file · Web viewpendirian negara di dalam negara tidak memungkinkan, karena hal ini akan...
Transcript of file · Web viewpendirian negara di dalam negara tidak memungkinkan, karena hal ini akan...
IMPLIKASI LEGALITAS KEMERDEKAAN KOSOVO TERHADAP PENGAKUAN DARI NEGARA LAIN
A. CASES POSISION
Runtuhnya negara Federasi Komunis Yugoslavia pada tahun 1991, yang
diawali dengan runtuhnya rezim Josip Broz Tito menyebabkan negara Federasi
ini terpecah menjadi enam bagian yang didominasi oleh Serbia setelah Slovenia,
Kroasia, Makedonia, Bosnia Herzegovina dan Montenegro. Perpecahan ini tidak
serta merta meruntuhkan juga naluri kekerasan dan otoriter dari pemerintahan
Yugoslavia. Sikap tersebut ternyata terwariskan kepada negara pecahan terkuat
dan terbesarnya yaitu Serbia. Hal ini terlihat dari kebijakan kebijakan
pemerintahan Serbia yang ditujukan kepada Provinsi Kosovo. Sebagai Provinsi
yang masyarakatnya menjadi minoritas di negara Serbia, Kosovo seringkali tidak
mendapatkan perhatian yang berarti dari pemerintahan Serbia, dan walaupun ada
itupun tidak terlalu berpengaruh terhadap kesejahteraan dan pemenuhan aspirasi
masyarakat Kosovo.1 Perlakuan perlakuan kasar, represif dan diskriminatif inilah
yang menyebabkan semakin besarnya motivasi warga Kosovo untuk melepaskan
diri dari pemerintahan Serbia dan mendirikan negara sendiri, yaitu negara
Kosovo.
“Convened in an extraordinary meeting on February 17, 2008, in Pristina, the capital of Kosovo, Answering the call of the people to build a society that honours human dignity and affirms the pride and purpose of its citizen, Committed to confront the painful legacy of the recent past in a spirit of reconciliation and forgiveness.” 2
Deklarasi secara unilateral ini dirasa sangat mengejutkan dunia
internasional. Hal tersebut didasari oleh dua hal yaitu, Pertama, Kosovo secara
teritorial merupakan bagian dari negara Serbia yang eksistensinya dan
keabsahannya telah diakui oleh komunitas internasional; kedua, secara teori,
1 Rachmat Saleh, “Kebijakan Luar Negeri Serbia Terhadap Turki Dalam Hal Kemerdekaan Kosovo”, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 2009, hal 2-3.
2 Kosovo Declaration of Independence (2008), http://www.assembly-kosova.org/common/docs/Dek_Pav_e.pdf, akses tanggal 1 November 2014.
1
pendirian negara di dalam negara tidak memungkinkan, karena hal ini akan
bertentangan dengan hukum internasional.3
Serbia yang merasa keberatan dengan deklarasi kemerdekaan Kosovo
menekan Majelis Umum PBB membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional di
Den Hag. Mahkamah Internasional akan mengeluarkan putusan yang bersifat
anjuran tentang keabsahan pernyataan kemerdekaan sepihak Kosovo. Putusan ini
ditanggapi dengan adanya perdebatan antara Amerika yang mendukung Kosovo
dan Rusia yang mendukung Serbia. Kedua pihak tersebut berusaha menggunakan
hasilnya untuk kepentingan sendiri.
Petrit Qollaku wartawan di Pristina, Kosovo menyatakan bahwa para
komentator politik menilai tuntutan Serbia untuk tidak mengakui Kosovo hanya
upaya mengulur waktu, sembari mengusahakan dukungan positif dari Uni Eropa.
Sementara Pemerintah Kosovo berusaha melobi seluruh dunia membujuk
berbagai negara mengakui kemerdekaan negeri mereka. Namun Departemen
Luar Negeri di beberapa negara tidak bisa memberi tanggapan apapun hingga
putusan Mahakamah Internasional keluar.
Bojana Baarlovac wartawan perempuan dari Beograd menanggapi bahwa,
walaupun para pakar hukum internasional menganggap ajuran bukanlah putusan,
jadi tidak ada pemenang ataupun pihak kalah dalam kasus ini dan Majelis Umum
PBB tidak wajib mematuhi pendirian Mahkamah Internasional.
Berbeda dengan Petrit Qollaku dan Bojana Baaarlovac, Susi Dennison dari
Komisi Luar Negeri Dewaan Eropa bersikap lebih hati-hati. Menurutnya putusan
hukum tidak bisa mengatasi masalah sebenarnya yang dalam hal ini bersifat
politik. Putusan Mahkamah Internasional tidak memiliki kekuatan mengikat. Susi
Dennison yakin bahwa putusan akan menghasilkan pernyataan jelas yang
mendukung atau menolak negara Kosovo. Pernyataan penting disini adalah
apakah Kosovo melanggar hukum Internasional dengan menyatakan diri
3 Sujatmiko Andrey, “Kemerdekaan Sebagai Hak Untuk Menentukan Nasib Sendiri (“Right to Self-Determination”) dalam Perspektif Hukum Internasional (Studi Kasus Terhadap Kemerdekaan Kosovo)”, hal 1.
2
meredeka. Mengingat prestasi selama ini, Mahkamah Internasional akang
mengembalikan kasus ini ke bidang politik agar menawarkan jalan penyelesaian.
Hal tersebut tidak berarti bahwa putusan pengadilan tidak akan mengubah
apapun. Paling tidak akan membuat diskusi soal Kosovo menjadi perhatian
publik.
B. MASALAH
Perlakukan represif dan diskriminatif yang diberikan Serbia kepada Kosovo
semakin membulatkan tekat Kosovo untuk mendeklarasikan diri sebagai negara
baru yang lepas dari pemerintahan Serbia. Sebelum dilakukan proklamasi,
diadakan voting oleh anggota parlemen Kosovo yang mayoritas beretnis Albania
dan hasilnya mayoritas parlemen mendukung upaya deklarasi kemerdekaan
tersebut. Namun pernyataan kemerdekaan oleh Kosovo sangat mengejutkan bagi
dunia Internasional terutama bagi Serbia. Dengan segera Serbia mengupayakan
agar proklamasi kemerdekaan tersebut tidak menjadi suatu yang legal dan
berkekuatan hukum.
Kosovo pada dasarnya memang mendapat diskriminassi dan mengalami
pelanggaran HAM di masa lampau, namun cara mendeklarasikan
kemerdekaannya secara sepihak ini dan unilateral yang cukup mengejutkan
dunia internasional karena diketahui Kosovo yang secara teritorial masih berada
dalam kedaulatan negara Serbia. Sehingga banyak anggapan bahwa legalitas
kemerdekaan Kosovo masih dipertanyakan. Hal itu berhubungan langsung
dengan dampak pengakuan yang akan diberikan oleh negara lain. Pada dasarnya,
sikap negara-negara di dunia terhadap peristiwa-peristiwa seperti diuraikan di
atas, secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:4
1. Sebagian negara akan menerima dan akan memberikan pengakuan
terhadap peristiwa atau fakta yang terjadi dalam suatu negara lain.
2. Sebagaian lagi ada negara-negara yang justru tidak dapat menerima
adanya peristiwa atau fakta tersebut, Kelompok negara ini akan
4 I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internassional, Bandung : Mandar Maju, 1990, hal 335.
3
menolak untuk memberikan pengakuan terhadap peristiwa ataupun
fakta tersebut
Kedua kelompok sikap tersebut dipengaruhi dan ditentukan oleh manfaat
atau keuntungan atau positif bahkan negatifnya peristiwa atau fakta tersebut
terhadap kepentingan negara-negara itu sendiri.5
Dari sisi hukum, ada kewajiban negara-negara di dunia untuk menghormati
prinsip keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional suatu bangsa, yang juga
tercantum dalam Piagam PBB Pasal 2 ayat (4). Dengan kata lain, tidak mudah
bagi suatu negara untuk mengakui lepasnya bagian wilayah atau etnik dari negara
tertentu untuk menjadi negara tersendiri. Untuk itu sebelum mengakui sebuah
negara baru seperti Kosovo ini, negara yang akan memberikan pengakuan
haruslah memastikan tidak ada prinsip hukum yang dilanggar sebelum
memberikan pernyataan dukungan kemerdekaan Kosovo secara resmi.6
Berdasarkan uraian tersebut menghasilkan sebuah rumusan masalah yaitu
bagaimana pengaruh legalitas kemerdekaan Kosovo terhadap pengaruh
pengakuan negara lain. Rumusan masalah tersebut untuk mengetahui pengaruh
legalitas kemerdekaan Kosovo terhadap pengarus pengakuan negara lain.
C. ANALISA
Hak menentukan nasib sendiri merupakan suatu prinsip hukum
internasional yang dapat ditemukan sebagai norma dalam berbagai perjanjian
internasional tentang hak asasi manusia tertentu dan hak ini menyatakan bahwa
semua negara (all states) atau bangsa (peoples) mempunyai hak untuk
membentuk sistem politiknya sendiri dan memiliki aturan internalnya sendiri,
secara bebas untuk mengejar pembangunan ekonomi, sosial dan budaya mereka
sendiri, dan untuk menggunakan sumber daya alam mereka yang dianggap cocok.
Hak untuk menentukan nasib sendiri adalah hak dari suatu masyarakat kolektif
tertentu seperti untuk menentukan masa depan politik dan ekonominya sendiri
5 Ibid.6 Donny Taufiq, Kemerdekaan Negara Kosovo, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2009, hal 16.
4
dari suatu bangsa, tunduk pada kewajiban-kewajiban menurut hukum
internasional.7
Hak untuk menentuka nasib sendiri secara normatif telah diatur dalam
berbagai instrumen hukum internasional, antara lain Pasal 1 ayat (2) Piagam
PBB, Pasal 1 ayat (1) “International Covenant on Civil and Political Rigths” dan
“ International Covenant on Economic, Social and Cultural Rigths”, Resolusi
Majelis Umum PBB Nomor 1514 (XV) 14 Desember 1960 tentang Deklarasi
Pemberian Kemerdekaan Kepada Bangsa dan Negara Terjajah, Resolusi Majelis
Umum PBB Nomor 2625 (XXV) 24 Oktober 1970 mengenai Deklarasi tentang
Prinsip-prinsip Hukum Internasional tentang Kerjasama dan Hubungan
Bersahabat di antara Negara-negara dan Hubungan Bersahabat sesuai dengan
Piagam PBB.
Terdapat dua jenis atau tingkatan penentuan nasib sendiri, yaitu secara
Right to self-determination, yang merupakan hak yang bersifat sekali dan tidak
dapat dipecah, untuk membentuk suatu (integrasi atau asosiasi) dan Right of self-
determination, yang merupakan hak yang bersumber dan merupakan konsekuensi
dari Right to self-determination, yaitu hak untuk menentukan bentuk negara
(republic atau kerajaan), sistem pemerintahan, sistem ekonomi, atau sistem
budaya tertentu, yang semuanya bersifatpengaturan ke dalam atau urusan dalam
suatu negara.8 Namun dalam Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514/1960
dan kovenan hak-hak sipil dan politik (CCPR) tidak membedakan antara “right
to” dan “right of self-determination”.
Sebgaimana dalam Piagam PBB pasal 1 ayat 2 mengenai penentuan nasib
sendiri. Disini nampak bahwa Self-Determination sebagai salah satu dari tujuan
utama Organisasi PBB. Hal ini melandasi Kosovo untuk melakukan deklarasi
kemerdekaannya atas Serbia pada tanggal 17 Februari 2008. Parlemen Kosovo
secara unilateral mendeklarasikan kemerdekaannya serta menetapkan Hashim
Taci sebagai Perdana Menteri dan Fatmir Sejdiu sebagai Presiden. Kemerdekaan
secara sepihak menimbulkan kontroversi, bahkan menyebabkan perpecahan di
7 Sujatmiko Andrey, Op Cit, hal 3-4.8 Ibid, hal 5
5
kalangan negara-negara yang duduk sebagai anggota tetap Dewan Keamanan
PBB.
Keterlibatan Dewan Keamanan PBB tidak hanya muncul ketika kontrovesi
deklarasi kemerdekaan Kosovo. Sebelumnya Keterlibatan Dewan Keamanan
PBB muncul pertama kali ketika dalam masalah Kosovo dengan diadopsinya
Resolusi 1244 (1999) pada 10 Juni 1999, yang menempatkan Kosovo di bawah
administrassi PBB dengan tugas membentuk pemerintahan sementara untuk
Kosovo, agar rakyat Kosovo mendapat otonomi luas dan self-government di
Kosovo dalam Republik Federal Yugoslavia, sementara penyelesaian final atas
kasus Kosovo belum ditentukan. Resolusi tidak menyebbut bentuk penyelesaian
final atas masalah Kosovo, tetapi hanya memutuskan, solusi politik atas krisis
Kosovo harus mempertimbangkan kedaulatan dan integritas territorial Republik
Federal Yugoslavia.
Pada saat kovenan dirumuskan, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi
yang terkait dengan hak untuk menentukan diri sendiri; yakni The Declaration on
Granting of Independence to Colonial Countries and Peoples 1960. Dari
namanya dapat disimpulkan bahwa hak ini ditujukan kepada bangsa-bangsa dan
negara-negara yang tidak memiliki kedaulatan penuh. Sehingga, tidak dapat
dipungkiri apabila pasal 1 ini sangat applicable bagi negara-negara koloni. Ini
diperkuat oleh praktek seragam dari negara-negara dan Maahkamah Internasional
sendiri (ICJ). Dalam perkembangannya hak untuk menentukan nasib sendiri tidak
hanya berlaku kepada kelompok yang berada dibawah kekuasaan colonial
semata. Pandangan ini disetujui secara aklamasi oleh The Third Committee
dengan menjelaskan bahwa Pasal 1 ayat (3) dapat diterapkan pada semua
teritori.9
Dasar persoalan yang terjadi adalah Kosovo yang mendapatkan perlakuan
diskriminasi yang berlebih dan berkepanjangan di semua bidang dari Pemerintah
Serbia. Sehingga hal yang ingin diperjuangkan oleh Kosovo adalah masalah
kesetaraan dan digunakan hak penentuan nasib sendiri secara eksternal oleh
9 Jawahir Thotowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006, hal 147.
6
bangsa Kosovo Albania. Hal ini justru sejalan dengan ketentuan dan prinsip-
prinsip dasar hukum HAM internasional, yaitu setiap individu memiliki HAM
yang sama tanpa membedakan agama maupun latar belakang etnis yang dimiliki.
Serbia ebagai anggota PBB seharusnya menjalankan kewajiban hukumnya (legal
obligation) yang bersifat wajib (mandatory) untuk melindungi HAM khususnya
pada etnis minoritas Albania yang ada di Kosovo.
Tindakan untuk memerdekakan diri Kosovo atas Serbia, disatu sisi dapat
dipahami sebagai bentuk kekecewaan dari etnis Muslim Albania atas perlakuan
sewenang-wenang pemerintah Serbia. Namun, tindakan tersebut akan
bertentangan dengan prinsip-prinsip keutuhan wilayah (territorial integrity) dan
kemerdekaan politik (political independence) dari negara. Berdasarkan prinsip-
prinsip tersebut, maka kenyataan yang terjadi di Kosovo sesungguhnya
merupakan tindakan separatisme yang jelas-jelas dilarang oleh hukum
internasioanal. Pelanggaran HAM yang dilakukan Serbia tidak dapat digunakan
sebagai alasan pembenar bagi etnis muslim Kosovo untuk memerdekakan diri.
Oleh karena itu, secara yuridis negara Kosovo adalah tidak sah dan bertentangan
dengan hukum Internasional. 10
Kebijaksanaan untuk mengakui negara baru ditentukan terutama oleh
perlunya perlindungan atas kepentingan-kepentingan negara yang erat kaitannya
dengan terpeliharanya hubungan dengan setiap negara baru atau pemerintahan
baru yang stabil dan tetap. Di samping hal ini, pertimbangan-pertimbangan politis
lainnya, misalnya perdagangan, strategi, dan sebagainya akan mempengaruhi
pemberian pengakuan oleh suatu negara. Sebagai akibatnya timbul
kecenderungan kuat dalam memberikan pengakuan memberikan pengakuan oleh
negara-negara untuk prinsip hukum sebagai kamuflase keputusan-keputusan
politik. 11
10 Ibid, hal 13.11 J.G. Starke, Introduction to International Law, diterjemahkan oleh Bambang Iriana
Djajaatmaja, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hal 174.
7
Berkaiatan dengan pengakuan terhadap Kemerdekaan Kosovo, kurang lebih
110 negara sudah mengakui kemerdekaan Kosovo.12 Sementara sejumlah negara
mempertahankan bahwa deklarasi kemerdekaan Kosovo adalah ilegal.
“The non-recognition camp may continue in denying the status of State to
Kosovo. However, even if it were possible to argue that the unilateral act of
Kosovo was illegal, it would not mean that the new State does not exist as a
fact. The statusdenying effect of non-recognition, to borrow a term, is
limited. On the other hand, the international intervention which brought
about the independence will work in Kosovo’s favour in garnering
recognition from all corners of the world in the future. The legal basis for
that act of independence, less well-defined but generally perceptible, will
persuade other members of the UN to consider the option of recognition.”13
Kelompok yang tetap berpendirian untuk tidak memberikan pengakuan
karena menilai kemerdekaan Kosovo secara ilegal, bukan berarti negara Kosovo
dianggap tidak nyata. Jika dilihat pada standar atau unsur tradisional dari suatu
entitas untuk dinamakan sebagai suatu negara yang tercantum pada Pasal 1
Montevideo (Pan American) The Convention on Rights and Duties of State of
1933. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:14
“Negara sebagai subyek hukum internasional harus memiliki: (a) Penduduk
tetap; (b) wilayah tertentu; (c) pemerintahan, dan (d) kapasitas untuk
berhubungan dengan negara lain”.
Jika dilihat dari keempat unsur tersebut, Kosovo sudah dapat disebutkan
dengan sebuah Negara. Dalam pergaulan internasioanal, pelbagai peristiwa dapat
terjadi dan menimpa suatu negara. Peristiwa-peristiwa tersebut ada yang
sepenuhnya bersifat intern maupun yang bersifat ekstern.15 Peristiwa yang
dialami negara Kosovo ini merupakan peristiwa intern, yaitu dimana suatu
bangsa berusaha memperjuangkan ha katas kemerdekaannya. Ini merupakan 12Who Recognized Kosovo as an Independent State? (2014),
http://www.kosovothanksyou.com/, akses tanggal 8 November 2014.13 Bing Bing JIA, The Independence of Kosovo: Anique Case of Secession, Oxford
University Press, 2009, hal 43.14 Jawahir Thotowi dan Pranoto Iskandar, Op Cit, hal 105.15 I Wayan Parthiana, Op Cit, hal 333.
8
salah satu manifestasi dan hak menentukan nassib sendiri. Dalam usahanya itu
bangsa tersebut menampilkan diri sebagai suatu subyek/pribadi yang mandiri.16
Peristiwa tersebut walaupun pada dasarnya merupakan masalah intern
negara atau negara-negara yang bersangkutan, banyak menimbulkan implikasi
terhadap negara lain.17 Terlepas dari persoalan yang apakah implikasinya itu
positif atau negative, semuanya itu memaksa pihak atau negara lain tersebut
untuk menentukan sikapnya terhadap peristiwa yang terjadi dalam negara lain
maupun peristiwa antar negara-negara lain tersebut atau dengan kata lain, pihak
ketiga tidak bisa tetap diam berpangku tangan terhadap peristiwa yang semacam
itu.18 Pernyataan siakap baik yang berupa memberikan pengakuan maupun
menolak memberikan pengakuan inilah di dalam hukum dan hubungan
internasional tercakup dalam pengertian dan ruang lingkup dari
pengakuan/recognition.19
Di tingkat internasional adalah sudah lazim apabila suatu negara yang
terlebih dahulu eksis memberikan pengakuan atas keberadaan negara atau
pemerintahan yang lebih muda usianya. Sebagai contoh, pada masa dekolonisasi,
negara-negara yang menjadi korban kolonisasi sangat gencar mencari pengakuan
akan eksistensinya sebagai sebuah negara yang tidak kalah berdaulatnya daripada
negara-negara eks-koloninya. Namun, dalam praktek, pengakuan lebih banyak
diberikan karena kalkulasi yang bersifat politis dari pada hukum.20 Pengakuan
juga diakatakan rumit, karena pada kenyataanya tidak ada ketentuan yang pasti
dalam hukum internasioanal yang mengatur masalah ini, terlebih lagi besarnya
pengaruh politik dalam hal pengakuan.
Pengakuan terhadap Kosovo pada umumnya dalam bentuk de facto.
Pengakuan ini diberikan kepada pihak yang diakui hanya berdasarkan pada fakta
atau kenyataan saja bahwa pihak yang diakui telah ada. Dengan demikian
pengakuan de facto diberikan hanyalah berdasarkan fakta/kenyataannya saja
bahwa suatu fakta atau suatu peristiwa telah ada atau terjadi, sambil mengamati 16 Ibid, hal 334.17 Ibid.18 Ibid, hal 335.19 Ibid.20 Jawahir Thotowi dan Pranoto Iskandar, Op Cit, hal 131.
9
perkembangan selanjutnya, apakah pihak yang diakui secara de facto tersebut
akan bertamah efektif eksistensinya ataukah sebaliknya akan berhasil dikalahkan
oleh pihak lawannya.21
Kemerdekaan negara Kosovo telah mendapat pengakuan dari Amerika
Serikat, Inggris dan beberapa negara Uni Eropa. Tetapi kemerdekaan Kosovo ini
ditolak Rusia, China, beberapa negara Uni Eropa lain, Vietnam dan beberapa
negara lainnya. Pengakuan tersebut diberikan berdasarkan kalkulasi yang bersifat
politis daripada hukum. Amerika Serikat diduga berkepentingan memperlemah
jejaring Rusia atass negara-negara Eropa Timur di semenanjung Balkan. Bagi
sebagian negara Uni Eropa Timur, Kosovo sangat potensial memperkuat peran
Uni Eropa dalam mewujudkan stabilitas kawasan Eropa bersatu. Sementara bagi
Rusia, lepasnya Kosovo atas prakarsa atau dukungan Amerika Serikat maupun
Uni Eropa jelas memperlemah pengaruhnya di kawasan Balkan, oleh karena itu
Rusia enggan memberikan pengakuan terhadap Kosovo.
Dukungan pada Kosovo yang diberikan dalam berntuk pengakuan datang
dari berbagai negara . Hal tersebut membuat Serbia geram dan memutuskan
untuk mengambil langkah tegass bagi negara-negara yang memberikan dukungan
bagi kemerdekaan Kosovo. Serbia juga mengeluarkan pernyataan yang
mengancam, yang ditunjukan kepada negara-negara pendukung kemerdekaan
Kosovo. Hal itu berupa penarikan Duta Besar Serbia dari negara-negara yang
mendukung upaya pemisahan diri Kosovo. Dan hal tersebut telah dilakukan oleh
Serbia pada Amerika dan beberapa negara Eropa seperti Pernacis, Inggris, Turki
dan lain-lain.22
“The mixed effect of constitutive and declaratory elements of recognition is
plain to see in the case of Kosovo, which has already featured prominently
in the cases of the independence of Croatia and Bosnia and Herzegovina.
While a considerable number of States have accorded recognition to the
statehood of Kosovo, an even greater number of sovereigns remain
undecided. The immediate effect would be the difficulty for the new entity to
21 I Wayan Parthiana, hal 337.22 Rachmat Saleh, Op Cit, hal 5-6.
10
find a seat in the universal organization of States, namely the UN. This
prospect justifies the view that collective recognition is probably necessary
in a situation of controversy in respect of the manner in which a political
entity declares to be an independent State. As he law of secession is unclear
as far as the case of Kosovo is concerned, and if an act of recognition can
ever be constitutive or status-confirming, it is in such a case.”23
Kasus mengenai Kosovo ini mengandung dua unsur dari pengakuan
konstitutif dan deklaratoir. Sejumlah besar negara telah memberiakan pengakuan,
namun jumlah yang lebih besar masih dalam posisi ragu-ragu. Efeknya secara
langsung yang didapat ialah kesulitan untuk entitas baru seperti Kosovo untuk
mendapatkan posisi dalam Organisasi Internasional, PBB. Hal ini mendasari
penggunaan pengakuan kolektif. Pengakuan kolektif adalah pengakuan yang
diwujudkan dalam suatu perjanjian internasional atau konferensi multirateral,24
yang dalam situasi kontroversi sehubungan dengan cara dimana sebuah entitas
politik menyatakan untuk menjadi negara merdeka. Karena pada saat ini belum
ada aturan yang jelas terkait pemisahan diri yang dialami oleh Kosovo.
Posisi kasus Kosovo yang berada di antara pengakuan konstitutif dan
deklaratoir dapat diartikan dengan teori jalan tengah. Yang boleh dikatakan lebih
pragmatis dan realistis. Menurut teori jalan tengah ini, hendaknya dibedakan
antara negara itu sebagai pribadi internasional pada satu pihak dengan
kemampuan negara itu sebagai pribadi internasional dalam melaksanakan hak-
hak dan kewajiban-kewajiban internasionalnya, pada lain pihak.25 Kosovo dalam
hal sebagai pribadi internasioanal adalah Kosovo sudah memenuhi syarat sebagai
negara menurut hukum internasional, sehingga tidak membutuhkan pengakuan
dari negara lain, selama syarat suatu negara tersebut terpenuhi, negara Kosovo
sudah menjadi pribadi Internasional. Pada sisi lain, Kosovo sebagai pribadi
internasional yang membutuhkan adanya hubungan dengan negara atau subyek
hukum yang lainnya membutuhkan suatu pengakuan dari negara atau subyek
hukum tersebut. Hingga 13 Agustus 2014 negara Kosovo telah diakui oleh 110
23 Bing Bing JIA, Op Cit, hal 43.24 Jawahir Thotowi dan Pranoto Iskandar, Op Cit, hal 136.25 I wayan Parthiana, Op Cit, hal 351.
11
negara. Dengan kata lain Kosovo telah dapat melakukan hubungan yang nantinya
akan melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional diantara subyek hukum
internasional tersebut.
Di sisi lain masih dipertanyakan kelegalan kemerdekaan Kosovo
mengahmbat beberapa negara yang ingin memberikan pengakuan. Dalam kasus
kemerdekaan negara Kosovo, negara-negara yang hendak memberikan
pengakuan sangat berhati-hati dan tidak perlu terburu-buru. Penyelesaian
masalah negara Kosovo dengan Serbia yang dipaksakan secara unilateral dengan
memberikan kemerdekaan pada etnis Albania, dapat memberikan efek bagi
negara yang sedang menghadapi masalah separatisme.
D. KESIMPULAN
Hak untuk menentukan nasib sendiri secara normatif telah diatur dalam
berbagai instrumen hukum internasional. Tindakan untuk memerdekakan diri
Kosovo atas Serbia, disatu sisi dapat dipahami sebagai bentuk kekecewaan dari
etnis Muslim Albania atas perlakuan sewenang-wenang pemerintah Serbia yang
kemudian diwujudkan dengan self-determination. Namun tindakan yang
dilakukan oleh Kosovo dengan mendeklarasikan kemerdekaan secara unilateral
bertentangan dengan prinsip-prinsip keutuhan wilayah (territorial integrity) dan
kemerdekaan politik (political independence) dari negara. Berdasarkan prinsip-
prinsip tersebut, maka kenyataan yang terjadi di Kosovo sesungguhnya
merupakan tindakan separatisme yang jelas-jelas dilarang oleh hukum
internasional. Oleh karena itu, secara yuridis negara Kosovo adalah tidak sah dan
bertentangan dengan hukum Internasional. hal ini karena tidak dimungkinkan
untuk mendirikan negara di dalam negara.
Pengaruh legalitas kemerdekaan Kosovo tersebut secara langsung akan
berpengaruh terhadap pemberian pengakuan dari negara lain. Pada umunya
negara-negara yang memberikan pengakuan terhadap Kosovo dalam bentuk
pengakuan de facto. Negara-negara yang memberi pengakuan akan terus
mengamati negara yang diberi pengakuan, apakah negara tersebut dapat bertahan
dan meningkatkan eksistensinya. Selain itu legalitas kemerdekaan Kosovo yang
masih dipertanyakan membuat negara yang hendak memberikan pengakuannya
12
lebih berhati-hati. Karena keputusan mengenai pemberian pengakuan akan
berdampak langsung pada kebijakan dalam negeri di negara tersebut apabila di
negara tersebut terdapat gerakan separatisme yang ingin merdeka dengan cara
secara unilateral juga. Ada kalanya pengakuan yang diberikan berdasarkan
kalkulasi yang bersifat politis daripada hukum. Disini sisi legalitas suatu
kemerdekaan suatu negara bukan menjadi tolak ukur untuk memberikan
pengakuan.
Kemanfaatan politis lebih melatarbelakangi adanya pemberian pengakuan.
Sebagai contoh Amerika Serikat yang mendukung kemerdekaan Kosovo secara
unilateral bahkan memberikan pengakuan dan hak vetonya dalam dewan
keamanan untuk menyuarakan negara Kosovo. Amerika Serikat diduga
berkepentingan memperlemah jejaring Rusia atas negara-negara Eropa Timur di
semenanjung Balkan. Bagi sebagian negara Uni Eropa Timur, Kosovo sangat
potensial memperkuat peran Uni Eropa dalam mewujudkan stabilitas kawasan
Eropa bersatu.
Adanya pelanggaran HAM yang dialami oleh etnis Albania di masa lampau
bukanlah suatu alasan untuk mendeklarasikan kemerdekaan secara sepihak dan
unilateral. Karena mendirikan negara di dalam negara bertentangan dengan
hukum internasional. Seharusnya Kosovo dapat menggunakan solusi dari kedua
belah pihak maupun secara multilateral (melalui mekanisme PBB). Sehingga
dapat tercapainya peacefull coexistency dan pengakuan dari negara lain dapat
diberikan tanpa ada rasa ragu.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Parthiana, I Wayan. 1990. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju.
Starke, J.G. 2006. Pengantar Hukum Internasional. diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmaja. Jakarta: Sinar Grafika.
Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar. 2006. Hukum Internasional Kontemporer. Bandung: PT. Refika Aditama.
Jurnal:JIA, Bing Bing. 2009. The Independent of Kosovo: Anique Case of Secession.
Oxford University Press.
13
Skripsi:Saleh, Rachmat. 2009. Kebijakan Luar Negeri terhadap Turki dalam Hal
Kemerdekaan Kosovo.Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Taufiq, Donny. 2009. Kemerdekaan Negara Kosovo.Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Artikel: Andrey, Sujatmiko. Kemerdekaan sebagai Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri
(“Right To Self-Determination) dalam Perspektif Hukum Internasional (Studi Kasus terhadap Kemerdekaan Kosovo).
Web:Kosovo Declaration of Independence. 2008.
http://www.assembly-kosova.org/common/docs/Dek_Pav_e.pdf, akses tanggal 1 November 2014.
Who Recognized Kosovo as an Independent State. 2014. http://www.kosovothanksyou.com/, akses tanggal 8 November 2014.
14