Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga...
Transcript of Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga...
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
ABSTRAK
Kemiskinan merupakan suatu kondisi kehidupan serba kekurangan yang dialami oleh
seseorang sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal hidupnya. Kebutuhan
minimal tersebut meliputi kebutuhan untuk makanan dan non makanan yang minimal harus
dipenuhi, meliputi rumah, penerangan, bahan bakar, pakaian, pendidikan, kesehatan, dan
transportasi. Kebutuhan ini berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya, tergantung
faktor kebiasaan, pola konsumsi, dan letak geografis.
Kemiskinan perkotaan seringkali merupakan kemiskinan perdesaan yang beralih dari
desa ke kota, juga merupakan kaum migran akibat dari cepatnya laju pertumbuhan penduduk
dan lingkungan ekonomi dan umumnya mereka bekerja di sektor informal. Tenaga kerja
sektor informal di perkotaan diidentikkan dengan penduduk miskin di perkotaan yang
kehadirannya dipandang dari sisi positif dan negatif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa kepemilikan rumah, pendidikan
kepala rumah tangga, sumberdaya ekonomi rumah tangga dan jumlah anggota rumah tangga
secara bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap miskin atau bukan
miskinnya rumah tangga di perkotaan.
Tingkat pendidikan kepala rumah tangga miskin berbeda nyata dengan tingkat
pendidikan kepala rumah tangga bukan miskin. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga
miskin pada umumnya tamat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Dasar, sedangkan
kepala rumah tangga bukan miskin pada umumnya menamatkan Sekolah Menengah Atas.
Tingkat pendidikan memberikan pengaruh terhadap pendapatan perkapita rumah tangga.
Rumah tangga miskin di perkotaan pada umumnya merupakan kaum migran dengan
presentase jumlah rumah tangga sekitar 59,46 persen. Alasan utama melakukan migrasi
adalah mencari rumah sewa yang harganya lebih murah. Rumah tangga miskin cenderung
bekerja di sektor informal dan rumah tangga bukan miskin di sektor formal.
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
DAFTAR I S I
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ................................................................................................ 1
2. Perumusan Masalah ........................................................................................ 6
3. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6
4. Manfaat Penelitian . ......................................................................................... 7
5. Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 7
a. Pengertian Kemiskinan ......................................................................... 7
b. Jenis dan Ciri-Ciri Kemiskinan ............................................................ 14
c. Konsep Penelitian ................................................................................. 18
6. Metode Penelitian . ................................................... ..................................... 26
A. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................. ..................................... 26
B. Populasi dan Sampel ........................................... ..................................... 27
a. Populasi .......................................................... ..................................... 27
b. Sampel ............................................................ ..................................... 28
C. Jenis dan Sumber Data ............................................ ..................................... 29
D. Metode Pengumpulan Data ..................................... ..................................... 30
E. Analisis Data ........................................................... ..................................... 30
BAB II IDENTIFIKASI MASALAH
1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ................... ..................................... 31
a. Letak dan Geografis ....................................... ..................................... 31
b. Luas Wilayah ................................................. ..................................... 32
c. Jumlah Penduduk ........................................... ..................................... 33
d. Struktur Perekonomian .................................. ..................................... 38
i
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
BAB III PEMBAHASAN
a. Pendapatan Rumah Tangga dan Pendapatan Perkapita ....................... 40
b. Kepemilikan Rumah ............................................................................ 44
c. Pendidikan ........................................................................................... 46
d. Sumber Daya Ekonomi ........................................................................ 49
e. Jurnlah Anggota Rumah Tangga ......................................................... 51
f. Kependudukan dan Kualitas Lingkungan ............................................ 58
g. Kesehatan Lingkungan ........................................................................ 62
h. Pemberdayaan Rumah Tangga Miskin ................................................ 65
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan .......................................................................................... 68
b. Saran .................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ii
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah sosial terbesar yang dihadapi oleh manusia, khususnya di negara-negara
yang sedang berkembang adalah masalah kemiskinan. Sejak dahulu berbagai upaya telah
ditempuh dan berbagai kebijakan telah dilakukan untuk memerangi kemiskinan, namun
sampai sekarang belum memberikan hasil yang menggembirakan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Kemiskinan tetap ada mengiringi derap pembangunan baik di Wilayah
pedesaan maupun perkotaan.
Di Indonesia masalah kemiskinan mulai mendapat perhatian serius sejak tahun 1993,
yaitu sejak pidato Presiden RI di depan anggota DPR pada tahun 1992 tentang masalah
kemiskinan. Kesadaran akan dampak negatif dari pembangunan semakin meningkat dan
masyarakat miskin kembali menjadi sorotan dan sasaran berbagai proyek pembangunan.
Akibat kebijakan pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi, pada
kenyataannya tidak membuat keadaan yang lebih baik, bahkan yang terjadi di negara-negara
berkembang sebaliknya yaitu pembangunan yang terdistorsi. Kemiskinan semakin
meningkat, terjadinya kesenjangan dalam struktur masyarakat, munculnya krisis lingkungan
1
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
hidup dan lainnya. Hal ini menyebabkan timbulnya konsep pembangunan social sebagai
upaya untuk mengatasi keterbelakangan dan permasalahan-permasalahan di negara yang
sedang berkembang (Rajuminropa, 2002:2).
Menurut Sarman dan Sajogyo (2000) kebijakan pembangunan sampai Pelita III
terlalu cenderung berorientasi pada upaya-upaya pertumbuhan ekonomi daripada pemerataan
pembangunan. Pertumbuhan ekonomi menuntut adanya efisiensi dalam aktifitas
mengeksploitasi segala sumber daya yang ada. Semnetara pemerataan pembangunan lebih
berorientasi pada aspek keadilan sosial dan perhatian kepada kepentingan seluruh rakyat,
tentu saja tidak selalu dapat memegang teguh prinsip efisiensi.
Melihat dari kecendrungan-kecendrungan yang ada dalam proses pembangunan pada
saat ini, pada tahun-tahun mendatang kemiskinan akan menggeser dari daerah pedesaan ke
daerah perkotaan. Hal ini didukung laju industrialisasi yang berskala besar seperti
pertambangan dan perkebunan besar yang akan menambah tekanan pada penduduk di
pedesaan untuk melepaskan tanah mereka untuk digunakan sebagai lahan industri. Akibatnya
penduduk desa akan meninggalkan desa menuju kota (urbanisasi) yang mengakibatkan akan
menjadi konsentrasi besarbesaran orang miskin di perkotaan (Soetrisno, 1997: 42).
2
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Kondisi kemiskinan di perkotaan sudah tentu berbeda dengan kemiskinan di
pedesaan baik secara struktur dan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya serta jumlah
penduduk miskin. Menurut Amar Syamsul (1999 : 36) kemiskinan sekelompok masyarakat
di pedesaan diawali dari keterbatasan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Secara
spesifik faktor tersebut antara lain : luas lahan pertanian, tingkat pendidikan, ketrampilan,
kesehatan dan aksebilitas dalam memanfaatkan kelembagaan ekonomi maupun tekhnologi
kepemilikan lahan yang kecil.
Dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat atau rumah tangga sering
didengarkan beberapa indikator sosial ekonomi. Indikator ini dapat disembunyikan dengan
jelas keadaan dan kondisi tentang suatu hai yang terjadi di masyarakat. Dengan adanya
indikator ini juga dapat memberikan arah kebijakan kepada Pemerintah atau instansi terkait
dalam upaya untuk memulai menghapus dan memberikan perhatian khusus terhadap
kemiskinan yang terjadi di perkotaan. Beberapa indikator yang umumnya dapat
menggambarkan kondisi sosial ekonomi rumah tangga antara lain jumlah penduduk, tingkat
pendidikan, banyaknya anggota rumah tangga, jenis pekerjaan kepala rumah tangga dan
faktor lainnya.
Faktor-faktor penyebab kemiskinan di perkotaan sampai saat ini jarang diperhatikan
dan dijadikan objek penelitian, sehingga penulis mengalami kesulitan untuk mendapatkan
referensi dari hasil penelitian sejenis. Apakah memang faktor- faktor kemisikinan di
perkotaan memiliki
3
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
karakteristik yang khusus atau hampir serupa dengan pedesaan kecuali faktor produksi lahan
pertanian yang merupakan ciri khas masyarakat pedesaan. Kondisi di atas menyebabkan
penulis tertarik untuk menganalisis kemiskinan di perkotaan dengan didasari suatu asumsi
bahwa kemiskinan di perkotaan merupakan perpindahan kemiskinan yang datangnya dari
pedesaan dikarenakan adanya migrasi penduduk dari desa ke kota.
Adapun yang menjadi kota pilihan penulis adalah kota Pematang Siantar dengan
didasari dari beberapa publikasi yang diterbitkan dari BPS, bahwa kota tersebut memiliki
indicator sosial ekonomi yang cukup tinggi dibanding dengan daerah kabupaten/kota lainnya
di Propinsi Sumatera Utara. Indikator meliputi tingkat pendidikan, kesehatan, pertumbuhan
ekonomi, dan lain sebagainya. Hal ini juga didukung dengan paling tingginya batas garis
kemiskinan Kota Pematang Siantar di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2004 yaitu
sebesar 153.000/kapita /bulan.
Keberhasilan yang dicapai Kota Pematang Siantar yang tertuang dalam berbagai
indikator tersebut, temyata belum mampu untuk menghilangkan kemiskinan. Kemiskinan
tetap ada dan selalu ada meskipun keberhasilan pembangunan di berbagai bidang atau sektor
perekonomian telah mencapai sasaran yang dituju. Jumlah penduduk miskin di Kota
Pematang Siantar pada tahun 2004 menurut BPS adalah sebesar 27.100 orang atau presentase
penduduk miskin sebesar 12,15
4
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
persen. Oleh karena itu penulis mencoba untuk melihat fenomena di atas dengan melakukan
penelitian ini.
Selama ini upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan, cendrung
dilakukan melalui pemberian kredit usaha berupa bantuan modal dan dana bergulir berupa
seperti IDT, Tabungan Keluarga Sejahtera (Tahkesra), dan Kredit Keluarga Sejahtera
(Kukesra). Hasil yang diperoleh temyata tidak dapat memberikan konstribusi yang berarti
terhadap perubahan kesejahteraan masyarakat miskin. Hal ini dikarenakan pemberdayaan
ekonomi masyarakat miskin tidak diikuti dengan pemberdayaan sumber daya masyarakat
miskin itu sendiri, sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mengelolah bantuan yang telah
diberikan oleh karena tingkat pengetahuan, pendidikan, dan ketrampilan yang rendah.
Pemberdayaan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan meningkatkan
ketrampilan manusia.. Ketrampilan dapat diperoleh melalui lembaga pendidikan formal dan
informal. Perberdayaan masyarakat miskin melalui upaya perbaikan tingkat pendidikan yang
dimulai sejak usia dini, akan memberikan suatu harapan agar mereka nantinya akan memiliki
kualitas sumber daya manusia yang siap bersaing dengan produktifitas yang tinggi sehingga
akan memiliki pendapatan yang tinggi. Menurut Malasis dan Amar Syamsul (1999 : 37)
tinggi rendahnya pendapatan memiliki dampak terhadap variabel-variabel lainnya.
5
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Rendahnya pendapatan berakibat terhadap rendahnya pendapatan perkapita.
2. Penrmusan Masalah
Adapun beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian berkaitan dengan
latar belakang penelitian adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana kondisi sosial ekonomi rumah tangga seperti perumahan, lama
perkawinan, pendidikan, kepemilikan sumber daya ekonomi dan jumlah rumah
tangga terhadap kemiskinan di perkotaan?
b. Bagaimana keadaan status rumah tangga (miskin dan bukan miskin) dengan status
migrasi rumah tangga (migran dan nonmigran) di perkotaan?
3. Tujuan Penelitian.
a. Untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial ekonomi rumah tangga terhadap
kemiskinan.
b. Untuk mengetahui status rumah tangga (miskin dan bukan miskin) dengan status
migrasi rumah tangga (migran dan non migran) di perkotaan.
6
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
4. Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan masukan bagi pengambil keputusan di instansi terkait dan pemerintah
kota dalam menentukan kebijakan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan
memberdayakan kemampuan rumah tangga miskin.
b. Sebagai bahan masukan bagi peneiiti untuk melakukan penelitian sejenis ataupun
lanjutan.
c. Memberikan manfaat bagi pembaca baik untuk kepentingan akademis maupun
kepentingan pribadi.
5. Tinjauan Pustaka
a. Pengertian Kemiskinan
Secara umum pengertian kemiskinan diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang
untuk memenuhi kebutuhan primer kehidupannya. Menurut Poerwadarminto (1976)
secara harfiah kata miskin berarti tidak berharta benda. Kemiskinan merupakan suatu
kondisi kehidupan serba kekurangan yang dialami seseorang sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimal kehidupannya. Standar minimal kebutuhan hidup ini
berbeda antara satu daerah dengan daerah lain,
7
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
karena sangat bergantung kebiasaan/adat, fasilitas transportasi dan distribusi serta letak
geografisnya.
Kebutuhan minimal tersebut meliputi kebutuhan untuk makanan terutama energi
kalori sehingga kemungkinan seseorang bias bekerja untuk memperoleh pendapatan.
Menurut BPS patokan tingkat kecukupan kalori yang dijadikan acuan adalah sebesar 2.100
kalori setiap orang per hari (untuk makanan). Selain kebutuhan makanan juga diperlukan
kebutuhan lain yang minimal harus dipenuhi, yaitu meliputi tempat perlindungan (rumah)
termasuk fasilitas penerangan, bahan bakar dan pemeliharaannya, pakaian termasuk alas kaki,
pendidikan, pemeliharaan kesehatan dan perawatan pribadi serta transportasi.
Menurut Radwan dan Alfthan dalam Mulyanto S dan Dieter E (1982 : 2) bahwa
keperluan minimum dari seseorang individu atau rumah tangga adalah sebagai berikut:
1. makan
2. pakaian
3. perumahan
4. kesehatan
5. pendidikan
6. air dan sanitasi
7. transportasi dan
8. partisipasi
8
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sundoyo Pitomo dalam Mulyanto S
dan Hans-Dieter E. (1982 : 43) mengenai kebutuhan dasar kelompok berpenghasilan rendah
di Jakarta, urutan jenis kebutuhan rumah tangga yang dianggap penting adalah sebagai
berikut :
1. Pangan
2. Perumahan
3. Kesehatan
4. Sandang
5. Transportasi
6. Pendidikan dll
Kuncoro (1997 : 103) menyatakan bahwa kemiskinan didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup atau dengan kata lain ketidakmampuan
individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan yang
sangat penting guna kelangsungan hidup manusia , baik yang terdiri dari kebutuhan atau
konsumsi individu (makan, perumahan dan pakaian) maupun keperluan pelayanan sosial
tertentu (air minum, sanitasi, transportasi, kesehatan dan pendidikan).
Lebih jauh dari pada itu , masalah lingkungan dengan manifestasinya yang paling
menonjol masalah pencemaran seperti
9
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
pencemaran udara dan air, hal tersebut ditambah lagi dengan tekanan penduduk.
Sebelum beranjak lebih jauh dalam membicarakan masalah lingkungan, ada baiknya
kita tedebih dahulu mendefinisikan apa yang disebut dengan lingkungan hidup. Lingkungan
hidup adalah semua benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang
tempat manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhinya.
Adapun menurut pengertian Yuridis, yang tercantum di dalam Pasal 1 (satu)
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolan Lingkungan Hidup adalah
lingkungan hidup diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Otto Soemarwoto (1976:100) mengartikan lingkungan hidup sebagai semua benda
dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam
ruang dan tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup dan kesejahteraan manusia dan
jasad hidup lainnya.
Manusia mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Aktivitasnya
mempengaruhi lingkungannya, sebaliknya manusia dipengaruhi oleh lingkungannya.
Hubungan timbal balik demikian terdapat
10
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
antara manusia sebagai individu atau kelompok atau masyarakat dan lingkungan alamnya.
Dalam lingkungan hidup yang baik , interaksi antar berbagai komponen akan selalu terdapat
keseimbangan. Keseimbangan demikian dapatlah disebut tergantung pada kepentingan
manusia. Mengapa dikatakan tergantung pada kepentingan manusia, karena pada hakekatnya
lingkungan hidup adaiah bersifat “antrophocentris” artinya lingkungan hidup itu dipelihara,
dibangun atau dikelola dengan sebaik-baiknya tidak lain hanya sebagai untuk kepentingan
manusia saja. Selama interaksi manusia lingkungannya berada dalam batas-batas
keseimbangan dan dapat pulih seketika dalam keseimbangan , maka selama itu pula
lingkungan disebut harmonis (serasi).
Masyarakat merupakan sumber daya penting bagi kepentingan pengelolaan
lingkungan. Bukan saja diharapkan sebagai sumber daya yang bisa didayagunakan untuk
perubahan lingkungan akan tetapi lebih dari itu komponen masyarakat bisa memberikan
altemative -alternative penting bagi pembangunan lingkungan hidup seutuhnya. Lothar
Grandlling, dengan karyanya yang berjudul “Public Participation in Environmental Decision
Making” mengemukakan beberapa dasar bagi partisipasi masyarakat dalam rangka tindakan
perlindungan lingkungan yaitu dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Memberikan informasi kepada pemerintah
11
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan
3. Membantu perlindungan hukum
4. Mendememokrasikan pengambilan keputusan
Sadar akan peranan masyarakat dalam pembinaan tata lingkungan sebagaimana yang
dikemukakan Grindling di atas, di dalam UU No23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, partisipasi masyarakat mendapat tempat pengaturan yang layak dalam
versi pengelolaan lingkungan. Dalam Bab III tentang hak dan kewajiban serta wewenang dari
UU No 23 Tahun 1997, ditentukan beberapa hal dan kewajiban masyarakat atas lingkungan
hidup. Hak dan kewajiban serta yang berkenaan dengan peran serta masyarakat diatur mulai
dari pasal 5 s/d pasal 9 UU tentang Pengelolaan Lingkungan hidup.
Secara terperinci dapat dikemukakan berikut ini :
A. setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berkewajiban untuk memelihara lingkungan, mencegah serta menanggulangi kerusakan
dan pencemarannya (pasal 5)
B. setiap orang berhak dan berkewajiban untuk berperan serta dalam pengelolaan
lingkungan hidup (pasal 6).
12
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
C. Setiap orang yang menjalankan usaha wajib memelihara pengembangan kemampuan
lingkungan hidup yang serasi dan seimbang (pasal 7).
D. Pemerintah menggariskan kebijaksanaan dalam melakukan tindakan yang mendorong
ditingkatkannya upaya-upaya pembinaan lingkungan (pasal 8)
E. Pemerintah wajib menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat atas
tanggung jawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui penyuluhan ,
bimbingan, pendidikan, dan penelitian tentang lingkungan hidup. (Pasal 9)
Nampak dan jelaslah dari butur-butir di atas bahwa urusan lingkungan hidup bukan
hanya merupakan beban dan tanggung jawab pemerintah namun merupakan tugas bersama
setiap orang sebagaimana dijelaskan dalam UU no 23 tentang pengelolaan lingkungan hidup
bahwa kewajiban demikian tidak terlepas dari kedudukannya sebagai anggota masyarakat
yang mencerminkan harkat manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Dengan peran serta
masyarakat , masyarakat memiliki motivasi yang kuat untuk secara kolektif mengatasi
masalah ekologi dan selalu berupaya agar kegiatan pengelolaan lingkungan berhasil. Untuk
ituah pemerintah senantiasa berupaya merangsang masyarakat berupa
13
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
pemberian penghargaan seperti “kalpataru” dan intensif lainnya bagi anggota masyarakat
yang berhasil dalam pembinaan lingkungan. Sebaliknya tepat pula kebijaksanaan berupa
“disentif” terutama bagi pihak pemilik industri sebagai pihak yang sangat potensial bagi
timbulnya pencemaran lingkungan.
c. Jenis clan Ciri-ciri Kemiskinan:
Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material, baik
kebutuhan penting maupun yang dianggap tidak penting. Hal ini sudah pasti disesuaikan dan,
dibatasi oleh tingkat kemampuan pendapatannya. Keterbatasan pendapatan suatu rumah
tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari merupakan suatu ciri dari rumah tangga
miskin.
Adapun ciri-ciri penduduk / rumah tangga miskin menurut BPS, didasarkan pada
keterbatasan kebutuhan hidup yang mencakup :
a. Keterbatasan penghasilan
b. Keterbatasan kepemilikan
c. Keterbatasan tempat tinggal
d. Keterbatasan ketrampilan
e. Keterbatasan pendidikan
f. Tingkat kesehatan yang rendah
14
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
g. Kehidupan normative yang kurang dihargai
h. Keterbatasan lingkungan sosial
Emit Salim dalarn Ala (1981:8-9) menjelaskan bahwa ada 5 ciri dari kemiskinan
yaitu:
a. Pada umumnya mereka tidak memiliki faktor produksi sendiri dan kurang memadai
(tanah, modal, dan ketrampilan) sehingga pendapatan menjadi terbatas.
b. Tidak memiliki kemungkinan untuk memiliki asset produksi dengan kekuatan
sendiri.
c. Tingkat pendidikan rendah.
d. Banyak hidup di pedesaan dengan pekerjaan sebagai buruh petani atau pekerja
kasar di luar pertanian.
e. Bagi mereka di perkotaan umumnya berusia muda, tidak memiliki ketrampilan atau
pendidikan sehingga kota tidak mampu untuk menampung gerak/arus urbanisasi
penduduk dari pedesaan.
Cid-ciri rumah tangga miskin di Indonesia berdasarkan hasil penelitian oleh
Tjiptohedjanto dalam lbnusallam (2002) adalah sebagai berikut:
1. Pada umumnya memiliki jumlah anggota rumah tangga yang besar.
15
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
2. Kepala rumah tangga merupakan pekerja rumah tangga.
3. Tingkat pendidikan kepala dan anggota rumah tangga rendah.
4. Sering berubah pekerjaan.
5. Sebagian besar mereka yang telah bekerja namun masih menerima tambahan
pekerjaan lain bila ditawarkan.
6. Sumber penghasilan utama dari sektor pertanian.
Beragamnya ciri-ciri penduduk/rumah tangga miskin di suatu wilayah apakah
pedesaan atau perkotaan, menyebabkan kerniskinan dapat digolongkan berdasarkan ciri, sifat
dan karakteristiknya. Hal ini penting dalam upaya pemberdayaan dan pemberantasan
kemiskinan pada suatu wilayah tertentu dengan mengetahui sebelumnya jenis kemiskinan
yang terjadi.
Selanjutnya Soegijoko dalam lbnusallam (2002) membedakan kemiskinan dalam tiga
pengertian, yaitu:
a. Kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh terbatas jumlahnya
sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya pembangunan lainnya
atau karena perkembangan teknologi yang rendah sehingga mereka tidak dapat
berperan aktif dalam pembangunan.
16
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
b. Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan kurang meratanya hasil
pembangunan, sehingga kepemilikan sumber daya tidak merata, kemampuan tidak
seimbang dan ketidaksamaan kesempatan berakibat keikutsertaan masyarakat dalam
pembangunan tidak merata.
c. Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh pencarian suatu sikap,
kebiasaan hidup dan budaya seseorang atau masyarakat yang merasa berkecukupan
dan tidak merasa kekurangan. Kelompok ini tidak mudah diajak untuk berpartisipasi
dalam pembangunan dan cenderung tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat
kehidupannya. Secara absolute mereka miskin, namun mereka tidak merasa dan tidak
mau disebut miskin.
Konsep kemiskinan di Indonesia menganut konsep kemiskinan absolute,
sebagaimana yang tercantum dalam GBHN 1993 yang berbunyi sebagai berikut:
“ Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan dari penduduk yang
terwujud antara lain oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya
pengetahuan dan ketrampilan, rendahnya produktifitas, rendahnya
pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin, dan
keterbatasan kesempatan peran serta dalam
17
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
pembangunan. Rendahnya pendapatan orang miskin mengakibatkan
rendahnya pendidikan dan kesehatan sehingga mempengaruhi
produktivitas mereka yang sudah rendah dan meningkatkan beban
ketergantungan bagi masyarakat Penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan mencakup mereka yang berpendapatan sangat rendah, tidak
berpendapatan tetap, atau tidak berpendapatan sama sekali”
c. Konsep Penelitian
Kemiskinan merupakan suatu kondisi kehidupan serba kekurangan yang dialami
seseorang sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Kebutuhan dasar
hidup tersebut berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, hal ini tergantung pada
kebiasaan pola konsumsi, fasilitas transportasi dan distribusi kebutuhan serta letak
geografisnya.
Metode penghitungan penduduk miskin yang dilakukan oleh BPS menggunakan
pendekatan yang disebut basic need approach, dimana penduduk miskin diartikan sebagai
penduduk yang secara ekonomi tidak
18
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
mampu memenuhi kebutuhan makanan dan non makanan yang paling mendasar seperti
sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan aspek sosial. Dengan kata lain kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya
atau pengeluarannya lebih kecil dari garis kemiskinan.
Wilayah perdesaan lebih dicirikan oleh kemiskinan dan keterbelakangan
dibandingkan dengan wilayah perkotaan, namun tidak menutup kemungkinan adanya
kemiskinan di perkotaan, mengingat kebutuhan dasar manusia adalah sama baik di kota
maupun di desa.
Dalam memenuhi kebutuhan dasamya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan
rumah tangga, semakin besar pendapatan semakin terpenuhi pula kebutuhan dasar rumah
tangga. Rumah tangga di perkotaan dapat dilihat tingkat kesejahteraan dan penghidupannya
yang layak dari beberapa kondisi sosial ekonomi yaitu : perumahan, lama perkawinan, lama
pendidikan, lama kepemilikan sumber daya ekonomi dan juga anggota rumah tangga. Kelima
indikator di atas dapat memberikan suatu kondisi apakah suatu rumah tangga tergolong
rumah tangga miskin atau bukan miskin.
Perumahan dan permukiman dalam kehidupan manusia memiliki fungsi dan peranan
penting serta arti dan makna yang dalam. Keadaan
19
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
perumahan mencerminkan taraf hidup, kesejahteraan, kepribadian, dan peradaban manusia
penghuninya, masyarakat atau suatu bangsa.
Fungsi perumahan dalam kehidupan adalah sebagai tempat tinggal dalam suatu
lingkungan yang mempunyai pra sarana dan sarana yang diperlukan manusia untuk
memasyarakatkan dirinya. Rumah juga merupakan sarana pengamanan, ketentraman hidup,
pusat budaya dan fungsi ekonomi. Dalam jangka panjang merupakan sebuah investasi untuk
jaminan hari depan sebagai bagian dari peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan.
Semakin tingginya laju pertambahan penduduk dan areal kota sudah tidak dapat
seimbang lagi menyebabkan harga tanah semakin membumbung tinggi. Hal demikian
membuat kebutuhan akan perumahan di perkotaan menjadi masalah yang semakin pelik
untuk dipecahkan. Bagi rumah tangga miskin memiliki rumah sendiri dengan ukuran dan
fasilitas perumahan yang layak bukanlah hal yang mudah, sebaliknya porsi dan peluang
rnasyarakat miskin semakin terbatas.
Menurut Suyanto (1995 : 82) peningkatan penghasilan warga kota dari tahun ke
tahun nampaknya belum dapat mengimbangi laju peningkatan biaya pengadaan dan
perumahan yang sangat tinggi. Jika semula ukuran rumah terkecil untuk masyarakat miskin
adalah 36 meter persegi, kemudian turun menjadi 21 meter persegi, maka sekarang ini
ukuran rumah layak untuk mereka menjadi hanya 12 meter persegi saja.
20
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Dalam GBHN ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha
sadar untuk mengembangkan pribadi dan kemampuan seseorang baik di dalam maupun di
luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Adapun bentuk pendidikan yang kita kenal
adalah pendidikan formal dan informal atau non formal.
Pendidikan formal adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah secara
teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat serta waktu tertentu
lamanya. Sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar
sekolah oleh badan-badan pemerintah ataupun swasta secara teratur dalam waktu relative
singkat yang lebih menekankan kepada ketrampilan tertentu.
Berdasarkan penelitian UNESCO tentang anak-anak putus sekolah disimpulkan
bahwa putus sekolah lebih banyak terjadi pada sekolah-sekolah di desa daripada di kota.
Faktor utama yang menyebabkan anak-anak putus sekolah adalah kemiskinan dan
ketidakmampuan orang tua untuk membiayai anak-anaknya. (Vembriarto, 1978 dalam
Sumardi dan Hans). Menurut hasil penelitian Daan Dimara dalam Sumardi dan Hans (1982 :
339) menyebutkan bahwa salah satu pendekatan yang dapat membantu golongan
berpenghasilan rendah dalam mengatasi anak yang putus sekolah adalah melalui program
pendidikan informal.
Adanya keterbatasan dalam melakukan kegiatan ekonomi di perdesaan dan adanya
daya tarik dari kota membuat terjadinya migrasi
21
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
atau urbanisasi penduduk dari pedesaan menuju daerah perkotaan, sehingga kemiskinan dari
desa dipindahkan ke perkotaan dengan harapan dapat mengubah kehidupan atau keluar dari
lingkaran kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) membagi migrasi melalui 3 pendekatan,
yaitu :
a. Migran semasa hidup (Life time migrant) adalah mereka yang pindah dari tempat lahir ke
tempat tinggal sekarang, atau mereka yang tempat tinggalnya sekarang bukan di wilayah
propinsi tempat kelahirannya.
b. Migran Risen (Recent migrant) adalah mereka yang pindah melewati batas propinsi
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir sebelum pencacahan.
c. Migran total (Total migrant) adalah mereka yang pemah pindah antar kabupaten/kota
tanpa memperhatikan kapan pindahnya, sehingga propinsi tempat tinggal sebelumnya
berbeda dengan propinsi tempat tinggal sekarang.
Berbagai macam alasan bagi penduduk untuk melakukan migrasi, baik alasan ekonomi
maupun non ekonomi. Faktor ekonomi umumnya berkaitan dengan alasan pekerjaan dan usaha
sedangkan faktor non ekonomi berupa alasan sosial, budaya, pendidikan, politik, keamanan
dan komunikasi. Alasan ekonomi merupakan alasan utama melakukan migrasi seperti mencari
pekerjaan di kota lebih berpeluang dan untuk memperoleh
22
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
pendapatan yang lebih layak, khususnya bagi mereka yang memiliki ketrampilan.
Secara demografi migrasi mempunyai dampak yang luas pada perubahan jumlah dan
struktur kependudukan. Semakin bertambahnya jumlah penduduk suatu wilayah perkotaan
akan memberikan pengaruh terhadap aspek ketenagakerjaan. Migran yang berusaha mencari
lapangan pekerjaan di perkotaan pada umumnya melirik bekerja di sektor informal.
Kemiskinan perkotaan seringkali merupakan kemiskinan perdesaan yang beralih dari
desa dengan cepatnya laju pertumbuhan penduduk dan lingkungan ekonomi. Menurut
Wiriana (1999:2) tenaga kerja sektor informal di perkotaan sering diidentikkan dengan
penduduk miskin di perkotaan, penduduk marginal atau pengangguran tersembunyi.
Kehadiran mereka dipandang dari sisi positif dan sisi negatif. Pada sisi positif,
kehadiran mereka memberikan kontribusi positif dalam perkembangan ekonomi lokal
perkotaan, karena menghasilkan nilai tambah dan pendapatan asli daerah. Sedangkan sisi
negatifnya keberadaan mereka memberikan dampak negatif seperti timbulnya kemacetan,
pencemaran lingkungan serta kesadaran hukum yang rendah.
Bertumpuknya para migran di sektor informal adalah karena mudahnya sektor ini
menyerap para migran yang baru dan tidak tertampung di sektor formal.
23
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Sektor formal merupakan sektor yang mencakup sektor pemerintah dan
perusahaan-perusahaan yang mempunyai status hukum, pengakuan dan ijin resmi dari
pemerintah, umumnya berskala besar, sedangkan sektor informal merupakan sistem yang
ditangani rakyat.
Sektor informal terdid dari unit usaha berskala kecil yang memproduksi serta
mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan
pendapatan bagi dirinya masing-masing sekalipun ada keterbatasan modal dan ketrampilan
(Forbes dalam Janianton). Menurut ILO, sektor informal adalah sektor yang mudah dimasuki
oeh pengusaha pendatang baru, menggunakan sumber energi dalam negeri, dimiliki oleh
keluarga berskala kecil, menggunakan tekbologi padat karya dan teknologi yang telah
disesuaikan, ketrampilan yang dibutuhkan diperoleh di luar bangku sekolah, tidak diatur oleh
pemerintah dan bergerak dipasar yang penuh persaingan (Tjiptoherijanto, 1977).
Berdasarkan hasil penelitian oleh Zahrah (2003) menyatakan bahwa sebagian besar
rumah tangga pekerja sektor informal di kota Medan telah mampu memenuhi kebutuhannya
dengan tingkat pengeluaran lebih dari 360 Kg senilai tukar beras. Hal ini berarti pekerja
sektor informal berdasarkan garis kemiskinan Sayogyo sudah tidak tergolong rumah tangga
miskin. Namun hal ini hanya dari sudut pangan
24
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
saja, karena kebutuhan non makanan dewasa ini tetap menjadi ukuran kemampuan rumah
tangga untuk lepas dari kategori rumah tangga miskin.
Secara analisis deskriptif juga dilihat kondisi tingkat pendidikan rumah miskin
dibandingkan dengan rumah tangga bukan miskin. Dengan mengetahui kondisi tingkat
pendidikan rumah tangga miskin akan memberikan suatu alternatif kebijakan bagi
pengentasan dan pemberdayaan kemiskinan melalui peningkatan pendidikan rumah tangga
miskin sehingga diharapkan dalam jangka panjang mampu merubah status rumah tangga
menjadi rumah tangga bukan miskin.
Tingkat pendidikan di perkotaan akan mempengaruhi dalam penentuan upah/gaji,
sehingga peningkatan pendidikan diharapkan mampu untuk meningkatkan pendapatan rumah
tangga. Adanya pendapatan yang memadai akan membuat rumah tangga mampu untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan
hidupnya.
Secara analisa deskriptif juga dapat dilihat apakah penduduk atau ruimah tangga miskin
di perkotaan merupakan penduduk asli atau pendatang dari pedesaan. Hal ini didekati dari
status migrasi rumah tangga migran atau non migran. Disamping itu melihat kondisi sosial
ekonomi rumah tangga miskin yang dibedakan antara pekerjaan kepala rumah tangga yang
bekerja di sektor formal dan informal.
25
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
6. Metode Penelitian
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar,
Propinsi Sumatera Utara. Adapun dasar pemilihan lokasi ini secara purposive sampling
(sengaja), dikarenakan jumlah rumah tangga miskin di Kota Pematangsiantar paling banyak
berada di Kecamatan Siantar Timur bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya.
Tabel 1. Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kota Pematangsiantar Tahun 2004.
No Kecamatan Rumah Tangga Miskin Persentase
1 Siantar Marihat 1.564 17,9
2 Siantar Selatan 754 8,29
3 Siantar Barat 849 9,33
4 Siantar Utara 1.890 20,77
5 Siantar Timur 2.204 22,25
6 Siantar Martoba 2.017 22,17
Jumlah 9.908 100,00
Sumber : BPS Kota Pematangsiantar, 2004
26
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Pada tabel 1 terlihat bahwa jumlah rumah tangga miskin di Kecamatan Siantar Timur
sebanyak 2.204 atau sekitar 22,25 persen dari jumlah seluruh rumah tangga miskin yang ada
di Kota Pematangsiantar.
Waktu penelitian akan dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, yang dimulai pada awal
bulan Juli sampai akhir bulan Agustus 2005.
B. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Bukan Miskin di Kecamatan Siantar Timur,
Kota Pematangsiantar Tahun 2004
No Kelurahan Rumah Tangga Rumah Tangga
Miskin Bukan Miskin
1 Asuhan 270 698
2 Kebun Sayur 452 536
3 Merdeka 296 546
4 Pahlawan 93 403
5 Pardomuan 245 694
6 Siopat Suhu 292 1.654
7 Tomuan 376 1.449
Jumlah 2.204 5.980
Sumber : BPS Kota Pematangsiantar, 2004
27
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga di Kecamatan
Siantar Timur. Rumah tangga ini berjumlah 8.004, yang tersebar di 7 (tujuh) kelurahan.
Jumlah rumah tangga miskin sebanyak 2.204 dan yang bukan miskin sebanyak 5.980 rumah
tangga.
Jumlah rumah tangga miskin dan bukan miskin diperoleh dari hasil pendataan rumah
tangga miskin yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik bekerjasama dengan Badan
Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kota Pematangsiantar Tahun 2003.
b. Sampel
Penarikan sampel dilakukan melalui 2 tahap. Tahap pertama adalah penentuan sampel
kelurahan dan tahap kedua penentuan sampel rumah tangga. Penentuan sampel kelurahan
dengan menggunakan Metode Cluster Random Sampling. Kelurahan yang berada di
Kecamatan Siantar Timur dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan letak geografis, yaitu
kelurahan yang berbatasan dengan pusat kota dan kelurahan yang berbatasan dengan
pinggiran kota (berbatasan dengan Kabupaten Simalungun).
Kelurahan yang berbatasan dengan pusat kota terdiri dari Kelurahan Asuhan,
Kelurahan Pardomuan, Kelurahan Merdeka dan Kelurahan Pahlawan. Sedangkan yang
berbatasan dengan pinggiran kota
28
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
adalah Kelurahan Siopat Suhu, Kelurahan tomuan dan Kelurahan Kebun Sayur.
Pada masing-masing bagian kelurahan dipilih secara sengaja (purposive) satu
kelurahan yang merupakan sampel wilayah dengan didasarkan kepada letak geografis
keiurahan yang berada di pusat kecamatan, yaaitu Kelurahan Merdeka, dan yang berada di
daerah pinggiran kota, yaitu kelurahan Kebun Sayur.
Tabel 3. Jumlah Sampel Rumah Tangga Miskin dan Bukan Miskin
No Kelurahan Sampel (n) RT Miskin RT Bukan
Miskin
1 Merdeka 42 16 27
2 Kebun Sayur 49 22 27
Jumlah 91 37 54
C. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dari lokasi penelitian
dan data sekunder dari dinas/badan dan instansi terkait.
29
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara langsung dengan responden
berdasarkan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan
data sekunder diperoleh dari badan atau instansi atau lembaga terkait seperti BPS, Kantor
Kelurahan, dan Kantor Kecamatan Siantar Timur.
E. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis melalui beberapa tahapan, yaitu :
a. Deskripsi Data
Data primer yang diperoleh dari lapangan tedebih dahulu disajikan dalam bentuk
tabel distribusi dan dianalisa dengan statistik deskriptif. Hal ini akan sangat berguna dalam
memberikan gambaran mengenai masing-masing kondisi sosial ekonomi kitannya dengan
kemiskinan yang terjadi di perkotaan.
30
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Merdeka dan Kelurahan Kebun Sayur di
wilayah administrasi Kecamatan Siantar Timur, yang merupakan salah satu
kecamatan di Kota Pematangsiantar, Propinsi Sumatera Utara. Selain itu masih
terdapat 5 kecamatan lagi, yaitu : Kecamatan Siantar Marihat, Kecamatan Siantar
Selatan, Kecamatan Siantar Barat, Kecamatan Siantar Utara dan Kecamatan Siantar
Martoba. Kecamatan Siantar Timur terbagi atas 6 kelurahan, yaitu : Kelurahan
Asuhan, Merdeka, Pardomuan, Pahlawan, Tomuan, kebun sayur dan Siopat Suhu.
a. Letak dan Geografis
Kecamatan Siantar timur terletak antara 3.01’.09” - 2.54’.40” Lintang Utara dan
99.06’.23” - 99.01’ Bujur Timur. Wilayah ini berbatasan dengan Kecamatan Siantar
Utara di sebelah utara. Kecamatan Siantar
31
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Marihat di sebelah Selatan, Kecamatan Siantar Barat di sebelah Barat dan di sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Simalungun.
b. Luas Wilayah
Luas wilayah Kecamatan Siantar Timur sebesar 4.520 Km2 atau sekitar 20.04 persen
dari luas wilayah Kota Pematangsiantar. Kelurahan Siopat Suhu merupakan wilayah yang
terluas, yaitu 1,870 Km2 atau sekitar 41,37 persen, sedangkan yang terkecil adalah Kelurahan
Merdeka seluas 0,230 Km2 atau sekitar 5,09 peersen dari luas wilayah Kecamatan Siantar
Timur. Adapun rincian luas wlayah per kelurahan dapat dilihat pada tabel berikut :
32
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Tabel 4: Luas Wilayah Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Menurut
Kelurahan Tahun 2004.
No Kelurahan Luas (Km)2 Persentase Terhadap
Luas Kecamatan (%)
1 Asuhan 0,460 10,18
2 Merdeka 0,230 5,09
3 Pardomuan 0,255 5,64
4 Pahlawan 0, 420 9,29
5 Tomuan 0,910 2013
6 Kebun Sayur 0,375 8,30
7 Siopat Suhu 1,870 41,37
Jumlah 4,520 37
Sumber : BPS Kota Pematangsiantar Tahun 2004
c. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Siantar Timur sebanyak 38.482 orang dengan perincian
berdasarkan jenis kelamin sebanyak 18.835 orang laki-laki dan 19.647 orang perempuan.
Jumlah penduduk perempuan ternyata lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki-laki,
yaitu dengan seks ratio 1,04. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin per kelurahan
dapat dilihat pada tabel berikut ;
33
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelurahan Di Kecamatan
Siantar Timur Tahun 2004
No Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah Seks
Ratio
1 Asuhan 2.302 2.398 4.700 0.96
2 Merdeka 4.220 4.739 8.959 0.89
3 Pardomuan 1.092 1.129 2.221 0.97
4 Pahlawan 4.424 4.698 9.122 0.94
5 Tomuan 1.952 2.003 3.955 0.97
6 Kebun Sayur 2.321 2.258 4.579 1.03
7 Siopat Suhu 2.524 2.422 4.946 1.04
Jumlah 18.835 19.647 38.482 0.96
Sumber : BPS Kota Pematangsiantar Tahun 2004
Perbandingan populsi perempuan dengan laki-laki di Kecamatan Siantar Timur
relatif berimbang sebagaimana diperlihatkan oleh angka seks ratio sebesar 0,96. Angka ini
berarti bahwa setiap 96 orang laki-laki berbanding dengan 100 orang perempuan. Kelurahan
yang memiliki jumlah penduduk perempuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
penduduk laki-laki adalah Asuhan, Merdeka, Pardomuan, Pahlawan dan Tomuan, sedangkan
Kelurahan Kebun Sayur dan Siopat Suhu jumlah
34
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
penduduk laki-laki masih lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan.
Tabel 6. Luas, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kelurahan di Kecamatan
Siantar Timur Tahun 2004
Jumlah
No Kelurahan Luas (Km2) Penduduk Kepadatan
Penduduk
1 Asuhan 0,460 4.700 10.217
2 Merdeka 0,230 8.959 38.952
3 Pardomuan 0,255 2.221 8.710
4 Pahlawan 0,420 9.122 21.719
5 Tomuan 0,910 3.955 4.346
6 Kebun Sayur 0,375 4.579 12.211
7 Siopat Suhu 1,870 4.946 2.645
Jumlah 8.514
4,520 38.482
Sumber : BPS Kota Pematangsiantar Tahun 2004
Jumlah penduduk bila dihubungkan dengan luas lahan yang ada, dapat diketahui
kepadatan penduduk per Km2. Kepadatan penduduk Kecamatan Siantar Timur sebesar 8.514
orang per kilometer persegi. Kelurahan Merdeka memiiiki kepadatan penduduk tertinggi di
kecamatan Siantar Timur, yaitu sebanyak 38.952 orang per kilo meter persegi, sedangkan
Kelurahan Siopat Suhu memiliki kepadatan penduduk terendah, yaitu 2.345 orang per kilo
meter persegi.
35
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Kelurahan Merdeka merupakan areal pemukiman penduduk dan merupakan gerbang
dari Kota Pematangsiantar. Banyaknya penduduk yang bermukin, dikarenakan letaknya
secara geografis terletak ditengah kota dengan fasilitas sosial ekonomi yang lengkap dan
adanya industri rokok terbesar di Sumatera Utara, yaitu STTC. Sedangkan Kelurahan Siopat
Suhu yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Simalungun masih memiliki areal kosong
dan areal persawahan dan kolam ikan sehingga tingkat kepadatan penduduk lebih rendah
dibandingkan dengan kelurahan lain di Kecamatan Siantar Timur.
Bila ditinjau jumlah penduduk dengan tingkat umur dapat diketahui komposisi
penduduk kedalam angkatan kerja dan rasio beban tanggungan. Jumlah penduduk Kecamatan
Siantar Timur pada tahun 2003 yang berada pada usia 14 tahun kebawah (usia belum
produktif) sebanyak 12.284 orang atau sekitar 31,92 persen. Jumlah penduduk yang berusia
15 - 64 tahun (usia produktif) sebanyak 24.793 orang atau sekitar 64,43 persen, sedangkan
jumlah penduduk yang berusia di atas 64 tahun (usia tidak produktif) sebanyak 1.405 orang
atau sekitar 3,65 persen.
36
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Tabel 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Kecamatan Siantar Timur Tahun 2004
Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah 3.770 0 - 4 1.918 1.852 3.962 5 - 9 2.069 1.893 4.552 10 -14 2.272 2.280 5.924 15 -19 3.162 2.762 2.963 20 - 24 1.406 1.557 2.993 25 - 29 1.343 1.650 2.978 30 - 34 1.400 1.578 2.602 35 - 39 1.323 1.279 2.187 40 - 44 1.067 1.120 ' 1.703 45 - 49 817 886 1.394 50 - 54 672 722 1.073 55 - 59 510 563 975 60 - 64 460 514 567 65 - 69 257 311 838 70 + 329 509 Jumlah 19.005 19.477 38.482
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar Tahun 2004
Dengan membandingkan jumlah penduduk usia belum dan kurang produktif dengan
usia produktif diperoleh ratio beban tanggungan sebesar 55,22 persen. Angka ini berarti
bahwa setiap 100 orang usia produktif
37
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
menanggung sebanyak 55,22 orang usia yang belum dan tidak produktif. Angka beban
tanggungan ini tergolong relatif rendah dan ini memberikan indikasi keberhasilan program
Keluarga Berencana dalam mengendalikan angka kelahiran dan masih rendahnya angka
harapan hidup, yang tercermin dari rendahnya penduduk yang berumur 64 tahun ke atas bila
dibandingkan dengan jumlah penduduk keseluruhan. Pada tahun 2003 menurut Badan Pusat
Statistik Angka harapan Hidup di Kota Pematangsiantar sebesar 72 tahun.
d. Struktur Perekonomian
Sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap pembentukan pendapatan Regional Bruto Kota Pematangsiantar meskipun
peranannya menunjukkan adanya penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1993
kontribusinya sebesar 46,90 persen dan pada tahun 1998 sebesar 43,65 persen dan pada
tahun 2002 menjadi 35,14 persen.
Dilain pihak sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa
menunjukkan peranan yangh lebih besar dilihat dari kontribusinya yang semakin besar dari
tahun ke tahun. Adanya peningkatan kedua sektor ini memberikan indikasi bahwa adanya
hubungan yang positif antara kedua sektor tersebut. Meningkatnya sektor
38
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
perdagangan, hotel dan restoran membuat sektor jasa jasa baik perorangan maupun bentuk
perusahaan secara otomatis semakin berkembang dalam memberikan kontribusi terhadap
pembentukan PDRB. Sektor-sektor lainnya cenderung menunjukkan kontribusi yang relatif
konstan.
Tabel8. Distribusi Sektor-Sektor Perekonomian Terhadap Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Kota Pematangsiantar Berdasarkan Harga Berlaku Tahun
1993, 1998 dan 2002.
Lapangan Usaha 1993 1998 2002
1. Pertanian 3,16 2,95 3,89
2. Pertambangan clan Galian 0,18 0,10 0,13
3. Industri Pengolahan 46,90 43,65 35,14
4. Listrik clan Air Minum 1,24 1,84 2,04
5. Bangunan 4,83 5,44 6,13
6. Perdagangan, Hotel clan Restoran 16,68 18,38 23,40
7. Pengangkutan clan Komunikasi 10,96 10,45 9,64
8. Bank clan Lembaga Keuangan Lainnya 8,42 7,32 7,02
9. Jasa-Jasa 7,62 9,87 12,60
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS Sumatera Utara Tahun 1993, 1998, 2002
39
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
BAB III
PEMBAHASAN
a. Pendapatan Rumah Tangga dan Pendapatan Perkapita
Pendapatan Rumah Tangga dihitung dengan menggunakan pendekatan
pengeluaran. Pengeluaran teridi dari pengeluaran bahan makanan dan non makanan.
Pendapatan rumah tangga pada daerah penelitian seperti yang terlihat pada tabel 9.
Tabel 9. Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Golongan Pendapatan dan Status
Kemiskinan RT di Kecamatan Siantar Timur Tahun 2004.
Golongan Status Rumah Tangga
Pendapatan Miskin Bukan Jumlah Persentase
(Rp/Bulan) Miskin
< 500.000 7 - 7 7,7
500.001 -1.000.000 24 26 50 54,9
1.000.001 - 1.500.000 6 22 28 30,8
> 1.500.000 - 6 6 6,6
Jumlah 37 54 91 100,0
Sumber : Diolah dari data primer
40
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Dari tabel di atas terlihat bahwa persentase rumah tangga terbesar adalah pada
golongan pendapatan 500.000 - 1.000.000, yaitu sebanyak 54,9 persen atau dari 91 rumah
tangga yang dijadikan sampel penelitian ada sebanyak 50 rumah tangga. Bila dikaitkan
dengan kemiskinan yang terjadi di perkotaan, pada golongan pengeluaran ini distribusi
rumah tangga lebih merata, yaitu sebanyak 24 tergolong rumah tangga miskin dan sebanyak
26 rumah tangga bukan miskin.
Selanjutnya ada sebanyak 7 rumah tangga atau sekitar 7,7 persen berpenghasilan
dibawah Rp. 500.000 per bulan dan seluruhnya tergolong pada rumah tangga miskin dan
sebanyak 6 rumah tangga atau sekitar 6,6 persen memiliki pendapatan di atas Rp. 1.500.000
per bulan dan semuanya tergolong rumah tangga bukan miskin. Sedangkan sisanya sebanyak
28 rumah tangga atau sekitar 30,8 persen mempunyai pendapatan antara Rp. 1.000.000
sampai Rp. 1.500.000 per bulan dengan perincian ada 6 rumah tangga miskin dan 22 rumah
tangga bukan miskin.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa suatu rumah tangga yang memiliki
pendapatan dibawah Rp. 500.000 tergolong rumah tangga bukan miskin. Hasil analisis
deskriptif tentang pendapatan rumah tangga di daerah penelitian adalah sebagai berikut :
41
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Tabel10. Hasil Analisis Deskriptif Pendapatan Rumah Tangga di Kecamatan Siantar
Timur Tahun 2004.
N Range Minimum Maximum Mean Std
Deviation
Pendapatan 91 2746900 300240 3047140 949691.04
RT 467485.69
Sumber : Diolah daridata primer
Pendapatan rata-rata rumah tangga di daerah penelitian sebanyak Rp. 949.691
dengan nilai pendapatan minimum sebesar Rp. 300.240 per bulan dan pendapatan
maksimum Rp. 3.047.140 per bulan. Besarnya nilai pendapatan yang diperoleh rumah
tangga belum bisa dijadikan sebagai patokan dari garis kemiskinan. Pendekatan yang
dipakai adalah pendapatan perkapita rumah tangga, yaitu nilai pendapatan rumah tangga
dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga.
42
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Tabel 11. Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Golongan Pendapatan Perkapita dan
Status Kemiskinan RT di Kecamatan Siantar Timur Tahun 2004.
Golongan Status Rumah Tangga
Pendapatan Miskin Bukan Jumlah Persentase
(RpBulan) Miskin
< 150.000 34 - 34 37,4
150.001 - 300.000 3 37 40 44,0
1.000.001 -1.500.000 - 11 11 12,1
> 1.500.000 - 6 6 6,6
Jumlah 37 54 91 100,0
Sumber : Diolah daridata primer
Dari 91 rumah tangga yang diteliti sebanyak 34 rumah tangga atau sekitar 37,4
persen, memiliki pendapatan perkapita Rp. 150.000 kebawah dan semuanya tergolong
rumah tangga miskin. Pendapatan perkapita rumah tangga terbanyak ada di antara Rp.
150.000 sampai Rp. 300.000 per bulan yaitu sebanyak 40 rumah tangga atau sekitar 44
persen yang terdiri dari 3 rumah tangga miskin dan 37 rumah tangga bukan miskin.
Pendapatan perkapita rumah tangga Rp. 300.000 seluruhnya tergolong rumah tangga bukan
miskin dan ada sebanyak 17 rumah tangga atau sekitar 18,7 persen.
43
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Pendapatan perkapita rata-rata rumah tangga di Kecamatan Siantar Timur sebesar Rp.
219.361 per bulan, dengan pendapatan perkapita minimum sebesar Rp. 80.595 per bulan dan
maksimum Rp. 609.428 per bulan. Dari angka ini diperoleh secara rata-rata rumah tangga di
daerah penelitian tergolong rumah tangga bukan miskin bila dibandingkan dengan batas garis
kemiskinan BPS yaitu sebesar Rp. 153.000 perkapita per bulan untuk daerah perkotaan di
Kota Pematangsiantar.
b. Kepemilikan Rumah
Perumahan pada saat ini merupakan salah satu kebutuhan pokok penduduk yang
cukup vital disamping kebutuhan pangan dan sandang. Rumah tempat tinggal yang layak
menggambarkan akan keberhasilan seseorang atau rumah tangga dalam hidupnya. Demikian
juga bagi pemerintah menjadi tolak ukur sampai seberapa jauh program perumahan nasional
dapat menjangkau golongan masyarakat bawah yang sangat memerlukan perumahan. Hal ini
makin berat dirasakan oleh masyarakat atau rumah tangga yang berdomisili di perkotaan
yang berkenaan dengan harga tanah dan bahan bangunan yang melambung tinggi membuat
kehilangan harapan untuk memiliki rumah sendiri baik permanen maupun bangunan non
permanen.
44
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Pada umumnya rumah tangga di perkotaan dalam memenuhi kebutuhan akan
perumahan untuk rumah tangga miskin dilakukan dengan cara menyewa atau mengontrak
rumah. Hal ini mengakibatkan mobilitas penduduk di perkotaan tinggi mengingat
banyaknya penduduk yang pindah mencari rumah yang biaya sewa/kontrak terjangkau.
Dari hasil penelitian status kepemilikan rumah oleh rumah tangga miskin dan bukan miskin
di daerah perkotaan dapat dilihat pada tabel 15 berikut :
Tabel12. Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Status Kepernilikan Rumah Tempat
Tinggal dan Status Kemiskinan RT di Kecamatan Siantar Timur Tahun
2004.
Status Rumah Tangga
Status Kepemilikan Miskin Bukan Jumlah Persentase
Rumah Miskin
Milik Sendiri 7 41 48 52,75
Bukan Milik Sendiri 30 13 43 47,25
Jumlah 37 54 91 100,0
Sumber : Diolah daridata primer
Status kepemilikan tempat tinggal rumah tangga miskin di perkotaan pada
umumnya bukan milik sendiri yaitu sekitar 30 rumah tangga atau 81,08 persen, sedangkan
rumah tangga bukan miskin sebesar 13 rumah tangga atau 24,07 persen. Rumah tangga
yang kepemilikan rumahnya bukan milik sendiri biasanya memperoleh tempat tinggal
dengan cara menyewa/mengontrak dan rumah yang ditempati merupakan rumah
45
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
milik keluarga (bebas sewa). Rumah tangga miskin yang memiliki rumah milik sendiri
sebanyak 7 rumah tangga atau 18,92 persen dan rumah tangga bukan miskin sebanyak 41
rumah tangga atau sekitar 75,93 persen dari jumlah rumah tangga bukan miskin. Bila dilihat
dari jumlah rumah tangga, sebanyak 48 rumah tangga status tempat tinggalnya merupakan
milik sendiri atau sekitar 52,75 persen, sedangkan yang bukan milik sendiri sebanyak 43
rumah tangga atau sekitar 47,25 persen.
Sebagai perbandingan dari hasil sensus perumahan 2000 yang dilaksanakan oleh BPS
diperoleh hasil untuk Kota Pematangsiantar persentase rumah tangga yang rumahnya bukan
milik sendiri di lokasi penelitian memberikan indikasi bahwa Kecamatan Siantar Timur
memiliki rumah tangga miskin yang relatif lebih banyak dan harga sewa rumah yang relatif
rendah dibandingkan dengan Kecamatan lainnya di Kota Pematangsiantar, sehingga banyak
penduduk yang datang untuk bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Siantar Timur.
c. Pendidikan
Pembangunan nasional bidang pendidikan antara lain diarahkan pada
program-program dan upaya perluasan dan pemerataan kesempatan bagi seluruh rakyat
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Pendidikan telah dipandang sebagai salah satu
investasi manusia yang
46
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
dapat menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dimasa
mendatang, khususnya untuk memerangi dan menghapus kemiskinan.
Tingkat pendidikan di perkotaan berpengaruh terhadap penggolongan upah
terutama bila bekerja di sektor formal, dengan tingginya tingkat pendidikan yang
ditamatkan akan semakin besar tingkat upah yang diperoleh. Adapun tingkat pendidikan
yang ditamatkan oleh kepala rumah tangga dapat dijelaskan pada tabel 13 berikut :
Tabel 13. Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga Sampel di Kecamatan Siantar
Timur Tahun 2004.
Tingkat Status Rumah Tangga
Pendidikan Miskin Bukan Jumlah Persentase
Miskin
Tidak tamat SD 3 1 4 4.40 SD 11 6 17 18.68 SMP 11 10 21 23.08 SMU 12 23 35 38.46 DI - DIII 0 6 6 6.59 DIV - S1 0 8 8 8.79 Jumlah 37 54 91 100,0
Sumber : Diolah daridata primer
47
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Tingkat pendidikan kepala rumah tangga cukup bervariasi yaitu dari kepala rumah
tangga yang berpendidikan tidak tamat SD sampai yang berpendidikan tamat Sarjana.
Tingkat pendidikan yang paling banyak dimiliki oleh kepala rumah tangga di daerah
perkotaan adalah tamat SMU, yaitu sebanyak 35 rumah tangga dad 91 rumah tangga atau
sekitar 38,46 persen. Bila dibandingkan dengan daerah pedesaan, tingkat pendidikan rumah
tangga di perkotaan relatif lebih tinggi. Menurut penelitian yang diiakukan oleh Amar
Syamsul (1999 :159) tingkat pendidikan yang paling banyak dimiliki oleh rumah tangga
pedesaan di Sumatera Barat adalah Sekolah Dasar, yaitu sekitar 75,70 persen dan sekitar
47,72 persennya tidak menamatkan jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Sedangkan di
perkotaan rumah tangga yang berpendidikan Sekolah Dasar sebanyak 23,06 persen dan hanya
sekitar 4,40 persen yang tidak menamatkannya.
Bila dikaitkan antara tingkat pendidikan kepala rumah tangga dengan status
kemiskinan rumah tangga terlihat bahwa golongan rumah tangga miskin memiliki tingkat
pendidikan yang relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan rumah tangga bukan miskin.
Dari 4 rumah tangga yang berpendidikan tidak tamat SD sebanyak 3 kepala rumah tangga
atau 75,00 persen berasal dari rumah tangga miskin dan dari 17 rumah tangga yang
berpendidikan Sekolah Dasar, sebanyak 11 rumah tangga atau sekitar 64,71 persen
merupakan rumah tangga miskin. Dernikian juga halnya rumah tangga yang berpendidikan
SMU dari 35 rumah tangga
48
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
sebanyak 12 rumah tangga atau sekitar 34,28 persen merupakan rumah tangga miskin. Untuk
jenjang pendidikan yang lebih tinggi, terlihat bahwa rumah tangga miskin tak satupun kepala
rumah tangga yang memiliki pendidikan sampai perguruan tinggi.
Dari penjelasan di atas bahwa proporsi rumah tangga miskin di perkotaan cenderung
lebih banyak berada pada jenjang pendidikan rendah, sedangkan rumah tangga bukan miskin
lebih banyak berada pada jenjang pendidikan yang relatif lebih tinggi.
d. Sumberdaya Ekonomi
Sumberdaya ekonomi rumah tangga adalah kepemilikan rumah tangga terhadap
sesuatu benda atau kegiatan yang dapat menghasilkan pendapatan lainnya di luar pekerjaan
utamanya. Pendapat lainnya ini dapat diperoleh secara berkala atau periodek maupun pada
waktu tertentu sesuai dengan kemauan si pemilik (sewaktu-waktu dapat diperjualbelikan).
Adapun contoh dari sumberdaya ekonomi rumah tangga yaitu : memiliki lahan,
warung/kedai, bengkel, salon kecantikan, harta benda (perhiasan emas) dan lainnya.
Tabel 14. Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Status Kepemilikan Sumberdaya
Ekonomi dan Status Kemiskinan RT di Kecamatan Siantar Timur Tahun
2004.
49
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Status Kepemilikan Status Rumah Tangga
Sumberdaya Ekonomi Miskin Bukan Jumlah Persentase
Miskin
Memiliki 3 36 39 42,86 Tidak Memiliki 34 18 52 57,14 Jumlah 37 54 91 100,0
Sumber : Diolah daridata primer
Dari 91 rumah tangga yang diteliti sebanyak 39 rumah tangga atau sekitar 42,86 persen
yang memiliki sumberdaya ekonomi dalam menunjang perekonomian rumah tangga dan
sebanyak 52 rumah tangga atau sekitar 57,14 persen yang tidak memiliki sumberdaya
ekonomi.Bila dilihat dari status kemiskinan rumah tangga terlihat bahwa rumah tangga miskin
sedikit sekali yang memiliki sumberdaya ekonomi, yaitu hanya 3 rumah tangga dari 37 sampel
rumah tangga miskin atau sekitar 8,11 persen. Sedangkan rumah tangga bukan miskin yang
tidak memiliki sumberdaya ekonomi ada 18 rumah tangga dari 54 sampel rumah tangga atau
sekitar 33,33 persen.
Jenis sumberdaya ekonomi rumah tangga cukup beragam, yaitu antara lain : memiliki
lahan, memiliki toko/kedai/warung, bengkel dan perhiasan dan beberapa rumah tangga bukan
miskin yang memiliki sumberdaya ekonomi lebih dari satu.
50
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
e. Jumlah Anggota Rumah Tangga
Banyaknya anggota rumah tangga juga merupakan suatu indikator untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semakin kecil anggota rumah tangga maka semakin
kecil pula kebutuhan-kebutuhan yang harus dikeluarkan setiap satuan waktu, misalnya
kebutuhan rumah tangga berupa pangan, kesehatan dan pendidikan. Jumlah pemenuhan
kebutuhan yang rendah akan memperbesar kelebihan pendapatan.Pada akhimya kelebihan
pendapatan ini akan digunakan untuk masa yang akan datang. Hal ini juga masih
tergantung kepada pola konsumsi masyarakat itu sendiri.
Tabel 15. Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Jumlah Anggota Rumah Tangga dan
Status Kemiskinan RT di Kecamatan Siantar Timur Tahun 2004.
Jumlah Anggota Status Rumah Tangga
Rumah Tangga Miskin Bukan Jumlah Persentase
Miskin
1 - 4 orang 11 36 47 51,65 5 - 8 orang 21 17 38 41,76 > 8 orang 5 1 6 6,59 Jumlah 37 54 91 100,0
Sumber : Diolah daridata primer
51
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Sebagian besar rumah tangga di daerah penelitian yaitu sekitar 51,65 persen
mempunyai jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4 orang, yang pada umumnya terdid dari
Ayah, lbu dan 2 orang anaknya. Hal ini menunjukkan bahwa program Keluarga Berencana di
Kecamatan Siantar Timur dapat dikatakan berhasil dengan mengikuti slogan yang populer
dengan kalimat cukup 2 anak saja. Jumlah anggota rumah tangga yang kecil ini didominasi
oleh anggota: rumah tangga bukan miskin, yaitu sekitar 76,60 persen. Rumah tangga miskin
umumnya memiliki anggota rumah tangga sebanyak 5 - 8 orang, yaitu sekitar 56,76 persen.
Berdasarkan penjelasan di atas terlihat indikasi bahwa rumah tangga miskin
cenderung memiliki jumlah anggota rumah tangga yang besar dan rumah tangga bukan
miskin cenderung memiliki jumlah anggota rumah tangga yang relatif lebih sedikit.
f. Migrasi
Migrasi merupakan proses mobilitas sosial dimana sejumlah penduduk melakukan
perpindahan tempat tinggal melintasi suatu batas wilayah administrasi atau geografis seperti
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, propinsi dan batas negara. Dalam penelitian ini
yang dipakai sebagai konsep migrasi adalah migrasi risen adalah mereka yang pindah
melewati batas wilayah administrasi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (BPS, 1997).
52
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Banyaknya orang yang masuk untuk menetap di suatu wilayah tujuan dipengaruhi
besarnya faktor penarik (pull faktor) daerah tersebut dan juga besarnya faktor pendorong
(push faktor) daerah asal. Semakin maju kondisi sosial ekonomi suatu daerah khususnya
perkotaan akan menciptakan berbagai macam faktor penarik seperti industrialisasi,
perdagangan, jasa, pendidikan, perumahan dan lingkungan hidup. Adanya perpindahan
psnduduk ini terutama dari pedesaan menuju perkotaan menyebabkan jumlah penduduk di
perkotaan bertambah. Berdasarkan data BPS persentase penduduk daerah perkotaan di
Propinsi Sumatera Utara pada tahun 1980 sebesar 25,45 persen, meningkat menjadi 35,48
persen pada tahun 1990 dan pada tahun 1995 bertambah menjadi 41,09 persen. Berdasarkan
data SUSENAS BPS Tahun 2003 persentase penduduk di perkotaan sekitar 43,16 persen.
Bertambahnya penduduk di perkotaan menimbulkan masalah karena para migran dari
pedesaan mayoritas berpendidikan rendah dan tidak terampil, sehingga mereka yang gagal
menembus sektor formal akan terserap pada sektor informal. Sebagian dari mereka akan
memiliki masalah dalam hal tempat tinggal, sehingga akan menciptakan pemukiman kumuh
atau paling buruk tinggal dan tidur di emperan toko. Menurut Zahrah (2003) kemiskinan
perkotaan seringkali merupakan kemiskinan pedesaan yangberalih dari desa dengan cepatnya
laju pertumbuhan penduduk dan lingkungan ekonomi yang memberikan
53
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
pengaruh secara langsung dalam proses pembangunan. Kaitan antara status kemiskinan rumah
tangga dengan status migrasi rumah tangga dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 16. Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Pekerjaan Kepala Rumah Tangga
dan Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga Sampel di Kecamatan
Siantar Timur Tahun 2004.
Jenis Pekerjaan Kepala Rumah Tangga
Miskin Bukan Miskin Jumlah
Status Migrasi Frekw % Frekw % Frekw %
Rumah Tangga
Migran 22 59,46 14 25,93 36 39,56 Non Migran 15 40,54 40 74,07 55 60,44 Jumlah 37 100,00 54 100,00 91 1100,00
Sumber : Diolah dari data primer
Dari 91 rumah tangga yang diteliti sebanyak 36 rumah tangga atau sekitar 39,56
persen merupakan penduduk pendatang atau migran dan 55 rumah tangga atau sekitar 60,44
persen merupakan penduduk asli di daerah penelitian dan sudah bermukim lebih dari 5 tahun.
Bila dikaji dari status kemiskinan rumah tangga berdasarkan status migrasi rumah tangga,
terdapat 22 rumah tangga atau sekitar 59,46 persen merupakan
54
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
rumah tangga miskin migran dan 14 rumah tangga atau sekitar 25,93 persen merupakan
rumah tangga bukan miskin migran. Dilihat dari jumlah rumah tangga migran sebanyak 36
rumah tangga dapat dikatakan bahwa rumah tangga yang berhasil di daerah tujuan sebanyak
14 rumah tangga atau sekitar 38,89 persen dan yang belum berhasil atau dengan kata lain
masih di bawah garis kerniskinan sebanyak 22 rumah tangga atau sekitar 61,11 persen, atau
dengan kata lain dari 10 orang rumah tangga yang melakukan migrasi peluang untuk berhasil
hidup di atas garis kerniskinan adalah sekitar 4 orang dan yang berada di bawah garis
kemiskinan sebanyak 6 orang.
Rumah tangga melakukan migrasi dikarenakan adanya suatu alasan sehingga mereka
rela meninggalkan tempat kediaman semula dan mencari suatu daerah tujuan baru yang pada
dasarnya adalah alasan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Adapun
alasan dan jumlah rumah tangga yang melakukan migrasi.
Sebanyak 13 rumah tangga atau sekitar 36,11 persen alasan utama rumah tangga
melakukan migrasi adalah dikarenakan sewa rumah yang mahal dan seluruhnya merupakan
rumah tangga tergolong miskin. Alasan mengembangkan usaha sebanyak 7 rumah tangga
atau sekitar 19,44 persen dan selanjutnya alasan pekerjaan kepala rumah tangga sebanyak 5
rumah tangga atau sekitar 13,89 persen. Sewa rumah yang mahal dan setiap tahun selalu
mengalami kenaikan sehingga rumah tangga miskin
55
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
tidak mampu untuk membayar sewa dan berusaha untuk mencari rumah lain yang
sewanya lebih murah.
Tabe1 17 Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Alasan Melakukan migrasi dan Status
Kemiskinan Rumah Tangga di Kecamatan Siantar Timur Tahun 2004.
Status Rumah
Alasan Migrasi Tangga Jumlah Persentase
Miskin Bukan
Miskin
1. Mengembangkan Usaha. 2 5 7 19.44
2. Pekerjaan 3 2 5 13.89
3. Memiliki Rumah sendiri 0 3 3 8.33
4. Sewa Rumah Mahal 13 0 13 36.11
5. Lingkungan 3 1 4 11.11
6. Status Perkawinan 2 1 3 8.33
7. Keluarga 0 1 1 2.78
8. Kerusuhan 0 1 1 2.78
Jumlah 22 14 36 100,0
Sumber : Diolah dari data primer
56
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa alasan utama perpindahan penduduk ke daerah
penelitian adalah masalah pemukiman dan bila dikaitkan dengan status kepemilikan rumah
tangga yang telah dijelaskan pada awal bab ini, yaitu sebanyak 81,08 persen rumah tangga
miskin menempati rumah tempat tinggat dengan cara menyewa atau mengontrak dapat
dijadikan sebagai pedoman bahwa sudah seharusnyalah program pemerintah dalam upaya
pemberdayaan dan penghapusan kemiskinan mengupayakan pembangunan-pembangunan
perumahan murah kepada rumah tangga miskin melalui kerjasama antara pemerintah, dinas
atau instansi terkait dengan developer untuk mewujudkan perumahan sederhana yang
harganya terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Ketiga alasan utama yang menyebabkan migrasi ke Kecamatan Siantar Timur
memberikan indikasi bahwa daerah ini memiliki suatu potensi ekonomi yang tinggi dan
layak untuk dikembangkan. Hal ini bila dilihat dari sewa runah atau tanah/lahan yang relatif
murah dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kota Pematangsiantar, adanya prospek
yang baik dalam pengembangan dan perluasan usaha dan tersedianya sumber daya manusia
atau pencari kerja sehingga akan membuat iklim investasi semakin bergairah dan akan
menunjang gerakan perekonomian daerah kearah yang lebih baik.
57
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
g. Kependudukan Dan Kualitas Lingkungan
Dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar dalam Ilmu Hukum Lingkungan
Universitas Padjajaran, St Munadjat Danusaputro mengemukakan identifikasi penyebab
masalah lingkungan dalam “empat K” atau “the 4” yaitu kemiskinan (pouerty),
kependudukan (population), kekotoran dan kerusakan (pollution) dan kebijaksanaan
(politice).
Keempat regu persoalan yang dikemukakan itu tidak kurang sebagai kendala yang
tidak terluputkan dari perhatian, lebh-lebih untuk mencari pemecahannya dalam waktu
relative singkat. Akan tetapi kalau kita mau membedakan keempat faktor di atas, maka soal
yang lebih intensif dan hampir menuju pada kadar yang dilemmatis dengan disebutkan
disini berupa faktor kemiskinan yang kemudian menyatu dengan masalah ledakan
penduduk. Kedua faktor ini menduduki rangking paling sentral dan justru masalah inilah
yang kemudian menimbulkan komplikasi tidak sehat pada lingkungan hidup.
Kemiskinan berarti sebuah kondisi yang kebutuhan dasarnya pun tidak mencukupi
dari hari kehari. Pangan yang sulit dicapai, gizi yang tidak memadai, air yang tidak sesuai
dengan syarat kualitas kesehatan, sulitnya perumahan, rendahnya tingkat pendidikan ,
pengangguran, pelayanan-pelayanan sosial yang jauh tidak memadai, transportasi yang
tidak lancar dan lain-lain.
58
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Untuk memperjelas gambaran dan ciri kemiskinan baik untuk kiranya diketahui
dengan ciri-ciri di bawah ini :
• Ciri pertama : sebagian besar masyarakat hidup dipedesaan, yang terdiri dari buruh
tani(petani penyewa tanah)
• Ciri kedua : sebagian pengangguran atau setengah penganggur, andaikan pun
kelihatan bekerja tetapi sifatnya tidak teratur dan tidak mencukupi bagi
kebutuhan hidup yang wajar, biasanya dapat dijumpai di daerah pedesaan
maupun perkotaan.
• Ciri ketiga : berusaha sendiri dan dengan menyewa peralatan orang lain dapat modal
yang kecil dan serba terbatas, banyak didapati di kota dan ada juga di
pedesaan.
Ketiadaan lapangan kerja dan timbulnya pengangguran massal tidak kalah
pentingnya bagi sebab musabab menurunnya mutu tata lingkungan. Sekilas lintas kiranya
diilustrasikan lewat angka-angka dimana kenaikan angkatan kerja selalu mengikuti
pertumbuhan penduduk yang karena ketiadaan lapangan pekerjaan yang tetap tidak
mencukupi hidupnya terpaksa akan menentukan pilihan pada penilaian yang bertentangan
dengan kehendak umum. Katakanlah pencurian , penodongan , copet misalnya dari segi
kriminalitas, tetapi tekanannya
59
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
pada linkungan hidup cukup terasa sekali, misainya akan menimbulkan gelandangan di
kota. Gelandangan-gelandangan kemudian menciptakan ekosistemnya masing-masing
berupa gubuk-gubuk di sepanjang rel kereta api, sepanjang aliran-aliran sungai atau
emperan-emperan bangunan kota. Seterusnya keadaan ini akan meruwetkan ekosistem
lingkungan. Sungai yang melintasi kota menjadi mampet, sampah-sampah yang tadinya
ditimbun rapi kemudian berserakan karena diobrak-abrik para tunawisma, gubuk-gubuk
yang dibangun para gelandangan membuat pemandangan tidak sedap dan merusak
keindahan kota.
Dampak lain masalah pengangguran adalah secara sosiologis akan merupakan
potensi bagi timbulnya kerawanan sosial dan menjadi beban sosial lainnya. Apa yang
disinggung di sini jelas bahwa manusia sebagai salah satu komponen (subsistem) dari
ekosistem, hidup dan berkembangnya pada hakikatnya tergantung dan dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan hidupnya. Ia hidup karena ditopang dan disupply secara kontinue dan
berimbang oleh komponen dan sub sistem yang lain. Keseimbangan dan stabilitas kondisi
setiap subsistem menjadi tali-temali harmoni (keserasian) lingkungan.
Berdasarkan inilah apabila manusia sebagai subsistem mengalami tingkat massa
(populasi) yang melampui supply atau daya dukung subsistem yang lain maka dalam waktu
tertentu kebutuhan pokok manusia yang bersumber dari ekosistemnya akan mengalami
kemerosotan.
60
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Masalah pertumbuhan penduduk sesungguhnya tidaklah terlalu elementer
dipersoalkan andaikata semua faktor-faktor kebutuhan selalu siap (tumbuh) mengikuti
perkembangan laju pertumbuhan penduduk. Faktor-faktor pangan, air minum, lahan,
pemukiman/perumahan, pendidikan, angkatan kerja dan lain-lain, pertumbuhannya terlalu
terbatas terutama bagi mereka yang hidup di negara-negara yang sedang berkembang.
Lebih-lebih lagi bila dihubungkan dengan pengadaan energi alam seperti minyak, gas bumi,
barang-barang tambang mineral yang lain bahkan lebih terbatas lagi karena yang disebut
terakhir sifatnya non renewable, tidak dapat bertumbuh baharu seperti sumber-sumber
kebutuhan yang disebut pertama.
Seperti dimuka telah disebut, setiap jumlah pertumbuhan penduduk selalu menuntut
pertumbuhan faktor-faktor persediaan kebutuhan (supply). Karenanya kecenderungan
pertumbuhan penduduk yang kian pesat akan pula diikuti pengkurasan
kemampuan-kemampuan alam, pengorbanan sumber-sumber daya serta tersiratnya
sumber-sumber daya lingkungan.
Bila kita menyaksikan kemerosotan ekosistem di suatu tempat misalnya DAS (daerah
aliran sungai) Ciliwung atau kali Brantas yang kondisinya sudah mengalami penurunan
debit, tercemar dan jorok. Maka ini salah satu dampak kecenderungan pertumbuhan
penduduk yang begitu cepat.
61
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Benturan ekologi semacam ini bersumber dari kenyataan ekosistem dimana sekitar
DAS itu bermukim penduduk secara illegal karena tidak tertampungnya lagi
dipemukiman-pemukiman yang layak dan sehat. Masyarakat disekitarnya banyak
memanfaatkan sungai secara tidak wajar, membuang sampah, mengeruk pasir dan kerikil ,
menebang pepohonan dan sebagainya.
Disinilah nampak jelas betapa sentralnya persoalan kependudukan bagi berbagai
dimensi kehidupan. Menurut Lester R.Brown seorang ahli pertanian dari Departemen
Pertanian Amerika Serikat, berhasil mengetengahkan benturan kependudukan dalam 22 (dua
puluh dua) masalah, antara lain berupa polusi, penyakit lingkungan, kelaparan , ancaman
terhadap cadangan pertambangan, pengangguran, pemukiman yang berdesakan, terancamnya
spesies-spesies flora dan fauna, urbanisasi, inflasi sampai pada dampaknya berupa sengketa
politik.
h. Kesehatan Lingkungan
Menurut Gordon , kesehatan seseorang tergantung pada proses yang dinamis timbal
balik antara lingkungan (environmental) , penjamu (host) dan bibit penyakit (agent). Blume
menyampaikan bahwa seseorang amat dipengaruhi oleh lingkungan , tingkah laku
(behavior), pelayanan kesehatan (health care sytem) dan keturunan (heredity). Lingkungan
sangat
62
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
luas artinya antara lain menyangkut lingkungan fisik (alamiah ataupun perbuatan manusia).
Definisi lingkungan menurut D.L Slamet Rujadi adalah tempat pemukiman dengan
segala sesuatunya dimana organisme itu hidup beserta segala keadaan dan kondisinya yang
secara langsung maupun tidak langsung dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan
maupun kesehatan dari organisme itu.
Sedangkan pengertian kesehatan lingkungan itu sendiri menurut WHO (World Health
Organization) adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan
lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia yang tidak hanya sehat frsik
saja tetapi juga sehat mental dan sosial yang optimal dalam lingkungannya.
Lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan secara langsung akibatnya timbul
dengan segera, misalnya udara yang beracun maupun secara tidak langsung sesudah
tenggang waktu yang agak lama, misalnya kekurangan gizi akan menyebabkan penduduk
lemah, sakit-sakitan.
Penyusuaian diri manusia terhadap perubahan-perubahan alam sekitamya terlihat
antara lain melalui proses budaya yang lama misalnya kemampuan manusia untuk
menciptakan teknologi air, melindungi dirinya dari pengaruh alam yang buruk bahkan
manusia memperlihatkan kemampuan terbang ke angkasa, menyelam jauh ke dasar laut dan
kegiatan-kegiatan lain tanpa mengubah sifat-sifat biologisnya.
63
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Lebih jauh dari pada itu, masalah lingkungan dengan manifestasinya yang saling
menonjol mengenai masalah pencemaran , seperti pencemaran udara dan air di negara-negara
industri, pencemaran lingkungan karena kemiskinan di negara-negara yang sedang
berkembang, hal tersebut ditambah lagi dengan tekanan penduduk, keterbatasan sumber daya
alam yang tersedia dan akibat sampingan dari penggunaan sumber daya alamnya,
pemborosannya yang terus berlangsung. Pencemaran oleh industri yang bersifat toksis, akibat
atau kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible) serta kerusakan ekologis yang luas
dapat mengancam ekosistem bumi sebagai system pendukung kehidupan di planet ini.
Manusia mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Aktivitasnya
mempengaruhi lingkungannya sebaliknya manusia dipengaruhi oleh lingkungannya.
Hubungan timbal balik demikian terdapat antara manusia sebagai individu atau kelompok
atau masyarakat dan alam lingkungannya. Dalam lingkungan hidup yang baik, interaksi antar
berbagai komponen akan selalu terdapat keseimbangan. Keseimbangan demikian dapatlah
disebut tergantung pada kepentingan manusia.
Pada hakekatnya keseimbangan lingkungan berproses melalui interaksi yang
didasarkan pada hukum-hukum keseimbangan dan keteraturan. Keseimbangan ini dapat
digambarkan berikut ini secara
64
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
siklus, yaitu berupa pohon dan burung serta mata rantai komponen lainnya. Burung
mendasarkan hidupnya dengan makanan yang terdiri dari ulat-ulat yang terdapat di pohon.
Burung membuang kotorannya dan jatuh ke tanah dekat pohon yang selanjutnya berubah
menjadi bahan organis dalam tanah kemudian dikonsumsi oleh cacing-cacing tanah. Cacing-
cacing tanah berfungsi untuk menggemburkan tanah disekitar pohon dan pohon-pohon pun
tumbuh dengan subur, demikian seterusnya.
Jadi setiap kegiatan manusia baik dalam riak yang kecil maupun dalam riak yang
lebih besar, dalam langkah insedental ataupun rutin, selalu akan mempengaruhi
lingkungannya. Sebaiknya manusia tidak akan lepas pula dari pengaruh lingkungan, baik
yang datang dari alam sekitarnya (fisik maupun non fisik), dari hubungan antar individu atau
pun antar masyarakat.
Sebenarnya masalah lingkungan telah nyata ada di hadapan kita , berkembang
sedemikian cepatnya, baik di tingkat nasional maupun intenasional (global dan regional)
sehingga tidak ada suatu Negara pun dapat terhindar dari padanya.
i. Pemberdayaan Rumah Tangga Miskin
Menurut Karsidi dalam Yustina (2003:170) mengatakan bahwa upaya pemberdayaan
masyarakat seharusnya mampu berperan
65
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) terutama dalam membentuk dan
mengubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas.
Pemberdayaan masyarakat dengan cara memberikan motivasi dan dorongan kepada
masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas
hidupnya antara lain melalui pendidikan. Menurut Harun dalam BPS (2004) pendidikan
merupakan salah satu upaya untuk dapat menjadi bekal dalam: menghadapi kehidupan masa
kini dan masa yang akan datang. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh seseorang
semakin besar juga harapan untuk memperoleh penghidupan yang layak.
Di daerah perkotaan jenis pekerjaan di sektor formal lebih memperhatikan tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh seseorang dalam penentuan struktur upah/gaji yang diterima
oleh pekerjanya bila dibandingkan dengan sektor informal. Upah/gaji yang tinggi akan
mencerminkan pada status rumah tangga untuk tergolong ke dalam rumah tangga miskin
atau bukan miskin. Hubungan antara tingkat pendidikan yang dimiliki kepala rumah tangga
dengan tingkat pendapatan yang diterima.
Pendidikan merupakan modal dasar untuk dapat memperbaiki kualitas kehidupan,
sehingga program atau upaya pemerintah dalam menghapus atau memberantas kemiskinan
hendaklah dimulai dari perbaikan sistem pendidikan dan lebih konsentrasi terhadap
pendidikan
66
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
anak kurang mampu khususnya pada anak usia sekolah. Program wajib belajar 9 tahun dan
adanya jenjang pendidikan yang lebih tinggi tentu akan menambah ketrampilan dan wawasan
seseorang, yang akan menambah ketrampilan dan wawasan berpikir sehingga akan
membentuk SDM yang kreatif , trampil dan siap menghadapi tantangan. Dengan tingkat
pendidikan yang tinggi dibarengi pendapatan yang memadai kemiskinan lambat laun akan
dapat ditekan sekecil mungkin walau mustahil untuk dapat dihilangkan seluruhnya.
Tujuan yang mulia itu tentu akan melalui proses yang panjang dan tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Semuanya tak lepas dari usaha dan upaya yang dilakukan
pemerintah dengan melakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi, lembaga
pemerintah dan swasta serta orang-orang yang berkepentingan dalam memerangi dan
memberantas kemiskinan. Sesuai dengan yang disebutkan oleh Sumodiningrat dalam
Sulistyowati (2002:387) upaya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat
dan keberpihakan penduduk bukan miskin terhadap penduduk miskin serta ditentukan
sejauhmana pemerintah secara aktif melibatkan organisasi lokal di samping pemaksimalan
kebersamaan antar lembaga pemerintah yang secara bersama-sama diarahkan untuk
menunjang pelaksanaan program.
67
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kondisi sosial ekonomi rumah tangga seperti kepemilikan rumah, lama perkawinan,
pendidikan, sumberdaya ekonomi dan jumlah anggota rumah tangga secara
bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap terhadap lingkungan
sekitarnya.
Tingkat pendidikan kepala rumah tangga miskin berbeda nyata dengan tingkat
pendidikan kepala rumah tangga bukan miskin di perkotaan. Persentase jumlah rumah
tangga dengan tingkat pendidikan kepala rumah tangga miskin SD ke bawah sebesar
37,80 persen dan SMU ke atas sebesar 32,4 persen, sedangkan kepala rumah tangga
bukan miskin yang berpendidikan SD ke bawah sebesar 13,00 persen dan SMU ke atas
sebesar 68,50 persen.
2. Rumah tangga miskin di perkotaan pada umumnya merupakan kaum migran dengan
persentase jumlah rumah tangga sebesar 59,46 persen dengan alasan utama melakukan
migrasi adalah mencari rumah sewa/kontrakan yang harganya lebih murah dibandingkan
dengan rumah yang dihuni sebelumnya. Kecamatan Siantar Timur merupakan daerah
tujuan migrasi dikarenakan harga sewa rumah yang relatif lebih
68
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
murah dibandingkan dengan daerah lain di wilayah Kota Pematangsiantar.
Jenis pekerjaan kepala rumah tangga (formal dan informal memiliki hubungan yang
signifikan dengan status kemiskinan (miskin dan bukan miskin) rumah tangga di perkotaan.
Rumah tangga miskin di perkotaan cenderung bekerja di sektor informal, yaitu sekitar 67,6
persen, sedangkan rumah tangga bukan miskin bekerja di sektor formal, yaitu sebesar 79,6
persen.
69
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Saran
1. Program pembangunan rumah sederhana yang diperuntukkan khusus bagi rumah
tangga miskin di perkotaan akan sangat membantu bagi rumah tangga yang
berpenghasilan rendah dan kaum migran untuk dapat memiliki rumah. Program ini
harus dibarengi dengan pengawasan dan peraturan yang ketat terhadap siapa-siapa
yang berhak untuk dapat memilikinya. Dengan memiliki rumah yang memiliki
standar kesehatan tertentu nantinya akan membuat rumah tangga miskin dapat hidup
dengan layak dan bersanding dengan rumah tangga bukan miskin.
2. Program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah dan mencapai jenjang
pendidikan yang lebih tinggi merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
penghapusan kemiskinan khususnya di perkotaan. Untuk itu perlu bagi pemerintah
untuk selalu memberikan subsidi bagi anak-anak yang berasal dari golongan tidak
mampu agar dapat bersekolah sebagaimana lazimnya anak-anak pada usia sekolah.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya,
khususnya menyangkut penelitian yang lebih mendalam lagi mengenai dampak
kemiskinan terhadap pembangunan wilayah perkotaan.
70
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
DAFTAR PUSTAKA
Ala, Bayo, Andre, 1981, Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan, Penerbit Liberty,
Yogyakarta.
Bappeda dan Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, 2004, Hasil Pendataan Rumah
Tangga Miskin di Kota Pematanggsiantar Tahun 2004, BPS Kota Pematangsiantar.
Bintarto, R. 1986, Urbanisasi dan Permasalahannya, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Biro Pusat Statistik, 1997, Permindahan Penduduk dan Urbanisasi di Indonesia, Hasil Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995, Jakarta.
Brown, Lester, R.et all, 1976, Twenty Two Dimentions of The Population Problem,
Washington.
Danusaptro, St. Munadjat, 1980, Pembangunan Hukum Lingkungan, Pidato Penyuluhan
Guru Besar Ilmu Lingkungan pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (11
Oktober 2980).
Ehrlich, Paul R, 1978, Populations Bomb, Ballatine Books, New York.
Hardjasoemantri, Koesnadi, 1994, Hukum Tata Lingkunqan, Gajah Mada University Press,
Edisi Ketujuh, Cetakan Kelima Belas, Yogyakarta.
Ibnussalam, 2002. Analisa Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Masyarakat Desa (Suatu
Studi pada Desa Bulucina, Tarutung Sihoda-Hoda dan Desa Gontong Jae Kecamatan
Barumun Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan), Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, Medan (Tidak dipublikasikan).
Kusumaatmadja Mochtar, 1974, Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Hidup Manusia.
Beberapa Pikiran dan Saran, Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi, Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.
Nugroho, Heru, 1995. Kemiskinan. Ketimpangan dan Kebijakan dalam Kemiskinan dan
Kesenjangan di Indonesia. Aditya Mulia, Yogyakarta.
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006
Rajuminropa, 2002, Pemberdayaan Anak dari Keluarga Miskin, Suatu Studi pada Yayasan
Bhakti Nusantara Isafat (YBNI) di Kota Padang, Tesis pada Program Pascasarjana
Universitas Indonesia, Jakarta, (Tidak dipublikasikan).
Sajogja, 1977, Golongan Miskin dan Partisipasi dalam Pembangunan Desa, Prisma No. 3
Tahun VI. LP3ES, Jakarta.
Salim, Emil, 1974. Pada Pengukuhan Guru Besar Universitas Indonesia (11 Februari 1976)
dengan judul, Perencanaan pembangunan dan pemerataan pendapatan, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Sarman, Mukhtar dan Sajogyo, 2000, Masalah Penanggulangan Kemiskina Refleksi dari
Kawasan Timur Indonesia, Puspa Swara, Jakarta.
Siahaan, NHT, 1982, Peranan Hukum Agraria dalam Situasi Kepadatan Penduduk,
Hukum-Hukum Pembangunan No. 3 Tahun 1982.
Siahaan, NHT, 1983, Beberapa Upaya Kearah Pembinaan Lingkungan Hidup , Hukum dan
Pembangunan No. 4 Tahun 1983.
Siahaan, NHT, 1987, Prinsip-Prinsip Masalah Perencanaan Lingkungan, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Soejono, 1995, Hukum Lingkungan dan Peranannya dalam Pembangunan, Rineka Cipta,
Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 1985, Teori Sosiologi Tentang Pribadi dalam Masyarakat, Ghalia
Indonesia.
Soemarwoto, Otto, 1997, Permasalahan Lingkungan Hidup dalam Seminar Segi – Segi
Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bina Cipta, Jakarta.
Yuanita Harahap : Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan…, 2006 USU Repository © 2006