Web viewpengaruh temperatur karbonisasi terhadap karakteristik biopellet limbah industri kayu di pt....
Transcript of Web viewpengaruh temperatur karbonisasi terhadap karakteristik biopellet limbah industri kayu di pt....
PENGARUH TEMPERATUR KARBONISASI TERHADAP KARAKTERISTIK BIOPELLET LIMBAH INDUSTRI KAYU DI
PT. WIJAYA TRI UTAMA PLYWOOD INDUSTRY
PROPOSAL METODE PENELITIAN
(HMKK 538)
Oleh:
NAMA : ARIF PRASETIYO
NIM : H1F114066
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESINFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARBARU
2016
TERIMAKASIH KEPADA
ii
Rektor Universitas Lambung Mangkurat
Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc
Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama dan Humas
Prof. Dr. Ir. H. Yudi Firmanul
Kepala Prodi Teknik Mesin
Achmad Kusairi S, ST,. MT., MM.
Mahasiswa
Arif Prasetiyo
Wakil Rektor Bidang Akademik
Dr. Ahmad Alim Bachri, SE., M.Si
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni
Dr. Ir. Abrani Sulaiman, M,Sc
Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan
Dr. Hj Aslamiah, M.Pd., Ph.d
Dosen Pengampuh
Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah Amd. Hyp, ST, M.Kes.
Dekan Fakultas Teknik
Dr. Ing. Yulian Firmana Arifin, ST., MT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
Metode Penelitian ini dengan judul PENGARUH TEMPERATUR KARBONISASI
TERHADAP KARAKTERISTIK BIOPELLET LIMBAH INDUSTRI KAYU DI PT.
WIJAYA TRI UTAMA PLYWOOD INDUSTRY. Keberhasilan dalam penyusunan
Proposal Metode Penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan kerja sama, serta
dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih Penulis haturkan kepada :
1. Bapak Ach. Kusairi S, MM., MT. selaku Ketua Program Studi Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat
2. Ibu Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd.hyp., ST., M.Kes. selaku
Dosen Pengampu 1
Proposal ini disusun untuk memenuhi persyaratan kelulusan mata kuliah
Metode Penelitian (HMKK 538) dan bisa menjadi pengetahuan serta pengenalan
bagi mahasiswa tentang dunia Konversi Energi.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun proposal ini masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan masukan-masukan dan
saran yang sifatnya membangun. Akhirnya penulis hanya bisa berharap nantinya
proposal ini bisa bermanfaat bagi semua pihak, terutama para mahasiswa dan
saya sendiri.
Banjarbaru, 26 Oktober
2016
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Judul Halaman
UCAPAN TERIMAKASIH..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................ 3
1.3 Batasan Masalah ............................................................. 3
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................... 3
BAB II DASAR TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu......................................................... 5
2.2 Biomassa.......................................................................... 5
2.3 Biopellet............................................................................ 7
2.4 Ketersediaan Biomassa di Indonesia................................ 10
2.5 Potensi Limbah Kayu........................................................ 11
2.6 Kandungan Biomassa....................................................... 13
2.7 Perekat / Binder................................................................ 16
2.8 Pembakaran Bahan Bakar Padat..................................... 17
2.9 Karakteristik Pembakaran Biopellet.................................. 18
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian .............................................................. 22
iv
3.2 Alat dan Bahan ............................................................... 22
3.3 Teknik Pengumpulan Data................................................ 23
3.4 Diagram Alir Penelitian..................................................... 24
3.5 Jadwal Pelaksanaan Penelitian........................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 26
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangMasalah ekonomi dan lingkungan untuk mengurangi emisi gas CO2
dari rumah kaca dan meningkatkan fleksibilitas bahan bakar telah
memotivasi penggunaan bahan bakar biomassa sebagai pengganti bahan
bakar fosil untuk panas dan pembangkit listrik (Jianfeng dkk, 2010). Sumber
energi alternatif yang banyak diteliti dan dikembangkan saat ini adalah
energi biomassa yang ketersediaannya melimpah, mudah diperoleh, dan
dapat diperbaharui secara cepat. Indonesia memiliki potensi energi
biomassa sebesar 50.000 Mega Watt yang bersumber dari berbagai
biomassa limbah pertanian, seperti: produk samping kelapa sawit,
penggilingan padi, plywood, pabrik gula, kakao dan limbah pertanian lainnya
(Prihandana dan Hendroko, 2007).
Menurut Saptoadi (2006) penggunaan biomassa sebagai bahan
bakar secara langsung terdapat kelemahan pada sifat fisiknya seperti
kerapatan energi yang rendah dan permasalahan penanganan,
penyimpanan ataupun transportasi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
dapat dengan cara menjadikan biomassa dalam bentuk lebih praktis yaitu
bentuk padat yang disebut pellet (biopellet). Biopellet merupakan salah satu
bentuk energi biomassa dan pertama kali diproduksi di Swedia tahun 1980
berbahan baku serbuk kayu yang merupakan limbah industri kayu
(Kusumaningrun dan Munawar, 2014). Pada beberapa negara seperti
Jerman, Kanada dan Austria sudah menggunakan biopellet limbah kayu
sebagai bahan bakar boiler pada industri dan pemanas ruang skala kecil dan
menengah saat musim dingin. Biomassa dalam bentuk pellet dapat
1
digunakan secara langsung sebagai bahan bakar padat. Kelebihan biopellet
sebagai bahan bakar antara lain densitas tinggi, mudah dalam penyimpanan
dan penanganan (Wahyuni dkk, 2010).
PT. Wijaya Tri Utama Plywood Industry merupakan perusahaan yang
bergerak dalam bidang industri kayu lapis di Kalimantan Selatan.
Perusahaan berdiri sejak tahun 1980. Produksi komersial pertama dimulai
pada bulan Agustus 1982. Perusahaan menghasilkan thin panel dan general
panel sebagai produk yang utama dengan thin panel sebagai produk
unggulan disamping itu juga dihasilkan laminated board dan block board
sebagi produk sampingan. Kapasitas produksi pertahun 180.000 m3, limbah
produksi dihancurkan dengan wood chrusher (wood chipper and hammer
mill) menghasilkan serpihan-serpihan kayu. Upaya pemanfaatan limbah
menjadi barang yang berguna harus terus dilakukan, demikian pula dengan
limbah kayu baik yang dihasilkan dari kegiatan pemanenan maupun dari
limbah pengolahan kayu. Salah satu bentuk pemanfaatan limbah kayu
adalah mengolah limbah menjadi pellet kayu sebagai salah satu jenis energi
alternatif.
Berdasarkan permasalahan diatas maka penyusun mengambil judul
“Pengaruh Temperatur Karbonisasi Terhadap Karakteristik Biopellet Limbah
Industri Kayu di PT. Wijaya Tri Utama Plywood Industry”. Untuk itu, pada
Tugas Akhir ini akan dibuat pellet berbahan baku serbuk kayu dalam
upaya menggali potensi biomassa limbah industri kayu sebagai bahan bakar
alternatif ramah lingkungan dengan pempelletan ini diharapkan mampu
menjadi bahan bakar dengan efisiensi konversi cukup baik, densitas energi
(kandungan energi persatuan volume) cukup tinggi, serta kemudahan
dalam hal penyimpanan dan pendistribusian.
2
1.2. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang diambil dalam
penelitian ini adalah bagaimana pengaruh variasi temperatur karbonisasi
terhadap karakteristik pellet berbahan baku serpihan kayu plywood (mahoni,
meranti dan sengon).
1.3. Tujuan PenelitianAdapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh variasi temperatur karbonisasi terhadap karakteristik
pellet berbahan baku serbuk kayu plywood (mahoni, meranti dan sengon).
1.4. Batasan MasalahAgar pembahasan masalah dapat terarah maka penulis memberikan
batasan masalah sebagai berikut :
a. Bahan pellet biomassa yang di uji adalah serbuk kayu plywood (mahoni,
meranti dan sengon).
b. Ukuran partikel serbuk kayu adalah 22 mesh yang tertahan di ayakan 40
mesh.
c. Perekat yang digunakan adalah tepung tapioka 5% dari berat serbuk.
d. Pempelletan dilakukan dengan tekanan pempelletan adalah 100 kg/cm2.
e. Proses karbonisasi serpihan kayu menggunakan cara rotary drying
dengan variasi suhu pengarangan 150 oC, 225 oC dan 300 oC selama 1,5
jam.
1.5. Manfaat PenelitianAdapun manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :
a. Bagi Peneliti
3
1. Sebagai suatu penerapan teori dan praktek yang diperoleh saat
di bangku perkuliahan khususnya di bidang konversi energi.
2. Menambah pengetahuan tentang manfaat limbah industri kayu
plywood.
3. Dapat menghasilkan olahan dari serpihan kayu yang bahannya mudah
untuk didapatkan.
4. Dapat menjadikan limbah industri kayu plywood menjadi bahan baku
pellet.
b. Bagi Universitas Lambung Mangkurat
1. Hasil penelitian ini khususnya bagi Fakultas Teknik Program Studi
Teknik Mesin , dengan adanya penelitian ini akan meningkatkan
akreditasi program studi Teknik Mesin serta program studi Teknik
Mesin dapat lebih dikenal dimasyarakat luas
c. Bagi Dunia Industri
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan alternatif
baru dengan memanfaatkan limbah industri kayu sebagai bahan dasar
pembuatan biopellet.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi
perusahaan untuk menggunakan biomassa pellet sebagai bahan bakar
alternatif pembangkit listrik pengganti batu bara.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian TerdahuluPelet kayu menjadi bahan bakar BB primadona saat ini terutama di negara
yang memiliki 4 musim sebagai bahan pengganti batubara .Energi Baru Dan
Terbarukan Pelet Kayu Wood Pellet. Pelet kayu menjadi bahan bakar BB
primadona saat ini terutama di negara yang memiliki 4 musim .EMI mendirikan
pabrik pelet kayu atau ‘wood pellet ‘ di Purworejo, Jawa efisiensi sumber daya
energi dan energi baru terbarukan,” kata Aris, .Untuk itu diperlukan upaya untuk
mengkombinasikan sumber-sumber energi baru dan terbarukan, termasuk pelet
kayu. Pelet kayu adalah .
Pelet kayu menjadi bahan bakar BB primadona saat ini terutama di negara
yang memiliki 4 musim sebagai bahan pengganti batubara . EMI mendirikan
pabrik pelet kayu atau ‘wood pellet ‘ di Purworejo, Jawa efisiensi sumber daya
energi dan energi baru terbarukan, kata Aris, .Rencananya pabrik wood pellet ini
akan bisa mencetak pellet kayu sebanyak 2 ton per Manajemen pabrik dan
bahan baku akan ditangani langsung oleh IDEAS dengan Wood pellet adalah
energi terbarukan masa depan yang miracle. Panen kaliandra baru bisa dimulai
pada bulan Mei 2014 atau tepatnya setelah . Ia menunggu panen kedua
meskipun baru mulai menanam setahun lalu. Kayu kaliandra merah menjadi
bahan baku untuk pelet kayu wood pellet yang Ahli pelet kayu dan energi
terbarukan dari Institut Pertanian Bogor .
5
2.2 BiomassaBiomassa merupakan sumber energi yang bersih dan dapat
diperbarui yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik berupa produk
maupun limbah. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, pakan ternak,
minyak nabati dan bahan bangunan, biomassa juga digunakan sebagai
sumber energi bahan bakar. Kandungan energi yang ada dalam biomassa
cukup tinggi, yaitu antara 4.000 – 5.000 kkal/kg. Oleh karena itu saat ini
sumber energi alternatif dari biomassa sedang banyak diteliti dan
dikembangkan karena sifatnya yang melimpah, mudah diperoleh, dapat
diperbaharui secara cepat, dan kandungan energinya yang cukup tinggi.
Teknologi pemanfaatan biomassa untuk keperluan energi yang lebih
modern sudah dilakukan untuk keperluan energi pembangkit listrik, antara
lain di negara-negara seperti Denmark, Finlandia dan Swedia. Menurut
Yamada et al. 2005, penggunaan bahan bakar biomassa secara langsung
dan tanpa pengolahan akan menyebabkan timbulnya gangguan pernafasan
yang disebabkan oleh karbon monoksida, sulfur dioksida (SO2) dan endapan
partikulat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu teknologi baru yang dapat
memanfaatkan sumber bahan bakar biomassa menjadi bentuk bahan bakar
yang lebih ramah lingkungan.
Agar biomassa bisa digunakan sebagai bahan bakar maka
diperlukan teknologi untuk mengkonversinya. Terdapat beberapa teknologi
untuk konversi biomassa, dijelaskan pada gambar 2.2. Teknologi konversi
biomassa tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan
untuk mengkonversi biomassa dan menghasilkan perbedaan bahan bakar
yang dihasilkan.
6
Gambar 2.1 Teknologi Konversi Biomassa
Sumber : web.ipb.ac.id
Secara umum teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pembakaran langsung, konversi
termokimiawi dan konversi biokimiawi. Pembakaran langsung merupakan
teknologi yang paling sederhana karena pada umumnya biomassa telah
dapat langsung dibakar. Beberapa biomassa perlu dikeringkan terlebih
dahulu dan didensifikasi untuk kepraktisan dalam penggunaan. Konversi
termokimiawi merupakan teknologi yang memerlukan perlakuan termal
untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam menghasilkan bahan bakar.
Sedangkan konversi biokimiawi merupakan teknologi konversi yang
menggunakan bantuan mikroba dalam menghasilkan bahan bakar.
2.3 BiopelletBiopellet adalah salah satu bentuk bahan bakar padat berbasis
limbah biomassa dengan ukuran yang kecil dari briket. Biopellet mempunyai
7
densitas dan keseragaman ukuran yang lebih baik dibandingkan biobricket
(Windarwati, 2011). Menurut Puspijak (2013) Pelet kayu berbentuk silindris
dengan diameter 6-10 mm dan panjang 1-3 cm dan memiliki kepadatan rata-
rata 650 kg/m3 atau 1,5 m3/ton. Pellet kayu dihasilkan dari berbagai bahan
biomassa, terutama limbah serbuk gergaji dari pabrik penggergajian kayu
dan serbuk limbah veneer dari pabrik kayu lapis atau palet daur ulang. Pelet
kayu menghasilkan rasio panas yang relatif tinggi antara output dan input-
nya (19:1 hingga 20:1) dan energi sekitar 4,7kWh/kg.
Proses pembuatan pellet kayu terbagi 2, yaitu proses kering dimana
bahan baku dikeringkan sampai kadar air maksimal 10% selanjutnya di
press dengan tekanan tinggi dan dipanaskan pada suhu sekitar 120-1800
oC. Sedangkan untuk proses basah bisa menggunakan bahan baku dengan
kadar air tinggi, ditambah tepung kanji dan air kemudian di press dengan
tekanan tinggi tanpa pemanasan. Kedua sistem ini dilakukan secara kontinu.
Biasanya pellet berwarna cerah dari kayu lunak / softwood dan yang
gelap dari kayu keras / hardwood, umumnya pellet dari kayu keras lebih
disukai terutama untuk kompor dan perapian atau tungku boiler karena
secara alami memiliki kadar air lebih rendah, lebih padat, terbakar lebih lama
dan panasnya seperti batubara.
Keunggulan dari biopellet ini adalah dapat meningkatkan nilai kalor
yang dihasilkan dari proses pembakaran. Selain itu ukuran dan
keseragaman biopellet juga dapat memudahkan proses pemindahan
(transportasi) dari satu tempat ke tempat lainnya (Battacharya, 1998).
8
Penampilan fisik biomassa pellet dapat dilihat pada Gambar 2.2
dibawah ini.
Gambar 2.2 Pellet Biomassa
Sumber : PelHeat, 2012
Peletisasi biomassa merupakan salah satu upaya untuk
mengembangkan penanganan, transportasi, pengubahan yang lebih mudah,
dan penyimpanan sewaktu-waktu (Erlich, 2005). Untuk menghasilkan pelet
biomassa yang memiliki perancangan dan kualitas yang baik, tahapan
prosesnya dideskripsikan dalam skema pada Gambar 2.3 sebagai berikut :
Gambar 2. 3 Skema Proses Produksi Pelet Biomassa
Sumber : PelHeat, 2012
Dalam penelitian ini, dibuat biopellet dengan menggunakan bahan
baku biomassa limbah industri kayu plywood (mahoni, meranti dan sengon)
berupa serpihan-serpihan kayu dengan penambahan perekat tapioka
sebesar 5% (b/b). Penggunaan perekat diharapkan mampu meningkatkan
rendemen dan nilai kalor pembakaran biopellet yang dihasilkan.
9
Reduksi Ukuran Pengeringan Pencampuran Persiapan
Pengemasan Pendinginan Pengayakan Pembuatan Pellet
2.4 Ketersediaan Biomassa di IndonesiaSumber daya biomassa di Indonesia sangat melimpah. Salah satu
penyebabnya adalah Indonesia yang termasuk negara beriklim tropis
dengan wilayah yang cukup luas. Berikut ini merupakan peta persebaran
potensi biomassa di Indonesia pada Gambar 2.4 dimana pada Pulau
Kalimantan dan Sumatra, limbah dari pengolahan kayu menempati
persentasi dengan urutan tertinggi.
Gambar 2.4 Potensi Biomassa di Indonesia
Sumber : ZREU, 2000
Berdasarkan peta persebaran potensi biomassa di Indonesia
tersebut, dapat diamati bahwa salah satu sumber daya biomassa
yang memiliki potensi yang cukup tinggi di Kalimantan adalah kayu.
Potensi yang besar tersebut disebabkan oleh fungsi kayu sebagai
bahan baku utama industri pengolahan kayu yang jumlahnya cukup
banyak di Indonesia terutama di Pulau Kalimantan dan Sumatera.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan biomassa dari
serpihan kayu yang merupakan limbah dari plywood industry.
10
2.5 Potensi Limbah KayuSimarmata dan Hartyanto (1986) dalam irwan (1993)
menyatakan bahwa limbah kayu dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu :
1. Limbah kayu yang terjadi pada kegiatan eksploitasi hutan
berupa pohon yang ditebang terdiri dari batang sampai bebas
cabang, tunggak dan bagian atas cabang pertama.
2. Limbah kayu yang berasal dari industri pengelolaan kayu
antara lain berupa lembaran veneer rusak, log end atau kayu
penghara yang tidak berkualitas, sisa kupasan, potongan log,
potongan lembaran veneer, serbuk gergajian, serbuk
pengamplasan, serbetan, potongan ujung dari kayu gergajian
dan kulit.
Potensi limbah kayu di Indonesia ada 3 macam industri yang secara
dominan mengkonsumsi kayu alam dalam jumlah relatif besar, yaitu : industri
kayu lapis, industri penggergajian dan industri kertas. Sebegitu jauh limbah
biomassa dari industri tersebut sebagian telah dimanfaatkan kembali dalam
proses pengelolaannya sebagai bahan bakar guna memenuhi kebutuhan
energi industri kayu lapis dan kertas.
Kelebihan kayu sebagai sumber energi sebagai salah satu bahan
bakar yang banyak dipakai oleh penduduk dunia, antara lain :
Renewable, kayu sebagai bahan bakar terbarukan karena bisa
diproduksi kembali.
Energi yang dihasilkan tinggi namun emisi rendah (dibawah 0.1
kg CO2/kWh).
11
Bahan Bakar Karbon Netral . Kayu dari pohon sebagai bahan
bakar alternatif selain minyak bumi dan batubara juga sekaligus
berfungsi penyerap karbon.
Penggunaan bahan bakar kayu sebagai bahan bakar dapat
menumbuhkan minat masyarakat menghijaukan lahan
sehingga tercipta lingkungan yang lebih baik.
Nilai dari diversifikasi produk olahan kayu atau limbah kayu
menjadi kayu energi akan meningkatkan pendapatan baik
tingkat perusahaan maupun masyarakat.
Gambar 2.5 Serpihan Kayu Plywood
Sumber : dokumentasi pribadi
12
Gambar 2.5 Perbandingan Emisi CO2 dari Berbagai Bahan Bakar
Sumber : www.pinnacpellet.com
2.6 Kandungan BiomassaMenurut Kong (2010), terdapat beberapa aspek yang perlu
diperhatikan sebagai bahan pertimbangan dalam penggunaan biomassa,
yakni selain aspek ketersediaan biomassa yang telah dibahas sebelumnya
dan rantai suplai biomassa ialah aspek nilai kalori dan kandungan dari
biomassa tersebut (moisture content, ash content, volatile matter, unsur
klorin, dan sebagainya). Dengan mengetahui kandungan yang dimiliki oleh
suatu biomassa tertentu, maka dapat ditentukan jalur konversi termal
(pembakaran langsung, pirolisis, gasifikasi, atau fermentasi) yang paling
cocok untuk jenis biomassa tersebut.
Misalnya, kadar air atau moisture content yang tinggi mengakibatkan
biomassa menjadi sulit terbakar karena dibutuhkan sejumlah kalor laten
untuk menguapkan air yang terkandung dalam biomassa tersebut dan kalor
sensibel untuk menaikkan suhu. Sedangkan, kadar abu atau ash content
yang tinggi berpengaruh terhadap perancangan garangan (grate) dari
kompor. Hal ini juga akan mengakibatkan timbulnya emisi partikulat yang
13
tinggi dalam pembakaran sehingga perlu penanganan khusus untuk abu dan
partikulat yang dihasilkan. Selain itu, abu bersifat inert sehingga mampu
mengurangi efisiensi kalor yang dihasilkan dari bahan bakar (Chigier, 1981).
Volatile matter yang tinggi menunjukkan bahwa biomassa tersebut lebih
mudah menyala dan lebih cepat terbakar (Fisafarani, 2010). Kandungan zat
volatil ini dapat menguntungkan dalam hal penyalaan biomassa karena
kandungan zat volatil (campuran dari uap dan gas yang keluar saat proses
pirolisis dari biomassa) tersebut dapat melepaskan kalor secara konveksi
maupun radiasi, serta membentuk pori pada permukaan ketika zat volatil
lepas dari permukaan biomassa. Sedangkan, karbon tetap (fixed carbon)
yang tinggi menyebabkan semakin tinggi nilai kalori dari suatu biomassa.
Karbon tetap bertindak sebagai pembangkit utama panas selama
pembakaran.
Biomassa merupakan produk reaksi fotosintetik dari karbon dioksida
dengan air, yang terdiri dari karbon, oksigen, dan hidrogen, yang terdapat
dalam bentuk polimerik makroskopik kompleks. Oleh karena itu, selain
kandungan kandungan biomassa yang telah diuraikan di atas, kandungan
yang juga patut diperhatikan adalah kandungan biopolimer dari biomassa
yang terdiri dari hemiselulosa, selulosa dan lignin.
Berikut ini merupakan uraian mengenai masing-masing ketiga
komponen tersebut:
a. Hemiselulosa [(C5H8O4)y]
Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan
polimer gula. Namun, berbeda dengan selulosa yang hanya
tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-
macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri
14
dari monomer gula berkarbon lima (C-5) dan enam (C-6).
Dekomposisi hemiselulosa terjadi paling mudah dan paling
awal di antara komponen lainnya, dimana dekomposisi terjadi
pada suhu 220–315oC dengan menghasilkan CO dan CO2 lebih
tinggi, senyawa organik (C=O, C-O-C, dan sebagainya), dan
sedikit CH4 sebagai gas pirolisis yang dilepaskan (Tanto, 2011;
Yang, 2007).
b. Selulosa [(C6H10O5)x]
Selulosa adalah polimer glukosa (hanya glukosa) yang tidak
bercabang. Bentuk polimer ini memungkinkan selulosa saling
menumpuk dan terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat.
Panjang molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit glucan di dalam
polimer yang disebut dengan derajat polimerisasi, di mana pada
umumnya terdapat sekitar 2.000-27.000 unit glucan dalam selulosa.
Selulosa terdekomposisi pada suhu pirolisis 315-400oC dengan
melepaskan CO dan CO2 dalam jumlah sedikit, senyawa organik
(C=O, C-O-C, dan sebagainya) dan sedikit CH4, dengan hasil residu
padatan yang paling rendah (Tanto, 2011; Yang, 2007).
c. Lignin [(C9H10O3(CH3O)0,9-1,7)y]
Lignin adalah molekul komplek yang tersusun dari unit
phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi.
Lignin adalah material yang paling kuat dalam biomassa. Lignin
memiliki titik leleh yang cukup rendah, yaitu pada suhu 140oC.
Lignin bersifat sangat resisten terhadap degradasi, baik secara
biologi, enzimatis, maupun kimia. Lignin memiliki rasio C dan O
15
serta rasio H dan O yang lebih besar daripada fraksi
karbohidrat lainnya dalam biomassa. Hal inilah yang membuat
lignin lebih potensial untuk proses oksidasi dibandingkan
dengan yang lainnya. Adapun lignin terdekomposisi pada suhu
pirolisis 150-900oC, di mana tidak ada CO dan senyawa organik
yang dihasilkan sebagai gas pirolisis, melainkan CH4 dalam
jumlah tinggi, dengan residu padatan yang dihasilkan paling
tinggi dibandingkan dengan komponen biopolimer lainnya
(Tanto, 2011; Yang, 2007).
2.7 Perekat / BinderBahan perekat (binder) diperlukan dalam pembuatan pellet karena
keberadaan bahan perekat menyebabkan bahan dapat direkatkan dan di
press sehingga dapat menjadi pellet. Menurut Ramsay (1982)
penambahan perekat juga bertujuan untuk meningkatkan ikatan antar
partikel, memberikan warna yang seragam dan juga memberikan bau yang
harum. Berdasarkan fungsi dan kualitasnya, pemilihan perekat
berdasarkan sifat dan jenisnya yang sangat penting dalam pembuatan
pellet antara lain adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan sifat bahan baku perekat pellet mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
a. Memiliki daya kohesi yang baik bila dicampur dengan bahan
briket.
b. Mudah terbakar dan tidak berasap.
c. Mudah didapat dalam jumlah besar dan murah harganya.
d. Tidak beracun dan tidak berbahaya.
16
2. Berdasarkan jenis bahan baku yang umum digunakan sebagai
perekat dalam pembuatan pellet antara lain :
a. Zat organik seperti molase, tar, dan parafin.
b. Zat anorganik seperti lempung dan natrium silikat.
c. Perekat campuran seperti lempung dan waste pulm,
amilum dan caustic soda.
2.8 Pembakaran Bahan Bakar PadatMenurut Himawanto D. A. (2005) mekanisme pembakaran
biomassa terdiri dari tiga tahap yaitu pengeringan (drying),
devolatisasi (devolatilization) dan pembakaran arang (char
combustion).
1. Pengeringan (Drying)
Dalam proses ini bahan bakar mengalami proses kenaikan
temperatur yang akan mengakibatkan menguapnya kadar air yang
berada pada permukaan bahan bakar tersebut, sedangkan untuk
kadar air yang berada di dalam akan menguap melalui pori-pori
bahan bakar padat tersebut. (Borman dan Ragland, 1998).
17
2. Devolatisasi (Devolatilization)
Setelah proses pengeringan, bahan bakar mulai mengalami
dekomposisi yaitu pecahnya ikatan kimia secara termal dan zat
mudah menguap (volatile matter) akan keluar dari partikel sehingga
akan menghambat aliran oksigen dari luar untuk masuk dalam
butiran bahan bakar. Hal inilah yang membuat tahap ini disebut
juga pirolisis. Volatile Matter adalah hasil dari proses devolatilisasi.
3. Pembakaran Arang (Char Combustion)
Setelah tahap devolatilisasi maka yang tertinggal hanya arang dan
abu (ash). Arang sangat berpori dimana porositas untuk arang kayu
adalah 0,9 (90% pori-pori) dan arang batu bara 0,7. Karena pada
tahap ini sudah tidak ada volatil dan karena keporosan dari arang
maka oksigen bisa berdifusi sampai ke pori-pori. Laju reaksi
tergantung kepada laju reaksi antara karbon – oksigen yang terjadi
di permukaan dan laju difusi oksigen ke lapis batas dan ke dalam
partikel yang hal ini akan dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen,
temperatur gas, bilangan reynolds, ukuran dan porositas arang.
2.9 Karakteristik Pembakaran BiopelletUntuk mendapatkan karakteristik biopellet (kadar air, kadar
abu, kadar terkait karbon, kadar zat mudah menguap dan nilai kalor)
dilakukan pengujian kualitas pellet dengan mengacu pada SNI 8021 :
2014.
Tabel 2.1 Persyaratan Pelet Kayu Menurut SNI 8021 : 2014
18
No Parameter Satuan Persyaratan1 Kerapatan g/cm3 Min. 0,82 Kadar air % Maks. 123 Kadar abu % Maks. 1,54 Zat yang mudah menguap / bagian yang hilang % Maks. 805 Kadar karbon % Min. 146 Nilai kalor kal/g Min. 4000
(Sumber: SNI 8021 : 2014, Hal. 2).
Karakteristik biomassa pellet meliputi :
1. Kadar Air / Moisture Content
Kadar air merupakan kandungan air pada bahan bakar padat,
semakin besar kadar air yang terdapat pada bahan bakar padat maka
nilai kalornya semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Prosedur pengujian
kadar pellet mengikuti SNI 06-3730-1995 dengan persamaan:
Kadar air (%) = W 1−W 2W 2 x 100 % .......................................(2.1)
Keterangan :
W1 = berat sampel (gr)
W2 = berat sampel setelah dikeringkan dalam tanur (gr).
2. Kadar Abu / Ash Content
Abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral
yang tidak dapat terbakar tertinggal setelah proses pembakaran dan
reaksi-reaksi yang menyertai. Abu berperan menurunkan mutu bahan
padat karena dapat menurunkan nilai kalor. Kandungan abu dapat di ukur
dengan menurunkan nilai kalor. Kandungan abu dapat diukur dengan
metode uji SNI 01-1682-1996 dengan persamaan :
Kadar abu (%) = W 1−W 2W X 100% .......................................(2.2)
Keterangan :
W = Berat pellet sebelum diabukan (gr)
19
W1 = Berat pellet cawan sesudah diabukan (gr)
W2 = Berat cawan kosong (gr)
3. Kandungan Karbon Terikat
Kadar karbon terikat pada karbon aktif dipengaruhi oleh variasi
kadar air, abu dan zat mudah menguap. Kandungan karbon terikat dapat
dihitung dengan metode uji SNI 06-3730-1995 dengan persamaan :
Kadar karbon terikat (%) = 1 – (KA + KB + KZ ) x 100% ........(2.3)
Keterangan :
KA = kadar air pellet
KB = kadar abu pellet
KZ = kadar zat menguap pellet
4. Kadar Zat Menguap / Volatile Matter
Volatile matter atau sering disebut zat menguap, berpengaruh
terhadap pembakaran pellet. Semakin banyak kandungan zat menguap
pada pellet maka pellet semakin mudah terbakar dan menyala. Dapat
diukur dengan metode uji SNI 01-1682-1996 dengan persamaan :
Kadar zat menguap (%) = W 1−W 2W 1 X 100%.........................(2.4)
Keterangan :
W1 = berat pellet sebelum dipanaskan (gr)
W2 = berat contoh setelah pemanasan (gr)
5. Nilai kalor
Nilai kalor adalah jumlah suatu panas yang dihasilkan persatu
berat dari proses pembakaran cukup dari satu bahan yang mudah cukup
tebakar (syachry, 1983). Pengukur nilai kalor dapat dilakukan dengan
menggunakan bomb calorimeter dengan metode uji SNI 01-6235-2000
dengan persamaan :
20
Hg (cal/g) = ¿∆ t x wm ...............................................................(2.5)
Keterangan :
Hg = kalori per gram pellet
∆t = kenaikan temperatur pada termometer (OC)
w = kapasitas kalori alat 2565,446 kalori/°C pada saat kalibrasi
m = berat pellet
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek PenelitianObjek penelitian pada penelitian ini adalah limbah kayu serpihan kayu
plywood (mahoni, meranti dan sengon).
3.2 Alat dan BahanAlat dan bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan biopellet ini
adalah sebagai berikut :
a. Satu set alat pencetak pellet
b. Satu set drum clint
c. Kompor gas elpiji 3 kg
d. Pengayak 22 dan 40 mesh
e. Oven
f. Gun thermometer
g. Lesung
h. Stopwatch
Sedangkan bahan yang digunakan adalah:
a. Serpihan Kayu Plywood (Mahoni, Meranti dan Sengon)
b. Tepung Tapioka
c. Air
22
3.3 Teknik Pengumpulan Data1. Persiapan Bahan Baku
Adapun tahapan persiapan bahan baku dilakukan dengan cara
mengkecilkan ukuran serpihan kayu menjadi 2 – 5 mm agar mudah pada
saat proses pengarangan atau karbonisasi.
2. Proses KarbonisasiSerbuk kayu selanjutnya di karbonisasi dengan menggunakan
drum clint sederhana dan memberikan sedikit lubang-lubang pada bagian
dinding – dinding kaleng agar udara di dalamnya dapat bersirkulasi serta
berguna untuk mengukur suhu ruangan di dalam drum clint. Proses ini
dilakukan selama 1,5 jam dengan variasi suhu sebesar 150 oC, 225 oC
dan 300 oC menggunakan cara rotary drying di atas kompor gas.
3. Penghalusan UkuranPenghalusan ukuran serbuk kayu bertujuan untuk membuat
serbuk kayu yang ada menjadi lebih kecil ukurannya, sehingga dapat
lolos pada saat proses pengayakan.
4. PengayakanPengayakan bertujuan agar partikel serbuk kayu dapat seragam
dan menjadi butiran kecil, ayakan yang digunakan adalah yang lolos 20
mesh dan tertahan di ayakan 40 mesh (400 micron).
5. PencampuranPada tahap pencampuran ini bahan baku dicampur dengan air
dan perekat tepung tapioka dengan komposisi 30 gram serbuk kayu
plywood, 30 ml air dan 0,05 gram atau 5% tepung tapioka dari berat
serbuk.
6. Pencetakan
23
Pencetakan menggunakan pencetak pellet dengan tekanan
pengempaan 100 kg/m2 (1422 psi).
24
7. PengeringanPengeringan pellet yang sudah jadi memakai oven pemanas
dengan suhu 300°C selama 3 jam, agar kadar air pada pellet berkurang
dan pellet menjadi solid karena zat pengikat sudah mengering.
8. Tahap AnalisaTahapan ini meliputi pengujian karakteristik masing - masing pellet
yang telah divariasikan suhu karbonisasinya, antara lain : pengujiian
kadar air, kadar abu, kadar zat menguap, kadar karbon terikat, nilai kalor
dan lamanya waktu penyalaan. Kemudian dibandingkan dengan standar
pellet kayu Indonesia dengan mengacu pada SNI 8021 : 2014.
3.4 Diagram Alir PenelitianAdapun tahapan penelitian dapat dilihat pada bagan berikut :
25
Pengolahan Bahan Baku (Serpihan Kayu 2-5 mm)
Proses Karbonisasi(Rotary drying) 150 oC, 225 oC dan 300 oC
Penghalusan Ukuran
Pencampuran(Serbuk Kayu 30 gr + Air 30 ml +
Tepung Tapioka 0,05 gr)
PencetakanTekanan 100 kg/m2
Mulai
Pengayakan20 dan 40
mesh
YA
TIDAK
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Pellet Kayu
Sumber : Dokumentasi Pribadi
3.5 Jadwal Pelaksanaan PenelitianDalam pengujian karakteristik biopellet serbuk kayu dengan
variasi suhu menggunakan perekat tepung tapioka ini memerlukan
waktu 4 bulan seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.1 dibawah ini.
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
26
Pellet
Pengeringan(oven) 300°C selama 3 jam
Kadar Air (MC) Kadar Abu (AC) Kadar Zat Menguap
(VM) Kandungan Karbon
Terikat Nilai Kalor Waktu Penyalaan
Pengujian
Pengolahan dan Analisa Data
Selesai
Rencana KegiatanBULAN
Oktober November Desember Januari
Studi Literatur
Pengumpulan Bahan
Pengolahan Bahan
Penyusunan Laporan
Seminar Proposal
Seminar Hasil
Sidang Akhir
Chigier, Norman. 1981. Energy, Combustion, and Environment. United States of
America : The McGraw-Hill Companies, Inc
Dhuha, D Lamanda., dkk. 2015. Karakteristik Biopelet Berdasarkan Komposisi
Serbuk Batang Kelapa Sawit dan Arang Kayu Laban dengan Jenis
Perekat Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan (Jurnal Hutan Lestari
Vol. 3(2):313–321). Pontianak : Fakultas Kehutanan Universitas
Tanjungpura
Energi dan Listrik Pertanian. http://web.ipb.ac.id/energi-biomassa
Diakses pada 13 Desember 2015
Fisafarani, Hanani. 2010. Identifikasi Karakteristik Sumber Daya Biomasa dan
Pengembangan Pelet Biomasa di Indonesia (Skripsi). Depok : Program
Sarjana Fakultas Teknik UI
GA, Praptiningsih dan Nuriana, Wahidin. 2014. Keragaman Biopelet Limbah
Tanaman Padi (Oryza Sativa Sp) Sebagai Energi Alternatif Ramah
Lingkungan. Agri-tek Volume 15 Nomor 2 September 2014 : Universitas
Merdeka Madiun
Himawanto, D.A. 2005. Pengaruh Temperatur Karbonisasi Terhadap
Karakteristik Pembakaran Briket, Jurnal Teknik Mesin, Volume 6 No. 2,
Juli 2005. Surakarta
Jianfeng, S., Shuguang, Z., Xinzhi, L., Houlei, Z dan Junjie, T. 2010. The
Prediction of Elemental Composition of Biomass Based on Proximate
Analysis. Energy Conversion and Management 51:983–987
Kong, G.T. 2010. Peran Biomassa bagi Energi Terbarukan. Jakarta : PT Elex
Media Komputindo
27
PelHeat. 2012. Biomass Pellet Production Guide. http://www.pelheat.com
Diakses pada 13 Desember 2015
Prihandana R dan Hendroko R. 2007. Energi Hijau. Jakarta : Penebar Swadaya
Ramsay, W.S. 1982. Energy from forest biomass (Ed). New York : Academic
Press. Inc
Saptoadi H. 2006. The Best Biobriquette Dimension and its Particle Size. The 2
nd Joint Internasional Conference on Sustainable Energy and
Evironmental (SEE 2006). 21-23 November 2006. Bangkok. Thailand
Standar Nasional Indonesia. 1995. Arang Aktif Teknis (SNI 06-3730-1995).
Jakarta : Badan Standarisasi Nasional Indonesia
Standar Nasional Indonesia. 2014. “Pelet Kayu (SNI 06-3730-1995)”. Jakarta :
Badan Standarisasi Nasional Indonesia
Wahyuni, T., U. Anissa dan R. Zulkarnain. 2010. Pemanfaatan Hasil Samping Biji
Nyamplung Menjadi Biopelet Sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak
Tanah Di Kawasan Pesisir. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan.Kementerian Kelautan dan
Perikanan
Windarwati S. 2011. Seminar Nasional Teknologi Kimia Kayu. Bogor
Winata, Resiana. 2012. Perancangan dan Optimasi Kompor Gas biomassa yang
Beremisi Gas CO Rendah Menggunakan Bahan Bakar Pelet Biomassa
dari Limbah Bagas (Skripsi). Depok : Program Sarjana Fakultas Teknik UI
Yang, H., et al. (2007). Characteristics of hemicellulose, cellulose and lignin
pyrolysis. Fuel 86(12-13) : 1781-1788
28
ZREU (Zentrum fur Rationell Energieanwendung and Umwelt GmbH). 2000.
Biomass in Indonesia-Business
29