who am i

9
Nama : Wahyu Nhira Utami NIM : PS/05291 WHO AM I ? Nama lengkap saya Wahyu Nhira Utami, tapi sejak kecil saya biasa dipanggil Nhira. Saya lahir pada tanggal 20 Agustus 1988, jadi sekarang saya berumur 19 tahun. Saya lahir dan besar di sebuah kota di kalimantan timur yang bernama Samarinda. Papa saya bernama Ir. H. Ibrahim M.P dan ibu saya bernama Ir. Hj. Noor Hartati M.P. Saya mempunyai seorang adik bernama Meilia Nhadia Amalia, yang biasa dipanggil Nhadia. Jarak antara saya dan adik saya cukup jauh, kami terpaut sekitar 7 tahun. Saat ini Nhadia duduk di kelas 1 SMP. Dulu saya merasa terpautnya umur yang cukup jauh antara adik saya dan saya cukup menjadi masalah, karena di kebanyakan situasi harus selalu saya yang mengalah. Tapi sekarang, saya merasa hal ini wajar dan lumrah, bahkan sekarang saya merasa sangat dibutuhkan oleh adik saya. Karena saya sudah dewasa dan ia pun mulai beranjak dewasa, tipe pemikiran kami hampir sama dan ia pun menganggap saya orang yang bisa ia percaya untuk curhat jika mama saya tidak di rumah. Dan sejauh ini hubungan kami cukup baik dan kami pun merasa nyaman antara satu dan yang lainnya. Saya tinggal di tengah-tengah keluarga besar. Sejak kecil saya selalu berada di tengah-tengah keluarga besar saya, mulai dari nenek, kakek, om tante dan sepupu-sepupu saya selalu ada dan saling memperhatikan antara satu dengan yang lain. Dengan merasakan kekeluargaan yang seperti ini saya merasakan bahwa keluarga telah menjadi suatu bagian yang terpenting bagi diri saya. Dan karena itulah sejak kecil saya biasa dekat dengan keluarga saya, saya menampilkan diri saya apa adanya kepada keluarga saya dan mereka pun menerima saya apa adanya. Kata nenek saya, sejak kecil saya adalah seorang anak yang pendiam dan tenang. Ketika saya dipakaikan ikat rambut di pagi hari, sampai sore pun ikat rambut itu akan tetap berada di kepala saya dengan posisi yang sama. Kata tante

description

Kesehatan mental ; mental health

Transcript of who am i

Page 1: who am i

Nama : Wahyu Nhira UtamiNIM : PS/05291

WHO AM I ?

Nama lengkap saya Wahyu Nhira Utami, tapi sejak kecil saya biasa dipanggil Nhira. Saya lahir pada tanggal 20 Agustus 1988, jadi sekarang saya berumur 19 tahun. Saya lahir dan besar di sebuah kota di kalimantan timur yang bernama Samarinda. Papa saya bernama Ir. H. Ibrahim M.P dan ibu saya bernama Ir. Hj. Noor Hartati M.P. Saya mempunyai seorang adik bernama Meilia Nhadia Amalia, yang biasa dipanggil Nhadia. Jarak antara saya dan adik saya cukup jauh, kami terpaut sekitar 7 tahun. Saat ini Nhadia duduk di kelas 1 SMP. Dulu saya merasa terpautnya umur yang cukup jauh antara adik saya dan saya cukup menjadi masalah, karena di kebanyakan situasi harus selalu saya yang mengalah. Tapi sekarang, saya merasa hal ini wajar dan lumrah, bahkan sekarang saya merasa sangat dibutuhkan oleh adik saya. Karena saya sudah dewasa dan ia pun mulai beranjak dewasa, tipe pemikiran kami hampir sama dan ia pun menganggap saya orang yang bisa ia percaya untuk curhat jika mama saya tidak di rumah. Dan sejauh ini hubungan kami cukup baik dan kami pun merasa nyaman antara satu dan yang lainnya.

Saya tinggal di tengah-tengah keluarga besar. Sejak kecil saya selalu berada di tengah-tengah keluarga besar saya, mulai dari nenek, kakek, om tante dan sepupu-sepupu saya selalu ada dan saling memperhatikan antara satu dengan yang lain. Dengan merasakan kekeluargaan yang seperti ini saya merasakan bahwa keluarga telah menjadi suatu bagian yang terpenting bagi diri saya. Dan karena itulah sejak kecil saya biasa dekat dengan keluarga saya, saya menampilkan diri saya apa adanya kepada keluarga saya dan mereka pun menerima saya apa adanya.

Kata nenek saya, sejak kecil saya adalah seorang anak yang pendiam dan tenang. Ketika saya dipakaikan ikat rambut di pagi hari, sampai sore pun ikat rambut itu akan tetap berada di kepala saya dengan posisi yang sama. Kata tante saya, saya cukup cepat dalam menangkap suatu hal yang baru. Kata Mama saya, saya termasuk orang yang cengeng dan mudah terharu. Kata sahabat saya, saya adalah orang yang cukup bisa diandalkan dalam banyak hal, baik dan loyal terhadap orang yang disayang.

Hal-hal diatas hanyalah sebuah opini orang, tapi perlu disadari juga bahwa opini tersebut keluar dari mulut orang-orang yang telah bersama saya sekian tahun. Saya melihat dan sepenuhnya menyadari bahwa apa yang mereka katakan itu benar, tapi tentunya masih ada beberapa hal yang belum mereka ketahui tentang saya. Perasaan yang hanya saya yang tahu dan mungkin belum mereka tahu.

Page 2: who am i

Perkataan bahwa saya adalah seorang yang pendiam, bisa dikatakan benar. Saya banyak bicara hanya disaat-saat tertentu, karena saya bukanlah tipe orang yang bisa untuk terus berbicara. Saya merasa orang yang mampu untuk terus menerus berbicara adalah orang yang hebat, tapi bila itu saya lakukan saya sadar bahwa itu bukanlah saya. Saya tipe orang yang berkata seperlunya dan lebih banyak mendengarkan orang lain. Dan saat saya merasa saya perlu angkat bicara, disaat itulah saya bicara.

Saya bukanlah orang yang susah untuk belajar. Tidak seperti orang tua kebanyakan, orang tua saya tidak pernah menyuruh dan tidak pernah memaksakan saya untuk belajar. Saya sendiri yang mempunyai kesadaran untuk belajar. Orang tua saya juga tidak pernah mempunyai ekspektasi yang berlebihan mengenai akademis saya. Yang selalu mereka tekankan hanyalah ”Yang penting nilai kamu tidak merah dan kelakuan kamu baik-baik saja”. Dan memang selama ini saya tidak pernah (dan semoga tidak akan pernah) menghadiahi mereka nilai merah. Bilapun saya mendapatkan nilai jelek, seakan ada perasaan bersalah karena saya tidak bisa memberikan yang terbaik bagi mereka. Sehingga selama ini saya selalu berusaha membuat orang tua saya bangga akan apa yang saya lakukan. Dan saya selalu ingin membuat mereka tahu bahwa apa yang mereka lakukan, usahakan dan juga materi yang mereka keluarkan selama ini tidak sia-sia.

Saya juga termasuk orang yang cengeng dan mudah tersentuh. Jika menonton suatu tayangan yang mengharukan dan sangat menyentuh hati, bisa dipastikan bahwa saat itu saya sudah menitikkan air mata. Jika saya berada di suatu keadaan yang menyayat hati pun saya akan sangat mudah menangis. Mendengar cerita orang yang sedih, saya bisa jadi orang pertama yang menitikan air mata. Tapi yang mengherankan bahkan bagi saya sendiri, terkadang sangat susah bagi saya untuk menangis bila saya yang menjadi tokoh sentral dari suatu permasalahan. Kehidupan pribadi saya juga tak luput dari hal-hal sedih. Dan bila hal sedih itu terjadi, saya sangat susah untuk menangis. Entah karena apa air mata itu tidak dapat keluar. Banyak yang bilang, menangis itu dapat membuat perasaan lebih baik. Tapi saya sulit untuk menangis bila suatu permasalahan menimpa saya. dari 10 masalah, mungkin hanya 2 masalah yang mampu membuat saya menangis, itupun jika masalah itu sudah bertumpuk-tumpuk dan sudah tidak bisa lagi saya tangani.

Saya cukup terbuka kepada orang lain atas masalah-masalah yang saya hadapi. Tapi perlu diketahui bahwa tidak semua masalah selalu saya ceritakan pada orang lain, bahkan kepada sahabat saya sekalipun. Memang sahabat itu merupakan tempat kita berbagi semua cerita suka dan duka, tapi saya tetap merasa ada hal-hal yang memang itu untuk konsumsi saya pribadi dan saat saya merasa permasalahan itu perlu saya bagi kepada orang lain, orang tua dan

Page 3: who am i

sahabat adalah orang pertama yang saya hubungi. Kebanyakan teman dan sahabat berkata saya kurang terbuka kepada mereka, hal ini separuh benar separuh salah. Karena memang saya tidak pernah terlalu memusingkan sesuatu. Saya menyadari bahwa dulu saya orang yang sangat perasa. Dan dengan sifat yang seperti itu, dulu saya hidup dengan perasaan yang kurang menyenangkan dan selalu tidak percaya diri. Saya selalu merasa ”Jangan-jangan...” dan itu sangat tidak enak. Dan akhirnya 3 tahun belakangan ini saya menyadari bahwa perasaan itu hanya membawa ketidaknyamanan bagi diri saya sendiri. Akhirnya saya pun mulai berubah dan apabila saya merasakan sesuatu yang tidak nyaman, tidak semua perasaan itu saya masukkan dalam hati. Hal ini baik, tapi saya jadi menyadari mungkin karena hal inilah saya jadi biasa menganggap bahwa permasalahan itu biasa dan mudah ditangani atau mungkin dalam bahasa psikologis disebut merepres perasaan. Sehingga apa yang saya rasakan itu selalu saya tekan, saya tumpuk dan tanpa sadar permasalahan itu menjadi bom waktu yang bisa saja meledak kapan saja dan saat perasaan itu telah menggunung, barulah saya bisa merasakan perasaan yang sangat sakit dan akhirnya bisa menangis sejadi-jadinya.

Mungkin karena perasaan yang mudah tersentuh itulah, saya suka sekali dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial. Selain karena saya tertarik dengan karakter manusia dan ingin mengetahui tentang manusia dan problemanya secara lebih mendalam, saya juga ingin melakukan banyak hal demi kebaikan orang banyak. Saya ingin memberdayakan apa yang ada di diri saya semaksimal mungkin demi kebaikan banyak pihak. Karena saya pernah mendengar kata bijak ”Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bisa memberi manfaat bagi orang lain”. Saya tidak mau menjadi orang yang egois, yang hidup hanya demi dirinya sendiri, saya ingin kebahagiaan yang saya rasakan juga bisa mereka rasakan. Karena itu saya suka mengikuti kegiatan-kegiatan sosial dan kunjungan ke tempat-tempat orang yang kurang beruntung, karena dengan begitu saya harap saya bisa memikirkan sesuatu yang dapat meringankan beban penderitaan mereka dan secara tidak langsung saya bisa lebih mensyukuri berkah yang diberikan oleh Allah selama ini.

Bila orang melihat saya, mungkin mereka akan langsung menangkap kesan bahwa saya adalah orang yang ramah, karena memang saya sangat mudah tersenyum bahkan kepada orang baru sekalipun. Sejak saya kecil, orang tua saya selalu mengajarkan saya untuk bersikap sopan kepada orang lain. Jadi tersenyum kepada orang lain memang sudah menjadi kebiasaan saya sejak dulu dan biasanya secapek dan sekesal apapun saya, saya masih bisa tersenyum. Dan kebiasaan sopan itu terus saya bawa sampai sekarang, bahkan kenalan saya di Australia pun menyebut saya sangat sopan untuk ukuran orang Indonesia pada umumnya. Padahal saya merasa apa yang saya lakukan itu biasa saja, hanya saja saya memang

Page 4: who am i

menghormati orang yang lebih tua. Saya berusaha tidak berbicara kasar dan berbicara dengan nada tinggi kepada mereka. Saya juga memiliki sense of humour yang cukup bagus. Memang saya tidak bisa untuk selalu menjadi penceria suasana, tapi bila ada suatu hal yang lucu saya akan tertawa terbahak-bahak dan saya tergolong orang yang cukup mudah untuk tertawa.

Bisa dikatakan pertengahan tahun 2005 sampai pertengahan tahun 2006 lalu merupakan tahun yang tidak akan saya lupakan seumur hidup saya. Di tahun itulah saya diberi kesempatan oleh Allah untuk melihat dunia selain dunia yang saya tahu sejak saya kecil. Saya diberi amanah oleh organisasi Bina Antarbudaya-AFS untuk menjadi salah satu duta Indonesia di Australia. Saya ditempatkan di Albany-Australia Barat, selama kurang lebih 11 bulan saya tinggal dan berinteraksi dengan orang-orang asli Australia. Selama itu saya jadi banyak belajar dan mempelajari banyak hal yang nantinya akan saya terapkan dalam kehidupan saya supaya nantinya saya bisa menjadi orang yang lebih baik. Dari pengalaman saya itu, saya menyadari bahwa di luar sana ada dunia luar yang menganut nilai-nilai yang berbeda tapi tidak kalah baiknya dengan Indonesia. Saya jadi memegang teguh 3 kata, yaitu terima kasih, maaf dan tolong. Pengamalan kata-kata ini dalam kehidupan sehari-hari memiliki arti yang sangat positif. Kita bisa menjadi orang yang lebih menghargai orang dan tentunya juga dapat membuat kita untuk menjadi orang yang lebih baik. Dan karena itu, saya juga lebih menghargai hal-hal kecil yang terjadi di hidup saya. karena tanpa kita sadari sebenarnya, hal-hal kecil itulah yang membuat kita kangen dan merasa rindu sekali akan sesuatu. Dengan mengikuti program ini, saya jadi merasa menemukan tujuan baru dalam hidup saya. Dulu saya memiliki tujuan hidup yang lurus-lurus saja. Selesai SMA ya kuliah lalu kerja, tidak terpikir untuk mencari hal-hal lain. Dengan keikutsertaan program ini, saya jadi mulai berpikir secara global. Tidak hanya berpikir hal-hal yang lurus saja, kita juga sebenarnya bisa untuk melebarkan sayap kita tanpa harus mengorbankan cita-cita kita sejak awal. Melalui program ini jua lah, saya jadi orang yang berpikiran lebih terbuka. Kita tidak boleh menganggap bahwa apa yang selama ini kita yakini itu benar, karena memang tidak sepenuhnya itu benar. Bahwa suatu masalah pasti punya jalan keluar dan jalan keluar itu tidak hanya tugas satu, ada banyak jalan yang bisa ditempuh dan tugas kita lah untuk mencarinya.

Tentu saja, saya juga tak luput dari kelemahan. Dibalik semua kebaikan yang saya jabarkan diatas, saya juga memiliki banyak kekurangan. Kekurangan saya yang pertama, saya kurang bisa mengekspresikan perasaan sedih dan kesal saya. Ketika saya marah dan kesal, saya tidak ingin orang mengetahuinya sehingga saya berusaha menutup-nutupinya. Tempramen saya sebenarnya mudah tersulut emosinya, tapi emosi itu sering saya tutup-tutupi sehingga

Page 5: who am i

hanya sedikit orang yang bisa menyadari. Kebiasaan ini terus berlanjut hingga detik ini. Sehingga saya terkadang marah sendiri, kenapa saya tidak bisa semudah orang lain dalam mengekspresikan sesuatu. Disaat saya marah, ekspresi marah itu masih terbalut dengan senyum dan ketenangan saya. Hati rasanya sudah terbakar, tapi saya masih bisa tersenyum. Jadilah orang berpikir saya tidak bisa marah. Dan saya menyadari bahwa ketika kemarahan saya telah bertumpuk, saya bisa ”meledak” kapan saja, walaupun itu jarang terjadi.

Saya memiliki kecenderungan untuk mudah percaya pada orang lain, bahkan pada orang yang baru dikenal. Karena sejak kecil saya diajarkan untuk selalu berlaku baik kepada orang lain dan tidak membeda-bedakan antara orang yang satu dan lainnya. Ajaran diatas mungkin saya artikan sangat jauh berbeda, tapi itulah yang terjadi. Dari dahulu, saya sudah memiliki mind set bahwa semua orang itu baik, karena memang sejak saya kecil saya dikelilingi oleh orang-orang yang tidak pernah menyakiti saya. Dengan keterbiasaan itulah, saya jadi menganggap bahwa semua orang itu baik tanpa menyadari bahwa terkadang orang bisa menampilkan banyak topeng dihadapan orang lain.

Banyak orang yang mengatakan bahwa saya itu baik, terlalu baik malah. Dan tidak sedikit orang yang mengatakan ”Jangan terlalu baik, nanti mudah dimanfaatkan”. Saya merasa pendapat mereka ada benarnya. Karena terkadang kebaikan saya dimanfaatkan berlebihan oleh orang lain. Sehingga terkadang ada perasaan takut saat saya melakukan sesuatu. Saya merasa apa yang saya lakukan baik, tapi terkadang saya terlalu lemah, saya tidak mau mengecewakan orang lain sehingga saya sendiri yang kecewa karena diri saya sendiri. Sehingga saya harus membedakan kapan saya harus bersikap baik dan ketika saya merasa tidak nyaman atau kebaikan saya mulai dimanfaatkan saya harus bersikap asertif mengenai apa yang sebenarnya saya rasakan. Ada saatnya bagi saya untuk sulit sekali mengatakan TIDAK. karena kembali lagi, saya tidak ingin dikecewakan maka saya berusaha untuk tidak mengecewakan. Seiring waktu, kebiasaan ini bisa berubah. Saya sekarang lebih mudah untuk mengatakan tidak bila hal itu sudah mengganggu saya. Saya pun mulai berusaha untuk menampilkan apa adanya saya dan saat saya memang tidak ingin melakukan sesuatu, saya mulai mengatakan Tidak.

Saya menyadari bahwa sebenarnya saya orang yang penakut. Penakut disini maksudnya bukan penakut secara harfiah, tapi penakut secara implisit. Saya takut untuk melakukan sesuatu yang beresiko atau tidak jelas ujung pangkalnya dan yang paling fatal, saya takut untuk berharap terlalu tinggi. Kata orang ”Gantungkanlah cita-citamu setinggi mungkin”, tapi saya belum berani melakukan ini. Saya takut jatuh, dan saya tahu apabila akhirnya saya jatuh itu akan terasa sangat sakit. Dan ketika saya jatuh, saya tidak yakin saya bisa bangkit

Page 6: who am i

lagi. Itulah mengapa saya takut untuk berharap yang terlalu tinggi, karena bila saya gagal saya takut akan terpuruk.

Jika ditanya mengenai apa yang saya inginkan, membahagiakan orang tua dan adik saya adalah hal yang berada di list teratas saya. Di dunia ini tidak ada hal yang paling berharga bagi saya selain kebahagiaan mereka. Melihat ekspresi bahagia mereka merupakan suatu perasaan yang tak ternilai harganya. Karena itu saya selalu ingin membuat mereka bangga dan bahagia atas apa yang saya lakukan dan saya capai. Saya ingin melihat kedua orang tua saya berdiri di tempat orang tua pada acara wisuda saya, dan mereka bisa melihat Nhira, anak mereka berdiri diantara para wisudawan dan wisudawati yang lulus dengan nilai terbaik. Saat saya menerima sertifikat kelulusan, saya ingin melihat wajah kedua orang tua saya dan melihat ekpresi kebanggaan mereka. Saya ingin membuktikan bahwa apa yang telah mereka lakukan dan korbankan selama ini berbuah manis. Sejak dulu impian saya adalah menjadi orang yang baik dan sukses sehingga nantinya saya bisa menghidupi kedua orang tua saya sehingga di masa tuanya mereka tidak perlu bekerja keras dan saya pun akan membiayai adik saya, sehingga ia bisa mendapatkan pendidikan yang lebih dari yang telah saya dapatkan. Saya juga ingin pergi ke tanah suci bersama kedua orang tua dan adik saya. Sampai detik ini, saya masih sering menangis sendiri bila tiba-tiba teringat hal-hal tentang orang tua dan adik saya. Banyak sekali hal-hal kecil yang langsung membuat saya rindu dan merasa kangen sekali. Setiap pagi sebelum pergi sekolah, saya biasanya cium tangan Mama dan Papa dan saat kuliah hal itu hilang.

Saya nantinya ingin menjadi orang yang sukses, saya ingin menjadi seorang Psikolog yang bisa diandalkan. Seorang psikolog yang tidak berorientasi pada uang melainkan sebagai seorang psikolog yang bisa melakukan banyak hal yang bisa bermanfaat bagi banyak orang, tidak hanya pada kalangan atas saja, melainkan juga kalangan bawah. Saya ingin terjun langsung ke suatu komunitas dan mengusahakan sesuatu yang dapat merubah keadaan mereka menjadi lebih baik.

Mama dan Papa memiliki porsi yang sama dalam mengatur rumah tangga. Tapi memang, Mama memiliki kemampuan lebih untuk mengatur anak-anaknya. Dalam kebanyakan situasi, saya dan adik saya tidak bisa berkata ataupun melakukan apa-apa untuk merubah apa yang telah mama saya putuskan. Karena memang apa yang Mama saya lakukan itu baik bagi kami, tapi bukan anak-anak namanya bila langsung setuju mengenai apa yang orang tua tentukan. Perdebatan tentunya terjadi, tapi karena memang dominasi orang tua sangat kuat sehingga kami tidak berani melanggar dan juga karena mereka ingin yang terbaik bagi kami, akhirnya kami mengikuti apa yang orang tua katakan.

Banyak sekali nilai-nilai yang orang tua dan keluarga saya tanamkan pada diri saya. Norma kesopanan, sosial dan agama adalah

Page 7: who am i

norma-norma yang paling ditanamkan oleh keluarga saya. sejak kecil saya selalu diajarkan untuk selalu bertutur kata sopan, berperilaku sopan dihadapan orang yang lebih tua, menyayangi adik, menghormati orang yang lebih tua, shalat, mengucapkan salam kalau mau masuk dan keluar rumah, perhatian sama orang lain, sigap dalam menghadapi suatu kejadian, bertanggung jawab dan selalu cium tangan orang tua kalau mau keluar, dan bersikap jujur. Hal-hal diatas sudah ditanamkan sejak kecil dan tanpa disadari nilai-nilai itu telah terinternalisasi dalam diri saya. Sejak awal nilai-nilai itu diajarkan kepada saya, saya tidak pernah memberontak, penolakan kecil tentunya terjadi terutama disaat saya belum mengerti apa pentingnya hal-hal tersebut jika dilakukan.

Dan yang terakhir, saya ingin menjalani hidup saya apa adanya. I just want to live my life. Saya ingin melakukan sesuatu yang benar-benar saya sukai tanpa paksaan dari orang lain. Saya ingin menghargai apa yang telah Allah berikan dalam hidup saya. Jadi saya ingin membuat hidup saya sangat berarti, hidup Cuma sekali dan yang sekali itulah saya optimalkan. Saya ingin menjalani hidup ini sebahagia mungkin dan sebaik yang saya bisa.