PERANCANGAN SISTEM INFORMASI MOBILE BERBASIS ANDROID UNTUK KONTROL PERSEDIAAN BARANG DI GUDANG
ANALISIS SEMIOTIK WACANA IKLAN ROKOK GUDANG GARAM EDISI GUDANG GARAM MILD DAN SURYA RISE AND SHINE
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of ANALISIS SEMIOTIK WACANA IKLAN ROKOK GUDANG GARAM EDISI GUDANG GARAM MILD DAN SURYA RISE AND SHINE
PROPOSAL PENELITIAN
ANALISIS SEMIOTIK WACANA IKLAN ROKOK GUDANG GARAM EDISI
GUDANG GARAM MILD DAN SURYA RISE AND SHINE
Diajukan Untuk Seminar Proposal Penelitian Dalam
Penyusunan Skripsi
Oleh:
Nama : Siti Fatimah Sitepu
NIM : 2113210029
Program Studi : Sastra Indonesia
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
1
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Media massa adalah sarana untuk
menyampaikan berbagai macam informasi kepada
masyarakat. Seperti yang dikatakan Sobur (2004 : 114)
bahwa secara teoritis, media massa bertujuan
menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan benar
dan efisien. Bahkan (Trindjojo, 2008 : 1) menegaskan
bahwa media massa mempunyai kemampuan untuk membentuk
dan menggiring opini pubik dan dapat dipandang sebagai
faktor yang menentukan proses-proses perubahan. Media
massa mempunyai berbagai macam bentuk, salah satu
bentuk dari media massa adalah iklan. Pada dasarnya
setiap iklan menampilkan produknya untuk menarik
konsumen agar menggunakan produk yang ditawarkan dari
iklan tersebut. Daya tarik iklan mempunyai
2
karakteristik antar lain: 1. Bermakna, 2. Menunjukkan
manfaat yang membuat produk itu lebih diinginkan atau
lebih menarik konsumen, 3. Dapat dipercaya, konsumen
harus percaya bahwa produk atau jasa akan memberikan
manfaat yang dijanjikan, dan 4. Khas, harus menjelaskan
mengapa produk itu lebih baik ketimbang merek
pesaingAkan tetapi, lain halnya dengan iklan rokok.
Di lihat dari segi tujuannya, iklan rokok juga
mempunyai tujuan untuk mempengaruhi dan membujuk
masyarakat agar menggunakan produk yang ditawarkan.
Tetapi iklan rokok tidak pernah menampilkan produknya
yakni rokok untuk ditawarkan kepada masyarakat. Hal ini
dikarenakan Peraturan pemerintah nomor 81 tahun 1999
tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, dan UUD nomor
23 tahun 2000 tentang penyiaran, yang mempersempit
ruang lingkup promosi dari iklan rokok. Peraturan ini
yang menyebabkan produsen tidak menampilkan produknya
dalam setiap iklan.
Untuk memaksimalkan efektivitas iklan, pihak
pengiklan berlomba-lomba untuk mengembangkan gaya yang
3
unik dan terkadang lucu. Sehingga iklan rokok yang
ditampilkan berbeda jauh dari citra produk rokok. Iklan
rokok yang menunjukan keunikan tersendiri adalah Gudang
Garam edisi GG Mill dan Gudang Garam Surya Rise and
Shine,saat pertama muncul iklan GG Mild menunjukan image
yang membuat konsumen memberikan tanda tanya besar.
Secara tersirat tidak akan ditemukan makna dari iklan
tersebut. Begitu pula dengan Gudang Garam Surya Rise and
Shine, makna yang terlihat hanya keunikan dan bahasanya
yang menarik, tanpa ada hubungan makna dengan produk
yang ditawarkan yaitu rokok. Spanduk dan baloho-baliho
juga hampir setiap warung dan kedai dipasang, hal ini
mulai terlihat setelah iklan GG Mild mulai muncul di
Televisi. Bahasa iklan yang digunakan dalam spanduk
juga menjangkau keseluruh warung pelosok desa.
Memahami makna yang ada dalam sebuah iklan dapat
dianalisis secara semiotik. Dengan menganalisis bahasa
secara semiotika, dapat diketahui apa makna yang
tersembunyi dalam slogan sebuah iklan, khususnya iklan
rokok Gudang Garam tersebut. Setiap iklan pasti
mempunyai makna yang tersembunyi, lewat hubungan antara
4
tanda (Sign), penanda (Signifier), dan petanda
(Signified) akan menuntun kita ke arah makna yang
tersembunyi dari iklan-iklan rokok tersebut. Oleh
karena itu, penulis merasa perlu untuk melakukan kajian
mengenai semiotika iklan rokok Gudang Garam Edisi
Gudang Garam Mild dan Surya Rise and Shine.
1.2 Rerumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
rumusan masalah dalam proposal ini, sebagai berikut
1.2.1Bagaimanakah deskripsi penanda (Signifier)
dan petanda (Signified) dalam iklan rokok
Gudang Garam Edisi Gudang Garam Mild dan
Surya Rise and Shine?
1.2.2Bagaimanakah makna wacana yang terkandung
dalam iklan rokok Gudang Garam Edisi Gudang
Garam Mild dan Surya Rise and Shine?
1.3 Pembatasan Masalah
Iklan rokok Gudang Garam Edisi Surya
mempunyai bermcam-macam versi. Oleh karena itu, dalam
5
proposal ini dibatasi iklan yang akan dikaji, yaitu
sebagai berikut :
1.3.1 Iklan rokok Gudang Garam edisi Gudang
Garam Mild.
1.3.2 Iklan rokok Gudang Garam Edisi Surya Rise
and Shine.
1.4 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan dan batasan masalah di
atas, maka tujuan penulisan proposal ini adalah :
1.4.1 Untuk mengetahui deskripsi penanda
(Signifier) dan petanda (Signified) dalam
iklan rokok Gudang Garam Mild dan Surya Rise
and Shine;
1.4.2 Untuk mengetahui makna wacana yang
terkandung dalam iklan rokok Gudang Garam
Mild dan Surya Rise and Shine.
1.5 Manfaat Penulisan
1.5.1 Manfaat Teoritis
6
1. Penulisan proposal ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang positif bagi
perkembangan ilmu linguistik khususnya
semiotika.
2. Penulisan proposal ini diharapkan dapat
memberikan sedikit pengetahuan mengenai
analsis semiotika iklan rokok.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Penulisan proposal ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai referensi mengenai
analisis semiotik iklan rokok.
2. Penulisan proposal ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan kepada para pembaca
terkait dengan analisis semiotik iklan
rokok.
3. Bagi penulis, penulisan proposal ini dapat
mengasah kemampuan berpikir secara ilmiah
dengan menganalisa data dari objek yang
dikaji.
7
BAB II
KERANGKA TEORITIS
2.1 Semiotik
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari dan mengkaji
tanda yang terdapat di dalam kehidupan manusia. Hoed
(2011 : 3) mengatakan semiotik adalah ilmu yang
mempelajari tanda dalam kehidupan manusia. Artinya,
semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai
tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna. Tanda
merupakan sarana untuk berkomunikasi dan berinteraksi,
tanpa adanya tanda mustahil manusia dapat saling
memahami satu sama lain. Tanda itu pun mempunyai bagian
yang tidak bisa dipisahkan, yakni penanda (signifier)
dan petanda (signified). Saussure menyatakan bahwa
tanda adalah pertemuan antara bentuk (signifier) dan
makna (signified).
Penanda merupakan merupakan aspek dari segi bentuk
suatu tanda atau bisa dikatakan segala sesuatu yang
bisa di indera merupakan penanda. Saussure (Hoed,
8
2011 : 3) sendiri menjelaskan bahwa
signifiant/signifier (bentuk) bukanlah bunyi bahasa
secara konkret, tetapi merupakan citra tentang bunyi
bahasa (image acoustique). Pandangan Saussure
memberikan kita pemahaman bahwa bunyi yang kita dengar
dan coretan-coretan yang bermakna merupakan penanda.
Misalnya suara manusia, suara hewan, suara petir yang
menggelegar dilangit merupakan suatu bahasa yang
mengekspresikan, menyatakan, atau meyampaikan ide-ide,
pengertian-pengertian tertentu. Oleh karena itu, suara-
suara tersebut harus merupakan sebuah sistem konvensi,
sistem kesepakatan dan merupakan bagian dari sebuah
sistem tanda (Sobur, 2004 :46). Petanda merupakan makna
atau konsep dari suatu tanda. Sedangkan Sobur
mengatakan bahwa petanda (signified) adalah gambaran
mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental dari
bahasa. Hubungan antara penanda dan petanda sehingga
menghasilkan sebuah tanda disebut signification yang
oleh Fiske didefinisikan sebagai upaya untuk memberi
makna terhadap dunia (Sobur, 2009 : 125).
9
Pierce sebagai salah satu seorang tokoh
semiotik membedakan tanda menjadi tiga, yakni ikon,
indeks, dan lambang. Ikon adalah tanda yang hubungan
antara representamen dengan objeknya berdasarkan
keserupaan identitas. Contoh ikon adalah foto, lukisan
arca, atau tiruan suara seseorang. Indeks adalah tanda
yang hubungan antara representamen dengan objeknya
berdasarkan hubunga sebab akbat. Contoh asap yang
terlihat dari kejauhan merupakan indeks dari kebakaran.
Lambang adalah tanda yang hubungan antara representamen
dengan objeknya didasarkan pada konvensi sosial atau
kesepakatan sosial masyarakat. Contoh. Rambu lalu
lintas, bendera merah putih, atau bahasa manusia.
Pada dasarnya interpretasi menjadi sangat penting
dalam semiotik karena kita dihadapkan pada semua gejala
kebudayaan yang mungkin menjadi sebuah tanda bermakna
yang memerlukan proses interpretasi (semiosis). Proses
semiosis akan menjadi lebih baik lagi jika tidak hanya
sekedar interpretasi belaka melainkan akan lebih bagus
10
lagi jika interpretasi tersebut bisa diterima secara
logika apalagi bisa diterima secara akademik.
2.2 Teori semiotika Roland Barthes
Sebelum masuk ke teori Barthes ada baiknya menyimak
teori tanda dari Saussure terlebih dahulu. Berbeda
dengan Pierce, Ferdinand de Saussure cukup sukses
sebagai akademisi. Mula-mula dia–sesuai dengan tradisi
keluarganya–belajar ilmu kimia dan fisika di
Universitas Jenewa, kemudian belajar ilmu bahasa di
Universitas Leipzig dan di Universitas Berlin. Pada
1880 dia memperoleh gelar doktor summa cumlaude dari
Universitas Leipzig dengan disertasinya De l’emploi du
génitif absolu en sanscrit. Saussure kemudian mengajar
Bahasa Sansekerta, Gotik, dan Jerman Tinggi Kuno serta
linguistik komparatif Indo-Eropa di École Pratique des
Hautes Études Universitas Paris sampai tahun 1891. Lalu
dia pindah ke Universitas Jenewa dan meneruskan
mengajar Bahasa Sansekerta dan linguistik historis
komparatif. Meski berkali-kali menolak untuk
mengembangkan pandangan-pandangan teoretisnya, akhirnya
11
Saussure memberikan kuliah linguistik umum menggantikan
Joseph Wertheimer, guru besar yang berhenti mengampu
mata kuliah itu sebelum waktunya. Tugas itu
dijalankannya sampai dia meninggal pada 22 Februari
1913 (Kridalaksana, 2005: 9-11.). Pada tahun 1916, tiga
tahun setelah wafatnya, murid-muridnya, yakni Charles
Balley dan Albert Sechehaye, menyunting dan menerbitkan
buku Cours de Linguistique Générale[5] yang berdasarkan
catatan kuliah para mahasiswanya karena manuskrip
kuliah-kuliah itu dihancurkan oleh Saussure sendiri
(Nöth, 1990: 56-57). Karena buku yang tidak pernah
ditulisnya itu Ferdinand de Saussure pun ditasbihkan
sebagai Bapak Linguistik modern.
Dalam buku tersebut Saussure hanya sedikit
menyinggung tentang ilmu yang mengkaji tanda. Berikut
kutipannya(de Saussure, 1988: 82): Langue adalah suatu
sistem tanda yang mengungkapkan gagasan dan oleh
karenanya dapat dibandingkan dengan tulisan, dengan
abjad tuna rungu, dengan ritus simbolis, dengan bentuk-
bentuk sopan santun, dengan tanda-tanda militer, dan
12
lain-lain. Hanya bedanya langue merupakan yang
terpenting di antara sistem-sistem tanda tersebut. Jadi
kita dapat menerima suatu ilmu yang mengkaji kehidupan
tanda-tanda di dalam kehidupan sosial; langue mungkin
akan menjadi bagian dari psikologi sosial, dan dengan
sendirinya dari psikologi umum; kita akan menyebutnya
semiologi (dari bahasa Yunani semeion “tanda”).
Menurut Saussure bahasa adalah sistem tanda. Tanda
bahasa terdiri atas konsep (concept) dan citra akustis
(sound image). Konsep disebut juga petanda (signifie
atau signified), sedangkan citra akustik disebut juga
penanda (signifiant atau signifier). Andaikan kita
mendengar seseorang berkata “pohon” dan dalam benak
kita langsung terbentuk “gambar” pohon (secara umum
bukan pohon tertentu). Bunyi ucapan pohon adalah citra
akustis yang juga adalah penanda, sedangkan “gambar”
pohon adalah konsep yang juga petanda. Agar lebih jelas
dapat dilihat dalam diagram berikut:
konsep = __§__ =
petanda = tanda bahasa
13
citra akustik pohon
penanda
Gambar 2. Konsep tanda bahasa menurut de Saussure
Tanda bahasa terdiri dari penanda dan petanda yang
merupakan kesatuan dua muka yang tak terpisahkan.
Kesatuan keduanya ibarat sehelai kertas karena tidak
mungkin menggunting satu sisi kertas tanpa menggunting
sisi yang lain (Kridalaksana, 2005: 28). Karena
Saussure hanya sedikit membahas semiotika dalam
bukunya, hanya beberapa paragraf, banyak yang
mengabaikan tuntutan Saussure untuk mengembangkan ilmu
tanda (Culler, 1976: 76.). Akan tetapi, ada beberapa
orang yang mengikuti pemikirannya, di antaranya adalah
Barthes yang akan dibahas pada paragraf-paragraf
berikutnya.
Roland Barthes (1915-1950) adalah salah satu
pemikir strukturalis yang aktif mempraktikkan model
linguistik dan semiologinya Saussure (Kurniawan, 2001:
43). Barthes menggunakan teorinya untuk mengkaji
kebudayaan. Ini tercermin dalam karya-karyanya antara
14
lain Mythologies (1957). Dia mengkaji mitos yang ada
dalam kehidupan sehari-hari. Namun, mitos dalam
pandangan Barthes bukan mitos yang kita kenal sehari-
hari. Mitos menurut Barthes adalah sistem komunikasi.
Suatu pesan. Mitos tidak dapat berupa objek, konsep
atau gagasan. Mitos adalah model penandaan
(signification), suatu bentuk (Barthes, 1972: 109).
Barthes mengembangkan teori signifiant-signifie
dari Saussure menjadi teori metabahasa dan konotasi.
Istilah signifiant diubahnya menjadi expression (E)
atau ekspresi dan signifie menjadi content (C) atau
isi. Menurutnya antara E dan C harus ada relation (R)
atau relasi tertentu sehingga membentuk tanda.
Pemaknaan tanda dapat berlangsung pada dua tahap. Tahap
pertama adalah sistem primer yang biasa disebut juga
dengan denotasi. Tahap kedua adalah sistem sekunder.
Pada tahap kedua inilah E dan C dapat berkembang.
Pengembangan ke arah E disebut metabahasa
(metalanguage), sedangkan pengembangan C disebut
konotasiatau connotation (Hoed, 2002: 19).
15
Setiap tanda selalu memperoleh pemaknaan
awal yang dikenal secara umum (denotasi) dan oleh
Barthes disebut sistem primer, sedangkan segi
pengembangannya disebut sistem sekunder. Sistem
sekunder yang ke arah ekspresinya disebut metabahasa,
artinya E dapat berkembang membentuk tanda baru,
sehingga ada lebih dari satu E untuk C yang sama.
Dengan kata lain, suatu tanda mempunyai bentuk yang
banyak dengan makna yang sama. Sedangkan sistem
sekunder yang ke arah C disebut konotasi, artinya C
dapat berkembang membentuk tanda baru, sehingga ada
lebih dari satu C untuk E yang sama(Hoed, 2011 : 45).
Dengan kata lain suatu tanda mempunyai banyak makna
dengan bentuk yang sama.
Yang dimaksud dengan konotasi adalah penilaian
atau tafsiran yang diberikan oleh pemakai/penerima
tanda terhadap tanda tersebut. Konotasi digambarkan
Barthes sebagai perluasan C suatu tanda sehingga tanda
tersebut memiliki C baru. Konotasi dapat digambarkan
sebagai berikut (Nöth, 1990: 311):
16
sistem sekunder E2 (R2) C2
(konotasi)
sistem primer E1
(R1) C1
(denotasi)
Gambar 3. Konotasi menurut Barthes
Sementara metabahasa dapat terjadi bila dalam sebuah
kebudayaan terjadi pengembangan E dengan C yang sama
dalam sistem sekunder. Metabahasa dapat digambarkan
sebagai berikut:
sistem sekunder
(metabahasa) E2 (R2) C2
sistem prime
(objek bahasa) E1 R2 C2
Gambar 4. Metabahasa menurut Barthes
Pada umumnya data yang dijadikan objek kajian
dalam semiotika adalah teks, namun data auditif dan
17
audiovisual juga dapat dijadikan objek kajian.Bahkan,
ada kecenderungan bahwa ketiga data itu dianggap
sebagai teks yang terbagi menjadi teks auditif (verbal
dan nonverbal), teks audiovisual (verbal dan non
verbal), teks yang visual (nonverbal), dan teks yang
tertulis (verbal) (Hoed, 2011: 8). Dua element dalam
iklan yang akan dianalisis yaitu elemen
picturemMaksudnya adalah gambar atau tayangan iklan
meliputi obyek yang digunakan, figur yang digunakan,
adegan yang ditampilkan, dan Elemen seen words,
maksudnya adalah kata-kata yang terlihat pada tayangan
iklan yang dapat mempengaruhi benak pemirsa.
Pada analisis dengan ancangan Barthes, yang
dianalisis adalah melihat konotasi apa yang bisa
diungkap dalam iklan rokok tersebut. Pada sistem
primer, yang menjadi Expression (E1) dan Content atau C1-
nya
18
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
3.1.1Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yang akan
dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2013.
3.1.2Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Umum
Provinsi Sumatera Utara, Jalan Sultan Ma’mun Ar-Rasyid
No. 45 K Medan.
3.2. Sumber Data Penelitian
3.2.1. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah wacana iklan
rokok Gudang Garam di televisi.
19
3.2.2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah wacana iklan rokok
Gudang Garam Edisi Gudang Garam Mild dan Edisi Surya
Rise and Shine di televisi.
3.3. Metode Penelitian
Metode merupakan cara kerja yang digunakan untuk
mencapai sasaran dan tujuan yang telah dirumuskan.
Upaya menentukan dan membuktikan masalah dalam
penelitian sepenuhnya tergantung pada metode yang
digunakan. Untuk mencapai tujuan penelitian ini metode
yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.
3.4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
3.4.1. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data yang digunakan adalah studi
pustaka. Teknik studi pustaka adalah mencari keterangan
teoritis yang berkaitan dengan masalah penelitian baik
dari buku-buku, jurnal, karangan ilmiah, dan bahan-
bahan lainnya yang menunjang dalam bekal penelitian.
Sumber data utama penelitian ini adalah iklan teks
20
wacana dan gambar dalam rokok Gudang Garam Edisi Gudang
Garam Mild dan Edisi Surya Rise and Shine di televisi.
3.4.2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini menggunakan alat perekam,
dokumentasi dengan kamera, tabel observasi.
3.5. Teknik Analisis Data
Jenis data yang dihimpun dalam penelitian ini adalah
data kualitatif, yaitu data mengenai aspek-aspek
semiotik. Sehingga untuk menganalisis data penelitian
ini berpedoman pada kreteria-kreteria analisis
deskriptif, yaitu dengan menginterpretasi,
mendeskripsikan, dan menafsirkan.
Adapun prosedur analisis data pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengunduh vidio iklan rokok Gudang Garam Edisi
Gudang Garam Mild dan Edisi Surya Rise and Shine.
2. Menuliskan kalimat-kalimat yang digunakan dalam
wacana iklan rokok Gudang Garam Edisi Gudang Garam
Mild dan Edisi Surya Rise and Shine di televisi.
21
3. Mendokumentasikan skema gambar Gudang Garam Mild
dan Edisi Surya Rise and Shine
4. Menganalisis secara deskriptif dengan teori
Semiotik untuk menemukan makna dalam wacana lisan
iklan rokok Gudang Garam Edisi Gudang Garam Mild
dan Edisi Surya Rise and Shine di televisi.
5. Menganalisis secara deskriptif dengan teori
Semiotik untuk menemukan makna dalam video (skema
gambar) iklan rokok Gudang Garam Edisi Gudang
Garam Mild dan Edisi Surya Rise and Shine di
televisi.
6. Membuat simpulan hasil analisis data yang ada
dalam wacana lisan iklan rokok Gudang Garam Edisi
Gudang Garam Mild dan Edisi Surya Rise and Shine di
televisi.
22
DAFTAR PUSTAKA
Levinson, S.C. 1983. Semiotik. Cambridge University
Press. Cambridge
Lubis. A.H.H. 1994. Semiotika dan Pengajaran Bahasa. Fpbs
IKIP : Medan.
Nababan, P. W. J. 1987. Ilmu Pragmatik Teori dan
Penerapannya. Depdikbud: Jakarta.
Suyono. 1990. Pragmatik: Dasar-dasar dan Pengajaran YA3:
Malang
Purba, Antilan. 2002. Pragmatik Bahasa Indonesia. Usu Press:
Medan
Zoest, Aart van dkk. 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
23