xiii DAFTAR TABEL Tabel III.1 Perkembangan Aktiva KJKS BMT ...
Transcript of xiii DAFTAR TABEL Tabel III.1 Perkembangan Aktiva KJKS BMT ...
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Perkembangan Aktiva KJKS BMT HANIVA .............................. 62
Tabel III.2 Perkembangan Pendapatan KJKS BMT HANIVA ...................... 63
Tabel III.3 Aktiva Produktif ............................................................................ 64
Tabel III.4 Klasifikasi Anggota Berdasarkan Jenis Pekerjaan ........................ 74
Tabel III.5 Klasifikasi Anggota Berdasarkan jenis Usaha .............................. 75
Tabel III.6 Klasifikasi Informan ...................................................................... 76
Tabel IV.1 Perkembangan Pembiayaan Anggota KJKS BMT HANIVA ...... 104
Tabel IV.2 Perkembangan Aset Usaha Anggota KJKS BMT HANIVA ........ 107
Tabel IV.3 Perkembangan Omzet Usaha Anggota ......................................... 109
Tabel IV.4 Keuntungan Usaha Anggota Setelah Pembiayaan ........................ 113
Tabel IV.5 Perkembanagan Jaringan UsahaAnggota ...................................... 114
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.1 Logo KJKS BMT HANIVA ...................................................... 66
Gambar III.2 KJKS BMT HANIVA ............................................................... 67
Gambar IV.1 Aktivitas Usaha Anggota KJKS BMT HANIVA ...................... 84
Gambar IV.2 Aktivitas Usaha Anggota KJKS BMT HANIVA ...................... 86
Gambar IV.3 Aktivitas Usaha Anggota KJKS BMT HANIVA ...................... 89
Gambar IV.4 Aktivitas Usaha Anggota KJKS BMT HANIVA ...................... 93
Gambar IV.5 Aktivitas Usaha Anggota KJKS BMT HANIVA ...................... 94
Gambar IV.6 Aktivitas Usaha Anggota KJKS BMT HANIVA ...................... 100
Gambar IV.7 Ir. Kuswartono Kasi pada Diserindagkop dan UKM DIY ....... 101
Gambar IV. 8 Aktivitas Usaha Anggota KJKS BMT HANIVA ..................... 106
Gambar IV.9 Aktivitas Usaha Anggota KJKS BMT HANIVA ...................... 112
Gambar IV.10 Aktivitas Usaha Anggota KJKS BMT HANIVA .................... 118
Gambar IV.11 Aktivitas Usaha Anggota KJKS BMT HANIVA .................... 119
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan I.1 Praktik Transaksi Mudharabah ....................................................... 31
Bagan I.2 Praktik Transaksi Musyarakah ........................................................ 32
Bagan I.3 Praktik Transaksi Murabahah ........................................................ 33
Bagan 1.4 Praktik Transaksi Ijarah ................................................................. 35
Bagan III.1 Manajemen Organisasi KJKS BMT HANIVA ............................ 68
xvi
INTISARI
Lembaga ekonomi Islam yang menggunakan prinsip syari’ah sebagai dasar gerakannya saat ini mulai banyak berkembang. Dimana salah satunya adalah Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah BMT HANIVA yang menyalurkan pembiayaan permodalan bagi para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi prinsip-prinsip syari’ah pada Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah BMT HANIVA dan sejauh mana dampak implementasi prinsip syari’ah terhadap pengembangan usaha anggota. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan diskriptif. Lokasi penelitian pada KJKS BMT HANIVA yang berlokasi di Komplek Pondok Pesantren At Ta’abud Jln. Imogiri Timur KM. 11,1 No. 42 Wonokromo Pleret Bantul, Yogyakarta dan anggota KJKS BMT HANIVA yang memiliki usaha industri rumah tangga, jasa dan perdagangan. Adapun pengambilan informan menggunakan purposive sampling, informan dalam penelitian ini yakni 10 anggota dan trianggulasi kepada pihak pengurus dan pihak Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Provinsi DIY. Teknik pengumpulan dengan menggunakan observasi, wawancara dan studi pusataka.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi prinsip syari’ah yang diterapkan oleh KJKS BMT HANIVA diwujudkan dalam lima jenis akad pembiayaan syari’ah, yakni pembiayaan musyarakah ,pembiayaan mudharabah, pembiayaan murabahah, pembiayaan ijarah dan pinjaman qardul hasan. Pembiayaan tersebut mampu meningkatkan usaha anggota yang terlihat dari peningkatan aset usaha, omzet, keuntungan dan jaringan usaha. Dengan adanya peningkatan usaha tersebut, maka juga berdampak terhadap peningkatan ekonomi anggota. Perkembangan usaha anggota dapat dilihat dari peningkatan aset usaha yang dimiliki anggota, peningkatan omzet, peningkatan keuntungan sebagai dampak dari peningkatan omzet serta peningkatan jaringan usaha dimana hal ini dipengaruhi oleh seringnya pertemuan di antara anggota seperti forum Rapat Anggota Tahunan (RAT), monitoring, pelatihan dan pembinaan. Dalam forum tersebut anggota bisa bertemu dengan anggota lain dan membangun jaringan usaha guna memperluas akses pemasaran. Pada praktiknya, implementasi prinsip syari’ah pada KJKS BMT HANIVA sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dimana dalam pelaksanaanya juga tidak terlepas dari pemantauan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memberikan penilaian secara berkala terhadap kegiatan KJKS BMT HANIVA.
Saran pada penelitian ini ditujukan untuk pihak Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM DIY, KJKS BMT HANIVA dan anggota. 1. Perlunya perhatian khusus dari Pemerintah terhadap KJKS BMT HANIVA seperti pemberian penguatan modal, pembinaan kepada pengurus dan anggota. 2. KJKS BMT HANIVA diharapkan meningkatkan pendampingan usaha sehingga dapat meningkatkan peran sebagai penggerak ekonomi rakyat. 3. Anggota diharapkan turut aktif menghadiri forum-forum yang diselenggarakan KJKS BMT HANIVA sehingga akan berdampak pada peningkatan jaringan pemasaran.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Judul merupakan salah satu bagian yang penting dari sebuah penelitian. Isi
penelitian secara keseluruhan dapat tercermin dari sebuah judul. Sebuah judul
tidak diberikan atas dasar pertimbangan suka atau tidak suka, tetapi pemilihan
judul harus dilandasi atau didasarkan oleh perhitungan logis dan rasional, dengan
alasan-alasan yang masuk akal. Adapun judul dari penelitian ini adalah:
“Implementasi Prinsip Syari’ah dalam Pengembangan Ekonomi Rakyat”
Terdapat dua alasan yang melandasi dilakukannya suatu penelitian, yaitu
alasan yang bersifat praktis dan alasan yang bersifat teoritis. Alasan praktis
mencakup hal-hal yang berkaitan dengan kemudahan dan hambatan yang
mungkin muncul dalam proses penelitian hingga proses penyelesaian, misalnya
faktor kesempatan, uang, waktu, alat dan tenaga. Penelitian ini dilakukan karena
masih mampu dijangkau oleh penulis dan lokasi penelitian yang tidak terlampau
jauh dari tempat penulis tinggal, sehingga masalah transportasi, komunikasi dan
informasi atau data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian ini tidak
terlalu susah diakses. Sedangkan alasan yang bersifat teoritis antara lain judul
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Keterkaitan dengan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
Pemilihan judul dalam penelitian ini didasarkan atas beberapa alasan
sebagai bahan pertimbangan yaitu teoritis dan praktis. Secara teoritis, umumnya
2
sebuah judul penelitian mempunyai keterkaitan dengan bidang ilmu yang digeluti
baik orisinilitas maupun aktualitasnya.
Dari sisi judul yang penulis ambil, nampak jelas mempunyai keterkaitan
dengan bidang ilmu yang penulis geluti, yaitu ilmu pembangunan sosial dan
kesejahteraan. Secara umum, ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan
termasuk dalam lingkup ilmu-ilmu sosial yang mempunyai obyek material
masyarakat atau manusia. Secara definitif, ilmu pembangunan sosial dan
kesejahteraan sering diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang fenomena
pembangunan masyarakat (community development) yang berbasis pada penelitian
sosial dan berorientasi pada pemecahan masalah-masalah sosial (solving social
problems).
Secara historis, ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan
dikembangkan sebagai jawaban atas tuntutan sosial untuk merespon kondisi
problematik yang cukup kompleks pasca kemerdekaan, seperti: buta huruf, tingkat
harapan hidup rendah, pengangguran, gelandangan, pendapatan perkapita yang
rendah, dan permasalahan sosial (social problems) lainnya. Pada periode tersebut
konsentrasi kajian ilmu sosiatri adalah penyakit masyarakat (social pathology).
Pada perkembangan berikutnya konsentrasi kajian jurusan ini bukan hanya
penyakit masyarakat tetapi juga ditambah pengembangan masyarakat (community
development). Dalam dekade terakhir konsentrasi penyakit masyarakat dirubah
menjadi konsentrasi kebijakan sosial (social policy). Dengan demikian,
konsentrasi kajian ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan yang dahulunya
bernama Jurusan Ilmu Sosiatri berfokus pada tiga konsentrasi, yaitu; (1) Masalah
3
Sosial atau social patologis dengan penanganan beberapa pendekatan individual
approach, (2) Pembangunan masyarakat atau community development yang
bergeser pada pendekatan social approach, dan (3) Corporate Social
Responsibility (CSR), dimana salah satu penanganan dari berbagai macam
masalah pembangunan masyarakat yang bersifat preventif, rehabilitasi dan
developmental. Ketiga konsentrasi tersebut merepresentasikan kajian mengenai
upaya yang dilakukan secara integral untuk menyelesaikan permasalahan sosial
yang bermuara pada terciptanya kesejahteraan sosial. Berkaitan dengan usaha
pembangunan masyarakat, pembangunan menuju bangsa yang maju, mandiri,
sejahtera, berkeadilan sosial bukan merupakan proses yang mudah dilalui. Banyak
tantangan dan agenda pembangunan yang mesti dijawab dan dituntaskan untuk
mencapai kondisi tersebut. Seiring dengan dinamika pembangunan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat, peran ekonomi rakyat dalam
perkembangan ekonomi nasional semakin penting. Namun kegiatan ekonomi
rakyat yang mendominasi aktifitas ekonomi terkadang tidak mendapat perhatian.
Tantangan saat ini adalah bagaimana mewujudkan ekonomi rakyat yang kukuh
dengan tujuan melindungi, memihak, dan menumbuhkembangkan kegiatan
ekonomi rakyat meskipun menghadapi krisis.
2. Aktualitas
Penelitian tentang implementasi prinsip syari’ah dalam pengembangan
ekonomi rakyat pada Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah BMT HANIVA ini belum
banyak dikaji secara mendalam sehingga menurut peneliti dapat dikategorikan
cukup aktual. Hal ini dapat dilihat dari kondisi dimana dewasa ini prinsip
4
ekonomi Islam banyak dinilai berbagai kalangan lebih berpihak pada ekonomi
mikro, khususnya industri mikro, kecil dan menengah serta pada para pelakunya.
Pada sisi lain, ekonomi Islam saat ini memang sedang menjadi tren di masyarakat.
Hal ini didorong adanya permasalahan pada sistem ekonomi kapitalis dimana
sistem ekonomi ini lebih mementingkan ekonomi makro dan industri-industri
besar daripada ekonomi mikro, sehingga ekonomi mikro khususnya usaha mikro,
kecil dan menengah mengalami banyak permasalahan yang pada tahap berikutnya
berakibat pada perkembangan kesejahteraan masyarakat yang terhambat. Dengan
semakin populernya sistem ekonomi Islam ini, khususnya yang
diimplementasikan pada lembaga-lembaga keuangan berbasis syari’ah maka
permasalahan ini menjadi isu yang sangat menarik untuk dilakukan penelitian.
3. Orisinilitas
Sebuah penelitian dikatakan orisinil atau asli apabila masalah yang
dikemukakan belum pernah dipecahkan oleh peneliti terdahulu, ataupun jika
pernah diteliti maka dinyatakan secara tegas perbedaanya. Penelitian tentang
koperasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah penelitian
yang dilakukan oleh Eko Novita Sari 2011 yang berjudul “Strategi Koperasi
Muttaqin dalam Memenuhi Kebutuhan Pupuk bagi Anggotanya”. Sedangkan
penelitian lain yang mengangkat tema koperasi adalah penelitian yang dilakukan
oleh Rosita Mestikaningrum 2011 yang berjudul “Peran Institusi Koperasi dalam
Kelangsungan Usaha Industri Kerajinan Batik Kayu”. Kajian yang diungkap Eko
Novita Sari dan Rosita Mestikaningrum berbeda sekali dengan kajian yang
diungkap penulis dalam penelitian ini. Kajian yang diungkap penulis dalam
5
penelitian ini adalah implementasi prinsip syari’ah pada Koperasi Jasa Keuangan
Syari’ah BMT HANIVA. Kajian yang diungkap peneliti yakni implementasi
prinsip syari’ah yang dilaksanakan oleh KJKS BMT HANIVA dengan
menggunakan lima akad; pembiayaan musyarakah, pembiayaan mudharabah,
pembiayaan murabahah, pembiayaan ijarah serta pinjaman qardul hasan.
Sedangkan kajian yang diungkap dalam penelitian Eko Novita Sari adalah kajian
yang menekankan pada bagaimana strategi Koperasi Tani Muttaqin dalam
memenuhi kebutuhan pupuk bagi anggotanya dan penelitian lain yang dilakukan
oleh Rosita Mertikaningrum yang menekankan pada pengaruh institusi koperasi
terhadap kelangsungan industri kecil kerajinan.
B. Latar Belakang Masalah.
Pembangunan menuju bangsa yang maju, mandiri, sejahtera, dan
berkeadilan jelas bukan merupakan proses yang mudah dilalui. Banyak tantangan
dan agenda pembangunan yang mesti dijawab dan dituntaskan untuk mencapai
kondisi tersebut. Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan
kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari
masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan yang lebih baik. Aspirasi dan
tuntutan masyarakat itu dilandasi oleh hasrat untuk lebih berperan dalam proses
pembangunan yang tengah berlangsung.
Indonesia merupakan negara yang dikategorikan sebagai negara
berkembang. Adapun karakteristik negara berkembang adalah adanya kegiatan
pembangunan di segala bidang yang masing-masing memiliki tujuan atau sasaran.
6
Pembangunan ekonomi tidak dapat dicapai hanya dengan mengandalkan strategi
pertumbuhan. Telah terbukti bahwa dampak kebijakan yang hanya mengandalkan
pertumbuhan, justru semakin memperlebar jurang kesenjangan. Upaya
pengembangan ekonomi rakyat, dengan demikian perlu diarahkan untuk
mendorong perubahan struktural, yaitu dengan memperkuat kedudukan dan peran
ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional. Adapun sasaran umum dari
pembangunan di bidang ekonomi adalah untuk terciptanya perekonomian yang
mandiri dan kuat dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang merata. Untuk
mencapai pertumbuhan dan pemerataan pembangunan bidang ekonomi tersebut
maka pembuatan kebijakan moneter diarahkan untuk mendorong agar lembaga-
lembaga keuangan dapat meningkatkan volume dana masyarakat. Hal tersebut
didasarkan pada alasan bahwa dana masyarakat mempunyai peran penting dalam
proses pembangunan negara.
Selain berfungsi sebagai modal utama dalam rangka pembangunan suatu
negara, dana masyarakat juga memiliki dampak positif berupa pengurangan
tingkat ketergantungan negara terhadap pinjaman asing, baik yang berasal dari
suatu organisasi keuangan internasional maupun dari negara asing. Perubahan
struktural dalam proses pembangunan meliputi proses perubahan dari ekonomi
tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi tangguh, dari
ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian.
Perubahan struktural ini mensyaratkan langkah-langkah dasar yang meliputi
pengaplikasian sumber daya, penguatan kelembagaan, penguasaan teknologi, serta
pemberdayaan sumber daya manusia.
7
Peran strategis dalam upaya pengembangan ekonomi rakyat diantaranya adalah: Pertama, pemberian peluang atau akses yang lebih besar pada aset produksi. Di antara bermacam aset produksi yang paling mendasar adalah akses pada permodalan (dana). Tersedianya injeksi dana yang memadahi dapat menciptakan pembentukan modal bagi usaha rakyat, sehingga dapat meningkatkan produksi, pendapatan, dan menciptakan tabungan yang dapat digunakan untuk pemupukan modal secara berkesinambungan. Kedua, memperkuat posisi transaksi kemitraan usaha ekonomi rakyat. Sebagai produsen dan penjual, posisi dan kekuatan rakyat dalam perekonomian sangatlah lemah. Mereka adalah price taker, karena jumlahnya yang banyak dengan pangsa pasar masing-masing yang kecil. Upaya yang tidak kalah pentingnya dalam memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi ini adalah dengan pendekatan kebersamaan. Dengan membangun kesetiakawanan dan rasa kesamaan, akan menimbulkan rasa percaya diri dan harga diri dalam menghadapi era keterbukaan ekonomi. Ketiga, meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Keempat, kebijakan pengembangan industri harus mengarah pada penguatan industri rakyat yang terkait dengan industri besar. Industri rakyat, yang berkembang menjadi industri-industri kecil dan menengah yang kuat, harus menjadi tulang punggung industri nasional. Kelima, kebijakan ketenagakerjaan yang mendorong tumbuhnya tenaga kerja mandiri sebagai cikal bakal lapisan wirausaha baru, yang berkembang menjadi wirausaha kecil dan menengah yang kuat dan saling menunjang. Keenam, pemerataan pembangunan antar daerah dan ekonomi rakyat tersebar di seluruh penjuru tanah air. Meskipun di Jawa masih dihadapi bermacam kendala, tapi di luar Jawa lebih berat lagi (Sumodiningrat, 1998:7-8)
Penyusunan kebijakan ekonomi selalu didasarkan pada beberapa
pertimbangan yang tepat dan proporsional. Hal ini bertujuan agar pelaksanaan
dari kebijakan tersebut tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi
masyarakat. Selain itu, faktor pengawasan juga merupakan hal yang sangat
diperlukan dalam proses implementasi kebijakan yang telah dibuat. Selain
pengaturan melalui sarana kebijakan, maka diperlukan juga sarana penunjang
lainnya yang dapat mendukung pelaksanaan pembangunan di bidang ekonomi.
Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup
perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial, ekonomi, politik, dan
kebudayaan. Pembangunan ekonomi adalah bagian dari proses pembangunan
8
yang mencakup usaha-usaha masyarakat untuk mengembangkan kegiatan
ekonomi dan meningkatkan kesejahteraannya.
Strategi pembangunan dari atas (top down strategy) banyak mendominasi
kebijakan pembangunan di negara-negara maju. Tetapi nampaknya strategi ini
kurang cocok diterapkan dalam konteks pembangunan negara berkembang.
Perbedaan situasi alam, geografi, lingkungan sosial, dan kondisi zaman menjadi
faktor-faktor yang menjelaskan kurang berhasilnya penerapan strategi ini dalam
pembangunan negara-negara berkembang.
Kemajuan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan harus
didukung sumber daya manusia yang memiliki prakarsa untuk memajukan diri.
Prakarsa itu hanya akan tumbuh apabila ada emansipasi serta kesempatan yang
penuh untuk berpartisipasi dalam proses perubahan. Karena itu, setiap individu
dan lingkungan masyarakat memerlukan kebebasan dan kesempatan untuk
berperan dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri mereka.
Tanpa kebebasan dan kesempatan ini, prakarsa dan daya kreasi menjadi terbatas.
Saat ini jelas terlihat bahwa terdapat keterbatasan kesempatan dalam
mengakakses sumber daya ekonomi khususnya bagi ekonomi mikro. Hal ini
memicu munculnya jurang pemisah yang amat dalam antara ekonomi makro dan
mikro, dimana ekonomi mikro sangat sulit dalam mengakses permodalan. Saat ini
dapat terlihat banyak pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)
mengalami kesulitan dalam hal permodalan. Dengan kasus seperti ini maka tentu
saja akan menghambat perkembangan usaha. Apabila dilihat dalam kenyataan,
UMKM banyak digeluti oleh masyarakat kalangan menengah kebawah sehingga
9
mereka sangat rentan terhadap kebangkrutan. Hal ini terjadi karena banyak dari
pelaku UMKM mengalami hambatan dalam mengakses permodalan. Hambatan
permodalan yang dialami oleh pelaku UMKM terjadi karena rendahnya
kepercayaan bank-bank konvensional terhadap industri rumah tangga. Rendahnya
kepercayaan bank-bank konvensional untuk memberikan bantuan modal usaha
dikarenakan banyak dari pelaku UMKM mempunyai keterbatasan agunan dan
jaminan yang dimiliki. Padahal, jaminan merupakan salah satu syarat yang
dibutuhkan perbankan. Selain keterbatasan dalam agunan, permasalahan yang
sering timbul dari penyaluran kredit mikro adalah banyaknya tunggakan
pengambilan kredit yang dapat mengganggu likuiditas dan profitabilitas bank
pemberi kredit.
Rendahnya kepercayaan bank konvensional terhadap pelaku UMKM
menunjukkan bahwa sistem ekonomi kapitalis sangat menghambat perkembangan
dan kemajuan sektor ekonomi mikro. Apabila dilihat dalam kenyataanya UMKM
mampu bertahan dari krisis ataupun gejolak perekonomian dunia. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor mikro tidak bisa dipandang sebelah mata dalam
perekonomian nasional maupun global. Dengan perkembangan sistem ekonomi
kapitalis yang dirasa sangat tidak memihak pada ekonomi mikro, maka saat ini
sedang berkembang pesat sistem ekonomi Islam. Dalam perkembangannya,
ekonomi Islam mampu menjawab tantangan berupa jurang pemisah yang dalam
antara ekonomi makro dan mikro. Dengan demikian ekonomi Islam diharapkan
mampu menyentuh ekonomi mikro yang saat ini tidak mampu dijangkau oleh
sistem ekonomi konvensional.
10
Saat ini sistem ekonomi Islam diharapkan mampu meminimalisir sistem
ekonomi kapitalis yang dinilai telah gagal menyelesaikan persoalan kemanusiaan
dan sosial ekonomi. Memang tidak dipungkiri bahwa ekonomi kapitalis mampu
mensejahterakan individu atau negara tertentu secara materi. Namun perlu diingat
kesejahteraan dan kemakmuran tersebut dibangun diatas penderitaan orang atau
negara lain. Sistem ekonomi kapitalis tidak mampu menyelesaikan ketimpangan
dan kesenjangan sosial ekonomi bahkan sebaliknya menciptakan dan
melanggengkan kesenjangan tersebut untuk mempertahankan eksistensinya.
Ekonomi Islam menyajikan pandangan dalam konteks aktivitas ekonomi
manusia. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan
peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam merupakan
warisan yang kaya dari pemikiran muslim untuk dibuka kembali meskipun
kebanyakan dari hal-hal tersebut tidak bisa langsung diaplikasikan dalam waktu
dekat tetapi memberikan ladang subur untuk menyelidiki di masa depan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam ekonomi Islam tidak terlepas dari
prinsip-prinsip ajaran Islam. Dalam pelaksanaanya harus memandang
kemaslahatan umat manusia dan juga bersifat pengabdian. Oleh sebab itu kegiatan
ekonomi menurut Islam berbeda dengan kegiatan ekonomi dari sistem yang
dihasilkan oleh manusia, baik kapitalisme maupun sosialisme.
Ada beberapa faktor berkembangnya ekonomi Islam, yakni; Pertama,
adanya ketidakpuasan yang sangat besar dalam hal penyelesaian masalah-masalah
ekonomi dan cara-cara yang digunakan. Kedua, arti penting ekonomi neoklasik
mempunyai dasar yang sempit dan mempunyai asumsi yang tidak realistik tentang
11
manusia. Ekonomi pasar telah banyak dipertanyakan pendekatan dan
kesimpulanya. Ketiga, selama era kolonial terjadi, maka ajaranya masuk ke dalam
nilai budaya penduduk setempat, lembaga sosial dan teknologi lokal negara
jajahan. Keempat, Ekonomi internasional timbul sebagai hasil pemikiran ekonomi
yang lebih banyak mengeksploitasi negara miskin ke negara yang kaya.
Ketidakseimbangan antara keduanya, tidak memberikan pelayanan keadilan dan
persaingan yang jujur. Mekanisme ekonomi secara keseluruhan telah dibuat untuk
mengabadikan hegemoni kemajuan industri, yang sekarang ini telah disadari
secara luas akan membawa benih kehancuran sendiri. Dari sinilah dibutuhkan
sebuah perasaan yang segar dalam tatanan ekonomi (Dadan, 2008:35).
Semakin berkembangnya sistem ekonomi Islam saat ini membuktikan
bahwa sistem ekonomi Islam mampu diterima dengan baik oleh masyarakat
secara luas. Berkembangnya sistem ekonomi Islam saat ini juga berjalan
beriringan dengan berkembangnya lembaga-lembaga ekonomi Islam. Lembaga
ekonomi Islam dinilai mampu mengangkat perekonomian khususnya ekonomi
mikro yang saat ini mengalami kesulitan permodalan dalam mengembangkan
usaha. Lembaga-lembaga ekonomi Islam diharapkan mampu menyentuh ekonomi
mikro dimana banyak pelakunya yang belum tersentuh oleh bantuan permodalan
dari lembaga ekonomi sehingga menghambat perkembangan usaha mereka.
Praktik perbankan di abad I hijriah terjadi karena telah ada lembaga-
lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi utama operasional perbankan, yakni:
1) menerima simpanan uang; 2) meminjamkan uang atau memberikan
pembiayaan dalam bentuk mudharabah, musyarakah, muzara’ah dan musaqah; 3)
12
memberikan jasa pengiriman atau transfer uang. Istilah-istilah fiqih di bidang ini
pun muncul dan diduga berpengaruh pada istilah teknis perbankan modern, seperti
istilah qard yang berarti pinjaman atau kredit menjadi bahasa Inggris credit dan
istilah suq jamaknya suquq yang dalam bahasa Arab harafiah berarti pasar
bergeser menjadi alat tukar dan ditransfer ke dalam bahasa Inggris dengan sedikit
perubahan menjadi check atau cheque dalam bahasa Perancis (Mu’alim dkk,
2008:12)
Dari sistem ekonomi Islam yang sedang berkembang saat ini juga
berkembang lembaga-lembaga syari’ah yang bergerak dalam bidang ekonomi.
Lembaga ekonomi Islam yang sedang berkembang saat ini menggunakan dasar
syari’ah sesuai dengan yang dijalankan pada masa awal Islam. Lembaga ekonomi
Islam yang sedang berkembang diantaranya adalah bank syari’ah. Bank Islam atau
sering disebut dengan bank syari’ah, adalah bank yang beroprasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa
bunga, adalah lembaga keuangan yang operasional atau produknya dikembangkan
berlandaskan pada Qur’an dan Hadist. Dengan kata lain, bank Islam adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya menyalurkan pembiayaan dan jasa-jasa
lainya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasiannya
disesuaikan dengan prinsip syari’ah Islam (Sudarsono, 2005:27).
Lembaga ekonomi Islam lain yang bergerak dalam bidang perekonomian
adalah asuransi syari’ah. Dalam bahasa Inggris, asuransi Islam dikenal dengan
islamic insurance, sedangkan dalam bahasa Arab, asuransi dikenal dengan istilah
ta’min, sedangkan penanggung disebut mu’ammin, adapun tertanggung disebut
13
mu’amman lahu. Ta’min dari kata amana yang artinya memberi perlindungan,
ketentuan rasa aman, dan bebas dari rasa takut. Pengertian tamin adalah seseorang
membayar atau menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli-ahli warisnya
mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk
mendapat ganti terhadap hartanya yang hilang (Dewi, 2006:61).
Sebagaimana diketahui dalam ilmu ekonomi umum, instrumen ekonomi
yang berlaku di masyarakat sangat beragam. Instrumen-instrumen tersebut
sebagaimana telah berkembang dalam sistem ekonomi konvensional juga
dikembangkan dalam sistem ekonomi Islam. Salah satu instrumen yang
dikembangkan ini adalah pasar modal atau biasa disebut capital market. Pasar
modal (capital market) secara umum dapat dikatakan pasar untuk instrumen
keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan baik dalam bentuk utang
maupun modal itu sendiri. Perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional
dengan pasar modal syari’ah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme
transaksinya. Sedangkan perbedaan nilai indeks saham syari’ah dengan nilai
indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus
memenuhi prinsip-prinsip dasar syari’ah. Secara umum konsep pasar modal
syari’ah dengan pasar modal konvensional tidak jauh berbeda. Hanya saja dalam
konsep pasar modal syari’ah, saham yang diperdagangkan harus berasal dari
perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syari’ah dan
terbebas dari unsur ribawi, serta transaksi saham dilakukan dengan
menghindarkan berbagai praktik spekulasi (Martono, 2004:49).
14
Selain pasar modal syari’ah, lembaga ekonomi Islam yang diperkirakan
akan berkembang pesat adalah obligasi syari’ah. Dalam sistem Islam, obligasi
sering disamakan dengan sukuk. Adapun istilah sukuk sendiri berasal dari bentuk
jamak bahasa Arab yakni ‘sakk’ yang berarti sertifikat. Konsep sukuk telah
dikenal sejak masa-masa awal peradaban Islam, namun baru muncul kembali
beberapa tahun terakhir ini sebagai instrumen keuangan syari’ah yang semakin
banyak digunakan secara luas (Sholahudin, 2006:73).
Lembaga ekonomi Islam yang bergerak dalam permodalan adalah
reksadana syari’ah. Reksadana syari’ah yang juga sering disebut dengan istilah
Islamic investment found atau syari’ah mutual found merupakan lembaga
intermediari (intermediary) yang membantu surplus unit melakukan penempatan
dana untuk diinvestasikan kembali (reinvestment). Selain untuk memberikan
kemudahan bagi calon investor dalam berinvestasi di pasar modal, pembentukan
Islamic investment found dan syari’ah mutual found juga bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan kelompok investor yang menginginkan keuangan dari
sumber dan mekanisme investasi yang bersih dan dapat dipertanggungjawabkan
secara religius serta tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah
(Sudarsono, 2005:201).
Perkembangan produk-produk berbasis syari’ah kian marak di Indonesia,
selain lembaga pembiayaan syari’ah seperti di atas terdapat juga pegadaian
syari’ah. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syari’ah yang disebut
dengan pegadaian syari’ah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syari’ah
memiliki karakteristik seperti tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk
15
karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang
diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan
atau bagi hasil (Dadan, 2009: 06).
Semakin berkembangnya industri keuangan syari’ah yang mencakup
segala lini perekonomian masyarakat, baik perbankan, asuransi, pasar modal,
pegadaian, obligasi dan sebagainya, pada dasarnya merupakan suatu proses
sejarah yang sangat panjang. Lahirnya agama Islam sekitar 15 abad yang lalu
telah meletakkan dasar penerapan prinsip syari’ah di segala bidang dan tidak
ketinggalan dalam industri keuangan. Ini dapat dipahami karena dalam Islam telah
dikenal kaedah mu’amalah yang merupakan kaedah hukum atas hubungan antar
manusia. Salah satu bagian dalam hubungan ini adalah hubungan dalam arti yang
luas. Namun demikian, perkembangan penerapan prinsip syari’ah mengalami
masa surut selama kurun waktu yang relatif lama. Khususnya pada masa
imperium negara-negara Eropa menguasai wilayah-wilayah umat Islam berada.
Negara-negara Eropa dengan sistem ekonomi kapitalis telah menghambat
perkembangan negara-negara berkembang saat ini. Hal ini dikarenakan ekonomi
kapitalis lebih memihak kepada ekonomi makro sehingga ekonomi mikro akan
sulit berkembang.
Akibat perekonomian global, baik dalam sektor makro maupun mikro
yang mana modal asing menguasai hampir dari semua sektor itu melahirkan
kesenjangan. Maka sebagai upaya untuk mengembangkan keuangan sektor mikro
yang menyentuh secara riil pada dataran praktiknya diharapkan dapat memberikan
keseimbangan dan kesejahteraan bagi masyarakat dalam perekonomian nasional.
16
Gerakan koperasi jasa keuangan syariah atau sering disebut dengan BMT (baitul
maal wat tamwil) yang kemudian dapat terasakan disebabkan karena beberapa
alasan sebagai berikut; Pertama, usaha mikro dan kecil berperan aktif dalam
memberikan kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).
Kedua, pelaku usaha di Indonesia dikategorikan dalam skala mikro dan kecil,
menunjukkan populasi yang semakin besar (banyak) dibandingkan skala usaha
menengah dan besar sehingga keberadaanya tidak dapat diabaikan dalam
membentuk struktur perekonomian suatu negara. Ketiga, banyaknya jumlah usaha
mikro dimana pemerintah terus berusaha dan berupaya untuk memberdayakan
melalui berbagai kebijakan dan program-program yang melibatkan berbagai
stakeholder, termasuk di dalamnya perbankan dan koperasi (Arifin, 2000:134).
Perkembangan pesat yang dialami oleh perbankan syari’ah merupakan
bentuk respon positif bagi perekonomian Islam di tengah masyarakat. Secara
kelembagaan, perbankan syari’ah di Indonesia dapat dipetakan menjadi bank
umum syari’ah, bank pembiayaan rakyat syari’ah (BPRS) dan baitul maal wat
tamwil (BMT). BMT pada dasarnya bukan lembaga perbankan murni, melainkan
lembaga keuangan mikro syari’ah yang menjalankan sebagian besar sistem
operasional perbankan syari’ah.
BMT merupakan leading sector untuk pembiayaan usaha mikro. Ini
dikarenakan BMT merupakan salah satu multiplier efect dari pertumbuhan dan
perkembangan lembaga ekonomi dan keuangan syari’ah. Lembaga keuangan
mikro ini lebih dekat dengan kalangan masyarakat bawah (grass root). BMT
merupakan suatu lembaga yang didalamnya mencakup dua jenis kegiatan
17
sekaligus yaitu, kegiatan mengumpulkan dana dari berbagai sumber seperti: zakat,
infaq dan shadaqah serta lainya yang disalurkan kepada yang berhak dalam rangka
mengatasi kemiskinan dan dari kegiatan produktif dalam rangka nilai tambah baru
dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang bersumber daya manusia. BMT
merupakan lembaga keuangan mikro yang dioprasikan dengan prinsip bagi hasil,
menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat
dan martabat serta membela kepentingan fakir miskin.
Lahirnya BMT membawa angin segar bagi usaha sektor kecil, karena
kesulitan dalam hal pendanaan untuk merespon perubahan, butuh dilakukan
secara cerdas, efisien, efektif, produktif dan menguntungkan. Adanya BMT dapat
meningkatkan produktivitas masyarakat. Salah satu faktor penunjang yang
penting dalam hal ini adalah ketersediaan modal cukup. Kendala inilah yang tidak
mampu dipenuhi oleh perbankan modern, karena pada umumnya pengusaha kecil
tidak bankable. Padahal bank selalu berpegang pada asas bankable untuk
memutuskan kreditnya. Hasilnya, banyak usaha kecil yang mengalami kesulitan
permodalan. Kondisi ini semakin memperlebar jarak antara usaha kecil dan sektor
informal dengan industri perbankan formal. Berbagai upaya pemerintah untuk
mengatasi hal tersebut dilakukan dengan membentuk lembaga BKK (Badan
Kredit Kecamatan), BUKP (Badan Usaha Kredit Pedesaan), BPR (Bank
Perkreditan Rakyat), P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan)
dan sejenisnya dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kepada kelompok
mikro. Namun, karena pembentukannya bernuansa proyek, maka
18
perkembangannya sangat lamban, bahkan banyak yang bermasalah dengan kredit
macet.
Kehadiran BMT, sebagai pendatang baru dalam dunia pemberdayaan
masyarakat melalui simpan-pinjam syari’ah dimaksudkan untuk menjadi alternatif
yang lebih inovatif dalam jasa keuangan. Dari segi namanya Baitul Maal berarti
lembaga sosial sejenis BAZIS (Badan Amal Zakat Infaq dan Shadaqah),
sedangkan Baitut Tamwil berarti lembaga bisnis. Oleh karenanya BMT secara
nama telah melekat dua ciri yaitu bidang sosial dan bisnis.
BMT merupakan lembaga keuangan mikro syari’ah yang memfokuskan
diri untuk meningkatkan kualitas usaha dan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya melalui pemberian penyaluran modal.
Untuk mencapai tujuan tersebut, BMT memainkan peran dan fungsinya dalam
beberapa hal; Pertama, mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi,
mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi anggota dan kelompok di
daerah kerjanya. Kedua, meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih
profesional dan Islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi
persaingan global. Ketiga, menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota. Selain itu dapat melakukan
penggalangan dan mobilisasi atas potensi tersebut sehingga mampu melahirkan
nilai tambah pada anggota dan sekitarnya. Keempat, menjadi perantara keuangan
antara agniya sebagai shahibul maal dengan dhu’afa sebagai mudharib, terutama
untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah dan lain-lain.
BMT dalam hal ini sebagai amil yang bertugas untuk menerima dana tersebut dan
19
selanjutnya disalurkan kembali kepada golongan-golongan yang membutuhkan.
Kelima, menjadi perantara keuangan, antara pemilik dana, baik sebagai pemodal
maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif
(Ridwan, 2007:131).
Kondisi perkembangan industri rumah tangga dan UKM di wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya mengalami perkembangan yang cukup
baik. Hal ini didukung oleh peluang perkembangan usaha kecil di wilayah ini
yang merupakan pasar sangat potensial. Wilayah DIY adalah kota pelajar dan kota
budaya yang banyak dikunjungi oleh pelajar dan para pendatang dari luar kota.
Hal ini tentu saja akan menciptakan peluang pasar baru bagi para pelaku ekonomi
khususnya pelaku ekonomi mikro yang berada di dalamnya baik itu yang berasal
dari penduduk setempat maupun pendatang yang sengaja datang untuk berdagang.
Untuk mengatasi kesulitan modal, biasanya para pelaku usaha kecil
mengajukan pinjaman ke berbagai pihak yang menyalurkan pembiayaan. Seperti
bank, koperasi, rentenir maupun kepada lembaga lainya. Banyaknya pilihan untuk
mengajukan pinjaman modal tentunya akan menjadikan para pelaku usaha kecil
untuk mempertimbangkan kepada siapa mereka akan mengajukan pembiayaan
bagi usahanya. Hal ini dikarenakan masing-masing lembaga dalam memberikan
pinjaman akan menuntut kompensasi tertentu yang ditanggung oleh peminjam.
Seperti ketika mereka mengajukan pinjaman modal ke bank konvensional, maka
kompensasi yang harus mereka tanggung yakni memberikan agunan dan
membayar bunga yang sebelumnya sudah ditentukan. Para rentenir biasanya
memberikan kompensasi bunga yang cukup tinggi dibandingkan dengan
20
perbankan. Sedangkan pinjaman dana penguatan modal yang diberikan oleh
lembaga sosial biasanya menghendaki kompensasi tertentu yang harus mereka
laksanakan.
Kemunculan lembaga yang bergerak pada bidang pemberdayaan ekonomi
dengan mempunyai basis agama menjadi salah satu alternatif di antara banyak
lembaga-lembaga ekonomi konvensional. Di tengah ketidakpercayaan masyarakat
kepada pihak lain yang ingin memberikan bantuan, lembaga ini mencoba
melakukan pendekatan lewat program pemberdayaan ekonomi yang berbasis pada
agama dengan diikuti mekanisme pembinaan.
Lembaga keuangan mikro, yang menggunakan prinsip syari’ah sebagai
dasar gerakanya saat ini terus berkembang. Salah satunya adalah Koperasi Jasa
Keuangan Syari’ah BMT HANIVA yang menyalurkan pembiayaan bagi para
pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Lembaga ini menyalurkan
pembiayaan untuk penguatan modal kepada pelaku usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM) yang membutuhkan pembiayaan untuk usaha dengan
pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah. Pada proses selanjutnya anggota yang
menerima pembiayaan diberikan pelatihan dan pembinaan dalam rangka
pemberdayaan dan pengembangan ekonominya. Untuk itulah peneliti tertarik
menggali lebih dalam mengenai implementasi prinsip syari’ah pada Koperasi Jasa
Keuangan Syari’ah BMT HANIVA dan sejauh mana dampak imlementasi prinsip
syari’ah tersebut terhadap pengembangan usaha anggota.
Penelitian terhadap Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah BMT HANIVA
sudah diteliti oleh penelitian sebelumnya menggunakan metode kuantitatif,
21
sedangkan pada penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dimana
terdapat perbedaan pada penelitian sebelumnya. Peneliti sebelumnya lebih
memfokuskan penelitian pada peran KJKS BMT HANIVA secara kelembagaan
dimana peneliti memfokuskan penelitian untuk mengetahui sektor riil apa saja
yang diberi bantuan oleh KJKS BMT HANIVA. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya dimana pada penelitian ini memfokuskan pada
implementasi prinsip syari’ah yang dijalankan oleh KJKS BMT HANIVA dan
dampak implementasi prinsip syari’ah terhadap pengembangan usaha anggota.
Penelitian yang mengambil tema Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah dimana saat
ini belum banyak dikaji, apalagi pada Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah BMT
HANIVA saat ini belum banyak dilakukan penelitian oleh peneliti sebelumnya.
Secara umum implementasi prinsip syari’ah yang dijalankan oleh Koperasi
Jasa Keuangan Syari’ah dengan menggunakan lima akad pembiayaan berdampak
positif pada peningkatan ekonomi anggota. Untuk mengetahui seberapa besar
dampak implementasi prinsip syari’ah terhadap peningkatan usaha anggota pada
KJKS BMT HANIVA maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah tertuang dalam latar belakang masalah,
maka dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah implementasi prinsip syari’ah pada KJKS BMT HANIVA?
2. Sejauh mana dampak implementasi prinsip syari’ah terhadap
pengembangan usaha anggota?
22
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi prinsip syari’ah pada
Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah BMT HANIVA.
2. Untuk mengetahui sejauh mana dampak implementasi prinsip syari’ah
terhadap pengembangan usaha anggota.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:
1. Sebagai hasil karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
berguna bagi penelitian-penelitian serupa dengan tema atau subyek
yang sama, serta memberikan kontribusi akademik bagi
pengembangan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan pada
khususnya dan pengembangan ilmu sosial pada umumnya.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran
serta tambahan referensi yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pembuatan kebijakan oleh pemerintah serta
instansi-instansi terkait khususnya mengenai bagaimana wujud
pengembangan usaha anggota melalui koperasi jasa keuangan syari’ah.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam menganalisa permasalah pembangunan khususnya pembangunan
ekonomi maka dibutuhkan beberapa teori ekonomi. Diantaranya adalah
23
kapitalisme, kapitalisme didorong oleh semangat moral etis protestanisme yang
diterjemahkan oleh Mark Weber di dalam sistem ekonomi kapitalis yang menjadi
dasar pemekirannya.
Dalam protestanisme terdapat tiga doktrin yakni sola gratia berpegang
bahwa keselamatan merupakan anugerah dari Tuhan. Manusia tidak dapat
menyelamatkan dirinya sendiri, sola fide berpegang bahwa keselamatan yang
datang hanya melalui iman di dalam Yesus sebagai Kristus, bukan melalui
perbuatan baik, sola scriptura mempertahankan bahwa Alkitab (bukan tradisi
gereja atau interpretasi grejawi dan Alkitab) adalah sumber otoritas final untuk
semua orang kristen. Dari ketiga doktin tersebut kemudian diterjemahkan oleh
Max Weber bahwa manusia itu untuk mencapai kesejahteraan di dunia harus
bekerja keras dimana Weber mendefinisikan kapitalisme sebagai upaya manusia
untuk mendapatkan keuntungan melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang dikelola
secara pribadi. Etika protestan membawa dampak ekonomi yang sangat signifikan
bagi para penganut protestan. Para penganut protestan percaya bahwa sukses dan
tidak suksesnya manusia hidup di dunia merupakan cerminan masuk tidaknya
manusia tersebut ke dalam surga. Konsep ini dinamakan konsep predestinasi yang
merupakan dogma mendasar calvinisme. Namun dibutuhkan etika praktis yang
mendukung seorang protestan untuk meraih kesuksesannya. Hidup hemat, tidak
menghambur-hamburkan uang, disiplin waktu, dan jujur menjadi etika yang harus
dipatuhi bagi setiap protestan. Proses akumulasi modalpun dibutuhkan bagi
seorang protestan. Akumulasi, dibutuhkan untuk meningkatkan usaha bagi
seorang protestan (Andreski, 1989:107).
24
Adam Smith dalam karyanya yang berjudul The Wealth of Nations.
Dimana dalam karyanya tersebut antara lain menerangkan istilah “invisible
hands”, yang secara prinsip menyatakan hak-hak individual untuk mengejar
kepentingan dirinya sendiri tanpa intervensi pemerintah dengan cara memberikan
peluang kepada prilaku mekanisme pasar yang dibina oleh “tangan-tangan yang
tidak kentara” untuk mencapai yang terbaik bagi masyarakat berupa hasil
permintaan dan penawaran. Pasar dianggap sebagai inti dari berlakunya sistem
perekonomian bebas yang mekanismenya ditujukan oleh adanya unsur kekuatan-
kekuatan yang saling berinteraksi yaitu permintaan, penawaran dan harga (Ikbar,
2006:66).
Perkembangan ekonomi saat ini dimana berkembang sistem ekonomi
kapitalis yang mekanismenya ditujukan oleh adanya unsur kekuatan-kekuatan
yang saling berinteraksi yaitu permintaan, penawaran dan harga. Dengan
perkembangan sistim kapitalis ini maka timbul kesenjangan antara ekonomi
makro dan ekonomi mikro dimana ekonomi mikro tidak mempunyai kekuatan
untuk bersaing dan akan sulit berkembang.
Sistem ekonomi syari’ah dipandang sebagai sebuah alternatif dan solusi
untuk menyelesaikan masalah ekonomi dimana terdapat kesenjangan yang terjadi
antara ekonomi makro dan ekonomi mikro, dimana ekonomi mikro tidak
mempunyai kemampuan bersaing dalam hal permintaan, penawaran dan harga. Di
dalam ekonomi syari’ah ekonomi tidak hanya ditentukan oleh kekuatan pasar
akan tetapi berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam ekonomi syari’ah
seperti keadilan, persaudaraan dan kebebasan individu. Ekonomi syari’ah saat ini
25
diharapkan menjadi alternatif dari ekonomi kapitalis dimana akan mengikis jurang
pemisah antara ekonomi makro dan ekonomo mikro.
1. Konsep Ekonomi Syari’ah
Dalam ajaran Islam, ekonomi merupakan salah satu hal yang dibahas dan
mempunyai aturan. Semua sistem dan aturan dalam ekonomi syari’ah ini mengacu
pada Qur’an dan Hadist. Inti dari sistem ekonomi syari’ah adalah perekonomian
yang dilakukan berdasarkan prinsip hukum Islam. Oleh karena itu sistem ekonomi
Islam saat ini mulai dilirik oleh masyarakat Indonesia karena sistem
perekonomian ini dianggap menguntungkan dan adil bagi berbagai pihak dalam
kegiatan ekonomi. Apabila dalam sistem ekonomi konvensional pemilik modal
yang lebih dominan diuntungkan, maka lain halnya dalam sistem ekonomi
syari’ah dimana semua pihak akan sama-sama diuntungkan.
Istilah syari’ah umumnya diartikan sebagai ketetapan hukum Allah yang
harus diikuti oleh manusia. Dengan demikian agar segala amal perbuatan baik
lahiriah maupun batiniah yang dilakukan oleh manusia sebagai hamba Allah dapat
bernilai ibadah, maka harus selalu terikat oleh ketentuan hukum syari’ah. Dari
segi kebahasaan terdapat beberapa pengertian syari’ah, di antaranya ialah jalan
yang harus diikuti. Suatu lembaga ekonomi bisa dikatakan sebagai lembaga
ekonomi syari’ah apabila telah memenuhui beberapa persyaratan diantaranya
adalah dalil-dalil hukum Islam yang terdapat pada Qur’an dan Sunah. Suatu
koperasi dikatakan sebagai koperasi syari’ah karena dalam aturan perjanjian
(akad) mengacu pada hukum Islam. (Susanto, 2008:8-9)
26
2. Nilai-Nilai Konsep Ekonomi Syari’ah
Konsep ekonomi syari’ah apabila diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat mempunyai nilai-nilai di antaranya adalah;
a. Keadilan
Dalam Islam ditanamkan rasa keadilan dan persaudaraan menyeluruh
dimana kedudukan setiap individu dalam Islam adalah sama, yang membedakan
adalah tingkat keimanan dan ketakwaan. Dalam konsep ekonomi Islam juga
menjunjung tinggi nilai keadilan dan persaudaraan menyeluruh dimana tidak ada
penindasan oleh yang kaya terhadap yang miskin.
Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang
solid. Dalam tatanan itu, setiap individu diikat oleh persaudaraan dan kasih
sayang bagai satu keluarga. Sebuah persaudaraan yang universal dan tidak diikat
batas geografis. (Syafi’i, 2001:13)
Konsep keadilan dalam Islam juga diterapkan dalam ekonomi syari’ah.
Dengan adanya prinsip keadilan inilah yang menjadikan ekonomi syari’ah
berbeda dengan ekonomi konvensional. Dimana dalam ekonomi syari’ah
mengedepankan asas keadilan dan tidak ada unsur penindasan. Dengan tidak
adanya unsur penindasan, maka ekonomi akan bermanfaat terhadap peningkatan
kesejahteraan umat dan terjadi pemerataan pendapatan.
Islam menganggap umat manusia sebagai suatu keluarga. Karenanya,
semua anggota keluarga ini mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah.
Hukum Allah tidak membedakan yang hitam dan yang putih. Secara sosial, nilai
27
yang membedakan antar seseorang dengan yang lain adalah ketakwaan, ketulusan
hati, kemampuan, dan pelayanan pada kemanusiaan (Ali, 2004:69).
Dengan diberlakukannya keadilan dalam bidang ekonomi, maka akan
tercipta kesejahteraan yang merata di kalangan masyarakat. Keadilan merupakan
pilar terpenting dalam ekonomi Islam. Penegakan keadilan sosial telah ditekankan
oleh Qur’an, dengan adanya keadilan sosial maka tidak akan terjadi diskriminasi
dalam bidang sosial dan ekonomi sehingga akan berpengaruh pada pemerataan
pendapatan.
b. Persaudaraan.
Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama bagi setiap individu dalam
masyarakat dan di hadapan hukum harus diimbangi oleh keadilan ekonomi. Tanpa
pengimbangan tersebut, keadilan sosial kehilangan makna. Dengan keadilan
ekonomi, setiap individu akan mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi
masing-masing kepada masyarakat. Setiap individu pun harus terbebaskan dari
eksploitasi individu lainnya. Islam dengan tegas melarang seorang muslim
merugikan orang lain. Konsep keadilan ekonomi dalam Islam mengharuskan
setiap orang mendapatkan haknya dan tidak mengambil hak atau bagian orang
lain (Madjid, 2000:55).
Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan
umat manusia dan keadilan sosial ekonomi, maka ketidakadilan dalam hal
pendapatan dan kekayaan tentu saja bertentangan dengan semangat Islam.
Distribusi pendapatan, dalam ekonomi Islam menduduki posisi yang penting
karena distribusi pendapatan tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi akan
28
tetapi juga berkaitan dengan aspek sosial. Konsep ekonomi Islam tidak hanya
mengedepankan aspek ekonomi, dimana ukuran berdasarkan atas jumlah harta
kepemilikan, akan tetapi bagaimana bisa mendistribusikan penggunaan potensi
kemanusiaan, berupa penghargaan hak hidup dalam kehidupan. Distribusi harta
tidak akan mempunyai dampak yang signifikan kalau tidak ada kesadaran antara
sesama manusia akan kesamaan hak hidup. Kesenjangan pendapatan pada
kekayaan alam yang ada dalam masyarakat, berlawanan dengan semangat serta
komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial-ekonomi.
c. Kebebasan Individu
Islam sangat mengedepankan prinsip kebebasan individu dalam konteks
kesejahteraan sosial. Tatanan ekonomi yang diusahakan bertujuan membina
persaudaraan dan menegakkan keadilan universal. Islam menginginkan terbinanya
tatanan sosial di mana semua individu mempunyai rasa persaudaraan dan
keterikatan layaknya suatu keluarga yang berasal dari orangtua yang sama.
Dengan demikian, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia jangan sampai
menimbulkan rasa permusuhan, peperangan dan ketidakadilan ekonomi
sebagaimana yang masih banyak dijumpai pada saat ini. Dengan adanya rasa
persaudaraan sesama umat manusia, tidak akan timbul perebutan sumber-sumber
ekonomi dan yang timbul adalah saling tolong menolong untuk kesejahteraan
bersama.
Pilar terpenting dalam keyakinan seorang muslim adalah kepercayaan
bahwa manusia diciptakan oleh Allah. Ia tidak tunduk oleh siapapun kecuali
kepada Allah. Konsep Islam amat jelas, manusia dilahirkan merdeka, karenanya,
29
tidak ada seorangpun bahkan negara manapun yang berhak mencabut
kemerdekaan tersebut dan membuat hidup manusia menjadi terikat. Dalam konsep
ini, setiap individu berhak menggunakan kemerdekaanya tersebut sepanjang tetap
berada dalam kerangka norma-norma Islami. Dengan kata lain, sepanjang
kebebasan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, baik secara sosial maupun
dihadapan Allah (Ali, 2004:80).
Islam mengakui pandangan universal bahwa kebebasan individu
bersinggungan atau bahkan dibatasi oleh kebebasan individu orang lain.
Menyangkut masalah hak individu dalam kaitanya dengan masyarakat, para
sarjana muslim sepakat dengan prinsip-prinsip berikut:
a. Kepentingan masyarakat yang lebih luas harus didahulukan dari
kepentingan individu.
b. Melepas kesulitan harus diprioritaskan dibanding memberi manfaat
meskipun keduanya sama-sama merupakan tujuan syari’ah.
c. Kerugian yang lebih besar tidak dapat diterima untuk menghilangkan yang
lebih kecil. Manfaat yang lebih besar tidak dapat dikorbankan untuk
manfaat yang lebih kecil. Sebaliknya, bahaya yang lebih kecil harus dapat
diterima atau diambil untuk menghindarkan bahaya yang lebih besar,
sedangkan manfaat yang lebih kecil dapat dikorbankan untuk
mendapatkan manfaat yang lebih besar (Syafi’i, 2001:17).
Kebebasan individu dalam kerangka etika Islam diakui selama tidak
bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar atau sepanjang individu
itu tidak melangkahi hak-hak orang lain.
30
3. Praktik Konsep Ekonomi Syari’ah
Dalam penerapan konsep ekonomi syari’ah terdapat beberapa kriteria
yang harus dilaksanakan yakni rukun, persyaratan dan tata cara transaksi.
Transaksi dalam konsep ekonomi syari’ah secara umum menggunakan dua sistem
utama yaitu sistem bagi hasil dan sistem jual beli. Sistem bagi hasil dipraktikkan
dalam dua jenis transaksi yakni mudharabah dan musyarakah. Sedangkan dalam
sistem jual beli dipraktikkan dalam beberapa jenis transaksi di antaranya
murabahah, istisna, salam, dan ijarah.
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha atau perniagaan antara pihak
pemilik dana (shohibul maal) sebagai pihak yang menyediakan modal sebesar
100% dengan pihak pengelola modal (mudharib), untuk diusahakan dengan porsi
keuntungan akan dibagi bersama (nisbah) sesuai dengan kesepakatan dimuka dari
kedua belah pihak, sedangkan kerugian (jika ada) akan ditanggung pemilik modal,
kecuali jika diketemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pihak pengelola
dana (mudharib), seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana
(Kemenkop RI, 2004:51).
Akad kerjasama mudharabah ini dibedakan dalam dua jenis, yakni: a.
mudharabah muthlaqah, akad ini adalah perjanjian mudharabah yang tidak
mensyaratkan perjanjian tertentu (investasi tidak terikat), misalnya dalam ijab
pemilik modal tidak mensyaratkan kegiatan usaha apa yang harus dilakukan dan
ketentuan-ketentuan lainnya, yang pada intinya memberikan kebebasan kepada
pengelola dana untuk melakukan pengelolaan investasinya. b. Mudharabah
muqayyadah, akad ini mencantumkan persyaratan-persyaratan tertentu yang harus
31
dipenuhi dan dijalankan oleh pengelola dana yang berkaitan dengan tempat usaha,
tata cara usaha, dan obyek investasinya (investasi yang terikat) (Kemenkop RI,
2004:52).
Bagan I.1 Praktik Transaksi Mudharabah
Sumber: Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No: 91/Kep/M.KUKM.IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah
Pembiayaan musyarakah (syirkah), adalah suatu bentuk akad kerjasama
perniagaan antara beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya dalam
suatu usaha, dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta dalam
pelaksanaan manajemen usaha tersebut. Keuntungan dibagi menurut proporsi
penyertaan modal atau berdasarkan kesepakatan besama. Musyarakah dapat
diartikan pula sebagai percampuran dana untuk tujuan pembangian keuntungan
(Susanto, 2008:286).
Pembiayaan musyarakah terdiri dari 5 macam yakni syirkah muwafadah,
syirkah inan, syirkah wujuh, syirkah abdan, serta syirkah mudharabah. Dari
seluruh jenis atau variasi produk musyarakah (syirkah) ditersebut, syirkah inan
yang paling tepat untuk diimplementasikan dalam produk pembiayaan lembaga
Anggota Akad Mudharabah
KSP/USP
Tenaga Kerja Modal
PROYEK/ USAHA
X % Nisbah Keuntungan X % Nisbah
32
keuangan syari’ah. Syirkah inan ini biasanya diperuntukkan untuk pembiayaan
proyek dimana mitra dari lembaga keuangan syari’ah sama-sama menyediakan
modal untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek selesai mitra
mengembalikan dana tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati bersama
(Susanto, 2008:287).
Bagan I.2 Praktik Transaksi Musyarakah
Sumber: Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No: 91/Kep/M.KUKM.IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah.
Dalam Islam terdapat tiga konsep jual beli yang populer antara lain adalah
murabahah, salam dan istisna. Murabahah adalah jual beli barang pada harga
asal (harga perolehan) dengan tambahan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh
keduabelah pihak (penjual dan pembeli). Karakteristiknya adalah penjual harus
memberitahu berapa harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya (Supadie, 2013:58).
Dari pengertian diatas, maka lembaga keuangan syari’ah dapat
mengimplementasikan pada produk penyaluran dana, yakni untuk penjualan
barang-barang investasi dengan kontrak jangka pendek dan sekali akad, model ini
KSP/USP
X % Nisbah
Keuntungan PROYEK/USAHA
X % Nisbah
Repayment
ANGGOTA
Modal dan Tenaga Kerja
Modal
33
paling banyak dipergunakan dalam lembaga keuangan syari’ah oleh karena
administrasinya yang sederhana. Dalam lembaga keuangan konvensional layanan
ini dikenal dengan istilah kredit investasi.
Bagan I.3 Praktik Transaksi Murabahah
Sumber: Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No: 91/Kep/M.KUKM.IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah
Salam (salaf) adalah akad pembelian (jual-beli) yang dilakukan dengan
cara, pembeli melakukan pemesanan pembelian terlebih dahulu atas barang yang
dipesan atau diinginkan dan melakukan pembayaran dimuka atas barang tersebut,
baik dengan cara pembayaran sekaligus ataupun dengan cara mencicil, yang
keduanya harus diselesaikan pembayarannya (dilunasi) sebelum barang yang
dipesan atau diinginkan diterima kemudian. Penghantaran barang atau delivery
dilakukan dengan cara ditangguhkan (Kemenkop RI, 2004:61).
Akad salam ini dipergunakan untuk membiayai produk (terutama)
pertanian dalam jangka pendek (kurang atau sama dengan 6 bulan), namun di
dalam praktik terhadap barang-barang yang mempunyai spesifikasi jelas (kualitas
BMT
Anggota
Suplier / Toko
Bayar Cicilan
Bayar Tunai
Kirim Barang
Akad Jual Beli
34
dan kuantitas) dapat juga dibiayai dengan produk salam ini, seperti produk
garment (pembuatan pakaian jadi).
Istisna adalah akad bersama pembuat (produsen) untuk suatu pekerjaan
tertentu dalam tanggungan, atau akad jual beli suatu barang yang akan dibuat
terlebih dahulu oleh pembuat (produsen) yang juga sekaligus menyediakan
kebutuhan bahan baku barangnya. Jika bahan baku disediakan oleh pemesan, akad
ini menjadi akad ujrah (upah) (Kemenkop RI, 2004:65).
Produk istisna dapat diimplementasikan untuk transaksi jual-beli yang
prosesnya dilakukan dengan cara pemesanan barang terlebih dahulu (pembeli
menugasi penjual untuk membuat barang sesuai spesifikasi tertentu, seperti pada
proyek konstruksi) dan pembayaran dapat dilakukan dimuka, cicilan, atau
ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.
Piutang ijarah adalah pemilikan hak atas manfaat dari penggunaan sebuah
asset sebagai ganti dari pembayaran. Pengertian sewa (ijarah) adalah sewa atas
manfaat dari sebuah asset, sedangkan sewa-beli (ijarah wa iqtina) atau disebut
juga ijarah muntahiya bi tamlik adalah sewa yang diakhiri dengan pemindahan
kepemilikan (Susanto, 2008:272).
Dalam transaksi ijarah yang menjadi obyek adalah penggunaan manfaat
atas sebuah asset, dan salah satu rukun ijarah adalah harga sewa. Dengan
demikian ijarah sesungguhnya bukan kelompok dari jual beli. Di dalam
implementasi produk ijarah, lembaga keuangan syari’ah banyak menerapkan
produk ijarah muntahiya bit tamlik atau wa iqtina dan mengelompokkan produk
ini kedalam akad jual beli, karena memberikan pilihan kepada penyewa untuk
35
membeli asset yang disewa pada akhir masa sewa. Hal ini disebabkan untuk
proses kemudahan disisi operasional lembaga keuangan syari’ah dalam hal
pemeliharaan asset pada masa atau sesudah sewa.
Bagan I.4 Praktik Transaksi Ijarah
Sumber: Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No: 91/Kep/M.KUKM.IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah
Transaksi dalam konsep ekonomi syari’ah, selain menggunakan dua
sistem utama yaitu bagi hasil dan jual beli juga menggunakan sistem pinjaman.
Akad dalam sistem ini adalah qardul hasan. Pinjaman qardul hasan adalah bentuk
pinjaman kebijakan atau pembiayaan yang diberikan kepada usaha mikro kecil
dan menengah yang mengalami keterbatasan modal namun usahanya memiliki
peluang untuk berkembang. Pinjaman qardul hasan tidak dikenakan bagi hasil,
sehingga peminjam hanya berkewajiban mengembalikan pokok modal saja. Selain
itu yang bersangkutan dianjurkan agar mengeluarkan infaq sesuai dengan
kemampuannya (Supadie, 2013:106).
BMT
Anggota
Pemilik Manfaat
Bayar Cicilan
Bayar Tunai
Serahkan Manfaat
Akad Sewa
36
4. Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (BMT)
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) adalah lembaga keuangan mikro yang
dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (syari’ah), menumbuhkembangkan bisnis
usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta
membela kepentingan fakir miskin.
Secara konsepsi, BMT adalah suatu lembaga yang didalamnya mencakup
dua jenis kegiatan sekaligus, yaitu: 1. kegiatan mengumpulkan kekayaan dari
berbagai sumber seperti zakat, infaq dan sedekah, dan lain-lain yang dapat
dibagikan atau disalurkan kepada yang berhak dalam mengatasi kemiskinan, 2.
kegiatan produktif dalam rangka menciptakan nilai tambah baru dan mendorong
pertumbuhan ekonomi yang bersumber daya manusia (Sumiyanto, 2004:56).
BMT berupaya mengkombinasikan unsur-unsur iman, taqwa, uang, materi
secara optimum sehingga diperoleh efisiensi dan produktifitas. Dengan demikian
membantu para anggotanya untuk dapat bersaing secara efektif. Semakin besar
nilai tambah baru yang dapat diciptakan, maka besar dana yang dapat disalurkan
kepada sayap solidaritas dan semakin cepat teratasi kemiskinan di sekitar lokasi
BMT.
Pertumbuhan ekonomi terkait langsung dalam skala mikro dengan upaya
mengatasi kemiskinan materi dan kemiskinan non materi baik melalui kegiatan
yang padat karya maupun melalui hasil-hasil yang diperoleh. Perekonomian
rakyat, selalu menjadi persoalan penting di Indonesia. Persoalan ini sejak
Indonesia dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan, yang hingga kini belum
ditemukan titik terangnya. Oleh karena itu, persoalan yang selalu muncul adalah
37
bagaimana cara menyelesaikan krisis yang tak kunjung selesai ini. Salah satu
jawabannya adalah menggiatkan sektor riil masyarakat. Perekonomian rakyat
merupakan sektor perekonomian yang bersifat liat dan kenyal, tahan banting dan
tangguh terhadap benturan krisis. Akan tetapi, kehadirannya tidak pernah
mendapatkan perhatian secara sungguh-sungguh. Dengan sifat ekonomi
kerakyatan tersebut, apabila diperhatikan secara sungguh-sungguh, maka dapat
menjadi soko guru atau tiang penyangga ekonomi Indonesia yang semakin baik.
Dengan demikian, jika hal ini dilakukan, maka perlu lembaga yang dapat
mengakomodasi antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang
memiliki dana. Dana atau modal inilah yang digunakan untuk menggiatkan sektor
riil atau ekonomi rakyat.
Kehadiran BMT diharapkan mampu menjadi sarana dalam menyalurkan
dana untuk usaha bisnis kecil dengan mudah dan bersih, karena didasarkan pada
kemudahan dan bebas riba atau bunga, memperbaiki atau meningkatkan taraf
hidup masyarakat bawah, lembaga keuangan alternatif yang mudah diakses oleh
masyarakat bawah, dan bebas bunga atau riba. Lembaga BMT diharapkan mampu
memberdayakan ekonomi umat, mengentaskan kemiskinan serta meningkatkan
produktivitas anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Sebagai lembaga keuangan berbasis syari’ah BMT mempunyai visi yakni
mengarah pada upaya untuk mewujudkan suatu lembaga yang mampu
meningkatkan kualitas ibadah anggota (ibadah dalam arti yang luas), sehingga
mampu berperan sebagai wakil-pengabdi Allah SWT, memakmurkan kehidupan
anggota pada khusunya dan masyarakat pada umumnya. (Ridwan, 2006:3)
38
Titik tekan perumusan BMT adalah mewujudkan lembaga yang
profesional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah. Ibadah harus dipahami
dalam arti yang luas, yakni tidak saja mencakup aspek ritual peribadatan seperti
sholat misalnya, tetapi lebih luas dari itu mencakup segala aspek kehidupan.
Sehingga setiap kegiatan BMT harus berorientasi pada upaya mewujudkan
ekonomi yang lebih adil dan makmur.
Berdirinya BMT mempunyai misi membangun dan mengembangkan
tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran,
berkemajuan, berlandaskan syari’ah. Sehingga BMT berorientasi pada
pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi
Islam. Masyarakat ekonomi kelas bawah mikro harus didorong untuk
berpartisipasi dalam modal melalui simpanan penyertaan modal, sehingga mereka
dapat menikmati hasil-hasil BMT (Sumiyanto, 2004:56)
Terdapat kepentingan yang sama dari dua sisi struktur sosial yang
berlawanan. Yakni struktur masyarakat berada (orang kaya) dengan struktur
masyarakat miskin. BMT akan berperan dalam menjembatani atau menjadi
mediator kebutuhan keduanya. Kelompok berada (the haves) didorong untuk
membantu sesama dengan dana yang dimilikinya, dan kelompok miskin didorong
untuk bertanggung jawab terhadap pinjaman dan kesungguhan untuk
mengembangkan usahanya. Akhirnya akan tercipta hubungan sinergis yang saling
menguntungkan serta dapat mengurangi kesenjangan sosial.
BMT merupakan lembaga mikro yang dioperasikan dengan prinsip
syari’ah sehingga didirikannya BMT bertujuan meningkatkan kualitas usaha
39
ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Dengan adanya BMT diharapkan dapat menumbuhkembangkan bisnis
usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela
kepentingan kaum fakir miskin.
Pendirian BMT sebagai lembaga keuangan mikro mempunyai semangat
kekeluargaan bagi anggota yang membutuhkan. BMT bersifat usaha bisnis,
mandiri dan ditumbuhkembangkan secara swadaya dan dikelola secara
profesional. Aspek baitul maal, dikembangkan untuk kesejahteraan anggota
terutama dengan penggalangan dana ZISWA (zakat, infaq, sedekah, waqaf, dan
lain-lain) seiring dengan penguatan kelembagaan BMT. Manajemen bisnis yang
profesional menjadi kata kunci dalam mengelola BMT. Aspek sosial BMT (baitul
maal) berorientasi pada peningkatan kehidupan anggota yang tidak mungkin
dijangkau dengan prinsip bisnis. Pada tahap awal, kelompok anggota ini,
diberdayakan dengan stimulan dana zakat, infaq, dan sedekah, kemudian setelah
dinilai mampu harus dikembangkan usahanya dengan dana bisnis atau komersial,
dana zakat hanya bersifat sementara. Dengan pola ini, penerima manfaat dana
zakat diharapkan akan terus bertambah. Manajemen pengelolaan dana ZIZWA ini,
juga harus dilakukan dengan prinsip bisnis. Baitul maal tidak dapat dikelola
secara tradisional. Pengelolaan secara bisnis atas lembaga sosial, akan
mempercepat perkembangan lembaga tersebut dengan sendirinya, penerima
manfaatnya akan semakin banyak.
Dalam mencapai tujuannya, BMT berfungsi:
40
1. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong dan
mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota, dan
daerah kerjanya.
2. Meningkatkan kualitas SDI (sumber daya insani) anggota dan Pokusma
menjadi lebih profesional dan Islami sehingga semakin utuh dan tangguh
dalam menghadapi persaingan global.
3. Menggalang dan memobilisir potensi masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan anggota.
4. Menjadi perantara keuangan (financial intermediary) antara aghniya
sebagi shahibul maal dengan du’afa sebagai mudharib, terutama untuk
dana-dana sosial seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, dan hibah.
5. Menjadi perantara keuangan (financial intermediary), antara pemilik
dana (shahibul maal), baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan
pengguna dana (mudharib) untuk pengembangan usaha produktif.
(Ridwan, 2006:8-9)
5. Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah dan Pemberdayaan Masyarakat.
Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu
yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan
menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan
sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Suharto,
2005: 59).
41
Dalam praktiknya, pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui tiga
cara (Raharjo dan Rinakit, dalam Sunartiningsih (ed), 2004 : 112-113) yaitu:
Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat untuk berkembang. Kondisi ini berdasarkan asumsi bahwa setiap
individu dan masyarakat memiliki potensi untuk dapat dikembangkan. Hakekat
dari kemandirian dan keberdayaan masyarakat adalah munculnya keyakinan
bahwa masyarakat memiliki potensi untuk mengorganisasikan dirinya sendiri dan
potensi kemandirian tiap individu perlu diberdayakan. Proses pemberdayaan
masyarakat berakar kuat pada proses kemandirian tiap individu yang kemudian
meluas dalam keluarga, serta kelompok masyarakat.
Kedua, memperkuat potensi dan daya yang dimiliki oleh masyarakat
melalui langkah yang nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan sarana
dan prasarana baik fisik maupun sosial yang dapat diakses oleh masyarakat
lapisan paling bawah. Terbukanya akses pada berbagai peluang akan membuat
rakyat makin berdaya, seperti tersedianya lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan
dan pengembangan usaha ekonomi serta pemasaran bagi masyarakat desa.
Ketiga, memberdayakan rakyat dalam arti melindungi dan membela
kepentingan masyarakat lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah
jangan sampai yang lemah bertambah lemah atau mungkin terpinggirkan dalam
menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada
yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat.
Melindungi dan membela harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak imbang dan eksploitasi atas yang lemah.
42
Lembaga keuangan mikro dengan karakteristik dan prinsip-prinsip
operasionalnya yang berbeda dari lembaga perbankan dapat menunjukkan dan
memainkan peran yang lebih besar dalam upaya pemberdayaan rakyat dan dengan
tetap mengacu pada prinsip kehati-hatian dan hal-hal penting lainnya. Dengan
demikian lembaga keuangan mikro mampu memerankan diri sebagai lembaga
yang berfungsi untuk memobilisasi dana dan menyalurkan investasi dan
pembiayaan kepada masyarakat secara efektif dan efisien.
Pemberdayaan ekonomi rakyat harus mengacu pada bagaimana
membangun kemampuan masyarakat, memberikan ruang gerak bagi masyarakat
agar berpartisipasi dan emansipasi dengan jalan memilih, menentukan dan
melaksanakan pilihan-pilihan mereka melalui serangkaian kegiatan riil yang dapat
membantu meningkatkan produktifitas ekonomi mereka untuk memperbaiki taraf
kehidupan dari yang baik menjadi lebih baik atau dari kurang baik menjadi baik.
Ekonomi rakyat adalah suatu sistem ekonomi partisipatif yang
memberikan akses yang fair dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat dalam
proses produksi, distribusi, dan konsumsi nasional, tanpa harus mengorbankan
fungsi sumber daya alam dan lingkungan sebagai sistem pendukung kehidupan
masyarakat secara berkelanjutan (Nasution, dalam Muhammad, 2005:115)
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dijabarkan bahwa ekonomi rakyat
pada dasarnya merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang bertumpu pada sektor
riil, yang mampu menyerap potensi dan sumber daya yang ada dan tersedia di
masyarakat setempat secara swadaya, dan hasilnya ditujukan untuk kemakmuran
seluruh anggota masyarakat, bahkan untuk orang-seorang atau kelompok tertentu.
43
Dalam mengembangkan ekonomi rakyat yang bertumpu pada sektor riil
maka diperlukan langkah-langkah, yaitu; Pertama, mereka telah mempunyai
kegiatan ekonomi produktif sehingga kebutuhannya adalah pengembangan dan
peningkatan kapasitas, bukan penumbuhan sehingga lebih mudah dan pasti;
Kedua, apabila kelompok ini diberdayakan secara tepat, mereka akan secara
mudah berpindah menjadi sektor usaha kecil; Ketiga secara efektif mengurangi
kemiskinan dan pengangguran yang dialami oleh kebanyakan masyarakat
(Ismawan, dalam Muhammad, 2005:118)
Pemberdayaan melalui pengembangan ekonomi rakyat berarti berupaya
melindungi atau mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta
menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang maju dengan yang belum
maju (Beni, dalam Muhammad, 2005:112).
Pemberdayaan guna mendorong peningkatan ekonomi rakyat dapat
ditingkatkan dengan mengefektifkan program pendampingan usaha. Mengatasi
masalah manajemen dan ketrampilan untuk meningkatkan kinerja industri kecil
dan industri rumah tangga dapat ditempuh dengan cara meningkatkan dan
mengefektifkan bimbingan, penyuluhan dan pelatihan seperti di bidang
manajemen dan ketrampilan kerja (Iswandi, dalam Supadie, 2013:119)
Pembangunan yang tidak berpihak pada rakyat selama ini telah
menimbulkan berbagai problem kompleks, seperti tingkat pengangguran yang
tinggi, kemiskinan yang memprihatinkan, produktifitas dan kualitas tenaga kerja
yang rendah, hingga hancurnya usaha kecil dan menengah yang menjadi tumpuan
rakyat (Hamid dan Anto, 2000:1)
44
Kekuatan lembaga keuangan mikro untuk memberdayakan ekonomi rakyat
adalah pada penyediaan pembiayaan murah yang merupakan faktor penting untuk
mendorong kegiatan dan perkembangan ekonomi. Dalam memberdayakan
ekonomi rakyat perolehan modal pembiayaan yang murah merupakan keinginan
dari para pengusaha kecil.
BMT sebagai lembaga keuangan mikro syari’ah memiliki dua aktivitas
utama yaitu: Pertama, sebagai bait al mal yaitu lembaga penerimaan dan
pengelolaan zakat, infak dan sedekah (ZIS) dari masyarakat untuk didistribusikan
kepada yang berhak menerima (mustahiq) dan mengefektifkan penggunaan lain
yang produktif guna menopang kesejahteraan masyarakat khususnya golongan
lemah (dhu’afa). Kedua, sebagai bait tamwil yaitu aktivitas ekonomi dengan
kegiatan utama menyediakan pembiayaan syari’ah yaitu pembiayaan yang bebas
dari riba bagi usaha mikro dan kecil (Supadie, 2013:15)