sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor...

70
LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. YS Umur : 42 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Status Perkawinan : Menikah Pekerjaan : Buruh bangunan Alamat : Banyubiru, Semarang ANAMNESIS Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa di Poliklinik Saraf RSUD Ambarawa pada tanggal 16 September 2015. Pasien merupakan pasien yang rutin kontrol setiap dua minggu sekali. Keluhan Utama Tidak bisa berjalan sejak ±1 tahun yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang Sejak setahun yang lalu, pasien mengeluh kesemutan pada kedua lutut sampai telapak kaki. Kesemutan timbul terus menerus. Kesemutan dirasa semakin lama semakin parah. Pasien dipijit kakinya untuk mengurangi gejala namun tidak berkurang. Selain kesemutan, pasien juga mengeluh ada perbedaan sensasi raba antara pusar ke atas dengan pusar ke bawah, 1

Transcript of sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor...

Page 1: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. YS

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Perkawinan  : Menikah

Pekerjaan : Buruh bangunan

Alamat : Banyubiru, Semarang

ANAMNESIS

Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa di Poliklinik Saraf RSUD Ambarawa

pada tanggal 16 September 2015. Pasien merupakan pasien yang rutin kontrol setiap dua

minggu sekali.

Keluhan Utama

Tidak bisa berjalan sejak ±1 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak setahun yang lalu, pasien mengeluh kesemutan pada kedua lutut sampai

telapak kaki. Kesemutan timbul terus menerus. Kesemutan dirasa semakin lama semakin

parah. Pasien dipijit kakinya untuk mengurangi gejala namun tidak berkurang.

Selain kesemutan, pasien juga mengeluh ada perbedaan sensasi raba antara pusar

ke atas dengan pusar ke bawah, pusar ke bawah tidak merasakan sensasi apa-apa, baik

disentuh, dicubit atau terkena panas. Rasa baal pada kedua lutut sampai kedua telapak kaki

tidak disertai nyeri.

Punggung bawah kanan dan kiri terasa nyeri. Nyeri terasa seperti ada sensasi

panas. Nyeri terasa terus menerus. Nyeri bertambah bila pasien terlalu lama duduk atau

tiduran dan berkurang bila pasien berusaha mengubah-ubah posisi. Kedua tangan dan kaki

bisa digerakan. Pasien bisa berdiri,tetapi hanya bertahan ±1-2 detik saja. Pasien tidak bisa

berjalan.

1

Page 2: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

6 bulan SMRS, pasien mengeluh susah BAK dan BAB. Sensasi keinginan untuk

berkemih dan BAB ada, tapi untuk mengeluarkannya tidak ada kekuatan. Sulit BAK dapat

diatasi dengan pemasangan kateter.

Pasien datang ke poliklinik saraf RSUD Ambarawa dengan keluhan tidak bisa

berjalan. Rutin kontrol, namun untuk mengetahui diagnosis pasti dan pengobatan lebih

lanjut, dirujuk ke RSUP Dr. Kariadi. Pasien menjalani rawat inap selama 11-26 Agustus

2015.

Nafsu makan tidak turun. Penurunan berat badan ada, namun tidak drastis. Demam

sebelum keluhan kesemutan dan baal pada kedua tungkai disangkal.

Keluhan nyeri kepala dan pusing disangkal, kejang disangkal. Tidak ada gangguan

dalam berkomunikasi.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat cedera kepala, leher, punggung: disangkal

Riwayat keluhan serupa : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat Hipertensi disangkal.

- Riwayat Diabetes Mellitus disangkal.

- Riwayat Alergi disangkal.

Anamnesa Sistem

Sistem Serebrospinal  : Tidak bisa berjalan, kesemutan dan baal pada kedua kaki

Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan

Sistem Respirasi : Sesak (-)

Sistem Gastrointestinal : Mual (-), Muntah (-)

Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan

Sistem Integumental : Kesemutan dan baal pada kedua lutut sampai kaki

Sistem Urogenital : Sulit BAK dan BAB disangkal

2

Page 3: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

3

Page 4: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis Klinis : Paralisis, parahipestesia dan paraparese ekstremitas inferior

Diagnosis Topis : Lesi setinggi segmen medula spinalis

Diagnosis Etiologis : Tumor medulla spinalis proses kompresi

dd/ proses inflamasi

dd/ proses degeneratif

DISKUSI I

Dari anamnesa didapatkan seorang pasien laki-laki usia 42 tahun dengan

keluhan tidak bisa berjalan. Tidak bisa berjalan disebabkan oleh karena fungsi

motorik terganggu. Fungsi motorik yang terganggu bisa diakibatkan oleh lesi di

UMN atau di LMN. Pada pasien keluhan tidak bisa berjalan berjalan kronik.

Dimana awalnya pasien mengeluh kesemutan, baal dan kemudian memburuk

menjadi tidak bisa berjalan selama ±1 tahun belakangan. Perjalanan penyakit

kronik dapat mengarahkan penyebab kelainan pada ekstremitas inferior adalah

tumor, terutama tumor medulla spinalis. Sebab pada anamnesis tidak didapatkan

kelainan seperti nyeri kepala atau kejang pada riwayat perjalanan penyakit.

Menentukan tinggi lesi medula spinalis berdasarkan :

Gangguan Motorik biasanya timbul kelumpuhan yg sifatnya paraparese /

tetraparese

- Paraparese UMN : lesi terdapat supranuklear terhadap segmen

medula spinalis lumbosakral (L2-S2).

- Paraparese LMN : lesi setinggi segmen medula spinalis L2-S2 atau

lesi infra nuklear.

- Tetraparese UMN : lesi terdapat supranuklear terhadap segmen

medula spinalis servikal IV.

- Tetraparese : ekst.superior LMN, ekst. Inferior UMN

Gangguan Sensibilitas

a. Gangguan rasa eksteroseptif dalam bentuk rasa nyeri, rasa suhu dan rasa

raba.

b. Gangguan rasa proprioseptif

4

Page 5: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Gangguan sensibilitas segmental :

Lipatan paha : lesi Medula spinalis L1

Pusat : lesi med. spinalis thorakal 10

Papila mammae : lesi med. spinalis th. 4

Saddle Anestesia : lesi pada konus

Gangguan sensibilitas radikuler :

Ggn sensibilitas sesuai dgn radiks post.

Gangguan sensibilitas perifer :

Glove/stocking anestesia 

Gangguan Susunan Saraf Otonom

- Produksi keringat

- Bladder : berupa inkontinensia urinae atau uninhibited bladder.

 Autonomic bladder/ spastic bladder → lesi medula spinalis

supranuklear terhadap segmen sakral.

Flaccid bladder/ overflow incontinence → lesi pada sakral medula

spinalis.

Keluhan baal pada tungkai bawah kanan dan kiri pada pasien merupakan

gangguan sensorik superficial atau gangguan ekteroseptif yang negatif yang

merupakan salah satu manifestasi sindrom neurologik. Selain baal, pada pasien

juga didapatkan keluhan kesemutan yang timbul terus menerus sejak 1 tahun yang

lalu hingga saat ini.

Gejala sensorik dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Hilangnya perasaan (anestesia).

2. Perasaan berlebihan jika dirangsang (hiperestesia). 

3. Perasaan yang timbul spontan tanda adanya perangsangan (parestesia)

4. Nyeri.

5. Gerakan canggung atau simpang siur. 

6. Gangguan sensorik negatif. 

5

Page 6: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

1) Hemihipestesia

2) Hipestesia alternans

3) Hipestesia tetraplegik

4) Hipestesia selangkangan (saddle hipestesia)

5) Hemihipestesia sindrom brown sequard

6) Hipestesia radikular

7) Hipestesia perifer

Keluhan sulit BAK dan BAB juga sempat ada sebelumnya. Hal ini bisa disebabkan

adanya kelainan pada saraf yang mengatur BAK maupun BAB. Meskipun demikian,

kelainan BAK berasal dari kelainan sistem urogenital, begitu pula kelainan BAB yang

disebabkan kelainan sistem gastrointestinal, belum dapat disingkirkan. Masih diperlukan

pemeriksaan fisik dan penunjang lebih lanjut.

Pasien mengaku bahwa walaupun nafsu makannya tetap, bahkan cenderung

bertambah, pasien mengalami penurunan berat badan yang cukup signifikan. Dari

keterangan tersebut bisa dipikirkan kemungkinan suatu neoplasma pada spinal.

6

Page 7: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

TUMOR MEDULLA SPINALIS

Definisi

Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah

cervical pertama hingga sacral, yang dapat dibedakan atas tumor primer dan sekunder.

Tumor primer adalah tumor yang jinak yang berasal dari tulang, serabut saraf, selaput otak dan

jaringan otak dan tumor yang ganas yang berasal dari jaringan saraf dan sel muda seperti

Kordoma. Tumor sekunder merupakan metastase dari tumor ganas di daerah rongga dada,

perut , pelvis dan tumor payudara.8

Epidemiologi

Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti.

Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah

tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat denganperkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5

kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita

dengan sebaran usia antara 30 hingga50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen

servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral.9,10

Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,astrositoma dan

hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada orang dewasa pada usia

pertengahan(30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usiaanak-anak. Insidensi ependidoma

kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari ependydoma muncul pada daerah

lumbosakral.13

Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh

pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang tersering

pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumorspinal intramedular yang

tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% daritumor intramedular pada anak-anak

dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% padaremaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma

spinalis berlokasi di segmen servikaldan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada

segmen torakal, lumbosakral atau pada conus medularis.Hemangioblastoma merupakan

tumor vaskular yangtumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor

intramedularmedula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien

dengan von Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal

danmempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1. 11,12

  Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan

meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi laki-

7

Page 8: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada daerah

lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering padakelompok intradural-

ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25%dari semua tumor spinal.

Sekitar 80%dari spinal meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25% pada daerah

servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2%pada foramen magnum. 11,12

Klasifikasi

Tumor ini dapat dibedakan atas :

A. Tumor primer :

1) Jinak

a) Osteoma dan kondroma berasal dari tulang

b) Neurinoma (Schwannoma) berasal serabut saraf

c) Meningioma berasal dari selaput otak

d) Glioma, Ependinoma berasal dari jaringan otak.

2) Ganas

a) Astrocytoma, Neuroblastoma, yang berasal dari jaringan saraf.

b) sel muda seperti Kordoma.

B. Metastasis Ca. mamae, prostat,

Berdasarkan letak :

Intradural - ekstramedular

Intradural - intramedular

Ekstradural

8

Page 9: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Gambar 3. (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-ekstramedular, dan (C) Tumor Ekstradural*

Etiologi Dan Patogenesis

Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara pasti.

Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian adalah virus,

9

Page 10: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Adapun tumor

sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain

melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada

jaringan medulaspinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah

tersebut.14

Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan

muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat genetik kemungkinan

besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota keluarga misal pada

neurofibromatosis. Astrositoma dan neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien

dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan

pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien dengan Von

Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas dari kromosom 3.13

Manisfestasi Klinis

Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam tiga tahapan10,

yaitu:

Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama

Sindroma Brown Sequard

Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral

Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler, nyeri vertebrae,

atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler merupakan indikasi

pertama adanya space occupying lesion (SOL) pada kanalis spinalis dan disebut pseudo

neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat nyerinya radikuler, laporan

lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24% nyeri funikuler dan 16% nyerinya

tidak jelas. 10

Nyeri radikuler dicurigai disebabkan oleh tumor medula spinalis bila:

Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktuspiramidalis

Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP seperti C5-7, L3-4, L5,S1

Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor

yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang menyebabkan

nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya biasanya hebat dan

mengenai beberapa radiks. 10

10

Page 11: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali dengan

gejala TIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema, gangguan

penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor neurinoma dan ependimoma

mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor, yang dapat menghambat aliran likuor

di dalam kompartemen subarakhnoid spinal,dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu

hipotesa yang menerangkan kejadian hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma

intraspinal primer.5

Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di

sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang selevel

dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor di tengah medula

spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang menyebar ke dada depan

(girdle shape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor

yang tumbuh pada segmen cervical dapat menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke

lengan, sedangkan tumor yang tumbuh pada segmen lumbo sacral dapat memicu terjadinya

nyeri punggung atau nyeri pada tungkai.7

T umor Ekstradural

Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi pada

medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat merupakan gejala

awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari, minggu/bulan diikuti

dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks,yang mulanya hilang dengan

istirahat, tetapi semakin lama semakin menetap/persisten, sehingga dapat merupakan

gejala utama, walaupun terdapat gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri

pada tumor metastase ini dapat terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi

ringan pada vertebrae, nyeri demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.

Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 5

1) Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis keganasan terutama dari

paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon, tiroid, melanoma, limfoma, atau sarkoma.

2) Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi metastasis tumor

paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks, sedangkan tumor prostat, testis dan

ovarium biasanya ke daerah lumbosakral.

3) Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal, karena diameter

kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1cm).

11

Page 12: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

4) Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam dan kadang

menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan atau palpasi

Tumor   Intradural-Ekstramedular   3

Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik progresif.

Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak adalah neurinoma pada

laki-laki dan meningioma pada wanita.

1) Neurinoma (Schwannoma) memiliki karakteristik sebagai berikut:

Berasal dari radiks dorsalis

Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular

2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya padasatu sisi dan

dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkangejala lanjut terdapat tanda

traktus piramidalis

39% lokasinya disegmen thorakal.

2) Meningioma memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

80% terletak di regio thorakalis dan ±60% pada wanita usia pertengahan

Pertumbuhan lambat

Pada ± 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengangejala traktus

piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikulerbiasanya bilateral dengan jarak

waktu timbul gejala lain lebih pendek.

Tumor   Intradural-Intramedular   10,11

Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa terbakar dan

menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan seperti electric shock like pain

(Lhermitte sign)

1) Ependinoma memiliki ciri-ciri :

Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun

Wanita lebih dominan

Nyeri terlokalisir di tulang belakang

Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun

Nyeri disestetik (nyeri terbakar)

Menunjukkan gejala kronis

Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih dominan

2) Astrositoma memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

12

Page 13: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Prevalensi pria sama dengan wanita

Nyeri terlokalisir pada tulang belakang

Nyeri bertambah saat malam hari

Parestesia (sensasi abnormal)

3) Hemangioblastoma memiliki karakter sebagai berikut:

Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun

Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak pada 1/3 dari

jumlah pasien keseluruhan.

Penurunan sensasi kolumna posterior

Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi

Pemeriksaan Penunjang14

Cairan spinal

Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein danxantokhrom, dan kadang-

kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh cairan spinal dari

pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat

berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang komplit.

Foto Polos

Foto polos tulang belakang berguna untuk skrining, memperlihatkan kelainan pada 90 %

pasien dengan tumor sekunder kolom tulang belakang. Evaluasi foto polos harus termasuk

penilaian :

1. Perubahan tulang kualitatif (litik, blastik, sklerotik). Kebanyakan metastasis spinal

memperlihatkan perubahan osteolitik. Perubahaan sklerotik atau osteoblastik paling

sering terjadi pada metastasis dari payudara atau prostat.

2. Daerah yang terkena (elemen posterior, pedikel, badan tulang belakang). Tidak lazim

metastasis spinal mengenai hanya elemen posterior (spine dan lamina). Lebih sering

fokus tumor berlokasi di badan tulang belakang, menyebabkan kompresi kantung

dural serta isinya dari depan. Paling sering, metastasis spinal mengenai dari lateral,

didaerah pedikel, dan meluas keanterolateral dan keposterolateral. Erosi pedikel lebih

dini dan paling sering kelainannya tampak pada foto polos tulang belakang pasien

dengan metastasis spinal. Radiograf anteroposterior tulang belakang biasanya

menampilkan “totem of owls”. Erosi pedikel menimbulkan tanda “winking owls”; erosi

pedikel bilateral menampilkan tanda “blinking owl”.

13

Page 14: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

3. Temuan lain (bayangan jaringan lunak paraspinal, tulang belakang yangkolaps,

fraktura dislokasi patologis, dan mal alignment). Daerah erosi pedikel sering

bersamaan dengan bayangan jaringan lunak paravertebral. Hilangnya integritas

struktural bisa menyebabkan kolaps tulang belakang dengan kompresi baji. Destruksi

lebih lanjut badan tulang belakang bisa berakibat fraktura dislokasi patologis. Fraktura

dislokasi patologis paling sering terjadi didaerah servikal, dimana pergerakan leher

luas, posisi tergantungnya kepala, dan hilangnya sanggaan rangka iga, semua berperan

menempatkannya pada risiko integritas struktural kolom spinal dan alignment

anatomik kanal spinal.

S ca n Tulang

Menggunakan radioisotop, bisa memperlihatkan adanya tumor spinal metastatik pada

tahap lebih awal dibanding foto polos. Diduga 50-75 % ruang meduler vertebral

tergantikan sebelum perubahan radiografik tampak. Namun sken tulang relatif tidak

spesifik. Perubahan degeneratif dan infeksi, seperti tumor spinal, menyebabkan take

positif. Kegunaan sken tulang adalah untuk menunjukkan adanya pertumbuhan skeletal

multipel.

Mielografi

Dimasa lalu merupakan standar untuk menunjukkan lokasi dan tingkat kord spinal dan

akar saraf yang terganggu tumor spinal. Tumor spinal ekstradural, intradural ekstrameduler

dan intrameduler dibedakan dengan pola khas mielografik. Deviasi kolom kontras

menunjukkan asal (anterior, lateral, posterior) massa penekan. Bila tingkat blok total

ditemukan dengan mielografi lumbar adalah berbeda dengan penilaian klinis, mielografi

sisternal harus dilakukan untuk menentukan perluasan lesi soliter atau untuk menentukan

tingkat yang lebih proksimal yang terkena. MRI sudah menggantikan mielografi sebagai

prosedur diagnostik.9

Tomografi Aksial Terkomputer (CT scanning)

Berguna menampilkan distribusi tumor spinal, pergeseran kord spinal dan akar saraf,

derajat destruksi tulang, dan perluasan paraspinal dari lesi dalam dataran horizontal. Juga

efektif membedakan kelainan degeneratif jinak tulang belakang dari lesi neoplastik.

M a gnetic Resonance Imaging (MRI)

14

Page 15: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Pemeriksaan terpilih untuk tumor spinal termasuk metastasis. MRI memungkinkan

penampilan kolom spinal menyeluruh dalam potongan sagital untuk memastikan tingkat

terbatas yang terkena, penyebaran tumor berdekatan pada tingkat multipel, atau fokus

tumor berbeda pada tingkat multipel. Rekonstruksi horizontal dan koronal memberikan

informasi penting atas geometri tumor, berguna dalam merencanakan operasi dekompresi,

juga memberi data mengenai integritas penulangan tulang belakang, penting dalam

memutuskan rekonstruksi tulang belakang. MRI mungkin kontra indikasi pada pasien

dengan prostetik dan implant, dimana disini dilakukan mielografi disertai CT.

Penatalaksanaan

Tumor Jinak

Tindakan atas neurilemmoma, neurofibroma dan meningioma adalah reseksi bedah yang

biasanya dapat dilakukan lengkap. Terapi radiasi tidak diindikasikan. 11

Tumor Metastasis

Dirancang untuk mengurangi nyeri dan untuk mempertahankan atau memperbaiki fungsi

neurologis. Namun mengurangi nyeri serta menjaga atau memulihkan fungsi neurologis

berperan tidak ternilai dalam menjaga kualitas sisa hidup penderita kanser dan mengurangi

kesulitan perawatan. Tindakan radiasi, bedah atau kombinasinya tetap kontroversi.

Radioterapi biasa dipikirkan sebagai terapi inisial bagi kebanyakan pasien dengan tumor

spinal sekunder radiosensitif yang bergejala dengan tanpa defisit neurologis atau minimal,

terutama efektif untuk lesi limforetikuler. Operasi dipikirkan sebagai pilihan terakhir.

Indikasi operasi biasanya adalah gagal atas radiasi, diagnosis tidak diketahui,

fraktur/dislokasi patologis dan paraplegia yang berlangsung cepat atau sudah berjalan

lanjut.11

Prognosis

Prognosis pasien dengan metastasis spinal simptomatis bervariasi. Tindakan tergantung

beratnya defisit, lamanya gejala, jenis tumor, lokasi tumor dan derajat penyakit.12

Spinal hemangioma umumnya dikenal sebagai neoplasma vaskuler benigna yang

berlokasi pada torakal dan lumbal spinal dengan insiden tertinggi pada empat sampai enam

dekade terakhir. Seringkali ditemukan pada 11% hasil otopsi. 60% tidak menunjukkan

gejala dan tidak bergantung pada jenis kelamin penderita.

15

Page 16: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Pada hemangioma yang simtomatik gejala yang sering terjadi meliputi nyeri

punggung, nyeri radikuler, atau nyeri karena kompresi spinal cord serta kelemahan

tungkai. Gejala akut bisa terjadi akibat fraktur kompresi, epidural extension dan sudden

mass effect serta perdarahan.

Nyeri punggung terutama pada punggung tengah atau bawah merupakan gejala

tersering yang menyertai spinal hemangioma. Nyeri bisa memburuk baik saat malam hari

maupun saat pasien terjaga. Nyeri juga dapat menjalar ke pinggang, tungkai bawah, kaki,

atau bahu sebagai penyebaran hemangoma.

Hilangnya sensasi atau kelemahan pada otot terutama otot tungkai bawah.

Menurunnya sensitivitas untuk merasakan nyeri, panas maupun dingin.

Hilangnya fungsi BAK dan BAB

Pada derajat tertentu mungkin disertai paralisis dan pada bagian lain tubuh yang

sama-sama dipersarafi oleh nervus yang mengalami kompresi.

Skoliosis atau deformitas spinal lain

16

Page 17: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Kesadaran : Compos Mentis GCS E4V5M5

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Tanda Vital

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Denyut nadi : 82 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,0oC

Kepala : Normocephal

Kulit : Sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, suhu raba

normal, turgor kulit baik.

Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata.

Wajah : Deformitas (-), pigmentasi (-)

Mata : Subconjuntival hemorrhage (-/-) edema palpebra -/-,

konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3

mm, RCL +/+, RCTL +/+, refleks kornea +/+.

Mulut : VE pada bibir (-), Bibir pucat (-), gusi berdarah (-),

Maloklusi (-)

Telinga : OD bentuk normal, lubang lapang, serumen -, OS

bentuk normal, lubang lapang, serumen , discharge (-),

otorrhea (-), perdarahan (-), nyeri tekan tragus (-).

Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-),perdarahan (-),

rhinorrhea (-),

Leher : Jejas (-), simetris, tidah ada deviasi trakhea, JVP ≠

meningkat, pembesaran limfonodi cervical   (-/-), leher kaku

(-)

Thoraks

Paru

Inspeksi : Bentuk normal, gerak kedua hemitoraks simetris pada saat

statis dan dinamis

Palpasi : fremitus taktil kanan = kiri

Perkusi : sonor di hemithoraks kiri dan kanan

17

Page 18: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Auskultasi : suara napas vesikuler +/+ , rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada ICS V linea   midclavicula

sinistra, kuat angkat

Perkusi : Batas kanan ICS V linea sternalis dekstra; batas kiri ICSV

linea midclavicula sinistra ; batas atas ICS III linea sternalis

sinistra

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

Inspeksi : tampak datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran   hepar dan

lien.

Perkusi : Timpani diseluruh regio abdomen,nyeri ketok CVA(-)

Urogenital : Tidak diperiksa

Ekstremitas : edema ekstremitas inferior et superior (-/-), sianosis (-),

ikterik (-), VE a/r brakhialis dekstra, VL a/r cruris dekstra,

granulasi (-)

18

Page 19: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Status Neurologis

Sikap tubuh : Simetris

Gerakan abnormal : tidak ada

Nervus Kranialis

N I (Olfaktorius) Kanan Kiri

Daya Penghidu N N

N II (Optikus)

Daya penglihatan N N

Pengenalan warna N N

Medan penglihatan N N

N III (Okulomotorius)

Ptosis - -

Gerakan bola mata ke

Superior N N

Inferior N N

Medial N N

Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Bentuk pupil bulat bulat

Reflek cahaya langsung + +

Reflek cahaya tidak langsung + +

Strabismus divergen - -

N IV (Troklearis)

Gerak bola mata ke lateral bawah N N

Strabismus konvergen - -

Menggigit N N

Membuka mulut N N

N V (Trigeminus)

Sensibilitas muka N N

Refleks kornea + +

Trismus - -

N VI ( Abdusens)

Gerakan mata ke lateral N N

Strabismus Konvergen - -

19

Page 20: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

N VII (Facialis)

Kerutan kulit dahi simetris simetris

Kedipan mata N N

Mengerutkan dahi simetris simetris

Mengerutkan alis simetris simetris

Menutup mata N N

Lipatan nasolabial simetris simetris

Sudut mulut simetris simetris

Meringis N N

Menggembungkan pipi N N

Daya kecap lidah 2/3 depan + +

N VIII (Akustikus)

Mendengar suara + +

Mendengar detik arloji + +

Tes Rinne tidak dilakukan

Tes Schwabah tidak dilakukan

Tes Weber tidak dilakukan

N IX (Glosofaringeus)

Daya kecap lidah 1/3 belakang + +

Reflek muntah + +

Sengau - -

Tersedak - -

N X (Vagus)

Denyut nadi 82x/ menit, reguler, kuat angkat

Bersuara + +

Menelan + +

N XI (Asesorius)

Memalingkan kepala + +

Sikap bahu simetris simetris

Mengangkat bahu simetris simetris

Trofi otot bahu eutrofi eutrofi

N XII (Hipoglosus)

Sikap lidah N N

Artikulasi + +

20

Page 21: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Tremor lidah - -

Menjulurkan lidah + +

Trofi otot lidah eutrofi eutrofi

Fasikulasi lidah - -

Meningeal Sign (-)

Anggota Gerak

B B 5 5 N N E E

B B 3 3 N N A A

N N - - - - -

N N - - -

Sensibilitas : parahipestesi inferior setinggi medulla spinalis segmen L2-S2

21

RPRF

TrTNKG

CL

Page 22: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

PENYAKIT DEGENERATIF MEDULA SPINALIS

Penyakit degeneratif adalah istilah yang secara medis digunakan untuk menerangkan

adanya suatu proses kemunduran fungsi sel saraf tanpa sebab yang diketahui, yaitu dari

keadaan normal sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk. Penyebab penyakit sering tidak

diketahui, termasuk diantaranya kelompok penyakit yang dipengaruhi oleh faktor genetik

atau paling sedikit terjadi pada salah satu anggota keluarga (faktor familial) sehingga

sering disebut penyakit heredodegeneratif. Cowers tahun 1902 menekankan adanya istilah

abiotrophy untuk penyakit seperti tersebut di atas yang artinya menunjukkan adanya

penurunan daya tahan sel neuron dan mengakibatkan kematian dini. Konsep di atas

mewujudkan hipotesa bahwa proses penuaan (usia) dan penyakit degeneratif dari sel

mempunyai proses dasar yang sama. Ada beberapa penyakit yang dahulu dimasukkan ke

dalam penyakit degeneratif, tetapi sekarang diketahui mempunyai suatu dasar gangguan

metabolik, toksik dan nutrisi (defisiensi zat tertentu) atau disebabkan suatu slow virus.

Dengan berkembangnya ilmu, memang banyak penyakit yang dulu penyebabnya tidak

diketahui akhirnya diketahui sehingga tidak termasuk penyakit degeneratif. Sedangkan

penyakit yang penyebabnya tidak diketahui dan mempunyai kesamaan dimana terdapat

disintegrasi yang berjalan progresif lambat dari sistem susunan saraf dimasukkan ke dalam

golongan ini. Istilah yang agak membingungkan yaitu pemakaian yang tidak konsisten dari

istilah atrofi dan degeneratif, dua istilah ini digunakan pada penyakit degeneratif. Spatz

mengatakan bahwa gambarannya secara histopatologis berbeda. Atrofi gambaran khasnya

berupa proses pembusukan dan hilangnya neuron dan tidak dijumpai produk degeneratif,

hanya jarak antar sel yang melebar dan terjadi fibrous gliosis. Degeneratif menunjukkan

proses yang lebih cepat dari kerusakan neuron, mielin dan jaringan dengan akibat

timbulnya produk-produk degeneratif dan reaksi fagositosis yang hebat dan gliosis selular.

Jadi perbedaan atrofi dan proses degeneratif yaitu pada kecepatan terjadinya dan tipe

kerusakannya. Banyak penyakit yang merupakan proses degeneratif ternyata diketahui

kemudian penyebabnya adalah proses metabolik. Tetapi ternyata pada kejadian atrofi, ada

beberapa yang dasarnya adalah gangguan metabolik juga.

22

Page 23: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Gambaran klinis umum penyakit degeneratif:

1. Perjalanan penyakit lambat, setelah waktu yang lama dari fungsi saraf yang normal,

kemudian diikuti kemunduran fungsi susunan saraf tertentu yang bersifat progresif

lambat yang dapat berlanjut sampai beberapa tahun atau puluhan tahun. Pasien sulit

menentukan kapan penyakit mulai timbul. Adanya riwayat kejadian yang dapat

mempresipitasi terjadinya penyakit degeneratif, misalnya kecelakaan, infeksi atau

kejadian lain yang diingat sebagai penyakit.

2. Kejadian penyakit yang sama dalam keluarga (bersifat familial)

3. Pada umumnya penyakit degeneratif pada sistem saraf akan terjadi terus menerus,

tidak dapat diperbaiki oleh tindakan medis atau bedah, kadangkadang penyakit ini

ditandai dengan periode yang stabil untuk beberapa lama. Beberapa gejala dapat

dikurangi dengan penatalaksanaan yang baik, tetapi penyakitnya sendiri tetap

progresif.

4. Bilateral simetris. Meskipun kadang-kadang misalnya pada Amyotrophic lateral

skelerosis mula-mula hanya mengenai satu anggota gerak atau salah satu sisi tubuh,

tapi dalam proses selanjutnya menjadi simetris.

5. Hanya mengenai daerah anatomis/fisiologi susunan saraf pusat secara selektif.

Misalnya ALS yang termasuk dalam Motor Neuron Disease yang terkena adalah

motor neuron di kortek serebral, batang otak dan medula spinalis dan terjadi ataksia

yang progresif dimana hanya sel purkinye yang terkena.

6. Secara histologis bukan hanya sel-sel neuron saja yang hilang tapi juga dendrit,

axon, selubung mielin yang tidak berhubungan dengan reaksi jaringan dan respon

selular.

7. Pada likuor serebrospinalis kadang-kadang terdapat sedikit peningkatan protein,

tetapi pada umumnya tidak menunjukkan kelainan yang berarti.

8. Karena menyebabkan kehilangan jaringan secara radiologis terdapat pengecilan

volume disertai perluasan ruang likuor serebrospinalis. Permeabilitas sawar darah

otak tidak berubah.

9. Laboratorium atau pemeriksaan penunjang lain sering memberikan hasil yang

negatif. Berbeda dengan penyakit susunan saraf pusat progresif lain seperti tumor,

infeksi, proses inflamasi lain.

10. Pemeriksaan neuroimaging dapat menunjukkan kelainan tertentu, sehingga dapat

membantu menyingkirkan golongan penyakit lain. Lesi pada medula spinalis

23

Page 24: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

termasuk proses degeneratif akan memberikan gejala suatu lesi intrameduler karena

proses degeneratif memang terjadi pada medula spinalis secara selektif.

Gambaran klinis lesi medula spinalis:

1. Mielopati transversa dimana sekuruh jaras asenden dan desenden terkena. Sehingga

terjadi gangguan motorik, sensorik dan vegetatif yang luas. Penyebab yang

tersering adalah trauma, tumor, multiple sklerosis, dan penyakit pembuluh darah.

Penyebab lainnya hematom epidural, abses, hernia diskus intervertebralis,

sindroma parainfeksi dan post vaksinasi.

2. Lesi yang mengenai bagian sentral medula spinalis. Contohnya syringomieli,

hydromieli, tumor intramedular. Medula spinalis dapat terganggu mulai dari sentral

kemudian meluas ke struktur lain dari medula spinalis. Gambaran khasnya dalah

suatu disosiasi sensibilitas. Dengan berjalannya penyakit bagian anterior dapat

terkena pada tingkat lesinya dan mengakibatkan atrofi neurogenik sentral, parese

dan arefleksia. Perluasan ke lateral dapat menyebabkan sindrome Horner’s

ipsilateral (bila mengenai pusat siliospinal pada lesi di C8-T2), kiposkoliosis (bila

mengenai nukleus motorik dari dorsomedian dan ventromedian yang mempersarafi

otot para spinal), paralisa spastik di bawah lesi bila traktus kortikospinalis terkena.

Perluasan ke dorsal 3 akan mengakibatkan putusnya jaras dorsalis (untuk sensasi

posisi dan rasa getar ipsilateral) dan dengan terkenanya juga daerah ventrolateral

akan menyebabkan gangguan suhu dan nyeri pada medula spinalis di bawah lesi.

Karena secara laminasi traktus spinothalamikus sensasi servikal terletak

dorsomedial dan sensasi sakral terletak ventrolateral, pada lesi intraparenkimal

dapat terjadi sensasi sakral tidak terkena.

3. Lesi di kolumna posterolateral. Dapat terjadi secara selektif pada penyakit

Subacute combine degeneration pada defisiensi Vitamin B12 mielopati vakuolar

oleh sebab AIDS, servikal spondylosis. Terjadi gangguan proprioseptif dan sensasi

vibrarsi pada tungkai sebagai ataksia sensorik. Ganguan traktus kortikospinal

bilateral akan mengakibatkan spasitisitas, hiperreflesi, dan refleks ekstensor

bilateral. Akan tetapi reflek dapat negatif atau menurun bila disertai neuropati

perifer

4. Lesi di kolumna posterior, sering terjadi pada penyakit Tabes dorsalis

(neurosyphillis). Terjadi gangguan sensasi vibrasi dan posisi dan penurunan rasa

raba, juga mengakibatkan ambang sensasi mekanik, taktil, postural, halusinasi, arah

24

Page 25: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

gerak dan posisi, sehingga akan timbul staksia sensorik dan Romberg yang positif.

Cara berjalan yang ataksik. Pasien mengeluh nyeri ‘lancinating’ terutama tungkai.

Dapat terjadi inkontinens urine, reflek KPR dan APR yang negatif. Terdapat

Lhermitte’s sign yang disebabkan peningkatan sensitifitas mekanik pada kolumna

dorsalis dimana fleksi leher akan mengakibatkan peningkatan secara spontan unit-

unit sensoris yang aktif dan ikut sertanya serabut saraf yang lain.

5. Lesi di kornu anterior. Penyakit yang menyerang secara difus kornu anterior

misalnya adalah spinal muskular atrofi (misalnya infantile spinal muscular atrophy

in motor neuron disease). Bila bagian kornu anterior terkena secara difus terjadi

kelemahan secara difus, atrofi, fasikulasi terjadi pada otot batang tubuh dan

ekstremitas. Tonus otot menurun dan ketegangan otot dapat menurun atau hilang.

Gangguan sensorik tidak terjadi karena jaras sensorik tidak terkena.

6. Kombinasi lesi di kornu anterior dantraktus piramidalis. Hal ini secara karakteristik

terjadi pada Amyotrophic lateral sclerosis. Terjadi gangguan secara difus dari

lower motor neuron (progressive muscular atrophy, parese, fasikulasi) yang

bersamaan dengan gejala lesi UMN (parese, spastisitas, reflek plantar ekstensor).

Tidak ada gangguan sphincter urine dan rektal tidak ada.

Klassifikasi penyakit degeneratif yang mengenai medula spinalis:

I. Syndrome progressive dementia in combination with other neurologic

abnormalities.

A. Cortical spinal degeneration (Jakob) and the Dementia-

ParkinsonAmytrophic lateral sclerosis complex (gumanian and others)

B. Familial dementia with spastic paraparesis

II. Syndrome of progressive ataxia

A. Predominantly spinal forms of hereditary ataxia.

1. Friedreich ataxia

2. Strumpell-Lorrain

III. Syndorme of slowly developing muscular weakness and atrophy (nuclear amiotrophy).

Without sensory changes:

1. Amytrophic lateral sclerosis

2. Progressive spinal muscular atrophy

3. Progressive bulbar palsy

4. Primary Lateral sclerosis

25

Page 26: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

5. Heriditary forms of progressive muscular atrophy and spastic paraplegia

Corticostriatospinal degeneration (Parkinson-Dementia) and Amytrophic lateral

sclerosis complex.

Merupakan penyakit kronik yang mengenai pertengahan dan akhir masa dewasa

dan secara klinis gambarannya adanya gangguan intelek dan tingkah laku, kelemahan,

ataksia, spastisitas anggota gerak dan gejala ekstrapiramidal: rigiditas, gerakan jadi lambat,

tremor, postur athetotic, disartri, likuorserebrospinalis normal.

Lesi terdapat difus dan terutama terdapat pada neuron terluar di frontal, temporal

dan girus motorik sentralis, korpus striatum, thalamus ventral, nukleus motorik batang

otak. Pada salah satu dari kasus Jakob perubahan terutama terjadi pada kornu anterior dan

traktus kortikospinalis dari medula spinalis seperti ALS. Penemuan tersebut menjadikan

konsep penyakit ini adalah suatu proses degeneratif pada kortikospinalis dan sering

merupakan penyakit yang terjadi dalam hubungan keluarga sehingga disebut Creutzfeldt-

Jakob disease.

Pasien akan mengalami rigiditas yang hebat, tanda piramidal, ALS yang

berkembang dalam beberapa tahun. Pada stadium akhir dari penyakit biasanya pasien

sadar, tetapi selalu harus dibantu dalam mengerjakan sesuatu, pasien tidak dapat bicara,

menelan dan menggerakkan anggota tubuh dan hanya dapat menggerakkan bola mata.

Fungsi intelek kurang terganggu dibanding motorik. Penyakit berlangsung progresif dan

berakhir fatal dalam 5 – 10 tahun.

Familial dementia with spastic paraparesis

Sering terjadi dengan pada anggota keluarga yang sama pada usia pertengahan,

dimana terjadi paraparese spastik dengan gangguan intelek secara gradual. Kapasitas

mental pasien berkurang secara gradual dan kapasitas untuk berpikir tingkat tinggi

terganggu. Timbul reflek tendo yang meningkat, klonus, babinski. Berbeda dengan tipe

yang dominan, tipe yang diturunkan secara resesif sering mengenai lebih banyak sistem

saraf dan menimbulkan demnetia, ataksia serebeller dan epilepsi. Gambaran patologi:

selain plak senile, dan perubahan neurofibrillary, terdapat demielinisasi pada masa putih

subkortikal dan korpus kalosum, area yang bercak-bercak tapi meluas dari pembengkakan

arteriol, yang dengan pewarnaan menunjukkan suatu amyloid. Familial spastic paraplegia

26

Page 27: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

dapat juga disertai ataksia cerebellar yang progresif dimana terjadi pula degenerasi

spinocerebellar.

Ataksia Friedreich

Adam memasukkan pula sindrome ataksia yang progresif yaitu ataksia herediter dengan

predominan pada medula spinalis. Penyakit yang termasuk di sini adalah Ataksia

Friedreich. Penyakit ini menurun secara resesif dengan perubahan patologis dominan pada

kolomna posterior, traktus spinoserebellaris, dan traktus kortikospinalis. Gejala umumnya

timbul pada usia muda, 50% terdapat pada usia kurang dari 10 tahun. Penyakit ini berjalan

secara progresif dan biasanya setelah 5 tahun pasien tak dapat berjalan lagi. Laki-laki lebih

sering terkena dari pada wanita. Rata-rata usia kematian adalah 26,5 pada penyakit yang

diturunkan secara resesif, dan 39,5 tahun pada penyakit yang diturunkan secara dominan.

Gejala klinis:

1. Terjadi ataksia sensorik maupun serebeller, terjadi inkoordinasi dari kedua tungkai

bawah. Mula-mula pasien sulit berdiri cepat dan berlari, kemudian timbul

kelelahan, nyeri pada tungkai, kaku setelah latihan berat. Dapat terjadi kelemahan

pada tangan setelah gangguan berjalan, kemudian bicara jadi rero, lambat, tidak

jelas dan eksposif, lengan jadi ataksik dan dapat disertai intensio tremor. Akhirnya

bicara, bernafas, menelan dan tertawa jadi tak terkoordinasi.

2. Rasa getar dan posisi dapat terganggu selanjutnya rasa raba, suhu dan nyeri

terganggu. Romberg positif

3. Reflek tendo kedua tungkai ini menghilang akibat terputusnya jaras sensorik dari

lengkung reflek

4. Refleks Babinski +

5. Sering terjadi deformitas pada kaki. Terjadi pes cavus dengan arkus plantar yang

tinggidan terjadi retraksi pada sensi jari dan fleksi sendi interphlalang

6. Nystagmus + (biasanya horisontal)

7. Peningkatan reflek rahang

8. Dapat disertai ketulian, vertigo, otik atrofi, kardiopati (pada setengah kasus).

Gejala tersebut mirip dengan penyakit degenerasi spinocerebeller yang herediter,

tetapi biasanya pada penyakit ini reflek meningkat.

27

Page 28: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Gambaran patologi

Medula spinalis tampak mengecil, kolumna posterior, traktus kortikospinalis, dan

spinocerebeller mengandung jaringan medula dan terdapat gliosis fibrosis. Sel saraf pada

kolumna Clarks dan sel saraf yang panjang dari ganglia rasiks dorsalis terutama daerah

lumbosakral berkurang. Sel Betz berkurang tetapi traktus kortikospinalis relatif tak

terganggu. Terdapat pengurangan sel-sel saraf pada sarah otak VIII, X, XII. Hilangnya sel

saraf tingkat ringan sampai sedang juga terjadi pada nukleus dentatus dan pedunkulus

sereblaris superior. Penyusutan sel Purkinye di vermis superior dan neuron-neuron yang

berhubungan dengan nukleus olivari inferior. Otot miokardial juga mengalami degenerasi

dan diganti oleh mippag dan fibroblas.

Therapi: Therapi trial dengan Physostigmin tablet 60 mg/hari, Thyrotropin

releasing hormon, choline chloride, lecithin, 5 hidroksi triptophan dan benserazide tidak

memperoleh hasil yang memuaskan. Strumpell Lorrain yaitu bentuk familial spastic

paraplegia disertai dengan atrofi optik dan spastisitas yang berat.

Motor system disease.

Istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kelainan degeneratif pada medula

spinalis, batang otak, korteks motorik, yang secara klinis ditandai dengan kelemahan otot,

atrofi, tanda traktus kortikospinalis pada beberapa variasi kombinasi. Penyakit mengenai

usia pertengahan dan hampir semuanya kematian terjadi dalam 2 – 6 tahun atau lebih

tergantung kasusnya.

Amytrophic lateral sclerosis

Adalah penyakit degeneratif yang progresif akibat degenerasi motor neuron di

kornu anterior medula spinalis, batang otak dan korteks serebri, dengan manifestasi berupa

kelemahan dan atrofi dari otot-otot yang dipersarafi, disertai tanda-tanda gangguan

(degenerasi) traktus kortikospinalis dan beberapa variasi lainnya. Biasanya tanpa atau

hanya sedikit gangguan sensibilitas atau serabut non motor lainnya.

Etiologi diketahui pasti, ada dugaan penyebabya adalah suatu infeksi virus

(misalnya polio virus latent), toksin dari lingkungan (Beta methyl amino L alanine), faktor

genetik, ada hubungannya dengan lymphoma, logam berat (Pb, Mn, Co, Fe, Zn, Hg),

trauma, gangguan pada DNA, imunologi, gangguan metabolisme glutamat. Angka

kejadian diperkirakan antara 0,4-1,4 kasus tiap 100.000 populasi dengan rata-rata

menyerang dekade ke IV, V, VI, VII. Jarang pada usia kurang dari 35 tahun. Perbandingan

28

Page 29: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

laki-laki dan wanita berkisar antara 1,1:1 sampai 2:1. Lebih banyak mengenai kulit putih

dibandingkan kulit hitam.

Secara klinis ALS dibagi dalam beberapa tipe yaitu:

1. Progressive muscular atrophy Pada tipe ini terjadi proses degeneratif dari

motorneuron di kornu anterior medula spinalis dengan manifestasi klinis

kelemahan dan atrofi otot-otot badan dan anggota gerak yang terlihat pada stadium

awal dari penyakitnya. Lesi yang terjadi biasanya mulai dari daerah servikal

medula spinalis, dengan kelemahan, atrofi dan fasikulasi otot-otot intrinsik tangan,

walaupun bisa juga dimulai di sembarang tempat di kornu anterior medula spinalis.

Sebagai gejala awal bisa juga dimulai dengan kelemahan dan atrofi otot-otot kaki

dan paha, sedang otototot ekstremitas atas masih baik. Kasus yang jarang,

kelemahan dimulai dari pada lengan bagian proksimal yang kemudian meluas ke

distal. Pada tipe ini traktus kortikospinalis tidak terkena, sehingga reflek tendo

menurun atau negatif. Fasikulasi otot bervariasi antara ada dan tidak. Perbandingan

antara pria : wanita yaitu 3,6 ; 1. Five years survival rate 72% bila onset kurang

dari 50 tahun dan bila 40% bila onset lebih dari 50 tahun.

2. Progressive bulbar palsy

Adalah tipe ALS dimana terjadi proses degeneratif pada inti-inti saraf otak di

batang otak, terutama bagian bawah. Manifestasi klinis: • Kelemahan dan atrofi

dari otot-otot faring, lidah dan wajah. Pada stadium awal akan memberikan gejala

atau kesukaran untuk mengucapkan t,n,r,l b,m,p,f, dan k,g, yang akhirnya suara

penderita menjadi tidak dipahami. Bicara sulit juga disebabkan karena spastisitas

dari lidah, pharing dan laring yang kemudian diikuti kelemahan atrofi. • Reflek

pharing menghilang dan gerakan palatum serta pita suara tidak sempurna waktu

sedang bicara. Terdapat gangguan mengunyah, menelan, otot-otot paring tidak bisa

mendorong makanan masuk ke oesophagus, sehingga air dan makanan akan masuk

ke trakhea atau kembali lagi ke hidung. Dapat terlihat fasikulasi lidah dan jaw jerk

yang positif.

3. Primary lateral sclerosis

Tipe ini sangat jarang. Proses degeneratif yang terjadi di korteks cerebri pada area

Broadman’s 4 dan 6, dan terlihat proses degeneratif sekunder pada traktus

kortikospinalis.

Gejala yang timbul berupa:

29

Page 30: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Kelemahan dan spastisitas dari otot-otot badan dan anggota gerak, biasnya

dimulai pada ekstremitas bawah

Tidak dijumpai atrofi dan fasikulasi

Reflek regang yang meningkat dan reflek plantar ekstensor bilateral •

Hilangnya reflek superfisial tetapi tidak ada gangguan sensoris.

4. Tipe campuran Sering dijumpai dengan gambaran klinis merupakan kombinasi dari

bentuk 1,2,3. Pada pemeriksaan didapatkan adanya atrofi, fasikulasi, kelemahan

anggota gerak bawah, atas, peningkatan reflek tendon dan ekstensor plantar positif

bilateral. Selanjutnya bila inti batang otak terkena akan menyebabkan disfagi

disartri dan kelemahan otot wajah, tidak terdapat gangguan sensorik.

5. Spinal monomelic amyotrophic

Didapatkan adanya unilateral amyotrophic yang terbatas pada 1 anggota gerak.

Kriteria ALS menurut El Escorial:

Diagnosis ALS memerlukan tanda-tanda:

1. Tanda LMN

2. Tanda UMN

3. Terdapat progresifitas dari penyakit

Subklasifikasi untuk kriteria diagnostik:

Definite ALS: UMN + LMN dengan 3 regio* seperti ALS yang tipikal

Probable ALS: UMN + LMN dengan 2 regio dengan tanda UMN dan tanda

LMN

Possible ALS: UMN + tanda LMN dengan 1 regio atau tanda UMN dengan

2 atau 3 regio, seperti monomelic ALS, Progressive bulbar palsy, dan

Primary lateral sclerosis.

Suspected ALS: LMN dengan 2 atau 3 regio seperti progressive muscular

atrophy atau sindroma motorik lain.

*Regio termasuk: batang otak, brachial, thoraks, trunk, crural.

Patologi: Gambaran patologi dasar dari ALS yang telah lama dikenal adalah

sebagai berikut:

Hilangnya motor neuron di kornu anterior medula spinalis dan batang otak

Hilangnya sel Betz pada korteks serebri dan degenerasi pada traktus

kortikospinalis.

30

Page 31: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Ditemukan hilangnya sel saraf pada kornu anterior medula spinalis. Sisa sel

yang bertahan bentuknya kecil dan penuh dengan lipofuchsin. Hilangnya sel

diganti dengan jaringan fibrosit dari astrosit. Sel saraf yang besar dan panjang

terkena lebih dahulu dari yang berukuran lebih kecil. Radiks anterior menjadi kecil

dan kehilangan serabut bermielinisasi besar pada saraf motorik. Otot-otot

memperlihatkan gambaran atrofi karena denervasi pada berbagai stadium.

Whitehouse et all menemukan berkurangnya reseptor muskarinik, kolinergik,

glisinergik, benzodiazepam pada medula spinalis dimana terjadi proses degenerasi

pada motor neuronnya. Degenerasi pada traktus kortikospinalis lebih sering terjadi

pada bagian bawah medula spinalis. Dengan pewarnaan lemak terlihat akumulasi

makrofag sebagai respon adanya degenerasi mielin. Terdapat hilangnya sel Betz di

kortek motorik. Serabut pada funikuli ventral dan lateral berkurang, mengakibatkan

gambaran yang pucat pada pewarnaan mielin. Mc-Menemey menginterpretasikan

bila mengenai juga bagian non-motor neuron disebut sebagai motor system disease.

Tetapi peneliti lain menganggap bahwa hal tersebut dikarenakan hilangnya

kolateral dari motor neuron pada lamina propria. Pada ALS dengan demensia

terdapat kehilangan neuron yang luas dan gliosis di premotor area terutama girus

superior frontal dan korteks inferolateral dari lobus temporal.

Diagnostik:

Harus disingkirkan penyakit lainnya melalui pemeriksaan penunjang:

1. EMG: menunjukkan adanya fibrilasi, fasikulasi, atrofi dan denervasi,

KHST normal, kadang-kadang dijumpai adanya giant action potential

2. Biopsi otot: terdapat atrofi dari fasikulus otot bercampur dengan

fasikulus yang normal

3. Peningkatan enzim otot

4. LP: LCS normal

5. Mielografi: normal

6. MRI: terdapat peningkatan intensitas signal

31

Page 32: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Penanganan ALS:

Karena sampai sekarang etiologi masih belum jelas, belum ada pengobatan yang

tepat. Penanganan yang dapat dilakukan adalah terapi konservatif dan fisioterapi.

Prognosa:

Pasien dapat hidup 10-15 tahun dari awitan. Bila terdapat gangguan pada otot-otot

untuk menelan prognosanya lebih jelek.

Heredofamilial forms of progressive muscular atrophy and spastic parpaplegia

Wednig Hoffman Disease (Infantile progressive spinal muscular atrophy)

Merupakan bentuk klasik dari spinal muskular atrofi tipe herediter (Tipe I).

SMA ini ditandai dengan kelemahan akibat terkenanya seluruh otot sebelum usia 3

tahun. Diturunkan secara autosomal resesif, insiden 1:20.000 kelahiran hidup, dan

1/3 kasus sudah terlihat pada saat lahir karena kurangnya aktifitas dan adanya

deformitas. 95% dari kasus onset dimulai sebelum usia 4 bulan. Kelemahan umum,

hipotoni, sukar makan adalah gejala utama. Bila terdapat kesusahan bernapas

merupakan gejala fatal. Pasien ini umumnya bertahan sampai 6 bulan sesudah

onset dan 95% meninggal pada usia 18 bulan. Fasikulasi terlihat jelas pada lidah

atau tempat lain maupun pada pemeriksaan EMG. Secara patologis didapat

kerusakan motor neuron yang berat tetapi sel tetap ada, yang terjadi adalah

pembesaran sel dan kromatolisis, atrofi radiks motorik sedang radiks sensorik

normal. Pada otot skeletal terjadi denervasi yang berat dan hampir merata.

Spinal muscular atrophy type II (infantil kronik/late infantil)

Onset relatif lambat dibanding tipe I, umumnya muncul sebelum usia 2 tahun.

Gambaran klinis: terjadinya kelemahan otot. Kira-kira 25% bayi dapat duduk tanpa

dibantu dan dapat belajar berjalan. Fasikulasi dan atrofi lidah positif tapi fasikulasi

tak ditemui pada anggota gerak. Reflek tendon menghilang. Progresifitas lambat

usia harapan hidup bervariasi dari 14-30 tahun. Skoliosis terjadi pada pasien yang

tidak difisioterapi, lebih lanjut terjadi gangguan respirasi, adanya deformitas akan

memperburuk keadaan.

32

Page 33: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Chronic proximal spinal muscular atrophy (PSMA, Wohlfart-Kugelberg-Welander

Syndorme)

Gangguan mengenai otot proksimal dari anggota gerak dan berkembang sangat

lambat. Sepertiga kasus terjadi sebelum usia 2 tahun dan 50% antara 3-18 tahun.

Laki-laki lebih sering terkena, terutama pada usia remaja dan tua. Bentuk ini

diturunkan pada gen autosom resesif dan sexlinked. Kelemahan dan atrofi biasanya

terjadi secara lambat dimulai digelang panggul dan otot proksimal lengan.

Biasanya simetris sejak awal penyakit. Fasikulasi dijumpai pada setengah dari

status. Bila bagian distal dari anggota gerak terkena maka reflek tendon hilang, otot

bulbar dan traktus kortikospinalis tidak terkena, meskipun Babinski dapat muncul

dan berhubungan dengan ophthalmoplegia. Pada EMG dapat ditemukan fasikulasi

spontan dan denerval khronis, pada biopsi otot ditemukan atrofi neural dan

hipertrofi serabut dan hilangnya dan proses degenratif pada kornu anterior. Pada

pemeriksaan enzim didapatkan enzim CPK yang meninggi.

Bentuk fokal penyakit ini:

1. Scapulohumeral. Biasanya jinak tetapi dapat berkembang dengan cepat.

Pada orang dewasa kematian terjadi dalam 3 tahun oleh karena

respiratory failure.

2. Scapuloperoneal. Bentuk ini terdapat pada dewasa muda dan dewasa.

Atrofi melibatkan otot scapula dan pariscapula dan bagian anterior dari

tungkai.

3. Miopati okuler. Otot yang terkena adalah otot wajah dan okuler

(biasanya hanya satu otot yang terkena), terdapat pada anak dan dewasa

4. Fazio Londe. Bentuk yang paling progresif, dimulai dari usia dini, atrofi

otot yang meliputi neuron motorik bulbar sehingga terjadi kelemahan

otot okuler, wajah, faring. Kematian biasanya karena respiratory

faulure.

33

Page 34: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Hereditary spatic paraplegia or diplegia

Penyakit diturunkan secara otosomal dominan, jarang resesif dan onset dapat

dimulai sejak masa kanak-kanak sampai orang tua.

Gambaran klinis:

Timbulnya keleahan yang bersifat spastik secara gradual pada tungkai yang

mengakibatkan kesukaran berjalan

Reflek tendon yang meningkat dengan reflek plantar ekstensor

Sensorik dan fungsi saraf lain normal. Bila terjadi mulai kanak-kanak, kaki

jadi melengkung dan memendek dan terdapat pseudokontraktur dari otot

betis, mengakibatkan jalannya menggunakan ujung jari-jari. Kadang-

kadang lutut tampak fleksi ringan dan lengan ekstensi serta adduksi

Otot lengan terkena dalam berbagai tingkatan. Tangan jadi kaku, lemah,

bicara disartri

Fungsi sphincter tak terganggu

Sering bersamaan dengan nistagmus, kelemahan saraf otak, optik atrofi,

degenerasi makular pigmentasi, ataksia, epilepsi, dementia

Gambaran patologi menunjukkan degenerasi dari traktus kortikospinalis,

penipisan dari kolumna Goll, terutama regio lumbal dan traktus

spinocerebellaris. Dilaporkan juga terdapat berkurangnya sel Betz di kornu

anterior.

Variants of familial spastic paraplegia

1. Hereditary spastic paraplegia with spinocerebellar and ocular synptoms.

Terjadi gangguan gaze. Manifestasi ataksia spinocerebellar dimulai

pada dekade 4 dan 5 dimana terjadi kelemahan tungkai, perubahan

mood, tertawa dan menangis yang patologik, disartri dan diplopia,

disetesia anggota gerak, dan terganggunya kontrol kandung kencing.

Reflek tendon positif dengan bilateral babinski. Gangguan sensorik

dimulai pada ujung distal ekstremitas

2. Hereditary spastic paraplegia with ekstrapiramidal symptoms. Terdapat

tremor saat istirahat dan bekerja, rigiditas parkinson, gerakan lidah yang

distonia dan gerakan athetoid dari anggota gerak.

3. Hereditary spastic paraplegia with optic atrophy (Behr syndrome)

34

Page 35: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

4. Hereditary spastic paraplegia with retinal degeneration. (Kjellin

syndrome). Paraplegi spastik dengan amiotrophy, oligophrenia dan

degenerasi retina sentral. Bila terdapat ophtalmoplegi disebut Barnard

Scholz syndrome

5. Hereditary spastic paraplegia with mental retardation or dementia

6. Hereditary spastic paraplegia with polyneuropathy

Penyakit yang oleh De Jong juga dimasukkan dalam penyakit degeneratif yaitu:

1. Tabes dorsalis

Penyakit ini merupakan suatu bentuk neurosiphilis yang secara patologis

ditandai dengan terjadinya degenerasi pada radiks posterior dan kolumna

dorsalis medula spinalis. Keadaan ini merupakan 1,3 – 5% dari penderita

neurosiphilis.

Gejala klinis timbul sesudah lebih dari 10 sampai 20 tahun infeksi primer,

sehingga umumnya penderita Tabes dorsalis berumur 40-60 tahun.

Gejala klinis:

Hilangnya sensasi proprioseptif mengakibatkan ataksia sensoris

(sekunder terhadap kerusakan funikulus dorsalis)

Terkenanya radiks posterior dan ganglion dorsalis menyebabkan nyeri

radiks, rasa terikat, penurunan reflek dan terlambatnya reaksi nyeri

Dapat terjadi gangguan fungsi kandung kemih tipe atonik, inkontinentia

alvi, impotens, gangguan tropik dengan akibat timbulnya lesi ulseratif

dan atropati tip charchot.

2. Multipel sklerosis

Merupakan penyakit yang dapat menyerang secara luas sistem saraf pusat

danbelum diketahui dengan jelas sebabnya. Penyakit ini ditandai dengan

bercak-bercak demielinisasi yang tersebar terutamapada masa putih. Bercak ini

pada tingkat lanjut berupa bercak sklerotik yang tersebar perivaskuler. Angka

kejadian sklerosis ditemukan sangat tinggi di Eropa Barat, dapat mencapai

80/100.000 penduduk. Umumnya serangan pertama terjadi pada umur muda

20-40 tahun, kadang-kadang umur 12-15 tahun. Laki-laki lebih sering dari

wanita. Keadaan ini pada 60-90% penderita diikuti gejala remisis dan relaps.

35

Page 36: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Gejala klinis:

Neuromielitis optika, selain adanya neuritis optika (biasanya unilateral

45%) juga disertai adanya mielopati yang progresif disertai nyeri dan

parestesi

Terdapat 3 bentuk spinal dari multipel sklerosis:

1. Bentuk spinal dengan gejala paraplegia spastik yang progresif

2. Bentuk dengan lesi spinal unilateral sehingga gejala klinis dapat berupa

gejala brownn sequard yang parsial

3. Bentuk sakral. Bercak lesi terdapat di konus sehingga terdapat gejala

konus. Lesi medula spinalis dapat berupa mielitis tranversa atau

ascending

Gejala motorik umumnya terdapat kelemahan otot tanpa atrofi (spastik

parese), bila ditemukan atrofi umumnya hanya pada otot kecil tangan.

Reflek regang meningkat, hilangnya reflek superfisial, gangguan piramidal

disertai gangguan proprioseptif dan ataksi sensorik.

Gejala Lhermitte yang positif danbermacam gejala sensibilitas

Kontrol spincter sering terganggu

Pada 70% penderita terdapat gejala nistagmus, tremor intension dan bicara

meletup-letup dan disebut sindroma charcot.

Gambaran patologi: terjadi gliosis dan demielinisasi pada fasikulus grasilis dan

juga atrofi dari ganglion. Terjadi perivascular lymphocytic cuffing dan dapat

terjadi iskemi sekunder yang menyebabkan gangguan proprioseptif dan

kelemahan yang progresif dari ekstremitas bawah.

3. Posterolateral sklerosis

Ditandai dengan perubahan patologis yang mengenai terutama kolumna lateral

(jaras piramidal) dan funikulus posterior. Gambaran klinis ditandai dengan

kelemahan dan hiperrefleksi akibat terganggunya traktus piramidalis, hilangnya

sensasi propioseptif dengan ataksia sensoris, dapat terjadi gangguan otonomik

dari kandung kencing dan rektum dan impotensi. Penyakit tersebut diatas sering

berhubungan dengan anemi pernisiosa, gangguan defisiensi lain seperti

pellagra, DM, ketuaan, multipel sklerosis. Contoh penyakit yang terkenal

36

Page 37: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

adalah subacute combined degeneration dan Mieloneuropati tropika (yang

terdiri atas tropikal ataksi neuropati dan tropikal spastik paraparese)

a. Subacute combined degeneration

Terjadi pada ± 16% pasien dengan defisiensi vitamin B12. Patologi:

Kekurangan vitamin B12 akan mengganggu melalui siklus Krebs sehingga

terbentuk asam lemak yang tidak normal dan mengganggu pembentukan

mielin.

Gejala klinis:

Parestesi dimulai dari bagian distal ke proksimal dengan distribusi

simetris pada keempat anggota gerak

Terdapat parese yang spastik akibat gangguan traktus kortikospinalis

Reflek tendon bisa menurun atau meningkat, reflek patologis positif

(50%)

Dapat terjadi disfungsi kandung kemih, gangguan mental dan visual

b. Mieloneuropati tropikal

Dibagi atas 2 grup:

1) Tropikal ataksi neuropati dengan gejala utama sensori ataksia

2) Tropikal spastik paraparese dengan predominan spastik paraplegi

dengan minimal defisit neurologi Etilogi mieloneuropati tropika:

defisiensi Vitamin B12, keracunan cassava, viral, pemakaian daun

Lathyrus.

1. Tropikal ataksi neuropati

Faktor predisposisi adalah kehamilan, laktasi, penyakit malnutrisi. Gejala

klinis dimulai dengan parestesi bagian distal tungkai, disertai baal,

gangguan sensorik pada kolumna posterior, perubahan tonus otot, gait

ataksia, bilateral optik atrofi (hilangnya visus), tuli perseptif dan gejala

LMN.

2. Tropikal spastik paraparese

Gangguan terutama adalah terkenanya traktus piramidalis dan dapat pula

mengenai kolumna posterior. Predominan dapat mengenai lumbal

mengakibatkan gangguan berjalan, jalan jadi lemah dan kaku, lebih dari

setengahnya asimetris, hiperrefleksi dan babinski bilateral. Perjalanan

penyakit berlangsung subakut sampai kronis. Dapat timbul defisit

sensorik terutama nyeri dan suhu dengan segmental tidak jelas. Menurut

37

Page 38: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

penelitian dapat terjadi pada infeksi Human-TLimphotropic Virus Tipe I

dan terjadi mielopati yang bersifat khronis progresif. Angka kejadian

yaitu 1/250 penderita HTLV-1. Gambaran patologi: terjadi degenerasi

dan demielinisasi yang mengenai traktus piramidalis, dpinicerebeller,

spinothlamikus. Terjadi penebalan hyelinoid dari tunika adventitta dan

media pembuluh darah otak, medula spinalis dan ruang subrahnois

dimana pembuluh darah tampak dikelilingi lekosit, astrosit gliosis dan

makrofag dan terjadi vakuolisasi di pinggir dari lesi.

3. Siringomieli

Merupakan suatu penyakit dimana terjadi perubahan patologik yang terdiri

dari gliosis, nekrosis dan kavitasi pada bagian sentral medula spinalis dan sering

meluas ke medula ( siringobulbi). Sering terjadi dengan kelainan perkembangan

dan gangguan pembuluh darah yang mengakibatkan insufisiensi vaskuler pada area

yang terkena. Dapat terjadi pada trauma, kompresi, lesi ekstrameduler, post infeksi

yang dapat dibedakan dari siringomieli. Degenerasi terjadi pada pelebaran servikal

dan dimulai paad regio ireguler.

Kanalnya sendiri tidak selalu ikut dengan proses. Onset dapat terjadi pada

usia 25-40 tahun, dapat terjadi beberapa bulan sampai 20 tahun sesudah terjadinya

trauma, 15 tahun setelah arakhnoiditid TBC.

Gejala klinis:

Dengan terkenanya jaras dekusatio sensorik gambaran utamanya adalah

hilangnya rasa nyeri dan suhu pada dermatom tersebut sedangkan rasa raba

masih baik.

Bila proses sudah mengenai bagian kornu anterior akan terjadi parese fokal,

atrofi dan fasikulasi juga terganggunya kolumna intermedilateral dengan

akibat terganggunya sistem otonom

Selanjutnya dapat terjadi penekanan jaras kortikospinalis dengan parese tipe

UMN dan terputusnya jaras spinotalamikus lateral dengan akibat gangguan

tropik.

38

Page 39: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Pemeriksaan Laboratorium

DARAH RUTIN Nilai Rujukan

Hemoglobin

Hematokrit

Eritrosit

Leukosit

Trombosit

MCV

MCH

MCHC

14.9

43,9

4.80

8000

192000

90,5

31,0

33,8

13,5 – 17,5 g/dl

40 – 50 %

4.5 – 5.8 juta/ul

4000 –10.000/ul

150.000 – 400.000/ul

82 – 98 fl

≥27 pg

32 – 36 g/dl

KIMIA KLINIK Nilai rujukan

SGOT (AST)

SGPT (ALT)

Ureum

Kreatinin

Glukosa sewaktu

Uric Acid

36

37

43

0,75

100

6

0-50 U/L

0-50 U/L

10-50 mg/dl

0,62-1,1 mg/dl

70-100 mg/dL

2 – 7 mg/dL

39

Page 40: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

b) X Foto Thoraks Ap (11 Agustus 2015)

Kesan:

Cor tak membesar

Tak tampak gambaran metastasis maupun kelainan

lain pada pulmo dan tulang yang tervisualisasi

Gambar 1. Foto Thorax AP

c) X Foto Thorakolumbal Ap-Lateral (11 Agustus 2015)

Kesan:

Tak tampak lesi titik maupun sklerotik pada vertebra

Thorakolumbal yang tervisualisasi

Gambar 2. Foto Thorakolumbal AP-Lateral

40

Page 41: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Gambar 3, 4, 5, 6 dan 7. MRI Whole Spine dengan Kontras

d) Pemeriksaan Mri Whole Spine Dengan Kontras (13 Agustus 2015)

Kesan:

Multiple lesi flow void serpentine intradura ekstramedula pada aspek dorsal dan

ventral spinal cord setinggi vertebra cervical 4 sampai lumbal 1 dengan draining vein

terlihat pada dorsal dan ventral spinal cord yang disertai penekanan spinal cord

setinggi corpus V. Th 11-V.L1 ke arah anterior

Curiga gambaran type IV Arterio Venosus Fistula

Bulging pada diskus intervertebralis V.L3-4 dan V.L4-5 disertai penyempitan foramen

neuralis kanan kiri

DISKUSI II

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil dalam batas normal. Hal ini

menunjukkan bahwa paralisis, parahipestesia dan paraparese ekstremitas inferior pada

pasien bukan diakibatkan dari tumor medulla spinal proses infeksi.

Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor

yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang menyebabkan

nyeri radikuler.

Pada hasil MRI, terlihat seperti massa tumor yang terletak intradural-

ekstramedular.

41

Page 42: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

Pada pasien dilakukan pemeriksaan MRI karena MRI merupakan pemeriksaan

penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan diskus intervertebra. MRI selain dapat

mengidentifikasi kompresi medula spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk

mengetahui beratnya perubahan degeneratif pada diskus intervertebra. Dibandingkan

dengan CT Scan, MRI memiliki keunggulan, yaitu adanya potongan sagital, dan dapat

memberikan gambaran hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas; sehingga

MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnosa banding

gangguan struktural pada medula spinalis dan radiks saraf.

42

Page 43: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis Klinis : Paralisis, parahipestesia dan paraparese ekstremitas inferior

Diagnosis Topis : Lesi setinggi segmen medula spinalis L2-S2

Diagnosis Etiologis : Tumor medulla spinalis proses kompresi Susp

hemangioblastoma

PENATALAKSANAAN

- Fisioterapi

- Ranitidine tab 2 x 1

- Mecobalamin tab 2 x 500 mg

- Tramadol tab 2 x 100 mg

- Biopsi jaringan tumor

PROGNOSIS

Death : dubia

Disease : dubia

Disability : dubia

Discomfort : dubia

Dissatisfaction : dubia

Distitution : dubia

43

Page 44: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

DISKUSI III

Ranitidin

Diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping dan interaksi dari obat lain.

Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin

pada reseptor H2 di lambung dan mengurangi sekresi asam lambung.

Mecobalamin (2 x 500 mg)

Bentuk vitamin B12 dengan gugus metil aktif yang berperan dalam reaksi transmetilasi

dan merupakan bentuk paling aktif dibandingkan dengan homolog vitamin B12 lainnya

dalam tubuh, dalam hal kaitannya dengan metabolisme asam nukleat, protein dan lemak.

Methylcobalamin meningkatkan metabolisme asam nukleat, protein dan lemak.

Mecobalamin bekerja sebagai koenzim dalam sintesa metionin. Mecobalamin terlibat

dalam sintesis timidin pada deoksiuridin dan mempercepat sintesis DNA dan RNA. Pada

penelitian lain ditemukan mecobalamin mempercepat sintesis Lesitin, suatu komponen

utama dari selubung mielin. Mecobalamin diperlukan untuk kerja normal sel saraf.

Tramadol 2 x 100 mg

Analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik

pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga mengeblok sensasi nyeri dan respon terhadap

nyeri. Di samping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmitter dari saraf aferen

yang sensitif  sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat. Efektif untuk

pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.

 

.

44

Page 45: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewEpidemiologi. Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di

DAFTAR PUSTAKA

1. Sunardi. (2008). Retikulopati . Diperoleh tanggal 28 September 2015 dari

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi43.pdf.

2. Campbell MJ, Liversade LA. The motor neuron disease, In : John Walton, Disorder

of voluntry muscle. 4th ed. New York : Churchil Livingstone, 1981, p. 725-745

3. Sherwood L. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.

1996. p 176-189

4. http://www.healio.com/orthopedics/spine/journals/ortho/2008-2-

312/%7B83d97eed-4c21-48ff-936d-3ddec64abd7c%7D/spinal-cord-compression

due-to-vertebral-hemangioma

5. http://radiopaedia.org/articles/vertebral-haemangioma

6. Malueka, RG. 2008. Radiologi Diagnostik. Pustaka Cendekia Press. Yogyakarta.

7. Adam RD, Viktor M. Principle of Neuorology. 4th ed. Singapore : Mac Graw Hill.

1989, p. 746-751

8. Alan, E.H. Emery. Diagnositic criteria for neuromuscular disorders. Netherlands:

ENMC, 1994, p. 48-52, 62-69

9. Alister, I. Syringomieli, In : Baker’s clinical neurology vol. 3, revised Ed.

Philadelphia : Harper & Row, 1987, Chapter 45.

10. De Jong, The Russel N. de Jong, neurologic examination. 4th ed. Philadelphia:

Harper & Row Hangersteron, 1979, p. 589-591

11. Gilroy J. Basic neurology. 3rd ed. New York : Mc Millam. 1975, p. 165-195

12. -----------. Medical neurology. 3rd ed. New York : Mc Millan. 1979, p. 175-228

13. John Walton. Brain’s disease of the nervous system. 9th ed. Oxford : Oxford

University Press, 1985, p. 9-11, 370-386

14. Paul W. Braziz, et all. Localization in clinical neurology. 2nd ed. Boston ; Little,

Brown, 1990, p.76-83

15. Pola penyakit medula spinalis di Lab/UPF Ilmu Penyakit saraf RSHS periode

1981-1984. Tesis akhir dr Airiza Ahmad, halaman 99-138

16. Robert M, Richard A. Multiple sklerosis and related condition, In : Baker’s clinical

neurology vol. 3, revised Ed. Philadelphia : Harper & Row, 1987, Chapter 43

17. Rowland, LP. Amiotrophic lateral sclerosis and other motor neuron diseases, In

Advanced neurology. New York : Raven Press, 1991, p. 5-14

46