Windi Sofiana.uts KKO 2015

13
KIMIA KOSMETIK DAN OBAT Tugas UTS KKO Take Home Windi Sofiana 1112096000026 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

description

Kimia

Transcript of Windi Sofiana.uts KKO 2015

Page 1: Windi Sofiana.uts KKO 2015

KIMIA KOSMETIK DAN OBAT

Tugas UTS KKO

Take Home

Windi Sofiana

1112096000026

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015 M / 1436 H

Page 2: Windi Sofiana.uts KKO 2015

Pendahuluan

Proses metabolisme dapat dipengaruhi aktivitas biologis, masa kerja, dan

toksisitas obat, sehingga pengetahuan tentang metabolisme obat dan senyawa organik

asing lain (xenobiotika) sangat penting dalam dunia kimia medisinal. Secara umum, tujuan

metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit tidak aktif dan tidak toksik

(bioinaktifasi atau detoksifikasi), mudah larut dalam air dan kemudian diekresikan dari

tubuh. Hasil metabolit beberapa obat bersifat lebih toksik dibanding dengan senyawa induk

(biotoksifikasi) tapi ada pula hasil metabolit obat yang mempunyai efek farmakologis

berbeda dengan senyawa induk (Siswandono, 1995).

Hati adalah organ tubuh yang merupakan tempat utama metabolisme obat karena

mengandung lebih banyak enzim-enzim metabolisme dibanding organ yang lain. Setelah

pemberian oral, obat diserap oleh saluran cerna, masuk peredaran darah dan kemudian

masuk kedalam hati melalui efek lintas pertama. Aliran darah yang membawa obat atau

senyawa organik asing melalui sel-sel hati secara perlahan-lahan termetabolisis menjadi

senyawa yang mudah larut dalam air kemudian diekresikan melalui urin. Contoh obat yang

yang dimetabolisis di dalam hati adalah isoproterenol, lidokain, meperidin, propoksifen,

propanolol dan salisilamid. Hati menghsilkan cairan empedu yang membantu pencernaan

lemak dan sebagai media untuk ekskresi metabolit beberapa obat melalui tinja. Selain hati

tenyata usus juga mempunyai peranan penting dalam proses metabolisme. Adanya flora

normaldi usus halus dan memetabolisme obat dengan cara kerja sama dengan enzim-

enzim mikrosom hati. Sejumlah konjugat glukorina di ketahui dikeluarkan oleh empedu ke

usus. Di usus konjugat tersebut terhirolisis olah enzim glukurinodase menghasilkan obat

bebas yang bersifat lipofil. Obat bebas ini diserap secar difusi pasif melalui dinding usus,

masuk peredaran darah dan masuk kembali ke hati. Di hati terjadi konjugasi kembali

menghasilkan konjugat yang hidrofil, kemudian dikeluarkan kembali melalui empedu. Di

usus konjugat terhidrolisis lagi, demikian seterusnya sehingga merupakan suatu siklus.

Proses ini dinamakan siklus entherohepatik. Konjugat obat yang tidak mengalami hidrolisis

langsung diekresikan melalui tinja (Siswandono, 1995).

Reseptor merupakan suatu molekul yang jelas dan spesifik terdapat dalam

organisme, tempat molekul obat (agonis) berinteraksi membentuk suatu kompeks yang

reversibel sehingga pada akhirnya sehingga menimbulkan respon. Suatu senyawa yang

dapat mengaktivasi sehingga menimbulkan respon disebut agonis. Selain itu senyawa

yang dapat membentuk konleks dengan reseptor tapi tidak dapat menimbulkan respons

Page 3: Windi Sofiana.uts KKO 2015

dinamakan antagonis. Sedangkan senyawa yang mempunyai aktivitas diantara dua

kelompok tersebut dinamakan antagonis parsial. Pada suatu kejadian dimana tidak semua

reseptor diduduki atau berinteraksi dengan agonis untuk menghasilkan respons

maksimum, sehingga seolah-olah terdapat kelebihan reseptor, kejadian ini dinamakan

reseptor cadangan ( Blodinger, 1994 ).

BAB I

Metabolisme obat terutama terjadi di hati. Tempat metabolisme yang lain adalah

dinding usus, ginjal, paru, darah, otak dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus).

Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang non polar menjadi polar agar dapat

Page 4: Windi Sofiana.uts KKO 2015

diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umumnya diubah

menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik

(Setiawati, 2008).

Reaksi metabolisme terjadi dari rekasi fase I dan rekasi fase II. Reaksi fase I

berfungsi untuk mengubah molekul lipofilik menjadi molekul yang lebih polar. Metabolisme

fase I bisa meningkatkan, mengurangi, atau tidak mengubah aktivitas farmakologik obat

(Mycek et al, 2001). Sedangkan, pada rekasi fase II terjadi reaksi penggabungan

(konjugasi). Disini molekul obat bergabung dengan suatu molkeul yang terdapat didalam

tubuh sambil mengeluarkan air, misalnya dengan zat-zat alamiah seperti asetilasi,

sulfatasi, glukuronidasi, dan metilasi (Tjay dan Rahardja, 2007).

Reksi metabolisme obat dan senyawa organik asing ada dia tahap yaitu:

1. Reaksi fasa I atau reaksi fungsionalisasi

2. Reaksi fasa II atau reaksi konjugasi

Page 5: Windi Sofiana.uts KKO 2015

Yang termasuk reaksi fasa I adalah reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis.

Tujuannya adalah memasukkan gugus fungsional tertentu yang bersifat polar, seperti OH,

COOH, NH2, dan SH, ke struktur molekul senyawa. Hal ini dapat dicapai dengan:

a. Secara langsung memasukkan gugus fungsional, contoh: hidroksilasi senyawa aromatik

dan alifatik

b. Memodifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam struktur molekul.

Contohnya:

1. Reduksi gugus keton atau aldehid menjadi alkohol

2. Oksidasi alkohol menjadi asam karboksilat

3. Hidrolisis ester dan amida, menghasilkan gugus-gugus COOH, OH dan NH2

4. Reduksi senyawa azo dan nitro menjadi gugus NH2

5. Dealkilasi oksidatif dari atom N, O dan S menghasilkan gugus-gugus NH2, OH dan SH.

Meskipun reaksi fasa I kemungkinan tidak menghasilkan senyawa yang cukup

hidrofil, tetapi secara dapat meghasilkan suatu gugus fungsional yang mudah terkonjugasi

atau mengalami reaksi fasa II. Yang termasuk reaksi fasa II adalah reaksi konjugasi,

metilasi, dan asetilasi. Tujuannya adalah mengikat gugus fungsional hasil metabolit reaksi

fasa I dengan senyawa endogen yang mudah terionisasi dan bersifat polar, seperti asam

glukoronat, sulfat, glisisn, dan glugtamin menghasilkan konjugat yang mudah larut dalam

air. Hasil konjugasi yang terbentuk (konjugat) kehilangan aktifitas dan toksisitas, dan

kemudian diekskresikan melalui urine. Reaksi metilasi dan asetilasi bertujuan membuat

senyawa menjadi tidak aktif (Siswandono, 1995).

Reaksi metabolisme fasa I

Contohnya :

Tiopental yang merupakan turunan barbaitirat yang mempunyai kerja awal dan

masa serja yang singkat. Mekanisme kerja tiopental adalah sebagai berikut:

Page 6: Windi Sofiana.uts KKO 2015

Tiopental dengan (pKa= 7,6) mempunyai nilai koefisien partisi lemak air = 100 (log

p = 2). Dalam plasma darah mempunyai pH= 7,4, tiopental terdapat dalam bentuk yang tak

terionisasi = 50%, yang mempunyai kelarutan dalam lemak besar. Setelah pemberian

dosis tunggal secara intravena, dalam e=waktu beberapa detik, tiopental dengan cepat

didistribusikan ke jaringan otak atau sistem saraf pusat, yang mengandung banyak

jaringan lemak sehingga kadar dalam jaringan otak lebih besar dibanding kadar dalam

plasma darah dan terjadi efek anestesi (awal kerja obat cepat). Tiopental yang berada

plasma darah dengan cepat terdistribusi dan disimpan dalam depo lemak. Makin lama

makin banyak sehingga kadar obat dalam plasma menurun secara drastis. Untuk

mencapai kesetimbangan, tiopental yang ada dalam jaringan otak akan masuk kembali

dalam plasma darah sehingga kadar anestesi tidak tercapai lagi, dan efek anestesi segera

berakhir (masa kerja obat singkat).

Didalam hati tiopental dirombak dengan sangat lambat menjadi 3-5 %

pentobarbita (mengalami bioinaktifasi) dan sisanya menjadi metabolit tidak aktif yang

diekskresikan melalui saluran kemih. Kadarnya dalam jaringan adalah 6-12 x lebih besar

daripada kadar dalam plasma. Obat-obat yang mengalami jalur metabolisme dengan

reaksi fase I yang meliputi N- hidroksilasi, desulfurasi seperti tiopental, pembukaan cincin

asam barbiturat dan N-dealkilasi akan diekresikan dalam urine dalam bentuk keadaan

utuh.

Reaksi metabolisme fase II

Kloramfenikol adalah obat yang berkhasiat sebagai obat antibiotik. Kloramfenikol

termasuk dalam obat yang mengalami metabolisme fase I (reaksi fungsionalisasi). Pada

reaksi ini, kloramfenikol termasuk dalam reaksi oksidasi dimana terjadi penambahan gugus

OH. Pada metabolisme fase I terjadi penambahan gugus fungsional tertentu yang bersifat

polar, seperti OH, COOH, NH2, dan SH ke struktur molekul senyawa. Metabolisme fase I

mengubah obat yang bersifat lipofil menjadi obat yang bersifat hidrofil dengan

menambahkan produk polar. Sedangkan metabolisme fase II mengubah obat yang bersifat

hidrofil menjadi obat yang bersifat sangat hidrofil, akibatnya obat akan dikeluarkan melalui

ginjal dalam bentuk urin (Siswandono dan Bambang, 2000).

Kloramfenikol termasuk ke dalam obat yang mengalami bioaktivasi pada metabolisme

fase I dan mengalami bioinaktivasi pada metabolisme fase II. Adapun penjelasannya, yaitu

:

Page 7: Windi Sofiana.uts KKO 2015

a. Bioaktivasi

Kloramfenikol mengalami oksidasi dengan penambahan gugus OH menjadi turunan

oksamil klorida yang aktif sebagai antibiotik. Kloramfenikol yang bersifat lipofil ini

mengalami perubahan menjadi obat yang bersifat hidrofil karena adanya penambahan

gugus polar, yaitu gugus OH. Akibatnya, 5-10% kloramfenikol yang dalam bentuk aktif

(turunan oksamil klorida) dapat diekskresi oleh ginjal melalui urin. Bentuk aktif

kloramfenikol diekskresi terutama melalui filtrat glomerulus (Yulianusi, 2008).

b. Bioinaktivasi

Kloramfenikol yang telah bersifat hidrofil (turunan oksamil klorida) kembali mengalami

konjugasi (metabolisme fase II) dengan asam glukuronat oleh enzim glukuronit transferase

menjadi obat yang sangat hidrofil (turunan asam oksamat). Akibatnya, 80-90%

kloramfenikol yang sangat hidrofil (turunan asam oksamat) diekskresi melalui ginjal dalam

bentuk urin ( Yulianusi, 2008 ).

BAB II

Reseptor merupakan suatu molekul yang jelas dan spesifik terdapat dalam

organisme, tempat molekul obat (agonis) berinteraksi membentuk suatu kompeks yang

reversibel sehingga pada akhirnya sehingga menimbulkan respon. Suatu senyawa yang

dapat mengaktivasi sehingga menimbulkan respon disebut agonis. Selain itu senyawa

yang dapat membentuk konleks dengan reseptor tapi tidak dapat menimbulkan respons

dinamakan antagonis. Sedangkan senyawa yang mempunyai aktivitas diantara dua

kelompok tersebut dinamakan antagonis parsial. Pada suatu kejadian dimana tidak semua

reseptor diduduki atau berinteraksi dengan agonis untuk menghasilkan respons

Page 8: Windi Sofiana.uts KKO 2015

maksimum, sehingga seolah-olah terdapat kelebihan reseptor, kejadian ini dinamakan

reseptor cadangan ( Blodinger, 1994 ).

Pada gambar menunjukan bahwa pada reaksi antara agonis dan reseptor dapat

berinteraksi satu sama lain sehingga dapat memberikan efek yang maksimal. Sedangkan

pada antagonus dengan reseptor tidak mengalami kecocokan sehingga tidak ada interaksi

satu sama lain, akibatnya tidak dapat menimbulkan efek. Agonis merupakan senyawa yg

bila berinteraksi dengan reseptor menimbulkan efek. Sedangkan antagonis merupakan

senyawa yg bila berinteraksi dengan reseptor tidak menimbulkan efek. Pengikatan agonis

dan antagonis adalah saling eksklusif. Hal ini mungkin karena agonis dan antagonis

bersaing untuk situs pengikatan sama atau menggabungkan dengan lokasi yang

berdekatan yang tumpang tindih. Kemungkinan ketiga adalah bahwa situs yang berbeda

yang terlibat tetapi mereka berinteraksi dalam sedemikian rupa sehingga agonis dan

antagonis molekul tidak dapat terikat pada reseptor makromolekul pada waktu yang sama

( Rohim, 1995 ).