ANALISIS PENGARUH AGING PADA SUHU 120, 140, DAN ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of ANALISIS PENGARUH AGING PADA SUHU 120, 140, DAN ...
i
ANALISIS PENGARUH AGING PADA SUHU 120, 140, DAN 160
DERAJAT SELAMA 4 JAM TERHADAP SIFAT MEKANIS ALUMINIUM
PADUAN SILISIUM 12,2%
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu
Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S.T)
Program Studi Teknik Mesin
Oleh :
VICTOR ADE BUDI KURNIAWAN
NIM : 155214071
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
ANALYSIS OF AGING EFFECT ON TEMPERATURE 120, 140, AND 160
DEGREES FOR 4 HOURS ON THE NATURE OF ALUMINUM
MECHANICAL SILICUM ALLOY 12.2%
Final Project
Presented as Partial Fulfillment of The Requirements
To Obtain The Sarjana Teknik Degree
In Mechanical Engineering
By :
VICTOR ADE BUDI KURNIAWAN
Student Number : 155214071
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH AGING PADA SUHU 120, 140, DAN 160
DERAJAT SELAMA 4 JAM TERHADAP SIFAT MEKANIS ALUMINIUM
PADUAN SILISIUM 12,2%
Disusun oleh:
VICTOR ADE BUDI KURNIAWAN
NIM: 155214071
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing Skripsi
Budi Setyahandana, S.T., M.T.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
ANALISIS PENGARUH AGING PADA SUHU 120, 140, DAN 160
DERAJAT SELAMA 4 JAM TERHADAP SIFAT MEKANIS ALUMINIUM
PADUAN SILISIUM 12,2%
Dipersiapkan dan disusun oleh:
NAMA : VICTOR ADE BUDI KURNIAWAN
NIM :155214071
Telah Dipertahankan dihadapan Dewan Penguji
Pada tanggal 9 September 2020
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan dewan Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Doddy Purwadianto S.T., M.T ...........................
Sekertaris : Dr. Eng. I Made Wicaksana
Ekaputra
...........................
Anggota : Budi Setyahandana, S.T., M.T. ...........................
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk
Memperoleh gelar Sarjana Teknik
Yogyakarta, 9 September 2020
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Dekan,
Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir dengan
judul :
ANALISIS PENGARUH AGING PADA SUHU 120, 140, DAN 160
DERAJAT SELAMA 4 JAM TERHADAP SIFAT MEKANIS ALUMINIUM
PADUAN SILISIUM 12,2%
Yang dibuat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Strata 1,
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta. Sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan dari
Skripsi yang sudah dipublikasikan di Perguruan Tinggi manapun, kecuali bagian
informasi yang dicantumkan dalam daftar pustaka.
Dibuat di Yogyakarta
Yogyakarta, 9 September 2020
Penulis
Victor Ade Budi Kurniawan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Victor Ade Budi Kurniawan
Nomor Mahasiswa : 155214071
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :
ANALISIS PENGARUH AGING PADA SUHU 120, 140, DAN 160
DERAJAT SELAMA 4 JAM TERHADAP SIFAT MEKANIS ALUMINIUM
PADUAN SILISIUM 12,2%
Dengan demikan saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media yang lain,
mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu
meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Yogyakarta, 9 September 2020
Yang menyatakan
Victor Ade Budi Kurniawan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Semakin meningkatnya kebutuhan akan bahan aluminium banyak penelitian
untuk menghasilkan dan mengetahui sifat mekanis aluminium dari bahan-bahan
industri. Salah satu cara untuk meningkatkan sifat mekanis pada aluminium adalah
menggunakan perlakuan aging. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
suhu aging terhadap sifat mekanis aluminium paduan silisium sebesar 12,2%.
Proses pengujian dimulai dengan proses pengecoran, lalu dilanjutkan
dengan spesimen dibentuk menggunakan standard ASTM A370. Metode aging
yang dilakukan adalah artificial aging menggunakan suhu 120˚C, 140˚C, dan
160˚C selama 4 jam dengan pendinginan secara perlahan pada suhu ruangan.
Pengujian sifat mekanis yang dilakukan meliputi pengujian tarik serta pengujian
kekerasan Brinell.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan aging pada aluminium
paduan silisium 12,2% suhu 120℃, 140℃, dan 160℃ selama 4 jam pada Al-Si
menyebabkan peningkatan kekerasan. Peningkatan kekerasan tertinggi terjadi pada
aging 120℃ yaitu sebesar 81,15 BHN. Sedangkan kekerasan terendah terjadi pada
aging 160℃ yaitu sebesar 72,10 BHN. Sedangkan proses aging 120℃, 140℃, dan
160℃ selama 4 jam pada Al-Si tidak signifikan merubah kekuatan tarik namun
berakibat pada penurunan regangan. Penurunan tertinggi terjadi pada suhu aging
140℃ dengan nilai regangan 6,27%.
Kata kunci : Al-Si, aging, kekerasan, kekuatan tarik,nilai regangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
The increasing need for aluminum materials has made a lot of research to
produce and determine the mechanical properties of aluminum from industrial
materials. One way to improve the mechanical properties of aluminum is to use an
aging treatment. This study aims to determine the effect of aging temperature on
the mechanical properties of aluminum alloy silisium by 12.2%.
The testing process begins with the casting process, then continues with the
specimens formed using the ASTM A370 standard. The aging method used is
artificial aging using temperatures of 120℃, 140℃ and 160℃ for 4 hours with
slow cooling at room temperature. Mechanical properties testing includes tensile
testing and Brinell hardness testing.
The results showed that the aging treatment on aluminum alloy silisium
12.2% at 120℃, 140℃, and 160℃ for 4 hours on Al-Si caused an increase in
hardness. The highest increase in hardness occurred in the aging 120℃ which was
81.15 BHN. Meanwhile, the lowest violence occurred in the aging 160℃ which
was 72.10 BHN. While the aging process of 120℃, 140℃, and 160℃ for 4 hours
on Al-Si did not significantly change the tensile strength but resulted in a decrease
in strain. The highest decrease occurred at the aging temperature of 140℃ with a
strain value of 6.27%.
Keywords: Al-Si, aging, hardness, tensile strength, strain value
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
penyertaan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik
serta penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul “ANALISIS
PENGARUH AGING PADA SUHU 120, 140, DAN 160 DERAJAT SELAMA 4
JAM TERHADAP SIFAT MEKANIS ALUMINIUM PADUAN SILISIUM
12,2%”. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan pada program
Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang turut membantu untuk
menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi.
2. Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik
Mesin, Universitas Sanata Dharma.
3. Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir.
4. Doddy Purwadianto, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Seluruh Dosen Program Studi Teknik Mesin yang telah mendidik dan
memberi ilmu pengetahuan kepada penulis.
6. Seluruh staf Fakultas Sains dan Teknologi atas kerja sama dan dukungan
kepada penulis untuk dapat menyelesaikan laporan tugas akhir.
7. Valentinus Agung Budiono dan Valentina Nuning sebagai orang tua yang
telah memberikan doa dan dukungan yang dirikan baik secara moral
maupun material yang tak ternilai harganya.
8. Antonius Vicky dan Agustinus Rionald sebagai adik saya yang telah
memberikan semangat saya dalam mengerjakan skripsi
9. Aldo dan Putri selaku teman satu tim dalam pembuatan penelitian
Aluminium Silisium.
10. Teman-teman SMA Pangudi Luhur 2 yang berada di Yogyakarta Aven,
Tinez, Boy, Kevin yang telah memberikan saya semangat dalam
mengerjakan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
11. Sahabat-sahabat saya selama berada di Yogyakarta Aling, Icut, Dita, Niken,
Funny, Jeje, Ema, Kiko, Oto, Galih, Adit yang telah memberikan saya
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Semua rekan-rekan saya di dunia otomotif yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu yang selalu mendukung saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
13. Semua teman angkatan 2015 Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma
yang selalu memberi semangat dan dukungan.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu secara langsung
maupun tidak langsung yang telah memberikan dukungan.
Tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna dan menyadari masih banyak
kekurangan yang perlu diperbaiki dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan masukan yang membangun untuk
menyempurnakan skripsi. Akhir kata penulis harapkan semoga Skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta …. Agustus 2020
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. I
TITLE PAGE ....................................................................................................... II
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... III
HALAMAN PEGESAHAN ................................................................................ IV
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ........................... V
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... VI
ABSTRAK ......................................................................................................... VII
ABSTRACT ...................................................................................................... VIII
KATA PENGANTAR ......................................................................................... IX
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ XIII
DAFTAR TABEL .............................................................................................. XV
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN ................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 2
1.3 TUJUAN PENELITIAN ................................................................................... 2
1.4 BATASAN MASALAH .................................................................................... 2
1.5 MANFAAT PENELITIAN ................................................................................ 2
BAB II ................................................................................................................... 4
DASAR TEORI .................................................................................................... 4
2.1 DASAR TEORI ................................................................................................ 4
2.1.1 Sejarah Aluminium ............................................................................... 4
2.1.2 Pembuatan Aluminium ......................................................................... 6
2.1.3 Sifat – sifat Aluminium......................................................................... 6
2.1.4 Paduan Aluminium ............................................................................... 8
2.1.5 Paduan Aluminium ............................................................................. 10
2.1.6 Sifat Mekanik ...................................................................................... 19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
2.2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 25
BAB III METODOLOGI PENILITIAN .......................................................... 27
3.1 DIAGRAM KERJA PENELITIAN ..................................................................... 27
3.2 PERSIAPAN BAHAN ...................................................................................... 28
3.2.1 Peralatan Yang Digunakan ................................................................. 28
3.3 PROSES PENGECORAN ................................................................................. 30
3.3.1 Pembuatan Cetakan............................................................................. 30
3.3.2 Peleburan Logam ................................................................................ 31
3.3.3 Penuangan logam Cair ........................................................................ 32
3.3.4 Pembentukan Logam Cair .................................................................. 33
3.3.5 Pelepasan Coran dari Cetakan ............................................................ 33
3.4 PEMBUATAN BENDA UJI ............................................................................. 33
3.4.1 Spesimen Uji Tarik ............................................................................. 33
3.6 PROSES PENUAAN (AGING) PADA BENDA UJI ............................................. 34
3.7 PENGUJIAN BENDA UJI ................................................................................ 35
3.7.1 Pengujian Tarik ................................................................................... 35
3.7.2 Pengujian Kekerasan........................................................................... 36
BAB IV ................................................................................................................. 38
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................. 38
4.1 HASIL PENGUJIAN ................................................................................. 38
4.2 DATA HASIL PENGUJIAN KEKERASAN BRINELL .......................... 38
4.3 DATA HASIL PENGUJIAN TARIK ........................................................ 41
BAB V ................................................................................................................... 44
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 44
5.1 KESIMPULAN .......................................................................................... 44
5.2 SARAN ....................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45
LAMPIRAN ......................................................................................................... 46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Diagram Fasa Al-Si ......................................................................... 12
Gambar 2. 2 Diagram Perbaikan Sifat-Sifat Mekanik oleh .................................. 13
Gambar 2. 3 Pengaruh Kadar Mg2Si pada Kekuatan Tarik Paduan Al-Mg2si
(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 140) ....... 16
Gambar 2. 4 Diagram Fasa Biner Semu dari Paduan Al-MgZn2 (Sumber : Tata
Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 141) ................................ 18
Gambar 2. 5 Mesin Uji Tarik ................................................................................ 20
Gambar 2. 6 Spesimen berbentuk silinder pada pengujian tarik (Sumber :
Beumer. B.J.M, : Ilmu Bahan Logam, hal 11) ...................................................... 20
Gambar 2. 7 Kurva tegangan dan regangan serta proses pengujian tarik
menggunakan spesimen silinder. (Sumber: Rines, Proses Manufaktur, hal 58) ... 22
Gambar 2. 8 Pengujian Brinell ............................................................................. 23
Gambar 2. 9 Proses Pengujian Brinell (Sumber: Beumer, L.J.M : Ilmu Bahan
Logam, hal 27) ...................................................................................................... 24
Gambar 3. 1 Diagram Penelitian ........................................................................... 27
Gambar 3. 2 Aluminium ....................................................................................... 28
Gambar 3. 3 Mesin Uji Tarik ................................................................................ 29
Gambar 3. 4 Mesin Uji Kekerasan Brinell ............................................................ 30
Gambar 3. 5 Cetakan logam dan tang jepit serta mur dan baut. ........................... 31
Gambar 3. 6 Peleburan Logam.............................................................................. 32
Gambar 3. 7 Hasil cetakan yang baru dilepas dari cetakan................................... 33
Gambar 3. 8 ASTM – A370 .................................................................................. 34
Gambar 3. 9 Dimensi Benda Uji Tarik ................................................................. 34
Gambar 3. 10 Proses Aging .................................................................................. 35
Gambar 3. 11 Spesimen Uji Tarik......................................................................... 35
Gambar 3. 12 Proses Pengujian Tarik ................................................................... 36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
Gambar 3. 13 Spesimen Uji Kekerasan ................................................................ 37
Gambar 4. 1 Grafik rata-rata hasil uji kekerasan Brinell Al-Si sebelum dan
sesudah diberi perlakuan aging selama 4 jam. ...................................................... 40
Gambar 4. 2 Grafik rata-rata kekuatan tarik Al-Si sebelum dan sesudah diberi
perlakuan aging selama 4 jam ............................................................................... 42
Gambar 4. 3 Grafik rata-rata regangan Al-Si sebelum dan sesudah diberi
perlakuan aging selama 4 jam ............................................................................... 43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor ....................................................... 9
Tabel 2. 2 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempaan .............................................. 9
Tabel 2. 3 Klasifikasi Perlakuan Bahan ................................................................ 10
Tabel 2. 4 Sifat-Sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg ............................................... 11
Tabel 2. 5 Kekutan Tarik Panas Paduan Al-Si-Ni-Mg ......................................... 14
Tabel 2. 6 Sifat-Sifat Mekanik Paduan Al-Mg2si ................................................. 17
Tabel 2. 7 Sifat-Sifat Mekanik Paduan 7075 ........................................................ 18
Tabel 2. 8 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor Menurut Aluminium
Association ............................................................................................................ 19
Tabel 2. 9 Konversi pada diameter indentor ......................................................... 24
Tabel 4. 1 Data hasil pengujian kekerasan Brinell Al-Si ...................................... 39
Tabel 4. 2 Data hasil pengujian tarik Al-Si sebelum dan sesudah diberi perlakuan
aging selama 4 jam................................................................................................ 41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Seiring perkembangan waktu ilmu metalurgi sangat penting dalam bidang
industri, salah satunya adalah logam ferro dan non ferro. Salah satu logam non ferro
yang paling banyak digunakan zaman sekarang adalah aluminium. Sifat-sifat
aluminium yang menguntungkan untuk bahan industri seperti tahan karat, beratnya
yang ringan, titik lebur yang relatif rendah, lebih mudah dilakukan perubahan
bentuk (good formability). Di Indonesia, ketersediaan bauksit sangat melimpah dan
banyak perusahaan industri mencari bauksit untuk dijadikan bahan dasar
pembuatan aluminium. Di zaman sekarang banyak sekali inovasi dengan cara
menghasilkan dan mengetahui sifat fisis, sifat mekanis, serta komposisi dari suatu
bahan untuk mendapatkan sifat-sifat yang mereka inginkan. Sifat fisis aluminium
meliputi masa jenis, titik cair, panas jenis, hantaran listrik, dan lain-lain. Sedangkan
sifat mekanis juga meliputi kekuatan tarik, kekuatan luluh, regangan, kekerasan,
dan lain-lain.
Kekerasan aluminium dapat ditingkatkan dengan 2 cara, yaitu dengan
paduan dan perlakuan panas. Perlakuan panas yang sering dipakai adalah aging,
perubahan suhu aging akan mempengaruhi juga peningkatan kekerasan dan
kekuatan tariknya. Sehingga kita perlu mencari suhu aging yang pas agar material
aluminium memiliki kekuatan serta kekerasan yang terbaik.
Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan penelitian “ Analisis pengaruh
Aging pada suhu 120, 140, dan 160 derajat selama 4 jam terhadap sifat mekanis
aluminium paduan silisium 12,2%”. Penulis memilih Aging karena sebagai proses
pengujian awal sebelum diujikan sifat mekanis dari aluminium paduan silisium
untuk mengetahui sifat mekanis terhadap bahan ketika dipadukan dan diuji. Selain
itu aluminium dapat dipergunakan untuk peralatan rumah tangga, industri otomotif
pesawat terbang kapal laut dan konstruksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
1.2 Rumusan Masalah
Pada penelitian ini, penulis akan meneliti sifat mekanis apabila aluminium
dipadukan dengan Silisium, sehingga diperlukan suatu perumusan masalah agar
penelitian ini dapat dilakukan secara terarah. Adapun perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
a) Sejauh mana pengaruh variasi suhu aging pada penambahan paduan
silisium terhadap material alumnium pada pengujian kekerasan ?
b) Sejauh mana pengaruh variasi suhu aging pada penambahan paduan
silisium terhadap material alumnium pada kekuatan tarik dan regangan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
a) Mengetahui nilai kekerasan pada aluminium paduan silisium 12,2% setelah
melalui proses aging.
b) Mengetahui nilai kekuatan tarik dan regangan pada aluminium paduan
silisium 12,2% setelah melalui proses aging.
1.4 Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang dari penelitian, penulis memberikan
batasan-batasan masalah sebagai berikut:
a) Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variasi suhu aging
yaitu 120˚C, 140˚C, dan 160˚C.
b) Bahan yang digunakan adalah paduan aluminium – silisium (12,2%)
c) Waktu yang digunakan dalam proses aging tersebut adalah 4 jam.
d) Pengujian sifat mekanis yang diambil dari penelitian ini adalah uji tarik dan
uji kekerasan.
e) Nilai pengujian tarik yang diambil adalah kekuatan tarik dan regangan.
f) Pengujian kekerasan dengan menggunakan metode Brinell.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a) Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi oleh pengusaha pembuat
aluminium paduan silisum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
b) Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pengaruh proses
aging terhadap pengujian mekanis pada material aluminium paduan silisium
12,2%.
c) Hasil dari penelitian ini dapat dikembangkan serta akan diuji apakah dapat
digunakan untuk kebutuhan industri ataupun lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Sejarah Aluminium
Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davi dalam tahun 1809 sebagai
suatu unsur, dan pertama kali direduksi sebagai logam oleh H. C. Oersted
Tahun1825. Secara industri tahun 1886, Paul heroult di Prancis dan C. M. Hall di
Amerika Serikat secara terpisah telah memperoleh logam aluminium dari alumina
dengan cara eletrolisa dari garam yang terfusi. Sampai sekarang proses Heroult Hall
masih dipakai untuk memproduksi aluminium. Penggunaan aluminium sebagai
logam setiap tahunnya adalah urutan yang kedua setelah besi dan baja, yang
tertinggi diantara logam non ferro. (Surdia dan Shironku, 1992)
Aluminium merupakan logam ringan mempunyai ketahanan korosi yang
baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik lainnya sebagai sifat
logam. Sebagai tambahan terhadap kekuatan mekaniknya yang sangat meningkat
dengan penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Ni, dsb, secara satu persatu atau bersama-
sama memberikan juga sifat-sifat fisik yang baik lainnya seperti ketahanan
korosi,ketahanan haus, koefisien pemuaian rendah dsb. Material ini dipergunakan
didalam berbagai bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tetapi
juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, kontruksi
dan lain-lain. (Surdia dan Shironku, 1992)
Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan pendinginan material yang
terkontrol dengan maksud merubah sifat fisik untuk tujuan tertentu. Secara umum
proses perlakuan panas adalah sebagai berikut:
a. Pemanasan material sampai suhu tertentu dengan kecepatan tertentu pula.
b. Mempertahankan suhu untuk waktu tertentu sehingga temperaturnya
merata
c. Pendinginan dengan media pendingin (air, oli atau udara)
Ketiga hal diatas tergantung dari material yang akan di heat treatment dan sifat-sifat
akhir yang diinginkan. Melalui perlakuan panas yang tepat tegangan dalam
dapat dihilangkan, besar butir diperbesar atau diperkecil, ketangguhan ditingkatkan
atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras di sekeliling inti yang ulet.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Untuk memungkinkan perlakuan panas yang tepat, susunan kimia logam harus
diketahui karena perubahan komposisi kimia, khususnya karbon(C) dapat
mengakibatkan perubahan sifat fisis.
1. Annealing yaitu proses pemanasan material sampai temperature austenit lalu
ditahan beberapa waktu kemudian pendinginannya dilakukan perlahan-lahan di
dalam tungku.
2. Hardening adalah proses perlakuan panas yang diterapkan untuk menghasilkan
benda kerja yang keras. Perlakuan ini terdiri dari memanaskan baja sampai
temperatur pengerasannya (Temperatur austenisasi) dan menahannya pada
temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu dan kemudian didinginkan dengan
laju pendinginan yang sangat tinggi atau di quench agar diperoleh kekerasan yang
diinginkan.
3. Normalizing Proses atau menormalkan adalah jenis perlakuan panas yang umum
diterapkan pada hampir semua produk cor, over-heated forgings dan produk-produk
tempa yang besar. Normalizing ditujukan untuk memperhalus butir, memperbaiki
mampu mesin, menghilangkan tegangan sisa dan juga memperbaiki sifat mekanik
baja karbon struktural dan bajabaja paduan rendah. Normalizing terdiri dari proses
pemanasan baja diatas 9 temperatur kritik A3 atau Acm dan ditahan pada
temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu tergantung pada jenis dan ukuran
baja.
4. Tempering Proses memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan disebut
proses temper. Dengan proses ini, duktilitas dapat ditingkatkan namun kekerasan
dan kekuatannya akan menurun. Pada sebagian besar baja struktur, proses temper
dimaksudkan untuk memperoleh kombinasi antara kekuatan, duktilitas dan
ketangguhan yang tinggi. Dengan demikian, proses temper setelah proses
pengerasan akan menjadikan baja lebih bermanfaat karena adanya struktur yang
lebih stabil.
(https://sisfo.itp.ac.id/bahanajar/BahanAjar/Anrinal/Metalurgi%20Fisik/Materi%20Ajar
%20(Pdf-Version)/11-12%20Perlakuan%20Panas.pdf )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
2.1.2 Pembuatan Aluminium
Bauksit merupakan salah satu sumber aluminium yang ekonomis. Bauksit
biasanya banyak terdapat didaerah Bintan dan Kalimantan. Cara penambangan
adalah penambangan terbuka, bauksit kemudian dihaluskan,di cuci dan dikeringkan
sesudah itu bauksit mengalami pemurnian menjadi oksida aluminium atau alumina.
Proses Bayer, yang dikembangkan oleh Karl Josef Bayer, yang merupakan
ahli kimia yang berkebangsaan Jerman, biasanya untuk memperoleh aluminium
murni. Bauksit halus yang sudah kering dimasukkan kedalam pencampur,dan
diolah dengan soda api (NaOH) dibawah pengaruh tekanan dan pada suhu diatas
titik didih. NaOH bereaksi dengan bauksit menghasilkan aluminat natrium yang
larut. Setelah itu tekanan dikurangi dan ampas yang terdiri dari oksida besi yang
tidak larut, silikon, titanium dan kotoran-kotoran lainnya ditekan melalui suatu
saringan dan dikesampingkan. Cairan yang mengandung alumina dalam bentuk
aluminat natrium dipompa ke dalam tangki pengendapan. (Beumer : Ilmu Bahan
Logam)
Di dalam tangki tersebut, dibubuhkan kristal hidroksida aluminium yang
halus. Krisal halus tadi menjadi inti kristalisasi dan kristal hidroksida aluminium
terpisah dari larutan. Hidroksida ini kemudian disaring dan dipanaskan sampai
mencapai suhu di atas 980 °C, alumina berubah dan siap untuk dilebur. Logam
aluminium dihasilkan melalui proses elektrolisa di mana alumina berubah menjadi
oksigen dan aluminium. Alumina murni dilarutkan kedalam criolit cair (natrium
aluminium fluoride) dalam dapur elektrolit yang besar atau sel reduksi. Arus listrik
dialirkan dalam campuran melalui elektroda karbon, dan logam aluminium
diendapkan pada katoda karbon didasar sel. Panas yang ditimbulkan arus listrik
memanaskan isi sel sehingga tetap cair, dengan demikian alumina dapat
ditambahkan secara terus menerus (proses kontinu). Pada saat-saat tertentu,
aluminium disadap dari sel dan logan cair tersebut dipindahkan ke dapur
penampung untuk dimurnikan atau untuk keperluan paduan, setelah itu dituangkan
ke dalam ingot untuk diolah lebih lanjut. (L.J.M Beumer : Ilmu Bahan Logam)
2.1.3 Sifat – sifat Aluminium
Aluminium banyak digunakan karena logam logam ini memiliki banyak
kelebihan-kelebihan yaitu :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1. Memiliki berat jenis yang rendah yaitu 2643 kg/𝑚3 (bandingkan dengan
baja yang memiliki berat jenis 7769 kg/𝑚3).
2. Tahan terhadap korosi (corrosion resistance). Untuk logam-logam non ferro
dapat dikatakan bahwa semangkin besar kerapatan maka semakin baik daya
tahan korosinya tetapi aluminium merupakan pengecualian. Walaupun
aluminium mempunyai daya senyawa tinggi terhadap oksigen (logam aktif)
dan oleh sebab itu dikatakan bahwa aluminium mudah sekali mengoksidasi
(korosi), tetapi dalam kenyataannya aluminium mempunyai daya tahan
sangat baik terhadap korosi. Hal ini disebabkan oleh lapisan atau selaput
tipis oksida transparan dan jenuh oksigen di seluruh permukaan. Selaput ini
mengendalikan laju korosi dan melindungi lapisan dibawahnya dari
serangan atmosfer berikutnya.
3. Sifat mekanis yang baik. Aluminium mempunyai kekutan tarik, kekerasan,
dan sifat mekanis lain babsebanding dengan paduan bukan besi lainya, dan
sebanding dengan beberapa jenis baja.
4. Penghantar panas dan listrik yang baik. Disamping daya tahan yang baik
terhadap korosi, aluminium memiliki daya hantar panas dan listrik yang
tinggi. Daya hantar listrik aluminium murni sekitar 60% dari daya hantar
tembaga.
5. Tidak beracun. Aluminium dapat digunakan sebagai bahan pembungkus
atau kaleng makanan dan minuman. Hal ini disebabkan reaksi kimia anatara
makanan dan minuman tersebut dengan aluminium tidak menghasilkan zat
beracun yang membahayakan manusia.
6. Sifat mampu bentuk (formability). Aluminium dapat dibentuk dengan
mudah. Aluminium mempunyai sifat mudah ditempa (malleability) yang
memungkinkannya dibuat dalam bentuk plat atau lembaran tipis.
7. Titik lebur rendah (melting point). Tiitk lebur alumunium relatif rendah
(660°C) sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu
peleburan relatif singkat dan biaya operasi akan lebih murah.
Selain sifat-sifat tersebut, masih banyak sifat-sifat aluminium yang
menguntungkan, seperti: anti magnetik. Reflektivitas tinggi, nilai arsitektur dan
dekoratif, mudah dilakukan proses pengerjaan akhir (finishing) dan lain sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
2.1.4 Paduan Aluminium
Aluminium benar-benar lunak dan mudah diregangkan, sehingga mudah
dibentuk dalam keadaan dingin dan panas. Dengan perubahan bentuk pada suhu
ruang (penggilingan dingin, penempaan, perentangan dan pemartilan) dapat
ditingkatkan kekuatan dan kekerasan, sedangkan regangan menurun sehingga
bahan menjadi lebih rapuh sejalan dengan naiknya derajat perubahan bentuk. Tetapi
dengan perlakuan panas yang cocok dapat dikembalikan ke keadaan semula dengan
pemijaran lunak.
Sifat mekanik aluminium juga dapat ditingkatkan dengan penambahan
unsur-unsur paduan atau yang disebut juga aluminium paduan. Paduan aluminium
diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh beberapa negara di dunia. Saat ini
klasifikasi yang sangat terkenal dan sempurna adalah standar Aluminium
Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa
(Aluminium company of Amerika). Paduan tempaan dinyatakan dengan satu atau
dua angka “S”, sedangkan paduan coran dinyatakan dengan tiga angka. Standar AA
menggunakan penandaan dengan 4 angka sebagai berikut : angka pertama
menyatakan sistem paduan dengan unsur-unsur yang ditambahkan, yaitu : 1: Al
murni, 2: Al-cu, 3: Al-Mn, 4: Al-Si, 5: AlMg, 6: Al-Mg-Si dan 7: Al-Zn. Sebagai
contoh Al-Cu dinyatakan dengan angka 2000. Angka pada tempat kedua
menyatakan kemurnian dalam paduan yang dimodifikasi dan Al murni sedangkan
angka ketiga dan keempat dimaksudkan untuk tanda Alcoa terdahulu kecuali S,
sebagai contoh 3S sebagai 3003 dan 63S sebagai 6063. Al dengan kemurnian 99%
atau di atasnya dengan kemurnian terbatas (2S) dinyatakan sebagai 1100.
Klasifikasi paduan aluminium cor dapat dilihat pada tabel 2.1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Tabel 2. 1 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor
Seri Paduan Unsur Paduan Utama
1XXX Al ≥ 99% Cu
2XXX Si + Cu atau Mg
3XXX Si
4XXX Mg
5XXX Tidak digunakan
6XXX Zn
7XXX Sn
8XXX
(Sumber : V. Malau, Diktat Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, USD Yogyakarta)
Tabel 2. 2 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempaan
Standar AA Standar Alco terdahulu Keterangan
1001 1S Al murni 99,5% atau diatasnya
1100 12S Al murni 99,0% atau diatasnya
2010-2029 10S-29S Cu merupakan unsur paduan utamanya
3003-3009 3S-9S Mn merupakan unsur paduan utamanya
4030-4039 30S-39S Si merupakan unsur paduan utamanya
5050-5086 50S-69S Mg merupakan unsur paduan utamanya
6061-6069 50S-69S Mg2Si merupakan unsur paduan utamanya
7070-7079 70S-79S Zn merupakan unsur paduan utamanya
(Sumber : V. Malau, Diktat Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, USD Yogyakarta)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Tabel 2. 3 Klasifikasi Perlakuan Bahan
Tanda Perlakuan
-F Setelah pembuatan
-O Dianil penuh
-H Pengerasan regangan
-H 1n Pengerasan regangan
-H 2n Sebagian dianil setelah pengerasan regangan
-H 3n
Dianil untuk penyetabilan setelah pengerasan regangan n=2
(1/4 keras), 4 (1/2 keras), 6 (3/4 keras), 8 (keras), 9 (sangat
keras) -T Perlakuan panas
-T2 Penganilan penuh ( hanya untuk coran)
-T3 Pengerasan regangan setelah perlakuan pelarutan
-T4 Penuaan alamiah penuh setelah perlakuan pelarutan
-T5 Penuaan tiruan (tanpa perlakuan perlarutan)
-T6 Penuaan tiruan setelah perlakuan pelarutan
-T7 Penyetabilan setelah perlakuan pelarutan
-T8 Perlakuan pelarutan, pengerasan regangan, penuaan tiruan
-T9 Perlakuan pelarutan, penuaan tiruan, pengerasan regangan
-T10 Pengerasan regangan setelah penuaan tiruan
(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 136)
2.1.5 Paduan Aluminium
2.1.5.1 Al-Cu dan Al-Cu-Mg
Sebagai paduan coran digunakan paduan yang mengandung 4-5% Cu. Fasa
paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar,
resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada coran. Adanya
Si sangat berguna untuk mengurangi keadaan itu dan penambahan Ti sangat efektif
untuk menghalus butir. Dengan perlakuan panas T6 pada coran dapat dibuat bahan
yang mempunyai kekutan tarik kira-kira 25kgf/mm2
Sebagai paduan Al-Cu-Mg paduan yang mengandun 4% Cu dan 0,5% Mg
dapat mengeras dengan sangat dalam beberapa hari oleh penuaan pada temperatur
biasa setelah pelarutan, paduan ini ditemukan oleh A. Wilm dalam usaha
mengembangkan paduan Al yang kuat yang dinamakan duralumin. Selanjutnya
telah banyak studi yang dilakukan mengenai paduan ini. Khususnya Nishimura
menemukan dua senyawa terner berada dalam keseimbangan dengan Al, yang
dinamakan senyawa S dan T, dan teryata senyawa S (AlB2BCuMg) mempunyai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
kemampuan penuaan pada temperatur biasa. Duralumin adalah paduan praktis
yang sangat terkenal disebut paduan 2017, komposisi standarnya adalah Al-4%Cu-
1,5%Mg-0,5%Mn dinamakan paduan 2024, nama lamanya disebut duralumin
super. Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang jelek, jadi
apabila dibutuhkan ketahanan korosi yang khusus diperlukan permukaannya
dilapisi dengan aluminium murni atau paduan Al yang tahan korosi yang disebut
pelat alklad.
Tabel 2. 4 Sifat-Sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg
Paduan Keadaan Kekuatan
tarik
(kgf/mm2)
Kekuatan
mulur
(kgf/mm2)
Perpanjan
gan
%
Kekuatan
geser
(kgf/mm2)
Keker
asan
Brinel
Batas
lelah
(kgf/mm
2)
17S
(2017)
0
T4
18,3
43,6
7,0
28,1
_
_
12,7
26,7
45
105
7,7
12,7
A17S
(A2017)
T4 30,2 16,9 27 19,7 70 9,5
R317 Setelah
dianil
42,9 24,6 22 – 100 –
24S
(2024)
O
T4
T36
18,9
47,8
51,3
7,7
42,3
40,1
22
22
_
12,7
28,8
29,5
42
120
130
_
_
_
14S
(2014)
O
T4
T4
19,0
39,4
49,0
9,8
28,0
42,0
18
25
13
12,7
23,9
29,5
45
100
135
_
_
_
(Sumber : V. Malau, Diktat Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, USD Yogyakarta)
2.1.5.2 Paduan Al-Mn
Mn adalah unsur yang memperkuat Al tampa mengurangi ketahanan korosi,
dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi. Dalam diagram fasa Al-Mn
yang ada dalam keseimbangan dengan larutan padat Al adalah Al6Mn (25,3%Mn),
sistem ortorobik a=6,498 A, b=7,552 A, c=8,870 A, dan kedua fasa mempunyai
titik eutektik pada 658,5°C, 1,95% Mn. Kelarutan padat maksimum pada
temperatur eutektik adalah 1,82% dan pada 500° 0,36%, sedangkan pada
temperatur biasa kelarutannya hampir 0. Sebenarnya paduan Al-12%Mn dan Al-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
1,2%Mn-1,0%Mg dinamakan paduan 3003 dan3004 yang dipergunakan sebagai
paduan tahan korosi tampa perlakuan panas. (Surdia dan Shinroku, 1992).
2.1.5.3 Paduan Al-Si
Pada Gambar 2.1 menunjukan diagram fasa dari sistem ini. Ini adalah tipe
eutektik yang sederhana yang mempunyai titik eutektik pada 577°C, 11,7%Si,
larutan padat terjadi pada sisi Al. karena batas kelarutan padat sangat kecil maka
pengerasan pada penuaan sukar diharapkan.
Gambar 2. 1 Diagram Fasa Al-Si
(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 137)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Gambar 2. 2 Diagram Perbaikan Sifat-Sifat Mekanik oleh
Modifikasi Paduan Al-Si
(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 137)
Kalau paduan ini didinginkan pada cetakan logam, setelah cairan logam
diberi natrium florida kira-kira 0,05-1,1% kadar logam natrium, tampaknya
temperatur eutektik meningkat 15°, dan komposisi eutektik bergeser kedaerah kaya
Si kira-kira pada 14%. Hal ini biasa terjadi pada paduan hipereutektik seperti 11,7-
14%Si, Si mengkristal sebagai kristal primer, tetapi karena perlakuaan yang disebut
di atas Al mengkristal sebagai kristal primer dan struktur euitektiknya menjadi
sangat halus. Ini dinamakan struktur yang dimodifikasi. Sifat-sifat mekaniknya
sangat diperbaiki yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. fenomena ini ditemukan oleh
A. Pacz tahun 1921 dan paduan yang telah diadakan perlakuan tersebut dinamakan
silumin.
Paduan Al-Si sangat baik kecairannya, yang mempunyai kecairan yang
bagus sekali, tanpa kegetasan panas, dan sangat baik untuk paduan coran, tahan
korosi, sangat ringan, koefisien pemuaian yang kecil dan sebagai penghantar yang
baik untuk listrik dan panas. Karena mempunyai kelebihan yang mencolok, paduan
ini sangat banyak dipakai. Paduan Al-12%-Si sangat banyak dipakai untuk paduan
coran cetak. Tetapi dalam hal ini modifikasi tidak perlu dilakukan. Sifat-sifat
silumin sangat diperbaiki oleh perlakuan panas dan sedikit diperbaiki oleh unsur
paduan. Umumnya dipakai paduan dengan 0,15-0,4%Mn dan 0,5%Mg. paduan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
yang diberi perlakuan perlarutan dan dituakan dinamakan silumin γ, dan yang
hanya distemper saja dinamakan silumin β. Paduan yang memerlukan perlakuan
panas ditambah Mg dan Cu seta Ni untuk memberi kekerasan pada saat panas,
bahan ini dipakai untuk torak motor.
Tabel 2. 5 Kekutan Tarik Panas Paduan Al-Si-Ni-Mg
(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 138)
Paduan
Perlakuan
Temperatur
Uji(℃)
Sifat-sifat mekanik
Kekuatan
tarik
(kgf/mm2)
Kekuatan
mulur
(kgf/mm2)
Perpanjangan
(%)
Alcoa 32S T6:510-521℃
4 jam dicelup
dingin di air,
160-174℃, 6-10
jam penuaan
24
204
316
371
39,2
11,2
4,2
2,5
32,2
7,7
2,5
1,4
8
30
60
120
Al-12,5Si-
1,0Mg-
0,9Cu-0,9Ni
untuk dibentuk
Alcoa A132 T551:168-174℃,
14-18 jam dianil,
tanpa perlakuan
pelarutan
24
204
316
25,2
16,1
7,7
19,6
9,5
3,5
0,5
2,0
8,0
Al-12Si-2,5Ni-
1,2Mg-0,8Cu
(untuk dicor
cetak)
Alcoa D132 T5:204℃,7-9 jam 24 25,2 19,6 1,0
Al-9Si-3,5Cu- dianil, tanpa 204 14,4 9,1 5,0
0,8Mg-0,8Ni perlakuan 316 6,3 4,2 20,0
pelarutan 371 3,9 2,8 40,0
Koefisien pemuaian termal dari Si sangat rendah, oleh karena itu paduannya
mempunyai koefisien yang rendah apabila ditambah Si lebih banyak. Berbagai cara
dicoba untuk memperhalus butir primer Si, dan telah dikembangkan paduan
hypereutektik Al-Si sampai 29%Si. Dalam hal ini penghalusan kristal primer Si
yang dijelaskan di atas tidaklah efektif tetapi dengan penambahan P oleh paduan
Cu-P atau penambahan fosfor klorida (PC𝑙5) untuk mencapai presentasi 0,001%P,
dapat tercapai penghalusan kristal primer dan homogenisasi. Paduan Al-Si banyak
dipakai sebagai elektroda untuk pengelasan yaitu terutama yang mengandung
5%Si.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
2.1.5.4 Paduan Al-Mg
Dalam Paduan Biner Al-Mg satu fasa yang ada dalam keseimbangan fasa
dengan larutan padat Al adalah larutan padat yang merupakan senyawa antara
logam yaitu Al3Mg2. Sel satuannya merupakan hexagonal susunan Al-Mg satu
fasa yang ada dalam keseimbangan fasa dengan larutan padat Al adalah larutan
padat yang merupakan senyawa antara logam yaitu AlB3BMgB2B. Sel
satuannya merupakan hexagonal susunan rapat (cph) tetapi ada juga dilaporkan
bahwa sel satuannya merupakan kubus berpusat muka (fcc) rumit. Titik eutektiknya
adalah 450°C, 35%Mg batas kelarutan padatnya pada temperatur eutektik adalah
17,4%Mg, yang menurun pada temperatur biasa sampai kira-kira 1,9%Mg, jadi
kemampuan penuaan dapat diharapkan. Secara praktis penambahan Mg tidaklah
banyak, pengerasan penuaan yang berarti tidak diharapkan. Senyawa β mempunyai
masa jenis yang rendah dan mudah teroksidasi, oleh karena itu biasanya
ditambahkan sedikit flux dari Be.
Paduan Al-Mg mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik, sejak lama
disebut hidronalium dan dikenal sebagai paduan yang tahan korosi. Cu dan Fe
sangat berbahaya bagi ketahanan korosi, terutama Cu sangat memberikan
pengaruhnya. Maka perlu perhatian khusus terhadap tercampurnya pengotor.
Paduan dengan 2-3%Mg dapat mudah ditempa, dirol dan diekstruksi, dan paduan
5052 adalah paduan yang biasa dipakai sebagai bahan tempaan. Paduan 5056
adalah paduan yang paling kuat dalam sistem ini, dipakai setelah dikeraskan oleh
pengerasan regangan apabila diperlukan kekerasan tinggi. Paduan 5083 yang dianil
adalah paduan antara (4,5%Mg) kuat dan mudah dilas, oleh karena itu sekarang
dipakai sebagai bahan untuk tangki LNG.
2.1.5.5 Paduan Al-Mg-Si
Kalau sedikit Mg ditambahkan kepada Al, pengerasan penuaan sangat
jarang terjadi, tetapi apabila secara simultan mengandung Si, maka dapat
dikeraskan dengan penuaan panas setelah perlakuan pelarutan. Hal ini disebabkan
karena senyawa MgB2BSi berkelakuan sebagai komponen murni dan membuat
keseimbangan dari sistem biner semu dengan Al, berasal dari kelarutan yang
menurun dari MgB2BSi terhadap larutan padat Al dari temperatur tinggi ke temperatur
lebih rendah. Sebagai paduan praktis dapat diperoleh paduan 5053, 6063 dan 6061.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
paduan dalam sistem ini mempunyai kekuatan kurang sebagai bahan tempaan
dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya, tetapi sangat liat, sangat baik mampu
bentuknya untuk penempaan, ekstrusi dsb, dan sangat baik untuk mampu bentuk
pada temperatur biasa. Mempunyai mampu bentuk yang baik pada ekstrusi dan
tahan korosi, dan sebagai tambahan dapat diperkuat dengan perlakuan panas setelah
pengerjaan. Paduan 6063 dipergunakan banyak untuk rangka-rangka kontruksi.
Karena paduan dalam sistem ini mempunyai kekuatan yang cukup baik tanpa
mengurangi hantaran listrik, maka dipergunakan untuk kabel tembaga. Dalam hal
ini pencampuran dengan Cu, Fe dan Mn perlu dihindari karena unsur-unsur itu
menyebabkan tahanan listrik menjadi tinggi.
Gambar 2.3 menunjukan hubungan antara kekuatan setelah penuaan dan
kadar MgB2BSi. Pada temperatur biasa cukup untuk dapat dikeraskan dengan penuaan
akan tetapi pengerasan maksimum dapat dicapai dengan jalan perlakuan pelarutan
pada 500°C, pencelupan dingin dan temper pada 160° selama 18 jam. Selanjutnya
Tabel 2.6 menunjukan contoh perlakuan panas dan sifat-sifat mekanik untuk
paduan sistem ini.
Gambar 2. 3 Pengaruh Kadar Mg2Si pada Kekuatan Tarik Paduan Al-Mg2si
(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 140)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Tabel 2. 6 Sifat-Sifat Mekanik Paduan Al-Mg2si
(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 140)
2.1.5.6 Paduan Al-Mg-Zn
Seperti telah ditunjukan pada Gambar 2.4 aluminium menyebabkan
keseimbangan biner semu senyawa antara logam MgZnB2B, dan kelarutannya
menurun apabila temperatur turun. Telah diketahui sejak lama bahwa paduan sistem
ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah pelakuan perlarutan. Tetapi
sejak lama tidak dipakai sebab mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi
tegangan. Di Jepang pada permulaan tahun 1940, Igarashi dkk. mengadakan studi
dan berhasil dalam pengembangan suatu paduan dengan penambahan kira-kira
0,3%Mn atau Cr, dimana butir kristal padat diperhalus, dan mengubah bentuk
presipitasi serta retakan korosi tegangan tidak terjadi. Pada saat itu paduan tersebut
dinamakan ESD, duralumin super ekstra. Selama perang dunia II di Amerika
Serikat dengan maksud hampir sama telah dikembangkan pula suatu paduan. Yaitu
suatu paduan yang tersendiri dari: Al-5,5%Zn-2,5%Mn-1,5Cu-0,3%Cr-0,2%Mn,
sekarang dinamakan paduan 7075. Paduan ini mempunyai kekuatan tertinggi di
antara paduan-paduan lainnya, sifat-sifat mekaniknya ditunjukan pada Tabel 2.7.
Penggunaan paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan konstruksi pesawat
udara gunanya menjadi lebih penting sebagai konstruksi.
Paduan Keadaan Kekuatan
tarik
(kgf/mm2) P
P
Kekuatan
mulur
(kgf/mm2) P
P
Perpanjangan
(%)
Kekuatan
geser
(kgf/mm2) P
P
Kekerasan
Brinel
Batas
lelah
(kgf/mm2) P
P
6061
O
T4
T6
12,6
24,6
31,6
5,6
14,8
38,0
30
28
15
8,4
26,9
21,0
30
65
95
6,3
9,5
9,5
6063
T5
T6
T83
19,0
24,6
26,0
14,8
21,8
26,6
12
12
11
11,9
15,5
15,5
60
73
82
6,7
6,7
_
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Gambar 2. 4 Diagram Fasa Biner Semu dari Paduan Al-MgZn2
(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 141)
Tabel 2. 7 Sifat-Sifat Mekanik Paduan 7075
(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 141)
Perlaku
an
panas
Kekuatan
tarik
(kgf/mm2) P
P
Kekuatan
mulur
(kgf/mm2) P
P
Perpanjangan
(%)
Kekerasan Kekuatan
geser
(kgf/mm2) P
P
Batas
lelah
(kgf/mm2) P
P
(a) (b) Rockwell Brinell
Bukan klad
O 23,2 10,5 17 16 E60-70 60 15,5 –
T6 22,5 51,3 11 11 B85-95 150 33,8 16,2
Klad
O 22,5 9,8 17 – – – 15,5 –
T6 53,4 47,1 11 – 88-111 – 32,3 –
2.1.5.7 Paduan Alumnium Cor
Struktur mikro paduan aluminium cor (berhubungan erat dengan sifat-sifat
mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan.
Laju pendinginan ini tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan.
Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
cetakan logam, pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan
cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan akan lebih halus dan
menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Tabel 2.8 memperlihatkan sifat-sifat
mekanis beberapa paduan aluminium cor.
Tabel 2. 8 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor Menurut Aluminium
Association
(Sumber : V. Malau, Diktat Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, USD Yogyakarta)
Paduan Komposisi
rata-rata (%)
Proses
pembentukan
Perlakuan
panas
σy
(MPa)
σu
(MPa)
Regangan
(%)
295.0 4,5Cu-1Si Cetakan pasir T6 165 250 5
308.0 5,5,Si-4,5Cu Cetakan pasir F 90 150 1
356.0 7Si-0,3Mg Cetakan pasir T6 160 230 1,5
390.0 17Si-4,5Cu-
0,6Mg
Cetakan pasir T6 270 280 <0,5
Tekanan T5 290 310 1
413.0 12Si-1,3Fe Tekanan F 160 280 3
712.0 5,8Zn-0,6Mg-
0,5Cr-0,2Ti
Cetakan pasir F 130 200 5
2.1.6 Sifat Mekanik
Pada saat ini, semua material apapun pasti memiliki cacat-cacat kisi yang
akan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan struktur kristal tersebut.
Dengan mengamati sifat mekanik pada logam, akan memilki informasi sifat-sifat
cacat kisi tersebut. Ada beberapa metode pengujian mekanik pada logam seperti uji
tarik, uji kekerasan dan uji impact. Apapun tujuannya, pengujian mekanik berperan
besar dalam metalurgi fisika dan pantas mendapat perhatian khusus.
2.1.6.1 Uji Tarik
Deformasi bahan disebabkan oleh beban tarik, beban tarik adalah dasar dari
pengujian-pengujian dan studi mengenai kekuatan bahan, hal ini disebabkan karena
pengujian ini sangat mudah dilakukan, dan menghasilkan tegangan unifrom pada
penampang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Gambar 2. 5 Mesin Uji Tarik
Pada uji tarik, ujung-ujung benda uji dijepit dengan kuat dan salah satu
ujungnya dihubungkan dengan alat pengukur bahan, sedangkan ujung yang satu lagi
dengan alat penarik. Regangan (elongasi) benda uji terlihat pada pergerakan
relatifnya. Tegangan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu regangan diukur
dengan menggunakan metode hidraulik, optik, atau elektromekanik. Untuk
melaksanakan uji tarik, kita membutuhkan batang tarik. Benda uji tersebut sudah
dilakukan perlakuan normalising, dibubut agar menjadi ukuran yang kita inginkan.
Pada Gambar 2.3 benda tersebut dijepit di antara dua kepala pengikat lalu akan
ditarik hingga putus.
Gambar 2. 6 Spesimen berbentuk silinder pada pengujian tarik
(Sumber : Beumer. B.J.M, : Ilmu Bahan Logam, hal 11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Dalam pengujian tarik tersebut akan dicari regangan dan tegangan pada
proses pengujian. Dengan tegangan kita artikan gaya tiap satuan-luas dengan
menghitung tegangan dan regangan maka menggunakan rumus berikut:
2.1.6.2 Tegangan
Dengan persamaan sebagai berikut :
𝜎 = 𝑃
𝐴0 ... ... ... ... ... ... ... (2.1)
P adalah beban maksimal (kg), Ao adalah luas penampang semula (mm2)
dan 𝜎 adalah tegangan yang dihitung atau yang disebut tegangan nominal.
Dalam hal pengujian tarik, spesimen diperpanjang dengan paksa. Sebagai
pendekatan pertama, sebagian besar bahan teknik tidak dapat dimampatkan.
Sekalipun ada sebuah perubahan kecil dalam volume selama deformasi elastis. Hal
ini ditunjukkan sebagai prinsip kekonstanan volume:
𝑉 = 𝐴0𝑙0 = 𝐴1𝑙1 ... ... ... ... ... ... ... (2.2)
Dimana A dan l masing-masing adalah luas penampang lintang dan panjang
sesaat. Notasi bawah 0 mengacu pada ukuran awal dan notasi bawah 1 pada ukuran
akhir.
2.1.6.3 Regangan
Dengan persamaan sebagai berikut :
𝜀 = 𝐿−𝐿𝑜
𝐿𝑜 𝑥 100% 𝑎𝑡𝑎𝑢
∆𝐿
𝐿𝑜 𝑥 100% ... ... ... ... ... ... (2.3)
𝜀 adalah regangan, panjang akhir (mm), Lo merupakan panjang awal (mm)
, dan ∆L merupakan pertambahan panjang (mm).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Gambar 2. 7 Kurva tegangan dan regangan serta proses pengujian tarik
menggunakan spesimen silinder.
(Sumber: Rines, Proses Manufaktur, hal 58)
Pada waktu percobaan tersebut hubungan antara tegangan dan regangan
dapat digambarkan dalam diagram tegangan dan regangan. Dalam diagram tersebut
sangat penting untuk mengetahui sifat material yang telah diuji. Pada Gambar 2.6
merupakan tegangan dan regangan pada benda uji.
2.1.6.4 Modulus Elastisitas
Pada awal pengujian, gaya meningkat dengan cepat dan proporsional
terhadap regangan : kurva tegangan-regangan mengikuti hukum Hooke.
𝜎 = 𝐸𝜀 ... ... ... ... ... ... (2.4)
Proposionalitas yang konstan (kemiringan kurva) disebut modulus
elastisitas atau modulus Young E.
𝐸 = 𝜎
𝜀 ... ... ... ... ... ... ... (2.5)
Jika spesimen dibebaskan pada jarak ini, ia akan kembali pada panjang
mula-mula semua perubahan itu adalah elastis. Sebagian struktur dirancang
sedemikian rupa agar mereka tidak boleh mengalami deformasi permanen dan E
kemudian akan menentukan perubahan panjang sebuah komponen pada pada beban
tertentu yang diberikan. Modulus elastisitas menggambarkan kekuatan struktur
dasar dan kekuatan ikatan bahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
2.1.6.5 Spesimen Uji Tarik
Untuk benda uji yang digunakan, dibuat sesuai standard ASTM A370-08a
seperti pada Gambar 2.8.
2.1.6.6 Uji Kekerasan Brinell
Uji kekerasan Brinell dilakukan dengan cara material diberi tekanan dengan
memakai bola baja berdiameter 10mm dan diberi beban 3000kg. Untuk logam
lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500kg, beban diterapkan selama waktu
tertentu biasanya 30detik dengan diameter indentor 2,5mm. Gambar 2.5 merupakan
hasil pengujian Brinell.
Gambar 2. 8 Pengujian Brinell
(Sumber : Buku Panduan Praktikum Ilmu Logam, USD Yogyakarta, hal 9)
Untuk mengetahui angka kekerasan Brinell dapat menggunakan
persamaan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
BHN ∶ 2𝑃
𝜋𝐷(𝐷−√𝐷2−𝑑2) ... ... ... ... ... ... (2.5)
Dengan P = beban yang diterapkan (kg)
D = diamater bola (mm)
d = diameter lekukan (mm)
Tabel 2. 9 Konversi pada diameter indentor
(Sumber: Buku Panduan Praktikum Ilmu Logam, USD Yogyakarta, hal 9)
Gambar 2. 9 Proses Pengujian Brinell
(Sumber: Beumer, L.J.M : Ilmu Bahan Logam, hal 27)
Adapun keuntungan yang dimiliki pengujian Brinell yaitu, bekas tekanan
yang besar kekerasan rata-rata dari bahan yang tidak homogen dapat ditentukan,
Diameter identor
D (mm)
Beban P (kg)
30 D2 10 D2 5 D2
10 3000 1000 500
5 750 250 125
2,5 187,5 62,5 31,25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
misalnya: besi tuang, sedangkan kerugian yang dimiliki pengujian Brinell adalah
benda kerja tidak dapat digunakan kembali karena besarnya tekanan pada material.
2.1.6.7 Aging
Aging yaitu proses pemanasan kembali logam menurut waktu pada suhu
yang tidak terlalu tinggi untuk menghilangkan diskolasi akibat presipitasi partikel
dengan deformasi partikel sehingga paduan mengalami panguatan. Proses aging
bertujuan untuk mengeraskan dan membentuk keseragaman struktur bahan. Bahan
dipanaskan sampai pada temperatur hampir menyentuh titik ubah, kemudian
dibiarkan dengan waktu tertentu. Kekerasan dan keseragaman stuktur dapat
diperoleh tergantung pada lamanya proses pemanasan. Pendinginan dilakukan
perlahan-lahan pada suhu kamar.
Proses Aging mempunyai dua macam yaitu :
a) Natural Aging, yaitu pada temperatur kamar (Room Treatment). dengan
menggunakan suhu 15℃-25℃ yang dengan menggunakan waktu selama 5 -
8 hari.
b) Artifical Aging, yaitu aging pada temperatur antara 15% s/d 25% dari
perbedaan temperatur kamar dan temperature solution heat treatment.
Dengan menggunakan suhu 100-200℃ yang dengan menggunakan waktu
selama 1 – 24 Jam.
Ada dua metode utama untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan pada
paduan yaitu: pengerjaan dingin dan perlakuan panas. Proses perlakuan panas yang
terpenting untuk paduan non logam adalah pengerasan aging atau pengerasan
presipitasi. Dalam menerapkan perlakuan panas ini, diagram kesetimbangan harus
menunjukan daya larut pada parsial. Seperti itu, yang ada daya larut lebih besar
pada temperatur lebih tinggi dibanding temperatur lebih rendah.
2.2 Tinjauan Pustaka
Ipran (2006) meneliti tentang “Pengaruh Aging Terhadap Sifat Fisis Dan
Mekanis Paduan Aluminium”. Hasil dari penelitian penulis mengungkapkan bahwa
pengujian tarik beda aging disertai pendinginan cepat (16,276 kg/mm2). Memiliki
kekuatan tarik lebih besar dari benda uji aging suhu 175℃ (16,113kg/mm2) dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
kekuatan tarik benda uji aging suhu 200℃ yang disertai pendinginan cepat
(17,777kg/mm2),memiliki kekuatan tarik lebih besar dari benda uji aging suhu
200℃ dan hasil pengujian Brinell menunjukkan bahwa kekerasan pada benda uji
aging suhu 175 C (79,33 BHN), memiliki nilai kekerasan lebih besar dari benda uji
suhu 175℃ yang disertai pendinginan cepat (72,83 BHN). Dan pada benda uji aging
suhu 200℃ yang disertai pendinginan cepat (79,33 BHN),memiliki nilai kekerasan
lebih besar dari benda uji aging suhu 175 C (72,83 BHN).
Eva (2012) meneliti tentang “Analisis Sifat Fisis Dan Mekanis Aluminium
Paduan AL-Si-Cu Dengan Menggunakan Cetakan Pasir”. Dari hasil penelitian
penulis mengungkapkan bahwa dari hasil pengujian tarik pada aluminium paduan
dengan menggunakan cetakan pasir didapatkan tegangan tarik maksimal 93,8
N/mm2, serta regangan maksimal 1,65 (%). Dan dari hasil pengujian impact
diketahui energi rata-rata yang dihasilkan aluminium paduan menggunakan cetakan
pasir yaitu sebesar 1,47 Joule, dengan harga Impact 0,018 Joule/mm2 .
Juliarto Karnadi (2005) melakukan penelitian tentang “Pengaruh Waktu
Aging Terhadap Struktur Mikro, Kekuatan Tarik, dan Kekerasan Al-Si-Cu”.
Pengujian tarik yang paling tinggi pada waktu Aging 5 jam dengan hasil kekuatan
tegangan tarik adalah 16,56kg/mm2 dan kekuatan regangan tarik adalah 0,73%.
Sedangkan untuk pengujian kekerasan di suhu 160℃ pada waktu mula-mula
memiliki nilai kekerasan 73,93 BHN, waktu aging 1 jam memiliki nilai kekerasan
73,76 BHN, waktu aging 3 jam memiliki nilai kekerasan 71,22 BHN, dan waktu
aging 5 jam memiliki nilai kekerasan 65,67 BHN.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
BAB III
METODOLOGI PENILITIAN
3.1 Diagram Kerja Penelitian
Diagram kerja penelitian bertujuan untuk mempermudah dan mengetahui
tahapan – tahapan proses penelitian dari awal hingga akhir penelitian seperti yang
terlihat pada Gambar 3.1
Persiapan Bahan
Proses Pengecoran Al-Si
Pembuatan Benda Uji
Pengujian Tarik dan Kekerasan
Analisis Data
Kesimpulan
Proses non
Aging pada
paduan Al-Si
Proses non Aging
selama 4 jam pada
suhu 140℃
Proses Aging
selama 4 jam pada
suhu 120℃
Proses Aging
selama 4 jam pada
suhu 160℃
Gambar 3. 1 Diagram Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
3.2 Persiapan Bahan
Penelitian ini menggunakan paduan aluminium dan silisium. Komponen
Utama dari paduan aluminium ini adalah aliminium sebesar (86,35%) dan silisium
sebesar (12,2%) dan sisanya unsur logam paduan lain. Untuk lebih jelasnya dari
data komponen kimia yang terkandung yang tergantung dari bahan awal dalam
penelitian ini terdapat dalam lampiran 1. Selain bahan coran diatas digunakan pula
gas sebagai bahan pembakaran untuk pengecoran. Sebelum proses pengecoran
dimulai bahan-bahan coran diatas dipotong-potong agar dapat dimasukkan dalam
kowi peleburan dan juga untuk menghemat waktu peleburan serta mengurangi
kehilangan karena oksida pada saat proses peleburan.
Gambar 3. 2 Aluminium
3.2.1 Peralatan Yang Digunakan
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a) Alat-alat yang digunakan dalam proses pengecoran :
1. Gas Elpiji 12kg
2. Gergaji
3. kowi
4. Tungku
5. Tang Jepit
6. Cetakan Logam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
7. Mur dan baut
8. Kunci Ring
9. Timbangan
10. Kapur
11. Alat Pengungkit
b) Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan benda uji
1. Mesin Bubut
2. Kikir
3. Jangka Sorong
c) Alat-alat yang digunakan dalam proses Aging
1. Oven
2. Penjepit Benda Uji
d) Alat-alat yang digunakan dalam pengujian benda uji
1. Mesin Uji Tarik
Mesin uji tarik adalah mesin yang digunakan untuk melakukan
pengujian spesimen (bahan),dengan cara menarik spesimen tersebut hingga putus.
Hasil uji tarik tersebut merupakan fenomena hubungan antara tegangan-regangan
(stress-strain) yang terjadi selama proses uji tarik dilakukan.
Gambar 3. 3 Mesin Uji Tarik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
2. Mesin Uji Kekerasan Brinell
Mesin uji kekerasan Brinell adalah mesin yang digunakan untuk
melakukan sebuah pengujian kekerasan terhadap suatu bahan: Dalam pengujian ini,
sebuah bola baja berdiameter tertentu diletakkan di atas bahan yang sedang diuji,
lalu dikenakan suatu beban. Hasil dari pengujian ini adalah bilangan kekerasan
Brinell, yang tergantung besarnya jejak yang terbentuk pada bahan itu.
Gambar 3. 4 Mesin Uji Kekerasan Brinell
3. Autosol
4. Kain
3.3 Proses Pengecoran
Pengecoran dalam prosesnya melalui beberapa tahapan-tahapan antara lain:
a. Pembuatan Cetakan.
b. Peleburan bahan.
c. Penuangan logam cair.
d. Pembekuan logam cair.
e. Pelepasan coran dari cetakan.
3.3.1 Pembuatan Cetakan
Penentuan cetakan dalam suatu proses pengecoran merupakan suatu tahap
yang akan mempengaruhi hasil coran yang akan dihasilkan. Proses pengecoran
dalam penelitian ini menggunakan pengecoran cetakan logam. Pertimbangannya
memakai pengecoran cetakan logam adalah melihat dari beberapa keuntungan bila
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
menggunakan pengecoran cetakan jenis ini dibandingkan dengan menggunakan
pengecoran cetakan pasir. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain :
a. Ketelitian ukuran sangat baik bila dibandingkan dengan pengecoran
menggunakan cetakan cetakan pasir.
b. Permukaan coran lebih halus.
c. Struktur yang rapat dapat dihasilkan dari cetakan ini.
Gambar 3. 5 Cetakan logam dan tang jepit serta mur dan baut.
Cetakan dipersiapkan sebelum proses pengecoran dimulai dengan melapisi
bagian dalam dari cetakan dengan kapur sperti terlihat pada gambar 3.2 yang
berfungsi untuk mencegah coran agar tidak melekat pada cetakan saat membeku
sehingga memudahkan dalam pelepasan coran dari cetakan, kemudian cetakan
dipasangkan dan diikat dengan mur dan baut pada empat sudutnya.
3.3.2 Peleburan Logam
Proses selanjutnya setelah jenis cetakan telah ditentukan adalah proses
peleburan bahan. Langkah pertama adalah memanaskan kowi dalam tungku dengan
menggunakan nyala api dari burner dengan catatan nyala api dari burner harus
sudah stabil atau konstan. Setelah kowi sudah panas, potongan bahan coran yang
akan dicairkan dimasukkan ke dalam kowi peleburan. Aluminium dan silisium yang
telah dipotong menjadi potongan kecil adalah logam yang dicairkan mula-mula,
karena mempunyai titik lebur yang lebih tinggi dibandingkan dengan seng dan
tembaga. Setelah aluminium mulai mencair, potongan seng dimasukkan ke dalam
kowi dan harus ditenggelamkan ke dasar cairan. Begitu pula dengan potongan
tembaga yang dimasukkan selang beberapa saat sesudahnya. Setelah semua bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
coran melebur menjadi logam cair, diaduk agar campuran dari paduan bisa merata
dan juga sambil dibersihkan kerak-kerak yang menutupi permukaan logam cair
sampai logam cair siap dituang. Waktu yang dibutuhkan untuk proses peleburan
dihitung menggunakan stopwatch dimulai saat bahan coran mulai dimasukkan
dalam kowi.
Saat proses peleburan bahan ini, cetakan yang telah dipasangkan juga ikut
dipanaskan yang diletakkan didekat tungku dengan tujuan agar suhu dalam cetakan
tidak jauh berbeda dengan bahan coran yang telah cair, dimana perbedaan suhu
tersebut akan berpengaruh pada hasil coran.
Gambar 3. 6 Peleburan Logam
3.3.3 Penuangan logam Cair
Bahan coran yang telah lebur dan sudah menjadi logam cair telah siap untuk
masuk proses selanjutnya yaitu proses penuangan. Jalannya proses penuangan ini
secara garis besar sebagai berikut, yaitu bahan coran yang telah cair dalam kowi
yang digunakan untuk melebur diangkat dengan tang jepit yang kemudian
dituangkan kedalam cetakan yang telah disiapkan sebelumnya sampai cetakan terisi
penuh. Perlu diperhatikan pula dalam proses penuangan logam cair ke dalam
cetakan yaitu kecepatan penuangan. Kecepatan penuangan yang rendah akan
menyebabkan cacat coran berupa rongga udara pada hasil coran. Tinggi penuangan
yang terlalu rendah juga dapat menyebabkan cacat rongga udara, karena tekanan
logam cair menjadi lebih kecil dari pada tekanan gas dalam cetakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
3.3.4 Pembentukan Logam Cair
Proses selanjutnya adalah proses pembekuan logam cair yang telah dituang
kedalam cetakan. Dalam proses ini kecepatan dalam pembekuan, akan
mempengaruhi hasil dari coran. Permukaan halus adalah contoh kasus dari logam
yang mempunyai daerah beku (yaitu perbedaan temperatur antara mulainya dan
berakhirnya membeku) yang sempit, dan permukaan kasar adalah kasus dari logam
yang mempunyai daerah beku yang lebar.
3.3.5 Pelepasan Coran dari Cetakan
Proses pelepasan coran dari cetakan dilakukan setelah logam cair yang
dituang kedalam cetakan telah membeku secara keseluruhan, yaitu beberapa menit
setelah logam cair dituang kedalam cetakan. Dalam proses ini, mur dan baut
pengikat cetakan dilepas untuk mengambil coran dari cetakan. Coran tersebut
diambil dengan cara mengungkit pinggiran coran dari cetakan dengan
menggunakan alat pengungkit. Setelah coran terlepas, coran diletakkan diudara
bebas untuk pendinginan.
Gambar 3. 7 Hasil cetakan yang baru dilepas dari cetakan
3.4 Pembuatan Benda Uji
3.4.1 Spesimen Uji Tarik
Hasil dari pengecoran berupa kotak yang sesuai dengan cetakan yang
digunakan. Hasil dari coran tersebut akan dipotong dengan ukuran (15cm x 2cm x
1,5cm) sebelum dilakukan proses machining. Setelah dipotong kemudian benda uji
dilakukan proses machining. Benda uji tarik dibuat dengan menggunakan mesin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
bubut. Benda uji dibuat sesuai standard ASTM A370-08a seperti Gambar 3.20.
Gambar 3. 8 ASTM – A370
Gambar 3. 9 Dimensi Benda Uji Tarik
Keterangan ukuran : Diameter luar benda uji adalah 10 mm, radius 5mm,
panjang keseluruhan benda uji 120 mm, length of reduced section 32mm, diameter
dalam benda uji 6,25 mm.
3.6 Proses Penuaan (Aging) pada Benda Uji
Benda uji yang telah selesai dibentuk, selanjutnya memasuki tahapan
selanjutnya, yaitu proses aging. Dalam proses ini, benda uji dimasukkan dalam
oven dengan suhu 120, 140, dan 160ºC dengan variasi lama waktu aging 4 jam
Setelah waktu aging yang ditentukan selesai, oven dimatikan dengan benda uji tetap
dibiarkan didalam oven untuk mendapatkan pendinginan ruang yang baik. Setelah
benda uji benar-benar dingin, diambil untuk dilakukan pengujian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Gambar 3. 10 Proses Aging
3.7 Pengujian Benda Uji
3.7.1 Pengujian Tarik
Pengujian tarik adalah salah satu pengujian dengan cara benda material
ditarik untuk mengetahui seberapa besar kekuatan tarik yang dapat diterima oleh
suatu bahan atau material.
Pengujian ini dilakukan untuk memberikan titik aman dari penggunaan
bahan tersebut untuk kebutuhan suatu produksi, sehingga pengujian ini akan
diketahui beban maksimum dan tegangan maksimum pada benda uji.
Gambar 3. 11 Spesimen Uji Tarik
Proses pengujian tarik sebagai berikut :
1. Benda uji dipasang pada penjepit atas dan bawah pada alat uji.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
2. Penjepit bawah dinaikkan dan diturunkan dengan kecepatan lambat,
sehingga pada penjepit benda uji dalam posisi yang tepat, diusahakan
kedudukan pada benda uji betul-betul vertikal, kemudian pada penjepit
dikencangkan.
3. Benda uji diberikan beban tarik dengan kecepatan 5 mm/detik, sehingga
pada benda uji akan mengalami pertambahan panjang hingga benda uji
tersebut patah atau putus. Perpatahan diharapkan terjadi pada bagian
panjang ukur atau gauge length dari benda uji.
4. Data yang didapatkan kemudian dicatat selama proses pengujian tarik
berlangsung (pertambahan beban (P) dan pertambahan panjang (ε) dengan
interval yang ditentukan.
5. Hasil beban tarik maksimum dan kekuatan tarik pada benda uji yang telah
putus dicatat.
6. Hasil pertambahan panjang yang tercantum pada mesin uji tarik dicatat
setelah benda uji patah.
Gambar 3. 12 Proses Pengujian Tarik
3.7.2 Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan merupakan pengujian untuk mengetahui kekuatan
suatu bahan. Pengujian ini dilakukan dengan cara memberikan beban pada material
dengan menggunakan indentor dengan berbentuk bola baja, sehingga akan
terbentuk pola injakan dari pengukuran diameter injakan, dan dapat ditentukan
tingkat kekerasannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Proses pengujian kekerasan adalah sebagai berikut:
1) Benda uji dipersiapkan terlebih dahulu melalui proses pengamplasan,
karena permukaan pada benda uji harus memiliki kerataan yang sama,
bersih dan ketinggian yang sama.
2) Benda uji diletakkan pada dudukan atau anvil, lalu anvil dinaikkan ke atas
dengan cara memutar roda pengatur anvil.
3) Benda uji diberikan beban sesuai pada petunjuk Tabel 2.6. Dalam
pengujian ini digunakan beban 62,5 kg dan diameter bola indentornya 2,5
mm.
4) Anvil dinaikkan secara perlahan-lahan hingga benda uji menyentuh bola
indentor, tetapi jarum pada mesin Brinell harus berada pada angka 0 kg.
5) Indentor ditekan ke bawah sesuai dengan beban yang ditentukan, tahan
selama 30 detik kemudian beban dibebaskan ke angka 0 kg.
6) Setelah penekanan selesai pada benda uji, benda uji dipindahkan dari alat
uji. Setelah itu dilakukan pengamatan dan pengukuran diameter bekas
injakan dengan menggunakan mikroskop. Hasil tersebut untuk mencari
harga kekerasan.
7) Pengujian dilakukan di daerah/titik di tempat yang ditentukan.
Gambar 3. 13 Spesimen Uji Kekerasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENGUJIAN
Sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu dilakukan pengujian
komposisi terhadap bahan material yang akan diteliti, yaitu Aluminium. Setelah
dilakukan pengujian, komposisi spesimen Aluminium (Al) diketahui mengandung
86,35% ,dan Silisium (Si) 12,2%. Hasil dari uji komposisi disajikan pada Lampiran
2.
Dalam penelitian ini dilakukan dua pengujian, yaitu pengujian kekerasan
Brinell dan pengujian tarik. Setelah diperoleh data dari hasil pengujian, selanjutnya
dilakukan pengolahan data serta perhitungan. Hasil pengujian yang diperoleh
ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
4.2 DATA HASIL PENGUJIAN KEKERASAN BRINELL
Pengujian kekerasan Brinell ini bertujuan untuk mengetahui nilai kekerasan
pada Al-Si sebelum dan sesudah proses aging. Proses aging yang diberikan adalah
selam 4 jam dengan suhu 120℃, 140℃, dan 160℃. Pembebanan yang diberikan
pada uji kekerasan Brinell ini adalah 62,5 kg dengan diameter indentornya 2,5 mm.
Hasil dari pengujian kekerasan dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan pada Gambar 4.1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Tabel 4. 1 Data hasil pengujian kekerasan Brinell Al-Si
sebelum dan sesudah diberi perlakuan aging selama 4 jam.
Material d (mm) P (kg) D (mm) Kekerasan Brinell (BHN)
NON AGING
1,08 62,5 2,5 64,91
1,06 62,5 2,5 67,52
0,98 62,5 2,5 79,58
1,04 62,5 2,5 70,28
1,06 62,5 2,5 67,52
Rata-rata 69,96
120˚C
0,96 62,5 2,5 83,08
0,96 62,5 2,5 83,08
0,94 62,5 2,5 86,80
0,98 62,5 2,5 79,58
1,02 62,5 2,5 73,20
Rata-rata 81,15
140˚C
0,98 62,5 2,5 79,58
0,98 62,5 2,5 79,58
1,00 62,5 2,5 76,29
1,02 62,5 2,5 73,20
1,04 62,5 2,5 70,28
Rata-rata 75,79
160˚C
1,00 62,5 2,5 76,29
1,02 62,5 2,5 73,20
1,02 62,5 2,5 73,20
1,04 62,5 2,5 70,28
1,06 62,5 2,5 67,52
Rata-rata 72,10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Gambar 4. 1 Grafik rata-rata hasil uji kekerasan Brinell Al-Si sebelum dan
sesudah diberi perlakuan aging selama 4 jam.
Dari Gambar 4.1 yang berupa grafik rata-rata hasil pengujian kekerasan
Brinell dapat diketahui bahwa perlakuan aging paduan Al-Si mengalami
peningkatan pada suhu 120℃ yaitu 81,15 BHN. Pada aging suhu 140℃ kekerasan
mengalami penurunan menjadi 75,79 BHN kemudian pada aging suhu 160℃
kekerasan mengalami penurunan lagi menjadi 72,10 BHN.
Dari hasil analisis penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
pemanasan 140˚C dan 160℃ masuk dalam kategori over aging,dengan hasil
kekerasan tidak lebih dari 81,15 BHN. Suhu aging yang semakin tinggi
menyebabkan paduan Al-Si tersebut tidak mengalami penambahan kekerasan
karena permukaan paduan Al-Si pada suhu aging diatas 120℃ memiliki bentuk
butiran yang tidak teratur.
Yang mempengaruhi keras atau tidaknya hasil spesimen adalah diameter
d kecil pada spesimen setelah dilakukan pengujian Brinell serta telah melewati
proses aging,dapat dilihat pada Tabel 4.1. Jika semakin besar diameter d(kecil)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
NON AGING 120℃ 140℃ 160℃
KEK
ERA
SAN
BR
INEL
L (B
HN
)
PERLAKUAN AGING
69
,96
81
,15
75
,79
72
,10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
maka kekerasan pada spesimen semakin lunak, sebaliknya bila semakin kecil
diameter d(kecil) maka kekerasan pada spesimen semakin keras. Ketidak teraturan
butiran akan menyebabkan diameter bekas injakan akan membuat semakin lebar,
hal ini berarti kekerasan menurun.
4.3 DATA HASIL PENGUJIAN TARIK
Pengujian tarik ini bertujuan untuk mengetahui nilai kekuatan Tarik dan
regangan paduan Al-Si sebelum dan sesudah proses aging. Proses aging yang
diberikan adalah selama 4 jam dengan suhu 120℃, 140℃, dan 160℃. Hasil
pengujian tarik dapat dilihat pada Tabel 4.2, dan Gambar 4.2.
Tabel 4. 2 Data hasil pengujian tarik Al-Si sebelum dan sesudah diberi perlakuan aging
selama 4 jam. Material Spesimen D (mm) Lo (mm) Pmax (kgf) ΔL (mm) A (mm²) Ꜫ (%) σ (kgf/mm²) MPa
1 6,25 32 362 2,34 31 7,30 11,79 115,62
2 6,25 32 380 2,22 31 6,93 12,38 121,41
3 6,25 32 400 3,07 31 9,50 13,05 127,98
7,91 12,41 121,67
1 6,25 32 403 2,29 31 7,15 13,14 128,86
2 6,25 32 334 2,20 31 6,80 10,90 106,90
3 6,25 32 336 2,65 31 8,20 10,96 107,48
7,38 11,67 114,42
1 6,25 32 383 2,29 31 7,15 12,50 122,59
2 6,25 32 374 1,80 31 5,60 12,22 119,84
3 6,25 32 369 1,94 31 6,06 12,05 118,17
6,27 12,26 120,20
1 6,25 32 365 2,29 31 7,15 11,91 116,80
2 6,25 32 348 2,37 31 7,40 11,36 111,41
3 6,25 32 367 2,28 31 7,12 11,97 117,39
7,22 11,75 115,20Rata-rata
Rata-rata
120℃
NON AGING
140℃
160℃
Rata-rata
Rata-rata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
0
20
40
60
80
100
120
NON AGING 120℃ 140℃ 160℃
KEK
UA
TAN
TA
RIK
(M
Pa)
SUHU AGING
Gambar 4.2 Grafik rata-rata kekuatan tarik Al-Si sebelum dan sesudah diberi
perlakuan aging selama 4 jam
Gambar 4.2 yang menunjukkan nilai rata-rata dari kekuatan tarik Al-Si sebelum
dan sesudah diberi perlakuan aging selama 4 jam menunjukkan kekuatan tarik
sebelum perlakuan aging yaitu 121,67 MPa, mengalami penurunan pada suhu
120℃ sebesar 114,42 MPa. Peningkatan tertinggi terjadi pada suhu 140℃ yaitu
sebesar 120,20 MPa. Namun, pada suhu 160℃ kekuatan tarik mengalami
penurunan yaitu menjadi sebesar 115,20 MPa.
12
1,6
7
11
4,4
2
12
0,2
0
11
5,2
0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Pada Gambar 4.3 yang menunjukan nilai rata-rata regangan dari hasil
pengujian tarik pada Al-Si sebelum dan sesudah diberi perlakuan aging selama 4
jam. Dapat diketahui bahwa nilai regangan sebelum perlakuan aging yaitu sebesar
7,91%, dan nilai regangan tertinggi sesudah perlakuan aging adalah pada suhu
120℃ yaitu sebesar 7,38%. Kemudian pada suhu 140℃ dan mengalami penurunan
menjadi 6,27% dan pada suhu 160℃ mengalami kenaikan kembali menjadi 7,22%.
Dari hasil nilai regangan rata-rata ini, menunjukkan bahwa perlakuan aging akan
membuat regangan mengalami penurunan.
Dari hasil pengujian serta pengolahan data dapat disimpulkan bahwa
perlakuan aging selama 4 jam tidak dapat menaikkan kekuatan tarik dari Al-Si.
demikian juga, perlakuan aging tersebut menurunkan nilai regangan pada Al-Si.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
NON AGING 120℃ 140℃ 160℃
REG
AN
GA
N (
%)
PERLAKUAN MATERIAL
7,9
1
7,3
8
6,2
7 7
,22
Gambar 4. 3 Grafik rata-rata regangan Al-Si sebelum dan sesudah diberi perlakuan aging selama
4 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari data-data yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Peningkatan kekerasan tertinggi terjadi pada aging Al-Si 120℃ yaitu sebesar
81,15 BHN dari kekerasan awal sebesar 69,96 BHN. Sedangkan kekerasan
terendah terjadi pada aging 160℃ yaitu sebesar 72,10 BHN.
2. Proses aging 120℃, 140℃, dan 160℃ selama 4 jam pada Al-Si tidak
signifikan merubah kekuatan tarik namun berakibat pada penurunan regangan.
Penurunan tertinggi terjadi pada suhu aging 140℃ dengan nilai regangan
6,27%.
5.2 SARAN
Untuk proses penelitian lebih lanjut dan mendapatkan hasil yang lebih baik.
Maka, disarankan untuk :
1. Sebelum dan sesudah melakukan penelitian, sebaiknya dipastikan terlebih
dahulu ketersediaan alat dan berbahannya untuk meminilmalisir terhambatnya
penelitian.
2. Sebelum melakukan proses penelitian, sebaiknya material di uji komposisinya
terlebih dahulu untuk menghindari paduan lain masuk dalam paduan yang
diinginkan.
3. Aluminium sebaiknya dipotong terlebih dahulu dengan ukuran yang kecil agar
dapat mempercepat proses pengecoran.
4. Buku-buku referensi tentang bahan penelitian dan aging sebaiknya
diperbanyak di perpustakaan.
5. Sebaiknya dalam melakukan pengujian tarik, bahan yang akan dilakukan
pengujian tarik diukur ulang lagi agar tidak mempengaruhi grafik pengujian
tarik tersebut.
6. Alat-alat pengujian yang ada di laboratorium sebaiknya dirawat dan dijaga
dengan baik. Agar, alat-alat tersebut tidak mengganggu atau mempengaruhi
hasil pengambilan data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Bustanul, 1991, Metalurgi Fisik Modern, Jakarta, Penerbit Gramedia.
Beumer. B.J.M, 1994, Ilmu Bahan Logam, Jakarta, Penerbit Bahratara Niaga
Media.
Eva, 2012, Analisis Sifat fisis dan Mekanis Aluminium Paduan Al-Si-Cu Dengan
Menggunakan Cetakan Pasir, Teknik Mesin, Universitas Muhhamadiyah
Surakarta, Surakarta.
https://sisfo.itp.ac.id/bahanajar/BahanAjar/Anrinal/Metalurgi%20Fisik/Materi%20Ajar%
20(Pdf-Version)/11-12%20Perlakuan%20Panas.pdf
Ipran , 2006, Pengaruh Aging Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Paduan
Aluminium, Teknik Mesin, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Karnadi Julianto, 2005, Pengaruh Waktu Aging terhadap Struktur Mikro,
Kekuatan Tarik, dan Kekerasan Al-Si-Cu, Teknik Mesin, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Malau, V, Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah, Teknik Mesin, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta
Rines, 2009, Proses Manufaktur, Yogyakarta, Penerbit Andi.
Surdia, T dan Saito, S, 1995, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta, Penerbit
Pradnya Paramita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI