Wilayah Kesesuaian Lahan Tanaman Mengkudu Di Kota Depok
-
Upload
ardhi-tariganz -
Category
Documents
-
view
33 -
download
0
description
Transcript of Wilayah Kesesuaian Lahan Tanaman Mengkudu Di Kota Depok
Wilayah Kesesuaian Tanaman Mengkudu di Kota Depok, Jawa Barat
Syarif Hidayatulloh1
1 Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetaahuan AlamUniversitas Indonesia
Depok, [email protected]
Abstrak. Tingginya angka penderita diabetes di Indonesia, hal itu perlu diimbangi dengan ketersediaan obat. Mengkudu sebagai salah satu tanaman yang berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit diabetes. Akan tetapi hingga saat ini pemanfaatan mengkudu belum optimal. Depok sebagai kota yang dekat dengan Ibukota Jakarta merupakan tempat yang cukup cocok jika dilihat dari tingkat aksesbilitasnya. Namun hal itu perlu diklarifikasi dengan syarat tumbuh optimal tanaman mengkudu yaitu kemiringan lereng, ketinggian, curah hujan, dan jenis tanah yang diolah menggunakan analisa softrware ArcGIS 9.3 dengan klasifikasi : sangat sesuai, cukup sesuai, tidak sesuai.
Keywords: Analisis spasial, Mengkudu, Lereng, Ketinggian, Curah Hujan
1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pola hidup yang kurang sehat menyebabkan tingginya angka penderita Diabetes di Indonesia khususnya di Jakarta. Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya(1) mengkudu merupakan salah satu tanaman yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan penyakit diabetes. Saat ini optimalisasi penggunaan mengkudu sebagai bahan dasar obat belum lah optimal, hal itu dikarenakan belum adannya perkebunan mengkudu secara intensif. Hal ini mendorong peneliti untuk mencari dimanakah tempat yang sesuai untuk perkebunan mengkudu. Kota Depok menjadi pilihan dikarenakan letaknya di dekat Jakarta dengan tingkat aksesbilitas yang cukup tinggi namun belum terlalu tercemar oleh aktifitas industry bila dibandingkan dengan kota di sekitar Jakarta lainnya. Pemanfaatn lahan pun belum terlalu optimal di Kota Depok sehingga banyak lahan yang hanya ditumbuhi tanaman yang tidak produktif. Karakterisitik tanaman mengkudu yang
tidak terlalu membutuhkan perlakuan istimewa juga akan membuat para pemilik lahan dapat melakukan pekerjaan lainnya selain berkebun mengkudu.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui wilayah kesesuaian lahan
tanaman mengkudu di Kota Depok, Jawa Barat.
1.3 Rumusan Masalah
Dimana wilayah yang sesuai untuk tanaman mengkudu di Kota Depok, Jawa Barat?
1.4 Batasan Penelitian
Batasan pada penelitian ini adalah batas administrasi Kota Depok, Jawa. Batasan
materi yang dikaji adalah variabel yang digunakan untuk mengetahui kesesuaian
lahan tanaman mengkudu, yaitu lereng, ketinggian, suhu,curah hujan, dan jenis tanah.
2 Tinjauan Pustaka
2.1 Konsep Wilayah
Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografi beserta segenap unsur yang
terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional (2) . Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah
adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai
keterkaitansecara fungsional (3) .
Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit
geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah
tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Komponen-komponen
wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur),
manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah
menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang
ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu (4).
2.2 Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk
penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini
(kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan
potensial). Klasifikasi kesesuaian lahan adalah perbandingan (matching) antara
kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan.
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat
dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo
adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan
dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak
sesuai (N=Not Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo.
Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan,
kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat semi detail
(skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S)
dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan
sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak
dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-
1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS)
dan tidak sesuai (N) (5).
2.3 Mengkudu
Mengkudu termasuk tumbuhan keluarga kopi-kopian (Rubiaceae), yang pada
mulanya berasal dari wilayah daratan Asia Tenggara dan kemudian menyebar sampai
ke Cina, India, Filipina, Hawaii, Tahiti, Afrika, Australia, Karibia, Haiti, Fiji,Florida
dan Kuba (6).
Mengkudu berasal dari Asia Tenggara. Pada tahun 100 SM, penduduk Asia
Tenggara bermigrasi dan mendarat di kepulauan Polinesia, mereka hanya membawa
tanaman dan hewan yang dianggap penting untuk hidup di tempat baru. Tanaman-
tanaman tersebut memiliki banyak kegunaan, antara lain untuk bahan pakaian,
bangunan, makanan dan obat-obatan, lima jenis tanaman pangan bangsa Polinesia
yaitu talas, sukun, pisang, ubi rambat, dan tebu. Mengkudu yang dalam bahasa
setempat disebut "Noni" adalah salah satu jenis tanaman obat penting yang turut
dibawa Bangsa Polinesia memanfaatkan "Noni" untuk mengobati berbagai jenis
penyakit, diantaranya: tumor, luka, penyakit kulit, gangguan pernapasan (termasuk
asma), demam dan penyakit usia lanjut (6).
Pengetahuan tentang pengobatan menggunakan Mengkudu diwariskan dari
generasi ke generasi melalui nyanyian dan cerita rakyat. Tabib Polinesia, yang disebut
Kahuna adalah orang memegang peranan panting dalam dunia pengobatan tradisional
bangsa Polinesia dan selalu menggunakan Mengkudu dalam resep pengobatannya.
Laporan laporan tentang khasiat tanaman Mengkudu juga terdapat pada tulisantulisan
kuno yang dibuat kira-kira 2000 tahun yang lalu, yaitu pada masa pemerintahan
Dinasti Han di Cina. Bahkan juga dimuat dalam cerita-cerita pewayangan yang ditulis
pada masa pemerintahan raja-raja di pulau Jawa ratusan tahun yang lalu.
Perkembangan industri tekstil di Eropa mendorong pencarian bahan-bahan pewarna
alami sampai ke wilayah-wilayah kolonisasi, karena pada masa itu pewarna sintetis
belum ditemukan. Pada tahun 1849, para peneliti Eropa menemukan zat pewarna
alami yang berasal dari akar Mengkudu, dan kemudian diberi nama "Morindone" dan
"Morindin". Dari hasil penemuan inilah, nama "Morinda" diturunkan (6).
Berikut adalah tabel sejarah perkembangan Morinda citrifolia:
Tahun Keterangan100 M Imigran dari Asia Tenggara tiba di Kep. Polinesia dengan membawa bibit
Mengkudu.
1849 Orang-orang Eropa menemukan zat pewarna dari akar Mengkudu,yaitu Morindon dan Morindin.
1860 Penggunaan Mengkudu untuk pengobatan mulai ditulis dalam literatur Barat.
1950 Penemuan zat antibakteri pada buah Mengkudu.
1960-1980 Riset-riset ilmiah dilakukan untuk membuktikan bahwa Mengkudu dapat menurunkan tekanan darah tinggi.
1972 Ahli biokimia, Dr. Ralph Heinicke mulai melakukan penelitian tentang xeronine dan Mengkudu
1993 Penemuan zat anti kanker (damnacanthal) di dalam buah Mengkudu
Orang-orang Eropa mengetahui khasiat Mengkudu sekitar tahun 1800, yang diawal
dengan pendaratan Kapten Cook dan para awaknya di Kepulauan Hawaii (tahun
1778). Kedatangan mereka turut membawa penyakit-penyakit baru, antara lain
gonorrhea, sipilis, TBC, kolera, influenza, pneumonia yang dengan cepat mewabah ke
seluruh wilayah Hawaii dan mengakibatkan kematian ribuan penduduk. Bahkan
pengobatan tradisional masyarakat setempat tidak sanggup melawan penyakit-
penyakit tersebut. Para peneliti Eropa yang datang kemudian melakukan pencarian
dan penelitian tentang sejarah dan kebudayaan bangsa Polinesia, termasuk sistem
pengobatan tradisionalnya (6).
Syarat Tumbuh Tanaman Mengkudu
Secara umum tata cara pembudidayaan mengkudu secara intensif belum ada
yang mempraktikannya. Hal ini disebabkan keberadaannya masih dianggap sebagai
tanaman liar. mengkudu liar tumbuh diberbagai tempat lewat bijinya yang tercecer.
Mengkudu liar dapat tumbuh di dataran rendah, tepi pantai, hingga ketinggian 700
mdpl. pemnyebarannya banyak terdapat di daerah beriklim lembab dengan curah
hujan tahunan 1500-3000 m/tahun
Tanah tempat pertumbuhan tanaman mengkudu umumnya berstruktur baik
dan berasal dari tanah vulkanik, mengkudu juga tumbu di tanah yang miskin unsur
hara. mengkudu bisa tumbuh di areal yang hijau, setengah meranggas, bahkan di
tanah kering seperti gurun karena tanaman ini memang memiliki sifat
xerofit.Mengkudu merupakan tumbuhan yang banyak terdapat dalam Vegetasi
perintis dan vegetasi sekunder setelah lahan tidak digunakan lagi.
Selain tumbuh liar mengkudu juga dapat dibudidayakan. Tanaman ini
toleran atau bisa tumbuh di berbagai jenis tanah, baik ditanah keras maupun di tanah
subur. Maslah kesesuain lahan, tentu lahan yang berudara bersih dan bebas polusi
yang sesuai untuk budidaya mengkudu tidak tercemar logam berat, lokasi lahan
sebaiknya jauh dari kawasan industri dan lalu lintas kendaraan bermotor. Pasalnya,
buah mengkudu nantinya digunakan sebagai bahan baku pembuatan sari buah atau jus
mengkudu yang dipakai dalam pengobatan alternatif.
Pertumbuhan tanaman mengkudu tergolong sangat cepat. Tanaman
mengkudu liar umumnya pada umur 1-2 tahun sudah menghasilkan buah.Tanaman
yang dibudidayakan secara intensif, seperti di Parung Bogor, pertumbuhannya lebih
cepat lagi. Pada umur 4 bulan, tanaman sudah menghasilkan buah pertama, walaupun
jumlah produksi buah tertinggi (sekitar 30 kg/pohon/bulan) dapat dihasilkan saat
tanaman berumur 4 tahun ke atas. Penanaman mengkudu dapat ditumpangsarikan
dengan tanaman lain, terutama tanaman semusim, seperti tanaman kacang kacangan
atau sayur mayur. Selain itu, mengkudu dapat ditanam sebagai pohon peneduh
dengan cara ditumpangsarikan dengan tanaman kopi (7).
2.4 Lereng
Lereng adalah kenampakan muka bumi yang disebabkan adanya beda tinggi.
Bentuk Lereng dipengaruhi oleh besarnya proses erosi juga gerakan tanah dan
pelapukan. Lereng merupakan parametertopografi yang terbagi dalam dua bagian
yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi relative, dimana kedua bagian tersebut besar
pengaruhnya terhadap penilaian suatu lahan kritis. Bila dimana suatu lahan yang
lahan dapat merusak lahan secara fisik, kimia, dan biologi ,sehingga akan
membahayakan hidrologi produksi pertanian dan pemukiman.
2.5 Jenis Tanah
Terdapat berbagai jenis tanah yang ada di Indonesia. Menurut Hardjowigeno
(1985) terdapat 10 ordo tanah dalam sistem Taksonomi Tanah USDA 1975 (8), yaitu :
a. Alfisol
Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat
penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik)dan mempunyai
kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari
permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison di
atasnya dan tercuci kebawah bersama dengan gerakan air. Padanan dengan sistem
klasifikasi yang lama adalahtermasuk tanah Mediteran Merah Kuning, Latosol,
kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning
b. Aridisol
Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai
kelembapan tanah arid (sangat kering). Mempunyai epipedon ochrik, kadang-
kadang dengan horison penciri lain. Padanan dengan klasifikasi lama adalah
termasuk Desert Soil
c. Entisol
Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih sangat
mudayaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison
penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Kata Ent berarti recent atau
baru. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial atau
Regosol.
d. Histosol
Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan kandungan
bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30%
(untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi
tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata Histos berarti jaringan tanaman. Padanan
dengan sistemklasifikasi lama adalah termasuk tanah Organik atau Organosol.
e. Inceptisol
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih
berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang
berarti permulaan.Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum
berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan
dengan sistem klasifikasi lamaadalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol,
Gleihumus, dll.
f. Mollisol
Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon
lebihdari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari
1%,kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak
keras bilakering. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis yang berarti lunak.
Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem,
Brunize4m, Rendzina, dll.
g. Oxisol
Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral
mudah lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga
kapasitas tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak
mengandungoksida-oksida besi atau oksida Al. Berdasarkan pengamatan di
lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol Merah &
Latosol Merah Kuning),Lateritik, atau Podzolik Merah Kuning.
h. Spodosol
Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan horison bawah
terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik) sedang,
dilapisan atasterdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic).
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzol.
i. Ultisol
Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi
penimbunanliat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada
kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan sistem
klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol, dan
Hidromorf Kelabu.
j. Vertisol
Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat
tinggi(lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan
mengkerut.Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras.
Kalau basah mengembang dan lengket. Padanan dengan sistem klasifikasi lama
adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit.
2.6 Curah Hujan
Pengertian Curah Hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul
dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah
hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang
datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter (9).
3 Metodologi
3.1 Kajian Literatur
Sebelum menganalisis wilayah kesesuaian lahan tanaman mengkudu
diperlukan kajian literatur yang bersumber dari buku, jurnal, maupun penelitian-
penelitian terdahulu. Hal itu dimaksudkan untuk mempermudah menentukan variabel-
variabel yang digunakan dalam analisis wilayah kesesuaian lahan tanaman mengkudu.
3.2 Wilayah Penelitian
Wilayah penelitian yang dijadikan tempat untuk menganalisis wilayah
kesesuaian tanaman mengkudu adalah di Kota Depok, Jawa Barat.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan untuk menganalisis wilayah kesesuain lahan
tanaman mengkudu adalah curah hujan, kemiringan lereng, ketinggian, dan jenis
tanah.
3.4 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan untuk menganalisis wilayah kesesuain lahan
tanaman bawang merah merupakan data sekunder, yaitu data yang didapatkan tidak
secara langsung, melainkan dari instansi terkait ataup situs resmi instansi terkait. Data
tersebut meliputi:
• Peta Administrasi Kota Depok, Jawa Barat
• Data curah hujan pada setiap stasiun di Kota Depok, Jawa Barat
• Data SRTM Kota Depok, Jawa Barat
• Peta jenis tanah yang dapat diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
3.5 Pengolahan Data.
Proses pengolahan data diawali dengan melakukan klasifikasi data yang kita
miliki sehingga akan mempermudah proses analisa.
Kemiringan Lereng
L1 : <8%
L2 : 8-15 %
L3 : >15%
Ketinggian
K1 :<400 mdpl
K2 :400-700 mdpl
K3 :>700 mdpl
Jenis Tanah
T1 : Aluvial
T2 :Latosol
T3 : Regosol
Curah Hujan
C1 : <2500 mm/th
C2 : 2500-3000 mm/th
C3 : >3000 mm/th
Variabel Sangat Sesuai Cukup Sesuai Tidak Sesuai
Kemiringan Lereng L1 L2 L3
Ketinggian K1 K2 K3
Jenis Tanah (ordo) T1 T2 T3
Curah Hujan C1 C2 C3
Table 1. Matriks kesesuaian.
Membuat Nilai bantu dari variable yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu :
Kemiringan Lereng:
L1: nilai bantu 3
L2: nilai bantu 2
L3: nilai bantu 1
Ketinggian:
K1: nilai bantu 3
K2: nilai bantu 2
K3: nilai bantu 1
Jenis Tanah:
T1: nilai bantu 3
T2: nilai bantu 2
T3: nilai bantu 1
Curah hujan:
C1: nilai bantu 3
C2: nilai bantu 2
C3: nilai bantu 1
3.6 Alur Pikir
Gambar 1. Alur pikir penelitian.
Belum optimalnya ketersedian obat herbal diabetes
Penderita Diabetes yang cukup banyak di wilayah Jakarta
Data dan Analisiswilayah yang sesuai
Penyedian Obat herbal (mengkudu)
Wilayah kesesuaian
Depok Wilayah Terdekat
3.7 Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis spasial
menggunakan software pemetaan ArcGIS 9.3. Program ini akan mengklasifikasikan
data menjadi Sangat sesuai, Cukup sesuai, dan tidak sesuai untuk tanaman mengkudu
di Kota Depok, Jawa barat sehingga terbentuknya Peta Kesesuain Lahan Mengkudu
di Kota Depok, Jawa Barat.
Gambar 2. Modelling GIS.
Query. Query yang dimasukan agar dihasilkan peta wilayah kesesuaian lahan adalah sebagai
berikut.
Sangat Sesuai :
“Lereng”=<8 % AND “Ketinggian”=<400 AND “Jenis Tanah”=”Aluvial” OR
“Jenis Tanah”=”Latosol” AND “Curah Hujan”=<2500
Atau jika total dari semua nilai bantu 11-12
Sesuai :
“Lereng”=8-15 % AND “Ketinggian”=400-700 AND “Jenis Tanah”=”Podsolik
kuning” AND “Curah Hujan”=2500-3000 mm
Atau jika total dari semua nilai bantu 8-10
Tidak Sesuai :
“Lereng”=>15 % AND “Ketinggian”=>700 AND “Jenis Tanah”=”Regosol”
AND “Curah Hujan”=>3000 mm
Atau jika total dari semua nilai bantu <7
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil peneletian yang dilakukan
mengenai daerah kesesuaian tanaman mengkudu di Kota Depok, Jawa Barat.
Terdapat variable- variable kesesuaian untuk tanaman mengkudu, yaitu : Kemiringan
lereng, Ketinggian, Curah Hujan, Jenis Tanah.
4.1 Variabel Kesesuaian
A. Kemiringan Lereng
Kemiringan Lereng di Kota Depok di dapatkan dengan mengolah data dan
melakukan klasifikasi sesuai dengan klasifikasi kesesuaian tanaman
mengkudu yaitu kemiringan lereng 2-8 % (sangat sesuai), 8-15 % (cukup
sesuai), >15 % (tidak sesuai).
Kemiringan Lereng Luas (KM2)
2-8 % 84.361898
8-15 % 89.832091
15-20 % 16.235795
B. Ketinggian
Ketinggian suatu lokasi di ukur dari permukaan laut merupakan salah satu
variable yang menentukan tingkat kesesuaian tanaman. Hal itu juga terjadi
pada tanaman mengkudu, tanaman mengkudu memiliki kriteria agar tumbuh
optimal yaitu pada ketinggian <400 mdpl. Kota Depok memiliki ketinggian
<200 mdpl sehingga dari sisi ketinggian seluruh wilayah Kota Depok sangat
sesuai untuk tanaman mengkudu.
C. Jenis Tanah
Tanah merupakan tempat tumbu8h tanaman, semakin tinggi kandungan
unsure hara tanah maka akan semakin baik pertumbuhan tanaman tersebut.
Pad tanaman mengkudu jenis tanah yang sesuai sangat bergantung pada
tingkat PH tanah tersebut PH yang cocok ialah 6-7 maka jenis tanah yang
sesuai ialah Aluvial (sangat sesuai), Latosol (cukup sesuai), Regosol (Tidak
sesuai).
Jenis Tanah Luas (KM2)
Regosol Coklat 4.79174Latosol Merah 125.5609Latosol Coklat Kemerahan 8.271243Komplek Aluvial Coklat & Aluvial Coklat Kekelabuan 5.147397Asosiasi Regosol Coklat Dengan Latosol coklat 3.723676Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan Dengan Laterit Air Tanah 6.704726Aluvial kelabu 34.59152Aluvial coklat kekuningan 1.63865
D. Curah Hujan
Curah hujan di Kota depok berkisar antara 2000-3500 mm/th sedangkan
klasifikasi curah hujan yang sesuai untuk tanaman mengkudu ialah <2500
mm/th (sangat sesuai), 2500-3000 mm/th (cukup sesuai),dan >3000 mm/th
(tidak sesuai).
4.2 Hasil Pengamatan
Hasil yang di dapat melalui perbandingan karakterisitk wilayah Kota Depok
dengan syarat tumbuh tanaman mengkudu yang di analisis menggunakan software
ArcGIS 9.3 menunjukan bahwa sebagian besar wilayah Kota Depok termasuk
kedalam klasifikasi “cukup sesuai” untuk tanaman mengkudu yang tersebar dominan
di sebelah utara.
Hasil calculate Geometry, didapat luasan untuk masing-masing wilayah
kesesuaian, yaitu :
Kesesuaian Mengkudu Luas (KM2)
sangat sesuai 14.32418
cukup sesuai 152.942192
tidak sesuai 23.163444
5. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian menggunakan metode overlay wilayah Kota Depok
tidak terlalu berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat pembudi dayaan tanaman
mengkudu untuk obat dikarenakan sebagian besar Wilayah Depok masuk ke dalam
klasifikasi “cukup sesuai” dan hanya sedikit wilayah di Kota Depok yang termasuk
dalam klasifikasi “sangat sesuai”.
Referensi
1) Universitas Sumatera Utara/Definisi Diabetes mellitus/http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30881/4/Chapter%20II.pdf diakses pada tanggal 3 Juni 2013 Pukul 15.30 WIB
2) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
3) Saefulhakim, dkk. 2002. Studi Penyusunan Wilayah Pengembangan Strategis (Strategic Development Regions). IPB dan Bapenas. Bogor.
4) Rustiadi, E. dan S. Hadi. 2006. Pengembangan Agropolitan Sebagai Strategi Pembangunan Berimbang. Crespent Press. Bogor
5) United States Departement Of Agriculture/Natural Resources Conservation
service/Soil Taxonomy/
ftp://ftp-fc.sc.egov.usda.gov/NSSC/Soil_Taxonomy/tax.pdf diakses pada
tanggal 3 Juni 2013 Pukul 16.00 WIB
6) Waha, Maria Goreha.2005. Sehat dengan Mengkudu. Yogyakarta:STP
7) Taufik H. Tajoedi., Ir. Hadi Iswanto. 2002. Mengebunkan Mengkudu secara
Intensif. AgroMedia
8) Hardjowigeno, S. 1985. Klasifikasi Tanah dan Lahan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
9) Universitas Sumatera Utara/Definisi Curah Hujan/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19244/4/Chapter%20II.pdf
diakses pada tanggal 4 Juni 2013 Pukul 08.00 WIB
Lampiran