fisiknya
media dapat dikelompokkan menjadi media proyeksi (diam dan gerak) dan media
non proyeksi (dua dimensi dan tiga dimensi). Sedangkan jika diklasifikasikan
berdasarkan keberadaannya, media dikelompokkan menjadi dua yaitu media yang
berada di dalam ruang kelas dan media-media yang berada di luar ruang kelas.
Masing-masing media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan bila
dibandingkan dengan media lainnya.
5) Langkah 5: Analisis karakteristik masing-masing media.
Media pembelajaran yang banyak macamnya perlu dianalisis kelebihan dan
kekurangannya dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Pertimbangan pula dari aspek ekonomi dan ketersediaannya. Dari berbagai
alternatif kemudian dipilih media yang paling tepat.
3. Langkah-Langkah Penggunaan Media Pembelajaran
Media pembelajaran yang telah dipilih agar dapat digunakan secara efektif dan efisien
perlu menempuh langkah-langkah secara sistematis. Ada tiga langkah yang pokok
yang dapat dilakukan yaitu persiapan, pelaksanaan/penyajian, dan tindak lanjut.
1) Persiapan
Persiapan maksudnya kegiatan dari seorang tenaga pengajar yang akan mengajar
dengan menggunakan media pembelajaran. Kegiatan-kegiatan yang dapat
dilakukan tenaga pengajar pada langkah persiapan diantaranya: a) membuat
rencana pelaksanaan pembelajaran/perkuliahan sebagaimana bila akan mengajar
41
seperti biasanya. Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran/perkuliahan
cantumkan media yang akan digunakan. b) mempelajari buku petunjuk atau bahan
penyerta yang telah disediakan, c) menyiapkan dan mengatur peralatan yang akan
digunakan agar dalam pelaksanaannya nanti tidak terburu-buru dan mencari-cari
lagi serta peserta didik dapat melihat dan mendengar dengan baik.
2) Pelaksanaan/Penyajian
Tenaga Pengajar pada saat melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan
media pembelajaran perlu mempertimbangkan seperti: a) yakinkan bahwa semua
media dan peralatan telah lengkap dan siap untuk digunakan. b) jelaskan tujuan
yang akan dicapai, c) jelaskan lebih dahulu apa yang harus dilakukan oleh peserta
didik selama proses pembelajaran, d) hindari kejadian-kejadian yang sekiranya
dapat mengganggu perhatian/konsentrasi, dan ketenangan peserta didik.
3) Tindak lanjut
Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memantapkan pemahaman peserta didik
tentang materi yang dibahas dengan menggunakan media. Disamping itu kegiatan
ini dimaksudkan untuk mengukur efektivitas pembelajaran yang telah
dilakukannya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya diskusi,
eksperimen, observasi, latihan dan tes.
42
BAB II
MODEL ASSURE : SEBUAH PROSEDURAL DALAM PERENCANAAN
PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN
PENGANTAR
Untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien harusalah dilakukan
perencanaan yang sangat cermat. Begitu pula hendaknya apabila guru akan menggunakan
media pembelajaran dalam proses pembelajaran. Dengan perencanaan yang baik dan tepat
maka proses pembelajaran dan penyampaian materi pelajaran dapat diterima dengan baik
oleh siswa. Pada bab ini akan membahas bagaimana merencanakan secara sistematis
pemanfaatan teknologi dan media secara efektif dalam proses pembelajaran. Smaldino,
Lowther dan Russel (edisi terjemahan Bahasa Indonesia, 2011) telah memaparkan model
prosedural yang dikenal dengan ASSURE, model tersebut bertujuan untuk memastikan
proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Model ASSURE sendiri merupakan sebuah
singkatan atau akronim dari : Analyze Learner (Analisis Siswa), State Objectives
(Menyatakan Standar dan Tujuan), Select Media and Material ( Memilih Strategi, Teknologi,
Media dan Material), Utilize Media and Materials (Menggunakan Teknologi, Media, dan
Materi), Require Learner Performance (Mengharuskan Partisipasi Siswa ), Evaluate and
Revise (Mengevaluasi dan Merevisi). Berdasarkan model yang kembangkan oleh Smaldino
dan kawan-kawan tersebut maka sebelum menggunakan media dalam pembelajaran guru
seyogyanya melakukan analisis peserta didik untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan
tipe belajarnya. Selanjutnya guru menetapkan tujuan pembelajaran yang berupa kemampuan
yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah proses pembelajaran. Langkah selanjutnya
adalah menentukan metode yang cocok, memilih format media yang sesuai dengan bahan
yang akan diajarkan. Penggunaan media hendaknya mendorong keterlibatan peserta didik
dalam aktivitas pembelajaran. ASSURE model yang dikembangkan oleh Heinich dkk
tersebut dapat digunakan oleh para pengajar sebagai rujukan dalam menentukan langkah-
langkah pemanfaatan media pembelajaran. Dengan langkah-langkah yang terencana dan
sistematis diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.Berikut akan dibahas secara
lengkap dari masing-masing konsep diatas.
A. Analyze Learner (Analisis Siswa)
Langkah pertama dalam merencanakan penggunaan media dalam proses
pembelajaran adalah melakukan identifikasi dan menganalisis karakteristik peserta didik
43
yang disesuaikan dengan tujuan dan hasil belajar yang ingin dicapai. Informasi dari hasil
identifikasi ini akan membantu dalam pengambilan keputusan saat merancang proses
pembelajaran. Terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam analisis siswa
yaitu : karakteristik umum, kompetensi dasar spesifik (pengetahuan, kemampuan, dan
sikap tentang topik), dan gaya belajar.
Tujuan utama para guru adalah berusaha untuk memenuhi kebutuhan unik dari
setiap siswa sehingga mereka dapat mencapai tingkat belajar yang maksimal. Model
ASSURE memberikan sebuah pendekatan yang sistematis untuk menganalisis karateristik
para siswa yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk belajar. Analisis tersebut
bertujuan untuk memberikan informasi yang memungkinkan para guru secara strategis
merencanakan pembelajaran yang sesuai agar memenuhi kebutuhan spesifik siswa. Faktor
penting yang harus diperhatikan yaitu, karakteristik umum, kompetensi dasar spesifik,
dan gaya belajar.
Faktor pertama yaitu karakteristik umum mencakup deskriptor: seperti usia,
gender, kelas dan faktor budaya atau sosio-ekonomi. Faktor kedua, kompetensi dasar
spesifik merujuk pada: pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki siswa ayau yang
belum dimiliki: keterampilan prasyarat, keterampilan target, dan sikap. Faktor ketiga,
gaya belajar merujuk pada: spektrum sifaf-sifat psikologis yang mempengaruhi
bagaimana anda merasakan dan merespons stimulus yang berbeda, seperti kecerdasan
jamak, preferensi dan kekuatan perseptual, kebiasaan memproses informasi, motivasi, dan
faktor-faktor fisiologis.
1. Karakteristik Umum
Agar memenuhi kebutuhan individual peserta didik, sangat penting untuk
memahami karakteristik umum yang sangat mungkin mempengaruhi keberhasilan
belajar peserta didik. Karakteristik ini mencakup variabel-variabel yang konstan,
seperti gender dan kesukuan, hingga variabel-variabel yang selalu berubah-ubah
seperti sikap dan ketertarikan. Dengan memahami usia peserta didik guru dapat
menentukan media pembelajaran yang sesuai dengan usia siswa. Sehingga media
pembelajaran yang digunakan dapat secara maksimal menyampaikan pesan atau
materi pelajaran. Ketika akan membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
perlu dipertimbangkan jenis kelamin. Bagilah kelompok dengan jumlah laki-laki dan
perempauan yang seimbang.
Analisis karakteristik seperti sikap dan ketertarikan bisa diperoleh dari
percakapan dengan para siswa dan mengamati perilaku mereka. Karakteristik-
44
karakteristik tersebut perlu dinilai untuk tiap media pembelajaran yang akan
dikembangkan karena ketertarikan siswa sering kali berbeda-beda sesuai dengan
subjeknya. Jika sebuah mata pelajaran dirasakan membosankan bagi siswa
pertimbangkanlah untuk menggunakan media pembelajaran sehingga dapat
mengembalikan keinginan siswa untuk belajar.
Bila peserta didik sangat beragam dalam kemampuan konseptualnya serta
pengetahuan awal yang berbeda-beda akan lebih baik jika peserta didik diajak untuk
melakukan studi lapangan atau kunjungan ke pusat-pusat sumber belajar yang relevan
dengan materi pelajaran yang sedang diajarkan atau bermain peran. Selain itu
menggunakan media pembelajaran dapat memancing siswa untuk ikut berpartisipasi
dalam proses pembelajaran.
Seperti yang telah disebutkan analisis awal atau karakteristik umum peserta
didik akan memberikan pemahaman kepada guru tentang latar belakang dan
dipadukan dengan pengamatan guru itu sendiri dan ketertarikan para siswa untuk
merancang dan menggunakan media pembelajaran yang bermakna serta
memperhatikan kebutuhan unik setiap peserta didik.
2. Kecakapan Dasar Spesifik
Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa pengetahuan sebelumnya yang
dimiliki oleh siswa tentang suatu konsep akan mempengaruhi bagaimana pemahaman
siswa terhadap suatu pelajaran. Oleh karena itu komponen penting dalam penggunaan
media dalam proses pembelajaran adalah mengidentifikasi kecakapan dasar spesifik
siswa. Kemampuan awal siswa menunjuk pada pengetahuan dan keterampilan yang
telah dan belum dimiliki siswa. Anggapan bahwa siswa pasti belum memiliki
pengetahuan atau keterampilan yang akan diajarkan adalah salah. Diantara para siswa
tentunya ada yang telah memiliki pengetahuan atau keterampilan awal. Pengajar harus
menguji atau memeriksa anggapan tentang kemampuan awal siswa dengan dua cara.
Informal dengan cara wawancara di luar kelas dan formal dengan cara tes yang telah
terstandar atau tes buatan pengajar sendiri. Entry test baik formal maupun informal
merupakan cara untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki kemampuan prasyarat
(prerequisites). Prerequisites merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa
untuk mengikuti proses pembelajaran yang akan dilakukan. Prerequisites harus
dijabarkan dalam tujuan. Jika siswa telah menguasai apa yang akan diajarkan, maka
akan sangat membuang waktu jika kita mengajarkan kembali. Maka pre-test berfungsi
45
untuk menghindari hal tersebut. Dengan menganalisa apa yang telah diketahui oleh
siswa, maka kita akan dapat memilih metode dan media yang sesuai.
3. Gaya Belajar
Faktor ketiga adalah gaya belajar yang mengacu pada aspek ciri psikologi dari
siswa yang menjelaskan tentang bagaimana siswa berinteraksi dan merespon secara
emosional pada lingkungan belajar. Gaya belajar sendiri terdiri dari kecerdasan
majemuk, preferensi dan kekuatan konseptual, kebiasaan memproses informasi,
motivasi dan faktor-faktor psikologis.
a. Kecerdasan Majemuk
Dapat dikatakan bahwa sifat-sifat tertentu dapat mempengaruhi kemampuan kita
untuk belajar secara efektif dari berbagai macam teknologi dan media. Peserta
didik belajar dengan cara yang beragam, Gardner (1999) mengidentifikasi 9 aspek
intelegensi manusia. (1) Verbal/linguistik (bahasa), (2) logika/matematika (sains),
(3) visual/spasial, (4) musikal/ritmik, (5) kinestesis (menari/atletik), (6)
interpersonal (memahami orang lain), (7) intrapersonal (memahami diri sendiri),
(8) naturalist, dan (9) eksistensialist.
b. Kebiasaan Memproses Informasi
Sebagai seorang guru dalam mengajar biasanya menemukan perbedaan dalam
cara siswa belajar atau memproses informasi. Terdapat macam-macam kebiasaan
siswa dalam belajar atau memproses informasi yaitu :
1) Berurutan Konkret. Siswa dengan kebiasaan seperti ini menyukai pengalaman
lansgung dan langsung dikerjakan serta penyajian dalam susunan yang logis.
Siswa seperti ini paling baik belajar dengan buku kerja, pengajaran yang
berdasarkan komputer, demonstrasi, dan praktek laboratorium terstruktur.
2) Acak Konkret. Siswa dengan kebiasaan seperti ini cenderung pada pendekatan
trial and error, yaitu dengan cepat membuat kesimpulan dari pengalaman
eksplorasi. Mereka lebih menyukai strategi-strategi seperti permainan ,
simulasi, proyek belajar mandiri, dan belajar penemuan.
3) Berurutan Abstrak. Siswa dengan kebiasaan seperti ini menguraikan pesan-
pesan simbolik dan verbal dengan mahirnya, terutama saat disajikan dalam
urutan yang logis. Membaca dan meyimak presentasi merupakan strategi yang
lebih disukai .
4) Acak Abstrak. Siswa dengan kebiasaan seperti ini dibedakan lewat
kemampuan mereka menentukan makna dari presentasi yang dimediasi oleh
46
orang lain.. mereka merespon nada dan gaya guru dalam menjelaskan materi.
Siswa seperti ini biasanya baik dalam diskusi kelompok, ceramah dengan sesi
bertanya dan menjawab dan pengalaman belajar auido visual.
c. Motivasi
Motivasi merupakan keadaan internal yang mendefinisikan apa yang orang-orang
akan lakukan ketimbang apa yang dapat mereka lakukan. Dengan kata lain faktor
motivasi mempengaruhi apa yang diperhatikan siswa, berapa lama mereka
memperhatikan, dan berapa banyak usaha yang mereka kerahkan dalam belajar.
Salah satu pendekatan yang membantu memahami motivasi siswa adalah model
ARCS dari Keller. Keller menjelaskan empat aspek dasar dari motivasi yang bisa
dipertimbangkan para guru ketika merencakaan proses pembelajaran :
1) Attention (Perhatian). Kembangkan media pembelajaran yang para siswa
anggap menarik dan berharga untuk diperhatikan.
2) Relevance (Relevansi). Pastikan bahwa media pembelajaran yang digunakan
bermakna dan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar siswa.
3) Confidence (Kepercayaan Diri). Rancanglah media pembelajaran yang
membangun ekspektasi siswa untuk berhasil melalui usaha mereka sendiri.
4) Satisfaction (Kepuasan). Sertakan pula ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang
siswa terima dari sebuah proses pembelajaran.
4. Faktor-Faktor Fisiologis
Faktor-faktor yang terkait dengan perbedaan jenis kelamin, kesehatan, dan
kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses pembelajaran. Siswa laki-laki dan
perempuan cenderung merespons secara berbeda terhadap berbagai pengalaman
sekolah. Misalnya, siswa laki-laki cenderung lebih kompetitif dan agresif daripada
siswa perempuan dan akibatnya merespons lebih baik terhadap permaiana kompetitif,
sementara siswa perempuan cenderung lebih menyukai aktivitas belajar yang
melibatkan keterlibatan siswa dalam diskusi dan berbagi gagasan.
B. Menetapkan Standar dan Tujuan Pembelajaran
Langkah kedua dari model ASSURE adalah menetapkan tujuan pembelajaran.
Hasil belajar apa yang diharapkan dapat siswa capai? Lebih tepatnya, kemampuan baru
apakah yang harus dimiliki siswa setelah proses pembelajaran. Objectives adalah sebuah
pernyataan tentang apa yang akan dicapai, bukan bagaimana untuk mencapai. Pernyataan
tujuan harus se-spesifik mungkin. Mengapa tujuan pembelajaran harus ditetapkan?
Pertama, tujuan pembelajaran berfungsi sebagai pedoman untuk mengurutkan aktivitas
47
belajar dan memilih media. Selain itu juga untuk memastikan dilakukannya evaluasi yang
tepat. Selain itu dengan dengan standar dan tujuan yang jelas siswa akan lebig siap untuk
dan turut serta dalam kegiatan pembelajaran jika mereka mengetahui hasil-hasil yang
diharapkan. Dengan kata lain jika standar dan tujuan belajar spesifik dinyatakan secara
jelas maka proses pembelajaran akan berorientasi pada tujuan. Standar dan tujuan
pembelajaran dapat dikatakan sebagai kontrak antara guru dan peserta didik : “Tanggung
jawab saya adalah sebagai seorang guru adalah menyediakan aktivitas belajar yang sesuai
untuk meraih tujuan anda. Dan tanggunh jawab anda sebagai peserta didi adalah turut
serta secara sadar dalam kegiatan belajar tersebut” (Smaldino dkk, 2011:119 edisi
terjemahan Bahasa Indonesia).
Tujuan pembelajaran hendaknya mengandung unsur ABCD. A singkatan dari
Audience yang berarti harus menyebut Audience yang dijadikan sasaran tujuan
pembelajaran. Kemudian, tujuan pembelajaran itu hendaknya menetapkan Behavior atau
kemampuan yang harus diperlihatkan dan Condition tempat diamatinya Behavior
tersebut. Terakhir adalah Degree yang merupakan derajat penguasaan keterampilan baru.
Berikut penjelasan lebih lanjut:
1. Audiensi
Karena tujuan belajar yaitu fokus pada apa yang peserta didik akan ketahui dan bisa
melakukannya setelah proses pembelajaran dan bukannya apa yang guru akan lakukan
untuk mengajar mereka, adalah penting untuk dengan jelas mengidntifikasi sasaran
peserta didik.
2. Perilaku
Inti dari tujuan pembelajaran adalah kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan
baru yang peserta didik akan miliki setelah proses pembelajaran. Kata kerja ini adalah
yang paling mungkin untuk mengkomunikasikan tujuan anda dengan jelas jika
dinyatakan sebagai perilaku yang bisa diamati. Istilah seperti mengetahui, mengerti
dan menapresiasi tidak mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dengan jelas. Kata-
kata yang lebih baik adalah mendefinisikan, mengkategorikan, dan menampilkan.
3. Kondisi
Sebuah pernyataan tujuan belajar sebaiknya menyertakan kondisi dimana kinerja akan
dinilai. Dengan kata lain materi atau piranti apa yang diperbolehkan atau tidak
diperbolehkan untuk dipakai siswa dalam menampilkan penguasaan tujuan tersebut.
48
4. Tingkat
Persyaratan terakhir dari sebuah tujuan pembelajaran yang dinyatakan dengan baik
adalah bahwa tujuan itu mengindikasikan standar dan kriteria untuk menilai kinerja
bisa diterima atau dengan kata lain tingkat akurasi atau kefasihan seperti apa yang
peserta didik harus tunjukkan.
Tujuan pembelajaran bisa diklasifikasikan menurut jenis tujuan yang ingin
dicapai. Ada empat kategori atau domain belajar yang lazim diterima: (1) ketrampilan
kognitif, yang melibatkan sejumlah kemampuan intelektual yang bisa diklasifikasikan
sebagai informasi verbal/visual atau sebagai ketrampilan intelektual; (2) ketrampilan
afektif yang mencakup perasaan dan nilai; (3) ketrampilan psiko- motorik yang meliputi
ketrampilan fisik. Dan (4) ketrampilan interpersonal agar mempunyai kemampuan untuk
menjalin hubungan dengan orang lain secara efektif.
Tujuan pembelajaran dalam domain manapun bisa diadaptasikan dengan
kemampuan pebelajar individu. Di sini tujuan pembelajaran tidak ditujukan untuk
membatasi apa yang dipelajari siswa namun memberikan tingkat minimal pencapaian
yang diinginkan.
C. Memilih Strategi, Teknologi, Media, dan Material
Suatu rencana yang sistematik dalam penggunaan media dan teknologi tentu
menuntut agar metode, media dan materinya dipilih secara sistematis pula. Proses
pemilihannya melibatkan tiga langkah.
1. Memilih Strategi
Ketika mengidentifikasi strategi pembelajaran untuk kegiatan belajar siswa,
terdapat dua jenis strategi yaitu : strategi yang berpusat pada guru dan strategi yang
berpusat pada siswa.
a. Strategi yang Berpusat pada Guru. Jika dilihat dari jalur modus penyampaian
pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran berfokus pada guru lebih
sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus
demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan
kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam perkataan
lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah dan atau drill
dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi
bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya
menyampaikan seluruh materi yag ada dalam kurikulum. Penekanan aktivitas
49
belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi
buku teks tersebut.
Penyelenggaraan pembelajaran berfokus pada guru merupakan sebuah praktik
yang mekanistik dan diredusir menjadi pemberian informasi. Dalam kondisi ini,
guru memainkan peran yang sangat penting karena mengajar dianggap
memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar (pebelajar). Dengan kata lain,
penyelenggaraan pembelajaran dianggap sebagai model transmisi pengetahuan
(Tishman, et al., 1993). Dalam model ini, peran guru adalah menyiapkan dan
mentransmisi pengetahuan atau informasi kepada siswa. Sedangkan peran para
siswa adalah menerima, menyimpan, dan melakukan aktivitas-aktivitas lain yang
sesuai dengan informasi yang diberikan. Beberapa metode pembelajaran yang
berpusat pada guru antara lain : metode ceramah, metode demonstrasi, dan metode
tanya jawab. Adapun ciri–ciri model pembelajaran yang berfokus pada guru,
antara lain:
1) Guru yang harus menjadi pusat dalam kegiatan belajar mengajar. Ada tiga
peran utama yang harus dilakukan guru, yaitu: guru sebagai perencana;
sebagai penyampai informasi; dan sebagai evaluator.
2) Siswa ditempatkan sebagai objek belajar. Siswa dianggap sebagai organisme
yang pasif, yang belum memahami apa yang harus dipahami, sehingga dalam
proses pembelajaran siswa dituntut untuk memahami segala sesuatu yang
disampaikan guru. Peran siswa adalah sebagai penerima informasi yang
diberikan guru. Jenis pengetahuan dan keterampilan kadang tidak
mempertimbangkan kebutuhan siswa, akan tetapi berangkat dari pandangan
yang menurut guru dianggap baik dan bermanfaat. Sebagai objek belajar,
kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan sesuai dengan bakat
dan minatnya, bahkan untuk belajar sesuai dengan gaya belajarnya menjadi
terbatas. Sebab dan proses pembelajaran segalanya diatur dan ditentukan oleh
guru.
3) Kegiatan pembelajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu. Misalnya
dengan penjadwalan yang ketat, siswa hanya belajar manakala ada kelas yang
telah didesain sedemikian rupa sebagai tempat belajar. Adanya tempat yang
telah ditentukan, sering pengajaran terjadi sangat formal, siswa duduk di
bangku berjejer, dan guru didepan kelas. Demikian juga hanya dalam waktu
yang diatur sangat ketat. Misalnya manakala waktu belajar satu materi tertentu
50
telah habis, maka segera siswa akan belajar materi lain sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan. Cara mengajarinya pun seperti bagian-bagian yang
terpisah, seakan-akan tak ada kaitannya antara materi pelajaran yang satu
dengan lainnya.
4) Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran. Keberhasilan
suatu proses pengajaran diukur dari sejuah mana siswa dapat menguasai
materi pelajaran yang disampaikan guru. Materi pelajaran itu sendiri adalah
pengetahuan yang bersumber dari materi pelajaran yang disampaikan di
sekolah. Sedangkan mata pelajaran itu sendiri merupakan pengelaman-
pengalaman manusia masa lalu yang disusun secara sistematis dan logis,
kemudian diuraikan dalam buku-buku pelajaran dan selanjutnya isi buku itu
harus dikuasai siswa. Kadang-kadang siswa tidak perlu memahami apa
gunanya mempelajari bahan tersebut. Oleh karena kriteria keberhasilan
ditentukan oleh penguasaan materi pelajaran, maka alat evaluasi yang
digunakan biasanya adalah tes hasil belajar tertulis (paper and pencil test)
yang dilaksanakan secara periodik.
b. Strategi yang Berpusat pada Siswa. Pengaruh teori pembelajaran kognitif yang
cukup luas, penelitian-penelitian yang mengkaji pemikiran para pakar, dan kritik-
kritik terhadap pembelajaran yang terlalu berpusat pada guru pada akhirnya
melahirkan upaya-upaya untuk menekankan peran siswa dalam pembelajaran.
Penekanan ini mengharuskan guru untuk merancang aktivitas-aktivitas
pembelajaran di mana siswa memiliki tanggungjawab yang lebih besar terhadap
pembelajaran mereka sendiri dan berinteraksi dengan yang lain selama
mempelajari konten baru (Cornelus-White dalam Jacobsen, 2009: 229).
Pembelajaran yang berpusat pada siswa menggambarkan strategi-strategi
pembelajaran di mana guru lebih memfasilitas daripada harus mengajar langsung
(McCombs & Miller, 2007). Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru
secara sadar menempatkan perhatian yang lebih banyak pada keterlibatan,
inisiatif, dan interaksi sosial siswa (Jacobsen et al., 2009: 227) 1). Metode
pembelajaran yang berpusat pada siswa antara lain : metode kerja kelompok,
metode karya wisata, metode penemuan, metode eksperimen, metode pengajaran
unit, metode pengajaran dengan modul. Tujuan strategi-strategi pembelajaran
yang berpusat pada siswa mencakup hal-hal berikut ini (Jacobsen, 2009: 228):
51
1) Pengembangan proses-proses kemampuan berkomunikasi, seperti sikap
toleran terhadap pandangan-pandangan yang tidak sependapat dengannya,
mampu bekerja dalam kelompok, dan sikap kritis terhadap pendapatnya dan
pedapat orang lain.
2) Pengembangan pemahaman yang mendalam tentang topik, seperti
mengidentifikasi hubungan antara satu fakta/konsep dengan fakta/konsep
lainnya.
3) Pengembangan kemampuan penelitian dan pemecahan masalah.
Pembelajaran yang berpusat pada siswa menyertakan karakteristik-karakteristik
berikut ini (Jacobsen, 2009: 228-229):
1) Siswa-siswa berada dalam pusat proses pembelajaran; sedangkan guru
mendorong mereka untuk bertanggungjawab terhadap pembelajaran mereka
sendiri.
2) Guru membimbing pembelajaran siswa dan mengintervensi hanya jika
diperlukan untuk mencegah mereka melakukan miskonsepsi.
3) Guru menekankan pemahaman yang mendalam tentang konten dan proses-
proses yang terlibat di dalamnya.
Inti dari semuanya adalah bahwa pertimbangan dalam memilih strategi
pembelajaran adalah bahwa strategi pembelajaran tersebut sebaiknya dapat membantu
siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Salah satu cara untuk
melihat apakah strategi yang digunakan cocok adalah dengan model ARCS yaitu
dengan melihat apakah strategi yang digunakan dapat menarik perhatian (Attention)
siswa, dianggap relevan (Relevant) bagi kebutuhan mereka, berada pa tingkat yang
sesuai untuk membangun rasa percaya diri (Confidence) mereka, dan menghasilkan
kepuasan (Satisfaction) dari apa yang peserta didik pelajari.
2. Memilih Format Media
Setelah metode ditetapkan, langkah berikutnya adalah penetapan format
media. Yang dimaksud format media adalah bentuk fisik dari media yang akan
digunakan dalam proses pembelajaran, misalnya torso, alat peraga kit, slide, video,
dan komputer multimedia, media tiga dimensi dll. Dalam menentukan pemilihan
format media perlu dipertimbangkan sejumlah media dan teknologi yang tersedia,
ragam peserta didik dan tujuan yang ingin dicapai. Terdapat beberapa kriteria dalam
menentukan format media yaitu antara lain:
a. Media harus selaras dengan standar, hasil, dan tujuan pembelajaran.
52
b. Media harus memberikan informasi yang akurat.
c. Bahasa yang sesuai dengan usia peserta didik
d. Media harus memperhatikan tingkat ketertarikan dan keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran.
e. Memiliki kualitas teknis yang baik.
f. Media pembelajaran harus mudah digunakan (pengguna media adalah guru atau
siswa)
g. Media pembelajaran tidak menimbulkan bias dan menyampaikan pesan atau
materi.
h. Media pembelajaran harus disertai atau memiliki pandunan dan arahan.
3. Memilih, Mengubah atau Merancang Media
Ketika guru hendak atau akan menggunakan media dalam proses
pembelajaran. Terdapat beberapa pilihan atau kemungkinan yang terjadi : (1) memilih
media pembelajaran yang tersedia, (2) mengubah atau memodifikasi media yang telah
ada, atau (3) merancang atau membuat media baru. Bila media yang sudah tersedia
cocok dengan tujuan pembelajaran dan hasil yang diharapakan, maka guru dapat
langsung menggunakan media tersebut dalam proses pembelajaran dikelas. Bila
media pembelajaran yang sudah tersedia dirasakan tidak cocok dengan tujuan
pembelajaran dan tidak dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa, maka guru
hendaknya mengubah atau memodifikasi media yang sudah ada sedemikian rupa
sehingga media tersebut dapat sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Ada hal yang perlu diperhatikan guru dalam memodifikasi media yaitu pastikan
dalam memodifikasi media pembelajaran tidak melanggar hak cipta dari media
tersebut.
Hal terakhir adalah apabila media yang diharapkan guru dalam mencapai
tujuan pembelajaran tidak atau belum tersedia atau media yang sudah ada tidak dapat
dimodifikasi maka guru hendaknya dapat membuat atau merancang media
pembelajaran yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan siswa dan mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
D. Menyiapkan atau Menggunakan Teknologi, Media dan Materi
Selanjutnya adalah guru harus menyiapkan teknologi, media dan materi yang akan
mendukung aktivitas dalam kegia belajar. Melimpahnya ketersediaan media dan
bergesernya filsafat dari belajar yang berpusat pada guru ke siswa meningkatkan
kemungkinan siswa akan menggunakan bahan ajarnya sendiri.
53
Dalam pengajaran yang berpusat pada guru maupun siswa, perlu di pakai
pedoman 5P berikut: (1) Tinjaulah (Preview) materi. Hendaknya tidak sekali-kali
digunakan bahan ajar pembelajaran tanpa dilakukan peninjauan terlebih dulu. Proses
penyeleksian bahan ajar ini menentukan materi yang cocok dengan tujuan dan
kondi sisiswa. (2) Mempersiapkan bahan ajar (Prepare the Material). Dalam
menyiapkan bahan ajar, langkah pertama adalah mengumpulkan semua materi dan
peralatan yang akan diperlukan, kemudian menentukan urutan penggunaan materi dan
medianya. (3) Mempersiapkan lingkungan belajarnya (Prepare the Environment). Agar
bisa terjadi pembelajaran yang diharapkan, apakah dikelas, di laboratorium, dipusat
media, atau di lapangan olah raga, harus di persiapkan dulu fasilitasnya, termasuk tempat
duduk, ventilasi, pencahayaan dan sebagainya. (4) Mempersiapkan siswa (Prepare the
Learners). Mempersiapkan siswa sama pentingnya dengan memberikan pengalaman
belajar. Berikut ini salah satu pemanasan yang tepat di sampaikan terlebih dahulu
pengantar untuk memberikan tinjauan isi pelajaran, dasar pemiki ran tentang topik
yang akan dikaji, pemberian motivasi untuk menciptakan kondisi mengapa perlu
mengetahui sesuatu dan cara-cara lainnya yang bertujuan untuk mengarahkan perhatian
ke aspek-aspek tertentu dalam pelajaran. (5) Berikan pengalaman belajar (Provide the
Learning Experience). Berikut penjelasan masing-masing:
1. Meninjau Ulang Media Pembelajaran
Hendaknya tidaklah sekalipun menggunakan media pembelajaran tanpa
memeriksanya terlebih dulu. Selama proses penyeleksian bahan ajar pengajar harus
menentukan apakah bahan ajar yang akan digunakan sesuai dengan tujuan dan
kondisi siswa. Dalam kasus tertentu, konten yang sensitif mungkin perlu dihilangkan
atau paling tidak didiskusikan. Jika pengajar merasa bahwa konten sensitif tersebut
sesuai dengan tujuan, maka sebaiknya disertai dengan pengiriman surat kepada
orangtua. Dengan pemberitahuan kepada orang tua tentang media pembelajaran
tersebut maka akan menghindarkan pengajar dari masalah yang mungkin muncul.
Dapat juga mendorong orang tua untuk ikut berdiskusi tentang media pembelajaran
yang akan digunakan.
2. Menyiapkan Media Pembelajaran
Sangat penting pula untuk menyiapkan media dan bahan ajar untuk
mendukung aktifitas pembelajaran yang direncanakan. Dalam menyiapkan media
pembelajaran, langkah pertama adalah mengumpulkan semua materi dan peralatan
yang akan diperlukan, kemudian menentukan urutan penggunaan bahan ajar dan
54
medianya. Apakah yang akan guru lakukan dengan bahan ajar dan media tersebut?
Apakah yang akan di kerjakan oleh siswa sebagai pebelajar?
Untuk pembelajaran berpusat pada guru, mungkin guru tersebut memerlukan
latihan terlebih dahulu dengan bahan ajar atau media dan peralatannya. Untuk
pembelajaran berpusat pada siswa, sangat penting bagi siswa untuk memperoleh akses
menggunakan seluruh bahan ajar, media dan peralatan yang diperlukan. Maka guru
sebagai fasilitator, sekaligus mengantisipasi jika ada bahan ajar dan media tambahan
yang diperlukan siswa.
3. Menyiapkan Lingkungan Belajar
Dimanapun kegiatan pembeajaran baik dikelas, laboratorium, pusat media,
lapangan atletik, dan lain sebagainya sangat perlu dipersiapkan dan diatur
kesesuaiannya dengan penggunaan bahan ajar dan medianya. Beberapa faktor sering
dianggap remeh adalah keadaan tempat duduk, ventilasi, suhu, pencahayaan, dan
sumber listrik. Beberapa media mungkin perlu keadaan ruang yang gelap, maka harus
disesuaikan, dll.
4. Menyiapkan Siswa
Penelitian pada belajar sangat jelas menunjukkan bahwa keberhasilan belajar
sangat bergantung pada kesiapan siswa untuk belajar. Berikut cara-cara untuk
menyiapkan siswa:
a. Penyampaian tentang apa yang akan dipelajari.
b. Cerita rasional yang berhubungan dengan topik yang akan di pelajari.
c. Pernyataan yang memotivasi tentang perlunya mempelajari topik yang akan
dipelajari.
d. Arahan-arahan yang mengarahkan perhatian.
5. Memberikan Pengalaman Belajar
Sekarang setelah semua hampir siap, maka yang harus diperhatikan adalah
menyediakan pengalaman pembelajaran bagi siswa. Jika bahan ajar berbasis guru,
maka hendaknya disajikan secara profesional. Ada istilah yang cocok untuk
memperlihatkan kecakapan dalam menampilkan sesuatu yai tu Showmanship,
kemampuan guru dalam mengarahkan perhatian siswa dikelas. Jika pengalaman
belajar itu terpusat pada siswa, peran guru adalah sebagai pemandu atau fasilitator,
yakni membantu siswa dalam mengeksplorasi topik, misalnya di internet, membahas
isi, mempersiapkan materi untuk portofolio atau menyampaikan informasi ke rekan
sekelasnya.
55
E. Require Learner Participation
Pendidik telah lama menyadari bahwa partisipasi aktif dalam proses belajar dapat
meningkatkan belajar. Di awal tahun 1900-an, John Dewey mengajukan usulan agar
dilakukan reorganisasi terhadap kurikulum dan pembelajaran agar bisa mendorong
partisipasi siswa. Kemudian di tahun 1950-an dan 1960-an, eksperimen yang
menggunakan pendekatan behavioris memperlihatkan bahwa pembelajaran dengan
memberikan penguatan terus menerus terhadap perilaku yang diinginkan itu ternyata
lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak memberikan penguatan
terhadap respon.
Kemudian teori belajar kognitif juga telah mendukung prinsip bahwa belajar yang
efektif itu menuntut manipulasi aktif informasi oleh siswa. Gagne (1985) menyimpulkan,
bahwa ada beberapa kondisi penting agar tercipta proses pembelajaran yang efektif untuk
masing-masing tujuan, dan salah satu kondisi yang berlaku untuk semua tujuan adalah
mempraktekkan keterampilan yang diinginkan.
Perspektif behavioris mengusulkan agar individu mempelajari tentang apa yang
dilakukan yakni, belajar merupakan suatu proses untuk mencoba dan mempertahankan
berbagai perilaku sehingga menggiring ke arah hasil yang diinginkan. Sedangkan
kognitivis mengusulkan agar siswa membangun dan memperkaya skemata mentalnya
ketika pikirannya sedang aktif berusaha mengingat atau menerapkan beberapa prinsip
atau konsep baru. Dan terakhir konstruktivis memandang belajar sebagai suatu proses
aktif, namun penekannya diberikan pada pemrosesan mental aktif bukannya aktivitas
fisik. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman.
Sedangkan perspektif sosio-psikologis menekankan pentingnya komunikasi inter-
personal sebagai dasar sosial untuk memperoleh pengetahuan. Dan semua perspektif
tersebut menekankan pentingnya umpan balik (tanggapan evaluatif kritis produktif ):
1. Behavioris, karena pengetahun dari respon yang benar tersaji sebagai penguatan dari
prilaku yang sesuai.
2. Kognitivis, karena informasi tentang hasil membantu untuk meningkatkan skemata
mental siswa.
3. Konstruktivis, karena pengetahuan diperkaya dengan masing-masing pengalaman
pribadi .
4. Sosio-psikologis, karena balikan interpersonal memberi kesempatan baik untuk
mengkoreksi informasi maupun dukungan emosional.
56
Untuk itu, situasi belajar yang paling efektif mengharuskan agar siswa dapat
mempraktekkan keterampilan yang mendorong ke arah pencapaian tujuan. Bentuk
partisipasi tersebut misalnya meliputi kegiatan mempraktekkan ejaan atau kosakata,
memecahkan soal matematika di lembar kerja, menonton pertandingan bola basket, atau
misalnya menyusun tugas akhir. Selain itu, diskusi, kuis singkat dan latihan aplikasi bisa
memberi peluang untuk praktik dan umpan balik selama pembelajaran berlangsung.
F. Evaluasi dan Revisi
Komponen yang terakhir dari perencanaan penggunaan media pembelajaran
model ASSURE adalah evaluasi dan revisi. Terdapat dua tujuan penting dalam evaluasi
dan revisi yaitu untuk mengukur prestasi siswa dan mengevaluasi serta merevisi media
atau metode pembelajaran yang digunakan.
Berkaitan dengan evaluasi, evaluasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah
pembelajaran. Sebagai contoh, sebelum proses pembelajaran, karakteristik siswa diukur
guna memastikan apakah ada kesesuaian antara keterampilan yang dimiliki siswa dengan
metode dan media pembelajaran yang akan digunakan. Selama dalam proses
pembelajaran, evaluasi bisa dilakukan menggunakan umpan balik, evaluasi diri atau kuis
pendek siswa. Evaluasi yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung
memiliki tujuan diagnosa yang didesain untuk mendeteksi dan mengoreksi masalah
pembelajaran dan kesulitan-kesulitan yang ada. Sedangkan sesudah pembelajaran,
evaluasi dilakukan untuk mengetahui pencapaian siswa. Evaluasi bukanlah tujuan akhir
pembelajaran, namun sebagai titik awal menuju ke siklus berikutnya.
1. Penilaian Pencapaian Belajar Siswa
Pertanyaan yang kerap kali timbul setelah proses pembelajaran adalah apakah
siswa atau peserta didik telah belajar apa yang seharusnya mereka pelajari?, bisakah
siswa memperlihatkan keterampilan atau kemampuan yang telah dirumuskan dalam
tujuan pembelajaran?. Langkah pertama untuk menjawab pertanyaan tersebut telah
ada dalam langkah-langkah model ASSURE, ketika merumuskan tujuan termasuk
kriteria unjuk kerjanya. Pernyataan tujuan tentang unjuk kerja yang dapat diukur akan
membantu kita dalam mengembangkan kriteria untuk evaluasi siswa secara individu
maupun kelompok.
Metode yang digunakan untuk mengukur prestasi siswa tergantung pada
hakikat tujuan pembelajaran. Dapat juga ditujukan untuk mengukur ketrampilan
kognitif sederhana seperti membedakan kata sifat dengan kata kerja. Dalam hal ini
pengukurannya bisa dilakukan menggunakan tes tulis konvensional atau ujian lisan.
57
Sedangkan tujuan-tujuan lain mungkin memerlukan perilaku berjenis proses,
penciptaan produk, atau pemerlihatan sikap. Dan perlu dicatat bahwa prosedur
penilaian hendaknya sejalan dengan tujuan yang dikemukakan dalam model
ASSURE ini.
Saat ini di sekolah-sekolah muncul ketertarikan dalam penilaian autentik.
Penilaian autentik adalah penilaian keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia nyata.
Penilaian autentik fokus pada demonstrasi dari kemampuan untuk mentransfer
pengetahuan dan keterampilan baru dalam situasi yang berbeda. Penilaian autentik
memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pengetahuan dan
keterampilannya dalam situasi nyata. Media dan teknologi dapat digunakan sebagai
bagian dari penilaian autentik, seperti produksi video, pengembangan presentasi slide
dan audio, dll.
2. Mengevaluasi Metode dan Media
Selain mengukur prestasi siswa, evaluasi juga meliputi assesmen terhadap
metode dan media. Pada langkah ini muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
Apakah bahan ajar pembelajarannya efektif ?
Apakah dapat ditingkatkan ?
Apakah efektif ditinjau dari pencapaian belajar siswa ?
Apakah presentasi memakan waktu lebih dari semestinya?
Setelah digunakan, media pembelajaran perlu dievaluasi untuk menentukan
apakah bisa digunakan di masa mendatang atau perlu dimodifikasi terlebih dulu.
Untuk mengevaluasi metode dan media pembelajaran bisa digunakan diskusi kelas,
wawancara perorangan dan pengamatan perilaku siswa. Muncul pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut :
Apakah media membantu siswa dalam mencapai tujuan?
Apakah media efektif menarik perhatian siswa ?
Apakah media memberi kesempatan siswa untuk berpartisipasi?
3. Mengevaluasi Guru
Guru juga perlu dievaluasi, sama seperti komponen lain dalam sistem (siswa,
metode, media). Tidak perlu takut untuk di evaluasi, karena hal ini dapat
meningkatkan kinerja kita sebagai guru. Ada empat tipe dasar dari evaluasi guru:
Evaluasi diri
Evaluasi oleh siswa
Evaluasi oleh teman sejawat
58
Evaluasi ol eh administrator
Untuk evaluasi diri, pengajar dapat merekam presentasinya dengan tape audio
atau video, kemudian menyaksikannya dengan pedoman format evaluasi. Siswa dapat
sangat membantu dalam evaluasi dengan memberikan umpan balik. Cara pengajar
mendesain dan bagaimana respon siswa tentang desain tersebut merupakan masukan
yang beragam. Pengajar dapat juga bertanya pada koleganya, biasanya dengan
mempersilahkan pengajar lain untuk berada dibelakang kelas dan melakukan
pengamatan ketika kita melakukan proses pembelajaran. Di beberapa sekolah,
biasanya administrator mengunjungi kelas yang sedang ada jadwal belajar. Pengajar
dapat meminta administrator tersebut untuk berkunjung lebih sering dengan maksud
untuk evaluasi.
4. Revisi
Langkah terakhir dalam siklus pembelajaran ini adalah melihat kembali dan
mengamati hasil data evaluasi yang telah terkumpul. Akan muncul pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut :
Apakah telah sesuai antara apa yang diinginkan dan apa yang benar-benar terjadi ?
Apakah siswa dapat mencapai satu atau dua tujuan pembelajaran ?
Bagaimana reaksi siswa terhadap metode dan media pembelajaran yang dipakai ?
Apakah pengajar merasa puas dengan nilai bahan ajar yang dipilih ?
Pengajar harus melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah
dilakukan serta masing-masing komponennya. Jangan lupa dibuat catatan-catatan
segera setelah menyelesaikan pembelajaran dan lakukan rujukan ke catatan-catatan
tersebut sebelum mengimplementasikan pembelajaran itu lagi. Jika data evaluasi
anda ternyata menunjukkan adanya kekurangan di bidang-bidang tertentu, maka
sekarang tiba saatnya untuk kembali memperhatikan bagian yang kurang tepat
tersebut.
59
BAB III
MEDIA PEMBELAJARAN MULTIMEDIA
PENGANTAR
Di era teknologi dan informasi yang berkembang pesat saat ini, secara langsung ataupun tidak
langsung sangat mempengaruhi dunia pendidikan. Selain itu perkembangan peserta didik
yang cenderung memanfaatkan teknologi dalam kehidupan sehari-hari juga akan
mempengaruhi gaya belajar mereka. Untuk itu sebagai guru yang professional kita dituntut
untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi dan informasi sehingga proses pembelajaran
dapat menggunakan media-media yang memanfaatkan teknologi, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan belajar siswa. Multimedia pembelajaran merupakan salah satu media pembelajaran
yang sesuai dengan era teknologi dan informasi saat ini. Multimedia pembelajaran dapat
dikatakan sebuah complete package dari sebuah media pembelajaraan saat ini. Multimedia
pembelajaran itu mempunyai cakupan yang cukup luas dari sebuah media pembelajaran
karena di dalamnya terdapat animasi, teks, gambar, video, permainan, simulasi, dll, yang
semuanya sangat disukai oleh anak-anak karena menarik dan dapat menimbulkan semangat
belajar siswa. Untuk itu pada bab ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaiatan dengan
multimedia pembelajaran antara lain : pengertian multimedia pembelajaran, model
multimedia pembelajaran, prinsip-prinsip multimedia pembelajaran, kualitas multimedia
pembelajaran, evaluasi multimedia pembelajaran, peran multimedia dalam pembelajaran,
teori belajar yang melandasi pembelajaran dengan multimedia.
A. Pengertian Multimedia Pembelajaran
Ketika berbicara tentang multimedia pembelajaran satu yang tidak dapat pisahkan
adalah komputer. Pemanfaatan komputer dalam pembelajaran merupakan hal baru bagi
siswa, sehingga harus diberikan informasi secara jelas. Secara umum, proses
pemanfaatan komputer menurut Merrill (1996: 11) adalah sebagai berikut:
(a) The computer presents some information. (b) The student is asked to respond to
question or problem related to information. (c) The computer evaluates the student’s
response according to specified criteria. (d) The computer determines what to do next on
the basis of evaluataion of the response.
Penerapan komputer dalam pembelajaran memberikan berbagai informasi.
Aplikasi tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran.
Aplikasi komputer dalam pembelajaran dikenal dengan istilah CAI (Computer Assisted
60
Instruction). Jos Luhukay (Subardjono, 1988:6) berpendapat bahwa pembelajaran
berbantuan komputer adalah suatu bentuk kegiatan belajar bagi peserta didik yang
didalamnya terdapat upaya mengubah tigkah laku yang dikehendakinya dengan
menggunakan komputer sebagai “tool” dan sebagai “resources”, material sebagai
paket pengetahuan, dan siswa sebagi subjek belajar (Subardjono, 1988: 24). Dalam proses
ini, bukan berarti peran guru digantikan oleh komputer, melainkan komputer hanya
sebagai media untuk mencapai tujuan.
Terdapat beberapa potensi jika komputer dijadikan sebagai salah satu media
dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan keefektivitasan proses
pembelajaran. Potensi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memungkinkan terjadi interaksi langsung antara pengguna dengan materi
pembelajaran.
2. Proses belajar dapat berlangsung secara individu sesuai dengan kemampuan
belajar siswa.
3. Komputer mampu meningkatkan minat dan dan motivasi belajar.
4. Komputer dapat memberikan umpan balik terhadap respon siswa dengan segera.
5. Komputer mampu menciptakan proses belajar yang berkesinambungan
Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran sangat membantu
keberhasilan proses belajar mengajar, sebab sebuah komputer mampu memanipulasi
informasi baik operasi sederhana maupun operasi yang kompleks. Seperti yang
didefinisikan oleh Gerlach (1980:33) bahwa:
“a computer is a machines especially designed for manipulation of coded
information, an automatic machines for performing simple and complex operation. It
operates with numbers expressed directly as units in a decimal, binary, or other system”.
Dari beberapa pernyataan di atas mengandung makna bahwa komputer
mampu berinteraksi secara langsung dengan siswa secara individual. Siswa dapat
memecahkan masalah sesuai dengan kemampuan siswa, sehingga individual difference
sangat dihargai dan memegang peranan penting dalam pembelajaran berbasis
komputer tersebut.
Berlanjut ke definisi multimedia, banyak definisi multimedia yang dikemukakan
oleh para ahli yang telah lama memahami tentang multimedia pembelajaran. Berikut akan
disajikan bebepa definfi multimedia pembelajaran. Multimedia menurut Rob Philip
(1997:8): ”The multimedia component is characterized by the prsense of the text,
pictures, sound, animation, and video; some or all of which are organized into some
61
coherent program”. Komponen multimedia dutandai dengan adanya teks, gambar,
suara, animasi, dan video; beberapa atau semuanya diatur dalam program yang
berkesinambungan.
Sementara Heinch (1996:260) mendefinisikan multimedia sebagai kombinasi
dua atua lebih format media yang dipadukan secara integrative sehingga menghasilkan
program informasi atau program pendidikan. Ahli lain berpendapat bahwa multimedia
merupakan kombinasi yang terdiri atas teks, seni grafik, bunyi, animasi dan video yang
diterima oleh pengguna melalui komputer (Vaughan, 2006: 2).
Pengertian Multimedia menurut Hackbart (1996: 228),: “...Multimedia is
suggested as meaning the use of multiple media for mats for the presentation of
information, including texts, still or animated graphics, movie segments, video, and audio
information, Computer-based interactive multimedia includes hypermedia and
hypertext”. Multimedia dapat diartikan sebagai suatu penggunaan dari gabungan
beberapa media dalam menyampaikan informasi yang berupa teks, grafis atau animasi
grafis, movie, video dan audio. Multimedia interaktif yang berbasis computer
meliputi hypermedia dan hypertext. Hypermedia merupakan suatu penggunaan
format presentasi multimedia yang terdiri atas teks, grafis diam atau animasi,
bentuk movie, video dan audio. Hypertext yaitu bentuk teks, diagram statis, gambar
dan tabel yang ditayangkan dan disusun secara tidak linier (urut atau segaris).
Roblyer (2003: 164) menyatakan “Multimedia simply means “multimedia” or “a
combination media” The media can be still pictures, sound, motion video, animation
and/or text items combined in a product whose purpose is to communicate
information”. Multimedia atau media kombinasi merupakan media yang terdiri dari
gambar diam, suara, video gerak, animasi dan yang teks digabungkan dalam suatu
produk yang bertujuan untuk memberikan informasi. Lebih lanjut Reddi & Mishra
(2003: 4) mengungkapkan juga multimedia “As such multimedia can be defined as
an integration of multiple media elements (audio, video, graphics, text, animation
etc.) into one synergetic and symbiotic whole that results in more benefits for the end
user than any one of the media element can provide individually”. Multimedia
didefinisikan sebagai beberapa unsur yang terintegrasi kedalam media (audio,video,
grafik, teks, animasi, dan lain-lain) menjadi satu kesatuan yang sinergis dan simbiosis
yang memberikan keuntungan bagi pengguna maupun individu.
Sedangkan Ariesto Hadi (2003: 3) mengungkapkan multimedia sudah ada
sebelum komputer menampilkan presentasi dengan menggunakan beberapa cara.
62
Komputer mempunyai kemampuan dalam mengorganisir beberapa atau keseluruhan
komponen multimedia yang terpadu. Sedangkan komponen interaktif yang tertuju pada
proses kekuasaan pengguna atau user untuk mengontrol program-program yang
dijalankan oleh komputer. Inilah yang disebut sebagai multimedia interaktif
menggambarkan keseluruhan bentuk cara baru dari software komputer yang
membawa informasi- informasi.
Dari beberapa pengertian multimedia yang dikemukakan oleh para ahli tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa multimedia merupakan suatu program atau aplikasi
komputer yang terdiri dari gabungan antara teks, gambar, grafis, animasi, audio dan
video, serta cara penyampaian interaktif sehingga dapat membuat suatu pengalaman
belajar bagi siswa seperti dalam kehidupan nyata disekitarnya. Multimedia dapat
berfungsi menjadi sebuah sistem karena merupakan sekumpulan objek yang berhubungan
dan bekerjasama untuk menghasilkan suatu hasil yang diinginkan. Didalam penggunaan
multimedia memerlukan hardware (perangkat keras) yang berfungsi untuk memfasilitasi
penyampaian materi dan software (perangkat lunak) yang berisi program- program
yang akan disampaikan. Selain itu dapat pula melibatkan alat-alat lain yang
menunjang sistem multimedia tersebut agar mendapatkan penyajian audiovisual yang
penuh. Multimedia memungkinkan pemakai komputer untuk mendapatkan output
dalam bentuk yang lebih kaya dari pada media konvensional. Multimedia melibatkan
perangkat keras dan perangkat lunak. Istilah multimedia identik dengan komputer
multimedia, yaitu komputer yang memiliki kemampuan olah data. Olah kata, olah
gambar, dan olah gerak di mana masing-masing unsur tersebut saling melengkapi,
menunjang, dan saling membantu.
Sedangkan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penciptaan lingkungan
yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Belajar dalam pengertian aktifitas mental
siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga menghasilkan perubahan
perilaku yang bersifat relative berkelanjutan. Dengan demikian multimedia
pembelajaran merupakan aplikasi multimedia yang digunakan dalam proses
pembelajaran dalam menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) serta
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan belajar sehingga proses
belajar terjadi, bertujuan dan terkendali.
63
B. Model Multimedia Pembelajaran
Smaldino, Lowther & Russell (2011: 32-47) mengungkapkan strategi
pembelajaran dalam memadukan teknologi dan media ke dalam jenis demonstrasi,
latihan, tutorial, diskusi, simulasi dan penyelesaian masalah. Alessi & Trollip (2001:
10) menyatakan multimedia pembelajaran interaktif dapat dibagi menjadi delapan jenis
yaitu: tutorials, hypermedia, drills, simulations, games, tool and open-ended-learning
environment, test, and web-based-learning. Schwier & Earl (1993: 20-21) membagi
format multimedia pembelajaran menjadi 3 yaitu: drill and practice, tutorial,
games/simulation.
1. Praktik dan latihan, bentuk interaksi ini digunakan untuk melatih siswa menggunakan
konsep, aturan (rule) atau prosedur yang telah diajarkan sebelumnya. Melalui
serangkaian contoh dari konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, siswa diberi
kesempatan untuk berlatih agar terampil dalam menerapkan konsep dan pengetahuan
tersebut. Ganjaran diberikan setiap kali siswa berhasil melakukan tugasnya dengan
baik. Pemberian ganjaran yang positif (positive reward) terhadap prestasi belajar
akan memberikan kemungkinan yang lebih besar kepada siswa untuk mengulangi
keberhasilan yang telah dicapai. Hal ini dikenal dengan istilah reinforcement
atau pengukuhan terhadap hasil belajar. Biasanya interaksi yang berbentuk
praktik dan latihan menampilkan sejumlah pertanyaan atau soal yang bervariasi
yang harus dijawab oleh siswa. Siswa biasanya diberi kesempatan untuk mencoba
beberapa alternatif jawaban sebelum tiba pada jawaban yang benar. Interaksi
dalam bentuk ini biasanya berisi pertanyaan dan soal-soal dengan tingkat kesulitan
yang berbeda. Dalam interaksi berbentuk praktik dan latihan disediakan umpan
balik dan pengukuhan (reinforcement) baik yang bersifat positif dan negatif.
2. Tutorial, pada interaksi yang berbentuk tutorial, pengetahuan dan informasi
ditayangkan dalam unit-unit kecil yang kemudian diikuti dengan serangkaian
pertanyaan. Pola pembelajaran pada interaksi berbentuk tutorial biasanya dirancang
secara bercabang (branching). Siswa dapat diberi kesempatan untuk memilih topik-
topik pembelajaran yang ingin dipelajari dalam suatu mata pelajaran. Semakin
banyak topik-topik pembelajaran yang dapat dipilih, akan semakin mudah program
tersebut diterima oleh siswa. Dalam interaksi berbentuk tutorial, informasi dan
pengetahuan dikomunikasikan sedemikian rupa seperti situasi pada waktu guru
memberi bimbingan kepada siswa.
64
3. Permainan, interaksi berbentuk permainan (game) akan bersifat instruksional apabila
pengetahuan dan keterampilan yang terdapat didalamnya bersifat akademik dan
mengandung unsur pelatihan (training). Sebuah bentuk permainan disebut
instruksional apabila didalamnya terdapat tujuan pembelajaran (instructional
objective) yang harus dicapai. Saat ini banyak beredar permainan komputer (computer
games) yang hanya menekankan pada unsur rekreasi semata. Walaupun demikian
permainan komputer tersebut paling tidak mengandung unsur positif yaitu
membentuk pemakainya mengetahui cara kerja komputer yang kemudian dapat
memancing timbulnya minat memahami komputer (computer literacy). Sama halnya
dengan interaktif lain, permainan harus mengandung tingkatkesulitan tertentu dan
memberikan umpan balik terhadap tanggapan yang dikemukakan oleh siswa. Dalam
program pembelajaran berbentuk permainan, umpan balik diberikan dalam bentuk
skor atau nilai standar yang dicapai setelah melakukan rangkaian permainan. Dalam
program dalam bentuk permainan harus ada aturan (rule) yang dapat dipakai sebagai
acuan untuk menentukan orang yang keluar sebagai pemenang. Penentuan pemenang
dalam permainan ditentukan berdasarkan skor yang dicapai kemudian dibandingkan
dengan prestasi belajar standar yang harus dicapai.
4. Simulasi, dalam interaksi berbentuk simulasi siswa dihadapkan pada situasi buatan
(artificial) yang menyerupai kondisi dan situasi yang sesungguhnya. Program-
program pembelajaran interaktif berbentuk simulasi memberi kemungkinan bagi
pemakainya untuk melakukan latihan nyata tanpa harus menghadapi resiko yang
sebenarnya. Model simulasi pada dasarnya merupakan salah satu strategi
pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret
melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang
sebenarnya. Model simulasi terbagi ke dalam empat kategori yaitu : fisik, situasi,
prosedur, dan proses dimana masing-masing kategori tersebut digunakan sesuai
dengan kepentingan tertentu. Tujuan dari pembelajaran melalui model simulasi
berorientasi pada upaya dalam memberikan pengalaman nyata kepada siswa melalui
peniruan suasana.