analisis determinan fraudulent financial reporting

216
ANALISIS DETERMINAN FRAUDULENT FINANCIAL REPORTING DENGAN FINANCIAL DISTRESS SEBAGAI INTERVENING Oleh ADITIA DARMA NIM: 11170820000116 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1443 H/2022 M

Transcript of analisis determinan fraudulent financial reporting

ANALISIS DETERMINAN FRAUDULENT FINANCIAL REPORTING

DENGAN FINANCIAL DISTRESS SEBAGAI INTERVENING

Oleh

ADITIA DARMA

NIM: 11170820000116

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1443 H/2022 M

ii

ANALISIS DETERMINAN FRAUDULENT FINANCIAL REPORTING

DENGAN FINANCIAL DISTRESS SEBAGAI INTERVENING

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Akuntansi

Oleh

ADITIA DARMA

NIM: 117081002452

Di Bawah Bimbingan

Reskino, SE., M.Si., Ak., CA., CMA., CERA., PhD

NIP. 19740928 200801 2 004

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1443 H/2022 M

iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Kamis 16 September 2021 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas

mahasiswa :

1. Nama : Aditia Darma

2. NIM : 11170820000116

3. Jurusan : Akuntansi

4. Judul Skripsi : Analisis Determinan Fraudulent Financial Reporting Dengan

Financial Distress Sebagai Intervening

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang

bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa

tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap

Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Akuntansi

pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 September 2021

1. Dr. Yusar Sagara, SE., M.Si., Ak., CA., CMA., CPMA ( )

NIDP. 2009058601 Penguji I

2. Fitri Yani Jalil, SE., M.Si ( ___)

NIP. 19870604 201903 2 013 Penguji II

iv

v

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini Rabu, 30 Maret 2022 telah dilaksanakan Ujian Skripsi atas mahasiswa :

Nama : Aditia Darma

NIM : 11170820000116

Jurusan : Akuntasi

Judul Skripsi : Analisis Determinan Fraudulent Financial Reporting

dengan Financial Distress Sebagai Intervening

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang

bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa diatas

dinyatakan LULUS dan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unoversitas

Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta.

Jakarta, 30 Maret 2022

1. Yessi Fitri, SE., M.Si., CA ( )

NIP. 19760924 200604 2 002 Katua

2. Reskino, SE., Ak., M.Si., CA., PhD ( )

NIP. 19740928 200801 2 004 Pembimbing

3. Dr. Ibnu Qizam, SE., Ak,. M.Si ( )

NIP. 19680102 199403 1 002 Penguji Ahli

vi

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Aditia Darma

NIM : 11170820000116

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : Akuntansi

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan

mempertanggungjawabkannya;

2. Tidak melakukan plagiarisme terhadap naskah orang lain;

3. Tidak menggunakan karya ilmiah orang lain tanpa menggunakan sumber

asli atau tanpa menyebut pemilik karya;

4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data;

5. Mengerjakan sendiri karya ilmiah ini dan mampu bertanggung jawab

atas karya ini.

Apabila di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui

pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata ditemukan bukti bahwa saya

melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenakan sanksi berdasarkan

aturan yang berlaku di FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 7 Februari 2022

( Aditia Darma )

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

1. Nama : Aditia Darma

2. Tempat, Tanggal Lahir : Batuhampar, 25 Desember 1996

3. Alamat : Jalan Puri Intan No 62 Ciputat Timur,

Tanggerang Selatan

4. Telepon : 0813-8317-5348

5. E-mail : [email protected]

II. PENDIDIKAN

1. SD 04 Batuhampar Tahun 2003-2009

2. MTSs Al-Manaar Batuhampar Tahun 2009-2012

3. SMA Negeri 1 Akabiluru Tahun 2012-2015

4. D3 Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang Tahun 2015-2017

5. S1 Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017-2022

III. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Tismul (Alm)

2. Ibu : Yusneti

3. Anak ke- : Enam dari tujuh bersaudara

viii

ANALYSIS FRAUDULENT FINANCIAL REPORTING DETERMINANT

WITH FINANCIAL DISTRESS AS INTERVENING

ABSTRACT

This study aims to examine the determinants of fraudulent financial reporting with

financial distress as an intervening variable. The independent variables used in this study

are financial targets, audit quality, change in auditors, independent commissioners and

political connections. The population in this study are banking companies listed on the

Indonesia Stock Exchange (IDX) in the 2017-2020 period. The sample selection used the

purposive sampling method. The total sample used in this study was 26 companies with a

research period of 4 years. This research uses Partial Least Square (PLS)-SEM method

using SmartPLS 3.0 software.

The results of this study indicate that financial targets and audit quality have a

significant effect on financial distress. Change in auditors, independent commissioners and

political connections have no significant effect on financial distress. Financial targets and

financial distress have a significant effect on fraudulent financial reporting. Audit quality,

change in auditor, independent commissioners, political connection have no significant

effect on fraudulent financial reporting. Furthermore, audit quality has a significant effect

on fraudulent financial reporting through financial distress. Financial targets, change in

auditors, independent commissioners and political connections have no significant effect

on fraudulent financial reporting through financial distress.

Keywords: fraudulent financial reporting, financial distress, financial targets,

audit quality, change in auditors, independent commissioners and political connection.

ix

ANALISIS DETERMINAN FRAUDULENT FINANCIAL REPORTING

DENGAN FINANCIAL DISTRESS SEBAGAI INTERVENING

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor determinan fraudulent financial

reporting dengan financial distress sebagai variabel intervening. Variabel independen

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu financial target, audit quality, change in

auditor, independent commisioners dan political connection. Populasi dalam penelitian

ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada

periode 2017-2020. Pemilihan sampel menggunakan metode pusposive sampling. Total

sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 26 perusahaan dengan periode

penelitian selama 4 tahun. Penelitian ini menggunakan metode Partial Least Square

(PLS)-SEM dengan menggunakan software SmartPLS 3.0.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa financial target dan audit quality

berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress. Change in auditor,

independent commisioners dan political connection tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap financial distress. Financial target dan financial distress

berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting. Audit quality,

change in auditor, independent commisioners, political connection tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting. Selanjutnya audit quality

berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting melalui financial

distress. Financial target, change in auditor, independent commisioners dan political

connection tidak berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting

melalui financial distress.

Kata Kunci : fraudulent financial reporting, financial distress, financial target, audit

quality, change in auditor, independent commisoners dan political connection.

x

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Determinan

Fraudulent Financial Reporting dengan Financial Distress Sebagai Intervening”.

Shalawat beserta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW, yang telah membimbing dan menjadi suri tauladan bagi

umatnya menuju jalan yang diridai-Nya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna meraih gelar Sarjana

Akuntansi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas

dukungan berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil atas keberhasilan

dalam penyusunan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan kasih sayang, perhatian,

bimbingan, nasihat, doa serta dukungan moril maupun materil yang tiada

henti kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Amilin, S.E., Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP, selaku

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Ibu Yessi Fitri, S.E., M.Si., Ak., CA, selaku Ketua Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

4. Ibu Fitri Damayanti, S.E., M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

5. Ibu Reskino, SE., M.Si., Ak., CA., CMA., CERA, selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktunya untuk membimbing

dan memberikan saran, masukan, motivasi, serta nasihat kepada penulis

selama proses penyusunan skripsi;

6. Bapak Dr. Yusar Sagara, SE., M.Si., Ak., CA., CMA., CPMA, selaku dosen

pembimbing akademik yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan;

xi

7. Seluruh dosen dan tenaga pendidik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu-ilmu yang

bermanfaat kepada penulis;

8. Seluruh staf UIN Syarif Hidayatulah Jakarta yang telah banyak membantu

penulis selama proses masa studi;

9. Wilda Husni selaku adik penulis yang memberikan dukungan dan semangat

ke penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

10. Rovidatul Hikmah Tanjung yang menjadi partner perjuangan dalam

penulisan skipsi ini, serta memberikan banyak saran dan dukungan kepada

penulis.

11. Sahabat seperjuangan dan sepetiduran untuk menuntut ilmu ke jakarta (Izzi

fikri, adib maweta dan muhammad irfan) yang menemani dan mengisi hari-

hari selama tinggal di ciputat

12. Wahyu subarkah, sahabat penulis satu jurusan yang menjadi teman

seperjuangan selama menjalni masa kuliah di jurusan akuntansi.

13. Semua teman-teman yang tergabung dalam kelas Akuntansi C yang menjadi

lingkungan penulis selama menuntut ilmu di jurusan akuntansi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna

dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik

yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Jakarta, 7 Februari 2022

Aditia Darma

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ....................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ........................................................ v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. vii

ABSTRACT ........................................................................................................... viii

ABSTRAK ............................................................................................................. ix

KATA PENGANTAR ............................................................................................ x

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 15

C. Batasan Masalah ................................................................................... 16

D. Rumusan Masalah ................................................................................ 16

E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 17

F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 20

A. Tinjauan Literatur ................................................................................. 20

1. Teori Agensi ......................................................................................... 20

2. Teori of Planned Behavior ................................................................... 24

xiii

3. Teori Fraud Pentagon .......................................................................... 26

4. Mengisi Gap Teori ................................................................................ 31

B. Usulan Variabel Penelitian ................................................................... 33

1. Fraudulent Financial Reporting ........................................................... 33

2. Financial Distress ................................................................................ 36

3. Financial Target ................................................................................... 39

4. Audit quality ......................................................................................... 41

5. Change in Auditor ................................................................................ 43

6. Independent Commisioners .................................................................. 44

7. Political Connection ............................................................................. 46

C. Pengembangan Hipotesis ...................................................................... 47

1. Financial Target dengan Financial Distress ........................................ 47

2. Audit Quality dengan Financial Distress ............................................. 48

3. Auditor Chenge dengan Financial Distress ......................................... 50

4. Independent Commisioners dengan Financial Distress ....................... 51

5. Political Connection dengan Financial Distress .................................. 53

6. Financial Target dengan Fraudulent Financial Reporting .................. 54

7. Audit Quality dengan Fraudulent Financial Reporting ....................... 56

8. Change in Auditor dengan Fraudulent Financial Reporting ............... 57

9. Independent Commisioners dengan Fraudulent Financial Reporting . 59

10. Political Connection dengan Fraudulent Financial reporting ............. 61

11. Financial Distress dengan Fraudulent Financial Reporting ............... 62

12. Financial Target dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui

Financial Distress ................................................................................ 63

xiv

13. Audit Quality dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui

Financial Distress ................................................................................ 64

14. Chenge in Auditor dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui

Financial Distress ................................................................................ 65

15. Independent Commisioners dengan Fraudulent Financial Reporting

Melalui Financial Distress ................................................................... 66

16. Political Connection dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui

Financial Distress ................................................................................ 68

D. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 69

E. Research Gap terkait Fraud Pentagon dan Fraudulent financial reporting

.............................................................................................................. 73

F. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 75

BAB III METODELOGI PENELITIAN .............................................................. 76

A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 76

B. Metode Penentuan Sampel ................................................................... 76

C. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 77

D. Operasional Variabel Penelitian ........................................................... 78

1. Variabel independen .................................................................................. 78

2. Variabe Dependen ................................................................................ 80

3. Variabel Intervening ............................................................................. 81

E. Metode Analisis Data ........................................................................... 82

1. Statistik Deskriptif ................................................................................ 83

2. Model Pengukuran (Outer Model) ....................................................... 83

2. Model Struktural (Inner Model) ........................................................... 85

3. Uji Efek Intervening ............................................................................. 91

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 94

xv

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................................... 94

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ............................................................. 95

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ................................................................ 95

2. Hasil Uji Outer Model dan Measurement model .................................. 98

3. Hasil Uji Inner Model atau Structural Model ..................................... 103

4. Hasil uji efek Intevening..................................................................... 110

5. Pembahasan ........................................................................................ 111

BAB V PENUTUP .............................................................................................. 146

A. Kesimpulan ......................................................................................... 146

B. Implikasi Penelitian ............................................................................ 147

C. Kontribusi ........................................................................................... 147

D. Keterbatasan ....................................................................................... 148

E. Saran ................................................................................................... 149

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 150

LAMPIRAN ........................................................................................................ 162

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Berbagai Kasus Fraud ........................................................................... 7

Tabel 4. 1 Populasi Penelitian ............................................................................... 94

Tabel 4. 2 Hasil Uji Deskriptif 1 ........................................................................... 95

Tabel 4. 3 Hasil Uji Deskriptif 2 ........................................................................... 97

Tabel 4. 4 Hasil Outer Weights ............................................................................. 99

Tabel 4. 5 Hasil dari Cross loading ...................................................................... 99

Tabel 4. 6 Hasil dari Average Variance Extracted (AVE).................................. 101

Tabel 4. 7 Statistik Skewnes dan kurtosis ........................................................... 102

Tabel 4. 8 Hasil R-Square ................................................................................... 104

Tabel 4. 9 Hasil F-Square ................................................................................... 106

Tabel 4. 10 Hasil Q-Square ................................................................................. 107

Tabel 4. 11 Hasil Model Fit ................................................................................ 107

Tabel 4. 12 Path Coeffiecents (Mean, STDEV, T-Value) .................................. 109

Tabel 4. 13 Specific Indirect Effect (Mean, STDEV, T-Value) ........................ 110

Tabel 4. 14 Hasil Pengujian Hipotesis ................................................................ 144

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Kategori Risiko Fraud ....................................................................... 3

Gambar 1. 2 Jumlah Kasus dan Kerugian Perusahaan di Asia Pasifik ................... 4

Gambar 1. 3 Industri Fraud yang Menjadi Korban Fraud di Indonesia ................. 5

Gambar 2. 1 Theory Of Planned Behaviour ......................................................... 24

Gambar 2. 2 Fraud Pentagon................................................................................ 26

Gambar 2. 3 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 75

Gambar 3. 1 Uji Efek Intervening ......................................................................... 92

Gambar 4. 1 Hasil PLS Algorithm ...................................................................... 104

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belakangan ini fraudulent financial reporting (FFR) merupakan masalah

keuangan yang sedang marak terjadi di berbagai negara. Hal ini menyebabkan

terjadinya penurunan kepercayaan terhadap pasar modal dan secara tidak langsung

akan mengakibatkan kebangkrutan pada perusahaan. Berbagai usaha telah

dilakukan untuk menghindari terjadinya fraudulent financial reporting, seperti

penerapan sistem checks and balances yang kompleks, namun para pelaku selalu

menemukan celah untuk melakukannya (Skousen & Twedt, 2009).

Banyak skandal keuangan yang muncul menimpa perusahaan besar dunia.

Beberapa kasus tersebut yaitu, kasus Toshiba yang melakukan fraudulent financial

reporting. Kasus yang terjadi pada bulan Mei 2015 ini mengejutkan seluruh dunia.

Pasalnya, perusahaan menyatakan bahwa sedang melakukan investigasi terhadap

skandal akuntansi internal yang terjadi sehingga harus merevisi perhitungan laba

yang diperoleh dalam 3 tahun terakhir. Toshiba yang menjadi lambang perusahaan

Jepang yang sangat kuat, diketahui mengalami kesulitan dalam memperoleh target

keuntungan bisnis terhitung sejak tahun 2008. Pada tahun tersebut terjadi krisis

global, sehingga berimbas bagi usaha Toshiba yang juga mengalami kesulitan

dalam mencapai target. Krisis tersebut akhirnya mendorong Toshiba melakukan

kebohongan melalui accounting fraud sebesar 1.22 miliar dolar Amerika. Untuk

menutupi kecurangan ini, Toshiba menuliskan laba yang tidak sesuai dengan

keadaan yang sebenarnya (Hakim, 2015).

2

Kasus lain yang serupa adalah skandal Wirecard yang mencuat setelah

diketahui bahwa auditor EY yang menangani laporan keuangan mereka menolak

untuk menandatangani laporan keuangan perusahaan. Kecurangan ini terjadi pada

laporan keuangan 2019 lantaran perusahaan merekayasa dan mengakui kas senilai

US$ 2,1 miliar dalam laporan keuangan, realitanya perusahaan tidak pernah

menghasilkan sebanyak itu. Setelah tujuh hari pasca penolakan EY menandatangani

laporan keuangan Wirecard tahun 2019, Kepala eksekutif Wirecard yaitu Markus

Braun harus mengakui bahwa perusahaannya tidak pernah memiliki dana senilai

US$ 2,1 miliar yang tertuang dalam laporan tersebut. Akibat skandal ini mereka

dinyatakan bangkrut dan harus membayar utangnya kepada para kreditur senilai

US$ 4 miliar (Septiadi, 2020).

Selanjutnya survei yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud

Examiners ACFE (2020) terhadap 2.504 kasus fraud dari 114 negara menunjukkan

total kerugian yang dialami akibat fraud lebih dari 3,6 miliar dolar setiap tahun.

ACFE memperkirakan rata-rata organisasi mengalami kerugian sebesar 5% dari

pendapatannya setiap tahun dengan median loss $125.000 per kasus. Dalam

surveinya ACFE mengklasifikasikan fraud menjadi tiga kategori yaitu

penyalahgunaan asset (aset misappropriation), korupsi (corruption), dan

kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud).

3

Gambar 1. 1 Kategori Risiko Fraud

Sumber : ACFE (2020)

Berdasarkan gambar 1.1 ACFE mengklasifikasikan fraud kedalam tiga kategori

resiko. Skema yang pertama yaitu aset misappropriation, skema ini memiliki

frekuensi sebesar 86% dan memiliki tingkat median loss sebesar USD 100.000 per

kasus. Skema selanjutnnya yaitu corruption, Skema ini memiliki frekuensi sebesar

43%, dan menyebabkan median loss sebesar USD 200.000 per kasus. Skema yang

terakhir yaitu fraudulent financial statement atau fraudulent financial reporting,

skema ini memiliki frekuensi sebesar 10% dan memiliki tingkat median loss USD

4

954.000 per kasus. Hal ini menunjukkan meskipun fraudulent financial reporting

memiliki tingkat frekuensi yang paling rendah, namun memiliki median loss yang

paling tinggi sehingga menyebabkan kerugian bagi banyak perusahaan.

Gambar 1. 2 Jumlah Kasus dan Kerugian Perusahaan di Asia Pasifik

Sumber : ACFE Asia Pasific (2020)

Pada gambar 1.2 laporan ACFE Asia Pasific menunjukkan jumlah kasus dan

kerugian yang diderita perusahaan akibat fraud berdasarkan jenis industri di

wilayah Asia Pasifik. Industri perbankan dan jasa keuangan memiliki jumlah kasus

sebanyak 37 dengan persentase 19%. Pemerintah dan industri manufaktur memiliki

jumlah kasus masing-masing sebanyak 26 kasus dengan persentase 13%. Kemudian

industri teknologi sebanyak 11 kasus dengan persentase 6%. Terakhir industri

energi dan retail dengan kasus masing-masing sebanyak 10 kasus dengan

persentase 5%. Hal ini menunjukkan bahwa industri keuangan dan perbankan

memiliki persentase paling tinggi dan jumlah kasus paling banyak diantara berbagai

sektor industri.

5

Gambar 1. 3 Industri Fraud yang Menjadi Korban Fraud di Indonesia

Sumber : ACFE Indonesia (2019)

Selanjutnya pada Gambar 1.3 hasil survei ACFE Indonesia menunjukkan

persentase banyaknya industri yang menjadi korban fraud di indonesia yang dilihat

dari jenis industrinya. sektor perbankan dan keuangan memiliki persentase sebesar

41%, diikuti oleh pemerintah sebesar 33.9%, industri pertambangan 5.0%, industri

kesehatan dan manufaktur masing-masing 4.2%, industri lainya 3.7%, industri

transportasi 2.1%, industri perumahan dan industri pendidikan masing-masing

1.7% industri perhotelan dan pariwisata 1.3%, dan yang terakhir industri perikanan

dan kelautan sebesar 0.8%. Hal ini menunjukkan industri keuangan dan perbankan

di indonesia merupakan jenis industri yang memiliki kasus fraud yang paling

banyak dibandingkan dengan industri lainya.

Skandal keuangan juga terjadi di Indonesia, seperti kasus PT Garuda

Indonesia Tbk tahun 2018 yang melakukan fraudulent financial reporting. Pada

6

saat itu laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk menjadi sorotan publik.

Perolehan laba bersih perusahaan dianggap janggal. Hal ini dikarenakan PT Garuda

Indonesia Tbk mencatatkan laba bersih sebesar US$ 809,85 ribu atau setara Rp

11,33 miliar (kurs Rp 14.000). Laba itu didapat berkat melambungnya pendapatan

usaha lainnya yang totalnya mencapai US$ 306,88 juta. Pengakuan itu dianggap

tidak sesuai dengan kaidah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)

nomor 23, Sebab manajemen Garuda Indonesia mengakui pendapatan dari Mahata

sebesar US$ 239.940.000, dimana pendapatan sebesar US$ 28.000.000 merupakan

bagian dari bagi hasil yang didapat dari PT Sriwijaya Air. Kemudian pengakuan ini

juga dianggap tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku karena PT Garuda Indonesia

Tbk sudah mengakui piutang sebagai pendapatan perushaan (Sugianto, 2019).

Kasus selanjutnya terjadi di perusahaan asuransi, yaitu PT Asuransi

Jiwasraya yang menyita perhatian masyarakat dengan skandal fraudulent financial

reporting yang dilakukannya pada awal tahun 2020. Kecurangan ini dilakukan

dengan cara membukukan laba semu sejak 2006 yang kemudian terungkap dalam

hasil investigasi BPK (Halim, 2020). BPK juga menilai adanya ketidakwajaran

dalam pembukuan laba bersih yang dilakukan Jiwasraya pada 2017. Laba bersih

yang dibukukan sebesar Rp360,3 miliar dinilai BPK ada kekurangan pencadangan

yakni Rp7,7 triliun, sehingga jika pencadangan dilakukan sesuai ketentuan maka

perusahaan seharusnya menderita kerugian. Lalu pada tahun 2018 Jiwasraya

tercatat membukukan kerugian unaudited sebesar Rp15,3 triliun. Kemudian

perushaan ini hingga akhir September 2019 diperkirakan rugi Rp13,7 triliun (Irene,

2020).

7

Kasus lain adalah PT Sunrpima Nusantara Pembiayaan (SNP Fi-nance)

yang juga menjadi perhatian masyarakat. SNP Finance menyampaikan laporan

keuangan yang dimanipulasi dengan memberikan gambaran kondisi perusahaan

yang terlihat baik-baik saja disaat kondisi sebenarnya sedang dalam krisis

keuangan. Menurut data Bareskrim Polri, SNP Finance memperoleh pencairan

kredit mencapai Rp 14 triliun dari beberapa bank. Kasus ini baru terungkap ketika

PT SNP gagal membayar hutangnya. Akibatnya KAP yang melakukan audit atas

laporan keuangan SNP Finance mendapatkan sanksi dari menteri keuangan karena

akuntan publik Marlinna dan Merliyana Syamsul belum sepenuhnya mematuhi

Standar Audit-Standar Profesional Akuntan Publik dalam pelaksanaan audit umum

atas laporan keuangan SNP Finance (Akbar, 2018).

Selain kasus diatas kasus fraud juga terjadi pada perusahaan sektor

perbankan yang bisa dilihat dalam tabel 1.1.

Tabel 1. 1 Berbagai Kasus Fraud

Nama Peusahaan Modus Kecurangan

Lippo Bank

(Indonesia) 2002

Bank Lippo melakukan manipulasi laporan keuangan dengan menerbitkan

laporan keuangan ganda.

https://www.liputan6.com/news/read/51025/pelaku-skandal-lippo-bisa-

dipidana

Bank Century

(Indonesia) 2008

Robert Tantular selaku pemilik melakukan manipulasi laporan keuangan

Bank Century. https://nasional.tempo.co/read/208353/kronologi-aliran-

rp-67-triliun-ke-bank-century

Bank Jateng 2018

cabang Jakarta

Mantan pimpinan cabang Bank Jateng cabang Jakarta menyetujui 3 kredit

proyek yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga membuat

negara merugi sebesar Rp 229 miliar

https://news.detik.com/berita/d-5614770/rugikan-negara-rp-229-m-eks-

pimpinan-bank-jateng-cabang-dki-jadi-tersangka

Bank BJB Syariah

2018

Bank BJB Syariah mencairkan kredit fiktif yang telah merugikan

keuangan negara sebesar Rp 548 miliar. https://nasional.tempo.co/read/1224414/polri-tetapkan-dua-tersangka-

baru-dalam-kasus-korupsi-bjb-syariah/full&view=ok

8

BPR KS BAS

2018

Direktur Utama BPR KS Bali Agung Sedana melakukan pemberian kredit

kepada 54 debitur dengan nilai Rp24,225 miliar yang tidak sesuai prosedur

sehingga menyebabkan pencatatan palsu.

Sumber: https://mediaindonesia.com/ekonomi/157178/ojk-ungkap-

tindak-pidana-perbankan-oleh-bpr-ks-bas

BPR Multi Artha

Mas Sejahtera 2018

Komisaris PT BPR Multi Artha Mas Sejahtera melakukan tindak pidana

perbankan dengan manipulasi laporan keuangan dengan nilai Rp 6,28

miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi

https://www.merdeka.com/uang/ojk-ungkap-kasus-penggelapan-dana-

bpr-multi-artha-mas-sejahtera-di-bekasi.html

Bank Bukopin 2018 PT Bank Bukopin Tbk melakukan manipulasi laporan keuangan melalui

penerbitan kartu kredit fiktif.

https://finance.detik.com/moneter/d3994551/bank-bukopin-permak-

laporan-keuangan-ini-kata-bi dan-ojk

PD BPR Bank

Salatiga (2019)

Dirut PD BPR menjadi terdakwa perkara dugaan korupsi sebesar Rp24 M

lebih. Korupsi terjadi dengan window dressing terkait pemanfaatan dana

nasabah sehingga seolah-olah target laba terpenuhi.

https://jateng.bpk.go.id/dirut-pd-bpr-bank-salatiga-didakwa-korupsi-rp-

24-miliar/

Bank BTN (2020) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memanggil manajemen BTN

terkait dugaan pemolesan laporan keuangan BTN tahun 2018 yakni berupa

penjualan kredit bermasalah perusahaan.

https://keuangan.kontan.co.id/news/ada-dugaan-window-dressing-btn-

dipanggil-dpr

BRI cabang

Pangkalpinang

2020

2 mantan kepala cabang BRI Pangkalpinang ditahan Kejaksaan Tinggi

Kepulauan Bangka Belitung terkait kasus kredit fiktif. jumlah kerugian

negara diperkirakan mencapai Rp 43,4 miliar.

https://regional.kompas.com/read/2021/05/20/115144178/kasus-kredit-

fiktif-rp-43-miliar-2-mantan-pejabat-bank-di-pangkalpinang?page=all.

Penulis : Heru Dahnur

Bank Syariah

Mandiri Sidoarjo

2021

Korupsi terkait pemberian fasilitas pembiayaan PT Bank Syariah Mandiri

Kantor Cabang Sidoarjo kepada PT Hasta Mulya Putra.

https://nasional.kompas.com/read/2021/06/07/21554871/kejagung-tahan-

2-tersangka-kasus-korupsi-bank-syariah-mandiri-sidoarjo?page=all

Dari uraian diatas menunjukkan banyak kasus dan skandal fraud yang

terjadi di dunia maupun di indonesia. Fraud terjadi di berbagai sektor industri,

sektor perbankan menjadi sektor yang paling banyak mengalami kasus fraud. Salah

satu bentuk fraud yang dilakukan perbankan di Indonesia yakni fraudulent financial

reporting. Fraudulent financial reporting merupakan jenis fraud yang paling

merugikan dan menurunkan citra perusahaan. Fraudulent financial reporting

9

penting menjadi perhatian agar tindakan ini dapat dideteksi dan dihilangkan

sehingga laporan keuangan akan dapat dipercaya oleh pemangku kepentingan dan

masyarakat (kusumawardhani, 2013). Tingginya kasus fraud yang menimpa sektor

perbankan dan keuangan membuat peneliti tertarik untuk meneliti sektor ini karena

perbankan merupakan penggerak utama dalam kegiatan ekonomi dimana memiliki

fungsi menghimpun dan menyalurkan dana ke masyarakat.

Menurut Mardiana (2015) financial distress dapat mendeteksi terjadinya

fraudulent financial reporting. Hal ini dikarenakan kondisi keuangan yang buruk

akan memotivasi manajemen untuk melakukan tindakan yang tidak etis untuk

memperbaiki posisi keuangan perusahaan. Pernyataan serupa diangkapkan oleh

Baridwan et al. (2018) bahwa manajemen akan merasakan pressure atau tekanan

untuk melakukan fraudulent financial reporting ketika perusahaan mengalami

financial distress. Selain itu Utami dan Pusparini (2019) juga mengungkapkan

bahwa manajemen akan melakukan berbagai cara untuk menghindari financial

distress termasuk melakukan fraudulant financial reporting. Sejalan dengan hasil

penelitian diatas, Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan bahwa

risiko kecurangan dan integritas meningkat pada masa kesulitan ekonomi, sehingga

perlu dimitigasi karena akan meninggalkan masalah di kemudian hari (Anggraeni,

2021). Penelitian ini menggunakan variabel financial distress sebagai variabel

intervening/mediator. Hal ini dilakukan karena selain menjadi faktor yang

berpengaruh tarhadap fraudulet financial reporting, financial distress juga

dipengaruhi oleh varibel lain. Menurut Widarjo dan Setiawan (2009) financial

target yang diukur dengan ROA memiliki pengaruh negatif secara signifikan

10

terhadap financial distress. Kemudian menurut Revina (2016) dan Chang dan

Hwang (2020) audit quality memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap

financial distress. Selanjutnya menurut Chan et al (2011) dan Chang et al (2009)

change in auditor juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial

distress. Kemuadian independent commisoners juga menjadi faktor yang

berpengaruh signifikan terhadap financial distress (Fadhilah & Syafruddin,

2013). Terakhir menurut Wu et al. (2012) dan Nugrahanti et al. (2020) political

connection memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress.

Menurut Reskino dan Anshori (2016) financial target juga menjadi salah

satu faktor yang dapat mendeteksi terjadinya fraudulent financial reporting.

Perolehan laba perusahaan yang sesuai dengan target memicu perhatian para

investor. Hal ini akan mengakibatkan bereaksinya pihak manajemen perusahaan

untuk melakukan kecurangan. Pihak manajemen perusahaan akan berusaha

mengelola labanya sehingga laporan keuangan disajikan secara tidak wajar. Selain

itu menurut Setiawati dan Baningrum (2018) financial target cenderung membuat

manajer akan lebih ambisius, sehingga cara apapun akan ditempuh untuk

mendapatkan target yang seharusnya meskipun dengan melakukan fraudulent

financial reporting. Kemudian Manurung dan Hadian (2013) juga mengungkapkan

bahwa financial target memliki korelasi yang positif dengan fraudulent financial

reporting.

Menurut Apriliana dan Agustina (2017) faktor lain yang dapat mendeteksi

terjadinya fraudulent financial reporting adalah audit quality. Audit quality

dipandang sebagai kemampuan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan.

11

Auditor di KAP big 4 dipandang memiliki keahlian yang lebih baik sehingga klien

mereka kemungkinan akan menerapkan standar akuntansi dengan benar dan tidak

melakukan fraudulent financial reporting. Auditor berperan sebagai orang yang

mengaudit laporan keuangan perusahaan dan menilai sistem pengawasan internal

perusahaan untuk mencegah terjadinya fraudulent financial reporting (Manurung

& Hadian, 2013). Selain itu, menurut Ardiyani dan Utaminingsih (2015) semakin

besar ukuran KAP yang mengaudit perusahaan maka semakin baik kualitas audit

yang dihasilkan sehingga akan memperkecil kemungkinan terjadinya tindakan

fraudulent financial reporting.

Change in auditor juga menjadi faktor yang dapat mendeteksi terjadinya

fraudulent financial reporting. Change in auditor dilakukan manajemen untuk

menghilangkan jejak fraudulent financial reporting. Change in auditor

menyebabkan auditor baru tidak mengetahui tindakan fraudulent financial

reporting yang dilakukan oleh perusahaan (Pusphita & Yassa, 2018). Selain itu,

menurut Hasnan et al. (2013) perusahaan yang melakukan fraudulent financial

reporting mungkin akan melakukan change in auditor sebelum terungkapnya

skandal. Penelitian yang dilakukan oleh Ozcelik (2020) juga mengungkapkan

bahwa seringnya perusahaan melakukan change in auditor dapat meningkatkan

risiko fraudulent financial reporting.

Faktor lain yang dapat mendeteksi terjadinya fraudulent financial reporting

adalah proporsi independent commisioners (Lestari & Henny, 2019). Keberadaan

dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dapat mencegah manajemen

untuk melakukan fraudulent financial reporting. Independent commissioners

12

berfungsi sebagai penasehat yang memberikan saran dan masukan dalam rangka

pencapain tujuan perusahaan. Riadiani dan Wahyudin (2015) mengungkapkan

independent commissioners memiliki kemampuan melaksanakan fungsi monitoring

agar tercipta tata kelola yang baik. Kemudian Septriyani dan Handayani (2018)

menemukan bahwa proporsi independent commissioners yang sedikit kurang

bekerja secara efektif dan maksimal dalam mengawasi manajemen, sehingga

membuka peluang bagi manajemen untuk melakukan fraudulent financial

reporting. Sedangkan menurut Janrosl dan Lim (2019) semakin tinggi persentase

independent commissioners maka akan semakin meningkatkan terjadinya

fraudulent financial reporting.

Selain faktor-faktor yang telah diuraikan sebelumnya, political connection

juga dapat mendeteksi terjadinya fraudulent financial reporting. Political

connection atau koneksi politik memungkinkan perusahaan mendapatkan

keuntungan dari pemerintah dalam bentuk aturan yang lebih lunak (Correia, 2014).

Menurut Wu et al. (2012) koneksi politik memungkinkan perusahaan bisa

mendapatkan juga dalam bentuk pengurangan pajak. Menurut Tao et al. (2017) dan

Faccio (2006) koneksi politik memungkinkan perusahaan bisa mendapatkan juga

fasilitas yang akan bailed out oleh pemerintah. Chaney et al. (2011) menyatakan

bahwa political connection mendorong adanya fraudulent financial reporting,

dimana perusahaan yang terhubung secara politik dengan sengaja mengungkapkan

informasi berkualitas rendah dalam upaya untuk menyesatkan investor sehingga

orang dalam dapat memperoleh keuntungan. Sedangkan hasil penelitian Wu et al.

(2016) menunjukkan bahwa political connection memainkan peran yang penting

13

dalam mengurangi fraudulent financial reporting. Hasil penelitian Wang et al.

(2017) menemukan bahwa political connection yang terdapat pada perusahaan

dapat melemahkan atau membatasi manajemen untuk melakukan fraudulent

financial reporting..

Penelitian ini adalah pengembangan dari penelitian Apriliana dan Agustina

(2017), dimana penelitian ini menguji pengaruh elemen fraud pentagon terhadap

fraudulent financial reporting. Keterbaruan dari penelitian ini adalah peneliti

menambah variabel financial distress sebagai intervening/mediator dalam menguji

pengaruh elemen fraud pentagon terhadap fraudulent financial reporting. Selain

itu, peneliti menggunakan sampel perusahaan sektor perbankan, sedangkan dalam

penelitian terdahulu menggunakan perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di

BEI. Peneliti mengukur fraudulent financial reporting dengan menggunakan model

F-Score sedangkan penelitian terdahulu mengukur kecurangan laporan keuangan

dengan mengunakan manajemen laba. Peneliti memproksikan elemen pressure

dengan financial target, element opportunity dengan audit quality, elemen

rationalization dengan change in auditor, elemen competency atau capability

diproksikan dengan independent commisioners dan elemen arrogance diproksikan

dengan political connection. Political connection merupakan variabel yang masih

jarang di teliti oleh penelitian-penelitian sebelumnya.

Laporan keuangan menyajikan informasi yang menggambarkan kondisi

suatu perusahaan sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan agar informasi

yang terkandung dalam laporan keuangan dapat dipastikan kebenaran dan

keandalannya, serta bebas dari kesalahsajian material. Jika fraudelent financial

14

reporting dapat dideteksi dan diminimalisasi sejak awal maka keputusan yang

diambil berdasarkan laporan keuangan dapat dikurangi tingkat kesalahanya.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini

mengangkat judul “Analisis Determinan Fraudulent Financial Reporting

Dengan Financial Distress Sebagai Variabel Intervening ”.

15

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengindikasi beberapa permasalahan

sebagai berikut:

1. Fraudulent financial Reporting merupakan jenis kecurangan yang paling

merugikan diantara kecurangan lainnya.

2. Industri dengan jumlah kasus fraud terbanyak menurut survey ACFE 2020

adalah perbankan dan keuangan.

3. Kondisi financial distress akan memotivasi manajemen untuk

memperbaiki posisi keuangan perusahaan dengan melalukan fraudulent

financial reporting

4. Financial target yang diberikan kepada manajemen akan membuat

manajemen melakukan berbagai cara untuk mencapai target keuangan

tersebut termasuk melakukan fraudulent financial reporting.

5. Rendahnya Audit quality yang dilakukan auditor eksternal dapat memicu

manajemen perusahaan melakukan fraudulent financial reporting.

6. Perusahaan melakukan change in auditor yang mengaudit laporan

keuangannya. sehingga auditor baru tidak mengetahui tindakan fraudulent

financial reporting yang dilakukan oleh perusahaan.

7. Persentase Independent Commisioners yang sedikit akan menyebabkan

tidak efektifnya pengawasan terhadap manajemen sehingga memicu

terjadinya fraudulent financial Reporting.

8. political connection yang dimiliki oleh CEO atau dewan komisaris

membuat perusahaan bisa mendapatkan berbagai fasilitas dari pemerintah.

16

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka pembatasan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini berfokus untuk mendeteksi fraudulent financial reporting

dengan analisis fraud pentagon dengan financial distress sebagai

variabel Intervening.

2. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor perbankan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2017-2020.

3. Penelitian ini menggunakan PLS-SEM dengan bantuan software Smart

PLS dalam menguji model penelitian pengaruh fraud pentagon terhadap

fraudulent financial reporting dengan financial distress sebagai variabel

intervening.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka

penelitian ini mempunyai rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah financial target, audit quality, change in auditor, independent

commisioners, dan political conection berpengaruh terhadap financial

distress.

2. Apakah financial target, audit quality, change in auditor, independent

commisioners, dan political conection berpengaruh terhadap pendeteksian

fraudulent financial reporting?

3. Apakah finacial distress berpengaruh terhadap pendeteksian fraudulent

financial reporting?

17

4. Apakah financial distress memediasi pengaruh financial target, audit

quality, change in auditor, independent commisioners, dan political

conection terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh financial target,

audit quality, change in auditor, independent commisioners, dan political

conection terhadap financial distress.

2. Untuk menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh financial target,

audit quality, change in auditor, independent commisioners, dan political

conection terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting.

3. Untuk menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh financial

distress terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting.

4. Untuk menguji secara empiris dan menganalisis apakah financial distress

memediasi pengaruh financial target, audit quality, change in auditor,

independent commisioners, dan political conection terhadap pendeteksian

fraudulent financial reporting.

F. Manfaat Penelitian

Adapun kontribusi dari penelitian ini dilihat dari empat perspektif yaitu

perspektif praktis, perspektif teori, perspektif metodologi dan perspektif

bodyknowledge. Keempat perspektif ini akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.

1. Perspektif Praktis

18

Bagi investor, penelitian ini diharapkan sebagai pengetahuan agar dapat

memberikan perhatian lebih terhadap perusahaan yang melakukan fruadulent

financial reporting agar kesalahan dalam pengambilan keputusan bisa

dihindari.

2. Perspektif Teori

a. Bagi Mahasiswa Jurusan Akuntansi

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan perbandingan

ilmiah mengenai fraudulent financial reporting.

b. Bagi Penulis

Sebagai sarana untuk memperluas wawasan dan menambah referensi

audit terutama faktor-faktor apa saja yang akan mempengaruhi

terjadinya fraudulent financial reporting.

c. Bagi Peneliti Berikutnya

Berkontribusi pada pengembangan ilmu akuntansi dengan menerapkan

elemen-elemen teori fraud Pentagon dalam bidang akuntansi forensik.

Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

literatur serta bukti tambahan untuk sumber referensi penelitian

selanjutnya tentang fraudulent financial reporting.

3. Perspektif Metodologi

Penelitian ini menggunakan PLS-SEM dengan bantuan software Smart-PLS

untuk menguji model penelitian pengaruh fraud pentagon terhadap

fraudulent financial reporting. Penelitian terdahulu lebih banyak

menggunakan regresi linier menggunakan sofware SPSS.

19

4. Perspektif Body knowledge

Penelitian ini menggunakan F-score dalam pengukuran fraudulent financial

reporting. Penelitian terdahulu lebih banyak menggunakan manajemen laba

sebagai pengukuran fraudulent financial reporting. Selanjunya kontribusi

penelitian ini mengembangkan model penelitan pengaruh fraud pentagon

terhadap fraudulent financial reporting dengan menambahkan variabel

financial distress sebagai mediator.

20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan membahas tinjauan pustaka yang berkaitan dengan penelitian.

Terdapat beberapa sub bab yaitu pada bagian A menjelaskan tentang teori yang

digunakan dalam penelitian, mulai dari 1) Teori Agensi, 2) Theory planned

behavior, 3) Teori fraud pentagon, dan 4) Gap teori. Selanjutnya pada bagian B

menjelaskan kajian variabel penelitian terkait variabel yang akan diteliti,

diantaranya adalah 1) Fraudulant financial reporting, 2) Financial distress, 3)

Financial target, 4) Audit quality, 5) Change in auditor, 6) Independent

commissioners, 7) Political connection. Kemudian pada bagian C merumuskan

hipotesis penelitian yang terdiri dari 16 hipotesis. Lalu bagian D menguraikan

penelitian sejenis yang berkaitan dengan penelitian. Selanjutnya bagian E

menguraikan research gap dari elemen fraud pentagon dan fraudulent financial

reporting. Terakhir, bagian F menjelaskan kerangka penelitian yang diusulkan

dalam melakukan penelitian ini. Masing-masing sub bab akan dijelaskan dibawah

ini.

A. Tinjauan Literatur

1. Teori Agensi

Agency theory (teori agensi) diajukan oleh Jensen dan meckling (1976)

menjelaskan bahwa hubungan kontrak yang terjadi antara pemilik selaku prinsipal

dan manajemen selaku agen dalam sebuah organisasi bisnis. Panda dan Leepsa

(2017) mengungkapkan teori keagenan membahas masalah yang muncul di

perusahaan karena pemisahan pemilik dan manajer dan menekankan pada

21

pengurangan masalah ini. Teori ini membantu dalam menerapkan berbagai

mekanisme tata kelola untuk mengontrol tindakan agen di perusahaan yang dimiliki

bersama.

Manajer sebagai seorang yang menjalankan perusahaan harus

mempertanggungjawabkan hasil kinerjanya kepada pemilik. Selain itu menejer

bertanggung jawab secara etis untuk memaksimalkan keuntungan pemilik. pemilik

menginginkan manajemen untuk memperlihatkan laporan keuangan sesuai dengan

kondisi riil perusahaan. akan tetapi kenyataannya selain bertanggung jawab untuk

meningkatkan keuntungan, manajer juga mempunyai kepentingan untuk

memperoleh gaji dan bonus yang tinggi untuk memaksimalkan kesejahteraannya

(Lisa, 2012). Konflik kepentingan tersebut membuat manajemen melakukan

berbagai cara untuk mendapatkan bonus dan gaji yang tinggi dengan memberikan

informasi yang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya kepada

pemilik (Aprilia, 2017).

Eisenhardt (1989) mengungkapkan teori agensi menggunakan tiga asumsi dasar

sifat manusia, yaitu: (1) self interest yaitu manusia pada umumnya mementingkan

diri sendiri; (2) bounded rationality yaitu manusia memiliki daya pikir terbatas

mengenai persepsi masa mendatang; dan (3) risk averse yaitu manusia selalu

menghindari risiko. Ketiga sifat ini menimbulkan masalah keagenan antara

prinsipal dan agen. Selain itu Chowdhury (2004) juga mengungkapkan beberapa

alasan terjadinya masalah keagenan sebagai berikut:

1. Pemisahan Kepemilikan dan pengawasan

22

Pemisahan kepemilikan dari kontrol dalam organisasi besar menyebabkan

hilangnya pemantauan yang tepat oleh pemilik pada manajer, dimana manajer

menggunakan properti bisnis untuk tujuan pribadi mereka untuk

memaksimalkan kesejahteraan mereka.

2. Preferensi Risiko

Pihak-pihak yang terlibat dalam organisasi memiliki persepsi risiko yang

berbeda dan berjuang untuk berdamai dengan keputusan mereka. Konflik ini

muncul antara pemilik dan manajer dan pemilik dan kreditur.

3. Durasi Keterlibatan

Manajer bekerja untuk organisasi untuk jangka waktu terbatas, sedangkan

pemilik adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perusahaan. Oleh karena

itu, agen mencoba memaksimalkan keuntungan mereka dalam masa bakti

mereka yang terbatas dan kemudian pindah ke perusahaan lain.

4. Penghasilan Terbatas

Baik manajer dan kreditur perusahaan adalah pemangku kepentingan yang

signifikan dari perusahaan, tetapi mereka hanya memiliki penghasilan

terbatas karena manajer lebih mendahulukan kompensasi mereka, sementara

kreditur hanya mendapatkan bunga.

5. Asimetri Informasi

Manajer menjalankan perusahaan dan mengetahui semua informasi yang

terkait dengan perusahaan, sementara pemilik bergantung pada manajer untuk

mendapatkan informasi. Jadi informasi tersebut mungkin tidak sampai ke

pemilik semuanya.

23

6. Moral Hazard

Manajer bekerja untuk pemilik dengan itikad baik, di mana pemilik

memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan manajer dalam proyek

berisiko, dimana manajer tidak menyadari risiko yang melekat pada

keputusan investasi yang mereka buat.

Masalah keagenan diatas timbul timbul karena konflik kepentingan antara

agen dan prinsipal. Salah satu masalah keagenan adalah informasi yang

disampaikan oleh agen kepada prinsipal tidak sesuai dengan keadaan perusahaan

yang sesungguhnya yang biasanya disebut dengan asimetry information atau

informasi yang tidak simetri. Informasi yang tidak simetri yang dihasilkan

manajemen tersebut akan menyebabkan prinsipal dan pengguna laporan keuangan

sesat dalam mengambil keputusan.

Jika dikaitkan dengan penelitian ini, adanya perbedaan kepentingan

antara manajemen dan pemilik menyebabkan informasi yang disampaikan oleh

manajemen yang terdapat didalam laporan keuangan perusahaan kepada pemilik

menjadi asimetri. Asimetri informasi berupa manipulasi laporan keuangan atau

fraudulent financial reporting yang dilakukan manajemen. Pemilik dan pemangku

kepentingan lainya menggunakan laporan keuangan sebagai dasar dalam

pengambilan keputusan. Akibatnya pemilik dan pemangku kepentingan lainya

salah atau sesat dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu dibutuhkan

pencegahan melalui pendeteksian oleh auditor atau supervisor perusahaan untuk

mencegah terjadinya asimetri informasi sehingga pengguna laporan keuangan dapat

mempercayai laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen perusahaan.

24

2. Teori of Planned Behavior

Theory of planned behavior (TPB) dimulai sebagai Theory of Reasoned

Action pada tahun 1980 untuk memprediksi niat individu untuk terlibat dalam

perilaku pada waktu dan tempat tertentu. Niat atau intensi mengindikasikan

seberapa keras seseorang mau mencoba upaya-upaya yang telah direncanakan

untuk mengeksekusinya menjadi suatu perilaku atau tindakan (Ajzen, 1991). Teori

ini dimaksudkan untuk menjelaskan semua perilaku di mana orang memiliki

kemampuan untuk melakukan pengendalian diri. Komponen kunci dari model ini

adalah niat berperilaku. Niat perilaku dipengaruhi oleh sikap tentang kemungkinan

bahwa perilaku akan memiliki hasil yang diharapkan, evaluasi subjektif dari risiko

dan manfaat dari hasil itu.

Gambar 2. 1 Theory Of Planned Behaviour

Sumber : Ajzen (2002)

Adapun penjelasan secara singkat dalam Ajzen (2002) mengenai ketiga

komponen penentu niat dan perilaku tersebut yaitu sebagai berikut:

25

a. Attitude towards The Behavior

Attitude towards the behavior mengacu pada sejauh mana seseorang memiliki

evaluasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dari perilaku yang

menarik. Ini memerlukan pertimbangan hasil dari melakukan perilaku.

b. Subjective Norms

Subjective norms mengacu pada keyakinan tentang apakah kebanyakan orang

menyetujui atau tidak menyetujui perilaku tersebut. Hal ini berkaitan dengan

keyakinan seseorang tentang apakah teman sebaya dan orang-orang penting

bagi orang tersebut berpikir bahwa dia harus terlibat dalam perilaku tersebut.

c. Perceived Behavioral Control

Perceived behavioral control mengacu pada persepsi seseorang tentang

kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku yang diinginkan. Kontrol

perilaku yang dirasakan bervariasi di seluruh situasi dan tindakan, yang

mengakibatkan seseorang memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang

kontrol perilaku tergantung pada situasinya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan theory of planned behavior

menjelaskan niat atau intensi merupakan panduan terbaik untuk dapat memahami

perilaku yang dilakukan oleh individu dan organisasi.

Jika dikaitkan dengan penelitian ini, niat atau intensi dari pihak manajemen

untuk melakukan fraudulent financial reporting dipengaruhi atau timbul dari

pertimbangan seberapa menguntungkan atau tidak menguntungkan melakukan hal

tersebut, apakah kebanyakan orang menyetujui atau tidak menyetujui perilaku

tersebut dan seberapa mudah atau sulit melakukan perilaku tersebut.

26

3. Teori Fraud Pentagon

Pentagon fraud adalah model fraud yang dikembangkan dari model

sebelumnya, yaitu triangle fraud oleh Cressey (1954) dan diamont fraud oleh

Wolfe dan Hermanson (2004). Menurut Cressey (1953) terdapat tiga faktor yang

mendasari adanya fraud yaitu pressure (tekanan), opportunity (kesempatan) dan

rasionalisasi. Kemudian Wolfe dan Hermanson (2004) menambahkan satu lagi

faktor yang mendasari adanya fraud yaitu capability. Selanjutnya Marks (2012)

melakukan pengembangan fraud model dengan menambahkan yang satu lagi faktor

yang mendasari adanya fraud yaitu arrogance. Model ini dikenal dengan The

Crowe’s Fraud Pentagon. Dalam model ini terdapat lima faktor yang mendasari

terjadinya fraud yaitu pressure (tekanan), opportunity (kesempatan), rasionaliztion

(rasionalisasi), capability (kemampuan) dan arrogance. Determinan fraud yang ada

di dalam Crowe’s Fraud Pentagon bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. 2 Fraud Pentagon

Sumber : (Marks, 2012)

a. Pressure

27

Pressure adalah elemen pertama menurut Cressey (1953) yang

menyebabkan orang melakukan fraud. Pressure yang dirasakan didefinisikan

sebagai motivasi yang mengarahkan pelaku untuk terlibat dalam perilaku yang

tidak etis (Abdullahi & Mansor, 2015). Penting untuk menunjukkan bahwa

pressure yang dirasakan dapat terjadi pada semua karyawan di setiap tingkat

organisasi dan dapat terjadi karena berbagai alasan (Albrecht et al., 2008).

Meskipun seorang individu mungkin menunjukkan motif yang berbeda,

beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penipuan sering terjadi sebagai

respons terhadap tekanan ekonomi, dan sebagian besar tekanan melibatkan

kebutuhan finansial seperti keserakahan, hidup di luar kemampuan, pengeluaran

besar atau hutang pribadi, kredit buruk, kerugian finansial pribadi, dan

ketidakmampuan untuk memenuhi perkiraan keuangan (Skousen et al., 2009).

Secara khusus menurut Albrecht et al. (2008) sekitar 95% dari semua kasus

penipuan dipengaruhi oleh pressure. Menurut SAS 99 Salah satu kondisi umum

yang dapat mengakibatkan pressure adalah financial target.

b. Opportunity

Opportunity atau peluang adalah elemen kedua menurut Cressey (1953)

yang menyebabkan terjadinya fraud. Peluang yang ada dalam organisasi

berdampak besar terhadap keputusan individu untuk melakukan fraud

(Mansor, 2015). Konsep peluang yang dirasakan menunjukkan bahwa orang

akan mengambil keuntungan dari keadaan yang memungkinkan bagi mereka

(Kelly & Hartley, 2010). Jika individu yang rentan merasakan peluang karena

28

kurang atau tidak efisiennya pengendalian perusahaan dan memiliki

kemampuan atau kekuatan untuk memanfaatkan peluang ini, individu tersebut

dapat melakukan fraud (Mansor, 2015).

Peluang yang dirasakan mirip dengan tekanan. Peluang tidak harus nyata,

pelaku hanya perlu percaya atau merasakan bahwa peluang itu ada untuk

melakukan tindakan curang (Albrecht et al., 2008). Faktor individu seperti

kebutuhan finansial dan masalah pribadi adalah variabel yang tidak dapat

dikendalikan oleh bisnis, oleh karena itu mereka hanya dapat memutuskan

bagaimana bereaksi terhadap faktor-faktor ini melalui penggunaan

pengendalian yang tidak efektif atau lemah (Rae & Subramaniam, 2008). Jika

ada pembagian pekerjaan yang tidak memadai, pengendalian internal yang

lemah, audit yang tidak teratur, dan sejenisnya, maka kondisi tersebut akan

menguntungkan bagi karyawan untuk melakukan fraud (Abdullahi & Mansor,

2015). Menurut SAS 99 salah satu kondisi umum terjadinya fraudulent

financial reporting adalah karena adanya peluang disebabkan pengawasan

yang tidak efektif berupa audit quality yang rendah.

c. Rationalization

Rasionalisasi adalah elemen ketiga menurut Cressey (1953) yang

menyebabkan terjadinya fraud. Suatu sikap atau rasionalisasi yang dapat

diterima secara moral perlu terjadi sebelum perilaku curang muncul. Penting

untuk diketahui bahwa pelaku penipuan terkadang tidak memandang tindakan

mereka sebagai tindakan yang tidak etis; mereka hanya membenarkan tindakan

29

mereka sebagai etis sebelum penipuan terjadi (Mansor, (2015). Rasionalisasi

memungkinkan penipu untuk melihat tindakan ilegalnya sebagai hal yang

dapat diterima.

Menurut Albrecht et al. (2008) jika seseorang tidak dapat membenarkan

tindakan yang tidak etis, kecil kemungkinan dia akan terlibat dalam penipuan.

Orang itu bagaimanapun dapat merasionalisasi tindakan tersebut dengan cara

yang berbeda menggunakan berbagai pembenaran. beberapa contoh bentuk

pembenara menurut Cressey (1954) sebagai berikut: "Saya hanya meminjam,"

"Organisasi mampu membelinya," "Saya pantas mendapatkan bonus atau

kenaikan gaji tetapi tidak mendapatkannya," "Semua orang menjadi kaya, jadi

mengapa saya tidak?" dan “Ini bukan masalah serius”.

d. Capability

Capability yang terdapat didalam fraud diamond yaitu kemampuan

karyawan dalam menembus pengendalian internal perusahaan, membuat

strategi persembunyian yang bagus agar perilaku tidak dapat diketahui, dan

juga kemampuan untuk mempengaruhi kondisi sosial demi mendapatkan

keuntungan untuk dirinya sendiri. Menurut Wolfe dan Hermanson (2004)

fraud tidak akan terjadi tanpa orang dengan capability (kemampuan) yang tepat

untuk melakukannya. Dalam melakukan fraud seseorang harus memiliki

kemampuan untuk melihat celah atau peluang untuk melakukan fraud dan

memanfaatkannya. Jadi fraud terjadi karena adanya kesempatan untuk

30

melakukannya, tekanan dan rasionalisasi yang membuat orang mau

melakukanya dan kemampuan yang mampu mewujudkannya.

Posisi atau fungsi seseorang dalam perusahaan dapat memberinya

kemampuan untuk menciptakan atau memanfaatkan peluang untuk melakukan

penipuan yang tidak diketahui orang lain. Menurut Wolfe dan Hermanson

(2004) orang yang melakukan fraud memiliki capability atau kemampuan yang

diperlukan untuk menjadi orang yang tepat untuk melakukannya, dan penipu

telah mengenali peluang penipuan khusus ini dan dapat mengubahnya menjadi

kenyataan. Wolfe dan Hermanson (2004) mengidentifikasi ciri-ciri penting

yang dapat diamati terkait dengan kapasitas individu untuk melakukan

penipuan. Ancaman tersebut meliputi:

1) Posisi atau fungsi otoritatif dalam organisasi; misalnya, CEO mungkin

memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan melanggengkan penipuan

karena posisinya dalam organisasi;

2) Kecerdasan untuk memanfaatkan kelemahan sistem akuntansi dan

pengendalian internal untuk keuntungan terbesar dan memiliki

kemampuan untuk memahami cara kerja sistem;

3) Ego dan keyakinan bahwa perilaku curang tidak akan terdeteksi, yang akan

berdampak pada proses pengambilan keputusan mereka; dengan demikian,

semakin yakin mereka, semakin besar kemungkinan mereka akan

melakukan penipuan; dan

4) Kemampuan untuk mengatasi stres secara efektif karena risiko tertangkap

dan mengelola penipuan dalam jangka waktu yang lama. Orang itu juga

31

harus berbohong secara efektif dan konsisten untuk menghindari deteksi

dan bahkan mungkin harus membujuk orang lain untuk percaya bahwa

penipuan tidak terjadi.

e. Arrogance

Arrogance yang menjadi tambahan didalam model fraud pentagon dapat

diartikan keserakahan atau kurangnya nurani atau sikap superioritas yang

terdapat dalam diri pelaku fraud yang meyakini pengendalian internal

perusahaan tidak akan berlaku terhadap mereka (Marks, 2012). Sedangkan

Aprilia (2017) mengatakan bahwa arrogance merupakan sifat angkuh atau

sombong yang mengakibatkan orang merasa dia mampu untuk melakukan

fraud. Hal ini muncul karena besarnya self interest orang tersebut yang

kemudian bisa menimbulkan kepercayaan bahwasanya fraud yang dia lakukan

tidak akan mungkin terdeteksi, dan juga keyakinan bahwa dia tidak akan

mendapatkan sangsi atas perbuatannya. Oleh karena itu bisa disimpulkan

bahwasanya arrogance adalah sifat angkuh yang dimiliki pelaku fraud karena

adanya jabatan, kemampuan dan keterampilan yang membuat pelaku fraud

merasa dirinya mampu melakukan fraud tersebut dan merasa dia akan kebal

terhadap hukum yang berlaku.

4. Mengisi Gap Teori

Berdasarkan penjelasan teori diatas maka penelitian ini mengaitkan teori agensi,

teori planned of behavior dan teori fraud pentagon dengan penjelasan sebagai

berikut:

32

Teori agensi menerangkan adanya konflik kepentingan yang terjadi antara

manajemen dan pemilik. Manajemen memiliki kepentingan untuk meningkatkan

kesejahteraannya dengan memperoleh pendapatan dan bonus yang tinggi.

Sedangkan pemilik menginginkan informasi yang disampaikan oleh manajemen

tentang perusahaan merupakan informasi yang sebenarnya. Manajemen selaku

pihak yang menjalankan perusahaan tentu lebih mengetahui kondisi perusahaan

dari pada prinsipal atau pemilik. Akibat manajemen ingin meningkatkan

pendapatan dan bonus yang diterimanya kadangkala manajemen melaporkan

informasi yang tidak sebenarnya yang terdapat didalam laporan keuangan kepada

pemilik sehingga menyebabkan terjadinya asimetri informasi. Asimetri informasi

berupa manipulasi laporan keuangan atau fraudulent financial reporting yang

dilakukan manajemen. Padahal pemilik dan pemangku kepentingan lainya

menggunakan laporan keuangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.

Akibatnya pemilik dan pemangku kepentingan lainya salah atau sesat dalam

mengambil keputusan.

Untuk menganalisis kenapa manajemen perusahaan melakukan fraudulent

financial reporting tersebut digunakan teori planneed of behavior dan teori fraud

pentagon. Menurut teori planned of behavior prilaku manajemen yang melakukan

fraudulent financial reporting dilatar belakangi oleh niat. niat atau intensi timbul

atau disebabkan oleh 3 hal, pertama Attitude towards the behavior atau

pertimbangan seberapa menguntungkan dan tidak menguntungkan melakukan hal

tersebut. Kedua subjective norms atau apakah kebanyakan orang menyetujui atau

tidak menyetujui perilaku tersebut. Hal ini berkaitan dengan keyakinan seseorang

33

tentang apakah teman sebaya dan orang-orang penting bagi orang tersebut berpikir

bahwa dia harus terlibat dalam perilaku tersebut. Ketiga Perceived behavioral

control atau seberapa mudah atau sulit melakukan perilaku tersebut. Sedangkan

menurut teori fraud pentagon manajemen melakukan fraudulent financial

reporting, disebabkan oleh lima faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain, pressure

atau tekanan, opportunity atau kesempatann rationalization atau rasionalisasi,

copability atau kemampuan dan arrogance atau sombong

B. Usulan Variabel Penelitian

Dalam subbab ini akan menjelaskan variabel yang diusulkan untuk diteliti,

diantaranya adalah 1)Fraudulent financial reporting, 2) Financial distress,

3)Financial target, 4)Audit quality, 5) Change in auditor, 6) Independent

commisioners, dan 7) Political connection.

1. Fraudulent Financial Reporting

Fraudulent financial reporting didefinisikan oleh ACFE (2020) sebagai

kesalahan penyajian yang disengaja atas kondisi keuangan perusahaan melalui

salah saji yang disengaja atau penghapusan jumlah pengungkapan dalam laporan

keuangan untuk menipu pengguna laporan keuangan. Sedang menurut Manurung

dan Hadian (2015) fraudulent financial reporting adalah suatu kesengajaan atau

kelalaian dalam pelaporan laporan keuangan dimana laporan keuangan tersebut

disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. SAS no 99

menyatakan bahwa fraudulent financial reporting dapat dikaitkan dengan hal-hal

berikut:

34

a. Manipulasi, pemalsuan dan pengubahan data akuntansi atau dokumen

pendukung dari penyediaan laporan keuangan.

b. Kesalahan pencatatan yang disengaja dari peristiwa, transaksi atau

informasi penting lainnya dalam laporan keuangan.

c. Kesalahan yang disengaja dalam penggunaan prinsip akuntansi untuk

jumlah, klasifikasi, metode penyampaian atau pengungkapan.

Penelitian ini menggunakan model F-score yang dikembangkan oleh Dechow

et al. (2011) untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan (financial statement

fraud). Cara menghitung model F-score untuk memprediksi kecurangan laporan

keuangan adalah sebagai berikut:

F-Score = RSSTAccrual + Financial Performance

a. Kualitas Akrual

Kualitas akrual (Quality Acrual) diproksikan dengan RSST Accrual,

yang dihitung dengan rumus berikut :

RSST Accrual = (ΔWC + ΔNCO + ΔFIN ) / ATS

Dimana :

WC (Working Capital) = (Current Assets –Current Liability)

NCO (Non Current Operating Accrual) = (Total Assets –

Current Assets – Invesment and Advances) – (Total Liabilities –

Current Liabilities – Long Term Debt)

FIN (Financial Accrual ) = Total Investment – Total Liabilities

35

ATS (Average Total Assets) = (Beginning Total Assets + End

Total Assets)

b. Kinerja Keuangan (Financial Performance)

Kinerja keuangan (Financial Performance) diproksikan dengan

perubahan piutang, perubahan persediaan, perubahan penjualan tunai,

dan perubahan pada Earnings Before Interest And Tax (EBIT).

Financial Performance = Change in Receivable + Change in

Inventories + Change in Cash Sales + Change in Earnings

Dimana :

Change in receivables = Δ Receivables / ATS

Change in inventories = Δ Inventories /ATS

Change in cash sales = Δ Sales/ Sales (t) - Receivables/ Receivables

(t)

Change in earning = Earnings(t) / ATS(t) - Earnings (t-1) / ATS (t-

1)

Penelitian terdahulu masih didominasi oleh model analisis fraud triangle seperti

penelitian Reskino dan Anshori (2016), Lokanan dan Sharma (2018), Manurung

dan Hadian (2013) dan Puspitaningrum et al (2019). Selanjunya berkembang ke

fraud diamond seperti penelitian Ozcelik (2020) dan Annisya et al (2016). Selain

itu pengukuran fraudulent financial reporting pada penelitian terdahulu masih

didominasi dengan menggunakan earning manajemen. Masih sedikit literatur yang

36

menganalisis fraudulent financial reporting dengan menggunakan fraud pentagon

dan mengukur fraudulent financial reporting dengan menggunakan f-score.

2. Financial Distress

Financial distress atau kesulitan keuangan didefinisikan sebagai penurunan

kondisi keuangan yang dialami bisnis sebelum kebangkrutan atau likuidasi.

Perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan terlebih dahulu sebelum bangkrut.

Hal ini dapat terjadi ketika penjualan perusahaan menurun sehingga keuntungan

yang diperoleh dari operasi perusahaan juga berkurang. Dalam hal ini, pendapatan

penjualan tidak dapat dibandingkan dengan pembayaran hutang perusahaan.

penyebabnya bisa juga karena manajemen strategis yang kurang baik oleh

manajemen senior (Piatt & Piatt, 2002).

Altman dan Hotchkiss (2005) dalam bukunya membagi finansial distress

kedalam beberapa macam keadaan perusahaan yaitu sebagai berikut:

a. Economic failure

Economic failure adalah keadaan dimana jika perusahaan

mengalami beberapa karakteristik yaitu pertama pendapatan perusahaan

tidak bisa menutupi total biaya perusahaan termasuk cost of capitalnya.

kedua kelangsungan perusahaan tergantung kepada kebersediaan kreditur

untuk menyediakan modal, dan yang ketiga pemegang saham perusahaan

mau menerima tingkat rate of return atau tingkat pengembalian dibawah

pasar. Perusahaan yang berada dalam kondisi economic failure bisa

melanjutkan usahanya dengan syarat para kreditor dan investor perusahaan

37

mau menambahkan porsi modal mereka dengan return atau tingkat

pengembalian dibawah tingkat bunga pasar yang berlaku.

b. Bussines Failure

Perusahaan mengalami kegagalan dalam berbisnis jika profitabilitas

perusahaan negatif yaitu ketika perusahaan terus beroperasi dengan

kerugian. Ini akan berdampak pada nilai pasar perusahaan yang akan

menurun. Jika perusahaan tidak bisa mendapatkan return atau pengembalian

yang lebih tinggi atas biaya modal yang dikeluarkan dari perusahaan maka

perusahaan gagal dalam berbisnis.

c. Indefault

Perusahaan dapat dikatakan sedang dalam keadaan in default jika

perjanjian waktu pembayaran hutang perusahaan tersebut dilanggar.

Tedapat 2 macam istilah dalam keadaan ini, yaitu pertama technical default

adalah keadaan ketika debitur melanggar perjanjian utang. Dan yang kedua

adalah payment default yaitu keadaan dimana perusahaan gagal dalam

membayar hutang pokok dan bunganya kepada kreditur.

d. Insolvent

Perusahaan dapat dikatakan sedang mengalami insolvent ketika

tidak mampu membayar hutang lancarnya dikarenakan tingkat likuiditas

perusahaan yang rendah atau tidak mampu meraih laba bersih atau

mengalami kerugian. Terdapat 2 macam istilah dalam keadaan ini yaitu

pertama technical insolvency yaitu keadaan ketika kas yang tersedia tidak

38

mampu membayar hutangnya yang jatuh tempo. Istilah kedua adalah

bankruptcy insolvency yaitu keadaan ketika nilai perusahaan bernilai negatif

karena nilai buku hutang perusahaan lebih besar daripada nilai pasar jumlah

asetnya.

e. Bankrupcy

Perusahaan dapat dikatakan sedang mengalami bankrupcy modal

yang dimiliki perusahaan mempunyai nilai negatif, hal ini menunjukkan

bahwa klaim kreditur tidak dapat terpenuhi kecuali semua aset perusahaan

dijual.

Model pengukuran yang digunakan untuk menghitung risiko finansial

distress pada penelitian ini adalah menggunakan model Altman Z-Score

modifikasi. Model ini digunakan untuk perusahaan sektor jasa sehingga menurut

Jan & Marimuthu (2016) model ini adalah model yang tepat digunakan karena

sektor perbankan termasuk dalam kategori perusahaan jasa. Menurut Altman

(2000) model persamaan Z Score modifikasi untuk menghitung potensi

kebangkrutan adalah sebagai berikut:

Z = 6,56 (X1) + 3,26 (X2) + 6,72 (X3) + 1,05 (X4)

Dimana :

Z = Bankrupy index

X1 = Working Capital / Total Asset

39

X2 = Retained Earning / Total Asset

X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Asset

X4 = Book Value of Equity / Book Value of Debt

Penelitian yang menguji pengaruh langsung financial distress terhadap

fraudulent financial reporting sudah banyak dilakukan seperti penelitian Ghazali et

al. (2015), Utami dan Pusparini (2019), Damayanti dan Kawedar (2018)dan

Mardiana (2015). Kemudian beberapa penelitian terbaru menggunakan variabel

financial distress sebagai variabel mediator dalam hubungan variabel independen

dengan dependen seperti penelitian (Nugroho et al., 2018). Penelitian ini

mengembangkan penggunaan financial distress sebagai variabel intervening

dengan menambahkan variabel change in auditor, independent commisioners dan

political connection sebagai variabel independen.

3. Financial Target

Financial target merupakan proksi dari elemen pressure dalam fraud pentagon.

Financial target atau target keuangan merupakan salah satu target dari sebuah

perusahaan mengenai kinerja keuangan misalnya laba atas usaha yang ingin dicapai

dalam perusahaan tersebut. Target laba yang ditetapkan oleh perusahaan inilah yang

dinamakan financial target. Pada kondisi ini manajer mempunyai risiko yang tinggi

terhadap target keuangan yang telah ditentukan oleh perusahaan, sehingga

kinerjanya harus selalu ditingkatkan agar target tersebut dapat tercapai.

40

Untuk memperlihatkan performa yang baik manajemen dituntut untuk selalu

memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan demi mencapai target keuangan

yang telah direncanakan sebelumnya. Target yang ingin dicapai biasanya berkaitan

dengan target profitabilitas, dengan adanya target tersebut tentunya akan

memberikan tekanan bagi manajemen untuk bekerja keras untuk mencapainya

(Darmawan & Oktoria, 2017). Perusahaan dengan profitabilitas yang rendah

cenderung mencatat pendapatan yang berlebihan atau mencatat beban yang terlalu

rendah..

Financial target dalam penelitian ini diproksikan dengan return on assets

(ROA). ROA dapat menunjukkan seberapa besar tingkat pengembalian dari aset

yang dimiliki oleh perusahaan. ROA merupakan bagian dari rasio profitabilitas

dalam analisis laporan keuangan atau pengukuran kinerja perusahaan. ROA

digunakan sebagai proksi karena diperoleh dari laba bersih yang merupakan target

keuangan dari manajemen yang dibandingkan dengan total aset sebagai dana

kelolaan manajemen (Reskino & Anshori, 2016). ROA sering digunakan dalam

menilai kinerja manajer, dalam memutuskan bonus, dan kenaikan upah (Skousen et

al., 2009). ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang ada di dalam

perusahaan tersebut.

Pengukuran financial target dengan ROA dalam penelitian ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya yaitu Setiawati & Baningrum (2018), Manurung & Hadian,

(2013), Reskino & Anshori (2016) dan Skousen et al. (2009). Selain itu karena

pada penelitian ini perusahaan yang digunakan untuk sampel merupakan

41

perusahaan Perbankan yang mempunyai hubungan dominan dengan pengelolaan

aset dalam operasi perusahaannya. ROA dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

ROA = Net Income / Total Asset

Penelitian terdahulu yang menguji pengaruh langsung antara financial terget yang

diukur dengan ROA terhadap fraudulent financial reporting sudah banyak

dilakukan seperti penelitian Setiawati dan Baningrum (2018), Akbar (2017),

Reskino dan Anshori (2016), Harto (2016) dan Apriliana dan Agustina (2017).

Namun penelitian yang menguji pengaruh tidak langsung antara financial target

dengan fraudulent financial reporting dengan menambahkan variabel intervening

masih sedikit dilakukan.

4. Audit quality

Audit quality merupakan proksi elemen opportunity dalam fraud pentagon.

Audit quality atau kualitas auditor adalah kualitas auditor eksternal yang mengaudit

perusahaan. tingkat kualitas auditor dalam penelitian ini ditentukan dengan apakah

perusahaan diaudit oleh KAP yang termasuk atau tergolong dalam Big 4 accounting

firm atau tidak. Ini dikarenakan menurut penelitian yang dilakukan Lennox dan

Pittman (2010) menunjukkan bahwa auditor eksternal pada perusahaan audit big

four memiliki kemampuan lebih untuk mendeteksi kecurangan dibandingkan

dengan perusahaan non big four.

Audit merupakan elemen atau bagian yang penting yang dapat meningkatkan

kredibilitas informasi keuangan dan menciptakan tata kelola perusahaan yang lebih

42

baik (Darmawan & Oktoria, 2017). Masalah agensi yang terkait dengan pemisahan

kepemilikan dan kontrol dan asimetri informasi antara manajemen dan pemilik

yang menciptakan permintaan untuk audit eksternal. Auditor eksternal bertanggung

jawab untuk memverifikasi bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai

dengan GAAP dan bahwa pernyataan ini mencerminkan kondisi ekonomi

'sebenarnya' dan hasil operasi entitas. Selain itu, auditor ekternal juga menilai

pengendalian internal perusahaan apakah sudah berjalan efektif.

DeAngelo (1981) dalam Mardiana (2015) mengemukakan bahwa kualitas

audit meningkat dengan ukuran perusahaan karena perusahaan memiliki

kemampuan untuk menjadi besar untuk mengkhususkan dan berinovasi melalui

teknologi yang meningkatkan kemungkinan kantor akuntan publik besar untuk

menemukan pelanggaran dalam sistem akuntansi perusahaan. Adanya sumber daya

dan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh auditor dengan skala yang besar,

maka auditor akan mampu mendeteksi dan mengoreksi kesalahan pelaporan

keuangan perusahaan.

Pengukuran audit quality dalam penelitian ini merujuk kepada penelitian

sebelumnya diantaranya Aprilia (2017), Harto (2016), Apriliana dan Agustina

(2017), Utami dan Pusparini (2019) yaitu menggunakan variabel dummy, kode 1

untuk perusahaan yang menggunakan KAP big four dan kode 0 untuk perusahaan

yang menggunakan KAP non big four.

Penelitian terdahulu yang menguji pengaruh langsung antara audit quality atau

kualitas audit terhadap fraudulent financial reporting sudah banyak dilakukan

seperti penelitian Lin dan Hwang (2010) Chen et al. (2011), Harto (2016) dan

43

Apriliana dan Agustina (2017). Namun penelitian yang menguji pengaruh tidak

langsung antara audit quality dengan fraudulent financial reporting dengan

menambahkan variabel intervening masih jarang dilakukan.

5. Change in Auditor

Change in auditor merupakan proksi dari elemen rationalization dalam fraud

pentagon. Change in auditor atau Pergantian auditor adalah suatu tindakan

pengambilan keputusan yang direncanakan oleh perusahaan untuk mengganti

auditor atau KAP yang mengaudit perusahaan mereka. Auditor merupakan

komponen penting yang harus menjadi pemeriksa dalam laporan keuangan.

Pergantian auditor merupakan cara untuk mengurangi kemungkinan pendeteksian

fraudulent financial reporting oleh pihak auditor (Yesiariani & Rahayu, 2017).

Dalam SAS no 99 menyatakan bahwa pengaruh adanya pergantian auditor

dalam perusahaan dapat menjadi indikasi terjadinya fraud. Auditor yang lama

mungkin lebih dapat mendeteksi segala kemungkinan kecurangan yang dilakukan

oleh manajemen, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Namun, dengan

adanya pergantian auditor maka kemungkinan terjadinya fraud akan semakin

meningkat.

Mengacu terhadap penelitian Apriliana dan Agustina (2017), Ozcelik (2020)

Pusphita dan Yassa (2018) pergantian auditor diukur dengan variabel dummy

dimana apabila terdapat perubahan Kantor Akuntan Publik selama periode 2018-

2020 maka diberi kode 1, sebaliknya apabila tidak terdapat perubahan kantor

akuntan publik selama periode tersebut maka diberi kode 0.

44

Penelitian terdahulu yang menguji pengaruh langsung antara change in auditor

atau pergantian auditor terhadap fraudulent financial reporting sudah banyak

dilakukan seperti penelitian Utami dan Pusparini (2019), Ozcelik (2020), Apriliana

dan Agustina (2017) dan Pusphita dan Yassa, 2018). Namun penelitian yang

menguji pengaruh tidak langsung antara change in auditor dengan fraudulent

financial reporting dengan menambahkan variabel intervening masih jarang

dilakukan.

6. Independent Commisioners

Independent commisiners merupakan proksi dari elemen capabiliy dalam

fraud pentagon. Independent commisiners atau dewan komisaris independen

merupakan komisaris yang berasal dari luar perusahaan atau tidak berafiliasi

dengan pihak pemegang saham perusahaan. Semakin banyak dewan komisaris

dalam perusahaan menjadikan pengawasan menjadi lebih efektif. Aprilia (2017)

menyatakan bahwa dengan menempatkan sejumlah dewan komisaris independen di

dalam perusahaan dapat menciptakan pengawasan yang independen. Mekanisme

pengawasan dapat meminimalisir terjadinya fraud (Indarto & Ghozali, 2016).

Terjadinya praktik kecurangan atau fraud merupakan salah satu dampak dari

kapasitas pengawasan atau monitoring yang lemah sehingga memberi kesempatan

kepada agen atau manajer untuk berperilaku menyimpang dengan melakukan

manajemen laba (Beasley, 1996). Praktik kecurangan atau fraud dapat

diminimalkan salah satunya dengan meningkatkan kapasitas pengawasan yang

baik. Dewan komisaris bertugas untuk menjamin terlaksananya strategi perusahaan,

45

mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan

terlaksananya akuntabilitas (Sihombing & Rahardjo, 2014).

Berdasarkan peraturan OJK No.33/POJK/04/2014 jumlah dewan komisaris

independen dalam suatu perusahaan terdiri paling kurang 30% dari jumlah seluruh

dewan komisaris. Sedangkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 telah

mengatur mengenai proporsi dewan komisaris independen paling sedikit 50% dari

jumlah anggota dewan. Proporsi komisaris diharapkan dapat memberikan

kontribusi yang efektif terhadap hasil kualitas proses pelaporan keuangan

perusahaan atau menghindari kecurangan manipulasi laporan keuangan.

Pengukuran elemen capability dapat menggunakan berbagai indikator. Salah

satu indikator yang digunakan oleh beberapa penelitian sebelumnya diantaranya (T.

Akbar, 2017) dan (Indarto & Ghozali, 2016) yaitu menggunakan proporsi jumlah

dewan komisaris independen terhadap jumlah dewan komisaris dalam perusahaan.

Adapun perhitungannya sebagai berikut:

𝐵𝐷𝑂𝑈𝑇 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛 / 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛

𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠

Penelitian terdahulu dinominasi oleh penelitian yang menguji pengaruh

langsung antara independen board terhadap fraudulent financial reporting seperti

penelitian Nindito (2018), Manurung dan Hadian (2013) Donelson et al. (2016),

Kamarudin et al. (2014) Skousen et al. (2009). Namun penelitian yang menguji

pengaruh tidak langsung antara independent board terhadap fraudulent financial

reporting dengan menambahkan variabel intervening masih jarang dilakukan.

46

7. Political Connection

Political Connection merupakan proksi dari elemen arrogance dalam fraud

pentagon. Political Connection atau hubungan politik adalah hubungan yang

dimiliki perusahaan yang dapat membantunya mendapatkan apa yang

diinginkannya. Perusahaan dengan ikatan politik dapat memperoleh beberapa

keuntungan, yang dapat digunakan untuk keuntungan pribadi, atau mereka dapat

melakukan tindakan kolusi.

Perusahaan yang terhubung secara politik didefinisikan sebagai perusahaan

yang dimiliki dan dikendalikan oleh pemegang saham mayoritas dan eksekutif

manajemen puncak di dewan yang memiliki hubungan dengan pejabat atau partai

politik. Pendukung teori keagenan menggambarkan manajer dari perusahaan yang

terhubung secara politik sebagai aktor yang mementingkan diri sendiri,

menghindari risiko, rasional yang mencoba mengerahkan lebih sedikit upaya dan

memproyeksikan kemampuan dan keterampilan yang lebih tinggi daripada yang

sebenarnya mereka miliki. Hubungan dengan politisi memberi perusahaan akses

istimewa ke kontrak dan subsidi pemerintah, pinjaman darurat, dana talangan

preferensial, dan hambatan persaingan (Yen, 2013).

Seorang direksi yang juga seorang politisi atau terafiliasi dengan politik akan

memiliki banyak koneksi dan hal ini dapat membantu kelancaran bisnis perusahaan.

Dengan koneksi yang dimilikinya, tentunya hal ini akan menumbuhkan sifat

angkuh atau sombong dalam diri direksi tersebut. Sifat angkuh tersebut akan

membuat direksi menghalalkan segala macam cara untuk menutupi kecurangan

yang dilakukannya dan memanfaatkan koneksinya yang luas. Dalam hal berbuat

47

curang direksi tersebut akan berpikir bahwa ia merupakan salah satu orang penting

yang menunjang kelancaran bisnis perusahaan (Aprilia, 2017). Menurut Nindito

(2018) direksi yang juga seorang politisi atau terafiliasi dengan politik memiliki

sifat yang menunjukkan rasa superioritas dan kurangnya kesadaran yang timbul dari

pemikirannya bahwa pengendalian internal perusahaan tidak berlaku untuk mereka

secara pribadi.

Pengukuran variabel koneksi politik menggunakan variabel dummy yang

menunjukkan apakah koneksi politik hadir dalam suatu organisasi atau tidak (Yen,

2013). Dalam penelitian ini, variabel political connection diberi kode 1 jika sebuah

perusahaan memiliki CEO atau dewan komisaris memiliki koneksi politik, jika

tidak maka diberi kode 0.

Penelitian terdahulu dinominasi oleh penelitian yang menguji pengaruh

langsung antara political connection terhadap fraudulent financial reporting seperti

penelitian Nindito (2018), Wang et al. (2017), Wu et al. (2016), Aprilia (2017) dan

Yen (2013). Namun penelitian yang menguji pengaruh tidak langsung antara

political connection terhadap fraudulent financial reporting dengan menambahkan

variabel intervening masih jarang dilakukan.

C. Pengembangan Hipotesis

1. Financial Target dengan Financial Distress

Financial target dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan return on

asset. Penelitian Ilman et al. (2009) menemukan bahwa financial target yang

diproksikan dengan rasio profitabilitas yaitu ROA berpengaruh terhadap financial

distress. Kemudian penelitian Hapsari (2018) menemukan financial target yang

48

diproksikan dengan return on asset (ROA) berpengaruh negatif terhadap financial

distress. Hasil penelitian dari Widarjo dan Setiawan (2009) menemukan financial

target yang diukur dengan ROA berpengaruh negatif terhadap financial distress.

Hal ini menunjukkan terdapat efisiensi dan efektivitas penggunaan aset oleh

perusahaan, karena rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan keuntungan berdasarkan penggunaan aset. Efektifnya penggunaan

aset perusahaan maka biaya yang dikeluarkan perusahaan akan berkurang,

sehingga perusahaan akan merealisasikan penghematan dan memiliki dana yang

cukup untuk menjalankan usahanya. Dengan dana yang cukup maka kecil

kemungkinannya perusahaan mengalami financial distress. Penelitian Siregar

dan Fauzie (2014) dan Geng et al. (2015) juga menemukan bahwa terdapat

pengaruh profitabilitas yang diukur dengan ROA dengan financial distress.

Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam penelitian

ini adalah:

H1 : Financial target berpengaruh negatif secara signifikan terhadap financial

distress.

2. Audit Quality dengan Financial Distress

Audit merupakan elemen atau bagian yang menciptakan dan meningkatkan

kredibilitas informasi keuangan dan menciptakan tata kelola perusahaan yang

lebih baik (Darmawan & Oktoria, 2017). Audit eksternal yang dilakukan sesuai

dengan standar audit yang berkualitas tinggi dapat mendorong penerapan standar

akuntansi oleh entitas pelapor dan membantu memastikan bahwa laporan

49

keuangan mereka dapat diandalkan, transparan, dan bermanfaat. Audit yang baik

dapat membantu memperkuat tata kelola perusahaan yang kuat, manajemen

risiko, dan pengendalian internal di perusahaan, sehingga berkontribusi pada

kinerja keuangan.

Deangelo (1981) mengemukakan bahwa audit quality meningkat seiring

dengan ukuran kap. kap yang besar akan berinovasi dengan teknologi yang dapat

meningkatkan kemungkinan kantor akuntan publik besar untuk menemukan

pelanggaran dalam sistem akuntansi perusahaan. Lu dan Ma (2016)

menunjukkan bahwa audit quality yang lebih baik dapat mengurangi

kemungkinan terjadinya financial distress. Temuan ini menunjukkan bahwa audit

quality di perusahaan Cina memiliki hubungan erat dengan kondisi keuangan

sehingga penting bagi perusahaan Cina terutama perusahaan dengan pertumbuhan

tinggi dan perusahaan milik negara untuk memiliki audit quality yang lebih baik

agar dapat mengatasi masalah keuangan.

Hasil penelitian Revina (2016) menemukan audit quality memiliki peran

penting dalam memitigasi financial distress pada perusahaan transportasi. Audit

quality yang baik akan menemukan kesalahan atau salah saji atau bahkan

penyimpangan dalam penyajian pelaporan keuangan. Auditor bertugas untuk

memastikan penyajian pelaporan keuangan yang akurat dan dapat diandalkan.

Informasi yang andal akan mengurangi asimetri informasi sehingga dengan

informasi yang dapat diandalkan ini akan menguragi kesalahan dalam

pengambilan keputusan.

50

Hasil penelitian Chang dan Hwang (2020) menemukan bahwa audit quaity

perusahaan berkorelasi negatif dengan kemungkinan financial distress. Temuan

ini mendukung bahwa perusahaan dengan audit quality yang lebih baik akan lebih

mungkin untuk mengurangi kemungkinan financial distress. Berdasarkan uraian

beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H2 : Audit quality berpengaruh negatif secara signifikan terhadap financial

distress.

3. Auditor Chenge dengan Financial Distress

Audit yang dilakukan sesuai dengan standar auditing berkualitas tinggi dapat

mendorong penerapan standar akuntansi oleh entitas pelapor dan membantu

memastikan bahwa laporan keuangan mereka dapat diandalkan, transparan, dan

bermanfaat. Audit yang baik dapat membantu memperkuat tata kelola perusahaan

yang kuat, manajemen risiko, dan pengendalian internal di perusahaan, sehingga

berkontribusi pada kinerja keuangan.

Hasil penelitian Chen et al. (2009) menemukan bahwa change in auditor

berakar pada apakah auditor incumbent mengakomodasi permintaan yang tidak

masuk akal dari klien dan apakah perusahaan mengganti auditor untuk meminta

laporan audit wajar tanpa pengecualian dari auditor berikutnya. Semakin tinggi

kemungkinan perusahaan mengganti auditor incumbent (auditor individu) maka

semakin tinggi kemungkinan klien perusahaan mengalami financial distress.

Chan et al (2011) yang menganalisis laba perusahaan setelah change in

auditor menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan positif setelah change

51

in auditor terlepas dari pergantian antara auditor big 4 dan non-big 4. Menurut

Chang et al (2009) yang menemukan bahwa perusahaan kinerja yang positif

setealah change in auditor tidak peduli beralih ke big 4 atau non-big 4. Sedangkan

menurut Tan et al., (2016) menunjukkan bahwa change in auditor tidak memiliki

pengaruh langsung terhadap kinerja keuangan karena auditor bukanlah orang yang

mengelola perusahaan. Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka

hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H3 : Change in auditor berpengaruh negatif secara signifikan terhadap

financial distress.

4. Independent Commisioners dengan Financial Distress

Teori keagenan mengemukakan bahwa kecenderungan moral hazard agen

akan meningkat ketika pengawasan prinsipal dan independensi dewan komisaris

lemah. Oleh karena itu, diperlukan adanya independent commisioners dalam

rangka memantau para agen dalam mengelola perusahaan dan sebagai

implementasi tata kelola perusahaan yang baik (Revina 2016). Agency theory

menyatakan kemampuan dewan komisaris dalam mekanisme pengawasan yang

efektif tergantung pada independensinya terhadap manajemen (Beasley, 1996).

Independent commisioners memantau kinerja manajemen dan bertindak secara

independen tanpa tekanan dari pihak lain. independent commisioners dapat

mengontrol perilaku oportunistik manajer sehingga manajer akan melakukan apa

yang menjadi kepentingan pemegang saham (Jensen & meckling, 1976).

52

Keberadaan independent commisioners akan mengurangi asimetris informasi dan

agency cost antara pemegang saham dan manajemen (Chang et al., 2009).

Hasil penelitian Fadhilah dan Syafruddin (2013) menemukan proporsi

independent commisioners berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

kemungkinan financial distress. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar

proporsi independent commisioners dalam perusahaan maka kemungkinan

terjadinya financial distress semakin menurun. Selain itu rata-rata perusahaan

financial distress memiliki proporsi independent commisioners lebih rendah

dibandingkan perusahaan non-financial distress.

Penelitian Yudha (2014) dan Revina (2016) menyatakan bahwa proporsi

independent commisioners berpengaruh negatif terhadap financial distress. Hal

ini dapat dijelaskan karena semakin banyak jumlah independent commisioners

dalam perusahaan maka semakin kecil potensi perusahaan mengalami financial

distress karena perusahaan akan mendapatkan pengawasan yang lebih dari pihak

independen.

Sedangkan menurut Widhiadnyana dan Ratnadi (2019), Nehme Azoury

(2012) proporsi independent commisioners berpengaruh positif pada financial

distress. Hasil penelitian ini tidak mendukung teori keagenan yang beranggapan

bahwa independent commisioners diwajibkan ada dalam dewan komisaris untuk

mengawasi dan mengendalikan tindakan manajer terkait dengan perilaku

oportunistiknya (Jensen & meckling, 1976). Berdasarkan alasan tersebut, maka

hipotesis yang dapat dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

53

H4 : Independent commisioners berpengaruh positif secara signifikan

terhadap financial distress.

5. Political Connection dengan Financial Distress

Political connection atau koneksi politik memungkinkan perusahaan

mendapatkan keuntungan dari pemerintah dalam bentuk aturan yang lebih lunak

(Correia, 2014). Selain itu menurut Wu et al (2012) Political connection

memungkinkan perusahaan mendapatkan keuntungan dalam bentuk pengurangan

pajak. Menurut Tao et al (2017) Political connection memungkinkan perusahaan

mendapatkan keuntungan berupa fasilitas yang akan bailed out oleh pemerintah.

Menurut Goldman et al (2009) political connection atau koneksi politik

memberikan keuntungan dalam mendapatkan kontrak pemerintah. Fasilitas

berupa peraturan yang lunak, pengurangan pajak, bailout dan kontrak dari

pemerintah dan kemudahan pinjaman yang diberikan akan membantu perusahaan

untuk mengatasi masalah financial distress.

Hasil penelitian Nugrahanti et al. (2020) menemukan hubungan politik

memiliki pengaruh positif terhadap financial disress. Sedangkan hasil penelitian

Shen dan Lin, (2016) menemukan hubungan politik memiliki pengaruh negatif

pada financial distress. Subsidi dan pinjaman yang diberikan oleh pemerintah

dapat digunakan untuk memperluas usaha dan meningkatkan penjualan, sehingga

pendapatan meningkat. Laba yang meningkat akan menyelamatkan perusahaan

dari financial distress. Pengurangan pajak akan membuat perusahaan menghemat

pengeluaran kas, sehingga kas yang seharusnya digunakan untuk membayar pajak

54

dapat dihemat untuk membayar kewajiban. Dengan demikian, perusahaan

terhindar dari financial distress karena perusahaan mampu melunasi

kewajibannya pada saat jatuh tempo

Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

H5 : Political connection berpengaruh negatif secara signifikan terhadap

financial distress.

6. Financial Target dengan Fraudulent Financial Reporting

Perusahaan biasanya memasang target besaran tingkat laba yang harus

diperoleh oleh manajemen. Hal ini memicu timbulnya fraud yang diakibatkan

oleh tekanan untuk menghasilkan tingkat laba tersebut (Reskino & Anshori,

2016). Return on assets (ROA) adalah rasio yang menunjukkan hasil

pengembalian atas jumlah aset yang telah digunakan oleh perusahaan. Semakin

tinggi ROA yang ditergetkan dicapai perusahaan maka kemungkinan terjadinya

fraudulent financial reporting semakin tinggi (Apriliana & Agustina, 2017).

Penelitian Ozcelik (2020), Akbar (2017), Manurung dan Hadian (2013)

menunjukkan bahwa financial target berpengaruh terhadap fraudulent financial

reporting. Hasil Penelitian yang dilakukan Setiawati dan Baningrum (2018)

menunjukkan bahwa financial target berpengaruh terhadap fraudulent financial

reporting. Hal ini terjadi karena target yang dimiliki manajer perusahaan yang

terlalu tinggi cenderung membuat manajer akan lebih ambisius, sehingga apapun

cara akan ditempuh untuk mendapatkan target yang seharusnya. Jika semakin

55

rendah nilai ROA mengindikasikan semakin rendah pula laba yang dihasilkan

sehingga kinerja perusahaan terkesan buruk, sehingga kemungkinan terjadinya

fraudulent financial reporting cukup tinggi. Penelitian Reskino dan Anshori

(2016) yang memproksikan financial target dengan ROA, menemukan bahwa

perusahan yang melakukan fraudulent financial reporting memiliki nilai ROA

rendah karena rendahnya laba yang dapat dihasilkan. Hal ini dapat mengakibatkan

manajemen harus bekerja lebih keras agar dapat memperbaiki kondisi keuangan

perusahaan yang sedang tidak sehat sehingga adanya tekanan yang dihadapi

manajemen dalam menjalankan tugasnya. Manajemen akan melakukan

manipulasi terhadap kebijakan akuntansi, dan laporan keuangan serta membuat

seminimal mungkin manipulasi tersebut dapat terdeteksi oleh auditor.

Sedangkan menurut Harto (2016) Skousen et al., (2009) financial target yang

diproksikan dengan ROA tidak memiliki pengaruh signifikan dalam memprediksi

fraudulent financial reporting. Hasil penelitian Apriliana dan Agustina (2017)

menunjukkan bahwa target laba yang tinggi tidak mampu menunjukkan adanya

fraudulent financial reporting. Hal ini dikarenakan sebagian besar objek

penelitian adalah perusahaan besar dan telah mengalami peningkatan kualitas

operasional. Hal ini terungkap dalam beberapa laporan tahunan perusahaan yang

melalui sistem yang sudah modern. Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas

maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H6 : Financial target berpengaruh positif secara signifikan terhadap

fraudulent financial reporting.

56

7. Audit Quality dengan Fraudulent Financial Reporting

Audit quality atau kualitas audit dipandang sebagai kemampuan untuk

meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan. menurut (Darmawan &

Oktoria, 2017) Kap besar akan berusaha menghadirkan kualitas audit yang lebih

baik dibandingkan dengan kap yang lebih kecil. Deangelo (1981) menyatakan

bahwa kualitas audit dari akuntan publik dapat dilihat dari ukuran kantor akuntan

publik yang melakukan audit. Kap big 4 diyakini mampu melakukan audit yang

lebih berkualitas dibandingkan kap non big 4. Kantor akuntan publik yang besar

dinilai lebih independen sehingga memungkinkan untuk menahan perilaku

oportunistik manajemen. Francis et al (2013) menyatakan bahwa semakin besar

ukuran kap maka kemungkinan terjadinya kecurangan akan semakin kecil karena

kap yang besar dianggap memiliki pengalaman dan keahlian yang lebih tinggi

pada industri klien.

Hasil penelitian yang dilakukan Apriliana dan Agustina (2017) Ozcelik,

(2020), Lin dan Hwang (2010), Yen (2013) menunjukkan bahwa audit quality

memiliki pengaruh negatif terhadap fraudulent financial reporting. Penelitian

Utami dan Pusparini (2019) menunjukkan bahwa audit quality memiliki pengaruh

positif terhadap fraudulent financial reporting. Hal ini menunjukkan bahwa

penggunaan kap big 4 akan meningkatkan kecenderungan manajemen untuk

melakukan fraudulent financial reporting. Alasan yang dapat menjelaskan hasil

ini adalah bahwa fraudulent financial reporting yang terjadi tidak sepenuhnya

dapat dideteksi oleh perusahaan yang menggunakan kap big 4. Audit yang

dilakukan oleh kap big 4 tidak selalu menjamin kualitas audit yang lebih tinggi.

Hasil penelitian Chen et al. (2011) menemukan bahwa audit berkualitas tinggi

57

hanyalah salah satu dari banyak mekanisme pemantauan dan tata kelola

perusahaan yang potensial yang dapat dipilih perusahaan untuk membatasi

manajemen laba.

Menurut penelitian Indarto dan Ghozali (2016) membuktikan bahwa audit

quality tidak berpengaruh terhadap terjadinya fraudulent financial reporting.

Penelitian Setiawati dan Baningrum (2018) menemukan audit quality tidak

berpengaruh terhadap terjadinya fraudulent financial reporting. Hal ini

dikarenakan peran auditor eksternal baik kap big 4 maupun kap non big 4

memiliki peranan yang sama dalam melakukan audit atas laporan keuangan serta

menentukan kekeliruan dan kemungkinan yang menjadi penyebab laporan

keuangan berisi salah saji material berdasarkan pada standar akuntansi yang

berlaku umum.

Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

H7 : Audit quality berpengaruh negatif secara signifikan terhadap fraudulent

financial reporting.

8. Change in Auditor dengan Fraudulent Financial Reporting

Change in Auditor atau pergantian auditor yang mengaudit laporan keuangan

perusahaan dapat dianggap sebagai bentuk untuk menghilangkan jejak

kecurangan yang ditemukan oleh auditor sebelumnya (Pamungkas, 2018). Jika

auditor eksternal diganti auditor baru kemungkinan tidak akan mengetahui secara

mendalam tentang perusahaan, sehingga kecurangan yang dilakukan oleh

58

manajemen dapat ditutupi. Pada saat auditor mengaudit klien baru auditor harus

mempelajari dahulu bisnis klien. Ada kemungkinan klien akan melakukan

kecurangan dan auditor baru tidak dapat menemukan kecurangan tersebut.

Hasil Penelitinan yang dilakukan oleh Utami dan Pusparini (2019) dan

Ozcelik (2020) menunjukkan bahwa Chenge in Auditor berpengaruh negatif

terhadap fraudulent financial reporting. Artinya hubungan kerja jangka panjang

antara auditor dengan perusahaan memungkinkan timbulnya risiko keakraban

yang berlebihan yang akan mempengaruhi independensi auditor. Dalam kondisi

tersebut auditor dan klien rentan menghadapi konflik kepentingan yang dapat

menurunkan kualitas audit. Semakin lama perikatan audit maka auditor akan

semakin akrab dengan kliennya yang menyebabkan auditor terlalu percaya kepada

klien.

Penelitian Pusphita dan Yassa (2018) menemukan bahwa Chenge in Auditor

berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting. Tekanan yang berlebihan

dari manajemen menunjukkan dominasinya dalam berurusan dengan auditor,

terutama pemilihan atau keberlanjutan personel audit yang ditugaskan untuk

penugasan audit. Pengakhiran penugasan audit (Chenge in Auditor) akan

menghilangkan jejak penipuan yang dilakukan oleh perusahaan yang melakukan

fraud.

Sedangkan Setiawati dan Baningrum (2018) dan Skousen et al (2009)

menemukan bahwa Chenge in Auditor tidak berpengaruh terhadap fraudulent

financial reporting. Penelitian Apriliana dan Agustina (2017) tidak menemukan

pengaruh Chenge in Auditor terhadap fraudulent financial reporting. Hal ini

59

menunjukkan perusahaan melakukan Chenge in Auditor karena memenuhi

peraturan pemerintah di mana Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2015

disebutkan bahwa pemberian jasa audit atas laporan keuangan historis kepada

suatu entitas oleh akuntan publik dibatasi maksimal lima tahun buku berturut-

turut. Selain itu perusahaan memiliki motivasi positif menggunakan auditor yang

sepenuhnya independen dan objektif dalam melakukan audit untuk kepentingan

peningkatan kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Berdasarkan uraian

beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H8 : Change in auditor berpengaruh negatif secara signifikan terhadap

fraudulent financial reporting.

9. Independent Commisioners dengan Fraudulent Financial Reporting

Praktik kecurangan atau fraud dapat diminimalisir salah satunya dengan

mekanisme pengawasan yang lebih baik (Indarto & Ghozali, 2016). Independent

commisioners diyakini dapat meningkatkan efektivitas pengawasan perusahaan.

(Beasley, 1996) menyimpulkan bahwa masuknya komisaris yang berasal dari luar

perusahaan meningkatkan efektivitas dewan dalam mengawasi manajemen untuk

mencegah fraudulent financial reporting. Hasil tersebut dikonfirmasi oleh

penelitian yang dilakukan Albrecht et al. (2010) menyatakan bahwa kecurangan

lebih sering terjadi pada perusahaan kecil yang tidak memiliki independent

commisioners. Perusahaan yang memiliki tata kelola perusahaan yang lemah dan

didominasi oleh orang dalam dan tidak memiliki independent commisioners.

Secara umum, komisaris memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengawasi

60

kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan.. Donelson et al.

(2016) menemukan bahwa peningkatan jumlah independent commisioners secara

signifikan dapat mengurangi tingkat kecurangan.

Hasil penelitian Indarto dan Ghozali (2016) mengungkapkan bahwa

capability yang di proxykan dengan independent commisioners berpengaruh

terhadap fraudulent financial statement. Hal ini menunjukkan praktik fraudulent

financial statement dapat diminimalisir dengan mekanisme pengawasan yang

baik. Independent commisioners diyakini dapat meningkatkan efektivitas

pengawasan perusahaan karena dianggap memiliki pengawasan yang lebih

independen. Independent commisioners memberikan kontribusi terhadap kualitas

pelaporan keuangan.

Hasil penelitian Septriyani dan Handayani (2018) menemukan bahwa

proporsi independent commisioners yang sedikit akan kurang bekerja secara

efektif dan maksimal dalam mengawasai manajemen, sehingga membuka peluang

bagi manajemen untuk melakukan fraudulent financial reporting. Sedangkan

menurut Janrosl dan Lim, (2019) semakin tinggi persentase independent

commisioners maka akan semakin meningkatkan terjadinya praktik fraudulent

financial reporting. Lestari dan Henny (2019) juga mengungkapkan bahwa

proporsi independent commisioners dapat mendeteksi fraudulent financial

reporting.

Penelitian Sihombing dan Rahardjo (2014) menemukan bahwa dengan

adanya independent commisioners tidak menjamin bahwa pengawasan terhadap

perusahaan akan lebih independen dan objektif, serta jauh dari beberapa aspek

61

intervensi. Lebih banyak independent commisioners diharapkan dapat lebih

meningkatkan kinerja perusahaan. Namun jika independent commisioners

diintervensi maka pengawasan independent commisioners menjadi tidak akan

objektif dan jumlah independent commisioners di perusahaan tidak dianggap

sebagai faktor penting dalam operasi dan pengawasan. dari perusahaan.

Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam penelitian

ini adalah:

H9 : Independent commisioners berpengaruh negatif secara signifian terhadap

fraudulent financial reporting.

10. Political Connection dengan Fraudulent Financial reporting

Political connection atau koneksi politik memungkinkan perusahaan

mendapatkan keuntungan dari pemerintah dalam bentuk aturan yang lebih lunak

(Correia, 2014). Menurut Wu et al. (2012) koneksi politik memungkinkan

perusahaan bisa mendapatkan juga dalam bentuk pengurangan pajak. Menurut

Tao et al. (2017) dan Faccio (2006) koneksi politik memungkinkan perusahaan

bisa mendapatkan juga fasilitas yang akan bailed out oleh pemerintah.

Hasil penelitian dari Chaney et al. (2011) menyatakan bahwa political

connection mendorong adanya fraudulent financial reporting dimana perusahaan

yang terhubung secara politik dengan sengaja mengungkapkan informasi

berkualitas rendah dalam upaya untuk menyesatkan investor sehingga orang

dalam dapat memperoleh keuntungan. Sedangkan hasil penelitian Wu et al. (2016)

menunjukkan bahwa political connection memainkan peran yang penting dalam

62

mengurangi fraudulent financial reporting. Hasil penelitian Wang et al. (2017)

menemukan bahwa political connection yang terdapat pada perusahaan dapat

melemahkan atau membatasi manajemen untuk melakukan fraudulent financial

reporting.

Hasil penelitian Nindito (2018) menemukan bahwa tidak ada pengaruh

poltical connection dengan fraudulent financial reporting. Menurut Aprilia

(2017) seorang CEO yang juga seorang politisi akan memiliki banyak koneksi dan

hal ini dapat membantu kelancaran bisnis perusahaan. Poltical connection yang

dimilikinya akan menumbuhkan sifat angkuh dan sombong CEO tersebut.

Sehingga menutupi kecurangan yang dilakukannya dengan memanfaatkan

koneksinya yang luas. Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka

hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H10 : Political connection berpengaruh negatif secara signifikan terhadap

fraudulent financial reporting.

11. Financial Distress dengan Fraudulent Financial Reporting

Menurut (Yen, 2013) salah satu alasan perusahaan untuk terlibat dalam

fraudulent financial reporting adalah karena perusahaan mengalami financial

distress. Hal ini sejalan dengan Tsai dan Chang (2010) yang mengungkapkan

financial distress dapat memotivasi perusahaan melakukan tindakan yang tidak

etis untuk memperbaiki posisi keuangan perusahaan.

Hasil penelitian Utami dan Pusparini (2019) menyimpulkan bahwa financial

distress berpengaruh positif terhadap fraulent financial reporting. Hal ini

63

menunjukkan ketika perusahaan mengalami financial distress, manajer cenderung

untuk memanipulasi laporan keuangannya agar tetap memberikan sinyal yang

baik dengan menampilkan kinerja yang baik meskipun kondisi perusahaan sedang

bermasalah. Mardiana (2015) menemukan bahwa financial distress berpengaruh

negatif terhadap fraudulent financial reporting. Sedangkan Ghazali et al (2015)

menunjukkan bahwa manajer perusahaan akan melakukan fraulent financial

reporting ketika perusahaan tidak dalam kondisi financial distress dan akan

melakukan sebaliknya jika perusahaan dalam keadaan financial distress.

Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam penelitian

ini adalah:

H11 : Financial distress berpengaruh positif secara signifikan terhadap

fraudulent financial reporting.

12. Financial Target dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui

Financial Distress

Menurut Quraini dan Rimawati (2019) manajemen berusaha mencapai

financial target yang telah ditentukan untuk mendapatkan bonus atau imbalan atas

pencapaiannya mereka berusaha mewujudkan target dengan cara apa pun yang

mereka bisa meskipun dengan melakukan fraudulent financial reporting. Ghazali

et al. (2015) menemukan bahwa manajer perusahaan akan melakukan fraudulent

financial reporting ketika perusahaan sehat secara finansial dan ketika

profitabilitas perusahaan tinggi. Financial target yang diproksikan dengan return

on assets merupakan bagian dari rasio profitabilitas. Profitabilitas yang rendah

dapat meningkatkan kemungkinan perusahaan berubah menjadi perusahaan yang

64

mengalami financial fistress (Zeli, 2014). Sesuai dengan teori agensi kondisi

perusahaan yang sedang financial fistress membuat manajemen mungkin akan

menyembunyikan kondisi tersebut dengan melakukan fraudulent financial

reporting.

Hasil penelitian Christian (2020) menemukan bahwa terdapat pengaruh

intervening variabel financial distress dalam hubungan tidak langsung variabel

pressure yang diproksikan dengan financial target terhadap fraudulent financial

reporting. Hasil penelitian Nugroho et al. (2018) juga menemukan profitabilitas

yang diukur dengan ROA berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting

melalui financial distress.

Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

H12 : Financial target berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent

financial reporting melalui financial distress.

13. Audit Quality dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui Financial

Distress

Laporan tahunan yang telah diaudit dapat dengan mudah dipercaya oleh

pengguna. Kepercayaan ini didasarkan pada bahwa laporan keuangan telah diaudit

oleh auditor yang kompeten yang dapat mengurangi dorongan manajemen untuk

memanipulasi pelaporan keuangan. Auditor memainkan peran penting dalam

penilaian pengendalian internal perusahaan. Auditor berkualitas tinggi dapat

dengan mudah mendeteksi kekurangan pengendalian. (Doyle et al., 2007)

menemukan bahwa financial distress berkaitan dengan pengendalian internal

65

yang buruk. Hal ini terjadi karena perusahaan tidak memiliki dana untuk

meningkatkan kualitas pengendalian internal. financial distress mendorong

perusahaan untuk memanipulasi pendapatan untuk memenuhi ekspektasi pasar

dan perjanjian utang. Penelitian Lu dan Ma (2016) menunjukkan bahwa audit

quality dapat mengurangi kemungkinan terjadinya financial distress. Mardiana

(2015) menemukan bahwa financial distress berpengaruh negatif terhadap

fraudulent financial reporting.

Hasil penelitian Yolanda et al. (2019) yang menemukan bahwa financial

distress tidak mampu memediasi hubungan tidak langsung antara audit quality

terhadap fraudulent financial reporting yang diukur dengan manajemen laba.

Selanjutnya hasil penelitian Christian, (2020) menemukan bahwa setelah

melewati pengujian sobe test audit quality tidak berpengaruh terhadap fraudulent

financial reporting setelah dimediasi oleh financial distress.

Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

H13 : Audit quality berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent

financial reporting melalui dinancial distress

14. Chenge in Auditor dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui

Financial Distress

Menurut Chen et al. (2009) perusahaan meakukan change in auditor untuk

meminta opini audit yang bersih dari auditor berikutnya. Dilihat dari perspektif

seperti itu proposisi utamanya adalah bahwa perusahaan yang melakukan change

in auditor memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami financial distres

66

karena manajemen akan berusahaa menutupi kondisi financial distres yang

dikatahui oleh auditor sebelumnya. Menurut Pamungkas (2018) change in auditor

yang digunakan oleh perusahaan dapat dianggap sebagai bentuk untuk

menghilangkan jejak fraudulent financial reporting yang ditemukan oleh auditor

sebelumnya.

Hasil penelitian Liu dan Liu (2008) menemukan bahwa perusahaan yang

dalam keadaan yang sehat pada tahun pergantian auditor, tidak memiliki

kecenderungan untuk melakukan fradulent financial reporting. Sebaliknya

perusahaan yang dalam keadaan merugi pada tahun pergantian auditor memiliki

motif yang kuat untuk melakukan fradulent financial reporting. Sedangkan hasil

penelitian Christian (2020) menemukan bahwa rationalization yang diukur

dengan change in auditor tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial

reporting setelah dimediasi oleh financial distress.

Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

H14 : Change in auditor berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent

financial reporting melalui financial distress.

15. Independent Commisioners dengan Fraudulent Financial Reporting

Melalui Financial Distress

Fungsi dari independent commisioners dalam mengawasi kinerja direksi dan

mengontrol mengenai masalah keuangan agar tidak terjadi suatu tindakan yang

dapat merugikan perusahaan membuat independent commisioners berperan

penting supaya perusahaan dapat terhindar dari financial distress.

67

Independent commisioners berfungsi sebagai penasehat yang memberikan

saran dan masukan dalam rangka pencapain tujuan perusahaan. komisaris

independen memiliki kapabiliti untuk melaksanakan fungsi monitoring agar

tercipta tata kelola yang baik. Kemampuan pengawasan yang dilakukan oleh

komisaris independen akan menjadikan manajer lebih berhati-hati dan transparan

dalam menjalankan perusahaan yang akan mendorong terwujudnya tata kelola

yang baik (Jao dan Pagalung, 2011). Hasil penelitian Widhiadnyana dan Ratnadi

(2019) dan Nehme Azoury (2012) menemukan bahwa proporsi independent

commisioners berpengaruh positif pada financial distress. Hasil penelitian

Ghazali et al. (2015) menunjukkan bahwa manajer perusahaan akan melakukan

fraudulent financial reporting ketika perusahaan sehat secara finansial dan ketika

laba perusahaan tinggi. Hasil penelitian Riadiani dan Wahyudin (2015)

menemukan bahwa Setelah dimediasi oleh financial distress proporsi independent

commisioners berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

Hasil penelitian Ewanto et al. (2011) menemukan bahwa setelah dimediasi

oleh financial distress, proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap frauduent financial reporting.

Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

H15 : Independent commisioners berpengaruh secara signifikan terhadap

fraudulent financial reporting melalui financial distress

68

16. Political Connection dengan Fraudulent Financial Reporting Melalui

Financial Distress

Penelitian dari Wang et al. (2017) menemukan bahwa political connection

perusahaan dapat melemahkan atau membatasi pengaruh kemampuan manajerial

dalam melakukan fraudulent financial reporting. Political connection

memberikan keuntungan dalam mendapatkan kontrak pemerintah (Goldman et al.

2009). Perusahaan dalam kondisi kesulitan keuangan besar kemungkinan

mendapatkan bantuan dari pemerintah (Tao et al. 2017).

Penelitian Faccio (2006) menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dengan

political connection lebih rendah daripada perusahaan tanpa political connection.

Ketika kinerja perusahaan buruk politisi mengarahkan sumber daya ke perusahaan

sehingga menyebabkan alokasi investasi yang tidak tepat dan kolusi. Selain itu

perusahaan dengan political connection dapat dengan mudah memperoleh dana

pinjaman. Semakin banyak pinjaman yang diperoleh perusahaan maka semakin

sulit bagi perusahaan untuk melunasi hutangnya dan dapat menyebabkan financial

distress. Financial distress berdampak negatif bagi perusahaan karena perusahaan

akan menghadapi tekanan untuk melakukan fraudulent financial reporting.

fraudulent financial reporting bertujuan untuk menunjukkan kinerja perusahaan

yang baik dan menyembunyikan kondisi buruk perusahaan dari investor.

Hasil penelitian yang dilakukan Ngan (2013) yang menyatakan bahwa

ketika perusahaan ini menghadapi kesulitan ekonomi atau financial distress

banyaknya eksekutif yang terhubung secara politik akan menyediakan lingkungan

yang lebih kondusif untuk perusahaan melakukan fraudulent financial reporting.

69

Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

H16 : Political connection berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent

financial reporting melalui financial distress

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang fraudulent financial reporting dengan pendekatan fraud

pentagon sudah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu seperti yang diteliti oleh

Setiawati dan Baningrum (2018), Apriliana dan Agustina (2017) , Nindito (2018),

Pusphita dan Yassa (2018) dan Aprilia (2017) yang mengungkapkan bahwa

fraudulent financial reporting telah merugikan berbagai pihak. Hal ini terjadi

karena penyajian data yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya dalam laporan

keuangan menyebabkan informasi yang ditampilkan tidak relevan untuk dijadikan

acuan dalam pengambilan keputusan. sehingga penting untuk melakukan

pendeteksian untuk mencegah terjadinya kerigian yang lebih besar.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiawati dan Baningrum (2018) yang

melakukan pengujian elemen fraud pentagon terhadap fraudulent financial

reporting membuktikan bahwa salah satu proksi dari elemen pressure yaitu variabel

financial target atau target keuangan berpengaruh terhadap terjadinya fraudulent

financial reporting. Financial target diukur menggunakan rasio ROA yaitu

perbandingan laba dengan jumlah aktiva. ROA merupakan rasio yang menunjukkan

seberapa besar return yang dihasilkan atas penggunaan aset perusahaan. Hal ini

menunjukkan target yang dimiliki manajer perusahaan yang terlalu tinggi

70

cenderung membuat manajer akan lebih ambisius, sehingga apapun cara akan

ditempuh untuk mendapatkan target yang seharusnya. Jika semakin rendah nilai

ROA mengindikasikan semakin rendah pula laba yang dihasilkan sehingga kinerja

perusahaan terkesan buruk, sehingga kemungkinan terjadinya fraudulent financial

reporting cukup tinggi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang sudah

lebih dahulu dilakukan oleh Reskino dan Anshori (2016) dan Manurung dan Hadian

(2013) yang menunjukkan financial target yang diproksikan dengan return on asset

berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting. Penelitian Ozcelik (2020)

yang menggunakan pendekatan fraud diamont juga menemukan terdapat pengaruh

financial target yang diproksikan dengan return on asset terhadap fraudulent

financial reporting.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Apriliana dan Agustina (2017) yang

meggunakan pendekatan fraud pentagon dalam menganalisis fraudulent financial

reporting menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel yang memiliki pengaruh

terhadap fraudulent financial reporting yaitu stabilitas keuangan, audit quality, dan

jumlah foto CEO dalam laporan tahunan perusahaan. Jika dilihat dari variabel audit

quality, penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang menggunakan jasa kap

big 4 lebih kecil kemungkinannya untuk melakukan fraudulent financial reporting

di tahun berikutnya. Semakin besar ukuran kantor akuntan publik yang mengaudit

perusahaan, maka kemungkinan terjadinya fraudulent financial reporting akan

semakin kecil karena kantor akuntan publik yang besar dianggap memiliki

pengalaman dan keahlian yang lebih tinggi dalam industri klien. Faktor keahlian

kap dinilai menjadi salah satu alasan perusahaan memilih kap big 4 untuk

71

meningkatkan kredibilitas perusahaan di mata inverstor. Hasil penelitian ini

didukung oleh penelitian Lin dan Hwang (2010), Chen et al. (2011), Yen (2013)

yang menunjukkan audit quality berpengaruh terhadap fraudulent financial

reporting. Sedangkan hasil penelitian Setiawati dan Baningrum (2018) dan Indarto

dan Ghozali (2016) menemukan audit quality tidak memiliki berpengaruh secara

signifikan terhadap fraudulent financial reporting.

Hasil penelitian yang dilakukan Pusphita dan Yassa (2018) yang menganalisis

elemen fraud pentagon dalam memprediksi fraudulent financial reporting

menemukan bahwa terdapat lima variabel yaitu tekanan eksternal, pemantauan

yang tidak efektif, change in auditor, pergantian direktur, dan jumlah foto CEO

yang dapat memprediksi fraudulent financial reporting. Ditinjau dari aspek change

in auditor, change in auditor dapat memprediksi fraudulent financial reporting. Hal

ini terjadi karena manajemen menunjukkan dominasinya dalam berurusan dengan

auditor, terutama pemilihan atau keberlanjutan personel audit yang ditugaskan

untuk penugasan audit. Change in auditor memutus akses ke informasi dan

pemahaman auditor lama tentang perilaku manajemen, auditor baru akan

memerlukan waktu untuk memahami prilaku manajemen sehingga manajemen

dapat menghilangkan jejak penipuan yang dilakukan. Hasil penelitian ini didukung

oleh penelitian Utami dan Pusparini 2019) dan Ozcelik, (2020) yang menemukan

bahwa change in auditor memiliki pengaruh terhadap fraudulent financial

reporting. Sedangkan hasil penelitian Setiawati dan Baningrum (2018), Harto

(2016) dan Apriliana dan Agustina (2017) menunjukkan tidak terdapat pengaruh

yang signifikan antara change in auditor terhadap fraudulent financial reporting.

72

Penelitian lainnya yang menggunakan pendekatan fraud pentagon dalam

menganalisis fraudulent financial reporting adalah Lestari dan Henny (2019). Hasil

penelitian ini menunjukkan variabel financial stability dan proporsi independent

commisioners berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting. independent

commisioners diyakini dapat meningkatkan efektivitas pengawasan perusahaan.

Masuknya komisaris yang berasal dari luar perusahaan meningkatkan kapabilitas

dewan dalam mengawasi manajemen untuk mencegah fraudulent financial

reporting. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Cahyanti dan Wahidahwati (2020) yang menemukan bahwa proporsi dewan

independent commisioners memiliki pengaruh terhadap fraudulent financial

reporting.

Penelitian Aprilia (2017) yang menganalisis pengaruh fraud pentagon terhadap

fraudulent financial reporting menggunakan beneish model Pada perusahaan yang

menerapkan asean corporate governance scorecard menemukan bahwa hanya

terdapat satu variabel elemen tekanan yang memiliki pengaruh terhadap fraudulent

financial reporting. Nindito (2018) yang meneliti fraudulent financial reporting

dengan perspektif fraud pentagon menemukan bahwa tiga elemen fraud pentagon

yaitu tekanan, peluang, dan rasionalisasi memiliki pengaruh negatif terhadap

kecurangan laporan keuangan. Kedua penelitian diatas mengukur variabel

arrogance dengan proksi Ceo yang juga seorang politisi, dimana menghasilkan

tidak terdapat pengaruh elemen arrogance terhadap fraudulent financial reporting.

Sedangkan hasil penelitian Wang et al., (2017) dan Wu et al. (2016) menemukan

73

political connection atau koneksi politik memiliki pengaruh terhadap fraudulent

financial reporting.

Selain itu terdapat variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap fraudulent

financial reporting yaitu financial distress. Penelitian tentang financial distress

terhadap fraudulent financial reporting pernah dilakukan oleh Utami dan Pusparini

(2019), Yen (2013), Ghazali et al. (2015), dan Mardiana (2015) dimana hasil

penelitian tersebut menunjukkan terdapat pengaruh financial distress terhadap

fraudulent financial reporting.

E. Research Gap terkait Fraud Pentagon dan Fraudulent Financial Reporting

Beberapa hasil penelitian telah menyimpulkan bahwa fraudulent financial

reporting dapat dianalisis dan dideteksi dengan menggunakan analisis fraud

pentagon. Elemen fraud pentagon yang terdiri dari pressure, opportunity,

rasionalization, capability dan arrogance terbukti mampu mendeteksi terjadinya

fraudulent financial reporting. dari hasil penelitian sebelumnya pressure yang

diproksikan dengan financial target, opportunity yang diproksikan dengan audit

quality, rasionalization yang diproksikan dengan change in auditor, capability

yang diproksikan dengan independent commisioners dan arrogance yang

diproksikan dengan political connection terbukti mampu mendeteksi fraudulent

financial reporting meskipun masih menunjukkan hasil yang belum konsisten.

Namun dari temuan hasil penelitian terdahulu terdapat faktor lain yang juga

memiliki pengaruh signifikan terhadap fraudulent financial reporting. penelitian

Mardiana (2015) menunjukkan terdapat pengaruh antara kondisi financial distress

74

dengan fraudulent financial reporting. Hal ini mengindikasikan financial distress

dapat menjadi pemicu terjadinya fraudulent financial reporting. Hal yang sama

juga dibuktikan oleh penelitian oleh Utami dan Pusparini (2019) yang menunjukkan

bahwa financial distress berpengaruh positif terhadap fraudulent financial

reporting. hal ini terjadi karena ketika suatu perusahaan mengalami financial

distress, manajer cenderung untuk memanipulasi laporan keuangannya agar tetap

bisa menampilkan kinerja yang baik. Penelitian Yen (2013) menemukan bahwa

ketika dalam keadaan financial ditress perusahaan mungkin akan melaporkan

laporan keuangannya dengan curang. Hasil penelitian Ghazali et al. (2015) juga

menemukan bahwa financial distress memiliki hubungan yang negatif dengan

fraudulent financial reporting yang diukur dengan manajemen laba dimana

manajemen laba akan dilakukan perusahaan jika kondisi keuangan perusahaan

dalam keadaan sehat.

Dari hasil penelitian diatas peneliti tertarik menguji dan menganalisis

pengaruh elemen fraud pentagon terhadap fraudulent financial reportin secara

lebih mendalam dengan menjadikan variabel financial distress sebagai

intervening/mediator.

75

F. Kerangka Pemikiran

Kerangka Pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Basis Teori : Agency Theory, Planned of Behavior Theory, Fraud Pentagon Theory

Analisis Determinan Fraudulent Financial Reporting dengan Financial Distress sebagai intervening

Perbankan merupakan penggerak

utama dalam kegiatan ekonomi Namun banyaknya kasus kecurangan

keuangan yang terjadi menyebabkan

kerugian dan menurunkan citra

perusahaan

GAP

Diantara faktor-faktor penyebab

terjadinya fraudulent financial

reporting diintervensi oleh berbagai

faktor salah satunya financial distress

Smart PLS 3.0

Hasil Pengujian dan Pembahasan

Kesimpulan, Implikasi, kontribusi,Keterbatasan dan Saran

Financial Target X1

Audit quality X2

Political Connection X5

Auditor Change X3

Independent Commisioner

s X4

Fraudulent Financial

Statement (Y)

H1

H2

H3

H4

H5

H7

Ha

H8

H9

H10

H12

H14

H13

H11

H15

H16

Financial Distress (Z)

Gambar 2. 3 Kerangka Pemikiran

76

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Penelitian ini akan menguji

hubungan variabel independen yaitu financial target, audit quality, change in

auditor, independen commissioners, dan political connection dengan variabel

dependen yaitu fraudulent financial reporting dan variabel intervening yaitu

financial distress. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor

perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2017-2020.

Pemilihan perusahaan sektor perbankan dalam penelitian ini dikarenakan

perusahaan sektor perbankan memiliki jumlah kasus fraud terbanyak yang

dilaporkan dalam penelitian Association of Certified Fraud Examiners (ACFE

2020). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh ACFE pada tahun 2020

menunjukkan bahwa perusahaan di dunia mengalami kerugian rata-rata 5% setiap

tahunnya karena perbuatan fraud (ACFE 2020). Berdasarkan penelitian ACFE

2020 kecurangan laporan keuangan terjadi kurang dari 10% kasus, namun

menyebabkan kerugian yang paling tinggi yaitu rata-rata $954.000.

B. Metode Penentuan Sampel

Metode penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Metode

purposive sampling merupakan metode pemilihan sampel secara tidak acak yang

sampelnya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu umumnya

disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian. Sampel untuk penelitian ini

77

adalah semua perusahaan dalam sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) periode 2017-2020 dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Perusahaan pada sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) periode 2017-2020.

2. Perusahaan yang memiliki tahun buku yang berakhir pada 31 Desember.

3. Perusahaan yang menggunakan mata uang rupiah.

4. Laporan tahunan perusahaan memiliki data-data yang berkaitan dengan

variabel penelitian.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data-data pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua

cara yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan.

1. Penelitian Pustaka (Library Research)

Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang

diteliti melalui buku, jurnal, internet, berita, skripsi, dan perangkat lain

yang berkaitan dengan judul penelitian.

2. Penelitian Lapangan

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Seluruh data bersumber dari laporan keuangan pada perusahaan-

perusahaan sektor perbankan tahun 2017 sampai dengan 2020 yang

telah dipublikasikan lengkap di Bursa Efek Indonesia (BEI).

78

D. Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel independen

a. Financial Target

Financial target dalam penelitian ini diproksikan dengan return on

assets (ROA). ROA merupakan bagian dari rasio profitabilitas dalam analisis

laporan keuangan atau pengukuran kinerja perusahaan. Pengukuran financial

target dengan ROA sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Setiawati dan Baningrum (2018), Manurung dan Hadian (2013), Reskino dan

Anshori (2016) dan Skousen et al. (2009).

ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang ada di dalam

perusahaan tersebut. Selain itu karena dalam penelitian ini perusahaan yang

digunakan sebagai sampel merupakan perusahaan perbankan, perusahaan

perbankan memiliki hubungan dominan dengan pengelolaan aset dalam

operasi perusahaannya. ROA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

ROA = Net Income / Total Aset

b. Audit Quality

Pengukuran audit quality yang digunakan dalam penelitian ini merujuk

kepada penelitian sebelumnya diantaranya Aprilia (2017), Harto (2016),

Apriliana dan Agustina (2017) serta Utami dan Pusparini (2019) yaitu dengan

menggunakan variabel dummy. Kode 1 diberikan untuk perusahaan yang

menggunakan KAP big 4 dalam mengaudit laporan keuangannya. dan kode 0

untuk perusahaan yang menggunakan KAP non big 4.

79

c. Change In Auditor

Pengukuran change in auditor dalam penelitian ini mengacu kepada

penelitian Apriliana dan Agustina (2017), Ozcelik (2020), Pusphita dan Yassa

(2018) yang diukur dengan variabel dummy. Apabila terdapat perubahan KAP

yang mengaudit laporan keuangan perusahaan selama periode 2018-2020 maka

diberi kode 1. Sebaliknya apabila tidak terdapat perubahan KAP selama

periode tersebut maka diberi kode 0.

d. Independent Commisioners

Pengukuran variabel independent commisioners sebagai proksi dari

capability mengacu kepada penelitian diantaranya Akbar (2017) serta Indarto

dan Ghozali (2016) yaitu menggunakan proporsi dewan komisaris independen

terhadap jumlah dewan komisaris dalam perusahaan. Adapun perhitungannya

sebagai berikut:

𝐵𝐷𝑂𝑈𝑇 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛 / 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛

𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠

e. Political Connection

Pengukuran variabel political connection menggunakan variabel

dummy yang menunjukkan apakah koneksi politik hadir dalam suatu organisasi

atau tidak (Yen, 2013). Dalam penelitian ini variabel political connection

80

diberi kode 1 jika sebuah perusahaan memiliki koneksi politik, jika tidak maka

diberi kode 0.

Kriteria untuk menentukan hubungan politik mengacu pada penelitian

Faccio (2006), Tao et al. (2017) dan Nugrahanti et al. (2020) dimana suatu

perusahaan dapat dikatakan mempunyai hubungan politik apabila sekurang-

kurangnya salah seorang dari pejabat tinggi (CEO, dewan komisaris) pernah

atau sedang menjadi presiden/menteri/ anggota parlemen /anggota partai

politik/ memiliki latar belakang militer.

2. Variabe Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah fraudulent financial

reporting. Penelitian ini menggunakan fraud score model yang dikembangkan oleh

Dechow et al. 2011) untuk mengukur fraudulent financial reporting. Cara

menghitung fraud score model untuk memprediksi fraudulent financial reporting

adalah sebagai berikut.

F-Score = RSSTAccrual + Financial Performance

a. Kualitas Akrual

Kualitas akrual (Quality Acrual) diproksikan dengan RSST Accrual,

yang dihitung dengan rumus berikut :

RSST Accrual = (ΔWC + ΔNCO + ΔFIN ) / ATS

Dimana :

WC (Working Capital) = (Current Assets –Current Liability)

81

NCO (Non Current Operating Accrual) = (Total Assets – Current

Assets – Invesment and Advances) – (Total Liabilities – Current Liabilities –

Long Term Debt)

FIN (Financial Accrual ) = Total Investment – Total Liabilities

ATS (Average Total Assets) = (Beginning Total Assets + End Total

Assets)

b. Kinerja Keuangan (Financial Performance)

Kinerja keuangan (Financial Performance) diproksikan dengan

perubahan piutang, perubahan persediaan, perubahan penjualan tunai, dan

perubahan pada earnings before interest and tax (EBIT).

Financial Performance = Change in Receivable + Change in Inventories

+ Change in Cash Sales + Change in Earnings

Dimana :

Change in receivables = Δ Receivables / ATS

Change in inventories = Δ Inventories /ATS

Change in cash sales = Δ Sales/ Sales (t) – Receivables/ Receivables (t)

Change in earning = Earnings (t) / ATS (t) - Earnings (t – 1) / ATS (t – 1)

3. Variabel Intervening

Model pengukuran yang digunakan untuk menghitung risiko financial

distress pada penelitian ini adalah menggunakan model Altman Z-Score

modifikasi. Model ini digunakan untuk perusahaan sektor jasa sehingga menurut

82

Jan & Marimuthu (2016) model ini adalah model yang tepat digunakan karena

sektor perbankan termasuk dalam kategori perusahaan jasa. Menurut Altman

(2000) model persamaan Z Score modifikasi untuk menghitung potensi

kebangkrutan adalah sebagai berikut:

Z = 6,56 (X1) + 3,26 (X2) + 6,72 (X3) + 1,05 (X4)

Dimana :

Z = Bankrupy index

X1 = Working Capital / Total Asset

X2 = Retained Earning / Total Asset

X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Asset

X4 = Book Value of Equity / Book Value of Debt

Seperti yang diungkapkan oleh Altman (2000) jika nilai estimasi Z-score

ditemukan lebih dari 2,90 perusahaan maka perusahaan berada di zona aman, jika

nilai estimasi Z-score berada dibawah 1,21 perusahaan akan ditempatkan di zona

kebangkrutan. Namun, jika estimasi Z-score berada di tengah 1,21 < Z < 2,9 maka

perusahaan dikatakan berada di zona abu-abu, sebenarnya zona abu-abu secara

teknis disebut zona aman tetapi dengan kewaspadaan tinggi. Untuk mereverse nilai

Z-score maka hasil estimasi dikalikan dengan -1.

E. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan Partial Least Square dengan

menggunakan software Smart PLS 3. Partial Least Square adalah metode analisis

data Struktural Equation Model (SEM) yang berbasis komponen atau varian

83

(variance) yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda saat terjadi

permasalahan seperti sampel penelitian yang kecil, adanya data yang hilang, dan

multikoleniaritas (Abdillah & Jogiyanto, 2015). Hal yang sama diungkapkan World

1982 dalam Ghozali (2015) PLS (Partial Least Square) adalah metode analisis

factor indeterminacy yang ampuh, karena tidak mengasumsikan bahwa data harus

memiliki skala pengukuran tertentu dan dapat digunakan pada sampel yang kecil.

Menurut Ghozali (2015) Partial Least Square adalah Structural Equation

Model yang berbasis komponen atau varian (variance). PLS memiliki tujuan untuk

membantu peneliti untuk tujuan prediksi. Sebagai model prediksi PLS

mendefenisikan variabel laten sebagai linier agregate dari indikatornya. Analisis

model struktural dalam PLS dilakukan melalui tiga tahap yaitu analisa outer model,

analisa inner model, dan pengujian hipotesa (Hussein, 2015).

1. Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberi gambaran atau

deskripsi dari suatu data yang dapat dilihat berdasarkan mean, median minimum,

maximum, standard deviation, sum, range, kurtosis dan skewnes (Ghozali & Latan,

2015). Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mean,

median, minimum, maximum, dan standard deviation. Selain itu dalam analisis

deskriptif juga disajikan tabel deskripsi tiap variabel penelitian (financial target,

audit quality, change in auditor, independent commisioners, political connection).

2. Model Pengukuran (Outer Model)

a. Convergent Validity

84

Validitas corvergent merupakan indikator yang diukur berdasarkan

korelasi antara skor item/skor komponen dengan konstruk skor. Hal ini dapat

dilihat pada outer weights yang menggambarkan kontribusi antara setiap item

pengukuran (indikator) dengan konstruknya. Jika korelasi antara pengukuran

individu dan struktur yang akan diukur > 0,7 maka dianggap tinggi (Ghozali &

Latan, 2015).

.

b. Discriminant Validity

Discriminant Validity adalah model pengukuran untuk memastikan

bahwa setiap konsep dari masing-masing variabel laten berbeda dengan

variabel lainya yang dinilai berdasarkan crossloading. Jika korelasi konstruk

dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka

menunjukkan nilai deskriminan validity lebih baik dibandingkan dengan blok

lainnya.

Metode lain untuk mengukur discriminant validity adalah

membandingkan nilai root of average variance extracted (AVE) setiap

konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam

model. Jika nilai AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antara

konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai

discriminant validity yang baik. Nilai AVE yang direkomendasikan harus lebih

besar dari nilai 0,50 (Ghozali & Latan, 2015).

c. Hasil Uji Normalitas

85

Menurut Ghozali & Latan (2015) Uji normalitas dilakukan untuk

menguji apakah pada suatu model regresi mempunyai distribusi normal atau

tidak normal. Model regresi memerlukan normalitas pada residualnya bukan

pada masing-masing variabel penelitian. Uji normalitas dilakukan untuk

menguji apakah variabel dependen dan variabel independen dalam model

regresi memiliki distribusi normal atau tidak (Juliandi & Manurung, 2014).

Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode skewnes dan

kurtosis. dilakukan untuk mengetahui ukuran kemencengan data. Langkah

pertama yang dilakukan adalah dengan memunculkan variabel unstandardized

residual. Kemudian variabel unstandardized residual diuji normalitas untuk

mengetahui apakah data terdistribusi secara normal atau tidak.

Rasio skewnes = nilai statistik skewnes / Std.error

Rasio kurtosis = niai statistik kurtosis / Std.error

Data penelitian terdistibusi normal jika menunjukan nilai rasio skewnes

dan kurtosis berada di antara -1,96 sampai +1,96.

2. Model Struktural (Inner Model)

Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat

hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian.

Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk

dependen, F-squre untuk effect size, Stone-Geisser Q-square test untuk predictive

relevance, model fit dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur

struktural(Ghozali & Latan, 2015).

86

a) R-Square

Dalam menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R-square untuk

setiap variabel laten dependen. Perubahan nilai R-square dapat digunakan

untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel

laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantif. Menurut

Sarstedt et al. (2017) nilai R-Square 0,75; 0,50; 0,25 dapat disimpulkan bahwa

model kuat, moderat, dan lemah. Hasil dari PLS R-Square mempresentasikan

jumlah varian dari konstruk yang dijelaskan oleh model (Ghozali & Latan,

2015).

b) F-Square

Selain menilai apakah ada atau tidak hubungan yang signifikan antar

variabel, seorang peneliti hendaknya juga menilai besarnya pengaruh antar

variabel dengan Effect Size atau f-square (Wong, 2013). Effect size dilakukan

untuk mengetahui perubahan nilai R-square pada konstruk endogen.

Perubahan nilai R-squre menunjukkan pengaruh konstruk eksogen terhadap

konstruk endogen apakah memiliki pengaruh yang subtantif. Menurut Sarstedt

et al. (2017) nilai effect size 0,02 kategori kecil, 0,15 masuk kategori menengah

dan 0,35 kategori besar.

c) Q-Square

87

Q-square mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model

dan estimasi parameternya. Nilai Q-square lebih besar dari 0 (nol)

menunjukkan bahwa model mempunyai nilai predictive relevance, sedangkan

apabila nilai Q-square kurang dari 0 (nol), maka menunjukkan bahwa model

kurang memiliki predictive relevance (Ghozali & Latan, 2015).

d) Model Fit

Agar model memenuhi kriteria model fit, nilai SMSR harus kurang dari

0,05 (Cangur & Ercan, 2015). Tapi berdasarkan penjelasan dari situs

SmartPLS, kriteria atau batasan model fit antara lain: Nilai RMS Theta atau

Root Mean Square Theta < 0,102, Nilai SRMR atau Standardized Root Mean

Square <0,10 atau < 0,08 dan Nilai NFI > 0,9.

e) Pengujian Hipotesa

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan structural equation

model (SEM). SEM memungkinkanya dilakukan analisis diantara variabel

dependen dan variabel independen secara langsung maupun tidak langsung.

SEM termasuk teknik statistik yang digunakan untuk membangun dan menguji

model statistik yang biasanya dalam bentuk model-model sebab akibat. SEM

digunakan untuk menguji besarnya pengaruh variabel independen tarhadap

dependen dengan melihat nilai koefisien jalur (Sarstedt et al.,2017). Dalam

analisis jalur, koefisien jalur adalah standardized koefisien regresi sehingga

persamaan regresi tidak memakai kostanta, koefisien jalur dihitung dengan

88

membuat persamaan struktural yang menunjukan hubungan yang

dihipotesiskan (Ghozali, 2018). Struktur yang dibagun dalam penelitian ini

menggunakan 5 variabel independen (financial target, audit quality, change in

auditor, independen commissioners, dan political connection) 1 variabel

dependen (fraudulent financial reporting) dan 1 variabel intervening (financial

distress). Persamaan matematis structural equation model (SEM) dalam

penelitian ini sebagai berikut :

Persamaan pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel

intervening

FD = α1 + β1 FT + ε ........................................................................(1)

FD = α2 + β2 AQ+ ε ....................................................................... (2)

FD = α3 + β3 CA + ε ...................................................................... (3)

FD = α4 + β4 IC + ε .........................................................................(4)

FD = α5 + β5 PC + ε ........................................................................(5)

Persamaan pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel

dependen

FFR = α6 + β6 FT + ε ......................................................................(6)

FFR = α7 + β7 AQ+ ε ............ .........................................................(7)

FFR = α8 + β8 CA + ε .................................................................... (8)

FFR = α9 + β9 IC + ε .......................................................................(9)

FFR = α10 + β10 PC + ε ...................................................................(10)

Persamaan pengaruh langsung variabel intervening terhadap variabel

dependen

FFR = α11 + β11 FD + ε ................................................................... (11)

89

Persamaan pengaruh tidak langsung variabel independen terhadap variabel

dependen

FFR = α12 + β12 FT + β17 FD + ε ............ ........................................(12)

FFR = α13 + β13 AQ+ β18 FD + ε .....................................................(13)

FFR = α14 + β14 CA + β19 FD + ε ....................................................(14)

FFR = α15 + β15 IC + β20 FD + ε ..................................................... (15)

FFR = α16 + +β16 PC + β21 FD + ε ..................................................(16)

Dimana :

α = Konstanta

FD = Financial Distress

FFR = Fraudulent Financial Reporting

FT = Financial Target

AQ= Audit Quality

CA= Change in Auditor

IC= Independent Commissoners

PC= Political Connection

β1 = Koefisien Jalur FT dengan FD

β2 = Koefisien Jalur AQ dengan FD

β3= Koefisien Jalur CA dengan FD

β4= Koefisien Jalur IC dengan FD

β5= Koefisien Jalur PC dengan FD

β6 = Koefisien Jalur FT dengan FFR

β7 = Koefisien Jalur AQ dengan FFR

β8= Koefisien Jalur CA dengan FFR

90

β9= Koefisien Jalur IC dengan FFR

β10= Koefisien Jalur PC dengan FFR

β11= Koefisien Jalur FD dengan FFR

β12 = Koefisien Jalur FT dengan FD dalam hubungan tidak langsung FT dengan

FFR

β13=Koefisien Jalur AQ dengan FD dalam hubungan tidak langsung AQ

dengan FFR

β14= Koefisien Jalur CA dengan FD dalam hubungan tidak langsung CA

dengan FFR

β15=Koefisien Jalur IC dengan FD dalam hubungan tidak langsung IC dengan

FFR

β16 =Koefisien Jalur PC dengan FD dalam hubungan tidak langsung PC dengan

FFR

β17=Koefisien Jalur FD dengan FFR dalam hubungan tidak langsung FT

dengan FFR

β18=Koefisien Jalur FD dengan FFR dalam hubungan tidak langsung AQ

dengan FFR

β19=Koefisien Jalur FD dengan FFR dalam bubungan tidak langsung CA

dengan FFR

β20 = Koefisien Jalur FD dengan FFR dalam hubungan tidak langsung IC

dengan FFR

β21=Koefisien Jalur FD dengan FFR dalam hubungan tidak langsung PC

dengan FFR

91

ε = error term

Model SEM sesuai dengan persamaan diatas dibuat dan digambar di

software smart PLS 3.0. kemudian langkah selanjutnya adalah menghitung

persamaan dengan menjalankan menu PLS Algorithem. Sehingga

menghasilkan output berupa ringkasan dan path coeffiesients/koefisien jalur

(β) yang digunakan untuk melihat besar dan arah pengaruh variabel laten

eksogen terhadap variabel laten endogen.

Selanjutnya untuk mengukur signifikansi pengaruh variabel laten eksogen

terhadap variabel laten endogen dapat dilihat dari nilai t-statistik dan nilai P-

value. Besarnya nilai t-satatistik dijadikan sebagai acuan hasil hipotesis yang

diajukan. Perbandingan nilai t-statistik dan dengan t-tabel ditentukan pada

batas 1,98. nilai tersebut diperoleh dari nilai df sebesar 102 ( jumlah sampel

dikurangi dua : 104-2) dan α sebesar 0,05 (two tailed). Batasan untuk menerima

atau menolak hipotesis yang diajukan adalah ±1,98. Sehingga kriteria

penerimaan/penolakan hipotesa adalah Ha diterima dan H0 di tolak ketika t-

statistik > 1,98. Untuk menolak/menerima hipotesis menggunakan probabilitas

maka Ha di terima jika nilai p < 0,05.

3. Uji Efek Intervening

Penelitian ini menggunakan financial distress sebagai variabel intervening..

variabel intervening merupakan variabel yang mempengaruhi hubungan antara

variabel prediktor (independen) dan variabel kriterion (dependen) (Ghozali &

Latan, 2015). Efek intervening menunjukkan hubungan antara variabel independen

92

dan variabel dependen melalui penghubung atau intervening. Pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen tidak secara langsung terjadi tetapi melalui

proses transformasi yang diwakili oleh variabel intervening. Hasil dari pengujian

efek intervening dapat dilihat pada hasil boothstraping dengan software SmartPLS

di bagian spesific indirect effect.

Untuk memperjelas makna dari variabel intervening, kita bisa melihat path

diagram sebagai rantai sebab akibat. Rantai sebab akibat dalam intervening dapat

dilihat pada gambar dibawah. Model ini mengasumsikan sistem tiga variabel

sedemikian rupa sehingga ada dua jalur kausal yang dimasukkan kedalam variabel

hasil : pengaruh langsung dari variabel independen ke variabel dependen (jalur c)

dan dampak intervening (jalur b). Kemudian ada juga pengaruh variabel

independen ke variabel intervening (jalur a).

Gambar 3. 1 Uji Efek Intervening

Menurut Baron & Kenny (1986) sebuah variabel berfungsi sebagai intervening

ketika memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

intervening (jalur a)

b. Variabel intervening berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

dependen (jalur b)

93

c. Ketika jalur a dan b di mediasi/ intervening. Jika hubungan variabel

independen dengan variabel dependen yang sebelumnya signnifikan

menjadi tidak signifikan, maka kondisi ini disebut dengan full

mediation. Jika hubungan variabel independen dengan variabel

dependen yang sebelumnya signnifikan tetap menjadi signifikan, maka

kondisi ini disebut dengan patial mediation.

94

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang di ambil dari laporan

tahunan perusahaan. Populasi penelitian ini merupakan perusahaan perbankan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2020. Laporan tahunan tersebut

diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia dan website masing-masing

perusahaan. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling. Sampel

dalam penelitian ini merupakan representasi dari populasi yang ada. Perusahaan

yang dijadikan sampel sudah sesuai dengan kriteria yang ditentukan sebelumnya.

Tahapan seleksi disajikan dalam tabel 4.1

Tabel 4.1 Populasi Penelitian

No Keterangan Tahun 2017 -

2020

1 Perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia

46

2 Perusahaan yang tidak menyajikan perusahaan

dalam mata uang rupiah

1

3 Perusahaan tidak mengungkapkan data-data

yang berkaitan dengan variabel penelitian dan

tersedia secara lengkap pada publikasi selama

periode 2017-2020

19

Total perusahaan yang dijadikan sampel 26

Total sampel penelitian (26 perusahaan x 4

tahun)

104

Total sampel yang digunakan 104

Sumber : Data sekunder yang diolah

95

Dari tahapan penyeleksian sampel diatas dari total 46 sampel yang tersedia

terdapat 40 perusahaan yang memenuhi kriteria. Daftar perusahaan perbankan yang

menjadi sampel dalam penelitian ini disajikan dalam lampiran.

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif

Variabel yang diujikan dalam penelitian ini meliputi financial target, audit

quality, change in auditor, independent commisioners, political connection,

financial distress dan fraudulent financial reporting.

Tabel 4.2 Hasil Uji Deskriptif 1

Sumber : Data sekunder yang diolah

Berdasarkan hasil dari analisis statistik deskriptif diatas dapat dilihat bahwa

terdapat 104 data pada setiap variabel penelitian yang menjadi sampel dalam

penelitian ini. Hasil analisis setiap variabel diatas dijelaskan sebagai berikut :

a. Variabel dependen yaitu fraudulent financial reporting (FFR) yang diukur

menggunakan F-score menunjukkan nilai minimum sebesar -0.226 yaitu

Bank Artha Graha Internasional tahun 2020. Sedangkan nilai maksimumnya

sebesar 0.164 yaitu Bank Amar Indonesia tahun 2019. Berdasarkan tabel

diatas menunjukkan bahwa hasil analisis deskriptif untuk FFR mempunyai

nilai rata-rata sebesar -0.029. Sedangkan nilai standar deviasi yang

menggambarkan tingkat variasi data pada variabel FFR yaitu sebesar 0.091.

Variabel N Min Max Mean Std.Dev

FFR 104 -0.226 0.164 -0.029 0.091

Financial Distress 104 -2.684 1.085 -0.816 0.780

Financial Target 104 -0.230 3.130 1.178 0.795

Independent Commisioners 104 37.5 75.00 57.757 8.623

96

b. Variabel Intervening yaitu financial distress yang diukur menggunakan

Altman Z-Score menunjukkan nilai minimum sebesar -2.684 yaitu Bank

Woori Saudara Indonesia tahun 2020. Sedangkan nilai maksimumnya sebesar

1.085 yaitu Bank Mega tahun 2017. Berdasarkan tabel diatas menunjukkan

bahwa hasil analisis deskriptif untuk financial distress menunjukan nilai rata-

rata sebesar -0.816. sedangkan nilai standar deviasi yang menggambarkan

tingkat variasi data pada variabel financial distress yaitu sebesar 0.708.

c. Variabel financial target yang diukur dengan menggunakan indikator ROA

mempunyai nilai minimum -0.23 yang dimiliki oleh Bank Artha Graha

Internasional tahun 2019 yang berarti bahwa perusahaan tersebut memiliki

kemampuan paling rendah untuk mendapatkan laba diantara perusahaan

sampel. Sedangkan nilai maksimum dimiliki oleh Bank Central Asia yaitu

sebesar 3.13. Hasil analisis deskriptif dari variabel financial target

menunjukkan bahwa dari 104 sampel yang diolah memiliki nilai rata-rata

sebesar 1.178, yang berarti bahwa rata-rata kemampuan perusahaan

menghasilkan laba dari total aset adalah sebesar 0.1%. tingkat variasi data

dari variabel financial terget ditunjukan oleh nilai standar deviasi sebesar

0.795.

d. Variabel independent commisioners yang diukur menggunakan porsi dewan

komisaris independen mempuanyai nilai minimum 37.5% yaitu Bank

Danamon Indonesia pada tahun 2018 artinya perusahaan tersebut hanya

memiliki porsi dewan komisaris yang independen sebesar 37.% dari total

dewan komisaris perusahaan. sedangkan nilai maksimum dimiliki oleh Bank

97

Woori Saudara Indonesia yaitu sebesar 75%. Selanjutnya hasil analisis

deskriptif dari variabel independent commisionesr menunjukkan nilai rata-

rata sebesar 57.75%. Hal tersebut berarti bahwa rata-rata perusahaan

memiliki komisaris independen lebih dari setengah total dewan komisaris.

tingkat variasi data dari variabel independent commisioners ditunjukan oleh

nilai standar deviasi sebesar 8.623.

Selanjutnya variabel audit quality, change in auditor dan political connection

diukur dengan variabel dummy. Hasil statistik deskriptifnya dapat dilihat pada tabel

dibawah dan dijelaskan sebagai berikut :

Tabel 4.3 Hasil Uji Deskriptif 2

Sumber : Data sekunder yang diolah

a. Variabel audit quality yang diukur dengan menggunakan variabel dummy.

Perusahaan yang menggunakan jasa audit laporan keuangan dari kantor

akuntan publik big 4 memiliki atau diberi kode 1. Dari hasil statistik

deskriptif menunjukkan bahwa perusahaan yang menggunakan jasa KAP

big 4 memiliki persentase sebesar 69.23% dari total sampel. Sedangkan

perusahaan yang menggunakan jasa audit laporan keuangan dari KAP non

big 4 memiliki atau diberi kode 0. Dari hasil statistik deskriptif

menunjukkan bahwa perusahaan yang menggunakan kap non big 4

memiliki persentase sebesar 30.77%.

Variabel N Variabel Dummy

1 0

Audit Quaity 104 69.23% 30.77%

Change in Auditor 104 13.46% 86.54%

Political Connection 104 38.46% 61.54%

98

b. Variabel Change in Auditor juga yang diukur dengan menggunakan

variabel dummy. Perusahaan yang melakukan pergantian KAP yang

mengaudit laporan keuangannya memiliki atau diberi kode 1. Dari hasil

statistik deskriptif menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan

pergantian KAP yang mengaudit laporan keuangannya memiliki persentase

sebesar 13.46% dari total sampel. Sedangkan perusahaan yang tidak

melakukan pergantian kap yang mengaudit laporan keuangannya memiliki

atau diberi kode 0. Dari hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa

perusahaan yang tidak melakukan pergantian KAP yang mengaudit laporan

keuangannya memiliki persentase sebesar 86.54%.

c. Variabel political connection diukur dengan menggunakan variabel dummy.

Perusahaan yang memiliki salah satu dari dewan komisaris atau CEO yang

terkoneksi secara politik diberi kode 1. Dari hasil statistik deskriptif

perusahaan yang memiliki koneksi politik memiliki persentase 38.46% dari

total sampel. Sedangkan perusahaan yang salah satu dari dewan komisaris

atau CEO yang tidak terkoneksi secara politik diberi kode 0. Dari hasil

statistik deskriptif perusahaan yang tidak memiliki koneksi politik memiliki

persentase sebesar 61.54%.

2. Hasil Uji Outer Model dan Measurement model

a. Convergent Validity

Validitas corvergent merupakan indikator yang diukur berdasarkan

korelasi antara skor item/skor komponen dengan konstruk skor. Hal ini dapat

99

dilihat pada outer weights yang menggambarkan kontribusi antara setiap item

pengukuran (indikator) dengan konstruknya. Jika korelasi antara pengukuran

individu dan struktur yang akan diukur > 0,7 maka dianggap tinggi.

Tabel 4.4 Hasil Outer Weights

Indikator FT AQ CIA IC PC FD FFR

ROA 1,000

AQUALITY 1,000

ACHANGE 1,000

BODOUT 1,000

POLCON 1,000

Z-SCORE 1,000

F-SCORE 1,000

Sumber : Data sekunder yang diolah

Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software smartPLS

yang dapat dilihat pada tabel diatas, ketujuh indikator memiliki nilai weights

factor besar dari 0,7. Hal ini menunjukkan kontribusi antar konstruk dengan

indikator atau nilai outer model sudah memenuhi convergent validity.

b. Uji Discriminant Validity

Discriminant Validity adalah model pengukuran untuk memastikan

bahwa setiap konsep dari masing-masing variabel laten berbeda dengan

variabel lainya yang dinilai berdasarkan cross loading. Jika korelasi konstruk

dengan item pengukuran lebih besar dari pada ukuran konstruk lainnya, maka

menunjukkan nilai deskriminan validity lebih baik dibandingkan dengan blok

lainnya.

Tabel 4.5 Hasil dari Cross loading

100

Indikator FT AQ CA IC PC FD FFR

ROA 1,000 0,169 0,067 -0,170 0,432 -0,219 0,181

AQUALITY 0,169 1,000 -0,286 -0,034 0,099 -0,345 0,090

ACHANGE 0,067 -0,286 1,000 -0,080 -0,080 0,067 -0,118

BODOUT -0,170 -0,034 -0,077 1,000 -0,312 0,168 0,083

POLCON 0,432 0,099 -0,080 -0,312 1,000 -0,055 -0,099

Z-SCORE -0,219 -0,345 0,067 0,168 -0,055 1,000 -0,362

F-SCORE 0,181 0,090 -0,118 0,083 -0,099 -0,362 1,000

Sumber : Data sekunder yang diolah

Tabel diatas menunjukkan bahwa konstruk variabel financial target

memiliki nilai cross loading factor paling tinggi terhadap indikatornya ROA

dibandingkan dengan konstruk lainya, sehingga mempunyai discriminant

validity baik. Selanjutnya pada konstruk variabel audit quality memiliki nilai

cross loading factor lebih tinggi terhadap indikatornya AQUALITY

dibandingkan dengan konstruk lainya, sehingga mempunyai discriminant

validity baik. Berikutnya pada konstruk variabel change in auditor memiliki

nilai cross loading factor lebih tinggi terhadap indikatornya ACHANGE

dibandingkan dengan konstruk lainya, sehingga mempunyai discriminant

validity baik. kemudian pada konstruk variabel independent commisioners

memiliki nilai cross loading factor lebih tinggi terhadap indikatornya

BODOUT dibandingkan dengan konstruk lainnya, sehingga mempunyai

discriminant validity baik.

Selanjutnya untuk konstruk variabel political connection memiliki nilai

cross loading factor lebih tinggi terhadap indikatornya POLCON

dibandingkan dengan konstruk lainya, sehingga mempunyai discriminant

validity baik. Kemudian untuk konstruk variabel financial distress memiliki

nilai cross loading factor lebih tinggi terhadap indikatornya Z-SCORE

101

dibandingkan dengan konstruk lainya, sehingga mempunyai discriminant

validity baik. Terakhir untuk konstruk variabel fraudilent financial reporting

(FFR) memiliki nilai cross loading factor lebih tinggi terhadap indikatornya F-

SCORE dibandingkan dengan konstruk lainya, sehingga mempunyai

discriminant validity baik.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa semua variabel laten sudah

memiliki discriminant validity yang baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai loading

factor untuk setiap indikator dari masing-masing variabel mempunyai nilai

loading factor lebih besar dibandingkan dengan nilai loading factor variabel

lainnya.

Metode lain untuk mengukur discriminant validity adalah

membandingkan nilai root of average variance extracted (AVE) setiap

konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam

model. Jika nilai AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antara

konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai

discriminant validity yang baik. Nilai AVE yang direkomendasikan harus lebih

besar dari nilai 0,50 (Ghozali & Latan, 2015).

Tabel 4.6 Hasil dari Average Variance Extracted (AVE)

Indikator AVE

ROA 1,000

AQUALITY 1,000

ACHANGE 1,000

BODOUT 1,000

POLCON 1,000

Z-SCORE 1,000

F-SCORE 1,000

Sumber : data sekunder diolah

102

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa semua variabel laten memiliki

nilai AVE sebesar 1,000. nilai tersebut lebih besar dari 0,50 sehingga hal ini

menunjukkan bahwa semua variabel laten sudah memiliki discriminant validity

yang baik.

c. Hasil Uji Normalitas

Menurut Ghozali & Latan (2015) Uji normalitas dilakukan untuk

menguji apakah pada suatu model regresi mempunyai distribusi normal atau

tidak normal. Model regresi memerlukan normalitas pada residualnya bukan

pada masing-masing variabel penelitian. Uji normalitas dilakukan untuk

menguji apakah variabel dependen dan variabel independen dalam model regresi

memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas menggunakan

pengujian skewnes dan kurtosis dilakukan untuk mengetahui ukuran

kemencengan data. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan

memunculkan variabel unstandardized residual. Kemudian variabel

unstandardized residual diuji normalitas untuk mengetahui apakah data

terdistribusi secara normal atau tidak. hasilnya adalah seperti tabel dibawah

Tabel 4.7 Statistik Skewnes dan kurtosis

N Skewness Kurtosis

Statistic Statistic

Std.

Error Statistic

Std.

Error

Unstandardized

Residual 104 ,380 ,237 -,487 ,469

Valid N

(listwise) 104

103

Rasio skewnes = nilai statistik skewnes / Std.error

= 0,380/0,237

= 1,602

Rasio kurtosis = niai statistik kurtosis / Std.error

= -0,487/0,469

= -1,037

Berdasarkan hasil rasio skewnes dan kurtosis diatas menunjukan nilai

rasio skewnes dan kurtosis berada di antara -1,96 sampai +1,96 sehingga dapat

disimpulkan data sudah terdistribusi normal.

3. Hasil Uji Inner Model atau Structural Model

Berdasarkan teori substantif pengujian inner model atau structural model

dilakukan untuk mengetahui hubungan antar konstruk. Pengujian yang dilakukan

meliputi R-square, F-square. Q-square, model fit dan pengujian hipotesis. Untuk

lebih lengkapnya dijelaskan sebagai berikut :

a. Hasil R-Square

Model Struktural hasil PLS algorithm

104

Gambar 4. 1 Hasil PLS Algorithm

Tabel 4.8 Hasil R-Square

Sumber : Data diolah

Dalam pengolahan data menggunakan SmartPLS untuk mengetahui

pengaruh substantif antara variabel penilaian model dimulai dengan melihat nilai

R-square. Menurut Ghozali dan Latan (2015) nilai R-Square sebesar 0,75

dikategorikan model kuat, nilai R-Square 0,50 dikategorikan model moderat,

dan nilai R-square 0,25 dikategorikan model lemah.

Penelitian ini menggunakan dua variabel yang dipengaruhi oleh variabel

lainnya. variabel tersebut adalah financial distress dan FFR. Untuk variabel

financial distress dipengaruhi oleh variabel financial target, audit quality,

change in auditor, independent commisioners, dan political connection.

Sedangkan untuk variabel fraudulent financial reporting (FFR) dipengaruhi oleh

Variabel R-square

Financial Distress 0,171

FFR 0,207

105

financial target, audit quality, change in auditor, independent commisioners,

political connection dan financial distress.

Pada tabel diatas menunjukkan nilai R-square untuk variabel financial

distress didapatkan sebesar 0,171. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel

financial target, audit quality, change in auditor, independent commisioners,

dan political connection secara simultan mampu menjelaskan variabel financial

distress sebesar 17,1% sedangkan 82,9% sisanya dijelaskan oleh variabel lain

yang tidak dihipotesiskan dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian tersebut

dapat disimpulkan bahwa nilai R-Square untuk variabel financial distress

termasuk dalam kategori lemah. Hal tersebut terjadi karena financial distress

disebabkan oleh banyak faktor, baik internal maupun ekternal perusahaan.

Berikutnya nilai R-Square untuk variabel FFR didaptkan sebesar 20,7%.

Hasil tersebut menunjukkan variabel financial target, audit quality, change in

auditor, independent commisioners, political connection, dan financial distress

secara simultan mampu menjelaskan variabel fraudulent financial reporting

sebesar 20,7% sedangkan 79,3% sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

dihipotesiskan dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian tersebut dapat

disimpulkan nilai R-Square dari variabel FFR termasuk dalam kategori lemah.

Hal ini terjadi karena fraudulent financial reporting disebabkan oleh banyak

faktor, baik internal maupun ekternal perusahaan.

b. Hasil F-Square

106

F-Square atau Effect size dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai R-

square pada konstruk endogen. Perubahan nilai R-square menunjukkan

pengaruh konstruk eksogen terhadap konstruk endogen apakah memiliki

pengaruh yang subtantif. Menurut Sarstedt et al. (2017) nilai effect size 0,02

kategori kecil, 0,15 masuk kategori menengah dan 0,35 kategori besar.

Tabel 4.9 Hasil F-Square

Variabel F-Square

FD FFR

FT 0,032 0,047

AQ 0,106 0,008

CA 0,000 0,022

IC 0,027 0,014

PC 0,010 0,030

FD 0,139

FFR

Sumber : Data diolah

Berdasarkan tabel nilai F-Square diatas, yang efek size besar dengan

kriteria F-Square > 0,35 dan F-Square sedang dengan kriteria antara 0,15 sd

0,35 tidak ada. Selanjutnya untuk pengaruh FT terhadap FD, FT terhadap FFR,

AQ terhadap FD, CA terhadap FFR, IC terhadap FD, PC terhadap FFR dan FD

terhadap FFR termasuk kategori lemah sebab nilai F-Square berada dalam

rentang 0,02 sd 0,15. Sedangkan untuk pengaruh AQ terhadap FFR, CA

terhadap FD, IC terhadap FFR dan PC terhadap FD dapat diabaikan karena

mempunyai nilai F-square < 0,02.

c. Hasil Q-Square

Pengujian Q-Square dilakukan melalui metode blindfolding untuk

mengetahui seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga

estimasi parameternya. Nilai Q-Square harus mempunyai nilai lebih besar dari

107

nol untuk dapat mengkategorikan model mempunyai nilai predictive relevance

yang relevan. Besaran nilai Q-Square memiliki rentang 0<Q-Square>1. Medel

akan semakin baik jika nilai Q-Square mendekati 1. Menurut Ghozali & Latan

(2015) nilai predictive relevance 0,02 masuk kategori lemah, 0,15 moderat, dan

0,35 kuat.

Tabel 4.10 Hasil Q-Square

Variabel Q-Square

Financial Distress 0,136

FFR 0,121

Sumber : Data sekunder diolah

Pada tabel diatas menunjukkan nilai Q-Square untuk variabel financial

distress diperoleh sebesar 0,136. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel

financial distress memiliki nilai predictive relevan yang termasuk dalam

kategori lemah menuju moderat. Selanjutnya nilai Q-Square untuk variabel

FFR diperoleh sebesar 0,121. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel FFR

memiliki nilai predictive relevan yang termasuk dalam kategori lemah menuju

moderat. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian

ini variabel independen memiliki predictive relevan dengan variabel dependen.

d. Model Fit

Agar model memenuhi kriteria model fit, nilai SMSR harus kurang dari

0,05 (Cangur & Ercan, 2015). Tapi berdasarkan penjelasan dari website

SmartPLS kriteria atau batasan model fit antara lain: Nilai RMS Theta atau

Root Mean Square Theta < 0,102, Nilai SRMR atau Standardized Root Mean

Square <0,10 atau < 0,08 dan Nilai NFI > 0,9.

Tabel 4.11 Hasil Model Fit

108

Saturated Model Estimated Model

SRMR 0,000 0,000

d_ULS 0,000 0,000

d_G1 0,000 0,000

d_G2 0,000 0,000

Chi-Square 0,000

NFI 1,000 1,000

rms Theta 0,138

Berdasakan hasil model fit pada tabel diatas menunjukkan nilai RMS Theta

atau Root Mean Square Theta sebesar 0,138. Nilai tersebut lebih besar dari

0,102. Sehingga berdasarkan penilaian model tersebut tidak memenuhi kriteria

model fit. Namun jika dilihat berdasarkan nilai SRMR atau Standardized Root

Mean Square nilainya sebesar 0,000 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,10.

Maka model memenuhi kriteria model fit. Selanjutnya jika dilihat berdasarkan

nilai NFI yaitu sebesar 1,000 dimana nilai tersebut memiliki nilai lebih besar

dari 0,9. Maka model memenuhi kriteria model fit, sehingga dapat disimpulkan

bahwa d penilaian model berdasarkan SRMR dan NFI model fit dengan data.

e. Hasil Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh suatu

konstruk terhadap konstruk lainya melalui metode boothstrapping dengan

melihat koefisien parameter dan nilai t-statistik (Ghozali & Latan, 2015). Nilai

yang terdapat pada output path coefficient untuk menguji model struktural

digunakan sebagai dasar dalam pengujian hipotesis. Besarnya nilai t-satatistik

dijadikan sebagai acuan hasil hipotesis yang diajukan. Perbandingan nilai t-

statistik dan dengan t-tabel ditentukan pada batas 1,98. nilai tersebut diperoleh

109

dari nilai df sebesar 102 ( jumlah sampel dikurangi dua : 104-2) dan α sebesar

0,05 (two tailed). Batasan untuk menerima atau menolak hipotesis yang

diajukan adalah ±1,98. Dimana apabila nilai t-satatistik berada pada rentang -

1,98 sampai 1,98 maka hipotesis akan ditolak atau dengan kata lain menerima

nol (H0).

Tabel 4.12 Path Coeffiecents (Mean, STDEV, T-Value)

Variabel

Original

Sampel

(O)

Sample

Mean

(M)

Standard

Deviation

(StDev)

T-Statistic

(IO/StDev)

P-

Value

FT→FD -0,186 -0,184 0,093 2,004 0,046

AQ→FD -0,316 -0,322 0,091 3,462 0,001

CA→FD -0,010 -0,007 0,079 0,130 0,896

IC→FD 0,160 0,165 0,092 1,733 0,084

PC→FD -0,107 0,111 0,095 1,131 0,624

FT→FFR 0,223 0,210 0,111 2,018 0,044

AQ→FFR -0,092 -0,095 0,117 0,787 0,432

CA→FFR -0,140 -0,129 0,088 1,584 0,114

IC→FFR 0,112 0,115 0,093 1,204 0,229

PC→FFR -0,179 -0,175 0,095 1,131 0,259

FD→FFR -0,364 -0,377 0,104 3,514 0,000

Sumber : Data sekunder diolah

Tabel diatas menunjukkan bahwa pengaruh FT (financial target)

terhadap FD (fianancial distress) sebesar -0,186 dan signifikan pada 0,05

(2,004>1,98). Pengaruh AQ (audit quality) terhadap FD (financial distress)

sebesar -0,316 dan signifikan pada 0,05 (3,462>1,98). Pengaruh CA (change

in auditor) terhadap FD (fianancial distress) sebesar 0,010 dan signifikan pada

0,05 (0,130<1,98). Pengaruh IC (independent commisioners) terhadap FD

(financial distress) sebesar 0,160 dan signifikan pada 0,05 (1733<1,98).

Pengaruh PC (political connection terhadap FD (fianancial distress) sebesar

0,107 dan signifikan pada 0,05 (1,131<1,98).

110

Pengaruh FT (financial target) terhadap FFR (fraudulent financial

reporting) sebesar 0,123 dan signifikan 0,05 (2,018<1,98). Pengaruh AQ (audit

quality) terhadap FFR (fraudulent financial reporting) sebesar -0,092 dan

signifikan 0,05 (0,787<1,98). Pengaruh CA (change in auditor) terhadap FFR

(fraudulent financial reporting) sebesar -0,140 dan signifikan 0,05

(1,584<1,98). Pengaruh IC (independent commisioners) terhadap FFR

(fraudulent financial reporting) sebesar 0,112 dan signifikan 0,05

(1,204<1,98). Pengaruh PC (political connection) terhadap FFR (fraudulent

financial reporting) sebesar -0,179 dan signifikan 0,05 (1,734<1,98). Pengaruh

FD (financial distress) terhadap FFR (fraudulent financial reporting) sebesar -

0,364 dan signifikan 0,05 (3,514>1,98).

4. Hasil Uji Efek Intevening

Pengujian efek intervening dilakukan untuk mengetahui pengaruh tidak

langsung suatu konstruk terhadap konstruk lainya. Pengujian dilakukan melalui

metode boothstrapping dengan melihat koefisien parameter dan nilai t-statistik.

Nilai yang terdapat pada output specific indirect effect digunakan sebagai dasar

dalam pengujian efek intervening.

Tabel 4.13 Specific Indirect Effect (Mean, STDEV, T-Value)

Variabel

Original

Sampel

(O)

Sample

Mean

(M)

Standard

Deviation

(StDev)

T-Statistic

(IO/StDev)

P-

Value

FT→FD→FFR 0,068 0,070 0,042 1,620 0,106

AQ→FD→FFR 0,115 0,115 0,049 2,354 0,019

CA→FD→FFR -0,004 -0,004 0,029 0,130 0,896

111

IC→FD→FFR -0,058 -0,058 0,039 1,509 0,132

PC→FD→FFR -0,039 -0,039 0,038 1,091 0,309

Tabel diatas menunjukkan bahwa pengaruh FT (financial target) terhadap

FFR (fraudulent financial reporting) melalui FD (fianancial distress) sebesar

0,068 dan signifikan pada 0,05 (1,620>1,98). Kemudian pengaruh AQ (audit

quality) terhadap FFR (fraudulent financial reporting) melalui FD (financial

distress) sebesar 0,115 dan signifikan pada 0,05 (2,354>1,98). Selanjutnya

pengaruh CA (change in auditor) terhadap FFR (fraudulent financial reporting)

melalui FD (fianancial distress) sebesar -0,004 dan signifikan pada 0,05

(0,130<1,98). Kemudian pengaruh IC (independent commisioners) terhadap

FFR (fraudulent financial reporting) melalui FD (financial distress) sebesar -

0,058 dan signifikan pada 0,05 (1,509<1,98). Terakhir pengaruh PC (political

connection terhadap FFR (fraudulent financial reporting) melalui FD

(fianancial distress) sebesar -0,039 dan signifikan pada 0,05 (1,091<1,98).

5. Pembahasan

1. Pengaruh Financial Target terhadap Financial Distress

Pengujian hipotesis pengaruh financial target terhadap financial

distress dilakukan melalui metode boothstrapping memiliki nilai koefisien

jalur sebesar -0,186 dengan nilai t-statistik 2,004 dengan signifikansi 0,046.

Nilai tersebut lebih besar dari 1,98 dan lebih kecil dari 0,05. Hasil ini

menunjukkan bahwa financial target berpengaruh negatif secara signifikan

terhadap financial distress, sehingga hipotesis pertama (Ha1) diterima.

112

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa financial target yang diukur

dengan ROA pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI 2017-2020

memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perusahaan.

Tingginya ROA yang ditargetkan untuk dicapai perusahaan membuat

manajemen berusaha dengan keras untuk meningkatkan keuntungan

perusahaan, dengan meningkatnya keuntungan maka perusahaan akan

memiliki lebih banyak dana yang dapat digunakan. Sehingga dengan

banyaknya dana perusahaan akan membuat perusahaan jauh dari kondisi

financial distress. Selain itu perusahaan umumnya berusaha untuk

meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan aset. Sehingga

dengan adanya efisiensi penggunaan aset tersebut, maka biaya yang

dikeluarkan perusahaan akan berkurang. Berkurangnya biaya akan

menghasilkan penghematan sehingga dana untuk menjalankan perusahaan

akan bertambah. Hal tersebut membuat kemungkinan perusahaan mengalami

financial distress akan berkurang. Dari uraian diatas dapat disimpulkan

bahwa semakin tinggi nilai financial target maka kemungkinan perusahaan

untuk mengalami financial distress akan berkurang.

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Darsono

dan Ashari (2005) bahwa secara garis besar penyebab financial distress dapat

dibagi menjadi dua yaitu faktor ekternal dan faktor internal. Salah satu faktor

internal yang menyebabkan perusahaan mengalami financial distress yaitu

manajemen yang tidak efisien sehingga mengakibatkan kerugian terus

menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar

113

kewajiban. Kurangnya keterampilan dan keahlian manajemen merupakan

salah satu penyebab ketidakefisienan tersebut.

Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan

Geng et al. (2015), Lee dan Lee (2018) dan Ilman et al. (2009) yang

menemukan ROA memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial

distress. Hasil penelitian didukung oleh penelitian Hapsari (2018) yang

melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI

menemukan bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap financial distress. Hal

ini menunjukkan semakin tinggi ROA yang diperoleh perusahaan maka

kemungkinan perusahaan untuk mengalami financial distress akan

berukurang. Hasil penelitian ini juga didukung Widarjo dan Setiawan (2009)

yang melakukan penelitian pada perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI

yang menemukan bahwa profitabilitas yang diukur dengan ROA memiliki

pengaruh negatif secara signifikan terhadap financial distress. Hal ini

menunjukkan efisiensi dan efektivitas dari penggunaan aset perusahaan

karena rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba

berdasarkan penggunaan aset.

2. Pengaruh Audit Quality terhadap Financial Distress

Pengujian hipotesis pengaruh audit quality terhadap financial distress

dilakukan melalui metode boothstrapping memiliki nilai koefisien jalur

sebesar -0,316 dengan nilai t-statistik 3,462 dengan signifikansi 0,001, nilai

tersebut lebih besar dari 1,98 dan lebih kecil dari 0,05. Hasil ini menunjukkan

114

bahwa audit quality berpengaruh negatif secara signifikan terhadap financial

distress, sehingga hipotesis kedua (Ha2) diterima.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa audit quality yang diukur

dengan ukuran KAP yang mengaudit laporan keuangan perusahaan memiliki

pengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perusahaan. Auditor

bertugas untuk memeriksa dan memberikan opini terhadap laporan keuangan

perusahaan. Selain itu auditor juga memberikan masukan dan saran terhadap

pengendalian internal perusahaan melalui manajemen letter. Auditor yang

berasal dari KAP big 4 dianggap lebih memiliki keahlian yang lebih baik dari

auditor yang berasal dari KAP non big 4. Sehingga audit dari KAP big 4

dianggap memiliki kualitas yang lebih baik dari KAP non big 4.

Audit quality yang baik memberikan saran dan masukan terhadap

operasional dan pengendalian internal perusahaan sehingga menjadi referensi

bagi manajemen dalam pengambilan keputusan yang lebih baik dalam

memperbaiki sistem operasional dan pengendalian perusahaan sehingga bisa

bersaing dengan perusahaan lain. Selain itu saran dari auditor dapat juga

mendukung perusahaan menyesuaikan strategi bisnis dan mengurangi risiko

keuangan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Darsono dan

Ashari (2005) bahwa secara garis besar penyebab financial distress

disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor ekternal yaitu

perusahaan menghadapi persaingan bisnis yang sangat ketat yang menuntut

perusahaan agar selalu memperbaiki sistem operasional dan pengendalian

115

perusahaan sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain. Sistem

operasional dan pengendalian internal yang lebih baik akan memberikan nilai

tambah pada perusahaan diamata pelanggan.

Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Revina (2016)

yang menemukan bahwa audit quality memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap financial distress pada perusahaan sektor transportasi di Indonesia.

Selanjutnya penelitian ini mendukung hasil penelitian Chang dan Hwang

(2020) yang menemukan audit quality memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap financial distress. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Lu

dan Ma (2016) yang melakukan penelitian pada perusahaan yang melantai di

bursa China menemukan bahwa audit quality memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap financial distress. Yang berarti kualitas audit yang baik

dapat mengurangi kemungkinan financial distress.

3. Pengaruh Change in Auditor terhadap Financial Distress

Pengujian hipotesis pengaruh change in auditor terhadap financial

distress dilakukan melalui metode boothstrapping memiliki nilai koefisien

jalur sebesar -0,010 dengan nilai t-statistik 0,130, nilai tersebut lebih kecil

dari 1,98. Hasil ini menunjukkan bahwa change in auditor tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap financial distress, sehingga hipotesis ketiga (Ha3)

ditolak.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa change in auditor tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress. Hal ini berarti

bahwa keputusan perusahaan untuk melakukan pergantian auditor yang

116

mengaudit laporan keuanganya tidak memiliki hubungan dengan apakah

kondisi keuangan perusahaan sedang mengalami financial distress atau tidak.

Auditor bertugas untuk memeriksa dan memberikan opini terhadap laporan

keuangan perusahaan. Selain itu auditor juga memberikan masukan dan saran

terhadap pengendalian internal perusahaan melalui manajemen letter.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan NO:423/KMK.06/2002 tentang jasa

akuntan publik, akuntan publik hanya boleh mengaudit klien yang sama

maksimal 3 tahun secara berturut-turut dan untuk kantor akuntan publik

(KAP) paling lama lima tahun. Dikarenakan adanya aturan diatas maka

perusahaan melakukan pergantian auditornya hanya untuk pemenuhan

regulasi tersebut bukan karena perusahaan sedang mengalami financial

distress. Selain itu fee audit yang dibayarkan perusahaan terhadap auditor

baru tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan fee audit yang

dibayarkan ke auditor yang lama sehingga tidak akan mengganggu kondisi

keuangan perusahaan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Darsono

dan Ashari (2005) bahwa secara garis besar perusahaan mengalami financial

distress disebabkan oleh faktor internal dan ekternal. Faktor internal berupa

manajemen yang tidak efisien, ketidakseimbangan modal yang dimiliki dan

jumlah utang dan adanya kecurangan yang dilakukan. Sedangkan faktor

ekternal meliputi hubungan dengan pelanggan, pemasok kreditor, debitor,

kompetitor, dan kondisi ekonomi. Sehingga walaupun perusahaan melakukan

117

pergantian auditor, selagi tidak memiliki masalah diatas maka tidak akan

berpengaruh terhadap kondisi keuangan perusahaan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Susanto (2018) yang

menemukan bahwa tidak ada korelasi antara pergantian auditor dengan

financial distress. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Tan et al.

(2016) yang menunjukkan bahwa change in auditor tidak memiliki pengaruh

langsung terhadap kondisi financial distress perusahaan karena auditor

bukanlah orang yang mengelola perusahaan.

4. Pengaruh Independent Commisioners terhadap financial distress

Pengujian hipotesis pengaruh independent commisioners terhadap

financial distress dilakukan melalui metode boothstrapping memiiki nilai

koefisien jalur sebesar 0,160 dengan nilai t-statistik 1,733 dan signifikansi

0,084. Nilai tersebut lebih kecil dari 1,98 dan dan lebih besar dari 0,05. Hasil

ini menunjukkan bahwa independent commisioners tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap financial distress, sehingga hipotesis keempat (Ha4)

ditolak.

Hasil penelitian ini menunjukkan banyak atau sedikitnya proporsi

independent commisoners tidak memiliki pengaruh terhadap financial

distress. Salah satu mekanisme good corporate governance adalah adanya

dewan komisaris independen dimana memiliki tanggung jawab untuk

menghasilkan laporan keuangan yang andal yaitu dengan cara memastikan

perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun budaya

dan nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.

118

Komisaris independen sangat dibutuhkan sikap indepedensinya dalam

menjalankan tugasnya, namun terkadang seorang komisaris independen

memiliki sikap kurang independen dan tidak menjalani fungsinya sesuai

dengan peraturan BAPEPAM No.29/PM/2004 tentang pedoman komisaris

independen. Sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan lemahnya

pengawasan terhadap kinerja manajemen perusahaan dan tidak akan memiliki

pengaruh terhadap terjadinya financial distress. Selain itu seperti yang biasa

terjadi di negara berkembang indeks korupsi sangat tinggi. Sehingga sebagian

besar komisaris independen dipilih bukan karena keahlian dan pengalaman

mereka. Namun karena kontak jaringan mereka dan pemenuhan ketentuan

perusahaan yang menerapkan GCG yaitu 30% dari total dewan komisaris.

Hasil penelitian ini tidak mendukung teori keagenan yang berasumsi bahwa

komisaris independen diwajibkan di dewan komisaris untuk mengawasi dan

mengendalikan tindakan manajer dalam kaitannya dengan perilaku

oportunistik mereka (Jensen dan Merkling, 1976). Penelitian ini tidak

mendukung teori keagenan yang menyatakan bahwa kemampuan dewan

komisaris dalam mekanisme pengawasan yang efektif tergantung pada

indepedensinya terhadap manajemen (Beasley, 1996).

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Darsono

dan Ashari (2005) bahwa secara garis besar perusahaan mengalami financial

distress disebabkan oleh faktor internal dan ekternal. Faktor internal berupa

manajemen yang tidak efisien, ketidakseimbangan modal yang dimiliki dan

jumlah utang dan adanya kecurangan yang dilakukan. sehingga keberadaan

119

atau porsi independen komisioners yang banyak atau sedikit tidak

mempengaruhi kondisi financial distress perusahaan jika faktor diatas tidak

terjadi.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Nur

dan Yuyetta (2019) yang melakukan penelitian tentang pengaruh mekanisme

good corporate governace terhadap financial distress menemukan bahwa

komisaris independen tidak memiliki pengaruh terhadap financial distress.

Kemudian penelitian ini juga tidak mendukung penelitian yang dilakukan

oleh Hanifah dan Purwanto (2013) yang melakukan penelitian tentang

pengaruh struktur corporate governace terhadap kondisi financial distress

menemukan bahwa porsi dewan komisaris independen tidak memiliki

pengaruh terhadap financial distress. Selanjutnya hasil penelitian ini

mendukung penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Merkusiwati (2014)

yang melakukan penelitian tentang pengaruh mekanisme GCG terhadap

financial distress menemukan bahwa dewan komisaris independen tidak

memiliki pengaruh terhadap financial distress. Selain itu penelitian Kusanti

dan Andayani (2015) menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh dewan

komisaris terhadap financial distress.

Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh

Widhiadnyana dan Ratnadi (2019) yang menggunakan sampel semua

perusahaan yang terdaftar BEI menemukan bahwa proporsi dewan komisaris

independen memiliki pengaruh terhadap financial distress. Hasil penelitian

ini juga tidak sejalan dengan penelitian (Fathonah, 2017) yang menggunakan

120

perusahaan property dan real estate menemukan proporsi dewan komisaris

independen secara signifikan berpengaruh terhadap financial distrees.

Selanjutnya penelitian ini juga tidak mendukung penelitian Yudha (2014),

Revina (2016) dan Ananto et al (2017) yang menemukan porsi independent

commisoners berpengaruh terhadap financial distress.

5. Pengaruh political connection terhadap Financial Distress

Pengujian hipotesis pengaruh political connection terhadap financial

distress dilakukan melalui metode boothstrapping memiiki nilai koefisien

jalur sebesar -0,107 dengan nilai t-statistik 1,131 dan signifikansi 0,259 Nilai

tersebut lebih kecil dari 1,98 dan lebih besar dari 0,05. Hasil ini menunjukkan

bahwa political connection tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

financial distress, sehingga hipotesis ke-lima (Ha5) ditolak.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CEO atau dewan komisaris

yang memiliki political connection tidak berpengaruh terhadap financial

distress. Hal tersebut mungkin terjadi karena pada perusahaan yang memiliki

koneksi politik dan yang tidak memiliki koneksi politik memiliki kinerja

keuangan sama. CEO dan dewan komisaris memiliki peran penting dalam

perusahaan. CEO berperan sebagai pemimpin dalam menjalankan

operasional perusahaan dan mengambil keputusan tentang strategi dan arah

bisnis perusahaan, sedangkan dewan komisaris memiliki peran sebagai pihak

yang mengawasi dan memberikan masukan kepada CEO dalam menjalankan

operasional dan pengambilan keputusan. Apabila CEO atau dewan komisaris

terkoneksi secara politik, tentunya bukan menjadi permasalahan bagi

121

perusahaan karena sistem check and balance sudah diterapkan. Selain itu

perusahaan yang menjadi sampel yaitu perusahaan sektor keuangan

mayoritas telah well-establish dan menjadi sektor penyumbang profit cukup

besar di Indonesia. sehingga walaupun CEO atau dewan komisaris terkoneksi

politik, maka tidak akan berdampak pada kinerja perusahaan. Koneksi politik

yang dimiliki oleh CEO atau dewan komisaris perusahaan perbankan justru

akan mempermudah peluang perusahaan dalam menyalurkan kredit ke

pemerintah yang akan berpengaruh pada perolehan keuntungan bagi

perusahaan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Darsono

dan Ashari (2005) bahwa secara garis besar perusahaan mengalami financial

distress disebabkan oleh faktor internal dan ekternal. Faktor internal berupa

manajemen yang tidak efisien, ketidakseimbangan modal yang dimiliki dan

jumlah utang dan adanya kecurangan yang dilakukan. Sedangkan faktor

ekternal meliputi hubungan dengan pelanggan, pemasok kreditor, debitor,

kompetitor, dan kondisi ekonomi. Sehingga walaupun perusahaan memiliki

atau tidak memiliki koneksi politik, selagi tidak memiliki masalah diatas

maka tidak akan berpengaruh terhadap kondisi keuangan perusahaan.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Wulandari (2018)

yang meneliti pada perusahaan sektor pertambangan menemukan bahwa

political conncetion tidak memiliki pengaruh terhadap kondisi financial

distress perusahaan. Hasil ini tidak sesuai dengan apa yang dijelaskan Faccio

(2006) dimana biaya keagenan di perusahaan yang terhubung secara politik

122

lebih tinggi daripada biaya keagenan di perusahaan yang tidak terhubung

secara politik. Biaya agensi yang tinggi dapat mengurangi kinerja dan

meningkatkan risiko kesulitan keuangan.

Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Wu et al. (2012)

yang melakukan penelitian pada perusahaan China menemukan bahwa

perusahaan yang terkoneksi secara politik memiliki kinerja keuangan yang

lebih baik dari pada perusahaan yang tidak terkoneksi politik. Hasil penelitian

ini juga tidak mendukung penelitian Shen dan Lin, (2016) yang menemukan

perusahaan yang terkoneksi politik secara kuat dapat mengurangi kendala

keuangan. Selain itu Goldman et al. (2009) dan Nugrahanti et al. (2020) juga

menemukan koneksi politik memiliki pengaruh terhadap financial distress.

6. Pengaruh Financial Target terhadap Fraudulent financial reporting

Pengujian hipotesis pengaruh financial target terhadap fraudulent

financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping memiiki nilai

koefisien jalur sebesar 0,223 dengan nilai t-statistik 2,018 dan signifikansi

0,044. Nilai tersebut lebih besar dari 1,98 dan lebih kecil dari 0,05. Hasil ini

menunjukkan bahwa financial target berpengaruh positif secara signifikan

terhadap fraudulent financial reporting, sehingga hipotesis keenam (Ha6)

diterima.

Hasil penelitian ini menerima hipotesis yang diajukan yaitu financial

target berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting.

Setiap perusahaan tentunya memiliki target yang harus dicapai setiap tahun.

Target keuangan yang ingin dicapai sering kali diukur manggunakan rasio

123

ROA. ROA merupakan rasio yang mengukur seberapa besar return yang

dihasilkan dari penggunaan asset perusahaan dengan cara membandingkan

laba dengan total asset perusahaan. ROA sering digunakan oleh perusahaan

untuk menilai kinerja manajemen dalam menentukan besaran kenaikan upah

dan bonus. Target keuangan yang dimiliki manajemen perusahaan yang

terlalu tinggi cenderung mengakibatkan manajemen akan lebih ambisius,

sehingga akan menempuh berbagai cara untuk mencapai target yang

ditetapkan. Jadi jika semakin tinggi ROA perusahaan mengindikasikan

semakin tinggi laba yang didapatkan perusahaan sehingga kesan perusahaan

terkesan baik sehingga kemungkinan terjadinya fraudulent financial

reporting semakin tinggi.

Hasil penelitian ini mendukung teori fraud pentagon yang

menyatakan bahwa salah satu penyebab orang melakukan fraud adalah

dilatarbelakangi oleh tekanan. Tekanan berupa target kauangan berupa nilai

ROA yang tinggi yang diberikan kepada manajemen untuk memperoleh

kenaikan upah dan bonus akan membuat manajemen akan melakukan

berbagai cara untuk mencapai target tersebut termasuk dengan melakukan

fraudulent financial reporting.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Reskino dan Anshori

(2016) yang melakukan pendeteksian fraudulent financial reporting

menggunakan analisis fraud triangle menemukan bahwa financial target yang

diukur dengan ROA memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraudulent

financial reporting. Kemudian hasil penelitian ini juga mendukung

124

penelitian Manurung dan Hadian (2013) yang melakukan pendeteksian

kecurangan laporan keuangan dengan fraud triangle menemukan bahwa

financial target yang diproksikan dengan ROA memiliki pengaruh positif dan

signifikan terhadap fraudulent financial reporting. Selain itu hasil penelitian

ini juga mendukung penelitian Setiawati dan Baningrum (2018) yang

melakukan pendeteksian fraudulent financial reporting dengan

menggunakan fraud pentagon pada perusahaan manufaktur menemukan

bahwa financial target yang diukur dengan ROA memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap fraudulent financial reporting.

Hasil penelitian tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh

Apriliana dan Agustina (2017) yang melakukan penelitian pada perusahaan

manufaktur menemukan bahwa financial target yang diproksikan dengan

ROA tidak memiliki pengaruh terhadap fraudulent financial reporting.

Kemudian hasil penelitian ini juga tidak mendukung penelitian Harto (2016)

yang melakukan penelitian pada perusahaan keuangan dan perbankan

menemukan financial target yang diproksikan dengan ROA tidak memiliki

pengaruh terhadap fraudulent financial reporting. Selanjutnya penelitian ini

juga memiliki hasil yang berbeda dengan penelitian Skousen et al. (2009) dan

Sihombing & Rahardjo (2014) yang menyatakan bahwa financial target yang

diproksikan dengan ROA tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial

reporting.

7. Pengaruh Audit Quality terhadap Fraudulent Financial Reporting

125

Pengujian hipotesis pengaruh audit quality terhadap fraudulent

financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping memiiki nilai

koefisien jalur sebesar -0,092 dengan nilai t-statistik 0,787 dan signifikansi

0,432. Nilai tersebut lebih kecil dari 1,98 dan lebih besar dari 0,05. Hasil ini

menunjukkan bahwa audit quality tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap fraudulent financial reporting, sehingga hipotesis ketujuh (Ha7)

ditolak.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa audit quality yang diukur

dengan auditor eksternal yang mengaudit perusahaan tidak berpengaruh

terhadap terjadinya fraudulent financial reporting. Hal ini terjadi karena

peran auditor eksternal baik KAP big 4 ataupun KAP non big 4 mempunyai

peran yang sama dalam melakukan audit atas laporan keuangan serta menilai

salah saji material dan menentukan kekeliruan penyajian laporan keuangan

berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Persepsi bahwa KAP skala besar

dapat memberikan hasil audit yang berkualitas tinggi, namun persepsi ini

mungkin kurang tepat karena KAP big 4 belum tentu terbukti mengatasi

praktik fraudulent financial reporting. Hal ini dikarenakan perusahaan ingin

menunjukkan kinerja keuangan yang terlihat baik di mata investor dengan

mengabaikan keberadaan auditor big 4 dan non big 4.

Hasi penelitian ini sesuai dengan teori planned behavior yang

menjelaskan prilaku untuk melakukan sesuatu dipengaruhi oleh niat.

Meskipun manajemen menpunyai peluang untuk melakukan fraudulent

financial reporting dengan audit quality yang rendah yang berasal dari KAP

126

non big 4. Namun manajemen tidak melakukan hal tersebut karena beberapa

pertimbangan yaitu hal buruk yang akan terjadi kemudian, respon dari semua

orang dalam perusahaan, dan kesulitan dalam malakukan dan menutupi

prilaku tersebut.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Setiawati dan

Baningrum (2018) yang melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur

menemukan audit quality tidak memiliki pengaruh terhadap fraudulent

financial reporting. Selanjutnya hasil penelitian ini konsisten dengan

penelitian Harto (2016) yang meneliti pada perusahaan keuangan dan

perbankan menyatakan bahwa kualitas audit tidak memiliki pengaruh

terhadap terjadinya fraudulent financial reporting. Hasil penelitian ini juga

mendukung Indarto dan Ghozali (2016) yang menyatakan bahwa kualitas

auditor yang dihitung dari apakah perusahaan diaudit oleh kap big 4 atau non

big 4 tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraudulent financial

reporting.

Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Apriliana dan

Agustina (2017) dan Ozcelik (2020) menemukan bahwa audit quality yang

diukur dengan kualitas auditor eksternal berpengaruh terhadap frauulent

financial reporting.

8. Pengaruh Change in Auditor terhadap Fraudulent Financial Reporting

Pengujian hipotesis pengaruh change in auditor terhadap fraudulent

financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping memiliki nilai

koefisien jalur sebesar 0,140 dengan nilai t-statistik 1,584 dan signifikansi

127

0,114, nilai tersebut lebih kecil dari 1,98 dan lebih besar dari 0,05. Hasil ini

menunjukkan bahwa change in auditor tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap fraudulent financial reporting, sehingga hipotesis ke-delapan

(Ha8) ditolak.

Hasil penelitian ini tidak dapat membuktikan pengaruh yang

signifikan dari change in auditor terhadap fraudulent financial reporting. Hal

tersebut terjadi karena beberapa alasan yaitu auditor bertugas untuk

memeriksa dan memberikan opini terhadap laporan keuangan perusahaan.

Selain itu auditor juga memberikan masukan dan saran terhadap pengendalian

internal perusahaan melalui manajemen letter. Menurut Keputusan Menteri

Keuangan NO:423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik, akuntan

publik hanya boleh mengaudit klien yang sama maksimal 3 tahun secara

berturut-turut dan untuk kantor akuntan publik (KAP) paling lama lima tahun.

Jadi dapat disimpulkan perusahaan melakukan change in auditor disebabkan

bukan karena ingin mengurangi pendeteksian kecurangan laporan keuangan

oleh auditor lama, tetapi perusahaan mengganti auditor eksternal untuk

memenuhi peraturan pemerintah tersebut.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori planned of behavior yang

menjelaskan bahwa suatu prilaku terjadi karena atas dasar niat. Meskipun

manajemen dapat merasionalisasikan prilakunya yang melakukan fraudulent

financial reporting dengan cara melakukan pergantian auditor. Namun

manajemen tidak melakukan hal tersebut karena niat manajemen melakukan

128

pergantian auditor adalah memang hanya untuk pemenuhan regulasi atau

dalam teori planned behavior disebut Subjective norms.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Indarto dan Ghozali

(2016) dan Harto (2016) yang melakukan penelitian pada perusahaan

perbankan menemukan tidak terdapat pengaruh antara pergantian auditor

dengan kecurangan laporan keuangan. Selain itu hasil penelitian ini juga sama

dengan penelitian Skousen et al. (2009), Setiawati dan Baningrum (2018) dan

Apriliana dan Agustina, (2017) menemukan bahwa change in auditor tidak

memiliki pengaruh terhadap fraudulent financial reporting. Hasil penelitian

ini tidak mendukung hasil penelitian Utami dan Pusparini (2019), Ozcelik

(2020) dan Pusphita dan Yassa, (2018) yang menemukan bahwa terdapat

pengaruh change in auditor terhadap fraudulnet financial reporting.

9. Pengaruh Independent Commisoners terhadap Fraudulent Financial

Reporting

Pengujian hipotesis pengaruh independent commisoners terhadap

fraudulent financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping

memiliki nilai koefisien jalur sebesar 0,112 dengan nilai t-statistik 1,204 dan

signifikansi 0,229, nilai tersebut lebih kecil dari 1,98 dan lebih besar dari

0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa independet commisioners tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting,

sehingga hipotesis kesembilan (Ha9) ditolak.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa banyak atau atau sedikitnya

proporsi komisaris independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan

129

terhadap fraudulent financial reporting. Hal ini dapat disebabkan oleh

dewan komisaris bertugas untuk mengawasi dan memberikan saran atau

masukan kepada manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan

dan dalam pengambilan keputusan. Dewan komisaris yang berasal dari luar

perusahaan dinilai lebih independen dalam mengawasi manajemen dalam

menjalankan perusahaan. selain itu dewan komisaris independen dianggap

memiliki capabilitas yang lebih baik dalam mengawasi manajemen. Namun

kenyataaanya dewan komisaris tidak cukup kuat untuk menentukan

kebijakan perusahaan karena yang mengambil keputusan tetaplah

manajemen. Akubatnya pengawasan yang dilakukan oleh komisaris

independen tidak berjalan secara optimal. Selain itu hal ini terjadi bisa juga

karena pengangkatan dewan komisaris independen hanya untuk memenuhi

ketentuan yang berlaku minimal 30% dari total dewan komisaris dan tidak

bermaksud untuk menegakkan good corporate governanace (GCG) dalam

upaya pencegahan fraudulent financial reporting. Menurut Sihombing dan

Rahardjo (2014) akan berbeda jika terdapat intervensi terhadap dewan

komisaris independen yang mengakibatkan tidak obyektifnya pengawasan

yang dilakukan oleh dewan komisaris independen sehingga jumlah dewan

komisaris independen di suatu perusahaan bukan merupakan faktor yang

signifikan dalam meningkatkan pengawasan operasional perusahaan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa banyaknya dewan komisaris

independen tidak mempengaruhi adanya kecurangan laporan keuangan

yang terjadi.

130

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori plannned of behavior yang

menyatakan bahwa suatu prilaku tergantung kepada niat. Meskipun

manajemen diawasi oleh dewan komisaris yang memiliki proporsi

komisaris independen yang banyak atau sedikit yang memiliki capbility

yang lebih baik. Namun keputusan untuk melakukan fradulent financial

reporting tetap berada di tangan manajemen karena manajemen pihak yang

menjalankan operasional peusahaan dan pemgambil keputusan.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Akbar (2017) serta

Setiawati dan Baningrum (2018) yang melakukan penelitian pada

perusahaan manufaktur menemukan bahwa proporsi dewan komisaris

independen tidak memiliki pengaruh terhadap fraudulent financial

reporting. Selanjutnya penelitian Harto (2016) yang melakukan penelitian

pada perusahaan keuangan dan perbankan juga menemukan bahwa porsi

komisaris independen merupakan bukan faktor yang berpengaruh terhadap

fraudulent financial reporting. Hasil penelitian ini didukung juga oleh hasil

penelitian Apriliana dan Agustina (2017) dan Manurung dan Hardika (2015)

yang menemukan independent commisoners tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap fraudulent financial reporting.

10. Pengaruh Political Connection terhadap Fraudulent financial Reporting

Pengujian hipotesis pengaruh political connection terhadap

fraudulent financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping

memiiki nilai koefisien jalur sebesar -0,179 dengan nilai t-statistik 1,734 dan

signifikansi 0,084 nilai tersebut lebih kecil dari 1,98 dan lebih besar dari

131

0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa political connection tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting, sehingga

hipotesis ke-sepuluh (Ha10) ditolak.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa meskipun CEO atau dewan

komisaris perusahaan memiliki hubungan politik namun tidak

menyebabkan terjadinya fraudulent financial reporting. CEO dan dewan

komisaris memiliki peran penting dalam perusahaan. CEO berperan sebagai

pemimpin dalam menjalankan operasional perusahaan dan mengambil

keputusan tentang strategi dan arah bisnis perusahaan, sedangkan dewan

komisaris memiliki peran sebagai pihak yang mengawasi dan memberikan

masukan kepada CEO dalam menjalankan operasional dan pengambilan

keputusan. Apabila CEO atau dewan komisaris terkoneksi secara politik,

tentunya bukan menjadi permasalahan bagi perusahaan karena sistem check

and balance sudah diterapkan. Selain itu perusahaan perbankan memiliki

kapitalisasi terbesar di bursa saham dan merupakan perusahaan yang

memiliki banyak regulasi sehingga lebih diawasi oleh publik. Jika

perusahaan perbankan melakukan kecurangan akan memiliki potensi yang

besar untuk terdeteksi publik, sehingga manajemen lebih tidak berani

melakukan fraudulent financial reporting. Hasil penelitian tidak sesuai

dengan teori keagenan yang menggambarkan manajer atau komisaris

(politisi) dari perusahaan yang terhubung secara politik sebagai aktor yang

mementingkan diri sendiri, menghindari risiko, rasional yang mencoba

mengerahkan lebih sedikit upaya dan memproyeksikan kemampuan dan

132

keterampilan yang lebih tinggi daripada yang sebenarnya mereka miliki

(Lee dan Wei 2012).

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori planned of behavior yang

menyatakan bahwa suatu prilaku terjadi karena niat. Meskipun CEO atau

dewan komisaris terkoneksi secara politik namun tidak memiliki sifat

arrogance untuk melakukan fraudulent financial reporting. Hal tersebut

terjadi karena CEO dan komisaris melakukan tugas nya masing-masing

dengan baik sehingga sistem checks and balance berjalan dengan baik.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Yen (2013) yang

mengungkapkan bahwa political connection bukan merupakan faktor yang

menyebabkan perusahaan melakukan atau tidak melakukan frudulent

financial reporting. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian

Puspitasari dan Nugrahanti (2016) yang menemukan bahwa tidak terdapat

pengaruh hubungan politik dengan kecurangan laporan keuangan. Hasil

penelitian ini tidak mendukung penelitian Wang et al. (2017) dan Wu et al.

(2016) yang menemukan political connection memiliki pengaruh terhadap

fraudulent financial reporting.

11. Pengaruh Financial Distress terhadap Fraudulent Financial Reporting

Pengujian hipotesis pengaruh financial distress terhadap fraudulent

financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping memiliki nilai

koefisien jalur sebesar -0,364 dengan nilai t-statistik 2,514 dan signifikansi

0,000 nilai tersebut lebih besar dari 1,98 dan lebih kecil dari 0,05. Hasil ini

menunjukkan bahwa financial distress berpengaruh secara signifikan

133

terhadap fraudulent financial reporting, sehingga hipotesis ke-sebelas

(Ha11) diterima.

Hasil penelitian ini menunukkan terdapat pengaruh negatif yang

signifikan antara financial distress dan fraudulent financial reporting. Hal

ini menunjukkan bahwa manajer perusahaan akan melakukan fraudulent

financial reporting ketika perusahaan tidak dalam kondisi financial distress

dan akan melakukan sebaliknya jika perusahaan dalam financial distress.

Alasan utama mengapa perusahaan yang sedang mengalami financial

distress tidak terlibat dalam fraudulent financial reporting yaitu hal tersebut

akan memperburuk kondisi perusahaan. Keadaaan perusahaan yang sedang

mengalami kesulitan keuaangan tentu saja tidak akan menarik investor

untuk menanamkan modal nya. Oleh sebab itu manajemen akan berusaha

membangun citra perusahaan agar menjadi lebih baik dengan tidak

melakukan fraudulent financia reporting dan memperibaiki tata kelola

perusahaan agar terhindar dari indikasi fraud. Jadi dapat disimpulkan bahwa

manajemen tidak merasakan manfaat dengan melakukan fraudulent

financial reporting ketika perusahaan sedang mengalami financial distress.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori fraud pentagon yang

menyatakan bahwa kecurangan terjadi karena salah satunya tekanan.

Kondisi perusahaan yang mengalami tekanan secara keuangan berpotensi

membuat manajemen perusahaan untuk menghindari kondisi tersebut

supaya perusahaan masih terlihat memiliki kinerja yang bagus. Salah satu

134

cara untuk melakukan hal tersebut adalah dengan melakukan fraudulent

financial reporting.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ghazali et al. (2015)

yang melakukan penelitian tentang pengaruh financial distress terhadap

fraudulent financial reporting menemukan bahwa financial distress

berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent financial reporting. Hasil

penelitian ini juga konsisten dengan penelitian Riadiani dan Wahyudin

(2015) yang melakukan penelitian pengaruh GCG terhadap manajemen laba

dengan financial distress sebagai intervening menemukan bahwa financial

distress berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba yang

merupakan proksi salah satu pengukur fraudulent financial reporting. Hasil

penelitian ini juga mendukung Damayanti dan Kawedar (2018), Mardiana

(2015) dan Utami dan Pusparini (2019) yang menemukan bahwa financial

distress berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent fiancial

reporting.

,

12. Pengaruh Financial Target terhadap Fraudulent Financial Reporting

melalui Financial Distress

Pengujian hipotesis pengaruh intervening variabel financial distress

dalam hubungan tidak langsung variabel financial target terhadap

fraudulent financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping

pada bagian specific indirect effect memiliki nilai t-hitung signifikan pada

0,05 yaitu 1,685<1,98. Hasil ini menunjukkan bahwa financial target tidak

135

memiliki pengaruh terhadap fraudulent financial reporting setelah

dimediasi oleh financial distress. sehingga hipotesis ke- dua belas (Ha12)

ditolak. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh intervening secara

full mediating variabel financial distress pada hubungan tidak langsung

variabel financial target dengan fraudulent financial reporting. Hal ini

dikerenakan financial target yang secara langsung berpengaruh terhadap

fraudulent financial reporting, namun setelah dimediasi oleh financial

distress menjadi tidak berpengaruh.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh

intervening financial distress dalam hubungan tidak langsung antara

variabel financial taget dan fraudulent financial reporting. sehingga setelah

dimediasi oleh financial distress. financial target yang sebelumnya

berpengaruh menjadi tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial

reporting. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat terjadinya financial

distress membuat manajemen berusaha untuk memperbaiki kondisi

keuangan dan citra perusahaan dengan tidak melakukan fraudulent financial

reporting. sehingga target keuangan yang tinggi yang dimiliki oleh

manajemen tidak akan berpengaruh.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori planned of behavior yang

menyatakan bahwa suatu prilaku terjadi karena niat. Niat manajemen

perusahaan pada saat terjadinya financial distress adalah untuk

memperbaiki kinerja dan citra perusahaan. oleh karena itu berapapun target

136

yang diberikan kepada manajemen tidak akan membuat manajemen

melakukan fraudulent financial reporting.

Hasil penelitian tidak mendukung hasil penelitian Christian (2020)

yang menemukan terdapat pengaruh intervening variabel financial distress

dalam hubungan tidak langsung variabel pressure yang diproksikan dengan

financial target terhadap fraudulent financial reporting. Hasil penelitian ini

juga tidak mendukung hasil penelitian Nugroho et al. (2018) yang

menemukan profitabilitas yang diukur dengan ROA berpengaruh terhadap

fraudulent financial reporting melalui financial distress.

13. Pengaruh Audit Quality terhadap Fraudulent Financial Reporting

melalui Financial Distress

Pengujian hipotesis pengaruh intervening variabel financial distress

dalam hubungan tidak langsung audit quality terhadap fraudulent financial

reporting dilakukan melalui metode boothstrapping pada bagian specific

indirect effect memiiki nilai t-hitung signifikan pada 0,05 yaitu 2,415. Nilai

tersebut lebih besar dari 1,98. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

intervening secara partial mediation variabel financial distress pada hubungan

tidak langsung variabel audit quality dengan fraudulent financial reporting.

Hal ini dikarenakan variabel audit quality yang secara langsung berpengaruh

signifikan terhadap fraudulent financial reporting. namun setelah dimediasi

oleh financial distress tetap berpengaruh secara signifikan. sehingga hipotesis

ke- tiga belas (Ha13) diterima.

137

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa financial distress mampu

memediasi hubungan antara audit quality terhadap fraudulent financial

reporting. Hal ini dapat dijelaskan pada saat terjadinya financial distress, audit

quality berpengaruh positif secara signifikan terhadap fraudulent financial

reporting. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan KAP big 4 akan

meningkatkan kecenderungan manajemen untuk melakukan fraudulent

financial reporting. Alasan yang dapat menjelaskan hasil ini adalah bahwa

fraudulent financial reporting yang terjadi tidak sepenuhnya dapat dideteksi

oleh perusahaan yang menggunakan KAP big 4. Audit yang dilakukan oleh

KAP big 4 tidak selalu menjamin audit quality yang lebih tinggi. Hal ini

dibuktikan dengan fakta bahwa kasus penipuan akuntansi yang populer seperti

pada kasus ENRON, British Telecom, dan Farmasitis Ligand, Inc. semuanya

melibatkan KAP big 4 sebagai auditor eksternal mereka.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori planned of behavior yang

menyatakan bahwa suatu prilaku terjadi karena niat. Meskipun sudah diaudit

oleh auditor yang berasal dari KAP big 4 tidak menjamin manajemen tidak

akan melakukan fraudulent financial reporting. Jika manajemen memang

memiliki niat untuk melakukan kecurangan untuk keuntungan pribadinya

dengan mealukan manipulasi laporan keuangan maka bentuk pengawasan

berupa kualitas audit yang baik tidak mampu menghambat manajemen untuk

melakukan prilaku tersebut.

Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Yolanda et al.

(2019) yang menemukan bahwa financial distress tidak mampu memediasi

138

hubungan tidak langsung antara audit quality terhadap fraudulent financial

reporting yang diukur dengan manajemen.

14. Pengaruh Change in Auditor terhadap Fraudulent Financial Reporting

melalui Financial Distress

Pengujian hipotesis pengaruh intervening variabel financial distress

dalam hubungan tidak langsung change in auditor terhadap fraudulent

financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping pada bagian

specific indirect effect memiliki nilai t-hitung pada signifikan 0,05 yaitu-

0,122. Nilai tersebut lebih kecil dari 1,98. Hasil ini menunjukkan bahwa

tidak terdapat pengaruh intervening variabel financial distress pada

hubungan tidak langsung variabel change in auditor dengan fraudulent

financial reporting sehingga hipotesis ke-empat belas (Ha14) ditolak.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa financial distress tidak

mampu memediasi hubungan tidak langsung antara change in auditor

terhadap fraudulent financial reporting. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada

saat mengalami atau tidak mengalami financial distress, pergantian auditor

yang dilakukan perusahaan tidak akan menyebabkan terjadinya kecurangan

keuangan. Hal tersebut terjadi karena beberapa alasan yaitu auditor bertugas

untuk memeriksa dan memberikan opini terhadap laporan keuangan

perusahaan. Selain itu auditor juga memberikan masukan dan saran terhadap

pengendalian internal perusahaan melalui manajemen letter. Menurut

Keputusan Menteri Keuangan NO:423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan

139

publik, akuntan publik hanya boleh mengaudit klien yang sama maksimal

3 tahun secara berturut-turut dan untuk kantor akuntan publik (KAP) paling

lama lima tahun. Jadi dapat disimpulkan perusahaan melakukan change in

auditor disebabkan bukan karena ingin mengurangi pendeteksian

kecurangan laporan keuangan oleh auditor lama, tetapi perusahaan

mengganti auditor eksternal untuk memenuhi peraturan pemerintah

tersebut.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori planned of behavior yang

menjelaskan bahwa suatu prilaku terjadi karena atas dasar niat. Meskipun

manajemen dapat merasionalisasikan prilakunya yang melakukan

fraudulent financial reporting dengan cara melakukan pergantian auditor.

Namun manajemen tidak melakukan hal tersebut karena niat manajemen

melakukan pergantian auditor adalah memang hanya untuk pemenuhan

regulasi atau dalam teori planned behavior disebut Subjective norms.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Christian (2020) yang

menemukan bahwa rationalization yang diukur dengan change in auditor

tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting setelah dimediasi

oleh financial distress.

Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Liu dan Liu (2008)

yang menemukan bahwa perusahaan yang dalam keadaan yang sehat pada

tahun pergantian auditor, tidak memiliki kecenderungan untuk melakukan

fradulent financial reporting rendah. Sebaliknya perusahaan yang dalam

140

keadaan merugi pada tahun pergantian auditor memiliki motif yang kuat

untuk melakukan fradulent financial reporting.

15. Pengaruh Independent Commisoners terhadap Fraudulent Financial

Reporting melalui Financial Distress

Pengujian hipotesis pengaruh intervening variabel financial distress

dalam hubungan tidak langsung independent commisoners terhadap

fraudulent financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping

pada bagian specific indirect effect memiliki nilai t-hitung siknifikan pada

0,05 yaitu -1,509. Nilai tersebut lebih kecil dari 1,98. Hasil ini menunjukkan

bahwa tidak terdapat pengaruh intervening variabel financial distress pada

hubungan tidak langsung variabel independent commisioners dengan

fraudulent financial reporting sehingga hipotesis ke- lima belas (Ha15)

ditolak.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa financial distress tidak

mampu memediasi hubungan tidak langsung antara independent

commisioners terhadap fraudulent financial reporting. Hal ini dapat

dijelaskan bahwa pada saat mengalami atau tidak mengalami financial

distress, tinggi atau rendahnya proporsi komisaris independent tidak akan

berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan keuangan. Hal ini dapat

disebabkan oleh dewan komisaris bertugas untuk mengawasi dan

memberikan saran atau masukan kepada manajemen dalam menjalankan

operasional perusahaan dan dalam pengambilan keputusan. Dewan

141

komisaris yang berasal dari luar perusahaan dinilai lebih independen dalam

mengawasi manajemen dalam menjalankan perusahaan. selain itu dewan

komisaris independen dianggap memiliki capabilitas yang lebih baik dalam

mengawasi manajemen. Namun kenyataaanya dewan komisaris tidak cukup

kuat untuk menentukan kebijakan perusahaan karena yang mengambil

keputusan tetaplah manajemen. Akibatnya pengawasan yang dilakukan oleh

komisaris independen tidak berjalan secara optimal. Selain itu hal ini terjadi

bisa juga karena pengangkatan dewan komisaris independen hanya untuk

memenuhi ketentuan yang berlaku minimal 30% dari total dewan komisaris

dan tidak bermaksud untuk menegakkan good corporate governanace

(GCG) dalam upaya pencegahan fraudulent financial reporting. Menurut

(Sihombing & Rahardjo, 2014) akan berbeda jika terdapat intervensi

terhadap dewan komisaris independen yang mengakibatkan tidak

obyektifnya pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris independen

sehingga jumlah dewan komisaris independen di suatu perusahaan bukan

merupakan faktor yang signifikan dalam meningkatkan pengawasan

operasional perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa banyaknya

dewan komisaris independen tidak mempengaruhi adanya kecurangan

laporan keuangan yang terjadi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori plannned of behavior yang

menyatakan bahwa suatu prilaku tergantung kepada niat. Meskipun

manajemen diawasi oleh dewan komisaris yang memiliki proporsi

komisaris independen yang banyak atau sedikit, atau memiliki capbility

142

yang lebih baik. Namun keputusan untuk melakukan fradulent financial

reporting tetap berada di tangan manajemen karena manajemen pihak yang

menjalankan operasional peusahaan dan pemgambil keputusan.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Ewanto et al.

(2011) yang menemukan bahwa setelah dimediasi oleh financial distress,

proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap frauduent financial reporting.

16. Pengaruh Political Connection terhadap Fraudulent financial Reporting

melalui Financial Distress

Pengujian hipotesis pengaruh intervening variabel financial distress

dalam hubungan tidak langsung political connection terhadap fraudulent

financial reporting dilakukan melalui metode boothstrapping pada bagian

specific indirect effect memiliki nilai t-hitung signifikan pada 0,05 yaitu -

,035. Nilai tersebut lebih kecil dari 1,98. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak

terdapat pengaruh intervening variabel financial distress pada hubungan

tidak langsung variabel political connection dengan fraudulent financial

reporting sehingga hipotesis keenambelas (Ha16) ditolak.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa financial distress tidak

mampu memediasi hubungan tidak langsung antara political connection

terhadap fraudulent financial reporting. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada

saat mengalami atau tidak mengalami financial distress, ada atau tidaknya

hubungan politik pada perusahaan tidak akan berpengaruh terhadap

143

terjadinya kecurangan keuangan. CEO dan dewan komisaris memiliki peran

penting dalam perusahaan. CEO berperan sebagai pemimpin dalam

menjalankan operasional perusahaan dan mengambil keputusan tentang

strategi dan arah bisnis perusahaan, sedangkan dewan komisaris memiliki

peran sebagai pihak yang mengawasi dan memberikan masukan kepada

CEO dalam menjalankan operasional dan pengambilan keputusan. Apabila

CEO atau dewan komisaris terkoneksi secara politik, tentunya bukan

menjadi permasalahan bagi perusahaan karena sistem check and balance

sudah diterapkan. Selain itu perusahaan perbankan memiliki kapitalisasi

terbesar di bursa saham dan merupakan perusahaan yang memiliki banyak

regulasi sehingga lebih diawasi oleh publik. Jika perusahaan perbankan

melakukan kecurangan akan memiliki potensi yang besar untuk terdeteksi

publik, sehingga manajemen lebih tidak berani melakukan fraudulent

financial reporting.

Hasil penelitian tidak sesuai dengan teori keagenan yang

menggambarkan manajer atau komisaris (politisi) dari perusahaan yang

terhubung secara politik sebagai aktor yang mementingkan diri sendiri,

menghindari risiko, rasional yang mencoba mengerahkan lebih sedikit

upaya dan memproyeksikan kemampuan dan keterampilan yang lebih tinggi

daripada yang sebenarnya mereka miliki (Lee dan Wei 2012). Hasil

penelitian ini sesuai dengan teori planned of behavior yang menyatakan

bahwa suatu prilaku terjadi karena niat. Meskipun CEO atau dewan

komisaris terkoneksi secara politik namun tidak memiliki sifat arrogance

144

untuk melakukan fraudulent financial reporting. Hal tersebut terjadi karena

CEO dan komisaris melakukan tugas nya masing-masing dengan baik

sehingga sistem checks and balance berjalan dengan baik.

Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan

Ngan (2013) yang menyatakan bahwa ketika perusahaan ini menghadapi

kesulitan ekonomi atau financial distress banyaknya eksekutif yang

terhubung secara politik akan menyediakan lingkungan yang lebih kondusif

untuk perusahaan melakukan fraudulent financial reporting.

Tabel 4.14 Hasil Pengujian Hipotesis

No Hipotesis Hasil

Pengujian

1 Ha1 : Financial Target terhadap Financial Distress Diterima

2 Ha2 : Audit Quality terhadap Financial Distress Diterima

3 Ha3 : Change in Auditor terhadap Financial

Distress

Ditolak

4 Ha4 : Independent Commisoners terhadap

Financial Distress

Ditolak

5 Ha5 : Political Connection terhadap Financial

Distress

Ditolak

6 Ha6 : Financial Target terhadap Fraudulent

Financial Reporting

Diterima

7 Ha7 : Audit Quality terhadap Fraudulent Financial

Reporting

Ditolak

8 Ha8 : Change in Auditor terhadap Fraudulent

Financial Reporting

Ditolak

9 Ha9 : Independent Commisioners terhadap

Fraudulent Financial Reporting

Ditolak

10 Ha10 : Poitical Connection terhadap Fraudulent

Financial Reporting

Ditolak

11 Ha11 : Financial Distress terhadap Fraudulent

Financial Reporting

Diterima

12 Ha12 : Financial Target terhadap Fraudulent

Financial Reporting melalui Financial Distress

Ditolak

13 Ha13 : Audit Quality terhadap Fraudulent

Financial Reporting melalui Financial Distress

Diterima

14 Ha14 : Change in Auditor terhadap Fraudulent

Financial Reporting melalui Financial Distress

Ditolak

145

15 Ha15 : Independent Commisioners terhadap

Fraudulent Financial Reporting melalui Financial

Distress

Ditolak

16 Ha16 : Poitical Connection terhadap Fraudulent

Financial Reporting melalui Financial Distress

Ditolak

Hasil penelitian menemukan 5 dari 16 hipotesis diterima, sementara 11

hipotesis lainya ditolak. Hipotesis yang diterima dalam penelitian ini antara lain :

(1) financial target terhadap financial distress, (2) audit quality terhadap financial

distrees, (3) financial target terhadap fraudulent financial reporting, (4) financial

distress terhadap fraudulent financial reporting, dan (5) audit quality terhadap

fraudulent financial reporting melalui financial distress.

146

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh financial target, audit

quality, change in auditor, independent commisioners, dan political conncection

terhadap fraudulent financial reporting melaui financial distress. Pengujian

dilakukan dengan menggunakan software Smart PLS. Sampel yang digunakan

sebanyak 40 perusahaan perbankan yang listed di BEI dari tahun 2017 sampai tahun

2020.

Berdasarkan hasil analisis dan pengujian yang dilakukan maka dapat

disimpulkan bahwa financial target dan audit quality berpengaruh secara signifikan

terhadap financial distress. Sedangkan change in auditor, independent

commisioners dan political connection tidak berpengaruh terhadap financial

distress. Kemudian financial target dan financial distress berpengaruh secara

signifikan terhadap fraudulent financial reporting. Sedangkan audit quality, change

in auditor, independent commisioners dan political connection tidak berpengaruh

terhadap fraudulent financial reporting. Selanjutnya setelah dimediasi oleh

financial distress,audit quality berpengaruh secara signifikan terhadap fraudulent

financial reporting. Sedangkan setelah dimediasi oleh financial distress, variabel

financial target, change in auditor, independent commisioners dan political

connection tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting.

147

B. Implikasi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan yang berguna bagi

dunia akademis, yakni dalam mempelajari materi yang berhubungan dengan

variabel financial target, audit quality, change in auditor, independent

commisioners, dan political conncection, fraudulent financial reporting dan

financial distress.

Selain itu hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran

kepada perusahaan dan investor tentang faktor-faktor yang mempengaruhi financial

distress dan fraudulent financial reporting. Dengan memahami faktor-faktor

tersebut diharapkan perusahaan dan investor mampu mengambil langkah dan

keputusan yang tepat dalam upaya meminimalisir financial distress dan fraudulent

financial reporting.

C. Kontribusi

Adapun kontribusi dari penelitian ini dapat dilihat dari empat perspektif yaitu

perspektif praktis, perspektif teori, perspektif metodologi dan perspektif

bodyknowledge. Keempat perspektif ini akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.

1. Perspektif Praktis, penelitian ini dapat digunakan oleh investor sebagai

pengetahuan agar dapat memberikan perhatian lebih terhadap perusahaan

yang melakukan fruadulent financial reporting agar kesalahan dalam

pengambilan keputusan bisa dihindari.

2. Perspektif Teori, Penelitian ini berkontribusi dalam pengembangan ilmu

akuntansi dengan menerapkan elemen-elemen teori fraud Pentagon dalam

bidang akuntansi forensik. Selain itu penelitian ini dapat digunakan oleh

148

mahasiswa akuntansi, peneliti selanjutnya dan peneliti sendiri sebagai

referensi audit perbandingan ilmiah terutama faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi terjadinya fraudulent financial reporting.

3. Perspektif Metodologi, penelitian ini menggunakan PLS-SEM dengan

bantuan software Smart-PLS untuk menguji model penelitian pengaruh

fraud pentagon terhadap fraudulent financial reporting.

4. Perspektif Body knowledge, penelitian ini menggunakan F-score dalam

pengukuran fraudulent financial reporting. penelitian ini mengembangkan

model penelitan dengan menambahkan variabel financial distress sebagai

mediator dalam pengaruh fraud pentagon terhadap fraudulent financial

reporting .

D. Keterbatasan

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang mungkin dapat

menimbulkan ketidakakuratan dan bias pada hasil penelitian. Keterbatasan tersebut

antara lain :

1. Penelitian ini hanya menggunakan data sekunder yang terdapat dalam

laporan keuangan tahunan perusahaan yang diambil dan diolah.

2. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini hanya

perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2017-2020.

3. Penelitian ini hanya menggunakan variabel financial target, audit

quality, change in auditor, independent commisioners, dan political

149

conncection sebagai variabel yang diujikan sebagai faktor yang

mempengaruhi financial distress dan fraudulent financial reporting.

E. Saran

Berdasarkan keterbatasan diatas, berikut beberapa saran yang dapat menjadi

pertimbangan untuk penelitian yang akan datang :

1. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan data primer atau

mengkombinasikan antara data primer dan sekunder dalam menguji

faktor-faktor yang mempengaruhi financial distress dan fraudulent

financial reporting.

2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel yang lebih luas

dengan memasukkan semua sektor perusahaan yang terdaftar di BEI

atau menggunakan perusahaan sektor selain perbankan seperti

manufaktur, pertambangan, real estate dll.

3. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan faktor-faktor lain yang

dapat diuji sebagai faktor yang mempengaruhi financial distress dan

fraudulent financial reporting. Seperti laverage, financial stability,

nature of industy, audit opinion, change of directur, dll.

150

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, W., & Jogiyanto, H. (2015). Partial Least Square (PLS) : alternatif

Structural Equation Modeling (SEM) dalam penelitian bisnis. Andi.

Abdullahi, R., & Mansor, N. (2015). Concomitant Debacle of Fraud Incidences in

the Nigeria Public Sector: Understanding the power of Fraud Triangle Theory.

International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences,

5(9), 312–326. https://doi.org/10.6007/ijarbss/v5-i9/1833

ACFE. (2020). Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse: 2020

Global Fraud Study. Association of Certified Fraud Examiners, Inc., 88.

https://www.acfe.com/report-to-the-nations/2020

ACFE Asia Pasific. (2020). RTTN Asia Pacific Edition 2020. August, 1–16.

ACFE Indonesia. (2019). Survai Fraud Indonesia 2019. Survai Fraud Indonesiai

Fraud Indonesia, 76.

Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior And

Human Decision Procesesses, 50, 179–211.

https://doi.org/10.1080/10410236.2018.1493416

Ajzen, I. (2002). Perceived behavioral control, self-efficacy, locus of control, and

the theory of planned behavior. Journal of Applied Social Psychology, 32(4),

665–683. https://doi.org/10.1111/j.1559-1816.2002.tb00236.x

Akbar, C. (2018). Kasus SNP Finance, Kemenkeu Jatuhkan Sanksi ke Deloitte

Indonesia.pdf. Https://Bisnis.Tempo.Co/Read/1130928/Kasus-Snp-Finance-

Kemenkeu-Jatuhkan-Sanksi-Ke-Deloitte-Indonesia/Full&view=ok.

Akbar, T. (2017). Using Pentagon Theory on Manufacturing Companies in.

International Journal of Business, Economics and Law, 14(5), 106–113.

Albrecht, C., Skousen, C. J., Turnbull, C., & Zhang, Y. (2010). The relationship

between South Korean chaebols and fraud. Management Research Review,

33(3), 257–268. https://doi.org/10.1108/01409171011030408

Albrecht, W. S., Albrecht, C., & Albrecht, C. C. (2008). Current trends in fraud and

its detection. Information Security Journal, 17(1), 2–12.

https://doi.org/10.1080/19393550801934331

Altman, E. I. (2000). Predicting Financial Distress of Companies: Revisiting the Z-

Score and ZETA® Models. New York University, 1.

https://doi.org/10.4324/9781315064277

151

Altman, E. I., & Hotchkiss, E. (2005). Corporate Financial Distress and

Bankruptcy. In Corporate Financial Distress and Bankruptcy.

https://doi.org/10.1002/9781118267806

Ananto, R. P., Mustika, R., & Handayani, D. (2017). Pengaruh GCG, Leverage,

Profitabilitas Dan UP Terhadap FD Pada Perusahaan Barang Konsumsi Yang

Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Dharma

Andalas, 19(1), 92–105.

Annisya, M., Lindrianasari, & Asmaranti, Y. (2016). Pendeteksian Kecurangan

Laporan Keuangan Menggunakan Fraud diamond.. Jurnal Bisnis Dan

Ekonomi (JBE), 23(1), 72–89.

Aprilia, A. (2017). Analisis Pengaruh Fraud Pentagon Terhadap Kecurangan

Laporan Keuangan Menggunakan Beneish Model Pada Perusahaan Yang

Menerapkan Asean Corporate Governance Scorecard. Jurnal ASET

(Akuntansi Riset), 9(1), 101. https://doi.org/10.17509/jaset.v9i1.5259

Apriliana, S., & Agustina, L. (2017). The Analysis of Fraudulent Financial

Reporting Determinant through Fraud Pentagon Approach. Jurnal Dinamika

Akuntansi, 9(2), 154–165. https://doi.org/10.15294/jda.v7i1.4036

Ardiyani, S., & Utaminingsih, N. S. (2015). Analisis Determinan Financial

Statement Melalui Pendekatan Fraud Triangle. Accounting Analysis Journal,

4(1), 1–10. https://doi.org/10.15294/aaj.v4i1.7761

Baridwan, Z., Mardiati, E., & Adi, A. N. (2018). Profitability, Liquidity, Leverage

and Corporate Governance Impact on Financial Statement Fraud and Financial

Distress as Intervening Variable. Bulletin of Taras Shevchenko National

University of Kyiv Economics, 200, 66–74. https://doi.org/10.17721/1728-

2667.2018/200-5/9

Baron, R. M., & Kenny, D. A. (1986). The Moderator-Mediator Variable

Distinction in Social Psychological Research. Conceptual, Strategic, and

Statistical Considerations. Journal of Personality and Social Psychology,

51(6), 1173–1182. https://doi.org/10.1037/0022-3514.51.6.1173

Beasley, M. S. (1996). An empirical analysis of the relation betwen the board of

director compositon and financial statement fraud. The Accounting Review,

71(4), 443–465.

Cahyanti, D., & Wahidahwati. (2020). Analisis Fraud Pentagon terhadap

Kecurangan Laporan Keuangan. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 9(4), 1–24.

Cangur, S., & Ercan, I. (2015). Comparison of model fit indices used in structural

equation modeling under multivariate normality. Journal of Modern Applied

152

Statistical Methods, 14(1), 152–167.

https://doi.org/10.22237/jmasm/1430453580

Chan, K. C., Farrell, B., Healy, P., and Lee, P. (2011). Firm Performance Following

Auditor Changes For Audit Fee Savings. Journal of Business & Economics

Research, 9(10).

Chaney, P. K., Faccio, M., & Parsley, D. (2011). The quality of accounting

information in politically connected firms. Journal of Accounting and

Economics, 51(1–2), 58–76. https://doi.org/10.1016/j.jacceco.2010.07.003

Chang, S.-L., & Hwang, L.-J. (2020). the Role of Audit Quality in Financial

Distress: Evidence From China. International Journal of Organizational

Innovation, 12(4), 235–252.

Chang, X., Dasgupta, S., & Hikiry, G. (2009). The effect of auditor quality on

financing decisions. Accounting Review, 84(4), 1085–1117.

https://doi.org/10.2308/accr.2009.84.4.1085

Chen, C. L., Yen, G., & Chang, F. H. (2009). Strategic auditor switch and financial

distress prediction - Empirical findings from the TSE-listed firms. Applied

Financial Economics, 19(1), 59–72.

https://doi.org/10.1080/09603100701222259

Chen, H., Chen, J. Z., Lobo, G. J., & Wang, Y. (2011). Effects of audit quality on

earnings management and cost of equity capital: Evidence from China.

Contemporary Accounting Research, 28(3), 892–925.

https://doi.org/10.1111/j.1911-3846.2011.01088.x

Chowdhury, D. (2004). Incentives, Control and Development: Governance in

Private and Public Sector with Special Reference to Bangladesh. In University

press.

Christian, N. (2020). Behavioral Strategy Analysis Using the Fraud Diamond

Theory Approach To Detecting Corporate Fraud in Indonesia Behavioral

Strategy Analysis Using the Fraud Diamond Theory Approach To Detecting

Corporate Fraud in Indonesia. International Journal of Business and

Management Invention (IJBMI), 9(April), 66–74. www.ijbmi.org66%7C

Clinard, M. B., & Cressey, D. R. (1953). Other People’s Money: A Study in the

Social Psychology of Embezzlement. American Sociological Review, 19(3),

362. https://doi.org/10.2307/2087778

Correia, M. M. (2014). Political connections and SEC enforcement. Journal of

Accounting and Economics, 57(2–3), 241–262.

https://doi.org/10.1016/j.jacceco.2014.04.004

153

Damayanti, C. R., & Warsito Kawedar. (2018). Pengaruh Profitabilitas, Mekanisme

Pemantauan Dan Financial Distress Terhadap Manajemen Laba. Diponegoro

Journal of Accounting, 7(4), 1–9.

Daniel T. H. Manurung, A. L. H. (2015). Analysis of Factors That Influence

Financial Statement Fraud In The Perspective Fraud Triangle: Empirical Study

on Banking Companies In Indonesia. International Conference on Accounting

Studies (ICAS). https://doi.org/10.4108/eai.18-7-2019.2288648

Darmawan, A., & Oktoria, S. (2017). the impact of auditor quality, financial

stability, and financial targrt for fraudulent financial statement. Journal of

Applied Accounting and Taxation, 2(1), 9–14.

Darsono, & Ashari. (2005). Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. In

Salemba Empat.

Deangelo, L. E. (1981). Auditor Size and Auditor Quality. Journal of Accounting

and Economics, 3, 183–199. https://doi.org/10.21608/ejchem.2010.1261

Dechow, P. M., Ge, W., Larson, C. R., & Sloan, R. G. (2011). Predicting Material

Accounting Misstatements. Contemporary Accounting Research, 28(1), 17–

82. https://doi.org/10.1111/j.1911-3846.2010.01041.x

Donelson, D. C., McInnis, J., & Mergenthaler, R. D. (2016). The effect of

governance reforms on financial reporting fraud. Journal of Law, Finance, and

Accounting, 1(2), 235–274. https://doi.org/10.1561/108.00000005

Doyle, J., Ge, W., & McVay, S. (2007). Determinants of weaknesses in internal

control over financial reporting. Journal of Accounting and Economics, 44(1–

2), 193–223. https://doi.org/10.1016/j.jacceco.2006.10.003

E Janrosl, V. S., & Lim, J. (2019). Analisis Pengaruh Good Corporate Governance

terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI.

Owner, 3(2), 226. https://doi.org/10.33395/owner.v3i2.144

Eisenhardt, K. (1989). Agency Theory: An Assessment and Review. Academy of

Management Review, 14(1), 57–74.

Ewanto, M., Haryeti, & Fathoni, F. (2011). Pengaruh Mekanisme Good Corporate

Governance, Financial Distress Terhadap Earning Management dengan

Variabel Financial Distress sebagai Mediasi : Studi Empiris Pada Perusahaan

Pertambangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Ekonomi, 26.

Faccio, M. (2006). Politically connected firms. American Economic Review, 96(1),

369–386. https://doi.org/10.1257/000282806776157704

154

Fadhilah, F. N., & Syafruddin, M. (2013). Analisis Pengaruh Karakteristik

Corporate Governance Terhadap Kemungkinan Financial Distress.

Diponegoro Journal of Accounting, 0(0), 758–772.

Fathonah, A. N. (2017). Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance

Terhadap Financial Distress. Jurnal Ilmiah Akuntansi, 1(2), 133–150.

https://doi.org/10.23887/jia.v1i2.9989

Francis, J. R., Michas, P. N., & Yu, M. D. (2013). Office size of big 4 auditors and

client restatements. Contemporary Accounting Research, 30(4), 1626–1661.

https://doi.org/10.1111/1911-3846.12011

Geng, R., Bose, I., & Chen, X. (2015). Prediction of financial distress: An empirical

study of listed Chinese companies using data mining. In European Journal of

Operational Research (Vol. 241, Issue 1). Elsevier B.V.

https://doi.org/10.1016/j.ejor.2014.08.016

Ghazali, A. W., Shafie, N. A., & Sanusi, Z. M. (2015). Earnings Management: An

Analysis of Opportunistic Behaviour, Monitoring Mechanism and Financial

Distress. Procedia Economics and Finance, 28(April), 190–201.

https://doi.org/10.1016/s2212-5671(15)01100-4

Ghozali. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS 25

(Sembilan). Universitas Diponegoro Semarang.

Ghozali, I., & Latan, H. (2015). Partial Least Squares Konsep Teknik dan Aplikasi

Dengan Program Smart PLS 3.0. Universitas Diponegoro Semarang.

Goldman, E., Rocholl, J., & So, J. (2009). Do politically connected boards affect

firm value. Review of Financial Studies, 22(6), 2331–2360.

https://doi.org/10.1093/rfs/hhn088

Hakim, ifsan L. (2015). Skandal Terungkap Ceo Toshiba Mundur. In

https://www.liputan6.com/saham/read/2277114/skandal-terungkap-ceo-

toshiba-mundur (Vol. 12, Issue 4, pp. 564–578).

Halim, D. (2020). 5 Fakta Baru Kasus Jiwasraya, Laba Semu hingga Janji Jaksa

Agung Ungkap Tersangka. Www.Kompas.Com,

Hanifah, O. E., & Purwanto, A. (2013). Pengaruh Struktur Corporate Governance

Dan Financial Indicators Terhadap Kondisi Financial Distress. Diponegoro

Journal of Accounting, 2(2), 648–662.

Hapsari, E. I. (2018). Kekuatan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi

Financial Distress Perusahaan Manufaktur Di Bei. Jurnal Dinamika

Manajemen, 9(2), 140–148.

155

Harto, C. T. & P. (2016). Pengujian Teori Fraud Pentagon Pada Sektor Keuangan

Dan Perbankan Di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi, 1–21.

Hasnan, S., Abdul Rahman, R., & Mahenthiran, S. (2013). Management motive,

weak governance, earnings management, and fraudulent financial reporting:

Malaysian evidence. Journal of International Accounting Research, 12(1), 1–

27. https://doi.org/10.2308/jiar-50353

Hussein, A. S. (2015). Penelitian Bisnis dan Manajemen Menggunakan Partial

Least Squares dengan SmartPLS 3.0. Universitas Brawijaya, 1, 1–19.

https://doi.org/10.1023/A:1023202519395

Ilman, M., Zakaria, A., & Nindito, M. (2009). The Influence of Micro and Macro

Variables Toward Financial Distress Condition on Manufacture Companies

Listed in Indonesia Stock Exchange in 2009. 1–12.

Indarto, S. L., & Ghozali, I. (2016). Fraud diamond: Detection analysis on the

fraudulent financial reporting. Risk Governance and Control: Financial

Markets and Institutions, 116–123. https://doi.org/10.22495/rcgv6i4c1art1

Irene. (2020). Fakta Terkini Kasus Jiwasraya, Manipulasi Laporan Keuangan

hingga Rencana Penyelesaian. Https://Economy.Okezone.Com

Jan, A., & Marimuthu, M. (2016). Bankruptcy Profile of Foreign versus Domestic

Islamic Banks of Malaysia: A Post Crisis Period Analysis. International

Journal of Economics and Financial Issues, 6(1), 332–347.

Jensen & meckling. (1976). Theory of The Firm : Managerial Behavior, Agency

Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3, 305–360.

https://doi.org/10.1177/0018726718812602

Juliandi, A., & Manurung, S. (2014). Metode Penelitian Bisnis. UMSU Press.

Kamarudin, K. A., Ismail, W. A. W., & Alwi, M. (2014). The Effects of Audit

Committee Attributes on Fraudulent Financial Reporting. Journal of Modern

Accounting and Auditing, 10(5), 507–514.

Kelly, P., & Hartley, C. A. (2010). Casino gambling and workplace fraud: a

cautionary tale for managers. Management Research Review, 33(3), 224–239.

https://doi.org/10.1108/01409171011030381

KMK NO: 423/KMK.06/2002, (2002).

Kusanti, O., & Andayani dan Andayani. (2015). Pengaruh Good Corporate

Governance Dan Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress. Jurnal Ilmu &

156

Riset Akuntansi, 4(10), 1–22.

kusumawardhani prisca. (2013). Deteksi Financial Statement Fraud dengan analisis

Fraud Triangle pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI. Universitas

Negeri Surabaya, 1(3). https://doi.org/10.1002/9781119723349.ch15

Lee, B. H., & Lee, S. H. (2018). A study on financial ratio and prediction of

financial distress in financial markets. Journal of Distribution Science, 16(11),

21–27. https://doi.org/10.15722/jds.16.11.201811.21

Lennox, C., & Pittman, J. A. (2010). Big five audits and accounting fraud.

Contemporary Accounting Research, 27(1), 209–247.

https://doi.org/10.1111/j.1911-3846.2010.01007.x

Lestari, M. I., & Henny, D. (2019). Pengaruh Fraud Pentagon Terhadap Fraudulent

Financial Statements Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa

Efek Indonesia Tahun 2015-2017. Jurnal Akuntansi Trisakti, 6(1), 141.

https://doi.org/10.25105/jat.v6i1.5274

Lin, J. W., & Hwang, M. I. (2010). Audit Quality, Corporate Governance, and

Earnings Management: A Meta-Analysis. International Journal of Auditing,

14(1), 57–77. https://doi.org/10.1111/j.1099-1123.2009.00403.x

Lisa, O. (2012). Asimetri Informasi Simetri Informasi dan Manajemen Laba. Jurnal

WIGA: Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi, 2(1), 42–49.

Liu, W., & Liu, X. (2008). Auditor switching, earnings manipulation and auditor

independence: Evidence from A-share listed companies in China. Frontiers of

Business Research in China, 2(2), 283–302. https://doi.org/10.1007/s11782-

008-0017-4

Lokanan, M., & Sharma, S. (2018). A Fraud Triangle Analysis of the Libor Fraud.

Journal of Forensic & Investigative Accounting, 10(2), 187–212.

Lu, Y., & Ma, D. (2016). Audit quality and financial distress : Evidence from China.

WSEAS Transsaction on Bussines and Economics 13, 330–340.

Manurung, D. T. H., & Hardika, A. L. (2015). Analysis of factors that influence

financial statement fraud in the perspective fraud diamond: Empirical study on

banking companies listed on the Indonesia Stock Exchange year 2012 to 2014.

International Conference on Accounting Studies (ICAS), August.

www.icas.my

Manurung, D. T., & Hadian, N. (2013). Detection Fraud of Financial Statement

with Fraud Triangle. Proceedings of 23rd International Business Research

Conference, 978–1.

157

Mardiana, A. (2015). Effect Ownership, Accountant Public Office, and Financial

Distress to the Public Company Financial Fraudulent Reporting in Indonesia.

Journal of Economics and Behavioral Studies, 7(2(J)), 109–115.

https://doi.org/10.22610/jebs.v7i2(j).568

Marks, J. T. (2012). Playing offense in a high-risk environment. Crowe Horwath,

94(8), 14.

Nehme Azoury. (2012). Corporate governance and firms in financial distress :

evidence from a Middle Eastern country Charbel Salloum * and Nehme

Azoury. 7(1), 1–17.

Ngan, S. C. (2013). The impact of politically-connected executives in fraudulent

financial reporting: Evidence based on the H shares1. African Journal of

Business Management, 7(18), 1875–1884.

https://doi.org/10.5897/ajbm12.530

Nindito, M. (2018). Financial Staement Fraud : Perspective of the Pentagon Fraud

Model in Indonesia. Academy of Accounting and Financial Studies Journal,

22(2), 1–9.

Noorhayati Mansor. (2015). Fraud Triangle Theory and Fraud Diamond Theory.

Understanding the Convergent and Divergent For Future Research.

International Journal of Academic Research in Accounting, Finance and

Management Sciences, 5(4), 38–45. https://doi.org/10.6007/ijarafms/v5-

i4/1823

Nugrahanti, Y. W., Sutrisno, T., Rahman, A. F., & Mardiati, E. (2020). Do firm

characteristics, political connection and corporate governance mechanism

affect financial distress? (Evidence from Indonesia). International Journal of

Trade and Global Markets, 13(2), 220–250.

https://doi.org/10.1504/IJTGM.2020.106753

Nugroho, A. A., Baridwan, Z., & Mardiati, E. (2018). Pengaruh Profitabilitas,

Likuiditas, Leverage, dan Corpo-Rate Governance Terhadap Kecurangan

Laporan Keuangan, Serta Financial Distress Sebagai Variabel Intervening.

Media Trend, 13(2), 219. https://doi.org/10.21107/mediatrend.v13i2.4065

Nur, E., & Yuyetta, A. (2019). Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate

Governance. Diponegoro Journal of Accounting, 1(1), 1–15.

Ozcelik, H. (2020). An Analysis of Fraudulent Financial Reporting Using the

Fraud Diamond Theory Perspective: An Empirical Study on the

Manufacturing Sector Companies Listed on the Borsa Istanbul. 102, 131–153.

https://doi.org/10.1108/s1569-375920200000102012

Pamungkas, I. D. et al. 2018. (2018). Corporate Governance Mechanisms in

158

Preventing Accounting Fraud: A Study of Fraud Pentagon Model. Journal of

Applied Economic Sciences, 13(2).

Panda, B., & Leepsa, N. M. (2017). Agency theory: Review of theory and evidence

on problems and perspectives. Indian Journal of Corporate Governance,

10(1), 74–95. https://doi.org/10.1177/0974686217701467

Piatt, H. D., & Piatt, M. B. (2002). Predicting corporate financial distress:

Reflections on choice-based sample bias. Journal of Economics and Finance,

26(2), 184–199. https://doi.org/10.1007/bf02755985

Pusphita Y., & Yassa, W. (2018). Fraud Pentagon Analysis in Detecting Fraudulent

Financial Reporting ( Study on Indonesian Capital Market ). International

Journal of Sciences: Basic and Applied Research, 42(5), 93–109.

Puspitaningrum, M. T., Taufiq, E., & Wijaya, S. Y. (2019). Pengaruh Fraud

Triangle Sebagai Prediktor Kecurangan Pelaporan Keuangan. Jurnal Bisnis

Dan Akuntansi, 21(1), 77–88. https://doi.org/10.34208/jba.v21i1.502

Puspitasari, A., & Nugrahanti, Y. W. (2016). Pengaruh hubungan politik, ukuran

KAP, dan audit tenure terhadap manajemen laba riil. Journal Akuntansi Dan

Keuangan, 18(1), 27–43. https://doi.org/10.9744/jak.18.1.27-43

Putri, N. W. K. A., & Merkusiwati, N. K. L. A. (2014). Pengaruh Mekanisme

Corporate Governance, Likuiditas, Leverage, Dan Ukuran Perusahaan Pada

Financial Distress. E-Jurnal Akuntansi, 7(1), 93–106.

Quraini, F., & Rimawati, Y. (2019). Determinan Fraudulent Financial Reporting

Using Fraud Pentagon Analysis. Journal of Auditing, Finance, and Forensic

Accounting, 6(2), 105–114. https://doi.org/10.21107/jaffa.v6i2.4938

Rae, K., & Subramaniam, N. (2008). Quality of internal control procedures:

Antecedents and moderating effect on organisational justice and employee

fraud. Managerial Auditing Journal, 23(2), 104–124.

https://doi.org/10.1108/02686900810839820

Reskino, R., & Anshori, M. F. (2016). Model Pendeteksian Kecurangan Laporan

Keuangan dengan Analisis Fraud Triangle. Jurnal Akuntansi Multiparadigma,

95, 256–269. https://doi.org/10.18202/jamal.2016.08.7020

Revina, Y. J. (2016). Internal and External Mechanism of Corporate Governance in

Mitigating Financial Distress on. Proceedings: The 2nd International

Conference on Business Management (ICBM2016), 2(1), 978–967.

Riadiani, Ajeng Rizka & Wahyudin, A. (2015). Pengaruh Good Corporate

Governance Terhadap Manajemen Laba Dengan Financial Distress Sebagai

159

Intervening. Accounting Analysis Journal, 4(3), 1–9.

https://doi.org/10.15294/aaj.v4i3.8307

Rina Anggraeni. (2021). BPK Sebut Risiko Kecurangan Anggaran Meningkat Saat

krisis-dikonversi.pdf. Https://Www.Idxchannel.Com /Economics/Bpk-Sebut-

Risiko-Kecurangan-Anggaran-Meningkat-Saat-Covid-19.

Sarstedt, M., Christian, M. R., & F. Hair, J. (2017). Partial least squares structural

equation modeling with R. In Practical Assessment, Research and Evaluation

(Vol. 21, Issue 1).

SAS no 99. (2020). Statements on Auditing Standards 99. In Annual Update for

Accountants and Auditors. https://doi.org/10.1002/9781119784661.ch7

Septiadi, A. (2020). Skandal Wirecard guncang industri keuangan Jerman,

pemerintah menyerukan reformasi. Https://Internasional.Kontan.Co.Id/

Septriyani, Y., & Handayani, D. (2018). Mendeteksi Kecurangan Laporan

Keuangan dengan Analisis Fraud Pentagon. Jurnal Akuntansi, Keuangan Dan

Bisnis, 11(1), 11–23. http://jurnal.pcr.ac.id

Setiawati, E., & Baningrum, R. M. (2018). Deteksi Fraudulent Financial Reporting

Menggunakan Analisis Fraud Pentagon : Studi Kasus Pada Perusahaan

Manufaktur Yang Listed Di BEI Tahun 2014-2016. Riset Akuntansi Dan

Keuangan Indonesia, 3(1953), 91–106.

Shen, C. H., & Lin, C. Y. (2016). Political connections, financial constraints, and

corporate investment. Review of Quantitative Finance and Accounting, 47(2),

343–368. https://doi.org/10.1007/s11156-015-0503-7

Sihombing, K. S., & Rahardjo, S. N. (2014). Analisis Fraud Diamond dalam

Mendeteksi Financial Staement Fraud : Studi Empiris pada Perushaan

Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012.

Diponegoro Journal of Accounting, 03(02).

https://doi.org/10.25105/semnas.v0i0.5780

Siregar, R., & Fauzie, S. (2014). Analisis Manfaat Rasio Keuangan Dalam

Memprediksi Financial Distress Pada Perbankan (2007-2012). Jurnal

Ekonomi Dan Keuangan, 2(12), 14826.

Skousen, C. J., Smith, K. R., & Wright, C. J. (2009). Detecting and Predicting

Financial Statement Fraud: The Effectiveness of The Fraud Triangle and SAS

No. 99 in Corporate Governance and Firm Performance. In International

Journal of Quality & Reliability Management (Vol. 32, Issue 3).

Skousen, C. J., & Twedt, B. J. (2009). Fraud score analysis in emerging markets.

160

Cross Cultural Management: An International Journal, 16(3), 301–316.

https://doi.org/10.1108/13527600910977373

Sugianto, D. (2019). Kronologi Laporan Keuangan Garuda, Dari Untung Jadi

’Buntung. Https://Finance.Detik.Com

Susanto, Y. K. (2018). Auditor Switching: Management Turnover, Qualified

Opinion, Audit Delay, Financial Distress. International Journal of Business,

Economics and Law, 15(5), 125–132.

Tan, I. Y., Ong, T. S., Chong, L. L., & Samuel, A. B. (2016). Auditors switching in

the relationship between corporate governance and financial performances -

evidence from Malaysian public listed companies (PLCS). International

Journal of Economics and Management, 10(1), 53–68.

Tao, Q., Sun, Y., Zhu, Y., & Yang, X. (2017). Political Connections and

Government Subsidies: Evidence from Financially Distressed Firms in China.

Emerging Markets Finance and Trade, 53(8), 1854–1868.

https://doi.org/10.1080/1540496X.2017.1332592

Tsai, B. H., & Chang, C. H. (2010). Predicting financial distress based on the credit

cycle index: A two-stage empirical analysis. Emerging Markets Finance and

Trade, 46(3), 67–79. https://doi.org/10.2753/REE1540-496X460305

Utami, E. R., & Pusparini, N. O. (2019). The Analysis Of Fraud Pentagon Theory

And Financial Distress For Detecting Fraudulent Financial Reporting In

Banking Sector In Indonesia (Empirical Study Of Listed Banking Companies

On Indonesia Stock Exchange In 2012-2017). Advances in Economics,

Business and Management Research, 102(Icaf), 60–65.

https://doi.org/10.2991/icaf-19.2019.10

Wang, Z., Chen, M. H., Chin, C. L., & Zheng, Q. (2017). Managerial ability,

political connections, and fraudulent financial reporting in China. Journal of

Accounting and Public Policy, 36(2), 141–162.

https://doi.org/10.1016/j.jaccpubpol.2017.02.004

Widarjo, W., & Setiawan, D. (2009). Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kondisi

Financial Distress Perusahaan Otomotif. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi, 11(2),

107–119.

Widhiadnyana, I. K., & Dwi Ratnadi, N. M. (2019). The impact of managerial

ownership, institutional ownership, proportion of independent commissioner,

and intellectual capital on financial distress. Journal of Economics, Business

& Accountancy Ventura, 21(3), 351.

https://doi.org/10.14414/jebav.v21i3.1233

161

Wolfe, D. T., & Hermanson, D. R. (2004). ‘The Fraud Diamond : Considering the

Four Elements of Fraud: Certified Public Accountant’,. The CPA Journal,

74(12), 38–42.

Wong, K. K. K.-K. (2013). 28/05 - Partial Least Squares Structural Equation

Modeling (PLS-SEM) Techniques Using SmartPLS. Marketing Bulletin,

24(1), 1–32.

Wu, W., Johan, S. A., & Rui, O. M. (2016). Institutional Investors, Political

Connections, and the Incidence of Regulatory Enforcement Against Corporate

Fraud. Journal of Business Ethics, 134(4), 709–726.

https://doi.org/10.1007/s10551-014-2392-4

Wu, W., Wu, C., Zhou, C., & Wu, J. (2012). Political connections, tax benefits and

firm performance: Evidence from China. Journal of Accounting and Public

Policy, 31(3), 277–300. https://doi.org/10.1016/j.jaccpubpol.2011.10.005

Wulandari, L. (2018). Pengaruh Political Connection pada Dewan Komisaris dan

Dewan Direksi Terhadap Kinerja Perusahaan Sektor Pertambangan. Jurnal

Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 7(1), 1196–1226.

Yen, S. C. (2013). What causes fraudulent financial reporting? Evidence based on

H shares. Emerging Markets Finance and Trade, 49(SUPPL. 4), 254–266.

https://doi.org/10.2753/REE1540-496X4905S417

Yesiariani, M., & Rahayu, I. (2017). Deteksi financial statement fraud: Pengujian

dengan fraud diamond. Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia, 21(1), 49–60.

https://doi.org/10.20885/jaai.vol21.iss1.art5

Yolanda, M., Hapsari, K. W., Akbar, S. N., & Herawaty, V. (2019). Pengaruh

Kepemilikan Manajerial dan Kualitas Audit Terhadap Earning Management

dengan Financial Distress sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada

Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI 2015-2017). Prosiding Seminar

Nasional Pakar Ke 2 Tahun 2019, 1–8.

Yudha, A. (2014). Analisis Pengaruh Penerapan Mekanisme Corporate Governace

Terhadap Kemungkinan Perusahaan Mengalami Kondisi Financial Distress.

(Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia Tahun 2010-2012). Diponegoro Journal of Accounting, 0(0), 430–

441.

Zeli, A. (2014). The financial distress indicators trend in Italy: an analysis of

medium-size enterprises. Eurasian Economic Review, 4(2), 199–221.

https://doi.org/10.1007/s40822-014-0010-5.

162

LAMPIRAN

Lampiran 1

Data Penelitian

163

Populasi Penelitian

No Keterangan Tahun

2018-2020

1 Perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia

46

2 Perusahaan yang tidak menyajikan perusahaan

dalam mata uang rupiah

1

3 Perusahaan tidak mengungkapkan data-data yang

berkaitan dengan variabel penelitian dan tersedia

secara lengkap pada publikasi selama periode

2018-2020

19

Total perusahaan yang dijadikan sampel 26

Total sampel penelitian (26 perusahaan x 4

tahun)

104

Total sampel yang digunakan 104

Daftar Perusahaan Sampel

No. Kode Nama Perusahaan

1 AGRO Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk.

2 AMAR Bank Amar Indonesia

3 BABP Bank MNC Internasional

4 BBCA Bank Central Asia Tbk.

5 BBMD Bank Mestika Dharma

6 BBNI Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

7 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

8 BBTN Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.

9 BDMN Bank Danamon Indonesia Tbk.

10 BGTG Bank Ganesha

11 BJBR Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten

Tbk.

12 BJTM Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk.

13 BMAS Bank Maspion Indonesia

14 BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk.

15 BNBA Bank Bumi Arta Tbk.

16 BNGA Bank CIMB Niaga

17 BNII Bank Maybank Indonesia

18 BNLI Bank Permata

19 BSIM Bank Sinanrmas

20 INPC Bank Artha Graha Internasional

164

21 MCOR Bank China Contruction Bank Indonesia

22 MEGA Bank Mega Tbk.

23 NISP Bank OCBC NISP

24 NOBU Bank Nationalnobu

25 PNBM Bank Pan Indonesia

26 SDRA Bank Woori Saudara Indonesia 1906

Data dan Perhitungan Variabel

1. Financial Target

Perhitungan Financial Target :

ROA = Net Income/ Total Asset

NO Kode Tahun Total Asset Net Income ROA

1 AGRO 2017 Rp16.322.593 Rp140.495 0,86

2 AGRO 2018 Rp23.313.671 Rp204.212 0,88

3 AGRO 2019 Rp27.067.922 Rp51.061 0,19

4 AGRO 2020 Rp28.015.492 Rp31.260 0,11

5 AMAR 2017 Rp846.147 Rp3.731 0,44

6 AMAR 2018 Rp1.856.522 Rp16.290 0,88

7 AMAR 2019 Rp3.452.515 Rp8.586 0,25

8 AMAR 2020 Rp4.057.988 Rp61.426 1,51

9 BABP 2017 Rp10.706.094 Rp85.193 0,80

10 BABP 2018 Rp10.854.855 Rp57.021 0,53

11 BABP 2019 Rp10.607.879 Rp63.781 0,60

12 BABP 2020 Rp11.652.904 Rp22.696 0,19

13 BBCA 2017 Rp750.319.671 Rp23.321.150 3,11

14 BBCA 2018 Rp824.787.944 Rp25.851.660 3,13

15 BBCA 2019 Rp918.989.312 Rp28.569.974 3,11

16 BBCA 2020 Rp1.075.570.256 Rp27.147.109 2,52

17 BBMD 2017 Rp11.817.844 Rp264.240 2,24

18 BBMD 2018 Rp12.093.079 Rp265.862 2,20

19 BBMD 2019 Rp12.900.218 Rp247.573 1,92

20 BBMD 2020 Rp14.159.755 Rp325.932 2,30

21 BBNI 2017 Rp709.330.084 Rp13.770.592 1,94

22 BBNI 2018 Rp808.572.011 Rp15.091.763 1,87

23 BBNI 2019 Rp845.605.208 Rp15.508.583 1,83

24 BBNI 2020 Rp891.337.425 Rp3.321.442 0,37

25 BBRI 2017 Rp1.127.447.489 Rp29.045.049 2,58

26 BBRI 2018 Rp1.296.898.292 Rp32.418.486 2,50

165

27 BBRI 2019 Rp1.416.758.840 Rp34.413.825 2,43

28 BBRI 2020 Rp1.511.804.628 Rp18.660.393 1,23

29 BBTN 2017 Rp261.365.267 Rp3.027.466 1,16

30 BBTN 2018 Rp306.436.194 Rp2.807.923 0,92

31 BBTN 2019 Rp311.776.828 Rp209.263 0,07

32 BBTN 2020 Rp361.208.406 Rp1.602.358 0,44

33 BDMN 2017 Rp178.257.092 Rp3.828.097 2,15

34 BDMN 2018 Rp186.762.189 Rp4.107.068 2,20

35 BDMN 2019 Rp193.533.970 Rp4.240.671 2,19

36 BDMN 2020 Rp200.890.068 Rp1.088.942 0,54

37 BGTG 2017 Rp4.581.932 Rp51.140 1,12

38 BGTG 2018 Rp4.497.122 Rp5.600 0,12

39 BGTG 2019 Rp4.809.743 Rp11.841 0,25

40 BGTG 2020 Rp5.365.456 Rp3.198 0,06

41 BJBR 2017 Rp114.980.168 Rp1.211.405 1,05

42 BJBR 2018 Rp120.191.387 Rp1.552.396 1,29

43 BJBR 2019 Rp123.536.474 Rp1.564.492 1,27

44 BJBR 2020 Rp140.934.002 Rp1.689.996 1,20

45 BJTM 2017 Rp51.518.681 Rp1.159.370 2,25

46 BJTM 2018 Rp62.689.118 Rp1.260.308 2,01

47 BJTM 2019 Rp76.756.313 Rp1.376.505 1,79

48 BJTM 2020 Rp83.619.452 Rp1.488.962 1,78

49 BMAS 2017 Rp6.054.845 Rp69.497 1,15

50 BMAS 2018 Rp6.694.023 Rp71.013 1,06

51 BMAS 2019 Rp7.569.580 Rp59.746 0,79

52 BMAS 2020 Rp10.110.519 Rp66.986 0,66

53 BMRI 2017 Rp1.124.700.847 Rp21.443.042 1,91

54 BMRI 2018 Rp1.202.252.094 Rp25.851.937 2,15

55 BMRI 2019 Rp1.318.246.335 Rp28.455.592 2,16

56 BMRI 2020 Rp1.429.334.484 Rp17.645.624 1,23

57 BNBA 2017 Rp7.014.677 Rp89.548 1,28

58 BNBA 2018 Rp7.297.273 Rp92.897 1,27

59 BNBA 2019 Rp7.607.653 Rp51.167 0,67

60 BNBA 2020 Rp7.637.524 Rp35.053 0,46

61 BNGA 2017 Rp266.305.445 Rp2.977.738 1,12

62 BNGA 2018 Rp266.781.498 Rp3.482.428 1,31

63 BNGA 2019 Rp274.467.227 Rp3.642.935 1,33

64 BNGA 2020 Rp280.943.605 Rp2.011.254 0,72

65 BNII 2017 Rp173.253.491 Rp1.860.845 1,07

66 BNII 2018 Rp177.532.858 Rp2.262.245 1,27

67 BNII 2019 Rp169.082.830 Rp1.924.180 1,14

166

68 BNII 2020 Rp173.224.412 Rp1.284.392 0,74

69 BNLI 2017 Rp148.328.370 Rp748.433 0,50

70 BNLI 2018 Rp152.892.866 Rp901.252 0,59

71 BNLI 2019 Rp161.451.259 Rp1.500.420 0,93

72 BNLI 2020 Rp197.726.097 Rp721.587 0,36

73 BSIM 2017 Rp30.404.078 Rp318.923 1,05

74 BSIM 2018 Rp30.748.742 Rp50.472 0,16

75 BSIM 2019 Rp36.559.556 Rp6.752 0,02

76 BSIM 2020 Rp44.612.045 Rp118.522 0,27

77 INPC 2017 Rp27.727.008 Rp68.101 0,25

78 INPC 2018 Rp26.025.188 Rp53.621 0,21

79 INPC 2019 Rp25.532.041 -Rp58.345 -0,23

80 INPC 2020 Rp30.526.965 Rp21.371 0,07

81 MCOR 2017 Rp15.788.738 Rp49.899 0,32

82 MCOR 2018 Rp15.992.475 Rp89.860 0,56

83 MCOR 2019 Rp18.893.684 Rp78.967 0,42

84 MCOR 2020 Rp25.235.573 Rp49.979 0,20

85 MEGA 2017 Rp82.297.010 Rp1.300.043 1,58

86 MEGA 2018 Rp83.761.946 Rp1.599.347 1,91

87 MEGA 2019 Rp100.803.831 Rp2.002.733 1,99

88 MEGA 2020 Rp112.202.653 Rp3.008.311 2,68

89 NISP 2017 Rp153.773.957 Rp2.175.824 1,41

90 NISP 2018 Rp173.582.894 Rp2.638.064 1,52

91 NISP 2019 Rp180.706.987 Rp2.939.243 1,63

92 NISP 2020 Rp206.297.200 Rp2.101.671 1,02

93 NOBU 2017 Rp11.018.481 Rp34.985 0,32

94 NOBU 2018 Rp11.793.981 Rp44.748 0,38

95 NOBU 2019 Rp13.147.503 Rp45.794 0,35

96 NOBU 2020 Rp13.737.934 Rp53.607 0,39

97 PNBM 2017 Rp213.541.797 Rp2.008.437 0,94

98 PNBM 2018 Rp207.204.418 Rp3.187.157 1,54

99 PNBM 2019 Rp211.287.370 Rp3.498.299 1,66

100 PNBM 2020 Rp218.067.091 Rp3.124.205 1,43

101 SDRA 2017 Rp27.086.504 Rp438.725 1,62

102 SDRA 2018 Rp29.631.693 Rp537.971 1,82

103 SDRA 2019 Rp36.940.436 Rp499.791 1,35

104 SDRA 2020 Rp38.053.939 Rp536.001 1,41

2. Audit Quality

167

Perhitungan Audit Quality

KAP big 4 : diberi kode 1

KAP non big 4 : diberi kode 0

NO Kode Tahun KAP Auditor Quality

1 AGRO 2017 EY 1

2 AGRO 2018 EY 1

3 AGRO 2019 EY 1

4 AGRO 2020 EY 1

5 AMAR 2017 Delloite 1

6 AMAR 2018 Delloite 1

7 AMAR 2019 Delloite 1

8 AMAR 2020 ey 1

9 BABP 2017 Delloite 1

10 BABP 2018 Nexia KPS 0

11 BABP 2019 Nexia KPS 0

12 BABP 2020 Nexia KPS 0

13 BBCA 2017 PWC 1

14 BBCA 2018 PWC 1

15 BBCA 2019 PWC 1

16 BBCA 2020 PWC 1

17 BBMD 2017 IGAL 0

18 BBMD 2018 PKF 0

19 BBMD 2019 PKF 0

20 BBMD 2020 PKF 0

21 BBNI 2017 EY 1

22 BBNI 2018 EY 1

23 BBNI 2019 EY 1

24 BBNI 2020 EY 1

25 BBRI 2017 EY 1

26 BBRI 2018 EY 1

27 BBRI 2019 EY 1

28 BBRI 2020 EY 1

29 BBTN 2017 EY 1

30 BBTN 2018 EY 1

31 BBTN 2019 EY 1

32 BBTN 2020 EY 1

33 BDMN 2017 PWC 1

34 BDMN 2018 PWC 1

35 BDMN 2019 PWC 1

36 BDMN 2020 PWC 1

168

37 BGTG 2017 Delloite 1

38 BGTG 2018 Delloite 1

39 BGTG 2019 crowe 0

40 BGTG 2020 crowe 0

41 BJBR 2017 EY 1

42 BJBR 2018 RSM 0

43 BJBR 2019 RSM 0

44 BJBR 2020 RSM 0

45 BJTM 2017 PKF 0

46 BJTM 2018 PKF 0

47 BJTM 2019 PKF 0

48 BJTM 2020 RSM 0

49 BMAS 2017 EY 1

50 BMAS 2018 EY 1

51 BMAS 2019 Kreston 0

52 BMAS 2020 Kreston 0

53 BMRI 2017 EY 1

54 BMRI 2018 EY 1

55 BMRI 2019 EY 1

56 BMRI 2020 EY 1

57 BNBA 2017 Delloite 1

58 BNBA 2018 Delloite 1

59 BNBA 2019 PWC 1

60 BNBA 2020 PWC 1

61 BNGA 2017 pwC 1

62 BNGA 2018 PWC 1

63 BNGA 2019 PWC 1

64 BNGA 2020 PWC 1

65 BNII 2017 EY 1

66 BNII 2018 EY 1

67 BNII 2019 EY 1

68 BNII 2020 EY 1

69 BNLI 2017 PWC 1

70 BNLI 2018 PWC 1

71 BNLI 2019 PWC 1

72 BNLI 2020 PWC 1

73 BSIM 2017 morre stephens 0

74 BSIM 2018 morre stephens 0

75 BSIM 2019 morre stephens 0

76 BSIM 2020 morre stephens 0

77 INPC 2017 Nexia KPS 0

169

78 INPC 2018 Nexia KPS 0

79 INPC 2019 Nexia KPS 0

80 INPC 2020 Nexia KPS 0

81 MCOR 2017 PWC 1

82 MCOR 2018 PWC 1

83 MCOR 2019 ey 1

84 MCOR 2020 ey 1

85 MEGA 2017 ey 1

86 MEGA 2018 EY 1

87 MEGA 2019 crowe 0

88 MEGA 2020 crowe 0

89 NISP 2017 PWC 1

90 NISP 2018 PWC 1

91 NISP 2019 PWC 1

92 NISP 2020 PWC 1

93 NOBU 2017 RSM 0

94 NOBU 2018 RSM 0

95 NOBU 2019 RSM 0

96 NOBU 2020 RSM 0

97 PNBM 2017 Delloite 1

98 PNBM 2018 Delloite 1

99 PNBM 2019 Delloite 1

100 PNBM 2020 Delloite 1

101 SDRA 2017 PWC 1

102 SDRA 2018 PWC 1

103 SDRA 2019 PWC 1

104 SDRA 2020 PWC 1

3. Change in auditor

Perhitungan change in auditor :

1 jika terjadi pergantian auditor, 0 jika tidak terjadi

NO Kode Tahun KAP Change in Auditor

1 AGRO 2017 EY 0

2 AGRO 2018 EY 0

3 AGRO 2019 EY 0

4 AGRO 2020 EY 0

5 AMAR 2017 Delloite 0

170

6 AMAR 2018 Delloite 0

7 AMAR 2019 Delloite 0

8 AMAR 2020 ey 1

9 BABP 2017 Delloite 0

10 BABP 2018 Nexia KPS 1

11 BABP 2019 Nexia KPS 0

12 BABP 2020 Nexia KPS 0

13 BBCA 2017 PWC 0

14 BBCA 2018 PWC 0

15 BBCA 2019 PWC 0

16 BBCA 2020 PWC 0

17 BBMD 2017 IGAL 1

18 BBMD 2018 PKF 1

19 BBMD 2019 PKF 0

20 BBMD 2020 PKF 0

21 BBNI 2017 EY 0

22 BBNI 2018 EY 0

23 BBNI 2019 EY 0

24 BBNI 2020 EY 0

25 BBRI 2017 EY 0

26 BBRI 2018 EY 0

27 BBRI 2019 EY 0

28 BBRI 2020 EY 0

29 BBTN 2017 EY 0

30 BBTN 2018 EY 0

31 BBTN 2019 EY 0

32 BBTN 2020 EY 0

33 BDMN 2017 PWC 1

34 BDMN 2018 PWC 0

35 BDMN 2019 PWC 0

36 BDMN 2020 PWC 0

37 BGTG 2017 Delloite 0

38 BGTG 2018 Delloite 0

39 BGTG 2019 crowe 1

40 BGTG 2020 crowe 0

41 BJBR 2017 EY 0

42 BJBR 2018 RSM 1

43 BJBR 2019 RSM 0

44 BJBR 2020 RSM 0

45 BJTM 2017 PKF 1

46 BJTM 2018 PKF 0

171

47 BJTM 2019 PKF 0

48 BJTM 2020 RSM 1

49 BMAS 2017 EY 0

50 BMAS 2018 EY 0

51 BMAS 2019 Kreston 1

52 BMAS 2020 Kreston 0

53 BMRI 2017 EY 0

54 BMRI 2018 EY 0

55 BMRI 2019 EY 0

56 BMRI 2020 EY 0

57 BNBA 2017 Delloite 0

58 BNBA 2018 Delloite 0

59 BNBA 2019 PWC 1

60 BNBA 2020 PWC 0

61 BNGA 2017 pwC 0

62 BNGA 2018 PWC 0

63 BNGA 2019 PWC 0

64 BNGA 2020 PWC 0

65 BNII 2017 EY 0

66 BNII 2018 EY 0

67 BNII 2019 EY 0

68 BNII 2020 EY 0

69 BNLI 2017 PWC 0

70 BNLI 2018 PWC 0

71 BNLI 2019 PWC 0

72 BNLI 2020 PWC 0

73 BSIM 2017 morre stephens 0

74 BSIM 2018 morre stephens 0

75 BSIM 2019 morre stephens 0

76 BSIM 2020 morre stephens 0

77 INPC 2017 Nexia KPS 0

78 INPC 2018 Nexia KPS 0

79 INPC 2019 Nexia KPS 0

80 INPC 2020 Nexia KPS 0

81 MCOR 2017 PWC 1

82 MCOR 2018 PWC 0

83 MCOR 2019 ey 1

84 MCOR 2020 ey 0

85 MEGA 2017 ey 0

86 MEGA 2018 EY 0

87 MEGA 2019 crowe 1

172

88 MEGA 2020 crowe 0

89 NISP 2017 PWC 0

90 NISP 2018 PWC 0

91 NISP 2019 PWC 0

92 NISP 2020 PWC 0

93 NOBU 2017 RSM 0

94 NOBU 2018 RSM 0

95 NOBU 2019 RSM 0

96 NOBU 2020 RSM 0

97 PNBM 2017 Delloite 0

98 PNBM 2018 Delloite 0

99 PNBM 2019 Delloite 0

100 PNBM 2020 Delloite 0

101 SDRA 2017 PWC 0

102 SDRA 2018 PWC 0

103 SDRA 2019 PWC 0

104 SDRA 2020 PWC 0

4. Independent Commisioners

Perhitungan Independen Commisoners

BODOUT =jumlah Komisaris independen / total dewan komisaris

NO Kode Tahun

Komisaris

independen

Total Dewan

komisaris BODOUT

1 AGRO 2017 4 6 66,67

2 AGRO 2018 2 3 66,67

3 AGRO 2019 2 3 66,67

4 AGRO 2020 2 4 50,00

5 AMAR 2017 2 3 66,67

6 AMAR 2018 2 3 66,67

7 AMAR 2019 2 3 66,67

8 AMAR 2020 2 3 66,67

9 BABP 2017 2 3 66,67

10 BABP 2018 2 3 66,67

11 BABP 2019 2 3 66,67

12 BABP 2020 2 3 66,67

13 BBCA 2017 3 5 60,00

14 BBCA 2018 3 5 60,00

15 BBCA 2019 3 5 60,00

16 BBCA 2020 3 5 60,00

17 BBMD 2017 2 4 50,00

173

18 BBMD 2018 2 4 50,00

19 BBMD 2019 2 4 50,00

20 BBMD 2020 2 4 50,00

21 BBNI 2017 4 8 50,00

22 BBNI 2018 5 9 55,56

23 BBNI 2019 5 8 62,50

24 BBNI 2020 6 10 60,00

25 BBRI 2017 5 9 55,56

26 BBRI 2018 5 8 62,50

27 BBRI 2019 5 8 62,50

28 BBRI 2020 6 10 60,00

29 BBTN 2017 5 8 62,50

30 BBTN 2018 5 9 55,56

31 BBTN 2019 3 6 50,00

32 BBTN 2020 3 6 50,00

33 BDMN 2017 3 6 50,00

34 BDMN 2018 3 8 37,50

35 BDMN 2019 4 8 50,00

36 BDMN 2020 4 8 50,00

37 BGTG 2017 3 4 75,00

38 BGTG 2018 2 3 66,67

39 BGTG 2019 2 3 66,67

40 BGTG 2020 2 3 66,67

41 BJBR 2017 3 5 60,00

42 BJBR 2018 1 2 50,00

43 BJBR 2019 3 5 60,00

44 BJBR 2020 3 5 60,00

45 BJTM 2017 2 4 50,00

46 BJTM 2018 2 4 50,00

47 BJTM 2019 3 6 50,00

48 BJTM 2020 3 6 50,00

49 BMAS 2017 2 3 66,67

50 BMAS 2018 1 2 50,00

51 BMAS 2019 1 2 50,00

52 BMAS 2020 1 2 50,00

53 BMRI 2017 4 8 50,00

54 BMRI 2018 4 8 50,00

55 BMRI 2019 4 8 50,00

56 BMRI 2020 4 8 50,00

57 BNBA 2017 3 4 75,00

58 BNBA 2018 3 4 75,00

174

59 BNBA 2019 3 4 75,00

60 BNBA 2020 3 4 75,00

61 BNGA 2017 4 8 50,00

62 BNGA 2018 4 8 50,00

63 BNGA 2019 4 8 50,00

64 BNGA 2020 3 6 50,00

65 BNII 2017 3 6 50,00

66 BNII 2018 3 6 50,00

67 BNII 2019 3 6 50,00

68 BNII 2020 3 6 50,00

69 BNLI 2017 4 8 50,00

70 BNLI 2018 4 8 50,00

71 BNLI 2019 4 8 50,00

72 BNLI 2020 4 8 50,00

73 BSIM 2017 2 3 66,67

74 BSIM 2018 2 3 66,67

75 BSIM 2019 2 3 66,67

76 BSIM 2020 2 3 66,67

77 INPC 2017 3 7 42,86

78 INPC 2018 3 7 42,86

79 INPC 2019 3 5 60,00

80 INPC 2020 3 5 60,00

81 MCOR 2017 2 4 50,00

82 MCOR 2018 2 4 50,00

83 MCOR 2019 2 4 50,00

84 MCOR 2020 2 4 50,00

85 MEGA 2017 3 5 60,00

86 MEGA 2018 3 5 60,00

87 MEGA 2019 3 5 60,00

88 MEGA 2020 3 5 60,00

89 NISP 2017 5 8 62,50

90 NISP 2018 5 8 62,50

91 NISP 2019 5 8 62,50

92 NISP 2020 5 8 62,50

93 NOBU 2017 2 3 66,67

94 NOBU 2018 2 3 66,67

95 NOBU 2019 2 3 66,67

96 NOBU 2020 2 3 66,67

97 PNBM 2017 3 6 50,00

98 PNBM 2018 2 4 50,00

99 PNBM 2019 2 4 50,00

175

100 PNBM 2020 3 6 50,00

101 SDRA 2017 3 4 75,00

102 SDRA 2018 3 4 75,00

103 SDRA 2019 2 4 50,00

104 SDRA 2020 2 4 50,00

5. Political Connection

Perhitungan Political Connection

1 jika salah satu dari CEO atau dewan komisaris terkoneksi politik, 0 jika tidak

NO Kode Tahun PolCON

1 AGRO 2017 0,00

2 AGRO 2018 0,00

3 AGRO 2019 0,00

4 AGRO 2020 0,00

5 AMAR 2017 0,00

6 AMAR 2018 0,00

7 AMAR 2019 0,00

8 AMAR 2020 0,00

9 BABP 2017 0,00

10 BABP 2018 0,00

11 BABP 2019 0,00

12 BABP 2020 0,00

13 BBCA 2017 1,00

14 BBCA 2018 1,00

15 BBCA 2019 1,00

16 BBCA 2020 1,00

17 BBMD 2017 0,00

18 BBMD 2018 0,00

19 BBMD 2019 0,00

20 BBMD 2020 0,00

21 BBNI 2017 1,00

22 BBNI 2018 1,00

23 BBNI 2019 1,00

24 BBNI 2020 1,00

25 BBRI 2017 1,00

26 BBRI 2018 1,00

27 BBRI 2019 1,00

28 BBRI 2020 1,00

176

29 BBTN 2017 1,00

30 BBTN 2018 1,00

31 BBTN 2019 1,00

32 BBTN 2020 1,00

33 BDMN 2017 1,00

34 BDMN 2018 1,00

35 BDMN 2019 1,00

36 BDMN 2020 1,00

37 BGTG 2017 0,00

38 BGTG 2018 0,00

39 BGTG 2019 0,00

40 BGTG 2020 0,00

41 BJBR 2017 0,00

42 BJBR 2018 0,00

43 BJBR 2019 0,00

44 BJBR 2020 0,00

45 BJTM 2017 1,00

46 BJTM 2018 1,00

47 BJTM 2019 1,00

48 BJTM 2020 1,00

49 BMAS 2017 0,00

50 BMAS 2018 0,00

51 BMAS 2019 0,00

52 BMAS 2020 0,00

53 BMRI 2017 1,00

54 BMRI 2018 1,00

55 BMRI 2019 1,00

56 BMRI 2020 1,00

57 BNBA 2017 0,00

58 BNBA 2018 0,00

59 BNBA 2019 0,00

60 BNBA 2020 0,00

61 BNGA 2017 1,00

62 BNGA 2018 1,00

63 BNGA 2019 0,00

64 BNGA 2020 0,00

65 BNII 2017 0,00

66 BNII 2018 0,00

67 BNII 2019 0,00

68 BNII 2020 0,00

69 BNLI 2017 0,00

177

70 BNLI 2018 0,00

71 BNLI 2019 0,00

72 BNLI 2020 0,00

73 BSIM 2017 0,00

74 BSIM 2018 0,00

75 BSIM 2019 0,00

76 BSIM 2020 0,00

77 INPC 2017 1,00

78 INPC 2018 1,00

79 INPC 2019 1,00

80 INPC 2020 1,00

81 MCOR 2017 0,00

82 MCOR 2018 0,00

83 MCOR 2019 0,00

84 MCOR 2020 0,00

85 MEGA 2017 1,00

86 MEGA 2018 1,00

87 MEGA 2019 1,00

88 MEGA 2020 1,00

89 NISP 2017 0,00

90 NISP 2018 0,00

91 NISP 2019 0,00

92 NISP 2020 0,00

93 NOBU 2017 0,00

94 NOBU 2018 0,00

95 NOBU 2019 0,00

96 NOBU 2020 0,00

97 PNBM 2017 0,00

98 PNBM 2018 0,00

99 PNBM 2019 0,00

100 PNBM 2020 0,00

101 SDRA 2017 0,00

102 SDRA 2018 0,00

103 SDRA 2019 0,00

104 SDRA 2020 0,00

178

6. Financial Distress

Perhitungan Financial distress :

Z = 6,56 (X1) + 3,26 (X2) + 6,72 (X3) + 1,05 (X4)

Dimana :

Z = Bankrupy index

X1 = Working Capital / Total Asset

X2 = Retained Earning / Total Asset

X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Asset

X4 = Book Value of Equity / Book Value of Debt

NO Kode Tahun WC RE Ebit Total Asset

BVE BVD

Z-

Score

1 AGRO 2017 Rp361.944 Rp349.331 Rp181.665 Rp16.322.593 Rp3.111.284 Rp13.211.308 0,537

2 AGRO 2018 Rp2.786.749 Rp493.131 Rp291.694 Rp23.313.671 Rp4.424.285 Rp18.889.385 1,183

3 AGRO 2019 -Rp1.032.047 Rp493.139 Rp71.492 Rp27.067.922 Rp4.481.704 Rp22.586.218 0,035

4 AGRO 2020 Rp946.839 Rp203.558 Rp57.650 Rp28.015.492 Rp4.287.690 Rp23.727.802 0,449

5 AMAR 2017 Rp258.615 -Rp24.143 Rp9.867 Rp846.147 Rp478.700 Rp1.367.446 2,358

6 AMAR 2018 Rp277.808 -Rp7.853 Rp24.158 Rp1.856.522 Rp485.902 Rp1.370.620 1,428

7 AMAR 2019 Rp921.342 Rp53.573 Rp84.627 Rp3.452.515 Rp1.078.408 Rp2.374.107 2,443

8 AMAR 2020 Rp457.556 Rp30.996 Rp29.281 Rp4.057.988 Rp1.067.030 Rp2.990.957 1,188

9 BABP 2017 -Rp193.660 -Rp894.875 -Rp917.000 Rp10.706.094 Rp1.252.548 Rp9.453.546 -0,828

10 BABP 2018 Rp67.603 -Rp837.854 Rp80.197 Rp10.854.855 Rp1.429.990 Rp9.424.865 -0,002

11 BABP 2019 -Rp297.143 -Rp799.481 Rp63.781 Rp10.607.879 Rp1.559.450 Rp9.048.429 -0,208

12 BABP 2020 -Rp1.311.789 -Rp836.243 Rp22.696 Rp11.652.904 Rp1.551.237 Rp10.101.667 -0,798

13 BBCA 2017 -Rp19.618.367 Rp114.534.370 Rp29.158.743 Rp750.319.671 Rp131.401.694 Rp614.940.262 0,812

14 BBCA 2018 Rp16.731.186 Rp133.871.809 Rp32.706.064 Rp824.787.944 Rp151.753.427 Rp668.438.779 1,167

15 BBCA 2019 Rp4.860.753 Rp153.158.544 Rp36.288.998 Rp918.989.312 Rp174.143.156 Rp740.067.127 1,090

16 BBCA 2020 -Rp39.453.821 Rp158.298.441 Rp33.568.507 Rp1.075.570.256 Rp184.714.709 Rp885.537.919 0,668

17 BBMD 2017 -Rp714.599 Rp1.827.708 Rp3.530.167 Rp11.817.844 Rp3.082.638 Rp8.735.206 2,485

179

18 BBMD 2018 Rp33.799 Rp2.033.569 Rp359.886 Rp12.093.079 Rp3.088.013 Rp9.005.066 1,127

19 BBMD 2019 -Rp232.545 Rp2.281.082 Rp331.700 Rp12.900.218 Rp3.480.469 Rp9.419.749 1,019

20 BBMD 2020 -Rp2.297.659 Rp2.580.255 Rp415.773 Rp14.159.755 Rp4.009.262 Rp10.150.492 0,142

21 BBNI 2017 Rp40.222.717 Rp60.313.505 Rp17.222.663 Rp709.330.084 Rp100.903.304 Rp584.086.818 0,994

22 BBNI 2018 Rp71.112.995 Rp71.046.832 Rp19.599.399 Rp808.572.011 Rp110.373.789 Rp671.237.546 1,199

23 BBNI 2019 Rp87.069.632 Rp82.463.505 Rp19.486.623 Rp845.605.208 Rp125.003.948 Rp688.489.442 1,339

24 BBNI 2020 Rp42.226.511 Rp66.980.701 Rp5.231.444 Rp891.337.425 Rp112.872.199 Rp746.235.663 0,754

25 BBRI 2017 Rp778.883 Rp143.827.697 Rp36.806.841 Rp1.127.447.489 Rp168.007.778 Rp959.439.711 0,824

26 BBRI 2018 Rp65.175.290 Rp163.130.389 Rp41.725.877 Rp1.296.898.292 Rp185.275.331 Rp1.111.622.961 1,131

27 BBRI 2019 Rp102.318.607 Rp181.327.431 Rp43.431.933 Rp1.416.758.840 Rp208.784.336 Rp1.183.155.670 1,282

28 BBRI 2020 -Rp69.043.407 Rp166.972.167 Rp26.774.164 Rp1.511.804.628 Rp199.911.376 Rp1.278.346.276 0,344

29 BBTN 2017 Rp52.480.173 Rp11.511.889 Rp3.891.903 Rp261.365.267 Rp21.663.434 Rp223.937.463 1,662

30 BBTN 2018 Rp65.433.197 Rp13.714.319 Rp3.593.800 Rp306.436.194 Rp23.840.448 Rp263.784.017 1,720

31 BBTN 2019 Rp68.231.043 Rp1.336.997 Rp521.773 Rp311.776.828 Rp23.836.195 Rp269.451.682 1,554

32 BBTN 2020 Rp26.261.872 Rp8.763.196 Rp2.330.285 Rp361.208.406 Rp19.987.845 Rp321.376.142 0,665

33 BDMN 2017 Rp29.352.832 Rp25.381.570 Rp4.887.470 Rp178.257.092 Rp39.172.152 Rp139.084.940 2,024

34 BDMN 2018 Rp41.813.900 Rp28.307.177 Rp4.925.686 Rp186.762.189 Rp41.939.821 Rp144.822.368 2,444

35 BDMN 2019 Rp39.027.889 Rp30.834.454 Rp5.487.790 Rp193.533.970 Rp45.417.027 Rp148.116.943 2,355

36 BDMN 2020 Rp18.022.989 Rp28.683.368 Rp2.067.076 Rp200.890.068 Rp43.575.499 Rp157.314.569 1,414

37 BGTG 2017 Rp394.079 -Rp45.808 Rp69.409 Rp4.581.932 Rp1.118.360 Rp3.463.572 0,972

38 BGTG 2018 Rp462.439 -Rp37.861 Rp10.958 Rp4.497.122 Rp1.126.199 Rp3.370.923 1,014

39 BGTG 2019 -Rp78.136 -Rp26.020 Rp16.936 Rp4.809.743 Rp1.140.000 Rp3.669.743 0,226

40 BGTG 2020 -Rp613.917 -Rp29.315 Rp7.688 Rp5.365.456 Rp1.139.125 Rp4.226.331 -0,476

41 BJBR 2017 Rp12.700.366 Rp5.304.819 Rp1.631.965 Rp114.980.168 Rp10.104.975 Rp98.820.526 1,078

42 BJBR 2018 Rp15.524.474 Rp6.050.524 Rp1.937.044 Rp120.191.387 Rp11.285.315 Rp104.035.920 1,234

43 BJBR 2019 Rp18.299.707 Rp6.634.450 Rp2.059.493 Rp123.536.474 Rp12.042.629 Rp105.920.991 1,378

44 BJBR 2020 Rp8.604.500 Rp6.381.857 Rp2.212.126 Rp140.934.002 Rp12.005.800 Rp122.676.884 0,756

45 BJTM 2017 Rp3.571.773 Rp2.977.508 Rp1.642.807 Rp51.518.681 Rp7.816.074 Rp43.702.607 1,045

46 BJTM 2018 Rp599.112 Rp3.577.430 Rp1.705.921 Rp62.689.118 Rp8.471.936 Rp54.217.182 0,596

180

47 BJTM 2019 Rp789.375 Rp4.270.070 Rp1.796.579 Rp76.756.313 Rp9.021.558 Rp67.734.755 0,546

48 BJTM 2020 -Rp4.987.764 Rp5.035.285 Rp1.516.277 Rp83.619.452 Rp10.004.948 Rp73.614.504 0,070

49 BMAS 2017 -Rp93.503.127 Rp275.953.545 Rp91.751.458 Rp6.054.845.282 Rp1.162.157.388 Rp4.892.687.894 0,399

50 BMAS 2018 Rp469.533.956 Rp313.110.368 Rp69.971.028 Rp6.694.023.677 Rp1.200.740.595 Rp5.493.283.082 0,912

51 BMAS 2019 Rp217.958.290 Rp339.000.139 Rp83.267.006 Rp7.569.580.138 Rp1.228.931.584 Rp6.340.648.554 0,612

52 BMAS

2020

-

Rp606.467.631 Rp403.522.622 Rp86.707.291 Rp10.110.519.691 Rp1.284.262.093 Rp8.826.257.598 -0,053

53 BMRI 2017 Rp94.538.681 Rp166.718.843 Rp27.169.751 Rp1.124.700.847 Rp170.006.132 Rp888.026.817 1,398

54 BMRI 2018 Rp122.532.920 Rp181.202.517 Rp33.905.797 Rp1.202.252.094 Rp184.960.305 Rp941.953.100 1,556

55 BMRI 2019 Rp132.669.541 Rp204.600.853 Rp36.451.514 Rp1.318.246.335 Rp209.034.525 Rp1.025.749.580 1,566

56 BMRI 2020 Rp27.122.915 Rp189.142.952 Rp23.176.303 Rp1.429.334.484 Rp193.796.083 Rp1.151.267.847 0,842

57 BNBA 2017 Rp191.729 Rp538.376 Rp120.963 Rp7.014.677 Rp1.362.829 Rp5.651.847 0,799

58 BNBA 2018 Rp270.649 Rp608.174 Rp125.987 Rp7.297.273 Rp1.494.754 Rp5.802.518 0,902

59 BNBA 2019 Rp428.304 Rp633.932 Rp708.337 Rp7.607.653 Rp1.523.655 Rp6.083.998 1,530

60 BNBA 2020 -Rp736.229 Rp614.762 Rp52.332 Rp7.637.524 Rp1.509.386 Rp6.128.138 -0,065

61 BNGA 2017 Rp9.434.284 Rp36.950.115 Rp4.106.571 Rp266.305.445 Rp36.950.996 Rp227.200.919 0,959

62 BNGA 2018 Rp10.245.484 Rp39.579.574 Rp4.794.343 Rp266.781.498 Rp39.580.579 Rp229.354.449 1,038

63 BNGA 2019 Rp20.225.049 Rp41.038.939 Rp4.933.747 Rp274.467.227 Rp43.294.166 Rp231.173.061 1,288

64 BNGA 2020 -Rp24.968.725 Rp43.278.891 Rp2.853.855 Rp280.943.605 Rp41.053.051 Rp239.890.554 0,167

65 BNII 2017 Rp13.708.188 Rp10.435.758 Rp2.504.221 Rp173.253.491 Rp20.775.040 Rp152.478.451 0,956

66 BNII 2018 Rp28.322.826 Rp12.172.815 Rp3.032.936 Rp177.532.858 Rp25.090.691 Rp152.442.167 1,558

67 BNII 2019 Rp23.061.018 Rp13.356.962 Rp1.850.909 Rp169.082.830 Rp26.684.916 Rp142.397.914 1,423

68 BNII 2020 Rp1.879.670 Rp13.467.483 Rp2.576.866 Rp173.224.412 Rp27.223.630 Rp146.000.782 0,620

69 BNLI 2017 -Rp2.214.887 -Rp1.333.390 Rp951.132 Rp148.328.370 Rp21.510.742 Rp126.817.628 0,094

70 BNLI 2018 Rp3.451.071 -Rp404.805 Rp1.219.227 Rp152.892.866 Rp22.451.936 Rp130.440.930 0,374

71 BNLI 2019 Rp3.604.081 Rp24.037.341 Rp2.010.735 Rp161.451.259 Rp24.037.351 Rp137.413.908 0,899

72 BNLI 2020 -Rp9.234.023 Rp35.071.443 Rp1.615.349 Rp197.726.097 Rp35.071.453 Rp162.654.644 0,553

73 BSIM 2017 Rp1.961.048 Rp1.715.663 Rp407.459 Rp30.404.078 Rp4.844.184 Rp22.822.617 0,920

74 BSIM 2018 Rp1.376.692 Rp1.766.340 Rp75.863 Rp30.748.742 Rp4.856.420 Rp23.532.846 0,714

181

75 BSIM 2019 Rp1.627.433 Rp1.768.702 Rp81.893 Rp36.559.556 Rp6.074.463 Rp26.385.919 0,707

76 BSIM 2020 -Rp4.493.903 Rp1.296.055 Rp116.600 Rp44.612.045 Rp6.056.844 Rp32.557.921 -0,353

77 INPC 2017 -Rp320.121 Rp1.037.836 Rp102.677 Rp27.727.008 Rp4.507.912 Rp23.219.096 0,275

78 INPC 2018 Rp120.314 Rp1.125.953 Rp86.114 Rp26.025.188 Rp4.587.111 Rp21.438.077 0,418

79 INPC 2019 Rp748.958 Rp1.063.084 -Rp72.015 Rp25.532.041 Rp4.536.235 Rp20.995.806 0,536

80 INPC 2020 Rp374.583 Rp35.950 Rp42.876 Rp30.526.965 Rp3.559.535 Rp26.967.430 0,232

81 MCOR 2017 Rp74.582 Rp471.779 Rp73.653 Rp15.788.738 Rp2.443.795 Rp13.344.943 0,352

82 MCOR 2018 Rp103.415 Rp561.639 Rp128.567 Rp15.992.475 Rp2.516.158 Rp13.476.317 0,407

83 MCOR 2019 Rp8.932 Rp637.106 Rp114.488 Rp18.893.684 Rp2.794.858 Rp16.098.826 0,336

84 MCOR 2020 Rp3.761.919 Rp665.545 Rp57.056 Rp25.235.573 Rp6.016.716 Rp19.218.857 1,408

85 MEGA 2017 -Rp20.107.277 Rp4.762.476 Rp1.604.085 Rp82.297.010 Rp13.064.616 Rp69.232.394 -1,085

86 MEGA 2018 -Rp18.814.382 Rp4.907.921 Rp1.952.933 Rp83.761.946 Rp13.782.673 Rp69.979.273 -0,919

87 MEGA 2019 -Rp13.152.763 Rp6.344.571 Rp2.476.094 Rp100.803.831 Rp15.541.438 Rp85.262.393 -0,294

88 MEGA 2020 -Rp25.998.498 Rp8.331.574 Rp3.735.257 Rp112.202.653 Rp18.208.150 Rp93.994.503 -0,851

89 NISP 2017 -Rp1.760.646 Rp12.168.446 Rp2.877.527 Rp153.773.957 Rp21.784.354 Rp131.989.603 0,482

90 NISP 2018 Rp108.594 Rp14.868.815 Rp3.486.447 Rp173.582.894 Rp24.428.254 Rp149.154.640 0,590

91 NISP 2019 Rp3.915.496 Rp17.808.553 Rp3.887.741 Rp180.706.987 Rp27.664.803 Rp153.042.184 0,798

92 NISP 2020 -Rp41.992.835 Rp19.646.560 Rp2.780.469 Rp206.297.200 Rp29.829.316 Rp176.467.884 -0,757

93 NOBU 2017 -Rp1.142.551 Rp102.898 Rp45.653 Rp11.018.481 Rp1.391.946 Rp9.626.535 -0,470

94 NOBU 2018 Rp681.141 Rp145.619 Rp43.715 Rp11.793.981 Rp1.414.377 Rp10.379.604 0,587

95 NOBU 2019 Rp2.468.988 Rp183.069 Rp62.591 Rp13.147.503 Rp1.464.417 Rp11.683.086 1,441

96 NOBU 2020 Rp2.569.208 Rp217.869 Rp71.754 Rp13.737.934 Rp1.519.854 Rp12.218.080 1,444

97 PNBM 2017 Rp2.961.343 Rp21.307.516 Rp2.898.771 Rp213.541.797 Rp36.288.730 Rp177.253.066 0,722

98 PNBM 2018 Rp20.588.403 Rp24.421.806 Rp4.375.093 Rp207.204.418 Rp40.747.117 Rp166.457.301 1,435

99 PNBM 2019 Rp21.289.514 Rp27.746.429 Rp4.416.192 Rp211.287.370 Rp44.441.714 Rp166.845.656 1,509

100 PNBM 2020 -Rp9.684.312 Rp28.850.755 Rp3.925.869 Rp218.067.091 Rp47.460.332 Rp170.606.759 0,553

101 SDRA 2017 Rp3.605.587 Rp2.432.339 Rp588.178 Rp27.086.504 Rp6.106.998 Rp20.979.506 1,618

102 SDRA 2018 Rp7.835.999 Rp2.810.000 Rp729.736 Rp29.631.693 Rp6.550.468 Rp23.081.225 2,507

103 SDRA 2019 Rp10.779.231 Rp3.195.122 Rp671.927 Rp36.940.436 Rp6.935.590 Rp30.004.846 2,561

182

104 SDRA 2020 Rp11.669.695 Rp3.530.503 Rp691.402 Rp38.053.939 Rp7.270.971 Rp30.782.968 2,684

183

7. Fraudulent Financial Reporting

F-Score = RSSTAccrual + Financial Performance

a. Financial performance

Financial Performance = Change in Receivable + Change in Inventories + Change in

Cash Sales + Change in Earnings

Dimana :

Change in receivables = Δ Receivables / ATS

Change in inventories = Δ Inventories /ATS

Change in cash sales = Δ Sales/ Sales (t) – Receivables/ Receivables (t)

Change in earning = Earnings (t) / ATS (t) - Earnings (t – 1) / ATS (t – 1)

NO Kode Tahun CIR CII CIS CIE FP

1 AGRO 2017 0,191081228 0,09585578 -0,0002908 0,2866

2 AGRO 2018 0,232269935 -0,0538644 0,000160453 0,1786

3 AGRO 2019 0,129151615 0,01481461 -0,00827735 0,1357

4 AGRO 2020 -0,001710722 -0,0612934 -0,00089196 -0,0639

5 AMAR 2017 0,315923994 -0,0071224 0,058411544 0,3672

6 AMAR 2018 0,711400649 -0,0252536 0,006701691 0,6928

7 AMAR 2019 0,227995948 0,20920626 -0,00882067 0,4284

8 AMAR 2020 -0,071173026 0,16474835 0,013122965 0,1067

9 BABP 2017 -0,105250277 0,14612243 -0,05840948 -0,0175

10 BABP 2018 0,048710379 -0,1356591 0,062956621 -0,0240

11 BABP 2019 0,003481942 0,09834391 0,000654133 0,1025

12 BABP 2020 -0,039958972 -0,0399735 -0,00390432 -0,0838

13 BBCA 2017 0,0899785 -0,0728009 0,001589467 0,0188

14 BBCA 2018 0,093195847 -0,0808363 0,000141036 0,0125

15 BBCA 2019 0,064365709 0,01804094 -5,7345E-05 0,0823

16 BBCA 2020 -0,030890998 0,07756492 -0,00554676 0,0411

17 BBMD 2017 0,058082861 -0,110039 0,005658506 -0,0463

18 BBMD 2018 0,035934415 -0,0439708 -0,00134907 -0,0094

19 BBMD 2019 0,050186703 -0,0489792 -0,00242654 -0,0012

20 BBMD 2020 -0,061743455 0,17531466 0,004278402 0,1178

21 BBNI 2017 0,068664706 -0,0096637 0,000457148 0,0595

22 BBNI 2018 0,09709357 -0,0318903 -0,00110094 0,0641

23 BBNI 2019 0,048078843 0,00389464 -0,00113422 0,0508

24 BBNI 2020 0,006082484 -0,0513701 -0,01492634 -0,0602

25 BBRI 2017 0,064169481 -0,0169936 -0,00061305 0,0466

26 BBRI 2018 0,085878023 -0,049743 -0,00051426 0,0356

27 BBRI 2019 0,067088792 -0,0167138 -0,00138068 0,0490

28 BBRI 2020 -0,001349604 -0,039071 -0,01261971 -0,0530

29 BBTN 2017 0,144310801 -0,0275248 -0,00463724 0,1121

30 BBTN 2018 0,135064869 -0,0423935 -0,00284241 0,0898

184

31 BBTN 2019 0,050776695 0,04890306 -0,00921352 0,0905

32 BBTN 2020 -0,009421113 -0,0116523 0,004084948 -0,0170

33 BDMN 2017 0,021447131 -0,0696989 0,006299397 -0,0420

34 BDMN 2018 0,054882783 -0,0612782 0,000795517 -0,0056

35 BDMN 2019 0,034117152 0,03515011 -0,00020135 0,0691

36 BDMN 2020 -0,042454334 -0,0296028 -0,01678026 -0,0888

37 BGTG 2017 0,107269374 0,10014172 -0,00102266 0,2064

38 BGTG 2018 -0,015847025 0,01973718 -0,01036558 -0,0065

39 BGTG 2019 0,0255751 -0,0052256 0,001310965 0,0217

40 BGTG 2020 -0,071622776 0,01389634 -0,00191599 -0,0596

41 BJBR 2017 0,112342644 -0,0963318 -0,00092497 0,0151

42 BJBR 2018 0,038637589 -0,0208344 0,002052564 0,0199

43 BJBR 2019 0,061318972 -0,0712153 -0,00036422 -0,0103

44 BJBR 2020 0,04949906 -0,0266688 -5,7799E-05 0,0228

45 BJTM 2017 0,041926574 0,22759508 0,000566008 0,2701

46 BJTM 2018 0,040764677 -0,011313 -0,0024531 0,0270

47 BJTM 2019 0,150323032 -0,1332473 -0,00232788 0,0147

48 BJTM 2020 0,117092542 -0,1374945 -0,00117415 -0,0216

49 BMAS 2017 0,0586012 -0,1303826 -0,00088921 -0,0727

50 BMAS 2018 0,070331295 -0,0600491 -0,00090795 0,0094

51 BMAS 2019 0,072183093 0,04714234 -0,0027629 0,1166

52 BMAS 2020 0,163466857 -0,1529283 -0,00079991 0,0097

53 BMRI 2017 0,047641111 -0,0959035 0,00546724 -0,0428

54 BMRI 2018 0,082973172 -0,0660568 0,002396159 0,0193

55 BMRI 2019 0,072056738 0,01988982 0,000359776 0,0923

56 BMRI 2020 -0,035094834 0,00508387 -0,00973486 -0,0397

57 BNBA 2017 0,002809624 -0,0625241 0,001526383 -0,0582

58 BNBA 2018 0,034982133 -0,1035933 0,000312215 -0,0683

59 BNBA 2019 0,054408244 -0,0668975 -0,00611595 -0,0186

60 BNBA 2020 -0,080899675 0,10587492 -0,00226729 0,0227

61 BNGA 2017 0,036591855 0,05535369 0,003013861 0,0950

62 BNGA 2018 0,023209542 -0,0734975 0,001338928 -0,0489

63 BNGA 2019 0,015010275 -0,0179806 0,000396083 -0,0026

64 BNGA 2020 -0,101556827 0,10109637 -0,00621882 -0,0067

65 BNII 2017 0,058688199 -0,0831129 -0,00118742 -0,0256

66 BNII 2018 0,050914917 -0,0669318 0,001949812 -0,0141

67 BNII 2019 -0,073094487 0,14796792 -0,00179546 0,0731

68 BNII 2020 -0,105781309 -0,0334353 -0,00359835 -0,1428

69 BNLI 2017 0,097210541 -0,2963169 0,003349979 -0,1958

70 BNLI 2018 0,095828104 -0,1232284 0,001214709 -0,0262

71 BNLI 2019 -0,125011848 0,26579149 0,003562366 0,1443

72 BNLI 2020 0,029019469 -0,0310552 -0,00552835 -0,0076

73 BSIM 2017 -0,018403615 0,07359657 -0,00168606 0,0535

74 BSIM 2018 0,031561717 -0,0558561 -0,00870451 -0,0330

75 BSIM 2019 0,055837187 -0,0051539 -0,00145006 0,0492

185

76 BSIM 2020 -0,062775132 0,11550678 0,002719653 0,0555

77 INPC 2017 0,017076222 0,02922948 -0,0001758 0,0461

78 INPC 2018 -0,112010717 0,13780579 -0,00052962 0,0253

79 INPC 2019 -0,067005036 -0,0175294 -0,00425843 -0,0888

80 INPC 2020 -0,049528028 -0,0564261 0,003025757 -0,1029

81 MCOR 2017 0,129307542 -0,1108543 0,001573434 0,0200

82 MCOR 2018 0,087786014 -0,0466211 0,002096561 0,0433

83 MCOR 2019 0,138280858 -0,1294198 -0,00112779 0,0077

84 MCOR 2020 0,254074389 -0,3008113 -0,00226201 -0,0490

85 MEGA 2017 0,084486727 -0,1447287 0,000322007 -0,0599

86 MEGA 2018 0,088443986 -0,1159818 0,002249325 -0,0253

87 MEGA 2019 0,116858252 -0,1101165 0,002439706 0,0092

88 MEGA 2020 -0,044115868 0,16986217 0,006544086 0,1323

89 NISP 2017 0,084897745 -0,0403165 0,001239512 0,0458

90 NISP 2018 0,074919623 -0,0048068 0,001212939 0,0713

91 NISP 2019 -0,001095527 0,08751317 0,000474946 0,0869

92 NISP 2020 -0,022571317 -0,0450554 -0,00573107 -0,0734

93 NOBU 2017 0,088035091 -0,0838058 -0,00036585 0,0039

94 NOBU 2018 0,14204736 -0,0803585 0,000426494 0,0621

95 NOBU 2019 0,05014882 0,00296238 -0,000251 0,0529

96 NOBU 2020 0,02140936 -0,0762439 0,000315694 -0,0545

97 PNBM 2017 0,047276882 -0,0687128 -0,00344054 -0,0249

98 PNBM 2018 0,053926855 -0,0917304 0,005417261 -0,0324

99 PNBM 2019 -0,000289855 0,02933049 0,001568582 0,0306

100 PNBM 2020 -0,109007779 0,09093999 -0,00216557 -0,0202

101 SDRA 2017 0,094129553 -0,0162713 0,003120597 0,0810

102 SDRA 2018 0,137731318 -0,0714665 0,001321118 0,0676

103 SDRA 2019 0,134018397 -0,0728278 -0,00395494 0,0572

104 SDRA 2020 0,084686511 -0,1106477 -0,00072059 -0,0267

186

b. RSST Acrual

Perhitungan RSST acrual :

RSST Accrual = (ΔWC + ΔNCO + ΔFIN ) / ATS

Dimana :

WC (Working Capital) = (Current Assets –Current Liability)

NCO (Non Current Operating Accrual) = (Total Assets – Current Assets – Invesment and Advances) – (Total

Liabilities – Current Liabilities – Long Term Debt)

FIN (Financial Accrual ) = Total Investment – Total Liabilities

ATS (Average Total Assets) = (Beginning Total Assets + End Total Assets)

NO Kode Tahun Δ WC ΔNCO ΔFIN ATS RSST Acrual

1 AGRO 2017 -603.724.365 -4.709.024 -1.488.167.897 13.850.277.047 -0,1514

2 AGRO 2018 2.424.804.117 6.499.073 -6.795.807.186 19.818.132.312 -0,2202

3 AGRO 2019 -3.818.796.313 18.945.351 161.058.770 25.190.797.082 -0,1444

4 AGRO 2020 1.978.887.117 -11.390.246 -3.546.318.951 27.541.707.587 -0,0573

5 AMAR 2017 -117.773.173 83.761.918 -251.623.612 697.104.744 -0,4097

6 AMAR 2018 19.193.382 4.212.898 -1.019.377.542 1.351.334.690 -0,7370

7 AMAR 2019 643.534.140 -63.807.726 -1.280.707.899 2.654.518.798 -0,2641

8 AMAR 2020 -463.786.950 -3.631.772 -170.808.957 3.755.252.041 -0,1700

9 BABP 2017 -476.412 143.235 1.468.918 11.881.822 0,0956

10 BABP 2018 261.263 89.893 -145.033 10.780.475 0,0191

11 BABP 2019 -364.746 452.384 418.258 10.731.367 0,0471

12 BABP 2020 -1.014.646 64.616 -110.469 11.130.392 -0,0953

13 BBCA 2017 -1.006.566 1.687.935 -34.548.671 713.529.212 -0,0475

14 BBCA 2018 36.349.553 5.812.812 -75.509.017 787.553.808 -0,0423

15 BBCA 2019 -11.870.433 1.888.594 -37.726.306 871.888.628 -0,0547

187

16 BBCA 2020 -44.314.574 4.072.056 -95.900.396 997.279.784 -0,1365

17 BBMD 2017 95.500.827.850 -74.635.901.650 -449.030.121.045 11.202.897.641.649 -0,0382

18 BBMD 2018 748.399.055.890 -320.229.401.241 -692.654.449.345 11.955.461.912.645 -0,0221

19 BBMD 2019 -266.345.004.703 129.034.391.667 115.083.278.697 12.496.649.072.099 -0,0018

20 BBMD 2020 -2.065.114.116.816 234.114.236.724 1.629.050.430.988 13.529.987.003.898 -0,0149

21 BBNI 2017 -7.460.094 2.213.322 -63.265.927 656.180.982 -0,1044

22 BBNI 2018 30.890.278 -14.170.997 -84.323.907 758.951.048 -0,0891

23 BBNI 2019 15.956.637 19.347.537 -27.566.175 827.088.610 0,0094

24 BBNI 2020 -44.843.121 -991.877 -37.046.444 868.471.317 -0,0954

25 BBRI 2017 -48.898.440 -1.699.026 -30.617.880 1.065.545.958 -0,0762

26 BBRI 2018 64.396.407 -22.317.666 -164.888.080 1.212.172.891 -0,1013

27 BBRI 2019 37.143.317 -15.580.717 -46.880.656 1.356.828.566 -0,0187

28 BBRI 2020 -171.362.014 16.855.635 60.086.449 1.464.281.734 -0,0645

29 BBTN 2017 24.680.379 -305.859 -26.424.585 237.766.873 -0,0086

30 BBTN 2018 12.953.024 592.671 -40.494.935 283.900.731 -0,0949

31 BBTN 2019 2.797.846 208.359 104.205 309.106.511 0,0101

32 BBTN 2020 -41.969.171 1.606.538 -12.491.551 336.492.617 -0,1571

33 BDMN 2017 -152.865 38.842 -1.479.931 176.346.807 -0,0090

34 BDMN 2018 12.461.068 1.870.859 -12.630.857 182.509.641 0,0093

35 BDMN 2019 -2.786.011 -596.049 4.859.093 190.148.080 0,0078

36 BDMN 2020 -21.004.900 -2.070.575 5.802.922 197.212.019 -0,0876

37 BGTG 2017 365.891 16.753 -627.643 4.408.929 -0,0556

38 BGTG 2018 68.360 458 31.670 4.539.527 0,0221

39 BGTG 2019 -540.575 -15.495 271.051 4.653.433 -0,0612

40 BGTG 2020 -535.781 -18.735 -2.947 5.087.600 -0,1096

41 BJBR 2017 4.690.543 2.260.211 -12.970.945 108.649.313 -0,0554

42 BJBR 2018 2.824.108 -2.765.231 -1.809.890 117.585.778 -0,0149

43 BJBR 2019 2.775.233 430.060 -1.300.553 121.863.931 0,0156

44 BJBR 2020 -9.695.207 4.007.227 -7.172.268 132.235.238 -0,0973

188

45 BJTM 2017 -241.346 -42.090 -6.665.212 47.275.816 -0,1470

46 BJTM 2018 -2.972.661 -558.714 -6.898.653 57.103.900 -0,1827

47 BJTM 2019 190.263 -739.125 -11.274.406 69.722.716 -0,1696

48 BJTM 2020 -5.777.139 1.464.522 -1.822.633 80.187.883 -0,0765

49 BMAS 2017 -523.527.332 160.184.337 -108.892.843 5.768.182.111 -0,0819

50 BMAS 2018 563.037.083 31.736.036 -1.156.785.100 6.374.434.480 -0,0882

51 BMAS 2019 -251.575.666 -36.071.489 -531.527.328 7.131.801.908 -0,1149

52 BMAS 2020 -824.425.921 198.572.679 -804.425.293 8.840.049.915 -0,1618

53 BMRI 2017 27.175.643 -3.992.067 -64.122.576 1.081.703.428 -0,0378

54 BMRI 2018 27.994.239 -2.087.582 -37.518.116 1.163.476.471 -0,0100

55 BMRI 2019 10.136.621 16.581.810 -62.707.736 1.260.249.215 -0,0286

56 BMRI 2020 -105.546.626 1.540.757 -31.407.438 1.373.790.410 -0,0986

57 BNBA 2017 328.149.145.572 33.097.610.906 -122.426.709.811 7.067.925.334.278 0,0338

58 BNBA 2018 78.920.195.592 59.172.889.745 -156.838.811.640 7.155.975.401.436 -0,0026

59 BNBA 2019 157.654.947.422 11.884.114.861 -422.117.457.981 7.452.463.591.318 -0,0339

60 BNBA 2020 -1.164.534.107.835 4.151.785.157 1.101.972.831.080 7.622.589.020.615 -0,0077

61 BNGA 2017 4.884.208 -9.546.414 -9.494.588 253.938.587 -0,0557

62 BNGA 2018 811.200 667.062 -5.297.480 266.543.472 -0,0143

63 BNGA 2019 9.979.565 1.475.909 -5.094.856 270.624.363 0,0235

64 BNGA 2020 -45.193.774 2.314.519 29.386.148 277.705.416 -0,0486

65 BNII 2017 3.683.162 -702.730 226.970 169.966.197 0,0189

66 BNII 2018 14.614.638 314.797 -6.690.913 175.393.175 0,0470

67 BNII 2019 -5.261.808 512.002 13.821.221 173.307.844 0,0523

68 BNII 2020 -21.181.348 -202.209 11.961.237 171.153.621 -0,0551

69 BNLI 2017 11.547.525 242.564 10.818.195 156.927.941 0,1441

70 BNLI 2018 5.665.958 817.296 -10.796.460 150.610.618 -0,0286

71 BNLI 2019 153.010 -4.498.599 -3.457.715 157.172.063 -0,0496

72 BNLI 2020 -12.838.104 3.749.698 2.388.279 179.588.678 -0,0373

73 BSIM 2017 2.188.455 183.629 -371.258 30.798.352 0,0650

189

74 BSIM 2018 -584.356 411.420 -902.858 30.576.410 -0,0352

75 BSIM 2019 250.741 385.917 -531.990 33.654.149 0,0031

76 BSIM 2020 -6.121.336 -74.607 1.904.428 40.585.801 -0,1057

77 INPC 2017 -962.139 -75.476 -404.365 26.973.473 -0,0535

78 INPC 2018 440.435 -53.894 1.371.722 26.876.098 0,0654

79 INPC 2019 628.644 -101.836 -237.368 25.778.615 0,0112

80 INPC 2020 -374.375 -229.583 -2.844.366 28.029.503 -0,1230

81 MCOR 2017 -653.962 191.799 -2.973.962 14.023.065 -0,2450

82 MCOR 2018 28.833 33.896 -121.740 15.890.607 -0,0037

83 MCOR 2019 -94.483 117.468 -2.366.794 17.443.080 -0,1344

84 MCOR 2020 3.752.987 -5.754 -3.645.406 22.064.629 0,0046

85 MEGA 2017 -6.768.344 4.673.085 -8.611.099 76.414.346 -0,1401

86 MEGA 2018 1.292.895 390.575 -1.712.292 83.029.478 -0,0003

87 MEGA 2019 5.661.619 -4.187.215 -14.998.759 92.282.889 -0,1466

88 MEGA 2020 -12.845.735 -5.448.083 12.559.420 106.503.242 -0,0538

89 NISP 2017 2.101.577 1.453.176 -13.206.564 145.985.149 -0,0661

90 NISP 2018 1.869.240 -6.385.961 -11.779.571 163.678.426 -0,0996

91 NISP 2019 3.806.902 -1.625.857 -3.143.532 177.144.941 -0,0054

92 NISP 2020 -45.908.331 9.302.503 17.009.211 193.502.094 -0,1013

93 NOBU 2017 -406.079 -3.002 -1.496.778 10.005.363 -0,1905

94 NOBU 2018 1.823.692 -210.946 -2.343.384 11.406.231 -0,0641

95 NOBU 2019 1.787.847 -1.193.489 -1.847.800 12.470.742 -0,1005

96 NOBU 2020 100.220 35.861 -615.638 13.442.719 -0,0357

97 PNBM 2017 -10.320.655 -6.548.708 2.284.656 206.358.425 -0,0707

98 PNBM 2018 17.627.060 9.502.253 -3.885.295 210.373.108 0,1105

99 PNBM 2019 701.111 -3.381.687 3.944.896 209.245.894 0,0060

100 PNBM 2020 -30.973.826 3.371.232 26.882.289 214.677.231 -0,0034

101 SDRA 2017 838.553 248.163 -1.978.713 24.858.569 -0,0359

102 SDRA 2018 4.230.412 -7.246 -3.170.339 28.359.099 0,0371

190

103 SDRA 2019 2.943.232 -5.026 -6.403.531 33.286.065 -0,1041

104 SDRA 2020 2.890.464 -69.810 -429.670 37.497.188 0,0638

191

c. FFR

Perhitungan FFR :

F-Score = RSSTAccrual + Financial Performance

Kode Tahun

Financial

performance

RSST

Acrual F-Score

1 AGRO 2017 0,2866 -0,1514 0,1353

2 AGRO 2018 0,1786 -0,2202 -0,0417

3 AGRO 2019 0,1357 -0,1444 -0,0088

4 AGRO 2020 -0,0639 -0,0573 -0,1212

5 AMAR 2017 0,3672 -0,4097 -0,0425

6 AMAR 2018 0,6928 -0,7370 -0,0442

7 AMAR 2019 0,4284 -0,2641 0,1643

8 AMAR 2020 0,1067 -0,1700 -0,0633

9 BABP 2017 -0,0175 0,0956 0,0780

10 BABP 2018 -0,0240 0,0191 -0,0049

11 BABP 2019 0,1025 0,0471 0,1496

12 BABP 2020 -0,0838 -0,0953 -0,1791

13 BBCA 2017 0,0188 -0,0475 -0,0287

14 BBCA 2018 0,0125 -0,0423 -0,0298

15 BBCA 2019 0,0823 -0,0547 0,0276

16 BBCA 2020 0,0411 -0,1365 -0,0954

17 BBMD 2017 -0,0463 -0,0382 -0,0845

18 BBMD 2018 -0,0094 -0,0221 -0,0315

19 BBMD 2019 -0,0012 -0,0018 -0,0030

20 BBMD 2020 0,1178 -0,0149 0,1029

21 BBNI 2017 0,0595 -0,1044 -0,0450

22 BBNI 2018 0,0641 -0,0891 -0,0250

23 BBNI 2019 0,0508 0,0094 0,0602

24 BBNI 2020 -0,0602 -0,0954 -0,1556

25 BBRI 2017 0,0466 -0,0762 -0,0297

26 BBRI 2018 0,0356 -0,1013 -0,0657

27 BBRI 2019 0,0490 -0,0187 0,0303

28 BBRI 2020 -0,0530 -0,0645 -0,1175

29 BBTN 2017 0,1121 -0,0086 0,1035

30 BBTN 2018 0,0898 -0,0949 -0,0051

31 BBTN 2019 0,0905 0,0101 0,1005

32 BBTN 2020 -0,0170 -0,1571 -0,1741

33 BDMN 2017 -0,0420 -0,0090 -0,0510

34 BDMN 2018 -0,0056 0,0093 0,0037

192

35 BDMN 2019 0,0691 0,0078 0,0768

36 BDMN 2020 -0,0888 -0,0876 -0,1764

37 BGTG 2017 0,2064 -0,0556 0,1508

38 BGTG 2018 -0,0065 0,0221 0,0157

39 BGTG 2019 0,0217 -0,0612 -0,0396

40 BGTG 2020 -0,0596 -0,1096 -0,1692

41 BJBR 2017 0,0151 -0,0554 -0,0403

42 BJBR 2018 0,0199 -0,0149 0,0050

43 BJBR 2019 -0,0103 0,0156 0,0054

44 BJBR 2020 0,0228 -0,0973 -0,0745

45 BJTM 2017 0,2701 -0,1470 0,1231

46 BJTM 2018 0,0270 -0,1827 -0,1557

47 BJTM 2019 0,0147 -0,1696 -0,1548

48 BJTM 2020 -0,0216 -0,0765 -0,0981

49 BMAS 2017 -0,0727 -0,0819 -0,1545

50 BMAS 2018 0,0094 -0,0882 -0,0788

51 BMAS 2019 0,1166 -0,1149 0,0017

52 BMAS 2020 0,0097 -0,1618 -0,1521

53 BMRI 2017 -0,0428 -0,0378 -0,0806

54 BMRI 2018 0,0193 -0,0100 0,0093

55 BMRI 2019 0,0923 -0,0286 0,0637

56 BMRI 2020 -0,0397 -0,0986 -0,1383

57 BNBA 2017 -0,0582 0,0338 -0,0244

58 BNBA 2018 -0,0683 -0,0026 -0,0709

59 BNBA 2019 -0,0186 -0,0339 -0,0525

60 BNBA 2020 0,0227 -0,0077 0,0150

61 BNGA 2017 0,0950 -0,0557 0,0392

62 BNGA 2018 -0,0489 -0,0143 -0,0633

63 BNGA 2019 -0,0026 0,0235 0,0209

64 BNGA 2020 -0,0067 -0,0486 -0,0553

65 BNII 2017 -0,0256 0,0189 -0,0067

66 BNII 2018 -0,0141 0,0470 0,0329

67 BNII 2019 0,0731 0,0523 0,1254

68 BNII 2020 -0,1428 -0,0551 -0,1979

69 BNLI 2017 -0,1958 0,1441 -0,0517

70 BNLI 2018 -0,0262 -0,0286 -0,0548

71 BNLI 2019 0,1443 -0,0496 0,0947

72 BNLI 2020 -0,0076 -0,0373 -0,0449

73 BSIM 2017 0,0535 0,0650 0,1185

74 BSIM 2018 -0,0330 -0,0352 -0,0682

75 BSIM 2019 0,0492 0,0031 0,0523

193

76 BSIM 2020 0,0555 -0,1057 -0,0503

77 INPC 2017 0,0461 -0,0535 -0,0073

78 INPC 2018 0,0253 0,0654 0,0907

79 INPC 2019 -0,0888 0,0112 -0,0776

80 INPC 2020 -0,1029 -0,1230 -0,2260

81 MCOR 2017 0,0200 -0,2450 -0,2250

82 MCOR 2018 0,0433 -0,0037 0,0395

83 MCOR 2019 0,0077 -0,1344 -0,1266

84 MCOR 2020 -0,0490 0,0046 -0,0444

85 MEGA 2017 -0,0599 -0,1401 -0,2000

86 MEGA 2018 -0,0253 -0,0003 -0,0256

87 MEGA 2019 0,0092 -0,1466 -0,1374

88 MEGA 2020 0,1323 -0,0538 0,0784

89 NISP 2017 0,0458 -0,0661 -0,0203

90 NISP 2018 0,0713 -0,0996 -0,0282

91 NISP 2019 0,0869 -0,0054 0,0815

92 NISP 2020 -0,0734 -0,1013 -0,1746

93 NOBU 2017 0,0039 -0,1905 -0,1866

94 NOBU 2018 0,0621 -0,0641 -0,0019

95 NOBU 2019 0,0529 -0,1005 -0,0477

96 NOBU 2020 -0,0545 -0,0357 -0,0902

97 PNBM 2017 -0,0249 -0,0707 -0,0956

98 PNBM 2018 -0,0324 0,1105 0,0781

99 PNBM 2019 0,0306 0,0060 0,0367

100 PNBM 2020 -0,0202 -0,0034 -0,0236

101 SDRA 2017 0,0810 -0,0359 0,0451

102 SDRA 2018 0,0676 0,0371 0,1047

103 SDRA 2019 0,0572 -0,1041 -0,0469

104 SDRA 2020 -0,0267 0,0638 0,0371

194

Lampiran 2

Output pengujian Smart PLS

195

Hasil Statistik Deskriptif

Hasil Outer Weights

Indikator FT AQ CIA IC PC FD FFR

ROA 1,000

AQUALITY 1,000

ACHANGE 1,000

BODOUT 1,000

POLCON 1,000

Z-SCORE 1,000

F-SCORE 1,000

Hasil dari Cross loading

Indikator FT AQ CA IC PC FD FFR

ROA 1,000 0,169 0,067 -0,170 0,432 -0,219 0,181

AQUALITY 0,169 1,000 -0,286 -0,034 0,099 -0,345 0,090

ACHANGE 0,067 -0,286 1,000 -0,080 -0,080 0,067 -0,118

BODOUT -0,170 -0,034 -0,077 1,000 -0,312 0,168 0,083

POLCON 0,432 0,099 -0,080 -0,312 1,000 -0,055 -0,099

Z-SCORE -0,219 -0,345 0,067 0,168 -0,055 1,000 -0,362

F-SCORE 0,181 0,090 -0,118 0,083 -0,099 -0,362 1,000

Variabel N Min Max Mean Std.Dev

FFR 104 -0.226 0.164 -0.029 0.091

Financial Distress 104 -2.684 1.085 -0.816 0.780

Financial Target 104 -0.230 3.130 1.178 0.795

Independent

Commisioners 104 37.5 75.00 57.757 8.623

Variabel N Variabel Dummy

1 0

Audit Quaity 104 69.23% 30.77%

Change in Auditor 104 13.46% 86.54%

Political Connection 104 38.46% 61.54%

196

Hasil dari Average Variance Extracted (AVE)

Hasil dari uji normalitas Skewnes dan kurtosis

N Skewness Kurtosis

Statistic Statistic

Std.

Error Statistic

Std.

Error

Unstandardized

Residual 104 ,380 ,237 -,487 ,469

Valid N

(listwise) 104

Hasil PLS Algorithm

Indikator AVE

ROA 1,000

AQUALITY 1,000

ACHANGE 1,000

BODOUT 1,000

POLCON 1,000

Z-SCORE 1,000

F-SCORE 1,000

197

Hasil Boothstrapping

Hasil R-Square

Variabel R-square

Financial Distress 0,171

FFR 0,207

Hasil F-Square

Variabel F-Square

FD FFR

FT 0,032 0,047

AQ 0,106 0,008

CA 0,000 0,022

IC 0,027 0,014

PC 0,010 0,030

FD 0,139

FFR

Hasil Q-Square

Variabel Q-Square

198

Financial Distress 0,136

FFR 0,121

Hasil Model Fit

Saturated Model Estimated Model

SRMR 0,000 0,000

d_ULS 0,000 0,000

d_G1 0,000 0,000

d_G2 0,000 0,000

Chi-Square 0,000

NFI 1,000 1,000

rms Theta 0,138

Path Coeffiecents (Mean, STDEV, T-Value)

Variabel

Original

Sampel

(O)

Sample

Mean

(M)

Standard

Deviation

(StDev)

T-Statistic

(IO/StDev)

P-

Value

FT→FD -0,186 -0,184 0,093 2,004 0,046

AQ→FD -0,316 -0,322 0,091 3,462 0,001

CA→FD -0,010 -0,007 0,079 0,130 0,896

IC→FD 0,160 0,165 0,092 1,733 0,084

PC→FD -0,107 0,111 0,095 1,131 0,624

FT→FFR 0,223 0,210 0,111 2,018 0,044

AQ→FFR -0,092 -0,095 0,117 0,787 0,432

CA→FFR -0,140 -0,129 0,088 1,584 0,114

IC→FFR 0,112 0,115 0,093 1,204 0,229

PC→FFR -0,179 -0,175 0,095 1,131 0,259

FD→FFR -0,364 -0,377 0,104 3,514 0,000

Specific Indirect Effect (Mean, STDEV, T-Value)

Variabel

Original

Sampel

(O)

Sample

Mean

(M)

Standard

Deviation

(StDev)

T-Statistic

(IO/StDev)

P-

Value

FT→FD→FFR 0,068 0,070 0,042 1,620 0,106

AQ→FD→FFR 0,115 0,115 0,049 2,354 0,019

CA→FD→FFR -0,004 -0,004 0,029 0,130 0,896

IC→FD→FFR -0,058 -0,058 0,039 1,509 0,132

199

PC→FD→FFR -0,039 -0,039 0,038 1,091 0,309