Zakat Untuk Ekonomi Bencana (Perspektif, Jawa Pos Radar Jember, 28 Januari 2014)
-
Upload
khairunnisa-musari -
Category
Documents
-
view
15 -
download
0
description
Transcript of Zakat Untuk Ekonomi Bencana (Perspektif, Jawa Pos Radar Jember, 28 Januari 2014)
(Terimakasih untuk kiriman foto artikelnya, Pak Amin...)
Zakat untuk Ekonomi Bencana
Oleh: Khairunnisa Musari
Pekan lalu, saya menghadiri ujian terbuka Bupati Mamuju di Universitas Airlangga (Unair)
Surabaya. Saya termasuk dari 15 orang yang menjadi Undangan Akademik. Hari itu kampus Pasca
benar-benar tumpah ruah. Dari 30 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berada di
Kabupaten Mamuju, tidak ada satu pun Kepala Dinas yang absen menghadiri ujian terbuka Sang
Bupati dua periode tersebut.
Mungkin ada sekitar 300 orang lebih yang datang. Ruangan untuk undangan umum dan
semua kursi yang berada di sepanjang koridor kampus Pasca dipenuhi oleh para tamu. Nuansa
warna biru cukup kental. Beberapa diantaranya bermotif perahu pinisi. Selidik penuh selidik,
ternyata Bupati Mamuju ini juga adalah petinggi partai politik berkuasa di daerahnya.
Bukan soal politik yang ingin menjadi bahan diskusi tulisan saya kali ini. Saya tertarik dengan
bahasan zakat yang menjadi judul disertasi Sang Promovendus tersebut. Dalam paparannya, Sang
Promovendus menceritakan perolehan zakat dari Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Mamuju
sebelum dan sesudah diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2009 tentang
Pengelolaan Zakat di Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.
Tahun 2008, pengumpulan zakat terutama dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan
pemerintah kabupaten (Pemkab) dan individu-individu yang menyalurkan zakatnya pada BAZDA
sebanyak Rp 212,625 juta. Tahun 2010, pasca penetapan Perda, meningkat menjadi Rp 567 juta.
Tahun 2012 meningkat lagi menjadi Rp 1,657 miliar dan tahun 2013 meningkat menjadi Rp 2,2
miliar.
Yang menarik dari informasi kinerja pengumpulan zakat tersebut adalah menyandingkannya
dengan data jumlah penduduk Kabupaten Mamuju yang bahkan tidak sampai 400 ribu jiwa dengan
jumlah PNS sekitar 6.075 orang atau ‘hanya’ sekitar 1,52 persen dari total jumlah penduduk.
Sayang, saya tidak memiliki data perolehan zakat dari BAZDA Jember, Lumajang, dan
Bondowoso. Namun, dengan jumlah penduduk Kabupaten Jember yang hampir 2,5 juta jiwa,
Kabupaten Lumajang yang lebih dari 1 juta jiwa atau Kabupaten Bondowoso yang hampir 750 ribu
jiwa, maka tiga kabupaten ini dengan sejumlah asumsi memiliki potensi perolehan zakat yang
seharusnya jauh melampaui perolehan zakat BAZDA Mamuju.
Ekonomi Bencana
Mengaitkan fenomena darurat bencana yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia dengan
bahasan potensi dan pengelolaan zakat menjadi intisari dari tulisan ini. Menyimak keluhan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menyesalkan sejumlah pemerintah daerah
(Pemda) di wilayah rawan bencana yang kurang sigap dalam penganggaran untuk penanggulangan
bencana, maka masyarakat perlu kelembagaan lain yang dapat menginisiasi kegiatan tersebut.
Sebagaimana diberitakan, kebanyakan Pemda hanya menganggarkan 0,1 persen dari total
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk dana penanganan awal bencana. Menurut
BNPB, Pemda seyogyanya menyiapkan dana minimal 1 persen dari APBD untuk penanganan awal
bencana yang harus sudah disiapkan di setiap awal tahun di mana siklus bencana sering terjadi.
Namun, yang berlangsung, ketika bencana terjadi di awal tahun, APBD belum ditandatangani
sehingga Pemda belum memiliki cadangan dana untuk penanganan awal bencana.
Tak berbeda jauh dengan Pemda, pemerintah pusat pun minim menganggarkan dana
penanggulangan bencana. Alokasi dana mitigasi dan penanggulangan bencana di Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 berkisar Rp 7 triliun atau 0,38 persen dari total
belanja APBN yang mencapai Rp 1.842 triliun. Padahal, mengingat pengelolaan bencana termasuk
dalam daftar 11 prioritas pembangunan nasional pemerintah dan mengingat sebagian wilayah
Indonesia termasuk rawan bencana, maka anggaran sebesar Rp 7 triliun dinilai tak cukup memadai.
Pada tataran inilah, maka diperlukan instrumen atau kelembagaan lain yang dapat menjadi
alternatif bagi masyarakat dalam mengantisipasi bencana. Mengaitkan kembali dengan pengelolaan
zakat yang peruntukkannya jelas untuk delapan asnaf, maka sesungguhnya zakat memiliki potensi
untuk menjadi instrumen dalam ekonomi bencana.
Zakat Produktif
Menutup tahun 2013 dan mengawali tahun 2014, tercatat sejumlah wilayah yang terkena
bencana di Kabupaten Lumajang, Jember, dan Bondowoso. Di Lumajang, banjir terjadi di empat
desa di Kecamatan Yosowilangun dan dua desa di Rowokangkung. Selain itu, siaga banjir lahar
dingin juga digaungkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyusul volume
daerah aliran sungai (DAS) yang menampung material vulkanis Gunung Semeru meningkat dan
berpotensi mengancam keselamatan warga desa di enam kecamatan.
Di Jember, banjir terjadi di Kecamatan Kencong dan Gumuk Mas yang kemudian meluas ke
Semboro dan Tanggul. Terdapat 19 kecamatan di kabupaten ini yang memang rawan banjir
genangan, banjir bandang, dan tanah longsor. Panti adalah kecamatan yang kerap kali mengalami
banjir bandang.
Di Bondowoso, BPBD masih memberlakukan status siaga darurat untuk bencana banjir,
longsor, dan puting beliung hingga akhir Januari karena intensitas hujan dan angin yang masih
tinggi. Terdapat 12 kecamatan yang rawan banjir dan longsor serta lima kecamatan yang rawan
puting beliung. Prajekan adalah kecamatan yang sering mengalami banjir bandang.
Terkait dengan tiga kabupaten yang rawan bencana ini, maka pengelolaan zakat daerah perlu
dioptimalkan sebagai salah satu instrumen dari ekonomi bencana. Peran zakat harus diperluas. Al-
Qur’an memang tidak menyebut spesifik bahwa korban bencana sebagai pihak yang berhak
menerima zakat. Sebagaimana pengertian fakir dan miskin menurut jumhur ulama adalah orang-
orang yang dalam kondisi kekurangan dan membutuhkan, maka korban bencana sangat
dimungkinkan memperoleh bagian dari dana zakat dengan menganalogikannya sebagai golongan
fakir dan miskin.
Dalam hal ini, BAZDA perlu berkoordinasi dengan komunitas zakat untuk bekerjasama
dalam penanggulangan bencana. Setiap lembaga amil zakat (LAZ) harus mengambil posisi sebagai
bagian dari sistem penanggulangan bencana di wilayahnya. Tidak bisa dipungkiri, bencana dapat
mengubah kondisi status ekonomi masyarakat sehingga masuk dalam asnaf mustahik. Mengingat
kondisi geografis di tapal kuda yang rawan bencana, sudah selayaknya kontribusi pengumpulan
zakat, infak, dan sedekah untuk kebencanaan juga dioptimalkan.
Untuk itu, ke depan, BAZDA dan LAZ perlu meningkatkan pengelolaan zakat produktif
daripada zakat konsumtif. Yang dimaksud zakat produktif adalah penyaluran dana zakat yang
diberikan kepada para mustahik untuk pengembangan usaha sehingga usaha tersebut dapat
memenuhi kebutuhan hidup mereka secara terus-menerus. Pada akhirnya, para mustahik ini berubah
menjadi wajib zakat.
Dalam hal ini, peran kepala daerah sangat strategis untuk menjadi regulator sekaligus
fasilitator untuk mensinergikan semua pemangku kepentingan. Zakat, infak, dan sedekah barulah
akan mampu mengentas kemiskinan bila dapat menjadi pengungkit ekonomi skala besar dengan
difungsikannya peran instrumen ini sebagai penggerak perekonomian mustahik. Bila Perda dapat
bekerja optimal untuk kegiatan kemanusiaan, mungkin Pemda Jember, Lumajang, dan Bondowoso
dapat menyusun Perda yang lebih baik daripada Mamuju yang baru pada tataran penguatan
pengumpulan zakat. Wallahua’lam bish showab.