Wound Healing

41
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wound Healing Society (WHS) sebagai suatu yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian kontinitas dan fungsi anatomi. 1 Sedangkan definisi luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan yang disebabkan banyak hal atau berbagai faktor. Efek dari timbulnya luka antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, hingga kematian sel. 1,2 Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta perkembangan awal seluler, merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi, penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat banyak faktor, baik yang bersifat lokal maupun sistemik. 2 Penyembuhan luka (wound healing) secara normal memerlukan tahapan yang terjadi secara simultan pada 1

description

wound healing

Transcript of Wound Healing

Page 1: Wound Healing

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wound Healing Society (WHS)

sebagai suatu yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian

kontinitas dan fungsi anatomi.1 Sedangkan definisi luka adalah rusaknya

kesatuan atau komponen jaringan yang disebabkan banyak hal atau berbagai

faktor. Efek dari timbulnya luka antara lain hilangnya seluruh atau sebagian

fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah,

kontaminasi bakteri, hingga kematian sel.1,2 Tubuh yang sehat mempunyai

kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan

aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta

perkembangan awal seluler, merupakan bagian dari proses penyembuhan.

Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa

bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan.

Akan tetapi, penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat banyak faktor,

baik yang bersifat lokal maupun sistemik.2

Penyembuhan luka (wound healing) secara normal memerlukan tahapan

yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan

subkutissehingga dapat dibedakan penyembuhan pada epidermis dengan

penyembuhan pada dermis, meskipun keduanya terjadi pada saat yang

bersamaan. Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah

penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase

proliferasi dan fase remodelling jaringan yang bertujuan untuk

menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya.

B. Tujuan

1. Memahami teori tentang proses penyembuhan luka

2. Memahami jenis-jenis luka, fase-fase penyembuhan luka, gangguan-

gangguan selama proses penyembuhan luka, dan proses luka yang kronik

1

Page 2: Wound Healing

C. Manfaat

1. Dapat mengaplikasikan teori penyembuhan luka pada klinis

2. Dapat melakukan manajemen luka dengan baik dan legeartis

2

Page 3: Wound Healing

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka

adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ

tubuh lain. Luka akan menimbulkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi

organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi

bakteri dan kematian sel.1,3

Luka memiliki beberapa karakter mekanik di antaranya:

1. Luka memiliki kekuatan yang kecil pada 2-3 minggu pertama (fase

inflamasi dan proliferasi)

2. Pada minggu ke-3, kekuatan luka meningkat karena adanya remodelling

3. Luka memiliki 50% kekuatannya pada saat 6 minggu, dan sisanya dalam

beberapa minggu setelahnya

4. Kekuatan terus bertambah perlahan hingga 6-12 bulan

5. Kekuatan maksimal adalah 75% dari jaringan biasa.

D. Jenis luka

Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :

1. Berdasarkan waktu penyembuhan luka4

a. Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan

proses penyembuhan.

b. Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses

penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

2. Berdasarkan proses terjadinya4

a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen

yang tajam dan kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat

pembedahan.

3

Page 4: Wound Healing

b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu

tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,

perdarahan dan bengkak.

c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan

benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti

peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang

kecil.

e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi

kekuatan regang jaringan.

f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ

tubuh. Biasanya pada bagian awal masuk luka diameternya kecil,

tetapi pada bagian ujung luka biasanya akan melebar.

g. Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang

disebabkan oleh api, atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi,

listrik dan bahan kimia. Kerusakan dapat menyertakan jaringan bawah

kulit.

3. Berdasarkan Derajat Kontaminasi4

a. Luka bersih (Clean Wounds)

Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi,

yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut

berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan

orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan

demikian kondisi luka tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan

terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.

b. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds)

Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran

pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi

terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka

tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi

luka sekitar 3% - 11%.

4

Page 5: Wound Healing

c. Luka terkontaminasi (Contamined Wounds)

Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage

saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka

menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka

terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka

maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

d. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds)

Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung

jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen.

Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi.

Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.

E. Penutupan luka

Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas

kulit sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunan

fungsi. Proses penutupan pada luka terbagi menjadi 3 kategori, tergantung

pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan serta perlakuan pada luka.4,5,6

1. Penutupan luka primer (Intensi Primer)

Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila

luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka

dibuat secara aseptik dengan kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan

penutupan dengan baik seperti dengan penjahitan. Ketika luka sembuh

melalui instensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan

pembentukan jaringan parut minimal. Parutan yang terjadi biasanya lebih

halus dan kecil.4

Penyembuhan luka bisa berlangsung cepat. Pada luka bedah dapat

diketahui adanya sintesis kolagen dengan melihat adanya jembatan

penyembuhan dibawah jahitan yang mulai menyatu. Jembatan

penyembuhan ini muncul pada hari kelima sampai ketujuh post operasi.

Jahitan biasanya diangkat pada saat sudah terlihat adanya tensil strength

yang mendekatkan tepi luka. Pengangkatan jahitan ini tergantung usia,

status nutrisi dan lokasi luka. Jahitan biasanya diangkat pada hari ke enam

5

Page 6: Wound Healing

sampai ketujuh post operasi untuk menghindari terbentuknya bekas jahitan

(suture marks) walaupun pembentukan kolagen sampai jahitan menyatu

berakhir hari ke-21.5,6,7,8

2. Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)

Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan

secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup

jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau

sanatio per secundam intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu

cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama jika

lukanya terbuka lebar. 5,6,8

3. Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)

Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang

terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas

tegas sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada

pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan

menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian akan

dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu, selanjutnya baru dijahit

dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini disebut penyembuhan

primer tertunda. 5,6,9

Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan

kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan akan

tersambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam

dan luas dibandingkan dengan penyembuhan primer. 8,10

6

Page 7: Wound Healing

Gambar 1. Macam-macam proses penutupan luka

F. Fase penyembuhan luka

Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis,

saling terkait dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan

derajat luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan

penyembuhan luka terdiri dari:4,5

7

Page 8: Wound Healing

1. Fase Hemostasis dan Inflamasi

Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan

seluler yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya

adalah  menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda

asing, sel-sel mati, dan bakteri, untuk mempersiapkan dimulainya proses

penyembuhan. 5,8,10

Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan

keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi

vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi

vasokonstriktor yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler

vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel  yang akan

menutup pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan

setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler karena stimulasi saraf sensoris

(local sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi

vasodilator : histamin, serotonin dan sitokin.10,11

Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan

meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar

dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka. Secara klinis terjadi

edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis. Eksudasi

ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra

vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan

bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh

sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil

pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis

adalah:10,12

a. Sintesa kolagen

b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast

c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi

d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis

Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi

serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai

8

Page 9: Wound Healing

sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya

eritema, hangat pada kulit, edema, dan rasa sakit yang berlangsung sampai

hari ke-3 atau hari ke-4.

Gambar 2. Fase Hemostasis dan Inflamasi8

2. Fase Proliferasi (Fase Fibroplasia)

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol

adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase

inflamasi, dari hari ke-6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast berasal dari sel

mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida,

asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat

yang akan mempertautkan tepi luka. 5,6,8,12

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki

dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran

fibroblast sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab

pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan

selama proses rekonstruksi jaringan. 10,12,13

Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat

kolagen, kapiler-kapiler baru; membentuk jaringan kemerahan dengan

permukaan tak rata disebut jaringan granulasi.

9

Page 10: Wound Healing

Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menutupi

dasar luka, tempat diisi hasil mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya

berjalan kepermukaan yang rata atau lebih rendah, tidak dapat naik

pembentukan orignan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan luka

tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka :

penyatuhan kembali, penyerapan yang berlebih. 12,13

 Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal

jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya

subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh

darah baru dan juga fibroblast sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki

kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di

dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan

proses proliferasi fibroblast dengan aktifitas sintetiknya disebut

fibroplasia. Respons yang dilakukan fibroblast terhadap proses fibroplasia

adalah :13,14

a.       Proliferasi

b.      Migrasi

c.       Deposit jaringan matriks

d.      Kontraksi luka

Angiogenesis, suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru

didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses

penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes),

pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya

proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler

yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk

memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka, karena

biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan

oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses

terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet

dan makrofag (growth factors). 5,11,12

10

Page 11: Wound Healing

 Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan

keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis

sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya

membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa

kolagen oleh fibroblast, pembentukan lapisan dermis ini akan

disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan

granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup

luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang

mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi

kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan

dengan defek luka minimal.

Gambar 3. Fase Proliferasi8

3. Fase Remodelling

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir

sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah

menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan

penyembuhan yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah mulai

meninggalkan jaringan grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai

berkurang karena pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen

bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari

jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah

11

Page 12: Wound Healing

perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan

dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan

terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda

(gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah

menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat, dengan struktur yang

lebih baik (proses re-modelling). 5,6,12,13

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan

keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.

Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau

hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan

kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan

sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit

mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal.

Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun

outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik

masing-masing individu, lokasi, serta luasnya luka.

Gambar 4. Fase Remodelling8

12

Page 13: Wound Healing

Gambar 5. Tahapan penyembuhan luka. Pada individu sehat, penyembuhan

berlangsung secara berurutan melalui tiga fase yang saling tumpang tindih: (1)

fase inflamasi, (2) fase proliferatif, dan (3) fase remodelling. Stress dapat

mempengaruhi perkembangan melalui tahap-tahap melalui jalur kekebalan tubuh

dan beberapa neuroendokrin. Review saat ini berfokus pada peran interaktif

glukokortikoid dan sitokin (misalnya IL-8, IL-1α, IL-1β, IL-6, TNF-α, dan IL-10).

Namun, sitokin tambahan, kemokin, dan faktor pertumbuhan yang penting untuk

penyembuhan. Ini termasuk kemokin CXC ligan 1 (CXCL1), kemokin CC ligan 2

(CCL2), granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), protein

chemotactic monosit-1 (MCP-1), makrofag inflamasi protien-1 alpha (MIP -lα),

faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), mengubah faktor pertumbuhan-β

(TNF-β), faktor pertumbuhan keratinosit (KGF), faktor pertumbuhan platelet-

derived (PDGF), dan faktor pertumbuhan fibroblas dasar (bFGF)8

G. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

13

Page 14: Wound Healing

a. Faktor yang mempercepat penyembuhan luka terdiri dari:

1). Pertimbangan perkembangan

Anak dan orang dewasa lebih cepat lebih cepat penyembuhan luka daripada

orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi

hati yang dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.14,15

2). Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian metabolisme pada

tubuh. Klien memerlukan diit kaya Protein, Karbonhidrat, Lemak, Vitamin

dan Miniral (Fe, Zn) Bila kurang nutrisi diperlukan waktu untuk

memperbaiki status nutrisi setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang

gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena

supply darah jaringan adipose tidak adekuat. 14,15

3). Infeksi

Ada tidaknya infeksi pada luka merupakan penentu dalam percepatan

penyembuhan luka. Sumber utama infeksi adalah bakteri. Dengan adanya

infeksi maka fase-fase dalam penyembuhan luka akan terhambat. 14,15

4) Sirkulasi dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Saat

kondisi fisik lemah atau letih maka oksigenasi dan sirkulasi jaringan sel

tidak berjalan lancar. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan

lemak yang memiliki sedikit pembuluh darah berpengaruh terhadap

kelancaran sirkulasi dan oksigenisasi jaringan sel.

Pada orang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih

sulit menyatu, lebih mudah Infeksi dan lama untuk sembuh. Aliran darah

dapat terganggu pada orang dewasa yang mederita gangguan pembuluh

darah prifer, hipertensi atau DM. Oksigenasi jaringan menurun pada orang

yang menderita anemia atau gangguan pernafasan kronik pada perokok.

5). Keadaan luka

14

Page 15: Wound Healing

Keadaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas

penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan

cepat. Misalnya luka kotor akan lambat penyembuhannya dibanding

dengan luka bersih.

6). Obat

Obat anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparin dan anti

neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik

yang lama dapat membuat tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka.

Dengan demikian pengobatan luka akan berjalan lambat dan

membutuhkan waktu yang lebih lama.

b. Faktor yang memperlambat penyembuhan luka

Tidak adanya penyembuhan luka akibat dari kerusakan pada satu atau

lebih dari proses penyembuhan normal. Proses ini diklasifikasikan menjadi faktor

Intrinsik dan ekstrinsik.

1) Faktor Intrinsik

Ketika luka terinfeksi, respon inflamatori berlangsung lama dan

penyembuhan luka terlambat. Luka tidak akan sembuh selama ada infeksi.

Infeksi dapat berkembang saat pertahanan tubuh lemah. Diagnosa dari

infeksi jika nilai kultur luka melebihi nilai normal. Kultur memerlukan

waktu 24-48 jam dan selama menunggu pasien di beri antibiotika spektrum

luas. Kadang-kadang benda asing dalam luka adalah sumber infeksi.

Suplai darah yang adekuat perlu bagi tiap aspek penyembuhan. Suplai

darah dapat terbatas karena kerusakan pada pembulu darah Jantung/ Paru.

Hipoksia mengganggu aliran oksigen dan nutrisi pada luka, serta aktifitas

dari sel pertumbuhan tubuh. Neutropil memerlukan oksigen untuk

menghasilkan oksigen peroksida untuk membunuh patogen. Demikian

juga fibroblast dan fagositosis terbentuk lambat. Satu-satunya aspek yang

dapat meningkatkan penyembuhan luka pada keadaan hipoksia adalah

angiogenesis. 12,13

2) Faktor ekstrinsik

15

Page 16: Wound Healing

Faktor ektrinsik dapat memperlambat penyembuhan luka meliputi

malnutrisi, perubahan usia dan penyakit seperti diabetes melitus.

Malnutrisi dapat mempengaruhi beberapa area dari proses penyembuhan.

Kekurangan protein menurunkan sintesa dari kolagen dan leukosit.

Kekurangan lemak dan karbonhidrat memperlambat semua fase

penyembuhan luka karena protein di rubah menjadi energi selama

malnutrisi. Kekurangan Vitamin menyebabkan terlambatnya produksi dari

kolagen, respon imun dan respon koagulasi.

Pasien tua yang mengalami penurunan respon inflamatari yang

memperlambat proses penyembuhan. Usia tua menyebabkan penurunan

sirkulasi migrasi sel darah putih pada sisa luka dan fagositasis terlambat.

Ditambah pula kemungkinan Pasien mengalami gangguan yang secara

bersamaan menghambat penyembuhan luka seperti Diabetes Melitus.

H. Penyembuhan Luka di Jaringan Tertentu

1. Kulit

Fase penyembuhan luka dapat diibagi 3 tahap yang saling terkait

dan overlap: inflamasi, formasi jaringan baru dan remodelling. Hal

pertama yang terjadi setelah cedera pada jaringan adalah inflamasi melalui

peran sel-sel inflamasi. Sel inflamasi pertama yang direkrut adalah

neutrofil. Sel-sel inflamasi akan secara masiv menginfiltrasi luka pada 24

jam pertama setelah cedera. Neutrofil akan memasuki tahap apoptosis

segera setelah menginfiltrasi luka dan kemudian mengeluarkan sitokin

selama proses apoptosis itu, dimana sitokin-sitokin tersebut berperan

dalam rekruitmen sel makrofag. Makrofag akan menuju jaringan luka 2

hari setelah cedera dan melakukan aktifitas fagositosis.12,13

Proses selanjutnya adalah pembentukan formasi jaringan baru.

Proses reepitelisasi ini dimulai beberapa jam setelah formasi luka

terbentuk. Keratinosit dari tepi luka akan bermigrasi melintasi wound bed

pada permukaan antara dermis luka dan bekuan fibrin. Migrasi ini

difasilitasi oleh produksi protease spesifik seperti kolagenase dari sel

epidermal untuk mendegradasi matrix ekstraseluler. Angiogenesis masiv

16

Page 17: Wound Healing

akan terjadi seiring kebutuhan akan suplai oksigen dan nutrien jaringan

untuk penyembuhan luka. Kemudian beberapa dari fibroblast akan

berdiferensiasi menjadi miofibroblas. Sel kontraktile ini akan membantu

menyambung jarak antar tepi luka. Disaat bersamaan growth factors yang

diproduksi jaringan granulasi akan memudahkan proliferasi dan

diferensiasi sel epitelial memperbaiki integritas barier epitel.

Fase terakhir adalah remodeling yang terdiri atas apoptosis

miofibroblas, sel endotelial dan makrofag. Pada fase ini akan terjadi

involusi bertahap dari jaringan granulasi dan terjadi regenerasi kulit.16

2. Fase Penyembuhan Pada Tulang

Penyembuhan fraktur pada tulang adalah sebuah mekanisme yang

komplek dan proses regenerasi unik dalam mengembalikan fungsi dan

bentuk tulang.

Proses penyembuhan tulang didahului oleh proses inflamasi dan

didominasi oleh fase pembentukan formasi tulang. Selama fase

penyembuhan, kalus eksternal terbatas pada kapsula fibrosa yang tersusun

oleh jaringan granulasi yang tidak beraturan. Fase inflamasi lebih lanjut

ditandai invasi invasi sel mesenkimal yang berdiferensiasi menjadi

kondrosit untuk pembentukan tulang rawan dan osteoblast untuk

pembentukan tulang. Sel-sel debris inisial dan hematoma selanjutnya akan

digantikan oleh jaringan fibrosa. Jumlah kolagen tipe I akan meningkat

sampai 5 hari setelah fraktur, tetapi kolagen tipe III adalah yang dominan

dalam menyusun jaringan.

Fase reparasi tulang dikaitkan dengan pertumbuhan formasi tulang

intramembran dari regio periosteal. Fase ini ditandai dengan invasi

pembuluh darah dan pertumbuhan kalus, dimana puncak pertumbuhannya

biasa ditemukan hari 14 setelah fraktur.

Fase remodelling ditandai terbentuknya formasi endochondral

trabekular yang dihubungkan dengan osteoblast dan TRAP-positive

settlement pada rongga sumsum tulang, penyatuan fragmen dan regenerasi

17

Page 18: Wound Healing

celah sumsum tulang. Hal ini sesuai dengan data percobaan dari model

percobaan fraktur pada kelinci yang menunjukkan peningkatan jumlah

tulang trabekular dengan penyusun dominannya kolagen tipe I, sedang

kolagen tipe III dan tipe V tetap ditemukan didaerah puasat dari trabekula.

Selanjutnya tulang menyembuh tanpa adanya scar.12,13

I. Gangguan Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh sendiri

(endogen) dan oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen

terpenting adalah gangguan koagulasi yang disebut koagulopati, dan

gangguan sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan menghambat

penyembuhan luka, sebab homeostatis merupakan titik tolak dan dasar fase

inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi

tubuh terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi.

Penyebab eksogen meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan

mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut.

Pemberian sitostatik, obat penekan imun misalnya setelah transplantasi organ,

dan kortikosteroid juga akan mempengaruhi penyembuhan luka. Pengaruh

setempat seperti infeksi, hematom, benda asing, serta jaringan mati seperti

sekuester dan nekrosis sangat menghambat penyembuhan luka.

J. Perawatan Luka

Hasil penelitian tentang perawatan luka menunjukkan bahwa lingkungan

luka yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Laju epitelisasi luka

yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan

kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada

luka superfisial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering. Perawatan

luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi

pada semua jenis balutan lembab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 %

pada balutan kering. Lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke

pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep

18

Page 19: Wound Healing

penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka

dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab.

Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan, tidak berdasarkan

kebiasaan melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka.

Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja, karena efek

toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya diperlukan

normal saline. Citotoxic agent seperti povidine iodine, dan asam asetat,

seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka, karena

dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan

sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi

dengan sodium klorida dengan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. Tepi

luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi

luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu

minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu. 15,16

Adapun tujuan dari perawatan luka antara lain:

1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka

2. Absorbsi drainase

3. Menekan dan imobilisasi luka

4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis

5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri

6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing

7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

K. Komplikasi Penyembuhan Luka

Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen

yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini

teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka,

sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan

intervensi bedah.

Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan

kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut

19

Page 20: Wound Healing

hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar

satu tahun, sedangkan keloid tidak.

Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi

merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang

bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian

sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.

Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya

dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan

dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah

terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan

bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses

penyembuhan luka.

L. Luka Kronik

1. Definisi

Luka kronik merupakan luka yang tidak menyembuh melalui

tahapan penyembuhan luka yang normal, dalam waktu kurang lebih 3

bulan. Luka kronik dapat disebabkan oleh pengaruh intrinsik maupun

ekstrinsik serta dapat mengenai semua kelompok umur, baik pasien sehat

maupun mereka yang memiliki beberapa penyakit penyerta. Contoh luka

kronik antara lain: ulkus dekubitalis, ulkus diabetik, luka yang mengalami

desikasi lama, ulkus stasis vena, ulkus radiasi, luka traumatik, atau luka

operasi lama. 15

2. Patologi Luka Kronik

Proses patologi dari luka kronik antara lain:

a. Pemanjangan fase inflamasi

b. Penuaan sel (sel tua yang kurang viabel), dimana terjadi perubahan

kemampuan sel untuk berproliferasi.

c. Kekurangan reseptor faktor pertumbuhan (growth factor)

20

Page 21: Wound Healing

d. Tidak terdapat perdarahan awal yang dapat memicu kaskade

penyembuhan luka

e. Peningkatan kadar protease (enzim yang memakan protein).

3. Penatalaksanaan

a. Perawatan Dasar

Perawatan yang baik dan penggunaan kasur anti dekubitus memiliki

peranan dalam mengurangi tekanan pada pasien dengan ulkus

dekubitus. Demikian pula debridemen kalus secara teratur, perawatan

kuku, dan sepatu khusus untuk mengurangi tekanan penting untuk

perawatan kaki diabetik akibat neuropati diabetik. Penggunaan verban

kompresi dan stoking penting dan efektif dalam mengobati ulkus vena.

b. Debridement yang adekuat

Luka kronik umumnya memiliki banyak jaringan parut, debris, dan

jaringan nekrotik yang menghambat penyembuhan.

c. Penanganan infeksi

Pada luka kronik harus dicurigai adanya infeksi. Kultur jaringan dan

perhitungan kwantitatif sebaiknya dilakukan.

d. Penutupan luka yang baik

Desikasi merupakan faktor yang seringkali menyebabkan gangguan

penyembuhan luka dan epitelisasi pada luka kronik. (Sudjatmiko, 2010)

Fokus utama dari perawatan luka kronis dalam beberapa tahun terakhir

adalah mengembangkan metode penutupan luka yang baik sehingga

dapat menciptakan lingkungan yang lembab untuk membantu

penyembuhan luka. Winter menunjukkan pada model hewan bahwa

proses reepitelialisasi luka akut berjalan 1,5 kali lebih cepat jika luka

ditutup. Penutupan luka belum menunjukkan efek bermakna dalam

studi klinis terhadap pasien dengan luka kronis, namun penerapannya

masih memiliki manfaat bagi pasien dengan mengurangi rasa sakit dan

dengan meningkatkan kenyamanan serta efektivitas biaya. Kemajuan

dalam teknologi penutupan luka belum dapat menemukan zat yang

dapat mengobati kelainan pada kaskade penyembuhan luka, kecuali

21

Page 22: Wound Healing

penutupan luka dengan bahan yang mengandung asam hyaluronat, yang

secara khusus membantu penyembuhan luka.

e. Penggunaan faktor pertumbuhan topikal

Fungsi normal faktor pertumbuhan adalah untuk menarik bermacam

tipe sel ke daerah luka, menstimulasi proliferasi selular, memacu

angiogenesis, serta mengatur sintesis dan degradasi matriks

ekstraseluler. Penggunaan faktor pertumbuhan secara topikal belum

memiliki hasil dramatis seperti yang diaharapkan sebelumnya. Hal ini

tidak mengejutkan mengingat proses penyembuhan luka sangatlah

kompleks. Sampai saat ini hanya platelet derived growth factor yang

telah diijinkan penggunaannya untuk mengobati ulkus kaki yang tidak

terinfeksi samai dengan ukuran 5 cm2 pada penderita kaki diabetik

(becaplermin, Regranex). Penelitian telah menunjukkan bahwa platelet

derived growth factor juga memiliki manfaat dalam mengobati ulkus

dekubitus. Meski belum berlisensi, granulocyte colony stimulating

factor telah diteliti bermanfaat dalam mengobati ulkus kaki yang

terinfeksi pada pasien diabetes, mempercepat penyembuhan selulitis

serta menurunkan kebutuhan penggunaan antibiotik. Selain itu,

fibroblast growth factor dinilai dapat mengobati ulkus decubitus dan

epidermal growth factor dapat digunakan pada ulkus vena di kaki. Di

masa yang akan datang faktor pertumbuhan dapat diberikan secara

bertahap, dalam kombinasi, atau pada interval waktu tertentu agar

semakin mendekati proses penyembuhan luka yang normal. Keragaman

faktor pertumbuhan dan jenis luka kronis menunjukkan bahwa faktor-

faktor tersebut memiliki potensi sebagai pengobatan baru jika

kebutuhan individual pasien dapat dikenali.

f. Penanganan faktor lokal dan sistemik yang dapat menghambat

penyembuhan luka

Misalnya gangguan vaskular, edema, diabetes, malnutrisi, tekanan

lokal, dan gravitasi.

22

Page 23: Wound Healing

g. Penggunaan Vacuum Assisted Closure (VAC)

VAC adalah suatu pendekatan noninvasive yang bertujuan membantu

penutupan luka melalui pemberian secara topical tekanan subatmosferik

atau tekanan negatif ke permukaan luka. Mekanisme kerjanya adalah

mengurangi eksudat, merangsang angiogenesis, mengurangi kolonisasi

bakteri dan menngkatkan pembentukan jaringan granulasi. Keuntungan

menggunakan VAC adalah kita dapat menutup luka dengan lebih cepat,

bahkan pada luka yang kecil dapat epitelisasi sendiri. 12,16

23

Page 24: Wound Healing

BAB III

KESIMPULAN

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah

kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain.

Luka dapat diklasifikasi berdasarkan waktu penyembuhan luka, proses terjadinya,

dan derajat kontaminasi. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk

melindungi dan mamulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah kedaerah yang

rusak, membersihkan sel dan benda asing serta perkembangan awal seluluer

bagian dari proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan terjadi secara normal

tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk

mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area luka yang

bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan,dapat membantu untuk

meningkatkan penyembuhan jaringan

Sementara itu proses penutupan pada luka terbagi menjadi 3 kategori,

tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan serta perlakuan pada luka,

yaitu primer, sekunder, dan tersier

Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis,

saling terkait dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat

luka. Fase hemostasis dan inflamasi ditandai dengan adanya respons vaskuler dan

seluler yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak yang bertujuan 

menghentikan perdarahan dan sterilisasi. Selanjutnya pada fase proliferasi,

fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan

mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar

kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Selanjutnya fase remodelling

yang bertujuan menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan

penyembuhan yang kuat dan berkualitas.

Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh sendiri

(endogen) dan oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen

terpenting adalah gangguan koagulasi yang disebut koagulopati, dan gangguan

sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan menghambat penyembuhan

24

Page 25: Wound Healing

luka, sebab homeostatis merupakan titik tolak dan dasar fase inflamasi. Gangguan

sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh terhadap luka,

kematian jaringan dan kontaminasi. Perawatan luka sebaiknya dijaga pada kondisi

lingkungan yang lembab karena mempercepat epitelisasi. Komplikasi

penyembuhan luka di antaranya keloid dan jaringan parut hipertrofik.

Luka kronik merupakan luka yang tidak menyembuh melalui tahapan

penyembuhan luka yang normal, dalam waktu kurang lebih 3 bulan (Broderick,

2009) Luka kronik dapat disebabkan oleh pengaruh intrinsik maupun ekstrinsik

serta dapat mengenai semua kelompok umur, baik pasien sehat maupun mereka

yang memiliki beberapa penyakit penyerta. Contoh luka kronik antara lain: ulkus

dekubitalis, ulkus diabetik, luka yang mengalami desikasi lama, ulkus stasis vena,

ulkus radiasi, luka traumatik, atau luka operasi lama.

25

Page 26: Wound Healing

DAFTAR PUSTAKA

1. Broderick, Nancy. 2009. Understanding Chrinic Wound Healing. The Nurse Practitioner. Vol 34, No.10

2. Dudley HAF, Eckersley JRT, et al. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah. Jakarta : EGC

3. David LD. 2004. Ethicon: Wound Closure Manual. Minnesota: Ethicon inc. pp: 6-8.

4. Diegelmann RF and Evans MC. 2004. Wound healing : an overview of acute, fibrotic and delayed healing. Front in Biosci. 9:283-9.

5. Harding, KG; Morris, G K patel. 2002. Science, medicine, and the future

Healing chronic wounds. BMJ Vol 324

6. Julia S. Garner. 2000. Guideline For Prevention of Surgical Wound Infections Hospital Infections Program Centers for Infectious Diseases Center for Disease Control. http://wonder.cdc.gov/wonder/prevguid/p0000420/p0000420.asp#head004000000000000 ( diakses 17 Mei 2011)

7. Libby Swope Wiersema. 2011. List of Surgical Wound Classifications Last. http://www.livestrong.com/article/220345-list-of-surgical-wound-classifications/, List of Surgical Wound Classifications ( diakses 17 Mei 2011)

8. MacKay D and Miller AL. 2003. Nutritional support for wound healing. Alt med rev. 8(4): 360-1.

9. Mallefet P and Dweck A.C. 2008. Mechanisms involved in wound healing. Biomed Scient. 609-15.

10. Mangram AJ, Horan TC, et al. 1999. Guideline for prevention of surgical site infection. Infect Control Hosp Epidemiol 1999;20:247-80. www.medscape.com/vie war ticle/414393_4 ( diakses 17 Mei 2011)

11. Metcalfe, Anthony D and Ferguson, Mark W.J. Tissue engineering of replacement skin: the crossroads of biomaterials, wound healing, embryonic development, stemcells and regeneration. J. R. Soc. Interface 2007 4, 413-437

26

Page 27: Wound Healing

12. Monaco JL and Lawrence WT. 2003. Acute wound healing: an overview. Clin Plastic Surg. 30: 1-12.

13. Samper Gimenez. 2007. Orbital Penetrating Wound By A Bull Horn, Arch Soc ESP Oftamol 2007; 82: 645-648. www.oftalmo.com/seo/archivos/maquetas/1/...D8FA.../articulo.pdf. (diakses 17 Mei 2011)

14. Schwartz BF and Neumeister M. 2006. The mechanics of wound healing. In Future Direction in Surgery. Southern Illinois. pp: 78-9.

15. Sjamsuhidajat, R and Jong, W D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta : EGC. 3: 72-81.

16. Sudjatmiko, Gentur. 2010. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta : Yayasan Khasanah Kebajikan.

27

Page 28: Wound Healing

28