Analisis Peta Zona Agroekologi
Transcript of Analisis Peta Zona Agroekologi
Analisis Peta Zona Agroekologi
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh :
Kelompok 2/Golongan B
1. Robi Fahrurrozi (141510501057)
2. Andik Setyawan (141510501058)
3. Zhilda Devia Bharati (141510501080)
4. Rian Andika Prasetyo (141510501085)
5. Moh. Abu Amar (141510501087)
6. Imam Arifin Gozali (141510501088)
7. Heru Purnama (141510501108)
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah
berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama
dimana keragaman tanaman dan hewan dapat di harapkan
akan berbeda tidak nyata. Komponen utama agroekologi
adalah iklim, fisiografi, atau bentuk wilayah dan
tanah. Iklim merupakan sintetis dari perubahan unsur
cuaca di suatu wilayah tertentu dalam waktu panjang
dengan menghitung rata-rata cuaca secara umum selama
puluhan tahun lamanya, sedangkan cuaca merupakan
keadaan sementara kondisi atmosfer serta perubahannya
dalam jangka pendek di suatu tempat tertentu dan
berbeda dengan tempat lainnya.
Iklim dikelompokkan berdasarkan faktor-faktor
iklim utama yang berhubungan erat dengan keragaman
tanaman yaitu suhu dan kelengasan. Untuk daerah tropis
seperti Indonesia, suhu dibagi menjadi panas yang
biasanya diperoleh pada ketinggian dibawah 700m dan
sejuk untuk wilayah dengan ketinggian yang lebih tinggi
sampai sekitar 2000 mdpl. Kelengasan dibagi menjadi
basah, lembab, agak kering dan kering berdasarkan
berapa lama tanah sampai kedalaman tertentu mengalami
kekeringan dalam setahun. Untuk pertumbuhan tanaman
yang optimal , kondisi iklim khusus diperlukan untuk
setiap tanaman. sehingga menjadi sesuai untuk
menigkatkan produksi karena berkaitan dengan interaksi
antara faktor-faktor meteorologi dan hidrologi di satu
sisi pertanian, termasuk hortikultura, interaksi hewan,
dan kehutanan
Usaha pertanian sangat ditentukan oleh bentuk
wilayah dan jenis tanah yang lebih mudah dinyatakan
dengan besarnya lereng, dimana wilayah dapat
dikelompokkan menjadi wilayah datar, berombak,
bergelombang, berbukit, atau bergunung dengan lereng
yang semakin meningkat. Sifat-sifat tanah yang sangat
menentukan dalam usaha pertanian adalah selang
kemasaman, selang tekstur, dan drainase. Sistem
pertanian berkelanjutan akan terwujud hanya apabila
lahan digunakan untuk sistem pertanian yang tepat
dengan cara pengelolaan yang sesuai. Apabila lahan
tidak digunakan dengan tepat, produktifitas akan cepat
menurun dan ekosistem menjadi terancam kerusakan.
Penggunaan lahan yang tepat selain menjamin bahwa lahan
dan alam ini memberikan manfaat untuk pemakai pada masa
kini, juga menjamin bahwa sumberdaya alam ini
bermanfaat untuk generasi penerus dimasa mendatang.
Dengan mempertimbangkan keadaan agroekologi, penggunaan
lahan berupa sistem produksi dan pilihan-pilihan
tanaman yang tepat dapat ditentukan.
Bentuk wilayah atau fisiografi (terrain) yang
merupakan faktor utama penentuan sistem produksi,
disamping sifat-sifat tanah. Lahan yang mempunyai
kelerangan tajam, akan menguntungkan secara ekonomi
apabila diusahakan budidaya tanaman hias dan sayuran
(khususnya), serta tanaman holtikultura (khususnya).
Pertanian dengan pengusahaan tanaman semusim hanya
dianjurkan pada lahan lereng lebih kecil dari 8%
apabila tanahanya sesuai. Pertanian ini tidak
dianjurkan pada lahan datar sekiranya tanahnya dari
bahan induk pasir kuarsa maupun gambut dalam, serta
tanah yang terlalu banyak berbatu, sehingga menyulitkan
pengelolaan tanah. Lahan dengan lereng, 8-15%,
dianjurkan untuk sistem agroforestry dengan
mengusahakan tanaman semusim bersama tanaman keras,
sedangkan lahan dengan lereng 16-40% sebaiknya hanya
diusahakan tanaman permanen seperti tanaman keras
maupun kehutanan atau padang rumput. Lahan dengan
lereng diatas 40% sebaiknya digunakan untuk kehutanan
sebagai wilayah konservasi.
(Djaenudin, D. 2009) juga menyebutkan bahwa
pemetaan tanah dan evaluasi lahan adalah pendekatan
yang efektif untuk menentukan spasial tanah potensial ,
termasuk keterbatasannya , serta masukan , dan
manajemen . pemanfaatan optimal sumber daya lahan
berdasarkan kapasitasnya hanya dapat dilakukan ketika
informasi tentang kesesuaian lahan tersedia pada
masing-masing daerah pembangunan. Evaluasi lahan
diperlukan untuk menentukan kesesuaian lahan untuk
pertumbuhan tanaman . Evaluasi lahan dilakukan
berdasarkan informasi tentang kondisi tanah ( fisik,
kimia , dan mikrobiologi tanah properti ) , dan kondisi
iklim ( suhu udara , kelembaban udara , dan curah hujan
).
Kondisi lahan yang semakin baik, akan semakin
banyak alternatif komoditas yang dapat dipilih untuk
ditanam. Pembangunan pertanian tidak dapat terlepas
dari faktor sosial ekonomi, seperti penduduk sebagai
sumber tenaga kerja dan potensi pasar, prasarana, dan
kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Teknologi pertanian
dapat berkembang dan berkelanjutan tidak saja karena
secara teknis mantap dan aman secara lingkungan, tetapi
juga secara ekonomi harus layak, secara sosial dapat
diterima dan secara administratif dapat dikelola.
1.2 Tujuan
1. Menyusun data dan informasi tentang keadaan
biofisik dan sosial ekonomi di suatu wilayah ke
dalam suatu sistem pangkalan data dan berbagai jenis
peta sehingga tersedia informasi yang terpadu dan
memadai mengenai keadaan lingkungan di suatu
wilayah.
1 Melakukan analisis tentang kesesuaian beberapa jenis
tananaman/komoditas pertanian penting serta
kesesuaian teknologi di suatu wilayah.
2 Mengidentifikasi berbagai komoditas pertanian
unggulan spesifik lokasi, serta mengidentifikasi
kebutuhan teknologinya.
3 Memberikan masukan dalam rangka perencanaan
penelitian, pengkajian, dan pengembangan komoditas
unggulan spesifik lokasi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan dan produksi tanaman sangat
tergantung pada interaksi antara parameter iklim,
tanah, tanaman dan pengelolaannya, dengan kata lain
produksi tanaman dengan sistem pengelolaan tertentu
merupakan fungsi dari kualitas/karakteristik lahan dan
iklim disekitarnya (Hermantoro,2011). penggunaan lahan
yang tidak sesuai dapat menurunkan produktivitas ,
kualitas , dan akhirnya pemanfaatan berkelanjutan .
Demikian pula (Siderius ,W. 1986) menyatakan bahwa
kesesuaian persyaratan agroecologic merupakan dasar
untuk budidaya tanaman ; selain itu menyebabkan
kerugian tidak hanya ekonomi dan finansial , tetapi
juga generatis biaya sosial. Iklim dunia secara
menyeluruh sedang mengalami kerusakan sebagai
konsekuensi dari aktivitas manusia. Hal ini disebabkan
oleh peningkatan konsentrasi gas-gas yang menghalangi
pantulan energi sinar matahari dari bumi yang
menyebabkan peningkatan efek rumah kaca dan
mengakibatkan bumi, planet yang kita huni menjadi
lebih panas. Hubungan antara perubahan iklim dengan
kesehatan manusia adalah sangat kompleks (Keman,
2007). Kenaikan suhu bumi akhir-akhir ini dirasakan
telah mengganggu aktifitas kehidupan di belahan bumi
manapun dan berdampak nyata pada perubahan iklim
global (Budiastuti, 2010).
Variabilitas dan perubahan iklim sebagai akibat
pemanasan global (global warming) merupakan salah satu
tantangan terpenting pada milenium ketiga. Sejumlah
bukti baru hasil berbagai studi mutakhir memperlihatkan
bahwa faktor antropogenik, terutama perkembangan
industri yang sangat cepat selama 50 tahun terakhir
telah memicu terjadinya pemanasan global secara
signifikan. Perubahan iklim berdampak terhadap kenaikan
frekuensi maupun intensitas kejadian cuaca ekstrim,
perubahan pola hujan, serta peningkatan suhu dan
permukaan air laut (Surmaini, 2010). Ketersediaan data
dan informasi zona agroekologi akan sangat membantu
optimasi penggunaan lahan dan produksi tanaman yang
berkelanjutan (Kubelaborbir, 2010).
kondisi agroekologi suatu daerah harus di
identifikasi dengan hati-hati sebagai prasyarat untuk
perencanaan dan budidaya produk pertanian . (Baja, S.
2012) menyatakan bahwa salah satu alternatif untuk
mengoptimalkan penggunaan lahan adalah melalui
perencanaan penggunaan lahan yang tepat , dengan
mempertimbangkan sejumlah faktor karakteristik biofisik
terutama menggunakan Metode analitik evaluasi sumber
daya lahan. Dengan metode ini akan di peroleh
kesesuaian lahan. Penerapan metode tersebut akan dapat
mempercepat pengembangan kerja - peta dan satuan
pemetaan tanah, yang selalu diperlukan untuk mendukung
pengambilan keputusan penggunaan lahan berbasis lokasi
optimal. Suhu di daerah tropis lembab umumnya bukan
kendala untuk tanaman produksi, periode pertumbuhan
tergantung sepenuhnya pada ketersediaan air, yang
secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
distribusi curah hujan kecuali dalam sepenuhnya
dikendalikan secara teknis daerah irigasi. Petani di
daerah tropis lembab tradisional akan beradaptasi
tanaman mereka atau pola tanam dengan curah hujan yang
ada.
Pembangunan pertanian sebagai salah satu dasar bagi
pembangunan nasional, tidak hanya cukup menjadi sektor
yang berperan tangguh pada persoalan pembangunan
perekonomian, akan tetapi juga harus berperan dalam
pembangunan lingkungan dan sosial masyarakat. Dalam
bidang pertanian terdapat hubungan yang erat antara
faktor klimatologis, bentuk kewilayahan, dan tanah.
Pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik
lingkungan yang hampir sama, dimana keragaman tanaman
dan hewan dapat diharapkan tidak ada perbedaan secara
nyata, disebut sebagai Agroekologi. Komponen utama
agroekologi adalah iklim, fisiografi atau bentuk
wilayah, dan tanah. Tujuan yang hendak dicapai pada
penetapan zona agroekologi (ZAE) adalah untuk
menetapkan komoditas potensial berskala ekonomiagar
sistem usaha tani dapat berkelanjutan.[1] Untuk tujuan
perencanaan pembangunan pada wilayah pertanian, saat
ini belum mampu menjangkau sampai skala aplikatif di
lapangan. Oleh karena itu diperlukan karakterisasi
potensi sumber daya lahan zona agroekologi (ZAE)
tingkat semi detail di tingkat kabupaten, kecamatan,
dan desa (Susetyo, 2011).
Dengan analisis ZAE maka diperoleh informasi yang
terpadu dan memadai mengenai: 1) keadaan lingkungan di
suatu wilayah, 2) kesesuaian beberapa jenis
tanaman/komoditas pertanian penting serta kesesuaian
teknologi di suatu wilayah, 3) berbagai komoditas
pertanian unggulan spesifik lokasi serta kebutuhan
teknologinya, dan 4) bahan masukan dalam rangka
perencanaan pembangunan daerah dan pengembangan
komoditas unggulan spesifik lokasi. Peta ZAE merupakan
salah satu perangkat yang dapat mengarahkan perencanaan
pertanian yang bersifat operasional, karena peta ZAE
me-ngandung informasi yang menyeluruh mengenai potensi
biofisik wilayah. Oleh karenanya peta ZAE dapat
memberikan arahan bagi pilihan komoditas, alternatif
penggunaan lahan dan bentuk rakitan teknologi, yang
dapat disusun berdasarkan kom-binasi pendekatan fisik
dan pendekatan ekonomi setempat (Busyra, 2007).
Bahwa tanah-tanah yang tergolong berkemampuan aseli
baik sampai sedang ialah latosol dan aluvial, yang
termasuk sedang sampai kurang ialah regosol dan
grumusol, dan yang dinilai kurang sampai buruk adalah
podsolik, mediteran, organosol, aluvial hidromorfika
dan podsol. Kalau asosiasi tanah kompleks ikut
dihitung, maka sekitar 81% luas tanah di luar Jawa
berkemampuan asli kurang sampai buruk, sedang di Jawa
hanya sekitar 32% saja. Dengan demikian usaha
perluasan kawasan pertanian ke luar Jawa sejak langkah
permulaan harus sudah dibekali pengertian, bahwa
metode pengelolaan tanah harus lebih berpaling kepada
pengeterapan teknologi unggul secara lebih tekun dan
meluas. Bahwa pemasukan tata cara pembudidayaan tanah
bertaraf tinggi harus dijadikan prasyarat perluasan
kawasan ke luar Jawa. Kalau hal ini dapat terlaksana
dan di iringi pemilihan bentuk pemanfaatan tanah yang
sepadan dengan potensi masing-masing tanah, akan
dapatlah diperoleh peluang cukup bagi pencapaian taraf
hasil panen yang tidak perlu kalah dengan dapat di
capai kini di Jawa secara pukulrata. Memang kita harus
bekerja dan harus berkarya lebih keras daripada yang
terbiasa kita lakukan di Jawa pada umumnya (Dames,1955
; Buringh,968).
Di Indonesia, pembangunan pertanian untuk
meningkatkan ketahanan pangan suatu daerah belum
terintegrasi antara ZAE, klasifikasi kesesuaian lahan
dan kemampuan, komoditas pertanian regional dan
perencanaan untuk pengelolaan lahan berkelanjutan.
Karena alasan ini, penelitian dilakukan untuk membangun
sistem yang terintegrasi dari ZAE, evaluasi kesesuaian
lahan, komoditas regional, penentuan indikator dan peta
kerawanan pangan secara berkelanjutan untuk pembangunan
pertanian yang kuat .
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum agroekologi acara 1 yang berjudul
Analisis Peta Zona Agroekologi dilakukan pada hari
Sabtu, 20 September 2014 yang bertempat di Fakultas
Pertanian Universitas Jember pukul 10.00 sampai
selesai.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Alat tulis
2. Kalkulator
3.2.2 Bahan
1. Data cuaca
2. Data iklim
3.3 Cara Kerja.
1. Memperoleh peta jenis tanah, peta iklim, dan peta
topografi dengan skala 1:180.000 beserta data
dasarnya pada laboratorium Agroklimat sebagai
rujukan.
2. Memilah dan mendeliniasikan wilayah pada peta-peta
tersebut berdasarkan :
a. Ketinggian yang mewakili rezim suhu yang terbagi
atas rezim isohyperthermic (ketinggian 0-700 m dpl ),
isothermic ( ketinggian 700-1.500 m dpl ) dan isomesic
(ketinggian > 1.500 dpl ).
b. Iklim yang mewakili rezim kebasahan yang terbagi
atas Perudic ( iklim tipe A dan B1 menurut
klasifikasi Oldeman ), Udic ( iklim tipe B2, C2, dan
D2 ), serta Ustic ( tipe iklim C3, D3, dan E ).
c. Jenis tanah yang dapat diklasifikasikan
berdasarkan klasifikasi FAO, misalnya jenis tanah
andisol, alfisol, entisol, dan oxisol.
3. Menumpangkan dan menepatkan ( overlay ) peta
wilayah berdasarkan jenis tanah dengan peta rejim
kebasahan dan peta rezim suhu maka diperoleh peta
agroekologi 1:180.000 akan diperoleh Peta Zona
Agroekologi. Dengan peta ini kita dapat menentukan
jenis tanaman (meliputi tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan kehutanan serta
peternakan).
4. Memadukan informasi biofisik dengan informasi
mengenai sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya
melalui pencocokan peta administrasi dengan skala
1 : 180.000 .
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Peta Potensi Tanaman Berdasarkan Jenis Tanah
No Jenis Tanah
Tanaman Potensi
1 Alfisol Tanaman Pangan Padi, Jagung, KedelaiTanaman Sayuran Sawi, Kubis, KentangTanaman Buah Apel, stroberiTanaman Perkebunan
Teh, Kopi, kakao
2 Andisol Tanaman Pangan Ubi, KentangTanaman Sayuran Wortel, Kubis, KentangTanaman Buah Apel, ManggisTanaman Perkebunan
Kina, Teh, Kopi, Pinus
3 Oxisol Tanaman Pangan PadiTanaman Sayuran Bayam, KangkungTanaman Buah BengkuangTanaman Perkebunan
Teh
Tabel 2. Peta Potensi Tanaman Berdasarkan Rezim Suhu
No Rezim Suhu Tanaman Potensi1 Isohyperthe
rmicTanaman Pangan Padi, Jagung, Ubi
JalarTanaman Sayuran Buncis, TerongTanaman Buah Srikaya, Pisang,
Nangka, PepayaTanaman Perkebunan
Vanili, Lada
2 Ishothermic Tanaman Pangan Padi, Ubi KayuTanaman Sayuran Cabe, Kacang-
kacangan, SawiTanaman Buah Rambutan, Salak,
SawoTanaman Perkebunan
Cokelat, Vanili, Kopi Robusta
3 Isomesic Tanaman Pangan JagungTanaman Sayuran Sawi KecilTanaman Buah Apel, Blueberry,
StrowberryTanaman Perkebunan
Teh
Tabel 3. Peta Potensi Tanaman Berdasarkan Rezim Kebasahan
No Rezim Kebasahan
Tanaman Potensi
1 Udic Tanaman Pangan Padi, JagungTanaman Sayuran
Tomat, Cabai, Wortel
Tanaman Buah JerukTanaman Perkebunan
Teh, Kopi, Cokelat
2 Ustic Tanaman Pangan KedelaiTanaman Sayuran
Kacang Panjang
Tanaman Buah Buah NagaTanaman Perkebunan
Tembakau, Tebu
Tabel 4. Peta Potensi Tanaman Berdasarkan Zona Agroekologi
No Zona Agroekologi
Tanaman Potensi
1 And. 3.1
(Andisol. Isomesic. Udic )
Tanaman Pangan Ubi, Jagung, PadiTanaman Sayuran
Wortel, Kubis, Sawi Kecil, Tomat, Cabai
Tanaman Buah Apel, Blueberry, Jeruk, Strowberry
Tanaman Perkebunan
Kina, Teh, Kopi, Cokelat
2 Oxi. 3.1
( oxisol. Isomesic. Udic)
Tanaman Pangan Padi, JagungTanaman Sayuran
Bayam, Tomat, Sawi Kecil, Wortel
Tanaman Buah Bengkuang, Jeruk, Strowerry
Tanaman Perkebunan
Teh, Kopi, Cokelat
3 Oxi.2.1
( oxisol. Ishotermic.Udic)
Tanaman Pangan Padi, Ubi Kayu, Jagung
Tanaman Sayuran
Bayam, Cabai, Wortel
Tanaman Buah Bengkuang, Rambutan,Jeruk
Tanaman Perkebunan
Teh, Kopi Robusta, Cokelat
4 Oxi. 1.1
( oxisol. Isohyperthermic. Udic)
Tanaman Pangan Padi, Ubi Jalar , Jagung
Tanaman Sayuran
Bayam, Buncis, Terong, Tomat
Tanaman Buah Bengkuang, Jeruk, Pisang, Nangka
Tanaman Perkebunan
Teh, Lada,Kopi, Cokelat
No Zona Agroekologi
Tanaman Potensi
5 Oxi.1.2( oxisol. Isohyperthermic. Ustic)
Tanaman Pangan
Padi, Ubi Jalar, Kedelai
Tanaman Sayuran
Bayam, Buncis, Kacang Panjang
Tanaman Buah Bengkuang, Pisang, Buah Naga
Tanaman Perkebunan
Teh,Tembakau, Lada
6 Alf. 1.2(Alfisol. Isohyperthermic. Ustic)
Tanaman Pangan
Padi, Jagung,Kedelai
Tanaman Sayuran
Sawi ,Kubis, Buncis, Kacang Panjang
Tanaman Buah Apel,Srikaya,Pisang,Buah Naga
Tanaman Perkebunan
Teh,Kopi,Lada,Tembakau,Tebu
4.2 Pembahasan
Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah
berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama
dimana keragaman tanaman dan hewan dapat di harapkan
akan berbeda tidak nyata. Peta zona agroekologi
memiliki banyak fungsi antara lain, untuk mengetahui
pola persebaran tanaman di suatu daerah. Sehingga,
apabila suatu saat kita membutuhkan tanaman untuk
dikonsumsi kita dapat mudah menemukannya dengan
petunjuk peta ini. Peta ini juga berfungsi untuk
memberikan gambar persebaran keadaan jenis tanah,
iklim, suhu di suatu daerah. Maka dari itu, kita dapat
merekomendasikan tanaman cocok ditanam didaerah
tersebut dan teknologi yang di butuhkan. Pada akhirnya
menghasilkan produk yang unggulan, baik secara
kualitas dan kuantitas.
Komponen utama agroekologi adalah iklim,
fisiografi, atau bentuk wilayah dan tanah. Iklim
merupakan sintetis dari perubahan unsur cuaca di suatu
wilayah tertentu dalam waktu panjang dengan menghitung
rata-rata cuaca secara umum selama puluhan tahun
lamanya. Bentuk wilayah atau fisiografi (terrain) yang
merupakan faktor utama penentuan sistem produksi,
disamping sifat-sifat tanah. Sifat- sifat tanah yang
sangat menentukan dalam usaha pertanian adalah
kemasaman, selang tekstur dan drainase.
Faktor-faktor iklim seperti cuaca dan iklim
benar-benar dipertimbangkan dalam mengembangkan
pertanian. Kondisi suhu, curah hujan dan pola musim
sangat menentukan kecocokan dan optimalisasi
pembudidayaan tanaman pertanian. Lahan yang mempunyai
kelerangan tajam, akan menguntungkan secara ekonomi
apabila diusahakan budidaya tanaman hias dan sayuran
serta tanaman holtikultural. Pada tanah jenis andisol
banyak mengandung bahan organik yang baik buat
pertanian.
Wilayah I
Wilayah I memiliki jenis tanah andisol, topografi
isomesic, dan iklim udic. Tanaman yang cocok ditanam di
wilayah ini yaitu :
Tanaman pangan : Jagung
Tanaman sayuran : Wortel
Tanaman buah : Apel
Tanaman Perkebunan: Teh, Kopi
Pada tanaman pangan jagung memiliki kesamaan pada
topografi dan iklim. Sama halnya pada tanaman sayuran
wortel memiliki kesamaan pada jenis tanah dan iklim.
Pada tanaman buah apel memiliki kesamaan pada jenis
tanah dantopografi. Pada tanaman perkebunan teh memilki
kesamaan pada jenis tanah, topografi dan iklim.
sedangkan pada kopi hanya memiliki kesamaan pada jenis
tanah dan iklim.
Wilayah II
Wilayah II memiliki jenis tanah oxisol, topografi
isomesic, dan iklim udic. Tanaman yang cocok ditanam di
wilayah ini yaitu :
Tanaman pangan : Jagung, padi
Tanaman sayuran : -
Tanaman buah : -
Tanaman Perkebunan: Teh
Pada tanaman pangan jagung memiliki kesamaan pada
topografi dan iklim. Pada tanaman padi kesamaanya pada
jenis tanah dan iklim. Pada tanaman perkebunan teh
memilki kesamaan pada jenis tanah, topografi dan iklim.
Wilayah III
Wilayah III memiliki jenis tanah oxisol, topografi
isothermic, dan iklim udic. Tanaman yang cocok ditanam
di wilayah ini yaitu :
Tanaman pangan : padi
Tanaman sayuran : -
Tanaman buah : -
Tanaman Perkebunan: Teh
Pada tanaman pangan padi memiliki kesamaan pada
jenis tanah,topografi dan iklim. Pada tanaman
perkebunan teh memilki kesamaan pada jenis tanah,
topografi dan iklim.
Wilayah IV
Wilayah IV memiliki jenis tanah oxisol, topografi
isohyperthermic, dan iklim udic. Tanaman yang cocok
ditanam di wilayah ini yaitu :
Tanaman pangan : padi
Tanaman sayuran : -
Tanaman buah : -
Tanaman Perkebunan: Teh, Kopi
Pada tanaman pangan padi memiliki kesamaan pada
jenis tanah, topografi dan iklimnya. Sama halnya pada
tanaman perkebunan teh memiliki kesamaan pada jenis
tanah dan iklim sedangkan pada kopi hanya memiliki
kesamaan pada iklim dan topografi.
Wilayah V
Wilayah V memiliki jenis tanah oxisol, topografi
isohyperthermic, dan iklim ustic. Tanaman yang cocok
ditanam di wilayah ini yaitu :
Tanaman pangan : padi
Tanaman sayuran : -
Tanaman buah : -
Tanaman Perkebunan: -
Pada tanaman pangan padi memiliki kesamaan pada jenis
tanah dan topografi.
Wilayah VI
Wilayah VI memiliki jenis tanah alfisol, topografi
isohyperthermic, dan iklim ustic. Tanaman yang cocok
ditanam di wilayah ini yaitu :
Tanaman pangan : padi, Jagung, Kedelai
Tanaman sayuran : -
Tanaman buah : -
Tanaman Perkebunan: -
Pada tanaman pangan padi dan Jagung memiliki
kesamaan pada jenis tanah dan topografi. Sama halnya
pada tanaman pangan kedelai memiliki kesamaan pada
topografi dan iklim.
Berdasarkan data pada praktikum diketahui bahwa
jenis tanah pada kabupaten bondowoso,kecamatan pakem
adalah jenis tanah alfisol,andisol dan oxisol. Alfisol
adalah lapisan tanah yang mempunyai permukaan abu-abu
sampaicoklat, kandungan basa sedang sampai bebas, dan
mengandung horizon ulivialyang menimbun lempeng silikat
. cara pengolahan tanah alfisol adalah Permukaan tanah
harus diratakan terlebih dahulu dan diberi pematang
disekitarnya untuk menahan air,bila pada lahan datar
cukup diberi pematang saja dan harus diberi saluran
irigasi. Pada lahan pegunungan harus didatarkan
terlebih dahulu ,sehingga menjadi berundak-undak,yang
biasa disebut teras.
Pada jenis tanah andisol merupakan tanah yang cukup
subur. Jenis tanah ini kemampuan menyeram air yang tak
pulih kembali seperti semula setalah mengalami
kekeringan. Pengelolaan tanah ini dengan cara
pengapuran dengan dosis yang cukup dan di daerah lereng
lebih baik ditanami tanaman tahunan yang memiliki
perakaran kuat untuk mengikat air.Jenis tanah oxisol
mempunyai kesuburan alami rendah. Untuk memperbaiki
sifat tanah ini agar subur dengan cara pemupukan.
Pengelolan lahan pada wilayah curam,dapat dilakukan
dengan Metode Sloping Agriculture Land Technology (SALT), yang
merupakan salah satu teknik pengelolaan lahan miring
yang diperuntukan untuk pertanian. Pada tahun 1971, di
Filipina diperkenalkan sebuah metode untuk menata lahan
miring oleh Mindanao Baptist Rural Life Center (MBRLC).
Dikemudian hari, teknik yang populer dengan nama SALT
tersebut diakui sebagai salah satu metode terbaik dalam
menata lahan miring. Teknik SALT diyakini mampu
meminimalkan erosi, membantu mengembalikan struktur dan
kesuburan tanah, meningkatkan produksi tanaman, mudah
dipraktekkan karena menggunakan alat sederhana,
membutuhkan tenaga yang rendah sehingga cocok untuk
petani berlahan sempit, dan tidak membutuhkan modal
besar.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Peta zona agroekologi memiliki banyak fungsi antara
lain, untuk mengetahui pola persebaran tanaman di suatu
daerah. Sehingga, apabila suatu saat kita membutuhkan
tanaman untuk dikonsumsi kita dapat mudah
menemukannyadengan petunjuk peta ini. Peta ini juga
berfungsi untuk memberikan gambar persebaran keadaan
jenis tanah, iklim, suhu, kelembapan di suatu daerah.
Makadari itu, kita dapat merekomendasikan tanaman cocok
ditanam didaerah tersebut.
5.2 Saran
Dalam bidang pertanian, kita harus memperhatikan
iklim, topografi dan jenis tanah untuk melakukan
penaman karena sangat berpengaruh baik dalam terhadap
produktivitas tanaman, pengaruh terhadap organisme
pengganggu tanaman, dan kondisi tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Budiastuti,Sri. 2010. Fenomena Perubahan Iklim DanKontiyui-tas Produksi Pertanian : Suatu TinjauanPemberdayaan Sumberdaya Lahan. Jurnal Ekosains,2(1):1-2.
Busyra B.S. dan Salwati. 2007. Zona Agroekologi sebagaiAcuan Perencanaan Pembangunan Pertanian diKabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. JurnalAgronomi, 9(2):1-2.
Hermantoro. 2011. Pengaruh Perubahan Iklim PadaProduktivitas Perkebunan Kelapa Sawit MenggunakanModel Jaringan Syaraf Tiruan. Seminar MekanisasiPertanian. Serpong.
Kandari, Aminuddin, M dkk. 2013 Agroecological Zoningand Land Suitability
Assessment for Maize (Zea mays L.) Development inButon Regency, journal Indonesia. Agriculture, Forestry andFisheries, 2(6): 1-2
Mavi. H. S, Graeme J. Tupper, 2004. Agrometeorology:principles and
applications of climate studies in agriculture. , New York:TheHaworth Press Inc.
Notohadiprawiro,Tejoyuwono.1986. Tanah Estuarin Watak, Sifat,Kelakuan dan
Kesuburannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Oldeman, L.R. 1975. An agro-climate map of Java, Centralresearch Institute for
Agriculture. Bogor.
Prasetyo, Sri Y. J. dkk. 2012. The Agroecological Zoneusing Fuzzy Logic for
Land Suitability and Regional Sustainable FoodInsecurity in Boyolali, Central of Java Indonesia.IJCSI International Journal of Computer Science Issues, 9(3) :1-2
Surmaini, Elza, dkk. 2010. Upaya Sektor Pertanian dalamMenghadapi Perubahan Iklim. Jurnal Litbang Pertanian, 30(1):1-1.
Susetyo, Yerymia, dkk. 2011. Pembangunan Sistem ZonaAgroekologi (ZAE) menggunakan Logika Fuzz padaWilayah Pertanian Kabupaten Semarang Berbasis DataSpesial. Jurnal Teknologi Informasi-Aiti, 8(1):1-1