pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta,...

22
PEDOMAN KHUSUS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PENGEMBANGAN KURIKULUM 1

Transcript of pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta,...

Page 1: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

PEDOMAN KHUSUSPENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

PENGEMBANGAN KURIKULUM

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL

MANAJEMAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHDIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIASA

TAHUN 2007

1

Page 2: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

KATA PENGANTAR

Dalam rangka mensukseskan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan

perwujudan hak azasi manusia, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus perlu lebih

ditingkatkan.

Selama ini pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus lebih banyak di selenggarakan secara

segregasi di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Sementara itu

lokasi SLB dan SDLB pada umumnya berada di ibu kota kabupaten, padahal anak-anak

berkebutuhan khusus banyak tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa). Akibatnya

sebagian anak berkebutuhan khusus tersebut tidak bersekolah karena lokasi SLB dan SDLB

yang ada jauh dari tempat tinggalnya, sedangkan sekolah umum belum memiliki kesiapan

untuk menerima anak berkebutuhan khusus karena merasa tidak mampu untuk memberikan

pelayanan kepada ABK di sekolahnya.

Untuk itu perlu dilakukan terobosan dengan memberikan kesempatan dan peluang kepada anak

berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum (SD/MI, SMP/MTs,

SMA/MA, dan SMK/MAK), yang disebut “Pendidikan Inklusif”. Untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan dalam implementasi pendidikan inklusiff, maka pemerintah

melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa menyusun naskah Prosedur Operasi

Standar Pendidikan Inklusif. Selanjutnya, dari naskah ini dikembangkan ke dalam beberapa

pedoman yang terdiri atas:

1. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif

2. Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, yaitu:

1) Pedoman Khusus Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.

2) Pedoman Khusus Pengembangan Kurikulum.

3) Pedoman Khusus Kegiatan pembelajaran.

4) Pedoman Khusus Penilaian.

5) Pedoman Khusus Manajemen Sekolah.

6) Pedoman Khusus Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik.

7) Pedoman Khusus Pemberdayaan Sarana dan Prasarana

8) Pedoman Khusus Pemberdayaan Masyarakat.

9) Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling

3. Suplemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, yaitu:1) Model Program Pembelajaran Individual2) Model Modifikasi Bahan Ajar

2

Page 3: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

3) Model Rencana Program Pembelajran4) Model Media Pembelajaran5) Model Program Tahunan6) Model Laporan Hasil Belajar (Raport)

Jakarta, Juni 2007

Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa

Ekodjatmiko Sukarso

NIP. 130804827

3

Page 4: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

KATA SAMBUTAN

Kebijakan pemerintah dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun disemangati

oleh seruan Internasional Education For All (EFA) yang dikumandangkan UNESCO sebagai

kesepakatan global hasil World Education Forum di Dakar, Sinegal Tahun 2000, penuntasan EFA

diharapkan tercapai pada Tahun 2015.

Seruan ini senafas dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga negara

untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus.

Sedang pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi pernyataan

Salamanca Tahun 1994. Pernyataan Salamanca ini merupakan perluasan tujuan Education Fol All

dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan mendasar yang diperlukan untuk menggalakkan

pendekatan pendidikan inklusif. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan sekolah–sekolah reguler

dapat melayani semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Di

Indonesia melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986 telah dirintis

pengembangan sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif yang melayani Penuntasan Wajib

Belajar bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.

Pendidikan terpadu yang ada pada saat ini diarahkan untuk menuju pendidikan inklusif sebagai wadah

yang ideal yang diharapkan dapat mengakomodasikan pendidikan bagi semua, terutama anak-anak

yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus selama ini masih belum terpenuhi haknya untuk

memperoleh pendidikan layaknya seperti anak-anak lain. Sebagai wadah yang ideal, pendidikan

inklusif memiliki empat karakteristik makna yaitu: (1) Pendidikan Inklusif adalah proses yang

berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu anak, (2)

Pendidikan inklusif berarti memperoleh cara-cara untuk mengatasi hambatan-hambatan anak dalam

belajar, (3) Pendidikan inklusif membawa makna bahwa anak mendapat kesempatan utuk hadir (di

sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya, dan (4)

Pendidikan inklusif diperuntukkan bagi anak-anak yang tergolong marginal, esklusif dan

membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.

Akses pendidikan dengan memperhatikan kriteria yang terkandung dalam makna inklusif masih sangat

sulit dipenuhi. Oleh karena itu kebijakan pemerintah dalam melaksanakan usaha pemerataan

kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus baru merupakan rintisan awal menuju pendidikan

4

Page 5: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

inklusif. Sistem pendekatan pendidikan inklusif diharapkan dapat menjangkau semua anak yang

tersebar di seluruh nusantara.

Untuk itu, maka kebijakan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,

Departemen Pendidikan Nasional dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar bagi anak yang

memerlukan layanan pendidikan khusus diakomodasi melalui pendekatan ”Pendidikan Inklusif”.

Melalui pendidikan ini, penuntasan Wajib Belajar dapat diakselerasikan dengan berpedoman pada azas

pemerataan serta peningkatan kepedulian terhadap penanganan anak yang memerlukan layanan

pendidikan khusus.

Sebagai embrio, pendidikan terpadu menuju pendidikan inklusif telah tumbuh di berbagai kalangan

masyarakat. Ini berarti bahwa tanggungjawab penuntasan wajib belajar utamanya bagi anak yang

memiliki kebutuhan pendidikan khusus telah menjadi kepedulian dari berbagai pihak sehingga dapat

membantu anak-anak yang berkebutuhan khusus dalam mengakses pendidikan melalui ”belajar

untuk hidup bersama dalam masyarakat yang inklusif”.

Agar dalam pelaksanaan program pendidikan inklusif dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan,

maka Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Direktorat Pembinaan

Sekolah Luar Biasa telah menyusun pedoman pendidikan inklusif.

Akhirnya, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan buku pedoman ini dan semoga buku ini dapat bermanfaat serta berguna bagi semua pihak.

Jakarta, Juni 2007Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Prof. H. Suyanto, Ph. DNIP. 130606377

5

Page 6: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

DAFTAR ISI

PRAKATAKATA SAMBUTANDAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUANA. Latar BelakangB. Tujuan Penulisan C. Difersifikasi Kurikulum

BAB II KURIKULUM, PESERTA DIDIK, DAN PROGRAM

PEMBELAJARAN INDIVIDUAL

A. KurikulumB. Peserta DidikC. Program Pembelajaran Individual

BAB III PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI KURIKULUM DALAM PROGRAM INKLUSIFA. Dasar Pengembangan Kurikulum B. Tujuan Pengembangan KurikulumC. Model Pengembangan Kurikulum D. Implementasi Pengembangan Kurikulum dalam Setting Inklusif

6

Page 7: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU

No. 20 Tahun 2003, Pasal 3). Untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan tersebut,

perlu dikembangkan model kurikulum yang dapat menjamin berkembangnya potensi semua

peserta didik. Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan inklusif yang memberikan

kesempatan kepada semua anak belajar bersama-sama di sekolah umum dengan

memperhatikan keragaman dan kebutuhan individual, sehingga potensi anak dapat

berkembang secara optimal.

Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang memberikan kesempatan

kepada semua anak belajar bersama-sama di sekolah umum dengan memperhatikan

keragaman dan kebutuhan individual, sehingga potensi anak dapat berkembang secara

optimal.

Kurikulum memiliki kedudukan yang sangat strategis, karena kurikulum disusun untuk

mewujudkan tujuan pendidikan. Melalui kurikulum, sumber daya manusia dapat diarahkan,

dan kemajuan suatu bangsa akan ditentukan. Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan

tahap perkembangan peserta didik, kebutuhan pembangunan nasional, serta perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sejak akhir milenium kedua ada kecenderungan penyelenggaraan pendidikan bagi peserta

didik berkebutuhan khusus dilaksanakan di sekolah-sekolah reguler. Pendidikan semacam

ini disebut pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menyertakan

semua anak secara bersama-sama dalam suatu iklim dan proses pembelajaran dengan

layanan pendidikan yang layak dan sesuai kebutuhan individu peserta didik tanpa

7

Page 8: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

membeda-bedakan anak yang berasal dari latar belakang etnik/suku, kondisi sosial,

kemampuan ekonomi, afiliasi politik, bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal, jenis

kelamin, agama/kepercayaan, dan perbedaan kondisi fisik atau mental. Dalam kebersamaan

tersebut perlu ada penyesuaian komponen-komponen pendidikan terhadap kebutuhan

khusus peserta didik.

Pendidikan inklusif sebagai wacana baru dalam bidang pendidikan memerlukan pedoman

dalam sistem penyelenggaraannya. Sehubungan dengan hal tersebut perlu disusun pedoman

dalam pengembangan kurikulum dalam penyelenggaraan sekolah inklusif.

B. Tujuan Penulisan Buku

Buku ini disusun sebagai pedoman bagi para pembaca terutama para pembina dan

pelaksana pendidikan dan diharapkan mampu mengembangkan kurikulum (program

pembelajaran) pendidikan inklusif.

C. Diversifikasi Kurikulum

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum berisi seperangkat

rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan

pendidikan nasional dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan

daerah dan sekolah.

Dalam hal ini diversifikasi kurikulum diperlukan mengingat keberagaman karakteristik

peserta didik, daerah dan sekolah sehingga cara penyampaian dan pencapaian kompetensi

harus disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah dan sekolah, Jadi, pengertian

diversifikasi kurikulum adalah pelayanan pendidikan dengan cara menyesuaikan,

memperluas, dan memperdalam kompetensi dan materi pelajaran dalam rangka untuk

melayani keberagaman penyelenggaraan satuan pendidikan, kebutuhan serta kemampuan

daerah dan sekolah ditinjau dari segi geografis, budaya, serta kemampuan, kebutuhan dan

8

Page 9: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

minat serta potensi peserta didik. Diversifikasi kurikulum yang melayani keberagaman

kemampuan peserta didik ini dikelompokkan ke dalam: normal, sedang, dan rendah.

Diversifikasi kurikulum yang melayani minat peserta didik dan kebutuhan daerah dirancang

oleh daerah dan sekolah. Diversifikasi kurikulum juga dilaksanakan untuk melayani peserta

didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena adanya

kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat

istimewa. Diversifikasi kurikulum juga perlu dilaksanakan untuk melayani peserta didik

dari daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan atau mengalami

bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi

9

Page 10: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

BAB II

KURIKULUM, PESERTA DIDIK, DAN

PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL

A. Kurikulum

Dalam Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada

Pasal 1 angka 19 disebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, teknik penilaian, serta cara yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan tertentu.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pemerintah dalam hal ini Departemen

Pendidikan Nasional telah menetapkan Standar Isi dan Standar Kompetensi lulusan, yang

meliputi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Untuk pengembangan

kurikulum selanjutnya diserahkan pada satuan pendidikan masing-masing yang nantinya

dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Substansi pengembangan

kurikulum yang lebih rinci dilakukan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan, Standar

Kelompok Mata Pelajaran, dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Kurikulum ini

dikembangkan di tingkat satuan pendidikan dengan mengingat kondisi daerah dan kondisi

kemampuan peserta didik.

B. Peserta Didik

Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif memiliki peserta didik yang berbeda

dengan sekolah lain pada umumnya. Ada tiga hal yang perlu dibahas sekilas tentang peserta

didik sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, yaitu: pengertian peserta didik

berkebutuhan khusus dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa;

karakteristik dan kebutuhan khusus peserta didik; dan tingkat kecerdasan.

10

Page 11: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

1. Pengertian Peserta Didik Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan/

perkembangannya secara signifikan mengalami kelainan/penyimpangan (phisik,

mental-intelektual, sosial, emosional) dibanding dengan anak-anak lain seusianya

sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Jika peserta didik yang

mengalami kelainan atau penyimpangan yang tidak signifikan dan telah dapat dikoreksi

dengan alat bantu tidak memerlukan pendidikan khusus, peserta didik tersebut tidak

termasuk peserta didik yang berkebutuhan khusus.

Untuk keperluan pendidikan inklusif, peserta didik berkebutuhan khusus atau yang

memiliki kelainan dapat dikelompokkan menjadi: khusus yang dapat dilayani melalui

pendidikan inklusif diantaranya, cacat fisik, intelektual, sosial, emosional, cerdas dan

atau berbakat istimewa, anak yang tinggal di daerah terpencil/terbelakang, suku

terasing, korban bencana alam/sosial, kemiskinan, warna kulit, gender, ras, bahasa,

budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim, yatim piatu,

anak pedesaan, anak kota, anak terlantar, tuna wisma, anak terbuang, anak yang terlibat

dalam sistem pengadilan remaja, anak terkena daerah konflik senjata, anak pengemis,

anak terkena dampak narkoba HIV/AIDS (ODHA), anak gelandangan dan nomaden, dll

sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.

2. Hambatan-hambatan peserta didik berkebutuhan khusus

Setiap peserta didik berkebutuhan khusus memiliki hambatan-hambatan tertentu yang

berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan hambatan-hambatan tersebut

juga menggambarkan adanya perbedaan kebutuhan layanan pendidikan bagi setiap

peserta didik, baik yang berkaitan dengan kemampuan/kesanggupan maupun

ketidakmampuan peserta didik secara individual.

Untuk keperluan pengembangan pengajaran pendidikan inklusif, kebutuhan khusus

peserta didik perlu dilakukan asesmen dan identifikasi keunggulan dan hambatan-

hambatannya serta kebutuhan khusus peserta didik.

11

Page 12: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

C. Program Pendidikan/Pembelajaran Individual

Guru kelas atau guru bidang studi di sekolah reguler bersama-sama guru Pendidikan Luar

Biasa (PLB) atau Pendidikan Khusus (PKh) sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran

bagi peserta didik berkebutuhan khusus terlebih dahulu perlu menjabarkan standar

kompetensi dan kompetensi dasar dalam rencana pembelajaran reguler, modifikasi

pembelajaran serta program pengajaran individual (PPI) untuk anak berkebutuhan khusus.

PPI merupakan rencana pengajaran yang dirancang untuk satu orang peserta didik yang

berkebutuhan khusus atau yang memiliki kecerdasan/bakat istimewa. PPI harus merupakan

program yang dinamis artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan peserta

didik, dan disusun oleh sebuah tim terdiri dari orang tua/wali murid, guru kelas, guru mata

pelajaran, guru pendidikan khusus/ PLB, dan peserta didik yang bersangkutan yang disusun

secara bersama-sama.

Idealnya PPI tersebut disusun oleh tim terdiri dari Kepala Sekolah, Komite Sekolah,

Tenaga ahli dan Profesi terkait, orang tua/wali murid, guru kelas, guru mata pelajaran dan

guru pendidikan khusus/PLB, serta peserta didik yang bersangkutan.

a. Prinsip-Prinsip PPI

1) Berorientasi pada peserta didik

2) Sesuai potensi dan kebutuhan anak

3) Memperhatikan kecepatan belajar masing-masing

4) Mengejar ketertinggalan dan mengoptimalkan kemampuan

b. Komponen PPI secara garis besar meliputi:

1) Deskripsi tingkat kemampuan peserta didik sekarang,

2) Tujuan jangka panjang (umum) dan tujuan jangka pendek (khusus),

3) Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait, termasuk

Seberapa besar peserta didik dapat berpartisipasi di kelas reguler,

4) Sasaran

5) Metode

6) Ketercapaian sasaran

7) Evaluasi

12

Page 13: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

BAB III

PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI KURIKULUM

DALAM PROGRAM INKLUSIF

A. Dasar Pengembangan Kurikulum

Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan program inklusif pada dasarnya adalah

menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum. Namun demikian karena

ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai

dari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam implementasinya di

lapangan, kurikulum reguler perlu dilakukan modifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai

dengan kebutuhan peserta didik.

Untuk melakukan modifikasi dan pengembangan kurikulum dalam program inklusif harus

mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun perundang-

undangan yang menjadi landasan dalam pengembangan dan implementasi kurikulum dalam

program inklusif, antara lain sebagai berikut.

1. UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya:

a. Pasal 5 ayat (1): setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk

memperoleh pendidikan yang bermutu

b. Pasal 5 ayat (2): warga negara yang memiliki kelainan fisik,

emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan

khusus.

c. Pasal 5 ayat (3): warganegara di daerah terpencil atau terbelakang,

serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan

khusus.

d. Pasal 5 ayat (4): warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan

bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

e. Pasal 6 ayat (1) setiap warganegara yang berusia tujuh sampai dengan

lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar

f. Pasal 12 ayat (1.b): setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan

berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan

kemampuannya.

13

Page 14: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

g. Pasal 36 ayat (1): pengembangan kurikulum dilakukan dengan

mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan

nasional.

h. Pasal 36 ayat (2): kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan

dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,

potensi daerah, serta peserta didik.

i. Penjelasan Pasal 15: Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan

pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki

kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan

pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

2. Peraturan Pemerintah No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,

khususnya:

a. Pasal 1 ayat (13): Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan tertentu.

b. Pasal 1 ayat (15): Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum

operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan

pendidikan.

c. Pasal 17 ayat (1): Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB,

SMP/MTS/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang

sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi

daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta

didik.

d. Pasal 17 ayat (2): sekolah dan komite sekolah atau madrasah dan komite

madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya

berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di

bawah supervisi Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang

pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan Departemen yang menangani

urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.

3. Peraturan Mendiknas No. 22/2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi untuk

Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

4. Peraturan Mendiknas No. 23/2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar

Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

14

Page 15: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

5. Peraturan Mendiknas No. 24/2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang Pelaksanaan

Peraturan Mendiknas No. 22/2006 dan No. 23/2006.

B. Tujuan Pengembangan Kurikulum

1. Membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan

belajar yang dialami semaksimal mungkin dalam setting sekolah inklusif

2. Membantu guru dan orang tua dalam mengembangkan program pendidikan bagi

peserta didik berkebutuhan khusus baik yang diselenggarakan di sekolah maupun di

rumah.

3. Menjadi pedoman bagi sekolah, dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan

menyempurnakan program pendidikan inklusif.

C. Model Pengembangan Kurikulum

1. Model kurikulum umum (reguler)

Pada model kurikulum ini peserta didik berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum

umum, sama seperti peserta didik lainnya di dalam kelas yang sama. Program layanan

khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan

ketekunan belajarnya.

2. Model kurikulum umum dengan modifikasi

Pada model kurikulum ini ABK menggunakan kurikulum perpaduan antara kurikulum

umum dengan kurikulum PPI. Operasional pengembangan kurikulum ini, dilakukan

dengan cara memodifikasi kurikulum umum disesuaikan dengan potensi dan

karakteristik ABK. Dengan kurikulum modifikasi ini diharapkan ABK dapat mengikuti

pembelajaran pada kelas umum secara klasikal bersama anak-anak umum lainnya.

3. Model kurikulum yang diindividualisasikan

Pada model kurikulum ini, ABK menggunakan kurikulum yang diindivualisasikan,

dalam format program pendidikan individual (PPI). Sesuai dengan sifat dan

karakteristiknya, kurikulum ini sering disebut model kurikulum PPI, yang

dikembangkan secara khusus oleh guru pendidikan khusus di sekolah inklusif.

Model kurikulum PPI ini dipersiapkan untuk ABK yang tidak dapat mengikuti

kurikulum umum maupun kurikulum modifikasi. Standar kompetensi dalam kurikulum

PPI dirumuskan berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan oleh guru pendidikan

khusus bersama tim ahli terkait.

15

Page 16: pokjainklusifkalteng.files.wordpress.com  · Web viewModel Laporan Hasil Belajar (Raport) Jakarta, Juni 2007. Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa . Ekodjatmiko Sukarso. NIP. 130804827

D. Implementasi Pengembangan Kurikulum dalam Setting Inklusif

Implementasi pengembangan kurikulum dari ketiga model di atas dituangkan dalam format

lampiran berikut.

16