WEB Media Kerjabudaya edisi 042000

4
PicoSearch EDITORIAL Edisi 04 Tahun 2000 Mundurnya Soeharto dari singgasana kepresidenan diikuti oleh robohnya bangunan ilusi tentang Orde Baru secara perlahan-lahan. Orde yang konon didirikan dengan bayangan ideal tentang kegagahan bangsa dan negara yang bermartabat, sejahtera, dan hormat terhadap hak-hak asasi manusia sedikit demi sedikit terkuak borok dan bohongnya. Gugatan dan cerita "lain" bermunculan, tampilkan kenyataan yang sebelumnya tak berani kita bayangkan. Kita pun belajar untuk tidak percaya sepenuhnya pada indera kita. Kita belajar menjadi kritis terhadap penjelasan yang tak mampu terangkan kenyataan. Perubahan politik telah mengguncang persepsi kita. Kemudian, dalam sendiri pun bersama kita berhadapan dengan pertanyaan mengapa ini semua terjadi. Di sini banyak orang jadi gagap dan membabi-buta cari jawaban. Fakta-fakta sosial yang kita amati begitu mencekam keseharian kita: ketidaksetaraan di antara berbagai bangsa, kemiskinan yang merajalela, naik-turunnya harga barang, meledaknya depresi dan krisis ekonomi di segala penjuru Asia, pertikaian berdarah antar kelompok-kelompok bersenjata, membanjirnya pengungsi, dst. Namun, mereka yang menyebut dirinya pakar atau pengamat sekali pun tak mampu jelaskan asal kehadiran fakta-fakta tersebut. Sambil menenteng deretan gelar keluaran universitas ternama dan afiliasi dengan lembaga-lembaga elit, mereka lontarkan analisis yang lebih mirip tafsir mimpi atau hujatan provokatif untuk tonjolkan kejantanan diri. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah Orde Baru sudah menjerumuskan kita dalam sistem ekonomi kapitalis internasional. Namun, bagaimana sistem ini bekerja tampaknya belum sepenuhnya dimengerti. Dalam dua tahun terakhir ini berbagai bentuk gerakan sosial lahir, baik untuk mengurangi kerusakan yang ditimbulkan, maupun menentang gerak kapital di negeri ini. Setiap gerakan sosial, disadari atau tidak, berangkat dari analisis tertentu terhadap problem-problem sosial yang ada dan metode- metode yang dibutuhkan untuk mengatasinya. Masalahnya masih banyak aktivis yang percaya bahwa sebagian besar, bahkan semua, persoalan sosial bisa diselesaikan melalui mobilisasi massa militan, tanpa punya kesabaran menganalisis maksud dan tujuan mobilisasi itu sendiri dengan tajam. Aktivisme membutuhkan pendidikan - tepatnya, pendidikan yang sangat canggih -- karena si aktivis harus mampu mengatasi proses pembodohan menahun yang berlangsung di sekolah-sekolah umum. Lebih dari itu, seorang aktivis sudah sepatutnya punya kreatifitas untuk membayangkan sistem alternatif yang lebih manusiawi dari sistem ekonomi dan politik yang ada. Publikasi merupakan elemen penting dalam pendidikan aktivis. Melalui pamflet, buku dan majalah lah aktivis belajar tentang dunia luas dan mempertajam analisis mereka. Itulah sebabnya MKB sangat antusias dengan ledakan penerbitan tulisan-tulisan radikal belakangan ini. Selama lebih dari 30 tahun di bawah tekanan rejim Suharto, akses masyarakat Indonesia, termasuk para aktivisnya, ke sumber-sumber yang menyajikan analisis berharga tentang problem-problem sosial ditutup. Pada saat yang sama, tumbuh keprihatinan bahwa ledakan penerbitan bacaan alternatif ini tak bertahan lama. Bisa jadi karena si pembaca berpendapat ia sudah sepenuhnya memahami ide-ide yang ditawarkan, atau justru karena ia kesulitan menempatkan pengetahuan baru ini dalam pengalamannya sehari-hari. Pengetahuan yang kita peroleh bisa jadi senjata ampuh. Tinggal bagaimana kita rawat dan gunakan senjata tersebut untuk perluas jalan menuju pembebasan. Dalam tesis ke-11 nya tentang Feuerbach, Marx menyatakan, "Sampai saat ini para filsuf baru menafsirkan dunia, soalnya adalah bagaimana mengubah dunia". Ini tentunya bukan sekedar seruan untuk aktivisme membabi-buta. Dari tulisan-tulisannya yang lain jelas dia akan setuju dengan tesis berikutnya: jika kita ingin mengubah dunia, kita harus mempelajarinya, secara menyeluruh, hati-hati dan teliti. Pemimpin Redaksi Pokok Media Kerjabudaya Gerilya Menampar Hantu Dipersilakan Bung Marx Bicara... Pasang Surut Buku Pembebasan Tim Media Kerja Budaya: Ayu Ratih, Hilmar Farid, Razif Profil Sanggar Mulya Bakti dan Wangi Alex. Supartono Puisi Wiratmadinata Kronik Obituari Jaffar Siddiq Hamzah Kritik Seni Fringe Theater di London: Survival-nya si Kecil Helly Minarni Klasik Bali dalam Persepsi Spies: Pencarian Spiritual Seniman Modern Setianingsih Purnomo Cerita Pendek Jenderal Turiman Jajang R. Kawentar Esai Pesantren: Gerakan Sosial dan Transformasi Tri Chandra A.P. Logika Kultura Tentang Fethisisme Komoditas John Roosa Resensi Buku Student Hijo Abdul Malik Tokoh "Nyanyian yang Tak Usai" Sebuah Gerakan Musik dari Chile Agung Putri Berita Pustaka Sisipan Media Kerjabudaya Tulisan Pramoedya Ananta-Toer Rempah-Rempah Pengubah Wajah Dunia dalam Ributahun (milenium) Kedua Multatuli INDEX | ARSIP | EDISI ONLINE | HALAMAN NASKAH | LINKS Tentang MKB | Email versi teks ©2003, Media Kerjabudaya Online. http://mkb.kerjabudaya.org e-mail: [email protected] design & maintenance: nobodycorp. internationale unlimited

description

EDITORIAL Mundurnya Soeharto dari singgasana kepresidenan diikuti oleh robohnya bangunan ilusi tentang Orde Baru secara perlahan-lahan. Orde yang konon didirikan dengan bayangan ideal tentang kegagahan bangsa dan negara yang bermartabat, sejahtera, dan hormat terhadap hak-hak asasi manusia sedikit demi sedikit terkuak borok dan bohongnya. Gugatan dan cerita "lain" bermunculan, tampilkan kenyataan yang sebelumnya tak berani kita bayangkan. Kita pun belajar untuk tidak percaya s

Transcript of WEB Media Kerjabudaya edisi 042000

Invalid document format