bioeduarriza.files.wordpress.com file · Web viewng salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil...

15
1 PAPER PEMANFAATAN DAUN DAN RANTING MANGGA SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAMI Arriza Kurniawan Yusuf ABSTRAK Kekentalan dan euphoria masyarakat Indonesia terhadap budaya berpakaian batik membuat perancang model atau fashion berlomba untuk mengkreasikan motif dan warna. Indonesia merupakan Negara dengan iklim tropis dimana memiiki beragam jenis flora yang bisa menjadi bahan untuk zat pewarna alami. Salah satunya adalah mangga. Mangga (Mangifera indica) merupakan tumbuhan yang mengandung salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun maupun sutera memberikan arah warna yang khas, indah, natural dan sulit untuk ditiru oleh zat warna sintetis. Terbukti dengan upaya upaya promosi dan prefentive yang dilakukan baik kalangan pelajar, mahasiswa maupun peneliti yang mengembangkan berbagai optimalisasi dari zat pewarna alami dari mangga. Sebagai contoh optimalisasi pencelupan ZPA mangga dengan iring kapur, Hal ini terbukti kain batik katun yang diiring dengan larutan kapur 40 g/l, 50 g/l dan 60 g/l menghasilkan ketuaan warna yang berbeda dengan kain batik katun yang tidak diiring. Ada juga penelitian yang mmbedakan pengaruh modran terhadap ZPA mangga. Hasil terbaik pewarnaan alami ranting pohon mangga untuk pewarnaan batik pada rok dengan menggunakan mordan garam, tawas dan tunjung adalah hasil pewarnaan dengan mordantunjung ditinjau dari penyerapan warna, ketajaman warna dan kerataan warna Kata Kunci : Zat pewarna alami, mordan, kapur, mangga. PENDAHULUAN Perkembangan industri tekstil telah mengalami kemajuan yang pesat baik mengenai produksi maupun mutunya. Menurut Wilujeng (2010) dalam artikelnya menyatakan bahwa dewasa ini, para

Transcript of bioeduarriza.files.wordpress.com file · Web viewng salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil...

Page 1: bioeduarriza.files.wordpress.com file · Web viewng salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun maupun sutera memberikan

1

PAPER

PEMANFAATAN DAUN DAN RANTING MANGGA SEBAGAI ZAT PEWARNA

ALAMI

Arriza Kurniawan Yusuf

ABSTRAK

Kekentalan dan euphoria masyarakat Indonesia terhadap budaya berpakaian batik membuat perancang model atau fashion berlomba untuk mengkreasikan motif dan warna. Indonesia

merupakan Negara dengan iklim tropis dimana memiiki beragam jenis flora yang bisa menjadi bahan untuk zat pewarna alami. Salah satunya adalah mangga. Mangga (Mangifera indica)

merupakan tumbuhan yang mengandung salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun maupun sutera memberikan arah warna yang khas, indah, natural dan sulit untuk ditiru oleh zat warna sintetis. Terbukti dengan upaya upaya promosi dan prefentive yang dilakukan baik kalangan pelajar, mahasiswa maupun

peneliti yang mengembangkan berbagai optimalisasi dari zat pewarna alami dari mangga. Sebagai contoh optimalisasi pencelupan ZPA mangga dengan iring kapur, Hal ini terbukti kain batik katun yang diiring dengan larutan kapur 40 g/l, 50 g/l dan 60 g/l menghasilkan ketuaan

warna yang berbeda dengan kain batik katun yang tidak diiring. Ada juga penelitian yang mmbedakan pengaruh modran terhadap ZPA mangga. Hasil terbaik pewarnaan alami ranting pohon mangga untuk pewarnaan batik pada rok dengan menggunakan mordan garam, tawas dan tunjung adalah hasil pewarnaan dengan mordantunjung ditinjau dari penyerapan warna,

ketajaman warna dan kerataan warna

Kata Kunci : Zat pewarna alami, mordan, kapur, mangga.

PENDAHULUAN

Perkembangan industri tekstil telah mengalami kemajuan yang pesat baik mengenai produksi maupun mutunya. Menurut Wilujeng (2010) dalam artikelnya menyatakan bahwa dewasa ini, para perancang mode atau fashion, berlomba – lomba untuk dapat menuangkan ide–ide dan gagasan–gagasan yang mereka miliki menjadi suatu inspirasi dalam membuat rancangan. Tidak memungkiri bagi pengrajin batik. Penulis menambahkan bahwa euforia masyarakat dalam berpakaian itulah yang menuntut sejumlah produsen kain tradisional tersebut untuk menciptakan beraneka ragam jenis dan warna. Salah satunya adalah batik ramah lingkungan atau juga dikenal dengan sebutan batik alam.

Page 2: bioeduarriza.files.wordpress.com file · Web viewng salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun maupun sutera memberikan

2

Menurut Faribramantoro (2009) Lahirnya istilah batik alam dikarenakan dalam proses pewarnaannya, kain tersebut lebih banyak menggunakan bahan dasar tumbuh-tumbuhan. Pada awalnya, jenis tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna alami batik baru satu macam saja, yaitu indigofera atau nila, yang menghasilkan warna biru. Fitrihara (2012) menyatakan bahwa kini para pengrajin batik semakin mengembangkan daya kreatifiasnya menemukan warna warna baru dari ekstrak tumbuhan. Salah satunya dari mangga.

Mangga (Mangifera Indica) merupakan tanaman yang sering kita jumpai di Indonesia. Produksi mangga nasional mencapai 2,13 juta ton. Takhta sebagai “Raja Nusantara” pun tak mampu digoyahkan mangga impor yang hanya 989 ton per tahun (BPS, 2011). Menurut Kepala Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian, Haryanto (2012) total ada 231 varietas koleksi plasma nutfah mangga di Kebun Percobaan Cukurgondang, baik varietas asli Indonesia (domestik) maupun introduksi dari luar negeri.Dari 1.606 pohon yang ditanam di areal seluas 13,02 hektare itu, 75 varietas berasal dari luar negeri, sedangkan dari dalam negeri sebanyak 156 varietas. Dibalik rasa manis buahnya, manga menyimpan pigmen yang bisa digunakan sebagai Zat Pewarna Alami (ZPA) (Suheryanto, 2010). Menurut penelitan yang dilakukan Wilujeng (2010) menghasilkan warna tentang ekstraksi pewarna dari daun mangga ini, diperoleh warna hijau kecoklatan. Warna hijau diduga berasal dari zat warna klorofil. Sedangkan warna coklat dari senyawa mangiferine

Menurut Moerdoko (1975) dalam Erawati (2012) menyatakan proses pewarnaan tekstil secara sederhana meliputi mordanting, pewarnaan, fiksasi dan pengeringan. Mordanting adalah perlakuan awal pada kain yang akan diwarnai agar lemak, minyak, kanji, dan kotoran yang tertinggal pada proses penenunan dapat dihilangkan. Pada proses ini kain dimasukkan kedalam larutan tawas yang akan dipanaskan sampai mendidih. Proses pewarnaan dilakukan dengan pencelupan kain pada zat warna. Proses fiksasi adalah proses mengunci warna kain. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan air atau tawas.

Menurut Fitrihana (2012) dengan ketrampilan ini peserta mampu bekerja lebih baik dan memperoleh pendapatan yang meningkat dengan penjualan batik dengan ZPA yang aman dan ramah lingkungan. Pendapatan pengrajin batik meningkat akan mempengaruhi taraf hidupnya sehingga menjadi lebih baik

GAMBARAN KHUSUS

Kondisi Kekinian

ZPS yang Beralih ke ZPA

Page 3: bioeduarriza.files.wordpress.com file · Web viewng salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun maupun sutera memberikan

3

Menurut Fitrihara (2012) di berbagai negara maju dan berkembang kini sudah mulai beralih menggunakan zat warna alam, mengingat sarana yang tersedia melimpah misalnya zat warna yang berasal dari tanaman yang tumbuh subur di bumi Indonesia, khususnya di pulau Jawa yang berpotensi sebagai zat warna yang akrab dengan kehidupan manusia sehari – hari. Selain Harga pewarna tekstil sintesis yang terbilang cukup mahal, tentunya sangat berbahaya bagi lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2010) menunjukkan bahwa limbah cair industri tekstil yang dibuang di Sungai Blader Cilacap, dapat menurunkan koefisien nilai nutrisi ikan uji (ikan betik / Anabas testudineus ) menjadi 1,53- 1,63 yang berarti tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi manusia. Dilihat dari parameter temperatur, pH, CO2, kekeruhan dan O2 terlarut kualitas air Sungai Blader di lokasi pembuangan limbah industri tekstil, mengalami pencemaran lebih berat dibandingkan lokasi pengamatan lain.

Menurut Agustina (2011) dalam jurnanya menyatakan jika limbah cair ini dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu maka pencemaran sulit dihindari terutama pencemaran di wilayah perairan karena limbah cair tersebut masih banyak mengandung zat warna dan zat penunjang proses pencelupan. Zat warna ini dapat mengganggu estetika maupun penetrasi ke badan air sehingga mengganggu proses fotosintesis dari tumbuhan air. Penurunan kualitas air yang ditunjukkan dengan meningkatnya kekeruhan air yang disebabkan adanya polusi zat warna, akan menghalangi masuknya cahaya matahari ke dasar perairan dan menganggu keseimbangan proses fotosintesis serta adanya efek mutagenik dan karsinogenik dari zat warna tersebut dapat membuatnya menjadi masalah serius

Mangga (Mangifera indica) mengandung ZPA

Mangga dikenal memiliki kandungan mangiferin. Menurut Suheryanto (2010) dalam jurnalnya, bagian dari tanaman mangga yang dapat di pakai sebagai zat warna alami adalah bagian daunnya kerena mengandung pigmen mangiferine yang didalamnya mengandung gugus kromofor yaitu karbonil, gugus auksokro yaitu hidroksil dengan senyawa organik tak jenuh hidrokarbon aromatik, sehingga pigmen ini mudah sekali melepaskan zat tersebut pada bahan kain karena mangiferine merupakan jenis dari pada xanton yang dapat digunakan sebagai bahan ZPA.

Metode

Pembuatan ZPA Mangga

Menurut penelitian Erawati (2012) pembuatan pewarna alami dari limbah daun mangga dilakukan dengan cara sebanyak 500 gram daun mangga dipotong dengan ukuran kecil – kecil. Potongan daun dimasukan ke dalam panic, lalu ditambahkan air dengan perbandingan 1:10. Kemudian merebusnya hingga volume air menjadi setengahnya atau 1/3-nya. Setelah itu menyaring hasil rebusan dengan kain, untuk memisahkan hasil ekstrak dan residu, larutan

Page 4: bioeduarriza.files.wordpress.com file · Web viewng salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun maupun sutera memberikan

4

ekstrak hasil penyaringan disebut larutan zat warna alam, setelah dingin larutan zat warna alam siap digunakan.

Perbandingan air dengan bahan yang akan dijadikan ZPA harus diperhatikan. Adapun penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sari (2012) tentang ekstraksi daun jati menyebutkan bahwa rasio antara daun jati dan air sangat mempengaruhi warna dari kain, rasio 1:2 warna yang dihasilkan kuning, 1:6 berwarna kuning muda, dan 1:10 berwarna kuning pudar.

Mondrating

Menurut Erawati (2012) sebelum kain dimasukkan ke dalam ZPA, terlebih dahulu melalui tahap mondrating. Tahapan untuk kain katun, kain yang akan diwarnai sebelumnya harus dimordanting terlebih dahulu, yaitu dilakukan dengan cara membuat larutan Al2(SO4)3, Na2CO3

dalam 1 liter air, dan mengaduknya hingga larut. Larutan direbus hingga mendidih kemudian kain katun dimasukkan dan direbus selama 1 jam. Setelah itu api dimatikan dan kain katun dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam. Selanjutnya kain diangkat dan di bilas (jangan diperas) lalu mengeringkan dan menyetrikanya. Kain katun siap untuk proses pencelupan ke dalam ZPA. Untuk kain sutera, caranya sama. Namun larutannya hanya Al2(SO4)3 dalam 1 liter air.

Pencelupan dan pengeringan

Proses pencelupan bahan tekstil dapat segera dilakukan dengan cara menyiapkan larutan zat warna alam hasil ekstraksi dalam tempat pencelupan. Kain yang telah di mordanting dimasukan kedalam larutan ZPA (Erawati, 2012). Frekuensi pencelupan 15x pencelupan, lama pencelupan 2 menit untuk 1x pencelupan. (Mahmudah, 2013). Setelah itu bahan dimasukkan ke dalam larutan fixer Al2(SO4)3 selama 10 menit. Kemudian bahan dibilas, dicuci, dan dikeringkan (Erawati 2012)

Upaya Preventive dan Promosi ZPA Mangga

Gambar 1 Gambar 2

Page 5: bioeduarriza.files.wordpress.com file · Web viewng salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun maupun sutera memberikan

5

Pengabdian oleh Mahasiswa Teknik UMS (2012)

Berlandaskan rendahnya kualitas sumber daya manusia menjadi polemik di masyarakat. Emi Erawati, Risky Patria Sari, dan Sri Hidayani melakukan pengabdian. Menurut mereka salah satu Pengetahuan SDM yang kurang memadai akan mengakibatkan produktifitas seseorang menjadi rendah. Oleh karena itu dibutuhkan solusi yang tepat untuk mendorong peningkatan kualitas dan keterampilan masyarakat khususnya para pengrajin batik di daerah Putra Amalia, Jalan Sutowijoyo, Penumping, Surakarta.

Pelaksanaan pengabdian masyarakat ini melibatkan peserta pelatihan berjumlah 10 orang perwakilan dari usaha-usaha batik. Pelatihan dilaksanakan di Batik Putra, Penumping. Mereka mengutamakan peserta pelatihan yang merupakan penduduk asli dengan pertimbangan untuk kelancaran dan kesejahteraan usaha pengrajin batik di daerah tersebut dan demi keberlangsungan kegiatan kedepannya. Pengabdian masyarakat dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan dan praktek pewarnaan beserta fiksasinya. Dalam praktek pewarnaan, warna yang dihasilkan dari limbah daun mangga adalah hijau kecoklatan

Hasil evaluasi terhadap kegiatan ini dengan adanya pengabdian masyarakat ini, para pengrajin mengetahui tentang teknik ekstraksi, pewarnaan atau pencelupan dan teknik fiksasi yang benar sesuai untuk jenis kain katun dan sutra. Para pengrajin juga dapat menyadari akan kelebihan ZPA dari limbah daun mangga dibandingkan dengan pewarna sintetis. Selain itu para pengrajin juga dapat meningkatkan nilai ekonomis dari limbah daun mangga yang selama ini hanya dibuang begitu saja sebagai limbah

Optimalisasi Celupan ZPA Mangga dengan Iring Kapur (2010)

Gambar 3

Page 6: bioeduarriza.files.wordpress.com file · Web viewng salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun maupun sutera memberikan

6

Penelitian yang dilaksanakan oleh salah satu anggota Badan Penelitian dan Pengembangan Industri – Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Dwi Suheryanto (2010) ini didasarkan atas kejadian penyerapan zat warna kedalam bahan merupakan suatu reaksi eksoterim dan reaksi kesetimbangan,. Menurutnya agar pencelupan dan hasil pencelupan baik dilihat dari ketahanan warna, maka gaya-gaya ikat antara zat warna dan serat harus lebih besar dari pada gaya-gaya yang bekerja antara molekul zat warna dan air. Hal tersebut dapat tercapai apabila molekul zat warna mempunyai susunan atom-atom yang tertentu, sehingga akan memberikan daya serap yang baik terhadap serat dan memberikan ikatan yang kuat.

Pada dasarnya dalam pencelupan terdapat bebrapa jenis gaya ikatan yang menyebabkan adanya ketahanan warna suatu zat warna serat, yaitu : Ikatan hidrogen, merupakan ikatan sekunder yang terbentuk karena atom hidrogen pada gugus hidroksi atau amina mengadakan ikatan yang lemah dengan atom lainya. Misalnya molekul-molekul air yang mendidih pada temperatur yang lebih tinggi dari pada molekul-molekul senyawa alkana dengan berat molekul yang sama. Pada umumnya molekul-molekul zat warna dan serat mengandung gugusan gugusan yang memungkinkan terbentuknya ikatan hidrogen.

Hasil yang didapat dari penelitian tersebut antara lain

Kemudian untuk menemukan ketuaan warna bahan, nilai R % dikonversikan kedalam K/S dengan bantuan tabel K/S sehingga diperoleh data.

Page 7: bioeduarriza.files.wordpress.com file · Web viewng salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun maupun sutera memberikan

7

Seperti terlihat pada Tabel 2 diatas, diketahui bahwa rata-rata ketuaan warna kain batik katun yang dicelup dengan ekstrak zwa daun mangga menunjukan panjang gelombang 2,0507 untuk iring larutan kapur 40 g/l, 2,7461 untuk iring larutan kapur 50 g/l, dan 3,2970 untuk iring larutan kapur 60 g/l, serta 1,27881 tanpa iring.

Seperti terlihat juga pada Tabel 3 diatas, hasil uji ketuaan warna yang dilakukan oleh Suheryanto (2010) dengan menggunakan metode rangking, yaitu melalui pengamatan secara visual oleh 5 orang Penilai Ahli, dimana semikin besar nilai yang diperoleh, menunjukan nilai ketuaan warna makin/lebih tua. Bahwa besarnya penggunaan konsentrasi zat iring larutan kapur, akan mempengaruhi hasil ketuaan warna, bila dibandingkan perlakuan tanpa iring dengan larutan kapur. Terlihat hasil ketuaan warna dengan menggunaan konsentrasi zat iring larutan kapur 40 g/l, 50 g/l, 60 g/l, masing-masing menunjukan nilai ketuaan warna yaitu 30, 33, dan 35 bila dibanding tanpa pengerjaan iring yaitu nilai ketuaan warnanya 27.

Pada Tabel 4 terlihat bahwa kain batik katun yang dicelup dengan ekstrak zwa daun mangga pada konsentrasi larutan kapur 40 g/l, 50 g/l dan 60 g/l mempunyai rata-rata nilai ketahanan luntur warna yang sama yaitu 4-5. Menurut Suheryanto (2010) berarti nilai ketahanan luntur warna ketiga variasi konsentrasi tersebut baik (tidak ada dehidrasi pigmen warna karena pencelupan sehingga warnanya tetap atau tidak berubah dan tidak luntur), bila dibandingkan dengan pengerjaan pencelupan kain batik katun batik dengan ekstrak zwa daun mangga tanpa iring larutan kapur.

Sehingga berdasarkan hasil penelitian tersebut membuktikan semakin besar penggunan konsentrasi zat iring larutan kapur warna yang dihasilkan semakin kuat atau semikin besar nilai ketuaan warnanya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa fungsi zat iring selain untuk meningkatkan ketuaan atau intensitas warna, juga untuk memperkuat ikatan antar serat dan zat warna, sehingga mencegah dehidrasi pigmen warna.

Pengaruh Jenis Modran terhadap ZPA mangga

Sebuah penelitian dilakukan oleh Mahmunah (2013) untuk mengetahui pengaruh jenis mordan garam, tawas, tunjung / besi (ferro sulfat) atau vitriol hijau pada pewarna alamiranting pohon manga ditinjau dari penyerapan warna,ketajaman warna, dan kerataan warna yang dihaslkanuntuk pewarnaan batik pada rok. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mahmudah (2013) yang menjadi variabel bebas adalah jenis mordan yangdigunakan yaitu mordan garam, tawas dan tunjung / besi (Ferro Sulfat) atau vitriol hijau (X) dan yang menjadivariabel terikat hasil pewarnaan ranting pohon manggayang ditinjau dari penyerapan warna, ketajaman warnadan kerataan warna hasil jadi (Y). Variabel control dalam penelitian ini adalah berat mordan yang digunakan yaitu600 g, pemberian mordan dengan cara after mordant atau mordan akhir, menggunakan ranting pohon mangga gadung yang kering dengan berat 1500 g, pewarnaan batik menggunakan pewarnaan dingin, air bersih untuk mordan sebanyak 6000 ml, frekuensi pencelupan 15x pencelupan, lama pencelupan 2 menit untuk 1x pencelupan, penggunaan kain mori prima, teknik menjemur harus digantung,

Page 8: bioeduarriza.files.wordpress.com file · Web viewng salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun maupun sutera memberikan

8

media pencelupan menggunakan bak, jumlah air yang digunakan adalah 36.000 ml, motif batik yang digunakan adalah motif bunga, hasil pewarnaan batik di aplikasikan pada rok A-line.

Hasil yang didapat dalam penelitian Mahmudah (2013) adalah data- data tentang penilaian responden, yaitu pengaruh jenis mordan terhadap hasil pewarnaan alamiranting pohon mangga untuk pewarnaan batik. Hasil tersebut dinilai dari tiga macam kriteria yaitu hasil penyerapan warna, hasil ketajaman warna, dan hasil kerataan warna.

 

Penggunaan mordan tunjung / besi (ferro sulfat) menghasilkan penyerapan warna yang baik dibandingkandengan mordan garam dan tawas, karena pada saat proses pencelupan pada zat warna maupun pada cairan mordan, mordan tunjung lebih cepat meresap sehingga menghasilkan warna yang baik. Proses pencelupan mordan garam lebih baik dari pada mordan tawas karena pada saat proses pencelupan, kain hasil pencelupan mordan tawas lebih kaku dibandingkan dengan mordan garam. Hal inilah yang menyebabkan penyerapan zat warna maupun cairan mordan tawas kurang baik dan menghasilkan warna yang kurang maksimal. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada kecenderungan mordan tunjung lebih baik dari pada mordan garam dantawas terhadap hasil penyerapan warna.

Gambar 4

Gambar 5

Page 9: bioeduarriza.files.wordpress.com file · Web viewng salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun maupun sutera memberikan

9

Pada penggunaan mordan tunjung ada kecenderungan lebih baik dari pada mordan garam dan tawas terhadap hasil ketajaman warna. Mordan tunjung lebih tajam dibandingkan mordan garam dan tawas karena sifat tunjung / besi yang dapat menjadikan warna kain menjadi semakin tua. Mordan garam menghasilkan warna seperti cairan zat warna dan tidak memberi perubahan yang signifikan karena mordan garam mempunyai sifat yang menetralkan. Mordan tunjung warna yang dihasilkan pudar dibandingkan mordan tunjung dan garam karenasifat tawas yang bersifat memutihkan. Dari uraian diatasdapat disimpulakan bahwa mordan tunjung adakecenderungan lebih baik daripada mordan garam dantawas terhadap hasil ketajaman warna.

Pada penelitian Mahmudah (2013) dapat diketahui bahwa mean score kerataan warna yang dihasilkan oleh mordan tunjunglebih tinggi dibandingkan dengan mordan garam dan tawas. Sedangkan mean score kerataan warna yangdihasilkan oleh mordan garam lebih tinggi dibandingkandengan mordan tawas. Mean tertinggi kerataan warna diperoleh dari mordan tunjung yaitu 3,75. Dengan demikian ada kecenderungan bahwa jenis mordan tunjung lebih baik dari pada jenis mordan garam dan tawas dilihat dari warna yang dihasilkan yaitu warna yang merata, tidak ada belang lipatan, tidak adabelang putih dan tidak ada belang gesekan.

Menurut Penelitian Mahmudah (2013) dari penggunaan tiga mordan yaitu mordan garam, tawas dan tunjung, dapat dilihathasil yang maksimal adalah mordan tunjung. Mordan tunjung ada kecenderungan lebih baik dari pada mordangaram dan tawas terhadap hasil kerataan warna. Mordangaram ada kecenderungan lebih baik daripada mordantawas terhadap hasil kerataan warna

Zat pewarna alami memang terbatas dari segi warna namun tidak terhingga dari segi bahan mentah. Mahasiswa bisa melakukan pengabdian kepada masyarakat kecil tentang penyuluhan pembuatan zat pewarna alami. Hal ini menyebabkan tergesernya penggunaan zat pewarna sintesis karena sadarnya masyarakat terhadap side effect yang timbul akibat pengelolaan limbah pabrik tekstil yang tidak preventive. Selain itu masyarakat juga tidak perlu berbondong

Gambar 6

Page 10: bioeduarriza.files.wordpress.com file · Web viewng salah satu senyawa ZPA yaitu mangiferin. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun maupun sutera memberikan

10

bonding mengeluarkan modal besar untuk membeli bahan kimia. Hal ini menghemat pengeluaran dari bisnis. Selain itu zat pewarna alami mempunyai warna dan keindahan tersendiri yang sulit ditiru oleh zat pewarna sintesis. Hal ini dapat menarik perhatian pecinta batik dan meningatkan nilai harga jual.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, T. E., Nurisman, E., Prasetyowati, Haryani, N., Cundari, L., Novisa, A., dan Khristina, O., 2011. Pengolahan Air Limbah Pewarna Sintetis Dengan Mengunakan Reagen Fenton, Prosiding Seminar Nasional Avoer ke-3 Tahun 2011 online at http://eprints.unsri.ac.id/132/1/Pages_from_PROSIDING_AVOER_2011-27.pdf [diakses tanggal 25 Apri 2015]

Erawati, E., Risky P. Sari, Sri Hidayani. 2012. Pemanfaatan Limbah Daun Mangga Sebagai Pewarna Alam Pada Kain Katun Dan Sutera. WARTA. Vol .15, No.2.

Faribramantoro, Raditya. 2009. Batikpun Kini Ramah Lingkungan. Online at http://www.untukalam.com/greennews/detail/241/Batikpun-Kini-Ramah-Lingkungan#.VT4wppPmYeM. [diakses tanggal 29 Maret 2015]

Fitrihana, Noor. 2012. Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam dari Tanaman di Sekitar Kita Untuk Pencelupan Bahan Tekstil online at http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132297145/TEKNIK%20PEMBUATAN%20ZAT%20WARNA%20ALAM%20UNTUK%20BAHAN%20TEKSTIL%20%20DARI%20TANAMAN%20DISEKITAR%20%20KITA.pdf [diakses tanggal 29 Maret 2015]

Haryono. 2012. Mangga Lokal Masih Bertakhta di Nusantara. Online at http://www.sainsindonesia.co.id/index.php/rubrik/keunggulan-daerah/365-mangga-lokal-masih-bertakhta-di-nusantara [diakses tanggal 29 Maret 2015]

Mahmudah, Rifaatun. 2013. Pengaruh Jenis Mordan Terhadap Hasil Pewarnaan Alami Ranting Pohonmangga Untuk Pewarnaan Batik Pada Rok. E-Journal. Volume 02 Nomor 01. Online at http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-tata-busana/article/view/1314/baca-artikel [diakses tanggal 29 Maret 2015]

Pratiwi, Yuli. 2010. Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tekstil Berdasarkan Nutrition Value Coeficient Bioindikator. Jurnal Teknologi, Vol. 3, No.2

Sari, R. P. Alharis, U.A., Ma’ruf, A. 2010. Ekstraksi Zat Warna Alam dari Daun Jati dan Pemanfaatannya sebagai Pewarna Kain, Program Kreatifitas Mahasiswa. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Kemahasiswaan.um.ac.id. online at http://kemahasiswaan.um.ac.id/wp-content/uploads/2010/04/PKM-AI-10-UM-Rindy-Ekstraksi-dan-Karakterisasi-.pdf [diakses tanggal 19 April 2015]

Suheryanto, Dwi. 2010. Optimalisasi Celupan Ekstrak Daun Mangga Pada Kain Batik Katundengan Iring Kapur. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Vol. 7.