Wujud Penerapan Asta Dikpala

download Wujud Penerapan Asta Dikpala

of 12

description

penerapan asta dikpala dalam kota trowulan

Transcript of Wujud Penerapan Asta Dikpala

WUJUD PENERAPAN ASTA DIKPALADALAM TATA RUANG MAKRO

1. KOTA TROWULAN

Situs Trowulanadalah satu kawasan di KecamatanTrowulan, KabupatenMojokerto, ProvinsiJawa Timur, tempat ditemukannya banyak peninggalan kuna. Diduga kuat, situs ini adalah salah satu bekas ibukota kerajaanMajapahit. KitabNegarakertagamamenyebutkan deskripsi puitis mengenai keraton Majapahit dan lingkungan sekitarnya, tetapi penjelasannya hanya terbatas pada perihal upacara kerajaan dan keagamaan. Detil keterangannya tidak jelas, beberapa ahli arkeologi yang berusaha memetakan ibu kota kerajaan ini muncul dengan hasil yang berbeda-beda. Penelitian dan penggalian di Trowulan pada masa lampau dipusatkan pada peninggalan monumental berupa candi, makam, dan petirtaan (pemandian). Belakangan ini penggalianarkeologitelah menemukan beberapa peninggalan aktivitas industri, perdagangan, dan keagamaan, serta kawasan permukiman dan sistem pasokan air bersih. Semuanya ini merupakan bukti bahwa daerah ini merupakan kawasan permukiman padat pada abad ke-14 dan ke-15. MenurutPrapancadalam kitab Negarakertagama; keraton Majapahit dikelilingi tembok bata merah yang tinggi dan tebal. Di dekatnya terdapat pos tempat para punggawa berjaga. Gerbang utama menuju keraton (kompleks istana) terletak di sisi utara tembok, berupa gapura agung dengan pintu besar terbuat dari besi berukir. Di depan gapura utara terdapat bangunan panjang tempat rapat tahunan para pejabat negara, sebuah pasar, serta sebuah persimpangan jalan yang disucikan.Masuk ke dalam kompleks melalui gapura utara terdapat lapangan yang dikelilingi bangunan suci keagamaan. Pada sisi barat lapangan ini terdapat pendopo yang dikelilingi kanal dan kolam tempat orang mandi. Pada ujung selatan lapangan ini terdapat jajaran rumah yang dibangun diatas teras-teras berundak, rumah-rumah ini adalah tempat tinggal paraabdi dalemkeraton. Sebuah gerbang lain menuju ke lapangan ketiga yang dipenuhi bangunan danbalairungagung. Bangunan ini adalah ruang tunggu bagi para tamu yang akan menghadap raja.Kompleks istana tempat tinggal raja terletak di sisi timur lapangan ini, berupa beberapa paviliun atau pendopo yang dibangun di atas landasan bata berukir, dengan tiang kayu besar yang diukir sangat halus dan atap yang dihiasi ornamen dari tanah liat. Di luar istana terdapat kompleks tempat tinggal pendetaShiwa, bhiksuBuddha, anggota keluarga kerajaan, serta pejabat dan ningrat (bangsawan). Lebih jauh lagi ke luar, dipisahkan oleh lapangan yang luas, terdapat banyak kompleks bangunan kerajaan lainnya, termasuk salah satunya kediaman Mahapatih Gajah Mada. Sampai disini penggambaran Prapanca mengenai ibu kota Majapahit berakhir.Sebuah catatan dari China abad ke-15 menggambarkan istana Majapahit sangat bersih dan terawat dengan baik. Disebutkan bahwa istana dikelilingi tembok bata merah setinggi lebih dari 10 meter serta gapura ganda. Bangunan yang ada dalam kompleks istana memiliki tiang kayu yang besar setinggi 10-13 meter, dengan lantai kayu yang dilapisi tikar halus tempat orang duduk. Atap bangunan istana terbuat dari kepingan kayu (sirap), sedangkan atap untuk rumah rakyat kebanyakan terbuat dariijukataujerami.Sebuah kitab tentang etiket dan tata cara istana Majapahit menggambarkan ibu kota sebagai: "Sebuah tempat disitu kita tidak usah berjalan melalui sawah".Reliefcandidari zaman Majapahit tidak menggambarkan suasana perkotaan, akan tetapi menggambarkan kawasan permukiman yang dikelilingi tembok. Istilah 'kuwu' dalam Negarakertagama dimaksudkan sebagai unit permukiman yang dikelilingi tembok, tempat penduduk tinggal dan dipimpin oleh seorangbangsawan. Pola permukiman seperti ini merupakan ciri kota pesisir Jawa abad ke-16 menurut keterangan para penjelajah Eropa. Diperkirakan ibu kota Majapahit tersusun atas kumpulan banyak unit permukiman seperti ini.

Dalam perencanaan ruang tata kota Trowulan disebutkan bahwa menggunakan konsep Asta Dikpala.

KUWERA

BAYUISANA

BRAHMABARUNAINDRA

AGNI

NIRRTI

YAMA

Jika diperhatikan dari fungsi bangunanya, dan dicocokan dengan fungsi masing-masing dewa asta dikpala. Maka terjadi kecocokan. Berikut penjelasan masing-masing bangunhan. 1. Dewa Kuwera Dewa Kuwera adalah dewa kekayaan. Menjaga arah utara. Pendopo Agung adalah pusat Kerajaan Majapahit, karena Pendopo sebagai pusatnya, jadi pendopo harus menghadap ke utara agar Kerajaan Majapahit banyak mendapat penghasilan.

2. Dewa Isana Dewa Isana adalah dewa tertinggi. Nama lain dewa Isana adalah dewa Siwa. Menjaga arah Timur Laut. Candi Tikus merupakan tempat petirtaan di kompleks pusat pemerintahan Majapahit. Bangunan utamanya terdiri dari 2 tingkat. Candi ini dihubungkan dengan keterangan Mpu Prapanca dalam kitab Nagarakretagama, bahwa ada tempat untuk mandi raja dan upacara-upacara tertentu yang dilaksanakan di kolam-kolamnya. Arsitektur bangunan melambangkan kesucian Gunung Mahameru sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Menurut kepercayaan Hindu, Gunung Mahameru merupakan tempat sumber air Tirta Amerta atau air kehidupan, yang dipercaya mempunyai kekuatan magis dan dapat memberikan kesejahteraan, darimitos air yang mengalir di Candi Tikus dianggap bersumber dari Gunung Mahameru. Gunung Mahameru adalah tempatnya dewa Siwa atau Dewa Isana.

3. Dewa Indra Dewa Indra adalah dewa cuaca. Menjaga arah timur

4. Dewa YamaDewa Yama Berfungsi sebagai dewa api. Menjaga arah tenggara. Kompleks Pemakaman Cina menghadap kearah selatan.

5. Dewa Nirrti Dewa Nirrti adalah dewa kesedihan yang menjaga arah Barat Daya.

6. Dewa BarunaDewa Baruna adalah Dewa Laut, yang menjaga arah Barat. Kolam Segaran menghadap ke arah barat.

7. Dewa Bayu Dewa Bayu adalah dewa angin, yang menjaga arah Barat Laut.

8. Dewa AgniDewa Agni adalah dewa api. Yang menjaga arah tenggara.

1. Candi Wringin Lawang

Gapura Wringin Lawang ada di Dukuh Wringin Lawang, Desa Jati Pasar, Kec. Trowulan Mojokerto.Dari jalan raya Mojokerto-Jombang masuk kearah selatan 200-an meter. Gapura Wringin Lawang merupakan bangunan kuno bentuk Gapura Belah yang tidak memiliki atap (Tipe Candi Bentar).Gapura ini diperkirakan sebagai pintu gerbang masuk salah satu kompleks bangunan yang berada di kota Mojopahit tersusun dari susunan bata yang kini menjadi platform gapura di Jawa Timur. Gapura Wringin Lawang juga disebut juga candi Jati Purno, yang terletak di Desa Jati Pasar (dulu merupakan pasar kerajaan Majapahit). Sebutan yang digunakan terkadang Gapura, terkadang candi.

Disebut Wringin Lawang karena bentuknya seperti pintu (lawang) dan di dekatnya tumbuh sepasang pohon beringin. Bangunan terrbuat dari bahan bata merah dan dalam keadaan polos tanpa hiasan. Bentuk bangunan seperti sebuah candi yang dibelah menjadi dua, dari atas ke bawah, sama bentuk dan kemudian di letakkan renggang. Bagian atap tidak tertutup. Bentuk gapura seperti itu disebut model Candi Bentar atau Gapura Gapit atau Gapura Belah.

Tinggi gapura 13,70 meter. Pada bagian tertentu gapura telah dikonsolidasi (tambal sulam). Bangunan ini menempati areal tanah seluas 616 M2. Umumnya, orang menghubungkan gapura ini dengan gapura masuk ke ibu kota Majapahit yang terletak di sebelah utara.

Bila demikian, tentunya ambang gapura harus menghadap ke arah utara selatan. Sedang arah hadap gapura Wringin Lawang ini Timur barat, sehingga diduga merupakanpintu gerbang masuk ke kepatihan. Sebab, selain menghadap barat timur, juga letaknya dekat denah pasar dan terpisah dari kraton. Gapura Wringin Lawang ini belum bisa disebut sebagai pintu gerbang utama. Sebab pintu gerbang istana Majapahit berpagar besi dan kereta dapat masuk di tengahnya. Situs gapura Wringin Lawang sampai sekarang masih digunakan oleh masyarakat sekitar yaitu untuk mencari berkah dan untuk selamatan dengan sesaji.Nama Wringin Lawang diambil dari fakta yang ada di temuan awal. Dulu, gapura yang dibuat dari batu bata merah ini diapit oleh pohon beringin di sisi kiri dan kanan. Bangunan ini menghadap ke arah timur dan barat. Bangunan ini berukuran 13X11,5 meter dan tinggi 15,5 meter. berbeda dengan Bajangratu yang bergaya paduraksa,Wringin Lawang bergaya candi bentar. Artinya, candi yang tidak memiliki atap.Jika dilihat dari jauh, orang langsung bisa menebak, Wringin Lawang adalah gerbang keluar masuk dari tempat ke tempat lain.Konon, gapura ini merupakan pintu masuk tamu-tamu kerajaan yang ingin bertandang ke istana. Sebuah ciri arsitektur vernacular yang bertahan berabad-abad lamanya. Gapura ini bernama Wringin Lawang (harafiahnya berarti beringin pintu), karena dulunya terdapat pasangan beringin yang merangkai Gapura membentuk satu jejalur lurus untuk mengarahkan orang-orang yang datang ke Majapahit.

2. Candi Tikus

Candi Tikus merupakan tempat petirtaan di kompleks pusat pemerintahan Majapahit. Bangunan utamanya terdiri dari 2 tingkat. Candi ini dihubungkan dengan keterangan Mpu Prapanca dalam kitab Nagarakretagama, bahwa ada tempat untuk mandi raja dan upacara-upacara tertentu yang dilaksanakan di kolam-kolamnya.Arsitektur bangunan melambangkan kesucian Gunung Mahameru sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Menurut kepercayaan Hindu, Gunung Mahameru merupakan tempat sumber air Tirta Amerta atau air kehidupan, yang dipercaya mempunyai kekuatan magis dan dapat memberikan kesejahteraan, darimitos air yang mengalir di Candi Tikus dianggap bersumber dari Gunung Mahameru.

Candi ini disebut Candi Tikus karenasewaktu ditemukan merupakan tempat bersarangnya tikus yang memangsa padi petani.Di tengah Candi Tikus terdapat miniatur empat buah candi kecil yang dianggap melambangkan Gunung Mahameru tempat para dewa bersemayam dan sumber segala kehidupan yang diwujudkan dalam bentuk air mengalir dari pancuran-pancuran/jaladwara yang terdapat di sepanjang kaki candi. Air ini dianggap sebagai air suci amerta, yaitu sumber segala kehidupan. Candi Tikus merupakan salah satu bangunan yang mempunyai nilai eksotisme tersendiri. Selain memiliki arsitektur yang cukup unik dengan ornamen pada bangunan induk yang dihiasi pancuran air berbentuk makara dan padma, candi tersebuat juga memiliki dua kolam dan saluran-saluran air yang mengandung struktur petirtaan. Adanya pancuran air di Candi Tikus ( jaladwara ) yang berbentuk makara dan padma, makara merupakan perubahan bentuk tunas-tunas yang keluar dari bonggol teratai, sedangkan padma merupakan teratai itu sendiri. Menurut Bernet Kempers (1954:210), Candi Tikus merupakan replika atau simbolis Gunung Meru. Hal itu terkait dengan konsep religi yang melatarbelakangi bangunan candi, di samping itu model bangunan Candi Tikus yang makin ke atas makin mengecil dan pada bangunan induk seakan-akan terdapat puncak utama yang dikelilingi oleh delapan puncak yang lebih kecil, menurut Bernet, model tersebut ada kemiripan tersendiri dengan bentuk utuh Gunung Meru. Secara mitologi, Gunung Meru selalu dihubungkan dengan air kehidupan yang dipercaya mempunyai kekuatan magis dalam memberi kekuatan pada semua makhluk hidup. Kepercayaan ini lahir dari konsep Hindu-Buddha yang meyakini gunung tersebut sebagai pusat kehidupan, yang kemudian termanefestasikan dalam bentuk bangunan candi, pemahaman itu hingga dewasa ini masih dikultuskan oleh segenap masyarakat tradisionalis.Perpaduan konsep Hindu-Buddha dalam bangunan Candi Tikus yang sudah kadung mendarah daging membentuk pola pemikiran dan perilaku masyarakat Jawa. Secara teoritis sebenarnya masyarakat berhasil membangun tempat pemujaan merupakan suatu kebanggaan tersendiri karena tempat tersebut dipercaya sebagai sarana untuk bersua dengan Sang Penciptanya atau sebagai sarana komunikasi dengan Tuhan yang diyakininya.Lahirnya kebanggaan tersebut secara tidak langsung merupakan percikan dari rasa cinta manusia terhadap zat yang menciptakannya, jangan heran jika kemudian Candi Tikus juga dipersepsikan sebagai salah satu petirtaan tempat diadakannya prosesi upacara-upacara tertentu sebab selain sebagai petirtaan, candi itu juga memilik dimensi religi yang sangat kental tergambar dalam model bangunannya.

3. KOLAM SEGARAN

Kolam Segaran terletak di Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, tepatnya di sebelah timur laut Museum Purbakala Trowulan, di tepi jalan desa jurusan Trowulan-Pakis.

Bangunan berupa sebuah kolam yang sangat luas kemudian disebut disebut Segaran.(segaran berasal dari segara=laut berakhiran an = buatan). seluas 800 meter X 500 meter keberadaan Kolam Segaran usianya tidak kurang dari 800 tahun.

Kolam besar berbentuk persegi panjang yang seluruh sisinya dibangun dari batubata berwarna merah darah yang tertata rapi Ditemukan kembali dari timbunan tanah pada tahun 1926 olehIr. Henri Maclaine Pront,yaitu arsitek berkebangsaan Belanda yang pernah mendirikan Museum Trowulan (lama), serta perhatiannya cukup besar dalam penelitian bekas kota Majapahit.

Kolam yang airnya tak pernah kering inidipercaya masyarakat sebagai tempat mandi para prajurit Majapahit. Oleh para ahli sejarah, Kolam Segaran diyakini sebagai salah satu bukti keberadaan kerajaan terbesar di nusantara di samping Sriwijaya di Sumatera.

Konon bahkan Trowulan merupakan pusat kerajaan yang wilayahnya membentang dari Pulau Madagaskar di sebelah barat hingga gugusan kepulauan Polynesia di sebelah timur Propinsi Papua Bangunan yang ada sekarang adalah hasil pemugaran yang dimulai pada tahun 1974 dan dikerjakan selama kurang lebih 10 tahun, jadi selesai pada tahun 1984. Dari jumlah keseluruhan batu bata kolam sebanyak 8589 m3 yaitu sejumlah 412.200 buah, 43%nya (3692 m3) sebanyak 177.200 buah di antaranya dipasang ulang.

Selama pemugaran berlangsung terutama sewaktu diadakan penggalian kepurbakalaan, tidak ditemukan benda-benda yang berarti kecuali sebuah mata kail emas, kepingan tulang-tulang, sebuah pegangan tutup dari tanah liat dan sebuah lumpang batu kecil.

Luas kolam segaran keseluruhan menempati areal 6,50 ha. Bangunan memanjang dari utara ke selatan sepanjang 375 m, lebar 175 m, tinggi tembok 2,88 dengan ketebalan dinding 1,60 meter.

Pintu masuk kolam yang sekaligus berfungsi sebagai pintu keluar terdapat di bagian barat, di sini terdapat teras yang berukuran panjang 10,40 meter,lebar 8,40 meter dengan tangga turun yang berupa undak-undakan selebar 3,50 meter. Kalau dahulu kolam memperoleh air dari sungai kecil yang berada di bagian barat laut, kini saluran air masuk dipindahkan di sudut tenggara. Entah ada hubungannya atau tidak, perilaku masyarakat sekitar kolam yang suka berburu mujahir itu sering dikaitkan dengan mitos bongkahan emas di dasar kolam.

Pada musim hujan, kolam itu dipenuhi air antara 1,5 hingga 2 meter. "Itu di bagian tepi, di tengah mungkin lebih dalam,"Warga sekitar kola m itu percaya, dulu, Kolam Segaran sering digunakan para bangsawan kerajaan Majapahit, bangsawan Belanda dan saudagar-saudagar China bersenang-senang.

Kolam itu juga sering digunakan sebagai tempat penjamuan para tamu yang datang dari negeri seberang. Kolam ini juga disebut sebagai kolam peninggalan sejarah terbesar yang pernah ditemukan di Indonesia. Bayangkan, kolam itu berluas 6,5 hektar atau berukuran 375x175 meter.

Sementara dinding yang membatasi kolam berukuran 1,6 meter dan tinggi 2,88 meter.Konon, di kolam tersebut keluarga kerajaan menghibur tamu-tamu kerajaan dengan perlengkapan makan istana dari emas yang dibuang ke dalam kolam seusai jamuan. Cerita tersebut sekaligus menggambarkan betapa kayanya Majapahit saat itu.Hampir semua bangunan tersebut terbuat dari bata merah. Dapat dibayangkan ketika masih dalam kondisi utuh tentunya memberikan kemegahan tersendiri dengan warna merahnya yang menyala. Konstruksi batu bata yang digunakan sebagai pembatas atau dinding kolam juga terbilang unik. Karena penataan batu-batu itu tak menggunakan perekat tapi digosokkan hingga melekat satu sama lain.

Tetapi, ada teori lain yang mengemukakan jika Kolam Segaran merupakan reservoir cadangan air kota, bukti system irigasi yang dirancang para urban planner Majapahit untuk menjamin ke-gemah ripah-an negara mereka yang lekat dengan pertanian. Korelatif memang, ketika di sekitarnya masih banyak ditemukan sisa kanal-kanal pengairan yang terhubung dengan sungai Brantas.

4. CANDI BAJANG RATU

Gapura Bajang Ratuatau juga dikenal dengan namaCandi Bajang Ratuadalah sebuahgapura/candipeninggalanMajapahityang berada diDesa Temon,Kecamatan Trowulan,Kabupaten Mojokerto,Jawa Timur,Indonesia. Bangunan ini diperkirakan dibangun padaabad ke-14dan adalah salah satu gapura besar pada zaman keemasan Majapahit. Menurut catatanBadan Pelestarian Peninggalan PurbakalaMojokerto, candi / gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk bagibangunansuci untuk memperingatiwafatnyaRajaJayanegarayang dalamNegarakertagamadisebut "kembali ke duniaWisnu" tahun 1250Saka(sekitar tahun1328M). Namun sebenarnya sebelum wafatnya Jayanegara candi ini dipergunakan sebagai pintu belakang kerajaan. Dugaan ini didukung adanyarelief"Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan penglepasan dan sampai sekarang di daerah Trowulan sudah menjadi suatu kebudayaan jika melayat orang meninggal diharuskan lewat pintu belakangLokasi Candi Bajang Ratu berletak relatif jauh (2km) dari dari pusatkanalperairan Majapahitdi sebelahtimur, saat ini berada diDusun Kraton,Desa Temon, berjarak cukup dekat (0,7 km) denganCandi Tikus. Alasan pemilihan lokasi ini oleharsitekkerajaan Majapahit, mungkin untuk memperoleh ketenangan dan kedekatan dengan alam namun masih terkontrol, yakni dengan bukti adanya kanal melintang di sebelah depan candi berjarak kurang lebih 200 meter yang langsung menuju bagian tengah sistem kanal Majapahit, menunjukkan hubungan erat dengan daerah pusat kota Majapahit.Untuk mencapai lokasi Gapura Bajang Ratu, pengunjung harus mengendara sejauh 200 meter dari jalan rayaMojokerto-Jombang, kemudian sampai di perempatanDukuh Ngliguk, berbelok ke arak timur sejauh 3 km, di Dukuh Kraton, Desa Temon,KecamatanTrowulan,KabupatenMojokerto. Di sekitar lokasi Gapura Bajang Ratu di Trowulan (bekas ibukota kerajaan Majapahit) tersimpan banyak peninggalan bersejarah lainnya dari zaman keeemasan saat kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan yang disegani di muka bumi.

5. PENDOPO AGUNGMisteri juga menyelimuti Pendopo Majapahit yang berjarak tidak jauh dari Situs Kedaton di Desa Sentonorejo tersebut.Pendopo Majapahit itu diyakini merupakan pusat kerajaan Majapahit dengan dugaan luasnya yang mencapai besaran kilometer,terbentang ke barat, timur, selatan dan utara dari pendopo.Di belakang pendopo, ada batu miring yang merupakan tempat Gajahmada membaca ikrar "Sumpah Palapa", kemudian di belakangnya merupakan tempat pertapaan dan makam Raden Wijaya.Tempat-tempat bersejarah di Trowulan menyimpan banyak misteri. Tak heran, jika penjaga candi dan juru kunci makam suka melontarkan nasehat ketat buat mereka yang berkunjung ke lokasi. Di belakang Pendopo Agung Trowulan, terdapat tempat bersejarah yang menjadi saksi bisu kelahiran Majapahit. Tempat yang diyakini sebagai petilasan Raden Wijaya ini bernamaPetilasan Panggung.Disinilah Raden Wijaya bertapa sampai akhirnya mendapat wangsit mendirikan kerajaan Majapahit. Selain itu, ditempat ini pula Patih Gajah Mada mengumandangkan Sumpah Palapa, disaksikan Raden Wijaya dan para pengikutnya.

Masuk kompleks petilasan, pengunjung akan melihat bebatuan yang dibentuk layaknya makam. Ruangan itu dihiasi kelambu putih transparan dan beberapa lukisan yang menambah kesakralan Petilasan Panggung. Pada waktu tertentu, khususnya malam Jumat Legi, banyak orang datang untuk berdoa dan mengharap berkah. Tak tanggung-tanggung, mereka berdatangan dari Jakarta, Surabaya bahkan Bali. Pemugaran lokasi Petilasan Panggung dan Pendopo Agung yang dilakukan Ibu Sudarijah pada tahun 1964 dan mantan Pangdam V Brawijaya, Imam Utomo pada tahun 1995, tak mengurangi kekhusukan para pengunjung. Tahun 1985 hingga 1995, Petilasan Panggung sempat tertutup untuk publik. Sejak dinyatakan dibuka kembali, pintu petilasan tidak lagi tertutup dan boleh dimasuki para tamu, kapan saja. Masih di kompleks yang sama, pengunjung juga bisa melihat sebuah tonggak yang menancap di tanah dengan kemiringan kurang lebih 60 derajat.Konon, tonggak ini pernah digunakan sebagai tonggak tempat mengikat gajah dan kuda kendaraan Gajah Mada. Sebuah sumber menyebut, tonggak ini tak bisa dicabut. Untuk meraba panjangnya juga sulit, karena saat digali, tonggak itu seperti tak berpangkal. kompleks bangunan utama berupa Pendopo berbentuk Joglo. Rumah adat Jawa Kuno ini dijaga oleh patung Gadjah Mada yang terletak di sebelah kiri gapura. Di pelataran pendopo, terdapat sejumlah pohon beringin. Daunnya yang lebat membuat halaman menjadi rindang dan berhawa sejuk.

Bahkan, di saat matahari terik pun pendingin alami ini membuat udara tetap sejuk, karena sinar matahari tidak mampu menerobos rimbunan daun. Di belakang pendopo, juga terdapat halaman luas. Pagar setinggi 1,5 meter mengitari halaman yang senyap tertutup rimbun pohon-pohon besar yang tumbuh liar. Sebuah makam panggung lengkap dengan batu nisannya terdapat di halaman yang ditumbuhi rumput liar tak terawat ini.

Makam ini berada di bangunan yang menyerupai pendopo dengan luas sekitar 300 meter persegi. Untuk bisa memasuki ruangan makam, kita harus melewati tirai kain warna putih. Wangi-wangian kembang melati dan kemenyan (dupa) segera tercium begitu kita berada di dalamnya. Tepat di tengah ruangan berukuran 5 x 6 meter, makam dengan pusara itu berada.

Di atas pusara terdapat dua payung bertangkai panjang. Sebuah lukisan yang menggambarkan kekuatan bumi, air, api, dan cahaya pun menghiasi dinding di sisi makam. Sosok laki-laki berbadan kekar mirip Gadjah Mada melambangkan bumi. Lukisan laki-laki berwarna hitam ini tengah memangku sosok putri.

Unsur api digenggam tangan kanan dan sosok putri -- perlambang air -- ada di tangan kiri. Kepala raksasa bumi ini menyangga putri -- perlambang cahaya -- yang membawai semua unsur di bawahnya. Ruangan ini hanya diterangi lampu warna kuning 10 watt, yang membuat kesan angker dan magis. Menurut jurumakam, Sajaduk,makam panggung ini bukanlah makam sungguhan dalam arti tempat persemayaman terakhir manusia. Namun, warga mempercayai tempat ini dulunya merupakan wilayah hutan Tarik sebagai tempat permulaan Raden Wijaya melakukan babad alas yang kemudian menjadi cikal bakal kerajaan Majapahit. "Ada pula yang meyakininya sebagai tempat Gadjah Mada bersemedi,

6. MAKAM PUTRI CAMPA

Terletak di desa Trowulan, kecamatan Trowulan, dapat dicapai dari peremapatan Trowulan ke arah selatan sekitar 500 m, kemudian pada sebuah simpang tiga belok ke timur sejauh lebih kurang 250m. tepatnya bangunan Makam Putri Cempa di sebelah timur Laut Kolam Segara.Makam Putri Cempa dikeramatkan terutama pada hari-hari tertentu yaitu pada malam Selasa Kliwon dan Jumat Legi ramai dipenuhi oleh para wisatawan dalam berbagai keperluan. Nama Putri Cempa adalah nama yang diberikan berdasarkan cerita rakyat.Obyek yang mempunyai nilai kepurbakalaan adalah batu nisan berangka tahun 1370 Saka (1448 M) dalam huruf Jawa Kuno. Nisan berangka tahun tersebut sebanyak dua buah, yang satu terletak di makam utama yaitu di halaman paling belakang di tempat yang letaknya agak tinggi dan sebuah lagi di halaman tengah dalam ukuran lebih kecil.

Yang pertama berukuran, tinggi : 62 cm, lebar ; 43 cm, dan tebal : 13 cm. sedangkan yang kedua, tinggi : 32 cm, lebar : 22 cm, dan tebal : 11 cm. peristiwa apa yang ditandai dengan tahun 1370 Saka tersebut belum dapat dipecahkan. Kemungkinan komplek makam Putri

Cempa adalah makam-makam bangsawan atau Keluarga majapahit yang telah masuk agama islam. kubur panjang dan makam putri Cempa. Keduanya diyakini sebagai makam putri Cempo, yang menurut kisah yang ada, memang sengaja dibuatkan makam palsu karena masalah pertikaian agama saat itu, seperti diketahui dalam buku Dharmo Gandhul, Majapahit dibawah pemerintahan Brawijaya V diserbu oleh anaknya sendiri, Raden Patah dari Demak.