YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi...

67
ISSN : 2087 - 9105 JURNAL FORUM KESEHATAN Journal Of Health Forum POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA Volume II Nomor 4, Agustusi 2011 Berat Badan Lahir Rendah Sebagai Faktor Risiko Pendek Pada Remaja Di Kabupaten Gunung Mas Vissia Didin, Maria Julin Rarome, Heti Ira Ayue ........................................................ 1 Hubungan Penyapihan Dini Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 7-23 Bulan Di Puskesmas Pahandut Palangka Raya Noordiati, Legawati, Riyanti .......................................................................................... 8 Dampak Pelatihan Terhadap Kemampuan Kader Jumantik Dalam Melakukan Penyuluhan PSN DBD Dan Pemeriksaan Jentik Di Wilayah Puskesmas Menteng Dinkes Kesehatan Kota Palangka Raya Yongwan Nyamin, Natalansyah, Ety Sumiati .............................................................. 16 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Taksiran Berat Janin Ibu Hamil Trimester III Di Palangka Raya Christine Aden, Natalansyah, Marselinus Heriteluna ................................................. 21 Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Pendidikan Dengan Konsumsi Nutrasetika Di Kota Palangka Raya Mars Khendra, Mohamad Muchtar, NilaSusanti ......................................................... 27 Hubungan Konsumsi Baram Dengan Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Suku Dayak Di Desa Samba Danum Kecamatan Tumbang Samba Kabupaten Katingan Barto Mansyah, Mars Khendra, Mohamad Muchtar ................................................... 40 Pengaruh Pemberian Regimen Air Susu Ibu Pada Perawatan Tali Pusat Terhadap Waktu Pelepasan Tali Pusat Tri Ratna Ariestini, Christine Aden, Ester Inung Sylvia .............................................. 50 ISSN : 2087-9105

Transcript of YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi...

Page 1: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

ISSN : 2087 - 9105

JU

RN

AL

FO

RU

M K

ES

EH

AT

AN

Jo

urn

al O

f Health

Fo

rum

PO

LIT

EK

NIK

KE

SE

HA

TA

N

KE

ME

NK

ES

PA

LA

NG

KA

RA

YA

Vo

lum

e II

No

mo

r 4, A

gu

stu

si 2

01

1

Berat Badan Lahir Rendah Sebagai Faktor Risiko Pendek Pada Remaja

Di Kabupaten Gunung Mas

Vissia Didin, Maria Julin Rarome, Heti Ira Ayue ........................................................ 1

Hubungan Penyapihan Dini Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 7-23 Bulan

Di Puskesmas Pahandut Palangka Raya

Noordiati, Legawati, Riyanti .......................................................................................... 8

Dampak Pelatihan Terhadap Kemampuan Kader Jumantik Dalam Melakukan

Penyuluhan PSN DBD Dan Pemeriksaan Jentik Di Wilayah Puskesmas Menteng

Dinkes Kesehatan Kota Palangka Raya

Yongwan Nyamin, Natalansyah, Ety Sumiati .............................................................. 16

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Taksiran Berat Janin Ibu Hamil Trimester III

Di Palangka Raya

Christine Aden, Natalansyah, Marselinus Heriteluna ................................................. 21

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Pendidikan Dengan Konsumsi Nutrasetika

Di Kota Palangka Raya

Mars Khendra, Mohamad Muchtar, NilaSusanti ......................................................... 27

Hubungan Konsumsi Baram Dengan Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Suku

Dayak Di Desa Samba Danum Kecamatan Tumbang Samba Kabupaten Katingan

Barto Mansyah, Mars Khendra, Mohamad Muchtar ................................................... 40

Pengaruh Pemberian Regimen Air Susu Ibu Pada Perawatan Tali Pusat Terhadap

Waktu Pelepasan Tali Pusat

Tri Ratna Ariestini, Christine Aden, Ester Inung Sylvia .............................................. 50

ISSN : 2087-9105

Page 2: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

Volume II Nomor 4, Agustus 2011

TIM REDAKSI

Penanggung Jawab : Santhy K. Samuel, S.Pd, M.Kes

(Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya)

Pelindung : Pudir I Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Pudir II Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Pudir III Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Kepala Unit PPM Poltekkes Kemenkes Palangka Raya.

Ketua Penyunting : Iis Wahyuningsih, S.Sos.

Penyunting Ahli : DR.Djenta Saha, S.Kp, MARS

Visia Didin Ardiyani, SKM, MKM

Prof. Diana Brown

Penyunting Pelaksana : Marselinus Heriteluna, S.Kp, MA

Erma Nurjanah Widiastuti, SKM

Pelaksana TU : Deddy Eko Heryanto, ST

Daniel, A.Md.Kom

Arizal, A.Md

Alamat Redaksi :

Unit Perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya

Jalan George Obos No. 32 Palangka Raya 73111- Kalimantan Tengah

Telepon/Fax : 0536 - 3230730

Email : [email protected],

Website : www.poltekkes-palangkaraya.ac.id

Terbit 2 (dua) kali setahun.

ISSN : 2087-9105

Page 3: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

PENGANTAR REDAKSI

Salah satu tugas utama dari lembaga pendidikan tinggi sebagaimana tercantum dalam

Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah melaksanakan penelitian. Agar hasil-hasil penelitian

dan karya ilmiah lainnya yang telah dilakukan oleh civitas akademika Politeknik Kesehatan

Kemenkes Palangka Raya lebih bermanfaat dan dapat dibaca oleh masyarakat, maka

diperlukan suatu media publikasi yang resmi dan berkesinambungan.

FORUM KESEHATAN merupakan Jurnal Ilmiah sebagai Media Informasi yang

menyajikan kajian hasil-hasil penelitian, gagasan dan opini serta komunikasi singkat maupun

informasi lainnya dalam bidang ilmu khususnya keperawatan, kebidanan, gizi, dan umumnya

bidang ilmu yang berhubungan dengan kesehatan.

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya

berkat bimbingan dan petunjuk-Nyalah upaya untuk mewujudkan media publikasi ilmiah

Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya yang diberi nama FORUM KESEHATAN

volume kedua nomor keempat ini dapat terlaksana. Dengan tekat yang kuat dan kokoh, kami

akan terus lebih memacu diri untuk senantiasa meningkatkan kualitas tulisan yang akan

muncul pada penerbitan – penerbitan selanjutnya.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes

Palangka Raya sebagai Penanggung Jawab serta Dewan Pembina yang telah memberikan

kepercayaan dan petunjuk kepada redaktur hingga terbitnya FORUM KESEHATAN volume

kedua nomor keempat ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga disampaikan kepada

Dewan Redaksi yang telah meluangkan waktunya untuk mengkaji kelayakan beberapa naskah

hasil penelitian/karya ilmiah yang telah disampaikan kepada redaksi.

Kepada para penulis yang telah menyampaikan naskah tulisannya disampaikan

penghargaan yang setinggi-tingginya dan selalu diharapkan partisipasinya untuk mengirimkan

naskah tulisannya secara berkala dan berkesinambungan demi lancarnya penerbitan FORUM

KESEHATAN ini selanjutnya.

Akhirnya, semoga artikel-artikel yang dimuat dalam FORUM KESEHATAN volume

kedua nomor keempat ini dapat menambah wawasan dan memberikan pencerahan bagai

lentera yang tak kunjung padam. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

diharapkan demi penyempurnaan penerbitan selanjutnya.

Tim Redaksi

ISSN : 2087-9105

Page 4: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

DAFTAR ISI

Hal.

Berat Badan Lahir Rendah Sebagai Faktor Risiko Pendek Pada Remaja

Di Kabupaten Gunung Mas

Vissia Didin, Maria Julin Rarome, Heti Ira Ayue ........................................................ 1

Hubungan Penyapihan Dini Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 7-23 Bulan

Di Puskesmas Pahandut Palangka Raya

Noordiati, Legawati, Riyanti .......................................................................................... 13

Dampak Pelatihan Terhadap Kemampuan Kader Jumantik Dalam Melakukan

Penyuluhan PSN DBD Dan Pemeriksaan Jentik Di Wilayah Puskesmas Menteng

Dinkes Kesehatan Kota Palangka Raya

Yongwan Nyamin, Natalansyah, Ety Sumiati .............................................................. 23

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Taksiran Berat Janin Ibu Hamil Trimester III

Di Palangka Raya

Christine Aden, Natalansyah, Marselinus Heriteluna .................................................. 32

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Pendidikan Dengan Konsumsi Nutrasetika

Di Kota Palangka Raya

Mars Khendra, Mohamad Muchtar, NilaSusanti ......................................................... 42

Hubungan Konsumsi Baram Dengan Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Suku

Dayak Di Desa Samba Danum Kecamatan Tumbang Samba Kabupaten Katingan

Barto Mansyah, Mars Khendra, Mohamad Muchtar ................................................... 48

Pengaruh Pemberian Regimen Air Susu Ibu Pada Perawatan Tali Pusat Terhadap

Waktu Pelepasan Tali Pusat

Tri Ratna Ariestini, Christine Aden, Ester Inung Sylvia .............................................. 54

Volume II Nomor 4, Agustus 2011

ISSN : 2087-9105

Page 5: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

1

BERAT BADAN LAHIR RENDAH SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENDEK

PADA REMAJA DI KABUPATEN GUNUNG MAS

LOW BIRTH WEIGHT AS A STUNTED RISK FACTOR IN ADOLESECENT IN

GUNUNG MAS DISTRICT

Vissia Didin*, Maria Julin Rarome**, Heti Ira Ayue**

*Jurusan Keperawatan,

**Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Abstrak

Defisit pertumbuhan tinggi badan anak usia kurang dari 5 tahun banyak didapatkan di negara

Asia Tenggara, termasuk Indonesia. WHO melaporkan di tahun 1992 terdapat kurang lebih lima

puluh persen anak berumur kurang dari 5 tahun diklasifikasikan sebagai pendek (stunted), keadaan ini

masih tetap bertahan sampai dengan tahun 1997. Tahun 2010, di Asia mengalami penurunan drastic

yaitu 28%. Walaupun di Asia telah terjadi penurunan yang drastis, namun di Indonesia (dan beberapa

provinsi) prevalensi stunting masih lebih tinggi (37%) dan masih merupakan masalah di beberapa

provinsi di Indonesia. Jika keadaan ini di Indonesia tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun,

maka dapat membawa dampak terutama pada perkembangan kognitif anak di usia remaja. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi factor penyebab terjadinya stunted di Kabupaten

Gunung Mas. Penelitian ini menggunakan data primer yang diambil dari 3 sekolah yang mewakili.

Data dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistic. Hasil penelitian menunjukan variabel yang

dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, faktor genetik (tinggi

badan bapak), kebiasaan minum susu, dan pemberian ASI. Berdasarkan penelitian tersebut

disarankan perlunya peran orang tua dalam memantau perkembangan anak sejak dini, perbaikan

kondisi sosial ekonomi, edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi

bagi remaja.

Kata Kunci: Pendek, Remaja, Kabupaten Gunung Mas, BBLR

Abstract

Height growth deficits of children aged less than 5 years found in many Southeast Asian

countries, including Indonesia. WHO report in 1992 there were approximately fifty percent of

children younger than 5 years were classified as short (stunted), this situation persisted until 1997. In

2010, in Asia has decreased drastically at 28% 3. Although in Asia there has been a drastic decline,

but in Indonesia (and some provinces) the prevalence of stunting was higher (37%) and is still a

problem in some provinces in Indonesia. If this situation in Indonesia did not change from year to

year, it could have an impact especially on children's cognitive development in adolescence. This

study aims to determine what the cause of stunted factor in Gunung Mas. This study uses primary

data drawn from three schools are represented. Data were analyzed using logistic regression test. The

results showed a deficit of variables that can affect a child's height in adolescence are genetic factors

(father's height), the habit of drinking milk, breastfeeding, and low birth weight. Based on these

studies suggested the role of parents in monitoring children's development, improvement of

socioeconomic conditions, education for parents, revitalization posyandu function, and nutrition

education for adolescents.

Keywords: Stunted, Adolesecent, Gunung Mas District, LBW

Page 6: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

2

Pendahuluan

Defisit pertumbuhan tinggi badan anak

usia kurang dari 5 tahun banyak didapatkan di

negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia1,2

.

WHO melaporkan di tahun 1992 terdapat kurang

lebih lima puluh persen anak berumur kurang dari

5 tahun diklasifikasikan sebagai pendek (stunted),

keadaan ini masih tetap bertahan sampai dengan

tahun 19971. Defisit pertumbuhan di sebagian

negara berkembang terjadi pada masa balita3,4

. Ada

beberapa penyebab terjadinya defisit pertumbuhan

pada masa balita, pada negara berkembang faktor

utamanya adalah tidak cukupnya asupan makanan,

infeksi, dan berat badan pada waktu lahir3,4

.

Ditemukan juga bahwa umur dan status gizi dari

ibu dapat mempengaruhi pertumbuhan janin. Ibu

yang kurang gizi berpotensi mempunyai janin yang

kecil. Faktor sosial ekonomi secara tidak langsung

mempengaruhi status gizi anak, tetapi lebih

dikarenakan ketersediaan pangan dan asupan

makanan di keluarga serta meningkatnya kesakitan

pada anak1.

Anak-anak yang mengalami stunting pada

masa balita (early childhood) biasanya akan

menjadi anak yang lebih pendek pada masa dewasa

(adults)5. Lebih lanjut, satu diantara orang dewasa

yang memiliki ukuran pendek berasal dari masa

kanak-kanak yang pendek juga (stunted). Hal

tersebut akan berakibat pada saat mereka

memasuki usia dewasa dan bekerja akan

mengurangi kapasitas atau kemampuan kerja

mereka. Di lain pihak wanita yang bertubuh

pendek berisiko mempunyai bayi yang kecil.

Seperti dilaporkan oleh Klebanoff et al, terjadi efek

antargenerasi, yaitu bayi-bayi dengan berat badan

lahir rendah nantinya akan mengalami

keterlambatan pertumbuhan. Keadaan yang rentan

(misalnya infeksi dan asupan makanan tidak

cukup) yang kumulatif menyebabkan proses

pertumbuhan kerangka tubuh lambat atau stunting

(defisit pertumbuhan) atau biasa disebut sebagai

pendek, dengan panjang badan yang dicapai tidak

sesuai dengan umur.

Pertumbuhan dan perkembangan anak

merupakan proses panjang yang

berkesinambungan. Derajat kesehatan anak pada

masa balita sangat berkaitan erat dengan tingkat

kesehatannya pada masa bayi baru lahir. Bayi

lahir sehat terkait erat dengan tingkat kesehatan

maternal. Derajat kesehatan maternal terkait erat

dengan tingkat kesehatan pada usia sekolah.

Derajat kesehatan pada periode usia sekolah sangat

terkait dengan kondisi kesehatan anak semasa

balita. Dengan demikian, derajat kesehatan anak

perlu diketahui perkembangannya dan tidak hanya

dilihat sesaat, melainkan harus dilihat secara

berkesinambungan selama kehidupan anak. Di

Indonesia masalah pertumbuhan fisik masi tinggi

dibandingkan dengan keadaan gizi di negara

sedang berkembang, gizi kurang pada anak-anak di

Indonesia masih merupakan problem yang serius2.

Prevalensi anak usia sekolah yang pendek (stunted)

pada tahun 1990-2001 tidak mengalami perubahan:

44,5%, 41,4%, 45,9%, dan 45,6% pada tahun

1990, 1992, 1995, dan 2001 secara berurutan2.

Diperoleh data terakhir mengenai pendek

(stunting) pada balita di Indonesia sebanyak 37%

pada tahun 20076.

Informasi mengenai penelitian mengenai

pertumbuhan fisik pada balita sampai dengan usia

sekolah di Kabupaten Gunung Mas belum tersedia.

Sedangkan menurut informasi dari Kepala Dinas

Pendidikan Kabupaten Gunung Mas, saat ini

sangat sulit untuk mencari calon peserta paskibraka

yang memenuhi kriteria standard tinggi badan.

Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang

faktor-faktor apa yang mempengaruhi

pertumbuhan fisik tinggi badan remaja. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan

pertumbuhan fisik tinggi badan remaja di

Kabupaten Gunung Mas.

Metodologi

Jenis penelitian ini adalah penelitian cross

sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah

Menengah Umum (SMU) di Kabupaten Gunung

Mas. Waktu penelitian yaitu pada bulan Oktober –

Desember 2011. Populasi pada penelitian ini

adalah seluruh remaja yang bersekolah di sekolah

menengah umum di Kabupaten Gunung Mas.

Sampel, besar sampel pada penelitian ini dihitung

berdasarkan rumus Lameshow dengan dengan

Page 7: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

3

menetapkan taraf kepercayaan 95% dan besarnya

power test 90% (untuk uji satu pihak harga Z1-α

sesuai dengan 1,645 dan harga Z1-β sesuai dengan

1,28), sehingga didapatkan besar sampel miniml

yaitu 50 orang. Teknik pengambilan sampel

dilakukan dengan cara simple random sampling.

Pertama dibuat kerangka sampel semua SMU yang

ada di Kapubaten Gunung Mas, kemudian diambil

sebanyak 3 SMU yang mewakili. Masing-masing

SMU diambil 2 kelas yaitu kelas 1 dan 2. Data

dianalisis dengan analisis univariate, bivariate, dan

multivariate (Regresi Logistic).

Hasil

Penimbangan berat badan saat bayi hanya

dilakukan pada 78,3% responden. Rerata berat

lahir yaitu 3024 ± 659 gram dengan nilai median

3000 gram. Berat lahir terendah yaitu 1000 gram

dan yang terbesar yaitu 5000 gram. Pengukuran

panjang badan bayi dilakukan oleh 69,7%

responden. Rerata panjang badan 46,3 ± 8,9 cm

dengan nilai median 48 cm. panjang badan

terendah 28 cm dan tertinggi 65 cm. Tujuh puluh

persen responden adalah anak ke-1 sampai dengan

anak ke-3. Urutan anak ke-5 atau lebih yaitu

sebesar 19,5%. Jumlah saudara kandung 1-3 orang

sebesar 49,8%, sedangkan jumlah saudara kandung

empat atau lebih dari empat 50%. Jumlah saudara

kandung terbanyak yaitu 11 orang.

Kebiasaan makan anak diukur dengan

menggunakan metoda food frequency sejumlah

bahan makanan atau makanan jadi selama harian

dan minggu. Frekuensi makan responden sebagian

besar yaitu 3 kali sehari (80,9%). Hasil penelitian

menunjukan bahwa konsumsi protein per hari

cukup besar, meliputi telur (32,5%), minum susu

(31,8%), dan makan ikan segar (25,6%). Konsumsi

sayur-sayuran per hari juga besar yaitu sebesar

55,6%. Konsumsi buah-buahan per hari yaitu

21,3% anak yang mengkonsumsi buah-buah setiap

harinya. Konsumsi makan remaja yang paling

digemari (ukuran setiap hari) yaitu mie (40,4%),

gorengan (44%), minum teh (27,4%), dan minum

softdrink (23,1%).

Dari hasil bivariate ditemukan variable yang

memenuhi kriteria kandidat model adalah BBLR

(nilai P=0,017), tinggi badan bapak (nilai

P=0,052), penyakit kronis (nilai P=0,000), ASI

(0,044), minum susu (nilai P=0029), dan makan

buah (nilai P=0,042). (Tabel 1, 2, dan 3).

Model akhir multivariate terdapat hubungan

antara BBLR, tinggi badan bapak, ASI, dan

kebiasaan minum susu. Penurunan 1 cm tinggi

badan bapak, akan menurunkan pertumbuhan

tinggi badan anak sebesar 0,054 kali. Anak yang

tidak pernah minum susu berisiko untuk

mengalami defisit pertumbuhan sebesar 2 kali

dibandingkan dengan anak yang minum susu setiap

hari setelah dikontrol oleh variabel lain. Anak yang

minum susu mingguan berisiko mengalami defisit

pertumbuhan sebesar 1,57 kali dibandingkan

dengan anak yang minum susu setiap hari setelah

dikontrol oleh variabel lain. Anak yang diberi ASI

<4 bulan berisiko mengalami defisit pertumbuhan

sebesar 1,5 kali dibandingkan dengan anak yang

diberi ASI ≥4 bulan setelah dikontrol oleh variabel

lain. Anak yang berat badan lahir rendah berisiko

mengalami defisit pertumbuhan sebesar 1,5 kali

dibandingkan dengan anak yang berat badan lahir

normal setelah dikontrol oleh variabel lain. (Tabel

4).

Pembahasan

Defisit Pertumbuhan Tinggi Badan Remaja

Ukuran badan yang lebih pendek pada umur

tertentu dapat disebut sebagai pendek (shortness)

atau retardasi pertumbuhan (stunting). Pendek

merupakan deskriptif untuk ukuran badan yang

lebih pendek untuk umur tertentu. Definisi ini

sama tidak mencerminkan sebab terjadinya pendek

tersebut dan juga tidak mencerminkan suatu

keadaan baik normal maupun patologis. Stunting

merupakan definisi yang umumnya dipakai untuk

menyatakan bahwa pendek merupakan suatu

keadaan yang patologis. Stunting mencerminkan

suatu proses kegagalan dalam mencapai

pertumbuhan linier yang potensial sebagai akibat

adanya status kesehatan atau status gizi.

Page 8: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

4

Tabel 1. Hasil Analisis Bivariate (Chi Square) Karakteristik Awal Remaja terhadap

Kejadian Pendek di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, 2011 (n=219)

Variabel TB/U Total Nilai P

Independent Normal Stunted

Jenis

Kelamin

laki-laki Jumlah 44 24 68 0,609

% 64.7% 35,3% 100.0%

perempuan Jumlah 103 48 151

% 68,2% 32.5% 100.0%

Berat Badan Lahir Normal Jumlah 132 56 188 0,017

% 70.2% 29.8% 100.0%

BBLR Jumlah 15 16 31

% 48.4% 51.6% 100.0%

Nama Sekolah Kurun Jumlah 61 25 86 0,930

% 70.9% 29.1% 100.0%

Manuhing Jumlah 86 47 133

% 64.7% 35.3% 100.0%

Penyakit kronis Tidak Jumlah 129 48 177 0,000

% 72.9% 27.1% 100.0%

Ya Jumlah 18 24 42

% 42.9% 57.1% 100.0%

ASI ≥4 bln Jumlah 57 18 75 0,044

% 76.0% 24.0% 100.0%

< 4bln Jumlah 90 54 144

% 62.5% 37.5% 100.0%

Jumlah sdr

Kandung

1-2 org Jumlah 33 16 49 1

% 67.3% 32.7% 100.0%

3-5 org Jumlah 90 41 131 0,571

% 68.7% 31.3% 100.0%

>5 org Jumlah 24 15 39 0,404

% 61.5% 38.5% 100.0%

Tabel 2. Hasil Analisis Bivariate (t-test tidak berpasangan) Faktor Genetik (TB orang tua) terhadap

Kejadian Pendek di Kapubaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, 2011 (n=219)

n Rerata SD Nilai

TB Ibu P

Pertumbuhan TB/U

Stunted 72 152,6 7,4 0,326

Normal 147 153,6 5,3

Page 9: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

5

Tabel 2. Hasil Analisis Bivariate (lanjutan)

n Rerata SD Nilai

TB Ibu P

Pertumbuhan TB/U

Stunted 72 161,4 7,3 0,052

Normal 147 163,5 7,4

Tabel 3. Hasil Analisis Bivariate (t-test tidak berpasangan) Faktor Kebiasaan Makan Remaja

terhadap Kejadian Pendek, Kapubaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, 2011 (n=219)

Kebiasaan Makan Remaja Kejadian Stunted Total Nilai P

Stunted Non Stunted

n % n % n %

Kebiasaan makan Telur

Tidak pernah 11 50 11 50 22 100 0,996

Mingguan 39 31 87 69 126 100 0,108

Setiap hari 22 31 49 69 71 100 1

Kebiasaan makan Ikan

Tidak pernah 9 37,5 15 62,5 24 100 0,500

Mingguan 46 33,3 92 66,7 138 100 0,634

Setiap hari 17 70,2 17 29,8 57 100 1

Kebiasaan makan Ikan Asin

Tidak pernah 27 30,7 61 69,3 88 100 0,291

Mingguan 38 32,8 78 67,2 116 100 0,229

Setiap hari 7 46,7 8 53,3 15 100 1

Kebiasaan minum Daging

Tidak pernah 8 38,1 13 61,9 21 100 0,182

Mingguan 55 35 102 65 157 100 0,115

Setiap hari 9 22 32 78 41 100 1

Kebiasaan makan Susu

Tidak pernah 16 34,8 30 65,2 46 100 0,029

Mingguan 40 38,8 63 61,2 103 100 0,162

Setiap hari 16 22,9 54 77,1 70 100 1

Kebiasaan makan Mie

Tidak pernah 11 40,7 16 59,3 27 100 0,542

Mingguan 33 30 77 70 110 100 0,536

Setiap hari 28 34,1 54 65,9 82 100 1

Kebiasaan makan Softdrink

Tidak pernah 22 33,3 44 66,7 66 100 0,744

Mingguan 33 32 70 68 103 100 0,854

Setiap hari 17 34 33 66 50 100 1

Page 10: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

6

Kebiasaan Makan Remaja Kejadian Stunted Total Nilai P

Stunted Non Stunted

n % n % n %

Kebiasaan makan Gorengan

Tidak pernah 5 22,7 17 77,3 22 100 0,529

Mingguan 35 34,7 66 65,3 101 100 0,144

Setiap hari 32 33,3 64 66,7 96 100 1

Kebiasaan makan Gula

Tidak pernah 14 23,7 45 76,3 59 100 0,584

Mingguan 33 34,7 62 65,3 95 100 0,305

Setiap hari 25 38,5 40 61,5 65 100 1

Kebiasaan makan Tahu

Tidak pernah 10 19,6 41 80,4 51 100 0,394

Mingguan 54 38,6 86 61,4 140 100 0,460

Kebiasaan makan Tempe 1

Tidak pernah 15 27,8 39 72,2 54 100

Mingguan 47 34,6 89 65,4 136 100 0,350

Setiap hari 10 34,5 19 65,5 29 100 0,726

Kebiasaan makan Umbi 1

Tidak pernah 34 30,1 79 69,9 113 100

Mingguan 36 36,7 62 63,3 98 100 0,185

Setiap hari 2 25 6 75 8 100 0,311

Kebiasaan makan Sayur 1

Tidak pernah 4 18,2 18 81,8 22 100

Mingguan 30 39,5 46 60,5 76 100 0,154

Setiap hari 38 31,4 83 68,6 121 100 0,491

Kebiasaan minum Buah 1

Tidak pernah 14 26,4 39 73,6 53 100

Mingguan 48 40,3 71 59,7 119 100 0,042

Setiap hari 10 21,3 37 78,7 47 100 0,162

Setiap hari 8 28,6 20 71,4 28 100 1

Tabel 4. Model Akhir Analisis Regresi Logistik Berganda antara Determinan Stunted

dengan Kejadian Pendek pada Remaja, Kabupaten Gunung Mas, Kalteng, 2011 (n=219)

No. Variabel OR 95% CI Nilai P

1 Kondisi lahir

BBLR 1.6 0,701 – 3,792 0,256

Normal 1

2 Penyakit Kronis

Ya 3.9 1,868 – 8,525 0,000

Tidak 1

Page 11: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

7

Tabel 4. Model Akhir Analisis Regresi Logistik Berganda (Lanjutan)

No. Variabel OR 95% CI Nilai P

3 ASI

<4 bulan 1.54 1,377 – 5,068 0,077

≥4 bulan 1

4 TB Bapak (cm) 0.9 0,907 – 0,991 0,017

5 Makan buah

Tidak pernah 2.3 0,996 – 5,333 0,051

Mingguan 1.2 0,428 – 3,123 0,775

Setiap hari 1

R2=0,185 ; -2 log likelihood = 246,236

Pada penelitian ini, remaja yang stunted yaitu

sebesar 33%. Kondisi ini dapat mencerminkan

kondisi gizi remaja di masa lalu. Pada penelitian

ini, remaja yang menjadi responden adalah remaja

berusia 15-16 tahun. Pengukuran antropometri

selama masa remaja merupakan hal yang sangat

penting karena pengukuran tersebut memberikan

pemantauan dan evaluasi terhadap perubahan

hormone, perubahan dalam pertumbuhan, dan

maturasi selama periode ini. Perubahan terjadi

secara cepat selama remaja termasuk peningkatan

dalam ukuran badan, seperti pertumbuhan dan

pencapaian progresif dari status dewasa. Perubahan

fisik dan seksual pada remaja berjalan seirama

dengan perubahan kognitif, emosional, social,

kultural, dan adaptasi. Masa remaja ini merupakan

hampir separuh periode pertumbuhan pada

manusia dan merupakan satu-satunya periode

setelah lahir, pada masa ini kecepatan

pertumbuhan biasanya meningkat.

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa

remaja harus dipertimbangkan secara terpisah

antara laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki

rata-rata lebih besar daripada anak perempuan

sejak lahir sampai dengan masa pubertas.

Pertumbuhan fisik selama masa remaja hampir

selalu terjadi dengan urutan yang sama tetapi saat

timbulnya kecepatan dan umur selesainya

perubahan itu sangat berbeda-beda. Percepatan

pertumbuhan pada anak laki-laki dimulai antara

umur 13-15,5 tahun. Selama waktu ini

penambahan tinggi badan rata-rata 20 cm. Pada

perumpuan percepatan pertumbuhan dimulai kira-

kira satu setengah tahun sebelum laki-laki dan

hampir lengkap pada usia 13,5 tahun, dalam tahun

perubahan puncak tinggi badan bertambah kira-

kira 8 cm. Setelah ini, kecepatan pertumbuhan

tinggi badan berkurang, dan pada umur 18 tahun

pertumbuhan tinggi badan hampir lengkap. Untuk

anak laki-laki masih terjadi pertambahan tinggi

badan kira-kira 2,5cm lagi.

Antropometri remaja bervariasi sangat

signifikan di dunia. Pertumbuhan berbeda antara

kelompok-kelompok dan berhubungan dengan

status nutrisi, tingkat social ekonomi, tingkat

urbanisasi, dan ketinggian tempat. Untuk individu

remaja pertumbuhan mungkin terbatas pada

beberapa factor, diantaranya lamanya kekurangan

nutrisi, infeksi, dan penyakit kronis. Terdapat bukti

bahwa anak yang mempunyai pengalaman pada

masa anak-anak dengan kemiskinan dan kemudian

diadopsi oleh keluarga kaya dapat menunjukkan

kejar tumbuh dan perkembangan pubertas yang

lebih cepat mencapai batas normal8. Indikator

antrometri – dalam hal ini stunting untuk remaja

yaitu <-2 Z skor adalah sama dengan yang

digunakan untuk anak-anak. Meskipun prevalensi

yang diharapkan untuk stunting selama remaja

lebih rendah lebih rendah, rekomendasi ini

merupakan kelanjutan dari usia muda. Jika pada

penelitian ini stunting pada remaja 33% itu berarti

kelanjutan stunting di usia kanak-kanak.

Defisit pertumbuhan tinggi badan anak telah

dialami sejak usia 1-2 tahun, baik pada anak

Page 12: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

8

perempuan maupun anak laki-laki. Prevalensi anak

yang mengalami defisit tinggi badan lebih banyak

pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak

perempuan. Anak laki-laki lebih berisiko untuk

mengalami defisit tinggi badan sebesar 1,7 kali

dibandingkan dengan anak perempuan setelah

dikontrol oleh varibale lainnya7. Hal ini

disebabkan karena tingkah laku anak laki-laki

berbeda dengan anak perempuan sehingga

kebutuhan energinya lebih banyak pada anak lak-

laki8. Pada penelitian ini deficit pertumbuhan

tinggi badan pada anak laki-laki dan perempuan

tidak mengalami perbedaan yang cukup signifikan.

Jika pada usia 1-2 tahun, balita tidak

memperoleh asupan gizi yang seimbang, dan juga

kondisi social ekonominya tidak mengalami

perubahan maka keadaan tersebut akan

mempengaruhi pertumbuhannya di masa remaja.

Menurut penelitian Ardiyani (2009), pada

penelitian ini digunakan 7000 anak usia1-2 tahun

kemudian diikuti sampai usia 7-8 tahun (data IFLS

1993-2000) ditemukan bahwa terdapat hubungan

yang significant antara deficit pertumbuhan yang

terjadi di usia1-2 tahun dengan deficit

pertumbuhan usia 7-8 tahun (OR=1,3; 95%

CI=1,051 – 1,510). Jika kondisi social ekonomi,

asupan gizi tidak berubah makan kemungkinan

terjadi stunting dimasa remaja tinggi7.

Kondisi Lahir dan Defisit Pertumbuhan Tinggi

Badan Remaja

Bayi berat lahir rendah mengalami kombinasi

dari berbagai gangguan neurosensorik,

perkembangan, dan masalah kesehatan. Beberapa

hasil jadi untuk bayi dengan berat lahir rendah

yang telah dilaporkan adalah a). neurosensorik, b).

kognitif, c). tingkah laku dan kompetensi social,

d). prestasi sekolah dn akademik, dan e).

kesehatan. The Scottish low birthweight Study

Group melakukan penelitian di Skotlandia untuk

mengetahui pertumbuhan dan perkembangan

neuromotor dan sensorik pada anak dengan berat

lahir <1750 gram usia 4,5 tahun. Dari 908 yang

diteliti 71% masih bertahan hidup sampai usia 4,5

tahun. Dari yang hidup ini (611 anak yang dapat

dipantau sebesar 96%). Ditemukan 7 anak

menderita buta (1,1%); 70 anak menderita juling

(11,4%), 11 anak (1,8%) menderita gangguan

pendengaran dan ketajaman penglihatan (3,6%).

Gangguan neuromotor terdapat pada 82 anak

(13,4%), yang terdiri dari tanda klinis dan

abnormal 35 anak (5,7%), gangguan disertai cacat

berat 23 anak (3,8%), dan cacat sedang 24 anak

(3,9%). Status cacat fisik (disability) 36 anak

menderita cacat berat (5,9%); 67 anak menderita

cacat sedang (11%), dan cacat ringan pada 174

anak (28,5%). Makin rendah berat badan lahir

makin tinggi persentase gangguannya.

Pertumbuhan tinggi badan serta lingkar kepala dan

berat badan dengan membandingkan sentil kurva

standard sesuai dengan umur, mempunyai nilai

rata-rata di bawah standar rata-rata populasi10

.

Penelitian di Cebu, Filipina menunjukkan terjadi

peningkatan status tinggi badan mulai usia 2

hingga 12 tahun. Pada usia 2 tahun sekitar 63%

anak menderita stunted dari yang stunted ini pada

usia 8,5 tahun menurun menjadi 30% dan pada

usia 12 tahun yang tetap stunted menjadi 32,5%.

Namun, persentase stunted pada usia 8,5 tahun

adalah 51,2% (Adair, 1999). Ford et al (2000)

melaporkan hasil penelitian kohor di Melbourne,

Australia untuk pertumbuhan berat badan, tinggi

badan, dan lingkar kepala dari anak dengan berat

lahir sangat rendah (<1500 gram) apabila

dibandingkan dengan anak dengan berat badan

normal (>2499 gram), hasilnya didapatkan pada

usia 2,5,8, dan 14 tahun anak dengan berat badan

lahir sangat rendah secara signifikan lebih pendek

dan lebih kurus serta lebih kecil lingkar kepalanya

daripada anak dengan berat lahir normal.Anak

yang berat lahirnya <1000 gram dan berat lahirnya

antara 1000-1499 gram menunjukkan ada

perbedaan yang bermakna untuk Z skor (tinggi

badan) pada usia 2 tahun dan Z skor (lingkar

kepala) pada usia 8 tahun9.

Pada penelitian ini dilaporkan ada perbedaan

pertumbuhan fisik remaja antara berat badan lahir

rendah dan berat badan normal saat lahir. Hasil

pada penelitian ini menunjukan hal yang sama

dengan penelitian Ford (2000)9, Adair (1999)

10,

dan kusharisupeni (2003)4. Hal ini tentunya perlu

mendapat perhatian dari orang tua dan juga tenaga

Page 13: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

9

kesehatan untuk berupaya menurunkan angka

kejadian BBLR sekecil mungkin. Usaha tersebut

diantaranya adalah dengan melakukan intervensi

perbaikan saat ibu hamil seperti usia kehamilan

tidak boleh kurang dari 18 tahun dan tidak boleh

lebih dari 30 tahun, jarak kelahiran tidak boleh

kurang dari 2 tahun, dan menurunkan kesakitan ibu

hamil seperti anemia, kekurangan yodium dengan

cara memberikan makanan tambahan, pemberian

vitamin dan mineral selama hamil.

Kondisi Sosial Ekonomi, Kesehatan

Lingkungan, dan Defisit Pertumbuhan Tinggi

Badan Remaja

Pertanyaan mengenai seberapa besar defisit

pertumbuhan dan kesehatan yang buruk pada masa

balita dapat mempengaruhi tinggi badannya diusia

remaja dapat dijawab dengan beberapa pendekatan.

Pada subbab ini dibahas mengenai kondisi sosial

ekonomi dan kesehatan lingkungan Pendekatan

pertama yaitu dengan pendekatan sosial ekonomi

anak. Kondisi sosial ekonomi rendah dan kondisi

lingkungan yang buruk pada anak terus menerus

tanpa suatu perbaikan menyebabkan anak terpapar

pada keadaan yang buruk, sehingga membuat

pertumbuhan anak terhambat.

Pada penelitian ini tidak dapat diukur

perubahan status social ekonomi orang tua remaja

sehingga tidak dapat diketahui apakah remaja yang

dahulu berasal dari keadaan miskin berubah

kondisi menjadi keadaan yang lebih baik

pertumbuhan fisiknya mengalami perubahan yang

lebih baik juga.

Faktor Genetik dan Defisit Pertumbuhan

Tinggi Badan Remaja

Pengaruh genetik bersifat heredo-

konstitusional yang berarti bahwa bentuk untuk

konstirusi sesorang ditentukan oleh faktor

keturunan. Dengan kata lain, seorang anak akan

besar dan tinggi bila ayah dan ibunya juga besar

dan tinggi. Dilaporkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara tinggi badan bapak dan juga

ibu terhadap defisit pertumbuhan tinggi badan

anak. Setiap kenaikan 1 cm tinggi badan bapak,

akan menurunkan pertumbuhan tinggi badan

sebesar 0,054 kali (penurunannya sangat sedikit).

Namun, tinggi badan ibu tidak memberikan

kontribusi terhadap pertumbuhan fisik anak.

Walaupun konstitusi seseorang ditentukan oleh

bakat, namun faktor lingkungan akan memberi

pengaruh dan sudah berperan sejak konsepsi,

dalam perkembangan embrional intra uterine dan

seterusnya. Perbedaan pertumbuhan pada anak-

anak di negara berkembang jika dibandingkan

dengan negara maju lebih disebabkan oleh

perbedaan sosial ekonomi dan kondisi tempat

tinggal daripada oleh faktor keturunan.

Kecenderungan sekular (secular trend) pada

tinggi badan menjadi isu yang menarik karena

menimbulkan pertanyaan besar tentang faktor

apakah yang berada dibalik perubahan itu. Yang

dimaksud dengan kecenderungan sekular adalah

fenomena yang menunjukkan bahwa anak-anak

pada saat ini pertumbuhannya lebih cepat

dibandingkan dengan pertumbuhan anak-anak

beberapa puluh tahun yang lalu. Kesenjangan yang

nyata antara status sosial ekonomi antargenerasi

menimbulkan perbedaan tinggi badan, yaitu bahwa

generasi yang lahir dan tumbuh pada situasi sosial

ekonomi yang baik atau makmur memiliki tubuh

yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

generasi sebelumnya. Keadaan ini terjadi di Czech

pada penelitian yang dilakukan selama 100 tahun

menunjukkan bahwa rerata tinggi badan anak laki-

laki yang berumur 10 tahun meningkat antara

tahun 1895 dan 2001 sebesar 17,3 cm dan anak

perempuan 18,9 cm. Antara tahun 1991 dan 2001,

rerata pertumbuhan anak laki-laki meningkat 2,1

cm dan pada anak perempuan hanya 1 cm. Oleh

karena itu, pendekatan perbaikan status gizi anak

lebih ditekankan pada perubahan kondisi sosial

ekonomi.

Pemberian ASI Eksklusif dan Defisit

Pertumbuhan Tinggi Badan Remaja

Ada keraguan tentang pola pertumbuhan anak

terhadap kecukupan gizi ASI. Jarangnya dilakukan

penelitian longitudinal tentang pertumbuhan dan

pemberian ASI pada bayi yang sehat menjadikan

keraguan tersebut lebih rumit. ASI diyakini

sebagai minuman/makan yang terbaik bagi bayi.

Page 14: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

10

Selain zat gizi yang cukup, air susu ibu juga

mengandung zat anti infeksi. Proporsi zat gizi

mikro, kecuali lemak, dalam air susu ibu dengan

gizi kurang dibandingkan dengan air susu ibu gizi

baik hampir tidak berubah, tetapi produksi air susu

ibu berkurang jumlahnya pada ibu dengan gizi

kurang. Beberapa vitamin yang larut dalam air

(asam askorbik, thiamin, dan B12) sangat cepat

terpengaruh oleh diet yang kurang dan produksi

ASI ibu makin menurun.

Meskipun, hasil penelitian berdasarkan

analisis multivariate menunjukan tidak adanya

hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan

terjadinya defisit pertumbuhan tinggi badan hanya

pada kategori pemberian ASI eksklusif < 4 bulan,

namun variable ASI merupakan confounding bagi

kondisi lahir . Anak yang diberi ASI eksklusif < 4

bulan akan mengalami defisit pertumbuhan sebesar

1,5 kali dibandingkan dengan anak yang diberi ASI

eksklusif selama ≥ 4 bulan. Meskipun perbedaan

ini hanya terdapat pada anak dengan ASI eksklusif

< 4 bulan, secara substantif hal itu mempunyai arti

besar, yaitu bahwa ASI eksklusif tetap merupakan

minuman/makanan terbaik bagi anak sampai

dengan umur 4 bulan. Hal ini sejalan dengan

penelitian Ardiyani (2009) yang meneliti 7000

anak usia 1-2 tahun secara longitudinal7.

Umumnya, di negara berkembang,

kemampuan luar biasa ibu-ibu dari semua lapisan

sosial ekonomi untuk menyusukan bayinya sampai

periode tertentu merupakan aset nasional yang

berharga. Perilaku yang bermanfaat ini tampaknya

saat ini mengalami erosi yang progresif, harus

dipertahankan dan dilindungi.

Kebiasaan Makan dan Defisit Pertumbuhan

Tinggi Badan Remaja

Kebiasaan makan adalah perilaku yang

berhubungan dengan makanan, frekuensi makan

seseorang, pola makanan yang dimakan, distribusi

makanan dalam keluarga dan cara memilih

makanan11

Penilaian kebiasaan makan makan

adalah suatu metoda yang digunakan dalam

penentuan status gizi seseorang secara kualitatif.

Penilaian ini tidak secara langsung dapat

menentukan status gizi seseorang atau masyarakat,

akan tetapi hasil penilaian kebiasaan makan dapat

digunakan sebagai bukti awal akan kemungkian

terjadinya kekurangan gizi pada seseorang.

Penelitian ini menggunakan metode frekuensi

makanan (food frekuensi) dimana ditanyakan

tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan

makanan atau minuman jadi selama periode satu

minggu.

Pola makan pada anak akan menentukan

pertumbuhan fisik optimal yang akan dicapai

sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya.

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsumsi susu

sangat mempengaruhi defisit pertumbuhan tinggi

badan usia remaja. Pada anak yang tidak pernah

minum susu akan mengalami defisit pertumbuhan

tinggi badan sebesar 1,5 kali dibandingkan dengan

anak yang minum susu tiap hari. Hasil ini juga

ditemukan pada penelitian Ardiyani (2009) yaitu

anak yang tidak pernah minum susu akan

mengalami defisit pertumbuhan tinggi badan

sebesar 2,3 kali (95% CI: 1,752 – 2,890)

dibandingkan dengan anak yang minum susu tiap

hari7.

Susu sebagaimana bahan pangan hewani

lainnya dikenal kaya dengan kandungan gizi.

Selain mengandung kalsium, susu juga

mengandung hampir seluruh zat gizi yang

dibutuhkan oleh tubuh manusia. Oleh karena itu di

tahun 1950-an, susu dikategorikan sebagai bahan

pangan yang dapat menyempurnakan. Konsumsi

susu secara nyata memacu perbaikan mineral

tulang karena susu adalah sumber kalsium dan

fosfor yang sangat penting untuk pembentukan

tulang. Para pakar kesehatan menyatakan bahwa

susu dan produk olahannya adalah sumber

kalsium terbaik, dan menemukan bahwa anak-

anak usia > 5 tahun yang mengkonsumsi susu atau

produk olahannya mempunyai tulang lebih kuat

dan status gizi yang lebih baik (National Dairy

Council, 2000). Walaupun konsumsi susu

berpengaruh terhadap tinggi badan namun tidak

semata-mata asupan gizi dari sumber lain tidak

diperlukan. Asupan gizi dari sumber energi,

protein (selain susu), dan lemak juga merupakan

faktor penentu dalam pertumbuhan fisik anak.

Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya

Page 15: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

11

energi dan protein, pada tahap awal akan

meyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu

tertentu berat badan akan menurun yang disertai

dengan menurunnya produktivitas kerja.

Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan

menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk.

Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan

protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan

mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya

dapat menyebabkan kematian.

Distribusi makanan di area kota dan desa

berpengaruh terhadap pola konsumsi makan anak.

Pola konsumsi makanan di Indonesia pada

dasarnya dibedakan menjadi dua, yakni pola

konsumsi moderen di area kota dan pola konsumsi

tradisional di area desa13

. Pola modern, makanan

lengkap meliputi makanan pokok, sayur mayur,

lauk pauk (daging, telur, dan ikan), dan susu. Pola

konsumsi tradisional di area pedesaan sederhana

meliputi makanan pokok, sayur mayur (tani), dan

ikan (nelayan).

Tidak diikutsertakannya faktor budaya dalam

menganalisis kebiasaan makan akan menjadi

keterbatasan dalam penelitian ini. Dan tidak

diukurnya kebiasaan makan anak di usia 1-2 tahun

juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.

Kesimpulan dan Saran

Sebanyak 33% remaja di Kabupaten Gunung Mas

Stunting. Faktor yang mempengaruhi yaitu tinggi

badan bapak, kebiasaan minum susu, pemberian

ASI, dan kondisi saat lahir. Terkait dengan kondisi

saat lahir, kiranya perlu mendapat perhatian dari

orang tua dan juga tenaga kesehatan untuk

berupaya menurunkan angka kejadian BBLR

sekecil mungkin. Usaha tersebut diantaranya

adalah dengan melakukan intervensi perbaikan saat

ibu hamil seperti usia kehamilan tidak boleh

kurang dari 18 tahun dan tidak boleh lebih dari 30

tahun, jarak kelahiran tidak boleh kurang dari 2

tahun, dan menurunkan kesakitan ibu hamil seperti

anemia, kekurangan yodium dengan cara

memberikan makanan tambahan, pemebrian

vitamin dan mineral selama hamil. Perlunya

promosi ASI secara multilevel, baik dari level

individu (ibu), level keluarga (ayah dan orang tua),

level pemerintahan (Dinkes dan Pemda Kabupaten

Gunung Mas) sehingga semua pihak saling

mendukung para ibu memberikan ASInya secara

eksklusif selama 6 bulan. Memberikan penyuluhan

mengenai program gizi seimbang pada remaja saat

ini.

Daftar Pustaka

1. WHO. 1997. WHO Global Database on Child

Growth and Malnutrition. Geneva: WHO

Press.

2. Schultink, Werner. Past trends in nutritional

status of urban children in southeast asia, and

present changes in indonesia related to the

socio-economic crisis. S A J Clin Nutr 2000

February Vol. 13 No 1.

3. Atmarita. 2005. Article: Nutrition Problems in

Indonesia. Disampaikan pada: An Integrated

International Seminar and Workshop on

Lifestyle-Related Disease Gajah Mada

University, 19-20 March, 2005.

4. Kusharisupenni. 1999. Dissertation: Peran

Berat Lahir dan Masa Gestasi terhadap

Pertumbuhan Linier Bayi di Kecamatan Sliyeg

dan Kecamatan Gabus Wetan, Kabupaten

Indramayu, Jawa Barat, 1995-1997. Jakarta:

FK-UI Postgraduate Programme.

5. Martorell, 1992. Growth in Early Childhood in

Developing Countries dalam Frank Falkner

(Ed.). Human Growth: A Comprehensive

Treatise. Hlm. 249-251. New York: Plenum

Press.

6. Depkes R.I. 2010. Riset Kesehata Dasar Tahun

2010. Jakarta: Depkes R.I.

7. Vissia 2009. Thesis: Determinan Stunted pada

Anak Usia 7-8 tahun: Study Longitudinal IFLS

1993-2000.

8. Soetjiningsih et al. 2002. Tumbuh Kembang

Anak dan Remaja, Edisi Pertama Tahun 2002.

Jakarta: CV. Sagung Seto.

9. Ford, G.W., Doyle, L.W., Davis, N.M.

Callanan, C. 2000. Very Low Birth Weight and

Growth into Adolescent. Arch.

Pediatr.Adolesc.Med. 154:778-784.

Page 16: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

12

10. Weir, W. Et al. 1992. The Scottish Low

Birthweight study: I, Survival, growth,

neuromotor and sensory impairment. Arch. Dis

Child. 67:675-681.

11. Suharjo. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi.

Jakarta: Bumi Aksara.

12. National Dairy Council 2010. Dietary

Guidelines Materials 2010, [online]. Available:

http://www.nationaldairycouncil.org/Education

Materials/DietaryGuidance/Pages/DietaryGuid

ance.aspx

13. Hardjana, A. Andre. 1992. Orientasi Perilaku

Konsumen tentang Masalah Pangan dan Gizi

dari Sumber Hayati Kelautan dalam Widya

Karya Pangan dan Gizi. Jakarta.

Page 17: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

13

Hubungan Penyapihan Dini Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia

7-23 Bulan Di Puskesmas Pahandut Palangka Raya

Association Between Early Weaning and Acute Respiratory Infection Among

Children Age 7-23 Months in Pahandut Primary Health Care

Noordiati, Legawati, Riyanti

Jurusan Kebidanan Poltekkes KemenkesPalangka Raya

ABSTRAK

Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2007 menunjukkan angka kematian balita

sebesar 44/1000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34/1000 kelahiran hidup

pada tahun 2007. Penyebab utama kematian bayi adalah infeksi saluran pernapasan akut

(ISPA). Salah satu faktor risiko terjadinya ISPA adalah penyapihan dini. Tujuan penelitian

yaitu mengetahui hubungan antara penyapihan dini dengan kejadian penyakit infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) pada anak usia 7-23 bulan. Jenis penelitian observasional dengan

menggunakan rancangan cross-sectional. Subjek penelitian adalah anak usia 7-23 bulan,

jumlah sampel 177 responden yang datang berobat di puskesmas. Analisa yang digunakan

dalam penelitian ini adalah ujistatistik Chi Square serta analisis multivariat dengan

menggunakan regresi logistik. Analisis multivariabel menunjukkan prevalensi ISPA 1,84 kali

lebih banyak pada anak yang disapih dini dibandingkan anak yang tidak disapih dini

(RP=1,84, 95% CI=1,43-2,38). Anak usia 7-23 bulan dengan status gizi kurang 1,48 kali

lebih banyak mengalami ISPA dibandingkan dengan anak yang status gizi baik (RP=1,48,

95% CI=1,20-1,83). Prevalensi ISPA anakusia 6-23 bulan 1,63 kali lebih banyak pada

keluarga yang memiliki kebiasaan merokok dibandingkan dengan keluarga yang tidak

memiliki kebiasaan merokok.Tidak menyapih anak secara dini bermanfaat mengurangi

kejadian ISPA.

Kata kunci: Penyapihan dini, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

ABSTRACT

According to Indonesian Health Profile 2007 indicated that mortality rate of underfives

was 44 per 1000 live births and infant mortality rate was 34 per 1000 live births. The major

cause of infant mortality is acute respiratory tract infection (ARI). One risk factor of ARI was

early weaning..To identify the association between early weaning and the prevalence of ARI

in children age 7 – 23 months. This observational study with cross sectional design. Subject

of the study were children age7 – 23 months withas many as 177 samples of respondents that

visited health centers. Data analysis used chi square statistical test and multivariate technique

with logistic regression. The result of multivariate analysis showed that the prevalence of

ARI was 1.84 times higher in children with early weaning than in those with non early

weaning (RP=1.84, 95% CI=1.43 – 2.38). Children of 7 – 23 months with undernourished

nutrition status had 1.48 times higher for ARI than those with good nutrition status (RP=1.48,

CI95%=1.20 – 1.83). The prevalence of ARI in children of 7 – 23 months was 1.63 times

higher in the smoking exposure that in those that non smoking exposure. Non early weaning

had the advantage of minimizing the prevalence of ARI.

Keywords: early weaning, acute respiratory tract infection.

Page 18: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

14

Pendahuluan.

Penyakit infeksi saluran pernapasan

akut (ISPA) masih merupakan masalah

kesehatan yang utama karena merupakan

penyebab kematian dan kesakitan yang

terbanyak di dunia. Pada tahun 2000

diperkirakan sekitar 1.9 juta anak meninggal

karena penyakit ISPA dan 70% terjadi di

Afrika dan Asia Tenggara1. Berdasarkan

estimasi tahun 2006 tercatat bahwa sekitar

500 sampai 900 juta penyakit ISPA terjadi

dalam setiap tahunnya di negara-negara

berkembang, sehingga penyakit ISPA perlu

mendapat perhatian dan prioritas dalam

penanganan masalah kesehatan2.

Berbagai komitmen global tentang

kesehatan anak telah dicanangkan oleh

masyarakat dunia, antara lain: Convention

on the Rightsof the Child, World Summit for

Children tahun 1990; Millennium

Development Goals bidang kesehatan yang

salah satunya ialah menurunkan 2/3

kematian balita pada rentang waktu antara

tahun 1990-2015; review tahun 2002 dalam

pertemuan United Nations Special Session

on Children di New York, yang

menghasilkan dokumen A World Fit for

Children dan ditegaskan kembali tujuan

Millennium Development Goals yang belum

tercapai secara merata khususnya di negara

berkembang termasuk Indonesia. Pada

dokumen itu disebutkan bahwa untuk

mencapai tujuan di atas, salah satu upaya

yang harus dilakukan adalah menurunkan

sepertiga kematian karena infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) (Departemen

Kesehatan3.

Air susu ibu (ASI) terutama kolostrum

mengandung imunoglobulin yaitu IgA

(SIgA), IgE, IgM, dan IgG. Dari semua

imunoglobulin itu yang paling banyak

adalah SIgA (IgA) dan ASI banyak

mengandung vitamin A, C, dan E. Selain itu

ASI banyak mengandung sel-sel berupa

makrofag yang berfungsi membunuh dan

memfagositosis mikroorganisme dengan

membentuk C3 dan C4, lisozim dan

lactoferin4. Bayi yang tidak mendapat ASI

penuh atau mendapat ASI parsial dengan

mudah terserang penyakit ISPA dan diare.

Risiko bayi yang tidak mendapat ASI penuh

atau mendapat ASI parsial terhadap kejadian

kematian akibat penyakit ISPA dan diare

sebesar 2,23 kali lebih tinggi dibanding

dengan pemberian ASI eksklusif5.

Rekomendasi World Health

Organization (WHO) dan UNICEF bahwa

menyusui eksklusif (exclusive

breastfeeding) sejak lahir selama 6 bulan

pertama hidup anak, dan tetap disusui

bersama pemberian makanan pandamping

ASI (MP-ASI) yang cukup sampai usia 2

tahun atau lebih. Namun sebagian besar ibu

di berbagai negara mulai memberi bayi

makanan dan minuman buatan sebelum 6

bulan, dan berhenti menyusui jauh sebelum

anak berusia 2 tahun. Alasan umum adalah

ibu merasa dirinya tidak punya cukup ASI.

Hal ini disebabkan karena ibu bekerja di luar

rumah dan tidak tahu bagaimana menyusui

sambil bekerja 6.

Penyapihan merupakan stadium

nutrisional yang kritis pada kehidupan bayi

dan usia optimal untuk ini telah banyak

diperdebatkan. Keputusan kapan untuk

melakukan penyapihan harus

dipertimbangkan dengan risiko bahwa

penyapihan yang terlalu dini akan

mengganggu sistim pencernaan, ginjal dan

sistim imun yang bisa mengakibatkan

immaturitas dan menurunnya paparan

pengaruh protektif ASI 7.

Penyapihan dini

mengakibatkan bayi kehilangan makanan

terbaiknya dan zat protektif, dimana ASI

melalui antibodi SIgA dapat melindungi

bayi dari kuman Haemophilus influenzae

yang terdapat pada mulut dan hidung, serta

menurunkan risiko terkena infeksi.

Dilaporkan bahwa ASI menurunkan risiko

infeksi saluran pernapasan atas dan bawah 8.

Pemberian ASI dapat menurunkan angka

kejadian diare, infeksi saluran pernapasan

akut, otitis media, meningitis dan infeksi

saluran kemih. Pola pemberian ASI pada

bayi dikaitkan dengan beberapa hal antara

lain kondisi pekerjaan ibu, dukungan dari

keluarga, pengetahuan ibu, dan tersedianya

akses fasilitas pelayanan kesehatan 9.

Page 19: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

15

Berdasarkan profil kesehatan kota

Palangka Raya (2009) cakupan pemberian

ASI eksklusif pada tahun 2008 baru

mencapai 12,54%, hal tersebut masih jauh

dari target nasional yaitu 80%, sedangkan

ISPA sampai saat ini masih meempati

urutan tertinggi dalam 10 pola penyakit

terbanyak. Pada tahun 2008 kejadian ISPA

pada balita sebesar (535) 97% dan tahun

2009 sebesar (255) 91%.10,11

.

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan penyapihan dini

dengan kejadian ISPA pada anak usia 7-23

bulan di wilayah kerja Puskesmas Pahandut.

Hipotesa penelitian ini prevalensi ISPA

berpeluang lebih besar pada kelompok anak

disapih dini dibandingkan pada kelompok

anak yang tidak disapih diri.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilaksanakan

adalah observasional menggunakan

rancangan cross- sectional study. Instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

daftar pertanyaan, dan cacatan rekaman

medik, adapun pengukuran masing-masing

variabel antara lain:Variabel ISPA dengan

melihat rekam medik anak di Puskesmas,

variabel penyapihan dini dengan kuesioner

dan pedoman wawancara yang berisikan

kebiasaan ibu memberikan ASI.

Pengumpulan data dengan cara mengajukan

pertanyaan-pertanyaan kepada ibu dengan

berpedoman pada kuesioner penelitian.

Variabel status gizi dengan menggunakan

pengukuran berat badan dengan timbangan

dan melihat KMS anak. Variabel status

imunisasi dengan melihat kohort anak dan

KMS.Variabel kepadatan penghuni rumah

adalah mengukur dengan menggunakan roll

meter. Cara mengukur : luas lantai dibagi

jumlah penghuni tetap.Variabel pendidikan

ibu, pekerjaan dan kebiasaan merokok

anggota keluarga dengan menggunakan

kuesioner. Cara pengumpulan data dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai

dengan panduan yang ada di kuesioner

penelitian.

Populasi penelitian adalah semua

anak yang berusia 7-23 bulan di wilayah

kerja Puskesmas Pahandut. Subjek

penelitian ini adalah anak yang berusia 7-23

bulan yang berkunjung ke wilayah kerja

Puskesmas Pahandut, menderita ISPA yang

memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi.Kriteria Inklusi anak yang berumur

7-23 bulan yang datang berkunjung ke

Puskesmas, bertempat tinggal di wilayah

kerja PKM Pahandut dan bersedia mengikuti

penelitian.Kriteria Eksklusi: Anak dengan

riwayat prematur, BBLR (<2500 gram), dan

mempunyai riwayat TBC.

Pengolahan data menggunakan

perangkat lunak komputer Stata Intercooled

Versi 9.0, analisis yang dilakukan meliputi

univariabel dilakukan untuk mengetahui

gambaran karakteristik data masing-masing

variabel yang diteliti dan disajikan secara

deskriptif dengan menggunakan tabel

distribusi frekuensi, Analisis bivariabel

dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan

antara variabel bebas dengan variabel

terikat, variabel luar dengan variabel terikat

dan variabel luar dengan variabel bebas, uji

statistik yang digunakan adalah chi-square,

dinilai dari RP dengan tingkat kemaknaan

p<0,05 dan 95 %CI, dan analisis

multivariabel dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara variabel, uji statistik yang

akan digunakan adalah regresi logistik

dengan tingkat kemaknaan sebesar p<0.05

dan CI 95%.

Hasil Penelitian

Analisis Univariabel

Jumlah responden pada penelitian ini

sebanyak 177 orang. Responden diambil

dari ibu anak yang berkunjung ke

puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa sebagian besar subjek

penelitian mengalami ISPA yaitu 62,71%.

Anak yang tidak disapih dini hanya 38,42%

sedangkan anak yang disapih dini sebanyak

61,58%. Alasan penyapihan dini antara lain

karena ASI tidak banyak dan anak malas

menyusu. Sebagian besar anak mendapat

Page 20: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

16

imunisasi lengkap namun ada 37,85% yang

masih belum mendapat imunisasi lengkap.

Tingkat pendidikan tertinggi yang

dicapai oleh sebagian besar responden

adalah tamat SLTA dan tamat SLTP

masing-masing sebesar 51,98% dan 25,42%,

yang mencapai ke Perguruan Tinggi hanya

sebesar 11,30% sedangkan sisa yang lain

hanya tamat SD dan tidak tamat SD.

Selanjutnya pendidikan dikelompokkan

menjadi 2 kategori yaitu pendidikan rendah

dan pendidikan tinggi. Untuk status

pekerjaan responden dominan responden

tidak bekerja yaitu sebanyak 85,31%.

Terdapat 36,72% subjek yang tinggal di

rumah padat huni, sedangkan kebiasaan

merokok dalam keluarga sebanyak 40,68%.

Status gizi anak pada penelitian ini

dikategorikan menjadi empat kategori yaitu

status gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan

gizi buruk yang di ukur/dinilai secara

antropometri berdasarkan berat badan

terhadap umur (BB/U) dibandingkan

menurut standar WHO-NCHS (National

Centre for Health Statistic). Hasil penelitian

terlihat bahwa proporsi terbesar pada anak

dengan gizi baik yaitu sebanyak 74,58% dan

anak dengan gizi kurang sebanyak 25,42%

dan tidak ada anak dengan status gizi lebih

maupun gizi buruk.

Analisis Bivariable

Hasil analisis bivariable pada tabel 2

menunjukkan bahwa penyapihan dini dan

kejadian ISPA terdapat hubungan yang

signifikan. Nilai RP sebesar 1,47 (95%

CI=1,12-1,93) didapatkan pada anak yang

disapih dini, dapat diartikan bahwa kejadian

ISPA lebih tinggi pada yang disapih dini

yaitu 1,47 kali dibandingkan dengan anak

yang tidak disapih dini. Dengan demikian

hipotesis penelitian ini yang menyebutkan

bahwa kejadian ISPA berpeluang lebih besar

pada kelompok anak yang disapih dini

dibandingkan pada kelompok anak yang

tidak disapih dini dapat diterima.

Hasil uji statistik variabel status

imunisasi, pendidikan ibu dan pekerjaan ibu

menunjukkan tidak ada hubungan yang

bermakna dengan kejadian ISPA pada anak

umur 6-23 bulan karena nilai p value>0,05

dan nilai 95% CI melewati nilai 1. Namun

jika dilihat dari nilai RP masing-masing

variabel secara praktis memberi peluang

terjadi ISPA pada anak sebesar 1,20; 1,21

dan 1,10.

Analisis kepadatan penghuni rumah dan

kejadian ISPA secara statistik menunjukkan

hubungan yang signifikan. Nilai RP sebesar

1,36 (95%CI; 1,10-1,69) didapatkan pada

rumah yang padat huni. Artinya anak usia

kurang dari 2 tahun yang tinggal dirumah

yang huniannya padat mempunyai peluang

1,36 kali untuk terjadi ISPA dibandingkan

dengan anak yang tinggal dirumah yang

tidak padat huni.

Subjek penelitian yang tinggal dirumah

dengan anggota keluarga yang perokok lebih

banyak mengalami ISPA yaitu sebesar

(76,61%). Sedangkan di dalam anggota

keluarga tidak ada yang merokok, terdapat

58 (55,24%) terjadi ISPA. Hasil uji statistik

diperoleh nilai RP=1,33 (95% CI =1,07-

1,70)diperoleh pada keluarga yang perokok,

artinya ada hubungan yang signifikan antara

anggota keluarga yang merokok dengan

kejadian ISPA pada anak umur 6-23 bulan.

Anak yang tinggal dirumah dengan perokok

mempunyai peluang 1,33 kali untuk terjadi

ISPA dibandingkan dengan anak yang

tinggal dirumah dengan keluarga tidak

perokok.

Hasil analisis hubungan antara status

gizi dengan kejadian ISPA diperoleh

sebanyak 34 (75,56%) status gizi anak

kurang terjadi ISPA. Sedangkan diantara

anak yang status gizi baik terdapat 77

(58,33%) terjadi ISPA. Hasil uji statistik

diperoleh nilai p=0,039 maka dapat

disimpulkan ada perbedaan proporsi

kejadian ISPA antara anak yang status gizi

kurang dengan anak yang status gizi baik,

artinya ada hubungan yang signifikan antara

status gizi dengan kejadian ISPA pada anak

umur 6-23 bulan. Dari hasil analisis

diperoleh nilai RP=1,29 (95% CI=1,03-

1,61), artinya status gizi kurang mempunyai

peluang 1,29 kali untuk terjadi ISPA pada

Page 21: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

17

anak usia 6-23 bulan dibanding anak yang status gizinya baik.

Tabel 1. Hasil analisis bivariabel hubungan antara variabel bebas,

dan variabel luar dengan variabel terikat (n=177)

Variabel

Kejadian ISPA

² p RP 95% CI ISPA Tidak ISPA

n % n %

Penyapihan Dini

Disapih Dini

Tidak Disapih Dini

78

33

71,56

48,53

31

35

28,44

51,47

9,50

0,002

1,47

1,12-1,93*

Status Imunisasi

Tidak Lengkap

Lengkap

47

64

70,15

58,18

20

46

29,85

41,82

2,55

0,110

1,20

0,96-1,51

Pendidikan Ibu

Rendah

Tinggi

46

65

70,77

58,04

19

47

29,23

41,96

2,85

0,091

1,21

0,97-1,52

Status Pekerjaan

Ibu

Bekerja

Tidak Bekerja

15

96

57,69

63,58

11

55

42,31

36,42

0,33

0,566

1,10

0,77-1,56

Kepadatan

Penghuni Rumah

Padat

Tidak Padat

49

62

75,38

55,36

16

50

24,62

44,64

7,05

0,007

1,36

1,10-1,69*

Kebiasaan Merokok

Merokok

Tidak Merokok

53

58

76,61

55,24

19

47

26,39

44,76

6,17

0,013

1,33

1,07-1,70*

Status Gizi Anak

Gizi Kurang

Gizi Baik

34

77

75,56

58,33

11

55

24,44

41,67

4,26

0,039

1,29

1,03-1,61*

*Signifikan secara statistic (nilai P<0,05)

Analisis Multivariabel

Berdasarkan hasil analisis model pada

multiple logistic regression, dipilihlah

model 4 sebagai model yang secara statistik

dan praktis lebih efektif dan efisien dalam

memberikan kontribusi terhadap hubungan

penyapihan dini dengan kejadian ISPA pada

anak. Penyapihan dini dengan kejadian

ISPA pada anak umur 7-23 bulan

menunjukkan nilai RP=1,84(95% CI=1,43-

2,38), artinya prevalensi ISPA sebesar 1,84

kali lebih besar pada anak yang disapih dini

dibandingkan dengan anak yang tidak

disapih dini dengan mengontrol variabel

status gizi anak dan variabel kebiasaan

merokok.

Tabel 2. Hasil analisis multiple logistic regression hubungan antara penyapihan dini dan kejadian ISPA

dengan mengontrol variabel status gizi anak, kepadatan rumah dan kebiasaan merokok (n=1177)

Variabel Model 1

RP

(95% CI)

Model 2

RP

(95% CI)

Model 3

RP

(95% CI)

Model 4

RP

(95% CI)

Model 5

RP

(95% CI)

Penyapihan Dini

Disapih dini

Tidak Disapih Dini

1,47

(1,12-1,94)

1

1,55

(1,18-2,02)

1

1,78

(1,38-2,29)

1

1,84

(1,43-2,38)

1

1,82

(1,42-2,35)

1

Status Gizi Anak

Gizi Kurang

Gizi Baik

1,39

(1,11-1,74)

1

1,52

(1,23-1,89)

1

1,48

(1,20-1,83)

1

1,51

(1,21-1,88)

1

Page 22: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

18

Tabel 2. Hasil analisis multiple logistic regression hubungan antara penyapihan dini dan kejadian ISPA

dengan mengontrol variabel status gizi anak, kepadatan rumah dan kebiasaan merokok (n=1177)

Variabel Model 1

RP

(95% CI)

Model 2

RP

(95% CI)

Model 3

RP

(95% CI)

Model 4

RP

(95% CI)

Model 5

RP

(95% CI)

Kepadatan Rumah

Padat

Tidak Padat

1,63

(1,31-2,03)

1

1,30

(0,77-2,18)

1

Kebiasaan Merokok

Merokok

Tidak Merokok

1,63

(1,31-2,03)

1

1,28

(0,76-2,16)

1

-2 log likelihood

R2

N

321,92

0,011

177

319,53

0,019

177

313,66

0,036

177

313,72

1,037

177

313,46

0,037

177

Pembahasan

ISPA pada anak. Proporsi penyapihan

dini lebih besar ditemukan pada kelompok

ISPA dibanding kelompok tidak ISPA.

Variabel kepadatan penghuni rumuah,

kebiasaan merokok dalam keluarga dan

status gizi anak mempunyai hubungan yang

bermakna dengan kejadian ISPA. Hasil

penelitian ini memberi gambaran akan

dampak/risiko penyapihan dini pada anak.

Penyapihan dini yang dilakukan oleh ibu

terhadap anaknya berdampak pada asupan

nutrisi yang ada pada ASI tidak dapat

dikonsumsi lagi oleh anak sehingga jika

konsumsi ASI yang seharusnya diperoleh si

anak tidak digantikan dengan nutrisi yang

lain maka keadaan ini berdampak pada

status kesehatan anak. Salah satu kandungan

yang ada di ASI adalah SIgA (IgA).

Bayiyang mengalami penyapihan dini secara

otomatis asupan salah satu kandungan ASI

yaitu SIgA (IgA) tidak diperoleh lagi oleh

bayi. Keadaan iniyang merupakan penyebab

kejadian ISPA karena tubuh bayi tidak

mampu melindungi dari serangan penyakit.

Hasil penelitian lain menemukan data

bahwa bayi yang masuk rumah sakit 4,9 kali

lebih tinggi pada bayi yang tidak menerima

ASI dan2,45 kali lebih tinggi pada bayi yang

menerima ASI < 4 bulan13

. Hasil penelitian

ini sesuai juga dengan penelitian lain yang

dilakukan terhadap 170 subjek diperoleh

hasilbahwa bayi yang mendapat ASI tidak

penuh dan diberikan susu formula memiliki

risiko terkena ISPA 11.17 dibandingkan

dengan bayi yang mendapat ASI ekslusif

selama 4 bulan14

. Hasil penelitian lain

diperoleh data bahwa bayi yang tidak

mendapat ASI penuh atau mendapat ASI

parsial dengan mudah terserang penyakit

ISPA dandiare. Risiko bayi yang tidak

mendapat ASI penuh atau mendapat ASI

parsial terhadap kejadian kematian akibat

penyakit ISPA dan diaresebesar 2.23 kali

lebih tinggi dibanding dengan pemberian

ASI eksklusif5.

Hasil analisis deskriptif

memperlihatkan bahwa status imunisasi

anak sebagian besar mempunyai status

imunisasi lengkap. Analisis bivariabel pada

status imunisasi dengan kejadian ISPA

secara statistik tidak menunjukkan hubungan

yang bermakna, namun secara praktis dapat

dilihat bahwa status imunisasi yang tidak

lengkap mempunyai hubungan yang

bermakna terhadap kejadian ISPA pada anak

umur 7-23 bulan dibandingkan dengan anak

yang imunisasinya lengkap. Hasil penelitian

ini sesuai dengan penelitian lain

menyimpulkan bahwa status imunisasi tidak

memberikan efekprotektif terhadap kejadian

ISPA15

.

Diperoleh hasil bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara pendidikan

ibu dengan kejadian ISPA pada anak usia 7-

23 bulan. Hal ini menggambarkan bahwa

penyakit ISPA lebih cenderung di sebabkan

oleh faktor lain. Selain itu dapat

Page 23: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

19

disebabkanjuga oleh keberhasilan program

dinas kesehatan dimana aksesin formasi

mengenai kesehatan dapat dengan mudah

diperoleh masyarakat sehingga baik ibu

yang berpendidikan tinggi maupun ibu yang

berpendidikan rendah memiliki wawasan

tentang kesehatan yang hampir sama. Hasil

ini di dukung oleh penelitian sebelumnya

yang mendapatkan bahwa pendidikan ibu

tidak berhubungan dengan kejadian ISPA

bawah(RR=0,62; 95% CI =0,14-2,93)16

.

Hasil penelitian lain menyatakan tidak ada

hubungan antara pendidikan ibu yang

tidaksekolah dengan kejadian ISPA

(RR=1,30; 95% CI =0,81-2,07)17

.

Hasil penelitian analisis bivariabel

memperlihatkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara pekerjaan

ibu dengan kejadian ISPA, namun secara

praktis mempunyai hubungan

yangbermakna hal tersebut dapat dilihat dari

nilai p=0,566 (95% CI =0,77-1,56). Hasil

penelitian lain tahun 2005 mendapatkan

hubungan ini di dua tempat penelitian

(Tamil Nadu dan Andhra Pradesh) dengan

hasil yang berbeda. Di daerah Tamil Nadu

secara statistik ibu-ibu yang bekerja

berhubungan dengan kejadian batuk pada

anaknya (OR=1,4; pvalue<0,10). Sedangkan

di daerah Andhra Pradesh didapat ibu-ibu

yang bekerja tidak berhubungan dengan

kejadian batuk pada anaknya(OR=1,1; p

value>0,10)18

.

Hasil analisis multivariat menunjukkan

konsistensi bahwa kejadian ISPA

berhubungan dengan kepadatan rumah.

Kepadatan rumah mempunyai prevalensi

kejadian ISPA sebesar 1,36, artinya anak

yang tinggaldirumah yang padat huni

mempunyai prevalensi ISPA 1,36 kali lebih

tinggi dibandingkan dengan anak yang

tinggal dirumah yang tidak padat huni.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian lain

yang menyatakan anak balita yang tinggal di

rumah padat huni berpeluang untuk

mengalami batuk dengan nafas cepat 1,43

kali dibandingkan dengan anak yang tinggal

di rumah tidak padat huni19

.

Penelitian lain menyatakan bahwa

kepadatan penghuni rumah merupakan

faktor risiko kejadian ISPA pada anak balita.

Kepadatan penghuni berperan terhadap

kejadian ISPA karena jumlah penghuni

rumah sangat berpengaruh terhadap jumlah

koloni kuman penyebab penyakit menular20

.

Rumah yang padat penghuni akan

mempermudah penularan penyakit diantara

penghuninya terutama penyakit-penyakit

menular yang penularannya secara direct

contact dan droplet spread 12

.

Hasil analisis statistik regresi logistik

menunjukkan ada hubungan signifikan

antara kebiasaan merokok dalam keluarga

dengan kejadian ISPA. Pencemaran udara

didalam ruangan selain berasal dari

penetrasi polutan dari luar ruangan dapat

pula berasal dari sumber polutan didalam

ruangan , seperti asap rokok, asap yang

berasaldari dari dapur atau pemakaian obat

nyamuk bakar. Bahan partikel yang terdapat

dalam ruangan dapat saja sama dengan yang

diluar ruangan,hanya saja kadarnya yang

berbeda, partikel dalam ruangan dapat terdiri

dari partikel debu, partikel asap rokok, aero

allergen dan bahan kecantikan. Perbedaan

bahan polutan ini tergantung dari beberapa

faktor seperti gaya hidup individu, keadaan

sosial ekonomi, struktur bangunan,kondisi

bahan polutan diluar dan didalam ruangan,

ventilasi, geografi dan meteorologi, lokasi

sumber polutan didalam ruangan. Efek

pencemaran udara menyebabkan iritasi pada

saluran pernafasan yang dapat menyebabkan

gerakan silia menjadi lambat, bahkan dapat

berhenti sehingga tidak dapat membersihkan

jalan nafas, meningkatkan produksi lendir,

rusaknya sel pembunuh bakteri,

pembengkakkan saluran pernafasan,

lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir

hal ini menyebabkan kesulitan bernafas,

sehingga benda asing/mikroorganisme lain

tidak dapat dikeluarkan dari saluran

pernafasan dan hal ini akan memudahkan

terjadinya infeksi saluran pernafasan21

.

Penelitian ini mendukung penelitian

yang lain yang menyatakan lingkungan

penderita ISPA menunjukkan bahwa faktor

Page 24: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

20

polusiudara yang berperan adalah jumlah

orang yang merokok dirumah, dan jumlah

rokok yang dihisap, serta masuknya asap

dapur kedalam ruangan keluarga (karena

ventilasi tidak baik) dan jarak rumah dari

bengkel las/tempat sampah22

.

Hasil penelitian diperoleh bahwa

sebagian besar anak dengan status gizi baik

sebesar 74,58% dan terdapat 25,42% yang

status gizianak kurang. Berdasarkan analisis

bivariabel dan multivariabel status gizi anak

kurang dengan kejadian ISPA menunjukkan

hubungan yang signifikan. Prevalensi ISPA

pada anak umur 6-23 bulan dengan status

gizi kurang sebesar 1,48 kali dibandingkan

dengan anak yang status gizinya baik.

Keadaan ini berkaitan dengan sebagian

besar anak yang mengalami ISPA diikuti

dengan status gizi yang kurang. Pada

keadaan status gizi yang kurang cenderung

akan menganggu sistem imunitas tubuh

sehingga penyakit akan mudah masuk ke

dalam tubuh.Penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang menyatakan bahwa balita

dengan gizi yang baik akan lebih

tahanterhadap penyakit infeksi seperti

ISPA23

. Keadaan malnutrisi mempunyai

hubungan yang signifikan dengan kejadian

ISPA bagian bawah atauacute lower

respiratory infection (ALRI) 2.

Gizi merupakan faktor yang dapat

meningkatkan daya tahan tubuh dari

serangan penyakit. Keadaan gizi merupakan

refleksi persediaan zat gizi dalam tubuh.

Tingkat pertumbuhan fisik dan imunologik

seseorang sangat dipengaruhi oleh adanya

persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan

zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan

beratnya infeksi suatu penyakit. Hal ini

disebabkan infeksi akan mengganggu proses

pencernaan dan ketika asupan makanan

berkurang zat gizi yang diperlukan juga

akan berkurang, sehingga akan

memperburuk kondisi dan berakibat tubuh

menjadi rentan.Leukosit merupakan sel yang

melawan agen infeksi terbentuk dari zatgizi

yang ada dalam tubuh yaitu vitamin dan

asam amino, oleh karenaitu dengan keadaan

gizi yang baik akan lebih tahan terhadap

penyakit infeksi termasuk ISPA 24

.

Kesimpulan

Riwayat penyapihan dini berhubungan

dengan prevalensi ISPA pada anak usia 6-23

bulan. Prevalensi ISPA 1,8 kali lebih tinggi

pada anak yang disapih dini dibandingkan

dengan anak yang tidak disapih dini.Status

gizi kurang pada anak umur 6-23 bulan

mempunyai hubungan yang bermakna baik

secara statistik maupun praktis dengan

prevalensi ISPA.Rumah yang padat huni dan

kebiasaan merokok dalam keluarga

berhubungan dengan prevalensi ISPA baik

secara praktis maupun secara statistik

Saran

Untuk menurunkan angka penyapihan

dini diperlukan kegiatan yang proaktif

dengan sistem jemput bola seperti kegiatan

surveilans dengan melibatkan kelompok

dasa wisma dan posyandu untuk menjaring

ibu hamil dan ibu-ibu yang baru melahirkan

dan untuk meningkatkan pengetahuan ibu

perlu adanya kegiatan penyuluhan yang

berkesinambungan tentang cara menyusui

yang benar, pentingnya pemberian ASI pada

bayi, dan perawatan payudara melalui

pembentukan kelas ibu di Puskesmas.Perlu

monitoring di level rumah tangga oleh

petugas kesehatan, dimana perlu

pengontrolan apakah ibu sudah melakukan

cara menyusui yang baik dan benar sehingga

penyapihan dini tidak terjadi.

Dinas Kesehatan harus lebih

memperhatikan faktor-faktor risiko penyakit

ISPA seperti status gizi, dan lingkungan

tempat tinggal dengan cara pemberian

makanan tambahan pada anak yang kurang

gizi dan perbaikan lingkungan dengan cara

meningkatkan promosi perilaku hidup bersih

dan hidup sehat melalui kegiatan kunjungan

rumah.

Daftar Pustaka

1. William, B.W., Gouws, E., Boschi,

C.P., Bryce, J. & Dye, C. Estimates of

Page 25: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

21

world-wide distribution of child deaths

from acute respiratory infections.

Lancet Infect Dis. 2002: 2(1): 25-32.

2. Savitha, M.R., Nandeeshwara, S.B.,

Kumar, M.J.P., Haque, F. & Raju,C.K.

Modifiable risk factor for acute lower

respiratori tractinfections. Indian J

Pediatr. 2007;27(5): 447-481.

3. Depkes. Rencana Kerja Jangka

Menengah Nasional Penanggulangan

Pnemonia Balita Tahun 2005-2009.

Jakarta: Depkes. 2005

4. Perkumpulan Perinatologi Indonesia

(2004) Manajemen laktasi. Edisi

2,Jakarta. 2002

5. Arifeen, S., Black, R.E., Antelman, G.,

Baqui, A., Caufield, L. & Becker,

S.Exlusive breastfeeding reduce acute

respiratory infectionand diarrhea deaths

among infants in dhaka

slums.Pediatrics,2001;108(4): E67

6. Depkes.Pedoman Tata Laksana

Pnemonia Balita, Dirjen P2PL: Jakarta.

2007.

7. Wright, C.M., Parkinson, K.N. &

Drewett, R.F. Why are babiesweaned

early ? Data from a prospective

population based cohortstudy. Arch Dis

Child. 2004;89(9): 813-816.

8. Hanson, L.A. Breast-feeding and

protection against infection. ScanJ

Nutr. 2006;50, 32-34.

9. Fauzie, R., Suradi, R., Rezeki, S. &

Hadinegoro Pattern and influencing

factor of breastfeeding of working

mothers in several areas in Jakarta.

Paediatr Indones, 2007;47(1).

10. Dinkes Kota Palangka Raya. Profil

Kesehatan Kotak Palangka Raya.

Dinkes Kota Palangka Raya: Palangka

Raya. 2009.

11. Dinkes Kota Palangka Raya. Profil

Kesehatan Kotak Palangka Raya.

Dinkes Kota Palangka Raya: Palangka

Raya. 20120.

12. Gordis, L. Epidemiology: (3rd ed).

W.B. Saunder Company: Philadelpia.

2004.

13. Talayero, J.M.P., Lizan-Garcia, M.,

Puime, A.O., Muncharaz, M.J.B.,

Soto,B.B., Sanchez-Palomares, M.,

Serrano, L.S. & Rivera, L.L. Full

breastfeeding and hospitalization as a

result of infection in thefirst year of life.

Pediatrics. 2006;118(1): e92-e99.

14. Lopes-Alarcon, M., Villalpando, S. &

Fajardo, A. Breast-fedding lowers the

frequency and duration of acute

respiratory infections and diarrhea in

infants under six months of age. J Nutr,

1997;127(3): 436-443.

15. Bruce, N., Padilla, R.P., Albalak, R.

Indoor air pollution in developing

countries: a major environmental and

public health challenge. Bulletin of

World Health Organization,

2000;79(9):1078-1091.

16. Bachrach, V.R.G., Schwarz, E., &

Bachrach, L.L. Breastfeedingand the

risk of hospitalization for respiratory

disease in infancy.Arch Pediatr Adolesc

Med.2003;157:237-243.

17. Koch, A., Molbak, K., Homoe, P.,

Sorensen, P., Hjuler, T., Olesen,

M.E.,Peji, J., Pedersen, F.K., Olsen,

O.R. & Melbye, M. RiskFactors for

Acute Respiratory tract infections in

youngGreenlandic children. Am J

Epidemiol, 2003;158 (4):374-384.

18. Audinarayana, N. Housing environment

and child morbidity in rural Andhra

Pradesh and Tamil Nadu States: an

analysis of the NFHS-2 Data. Paper

presented at: National Seminar on

Population Environment and Nexus,

Mumbai, India. 2005.

19. Sukar. Risiko Relatif lingkungan sosial

dan kimia terhadap kejadianpenyakit

ISPA pneumonia di Indramayu Jawa

Barat. Cermin Dunia

Kedokteran,1997;114: 41-44.

20. Smith, K.R., Samet, J.M., Romieu, I.

Bruce, N. Indoor air pollution in

developing countries and acute lower

respiratory infections in children.

Thorax. 2000;55: 518-532.

Page 26: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

22

21. Mukono, H.J. Prinsip Dasar Kesehatan

Lingkungan. Airlangga University

Press: Surabaya. 2000.

22. Lubis, I. Pengaruh Lingkungan

Terhadap Penyakit ISPA. Cermin

Dunia Kedokteran: 1991;70. 15-17.

23. Yoon, P.W., Black, R.E., Moulton,

L.H., Becker, Stan. Effect of not

breastfeeding on the risk of diarrheal

and respiratory mortality in children

under 2 years of age in Metro Cebu,

The Philippines. American Journal of

Epidemiology, 1996; 143:1142-1148.

24. Soekirman.Ilmu gizi Dan Aplikasinya :

Untuk Keluarga Dan Masyarakat,

EGC: Jakarta.2000.

Page 27: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

23

DAMPAK PELATIHAN TERHADAP KEMAMPUAN KADER JUMANTIK

DALAM MELAKUKAN PENYULUHAN PSN DBD DAN PEMERIKSAAN

JENTIK DI WILAYAH PUSKESMAS MENTENG DINKES KESEHATAN

KOTA PALANGKA RAYA

Yonwan Nyamin, Natalansyah, Ety Sumiati

Jurusan Keperawatan Politeknik Kemenkes Palangka Raya

Abstract

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat endemik di

Puskesmas Menteng Palangkaraya sehingga perlu dilakukan dalam komunitas gerakan

pemberdayaan nyamuk pemberantasan sarang DBD dapat diimplementasikan untuk benar dan

optimal, maka jumantik diperlukan mengingat kemampuan perluasan pemberantasan sarang

nyamuk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dampak pelatihan pada konseling

keterampilan dalam menerapkan PSND jumantik DBD dan larva pemeriksaan. Penelitian ini

menggunakan desain satu pra kelompok eksperimen dan desain postes dengan intervensi

pelatihan. Pra-tes yang dilakukan pada bulan November 2011 terhadap 25 kader di Posyandu

Menteng Kesehatan Pusat dan post-test pada bulan Desember 2011. Data dikumpulkan dengan

wawancara linatih terus evaluasi kemampuan untuk menggunakan daftar observasi (Periksa

daftar). Data dianalisis dengan univariat dan bivariat yaitu Chi square test, Mann Whitney dan

korelasi Peason. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh intervensi pada pengetahuan dan

perilaku ada perbedaan (p = <0,050), ada hubungan skor pengetahuan tentang aeradication

Konseling dari sarang nyamuk dan larva dan pelaksanaan pemeriksaan (P = <0,050). Saran

tersebut merekomendasikan bahwa Departemen Kesehatan Palangkaraya setiap tahun

dianggarkan biaya pelatihan dan jumantik insentif di beberapa desa dengan stratifikasi dengue

endemik, dan untuk pusat kesehatan akan dapat memanfaatkan jari ahli Watcher sekejap Menteng

pada kader yang telah dilatih dalam jentik berkala pemeriksaan kegiatan (SPA)

Kata kunci: Aedes aegypti, , pemberantasan nyamuk demam berdarah.

Abstacts Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an endemic public health problem in the area Primary

Health Center Menteng Palangkaraya so it needs to be done in the community empowerment

movement mosquito eradication nest DHF can be implemented in order to properly and

optimally, then jumantik necessary given the ability of the extension of the eradication of

mosquito den. The purpose of this study was to evaluate the impact of training on counseling

skills in implementing PSND jumantik DBD and examination larva. This study uses an

experimental design one group pre and posttest design with a training intervention. Pre-test

conducted in November 2011 against 25 cadres in the IHC Health Center Menteng and post-test

in December 2011. Data were collected by interviews linatih continued evaluation of the ability to

use a list of observations (Check list). Data were analyzed with univariate and bivariate ie Chi

square test, Mann Whitney test and Peason correlation. The results showed that the effect of

intervention on knowledge and behavior there is a difference (p = <0.050), there is a relationship

score of knowledge on Counseling aeradication of mosquito den and larvae and the

implementation of the examination (P = <0.050). The advice recommended that the Health

Department Palangkaraya annually budgeted cost of training and incentives jumantik in some

villages with endemic dengue stratification, and for the health center would be able to utilize

Menteng Watcher expert snap fingers at the cadres who have been trained in the wiggler periodic

inspection activities (SPA)

Keywords : Aedes aegypti, eradication of mosquito dengue.

Page 28: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

24

Pendahuluan

Demam Berdarah Dengue (DBD)

merupakan salah satu penyakit yang endemis

dan hingga saat ini angka kesakitan DBD

cenderung meningkat dan Kejadian Luar Biasa

(KLB) masih sering terjadi diberbagai daerah

di Indonesia (Depkes 2005). Permasalah

utama dalam upaya menekan angka kesakitan

adalah masih belum berhasilnya upaya

penggerakan masyarakat dalam PSN DBD

melalui gerakan 3M yang dintersipkan sejak

1992. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD di

wilayah Kota Palangka Raya terjadi pada

bulan Desember 2009 dengan jumlah kasus 56

kasus, meninggal 3 orang dan puncaknya pada

minggu kedua bulan januari 2010 jumlah

kasus 123. kelompok umur yang banyak

terserang DBD : 1) 5 – 14 tahun & 14 – 44

tahun, 2) 1- 4 tahun, 3) ≥ 45 tahun. 4) ≤ 1

tahun . Selanjutnya dilihat dari penyebaran

jumlah penderita relative banyak di kelurahan

Menteng dan Palangka kecamatan Jekanraya.1

Penanggulangan fokus di beberapa

kelurahan Kota Palangka Raya dilakukan

melalui kegiatan pemberantasan nyamuk

penular DBD yang dilaksanakan dengan

pemberantasan sarang nyamuk (PSN),

penyuluhan , abatetisasi dan pengasapan

(Fogging) menggunakan insektisida dengan

criteria. Keberhasilan PSN DBD menurut

Depkes (2005) antara lain dapat diukur dengan

seberapa besar angka bebas jentik (ABJ),

apabila ABJ lebih atau sama dengan 95%

diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau

dikurangi. Sedangkan hasil Pemeriksaan

jentik berkala dilaksanakan oleh Puskesmas

Menteng pada tahun 2010 ditemukan angka

bebas jentik (ABJ) rerata : 86,6, pemeriksaan

Jentik Berkala (PJK) , dan penyuluhan PSN

DBD di Puskesmas selama ini dilakukan oleh

petugas di masing-masing Puskesmas

Pembantu. Hal ini dirasakan belum

maksimal karena seyogianya pemeriksaan

jentik berkala (PJB) dapat dilakukan oleh

kader, PKK, Jumantik atau tenaga pemeriksa

jentik lainya.2

Dalam rangka untuk meningkatkan upaya

pemberantasan penyakit DBD pada tahun

2004, baik selama dan sesudah KLB dan

untuk tahun yang akan datang diperlukan

juru pemantau jentik (Jumantik) dalam

melakukan pemeriksaan jentik secara berkala

dan terus-menerus serta menggerakan

masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD.3

Selanjutnya untuk memaksimal kegiatan

penyuluhan tentang PSN DBD dan

pemantauian jentik berkala yang melibatkan

peran serta aktif masyarakat, maka diperlukan

pelatihan kader jumantik yang dipilih dan

diambil dari masyarakat setempat. Dengan

adanya kader jumantik mampu melakukan

pemeriksaan jentik nyamuk penular demam

berdarah dengue termasuk memotivasi

keluarga/masyarakat dalam melaksanakan PSN

DBD. Dengan kunjungan yang berulang-ulang

disertai penyuluhan diharapkan masyarakat

dapat melaksanakan PSN DBD secara teratur

dan terus-menerus. Kader juru pemantau jentik

(Jumantik) yang aktif diharapkan akan

mempunyai nilai ungkit dalam membantu

penurunkan angka kasus DBD, oleh karena itu

diperlukan pelatihan dan penyegaran kader

jumantik tentang pemeriksaan jentik dan

penyuluhan kesehatan (PSN DBD).

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui tentang Dampak pelatihan

terhadap kemampuan (pengetahuan, sikap dan

ketrampilan) kader Jumantik dalam melakukan

penyuluhan PSN DBD dan pemeriksaan jentik

di wilayah kerja Puskesmas Menteng Dinkes

Kota Palangka Raya.

Metode

Jenis penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian eksperimen

dengan jenis desain Pretest Postest only

design atau one group pre and posttest Design

ialah rancangan penelitian yang hanya

menggunakan satu kelompok subyek serta

melakukan pengukuran sebelum dan sesudah

perlakuan pada subyek. Perbedaan kedua hasil

dianggap sebagai efek perlakukan.4

Populasi penelitian ini adalah semua

Kader yang terdapat pada 8 Posyandu di

wilayah Kerja Puskkesmas Menteng Dinas

Kesehatan Kota Palangka Raya. Pada

penelitian ini sampel ditarik dari populasi

dengan jenis Purposive Sampling yaitu

sampel dipilih berdasarkan pertimbangan –

Page 29: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

25

pertimbangan tertentu , sedangkan

pertimbangan yang itu berdasarkan tujuan

penelitian.5

sehingga diperoleh sampe l25

responden. Pengumpulan data dengan

menggunakan kuesioner dimana sebelumnya

dilakukan uji coba intrument pada 20

responden kemudian diuji tingkat realibilitas

dan validitasnya dan observasi dengan

lembaran daftar tilik (chek list)oleh enomerator

yang sudah dilatih. Data yang diperoleh diolah

dan dianalisa menggunakan SPSS versi 17.6.

Teknik analisa data yang dilakukan adalah

analisa univarian yang menjelaskan

karakteristik masing-masing dengan persentase

(distribusi frekuensi masing-masing

variabel).Analisa bivariant untuk menampilkan

hubungan antara satu variabel dengan variabel

lainnya dengan uji chi square (X2). Uji Mann

Whiney dan Uji korelasi Pearson.

Hasil Penelitian

Karakteristik responden

Berdasarkan umur dari 25 responden yang

menjadi sampel penelitian ini umur responden

yang termuda yaitu berumur 31 tahun dan yang

tertua berumur 70 tahun. Range umur

responden sebesar 39 tahun. Jarak yang cukup

jauh. Rata-rata umur responden yaitu 42 tahun.

Umur yang paling banyak yaitu umur 33 tahun

dan 48 tahun. Distribusi pendidikan responden

yang terbanyak yaitu berpendidikan sekolah

menengah umum (SMU) dan perguruan tinggi

(PT) masing-masing sebesar 44%. Dua belas

persen responden berpendidikan sekolah

menengah tingkat pertama. Sebagian besar

responden (60%) bekerja sebagai pegawai

negeri sipil (PNS). Tiga puluh enam persen

bekerja sebagai ibu rumah tangga. Dan empat

persen pensiunan

PerilakuMasyarakat dalam pencegahan

DBD sebelum Intervensi

Gambaran Perilaku Masyarakat dalam

Pencegahan DBD sebelum IntervensiPerilaku

Responden sebelum Intervensi, seperti terdapat

pada tabel 1, dibawah ini.

Tabel.1

Perilaku Masyarakat dalam pencegahan DBD

Perilaku Frekuensi Persen

Pencegahan

Memakai kelambu

Semprotan nyamuk

Mengolesi autan

Membakar obat nyamuk

Tidak ada

13

5

2

2

3

52

20

8

8

12

PSN yang dilakukan

Menguras bak mandi

Menutup tempat penampungan air

Menyimpan ban bekas

Membersihkan saluran air

Mengumpulkan sampah

Mengganti vas bunga

Memelihara ikan

2

4

6

4

4

1

1

8

16

24

16

16

4

4

Memeriksa TPA

Ya

Tidak

22

3

44

6

Pengelolaan TPA

Membiarkan begitu saja

Mengeringkan air

Mengubur

Memberikan bubuk abate

Menguras

9

5

8

2

1

36

20

32

8

4

Page 30: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

26

Tabel.1

Perilaku Masyarakat dalam pencegahan DBD

Perilaku Frekuensi Persen

Frekuensi Pembersihan

Setiap hari

Kurang dari 1 minggu

Tidak setiap hari

Setiap bulan

Tidak ada jawaban

7

7

7

2

2

28

28

28

8

8

Tempat menyebar abate

Tidak dilakukan

Bak mandi

Ember/tempayan

Drum

Kolam ikan

2

15

3

3

2

8

60

12

12

8

Perkumpulan

Ya

Tidak

17

8

68

32

Perkumpulan pernah menyuluh ttg PSN

Ya

Tidak

8

17

32

68

Pernah dilakukan penyuluhan

Ya

Tidak

13

12

52

48

Orang yang melakukan penyuluhan

Tenaga kesehatan

PKK

Toma

11

1

1

84,6

7,6

7,6

Pengaruh Intervensi terhadap Pengetahuan,

Sikap, dan Perilaku Responden

Berdasarkan Hasil analisis bivariat bahwa

ukuran nilai tengah terdapat perbedaan skor

pengetahuan, skor sikap, dan skor perilaku

antara sebelum dan sesudah dilakukan

penyuluhan. Rata-rata skor pengetahuan

sebelum dilakukan penyuluhan yaitu 23,28,

median 22, dan modus 19 dengan standar

deviasi (SD) yaitu 8,08. Range skor

pengetahuan cukup besar yaitu 28 dengan nilai

minimum 9 dan maksimum 37. Rata-rata skor

sikap sebelum dilakukan penyuluhan yaitu

34,36, median 36, dan modus yaitu 35 dan 36

dengan SD 8,8. Range skor sikap yaitu 44

dengan nilai minumum 0 dan maksimum 44.

Rata-rata skor perilaku sebelum penyuluhan

yaitu 7,8, median 8, dan modus 8 dengan SD

1,44. Range skor perilaku 6 dengan nilai

minimum 4 dan maksimum 10 (Tabel .2.).

Rata-rata skor perilaku sesudah dilakukan

penyuluhan yaitu 8,6, median 9, modus 8

dengan SD 0,8. Range skor perilaku 3 dengan

nilai minimum 7 dan maksimum 10. Rata-rata

skor pengetahuan sesudah dilakukan

penyuluhuan 36,16, median 36, modus 44

dengan SD 5,9. Range skor pengetahuan 22

dengan nilai minimum 22 dan maksimum 44.

Rata-rata skor sikap 35,84, median 37, modus

35 dan 38. Range skor sikap 43 dengan nilai

minimum 0 dan maksimum 43 (Tabel 2.).

Page 31: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

28

Tabel.2.

Rata-rata, Median, Modus, Standar Deviasi Skor Pengetahuan, Sikap,

dan Perilaku sebelum dan sesudah dilakukan Pelatihan

Pengetahuan Sikap Perilaku

Pre Post Pre Post Pre Post

Mean 23,28 36,16 34,36 35,84 7,8 8,64

Media 22 36 36 37 8 9

Modus 19 44 35 & 36 35 & 38 8 8

SD 8,08 5,97 8,8 8,09 1,44 0,81

Range 28 22 44 43 6 3

Min 9 22 0 0 4 7

Maks 37 44 44 43 10 10

Tabel.3.

Pengaruh Intervensi terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Responden

Variabel Pre

(I)

Post

(II)

Beda

(I – II)

Mann Whitney Test

Pengetahuan 23,28 36,16 12 0,000

Sikap 34,36 35,84 1,48 0,392

Perilaku 7.8 8,6 0,84 0,029

Skor pengetahuan, sikap, dan perilaku

dianalisis dengan menggunakan Uji Mann

Whitney. Hal ini dikarenakan data tidak

berdistribusi normal (berdasarkan uji

Kolmogorov Smirnov p>0,05). Hasil analisis

menunjukkan terdapat perbedaan rerata skor

pengetahuan yang signifikan antara sebelum

dan sesudah intervensi (p<0,000). Nilai

perbedaannya yaitu 12.

Berdasarkan analisis didapatkan tidak ada

perbedaan yang signifikan rerata skor sikap

antara sebelum dan sesudah intervensi.

Perbedaannya yaitu 1,48. Sedangkan skor

perilaku dengan perbedaan 0,84 berdasarkan

hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang siginifikan rerata skor perilaku

antara sebelum dan sesudah penyuluhan

(p<0,05). (Tabel 3.)

Penilaian Kemampuan Penyuluhan dan

Pemeriksaan Jentik

Penilaian persiapan peserta saat akan

penyuluhan rerata skor nilai 3. Semua peserta

melakukan dengan baik. Sementara itu

penilaian saat melakukan kunjungan rumah

nilai tertinggi yaitu 4 dan nilai terendah yaitu 2

(nilai yang seharusnya didapat yaitu 5). Range

nilai untuk kunjungan rumah tidak besar yaitu

2 demikian pula dengan standar deviasi tidak

besar yaitu 0,748. Rerata nilai kunjungan

rumah 4,68 dengan nilai terbanyak yaitu 5.

Rerata nilai pemeriksaan jentik yaitu

3,76±0,597 dengan nilai terbanyak 4 . Range

nilai 2 dengan nilai terendah 2 dan tertinggi 4.

Sedangkan nilai pencatatan cukup tinggi dari

nilai yang seharusnya didapat yaitu 6, peserta

mendapatkan rerata nilai 5,6±0,7 dan nilai yang

terbanyak yaitu 6. Range nilai 2 dengan nilai

terendah 4 dan tertinggi 6. Selanjutnya

gambaran penilaian kemampuan penyuluhan

dan pemeriksaan jentik

Hubungan Skor Pengetahuan Pemeriksaan

Jentik dan Pelaksanaan Pemeriksaan Jentik

Berdasarkan hasil uji pearson didapatkan

bahwa ada hubungan antara nilai pengetahuan

tentang pemeriksaan jentik dengan

pelaksanaan pemeriksaan jentik (p<0,05).

Semakin tinggi nilai pengetahuan tentang

pemeriksaan jentik semakin tinggi nilai

pelaksanannya.

Hubungan Skor Pengetahuan tentang

penyuluhan dan Pelaksanaan penyuluhan

Dari hasil uji pearson didapatkan bahwa

ada hubungan antara nilai pengetahuan tentang

penyuluhan dengan pelaksanaan kunjungan

rumah/penyuluhan (p<0,05). Semakin tinggi

nilai pengetahuan tentang kunjungan rumah

semakin tinggi nilai pelaksanannya.

27

Page 32: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

vii

Hubungan Skor Pengetahuan tentang

Pencatatan dan Pelaksanaan Pencatatan

Dari hasil uji pearson didapatkan bahwa

ada hubungan antara nilai pengetahuan tentang

pencatatan dengan pelaksanaan

pencatatan(p<0,05). Semakin tinggi nilai

pengetahuan tentang pencatatan semakin tinggi

nilai pelaksanannya.

Hubungan Skor Sikap tentang Pemeriksaan

dan pencatatan Jentik dan Pelaksanaan

Pemeriksaan dan penecatatam Jentik

Menurut hasil uji pearson didapatkan

bahwa tidak ada hubungan antara nilai sikap

tentang pemeriksaanjentik dengan

pelaksanaan pemeriksaanjentik (p>0,05).(Tabel

8).

Hubungan Skor Sikap tentang penyuluhan

dan Pelaksanaan penyuluhan.

Dari hasil uji pearson didapatkan bahwa

tidak ada hubungan antara nilai sikap tentang

kunjunganrumah/penyuluhan dengan

pelaksanaan kunjunganrumah (p>0,05).(Tabel

9).

Tabel 4.

Penilaian Kemampuan Penyuluhan dan Pemeriksaan Jentik

Persiapan Kunjungan

Rumah

Pemeriksaan

Jentik

Pencatatan

Mean 3 4,68 3,76 5,6

Median 3 5 4 6

Modus 3 5 4 6

SD 0 0,748 0,597 0,7

Range 0 2 2 2

Min 3 2 2 4

Max 3 4 4 6

Tabel.5

Hubungan Variabel Pengetahuan dan Sikap dengan Variabel Pelaksanaan

Variabel Jentik

Korelasi Person Nilai P

Periksa jentik 2,157 0,043

Pelaksanaan Penyuluhan

Penyuluhan 3,186 0,037

Pencatatan

Pencatatan 5,025 0,009

Pemeriksaan Jentik

Skor sikap sesudah pelatihan 0,323 0,115

Pelaksanaan Penyuluhan

Skor sikap tentang penyuluhan -0,065 0,756

Pembahasan

Pelaksanaan kegiatan penyuluhan PSN

DBD dan pemeriksaan jentik diawali dengan

pelatihan Juru pemantau Jentik (Jumantik).

Hasil analisis menunjukkan terdapat

perbedaan rerata skor pengetahuan, perilaku

yang signifikan antara sebelum dan sesudah

intervensi, terkecuali rerata skor sikap tidak

terdapat perbedaan yang signifikan antara

sebelum dan sesudah intervensi. Perbedaan

berupa peningkatan dari nilai rerata sebelum

intervensi 23,28 menjadi 36,16 setelah dengan

P.value : 0,000 (p<0,050). Peningkatan sikap

relatif kurang dari rata-rata sebelum intervensi

34,38 menjadi 35,84 setelah intervensi dengan

P-value 0,392 (P>0,050). Hasil penelitian ini

sesuai Peningkatan perilaku dari nilai rat-rata

sebelum dan sesudah intervensi 7,8 menjadi

8,6 setelah intervensi dengan p-value : 0,029

(P<0,050). Secara teori bahwa level kedua

dari evaluasi pelatihan merupakan Jenis

evaluasi yang termasuk relatif mudah,

biasanya menggunakan pre dan post test.

Peningkatan nilai yang diperoleh dari pre dan

post test merupakan penambahan pengetahuan

dan ketrampilan yang diperoleh dari proses

28

Page 33: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

vii

pembelanjaran.7 Gillies (1994) menyatakan

bahwa aktivitas pengembangan staf meliputi

pendidikan dan pelatihan untuk meningkatan

pengetahuan, sikap, ketrampilan/perilaku.

Marquis dan Huston (2000) menyatakan

pelatihan sebagai metode untuk menjamin

bahwa seseorang mempunyai pengetahuan dan

ktrampilan khusus yang diperlukan untuk

melakukan tugas. Hasil penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian Siti Rochmani (2003)

yang membuktikan bahwa adanya peningkatan

ketrampilan perawat dalam melakukan

hubungan terapeutik dengan klien dari nilai

rata-rata sebelum intervensi 90,1 menjadi 94,7

setelah intervensi dengan(p-value 0,002) di

RSUD Tarakan Jakarta.8

Hubungan Skor pengetahuan tentang

kunjungan rumah / penyuluhan dan

pelaksanaan kunjungan rumah/penyuluhan

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan

bahwa ada hubungan antara nilai pengetahuan

tentang kunjungan rumah dengan pelaksanaan

kunjungan rumah (p<0,05). Semakin tinggi

nilai pengetahuan tentang kunjungan rumah

semakin tinggi nilai pelaksanannya.

Menurut Roger yang dalam Djamaludin

Ancok (1985) bahwa pengetahuan tentang

suatu obyek tertentu sangat penting bagi

terjadinya perubahan perilaku yang merupakan

proses yang sangat kompleks.9 Selanjutnya

dikatakan bahwa seseorang akan memutuskan

untuk menerima atau menolak perilaku baru

maupun ide baru tersebut . Penelitian ini sesuai

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Fathi, dkk (2005). Fathi juga menemukan

bahwa pengetahuan responden berpengaruh

terhadap kejadian DBD di Kota Mataram Nusa

tenggara Barat.10

Hubungan Skor Pengetahuan Pemeriksaan

dan pencatatan Jentik dan Pelaksanaan

Pemeriksaan dan pencatatan Jentik

Dari hasil uji pearson didapatkan bahwa

ada hubungan antara nilai pengetahuan tentang

pemeriksaan dan pencatatan jentik dengan

pelaksanaan pemeriksaan dan pencatatan

jentik (p<0,05). Semakin tinggi nilai

pengetahuan tentang pemeriksaan dan

pencatatan jentik semakin tinggi nilai

pelaksanannya. Menurut Bloom dalam

Soekidjo.S. (2005) mengatakan bahwa

Pengetahuan (knowledge) adalah kesan

didalam pikiran manusia sebagai hasil

penggunaan pancainderanya Tingkat

pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif mempunyai beberapa tingkatan yaitu :

tahu, memahami, aplikasi, analisis, sistesis.11

Donal Kirkpatrick (2000) mengatakan bahwa

jenis evaluasi pembelajaran level kedua adalah

jenis evaluasi yang relatif mudah biasanya

menggunakan pre dan post test.7 Peningkatan

nilai yang diperoleh dari pre dan post test

merupakan penambahan pengetahuan dan

ketrampilan/perilaku yang diperoleh dari

proses pembelanjaran. Perilaku manusia pada

hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari

manusia itu sendiri baik yang dapat diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati

oleh pihak luar. Pada dasarnya perilaku

merupakan perwujudan dari pengetahuan dan

sikap. Pada penelitian ini perilaku

diasumsikan sebagai kemampuan kader

jumantik dalam melakukan penyuluhan PSN

DBD dan pemeriksaan jentik. Hasil penelitian

ini sesuai dengan hasil penelitian Benthem et

al dalam Saleha Sungkar, dkk, dalam

meneliti tingkat pengetahuan masyarakat di

Thailan mengenai pemberantasan dan dan

pencegahan DBD. Hasilnya menunjukan

masyarakat yang memiliki pengetahuan yang

lebih baik mengenai DBD memiliki upaya

pencegahan yang jauh lebih baik. Konraads et

al dan kittgul et al juga melaporkan bahwa

terdapat hubungan langsung antara

pengetahuan mengenai pencegahan DBD

dengan upaya melakukan PSN DBD.12

Hubungan Skor Sikap tentang penyuluhan

dan Pelaksanaan penyuluhan PSN DBD

Dari hasil uji pearson didapatkan bahwa

tidak ada hubungan antara nilai sikap tentang

kunjungan rumah dengan pelaksanaan

kunjunganrumah (p>0,05). Menurut Fishbein

dan Ajzen dalam Jamaludin Ancok bahwa

sikap positif dan negatif yang terbentuk dalam

diri seseorang tergantung dari segi manfaat

atau tidaknya komponen pengetahuan, makin

banyak manfaat yang diketahui semakin positif

pula sikap yang terbentuk.9 Perilaku

digambarkan dalam hubungan antara

pengetahuan sikap, niat dan tindakan/praktek.

Niat untuk melakukan tindakan x secara teoritis

29

Page 34: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

viii

terbentuk oleh interaksi antara komponen

yang mendahuluinya yaitu sikap terhadap

tindakan x ketidak serasian antara kedua

komponen mungkin saja terjadi, apakah niat

selanjutnya menjadi tindakan tergantung pula

pada beberapa faktor lain misalnya

ketersediaan dan keterjankauan sarana.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian Yudhastuti dalam Anton Sitio

(2008) yang menemukan tidak ada hubungan

yang bermakna (P= 0,11) antara sikap

responden dengan keberadan jentik di

kelurahan Wonokusumo, kota Surabaya.13

Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil

penelitian Fatti,dkk yang menyebutkan bahwa

ada hubungan yang bermakna (p<0,005) dan

RR = 2,24) antara sikap responden dengan

kejadian DBD dimana semakin hati-hati sikap

responden terhadap DBD, maka semakin

berkurang resiko terjadi DBD.10

Hubungan Skor Sikap tentang Pemeriksaan

dan pencatatan Jentik dan Pelaksanaan

PemeriksaanJentik

Dari hasil uji pearson didapatkan bahwa

tidak ada hubungan antara nilai sikap tentang

pemeriksaan dan pencatatan jentik dengan

pelaksanaan pemeriksaan dan pencatatan

jentik (p>0,05). Hal ini berarti antara

responden tidak konsisten dengan prakteknya

atau perilakunya. Ada beberapa argumentasi

mengapa sikap tidak berhubungan atau

konsiten dengan perilakunya yaitu : Sikap

merupakan reaksi atau respon yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek.

Menurut Kontjaraningrat dalam

Heri.D.J.Maulana (2009) sikap merupakan

kecendrungan yang berasal dari dalam diri

individu untuk berkelakuan dengan pola-pola

tertentu, terhadap suatu obyek akibat pendirian

dan perasaan terhadap obyek tersebut. Sikap

tidak sama dengan perilaku dan perilaku tidak

selalu mencerminkan sikap seseorang.

Individu sering kali memperlihatkan tindakan

bertentangan dengan sikapnya Sarwono.14

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian Yongwan Nyamin, (1984)

menemukan tidak ada tidak ada perbedaan

yang bermakna (P=0,689) variabel sikap Siswa

SMA Kesatrian I terhadap perilaku donor

darah sukarela di UTD PMI.15

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan

terdapat perbedaan rerata skor pengetahuan,

perilaku antara sebelum dan sesudah

intervensi, ada hubungan antara nilai

pengetahuan penyuluhan dan pemeriksaan

jentik dan pelaksanaannya. Selanjuknya tidak

terdapat perbedaan rerata sikap antara sebelum

dan sesudah intervensi, tidak ada hubungan

antara nilai sikap tentang penyuluhan dan

pemeriksaan jentik dan pelaksanaannya.

Saran-Saran : Kiranya Dinkes Kota Palangka Raya dapat

menganggarkan biaya pelatihan dan insentif

bagi kader Jumantik pada beberapa kelurahan

yang menjadi daerah endemis Demam berdarah

Dengue (DBD)

Koordinasi lintas sektor antara pihak

Puskesmas Menteng dan Kelurahan Menteng

kiranya dapat diwujutkan melalui revitalisasi

kemitraan dengan wadah POKJANAL DBD di

tingkat RW/RT.

Hendaknya Pukesmas Menteng dapat

memberdayakan kader Jumantik yang telah

mrndapatkan pelatihan sebagai penyuluh PSN

DBD dan pemeriksaan jentik berkala (PJK).

Hendaknya Pukesmas Menteng dapat

meningkatkan prekwensi kegiatan penyuluhan

baik dalam gedung maupun luar gedung.

Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan

menambah variabel lain seperti : foging,

abatetisasi,) dan sampel pembanding (group

control)

Daftar Rujukan :

1. Dinkes Kota Palangka Raya, 2010, Profil

Kesehatan Kota Palangka Raya

2. Depkes RI., 2005. Pemberantasan dan

Pencegahan Demam Berdarah di

Indonesia. Diejend. P2M & LP Jakarta

30

Page 35: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

vii

3. Depkes RI, 2006, Pemberantasan Sarang

Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN

DBD) oleh Jumantik

4. A.Watik Pratiknya, 2003. Dasar-dasar

Metodelogi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan, RajaGarapindo Persada Jakarta

5. Singarimbun, M dan Effendi, S. (1995)

Metode Penelitian Survey, Cetakan

Pertama LP3ES, Jakarta.

6. C.Trihendradi, 2009. 7 Langkah Mudah

melakukan Analisis Statistik menggunakan

SPSS 17.Andi Jogjakarta.

7. Donald Kirktrick, 2006. Evaluating

Training Program, Barett-Keckler ISBN.

8. Siti Rochmani (2003), Pengaruh

hubungan terapeutik perawat-klien

terhadap kemampuan perawat dalam

melakukan hubungan terapeutik dengan

klien dan kepuasan kerja perawat di RSUD

Tarakan dan RSUD Koja Jakarta.

9. Djamaludin Ancok, 1989. Teknik

Pengukuran da Skala Pengukuran seri

Metologi N

10. Pathi. Dkk. Peran Faktor Lingkungan dan

Perilaku terhadap Penularan DBD di Kota

Mataram , Jurnal Kesehatan Lingkungan,

Vol.2, No.1 Juli 2005.

11. Notoatmodjo, Soekidjo. N. 2005, Promosi

Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka

Cipta Jakarta

12. Saleha Sungkar, dkk, Pengaruh

Penyuluhan terhadap tingkat

pengetahauan masyarakat dan kepadatan

Aedes aegypti di Kecmatan Bayah,

Propinsi Banten, Maraka Kesehatan,

Vol14. NO.2. Desember 2010 : 81-85.

13. Anton Sitio.2008. Hubungan perilaku

tentang pemberantasan sarang nyamuk

dan kebiasaan keluarga dengan kejadian

DBD di Kec.Medan Perjuangan Kota

medan .

14. Heri D.J.Maulana, 2009, Promosi

Kesehatan, EGC Jakarta.

15. Yongwan Nyamin (1984) Perilaku (

Pengetahuan, sikap dan praktek)siswa

SMA Kesatrian I mengenai Donor Darah

Sukarela pada UTD PMI Kotamadya

Semarang

31

Page 36: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TAKSIRAN BERAT JANIN IBU HAMIL TRIMESTER III DI

PALANGKA RAYA

Christine Aden, Natalansyah, Marselinus Heriteluna

Jurusan Keperawatan Politeknik Kemenkes Palangka Raya

Abstrak

Selama hamil diharapkan pertumbuhan dan perkembangan janin meningkat serta lahir dengan

berat badan minimal 2500gr. Banyak faktor yang berperan dalam pertumbuhan janin

menjelang akhir kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi taksiran berat janin (TBJ) dan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh

faktor-faktor tersebut dengan TBJ. Penelitian ini menggunakan 330 ibu hamil trimester III.

Data dianalisis uji Pearson Correlation, Uji T tidak berpasangan serta Uji ANOVA dan uji

Regresi Linear. Hasil penelitian tidak ada korelasi antara umur ibu dan TBJ ( p>0,05.), ada

korelasi antara usia kehamilan dengan TBJ ( p=0,000) , tidak ada perbedaan antara TBJ ibu

dengan jarak kehamilan (p>0,058), ada perbedaan antara TBJ dengan paritas (p=0,018), ada

korelasi antara TBJ dengan gizi ibu (p=0,000), tidak ada perbedaan antara TBJ dengan ante

natal care ( p=0,05,), ada korelasi antara TBJ dengan pendidikan (p = 0,001), tidak ada

perbedaan TBJ dengan anggota rumah tangga (p=0,146), ada perbedaan TBJ dengan

pengetahuan (p=0,021). Analisis regresi linear dapat menjelaskan 39,3% variasi variabel

dependen berat badan bayi TBJ sisanya 60,7% dijelaskan oleh faktor lain. Diharapkan

penelitian ini dapat memberi manfaat bagi peningkatan pelayanan dan pendidikan serta

perkembangan ilmu dan bagi pengambil kebijakan untuk meningkatkan TBJ pada ibu hamil.

Kata kunci: Taksiran Berat Janin, Faktor-faktor ibu, Hamil Trimester III

Abstract During pregnancy, fetal growth and development is expected to increase in order to avoid low

birth weight or less than 2500 grams. Many factors play a role in fetal growth in late

pregnancy. This study aimed to identify factors in pregnant women which are to know the

relation and the influence of factors with estimated fetal weight in the third trimester pregnant

women in Palangka Raya. The data were analyzed by Pearson Correlation test, unpaired T

test, ANOVA test and linear regression test. There was no correlation between the estimated

fetal weight with maternal age (p>0,05), with a range of pregnancy (p>0,058), with ante natal

care (p=0,05), with family (p=0,146), There was a correlation between the estimated fetal

weight with gestational age (p=0,000), with parity (p=0,018), with the mother's nutrition

(p=0,000), education (p=0,001), the knowledge of the mother (p=0,021). Gestational age,

maternal nutritional status, and education level are able to explain 39,3 % estimated fetal

weight and the rest 60,7%, be explained by other factors. This research is expected to provide

benefits for service improvement and education also the development of science and the

decision maker to increase estimated fetal weight in pregnant women.

Key words: estimated fetal weight, maternal factors, pregnancy in the third semester

32

Page 37: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

.

Pendahuluan

Selama hamil diharapkan pertumbuhan

dan perkembangan janin meningkat agar

terhindar dari gangguan pertumbuhan dan

perkembangan selama kehamilan serta lahir

dengan berat badan rendah atau kurang dari

2500gr. Faktor penentu utama pertumbuhan

janin menjelang akhir kehamilan sebagian

besar yang dipengaruhi oleh faktor status

sosioekonomi ibu, diet, merokok, atau

penyalahgunaan obat terlarang ¹. Status nutrisi

ibu dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu usia

ibu, paritas, ras, konsumsi rokok, pendidikan,

keluarga, nutrisi, pendapatan, kesehatan, dan

motivasi.¹-8

Bayi lahir dengan berat badan rendah di

Indonesia sebesar 11%, sedangkan di Nusa

Tenggara Timur 19,2% sebagai propinsi

tertinggi pertama dengan berat badan bayi

lahir rendah < 2500gr 9. Kalimantan Tengah

pada urutan ke dua yaitu 18,5% dan Papua

pada urutan ke tiga yaitu 17,9%. Karakteristik

bayi lahir dengan berat badan rendah adalah

15,1% tidak tamat SD, memiliki pekerjaan

sebagai petani/ nelayan/buruh adalah 12,9%.

Sumber informasi bayi lahir dengan berat

badan rendah 34% dari catatan KMS/KIA

sedang selebihnya adalah pengakuan ibu9

Berdasarkan penelitian di Boyolali

ditemukan 14,29% bayi lahir dengan berat

badan rendah dengan riwayat kenaikan berat

badan ibu selama hamil < 7 kg adalah

17,14%10

sedangkan bayi lahir dengan berat

badan rendah di Kota Palangkaraya ditemukan

sebanyak 15,4% 9. Peningkatan berat badan

ini selama hamil akan mempengaruhi berat

janin dalam kandungan dan wanita yang

berisiko paling besar melahirkan bayi berat

lahir rendah (<<2500g) adalah yang

pertambahan beratnya selama hamil kurang

dari 7 kg selain faktor-faktor seperti

dikemukakan di atas 1. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengidentifikasi pengaruh

faktor-faktor yang berhubungan dengan

taksiran berat janin pada ibu hamil trimester

III.

Metode Penelitian

Rancangan ini merupakan penelitian

deskriptif kuantitatif dengan pendekatan

crossectional. Rancangan ini dibuat untuk

mengukur banyak faktor yang ingin diteliti

dengan satu kali pengamatan pada saat yang

bersamaan. Analisa univariat dilakukan untuk

menganalisa karakteristik ibu hamil

berdasarkan usia, pendidikan, jumlah anggota

keluarga, paritas, jumlah kunjungan ANC dan

pemahaman terhadap buku KMS ibu hamil.

Analisa Bivariat menggunakan uji Pearson

Correlation dan analisa multivariat

menggunakan regresi linear dan uji Anova.

Pengambilan data pada minggu ke dua

Oktober sampai dengan Desember 2011.

Sampel dalam penelitian didapat dari

Puskesmas Pahandut, Puskesmas Panarung,

Puskesmas Bukit Hindu dan Puskesmas

Kayon sebanyak ini adalah 330 ibu hamil

Hasil Penelitian

Analisis Univariate

Tabel 1 memperlihatkan Umur ibu hamil

paling banyak pada kelompok umur 20-35

tahun (81,8%). Ibu hamil dengan umur <20

tahun sebanyak 10,6% dan yang >35 tahun

sebanyak 7,6%. Tingkat pendidikan ibu hamil

paling banyak SMA (37%) dan SMP (33,6%).

Ibu yang berpendidikan SD dan perguruan

tinggi masing-masing 16,1% dan 13,3%.

Jumlah anggota dalam rumah tangga rata-rata

adalah 3 orang . Jumlah anggota rumah tangga

terkecil adalah 2 orang dan terbanyak 5 orang.

Jumah anggota rumah tangga paling banyak 2-

4 orang (87,9%).

Ibu hamil yang terbanyak yaitu ibu yang

lebih dari satu kali hamil (multigravida)

sebanyak 56,4%, kemudian ibu yang baru

pertama kali hamil (primigravida) sebanyak

43,3%, dan paling sedikit adalah grande

(0,3%). Bila dilihat dari kunjungan ANC ibu

hamil ke puskesmas paling banyak adalah

33

Page 38: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

kunjungan 1-3 kali (59,1%), kunjungan 4 kali

10,9%, dan lebih dari 4 kali 30%. Jarak

kehamilan ibu yang sudah pernah hamil yaitu

paling banyak >2 kali (96,4%). Gizi ibu hamil

lebih banyak yang bergizi baik (70,9%).

Sebagian besar ibu (69,1%) mengaku

memahami isi buku KIA.

Tabel 1.Distribusi Karakteristik Ibu Hamil,

Palangka Raya, 2011 (n=330)

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Umur

< 20 tahun

20-35 tahun

>35 tahun

Jumlah

35

270

25

330

10,6

81,8

7,6

100

Pendidikan

SD

SMP

SMA

PT

Jumlah

53

111

122

44

330

16,1

33,6

37,0

13,3

100

Jumlah ART

2-4 org

>4 org

Jumlah

290

40

330

87,9

12,1

100

Paritas

Primigravida

Multipara

Grande

Jumlah

143

186

1

330

43,3

56,4

0,3

100

ANC

1-3 kali

4 kali

>4 kali

Jumlah

195

36

99

330

59,1

10,9

30

100

JarakKehamilan

< 2 tahun

>2 tahun

Jumlah

12

318

330

3,6

96,4

100

GiziIbuHamil

Baik

Kurang

Jumlah

234

96

330

70,9

29,1

100

Pengetahuan KIA

Memahami

Tidak memahami

Jumlah

228

102

330

69,1

30,9

100

Pengetahuan gizi

Baik

Buruk

Jumlah

224

106

330

67,9

32,1

100

Rata-rata usia kehamilan ibu 30 ± 3,5

minggu dengan usia kehamilan terkecil 28

minggu dan terpanjang 41 minggu. Tinggi

fundus uteri rata-ratanyaadalah 28 ± 3, nilai

terkecil 18 dan terbesar 37.Taksiran berat

janin rata-ratanya yaitu 2635 gram ± 470,8

gram dengan nilai terrendah 1085 gram dan

tertinggi 4030 gram. (Tabel 2.).

Tabel 2. Rerata, Min-Max, Standar Deviasi Variabel Usia

Kehamilan, TFU, TBJ Ibu Hamil,

Palangka Raya, 2011 (n=330)

Variabel Rerata Min-Max SD

Usia hamil

(mg)

30 28-41 3,5

TFU 28 18-37 3

TBJ 2635 1085-4030 470,8

Analisis Bivariate

Usia Ibu dan TBJ

Berdasarkan uji Pearson Correlation di

dapatkan nilai P>0,05. Artinya tidak ada

korelasi antara umur ibu dan TBJ (Tabel 3).

Usia Kehamilan dan TBJ

Dari hasil uji Pearson Correlation

didapatkan bahwa ada korelasi antara usia

kehamilan dengan taksiran berat janin (nilai

P=0,000). Korelasi variable ini adalah searah.

Artinya semakin tinggi usia kehamilan

semakin besar taksiran berat janin. (Tabel 3)

Status Gizi Ibu Hamil dan TBJ Berdasarkan hasil uji pearson correlation

didapatkan bahwa ada korelasi antara TBJ

dengan status gizi ibu. Arah korelasi yatu

searah, artinya semakin tinggi TBJ semakin

tinggi status gizi ibu.(Tabel 3.). Tabel 3. Hasil Uji Pearson Correlation Faktor –faktor Ibu

Dan TBJ (n=330)

Faktor-

Faktor Ibu

TBJ

Umur Pearson Correlation -.015

Sig. (2-tailed) .784

N 330

Usia

Kehamilan

Pearson Correlation .556**

Sig. (2-tailed) .000

N 330

Gizi Pearson Correlation .381**

Sig. (2-tailed) .000

N 330

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-

tailed).

34

Page 39: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

Jarak Kehamilan dan TBJ Rerata TBJ menurut jarak kehamilan yaitu

rerata TBJ ibu dengan jarak kehamilan > 2

tahun 2605 gr dan yang < 2 tahun 2867 gr.

Berdasarkan hasil uji T tidak berpasangan

didapatkan nilai P=0,058 (p>0,05). Artinya

tidak ada perbedaan TBJ antara ibu dengan

jarak kehamilan > 2 tahun dan< 2 tahun.

(Tabel 4).

Tabel 4.Hasil Uji T Tidak Berpasangan

RerataTaksiran Berat Janin Berdasarkan Faktor –

Fantor Ibu Hamil (n=330)

Faktor Ibu t P 95% CI

Jarak -1,902 0,058 -533,5 – 9,010

Paritas -2,370 0,018 -218,2 - -20,3

Pendidikan -2,323 0,001 94,614 - 369,5

Keluarga -1,478 0,146 -54,041 –351,946

Pengetahuan -2,312 0,021 18,9 – 235,9

Paritas dan TBJ Rerata TBJ menurut paritas, ibu primipara

rerata TBJ 2547 gram dan ibu dengan

multipara rerata TBJ 2666 gram dengan mean

difference -199,2. Dari hasil uji T tidak

berpasangan didapatkan nilai P=0,018

(<0,05). Artinya ada perbedaan rerata TBJ

antara ibu primipara dengan ibu

multipara(Tabel 4.).

Pendidikan Ibu Hamil danTBJ Berdasarkan table 4. didapatkan rerata

TBJ pada ibu berpendidikan tinggi 2638,9

gram dan pada ibu yang berpendidikan dasar

rerata TBJ 2406,9 gram dengan mean

difference 232,2 gram. Hasil uji T tidak

berpasangan didapatkan nilai P = 0,001.

Keluarga (jumlah anggota keluarga) dan

TBJ Rerata TBJ menurut jumlah anggota

rumahtangga 2-4 orang 2632,8 gr dan yang >

4 orang 2483,9 gr dengan mean difference

148,9 gr. Hasil uji T tidak berpasangan

didapatkan nilai p=0,146. Artinya tidak ada

perbedaan rerata TBJ antara ibu dengan

jumlah ART 2-4 orang dan yang jumlah ART-

nya> 4 orang. (Tabel 4).

Pengetahuan Gizi dan TBJ

Rerata TBJ menurut skor pengetahuan gizi

baik dengan TBJ 2655,7 gram dan skor

pengetahuan gizi kurang baik 2528 gram

(mean doffrence=127,5). Berdasarkan hasil t

test tidak berpasangan di dapatkan nilai

P=0,021. Artinya ada perbedaan rerata TBJ

antara ibu yang pengetahuannya baik dengan

ibu yang pengetahuannya buruk.(Tabel 4.).

Pemeriksaan Kehamilan dan TBJ

Rerata TBJ menurut kunjungan ANC

didapatkan hasil yang berbeda-beda. Seiring

dengan seringnya ibu hamil melakukan ANC

semakin meningkat TBJ-nya. Ibu dengan

kunjungan ANC 1-3 rerata TBJnya 2569,77

gr, ANC 4 kali 2768,7 gr, ANC >4 kali 2647,5

gr. Berdasarkan uji ANOVA tidak ditemukan

adanya perbedaan rerata TBJ menurut

kunjungan ANC (nilai p=0,05). (Tabel 5)

Analisis Multivariate

Pada tabel 4, Model 1 didapatkan nilai R-

square sebesar 0,401, artinya ke-5 variabel

independen dapat menjelaskan variabel TBJ

sebesar 40,1% sedangkan sisanya dijelaskan

oleh variabel lain. Dari hasil uji statistik

didapatkan (lihat prob>F) didapatkan p

value=0,000 berarti persamaan garis regresi

secara keseluruhan sudah signifikan

Dari Model 2, didapatkan nilai R-square

sebesar, artinya ke-4 variabel independen

dapat menjelaskan variabel TBJ sebesar

sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel

lain. Dari hasil uji statistik didapatkan (lihat

prob>F) didapatkan p value=0,000 berarti

persamaan garis regresi secara keseluruhan

sudah signifikan

Model 3 final, Setelah dilakukan analisis

multivariat, ternyata variabel independen yang

masuk model regresi adalah usia hamil, status

gizi ibu, dan tingkat pendidi kan. Pada tabel 3

regresi akhir terlihat koefisien determinasi (R-

square) menunjukkan nilai 0,393 artinya

bahwa model regresi yang diperoleh dapat

menjelaskan 39,3% variasi variabel dependen

berat badan bayi. Kemudian pada uji

35

Page 40: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

ANOVA, hasil uji F menunjukan nilai

ρ=0,0000, berarti pada α 5% kita dapat

menyatakan bahwa model regresi cocok (fit)

dengan data yang ada.

Tabel 4 Model Persamaan Regresi Linier

TBJ (n=330)

Model 1 B Sig t

Usia hamil 66.663 9.953 .000

Paritas 58.265 1.316 .189

Gizi -259.975 -5.301 .000

Edu -134.647 -2.394 .017

Skortahu -54.292 -1.180 .239

R²=0, 393

Model 2 B Sig t

Usia hamil 67.549 .000 10.143

Paritas 64.248 .146 1.459

Gizi -255.994 .000 -5.228

Edu -137.317 .015 -2.442

Skortahu - - -

R²=0,409

Model 3 B Sig T

Usia hamil 69.000 .000 10.457

Gizi -257.412 .000 -5.248

Edu -131.711 .020 -2.343

Paritas - - -

Skortahu - - -

R²= 0,409

Persamaan regresi yang diperoleh adalah:

TBJ = 528.667 + 69 usia hamil – 257,4

gizi – 131,7pendidikan

Interpretasi:

1. R-square = 0,409 artinya model persamaan

ini dapat menjelaskan 40,9% variasi TBJ

sisanya 60,7% dijelaskan oleh faktor lain.

2. Setiap kenaikan 1 bulan usia kehamilan

ibu, maka TBJ akan naik sebesar 69 gram

setelah dikontrol variabel status gizi dan

pendidikan.

3. Setiap penurunan 1kg status gizi ibu,

maka TBJ akan turun sebesar 69 gram

setelah dikontrol variabel status gizi dan

pendidikan.

4. Pada ibu yang tingkat pendidikannya dasar

TBJ akan lebih rendah sebesar 131,7 gram

dibandingkan dengan ibu yang

pendidikannya tinggi setelah dikontrol

status gizi dan pendidikan.

Pembahasan

Ibu hamil sebagai Responden sebanyak

330 orang dari Puskesmas Pahandut,

Puskesmas Kayon dan Puskesmas Bukit

Hindu jumlah responden yang diperoleh dari

tiap-tiap puskesmas berbeda-beda Perbedaan

memperoleh responden pada penelitian ini

tidak mempengaruhi hasil penelitian karena

pengambilan responden didasarkan pada

kriteria inklusi dan pada semua puskesmas

induk (tipe setara).

Penelitian ini menghubungkan Taksiran

Berat Janin dengan usia ibu, usia kehamilan,

jarak kehamilan, paritas, status gizi ibu hamil,

pemeriksaan kehamilan, pendidikan ibu hamil,

keluarga dan pengetahuan gizi. Pemahaman

ibu hamil terhadap buku KMS yang

dimilikinya akan dijelaskan , tetapi variabel

ini tidak dihubungkan dengan taksiran berat

janin yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Usia Ibu Hamil

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa

usia ibu hamil paling banyak (81%) pada

kelompok 20-35 tahun. Pada kelompok usia

ini sangat dianjurkan untuk hamil karena pada

usia kurang dari 20 tahun perkembangan

organ-organ reproduksi terutama ossifikasi

panggul belum sempurna dan fungsi uterus

fisiologisnya belum matang sehingga

diragukan bagi pertumbuhan janin. Sedangkan

untuk hamil diatas usia 35 tahun risiko yang

dapat muncul terutama abortus, cacat

kongenital, hipertensi, berat badan lahir

rendah1,17

. Hasil uji statistik menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu

hamil dengan taksiran berat janin (P> 0,05) .

Nahum dkk yang menyatakan bahwa usia ibu

bukan prediktor independen dari berat badan

janin11

. Berbeda dengan pernyataan tersebut

Bobak dan Rochjati menyebutkan bahwa

36

Page 41: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

bayi berat badan lahir rendah (BBLR)

berkorelasi dengan usia ibu3,17

. Penyataan

tersebut didukung oleh Nobile dkk bahwa

berat badan lahir rendah berkorelasi dengan

usia ibu yaitu pada usia remaja dan usia ibu

yang sudah tua 15

. Dalam penelitian ini, hasil

univariat menunjukkkan kelompok usia

dibawah 21 tahun hanya sebanyak 10% dan

>35 tahun sebanyak 7.6%.

Usia Kehamilan

Responden antara usia kehamilan 28

minggu sampai 42 minggu yang pada usia

kehamilan trimester III. Ditemukan korelasi

usia kehamilan dengan taksiran berat janin

(P= 0,000) .Aanalisis multivariat

menunjukkan bahwa kenaikan usia kehamilan

akan meningkatkan taksiran berat janin . Bahwa setiap peningkatan usia kehamilan 1

bulan, maka taksiran berat janin akan naik

sebesar 69 gram setelah dikontrol variabel

status gizi dan pendidikan demikian

sebaliknya. Anitha dkk pada penelitian serupa

di Kerala India menyebutkan bahwa salah satu

prediktor berat badan bayi adalah usia

kehamilan (P<0.001)15

. Nahum dkk

menyebutkan bahwa berdasarkan jenis

kelamin fetus peningkatan berat badan antara

12.7 ± 1,4 gram/ hari dengan perbedaan ± 0.3

gram/ hari antara fetus berjenis kelamin laki-

laki dan perempuan ( fetus laki-laki berat

badan meningkat lebih cepat dari fetus

perempuan)11

dan bayi laki-laki lebih berat

100 gram dari bayi perempuan 1.

Jarak Kehamilan

Jarak Kehamilan atau kelahiran menurut

BKKBN yang ideal adalah 2 tahun atau lebih.

Dengan jarak kehamilan yang cukup, ibu

memiliki waktu yang cukup untuk pemulihan

kondisi18

. Sejalan dengan pernyataan tersebut

Rochjati menyebutkan bahwa jarak

kehamilan yang kurang dari 2 tahun dapat

menyebabkan bayi lahir prematur atau bayi

dengan berat badan lahir rendah18

. Dari

analisis univariat ditemukan bahwa 96,4 % ibu

hamil dengan jarak kehamilan >2 tahun dan

ditemukan tidak ada perbedaan TBJ antara ibu

dengan jarak kehamilan > 2 ( P = 0.058).

Hasil ini dapat dihubungkan dengan

pernyataan sebagian besar (69%) responden

yang menyatakan memahami Buku KMS

yang diberisi informasi tentang perawatan

kehamilan dan persalinan.

4.Paritas

Ibu dengan grande memiliki risiko tinggi

dengan kehamilan dan persalinan. Pada ibu

hamil dapat terjadi kelainan letak, persalinan

lama dan perdarahan post partum1-4,18.

Pertumbuhan janin berlangsung dengan baik

jika determinan berat badan lahir seperti

paritas, berat badan ibu, dan tinggi badan

dipertimbangkan1..

Rerata TBJ menurut paritas, ibu primipara

rerata TBJ 2547 gram dan ibu dengan

multipara rerata TBJ 2666 gram dengan mean

difference -199,2. Dari hasil uji T tidak

berpasangan didapatkan nilai P=0,018

(<0,05). Artinya ada perbedaan rerata TBJ

antara ibu primipara dengan ibu multipara.

Status Gizi Ibu

Didapatkan korelasi antara TBJ dengan

status gizi ibu. Arah korelasi yatu searah,

artinya semakin tinggi TBJ semakin tinggi

status gizi ibu.(Tabel 4.7.).

Ditetapkan nilai minimal peningkatan berat

badan ibu hamil selama trimester III adalah 7

kg, yang merujuk ketetapan Depkes RI27

,

Peningkatan berat badan selama kehamilan

menunjukan bahwa terjadi penambahan intake

kalori oleh ibu dan banyaknya kalori yang ini

konsumsi ibu membantu pertumbuhan janin.

Penelitian ini sejalan dengan pernyataan

Cunningham bahwa diantara kehamilan 27- 28

minggu terjadi peningkatan berat badan janin

sebesar 1000gr dengan penambahan berat

badan rata-rata ibu adalah 7,2 kg1.

Pemeriksaan Kehamilan

Nobile dkk dalam penelitiannya

menemukan adanya hubungan antara

frekwensi antenatal care dengan kejadian berat

badan lahir rendah15

. Frekwensi kunjungan

ANC yang meningkat menurunkan risiko

berat badan lahir rendah. Depkes menetapkan

37

Page 42: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

minimal kunjungan ibu selama hamil adalah 4

kali yaitu 1kali di timester pertama, 1 kali di

trimester kedua dan 2 kali di trimester ketiga.

Diketahui bahwa tidak ditemukan adanya

perbedaan rerata TBJ menurut kunjungan

semua (nilai p=0,05). Ibu dengan kunjungan

ANC 1-3 rerata TBJnya 2569,77 gr, ANC 4

kali 2768,7 gr, ANC >4 kali 2647,5 gr.

Pendidikan

Tingkat pendidikan responden bervariasi

SD, SMP, SMA , dan PT. Hasil uji statistik

pada bivariat dengan uji T tidak berpasangan

ditemukan adanya hubungan antara tingkat

pendidikan dengan taksiran berat

janin.Pendidikan yang dimiliki ibu hamil

membantunya mengambil keputusan terhadap

sebuah informasi kesehatan. Disebutkan juga

bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh

pada ibu hamil, dengan tingkat pendidikan

yang tinggi ibu hamil akan mengetahui

tentang asupan gizi yang baik untuk ibu

selama kehamilan. Gangguan pertumbuhan

intrauteri pada janin berhubungan dengan

rendahnya pendidikan6.

Anggota Keluarga

Hampir semua responden penelitian ini

memiliki jumlah anggota keluarga yang ideal.

Keluarga yang ideal menurut Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

menyebutkan bahwa anggota keluarga ideal

adalah empat orang18

. Tetapi penelitian ini

menemukan bahwa tidak ada perbedaan rerata

taksiran berat janin pada kelurga ideal dan

keluarga tidak ideal. Hasil penelitian ini

menyatakan bahwa besarnya keluarga tidak

mempengaruhi taksiran berat janin. Hasil

penelitian berbeda dengan pendapat para ahli

yang menyatakan bahwa jumlah anggota

keluarga akan mempengaruhi kesejahteraan

dan status gizi ibu hamil3,19.

Penelitian ini

tidak menggali lebih dalam tentang insentif

yang diterima keluarga serta komposisi dalam

keluarga. Bayi-bayi yang dilahirkan dari

keluarga dengan status sosialekonomi tinggi

menunjukkan sedikit masalah pada

perkembangan janin, berbeda dengan bayi

yang dilahirkan dari keluarga tidak mampu

akan mengalami gangguan yang berarti1..

dengan kata lain semakin rendah keadaan

sosioekonomi, semakin lambat laju

pertumbuhan janin pada akhir kehamilan.

Demikian juga pekerjaan suami dan

rendahnya pendidikan suami menyebabkan

rendahnya berat badan lahir janin11

.

Bobak menghubungkan jaringan faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi hasil akhir

kehamilan pada penghasilan keluarga untuk

anggaran belanja makanan, sebagai jaminan

ketersediaan makanan bagi anggota keluarga

terutama ibu hamil3

Pengetahuan Gizi

Salah satu faktor yang mempengaruhi

asupan gizi ibu hamil antara lain faktor

pengetahuan. Pengetahuan gizi dalam

penelitian ini menanyakan tentang pengertian

gizi, akibat kekurangan gizi bagi ibu dan

janin, penambahan berat badan selama hamil,

pemantauan pemenuhan gizi, makanan dan

suplemen yang baik selama kehamilan. Hasil

penelitian menemukan bahwa ada perbedaan

rerata TBJ antara ibu yang pengetahuannya

baik dengan ibu yang pengetahuannya

buruk.(Tabel 4.12.).

Pemahaman Ibu Hamil terhadap Buku

KIA.

Hasil analisis univariat diketahui bahwa

69,1% ibu hamil memahami buku KIA yang

dimilikinya dan 32,1% ibu hamil mengaku

tidak memahami buku KIA.

Interpretasi Hasil Penelitian Multivariate

Berdasarkan analisis pada umur, usia

kehamilan,paritas, pendidikan, jumlah ANC,

keluarga, jarak kehamilan, jumlah anggota

keluarga, peningkatan gizi ibu hamil, dan

pengetahuan terhadap gizi ibu hamil.

Ditemukan hanya lima karakteristik ibu hamil

yang berhubungan dengan taksiran berat janin

yaitu usia kehamilan ibu, paritas, pendidikan,

status gizi ibu hamil, dan pengetahuan

terhadap gizi ibu hamil.

Dalam Analisis Regresi Linier ditemukan

usia hamil, status gizi ibu, dan tingkat

pendidikan mampu mempengaruhi 39,3%

38

Page 43: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

variabel dependent taksiran berat janin pada

ibu hamil trimester III di kota Palangka Raya

sedangkan 60,7% dijelaskan oleh faktor lain.

Pengaruh tersebut menjelaskan setiap

kenaikan 1 bulan usia kehamilan ibu, maka

TBJ akan naik sebesar 69 gram setelah

dikontrol variabel status gizi dan pendidikan.

Setiap penurunan 1kg status gizi ibu, maka

TBJ akan turun sebesar 69 gram setelah

dikontrol variabel status gizi dan pendidikan.

Pada ibu yang tingkat pendidikannya dasar

TBJ akan lebih rendah sebesar 131,7 gram

dibandingkan dengan ibu yang pendidikannya

tinggi setelah dikontrol status gizi dan

pendidikan.

Berbeda dengan Anitha (2009) yang

menyebutkan bahwa faktor independen

terhadap berat badan lahir selain paritas dan

usia gestasi, tinggi badan, pregnancy induced

hypertensi (PIH) dan riwayat bayi dengan

berat badan lahir rendah juga merupakan

faktor independen terhadap berat badan lahir.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya mencapai jumlah

minimal yaitu 330 orang karena keterbatasan

waktu penelitian. Kunjungan ibu hamil

disetiap Puskesmas tidak dapat diduga. Pada

waktu tertentu kunjungan ibu hamil banyak di

awal bulan atau hari pertama sampai hari

ketiga tiap minggunya. Kelemahan berikutnya

adalah peluang anggota populasi tidak

diketahui karena pengambilan sampel tidak

dilakukan acak. Kolektor data tidak selalu ada

di Puskesmas, tugas mencapai target program

yang dilaksanakan di luar gedung

menuntutnya untuk tugas luar. Sehingga

dalam penelitian ini ada kemungkinan sampel

yang representatif tidak terpilih.

Implikasi Terhadap Pelayanan Ibu Hamil

Hasil penelitian ini merupakan

kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa

hanya usia kehamilan, pendidikan dan status

gizi yang mampu menjelaskan 39,3% taksiran

berat badan janin pada usia kehamilan

trimester III di Palangka Raya.

Penting bagi pemberi layanan untuk

mengetahui latar belakang pendidikan ibu

hamil dan karakteristik klien (klien usia

remaja) sebelum memberikan informasi

tentang peningkatan gizi selama kehamilan.

Perlu bagi untuk selalu membicarakan

indikator peningkatan gizi yang dapat

dirasakan ibu dengan bertambahnya berat

badan ibu serta meningkatnya ukuran tinggi

fundus setiap bertambahnya usia kehamilan.

Perlu di pertimbangkan pernyataan 102

responden (32.1%) yang mengatakan tidak

memahami isi buku KIA Ibu Hamil yang

mereka miliki. Masukan tersebut memperjelas

bahwa selama kehamilannya buku KIA yang

dimiliki tidak maksimal membantu mereka

dalam perawatan kehamilan. Perlu untuk

menyediakan waktu memberikan informasi

tentang buku KMS tersebut.

Penanganan khusus seperti homecare atau

homevisit bagi bagi ibu hamil dengan

indikator pemenuhan gizi yang kurang dapat

dipertimbangkan.

Penutup

Kesimpulan

Usia hamil, status gizi ibu, dan tingkat

pendidikan yang mampu menjelaskan TBJ

pada ibu hamil trimester III di kota

Palangkaraya. Dari hasil analis tersebut ; Usia

hamil, status gizi ibu, dan tingkat pendidikan

yang mampu menjelaskan 39,3% taksiran

berat janin dan sisanya 60,7% dijelaskan oleh

faktor lain. Setiap kenaikan 1 bulan usia

kehamilan ibu, maka TBJ akan naik sebesar

69 gram setelah dikontrol variabel status gizi

dan pendidikan. Setiap penurunan 1kg status

gizi ibu, maka TBJ akan turun sebesar 69

gram setelah dikontrol variabel status gizi dan

pendidikan. Pada ibu yang tingkat

pendidikannya dasar TBJ akan lebih rendah

sebesar 131,7 gram dibandingkan dengan ibu

yang pendidikannya tinggi setelah dikontrol

status gizi dan pendidikan.

39

Page 44: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

Saran

Bagi penyedia dan pemberi layanan

kesehatan hasil penelitian ini dapat menjadi

masukan dan bahan pertimbangan

perencanaan program bagi ibu hamil untuk

peningkatan taksiran berat janin.

Memberikan perhatian khusus pada ibu

hamil yang berusia remaja dan ibu hamil

yang berusia diatas 35 tahun saat melakukan

pemeriksaan kehamilan, terutama hasil

pemeriksaan pengukuran tinggi fundus uteri

untuk dijelaskan sebagai indikator

peningkatan taksiran berat janin selama hamil.

Memberikan perhatian khusus bagi ibu

hamil dengan jarak kehamilan kurang dari

dua tahun dari kehamilan sebelumnya.

Memperhatikan jumlah kunjungan ibu dan

menjelaskan agar melakukan pemeriksaan

kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan

atau setiap bulan selama kehamilan serta

mendokumentasikan jumlah kunjungan yang

dilakukan di Puskesmas atau praktik swasta.

Memberikan penjelasan khusus kepada ibu

hamil dengan jumlah anggota rumah tangga

lebih dari empat orang untuk memperhatikan

kecukupan nutrisi selama kehamilan.

Menyediakan waktu untuk menjelaskan

tentang buku KIA kepada setiap ibu hamil

atau sekelompok ibu hamil .

Perlu dilakukan penelitian dengan

karakteristik yang berbeda serta jumlah

responden yang lebih banyak untuk sehingga

hasilnya lebih representatif.

Daftar Pustaka 1.Cunningham, F.G.; McDonald, P.C.; Gant,

N.F. 1993. Williams Obstetrics, 19th

ed.

Prentice-Hall Int., Norwalk, CT, USA.

William

2.Reeder, S.J., Martin, L.L,. & Griffin, D.K.

(1997). Maternity nursing: Family, newborn

and womens health care. Lippincott:

Philadelphia.

3.Bobak, M.I., Lodermik, L.D., & Jensen,

D.M. (2005). Buku ajar keperawatan

maternitas. Alih bahasa Maria A.Wijayarini

& Peter I.Anugerah. Jakarta :EGC.

4.Gorrie, Mc Kinney & Murray.(1998).

Foundations of maternal newborn nursing.(2 nd

ed). Philadelphia : W.B.Saunders.

5. Elisabeth ,DK.,dkk (1998). Does passive

smoking in early pregnancy increase the risk

of small-for-gestational-age infants?

American Journal of Public Health.

Washington: Oct 1998. Vol. 88, Iss. 10; pg.

1523, 5 pgs

6. Nordentoft , dkk (1996). Intrauterine

growth retardation and premature delivery:

The influence of maternal smoking and

psychosocial factors .American Journal of

Public Health. Washington: Mar 1996. Vol.

86, Iss. 3; pg. 347, 8 pgs7.

7. Seppo Heinonen, Markku Ryynanen &

Pertti Kirkinen (1999).The effects of fetal

development of high alpha-fetoprotein and

maternal smoking. American Journal of

Public Health. Washington: Apr 1999. Vol.

89, Iss. 4; pg. 561, 3 pgs

8. Sven Cnattingius & Bengt Haglund. (1997).

Decreasing smoking prevalence during

pregnancy in Sweden: The effect on small-

for-gestational-age births. American Journal

of Public Health. Washington: Mar 1997.

Vol. 87, Iss. 3; pg. 410, 4 pgs

9.Riskesdas (2007).Propinsi kalimantan

Tengah.Departemen Kesehatan RI

10.Setianingrum (2005). Hubungan Antara

Kenaikan Berat Badan, Lingkar Lengan

Atas, dan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil

Trimester III dengan Berat Bayi Lahir di

Puskesmas Ampel I Boyolali .Skripsi.

UNNES

11. Nahum,GE. Estimation of Fetal Weight .

Nebraska Medical Association, and Society

for Maternal-Fetal Medicine

12. Sjahmien Moehji. (2003). Ilmu Gizi II.

Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Papas

13.Sarwono, Prawiroharjo (2009).Ilmu

Kebidanan.Jakarta.Bina Pustaka

14.Notoatmodjo, S. (2002). Pendidikan dan

perilaku kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta.

40

Page 45: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

15.Anitha, CJ. Dkk (2009). Predictors of

Birthweight – A Cross Sectional Study.

Indian Pediatrics vol 46, Januari 2009

16. Nobile GA., dkk (2007). Influence of

Maternal and Social Factors As Predictors

of Low Birth Weight in Italy. BMC Public

Health. 7, Agustus 2007

17.C Philipps & NE Johnson (2007). The

impact of quality of diet and other factors

on birth weight of infants. BMC Public

Health. 2007; 7: 192.

18.Rochjati,P.(2003).Skrining Antenatal Pada

Ibu Hamil.FK Unair.Surabaya

19.Suryadarma, dkk (2005). Ukuran Objektif

Kesejahteraan Keluarga untuk Penargetan

Kemiskinan. Lembaga Penelitian

SMERU.Jakarta

20.Johansson K. dkk, Maternal predictors of

birthweight: The importance of weight gain

during pregnancy. Obesity Research &

Clinical Practice, Volume 1

21. Solihin Pudjiadi. 2003. Ilmu Gizi Klinis

pada Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

22. Arikunto. (2002). Prosedur penelitian.

(5th

ed). Jakarta : Rineka Cipta.

23 .Aziz, A. (2002). Riset keperawatan &

tehnik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba

Medika.

24.Dempsey, & Dempsey .(2002).Nursing

Research: Riset keperawatan . Alih bahasa

Palupi Widyastuti. Jakarta: EGC.

25.Sugiyono.(2001).Statistik untuk penelitian.

Bandung: Alpabeta.

26.Depkes RI.(2009). Buku Kesehatan Ibu

dan Anak. Jakarta.Depkes

27.Depkes RI. 2000. Pedoman Umum Gizi

Seimbang (Panduan Untuk Petugas).

Jakarta;Departemen Kesehatan

28. ___. 2002. Gizi Seimbang Menuju Hidup

Sehat Bagi Bayi Ibu Hamil Dan Ibu

Menyusui (Pedoman Petugas Puskesmas).

Jakarta: DKKS RI

41

Page 46: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

42

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN DENGAN

KONSUMSI NUTRASETIKA DI KOTA PALANGKA RAYA

Mars Khendra, Mohamad Muchtar, Nila Susanti

Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Indonesian people who get medicinal treatment with him self about 57,7 % and the others had

traditional therapy (31,7%)1. The result was reported to socioeconomic survey on 2001. The people

can use a herbal medicine allowed openly without consultation. It was made a tendency to be a

doctors for him self. They were also consume a herbal medicine together with convensional

medicine. They suggest that herbal medicine was safely than conventional medicine. That fenomena

had been feeling concerned about because it was a wrong perception. The objective of this research

was got to know correlation between a level of knowledge and the degree of education level in

nutraceutical consume on Kota Palangka Raya. Focus to ever and never consume, how long to

consume and the reason to consume nutraceutical. The research was design a cross sectional study in

municipality of Palangka Raya on october 2011. The population was identified and with systematic

random sampling we got 100 people who give him/his signature on informed consence to be a

responden. To get information how deep their knowledge about nutraceutical, we made a list of

questions with scoring of each others of the question. Chi square test has used to know relationship

between a level of knowledge and the degree of education level in nutraceutical consume. Eighty

two percen (82 %) of responden had a high level of education and only 11 % had well a level of

knowledge (nutraceutical). Seventy six percent (76 %) of responden had recognized to got

nutraceutical as supplement and 65% as herbal product. Long of consume nutraceutical between

responden known above to 3 month. Great advertisement (herbal and supplement product) was

influence consume. Level of knowledge had significanly be engaged in nutraceutical (herbal and

supplement product) consume (p valeu < 0,05) but not significanly related to long of nutraceutical

consume and the reason of nutraceutical consume (p value > 0,05). The degree of education level

had not correlated in nutraceutical consume but the level of knowledge had corerelated.

Key words. Nutraceutical, herbal, supplement, level of knowledge, the degree of education level.

Page 47: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

43

Pendahuluan

Saat ini konsumsi produk nutrasetika

khususnya herba di Indonesia telah meningkat

tajam. Badan Kesehatan Dunia (WHO)

menyebutkan 65% dari penduduk negara-negara

maju menggunakan obat-obatan herba. Selain

karena trend back to nature, juga karena ia

merupakan sumber layanan kesehatan yang

mudah diperoleh dan terjangkau.

Proporsi penduduk Indonesia melakukan

pengobatan sendiri adalah 57.7% dan 31,7 %

menggunakan obat tradisional1. Masyarakat

dapat menggunakan herba secara bebas tanpa

harus berkonsultasi dengan dokter.

Kecenderungan yang ada adalah masyarakat

telah bertindak menjadi dokter untuk dirinya

sendiri dalam konsumsi herba. Bahkan tidak

jarang mereka mengkonsumsinya bersamaan

dengan obat konvensional. Hal ini terjadi karena

mayoritas dari mereka menganggap herba aman

dikonsumsi karena sudah digunakan secara

turun temurun. Fenomena ini tentu saja sangat

mengkhawatirkan karena paradigma herba pasti

aman merupakan hal yang salah. Faktanya

adalah banyak jenis herba yang dalam

konsumsinya perlu pengawasan ketat dari

tenaga medis profesional, bahkan ada beberapa

jenis herba yang sudah dilarang konsumsinya

oleh Badan POM karena efek sampingnya

sangat besar. Selain itu, konsumsi herba

seringkali memiliki interaksi negatif bila

dikonsumsi bersamaan dengan obat

konvensional. Dari penelitian diungkap bahwa

sekitar 63% tanaman obat tradisional Indonesia

dapat menyebabkan interaksi farmakokinetik

dengan obat-obat konvensional bila dikonsumsi

secara bersamaan.

Berbeda dengan obat, produk herba tidak

diwajibkan melalui proses uji klinis untuk

membuktikan seberapa besar kebenaran

manfaatnya. Padahal kebanyakan efeknya kecil

sekali, cuma membonceng efek plasebo yaitu

efek yang terkait dengan proses penyembuhan

tubuh secara alami. Selain manfaatnya yang

diragukan, mengkonsumsi suplemen apalagi

terus menerus dalam jangka waktu lama juga

diduga dapat menimbulkan efek negatif.

Meskipun demikian, produk nutrasetika

(herba) bermunculan semakin banyak dengan

berbagai klaim diantaranya adalah menurunkan

risiko penyakit degeneratif (kolesterol,

hipertensi, diabetes, dll) dan merangsang nafsu

makan. Dengan teknik pemasaran yang

melibatkan metode multi level marketing

(MLM) serta perubahan pola pikir masyarakat,

produk herba pun semakin banyak dikonsumsi.

Namun ketertarikan iklan dengan klaim tertentu

tersebut seringkali membuat konsumen tidak

menghiraukan keamanan produk tersebut.

Berdasarkan pemikiran di atas, peneliti ingin

mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan

tingkat pendidikan dengan konsumsi

nutrasetika (suplemen dan herbal) di Kota

Palangka Raya.

Metodologi Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah

penelitian observasional dengan rancangan

cross sectional atau potong lintang. Penelitian

ini dilaksanakan di Kota Palangka Raya pada

bulan Desember 2011. Populasi dari peneltian

ini adalah penduduk di Kota Palangka Raya.

Jumlah sampel dalam penelitian ini terpenuhi

bahkan melebihi dari kuota berdasarkan

perhitungan sampel2. Jumlah sampel yang

bersedia memberikan informed consent-nya

adalah sebanyak 100 orang. Teknik

pengambilan sampel dilakukan dengan cara

random sampling. Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan

tingkat pendidikan. Sedangkan variabel

terikatnya adalah konsumsi nutrasetika

(suplemen dan herbal). Data dikumpulkan

melalui wawancara dengan menggunakan

panduan kuesioner. Data dianalisis secara

univariat dan bivariat. Analisis univariat

dilakukan dengan menggunakan tabulasi dan

persentase, sedangkan analisis bivariat

digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat

pendidikan dengan konsumsi nutrasetika

(suplemen dan herba) dengan menggunakan uji

chi square.

Page 48: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

44

Hasil Penelitian

Karakteristik responden dalam penelitian

ini meliputi : umur, status dalam keluarga,

pendidikan formal , pekerjaan dan pendapatan.

Distibusi frekuensi dari karakteristik responden

tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik

Responden (n=100)

Karakteristik Responden Persentase (%)

Umur

< 40 tahun

≥ 40 tahun

70

30

Status keluarga

Ayah

Ibu

Anak

Saudara ayah/ibu

Kakek/Nenek

22

35

41

1

1

Pendidikan Formal

SD

SLTP

SLTA

PT

7,0

11,0

59,0

23,0 Pekerjaan

tidak bekerja/IRT

PNS

Swasta

Petani

Buruh

Pensiunan

TNI/POLRI

20,0

19,0

26,0

2,0

4,0

2,0

27,0

Pendapatan

≤ 500.000

500.000 - 999.999

1.000.000 - 1.499.999

1.500.000 - 1.999.999

≥ 2.000.000,-

0

12,0

13,0

16,0

59,0

Berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel 1

di atas diketahui bahwa 70 % responden berusia

di bawah 40 tahun dengan status dalam keluarga

yang menyebar cukup merata antara ayah, ibu

dan anak (berturut-turut 22%, 35% dan 41%).

Lima puluh sembilan persen (59%) responden

berpendidikan tamat sekolah lanjutan tingkat

atas (SLTA). Kebanyakan responden bekerja

sebagai TNI/POLRI (27%), swasta (26%) dan

20% ibu rumah tangga. Separuh (59%) dari

responden memiliki rata-rata pendapatan lebih

dari 2 juta perbulan.

Tingkat Pendidikan

Jenjang pendidikan dalam penelitian ini

dikategorikan ke dalam 2 kategori jenjang

pendidikan yaitu pendidikan tinggi dan

pendidikan rendah (dasar) sesuai dengan

undang-undang sistem pendidikan nasional.

Distribusi tingkat pendidikan responden dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden

(n=100)

Tingkat

Pendidikan

N %

Rendah 18 18,0

Tinggi 82 82,0

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa 82 %

dari seluruh responden memiliki tingkat

pendidikan yang tinggi. Hal ini menggambarkan

bahwa rata-rata responden berijazah SLTA dan

Perguruan Tinggi.

Tingkat Pengetahuan

Berdasarkan data yang diperoleh melalui

proses wawancara langsung dengan panduan

kuesioner yang berisi 20 pertanyaan

pengetahuan tentang konsumsi nutrasetika

(suplemen dan herbal), diketahui bahwa

sebagian besar responden memiliki tingkat

pengetahuan yang rendah. Distribusi tingkat

pengetahuan yang sudah dikategorikan dapat

dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Distribusi Tingkat Pengetahun Responden

Tingkat

Pengetahuan N %

Baik 11 11,0

Kurang 89 89,0

Total 100 100

Tingkat pendidikan yang tinggi ternyata

tidak diiringi oleh tingkat pengetahuan yang

baik tentang produk nutrasetika dari responden.

Terlihat dari Tabel 3 diketahui bahwa tingkat

pengetahuan responden mengenai konsumsi

nutrasetika 89% nya tergolong kurang.

Konsumsi Nutrasetika

Gambaran konsumsi nutrasetika dalam

penelitian ini bukan hanya terbatas pada

konsumsi produk herbal saja, namun lebih luas

terhadap konsumsi suplemen. Hal ini didasarkan

bahwa pengelompokkan nutrasetika oleh

konsumen beragam. Selain itu alasan mengenai

kemudahan dalam pemahman responden

mengenai produk yang dimaksud dapat tercapai.

Beberapa pertanyaan yang terkait dengan

konsumsi nutrasetika diantaranya adalah

pertanyaan tentang pernah tidaknya

Page 49: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

45

mengkonsumsi, jenis produk yang pernah

dikonsumsi, lamanya mengkonsumsi produk

tersebut serta alasan mengkonsumsi.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

keempat item tersebut di tabulasikan seperti

pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Konsumsi Nutrasetika

Pada penelitian ini konsumsi produk

nutrasetika difokuskan pada produk suplemen

dan herbal saja. Hal ini dimaksudkan untuk

memudahkan dalam mengumpulkan informasi

dan menyamakan persepsi dengan responden.

Tujuh puluh enam persen responden mengakui

pernah mengkonsumsi nutrasetika dalam bentuk

suplemen. Untuk konsumsi produk herbal, 65 %

respondennya menyatakan pernah

mengkonsumsi produk herbal. Seluruh

responden mengkonsumsi produk suplemen dan

herbal yang diproduksi secara pabrikan

(modern) dengan lama konsumsi rata-rata diatas

3 bulan. Alasan mengkonsumsi produk

nutrsetika sebagai besar responden menyatakan

terpengaruh dari klaim manfaat produk untuk

kesehatan tubuh (65%).

Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan

Konsumsi Nutrasetika

Jenjang pendidikan formal responden

dikategorikan menjadi kategori pendidikan

tinggi dan rendah. Kategori pendidikan rendah

dimaksudkan apabila yang bersangkutan hanya

menempuh pendidikan formal sampai lulus

SLTP dan jika lebih dari itu maka dikategorikan

menjadi pendidikan tinggi (> SLTA).

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa tingkat

pendidikan tidak berhubungan dengan konsumsi

nutrasetika. Namun terlihat bahwa rata-rata

responden yang mengkonsumsi produk

nutrsetika (suplemen dan herbal) adalah mereka

yang berpendidikan tinggi.

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan

Konsumsi Nutasetika

Seperti yang telah dijelaskan pada item

sebelumnya bahwa 89% tingkat pengetahuan

rensponden tentang produk nutrasetika masih

tergolong kurang. Untuk mengetahui hubungan

tingkat pengetahuan dengan konsumsi

nutrasetika dilakukan analisis berdasarkan uji

chi square. Berdasarkan Tabel 6 diketahui

bahwa tingkat pengetahuan berhubungan

dengan konsumsi nutrasetika dengan

signifikansi < 0.05 (p value 0,035).

Tabel 5. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Konsumsi Nutrasetika

Item Pertanyaan Persentase

(%)

1. Pernahkah mengkonsumsi produk

suplemen

Ya

Tidak

76,0

24,0

2. Pernahkah mengkonsumsi produk

herbal

Ya

Tidak

65,0

35,0

3. Jenis Produk

Pabrikan

Non Pabrikan

100,0

0,0

4. Lamanya konsumsi

< 3bulan

≥ 3 bulan

30,0

50,0

5. Alasan mengkonsumsi

Atas perintah/saran dokter/tenaga

kesehatan/teman/saudara

manfaatnya untuk kesehatan tubuh

15,0

65,0

Tingkat

Pendidikan

Konsumsi Nutrasetika p-value

Ya Tidak

Tinggi 66 16 0.436

Rendah 13 5

Total 79 21

Tingkat

Pendidikan

Jenis Produk

Nutrasetika

p-value

Pabrikan Non

Pabrikan

Tinggi 11 0 0.174

Rendah 63 0

Total 74 0

Page 50: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

46

Tabel 5. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Konsumsi Nutrasetika

Tabel 6. Hubungan tingkat pengetahuan dengan konsumsi nutrasetika

Keterangan : * ada berhubungan (p < 0.05)

Pembahasan

Berdasarkan data, tingkat pendidikan responden

dalam penelitian ini rata-rata termasuk dalam

kategori tingkat pendidikan tinggi atau berada

pada level SLTA hingg Perguruan Tinggi (82

%), namun tingkat pendidikan yang tinggi

tersebut ternyata tidaklah dibarengi dengan

tingkat pengetahuan tentang nutrasetika yang

baik. Penelitian ini membuktikan bahwa 89%

responden memiliki pengetahuan yang kurang.

Pengetahuan responden terhadap nutrasetika

terbatas hanya pada klaim manfaat kesehatan

terhadap suatu produk (65 %). Hal ini tentu saja

perlu diwaspadai karena produk tersebut belum

tentu sudah melalui suatu proses percobaan

secara klinis dan tidak menimbulkan efek yang

merugikan bagi konsumen. Tujuh puluh tiga

persen responden yang memiliki tingkat

pengetahuan tentang nutrasetika yang kurang

mengkonsumsi nutrasetika dengan lama

konsumsi ≥ 3 bulan (46 %) dan 61% responden

Tingkat

Pendidikan

Lama Konsumsi p-value

< 3bulan

≥ 3 bulan

Tinggi 24 43 0.525

Rendah 6 7

Total 30 50

Tingkat

Pendidikan

Alasan Konsumsi p-value

Atas

perintah

dokter/nak

es

Klaim

manfaat

Tinggi 11 56 0.225

Rendah 4 9

15 65

Tingkat

Pengetahuan

Konsumsi nutrasetika p-value

Ya Tidak

Baik 6 5 0.035*

Kurang 73 16

Total 79 21

Tingkat

Pengetahuan

Jenis Produk

Nutrasetika p-value

Pabrikan Non

Pabrikan

Baik 6 0 0.792

Kurang 68 0

Total 74 0

Tingkat

Pengetahuan

Lama Konsumsi

p-value < 3bulan

≥ 3 bulan

Baik 2 4 0.08

Kurang 28 46

Total 30 50

Tingkat

Pengetahuan

Alasan Konsumsi

p-value Atas

perintah

Manfaat

nutrasetika

Baik 2 4 0.341

Kurang 13 61

Total 15 65

Page 51: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

47

mengkonsumsi dengan alasan manfaat

kesehatan. Terdapat hubungan yang bermakna

antara tingkat pengetahuan dengan konsumsi

nutrasetika (p value < 0,05). Namun sebaliknya

tidak ada hubungan tingkat pengetahuan dengan

lama konsumsi, jenis produk dan alasan

mengkonsumsi nutrasetika (p value > 0,05).

Hasil penelitian ini tidak bertentangan dengan

beberapa hasil penelitian yang lainnya.

Penelitian serupa terkait nutrasetika (soft drink)

juga memberikan hasil yang sama seperti yang

telah dipublikasikan yaitu ada hubungan tingkat

pengetahuan dengan konsumsi soft drink3.

Terdapat hubungan yang positif dan signifikan

antara tingkat pengetahuan dengan konsumsi

makanan dan minuman instan4. Sedangkan

penelitian lainnya menyatakan bahwa konsumsi

makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

pengetahuan gizi, lingkungan sosial, tingkat

ekonomi, pola makan, besar keluarga dan faktor

pribadi5.

Seorang dewasa baik pria maupun wanita akan

cenderung memprioritaskan kebugaran, stamina,

penampilan awet muda dan tubuh langsing.

Usaha menjaga kondisi tubuh ini memerlukan

pengetahuan yang cukup tentang makanan

bergisi serta pola hidup sehat dan komitmen

yang kuat untuk dapat melakukannya setiap

hari. Semakin bagus manfaat sebuah produk

nutrasetika dapat meningkatkan konsumsi

produk tersebut meskipun tingkat pengetahuan

tentang produk tersebut kurang6.

Kesimpulan

Terdapat hubungan yang signifikan antara

tingkat pengetahuan seseorang dengan konsumsi

nutrasetika (produk herbal dan suplemen).

Tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan

konsumsi nutrasetika (produk herbal dan

suplemen).

Daftar Pustaka

1. Rizal, dkk.Survei Sosial Ekonomi Indonesia.

2001

2. Lemeshow. Besar Sampel dalam Penelitian

Kesehatan. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.1997.

3. Lubis.H dan Nenni. D. Hubungan Antara

Tingkat Pengetahuan Dengan Konsumsi

Terhadap Soft Drink Pada Siswa Kelas XI

SMA Sutomo 1. Universitas Sumatra Utara

Press.2010.

4. Lastariwati dan Ratnaningsih, Hubungan

antara Pengetahuan dan Konsumsi Makanan

dan Minuman Instan dengan Status Gizi

Remaja Puteri. Berita Kedokteran

Masyarakat. Vol 22. No.1. Jogjakarta. 2006.

5. Suharjo. Survei Konsumsi Pangan. PAU.

IPB. Bogor. 1989.

6. Wiryono. P. Nutrasetika Sebuah Tinjauan

Pengembangan Produk Pangan. Yogyakarta.

Penerbit USD. 2009.

Page 52: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

48

HUBUNGAN KONSUMSI BARAM DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

PADA MASYARAKAT SUKU DAYAK DI DESA SAMBA DANUM

KECAMATAN TUMBANG SAMBA KABUPATEN KATINGAN

Barto Mansyah*, Mars Khendra

**, Mohamad Muchtar

**

*Jurusan Keperawatan, **Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palangka raya

Abstrak

Berdasarkan data riskesdas (2007) yang dikaitkan dengan prevalensi minum alkohol selama 12

bulan terakhir, Kalimantan Tengah bersama 15 provinsi lainnya termasuk dalam kategori di atas

angka prevalensi nasional. Mengkonsumsi ALKOHOL pada masyarakat Dayak telah menjadi

kebiasaan. Mereka selalu minum minuman disebut "Baram". Baram adalah minuman fermentasi

tradisional dengan isi ALKOHOL sebagai 5 banyak - 20%. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui korelasi antara Baram mengkonsumsi dengan kasus hipertensi di Desa Samba

Danum Katingan kabupaten. Desain penelitian ini yaitu Cross sectional. Rata-rata tekanan darah

masyarakat Dayak adalah 142 mmHg. Enam puluh satu persen (61,5%) memiliki hipertensi,

34,6% pra-hipertensi dan sisanya normal (3,8%). Masyarakat Dayak di Desa Samba Danum telah

meminum Baram sejak remaja. Ini berarti lebih dari 5 tahun (82,7%) dengan frekuensi 2 - 4 kali

minggu (55,8%). Berdasarkan analisis bivariat (fisher exact) mengkonsumsi Baram (frekuensi

dan dosis) yang secara signifikan berkorelasi dengan hipertensi (p value <0,05) pada Desa Samba

Danum.

Kata Kunci: Baram, Alkohol, Masyarakat Dayak , Hipertensi,

Abstract

Fifteen province with prevalence alkohol consume at least 12 month ago including central borneo

province1. That prevalence has known above from national number

1. Alkohol consume between

dayak community had been habbit for the last time ago. They always drink some beverage are

called “baram”. Baram is a traditional fermented beverage with content of alkohol as many 5 –

20%. The objective of the research was to knew the correlation between baram consume with

case of hypertensi in samba danum village katingan district. Cross sectional was establised to

design the research. Blood pressure everage from dayak community were 142 mmHg. Sixty one

percent (61,5%) had hypertensi, 34,6% pre-hypertensi and the rest normal (3,8 %). Dayak

community in samba danum village had been consuming baram since adolescent. It means more

than 5 years (82,7 %) with the frequency 2 – 4 times a weeks (55,8%). Building on analysis of

bivariate (fisher exact) of baram consume (frequency and dose) were significanly correlated with

hypertensi (p value < 0,05) in samba danum village.

Keywords: Baram, alcohol, dayak community, hypertensi

Page 53: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

49

Pendahuluan

Terjadinya transisi epidemiologi,

mengakibatkan Indonesia menghadapi beban

ganda pada waktu yang bersamaan, yang

ditandai dengan adanya penyakit infeksi

menular yang diderita oleh masyarakat.

Namun pada waktu yang bersamaan terjadi

peningkatan penyakit tidak menular

diantaranya penyakit jantung dan pembuluh

darah2. Faktor resiko utama penyakit jantung

dan pembuluh darah adalah hipertensi. Saat

ini hipertensiadalah faktor risiko ketiga

terbesar yang menyebabkan kematian dini3.

Komplikasi pembuluh darah yang disebabkan

hipertensi dapat menyebabkan penyakit

jantung koroner, infark jantung, stroke, dan

gagal ginjal. Selain itu hipertensi juga

berdampak pada penurunan kualitas hidup4.

Sembilan puluh persen kejadian

hipertensi merupakan hipertensi primer

(esensial), yaitu yang tidak diketahui

penyebabnya sehingga sangat penting untuk

mempelajari faktor risiko yang dapat

menyebabkan hipertensi, baik sebagai faktor

risiko yang dapat dikontrol maupun yang

tidak dapat dikontrol.

Kenaikan tekanan darah ada

hubungannya dengan konsumsi alkohol5 .

Fakta ini didukung oleh hasil penelitian yang

menyatakan bahwa konsumsi alkohol setiap

hari mampu meningkatkan tekanan darah

sebesar 1,21 mmHg (sistolik) dan 0,55

mmHg (diastolik) untuk rata-rata satu kali

minum per hari6. Disamping itu peneliti lain

juga mengemukakan bahwa kejadian

hipertensi juga dipengaruhi oleh pola makan

yang salah7.

Berdasarkan data riskesdas yang

dikaitkan dengan prevalensi minum alkohol

selama 12 bulan terakhir, Kalimantan Tengah

bersama 15 provinsi lainnya termasuk dalam

kategori di atas angka prevalensi nasional1.

Salah satu minuman tradisional yang

dibuat dan dikonsumsi secara turun temurun

oleh masyarakat suku dayak di Provinsi

Kalimantan Tengah (Baram) ditengarai

mempunyai andil terhadap tingginya

prevalensi tersebut.

Masyarakat suku dayak memiliki ragam

atau variasi cara pembuatan minuman

tradisional yang diketahui berkadar alkohol

tinggi (5 – 20%) dengan nama “Baram”.

Keberadaan baram sendiri dalam adat budaya

suku dayak merupakan minuman khas

tradisional yang selalu ada dalam setiap

kegiatan khususnya dalam acara ritual seperti

tiwah, sambut pengantin, basarah, balian,

patahu lewu dan acara penyambutan tamu

yang datang ke daerah tersebut seperti

pejabat tinggi pemerintah daerah. Ada juga

tradisi besomok yaitu tradisi bertarung

minum baram. Berbagai kegiatan tradisi ini

terkadang menjadi alasan dalam

mengkonsumsi baram secara berlebihan dan

tentu saja sangat merugikan kesehatan.

Dengan demikian menjadi menarik untuk

dilakukan penelitian mengenai pola makan

dan perilaku mengkonsumsi baram pada

masyarakat suku dayak katingan di

Kabupaten Katingan.

Metologi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa

Samba Danum Kecamatan Tumbang Samba

Kabupaten Katingan. Lokasinya berjarak

kurang lebih 120 km dari Kota Palangka

Raya. Pengumpulan data dilakukan pada

bulan Oktober 2011.

Penelitian ini didesain dengan rancangan

cross sectional dimana seluruh data atau

variabel penelitian diambil dalam satu waktu.

Berdasarkan jenis data yang akan

dikumpulkan, maka instrumen penelitian

terdiri dari tensi meter (mmHg) dan

kuesioner. Tensi meter digunakan untuk

mengukur tekanan darah responden.

Sedangkan kuesioner merupakan kumpulan

pertanyaan yang berisi tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi terjadinya hipertensi.

Populasi dari penelitian ini adalah

seluruh masyarakat di desa samba danum

kecamatan tumbang samba kabupaten

katingan. Sedangkan sampel diambil secara

purposive sampling dengan kriteria suku

dayak asli dan telah menetap di lokasi

penelitian selama minimal 10 tahun.

Berdasarkan hal tersebut diperoleh sampel

sebanyak 52 orang.

Page 54: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

50

Data tekanan darah diukur dengan tensi

meter dengan satuan mmHg. Tekanan darah

sistolik dan diastolik merupakan indikator

pada level mana tekanan darah seseorang.

Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali

ulangan. Sedangkan data karakteristik

responden diketahui melalui kuesioner

sebagai panduan wawancara yang dilakukan

interviewer.

Data dianalisis secara univariat dan

bivariat. Analisis univariat dilakukan dengan

menggunakan tabulasi dan persentase,

sedangkan analisis bivariat yang digunakan

adalah fisher exact untuk mengetahui

hubungan diantara variabel penelitian.

Hasil Penelitian

Karakteristik Responden

Jumlah sampel yang bersedia menjadi

responden dan masuk dalam kriteria inklusi

sampel dalam penelitian ini berjumlah 52

orang. Pengambilan data dilakukan secara

individual dengan di awali pengukuran

tekanan darah dan kemudian diwawancara

dengan panduan kuesioner. Berdasarkan data

hasil penelitian yang telah dilakukan

diketahui distribusi frekuensi karakteristik

responden yang meliputi umur, jenis kelamin,

pekerjaan, pendidikan, tekanan darah sistolik

dan tekanan darah diastolik. Tabel 1

menjelaskan karakteriktik responden tersebut.

Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah dilakukan

oleh tenaga profesional sebelum wawancara.

Berdasarkan hasil pengukuran tersebut rata-

rata tekanan darah responden 142 mmHg / 99

mmHg. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel

berikut.

Konsumsi Baram

Konsumsi baram dapat dideteksi dari

informasi yang diberikan oleh responden

pada saat wawancara. Kuesioner

memberikan informasi tentang konsumsi

baram, lama konsumsi, jumlah yang

dikonsumsi serta frekuensi konsumsi baram

dalam seminggu dapat dilihat pada Tabel

berikut.

Kejadian Hipertensi

Berdasarkan data yang diperoleh dari

hasil pengukuran tekanan darah responden,

diketahui bahwa hampir seluruhnya memiliki

tekanan darah sistolik dan diastolik di atas

normal. Banyak diantaranya dapat

digolongkan ke dalam kategori prehipertensi.

Tabel di bawah ini dapat menjelaskan lebih

rinci tentang prevalensi prehipertensi dan

hipertensi dari responden.

Hampir 100 % penduduk di desa

samba danum memiliki tekanan darah

melebihi nilai normal. Tiga puluh empat

koma enam persen dapat dikategorikan ke

dalam pre-hipertensi dan 61,5% sudah dalam

kondisi hipertensi.

Page 55: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

51

Hubungan Konsumsi Baram Dengan

Kejadian Hipertensi

Keterpaparan seseorang dengan

minuman beralkohol secara teoritis berkaitan

erat dengan kejadian hipertensi. Baram

merupakan minuman khas suku dayak

dengan kadar alkohol 5 – 20 % sudah

sepatutnya dicurigai sebagai pemicu

terjadinya hipertensi. Tabel di bawah ini

menunjukkan hubungan konsumsi baram

dengan kejadian hipertensi di desa samba

danum.

Berdasarkan hasil analisis bivariat

diketahui bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara konsumsi baram, frekuensi

minum dan takaran minum dengan kejadian

hipertensi (p value < 0,05).

Pembahasan

Tidak diketahui dengan pasti mulai dari

kapan orang Dayak mengenal teknik

fermentasi dan penyulingan baram ini, yang

jelas itu telah menjadi tradisi selama beratus-

ratus tahun karena baram digunakan dalam

ritual sebagai sesaji untuk para roh leluhur.

Perlu bakat dan keterampilan khusus serta

ketelatenan untuk menghasilkan baram yang

nikmat, karena pembuatannya melalui banyak

proses peracikan berbagai macam bahan dan

penakaran yang pas. Resep dan keterampilan

membuat baram ini diwariskan secara turun

temurun, kebanyakan dilakukan oleh kaum

perempuan.

Semakin lama disimpan, maka kadar

alkohol baram akan semakin tinggi dan

memabukkan. Baram pada umumnya

memiliki kadar alkohol di atas 10% - 20%,

hasil dipendam selama seminggu lebih, dan

rasa baram akan manis. Kadar alkohol baram

dapat diukur dari bau dan kejernihannya.

Baram yang berbau keras artinya memiliki

kadar alkohol yang tinggi. Baram juga,

semakin bening dan jernih, maka semakin

tinggilah kadar alkoholnya, bisa mencapai

80% jika dipendam selama berbulan-bulan

hingga setahun. Baram yang terlihat agak

keruh kadar alkoholnya rendah dan rasanya

agak masam.

Di Kalimantan Tengah dan sekitarnya,

selain dalam ritual adat, umumnya baram

dapat ditemukan di pasar tradisional dan toko

Page 56: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

52

minuman keras. Namun biasanya untuk

mendapatkan baram yang enak dan murah,

dapat dicari di rumah-rumah warga yang

memang memproduksi baram secara industri

rumahtangga9.

Tingginya kejadian hipertensi pada

masyarakat suku dayak memiliki beberapa

dugaan jawaban atas kejadian tersebut. Selai

faktor mungkin karena faktor keturunan,

faktor lingkungan seperti kebiasan

mengkonsumsi baram (minuman khas dayak

dengan kandungan alkohol yang tinggi)

merupakan salah satu alasan yang dapat

menjawab pertanyaan di atas. Teori

menjelaskan bahwa pada beberapa populasi,

konsumsi alkohol selalu berkaitan dengan

hipertensi. Efek akut dan kronis dari alkohol

dapat meningkatkan tekanan darah. Peminum

harian ternyata mempunyai tingkat tekanan

darah lebih tinggi dibandingkan dengan

peminum sekali seminggu, berapapun jumlah

total yang diminum setiap minggunya2.

Penggunaan alkohol secara kronis

meningkatkan tekanan darah. Pengaruhnya

lebih banyak pada sistolik. Secara akut

maupun kronis alkohol menurunkan

kontraktilitas miokardium. Penelitian terakhir

menunjukkan bahwa pengaruh alkohol

terhadap pembuluh darah bisa vasokonstriktif

maupun bisa vasodilatatif, tergantung pada

pembuluh darah yang mana, tetapi pada

pembuluh darah otot polos bersifat dilatatif.

Pengguna alkohol yang sedang dan berat,

dapat meningkatkan sistolik maupun diastolik

sebanyak 5-10 mmHg. Secara akut, alkohol

tidak konsisten pengaruhnya terhadap

tekanan darah. Pada putus alkohol, tekanan

darah meningkat, lalu turun kembali sampai

pada keadaan semula. Renin, aldosteron, dan

katekolamin meningkat sesudah minum

alkohol dan pada waktu putus alkohol. Pada

penelitian epidemiologi, naiknya tekanan

darah tampaknya disebabkan oleh aktivasi

susunan saraf simpatis dan sistem renin-

angiotensin-aldosteron pada waktu putus

alkohol8.

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan

tekanan darah telah dibuktikan. Mekanisme

peningkatan tekanan darah akibat alkohol

masih belum jelas. Namun, diduga

peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan

volume sel darah merah serta kekentalan

darah berperan dalam menaikan tekanan

darah7.

Hasil penelitian ini tidak bertentangan dengan

beberapa hasil penelitian serupa. Secara

kuantitatif minuman keras yang diminum

sedikitnya dua kali per hari meningkatkan

tekanan darah sistolik kira-kira 1,0 mmHg

dan tekanan darah diastolik sebesar 0,5

mmHg per satu kali minum10

. Peminum

harian ternyata mempunyai tekanan darah

sistolik lebih tinggi 6,6 mmH dan tekanan

darah diastolik 4,7 mmHg dibandingkan

dengan peminum sekali seminggu tanpa

memperhatikan jumlah total yang diminum

setiap minggunya10

.

Page 57: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

53

Kesimpulan

Terdapat hubungan yang signifikan

antara konsumsi baram, frekuensi minum dan

takaran minum dengan kejadian hipertensi di

desa samba danum kecamatan tumbang

samba kabupaten katingan.

Daftar Pustaka

1. Departemen Kesehatan RI. Laporan Riset

Kesehatan Dasar. Jakarta. 2010.

2. Kaplan, N.M. Clinical Hypertension. Sixth

edition. Baltimore: Wiliam &Wilkins.

1994.

3. Chen,L., Smith,G.D., Harbord, R.M. &

Lewis, S.J. Alcohol Intake and Blood

Pressure: A Systematic Review

Implementing a Mendelian Randomization

Approach.JplosMedicine. 5(3):461-

471.2008

4. Russel,M.L., Frone, M.R., & Welte,J.W.

Alcohol Drinking Patterns and Blood

Pressure. American Journal Public Health.

81(4):457-457. 1991.

5. Saraswati, S. Diet bagi Penderita Penyakit

Hipertensi. Dalam Diet Sehat untuk

Penyakit Asam Urat, Diabetes, Hipertensi,

dan Stroke. Jogyakarta: A-plus Books.Hal

87-129. 2009.

6. Bustan,M.N. Epidemiologi Penyakit Tidak

Menular. Jakarta : Rineka Cipta. 2007.

7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman

Teknis Penemuan dan Tatalaksana

Penyakit Hipertensi. Jakarta: Dep.Kes RI.

2006.

8. Joewana, S. Gangguan Mental dan

Perilaku Akibat Penggunaan Zat

Psikoaktif.Jakarta:EGC. 2005.

9. Gunawan. Cara Pembuatan Tuak Khas

Dayak. 2007.

10.Padmawinata, K. Pengendalian Hipertensi.

Laporan Komisi Pakar WHO. Bandung:

Penerbit ITB. 2001.

Page 58: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

54

PENGARUH PEMBERIAN REGIMEN AIR SUSU IBU

PADA PERAWATAN TALI PUSAT TERHADAP

WAKTU PELEPASAN TALI PUSAT

Tri Ratna Ariestini,

Christine Aden, Ester Inung Sylvia

Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Abstrak

Puskesmas Pahandut Palangka Raya, menggunakan perawatan tali pusat kering tanpa

antimikrobial, tanpa alkohol dan belum menggunakan ASI. Penelitian mengetahui

perbedaan rerata waktu pelepasan tali pusat antara perawatan tali pusat dengan

menggunakan regimen ASI dan perawatan kering. Penelitian ini menggunakan desain

eksperimen. Populasi penelitian ini bayi baru lahir normal. Rerata waktu lepas tali pusat

dengan menggunakan regimen ASI 90,06 jam, tanpa menggunakan regimen 121,16 jam

(p = 0,000). Diameter tali pusat berpengaruh terhadap waktu lepas tali pusat.

Kata kunci: tali pusat, perawatan, air susu ibu, perawatan kering, waktu pelepasan.

Abstract

Puskesmas Pahandut of Palangka Raya used dry umbical cord care without

antimicrobials, no alcohol and not using the breast milk yet. Purpose of the study was to

know the average time difference of the umbilical cord separation between umbilical

cord care with breast milk and dry care. The experimntal design used in this study. The

population was normal newborn. The average time of umbilical cord separation using

breast milk regimen was 90.06 h, without regimen was 121.16 h (p = 0.000). Diameter

of umbilical cord effected the time of umbilical cord separation.

Keywords: umbilical cord, care, breast milk, dry care, time of separation.

Page 59: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

55

Pendahuluan

Tali pusat adalah tali penghubung yang

memanjang dari umbilikus sampai ke

permukaan fetal plasenta. Umumnya tali

pusat lepas saat bayi berumur antara 6-7 hari,

tetapi lepasnya tali pusat dapat pula terjadi

dalam 2 minggu setelah lahir.(1)

Sisa

pemotongan tali pusat akan membentuk luka

dan memungkinkan segala bentuk bakteri dan

kuman berkoloni dan hidup didalamnya.(2)

Bakteri yang berada dalam tali pusat dapat

menyebabkan infeksi lokal pada tali pusat,

maupun infeksi sistemik atau sepsis

neonatorum.(3)

Perempuan di KwaZulu-Natal,

Kenya telah menggunakan ASI (kolostrum)

untuk perawatan tali pusat bayi baru lahir.(4)

Perawatan tali pusat di Rumah Bersalin

Sakina Idaman Yogyakarta melakukan

perawatan tali pusat dengan alkohol dan

pemberian ASI.(5)

Berdasarkan hasil

penelitian di Amerika Serikat diketahui

bahwa kelompok bayi yang mendapat

perawatan tali pusat dengan cara kering

terbuka mempunyai waktu pelepasan tali

pusat lebih pendek dibanding kelompok yang

mendapat perawatan tali pusat dengan

menggunakan alkohol.(6)

Penggunaan

povidone-iodine dapat menimbulkan efek

samping karena diabsorpsi oleh kulit dan

berkaitan dengan terjadinya transien

hipotiroidisme yang berbahaya untuk fungsi

hormon tiroid. Alkohol juga tidak lagi

dianjurkan untuk merawat tali pusat karena

dapat mengiritasi kulit dan menghambat

pelepasan tali pusat. WHO menyarankan agar

penelitian diarahkan pada penggunaan zat

pengering tradisional seperti air susu ibu atau

kolostrum.(4)

Berdasarkan hasil-hasil

penelitian yang sudah dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa penggunaan regimen

untuk perawatan tali pusat masih menjadi

perdebatan.Di Rumah Sakit Dosis dan

Puskesmas Palangka Raya, menggunakan

perawatan tali pusat secara kering tanpa

antimikrobial dan tanpa alkohol dan belum

ada yang menggunakan ASI. Penelitian ini

dilakukan untuk melihat efektifitas

penggunaan pengering tradisional air susu ibu

terhadap waktu pelepasan tali pusat.

Penggunaan ASI sebagai perawatan tali pusat

di Indonesia masih belum banyak

digunakan, padahal ASI memiliki keunggulan

digunakan sebagai pengering tali pusat karena

steril, mengandung antimikroba, tidak ada

efek samping pada bayi, murah dan mudah

didapat.

Metode Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini yaitu Kecamatan

Pahandut di kota Palangka Raya. Adapun

dasar pemilihan tempat ini karena jumlah

persalinannya cukup banyak. Jumlah

persalinan tahun 2010 di Kecamatan

Pahandut 1.456, rata-rata perbulan 122

orang.(7, 8)

Desain penelitian yang digunakan

adalah penelitian eksperimen, dimana

penelitian ini ada perlakuan pemberian air

susu ibu saat perwatan tali pusat pada

kelompok intervensi dan pada kelompok

kontrol perawatan tali pusat dilakukan tanpa

menggunakan regimen. Adapun rancangan

penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 1. Rancangan Penelitian

Alat pengumpulan data pada penelitian

ini menggunakan instrumen penelitian yang

terdiri dari:Kuesioner penelitian digunakan

untuk mengumpulkan data perawatan tali

pusat termasuk data variabel bebas yaitu

menggunakan ASI atau tidak menggunakan

ASI, pengumpulan data demografi, identitas

ibu, dan identitas bayi. Lembar Obervasi

untuk mengetahui pemantauan perawatan tali

pusat, kepatuhan pada ketentuan penelitian

dan waktu pelepasan tali pusat. Populasi

dalam penelitian ini adalah bayi baru lahir di

Puskesmas Pahandut yang memerlukan

Waktu

pelepa

san tali

pusat Perawatan tali

pusat tanpa

regimen

Kelompok

Kontrol

Kelompok

Intervensi

Perawatan tali

pusat dengan

regimen ASI

Page 60: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

56

perawatan tali pusat dan memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam

penelitian ini yaitu: Bayi baru lahir cukup

bulan (≥ 37 minggu kehamilan), lahir

spontan, berat lahir antara 2500-4000 gram,

Ibu imunisasi TT 2 kali, dan mendapat

persetujuan orang tua. Kriteria eksklusi

penelitian ini yaitu terjadi infeksi pada tali

pusat, tidak merawat tali pusat sesuai

petunjuk, bayi menderita penyakit lain,

perawatan tali pusat diberikan obat-obatan

yang lain. Besar sampel menggunakan rumus

beda rerata dari Lemeshow et al. Dengan

power 80 %, α = 0,05, uji satu arah, maka

jumlah sampel yang dibutuhkan n1= 31 dan

n2= 31,(9)

.

Bagan penempatan subjek

penelitian dapat dilihat sebagai berikut

Gambar 2. Bagan Penempatan Subjek Penelitian

Pengumpulan data dibantu oleh bidan-

bidan yang bertugas di wilayah kerja

Puskesmas Pahandut baik di Puskesmas

Induk maupun di Puskesmas Pembantu.

Sebelum pengambilan data, dilakukan

sosialisai terlebih dahulu bagi bidan-bidan di

wilayah kerja Puskesmas Pahandut untuk

menyamakan persepsi dan mengajarkan

bagaimana cara pengumpukan data dan

perlakuan bagi kelompok intervensi dan

kelompok kontrol serta bagaimana menilai

perkembangan perawatan tali pusat,

kepatuhan terhadap intervensi dan waktu

pelepasan tali pusat. Setiap ibu yang anaknya

diikutkan dalam penelitian diberikan

penjelasan dan diberikan kesempatan untuk

bertanya. Apabila ibu bersedia anaknya

diikutkan dalam penelitian, ibu menandatangi

persetujan atau inform consent. Semua

responden yang memenuhi kriteria inklusi

diikutkan dalam penelitian. Ibu diminta

memilih sebuah amplop yang berisi

kuesioner penelitian sekaligus untuk

menentukan apakah masuk dalam kelompok

intervensi atau dalam kelompok kontrol.

Pengumpulan data dilakukan saat hari

pertama postpartum, diobservasi setiap hari

oleh bidan Puskesmas sampai tali pusat lepas.

Perawatan tali pusat dapat dilakukan oleh

orang tua bayi setelah diajarkan cara

perawatan tali pusat atau dilakukan petugas

kesehatan di Puskesmas Pahandut.

Metoda analisa data ini menggunakan

fasilitas komputer dengan program Stata.

Analisis univariabel dilakukan untuk

mengetahui homogenitas data. berdasarkan

Analisis bivaribel dilakukan untuk

mengetahui hubungan antara variabel bebas

yaitu regimen air susu ibu dan variabel luar

yaitu imunisasi TT dan diameter tali pusat

Kriteria Eksklusi

Menolak

berpartisipasi

Kelompok Perlakuan

(n = 31)

Kelompok Kontrol

(n = 31)

Berhenti (n =0 )

Pindah alamat (n =0 )

Drop out (n =0 )

Berhenti (n =0 )

Pindah alamat (n =0 )

Drop out (n =0 )

Follow up

(n =31 )

Follow up

(n = 31)

Kriteria Inklusi

Informed consent ( N = 62)

Page 61: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

57

terhadap variabel terikat yaitu waktu

lepasnya tali pusat. Uji statistk yang

digunakan untuk melihat hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat adalah uji

independent t test. Uji statistik untuk melihat

hubungan antara variabel luar dan variabel

terikat digunakan uji dan uji independent t

test. Analisis multivariabel dilakukan untuk

mengetahui hubungan antara variabel bebas

yaitu pemberian regimen air susu ibu dan

variabel terikat waktu pelepasan tali pusat

yang dilihat berdasarkan perubahan variabel-

variabel luar yang bermakna pada saat

analisis bivariabel. Uji statistik yang

digunakan adalah regresi linier.

Hasil Penelitian

Semua sampel telah mengikuti penelitian

sampai selesai sesuai aturan yang ditentukan.

Berdasarkan pendataan kuesioner, tidak

semua reponden mengeluarkan ASI pada hari

postpartum hanya sebesar 19%, kebanyakan

keluar ASI pada hari pertama sebanyak 62%,

tetapi semua responden sudah mengeluarkan

kolostrum pada hari postpartum. Paling lama

ASI keluar hari kedua sebanyak 19%. Pada

kelompok intervensi, apabila ASI belum

keluar maka tali pusat diolesi dengan

kolostrum. Semua ibu postpartum sudah

mendapat imunisasi TT sewaktu hamil. Tidak

ada tanda-tanda infeksi tali pusat pada semua

kelompok penelitian.

Hasil analisis univariabel yang dilihat

dari beberapa variabel didapatkan gambaran

karakteristik subjek penelitian baik pada

kelompok intervensi maupun kelompok

kontrol. Tabel 1 menunjukkan karakteristik

subjek penelitian pada kelompok intervensi

maupun kelompok kontrol.

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian

Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol

Karakteristik

Kelompok

p Intervensi Kontrol

n % Rerata SD n % Rerata SD

Pendidikan Ibu:

SD/ Sederajat 6 19,25 7 22,58

0,966 SMP/ Sederajat 8 24,19 7 22,58

SMA/Sederajat 10 32,26 11 35,48

PT/Sederajat 7 22,58 6 19,35

Pekerjaan Ibu

Swasta 7 22,58 5 16,12

0,810 PNS 8 25,51 9 29,02

Ibu Raumah Tangga 16 51,61 17 54,84

Jenis Kelamin

Laki-laki 12 28,71 17 54,64 0,202

Perempuan 19 61,29 14 45,16

Perawat Tali Pusat

Petugas Kesehatan 25 80,65 25 80,65

1,000 Bukan Petugas

Kesehatan

6 19,25 6 19,25

Usia Ibu 25,45 5,09 28,68 5,19 0,991

Hari Keluarnya ASI 0,98 0,55 1,02 0,71 0,121

Berat Bayi Lahir 3138,71 309,49 3404,83 265,00 0,248

Panjang Bayi Lahir 49,58 1,52 49,52 1,46 0,757

Diameter Tali Pusat 1,51 0,28 1,52 0,29 0,645

Keterangan: n = jumlah sampel, p = p value, SD = Standar deviasi

Berdasarkan data variabel katagori yang

disajikan dalam frekuensi dan persentasi pada

kelompok intervensi maupun kelompok

kontrol dikelahui memiliki nilai p > 0,05.

Nilai tersebut menunjukan bahwa vaarian

data antara kelompok intervensi dan

kelompok kontrol sama. Gambaran data

variabel numerik yang disajikan dalam rerata

dan standar deviasi memperlihatkan niai p >

0,05. Nilai ini juga berarti bahwa kelompok

Page 62: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

58

kontrol dan kelompok intervensi memiliki

karakteristik yang sama atau homogen

Tabel 2. memperlihatkan hasil uji

analisis independent t test equal variances.

Hasil uji memperlihatkan nilai p < 0,05 dan

nilai interval kepercayaan tidak terdapat

angka 0. Kesimpulan hasil berarti terdapat

perbedaan rerata waktu pelepasan tali pusat

yang bermakna antara kelompok kontrol dan

intervensi dengan selisih perbedaan sebesar

31,07 jam. Waktu pelepasan tali pusat lebih

cepat pada kelompok intervensi sebesar

25,64% dibandingkan dengan kelompok

kontrol.

Tabel 3. memperlihatkan hasil uji

bivariabel antara variabel luar dengan waktu

lepas tali pusat. Hasil uji diameter tali pusat

terhadap waktu lepas tali pusat

memperlihatkan nilai p < 0,05. Kesimpulan

hasil berarti korelasi antara diameter tali

pusat dan waktu pelepasan tali pusat

bermakna. Arah korelasi keduanya

mempunyai arah korelasi positif berarti

semakin besar diameter tali pusat semakin

lama waktu lepas tali pusatnya. Nilai r

keduanya berkisar antara interval 0,20 –

0,399 yang berarti keduanya mempunyai

kekuatan hubungan yang lemah.

Variabel Perawat tali pusat dan hari

keluarnya ASI mempunyai nilai P>0,05 yang

berarti tidak terdapat perbedaan yang

bermakna terhadap waktu lepas tali pusat.

Semua variabel yang tidak bermakna tidak

diikutkan kembali dalam analisis

multivariabel.

Analisis multivariabel digunakan untuk

melihat hubungan antara variabel bebas yaitu

pemberian regimen ASI terhadap waktu lepas

tali pusat dilihat berdasarkan variabel luar

yang bermakna pada uji bivariabel yaitu

diameter tali pusat. Analisis multivariabel ini

menggunakan uji regresi linier karena

variabel terikatnya berskala numerik.

Analisis multivariabel menggunakan

permodelan. Model pertama dibuat dengan

memasukkan variabel perlakuan pemberian

regimen ASI dan tanpa regimen. Model

kedua dibuat dengan memasukkan variabel

luar diameter tali pusat.

Tabel 2 Analisis independent t test equal variances

Beda Perubahan Waktu Lapas Tali Pusat pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Kelompok Rerata

Standar

Deviasi

(SD)

Beda Rerata

CI

Statistik

t p

Tanpa Regimen

(Kontrol)

121,16

3,28 31,07

(22,42 – 39,77) 7,17 0,0000

Regimen ASI

(Intervensi)

90,06

2,84

Keterangan : SD = standar deviasi, CI = Confidence Interval

Tabel 3 Pengaruh Variabel Luar Terhadap Waktu Lepas Tali Pusat

Variabel Waktu Lepas Tali Pusat p

r T

Perawat tali pusat - -0,5213 0,6041

Hari keluarnya ASI -0,0861 - 0,5059

Diameter tali pusat 0,2832 - 0,0257

r = kekuatan korelasi t = t hitng

Tabel 4. memperlihatkan hasil analisis

dua macam permodelan. Hasil analisis

menunjukkan bahwa semua permodelan

memiliki nilai p < 0,05, artinya ada hubungan

yang bermakna antara perlakuan pemberian

regimen ASI dengan waktu pelepasan tali

Page 63: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

59

pusat baik sebelum maupun sesudah

dikontrol dengan variabel luar yaitu diameter

tali pusat. Berdasarkan nilai koefisien regresi

diketahui bahwa pemberian regimen ASI

selama perawatan tali pusat dapat

mempercepat watku pelepasan tali pusat

dengan beda waktu sebesar 31,097 jam lebih

cepat pada kelompok intervensi apabila

dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Berdasarkan nilai adjusted r square yang

mempunyai arti berapa besaar nilai persen

yang diperoleh mampu menjelaskan besaran

prosuksi ASI. Pada dua model diatas, model

kedua adalah model terbaik yang dipilih

karena mampu menjelaskan waktu pelepasan

tali pusat sebesar 53%, sisanya sebesar 47%

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

diteliti.

Model kedua yang dipilih yaitu

pengaruh pemberian ASI pada perawatan tali

pusat terhadap waktu pelepasan tali pusat

dengan dikontrol variabel luar yaitu diameter

tali pusat bayi. Nilai p = 0,0000

menindikasikan poin dimana garis dapat

melewati sumbu y (intercept point waktu

pelepasan tali pusat). Sedangkan nilai -

30,668 dan 21,117 adalah koefisien regresi

atau slope pada garis regresi, untuk

menjelaskan waktu pelepasan tali pusat.

Aplikasi dari persamaan yang diperoleh

untuk mempresiksi waktu pelepasan tali

pusat diformulasikan dalam persamaan

regresi linier.

Tabel 4. Analisis Regresi Linier Pengaruh Pemberian ASI pada Perawatan Tali Pusat

Terhadap Waktu Lepas Tali Pusat dengan dikontrol Variabel Luar

Variabel

Model.1

Koefisien

CI

ρ value

Model.2

Koefisien

CI

ρ value

Kelompok Perlakuan

-31,097

(-39,772) - (-22,421)

0,000

-30,688

(-38,877) – (-22,499)

0,000

Diameter tali pusat

21,117

6,597 – 35,638

0,000

Adjusted R² 0,453 0,529

Constanta 121,161 89,008

N 62 62

Dengan model persamaan tersebut

maka dapat diperkirakan waktu lepas tali

pusat dengan menggunakan variabel

pemberian ASI dan diameter tali pusat.

Untuk melihat kualitas persamaan hasil

analisis regresi linier adalah dengan melihat

nilai uji ANOVA (nilai F). Suatu persamaan

layak digunakan bila nilai F pada uji

ANOVA 0,05. Pada uji ANOVA hasil

penelitian ini, nilai F adalah sebesar 0,0000

(< 0,05). Dengan demikian, rumus ya;ng

diformulsikan layak untuk digunakan.

Pembahasan

Penggunaan ASI kolostrum atau ASI

matur sebagai regimen yang tepat untuk

mempercepat pelepasan tali pusat karena

memeliliki keunggulan, yang pertama adalah

berkhasiat menyembuhkan luka, mencegah

infeksi dan menyembuhkan infeksi, kedua

merupakan regimen yang sangat cocok bagi

Waktu lepas tali pusat = 89,008 + (-30,668)(pemberian ASI) +

21,117 ( diameter tali pusat)

Page 64: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

60

bayi, dan tidak menyebabkan efek samping

bagi bayi.

ASI kolostrum mempunyai lima

macam immunoglobulin yaitu IgA, IgM,

IgO, IgE dan IgD. IgA memiliki konsentrasi

paling tinggi dan memiliki peran penting

dalam fungsi biologis. ASI kolostrum

mengandung kadar protein yang tinggi

terutama gama globulin sehingga dapat

memberikan daya perlindungan tubuh

terhadap infeksi, mengandung faktor bioaktif

dan mengandung zat antibodi lebih banyak

dari ASI matur karena mengandung trypsin

inhibitor sehingga mampu melindungi tubuh

bayi dari penyakit infeksi.(10)

Protein

berfungsi sebagai pembentuk ikatan essensial

tubuh, mengatur keseimbangan cairan tubuh,

memeliharan netralisasi tubuh dengan

bereaksi terhadap asam basa agar PH tubuh

seimbang, membentuk antibodi, serta

memegang peranan penting dalam

mengangkut zat gizi kedalam jaringan.

Protein yang terdapat dalam ASI akan

berikatan dengan protein dalam tali pusat

sehingga membentuk raksi imun dan terjadi

proses apoptosis (proses kematian).(10)

Peran

protein ASI yang bereaksi dengan protein tali

pusat sehingga terjadi proses apoptosis akan

mempercepat pengeringan jaringan potongan

tali pusat dan tali pusat cepat mengerut dan

menjadi hitam atau mumifikasi tali pusat.

Pembentukan reaksi imun akan menjaga agar

tidak terjadi infeksi yang menyebabkan tali

pusat basah dan akan memperlambat

lepasnya tali pusat. Zat gizi yang ada pada

ASI terutama protein ASI kolostrum sebesar

4,1g% dan ASI matur 1,6 g% sebagai

pembentuk ikatan esensial tubuh akan

mempercepat proses penyembuhan luka pada

dasar tali pusat sehingga mempercepat

pelepasan tali pusat.(11)

Keunggulan lain dari ASI adalah

mengandung leukosit yang berperan dalam

melindungi tubuh dari infeksi dan membantu

proses penyembuhan. Sel darah putih yang

termasuk sebagai antiinfeksi meliputi:

neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan

makrofag, sedangkan limposit berfungsi

sebagai respon imun. Leukosit

polymorphonukklear mengandung substansi

biologik aktif yang berperan dalam reaksi

peradangan dan alergi. Leukosit

polimorfonuklear (PMN) akan menembus

dinding kapiler sehingga terjadi fagositosis.

Leukosit dalam ASI terdiri atas 90%

makrofag dan 10% limposit (T dan B).

Makrofag berfungsi membunuh dan

memfagositosis mikroorganisme, komplemen

(C3 dan C4), laktoferin dan lisosim. Limfosit

T dan B sebagai sintesis antibodi. Angka

leukosit pada kolostrum kira-kira 5000/ml,

setara dengan angka leukosit darah tepi.(12)

Netrofil adalah sel darah putih yang

pertama kali berada di daerah yang

mengalami peradangan Eosinofil befungsi

protektif dengan mengakhiri respon

peradangan. Basofil bersirkulasi dalam aliran

darah. Tubuh yang terdapat luka maupun

infeksi akan menyebabkan basofil

mengeluarkan histamine, bradiknin, dan

serotonin. Sel ini terlibat dalam pembentukan

respon alergik.(13)

Limfosit terdiri dari dua sel yaitu sel

B dan sel T. Sel B berfungsi sebagai imunitas

humoral, respon immunoglobulin yang dapat

mengenali antigen asing dan dapat

berkembang sebagai plasma sel pembentuk

antibodi. Sel T befungsi sebagai penolong sel

B dalam membentuk antibodi, memiliki

reseptor khusus terhadap antigen dan

berperan dalam menekan respon imun.

Secara fisiologis saat terdapat benda asing

dalam tubuh maka sel B atau sel T akan

diaktifkan dan membuat respon terhadap

makrofag untuk melawan benda asing,

akibatnya sel B dan T akan berproliferasi

dengan makrofag dan terjadi pembelahan

secara mitosis. Peristiwa ini membuat sel

plasma memproduksi antibodi dan

merangsang limfosit T untuk berinteraksi

dengan benda asing. Antibodi ini akan

membentuk immunoglobulin spesifik yang

berespon terhadap antigen.(13)

Bahan-bahan yang terdapat pada ASI

yang berperan sebagai faktor anti

microbaketrial yaitu antibodi terhadap

Page 65: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

61

bakteri dan virus, cell (phagocyle,

granulocyle, macrophag, lymhocycle type T,

lactobacillus, Bifidus), Enzim (lysozime,

lactoperoxidase), protein (lactoferin, B12

ginding protein), Faktor resisten terhadap

staphylococcus, dan complecement ( C3 dan

C4). Laktosa ASI akan dipermentasi menjadi

asam laktat yang bermanfaat untuk

menghambat pertumbuhan bakteri yang

bersifat patogen, merangsang pertumbuhan

mikroorganisme yang dapat menghasilkan

asam organik dan mensintesa beberapa jenis

vitamin.(12)

Penggunaan regimen antiseptik

povidone-iodine dapat diabsorbsi oleh kulit

bayi dan menyebabkan transien

hipotiroidisme yang berbahaya untuk fungsi

hormon tiroid. Penggunaan regimen alkohol

untuk perawatan tali pusat dapat mengiritasi

kulit dan alkohol mudah menguap sehingga

tinggallah kain kasa yang basah yang

memperlambat pengeringan dan pelepasan

plasenta.(4)

ASI sangat dianjurkan untuk

diberikan kepada bayi sejak lahir sampai

usia enam bulan dan dianjurkan sampai anak

usia dua tahun. ASI adalah makanan terbaik

bagi bayi karena mengandung zat gizi paling

sesuai utnuk pertumbuhan dan

perkembangan. Semua ibu melahirkan

dianjurkan untuk memberikan ASI

eksklusive dengan mengacu pada 10 langkah

keberhasilan menyusui.(14)

Alasan pemberian

ASI karena banyak manfaatnya yaitu

merupakan makanan alamiah yang baik

untuk bayi, praktis, ekonomis. Mudah

dicerna dan memiliki komposisi zat gizi yang

ideal sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan pencernaan bayi. ASI tidak

mengandung beta-lactoglobulin yang dapat

menyebabkan alergi pada bayi.(11)

Penggunaan ASI sebagai obat topikal

pada perawatan tali pusat tentu dapat

menimbulkan reaksi dapat diabsorbsi oleh

tubuh bayi. Karena ASI sangat dibutuhkan

oleh bayi dan sangat besar manfaatnya bagi

bayi sehingga hal ini tidak menjadi masalah

bagi bayi bahkan menjadi sangat berguna.

ASI tidak mengandung beta-lactoglobulin

yang dapat menyebabkan alergi, selain itu

ASI tidak menyebabkan iritasi kulit sehingga

tidak mengganggu proses percepatan

penyembuhan luka. ASI merupakan bahan

alamiah pembentuk ikatan essensial tubuh,

mengatur keseimbangan cairan tubuh,

memeliharan netralisasi tubuh dengan

bereaksi terhadap asam basa agar PH tubuh

seimbang, serta memegang peranan penting

dalam mengangkut zat gizi kedalam jaringan

sehingga membantu mempercepat

penyembuhan luka pada dasar tali pusat dan

mempercepat pelepasan tali pusat.

Kesimpulan Dan Saran

Penelitian yang telah dilakukan,

dapat disimpulkan bahwa waktu pelepasan

tali pusat lebih cepat pada perawatan tali

pusat dengan menggunakan ASI

dibandingkan dengan perawatan tali pusat

dengan cara kering tanpa menggunakan apa-

apa. Diameter tali pusat berkorelasi terhadap

waktu pelepasan tali pusat, arah korelasi

positif yang berarti semakin besar diameter

tali pusat semakin lama waktu pelepasan tali

pusat.

Penelitian ini perlu dikembangkan

tidak hanya pada bayi normal tetapi juga

pada bayi dengan berat lahir rendah, bayi

tidak cukup bulan maupun bayi lain yang

bermasalah/ berisiko. Perlu dipertimbangkan

penggunaan regimen ASI pada perawatan tali

pusat. Perlu sosialisasi hasil penelitian agar

bisa dipergunakan masyarakat di Kalimantan

tengah.Perlu dukungan dari instansi yang

terkait seperti rumah sakit umum, rumah

sakit bersalin, puskesmas maupun praktik

bidan swasta untuk menerapkan perawatan

tali pusat dengan menggunakan ASI.

Kepustakaan

1. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NP.

The Umbilical Cord in Neonates Pediatr

Infect Dis J. 2001;444(17):129-30.

Page 66: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

62

2. Page LA, Percival P, Kitzinger S. The

New Midwifery Science and Sensitivity

in Practice. London: Churchill Living

Stone; 2000.

3. Gallagher PG, Shah SS. Omphalitis.

Pediatr Surg Int. 2002;18(8):413-16.

4. WHO. Maternal and Newborn Health

Safe Matherhood-care of the Umbilical

Cord: a review of evidence:

http://www.who.int; 1998.

5. Sumaryani S. Perbedaan Waktu

Pelepasan Tali Pusat dan Kejadian

Omphalitis pada Waktu Perawatan Tali

Pusat dengan ASI dan Alkohol 70%

2006.

6. Evens K, George J, Angst D, Schweig L.

Does Umbilical Cord Care in Preterm

Infant Influence Cord Bacterial

Colonization of Detachment. JPerinatol.

2004;24(2):100-4.

7. BPS. Kalimantan Tengah Dalam Angka.

Palangka Raya: BPS Kalimantan

Tengah; 2008.

8. Dinkes. Kota Palangka Raya Dalam

Angka 2009. Palangka Raya: Dinas

Kesehatan Kota Palangka Raya; 2009.

9. Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J,

Lwanga SK, editors. Besar Sampel

Dalam Penelitian Kesehatan. Pertama

ed. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press; 1997.

10. Lawrence RA, Lawrence RM. Nutrition

in Pediatrics; Approach to Breast-

feeding. 4 ed. 4, editor. Canada: BC

Decker Inc; 2008.

11. Roesli U. ASI Eksklusif. 6 ed. 1, editor.

Jakarta: Wisma Hijau; 2009.

12. Suradi R, Kristina H, Sidi LPS, Masuara

S. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi. 2

ed. Jakarta: Program Manajeman Laktasi

Perkumpulan Perinatologi Indonesia.;

2004.

13. Blacburn ST, Loper DL. Maternal, Fetal

and Neonatal Physiology, a Clinical

Prospective. Philadelphia: WB Saunders

Company; 2002.

14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor

450/Menkes/Sk/Iv/2004 Tentang

Pemberian Air Susu Ibu (Asi) Secara

Eksklusif Pada Bayi Di Indonesia

[database on the Internet]2004.

Page 67: YA · dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, ... edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi bagi ...

1. Jurnal ini memuat naskah di bidang kesehatan.

2. Naskah hasil penelitian atau naskah konsep yang

ditujukan kepada Forum Kesehatan, belum

dipublikasikan di tempat lain.

3. Naskah yang dikirim harus disertai surat persetujuan

publikasi dan ditandatangani oleh penulisa.

4. Komponen naskah:

Judul ditulis maksimal 150 karakter termasuk huruf

dan spasi.

Identitas peneliti ditulis dicatatan kaki di halaman

pertama.

Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

maksimal 200 kata, dalam satu alenia mencakup

masalah, tujuan, metoda, hasil, disertai dengan 3-5

kata kunci.

Pendahuluan tanpa subjudul, berisi latar belakang,

sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian.

Metode dijelaskan secara rinci, desain, populasi,

sampel, sumber data, teknik/instrumen pengumpul

data, prosedur analisa data.

Pembahasan mengurai secara tepat dan argumentatif

hasil penelitian, temuan dengan teori yang relevan,

bahasa dialog yang logis, sistematik, dan mengalir.

Tabel diketik 1 spasi sesuai urutan penyebutan dalam

teks. Jumlah maksimal 6 tabel dengan judul singkat.

Kesimpulan dan saran menjawab masalah penelitian

tidak melampaui kapasitas temuan, pernyataan tegas.

Saran logis, tepat guna, dan tidak mengada-ada.

5. Rujukan sesuai dengan aturan Vancouver, urut sesuai

dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, dibatasi

25 rujukan dan 80% merupakan publikasi 10 tahun

terakhir.

Cantumkan nama belakang penulis dan inisial nama

depan. Maksimal 6 orang, selebihnya diikuti “dkk (et

al)”.

Huruf pertama judul ditulis dengan huruf besar,

selebihnya dengan huruf kecil, kecuali penamaan

orang, tempat dan waktu. Judul tidak boleh digaris

bawah dan ditebalkan hurufnya.

Artikel Jurnal Penulis Individu:

Rivera JA, Sotres-Alvares D, Habicht JP, Shamah T,

Villalpando S. Impact of the Mexican Program for

Education, Health, and Nutrition on Rates of Growth

and Anemia in infants and young children a

randomized effectiveness study. JAMA. 2004;

291(21):2463-70.

Artikel Jurnal Penulis Organisasi

Diabetes Prevention Program Research Group.

Hypertension, insulin, and prosulin in participants with

impaired glucose tolerance. Hypertension.

2002;40(5):679-86.

Buku yang ditulis Individu:

Price, SA, Koch, MW, Basset, S. Health Care Resource

Management: Present and Future Challenges. St. Louis:

Mosby;1998.

Buku yang ditulis Organisasi dan Penerbit:

Royal Adelaide Hospital; University of Adelaide,

Departement of Clinical Nursing. Compendium of

nursing research and practice dvelopment, 1999-2000.

Adelaide (Australia): Adelaide University; 2001.

Bab dalam Buku:

Soentoro. Penyerapan Tenaga Kerja Luar Sektor

Pertanian di Pedesaan. Dalam Faisal Kasryno, editor.

Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia.

Jakarta:Yayasan Obor; 1984. p.202-262.

Artikel Koran:

Tynan T. Medical improvements lower homicide rate:

study sees drop in assault rate. The Washington Post.

2002 Aug 12; Sect. A:2 (col.4).

CD-ROM:

Women and HIV/AIDS: Reproductive and Sexual

Health [CD ROM], London: Reproductive Health

Matters;2005.

Artikel Jurnal di Internet:

Griffith, AI. Cordinating Family and School:

Mothering for Schooling, Education Policy Analysis

Archives [Online]. 1997 Jan [Cited 1997 February12] ;

102 (3): [about 3 p.]. Available from:

http://olam.ed.asu.edu/epaa/.

Buku di Internet:

Foley KM, Gelband H, editors. Improving palliative

care for cancer [monograph on the internet].

Washington: National Academy Press; 2001 [cited

2002 Jul 9]. Available from:

http://www.nap.edu/books/0309074029/html/.

Situs Internet:

Canadian Cancer Society [homepage on the internet].

Toronto: The Society; 2006 [update 2006 May 12;

cited 2006 Oct 17]. Available from:

http://www.cancer.ca/.

6. Naskah maksimal 20 halaman kuarto spasi ganda,

ditulis dengan program komputer Microsoft Word,

dalam softcopy dan 2 (dua) eksemplar copy dokumen

tertulis.

7. Naskah harus disertai surat pengantar yang

ditandatangani penulis dan akan dikembalikan jika ada

permintaan tertulis.

8. Naskah dikirimkan kepada: Redaksi Jurnal ‘Forum

Kesehatan’, Perpusatakaan Gedung B Lantai 2

Politeknik Kesehatan Palangka Raya, Jalan George

Obos No.32 Palangka Raya. Telp/Fax: 0536-3230730

Atau email : [email protected].

UNIT PPM

PEDOMAN PENULISAN NASKAH