file · Web viewAbu Isa At Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang...
Click here to load reader
Transcript of file · Web viewAbu Isa At Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kencing atau bahasa halusnya buang air seni ini sudah bukan suatu hal yang
asing lagi bagi umat manusia. Setiap manusia melakukan aktivitas ini untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh (mengeluarkan kotoran tubuh). Dalam
melakukan aktivitas inipun kita dituntut melakukannya dengan benar dan sesuai
aturan. Dalam dunia kesehatan buang air kecil pada saat posisi jongkok adalah hal
yang baik.
1. Saat buang air kecil dengan posisi jongkok sempurna kandung kemih akan
tertekan dan memicu keluarnya seluruh urin dari tubuh tanpa sisa. Kandung
kemih yang kosong dapat membantu mengurangi risiko kanker prostat. Untuk
mengosongkan kandung kemih, saat buang air seni usahakan batuk-batuk kecil
supaya kandung kemih lebih tertekan dan urin bisa keluar semua.
2. Biasanya saat buang air seni dengan posisi jongkok sering disertai dengan buang
gas, dengan begitu Anda telah membuang metabolisme tubuh berupa air dan gas.
Kondisi ini sangat jarang terjadi bila anda kencing dengan posisi berdiri.
3. Buang air kecil dengan posisi berdiri tidak akan menekan kandung kemih
sehingga masih ada urin yang tertinggal dalam tubuh. Hal ini tentu saja dapat
meinmbulkan berbagai macam penyakit akibat masih tertinggalnya sisa
metabolisme tubuh. Makin banyak urin yang tersimpan dalama tubuh maka
makin meningkat pula risiko terkena batu kandung kemih.
Dalam makalah ini penyusun akan menguraikan bagaimana pendapat ajaran
islam tentang masalah buang air kecil dalam posisi jongkok.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada Hadist yang membahas buang air kecil dalam posisi berdiri?
2. Bagaimana pendapat dunia kesehatan tentang buang air kecil dalam posisi
berdiri?
3. Bagaimana pandangan Islam tentang buang air kecil dalam posisi berdiri?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hadist yang membahas masalah buang air kecil dalam
posisi berdiri.
2. Untuk mengetahui bagaimana dampak terhadap kesehatan apabila buang
air kecil dalam posisi berdiri.
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam tentang buang air kecil
dalam posisi jongkok.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadist – Hadist yang Membahas Buang Air Kecil dalam Posisi Bediri
Ada lima hadist yang membahas masalah ini. Tiga hadits adalah hadits yang
shahih. Sedangkan dua hadits lainnya adalah dho’if (lemah).
1. Hadits Pertama
Hadits pertama ini menceritakan bahwa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yaitu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengingkari kalau ada yang mengatakan bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi pernah kencing sambil berdiri.
‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- mengatakan,
تصدقوه فال �ما قائ يبول كان م وسل عليه� الله ى صل �ي ب الن أن حدثكم من
قاع�دا �ال إ يبول كان ما“Barangsiapa yang mengatakan pada kalian bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah kencing sambil berdiri, maka janganlah kalian membenarkannya.
(Yang benar) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa kencing sambil duduk.” (HR.
At Tirmidzi dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan dalam As Silsilah Ash
Shahihah no. 201 bahwa hadits ini shahih). Abu Isa At Tirmidzi mengatakan, “Hadits
ini adalah hadits yang lebih bagus dan lebih shahih dari hadits lainnya tatkala
membicarakan masalah ini.”
2. Hadits Kedua
Hadits ini menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
kencing sambil berdiri. Bukhari membawakan hadits ini dalam kitab shahihnya pada
Bab “Kencing dalam Keadaan Berdiri dan Duduk.”
Hudzaifah –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan,
3
) ( فبال ، قوم سباطة ، وسلم عليه الله صلى ، النبى أتى
أ فتوض ، بماء فجئته ، بماء فدعا ، قائما
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi tempat pembuangan
sampah milik suatu kaum. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing sambil
berdiri. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta diambilkan air. Aku
pun mengambilkan beliau air, lalu beliau berwudhu dengannya.” (HR. Bukhari no.
224 dan Muslim no. 273).
Hadits ini tentu saja adalah hadits yang shahih karena disepakati oleh Bukhari
dan Muslim. Ibnu Baththol tatkala menjelaskan hadits ini mengatakan, “Hadits ini
merupakan dalil bolehnya kencing sambil berdiri.”
3. Hadits Ketiga
Hadits berikut menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
kencing sambil duduk.
‘Abdurrahman bin Hasanah mengatakan,
: ، فوضعها قال الدرقة� كهيئة� يد�ه� ف�ي وهو وسلم عليه الله صلى �ي ب الن علينا خرج
�ليها إ فبال جلس ثم
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar bersama kami dan di
tangannya terdapat sesuatu yang berbentuk perisai, lalu beliau meletakkannya
kemudian beliau duduk lalu kencing menghadapnya.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i,
Ibnu Majah, dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan
bahwa hadits ini shahih)
4. Hadits Keempat
Hadits berikut ini membicarakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah melarang Umar kencing sambil berdiri, namun hadits ini adalah hadits yang
dho’if )lemah(.
‘Umar –radhiyallahu ‘anhu- berkata,
4
«: - فقال - قائما أبول وسلم عليه الله صلى الله رسول رآنى
بعد «. قائما بلت فما قال قائما تبل ال عمر .يا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatku kencing sambil berdiri,
kemudian beliau mengatakan, “Wahai ‘Umar janganlah engkau kencing sambil
berdiri.” Umar pun setelah itu tidak pernah kencing lagi sambil berdiri.” (HR.
Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Syaikh Al Huwainiy –ulama hadits saat ini- mengatakan, “Ibnul Mundzir
berkata bahwa hadits ini tidak shahih. Adapun Asy Syaukani sebagaimana dalam As
Sail Al Jaror mengatakan bahwa As Suyuthi telah menshohihkan hadits ini!! Boleh
jadi As Suyuthi melihat pada riwayat Ibnu Hibban. Lalu beliau tidak menoleh sama
sekali pada tadlis yang biasa dilakukan oleh Ibnu Juraij. Sebagaimana kita ketahui
pula bahwa As Suyuthi bergampang-gampangan dalam menshohihkan hadits.
Kemudian hadits ini dalam riwayat Ibnu Hibban dikatakan dari Ibnu ‘Umar. Namun
sudah diketahui bahwa hadits ini berasal dari ‘Umar (ayah Ibnu ‘Umar). Saya tidak
mengetahui apakah di sini ada perbedaan sanad ataukah hal ini tidak disebutkan
dalam riwayat Ibnu Hibban.
Syaikh Al Albani –rahimahullah- mengatakan, “Hadits ini dho’if (lemah). Yang
tepat, tidaklah mengapa seseorang kencing sambil berdiri asalkan aman dari percikan
kencing. Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Al Fath mengatakan, “Tidak terdapat dalil yang
shahih yang menunjukkan larangan kencing sambil berdiri.” Dari Nafi’, dari Ibnu
‘Umar, dari ‘Umar, beliau berkata, “Aku tidak pernah kencing sambil berdiri sejak
aku masuk Islam”. Sanad hadits ini shahih. Namun dari jalur lain, dari Zaid, beliau
berkata, “Aku pernah melihat ‘Umar kencing sambil berdiri”. Sanad hadits ini juga
shahih. Oleh karena itu, hal inilah yang dilakukan oleh ‘Umar dan ini menunjukkan
telah jelas bagi ‘Umar bahwa tidak mengapa kencing sambil berdiri.
5. Hadits Kelima
Hadits berikut menunjukkan bahwa kencing sambil berdiri adalah termasuk
perangai yang buruk, namun hadits ini juga adalah hadits yang dho’if (lemah(.
5
Dari Buraidah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يفرغ أن قبل جبهته يمسح أو قائما جل الر يبول أن الجفاء من ثالث
سجوده في ينفخ أو صالته من
“Tiga perkara yang menunjukkan perangai yang buruk: [1] kencing sambil
berdiri, [2] mengusap dahi (dari debu) sebelum selesai shalat, atau [3] meniup (debu)
di (tempat) sujud.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam At Tarikh dan juga oleh Al
Bazzar)
Syaikh Al Huwaini –hafizhahullah- mengatakan, “Yang benar, hadits ini adalah
mauquf (cuma perkataan sahabat) dan bukan marfu’ (perkataan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam).” Di tempat sebelumnya, Syaikh Al Huwaini mengatakan bahwa
hadits ini ghoiru mahfuzh artinya periwayatnya tsiqoh (terpercaya) namun
menyelisihi periwayat tsiqoh yang banyak atau yang lebih tsiqoh. Jika demikian,
hadits ini adalah hadits yang lemah (dho’if).
Syaikh Al Albani –rahimahullah- mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits
dho’if )lemah(.
Terdapat perkataan yang shahih sebagaimana hadits Buraidah di atas, namun
bukan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi perkataan Ibnu Mas’ud.
Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan,
�م قائ وأنت تبول أن الجفاء� م�ن �ن إ“Di antara perangai yang buruk adalah seseorang kencing sambil berdiri.” (HR.
Tirmidzi). Syaikh Al Huwaini mengatakan bahwa periwayat hadits ini adalah
periwayat yang tsiqoh (terpercaya). Syaikh Al Albani –rahimahullah- mengatakan
dalam Shahih wa Dha’if Sunan At Tirmidzi bahwa hadits ini shahih. Inilah pendapat
Ibnu Mas’ud mengenai kencing sambil berdiri.
B. Pendapat Dunia Kesehatan Tentang Buang Air Kecil Posisi Berdiri
6
Mungkin hal ini akan terkesan aneh, tapi dibalik kesan aneh ternyata kencing
dengan berjongkok bermanfaat bagi kesehatan pria. Di Swedia pria dilarang kencing
berdiri sebab pemerintah memandang ada banyak keuntungan yang diperoleh bila
pria kencing dengan cara jongkok di toilet. Partai sosialis dan feminis di Swedia
mengklaim bila pria jongkok saat buang air kecil maka akan lebih higienis.
Hal itu dapat mengurangi genangan air dan dianggap dapat mengurangi risiko
kanker prostat dan meningkatkan kualitas kehidupan seks pria. Berikut ini manfaat
buang air kecil dengan jongkok bagi kesehatan pria.
1. Saat buang air kecil dengan posisi jongkok sempurna kandung kemih akan
tertekan dan memicu keluarnya seluruh urin dari tubuh tanpa sisa. Kandung
kemih yang kosong dapat membantu mengurangi risiko kanker prostat. Untuk
mengosongkan kandung kemih, saat buang air seni usahakan batuk-batuk kecil
supaya kandung kemih lebih tertekan dan urin bisa keluar semua.
2. Biasanya saat buang air seni dengan posisi jongkok sering disertai dengan
buang gas, dengan begitu Anda telah membuang metabolisme tubuh berupa air
dan gas. Kondisi ini sangat jarang terjadi bila Anda kencing dengan posisi
berdiri.
3. Buang air kecil dengan posisi berdiri tidak akan menekan kandung kemih
sehingga masih ada urin yang tertinggal dalam tubuh. Hal ini tentu saja dapat
meinmbulkan berbagai macam penyakit akibat masih tertinggalnya sisa
metabolisme tubuh. Makin banyak urin yang tersimpan dalama tubuh maka
makin meningkat pula risiko terkena batu kandung kemih.
Namun di toilet-toilet umum, sarana buang air kecil untuk laki-laki juga
tersedia dalam posisi menggantung di dinding, sehingga mereka juga melakukannya
sambil berdiri. Sepintas memang rapi dan praktis. Laki-laki tidak buang banyak
waktu untuk buang hajat, tinggal buka restleting ke arah wadah tersebut. Setelah
dilakukan peneitian, ternyata buang air kecil tidak baik bagi kesehatan dan memberi
dampak buruk.
Penyediaan toilet pada zaman sekarang, di Mall, di Hotel dan bahkan di tempat
ibadah seperti Masjid, hampir keseluruhan menyediakan media alat tempat buang air
7
kecil yang di khususkan untuk posisi berdiri, ini sangatlah tidak baik, untuk hal ini
mari kita bahas tentang dampak baik dan buruk saat sedang buang air kecil.
C. Pandangan Islam tentang Buang Air Kecil dalam Posisi Berdiri
Dalam pandangan islam, kencing dalam posisi Jongkok itu merupakan bagian
dari pada adab/akhlak (kesopanan). agama islam sangat teliti dan mengatur kegiatan
manusia sampai pada hal terkecil, dengan tujuan untuk kebaikan pada manusia itu
sendiri.
Pada dasarnya kencing yang dilakukan dalam posisi berdiri adalah disebabkan
situasi dan kondisi kita, dimana seorang pria itu umunya menggunakan celana, saat
ingin merasa buang air kecil, melepas celana dan dalaman akan terasa repot apa lagi
kita sedang terburu-buru. tapi sebaiknya kita lakukan yang terbaik untuk
mendapatkan yang terbaik. Dalam Islam kita mengetahui bahwa lakukanlah apa yang halal dan baik
bagimu, begitu juga dalam Hadist Nabi Muhammad Salallahu’alaihi Wasalam.
Bahwa Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa, oleh karenanya apabila aku
memerintahkan sesuatu dari urusan dien (agama) kalian, maka ambillah
(laksanakanlah) dan jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian berdasar
pendapatku semata, maka ketahuilah bahwa sungguh aku hanyalah manusia biasa.
(Shahih Muslim 2362-140)
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani pernah ditanya : Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam melarang buang air kecil sambil berdiri sebagaimana diriwayatkan
oleh sayyidah Aisyah.
Tetapi kemudian beliau buang air kecil sambil berdiri, sebagaimana dalam Hadits
Riwayat Al-Bukhari dalam Ath-Thaharah 224 dan Muslim. Dari Huzaifah berkata :
8
فبال قوم سباطة� �لى إ فانتهى م وسل عليه� ه الل صلى �ي ب الن مع كنت
�ما قائArtinya : Aku pernah berjalan bersama Nabi SAW, saat kami sampai di suatu tempat
pembuangan sampah suatu kaum beliau buang air kecil sambil berdiri (H.R.Muslim)
Bagaimana mengkompromikannya ?
Jawaban :
Riwayat bahwa beliau melarang kencing sambil berdiri tidak shahih. Baik riwayat
Aisyah ataupun yang lain.
Disebutkan dalam sunan Ibnu Majah dari hadits Umar, beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata :
�ما قائ تبل ال“Janganlah engkau kencing berdiri”.
Hadits ini lemah sekali. Adapun hadits Aisyah, yang disebut-sebut dalam
pertanyaan tadi sama sekali tidak berisi larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam kencing sambil berdiri. Hadits tersebut hanya menyatakan bahwa Aisyah
belum pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing sambil
berdiri.
Kata Aisyah Radhiyallahu ‘anha.
تصدقوه فال �ما قئ بال �ي ب الن أن حدثكم من“Barangsiapa yang mengatakan pada kalian bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah buang air kecil sambil berdiri maka janganlah kalian
membenarkannya (mempercayainya)”.
Apa yang dikatakan oleh Aisyah tentu saja berdasarkan atas apa yang beliau
ketahui saja. Disebutkan dalam shahihain dari hadits Hudzaifah bahwa beliau
9
Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati tempat sampah suatu kaum, kemudian buang
air kecil sambil berdiri.
Dalam kasus-kasus seperti ini ulama fiqih berkata : “Jika bertentangan dua
nash : yang satu menetapkan dan yang lain menafikan, maka yang menetapkan
didahulukan daripada yang menafikan, karena ia mengetahui sesuatu yang tidak
diketahui oleh pihak yang menafikan.
Jadi bagaimana hukum kencing sambil berdiri ?
Tidak ada aturan dalam syari’at tentang mana yang lebih utama kencing
sambil berdiri atau duduk, yang harus diperhatikan oleh orang yang buang hajat
hanyalah bagaimana caranya agar dia tidak terkena cipratan kencingnya. Jadi tidak
ada ketentuan syar’i, apakah berdiri atau duduk. Yang penting adalah seperti apa
yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan.
البول� م�ن �ستنز�هوا ا“Lakukanlah tata cara yang bisa menghindarkan kalian dari terkena cipratan kencing”.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berpendapat bahwa :
Boleh saja buang air kecil sambil berdiri, terutama sekali bila memang
diperlukan, selama tempatnya tertutup dan tidak ada orang yang dapat melihat
auratnya, dan tidak ada bagian tubuhnya yang terciprati air seninya. Dasarnya adalah
riwayat dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
salalm pernah menuju sebuah tempat sampah milik sekelompok orang, lalu beliau
buang air kecil sambil berdiri. Hadits ini disepakati keshahihannya. Akan tetapi yang
afdhal tetap buang air kecil dengan duduk. Karena itulah yang lebih sering dilakukan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, selain juga lebih dapat menutupi aurat
dan lebih jarang terkena cipratan air seni.
Pendapat terkuat dari pendapat yang ada adalah kencing sambil berdiri tidaklah
terlarang selama aman dari percikan kencing. Hal ini berdasarkan beberapa alasan:
10
1. Tidak ada hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang kencing sambil berdiri selain dari hadits yang dho’if (lemah).
2. Hadits yang menyebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing sambil
duduk tidaklah bertentangan dengan hadits yang menyebutkan beliau kencing
sambil berdiri, bahkan kedua-duanya diperbolehkan.
3. Terdapat hadits yang shahih dari Hudzaifah bahkan hadits ini disepakati oleh
Bukhari dan Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing
sambil berdiri.
4. Sedangkan perkataan ‘Aisyah yang mengingkari berita kalau Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam itu kencing sambil berdiri hanyalah sepengetahuan ‘Aisyah
saja ketika beliau berada di rumahnya. Belum tentu di luar rumah, beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak kencing sambil berdiri. Padahal jika
seseorang tidak tahu belum tentu hal tersebut tidak ada. Mengenai masalah
ini, Hudzaifah memiliki ilmu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
kencing sambil berdiri. Jadi, ilmu Hudzaifah ini adalah sanggahan untuk
‘Aisyah yang tidak mengetahui hal ini.
Secara agama, kebanyakan orang yang biasanya kencing berdiri kemudian
mereka akan mendirikan shalat, ketika akan ruku' atau sujud maka terasa ada sesuatu
yang keluar dari kemaluannya, itulah sisa air kencing yang tidak habis terpencar
ketika kencing sambil berdiri, apabila hal ini terjadi maka shalat yang dikerjakannya
tidak sah karena air kencing adalah najis dan salah satu syarat sahnya shalat adalah
suci dari hadats kecil maupun hadats besar.
Hadis riwayat Ibnu Abbas ra., ia berkata:
Rasulullah saw. pernah melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda: Ingat,
sesungguhnya dua mayit ini sedang disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang
satu disiksa karena ia dahulu suka mengadu domba, sedang yang lainnya disiksa
karena tidak membersihkan dirinya dari air kencingnya.
Kemudian beliau meminta pelepah daun kurma dan dipotongnya menjadi dua.
Setelah itu beliau menancapkan salah satunya pada sebuah kuburan dan yang satunya
11
lagi pada kuburan yang lain seraya bersabda: Semoga pelepah itu dapat meringankan
siksanya, selama belum kering. (Shahih Muslim No.439)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebiasaan orang kencing berdiri akan mudah lemah bathin, karena
sisa-sisa air dalam pundi-pundi yang tidak habis terpancar menjadikan
kelenjar otot-otot dan urat halus sekitar zakar menjadi lembek dan kendur.
Berbeda dengan buang air jongkok, dalam keadaan bertinggung tulang paha di
kiri dan kanan merenggangkan himpitan buah zakar. Ini memudahkan air
kencing mudah mengalir habis dan memudahkan untuk menekan pangkal
buah zakar sambil berdehem-dehem. Dengan cara ini, air kencing akan keluar
hingga habis, malahan dengan cara ini kekuatan sekitar otot zakar terpelihara.
Ketika buang air kencing berdiri ada rasa tidak puas, karena masih ada
sisa air dalam kantong dan telur zakar di bawah batang zakar. Ia
berkemungkinan besar menyebabkan kencing batu. Kenyataan membuktikan
bahwa batu karang yang berada dalam ginjal atau kantong seni dan telur zakar
adalah disebabkan oleh sisa-sisa air kencing yang tak habis terpencar.
Endapan demi endapan akhirnya mengkristal/mengeras seperti batu karang.
Demikian hikmahnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam
melarang kencing berdiri. Dan bagi muslim yang shalat, kadang setelah keluar
dari WC dan mau shalat, ketika ruku' dalam shalat kita merasa ada sesuatu
yang keluar dari kemaluan, itu adalah sisa air kencing yang tidak habis
terpencar akibat dari kencing berdiri yang tidak tuntas keluar, hal ini
12
menyebabkan shalat tidak sah karena salah satu sarat sahnya shalat adalah
bersih dan suci dari najis baik hadats kecil maupun hadats besar, dan air
kencing merupakan najis. Sehingga Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasalam sering
mengingatkan dalam sabdanya: "Hati-hatilah dalam masalah kencing karena
kebanyakan siksa kubur dikarenakan tidak berhati-hati dalam kencing".
13