WINE TOMAT-FIX.doc

14
OPTIMASI PROSES FERMENTASI YEAST PADA PRODUKSI WINE TOMAT Tomat adalah tanaman sayuran terbesar di dunia, karena produksinya tersebar luas dan mempunyai nilai gizi khusus. Tomat merupakan salah satu sayuran yang paling penting di dunia. Telah dilaporkan oleh Owusu (2014) bahwa total produksi tomat adalah 145.800.000 ton yang tercatat pada tahun 2010 dan 161.790.000 ton pada tahun 2012. Tomat yang dikenal memiliki gizi khusus dan memiliki banyak manfaat ternyata juga memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan dari tomat antara lain adalah mudah busuk akibat adanya kontak fisik, proses mikrobiologi, dan proses kimiawi. Menurut Owusu (2014) buah-buahan dan sayuran termasuk tomat dilaporkan mengalami kerugian pasca panen sekitar 20- 50%. Tomat sangat mudah sekali mengalami pembusukan akibat kandungan air didalam tomat sangat tinggi, sehingga mempercepat bakteri pembusuk dalam melakukan proses pembusukan tomat. Selain itu tomat tidak tahan pada suhu tinggi, yang nantinya jika terkena suhu

description

TEKNOLOGI HORTIKULURA

Transcript of WINE TOMAT-FIX.doc

OPTIMASI PROSES FERMENTASI YEAST PADA PRODUKSI WINE TOMAT

Tomat adalah tanaman sayuran terbesar di dunia, karena produksinya tersebar luas dan mempunyai nilai gizi khusus. Tomat merupakan salah satu sayuran yang paling penting di dunia. Telah dilaporkan oleh Owusu (2014) bahwa total produksi tomat adalah 145.800.000 ton yang tercatat pada tahun 2010 dan 161.790.000 ton pada tahun 2012. Tomat yang dikenal memiliki gizi khusus dan memiliki banyak manfaat ternyata juga memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan dari tomat antara lain adalah mudah busuk akibat adanya kontak fisik, proses mikrobiologi, dan proses kimiawi. Menurut Owusu (2014) buah-buahan dan sayuran termasuk tomat dilaporkan mengalami kerugian pasca panen sekitar 20-50%. Tomat sangat mudah sekali mengalami pembusukan akibat kandungan air didalam tomat sangat tinggi, sehingga mempercepat bakteri pembusuk dalam melakukan proses pembusukan tomat. Selain itu tomat tidak tahan pada suhu tinggi, yang nantinya jika terkena suhu tinggi akan mempengaruhi tekstur, kenampakan, bentuk dan warna tomat sehingga terlihat menjadi tidak segar lagi (Ichsan, 2011).

Dapat dilihat pada tabel 1 bahwa kandungan utama pada tomat adalah air, untuk mineralnya didominasi oleh phosphorus (P), sedangkan untuk vitamin didominasi oleh vitamin A (RAE) dan untuk lemaknya didominasi oleh asam lemak total (polyunsaturated). Tomat juga merupakan sumber vitamin A dan C, selain mengandung mineral seperti zat besi, fosfor dan pigmen seperti lycopene dan beta-carotene (Many et al ., 2014). Lycopene, salah satu antioksidan alami yang paling kuat. Dalam beberapa penelitian, lycopene terutama pada tomat yang dimasak, dapat membantu mencegah kanker prostat. Mathapati (2010) menyatakan bahwa lycopene juga telah terbukti meningkatkan kemampuan kulit untuk berlindung dari sinar UV yang berbahaya. Tabel 1 Kandungan gizi buah tomatNutrisiSatuanper 100g1 gelas, dicincang 158g1 tomat/ 111g

Kurang lebih

Airg94,78149,75105,21

Energikcal162518

Proteing1.161.831.29

Lemak Totalg0.190.300.21

Karbohidratg3.185.023.53

Total serat pangang0.91.41.0

Mineral

Kalcium, Camg586

Zat besi, Femg0.470.740.52

Magnesium, Mgmg8139

Fosfor, Pmg294632

Potasium, Kmg212335235

Sodium, Namg426647

Zinc, Znmg0.140.220.16

Vitamin

Vitamin C, total asam askorbatmg16.025.317,8

Thiaminmg0.0460.0730.051

Riboflavinmg0.0340.0540.038

Niasinmg0.5930.9370.658

Vitamin B-6mg0.0600.0950.067

Folat, DFEg294632

Vitamin B-12g0.000.000.00

Vitamin A, RAEg7511883

Vitamin A, IUIU149623641661

Vitamin D (D2 + D3)g0.00.00.0

Vitamin DIU000

Lemak

Total asam lemak jenuhg0.0250.0400.028

Total asam lemak tak jenuh (mono)g0.0280.0440.031

Total asam lemak tak jenuh (poli)g0.0760.1200.084

Kolesterolmg000

Sumber: Agricultural Research Service, USDA (United States department of Agriculture) (2014)

Untuk mempertahankan kualitas tomat maka dilakukan pengawetan. Tomat umumnya diawetkan dalam bentuk produk seperti kecap, saus, acar, sup, pasta, bubur dan lain-lain. Selain produk-produk makanan ini, tomat juga digunakan untuk produk wine karena kemudahan penyediaan dan properti gizinya. Wine adalah minuman beralkohol yang dibuat dari sari buah fermentasi yang biasanya dari anggur (Many et al ., 2014). Wine biasanya dilakukan melalui fermentasi jus anggur. Namun Owusu (2012) mengatakan bahwa jus dari buah-buahan telah digunakan untuk membuat wine. Banyak buah-buahan dan sayuran yang dikenal sebagai sumber yang baik dari vitamin, mineral, serat dan fitokimia. Owusu (2012) melaporkan bahwa fermentasi jus sebagian besar buah-buahan yang kemungkinan akan menghasilkan wine dari beragam nutrisi, fitokimia dan kualitas sensorik kualitas. Many (2014) juga melaporkan bahwa konsumsi wine tomat memiliki beberapa manfaat kesehatan seperti menurunkan angka kematian akibat penyakit jantung dan kanker, menunda kepikunan dan mencegah arthritis.Penelitianpun banyak dilakukan untuk mengoptimalkan produksi wine tomat tanpa merusak kualitas dan kandungan gizinya. Produksi wine tomat standar dengan dipelajari pada variabel yang berbeda seperti jenis kultur, ukuran inokulum, pH jus tomat, waktu fermentasi, penyesuaian brix, suhu inkubasi, efek kultur teradaptasi (AA) dan tidak teradaptasi (NA) terhadap alkohol. Wine tomat dianalisis utamanya pada konsentrasi etanol, sehingga didapatkan kondisi optimal fermentasinya. Penggunaan jenis yeast yang berbeda mempengaruhi wine tomat yang dihasilkan. Penelitian produksi wine tomat dengan menggunakan yeast Saccharomyces cerevisiae 3282 dilakukan oleh Mathapati (2010). Proses pembuatan wine tomat yaitu jus tomat diinokulasi dengan 10 ml kultur starter dan inkubasi selama 5 hari dalam suhu 26C dengan kondisi anareobik. Diketahui bahwa pembuatan wine tomat dapat dilakukan pada pH normal dan suhu ruang. Dari hasil fermentasi didapatkan warna wine yang menarik dan penggunaan tomat dapat memberikan flavor asam pada wine. Hasil persen alkohol adalah 7,88%. Penelitian Many (2014) untuk fermentasi jus tomat dilakukan oleh ragi Saccharomyces cerevisiae (MTCC 180) dengan umur inokulasi 24 jam untuk mendapatkan konsentrasi akhir 7% dan diinkubasi pada 282C untuk jangka waktu tertentu. Setelah inkubasi 1-8 hari, didapatkan level kadar ethanol tertinggi pada hari ke-4 dengan kadar etanol dari 18,71%. Hal ini karena pada tanggal 24 jam ragi memasuki fase eksponensial, sementara pada 36 jam sel ragi mulai memasuki fase stasioner. Pada variabel selanjutnya yaitu ukuran inokulum menggunakan tingkat konsentrasi yang berbeda. Peningkatan lebih lanjut dalam ukuran inokulum tidak mendukung produksi etanol. Dari penelitian selanjutnya oleh Owusu (2012) yang menyatakan bahwa strain ragi dan tingkat ragi yang diinokulasi merupakan salah satu faktor paling penting dalam menentukan kualitas minuman beralkohol yang diproduksi. Tingkat inokulum merupakan jumlah kultur starter yang ditambahkan ke dalam sari atau jus untuk memulai fermentasi, diketahui mempengaruhi durasi fase lag, laju pertumbuhan spesifik, hasil biomassa, dan kualitas produk akhir industri fermentasi komersial. Owusu (2012) melakukan penelitian tentang efek penggunaan dua tingkat inokulum (0.01% (w/v) dan 0,02% (w/v)) Saccharomyces bayanus, BV 818 pada suhu 20 1C untuk menguji laju fermentasi jus tomat. Hasilnya inokulum 0.02% (w/v) mencapai produksi CO2 maksimum (1,6 g/L/jam) pada sekitar 30 jam, sementara inokulum 0.01% (w/v) memiliki produksi CO2 maksimum (1,4g/L/jam) pada sekitar 50 jam setelah dimulainya fermentasi. Produksi asam asetat dilaporkan lebih banyak di inokulum 0.02% (w/v) daripada inokulum 0.01% (w/v). Dai penelitian ini juga ditemukan bahwa inukulum 0.02% (w/v) memiliki nilai penurunan kadar alkohol lebih tinggi daripada inokulum 0.01% (w/v). Artinya bahwa konsentrasi inukolum 0.02% (w/v) lebih cepat laju fermentasinya dibandingkan konsentrasi inokulum 0.01% (w/v). Sedangkan dari inokulum yang digunakan pada campuran fermentasi hasilnya dilaporkan oleh Many (2014) bahwa produksi etanol maksimum yaitu kadar etanol 15,50% yang didapatkan pada ukuran inokulum 5%.Penyesuaian brix dilaporkan oleh Many (2014) mempengaruhi kadar ethanol wine tomat. Peningkatan produksi etanol diamati dengan peningkatan total padatan terlarut 24Brix dengan kadar etanol 11,17%. Many (2014) mengamati bahwa kadar gula awal (kontrol) sangat mempengaruhi tingkat fermentasi. Penggunaan substrat gula merupakan salah satu cara untuk mendapatkan hasil etanol yang tinggi selama fermentasi. Tapi, konsentrasi gula yang lebih tinggi menghambat fermentasi karena stres osmotik. Hasilnya bahwa pada penggunaan umur kultur (24 jam dan 48 jam) didapatkan bahwa penggunaan kultur ragi 24 jam lebih efektif dengan hasil kadar etanol 14,38.Faktor pengaturan pH jus tomat juga mempengaruhi kualitas wine tomat. Hasil penelitian Many (2014) menunjukkan bahwa kandungan alkohol maksimum dicapai selama pH 3,5 dengan hasil kadar etanol 19,69%. Dengan peningkatan pH kadar etanol berkurang secara bertahap, karena ragi menghasilkan asam daripada alkohol dengan peningkatan pH. Owusu (2012) melaporkan bahwa PH jus tomat yang difermentasi itu diperbaiki dengan sitrat dan asam tartaric, sehingga peningkatan pH dapat disebabkan oleh kristalisasi tartrat. Owusu (2012) juga mengatakan bahwa perbedaan pH mungkin telah berkontribusi terhadap perbedaan aroma dan rasa, bahkan meskipun perbedaan itu tidak signifikan.

Penelitian dilakukan Ma (2012) untuk menilai pengaruh tingkat pH yang berbeda pada wine yaitu diproduksi dengan tiga tingkat yang berbeda pH 3,20 (wine B), 3,35 (wine A) dan 4.22 (kontrol). Wine yang diproduksi disimpan pada suhu 5 2oC selama 8 bulan. Perbedaan kadar etanol dari wine mungkin karena fakta bahwa pH yang digunakan untuk memproduksi wine A (pH 3,35) dan B (pH 3.20) lebih menguntungkan bagi pertumbuhan ragi dan karenanya mendorong konsumsi gula yang lebih baik di wine A dan B dari perlakuan kontrol. Kadar pH rendah dikenal untuk meningkatkan hidrolisis disakarida. Kadar etanol dari semua tiga wine berkurang secara signifikan setelah aging/penuaan. Selain itu, wine A mencatat kadar etanol lebih tinggi secara signifikan dibandingkan wine B setelah aging/penuaan, meskipun perbedaan sebelum penuaan tidak signifikan. Pada evaluasi sensorik panelis memberi nilai terakhir yang lebih baik untuk penerimaan keseluruhan pada wine B.Suhu inkubasi positif mempengaruhi laju fermentasi wine. Dengan meningkatnya suhu laju fermentasi awal yang meningkat karena aktivitas enzim dari jalur metabolisme. Dan suhu juga lebih tinggi memiliki efek negatif pada stabilitas enzim atau biomolekul lain dan menurunkan aktivitas enzim. Many (2014) meneliti bahwa ternyata pada suhu 25C memberikan hasil yang lebih tinggi alkohol, yaitu dengan kadar etanol 20,9% serta tingkat fermentasi adalah konstan bila dibandingkan dengan suhu lainnya. Kultur teradaptasi (AA) dan tidak teradaptasi (NA) terhadap alkohol merupakan faktor yang mempengaruhi laju fermentasi. Dilaporkan Many (2014) bahwa kultur NA dengan lama inkubasi 5 hari adalah lebih baik, karena kultur yang teradaptasi (AA) belum memberikan pertumbuhan yang cepat dalam tingkat fermentasi serta produksi alkohol. Hasil kadar etanol didapatkan 17,42% untuk kultur tidak teradaptasi (NA). Penelitian Owusu (2014) mengidentifikasi profil kandungan volatil wine tomat pada 0 dan 90 hari setelah penyimpanan dengan suhu penyimpanan 10oC dan 15oC. Hasil menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh secara signifikan terhadap komposisi volatile wine tomat. Sebanyak 75 senyawa volatil telah diidentifikasi, yaitu 38 ester, 7 karbonil, 1 furan, 4 senyawa yang mengandung sulfur, 18 alkohol yang lebih tinggi, 6 asam lemak dan 1 terpen. Dua puluh lima senyawa volatil yang hadir di luar batas bau mereka, tetapi kontributor utama aroma keseluruhan wine tomat adalah etil octanoate, etil hexanoate dan asetat isoamil. Etil octanoate mengambil bagian 68,19% dari semua ester. Etil octanoate dikenal karena manis dan segar. Konsentrasi etil decanoate dengan flowery dan kesegaran juga dipengaruhi secara signifikan oleh suhu penyimpanan. Wine yang disimpan pada 10oC mencatat nilai yang lebih tinggi daripada etil decanoate yang disimpan pada 15o. Wine yang disimpan pada 15o memberikan nilai yang lebih tinggi daripada etil hexanoate yang disimpan pada 10o. Ester penting lainnya yang terdeteksi adalah asetat isoamil, etil asetat, etil 9decenoate, etil butanoate, isoamil octanoate, dietil butanedioate dan etil 3-methylbutanoate. Penyimpanan suhu memiliki pengaruh yang signifikan pada konsentrasi isoamil asetat. Selama penuaan tomat wine yang disimpan di kedua suhu terdapat catatan peningkatan yang signifikan dalam kadar etil asetat. Konsentrasi etil asetat sebelum dan sesudah penyimpanan semua kurang dari 150,00mg/L dan kemungkinan akan membuat aroma wine disukai. Aroma yang mudah menguap majemuk, linalol, memberikan kontribusi banyak untuk anggur yang disimpan di suhu 15oC dariyang disimpan pada suhu 10C. Penyimpanan secara signifikan meningkatkan fruitiness wine tomat (Owusu et al., 2014). Kebanyakan ester ditemukan dalam pembuatan wine terutama melalui fermentasi yeast dan merupakan penyebab utama fruitiness dalam wine, sehingga mereka memainkan peran penting dalam karakter aroma wine tomat.Dari beberapa penelitian diatas dapat diketahui beberapa cara optimasi untuk mendapatkan wine tomat dengan mutu yang terbaik. Wine tomat dapat difermentasi pada 4 hari inkubasi dengan menyesuaikan pH jus di 3,2-3.5. Suhu optimum untuk fermentasi wine tomat adalah 25C dan suhu penuaan atau penyimpanan wine tomat optimum pada suhu 15oC. Kultur Saccharomyces tanpa disesuaikan, umur kultur 24 jam. Hasil ini mengacu pada hasil penelitian yang menyatakan bahwa maksimum produksi etanol dicapai pada hari ke-4 dari fermentasi dengan 24Brix. Untuk penggunaan tingkat inokulum, wine tomat optimum pada tingkat inokulum 0.02%-5%. Dua puluh lima senyawa volatil ditemukan pada wine tomat, tetapikontributor utama aroma keseluruhan wine tomat adalah etil octanoate, etil hexanoate dan asetat isoamil. Hasil alkohol yang didapatkan dengan Saccharomyces cerevisiae (MTCC 180) adalah 18,71%. Sedangkan untuk hasil alkohol yang didapatkan dengan Saccharomyces cerevisiae 3282 adalah 7,88% masih standar yang ditetapkan sehingga dapat diproduksi secara komersil. DAFTAR PUSTAKA

Ichsan, Arif Zainury. 2011. Perancangan dan Pembuatan Sistem Visual Inspection SebagaiSeleksi Buah Tomat Berdasarkan Kematangan Berbasis Web Camera. Universitas Andalas: Jurusan Sistem Komputer FTI.

Ma, Haile. John Owusu, Zhenbin, Wang1, Ronghai, He1. 2012. The Influence of pH on Quality of Tomato (Lycopersicon Esculentum Mill) Wine. International Journal of Advanced Biotechnology and Research. Vol 3(3): 625-634.Many, Josephine Nirmala, B. Radhika and T. Ganesan. 2014. Study on Tomato Wine Production and Optimization. IOSR Journal of Environmental Science Toxicology and Food Technology. 8(1): 97-100.

Mathapati PR, Ghasghase NV, Kulkarni MK. 2010. Study of Saccharomyces Cerevisiae 3282 for The Production of Tomato Wine. International Journal of Chemical Sciences and Applications. 1(1): 5-15.

Owusu John, Haile Ma, Ernest Ekow Abano, Felix Narku Engmann. 2012. Influence of Two Inocula Levels of Saccharomyces Bayanus BV 818 on Fermentation and Physic Chemical Properties of Fermented Tomato (Lycopersicon esculentum Mill.) Juice. African Journal of Biotechnology 11(33): 8241-8249.

Owusu John, Haile Ma, Ernest Ekow Abano, Felix Narku Engmann. 2014. Volatile Profiles of Tomato Wine Before and After Ageing. Maejo International Journal of Science and Technology. 8(02): 129-142.TEKNOLOGI HOLTIKULTURAOPTIMASI PROSES FERMENTASI YEAST PADA PRODUKSI WINE TOMAT

Disusun Oleh :

Agnes Titah Miranti(H0912004)

Cecilia Retno Ayu M(H0912028)

Citra Maylindasari(H0912029)

Deanda Putri Ekapaksi(H0912033)

Dina Novitasari(H0912040)

Muhammad Nur B(H0912080)PROGRAM STUDI S1 ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2014