analisis determinan fraudulent financial reporting
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of analisis determinan fraudulent financial reporting
ANALISIS DETERMINAN FRAUDULENT FINANCIAL REPORTING
DENGAN FINANCIAL DISTRESS SEBAGAI INTERVENING
Oleh
ADITIA DARMA
NIM: 11170820000116
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H/2022 M
ii
ANALISIS DETERMINAN FRAUDULENT FINANCIAL REPORTING
DENGAN FINANCIAL DISTRESS SEBAGAI INTERVENING
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Akuntansi
Oleh
ADITIA DARMA
NIM: 117081002452
Di Bawah Bimbingan
Reskino, SE., M.Si., Ak., CA., CMA., CERA., PhD
NIP. 19740928 200801 2 004
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H/2022 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Kamis 16 September 2021 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas
mahasiswa :
1. Nama : Aditia Darma
2. NIM : 11170820000116
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Analisis Determinan Fraudulent Financial Reporting Dengan
Financial Distress Sebagai Intervening
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap
Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Akuntansi
pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 September 2021
1. Dr. Yusar Sagara, SE., M.Si., Ak., CA., CMA., CPMA ( )
NIDP. 2009058601 Penguji I
2. Fitri Yani Jalil, SE., M.Si ( ___)
NIP. 19870604 201903 2 013 Penguji II
v
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Rabu, 30 Maret 2022 telah dilaksanakan Ujian Skripsi atas mahasiswa :
Nama : Aditia Darma
NIM : 11170820000116
Jurusan : Akuntasi
Judul Skripsi : Analisis Determinan Fraudulent Financial Reporting
dengan Financial Distress Sebagai Intervening
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa diatas
dinyatakan LULUS dan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unoversitas
Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 Maret 2022
1. Yessi Fitri, SE., M.Si., CA ( )
NIP. 19760924 200604 2 002 Katua
2. Reskino, SE., Ak., M.Si., CA., PhD ( )
NIP. 19740928 200801 2 004 Pembimbing
3. Dr. Ibnu Qizam, SE., Ak,. M.Si ( )
NIP. 19680102 199403 1 002 Penguji Ahli
vi
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Aditia Darma
NIM : 11170820000116
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkannya;
2. Tidak melakukan plagiarisme terhadap naskah orang lain;
3. Tidak menggunakan karya ilmiah orang lain tanpa menggunakan sumber
asli atau tanpa menyebut pemilik karya;
4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data;
5. Mengerjakan sendiri karya ilmiah ini dan mampu bertanggung jawab
atas karya ini.
Apabila di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui
pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata ditemukan bukti bahwa saya
melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenakan sanksi berdasarkan
aturan yang berlaku di FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 7 Februari 2022
( Aditia Darma )
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Aditia Darma
2. Tempat, Tanggal Lahir : Batuhampar, 25 Desember 1996
3. Alamat : Jalan Puri Intan No 62 Ciputat Timur,
Tanggerang Selatan
4. Telepon : 0813-8317-5348
5. E-mail : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SD 04 Batuhampar Tahun 2003-2009
2. MTSs Al-Manaar Batuhampar Tahun 2009-2012
3. SMA Negeri 1 Akabiluru Tahun 2012-2015
4. D3 Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang Tahun 2015-2017
5. S1 Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017-2022
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Tismul (Alm)
2. Ibu : Yusneti
3. Anak ke- : Enam dari tujuh bersaudara
viii
ANALYSIS FRAUDULENT FINANCIAL REPORTING DETERMINANT
WITH FINANCIAL DISTRESS AS INTERVENING
ABSTRACT
This study aims to examine the determinants of fraudulent financial reporting with
financial distress as an intervening variable. The independent variables used in this study
are financial targets, audit quality, change in auditors, independent commissioners and
political connections. The population in this study are banking companies listed on the
Indonesia Stock Exchange (IDX) in the 2017-2020 period. The sample selection used the
purposive sampling method. The total sample used in this study was 26 companies with a
research period of 4 years. This research uses Partial Least Square (PLS)-SEM method
using SmartPLS 3.0 software.
The results of this study indicate that financial targets and audit quality have a
significant effect on financial distress. Change in auditors, independent commissioners and
political connections have no significant effect on financial distress. Financial targets and
financial distress have a significant effect on fraudulent financial reporting. Audit quality,
change in auditor, independent commissioners, political connection have no significant
effect on fraudulent financial reporting. Furthermore, audit quality has a significant effect
on fraudulent financial reporting through financial distress. Financial targets, change in
auditors, independent commissioners and political connections have no significant effect
on fraudulent financial reporting through financial distress.
Keywords: fraudulent financial reporting, financial distress, financial targets,
audit quality, change in auditors, independent commissioners and political connection.
ix
ANALISIS DETERMINAN FRAUDULENT FINANCIAL REPORTING
DENGAN FINANCIAL DISTRESS SEBAGAI INTERVENING
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor determinan fraudulent financial
reporting dengan financial distress sebagai variabel intervening. Variabel independen
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu financial target, audit quality, change in
auditor, independent commisioners dan political connection. Populasi dalam penelitian
ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
periode 2017-2020. Pemilihan sampel menggunakan metode pusposive sampling. Total
sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 26 perusahaan dengan periode
penelitian selama 4 tahun. Penelitian ini menggunakan metode Partial Least Square
(PLS)-SEM dengan menggunakan software SmartPLS 3.0.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa financial target dan audit quality
berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress. Change in auditor,
independent commisioners dan political connection tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap financial distress. Financial target dan financial distress
berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting. Audit quality,
change in auditor, independent commisioners, political connection tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting. Selanjutnya audit quality
berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting melalui financial
distress. Financial target, change in auditor, independent commisioners dan political
connection tidak berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting
melalui financial distress.
Kata Kunci : fraudulent financial reporting, financial distress, financial target, audit
quality, change in auditor, independent commisoners dan political connection.
x
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Determinan
Fraudulent Financial Reporting dengan Financial Distress Sebagai Intervening”.
Shalawat beserta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, yang telah membimbing dan menjadi suri tauladan bagi
umatnya menuju jalan yang diridai-Nya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna meraih gelar Sarjana
Akuntansi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas
dukungan berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil atas keberhasilan
dalam penyusunan skripsi ini, yaitu kepada:
1. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan kasih sayang, perhatian,
bimbingan, nasihat, doa serta dukungan moril maupun materil yang tiada
henti kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Amilin, S.E., Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP, selaku
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
3. Ibu Yessi Fitri, S.E., M.Si., Ak., CA, selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
4. Ibu Fitri Damayanti, S.E., M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
5. Ibu Reskino, SE., M.Si., Ak., CA., CMA., CERA, selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktunya untuk membimbing
dan memberikan saran, masukan, motivasi, serta nasihat kepada penulis
selama proses penyusunan skripsi;
6. Bapak Dr. Yusar Sagara, SE., M.Si., Ak., CA., CMA., CPMA, selaku dosen
pembimbing akademik yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan;
xi
7. Seluruh dosen dan tenaga pendidik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu-ilmu yang
bermanfaat kepada penulis;
8. Seluruh staf UIN Syarif Hidayatulah Jakarta yang telah banyak membantu
penulis selama proses masa studi;
9. Wilda Husni selaku adik penulis yang memberikan dukungan dan semangat
ke penulis selama proses penyusunan skripsi ini.
10. Rovidatul Hikmah Tanjung yang menjadi partner perjuangan dalam
penulisan skipsi ini, serta memberikan banyak saran dan dukungan kepada
penulis.
11. Sahabat seperjuangan dan sepetiduran untuk menuntut ilmu ke jakarta (Izzi
fikri, adib maweta dan muhammad irfan) yang menemani dan mengisi hari-
hari selama tinggal di ciputat
12. Wahyu subarkah, sahabat penulis satu jurusan yang menjadi teman
seperjuangan selama menjalni masa kuliah di jurusan akuntansi.
13. Semua teman-teman yang tergabung dalam kelas Akuntansi C yang menjadi
lingkungan penulis selama menuntut ilmu di jurusan akuntansi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Jakarta, 7 Februari 2022
Aditia Darma
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ....................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ........................................................ v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 15
C. Batasan Masalah ................................................................................... 16
D. Rumusan Masalah ................................................................................ 16
E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 17
F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 20
A. Tinjauan Literatur ................................................................................. 20
1. Teori Agensi ......................................................................................... 20
2. Teori of Planned Behavior ................................................................... 24
xiii
3. Teori Fraud Pentagon .......................................................................... 26
4. Mengisi Gap Teori ................................................................................ 31
B. Usulan Variabel Penelitian ................................................................... 33
1. Fraudulent Financial Reporting ........................................................... 33
2. Financial Distress ................................................................................ 36
3. Financial Target ................................................................................... 39
4. Audit quality ......................................................................................... 41
5. Change in Auditor ................................................................................ 43
6. Independent Commisioners .................................................................. 44
7. Political Connection ............................................................................. 46
C. Pengembangan Hipotesis ...................................................................... 47
1. Financial Target dengan Financial Distress ........................................ 47
2. Audit Quality dengan Financial Distress ............................................. 48
3. Auditor Chenge dengan Financial Distress ......................................... 50
4. Independent Commisioners dengan Financial Distress ....................... 51
5. Political Connection dengan Financial Distress .................................. 53
6. Financial Target dengan Fraudulent Financial Reporting .................. 54
7. Audit Quality dengan Fraudulent Financial Reporting ....................... 56
8. Change in Auditor dengan Fraudulent Financial Reporting ............... 57
9. Independent Commisioners dengan Fraudulent Financial Reporting . 59
10. Political Connection dengan Fraudulent Financial reporting ............. 61
11. Financial Distress dengan Fraudulent Financial Reporting ............... 62
12. Financial Target dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui
Financial Distress ................................................................................ 63
xiv
13. Audit Quality dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui
Financial Distress ................................................................................ 64
14. Chenge in Auditor dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui
Financial Distress ................................................................................ 65
15. Independent Commisioners dengan Fraudulent Financial Reporting
Melalui Financial Distress ................................................................... 66
16. Political Connection dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui
Financial Distress ................................................................................ 68
D. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 69
E. Research Gap terkait Fraud Pentagon dan Fraudulent financial reporting
.............................................................................................................. 73
F. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 75
BAB III METODELOGI PENELITIAN .............................................................. 76
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 76
B. Metode Penentuan Sampel ................................................................... 76
C. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 77
D. Operasional Variabel Penelitian ........................................................... 78
1. Variabel independen .................................................................................. 78
2. Variabe Dependen ................................................................................ 80
3. Variabel Intervening ............................................................................. 81
E. Metode Analisis Data ........................................................................... 82
1. Statistik Deskriptif ................................................................................ 83
2. Model Pengukuran (Outer Model) ....................................................... 83
2. Model Struktural (Inner Model) ........................................................... 85
3. Uji Efek Intervening ............................................................................. 91
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 94
xv
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................................... 94
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ............................................................. 95
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ................................................................ 95
2. Hasil Uji Outer Model dan Measurement model .................................. 98
3. Hasil Uji Inner Model atau Structural Model ..................................... 103
4. Hasil uji efek Intevening..................................................................... 110
5. Pembahasan ........................................................................................ 111
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 146
A. Kesimpulan ......................................................................................... 146
B. Implikasi Penelitian ............................................................................ 147
C. Kontribusi ........................................................................................... 147
D. Keterbatasan ....................................................................................... 148
E. Saran ................................................................................................... 149
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 150
LAMPIRAN ........................................................................................................ 162
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Berbagai Kasus Fraud ........................................................................... 7
Tabel 4. 1 Populasi Penelitian ............................................................................... 94
Tabel 4. 2 Hasil Uji Deskriptif 1 ........................................................................... 95
Tabel 4. 3 Hasil Uji Deskriptif 2 ........................................................................... 97
Tabel 4. 4 Hasil Outer Weights ............................................................................. 99
Tabel 4. 5 Hasil dari Cross loading ...................................................................... 99
Tabel 4. 6 Hasil dari Average Variance Extracted (AVE).................................. 101
Tabel 4. 7 Statistik Skewnes dan kurtosis ........................................................... 102
Tabel 4. 8 Hasil R-Square ................................................................................... 104
Tabel 4. 9 Hasil F-Square ................................................................................... 106
Tabel 4. 10 Hasil Q-Square ................................................................................. 107
Tabel 4. 11 Hasil Model Fit ................................................................................ 107
Tabel 4. 12 Path Coeffiecents (Mean, STDEV, T-Value) .................................. 109
Tabel 4. 13 Specific Indirect Effect (Mean, STDEV, T-Value) ........................ 110
Tabel 4. 14 Hasil Pengujian Hipotesis ................................................................ 144
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Kategori Risiko Fraud ....................................................................... 3
Gambar 1. 2 Jumlah Kasus dan Kerugian Perusahaan di Asia Pasifik ................... 4
Gambar 1. 3 Industri Fraud yang Menjadi Korban Fraud di Indonesia ................. 5
Gambar 2. 1 Theory Of Planned Behaviour ......................................................... 24
Gambar 2. 2 Fraud Pentagon................................................................................ 26
Gambar 2. 3 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 75
Gambar 3. 1 Uji Efek Intervening ......................................................................... 92
Gambar 4. 1 Hasil PLS Algorithm ...................................................................... 104
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belakangan ini fraudulent financial reporting (FFR) merupakan masalah
keuangan yang sedang marak terjadi di berbagai negara. Hal ini menyebabkan
terjadinya penurunan kepercayaan terhadap pasar modal dan secara tidak langsung
akan mengakibatkan kebangkrutan pada perusahaan. Berbagai usaha telah
dilakukan untuk menghindari terjadinya fraudulent financial reporting, seperti
penerapan sistem checks and balances yang kompleks, namun para pelaku selalu
menemukan celah untuk melakukannya (Skousen & Twedt, 2009).
Banyak skandal keuangan yang muncul menimpa perusahaan besar dunia.
Beberapa kasus tersebut yaitu, kasus Toshiba yang melakukan fraudulent financial
reporting. Kasus yang terjadi pada bulan Mei 2015 ini mengejutkan seluruh dunia.
Pasalnya, perusahaan menyatakan bahwa sedang melakukan investigasi terhadap
skandal akuntansi internal yang terjadi sehingga harus merevisi perhitungan laba
yang diperoleh dalam 3 tahun terakhir. Toshiba yang menjadi lambang perusahaan
Jepang yang sangat kuat, diketahui mengalami kesulitan dalam memperoleh target
keuntungan bisnis terhitung sejak tahun 2008. Pada tahun tersebut terjadi krisis
global, sehingga berimbas bagi usaha Toshiba yang juga mengalami kesulitan
dalam mencapai target. Krisis tersebut akhirnya mendorong Toshiba melakukan
kebohongan melalui accounting fraud sebesar 1.22 miliar dolar Amerika. Untuk
menutupi kecurangan ini, Toshiba menuliskan laba yang tidak sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya (Hakim, 2015).
2
Kasus lain yang serupa adalah skandal Wirecard yang mencuat setelah
diketahui bahwa auditor EY yang menangani laporan keuangan mereka menolak
untuk menandatangani laporan keuangan perusahaan. Kecurangan ini terjadi pada
laporan keuangan 2019 lantaran perusahaan merekayasa dan mengakui kas senilai
US$ 2,1 miliar dalam laporan keuangan, realitanya perusahaan tidak pernah
menghasilkan sebanyak itu. Setelah tujuh hari pasca penolakan EY menandatangani
laporan keuangan Wirecard tahun 2019, Kepala eksekutif Wirecard yaitu Markus
Braun harus mengakui bahwa perusahaannya tidak pernah memiliki dana senilai
US$ 2,1 miliar yang tertuang dalam laporan tersebut. Akibat skandal ini mereka
dinyatakan bangkrut dan harus membayar utangnya kepada para kreditur senilai
US$ 4 miliar (Septiadi, 2020).
Selanjutnya survei yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud
Examiners ACFE (2020) terhadap 2.504 kasus fraud dari 114 negara menunjukkan
total kerugian yang dialami akibat fraud lebih dari 3,6 miliar dolar setiap tahun.
ACFE memperkirakan rata-rata organisasi mengalami kerugian sebesar 5% dari
pendapatannya setiap tahun dengan median loss $125.000 per kasus. Dalam
surveinya ACFE mengklasifikasikan fraud menjadi tiga kategori yaitu
penyalahgunaan asset (aset misappropriation), korupsi (corruption), dan
kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud).
3
Gambar 1. 1 Kategori Risiko Fraud
Sumber : ACFE (2020)
Berdasarkan gambar 1.1 ACFE mengklasifikasikan fraud kedalam tiga kategori
resiko. Skema yang pertama yaitu aset misappropriation, skema ini memiliki
frekuensi sebesar 86% dan memiliki tingkat median loss sebesar USD 100.000 per
kasus. Skema selanjutnnya yaitu corruption, Skema ini memiliki frekuensi sebesar
43%, dan menyebabkan median loss sebesar USD 200.000 per kasus. Skema yang
terakhir yaitu fraudulent financial statement atau fraudulent financial reporting,
skema ini memiliki frekuensi sebesar 10% dan memiliki tingkat median loss USD
4
954.000 per kasus. Hal ini menunjukkan meskipun fraudulent financial reporting
memiliki tingkat frekuensi yang paling rendah, namun memiliki median loss yang
paling tinggi sehingga menyebabkan kerugian bagi banyak perusahaan.
Gambar 1. 2 Jumlah Kasus dan Kerugian Perusahaan di Asia Pasifik
Sumber : ACFE Asia Pasific (2020)
Pada gambar 1.2 laporan ACFE Asia Pasific menunjukkan jumlah kasus dan
kerugian yang diderita perusahaan akibat fraud berdasarkan jenis industri di
wilayah Asia Pasifik. Industri perbankan dan jasa keuangan memiliki jumlah kasus
sebanyak 37 dengan persentase 19%. Pemerintah dan industri manufaktur memiliki
jumlah kasus masing-masing sebanyak 26 kasus dengan persentase 13%. Kemudian
industri teknologi sebanyak 11 kasus dengan persentase 6%. Terakhir industri
energi dan retail dengan kasus masing-masing sebanyak 10 kasus dengan
persentase 5%. Hal ini menunjukkan bahwa industri keuangan dan perbankan
memiliki persentase paling tinggi dan jumlah kasus paling banyak diantara berbagai
sektor industri.
5
Gambar 1. 3 Industri Fraud yang Menjadi Korban Fraud di Indonesia
Sumber : ACFE Indonesia (2019)
Selanjutnya pada Gambar 1.3 hasil survei ACFE Indonesia menunjukkan
persentase banyaknya industri yang menjadi korban fraud di indonesia yang dilihat
dari jenis industrinya. sektor perbankan dan keuangan memiliki persentase sebesar
41%, diikuti oleh pemerintah sebesar 33.9%, industri pertambangan 5.0%, industri
kesehatan dan manufaktur masing-masing 4.2%, industri lainya 3.7%, industri
transportasi 2.1%, industri perumahan dan industri pendidikan masing-masing
1.7% industri perhotelan dan pariwisata 1.3%, dan yang terakhir industri perikanan
dan kelautan sebesar 0.8%. Hal ini menunjukkan industri keuangan dan perbankan
di indonesia merupakan jenis industri yang memiliki kasus fraud yang paling
banyak dibandingkan dengan industri lainya.
Skandal keuangan juga terjadi di Indonesia, seperti kasus PT Garuda
Indonesia Tbk tahun 2018 yang melakukan fraudulent financial reporting. Pada
6
saat itu laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk menjadi sorotan publik.
Perolehan laba bersih perusahaan dianggap janggal. Hal ini dikarenakan PT Garuda
Indonesia Tbk mencatatkan laba bersih sebesar US$ 809,85 ribu atau setara Rp
11,33 miliar (kurs Rp 14.000). Laba itu didapat berkat melambungnya pendapatan
usaha lainnya yang totalnya mencapai US$ 306,88 juta. Pengakuan itu dianggap
tidak sesuai dengan kaidah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
nomor 23, Sebab manajemen Garuda Indonesia mengakui pendapatan dari Mahata
sebesar US$ 239.940.000, dimana pendapatan sebesar US$ 28.000.000 merupakan
bagian dari bagi hasil yang didapat dari PT Sriwijaya Air. Kemudian pengakuan ini
juga dianggap tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku karena PT Garuda Indonesia
Tbk sudah mengakui piutang sebagai pendapatan perushaan (Sugianto, 2019).
Kasus selanjutnya terjadi di perusahaan asuransi, yaitu PT Asuransi
Jiwasraya yang menyita perhatian masyarakat dengan skandal fraudulent financial
reporting yang dilakukannya pada awal tahun 2020. Kecurangan ini dilakukan
dengan cara membukukan laba semu sejak 2006 yang kemudian terungkap dalam
hasil investigasi BPK (Halim, 2020). BPK juga menilai adanya ketidakwajaran
dalam pembukuan laba bersih yang dilakukan Jiwasraya pada 2017. Laba bersih
yang dibukukan sebesar Rp360,3 miliar dinilai BPK ada kekurangan pencadangan
yakni Rp7,7 triliun, sehingga jika pencadangan dilakukan sesuai ketentuan maka
perusahaan seharusnya menderita kerugian. Lalu pada tahun 2018 Jiwasraya
tercatat membukukan kerugian unaudited sebesar Rp15,3 triliun. Kemudian
perushaan ini hingga akhir September 2019 diperkirakan rugi Rp13,7 triliun (Irene,
2020).
7
Kasus lain adalah PT Sunrpima Nusantara Pembiayaan (SNP Fi-nance)
yang juga menjadi perhatian masyarakat. SNP Finance menyampaikan laporan
keuangan yang dimanipulasi dengan memberikan gambaran kondisi perusahaan
yang terlihat baik-baik saja disaat kondisi sebenarnya sedang dalam krisis
keuangan. Menurut data Bareskrim Polri, SNP Finance memperoleh pencairan
kredit mencapai Rp 14 triliun dari beberapa bank. Kasus ini baru terungkap ketika
PT SNP gagal membayar hutangnya. Akibatnya KAP yang melakukan audit atas
laporan keuangan SNP Finance mendapatkan sanksi dari menteri keuangan karena
akuntan publik Marlinna dan Merliyana Syamsul belum sepenuhnya mematuhi
Standar Audit-Standar Profesional Akuntan Publik dalam pelaksanaan audit umum
atas laporan keuangan SNP Finance (Akbar, 2018).
Selain kasus diatas kasus fraud juga terjadi pada perusahaan sektor
perbankan yang bisa dilihat dalam tabel 1.1.
Tabel 1. 1 Berbagai Kasus Fraud
Nama Peusahaan Modus Kecurangan
Lippo Bank
(Indonesia) 2002
Bank Lippo melakukan manipulasi laporan keuangan dengan menerbitkan
laporan keuangan ganda.
https://www.liputan6.com/news/read/51025/pelaku-skandal-lippo-bisa-
dipidana
Bank Century
(Indonesia) 2008
Robert Tantular selaku pemilik melakukan manipulasi laporan keuangan
Bank Century. https://nasional.tempo.co/read/208353/kronologi-aliran-
rp-67-triliun-ke-bank-century
Bank Jateng 2018
cabang Jakarta
Mantan pimpinan cabang Bank Jateng cabang Jakarta menyetujui 3 kredit
proyek yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga membuat
negara merugi sebesar Rp 229 miliar
https://news.detik.com/berita/d-5614770/rugikan-negara-rp-229-m-eks-
pimpinan-bank-jateng-cabang-dki-jadi-tersangka
Bank BJB Syariah
2018
Bank BJB Syariah mencairkan kredit fiktif yang telah merugikan
keuangan negara sebesar Rp 548 miliar. https://nasional.tempo.co/read/1224414/polri-tetapkan-dua-tersangka-
baru-dalam-kasus-korupsi-bjb-syariah/full&view=ok
8
BPR KS BAS
2018
Direktur Utama BPR KS Bali Agung Sedana melakukan pemberian kredit
kepada 54 debitur dengan nilai Rp24,225 miliar yang tidak sesuai prosedur
sehingga menyebabkan pencatatan palsu.
Sumber: https://mediaindonesia.com/ekonomi/157178/ojk-ungkap-
tindak-pidana-perbankan-oleh-bpr-ks-bas
BPR Multi Artha
Mas Sejahtera 2018
Komisaris PT BPR Multi Artha Mas Sejahtera melakukan tindak pidana
perbankan dengan manipulasi laporan keuangan dengan nilai Rp 6,28
miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi
https://www.merdeka.com/uang/ojk-ungkap-kasus-penggelapan-dana-
bpr-multi-artha-mas-sejahtera-di-bekasi.html
Bank Bukopin 2018 PT Bank Bukopin Tbk melakukan manipulasi laporan keuangan melalui
penerbitan kartu kredit fiktif.
https://finance.detik.com/moneter/d3994551/bank-bukopin-permak-
laporan-keuangan-ini-kata-bi dan-ojk
PD BPR Bank
Salatiga (2019)
Dirut PD BPR menjadi terdakwa perkara dugaan korupsi sebesar Rp24 M
lebih. Korupsi terjadi dengan window dressing terkait pemanfaatan dana
nasabah sehingga seolah-olah target laba terpenuhi.
https://jateng.bpk.go.id/dirut-pd-bpr-bank-salatiga-didakwa-korupsi-rp-
24-miliar/
Bank BTN (2020) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memanggil manajemen BTN
terkait dugaan pemolesan laporan keuangan BTN tahun 2018 yakni berupa
penjualan kredit bermasalah perusahaan.
https://keuangan.kontan.co.id/news/ada-dugaan-window-dressing-btn-
dipanggil-dpr
BRI cabang
Pangkalpinang
2020
2 mantan kepala cabang BRI Pangkalpinang ditahan Kejaksaan Tinggi
Kepulauan Bangka Belitung terkait kasus kredit fiktif. jumlah kerugian
negara diperkirakan mencapai Rp 43,4 miliar.
https://regional.kompas.com/read/2021/05/20/115144178/kasus-kredit-
fiktif-rp-43-miliar-2-mantan-pejabat-bank-di-pangkalpinang?page=all.
Penulis : Heru Dahnur
Bank Syariah
Mandiri Sidoarjo
2021
Korupsi terkait pemberian fasilitas pembiayaan PT Bank Syariah Mandiri
Kantor Cabang Sidoarjo kepada PT Hasta Mulya Putra.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/07/21554871/kejagung-tahan-
2-tersangka-kasus-korupsi-bank-syariah-mandiri-sidoarjo?page=all
Dari uraian diatas menunjukkan banyak kasus dan skandal fraud yang
terjadi di dunia maupun di indonesia. Fraud terjadi di berbagai sektor industri,
sektor perbankan menjadi sektor yang paling banyak mengalami kasus fraud. Salah
satu bentuk fraud yang dilakukan perbankan di Indonesia yakni fraudulent financial
reporting. Fraudulent financial reporting merupakan jenis fraud yang paling
merugikan dan menurunkan citra perusahaan. Fraudulent financial reporting
9
penting menjadi perhatian agar tindakan ini dapat dideteksi dan dihilangkan
sehingga laporan keuangan akan dapat dipercaya oleh pemangku kepentingan dan
masyarakat (kusumawardhani, 2013). Tingginya kasus fraud yang menimpa sektor
perbankan dan keuangan membuat peneliti tertarik untuk meneliti sektor ini karena
perbankan merupakan penggerak utama dalam kegiatan ekonomi dimana memiliki
fungsi menghimpun dan menyalurkan dana ke masyarakat.
Menurut Mardiana (2015) financial distress dapat mendeteksi terjadinya
fraudulent financial reporting. Hal ini dikarenakan kondisi keuangan yang buruk
akan memotivasi manajemen untuk melakukan tindakan yang tidak etis untuk
memperbaiki posisi keuangan perusahaan. Pernyataan serupa diangkapkan oleh
Baridwan et al. (2018) bahwa manajemen akan merasakan pressure atau tekanan
untuk melakukan fraudulent financial reporting ketika perusahaan mengalami
financial distress. Selain itu Utami dan Pusparini (2019) juga mengungkapkan
bahwa manajemen akan melakukan berbagai cara untuk menghindari financial
distress termasuk melakukan fraudulant financial reporting. Sejalan dengan hasil
penelitian diatas, Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan bahwa
risiko kecurangan dan integritas meningkat pada masa kesulitan ekonomi, sehingga
perlu dimitigasi karena akan meninggalkan masalah di kemudian hari (Anggraeni,
2021). Penelitian ini menggunakan variabel financial distress sebagai variabel
intervening/mediator. Hal ini dilakukan karena selain menjadi faktor yang
berpengaruh tarhadap fraudulet financial reporting, financial distress juga
dipengaruhi oleh varibel lain. Menurut Widarjo dan Setiawan (2009) financial
target yang diukur dengan ROA memiliki pengaruh negatif secara signifikan
10
terhadap financial distress. Kemudian menurut Revina (2016) dan Chang dan
Hwang (2020) audit quality memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap
financial distress. Selanjutnya menurut Chan et al (2011) dan Chang et al (2009)
change in auditor juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial
distress. Kemuadian independent commisoners juga menjadi faktor yang
berpengaruh signifikan terhadap financial distress (Fadhilah & Syafruddin,
2013). Terakhir menurut Wu et al. (2012) dan Nugrahanti et al. (2020) political
connection memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress.
Menurut Reskino dan Anshori (2016) financial target juga menjadi salah
satu faktor yang dapat mendeteksi terjadinya fraudulent financial reporting.
Perolehan laba perusahaan yang sesuai dengan target memicu perhatian para
investor. Hal ini akan mengakibatkan bereaksinya pihak manajemen perusahaan
untuk melakukan kecurangan. Pihak manajemen perusahaan akan berusaha
mengelola labanya sehingga laporan keuangan disajikan secara tidak wajar. Selain
itu menurut Setiawati dan Baningrum (2018) financial target cenderung membuat
manajer akan lebih ambisius, sehingga cara apapun akan ditempuh untuk
mendapatkan target yang seharusnya meskipun dengan melakukan fraudulent
financial reporting. Kemudian Manurung dan Hadian (2013) juga mengungkapkan
bahwa financial target memliki korelasi yang positif dengan fraudulent financial
reporting.
Menurut Apriliana dan Agustina (2017) faktor lain yang dapat mendeteksi
terjadinya fraudulent financial reporting adalah audit quality. Audit quality
dipandang sebagai kemampuan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan.
11
Auditor di KAP big 4 dipandang memiliki keahlian yang lebih baik sehingga klien
mereka kemungkinan akan menerapkan standar akuntansi dengan benar dan tidak
melakukan fraudulent financial reporting. Auditor berperan sebagai orang yang
mengaudit laporan keuangan perusahaan dan menilai sistem pengawasan internal
perusahaan untuk mencegah terjadinya fraudulent financial reporting (Manurung
& Hadian, 2013). Selain itu, menurut Ardiyani dan Utaminingsih (2015) semakin
besar ukuran KAP yang mengaudit perusahaan maka semakin baik kualitas audit
yang dihasilkan sehingga akan memperkecil kemungkinan terjadinya tindakan
fraudulent financial reporting.
Change in auditor juga menjadi faktor yang dapat mendeteksi terjadinya
fraudulent financial reporting. Change in auditor dilakukan manajemen untuk
menghilangkan jejak fraudulent financial reporting. Change in auditor
menyebabkan auditor baru tidak mengetahui tindakan fraudulent financial
reporting yang dilakukan oleh perusahaan (Pusphita & Yassa, 2018). Selain itu,
menurut Hasnan et al. (2013) perusahaan yang melakukan fraudulent financial
reporting mungkin akan melakukan change in auditor sebelum terungkapnya
skandal. Penelitian yang dilakukan oleh Ozcelik (2020) juga mengungkapkan
bahwa seringnya perusahaan melakukan change in auditor dapat meningkatkan
risiko fraudulent financial reporting.
Faktor lain yang dapat mendeteksi terjadinya fraudulent financial reporting
adalah proporsi independent commisioners (Lestari & Henny, 2019). Keberadaan
dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dapat mencegah manajemen
untuk melakukan fraudulent financial reporting. Independent commissioners
12
berfungsi sebagai penasehat yang memberikan saran dan masukan dalam rangka
pencapain tujuan perusahaan. Riadiani dan Wahyudin (2015) mengungkapkan
independent commissioners memiliki kemampuan melaksanakan fungsi monitoring
agar tercipta tata kelola yang baik. Kemudian Septriyani dan Handayani (2018)
menemukan bahwa proporsi independent commissioners yang sedikit kurang
bekerja secara efektif dan maksimal dalam mengawasi manajemen, sehingga
membuka peluang bagi manajemen untuk melakukan fraudulent financial
reporting. Sedangkan menurut Janrosl dan Lim (2019) semakin tinggi persentase
independent commissioners maka akan semakin meningkatkan terjadinya
fraudulent financial reporting.
Selain faktor-faktor yang telah diuraikan sebelumnya, political connection
juga dapat mendeteksi terjadinya fraudulent financial reporting. Political
connection atau koneksi politik memungkinkan perusahaan mendapatkan
keuntungan dari pemerintah dalam bentuk aturan yang lebih lunak (Correia, 2014).
Menurut Wu et al. (2012) koneksi politik memungkinkan perusahaan bisa
mendapatkan juga dalam bentuk pengurangan pajak. Menurut Tao et al. (2017) dan
Faccio (2006) koneksi politik memungkinkan perusahaan bisa mendapatkan juga
fasilitas yang akan bailed out oleh pemerintah. Chaney et al. (2011) menyatakan
bahwa political connection mendorong adanya fraudulent financial reporting,
dimana perusahaan yang terhubung secara politik dengan sengaja mengungkapkan
informasi berkualitas rendah dalam upaya untuk menyesatkan investor sehingga
orang dalam dapat memperoleh keuntungan. Sedangkan hasil penelitian Wu et al.
(2016) menunjukkan bahwa political connection memainkan peran yang penting
13
dalam mengurangi fraudulent financial reporting. Hasil penelitian Wang et al.
(2017) menemukan bahwa political connection yang terdapat pada perusahaan
dapat melemahkan atau membatasi manajemen untuk melakukan fraudulent
financial reporting..
Penelitian ini adalah pengembangan dari penelitian Apriliana dan Agustina
(2017), dimana penelitian ini menguji pengaruh elemen fraud pentagon terhadap
fraudulent financial reporting. Keterbaruan dari penelitian ini adalah peneliti
menambah variabel financial distress sebagai intervening/mediator dalam menguji
pengaruh elemen fraud pentagon terhadap fraudulent financial reporting. Selain
itu, peneliti menggunakan sampel perusahaan sektor perbankan, sedangkan dalam
penelitian terdahulu menggunakan perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di
BEI. Peneliti mengukur fraudulent financial reporting dengan menggunakan model
F-Score sedangkan penelitian terdahulu mengukur kecurangan laporan keuangan
dengan mengunakan manajemen laba. Peneliti memproksikan elemen pressure
dengan financial target, element opportunity dengan audit quality, elemen
rationalization dengan change in auditor, elemen competency atau capability
diproksikan dengan independent commisioners dan elemen arrogance diproksikan
dengan political connection. Political connection merupakan variabel yang masih
jarang di teliti oleh penelitian-penelitian sebelumnya.
Laporan keuangan menyajikan informasi yang menggambarkan kondisi
suatu perusahaan sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan agar informasi
yang terkandung dalam laporan keuangan dapat dipastikan kebenaran dan
keandalannya, serta bebas dari kesalahsajian material. Jika fraudelent financial
14
reporting dapat dideteksi dan diminimalisasi sejak awal maka keputusan yang
diambil berdasarkan laporan keuangan dapat dikurangi tingkat kesalahanya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini
mengangkat judul “Analisis Determinan Fraudulent Financial Reporting
Dengan Financial Distress Sebagai Variabel Intervening ”.
15
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengindikasi beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Fraudulent financial Reporting merupakan jenis kecurangan yang paling
merugikan diantara kecurangan lainnya.
2. Industri dengan jumlah kasus fraud terbanyak menurut survey ACFE 2020
adalah perbankan dan keuangan.
3. Kondisi financial distress akan memotivasi manajemen untuk
memperbaiki posisi keuangan perusahaan dengan melalukan fraudulent
financial reporting
4. Financial target yang diberikan kepada manajemen akan membuat
manajemen melakukan berbagai cara untuk mencapai target keuangan
tersebut termasuk melakukan fraudulent financial reporting.
5. Rendahnya Audit quality yang dilakukan auditor eksternal dapat memicu
manajemen perusahaan melakukan fraudulent financial reporting.
6. Perusahaan melakukan change in auditor yang mengaudit laporan
keuangannya. sehingga auditor baru tidak mengetahui tindakan fraudulent
financial reporting yang dilakukan oleh perusahaan.
7. Persentase Independent Commisioners yang sedikit akan menyebabkan
tidak efektifnya pengawasan terhadap manajemen sehingga memicu
terjadinya fraudulent financial Reporting.
8. political connection yang dimiliki oleh CEO atau dewan komisaris
membuat perusahaan bisa mendapatkan berbagai fasilitas dari pemerintah.
16
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka pembatasan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini berfokus untuk mendeteksi fraudulent financial reporting
dengan analisis fraud pentagon dengan financial distress sebagai
variabel Intervening.
2. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2017-2020.
3. Penelitian ini menggunakan PLS-SEM dengan bantuan software Smart
PLS dalam menguji model penelitian pengaruh fraud pentagon terhadap
fraudulent financial reporting dengan financial distress sebagai variabel
intervening.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini mempunyai rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah financial target, audit quality, change in auditor, independent
commisioners, dan political conection berpengaruh terhadap financial
distress.
2. Apakah financial target, audit quality, change in auditor, independent
commisioners, dan political conection berpengaruh terhadap pendeteksian
fraudulent financial reporting?
3. Apakah finacial distress berpengaruh terhadap pendeteksian fraudulent
financial reporting?
17
4. Apakah financial distress memediasi pengaruh financial target, audit
quality, change in auditor, independent commisioners, dan political
conection terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh financial target,
audit quality, change in auditor, independent commisioners, dan political
conection terhadap financial distress.
2. Untuk menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh financial target,
audit quality, change in auditor, independent commisioners, dan political
conection terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting.
3. Untuk menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh financial
distress terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting.
4. Untuk menguji secara empiris dan menganalisis apakah financial distress
memediasi pengaruh financial target, audit quality, change in auditor,
independent commisioners, dan political conection terhadap pendeteksian
fraudulent financial reporting.
F. Manfaat Penelitian
Adapun kontribusi dari penelitian ini dilihat dari empat perspektif yaitu
perspektif praktis, perspektif teori, perspektif metodologi dan perspektif
bodyknowledge. Keempat perspektif ini akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.
1. Perspektif Praktis
18
Bagi investor, penelitian ini diharapkan sebagai pengetahuan agar dapat
memberikan perhatian lebih terhadap perusahaan yang melakukan fruadulent
financial reporting agar kesalahan dalam pengambilan keputusan bisa
dihindari.
2. Perspektif Teori
a. Bagi Mahasiswa Jurusan Akuntansi
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan perbandingan
ilmiah mengenai fraudulent financial reporting.
b. Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk memperluas wawasan dan menambah referensi
audit terutama faktor-faktor apa saja yang akan mempengaruhi
terjadinya fraudulent financial reporting.
c. Bagi Peneliti Berikutnya
Berkontribusi pada pengembangan ilmu akuntansi dengan menerapkan
elemen-elemen teori fraud Pentagon dalam bidang akuntansi forensik.
Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
literatur serta bukti tambahan untuk sumber referensi penelitian
selanjutnya tentang fraudulent financial reporting.
3. Perspektif Metodologi
Penelitian ini menggunakan PLS-SEM dengan bantuan software Smart-PLS
untuk menguji model penelitian pengaruh fraud pentagon terhadap
fraudulent financial reporting. Penelitian terdahulu lebih banyak
menggunakan regresi linier menggunakan sofware SPSS.
19
4. Perspektif Body knowledge
Penelitian ini menggunakan F-score dalam pengukuran fraudulent financial
reporting. Penelitian terdahulu lebih banyak menggunakan manajemen laba
sebagai pengukuran fraudulent financial reporting. Selanjunya kontribusi
penelitian ini mengembangkan model penelitan pengaruh fraud pentagon
terhadap fraudulent financial reporting dengan menambahkan variabel
financial distress sebagai mediator.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan membahas tinjauan pustaka yang berkaitan dengan penelitian.
Terdapat beberapa sub bab yaitu pada bagian A menjelaskan tentang teori yang
digunakan dalam penelitian, mulai dari 1) Teori Agensi, 2) Theory planned
behavior, 3) Teori fraud pentagon, dan 4) Gap teori. Selanjutnya pada bagian B
menjelaskan kajian variabel penelitian terkait variabel yang akan diteliti,
diantaranya adalah 1) Fraudulant financial reporting, 2) Financial distress, 3)
Financial target, 4) Audit quality, 5) Change in auditor, 6) Independent
commissioners, 7) Political connection. Kemudian pada bagian C merumuskan
hipotesis penelitian yang terdiri dari 16 hipotesis. Lalu bagian D menguraikan
penelitian sejenis yang berkaitan dengan penelitian. Selanjutnya bagian E
menguraikan research gap dari elemen fraud pentagon dan fraudulent financial
reporting. Terakhir, bagian F menjelaskan kerangka penelitian yang diusulkan
dalam melakukan penelitian ini. Masing-masing sub bab akan dijelaskan dibawah
ini.
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Agensi
Agency theory (teori agensi) diajukan oleh Jensen dan meckling (1976)
menjelaskan bahwa hubungan kontrak yang terjadi antara pemilik selaku prinsipal
dan manajemen selaku agen dalam sebuah organisasi bisnis. Panda dan Leepsa
(2017) mengungkapkan teori keagenan membahas masalah yang muncul di
perusahaan karena pemisahan pemilik dan manajer dan menekankan pada
21
pengurangan masalah ini. Teori ini membantu dalam menerapkan berbagai
mekanisme tata kelola untuk mengontrol tindakan agen di perusahaan yang dimiliki
bersama.
Manajer sebagai seorang yang menjalankan perusahaan harus
mempertanggungjawabkan hasil kinerjanya kepada pemilik. Selain itu menejer
bertanggung jawab secara etis untuk memaksimalkan keuntungan pemilik. pemilik
menginginkan manajemen untuk memperlihatkan laporan keuangan sesuai dengan
kondisi riil perusahaan. akan tetapi kenyataannya selain bertanggung jawab untuk
meningkatkan keuntungan, manajer juga mempunyai kepentingan untuk
memperoleh gaji dan bonus yang tinggi untuk memaksimalkan kesejahteraannya
(Lisa, 2012). Konflik kepentingan tersebut membuat manajemen melakukan
berbagai cara untuk mendapatkan bonus dan gaji yang tinggi dengan memberikan
informasi yang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya kepada
pemilik (Aprilia, 2017).
Eisenhardt (1989) mengungkapkan teori agensi menggunakan tiga asumsi dasar
sifat manusia, yaitu: (1) self interest yaitu manusia pada umumnya mementingkan
diri sendiri; (2) bounded rationality yaitu manusia memiliki daya pikir terbatas
mengenai persepsi masa mendatang; dan (3) risk averse yaitu manusia selalu
menghindari risiko. Ketiga sifat ini menimbulkan masalah keagenan antara
prinsipal dan agen. Selain itu Chowdhury (2004) juga mengungkapkan beberapa
alasan terjadinya masalah keagenan sebagai berikut:
1. Pemisahan Kepemilikan dan pengawasan
22
Pemisahan kepemilikan dari kontrol dalam organisasi besar menyebabkan
hilangnya pemantauan yang tepat oleh pemilik pada manajer, dimana manajer
menggunakan properti bisnis untuk tujuan pribadi mereka untuk
memaksimalkan kesejahteraan mereka.
2. Preferensi Risiko
Pihak-pihak yang terlibat dalam organisasi memiliki persepsi risiko yang
berbeda dan berjuang untuk berdamai dengan keputusan mereka. Konflik ini
muncul antara pemilik dan manajer dan pemilik dan kreditur.
3. Durasi Keterlibatan
Manajer bekerja untuk organisasi untuk jangka waktu terbatas, sedangkan
pemilik adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perusahaan. Oleh karena
itu, agen mencoba memaksimalkan keuntungan mereka dalam masa bakti
mereka yang terbatas dan kemudian pindah ke perusahaan lain.
4. Penghasilan Terbatas
Baik manajer dan kreditur perusahaan adalah pemangku kepentingan yang
signifikan dari perusahaan, tetapi mereka hanya memiliki penghasilan
terbatas karena manajer lebih mendahulukan kompensasi mereka, sementara
kreditur hanya mendapatkan bunga.
5. Asimetri Informasi
Manajer menjalankan perusahaan dan mengetahui semua informasi yang
terkait dengan perusahaan, sementara pemilik bergantung pada manajer untuk
mendapatkan informasi. Jadi informasi tersebut mungkin tidak sampai ke
pemilik semuanya.
23
6. Moral Hazard
Manajer bekerja untuk pemilik dengan itikad baik, di mana pemilik
memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan manajer dalam proyek
berisiko, dimana manajer tidak menyadari risiko yang melekat pada
keputusan investasi yang mereka buat.
Masalah keagenan diatas timbul timbul karena konflik kepentingan antara
agen dan prinsipal. Salah satu masalah keagenan adalah informasi yang
disampaikan oleh agen kepada prinsipal tidak sesuai dengan keadaan perusahaan
yang sesungguhnya yang biasanya disebut dengan asimetry information atau
informasi yang tidak simetri. Informasi yang tidak simetri yang dihasilkan
manajemen tersebut akan menyebabkan prinsipal dan pengguna laporan keuangan
sesat dalam mengambil keputusan.
Jika dikaitkan dengan penelitian ini, adanya perbedaan kepentingan
antara manajemen dan pemilik menyebabkan informasi yang disampaikan oleh
manajemen yang terdapat didalam laporan keuangan perusahaan kepada pemilik
menjadi asimetri. Asimetri informasi berupa manipulasi laporan keuangan atau
fraudulent financial reporting yang dilakukan manajemen. Pemilik dan pemangku
kepentingan lainya menggunakan laporan keuangan sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan. Akibatnya pemilik dan pemangku kepentingan lainya
salah atau sesat dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu dibutuhkan
pencegahan melalui pendeteksian oleh auditor atau supervisor perusahaan untuk
mencegah terjadinya asimetri informasi sehingga pengguna laporan keuangan dapat
mempercayai laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen perusahaan.
24
2. Teori of Planned Behavior
Theory of planned behavior (TPB) dimulai sebagai Theory of Reasoned
Action pada tahun 1980 untuk memprediksi niat individu untuk terlibat dalam
perilaku pada waktu dan tempat tertentu. Niat atau intensi mengindikasikan
seberapa keras seseorang mau mencoba upaya-upaya yang telah direncanakan
untuk mengeksekusinya menjadi suatu perilaku atau tindakan (Ajzen, 1991). Teori
ini dimaksudkan untuk menjelaskan semua perilaku di mana orang memiliki
kemampuan untuk melakukan pengendalian diri. Komponen kunci dari model ini
adalah niat berperilaku. Niat perilaku dipengaruhi oleh sikap tentang kemungkinan
bahwa perilaku akan memiliki hasil yang diharapkan, evaluasi subjektif dari risiko
dan manfaat dari hasil itu.
Gambar 2. 1 Theory Of Planned Behaviour
Sumber : Ajzen (2002)
Adapun penjelasan secara singkat dalam Ajzen (2002) mengenai ketiga
komponen penentu niat dan perilaku tersebut yaitu sebagai berikut:
25
a. Attitude towards The Behavior
Attitude towards the behavior mengacu pada sejauh mana seseorang memiliki
evaluasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dari perilaku yang
menarik. Ini memerlukan pertimbangan hasil dari melakukan perilaku.
b. Subjective Norms
Subjective norms mengacu pada keyakinan tentang apakah kebanyakan orang
menyetujui atau tidak menyetujui perilaku tersebut. Hal ini berkaitan dengan
keyakinan seseorang tentang apakah teman sebaya dan orang-orang penting
bagi orang tersebut berpikir bahwa dia harus terlibat dalam perilaku tersebut.
c. Perceived Behavioral Control
Perceived behavioral control mengacu pada persepsi seseorang tentang
kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku yang diinginkan. Kontrol
perilaku yang dirasakan bervariasi di seluruh situasi dan tindakan, yang
mengakibatkan seseorang memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang
kontrol perilaku tergantung pada situasinya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan theory of planned behavior
menjelaskan niat atau intensi merupakan panduan terbaik untuk dapat memahami
perilaku yang dilakukan oleh individu dan organisasi.
Jika dikaitkan dengan penelitian ini, niat atau intensi dari pihak manajemen
untuk melakukan fraudulent financial reporting dipengaruhi atau timbul dari
pertimbangan seberapa menguntungkan atau tidak menguntungkan melakukan hal
tersebut, apakah kebanyakan orang menyetujui atau tidak menyetujui perilaku
tersebut dan seberapa mudah atau sulit melakukan perilaku tersebut.
26
3. Teori Fraud Pentagon
Pentagon fraud adalah model fraud yang dikembangkan dari model
sebelumnya, yaitu triangle fraud oleh Cressey (1954) dan diamont fraud oleh
Wolfe dan Hermanson (2004). Menurut Cressey (1953) terdapat tiga faktor yang
mendasari adanya fraud yaitu pressure (tekanan), opportunity (kesempatan) dan
rasionalisasi. Kemudian Wolfe dan Hermanson (2004) menambahkan satu lagi
faktor yang mendasari adanya fraud yaitu capability. Selanjutnya Marks (2012)
melakukan pengembangan fraud model dengan menambahkan yang satu lagi faktor
yang mendasari adanya fraud yaitu arrogance. Model ini dikenal dengan The
Crowe’s Fraud Pentagon. Dalam model ini terdapat lima faktor yang mendasari
terjadinya fraud yaitu pressure (tekanan), opportunity (kesempatan), rasionaliztion
(rasionalisasi), capability (kemampuan) dan arrogance. Determinan fraud yang ada
di dalam Crowe’s Fraud Pentagon bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2. 2 Fraud Pentagon
Sumber : (Marks, 2012)
a. Pressure
27
Pressure adalah elemen pertama menurut Cressey (1953) yang
menyebabkan orang melakukan fraud. Pressure yang dirasakan didefinisikan
sebagai motivasi yang mengarahkan pelaku untuk terlibat dalam perilaku yang
tidak etis (Abdullahi & Mansor, 2015). Penting untuk menunjukkan bahwa
pressure yang dirasakan dapat terjadi pada semua karyawan di setiap tingkat
organisasi dan dapat terjadi karena berbagai alasan (Albrecht et al., 2008).
Meskipun seorang individu mungkin menunjukkan motif yang berbeda,
beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penipuan sering terjadi sebagai
respons terhadap tekanan ekonomi, dan sebagian besar tekanan melibatkan
kebutuhan finansial seperti keserakahan, hidup di luar kemampuan, pengeluaran
besar atau hutang pribadi, kredit buruk, kerugian finansial pribadi, dan
ketidakmampuan untuk memenuhi perkiraan keuangan (Skousen et al., 2009).
Secara khusus menurut Albrecht et al. (2008) sekitar 95% dari semua kasus
penipuan dipengaruhi oleh pressure. Menurut SAS 99 Salah satu kondisi umum
yang dapat mengakibatkan pressure adalah financial target.
b. Opportunity
Opportunity atau peluang adalah elemen kedua menurut Cressey (1953)
yang menyebabkan terjadinya fraud. Peluang yang ada dalam organisasi
berdampak besar terhadap keputusan individu untuk melakukan fraud
(Mansor, 2015). Konsep peluang yang dirasakan menunjukkan bahwa orang
akan mengambil keuntungan dari keadaan yang memungkinkan bagi mereka
(Kelly & Hartley, 2010). Jika individu yang rentan merasakan peluang karena
28
kurang atau tidak efisiennya pengendalian perusahaan dan memiliki
kemampuan atau kekuatan untuk memanfaatkan peluang ini, individu tersebut
dapat melakukan fraud (Mansor, 2015).
Peluang yang dirasakan mirip dengan tekanan. Peluang tidak harus nyata,
pelaku hanya perlu percaya atau merasakan bahwa peluang itu ada untuk
melakukan tindakan curang (Albrecht et al., 2008). Faktor individu seperti
kebutuhan finansial dan masalah pribadi adalah variabel yang tidak dapat
dikendalikan oleh bisnis, oleh karena itu mereka hanya dapat memutuskan
bagaimana bereaksi terhadap faktor-faktor ini melalui penggunaan
pengendalian yang tidak efektif atau lemah (Rae & Subramaniam, 2008). Jika
ada pembagian pekerjaan yang tidak memadai, pengendalian internal yang
lemah, audit yang tidak teratur, dan sejenisnya, maka kondisi tersebut akan
menguntungkan bagi karyawan untuk melakukan fraud (Abdullahi & Mansor,
2015). Menurut SAS 99 salah satu kondisi umum terjadinya fraudulent
financial reporting adalah karena adanya peluang disebabkan pengawasan
yang tidak efektif berupa audit quality yang rendah.
c. Rationalization
Rasionalisasi adalah elemen ketiga menurut Cressey (1953) yang
menyebabkan terjadinya fraud. Suatu sikap atau rasionalisasi yang dapat
diterima secara moral perlu terjadi sebelum perilaku curang muncul. Penting
untuk diketahui bahwa pelaku penipuan terkadang tidak memandang tindakan
mereka sebagai tindakan yang tidak etis; mereka hanya membenarkan tindakan
29
mereka sebagai etis sebelum penipuan terjadi (Mansor, (2015). Rasionalisasi
memungkinkan penipu untuk melihat tindakan ilegalnya sebagai hal yang
dapat diterima.
Menurut Albrecht et al. (2008) jika seseorang tidak dapat membenarkan
tindakan yang tidak etis, kecil kemungkinan dia akan terlibat dalam penipuan.
Orang itu bagaimanapun dapat merasionalisasi tindakan tersebut dengan cara
yang berbeda menggunakan berbagai pembenaran. beberapa contoh bentuk
pembenara menurut Cressey (1954) sebagai berikut: "Saya hanya meminjam,"
"Organisasi mampu membelinya," "Saya pantas mendapatkan bonus atau
kenaikan gaji tetapi tidak mendapatkannya," "Semua orang menjadi kaya, jadi
mengapa saya tidak?" dan “Ini bukan masalah serius”.
d. Capability
Capability yang terdapat didalam fraud diamond yaitu kemampuan
karyawan dalam menembus pengendalian internal perusahaan, membuat
strategi persembunyian yang bagus agar perilaku tidak dapat diketahui, dan
juga kemampuan untuk mempengaruhi kondisi sosial demi mendapatkan
keuntungan untuk dirinya sendiri. Menurut Wolfe dan Hermanson (2004)
fraud tidak akan terjadi tanpa orang dengan capability (kemampuan) yang tepat
untuk melakukannya. Dalam melakukan fraud seseorang harus memiliki
kemampuan untuk melihat celah atau peluang untuk melakukan fraud dan
memanfaatkannya. Jadi fraud terjadi karena adanya kesempatan untuk
30
melakukannya, tekanan dan rasionalisasi yang membuat orang mau
melakukanya dan kemampuan yang mampu mewujudkannya.
Posisi atau fungsi seseorang dalam perusahaan dapat memberinya
kemampuan untuk menciptakan atau memanfaatkan peluang untuk melakukan
penipuan yang tidak diketahui orang lain. Menurut Wolfe dan Hermanson
(2004) orang yang melakukan fraud memiliki capability atau kemampuan yang
diperlukan untuk menjadi orang yang tepat untuk melakukannya, dan penipu
telah mengenali peluang penipuan khusus ini dan dapat mengubahnya menjadi
kenyataan. Wolfe dan Hermanson (2004) mengidentifikasi ciri-ciri penting
yang dapat diamati terkait dengan kapasitas individu untuk melakukan
penipuan. Ancaman tersebut meliputi:
1) Posisi atau fungsi otoritatif dalam organisasi; misalnya, CEO mungkin
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan melanggengkan penipuan
karena posisinya dalam organisasi;
2) Kecerdasan untuk memanfaatkan kelemahan sistem akuntansi dan
pengendalian internal untuk keuntungan terbesar dan memiliki
kemampuan untuk memahami cara kerja sistem;
3) Ego dan keyakinan bahwa perilaku curang tidak akan terdeteksi, yang akan
berdampak pada proses pengambilan keputusan mereka; dengan demikian,
semakin yakin mereka, semakin besar kemungkinan mereka akan
melakukan penipuan; dan
4) Kemampuan untuk mengatasi stres secara efektif karena risiko tertangkap
dan mengelola penipuan dalam jangka waktu yang lama. Orang itu juga
31
harus berbohong secara efektif dan konsisten untuk menghindari deteksi
dan bahkan mungkin harus membujuk orang lain untuk percaya bahwa
penipuan tidak terjadi.
e. Arrogance
Arrogance yang menjadi tambahan didalam model fraud pentagon dapat
diartikan keserakahan atau kurangnya nurani atau sikap superioritas yang
terdapat dalam diri pelaku fraud yang meyakini pengendalian internal
perusahaan tidak akan berlaku terhadap mereka (Marks, 2012). Sedangkan
Aprilia (2017) mengatakan bahwa arrogance merupakan sifat angkuh atau
sombong yang mengakibatkan orang merasa dia mampu untuk melakukan
fraud. Hal ini muncul karena besarnya self interest orang tersebut yang
kemudian bisa menimbulkan kepercayaan bahwasanya fraud yang dia lakukan
tidak akan mungkin terdeteksi, dan juga keyakinan bahwa dia tidak akan
mendapatkan sangsi atas perbuatannya. Oleh karena itu bisa disimpulkan
bahwasanya arrogance adalah sifat angkuh yang dimiliki pelaku fraud karena
adanya jabatan, kemampuan dan keterampilan yang membuat pelaku fraud
merasa dirinya mampu melakukan fraud tersebut dan merasa dia akan kebal
terhadap hukum yang berlaku.
4. Mengisi Gap Teori
Berdasarkan penjelasan teori diatas maka penelitian ini mengaitkan teori agensi,
teori planned of behavior dan teori fraud pentagon dengan penjelasan sebagai
berikut:
32
Teori agensi menerangkan adanya konflik kepentingan yang terjadi antara
manajemen dan pemilik. Manajemen memiliki kepentingan untuk meningkatkan
kesejahteraannya dengan memperoleh pendapatan dan bonus yang tinggi.
Sedangkan pemilik menginginkan informasi yang disampaikan oleh manajemen
tentang perusahaan merupakan informasi yang sebenarnya. Manajemen selaku
pihak yang menjalankan perusahaan tentu lebih mengetahui kondisi perusahaan
dari pada prinsipal atau pemilik. Akibat manajemen ingin meningkatkan
pendapatan dan bonus yang diterimanya kadangkala manajemen melaporkan
informasi yang tidak sebenarnya yang terdapat didalam laporan keuangan kepada
pemilik sehingga menyebabkan terjadinya asimetri informasi. Asimetri informasi
berupa manipulasi laporan keuangan atau fraudulent financial reporting yang
dilakukan manajemen. Padahal pemilik dan pemangku kepentingan lainya
menggunakan laporan keuangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
Akibatnya pemilik dan pemangku kepentingan lainya salah atau sesat dalam
mengambil keputusan.
Untuk menganalisis kenapa manajemen perusahaan melakukan fraudulent
financial reporting tersebut digunakan teori planneed of behavior dan teori fraud
pentagon. Menurut teori planned of behavior prilaku manajemen yang melakukan
fraudulent financial reporting dilatar belakangi oleh niat. niat atau intensi timbul
atau disebabkan oleh 3 hal, pertama Attitude towards the behavior atau
pertimbangan seberapa menguntungkan dan tidak menguntungkan melakukan hal
tersebut. Kedua subjective norms atau apakah kebanyakan orang menyetujui atau
tidak menyetujui perilaku tersebut. Hal ini berkaitan dengan keyakinan seseorang
33
tentang apakah teman sebaya dan orang-orang penting bagi orang tersebut berpikir
bahwa dia harus terlibat dalam perilaku tersebut. Ketiga Perceived behavioral
control atau seberapa mudah atau sulit melakukan perilaku tersebut. Sedangkan
menurut teori fraud pentagon manajemen melakukan fraudulent financial
reporting, disebabkan oleh lima faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain, pressure
atau tekanan, opportunity atau kesempatann rationalization atau rasionalisasi,
copability atau kemampuan dan arrogance atau sombong
B. Usulan Variabel Penelitian
Dalam subbab ini akan menjelaskan variabel yang diusulkan untuk diteliti,
diantaranya adalah 1)Fraudulent financial reporting, 2) Financial distress,
3)Financial target, 4)Audit quality, 5) Change in auditor, 6) Independent
commisioners, dan 7) Political connection.
1. Fraudulent Financial Reporting
Fraudulent financial reporting didefinisikan oleh ACFE (2020) sebagai
kesalahan penyajian yang disengaja atas kondisi keuangan perusahaan melalui
salah saji yang disengaja atau penghapusan jumlah pengungkapan dalam laporan
keuangan untuk menipu pengguna laporan keuangan. Sedang menurut Manurung
dan Hadian (2015) fraudulent financial reporting adalah suatu kesengajaan atau
kelalaian dalam pelaporan laporan keuangan dimana laporan keuangan tersebut
disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. SAS no 99
menyatakan bahwa fraudulent financial reporting dapat dikaitkan dengan hal-hal
berikut:
34
a. Manipulasi, pemalsuan dan pengubahan data akuntansi atau dokumen
pendukung dari penyediaan laporan keuangan.
b. Kesalahan pencatatan yang disengaja dari peristiwa, transaksi atau
informasi penting lainnya dalam laporan keuangan.
c. Kesalahan yang disengaja dalam penggunaan prinsip akuntansi untuk
jumlah, klasifikasi, metode penyampaian atau pengungkapan.
Penelitian ini menggunakan model F-score yang dikembangkan oleh Dechow
et al. (2011) untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan (financial statement
fraud). Cara menghitung model F-score untuk memprediksi kecurangan laporan
keuangan adalah sebagai berikut:
F-Score = RSSTAccrual + Financial Performance
a. Kualitas Akrual
Kualitas akrual (Quality Acrual) diproksikan dengan RSST Accrual,
yang dihitung dengan rumus berikut :
RSST Accrual = (ΔWC + ΔNCO + ΔFIN ) / ATS
Dimana :
WC (Working Capital) = (Current Assets –Current Liability)
NCO (Non Current Operating Accrual) = (Total Assets –
Current Assets – Invesment and Advances) – (Total Liabilities –
Current Liabilities – Long Term Debt)
FIN (Financial Accrual ) = Total Investment – Total Liabilities
35
ATS (Average Total Assets) = (Beginning Total Assets + End
Total Assets)
b. Kinerja Keuangan (Financial Performance)
Kinerja keuangan (Financial Performance) diproksikan dengan
perubahan piutang, perubahan persediaan, perubahan penjualan tunai,
dan perubahan pada Earnings Before Interest And Tax (EBIT).
Financial Performance = Change in Receivable + Change in
Inventories + Change in Cash Sales + Change in Earnings
Dimana :
Change in receivables = Δ Receivables / ATS
Change in inventories = Δ Inventories /ATS
Change in cash sales = Δ Sales/ Sales (t) - Receivables/ Receivables
(t)
Change in earning = Earnings(t) / ATS(t) - Earnings (t-1) / ATS (t-
1)
Penelitian terdahulu masih didominasi oleh model analisis fraud triangle seperti
penelitian Reskino dan Anshori (2016), Lokanan dan Sharma (2018), Manurung
dan Hadian (2013) dan Puspitaningrum et al (2019). Selanjunya berkembang ke
fraud diamond seperti penelitian Ozcelik (2020) dan Annisya et al (2016). Selain
itu pengukuran fraudulent financial reporting pada penelitian terdahulu masih
didominasi dengan menggunakan earning manajemen. Masih sedikit literatur yang
36
menganalisis fraudulent financial reporting dengan menggunakan fraud pentagon
dan mengukur fraudulent financial reporting dengan menggunakan f-score.
2. Financial Distress
Financial distress atau kesulitan keuangan didefinisikan sebagai penurunan
kondisi keuangan yang dialami bisnis sebelum kebangkrutan atau likuidasi.
Perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan terlebih dahulu sebelum bangkrut.
Hal ini dapat terjadi ketika penjualan perusahaan menurun sehingga keuntungan
yang diperoleh dari operasi perusahaan juga berkurang. Dalam hal ini, pendapatan
penjualan tidak dapat dibandingkan dengan pembayaran hutang perusahaan.
penyebabnya bisa juga karena manajemen strategis yang kurang baik oleh
manajemen senior (Piatt & Piatt, 2002).
Altman dan Hotchkiss (2005) dalam bukunya membagi finansial distress
kedalam beberapa macam keadaan perusahaan yaitu sebagai berikut:
a. Economic failure
Economic failure adalah keadaan dimana jika perusahaan
mengalami beberapa karakteristik yaitu pertama pendapatan perusahaan
tidak bisa menutupi total biaya perusahaan termasuk cost of capitalnya.
kedua kelangsungan perusahaan tergantung kepada kebersediaan kreditur
untuk menyediakan modal, dan yang ketiga pemegang saham perusahaan
mau menerima tingkat rate of return atau tingkat pengembalian dibawah
pasar. Perusahaan yang berada dalam kondisi economic failure bisa
melanjutkan usahanya dengan syarat para kreditor dan investor perusahaan
37
mau menambahkan porsi modal mereka dengan return atau tingkat
pengembalian dibawah tingkat bunga pasar yang berlaku.
b. Bussines Failure
Perusahaan mengalami kegagalan dalam berbisnis jika profitabilitas
perusahaan negatif yaitu ketika perusahaan terus beroperasi dengan
kerugian. Ini akan berdampak pada nilai pasar perusahaan yang akan
menurun. Jika perusahaan tidak bisa mendapatkan return atau pengembalian
yang lebih tinggi atas biaya modal yang dikeluarkan dari perusahaan maka
perusahaan gagal dalam berbisnis.
c. Indefault
Perusahaan dapat dikatakan sedang dalam keadaan in default jika
perjanjian waktu pembayaran hutang perusahaan tersebut dilanggar.
Tedapat 2 macam istilah dalam keadaan ini, yaitu pertama technical default
adalah keadaan ketika debitur melanggar perjanjian utang. Dan yang kedua
adalah payment default yaitu keadaan dimana perusahaan gagal dalam
membayar hutang pokok dan bunganya kepada kreditur.
d. Insolvent
Perusahaan dapat dikatakan sedang mengalami insolvent ketika
tidak mampu membayar hutang lancarnya dikarenakan tingkat likuiditas
perusahaan yang rendah atau tidak mampu meraih laba bersih atau
mengalami kerugian. Terdapat 2 macam istilah dalam keadaan ini yaitu
pertama technical insolvency yaitu keadaan ketika kas yang tersedia tidak
38
mampu membayar hutangnya yang jatuh tempo. Istilah kedua adalah
bankruptcy insolvency yaitu keadaan ketika nilai perusahaan bernilai negatif
karena nilai buku hutang perusahaan lebih besar daripada nilai pasar jumlah
asetnya.
e. Bankrupcy
Perusahaan dapat dikatakan sedang mengalami bankrupcy modal
yang dimiliki perusahaan mempunyai nilai negatif, hal ini menunjukkan
bahwa klaim kreditur tidak dapat terpenuhi kecuali semua aset perusahaan
dijual.
Model pengukuran yang digunakan untuk menghitung risiko finansial
distress pada penelitian ini adalah menggunakan model Altman Z-Score
modifikasi. Model ini digunakan untuk perusahaan sektor jasa sehingga menurut
Jan & Marimuthu (2016) model ini adalah model yang tepat digunakan karena
sektor perbankan termasuk dalam kategori perusahaan jasa. Menurut Altman
(2000) model persamaan Z Score modifikasi untuk menghitung potensi
kebangkrutan adalah sebagai berikut:
Z = 6,56 (X1) + 3,26 (X2) + 6,72 (X3) + 1,05 (X4)
Dimana :
Z = Bankrupy index
X1 = Working Capital / Total Asset
39
X2 = Retained Earning / Total Asset
X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Asset
X4 = Book Value of Equity / Book Value of Debt
Penelitian yang menguji pengaruh langsung financial distress terhadap
fraudulent financial reporting sudah banyak dilakukan seperti penelitian Ghazali et
al. (2015), Utami dan Pusparini (2019), Damayanti dan Kawedar (2018)dan
Mardiana (2015). Kemudian beberapa penelitian terbaru menggunakan variabel
financial distress sebagai variabel mediator dalam hubungan variabel independen
dengan dependen seperti penelitian (Nugroho et al., 2018). Penelitian ini
mengembangkan penggunaan financial distress sebagai variabel intervening
dengan menambahkan variabel change in auditor, independent commisioners dan
political connection sebagai variabel independen.
3. Financial Target
Financial target merupakan proksi dari elemen pressure dalam fraud pentagon.
Financial target atau target keuangan merupakan salah satu target dari sebuah
perusahaan mengenai kinerja keuangan misalnya laba atas usaha yang ingin dicapai
dalam perusahaan tersebut. Target laba yang ditetapkan oleh perusahaan inilah yang
dinamakan financial target. Pada kondisi ini manajer mempunyai risiko yang tinggi
terhadap target keuangan yang telah ditentukan oleh perusahaan, sehingga
kinerjanya harus selalu ditingkatkan agar target tersebut dapat tercapai.
40
Untuk memperlihatkan performa yang baik manajemen dituntut untuk selalu
memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan demi mencapai target keuangan
yang telah direncanakan sebelumnya. Target yang ingin dicapai biasanya berkaitan
dengan target profitabilitas, dengan adanya target tersebut tentunya akan
memberikan tekanan bagi manajemen untuk bekerja keras untuk mencapainya
(Darmawan & Oktoria, 2017). Perusahaan dengan profitabilitas yang rendah
cenderung mencatat pendapatan yang berlebihan atau mencatat beban yang terlalu
rendah..
Financial target dalam penelitian ini diproksikan dengan return on assets
(ROA). ROA dapat menunjukkan seberapa besar tingkat pengembalian dari aset
yang dimiliki oleh perusahaan. ROA merupakan bagian dari rasio profitabilitas
dalam analisis laporan keuangan atau pengukuran kinerja perusahaan. ROA
digunakan sebagai proksi karena diperoleh dari laba bersih yang merupakan target
keuangan dari manajemen yang dibandingkan dengan total aset sebagai dana
kelolaan manajemen (Reskino & Anshori, 2016). ROA sering digunakan dalam
menilai kinerja manajer, dalam memutuskan bonus, dan kenaikan upah (Skousen et
al., 2009). ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang ada di dalam
perusahaan tersebut.
Pengukuran financial target dengan ROA dalam penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yaitu Setiawati & Baningrum (2018), Manurung & Hadian,
(2013), Reskino & Anshori (2016) dan Skousen et al. (2009). Selain itu karena
pada penelitian ini perusahaan yang digunakan untuk sampel merupakan
41
perusahaan Perbankan yang mempunyai hubungan dominan dengan pengelolaan
aset dalam operasi perusahaannya. ROA dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
ROA = Net Income / Total Asset
Penelitian terdahulu yang menguji pengaruh langsung antara financial terget yang
diukur dengan ROA terhadap fraudulent financial reporting sudah banyak
dilakukan seperti penelitian Setiawati dan Baningrum (2018), Akbar (2017),
Reskino dan Anshori (2016), Harto (2016) dan Apriliana dan Agustina (2017).
Namun penelitian yang menguji pengaruh tidak langsung antara financial target
dengan fraudulent financial reporting dengan menambahkan variabel intervening
masih sedikit dilakukan.
4. Audit quality
Audit quality merupakan proksi elemen opportunity dalam fraud pentagon.
Audit quality atau kualitas auditor adalah kualitas auditor eksternal yang mengaudit
perusahaan. tingkat kualitas auditor dalam penelitian ini ditentukan dengan apakah
perusahaan diaudit oleh KAP yang termasuk atau tergolong dalam Big 4 accounting
firm atau tidak. Ini dikarenakan menurut penelitian yang dilakukan Lennox dan
Pittman (2010) menunjukkan bahwa auditor eksternal pada perusahaan audit big
four memiliki kemampuan lebih untuk mendeteksi kecurangan dibandingkan
dengan perusahaan non big four.
Audit merupakan elemen atau bagian yang penting yang dapat meningkatkan
kredibilitas informasi keuangan dan menciptakan tata kelola perusahaan yang lebih
42
baik (Darmawan & Oktoria, 2017). Masalah agensi yang terkait dengan pemisahan
kepemilikan dan kontrol dan asimetri informasi antara manajemen dan pemilik
yang menciptakan permintaan untuk audit eksternal. Auditor eksternal bertanggung
jawab untuk memverifikasi bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai
dengan GAAP dan bahwa pernyataan ini mencerminkan kondisi ekonomi
'sebenarnya' dan hasil operasi entitas. Selain itu, auditor ekternal juga menilai
pengendalian internal perusahaan apakah sudah berjalan efektif.
DeAngelo (1981) dalam Mardiana (2015) mengemukakan bahwa kualitas
audit meningkat dengan ukuran perusahaan karena perusahaan memiliki
kemampuan untuk menjadi besar untuk mengkhususkan dan berinovasi melalui
teknologi yang meningkatkan kemungkinan kantor akuntan publik besar untuk
menemukan pelanggaran dalam sistem akuntansi perusahaan. Adanya sumber daya
dan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh auditor dengan skala yang besar,
maka auditor akan mampu mendeteksi dan mengoreksi kesalahan pelaporan
keuangan perusahaan.
Pengukuran audit quality dalam penelitian ini merujuk kepada penelitian
sebelumnya diantaranya Aprilia (2017), Harto (2016), Apriliana dan Agustina
(2017), Utami dan Pusparini (2019) yaitu menggunakan variabel dummy, kode 1
untuk perusahaan yang menggunakan KAP big four dan kode 0 untuk perusahaan
yang menggunakan KAP non big four.
Penelitian terdahulu yang menguji pengaruh langsung antara audit quality atau
kualitas audit terhadap fraudulent financial reporting sudah banyak dilakukan
seperti penelitian Lin dan Hwang (2010) Chen et al. (2011), Harto (2016) dan
43
Apriliana dan Agustina (2017). Namun penelitian yang menguji pengaruh tidak
langsung antara audit quality dengan fraudulent financial reporting dengan
menambahkan variabel intervening masih jarang dilakukan.
5. Change in Auditor
Change in auditor merupakan proksi dari elemen rationalization dalam fraud
pentagon. Change in auditor atau Pergantian auditor adalah suatu tindakan
pengambilan keputusan yang direncanakan oleh perusahaan untuk mengganti
auditor atau KAP yang mengaudit perusahaan mereka. Auditor merupakan
komponen penting yang harus menjadi pemeriksa dalam laporan keuangan.
Pergantian auditor merupakan cara untuk mengurangi kemungkinan pendeteksian
fraudulent financial reporting oleh pihak auditor (Yesiariani & Rahayu, 2017).
Dalam SAS no 99 menyatakan bahwa pengaruh adanya pergantian auditor
dalam perusahaan dapat menjadi indikasi terjadinya fraud. Auditor yang lama
mungkin lebih dapat mendeteksi segala kemungkinan kecurangan yang dilakukan
oleh manajemen, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Namun, dengan
adanya pergantian auditor maka kemungkinan terjadinya fraud akan semakin
meningkat.
Mengacu terhadap penelitian Apriliana dan Agustina (2017), Ozcelik (2020)
Pusphita dan Yassa (2018) pergantian auditor diukur dengan variabel dummy
dimana apabila terdapat perubahan Kantor Akuntan Publik selama periode 2018-
2020 maka diberi kode 1, sebaliknya apabila tidak terdapat perubahan kantor
akuntan publik selama periode tersebut maka diberi kode 0.
44
Penelitian terdahulu yang menguji pengaruh langsung antara change in auditor
atau pergantian auditor terhadap fraudulent financial reporting sudah banyak
dilakukan seperti penelitian Utami dan Pusparini (2019), Ozcelik (2020), Apriliana
dan Agustina (2017) dan Pusphita dan Yassa, 2018). Namun penelitian yang
menguji pengaruh tidak langsung antara change in auditor dengan fraudulent
financial reporting dengan menambahkan variabel intervening masih jarang
dilakukan.
6. Independent Commisioners
Independent commisiners merupakan proksi dari elemen capabiliy dalam
fraud pentagon. Independent commisiners atau dewan komisaris independen
merupakan komisaris yang berasal dari luar perusahaan atau tidak berafiliasi
dengan pihak pemegang saham perusahaan. Semakin banyak dewan komisaris
dalam perusahaan menjadikan pengawasan menjadi lebih efektif. Aprilia (2017)
menyatakan bahwa dengan menempatkan sejumlah dewan komisaris independen di
dalam perusahaan dapat menciptakan pengawasan yang independen. Mekanisme
pengawasan dapat meminimalisir terjadinya fraud (Indarto & Ghozali, 2016).
Terjadinya praktik kecurangan atau fraud merupakan salah satu dampak dari
kapasitas pengawasan atau monitoring yang lemah sehingga memberi kesempatan
kepada agen atau manajer untuk berperilaku menyimpang dengan melakukan
manajemen laba (Beasley, 1996). Praktik kecurangan atau fraud dapat
diminimalkan salah satunya dengan meningkatkan kapasitas pengawasan yang
baik. Dewan komisaris bertugas untuk menjamin terlaksananya strategi perusahaan,
45
mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan
terlaksananya akuntabilitas (Sihombing & Rahardjo, 2014).
Berdasarkan peraturan OJK No.33/POJK/04/2014 jumlah dewan komisaris
independen dalam suatu perusahaan terdiri paling kurang 30% dari jumlah seluruh
dewan komisaris. Sedangkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 telah
mengatur mengenai proporsi dewan komisaris independen paling sedikit 50% dari
jumlah anggota dewan. Proporsi komisaris diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang efektif terhadap hasil kualitas proses pelaporan keuangan
perusahaan atau menghindari kecurangan manipulasi laporan keuangan.
Pengukuran elemen capability dapat menggunakan berbagai indikator. Salah
satu indikator yang digunakan oleh beberapa penelitian sebelumnya diantaranya (T.
Akbar, 2017) dan (Indarto & Ghozali, 2016) yaitu menggunakan proporsi jumlah
dewan komisaris independen terhadap jumlah dewan komisaris dalam perusahaan.
Adapun perhitungannya sebagai berikut:
𝐵𝐷𝑂𝑈𝑇 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛 / 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛
𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠
Penelitian terdahulu dinominasi oleh penelitian yang menguji pengaruh
langsung antara independen board terhadap fraudulent financial reporting seperti
penelitian Nindito (2018), Manurung dan Hadian (2013) Donelson et al. (2016),
Kamarudin et al. (2014) Skousen et al. (2009). Namun penelitian yang menguji
pengaruh tidak langsung antara independent board terhadap fraudulent financial
reporting dengan menambahkan variabel intervening masih jarang dilakukan.
46
7. Political Connection
Political Connection merupakan proksi dari elemen arrogance dalam fraud
pentagon. Political Connection atau hubungan politik adalah hubungan yang
dimiliki perusahaan yang dapat membantunya mendapatkan apa yang
diinginkannya. Perusahaan dengan ikatan politik dapat memperoleh beberapa
keuntungan, yang dapat digunakan untuk keuntungan pribadi, atau mereka dapat
melakukan tindakan kolusi.
Perusahaan yang terhubung secara politik didefinisikan sebagai perusahaan
yang dimiliki dan dikendalikan oleh pemegang saham mayoritas dan eksekutif
manajemen puncak di dewan yang memiliki hubungan dengan pejabat atau partai
politik. Pendukung teori keagenan menggambarkan manajer dari perusahaan yang
terhubung secara politik sebagai aktor yang mementingkan diri sendiri,
menghindari risiko, rasional yang mencoba mengerahkan lebih sedikit upaya dan
memproyeksikan kemampuan dan keterampilan yang lebih tinggi daripada yang
sebenarnya mereka miliki. Hubungan dengan politisi memberi perusahaan akses
istimewa ke kontrak dan subsidi pemerintah, pinjaman darurat, dana talangan
preferensial, dan hambatan persaingan (Yen, 2013).
Seorang direksi yang juga seorang politisi atau terafiliasi dengan politik akan
memiliki banyak koneksi dan hal ini dapat membantu kelancaran bisnis perusahaan.
Dengan koneksi yang dimilikinya, tentunya hal ini akan menumbuhkan sifat
angkuh atau sombong dalam diri direksi tersebut. Sifat angkuh tersebut akan
membuat direksi menghalalkan segala macam cara untuk menutupi kecurangan
yang dilakukannya dan memanfaatkan koneksinya yang luas. Dalam hal berbuat
47
curang direksi tersebut akan berpikir bahwa ia merupakan salah satu orang penting
yang menunjang kelancaran bisnis perusahaan (Aprilia, 2017). Menurut Nindito
(2018) direksi yang juga seorang politisi atau terafiliasi dengan politik memiliki
sifat yang menunjukkan rasa superioritas dan kurangnya kesadaran yang timbul dari
pemikirannya bahwa pengendalian internal perusahaan tidak berlaku untuk mereka
secara pribadi.
Pengukuran variabel koneksi politik menggunakan variabel dummy yang
menunjukkan apakah koneksi politik hadir dalam suatu organisasi atau tidak (Yen,
2013). Dalam penelitian ini, variabel political connection diberi kode 1 jika sebuah
perusahaan memiliki CEO atau dewan komisaris memiliki koneksi politik, jika
tidak maka diberi kode 0.
Penelitian terdahulu dinominasi oleh penelitian yang menguji pengaruh
langsung antara political connection terhadap fraudulent financial reporting seperti
penelitian Nindito (2018), Wang et al. (2017), Wu et al. (2016), Aprilia (2017) dan
Yen (2013). Namun penelitian yang menguji pengaruh tidak langsung antara
political connection terhadap fraudulent financial reporting dengan menambahkan
variabel intervening masih jarang dilakukan.
C. Pengembangan Hipotesis
1. Financial Target dengan Financial Distress
Financial target dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan return on
asset. Penelitian Ilman et al. (2009) menemukan bahwa financial target yang
diproksikan dengan rasio profitabilitas yaitu ROA berpengaruh terhadap financial
distress. Kemudian penelitian Hapsari (2018) menemukan financial target yang
48
diproksikan dengan return on asset (ROA) berpengaruh negatif terhadap financial
distress. Hasil penelitian dari Widarjo dan Setiawan (2009) menemukan financial
target yang diukur dengan ROA berpengaruh negatif terhadap financial distress.
Hal ini menunjukkan terdapat efisiensi dan efektivitas penggunaan aset oleh
perusahaan, karena rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan berdasarkan penggunaan aset. Efektifnya penggunaan
aset perusahaan maka biaya yang dikeluarkan perusahaan akan berkurang,
sehingga perusahaan akan merealisasikan penghematan dan memiliki dana yang
cukup untuk menjalankan usahanya. Dengan dana yang cukup maka kecil
kemungkinannya perusahaan mengalami financial distress. Penelitian Siregar
dan Fauzie (2014) dan Geng et al. (2015) juga menemukan bahwa terdapat
pengaruh profitabilitas yang diukur dengan ROA dengan financial distress.
Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah:
H1 : Financial target berpengaruh negatif secara signifikan terhadap financial
distress.
2. Audit Quality dengan Financial Distress
Audit merupakan elemen atau bagian yang menciptakan dan meningkatkan
kredibilitas informasi keuangan dan menciptakan tata kelola perusahaan yang
lebih baik (Darmawan & Oktoria, 2017). Audit eksternal yang dilakukan sesuai
dengan standar audit yang berkualitas tinggi dapat mendorong penerapan standar
akuntansi oleh entitas pelapor dan membantu memastikan bahwa laporan
49
keuangan mereka dapat diandalkan, transparan, dan bermanfaat. Audit yang baik
dapat membantu memperkuat tata kelola perusahaan yang kuat, manajemen
risiko, dan pengendalian internal di perusahaan, sehingga berkontribusi pada
kinerja keuangan.
Deangelo (1981) mengemukakan bahwa audit quality meningkat seiring
dengan ukuran kap. kap yang besar akan berinovasi dengan teknologi yang dapat
meningkatkan kemungkinan kantor akuntan publik besar untuk menemukan
pelanggaran dalam sistem akuntansi perusahaan. Lu dan Ma (2016)
menunjukkan bahwa audit quality yang lebih baik dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya financial distress. Temuan ini menunjukkan bahwa audit
quality di perusahaan Cina memiliki hubungan erat dengan kondisi keuangan
sehingga penting bagi perusahaan Cina terutama perusahaan dengan pertumbuhan
tinggi dan perusahaan milik negara untuk memiliki audit quality yang lebih baik
agar dapat mengatasi masalah keuangan.
Hasil penelitian Revina (2016) menemukan audit quality memiliki peran
penting dalam memitigasi financial distress pada perusahaan transportasi. Audit
quality yang baik akan menemukan kesalahan atau salah saji atau bahkan
penyimpangan dalam penyajian pelaporan keuangan. Auditor bertugas untuk
memastikan penyajian pelaporan keuangan yang akurat dan dapat diandalkan.
Informasi yang andal akan mengurangi asimetri informasi sehingga dengan
informasi yang dapat diandalkan ini akan menguragi kesalahan dalam
pengambilan keputusan.
50
Hasil penelitian Chang dan Hwang (2020) menemukan bahwa audit quaity
perusahaan berkorelasi negatif dengan kemungkinan financial distress. Temuan
ini mendukung bahwa perusahaan dengan audit quality yang lebih baik akan lebih
mungkin untuk mengurangi kemungkinan financial distress. Berdasarkan uraian
beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H2 : Audit quality berpengaruh negatif secara signifikan terhadap financial
distress.
3. Auditor Chenge dengan Financial Distress
Audit yang dilakukan sesuai dengan standar auditing berkualitas tinggi dapat
mendorong penerapan standar akuntansi oleh entitas pelapor dan membantu
memastikan bahwa laporan keuangan mereka dapat diandalkan, transparan, dan
bermanfaat. Audit yang baik dapat membantu memperkuat tata kelola perusahaan
yang kuat, manajemen risiko, dan pengendalian internal di perusahaan, sehingga
berkontribusi pada kinerja keuangan.
Hasil penelitian Chen et al. (2009) menemukan bahwa change in auditor
berakar pada apakah auditor incumbent mengakomodasi permintaan yang tidak
masuk akal dari klien dan apakah perusahaan mengganti auditor untuk meminta
laporan audit wajar tanpa pengecualian dari auditor berikutnya. Semakin tinggi
kemungkinan perusahaan mengganti auditor incumbent (auditor individu) maka
semakin tinggi kemungkinan klien perusahaan mengalami financial distress.
Chan et al (2011) yang menganalisis laba perusahaan setelah change in
auditor menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan positif setelah change
51
in auditor terlepas dari pergantian antara auditor big 4 dan non-big 4. Menurut
Chang et al (2009) yang menemukan bahwa perusahaan kinerja yang positif
setealah change in auditor tidak peduli beralih ke big 4 atau non-big 4. Sedangkan
menurut Tan et al., (2016) menunjukkan bahwa change in auditor tidak memiliki
pengaruh langsung terhadap kinerja keuangan karena auditor bukanlah orang yang
mengelola perusahaan. Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H3 : Change in auditor berpengaruh negatif secara signifikan terhadap
financial distress.
4. Independent Commisioners dengan Financial Distress
Teori keagenan mengemukakan bahwa kecenderungan moral hazard agen
akan meningkat ketika pengawasan prinsipal dan independensi dewan komisaris
lemah. Oleh karena itu, diperlukan adanya independent commisioners dalam
rangka memantau para agen dalam mengelola perusahaan dan sebagai
implementasi tata kelola perusahaan yang baik (Revina 2016). Agency theory
menyatakan kemampuan dewan komisaris dalam mekanisme pengawasan yang
efektif tergantung pada independensinya terhadap manajemen (Beasley, 1996).
Independent commisioners memantau kinerja manajemen dan bertindak secara
independen tanpa tekanan dari pihak lain. independent commisioners dapat
mengontrol perilaku oportunistik manajer sehingga manajer akan melakukan apa
yang menjadi kepentingan pemegang saham (Jensen & meckling, 1976).
52
Keberadaan independent commisioners akan mengurangi asimetris informasi dan
agency cost antara pemegang saham dan manajemen (Chang et al., 2009).
Hasil penelitian Fadhilah dan Syafruddin (2013) menemukan proporsi
independent commisioners berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
kemungkinan financial distress. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
proporsi independent commisioners dalam perusahaan maka kemungkinan
terjadinya financial distress semakin menurun. Selain itu rata-rata perusahaan
financial distress memiliki proporsi independent commisioners lebih rendah
dibandingkan perusahaan non-financial distress.
Penelitian Yudha (2014) dan Revina (2016) menyatakan bahwa proporsi
independent commisioners berpengaruh negatif terhadap financial distress. Hal
ini dapat dijelaskan karena semakin banyak jumlah independent commisioners
dalam perusahaan maka semakin kecil potensi perusahaan mengalami financial
distress karena perusahaan akan mendapatkan pengawasan yang lebih dari pihak
independen.
Sedangkan menurut Widhiadnyana dan Ratnadi (2019), Nehme Azoury
(2012) proporsi independent commisioners berpengaruh positif pada financial
distress. Hasil penelitian ini tidak mendukung teori keagenan yang beranggapan
bahwa independent commisioners diwajibkan ada dalam dewan komisaris untuk
mengawasi dan mengendalikan tindakan manajer terkait dengan perilaku
oportunistiknya (Jensen & meckling, 1976). Berdasarkan alasan tersebut, maka
hipotesis yang dapat dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
53
H4 : Independent commisioners berpengaruh positif secara signifikan
terhadap financial distress.
5. Political Connection dengan Financial Distress
Political connection atau koneksi politik memungkinkan perusahaan
mendapatkan keuntungan dari pemerintah dalam bentuk aturan yang lebih lunak
(Correia, 2014). Selain itu menurut Wu et al (2012) Political connection
memungkinkan perusahaan mendapatkan keuntungan dalam bentuk pengurangan
pajak. Menurut Tao et al (2017) Political connection memungkinkan perusahaan
mendapatkan keuntungan berupa fasilitas yang akan bailed out oleh pemerintah.
Menurut Goldman et al (2009) political connection atau koneksi politik
memberikan keuntungan dalam mendapatkan kontrak pemerintah. Fasilitas
berupa peraturan yang lunak, pengurangan pajak, bailout dan kontrak dari
pemerintah dan kemudahan pinjaman yang diberikan akan membantu perusahaan
untuk mengatasi masalah financial distress.
Hasil penelitian Nugrahanti et al. (2020) menemukan hubungan politik
memiliki pengaruh positif terhadap financial disress. Sedangkan hasil penelitian
Shen dan Lin, (2016) menemukan hubungan politik memiliki pengaruh negatif
pada financial distress. Subsidi dan pinjaman yang diberikan oleh pemerintah
dapat digunakan untuk memperluas usaha dan meningkatkan penjualan, sehingga
pendapatan meningkat. Laba yang meningkat akan menyelamatkan perusahaan
dari financial distress. Pengurangan pajak akan membuat perusahaan menghemat
pengeluaran kas, sehingga kas yang seharusnya digunakan untuk membayar pajak
54
dapat dihemat untuk membayar kewajiban. Dengan demikian, perusahaan
terhindar dari financial distress karena perusahaan mampu melunasi
kewajibannya pada saat jatuh tempo
Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
H5 : Political connection berpengaruh negatif secara signifikan terhadap
financial distress.
6. Financial Target dengan Fraudulent Financial Reporting
Perusahaan biasanya memasang target besaran tingkat laba yang harus
diperoleh oleh manajemen. Hal ini memicu timbulnya fraud yang diakibatkan
oleh tekanan untuk menghasilkan tingkat laba tersebut (Reskino & Anshori,
2016). Return on assets (ROA) adalah rasio yang menunjukkan hasil
pengembalian atas jumlah aset yang telah digunakan oleh perusahaan. Semakin
tinggi ROA yang ditergetkan dicapai perusahaan maka kemungkinan terjadinya
fraudulent financial reporting semakin tinggi (Apriliana & Agustina, 2017).
Penelitian Ozcelik (2020), Akbar (2017), Manurung dan Hadian (2013)
menunjukkan bahwa financial target berpengaruh terhadap fraudulent financial
reporting. Hasil Penelitian yang dilakukan Setiawati dan Baningrum (2018)
menunjukkan bahwa financial target berpengaruh terhadap fraudulent financial
reporting. Hal ini terjadi karena target yang dimiliki manajer perusahaan yang
terlalu tinggi cenderung membuat manajer akan lebih ambisius, sehingga apapun
cara akan ditempuh untuk mendapatkan target yang seharusnya. Jika semakin
55
rendah nilai ROA mengindikasikan semakin rendah pula laba yang dihasilkan
sehingga kinerja perusahaan terkesan buruk, sehingga kemungkinan terjadinya
fraudulent financial reporting cukup tinggi. Penelitian Reskino dan Anshori
(2016) yang memproksikan financial target dengan ROA, menemukan bahwa
perusahan yang melakukan fraudulent financial reporting memiliki nilai ROA
rendah karena rendahnya laba yang dapat dihasilkan. Hal ini dapat mengakibatkan
manajemen harus bekerja lebih keras agar dapat memperbaiki kondisi keuangan
perusahaan yang sedang tidak sehat sehingga adanya tekanan yang dihadapi
manajemen dalam menjalankan tugasnya. Manajemen akan melakukan
manipulasi terhadap kebijakan akuntansi, dan laporan keuangan serta membuat
seminimal mungkin manipulasi tersebut dapat terdeteksi oleh auditor.
Sedangkan menurut Harto (2016) Skousen et al., (2009) financial target yang
diproksikan dengan ROA tidak memiliki pengaruh signifikan dalam memprediksi
fraudulent financial reporting. Hasil penelitian Apriliana dan Agustina (2017)
menunjukkan bahwa target laba yang tinggi tidak mampu menunjukkan adanya
fraudulent financial reporting. Hal ini dikarenakan sebagian besar objek
penelitian adalah perusahaan besar dan telah mengalami peningkatan kualitas
operasional. Hal ini terungkap dalam beberapa laporan tahunan perusahaan yang
melalui sistem yang sudah modern. Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas
maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H6 : Financial target berpengaruh positif secara signifikan terhadap
fraudulent financial reporting.
56
7. Audit Quality dengan Fraudulent Financial Reporting
Audit quality atau kualitas audit dipandang sebagai kemampuan untuk
meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan. menurut (Darmawan &
Oktoria, 2017) Kap besar akan berusaha menghadirkan kualitas audit yang lebih
baik dibandingkan dengan kap yang lebih kecil. Deangelo (1981) menyatakan
bahwa kualitas audit dari akuntan publik dapat dilihat dari ukuran kantor akuntan
publik yang melakukan audit. Kap big 4 diyakini mampu melakukan audit yang
lebih berkualitas dibandingkan kap non big 4. Kantor akuntan publik yang besar
dinilai lebih independen sehingga memungkinkan untuk menahan perilaku
oportunistik manajemen. Francis et al (2013) menyatakan bahwa semakin besar
ukuran kap maka kemungkinan terjadinya kecurangan akan semakin kecil karena
kap yang besar dianggap memiliki pengalaman dan keahlian yang lebih tinggi
pada industri klien.
Hasil penelitian yang dilakukan Apriliana dan Agustina (2017) Ozcelik,
(2020), Lin dan Hwang (2010), Yen (2013) menunjukkan bahwa audit quality
memiliki pengaruh negatif terhadap fraudulent financial reporting. Penelitian
Utami dan Pusparini (2019) menunjukkan bahwa audit quality memiliki pengaruh
positif terhadap fraudulent financial reporting. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan kap big 4 akan meningkatkan kecenderungan manajemen untuk
melakukan fraudulent financial reporting. Alasan yang dapat menjelaskan hasil
ini adalah bahwa fraudulent financial reporting yang terjadi tidak sepenuhnya
dapat dideteksi oleh perusahaan yang menggunakan kap big 4. Audit yang
dilakukan oleh kap big 4 tidak selalu menjamin kualitas audit yang lebih tinggi.
Hasil penelitian Chen et al. (2011) menemukan bahwa audit berkualitas tinggi
57
hanyalah salah satu dari banyak mekanisme pemantauan dan tata kelola
perusahaan yang potensial yang dapat dipilih perusahaan untuk membatasi
manajemen laba.
Menurut penelitian Indarto dan Ghozali (2016) membuktikan bahwa audit
quality tidak berpengaruh terhadap terjadinya fraudulent financial reporting.
Penelitian Setiawati dan Baningrum (2018) menemukan audit quality tidak
berpengaruh terhadap terjadinya fraudulent financial reporting. Hal ini
dikarenakan peran auditor eksternal baik kap big 4 maupun kap non big 4
memiliki peranan yang sama dalam melakukan audit atas laporan keuangan serta
menentukan kekeliruan dan kemungkinan yang menjadi penyebab laporan
keuangan berisi salah saji material berdasarkan pada standar akuntansi yang
berlaku umum.
Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
H7 : Audit quality berpengaruh negatif secara signifikan terhadap fraudulent
financial reporting.
8. Change in Auditor dengan Fraudulent Financial Reporting
Change in Auditor atau pergantian auditor yang mengaudit laporan keuangan
perusahaan dapat dianggap sebagai bentuk untuk menghilangkan jejak
kecurangan yang ditemukan oleh auditor sebelumnya (Pamungkas, 2018). Jika
auditor eksternal diganti auditor baru kemungkinan tidak akan mengetahui secara
mendalam tentang perusahaan, sehingga kecurangan yang dilakukan oleh
58
manajemen dapat ditutupi. Pada saat auditor mengaudit klien baru auditor harus
mempelajari dahulu bisnis klien. Ada kemungkinan klien akan melakukan
kecurangan dan auditor baru tidak dapat menemukan kecurangan tersebut.
Hasil Penelitinan yang dilakukan oleh Utami dan Pusparini (2019) dan
Ozcelik (2020) menunjukkan bahwa Chenge in Auditor berpengaruh negatif
terhadap fraudulent financial reporting. Artinya hubungan kerja jangka panjang
antara auditor dengan perusahaan memungkinkan timbulnya risiko keakraban
yang berlebihan yang akan mempengaruhi independensi auditor. Dalam kondisi
tersebut auditor dan klien rentan menghadapi konflik kepentingan yang dapat
menurunkan kualitas audit. Semakin lama perikatan audit maka auditor akan
semakin akrab dengan kliennya yang menyebabkan auditor terlalu percaya kepada
klien.
Penelitian Pusphita dan Yassa (2018) menemukan bahwa Chenge in Auditor
berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting. Tekanan yang berlebihan
dari manajemen menunjukkan dominasinya dalam berurusan dengan auditor,
terutama pemilihan atau keberlanjutan personel audit yang ditugaskan untuk
penugasan audit. Pengakhiran penugasan audit (Chenge in Auditor) akan
menghilangkan jejak penipuan yang dilakukan oleh perusahaan yang melakukan
fraud.
Sedangkan Setiawati dan Baningrum (2018) dan Skousen et al (2009)
menemukan bahwa Chenge in Auditor tidak berpengaruh terhadap fraudulent
financial reporting. Penelitian Apriliana dan Agustina (2017) tidak menemukan
pengaruh Chenge in Auditor terhadap fraudulent financial reporting. Hal ini
59
menunjukkan perusahaan melakukan Chenge in Auditor karena memenuhi
peraturan pemerintah di mana Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2015
disebutkan bahwa pemberian jasa audit atas laporan keuangan historis kepada
suatu entitas oleh akuntan publik dibatasi maksimal lima tahun buku berturut-
turut. Selain itu perusahaan memiliki motivasi positif menggunakan auditor yang
sepenuhnya independen dan objektif dalam melakukan audit untuk kepentingan
peningkatan kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Berdasarkan uraian
beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H8 : Change in auditor berpengaruh negatif secara signifikan terhadap
fraudulent financial reporting.
9. Independent Commisioners dengan Fraudulent Financial Reporting
Praktik kecurangan atau fraud dapat diminimalisir salah satunya dengan
mekanisme pengawasan yang lebih baik (Indarto & Ghozali, 2016). Independent
commisioners diyakini dapat meningkatkan efektivitas pengawasan perusahaan.
(Beasley, 1996) menyimpulkan bahwa masuknya komisaris yang berasal dari luar
perusahaan meningkatkan efektivitas dewan dalam mengawasi manajemen untuk
mencegah fraudulent financial reporting. Hasil tersebut dikonfirmasi oleh
penelitian yang dilakukan Albrecht et al. (2010) menyatakan bahwa kecurangan
lebih sering terjadi pada perusahaan kecil yang tidak memiliki independent
commisioners. Perusahaan yang memiliki tata kelola perusahaan yang lemah dan
didominasi oleh orang dalam dan tidak memiliki independent commisioners.
Secara umum, komisaris memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengawasi
60
kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan.. Donelson et al.
(2016) menemukan bahwa peningkatan jumlah independent commisioners secara
signifikan dapat mengurangi tingkat kecurangan.
Hasil penelitian Indarto dan Ghozali (2016) mengungkapkan bahwa
capability yang di proxykan dengan independent commisioners berpengaruh
terhadap fraudulent financial statement. Hal ini menunjukkan praktik fraudulent
financial statement dapat diminimalisir dengan mekanisme pengawasan yang
baik. Independent commisioners diyakini dapat meningkatkan efektivitas
pengawasan perusahaan karena dianggap memiliki pengawasan yang lebih
independen. Independent commisioners memberikan kontribusi terhadap kualitas
pelaporan keuangan.
Hasil penelitian Septriyani dan Handayani (2018) menemukan bahwa
proporsi independent commisioners yang sedikit akan kurang bekerja secara
efektif dan maksimal dalam mengawasai manajemen, sehingga membuka peluang
bagi manajemen untuk melakukan fraudulent financial reporting. Sedangkan
menurut Janrosl dan Lim, (2019) semakin tinggi persentase independent
commisioners maka akan semakin meningkatkan terjadinya praktik fraudulent
financial reporting. Lestari dan Henny (2019) juga mengungkapkan bahwa
proporsi independent commisioners dapat mendeteksi fraudulent financial
reporting.
Penelitian Sihombing dan Rahardjo (2014) menemukan bahwa dengan
adanya independent commisioners tidak menjamin bahwa pengawasan terhadap
perusahaan akan lebih independen dan objektif, serta jauh dari beberapa aspek
61
intervensi. Lebih banyak independent commisioners diharapkan dapat lebih
meningkatkan kinerja perusahaan. Namun jika independent commisioners
diintervensi maka pengawasan independent commisioners menjadi tidak akan
objektif dan jumlah independent commisioners di perusahaan tidak dianggap
sebagai faktor penting dalam operasi dan pengawasan. dari perusahaan.
Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah:
H9 : Independent commisioners berpengaruh negatif secara signifian terhadap
fraudulent financial reporting.
10. Political Connection dengan Fraudulent Financial reporting
Political connection atau koneksi politik memungkinkan perusahaan
mendapatkan keuntungan dari pemerintah dalam bentuk aturan yang lebih lunak
(Correia, 2014). Menurut Wu et al. (2012) koneksi politik memungkinkan
perusahaan bisa mendapatkan juga dalam bentuk pengurangan pajak. Menurut
Tao et al. (2017) dan Faccio (2006) koneksi politik memungkinkan perusahaan
bisa mendapatkan juga fasilitas yang akan bailed out oleh pemerintah.
Hasil penelitian dari Chaney et al. (2011) menyatakan bahwa political
connection mendorong adanya fraudulent financial reporting dimana perusahaan
yang terhubung secara politik dengan sengaja mengungkapkan informasi
berkualitas rendah dalam upaya untuk menyesatkan investor sehingga orang
dalam dapat memperoleh keuntungan. Sedangkan hasil penelitian Wu et al. (2016)
menunjukkan bahwa political connection memainkan peran yang penting dalam
62
mengurangi fraudulent financial reporting. Hasil penelitian Wang et al. (2017)
menemukan bahwa political connection yang terdapat pada perusahaan dapat
melemahkan atau membatasi manajemen untuk melakukan fraudulent financial
reporting.
Hasil penelitian Nindito (2018) menemukan bahwa tidak ada pengaruh
poltical connection dengan fraudulent financial reporting. Menurut Aprilia
(2017) seorang CEO yang juga seorang politisi akan memiliki banyak koneksi dan
hal ini dapat membantu kelancaran bisnis perusahaan. Poltical connection yang
dimilikinya akan menumbuhkan sifat angkuh dan sombong CEO tersebut.
Sehingga menutupi kecurangan yang dilakukannya dengan memanfaatkan
koneksinya yang luas. Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H10 : Political connection berpengaruh negatif secara signifikan terhadap
fraudulent financial reporting.
11. Financial Distress dengan Fraudulent Financial Reporting
Menurut (Yen, 2013) salah satu alasan perusahaan untuk terlibat dalam
fraudulent financial reporting adalah karena perusahaan mengalami financial
distress. Hal ini sejalan dengan Tsai dan Chang (2010) yang mengungkapkan
financial distress dapat memotivasi perusahaan melakukan tindakan yang tidak
etis untuk memperbaiki posisi keuangan perusahaan.
Hasil penelitian Utami dan Pusparini (2019) menyimpulkan bahwa financial
distress berpengaruh positif terhadap fraulent financial reporting. Hal ini
63
menunjukkan ketika perusahaan mengalami financial distress, manajer cenderung
untuk memanipulasi laporan keuangannya agar tetap memberikan sinyal yang
baik dengan menampilkan kinerja yang baik meskipun kondisi perusahaan sedang
bermasalah. Mardiana (2015) menemukan bahwa financial distress berpengaruh
negatif terhadap fraudulent financial reporting. Sedangkan Ghazali et al (2015)
menunjukkan bahwa manajer perusahaan akan melakukan fraulent financial
reporting ketika perusahaan tidak dalam kondisi financial distress dan akan
melakukan sebaliknya jika perusahaan dalam keadaan financial distress.
Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah:
H11 : Financial distress berpengaruh positif secara signifikan terhadap
fraudulent financial reporting.
12. Financial Target dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui
Financial Distress
Menurut Quraini dan Rimawati (2019) manajemen berusaha mencapai
financial target yang telah ditentukan untuk mendapatkan bonus atau imbalan atas
pencapaiannya mereka berusaha mewujudkan target dengan cara apa pun yang
mereka bisa meskipun dengan melakukan fraudulent financial reporting. Ghazali
et al. (2015) menemukan bahwa manajer perusahaan akan melakukan fraudulent
financial reporting ketika perusahaan sehat secara finansial dan ketika
profitabilitas perusahaan tinggi. Financial target yang diproksikan dengan return
on assets merupakan bagian dari rasio profitabilitas. Profitabilitas yang rendah
dapat meningkatkan kemungkinan perusahaan berubah menjadi perusahaan yang
64
mengalami financial fistress (Zeli, 2014). Sesuai dengan teori agensi kondisi
perusahaan yang sedang financial fistress membuat manajemen mungkin akan
menyembunyikan kondisi tersebut dengan melakukan fraudulent financial
reporting.
Hasil penelitian Christian (2020) menemukan bahwa terdapat pengaruh
intervening variabel financial distress dalam hubungan tidak langsung variabel
pressure yang diproksikan dengan financial target terhadap fraudulent financial
reporting. Hasil penelitian Nugroho et al. (2018) juga menemukan profitabilitas
yang diukur dengan ROA berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting
melalui financial distress.
Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
H12 : Financial target berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent
financial reporting melalui financial distress.
13. Audit Quality dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui Financial
Distress
Laporan tahunan yang telah diaudit dapat dengan mudah dipercaya oleh
pengguna. Kepercayaan ini didasarkan pada bahwa laporan keuangan telah diaudit
oleh auditor yang kompeten yang dapat mengurangi dorongan manajemen untuk
memanipulasi pelaporan keuangan. Auditor memainkan peran penting dalam
penilaian pengendalian internal perusahaan. Auditor berkualitas tinggi dapat
dengan mudah mendeteksi kekurangan pengendalian. (Doyle et al., 2007)
menemukan bahwa financial distress berkaitan dengan pengendalian internal
65
yang buruk. Hal ini terjadi karena perusahaan tidak memiliki dana untuk
meningkatkan kualitas pengendalian internal. financial distress mendorong
perusahaan untuk memanipulasi pendapatan untuk memenuhi ekspektasi pasar
dan perjanjian utang. Penelitian Lu dan Ma (2016) menunjukkan bahwa audit
quality dapat mengurangi kemungkinan terjadinya financial distress. Mardiana
(2015) menemukan bahwa financial distress berpengaruh negatif terhadap
fraudulent financial reporting.
Hasil penelitian Yolanda et al. (2019) yang menemukan bahwa financial
distress tidak mampu memediasi hubungan tidak langsung antara audit quality
terhadap fraudulent financial reporting yang diukur dengan manajemen laba.
Selanjutnya hasil penelitian Christian, (2020) menemukan bahwa setelah
melewati pengujian sobe test audit quality tidak berpengaruh terhadap fraudulent
financial reporting setelah dimediasi oleh financial distress.
Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
H13 : Audit quality berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent
financial reporting melalui dinancial distress
14. Chenge in Auditor dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui
Financial Distress
Menurut Chen et al. (2009) perusahaan meakukan change in auditor untuk
meminta opini audit yang bersih dari auditor berikutnya. Dilihat dari perspektif
seperti itu proposisi utamanya adalah bahwa perusahaan yang melakukan change
in auditor memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami financial distres
66
karena manajemen akan berusahaa menutupi kondisi financial distres yang
dikatahui oleh auditor sebelumnya. Menurut Pamungkas (2018) change in auditor
yang digunakan oleh perusahaan dapat dianggap sebagai bentuk untuk
menghilangkan jejak fraudulent financial reporting yang ditemukan oleh auditor
sebelumnya.
Hasil penelitian Liu dan Liu (2008) menemukan bahwa perusahaan yang
dalam keadaan yang sehat pada tahun pergantian auditor, tidak memiliki
kecenderungan untuk melakukan fradulent financial reporting. Sebaliknya
perusahaan yang dalam keadaan merugi pada tahun pergantian auditor memiliki
motif yang kuat untuk melakukan fradulent financial reporting. Sedangkan hasil
penelitian Christian (2020) menemukan bahwa rationalization yang diukur
dengan change in auditor tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial
reporting setelah dimediasi oleh financial distress.
Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
H14 : Change in auditor berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent
financial reporting melalui financial distress.
15. Independent Commisioners dengan Fraudulent Financial Reporting
Melalui Financial Distress
Fungsi dari independent commisioners dalam mengawasi kinerja direksi dan
mengontrol mengenai masalah keuangan agar tidak terjadi suatu tindakan yang
dapat merugikan perusahaan membuat independent commisioners berperan
penting supaya perusahaan dapat terhindar dari financial distress.
67
Independent commisioners berfungsi sebagai penasehat yang memberikan
saran dan masukan dalam rangka pencapain tujuan perusahaan. komisaris
independen memiliki kapabiliti untuk melaksanakan fungsi monitoring agar
tercipta tata kelola yang baik. Kemampuan pengawasan yang dilakukan oleh
komisaris independen akan menjadikan manajer lebih berhati-hati dan transparan
dalam menjalankan perusahaan yang akan mendorong terwujudnya tata kelola
yang baik (Jao dan Pagalung, 2011). Hasil penelitian Widhiadnyana dan Ratnadi
(2019) dan Nehme Azoury (2012) menemukan bahwa proporsi independent
commisioners berpengaruh positif pada financial distress. Hasil penelitian
Ghazali et al. (2015) menunjukkan bahwa manajer perusahaan akan melakukan
fraudulent financial reporting ketika perusahaan sehat secara finansial dan ketika
laba perusahaan tinggi. Hasil penelitian Riadiani dan Wahyudin (2015)
menemukan bahwa Setelah dimediasi oleh financial distress proporsi independent
commisioners berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Hasil penelitian Ewanto et al. (2011) menemukan bahwa setelah dimediasi
oleh financial distress, proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap frauduent financial reporting.
Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
H15 : Independent commisioners berpengaruh secara signifikan terhadap
fraudulent financial reporting melalui financial distress
68
16. Political Connection dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui
Financial Distress
Penelitian dari Wang et al. (2017) menemukan bahwa political connection
perusahaan dapat melemahkan atau membatasi pengaruh kemampuan manajerial
dalam melakukan fraudulent financial reporting. Political connection
memberikan keuntungan dalam mendapatkan kontrak pemerintah (Goldman et al.
2009). Perusahaan dalam kondisi kesulitan keuangan besar kemungkinan
mendapatkan bantuan dari pemerintah (Tao et al. 2017).
Penelitian Faccio (2006) menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dengan
political connection lebih rendah daripada perusahaan tanpa political connection.
Ketika kinerja perusahaan buruk politisi mengarahkan sumber daya ke perusahaan
sehingga menyebabkan alokasi investasi yang tidak tepat dan kolusi. Selain itu
perusahaan dengan political connection dapat dengan mudah memperoleh dana
pinjaman. Semakin banyak pinjaman yang diperoleh perusahaan maka semakin
sulit bagi perusahaan untuk melunasi hutangnya dan dapat menyebabkan financial
distress. Financial distress berdampak negatif bagi perusahaan karena perusahaan
akan menghadapi tekanan untuk melakukan fraudulent financial reporting.
fraudulent financial reporting bertujuan untuk menunjukkan kinerja perusahaan
yang baik dan menyembunyikan kondisi buruk perusahaan dari investor.
Hasil penelitian yang dilakukan Ngan (2013) yang menyatakan bahwa
ketika perusahaan ini menghadapi kesulitan ekonomi atau financial distress
banyaknya eksekutif yang terhubung secara politik akan menyediakan lingkungan
yang lebih kondusif untuk perusahaan melakukan fraudulent financial reporting.
69
Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
H16 : Political connection berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent
financial reporting melalui financial distress
D. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang fraudulent financial reporting dengan pendekatan fraud
pentagon sudah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu seperti yang diteliti oleh
Setiawati dan Baningrum (2018), Apriliana dan Agustina (2017) , Nindito (2018),
Pusphita dan Yassa (2018) dan Aprilia (2017) yang mengungkapkan bahwa
fraudulent financial reporting telah merugikan berbagai pihak. Hal ini terjadi
karena penyajian data yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya dalam laporan
keuangan menyebabkan informasi yang ditampilkan tidak relevan untuk dijadikan
acuan dalam pengambilan keputusan. sehingga penting untuk melakukan
pendeteksian untuk mencegah terjadinya kerigian yang lebih besar.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiawati dan Baningrum (2018) yang
melakukan pengujian elemen fraud pentagon terhadap fraudulent financial
reporting membuktikan bahwa salah satu proksi dari elemen pressure yaitu variabel
financial target atau target keuangan berpengaruh terhadap terjadinya fraudulent
financial reporting. Financial target diukur menggunakan rasio ROA yaitu
perbandingan laba dengan jumlah aktiva. ROA merupakan rasio yang menunjukkan
seberapa besar return yang dihasilkan atas penggunaan aset perusahaan. Hal ini
menunjukkan target yang dimiliki manajer perusahaan yang terlalu tinggi
70
cenderung membuat manajer akan lebih ambisius, sehingga apapun cara akan
ditempuh untuk mendapatkan target yang seharusnya. Jika semakin rendah nilai
ROA mengindikasikan semakin rendah pula laba yang dihasilkan sehingga kinerja
perusahaan terkesan buruk, sehingga kemungkinan terjadinya fraudulent financial
reporting cukup tinggi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang sudah
lebih dahulu dilakukan oleh Reskino dan Anshori (2016) dan Manurung dan Hadian
(2013) yang menunjukkan financial target yang diproksikan dengan return on asset
berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting. Penelitian Ozcelik (2020)
yang menggunakan pendekatan fraud diamont juga menemukan terdapat pengaruh
financial target yang diproksikan dengan return on asset terhadap fraudulent
financial reporting.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Apriliana dan Agustina (2017) yang
meggunakan pendekatan fraud pentagon dalam menganalisis fraudulent financial
reporting menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel yang memiliki pengaruh
terhadap fraudulent financial reporting yaitu stabilitas keuangan, audit quality, dan
jumlah foto CEO dalam laporan tahunan perusahaan. Jika dilihat dari variabel audit
quality, penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang menggunakan jasa kap
big 4 lebih kecil kemungkinannya untuk melakukan fraudulent financial reporting
di tahun berikutnya. Semakin besar ukuran kantor akuntan publik yang mengaudit
perusahaan, maka kemungkinan terjadinya fraudulent financial reporting akan
semakin kecil karena kantor akuntan publik yang besar dianggap memiliki
pengalaman dan keahlian yang lebih tinggi dalam industri klien. Faktor keahlian
kap dinilai menjadi salah satu alasan perusahaan memilih kap big 4 untuk
71
meningkatkan kredibilitas perusahaan di mata inverstor. Hasil penelitian ini
didukung oleh penelitian Lin dan Hwang (2010), Chen et al. (2011), Yen (2013)
yang menunjukkan audit quality berpengaruh terhadap fraudulent financial
reporting. Sedangkan hasil penelitian Setiawati dan Baningrum (2018) dan Indarto
dan Ghozali (2016) menemukan audit quality tidak memiliki berpengaruh secara
signifikan terhadap fraudulent financial reporting.
Hasil penelitian yang dilakukan Pusphita dan Yassa (2018) yang menganalisis
elemen fraud pentagon dalam memprediksi fraudulent financial reporting
menemukan bahwa terdapat lima variabel yaitu tekanan eksternal, pemantauan
yang tidak efektif, change in auditor, pergantian direktur, dan jumlah foto CEO
yang dapat memprediksi fraudulent financial reporting. Ditinjau dari aspek change
in auditor, change in auditor dapat memprediksi fraudulent financial reporting. Hal
ini terjadi karena manajemen menunjukkan dominasinya dalam berurusan dengan
auditor, terutama pemilihan atau keberlanjutan personel audit yang ditugaskan
untuk penugasan audit. Change in auditor memutus akses ke informasi dan
pemahaman auditor lama tentang perilaku manajemen, auditor baru akan
memerlukan waktu untuk memahami prilaku manajemen sehingga manajemen
dapat menghilangkan jejak penipuan yang dilakukan. Hasil penelitian ini didukung
oleh penelitian Utami dan Pusparini 2019) dan Ozcelik, (2020) yang menemukan
bahwa change in auditor memiliki pengaruh terhadap fraudulent financial
reporting. Sedangkan hasil penelitian Setiawati dan Baningrum (2018), Harto
(2016) dan Apriliana dan Agustina (2017) menunjukkan tidak terdapat pengaruh
yang signifikan antara change in auditor terhadap fraudulent financial reporting.
72
Penelitian lainnya yang menggunakan pendekatan fraud pentagon dalam
menganalisis fraudulent financial reporting adalah Lestari dan Henny (2019). Hasil
penelitian ini menunjukkan variabel financial stability dan proporsi independent
commisioners berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting. independent
commisioners diyakini dapat meningkatkan efektivitas pengawasan perusahaan.
Masuknya komisaris yang berasal dari luar perusahaan meningkatkan kapabilitas
dewan dalam mengawasi manajemen untuk mencegah fraudulent financial
reporting. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Cahyanti dan Wahidahwati (2020) yang menemukan bahwa proporsi dewan
independent commisioners memiliki pengaruh terhadap fraudulent financial
reporting.
Penelitian Aprilia (2017) yang menganalisis pengaruh fraud pentagon terhadap
fraudulent financial reporting menggunakan beneish model Pada perusahaan yang
menerapkan asean corporate governance scorecard menemukan bahwa hanya
terdapat satu variabel elemen tekanan yang memiliki pengaruh terhadap fraudulent
financial reporting. Nindito (2018) yang meneliti fraudulent financial reporting
dengan perspektif fraud pentagon menemukan bahwa tiga elemen fraud pentagon
yaitu tekanan, peluang, dan rasionalisasi memiliki pengaruh negatif terhadap
kecurangan laporan keuangan. Kedua penelitian diatas mengukur variabel
arrogance dengan proksi Ceo yang juga seorang politisi, dimana menghasilkan
tidak terdapat pengaruh elemen arrogance terhadap fraudulent financial reporting.
Sedangkan hasil penelitian Wang et al., (2017) dan Wu et al. (2016) menemukan
73
political connection atau koneksi politik memiliki pengaruh terhadap fraudulent
financial reporting.
Selain itu terdapat variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap fraudulent
financial reporting yaitu financial distress. Penelitian tentang financial distress
terhadap fraudulent financial reporting pernah dilakukan oleh Utami dan Pusparini
(2019), Yen (2013), Ghazali et al. (2015), dan Mardiana (2015) dimana hasil
penelitian tersebut menunjukkan terdapat pengaruh financial distress terhadap
fraudulent financial reporting.
E. Research Gap terkait Fraud Pentagon dan Fraudulent Financial Reporting
Beberapa hasil penelitian telah menyimpulkan bahwa fraudulent financial
reporting dapat dianalisis dan dideteksi dengan menggunakan analisis fraud
pentagon. Elemen fraud pentagon yang terdiri dari pressure, opportunity,
rasionalization, capability dan arrogance terbukti mampu mendeteksi terjadinya
fraudulent financial reporting. dari hasil penelitian sebelumnya pressure yang
diproksikan dengan financial target, opportunity yang diproksikan dengan audit
quality, rasionalization yang diproksikan dengan change in auditor, capability
yang diproksikan dengan independent commisioners dan arrogance yang
diproksikan dengan political connection terbukti mampu mendeteksi fraudulent
financial reporting meskipun masih menunjukkan hasil yang belum konsisten.
Namun dari temuan hasil penelitian terdahulu terdapat faktor lain yang juga
memiliki pengaruh signifikan terhadap fraudulent financial reporting. penelitian
Mardiana (2015) menunjukkan terdapat pengaruh antara kondisi financial distress
74
dengan fraudulent financial reporting. Hal ini mengindikasikan financial distress
dapat menjadi pemicu terjadinya fraudulent financial reporting. Hal yang sama
juga dibuktikan oleh penelitian oleh Utami dan Pusparini (2019) yang menunjukkan
bahwa financial distress berpengaruh positif terhadap fraudulent financial
reporting. hal ini terjadi karena ketika suatu perusahaan mengalami financial
distress, manajer cenderung untuk memanipulasi laporan keuangannya agar tetap
bisa menampilkan kinerja yang baik. Penelitian Yen (2013) menemukan bahwa
ketika dalam keadaan financial ditress perusahaan mungkin akan melaporkan
laporan keuangannya dengan curang. Hasil penelitian Ghazali et al. (2015) juga
menemukan bahwa financial distress memiliki hubungan yang negatif dengan
fraudulent financial reporting yang diukur dengan manajemen laba dimana
manajemen laba akan dilakukan perusahaan jika kondisi keuangan perusahaan
dalam keadaan sehat.
Dari hasil penelitian diatas peneliti tertarik menguji dan menganalisis
pengaruh elemen fraud pentagon terhadap fraudulent financial reportin secara
lebih mendalam dengan menjadikan variabel financial distress sebagai
intervening/mediator.
75
F. Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Basis Teori : Agency Theory, Planned of Behavior Theory, Fraud Pentagon Theory
Analisis Determinan Fraudulent Financial Reporting dengan Financial Distress sebagai intervening
Perbankan merupakan penggerak
utama dalam kegiatan ekonomi Namun banyaknya kasus kecurangan
keuangan yang terjadi menyebabkan
kerugian dan menurunkan citra
perusahaan
GAP
Diantara faktor-faktor penyebab
terjadinya fraudulent financial
reporting diintervensi oleh berbagai
faktor salah satunya financial distress
Smart PLS 3.0
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan, Implikasi, kontribusi,Keterbatasan dan Saran
Financial Target X1
Audit quality X2
Political Connection X5
Auditor Change X3
Independent Commisioner
s X4
Fraudulent Financial
Statement (Y)
H1
H2
H3
H4
H5
H7
Ha
H8
H9
H10
H12
H14
H13
H11
H15
H16
Financial Distress (Z)
Gambar 2. 3 Kerangka Pemikiran
76
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Penelitian ini akan menguji
hubungan variabel independen yaitu financial target, audit quality, change in
auditor, independen commissioners, dan political connection dengan variabel
dependen yaitu fraudulent financial reporting dan variabel intervening yaitu
financial distress. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2017-2020.
Pemilihan perusahaan sektor perbankan dalam penelitian ini dikarenakan
perusahaan sektor perbankan memiliki jumlah kasus fraud terbanyak yang
dilaporkan dalam penelitian Association of Certified Fraud Examiners (ACFE
2020). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh ACFE pada tahun 2020
menunjukkan bahwa perusahaan di dunia mengalami kerugian rata-rata 5% setiap
tahunnya karena perbuatan fraud (ACFE 2020). Berdasarkan penelitian ACFE
2020 kecurangan laporan keuangan terjadi kurang dari 10% kasus, namun
menyebabkan kerugian yang paling tinggi yaitu rata-rata $954.000.
B. Metode Penentuan Sampel
Metode penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Metode
purposive sampling merupakan metode pemilihan sampel secara tidak acak yang
sampelnya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu umumnya
disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian. Sampel untuk penelitian ini
77
adalah semua perusahaan dalam sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode 2017-2020 dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Perusahaan pada sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) periode 2017-2020.
2. Perusahaan yang memiliki tahun buku yang berakhir pada 31 Desember.
3. Perusahaan yang menggunakan mata uang rupiah.
4. Laporan tahunan perusahaan memiliki data-data yang berkaitan dengan
variabel penelitian.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data-data pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua
cara yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan.
1. Penelitian Pustaka (Library Research)
Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang
diteliti melalui buku, jurnal, internet, berita, skripsi, dan perangkat lain
yang berkaitan dengan judul penelitian.
2. Penelitian Lapangan
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Seluruh data bersumber dari laporan keuangan pada perusahaan-
perusahaan sektor perbankan tahun 2017 sampai dengan 2020 yang
telah dipublikasikan lengkap di Bursa Efek Indonesia (BEI).
78
D. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel independen
a. Financial Target
Financial target dalam penelitian ini diproksikan dengan return on
assets (ROA). ROA merupakan bagian dari rasio profitabilitas dalam analisis
laporan keuangan atau pengukuran kinerja perusahaan. Pengukuran financial
target dengan ROA sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Setiawati dan Baningrum (2018), Manurung dan Hadian (2013), Reskino dan
Anshori (2016) dan Skousen et al. (2009).
ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang ada di dalam
perusahaan tersebut. Selain itu karena dalam penelitian ini perusahaan yang
digunakan sebagai sampel merupakan perusahaan perbankan, perusahaan
perbankan memiliki hubungan dominan dengan pengelolaan aset dalam
operasi perusahaannya. ROA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
ROA = Net Income / Total Aset
b. Audit Quality
Pengukuran audit quality yang digunakan dalam penelitian ini merujuk
kepada penelitian sebelumnya diantaranya Aprilia (2017), Harto (2016),
Apriliana dan Agustina (2017) serta Utami dan Pusparini (2019) yaitu dengan
menggunakan variabel dummy. Kode 1 diberikan untuk perusahaan yang
menggunakan KAP big 4 dalam mengaudit laporan keuangannya. dan kode 0
untuk perusahaan yang menggunakan KAP non big 4.
79
c. Change In Auditor
Pengukuran change in auditor dalam penelitian ini mengacu kepada
penelitian Apriliana dan Agustina (2017), Ozcelik (2020), Pusphita dan Yassa
(2018) yang diukur dengan variabel dummy. Apabila terdapat perubahan KAP
yang mengaudit laporan keuangan perusahaan selama periode 2018-2020 maka
diberi kode 1. Sebaliknya apabila tidak terdapat perubahan KAP selama
periode tersebut maka diberi kode 0.
d. Independent Commisioners
Pengukuran variabel independent commisioners sebagai proksi dari
capability mengacu kepada penelitian diantaranya Akbar (2017) serta Indarto
dan Ghozali (2016) yaitu menggunakan proporsi dewan komisaris independen
terhadap jumlah dewan komisaris dalam perusahaan. Adapun perhitungannya
sebagai berikut:
𝐵𝐷𝑂𝑈𝑇 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛 / 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛
𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠
e. Political Connection
Pengukuran variabel political connection menggunakan variabel
dummy yang menunjukkan apakah koneksi politik hadir dalam suatu organisasi
atau tidak (Yen, 2013). Dalam penelitian ini variabel political connection
80
diberi kode 1 jika sebuah perusahaan memiliki koneksi politik, jika tidak maka
diberi kode 0.
Kriteria untuk menentukan hubungan politik mengacu pada penelitian
Faccio (2006), Tao et al. (2017) dan Nugrahanti et al. (2020) dimana suatu
perusahaan dapat dikatakan mempunyai hubungan politik apabila sekurang-
kurangnya salah seorang dari pejabat tinggi (CEO, dewan komisaris) pernah
atau sedang menjadi presiden/menteri/ anggota parlemen /anggota partai
politik/ memiliki latar belakang militer.
2. Variabe Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah fraudulent financial
reporting. Penelitian ini menggunakan fraud score model yang dikembangkan oleh
Dechow et al. 2011) untuk mengukur fraudulent financial reporting. Cara
menghitung fraud score model untuk memprediksi fraudulent financial reporting
adalah sebagai berikut.
F-Score = RSSTAccrual + Financial Performance
a. Kualitas Akrual
Kualitas akrual (Quality Acrual) diproksikan dengan RSST Accrual,
yang dihitung dengan rumus berikut :
RSST Accrual = (ΔWC + ΔNCO + ΔFIN ) / ATS
Dimana :
WC (Working Capital) = (Current Assets –Current Liability)
81
NCO (Non Current Operating Accrual) = (Total Assets – Current
Assets – Invesment and Advances) – (Total Liabilities – Current Liabilities –
Long Term Debt)
FIN (Financial Accrual ) = Total Investment – Total Liabilities
ATS (Average Total Assets) = (Beginning Total Assets + End Total
Assets)
b. Kinerja Keuangan (Financial Performance)
Kinerja keuangan (Financial Performance) diproksikan dengan
perubahan piutang, perubahan persediaan, perubahan penjualan tunai, dan
perubahan pada earnings before interest and tax (EBIT).
Financial Performance = Change in Receivable + Change in Inventories
+ Change in Cash Sales + Change in Earnings
Dimana :
Change in receivables = Δ Receivables / ATS
Change in inventories = Δ Inventories /ATS
Change in cash sales = Δ Sales/ Sales (t) – Receivables/ Receivables (t)
Change in earning = Earnings (t) / ATS (t) - Earnings (t – 1) / ATS (t – 1)
3. Variabel Intervening
Model pengukuran yang digunakan untuk menghitung risiko financial
distress pada penelitian ini adalah menggunakan model Altman Z-Score
modifikasi. Model ini digunakan untuk perusahaan sektor jasa sehingga menurut
82
Jan & Marimuthu (2016) model ini adalah model yang tepat digunakan karena
sektor perbankan termasuk dalam kategori perusahaan jasa. Menurut Altman
(2000) model persamaan Z Score modifikasi untuk menghitung potensi
kebangkrutan adalah sebagai berikut:
Z = 6,56 (X1) + 3,26 (X2) + 6,72 (X3) + 1,05 (X4)
Dimana :
Z = Bankrupy index
X1 = Working Capital / Total Asset
X2 = Retained Earning / Total Asset
X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Asset
X4 = Book Value of Equity / Book Value of Debt
Seperti yang diungkapkan oleh Altman (2000) jika nilai estimasi Z-score
ditemukan lebih dari 2,90 perusahaan maka perusahaan berada di zona aman, jika
nilai estimasi Z-score berada dibawah 1,21 perusahaan akan ditempatkan di zona
kebangkrutan. Namun, jika estimasi Z-score berada di tengah 1,21 < Z < 2,9 maka
perusahaan dikatakan berada di zona abu-abu, sebenarnya zona abu-abu secara
teknis disebut zona aman tetapi dengan kewaspadaan tinggi. Untuk mereverse nilai
Z-score maka hasil estimasi dikalikan dengan -1.
E. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan Partial Least Square dengan
menggunakan software Smart PLS 3. Partial Least Square adalah metode analisis
data Struktural Equation Model (SEM) yang berbasis komponen atau varian
83
(variance) yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda saat terjadi
permasalahan seperti sampel penelitian yang kecil, adanya data yang hilang, dan
multikoleniaritas (Abdillah & Jogiyanto, 2015). Hal yang sama diungkapkan World
1982 dalam Ghozali (2015) PLS (Partial Least Square) adalah metode analisis
factor indeterminacy yang ampuh, karena tidak mengasumsikan bahwa data harus
memiliki skala pengukuran tertentu dan dapat digunakan pada sampel yang kecil.
Menurut Ghozali (2015) Partial Least Square adalah Structural Equation
Model yang berbasis komponen atau varian (variance). PLS memiliki tujuan untuk
membantu peneliti untuk tujuan prediksi. Sebagai model prediksi PLS
mendefenisikan variabel laten sebagai linier agregate dari indikatornya. Analisis
model struktural dalam PLS dilakukan melalui tiga tahap yaitu analisa outer model,
analisa inner model, dan pengujian hipotesa (Hussein, 2015).
1. Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberi gambaran atau
deskripsi dari suatu data yang dapat dilihat berdasarkan mean, median minimum,
maximum, standard deviation, sum, range, kurtosis dan skewnes (Ghozali & Latan,
2015). Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mean,
median, minimum, maximum, dan standard deviation. Selain itu dalam analisis
deskriptif juga disajikan tabel deskripsi tiap variabel penelitian (financial target,
audit quality, change in auditor, independent commisioners, political connection).
2. Model Pengukuran (Outer Model)
a. Convergent Validity
84
Validitas corvergent merupakan indikator yang diukur berdasarkan
korelasi antara skor item/skor komponen dengan konstruk skor. Hal ini dapat
dilihat pada outer weights yang menggambarkan kontribusi antara setiap item
pengukuran (indikator) dengan konstruknya. Jika korelasi antara pengukuran
individu dan struktur yang akan diukur > 0,7 maka dianggap tinggi (Ghozali &
Latan, 2015).
.
b. Discriminant Validity
Discriminant Validity adalah model pengukuran untuk memastikan
bahwa setiap konsep dari masing-masing variabel laten berbeda dengan
variabel lainya yang dinilai berdasarkan crossloading. Jika korelasi konstruk
dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka
menunjukkan nilai deskriminan validity lebih baik dibandingkan dengan blok
lainnya.
Metode lain untuk mengukur discriminant validity adalah
membandingkan nilai root of average variance extracted (AVE) setiap
konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam
model. Jika nilai AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antara
konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai
discriminant validity yang baik. Nilai AVE yang direkomendasikan harus lebih
besar dari nilai 0,50 (Ghozali & Latan, 2015).
c. Hasil Uji Normalitas
85
Menurut Ghozali & Latan (2015) Uji normalitas dilakukan untuk
menguji apakah pada suatu model regresi mempunyai distribusi normal atau
tidak normal. Model regresi memerlukan normalitas pada residualnya bukan
pada masing-masing variabel penelitian. Uji normalitas dilakukan untuk
menguji apakah variabel dependen dan variabel independen dalam model
regresi memiliki distribusi normal atau tidak (Juliandi & Manurung, 2014).
Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode skewnes dan
kurtosis. dilakukan untuk mengetahui ukuran kemencengan data. Langkah
pertama yang dilakukan adalah dengan memunculkan variabel unstandardized
residual. Kemudian variabel unstandardized residual diuji normalitas untuk
mengetahui apakah data terdistribusi secara normal atau tidak.
Rasio skewnes = nilai statistik skewnes / Std.error
Rasio kurtosis = niai statistik kurtosis / Std.error
Data penelitian terdistibusi normal jika menunjukan nilai rasio skewnes
dan kurtosis berada di antara -1,96 sampai +1,96.
2. Model Struktural (Inner Model)
Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat
hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian.
Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk
dependen, F-squre untuk effect size, Stone-Geisser Q-square test untuk predictive
relevance, model fit dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur
struktural(Ghozali & Latan, 2015).
86
a) R-Square
Dalam menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R-square untuk
setiap variabel laten dependen. Perubahan nilai R-square dapat digunakan
untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel
laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantif. Menurut
Sarstedt et al. (2017) nilai R-Square 0,75; 0,50; 0,25 dapat disimpulkan bahwa
model kuat, moderat, dan lemah. Hasil dari PLS R-Square mempresentasikan
jumlah varian dari konstruk yang dijelaskan oleh model (Ghozali & Latan,
2015).
b) F-Square
Selain menilai apakah ada atau tidak hubungan yang signifikan antar
variabel, seorang peneliti hendaknya juga menilai besarnya pengaruh antar
variabel dengan Effect Size atau f-square (Wong, 2013). Effect size dilakukan
untuk mengetahui perubahan nilai R-square pada konstruk endogen.
Perubahan nilai R-squre menunjukkan pengaruh konstruk eksogen terhadap
konstruk endogen apakah memiliki pengaruh yang subtantif. Menurut Sarstedt
et al. (2017) nilai effect size 0,02 kategori kecil, 0,15 masuk kategori menengah
dan 0,35 kategori besar.
c) Q-Square
87
Q-square mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model
dan estimasi parameternya. Nilai Q-square lebih besar dari 0 (nol)
menunjukkan bahwa model mempunyai nilai predictive relevance, sedangkan
apabila nilai Q-square kurang dari 0 (nol), maka menunjukkan bahwa model
kurang memiliki predictive relevance (Ghozali & Latan, 2015).
d) Model Fit
Agar model memenuhi kriteria model fit, nilai SMSR harus kurang dari
0,05 (Cangur & Ercan, 2015). Tapi berdasarkan penjelasan dari situs
SmartPLS, kriteria atau batasan model fit antara lain: Nilai RMS Theta atau
Root Mean Square Theta < 0,102, Nilai SRMR atau Standardized Root Mean
Square <0,10 atau < 0,08 dan Nilai NFI > 0,9.
e) Pengujian Hipotesa
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan structural equation
model (SEM). SEM memungkinkanya dilakukan analisis diantara variabel
dependen dan variabel independen secara langsung maupun tidak langsung.
SEM termasuk teknik statistik yang digunakan untuk membangun dan menguji
model statistik yang biasanya dalam bentuk model-model sebab akibat. SEM
digunakan untuk menguji besarnya pengaruh variabel independen tarhadap
dependen dengan melihat nilai koefisien jalur (Sarstedt et al.,2017). Dalam
analisis jalur, koefisien jalur adalah standardized koefisien regresi sehingga
persamaan regresi tidak memakai kostanta, koefisien jalur dihitung dengan
88
membuat persamaan struktural yang menunjukan hubungan yang
dihipotesiskan (Ghozali, 2018). Struktur yang dibagun dalam penelitian ini
menggunakan 5 variabel independen (financial target, audit quality, change in
auditor, independen commissioners, dan political connection) 1 variabel
dependen (fraudulent financial reporting) dan 1 variabel intervening (financial
distress). Persamaan matematis structural equation model (SEM) dalam
penelitian ini sebagai berikut :
Persamaan pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel
intervening
FD = α1 + β1 FT + ε ........................................................................(1)
FD = α2 + β2 AQ+ ε ....................................................................... (2)
FD = α3 + β3 CA + ε ...................................................................... (3)
FD = α4 + β4 IC + ε .........................................................................(4)
FD = α5 + β5 PC + ε ........................................................................(5)
Persamaan pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel
dependen
FFR = α6 + β6 FT + ε ......................................................................(6)
FFR = α7 + β7 AQ+ ε ............ .........................................................(7)
FFR = α8 + β8 CA + ε .................................................................... (8)
FFR = α9 + β9 IC + ε .......................................................................(9)
FFR = α10 + β10 PC + ε ...................................................................(10)
Persamaan pengaruh langsung variabel intervening terhadap variabel
dependen
FFR = α11 + β11 FD + ε ................................................................... (11)
89
Persamaan pengaruh tidak langsung variabel independen terhadap variabel
dependen
FFR = α12 + β12 FT + β17 FD + ε ............ ........................................(12)
FFR = α13 + β13 AQ+ β18 FD + ε .....................................................(13)
FFR = α14 + β14 CA + β19 FD + ε ....................................................(14)
FFR = α15 + β15 IC + β20 FD + ε ..................................................... (15)
FFR = α16 + +β16 PC + β21 FD + ε ..................................................(16)
Dimana :
α = Konstanta
FD = Financial Distress
FFR = Fraudulent Financial Reporting
FT = Financial Target
AQ= Audit Quality
CA= Change in Auditor
IC= Independent Commissoners
PC= Political Connection
β1 = Koefisien Jalur FT dengan FD
β2 = Koefisien Jalur AQ dengan FD
β3= Koefisien Jalur CA dengan FD
β4= Koefisien Jalur IC dengan FD
β5= Koefisien Jalur PC dengan FD
β6 = Koefisien Jalur FT dengan FFR
β7 = Koefisien Jalur AQ dengan FFR
β8= Koefisien Jalur CA dengan FFR
90
β9= Koefisien Jalur IC dengan FFR
β10= Koefisien Jalur PC dengan FFR
β11= Koefisien Jalur FD dengan FFR
β12 = Koefisien Jalur FT dengan FD dalam hubungan tidak langsung FT dengan
FFR
β13=Koefisien Jalur AQ dengan FD dalam hubungan tidak langsung AQ
dengan FFR
β14= Koefisien Jalur CA dengan FD dalam hubungan tidak langsung CA
dengan FFR
β15=Koefisien Jalur IC dengan FD dalam hubungan tidak langsung IC dengan
FFR
β16 =Koefisien Jalur PC dengan FD dalam hubungan tidak langsung PC dengan
FFR
β17=Koefisien Jalur FD dengan FFR dalam hubungan tidak langsung FT
dengan FFR
β18=Koefisien Jalur FD dengan FFR dalam hubungan tidak langsung AQ
dengan FFR
β19=Koefisien Jalur FD dengan FFR dalam bubungan tidak langsung CA
dengan FFR
β20 = Koefisien Jalur FD dengan FFR dalam hubungan tidak langsung IC
dengan FFR
β21=Koefisien Jalur FD dengan FFR dalam hubungan tidak langsung PC
dengan FFR
91
ε = error term
Model SEM sesuai dengan persamaan diatas dibuat dan digambar di
software smart PLS 3.0. kemudian langkah selanjutnya adalah menghitung
persamaan dengan menjalankan menu PLS Algorithem. Sehingga
menghasilkan output berupa ringkasan dan path coeffiesients/koefisien jalur
(β) yang digunakan untuk melihat besar dan arah pengaruh variabel laten
eksogen terhadap variabel laten endogen.
Selanjutnya untuk mengukur signifikansi pengaruh variabel laten eksogen
terhadap variabel laten endogen dapat dilihat dari nilai t-statistik dan nilai P-
value. Besarnya nilai t-satatistik dijadikan sebagai acuan hasil hipotesis yang
diajukan. Perbandingan nilai t-statistik dan dengan t-tabel ditentukan pada
batas 1,98. nilai tersebut diperoleh dari nilai df sebesar 102 ( jumlah sampel
dikurangi dua : 104-2) dan α sebesar 0,05 (two tailed). Batasan untuk menerima
atau menolak hipotesis yang diajukan adalah ±1,98. Sehingga kriteria
penerimaan/penolakan hipotesa adalah Ha diterima dan H0 di tolak ketika t-
statistik > 1,98. Untuk menolak/menerima hipotesis menggunakan probabilitas
maka Ha di terima jika nilai p < 0,05.
3. Uji Efek Intervening
Penelitian ini menggunakan financial distress sebagai variabel intervening..
variabel intervening merupakan variabel yang mempengaruhi hubungan antara
variabel prediktor (independen) dan variabel kriterion (dependen) (Ghozali &
Latan, 2015). Efek intervening menunjukkan hubungan antara variabel independen
92
dan variabel dependen melalui penghubung atau intervening. Pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen tidak secara langsung terjadi tetapi melalui
proses transformasi yang diwakili oleh variabel intervening. Hasil dari pengujian
efek intervening dapat dilihat pada hasil boothstraping dengan software SmartPLS
di bagian spesific indirect effect.
Untuk memperjelas makna dari variabel intervening, kita bisa melihat path
diagram sebagai rantai sebab akibat. Rantai sebab akibat dalam intervening dapat
dilihat pada gambar dibawah. Model ini mengasumsikan sistem tiga variabel
sedemikian rupa sehingga ada dua jalur kausal yang dimasukkan kedalam variabel
hasil : pengaruh langsung dari variabel independen ke variabel dependen (jalur c)
dan dampak intervening (jalur b). Kemudian ada juga pengaruh variabel
independen ke variabel intervening (jalur a).
Gambar 3. 1 Uji Efek Intervening
Menurut Baron & Kenny (1986) sebuah variabel berfungsi sebagai intervening
ketika memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
intervening (jalur a)
b. Variabel intervening berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen (jalur b)
93
c. Ketika jalur a dan b di mediasi/ intervening. Jika hubungan variabel
independen dengan variabel dependen yang sebelumnya signnifikan
menjadi tidak signifikan, maka kondisi ini disebut dengan full
mediation. Jika hubungan variabel independen dengan variabel
dependen yang sebelumnya signnifikan tetap menjadi signifikan, maka
kondisi ini disebut dengan patial mediation.
94
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang di ambil dari laporan
tahunan perusahaan. Populasi penelitian ini merupakan perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2020. Laporan tahunan tersebut
diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia dan website masing-masing
perusahaan. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling. Sampel
dalam penelitian ini merupakan representasi dari populasi yang ada. Perusahaan
yang dijadikan sampel sudah sesuai dengan kriteria yang ditentukan sebelumnya.
Tahapan seleksi disajikan dalam tabel 4.1
Tabel 4.1 Populasi Penelitian
No Keterangan Tahun 2017 -
2020
1 Perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
46
2 Perusahaan yang tidak menyajikan perusahaan
dalam mata uang rupiah
1
3 Perusahaan tidak mengungkapkan data-data
yang berkaitan dengan variabel penelitian dan
tersedia secara lengkap pada publikasi selama
periode 2017-2020
19
Total perusahaan yang dijadikan sampel 26
Total sampel penelitian (26 perusahaan x 4
tahun)
104
Total sampel yang digunakan 104
Sumber : Data sekunder yang diolah
95
Dari tahapan penyeleksian sampel diatas dari total 46 sampel yang tersedia
terdapat 40 perusahaan yang memenuhi kriteria. Daftar perusahaan perbankan yang
menjadi sampel dalam penelitian ini disajikan dalam lampiran.
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Variabel yang diujikan dalam penelitian ini meliputi financial target, audit
quality, change in auditor, independent commisioners, political connection,
financial distress dan fraudulent financial reporting.
Tabel 4.2 Hasil Uji Deskriptif 1
Sumber : Data sekunder yang diolah
Berdasarkan hasil dari analisis statistik deskriptif diatas dapat dilihat bahwa
terdapat 104 data pada setiap variabel penelitian yang menjadi sampel dalam
penelitian ini. Hasil analisis setiap variabel diatas dijelaskan sebagai berikut :
a. Variabel dependen yaitu fraudulent financial reporting (FFR) yang diukur
menggunakan F-score menunjukkan nilai minimum sebesar -0.226 yaitu
Bank Artha Graha Internasional tahun 2020. Sedangkan nilai maksimumnya
sebesar 0.164 yaitu Bank Amar Indonesia tahun 2019. Berdasarkan tabel
diatas menunjukkan bahwa hasil analisis deskriptif untuk FFR mempunyai
nilai rata-rata sebesar -0.029. Sedangkan nilai standar deviasi yang
menggambarkan tingkat variasi data pada variabel FFR yaitu sebesar 0.091.
Variabel N Min Max Mean Std.Dev
FFR 104 -0.226 0.164 -0.029 0.091
Financial Distress 104 -2.684 1.085 -0.816 0.780
Financial Target 104 -0.230 3.130 1.178 0.795
Independent Commisioners 104 37.5 75.00 57.757 8.623
96
b. Variabel Intervening yaitu financial distress yang diukur menggunakan
Altman Z-Score menunjukkan nilai minimum sebesar -2.684 yaitu Bank
Woori Saudara Indonesia tahun 2020. Sedangkan nilai maksimumnya sebesar
1.085 yaitu Bank Mega tahun 2017. Berdasarkan tabel diatas menunjukkan
bahwa hasil analisis deskriptif untuk financial distress menunjukan nilai rata-
rata sebesar -0.816. sedangkan nilai standar deviasi yang menggambarkan
tingkat variasi data pada variabel financial distress yaitu sebesar 0.708.
c. Variabel financial target yang diukur dengan menggunakan indikator ROA
mempunyai nilai minimum -0.23 yang dimiliki oleh Bank Artha Graha
Internasional tahun 2019 yang berarti bahwa perusahaan tersebut memiliki
kemampuan paling rendah untuk mendapatkan laba diantara perusahaan
sampel. Sedangkan nilai maksimum dimiliki oleh Bank Central Asia yaitu
sebesar 3.13. Hasil analisis deskriptif dari variabel financial target
menunjukkan bahwa dari 104 sampel yang diolah memiliki nilai rata-rata
sebesar 1.178, yang berarti bahwa rata-rata kemampuan perusahaan
menghasilkan laba dari total aset adalah sebesar 0.1%. tingkat variasi data
dari variabel financial terget ditunjukan oleh nilai standar deviasi sebesar
0.795.
d. Variabel independent commisioners yang diukur menggunakan porsi dewan
komisaris independen mempuanyai nilai minimum 37.5% yaitu Bank
Danamon Indonesia pada tahun 2018 artinya perusahaan tersebut hanya
memiliki porsi dewan komisaris yang independen sebesar 37.% dari total
dewan komisaris perusahaan. sedangkan nilai maksimum dimiliki oleh Bank
97
Woori Saudara Indonesia yaitu sebesar 75%. Selanjutnya hasil analisis
deskriptif dari variabel independent commisionesr menunjukkan nilai rata-
rata sebesar 57.75%. Hal tersebut berarti bahwa rata-rata perusahaan
memiliki komisaris independen lebih dari setengah total dewan komisaris.
tingkat variasi data dari variabel independent commisioners ditunjukan oleh
nilai standar deviasi sebesar 8.623.
Selanjutnya variabel audit quality, change in auditor dan political connection
diukur dengan variabel dummy. Hasil statistik deskriptifnya dapat dilihat pada tabel
dibawah dan dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 4.3 Hasil Uji Deskriptif 2
Sumber : Data sekunder yang diolah
a. Variabel audit quality yang diukur dengan menggunakan variabel dummy.
Perusahaan yang menggunakan jasa audit laporan keuangan dari kantor
akuntan publik big 4 memiliki atau diberi kode 1. Dari hasil statistik
deskriptif menunjukkan bahwa perusahaan yang menggunakan jasa KAP
big 4 memiliki persentase sebesar 69.23% dari total sampel. Sedangkan
perusahaan yang menggunakan jasa audit laporan keuangan dari KAP non
big 4 memiliki atau diberi kode 0. Dari hasil statistik deskriptif
menunjukkan bahwa perusahaan yang menggunakan kap non big 4
memiliki persentase sebesar 30.77%.
Variabel N Variabel Dummy
1 0
Audit Quaity 104 69.23% 30.77%
Change in Auditor 104 13.46% 86.54%
Political Connection 104 38.46% 61.54%
98
b. Variabel Change in Auditor juga yang diukur dengan menggunakan
variabel dummy. Perusahaan yang melakukan pergantian KAP yang
mengaudit laporan keuangannya memiliki atau diberi kode 1. Dari hasil
statistik deskriptif menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan
pergantian KAP yang mengaudit laporan keuangannya memiliki persentase
sebesar 13.46% dari total sampel. Sedangkan perusahaan yang tidak
melakukan pergantian kap yang mengaudit laporan keuangannya memiliki
atau diberi kode 0. Dari hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa
perusahaan yang tidak melakukan pergantian KAP yang mengaudit laporan
keuangannya memiliki persentase sebesar 86.54%.
c. Variabel political connection diukur dengan menggunakan variabel dummy.
Perusahaan yang memiliki salah satu dari dewan komisaris atau CEO yang
terkoneksi secara politik diberi kode 1. Dari hasil statistik deskriptif
perusahaan yang memiliki koneksi politik memiliki persentase 38.46% dari
total sampel. Sedangkan perusahaan yang salah satu dari dewan komisaris
atau CEO yang tidak terkoneksi secara politik diberi kode 0. Dari hasil
statistik deskriptif perusahaan yang tidak memiliki koneksi politik memiliki
persentase sebesar 61.54%.
2. Hasil Uji Outer Model dan Measurement model
a. Convergent Validity
Validitas corvergent merupakan indikator yang diukur berdasarkan
korelasi antara skor item/skor komponen dengan konstruk skor. Hal ini dapat
99
dilihat pada outer weights yang menggambarkan kontribusi antara setiap item
pengukuran (indikator) dengan konstruknya. Jika korelasi antara pengukuran
individu dan struktur yang akan diukur > 0,7 maka dianggap tinggi.
Tabel 4.4 Hasil Outer Weights
Indikator FT AQ CIA IC PC FD FFR
ROA 1,000
AQUALITY 1,000
ACHANGE 1,000
BODOUT 1,000
POLCON 1,000
Z-SCORE 1,000
F-SCORE 1,000
Sumber : Data sekunder yang diolah
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software smartPLS
yang dapat dilihat pada tabel diatas, ketujuh indikator memiliki nilai weights
factor besar dari 0,7. Hal ini menunjukkan kontribusi antar konstruk dengan
indikator atau nilai outer model sudah memenuhi convergent validity.
b. Uji Discriminant Validity
Discriminant Validity adalah model pengukuran untuk memastikan
bahwa setiap konsep dari masing-masing variabel laten berbeda dengan
variabel lainya yang dinilai berdasarkan cross loading. Jika korelasi konstruk
dengan item pengukuran lebih besar dari pada ukuran konstruk lainnya, maka
menunjukkan nilai deskriminan validity lebih baik dibandingkan dengan blok
lainnya.
Tabel 4.5 Hasil dari Cross loading
100
Indikator FT AQ CA IC PC FD FFR
ROA 1,000 0,169 0,067 -0,170 0,432 -0,219 0,181
AQUALITY 0,169 1,000 -0,286 -0,034 0,099 -0,345 0,090
ACHANGE 0,067 -0,286 1,000 -0,080 -0,080 0,067 -0,118
BODOUT -0,170 -0,034 -0,077 1,000 -0,312 0,168 0,083
POLCON 0,432 0,099 -0,080 -0,312 1,000 -0,055 -0,099
Z-SCORE -0,219 -0,345 0,067 0,168 -0,055 1,000 -0,362
F-SCORE 0,181 0,090 -0,118 0,083 -0,099 -0,362 1,000
Sumber : Data sekunder yang diolah
Tabel diatas menunjukkan bahwa konstruk variabel financial target
memiliki nilai cross loading factor paling tinggi terhadap indikatornya ROA
dibandingkan dengan konstruk lainya, sehingga mempunyai discriminant
validity baik. Selanjutnya pada konstruk variabel audit quality memiliki nilai
cross loading factor lebih tinggi terhadap indikatornya AQUALITY
dibandingkan dengan konstruk lainya, sehingga mempunyai discriminant
validity baik. Berikutnya pada konstruk variabel change in auditor memiliki
nilai cross loading factor lebih tinggi terhadap indikatornya ACHANGE
dibandingkan dengan konstruk lainya, sehingga mempunyai discriminant
validity baik. kemudian pada konstruk variabel independent commisioners
memiliki nilai cross loading factor lebih tinggi terhadap indikatornya
BODOUT dibandingkan dengan konstruk lainnya, sehingga mempunyai
discriminant validity baik.
Selanjutnya untuk konstruk variabel political connection memiliki nilai
cross loading factor lebih tinggi terhadap indikatornya POLCON
dibandingkan dengan konstruk lainya, sehingga mempunyai discriminant
validity baik. Kemudian untuk konstruk variabel financial distress memiliki
nilai cross loading factor lebih tinggi terhadap indikatornya Z-SCORE
101
dibandingkan dengan konstruk lainya, sehingga mempunyai discriminant
validity baik. Terakhir untuk konstruk variabel fraudilent financial reporting
(FFR) memiliki nilai cross loading factor lebih tinggi terhadap indikatornya F-
SCORE dibandingkan dengan konstruk lainya, sehingga mempunyai
discriminant validity baik.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa semua variabel laten sudah
memiliki discriminant validity yang baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai loading
factor untuk setiap indikator dari masing-masing variabel mempunyai nilai
loading factor lebih besar dibandingkan dengan nilai loading factor variabel
lainnya.
Metode lain untuk mengukur discriminant validity adalah
membandingkan nilai root of average variance extracted (AVE) setiap
konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam
model. Jika nilai AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antara
konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai
discriminant validity yang baik. Nilai AVE yang direkomendasikan harus lebih
besar dari nilai 0,50 (Ghozali & Latan, 2015).
Tabel 4.6 Hasil dari Average Variance Extracted (AVE)
Indikator AVE
ROA 1,000
AQUALITY 1,000
ACHANGE 1,000
BODOUT 1,000
POLCON 1,000
Z-SCORE 1,000
F-SCORE 1,000
Sumber : data sekunder diolah
102
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa semua variabel laten memiliki
nilai AVE sebesar 1,000. nilai tersebut lebih besar dari 0,50 sehingga hal ini
menunjukkan bahwa semua variabel laten sudah memiliki discriminant validity
yang baik.
c. Hasil Uji Normalitas
Menurut Ghozali & Latan (2015) Uji normalitas dilakukan untuk
menguji apakah pada suatu model regresi mempunyai distribusi normal atau
tidak normal. Model regresi memerlukan normalitas pada residualnya bukan
pada masing-masing variabel penelitian. Uji normalitas dilakukan untuk
menguji apakah variabel dependen dan variabel independen dalam model regresi
memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas menggunakan
pengujian skewnes dan kurtosis dilakukan untuk mengetahui ukuran
kemencengan data. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan
memunculkan variabel unstandardized residual. Kemudian variabel
unstandardized residual diuji normalitas untuk mengetahui apakah data
terdistribusi secara normal atau tidak. hasilnya adalah seperti tabel dibawah
Tabel 4.7 Statistik Skewnes dan kurtosis
N Skewness Kurtosis
Statistic Statistic
Std.
Error Statistic
Std.
Error
Unstandardized
Residual 104 ,380 ,237 -,487 ,469
Valid N
(listwise) 104
103
Rasio skewnes = nilai statistik skewnes / Std.error
= 0,380/0,237
= 1,602
Rasio kurtosis = niai statistik kurtosis / Std.error
= -0,487/0,469
= -1,037
Berdasarkan hasil rasio skewnes dan kurtosis diatas menunjukan nilai
rasio skewnes dan kurtosis berada di antara -1,96 sampai +1,96 sehingga dapat
disimpulkan data sudah terdistribusi normal.
3. Hasil Uji Inner Model atau Structural Model
Berdasarkan teori substantif pengujian inner model atau structural model
dilakukan untuk mengetahui hubungan antar konstruk. Pengujian yang dilakukan
meliputi R-square, F-square. Q-square, model fit dan pengujian hipotesis. Untuk
lebih lengkapnya dijelaskan sebagai berikut :
a. Hasil R-Square
Model Struktural hasil PLS algorithm
104
Gambar 4. 1 Hasil PLS Algorithm
Tabel 4.8 Hasil R-Square
Sumber : Data diolah
Dalam pengolahan data menggunakan SmartPLS untuk mengetahui
pengaruh substantif antara variabel penilaian model dimulai dengan melihat nilai
R-square. Menurut Ghozali dan Latan (2015) nilai R-Square sebesar 0,75
dikategorikan model kuat, nilai R-Square 0,50 dikategorikan model moderat,
dan nilai R-square 0,25 dikategorikan model lemah.
Penelitian ini menggunakan dua variabel yang dipengaruhi oleh variabel
lainnya. variabel tersebut adalah financial distress dan FFR. Untuk variabel
financial distress dipengaruhi oleh variabel financial target, audit quality,
change in auditor, independent commisioners, dan political connection.
Sedangkan untuk variabel fraudulent financial reporting (FFR) dipengaruhi oleh
Variabel R-square
Financial Distress 0,171
FFR 0,207
105
financial target, audit quality, change in auditor, independent commisioners,
political connection dan financial distress.
Pada tabel diatas menunjukkan nilai R-square untuk variabel financial
distress didapatkan sebesar 0,171. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel
financial target, audit quality, change in auditor, independent commisioners,
dan political connection secara simultan mampu menjelaskan variabel financial
distress sebesar 17,1% sedangkan 82,9% sisanya dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak dihipotesiskan dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa nilai R-Square untuk variabel financial distress
termasuk dalam kategori lemah. Hal tersebut terjadi karena financial distress
disebabkan oleh banyak faktor, baik internal maupun ekternal perusahaan.
Berikutnya nilai R-Square untuk variabel FFR didaptkan sebesar 20,7%.
Hasil tersebut menunjukkan variabel financial target, audit quality, change in
auditor, independent commisioners, political connection, dan financial distress
secara simultan mampu menjelaskan variabel fraudulent financial reporting
sebesar 20,7% sedangkan 79,3% sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dihipotesiskan dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan nilai R-Square dari variabel FFR termasuk dalam kategori lemah.
Hal ini terjadi karena fraudulent financial reporting disebabkan oleh banyak
faktor, baik internal maupun ekternal perusahaan.
b. Hasil F-Square
106
F-Square atau Effect size dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai R-
square pada konstruk endogen. Perubahan nilai R-square menunjukkan
pengaruh konstruk eksogen terhadap konstruk endogen apakah memiliki
pengaruh yang subtantif. Menurut Sarstedt et al. (2017) nilai effect size 0,02
kategori kecil, 0,15 masuk kategori menengah dan 0,35 kategori besar.
Tabel 4.9 Hasil F-Square
Variabel F-Square
FD FFR
FT 0,032 0,047
AQ 0,106 0,008
CA 0,000 0,022
IC 0,027 0,014
PC 0,010 0,030
FD 0,139
FFR
Sumber : Data diolah
Berdasarkan tabel nilai F-Square diatas, yang efek size besar dengan
kriteria F-Square > 0,35 dan F-Square sedang dengan kriteria antara 0,15 sd
0,35 tidak ada. Selanjutnya untuk pengaruh FT terhadap FD, FT terhadap FFR,
AQ terhadap FD, CA terhadap FFR, IC terhadap FD, PC terhadap FFR dan FD
terhadap FFR termasuk kategori lemah sebab nilai F-Square berada dalam
rentang 0,02 sd 0,15. Sedangkan untuk pengaruh AQ terhadap FFR, CA
terhadap FD, IC terhadap FFR dan PC terhadap FD dapat diabaikan karena
mempunyai nilai F-square < 0,02.
c. Hasil Q-Square
Pengujian Q-Square dilakukan melalui metode blindfolding untuk
mengetahui seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga
estimasi parameternya. Nilai Q-Square harus mempunyai nilai lebih besar dari
107
nol untuk dapat mengkategorikan model mempunyai nilai predictive relevance
yang relevan. Besaran nilai Q-Square memiliki rentang 0<Q-Square>1. Medel
akan semakin baik jika nilai Q-Square mendekati 1. Menurut Ghozali & Latan
(2015) nilai predictive relevance 0,02 masuk kategori lemah, 0,15 moderat, dan
0,35 kuat.
Tabel 4.10 Hasil Q-Square
Variabel Q-Square
Financial Distress 0,136
FFR 0,121
Sumber : Data sekunder diolah
Pada tabel diatas menunjukkan nilai Q-Square untuk variabel financial
distress diperoleh sebesar 0,136. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel
financial distress memiliki nilai predictive relevan yang termasuk dalam
kategori lemah menuju moderat. Selanjutnya nilai Q-Square untuk variabel
FFR diperoleh sebesar 0,121. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel FFR
memiliki nilai predictive relevan yang termasuk dalam kategori lemah menuju
moderat. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian
ini variabel independen memiliki predictive relevan dengan variabel dependen.
d. Model Fit
Agar model memenuhi kriteria model fit, nilai SMSR harus kurang dari
0,05 (Cangur & Ercan, 2015). Tapi berdasarkan penjelasan dari website
SmartPLS kriteria atau batasan model fit antara lain: Nilai RMS Theta atau
Root Mean Square Theta < 0,102, Nilai SRMR atau Standardized Root Mean
Square <0,10 atau < 0,08 dan Nilai NFI > 0,9.
Tabel 4.11 Hasil Model Fit
108
Saturated Model Estimated Model
SRMR 0,000 0,000
d_ULS 0,000 0,000
d_G1 0,000 0,000
d_G2 0,000 0,000
Chi-Square 0,000
NFI 1,000 1,000
rms Theta 0,138
Berdasakan hasil model fit pada tabel diatas menunjukkan nilai RMS Theta
atau Root Mean Square Theta sebesar 0,138. Nilai tersebut lebih besar dari
0,102. Sehingga berdasarkan penilaian model tersebut tidak memenuhi kriteria
model fit. Namun jika dilihat berdasarkan nilai SRMR atau Standardized Root
Mean Square nilainya sebesar 0,000 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,10.
Maka model memenuhi kriteria model fit. Selanjutnya jika dilihat berdasarkan
nilai NFI yaitu sebesar 1,000 dimana nilai tersebut memiliki nilai lebih besar
dari 0,9. Maka model memenuhi kriteria model fit, sehingga dapat disimpulkan
bahwa d penilaian model berdasarkan SRMR dan NFI model fit dengan data.
e. Hasil Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh suatu
konstruk terhadap konstruk lainya melalui metode boothstrapping dengan
melihat koefisien parameter dan nilai t-statistik (Ghozali & Latan, 2015). Nilai
yang terdapat pada output path coefficient untuk menguji model struktural
digunakan sebagai dasar dalam pengujian hipotesis. Besarnya nilai t-satatistik
dijadikan sebagai acuan hasil hipotesis yang diajukan. Perbandingan nilai t-
statistik dan dengan t-tabel ditentukan pada batas 1,98. nilai tersebut diperoleh
109
dari nilai df sebesar 102 ( jumlah sampel dikurangi dua : 104-2) dan α sebesar
0,05 (two tailed). Batasan untuk menerima atau menolak hipotesis yang
diajukan adalah ±1,98. Dimana apabila nilai t-satatistik berada pada rentang -
1,98 sampai 1,98 maka hipotesis akan ditolak atau dengan kata lain menerima
nol (H0).
Tabel 4.12 Path Coeffiecents (Mean, STDEV, T-Value)
Variabel
Original
Sampel
(O)
Sample
Mean
(M)
Standard
Deviation
(StDev)
T-Statistic
(IO/StDev)
P-
Value
FT→FD -0,186 -0,184 0,093 2,004 0,046
AQ→FD -0,316 -0,322 0,091 3,462 0,001
CA→FD -0,010 -0,007 0,079 0,130 0,896
IC→FD 0,160 0,165 0,092 1,733 0,084
PC→FD -0,107 0,111 0,095 1,131 0,624
FT→FFR 0,223 0,210 0,111 2,018 0,044
AQ→FFR -0,092 -0,095 0,117 0,787 0,432
CA→FFR -0,140 -0,129 0,088 1,584 0,114
IC→FFR 0,112 0,115 0,093 1,204 0,229
PC→FFR -0,179 -0,175 0,095 1,131 0,259
FD→FFR -0,364 -0,377 0,104 3,514 0,000
Sumber : Data sekunder diolah
Tabel diatas menunjukkan bahwa pengaruh FT (financial target)
terhadap FD (fianancial distress) sebesar -0,186 dan signifikan pada 0,05
(2,004>1,98). Pengaruh AQ (audit quality) terhadap FD (financial distress)
sebesar -0,316 dan signifikan pada 0,05 (3,462>1,98). Pengaruh CA (change
in auditor) terhadap FD (fianancial distress) sebesar 0,010 dan signifikan pada
0,05 (0,130<1,98). Pengaruh IC (independent commisioners) terhadap FD
(financial distress) sebesar 0,160 dan signifikan pada 0,05 (1733<1,98).
Pengaruh PC (political connection terhadap FD (fianancial distress) sebesar
0,107 dan signifikan pada 0,05 (1,131<1,98).
110
Pengaruh FT (financial target) terhadap FFR (fraudulent financial
reporting) sebesar 0,123 dan signifikan 0,05 (2,018<1,98). Pengaruh AQ (audit
quality) terhadap FFR (fraudulent financial reporting) sebesar -0,092 dan
signifikan 0,05 (0,787<1,98). Pengaruh CA (change in auditor) terhadap FFR
(fraudulent financial reporting) sebesar -0,140 dan signifikan 0,05
(1,584<1,98). Pengaruh IC (independent commisioners) terhadap FFR
(fraudulent financial reporting) sebesar 0,112 dan signifikan 0,05
(1,204<1,98). Pengaruh PC (political connection) terhadap FFR (fraudulent
financial reporting) sebesar -0,179 dan signifikan 0,05 (1,734<1,98). Pengaruh
FD (financial distress) terhadap FFR (fraudulent financial reporting) sebesar -
0,364 dan signifikan 0,05 (3,514>1,98).
4. Hasil Uji Efek Intevening
Pengujian efek intervening dilakukan untuk mengetahui pengaruh tidak
langsung suatu konstruk terhadap konstruk lainya. Pengujian dilakukan melalui
metode boothstrapping dengan melihat koefisien parameter dan nilai t-statistik.
Nilai yang terdapat pada output specific indirect effect digunakan sebagai dasar
dalam pengujian efek intervening.
Tabel 4.13 Specific Indirect Effect (Mean, STDEV, T-Value)
Variabel
Original
Sampel
(O)
Sample
Mean
(M)
Standard
Deviation
(StDev)
T-Statistic
(IO/StDev)
P-
Value
FT→FD→FFR 0,068 0,070 0,042 1,620 0,106
AQ→FD→FFR 0,115 0,115 0,049 2,354 0,019
CA→FD→FFR -0,004 -0,004 0,029 0,130 0,896
111
IC→FD→FFR -0,058 -0,058 0,039 1,509 0,132
PC→FD→FFR -0,039 -0,039 0,038 1,091 0,309
Tabel diatas menunjukkan bahwa pengaruh FT (financial target) terhadap
FFR (fraudulent financial reporting) melalui FD (fianancial distress) sebesar
0,068 dan signifikan pada 0,05 (1,620>1,98). Kemudian pengaruh AQ (audit
quality) terhadap FFR (fraudulent financial reporting) melalui FD (financial
distress) sebesar 0,115 dan signifikan pada 0,05 (2,354>1,98). Selanjutnya
pengaruh CA (change in auditor) terhadap FFR (fraudulent financial reporting)
melalui FD (fianancial distress) sebesar -0,004 dan signifikan pada 0,05
(0,130<1,98). Kemudian pengaruh IC (independent commisioners) terhadap
FFR (fraudulent financial reporting) melalui FD (financial distress) sebesar -
0,058 dan signifikan pada 0,05 (1,509<1,98). Terakhir pengaruh PC (political
connection terhadap FFR (fraudulent financial reporting) melalui FD
(fianancial distress) sebesar -0,039 dan signifikan pada 0,05 (1,091<1,98).
5. Pembahasan
1. Pengaruh Financial Target terhadap Financial Distress
Pengujian hipotesis pengaruh financial target terhadap financial
distress dilakukan melalui metode boothstrapping memiliki nilai koefisien
jalur sebesar -0,186 dengan nilai t-statistik 2,004 dengan signifikansi 0,046.
Nilai tersebut lebih besar dari 1,98 dan lebih kecil dari 0,05. Hasil ini
menunjukkan bahwa financial target berpengaruh negatif secara signifikan
terhadap financial distress, sehingga hipotesis pertama (Ha1) diterima.
112
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa financial target yang diukur
dengan ROA pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI 2017-2020
memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perusahaan.
Tingginya ROA yang ditargetkan untuk dicapai perusahaan membuat
manajemen berusaha dengan keras untuk meningkatkan keuntungan
perusahaan, dengan meningkatnya keuntungan maka perusahaan akan
memiliki lebih banyak dana yang dapat digunakan. Sehingga dengan
banyaknya dana perusahaan akan membuat perusahaan jauh dari kondisi
financial distress. Selain itu perusahaan umumnya berusaha untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan aset. Sehingga
dengan adanya efisiensi penggunaan aset tersebut, maka biaya yang
dikeluarkan perusahaan akan berkurang. Berkurangnya biaya akan
menghasilkan penghematan sehingga dana untuk menjalankan perusahaan
akan bertambah. Hal tersebut membuat kemungkinan perusahaan mengalami
financial distress akan berkurang. Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi nilai financial target maka kemungkinan perusahaan
untuk mengalami financial distress akan berkurang.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Darsono
dan Ashari (2005) bahwa secara garis besar penyebab financial distress dapat
dibagi menjadi dua yaitu faktor ekternal dan faktor internal. Salah satu faktor
internal yang menyebabkan perusahaan mengalami financial distress yaitu
manajemen yang tidak efisien sehingga mengakibatkan kerugian terus
menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar
113
kewajiban. Kurangnya keterampilan dan keahlian manajemen merupakan
salah satu penyebab ketidakefisienan tersebut.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan
Geng et al. (2015), Lee dan Lee (2018) dan Ilman et al. (2009) yang
menemukan ROA memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial
distress. Hasil penelitian didukung oleh penelitian Hapsari (2018) yang
melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
menemukan bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap financial distress. Hal
ini menunjukkan semakin tinggi ROA yang diperoleh perusahaan maka
kemungkinan perusahaan untuk mengalami financial distress akan
berukurang. Hasil penelitian ini juga didukung Widarjo dan Setiawan (2009)
yang melakukan penelitian pada perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI
yang menemukan bahwa profitabilitas yang diukur dengan ROA memiliki
pengaruh negatif secara signifikan terhadap financial distress. Hal ini
menunjukkan efisiensi dan efektivitas dari penggunaan aset perusahaan
karena rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba
berdasarkan penggunaan aset.
2. Pengaruh Audit Quality terhadap Financial Distress
Pengujian hipotesis pengaruh audit quality terhadap financial distress
dilakukan melalui metode boothstrapping memiliki nilai koefisien jalur
sebesar -0,316 dengan nilai t-statistik 3,462 dengan signifikansi 0,001, nilai
tersebut lebih besar dari 1,98 dan lebih kecil dari 0,05. Hasil ini menunjukkan
114
bahwa audit quality berpengaruh negatif secara signifikan terhadap financial
distress, sehingga hipotesis kedua (Ha2) diterima.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa audit quality yang diukur
dengan ukuran KAP yang mengaudit laporan keuangan perusahaan memiliki
pengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perusahaan. Auditor
bertugas untuk memeriksa dan memberikan opini terhadap laporan keuangan
perusahaan. Selain itu auditor juga memberikan masukan dan saran terhadap
pengendalian internal perusahaan melalui manajemen letter. Auditor yang
berasal dari KAP big 4 dianggap lebih memiliki keahlian yang lebih baik dari
auditor yang berasal dari KAP non big 4. Sehingga audit dari KAP big 4
dianggap memiliki kualitas yang lebih baik dari KAP non big 4.
Audit quality yang baik memberikan saran dan masukan terhadap
operasional dan pengendalian internal perusahaan sehingga menjadi referensi
bagi manajemen dalam pengambilan keputusan yang lebih baik dalam
memperbaiki sistem operasional dan pengendalian perusahaan sehingga bisa
bersaing dengan perusahaan lain. Selain itu saran dari auditor dapat juga
mendukung perusahaan menyesuaikan strategi bisnis dan mengurangi risiko
keuangan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Darsono dan
Ashari (2005) bahwa secara garis besar penyebab financial distress
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor ekternal yaitu
perusahaan menghadapi persaingan bisnis yang sangat ketat yang menuntut
perusahaan agar selalu memperbaiki sistem operasional dan pengendalian
115
perusahaan sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain. Sistem
operasional dan pengendalian internal yang lebih baik akan memberikan nilai
tambah pada perusahaan diamata pelanggan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Revina (2016)
yang menemukan bahwa audit quality memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap financial distress pada perusahaan sektor transportasi di Indonesia.
Selanjutnya penelitian ini mendukung hasil penelitian Chang dan Hwang
(2020) yang menemukan audit quality memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap financial distress. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Lu
dan Ma (2016) yang melakukan penelitian pada perusahaan yang melantai di
bursa China menemukan bahwa audit quality memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap financial distress. Yang berarti kualitas audit yang baik
dapat mengurangi kemungkinan financial distress.
3. Pengaruh Change in Auditor terhadap Financial Distress
Pengujian hipotesis pengaruh change in auditor terhadap financial
distress dilakukan melalui metode boothstrapping memiliki nilai koefisien
jalur sebesar -0,010 dengan nilai t-statistik 0,130, nilai tersebut lebih kecil
dari 1,98. Hasil ini menunjukkan bahwa change in auditor tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap financial distress, sehingga hipotesis ketiga (Ha3)
ditolak.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa change in auditor tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress. Hal ini berarti
bahwa keputusan perusahaan untuk melakukan pergantian auditor yang
116
mengaudit laporan keuanganya tidak memiliki hubungan dengan apakah
kondisi keuangan perusahaan sedang mengalami financial distress atau tidak.
Auditor bertugas untuk memeriksa dan memberikan opini terhadap laporan
keuangan perusahaan. Selain itu auditor juga memberikan masukan dan saran
terhadap pengendalian internal perusahaan melalui manajemen letter.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan NO:423/KMK.06/2002 tentang jasa
akuntan publik, akuntan publik hanya boleh mengaudit klien yang sama
maksimal 3 tahun secara berturut-turut dan untuk kantor akuntan publik
(KAP) paling lama lima tahun. Dikarenakan adanya aturan diatas maka
perusahaan melakukan pergantian auditornya hanya untuk pemenuhan
regulasi tersebut bukan karena perusahaan sedang mengalami financial
distress. Selain itu fee audit yang dibayarkan perusahaan terhadap auditor
baru tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan fee audit yang
dibayarkan ke auditor yang lama sehingga tidak akan mengganggu kondisi
keuangan perusahaan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Darsono
dan Ashari (2005) bahwa secara garis besar perusahaan mengalami financial
distress disebabkan oleh faktor internal dan ekternal. Faktor internal berupa
manajemen yang tidak efisien, ketidakseimbangan modal yang dimiliki dan
jumlah utang dan adanya kecurangan yang dilakukan. Sedangkan faktor
ekternal meliputi hubungan dengan pelanggan, pemasok kreditor, debitor,
kompetitor, dan kondisi ekonomi. Sehingga walaupun perusahaan melakukan
117
pergantian auditor, selagi tidak memiliki masalah diatas maka tidak akan
berpengaruh terhadap kondisi keuangan perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Susanto (2018) yang
menemukan bahwa tidak ada korelasi antara pergantian auditor dengan
financial distress. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Tan et al.
(2016) yang menunjukkan bahwa change in auditor tidak memiliki pengaruh
langsung terhadap kondisi financial distress perusahaan karena auditor
bukanlah orang yang mengelola perusahaan.
4. Pengaruh Independent Commisioners terhadap financial distress
Pengujian hipotesis pengaruh independent commisioners terhadap
financial distress dilakukan melalui metode boothstrapping memiiki nilai
koefisien jalur sebesar 0,160 dengan nilai t-statistik 1,733 dan signifikansi
0,084. Nilai tersebut lebih kecil dari 1,98 dan dan lebih besar dari 0,05. Hasil
ini menunjukkan bahwa independent commisioners tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap financial distress, sehingga hipotesis keempat (Ha4)
ditolak.
Hasil penelitian ini menunjukkan banyak atau sedikitnya proporsi
independent commisoners tidak memiliki pengaruh terhadap financial
distress. Salah satu mekanisme good corporate governance adalah adanya
dewan komisaris independen dimana memiliki tanggung jawab untuk
menghasilkan laporan keuangan yang andal yaitu dengan cara memastikan
perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun budaya
dan nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.
118
Komisaris independen sangat dibutuhkan sikap indepedensinya dalam
menjalankan tugasnya, namun terkadang seorang komisaris independen
memiliki sikap kurang independen dan tidak menjalani fungsinya sesuai
dengan peraturan BAPEPAM No.29/PM/2004 tentang pedoman komisaris
independen. Sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan lemahnya
pengawasan terhadap kinerja manajemen perusahaan dan tidak akan memiliki
pengaruh terhadap terjadinya financial distress. Selain itu seperti yang biasa
terjadi di negara berkembang indeks korupsi sangat tinggi. Sehingga sebagian
besar komisaris independen dipilih bukan karena keahlian dan pengalaman
mereka. Namun karena kontak jaringan mereka dan pemenuhan ketentuan
perusahaan yang menerapkan GCG yaitu 30% dari total dewan komisaris.
Hasil penelitian ini tidak mendukung teori keagenan yang berasumsi bahwa
komisaris independen diwajibkan di dewan komisaris untuk mengawasi dan
mengendalikan tindakan manajer dalam kaitannya dengan perilaku
oportunistik mereka (Jensen dan Merkling, 1976). Penelitian ini tidak
mendukung teori keagenan yang menyatakan bahwa kemampuan dewan
komisaris dalam mekanisme pengawasan yang efektif tergantung pada
indepedensinya terhadap manajemen (Beasley, 1996).
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Darsono
dan Ashari (2005) bahwa secara garis besar perusahaan mengalami financial
distress disebabkan oleh faktor internal dan ekternal. Faktor internal berupa
manajemen yang tidak efisien, ketidakseimbangan modal yang dimiliki dan
jumlah utang dan adanya kecurangan yang dilakukan. sehingga keberadaan
119
atau porsi independen komisioners yang banyak atau sedikit tidak
mempengaruhi kondisi financial distress perusahaan jika faktor diatas tidak
terjadi.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Nur
dan Yuyetta (2019) yang melakukan penelitian tentang pengaruh mekanisme
good corporate governace terhadap financial distress menemukan bahwa
komisaris independen tidak memiliki pengaruh terhadap financial distress.
Kemudian penelitian ini juga tidak mendukung penelitian yang dilakukan
oleh Hanifah dan Purwanto (2013) yang melakukan penelitian tentang
pengaruh struktur corporate governace terhadap kondisi financial distress
menemukan bahwa porsi dewan komisaris independen tidak memiliki
pengaruh terhadap financial distress. Selanjutnya hasil penelitian ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Merkusiwati (2014)
yang melakukan penelitian tentang pengaruh mekanisme GCG terhadap
financial distress menemukan bahwa dewan komisaris independen tidak
memiliki pengaruh terhadap financial distress. Selain itu penelitian Kusanti
dan Andayani (2015) menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh dewan
komisaris terhadap financial distress.
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Widhiadnyana dan Ratnadi (2019) yang menggunakan sampel semua
perusahaan yang terdaftar BEI menemukan bahwa proporsi dewan komisaris
independen memiliki pengaruh terhadap financial distress. Hasil penelitian
ini juga tidak sejalan dengan penelitian (Fathonah, 2017) yang menggunakan
120
perusahaan property dan real estate menemukan proporsi dewan komisaris
independen secara signifikan berpengaruh terhadap financial distrees.
Selanjutnya penelitian ini juga tidak mendukung penelitian Yudha (2014),
Revina (2016) dan Ananto et al (2017) yang menemukan porsi independent
commisoners berpengaruh terhadap financial distress.
5. Pengaruh political connection terhadap Financial Distress
Pengujian hipotesis pengaruh political connection terhadap financial
distress dilakukan melalui metode boothstrapping memiiki nilai koefisien
jalur sebesar -0,107 dengan nilai t-statistik 1,131 dan signifikansi 0,259 Nilai
tersebut lebih kecil dari 1,98 dan lebih besar dari 0,05. Hasil ini menunjukkan
bahwa political connection tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
financial distress, sehingga hipotesis ke-lima (Ha5) ditolak.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CEO atau dewan komisaris
yang memiliki political connection tidak berpengaruh terhadap financial
distress. Hal tersebut mungkin terjadi karena pada perusahaan yang memiliki
koneksi politik dan yang tidak memiliki koneksi politik memiliki kinerja
keuangan sama. CEO dan dewan komisaris memiliki peran penting dalam
perusahaan. CEO berperan sebagai pemimpin dalam menjalankan
operasional perusahaan dan mengambil keputusan tentang strategi dan arah
bisnis perusahaan, sedangkan dewan komisaris memiliki peran sebagai pihak
yang mengawasi dan memberikan masukan kepada CEO dalam menjalankan
operasional dan pengambilan keputusan. Apabila CEO atau dewan komisaris
terkoneksi secara politik, tentunya bukan menjadi permasalahan bagi
121
perusahaan karena sistem check and balance sudah diterapkan. Selain itu
perusahaan yang menjadi sampel yaitu perusahaan sektor keuangan
mayoritas telah well-establish dan menjadi sektor penyumbang profit cukup
besar di Indonesia. sehingga walaupun CEO atau dewan komisaris terkoneksi
politik, maka tidak akan berdampak pada kinerja perusahaan. Koneksi politik
yang dimiliki oleh CEO atau dewan komisaris perusahaan perbankan justru
akan mempermudah peluang perusahaan dalam menyalurkan kredit ke
pemerintah yang akan berpengaruh pada perolehan keuntungan bagi
perusahaan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Darsono
dan Ashari (2005) bahwa secara garis besar perusahaan mengalami financial
distress disebabkan oleh faktor internal dan ekternal. Faktor internal berupa
manajemen yang tidak efisien, ketidakseimbangan modal yang dimiliki dan
jumlah utang dan adanya kecurangan yang dilakukan. Sedangkan faktor
ekternal meliputi hubungan dengan pelanggan, pemasok kreditor, debitor,
kompetitor, dan kondisi ekonomi. Sehingga walaupun perusahaan memiliki
atau tidak memiliki koneksi politik, selagi tidak memiliki masalah diatas
maka tidak akan berpengaruh terhadap kondisi keuangan perusahaan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Wulandari (2018)
yang meneliti pada perusahaan sektor pertambangan menemukan bahwa
political conncetion tidak memiliki pengaruh terhadap kondisi financial
distress perusahaan. Hasil ini tidak sesuai dengan apa yang dijelaskan Faccio
(2006) dimana biaya keagenan di perusahaan yang terhubung secara politik
122
lebih tinggi daripada biaya keagenan di perusahaan yang tidak terhubung
secara politik. Biaya agensi yang tinggi dapat mengurangi kinerja dan
meningkatkan risiko kesulitan keuangan.
Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Wu et al. (2012)
yang melakukan penelitian pada perusahaan China menemukan bahwa
perusahaan yang terkoneksi secara politik memiliki kinerja keuangan yang
lebih baik dari pada perusahaan yang tidak terkoneksi politik. Hasil penelitian
ini juga tidak mendukung penelitian Shen dan Lin, (2016) yang menemukan
perusahaan yang terkoneksi politik secara kuat dapat mengurangi kendala
keuangan. Selain itu Goldman et al. (2009) dan Nugrahanti et al. (2020) juga
menemukan koneksi politik memiliki pengaruh terhadap financial distress.
6. Pengaruh Financial Target terhadap Fraudulent financial reporting
Pengujian hipotesis pengaruh financial target terhadap fraudulent
financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping memiiki nilai
koefisien jalur sebesar 0,223 dengan nilai t-statistik 2,018 dan signifikansi
0,044. Nilai tersebut lebih besar dari 1,98 dan lebih kecil dari 0,05. Hasil ini
menunjukkan bahwa financial target berpengaruh positif secara signifikan
terhadap fraudulent financial reporting, sehingga hipotesis keenam (Ha6)
diterima.
Hasil penelitian ini menerima hipotesis yang diajukan yaitu financial
target berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting.
Setiap perusahaan tentunya memiliki target yang harus dicapai setiap tahun.
Target keuangan yang ingin dicapai sering kali diukur manggunakan rasio
123
ROA. ROA merupakan rasio yang mengukur seberapa besar return yang
dihasilkan dari penggunaan asset perusahaan dengan cara membandingkan
laba dengan total asset perusahaan. ROA sering digunakan oleh perusahaan
untuk menilai kinerja manajemen dalam menentukan besaran kenaikan upah
dan bonus. Target keuangan yang dimiliki manajemen perusahaan yang
terlalu tinggi cenderung mengakibatkan manajemen akan lebih ambisius,
sehingga akan menempuh berbagai cara untuk mencapai target yang
ditetapkan. Jadi jika semakin tinggi ROA perusahaan mengindikasikan
semakin tinggi laba yang didapatkan perusahaan sehingga kesan perusahaan
terkesan baik sehingga kemungkinan terjadinya fraudulent financial
reporting semakin tinggi.
Hasil penelitian ini mendukung teori fraud pentagon yang
menyatakan bahwa salah satu penyebab orang melakukan fraud adalah
dilatarbelakangi oleh tekanan. Tekanan berupa target kauangan berupa nilai
ROA yang tinggi yang diberikan kepada manajemen untuk memperoleh
kenaikan upah dan bonus akan membuat manajemen akan melakukan
berbagai cara untuk mencapai target tersebut termasuk dengan melakukan
fraudulent financial reporting.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Reskino dan Anshori
(2016) yang melakukan pendeteksian fraudulent financial reporting
menggunakan analisis fraud triangle menemukan bahwa financial target yang
diukur dengan ROA memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraudulent
financial reporting. Kemudian hasil penelitian ini juga mendukung
124
penelitian Manurung dan Hadian (2013) yang melakukan pendeteksian
kecurangan laporan keuangan dengan fraud triangle menemukan bahwa
financial target yang diproksikan dengan ROA memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap fraudulent financial reporting. Selain itu hasil penelitian
ini juga mendukung penelitian Setiawati dan Baningrum (2018) yang
melakukan pendeteksian fraudulent financial reporting dengan
menggunakan fraud pentagon pada perusahaan manufaktur menemukan
bahwa financial target yang diukur dengan ROA memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap fraudulent financial reporting.
Hasil penelitian tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Apriliana dan Agustina (2017) yang melakukan penelitian pada perusahaan
manufaktur menemukan bahwa financial target yang diproksikan dengan
ROA tidak memiliki pengaruh terhadap fraudulent financial reporting.
Kemudian hasil penelitian ini juga tidak mendukung penelitian Harto (2016)
yang melakukan penelitian pada perusahaan keuangan dan perbankan
menemukan financial target yang diproksikan dengan ROA tidak memiliki
pengaruh terhadap fraudulent financial reporting. Selanjutnya penelitian ini
juga memiliki hasil yang berbeda dengan penelitian Skousen et al. (2009) dan
Sihombing & Rahardjo (2014) yang menyatakan bahwa financial target yang
diproksikan dengan ROA tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial
reporting.
7. Pengaruh Audit Quality terhadap Fraudulent Financial Reporting
125
Pengujian hipotesis pengaruh audit quality terhadap fraudulent
financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping memiiki nilai
koefisien jalur sebesar -0,092 dengan nilai t-statistik 0,787 dan signifikansi
0,432. Nilai tersebut lebih kecil dari 1,98 dan lebih besar dari 0,05. Hasil ini
menunjukkan bahwa audit quality tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap fraudulent financial reporting, sehingga hipotesis ketujuh (Ha7)
ditolak.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa audit quality yang diukur
dengan auditor eksternal yang mengaudit perusahaan tidak berpengaruh
terhadap terjadinya fraudulent financial reporting. Hal ini terjadi karena
peran auditor eksternal baik KAP big 4 ataupun KAP non big 4 mempunyai
peran yang sama dalam melakukan audit atas laporan keuangan serta menilai
salah saji material dan menentukan kekeliruan penyajian laporan keuangan
berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Persepsi bahwa KAP skala besar
dapat memberikan hasil audit yang berkualitas tinggi, namun persepsi ini
mungkin kurang tepat karena KAP big 4 belum tentu terbukti mengatasi
praktik fraudulent financial reporting. Hal ini dikarenakan perusahaan ingin
menunjukkan kinerja keuangan yang terlihat baik di mata investor dengan
mengabaikan keberadaan auditor big 4 dan non big 4.
Hasi penelitian ini sesuai dengan teori planned behavior yang
menjelaskan prilaku untuk melakukan sesuatu dipengaruhi oleh niat.
Meskipun manajemen menpunyai peluang untuk melakukan fraudulent
financial reporting dengan audit quality yang rendah yang berasal dari KAP
126
non big 4. Namun manajemen tidak melakukan hal tersebut karena beberapa
pertimbangan yaitu hal buruk yang akan terjadi kemudian, respon dari semua
orang dalam perusahaan, dan kesulitan dalam malakukan dan menutupi
prilaku tersebut.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Setiawati dan
Baningrum (2018) yang melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur
menemukan audit quality tidak memiliki pengaruh terhadap fraudulent
financial reporting. Selanjutnya hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitian Harto (2016) yang meneliti pada perusahaan keuangan dan
perbankan menyatakan bahwa kualitas audit tidak memiliki pengaruh
terhadap terjadinya fraudulent financial reporting. Hasil penelitian ini juga
mendukung Indarto dan Ghozali (2016) yang menyatakan bahwa kualitas
auditor yang dihitung dari apakah perusahaan diaudit oleh kap big 4 atau non
big 4 tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraudulent financial
reporting.
Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Apriliana dan
Agustina (2017) dan Ozcelik (2020) menemukan bahwa audit quality yang
diukur dengan kualitas auditor eksternal berpengaruh terhadap frauulent
financial reporting.
8. Pengaruh Change in Auditor terhadap Fraudulent Financial Reporting
Pengujian hipotesis pengaruh change in auditor terhadap fraudulent
financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping memiliki nilai
koefisien jalur sebesar 0,140 dengan nilai t-statistik 1,584 dan signifikansi
127
0,114, nilai tersebut lebih kecil dari 1,98 dan lebih besar dari 0,05. Hasil ini
menunjukkan bahwa change in auditor tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap fraudulent financial reporting, sehingga hipotesis ke-delapan
(Ha8) ditolak.
Hasil penelitian ini tidak dapat membuktikan pengaruh yang
signifikan dari change in auditor terhadap fraudulent financial reporting. Hal
tersebut terjadi karena beberapa alasan yaitu auditor bertugas untuk
memeriksa dan memberikan opini terhadap laporan keuangan perusahaan.
Selain itu auditor juga memberikan masukan dan saran terhadap pengendalian
internal perusahaan melalui manajemen letter. Menurut Keputusan Menteri
Keuangan NO:423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik, akuntan
publik hanya boleh mengaudit klien yang sama maksimal 3 tahun secara
berturut-turut dan untuk kantor akuntan publik (KAP) paling lama lima tahun.
Jadi dapat disimpulkan perusahaan melakukan change in auditor disebabkan
bukan karena ingin mengurangi pendeteksian kecurangan laporan keuangan
oleh auditor lama, tetapi perusahaan mengganti auditor eksternal untuk
memenuhi peraturan pemerintah tersebut.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori planned of behavior yang
menjelaskan bahwa suatu prilaku terjadi karena atas dasar niat. Meskipun
manajemen dapat merasionalisasikan prilakunya yang melakukan fraudulent
financial reporting dengan cara melakukan pergantian auditor. Namun
manajemen tidak melakukan hal tersebut karena niat manajemen melakukan
128
pergantian auditor adalah memang hanya untuk pemenuhan regulasi atau
dalam teori planned behavior disebut Subjective norms.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Indarto dan Ghozali
(2016) dan Harto (2016) yang melakukan penelitian pada perusahaan
perbankan menemukan tidak terdapat pengaruh antara pergantian auditor
dengan kecurangan laporan keuangan. Selain itu hasil penelitian ini juga sama
dengan penelitian Skousen et al. (2009), Setiawati dan Baningrum (2018) dan
Apriliana dan Agustina, (2017) menemukan bahwa change in auditor tidak
memiliki pengaruh terhadap fraudulent financial reporting. Hasil penelitian
ini tidak mendukung hasil penelitian Utami dan Pusparini (2019), Ozcelik
(2020) dan Pusphita dan Yassa, (2018) yang menemukan bahwa terdapat
pengaruh change in auditor terhadap fraudulnet financial reporting.
9. Pengaruh Independent Commisoners terhadap Fraudulent Financial
Reporting
Pengujian hipotesis pengaruh independent commisoners terhadap
fraudulent financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping
memiliki nilai koefisien jalur sebesar 0,112 dengan nilai t-statistik 1,204 dan
signifikansi 0,229, nilai tersebut lebih kecil dari 1,98 dan lebih besar dari
0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa independet commisioners tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting,
sehingga hipotesis kesembilan (Ha9) ditolak.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa banyak atau atau sedikitnya
proporsi komisaris independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan
129
terhadap fraudulent financial reporting. Hal ini dapat disebabkan oleh
dewan komisaris bertugas untuk mengawasi dan memberikan saran atau
masukan kepada manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan
dan dalam pengambilan keputusan. Dewan komisaris yang berasal dari luar
perusahaan dinilai lebih independen dalam mengawasi manajemen dalam
menjalankan perusahaan. selain itu dewan komisaris independen dianggap
memiliki capabilitas yang lebih baik dalam mengawasi manajemen. Namun
kenyataaanya dewan komisaris tidak cukup kuat untuk menentukan
kebijakan perusahaan karena yang mengambil keputusan tetaplah
manajemen. Akubatnya pengawasan yang dilakukan oleh komisaris
independen tidak berjalan secara optimal. Selain itu hal ini terjadi bisa juga
karena pengangkatan dewan komisaris independen hanya untuk memenuhi
ketentuan yang berlaku minimal 30% dari total dewan komisaris dan tidak
bermaksud untuk menegakkan good corporate governanace (GCG) dalam
upaya pencegahan fraudulent financial reporting. Menurut Sihombing dan
Rahardjo (2014) akan berbeda jika terdapat intervensi terhadap dewan
komisaris independen yang mengakibatkan tidak obyektifnya pengawasan
yang dilakukan oleh dewan komisaris independen sehingga jumlah dewan
komisaris independen di suatu perusahaan bukan merupakan faktor yang
signifikan dalam meningkatkan pengawasan operasional perusahaan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa banyaknya dewan komisaris
independen tidak mempengaruhi adanya kecurangan laporan keuangan
yang terjadi.
130
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori plannned of behavior yang
menyatakan bahwa suatu prilaku tergantung kepada niat. Meskipun
manajemen diawasi oleh dewan komisaris yang memiliki proporsi
komisaris independen yang banyak atau sedikit yang memiliki capbility
yang lebih baik. Namun keputusan untuk melakukan fradulent financial
reporting tetap berada di tangan manajemen karena manajemen pihak yang
menjalankan operasional peusahaan dan pemgambil keputusan.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Akbar (2017) serta
Setiawati dan Baningrum (2018) yang melakukan penelitian pada
perusahaan manufaktur menemukan bahwa proporsi dewan komisaris
independen tidak memiliki pengaruh terhadap fraudulent financial
reporting. Selanjutnya penelitian Harto (2016) yang melakukan penelitian
pada perusahaan keuangan dan perbankan juga menemukan bahwa porsi
komisaris independen merupakan bukan faktor yang berpengaruh terhadap
fraudulent financial reporting. Hasil penelitian ini didukung juga oleh hasil
penelitian Apriliana dan Agustina (2017) dan Manurung dan Hardika (2015)
yang menemukan independent commisoners tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap fraudulent financial reporting.
10. Pengaruh Political Connection terhadap Fraudulent financial Reporting
Pengujian hipotesis pengaruh political connection terhadap
fraudulent financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping
memiiki nilai koefisien jalur sebesar -0,179 dengan nilai t-statistik 1,734 dan
signifikansi 0,084 nilai tersebut lebih kecil dari 1,98 dan lebih besar dari
131
0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa political connection tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting, sehingga
hipotesis ke-sepuluh (Ha10) ditolak.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa meskipun CEO atau dewan
komisaris perusahaan memiliki hubungan politik namun tidak
menyebabkan terjadinya fraudulent financial reporting. CEO dan dewan
komisaris memiliki peran penting dalam perusahaan. CEO berperan sebagai
pemimpin dalam menjalankan operasional perusahaan dan mengambil
keputusan tentang strategi dan arah bisnis perusahaan, sedangkan dewan
komisaris memiliki peran sebagai pihak yang mengawasi dan memberikan
masukan kepada CEO dalam menjalankan operasional dan pengambilan
keputusan. Apabila CEO atau dewan komisaris terkoneksi secara politik,
tentunya bukan menjadi permasalahan bagi perusahaan karena sistem check
and balance sudah diterapkan. Selain itu perusahaan perbankan memiliki
kapitalisasi terbesar di bursa saham dan merupakan perusahaan yang
memiliki banyak regulasi sehingga lebih diawasi oleh publik. Jika
perusahaan perbankan melakukan kecurangan akan memiliki potensi yang
besar untuk terdeteksi publik, sehingga manajemen lebih tidak berani
melakukan fraudulent financial reporting. Hasil penelitian tidak sesuai
dengan teori keagenan yang menggambarkan manajer atau komisaris
(politisi) dari perusahaan yang terhubung secara politik sebagai aktor yang
mementingkan diri sendiri, menghindari risiko, rasional yang mencoba
mengerahkan lebih sedikit upaya dan memproyeksikan kemampuan dan
132
keterampilan yang lebih tinggi daripada yang sebenarnya mereka miliki
(Lee dan Wei 2012).
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori planned of behavior yang
menyatakan bahwa suatu prilaku terjadi karena niat. Meskipun CEO atau
dewan komisaris terkoneksi secara politik namun tidak memiliki sifat
arrogance untuk melakukan fraudulent financial reporting. Hal tersebut
terjadi karena CEO dan komisaris melakukan tugas nya masing-masing
dengan baik sehingga sistem checks and balance berjalan dengan baik.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Yen (2013) yang
mengungkapkan bahwa political connection bukan merupakan faktor yang
menyebabkan perusahaan melakukan atau tidak melakukan frudulent
financial reporting. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian
Puspitasari dan Nugrahanti (2016) yang menemukan bahwa tidak terdapat
pengaruh hubungan politik dengan kecurangan laporan keuangan. Hasil
penelitian ini tidak mendukung penelitian Wang et al. (2017) dan Wu et al.
(2016) yang menemukan political connection memiliki pengaruh terhadap
fraudulent financial reporting.
11. Pengaruh Financial Distress terhadap Fraudulent Financial Reporting
Pengujian hipotesis pengaruh financial distress terhadap fraudulent
financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping memiliki nilai
koefisien jalur sebesar -0,364 dengan nilai t-statistik 2,514 dan signifikansi
0,000 nilai tersebut lebih besar dari 1,98 dan lebih kecil dari 0,05. Hasil ini
menunjukkan bahwa financial distress berpengaruh secara signifikan
133
terhadap fraudulent financial reporting, sehingga hipotesis ke-sebelas
(Ha11) diterima.
Hasil penelitian ini menunukkan terdapat pengaruh negatif yang
signifikan antara financial distress dan fraudulent financial reporting. Hal
ini menunjukkan bahwa manajer perusahaan akan melakukan fraudulent
financial reporting ketika perusahaan tidak dalam kondisi financial distress
dan akan melakukan sebaliknya jika perusahaan dalam financial distress.
Alasan utama mengapa perusahaan yang sedang mengalami financial
distress tidak terlibat dalam fraudulent financial reporting yaitu hal tersebut
akan memperburuk kondisi perusahaan. Keadaaan perusahaan yang sedang
mengalami kesulitan keuaangan tentu saja tidak akan menarik investor
untuk menanamkan modal nya. Oleh sebab itu manajemen akan berusaha
membangun citra perusahaan agar menjadi lebih baik dengan tidak
melakukan fraudulent financia reporting dan memperibaiki tata kelola
perusahaan agar terhindar dari indikasi fraud. Jadi dapat disimpulkan bahwa
manajemen tidak merasakan manfaat dengan melakukan fraudulent
financial reporting ketika perusahaan sedang mengalami financial distress.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori fraud pentagon yang
menyatakan bahwa kecurangan terjadi karena salah satunya tekanan.
Kondisi perusahaan yang mengalami tekanan secara keuangan berpotensi
membuat manajemen perusahaan untuk menghindari kondisi tersebut
supaya perusahaan masih terlihat memiliki kinerja yang bagus. Salah satu
134
cara untuk melakukan hal tersebut adalah dengan melakukan fraudulent
financial reporting.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ghazali et al. (2015)
yang melakukan penelitian tentang pengaruh financial distress terhadap
fraudulent financial reporting menemukan bahwa financial distress
berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting. Hasil
penelitian ini juga konsisten dengan penelitian Riadiani dan Wahyudin
(2015) yang melakukan penelitian pengaruh GCG terhadap manajemen laba
dengan financial distress sebagai intervening menemukan bahwa financial
distress berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba yang
merupakan proksi salah satu pengukur fraudulent financial reporting. Hasil
penelitian ini juga mendukung Damayanti dan Kawedar (2018), Mardiana
(2015) dan Utami dan Pusparini (2019) yang menemukan bahwa financial
distress berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent fiancial
reporting.
,
12. Pengaruh Financial Target terhadap Fraudulent Financial Reporting
melalui Financial Distress
Pengujian hipotesis pengaruh intervening variabel financial distress
dalam hubungan tidak langsung variabel financial target terhadap
fraudulent financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping
pada bagian specific indirect effect memiliki nilai t-hitung signifikan pada
0,05 yaitu 1,685<1,98. Hasil ini menunjukkan bahwa financial target tidak
135
memiliki pengaruh terhadap fraudulent financial reporting setelah
dimediasi oleh financial distress. sehingga hipotesis ke- dua belas (Ha12)
ditolak. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh intervening secara
full mediating variabel financial distress pada hubungan tidak langsung
variabel financial target dengan fraudulent financial reporting. Hal ini
dikerenakan financial target yang secara langsung berpengaruh terhadap
fraudulent financial reporting, namun setelah dimediasi oleh financial
distress menjadi tidak berpengaruh.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh
intervening financial distress dalam hubungan tidak langsung antara
variabel financial taget dan fraudulent financial reporting. sehingga setelah
dimediasi oleh financial distress. financial target yang sebelumnya
berpengaruh menjadi tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial
reporting. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat terjadinya financial
distress membuat manajemen berusaha untuk memperbaiki kondisi
keuangan dan citra perusahaan dengan tidak melakukan fraudulent financial
reporting. sehingga target keuangan yang tinggi yang dimiliki oleh
manajemen tidak akan berpengaruh.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori planned of behavior yang
menyatakan bahwa suatu prilaku terjadi karena niat. Niat manajemen
perusahaan pada saat terjadinya financial distress adalah untuk
memperbaiki kinerja dan citra perusahaan. oleh karena itu berapapun target
136
yang diberikan kepada manajemen tidak akan membuat manajemen
melakukan fraudulent financial reporting.
Hasil penelitian tidak mendukung hasil penelitian Christian (2020)
yang menemukan terdapat pengaruh intervening variabel financial distress
dalam hubungan tidak langsung variabel pressure yang diproksikan dengan
financial target terhadap fraudulent financial reporting. Hasil penelitian ini
juga tidak mendukung hasil penelitian Nugroho et al. (2018) yang
menemukan profitabilitas yang diukur dengan ROA berpengaruh terhadap
fraudulent financial reporting melalui financial distress.
13. Pengaruh Audit Quality terhadap Fraudulent Financial Reporting
melalui Financial Distress
Pengujian hipotesis pengaruh intervening variabel financial distress
dalam hubungan tidak langsung audit quality terhadap fraudulent financial
reporting dilakukan melalui metode boothstrapping pada bagian specific
indirect effect memiiki nilai t-hitung signifikan pada 0,05 yaitu 2,415. Nilai
tersebut lebih besar dari 1,98. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
intervening secara partial mediation variabel financial distress pada hubungan
tidak langsung variabel audit quality dengan fraudulent financial reporting.
Hal ini dikarenakan variabel audit quality yang secara langsung berpengaruh
signifikan terhadap fraudulent financial reporting. namun setelah dimediasi
oleh financial distress tetap berpengaruh secara signifikan. sehingga hipotesis
ke- tiga belas (Ha13) diterima.
137
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa financial distress mampu
memediasi hubungan antara audit quality terhadap fraudulent financial
reporting. Hal ini dapat dijelaskan pada saat terjadinya financial distress, audit
quality berpengaruh positif secara signifikan terhadap fraudulent financial
reporting. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan KAP big 4 akan
meningkatkan kecenderungan manajemen untuk melakukan fraudulent
financial reporting. Alasan yang dapat menjelaskan hasil ini adalah bahwa
fraudulent financial reporting yang terjadi tidak sepenuhnya dapat dideteksi
oleh perusahaan yang menggunakan KAP big 4. Audit yang dilakukan oleh
KAP big 4 tidak selalu menjamin audit quality yang lebih tinggi. Hal ini
dibuktikan dengan fakta bahwa kasus penipuan akuntansi yang populer seperti
pada kasus ENRON, British Telecom, dan Farmasitis Ligand, Inc. semuanya
melibatkan KAP big 4 sebagai auditor eksternal mereka.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori planned of behavior yang
menyatakan bahwa suatu prilaku terjadi karena niat. Meskipun sudah diaudit
oleh auditor yang berasal dari KAP big 4 tidak menjamin manajemen tidak
akan melakukan fraudulent financial reporting. Jika manajemen memang
memiliki niat untuk melakukan kecurangan untuk keuntungan pribadinya
dengan mealukan manipulasi laporan keuangan maka bentuk pengawasan
berupa kualitas audit yang baik tidak mampu menghambat manajemen untuk
melakukan prilaku tersebut.
Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Yolanda et al.
(2019) yang menemukan bahwa financial distress tidak mampu memediasi
138
hubungan tidak langsung antara audit quality terhadap fraudulent financial
reporting yang diukur dengan manajemen.
14. Pengaruh Change in Auditor terhadap Fraudulent Financial Reporting
melalui Financial Distress
Pengujian hipotesis pengaruh intervening variabel financial distress
dalam hubungan tidak langsung change in auditor terhadap fraudulent
financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping pada bagian
specific indirect effect memiliki nilai t-hitung pada signifikan 0,05 yaitu-
0,122. Nilai tersebut lebih kecil dari 1,98. Hasil ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat pengaruh intervening variabel financial distress pada
hubungan tidak langsung variabel change in auditor dengan fraudulent
financial reporting sehingga hipotesis ke-empat belas (Ha14) ditolak.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa financial distress tidak
mampu memediasi hubungan tidak langsung antara change in auditor
terhadap fraudulent financial reporting. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada
saat mengalami atau tidak mengalami financial distress, pergantian auditor
yang dilakukan perusahaan tidak akan menyebabkan terjadinya kecurangan
keuangan. Hal tersebut terjadi karena beberapa alasan yaitu auditor bertugas
untuk memeriksa dan memberikan opini terhadap laporan keuangan
perusahaan. Selain itu auditor juga memberikan masukan dan saran terhadap
pengendalian internal perusahaan melalui manajemen letter. Menurut
Keputusan Menteri Keuangan NO:423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan
139
publik, akuntan publik hanya boleh mengaudit klien yang sama maksimal
3 tahun secara berturut-turut dan untuk kantor akuntan publik (KAP) paling
lama lima tahun. Jadi dapat disimpulkan perusahaan melakukan change in
auditor disebabkan bukan karena ingin mengurangi pendeteksian
kecurangan laporan keuangan oleh auditor lama, tetapi perusahaan
mengganti auditor eksternal untuk memenuhi peraturan pemerintah
tersebut.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori planned of behavior yang
menjelaskan bahwa suatu prilaku terjadi karena atas dasar niat. Meskipun
manajemen dapat merasionalisasikan prilakunya yang melakukan
fraudulent financial reporting dengan cara melakukan pergantian auditor.
Namun manajemen tidak melakukan hal tersebut karena niat manajemen
melakukan pergantian auditor adalah memang hanya untuk pemenuhan
regulasi atau dalam teori planned behavior disebut Subjective norms.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Christian (2020) yang
menemukan bahwa rationalization yang diukur dengan change in auditor
tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting setelah dimediasi
oleh financial distress.
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Liu dan Liu (2008)
yang menemukan bahwa perusahaan yang dalam keadaan yang sehat pada
tahun pergantian auditor, tidak memiliki kecenderungan untuk melakukan
fradulent financial reporting rendah. Sebaliknya perusahaan yang dalam
140
keadaan merugi pada tahun pergantian auditor memiliki motif yang kuat
untuk melakukan fradulent financial reporting.
15. Pengaruh Independent Commisoners terhadap Fraudulent Financial
Reporting melalui Financial Distress
Pengujian hipotesis pengaruh intervening variabel financial distress
dalam hubungan tidak langsung independent commisoners terhadap
fraudulent financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping
pada bagian specific indirect effect memiliki nilai t-hitung siknifikan pada
0,05 yaitu -1,509. Nilai tersebut lebih kecil dari 1,98. Hasil ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengaruh intervening variabel financial distress pada
hubungan tidak langsung variabel independent commisioners dengan
fraudulent financial reporting sehingga hipotesis ke- lima belas (Ha15)
ditolak.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa financial distress tidak
mampu memediasi hubungan tidak langsung antara independent
commisioners terhadap fraudulent financial reporting. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa pada saat mengalami atau tidak mengalami financial
distress, tinggi atau rendahnya proporsi komisaris independent tidak akan
berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan keuangan. Hal ini dapat
disebabkan oleh dewan komisaris bertugas untuk mengawasi dan
memberikan saran atau masukan kepada manajemen dalam menjalankan
operasional perusahaan dan dalam pengambilan keputusan. Dewan
141
komisaris yang berasal dari luar perusahaan dinilai lebih independen dalam
mengawasi manajemen dalam menjalankan perusahaan. selain itu dewan
komisaris independen dianggap memiliki capabilitas yang lebih baik dalam
mengawasi manajemen. Namun kenyataaanya dewan komisaris tidak cukup
kuat untuk menentukan kebijakan perusahaan karena yang mengambil
keputusan tetaplah manajemen. Akibatnya pengawasan yang dilakukan oleh
komisaris independen tidak berjalan secara optimal. Selain itu hal ini terjadi
bisa juga karena pengangkatan dewan komisaris independen hanya untuk
memenuhi ketentuan yang berlaku minimal 30% dari total dewan komisaris
dan tidak bermaksud untuk menegakkan good corporate governanace
(GCG) dalam upaya pencegahan fraudulent financial reporting. Menurut
(Sihombing & Rahardjo, 2014) akan berbeda jika terdapat intervensi
terhadap dewan komisaris independen yang mengakibatkan tidak
obyektifnya pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris independen
sehingga jumlah dewan komisaris independen di suatu perusahaan bukan
merupakan faktor yang signifikan dalam meningkatkan pengawasan
operasional perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa banyaknya
dewan komisaris independen tidak mempengaruhi adanya kecurangan
laporan keuangan yang terjadi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori plannned of behavior yang
menyatakan bahwa suatu prilaku tergantung kepada niat. Meskipun
manajemen diawasi oleh dewan komisaris yang memiliki proporsi
komisaris independen yang banyak atau sedikit, atau memiliki capbility
142
yang lebih baik. Namun keputusan untuk melakukan fradulent financial
reporting tetap berada di tangan manajemen karena manajemen pihak yang
menjalankan operasional peusahaan dan pemgambil keputusan.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Ewanto et al.
(2011) yang menemukan bahwa setelah dimediasi oleh financial distress,
proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap frauduent financial reporting.
16. Pengaruh Political Connection terhadap Fraudulent financial Reporting
melalui Financial Distress
Pengujian hipotesis pengaruh intervening variabel financial distress
dalam hubungan tidak langsung political connection terhadap fraudulent
financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping pada bagian
specific indirect effect memiliki nilai t-hitung signifikan pada 0,05 yaitu -
,035. Nilai tersebut lebih kecil dari 1,98. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak
terdapat pengaruh intervening variabel financial distress pada hubungan
tidak langsung variabel political connection dengan fraudulent financial
reporting sehingga hipotesis keenambelas (Ha16) ditolak.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa financial distress tidak
mampu memediasi hubungan tidak langsung antara political connection
terhadap fraudulent financial reporting. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada
saat mengalami atau tidak mengalami financial distress, ada atau tidaknya
hubungan politik pada perusahaan tidak akan berpengaruh terhadap
143
terjadinya kecurangan keuangan. CEO dan dewan komisaris memiliki peran
penting dalam perusahaan. CEO berperan sebagai pemimpin dalam
menjalankan operasional perusahaan dan mengambil keputusan tentang
strategi dan arah bisnis perusahaan, sedangkan dewan komisaris memiliki
peran sebagai pihak yang mengawasi dan memberikan masukan kepada
CEO dalam menjalankan operasional dan pengambilan keputusan. Apabila
CEO atau dewan komisaris terkoneksi secara politik, tentunya bukan
menjadi permasalahan bagi perusahaan karena sistem check and balance
sudah diterapkan. Selain itu perusahaan perbankan memiliki kapitalisasi
terbesar di bursa saham dan merupakan perusahaan yang memiliki banyak
regulasi sehingga lebih diawasi oleh publik. Jika perusahaan perbankan
melakukan kecurangan akan memiliki potensi yang besar untuk terdeteksi
publik, sehingga manajemen lebih tidak berani melakukan fraudulent
financial reporting.
Hasil penelitian tidak sesuai dengan teori keagenan yang
menggambarkan manajer atau komisaris (politisi) dari perusahaan yang
terhubung secara politik sebagai aktor yang mementingkan diri sendiri,
menghindari risiko, rasional yang mencoba mengerahkan lebih sedikit
upaya dan memproyeksikan kemampuan dan keterampilan yang lebih tinggi
daripada yang sebenarnya mereka miliki (Lee dan Wei 2012). Hasil
penelitian ini sesuai dengan teori planned of behavior yang menyatakan
bahwa suatu prilaku terjadi karena niat. Meskipun CEO atau dewan
komisaris terkoneksi secara politik namun tidak memiliki sifat arrogance
144
untuk melakukan fraudulent financial reporting. Hal tersebut terjadi karena
CEO dan komisaris melakukan tugas nya masing-masing dengan baik
sehingga sistem checks and balance berjalan dengan baik.
Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan
Ngan (2013) yang menyatakan bahwa ketika perusahaan ini menghadapi
kesulitan ekonomi atau financial distress banyaknya eksekutif yang
terhubung secara politik akan menyediakan lingkungan yang lebih kondusif
untuk perusahaan melakukan fraudulent financial reporting.
Tabel 4.14 Hasil Pengujian Hipotesis
No Hipotesis Hasil
Pengujian
1 Ha1 : Financial Target terhadap Financial Distress Diterima
2 Ha2 : Audit Quality terhadap Financial Distress Diterima
3 Ha3 : Change in Auditor terhadap Financial
Distress
Ditolak
4 Ha4 : Independent Commisoners terhadap
Financial Distress
Ditolak
5 Ha5 : Political Connection terhadap Financial
Distress
Ditolak
6 Ha6 : Financial Target terhadap Fraudulent
Financial Reporting
Diterima
7 Ha7 : Audit Quality terhadap Fraudulent Financial
Reporting
Ditolak
8 Ha8 : Change in Auditor terhadap Fraudulent
Financial Reporting
Ditolak
9 Ha9 : Independent Commisioners terhadap
Fraudulent Financial Reporting
Ditolak
10 Ha10 : Poitical Connection terhadap Fraudulent
Financial Reporting
Ditolak
11 Ha11 : Financial Distress terhadap Fraudulent
Financial Reporting
Diterima
12 Ha12 : Financial Target terhadap Fraudulent
Financial Reporting melalui Financial Distress
Ditolak
13 Ha13 : Audit Quality terhadap Fraudulent
Financial Reporting melalui Financial Distress
Diterima
14 Ha14 : Change in Auditor terhadap Fraudulent
Financial Reporting melalui Financial Distress
Ditolak
145
15 Ha15 : Independent Commisioners terhadap
Fraudulent Financial Reporting melalui Financial
Distress
Ditolak
16 Ha16 : Poitical Connection terhadap Fraudulent
Financial Reporting melalui Financial Distress
Ditolak
Hasil penelitian menemukan 5 dari 16 hipotesis diterima, sementara 11
hipotesis lainya ditolak. Hipotesis yang diterima dalam penelitian ini antara lain :
(1) financial target terhadap financial distress, (2) audit quality terhadap financial
distrees, (3) financial target terhadap fraudulent financial reporting, (4) financial
distress terhadap fraudulent financial reporting, dan (5) audit quality terhadap
fraudulent financial reporting melalui financial distress.
146
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh financial target, audit
quality, change in auditor, independent commisioners, dan political conncection
terhadap fraudulent financial reporting melaui financial distress. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan software Smart PLS. Sampel yang digunakan
sebanyak 40 perusahaan perbankan yang listed di BEI dari tahun 2017 sampai tahun
2020.
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian yang dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa financial target dan audit quality berpengaruh secara signifikan
terhadap financial distress. Sedangkan change in auditor, independent
commisioners dan political connection tidak berpengaruh terhadap financial
distress. Kemudian financial target dan financial distress berpengaruh secara
signifikan terhadap fraudulent financial reporting. Sedangkan audit quality, change
in auditor, independent commisioners dan political connection tidak berpengaruh
terhadap fraudulent financial reporting. Selanjutnya setelah dimediasi oleh
financial distress,audit quality berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent
financial reporting. Sedangkan setelah dimediasi oleh financial distress, variabel
financial target, change in auditor, independent commisioners dan political
connection tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting.
147
B. Implikasi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan yang berguna bagi
dunia akademis, yakni dalam mempelajari materi yang berhubungan dengan
variabel financial target, audit quality, change in auditor, independent
commisioners, dan political conncection, fraudulent financial reporting dan
financial distress.
Selain itu hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran
kepada perusahaan dan investor tentang faktor-faktor yang mempengaruhi financial
distress dan fraudulent financial reporting. Dengan memahami faktor-faktor
tersebut diharapkan perusahaan dan investor mampu mengambil langkah dan
keputusan yang tepat dalam upaya meminimalisir financial distress dan fraudulent
financial reporting.
C. Kontribusi
Adapun kontribusi dari penelitian ini dapat dilihat dari empat perspektif yaitu
perspektif praktis, perspektif teori, perspektif metodologi dan perspektif
bodyknowledge. Keempat perspektif ini akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.
1. Perspektif Praktis, penelitian ini dapat digunakan oleh investor sebagai
pengetahuan agar dapat memberikan perhatian lebih terhadap perusahaan
yang melakukan fruadulent financial reporting agar kesalahan dalam
pengambilan keputusan bisa dihindari.
2. Perspektif Teori, Penelitian ini berkontribusi dalam pengembangan ilmu
akuntansi dengan menerapkan elemen-elemen teori fraud Pentagon dalam
bidang akuntansi forensik. Selain itu penelitian ini dapat digunakan oleh
148
mahasiswa akuntansi, peneliti selanjutnya dan peneliti sendiri sebagai
referensi audit perbandingan ilmiah terutama faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi terjadinya fraudulent financial reporting.
3. Perspektif Metodologi, penelitian ini menggunakan PLS-SEM dengan
bantuan software Smart-PLS untuk menguji model penelitian pengaruh
fraud pentagon terhadap fraudulent financial reporting.
4. Perspektif Body knowledge, penelitian ini menggunakan F-score dalam
pengukuran fraudulent financial reporting. penelitian ini mengembangkan
model penelitan dengan menambahkan variabel financial distress sebagai
mediator dalam pengaruh fraud pentagon terhadap fraudulent financial
reporting .
D. Keterbatasan
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang mungkin dapat
menimbulkan ketidakakuratan dan bias pada hasil penelitian. Keterbatasan tersebut
antara lain :
1. Penelitian ini hanya menggunakan data sekunder yang terdapat dalam
laporan keuangan tahunan perusahaan yang diambil dan diolah.
2. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini hanya
perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2017-2020.
3. Penelitian ini hanya menggunakan variabel financial target, audit
quality, change in auditor, independent commisioners, dan political
149
conncection sebagai variabel yang diujikan sebagai faktor yang
mempengaruhi financial distress dan fraudulent financial reporting.
E. Saran
Berdasarkan keterbatasan diatas, berikut beberapa saran yang dapat menjadi
pertimbangan untuk penelitian yang akan datang :
1. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan data primer atau
mengkombinasikan antara data primer dan sekunder dalam menguji
faktor-faktor yang mempengaruhi financial distress dan fraudulent
financial reporting.
2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel yang lebih luas
dengan memasukkan semua sektor perusahaan yang terdaftar di BEI
atau menggunakan perusahaan sektor selain perbankan seperti
manufaktur, pertambangan, real estate dll.
3. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan faktor-faktor lain yang
dapat diuji sebagai faktor yang mempengaruhi financial distress dan
fraudulent financial reporting. Seperti laverage, financial stability,
nature of industy, audit opinion, change of directur, dll.
150
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, W., & Jogiyanto, H. (2015). Partial Least Square (PLS) : alternatif
Structural Equation Modeling (SEM) dalam penelitian bisnis. Andi.
Abdullahi, R., & Mansor, N. (2015). Concomitant Debacle of Fraud Incidences in
the Nigeria Public Sector: Understanding the power of Fraud Triangle Theory.
International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences,
5(9), 312–326. https://doi.org/10.6007/ijarbss/v5-i9/1833
ACFE. (2020). Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse: 2020
Global Fraud Study. Association of Certified Fraud Examiners, Inc., 88.
https://www.acfe.com/report-to-the-nations/2020
ACFE Asia Pasific. (2020). RTTN Asia Pacific Edition 2020. August, 1–16.
ACFE Indonesia. (2019). Survai Fraud Indonesia 2019. Survai Fraud Indonesiai
Fraud Indonesia, 76.
Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior And
Human Decision Procesesses, 50, 179–211.
https://doi.org/10.1080/10410236.2018.1493416
Ajzen, I. (2002). Perceived behavioral control, self-efficacy, locus of control, and
the theory of planned behavior. Journal of Applied Social Psychology, 32(4),
665–683. https://doi.org/10.1111/j.1559-1816.2002.tb00236.x
Akbar, C. (2018). Kasus SNP Finance, Kemenkeu Jatuhkan Sanksi ke Deloitte
Indonesia.pdf. Https://Bisnis.Tempo.Co/Read/1130928/Kasus-Snp-Finance-
Kemenkeu-Jatuhkan-Sanksi-Ke-Deloitte-Indonesia/Full&view=ok.
Akbar, T. (2017). Using Pentagon Theory on Manufacturing Companies in.
International Journal of Business, Economics and Law, 14(5), 106–113.
Albrecht, C., Skousen, C. J., Turnbull, C., & Zhang, Y. (2010). The relationship
between South Korean chaebols and fraud. Management Research Review,
33(3), 257–268. https://doi.org/10.1108/01409171011030408
Albrecht, W. S., Albrecht, C., & Albrecht, C. C. (2008). Current trends in fraud and
its detection. Information Security Journal, 17(1), 2–12.
https://doi.org/10.1080/19393550801934331
Altman, E. I. (2000). Predicting Financial Distress of Companies: Revisiting the Z-
Score and ZETA® Models. New York University, 1.
https://doi.org/10.4324/9781315064277
151
Altman, E. I., & Hotchkiss, E. (2005). Corporate Financial Distress and
Bankruptcy. In Corporate Financial Distress and Bankruptcy.
https://doi.org/10.1002/9781118267806
Ananto, R. P., Mustika, R., & Handayani, D. (2017). Pengaruh GCG, Leverage,
Profitabilitas Dan UP Terhadap FD Pada Perusahaan Barang Konsumsi Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Dharma
Andalas, 19(1), 92–105.
Annisya, M., Lindrianasari, & Asmaranti, Y. (2016). Pendeteksian Kecurangan
Laporan Keuangan Menggunakan Fraud diamond.. Jurnal Bisnis Dan
Ekonomi (JBE), 23(1), 72–89.
Aprilia, A. (2017). Analisis Pengaruh Fraud Pentagon Terhadap Kecurangan
Laporan Keuangan Menggunakan Beneish Model Pada Perusahaan Yang
Menerapkan Asean Corporate Governance Scorecard. Jurnal ASET
(Akuntansi Riset), 9(1), 101. https://doi.org/10.17509/jaset.v9i1.5259
Apriliana, S., & Agustina, L. (2017). The Analysis of Fraudulent Financial
Reporting Determinant through Fraud Pentagon Approach. Jurnal Dinamika
Akuntansi, 9(2), 154–165. https://doi.org/10.15294/jda.v7i1.4036
Ardiyani, S., & Utaminingsih, N. S. (2015). Analisis Determinan Financial
Statement Melalui Pendekatan Fraud Triangle. Accounting Analysis Journal,
4(1), 1–10. https://doi.org/10.15294/aaj.v4i1.7761
Baridwan, Z., Mardiati, E., & Adi, A. N. (2018). Profitability, Liquidity, Leverage
and Corporate Governance Impact on Financial Statement Fraud and Financial
Distress as Intervening Variable. Bulletin of Taras Shevchenko National
University of Kyiv Economics, 200, 66–74. https://doi.org/10.17721/1728-
2667.2018/200-5/9
Baron, R. M., & Kenny, D. A. (1986). The Moderator-Mediator Variable
Distinction in Social Psychological Research. Conceptual, Strategic, and
Statistical Considerations. Journal of Personality and Social Psychology,
51(6), 1173–1182. https://doi.org/10.1037/0022-3514.51.6.1173
Beasley, M. S. (1996). An empirical analysis of the relation betwen the board of
director compositon and financial statement fraud. The Accounting Review,
71(4), 443–465.
Cahyanti, D., & Wahidahwati. (2020). Analisis Fraud Pentagon terhadap
Kecurangan Laporan Keuangan. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 9(4), 1–24.
Cangur, S., & Ercan, I. (2015). Comparison of model fit indices used in structural
equation modeling under multivariate normality. Journal of Modern Applied
152
Statistical Methods, 14(1), 152–167.
https://doi.org/10.22237/jmasm/1430453580
Chan, K. C., Farrell, B., Healy, P., and Lee, P. (2011). Firm Performance Following
Auditor Changes For Audit Fee Savings. Journal of Business & Economics
Research, 9(10).
Chaney, P. K., Faccio, M., & Parsley, D. (2011). The quality of accounting
information in politically connected firms. Journal of Accounting and
Economics, 51(1–2), 58–76. https://doi.org/10.1016/j.jacceco.2010.07.003
Chang, S.-L., & Hwang, L.-J. (2020). the Role of Audit Quality in Financial
Distress: Evidence From China. International Journal of Organizational
Innovation, 12(4), 235–252.
Chang, X., Dasgupta, S., & Hikiry, G. (2009). The effect of auditor quality on
financing decisions. Accounting Review, 84(4), 1085–1117.
https://doi.org/10.2308/accr.2009.84.4.1085
Chen, C. L., Yen, G., & Chang, F. H. (2009). Strategic auditor switch and financial
distress prediction - Empirical findings from the TSE-listed firms. Applied
Financial Economics, 19(1), 59–72.
https://doi.org/10.1080/09603100701222259
Chen, H., Chen, J. Z., Lobo, G. J., & Wang, Y. (2011). Effects of audit quality on
earnings management and cost of equity capital: Evidence from China.
Contemporary Accounting Research, 28(3), 892–925.
https://doi.org/10.1111/j.1911-3846.2011.01088.x
Chowdhury, D. (2004). Incentives, Control and Development: Governance in
Private and Public Sector with Special Reference to Bangladesh. In University
press.
Christian, N. (2020). Behavioral Strategy Analysis Using the Fraud Diamond
Theory Approach To Detecting Corporate Fraud in Indonesia Behavioral
Strategy Analysis Using the Fraud Diamond Theory Approach To Detecting
Corporate Fraud in Indonesia. International Journal of Business and
Management Invention (IJBMI), 9(April), 66–74. www.ijbmi.org66%7C
Clinard, M. B., & Cressey, D. R. (1953). Other People’s Money: A Study in the
Social Psychology of Embezzlement. American Sociological Review, 19(3),
362. https://doi.org/10.2307/2087778
Correia, M. M. (2014). Political connections and SEC enforcement. Journal of
Accounting and Economics, 57(2–3), 241–262.
https://doi.org/10.1016/j.jacceco.2014.04.004
153
Damayanti, C. R., & Warsito Kawedar. (2018). Pengaruh Profitabilitas, Mekanisme
Pemantauan Dan Financial Distress Terhadap Manajemen Laba. Diponegoro
Journal of Accounting, 7(4), 1–9.
Daniel T. H. Manurung, A. L. H. (2015). Analysis of Factors That Influence
Financial Statement Fraud In The Perspective Fraud Triangle: Empirical Study
on Banking Companies In Indonesia. International Conference on Accounting
Studies (ICAS). https://doi.org/10.4108/eai.18-7-2019.2288648
Darmawan, A., & Oktoria, S. (2017). the impact of auditor quality, financial
stability, and financial targrt for fraudulent financial statement. Journal of
Applied Accounting and Taxation, 2(1), 9–14.
Darsono, & Ashari. (2005). Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. In
Salemba Empat.
Deangelo, L. E. (1981). Auditor Size and Auditor Quality. Journal of Accounting
and Economics, 3, 183–199. https://doi.org/10.21608/ejchem.2010.1261
Dechow, P. M., Ge, W., Larson, C. R., & Sloan, R. G. (2011). Predicting Material
Accounting Misstatements. Contemporary Accounting Research, 28(1), 17–
82. https://doi.org/10.1111/j.1911-3846.2010.01041.x
Donelson, D. C., McInnis, J., & Mergenthaler, R. D. (2016). The effect of
governance reforms on financial reporting fraud. Journal of Law, Finance, and
Accounting, 1(2), 235–274. https://doi.org/10.1561/108.00000005
Doyle, J., Ge, W., & McVay, S. (2007). Determinants of weaknesses in internal
control over financial reporting. Journal of Accounting and Economics, 44(1–
2), 193–223. https://doi.org/10.1016/j.jacceco.2006.10.003
E Janrosl, V. S., & Lim, J. (2019). Analisis Pengaruh Good Corporate Governance
terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI.
Owner, 3(2), 226. https://doi.org/10.33395/owner.v3i2.144
Eisenhardt, K. (1989). Agency Theory: An Assessment and Review. Academy of
Management Review, 14(1), 57–74.
Ewanto, M., Haryeti, & Fathoni, F. (2011). Pengaruh Mekanisme Good Corporate
Governance, Financial Distress Terhadap Earning Management dengan
Variabel Financial Distress sebagai Mediasi : Studi Empiris Pada Perusahaan
Pertambangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Ekonomi, 26.
Faccio, M. (2006). Politically connected firms. American Economic Review, 96(1),
369–386. https://doi.org/10.1257/000282806776157704
154
Fadhilah, F. N., & Syafruddin, M. (2013). Analisis Pengaruh Karakteristik
Corporate Governance Terhadap Kemungkinan Financial Distress.
Diponegoro Journal of Accounting, 0(0), 758–772.
Fathonah, A. N. (2017). Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance
Terhadap Financial Distress. Jurnal Ilmiah Akuntansi, 1(2), 133–150.
https://doi.org/10.23887/jia.v1i2.9989
Francis, J. R., Michas, P. N., & Yu, M. D. (2013). Office size of big 4 auditors and
client restatements. Contemporary Accounting Research, 30(4), 1626–1661.
https://doi.org/10.1111/1911-3846.12011
Geng, R., Bose, I., & Chen, X. (2015). Prediction of financial distress: An empirical
study of listed Chinese companies using data mining. In European Journal of
Operational Research (Vol. 241, Issue 1). Elsevier B.V.
https://doi.org/10.1016/j.ejor.2014.08.016
Ghazali, A. W., Shafie, N. A., & Sanusi, Z. M. (2015). Earnings Management: An
Analysis of Opportunistic Behaviour, Monitoring Mechanism and Financial
Distress. Procedia Economics and Finance, 28(April), 190–201.
https://doi.org/10.1016/s2212-5671(15)01100-4
Ghozali. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS 25
(Sembilan). Universitas Diponegoro Semarang.
Ghozali, I., & Latan, H. (2015). Partial Least Squares Konsep Teknik dan Aplikasi
Dengan Program Smart PLS 3.0. Universitas Diponegoro Semarang.
Goldman, E., Rocholl, J., & So, J. (2009). Do politically connected boards affect
firm value. Review of Financial Studies, 22(6), 2331–2360.
https://doi.org/10.1093/rfs/hhn088
Hakim, ifsan L. (2015). Skandal Terungkap Ceo Toshiba Mundur. In
https://www.liputan6.com/saham/read/2277114/skandal-terungkap-ceo-
toshiba-mundur (Vol. 12, Issue 4, pp. 564–578).
Halim, D. (2020). 5 Fakta Baru Kasus Jiwasraya, Laba Semu hingga Janji Jaksa
Agung Ungkap Tersangka. Www.Kompas.Com,
Hanifah, O. E., & Purwanto, A. (2013). Pengaruh Struktur Corporate Governance
Dan Financial Indicators Terhadap Kondisi Financial Distress. Diponegoro
Journal of Accounting, 2(2), 648–662.
Hapsari, E. I. (2018). Kekuatan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi
Financial Distress Perusahaan Manufaktur Di Bei. Jurnal Dinamika
Manajemen, 9(2), 140–148.
155
Harto, C. T. & P. (2016). Pengujian Teori Fraud Pentagon Pada Sektor Keuangan
Dan Perbankan Di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi, 1–21.
Hasnan, S., Abdul Rahman, R., & Mahenthiran, S. (2013). Management motive,
weak governance, earnings management, and fraudulent financial reporting:
Malaysian evidence. Journal of International Accounting Research, 12(1), 1–
27. https://doi.org/10.2308/jiar-50353
Hussein, A. S. (2015). Penelitian Bisnis dan Manajemen Menggunakan Partial
Least Squares dengan SmartPLS 3.0. Universitas Brawijaya, 1, 1–19.
https://doi.org/10.1023/A:1023202519395
Ilman, M., Zakaria, A., & Nindito, M. (2009). The Influence of Micro and Macro
Variables Toward Financial Distress Condition on Manufacture Companies
Listed in Indonesia Stock Exchange in 2009. 1–12.
Indarto, S. L., & Ghozali, I. (2016). Fraud diamond: Detection analysis on the
fraudulent financial reporting. Risk Governance and Control: Financial
Markets and Institutions, 116–123. https://doi.org/10.22495/rcgv6i4c1art1
Irene. (2020). Fakta Terkini Kasus Jiwasraya, Manipulasi Laporan Keuangan
hingga Rencana Penyelesaian. Https://Economy.Okezone.Com
Jan, A., & Marimuthu, M. (2016). Bankruptcy Profile of Foreign versus Domestic
Islamic Banks of Malaysia: A Post Crisis Period Analysis. International
Journal of Economics and Financial Issues, 6(1), 332–347.
Jensen & meckling. (1976). Theory of The Firm : Managerial Behavior, Agency
Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3, 305–360.
https://doi.org/10.1177/0018726718812602
Juliandi, A., & Manurung, S. (2014). Metode Penelitian Bisnis. UMSU Press.
Kamarudin, K. A., Ismail, W. A. W., & Alwi, M. (2014). The Effects of Audit
Committee Attributes on Fraudulent Financial Reporting. Journal of Modern
Accounting and Auditing, 10(5), 507–514.
Kelly, P., & Hartley, C. A. (2010). Casino gambling and workplace fraud: a
cautionary tale for managers. Management Research Review, 33(3), 224–239.
https://doi.org/10.1108/01409171011030381
KMK NO: 423/KMK.06/2002, (2002).
Kusanti, O., & Andayani dan Andayani. (2015). Pengaruh Good Corporate
Governance Dan Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress. Jurnal Ilmu &
156
Riset Akuntansi, 4(10), 1–22.
kusumawardhani prisca. (2013). Deteksi Financial Statement Fraud dengan analisis
Fraud Triangle pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI. Universitas
Negeri Surabaya, 1(3). https://doi.org/10.1002/9781119723349.ch15
Lee, B. H., & Lee, S. H. (2018). A study on financial ratio and prediction of
financial distress in financial markets. Journal of Distribution Science, 16(11),
21–27. https://doi.org/10.15722/jds.16.11.201811.21
Lennox, C., & Pittman, J. A. (2010). Big five audits and accounting fraud.
Contemporary Accounting Research, 27(1), 209–247.
https://doi.org/10.1111/j.1911-3846.2010.01007.x
Lestari, M. I., & Henny, D. (2019). Pengaruh Fraud Pentagon Terhadap Fraudulent
Financial Statements Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2015-2017. Jurnal Akuntansi Trisakti, 6(1), 141.
https://doi.org/10.25105/jat.v6i1.5274
Lin, J. W., & Hwang, M. I. (2010). Audit Quality, Corporate Governance, and
Earnings Management: A Meta-Analysis. International Journal of Auditing,
14(1), 57–77. https://doi.org/10.1111/j.1099-1123.2009.00403.x
Lisa, O. (2012). Asimetri Informasi Simetri Informasi dan Manajemen Laba. Jurnal
WIGA: Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi, 2(1), 42–49.
Liu, W., & Liu, X. (2008). Auditor switching, earnings manipulation and auditor
independence: Evidence from A-share listed companies in China. Frontiers of
Business Research in China, 2(2), 283–302. https://doi.org/10.1007/s11782-
008-0017-4
Lokanan, M., & Sharma, S. (2018). A Fraud Triangle Analysis of the Libor Fraud.
Journal of Forensic & Investigative Accounting, 10(2), 187–212.
Lu, Y., & Ma, D. (2016). Audit quality and financial distress : Evidence from China.
WSEAS Transsaction on Bussines and Economics 13, 330–340.
Manurung, D. T. H., & Hardika, A. L. (2015). Analysis of factors that influence
financial statement fraud in the perspective fraud diamond: Empirical study on
banking companies listed on the Indonesia Stock Exchange year 2012 to 2014.
International Conference on Accounting Studies (ICAS), August.
www.icas.my
Manurung, D. T., & Hadian, N. (2013). Detection Fraud of Financial Statement
with Fraud Triangle. Proceedings of 23rd International Business Research
Conference, 978–1.
157
Mardiana, A. (2015). Effect Ownership, Accountant Public Office, and Financial
Distress to the Public Company Financial Fraudulent Reporting in Indonesia.
Journal of Economics and Behavioral Studies, 7(2(J)), 109–115.
https://doi.org/10.22610/jebs.v7i2(j).568
Marks, J. T. (2012). Playing offense in a high-risk environment. Crowe Horwath,
94(8), 14.
Nehme Azoury. (2012). Corporate governance and firms in financial distress :
evidence from a Middle Eastern country Charbel Salloum * and Nehme
Azoury. 7(1), 1–17.
Ngan, S. C. (2013). The impact of politically-connected executives in fraudulent
financial reporting: Evidence based on the H shares1. African Journal of
Business Management, 7(18), 1875–1884.
https://doi.org/10.5897/ajbm12.530
Nindito, M. (2018). Financial Staement Fraud : Perspective of the Pentagon Fraud
Model in Indonesia. Academy of Accounting and Financial Studies Journal,
22(2), 1–9.
Noorhayati Mansor. (2015). Fraud Triangle Theory and Fraud Diamond Theory.
Understanding the Convergent and Divergent For Future Research.
International Journal of Academic Research in Accounting, Finance and
Management Sciences, 5(4), 38–45. https://doi.org/10.6007/ijarafms/v5-
i4/1823
Nugrahanti, Y. W., Sutrisno, T., Rahman, A. F., & Mardiati, E. (2020). Do firm
characteristics, political connection and corporate governance mechanism
affect financial distress? (Evidence from Indonesia). International Journal of
Trade and Global Markets, 13(2), 220–250.
https://doi.org/10.1504/IJTGM.2020.106753
Nugroho, A. A., Baridwan, Z., & Mardiati, E. (2018). Pengaruh Profitabilitas,
Likuiditas, Leverage, dan Corpo-Rate Governance Terhadap Kecurangan
Laporan Keuangan, Serta Financial Distress Sebagai Variabel Intervening.
Media Trend, 13(2), 219. https://doi.org/10.21107/mediatrend.v13i2.4065
Nur, E., & Yuyetta, A. (2019). Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance. Diponegoro Journal of Accounting, 1(1), 1–15.
Ozcelik, H. (2020). An Analysis of Fraudulent Financial Reporting Using the
Fraud Diamond Theory Perspective: An Empirical Study on the
Manufacturing Sector Companies Listed on the Borsa Istanbul. 102, 131–153.
https://doi.org/10.1108/s1569-375920200000102012
Pamungkas, I. D. et al. 2018. (2018). Corporate Governance Mechanisms in
158
Preventing Accounting Fraud: A Study of Fraud Pentagon Model. Journal of
Applied Economic Sciences, 13(2).
Panda, B., & Leepsa, N. M. (2017). Agency theory: Review of theory and evidence
on problems and perspectives. Indian Journal of Corporate Governance,
10(1), 74–95. https://doi.org/10.1177/0974686217701467
Piatt, H. D., & Piatt, M. B. (2002). Predicting corporate financial distress:
Reflections on choice-based sample bias. Journal of Economics and Finance,
26(2), 184–199. https://doi.org/10.1007/bf02755985
Pusphita Y., & Yassa, W. (2018). Fraud Pentagon Analysis in Detecting Fraudulent
Financial Reporting ( Study on Indonesian Capital Market ). International
Journal of Sciences: Basic and Applied Research, 42(5), 93–109.
Puspitaningrum, M. T., Taufiq, E., & Wijaya, S. Y. (2019). Pengaruh Fraud
Triangle Sebagai Prediktor Kecurangan Pelaporan Keuangan. Jurnal Bisnis
Dan Akuntansi, 21(1), 77–88. https://doi.org/10.34208/jba.v21i1.502
Puspitasari, A., & Nugrahanti, Y. W. (2016). Pengaruh hubungan politik, ukuran
KAP, dan audit tenure terhadap manajemen laba riil. Journal Akuntansi Dan
Keuangan, 18(1), 27–43. https://doi.org/10.9744/jak.18.1.27-43
Putri, N. W. K. A., & Merkusiwati, N. K. L. A. (2014). Pengaruh Mekanisme
Corporate Governance, Likuiditas, Leverage, Dan Ukuran Perusahaan Pada
Financial Distress. E-Jurnal Akuntansi, 7(1), 93–106.
Quraini, F., & Rimawati, Y. (2019). Determinan Fraudulent Financial Reporting
Using Fraud Pentagon Analysis. Journal of Auditing, Finance, and Forensic
Accounting, 6(2), 105–114. https://doi.org/10.21107/jaffa.v6i2.4938
Rae, K., & Subramaniam, N. (2008). Quality of internal control procedures:
Antecedents and moderating effect on organisational justice and employee
fraud. Managerial Auditing Journal, 23(2), 104–124.
https://doi.org/10.1108/02686900810839820
Reskino, R., & Anshori, M. F. (2016). Model Pendeteksian Kecurangan Laporan
Keuangan dengan Analisis Fraud Triangle. Jurnal Akuntansi Multiparadigma,
95, 256–269. https://doi.org/10.18202/jamal.2016.08.7020
Revina, Y. J. (2016). Internal and External Mechanism of Corporate Governance in
Mitigating Financial Distress on. Proceedings: The 2nd International
Conference on Business Management (ICBM2016), 2(1), 978–967.
Riadiani, Ajeng Rizka & Wahyudin, A. (2015). Pengaruh Good Corporate
Governance Terhadap Manajemen Laba Dengan Financial Distress Sebagai
159
Intervening. Accounting Analysis Journal, 4(3), 1–9.
https://doi.org/10.15294/aaj.v4i3.8307
Rina Anggraeni. (2021). BPK Sebut Risiko Kecurangan Anggaran Meningkat Saat
krisis-dikonversi.pdf. Https://Www.Idxchannel.Com /Economics/Bpk-Sebut-
Risiko-Kecurangan-Anggaran-Meningkat-Saat-Covid-19.
Sarstedt, M., Christian, M. R., & F. Hair, J. (2017). Partial least squares structural
equation modeling with R. In Practical Assessment, Research and Evaluation
(Vol. 21, Issue 1).
SAS no 99. (2020). Statements on Auditing Standards 99. In Annual Update for
Accountants and Auditors. https://doi.org/10.1002/9781119784661.ch7
Septiadi, A. (2020). Skandal Wirecard guncang industri keuangan Jerman,
pemerintah menyerukan reformasi. Https://Internasional.Kontan.Co.Id/
Septriyani, Y., & Handayani, D. (2018). Mendeteksi Kecurangan Laporan
Keuangan dengan Analisis Fraud Pentagon. Jurnal Akuntansi, Keuangan Dan
Bisnis, 11(1), 11–23. http://jurnal.pcr.ac.id
Setiawati, E., & Baningrum, R. M. (2018). Deteksi Fraudulent Financial Reporting
Menggunakan Analisis Fraud Pentagon : Studi Kasus Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Listed Di BEI Tahun 2014-2016. Riset Akuntansi Dan
Keuangan Indonesia, 3(1953), 91–106.
Shen, C. H., & Lin, C. Y. (2016). Political connections, financial constraints, and
corporate investment. Review of Quantitative Finance and Accounting, 47(2),
343–368. https://doi.org/10.1007/s11156-015-0503-7
Sihombing, K. S., & Rahardjo, S. N. (2014). Analisis Fraud Diamond dalam
Mendeteksi Financial Staement Fraud : Studi Empiris pada Perushaan
Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012.
Diponegoro Journal of Accounting, 03(02).
https://doi.org/10.25105/semnas.v0i0.5780
Siregar, R., & Fauzie, S. (2014). Analisis Manfaat Rasio Keuangan Dalam
Memprediksi Financial Distress Pada Perbankan (2007-2012). Jurnal
Ekonomi Dan Keuangan, 2(12), 14826.
Skousen, C. J., Smith, K. R., & Wright, C. J. (2009). Detecting and Predicting
Financial Statement Fraud: The Effectiveness of The Fraud Triangle and SAS
No. 99 in Corporate Governance and Firm Performance. In International
Journal of Quality & Reliability Management (Vol. 32, Issue 3).
Skousen, C. J., & Twedt, B. J. (2009). Fraud score analysis in emerging markets.
160
Cross Cultural Management: An International Journal, 16(3), 301–316.
https://doi.org/10.1108/13527600910977373
Sugianto, D. (2019). Kronologi Laporan Keuangan Garuda, Dari Untung Jadi
’Buntung. Https://Finance.Detik.Com
Susanto, Y. K. (2018). Auditor Switching: Management Turnover, Qualified
Opinion, Audit Delay, Financial Distress. International Journal of Business,
Economics and Law, 15(5), 125–132.
Tan, I. Y., Ong, T. S., Chong, L. L., & Samuel, A. B. (2016). Auditors switching in
the relationship between corporate governance and financial performances -
evidence from Malaysian public listed companies (PLCS). International
Journal of Economics and Management, 10(1), 53–68.
Tao, Q., Sun, Y., Zhu, Y., & Yang, X. (2017). Political Connections and
Government Subsidies: Evidence from Financially Distressed Firms in China.
Emerging Markets Finance and Trade, 53(8), 1854–1868.
https://doi.org/10.1080/1540496X.2017.1332592
Tsai, B. H., & Chang, C. H. (2010). Predicting financial distress based on the credit
cycle index: A two-stage empirical analysis. Emerging Markets Finance and
Trade, 46(3), 67–79. https://doi.org/10.2753/REE1540-496X460305
Utami, E. R., & Pusparini, N. O. (2019). The Analysis Of Fraud Pentagon Theory
And Financial Distress For Detecting Fraudulent Financial Reporting In
Banking Sector In Indonesia (Empirical Study Of Listed Banking Companies
On Indonesia Stock Exchange In 2012-2017). Advances in Economics,
Business and Management Research, 102(Icaf), 60–65.
https://doi.org/10.2991/icaf-19.2019.10
Wang, Z., Chen, M. H., Chin, C. L., & Zheng, Q. (2017). Managerial ability,
political connections, and fraudulent financial reporting in China. Journal of
Accounting and Public Policy, 36(2), 141–162.
https://doi.org/10.1016/j.jaccpubpol.2017.02.004
Widarjo, W., & Setiawan, D. (2009). Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kondisi
Financial Distress Perusahaan Otomotif. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi, 11(2),
107–119.
Widhiadnyana, I. K., & Dwi Ratnadi, N. M. (2019). The impact of managerial
ownership, institutional ownership, proportion of independent commissioner,
and intellectual capital on financial distress. Journal of Economics, Business
& Accountancy Ventura, 21(3), 351.
https://doi.org/10.14414/jebav.v21i3.1233
161
Wolfe, D. T., & Hermanson, D. R. (2004). ‘The Fraud Diamond : Considering the
Four Elements of Fraud: Certified Public Accountant’,. The CPA Journal,
74(12), 38–42.
Wong, K. K. K.-K. (2013). 28/05 - Partial Least Squares Structural Equation
Modeling (PLS-SEM) Techniques Using SmartPLS. Marketing Bulletin,
24(1), 1–32.
Wu, W., Johan, S. A., & Rui, O. M. (2016). Institutional Investors, Political
Connections, and the Incidence of Regulatory Enforcement Against Corporate
Fraud. Journal of Business Ethics, 134(4), 709–726.
https://doi.org/10.1007/s10551-014-2392-4
Wu, W., Wu, C., Zhou, C., & Wu, J. (2012). Political connections, tax benefits and
firm performance: Evidence from China. Journal of Accounting and Public
Policy, 31(3), 277–300. https://doi.org/10.1016/j.jaccpubpol.2011.10.005
Wulandari, L. (2018). Pengaruh Political Connection pada Dewan Komisaris dan
Dewan Direksi Terhadap Kinerja Perusahaan Sektor Pertambangan. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 7(1), 1196–1226.
Yen, S. C. (2013). What causes fraudulent financial reporting? Evidence based on
H shares. Emerging Markets Finance and Trade, 49(SUPPL. 4), 254–266.
https://doi.org/10.2753/REE1540-496X4905S417
Yesiariani, M., & Rahayu, I. (2017). Deteksi financial statement fraud: Pengujian
dengan fraud diamond. Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia, 21(1), 49–60.
https://doi.org/10.20885/jaai.vol21.iss1.art5
Yolanda, M., Hapsari, K. W., Akbar, S. N., & Herawaty, V. (2019). Pengaruh
Kepemilikan Manajerial dan Kualitas Audit Terhadap Earning Management
dengan Financial Distress sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI 2015-2017). Prosiding Seminar
Nasional Pakar Ke 2 Tahun 2019, 1–8.
Yudha, A. (2014). Analisis Pengaruh Penerapan Mekanisme Corporate Governace
Terhadap Kemungkinan Perusahaan Mengalami Kondisi Financial Distress.
(Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2010-2012). Diponegoro Journal of Accounting, 0(0), 430–
441.
Zeli, A. (2014). The financial distress indicators trend in Italy: an analysis of
medium-size enterprises. Eurasian Economic Review, 4(2), 199–221.
https://doi.org/10.1007/s40822-014-0010-5.
163
Populasi Penelitian
No Keterangan Tahun
2018-2020
1 Perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
46
2 Perusahaan yang tidak menyajikan perusahaan
dalam mata uang rupiah
1
3 Perusahaan tidak mengungkapkan data-data yang
berkaitan dengan variabel penelitian dan tersedia
secara lengkap pada publikasi selama periode
2018-2020
19
Total perusahaan yang dijadikan sampel 26
Total sampel penelitian (26 perusahaan x 4
tahun)
104
Total sampel yang digunakan 104
Daftar Perusahaan Sampel
No. Kode Nama Perusahaan
1 AGRO Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk.
2 AMAR Bank Amar Indonesia
3 BABP Bank MNC Internasional
4 BBCA Bank Central Asia Tbk.
5 BBMD Bank Mestika Dharma
6 BBNI Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
7 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
8 BBTN Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
9 BDMN Bank Danamon Indonesia Tbk.
10 BGTG Bank Ganesha
11 BJBR Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten
Tbk.
12 BJTM Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk.
13 BMAS Bank Maspion Indonesia
14 BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk.
15 BNBA Bank Bumi Arta Tbk.
16 BNGA Bank CIMB Niaga
17 BNII Bank Maybank Indonesia
18 BNLI Bank Permata
19 BSIM Bank Sinanrmas
20 INPC Bank Artha Graha Internasional
164
21 MCOR Bank China Contruction Bank Indonesia
22 MEGA Bank Mega Tbk.
23 NISP Bank OCBC NISP
24 NOBU Bank Nationalnobu
25 PNBM Bank Pan Indonesia
26 SDRA Bank Woori Saudara Indonesia 1906
Data dan Perhitungan Variabel
1. Financial Target
Perhitungan Financial Target :
ROA = Net Income/ Total Asset
NO Kode Tahun Total Asset Net Income ROA
1 AGRO 2017 Rp16.322.593 Rp140.495 0,86
2 AGRO 2018 Rp23.313.671 Rp204.212 0,88
3 AGRO 2019 Rp27.067.922 Rp51.061 0,19
4 AGRO 2020 Rp28.015.492 Rp31.260 0,11
5 AMAR 2017 Rp846.147 Rp3.731 0,44
6 AMAR 2018 Rp1.856.522 Rp16.290 0,88
7 AMAR 2019 Rp3.452.515 Rp8.586 0,25
8 AMAR 2020 Rp4.057.988 Rp61.426 1,51
9 BABP 2017 Rp10.706.094 Rp85.193 0,80
10 BABP 2018 Rp10.854.855 Rp57.021 0,53
11 BABP 2019 Rp10.607.879 Rp63.781 0,60
12 BABP 2020 Rp11.652.904 Rp22.696 0,19
13 BBCA 2017 Rp750.319.671 Rp23.321.150 3,11
14 BBCA 2018 Rp824.787.944 Rp25.851.660 3,13
15 BBCA 2019 Rp918.989.312 Rp28.569.974 3,11
16 BBCA 2020 Rp1.075.570.256 Rp27.147.109 2,52
17 BBMD 2017 Rp11.817.844 Rp264.240 2,24
18 BBMD 2018 Rp12.093.079 Rp265.862 2,20
19 BBMD 2019 Rp12.900.218 Rp247.573 1,92
20 BBMD 2020 Rp14.159.755 Rp325.932 2,30
21 BBNI 2017 Rp709.330.084 Rp13.770.592 1,94
22 BBNI 2018 Rp808.572.011 Rp15.091.763 1,87
23 BBNI 2019 Rp845.605.208 Rp15.508.583 1,83
24 BBNI 2020 Rp891.337.425 Rp3.321.442 0,37
25 BBRI 2017 Rp1.127.447.489 Rp29.045.049 2,58
26 BBRI 2018 Rp1.296.898.292 Rp32.418.486 2,50
165
27 BBRI 2019 Rp1.416.758.840 Rp34.413.825 2,43
28 BBRI 2020 Rp1.511.804.628 Rp18.660.393 1,23
29 BBTN 2017 Rp261.365.267 Rp3.027.466 1,16
30 BBTN 2018 Rp306.436.194 Rp2.807.923 0,92
31 BBTN 2019 Rp311.776.828 Rp209.263 0,07
32 BBTN 2020 Rp361.208.406 Rp1.602.358 0,44
33 BDMN 2017 Rp178.257.092 Rp3.828.097 2,15
34 BDMN 2018 Rp186.762.189 Rp4.107.068 2,20
35 BDMN 2019 Rp193.533.970 Rp4.240.671 2,19
36 BDMN 2020 Rp200.890.068 Rp1.088.942 0,54
37 BGTG 2017 Rp4.581.932 Rp51.140 1,12
38 BGTG 2018 Rp4.497.122 Rp5.600 0,12
39 BGTG 2019 Rp4.809.743 Rp11.841 0,25
40 BGTG 2020 Rp5.365.456 Rp3.198 0,06
41 BJBR 2017 Rp114.980.168 Rp1.211.405 1,05
42 BJBR 2018 Rp120.191.387 Rp1.552.396 1,29
43 BJBR 2019 Rp123.536.474 Rp1.564.492 1,27
44 BJBR 2020 Rp140.934.002 Rp1.689.996 1,20
45 BJTM 2017 Rp51.518.681 Rp1.159.370 2,25
46 BJTM 2018 Rp62.689.118 Rp1.260.308 2,01
47 BJTM 2019 Rp76.756.313 Rp1.376.505 1,79
48 BJTM 2020 Rp83.619.452 Rp1.488.962 1,78
49 BMAS 2017 Rp6.054.845 Rp69.497 1,15
50 BMAS 2018 Rp6.694.023 Rp71.013 1,06
51 BMAS 2019 Rp7.569.580 Rp59.746 0,79
52 BMAS 2020 Rp10.110.519 Rp66.986 0,66
53 BMRI 2017 Rp1.124.700.847 Rp21.443.042 1,91
54 BMRI 2018 Rp1.202.252.094 Rp25.851.937 2,15
55 BMRI 2019 Rp1.318.246.335 Rp28.455.592 2,16
56 BMRI 2020 Rp1.429.334.484 Rp17.645.624 1,23
57 BNBA 2017 Rp7.014.677 Rp89.548 1,28
58 BNBA 2018 Rp7.297.273 Rp92.897 1,27
59 BNBA 2019 Rp7.607.653 Rp51.167 0,67
60 BNBA 2020 Rp7.637.524 Rp35.053 0,46
61 BNGA 2017 Rp266.305.445 Rp2.977.738 1,12
62 BNGA 2018 Rp266.781.498 Rp3.482.428 1,31
63 BNGA 2019 Rp274.467.227 Rp3.642.935 1,33
64 BNGA 2020 Rp280.943.605 Rp2.011.254 0,72
65 BNII 2017 Rp173.253.491 Rp1.860.845 1,07
66 BNII 2018 Rp177.532.858 Rp2.262.245 1,27
67 BNII 2019 Rp169.082.830 Rp1.924.180 1,14
166
68 BNII 2020 Rp173.224.412 Rp1.284.392 0,74
69 BNLI 2017 Rp148.328.370 Rp748.433 0,50
70 BNLI 2018 Rp152.892.866 Rp901.252 0,59
71 BNLI 2019 Rp161.451.259 Rp1.500.420 0,93
72 BNLI 2020 Rp197.726.097 Rp721.587 0,36
73 BSIM 2017 Rp30.404.078 Rp318.923 1,05
74 BSIM 2018 Rp30.748.742 Rp50.472 0,16
75 BSIM 2019 Rp36.559.556 Rp6.752 0,02
76 BSIM 2020 Rp44.612.045 Rp118.522 0,27
77 INPC 2017 Rp27.727.008 Rp68.101 0,25
78 INPC 2018 Rp26.025.188 Rp53.621 0,21
79 INPC 2019 Rp25.532.041 -Rp58.345 -0,23
80 INPC 2020 Rp30.526.965 Rp21.371 0,07
81 MCOR 2017 Rp15.788.738 Rp49.899 0,32
82 MCOR 2018 Rp15.992.475 Rp89.860 0,56
83 MCOR 2019 Rp18.893.684 Rp78.967 0,42
84 MCOR 2020 Rp25.235.573 Rp49.979 0,20
85 MEGA 2017 Rp82.297.010 Rp1.300.043 1,58
86 MEGA 2018 Rp83.761.946 Rp1.599.347 1,91
87 MEGA 2019 Rp100.803.831 Rp2.002.733 1,99
88 MEGA 2020 Rp112.202.653 Rp3.008.311 2,68
89 NISP 2017 Rp153.773.957 Rp2.175.824 1,41
90 NISP 2018 Rp173.582.894 Rp2.638.064 1,52
91 NISP 2019 Rp180.706.987 Rp2.939.243 1,63
92 NISP 2020 Rp206.297.200 Rp2.101.671 1,02
93 NOBU 2017 Rp11.018.481 Rp34.985 0,32
94 NOBU 2018 Rp11.793.981 Rp44.748 0,38
95 NOBU 2019 Rp13.147.503 Rp45.794 0,35
96 NOBU 2020 Rp13.737.934 Rp53.607 0,39
97 PNBM 2017 Rp213.541.797 Rp2.008.437 0,94
98 PNBM 2018 Rp207.204.418 Rp3.187.157 1,54
99 PNBM 2019 Rp211.287.370 Rp3.498.299 1,66
100 PNBM 2020 Rp218.067.091 Rp3.124.205 1,43
101 SDRA 2017 Rp27.086.504 Rp438.725 1,62
102 SDRA 2018 Rp29.631.693 Rp537.971 1,82
103 SDRA 2019 Rp36.940.436 Rp499.791 1,35
104 SDRA 2020 Rp38.053.939 Rp536.001 1,41
2. Audit Quality
167
Perhitungan Audit Quality
KAP big 4 : diberi kode 1
KAP non big 4 : diberi kode 0
NO Kode Tahun KAP Auditor Quality
1 AGRO 2017 EY 1
2 AGRO 2018 EY 1
3 AGRO 2019 EY 1
4 AGRO 2020 EY 1
5 AMAR 2017 Delloite 1
6 AMAR 2018 Delloite 1
7 AMAR 2019 Delloite 1
8 AMAR 2020 ey 1
9 BABP 2017 Delloite 1
10 BABP 2018 Nexia KPS 0
11 BABP 2019 Nexia KPS 0
12 BABP 2020 Nexia KPS 0
13 BBCA 2017 PWC 1
14 BBCA 2018 PWC 1
15 BBCA 2019 PWC 1
16 BBCA 2020 PWC 1
17 BBMD 2017 IGAL 0
18 BBMD 2018 PKF 0
19 BBMD 2019 PKF 0
20 BBMD 2020 PKF 0
21 BBNI 2017 EY 1
22 BBNI 2018 EY 1
23 BBNI 2019 EY 1
24 BBNI 2020 EY 1
25 BBRI 2017 EY 1
26 BBRI 2018 EY 1
27 BBRI 2019 EY 1
28 BBRI 2020 EY 1
29 BBTN 2017 EY 1
30 BBTN 2018 EY 1
31 BBTN 2019 EY 1
32 BBTN 2020 EY 1
33 BDMN 2017 PWC 1
34 BDMN 2018 PWC 1
35 BDMN 2019 PWC 1
36 BDMN 2020 PWC 1
168
37 BGTG 2017 Delloite 1
38 BGTG 2018 Delloite 1
39 BGTG 2019 crowe 0
40 BGTG 2020 crowe 0
41 BJBR 2017 EY 1
42 BJBR 2018 RSM 0
43 BJBR 2019 RSM 0
44 BJBR 2020 RSM 0
45 BJTM 2017 PKF 0
46 BJTM 2018 PKF 0
47 BJTM 2019 PKF 0
48 BJTM 2020 RSM 0
49 BMAS 2017 EY 1
50 BMAS 2018 EY 1
51 BMAS 2019 Kreston 0
52 BMAS 2020 Kreston 0
53 BMRI 2017 EY 1
54 BMRI 2018 EY 1
55 BMRI 2019 EY 1
56 BMRI 2020 EY 1
57 BNBA 2017 Delloite 1
58 BNBA 2018 Delloite 1
59 BNBA 2019 PWC 1
60 BNBA 2020 PWC 1
61 BNGA 2017 pwC 1
62 BNGA 2018 PWC 1
63 BNGA 2019 PWC 1
64 BNGA 2020 PWC 1
65 BNII 2017 EY 1
66 BNII 2018 EY 1
67 BNII 2019 EY 1
68 BNII 2020 EY 1
69 BNLI 2017 PWC 1
70 BNLI 2018 PWC 1
71 BNLI 2019 PWC 1
72 BNLI 2020 PWC 1
73 BSIM 2017 morre stephens 0
74 BSIM 2018 morre stephens 0
75 BSIM 2019 morre stephens 0
76 BSIM 2020 morre stephens 0
77 INPC 2017 Nexia KPS 0
169
78 INPC 2018 Nexia KPS 0
79 INPC 2019 Nexia KPS 0
80 INPC 2020 Nexia KPS 0
81 MCOR 2017 PWC 1
82 MCOR 2018 PWC 1
83 MCOR 2019 ey 1
84 MCOR 2020 ey 1
85 MEGA 2017 ey 1
86 MEGA 2018 EY 1
87 MEGA 2019 crowe 0
88 MEGA 2020 crowe 0
89 NISP 2017 PWC 1
90 NISP 2018 PWC 1
91 NISP 2019 PWC 1
92 NISP 2020 PWC 1
93 NOBU 2017 RSM 0
94 NOBU 2018 RSM 0
95 NOBU 2019 RSM 0
96 NOBU 2020 RSM 0
97 PNBM 2017 Delloite 1
98 PNBM 2018 Delloite 1
99 PNBM 2019 Delloite 1
100 PNBM 2020 Delloite 1
101 SDRA 2017 PWC 1
102 SDRA 2018 PWC 1
103 SDRA 2019 PWC 1
104 SDRA 2020 PWC 1
3. Change in auditor
Perhitungan change in auditor :
1 jika terjadi pergantian auditor, 0 jika tidak terjadi
NO Kode Tahun KAP Change in Auditor
1 AGRO 2017 EY 0
2 AGRO 2018 EY 0
3 AGRO 2019 EY 0
4 AGRO 2020 EY 0
5 AMAR 2017 Delloite 0
170
6 AMAR 2018 Delloite 0
7 AMAR 2019 Delloite 0
8 AMAR 2020 ey 1
9 BABP 2017 Delloite 0
10 BABP 2018 Nexia KPS 1
11 BABP 2019 Nexia KPS 0
12 BABP 2020 Nexia KPS 0
13 BBCA 2017 PWC 0
14 BBCA 2018 PWC 0
15 BBCA 2019 PWC 0
16 BBCA 2020 PWC 0
17 BBMD 2017 IGAL 1
18 BBMD 2018 PKF 1
19 BBMD 2019 PKF 0
20 BBMD 2020 PKF 0
21 BBNI 2017 EY 0
22 BBNI 2018 EY 0
23 BBNI 2019 EY 0
24 BBNI 2020 EY 0
25 BBRI 2017 EY 0
26 BBRI 2018 EY 0
27 BBRI 2019 EY 0
28 BBRI 2020 EY 0
29 BBTN 2017 EY 0
30 BBTN 2018 EY 0
31 BBTN 2019 EY 0
32 BBTN 2020 EY 0
33 BDMN 2017 PWC 1
34 BDMN 2018 PWC 0
35 BDMN 2019 PWC 0
36 BDMN 2020 PWC 0
37 BGTG 2017 Delloite 0
38 BGTG 2018 Delloite 0
39 BGTG 2019 crowe 1
40 BGTG 2020 crowe 0
41 BJBR 2017 EY 0
42 BJBR 2018 RSM 1
43 BJBR 2019 RSM 0
44 BJBR 2020 RSM 0
45 BJTM 2017 PKF 1
46 BJTM 2018 PKF 0
171
47 BJTM 2019 PKF 0
48 BJTM 2020 RSM 1
49 BMAS 2017 EY 0
50 BMAS 2018 EY 0
51 BMAS 2019 Kreston 1
52 BMAS 2020 Kreston 0
53 BMRI 2017 EY 0
54 BMRI 2018 EY 0
55 BMRI 2019 EY 0
56 BMRI 2020 EY 0
57 BNBA 2017 Delloite 0
58 BNBA 2018 Delloite 0
59 BNBA 2019 PWC 1
60 BNBA 2020 PWC 0
61 BNGA 2017 pwC 0
62 BNGA 2018 PWC 0
63 BNGA 2019 PWC 0
64 BNGA 2020 PWC 0
65 BNII 2017 EY 0
66 BNII 2018 EY 0
67 BNII 2019 EY 0
68 BNII 2020 EY 0
69 BNLI 2017 PWC 0
70 BNLI 2018 PWC 0
71 BNLI 2019 PWC 0
72 BNLI 2020 PWC 0
73 BSIM 2017 morre stephens 0
74 BSIM 2018 morre stephens 0
75 BSIM 2019 morre stephens 0
76 BSIM 2020 morre stephens 0
77 INPC 2017 Nexia KPS 0
78 INPC 2018 Nexia KPS 0
79 INPC 2019 Nexia KPS 0
80 INPC 2020 Nexia KPS 0
81 MCOR 2017 PWC 1
82 MCOR 2018 PWC 0
83 MCOR 2019 ey 1
84 MCOR 2020 ey 0
85 MEGA 2017 ey 0
86 MEGA 2018 EY 0
87 MEGA 2019 crowe 1
172
88 MEGA 2020 crowe 0
89 NISP 2017 PWC 0
90 NISP 2018 PWC 0
91 NISP 2019 PWC 0
92 NISP 2020 PWC 0
93 NOBU 2017 RSM 0
94 NOBU 2018 RSM 0
95 NOBU 2019 RSM 0
96 NOBU 2020 RSM 0
97 PNBM 2017 Delloite 0
98 PNBM 2018 Delloite 0
99 PNBM 2019 Delloite 0
100 PNBM 2020 Delloite 0
101 SDRA 2017 PWC 0
102 SDRA 2018 PWC 0
103 SDRA 2019 PWC 0
104 SDRA 2020 PWC 0
4. Independent Commisioners
Perhitungan Independen Commisoners
BODOUT =jumlah Komisaris independen / total dewan komisaris
NO Kode Tahun
Komisaris
independen
Total Dewan
komisaris BODOUT
1 AGRO 2017 4 6 66,67
2 AGRO 2018 2 3 66,67
3 AGRO 2019 2 3 66,67
4 AGRO 2020 2 4 50,00
5 AMAR 2017 2 3 66,67
6 AMAR 2018 2 3 66,67
7 AMAR 2019 2 3 66,67
8 AMAR 2020 2 3 66,67
9 BABP 2017 2 3 66,67
10 BABP 2018 2 3 66,67
11 BABP 2019 2 3 66,67
12 BABP 2020 2 3 66,67
13 BBCA 2017 3 5 60,00
14 BBCA 2018 3 5 60,00
15 BBCA 2019 3 5 60,00
16 BBCA 2020 3 5 60,00
17 BBMD 2017 2 4 50,00
173
18 BBMD 2018 2 4 50,00
19 BBMD 2019 2 4 50,00
20 BBMD 2020 2 4 50,00
21 BBNI 2017 4 8 50,00
22 BBNI 2018 5 9 55,56
23 BBNI 2019 5 8 62,50
24 BBNI 2020 6 10 60,00
25 BBRI 2017 5 9 55,56
26 BBRI 2018 5 8 62,50
27 BBRI 2019 5 8 62,50
28 BBRI 2020 6 10 60,00
29 BBTN 2017 5 8 62,50
30 BBTN 2018 5 9 55,56
31 BBTN 2019 3 6 50,00
32 BBTN 2020 3 6 50,00
33 BDMN 2017 3 6 50,00
34 BDMN 2018 3 8 37,50
35 BDMN 2019 4 8 50,00
36 BDMN 2020 4 8 50,00
37 BGTG 2017 3 4 75,00
38 BGTG 2018 2 3 66,67
39 BGTG 2019 2 3 66,67
40 BGTG 2020 2 3 66,67
41 BJBR 2017 3 5 60,00
42 BJBR 2018 1 2 50,00
43 BJBR 2019 3 5 60,00
44 BJBR 2020 3 5 60,00
45 BJTM 2017 2 4 50,00
46 BJTM 2018 2 4 50,00
47 BJTM 2019 3 6 50,00
48 BJTM 2020 3 6 50,00
49 BMAS 2017 2 3 66,67
50 BMAS 2018 1 2 50,00
51 BMAS 2019 1 2 50,00
52 BMAS 2020 1 2 50,00
53 BMRI 2017 4 8 50,00
54 BMRI 2018 4 8 50,00
55 BMRI 2019 4 8 50,00
56 BMRI 2020 4 8 50,00
57 BNBA 2017 3 4 75,00
58 BNBA 2018 3 4 75,00
174
59 BNBA 2019 3 4 75,00
60 BNBA 2020 3 4 75,00
61 BNGA 2017 4 8 50,00
62 BNGA 2018 4 8 50,00
63 BNGA 2019 4 8 50,00
64 BNGA 2020 3 6 50,00
65 BNII 2017 3 6 50,00
66 BNII 2018 3 6 50,00
67 BNII 2019 3 6 50,00
68 BNII 2020 3 6 50,00
69 BNLI 2017 4 8 50,00
70 BNLI 2018 4 8 50,00
71 BNLI 2019 4 8 50,00
72 BNLI 2020 4 8 50,00
73 BSIM 2017 2 3 66,67
74 BSIM 2018 2 3 66,67
75 BSIM 2019 2 3 66,67
76 BSIM 2020 2 3 66,67
77 INPC 2017 3 7 42,86
78 INPC 2018 3 7 42,86
79 INPC 2019 3 5 60,00
80 INPC 2020 3 5 60,00
81 MCOR 2017 2 4 50,00
82 MCOR 2018 2 4 50,00
83 MCOR 2019 2 4 50,00
84 MCOR 2020 2 4 50,00
85 MEGA 2017 3 5 60,00
86 MEGA 2018 3 5 60,00
87 MEGA 2019 3 5 60,00
88 MEGA 2020 3 5 60,00
89 NISP 2017 5 8 62,50
90 NISP 2018 5 8 62,50
91 NISP 2019 5 8 62,50
92 NISP 2020 5 8 62,50
93 NOBU 2017 2 3 66,67
94 NOBU 2018 2 3 66,67
95 NOBU 2019 2 3 66,67
96 NOBU 2020 2 3 66,67
97 PNBM 2017 3 6 50,00
98 PNBM 2018 2 4 50,00
99 PNBM 2019 2 4 50,00
175
100 PNBM 2020 3 6 50,00
101 SDRA 2017 3 4 75,00
102 SDRA 2018 3 4 75,00
103 SDRA 2019 2 4 50,00
104 SDRA 2020 2 4 50,00
5. Political Connection
Perhitungan Political Connection
1 jika salah satu dari CEO atau dewan komisaris terkoneksi politik, 0 jika tidak
NO Kode Tahun PolCON
1 AGRO 2017 0,00
2 AGRO 2018 0,00
3 AGRO 2019 0,00
4 AGRO 2020 0,00
5 AMAR 2017 0,00
6 AMAR 2018 0,00
7 AMAR 2019 0,00
8 AMAR 2020 0,00
9 BABP 2017 0,00
10 BABP 2018 0,00
11 BABP 2019 0,00
12 BABP 2020 0,00
13 BBCA 2017 1,00
14 BBCA 2018 1,00
15 BBCA 2019 1,00
16 BBCA 2020 1,00
17 BBMD 2017 0,00
18 BBMD 2018 0,00
19 BBMD 2019 0,00
20 BBMD 2020 0,00
21 BBNI 2017 1,00
22 BBNI 2018 1,00
23 BBNI 2019 1,00
24 BBNI 2020 1,00
25 BBRI 2017 1,00
26 BBRI 2018 1,00
27 BBRI 2019 1,00
28 BBRI 2020 1,00
176
29 BBTN 2017 1,00
30 BBTN 2018 1,00
31 BBTN 2019 1,00
32 BBTN 2020 1,00
33 BDMN 2017 1,00
34 BDMN 2018 1,00
35 BDMN 2019 1,00
36 BDMN 2020 1,00
37 BGTG 2017 0,00
38 BGTG 2018 0,00
39 BGTG 2019 0,00
40 BGTG 2020 0,00
41 BJBR 2017 0,00
42 BJBR 2018 0,00
43 BJBR 2019 0,00
44 BJBR 2020 0,00
45 BJTM 2017 1,00
46 BJTM 2018 1,00
47 BJTM 2019 1,00
48 BJTM 2020 1,00
49 BMAS 2017 0,00
50 BMAS 2018 0,00
51 BMAS 2019 0,00
52 BMAS 2020 0,00
53 BMRI 2017 1,00
54 BMRI 2018 1,00
55 BMRI 2019 1,00
56 BMRI 2020 1,00
57 BNBA 2017 0,00
58 BNBA 2018 0,00
59 BNBA 2019 0,00
60 BNBA 2020 0,00
61 BNGA 2017 1,00
62 BNGA 2018 1,00
63 BNGA 2019 0,00
64 BNGA 2020 0,00
65 BNII 2017 0,00
66 BNII 2018 0,00
67 BNII 2019 0,00
68 BNII 2020 0,00
69 BNLI 2017 0,00
177
70 BNLI 2018 0,00
71 BNLI 2019 0,00
72 BNLI 2020 0,00
73 BSIM 2017 0,00
74 BSIM 2018 0,00
75 BSIM 2019 0,00
76 BSIM 2020 0,00
77 INPC 2017 1,00
78 INPC 2018 1,00
79 INPC 2019 1,00
80 INPC 2020 1,00
81 MCOR 2017 0,00
82 MCOR 2018 0,00
83 MCOR 2019 0,00
84 MCOR 2020 0,00
85 MEGA 2017 1,00
86 MEGA 2018 1,00
87 MEGA 2019 1,00
88 MEGA 2020 1,00
89 NISP 2017 0,00
90 NISP 2018 0,00
91 NISP 2019 0,00
92 NISP 2020 0,00
93 NOBU 2017 0,00
94 NOBU 2018 0,00
95 NOBU 2019 0,00
96 NOBU 2020 0,00
97 PNBM 2017 0,00
98 PNBM 2018 0,00
99 PNBM 2019 0,00
100 PNBM 2020 0,00
101 SDRA 2017 0,00
102 SDRA 2018 0,00
103 SDRA 2019 0,00
104 SDRA 2020 0,00
178
6. Financial Distress
Perhitungan Financial distress :
Z = 6,56 (X1) + 3,26 (X2) + 6,72 (X3) + 1,05 (X4)
Dimana :
Z = Bankrupy index
X1 = Working Capital / Total Asset
X2 = Retained Earning / Total Asset
X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Asset
X4 = Book Value of Equity / Book Value of Debt
NO Kode Tahun WC RE Ebit Total Asset
BVE BVD
Z-
Score
1 AGRO 2017 Rp361.944 Rp349.331 Rp181.665 Rp16.322.593 Rp3.111.284 Rp13.211.308 0,537
2 AGRO 2018 Rp2.786.749 Rp493.131 Rp291.694 Rp23.313.671 Rp4.424.285 Rp18.889.385 1,183
3 AGRO 2019 -Rp1.032.047 Rp493.139 Rp71.492 Rp27.067.922 Rp4.481.704 Rp22.586.218 0,035
4 AGRO 2020 Rp946.839 Rp203.558 Rp57.650 Rp28.015.492 Rp4.287.690 Rp23.727.802 0,449
5 AMAR 2017 Rp258.615 -Rp24.143 Rp9.867 Rp846.147 Rp478.700 Rp1.367.446 2,358
6 AMAR 2018 Rp277.808 -Rp7.853 Rp24.158 Rp1.856.522 Rp485.902 Rp1.370.620 1,428
7 AMAR 2019 Rp921.342 Rp53.573 Rp84.627 Rp3.452.515 Rp1.078.408 Rp2.374.107 2,443
8 AMAR 2020 Rp457.556 Rp30.996 Rp29.281 Rp4.057.988 Rp1.067.030 Rp2.990.957 1,188
9 BABP 2017 -Rp193.660 -Rp894.875 -Rp917.000 Rp10.706.094 Rp1.252.548 Rp9.453.546 -0,828
10 BABP 2018 Rp67.603 -Rp837.854 Rp80.197 Rp10.854.855 Rp1.429.990 Rp9.424.865 -0,002
11 BABP 2019 -Rp297.143 -Rp799.481 Rp63.781 Rp10.607.879 Rp1.559.450 Rp9.048.429 -0,208
12 BABP 2020 -Rp1.311.789 -Rp836.243 Rp22.696 Rp11.652.904 Rp1.551.237 Rp10.101.667 -0,798
13 BBCA 2017 -Rp19.618.367 Rp114.534.370 Rp29.158.743 Rp750.319.671 Rp131.401.694 Rp614.940.262 0,812
14 BBCA 2018 Rp16.731.186 Rp133.871.809 Rp32.706.064 Rp824.787.944 Rp151.753.427 Rp668.438.779 1,167
15 BBCA 2019 Rp4.860.753 Rp153.158.544 Rp36.288.998 Rp918.989.312 Rp174.143.156 Rp740.067.127 1,090
16 BBCA 2020 -Rp39.453.821 Rp158.298.441 Rp33.568.507 Rp1.075.570.256 Rp184.714.709 Rp885.537.919 0,668
17 BBMD 2017 -Rp714.599 Rp1.827.708 Rp3.530.167 Rp11.817.844 Rp3.082.638 Rp8.735.206 2,485
179
18 BBMD 2018 Rp33.799 Rp2.033.569 Rp359.886 Rp12.093.079 Rp3.088.013 Rp9.005.066 1,127
19 BBMD 2019 -Rp232.545 Rp2.281.082 Rp331.700 Rp12.900.218 Rp3.480.469 Rp9.419.749 1,019
20 BBMD 2020 -Rp2.297.659 Rp2.580.255 Rp415.773 Rp14.159.755 Rp4.009.262 Rp10.150.492 0,142
21 BBNI 2017 Rp40.222.717 Rp60.313.505 Rp17.222.663 Rp709.330.084 Rp100.903.304 Rp584.086.818 0,994
22 BBNI 2018 Rp71.112.995 Rp71.046.832 Rp19.599.399 Rp808.572.011 Rp110.373.789 Rp671.237.546 1,199
23 BBNI 2019 Rp87.069.632 Rp82.463.505 Rp19.486.623 Rp845.605.208 Rp125.003.948 Rp688.489.442 1,339
24 BBNI 2020 Rp42.226.511 Rp66.980.701 Rp5.231.444 Rp891.337.425 Rp112.872.199 Rp746.235.663 0,754
25 BBRI 2017 Rp778.883 Rp143.827.697 Rp36.806.841 Rp1.127.447.489 Rp168.007.778 Rp959.439.711 0,824
26 BBRI 2018 Rp65.175.290 Rp163.130.389 Rp41.725.877 Rp1.296.898.292 Rp185.275.331 Rp1.111.622.961 1,131
27 BBRI 2019 Rp102.318.607 Rp181.327.431 Rp43.431.933 Rp1.416.758.840 Rp208.784.336 Rp1.183.155.670 1,282
28 BBRI 2020 -Rp69.043.407 Rp166.972.167 Rp26.774.164 Rp1.511.804.628 Rp199.911.376 Rp1.278.346.276 0,344
29 BBTN 2017 Rp52.480.173 Rp11.511.889 Rp3.891.903 Rp261.365.267 Rp21.663.434 Rp223.937.463 1,662
30 BBTN 2018 Rp65.433.197 Rp13.714.319 Rp3.593.800 Rp306.436.194 Rp23.840.448 Rp263.784.017 1,720
31 BBTN 2019 Rp68.231.043 Rp1.336.997 Rp521.773 Rp311.776.828 Rp23.836.195 Rp269.451.682 1,554
32 BBTN 2020 Rp26.261.872 Rp8.763.196 Rp2.330.285 Rp361.208.406 Rp19.987.845 Rp321.376.142 0,665
33 BDMN 2017 Rp29.352.832 Rp25.381.570 Rp4.887.470 Rp178.257.092 Rp39.172.152 Rp139.084.940 2,024
34 BDMN 2018 Rp41.813.900 Rp28.307.177 Rp4.925.686 Rp186.762.189 Rp41.939.821 Rp144.822.368 2,444
35 BDMN 2019 Rp39.027.889 Rp30.834.454 Rp5.487.790 Rp193.533.970 Rp45.417.027 Rp148.116.943 2,355
36 BDMN 2020 Rp18.022.989 Rp28.683.368 Rp2.067.076 Rp200.890.068 Rp43.575.499 Rp157.314.569 1,414
37 BGTG 2017 Rp394.079 -Rp45.808 Rp69.409 Rp4.581.932 Rp1.118.360 Rp3.463.572 0,972
38 BGTG 2018 Rp462.439 -Rp37.861 Rp10.958 Rp4.497.122 Rp1.126.199 Rp3.370.923 1,014
39 BGTG 2019 -Rp78.136 -Rp26.020 Rp16.936 Rp4.809.743 Rp1.140.000 Rp3.669.743 0,226
40 BGTG 2020 -Rp613.917 -Rp29.315 Rp7.688 Rp5.365.456 Rp1.139.125 Rp4.226.331 -0,476
41 BJBR 2017 Rp12.700.366 Rp5.304.819 Rp1.631.965 Rp114.980.168 Rp10.104.975 Rp98.820.526 1,078
42 BJBR 2018 Rp15.524.474 Rp6.050.524 Rp1.937.044 Rp120.191.387 Rp11.285.315 Rp104.035.920 1,234
43 BJBR 2019 Rp18.299.707 Rp6.634.450 Rp2.059.493 Rp123.536.474 Rp12.042.629 Rp105.920.991 1,378
44 BJBR 2020 Rp8.604.500 Rp6.381.857 Rp2.212.126 Rp140.934.002 Rp12.005.800 Rp122.676.884 0,756
45 BJTM 2017 Rp3.571.773 Rp2.977.508 Rp1.642.807 Rp51.518.681 Rp7.816.074 Rp43.702.607 1,045
46 BJTM 2018 Rp599.112 Rp3.577.430 Rp1.705.921 Rp62.689.118 Rp8.471.936 Rp54.217.182 0,596
180
47 BJTM 2019 Rp789.375 Rp4.270.070 Rp1.796.579 Rp76.756.313 Rp9.021.558 Rp67.734.755 0,546
48 BJTM 2020 -Rp4.987.764 Rp5.035.285 Rp1.516.277 Rp83.619.452 Rp10.004.948 Rp73.614.504 0,070
49 BMAS 2017 -Rp93.503.127 Rp275.953.545 Rp91.751.458 Rp6.054.845.282 Rp1.162.157.388 Rp4.892.687.894 0,399
50 BMAS 2018 Rp469.533.956 Rp313.110.368 Rp69.971.028 Rp6.694.023.677 Rp1.200.740.595 Rp5.493.283.082 0,912
51 BMAS 2019 Rp217.958.290 Rp339.000.139 Rp83.267.006 Rp7.569.580.138 Rp1.228.931.584 Rp6.340.648.554 0,612
52 BMAS
2020
-
Rp606.467.631 Rp403.522.622 Rp86.707.291 Rp10.110.519.691 Rp1.284.262.093 Rp8.826.257.598 -0,053
53 BMRI 2017 Rp94.538.681 Rp166.718.843 Rp27.169.751 Rp1.124.700.847 Rp170.006.132 Rp888.026.817 1,398
54 BMRI 2018 Rp122.532.920 Rp181.202.517 Rp33.905.797 Rp1.202.252.094 Rp184.960.305 Rp941.953.100 1,556
55 BMRI 2019 Rp132.669.541 Rp204.600.853 Rp36.451.514 Rp1.318.246.335 Rp209.034.525 Rp1.025.749.580 1,566
56 BMRI 2020 Rp27.122.915 Rp189.142.952 Rp23.176.303 Rp1.429.334.484 Rp193.796.083 Rp1.151.267.847 0,842
57 BNBA 2017 Rp191.729 Rp538.376 Rp120.963 Rp7.014.677 Rp1.362.829 Rp5.651.847 0,799
58 BNBA 2018 Rp270.649 Rp608.174 Rp125.987 Rp7.297.273 Rp1.494.754 Rp5.802.518 0,902
59 BNBA 2019 Rp428.304 Rp633.932 Rp708.337 Rp7.607.653 Rp1.523.655 Rp6.083.998 1,530
60 BNBA 2020 -Rp736.229 Rp614.762 Rp52.332 Rp7.637.524 Rp1.509.386 Rp6.128.138 -0,065
61 BNGA 2017 Rp9.434.284 Rp36.950.115 Rp4.106.571 Rp266.305.445 Rp36.950.996 Rp227.200.919 0,959
62 BNGA 2018 Rp10.245.484 Rp39.579.574 Rp4.794.343 Rp266.781.498 Rp39.580.579 Rp229.354.449 1,038
63 BNGA 2019 Rp20.225.049 Rp41.038.939 Rp4.933.747 Rp274.467.227 Rp43.294.166 Rp231.173.061 1,288
64 BNGA 2020 -Rp24.968.725 Rp43.278.891 Rp2.853.855 Rp280.943.605 Rp41.053.051 Rp239.890.554 0,167
65 BNII 2017 Rp13.708.188 Rp10.435.758 Rp2.504.221 Rp173.253.491 Rp20.775.040 Rp152.478.451 0,956
66 BNII 2018 Rp28.322.826 Rp12.172.815 Rp3.032.936 Rp177.532.858 Rp25.090.691 Rp152.442.167 1,558
67 BNII 2019 Rp23.061.018 Rp13.356.962 Rp1.850.909 Rp169.082.830 Rp26.684.916 Rp142.397.914 1,423
68 BNII 2020 Rp1.879.670 Rp13.467.483 Rp2.576.866 Rp173.224.412 Rp27.223.630 Rp146.000.782 0,620
69 BNLI 2017 -Rp2.214.887 -Rp1.333.390 Rp951.132 Rp148.328.370 Rp21.510.742 Rp126.817.628 0,094
70 BNLI 2018 Rp3.451.071 -Rp404.805 Rp1.219.227 Rp152.892.866 Rp22.451.936 Rp130.440.930 0,374
71 BNLI 2019 Rp3.604.081 Rp24.037.341 Rp2.010.735 Rp161.451.259 Rp24.037.351 Rp137.413.908 0,899
72 BNLI 2020 -Rp9.234.023 Rp35.071.443 Rp1.615.349 Rp197.726.097 Rp35.071.453 Rp162.654.644 0,553
73 BSIM 2017 Rp1.961.048 Rp1.715.663 Rp407.459 Rp30.404.078 Rp4.844.184 Rp22.822.617 0,920
74 BSIM 2018 Rp1.376.692 Rp1.766.340 Rp75.863 Rp30.748.742 Rp4.856.420 Rp23.532.846 0,714
181
75 BSIM 2019 Rp1.627.433 Rp1.768.702 Rp81.893 Rp36.559.556 Rp6.074.463 Rp26.385.919 0,707
76 BSIM 2020 -Rp4.493.903 Rp1.296.055 Rp116.600 Rp44.612.045 Rp6.056.844 Rp32.557.921 -0,353
77 INPC 2017 -Rp320.121 Rp1.037.836 Rp102.677 Rp27.727.008 Rp4.507.912 Rp23.219.096 0,275
78 INPC 2018 Rp120.314 Rp1.125.953 Rp86.114 Rp26.025.188 Rp4.587.111 Rp21.438.077 0,418
79 INPC 2019 Rp748.958 Rp1.063.084 -Rp72.015 Rp25.532.041 Rp4.536.235 Rp20.995.806 0,536
80 INPC 2020 Rp374.583 Rp35.950 Rp42.876 Rp30.526.965 Rp3.559.535 Rp26.967.430 0,232
81 MCOR 2017 Rp74.582 Rp471.779 Rp73.653 Rp15.788.738 Rp2.443.795 Rp13.344.943 0,352
82 MCOR 2018 Rp103.415 Rp561.639 Rp128.567 Rp15.992.475 Rp2.516.158 Rp13.476.317 0,407
83 MCOR 2019 Rp8.932 Rp637.106 Rp114.488 Rp18.893.684 Rp2.794.858 Rp16.098.826 0,336
84 MCOR 2020 Rp3.761.919 Rp665.545 Rp57.056 Rp25.235.573 Rp6.016.716 Rp19.218.857 1,408
85 MEGA 2017 -Rp20.107.277 Rp4.762.476 Rp1.604.085 Rp82.297.010 Rp13.064.616 Rp69.232.394 -1,085
86 MEGA 2018 -Rp18.814.382 Rp4.907.921 Rp1.952.933 Rp83.761.946 Rp13.782.673 Rp69.979.273 -0,919
87 MEGA 2019 -Rp13.152.763 Rp6.344.571 Rp2.476.094 Rp100.803.831 Rp15.541.438 Rp85.262.393 -0,294
88 MEGA 2020 -Rp25.998.498 Rp8.331.574 Rp3.735.257 Rp112.202.653 Rp18.208.150 Rp93.994.503 -0,851
89 NISP 2017 -Rp1.760.646 Rp12.168.446 Rp2.877.527 Rp153.773.957 Rp21.784.354 Rp131.989.603 0,482
90 NISP 2018 Rp108.594 Rp14.868.815 Rp3.486.447 Rp173.582.894 Rp24.428.254 Rp149.154.640 0,590
91 NISP 2019 Rp3.915.496 Rp17.808.553 Rp3.887.741 Rp180.706.987 Rp27.664.803 Rp153.042.184 0,798
92 NISP 2020 -Rp41.992.835 Rp19.646.560 Rp2.780.469 Rp206.297.200 Rp29.829.316 Rp176.467.884 -0,757
93 NOBU 2017 -Rp1.142.551 Rp102.898 Rp45.653 Rp11.018.481 Rp1.391.946 Rp9.626.535 -0,470
94 NOBU 2018 Rp681.141 Rp145.619 Rp43.715 Rp11.793.981 Rp1.414.377 Rp10.379.604 0,587
95 NOBU 2019 Rp2.468.988 Rp183.069 Rp62.591 Rp13.147.503 Rp1.464.417 Rp11.683.086 1,441
96 NOBU 2020 Rp2.569.208 Rp217.869 Rp71.754 Rp13.737.934 Rp1.519.854 Rp12.218.080 1,444
97 PNBM 2017 Rp2.961.343 Rp21.307.516 Rp2.898.771 Rp213.541.797 Rp36.288.730 Rp177.253.066 0,722
98 PNBM 2018 Rp20.588.403 Rp24.421.806 Rp4.375.093 Rp207.204.418 Rp40.747.117 Rp166.457.301 1,435
99 PNBM 2019 Rp21.289.514 Rp27.746.429 Rp4.416.192 Rp211.287.370 Rp44.441.714 Rp166.845.656 1,509
100 PNBM 2020 -Rp9.684.312 Rp28.850.755 Rp3.925.869 Rp218.067.091 Rp47.460.332 Rp170.606.759 0,553
101 SDRA 2017 Rp3.605.587 Rp2.432.339 Rp588.178 Rp27.086.504 Rp6.106.998 Rp20.979.506 1,618
102 SDRA 2018 Rp7.835.999 Rp2.810.000 Rp729.736 Rp29.631.693 Rp6.550.468 Rp23.081.225 2,507
103 SDRA 2019 Rp10.779.231 Rp3.195.122 Rp671.927 Rp36.940.436 Rp6.935.590 Rp30.004.846 2,561
183
7. Fraudulent Financial Reporting
F-Score = RSSTAccrual + Financial Performance
a. Financial performance
Financial Performance = Change in Receivable + Change in Inventories + Change in
Cash Sales + Change in Earnings
Dimana :
Change in receivables = Δ Receivables / ATS
Change in inventories = Δ Inventories /ATS
Change in cash sales = Δ Sales/ Sales (t) – Receivables/ Receivables (t)
Change in earning = Earnings (t) / ATS (t) - Earnings (t – 1) / ATS (t – 1)
NO Kode Tahun CIR CII CIS CIE FP
1 AGRO 2017 0,191081228 0,09585578 -0,0002908 0,2866
2 AGRO 2018 0,232269935 -0,0538644 0,000160453 0,1786
3 AGRO 2019 0,129151615 0,01481461 -0,00827735 0,1357
4 AGRO 2020 -0,001710722 -0,0612934 -0,00089196 -0,0639
5 AMAR 2017 0,315923994 -0,0071224 0,058411544 0,3672
6 AMAR 2018 0,711400649 -0,0252536 0,006701691 0,6928
7 AMAR 2019 0,227995948 0,20920626 -0,00882067 0,4284
8 AMAR 2020 -0,071173026 0,16474835 0,013122965 0,1067
9 BABP 2017 -0,105250277 0,14612243 -0,05840948 -0,0175
10 BABP 2018 0,048710379 -0,1356591 0,062956621 -0,0240
11 BABP 2019 0,003481942 0,09834391 0,000654133 0,1025
12 BABP 2020 -0,039958972 -0,0399735 -0,00390432 -0,0838
13 BBCA 2017 0,0899785 -0,0728009 0,001589467 0,0188
14 BBCA 2018 0,093195847 -0,0808363 0,000141036 0,0125
15 BBCA 2019 0,064365709 0,01804094 -5,7345E-05 0,0823
16 BBCA 2020 -0,030890998 0,07756492 -0,00554676 0,0411
17 BBMD 2017 0,058082861 -0,110039 0,005658506 -0,0463
18 BBMD 2018 0,035934415 -0,0439708 -0,00134907 -0,0094
19 BBMD 2019 0,050186703 -0,0489792 -0,00242654 -0,0012
20 BBMD 2020 -0,061743455 0,17531466 0,004278402 0,1178
21 BBNI 2017 0,068664706 -0,0096637 0,000457148 0,0595
22 BBNI 2018 0,09709357 -0,0318903 -0,00110094 0,0641
23 BBNI 2019 0,048078843 0,00389464 -0,00113422 0,0508
24 BBNI 2020 0,006082484 -0,0513701 -0,01492634 -0,0602
25 BBRI 2017 0,064169481 -0,0169936 -0,00061305 0,0466
26 BBRI 2018 0,085878023 -0,049743 -0,00051426 0,0356
27 BBRI 2019 0,067088792 -0,0167138 -0,00138068 0,0490
28 BBRI 2020 -0,001349604 -0,039071 -0,01261971 -0,0530
29 BBTN 2017 0,144310801 -0,0275248 -0,00463724 0,1121
30 BBTN 2018 0,135064869 -0,0423935 -0,00284241 0,0898
184
31 BBTN 2019 0,050776695 0,04890306 -0,00921352 0,0905
32 BBTN 2020 -0,009421113 -0,0116523 0,004084948 -0,0170
33 BDMN 2017 0,021447131 -0,0696989 0,006299397 -0,0420
34 BDMN 2018 0,054882783 -0,0612782 0,000795517 -0,0056
35 BDMN 2019 0,034117152 0,03515011 -0,00020135 0,0691
36 BDMN 2020 -0,042454334 -0,0296028 -0,01678026 -0,0888
37 BGTG 2017 0,107269374 0,10014172 -0,00102266 0,2064
38 BGTG 2018 -0,015847025 0,01973718 -0,01036558 -0,0065
39 BGTG 2019 0,0255751 -0,0052256 0,001310965 0,0217
40 BGTG 2020 -0,071622776 0,01389634 -0,00191599 -0,0596
41 BJBR 2017 0,112342644 -0,0963318 -0,00092497 0,0151
42 BJBR 2018 0,038637589 -0,0208344 0,002052564 0,0199
43 BJBR 2019 0,061318972 -0,0712153 -0,00036422 -0,0103
44 BJBR 2020 0,04949906 -0,0266688 -5,7799E-05 0,0228
45 BJTM 2017 0,041926574 0,22759508 0,000566008 0,2701
46 BJTM 2018 0,040764677 -0,011313 -0,0024531 0,0270
47 BJTM 2019 0,150323032 -0,1332473 -0,00232788 0,0147
48 BJTM 2020 0,117092542 -0,1374945 -0,00117415 -0,0216
49 BMAS 2017 0,0586012 -0,1303826 -0,00088921 -0,0727
50 BMAS 2018 0,070331295 -0,0600491 -0,00090795 0,0094
51 BMAS 2019 0,072183093 0,04714234 -0,0027629 0,1166
52 BMAS 2020 0,163466857 -0,1529283 -0,00079991 0,0097
53 BMRI 2017 0,047641111 -0,0959035 0,00546724 -0,0428
54 BMRI 2018 0,082973172 -0,0660568 0,002396159 0,0193
55 BMRI 2019 0,072056738 0,01988982 0,000359776 0,0923
56 BMRI 2020 -0,035094834 0,00508387 -0,00973486 -0,0397
57 BNBA 2017 0,002809624 -0,0625241 0,001526383 -0,0582
58 BNBA 2018 0,034982133 -0,1035933 0,000312215 -0,0683
59 BNBA 2019 0,054408244 -0,0668975 -0,00611595 -0,0186
60 BNBA 2020 -0,080899675 0,10587492 -0,00226729 0,0227
61 BNGA 2017 0,036591855 0,05535369 0,003013861 0,0950
62 BNGA 2018 0,023209542 -0,0734975 0,001338928 -0,0489
63 BNGA 2019 0,015010275 -0,0179806 0,000396083 -0,0026
64 BNGA 2020 -0,101556827 0,10109637 -0,00621882 -0,0067
65 BNII 2017 0,058688199 -0,0831129 -0,00118742 -0,0256
66 BNII 2018 0,050914917 -0,0669318 0,001949812 -0,0141
67 BNII 2019 -0,073094487 0,14796792 -0,00179546 0,0731
68 BNII 2020 -0,105781309 -0,0334353 -0,00359835 -0,1428
69 BNLI 2017 0,097210541 -0,2963169 0,003349979 -0,1958
70 BNLI 2018 0,095828104 -0,1232284 0,001214709 -0,0262
71 BNLI 2019 -0,125011848 0,26579149 0,003562366 0,1443
72 BNLI 2020 0,029019469 -0,0310552 -0,00552835 -0,0076
73 BSIM 2017 -0,018403615 0,07359657 -0,00168606 0,0535
74 BSIM 2018 0,031561717 -0,0558561 -0,00870451 -0,0330
75 BSIM 2019 0,055837187 -0,0051539 -0,00145006 0,0492
185
76 BSIM 2020 -0,062775132 0,11550678 0,002719653 0,0555
77 INPC 2017 0,017076222 0,02922948 -0,0001758 0,0461
78 INPC 2018 -0,112010717 0,13780579 -0,00052962 0,0253
79 INPC 2019 -0,067005036 -0,0175294 -0,00425843 -0,0888
80 INPC 2020 -0,049528028 -0,0564261 0,003025757 -0,1029
81 MCOR 2017 0,129307542 -0,1108543 0,001573434 0,0200
82 MCOR 2018 0,087786014 -0,0466211 0,002096561 0,0433
83 MCOR 2019 0,138280858 -0,1294198 -0,00112779 0,0077
84 MCOR 2020 0,254074389 -0,3008113 -0,00226201 -0,0490
85 MEGA 2017 0,084486727 -0,1447287 0,000322007 -0,0599
86 MEGA 2018 0,088443986 -0,1159818 0,002249325 -0,0253
87 MEGA 2019 0,116858252 -0,1101165 0,002439706 0,0092
88 MEGA 2020 -0,044115868 0,16986217 0,006544086 0,1323
89 NISP 2017 0,084897745 -0,0403165 0,001239512 0,0458
90 NISP 2018 0,074919623 -0,0048068 0,001212939 0,0713
91 NISP 2019 -0,001095527 0,08751317 0,000474946 0,0869
92 NISP 2020 -0,022571317 -0,0450554 -0,00573107 -0,0734
93 NOBU 2017 0,088035091 -0,0838058 -0,00036585 0,0039
94 NOBU 2018 0,14204736 -0,0803585 0,000426494 0,0621
95 NOBU 2019 0,05014882 0,00296238 -0,000251 0,0529
96 NOBU 2020 0,02140936 -0,0762439 0,000315694 -0,0545
97 PNBM 2017 0,047276882 -0,0687128 -0,00344054 -0,0249
98 PNBM 2018 0,053926855 -0,0917304 0,005417261 -0,0324
99 PNBM 2019 -0,000289855 0,02933049 0,001568582 0,0306
100 PNBM 2020 -0,109007779 0,09093999 -0,00216557 -0,0202
101 SDRA 2017 0,094129553 -0,0162713 0,003120597 0,0810
102 SDRA 2018 0,137731318 -0,0714665 0,001321118 0,0676
103 SDRA 2019 0,134018397 -0,0728278 -0,00395494 0,0572
104 SDRA 2020 0,084686511 -0,1106477 -0,00072059 -0,0267
186
b. RSST Acrual
Perhitungan RSST acrual :
RSST Accrual = (ΔWC + ΔNCO + ΔFIN ) / ATS
Dimana :
WC (Working Capital) = (Current Assets –Current Liability)
NCO (Non Current Operating Accrual) = (Total Assets – Current Assets – Invesment and Advances) – (Total
Liabilities – Current Liabilities – Long Term Debt)
FIN (Financial Accrual ) = Total Investment – Total Liabilities
ATS (Average Total Assets) = (Beginning Total Assets + End Total Assets)
NO Kode Tahun Δ WC ΔNCO ΔFIN ATS RSST Acrual
1 AGRO 2017 -603.724.365 -4.709.024 -1.488.167.897 13.850.277.047 -0,1514
2 AGRO 2018 2.424.804.117 6.499.073 -6.795.807.186 19.818.132.312 -0,2202
3 AGRO 2019 -3.818.796.313 18.945.351 161.058.770 25.190.797.082 -0,1444
4 AGRO 2020 1.978.887.117 -11.390.246 -3.546.318.951 27.541.707.587 -0,0573
5 AMAR 2017 -117.773.173 83.761.918 -251.623.612 697.104.744 -0,4097
6 AMAR 2018 19.193.382 4.212.898 -1.019.377.542 1.351.334.690 -0,7370
7 AMAR 2019 643.534.140 -63.807.726 -1.280.707.899 2.654.518.798 -0,2641
8 AMAR 2020 -463.786.950 -3.631.772 -170.808.957 3.755.252.041 -0,1700
9 BABP 2017 -476.412 143.235 1.468.918 11.881.822 0,0956
10 BABP 2018 261.263 89.893 -145.033 10.780.475 0,0191
11 BABP 2019 -364.746 452.384 418.258 10.731.367 0,0471
12 BABP 2020 -1.014.646 64.616 -110.469 11.130.392 -0,0953
13 BBCA 2017 -1.006.566 1.687.935 -34.548.671 713.529.212 -0,0475
14 BBCA 2018 36.349.553 5.812.812 -75.509.017 787.553.808 -0,0423
15 BBCA 2019 -11.870.433 1.888.594 -37.726.306 871.888.628 -0,0547
187
16 BBCA 2020 -44.314.574 4.072.056 -95.900.396 997.279.784 -0,1365
17 BBMD 2017 95.500.827.850 -74.635.901.650 -449.030.121.045 11.202.897.641.649 -0,0382
18 BBMD 2018 748.399.055.890 -320.229.401.241 -692.654.449.345 11.955.461.912.645 -0,0221
19 BBMD 2019 -266.345.004.703 129.034.391.667 115.083.278.697 12.496.649.072.099 -0,0018
20 BBMD 2020 -2.065.114.116.816 234.114.236.724 1.629.050.430.988 13.529.987.003.898 -0,0149
21 BBNI 2017 -7.460.094 2.213.322 -63.265.927 656.180.982 -0,1044
22 BBNI 2018 30.890.278 -14.170.997 -84.323.907 758.951.048 -0,0891
23 BBNI 2019 15.956.637 19.347.537 -27.566.175 827.088.610 0,0094
24 BBNI 2020 -44.843.121 -991.877 -37.046.444 868.471.317 -0,0954
25 BBRI 2017 -48.898.440 -1.699.026 -30.617.880 1.065.545.958 -0,0762
26 BBRI 2018 64.396.407 -22.317.666 -164.888.080 1.212.172.891 -0,1013
27 BBRI 2019 37.143.317 -15.580.717 -46.880.656 1.356.828.566 -0,0187
28 BBRI 2020 -171.362.014 16.855.635 60.086.449 1.464.281.734 -0,0645
29 BBTN 2017 24.680.379 -305.859 -26.424.585 237.766.873 -0,0086
30 BBTN 2018 12.953.024 592.671 -40.494.935 283.900.731 -0,0949
31 BBTN 2019 2.797.846 208.359 104.205 309.106.511 0,0101
32 BBTN 2020 -41.969.171 1.606.538 -12.491.551 336.492.617 -0,1571
33 BDMN 2017 -152.865 38.842 -1.479.931 176.346.807 -0,0090
34 BDMN 2018 12.461.068 1.870.859 -12.630.857 182.509.641 0,0093
35 BDMN 2019 -2.786.011 -596.049 4.859.093 190.148.080 0,0078
36 BDMN 2020 -21.004.900 -2.070.575 5.802.922 197.212.019 -0,0876
37 BGTG 2017 365.891 16.753 -627.643 4.408.929 -0,0556
38 BGTG 2018 68.360 458 31.670 4.539.527 0,0221
39 BGTG 2019 -540.575 -15.495 271.051 4.653.433 -0,0612
40 BGTG 2020 -535.781 -18.735 -2.947 5.087.600 -0,1096
41 BJBR 2017 4.690.543 2.260.211 -12.970.945 108.649.313 -0,0554
42 BJBR 2018 2.824.108 -2.765.231 -1.809.890 117.585.778 -0,0149
43 BJBR 2019 2.775.233 430.060 -1.300.553 121.863.931 0,0156
44 BJBR 2020 -9.695.207 4.007.227 -7.172.268 132.235.238 -0,0973
188
45 BJTM 2017 -241.346 -42.090 -6.665.212 47.275.816 -0,1470
46 BJTM 2018 -2.972.661 -558.714 -6.898.653 57.103.900 -0,1827
47 BJTM 2019 190.263 -739.125 -11.274.406 69.722.716 -0,1696
48 BJTM 2020 -5.777.139 1.464.522 -1.822.633 80.187.883 -0,0765
49 BMAS 2017 -523.527.332 160.184.337 -108.892.843 5.768.182.111 -0,0819
50 BMAS 2018 563.037.083 31.736.036 -1.156.785.100 6.374.434.480 -0,0882
51 BMAS 2019 -251.575.666 -36.071.489 -531.527.328 7.131.801.908 -0,1149
52 BMAS 2020 -824.425.921 198.572.679 -804.425.293 8.840.049.915 -0,1618
53 BMRI 2017 27.175.643 -3.992.067 -64.122.576 1.081.703.428 -0,0378
54 BMRI 2018 27.994.239 -2.087.582 -37.518.116 1.163.476.471 -0,0100
55 BMRI 2019 10.136.621 16.581.810 -62.707.736 1.260.249.215 -0,0286
56 BMRI 2020 -105.546.626 1.540.757 -31.407.438 1.373.790.410 -0,0986
57 BNBA 2017 328.149.145.572 33.097.610.906 -122.426.709.811 7.067.925.334.278 0,0338
58 BNBA 2018 78.920.195.592 59.172.889.745 -156.838.811.640 7.155.975.401.436 -0,0026
59 BNBA 2019 157.654.947.422 11.884.114.861 -422.117.457.981 7.452.463.591.318 -0,0339
60 BNBA 2020 -1.164.534.107.835 4.151.785.157 1.101.972.831.080 7.622.589.020.615 -0,0077
61 BNGA 2017 4.884.208 -9.546.414 -9.494.588 253.938.587 -0,0557
62 BNGA 2018 811.200 667.062 -5.297.480 266.543.472 -0,0143
63 BNGA 2019 9.979.565 1.475.909 -5.094.856 270.624.363 0,0235
64 BNGA 2020 -45.193.774 2.314.519 29.386.148 277.705.416 -0,0486
65 BNII 2017 3.683.162 -702.730 226.970 169.966.197 0,0189
66 BNII 2018 14.614.638 314.797 -6.690.913 175.393.175 0,0470
67 BNII 2019 -5.261.808 512.002 13.821.221 173.307.844 0,0523
68 BNII 2020 -21.181.348 -202.209 11.961.237 171.153.621 -0,0551
69 BNLI 2017 11.547.525 242.564 10.818.195 156.927.941 0,1441
70 BNLI 2018 5.665.958 817.296 -10.796.460 150.610.618 -0,0286
71 BNLI 2019 153.010 -4.498.599 -3.457.715 157.172.063 -0,0496
72 BNLI 2020 -12.838.104 3.749.698 2.388.279 179.588.678 -0,0373
73 BSIM 2017 2.188.455 183.629 -371.258 30.798.352 0,0650
189
74 BSIM 2018 -584.356 411.420 -902.858 30.576.410 -0,0352
75 BSIM 2019 250.741 385.917 -531.990 33.654.149 0,0031
76 BSIM 2020 -6.121.336 -74.607 1.904.428 40.585.801 -0,1057
77 INPC 2017 -962.139 -75.476 -404.365 26.973.473 -0,0535
78 INPC 2018 440.435 -53.894 1.371.722 26.876.098 0,0654
79 INPC 2019 628.644 -101.836 -237.368 25.778.615 0,0112
80 INPC 2020 -374.375 -229.583 -2.844.366 28.029.503 -0,1230
81 MCOR 2017 -653.962 191.799 -2.973.962 14.023.065 -0,2450
82 MCOR 2018 28.833 33.896 -121.740 15.890.607 -0,0037
83 MCOR 2019 -94.483 117.468 -2.366.794 17.443.080 -0,1344
84 MCOR 2020 3.752.987 -5.754 -3.645.406 22.064.629 0,0046
85 MEGA 2017 -6.768.344 4.673.085 -8.611.099 76.414.346 -0,1401
86 MEGA 2018 1.292.895 390.575 -1.712.292 83.029.478 -0,0003
87 MEGA 2019 5.661.619 -4.187.215 -14.998.759 92.282.889 -0,1466
88 MEGA 2020 -12.845.735 -5.448.083 12.559.420 106.503.242 -0,0538
89 NISP 2017 2.101.577 1.453.176 -13.206.564 145.985.149 -0,0661
90 NISP 2018 1.869.240 -6.385.961 -11.779.571 163.678.426 -0,0996
91 NISP 2019 3.806.902 -1.625.857 -3.143.532 177.144.941 -0,0054
92 NISP 2020 -45.908.331 9.302.503 17.009.211 193.502.094 -0,1013
93 NOBU 2017 -406.079 -3.002 -1.496.778 10.005.363 -0,1905
94 NOBU 2018 1.823.692 -210.946 -2.343.384 11.406.231 -0,0641
95 NOBU 2019 1.787.847 -1.193.489 -1.847.800 12.470.742 -0,1005
96 NOBU 2020 100.220 35.861 -615.638 13.442.719 -0,0357
97 PNBM 2017 -10.320.655 -6.548.708 2.284.656 206.358.425 -0,0707
98 PNBM 2018 17.627.060 9.502.253 -3.885.295 210.373.108 0,1105
99 PNBM 2019 701.111 -3.381.687 3.944.896 209.245.894 0,0060
100 PNBM 2020 -30.973.826 3.371.232 26.882.289 214.677.231 -0,0034
101 SDRA 2017 838.553 248.163 -1.978.713 24.858.569 -0,0359
102 SDRA 2018 4.230.412 -7.246 -3.170.339 28.359.099 0,0371
190
103 SDRA 2019 2.943.232 -5.026 -6.403.531 33.286.065 -0,1041
104 SDRA 2020 2.890.464 -69.810 -429.670 37.497.188 0,0638
191
c. FFR
Perhitungan FFR :
F-Score = RSSTAccrual + Financial Performance
Kode Tahun
Financial
performance
RSST
Acrual F-Score
1 AGRO 2017 0,2866 -0,1514 0,1353
2 AGRO 2018 0,1786 -0,2202 -0,0417
3 AGRO 2019 0,1357 -0,1444 -0,0088
4 AGRO 2020 -0,0639 -0,0573 -0,1212
5 AMAR 2017 0,3672 -0,4097 -0,0425
6 AMAR 2018 0,6928 -0,7370 -0,0442
7 AMAR 2019 0,4284 -0,2641 0,1643
8 AMAR 2020 0,1067 -0,1700 -0,0633
9 BABP 2017 -0,0175 0,0956 0,0780
10 BABP 2018 -0,0240 0,0191 -0,0049
11 BABP 2019 0,1025 0,0471 0,1496
12 BABP 2020 -0,0838 -0,0953 -0,1791
13 BBCA 2017 0,0188 -0,0475 -0,0287
14 BBCA 2018 0,0125 -0,0423 -0,0298
15 BBCA 2019 0,0823 -0,0547 0,0276
16 BBCA 2020 0,0411 -0,1365 -0,0954
17 BBMD 2017 -0,0463 -0,0382 -0,0845
18 BBMD 2018 -0,0094 -0,0221 -0,0315
19 BBMD 2019 -0,0012 -0,0018 -0,0030
20 BBMD 2020 0,1178 -0,0149 0,1029
21 BBNI 2017 0,0595 -0,1044 -0,0450
22 BBNI 2018 0,0641 -0,0891 -0,0250
23 BBNI 2019 0,0508 0,0094 0,0602
24 BBNI 2020 -0,0602 -0,0954 -0,1556
25 BBRI 2017 0,0466 -0,0762 -0,0297
26 BBRI 2018 0,0356 -0,1013 -0,0657
27 BBRI 2019 0,0490 -0,0187 0,0303
28 BBRI 2020 -0,0530 -0,0645 -0,1175
29 BBTN 2017 0,1121 -0,0086 0,1035
30 BBTN 2018 0,0898 -0,0949 -0,0051
31 BBTN 2019 0,0905 0,0101 0,1005
32 BBTN 2020 -0,0170 -0,1571 -0,1741
33 BDMN 2017 -0,0420 -0,0090 -0,0510
34 BDMN 2018 -0,0056 0,0093 0,0037
192
35 BDMN 2019 0,0691 0,0078 0,0768
36 BDMN 2020 -0,0888 -0,0876 -0,1764
37 BGTG 2017 0,2064 -0,0556 0,1508
38 BGTG 2018 -0,0065 0,0221 0,0157
39 BGTG 2019 0,0217 -0,0612 -0,0396
40 BGTG 2020 -0,0596 -0,1096 -0,1692
41 BJBR 2017 0,0151 -0,0554 -0,0403
42 BJBR 2018 0,0199 -0,0149 0,0050
43 BJBR 2019 -0,0103 0,0156 0,0054
44 BJBR 2020 0,0228 -0,0973 -0,0745
45 BJTM 2017 0,2701 -0,1470 0,1231
46 BJTM 2018 0,0270 -0,1827 -0,1557
47 BJTM 2019 0,0147 -0,1696 -0,1548
48 BJTM 2020 -0,0216 -0,0765 -0,0981
49 BMAS 2017 -0,0727 -0,0819 -0,1545
50 BMAS 2018 0,0094 -0,0882 -0,0788
51 BMAS 2019 0,1166 -0,1149 0,0017
52 BMAS 2020 0,0097 -0,1618 -0,1521
53 BMRI 2017 -0,0428 -0,0378 -0,0806
54 BMRI 2018 0,0193 -0,0100 0,0093
55 BMRI 2019 0,0923 -0,0286 0,0637
56 BMRI 2020 -0,0397 -0,0986 -0,1383
57 BNBA 2017 -0,0582 0,0338 -0,0244
58 BNBA 2018 -0,0683 -0,0026 -0,0709
59 BNBA 2019 -0,0186 -0,0339 -0,0525
60 BNBA 2020 0,0227 -0,0077 0,0150
61 BNGA 2017 0,0950 -0,0557 0,0392
62 BNGA 2018 -0,0489 -0,0143 -0,0633
63 BNGA 2019 -0,0026 0,0235 0,0209
64 BNGA 2020 -0,0067 -0,0486 -0,0553
65 BNII 2017 -0,0256 0,0189 -0,0067
66 BNII 2018 -0,0141 0,0470 0,0329
67 BNII 2019 0,0731 0,0523 0,1254
68 BNII 2020 -0,1428 -0,0551 -0,1979
69 BNLI 2017 -0,1958 0,1441 -0,0517
70 BNLI 2018 -0,0262 -0,0286 -0,0548
71 BNLI 2019 0,1443 -0,0496 0,0947
72 BNLI 2020 -0,0076 -0,0373 -0,0449
73 BSIM 2017 0,0535 0,0650 0,1185
74 BSIM 2018 -0,0330 -0,0352 -0,0682
75 BSIM 2019 0,0492 0,0031 0,0523
193
76 BSIM 2020 0,0555 -0,1057 -0,0503
77 INPC 2017 0,0461 -0,0535 -0,0073
78 INPC 2018 0,0253 0,0654 0,0907
79 INPC 2019 -0,0888 0,0112 -0,0776
80 INPC 2020 -0,1029 -0,1230 -0,2260
81 MCOR 2017 0,0200 -0,2450 -0,2250
82 MCOR 2018 0,0433 -0,0037 0,0395
83 MCOR 2019 0,0077 -0,1344 -0,1266
84 MCOR 2020 -0,0490 0,0046 -0,0444
85 MEGA 2017 -0,0599 -0,1401 -0,2000
86 MEGA 2018 -0,0253 -0,0003 -0,0256
87 MEGA 2019 0,0092 -0,1466 -0,1374
88 MEGA 2020 0,1323 -0,0538 0,0784
89 NISP 2017 0,0458 -0,0661 -0,0203
90 NISP 2018 0,0713 -0,0996 -0,0282
91 NISP 2019 0,0869 -0,0054 0,0815
92 NISP 2020 -0,0734 -0,1013 -0,1746
93 NOBU 2017 0,0039 -0,1905 -0,1866
94 NOBU 2018 0,0621 -0,0641 -0,0019
95 NOBU 2019 0,0529 -0,1005 -0,0477
96 NOBU 2020 -0,0545 -0,0357 -0,0902
97 PNBM 2017 -0,0249 -0,0707 -0,0956
98 PNBM 2018 -0,0324 0,1105 0,0781
99 PNBM 2019 0,0306 0,0060 0,0367
100 PNBM 2020 -0,0202 -0,0034 -0,0236
101 SDRA 2017 0,0810 -0,0359 0,0451
102 SDRA 2018 0,0676 0,0371 0,1047
103 SDRA 2019 0,0572 -0,1041 -0,0469
104 SDRA 2020 -0,0267 0,0638 0,0371
195
Hasil Statistik Deskriptif
Hasil Outer Weights
Indikator FT AQ CIA IC PC FD FFR
ROA 1,000
AQUALITY 1,000
ACHANGE 1,000
BODOUT 1,000
POLCON 1,000
Z-SCORE 1,000
F-SCORE 1,000
Hasil dari Cross loading
Indikator FT AQ CA IC PC FD FFR
ROA 1,000 0,169 0,067 -0,170 0,432 -0,219 0,181
AQUALITY 0,169 1,000 -0,286 -0,034 0,099 -0,345 0,090
ACHANGE 0,067 -0,286 1,000 -0,080 -0,080 0,067 -0,118
BODOUT -0,170 -0,034 -0,077 1,000 -0,312 0,168 0,083
POLCON 0,432 0,099 -0,080 -0,312 1,000 -0,055 -0,099
Z-SCORE -0,219 -0,345 0,067 0,168 -0,055 1,000 -0,362
F-SCORE 0,181 0,090 -0,118 0,083 -0,099 -0,362 1,000
Variabel N Min Max Mean Std.Dev
FFR 104 -0.226 0.164 -0.029 0.091
Financial Distress 104 -2.684 1.085 -0.816 0.780
Financial Target 104 -0.230 3.130 1.178 0.795
Independent
Commisioners 104 37.5 75.00 57.757 8.623
Variabel N Variabel Dummy
1 0
Audit Quaity 104 69.23% 30.77%
Change in Auditor 104 13.46% 86.54%
Political Connection 104 38.46% 61.54%
196
Hasil dari Average Variance Extracted (AVE)
Hasil dari uji normalitas Skewnes dan kurtosis
N Skewness Kurtosis
Statistic Statistic
Std.
Error Statistic
Std.
Error
Unstandardized
Residual 104 ,380 ,237 -,487 ,469
Valid N
(listwise) 104
Hasil PLS Algorithm
Indikator AVE
ROA 1,000
AQUALITY 1,000
ACHANGE 1,000
BODOUT 1,000
POLCON 1,000
Z-SCORE 1,000
F-SCORE 1,000
197
Hasil Boothstrapping
Hasil R-Square
Variabel R-square
Financial Distress 0,171
FFR 0,207
Hasil F-Square
Variabel F-Square
FD FFR
FT 0,032 0,047
AQ 0,106 0,008
CA 0,000 0,022
IC 0,027 0,014
PC 0,010 0,030
FD 0,139
FFR
Hasil Q-Square
Variabel Q-Square
198
Financial Distress 0,136
FFR 0,121
Hasil Model Fit
Saturated Model Estimated Model
SRMR 0,000 0,000
d_ULS 0,000 0,000
d_G1 0,000 0,000
d_G2 0,000 0,000
Chi-Square 0,000
NFI 1,000 1,000
rms Theta 0,138
Path Coeffiecents (Mean, STDEV, T-Value)
Variabel
Original
Sampel
(O)
Sample
Mean
(M)
Standard
Deviation
(StDev)
T-Statistic
(IO/StDev)
P-
Value
FT→FD -0,186 -0,184 0,093 2,004 0,046
AQ→FD -0,316 -0,322 0,091 3,462 0,001
CA→FD -0,010 -0,007 0,079 0,130 0,896
IC→FD 0,160 0,165 0,092 1,733 0,084
PC→FD -0,107 0,111 0,095 1,131 0,624
FT→FFR 0,223 0,210 0,111 2,018 0,044
AQ→FFR -0,092 -0,095 0,117 0,787 0,432
CA→FFR -0,140 -0,129 0,088 1,584 0,114
IC→FFR 0,112 0,115 0,093 1,204 0,229
PC→FFR -0,179 -0,175 0,095 1,131 0,259
FD→FFR -0,364 -0,377 0,104 3,514 0,000
Specific Indirect Effect (Mean, STDEV, T-Value)
Variabel
Original
Sampel
(O)
Sample
Mean
(M)
Standard
Deviation
(StDev)
T-Statistic
(IO/StDev)
P-
Value
FT→FD→FFR 0,068 0,070 0,042 1,620 0,106
AQ→FD→FFR 0,115 0,115 0,049 2,354 0,019
CA→FD→FFR -0,004 -0,004 0,029 0,130 0,896
IC→FD→FFR -0,058 -0,058 0,039 1,509 0,132