file · Web viewpendirian negara di dalam negara tidak memungkinkan, karena hal ini akan...

21
IMPLIKASI LEGALITAS KEMERDEKAAN KOSOVO TERHADAP PENGAKUAN DARI NEGARA LAIN A. CASES POSISION Runtuhnya negara Federasi Komunis Yugoslavia pada tahun 1991, yang diawali dengan runtuhnya rezim Josip Broz Tito menyebabkan negara Federasi ini terpecah menjadi enam bagian yang didominasi oleh Serbia setelah Slovenia, Kroasia, Makedonia, Bosnia Herzegovina dan Montenegro. Perpecahan ini tidak serta merta meruntuhkan juga naluri kekerasan dan otoriter dari pemerintahan Yugoslavia. Sikap tersebut ternyata terwariskan kepada negara pecahan terkuat dan terbesarnya yaitu Serbia. Hal ini terlihat dari kebijakan kebijakan pemerintahan Serbia yang ditujukan kepada Provinsi Kosovo. Sebagai Provinsi yang masyarakatnya menjadi minoritas di negara Serbia, Kosovo seringkali tidak mendapatkan perhatian yang berarti dari pemerintahan Serbia, dan walaupun ada itupun tidak terlalu berpengaruh terhadap kesejahteraan dan pemenuhan aspirasi masyarakat Kosovo. 1 Perlakuan perlakuan kasar, represif dan diskriminatif inilah yang menyebabkan semakin besarnya motivasi warga Kosovo untuk melepaskan diri dari 1 Rachmat Saleh, “Kebijakan Luar Negeri Serbia Terhadap Turki Dalam Hal Kemerdekaan Kosovo”, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 2009, hal 2-3. 1

Transcript of file · Web viewpendirian negara di dalam negara tidak memungkinkan, karena hal ini akan...

IMPLIKASI LEGALITAS KEMERDEKAAN KOSOVO TERHADAP PENGAKUAN DARI NEGARA LAIN

A. CASES POSISION

Runtuhnya negara Federasi Komunis Yugoslavia pada tahun 1991, yang

diawali dengan runtuhnya rezim Josip Broz Tito menyebabkan negara Federasi

ini terpecah menjadi enam bagian yang didominasi oleh Serbia setelah Slovenia,

Kroasia, Makedonia, Bosnia Herzegovina dan Montenegro. Perpecahan ini tidak

serta merta meruntuhkan juga naluri kekerasan dan otoriter dari pemerintahan

Yugoslavia. Sikap tersebut ternyata terwariskan kepada negara pecahan terkuat

dan terbesarnya yaitu Serbia. Hal ini terlihat dari kebijakan kebijakan

pemerintahan Serbia yang ditujukan kepada Provinsi Kosovo. Sebagai Provinsi

yang masyarakatnya menjadi minoritas di negara Serbia, Kosovo seringkali tidak

mendapatkan perhatian yang berarti dari pemerintahan Serbia, dan walaupun ada

itupun tidak terlalu berpengaruh terhadap kesejahteraan dan pemenuhan aspirasi

masyarakat Kosovo.1 Perlakuan perlakuan kasar, represif dan diskriminatif inilah

yang menyebabkan semakin besarnya motivasi warga Kosovo untuk melepaskan

diri dari pemerintahan Serbia dan mendirikan negara sendiri, yaitu negara

Kosovo.

“Convened in an extraordinary meeting on February 17, 2008, in Pristina, the capital of Kosovo, Answering the call of the people to build a society that honours human dignity and affirms the pride and purpose of its citizen, Committed to confront the painful legacy of the recent past in a spirit of reconciliation and forgiveness.” 2

Deklarasi secara unilateral ini dirasa sangat mengejutkan dunia

internasional. Hal tersebut didasari oleh dua hal yaitu, Pertama, Kosovo secara

teritorial merupakan bagian dari negara Serbia yang eksistensinya dan

keabsahannya telah diakui oleh komunitas internasional; kedua, secara teori,

1 Rachmat Saleh, “Kebijakan Luar Negeri Serbia Terhadap Turki Dalam Hal Kemerdekaan Kosovo”, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 2009, hal 2-3.

2 Kosovo Declaration of Independence (2008), http://www.assembly-kosova.org/common/docs/Dek_Pav_e.pdf, akses tanggal 1 November 2014.

1

pendirian negara di dalam negara tidak memungkinkan, karena hal ini akan

bertentangan dengan hukum internasional.3

Serbia yang merasa keberatan dengan deklarasi kemerdekaan Kosovo

menekan Majelis Umum PBB membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional di

Den Hag. Mahkamah Internasional akan mengeluarkan putusan yang bersifat

anjuran tentang keabsahan pernyataan kemerdekaan sepihak Kosovo. Putusan ini

ditanggapi dengan adanya perdebatan antara Amerika yang mendukung Kosovo

dan Rusia yang mendukung Serbia. Kedua pihak tersebut berusaha menggunakan

hasilnya untuk kepentingan sendiri.

Petrit Qollaku wartawan di Pristina, Kosovo menyatakan bahwa para

komentator politik menilai tuntutan Serbia untuk tidak mengakui Kosovo hanya

upaya mengulur waktu, sembari mengusahakan dukungan positif dari Uni Eropa.

Sementara Pemerintah Kosovo berusaha melobi seluruh dunia membujuk

berbagai negara mengakui kemerdekaan negeri mereka. Namun Departemen

Luar Negeri di beberapa negara tidak bisa memberi tanggapan apapun hingga

putusan Mahakamah Internasional keluar.

Bojana Baarlovac wartawan perempuan dari Beograd menanggapi bahwa,

walaupun para pakar hukum internasional menganggap ajuran bukanlah putusan,

jadi tidak ada pemenang ataupun pihak kalah dalam kasus ini dan Majelis Umum

PBB tidak wajib mematuhi pendirian Mahkamah Internasional.

Berbeda dengan Petrit Qollaku dan Bojana Baaarlovac, Susi Dennison dari

Komisi Luar Negeri Dewaan Eropa bersikap lebih hati-hati. Menurutnya putusan

hukum tidak bisa mengatasi masalah sebenarnya yang dalam hal ini bersifat

politik. Putusan Mahkamah Internasional tidak memiliki kekuatan mengikat. Susi

Dennison yakin bahwa putusan akan menghasilkan pernyataan jelas yang

mendukung atau menolak negara Kosovo. Pernyataan penting disini adalah

apakah Kosovo melanggar hukum Internasional dengan menyatakan diri

3 Sujatmiko Andrey, “Kemerdekaan Sebagai Hak Untuk Menentukan Nasib Sendiri (“Right to Self-Determination”) dalam Perspektif Hukum Internasional (Studi Kasus Terhadap Kemerdekaan Kosovo)”, hal 1.

2

meredeka. Mengingat prestasi selama ini, Mahkamah Internasional akang

mengembalikan kasus ini ke bidang politik agar menawarkan jalan penyelesaian.

Hal tersebut tidak berarti bahwa putusan pengadilan tidak akan mengubah

apapun. Paling tidak akan membuat diskusi soal Kosovo menjadi perhatian

publik.

B. MASALAH

Perlakukan represif dan diskriminatif yang diberikan Serbia kepada Kosovo

semakin membulatkan tekat Kosovo untuk mendeklarasikan diri sebagai negara

baru yang lepas dari pemerintahan Serbia. Sebelum dilakukan proklamasi,

diadakan voting oleh anggota parlemen Kosovo yang mayoritas beretnis Albania

dan hasilnya mayoritas parlemen mendukung upaya deklarasi kemerdekaan

tersebut. Namun pernyataan kemerdekaan oleh Kosovo sangat mengejutkan bagi

dunia Internasional terutama bagi Serbia. Dengan segera Serbia mengupayakan

agar proklamasi kemerdekaan tersebut tidak menjadi suatu yang legal dan

berkekuatan hukum.

Kosovo pada dasarnya memang mendapat diskriminassi dan mengalami

pelanggaran HAM di masa lampau, namun cara mendeklarasikan

kemerdekaannya secara sepihak ini dan unilateral yang cukup mengejutkan

dunia internasional karena diketahui Kosovo yang secara teritorial masih berada

dalam kedaulatan negara Serbia. Sehingga banyak anggapan bahwa legalitas

kemerdekaan Kosovo masih dipertanyakan. Hal itu berhubungan langsung

dengan dampak pengakuan yang akan diberikan oleh negara lain. Pada dasarnya,

sikap negara-negara di dunia terhadap peristiwa-peristiwa seperti diuraikan di

atas, secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:4

1. Sebagian negara akan menerima dan akan memberikan pengakuan

terhadap peristiwa atau fakta yang terjadi dalam suatu negara lain.

2. Sebagaian lagi ada negara-negara yang justru tidak dapat menerima

adanya peristiwa atau fakta tersebut, Kelompok negara ini akan

4 I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internassional, Bandung : Mandar Maju, 1990, hal 335.

3

menolak untuk memberikan pengakuan terhadap peristiwa ataupun

fakta tersebut

Kedua kelompok sikap tersebut dipengaruhi dan ditentukan oleh manfaat

atau keuntungan atau positif bahkan negatifnya peristiwa atau fakta tersebut

terhadap kepentingan negara-negara itu sendiri.5

Dari sisi hukum, ada kewajiban negara-negara di dunia untuk menghormati

prinsip keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional suatu bangsa, yang juga

tercantum dalam Piagam PBB Pasal 2 ayat (4). Dengan kata lain, tidak mudah

bagi suatu negara untuk mengakui lepasnya bagian wilayah atau etnik dari negara

tertentu untuk menjadi negara tersendiri. Untuk itu sebelum mengakui sebuah

negara baru seperti Kosovo ini, negara yang akan memberikan pengakuan

haruslah memastikan tidak ada prinsip hukum yang dilanggar sebelum

memberikan pernyataan dukungan kemerdekaan Kosovo secara resmi.6

Berdasarkan uraian tersebut menghasilkan sebuah rumusan masalah yaitu

bagaimana pengaruh legalitas kemerdekaan Kosovo terhadap pengaruh

pengakuan negara lain. Rumusan masalah tersebut untuk mengetahui pengaruh

legalitas kemerdekaan Kosovo terhadap pengarus pengakuan negara lain.

C. ANALISA

Hak menentukan nasib sendiri merupakan suatu prinsip hukum

internasional yang dapat ditemukan sebagai norma dalam berbagai perjanjian

internasional tentang hak asasi manusia tertentu dan hak ini menyatakan bahwa

semua negara (all states) atau bangsa (peoples) mempunyai hak untuk

membentuk sistem politiknya sendiri dan memiliki aturan internalnya sendiri,

secara bebas untuk mengejar pembangunan ekonomi, sosial dan budaya mereka

sendiri, dan untuk menggunakan sumber daya alam mereka yang dianggap cocok.

Hak untuk menentukan nasib sendiri adalah hak dari suatu masyarakat kolektif

tertentu seperti untuk menentukan masa depan politik dan ekonominya sendiri

5 Ibid.6 Donny Taufiq, Kemerdekaan Negara Kosovo, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, 2009, hal 16.

4

dari suatu bangsa, tunduk pada kewajiban-kewajiban menurut hukum

internasional.7

Hak untuk menentuka nasib sendiri secara normatif telah diatur dalam

berbagai instrumen hukum internasional, antara lain Pasal 1 ayat (2) Piagam

PBB, Pasal 1 ayat (1) “International Covenant on Civil and Political Rigths” dan

“ International Covenant on Economic, Social and Cultural Rigths”, Resolusi

Majelis Umum PBB Nomor 1514 (XV) 14 Desember 1960 tentang Deklarasi

Pemberian Kemerdekaan Kepada Bangsa dan Negara Terjajah, Resolusi Majelis

Umum PBB Nomor 2625 (XXV) 24 Oktober 1970 mengenai Deklarasi tentang

Prinsip-prinsip Hukum Internasional tentang Kerjasama dan Hubungan

Bersahabat di antara Negara-negara dan Hubungan Bersahabat sesuai dengan

Piagam PBB.

Terdapat dua jenis atau tingkatan penentuan nasib sendiri, yaitu secara

Right to self-determination, yang merupakan hak yang bersifat sekali dan tidak

dapat dipecah, untuk membentuk suatu (integrasi atau asosiasi) dan Right of self-

determination, yang merupakan hak yang bersumber dan merupakan konsekuensi

dari Right to self-determination, yaitu hak untuk menentukan bentuk negara

(republic atau kerajaan), sistem pemerintahan, sistem ekonomi, atau sistem

budaya tertentu, yang semuanya bersifatpengaturan ke dalam atau urusan dalam

suatu negara.8 Namun dalam Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514/1960

dan kovenan hak-hak sipil dan politik (CCPR) tidak membedakan antara “right

to” dan “right of self-determination”.

Sebgaimana dalam Piagam PBB pasal 1 ayat 2 mengenai penentuan nasib

sendiri. Disini nampak bahwa Self-Determination sebagai salah satu dari tujuan

utama Organisasi PBB. Hal ini melandasi Kosovo untuk melakukan deklarasi

kemerdekaannya atas Serbia pada tanggal 17 Februari 2008. Parlemen Kosovo

secara unilateral mendeklarasikan kemerdekaannya serta menetapkan Hashim

Taci sebagai Perdana Menteri dan Fatmir Sejdiu sebagai Presiden. Kemerdekaan

secara sepihak menimbulkan kontroversi, bahkan menyebabkan perpecahan di

7 Sujatmiko Andrey, Op Cit, hal 3-4.8 Ibid, hal 5

5

kalangan negara-negara yang duduk sebagai anggota tetap Dewan Keamanan

PBB.

Keterlibatan Dewan Keamanan PBB tidak hanya muncul ketika kontrovesi

deklarasi kemerdekaan Kosovo. Sebelumnya Keterlibatan Dewan Keamanan

PBB muncul pertama kali ketika dalam masalah Kosovo dengan diadopsinya

Resolusi 1244 (1999) pada 10 Juni 1999, yang menempatkan Kosovo di bawah

administrassi PBB dengan tugas membentuk pemerintahan sementara untuk

Kosovo, agar rakyat Kosovo mendapat otonomi luas dan self-government di

Kosovo dalam Republik Federal Yugoslavia, sementara penyelesaian final atas

kasus Kosovo belum ditentukan. Resolusi tidak menyebbut bentuk penyelesaian

final atas masalah Kosovo, tetapi hanya memutuskan, solusi politik atas krisis

Kosovo harus mempertimbangkan kedaulatan dan integritas territorial Republik

Federal Yugoslavia.

Pada saat kovenan dirumuskan, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi

yang terkait dengan hak untuk menentukan diri sendiri; yakni The Declaration on

Granting of Independence to Colonial Countries and Peoples 1960. Dari

namanya dapat disimpulkan bahwa hak ini ditujukan kepada bangsa-bangsa dan

negara-negara yang tidak memiliki kedaulatan penuh. Sehingga, tidak dapat

dipungkiri apabila pasal 1 ini sangat applicable bagi negara-negara koloni. Ini

diperkuat oleh praktek seragam dari negara-negara dan Maahkamah Internasional

sendiri (ICJ). Dalam perkembangannya hak untuk menentukan nasib sendiri tidak

hanya berlaku kepada kelompok yang berada dibawah kekuasaan colonial

semata. Pandangan ini disetujui secara aklamasi oleh The Third Committee

dengan menjelaskan bahwa Pasal 1 ayat (3) dapat diterapkan pada semua

teritori.9

Dasar persoalan yang terjadi adalah Kosovo yang mendapatkan perlakuan

diskriminasi yang berlebih dan berkepanjangan di semua bidang dari Pemerintah

Serbia. Sehingga hal yang ingin diperjuangkan oleh Kosovo adalah masalah

kesetaraan dan digunakan hak penentuan nasib sendiri secara eksternal oleh

9 Jawahir Thotowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006, hal 147.

6

bangsa Kosovo Albania. Hal ini justru sejalan dengan ketentuan dan prinsip-

prinsip dasar hukum HAM internasional, yaitu setiap individu memiliki HAM

yang sama tanpa membedakan agama maupun latar belakang etnis yang dimiliki.

Serbia ebagai anggota PBB seharusnya menjalankan kewajiban hukumnya (legal

obligation) yang bersifat wajib (mandatory) untuk melindungi HAM khususnya

pada etnis minoritas Albania yang ada di Kosovo.

Tindakan untuk memerdekakan diri Kosovo atas Serbia, disatu sisi dapat

dipahami sebagai bentuk kekecewaan dari etnis Muslim Albania atas perlakuan

sewenang-wenang pemerintah Serbia. Namun, tindakan tersebut akan

bertentangan dengan prinsip-prinsip keutuhan wilayah (territorial integrity) dan

kemerdekaan politik (political independence) dari negara. Berdasarkan prinsip-

prinsip tersebut, maka kenyataan yang terjadi di Kosovo sesungguhnya

merupakan tindakan separatisme yang jelas-jelas dilarang oleh hukum

internasioanal. Pelanggaran HAM yang dilakukan Serbia tidak dapat digunakan

sebagai alasan pembenar bagi etnis muslim Kosovo untuk memerdekakan diri.

Oleh karena itu, secara yuridis negara Kosovo adalah tidak sah dan bertentangan

dengan hukum Internasional. 10

Kebijaksanaan untuk mengakui negara baru ditentukan terutama oleh

perlunya perlindungan atas kepentingan-kepentingan negara yang erat kaitannya

dengan terpeliharanya hubungan dengan setiap negara baru atau pemerintahan

baru yang stabil dan tetap. Di samping hal ini, pertimbangan-pertimbangan politis

lainnya, misalnya perdagangan, strategi, dan sebagainya akan mempengaruhi

pemberian pengakuan oleh suatu negara. Sebagai akibatnya timbul

kecenderungan kuat dalam memberikan pengakuan memberikan pengakuan oleh

negara-negara untuk prinsip hukum sebagai kamuflase keputusan-keputusan

politik. 11

10 Ibid, hal 13.11 J.G. Starke, Introduction to International Law, diterjemahkan oleh Bambang Iriana

Djajaatmaja, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hal 174.

7

Berkaiatan dengan pengakuan terhadap Kemerdekaan Kosovo, kurang lebih

110 negara sudah mengakui kemerdekaan Kosovo.12 Sementara sejumlah negara

mempertahankan bahwa deklarasi kemerdekaan Kosovo adalah ilegal.

“The non-recognition camp may continue in denying the status of State to

Kosovo. However, even if it were possible to argue that the unilateral act of

Kosovo was illegal, it would not mean that the new State does not exist as a

fact. The statusdenying effect of non-recognition, to borrow a term, is

limited. On the other hand, the international intervention which brought

about the independence will work in Kosovo’s favour in garnering

recognition from all corners of the world in the future. The legal basis for

that act of independence, less well-defined but generally perceptible, will

persuade other members of the UN to consider the option of recognition.”13

Kelompok yang tetap berpendirian untuk tidak memberikan pengakuan

karena menilai kemerdekaan Kosovo secara ilegal, bukan berarti negara Kosovo

dianggap tidak nyata. Jika dilihat pada standar atau unsur tradisional dari suatu

entitas untuk dinamakan sebagai suatu negara yang tercantum pada Pasal 1

Montevideo (Pan American) The Convention on Rights and Duties of State of

1933. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:14

“Negara sebagai subyek hukum internasional harus memiliki: (a) Penduduk

tetap; (b) wilayah tertentu; (c) pemerintahan, dan (d) kapasitas untuk

berhubungan dengan negara lain”.

Jika dilihat dari keempat unsur tersebut, Kosovo sudah dapat disebutkan

dengan sebuah Negara. Dalam pergaulan internasioanal, pelbagai peristiwa dapat

terjadi dan menimpa suatu negara. Peristiwa-peristiwa tersebut ada yang

sepenuhnya bersifat intern maupun yang bersifat ekstern.15 Peristiwa yang

dialami negara Kosovo ini merupakan peristiwa intern, yaitu dimana suatu

bangsa berusaha memperjuangkan ha katas kemerdekaannya. Ini merupakan 12Who Recognized Kosovo as an Independent State? (2014),

http://www.kosovothanksyou.com/, akses tanggal 8 November 2014.13 Bing Bing JIA, The Independence of Kosovo: Anique Case of Secession, Oxford

University Press, 2009, hal 43.14 Jawahir Thotowi dan Pranoto Iskandar, Op Cit, hal 105.15 I Wayan Parthiana, Op Cit, hal 333.

8

salah satu manifestasi dan hak menentukan nassib sendiri. Dalam usahanya itu

bangsa tersebut menampilkan diri sebagai suatu subyek/pribadi yang mandiri.16

Peristiwa tersebut walaupun pada dasarnya merupakan masalah intern

negara atau negara-negara yang bersangkutan, banyak menimbulkan implikasi

terhadap negara lain.17 Terlepas dari persoalan yang apakah implikasinya itu

positif atau negative, semuanya itu memaksa pihak atau negara lain tersebut

untuk menentukan sikapnya terhadap peristiwa yang terjadi dalam negara lain

maupun peristiwa antar negara-negara lain tersebut atau dengan kata lain, pihak

ketiga tidak bisa tetap diam berpangku tangan terhadap peristiwa yang semacam

itu.18 Pernyataan siakap baik yang berupa memberikan pengakuan maupun

menolak memberikan pengakuan inilah di dalam hukum dan hubungan

internasional tercakup dalam pengertian dan ruang lingkup dari

pengakuan/recognition.19

Di tingkat internasional adalah sudah lazim apabila suatu negara yang

terlebih dahulu eksis memberikan pengakuan atas keberadaan negara atau

pemerintahan yang lebih muda usianya. Sebagai contoh, pada masa dekolonisasi,

negara-negara yang menjadi korban kolonisasi sangat gencar mencari pengakuan

akan eksistensinya sebagai sebuah negara yang tidak kalah berdaulatnya daripada

negara-negara eks-koloninya. Namun, dalam praktek, pengakuan lebih banyak

diberikan karena kalkulasi yang bersifat politis dari pada hukum.20 Pengakuan

juga diakatakan rumit, karena pada kenyataanya tidak ada ketentuan yang pasti

dalam hukum internasioanal yang mengatur masalah ini, terlebih lagi besarnya

pengaruh politik dalam hal pengakuan.

Pengakuan terhadap Kosovo pada umumnya dalam bentuk de facto.

Pengakuan ini diberikan kepada pihak yang diakui hanya berdasarkan pada fakta

atau kenyataan saja bahwa pihak yang diakui telah ada. Dengan demikian

pengakuan de facto diberikan hanyalah berdasarkan fakta/kenyataannya saja

bahwa suatu fakta atau suatu peristiwa telah ada atau terjadi, sambil mengamati 16 Ibid, hal 334.17 Ibid.18 Ibid, hal 335.19 Ibid.20 Jawahir Thotowi dan Pranoto Iskandar, Op Cit, hal 131.

9

perkembangan selanjutnya, apakah pihak yang diakui secara de facto tersebut

akan bertamah efektif eksistensinya ataukah sebaliknya akan berhasil dikalahkan

oleh pihak lawannya.21

Kemerdekaan negara Kosovo telah mendapat pengakuan dari Amerika

Serikat, Inggris dan beberapa negara Uni Eropa. Tetapi kemerdekaan Kosovo ini

ditolak Rusia, China, beberapa negara Uni Eropa lain, Vietnam dan beberapa

negara lainnya. Pengakuan tersebut diberikan berdasarkan kalkulasi yang bersifat

politis daripada hukum. Amerika Serikat diduga berkepentingan memperlemah

jejaring Rusia atass negara-negara Eropa Timur di semenanjung Balkan. Bagi

sebagian negara Uni Eropa Timur, Kosovo sangat potensial memperkuat peran

Uni Eropa dalam mewujudkan stabilitas kawasan Eropa bersatu. Sementara bagi

Rusia, lepasnya Kosovo atas prakarsa atau dukungan Amerika Serikat maupun

Uni Eropa jelas memperlemah pengaruhnya di kawasan Balkan, oleh karena itu

Rusia enggan memberikan pengakuan terhadap Kosovo.

Dukungan pada Kosovo yang diberikan dalam berntuk pengakuan datang

dari berbagai negara . Hal tersebut membuat Serbia geram dan memutuskan

untuk mengambil langkah tegass bagi negara-negara yang memberikan dukungan

bagi kemerdekaan Kosovo. Serbia juga mengeluarkan pernyataan yang

mengancam, yang ditunjukan kepada negara-negara pendukung kemerdekaan

Kosovo. Hal itu berupa penarikan Duta Besar Serbia dari negara-negara yang

mendukung upaya pemisahan diri Kosovo. Dan hal tersebut telah dilakukan oleh

Serbia pada Amerika dan beberapa negara Eropa seperti Pernacis, Inggris, Turki

dan lain-lain.22

“The mixed effect of constitutive and declaratory elements of recognition is

plain to see in the case of Kosovo, which has already featured prominently

in the cases of the independence of Croatia and Bosnia and Herzegovina.

While a considerable number of States have accorded recognition to the

statehood of Kosovo, an even greater number of sovereigns remain

undecided. The immediate effect would be the difficulty for the new entity to

21 I Wayan Parthiana, hal 337.22 Rachmat Saleh, Op Cit, hal 5-6.

10

find a seat in the universal organization of States, namely the UN. This

prospect justifies the view that collective recognition is probably necessary

in a situation of controversy in respect of the manner in which a political

entity declares to be an independent State. As he law of secession is unclear

as far as the case of Kosovo is concerned, and if an act of recognition can

ever be constitutive or status-confirming, it is in such a case.”23

Kasus mengenai Kosovo ini mengandung dua unsur dari pengakuan

konstitutif dan deklaratoir. Sejumlah besar negara telah memberiakan pengakuan,

namun jumlah yang lebih besar masih dalam posisi ragu-ragu. Efeknya secara

langsung yang didapat ialah kesulitan untuk entitas baru seperti Kosovo untuk

mendapatkan posisi dalam Organisasi Internasional, PBB. Hal ini mendasari

penggunaan pengakuan kolektif. Pengakuan kolektif adalah pengakuan yang

diwujudkan dalam suatu perjanjian internasional atau konferensi multirateral,24

yang dalam situasi kontroversi sehubungan dengan cara dimana sebuah entitas

politik menyatakan untuk menjadi negara merdeka. Karena pada saat ini belum

ada aturan yang jelas terkait pemisahan diri yang dialami oleh Kosovo.

Posisi kasus Kosovo yang berada di antara pengakuan konstitutif dan

deklaratoir dapat diartikan dengan teori jalan tengah. Yang boleh dikatakan lebih

pragmatis dan realistis. Menurut teori jalan tengah ini, hendaknya dibedakan

antara negara itu sebagai pribadi internasional pada satu pihak dengan

kemampuan negara itu sebagai pribadi internasional dalam melaksanakan hak-

hak dan kewajiban-kewajiban internasionalnya, pada lain pihak.25 Kosovo dalam

hal sebagai pribadi internasioanal adalah Kosovo sudah memenuhi syarat sebagai

negara menurut hukum internasional, sehingga tidak membutuhkan pengakuan

dari negara lain, selama syarat suatu negara tersebut terpenuhi, negara Kosovo

sudah menjadi pribadi Internasional. Pada sisi lain, Kosovo sebagai pribadi

internasional yang membutuhkan adanya hubungan dengan negara atau subyek

hukum yang lainnya membutuhkan suatu pengakuan dari negara atau subyek

hukum tersebut. Hingga 13 Agustus 2014 negara Kosovo telah diakui oleh 110

23 Bing Bing JIA, Op Cit, hal 43.24 Jawahir Thotowi dan Pranoto Iskandar, Op Cit, hal 136.25 I wayan Parthiana, Op Cit, hal 351.

11

negara. Dengan kata lain Kosovo telah dapat melakukan hubungan yang nantinya

akan melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional diantara subyek hukum

internasional tersebut.

Di sisi lain masih dipertanyakan kelegalan kemerdekaan Kosovo

mengahmbat beberapa negara yang ingin memberikan pengakuan. Dalam kasus

kemerdekaan negara Kosovo, negara-negara yang hendak memberikan

pengakuan sangat berhati-hati dan tidak perlu terburu-buru. Penyelesaian

masalah negara Kosovo dengan Serbia yang dipaksakan secara unilateral dengan

memberikan kemerdekaan pada etnis Albania, dapat memberikan efek bagi

negara yang sedang menghadapi masalah separatisme.

D. KESIMPULAN

Hak untuk menentukan nasib sendiri secara normatif telah diatur dalam

berbagai instrumen hukum internasional. Tindakan untuk memerdekakan diri

Kosovo atas Serbia, disatu sisi dapat dipahami sebagai bentuk kekecewaan dari

etnis Muslim Albania atas perlakuan sewenang-wenang pemerintah Serbia yang

kemudian diwujudkan dengan self-determination. Namun tindakan yang

dilakukan oleh Kosovo dengan mendeklarasikan kemerdekaan secara unilateral

bertentangan dengan prinsip-prinsip keutuhan wilayah (territorial integrity) dan

kemerdekaan politik (political independence) dari negara. Berdasarkan prinsip-

prinsip tersebut, maka kenyataan yang terjadi di Kosovo sesungguhnya

merupakan tindakan separatisme yang jelas-jelas dilarang oleh hukum

internasional. Oleh karena itu, secara yuridis negara Kosovo adalah tidak sah dan

bertentangan dengan hukum Internasional. hal ini karena tidak dimungkinkan

untuk mendirikan negara di dalam negara.

Pengaruh legalitas kemerdekaan Kosovo tersebut secara langsung akan

berpengaruh terhadap pemberian pengakuan dari negara lain. Pada umunya

negara-negara yang memberikan pengakuan terhadap Kosovo dalam bentuk

pengakuan de facto. Negara-negara yang memberi pengakuan akan terus

mengamati negara yang diberi pengakuan, apakah negara tersebut dapat bertahan

dan meningkatkan eksistensinya. Selain itu legalitas kemerdekaan Kosovo yang

masih dipertanyakan membuat negara yang hendak memberikan pengakuannya

12

lebih berhati-hati. Karena keputusan mengenai pemberian pengakuan akan

berdampak langsung pada kebijakan dalam negeri di negara tersebut apabila di

negara tersebut terdapat gerakan separatisme yang ingin merdeka dengan cara

secara unilateral juga. Ada kalanya pengakuan yang diberikan berdasarkan

kalkulasi yang bersifat politis daripada hukum. Disini sisi legalitas suatu

kemerdekaan suatu negara bukan menjadi tolak ukur untuk memberikan

pengakuan.

Kemanfaatan politis lebih melatarbelakangi adanya pemberian pengakuan.

Sebagai contoh Amerika Serikat yang mendukung kemerdekaan Kosovo secara

unilateral bahkan memberikan pengakuan dan hak vetonya dalam dewan

keamanan untuk menyuarakan negara Kosovo. Amerika Serikat diduga

berkepentingan memperlemah jejaring Rusia atas negara-negara Eropa Timur di

semenanjung Balkan. Bagi sebagian negara Uni Eropa Timur, Kosovo sangat

potensial memperkuat peran Uni Eropa dalam mewujudkan stabilitas kawasan

Eropa bersatu.

Adanya pelanggaran HAM yang dialami oleh etnis Albania di masa lampau

bukanlah suatu alasan untuk mendeklarasikan kemerdekaan secara sepihak dan

unilateral. Karena mendirikan negara di dalam negara bertentangan dengan

hukum internasional. Seharusnya Kosovo dapat menggunakan solusi dari kedua

belah pihak maupun secara multilateral (melalui mekanisme PBB). Sehingga

dapat tercapainya peacefull coexistency dan pengakuan dari negara lain dapat

diberikan tanpa ada rasa ragu.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Parthiana, I Wayan. 1990. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju.

Starke, J.G. 2006. Pengantar Hukum Internasional. diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmaja. Jakarta: Sinar Grafika.

Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar. 2006. Hukum Internasional Kontemporer. Bandung: PT. Refika Aditama.

Jurnal:JIA, Bing Bing. 2009. The Independent of Kosovo: Anique Case of Secession.

Oxford University Press.

13

Skripsi:Saleh, Rachmat. 2009. Kebijakan Luar Negeri terhadap Turki dalam Hal

Kemerdekaan Kosovo.Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Taufiq, Donny. 2009. Kemerdekaan Negara Kosovo.Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Artikel: Andrey, Sujatmiko. Kemerdekaan sebagai Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri

(“Right To Self-Determination) dalam Perspektif Hukum Internasional (Studi Kasus terhadap Kemerdekaan Kosovo).

Web:Kosovo Declaration of Independence. 2008.

http://www.assembly-kosova.org/common/docs/Dek_Pav_e.pdf, akses tanggal 1 November 2014.

Who Recognized Kosovo as an Independent State. 2014. http://www.kosovothanksyou.com/, akses tanggal 8 November 2014.

14