BAB ll LANDASAN TEORI A. Konsep Umum Strategi Produk 1 ...

38
16 BAB ll LANDASAN TEORI A. Konsep Umum Strategi Produk 1. Pengertian dan Urgensi Strategi Produk Dalam hubungannya dengan kinerja merek, produk dapat dilihat dari segi persepsi kualitas dan persepsi nilai. Persepsi kualitas dan nilai digunakan untuk mengetahui sejauh mana konsumen memberikan respon terhadap kualitas dan nilai produk yang akhirnya akan menentukan baik atau tidaknya suatu kinerja merek tersebut. Menurut Kotler, produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk menarik perhatian, pembelian, pemakaian atau konsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. 1 Produk tidak hanya objek fisik, tetapi merupakan seperangkat manfaat secara fungsional, psikologis maupun sosial. 2 Dalam merumuskan strategi produk, para pemasar harus menentukan bagaimana produk yang ada diusulkan cocok dengan arah dan sasaran yang dipilih dan bagaimana masing-masing dari produk tersebut dapat menyumbang pada pembangunan relasi dengan pelanggan yang ditargetkan. Penentuan merek memainkan peran penting dalam penentuan posisi dan juga pembangunan relasi. Merek yang kuat sepert Nike, John Deere dan Starbucks, dapat menciptakan nilai pelanggan yang memadai untuk meningkatkan efektivitas dari 1 Kotler Amstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran Edisi 3 Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 1997), 268 2 Suyanto, Marketing Strategi Top Brand Indonesia(Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 110

Transcript of BAB ll LANDASAN TEORI A. Konsep Umum Strategi Produk 1 ...

16

BAB ll

LANDASAN TEORI

A. Konsep Umum Strategi Produk

1. Pengertian dan Urgensi Strategi Produk

Dalam hubungannya dengan kinerja merek, produk dapat dilihat

dari segi persepsi kualitas dan persepsi nilai. Persepsi kualitas dan

nilai digunakan untuk mengetahui sejauh mana konsumen

memberikan respon terhadap kualitas dan nilai produk yang akhirnya

akan menentukan baik atau tidaknya suatu kinerja merek tersebut.

Menurut Kotler, produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan

ke pasar untuk menarik perhatian, pembelian, pemakaian atau

konsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan.1Produk

tidak hanya objek fisik, tetapi merupakan seperangkat manfaat secara

fungsional, psikologis maupun sosial.2

Dalam merumuskan strategi produk, para pemasar harus

menentukan bagaimana produk yang ada diusulkan cocok dengan arah

dan sasaran yang dipilih dan bagaimana masing-masing dari produk

tersebut dapat menyumbang pada pembangunan relasi dengan

pelanggan yang ditargetkan. Penentuan merek memainkan peran

penting dalam penentuan posisi dan juga pembangunan relasi. Merek

yang kuat sepert Nike, John Deere dan Starbucks, dapat menciptakan

nilai pelanggan yang memadai untuk meningkatkan efektivitas dari

1 Kotler Amstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran Edisi 3 Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 1997), 268 2 Suyanto, Marketing Strategi Top Brand Indonesia(Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 110

17

keseluruhan bauran pemasaran. Dari perspektif pelanggan, nilai

sebuah produk berasal dari manfaat yang diserahkan oleh fitur dan

layanan suplementer, mutu dan rancangan, pengemasan, dan

pelabelan, serta penetapan mereknya. Oleh karena itu, pemasar harus

mengambil keputusan tentang setiap unsur untuk merumuskan satu

strategi agar bisa menawarkan barang, layanan dan produk lain yang

cocok dengan situasi untuk organisasi dan memuaskan atau

melampaui kebutuhan dan harapan pelanggan.3

2. Unsur-Unsur Strategi Produk

a. Fitur. Merupakan atribut yang memungkinkan barang atau jasa

melakukan fungsinya yang dimaksud dan memberikan manfaat

keluarannya memuaskan kebutuhan yang diinginkan pelanggan

dari sebuah produk.

b. Layanan Suplementer. Yang terkait dengan produk menyerahkan

manfaat nilai untuk memuaskan kebutuhan pelanggan sekarang

dan di masa mendatang. Seperti halnya dalam pelatihan: ada yang

menawarkan konsultasi penyelesaian masalah atau pesanan

produk, ada yang mencakup keselamatan atau keamanan dalam

penggunaan produk.

c. Mutu dan Rancangan Produk. Mutu didefinisikan sebagai seberapa

baiknya produk dalam memuaskan pelanggan dan itu berkaitan

erat dengan rancangan. Ketika mutu yang baik adalah hal

3 Marian Burk Wood, Buku Panduan Perencanaan Pemasaran (Jakarta: PT Indeks, 2009). 118

18

minimum yang akan diterima pelanggan, “mutu emosional” dan

rancangan adalah medan tempur pemasaran yang dipilih oleh lebih

banyak perusahaan untuk melakukan diferensiasi.

d. Pengemasan dan Pelabelan. Pengemasan dan pelabelan

menyerahkan nilai kepada pelanggan (menyimpan produk,

menjaganya tetap aman, menjelaskan unsur-unsur dan

penggunaan) serta kepada organisasi (pemolesan citra merek,

mengkomunikasikan fitur dan manfaat produk serta menarik minat

konsumen).

e. Manajemen dan Pengembangan Produk. Upaya untuk memiliki

produk yang berbeda dengan tahap daur hidup yang berbeda di

saat kapan pun. Mengelola gerakan melalui siklus hidup produk

yakni pengenalan, pertumbuhan, kematangan kemerosotan dan

merencanakan pengembangan produk baru. Selain itu, strategi

produk juga meliputi manajemen dari setiap lini produk (produk-

produk yang berkaitan dalam beberapa hal) dan keseluruhan

bauran produk (berbagai jenis dari semua lini produk yang

ditawarkan).

f. Penetapan Merek. Penetapan merek memberikan kepada produk

satu identitas dan mendiferensiasikan dari produk pesaing.

Mendukung penentuan posisi yang dipilih untuk sebuah produk

dalam satu segmen yang ditargetkan dan membantu membangun

relasi pelanggan untuk mendapatkan ekuitas merek dan loyalitas

19

jangka panjang.

Keberhasilan pemasar mengelola mereknya terkait dengan

ekuitas merek. Ekuitas merek disini merupakan nilai tambah yang

diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam

cara konsumen berfikir, merasa dan bertindak terhadap merek,

harga, pangsa pasar dan profitabilitas yang diberikan merek bagi

perusahaan.4 Kevin Lane Keller memperkenalkan konsep ekuitas

merek yang berdasarkan pada pelanggan (costumer based brand

equity) yang berarti pengetahuan akan merek (brand Knowledge)

yang dimiliki pelanggan membutuhkan tanggapan pemasaran yang

berbeda-beda untuk membangun suatu merek. Brand Knowledge

Menurut Keller dibedakan menjadi 2 yaitu:

a. Kepercayaan Merek (Brand Awareness), Kemampuan dari

konsumen untuk mengidentifikasikan merek dalam kondisi yang

berbeda-beda.

b. Citra Merek (Brand Image), Persepsi dari konsumen akan sebuah

merek yang muncul (reflected) dari asosiasi suatu merek yang ada

di ingatan konsumen.5

3. Pengertian Citra Merek (brand image)

Menurut Kotler dan Fox sebagaimana dikutip Nugroho Setiadi,

mendefinisikan citra sebagai jumlah dari gambaran-gambaran, kesan-

4 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran Edisi 13 Jilid 1 (Jakarta: Erlangga,

2009), 263 5 “Branding Strategy”, communicationista,

http//www.communicationista.wordpress.com/2009/07/03, diakses tanggal 2 maret 2016

20

kesan dan keyakinan-keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap

suatu objek.6Sedangkan Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika

sebagaimana dikutip Taufik Amir dalam bukunya, mendefinisikan

merek (brand) sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan

atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk

mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan

untuk mendiferensiasikan dari barang atau jasa para pesaing.7

Sementara itu, pengertian merek terbagi dalam enam tingkatan.

Antara lain:8

a. Atribut, sebuah merek menyampaikan atribut-atribut tertentu,

misalnya Mercedes mengisyaratkan mahal, tahan lama, berkualitas,

nilai jual kembali yang tinggi, cepat dan sebagainya.

b. Manfaat, merek bukanlah sekedar sekumpulan atribut, karena yang

dibeli konsumen adalah manfaat, bukan atributnya. Atribut di sini

diterjemahkan dalam manfaat fungsional dan emosional.

c. Nilai-nilai, merek juga menyatakan nilai-nilai produsennya.

d. Budaya, merek mencerminkan budaya tertentu

e. Kepribadian, merek juga dapat memproyeksikan kepribadian

tertentu.

f. Pemakai, merek memberi kesan mengenai jenis konsumen yang

membeli atau menggunakan produknya.

6 Nugraha J Setiadi, Perilaku Konsumen:Konsep Dan Implikasi Untuk strategi Dan Penelitian

Pemasaran (Jakarta: Kencana, 2008), 180 7 Taufiq Amir, Dinamika Pemasaran Jelajahi Dan Rasakan (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada,

2005), 147 8 Ali Hasan, Marketing: cet. 1 (Yogyakarta: Media Presindo, 2008), 152

21

Kotler dan Keller mendefinisikan citra merek sebagai bagian dari

merek yang dapat dikenal namun tidak dapat diucapkan seperti

lambang, desain huruf atau warna khusus atau persepsi pelanggan atas

sebuah produk atau jasa yang diwakili oleh mereknya. Menurut

Freddy Rangkuti, citra merek adalah sekumpulan asosiasi merek yang

terbentuk dibenak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan

merek tertentu akan cenderung memiliki konsisten terhadap citra

merek.9 Pada intinya, Citra merek (brand image) merupakan konsep

yang diciptakan oleh konsumen karena alasan subjektif dan emosi

pribadinya.10

Dari perspektif konsumen, merek yang terpercaya merupakan

jaminan atas konsistensi kinerja suatu produk dan menyediakan

manfaat apapun yang dicari konsumen ketika membeli produk atau

merek tersebut. Melalui citra merek, konsumen dapat mengenali

produk, mengevaluasi kualitas, mengurangi resiko pembelian dan

memperoleh pengalaman tertentu serta mendapatkan kepuasan

tertentu dari suatu produk.

Untuk Membangun citra merek yang baik dapat dicapai dengan

program marketing yang kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan

memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang membedakannya dengan

produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen-elemen yang

mendukung seperti halnya:

9 Rangkuti, The Power ., 244 10 Erna Ferrinadewi, Merek dan Psikologi Konsumen (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008),165

22

a. Mudah diingat (memorable). Seberapa mudah elemen merek

mudah diingat dan dikenal oleh masyarakat. Simbol, logo, nama,

desain, kemasan yang digunakan hendaknya menarik, unik

sehingga menarik perhatian masyarakat untuk diingat dan

dikonsumsi.

b. Berarti. Apakah elemen merek itu kredibel dan mengindikasikan

kategori yang berhubungan dengannya. Apakah elemen tersebut

menyiratkan sesuatu tentang bahan produk atau tipe orang yang

mungkin menggunakan merek tersebut.

c. Dapat disukai. Seberapa menarik estetika elemen merek. Apakah

merek yang disukai secara visual, secara verbal dan lain

sebagaimnya.

d. Dapat ditransfer. Apakah elemen merek yang digunakan untuk

memperkenalkan produk baru dalam kategori yang sama atau

berbeda

e. Dapat disesuaikan. Seberapa mudah elemen merek disesuaikan dan

diperbaharui

f. Dapat dilindungi. Seberapa mudah elemen itu dapat dilindungi

secara hukum dan secara kompetitif.

4. Manfaat Citra Merek (Brand Image)

Menurut Sutisna dan Prawita sebagaimana dikutip dalam jurnal

Gery Kampuchea Noor, menjelaskan bahwa manfaat citra merek

23

adalah sebagai berikut:11

a. Konsumen dengan citra yang baik terhadap merek, lebih

mungkin untuk melakukan pembelian

b. Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan

memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap

produk merek lama

c. Kebijakan family branding dan leverage branding dapat

dilakukan jika citra produk yang telah ada positif.

5. Tahapan Dalam Membangun Citra Merek (Brand Image)

Jenu Widjaja Tandjung menjelaskan sebuah citra merek dapat

dibangun berdasarkan empat tahapan.12Tahapan tersebut sebagai

berikut:

a. Product Quality

Kualitas produk adalah jangkar untuk membentuk suatu

asosiasi merek. Oleh karena itu, pemasar harus memperhatikan

produk. Jika merek yang ada saat ini tidak ditingkatkan dengan

menggunakan teknologi yang modern serta menampilkan fitur-

fitur yang menarik, maka produk tersebut akan mudah jadi

usang.

b. Basic Brand

Dasar dari sebuah merek adalah elemen-elemen inti yang

11Gery Kampuchea Noor, “ Pengaruh Citra Merek Dan Kualitas Produk Terhadap Proses

Keputusan Pembelian Konsumen Astiga Garut” (S1, Universitas Widyatama, Bandung, 2013) 12Jenu Widjaja Tandjung, Marketing Strategy In The Indonesia Setting (Surabaya: Spirit 2004,

2004), 57-58

24

melekat pada produk yang dapat membedakan dan menciptakan

brand personality. Elemen-elemen ini yang dimaksud adalah

bauran pemasaran yaitu fitur produk, seperti nama merek,

desain, kemasan. Logo dan warna. Kemudian harga dan

promosi.

c. Augmented Brand

Perusahaan yang ingin sukses harus memperluas produk

inti tersebut dengan cara memberikan “lebih” daripada yang

diharapkan oleh pelanggan. Fitur-fitur augmented brand

menawarkan manfaat-manfaat yang berbeda kepada pelanggan

dan tambahan manfaat ini lebih sulit ditiru oleh pesaing,

khususnya layanan dan garansi tanpa batas sangat tergantung

pada budaya dan komitmen karyawan dan pimpinan yang ada di

dalam perusahaan.

d. Potensial Brand

Sebuah merek mencapai potensial bila nilai tambah merek

begitu besar sehingga pelanggan tidak ingin mencari produk

pengganti meskipun harganya lebih murah dan juga sudah

tersedia di outlet. Karakteristik utama dalam suatu merek yang

mencapai tahap merek potensial adalah produk berkualitas,

menjadi yang pertama, memiliki posisi unik, program

komunikasi yang kuat, waktu dan konsisten.

6. Komponen-Komponen Citra Merek (Brand Image)

25

Menurut Keller sebagaimana dikutip oleh Etta Mamang Sangadji

dan Sopiah, komponen-komponen dari citra merek terdiri dari:13

a. Dukungan Asosiasi Merek

Dukungan asosiasi merek merupakan respons konsumen

terhadap atribut, manfaat serta keyakinan dari suatu merek produk

berdasarkan penilaian mereka atas produk berdasarkan fungsi

produk. Dukungan asosiasi merek tersebut ditunjukkan dengan

persepsi konsumen terhadap produk yang menganggap bahwa

produk yang dikonsumsi itu baik dan bermanfaat bagi konsumen.

b. Kekuatan Asosiasi Merek

Setelah mengkonsumsi sebuah produk, konsumen akan

mengingat kesan yang ditangkap dari produk tersebut. Jika

konsumen telah merasakan manfaatnya, ingatan konsumen

terhadap produk tersebut akan lebih besar lagi daripada ketika

konsumen belum menggunakannya. Itulah yang membuat ingatan

konsumen semakin kuat terhadap asosiasi sebuah merek. Kekuatan

asosiasi merek ditunjukkan dengan reputasi baik yang dimiliki

produk tersebut dimata konsumen, produk tersebut dirasa memiliki

manfaat ekspresi diri dan menambah rasa percaya diri konsumen.

c. Keunikan Asosiasi Merek

13Etta mamang Sangadji dan Sopiah, Perilaku Konsumen: Pendekatan Praktis (Yogyakarta: Andi

Offset, 2013), 331-332

26

Jika sebuah produk mempunyai ciri khas yang

membedakannya dari produk lain. Produk tersebut akan diingat

oleh konsumen. Ingatan konsumen akan semakin kuat jika

konsumen sudah merasakan manfaat dari sebuah produk dan

merasa bahwa merek lain tidak akan bisa memuaskan keinginanya

tersebut.

Penjelasan secara spesifik ada pada tabel berikut:

Tabel. 3

Komponen Citra Merek

No Komponen Indikator

1. Dukungan asosiasi merek 1. Respon konsumen terhadap

kualitas produk yang

diproduksi

2. Respon konsumen terhadap

informasi yang ditampilkan

pada kemasan

3. Variasi kemasan

4. Keberfungsian produk dalam

menyerap darah seperti

halnya anti bocor, anti kerut,

anti gatal-gatal

5. Keyakinan konsumen

bahwa merek tersebut dapat

menyelesaiakan masalah

yang dihadapi

2. Kekuatan asosiasi merek

1. Variasi produk yang

beragam

2. Ingatan konsumen terhadap

produk setelah ia memakai

produk tersebut

3. Produk di buat perusahaan

yang memiliki reputasi baik

di masyarakat

4. Dapat mengekspresikan diri

ketika menggunakannya

5. Meningkatkan rasa percaya

diri ketika menggunakan

merek tersebut

27

3. Keunikan Asosiasi Merek 1. Ukuran dari setiap produk

banyak pilihan

2. Ukuran produk lebih lebar

3. Kemudahan merek untuk

diucapkan

4. Kemampuan merek untuk

tetap diingat oleh konsumen

5. Mendominasi dari segala

produk pembalut

Sumber: Etta Mamang Sangadji dan Sopiah

Menurut sebuah biro riset (www.benchmarkresearch.co.uk) yang

dikutip Erna Ferrinadewi, berpendapat bahwa konsep citra merek (brand

image), terdapat tiga komponen penting yaitu:14

a. Brand association

Merupakan tindakan konsumen untuk membuat asosiasi

berdasarkan pengetahuan mereka akan merek baik yang sifatnya

faktual maupun bersumber dari pengalaman dan emosi.

b. Brand value

Adalah tindakan konsumen dalam memilih merek. Seringkali

tindakan konsumen lebih karena persepsi mereka pada karakteristik

merek dikaitkan dengan nilai-nilai yang mereka yakini.

c. Brand Positioning

Merupakan persepsi konsumen akan kualitas merek yang nantinya

persepsi ini akan digunakan oleh konsumen dalam evaluasi

alternatif merek yang akan dipilih.

14Ferrinadewi, Merek.,166-167.

28

Dari beberapa uraian diatas, peneliti menggunakan komponen

citra merek berdasarkan teori Keller sebagaimana dikutip oleh Etta

Mamang Sangadji dan Sopiah karena lebih eksplisit untuk

penelitian ini, sebab penelitian ini menggunakan santri Pondok

Pesantrensebagai objek dari penelitian.

B. Konsep Umum Perilaku Konsumen dan Keputusan Pembelian

1. Pengertian Perilaku Konsumen

Menurut James F. Engel et al sebagaimana dikutip oleh

Amirullah, mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan

individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan

menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses

pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-

tindakan tersebut. Sedangkan Menurut American Marketing

Association mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi

dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian disekitar

kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup

mereka.

Berdasarkan beberapa definisi perilaku konsumen di atas, dapat

disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah sejumlah tindakan-

tindakan yang nyata individu (konsumen) yang dipengaruhi oleh

faktor kejiwaan (psikologis) dan faktor luar lainnya (eksternal) yang

mengarahkan mereka untuk memilih dan mempergunakan barang-

29

barang yang diinginkan. 15

2. Model Perilaku Konsumen

Model perilaku konsumen menggambarkan kondisi nyata

perilaku yang terjadi pada diri konsumen, termasuk aktivitas metal

dan fisik yang lebih difokuskan pada tindakan membeli. Beberapa

faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian serta proses yang

ditempuh oleh konsumen dalam mengambil keputusan pembelian

tersebut.

Para pemasar wajib memahami keragaman dan kesamaan

konsumen atau perilaku konsumen agar mereka mampu memasarkan

produknya dengan baik. Para pemasar harus memahami mengapa dan

bagaimana konsumen mengambil keputusan konsumsi, sehingga

pemasar yang mengerti perilaku konsumen akan mampu

memperkirakan bagaimana kecenderungan konsumen untuk bereaksi

terhadap informasi yang diterimanya, sehingga pemasar dapat

menyusun strategi pemasaran yang sesuai. Titik tolak memahami

pembeli adalah dengan adanya model rangsangan-tanggapan seperti

yang di kemukakan oleh Kotler sebagai berikut:

Gambar. 1

Model Perilaku Konsumen

15Amirullah, Perilaku Konsumen (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2002), 3

Perangsang

penjualan

Produksi

Harga

Tempat

promosi

Perangsang

lainnya

Perekon

omian

Teknolo

gi

Politik

budaya

Karakter

Pembeli

Budaya

Sosial

perorang

an

psikologi

Proses

keputusan

pembelian

Pengenalan

masalah

Pencarian

informasi

Evaluasi

Keputusan

Perilaku

Sesudah

Keputusan

Pembelian

Produk

merek

Pemasok

Penentua

n saat

beli

Jumlah

belanja

30

Sumber: Philip Kotler dan A.B Susanto16

3. Definisi Keputusan Pembelian Konsumen

Keputusan pembelian konsumen merupakan keputusan

pembelian konsumen akhir perorangan dan rumah tangga yang

membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Pada dasarnya

setiap keputusan yang diambil oleh konsumen adalah untuk mengatasi

masalah yang dihadapi. Masalah tersebut yang menimbulkan perilaku

konsumen terkait dengan pembelian suatu produk untuk memenuhi

kebutuhannya.

Keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen

menggambarkan seberapa jauh tingkat pengaruh usaha pemasaran

yang dilakukan terhadap konsumen dalam menentukan keputusan

pembeliannya. Terlihat bahwa ini merupakan kegiatan individu yang

secara langsung terlibat dalam pengambilan keputusan untuk

melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan penjual.

4. Tipe- Tipe Keputusan Pembeli

Berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan

16Philip Kotler dan AB. Susanto, Manajemen pemasaran di indonesia: analisis perencanaan,

implementasi dan pengendalian (Jakarta: Salemba Empat, 2000), 223

31

di antara berbagai merek, ada beberapa tipe dalam pengambilan

keputusan pembeli, yaitu:

a. Perilaku pembelian kompleks

Perilaku pembeli yang memiliki keterkaitan mendalam

dalam membeli, dan adanya perbedaan pandangan yang

signifikan antara merek yang satu dengan merek yang lain.

Pembeli ini akan melalui proses belajar, pertama

mengembangkan keyakinan mengenai produknya, lalu sikap dan

kemudian membuat pilihan pembelian yang dipikirkan masak-

masak.

b. Perilaku pembelian yang mengurangi ketidakcocokan

Dalam situsi ini, keterlibatan konsumen tinggi tetapi

sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang

ada.

c. Perilaku pembelian karena kebiasaan

Perilaku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan

keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan yang

dirasakan diantara merek-merek yang ada.

d. Perilaku pembelian yang mencari variasi

Beberapa situasi pembelian ditandai dengan keterlibatan

konsumen yang rendah, tetapi perbedaan mereknya signifikan.

32

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian

Menurut Philip Kotler, keputusan pembelian yang dilakukan oleh

konsumen sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.17 Seperti:

a. Faktor kebudayaan. Merupakan penentu keinginan dan perilaku

paling dasar. Faktor kebudayaan terdiri dari budaya, sub-budaya,

dan kelas sosial.

b. Faktor sosial. Perilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh

faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, Keluarga serta peran

dan status yang dipengaruhi oleh jabatan yang mereka miliki.

Orang-orang memilih produk yang dapat mengkomunikasikan

peran dan status mereka di masyarakat.

c. Faktor Pribadi. Yang memberikan kontribusi terhadap perilaku

konsumen terdiri dari: usia dan tahap dalam siklus hidup keluarga

yang tergantung pada pertambahan usia dan perubahan

penghasilan, pekerjaan dan lingkungan ekonomi, kepribadian dan

konsep diri serta gaya hidup yang terungkap pada aktivitas, minat,

dan opininya. Biasanya para pemasar mengarahkan mereknya ke

gaya hidup orang yang berprestasi.

d. Faktor Psikologis. Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh

empat faktor yaang Meliputi: motivasi, persepsi, pembelajaran,

serta kepercayaan dan sikap pendirian.

17Philip Kotler, Kevin Lane Keller, Manejemen Pemasaran Edisi 12 Jilid 1: Alih Bahasa

Benyamin Molan (Jakarta: PT Indeks, 2009), 214-231

33

Lain halnya menurut Basu Swastha Dharmmesta,

Keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen dipengaruhi

oleh berbagai faktor. Faktor tersebut dapat berbeda-beda untuk

masing-masing pembeli yang berbeda, disamping produk yang

dibeli dan saat pembeliannya berbeda.18Faktor tersebut

dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu:

a. Stimulus atau kekuatan-kekuatan lingkungan yang

mencakup:

1) Budaya, di pengaruhi oleh faktor etnis, ras, agama dan

identitas nasional atau regional.

2) Sub-budaya, Pola perilaku seseorang berdasarkan

bahasa, suku bangsa, agama dan lokasi geografis.

3) Kelas sosial, sejumlah kelompok yang memiliki

keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang terkait dalam cara

berfikir dan perilaku

4) Keluarga, Pengaruh keluarga terjadi dalam hal sosialisasi

konsumen

5) Faktor situasional, terjadi apabila adanya tekanan pada

diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan.

6) Nilai norma dan peran sosial

7) Variabel bauran pemasaran.

b. Faktor individu yang mencakup:

18Basu Swastha Dharmmesta, Materi Manajemen Pemasaran (Tangerang Selatan: Universitas

Terbuka, 2014), 45

34

1) Persepsi. Bagi konsumen yang rasional, persepsi

tentang suatu produk selalu dikaitkan dengan nilai yang

ditawarkan produk tersebut dan kemudian

dibandingkan dengan harga.

2) Motivasi. Yang mana dorongan untuk memuaskan baik

kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis melalui

pembelian dan konsumsi produk.

3) Pembelajaran. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam

perilaku seseorang yang diakibatkan oleh

pengalamanya.

4) Sikap dan keyakinan. Persepsi dan pengetahuan

konsumen terkait suatu produk yang dibeli.

5) Pengalaman. Bagaimana konsumen belajar dari

pengalaman menggunakan suatu produk.

6) Kepribadian. Dipengaruhi oleh tingkatan seseorang

dimana suka mencoba sesuatu yang baru, percaya diri

dengan kemampuannya mengambil keputusan produk

yang baik.

7) Konsep diri. Berupa persepsi, keyakinan dan perasaan

tentang diri sendiri.

8) Gaya Hidup. Pola seseorang untuk mencapai tujuan

hidup.

35

Sedangkan menurut Engel, Blackwell dan Miniard

sebagaimana dikutip oleh Amirullah, secara sederhana

menjelaskan bahwa kekuatan yang mempengaruhi keputusan

pembelian konsumen dapat di bagi dalam dua kekuatan. 19Yaitu:

1. Kekuatan Internal. Seperti:

a. Pengalaman belajar dan memori. Pada dasarnya konsumen

akan melakukan suatu tindakan tertentu berdasarkan

kesadaran, pengetahuan dan kepercayaan. Apabila tindakan

yang dilakukan menguntungkan, maka tindakan tersebut

akan jadi pengingat dan akan berpengaruh pada proses

pembelajaran.

b. Kepribadian dan konsep diri. Kepribadian didefinisikan

sebagai karakteristik psikologis yang berbeda dari

seseorang yang menyebabkan tanggapan relatif konsisten.

Konsumen yang memandang dirinya sebagai manusia yang

berkepribadian tinggi tentu menginginkan produk yang

sesuai dengan kepribadian itu sendiri.

c. Motivasi dan keterlibatan. Motivasi digambarkan sebagai

suatu kekuatan yang mana individu di dorong untuk

melakukan suatu tindakan. Dan tindakan tersebut

menggerakkan seseorang serta mengarahkan proses kognitif

19 Amirullah, Perilaku., 35

36

dan perilaku konsumen pada saat mereka membuat

keputusan. Jika keterlibatan suatu produk tinggi, seseorang

akan mengalami tanggapan pengaruh yang lebih kuat

seperti emosi dan perasaan kuat (saya benar-benar suka

terhadap produk itu).

d. Sikap. Merupakan perilaku seseorang terhadap suatu

produk berdasarkan perasaan yang dirasakan.

e. Persepsi. Kemampuan individu dalam memproses apa yang

dilihatnya. Dimana kemampuan ini bisa dilihat dari

penilaian seseorang terhadap produk pada kesan pertama

waktu pembelian serta pertimbangan diluar spesifikasi

produk.

2. Kekuatan Eksternal. Seperti:

a. Faktor budaya. Merupakan sekelompok masyarakat yang

memiliki karakteristik tertentu yang membatasi mereka

untuk bertindak.

b. Faktor sosial. Pengaruh lingkungan yang membentuk atau

menghambat individu dalam mengambil keputusan

berkonsumsi mereka. Dimana pengaruh tersebut dapat

berasal dari kelompok referensi berupa teman.

c. Lingkungan ekonomi. Pada prinsipnya kekuatan yang

sangat besar yang mempengaruhi daya beli dan pola

pembelian konsumen meliputi: pertumbuhan ekonomi,

37

tingkat pendapatan perkapita dan inflasi. Oleh karena itu,

harus jeli dalam melihat kecenderungan kondisi ekonomi

dimana mereka bersaing

Dari beberapa pendapat di atas terkait faktor keputusan

pembelian, hampir semuanya mengemukakan pendapat yang

sama. Namun peneliti mengambil pendapat menurut Engel,

Blackwell dan Miniard, karena dua kekuatan yang digambarkan

tersebut, memiliki pengaruh yang dominan serta dapat dengan

mudah diketemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Penjelasan secara spesifik ada pada tabel berikut:

Tabel. 4

Faktor Keputusan Pembelian Menurut Engel, Blackwell Dan

Miniard

No Variabel Faktor Indikator

1. Kekuatan

Internal

1. Pengalaman

belajar dan

memori

2. Kepribadia

n dan

konsep diri

1. Kesadaran konsumen pada

produk yang sesuai dengan

kebutuhan berdasarkan

pengalaman yang sudah

dilakukan

2. Kepercayaan konsumen

bahwa produk tersebut

mampu memenuhi apa yang

diinginkan dibanding yang

lain

3. Pengetahuan konsumen

terkait produk yang

menimbulkan ingatan pada

konsumen

4. Karakteristik pribadi

seseorang yang

mempengaruhi perilaku

pembelian

5. Karakteristik diri seseorang

yang sesuai dengan

kebutuhannya

38

3. Motivasi

dan

keterlibatan

4. Sikap

5. Persepsi

6. Pencarian konsumen terkait

suatu barang yang paling

memuaskan dirinya

7. Tindakan konsumen yang

didasari pada

ketidakpuasaan pada objek

yang lain

8. Respon konsumen terhadap

objek yang dinilai

9. Respon konsumen dalam

memilih produk

10. Pertimbangan konsumen

dalam membeli produk

diluar spesifikasi produk

11. Memposisikan produk

dengan harga yang murah

2. Kekuatan

Eksternal

1. Budaya

2. Sosial

3. Lingkungan

ekonomi

12. Kebiasaan yang

menunjukkan perilaku

konsumen dari kelompok

tertentu

13. Pertimbangan konsumen

dalam memilih suatu

produk sesuai dengan

kedudukannya

14. Pembelian dipengaruhi

oleh teman

15. Pembelian dipengaruhi

oleh situasi yang

menjadikan konsumen

untuk memenuhi

kebutuhan tersebut

16. Respon konsumen

terrhadap produk yang

berkaitan dengan kondisi

ekonomi pasaran

17. Respon konsumen

terhadap perubahan harga

yang ditetapkan oleh

produsen

39

Berdasarkan pendapat Engel, Blackwell dan Miniard yang

telah diuraikan diatas. Bahwasanya yang dimaksud faktor internal

yaitu faktor yang timbul dalam diri individu (konsumen) berupa

pengalaman belajar dan memori, kepribadian dan konsep diri,

motivasi dan keterlibatan, sikap dan persepsi. Sedangkan faktor

eksternal yaitu faktor yang tejadi dimana keputusan konsumen

dipengaruhi oleh perubahan-perubahan lingkungan luar seperti

budaya, sosial dan ekonomi.

6. Proses Keputusan Pembelian

Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan

keputusan dalam pembelian mereka, proses tersebut merupakan

sebuah pendekatan penyesuaian masalah yang terdiri dari beberapa

tahap. Menurut Kotler dan A.B Susanto, proses pengambilan

keputusan pembelian sebagai berikut: 20

a. Pengenalan Kebutuhan

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenal suatu

masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan adanya perbedaan

antara keadaan dia yang nyata dengan keadaan yang diinginkan.

Kebutuhan ini dapat dipicu oleh stimuli intern dan ekstern.

20 Kotler, Manajemen., 251

40

b. Pencarian Informasi

Seorang konsumen yang tergerak oleh stimuli akan berusaha

mencari lebih banyak informasi. Konsumen dapat memperoleh

informasi dari banyak sumber seperti sumber pribadi (teman

atau keluarga), sumber komersial (iklan, tenaga penjual,

pengemasan), sumber eksperiental (penggunaan produk tersebut,

pengujian). Sumber publik (media massa, konsumen)

c. Evaluasi Alternatif

Konsumen memandang setiap produk sebagai rangkaian atribut

dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan

manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan tersebut.

Mereka akan memberikan paling banyak perhatian pada atribut

yang relevan dan menonjol, yang akan memberikan manfaat

yang dicari.

d. Keputusan Pembelian

Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi di

antara merek-merek dalam kelompok pilihan. Konsumen

mungkin juga dapat membentuk suatu maksud pembelian untuk

membeli merek yang paling disukai.

e. Perilaku Setelah Pembelian

Setelah pembelian produk, konsumen akan mengalami suatu

tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Konsumen juga

akan melakukan tindakan setelah pembelian dan menggunakan

41

produk tersebut yang mendapat perhatian dari pemasar. Tugas

pemasar tidak berakhir ketika produk dibeli tetapi terus sampai

periode setelah pembelian.

C. Konsep Syariah Terhadap Strategi Produk

1. Konsep Syariah Terhadap Strategi Produk

Salah satu praktik bisnis dari marketing Nabi Muhammad

adalah bauran pemasaran atau yang sering disebut marketing mix.

Yaitu suatu taktik marketing agar melayani pelanggan dengan cara

memuaskan, melalui elemen 4P (product, price, place dan

promotion). Produk sebagai suatu yang dihasilkan perusahaan,

diciptakan tentu dengan memiliki keunggulan-keunggulan tertentu

yang dapat bersaing di pasar. Produk meliputi kualitas,

keistimewaan, desain, gaya, keanekaragaman, bentuk, merek,

ukuran, pelayanan, jaminan dan pengembalian. Kualitas

didefinisikan oleh pelanggan. Kualitas merupakan seberapa baik

sebuah produk sesuai dengan kebutuhan spesifik dari

pelanggan.21Peningkatan kualitas pada semua fungsi bisnis yang

optimal adalah apabila dihubungkan dan dipandu oleh persepsi

konsumen tentang kualitas dan kebutuhan konsumen. Hal ini penting

karena apapun jenis bisnis yang kita jalankan, tujuannya adalah agar

terjadi transaksi jangka panjang dan bisa terjadi apabila kita mampu

21Suyanto, Muhammad Business Strategy Dan Ethics: Etika Dan Strategi Bisnis Nabi Muhammad

SAW (Yogyakarta: Andi Offset, 2008), 264

42

menciptakan loyalitas pelanggan.22Selain kualitas, harga merupakan

atribut yang cukup signifikan dalam mempengaruhi konsumen dalam

pembelian, maka Islam tidak semata harga murah yang dijadikan

acuan, tetapi harga yang pantas dan menarik sesuatu dengan kualitas

produk.23

Beberapa strategi yang digunakan untuk menarik perhatian

konsumen salah satunya melalui merek yang kuat di benak

konsumen. Dimana merek merupakan aspek vital bagi setiap

perusahaan, karena keunggulan yang bisa didapatkan beraneka

ragam, mulai dari persepsi kualitas yang lebih bagus dan tentunya

loyalitas merek yang lebih besar hingga margin laba tambah besar.

Menurut Hermawan Kartajaya dan Syakir Syula, menciptakan

merek di benak konsumen merupakan salah satu elemen dari value

suatu produk maupun jasa. 24Value didefinisikan sebagai total get

dibagi dengan total give dimana total get terdiri dari komponen

functional benefit dan emotional benefit, sedangkan total give terdiri

dari komponen price dan other expenses. Biasanya, perusahaan

mempunyai total get yang lebih tinggi dibandingkan dengan total

give, brand atau merek yang dimiliki mempunyai nilai ekuitas yang

kuat. Berkaitan dengan positioning dan differentiation yang telah

terbentuk, brand akan menambah value bagi produk dan jasa yang

22Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syariah(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 168 23Muslich, Bisnis Syariah: Perspektif Muamalah dan Manajemen (Yogyakarta: UPP STIM YKPN,

2007), 154 24Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing (Bandung:PT Mizan

Pustaka, 2006),146

43

ditawarkan.

Salah satu hal penting yang membedakan produk satu dengan

yang lainnya adalah karakter brand yang merupakan value indikator

bagi konsumen. Brand yang baik adalah brand yang mencerminkan

karakter yang sesuai dengan prinsip syariah yaitu brand yang tidak

mengandung unsur riba dan berpedoman pada syariat Islam. Untuk

itu brand dibangun dengan nilai-nilai spiritualitas yang didukung

pengimplementasiannya dalam aktifitas sehari-hari perusahaan.

2. Nilai-Nilai Merek 25

a. Mengandung Nilai Kejujuran

Merek sebenarnya merupakan cermin janji yang dicanangkan

produsen kepada konsumen atas kualitas produk yang dihasilkan.

Kesesuaian antara pengguna produk dan janji sebuah produk adalah

kunci sukses terbangunnya citra sebuah merek.

Firman Allah SWT dalam QS. Al:Dzariyaat: 10-11

“Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-

orang yang terbenam dalam kebodohan yang lalai.”26

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah mengutuk

manusia yang berbuat dusta atau mengingkari janji. Sebab dalam

ajaran Islam, kita diperintahkan agar selalu berperilaku jujur,

25Bagus Wicaksono,”Pengaruh Equitas Merek terhadap Keputusan Pembelian Notebook Acer di

Acer Point Malang”, (Skripsi S1, UIN Malang, Malang, 2010) 26Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahannya (Bandung: CV.J-ART, 2004)

44

menepati janji sebab janji-janji tersebut nantinya akan dimintai

pertanggungjawaban oleh Allah SWT.

Dalam proses membangun citra merek atas produk yang

dijual, tentunya pemilik suatu usaha menjaga kualitas barang yang

dijualnya. Agar kualitas tersebut tidak terletak pada satuan-satuan

barangnya, namun tujuan untuk mencapai kualitas yang

menyeluruh, keberhasilan jangka panjang, pengembangan menuju

kearah yang lebih baik secara continue dan terus menerus untuk

memuaskan konsumen.

b. Keadilan

Keadilan adalah misi utama ajaran Islam, karenanya ia akan

menjadi salah satu nilai dasar dalam perekonomian. Dalam hal ini

sebuah merek produk haruslah sesuai dengan apa yang diharapkan

konsumen, tidak ada unsur penipuan dan manipulasi pada sebuah

produk yang diproduksi. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam

QS: Al-An’am: 152

“Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil,

Kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. yang

demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.”

c. Ta’awun

45

Yaitu saling membantu dan saling bekerjasama diantara

anggota masyarakat untuk kebaikan. Banyak hal yang bisa

mendorong kesuksesan sebuah merek diantaranya relasi yang

terbina baik dengan konsumen, kerjasama sponsor,

penyelenggaraan berbagai even, program sosial, pembentukan

komunitas costumer dan pelayanan menyeluruh bagi konsumen.27

Firman Allah dalam QS: Al-Maidah: 2

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam

berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada

Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”

d. Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan Konsekwensi logis dari adanya

kebebasan. Dengan kata lain, setelah manusia melakukan perbuatan

maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.28

Firman Allah dalam QS. An:Nisa’: 85

27Muhammad Aziz Hakim dkk, Dasar Dan Strategi Pemasaran syariah (Jakarta: Renaisan, 2005),

52 28 Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta:BPFE, 2004), 172

46

“Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia

akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan

Barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan

memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas

segala sesuatu.”

Dalam hal ini pertanggungjawaban tidak hanya mencakup

pertanggungjawaban perbuatan di dunia dan di alam akhirat.

Namun pertanggungjawaban seseorang terhadap lingkungannya,

pemerintah, rakyat dan juga seperti perusahaan terhadap

konsumennya.

Sebagai seorang konsumen adalah hal yang wajar apabila

konsumen benar-benar menginginkan haknya sebagai konsumen

diperhatikan oleh produsen, pemerintah dan lingkungan sekitar.

Begitu pula seorang konsumen muslim dalam membeli suatu

produk. Sebagai konsumen muslim tentunya memiliki pandangan

yang luas dalam berkonsumsi berkaitan dengan pertimbangan-

pertimbangan yang ada untuk mengikuti ketentuan konsumsi secara

Islam.

D. Konsep Islam terhadap Keputusan Pembelian

1. Perilaku Konsumen dalam Islam

Perilaku konsumen merupakan kecederungan dalam melakukan

konsumsi untuk memaksimalkan kepuasannya. Dalam memenuhi

kebutuhan, Islam menyarankan agar manusia dapat bertindak

47

ditengah-tengah (modernity) dan sederhana (simplicity). Untuk itu,

Islam menolak manusia yang selalu memenuhi keinginanya, karena

pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan terhadap keinginan,

baik itu keinginan yang baik maupun keinginan yang buruk.

Keinginan tidak sering sejalan dengan rasionalitas, karena bersifat

terbatas dalam kualitas maupun kuantitasnya. Dalam ajaran Islam juga

manusia harus mengendalikan dan mengarahkan keinginannya

sehingga dapat membawa kemanfaatan dan bukan kerugian bagi

kehidupan didunia dan di akhirat.29

Dalam hal ini, perilaku konsumen menjadi hal-hal yang

mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Adapun

hal-hal tersebut adalah proses dan aktivitas ketika konsumen

berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan,

serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan

keinginan.

2. Keputusan Pembelian dalam Islam

Proses pengambilan keputusan pembelian sangat dipengaruhi

oleh perilaku konsumen. Dalam Islam, proses pengambilan keputusan

pembelian diterangkan dalam beberapa ayat al-Qur’an yang lebih

bersifat umum. Artinya bisa diterapkan dalam segala aktivitas. Selain

itu, konsep pengambilan keputusan pembelian dalam Islam lebih

ditekankan keseimbangan.

29Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Islami (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), 123

48

Firman Allah dalam QS.Al.Furqan: 67

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),

mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah

(pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”

Berdasarkan Ayat diatas setiap pengambilan keputusan untuk

membeli sesuatu haruslah seimbang, dikatakan seimbang jika dalam

pembelian tidak berlebih-lebihan yang sesuai dengan kebutuhan dan

tidak kikir.

Barang, komoditi atau jasa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh

masyarakat calon konsumen harus jelas-jelas dipahami dan

diproyeksikan laku di pasar. Pelaku bisnis harus yakin benar bahwa

barang atau jasa yang dijual oleh bisnis adalah barang yang bernilai

positif atau bermanfaat positif bagi masyarakat konsumen dan berguna

bagi pengembangan budaya masyarakat yakni barang atau jasa yang

menimbulkan kesejahteraan, kesehatan dan kebahagiaan masyarakat

konsumen.

Pelaku bisnis tidak boleh semata mempertimbangkan faktor

yang menguntungkan secara finansial saja melainkan harus juga

menilai bahwa barang atau jasa itu dibutuhkan dan diinginkan oleh

konsumen, tetapi jika barang atau jasa ini merugikan keselamatan,

49

kesejahteraan, dan kesehatan konsumen, maka tidak layak dibuat atau

dijual dan diperdagangkan. Seperti barang yang memabukkan, barang

yang merusak kesehatan badan dan jiwa masyarakat, meski barang

tersebut menjadi barang yang cukup laris di masyarakat namun pada

hakekatnya barang tersebut dapat berakibat merusak kesehatan.30

Maka dari itu, Konpsumen dianjurkan untuk berhati-hati dalam

memilih dan menerima informasi suatu produk yang akan dibeli. Hal

ini sesuai dengan firman allah dalam QS: Hujurat: 6

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang

fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar

kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum

tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu

menyesal atas perbuatanmu itu.”

Dari ayat tersebut dapat dijelaskan bahwa, Sebagai umat muslim

hendaknya berhati-hati dalam menerima suatu berita atau informasi.

Ketika kita tidak memiliki pengetahuan tentang hal tersebut sebaiknya

kita periksa dan teliti terlebih dahulu. Sama halnya ketika kita

memilih suatu produk baik untuk dikonsumsi atau digunakan,

sebaiknya kita berhati-hati. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa

terdapat tahapan-tahapan seseorang dalam mengambil suatu keputusan

30 Muslich, Bisnis Syariah,.150-151

50

pembelian. Dimulai dari pengenalan kebutuhan, pencarian informasi,

penilaian alternatif, pengambilan keputusan dan pasca pengambilan

keputusan.

3. Konsep Maslahah Dalam Perilaku Konsumen

Ajaran Islam tidak melarang manusia untuk memenuhi

kebutuhan ataupun keinginannya, selama dengan pemenuhan tersebut

maka martabat manusia bisa meningkat, namun manusia

diperintahkan untuk mengkonsumsi barang atau jasa yang halal dan

baik saja secara wajar serta tidak berlebihan.

Perintah untuk berperilaku seperti di atas bertujuan untuk

memperoleh kemaslahatan. Yang mana dalam hal ini maslahah

menurut Shatibi merupakan pemilikan atau kekuatan dari barang dan

jasa yang memelihara prinsip dasar dan tujuan hidup manusia di

dunia. Shatibi telah mendeskripsikan lima kebutuhan dasar yang harus

dipenuhi bagi eksisnya kehidupan manusia di dunia, yaitu kehidupan

(life/al nafs), kekayaan (propery/ al maal), keimanan (Faith/al diin),

akal (intellect/ al’aql), keturunan (posterity). Bila dihubungkan

dengan resiko yang diakibatkan oleh cacat produk, maka tujuan pokok

yang lima lebih terfokus pada penjagaan jiwa, akal dan harta.

Semua produk yang mempunyai kekuatan untuk menaikkan

lima elemen dasar ini yang dikatakan mempunyai maslahah dan

produk yang mempunyai maslahah akan dinyatakan sebagai

kebutuhan.

51

Namun, Seluruh kebutuhan tidak sama pentingnya. Ada tiga

tingkatan kebutuhan:

a. Tingkatan di mana kelima elemen di atas mendasar untuk

dilindungi (essentials/dharuriyat)

b. Tingkatan dimana kelima elemen tersebut adalah pelengkap

yang menguatkan perlindungan mereka

(complementeries/hajjiyat)

c. Tingkatan di mana kelima elemen tersebut merupakan

kesenangan atau keindahan (amelioratories/tahsiniyyat)

Seorang muslim di dorong oleh keberagamannya atau

memproduksi seluruh barang dan jasa yang cenderung

mempertahankan elemen mendasar. Barang atau jasa yang melindungi

elemen ini akan lebih bermaslahah diikuti oleh barang atau jasa yang

akan meningkatkan dan barang-barang yang sekedar memperindah

kebutuhan dasar.31Maslahah yang diperoleh konsumen ketika

membeli barang dapat berbentuk satu diantara hal berikut:

a. Manfaat materiil, yaitu diperolehnya tambahan harta atau

kekayaan bagi konsumen sebagai akibat pembelian suatu barang

atau jasa. Manfaat materiil ini bisa berbentuk murahnya harga,

biaya transportasi dan semacamnya

b. Manfaat fisik dan psikis, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan

fisik atau psikis manusia. Seperti rasa lapar, haus, kedinginan,

31 M. Nur Rianto Al-Arif Dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi

Islam Dan Ekonomi Konvensional (Jakarta: Kencana, 2010), 97-98

52

kesehatan, keamanan, kenyamanan dan harga diri.

c. Manfaat intelektual, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan akal

manusia ketika ia membeli barang dan jasa.

d. Manfaat terhadap lingkungan (intra generation), yaitu berupa

adanya eksternalitas positif dari pembelian suatu barang atau

jasa atau manfaat yang bisa dirasakan oleh selain pembeli pada

generasi yang sama.

e. Manfaat jangka panjang, yaitu terpenuhinya kebutuhan duniawi

jangka panjang atau terjaganya generasi masa mendatang

terhadap kerugian akibat dari tidak membeli barang atau jasa.

Dalam menjelaskan konsumsi, konsumen cenderung untuk

memilih barang dan jasa yang memberikan maslahah maksimum. Hal

ini sesuai dengan rasionalitas Islami bahwa setiap pelaku ekonomi

selalu ingin meningkatkan maslahah yang diperolehnya. Keyakinan

bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di akhirat serta

informasi yang berasal dari Allah adalah sempurna akan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan konsumsi. Kandungan

maslahah sendiri terdiri dari berkah dan manfaat. Demikian pula

dalam perilaku konsumsi, seorang konsumen akan

mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan

konsumsinya. Konsumen merasakan adanya manfaat suatu kegiatan

konsumsi ketika ia mendapatkan pemenuhan kebutuhan fisik atau

psikis atau materiil. Di sisi lain, berkah yang diperolehnya ketika ia

53

mengkonsumsi barang atau jasa yang dihalalkan oleh Islam.