Perbedaan Hadits Dhoif Dengan Hadits Palsu

download Perbedaan Hadits Dhoif Dengan Hadits Palsu

of 26

description

hadis

Transcript of Perbedaan Hadits Dhoif Dengan Hadits Palsu

Perbedaan hadits dhoif dengan hadits palsuApakah hadits dhaif sama dengan haditspalsu ?Jika sama lalu kenapa harus ada klasifikasihadits dhaif ?Hadits palsu sudah pasti bukan berasal dariRasulullah shallallahu alaihi wasallamsedangkan hadits dhaif belum pasti bukanberasal dari Rasulullah shallallahu alaihiwasallamNamun hadits dhaif tidak dipergunakanuntuk halal dan haram atau untukmenetapkan perkara wajib (kewajiban) yakniperkara yang jika ditinggalkan berdosa danperkara haram (larangan dan apa yangdiharamkanNya) yakni perkara yang jikadikerjakan/dilanggar berdosa.Hadits dhaif digunakan untuk nasehat,tuntunan akhlak dan anjuran (motivasi)amal kebaikan selama matan/redaksinyatidak bertentangan dengan Al Qur'an dan AssunnahHabib Munzir Almusawa berkata, Makatidak sepantasnya kita menggolongkansemua hadits dhaif adalah hadits palsu, danmenafikan (menghilangkan) hadits dhaifkarena sebagian hadits dhaif masih diakuisebagai ucapan Rasul shallallahu alaihiwasallam, dan tak satu muhaddits pun yangberani menafikan (menghilangkan)keseluruhannya, karena menuduh seluruhhadist dhaif sebagai hadits yang palsuberarti mendustakan ucapan Rasulshallallahu alaihi wasallam dan hukumnyakufur"Habib Munzir Almusawa, ulama yang sholehdari kalangan "orang-orang yang membawahadits" dari dua jalur sekaligus yakni1. melalui dari nasab (silsilah / keturunan),pengajaran agama yang disampaikanmelalui lisan maupun praktek dari orangtua-orang tua mereka terdahulu tersambungkepada lisannya Rasulullah shallallahualaihi wasallam dan2. melalui sanad ilmu (sanad guru),pengajaran agama yang didapat denganbertalaqqi (mengaji) dengan ulama yangsholeh yang mengikuti Imam Mazhab yangempat yakni ulama yang memilikiketersambungan sanad ilmu (sanad guru)kepada Imam Mazhab yang empat atau paraulama yang memiliki ilmu riwayah dandirayah dari Imam Mazhab yang empat yangbertalaqqi (mengaji) dengan SalafushSholeh yang meriwayatkan dan mengikutisunnah Rasulullah shallallahu alaihiwasallam.Sehingga para ulama yang sholeh darikalangan ahlul bait, keturunan cucuRasulullah shallallahu alaihi wasallam lebihterjaga kemutawatiran sanad, kemurnianagama dan akidahnya.Tanda atau ciri seorang ulama tidak terputussanad ilmu atau sanad gurunya adalahpemahaman atau pendapat ulama tersebuttidak menyelisihi pendapat gurunya danguru-gurunya terdahulu atau tidakmenyelisihi pendapat Imam Mazhab yangempat serta berakhlak baikAsy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa maksud daripengijazahan sanad itu adalah agar kamumenghafazh bukan sekadar untukmeriwayatkan tetapi juga untuk meneladaniorang yang kamu mengambil sanaddaripadanya, dan orang yang kamu ambilsanadnya itu juga meneladani orang yang diatas di mana dia mengambil sanaddaripadanya dan begitulah seterusnyahingga berujung kepada kamu meneladaniRasulullah shallallahu alaihi wasallam.Dengan demikian, keterjagaan al-Quran itubenar-benar sempurna baik secara lafazh,makna dan pengamalanOleh karenanya terlusurilah apa yangdisampaikan lisannya Rasulullah shallallahualaihi wasallam melalui apa yangdisampaikan oleh Al Imam Al Haddad danyang setingkat dengannya, sampai ke AlImam Umar bin Abdurrahman Al Attos danyang setingkat dengannya, sampai keAsysyeh Abubakar bin Salim, kemudian AlImam Syihabuddin, kemudian Al Imam AlAidrus dan Syeh Ali bin Abibakar, kemudianAl Imam Asseggaf dan orang orang yangsetingkat mereka dan yang diatas mereka,sampai keguru besar Al Fagih AlmugoddamMuhammad bin Ali BaalawiSyaikhutthorigoh dan orang orang yangsetingkat dengannya, sampai ke Imam AlMuhajir Ilalloh Ahmad bin Isa dan orangorang yang setingkat dengannyaSejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman),dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut,dan keberanian, Imam Ahmad Al Muhajir binIsa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi binJafar Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqirbin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain rabeliau berhasil mengajak para pengikutKhawarij untuk menganut madzhab Syafiidalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jamaahdalam akidah (itiqod) mengikuti ImamAsyari (bermazhab Imam Syafii) dan ImamMaturidi (bermazhab Imam Hanafi) sertatentang akhlak atau tentang ihsanmengikuti ulama-ulama tasawuf yangmutakbaroh dan bermazhab dengan ImamMazhab yang empat.Di Hadramaut kini, akidah dan madzhabImam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafii,terus berkembang sampai sekarang, danHadramaut menjadi kiblat kaum sunni yangideal karena kemutawatiran sanad sertakemurnian agama dan aqidahnya. DariHadramaut (Yaman), anak cucu Imam AlMuhajir menjadi pelopor dakwah Islamsampai ke ufuk Timur, seperti di daratanIndia, kepulauan Melayu dan Indonesia.Mereka rela berdakwah dengan memainkanwayang mengenalkan kalimat syahadah ,mereka berjuang dan berdakwah dengankelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan,tanpa pasukan , tetapi mereka datangdengan kedamaian dan kebaikan. Juga adayang ke daerah Afrika seperti Ethopia,sampai kepulauan Madagaskar. Dalamberdakwah, mereka tidak pernah bergeserdari asas keyakinannya yang berdasar AlQuran, As Sunnah, Ijma dan QiyasProf.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah(HAMKA) dalam majalah tengah bulananPanji Masyarakat No.169/ tahun ke XV1115 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) halaman37-38 menjelaskan bahwa pengajaranagama Islam di negeri kita diajarkanlangsung oleh para ulama keturunan cucuRasulullah seperti Syarif Hidayatullah atauyang dikenal dengan Sunan Gunung Jati.Berikut kutipan penjelasan Buya Hamka***** awal kutipan ****Rasulallah shallallahu alaihi wasallammempunyai empat anak-anak lelaki yangsemuanya wafat waktu kecil dan mempunyaiempat anak wanita. Dari empat anak wanitaini hanya satu saja yaitu (Siti) Fathimahyang memberikan beliau shallallahu alaihiwasallam dua cucu lelaki dariperkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib.Dua anak ini bernama Al-Hasan dan Al-Husain dan keturunan dari dua anak inidisebut orang Sayyid jamaknya ialah Sadat.Sebab Nabi sendiri mengatakan, keduaanakku ini menjadi Sayyid (Tuan) daripemuda-pemuda di Syurga. Dan sebagiannegeri lainnya memanggil keturunan Al-Hasan dan Al-Husain Syarif yang berartiorang mulia dan jamaknya adalah Asyraf.Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyakketurunan Al-Hasan dan Al-Husain itudatang ketanah air kita ini. Sejak darisemenanjung Tanah Melayu, kepulauanIndonesia dan Pilipina. Harus diakui banyakjasa mereka dalam penyebaran Islamdiseluruh Nusantara ini. DiantaranyaPenyebar Islam dan pembangunan kerajaanBanten dan Cirebon adalah SyarifHidayatullah yang diperanakkan di Aceh.Syarif kebungsuan tercatat sebagaipenyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Yangpernah jadi raja di Aceh adalah bangsaSayid dari keluarga Jamalullail, di Pontianakpernah diperintah bangsa Sayyid Al-Qadri.Di Siak oleh keluaga Sayyid bin Syahab,Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa SayyidJamalullail. Yang dipertuan Agung 111Malaysia Sayyid Putera adalah Raja Perlis.Gubernur Serawak yang ketiga, Tun TuankuHaji Bujang dari keluarga Alaydrus.Kedudukan mereka dinegeri ini yang turuntemurun menyebabkan mereka telahmenjadi anak negeri dimana merekaberdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama.Mereka datang dari hadramaut dariketurunan Isa Al-Muhajir dan Fagih Al-Muqaddam. Yang banyak kita kenal dinegerikita yaitu keluarga Alatas, Assegaf, Alkaff,Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin SyekhAbubakar, Alhabsyi, Alhaddad, Al Jufri,Albar, Almusawa, bin Smith, bin Syahab, binYahya ..dan seterusnya.Yang terbanyak dari mereka adalahketurunan dari Al-Husain dari Hadramaut(Yaman selatan), ada juga yang keturunanAl-Hasan yang datang dari Hejaz, keturunansyarif-syarif Makkah Abi Numay, tetapi tidaksebanyak dari Hadramaut. Selain dipanggilTuan Sayid mereka juga dipanggil Habib.Mereka ini telah tersebar didunia. Di negeri-negeri besar seperti Mesir, Baqdad, Syamdan lain-lain mereka adakan NAQIB, yaituyang bertugas mencatat dan mendaftarkanketurunan-keturunan Sadat tersebut. Disaatsekarang umum- nya mencapai 36-37-38silsilah sampai kepada Sayyidina Ali bin AbiThalib dan Sayyidati Fathimah Az-Zahra ra.****** akhir kutipan ******WassalamZon di Jonggol , Kabupaten Bogor 16830

MAKALAH

ULUMUL HADIST

** KODIFIKASI HADIST ABAD KE II, III,IV,V SAMPAI SEKARANG **

DOSEN PENGAMPUAHMAD LUTHFI, S.Ag, M.E.I

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2 :1. AHMAD SARNUBI NIM / NIMKO : 11.42.540

MAHASISWA SEMESTER 1A KPISEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN NADWAHKUALA TUNGKALTAHUN AKADEMIK 2011/2012

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, ucapan syukur kami panjatkan pada Allah S.W.T, Tuhan semesta alam, pemilik segenap kekuatan. Dialah maha penagasih yang tak pilih kasih, maha penyayang yang tak pandang sayang. Dengan segenap kekuatan yang di limpahkan, kami mampu menyelsaikan makalah yang berjudul Kodifikasi Hadist Abab Ke II, III, IV, V Sampai Sekarang

Shalawat dan salam semoga tetap terrlimpahkan kepada baginda Rasullullah S.A.W,Kelauraganya,Sahabatnya, dan seluruh umatnya hingga hingga hari akhir (Kiamat).

Dalam penyusunan makalah ini, kami mengalami banyak kesulitan, karena keterbatasan ilmu pengetahuan yang di miliki. Untuk itu kritik dan saran yang membagun dari pembaca sangat kami harapkan demi kesepurnaan makalah ini .

Kuala Tungkal, Oktober 2011

Penulis

iDAFTAR ISIHALAMAN DEPANKATA PENGANTAR ........................................................................................ ... iDAFTAR ISI ...................................................................................................... iiBAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ............................................................................ 1 B. TUJUAN PENULISAN ......................................................................... 1 BAB II PEMABAHASAN ................................................................................. 2 A. KODIFIKASI HADIST ........................................................................ 2 1. PENGERTIAN KODIFIKASI ........................................................ ... 2 B. ABAD KE II H DIWANUL HADIST ................................................... 3 1. PENGERTIAN DIWANUL HADIST .............................................. 3 2. KAPANKAH KODIFIKASI HADIST RESMI ............................... 3 3. LATAR BELAKANG TADWINUL HADIST ................................ 5 C. KEADAAN HADIST ABAD KE II H .................................................. 6 1. ALASAN KODIFIKASI HADIST ................................................... 6 2. CIRI-CIRI KITAB HADIST YANG DIKODIFIKASIKAN PADA ABAD KE II .................................................................................. ... 8 D. PERIODE PENYARINGAN HADIST ABAD KE III H ..................... 12 E. PERIODE PENGHAFALAN HADIST ABAD KE IV H ..................... 15 A. KEGIATAN PERIWAYATAN HADIST ....................................... 15 B. BENTUK PENYUSUNAN KITAB PADA PRIODE INI .............. 15F. PERIODE MENGKLASIFIKASIKAN DAN MENSISTEMASIKAN SUSUNAN KITAB KITAB HADIST ABAD KE V SAMPAI SEKARANG ................................... 18BAB III PENUTUP ............................................................................................ 20 A. KESIMPULAN ................................................................................... 20 B. SARAN ............................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGHadist merupakan sebagai rujukan hukum islam yang kedua, memiliki sejarah yang unik di bandingkan AlQuran. Jika Al-Quran sebagai rujukan pertama, maka tidak heran jika penjagaannya sangat serius dan signifikan mulai awal diwahyukan sampai sekarang. Beda halnya dengan al-Hadits, yang pada awalnya terkesan kurang begitu mendapat perhatian, terutama ditinjau dari segi penulisannya. karena memang pada awal-awal Islam, penulisan Hadits dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya "Iltibas" (pencampuran / kesamaran) dengan ayat-yat al-Quran. hal ini memang masuk akal, dikarenakan umat Islam pada awal-awal Islam masih terbilang sedikit yang hafal Al-Quran ataupun ahli Qiraah. namun akan janggal, ketika alasan "Iltibas" itu tetap dipertahankan, ketika umat Islam sudah banyak yang hafal, dan para ahli Qiraah sudah tidak terhitung banyaknya[1].Keadaan seperti itu terus berlanjut, hingga akhir abad pertama. para ulama (Tabi'in) mulai merasa khawatir, ketika al-Hadits tidak dilestarikan (dikodofikasikan). maka muncullah khalifah Umar bin Abdul Aziz (menurut pendapat masyhur) sebagai pelopor pertama pengkodifikasian al-Hadits secara resmi.

B. TUJUAN PENULISAN Dalam makalah singkat ini, penulis ingin sedikit menguraikan pelbagai fase perjalanan " Pengkodifikasian Hadist Pada Abab ke II, III, IV, V Sampai Sekarang. Dan bagaimana pendapat sahabat agar dapat membuka suatu pandangan yang konfrehensif terhadap pengkodifikasian hadist

BAB IIPEMBAHASAN

A. KODIFIKASI HADIST

Hadist merupakan sumber Hukum Islam kedua setelah Al-Quran. Oleh karena hadist menduduki peringkat kedua setelah Al-Quran, maka suatu keharusan bagi kaum muslimin untuk mepelajarinya. Tanpa mengenal hadist, rasanya sulit untuk memahami ilmu-ilmu keislaman. Sebagaimana dikemukakan oleh al-Zarkasyi (1344-1391) bahwa Ilmu Hadist termasuk ilmu yang telah matang dan telah pula terbakar, artinya ilmu yang banyak dibahas oleh para ulama dan menjadi mahkota ilmu-ilmu keislaman. Meskipun Hadist bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Islam masa kini, karena semenjak Muhammad SAW dikenal dengan nama hadist. Hadist tidak lain adalah segala yang dinukilkan pada Rasulullah baik perkataan, perbuatan, takrir dan hal-ikhwalnya. Namun yang menarik adalah kenapa hadist ini dihimpun ( dikodifikasikan ).

1. PENGERTIAN KODIFIKASIYang dimaksud kodifikasi ( Tadwinul Hadist ) adalah mengumpulkan, menghimpun atau membukukan, yakni mengumpulkan dan menertibkannya. Adapun yang dimaksud dengan kodifikasi hadis adalah menghimpun catatan-catatan hadis Nabi dalam mushaf.Antara kodifikasi (tadwin) hadist dan Jamul Quran memiliki perbedaan. Sebagaimana dikatakan Muhammad Quraisy Syihab , pencatatan dan penghimpunan (tadwin) hadist Nabi tidak sama dengan pencatatan dan penghimpunan al-Quran (Jamul Quran) . Dalam tadwin hadist, tidak dibentuk tim, sedangkan dalam Jamul Quran dibentuk tim . Kegiatan penghipunan hadist dilakukan secara mandiri oleh masing-masing ulama ahli hadist. Sekiranya penghimpunan hadist itu harus dilakukan oleh sebuah tim, niscaya tim itu akan menjumpai banyak kesulitan, karena jumlah periwayat hadist sangat banyak dan tempat tinggal mereka tersebar di berbagai daerah Islam yang cukup berjauhan.Di samping itu, hadist Nabi SAW tidak hanya termuat dalam satu kitab saja. Kitab yang memuat hadist Nabi cukup banyak ragamnya, baik dilihat dari segi nama penghimpunnya, cara penghimpunannya, masalah yang dikemukakannya, maupun bobot kualitasnya. Sedangkan kitab yang menghimpun Seluruh ayat al-Quran yang dikenal dengan Mushaf al-Quran hanya satu macam saja. Dengan demikian, penghimpunan hadist Nabi berbeda dengan penghimpunan al-Quran.Masa kodifikasi (tadwin) hadist terbagi dua, yaitu Kodifikasi hadist yang bersifat pribadi (tadwin al-syakhshiy) danKodifikasi yang bersifat pribadi belum menjadi kebijaksanaan pemerintah secara resmi sudah dimulai sejak masa Rasul. Sementara Kodifikasi hadist secara resmi (tadwin al-rasmiy). Kodifikasi hadis secara resmi menjadi kebijaksanaan pemerintah secara resmi baru dimulai pada masa Umar ibn Abdul Aziz.

B. ABAD KE II H DIWANUL HADIST 1. PENGERTIAN DIWANUL HADISTMengutip dari kitab al Muhith al fairuz mengatakan bahwa : tadwin secara bahasa di terjemahkan dengan kumpulan shahifah ( mujtamaal shuhuf). Mengikat yang berserakan lalu mengumpulkannya menjadi satu diwan atau kitab yang terdiri darilembaran-lembaran[2]. Sedangkan secara makna luasnya adalah al jamu (mengumpulkan / membukukan). Apabila merujuk dari dua pengertian diatas dapat di simpulkan pentadwinan hadist dapat diartikan diwanul hadist, dalam bahasa Indonesia nya tadwin ini lebih umum di kenal dengan nama kodifikasi.

2. KAPANKAH KODIFIKASI HADIST RESMIBeberapa pendapat yang berbeda mengenai kapan kodifiikasi hadist secara resmi dan serentak di mulai antara lain : Kelompok Syiah : atas dasar pendapat hasan al sadr (1272 1354 H), bahwa penulisan hadist telah ada sejak masa Nabi dan komplikasi hadist telah ada sejak awal khalifah Ali Bin Abi Thalib (35 H), terbukti adanya kitab Abu Rafi, (kitab al sunan wal ahkam wal qadaya) Sejak abab I H, yakni atas prakarsa gubernur mesir Abdul Aziz Bin Marwan yang memerintahkan kepada Khatir bin Murrah seorang ulama Himsy yang di perintahkan untuk mengumpukan hadist, yang kmudian disanggah oleh Syudi Ismail dengan alasan bahwa perintah Abdul Aziz Bin Marwan bukan perintah resmi legal dan kedinasan terhadap ulama yang berada di luar wilayah kekuasaanya. Sejak Awal Abad Ke II H, yakni masa ke 5 dinasti Abbasiyyah, Umar Ibnu Abdul Aziz yang memerintahkan kepada semua gubernur dan ulama di wilayah kekuasaanya utuk mengumpulkan hadist - hadist Nabi. Khalifah ini terkenal dengan sebutan Umar II, yang mengisaratkan bahwa ia adalah pelanjut kekhalifahan Umar Ibn Khattab yang bijak sana dalam memimpin tampuk kekuasaan. Khalifah Umar menginstruksikan kepada gubernur madinah Abu Bakar Bin Muhammad Bin Amr Bin Hazm (Ibnu Hazm) untuk mengumpukan hadist yang ada padanya dan pada Tabiin wanita Amrah Binti Abdurrahman Bin Saad Bin Zurarah Bin Ades, Murid Aisyah Ummul Mukminin. Beliau menyatakan kepada Abu Bakar Muhammad Ibn Amr Ibn Hazm Lihat dan priksalah apa yang dapat diperoleh dari hadist Rasulullah SAW, lalu tulislah karena aku takut akan lenyapnya ilmu disebabkan meninggalnya ulama dan jangan ada terima selain hadist Rasulullah SAW dan hendaklah anda sebarkan ilmu dan menggandakan majelis-majelis ilmu supaya orang yang tidak mengatahui dapat mengetahuinya lantaran tidak lenyapnya ilmu hingga di jadikannya barang rahasia.Berdasarkan instruksi resmi khalifah itu, Ibn Hazm meminta bantuan dan menginstruksikan kepada Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah Bin Syihab Az Zuhry ( Ibnu Syihab Az Zuhry ) seorang ulama besar dan mufti Hijaj dan Syam untuk turut membukukan hadist Rasulullah SAW. Pendapat ini yang dianut para Jamhur Ulama Hadist, dengan pertimbangan Jabatan Gubernur, Khalifah memerintahkan kepada gubernur dan ulama dengan perintah resmi dan legal serta adanya tindak lanjut yang nyata dari para ulama masa itu untuk mewujudkan demi terkumpulnya hadist dan kemudian menggandakan serta menyebarkan ke berbagai tempat.Dengan demikian, penulisan hadist yang sudah ada dan marak tetapi belum selesai di tulis pada masa Nabi, baru di upayakan kodifikasinya secara serentak, resmi dan masal pada abab ke II H, yakni pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, meskipun inisiatif tersebut awalnya berasal dari ayahnya, Gubernur Mesir yang pernah mengisaratkan hal yang sama sebelumnya.

3. LATAR BELAKANG TADWINUL HADIST.Pembukuan hadist dimulai pada akhir abab pertama Hijriah, dan rampung pada pertengahan abad ke III hal ini tidak terlepas dari adanya dorongan pembukuan hadist oleh khalifah Umar Ibn Abdul Aziz (Khalifah ke 8 bani Umayyah) yang naik tahta dan berkuasa pada tahun 99 H, beliau dikenal sebagai orang yang Adil dan Warabahkan sebagaian ulama menyebutnya sebagai Khulafaur Rasyidin yang ke 5 karena tergeraknya hati beliau untuk membukukan hadist dengan motif : Beliau khawatir ilmu hadist akan hilang karena belum di bukukan dengan baik dan resmi Kemauan beliau yang kuat untuk menyaring hadist palsu ( Maudhu) yang banyak beredar pada masa itu Al Quran sudah dibukukan dalam bentuk Mushaf, sehingga tidak ada lagi ke khawatiran akan tercampurnya dengan hadist bila hadist di bukukan. Peperangan dalam penaklukan negeri negeri yang belum islam dan peperangan antar sesama kaum muslimin banyak terjadi, di khawatirkan ulama hadist berkurang karena wafat dalam peperangan-peperangan tersebut. Dari sudut analisa politik tindakan Umar II ini adalah untuk menemukan dan mengukuhkan landasan pembenaran bagi ideologi jamaahnya,yang dengan ideologi ia ingin merangkul seluruh kaum muslimin tampa memandang aliran politik atau pemahaman keagamaan mereka,termasuk kaum syiah dan Khawarij yang merupakan kaum oposan terhadap rezim Umayyah. Umar II melihat bahwa sikap yang serba akomodatif pada semua kaum muslim tanpa memandang aliran politik atau paham keagamaan khasnya telah diberikan contohnya oleh penduduk madinah, di bawah kepeloporan tokoh- tokoh seperti Abdullah Ibn Umar (Ibn Al Khattab), Abdullah Ibn Abbas dan Abdullah Ibn Masud .Mustafa Al SibaI dalam majalah Al Muslimin seperti yang di kutip Nurcholis Madjid amat menghargai kebijakan Umar II berkenaan dengan pembukuan Sunnah,meskipun ia menyesalkan sikap khalifah yang baginya terlalu banyak memberi angin segar pada kaum Syiah dan Khawarij (karena dalam pandangan al- sibai, golongan oposisi itu kemudian mampu memobilisasi diri sehingga dalam kolaborasinya dengan kaum Abbasi, mereka akhirnya mampu meruntukhan Dinasti Umayyah dan melaksanakan pemebalasan dendam yang sangat kejam).dan menurut Al Sibai sebelum masa Umar II pun sebetulnya sudah ada usaha-usaha pribadi untuk mencatat hadist sebagaimana dilakukan Oleh Abdullah Ibn Amr Ibn Ash.

C. KEADAAN HADIST ABAD KE II H1. ALASAN KODIFIKASI HADISTSetelah agama Islam tersiar dengan luas di masyarakat, dipeluk dan dianut oleh penduduk yag bertempat tinggal di luar jazirah arab, dan para sahabat mulai terpencar dibeberapa wilayah bahkan tidak sedikit jumlahnya yang telah meninggal dunia, maka terasa perlu al-Hadits diabadikan dalam bentuk tulisan dan dibukukan. Urgensi ini menggerakkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (61-101 H).[3] sebagai (Khalifah ke 8 dari Bani Umayyah)[4] berinisiatif mengkodifikasikan al-Hadits dengan beberapa pertimbangan :a.Kenginan beliau yang kuat untuk menjaga keontetikan hadits. karena beliau khawatir lenyapnya hadits dari perbendaharaan masyarakat, disebabkan belum adanya kodifikasi al-Hadits.b.Keingina beliau yang keras untuk membersihkan dan memelihara Hadits dari hadits-hadits maudhu' yang dibuat oleh masyarakat untuk mempertahankan ediologi golongan dan mempertahankan madzhabnya, disebabkan adanya Konflik Politik ataupun "Fanatisme Madzhab" berlebihan, yang mulai tersiar sejak awal berdirinya Khilafah Ali bin Abi thalib.c.Alasan tidak terkodifikasinya Hadits di zaman Rasulullah saw. dan khulafaurrasyidin karena adanya kekhawatiran bercampur aduknya dengan al-Quran, telah hilang. hal ini disebabkan al-Quran telah dikumpulkan dalam satu mushaf dan telah merata diseluruh pelosok. Ia telah dihafal dan diresapkan di hati sanubari beribu-ribu umat Islam.d. Hingga pada penghujung abad ke I, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menginstruksikan (secara resmi) kepada para pejabat dan ulama yang memegang kekuasaan di wilayah kekuasaannya untuk mengumpulkan dan mengkodifikasikan hadits[5].Beliau juga menginstruksikan kepada Wali Kota madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (177 H.), untuk mengumpulkan hadits yang ada padanya dan pada Tabi'iy wanita, 'Amrah binti Abdur Rahman al-Anshariyah[6]. ( )"Tulislah padaku hadits Rasulullah saw. yang ada padamu dan hadits 'Amrah (binti Abdur Rahman), sebab aku takut akan hilang dan punahnya ilmu"Atas instruksi itu, Ibnu Hazm mengumpulkan hadits-hadits, baik yang ada pada dirinya maupun yang ada pada 'Amrah, tabi'y wanita yang banyak meriwayatkan dari 'Aisyah r.a. begitu juga beliau menginstruksikan kepada Ibnu Syihab al-Zuhry seorang Imam dan ulama di Hijaz dan Syam (124 H). beliau mengumpulkan dan menulis hadits-hadits dalam lembaran-lembaran dan dikirimkan kepada masing-masing penguasa di tiap-tiap wilayah satu lembar. itulah sebabnya para ahli sejarawan dan ulama menganggap bahwa Ibnu Syihab adalah orang yang pertamakali mengodifikasikan hadits secara resmi atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.Setelah periode Ibnu Hazm dan Ibnu Syihab berlalu, muncullah periode pengkodifikasian hadits yang di cetuskan oleh khalifah-khlalifah Abbasyiah. Maka bangunlah ulama-ulama pada periode ini seperti : di mekah, Ibnu Juraij al-Bashary ( w. 150 H.). di Madinah, Abu Ishaq (w. 151 H.) al-Imam Malik bin Anas (w. 179 H.). di Bashrah, al-Rabi' bin Shabih (w. 106 H) dan Hammad bin Salamah (w. 176 H.). di Kufah, Sufyan Atsaury (w. 166 H.). Di Syam, al-Auza'iy (w. 156 H.). di Syam, Hasyim (w 156 H.) dan Ibnu al-Mubarak (w. 171 H.).Oleh karena mereka hidup dalam generasi yang sama, yaitu pada abad ke II H., sukar untuk ditetapkan siapa diantara mereka yang lebih dahulu. yang jelas bahwa mereka itu sama berguru kepada Ibnu Hazm dan al-Zuhry.

2.CIRI-CIRI KITAB HADITS YANG DIKODIFIKASIKAN PADA ABAD KE-II HTerdorong oleh kemauan keras untuk mengumpulkan (mentadwin) hadits sebanyak-banyaknya, mereka tidak menghiraukan atau belum sempat menyeleksi apakah mereka mendewankan hadits Nabi sematasemata, ataukah termasuk fatwa-fatwa sahabat dan tabi'in. bahkan lebih jauh dari itu mereka belum mengklarifikasi kandungan nash-nash Hadits menurut kelompok-kelompoknya.Dengan demikian, karya ulama abad II H ini masih bercampur aduk antara hadits-hadits Rasulullah dengan fatwa-fatwa sahabat dan tabi'in. Walhasil, bahwa kitab-kitab hadits karya ulama-ulama tersebut belum dipisah antara hadits marfu', mauquf dan maqthu', dan diantara hadits yang Shahih, Hasan dan Dhaif. sedangkan kitab-kitab hadits yang masyhur karya ulama abad kedua antara lain :1. Al-Muwaththa', kitab itu disusun oleh al-Imam Malik pada tahun ( 93 179 H ) selama rentang waktu ini, sejumlah buku hadist telah disusunnya kitab ini memiliki kedudukan tersendiri pada priode ini. Dan buku ini di tulis antara tahun 130 H sampai 144 H. atas anjuran Khalifah al-Manshur. jumlah hadits yang terdapat dalam al-Muwaththa' kurang lebih 1720 buah hadits. 600 Hadistnya Marfu ( terangkat sampai kepada Nabi SAW ) 222 Hadistnya Mursal ( adanya perawi sahabat yang di gugurkan ) 617 Hadistnya Mauquf ( terhenti sampai kepada tabiin ) 275 Sisanya adalah ucapan Tabiin.kehadirannya dalam masyarakat mendapat sambutan hangat dari pendukung-pendukung sunnah. sebagaimana ia di isyaratkan dan dikomentari oleh ulama-ulama hadits yang datang kemudian, juga diringkasnya. al-Suyuthi mensyarah kitab tersebut dengan kitab "Tanwiru al-Hawalik", dan al-Khaththaby mengikhtisharnya dengan kitab yang beranama "Mukhtahsaru al-Khaththaby"2.Musnadu al-Syafi'Ibnu Abi Ya'la, Muhammad bin Idris Asy Syafii ( 150 204 H ), didalam kitab ini, al-Syafi'i mencantumkan seluruh hadits yang berada dalam kitab al-Umm.3.Mukhtalifu al-Hadits, karya Imam ( 150 204 H ), beliau menjelaskan dalam kitab ini, cara-cara menerima hadits sebagai hujjah, dan menjelaskan cara-cara untuk mengkrompomikan hadits-hadits yang tampaknya kontradiksi antara satu dengan yang lain.4. Al Musnad oleh Imam Abu Hanifah An- Numan ( Wafat 150 H )5. Al Musnad oleh Imam Ali Ridha Al Katsin ( 148 203 H ).6. Al Jami oleh A Abdulrazaq Al Hamam Ash Shanani ( Wafat 311 H )7. Mushannaf oleh Imam Syubah bin Jajaj ( 80 180 H ). 8. Mushannaf oleh Imam Laits bin Saud ( 94 175 H ).11. Mushannaf oleh Imam Sufyan bin Uyaina ( 107 190 H ).12. As-Sunnah oleh Imam Abdurrahman Bin Amr Al-AuzaI ( wafat 157 H ).13. As-Sunnah oleh Imam Abd bin Zubair bin Isa Al Sadi .Semua kitab-kitab hadist yang ada pada abad ini tidak sampai kepada kita kecuali 5 buah saja yaitu no 1 sd 5.

D. PERIODE PENYARINGAN AL-HADITS ABAD KE III HPada abad ke III H ini para ulama hadist memfokuskan pengkodifikasian hadist pada beberapa hal yang dikala waktu abad ke 2 H tidak terlaksana. Sudah di kemukakan pada masalah sebelumya bahwa pembukuan hadist belum terpisah pisah anatara hadist yang saheh, hasan, mauquf dan maudhu. Beberapa langkah untuk melestarikan hadist pada abad ke III H ini adalah sebagai berikut : Perlawatan kedaerah daerah para perawi hadist yang jauh dari pusat kotaContohnya ;Imam Bukhari melakukan perlawatan selama 16 tahun ke lebih 8 kota di timur tengah seperti Mekah, Madinah, Bagdad Mesir dll. Pengklafikasian hadist marfu, mauquf dan maudlu( palsu ) Hadist Nabi, Asar Sahabat, dan Aqwal ( Ucapan ) Tabiin dikategorikan, dipisah dan dibedakan Riwayat Maqbulah ( di terima ) dihimpun secara terpisah dan buku buku pada abad ke II diperiksa kembali dan di tashih ( diautentikasi). Selama priode ini, bukan hanya riwayat yang di kumpulkan, namun untuk memelihara dan menjaga hadist ( lebih dari 100 ilmu 19 ) dimana ribuan buku mengenai ini telah di tulis. Penyeleksian dan pemilihan hadist kepada shahih, hasan dan dhaif.Contoh : Penyaringan Hadist Sahih oleh imam ahli hadist Ishaq Bin Rawahih ( Gurunya Imam Bukhari ) Penyusunan kitab Saheh BukhariPeriode ini dikenal dengan periode penyaringan Hadits atau seleksi hadits yang ketika itu pemerintahan dipegang oleh Khalifah dari Bani Umayyah. pada masa ini para ulama bersungguh-sungguh mengadakan penyaringan Hadist, melalui kaidah-kaidah yang ditetapkan, mereka berhasil memisahkan hadits-hadits yang dhaif dari yang shahih, dan hadits- yang mauquf dan maqthu' dari yang marfu', meskipun berdasarkan penelitian masih ditemukan beberapa hadits dhaif yang terselip di kitab hadits shahih mereka[7]. Maka pada pertengahan abad ketiga ini, mulai muncul kitab-kitab hadit yang hanya memuat hadits-hadits shahih, dan pada perkembangannya dikenal dengan "al-Kutubu al-Sittah" yaitu :1. Shahih al-bukhari atau al-Jami'u al-Shahih[8]. karya Muhammad bin Ismail al-Bukhari (194-256 H.) Beliau adalah Amir al-Mukminin dalam hadist beliau bernama Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin ibrohim Bin Mughirah bin Bardizbah Beliau dilahirkan 13 Syawal 194 H, wafat malam idul fitri tahun 256 H. Karena keluasan ilmu dan kekuatan hafalannya dia dijuluki Imam al-Muhaddisin. Menurut penelitian Ibnu Hajar (852 H.). seperti yang disebutkan dalam pendahuluan kitabnya "Fathu al-Bari Fi Syarhi al-Bukhari", kitab shahih itu berisi 9.082 hadits yang terdiri dari 2602 buah hadits yang tidak terulang-ulang, dan 159 matan hadits marfu'. namun Ibnu Hajar tidak menghitung hadits marfu' dan maqthu' yang terdapat dalam Bukhari[9]. Kitab tersebut merupakan kitab hadits yang shahih (otentik) setelah al-Quran. dan di antara Mukhtashar Bukhari ialah Tajridu al-Sharih dan Mukhtashar Abi Jamrah, Masing-masing karangan Ibnu al-Mubarak dan Ibnu Abi Jamrah.2. Shahih al-Muslim,, karya al-Imam Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairy al-Naisabury (204-261 H.)[10].Nama lengkap beliau adalah Imam Abdul Husain bin alHajjaj bin Muslim. Dia dilahirkan Naisabur tahun 204 H wafat tahun 261 H. Beliau adalah imam hadits kedua setelah Imam Bukhari. Menurut sebagian ulama Maghribi dan Abu Muhammad bin Hazm Al-Dzahiri kitab yang dikarang oleh beliau lebih utama dibandingkan dengan Sahih Bukhari. Hal ini dikarenakan ada beberapa hal yang membuat kitab Sahih Muslim lebih diutamakan antara lain:1. Karena kebagusan susunannya yang teratur.2. Hadits yang teriwayatkannya sejalan dan dalam satu tema di kumpulkan dalam satu tempat, tanpa memotong hadits ke dalam bab lain.3. Hadits yang diriwayatkan hanya hadits marfu dan tidak meriwayatkan hadits mauquf dan muallaq.Jika mereka mengutamakan Sahih Muslim karena beberapa hal berdasarkan syarat-syarat keshahihan hadits kami tidak sependapat. Walaupun begitu kitab Sahih Bukhori dan Muslim merupakan kitab paling sahih yang pernah ditulis oleh imam hadits. Pengarangnya telah memberikan sumbangan yang luar biasa besarnya kepada agama. Oleh karena itu kita patut bersyukur dengan menghormati mereka atas jasanya yang tidak dipungkiri lagi.3.Sunan Abu dawud, karangan Abu Dawud Nama lengkap beliau adalah Sulaiman bin al-Asyas bin Ishaq Basyir bin Syidad bin Amir al-Sajastani, dia dilahirkan tahun 202 H wafat 275 H. Hadits yang ditulis oleh beliau tidak hanya memasukkan hadits sahih saja, akan tetapi memasukkan hadits hasan dan dhaif. Dalam kitab yang dikarang oleh beliau terkenal sebagai kitab Hakim .4.Sunan al-Tirmidzi, Karangan Muhammad bin Isa bin Surah al-Tirmidzi. Beliau lahir pada malam senin 13 Rajab tahun 209 H dan wafat tahun 279 H. Metode yang digunakan beliau dalam menulis hadits adalah apapun yang diamalkan oleh ahli fiqh maka oleh beliau diriwayatkan. Oleh karena itu beliau meriwayatkan hadits baik yang hasan, dhoif, ghorib dan muallal dengan disertai penjelasan sesuai dengan derajad haditsnya.5.Sunan Nasa'i, karangan Ahmad Bin Syaban Abu Abdu al-Rahman bin Suaid Ibnu Bahr al-Nasa'iy. Beliau lahir pada tahun 215 H dan wafat tahun 303 H dalam kitab beliau yang bernama Sunan Nasai hampir sama dengan kitab hadits bukhori dan Muslim dengan artian yang ditulis di dalamnya adalah hadits yang sahih meskipun ada sedikit hadits yang dhaif.6.Sunan Ibnu Majah, karangan Muhammad Abu Abdillah Ibnu Yazid Ibnu Majah Beliau lahir pada tahun 209 H dan wafat tahun 273 H. dari kelima kitab hadits kitab karangan beliau yang menempati urutan yang keenam. Hal ini karena ada sebagian ulama yang tidak mengikutsertakan kitab karangan Imam Ibnu Majjah ke dalam kitab hadits pokok.7. As-Sunan oleh Imam Abu Muhammad Abdullah Bin Abdurrahman Ad Damiri ( 181- 255 H ) 8. AlMusnad oleh Imam Bin Hambal ( 164 241 H )9. AlMuntaqa Al Ahkam oleh Imam Abdul Hamid Bin Jarud ( Wafat 307 H )10. AlMushannaf oleh Imam Ibn Abi Syaibah ( Wafat 235 H )11. AlKitab oleh Imam Muhammad Said Bin Manshur ( Wafat 227 H )12. AlMushannaf oleh Imam Muhammad Said Bin Manshur ( Wafat 227 H )13. Tandzibul Afsar oleh Imam Muhammad Bin Jarir At Thobari ( Wafat 310 )14. AlMusnadul Kabir oleh Imam Baqibin Makhlad Qurthubi (Wafat 276 H)15. AlMusnad oleh Imam Ishaq Bin Rawahih ( Wafat 237 H )16. AlMusnad oleh Imam Ubaidillah bin Musa ( Wafat 213 H )17. AlMusnad oleh Abdibni Ibn Humaid ( Wafat 249 H )18. AlMusnad oleh Imam Abu Yala ( Wafat 307 H )19. AlMusnad oleh Imam ibn Abi Usamah Al-Harist Ibn Muhammad At- Tamimi (Wafat 282 H) Dan masih banyak sekali kitab-kitab musnad yang di tulis oleh para ulama abad ini.

E. PERIODE PENGHAFALAN HADITS ABAD KE IV HA. KEGIATAN PERIWAYATAN HADIST Pada priode ini penghimpunan hadist disertai pemeliharaan nya tetap dilakakukan walau tidak sebanyak yang sebelumnya. Hanya saja hadist-hadist yang di himpun tidaklah sebanyak sebelum priode ini. Didalam era ini jenis kitab-kitab hadsit Nabi SAW. Mencakup sebagain besar kitab-kitab hadist yang sifatnya mengumpulkan kitab-kit ab hadist yang telah dihimpun dalam kitab-kitab hadist Nabi SAW sebelumnya. Kegiatan periwayatan hadist pada priode ini banyak dilakukan dengan cara ijazah ( lesensi/ sertifikat dari guru utnutk murid untuk mendapat izin meriwayatkan hadist ). Sedikit sekali ulama yang melakukan seperti ulama Muqaddimin.

B. BENTUK PENYUSUNAN KITAB PADA PRIODE INI Para ulama hadist pada umumnya merujuk kepada karya yang telah ada dengan bentuk kegiatan seperti mempelajari, menghafal, memeriksa, dan menyelidiki sanadnya. Seperti kitab Jami Kutub As-Sittah ( kitab hadist yang mengumpulkan hadist- hadist Nabi SAW yang telah tertuang dalam gabungan beberapa kitab hadist seperti Saheh Bukhari Saheh Muslim Sunan At Turmuzi Sunan Abu Daud Sunan An Nasai Sunan Ibnu Majah Diantaranya karya Ahmad bin Razin Bin Muawiyyah Al Abdari Al Saeqithi ( Wafat 535 H ) dan beberapa kitab lainya. Kitab Istikhraj, yaitu mengambil sesuatu hadist dari Sahih Bukhari Muslim umpanya, lalu meriwayatkkannya dengan dengan sanad sendiri, yang lain dari sanad Imam Bukhari atau Imam Muslim karena tidak memproleh sanad sendiri. Contohnya Mustakhraj Shaheh Bukhari oleh Imam Jurjani, dan Mustakhraj Saheh Muslim oleh Abu Awanah Kitab Athraf, yaitu kitab yang hanya menyebut sebagain hadist kemudian mengumpulkan seluruh sanadnya, baik sanad kitab maupun sanad dari beberapa kitab. Kitab Kitab Zawaid, Yaitu kitab mengumpulkan hadist-hadist yang tidak terdapat dalam kitab-kitab sebelumnya kedalam sebuah kitab yang tertentu.Contohnya Zawaid Ibnu Majah Ala Al Usuli Al Khamsah. Kitab Syarah Kitab Mukhtashar Kitab Petunjuk Kitab Istidrak, yaitu mengumpulkan hadist-hadist yang memiliki syarat- syarat Bukhari dan Muslim atau syarat salah seorangnya yang kebetulan tidak diriwayatkan atau di sahehkan oleh kediuanya.Contohnya Al Mustadrak Ala Shahihaini oleh Imam Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah Al-Hakim An- Naisaburi ( 321 405 H )

Abad ke IV H ini merupakan abad pemisahan antara ulama Mutaqaddimin, yang dalam menyusun kitab hadits mereka berusaha sendiri menemui para sahabat atau tabiin atau tabi tabiin yang menghafal hadits dan kemudian menelitinya sendiri, dengan ulama mutaakhirin yang dalam usahanya menyusun kitab-kitab hadits, mereka hanya menukil dari kitab-kitab yang disusun oleh ulama mutaqaddimin.Mereka berlomba-lomba untuk menghafal sebanyak-banyaknya hadits-hadits yang telah dikodifikasikan, sehingga tidak mustahil sebagian dari mereka sanggup menghafal beratus-ratus ribu hadits. Sejak periode inilah timbul bermacam-macam gelar keahlian dalam ilmu hadits, seperti gelar al-Hakim dan al-Hafidz[11]. Adapun Kitabkitab yang masyhur hasil ulama abad ke-empat, antara lain :1.Mujamu al-Kabir, Mjamu al-Awsath, Mujamu al-Shaghir, karya al-Imam Sulaiman bin Ahmad al-Tabrany (360 H).2.Sunan al-Daruquthny, karya al-Imam Abdul Hasan Ali bin Umar bin Ahmad al-Daruquthny (306-385 H.).3. Shahih bin Auwanah, karya Abu Auwanah Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim al-Asfayainy (354 H.).4. Shahih Ibnu Khudzaimah, Karya Ibnu Khudzaimah Muhammad bin Ishaq (316 H.).

F.PERIODE MENGKLASIFIKASIKAN DAN MENSISTEMASIKAN SUSUNAN KITAB-KITAB HADITS ABAD KE V SAMPAI SEKARANGUsaha ulama ahli hadits pada abad ke V samapi sekarang adalah ditujukan untuk mengklasifikasikan Hadits dengan menghimpun hadits-hadits yang sejenis kandungannya atau sejenis sifat-sifat isinya dalam satu kitab hadits. Disamping itu mereka pada men-syarahkan[12] dan mengikhtishar[13] kitab-kitab hadits yang telah disusun oleh ulama yang mendahuluinya. seperti yang dilakukan oleh Abu 'Abdillah al-Humaidi (448 H.) adapun contoh kitab-kitab hadits pada periode ini antara lain:1. Sunan al-Kubra, Karya abu Bakar Ahmad bin Husain 'Ali al-Baihaqy (384-458 H.)2. Muntaqa al-Akhbar, karya Majduddin al-Harrany (652 H.) 3. Fathu al-Bari Fi Syarhi al-Bukhari, Karya Ibnu Hajar al-'Asqolany (852 H.).4.Nailu al-Awthar, Syarah kitab Muntaqa al-Akhbar, karya al-Imam Muhammad bin Ali al-Syaukany (1172- 1250 H.) Hadits dimasa abad V H sampai sekarang hanya ada sedikit tambahan dan modifikasi kitab-kitab terdahulu. Sehingga karya-karya ulama hadits abad kelima lebih luas, simple dan sistematis. Diantara mereka adalah :1. Abu Abdillah al-Humaidi tahun 448 H beliau mengumpulkan 2 kitab sahih sesuai urutan sanad. 2. Abu Saadah Mubarak bin al-Asyir tahun 606 H beliau mengumpulkan enam kitab hadis dengan urutan bab.3. Nuruddin Ali al-Haitami beliau melengakapi 6 kitab dengan karangan-karangan lain ( selain kutub al-sittah ).4. Al-Suyuthi tahun 911 H beliau menulis kitab yang berjudul al-Jami al-KabirDan muncul pula Kitab-kitab hadits targhib dan tarhib, sepeti :1.Al-Targhib wa al-Tarhib, karya al-Imam Zakiyuddin Abdul Adzim al-Mundziry (656 H.)2.Dalailu al-falihin, karya al-Imam Muhammad Ibnu Allan al-Shiddiqy (1057 H.) sebagai kitab syarah Riyadu al-Shalihin, karya al-Imam Muhyiddin abi zakaria al-Nawawawi (676 H.)Pada periode ini para ulama juga menciptakan kamus hadits untuk mencari pentakhrij suatu hadits atau untuk mengetahui dari kitab hadits apa suatu hadits didapatkan, misalnya :1. al-Jamiu al-Shaghir fi Ahaditsi al-Basyiri al-Nadzir , karya al-Imam Jalaluddin al-Suyuthy (849-911 H.)[14] 2. Dakhairu al-Mawarits fi Dalalati Ala Mawadhii al-Ahadits, karya al-Imam al-Allamah al-Sayyid Abdul Ghani al-Maqdisy al-Nabulisy[15] . 3. Al-Mu'jamu al-Mufahras Li al-Alfadzi al-Haditsi al-Nabawy, Karya Dr. A.J. Winsinc dan Dr. J.F. Mensing[16]. 4. Miftahu al-Kunuzi al-Sunnah, Karya Dr. A.J. Winsinc[17],

BAB IIIPENUTUP

A. KESIMPULAN Dari sedikit uraian sejarah kodifikasi al-Hadits tersebut, dapat kita tarik sebuah kesimpulan, bahwa hadits yang sekarang bisa kita nikmati dari kitab-kitab hadits susuanan para ulama, ternyata memiliki sejarah perjuangan yang besar, dan melalui pelbagai pertimbangan yang sangat matang, hingga ungkapan "terima kasih" belaka, penulis kira tidak cukup jika tanpa di seimbangkan dengan aksi nyata. paling tidak mengembangkan wawasan lebih luas lagi, baik dari segi memahami kandungan hadits ataupun metode pemahamannya.

B. SARAN Sudah sepantasnya kita berterima kasih kepada imam-imam hadits yang begitu susah payah dalam mengumpulkan hadits. Akan tetapi sebagai pelajar yang sedang mempelajari hadits, sudah waktunya kita kritis terhadap hadits yang kita jumpai, apakah itu kajian tentang sanad maupun matan hadits. Karena dengan begitu kita berarti telah mencoba mengkontekstualisasikan haditst, dengan harapan menghilangkan asumsi-asumsi bahwa hadits merupakan sebuah budaya yang terikat dengan ruang, waktu dan zaman yang pada akhirnya menuntut pembekuan hadits itu sendiri. Bagaimanapun juga kondisi sosial dan budaya telah mengalami perubahan sehingga diperlukan pula dinamisasi pemahaman pedoman hidup yang dalam hal ini adalah al-Quran dan hadits. Cukup sekian apa yang dapat kami sajikan kiranya ada kekurangan mohon untuk dilengkapi.

DAFTAR PUSTAKA

al-Khothib, Muhammad Ajjaj. "Ushulu al-Hadits Ulumuhu Wa Mushthalahuhu", Daru al-Fikr. tt. Beirut.al-Maliki, Muhammad Bin Alwi. "al-Manhalu al-Lathif Fi Ushuli al-Hadits al-Syarif". al-Sahr. tt. Jeddah.Mudasir "Ilmu Hadis" ; 2008 M./1429 H.Pustaka Setia. SurabayaRahman, Fatchur. "Khtishar Musthalahu'l Hadits". 1974. PT. ALMA'ARIF BANDUNG.Shalih, Shubhi Shalih. "Ulumu al-Hadits Wa Mushthalahuhu". 1959. Daru al-Ilmi Li al-Malayin. Beiruthttp://nurulmiftahuljannah-cahaya.blogspot.com/2011/06/kodifikasi-hadits-keadaan-hadits-abad.html