WAWASAN HADIS NABI MUHAMMAD SAW TENTANG MAHAR …repositori.uin-alauddin.ac.id/1610/1/MASYHURI...
Transcript of WAWASAN HADIS NABI MUHAMMAD SAW TENTANG MAHAR …repositori.uin-alauddin.ac.id/1610/1/MASYHURI...
WAWASAN HADIS NABI MUHAMMAD SAW TENTANG MAHAR
(Suatu Kajian Maud}u>’i)
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Magister dalam Bidang Tafsir Hadis
Pascasarjana UIN Alauddin Makassar
Oleh : MASYHURI RIFA’I NIM. 80100213207
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2016
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Nama : Masyhuri Rifa’i
Nim : 80100213207
TTL : Patoloan, 04-07-1991
Jurusan : Tafsir Hadis
Fakultas : Pascasarjana UIN Alauddin Makassar
Alamat : Jl. Toddopuli III. No. 261 A
Judul : “Wawasan Hadis Nabi Muhammad saw. Tentang Mahar (Suatu
Kajian Maud}u>’i).
Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penyusun yang bertanda
tangan di bawah ini, menyatakan bahwa tesis ini adalah benar-benar karya penyusun
sendiri. Dan jika terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan atau dibuat atau
dibantu oleh orang lain secara keseluruhan, maka gelar yang diperoleh karenanya
batal demi hukum.
Makassar, 4 Desember 2016 M. 4 Rabiul Awal 1438 H.
P e n u l i s,
Masyhuri Rifa’i NIM: 80100213207
ii
PENGESAHAN TESIS Tesis dengan judul “{Wawasan Hadis Nabi Muhammad saw. Tentang Mahar (Suatu Kajian Maud}u>’i).”, yang disusun oleh Saudara/i {Masyhuri Rifa’i. NIM: {80100213207, telah diujikan dan dipertahankan dalam Sidang Ujian Munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Rabu, 16-11-2016 Masehi, bertepatan dengan tanggal {16-Safar-1438 Hijriah, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Tafsir Hadis pada Pascasarjana UIN Alauddin Makassar.
PROMOTOR:
1. Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag. ( )
KOPROMOTOR:
1. Dr. Muh. Sabir, M.Ag. ( )
PENGUJI:
1. Prof. Dr. Hj. Rosmaniah Hamid, M.Ag. ( )
2. Dr. Tasmin Tangngareng, M. Ag. ( )
3. Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag. ( )
4. Dr. Muh. Sabir, M.Ag. ( )
Makassar, 4 Desember 2016 Diketahui oleh: Direktur Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, Prof. Dr. Sabri Samin, M.Ag.
NIP. 19561231 198703 1 022
ii
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
K = ك S = س B = ب
L = ل Sy = ش T = ت
m = م {s = ص \s = ث
N = ن {d = ض J = ج
w = و {t = ط {h = ح
H = ھـ {z = ظ Kh = خ
Y = ي a‘ = ع D = د
G = غ \z = ذ
F = ف R = ر
Q = ق Z = ز
Hamzah ( ء ) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda
apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda ( , ).
2. Vokal
Vokal (a) panjang = a> -- قال = qa>la
Vokal ( i) panjang = i> -- قیل = qi>la
Vokal (u) panjang = u> -- دون = du>na
3. Diftong
Aw قول = qawl
Ay خري = khayr
4. Kata Sandang
(al) Alif lam ma’rifah ditulis dengan huruf kecil, kecuali jika terletak di awal,
maka ditulis dengan huruf besar (Al), contoh:
a. Hadis riwayat al-Bukha>ri>
b. Al-Bukha>ri meriwayatkan ...
ii
5. Ta> marbu>tah ( ة ) ditransliterasi dengan (t), tapi jika terletak di akhir kalimat,
maka ditransliterasi dengan huruf (h) contoh; الرسـالة للمـد رسـة = al-risa>lah li al-mudarrisah.
Bila suatu kata yang berakhir dengan ta> marbu>tah disandarkan kepada lafz} al-jala>lah, maka ditransliterasi dengan (t), contoh; ىف رمحة اهللا = fi> Rah}matilla>h.
6. lafz} al-Jala>lah ( اهللا ) yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya,
atau berkedudukan sebagai mud}a>fun ilayh, ditransliterasi dengan tanpa huruf
hamzah,
Contoh; باہلل = billa>h عبدهللا =‘Abdulla>h
7. Tasydid ditambah dengan konsonan ganda
Kata-kata atau istilah Arab yang sudah menjadi bagian dari perbendaharaan
bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam bahasa Indonesia, tidak ditulis
lagi menurut cara transliterasi ini.
8. Singkatan
Cet. = Cetakan
saw. = S{allalla>hu ‘Alayhi wa Sallam
swt. = Subh}a>nah wa Ta’a>la
QS. = al-Qur’an Surat
t.p. = Tanpa penerbit
t.t. = Tanpa tempat
t.th. = Tanpa tahun
t.d = Tanpa data
r.a. = Rad}iya Alla>hu ‘Anhu
M. = Masehi
H. = Hijriyah
h. = Halaman
ii
DAFTAR ISI
JUDUL …….................................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ............................................................. ii
PENGESAHAN ............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... viii
ABSTRAK .................................................................................................... x
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 8 C. Pengertian Judul .................................................................................. 9 D. Kajian Pustaka ..................................................................................... 11 E. Kerangka Teoritis ............................................................................... 14 F. Metodologi Penelitian .......................................................................... 15 G. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................................... 23
BAB II: TINJAUAN TEORITIS DALAM PENELITIAN HADIS NABI MUHAMMAD SAW. TENTANG MAHAR
A. Pengertian Umum Mahar .................................................................... 24 B. Kualifikasi dan Macam-Macam Mahar ............................................ 28 C. Kaidah Kesahihan Sanad dan Matan Hadis ........................................ 42
BAB III: KUALITAS DAN KEHUJJAHAN HADIS TENTANG MAHAR
A. Takhri>j Al-H}adi>s\ .................................................................................. 50 B. Klasifikasi Hadis Tentang Mahar. ....................................................... 56 C. Kualitas Hadis .................................................................................... 75
ii
BAB IV: ANALISIS PEMAKNAAN MAHAR
A. Hakikat dan Kedudukan Mahar ........................................................... 187 B. Jenis-Jenis, Nilai dan Jumlah Mahar Pada Masa Rasulullah saw. ..... 233
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 281 B. Implikasi Penelitian……... .................................................................. 283
DAFTAR PUSTAKA
ii
KATA PENGANTAR إن احلمد هللا، حنمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ باهللا من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من
هادي له، وأشهد أن ال إله إال اهللا وحده ال شريك له، وأشهد يهده اهللا فال مضل له، ومن يضلل فال أن حممدا عبده ورسوله ، والصالة والسالم على أشرف األنام وأحسنهم وعلى آله صحبه أمجعني، أما
بعد:
Puji syukur ke hadirat Allah swt. berkat rahmat dan inayah-Nya, sehingga
penelitian tesis ini dapat diselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa tercurah kepada
kekasih Allah Muhammad saw. Tesis ini ditulis untuk melengkapi persyaratan meraih
gelar Magister dalam bidang Ilmu Hadis pada Pascasarjana Universitas Islam Negeri
(UIN) Alauddin Makassar.
Penyelesaian tesis ini bukan semata-mata atas usaha sendiri, namun karena
adanya bantuan dari beberapa pihak sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena
itu, ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan membantu, di
antaranya:
1. Kedua orang tua tercinta yakni ayahanda Arif Usman, SE. dan ibunda Umi
Choiriyatul Muslimah Amin, S.Pd.I yang senantiasa mendoakan, serta
membiayai anaknya sejak lahir hingga sekarang, semoga rahmat Allah
senantiasa tercurah kepada mereka berdua, a>mi>n.
2. Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M.Si., Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)
Alauddin Makassar.
3. Prof. Dr. Sabri Samin, M.Ag., Direktur Pascasarjana UIN Alauddin Makassar
yang telah memberikan perhatian dan berbagai kebijakan dalam penyelesaian
studi ini.
ii
4. Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag, Promotor dalam bidang materi dan Dr.
Muh. Sabir, M.Ag., Kopromotor dalam bidang metodologi yang telah
menyempatkan diri dengan ikhlas membimbing peneliti serta memberikan
kontribusi penting dalam penyelesaian tesis ini.
5. Prof. Dr. Hj. Rosmaniah Hamid, M.Ag. dan Dr. Tasmin Tangngareng, M. Ag.,
sebagai penguji yang memberikan masukan berharga dalam penyempurnaan
metodologi dan isi tesis ini.
6. Guru Besar dan Dosen Pemandu Mata Kuliah yang banyak membagi ilmunya
selama masa perkuliahan di Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)
Alauddin Makassar beserta para staf Pascasarjana yang berkenan melancarkan
proses administrasi selama perkuliahan tersebut.
7. Kepala Perpustakaan Pusat UIN Alauddin dan Perpustakaan Pascasarjana yang
banyak membantu dalam menemukan rujukan yang dibutuhkan dalam
penyelesaian penulisan tesis ini.
8. Istri tercinta Rina Risqia A.Md.Keb. dan anak tercinta Ahmad Hafidz Maulana
yang selalu memberikan semangat di dalam penyelesaian tesis ini, beserta para
sahabat dan kolega yang senantiasa bersedia menjadi teman sharing, serta teman
berbagi cerita baik suka maupun duka.
Akhirnya semoga Allah swt., senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih
sayangnya atas segala bantuan dan pertolongan yang telah diberikan, serta semoga tesis
ini bermanfaat bagi yang membacanya, A>mi>n. Makassar, 4 Desember 2016 M.
4 Rabiul Awal 1438 H.
Masyhuri Rifa’i NIM: 80100213207
ii
ABSTRAK
Nama Penyusun : Masyhuri Rifa’i NIM : 80100213207 Judul Tesis : “Wawasan Hadis Nabi Muhammad saw. Tentang Mahar (Suatu
Kajian Maud}u>’i).
Tesis ini membahas tentang sebuah pokok masalah yakni bagaimana bentuk- pemberian mahar yang ada pada masa Nabi Muhammad saw. yang dalam hal ini termaktub dalam hadis-hadis, baik dari pengertian mahar, benda dan jasa apa saja yang dapat dijadikan sebagai sebuah mahar dan sejarahnya serta bagaimana aplikasi pemberian mahar dalam konteks kekinian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Karena objek utama penelitian ini adalah hadis Nabi Muhammad saw. tentang mahar maka penelitian ini hanya dapat dilakukan melalui riset kepustakaan (library research). Pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan ilmu hadis dan sosio histori. Kedua pendekatan ini digunakan untuk memeriksa kebenaran hadis dan menganalisis tentang sejarah mahar agar diketahui makna-makna yang terkandung oleh setiap hadis Nabi. Dalam penelitian hadis penulis menggunakan metode maud}u>’i dengan mengumpulkan hadis sesuai dengan topik masalah.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa mahar merupakan syarat nikah yang telah ditetapkan secara syar’i baik oleh al-Qur’an maupun hadis, untuk diberikan oleh suami kepada istrinya baik secara kontan maupun secara tempo. Dari penelusuran hadis-hadis mengenai pemberian mahar terdapat 24 klasifikasi hadis. Berikut rincian klasifikasi berdasarkan kualitas hadis, yang dikategorikan s}ah}ih} ada 12 klasifikasi. Untuk hadis berstatus h}asan ada 6 klasifikasi dan untuk hadis yang berstatus d}a’i>f ada 6 klasifikasi. Diketahui pula bahwasanya jenis-jenis pemberian mahar terbagi atas dua klasifikasi yaitu 1). Macam-macam cara memberikan mahar, dalam hal ini ada dua yaitu mahar yang dinyatakan kadarnya pada waktu akad nikah inilah yang disebut dengan istilah mahar musamma. dan apabila mahar tidak disebutkan ketika akad nikah dilangsungkan maka si suami wajib membayar mahar mitsil ketika waktu dukhul. 2). Pemberian yang dapat dijadikan sebagai mahar terbagi atas tiga bentuk yaitu mahar dalam bentuk benda, mahar dalam bentuk jasa (manfaat) dan sesuatu yang tidak dapat dijadikan sebagai mahar. Selain itu dari penelitian ini dapat dipahami bahwa tujuan pemberian mahar adalah sebagai bentuk penghormatan Nabi saw. kepada seorang perempuan. Secara keseluruhan dinyatakan bahwa mahar itu mudah dan tidak untuk dipersulit. Sesuai dengan kemampuan mempelai pria sedangkan besar kecilnya nilai mahar tidak menjadi masalah asalkan mempelai wanita rela menerima.
Dengan adanya penelitian hadis di atas, diharapkan umat Islam khususnya yang berada di Negara Indonesia dapat mengamalkannya. Yang mana hampir semua proses pernikahan di Negara ini diatur oleh adat istiadat yang terkadang mempersulit pernikahan itu sendiri dengan tingginya nilai mahar. Yang artinya hendaknya ketidaksanggupan seseorang membayar mahar karena besar jumlahnya menjadi penghalang bagi berlangsungnya suatu perkawinan.
ii
ABSTRACT
Name : Masyhuri Rifa’i Student’s Reg. No. : 80100213207 Thesis Title : The Insight of Prophet Muhammad saw.’s Hadith on Dowry (A Study of Maud}u>’i) Thesis entitled "The Insight of Prophet Muhammad saw.’s Hadith on Dowry (A Study of Maud}u>’i)” discussed the main problem of what forms of dowry giving existed at the time of Prophet Muhammad saw. which was embodied in hadith, both in terms of dowry, any goods and services that can be used as a dowry and its history as well as how the application of the dowry giving at the present context.
The study was a sociological and anthropological qualitative research. Since the main object of the study was the Prophet Muhammad saw.’s hadith on the dowry, this research can only be done through a library research. It was employed hadith science and socio history approaches. Both approaches were used to check the correctness of hadith and analyze the history of the dowry in order to know the meanings contained by any hadith of the Prophet. In the study of hadith, the researcher applied maud}u>’i method by collecting hadith according to the subject matter.
The results revealed that the dowry was a mandatory requirement for marriage given by the husband to his wife either in cash or in tempo. Prophet Muhammad saw. himself provided a highly valuable dowry to his wives, as well as to his children, and this was a form of respect for the Prophet to women. However, it was different when the dowry was applied among the companions; many examples of the first generation of this people showed how they were very easy to give dowry such as: dowry with armor, a pair of slippers, iron ring, teaching Al-Qur’an, and others. All this happened as the Prophet Muhammad saw. looked at his companions’ financial incapability background. It proved that the dowry was given in accordance with the bridegroom’s financial capability, while the amount of the dowry value was not a problem as long as the bride was willing to accept.
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an dan hadis menjadi sumber utama di dalam ajaran Islam dan
sama-sama membutuhkan metode memahaminya, salah satunya adalah dengan
menggunakan metode maud}u>’i (tematik). Menurut penulis yang sangat perlu
dapat perhatian dengan metode tematik ini adalah hadis. Salah satu alasannya
karena hadis t idak semuanya qat}’i al-wuru>d (valid dari Rasulullah).1 Oleh karena
itu, dibutuhkan tah}ri>j al-h{adi>s\ dan pemahaman yang mendalam dengan
menggunakan berbagai pendekatan, baik secara tekstual, intertekstual maupun
kontekstual. Di samping itu, hadis maud}u>’i berguna untuk memperoleh sebuah
kesimpulan dan pemahaman yang komprehensif, seperti hal-hal terkait dengan
definisi, maksud dan hukum yang dikandungnya. Untuk mengetahui aplikasi
metode maud}u>’i, ditetapkanlah judul sebagai sarana penerapan metode tersebut
dan dalam masalah ini penulis menetapkan judul tentang mahar dalam
pernikahan.
Pernikahan adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam
pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja jalan yang
amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi dapat
juga dipandang sebagai salah satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu
kaum dengan kaum yang lain dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk
menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya. Faedah yang
1Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi (Cet. I; Jakarta: Renaisan, 2005), h. 1-2.
1
terbesar dalam pernikahan adalah untuk memelihara dan menjaga perempuan
yang bersifat lemah itu dari kebinasaan, sebab seorang perempuan apabila ia
sudah menikah, maka biayanya wajib ditanggung oleh suaminya.2 Pernikahan
juga merupakan sarana terbesar untuk memelihara manusia agar tidak terjatuh ke
dalam perkara yang diharamkan Allah swt. seperti zina, liwath (homoseksual)
dan lainnya.3
Setiap akad pernikahan harus dilaksanakan dengan sempurna. Apalagi akad
pernikahan yang merupakan akad yang agung. Terjadinya akad nikah semata akan
menimbulkan beberapa pengaruh, di antaranya hak istri kepada suami dan hak-hak
istri yang wajib dilaksanakan suami adalah salah satunya adalah mahar. Mahar
termasuk keutamaan agama Islam dalam melindungi dan memuliakan kaum wanita
dengan memberikan hak yang dimintanya dalam pernikahan berupa mahar kawin
yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak karena pemberian
itu harus diberikan secara ikhlas.4
Para ulama sepakat bahwa mahar merupakan syarat nikah dan tidak boleh
diadakan persetujuan untuk meniadakannya. Selain itu mereka juga sepakat bahwa
mahar wajib diberikan oleh suami kepada istrinya baik secara kontan maupun secara
tempo, pembayaran mahar harus sesuai dengan perjanjian yang terdapat dalam akad
pernikahan.5
2Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007), h. 374-375.
3Abu> H{afsh ‘Usamah bin Kama>l bin ‘Abdurrazza>q, Isyratun Nisa>’ Minal Alif Ilal Ya’ (Pustaka Ibnu Katsi>r, 1998), h. 17.
4Kamal Muhktar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 81.
5Ibnu> Rusyd, Bidayatul Mujtahid, terj. Abdurahman dan Haris Abdullah, Analisis Para Mujtahid (Semarang: CV Asy-Syifa’, 1990), h. 385.
2
Mahar atau maskawin adalah harta yang diberikan oleh pihak mempelai laki-
laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai
perempuan). Secara bahasa mahar diartikan nama terhadap pemberian tersebab
kuatnya akad, secara istilah syariat mahar adalah sebutan bagi harta yang wajib atas
orang laki-laki bagi orang perempuan sebab nikah atau bersetubuh (wat}’i).6
Mahar yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan
bukan diartikan sebagai pembayaran, seolah-olah perempuan yang hendak dinikahi
telah dibeli seperti barang. Pemberian mahar dalam syariat Islam dimaksudkan untuk
mengangkat harkat dan derajat kaum perempuan yang sejak zaman jahiliyah telah
diinjak-injak harga dirinya. Dengan adanya pembayaran mahar dari pihak mempelai
laki-laki, status perempuan tidak dianggap sebagai barang yang diperjual belikan,
sehingga perempuan tidak berhak memegang harta bendanya sendiri atau walinya
pun dengan semena-mena boleh menghabiskan hak-hak kekayaannya. 7
Salah satu keistimewaan Islam ialah memperhatikan dan menghargai
kedudukan wanita, yaitu dengan memberikan hak untuk memegang dan memiliki
sesuatu. Setelah itu, Islam datang dengan menghilangkan belenggu tersebut,
kemudian istri diberikan hak mahar dan kepada suami diwajibkan untuk memberikan
mahar kepada istrinya, bukan kepada ayahnya atau siapapun yang dekat dengannya
dan orang lain tidak boleh meminta harta bendanya walaupun sedikit meskipun oleh
suaminya sendiri kecuali mendapat izin dari istri.8
6Rahman Ghazali, Fiqih Munahakat (Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 84.
7Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, terj. Nor Hasanuddin, Fikih Sunnah (Cet. I; Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), h. 40.
8Rahman Ghazali, Fiqih Munahakat, h. 54.
3
Mahar ditetapkan sebagai kewajiban suami kepada istrinya, sebagai tanda
keseriusan laki-laki untuk menikahi dan mencintai seorang wanita dan juga sebagai
lambang ketulusan hati untuk mempergaulinya secara ma’ruf. Oleh karena itu, para
fuqaha berpendapat bahwa memberikan mahar hukumnya wajib. Hal ini berdasarkan
firman Allah swt. dan sunnah Rasulnya. Adapun firman Allah yang dimaksud adalah
QS An-Nisa>’/4 : 4.
Terjemahnya : Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”.9
Maksud dari ayat di atas adalah menjelaskan bahwa mahar adalah pemberian
calon suami kepada calon istri baik yang berbentuk barang, uang maupun jasa yang
tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dengan demikian, hal ini jelas
membuktikan bahwasannya tidak ada takaran yang pasti mengenai berapa mahar
yang harus diberikan kepada calon istri. Dan selain itu, maka semakin mudahlah
menyelamatkan kehormatan dan kesucian bagi laki-laki dan perempuan dari
perbuatan keji dan mungkar.
Selain itu tidak boleh mempersulit pernikahan baik langsung maupun secara
tidak langsung. Secara langsung adalah menuntut mahar yang terlalu tinggi atau
yang sejenis dengan itu. Sedangkan secara tidak langsung mereka membuat
kebiasaan yang mempersulit seperti hukum adat, yang mengharuskan atau menuntut
pemberian lebih dari mempelai laki-laki untuk membuat acara resepsi yang mewah.
9Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: CV. Aneka Ilmu, 2013), h. 119.
4
Sebagaimana realita yang terjadi pada berbagai daerah di Indonesia seperti
diantarannya adalah Sulawesi Selatan dan kota Aceh.
Pada adat perkawinan daerah Sulawesi, khususnya suku Bugis dan Makassar
yang pada praktek pemberian mahar terdapat dua istilah yaitu sompa dan dui‘
menre‘ (Bugis) atau uang panaik (Makassar). Sompa adalah pemberian berupa uang
atau harta dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan sebagai
syarat sahnya pernikahan menurut ajaran Islam. Sedangkan dui‘ menre‘ atau uang
panaik adalah “uang antaran” yang harus diserahkan oleh pihak keluarga calon
mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai perempuan untuk
membiayai prosesi pesta pernikahan. Selanjutnya adat mahar di Aceh merupakan
nilai tertinggi kedua di Indonesia setelah Sulawesi selatan. Mahar di Aceh
dinisbatkan pada emas yang diukur dalam satuan mayam. Satu mayam emas setara
dengan 3,3 gram emas. Seperti halnya minyak bumi, harga emas selalu mengalami
perubahan sesuai dengan perubahan harga rupiah terhadap dolar. Dari kedua daerah
tersebut uniknya berbagai macam prosesi adat pernikahan yang ada di Indonesia,
memiliki sebuah garis kesamaan, yaitu adanya pemberian mahar.
Titik potong di antara tradisi yang ada pada kedua daerah di atas adalah
adanya mahar yang ditetapkan oleh adat sesungguhnya memilik dua dampak
sekaligus.10 Pertama adalah dampak negatif dari tradisi mahar yang berketetapan ini.
Merupakan sebuah realita bahwa tidak salah adat kewajiban mahar di daerah
tersebut terbilang fantastis ini menjadi hambatan bagi lelaki untuk menyunting
wanita pilihannya. Cukup banyak ditemui, laki-laki yang ditanya dengan pertanyaan
10Andi Izhar “Maskulinitas Mahar”, http://www.kompasiana.com. (23 November 2015).
5
mengapa belum menikah? Maka mereka akan menjawab “Belum cukup simpanan
untuk mahar.” Hal ini akan membuat pernikahan yang dalam Islam merupakan
sebuah kepentingan yang harus disegerakan menjadi terlambat pelaksanaannya.
Keterlambatan ini menimbulkan efek samping yang akan menjadi bias dengan
tatanan masyarakat syariat yang sedang dibangun. Fakta semakin tingginya kasus
perzinaan, hamil di luar nikah, dan bertambahnya jumlah wanita yang memasuki
usia tua tanpa sempat menikah merupakan fenomena yang menjadi pembuktian akan
hal tersebut. Dan dampak yang ke dua adalah karena adanya "standar mahar" ini
juga memberikan dampak positif bagi kedua mempelai dalam mengarungi rumah
tangga, di mana hal ini merupakan stimulan bagi si lelaki untuk terus giat bekerja
dan memiliki penghasilan yang layak sebelum berani mengambil keputusan untuk
berkeluarga.
Tingginya nilai mahar ini juga merupakan simbol mulianya kedudukan
seorang wanita, sehingga perlu upaya lebih bagi seorang lelaki untuk dapat
menyuntingnya. Selain itu adanya standar mahar ini juga bertujuan agar pasangan
suami-istri tidak mudah kawin cerai, mengingat mahalnya biaya untuk menikah
kembali. Di beberapa daerah yang maharnya tidak terlalu tinggi, kawin cerai sering
terjadi karena mereka tidak perlu memberikan mahar yang tinggi kepada istri. Dari
kedua dampak tersebut, peneliti bisa membuat sebuah konsepsi ringan bahwa
sebenarnya mahar berstandar yang ada dalam adat di suku Bugis dan Makassar
adalah sebuah perumusan panjang yang bermuara pada pada kesungguhan untuk
membina rumah tangga abadi. Tentu konsepsi adat ini mungkin sangat efektif
berlaku pada zaman tersebut. Namun di era sekarang, bisa kembali dipertanyakan
apakah konsepsi ini masih bisa untuk kemudian diterapkan. Mengingat kondisi
6
ekonomi yang semakin sulit dan susahnya akses untuk memperoleh pekerjaan yang
layak. Dalam hidup bermasyarakat, tentu semua tidak terlepas dari yang namanya
hukum adat. Namun jangan sampai ada yang beranggapan bahwa adat itu sama
seperti firman dan sabda. Adat hanya kesepakatan dari manusia untuk manusia. Ia
boleh diutak-atik. Manakala adat dipahami sebagai sebuah kesepakatan, keniscayaan
musyawarah adalah konsekuensinya. Ini artinya jumlah mahar yang tinggi, uang
hangus yang besar, dan sebagainya adalah adat yang masih dapat dimusyawarahkan.
Lalu dari itu semua, melihat besarnya manfaat serta mudarat dan juga bercermin dari
diri sendiri, akankah kemudian tetap dipertahankan adat tersebut?
Sebenarnya di dalam agama Islam tidak menetapkan jumlah minimum dan
begitu pula jumlah maksimum dari mahar itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan tingkatan kemampuan manusia dalam memberikannya. Orang yang kaya
mempunyai kemampuan untuk memberi maskawin yang lebih besar jumlahnya
kepada calon istrinya. Sebaliknya, orang miskin ada yang hampir tidak mampu
memberinya.11 Oleh karena itu, pemberian mahar diserahkan menurut kemampuan
yang bersangkutan disertai kerelaan dan persetujuan masing-masing pihak yang akan
menikah untuk menetapkan jumlahnya. Yang artinya hendaknya ketidaksanggupan
membayar mahar karena besar jumlahnya menjadi penghalang bagi berlangsungnya
suatu perkawinan.
Selanjutnya di dalam sebuah hadis Nabi Muhammad saw. berpesan kepada
Ali agar tidak menunda-nunda pernikahan.
ثـنا عته الله عبد قال معروف بن هارون حد ثين وهب ابن أنـبأنا هارون من أنا ومس سعيد حدثه طالب أيب بن علي بن عمر بن حممد أن اجلهين لله ا عبد بن ه عن أبيه عن حد علي جد
11Kamal Muhktar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, h. 81.
7
ال علي يا ثالثة قال وسلم عليه الله صلى الله رسول أن عنه الله رضي طالب أيب بن 12 كفؤا وجدت إذا واألمي حضرت إذا واجلنازة أتت إذا الصالة تـؤخرهن
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Harun bin Ma'ruf; berkata ‘Abdullah dan aku mendengar dari Harun telah memberitahukan kepada kami Ibnu Wahb telah menceritakan kepadaku Sa'id bin Abdullah Al-Juhani> bahwa Muh}ammad bin ‘Umar bin ‘Ali bin Abu> T}a>lib telah menceritakannya dari bapaknya dari kakeknya yaitu Ali Bin Abu> T}alib, bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Tiga hal wahai Ali jangan kamu tunda; shalat jika sudah masuk waktunya, jenazah jika sudah meninggal dan orang yang belum nikah jika sudah mampu."
Maksud dari kata كفؤا yang secara etimologi adalah sama, sesuai dan
sebanding. Sehingga yang dimaksud kafa’ah‘ dalam perkawinan adalah kesamaan
antara calon suami dan calon isteri, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat
sosial dan sama dalam akhlak dan kekayaan. P12F
13P Apabila hal tersebut terjadi maka
tidak ada lagi halangan bagi orang tua untuk segera menikahkan anaknya.
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka dengan
ini penulis mencoba mengeksplorasi bagaimana implementasi pemberian mahar
menurut hadis-hadis Nabi Muhammad saw. Apakah hadis menjawab hal seperti ini
dan bagaimana hakikat mahar itu sendiri. Sehingga pedoman ke dua setelah al-
Qur’an tersebut dapat diterapkan dalam masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka
masalah pokok tentang bagaimana memahami hadis Nabi Muhammad saw. tentang
mahar yang menjadi perhatian untuk di teliti lebih lanjut dalam kajian tesis ini
adalah sebagai berikut :
12Al-Syaiba>ni> abu> Abdillah Ahmad Ibn Muh{ammad Ibn H>>>>>>>{ambal, Musnad Ahmad, Jus 5 (Cet 1; Beirut : Alam Al-Kutub, 1419 H/1998 M), h. 201.
13 Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, terj. Nor Hasanuddin, Fikih Sunnah, h. 255
8
1. Bagaimana kualitas dan kehujjahan hadis tentang mahar ?
2. Bagaimana hakikat dan kedudukan mahar ?
3. Bagaimana jenis-jenis, nilai dan bentuk sesuatu yang dapat dijadikan mahar ?
C. Pengertian Judul
Judul tesis ini adalah Wawasan Hadis Nabi Muhammad saw. Tentang Mahar
(Suatu Kajian Maud}u>’i), untuk tidak menimbulkan pemahaman yang keliru terhadap
judul tesis ini, maka perlu dikemukakan pengertian kata-kata penting yang
digunakan dalam judul penelitian ini. Ada dua variabel penting yang termuat dalam
judul tulisan ini, yaitu wawasan hadis dan mahar penjelasannya berikut ini :
Wawasan hadis dalam hal ini berarti pandangan, tinjauan atau penglihatan
indrawi, dapat juga bermakna cara pandang, cara tinjau atau cara melihat.14 Yang
ditinjau dalam hal ini adalah hadis Nabi Muhammad saw. yang menurut ulama ushul
yaitu ”sesuatu yang keluar dari Nabi Muhammad saw. selain al-Quran, baik itu
perkataan, perbuatan dan ketetapan yang layak dijadikan sebagai dalil hukum
syarak. Adapun menurut ulama fikih hadis adalah ”sesuatu yang keluar dari Nabi
Muhammad saw. dan tidak termasuk fardu. Sedangan menurut ulama hadis bahwa
yang dimaksud dengan hadis adalah segala ucapan, perbuatan, taqrir dan hal ih}wal
yang berasal dari Muhammad saw.,15 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan hadis adalah semua keadaan hidup Nabi Muhammad saw.
Untuk lebih jelasnya maksud dari penelitian ini adalah penulis mencoba
melihat dari sudut pandang hadis Nabi Muhammad saw. mengenai hakikat mahar.
14Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 877.
15Muh}ammad Ajjaj al-Kha>tib, Ushu>l al-H}adi>ts:’Ulumuhu wa> Musthalahu (Da>r al-Fikr: Beirut, 1989), h. 26.
9
Seperti apa mahar pada masa Nabi itu sendiri, bagaimana bentuknya serta tata cara
pemberian mahar, yang kesemua ini hanya akan ditemukan dengan cara mengkaji
hadis-hadis yang berkaitan dengan mahar itu sendiri.
Selanjutnya variabel kedua adalah kata mahar. Mahar yang secara bahasa
artinya maskawin.16 Kata mahar yang telah menjadi bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Arab al-mahr , jama’nya al-muhur atau al-muhurah. Kata yang semakna
dengan mahar adalah al-s}adaq, nihlah, farid}ah, ajr, dan ‘ala’iq serta nikah. Kata-kata
tersebut dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan mahar atau maskawin.
Secara istilah, mahar ialah “pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri
sebagai ketulusan cinta kasih calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi
seorang istri kepada calon suaminya”.17 Atau “suatu pemberian yang diwajibkan
bagi calon suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda maupun jasa
(memerdekakan budak, mengajar dan lain-lain.)”.18 Selain itu ada ulama yang
memberikan istilah lain mahar yaitu diartikan sebagai “harta yang menjadi hak istri
dari suaminya dengan adanya akad.”19
Kata mahar merupakan masalah pokok yang akan penulis kaji dengan
menggunakan metode maud}u>’i. Kata maud}u>’i. secara bahasa berasal dari kata موضوع
yang merupakan isim maf’ul dari kata وضع yang artinya masalah atau pokok
pembicaraan.P19F
20PDefenisi ini dapat difahami bahwa sentral dari metode tafsir maud}u>’i
16Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), h. 431. 17Abdurrahman Ghazaly, Fikih Munakahat, h. 84. 18Abdurrahman Ghazaly, Fikih Munakahat, h. 84. 19Amir Nurudin, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Cet. I; Jakarta: Prenada Media, .2004),
h. 54. 20Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progesif, 1987), h. 1565.
10
adalah menjelaskan hadis-hadis yang terhimpun dalam satu tema dengan
memperhatikan urutan tertib hadis tersebut, sebab turunnya, korelasi antara satu
hadis dengan hadis yang lain dan hal-hal yang dapat membantu memahami hadis
lalu menganalisanya secara cermat dan menyeluruh.
Adapun untuk lebih jelasnya adalah penulis akan melakukan penelusuran
terhadap hadis-hadis tentang mahar dengan menggunakan metode maud}u>’i
(tematik), dengan cara pengamatan dan penelitian terhadap hadis-hadis dalam satu
tema tersebut untuk menentukan kes}ah}i>h}an sanad dan matannya guna menentukan
kualitas hadis tersebut, apakah dapat diterima atau bahkan ditolak.
D. Kajian Pustaka
Setelah melakukan penelusuran dan pembacaan terhadap berbagai karya
ilmiah yang berkaitan dengan rencana penelitian di atas, maka penulis belum
menemukan satu pun karya ilmiah yang membahas tentang wawasan hadis tentang
mahar (suatu kajian maud}u>’i) berdiri sendiri. Akan tetapi mengenai kajian tentang
mahar dapat ditemukan pada penelitan dan buku-buku yang membahas tentang fikih
keluarga seperti berikut ini :
1. Sebuah buku yang berjudul Hukum Islam di Indonesia yang ditulis oleh Ahmad
Rofiq yang diterbitkan oleh PT Raja Grafindo persada di Jakarta pada tahun
2000, yang secara umum membahas tentang berbagai masalah hukum yang ada
di Indonesia seperti masalah pernikahan, pencatatan sipil, kewarisan dan lain
sebagainya. Buku ini hanya sedikit saja menyinggung tentang mahar, apabila
disimak secara seksama buku ini hanya menjelaskan tentang pengetahuan umum
mengenai mahar dan di kaitkan dengan pasal Undang Undang Dasar (UUD) yang
berlaku saat ini di Indonesia yang mengatur tentang mahar itu sendiri. Hal ini
11
jelas berbeda dengan penelitian penulis yang lebih menitik beratkan pada
bagaimana pandangan hadis mengenai mahar, yang kemudian dijelaskan maksud
dari pada hadis-hadis tentang mahar tersebut.
2. Buku selanjutnya yang membahas mengenai mahar dapat dilihat pada buku Fikih
II yang tulis oleh Sabri Samin dan Andi Nurmaya Aroeng dan diterbitkan oleh
Alauddin Press pada tahun 2010 di kota Makassar. Setelah disimak secara
keseluruhan buku ini membahas tentang mahar pada satu bab tersendiri hal ini
dapat dilihat pada halaman 45 yang menjelaskan tentang pengertian mahar
secara umum dan pengertian berdasarkan pendapat imam madzab antara lain
Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali yang kemudian diambil beberapa
kesimpulan mengenai pengertian tentang mahar. Selain itu buku ini juga tidak
lupa menjelaskan dasar hukum mahar itu sendiri berdasarkan al-Qur’an dan
hadis. Secara umum perbedaan buku ini dengan penelitian penulis adalah di buku
ini hanya sedikit hadis-hadis yang dimuat sebagai dasar hukum sedangkan
penelitian ini sendiri akan lebih memaparkan dasar hukum mahar itu sendiri
dengan mengumpulkan hadis-hadis yang berkaitan dengan mahar dari penelitib
sumber.
3. Penjelasan mengenai mahar selanjutnya terdapat pada buku yang berjudul Fikih
Munakahat yang dicetak oleh CV. Toha Putra Semarang pada tahun 1993.
Penulis buku ini adalah Djamaan Nur, beliau menjelaskan mahar pada bukunya
ini pada satu bab yang di gabung dengan penjelasan tentang hukum khotbah
nikah dan acara walimah. Hanya sedikit saja yang membahas mengenai mahar
dan lebih menjelaskan mahar secara umum berdasarkan al-Qur’an dan hadis. Dan
kembali penulis melihat dalil-dalil hadis yang dilampirkan pada buku ini hanya
12
sedikit, kurang lebih ada 4 hadis tentang mahar yang kemudian diinterpretasikan
sendiri oleh penulis ke dalam 3 lembar buku tersebut.
4. Penjelasan tentang mahar juga terdapat pada buku tentang hukum secara umum
seperti buku yang berjudul Hukum Perdata Islam di Indonesia yang diterbitkan
oleh Sinar Grafika Offset pada tahun 2012 di kota Jakarta. Penulis buku ini
adalah Zainuddin Ali, beliau menjelaskan mahar pada satu bab yang digabung
dengan pembahasan akta nikah, pencatatan sipil, larangan, pencegahan
pembatalan perkawinan. Sesuai dengan judul buku ini mahar dijelaskan
berdasarkan UUD yang berlaku saat ini di Indonesia, kemudian dasar hukum
naqli tidak di cantumkan pada buku ini.
5. Selanjutnya sebuah penelitian dalam bentuk buku yang berjudul Mahar Dalam
Perspektif Masyarakat Bugis Bone (Studi Perbandingan Antara Hukum Islam
dan Hukum Adat), penelitian ini di tulis oleh Azhar Pagala, terdiri atas 150
halaman yang diterbitkan oleh UIN Alauddin 2009 di kota Makassar. Penelitian
ini adalah jenis muqarran membahas tentang hukum Islam perkawinan
khususnya masalah mahar yang dikaitkan dengan tradisi adat masyarakat Bugis
Bone.
6. Sebuah Disertasi yang berjudul Islam dan Budaya Lokal (Kajian Historis
Terhadap Adat Perkawinan Bugis Sinjai), ditulis oleh M. Dahlan M Program
Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar tahun 2013.
Walaupun penelitian ini secara umum membahas masalah pernikahan secara
umum terjadi pada adat masyarakat Bugis Sinjai, akan tetapi pada bab ke empat
penelitian ini membahas berkaitan dengan mahar, selanjutnya disesuaikan
budaya Islam dan budaya lokal dalam adat Bugis Sinjai.
13
E. Kerangka Teoritis
Dalam rangka penyusunan kerangka teoritis, Peneliti terlebih dahulu
mengamati landasan pokok yaitu tentang hadis dari Rasulullah saw. Selanjutnya
karena penulis menggunakan metode maud}u>‘i (tematik), maka ditetapkanlah sebuah
judul yaitu masalah mahar. Ketika judul telah ditetapkan maka langkah selanjutnya
adalah peneliti mengumpulkan data-data yang berkaitan langsung dengan tema
untuk kemudian mentah}ri>j hadis sesuai tema tersebut dan kemudian menentukan
kualitasnya dengan meneliti kaedah kes}ah}i>h}an sanad dan matan hadis.
Ketika telah ditentukan kualitas hadis, maka dibutuhkan pemahaman-
pemahaman hadis berkaitan dengan mahar dengan tiga cara yaitu secara tekstual,
intertekstual dan kontekstual. Adapun untuk lebih jelasnya berikut gambaran skema
kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini :
14
D. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Untuk mencapai hasil yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan
kajian ini dapat terlaksana dengan baik, sesuai prosedur keilmuan yang berlaku,
Hadis
Sanad : Muttasil, Rawi adil, Dhabit, syudzuds, ilat
Matan : Terhindar dari syudzuds (tidak bertentangan dengan akal sehat, alqur’an, hadis dan terhindar dari ilat (idraj, munkalib, mudharib)
Pemahaman hadis (fiqh h}adi>s)
Implementasi
Qawli, fi’li dan Taqriri
Mahar
Al-Qur’an
15
maka perlu ditetapkan metodologi penelitiannya, sebab hal tersebut merupakan
kebutuhan yang cukup penting.21
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.22 Dengan kata lain, penelitian
ini bertujuan mendeskripsikan kandungan. Oleh karena itu hal ini hanya dapat
dilakukan melalui riset kepustakaan (library research), objek utama penelitian ini
adalah hadis Nabi Muhammad tentang mahar.
2. Metode Pendekatan
Yang dimaksud dengan metode pendekatan adalah pola pikir (al-ittija>h al-
fikri>) yang dipergunakan untuk membahas suatu masalah.23 Metode ini bisa juga
dipahami sebagai wawasan yang dipergunakan untuk memandang suatu obyek.
Adapun kaitannya dengan penelitian ini, maka pendekatan yang dipergunakan
adalah pendekatan ilmu hadis dan sosio histori. Kedua pendekatan ini digunakan
untuk memeriksa kebenaran hadis dan menganalisis tentang sejarah mahar agar
diketahui makna-makna yang terkandung oleh setiap hadis Nabi Muhammad saw.
21Metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang metode-metode penelitian, ilmu tentang alat-alat penelitian. Di lingkungan filsafat, logika dikenal sebagai ilmu tentang alat untuk mencari kebenaran. Bila ditata dalam sistematika, metodologi penelitian merupakan bagian dari logika. Lihat Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif; Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Rasialisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama, Edisi III (Cet. VII; Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), h. 4. Sedangkan menurut Senn, metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Sementara metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Lihat: Peter R. Senn, Social Science and Its Methods (Boston: Holdbrook, 1971), h. 4.
22Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantifikasi, perhitungan statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran angka. Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat dibalik fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik, bahasa, atau kata-kata. Lihat Anselm L Strauss, Qualitative Analysis for Social Scientist (t.t.: Cambridge University Press, 1987), h. 21-22.
23M. Al-fatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir (Cet. III; Sleman: Teras, 2010), h. 138.
16
berdasarkan pada aspek sosiologis dan antropologis. Adapun Objek kajian ini
menyangkut keadilan sahabat, maka pendekatan yang dilakukan adalah meneliti
aspek historis, kebahasaan (linguistik) dan religi. Sekalipun demikian, metode
pendekatan lainnya yang dianggap padu akan tetap menjadi pertimbangan dan akan
diterapkan untuk mendukung kelengkapan pembahasan. Hal ini disebabkan
penentuan metodologi dalam suatu penelitian hadis tidak cukup hanya dengan satu
disiplin ilmu tetapi harus dibandingkan dengan beberapa kondisi dan disiplin ilmu
yang berbeda.
3. Metode Pengumpulan Data
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa penelitian ini sepenuhnya bersifat
penelitian kepustakaan (library research) dalam arti semua sumber datanya berasal
dari bahan-bahan tertulis yang telah dipublikasikan dalam bentuk buku. Kajian
kepustakaan menggunakan dua macam sumber yakni sumber primer dan sekunder.
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sumber/primer
berupa hadis-hadis tentang mahar. Sedangkan data pelengkap/sekunder untuk
menginterpretasi data sumber berupa penukilan dari para ulama ahli hadis. Adapun
teknik kutipan yang digunakan adalah seperti kutipan langsung, yaitu mengutip
langsung dari sumber dengan tidak mengalami perubahan. Kutipan tidak langsung,
yaitu kutipan dari hasil bacaan yang di uraikan dalam bentuk ikhtisar atau dalam
bentuk saduran tanpa mengurangi makna dan tujuannya.
Selanjutnya salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana kualitas sanad dan matan hadis tentang mahar. Oleh karena itu, untuk
mengumpulkan data peneliti melakukan kegiatan i’tiba>r sanad. Langkah ini
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya pendukung baik yang berstatus
17
mutabi’ ataupun syahi>d. Kegiatan ini untuk membantu menentukan kuantitas hadis
yang sedang dikaji.
Kata al-i’tiba>r (اإلعتبار) merupakan masdar dari kata اعترب (i’tabaro). Menurut
bahasa, arti al-i’tiba>r adalah “peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud
untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis”. Menurut istilah ilmu hadis, al-
i’tiba>r berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang
hadis itu pada bagian sanad-nya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja, dan
dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah
ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis yang
dimaksud. P23F
24
Dengan dilakukannya i’tiba>r, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur
sanad hadis yang diteliti, demikian juga metode periwayatan yang digunakan oleh
masing-masing periwayat yang bersangkutan. Kegunaan i’tiba>r adalah untuk
mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya
pendukung berupa periwayat yang berstatus mutabi’ atau syahid.25 Hal ini untuk
lebih mempermudah proses kegiatan i’tiba>r, diperlukan pula skema untuk melihat
keseluruhan sanad hadis.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan skema sanad
antara lain sebagai berikut:
1. Proses penyusunan diawali dari mukharrij hingga Nabi Muhammad saw.
2. Setiap tingkatan diberi kode.
3. Pembuatan skema diawali secara tunggal, baru di lakukan penggabungan.
24M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 51.
25M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 52.
18
4. Pembuatan jalur seluruh sanad secara jelas (garisnya jelas).
5. Nama-nama periwayat dalam keseluruhan jalur sanad harus cermat.
6. Shighat tahammul wa> ada’ al-h}adi>s ditempatkan disebelah garis.
7. Dilakukan pengecekan ulang setelah selesai menyusun.26
Dalam kegiatan i’tiba>r, diperlukan pembuatan skema untuk seluruh sanad
bagi hadis yang akan diteliti. Dalam pembuatan skema, ada tiga hal penting yang
perlu mendapat perhatian.
1. Jalur seluruh sanad.
2. Nama-nama periwayat untuk seluruh sanad.
3. Metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat.27
Selanjutnya selain kegiatan di atas dibutuhkan juga penelitian-penelitian
anotasi (syarah) hadis dan penelitian lainnya yang mempunyai relevansi dengan
kajian ini sebagai upaya untuk memahami kandungan matan hadis-hadisnya.
Adapun langkah-langkah metodologis yang dilaksanakan dalam pengkajian
hadis ini mengacu kepada langkah-langkah berikut ini :
1. Menentukan tema atau masalah yang akan dibahas.
2. Menghimpun atau mengumpulkan data hadis-hadis yang terkait dalam satu
tema, baik secara lafal maupun secara makna melalui kegiatan tah}ri>j al-h}adi>s.
3. Melakukan kategorisasi berdasarkan kandungan hadis dengan memperhatikan
kemungkinan perbedaan peristiwa wurudnya hadis (tanawwu’) dan
perbedaan periwayatan hadis (lafal dan makna).
4. Melakukan kegiatan i’tiba>r dengan melengkapi skema sanad.
26A. Hasan Asy’ari, Melacak Hadis Nabi saw : Cara Cepat Mencari Hadis Dari Manual Hingga Digital (Semarang: Rasail, 2006), h. 21.
27 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 52.
19
5. Melakukan penelitian sanad, meliputi: penelitian kualitas pribadi dan
kapasitas intelektual para periwayat yang menjadi sanad hadis bersangkutan,
serta metode periwayatan yang digunakan masing-masing periwayat.
6. Melakukan penelitian matan, meliputi: kemungkinan adanya ‘illat (cacat)
dan terjadinya syadz (kejanggalan).
7. Mempelajari term-term yang mengandung pengertian serupa sehingga hadis
terkait bertemu pada suatu muara tanpa ada perbedaan dan kontradiksi, juga
“pemaksaan” makna kepada makna yang tidak tepat.
8. Membandingkan berbagai kitab syara hadis dari berbagai peneliti-peneliti
syarah dengan tidak meninggalkan syarah kosa kata, frase dan klausa.
9. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis atau ayat-ayat pendukung dan
data yang relevan.
10. Menyusun hasil penelitian menurut kerangka besar konsep (grand concept)
sebagai bentuk laporan hasil penelitian dan sebuah karya penelitian atau
syarahan hadis.28
Langkah nomor 4, 5 dan 6 dilakukan jika dibutuhkan, tetapi yang dibutuhkan
dalam hal ini adalah mengetahui kualitas hadis-hadis yang menjadi objek penelitian.
Selanjutnya dalam rangka mengaplikasikan langkah-langkah tersebut, peneliti
mengkaji objek terpenting dalam penelitian hadis itu sendiri. Seperti :
a. Kajian Sanad
Merupakan penelitian tentang sejarah hidup periwayat; kualitas
periwayat; dan kapasitas intelektual periwayat/peneliti serta memperhatikan
metode periwayatan yang digunakan.
28 Arifuddin Ahmad, Metode Tematik dalam Pengkajian Hadis (Makassar: Rapat Senat Luar Biasa UIN Alauddin Makassar), h. 4.
20
b. Kajian Matan
Penelitian terhadap adanya syadz; penelitian terhadap adanya illat.
Adapun caranya adalah meneliti kata per kata, kalimat per kalimat, dan
kandungannya untuk mengetahui adanya idraj, ziyadah, munqalib dan
semacamnya.
c. Pemahaman Hadis (fiqh al-h}adi>s)
Yakni menganalisis terhadap kandungan hadis disesuaikan dengan
klasifikasi dan katagorisasi serta sub masalah. Yang hal ini dimaksudkan untuk
menjawab permasalan yang diajuakan dengan mempertimbangkan fungsi dan
kedudukan Nabi Muhammad saw.
4. Metode Teknik Interpretasi
Perlu dijelaskan bahwa objek yang dapat diinterpretasi dalam pengkajian
hadis adalah matan hadis, meliputi kosa kata (termasuk partikel-partikel atau huruf),
frasa, klausa, dan kalimat. Teknik interpretasi sebagai cara memahami makna dari
ungkapan verbal yang dapat dipergunakan dalam pengkajian hadis secara tematik
seperti sebagai berikut:
a. Interpretasi tekstual, yaitu interpretasi atau pemahaman terhadap matan
hadis berdasarkan teksnya semata atau memperhatikan bentuk dan cakupan
makna. Namun, teknik ini mengabaikan pertimbangan latar belakang
peristiwa (wurud) hadis dan dalil-dalil lainnya. Dasar penggunaan teknik ini
adalah bahwa setiap ucapan dan perilaku Nabi Muhammad saw tidak terlepas
dari konteks kewahyuan (QS. al-Najm : 3 - 4) dan hadis-hadis beliau menjadi
sumber hukum Islam (QS. al-Hasyr : 7). Pendekatan yang dapat digunakan
21
untuk teknik interpretasi tekstual adalah pendekatan linguistik (lughawiy)
dan teologis (kaidah-kaidah fikih).
b. Interpretasi intertekstual (munasabah), yaitu interpretasi atau pemahaman
terhadap matan dengan memperhatikan hadis lain (tanawwu’) atau ayat-ayat
al-Qur’an yang terkait. Dasar penggunaan teknik ini adalah penegasan bahwa
hadis Nabi adalah bayan terhadap ayat-ayat al-Qur’an (QS. al-Baqarah: 186
dan al-Nahl : 44) dan kedudukan Nabi Muhammad saw. sebagai sumber hadis
dengan keragamannya. Pendekatan yang dapat digunakan untuk teknik
interpretasi intertekstual adalah pendekatan teologi-normatif.
c. Interpretasi kontekstual, yaitu interprestasi atau pemahaman terhadap matan
hadis dengan memperhatikan asba>b al-wuru>d hadis (konteks di masa rasul;
pelaku sejarah, perisiwa sejarah) dan konteks kekinian (konteks masa kini).
Dasar penggunaan teknik adalah bahwa Nabi Muhammad saw. adalah
teladan yang terbaik, uswatun h}asanah (QS. al-Ah}zab : 21) dan beliau
sebagai rahmat bagi seluruh alam (QS. al-Anbiya : 107). Ini berarti bahwa
hadis Nabi bukti kerahmatan beliau, sekalipun beberapa di antaranya
dianggap bertentangan dengan kemajuan zaman. Pendekatan yang dapat
digunakan untuk teknik interpretasi kontekstual adalah pendekatan holistik
dan multidisipliner atau beberapa pendekatan dan pendekatan tertentu bagi
disiplin ilmu kontemporer, seperti: pendekatan historis, sosiologis,
antropologis, hermeneutika, semiotik, dan semacamnya.
Dalam rangka memenuhi maksud dan tujuan metode tematik dalam
pengkajian hadis, maka sedapat mungkin ketiga teknik interpretasi diatas digunakan.
22
Sebab, perbedaan natijah yang diperoleh tidaklah berarti terjadinya pertentangan
tetapi hal itu menunjukkan elastisitas dan bukti kerahmatan hadis Nabi.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dan penulisan Tesis ini adalah :
a. Untuk mengetahui hakikat dan kedudukan mahar berdasarkan pada hadis
Nabi Muhammad saw.
b. Untuk mengetahui kualitas sanad dan matan serta klasifikasi hadis tentang
mahar.
c. Untuk membantu di dalam memahami makna hadis tentang mahar dan
aplikasinya.
2. Kegunaan Penelitian
a. Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan kontribusi dalam
penelitian hadis yang berkaitan dengan masalah teologi terkhusus dalam
masalah mahar. Sekaligus dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat
tentang bagaimana hakikat dan tujuan pemberian mahar menurut hadis Nabi
Muhammad saw.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai kualitas
hadis-hadis tentang mahar dari segi periwayatannya, sehingga dapat
diaplikasikan kepada masyarakat umat Islam secara umum.
c. Penulis juga berharap agar tulisan ini dapat menjawab persoalan-persoalan
dalam masalah mahar yang membutuhkan pemahaman yang benar tentang
hadis Nabi Muhammad saw.
23
BAB II
TINJAUAN TEORITIS DALAM PENELITIAN
HADIS NABI MUHAMMAD SAW. TENTANG MAHAR
A. Pengertian Umum Mahar
Kata mahar berasal dari bahasa Arab yaitu al-mahr, jamaknya al-muhur atau
al-muhurah.1 Menurut bahasa, kata al-mahr bermakna al-s}adaq yang dalam bahasa
Indonesia lebih umum dikenal dengan “maskawin”, yaitu pemberian wajib dari calon
suami kepada calon istri ketika berlangsungnya acara akad nikah diantara keduanya
untuk menuju kehidupan bersama sebagai suami istri.2
Lebih lanjut dalam kitab Subul al-Salam Syarh Bulug al-Mara>m menjelaskan
bahwa mahar mempunyai delapan nama sebagai berikut:
الصداق له مثانية أمساء جيمعها قوله صداق و مهر حنلة و فريضة حباء و أجر مث عقر 3عالئق
Artinya :
“Mahar mempunyai delapan nama yang dinadzamkan dalam perkataannya:
s}ada>q, mahar, nih}lah, fari>d}ah, h}iba’, ujr, ’uqr, ‘ala>iq”.
Beberapa kata diatas merupakan istilah lain dari kata mahar, hal juga
terdapat di dalam Al-Qur’an seperti berikut ini :
1Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 64.
2Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia (Jakarta: CV. Anda Utama, 1993), h. 667.
3Imam Muh}ammad bin Isma’il al-‘Ami>r al-Yamin Ashin’ani, Subul al-Sala>m Syarh Bulug al-Mara>m (Juz. III; Beirut Libanon: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1988), h. 282.
24
1. Ujr, jamak dari kata ajrum, yang artinya ganjaran atau hadiah, terdapat dalam
QS. An-Nisa>’/4 : 24. Dan QS. Al-Ma>idah/5 : 5.
2. S}aduqat, jamak dari kata S}aduqah, kata yang artinya pemberian, kata nih}lah juga
terdapat dalam QS. An-Nisa>’/4 : 4.
3. Faridah, yang artinya sesuatu yang di wajibkan atau suatu bagian yang
ditetapkan, terdapat dalam QS Al-Baqarah/2 : 236.
Selanjutnya dalam kamus al-Munjid, kata mahar dapat dilihat dalam berbagai
bentuknya: seperti berikut ( و مهارة مهر : مهرا و مهورا و مهارا ) yang artinya tanda
pengikat.4P
Mengenai pengertian secara umum dapat di lihat dari pendapat para ulama
dan ahli hukum Islam berikut ini :
a. Menurut W.J.S. Poerwadarminta, mahar adalah pemberian dari mempelai laki-
laki kepada pengantin perempuan.5 Pengertian yang sama dijumpai dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, mahar berarti pemberian wajib berupa
uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika
dilangsungkan akad nikah.6
b. Menurut ‘Abdurrrahma>n al-Jazi>ri, maskawin adalah nama suatu benda yang
wajib diberikan oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang disebut dalam
4Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wal-A'lam (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), h. 777. 5W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2006), h.
731. 6Tim Redaksi Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 856.
25
akad nikah sebagai pernyataan persetujuan antara pria dan wanita itu untuk
hidup bersama sebagai suami istri.7
c. Menurut Imam Taqiyuddin, maskawin (s}adaq) ialah sebutan bagi harta yang
wajib atas orang laki-laki bagi orang perempuan sebab nikah atau bersetubuh
(wathi'). Di dalam Al-Qur’an maskawin disebut s}adaq, nih}lah, farid}ah dan ajr.
Dalam sunnah disebut mahar, ‘aliqah dan ‘aqr.8
d. Kamal Muchtar, mengatakan mahar adalah pemberian wajib yang diberikan dan
dinyatakan oleh calon suami kepada calon istrinya di dalam sighat akad nikah
yang merupakan tanda persetujuan dan kerelaan dari mereka untuk hidup sebagai
suami istri.9
e. Pasal 1 sub D KHI, mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria pada calon
mempelai wanita baik berbentuk barang, uang, maupun jasa yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam.10
f. Menurut Mustafa Kamal Pasha, mahar adalah suatu pemberian yang
disampaikan oleh pihak mempelai putra kepada mempelai putri disebabkan
karena terjadinya ikatan perkawinan.11
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mahar
merupakan suatu kewajiban yang harus dipikul oleh setiap calon suami yang akan
7Abdurrrah}man al-Jaziri>, al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah (Juz. IV; Beirut Libanon: Darul Kutub ‘Ilmiyah, 1990), h. 89.
8Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibn Muhammad al-Husaini al-Hishni al-Dimasyqy al-Syafi’i, Kifayah al-Akhyar fii Halli Ghayah al-IKhtisar (Juz. II; Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiah, 1990), h. 60.
9Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 78.
10Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Akademi Presindo, 1992), h. 113.
11Mustafa Kamal Pasha, Fikih Islam, (Jogjakarta: Citra Karsa Mandiri, 2009), h. 274.
26
menikahi calon istri sebagai tanda persetujuan dan kerelaan untuk hidup bersama
sebagai suami istri, jadi mahar itu menjadi hak penuh bagi istri yang menerimanya,
bukan hak bersama dan bukan pula hak walinya, tidak ada seorangpun yang berhak
memanfaatkannya tanpa seizin dari perempuan itu.
Selanjutnya mengenai dasar hukum pemberian mahar ini tersirat dalam Al-
Qur’an dan hadis yang saling menguatkan dalam asbabul nuzulnya, Seperti ayat
berikut ini :
Terjemahnya : Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.12
Sebab turunnya ayat ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam sebuah
hadis bahwa :
اب عروة أنه سأل عائشةعن قـوله تـعاىل{ وإن خفتم أال تـقسطوا يف اليتامى فانكحوا ما ط ذلك م لكم من النساء مثـىن وثالث ورباع فإن خفتم أال تـعدلوا فـواحدة أو ما ملكت أميانك
}قالت يا ابن أخيت اليتيمة تكون يف حجر وليـها فـيـرغب يف ماهلا ومجاهلا يريد أدىن أال تـعولوان فـيكملوا أن يـتـزوجها بأدىن من سنة صداقها فـنـهوا أن يـنكحوهن إال أن يـقسطوا هل
13الصداق وأمروا بنكاح من سواهن من النساء Artinya
Urwah bahwa ia bertanya kepada Aisyah tentang firman Allah Ta'ala: "Dan jika kalian khawatir tidak bisa berlaku adil terhadap anak yatim, maka nikahilah wanita yang baik-baik, dua, tiga, atau empat, jika kalian tidak bisa berlaku adil, maka kawinilah satu saja, atau hamba sahaya kalian, itu lebih
12 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya , h. 119. 13Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Jus IV (Cet. I; Beirut:
Da>r al-Kutub al-Ilmiah, 1992), h. 265.
27
dekat agar kalian tidak melanggar batas (QS. Annisa' 3). Maka Aisyah menjelaskan, "Wahai anak saudaraku, maksudnya adalah seorang anak perempuan yatim bertempat tinggal di rumah walinya. Lalu ia pun menginginkan harta dan juga kecantikannya. Ia ingin menikahinya dengan mahar yang sedikit, maka mereka dilarang untuk menikahinya kecuali mereka dapat berbuat adil terhadap mereka dan menyempurnakan mahar. Karena itu, mereka diperintahkan untuk menikahi wanita-wanita selain mereka."
Maksud hadis ini sehubungan dengan kebiasaan para orang tua (wali) yang
menggunakan dan mengambil mahar dengan tanpa seijin putrinya. Allah melarang
perbuatan ini.14 Selanjutnya dipertegas kembali masih dalam QS. an-Nisa> ayat ke 24
tentang kewajiban memberikan mahar, seperti berikut:
…
Terjemahnya : Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban;15
B. Kualifikasi dan Macam-Macam Mahar
1. Mahar Ditinjau Dari Kualifikasi16
Mahar disyaratkan harus diketahui secara jelas dan detail jenis dan kadar
yang akan diberikan kepada calon istrinya.17 Sekarang ini masih terdapat dua bentuk
macam mahar yang sering terjadi dikalangan masyarakat yang pada hakikatnya
adalah satu, yaitu:
14 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol II, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 743-744. 15 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 120. 16Yang dimaksud dengan kualifikasi mahar adalah apa saja yang boleh dijadikan mahar serta
syarat syaratnya. 17Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, terj. Afif Muhammad (Jakarta: PT
Lentera Basritama, 2001), h. 365
28
Pertama, mahar yang hanya sekedar simbolik dan formalitas biasanya
diwujudkan dalam bentuk kitab suci Al-Qur’an, sajadah, dan lain-lain yang kerap
kali disebut sebagai satu perangkat alat salat.
Kedua, mahar terselubung ialah yang lazim disebut dengan istilah “hantaran”
yaitu berupa uang atau barang yang nilainya disetujui oleh keluarga mempelai putri
atau calon istri. Mahar dalam bentuk “terselubung” seperti ini biasanya tidak
disebutkan dalam akad nikah.18
a. Mahar Dalam Bentuk Benda (Materi)
Selanjutnya mahar apabila berbentuk benda itu sendiri terdapat dua
kategori, yaitu : 1). Semua benda yang boleh dimiliki seperti dirham, dinar,
barang dagangan, hewan dan lain-lain. Semua benda tersebut sah dijadikan
mahar dalam pernikahan. 2). Benda-benda yang tidak boleh dimiliki seperti
khamr, babi, dan lain-lain.19
Mahar itu bisa berbentuk emas atau perak dan bisa juga berbentuk uang
kertas, dan boleh juga berupa hewan atau tumbuh-tumbuhan, atau apa saja yang
bersifat material.20Idris Ah}mad membagi sesuatu yang mempunyai nilai dan
harga bisa dijadikan maskawin, seperti mata uang, barang (emas, perak, rumah,
kebun, mobil, pabrik), makanan dan segala sesuatu yang mempunyai nilai
finansial dan harga.21
18Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, h. 365. 19M. Labib al-Buhiy, Hidup Berkembang secara Islam (Bandung: al-Ma’arif, 1983), h. 63. 20Abdul Aziz al-Jandul, Wanita di antara Fitrah, Hak dan Kewajiban, (Jakarta: Darul Haq,
2003), h. 35. 21Idris Ahmad, Fiqh Syafi’i:Fiqh Islam menurut Madzhab Syafi’i, (Surabaya: Karya indah,
2002), h. 3.
29
Islam tidak membatasi jumlah mahar. Islam hanya memberikan prinsip
pokok yaitu “secara ma’ruf”. Artinya dalam batas-batas yang wajar sesuai
dengan kemampuan dan kedudukan suami yang dapat diperkirakan oleh istri.
Mengenai besarnya mahar tidak ada ketentuan khusus yang menyebutkan
tentang banyak atau sedikitnya mahar. Para fuqaha sepakat bahwa tidak ada
batasan yang paling tinggi untuk mahar karena tidak disebutkan dalam syariat
yang menunjukkan batasannya yang paling tinggi.22Akan tetapi disunnahkan
meringankan mahar dan tidak terlalu tinggi dalam menetapkan mahar. Namun
mereka berbeda pendapat tentang batasan paling sedikitnya.
Ulama berbeda pendapat mengenai jumlah mahar ini. Imam Syafi’i,
Ah}mad, Ishak, Abu Saur, dan Fuqaha Madinah dari kalangan tabi’in mengatakan
bahwa mahar itu tidak ada batasan rendahnya. Segala sesuatu yang dapat
menjadi harga bagi sesuatu yang lain dapat dijadikan sebagai mahar. Sebagian
fuqaha yang lain berpendapat bahwa mahar itu ada batas terendahnya. Imam
Ma>lik dan para pengikutnya mengatakan bahwa mahar itu paling sedikit
seperempat dinar emas murni, atau perak seberat tiga dirham, atau bisa dengan
barang yang sebanding berat emas dan perak tersebut. Imam Abu> Hanifah
berpendapat bahwa batas minimal mahar sebanyak 10 (sepuluh) dirham perak
bila kurang dari itu maka hal tersebut tidak memadai dan oleh karenanya
diwajibkan mahar mitsil. Ulama Ma>likiyah berpendapat bahwa batas minimal
mahar adalah 3 (tiga) dirham perak atau seperempat dinar emas. Riwayat lain
22 Wah}bah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami> wa> Adillatuhu> (Juz. IX; Beirut Libanon: Dar al-Fikr, t.th), h. 6751.
30
ada yang mengatakan lima dirham, ada lagi yang mengatakan empat puluh
dirham.23
Di dalam memberikan mahar tidak diharuskan secara serta merta saja,
akan tetapi ada beberapa syarat yang harus dilaksanakan seperti berikut ini :
1. Harga berharga. Tidak sah mahar dengan yang tidak berharga walaupun
tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar, mahar sedikit, tapi
bernilai tetap sah disebut mahar.
2. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan
memberikan khamr, babi, atau darah, karena semua itu haram dan tidak
berharga.
3. Barangnya bukan barang ga>sab.24Artinya mengambil barang milik orang
lain tanpa seizinnya namun tidak termasuk untuk memilikinya karena
berniat untuk mengembalikannya kelak. Memberikan mahar dengan
barang hasil ga>sab tidak sah, tetapi akadnya tetap sah.
4. Bukan barang yang tidak jelas keadaannya. Tidak sah mahar dengan
memberikan barang yang tidak jelas keadaannya, atau tidak disebutkan
jenisnya.25
23Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, h. 88. 24Ghasab artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizinnya, namun tidak
bermaksud untuk memilikinya karena berniat untuk mengembalikannya dikemudian hari. Memberikan mahar dengan barang hasil ghasab tidak sah, tetapi akadnya tetap sah.
25Fatwa-fatwa Ulama Ahlu Sunnah Seputar Pernikahan, Hubungan Suami Istri dan Perceraian (Purwokerto: Qaulan Karima, 2001), h. 16-18.
31
b. Mahar Dalam Bentuk Jasa atau Manfaat
Mahar berupa jasa atau manfaat yaitu mahar yang tidak berupa benda
atau harta. Adapun mengenai pengertian mengenai mahar manfaat atau jasa ini,
dapat diartikan dengan melihat dari pendapat para ulama berikut ini :
1. Hanafi berpendapat mahar adalah harta yang menjadi hak istri dari
suaminya dengan adanya akad atau dukhul.
2. Imam Ma>lik berpendapat mahar adalah sesuatu yang diberikan kepada
istri sebagai ganti (imbalan) dariistimta’ (bersenang-senang) dengannya.
3. Imam Syafi’i berpendapat mahar adalah sesuatu yang menjadi wajib
dengan adanya akad nikah (watha’) atau karena merusakkan kehormatan
wanita secara paksa (memperkosa).
4. Hambali berpendapat mahar adalah suatu imbalan dalam nikah baik yang
disebutkan di dalam akad atau yang diwajibkan sesudahnya dengan
kerelaan kedua belah pihak atau hakim atau imbalan dalam hal-hal yang
menyerupai nikah sepertiwatha’ syubhat dan watha’ yang dipaksakan.26
Jika dilihat ternyata definisi yang dikemukakan oleh Imam Hanafi
membatasi mahar itu hanya dalam bentuk harta, sementara definisi yang
dikemukakan oleh golongan lainnya tidak membatasi hanya pada harta saja,
melainkan memasukkan jenis atau bentuk-bentuk lain selain harta dalam
pengertian mahar, seperti jasa atau manfa’at, seperti mengajarkan beberapa ayat
Al-Qur’an dan sebagainya.
26Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, h. 6758.
32
Dasar yang membolehkan mahar berupa jasa ini ada landasannya dalam
Al-Qur’an dan dalam hadis Nabi. Hal Ini dikisahkan Allah dalam QS. An-Nisa>’/4
: 25. Berikut ini :
Artinya : Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebagian kamu adalah dari sebagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.27
Ayat di atas menegaskan bahwa dalam menunaikan kewajiban membayar
mahar adalah didasarkan pada kemampuan calon mempelai pria secara pantas.
Al-Qur’an tidak menjadikan mahar itu untuk tuannya, karena mahar itu adalah
haknya. Karena itu, keluarkanlah hal ini dari kaidah bahwa seluruh penghasilan
27Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 139.
33
budak itu milik tuannya. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa apa yang
diperolehnya itu bukan penghasilan, melainkan hak karena hubungannya dengan
seorang laki-laki. Islam memuliakan mereka dengan tidak menggangap mereka
menjual kehormatannya dengan mendapatkan sejumlah uang, tetapi yang
dilakukannya itu adalah pernikahan dan pemeliharaan diri.
Penggunaan kata أجر (ajr/upah) dalam ayat di atas, yang secara bahasa
berarti upah. Al-Qurthubuiy P27F
28P menjelaskan bahwa mahar disebut dengan al-ajr
karena ia merupakan upah dari "bersenang-senang" dengan isteri. Pernyataan al-
Qur'an tersebut menunjukkan bahwa mahar merupakan imbalan terhadap
kemaluan si isteri. Karena segala sesuatu yang dijadikan sebagai imbalan
manfaat disebut dengan upah untuk menunjukkan maskawin. Hal ini dijadikan
dasar oleh ulama-ulama bermazhab Hanafi untuk mengatakan bahwa maskawin
haruslah sesuatu yang bersifat materi, tetapi kelompok ulama bermazhab Syafi’i
tidak mensyaratkan sifat materi untuk maskawin. Penyebutan upah di atas,
hanyalah karena itu yang umum terjadi dalam masyarakat.P28F
29
Mahar dalam bentuk jasa juga terdapat dalam Al-Qur’an yaitu
menggembala kambing selama 8 tahun sebagai mahar perkawinan seorang
perempuan.30Hal ini dikisahkan Allah dalam QS. Al-Qashash/28 : 27.
28Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Qurthubiy, al-Jâmi' al-Ahkâm al-Qurân, (Jus; V. Kairo: Dâr al-Syu'ub, 1372 H), h. 24
29M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 385
30Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan Undang undang Perkawinan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 91.
34
Terjemahnya : Berkatalah Dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu, dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik".31
Ayat di atas menjelaskan bahwa seorang bapak boleh meminang seorang
laki-laki untuk menjadi suami putrinya. Hal ini banyak terjadi dimasa Rasulullah
saw. bahkan ada diantaranya wanita yang menawarkan dirinya supaya dikawini
oleh Rasulullah saw. atau supaya Rasulullah mengawinkan mereka dengan siapa
yang diinginkan oleh Rasulullah.
‘Umar ibn Khat}t}ab pernah menawarkan anaknya Hafsah yang sudah
janda kepada Abu> Bakar tetapi Abu> Bakar diam saja, kemudian ditawarkan
kepada ‘Ustman tetapi ‘Ustman meminta maaf karena keberatan. Hal ini
diberitahukan Abu> Bakar kepada Nabi saw. Nabi pun menenteramkan hatinya
dengan mengatakan “Semoga Allah akan memberikan kepada Hafsah orang yang
lebih baik dari Abu> Bakar dan ‘Ustman, kemudian Hafsah dinikahi oleh
Rasulullah.32
Kemudian syarat mahar non materi atau syarat-syarat berupa manfaat
yang dijadikan mahar seperti pendapat para ulama berikut ini :
31 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 728.. 32M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, h. 336.
35
1. Menurut imam Syafi’i, syaratnya manfaat itu harus mempunyai nilai seperti
harta yang bisa diserahterimakan baik secara konkrit atau secara syari’at,
sehingga tidak sah bila mengajarkan satu kata atau satu ayat pendek yang
mudah dan menjahit baju sendiri atau manfaat yang diharamkan seperti
mengajarkan Al-Qur’an kepada orang kafir dzimmi yang belajar bukan
karena masuk Islam.33
2. Menurut imam Hambali, syaratnya manfaat itu harus diketahui dan bisa
diambil imbalannya, seperti menjahit baju istri atau mengajarkan kerajinan
tangan kepada istrinya, jika manfaat itu tidak diketahui secara pasti seperti
istri bekerja kapan saja selama satu bulan, maka hal itu tidak sah, karena
manfaat itu berfungsi sebagai imbalan dalam tukar menukar. Maka tidak sah
kalau manfaat itu tidak diketahui seperti harga dalam jual beli dan sewa-
menyewa.34 Beliau mendasarkannya ke dalam firman Allah QS. Al-
Qashash/28 : 27.
3. Menurut Imam Ma>lik, syaratnya manfaat itu harus diketahui dari suatu
pekerjaan yang mempunyai nilai manfaat, seperti pengajaran Al-Qur’an.35
4. Syarat menurut imam Hanafi, Syaratnya manfaat yang akan dijadikan mahar
harus manfaat yang dapat diukur dengan harta, seperti mengendarai
kendaraan, menempati rumah atau menanam sawah dalam waktu
33Abi Ishaq al-Syairazi, al-Muhazzab fi> Fiqh al-Iman al-Syafi’i, (Juz. II; Beirut Libanon: Darul al-Fikr, 1990, h. 57.
34 Ibn Qudamah, al-Mughniy, Juz XII, Mesir: Darul al-Fikr, tt, h. 8 35Abdurrrahman al-Jaziri, al-Muhazzab fi> Fiqh al-Iman al-Syafi’i,., h. 99
36
tertentu.36Hal ini bisa mahar diganti dengan mahar mitsil, dalam kitab Syarh
Fath}ul al-Qadir :
وإن تزوج حر امرأة على خدمته هلا سنة أو على تعليم القرآن صح النكاحو هلا مهر اله على خدمته هلا املثل، وقال حممدهلا قيمة خدمته سنة وإن تزوج عبد امرأة بإذمنو
37سنة جاز وهلا اخلدمةArtinya :
Jika seseorang yang merdeka menikah dengan maharakan melayani istri 1 tahun atau mengajarinya Al-Qur’an, maka bagi istri adalah mahar mitsil. Muhammad berkata: bagi istri tersebut adalah harga pelayanan. Jika seorang hamba sahaya menikah dengan izin tuannya dengan mahar melayani istri selama satu tahun, maka diperbolehkan dan bagi istri mendapat pelayanan suami tersebut”.
Kesanggupan calon suami untuk memberi pelajaran terhadap calon
istrinya membaca kitab suci Al-Qur’an sampai tamat, dikalangan para santri
lebih dikenal dengan istilah khatam Al-Qur’an. Pernah juga mahar dibayar
dengan tenaga atau lebih sering disebut dengan jasa, yaitu seorang lelaki
yang akan menjadi menantu itu untuk beberapa lama di rumah calon mertua,
tetapi belum diperbolehkan melakukan hubungan suami-istri dengan calon
istrinya dan laki-laki tersebut mengerjakan sawah yang telah disediakan oleh
calon mertuanya.
2. Ditinjau Dari Macam-Macam Mahar
a) Mahar Musamma
Mahar musamma adalah pemberian mahar yang ditentukan dengan tegas
tentang jumlah dan jenis sesuatu barang yang dijadikan mahar pada saat terjadinya
36Al-Faqih Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul al-Muqtashid, terj. Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amina, 1989), h. 391.
37Imam Kamal bin Muhammad bin Abdulrahim al-Ma’ruf bin al-Humam al-Hanafi, Syarh Fath}ul al-Qadi>r (Juz 3, Beirut Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.th), h. 326.
37
akad nikah,38 seperti yang kebanyakan berlaku dalam perkawinan di Indonesia. Para
ulama telah sepakat bahwa mahar musamma harus dibayar seluruhnya oleh seorang
suami, apabila terjadi salah satu di antara hal-hal berikut ini, yaitu :
1. Suami Telah Menggauli Istrinya
Firman Allah swt. Surat An-Nisa>’/4 : 21.
Terjemahnya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.39
Ayat ini mengajarkan bahwa apabila seorang suami telah menggauli
istrinya dia tidak lagi diperbolehkan mengambil kembali sedikitpun mahar
yang telah dia berikan. Dengan ayat tersebut, hukum Islam menetapkan bahwa
bercampurnya seorang suami dan istri mengakibatkan dilarangnya seorang
suami mengambil kembali mahar yang telah dia berikan kecuali oleh suatu
sebab khulu’.
2. Disebabkan Ketidaktahuan Suami
Mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila suami telah
bercampur dengan istri dan ternyata nikahnya rusak dengan sebab-sebab
tertentu, seperti ternyata istrinya mahram sendiri, atau dikira perawan ternyata
janda, atau hamil dari bekas suami lama. Akan tetapi, apabila istri dicerai
sebelum bercampur,40maka hal ini dapat dilihat berdasarkan firman Allah QS.
Al-Baqarah/2 : 237.
38M. Abdul Mujid dkk, Kamus Istilah Fikih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), h. 185. 39 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 137. 40Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, h. 93.
38
Terjemahnya : Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu mema'afkan atau dima'afkan oleh orang yang memegang ikatan nikah dan pema'afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan.41
b) Mahar Mitsil
Selain itu terjadi perbedaan pendapat dikalangan para fuqoha di dalam
memahami atsar di atas seperti menurut Imam Hanafi, mahar mitsil adalah mahar
perempuan yang menyerupai istri pada waktu akad, dimana perempuan itu berasal
dari keluarga ayahnya, bukan keluarga ibunya jika ibunya tidak berasal dari keluarga
ayahnya, seperti saudara perempuannya, bibinya dari pihak ayah, anak pamannya
dari pihak ayah, yang satu daerah dan satu masa dengannya. Sedangkan menurut
imam Hambali mahar mitsil adalah mahar yang diukur dari perempuan yang
menyerupai istri dari seluruh kerabat, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu,
seperti saudara perempuan, bibi dari pihak ayah, anak bibi dari pihak ayah, bibi dari
pihak ibu dan selain mereka dari kerabat yang ada.42
Mazhab Ma>liki dan Syafi’i menetapkan batasan mahar mitsil yaitu, sesuatu
yang biasanya diinginkan oleh orang laki-laki yang sepertinya (maksudnya suami)
pada orang perempuan (maksudnya istri). Menurut mazhab Syafi’i yang menjadi
41Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 63. 42Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, h. 6775-6776.
39
standar dalam mahar mitsil adalah mahar kerabat perempuannya yang ashabah.
Yang dijadikan standar adalah kerabat perempuan yang paling dekat dengannya
yaitu saudara-saudara perempuan, para keponakan perempuan dari saudara laki-laki,
para bibi dari pihak bapak. Jika dia tidak memiliki kerabat perempuan ashabah maka
yang dijadikan standar adalah perempuan yang memiliki hubungan paling dekat
dengannya yaitu ibunya dan bibinya dari pihak ibu. Menurut mazhab Ma>liki yang
menjadi patokan bagi mahar mitsil adalah kerabat perempuan si istri, kondisi,
kedudukan, harta dan kecantikannya seperti mahar saudara perempuan sekandung
atau sebapak. Selain itu yang menjadi patokannya adalah persamaan dari segi
agama, harta, kecantikan ,akal, etika, umur, keperawanan, janda, negara, nasab dan
kehormatan.43
Sayyid Sabiq menjelaskan pengertian mahar mitsil yaitu mahar yang
seharusnya diberikan kepada perempuan yang sama dengan perempuan lain dari segi
umur, kecantikan, kekayaan, akal, agama, kegadisan, kejandaan, dan negerinya pada
saat akad nikah dilangsungkan. Jika dalam faktor-faktor tersebut berbeda, maka
berbeda pula maharnya.44
Soemiyati dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa mahar mitsil ialah mahar yang jumlahnya
ditetapkan menurut jumlah yang diterima keluarga pihak istri, karena pada waktu
akad nikah jumlah mahar dan bentuknya belum ditentukan. Mahar mitsil itu diukur
dari perempuan yang menyerupai istri dari seluruh kerabatnya, baik dari pihak ayah
43 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, h. 6776. 44Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, h. 49.
40
maupun ibunya, seperti saudara kandung, bibi dari pihak ayah, anak paman dari
pihak ibu,dan selain dari mereka kerabat yang ada.45
Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapatlah dimengerti dan
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan mahar mitsil adalah mahar yang
diberikan oleh calon suami kepada calon istri yang belum ada ketentuan besar
kecilnya serta jenis mahar yang akan diberikan. Mahar ini menjadi hak perempuan
dengan jumlah seperti mahar yang diterima oleh perempuan yang sebaya dengannya
dalam usia, kecantikan, harta, akal, agama, kegadisan, kejandaan serta negerinya
pada saat dilaksanakan akad nikah. Sebab, nilai mahar bagi seorang perempuan
biasanya berbeda sesuai dengan perbedaan sifat-sifat ini. Yang dijadikan acuan
dalam kesetaraan darisegi kerabatnya seperti saudaranya, bibinya, dan anak-anak
perempuan pamannya.
Pelaksanaan pembayaran mahar bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan
atau disesuaikan dengan keadaan dan kebiasaan atau adat masyarakat. Kenyataan
bahwa manusia itu berbeda-beda tingkat ekonominya, sehingga sangat bisa dipahami
bahwa sebagian dari manusia ada yang kaya dan sebagian besar miskin. Ada orang
mempunyai harta melebihi kebutuhan hidupnya dan sebaliknya ada juga yang tidak
mampu memenuhinya. Oleh karena itu, agama Islam memberikan keringanan kepada
laki-laki yang tidak mampu memberikan mahar bernilai nominal yang tinggi sesuai
permintaan calon istri, untuk dapat mencicilnya atau mengangsurnya. Kebijakan
angsuran mahar ini sebagai jalan tengah agar terjadi solusi terbaik antara
kemampuan suami dan hak istri, supaya tidak ada yang merasa dirugikan.
45Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Cet II; Yogyakarta: Liberti, 1986), h. 60.
41
C. Kaidah Ke-s}ah}i>h-}an Sanad dan Matan Hadis
Di dalam melakukan praktek kegiatan kritik, baik kritik sanad (naqd al-
sanad) maupun kritik matan (naqd al-matan) diperlukan kaedah ke-s}ah}i>h}-an sanad
dan matan hadis. Adapun kaedah ke-s}ah}i>h}-an sanad dan matan hadis dapat diketahui
dari pengertian hadis s}ah}i>h}.46 Ibnu Salah memberikan pengertian hadis s}ah}i>h} sebagai
hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan d}a>bit}
sampai akhirnya, tidak terdapat kejanggalan (syuzu>z) dan cacat (‘illah)47 sedangkan
Al-Nawawiy menyetujui hadis s}ah}i>h} yang dikemukakan oleh Ibn al-S{ala>h} tersebut.48
Berdasarkan pengertian istilah tersebut di atas, maka dapat diurai unsur-
unsur hadis s}ah}i>h} menjadi: 1) sanadnya bersambung; 2) periwayatnya bersifat adil;
3) periwayatnya bersifat d}a>bit}; 4) didalam hadis itu tidak terdapat kejanggalan
(sya>z); dan 5) tidak terdapat cacat (‘illah).
Ketiga unsur yang disebutkan pertama berkenaan dengan sanad, sedang dua
unsur berikutnya berkenaan dengan sanad dan matan. Kelima unsur tersebut diberi
istilah sebagai kaidah umum sebab diantaranya ada pula yang memiliki kaedah
khusus. Adapun unsur kaedah umum yang pertama, yakni sanad bersambung,49
46Kata s}ah}i>h} dalam kamu bahasa Indonesia memeliki beberapa arti antara lain: a) sah, b) benar, c) sempurna, d) sehat, e)pasti; sesuai dengan hukum. Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Cet. I; Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h.767. Kata s}ah}i>h} berasal Dari bahasa Arab al-s}ah}i>h}, yang secara etimologi berarti; yang sehat. Kata ini pada asalnya dipakai untuk menyipati tubuh, kemudian secara metaporis dipakai juga untuk menyipati sesuatu selain tubuh. Butros al-Bustaniy, Qutrul al-Muhi>t} (Beirut: Maktabah Libanon, t.th), h. 1111-1112
47Abu> ‘Amr ‘Us\ma>n bin ‘‘Abd al-Rah}ma>n bin al-S{alah al-Syahrazu>riy, ‘Ulu>m al-Ha>dis\ (al-Madianah al-Munawwarah: al-Maktabah al-Ilmiyah, 1972), h. 10
48Abu>> Zakariya Yah}ya> bin Syarf al-Nawawiy, al-Taqri>b li al-Nawawiy fan Us}u>l al-H{adi>s\ (Kairo: ‘Abd al-Rahman Muh}ammad, t.th), h. 2
49Yang dimaksud dengan sanad bersambung ialah tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis Dari periwayat terdekat sebelumnya keadaan itu berlangsung sampai akhir sanad Dari hadis itu. Lihat Subhi al-S{a>lih}, ’Ulu>m al-H{adi>s\ (Beirut: Da>r al-Malayin, 1977 M), h. 145.
42
mengandung unsur-unsur kaedah khusus yaitu; 1) muttas}il (bersambung); 2) marfu>‘
(bersandar kepada Nabi saw.); 3) mah}fu>z} (terhindar dari sya>z); dan 4) mua‘al (cacat).
Ulama hadis berbeda pendapat tentang nama hadis yang sanadnya
bersambung. Al-Kha>tib al-Bagda>diy menamainya sebagai hadis musnad, sedang
hadis musnad menurut ‘Abd al-Barr ialah hadis yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad saw., jadi sebagai hadis marfu>‘ ; sanadnya ada yang bersambung dan ada
yang terputus.50 Dengan demikian, ulama hadis pada umumnya berpendapat bahwa
hadis musnad pasti marfu>‘ dan bersambung sanadnya, sedang hadis marfu>‘ belum
tentu hadis musnad. Oleh karena itu, kalangan ulama hadis dkenal juga dengan
istilah hadis muttas}il atau mawqu>f.51 Hadis muttas}il atau mawqu>f ada yang marfu>‘
(disandarkan kepada Nabi saw.) dan ada yang mawqu>f (disandarkan kepada sahabat
Nabi). Apabila dibandingkan dengan hadis musnad, maka dapat dinyatakan, bahwa
hadis musnad pasti muttas}il atau mawqu>f, dan tidak semua hadis muttas}il atau
mawqu>f pasti musnad.
Selain itu, untuk mengetahui sanad yang bersambung atau tidak, maka dapat
ditempuh dengan mencatat semua nama periwayat dalam sand yang dikritik,
mempelajari searah hidup masing-masing periwayat melalui kitab-kitab rija>l al-h}adi>s\
dengan maksud untuk mengetahui apakah periwayat itu bersifat adil dan d}a>bit}, serta
tidak suka melakukan tadli>s; apakah anatara para periwayat dengan periwayat yang
terdekat dalam sanad itu terdapat hubungan kezamanan pada masa hidupnya dan
terjalin hubungan guru-murid dalam periwayatan hadis; meneliti kata-kata ( sigat al-
tah}ammul wa al-ada>’) yang menghubungkan antara para periwayat dengan periwayat
50Abu> ‘Amr ‘Us\ma>n bin ‘‘Abd al-Rah}ma>n bin al-S{alah al-Syahrazu>riy, ‘Ulu>m al-Ha>dis\, h. 39 51Abu> ‘Amr ‘Us\ma>n bin ‘Abd al-Rah}ma>n bin al-S{alah al-Syahrazu>riy, ‘Ulu>m al-Ha>dis,\ h. 40.
43
yang terdekat, apakah s}igah al-tah}ammul wa al-ada>’ yang dipakai berupa
haddasani>,haddasana>, akhbarani>, akhbarana>, ‘an, dan anna, atau kata lainnya. Jadi,
suatu sanad hadis dapat dinyatakan bersambung apabila seluruh periwayatnya
bersifat adil dan d}a>bit} serta terjalin hubungan periwayatan gadis secara sah Menurut
ketentuan tah}ammul wa ada>’ al-h}adi>s\.
Selanjutnya, unsur kaedah umum yang kedua, yaitu periwayat bersifat ‘a>dil, 52 merupakan unsur yang harus diteliti untuk dapat mengetahui apakah riwayat yang
diterima sebagai hujjah atau ditolak. Mengenai kaedah umum yang kedua,
berhubungan dengan kualitas pribadi, yang memiliki unsur-unsur kaidah khusus
yaitu; 1) beragama Islam; 2) mukallaf (balig dan berakal sehat); 3) melaksanakan
ketentuan agama Islam; dan 4) memelihara muru’ah.53
Disamping itu, secara umum ulama telah mengemukakan cara penetapan
keadilan periwayat hadis, yakni berdasarkan; a) popularitas keutamaan periwayat
dikalangan ulama hadis; b) penilaian dari pada kritikus hadis, penilaian ini berisis
pengungkapan kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri periwayat hadis; c)
penerapan kaedah jarh}} wa al-ta‘di>l; cara ini ditempuh, bila para kritikus periwayat
hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu.54
Jadi, penetapan keadilan periwayat diperlukan kesaksian dari ulama, dalam
hal ini ulama ahli kritikus periwayat. Khusus para sahabat Nabi Muhammad saw.,
52Kata adil berasal Dari bahasa Arab, al-‘adl. Kata al-‘adl memiliki banyak arti antara lain;a) keadilan (al-ada>lah); pertengahan (al-I‘tida>l); lurus (istiqa>mah); condong kepada kebenaran (al-mai>l ila> al-h}aq). Orang yang bersifat adil disebut al-adil, jamaknya, al-‘udu>l. Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lugah, h. 491-492.
53Abu> ‘Amr ‘Us\ma>n bin ‘Abd al-Rah}ma>n bin al-S{alah al-Syahrazu>riy, ‘Ulu>m al-Ha>dis,\ h. 94-96.
54Abu>> Zakariya Yah}ya> bin Syarf al-Nawawiy, al-Taqri>b, h. 12.
44
hampir seluruh ulama hadis menilai mereka bersifat adil. Karenanya, dalam proses
penilaian periwayat hadis, pribadi sahabat Nabi tidak dikritik oleh ulama hadis dari
segi keadilannya.
Sedangkan unsur kaedah umum yang ketiga, periwayat bersifat d}a>bit},55
hubungan dengan kapasitas intelektual, yang mengandung unsur-unsur kaedah
khusus yaitu; 1) hafal dengan baik hadis yang diterimanya; 2) mampu
menyampaikannya kepada orang lain; 3)terhindar dari sya>z; dan 4) terhidar dari
‘illah (cacat). Oleh karena itu, apabila unsur-unsur itu dipenuhi oleh periwayat hadis,
maka periwayat tersebut dinyatakan sebagai periwayat yang bersifat s\iqah. Dengan
demikian, istilah s\iqah merupakan gabungan dari bersifat adil dan d}a>bit}.
Adapun cara penetapan ke-d}a>bit}-an seorang periwayat, Menurut berbagai
pendapat ulama, dapat dinyatakan sebagai berikut; a) ke-d}a>bit}-an periwayat dapat
diketahui berdasarkan kesaksian ulama; b) ke-d}a>bit}-an periwayat dapat diketahui
berdasarkan kesesuaian riwayatnya dengan riwayat yang disampaikan oleh
periwayat lain yang telah dikenal ke-d}a>bit}-annya. Tingkat kesesuaiannya itu
mungkin hanya sampai ketingkat makna atau mungkin ketingkat harfiah; c) apabila
seorang periwayat sekali-sekali mengalami kekeliruan, maka dia masih dapat
dinyatakan sebagai periwayat yang bersifat d}a>bit}. Tetapi apabila kesalahan itu
sering terjadi, maka periwayat yang bersangkutan tidak lagi disebut sebagai
periwayat yang d}a>bit}.56.
Dari uraian tersebut diatas, tampak bahwa lima unsur yang terdapat dalam
kaidah umum untu sanad sesungguhnya dapat dipadatkan menjadi tiga unsur, yakni
55Menurut bahasa kata dabit dapat berarti, yang kokoh, yang kuat, yang tepat, yang hafal dengan sempurna. Lihat Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lugah, h. 445
56Abu>> Zakariya Yah}ya> bin Syarf al-Nawawiy, al-Taqri>b, h. 12.
45
unsur-unsur terhindar dari syuzu>z dan ‘illah dimasukkan pada unsur pertama (sanad
bersambung) dan unsur ketiga bersifat d}a>bit}. Itu berarti, sekiranya unsur-unsur sanad
bersambung dan periwayat bersifat d}a>bit} telah terpenuhi, maka sebenarnya unsur-
unsur terhindar dari sya>z (kejanggalan) dan ‘illah (cacat) telah terpenuhi pula.
Pemadatan unsur-unsur itu tidak mengganggu substansi kaidah sebab, hanya bersifat
metodologis untuk menghindari terjadinya tumpang tindih unsur-unsur, khususnya
dalama kaidah khusus.
Selanjutnya, tentang kaidah umum untuk ke-s}ah}i>h}-an matan, ada dua macam,
yakni; a) terhindar dari sya>z;57 dan b) terhindar dari ‘illah.58 Kedua unsur tersebut
harus dipenuhi untuk ke-s}ah}i>h}-an matan hadis. Dalam melakukan kritik matan tidak
secara ketat ditempuh langkah-langkah dengan membagi kegiatan keritik menurut
urutan kedua unsur tersebut. Maksudnya, tidak menekankan bahwa langkah pertama
harus meneliti sya>z dan langkah berikutnya meneliti ‘illah. Akan tetapi lebih
mengacu pada tolok ukur kritik matan yang telah dirumuskan oleh ulama hadis.
Adapun tolok ukur kritik matan yang telah dikemukakan oleh ulama hadis tidaklah
seragam.
Al-Kha>tib al-Bagda>diy menjelaskan bahwa matan hadis yang maqbul
(diterima sebagai hujjah) haruslah :
1. Tidak bertentangan dengan akal yang sehat.
2. Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur’an yang muhkam
57 Menurut bahasa sya>z dapat berarti;. Yang jarang, menyendiri, yang asing, yang menyalahi aturan, dan yang menyalahi orang banyak. Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lugah, h. 379.
58 Menurut bahasa, kata ‘illah dapat berarti; cacat, kesalahan baca, penyakit atau keburukan. Lihat Ibnu Manzu>r, juz XIII, op.cit., h.498; Sedangkan menurut istilah ilmu hadis, illat ialah sebab yang tersembunyi yang merusakkan kualitas hadis. Keberadaannya menyebabkan hadis yang pada lahirnya tampak berkualitas s}ah}i>h} menjadi tidak s}ah}i>h}. lihat Abu>> Zakariya Yah}ya> bin Syarf al-Nawawiy, al-Taqri>b, h. 10.
46
3. Tidak bertentangan dengan hadis yang mutawa>tir
4. Tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama
masa lalu (ulama salaf)
5. Tidak bertentangan dengan dalil yang sudah pasti
6. Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas ke-s}ah}i>h}-annya lebih
kuat.59
Oleh karena itu, walaupun unsur-unsur kaidah umum ke-s}ah}i>h}-an matan
hanya dua macam, tetapi aplikasinya dapat berkembang dan Menurut adanya
pendekatan dengan tolok ukur yang beragama sesuai dengan keadaan matan yang
dikritik. Butir-butir tolok penelitian matan tampak telah menyeluruh, tetapi tingkat
akurasinya ditentukan juga oleh kesepakatan metodologis dalam penerapannya.
Untuk itu, kecerdasan, keluasan pengetahuan, dan kecermatan peneliti sangat
diperlukan.
Selanjutnya, dalam hubungannya dengan pelaksanaan kegiatan kritik sanad
dan kritik matan, maka kritik sanad dilakukan terlebih dahulu sebelum kegiatan
kritik matan. Langkah itu, dapat dipahami dengan melihat latar belakang sejarah
periwayatan dan penghimpunan hadis. Di samping itu, bahwa kritik matan barulah
bermanfaat bila sanad hadis bersangkutan telah memenuhi syarat untuk hujjah. Bila
sanad bercacat, maka matan tidak perlu diteliti, sebab tidak akan bermanfaat untuk
hujah.
Apabila suatu hadis sanadnya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan ke-
s}ah}i>h}-annya, maka pastilah hadis itu berkualitas s}ah}i>h}. Hal ini memang logis, sebab,
59Al-Kha>tib al-Bagda>diy, al-Kifayah fi ‘Ilm al-Riwa>yah (Mesir: Matba‘ah al-Sa‘adah, 1972), h. 206-207.
47
apabila suatu berita telah benar-benar dapat dipercaya sumber dan rangkaian
pembawa beritanya, maka penerima berita tidak memiliki alasan untuk menolak
kebenaran berita itu.
Sehubungan dengan hal tersebut, bahwa sanad hadis ada yang bersambung
dan ada yang tidak bersambung, periwayatnya ada yang s\iqah dan ada yang tidak
s\iqah , kandungannya ada yang mah}fu>z} dan ada yang sya>z, maka ulama hadis
membagi hadis dari segi kualitasnya.
Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa ulama hadis sebelum zaman al-Turmuz\i
membagi kualitas hadis kepada dua macam yaitu, s}ah}i>h} dan d}a’i>f. al-Turmuz\iy juga
membagi kualitas hadis dengan tiga macam, yaitu s}ah}i>h}, h}asan, dan d}a’i>f. Istilah
h}asan berasal dari pecahan kualitas d}a’i>f yang dipakai sebelum zaman al-Turmuz\i.60
Oleh karena itu, al-Turmuz\iy sendiri dalam kitab Sunan-nya menggunakan
istilah hasan untuk menyebutkan kualitas hadis tertentu dan menggabungkan istilah
itu dengan istilah lainnya, misalnya h}asan s}ah}i>h}, dan h}asan gari>b.61 Ulama
menjelaskan apa yang dimaksud oleh gabungan istilah yang dipakai al-Turmuz\iy,
namun semua penjelasan itu hanyalah penafsiran saja sebab, al-Turmuz\iy sendiri
tidak memberikan penjelasan tentang istilah-istilah yang digunakan tersebut.62
Untuk membedakan ketiga macam kualitas di atas, tolak ukurannya adalah
kaedah ke-s}ah}i>h}-an hadis, yang terdiri dari lima unsur yang berkenaan dengan sanad
dan dua unsur berkenaan dengan matan. Hadis yang memenuhi semua unsur tersebut
60Taqiy al-Di>n Ah}mad bin ‘‘Abd al-H{a>lim bin Taimiyah, Majmu>‘ Fatawa li bin Taimiyah, jilid I (t.t: Matabi’ Da>r al-Arabiyyah, 1398 H), h. 252
61Abu> ‘I<sa> Muh}ammad bin ‘I<sa> bin Sawrah al-Turmuz\iy, Sunan al-Turmuz\iy, juz I (Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th), h. 7
62Abu> Fida’ Ism>a‘i>l bin Kas\i>r, Ikhtisa>r ‘Ulu>m al-H{adi>s\ (Beirut: Da>r al-Fikr, t.th), h. 21
48
dinilai sebagai hadis yang berkualitas s}ah}i>h}. Untuk hadis yang berkualitas h}asan, ada
salah satu unsur yang kurang dipenuhi secara sempurna, yaitu unsur ke-d}a>bit}-an.
Dalam hal ini, ke-d}a>bit}-an periwayat kurang sempurna, yang dalam ilmu hadis
disebut khafif al-d}a>bit.63
Adapun hadis yang tidak memenuhi salah satu, sebagian, atau seluruh unsur
kaidah hadis s}ah}i>h} dan hadis h}asan, maka hadis yang bersangkutan dinyatakan
sebagai hadis yang berkualitas d}a’i>f.64 Pembagian kualitas hadis yang tiga macam
itu tertuju kepada hasil akhir kritik hadis yang mencakup sanad dan matan, atau
untuk sanad saja, dan tidak untuk matan yang terpisah dari sanad. Khusus untuk
kualitas matan, mayoritas ulama hadis hanya membagi dua macam, yaitu hadis s}ah}i>h}
dan d}a’i>f.
Di samping itu, hadis s}ah}i>h} dibagi menjadi s}ah}i>h} liz\atih dan s}ah}i>h} li gairih.
Hadis s}ah}i>h} li gairih pada asalnya bukanlah hadis s}ah}i>h}, akan tetapi karena adanya
dukungan dalil lain yang kuat, maka meningkat status tau kualitasnya menjadi s}ah}i>h}.
Untuk hadis hasan, dibagi pula menjadi hasan li zatih dan hasan li gairih.65 Kualitas
hasan li gairih pada asalnya hadis d}a’i>f tertentu lalu ada pendukung dalil yang kuat.
Meskipun hadis d}a’i>f bisa meningkat derajatnya setingkat lebih tinggi, menjadi
hasan, namun tidak semua hadis d}a’i>f bisa meningkat. Hadis d}a’i>f yang meningkat
hanyala hadis-hadis yang tidak terlalu lemah.
63Al-Kha>tib al-Bagda>diy, al-Kifayah fi ‘Ilm al-Riwa>yah, h. 332 64Abu> ‘Amr ‘Us\ma>n bin ‘Abd al-Rah}ma>n bin al-S{alah al-Syahrazu>riy, ‘Ulu>m al-Ha>dis,\ h.19. 65Abd al-Rah}ma>n Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}iy (disebut al-Suyu>t}iy), al-Du>r al- Mans}u>r, jilid I (Cet.
I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1403 H/ 1983 M), h. 89.
49
BAB III
KUALITAS DAN KEHUJJAHAN HADIS-HADIS
TENTANG MAHAR
A. Takhri>j Al-H}adi>s\
Kata takhri>j1 dari segi bahasa ialah kumpulan dua perkara yang saling berlawanan
dalam satu masalah.2 Selain itu, kata takhri>j sering pula diartikan; a) al-istinba>t}
(mengeluarkan dari sumbernya), b) al-tadri>b (latihan), c) al-tauji>h (pengarahan,
menjelaskan duduk persoalan).3 Jadi takhri>j al-h}adi>s\ dapat berarti mengeluarkan hadis.
Maksudnya, segala yang ada kaitannya dengan apa yang diteliti, ditelusuri semua hingga
tuntas dan menjadi jelas, tidak ada lagi tersisa.
Menurut istilah ulama hadis, takhri>j al-h}adi>s\ memiliki beberapa pengertian yaitu :
1. Mengumpulkan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatnya
dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yang
mereka tempuh.
2. Mengungkapkan hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis atau berbagai
kitab yang disusun berdasarkan riwayatnya sendiri, para gurunya atau orang lain,
dengan menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab yang dijadikan
sumber pengambilan.
1Kata takhri>j adalah bentuk isim mas}da>r dari kata kharraja-yukharriju. Sedang kata kharaja ad’alahbentuk fi‘il s\ula>s\iy mazi>d Da>ri kata kharaja, yang terdiri atas huruf; al-kha, ( خ), al-ra ( ر ) al-ji>m ( ج); makna asalnya ada dua, yakni penebusan sesuatu dan perbedaan dua warna. Abu>>> al-H{usain Ah}ma>d bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Maqa>yi>s al-Lugah, Jus II (Beiru>t: Da>r al-Ji>l 1411 H/1991 M), h. 175. Selain itu, kata kharaja dapat berarti menampakkan, mengeluarkan, dan memecahkan sesuatu. Lihat Louis Ma’luf, al-Munjid fi> al-Lugah wa ‘A’lam (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1986 M), h. 172-173; Ibra>him bin Unais, et.al., Al-Mu’jam al-Was\i>t, juz I (Teher’an : Maktabah al-Islamiyah, tth), h. 244.
2Mahmud al-Tahha>n, Usu>l al-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>ni>d (Cet. II; Riya>d: Matba’ah al-Ma’a>rif, 1991 ), h. 10.
3Abu>> al-Fad}l Jamal al-Di>n Muh{ammad bin Mukram bin Manzur, Lisa>n al-‘Arab (Beiru>t: Da>r al-Sadr, 1396), h. 249.
50
3. Menunjukkan asal usul hadis dan mengemukakan sumbernya dari berbagai kitab
hadis yang disusun oleh para mukharrijnya langsung, yakni para periwayat yang juga
sebagai penghimpun bagi hadis yang mereka riwayatkan.
4. Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya, yakni kitab-kitab hadis, yang
didalamnya disertakan metode periwayatan dan sanadnya, serta diterangkan
berbagai kitab, yang di dalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap dengan
sanadnya masing-masing, kemudian untuk kepentingan penelitian maka dijelaskan
kualitas hadis yang bersangkutan.4
Nampaknya pengertian takhri>j al-h}adi>s\ yang relevan untuk kegiatan kritik hadis
selanjutnya adalah pengertian yang disebutkan terakhir. Bertolak dari pengertian tersebut,
maka yang dimaksud dengan takhri>j al-h}adi>s\ dalam tulisan ini ialah penelusuran atau
pencarian hadis pada bagian kitab sebagai sumber asli dari hadis, yang di dalamnya
dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.
Dalam kaitan itu, ada beberapa metode takhri>j al-h}adi>s\ yang dapat digunakan
untuk menelusuri hadis dari sumbernya. Metode-metode tersebut oleh para ulama
diupayakan dengan maksud mempermudah mencari hadis-hadis Nabi> saw. Abu>>
Muh}ammad ‘Abdal-Mahdi mengemukakan lima macam metode takhri>j al-h}adi>s\ yaitu ; 1)
takhri>j menurut lafal pertama hadis; 2) takhri>j menurut lafal-lafal yang terdapat dalam
matan hadis; 3) takhri>j menurut periwayat pertama; 4) takhri>j menurut tema hadis; 5)
takhri>j menurut status atau klasifikasi jenis hadis.
Metode takhri>j al-h}adi>s\ yang digunakan dalam menelusuri hadis-hadis mahar ada
empat macam metode antara lain, yaitu; Pertama, metode takhri>j menurut lafal-lafal yang
4Lihat Mahnu>d al-Tahha>n, “Us}u>l”, h. 9-14; Abu>> al-Fayd Ah}mad bin Muh}ammad al-S}iddi>q, al-Hida>yat fi> Takhri>j Ah}a>dis\ al-Bida>yah (T.tp:‘‘alam al-Kutub, 1987), h.11-12; M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 41-42; Abu>> Muh}ammad Abd al-Mahdi bin Abd al u>qa>dir bin Abd al-Hadi, Turuq Takhri>j Hadis\ Rasu>lulla>h saw., diterjemahkan oleh H.S. Agil H}usain al-Munawwar dan H. Ah}mad Rifqi Muchtar dengan judul “ Metode Takhri>j al-H}adi>s\\ (Cet. VII: Semar’ang: Dina Utama, 1994 M), h. 3.
51
terdapat dalam hadis atau metode takhri>j al-hadi>s bi al-lafz}i. Kedua, metode takhri>j
menurut tema hadis (tematik) atau metode takhri>j al-h}adi>s\ bi al-maud}u>i. Ketiga, metode
takhri>j menurut lafal pertama hadis. Keempat, metode takhri>j menurut periwayat pertama.
Adapun di dalam melakukan penelusuran hadis penulis hanya mengambil dua metode
yaitu metode takhri>j menurut lafal-lafal yang terdapat dalam hadis dengan merujuk kepada
kitab al-mu’ja>m al-mufahras li Alfaz} al-hadi>s \al-Nabawiy dan metode takhri>j menurut
tema hadis (tematik) yang merujuk kepada kitab mifta>h al-kunu>z al-sunnah. Kedua kamus
hadis tersebut disusun oleh A.J. Wensinck (w.1939 M). Di samping itu, dalam penelusuran
hadis digunakan pula al-maktabah al-sya>milah.
Selanjutnya, jika ditempuh metode lafal, maka berbagai riwayat (hadis-hadis)
tentang mahar ditemukan pada lafal-lafal (kata-kata) صداق dan مهر. Sedangkan jika
ditempuh dengan metode tematik maka berbagai riwayat (hadis) yang dicari ditemukan
pada topik nikah. Penulusuran dan pelacakan hadis-hadis yang terkait dengan pembahasan
tentang hadis-hadis tentang dilakukan dengan merujuk pada kitab-kitab hadis, terutama
kitab-kitab hadis standar yang terdiri dari sembilan kitab hadis standar.5 Di samping itu,
beberapa pertimbangan status standar suatu kitab hadis menurut M. Syuhudi Ismail yaitu
1) Dalam kitab hadis standar telah terhimpun hampir seluruh hadis yang berkualitas S}ah}i>h},
2) Dalam kitab standar telah terhimpun hampir seluruh masalah yang berkaitan dengan
hadis Nabi, 3) kitab-kitab standar secara umum lebih baik dibanding dengan kitab-kitab
yang bukan standar dilihat dari susunannya, isinya dan kualitasnya.6P
5Adapun kitab hadis stanDa>r yang terdiri Da>ri sembilan kitab hadis yaitu; 1) S}ah}ih} al-Bukhari>, 2) S}ah}ih} Muslim, 3) Sunan Abi> Da>ud, 4) Sunan al-Turmuz\i>, 5) Sunan al-Nasa>’iy, 6) Sunan Bin Ma>jah, 7) Sunan al-Da>rimiy, 8) Muwat}t}a Ma>lik, 9) Musnad Ah}mad bin H}anbal.
6Lihat M. Syuhudi Ismail, Cara praktis Mencari Hadis ( Cet. I; Jakarta: Bul’an Bint’ang, 1992), h. 11.
52
B. Klasifikasi Hadis Tentang Mahar.
Untuk memudahkan pembahasan hadis-hadis mahar, maka susunan hadis yang
akan diikuti tidak berdasarkan urutan kitab, sebagaimana disebutkan di atas, tetapi
disusun menurut pengelompokan atau klasifikasi masalah. Adapun susunan sanad dan
matan hadis tersebut sebagai berikut.
1. Hadis Anjuran Untuk Memudahkan Mahar
Untuk hadis berikut ini hanya diriwayatkan oleh imam Ah}mad bin H}anbal dengan
dari dua jalur yang berbeda.
ثـنا ابن مبارك عن أسامة بن زيد عن صفوان بن ثـنا إبـراهيم بن إسحاق قال حد سليم عن عروة حدا وتـيسري عن عائشةأن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إن من مين المرأة تـيسري خطبته
ها 7صداقها وتـيسري رمحArtinya
Telah menceritakan kepada kami Ibrahi>m bin Ish}aq berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu>> Mubarak dari ‘Usamah bin Zaid dari Shafwan bin Sulaim dari ‘Urwah dari ‘Aisyah bahwasanya Rasulullah saw. bersabda “Sesungguhnya diantara kebaikan seorang wanita adalah mudah dipinang, mudah maharnya dan mudah rahimnya.”
Pada hadis yang lain juga menjelaskan tentang anjuran memudahkan mahar :
ثـنا يزيد أخبـرنا محاد بن سلمة عن ابن سخبـرة عن القاسم بن حممد عن عائشة عن النيب صلى حد 8م قال أعظم النساء بـركة أيسرهن مئونة الله عليه وسل
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengabarkan kepada kami Hammad bin Salamah dari Ibnu Sakhirah dari Al Qasim bin Muhammad dari Aisyah dari Nabi Muhammad saw. bersabda: "Wanita yang paling besar berkahnya adalah yang paling ringan maharnya."
7Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz V (Cet 1; Beirut : Alam Al-Kutub, 1419 H/1998 M), h. 496
8Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz V, h. 375 dan h. 376
53
2. Memberi Mahar Yang Pantas Kepada Anak Yatim
ثـنا إبـراهيم بن سعد عن صالح بن كيسان عن ابن ش ثـنا عبد العزيز بن عبد الله حد هاب قال حد عن قـول الله تـعالىوإن خفتم أن ال تـقسطوا يف اليتامى أخبـرين عروة بن الزبـري أنه سأل عائشة
ماهلا ومجاهلا فـرييد فـقالت يا ابن أخيت هذه اليتيمة تكون يف حجر وليـها تشركه يف ماله ويـعجبه {ن أن وليـها أن يـتـزوجها بغري أن يـقسط يف صداقها فـيـعطيـها مثل ما يـعطيها غيـره فـنـهوا ع
لغوا هلن أعلى سنتهن يف الصداق فأمروا أن يـنكحوا ما طاب هلم يـنكحوهن إال أن يـقسطوا هلن ويـبـيه وسلم بـعد من النساء سواهن قال عروة قالت عائشة وإن الناس استـفتـوا رسول الله صلى الله عل
قالت عائشة وقـول الله تـعاىل يف آية أخرىوتـرغبون أن { يف النساء هذه اآلية فأنـزل اللهويستـفتونك رغبة أحدكم عن يتيمته حني تكون قليلة المال واجلمال قالت فـنـهوا أن يـنكحوا عن من { تـنكحوهن
ه ومجاله يف يـتامى النساء إال بالقسط من أجل رغبتهم عنـهن إذا كن قليالت المال رغبوا يف مال 9واجلمال
Artinya Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah Telah menceritakan kepada kami Ibrahi>m bin Sa'ad dari S}alih bin Kaisan dari Ibnu>> Syi>hab dia berkata; Telah mengabarkan kepadaku 'Urwah bin Az Zubair bahwasanya ia bertanya kepada ‘Aisyah mengenai firman Allah swt. 'Jika kalian takut tidak berbuat adil kepada anak yatim.. (An-Nisa>’ 3) ‘Aisyah berkata; 'wahai anak saudariku, yang dimaksud adalah seorang gadis yatim yang berada dipeliharaan walinya, ia membantu dalam mengurus hartanya, lalu walinya takjub dengan harta dan kecantikannya hingga ia ingin menikahinya namun tidak bisa berbuat adil dalam maharnya sehingga Ia memberinya seperti yang diberikan oleh orang selainnya. Maka mereka dilarang untuk menikahi gadis-gadis itu kecuali jika berbuat adil dan memberi sebaik-baik mahar kepada mereka, sehingga mereka bisa memperoleh setinggi-tinggi mahar seukuran kondisi yang berlaku. Akhirnya mereka diperintahkan untuk menikahi wanita yang baik selain anak-anak perempuan yatim itu . Urwah berkata; lalu ‘Aisyah berkata; sesungguhnya orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah saw. setelah turun ayat tersebut, lalu Allah swt. menurunkan dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang wanita-wanita, katakanlah bahwa Allah memberi fatwa kepada kalian sampai firman Allah dan kalian ingin menikahi mereka. ‘Aisyah berkata;
9Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz. VI, bab tafsir, h 102. Diriwayatkan secara makna hadis ini terdapat pula pada Juz VII, Bab Nikah, h 265, 263, 264, 258. Abu>> al-H}usain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisabu>ri, S}ah}ih} Musli<m, Juz. V, (Beirut; Dar Ihya Turats, t.th), h. 239. Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abu>> Da>ud, Juz. I, Bab Nikah (Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), h. 484-485. Abu> Abd al-Rahman Ahmad bin Syu’aib An-Nasa>’i, Sunan An-Nasa>’i, Juz. I (Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), h. 98.
54
maksudnya, ketika terjadi ketidak senangan seseorang diantara kalian kepada anak yatim yang ia pelihara karena harta dan kecantikannya sedikit, maka mereka dilarang untuk menikahinya karena dorongan niat untuk menguasai harta gadis-gadis yatim itu. Kecuali jika bisa menegakkan keadilan meskipun ada ketidak senangan kepada mereka.
3. Tidak Boleh Menikah Tanpa Mahar (Nikah Syig\ar)
ثين نافع عن عبد الله رضي ثـنا حيىي بن سعيد عن عبـيد الله قال حد د حد ثـنا مسد هأن حد الله عنـغار قال يـنكح ابـنة الرجل رسول الله صلى الله غارقـلت لنافع ما الش عليه وسلم نـهى عن الش
اس إن ويـنكحه ابـنته بغري صداق ويـنكح أخت الرجل ويـنكحه أخته بغري صداق وقال بـعض الن غار فـهو جائز والشرط باطل وقال يف المتـعة النكاح فاسد والشرط احتال حىت تـزوج على الش
غار جائز والشرط باطل عة والش 10باطل وقال بـعضهم المتـArtinya
Telah menceritakan kepada kami Mu>saddad telah menceritakan kepada kami Yah}ya bin Sa'id dari Ubaidillah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Nafi' dari 'Abdullahra., Rasulullah saw. melarang nikah syighar. Saya bertanya kepada Nafi'; 'Apa maksud syighar? Ia menjawab; 'mengawini anak perempuan seseorang lelaki dengan syarat lelaki tersebut dinikahkan dengan anak perempuannya tanpa mahar, atau menikahi saudara perempuan seorang lelaki dengan syarat lelaki tersebut menikahkannya dengan saudara perempuannya tanpa mahar.' Sebagian orang berPendapat; jika seseorang bersiasat sehingga ia nikah syig}har, maka perkawinannya boleh dan syaratnya bathil. Dan ia berkata tentang nikah mut’ah; pernikahannya rusak dan syaratnya bathil. Sedang sebagian lain berpendapat bahwa nikah syighar boleh dan syaratnya batil.
4. Mahar Yang Dapat Dihutang
ع ثـنا عبد الرمحن بن مهدي عن سفيان عن فراس عن الش ثـنا عثمان بن أيب شيبة حد يب عن حدها ومل يدخل هبا ومل يـفرض هل ا الصداق فـقال مسروق عن عبد الله يف رجل تـزوج امرأة فمات عنـ
عت رسول الله ص ة وهلا المرياثـفقال معقل بن سنان مس لى الله عليه هلا الصداق كامال وعليـها العد
10Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz IX, Bab Siasah, h. 263. Juz. VII, Bab Nikah, h. 53. Abu>> al-H}usain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisabu>ri, S}ah}ih} Musli<m, Juz.VI, Bab Nikah, h. 452. Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats aal-Azdi al-Sijistani ,Sunan Abu>> Da>ud, Juz. III, Bab Nikah, h. 103. Abu>> Isa Muhammad bin Isa al-T}urmuz\i>, Sunan al-T}urmuz\i>, Juz. II (Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), h. 360-361. Abu> Abd al-Rahman Ahmad bin Syu’aib An-Nasa>’i, Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, Bab Nikah, h. 142. Abu> Abdullah Muhammad bin Yazid al-Rab’i Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz. III (Beirut: Da>r al-Fikr, 1995), h. 391. Malik bin Anas bin Malik, Muwaththa’ Malik, Juz. II, bab nikah, hadis ke 24 (Beirut, Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah, 199), h. 526. Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz V, h. 350. Abu> Muhammad Abdullah bin Abd al-Rahman al-Da>rimi>, Sunan al-Da>rimi>, Juz. I. (Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), h. 142.
55
ثـنا عثمان بن أيب شيبة ثـنا يزيد بن هارون وابن مهدي وسلم قضى به يف بروع بنت واشقحد حدثـنا عبـ يد الله عن سفيان عن منصور عن إبـراهيم عن علقمة عن عبد الله وساق عثمان مثـله حد
ثـنا سعيد ب ثـنا يزيد بن زريع حد ن أيب عروبة عن قـتادة عن خالس وأيب حسان عن بن عمر حدختـلفوا إليه شهرا عبد الله بن عتبة بن مسعود أن عبد الله بن مسعود أيت يف رجل هبذا اخلرب قال فا
أقول فيها إن هلا صداقا كصداق نسائها ال وكس وال شطط وإن هلا أو قال مرات قال فإين ة فإن يك صوابا فمن الله وإن يكن خطأ فمين ومن الشيطان وال ها العد له ورسوله المرياث وعليـ
م ناس من أشجع فيهم اجلراح وأبو سنان فـقالوا يا ابن مسعود حنن نشهد أن رسول الله بريئان فـقاكما عي صلى الله عليه وسلم قضاها فينا يف بروع بنت واشق وإن زوجها هالل بن مرة األشج
الله قضيت قال فـفرح عبد الله بن مسعود فـرحا شديدا حني وافق قضاؤه قضاء رسول الله صلى 11وسلم عليه وسلم
Artinya Telah menceritakan kepada kami ‘Utsman bin Abu> Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdurrah}man bin Mahdi dari Sofyan dari Fi>ras dari Asy Sya'bi dari Masruq dari ’Abdullah mengenai seorang laki-laki yang menikahi seorang wanita kemudian lelaki tersebut meninggal dunia dan belum bercampur dengannya (menggaulinya) serta belum memberikan mahar kepadanya. Kemudian beliau berkata; baginya mahar secara sempurna dan ia wajib ber'iddah serta baginya warisan. Kemudian Ma'qil bin Sinan berkata; aku mendengar Rasulullah saw. memutuskan dengan hal tersebut pada diri Barwa' binti> Wasyiq. Telah menceritakan kepada kami ‘Utsman bin Abu> Syaibah, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Haru>n dan Ibnu> Mahdi dari Sofyan dari Manshur dari Ibrahi>m dari 'Al Qamah dari Abdullah dan ‘Utsman menyebutkan seperti itu. Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Umar, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai', telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu> 'Arubah dari Qatadah dari Khalas serta Abu> Hassan dari Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud bahwa Abdullah bin Mas'ud dihadapkan pada masalah mengenai seorang laki-laki seperti hadis ini. Abdullah bin Utbah berkata; kemudian orang-orang datang kepadanya selama satu bulan. Atau ia mengatakan; selama beberapa kali. Abdullah bin Mas'ud berkata; sesungguhnya aku katakan mengenainya; bahwa baginya mahar seperti mahar wanita-wanita yang setara dengannya, tidak kurang dan tidak lebih dan baginya
11Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani,Sunan Abu>> Da>ud, Juz. III, Bab nikah, hadis ke 71, nomer hadis 2116, h. 103. dan hadis ke 72, nomer hadis 2117, h. 103. Sunan al-T}urmuz\i>, Juz. II, bab nikah, hadis ke 67, hadis nomor 1145, h. 96. Sunan An-Nasa’i, Juz. IV, bab nikah, hadis ke 137, hadis nomor 3524, h. 243. Dan hadis ke 136, hadis nomor 3525, h. 244. hadis ke 163 hadis nomor 3358, h. 260. hadis ke 161 hadis nomor 3356, h. 259. Sunan Ibn Majah, Juz. III, kitab nikah, hadis nomor 1965, h. 46. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz V, hadis nomor 3891, h. 451. Juz XII, hadis nomor 15378, h. 32. Juz XIII, hadis nomor 17738, h. 129. XIII, hadis nomor 17735, h. 31.
56
warisan, serta berkewajiban untuk ber'iddah. Apabila (perkataan itu ) benar maka berasal dari Allah dan apabila salah maka hal tersebut berasal dariku dan dari setan, Allah dan rasul-Nya berlepas diri. Kemudian orang-orang dari Asyja' diantara mereka adalah Al Jarrah dan Abu> Sinan berkata; wahai Ibnu> Mas'ud, kami bersaksi bahwa Rasulullah saw. telah memutuskan hal tersebut diantara kami mengenai diri Barwa' binti> Wasyiq yang suaminya adalah Hilal bin Murrah seperti yang telah engkau putuskan. Abdullah bin 'Utbah berkata; kemudian Abdullah bin Mas'ud sangat senang sekali ketika keputusannya sama dengan keputusan Rasulullah saw.
Berikut adalah hadis yang menjelaskan bahwa perkara yang dialami oleh Abdullah
bin Mas’ud ternyata pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad saw. Yang diriwayatkan
oleh Ah}mad bin H}anbal.
ثـنا منصور عن إبـراهيم عن ثـنا زائدة حد ثـنا أبو سعيد حد علقمة واألسود قال أتى قـوم عبد الله حدجع قال يـعين ابن مسعود فـقالوا ما تـرى يف رجل تـزوج امرأة فذكر احلديث قال فـقال رجل من أش
ذا قضى رسول الله صلى الله عليه وسلم تـزوج رجل منا منصور أراه سلمة بن يزيد فـقال يف مثل ه مل يـفرض هلا امرأة من بين رؤاس يـقال هلا بروع بنت واشق فخرج خمرجا فدخل يف بئر فأسن فمات و
الله صلى الله عليه وسلم فـقال كمهر نسائها ال وكس وال شطط وهلا المرياث صداقا فأتـوا رسول ها العدة وعليـ
12 Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Abu> Sa’id Telah menceritakan kepada kami Zaidah Telah menceritakan kepada kami Manshur dari Ibrahim dari Alqamah dan Al Aswad ia berkata; Orang-orang mendatangi Abdullah yakni Ibnu Mas'ud dan mereka pun bertanya, "Bagaimana Pendapatmu, mengenai seorang laki-laki yang menikahi seorang wanita?" Lalu ia pun menyebutkan hadis. Al Qamah berkata; Kemudian seorang laki-laki dari Asyja' -Manshur berkata; Menurutku ia adalah Salamah bin Zaid - dan berkata, "Dalam persoalan ini, Rasulullah saw. telah memutuskan. Pernah seorang laki-laki dari kami menikahi wanita dari Bani Ruas yang biasa dipanggil Birwa' bintu Wasiq. Suatu hari, laki-laki itu keluar kemudian memasuki kawasan sumur lalu ia pingsan dan mati. Sedangkan ia belum memberikan mahar kepada wanita yang dikahinya Kemudian orang-orang pun mendatangi Rasulullah saw., maka beliau bersabda: "Ia berhak mendapatkan mahar sebagaimana istri-istri yang lain, tidak ada tipu daya dan ketidakadilan. Ia juga mendapat bagian dari harta warisan dan baginya keharusan menunggu masa iddah.”
12Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz XIII, hadis nomor 17733, h. 31. Sunan al-Da>rimi>, Juz. III, kitab nikah, hadis nomor 2147, h. 87.
57
5. Mahar Istri-Istri Rasulullah saw.
ثـنا إسحق بن ثين يزيد بن عبد الله بن أسامة بن اهلاد حد إبـراهيم أخبـرنا عبد العزيز بن حممد حدثـنا عبد العزيز عن يزيد عن حمم ثين حممد بن أيب عمر المكي واللفظ له حد بن إبـراهيم د ح و حد
م كم كان صداق عن أيب سلمة بن عبد الرمحن أنه قالسألت عائشة زوج النيب صلى الله عليه وسل نيت عشرة أوقية ونشا قالت أتدري ما رسول الله صلى الله عليه وسلم قالت كان صداقه ألزواجه ث
لله النش قال قـلت ال قالت نصف أوقية فتلك مخس مائة درهم فـهذا صداق رسول الله صلى ا 13عليه وسلم ألزواجه
Artinya Telah menceritakan kepada kami Ish}aq bin Ibrahi>m telah mengabarkan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad telah menceritakan kepadaku Yazid bin Abdullah bin Usamah bin Mahdi. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abi> Umar Al-Makki sedangkan lafazhnya dari dia, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz dari Yazid dari Muhammad bin Ibrahi>m dari Abu> Salamah bin ‘Abdurrah}man bahwa dia berkata; Saya pernah bertanya kepada ‘Aisyah, istri Nabi> saw.; "Berapakah maskawin Rasulullah saw.?" Dia menjawab; "Mahar beliau terhadap para istrinya adalah dua belas uqiyah dan satu nasy. Tahukah kamu, berapakah satu nasy itu ? "Abu> Salamah berkata; Saya menjawab; "Tidak." ‘Aisyah berkata; "Setengah uqiyah, jumlahnya sama dengan lima ratus dirham. Demikianlah maskawin Rasulullah saw. untuk masing-masing istri beliau.
Hadis ketika Nabi Muhammad menikahi Ummu Habibah.
ثـنا عبد الله بن المبارك عن معمر قال أيب وعلي ب ثـنا إبـراهيم بن إسحاق حد ن إسحاق أنـبأنا حده بن جحش عبد الله أخبـرنا معمر عن الزهري عن عروة عن أم حبيبة أنـها كانت حتت عبـيد الل
ي فمات وأن رسول الله صلى وكان أتى النجاشي وقال علي بن إسحاق وكان رحل إىل النجاش رها أربـعة آالف مث الله عليه وسلم تـزوج أم حبيبة وإنـها بأرض احلبشة زوجها إياه النجاشي ومه
ه صلى الله عليه وسلم مع شرحبيل ابن حسنة وجهازها جهزها من عنده وبـعث هبا إىل رسول الل ها رسول الله صلى الله عليه وسلم بشيء وكان مهور أزواج كله من عند النجاشي ومل يـرسل إليـ
14ليه وسلم أربع مائة درهم النيب صلى الله ع
13Abu>> al-H}usain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisabu>ri,S}ah}ih} Musli<m, Juz. VI, bab nikah,hadis ke 91, nomor 1426, h. 249. Sunan Ibn Majah, Juz. III, kitab nikah, nomor 1960, h. 26. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz XIV, nomor hadis 23485, h..206. Sunan al-Da>rimi>, Juz. II, bab nikah, nomor 2102, h. 57.
14Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz XIV, hadis nomor 26140, h. 458.
58
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Ishaq telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Mubarak dari Ma'mar, Bapakku berkata; dan Ali bin Ishaq telah memberitakan kepada kami Abdullah berkata, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri dari Urwah dari Ummu Habibah dia adalah istri Ubaidullah bin Jahsy yang saat itu datang menemui Raja Najasyi, Ali Bin Ishaq menyebutkan-, Ubaidullah pergi menemui Najasyi kemudian meninggal. Kemudian Rasulullah saw. menikahi Ummu Habibah, yang saat itu Ummu Habibah masih berada di negeri Habasyah dan Najasyilah yang menikahkannya dengan Rasulullah berupa mahar empat ribu. Kemudian Najasyi mempersiapkan semua perbekalan Ummu Habibah dari peribadinya lantas mengirimkannya untuk Rasulullah saw. dengan di kawal oleh Syurahbil bin Hasanah. Semua persiapan Ummu Habibah yang menyediakan adalah Najasyi, sementara Rasulullah saw. tidak mengirim sesuatu apapun kepadanya. Dan mahar para istri Nabi Muhammad saw. adalah empat ratus dirham.
6. Mahar Yang Tidak Berubah Walaupun Berbeda Agama
ثـنا أبو معاوية عن احلجاج عن عمرو بن شعيب ع ثـنا أمحد بن منيع وهناد قاال حد ن أبيه عن حدهأن رسول الله صلى الله عليه وسلم رد ابـنته زيـنب على أيب العاصي بن الربيع مبهر جديد جد
ل ونكاح جديدقال أبو عيسى هذا حديث يف إسناده مقال ويف احلديث اآلخر أيضا مقال والعم ة على هذا احلديث عند أهل العلم أن المرأة إذا أسلمت قـبل زوجها مث أسلم زوجها وهي يف العد
ة وهو قـول مالك بن أنس واألوزاعي والشافعي وأمحد أن زوجها أحق هبا ما كانت يف العد 15سحق وإ
Artinya : Telah bercerita kepada kami Ah}mad bin H}anbal bin Mani' dan Hannad berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu> Mu'awiyah dari Al Hajjaj dari 'Amr bin Syua'ib dari Bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah saw. mengembalikan putrinya, Zainab kepada suaminya Abu> Al 'Ash bin Rabi>‘ dengan mahar dan nikah yang baru. Abu> 'Isa berkata; "Dalam sanad hadis ini terdapat cela, begitu juga dalam hadis yang lain. Para ulama mengamalkan hadis ini. Bahwa jika seorang wanita masuk Islam sebelum suaminya, lantas suaminya masuk Islam dan istrinya masih dalam masa iddah, maka suaminya lebih berhak untuk ruju' dengannya. Ini juga merupakan pendapat Ma>lik bin Anas, Al Auza'i, Syafi’i, Ah}mad bin H}anbal dan Ish}aq ".
15Abu>> Isa Muhammad bin Isa al-T}urmuz\i>, Sunan al-T}urmuz\i>, Juz. II, bab nikah, hadis ke 64,65, 66 nomor 1142, 1143, 1144. Sunan Abu>> Da>ud, Juz. III, bab nikah, hadis ke 66, nomer hadis 2240, h. 164. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz II, nomor 2248, h. 419. Juz III, nomor 3120, h. 152. Juz V, nomor 6644, h. 26.
59
Dalam redaksi berbeda juga dijelaskan :
ثين داود بن احلصني ع ثـنا يونس بن بكري عن حممد بن إسحق قال حد ثـنا هناد حد ن عكرمة حديب العاصي بن الربيع بـعد ست رد النيب صلى الله عليه وسلم ابـنته زيـنب على أ عن ابن عباس قال
قال أبو عيسى هذا حديث ليس بإسناده بأس ولكن ال سنني بالنكاح األول ومل حيدث نكاحا .بن حصني من قبل حفظه نـعرف وجه هذا احلديث ولعله قد جاء هذا من قبل داود
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Yunus bin Bukair dari Muhammad bin Ishaq berkata; telah menceritakan kepadaku Daud bin Al Hushain dari Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengembalikan putrinya Zainab kepada suaminya Abu Al Ash bin Ar Rabi' setelah berlalu enam tahun dengan nikah yang pertama tanpa memperbaruinya." Abu Isa berkata; "Sanad hadits ini tidak masalah, tapi tidak kami ketahui sumbernya. Sepertinya hadits ini dari hafalan Daud bin Hushain."
7. Mahar Memerdekakan Budak
ثـنا محاد بن زيد عن ثابت عن أنس رضي الله عنه قال ثـنا سليمان بن حرب حد صلى النيب حدبـتخيبـر إنا إذا نـزلنا بساحة الصبح قريبا من خيبـر بغلس مث قال الله أكبـر خر صلى الله عليه وسلم
مقاتلة فخرجوا يسعون يف السكك فـقتل النيب صلى الله عليه وسلم ال { قـومفساء صباح المنذرين لى الله عليه وسىب الذرية وكان يف السيب صفية فصارت إىل دحية الكليب مث صارت إىل النيب ص
ا حممد آنت قـلت ألنس ما وسلم فجعل عتـقها صداقـها فـقال عبد العزيز بن صهيب لثابت يا أب 16أصدقـها فحرك ثابت رأسه تصديقا له
Artinya Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Tsabi>t dari Anas bin Ma>likra. berkata; bahwa Nabi> saw. pernah melaksanakan shalat Subuh dekat Khaibar ketika hari masih gelap, kemudian bersabda "Allahu Akbar, hancurlah Khoibar. Sesungguhnya kami apabila
16Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz V, bab peperangan, hadis ke 240, nomor 4200, hadis ke 241, nomor 4201, h. 74. Juz VII, bab nikah, hadis ke 104, nomor 5169, h. 200. hadis ke 105, nomor 5170, h. 200. S}ah}ih} Musli<m, Juz. III, bab nikah, hadis ke 99, nomor 1365, h. 79. nomor 1958, h. 187. Sunan Abu>> Da>ud, Juz. III, bab nikah, nomor 2054, h. 106. Sunan Al-T>}urmudzi, Juz. II, bab nikah, hadis ke 37, nomor 1115, h. 52. Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, kitab nikah, hadis ke 185, nomor 3380, h. 76. hadis ke 186, nomor 3381, h. 76. Sunan Ibn Majah, Juz. III, bab nikah,nomor 1958, h. 163. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz VI, nomor 12472, h. 281. nomor 11519, h. 58. nomor 12282, h. 32. Juz VII, nomor 12626, h. 12. Juz V, nomor 11519, h. 414. Sunan al-Da>rimi>, Juz. II, bab nikah, nomor 2172-2173, h. 89.
60
mendatangi perkampungan suatu kaum, (maka amat buruklah pagi hari yang dialami orang-orang yang diperingatkan tersebut)."QS. al-Shaffat: 177. Ketika penduduk Khaibar keluar dan berjalan dalam kegelapan. Maka Nabi> saw. membunuh para pasukan mereka dan menawan anak-anak mereka. Dan diantara tawanan tersebut terdapat seorang wanita bernama Shafiyah, semula ia tawanan milik Dihyah Al Kalbi lalu diberikan kepada Nabi> saw., kemudian beliau menikahinya dan menjadikan pembebasannya sebagai mahar pernikahannya." Abdul 'Aziz berkata kepada Tsabi>t "Wahai Abu> Muhammad, apakah kamu pernah bertanya kepada Anas, "Apa yang beliau jadikan maharnya?".Maka Tsabi>t menganggukkan kepalanya tanda membenarkan.
8. Mahar Putri-Putri Rasulullah saw.
ثـنا محاد بن زيد عن أيوب عن حممد عن أيب العجفاء ثـنا حممد بن عبـيد حد السلمي قاخلطبـنا حدنـيا أو تـقوى عند الله عمر رمحه الله فـقال أال ال تـغالوا بصدق النساء فإنـها لو كانت مكرمة يف الد
دق رسول الله صلى الله عليه وسلم امرأة من لكان أوالكم هبا النيب صلى الله عليه وسلم ما أص 17نسائه وال أصدقت امرأة من بـناته أكثـر من ثنيت عشرة أوقية
Artinya
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ubaid, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Muhammad dari Abu> Al ‘Ajfa As Sulami, ia berkata; Umar ra. berkhutbah kepada kami, ia berkata; ketahuilah, janganlah kalian berlebihan dalam memberi mahar kepada para wanita, seandainya hal itu adalah sebuah kemuliaan di dunia atau sebagai bentuk ketakwaan di sisi Allah, niscaya orang yang paling dahulu melakukannya adalah Nabi> saw., tidaklah Rasulullah saw. memberikan mahar kepada salah seorang dari istri-istri beliau dan tidak juga diberikan kepada puteri-puteri beliau jumlah mahar yang melebihi dua belas uqiyah.
9. Mahar Dari Hal Yang Dilarang
ثـنا قـتـيبة بن سعيد عن مالك عن ابن شهاب عن أيب بكر بن عبد الرمحن بن احلارث بن حدهأن رسول الله صلى الله عليه وسلم نـهى عن مثن هشام عن أيب مسعود األنصاري رض ي الله عنـ 18الكلب ومهر البغي وحلوان الكاهن
17Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abu>> Da>ud, Juz. I, bab nikah, hadis ke 61, nomor 2106, h. 412. Sunan al-Turmuz}i>, Juz. II, bab nikah, hadis ke 36, nomor 1114, h. 187. Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, bab nikah, hadis ke 154, nomor 3349, h. 429. Sunan Ibn Majah, Juz. III, bab nikah, nomor 1886, h. 64. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz I, nomor 272, h. 375. Sunan al-Da>rimi>, Juz. I, bab nikah, nomor 2103, h. 478.
18Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz III, bab jual beli, hadis ke 22, nomor 2282, h. 60. Juz III, bab al-ijarah, hadis ke 183, nomor 2232, h. 49. Juz VII, bab pengobatan, hadis ke 91, nomor 5346, h. 148. S}ah}ih} Musli<m, Juz. II, bab pengairan hadis ke 48, 49 nomor 1567,1568, h. 84. Sunan Abu>> Da>ud, Juz. III, bab jual beli, hadis ke 13, nomor 3428, h. 23. Sunan al-T}urmuz\i>, Juz. I, bab nikah, hadis ke 55, nomor 1133, h. 371. Juz. IV, bab kedokteran, nomor 2071, h. 11. Sunan An-Nasa>’i, Juz.
61
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dari Ma>lik dari Ibnu> Syihab dari Abu> Bakar bin '‘Abdurrah}man bin Al-Harits bin Hisyam dari Abu> Mas'ud Al Anshariy ra. bahwa Rasulullah saw. telah melarang uang hasil jual beli anjing, mahar seorang pezina dan upah bayaran dukun.
10. Mahar Berupa Sepasang Sandal
ثـ ثـنا حممد بن بشار حد ثـنا نا حيىي بن سعيد وعبد الرمحن بن مهدي و حد حممد بن جعفر قالوا حدعت عبد الله بن عامر بن ربيعة عن أبيهأن امرأ ة من بين فـزارة شعبة عن عاصم بن عبـيد الله قال مس
علني تـزوجت على نـعلني فـقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أرضيت من نـفسك ومالك بنـ أنس قالت نـعم قال فأجازهقال ويف الباب عن عمر وأيب هريـرة وسهل بن سعد وأيب سعيد و
وعائشة وجابر وأيب حدرد األسلمي قال أبو عيسى حديث عامر بن ربيعة حديث حسن صحيح قـول سفيان واختـلف أهل العلم يف المهر فـقال بـعض أهل العلم المهر على ما تـراضوا عليه وهو
ار و قال الثـوري والشافعي وأمحد وإسحق و قال مالك بن أنس ال يكون المهر أقل من ربع دين بـعض أهل الكوفة ال يكون المهر أقل من عشرة دراهم
19 Artinya
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar, telah menceritakan kepada kami Yah}ya bin Sa'id, ‘Abdurrah}man bin Mahdi dan Muhammad bin Ja'far mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Ashim bin 'Ubaidullah berkata; saya telah mendengar Abdullah bin 'Amir bin Rabi>‘ah dari Bapaknya bahwa ada seorang wanita dari bani Fazarah menikah dengan mahar berupa sepasang sandal. Rasulullah saw. bertanya "Apakah kamu rela atas diri dan hartamu dengan dua sandal ini?" Dia menjawab; "Ya." ('Amir bin Rabi>‘ah) berkata; (Nabi> saw.) membolehkannya. (Abu> Isa At T}urmuzi>) berkata; "Hadis semakna diriwayatkan dari Umar, Abu> Hurairah, Sahl bin Sa'ad, Abu> Sa'id, Anas, ‘Aisyah, Jabi>r dan Abu> Hadrad Al Aslami. Abu> 'Isa berkata; "Hadis Amir bin Rabi>‘ah merupakan hadis h}asan s}ah}ih}. Para ulama berselisih Pendapat mengenai mahar. Sebagian ulama berkata jumlah mahar sesuai dengan yang disepakati kedua belah pihak. ini
V, bab jual beli, hadis ke 30, nomor 4292, h. 276. Sunan Ibn Majah, Juz. III, bab perdagangan, nomor 2243, h. 61. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz II, nomor 2382, h. 78. nomor 2495, h. 110. nomor 3103, h. 202. Juz VIII, nomor 16453, h. 57. nomor 16457, h. 58. Muwaththa’ Malik, Juz. I, kitab jual beli, nomor 1359, h. 307. Sunan al-Da>rimi>, Juz. II, kitab jual beli, nomor 2455, h. 184.
19Abu>> Isa Muhammad bin Isa al-T}urmuz\i>, Sunan al-T}urmuz\i>, Juz. II, kitab nikah, hadis ke 34, nomor 1113, h. 109. Sunan Ibn Majah, Juz. III, kitab nikah, nomor 1962, h. 45. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz VIII, nomor 15122, 15123, h. 164.
62
merupakan Pendapat Sofyan Ats Tsauri, Syafi’i, Ah}mad bin H}anbal dan Ish}aq. Adapun Ma>lik bin Anas berPendapat Mahar tidak boleh kurang dari seperempat dinar. Sebagian ahlul Kufah berpendapat mahar tidak boleh kurang dari sepuluh dinar".
11. Wajib Memberikan Mahar Apabila Istri Sudah Dicampuri
ثـنا حممد بن كثري أخبـرنا سفيان أخبـرنا ابن جريج عن سليمان بن موسى عن الزهري عن عروة حدا امرأة نكحت بغري إذن مواليها فنكاحه عن عائشة قالت ا قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أمي
ها فإن تشاجروا فالسلطان ويل من ال ويل باطل ثالث مرات فإن دخل هبا فالمهر هلا مبا أصاب منـثـنا ابن هليعة عن جعفر يـعين ابن ربيعة عن ابن شه ثـنا القعنيب حد اب عن عروة عن عائشة هلحد
20ب إليه عن النيب صلى الله عليه وسلم مبعناه قال أبو داود جعفر مل يسمع من الزهري كت Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir, telah mengabarkan kepada kami Sofyan, telah mengabarkan kepada kami Ibnu> Juraij, dari Sulaiman bin Mu>sa dari Az Zuhri> dari ’Urwah, dari ‘Aisyah , ia berkata; Rasulullah saw. bersabda. "Setiap wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya adalah batal. "Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Apabila ia telah mencampurinya maka baginya mahar karena apa yang ia peroleh darinya, kemudian apabila mereka berselisih maka penguasa adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali. Telah menceritakan kepada kami Al Qa’nabi>, telah menceritakan kepada kami Ibnu> Luhai'ah, dari Ja'far bin Rabi>‘ah, dari Ibnu> Syihab dari 'Urwah dari ‘Aisyah dari Nabi> saw. semakna dengannya. Abu> Da>ud berkata; jal'far tidak mendengar dari Az Zuhri>, ia menulis surat kepadanya.
12. Mahar Dengan Jaminan Masuk Islam
خطب أبو أخبـرنا حممد بن النضر بن مساور قال أنـبأنا جعفر بن سليمان عن ثابت عن أنس قال نك رجل كافر وأنا امرأة مسلمة وال حيل طلحة أم سليم فـقالت والله ما مثـلك يا أبا طلحة يـرد ولك
بت فما يل أن أتـزوجك فإن تسلم فذاك مهري وما أسألك غيـره فأسلم فكان ذلك مهرهاقال ثاعت بامرأة قط كانت أكرم مهرا من سالم فدخل هبا فـولدت له مس 21أم سليم اإل
20Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abu>> Da>ud. Juz. I, kitab nikah, hadis ke 38, nomor 2083, h. 53. Sunan al-T}urmuz\i>, Juz. II, kitab nikah, hadis ke 23, nomor 1102, h. 17. Sunan Ibn Majah, Juz. III, kitab nikah, nomor 1879, h. 29. Musnad Ah}mad bin H}anbal. Juz III, nomor 2128, h. .37. Juz VII, nomor 16568, h. 341. Sunan al-Da>rimi>, Juz II, kitab nikah, nomor 2089, h. 44.
21Abu>> Abd al-Rahman Ahmad bin Syu’aib An-Nasa>’i, Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, kitab nikah, hadis ke 146, 145, nomor 3341,3340, h. 130.
63
Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin An Nadhr bin Mu>sari, ia berkata; telah memberitakan kepada kami Ja'far bin Sulaiman dari Tsabi>t dari Anas, ia berkata; Abu> Thalhah melamar Ummu Sulaim. Kemudian Ummu Sulaim berkata; demi Allah, orang sepertimu tidak pantas ditolak wahai Abu> Thalhah. Akan tetapi engkau adalah orang kafir dan saya adalah wanita Musli>mah. Tidak halal saya menikah denganmu, maka jika engkau masuk Islam maka itu adalah maharku. Dan saya tidak meminta selain itu kepadamu. Kemudian iapun masuk Islam dan itu lah yang menjadi maharnya. Tsabi>t berkata; saya tidak mendengar sama sekali wanita yang maharnya lebih mulia daripada Ummu Sulaim, yaitu Islam. Kemudian Abu> Thalhah berumah tangga dengannya dan melahirkan anak dari perkawinannya.
13. Mahar Dengan Hafalan Al-Qur’an
ثـنا عبد الله بن يوسف أخبـرنا مالك عن أيب حازم عن سهل بن سعد قاجلاءت امرأة إىل رسول حدمل صلى الله عليه وسلم فـقالت إين وهبت من نـفسي فـقامت طويال فـقال رجل زوجنيها إن الله
تـها تكن لك هبا حاجة قال هل عندك من شيء تصدقـها قال ما عندي إال إزاري فـقال إن أعطي يد فـلم إياه جلست ال إزار لك فالتمس شيئا فـقال ما أجد شيئا فـقال التمس ولو خامتا من حد
ل قد زوجناكها مبا جيد فـقال أمعك من القرآن شيء قال نـعم سورة كذا وسورة كذا لسور مساها فـقا 22معك من القرآن
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Ma>lik dari Abu> Hazim dari Sahl bin Sa’ad ia berkata; Ada seorang wanita datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, "Sesungguhnya aku menghibahkan diriku." Wanita itu berdiri agak lama, lalu seorang laki-laki pun berkata, "Nikahkahkanlah aku dengannya, jika memang anda tidak berhasrat padanya." Beliau bertanya "Apakah kamu memiliki sesuatu untuk maharnya?" laki-laki itu berkata, "Aku tidak punya apa-apa kecuali kainku ini." Beliau bersabda "Jika kamu memberikannya dan kamu duduk tak berkain. Carilah sesuatu." Laki-laki itu menjawab, "Aku tidak mendapatkan sesuatu." Beliau bersabda lagi "Carilah, meskipun hanya berupa cincin emas." Namun laki-laki itu ternyata tak mendapatkan sesuatu, akhirnya beliau bertanya "Apakah kamu hafal sesuatu dari Al Quran? "laki-laki itu menjawab, "Ya, yaitu surat ini dan ini." Ia menyebutkannya. Maka beliau bersabda "Sesungguhnya aku telah menikahkanmu dengan wanita itu dengan mahar hafalan Al-Qur’anmu."
22Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz VII, bab nikah, hadis ke 71, nomor 5135, h. 53. Sunan Abu>> Da>ud, Juz. II, kitabnikah,hadis ke 66, nomor 2111, 65. Sunan al-T}urmuz\i>, Juz. II, kitab nikah, hadis ke 35,nomor 1114, h. 89. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz X, nomor 21765, h. 390. Muwaththa’ Malik. Juz. II, kitab nikah, nomor 1101, h. 163.
64
14. Mahar Dengan Tepung Gandum dan Kurma
ثـنا إسحق بن جبـرائيل البـغدادي أخبـرنا يزيد أخبـرنا موسى بن مسلم بن رومان عن أيب الزبـري حدأن النيب صلى الله عليه وسلم قال من أعطى يف صداق امرأة ملء كفيه عن جابر بن عبد الله
ح بن رومان عن أيب قال أبو داود رواه عبد الرمحن بن مهدي عن صال سويقا أو مترا فـقد استحل ال كنا على الزبـري عن جابر موقوفا ورواه أبو عاصم عن صالح بن رومان عن أيب الزبـري عن جابر ق
عة قال أبو داود عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم نستمتع بالقبضة م ن الطعام على معىن المتـ 23رواه ابن جريج عن أيب الزبـري عن جابر على معىن أيب عاصم
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ish}aq bin Jibrail Al Baghdadi, telah mengabarkan kepada kami Yazid, telah mengabarkan kepada kami Mu>sa bin Musli>m bin Ruman, dari Abu> Az Zubair dari Jabi>r bin Abdullah bahwa Nabi> saw. berkata "Barangsiapa yang memberi mahar seorang wanita berupa gandum atau kurma sepenuh dua telapak tangannya, maka (pemberiannya) itu ia telah menghalalkannya (menjadi mahar bagi istrinya). "Abu> Da>ud berkata; hadis tersebut diriwayatkan oleh ‘Abdurrah}man bin Mahdi dari Shalih bin Ruman dari Abu> Az Zubair dari Jabi>r secara mawqu>f. Dan diriwayatkan oleh Abu> 'Ashim dari Shalih bin Ruman dari Abu> Az Zubair dari Jabi>r, ia berkata; kami pada zaman Rasulullah saw. menikah mut’ah dengan memberikan mahar satu genggam makanan. Abu> Da>ud berkata; hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu> Juraij dari Abu> Az Zubair dari Jabi>r seperti ma'na hadis Abu> 'Ashim.
15. Bentuk Pernikahan Jahiliyah
ثـنا عنبسة ثـنا أمحد بن صالح حد ثـنا ابن وهب عن يونس ح و حد ثـنا قال حيىي بن سليمان حد حد الزبـري أن عائشة زوج النيب صلى الله عليه وسلم أخبـرته يونس عن ابن شهاب قال أخبـرين عروة بن
ها نكاح الناس اليـوم خيطب ا لرجل إىل الرجل أن النكاح يف اجلاهلية كان على أربـعة أحناء فنكاح منـها و ابـنته فـيصدقـها مث يـنكحها ونكاح آخر كان الرجل يـقول المرأته إذا طهرت من طمث وليته أ
محلها ها أبدا حىت يـتبـني من ذلك الرجل أرسلي إىل فالن فاستبضعي منه ويـعتزهلا زوجها وال ميسا يـفعل ذلك رغبة محلها أصابـها زوجها إذا أحب وإمن يف جنابة الولد الذي تستبضع منه فإذا تـبـني
ط ما دون العشرة فـيدخلون على المرأة فكان هذا النكاح نكاح االستبضاع ونكاح آخر جيتمع الره
23Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani,Sunan Abu>> Da>ud. Juz. II, kitab nikah, hadis ke 65, nomor 2110, h. 274. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz VIII, nomor 14296, h. 401.
65
فـلم يستطع كلهم يصيبـها فإذا محلت ووضعت ومر عليـها ليال بـعد أن تضع محلها أرسلت إليهم دها تـقول هلم قد عرفـتم الذي كان من أمركم وقد ولدت فـهو رجل منـهم أن ميتنع حىت جيتمعوا عن
ه فـيـلحق به ولدها ال يستطيع أن ميتنع به الرجل ونكاح الرابع ابـنك يا فالن تسمي من أحبت بامسواهبن س الكثري فـيدخلون على المرأة ال متتنع ممن جاءها وهن البـغايا كن يـنصنب على أبـ جيتمع النا
ع وا هلا ودعوا رايات تكون علما فمن أرادهن دخل عليهن فإذا محلت إحداهن ووضعت محلها مجلما بعث حممد هلم القافة مث أحلقوا ولدها بالذي يـرون فالتاط به ودعي ابـنه ال ميتنع من ذلك فـ
24ال نكاح الناس اليـوم صلى الله عليه وسلم باحلق هدم نكاح اجلاهلية كله إ Artinya :
Telah berkata Yah}ya bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab dari Yunus - dalam riwayat lain- Dan telah menceritakan kepada kami Ah}mad bin H}anbal bin Shalih telah menceritakan kepada kami Anbasah telah menceritakan kepada kami Yunus dari Ibnu> Syihab ia berkata; Telah mengabarkan kepadaku ’Urwah bin Zubair bahwa ‘Aisyah istri Nabi> saw. telah mengabarkan kepadanya bahwa; Sesungguhnya pada masa Jahiliyah ada empat macam bentuk pernikahan. Pertama, adalah pernikahan sebagaimana dilakukan orang-orang pada saat sekarang ini, yaitu seorang laki-laki meminang kepada wali sang wanita, kemudian memberikannya mahar lalu menikahinya. Bentuk kedua yaitu; Seorang suami berkata kepada istrinya pada saat suci (tidak haidl/subur), "Temuilah si Fulan dan bergaullah (bersetubuh) dengannya." Sementara sang suami menjauhinya sementara waktu (tidak menjima'nya) hingga benar-benar ia positif hamil dari hasil persetubuhannya dengan laki-laki itu. Dan jika dinyatakan telah positif hamil, barulah sang suami tadi menggauli istrinya bila ia suka. Ia melakukan hal itu, hanya untuk mendapatkan keturuan yang baik. Istilah nikah ini adalah Nikah Al Istibdlaa'. Kemudian bentuk ketiga; Sekelompok orang (kurang dari sepuluh) menggauli seorang wanita. Dan jika ternyata wanita itu hamil dan melahirkan. Maka setelah masa bersalinnya telah berlalu beberapa hari, wanita itu pun mengirimkan surat kepada sekelompok laki-laki tadi dan tidak seorang pun yang boleh menolak. Hingga mereka pun berkumpul di tempat sang wanita itu . Lalu wanita itu pun berkata, "Kalian telah tahu apa urusan kalian yang dulu. Dan aku telah melahirnya, maka anak itu adalah anakmu wania Fulan. "Yakni, wanita itu memilih nama salah seorang dari mereka yang ia sukai dan laki-laki yang ditu njuk tidak dapat mengelak. Kemudian bentuk keempat; Orang banyak berkumpul, lalu menggauli seorang wanita dan tak seorang pun yang dapat menolak bagi yang orang yang telah menggauli sang wanita. Para wanita itu adalah wanita pelacur. Mereka menancapkan tanda pada pintu-pintu rumah mereka sebagai tanda, siapa yang ingin mereka maka ia boleh masuk dan bergaul dengan mereka. Dan ketika salah seorang dari mereka hamil, lalu melahirkan, maka mereka (orang banyak itu) pun dikumpulkan, lalu dipanggilkanlah orang yang ahli seluk beluk nasab (Al qafah) dan Al Qafah inilah yang menyerahkan anak sang wanita itu kepada orang yang
24Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz VII, kitab nikah, hadis ke 63, nomor 5127, h. 86. Sunan Abu>> Da>ud, Juz. II, kitab talak, hadis ke 98, nomor 2272, h. 72.
66
dianggapnya sebagai bapaknya, sehingga anak itu dipanggil sebagai anak darinya. Dan orang itu tidak bisa mengelak. Maka ketika Nabi> Muhammad saw. diutus dengan membawa kebenaran, beliau pun memusnahkan segala bentuk pernikahan jahiliyah, kecuali pernikahan yang dilakoni oleh orang-orang hari ini.
16. Mahar Hak Istri
ثـنا ثـنا حممد بن معمر حد حممد بن بكر البـرساين أخبـرنا ابن جريج عن عمرو بن شعيب عن حده قال ا امرأة نكحت على صداق أو حباء أو أبيه عن جد قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أمي
ة قـبل ع صمة النكاح فـهو هلا وما كان بـعد عصمة النكاح فـهو لمن أعطيه وأحق ما أكرم عليه عد 25الرجل ابـنته أو أخته
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakar Al Bursani, telah mengabarkan kepada kami Ibnu> Juraij dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda "Setiap wanita yang dinikahkan dengan suatu mahar, pemberian, atau janji sebelum akad nikah, maka hal itu adalah miliknya. Adapun yang diberikan setelah akad nikah, maka hal itu adalah milik orang yang diberinya. Dan orang yang paling berhak terhadap penghormatan yang diberikan kepada seseorang adalah anak atau saudara wanita wanita.
Hadis yang lain berkaitan dengan mahar adalah hak istri.
ثـنا أيب عن ثـنا يـعقوب بن إبـراهيم بن سعد حد ثـنا علي بن سلمة النـيسابوري حد ابن إسحق حدن عباس قالتـزوج رجل من األنصار امرأة من قال ذكر طلحة بن نافع عن سعيد بن جبـري عن اب
يب صلى بـلعجالن فدخل هبا فـبات عندها فـلما أصبح قال ما وجدتـها عذراء فـرفع شأنـها إىل الن سأهلا فـقالت بـلى قد كنت عذراء فأمر هبما فـتالعنا وأعطاها الله عليه وسلم فدعا اجلارية ف
26المهر Artinya
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Salamah An Nais Abu>ri berkata, telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahi>m bin Sa’ad berkata, telah menceritakan kepada kami Bapakku dari Ibnu> Ish}aq ia berkata; Thalhah bin Nafi' menyebutkan dari Sa'id bin Zubair dari Ibnu> Abbas ia berkata, "Seorang laki-laki
25Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abu>> Da>ud, Juz. I, kitab nikah, hadis ke 84, nomor 2129, h. 390. An-Nasa>’i, Sunan An-Nasa>’i, Juz IV, kitab nikah, hadis ke 158, nomor 3353, h. 112. Sunan Ibn Majah, Juz. III kitab nikah, nomor 2031, h. 13. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz VIII, nomor 14296, h. 401.
26Abu>> Abdullah Muhammad bin Yazid al-Rab’i Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz. III kitab nikah, nomor 2148, h. 46. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz VII, nomor 12296, h.214.
67
Anshar menikahi seorang wanita yang berasal dari Bal'ijlan, lalu ia masuk dan bermalam bersamanya. Ketika datang waktu pagi ia berkata, "Aku tidak mendapatkan kegadisannya! "hingga akhirnya, persoalan tersebut disampaikan kepada Nabi> saw. Beliau memanggil wanita tersebut dan menanyainya, wanita itu menjawab, "Benar, aku masih dalam keadaan gadis. "Maka beliau pun memerintahkan keduanya untuk saling bersumpah dan beliau memberikan hak mahar kepadanya.”
Dalam redaksi dan masih dalam maksud yang sama bahwa mahar adalah
hak istri.
ثـنا خملد بن خالد واحلس ثـنا عبد الرزاق أخبـرنا حد ن بن علي وحممد بن أيب السري المعىن قالوا حدسري ابن جريج عن صفوان بن سليم عن سعيد بن المسيب عن رجل من األنصار قال ابن أيب ال
تـزوجت اب النيب صلى الله عليه وسلم ومل يـقل من األنصار مث اتـفقوا يـقال له بصرة قال من أصح ها فإذا هي حبـلى فـقال النيب صلى الله عليه و سلم هلا الصداق امرأة بكرا يف سرتها فدخلت عليـ
السري مبا استحللت من فـرجها والولد عبد لك فإذا ولدت قال احلسن فاجلدها و قال ابن أيب عيد بن يزيد عن ابن فاجلدوها أو قال فحدوهاقال أبو داود روى هذا احلديث قـتادة عن س
اساين عن المسيب ورواه حيىي بن أيب كثري عن يزيد بن نـعيم عن سعيد بن المسيب وعطاء اخلر أن بصرة بن أكثم نكح امرأة وكلهم سعيد بن المسيب أرسلوه كلهم ويف حديث حيىي بن أيب كثري
ثـنا عثمان بن عمر حد ثـنا حممد بن المثـىن حد ثـنا علي يـعين قال يف حديثه جعل الولد عبدا له حدن نـعيم عن سعيد بن المسيب أن رجال يـقال له بصرة بن أكثم ابن المبارك عن حيىي عن يزيد ب
نـهما وحديث ابن جريج أمت 27نكح امرأة فذكر معناه زاد وفـرق بـيـArtinya :
Telah menceritakan kepada kami Makhlad bin H}alid serta Al H}asan bin Ali dan Muhammad bin Abu> As’ari secara makna, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq, telah mengabarkan kepada kami Ibnu> Juraij, dari Shafwan bin Sulaim, dari Sa'id bin Al Mu>sayyab, dari seorang laki-laki Anshar, Ibnu> Abu> As Sari berkata; yang merupakan sahabat Nabi> saw., tidak mengatakan; Anshar. Kemudian mereka sepakat mengatakan; yang dipanggil Bashrah, ia berkata; aku menikahi seorang budak perawan dalam tabi>rnya, kemudian aku menemuinya dan ternyata ia sedang hamil. Maka Nabi> saw. bersabda "Baginya mahar karena farji yang telah engkau halalkan dan anaknya adalah budakmu apabila ia telah melahirkan."Al H}asan berkata; cambuklah dia. Ibnu> Abu> As’ari berkata; cambuklah dia. Atau mengatakan; hukumlah dia. Abu> Da>ud berkata; hadis ini telah
27Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abu>> Da>ud, Juz. II, kitab talak, hadis ke 86, nomor 2131, h. 69.
68
diriwayatkan oleh Qatadah dari Sa'id bin Yazid dari Ibnu> Al Mu>sayyab dan telah diriwayatkan oleh Yah}ya bin Abu> Katsir dari Yazid bin Nu'aim dari Sa'id bin Al Mu>sayyab serta 'Atha Al Khurasani, dari Sa'id bin Al Mu>sayya bin Mereka semua telah memursalkannya. Dan di dalam hadis Yah}ya bin Abu> Katsir disebutkan bahwa Bashrah bin Aktsam menikahi seorang wanita dan seluruh mereka mengatakan dalam hadisnya; ia menjadikan anak tersebut sebagai budaknya. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna, telah menceritakan kepada kami ‘Utsman bin Umar, telah menceritakan kepada kami Ali bin Al Mubarak, dari Yah}ya dari Yazid bin Nu'aim dari Sa'id bin Al Mu>sayyab bahwa seorang laki-laki yang dipanggil Bashrah bin Aktsam telah menikahi seorang wanita. Kemudian ia menyebutkan makna hadis dan menambahkan; dan beliau memisahkan diantara mereka berdua. Hadis Ibnu> Juraij lebih sempurna.
17. Mahar Berupa Emas
ثـنا علي ح ع أنسا رضي الله عنه قال حد ثين محيد أنه مس ثـنا سفيان قال حد سأل النيب صلى الله د اة من ذهب عليه وسلم عبد الرمحن بن عوف وتـزوج امرأة من األنصار كم أصدقـتـها قال وزن نـو
عت أنسا قال لما قدموا المدينة نـزل المهاجرون على األنصار فـنـزل عبد الرمحن بن وعن محيد مسأيت قال بارك الله لك يف عوف على سعد بن الربيع فـقال أقامسك مايل وأنزل لك عن إحدى امر
يب صلى أهلك ومالك فخرج إىل السوق فـباع واشتـرى فأصاب شيئا من أقط ومسن فـتـزوج فـقال الن 28الله عليه وسلم أومل ولو بشاة
Artinya Telah menceritakan kepada kami Ali telah menceritakan kepada kami Sofyan ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Humaid bahwa ia mendengar Anas ra. berkata; Nabi> saw. pernah bertanya kepada ‘Abdurrah}man bin Auf saat ia menikahi seorang wanita Anshriyah, "Berapa mahar kamu berikan padanya?" ia pun menjawab, "Seukuran biji berupa emas." Dan dari Humaid; Aku mendengar Anas berkata; Ketika mereka sampai di kota Madinah, kaum Muhajirin pun singgah ditempat kediaman orang-orang Anshar. Lalu ‘Abdurrah}man bin ’Auf tinggal dikediaman Sa’ad bin Ar Rabi>‘. Sa’ad bin Rabi>‘ pun berkata padanya, "Aku akan membagi hartaku kepadaku dan menikahkanmu dengan salah seorang istriku." ‘Abdurrah}man berkata, "Semoga Allah memberi keberkahan pada keluarga dan juga hartamu." Lalu ia pun keluar menuju pasar dan berjual beli hingga ia mendapatkan keuntungan berupa keju dan samin dan ia pun, menikah. Maka Nabi> saw. bersabda "Adakanlah walimah meskipun hanya dengan seekor kambing.
28Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz VII, bab nikah, hadis ke 102, nomor 5167, h. 70. S}ah}ih} Musli<m, Juz. II, bab nikah, hadis ke 96, nomor 1427, h. 61. Sunan Abu>> Da>ud, Juz. II, kitab nikah, hadis ke 64, nomor 2109, h. 23. Sunan al-T}urmuz\i>, Juz. IV, kitab nikah, hadis ke 39, nomor 1933, h. 233. Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, kitab nikah, hadis ke 178, nomor 3373, h. 150. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz VII, nomor 15389, h. 419. Juz X, nomor 36012, 36013 h. 419.
69
18. Wanita Yang Dipaksa Berzina
ثـنا علي بن حجر حد ثـنا معمر بن سليمان الرقي عن احلجاج بن أرطاة عن عبد اجلبار بن وائل حدعنـها رسول بن حجر عن أبيه قاالستكرهت امرأة على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فدرأ
قال أبو عيسى مهراالله صلى الله عليه وسلم احلد وأقامه على الذي أصابـها ومل يذكر أنه جعل هلا الوجه قال مسعت هذا حديث غريب وليس إسناده مبتصل وقد روي هذا احلديث من غري هذا لد بـعد موت أبيه حممدا يـقول عبد اجلبار بن وائل بن حجر مل يسمع من أبيه وال أدركه يـقال إنه و
صلى الله عليه وسلم وغريهم أن ليس بأشهر والعمل على هذا عند أهل العلم من أصحاب النيب 29على المستكرهة حد
Artinya Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr, telah menceritakan kepada kami Mu'ammar bin Sulaiman Ar Raqqi dari Al Hajjaj bin Arthah dari Abdul Jabbar bin Wail bin Hujr dari ayahnya ia berkata; Pada zaman Rasulullah saw. ada seorang wanita yang dipaksa berzina, lalu Rasulullah saw. menahan hukuman darinya dan menghukum orang yang melakukannya, namun tidak disebutkan bahwa ia harus menyediakan mahar untuk wanita itu. Abu> Isa berkata; Hadis ini gari>b dan sanadnya tidak bersambung. Hadis ini juga diriwayatkan dari jalur lain. Ia berkata; Aku mendengar Muhammad berkata; Abdul Jabbar bin Hujr tidak mendengar dari ayahnya dan tidak mendapatinya, dikatakan bahwa ia dilahirkan setelah meninggal ayahnya satu bulan. Hadis ini menjadi pedoman amal menurut para ulama dari kalangan sahabat Nabi> saw. dan selain mereka bahwa tidak ada hukuman atas orang yang dipaksa berzina.
19. Mahar Yang Dapat Diminta Suami
ثـنا أبو عام ثـنا حممد بن معمر حد ثـنا أبو عمرو السدوسي المديين حد ر عبد الملك بن عمرو حدت سهل عن عبد الله بن أيب بكر بن حممد بن عمرو بن حزم عن عمرة عن عائشةأن حبيبة بن
بن مشاس فضربـها فكسر بـعضها فأتت رسول الله صلى الله عليه وسلم كانت عند ثابت بن قـيس هلا وفارقـها فـقال بـعد الصبح فاشتكته إليه فدعا النيب صلى الله عليه وسلم ثابتا فـقال خذ بـعض ما
29Abu>> Isa Muhammad bin Isa al-T}urmuz\i>, Sunan Al-T>}urmudzi, Juz. III, kitab nikah, hadis ke 37, nomor 1453, h. 238. Sunan Ibn Majah, Juz. III, bab nikah, nomor 2696, h. 62. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz VIII, nomor 18117, h. 131.
70
يب صلى الله ويصلح ذلك يا رسول الله قال نـعم قال فإين أصدقـتـها حديقتـني ومها بيدها فـقال الن 30عليه وسلم خذمها وفارقـها فـفعل
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abu> 'Amir Abdul Ma>lik bin 'Amr, telah menceritakan kepada kami Abu> 'Amr As Sadusi Al Madini, dari Abdullah bin Abu> Bakar bin Muhammad bin 'Amr bin Hazm dari 'Amrah dari ‘Aisyah bahwa Habi>bah binti> Sahl pernah berada di di sisi Tsabi>t bin Qais bin Syammas, kemudian ia memukulnya dan melukai sebagian tubuhnya. Lalu Habi>bah datang kepada Rasulullah saw. setelah shalat Subuh dan mengadu kepadanya. Maka Nabi> saw. memanggil Tsabi>t dan berkata "Ambillah sebagian hartanya dan ceraikan dia!" Kemudian Tsabi>t berkata; apakah hal tersebut boleh wahai Rasulullah? Beliau berkata "Ya." Kemudian ia berkata; sesungguhnya saya telah memberinya mahar dua kebun dan keduanya ada di tangannya. Nabi> saw. bersabda "Ambillah keduanya dan ceraikan dia!" kemudian Tsabi>t melakukan hal tersebut.
20. Mahar Masa Rasulullah saw.
ثـنا عبد الرمحن بن ثـنا داود بن قـيس أخبـرنا حممد بن عبد الله بن المبارك قال حد مهدي قال حدالله صلى الله عليه وسلم كان الصداق إذ كان فينا رسول يسار عن أيب هريـرة قال عن موسى بن
31عشرة أواق Artinya
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdullah Al Mubarak, ia berkata; telah menceritakan kepada kami ’Abdurrahman bin Mahdi, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Da>ud bin Qais dari Mu>sa bin Yasar dari Abu> Hurairah, ia berkata; mahar disaat Rasulullah saw. berada diantara kami adalah sepuluh uqiyah.
Pada hadis yang lain juga dikeluarkan oleh Riwayat Ah}mad bin H}anbal yang
menjelaskan :
ثـنا وكيع عن سفيان عن حيىي بن سعيد عن حممد بن إبـراهيم التـيمي عن ابن أيب حدرد حدهرتـها قال مائـيت األسلمي أنه أتى النيب صلى الله عليه وسلم يستـفتيه يف مهر امرأة فـقال كم أم
ثـ ثـنا سفيان عن حيىي بن درهم فـقال لو كنتم تـغرفون من بطحان ما زدمت حد نا عبد الرزاق حدثـنا أبو حدرد األسلمي أن رجال جاء فذ 32كر مثـله سعيد عن حممد بن إبـراهيم التـيمي قال حد
30Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abu>> Da>ud, Juz. III, bab talak, hadis ke 54, nomor 2228, h. 210. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz VIII, nomor 15760, h. 300.
31Abu>> Abd al-Rahman Ahmad bin Syu’aib An-Nasa>’i, Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, bab nikah, hadis ke 153, nomor 3348, h. 36. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz IV, nomor 8451, h. 267.
32 Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz II, nomor 15396, h. 419.
71
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari Yahya bin Sa'id dari Muhammad bin Ibrahim At-Taimi dari Ibnu> Abu Hadrah Al Aslami dia mendatangi Nabi Muhammad saw. untuk meminta fatwa tentang mahar wanita. Lalu beliau bersabda: "Berapa kamu memberinya mahar?" dia menjawab, dua ratus dirham. Maka (Rasulullah saw.) bersabda: "Seandainya kalian mengambilnya dari Bathhan maka kalian tidak akan menambahinya" telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Yahya bin Sa'id dari Muhammad bin Ibrahim At-Taimi berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Hadrah Al Aslami ada seorang laki-laki datang, lalu menyebut sama dengan di atas.
21. Mahar Dengan Kain
ثـنا جرير عن إمساعيل عن قـيس قال قال عبد اللهكنا ثـنا قـتـيبة بن سعيد حد نـغزو مع رسول حدص لنا أن الله صلى الله عليه وسلم وليس لنا شيء فـقلنا أال نستخصي فـنـهانا عن ذلك مث رخ
نايا أيـها الذين آمنوا ال حت رموا طيبات ما أحل الله لكم وال تـعتدوا نـنكح المرأة بالثـوب مث قـرأ عليـوقال أصبغ أخبـرين ابن وهب عن يونس بن يزيد عن ابن شهاب عن أيب { إن الله ال حيب المعتدين
قال قـلت يا رسول الله إين رجل شاب وأنا أخاف على نـفسي سلمة عن أيب هريـرة رضي الله عنه مثل ذلك العنت وال أجد ما أتـزوج به النساء فسكت عين مث قـلت مثل ذلك فسكت عين مث قـلت
ثل ذلك فـقال النيب صلى الله عليه وسلم يا أبا هريـرة جف القلم مبا أنت فسكت عين مث قـلت م 33الق فاختص على ذلك أو ذر
Artinya Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Jarir dari Isma'il dari Qais ia berkata; Abdullah berkata; Kami pernah berperang bersama-sama dengan Rasulullah saw. dan saat itu kami tak punya apa-apa. Kemudian kami pun berkata, "Apakah kami harus mengebiri?" Dan ternyata beliau pun melarang kami untuk melakukannya, lalu beliau memberikan rukhshah kepada kami, yakni menikahi wanita meskipun dengan mahar kain. Kemudian membacakan ayat "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengharamkan sesuatu yang baik yang dihalalkan Allah untuk kalian dan janganlah kalian melampau batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas." (QS. Al-Maidah/5 : 87). Ashbagh berkata; Telah mengabarkan kepadaku Ibnu> Wahab dari Yunus bin Yazid dari Ibnu> Syihab dari Abu> Salamah dari Abu> Hurairah ra., ia berkata; Aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku adalah seorang pemuda dan aku khawatir terhadap diriku bila terjerumus dalam kekejian, namun
33Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz VII, bab nikah, hadis ke 14, nomor 5076, h. 197. Jus VI, kitab tafsir, hadis ke 165, nomor 3615, h. 420. S}ah}ih} Musli<m, Juz. III, hadis ke 13, nomor 3243, h. 118. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz II, nomor 3896, h. 476, nomor 3973, h. 489.
72
aku tidak memiliki sesuatu untuk menikahi wanita." Beliau terdiam. Aku pun berkata lagi seperti itu , beliau masih terdiam. Aku pun mengulanginya kembali, maka Nabi> saw. bersabda "Wahai Abu> Hurairah, qalam telah mengering (takdir telah ditetapkan) atas semua yang harus kamu hadapi, bolehlah kamu mengebiri, atau silahkan tinggalkan".
22. Mahar Dengan Baju Besi
ثـنا إسحق بن ثـنا سعيد عن أيوب عن عكرمة عن ابن عباس حد ثـنا عبدة حد إمسعيل الطالقاين حدشيء ما عنديقاللما تـزوج علي فاطمة قال له رسول الله صلى الله عليه وسلم أعطها شيئا قال
34قال أين درعك احلطمية Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Ish}aq bin Isma'il Ath Thalaqani, telah menceritakan kepada kami 'Abdah, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Ayyub dari Ikrimah dari Ibnu> Abbas, ia berkata; tatkala Ali menikahi Fathimah, Rasulullah saw. berkata kepadanya "Berikan sesuatu kepadanya!" Ia berkata; aku tidak memiliki sesuatu. Beliau berkata "Dimanakah baju besimu luas dan berat itu ?
23. Hadis Mahar Ketika Saling Li’an
ثـنا علي بن عبد الل عت سعيد بن جبـري قال سألت ابن عمرعن حد ثـنا سفيان قال عمرو مس ه حدالله أحدكما حديث المتالعنـني فـقال قال النيب صلى الله عليه وسلم للمتالعنـني حسابكما على
ها قال مايل قال ال مال لك إن كنت صدقت عليـها فـهو مبا استحللت كاذب ال سبيل لك عليـها فذاك أبـعد لكقال سفيان حفظته من عمرو وقال أيوب مسعت من فـرجها وإن كنت كذبت عليـ
إصبـعيه عيد بن جبـري قال قـلت البن عمر رجل العن امرأته فـقال بإصبـعيه وفـرق سفيان بـني س ال الله يـعلم إن السبابة والوسطى فـرق النيب صلى الله عليه وسلم بـني أخوي بين العجالن وق
أحدكما كاذب فـهل منكما تائب ثالث مرات قال سفيان حفظته من عمرو وأيوب كما 35أخبـرتك
34Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani,Sunan Abu>> Da>ud, Juz. III, Bab Nikah, hadis ke 80-81, nomor 2125, 2126, h. 23. Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, kitab nikah, hadis ke 180, 181 nomor 3375 dan 3376, h. 76. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz I, nomor 589, h. 95.
35Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz VII, Bab talak, hadis ke 61, nomor 5312, h. 200. hadis ke 95, nomor 5350, h. 227. S}ah}ih} Musli<m, Juz. III, kitab li’an, hadis ke 6, nomor 3557, h. 119. Sunan Abu>> Da>ud, Juz. III, kitab talak, nomor 2257, h. 46. Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, kitab nikah, hadis ke 88 nomor 3476, h. 55. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz III, nomor 4449, h. 319.
73
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah Telah menceritakan kepada kami Sofyan Telah berkata Amru Aku mendengar Sa'id bin Zubair berkata; Aku pernah bertanya kepada Ibnu> Umar mengenai hadis Al Mutalaa'inain (suami-istri yang meli'an), maka ia pun menjawab; Nabi> saw. pernah bersabda kepada Al Mutalaa'inain (suami-istri yang meli'an) "Hisab kalian berdua terserah pada Allah. Salah seorang dari kalian berdua musti ada yang berdusta, maka tidak ada lagi jalan bagimu (suami) untuk kembali kepada istri." Laki-laki itu bertanya, "Lalu bagaimana dengan hartaku?." Beliau bersabda "Tidak ada harta lagi untukmu. Jika kamu telah memberi sesuatu, maka hal itu adalah mahar yang kamu gunakan untuk menghalalkan farjinya, namun jika kamu berdusta atasnya, maka hal itu tentu akan lebih jauh bagimu." Sofyan berkata; Aku menghafalnya dari Amru. Dan telah berkata Ayyub Aku mendengar Sa'id bin Zubair Ia berkata; Aku berkata kepada Ibnu> Umar, "Ada seorang laki-laki yang melaknat istrinya." Maka ia pun menjawab sambil memberi isyarat dengan kedua jarinya, Sofyan memisahkan antara kedua jarinya itu , yaitu jari telunjuk dan jari tengah. Ia melanjutkan; Nabi> saw. pernah memisahkan antara dua orang dari Bani Al 'Ajlan dan beliau bersabda "Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa salah seorang dari kalian berdusta. Adakah salah seorang yang ingin bertaubat?" beliau mengulanginya hingga tiga kali. Sofyan berkata; Aku menghafalnya dari Amru dan Ayyub sebagaimana yang telah aku kabarkan kepadamu.
24. Sebutan Bagi Yang Tidak Memberikan Mahar
ثـنا هشيم أخبـرنا عبد احلميد بن جعفر عن ا ثين رجل من حد حلسن بن حممد األنصاري قال حدا النمر بن قاسط قال مسعت صهيب بن سنان حيدث قال قال رسول الله صلى الله عليه وس لم أمي
ها فـغرها بالله واستحل فـرجها بالباطل لقي رجل أصدق امرأة صداقا والله يـ علم أنه ال يريد أداءه إليـا رجل ادان من رجل ديـنا والله يـعلم أنه ال يريد أ غره بالله داءه إليه فـ الله يـوم يـلقاه وهو زان وأمي
36واستحل ماله بالباطل لقي الله عز وجل يـوم يـلقاه وهو سارق Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Husyaim telah mengabarkan kepada kami Abdul Hamid bin Ja'far dari Al Hasan bin Muhammad Al Anshari ia berkata, telah menceritakan kepadaku seorang laki-laki dari Namr bin Qasith, ia berkata, saya mendengar Shuhaib bin Sinan menceritakan, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: "Siapa saja laki-laki yang memberikan mahar kepada seorang wanita, sedangkan Allah mengetahui bahwa ia (bermaksud) tidak akan menyerahkannya sehingga ia meniupnya dengan nama Allah dan menghalalkan kemaluannya dengan batil, maka laki-laki itu akan menjumpai Allah kelak pada hari kiamat sebagai orang yang berzina. Dan siapa saja laki-laki yang berhutang dari seseorang, sedang Allah mengetahui bahwa ia tidak bermaksud untuk melunasinya dan ia meniupnya dengan nama Allah dan menggalalkan hartanya dengan batil, maka ia akan menemui Allah sebagai seorang pencuri."
36 Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz, VIII, nomor 18545, h. 227.
74
C. Kualitas Hadis
1. Kritik Sanad (Naqd al-Sanad)
Hadis-hadis tersebut diklasifikasi kepada beberapa kelompok masalah. Itu berarti
bahwa sanad hadis yang akan diteliti berjumlah banyak. Oleh karena itu, dalam kegiatan
kritik sanad, setiap kelompok dipilih satu jalur sanad untuk diteliti secara cermat. Dalam
kritik sanad dilakukan terhadap hadis yang bukan sanad-sanad Bukhari> dan Musli>m.
Kecuali bila ternyata sanad-sanad lainnya berkualitas d}a’i>f, maka alternatif terakhir
barulah diteliti sanad Bukhari> dan Musli>m. Pada sisi lain, kritik sanad dimulai dari
periwayat terakhir (mukharrij al-hadis), diikutip pada periwayat sebelumnya dan
seterusnya sampai periwayat pertama atau sanad terakhir. Berikut ini dikemukakan
kualitas sanad hadis-hadis mahar berdasarkan klasifikasi masalah sebagai berikut :
a. Hadis Anjuran Untuk Memudahkan Mahar
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat 4 riwayat dengan
matan yang berbeda dari satu mukharrij, yaitu imam Ah}mad bin H}anbal, untuk
memperjelas dan mempermudah proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema
sebagaimana yang dapat dilihat pada skema skema pertama berikut ini.
75
Skema hadis I
Skema hadis II :
أن
عن
عن
عن
عن
عن عن
حدثـنا حدثـنا
حدثـنا دثـنا
ن المرأة تـيسري خطبتها وتـيسري صداقها وتـيسري رمحها رسول الله:
هيم بن إسحاق
ابن هليعة
يبة بن سعيد
أمحد بن حنبل
عائشة
عروة
سليم
صفوان
سامة بن زيد
ابن مبارك
أن
ن ع
ن ع
ين ر بـ خ أ
دثـنا أخبـرنا
حدثـنا دثـنا
اد بن سلمة
يزيد عفان
أمحد بن حنبل
عائشة
سم بن حممد
ابن سخبـرة
رسول الله : عظم النساء بـركة أيسرهن مئونة
76
Pada skema tersebut tercantum jalur seluruh sanad, nama-nama periwayat dan
sig}at tahammul yang menghubungkan antara periwayat yang satu dengan periwayat
yang lain yang terdekat atau metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing
periwayat. Dalam pada itu, tampak ada satu sahabat yang berfungsi sebagai periwayat
tingkat pertama hadis tersebut, yakni ’Aisyah binti>> Abu> Bakar. Demikian pula pada
tingkat kedua, ketiga dan keempat. Pada tingkat selanjutnya baru berbilang. dengan
begitu ,hadis yang bersangkutan termasuk hadis ah}ad, yang perlu diteliti
keorisinalannya berasal dari Nabi> ataukah tidak. Adapun lambang atau sig}at tahammul
yang digunakan oleh masing-masing periwayat dalam beberapa sanad tersebut ialah
ثـنا أخبـرنا حد .أن dan عن ,أخبـرين ,Sanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Ibrahi>m bin Ish}aq. Urutan periwayat yang tergabung dalam rangkaian
sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. ‘Aisyah binti> Abu> Bakar Periwayat I Sanad VI
2. ‘Urwah bin Zubair Periwayat II Sanad V
3. S>}afwan bin Sulaim Periwayat III Sanad IV
4. ‘Usamah bin Zaid Periwayat IV Sanad III
5. Abdullah bin Mubarak Periwayat V Sanad II
6. Ibrahi>m bin Ish}aq Periwayat VI Sanad I
7. Ah}mad bin H}anbal Periwayat VII Mukharrij
Untuk mendapatkan hasil lengkap tentang ketersambungan sanad hadis ini
maka penulis dalam hal ini membuat sebuah matriks agar dapat lebih mudah untuk
dipahami seperti pada tabel 1 berikut ini :
77
No Nama Guru/Murid Tahamm
ul wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1
Ah>mad ibn Hanbal.37 (241 H)
Guru : Abu> Nu’aim Qutaibah, Ibrahi>m bin Ish}aq حدثـنا Al-Qattan tsiqah, Syafi’i
zuhud, ahli hadis
Terpuji, dipercaya
dan Muttas}il
2.
Ibrahi>m bin Ish}aq38 (215
H.)
Guru: Abdullah bin Mubarak, Imam Ma>lik, Murid : Ah}mad bin H}anbal,
H}usai>n bin Muhammad حدثـنا
Abu> Hatim dan ibn Hajar s}adu>q, Yah}ya bin Ma'in dan
Ibnu> Ish}aq tsiqa>h, Adz-Dzahabi> tsabat murji'ah
Dipercaya dan
Muttas}il
3
Abdullah bin Mubarak39 (181 H.)
Guru: Ibrahi>m bin Abi> Ablh, H}alid bin Dinar, ‘Usamah bin Zaid. Murid : Ibrahim bin Ishak, Sofyan bin Sa‘id
عن Ah}mad bin H}anbal h}af>idz,
Ibnu>l Madini tsiqah, Yah}ya bin Ma'in tsiqa>h tsabat, Abu> Hatim tsiqah imam, Ibnu> Sa’ad tsiqah
ma’mun. Muttas}il
4
‘Usamah bin Zaid40 (153
H.)
Guru : al-Zuhri>, Nafi’, 'At}a' bin Abi> Rabah, Tidak di temukan nama
S>}afwan bin Sulaim. Mur#id 'Abdullah bin Mubarak, Sofyan bin
Sa‘id Ath-Thawri, 'Abdullah bin Wahab
عن
Yah}ya bin Ma'in tsiqah s}ali>h, An-Nasa>‘i laisa bi> qowi, al-‘Ajli tsiqah, Ibnu> Hibban
disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar ‘Asqalani s}adu>q
yuham.
Muttas}il41
5
S>}afwan bin Sulaim42 (132
H.)
Guru : Ibnu> ’Umar, Anas bin Ma>lik, Abu > ’Umamah bin Suh}ail ‘Urwah bin
Zubair Murid :
Zaid bin Aslam, Muhammad bin al-Munkdar bin 'Abdullah, Mu>sa bin
'Uqba, tidak ditemukan nama usamah bin zaid
عن
Ibnu> Sa’ad tsiqah ahli ibadah, Ibnu> Uyainah tsiqah, Ah}mad bin H}anbal tsiqah, al-‘Ajli
tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah, Abu> Hatim tsiqah, Ya'kub bin
Syaibah tsiqah tsabat, al-‘Ajli s}alih, Ibnu> Hibban disebutkan
dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar Al Atsqalani tsiqah ahli ibadah, tertuduh beraliran qadariyah, Adz-Dzahabi> tsiqah h}ujjah.
Muttas}il
6
‘Urwah bin Zubair43 (93
H.)
Guru : Ibnu> al-Zubair, 'Aisyah binti> Abi> Bakar, Ali Ibnu> Abi> T}alib.
Murid : Yah}ya bin 'Urwah, Tidak ditemukan nama Safyan bin Sulaim.
عن Al-'Ajli tsiqah, Ibnu> Hajar
tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats tsiqat'
Muttas}il
7
‘Aisyah binti> Abu> Bakar44
(58 H.)
Guru : Rasulullah saw.
‘<Sahabat Marfu قال
37Yûsuf bin Al-Zakî Abd al-Rahman al-Mizî, Tahdzib al-Kamal Juz XXII (Beirut: Mu‟asasat al-Risaalah, t.t PDF ), h. 153, Jalal al-Din Abd al-Rahman bin Abi Bakr al-Suyutiy, Tabaqat al-Huffaz (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah, 1403 H/ 1983 M), h. 189 dan 191.
38Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir (Jus I; Beirut: Da>rul Kutub Ilmiah, 2001) , h. 878. Ibn H}ajar al-Asqalaniy, Tahdzib al- Tahdzib, Juz I ( Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), h. 178.
39Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6749, h. Ibn H}ajar al-Asqalaniy, Tahdzib al- Tahdzib, Juz I, h. 62.
40Ibn H}ajar al-Asqalaniy, Tahdzib al- Tahdzib, Juz I, nomor 392, h. 231. al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus II, nomor 1560., h. 534.
41 Hidup dalam satu masa dan kota yang sama yaitu Madinah, yang memungkinkan mereka pernah bertemu
42Ibn H}ajar al-Asqalaniy, Tahdzib al- Tahdzib, Juz VII, nomor 6352, h. 170. 43Ibn H}ajar al-Asqalaniy, Tahdzib al- Tahdzib, Juz VII, nomor 6352, h. 649. Abu>> Abdillah
Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 9476, h. 248. 44Ibn H}ajar al-Asqalaniy, Tahdzib al- Tahdzib. Juz VII, Jus XII, nomor 13840, h. 431
78
Setelah meneliti sanad periwayatan Ah}mad bin H}anbal melalui jalur Ibrahi>m
bin Ish}aq, ternyata seluruh periwayatnya dalam keadaan Muttas}il, karena masih ada
hubungan guru dan Murid diantara mereka, kemudian hidup dalam satu masa dan kota
yang sama yang memungkinkan mereka pernah bertemu, sanadnya bersifat adil, namun
salah satu periwayat yang bernama ’Usamah bin Zaid kurang d}abi>t. dengan demikian,
hadis yang diteliti telah memenuhi unsur-unsur kaidah kes}ah}ih}an sanad, sehingga
dapat dinyatakan bahwa sanad hadis yang bersangkutan berkualitas h}asan.
Sedangkan pada hadis kedua dinyatakan bahwa hadis ini semuanya melalui Isa
bin Maimun, yang dikenal oleh para kritikus hadis seperti Abu Hatim menyatakan
matrukul hadis, Bukhari mungkarul hadis, maka dinyatakan bahwa hadis ini adalah
d}a’i>f.45
b. Memberi Mahar Yang Pantas
Hadis-hadis yang diperoleh pada masalah ini ada 12 jalur periwayat dari empat
mukharrij. yaitu imam Bukhari>>, Musli>m, Abu> Da>ud dan An-Nasa>’i. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat skema seluruh sanad pada skema berikut ini :
45Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VI, nomor 8852, h. 59. Syibah Al-Din Ahmad Ibn H}ajar,Taqrib Al-Tahzib, (Beirut: Da>r Al-Ma’arif, tt), h. 441.
79
Garis tebal pada skema di atas adalah jalur yang diteliti. Untuk itu terlihat pada
skema tampak bahwa ‘Aisyah adalah penjelas dari pertanyaan ’Urwah jadi dapat
disimpulkan bahwa hadis ini adalah bersifat mawqu>f, pada periwayat pertama ’Urwah
bin Az Zubair tidak memiliki pendukung berupa syahid. Demikian pula dengan Ibnu>
Syihab adalah satu-satunya periwayat kedua, sehingga disini pun tidak ditemukan
periwayat yang berstatus mutabi>’, pada periwayat ketiga terdapat pengkukung berupa
mutabi>’ dan tercatat ada enam orang yang meriwayatkan. Itu berarti bahwa hadis yang
bersangkutan adalah hadis ah}ad. Pada sisi lain, sig}at tahammul yang digunakan oleh
masing-masing periwayat meliputi ثـنا أخبـرين ,حد .أنه dan أخبـرين , عن ,Sanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi ini adalah sanad
Abu> Da>ud melalui jalur Ah}mad bin H}anbal.
يونس بن يزيد صالح بن كيسان شعيب عقيل صالح
عن أخبـرنا عن أخبـرين عن
أبو اليمانحسان بن إبـراهيمإبـراهيم بن سعد الليث ابن وهب أيب
مسعحدثـنا حدثـنا أخبـرنا حدثـنا حدثـنا عن
عبد العزيز علي أبو الطاهرحيىي بن بكري يـعقوب بن إبـراهيمحرملة بن حيىي أمحد بن عمر يونس يمان بن داود
عن
احلسن احللواين عبد بن محيد
حدثـنا حدثين حدثين حدثـنا حدثـنا خبـرنا
البخاري أبي داودالنسائي
عن
أخبـرين
ابن شهاب
عروة بن الزبـري
أنه
مسلم
عائشة: لت يا ابن أخيت هذه اليتيمة تكون يف حجر وليـها
80
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. ‘Aisyah binti> Abi> Bakar Periwayat I Sanad VI
2. Urwah bin Az Zubair Periwayat II Sanad V
3. Muhammad bin Musli>m Periwayat III Sanad IV
4. Yunus bin Yazid Periwayat IV Sanad III
5. Abdullah bin Wahab Periwayat V Sanad II
6. Ah}mad bin Amr Periwayat VI Sanad I
7. Abu> Da>ud Periwayat VII Mukharrij
Data dan ketersambunagn sanad dapat dilihat pada tabel ke 2 seperti berikut
ini :
81
No Nama Guru/Murid Tahammul wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1 Abū Dāwud46 w. 275 H/ 889
M
Guru :Muhammad Ibnu> Salamat, Ahmad bin Amr حدثـنا
Ibnu> Hibban Ŝiqah, Mu>sa Ibnu> Harun zuhud, ahli
hadis
Terpuji, dipercaya
dan Muttas}il
2. Ah}mad bin 'Amr bin al-Sarh47 (250
H.)
Guru :'Abdullah bin Wahab, Imam Shafi’i>, Walid bin Musli>m al-
Qurais Murid :Imam Musli>m, Imam
Nasa>’i, Ibnu> Ma>jah, Abu> da>wud
حدثـناAbu> Hatim menyatakan
bahwa dia itu la ba’sa bih, An-Nasa>‘i tsiqah, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah.
Muttas}il
3 Abdullah bin Wahab48 (197
H.)
Guru :'Ayyad bin 'Abdullah, ‘Abdurrah}man bin Sha>rih, Imam
Ma>lik, Yunus bin Yazid Murid : Ahmad bin ‘Abdurrah}man, al-Laith bin Sa’ad, ‘Abdurrah}man
bin Mahdi, Ah}mad bin Amr
أخبـرين
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, al-‘Ajli tsiqah, An-Nasa>‘i la ba’sa bih, Ibnu> Hajar
tsiqah h}afidz, Adz-Dzahabi> salah satu ahli
ilmu
Muttas}il
4 Yunus bin
Yazid49 (159 H.)
Guru :al-Zuhri>, Nafi’, Hisham bin 'Urwa Muhammad bin Musli>m
Murid : al-Laits bin Sa'ad, ‘Abdurrah}man bin 'Amr al-Awza'i,
Sulaiman bin Bilal al-Taymi
عن
Al-‘Ajli tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah, Ya'kub bin Syaibah s}alihul hadis, Abu> Zur'ah la ba’sa bih, Ibnu> Kharasy
s}adu>q, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-
tsiqa>t, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah, Adz-
Dzahabi> tsiqah.
Muttas}il
5 Muhammad
bin Musli>m50 (124 H)
Guru : 'Ubaid bin al-Sabaq, 'Urwa Ibnu> al-Zubair,
Murid : 'Umar bin ‘Abdul-‘Aziz, 'Amr bin Dinar, Yunus bin Yazid
أخبـرين Ibnu> Hajar ‘Asqalani faqih
h}afidz mutqin, Adz-Dzahabi> seorang tokoh. Muttas}il
6 ‘Urwah bin Zubair51 (93
H.)
Guru : ‘Abdullah Ibnu> al-Zubair, Asma’ binti> Abi> Bakar, ‘Aisyah
binti> Abu> Bakar Murid : Hisham bin 'Urwa,
'Abdullah bin 'Urwa, al Zuhri
Ibnu> Hajar dan ibn Hibban أخبـرين Tsiqah Muttas}il
7 ‘Aisyah binti> Abu> Bakar52
(58 H.) Rasulullah saw. قال Sahabat Marfu>‘
46Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib. Jus IV, nomor 3298, h. 153-156. 47Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus I, nomor 112, h. 244. 48Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir, Jus V, nomor 6780, h. 40 Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VI, nomor 5141, h. 176. Ibn H}ajar, Taqrib Al-Tahzib. Nomor 3694, h. 328.
49Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir, Jus VIII, nomor 12834, h. 512. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XI, nomor 10770, h. 480. Taqrib Al-Tahzib. Nomor 7919, h. 614.
50Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir, Jus I, nomor 693, h. 312. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 8734, h. 570.
51Ibn H}ajar al-Asqalaniy, Tahdzib al- Tahdzib, Juz VII, nomor 6352, h. 649. Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 9476, h. 248.
52Ibn H}ajar al-Asqalaniy, Tahdzib al- Tahdzib. Juz VII, Jus XII, nomor 13840, h. 431
82
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad Abu> Da>ud melalui jalur
Ah}mad bin H}anbal dapat diketahui bahwa hadis ini mawqu>f kepada Aisyah ra. dan
sanadnya Muttas}il dari awal sampai akhir sanad, ternyata seluruh periwayatnya
bersifat adil dan dhabi>t (siqat), terhindar dari sya>z dan illah. Selain itu dikuatkan
dengan periwayatan imam Bukhari>> dan Musli>m, maka dengan demikian hadis yang
diteliti telah memenuhi unsur-unsur kaidah kes}ah}ih}an sanad, sehingga dapat
dinyatakan bahwa sanad hadis yang bersangkutan berkualitas s}ah}ih}.
c. Menikah Tanpa Mahar (Nikah syighar)
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat 15 riwayat dari 9
mukharrij, yaitu Bukhari>>, Musli>m, Abu> Da>ud, T}urmuz\i>>, An-Nasa>’i, Ibnu> Ma>jah,
Ah}mad bin H}anbal, Imam Ma>lik dan Ad-Da>rimi>. Untuk memperjelas dan
mempermudah proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema sebagaimana yang
dapat dilihat pada skema berikut ini :
83
Pada skema tersebut tercantum jalur seluruh sanad, nama-nama periwayat dan
sig}at tahammul yang menghubungkan antara periwayat yang satu dengan periwayat
yang lain yang terdekat atau metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing
periwayat. Jika diamati maka akan tampak satu sahabat yang berfungsi sebagai
periwayat tingkat pertama hadis tersebut, yakni Ibnu> Umar. Demikian pula pada
tingkat kedua, pada tingkat ke ketiga barulah terdapat mutabi>’ yang saling
menjelaskan hadis tersebut. yaitu Ma>lik dan Ubaidillah, begitu pun riwayat ke empat
sampai yang terakhir terdapat banyak mutabi>’ yang meriwayatkan hadis yang sama.
Maka dapat disimpulkan bahwa hadis ini termasuk hadis ah}ad, adapun lambang atau
sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat dalam beberapa sanad
tersebut ialah ثـنا ثـنا ,حد حد , عن ثين .أن dan عن ,حدSanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Mu>saddad bin Musrihad. Urutan periwayat yang tergabung dalam
rangkaian sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Umar bin Khat}t}ab Periwayat I Sanad V
2. Nafi' maula Ibnu> 'Umar Periwayat II Sanad IV
3. Ubaidullah bin 'Umar Periwayat III Sanad III
4. Yahya bin Sa'id Periwayat IV Sanad II
5. Mu>saddad bin Musrihad Periwayat V Sanad I
6. Abu> Da>ud Periwayat VI Mukharrij
85
Tabel 3
No Nama Guru/Murid Tahammul wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1 Abū
Dāwud53 w. 275 H/ 889
M
Guru: Mu>saddad bin Musrihad حدثـنا
Ibnu> Hibban Ŝiqah, Mu>sa Ibnu> Harun zuhud, ahli
hadis
Terpuji, dipercaya
dan Muttas}il
2. Mu>saddad
bin Musrihad 54(228 H)
Guru : Yahya bin Sa'id, Yazid bin Zari', 'Isa bin Yunus bin Abi> Ish}aq.
Murid :Abu> Da>ud, Ibnu> Ma>jah
حدثـنا
Yah}ya bin Ma'in s}adu>q, Ah}mad bin H}anbal s}adu>q, An-Nasa>‘i tsiqah, al-‘Ajli tsiqah, Abu> Hatim tsiqah,
Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t.
Muttas}il
3 Yahya bin Sa'id,55 (198
H)
Guru :, Hisyam bin 'Urwa, 'Ikrimah bin 'Ammar’, Ubaidullah bin 'Umar
Murid :'Amr bin ‘Ali> bin Bahr al-Bahli, Masadad bin
Musrihad
عن
An-Nasa>‘i tsiqah tsabat, Abu> Zur'ah tsiqoh h}afidz, Abu> Hatim tsiqah h}afidz,
al-‘Ajli tsiqah, Ibnu> Sa’ad tsiqah mamun, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah mutqin,
Adz-Dzahabi> h}afidz kabi>r.
Muttas}il
4 ’Ubaidillah bin 'Umar,56
(140 H.)
Guru :Abu> Bakar bin Salim bin Abdullah bin 'Umar,
'Umar bin Nafi', Nafi' Murid : Abdullah bin 'Umar bin Hafs bin 'Asim, Hami>d
bin Abi> Hami>d
حدثين
Ibnu> Hajar tsiqah tsabat, Adz-Dzahabi> tsiqah,
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Abu> Hatim tsiqah, Abu>
Zur'ah tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah tsabat.
Muttas}il
5 Nafi' maula
Ibnu> 'Umar,57 (117 H.)
Guru : Ibnu> Abbas, Ibnu> Umar, 'Aisah binti> Abi> Bakar
‘Abdullah bin 'Umar Murid :Sa’ad bin Ibrahi>m, 'Abdullah bin Sa'id bin Abi>
Hindi>, 'Ubaidullah bin 'Umar
عن Yah}ya bin Ma'in tsiqah, al-‘Ajli tsiqah, An-Nasa>‘i
tsiqah, Ibnu> Kharasi tsiqah.
Muttas}il
6 Abdullah bin 'Umar,58 (74
H) Nabi Muhammad saw. أن Tsiqah Marfu>‘
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad Abu> Da>ud melalui jalur
Mu>saddad bin Musrihad dapat diketahui bahwa hadis ini marfu> kepada Rasulullah saw.
53Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib. Jus IV, nomor 3298, h. 153-156. 54Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VIII, nomor 11547, h. 166.
Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus X, nomor 9203, h. 572. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 6598, h. 528.
55Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XI, nomor 10359, h. 472.Taqrib al- Tahdzib, nomor 7557, h. 591.
56Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VII, nomor 6071, h. 95. 57Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir . Jus VIII, nomor 11608, h. 258.
Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus X, nomor 9743, h. 490. Taqrib al- Tahdzib. nomor 3490, h. 315.
58Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib. Jus X, nomor 8761, h. 411. Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6074, h. 513.
86
dan sanadnya Muttas}il dari awal sampai akhir sanad, ternyata seluruh periwayatnya
bersifat adil dan dhabi>t (siqat), terhindar dari sya>z dan illah. Selain itu dikuatkan
dengan periwayatan imam Bukhari >>dan Musli>m, maka dengan demikian hadis yang
diteliti telah memenuhi unsur-unsur kaidah kes}ah}ih}an sanad, sehingga dapat
dinyatakan bahwa sanad hadis yang bersangkutan berkualitas s}ah}ih}.
d. Mahar Yang Belum Sempat Terbayar
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat 29 riwayat dari
enam mukharrij, yaitu Abu> Da>ud, T}urmuz\i>>, An-Nasa>‘i, Ad-Da>rimi>, Ibnu> Ma>jah,
Ah}mad bin H}anbal. Untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan i’tibar
maka dibuatkan skema sebagaimana yang dapat dilihat pada skema berikut ini :
أن أن قالعقبة بن عامر
فـقال عن فقالعن
عبد الله بن عتبة األسود
عن عن عن عن عنخالس أيب حسان
عن عن عن عن عنداود زيد
عن عن عن عن عن عنأيب عبد الرحيم زائدة بن قدامة علي بن مسهر هشام
أخبـرنا حدثـنا عن حدثـنا حدثـنا أخبـرنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا عن
عبد الرمحن يزيد بن هارون ابن مهدي عبد الرزاق حممد بن سلمة زيد بن احلباب أبو سعيد علي بن حجر حممد بن يوسف أبو داود حيىي بن سعيد بد الملك
حدثـنا أخبـرنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا
عثمان احلسن بن علي أبو األصبغ حممود بن غيالن عبد الله بن حممد إسحق بن منصور أبو بكر
حدثـناحدثنا حدثنا حممد بن حيىي حممد بن المثـىن عمر بن اخلطاب أخبـرنا حدثنا
النسائي الدارمي
يزيد بن زريع
عبـيد الله بن عمر
رسول الله: قضى به يف بروع بنت واشق….
قـتادة
سعيد
عبد الله بن مسعود اجلراح
سفيان
معقل بن سنان
إبـراهيم
مسروق
منصور
الشعيبيزيد بن أيب حبيب
فراس
علقمة مرثد
ابن ماجة الترمذي أبي داودأحمد بن حنبل
87
Pada skema tersebut tampak ada empat sahabat yang berfungsi sebagai
periwayat tingkat pertama hadis tersebut, yang berarti terdapat syahid yakni Ma’qil
bin Sinan, Abdullah bin Mas’ud, al-Jarrah, ’Uqbah bin ’Amir. Demikian pula pada
tingkat kedua terdapat lima periwayat sebagai mutabi>, begitu pula sampai mukharrij.
Maka dapat disimpulkan bahwa hadis yang bersangkutan termasuk hadis masyhur,
adapun lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat
dalam beberapa sanad tersebut ialah ثـنا عن ,أخبـرنا .أن dan حدSanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Abdullah bin Muhammad. Urutan periwayat yang tergabung dalam
rangkaian sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Abdullah bin Mas'ud Periwayat I Sanad VII
2. Alqamah bin Qais Periwayat II Sanad VI
3. Ibrahi>m bin Yazid bin Qais Periwayat III Sanad V
4. Manshur bin Al Mu'tamir Periwayat IV Sanad IV
5. Za'idah bin Qudamah Periwayat V Sanad III
6. ’Abdurrahman bin 'Abdullah Periwayat VI Sanad II
7. Abdullah bin Muhammad Periwayat VII Sanad I
8. An-Nasa>’i Periwayat VIII Mukharrij
Untuk melihat lebih jelasnya tentang ketersambungan sanad dapat dilihat pada
tabel ke 4 berikut ini :
88
No Nama Guru/Murid Tahamm
ul wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1 An-Nasa>‘i59 (215-303 H)
Guru : Qutaibahh Ibnu> Sa’id Muhammad Ibnu> Abdi al-Aziz,
Abdullah bin Muhammad Mansur al-Faqih tsiqah, Ah}mad bin حدثـنا
H}anbal ahli hadis
Terpuji, dipercaya
dan Muttas}il
2. Abdullah bin Muhammad60
(256 H.)
Guru : Sofyan bin ‘Uyainah, 'Abdul Wahab bin 'Abdul Maji>d al-Thaqaf, Abu> 'Amir al-'Aqdi’, Abdurrah}man bin 'Abdullah. Murid Ibnu> Maja, Imam Musli>m, Abu> Da>ud, Imam
Tirmidhi, Imam Nasa>’i
عن Abu> Hatim s}adu>q, An-Nasa>‘i tsiqah, Daruqutni tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-
tsiqa>t, Ibnu> Hajar s}adu>q.
Muttas}il
3 ’Abdurrah}ma
n bin 'Abdullah,61
(197 H.)
Guru : Sah}ir bin Jawrih, Abu> Aban bin Yazid al-Tar, Za'idah bin Qudamah Murid : Ah}mad bin
H}anbal, ‘Ali> bin Muhammad bin Ish}aq, Abdullah bin Muhammad
عن
Ah}mad bin H}anbal bin tsiqah, Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Ath
Thabrani tsiqah, Ad-Daruqutni tsiqah, Al-Baghawi tsiqah, Ibnu> Syahin disebutkan dalam 'ats-
tsiqa>t, Ibnu> Hajar ‘Asqalani "s}uduq, terdapat kesalahan"Adz-Dzahabi>
tsiqoh h}afidz.
Muttas}il
4 Za'idah bin Qudamah,62
(161 H.)
Guru : Sulaiman bin Tarkhan al-Taimi, Mansur bin Muta’mir. Murid :'Abdullah bin Mubarrak, Hammad
bin ’Usamah, Abdurahman bin Abdullah
عن Abu> Zur'ah s}adu>q, Abu> Hatim tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah, Ibnu>
Hajar ‘Asqalani tsiqah tsabat, Adz-Dzahabi> tsiqah hujjah, Adz-
Dzahabi> h}afidz. Muttas}il
5 Manshur bin
Al-Mu'tamir, 63
(96 H.)
Guru : Zaid bin Wahabal-Juhani>, Ibrahi>m al-Nakha'i Ibrahi>m bin Yazid
Murid : Za'ida bin Qadama al-Tsaqifi, Zuhair bin Mua'wiyah
عن al-‘Ajli tsiqah tsabat, Ibnu> Hajar
‘Asqalani tsiqah tsabat, Abu> Hatim tsiqah, Ibnu> Sa’ad tsiqah ma’mun. Muttas}il
6 Ibrahi>m bin Yazid,64
Guru : 'Abdullah bin Sakhbara al-Azdi, Hamam bin al-Harits Alqamah Murid : Sulaiman al-A'mash, Mansur
bin al-Ma'tamar
Ibnu> Hibban 'ats-tsiqa>t Muttas}il عن
7 Alqamah bin Qais,65 (62
H>.)
Guru : Umar Ibnu> al-Khat}t}ab, ‘Utsman Ibnu>‘Affa>n, Ali Ibnu> Abi>
T}alib Abdullah bin Mas’ud Murid : Ibrahi>m bin Yazid, Ibrahi>m bin
Suwayd al-Nkh'y, 'Amir al-Sha'bi
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Ibnu> Hajar عن tsiqah tsabat. Muttas}il
8 Abdullah bin Mas'ud,66( 32
H.) Nabi Muhammad saw. أن Sahabat Marfu>‘
59 al-Mizziy, Tahzib al-Kamal. Jus I, h. 152-153. 60Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VI, nomor 5016, h. 375. Taqrib al- Tahdzib.
nomor 3589, h. 321. 61Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 7071, h. 109. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VI, nomor 5429, h. 47. Lisan al-Miza>n. Jus VII (Nomor 13163. Beirut: Da>r Al-Fikr, tt) h. 324.
62Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus III, nomor 4335, h. 51. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus III, nomor 2571, h. 70.
63Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 10829, h. 197. 64Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus I, nomor 1052, h. 259. 65Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 13400, h. 402.
Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VIII, nomor 14112, h. 70. 66Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6073, h. 46.
89
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad An-Nasa>’i dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu> kepada Rasulullah saw. lewat Ma’qil bin Sinan,
sedangkan jika melalui Ibnu> Mas’ud maka itu bersifat Mawqu>f karena ini adalah
ijtihadnya Ibnu> mas’ud yang kemudian dibenarkan oleh Ma’qil bin Sinan dan sanadnya
Muttas}il dari awal sampai akhir sanad, mayoritas kritikus hadis tidak menyebutkan
akan adanya periwayat yang bermasalah, rata-rata periwayatnya adalah tsiqah dan
s}aduq oleh karena itu, dapat dikatakan kualitas sanad hadis ini s}ah}ih}.
Untuk hadis ke dua yang diriwayatkan oleh Ah}mad bin H}anbal penulis meneliti
sanadnya dan menyimpulkan ternyata hadis ini berstatus h}asan. Dari keseluruhan
periwayatnya adalah berstatus tsiqah. Hanya satu orang yang dinyatakan tidak d}a>bit
oleh Ibnu> H}ajar yaitu ‘Abdurrah}man bin 'Abdullah bin 'Ubaid.
e. Mahar Istri-Istri Rasul
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat lima riwayat dari
empat mukharrij, yaitu imam Musli>m, Abu> Da>ud, Ibnu> Ma>jah dan Ad-Da>rimi>, untuk
memperjelas dan mempermudah proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema
sebagaimana yang dapat dilihat pada skema berikut ini :
90
Pada skema di atas tampak ada satu sahabat yang berfungsi sebagai periwayat
tingkat pertama hadis tersebut, yakni ‘Aisyah. Selain itu bahwa hadis yang diteliti
tidak ditemukan periwayat yang berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid,
begitu pula pada tingkat ke dua sampai ke lima tidak ditemukan pendukung berupa
mutabi>’. dengan begitu, hadis yang bersangkutan termasuk hadis ah}ad, yang perlu
diteliti. Adapun lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing
periwayat dalam beberapa sanad tersebut ialah ثـنا أخبـرنا ثين ,حد .قال dan عن ,حدSanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Muhammad bin Idris. Urutan periwayat yang tergabung dalam rangkaian
sanad dimaksud adalah :
قالعائشة
قال سألت
أيب سلمةعن
حممد بن إبـراهيمعن
يزيد بن عبد اللهحدثين
عبد العزيز
أخبرنا حدثنا أنبأنا حدثنا حدثنا
م بن محادحممد بن إدريسحممد بن الصباححممد بن أيب عمرإسحق بن إبـراهيمحدثـنا حدثين حدثـنا حدثـنا خبـرنا
ابن ماجة أحمد بن حنبل مسلمالدارمي
رسول الله: كان صداقه ألزواجه ثنيت عشرة أوقية
91
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. ‘Aisyah binti> Abi> Bakar Periwayat I Sanad VI
2. Abdullah bin ‘Abdurrah}man Periwayat II Sanad V
3. Muhammad bin Ibrahi>m Periwayat III Sanad IV
4. Yazid bin 'Abdullah Periwayat IV Sanad III
5. Abdul 'Aziz bin Muhammad Periwayat V Sanad II
6. Muhammad bin Idris Periwayat VI Sanad I
7. Ah}mad bin H}anbal Periwayat VII Mukharrij
Untuk melihat lebih jelas tentang ketersambungan sanad periwayat dapat
dilihat pada tabel ke 5 berikut ini :
92
No Nama Guru/Murid
Tahammul
wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1 Ah>mad ibn
Hanbal.67 (241 H) Guru : Muhammad bin Idris ثـنا Al-Qattan tsiqah, Syafi’i zuhud, ahli حدhadis Muttas}il
2. Muhammad bin Idris,68 (204 H.)
Guru : Musli>m bin H}alidal-Zanji, Imam Ma>lik, Ibrahi>m
bin Sa’ad, Abdul 'Aziz. Murid : Abu> Thaur al-Kalbi,
Ah}mad bin H}anbal
ثـنا حد
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Abu> Hatim faqih, Abu> Da>ud As Sajastani s}adu>q, Abu> Da>ud Tidak ada hadisnya yang
salah, An-Nasa>‘i tsiqah, An-Nasa>‘i’ma’mun, Adz-Dzahabi> Imam,
Adz-Dzahabi> nashirul hadis, Adz-Dzahabi> tsiqah.
Muttas}il
3 Abdul 'Aziz bin Muhammad,69
(187 H.)
Guru : Zaid bin Aslam, Sharayk bin 'Abdullah Yazid
bin 'Abdullah. Murid :Shu'bah bin al-Hajjaj, Ibnu>
Ish}aq
حدثين Yah}ya bin Ma'in laisa bihi bas, Abu> Zur'ah buruk hafalan, Ibnu> Hibban
disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, al-‘Ajli tsiqah.
Muttas}il
4 Yazid bin
'Abdullah,70 (139 H.)
Guru : Abu> Hazim, Salma bin Dinar Muhammad bin Ibrahi>m. Murid : Imam Ma>lik, 'Abdul 'Aziz bin Muhammad al-Daruradi
عن
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah, Ah}mad bin H}anbal laisa bihi> bas, Abu> Hatim tsiqah, Ibnu> Hibban
disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Ya'kub bin Sofyan tsiqah, al-‘Ajli tsiqah, Ibnu>
Hajar ‘Asqalani tsiqah mukatsir, Adz-Dzahabi> tsiqah mukatsir.
Muttas}il
5 Muhammad bin Ibrahi>m,71 (120
H.)
Guru : Abu> Hazim, Salma bin Dinar, ’Abdullah bin ‘Abdurrah}man bin 'Auf.
Murid : Yazid bin 'Abdullah Ibnu> Ish}aq.
عن Ya'kub Ibnu> Syaibah tsiqah, Ibnu> Hajar
‘Asqalani tsiqah lahu> afrod, Adz-Dzahabi> Mereka Mentsiqahkan. Muttas}il
6 ’Abdullah bin
‘Abdurrah}man bin 'Auf,72 (94 H.)
Guru : Abu> Hurairah, Ibnu> Abbas, Ibnu> Umar, ‘Aisyah.
Murid : Muhammad bin Ibrahim, Sa’ad bin Ibrahi>m
قال سألت
Abu> Zur'ah tsiqah imam, Ibnu> Hibban tsiqah. Muttas}il
7 ‘Aisyah,73 (58 H.) Nabi Muhammad saw. قال Istri Nabi Muhammad saw. Marfu>‘
67Yûsuf bin Al-Zakî Abd al-Rahman al-Mizî, Tahdzib al-Kamal Juz XXII h. 153, Jalal al-Din Abd al-Rahman bin Abi Bakr al-Suyutiy, Tabaqat al-Huffaz, h. 189 dan 191
68Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus I, nomor 73, h. 89 Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 8039, h. 153, Taqrib al- Tahdzib. Nomor 5717, h. 467.
69Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VI, nomor 7640, h. 117. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VI, nomor 5680, h. 269. Lisan al-Miza>n. Jus IV, nomor 5213, h. 155.
70Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VIII, nomor 12596, h. 410. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XI, nomor 10552, h. 284. Lisan al-Miza>n. Jus VII nomor 14656, h. 172.
71Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus I, nomor 17, h. 24. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 8008, h. 319. Lisan al-Miza>n. Jus VII nomor 13899, h. 270.
72Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6455, h. 342. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 11536, h. 631.
73Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 13840 h. 432. Taqrib Al-Tahzib. Nomor 8633, h. 750.
93
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad Ah}mad bin H}anbal
dapat diketahui bahwa hadis ini marfu>, kepada Rasulullah saw. dan sanadnya Muttas}il
dari awal sampai akhir sanad, hanya saja ada seorang perawi yang dinilai kurang baik
yaitu Abdul 'Aziz bin Muhammad. Salah satu kritikus hadis menilainya buruk
hafalannya, oleh karena itu dapat dikatakan kualitas sanad hadis ini h}asan.
f. Mahar Yang Tidak Berubah Walaupun Pernikahan Pertama Berbeda Agama
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat dua belas riwayat
dari tiga mukharrij, yaitu Abu> Da>ud, T}urmuz\i>>, Ah}mad bin H}anbal, untuk memperjelas
dan mempermudah proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema sebagaimana yang
dapat dilihat pada skema berikut ini :
94
Setelah dilihat dengan seksama pada skema hadis yang diteliti ditemukan dua
periwayat yang berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, pada tingkatan
selanjutnya sampai akhir ditemukan periwayat yang berstatus pendukung berupa
mutabi>’. dengan begitu, hadis yang bersangkutan termasuk hadis aziz, adapun lambang
atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat dalam beberapa
sanad tersebut ialah ثـنا عن ,مسعت .أن dan قال حدSanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Ya'qub bin Ibrahi>m. Urutan periwayat yang tergabung dalam rangkaian
sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Abdullah bin 'Abbas Periwayat I Sanad VI
2. Ikrimah, maula Ibnu> 'Abbas Periwayat II Sanad V
3. Da>ud bin Al Hushain Periwayat III Sanad IV
4. Muhammad bin Ish}aq Periwayat IV Sanad III
5. Ibrahi>m bin Sa'ad Periwayat V Sanad II
6. Ya'qub bin Ibrahi>m Periwayat VI Sanad I
7. Ah}mad bin H}anbal Periwayat VII Mukharrij
Untuk melihat lebih jelas tentang ketersambungan sanad dapat dilihat pada
tabel ke 6 berikut ini :
96
No Nama Guru/Murid Tahamm
ul wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1 Ah>mad ibn
Hanbal.74 (241 H) Guru : Ya'qub bin Ibrahi>m حدثـنا Al-Qattan tsiqah, Syafi’i zuhud, ahli hadis
Terpuji, dipercaya dan
Muttas}il
2. Ya'qub bin
Ibrahi>m,75 (208 H.)
Guru : Ibrahi>m bin Sa'ad, Shu'bah bin al-Hajjaj,
Muhammad bin 'Abdullah bin Musli>m. Murid : Ah}mad bin H}anbal bin, ‘Ali> bin al-Madini, Ish}aq bin Rahwaya,
Yah}ya bin Ma'in
حدثـنا
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, al-‘Ajli tsiqah, Abu> Hatim s}adu>q, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-
tsiqa>t, Ibnu> Sa’ad tsiqah mamun, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah
fadlil, Adz-Dzahabi> hujjah wara’.
Muttas}il
3 Ibrahi>m bin Sa'ad,76 (185 H.)
Guru : Ibnu> Ish}aq, Shu'bah bin al-Hajjaj. Murid :Sa’ad
bin Ibrahi>m bin Sa’ad, Ya'qub bin Ibrahi>m
حدثـناAh}mad bin H}anbal tsiqah, Abu>
Hatim tsiqah, Adz-Dzahabi> Seorang ulama besar. Muttas}il
4 Muhammad bin Ish}aq bin Yasar,77
(150 H.)
Guru : al-Zuhri>, Muhammad bin al-Munkdar, Da>ud bin
Al-Husain.Murid : 'Abdullah bin 'Aun bin Artaban,
Ibrahi>m bin Sa'id
حدثين
Ah}mad bin H}anbal h}asanul hadis, Yah}ya bin Ma'in tsiqah, al-‘Ajli tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Madini
s}alih wasath, Ibnu> Hajar ‘Asqalani s}adu>q yudallis.
Muttas}il
5 Da>ud bin Al-
Husain,78 (135 H.)
Guru : Nafi’, Abu> Sofyan, "Ikrimah. Murid : Imam
Ma>lik, Ibnu> Ish}aq عن
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Abu> Zur'ah layyin, Abu> Hatim laisa
bi qowi, An-Nasa>‘i laisa bihi> ba's, Ibnu> Syahin disebutkan dalam
'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah.
Muttas}il
6 "Ikrimah, maula Ibnu> 'Abbas",79
(104 H.)
Guru : Abu> Hurairah, Ibnu> Umar, Abdullah bin 'Abbas. Murid : Da>ud bin al-H}usai>n,
'Asim bin Abu> al-Najud
عن Yah}ya bin Ma'in tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah, al-‘Ajli tsiqah,
Abu> Hatim tsiqah. Muttas}il
7 Abdullah bin
'Abbas,80 (68 H.) Nabi Muhammad saw. أن Sahabat Marfu>‘
74Yûsuf bin Al-Zakî Abd al-Rahman al-Mizî, Tahdzib al-Kamal Juz XXII, h. 153, Jalal al-Din Abd al-Rahman bin Abi Bakr al-Suyutiy, Tabaqat al-Huffaz, h. 189 dan 191.; Abu>> Bakr Ahmad bin Ali al-Khatib al-Bagdadiy, Tarikh Bagdad aw Madinat al-Salam, juz IV (al-Madinah al-Munawwarah: al-Maktabat al-Salafiyah, t.th), h. 421-422., Ibrahim Dasuqi al-Syahawiy, Mustalah al-Hadis (Kairo: Syirkat al-Taba’at al-Fanniyat al-Muttahidah, t.th), h. 234.
75Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir, Jus VIII, nomor 12797, h. 357. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib. Jus XI, nomor 10642, h. 210. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 7811, h. 607.
76Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus I, nomor 928, h. 144. Lisan al-Miza>n. Jus VII nomor 11565, h. 226.
77Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus I, nomor 61, h. 228. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 8051, h. 210.
78Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus III, nomor 3673, h. 351. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus III, nomor 2345, h. 137. Lisan al-Miza>n. Jus VII, nomor 12263, h. 177.
79Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII nomor 9556, h. 45. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VII, 6476, h. 164.
80Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6075, h. 58. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, 13130, h. 328.
97
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad imam Ah}mad bin H}anbal
dapat diketahui bahwa hadis ini marfu> kepada Rasulullah saw. dan sanadnya Muttas}il
dari awal sampai akhir sanad, hanya saja ada seorang perawi yang dinilai kurang baik
yaitu Muhammad bin Ish}aq, beberapa kritikus hadis menilainya tidak dhabi>t dan ada
pula yang menilainya dengan s}aduq yudallis, oleh karena itu, dapat dikatakan kualitas
sanad hadis ini h}asan.
g. Memerdekakan Budak Sebagai Mahar
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat empat puluh
riwayat dari delapan mukharrij selain dari imam Ma>lik. Untuk memperjelas dan
mempermudah proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema sebagaimana yang dapat
dilihat pada skema berikut ini :
98
Nampak bahwa hadis yang hadis yang diteliti ditemukan periwayat yang berstatus
pendukung (corroboration) berupa syahid, ada dua sahabat yang berfungsi sebagai
periwayat tingkat pertama hadis tersebut, yakni Anas bin Ma>lik dan ‘Aisyah. Kemudian
pada tingkatan selanjutnya ditemukan periwayat yang berstatus pendukung berupa
mutabi>’. Dengan begitu ,hadis yang bersangkutan termasuk hadis aziz, yang perlu diteliti
keorisinalannya berasal dari Nabi> ataukah tidak. Adapun lambang atau sig}at tahammul
yang digunakan oleh masing-masing periwayat dalam beberapa sanad tersebut ialah ثـنا حدثين .أن عن ,أخبـرنا ,حد
Sanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah melalui
jalur Qutaibah bin Sa'id. Urutan periwayat yang tergabung dalam rangkaian sanad
dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Anas bin Ma>lik Periwayat I Sanad IV
2. Qatadah bin Da'amah Periwayat II Sanad III
3. Wadldloh bin 'Abdullah Periwayat III Sanad II
4. Qutaibah bin Sa'id Periwayat IV Sanad I
5. Imam T}urmuz\i>> Periwayat V Mukharrij
100
Tabel 7
No Nama Guru/Murid Tahammul
wa’ada Komentar Kritikus
Hadis Status
1 T}urmuz\i>>,81 (209-279
H).
Guru : -Bukhari>>>, Musli>m dan Qutai>bah حدثـنا
Ibnu> Hibban al-Siqat penghimpun hadis
penghafal hadis . Ibnu> Hazm majhul, Al-Idrsiy pengumpul
kitab-kitab hadis
Muttas}il
2. Qutaibah
bin Sa'id,82 (240 H.)
Guru : Imam Ma>lik, al-Laith bin Sa’ad, Wadldloh
bin 'Abdullah Murid :
Abu> Da>ud, Imam Tirmidhi, Imam
Nasa>’i
حدثـنا
Abu> Hatim tsiqah, An-Nasa'i tsiqah, Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah
tsabat. Muttas}il
3 Wadldloh bin
'Abdullah (176 H.)
Guru : Ibrahi>m bin Mhajr
Sa’ad bin Ibrahi>m Qatadah bin Da'amah
Murid : 'Affan bin Musli>m, Qutaibah bin Sa’id
عن
Affan bin Musli>m tsabat, al ’Ajli tsiqah,
Abu> Hatim s}adu>q tsiqah, Ya'kub bin
Syaibah tsabat s{ali>h, Abu> Zur'ah tsiqah, Ibnu>
Sa’ad tsiqah s}adu>q.
Muttas}il
4 Qatadah bin Da'amah,83
(117 H)
Guru : Abu> Sa'id al-Khudri,
Anas bin Ma>lik Murid :
Abu> ’Awamah, Wadldloh bin
'Abdullah
عن
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Muhammad bin Sa’ad tsiqah mamun, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah tsabat, Adz-
Dzahabi> h}afidz.
Muttas}il
5 Anas bin
Ma>lik,84( 91 H.)
Nab#i Muhammad saw. أن Sahabat Marfu>‘
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad al-T}urmuzi> dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu> kepada Rasulullah saw. dan sanadnya Muttas}il dari
81Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 8638, h. 95. Taqrib al-Tahdzib, nomor 6206, h. 500.
82Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 10208, h. 283. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VIII, nomor 7641, h. 388.
83Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 10165, h. 341. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VIII, nomor 7637, h. 311.
84Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus II, nomor 1579, h. 434. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 13192, h. 267. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 565, h. 115.
101
awal sampai akhir sanad, mayoritas kritikus hadis menyatakan tidak ada perawi yang
bermasalah. Oleh karena itu, dapat dikatakan kualitas sanad hadis ini s}ah}ih}.
h. Mahar Putri Rasulullah saw.
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat dua belas riwayat
dari enam mukharrij, yaitu Abu> Da>ud, T}urmuz\i>>, An-Nasa>‘i, Ah}mad bin H}anbal, Ibnu>
Ma>jah, Ad-Da>rimi>. Untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan i’tibar
maka dibuatkan skema seperti berikut ini :
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, hanya ada satu sahabat yang
berfungsi sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut, yaitu ’Umar bin Khat}t}ab
kemudian pada tingkatan selanjutnya yaitu ke dua dan ke tiga juga tidak ditemukan
periwayat yang berstatus pendukung berupa mutabi>’. Namun pada tingkat selanjutnya
102
barulah berbilang, dengan begitu maka hadis yang bersangkutan termasuk hadis ah}ad.
Adapun lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat
dalam beberapa sanad tersebut ialah ثـنا ,مسعت ,أخبـرنا ,حد عن dan قال. Sanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Abdullah bin Muhammad. Urutan periwayat yang tergabung dalam
rangkaian sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. ’Umar bin Al Khat}t}ab Periwayat I Sanad VI
2. Harim bin Nusaib Periwayat II Sanad V
3. Muhammad bin Sirin Periwayat III Sanad IV
4. Abdullah bin 'Aun Periwayat IV Sanad III
5. Yazid bin Harun Periwayat V Sanad II
6. Abdullah bin Muhammad Periwayat VI Sanad I
7. Imam Ibnu> Ma>jah Periwayat VII Mukharrij
Untuk melihat lebih jelas tentang ketersambungan sanad dapat dilihat pada
tabel ke 8 berikut ini :
103
No Nama Guru/Murid
Tahammul
wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1 Ibnu> Ma>jah,
(209-273 H).85 Guru :
Abdullah bin Muhammad حدثـنا Abu> Ya’la siqat kasi>r muttafaq alai>h
pendapatnya menjadi hujjah, Adz-Dzahabi ahli hadis dan tafsir Muttas}il
2. Abdullah bin
Muhammad,86 (235 H.)
Guru : 'Abdullah bin Mubarak, Jarir bin 'Abdul Hami>d, Yazid bin
Harun. Murid : Imam Musli>m, Ibnu> Sa’ad.
Ah}mad bin H}anbal s}adu>q, Abu> Hatim حدثـناtsiqah. Muttas}il
3
Yazid bin Harun (206 H.)
Guru : Sa’ad bin T}ariq, Abu >Ma>lik, Abdullah bin 'Aun bin
Arthaban Murid : Ah}mad bin H}anbal ,
Ish}aq bin Rahwaya, Abdullah bin Muhammad
حدثـنا
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Ibnu> al-Madini tsiqah, al’Ajli tsiqah, Abu> Hatim tsiqah, Ibnu> Sa’ad tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Ya'kub bin Syaibah tsiqah, Ibnu> Qani' tsiqah mamun, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah ahli ibadah, Adz-Dzahabi> seorang tokoh.
Muttas}il
4 Abdullah bin
'Aun bin Arthaban,87
(150 H)
Guru : T}amam bin 'Abdullah, Anas bin Siri>n, Muhammad bin
Sirin Murid : Shu'bah bin al-Hajjaj,
Yah}ya bin Sa'id, Yazid bin Harun
عن Yah}ya bin Ma'in tsabat, Ibnu> Sa’ad
tsiqah, Abu> Hatim tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah mamun, Ibnu> Hajar Al
Atsqalani tsiqah tsabat fadlil, Adz-Dzahabi>, seorang tokoh.
Muttas}il
5 Muhammad bin Sirin, 88 (110 H.)
Guru :Anas bin Ma>lik, Zaid Ibnu> Tsabi>t, Harim bin Nusaib. Murid :Da>ud bin Abi> Hnd, 'Abdullah bin
'Aun
عن
Ah}mad bin H}anbal tsiqah, yah}ya bin Ma'in tsiqah, al-‘Ajli tsiqah,
Muhammad bin Sa’ad tsiqah mamun, Ibnu> Hibban h}afizh, Ibnu> Hajar
‘Asqalani tsiqah tsabat, Adz-Dzahabi> tsiqah hujjah.
Hidup dalam satu masa
dengan Harim bin Nusaib89
6 Harim bin Nusaib,90 Guru : Umar bin al-Khat}t}ab مسعت
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Ibnu> Hibban, tsiqah} Adz-Dzahabi> tsiqah, Bukhari >>fihi> nazhar, Hakim hadisnya tidak
bisa dijadikan hujjah. Ada indikasi
syads91
7 Umar bin al-
Khat}t}ab,92 (23 H.)
Nabi Muhammad saw. قال. Sahabat Marfu>‘
85 Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 13192, h. 162. 86Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 13192, h. 130. Lisan al-Miza>n. Jus
VII, nomor 13008, h. 275. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 3575, h. 320. 87Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6582, h. Ibn H}ajar
al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus V, nomor 4600, h. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 3519, h. 317 88Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus. I nomor 251, h. 310. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 8338, h. 221. 89 Tidak ditemukan hubungan guru dan Murid akan tetapi dikarenakan hidup dalam satu masa dan
kota yang sama kemudian dari para kritikus hadis juga menilainya tsiqah, maka masih ada kemungkinan untuk mereka bertemu maka dengan ini dinyatakan bahwa hadis ini muttasil.
90Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 11789, h. 334. Lisan al-Miza>n Jus VII, nomor 14947, h. 300. Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus. VIII, nomor 12210, h. 247.
91Pernyataannya belum dapat dipercaya karena perbedaan umur cukup jauh dengan Umar yaitu 67 tahun, hal ini menjadi sesuatu yang menyebabkan syads, selain itu para kritikus hadis ada juga yang menyatakan bahwa hadisnya belum dapat di jadikan hujjah maka ketersambungan sanad belum dinyatakan muttasil.
104
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad Ibnu> Ma>jah dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu>‘ kepada Rasulullah saw. dan sanadnya belum
Muttas}il, hal ini karena ada seorang perawi yang dinilai kurang baik yaitu Harim bin
Nusaib, Hakim sebagai kritikus hadis menilainya bahwa hadisnya tidak bisa diterima
dan umur antara dia dan gurunya terlampau jauh sehingga tidak di mungkinkan untuk
bertemu, oleh karena itu, dapat dikatakan kualitas sanad hadis ini d}a’i>f.
i. Mahar Yang Dilarang
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat dua puluh riwayat
dari sembilan mukharrij, untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan i’tibar
maka dibuatkan skema sebagaimana yang dapat dilihat pada skema berikut ini :
92Tarikhul Kabir. Jus. VI, nomor 8023, h. 223. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 6725., h. 180.
105
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, yaitu ada empat sahabat yang
berfungsi sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut, yaitu Ibnu> Mas’ud, Ibnu>
Abbas, Abu> Hurairah dan Rafi’. Kemudian pada tingkatan selanjutnya ditemukan
periwayat yang berstatus pendukung berupa mutabi>’. berlanjut sampai muh}arrij,
dengan begitu maka hadis yang bersangkutan termasuk hadis masyhur, adapun
lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat dalam
beberapa sanad tersebut ialah ثين ,أخبـرنا ثـنا عن ,حد . قال dan أن حدSanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Qutaibah bin Sa'id. Urutan periwayat yang tergabung dalam rangkaian
sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. ’Uqbah bin 'Amru Periwayat I Sanad V
2. Abu> Bakar Periwayat II Sanad IV
3. Muhammad bin Musli>m Periwayat III Sanad III
4. Laits bin Sa'ad Periwayat IV Sanad II
5. Qutaibah bin Sa'id Periwayat V Sanad I
6. An-Nasa>’i Periwayat VI Mukharrij
107
Tabel 9
No Nama Guru/Murid Tahammul
wa’ada Komentar Kritikus
Hadis Status
1 An-Nasa>’i Guru : Qutaibah bin Sa'id حدثـنا
Mansur al-Faqih tsiqah, Ah}mad bin H}anbal ahli hadis
Terpuji, dipercaya dan
Muttas}il
2.
Qutaibah bin
Sa'id,93 (240 H.)
Guru : Imam Ma>lik, Laits bin
Sa'ad Murid :
Abu> Da>ud, Imam Tirmidhi, Imam Nasa>’i
رنا أخبـ
Abu> Hatim tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah, Yah}ya bin Ma'in
tsiqah, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah
tsabat.
Muttas}il
3
Laits bin Sa'ad,94 (175 H.)
Guru : Nafi’, 'Abdullah bin
'Ubaidullah, Muhammad bin Musli>m
Murid : Ahmad bin 'Abdullah,
Qutaibah bin Sa'id.
عن
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Ah}mad bin
H}anbal tsiqah, Abu> Zur'ah tsiqah,
Muhammad bin Sa’ad tsiqah, Ibnu>
Madini tsiqah tsabat.
Muttas}il
4
Muhammad bin
Musli>m,95 (124 H.)
Guru : Ibnu> Umar, ‘Abdullah
Ibnu> Ja'far Abu> Bakar bin ‘Abdurrah}man
Murid : 'Umar bin Abi> Bakar,
Laits
عن Ibnu> Hajar ‘Asqalani faqih h}afidz mutqin, Adz-Dzahabi> seorang
tokoh. Muttas}il
5
Abu> Bakar bin ‘Abdurrah}man,96 (94
H.)
Guru : ‘Abdurrah}man Ibnu> al-Harits, 'Aisha binti> Abi>
Bakar’, Uqbah bin 'Amru
عن
al-‘Ajli tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t,
Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah Ahli fikih ahli ibadah, Adz-Dzahabi> salah Satu Ahli fikih
yg tujuh.
Muttas}il
6
’Uqbah bin
'Amru,97 (40 H)
Nabi Muhammad saw. قال. Sahabat Marfu>‘
93Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 10208, h. 518. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VIII, nomor 7641, h. 392. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 5522, h. 454.
94Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 10391, h. 97. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VIII, nomor 7834, h. 170. Lisan al-Miza>n. Jus VII nomor 13864, h. 235.
95Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir . Jus I, nomor 693, h. 523. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 12535,h. 570.
96Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 11141, h. 560. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 7976, h. 623.
97Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VI, nomor 8955, h. 468. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VII, nomor 6447, h. 385.
108
Setelah meneliti sanad an-Nasa’i melalui jalur Abdullah bin Muhammad
ternyata seluruh periwayatnya bersifat adil dan dhabi>t (siqat), sanadnya dalam keadaan
Muttas}il, terhindar dari sya>z dan illah. Hadis ini jika dilihat pada skema juga
diriwatyatkan oleh Bukhari>> dan Musli>m yang bertemu jalurnya pada nama Ibnu>
Syihab. dengan demikian, hadis yang diteliti telah memenuhi unsur-unsur kaidah
kes}ah}ih}an sanad, sehingga dapat dinyatakan bahwa sanad hadis yang bersangkutan
berkualitas s}ah}ih}.
j. Mahar Dua Sandal
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat tujuh riwayat dari
tiga mukharrij, yaitu T}urmuz\i>>, Ibnu> Ma>jah dan Ah}mad bin H}anbal. Untuk memperjelas
dan mempermudah proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema sebagaimana yang
dapat dilihat pada skema berikut ini :
فـقال
عن
مسعت
عن عن
شعبة سفيان
حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا
حيىي بن سعيد عبد الرمحن حممد بن جعفر حدثـنا دثـنا
حممد بن بشار أبو عمر هناد بن السري رمحةحدثـنا حدثين
عبد الرمحنحدثـنا
أحمد بن حنبل
سول الله : ن بين فـزارة تـزوجت على نـعلني…
الترمذي ابن ماجة
عامر بن ربيعة
عبد الله بن عامر
وكيع
عاصم
109
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, hanya Amir bin Rabi>‘ah yang
berfungsi sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut. kemudian pada tingkatan
selanjutnya tidak ditemukan periwayat yang berstatus pendukung berupa mutabi>’.
Namun Setelahnya barulah ada periwayat yang saling mendukung dan berlanjut
sampai pada mukharrij, dengan begitu maka hadis yang bersangkutan termasuk hadis
ah}ad, adapun lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing
periwayat dalam beberapa sanad tersebut ialah ثين ,مسعت ثـنا عن ح ,حد د dan قال . Sanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Muhammad bin Basyar. Urutan periwayat yang tergabung dalam
rangkaian sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. ’Amir bin Rabi>‘ah Periwayat I Sanad VI
2. ’Abdullah bin 'Amir Periwayat II Sanad V
3. ’Ashim bin 'Ubaidillah Periwayat III Sanad IV
4. Syu'bah bin Al Hajjaj Periwayat IV Sanad III
5. Yahya bin Sa'id Periwayat V Sanad II
6. Muhammad bin Basyar Periwayat VI Sanad I
7. T}urmuz\i>> Periwayat VII Mukharrij
110
Tabel 10
No Nama Guru/Murid Taham
mul wa’ada
Komentar Kritikus Hadis Status
1
T}urmuz\i>>,98 (209-279 H).
Guru : Muhammad bin Basyar
حدثـنا
al-Siqat penghimpun hadis
penghafal hadis muttaqin
Terpuji, dipercaya
dan Muttas}il
2.
Muhammad bin Basyar,99 (252
H.)
Guru :‘Abdurrah}man bin Mahdi, Yahya bin Sa'id. Murid :Tirmidhi, Imam
Nasa>’i, Ibnu> Ma>jah.
مسعت Abu> Hatim s}adu>q, An-Nasa>‘i shalih, An-
Nasa>‘i la ba’sa bih, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar ‘Asqalani
tsiqah, Adz-Dzahabi> h}afidz. Muttas}il
3
Yahya bin Sa'id,100 (198
H.)
Guru : 'Ikrama bin 'Ammar, Yazid bin Abi> 'Ubaid,
Syu'bah bin Al Hajjaj. Murid : Muhammad bin Basyar,
Zuhayr bin Harb
حدثـنا
An-Nasa>‘i tsiqah tsabat, Abu> Zur'ah tsiqoh h}afidz, Abu> Hatim tsiqoh h}afidz, al-‘Ajli
tsiqah, Ibnu> Sa’ad tsiqah mamun, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah mutqin, Adz-Dzahabi> h}afidz
kabi>r. Muttas}il
4
Syu'bah bin Al Hajjaj,101 (160
H.)
Guru :Isma'il bin Abi> H}alid al-Ahmsi, Ashim bin
'Ubaidillah Murid : Ibnu> Ish}aq, Jarir bin
Hazim, Yahya bin Said
عن
al-‘Ajli tsiqah tsabat, Ibnu> Sa’ad tsiqah mamun, Abu> Da>ud tidak ada seorangpun yang lebih baik hadisnya dari padanya, Ats Tsauri
amirul mukmini>n fil h}adis, Ibnu> Hajar Al Atsqalani tsiqoh h}afidz, Adz-Dzahabi> tsabat
hujjah.
Muttas}il
5
Ashim bin 'Ubaidillah, 102
(132 H.)
Guru : Ibnu> Umar, Salim bin 'Abdullah bin 'Umar Abdullah bin 'Amir
Murid : Shu'bah bin al-Hajjaj, Sofyan
bin Sa‘id
عن
Yah}ya bin Ma'in d}a’i>f, Ibnu> Sa’ad tidak boleh berhujjah dengan hadisnya, Abu> Hatim
mungkarul hadis, Bukhari>> mungkarul hadis, Ibnu> Kharasy d}a’i>ful hadis, Ad Daruquthni \ditinggalkan, al-‘Ajli la ba’sa bih, As-Saji mudltharribul hadis, Ibnu> Hajar ‘Asqalani
d}a’i>f.
Muttas}il
6
Abdullah bin 'Amir, 103 (85
H.)
Guru : Muhammad saw 'Umar Ibnu> al-Khat}t}ab, Amir bin Rabi>‘ah. Murid :'Asim
bin 'Ubaidullah, Umayya bin Hind al-Mazni
عن
al-‘Ajli tsiqah, Abu> Zur'ah tsiqah, Ibnu> Hibban tsiqah, Ibnu> Hajar Atsqalani lahir pada masa
Rasulullah, Adz-Dzahabi> "status ""sahabatnya"" tidak jelas".
Muttas}il
7.
Amir bin Rabi>‘ah,104 (35
H.) Nabi Muhammad saw. قال. Sahabat Marfu>‘
98Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 8638, h. 95. Taqrib al-Tahdzib, nomor 6206, h. 500.
99Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus I, nomor 98, h. 182. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 8087, h. 94.
100Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir.. jus VIII, nomor 12321, h. 671. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XI, nomor 10359, h. 460. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 7557, h. 591.
101Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus IV, nomor 5572, h. 552. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 3590, h. 327.
102Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VI, nomor 9127, h. 634. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus V, nomor 4079, h. 415. Lisan al-Miza>n. Jus VII, nomor 12806, h. 134.
103Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6088, h. 141. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus V, nomor 4466, h. 433. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 3403, h. 309.
111
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad T}urmuzi> dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu>, kepada Rasulullah saw. dan sanadnya Muttas}il dari
awal sampai akhir sanad, hanya saja ada dua orang perawi yang dinilai kurang baik
yaitu ,Ashim bin Ubaidillah Mayoritas kritikus hadis menilainya d}a’i>f, kemudian Ibnu>
Sa’ad tidak boleh berhujjah dengan hadisnya, Abu> Hatim dan Bukhari>> menyatakan
mungkarul hadis. Kedua 'Abdullah bin 'Amir bin Rabi>‘a dinyatakan oleh Adz-Dzahabi>
status sahabatnya tidak jelas. Maka dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini statusnya
adalah d}a’i>f.
k. Wajib Memberikan Mahar Apabila Sudah Bercampur
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat sebelas riwayat dari
lima mukharrij, yaitu Abu> Da>ud, T}urmuz\i>>, Ibnu> Ma>jah Ad-Da>rimi> dan imam Ah}mad
bin H}anbal, untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan i’tibar maka
dibuatkan skema sebagaimana yang dapat dilihat pada skema berikut ini :
104Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VI, nomor 9014, h. 213. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus V, nomor 4105, h. 266. Taqrib al-Tahdzib. Nomor 3088, h. 287.
112
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, hanya ‘Aisyah yang berfungsi
sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut. kemudian pada tingkatan
selanjutnya tidak ditemukan periwayat yang berstatus pendukung berupa mutabi>’.
Namun setelahnya barulah ada periwayat yang saling mendukung dan berlanjut sampai
pada mukharrij, dengan begitu maka hadis yang bersangkutan termasuk hadis ah}ad,
adapun lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat
dalam beberapa sanad tersebut ialah, ثـنا ,أخبـرنا . قال dan عن ,أن ,أخبـره ,حد
قال
عن
أخبـره
عن عن
عن عن
أخبـرنا حدثـنا عن عن أخبـرنا حدثـنا عن
سفيان القعنيب حيىي بن سعيدسفيان بن عيـيـنة حيىي بن أيوب سفيان الثـوري معاذ بن معاذ عبد الرزاق حسن أبو عاصم
أخبـرنا حدثـنا حدثـنا
حممد بن كثري ابن أيب عمر أبو بكر
دثـنا
ابن ماجة الدارمي
حت بغري إذن مواليها فنكاحها باطل ثالث مرات فإن دخل هبا فالمهر…. رسول الله :
الترمذيأحمد بن حنبل أبي داود
عائشة
عروة
الزهري
سليمان بن موسى
ابن جريج
جعفر
ابن هليعة
113
Sanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Abdullah bin Maslamah. Urutan periwayat yang tergabung dalam
rangkaian sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. ‘Aisyah binti> Abi> Bakar Periwayat I Sanad VI
2. ’Urwah bin Az Zubair Periwayat II Sanad V
3. Muhammad bin Musli>m Periwayat III Sanad IV
4. Ja'far bin Rabi>‘ah Periwayat IV Sanad III
5. ’Abdullah bin Lahi'ah Periwayat V Sanad II
6. ‘Abdullah bin Maslamah Periwayat VI Sanad I
7. Abu> Da>ud Periwayat VII Mukharrij
114
Tabel 11
No Nama Guru/Murid Taham
mul wa’ada
Komentar Kritikus Hadis Status
1
Abū Dāwud105 w. 275 H/ 889
M
Guru : Abdullah bin Maslamah حدثـنا
Ibnu> Hibban Ŝiqah, Mu>sa Ibnu> Harun zuhud, ahli
hadis
Terpuji, dipercaya dan
Muttas}il
2.
Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab,106( 221
H)
Guru : Imam Ma>lik, Shu'bah bin al-Hajjaj, ’Abdullah bin
Lahi'ah Murid : al-Bukhari>>, Imam
Musli>m, Abu> Da>ud
حدثـنا' Ibnu> Hibban disebutkan
dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar, tsiqah ahli ibadah, Abu> Hatim tsiqah hujjah.
Muttas}il
3
’Abdullah bin Lahi'ah,107 (174
H)
Guru :Yazid bin Abi> Habi>b, Mushrah bin Ha'an, Ja'far bin
Rabi>‘ah Murid :Sofyan bin Sa‘id, Abdullah bin Maslamah
عن
Abu> Zur'ah la yadlbuth, Muhammad bin Sa’ad d}a’i>f, Hakim dzahibul
hadis, Ibnu> Hajar s}adu>q, Adz-Dzahabi>, d}a’i>f.
Muttas}il
4
Ja'far bin Rabi>‘ah,108 (136
H)
Guru : al-Zuhri>, Muhammad bin
Musli>m. Murid : Sa'id bin Abi> Ayub, Abdullah
عن An-Nasa>‘i tsiqah, Ibnu>
Sa’ad tsiqah, Abu> Zur'ah s}adu>q, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah.
Muttas}il
5
Muhammad bin Musli>m,109 (124
H.)
Guru : Urwah bin Az Zubair. Murid : Ja’far عن
Ibnu> Hajar ‘Asqalani faqih h}afidz mutqin, Adz-Dzahabi> seorang tokoh. Muttas}il
6
Urwah bin Az Zubair,110 (93
H.)
Guru : Ali Ibnu> Abi> T}alib, Aisyah
Murid :Hisham bin 'Urwa, al Zuhri
عن al-‘Ajli tsiqah, Ibnu> Hajar
tsiqah, Ibnu> Hibban, disebutkan dalam 'ats
tsiqat'. Muttas}il
7. ‘Aisyah,111 Nabi Muhammad saw. قال. Sahabat Marfu>‘
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad Abu> Da>ud dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu> kepada Rasulullah saw. dan sanadnya Muttas}il dari
105Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib. Jus IV, nomor 3298, h. 153-156. 106Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6750, h. 227. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VI, nomor 5052, h. 432. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 3620, h. 323.
107Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir, jus V, nomor 6644, h. 250. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus V, nomor 4648, h. 164.
108Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus II, nomor 2155, h. 279 Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus II, nomor 1139, h. 433. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 938, h. 140.
109Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir . Jus I, nomor 693, h. 523. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 12535,h. 570.
110Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 9476, h. 366. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VII, nomor 6352, h. 137.
111Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 13840, h. 431. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 8633, h. 750.
115
awal sampai akhir sanad, hanya saja ada salah seorang perawi yang dinilai kurang baik
yaitu Abdullah bin Lahi'ah. Mayoritas kritikus hadis menilainya d}a’i>f, Maka dapat
disimpulkan bahwa sanad hadis ini statusnya adalah d}a’i>f tetapi karena ada periwayat
lain yang membantu periwayatan hadis ini maka statusnya naik menjadi h}asan
lidzatihi.
l. Mahar Dengan Masuk Islam
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat 2 riwayat dari satu
mukharrij, yaitu An-Nasa>’i, untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan
i’tibar maka dibuatkan skema sebagaimana yang dapat dilihat pada skema berikut ini :
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, hanya Anas yang berfungsi
sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut. kemudian pada tingkatan
selanjutnya barulah ada ditemukan periwayat yang berstatus pendukung berupa
عنثابت عبد الله
عن عنحممد بن موسىجعفر بن سليمان
قال أنـبأنا حدثـناحممد بن النضر قـتـيبة
أخبـرنا أخبـرنا
النسائي
أنس: أن أتـزوجك فإن تسلم فذاك مهري...
116
mutabi>’. dengan begitu maka hadis yang bersangkutan termasuk hadis ah}ad, adapun
lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat dalam
beberapa sanad tersebut ialah, ثـنا ,أخبـرنا .عن dan حد
Sanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Ibrahi>m bin Ish}aq. Urutan periwayat yang tergabung dalam rangkaian
sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Anas bin Ma>lik Periwayat I Sanad IV
2. Abdullah bin 'Abdullah Periwayat II Sanad III
3. Muhammad bin Mu>sa Periwayat III Sanad II
4. Qutaibah bin Sa'id Periwayat IV Sanad I
5. Imam An-Nasa>’i Periwayat V Mukharrij
117
Tabel 12
No Nama Guru/Murid
Tahammul
wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1 An-
Nasa>‘i112 Guru :
Qutaibah bin Sa'id رنا Mansur al-Faqih tsiqah, Ah}mad أخبـbin H}anbal ahli hadis
Terpuji, dipercaya dan
Muttas}il
2.
Qutaibah bin Sa'id,113
(240 H.)
Guru : Imam Ma>lik, al-Laith bin Sa’ad,
Muhammad bin Mu>sa Murid :
Tirmidhi, Imam Nasa>’i, Ah}mad
رنا أخبـAbu> Hatim tsiqah, An-Nasa>‘i
tsiqah, Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah
tsabat. Muttas}il
3
Muhammad bin Mu>sa,114
(170 H)
Guru : Y'aqub bin Salmah, tidak
ditemukan nama Abdullah Murid :
Qutaibah bin Sa'id
عن
Abu> Hatim s}adu>q, T}urmuzi> tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan
dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar ‘Asqalani s}adu>q, Adz-Dzahabi>
tsiqah.
Hidup dalam satu masa (Muttas}il)
4
’Abdullah bin
'Abdullah,115 (134 H.)
Guru : 'Abdullah bin Abi> Talha, Anas bin
Ma>lik Murid :
Tidak ada nama Muhammad bin
Musa,
عن
Abu> Hatim s}alih, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Yah}ya bin Ma'in tsiqah, An-
Nasa>‘i tsiqah, Abu> Zur'ah tsiqah, al-‘Ajli tsiqah, Ibnu>
Hajar Al-Atsqalani tsiqah, Adz-Dzahabi> tsiqah.
Muttas}il
5
Anas bin Ma>lik,116 (91 H.)
Mauqu>f
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad An-Nasa>’i dapat
diketahui bahwa hadis ini bersifat mawqu>f, hanya sampai kepada Anas bin Ma>lik saja
tidak sampai kepada Rasulullah saw. dari segi sanadnya Muttas}il dari awal sampai
akhir, maka dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini statusnya adalah s}ah}ih}
112 al-Mazziy, Tahzib al-Kamal. Jus I, h. 152-153. 113Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 10208, h. 380.
Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VIII, nomor 7641, h. 37. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 5522, h. 454.
114Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus I, nomor 748, h. 631. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 8777, h. 93. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 6335, h. 509.
115Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6439, h. 177. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus V, nomor 4481, h. 34.
116Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus II, nomor 1579, h. 434. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus I, nomor 690, h. 267.
118
m. Mahar Hafalan Al-Quran
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat sembilan riwayat
dari lima mukharrij, yaitu Bukhari>>, Abu> Da>ud, T}urmuz\i>>, Ah}mad bin H}anbal dan imam
Ma>lik, untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan
skema sebagaimana yang dapat dilihat pada skema berikut ini :
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, yaitu Abu> Hurairah dan Sahl bin
Sa’id yang berfungsi sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut. kemudian pada
tingkatan selanjutnya barulah ada ditemukan periwayat yang berstatus pendukung
berupa mutabi>’. Namun Setelahnya barulah ada periwayat yang saling mendukung dan
قال قالسهل بن سعد
عن عن عن
مكحول عطاء بن أيب رباح
عن عن عن
حممد بن راشد عسل
أخبـرنا عن حدثـنا عن عن أخبـرنا
القعنيب عبد الله بن يوسف أيب احلجاج عبد الرمحنعبد الله بن نافع إسحق بن عيسى إسحاق حيىي
حدثـنا حدثـنا عن حدثـنا
هارون بن زيد إبـراهيم بن طهمان احلسن بن علي قال قـرأت حدثـنا حدثين
حدثين حدثـنا
أمحد بن حفصحدثـنا
أيب حفصحدثـنا
البخاري الترمذي
أيب هريـرة
رسول الله : فـقالت إين وهبت من نـفسي فـقامت طويال…
أحمد بن حنبل أبي داود مالك بن أنس
مالك
أيب حازم
119
berlanjut sampai pada mukharrij, dengan begitu maka hadis yang bersangkutan
termasuk hadis ah}ad, adapun lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh
masing-masing periwayat dalam beberapa sanad tersebut ialah, أخبـرنا ,قـرأت, ثـنا ثين ,حد قال dan عن ,حد
Sanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur H}asan bin ‘Ali>. Urutan periwayat yang tergabung dalam rangkaian sanad
dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Sahal bin Sa'ad Periwayat I Sanad V
2. Salamah bin Dinar Periwayat II Sanad IV
3. Ma>lik bin Anas Periwayat III Sanad III
4. Ish}aq bin 'Isa Periwayat IV Sanad II
5. Al H}asan bin ‘Ali> Periwayat V Sanad I
6. T}urmuz\i>> Periwayat VI Mukharrij
120
Tabel 13
No Nama Guru/Murid Tahammul wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1
T}urmuz\i>>,117 (209-279
H).
Guru : H}asan bin ‘Ali> حدثـنا
al-Siqat penghimpun hadis
penghafal hadis muttaqin
Terpuji, dipercaya dan
Muttas}il
2.
H}asan bin ‘Ali,>118 (242
H.)
Guru : 'Abdullah bin Abi> Talha, tidak ada nama Ish}aq bin 'Isa
Murid : Abu> Da>ud, Imam
Tirmidhi, Ibnu> Ma>jah
حدثـنا
Ya'kub Ibnu> Syaiba, tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah, Abu>
Bakar Khatib tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam
'ats-tsiqa>t, T}urmuzi> h}afidz, Ibnu> Hajar ‘Asqalani
tsiqah, H}afidz Adz-Dzahabi> tsabat, hujjah.
Muttas}il
3
Ish}aq bin 'Isa bin
Najih,119 (215 H.)
Guru : Imam Ma>lik, Hammad
bin Salama Murid :
Tidak ada nama Hasan, Ah}mad bin H}anbal,
Zuhayr bin Harb
عن
Bukhari> >masyhurul hadis, Ibnu> Hibban disebutkan, dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar ‘Asqalani s}adu>q, Adz-Dzahabi> tsiqah.
Hidup dalam satu masa (Muttas}il)
4
Ma>lik bin Anas,120 (179 H.)
Guru : Abu> Hazm, Salamah
bin Dinar Murid :
Ish}aq bin 'Isa, 'Abdullah bin Raja'
عن Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Muhammad bin Sa’ad
tsiqah mamun. Muttas}il
5
Salamah bin Dinar,121 (133 H.)
Guru : Ibnu> Umar, 'Abdullah
bin 'Amr Sahal bin Sa'ad
Murid : al-Zuhri, imam Malik
عن
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Adz-
Dzahabi> ah}adul a'lam, Adz-Dzahabi> Imam, Ibnu> Hajar
‘Asqalani tsiqah abi>d.
Muttas}il
6
Sahal bin Sa'ad bin Ma>lik,122 (88 H.)
Nabi Muhammad saw. قال Sahabat Marfu>‘
117Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 8638, h. 95. Taqrib al-Tahdzib, nomor 6206, h. 500.
118Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus II, nomor 1530, h., 420. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 1262, h. 162.
119Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus I, nomor 1268, h. 559. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus I, nomor 459, h. 533. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 375, h. 102.
120Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 10661, h. 310. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 9003, h. 448.
121Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus IV nomor 4910, h. 198. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 3247, h. 114.
122Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus IV, nomor 4986, h. 215. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 3441, h. 30. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 2658, h. 257.
121
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad al-T}urmuzi> dapat
diketahui bahwa hadis ini bersifat marfu>‘ kepada Rasulullah saw. dari segi sanadnya
Muttas}il dari awal sampai akhir, kemudian semua periwayat yang ada pada jalur ini
selamat dari celaan para kritikus hadis, maka dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini
statusnya adalah s}ah}ih}.
n. Mahar Dengan Tepung dan Kurma
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat empat riwayat dari
satu mukharrij, yaitu Abu> Da>ud, untuk memperjelas dan mempermudah proses
kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema sebagaimana yang dapat dilihat pada skema
berikut ini :
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, hanya Jabi>r bin Abdillah yang
berfungsi sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut. kemudian pada tingkatan
أن
عن
عن عنموسى بن مسلم ابن جريج
أخبـرنا عنعبد الرمحن بن مهدي
أخبـرنا
حدثـنا واه
أعطى يف صداق امرأة ملء كفيه سويقا أو مترا فـقد استحل رسول الله :
أبي داود
جابر بن عبد الله
حق بن جبـرائيل
يزيد
أيب الزبـري
أبو عاصم
122
selanjutnya juga tidak ditemukan periwayat yang berstatus pendukung berupa mutabi>’.
Namun setelahnya barulah ada periwayat yang saling mendukung dan berlanjut sampai
pada mukharrij, dengan begitu maka hadis yang bersangkutan termasuk hadis ah}ad.
Adapun lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat
dalam beberapa sanad tersebut ialah, ناأخبـر ثـنا رواه , .قال dan عن , حدSanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur ‘Abdurrah}man bin Mahdiy. Urutan periwayat yang tergabung dalam
rangkaian sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Jabi>r bin 'Abdullah Periwayat I Sanad IV
2. Muhammad bin Musli>m Periwayat II Sanad III
3. Mu>sa bin Musli>m Periwayat III Sanad II
4. ‘Abdurrah}man bin Mahdiy Periwayat VI Sanad I
5. Abu> Da>ud Periwayat V Mukharrij
123
Tabel 14
No Nama Guru/Murid Tahammul wa’ada
Komentar Kritikus Hadis Status
1 Abū
Dāwud123 w. 275 H/
889 M
Guru : Tidak ada hubungan dengan Abdurrah}man
bin Mahdiy
رواه Ibnu> Hibban Ŝiqah, Mu>sa Ibnu> Harun zuhud, ahli hadis
Terputus
2.
‘Abdurrah}man bin
Mahdiy124( 198 H.)
Guru : Sofyan bin ‘Uyainah
Mu>sa bin Musli>m Murid :
al-Bukhari>>, Imam Musli>m, Abu> Da>ud
حدثـنا
Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-
tsiqa>t, Ah}mad bin H}anbal h}afidz, Ibnu>l Madini a'lamun na>s,
Ibnu> Sa’ad tsiqah, Abu> Hatim tsiqah imam, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah tsabat h}{afidz, Adz-Dzahabi> h}afidz
Dapat dipercaya
dan Muttas}il
3
Mu>sa bin Musli>m 125
Tidak ditemukan hubungan guru dan
Murid عن
Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-
tsiqa>t, Abu> Hatim majhul, Al Azdi d}a’i>f, Ibnu> Hajar ‘Asqalani d}a’i>f, Adz-Dzahabi>
tidak dikenal.
Terputus
4
Muhammad bin
Musli>m bin
Tadrus126 (126 H.)
Guru : Ibnu> Abbas, Ibnu> Umar Jabi>r bin
'Abdulla Murid :
al-Zuhri, tidak ada nama Mu>sa bin
Musli>m
عن
Ah}mad bin H}anbal laisa bihi bas Yah}ya
bin Ma'in tsiqah, Ya'kub bin Syu'bah s}adu>q tsiqah, An-
Nasa>‘i tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan
dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu>l Madini tsiqah tsabat, Ibnu> Hajar ‘Asqalani s}adu>q, Adz-Dzahabi>
tsiqoh h}afidz.
Muttas}il
5 Jabi>r bin
'Abdulla127 (78 H).
Nabi Muhammad saw.
‘<Sahabat Marfu عن
123Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib. Jus IV, nomor 3298, h. 153-156. 124Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 7194, h. 268. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VI, nomor 5552, h. 301. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 4018., h. 351.
125 Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XI, nomor 9658, h. 152. 126Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus I, nomor 694, h. 467.. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 8729, h. 396. 127Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus II, nomor 1067, h. 15.
124
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad Abu> Da>ud ini dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu>‘ kepada Rasulullah saw. dari segi sanadnya tidak
Muttas}il pada awal periwayatan, dikarenakan Abu> Da>ud langsung saja menyadarkan
riwayatnya kepada ‘Abdurrah}man bin Mahdi dengan menggunakan sig}at tahammul
maka hadis ini termasuk hadis mu'allaq yaitu hadis yang dari awal sanadnya gugur رواه
atau Terputus seorang perawi atau lebih dengan berturut-turut sampai akhir, kemudian
semua periwayat yang ada pada jalur ini terdapat satu periwayat yang mendapat celaan
dari para kritikus hadis yaitu Mu>sa bin Musli>m bin Ruwman yang dinyatakan d}a’i>f,
maka dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini statusnya adalah d}a’i>f.
o. Mahar Masa Jahiliyah
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat tiga riwayat dari
dua mukharrij, yaitu Bukhari>> dan Abu> Da>ud, untuk memperjelas dan mempermudah
proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema sebagaimana yang dapat dilihat pada
skema berikut ini :
أن
أخبـرين
عن
عن حدثينعنبسة
حدثـنا حدثـناأمحد بن صالح
قال حدثـنا
البخاري أبي داود
ابن وهب
ىي بن سليمان
عروة بن الزبـري
ابن شهاب
يونس
كاح يف اجلاهلية كان على أربـعة أحناء فنكاح... عائشة :
125
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, hanya ‘Aisyah yang berfungsi
sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut. kemudian pada tingkatan
selanjutnya juga tidak ditemukan periwayat yang berstatus pendukung berupa mutabi>’.
namun setelahnya barulah ada periwayat yang saling mendukung dan berlanjut sampai
pada mukharrij, dengan begitu maka hadis yang bersangkutan termasuk hadis ah}ad,
adapun lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat
dalam beberapa sanad tersebut ialah, ثـنا عن ,أخبـرين ن أ dan قال حد .
Sanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Ah}mad bin H}anbal bin Shalih. Urutan periwayat yang tergabung dalam
rangkaian sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. ‘Aisyah binti> Abi> Bakar Periwayat I Sanad VI
2. ‘Urwah bin Az Zubair Periwayat II Sanad V
3. Muhammad bin Musli>m Periwayat III Sanad IV
4. Yunus bin Yazid Periwayat IV Sanad III
5. Anbasah bin H}alid Periwayat V Sanad II
6. Ah}mad bin H}anbal Periwayat VI Sanad I
7. Abu Da>ud Periwayat VII Mukharrij
126
Tabel 15
No Nama Guru/Murid Tahammul
wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1
Abū Dāwud128 w. 275 H/
889 M
Guru : Ah}mad bin Shalah حدثـنا Ibnu> Hibban Ŝiqah, Mu>sa Ibnu>
Harun zuhud, ahli hadis Muttas}il
2.
Ah}mad bin Shalah129 (248 H.)
Guru : Abdullah bin Wahab, Anbas'ah bin H}alid
Murid : al-Bukhari>>, Abu> Da>ud
حدثـنا
Ya'qub bin Sofyan hujjah, al-‘Ajli tsiqah, Abu> Hatim, Ar
Rozy tsiqah, An-Nasa>‘i laisa bi qowi, Ibnu> Hajar ‘Asqalani
tsiqah mamun, Adz-Dzahabi> h}afidz.
Muttas}il
3
Anbas’ah bin H}alid130
(198 H.)
Guru : Yunus bin Yazid
Murid : Ahmad bin Hanbal
حدثين Ibnu> Hibban disebutkan dalam
'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar ‘Asqalani s}aduq. Muttas}il
4
Yunus bin Yazid131 (160 H.)
Guru : al-Zuhri>, Nafi’, Muhammad bin
Musli>m Murid :
al-Laith bin Sa’ad, Anbas’ah bin H}alid
قال
al-‘Ajli tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah, Ya'kub bin Syaibah
shalihul h}adi>s, Abu> Zur'ah la ba’sa bih, Ibnu> Kharasy s}adu>q, Ibnu> Hibban disebutkan dalam
'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah, Adz-Dzahabi>
tsiqah.
Muttas}il
5
Muhammad bin
Musli>m132 (124 H.)
Guru : 'Alqama bin Waqqas, ’Urwah bin
Az Zubair Murid :
Yunus bin Yazid, Ziyad bin Sa’ad
أخبـرين Ibnu> Hajar ‘Asqalani faqih
h}afidz mutqin, Adz-Dzahabi> seorang tokoh. Muttas}il
6
’Urwah bin Az
Zubair133 (93 H.)
Guru : Asma’ binti> Abi>
Bakar, Aisyah Murid : al-Zuhri>
أن al-‘Ajli tsiqah, Ibnu> Hajar
tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats tsiqat'. Mauqu>f
128Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib. Jus IV, nomor 3298, h. 153-156. 129Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus II, nomor 1510, h. 282. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus I, nomor 68, h. 112. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 48 , h. 80. 130Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari,Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 9506, h. 367. Ibn
H}ajar al-Asqalani,Tahdzib al- Tahdzib. Jus VIII, nomor 7277, h. 466. 131Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XI, nomor 10770, h. 421. Lisan al-Miza>n. Jus
VII, nomor 14727, h. 531. Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VIII, nomor 12834, h. 64.
132Muhammad Abu> Hattim Ibn Hibban, Al-Siqat. Jus V (Cet. I; Hiderabad: Da>r Al-Fikr, 1973 M/1393 H), h. 416.
133Muhammad Ibn Sa’ad, Al-Tabaqat Al-Kubra. Jus V (Beirut: Da>r Al-Fikr, 1985 M/1405 H). 2140 Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 9476, h. 306. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VII, nomor 6352, h. 304.
127
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad Abu> Da>ud ini dapat
diketahui bahwa hadis ini mawqu>f hanya sampai kepada ‘Aisyah saja, dari segi
sanadnya Muttas}il pada awal sampai akhir sanad, kemudian semua periwayat yang ada
pada jalur ini selamat dari celaan yang berlebih dari para kritikus hadis yaitu maka
dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini statusnya adalah s}ah}ih}.
p. Mahar Hak Istri
1. Hadis Pertama
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat lima riwayat dari
empat mukharrij yaitu, Abu> Da>ud, An-Nasa>’i, Ibnu> Ma>jah dan Ah}mad bin H}anbal,
untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema
sebagaimana yang dapat dilihat pada skema berikut ini :
قال
عن
عن
أخبـرنا قال عن أخبـرناحممد بن بكر أبو خالد عبد الرزاق
حدثـنا حدثـنا مسعت حدثـناأبو كريب عبد الله بن حممد هالل بن العالءحممد بن معمر
حدثـنا أخبـرنا أخبـرين حدثـنا حدثـنا
ابن ماجة أبي داود أحمد بن حنبل
ا امرأة نكحت على صداق أو حباء أو عدة قـبل عصمة النكاح… رسول الله :
حجاج
النسائي
عبد الله بن عمر
أبيه
عمرو بن شعيب
ابن جريجحدثين
128
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, hanya ’Abdullah bin ’Umar yang
berfungsi sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut. kemudian pada dua
tingkatan selanjutnya juga tidak ditemukan periwayat yang berstatus pendukung
berupa mutabi>’. Namun setelahnya barulah ada periwayat yang saling mendukung dan
berlanjut sampai pada mukharrij, dengan begitu maka hadis yang bersangkutan
termasuk hadis ah}ad, adapun lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh
masing-masing periwayat dalam beberapa sanad tersebut ialah,مسعت , أخبـرين ,أخبـرنا ,
ثين ثـنا حد .قال dan عن ,حدSanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Hilal bin Al 'Ala'. Urutan periwayat yang tergabung dalam rangkaian
sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Abdullah bin 'Amru Periwayat I Sanad VI
2. Syu'aib bin 'Abdullah Periwayat II Sanad V
3. Amru bin Syu'aib Periwayat III Sanad IV
4. Abdul Ma>lik Periwayat IV Sanad III
5. Hajjaj bin Muhammad Periwayat V Sanad II
6. Hilal bin Al 'Alaa' Periwayat VI Sanad I
7. An-Nasa’i Periwayat VII Mukharrij
129
Tabel 16
No Nama Guru/Murid Tahamm
ul wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1 An-Nasa>‘i134 Guru :
Hilal bin Al 'Alaa' رنا أخبـMansur al-Faqih tsiqah, Ah}mad bin H}anbal ahli
hadis Terpuji,
dipercaya dan Muttas}il
2.
Hilal bin Al 'Alaa'135 (280
H)
Guru : 'Ubaid bin Yah}ya, tidak ada nama
Hajjaj bin Muhammad Murid :
An-Nasa>‘i, Abu> Hatim
حدثـنا
Abu> Hatim s}adu>q, An-Nasa>‘i s}ali>h, Ibnu> Hibban
disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar
‘Asqalani s}adu>q, Adz-Dzahabi> s}adu>q h}afidz.
Hidup dalam satu masa Muttas}il
3
Hajjaj bin Muhammad136 (206 H.)
Guru : Shu'bah bin al-Hajjaj, Abdul Ma>lik
bin 'Abdul 'Aziz Murid :
Ah}mad bin H}anbal, Yah}ya bin Ma'in, tidak ada Hilal
قال An-Nasa>‘i tsiqah, Ibnu>
Madini tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Adz-Dzahabi>
h}afidz. Muttas}il
4
Abdul Ma>lik bin 'Abdul
'Aziz137 (150 H.)
Guru : Zaid bin Aslam, al-Zuhri, hidup satu
masa dan kota yang sama dengan Amru> bin Syu'aib
Murid : Hajjaj bin Muhammad, Abdullah al-
Harits
حدثين
Adz-Dzahabi> salah satu ahli ilmu, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-
tsiqa>t, al-‘Ajli tsiqah, Ibnu> Hajar "tsiqah, faqih".
Muttas}il
5
Amru> bin Syu'aib138 (118 H)
Guru : Zainab binti> Muhammad, Syu'aib bin
'Abdullah Murid :
Muhammad bin Ajlan, tidak ada nama Malik bin Abd Aziz
عن al-‘Ajli tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah, Abu> Da>ud laisa bi
hujjah, Ibnu> Hajar ‘Asqalani s}adu>q.
Muttas}il
6 Syu'aib bin
'Abdullah139(
Guru :Ibnu> Abbas, Ibnu> Umar, hubungan kakek dan cucu dengan
Abdullah bin 'Amru Murid :
'Amr bin Shu'aib
-Ibnu> Hibban tsiqah, Adz عن Dzahabi> s}adu>q. Muttas}il
7
Abdullah bin 'Amru140 (63
H.) Nabi Muhammad saw. قال Sahabat
Marfu>‘
134 al-Mazziy, Tahzib al-Kamal. Jus I, h. 152-153. 135Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XI, nomor 10135, h. 138. Taqrib al- Tahdzib.
Nomor 7346, h. 576. Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VI, nomor 9221, h. 31.
136Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus II, nomor 2840, h. 88. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus II, nomor 1381, h. 49.
137Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 7444, h. 386. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VI, nomor 5758, h. 120.
138Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VI, nomor 8649, h. 294. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VIII, nomor 7080, h. 204. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 5050, h. 423.
139Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus IV, nomor 5456, h. 57. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 3607, h. 269.
130
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad Abu> Da>ud ini dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu>‘ sampai kepada Nabi> saw. dari segi sanadnya
Muttas}il pada awal sampai akhir sanad, kemudian semua periwayat yang ada pada
jalur ini selamat dari celaan kecuali Amr bin Syu’aib, Abu> Da>ud menyatakan bahwa
dia laisa bi hujjah maka dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini statusnya adalah
d}a’i>f.
2. Hadis Kedua Tentang Mahar Hak Istri.
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah ini terdapat dua riwayat dari dua
mukharrij yaitu Ibnu> Ma>jah dan Ah}mad bin H}anbal, untuk memperjelas dan
mempermudah proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema sebagaimana yang
dapat dilihat pada skema berikut ini :
140Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6076, h. 191. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus V, nomor 4575, h. 62.
عن
عن
قال
عن
حدثـنا
حدثـنا
رسول الله : قد كنت عذراء فأمر هبما فـتالعنا وأعطاها المهر
أيب
عقوب بن إبـراهيم
ابن ماجة أحمد بن حنبل
لي بن سلمة
ابن عباس
سعيد بن جبـري
طلحة بن نافع
ابن إسحق
حدثـنا
حدثـنا
131
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, hanya Ibnu> Abbas yang berfungsi
sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut.kemudian pada dua tingkatan
selanjutnya juga tidak ditemukan periwayat yang berstatus pendukung berupa mutabi>’.
berlanjut sampai pada mukharrij, dengan begitu maka hadis yang bersangkutan
termasuk hadis gari>b, adapun lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh
masing-masing periwayat dalam beberapa sanad tersebut ialah,ثـنا .قال dan عن حدSanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Muhammad Ibnu> Yazid. Urutan periwayat yang tergabung dalam
rangkaian sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Ibnu> Abbas Periwayat I Sanad VI
2. Sa'id bin Zubair Periwayat II Sanad VI
3. Thalhah bin Nafi' Periwayat III Sanad V
4. Muhammad bin Ish}aq Periwayat IV Sanad IV
5. Ibrahi>m bin Sa'ad Periwayat V Sanad III
6. Ya'qub bin Ibrahi>m Periwayat VI Sanad II
7. ’Ali bin Salamah Periwayat VII Sanad I
8. Ibnu> Ma>jah Periwayat VIII Mukharrij
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 17 berikut ini :
132
No Nama Guru/Murid Tahamm
ul wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1
Ibnu> Ma>jah,
(209-273 H).141
Guru : Ali bin Salamah حدثـنا
Siqat kasi>r Muttafaq alai>h
pendapatnya menjadi hujjah
Terpuji, dipercaya
dan Muttas}il
2.
Ali bin Salamah142
(252 H.)
Guru :Mua'wiya al-Fazari, Ya'qub bin Ibrahi>m Murid : Ibnu> Ma>jah
حدثـناIbnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t,
Hakim tsiqah, Ibnu> Hajar s}adu>q, Adz-Dzahabi> tsiqah. Muttas}il
3
Ya'qub bin Ibrahi>m143(
208 H.)
Guru : Shu'bah Bin Al-Hajjaj,
Ibrahi>M Bin Sa'ad Murid : Ah}mad Bin H}anbal,
Ali
حدثـنا
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, al-‘Ajli tsiqah, Abu> Hatim s}adu>q, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Sa’ad tsiqah mamun, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah fadlil, Adz-Dzahabi>
hujjah wara'. Muttas}il
4
Ibrahi>m bin Sa'ad144 (185 H.)
Guru :al-Zuhri>, Hisham bin 'Urwa, Muhammad bin Ish}aq Murid :Hisham bin 'Abdul
Ma>lik, Ya’qub
Ah}mad bin H}anbal tsiqah, Abu> Hatim عن tsiqah, Adz-Dzahabi> seorang ulama besar. Muttas}il
5
Muhammad bin
Ish}aq145(150 H.)
Guru : Ish}aq bin Yasar, Mu>sa bin
Yasar, T}alhah bin Nafi Murid :
Jarir bin Hazim, Ibrahim
قال Ah}mad bin H}anbal h}asanul hadis, Yah}ya bin Ma'in tsiqah, al-‘Ajli tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Madini shalih wasath, Ibnu> Hajar ‘Asqalani s}adu>q
yudallis. Muttas}il
6 T}alhah bin Nafi' 146 (
Guru : Ibnu> Umar, Ibnu> Abbas, tidak ada nama Sa'id bin
Zubair Murid : Ibnu> Ish}aq
عن Ah}mad bin H}anbal laisa bihi ba’san, Nasa>’i laisa bihi bas, Ibnu> 'Adi la ba’sa bih, Yah}ya bin Ma'in la syai', Ibnu> Hibban disebutkan
dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar ‘Asqalani s}adu>q.
Terputus
7
Sa'id bin Zubair bin Hisyam147(
94 H.)
Guru : Ibnu> Umar, Ibnu> Abbas
Murid : Tidak ada nama Talhah
ditemukan
عن Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t,
Adz-Dzahabi> ah}adul a'lam, Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Abu> Zur'ah Arrazy tsiqah, Ibnu> Hajar
‘Asqalani tsiqah tsabat faqih. Muttas}il
8
Ibnu> Abbas148 (68 H.)
Nabi Muhammad saw. قال Sahabat Marfu>‘
141 Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 13192, h. 162. 142Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VII, nomor 6551, h. 375. Taqrib al- Tahdzib.
Nomor 4739, h. 401. 143Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VIII, nomor 12797, h. 422.
Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XI, nomor 10642, h. 257. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 7811, h. 607.
144Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus I, nomor 928, h. 547. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus I, nomor 216, h. 280. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 177, h. 89.
145Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus I, nomor 61, h. 138. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 8051, h. 94.
146Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus IV, nomor 5973, h. 42. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus V, nomor 4044, h. 33. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 3035, h. 283.
147Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus III, nomor 4427, h. 187. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 3014, h. 293.
148 Ibn H}ajar al-Asqalani, al-isabah. Jus IV, nomor 4784., h. 142-143.
133
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad Ibnu> Ma>jah, dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu>‘ kepada Rasulullah saw. Dari segi sanadnya ada
indikasi syads, hal ini karena tidak ditemukan tahun kapan wafat T}alha bin Nafi’ dan
tidak ditemukan hubungan guru dan Murid dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini
statusnya adalah d}a’i>f.
q. Mahar Sebiji Emas
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat sebelas riwayat dari
enam mukharrij, untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan i’tibar maka
dibuatkan skema sebagaimana yang dapat dilihat pada skema berikut ini :
أن
عن مسع مسع
عبد العزيز
حدثين حدثـنا حدثـنا بـرنا عن أخبـرنا حدثـنا عن
سفيان شعبة إمساعيل إمسعيل بن إبـراهيم معمر
حدثـنا دثـنا علي النضر بن مشيل أمحد بن منيعموسى بن إمسعيل بـهز بن أسد عفان د الرزاق
أخبرنا حدثـنا إسحق بن إبـراهيم حممد بن قدامة أبو بكر بن نافع
حدثـنا أخبـرنا حدثـنا
مسلم الترمذي أبي داود النسائي
رسول الله : كم أصدقـتـها قال وزن نـواة من ذهب …
محاد
البخاري أحمد بن حنبل
أنسا
محيد ثابت
134
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, hanya Ibnu> Abbas yang berfungsi
sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut. kemudian pada dua tingkatan
selanjutnya barulah ada berstatus pendukung berupa mutabi>’. berlanjut sampai pada
mukharrij, dengan begitu maka hadis yang bersangkutan termasuk hadis ah}ad, adapun
lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat dalam
beberapa sanad tersebut ialah رناأخبـ ثين , ثـنا حد .قال dan عن ,حدSanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Ali bin 'Abdullah. Urutan periwayat yang tergabung dalam rangkaian
sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Anas bin Ma>lik Periwayat III Sanad IV
2. Humaid Periwayat IV Sanad III
3. Sofyan bin 'Uyainah Periwayat V Sanad II
4. ’Ali bin 'Abdullah Periwayat VI Sanad I
5. Bukhari>> Periwayat VII Mukharrij
135
Tabel 18
No Nama Guru/Murid Tahammul wa’ada
Komentar Kritikus Hadis Status
1 Bukhari>>149 Guru : ’Ali bin 'Abdullah
ثـنا حد
siqat kasi>r muttafaq alai>h pendapatnya
menjadi hujjah
Terpuji, dipercaya dan
Muttas}il
2.
’Ali bin 'Abdullah
150 (234 H.)
Guru : Hammad bin Zaid,
Sofyan bin 'Uyainah Murid :
Bukhari>>, Abu> Da>ud, Imam
Tirmidhi
ثـنا حد
Ibnu> Hibban disebutkan dalam
ats-tsiqat, An-Nasa>‘i, tsiqah ma'mun imam,
Ibnu> Hajar tsiqah tsabat imam.
Muttas}il
3
Sofyan bin 'Uyainah
151(198 H.)
Guru : Hami>d bin Qais, Humaid bin Abi>
Humaid Murid :
Yah}ya bin Ma'in, Ali bin Abdullah
حدثين
Ibnu> Hibban h}afidz mutqin, al-
‘Ajli tsiqah tsabat dalam hadis, Adz-
Dzahabi> ah}adul a'lam.
Muttas}il
4
Humaid bin Abi>
Humaid152
(142 H.)
Guru : Tsabi>t bin Aslam
Albanani, Mu>sa bin Anas, Anas bin
Ma>lik Murid :
Imam Ma>lik, Sofyan
مسع
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, An-Nasa>‘i
tsiqah, al-‘Ajli tsiqah, Ibnu>
Kharas s}adu>q, Abu> Hatim Ar Rozy tsiqahla> ba'sa bi>h, Ibnu>
Hajar ‘Asqalani tsiqah mudallis.
Muttas}il
5
Anas bin Ma>lik153 (93 H.)
Guru : Nabi Muhammad
saw. ‘<Sahabat Marfu أن
149Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 8053, h. 73. 150Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VI, nomor 8485, h. 284. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VII, nomor 6576, h. 57.
151Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus IV, nomor 4976, h. 153. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 3205, h. 17. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 2451, h. 245. 152Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus II, nomor 2704, h. 43. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus III, nomor 2065, h. 72. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 1544, h. 181. 153Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus II, nomor 1579, h. 435. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus I, nomor 690, h. 267.
136
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad Bukhari>>, dapat diketahui
bahwa hadis ini marfu>‘ kepada Rasulullah saw. Dari segi sanadnya mutassil pada awal
sampai akhir sanad, kemudian semua periwayat yang ada pada jalur ini selamat dari
celaan yang berlebih dari para kritikus hadis yaitu maka dapat disimpulkan bahwa
sanad hadis ini statusnya adalah s}ah}ih}.
r. Mahar Wanita Dipaksa Berzina
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat 5 riwayat dari 3
mukharrij, untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan i’tibar maka
dibuatkan skema sebagaimana yang dapat dilihat pada skema berikut ini :
ن ع
عن
عن
عن
دثـنا
حدثنا حدثنا
ي بن ميمون الله بن سعيد
الترمذي ابن ماجة أحمد بن حنبل
علي بن حجر وب بن حممد
أبيه
عبد اجلبار
احلجاج بن أرطاة
معمر بن سليمان
سول الله : وأقامه على الذي أصابـها ومل يذكر أنه…
137
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, hanya ayahnya Abdul Jabi>r saja
yang berfungsi sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut. kemudian pada tiga
tingkatan selanjutnya juga tidak ditemukan periwayat yang berstatus pendukung
berupa mutabi>’. Barulah setelah itu ada periwayat pendukung berlanjut sampai pada
mukharrij, dengan begitu maka hadis yang bersangkutan termasuk hadis ah}ad, adapun
lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat dalam
beberapa sanad tersebut ialah, ثـنا أنـبأنا .قال dan عن ,حدSanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur ’Ali bin Hajar. Urutan periwayat yang tergabung dalam rangkaian sanad
dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Wa'il bin Hajar Periwayat II Sanad V
2. Abdul Jabbar bin Wa'il Periwayat III Sanad IV
3. Hajjaj bin Arthah Periwayat IV Sanad III
4. Mu'ammar bin Sulaiman Periwayat V Sanad II
5. Ali bin Hajar Periwayat VI Sanad I
6. T}urmuz\i>> Periwayat VII Mukharrij
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 17 berikut ini :
138
No Nama Guru/Murid Tahammul
wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1
T}urmuz\i>>,154 (209-279
H).
Guru : Ali bin Hajar
al-Siqat penghimpun hadis, penghafal حدثـناhadis, muttaqin Terpuji, dipercaya
dan Muttas}il
2.
Ali bin Hajar155 (244 H)
Murid : al-Bukhari>>,
Imam Musli>m, T}urmuzi>
حدثـناAn-Nasa>‘i tsiqah ma'mun h}afid, Ibnu>
Hajar tsiqah h}afid, Adz-Dzahabi> h}afidz, Hakim syaikh.
Tidak ada hubungan guru dan Murid
akan tetapi hidup dalam satu masa
3
Mu'ammar bin
Sulaiman156
(191 H)
عن
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, An-Nasa>‘i laisa bihi bas, Ibnu> Hibban
disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Abu> Dau>d tsiqah, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah fadlil, Adz-Dzahabi> tsiqah
waqur s}alih.
Hidup dalam satu masa (Muttas}il)
4
Hajjaj bin Arthah157 (145 H.)
عن
Yah}ya bin Ma'in s}adu>q, laisa bi qowi, mudallis, s}adu>q, Abu> Zur'ah Arrazy
yudallis, Abu> Hatim Ar Rozy yudallis, Abu> Hatim Ar Rozy s}adu>q, Ibnu> Hajar ‘Asqalani s}adu>q banyak salah, Ibnu> Hajar ‘Asqalani yudallis,
Ibnu> Hajar ‘Asqalani Ahli Fiqih.
Tidak ada hubungan guru Murid
5
Abdul Jabbar bin Wa'il bin
Hajar158(112 H.)
عن Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Ibnu> Hibban
disebutkan, dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Sa’ad tsiqah, Ibnu> Hajar ‘Asqalani
tsiqah. Terputus159
6 Wa'il bin Hajar160
Muhammad saw. قال Sahabat Marfu>‘
154Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 8638, h. 95. Taqrib al-Tahdzib, nomor 6206, h. 500.
155Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VI, nomor 8452, h. 272. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VII, nomor 6505, h. 105.
156Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XI, nomor 9447, h. 93. Lisan al-Miza>n. Jus VII Nomor 14268, h. 329.
157Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus II, nomor 2835, h. 114. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus II, nomor 1365, h. 82. Lisan al-Miza>n Jus VII, nomor 11981, h. 83.
158Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VI, Nomor 7926, h. 358. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VI, nomor 5213, h. 70. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 3744, h. 332. Lisan al-Miza>n Jus VII, nomor 13084, h. 65.
159Dari segi sanadnya ternyata tidak mutassil di karenakan Abdul Jabbar bin Hujr tidak mendengar dari ayahnya dan tidak mendapatinya, dikatakan bahwa ia dilahirkan setelah meninggal ayahnya satu bulan.
160Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VIII, nomor 11945, h. 129. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XI, nomor 10189, h. 389. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 7393, h. 580.
139
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad T}urmuz\i>>, dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu>‘ kepada Rasulullah saw. Dari segi sanadnya ternyata
tidak mutassil di karenakan Abdul Jabbar bin Hujr tidak mendengar dari ayahnya dan
tidak mendapatinya, dikatakan bahwa ia dilahirkan setelah meninggal ayahnya satu
bulan pada awal sampai akhir sanad, maka hadis ini dinyatakan munqathi’. maka
dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini statusnya adalah d}a’i>f.
s. Mahar Diminta Akibat H}ulu’
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat tiga riwayat dari
dua mukharrij, yaitu Abu> Da>ud dan Imam Ah}mad bin H}anbal, untuk memperjelas dan
mempermudah proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema sebagaimana yang
dapat dilihat pada skema berikut ini :
قال
عائشة عبد الله بن عمرو بن أيب حثمةعن عن عن
عمرة أبيه د بن سليمانعن عن عن
عمرو بن شعيبعبد الله بن أيب بكرعن عن
أبو عمرو السدوسي حجاجحدثـنا أخبـرنا
أبو عامر عبد القدوسحدثـنا
حممد بن معمردثـنا
أحمد بن حنبل أبي داود
رسول الله : فـقال خذ بـعض ماهلا وفارقـها…
140
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, sebanyak tiga periwayat yang
berfungsi sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut. kemudian pada tiga
tingkatan selanjutnya juga ditemukan periwayat yang berstatus pendukung berupa
mutabi>’berlanjut sampai pada mukharrij, dengan begitu maka hadis yang bersangkutan
termasuk hadis aziz, adapun lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh
masing-masing periwayat dalam beberapa sanad tersebut ialah, ثـنا dan عن ,أخبـرنا,حد
.قال Sanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Muhammad bin Ma'mar. Urutan periwayat yang tergabung dalam
rangkaian sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. ‘Aisyah Periwayat I Sanad VI
2. Amrah Periwayat II Sanad V
3. Abdullah bin Abi> Bakar Periwayat III Sanad IV
4. Sa'id bin Salamah Periwayat IV Sanad III
5. Abdul Ma>lik bin 'Amr Periwayat V Sanad II
6. Muhammad bin Ma'mar Periwayat VI Sanad I
7. Abu> Da>ud Periwayat VII Mukharrij
141
Tabel 20
No Nama Guru/Murid Tahammul wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1
Abū Dāwud161 w. 275 H/ 889
M
Guru : Muhammad bin Ma'mar
bin Rib'iy Ibnu> Hibban Ŝiqah, Mu>sa Ibnu> Harun حدثـنا
zuhud, ahli hadis Muttas}il
2.
Muhammad bin Ma'mar bin
Rib'iy162
Guru : al-Mughira bin Salmah, Abdul Ma>lik bin 'Amru. Murid : Bukhari>>, Imam Musli>m, Abu> Da>ud
حدثـناAbu> Hatim s}adu>q, Abu> Da>ud laisa
bihi bas, An-Nasa>‘i tsiqah, Abu> Bakar tsiqah, Ibnu> Hajar ‘Asqalani s}adu>q. Muttas}il
3
Abdul Ma>lik bin
'Amru163(204 H.)
Guru : 'Ikrama bin 'Ammar, Sa'id
bin Salamah Murid :
Ah}mad bin H}anbal, Yah}ya bin Ma'in, Ma’mar
حدثـنا
Adz-Dzahabi> h}afizh Ibnu> Hajar tsiqah, Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Abu>
Hatim s}adu>q, An-Nasa>‘i tsiqah mamun, Ibnu> Sa'ad tsiqah, Ibnu>
Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t. Muttas}il
4 Sa'id bin
Salamah164
Guru : ayahnya, Hisham bin
'Urwa, tidak ada Abdullah bin Abi> Bakar
Murid : al-Munqari al-Tabu>dhaki,
Abdul Ma>lik bin Amr
عن Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, An-Nasa>‘i, d}a’i>f, Ibnu> Hajar ‘Asqalani s}adu>q s}ah}ih}ul kitab salah
dari hafalannya Muttas}il
5
Abdullah bin Abi> Bakar165
(130 H.)
Guru : Anas bin Ma>lik, Amrah
binti> ‘Abdurrah}man Murid :
Ibnu> Ish}aq tidak ada Sa’id
عن
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Abu> Hatim tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah tsabat, Ibnu>
Sa’ad tsiqah, al-‘Ajli tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Abdil Barr "tsiqah,faqih", Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah, Adz-Dzahabi>
hujjah.
Muttas}il
6
Amrah binti> ‘Abdurrah}man
166(103 H.)
Guru : Umm Hisham binti>
Haritsa, Aisyah Murid :
'Abdullah bin Abi> Bakar, Sulaiman Ibnu> Yasar
أن Yah}ya bin Ma'in tsiqah, al-‘Ajli
tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah, Adz-Dzahabi> Ahli Fiqih
T}abi’in. Muttas}il
7 Aisyah Guru :
Nabi Muhammad saw. قال Sahabat Marfu>‘
161Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib. Jus IV, nomor 3298, h. 153-156. 162Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 8755, h. 161. Lisan al-Miza>n Jus V,
8039, h. 331. 163Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 7453, h. 319.
Lisan al-Miza>n Jus VII, nomor 13275, h. 241. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VI, nomor 5764, h. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 4199, h. 364.
164Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus III, nomor 4494, h. 458. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 3066, h. 11. Lisan al-Miza>n Jus V 12502, h. 361.
165Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6189, h. 207. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus V, nomor 4281, h. 125. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 3239, h. 297.
166Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 13850, h. 106. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 8643, h. 750.
142
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad Abu> Da>ud, dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu>‘ kepada Rasulullah saw. Dari segi sanadnya ternyata
mutassil dari awal sampai akhir sanad, akan tetapi salah seorang perawi oleh kritikus
hadis dinyatakan d}a’i>f yaitu Sa'id bin Salamah. karena ada periwayat lain yang juga
sama sama meriwayatkan hadis tersebut maka hadis ini naik drajatnya menjadi h}asan
lighairihi.
t. Mahar Masa Rasulullah saw.
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat dua riwayat dari
dua mukharrij, yaitu An-Nasa>’i dan Ah}mad bin H}anbal, untuk memperjelas dan
mempermudah proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema sebagaimana yang dapat
dilihat pada skema berikut ini :
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, hanya Abu> Hurairah saja yang
berfungsi sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut. kemudian pada dua
أيب هريـرةعن
موسى بن يسارعن
داود بن قـيسحدثـنا حدثـنا
عبد الرمحن بن مهدي إمساعيل بن عمر حدثـنا حدثـنا
حممد بن عبد اللهأخبـرنا
النسائي أحمد بن حنبل
كان فينا رسول الله صلى الله عليه وسلم عشرة أواق
143
tingkatan selanjutnya juga tidak ditemukan periwayat yang berstatus pendukung
berupa mutabi>’. dengan begitu maka hadis yang bersangkutan termasuk hadis ah}ad,
adapun lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat
dalam beberapa sanad tersebut ialah, ثـنا .قال dan عن , أخبـرنا,حدSanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Muhammad bin 'Abdullah. Urutan periwayat yang tergabung dalam
rangkaian sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Abu> Hurairah Periwayat I Sanad VI
2. ‘Abdurrah}man bin Shakhr Periwayat II Sanad V
3. Mu>sa bin Yasar Periwayat III Sanad IV
4. Da>ud bin Qais Periwayat IV Sanad III
5. ‘Abdurrah}man bin Mahdiy Periwayat V Sanad II
6. Muhammad bin 'Abdullah Periwayat VI Sanad I
7. An-Nasa>’i Periwayat VII Mukharrij
144
Tabel 21
No Nama Guru/Murid Tahammul wa’ada
Komentar Kritikus Hadis Status
1 An-Nasa>‘i167 Guru : Muhammad bin
'Abdullah حدثـنا Mansur al-Faqih tsiqah, Ah}mad bin H}anbal ahli
hadis Muttas}il
2.
Muhammad bin 'Abdullah,168(
255 H.)
Guru : Yah}ya bin Sa'id,
’Abdurrah}man bin Mahdi
Murid : Bukhari>>, Abu> Da>ud,
Imam Nasa>’i
حدثـنا
Abu> Hatim tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah, Ad Daruquthni tsiqoh
h}afidz, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-
tsiqa>t, Ibnu> 'Adi h}afizh, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqoh h}afidz, Adz-
Dzahabi> h}afizh.
Muttas}il
3
’Abdurrah}man bin Mahdi169
(198 H.)
Guru : Imam Ma>lik, Shu'bah
bin al-Hajjaj, Da>ud bin Qais
Murid : Ahmad bin Sinan, Muhammad bin
Abdullah
حدثـنا
Asy Syafi’i, tsiqah h}afidz, Ah}mad bin H}anbal tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah, Abu> Hatim tsiqah, Abu> Zur'ah tsiqah, Ibnu>
Madini tsiqah, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah
fadil.
Muttas}il
4 Da>ud bin
Qais170(150 H.)
Guru : Zaid bin Aslam, Mu>sa bin Yasar bin Khayar
Murid : ’Abdurrah}man bin
Mahdi, 'Abdullah bin Mubarak
عن
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Ibnu> Hibban
disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar
‘Asqalani tsiqah, Adz-Dzahabi> tsiqah.
Muttas}il
5 Mu>sa bin Yasar bin Khayar171
Guru : hanya Abu> Hurairah
Murid : Ibnu> Ish}aq,
Da>ud bin Qais
عن tsiqah,
'ats-tsiqa>t Muttas}il
6 Abu> Hurairah Nabi Muhammad saw. قال Sahabat Marfu>‘
167 al-Mazziy, Tahzib al-Kamal. Jus I, h. 152-153. 168Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 8454, h. 45. Taqrib al- Tahdzib.
Nomor 6045, h. 490. 169Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 7194, h. 274. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VI, nomor 5552, h. 286.Taqrib al- Tahdzib. Nomor 4018, h. 351. 170Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus III, nomor 3715, h. 23. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus III, nomor 2378, h. 29. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 1808, h. 199. 171Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 10611, h. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XI, nomor 9670, h. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 7024, h. 554.
145
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad An-Nasa>’i, dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu>‘ kepada Rasulullah saw. Dari segi sanadnya ternyata
mutassil dari awal sampai akhir sanad dan juga tidak ditemukan Pernyataan kritikus
hadis yang memberatkan para periwayat dalam jalur ini maka dapat disimpulkan
bahwa sanad hadis ini statusnya adalah s}ah}ih}.
u. Mahar Dengan Kain
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat sembilan riwayat
dari tiga mukharrij, yaitu imam Bukhari>>, Musli>m, imam Ah}mad bin H}anbal, untuk
memperjelas dan mempermudah proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema
sebagaimana yang dapat dilihat pada skema berikut ini :
146
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, hanya Abdullah bin Mas’ud saja
yang berfungsi sebagai periwayat tingkat pertama hadis tersebut. kemudian pada dua
tingkatan selanjutnya juga tidak ditemukan periwayat yang berstatus pendukung
berupa mutabi>’. dengan begitu maka hadis yang bersangkutan termasuk hadis ah}ad,
adapun lambang atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat
dalam beberapa sanad tersebut ialah, ثـنا .فـقلنا dan عن ,حدSanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Qutaibah bin Sa'id. Urutan periwayat yang tergabung dalam rangkaian
sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Abdullah bin Mas'ud Periwayat I Sanad V
2. Qais bin Abi> Hazim Periwayat II Sanad IV
3. Isma'il bin Abi >H}alid Periwayat III Sanad III
4. Jarir bin 'Abdul Hamid Periwayat IV Sanad II
5. Qutaibah bin Sa'id Periwayat V Sanad I
6. Imam Bukhari>> Periwayat VI Mukharrij
148
Tabel 22
No Nama Guru/Murid Tahammul wa’ada
Komentar Kritikus Hadis Status
1 Bukhari>>172 Guru : Qutaibah bin Sa'id حدثـنا
siqat kasi>r muttafaq alai>h pendapatnya
menjadi hujjah
Terpuji, dipercaya dan
Muttas}il
2.
Qutaibah bin Sa'id173(240
H.)
Guru : Imam Ma>lik, al-Laith bin
Sa’ad Jarir bin 'Abdul Hamid
Murid : al-Bukhari>>, Imam Musli>m,
Abu> Da>ud
حدثـنا
Abu> Hatim tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah, Yah}ya bin Ma'in
tsiqah, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah
tsabat.
Muttas}il
3
Jarir bin 'Abdul
Hamid174(188 H.)
Guru : Yah}ya bin Sa'id al-Ansari,
Isma'il bin Abi> H}alid Murid :
Qutaibah bin Sa'id Ish}aq bin Rahwaya
عن
Abu> Hatim ar-Rozy tsiqah, An-Nasa>’i
tsiqah, Muhammad bin Sa’ad tsiqah.
Muttas}il
4
Isma'il bin Abi>
H}alid175(146 H.)
Guru : Muhammad bin Sa’ad Ibnu>
Abi> Waqqas Qais bin Hazm
Murid : Shu'bah bin al-Hajjaj, Jarir
bin 'Abdul Hamid
عن
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar ‘Asqalani
tsiqah tsabat, Adz-Dzahabi> h}afidz.
Muttas}il
5
Qais bin Abi> Hazim176(97
H.)
Guru : Abu> Hazim al-Bajli, Abu>
Bakar As-Siddiq, Abdullah bin Mas'ud
Murid : 'Abdullah bin H}usai>n al-
Azdi, Ismail bin Abi H}alid
عن
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Adz-Dzahabi> tsiqah.
Muttas}il
6
Abdullah bin Mas'ud177 (32
H.)
Guru : Nabi Muhammad saw. فـقلنا Sahabat Marfu>‘
172 Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IX, nomor 8053, h. 73. 173Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 10208, h. 427.
Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VIII, nomor 7641, h. 44. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 5522, h. 454.
174Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus II, Nomor 2235, h. 103. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus II, nomor 1116, h. 81.
175Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus I, nomor 543, h. 401. Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus I Nomor 1108, h. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 438, h. 107.
176Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 9986, h. 466. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VIII, nomor 7691, h. 57.
177Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VI, nomor 5043, h. 147. Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6073, h. 293.
149
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad imam Bukhari>>, dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu>‘ kepada Rasulullah saw. Dari segi sanadnya ternyata
mutassil dari awal sampai akhir sanad dan juga tidak ditemukan pernyataan kritikus
hadis yang memberatkan para periwayat dalam jalur ini maka dapat disimpulkan
bahwa sanad hadis ini statusnya adalah s}ah}ih}.
v. Mahar Berupa Baju Besi
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat enam riwayat dari
tiga mukharrij, yaitu Abu> Da>ud, An-Nasa>’i dan Ah}mad bin H}anbal, untuk memperjelas
dan mempermudah proses kegiatan i’tibar maka dibuatkan skema sebagaimana yang
dapat dilihat pada skema berikut ini :
قال
قال مسع أنابن عباس رجل رجل
عن عن عن عكرمة حممد بن عبد الرمحن أبيه
عن عن حدثين عن أيوب غيالن بن أنس ابن أيب جنيح
عن حدثين عن عن سعيد شعيب محاد سفيان
عن عن حدثـناعبدة هشام أبو حيـوة
حدثـنا عن حدثـناهارون بن إسحق إسحق بن إمسعيل كثري بن عبـيد عمرو بن منصور
حدثـنا أخبـرنا نـبأناأحمد بن حنبل
علي
النسائي أبي داود
رسول الله : أعطها شيئا قال ما عندي شيء قال أين درعك احلطمية
150
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, karena ’Ali sebagai pelaku utama
atas adanya hadis tentang pernikahannya tersebut. Pada tingkatan selanjutnya ada dua
jalur menyatakan seorang laki-laki ( رجل), setelah dicermati pada hadis juga dijelaskan
berasal dari sahabat Nabi> saw, oleh karena itu dikarenakan nama sahabat yang
meriwayatkan pertama kali adalah Ibnu> Abbas maka dinyatakan bahwa itu adalah
orang yang sama. Jadi Ibnu> Abbas saja yang hanya berfungsi sebagai periwayat tingkat
kedua setelah ’Ali pada hadis tersebut. kemudian pada dua tingkatan selanjutnya baru
ditemukan periwayat yang berstatus pendukung berupa mutabi>’. dengan begitu maka
hadis yang bersangkutan termasuk hadis ah}ad, adapun lambang atau sig}at tahammul
yang digunakan oleh masing-masing periwayat dalam beberapa sanad tersebut ialah أن, ثـنا ,أخبـرنا ع مس , عن ,حد ثين , .قال dan حد
Sanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Ibrahi>m bin Ish}aq. Urutan periwayat yang tergabung dalam rangkaian
sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Abdullah bin 'Abbas Periwayat I Sanad VI
2. Ikrimah Periwayat II Sanad V
3. Ayyub bin Abi> Tamimah Periwayat III Sanad IV
4. Sa'id bin Abi> 'Urubah Periwayat IV Sanad III
5. Abdah bin Sulaiman Periwayat V Sanad II
6. Ish}aq bin Isma'il Periwayat VI Sanad I
7. Abu> Da>ud Periwayat VII Mukharrij
151
Tabel 23
No Nama Guru/Murid Tahammul
wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1
Abū Dāwud178 w. 275 H/
889 M
Guru : Ish}aq bin Isma'il
ثـنا حدIbnu> Hibban Ŝiqah, Mu>sa Ibnu> Harun zuhud, ahli
hadis Muttas}il
2.
Ish}aq bin Isma'il179(23
0 H.)
Guru : Sofyan bin ‘Uyainah Abdah
bin Sulaiman Murid :
Abu> Da>ud,‘Ali> bin Gharab
ثـنا حد
Yah}ya bin Ma'in s}adu>q, Ad Daruquthni tsiqah, Adz-
Dzahabi> tsiqah, Ibnu> Hibban disebutkan dalam
'ats-tsiqa>t. Muttas}il
3
Abdah bin Sulaiman,
180( 187 H.)
Guru : Yah}ya bin Sa'id, Sa'id bin
Abi> 'Urubah Murid :
Ah}mad bin H}anbal, Ish}aq bin Ismail
عن
Al-‘Ajli tsiqah, Ad-Daruquthni tsiqah, }Adz-
Dzahabi> tsiqah, Ibnu> Hajar tsiqah tsabat.
Muttas}il
4
Sa'id bin Abi> 'Urubah
bin Mihran181(1
56 H)
Guru : Ayyub bin Abi> Tamimah
Murid : Shu'bah bin al-Hajjaj, Abdah
bin Sulaiman
عن
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, An-Nasa>’i tsiqah, Abu> Zur’ah tsiqah mamun, Muhammad bin Sa’ad
tsiqah. Muttas}il
5
Ayyub bin Abi>
Tamimah bin
Kaysan182(131 H.)
Guru : , Nafi' bin 'Asim, Ikrimah
Murid : Imam Ma>lik, Ibnu> Ish}aq,
Sa'id bin Abi> 'Aruba
عن
Yah}ya bin Ma'in tsiqah, An-Nasa>‘i tsiqah tsabat, Muhammad bin Sa’ad
tsiqah tsabat, Adz-Dzahabi> imam.
Muttas}il
6 Ikrimah183(1
04 H.)
Guru : Ali Ibnu> Abi> T}alib, Ibnu>
Abbas Murid :
Qatada, Ayyub
عن Yah}ya bin Ma'in tsiqah,
An-Nasa>‘i tsiqah, al-‘Ajli tsiqah, Abu> Hatim tsiqah. Muttas}il
7
Ibnu> Abbas184 (68 H)
Nabi Muhammad saw. قال Sahabat Marfu>‘
178Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib. Jus IV, nomor 3298, h. 153-156. 179Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus I, nomor 418, h. 343. 180Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VI, nomor 7950, h. 511. Ibn
H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VII, nomor 5849, h. 316. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 4269, h. 369.
181Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus III, nomor 4573, h. 359. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 3110, h. 30.
182Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus I, nomor 1307, h. 533. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus I, nomor 733, h. 595.
183Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VII, nomor 9556, h. 373. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VII, nomor 6476, h. 214.Taqrib al- Tahdzib. Nomor 4673, h. 397.
152
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad Abu Da>ud, dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu>‘ kepada Rasulullah saw. Dari segi sanadnya ternyata
mutassil dari awal sampai akhir sanad dan juga tidak ditemukan pernyataan kritikus
hadis yang memberatkan para periwayat dalam jalur ini maka dapat disimpulkan
bahwa sanad hadis ini statusnya adalah s}ah}ih}.
w. Status Mahar Ketika Li’an
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat sembilan riwayat
dari lima mukharrij, yaitu Bukhari>>, Musli>m, Abu> Da>ud, An-Nasa>’i dan imam Ah}mad
bin H}anbal, untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan i’tibar maka
dibuatkan skema sebagaimana yang dapat dilihat pada skema berikut ini :
184Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6075, h. 349. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus XII, nomor 12569, h. 418. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 3409, h. 309
مسعت
حدثـنا
أبو بكر حيىي بن حيىي قـتـيبة بن سعيد علي بن عبد الله بن منصورأمحد بن حنبل
حدثـنا بـرناالنسائي
ال مال لك إن كنت صدقت عليـها فـهو مبا استحللت من فـرجها… رسول الله :
البخاري مسلم أبي داود
يـر بن حرب
سفيان مسع قال
مسعت
قال
عمرو
سعيد بن جبـري
ابن عمر
أيوب
مسعت
153
Tampak pada skema bahwa hadis yang diteliti tidak ditemukan periwayat yang
berstatus pendukung (corroboration) berupa syahid, yaitu hanya Ibnu> Umar saja
yanghanya berfungsi sebagai periwayat tingkat pertama. kemudian pada dua tingkatan
selanjutnya baru ditemukan periwayat yang berstatus pendukung berupa mutabi>’.
dengan begitu maka hadis yang bersangkutan termasuk hadis ah}ad, adapun lambang
atau sig}at tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat dalam beberapa
sanad tersebut ialah ثـنا ,أخبـرنا ,أن .قال dan قـلت ,مسع ,عن ,حدSanad yang dipilih untuk diteliti langsung dalam klasifikasi pertama adalah
melalui jalur Ah}mad bin H}anbal. Urutan periwayat yang tergabung dalam rangkaian
sanad dimaksud adalah :
Urutan Nama Periwayat Urutan Periwayat Urutan Sanad
1. Ibnu> Umar Periwayat I Sanad V
2. Sa’ad bin Zubair Periwayat II Sanad IV
3. ‘Amru bin Dinar Periwayat III Sanad III
4. Sofyan bin Uyainah Periwayat IV Sanad II
5. Ah}mad bin H}anbal Periwayat V Sanad I
6. Abu> Da>ud Periwayat VI Mukharrij
154
Tabel 24
No Nama Guru/Murid Tahammul
wa’ada Komentar Kritikus Hadis Status
1
Abū Dāwud185 w. 275 H/ 889 M
Guru : Ah>mad ibn Hanbal حدثـنا Ibnu> Hibban Ŝiqah, Mu>sa Ibnu> Harun zuhud, ahli hadis Muttas}il
2.
Ah>mad ibn Hanbal.186
(241 H)
Guru : Sofyan bin 'Uyainah حدثـنا tsiqah
Terpuji, dipercaya
dan Muttas}il
3
Sofyan bin 'Uyainah187(1
98 H.)
Guru : Abu> Ish}aq
Hisham bin 'Urwa, Amru> bin Dinar
Murid : Ah}mad bin H}anbal , Yah}ya
bin Ma'in,
ع مس
} Ibnu> Hibban h}afidz mutqin, al-‘Ajli tsiqah tsabat dalam hadis,
Adz-Dzahabi> ah}adul a'lam, Adz-Dzahabi> tsiqah tsabat, Adz-Dzahabi> h}afidz imam.
Muttas}il
4
Amru> bin Dinar188(126
H.)
Guru : 'Urwa Ibnu> al-Zubair, Sa'id
bin Zubair Murid :
Qatada, Ayub al-Sakhtiyani, Sofyan
ع مس
Abu> Hatim tsiqah, Abu> Zur'ah tsiqah, As Sa>ji tsiqah, Ibnu>
Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah tsabat, Adz-Dzahabi>
imam.
Muttas}il
5
Sa'id bin Zubair189(94
H.)
Guru : Ibnu> Abbas, ‘Abdullah Ibnu>
al-Zubair, Ibnu> Umar Murid :
'Abdullah bin Sa'id bin Zubair, 'Abdul Ma>lik bin
Sa'id, Amru bin Dinar
مسعت
, Ibnu> Hibban disebutkan dalam 'ats-tsiqa>t, Adz-Dzahabi> ah}adul a'lam, Yah}ya bin Ma'in tsiqah, Abu> Zur'ah Arrazy tsiqah, Ibnu> Hajar ‘Asqalani tsiqah tsabat
faqih.
Muttas}il
6
Ibnu> Umar190(73
H.) Nabi Muhammad saw. أن Sahabat Marfu>‘
185Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib. Jus IV, nomor 3298, h. 153-156. 186Yûsuf bin Al-Zakî Abd al-Rahman al-Mizî, Tahdzib al-Kamal Juz XXII (Beirut: Mu‟asasat al-
Risaalah, t.t PDF ), h. 153, Jalal al-Din Abd al-Rahman bin Abi Bakr al-Suyutiy, Tabaqat al-Huffaz (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah, 1403 H/ 1983 M), h. 189 dan 191.; Abu>> Bakr Ahmad bin Ali al-Khatib al-Bagdadiy, Tarikh Bagdad aw Madinat al-Salam, juz IV (al-Madinah al-Munawwarah: al-Maktabat al-Salafiyah, t.th), h. 421-422., Ibrahim Dasuqi al-Syahawiy, Mustalah al-Hadis (Kairo: Syirkat al-Taba’at al-Fanniyat al-Muttahidah, t.th), h. 234.; Abu>> al-H}asan Ali bin Umar bin Ahmad al-Da>raqutniy, Zikr Asma’ al-Tabi’in wa man Ba’da hum mimman Sahhat Riwayatuhu ‘an al-Siqat ‘ind al-Bukhari> wa Muslim juz I (Beirut: Mu’assasat al-Kutub al-Saqafiyyah, 1406 H/1986 M), h. 66.
187Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus IV, nomor 4976, h. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 3205, h. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 2451, h. 245.
188Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus VI, nomor 8615, h. 38. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus VIII, nomor 7045, h. 47.
189Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus III, nomor 4427, h. 31. Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus IV, nomor 3014, h. 74.
155
Setelah meneliti para periwayat pada rangkaian sanad Abu Da>ud, dapat
diketahui bahwa hadis ini marfu>‘ kepada Rasulullah saw. Dari segi sanadnya ternyata
mutassil dari awal sampai akhir sanad dan juga tidak ditemukan pernyataan kritikus
hadis yang memberatkan para periwayat dalam jalur ini maka dapat disimpulkan
bahwa sanad hadis ini statusnya adalah s}ah}ih}.
x. Sebutan Bagi Yang Tidak Memberikan Mahar.
Hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut terdapat satu riwayat dari
satu mukharrij, yaitu imam Ah}mad bin H}anbal.
Hadis ini adalah hadis gari>b. Karena tidak ditemukan dalam periwatan lainnya.
Kemudian dilihat dari segi ketersambungan sanad hadis ini Muttas}il. Sedangkan dari
segi perawi yang ada di dalam sanad hadis ini ternyata hampir semuanya tsiqah,
190Ibn H}ajar al-Asqalani, Tahdzib al- Tahdzib. Jus V, nomor 4474, h. 257. Taqrib al- Tahdzib. Nomor 3409, h. 309. Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari, Tarikhul Kabir. Jus V, nomor 6075, h. 313.
قال
مسعت
حدثين
عن
أخبـرنا
حدثـنا
عبد احلميد
هشيم
أحمد بن حنبل
هيب بن سنان
رجل
سن بن حممد
مرأة صداقا والله يـعلم أنه ال يريد أداءه إليـها فـغرها بالله واستحل فـرجها بالباطل رسول الله :
156
kecuali Abdul Hamid yang kurang mendapat sanjungan dari para kritikus hadis seperti,
Ah}mad bin H}ambal" tsiqah, laisa bihi ba'sa", Yahya bin Ma'in " tsiqah, laisa bihi
ba'sa", Abu Hatim terdapat kejujuran padanya, Ibnu 'Adi la basa bih, An-Nasa>‘i laisa
bihi bas. Kemudian pada tingkat periwayat pertama terdapat suatu kejanggalan
dengan tidak disebutkannya nama perawi diatasnya oleh H}asan bin Muhammad, yang
akhirnya tidak diketahui bagaimana kapabilitas orang tersebut. dengan temuan ini
maka dinyatakan bahwa sanad hadis ini d}a’i>f.
2. Kritik Matan
a. Hadis Anjuran Untuk Memudahkan Mahar
Pada hadis pertama berdasarkan kritik sanad menunjukkan bahwa sanad Ah}mad
bin H}anbal melalui jalur Ibrahi>m bin Ish}aq adalah berkualitas h}asan. Sedangkan pada hadis
ke dua sanad melalui jalur Yazid bin Harun adalah berkualitas d}a’i>f. Kes}ah}ih}an sanad
yang diteliti dapat mewakili sanad dari jalur lainnya. Oleh karena itu, kegiatan kritik
terhadap matan hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut di atas dapat dilakukan.
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Pada hadis pertama :
Pada jalur Ibrahi>m bin Ish}aq.
هاإن من مين المرأة تـيسري خطبتها وتـيسري صداقها وتـيسري رمحPada jalur Qutaibah bin Said.
وتـيسري صداقها خطبتهامين المرأة تـيسري Hadis ke dua :
Jalur Yazid bin Harun.
كة أيسرهن مئونة بـر النساء أعظم
157
Jalur ’Affan.
بـركة أيسره مؤنة النكاح إن أعظم Terlihat bahwasanya sebenarnya hadis ini diriwayatkan dengan bil lafzi, karena
tidak terdapat perbedaan lafal antara kedua jalur tersebut. Yang membedakan adalah
adanya penambahan kata ها yang merupakan idraj (penambahan). Hal ini sama ,وتـيسري رمح
juga yang terjadi pada hadis kedua yang menyatakan adanya idraj, Yang artinya bukan
dari Nabi> saw. Oleh karena diriwayatkan oleh satu muh}arrij saja maka matan hadis
tersebut dipandang tidak terlalu kuat. Untuk lebih meyakinkan lagi dapat di buktikan
kembali apakah matan hadis tersebut tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat,
yakni Al-Qur’an dan hadis mutawatir.
Pada sisi lain, susunan bah}asanya tidak rancu, mudah dipahami dan tidak
menunjukkan ciri-ciri hadis maudhu’. Selanjutnya, matan hadis tersebut tidak
bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an, serta tidak bertentangan dengan hadis
mutawatir. seperti perintah untuk selalu memudahkan urusan agama dan tidak
mempersulit seperti hadis riwayat Bukhari> berikut ini :
ثـنا عمر بن علي عن معن بن حممد الغفاري عن ثـنا عبد السالم بن مطهر قال حد سعيد بن أيب حدين سعيد المقربي عن أيب ين يسر ولن يشاد الد هريـرةعن النيب صلى الله عليه وسلم قال إن الد
دوا وقاربوا وأبشروا واستعينوا بالغدوة والروحة وشيء من الدجل 191ة أحد إال غلبه فسدArtinya :
Telah menceritakan kepada kami Abdus Salam bin Muthahhar berkata, telah menceritakan kepada kami Umar bin Ali dari Ma'an bin Muhammad Al Ghifari dari Sa'id bin Abu> Sa'id Al Maqburi dari Abu> Hurairah bahwa Nabi> saw. bersabda "Sesungguhnya agama itu mudah dan tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit). Maka berlakulah lurus kalian, mendekatlah (kepada yang benar) dan berilah kabar gembira dan minta tolonglah dengan al-Ghadwah (berangkat di awal pagi) dan ar-ruhah (berangkat setelah zhuhur) dan sesuatu dari ad-duljah ((berangkat di waktu malam)."
191Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz I, kitab iman hadis ke 32, h. 168..
158
Dapat dilihat ternyata ke dua hadis tersebut tidak bertentangan dengan hadis
s}ah}ih}, seperti perintah memudahkan mahar sebagaimana tersebut di atas, Demikian pula
tidak ditemukan di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu,
seperti redaksinya rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam,
namun karena adanya perbedaan matan yang di indikasikan berasal dari periwayatan
Usamah bin Zaid pada hadis pertama dan pada hadis ke dua terdapat nama Isa bin Maimun
yang dinilai oleh para kritikus tidak dhabi>t dan d}a’i>f. Demikian pula dari segi logika,
matan hadis tersebut tidak bertentangan dengan akal sehat. Bertolak dari kajian di atas,
maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut berkualitas maqbul. Mengingat sanad
dan matannya sama-sama mengalami sedikit masalah, maka hadis yang bersangkutan
memiliki kualitas h}asan lighairihi pada hadis pertama. Sedangkan pada hadis yang kedua
dinyatakan d}a’i>f.
b. Memberi Mahar Yang Pantas
Berdasarkan kritik sanad menunjukkan bahwa sanad Abu> Da>ud melalui Ah}mad
bin H}anbal bin Amradalah berkualitas s}ah}ih}. Kes}ah}ih}an sanad yang diteliti dapat
mewakili sanad dari tiga mukharrij lainnya. Oleh karena itu, kegiatan kritik terhadap
matan hadis-hadis yang terkait dengan masalah tersebut di atas dapat dilakukan .
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Terdapat matan riwayat Bukhari>> berbunyi,
ماهلا ومجاهلا فـرييد تشركه يف ماله ويـعجبه فـقالت يا ابن أخيت هذه اليتيمة تكون يف حجر وليـها { يـها أن يـتـزوجها بغري أن يـقسط يف صداقها فـيـعطيـها مثل ما يـعطيها غيـره فـنـهوول
دىن من يريد أن يـتـزوجها بأ فـيـرغب يف ماهلا ومجاهلاقالت يا ابن أخيت اليتيمة تكون يف حجر وليـها سنة صداقها
159
أن يـتـزوجها بأدىن من سنة نسائها فـيـرغب يف مجاهلا وماهلا ويريد قالت هي اليتيمة يف حجر وليـها داق فـنـهوا عن نكاحهن إال أن يـقسطوا هلن يف إكمال الص
أن يـنتقص فـيـرغب يف مجاهلا وماهلا ويريد وليـها حجر قالت يا ابن أخيت هذه اليتيمة تكون يف صداقـها
Terdapat matan riwayat Musli>m, Abu> Da>ud dan An-Nasa>’i yang berbunyi :
وليـها أن وليـها تشاركه يف ماله فـيـعجبه ماهلا ومجاهلا فـرييد يا ابن أخيت هي اليتيمة تكون يف حجر يـتـزوجها بغري أن يـقسط يف صداقها
Mencermati berbagai redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan terjadinya
perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh adanya periwayatan secara makna.
Bukan karena periwayat hadis yang bersangkutan mengalami kesalahan dan bukan pula
akibat adanya tanawwu’. Alasannya, seluruh periwayat yang terdapat dalam sanad yang
menjadi objek penelitian dan sanad-sanad lainnya, ternyata, masing-masing dari mereka
itu bersifat tsiqat.
Di samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni
Al-Qur’an. Hadis ini menjadi bayan tafsir atas surat An-Nisa>’/4 : 3 yang menjelaskan
tentang bagaimana seharusnya menikahi anak yatim. Demikian pula tidak ditemukan di
dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti redaksinya
rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan demikian,
matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Bertolak dari argumen-argumen diatas, maka telah memenuhi syarat apabila matan
hadis riwayat Abu> Da>ud melalui Ah}mad bin H}anbal dinyatakan bebas dari sya>z dan illah.
Itu berarti, bahwa kaidah kes}ah}ih}an matan hadis terpenuhi. Oleh karena sanadnya s}ah}ih}
dan matannya pun s}ah}ih}, maka dapat dinyatakan bahwa hadis tersebut adalah berkualitas
hadis s}ah}ih }lizatihi. Itu berarti bahwa tingkat akurasi dan status kehujjahannya dapat
dipertanggung jawabkan.
160
c. Tidak Boleh Menikah Tanpa Mahar (Nikah Syighar)
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Terdapat matan riwayat Bukh}ari>, Abu> Da>ud dan Ad-Da>rimi>> berbunyi :
غار قال يـنكح ابـنة الرجل ويـنكحه ابـنته بغري صداق نـهى غارقـلت لنافع ما الش .عن الشBukh}ari> dan Musli>m, T}urmuz\i>>, An-Nasa>’i dan imam Ma>lik berbunyi :
غار غار والش أن يـزوج الرجل ابـنته على أن يـزوجه اآلخر ابـنته ليس بـيـنـهما صداق نـهى عن الش
Matan riwayat Ibnu> Ma>jah :
غار غار والش يـقول الرجل للرجل زوجين ابـنتك أو أختك على أن أزوجك ابـنيت أو أخيت أن عن الشنـهما صداق وليس بـيـ
Matan riwayat Ah}mad bin H}anbal :
غارقال قـلت لنافع غار قال يـزوج الرج نـهى عن الش ل ابـنته ويـتـزوج ابـنته ويـزوج الرجل أخته ما الش ويـتـزوج أخته بغري صداق
Memperhatikan berbagai redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan terjadinya
perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh adanya periwayatan secara makna.
Bukan karena periwayat hadis yang bersangkutan mengalami kesalahan dan bukan pula
akibat adanya tanawwu’. Alasannya, seluruh periwayat yang terdapat dalam sanad yang
menjadi objek penelitian dan sanad-sanad lainnya, ternyata, masing-masing dari mereka
itu bersifat tsiqat.
Di samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat,
malah mendukung akan kebenaran Al-Qur’an itu sendiri seperti di jelaskan di dalam QS.
An-nisa/4 : 4 yang mewajibkan untuk memberikan mahar. Demikian pula tidak ditemukan
di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti redaksinya
161
rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan demikian, matan
hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad dan matannya sama-sama s}ah}ih}, maka hadis yang
bersangkutan memiliki kualitas s}ah}ih }lizatihi. Itu berarti, tingkat akurasi dan status
kehujjahan dapat dipertanggung jawabkan.
d. Mahar Yang Dapat Dihutang
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Hadis yang pertama menjelaskan tentang pendapat Ibnu Mas’ud riwayat Abu>
Dawud.
ها ومل يدخل هبا ومل يـفرض هلا الصداق فـقال هلا الصداق يف رجل تـزوج امرأة فمات عنـ أشهدكم أين أعطيتـها من صداقها أفرض هلا صداقا ومل أعطها شيئا وإين ومل زوجين فالنة
Matan riwayat T}urmuz\i>>, An-Nasa>’i dan Ah}mad bin H}anbal berbunyi : يـفرض هلا صداقاومل أنه سئل عن رجل تـزوج امرأة
تـويف قـبل أن يدخل هبايف رجل تـزوج امرأة ومل يـفرض هلا فـ ومل يـفرض هلا قال هلا الصداق خل هبا يف رجل تـزوج امرأة فمات ومل يد
Matan riwayat Ibnu> Ma>jah berbunyi :
هاعن رجل تـزوج امرأة فمات ومل يـفرض هلاومل يدخل هبا عنـMatan riwayat Ah}mad bin H}anbal berbunyi :
ومل يكن مسى هلا صداقاعن رجل تـزوج امرأة ها ومل يـفرض هلا صداقايف امرأة تـزوجها رجل مث مات عنـ
ها ومل يـفرض هلافم يف رجل تـزوج امرأة ات عنـ
162
Matan riwayat Ad-Da>rimi>> berbunyi:
ها قال فيها هلا صداق يف رجل تـزوج امرأة ومل يكن فـرض هلا شيئا ومل يدخل هبا ومات عنـHadis yang kedua menjelaskan tentang jawaban Rasul atas persoalan yang sama.
Hadis riwayat Ah}mad.
ئر فأسن تـزوج رجل منا امرأة من بين رؤاس يـقال هلا بروع بنت واشق فخرج خمرجا فدخل يف ب فمات ومل يـفرض هلا صداقا فأتـوا
Memperhatikan berbagai redaksi matan pada hadis pertama di atas, maka dapat
dinyatakan terjadinya perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh adanya
periwayatan secara makna. Bukan karena periwayat hadis yang bersangkutan mengalami
kesalahan dan bukan pula akibat adanya tanawwu. Sedangkan pada hadis yang kedua
karena diriwayatkan secara ah}ad maka diyakini hadis ini menjelaskan hadis secara lafads.
Di samping itu , matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni
Al-Qur’an yang dijelaskan didalam QS An-Nisa’/4 : 24.
Terjemahnya : Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu ) sebagai ketetapan-nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu ) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.192
192Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 136.
163
Demikian pula tidak ditemukan di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda
matan hadis palsu, seperti redaksinya rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok
ajaran Islam. dengan demikian, matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad dan matannya sama-sama s}ah}ih}, maka hadis yang
bersangkutan memiliki kualitas s}ah}ih}. Itu berarti tingkat akurasi dan status kehujjahan
dapat dipertanggung jawabkan.
e. Mahar Istri-Istri Rasulullah saw.
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak tidak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya.
Semua matan riwayat Musli>m, Ibnu> Ma>jah, Ah}mad bin H}anbal dan Ad-Da>rimi>
berbunyi sama:
ا قالت كان صداقه ألزواجه ثنيت عشرة أوقية ونشMemperhatikan redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan terjadinya
persamaan lafads semata-mata disebabkan oleh adanya periwayatan secara lafdzi. Di
samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, malah
mendukung akan kebenaran Al-Qur’an itu sendiri seperti di jelaskan di dalam QS. An-
Nisa>’/4 : 4 yang mewajibkan untuk memberikan mahar. Demikian pula tidak ditemukan di
dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti redaksinya
rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan demikian,
matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad dan matannya sama-sama s}ah}ih}, maka hadis yang
bersangkutan memiliki kualitas s}ah}ih} lizatih. Itu berarti, tingkat akurasi dan status
kehujjahan dapat dipertanggung jawabkan.
164
f. Mahar Yang Tidak Berubah Walaupun Berbeda Agama
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Terdapat matan riwayat T}urmuz\i>>, berbunyi :
رد ابـنته زيـنب على أيب العاصي بن الربيع مبهر جديد ونكاح جديد بـعد ست سنني بالنكاح رد النيب صلى الله عليه وسلم ابـنته زيـنب على أيب العاصي بن الربيع قال األول
فـقال يا رسول أن رجال جاء مسلما على عهد النيب صلى الله عليه وسلم مث جاءت امرأته مسلمة ها عليه الله إنـها كانت أسلمت معي فـردها علي فـرد
Kemudian hadis riwayat Abu> Da>ud, Ah}mad bin H}anbal terdapat matan berbunyi :
لنكاح رد ابـنته زيـنب على أيب العاص بن الربيع وكان إسالمها قـبل إسالمه بست سنني على ا األول
Matan riwayat Ah}mad bin H}anbal yang lain dari di atas berbunyi :
رد ابـنته زيـنب على أيب العاص زوجها بنكاحها األول رد ابـنته إىل أيب العاص مبهر جديد ونكاح جديد
Memperhatikan berbagai redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan terjadinya
perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh adanya periwayatan secara makna.
Kemudian akibat adanya tanawwu seperti Antara riwayat Ibnu> Abbas dengan Abdullah
bin 'Amru bin Al'Ash bin Wa'il, dari kedua riwayat tersebut terjadi perbedaan teks hadis
dan ternyata setelah diteliti matan yang diriwayatkan oleh Ibnu> Abbas lebih bagus dari
pada riwayat Abdullah bin 'Amru yang dinyatakan oleh T}urmuz\i>> terdapat cela, begitu juga
dalam hadis yang lain. Para ulama mengamalkan hadis ini. Bahwa jika seorang wanita
masuk Islam sebelum suaminya, lantas suaminya masuk Islam dan istrinya masih dalam
165
masa iddah, maka suaminya lebih berhak untuk ruju' dengannya. Ini juga merupakan
pendapat Ma>lik bin Anas, Al-Auza'i, Syafi’i, Ah}mad bin H}anbal dan Ish}aq.193
Di samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni
Al-Qur’an yang dijelaskan di dalam QS An-Nisa’/4 : 24. Ditemukan juga redaksinya yang
rancu, seperti dalam riwayat imam T}urmuz\i>> dikatakan :
ابـنته زيـنب على أيب العاصي بن الربيع مبهر جديد ونكاح جديد رد Dikatakan bahwasanya Rasulullah saw. mengembalikan putrinya, Zainab kepada
suaminya Abu> Al 'Ash bin Rabi>‘ dengan mahar dan nikah yang baru. Dan bertentangan
dengan matan hadis yang masih diriwayatkan oleh T}urmuz\i>> sendiri.
اابـنته زيـنب على أيب العاصي بن الربيع بـعد ست سنني بالنكاح األول ومل حيدث نكاح Dikatakan pada matan hadis di atas bahwasanya Nabi> saw. mengembalikan
putrinya Zainab kepada suaminya Abu> Al-Ash bin Ar Rabi>‘ setelah berlalu enam tahun
dengan nikah yang pertama tanpa memperbaruinya.
Jelas terjadi perbedaan makna yang jauh berbeda maka dengan adanya bukti di atas
maka matan hadis tersebut terdapat sya>z dan illah. Maka berdasar dari kajian di atas, maka
dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut berkualitas d}a’i>f. Mengingat sanad dan
matannya bermasalah, maka hadis yang bersangkutan memiliki kualitas d}a’i>f. Itu berarti,
tingkat akurasi dan status kehujjahan belum dapat dipertanggung jawabkan.
g. Mahar Dengan Memerdekakan Budak
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampakadanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Seperti berikut ini :
193Abu>> Isa Muhammad bin Isa al-T}urmuz\i>, Sunan al-T}urmuz\i>, Juz. II, bab nikah,hadis ke 64, nomor 1142, h. 252.
166
Matan riwayat Bukhari>>, berbunyi:
قها صداقـها مث صارت إىل النيب صلى الله عليه وسلم فجعل عتـ ألنس ما أصدقـها فحرك ثابت رأسه تصديقا له
ها حبيس أعتق صفية وتـزوجها وجعل عتـقها صداقـها وأومل عليـ أعتق صفية وجعل عتـقها صداقـها
Matan riwayat Musli>m, An-Nasa>’i berbunyi :
فـقال له ثابت يا أبا محزة ما أصدقـها قال نـفسها أعتـقها وتـزوجها
Matan riwayat Musli>m, Abu> Da>ud, T}urmuz\i>>, berbunyi :
النيب صلى الله عليه وسلم أنه أعتق صفية وجعل عتـقها صداقـهاMatan riwayat An-Nasa>’i berbunyi :
أعتق صفية وجعله صداقـهاMatan riwayat Ibnu> Ma>jah berbunyi :
فية وجعل عتـقها صداقـها وتـزوجهاأعتق ص Matan riwayat Ah}mad bin H}anbal berbunyi:
ما أمهرها فـقال لك أنس أمهرها نـفسها فضحك ثابت وقال نـعم أعتق صفية بنت حيي وجعل عتـقها صداقـها
تق صفية وجعل عتـقها صداقـها أو مهرهاأع Memperhatikan redaksi yang berbeda-beda dari setiap matan di atas, maka dapat
dinyatakan terjadinya perbedaan lafads semata-mata disebabkan oleh adanya periwayatan
secara makna (bil ma’na). Kemudian adanya tanawwu seperti Antara matan berikut :
قها صداقـها مث صارت إىل النيب صلى الله عليه وسلم فجعل عتـDikatakan berdasarkan data hadis menunjukkan bahwasanya matan hadis ini
menjelaskan tentang asbabu>l wurud atas peristiwa munculnya hadis. Sedangkan pada
matan lain :
167
أعتق صفية وجعل عتـقها صداقـهاHanya menjelaskan secara makna atas apa yang telah dilaksanakan oleh
Rasullullah saw. ketika menikahi seorang budak. Di samping itu, matan hadis tidak
bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, malah mendukung akan kebenaran Al-Qur’an
itu sendiri seperti dijelaskan di dalam QS. An-nisa/4 : 25 dan QS. An-Nu>r/24 : 33, yang
membolehkan menikahi budak dan memberikan mahar yang pantas. Demikian pula tidak
ditemukan di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti
redaksinya rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan
demikian, matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad dan matannya sama-sama s}ah}ih}, maka hadis yang
bersangkutan memiliki kualitas s}ah}ih} lizatih. Itu berarti, tingkat akurasi dan status
kehujjahan dapat dipertanggungjawabkan.
h. Mahar Putri-Putri Rasulullah saw.
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan
tersebut yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Terdapat matan riwayat Abu> Da>ud, An-Nasa>’i, Ibnu> Ma>jah, Ah}mad bin H}anbal
dan Ad-Da>rimi> berbunyi :
. من نسائه وال أصدقت امرأة من بـناته أكثـر من ثنيت عشرة أوقية امرأة Kemudian matan hadis riwayat T}urmuz\i>> berbunyi :
من نسائه وال أنكح شيئا من بـناته على أكثـر من ثنيت عشرة أوقية نكح شيئا Matan hadis riwayat Ah}mad bin H}anbal:
اثـنيت عشرة وقية من بـناته وال نسائه فـوق ما أنكح شيئا
168
Memperhatikan berbagai redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan terjadinya
perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh adanya periwayatan secara makna.
Bukan karena periwayat hadis yang bersangkutan mengalami kesalahan dan bukan pula
akibat adanya tanawwu. Alasannya, seluruh periwayat yang terdapat dalam sanad yang
menjadi objek penelitian dan sanad-sanad lainnya, ternyata, masing-masing dari mereka
itu bersifat tsiqat.
Di samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni
Al-Qur’an yang dijelaskan di dalam QS An-Nisa’/4: 4. Demikian pula tidak ditemukan di
dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti redaksinya
rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan demikian, matan
hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad dan matannya sama-sama s}ah}ih}, maka hadis yang
bersangkutan memiliki kualitas s}ah}ih} lizatih. Itu berarti, tingkat akurasi dan status
kehujjahan dapat dipertanggung jawabkan.
i. Mahar Dari Hal Yang Dilarang
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Terdapat matan riwayat Bukhari>>, Musli>m, Abu> Da>ud, T}urmuz\i>>, An-Nasa>’i, Ibnu>
Ma>jah, Ah}mad bin H}anbal imam Ma>lik dan Ad-Da>rimi> yang berbunyi :
ومهر البغي وحلوان الكاهن مثن الكلب عن Kemudian matan lain hadis riwayat Bukhari>> berbunyi :
وحلوان الكاهن ومهر البغي عن مثن الكلب
169
Kemudian matan hadis riwayat Musli>m berbunyi :
ومهر البغي خبيث مثن الكلب Matan hadis riwayat Ah}mad bin H}anbal :
اخلمر ومهر البغي ومثن الكلب عن مثن الكلب ومهر البغي وعسب الفحل عن مثن
Memperhatikan berbagai redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan
bahwasanya hadis diriwayatkan secara makna, dikarenakan mayoritas mukharrij menerima
materi matan yang sama dan hanya sedikit terjadi perbedaan.
Di samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni
QS. Al-Ma>idah/5 : 4, yang mengharamkan daging babi, bangkai jadi jika Allah sudah
mengharamkan sesuatu, maka dia juga pasti mengharamkan hasil penjualannya. Seperti
menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai,
minuman keras, babi, patung. Barangsiapa yang menjual bangkai, maksudnya daging
hewan yang tidak disembelih dengan cara yang syar’i, ini berarti ia telah menjual bangkai
dan memakan hasil yang haram. Demikian pula tidak ditemukan di dalam matan tersebut
sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti redaksinya rancu dan isinya
bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan demikian, matan hadis tersebut
terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad dan matannya sama-sama s}ah}ih}, maka hadis yang
bersangkutan memiliki kualitas s}ah}ih }lizatihi. Itu berarti, tingkat akurasi dan status
kehujjahan dapat dipertanggung jawabkan.
170
j. Mahar Berupa Sepasang Sandal
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Terdapat matan riwayat T}urmuz\i>>, yang berbunyi
ت من نـفسك امرأة من بين فـزارة تـزوجت على نـعلني فـقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أرضي ومالك بنـعلني قالت نـعم
Kemudian matan lain hadis riwayat Ibnu> Ma>jah dan Ah}mad bin H}anbal berbunyi :
أن رجال من بين فـزارة تـزوج على نـعلني فأجاز النيب صلى الله عليه وسلم نكاحه Memperhatikan berbagai redaksi matan di atas maka terbagi menjadi dua, seperti
hadis yang diriwayatkan secara lafad padariwayat T}urmuz\i>>. Sedangkan matan hadis dari
dua mukharrij lainya menerima matan secara makna, dikarenakan matan hadis tidak
menjelaskan asbabu>l wurud hadis tersebut.
Di samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni
Al-Qur’an dan hadis yang mewajibkan memberikan mahar. Demikian pula tidak
ditemukan di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti
redaksinya rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan
demikian, matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanadnya sedikit mendapat masalah dan sedangkan
matannya sama s}ah}ih}, maka hadis yang bersangkutan memiliki kualitas d}a’i>f. Itu berarti,
tingkat akurasi dan status kehujjahan belum dapat dipertanggung jawabkan.
171
k. Wajib Memberikan Mahar Apabila Sudah Dicampuri
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Terdapat matan riwayat Abu> Da>ud dan Ah}mad bin H}anbal yang berbunyi:
ا امرأة نكحت مرات فإن دخل هبا فالمهر هلا مبا أصاب بغري إذن مواليها فنكاحها باطل ثالث أميها فإن تشاجروا فالسلطان ويل من ال ويل له منـ
Kemudian matan lain hadis riwayat T}urmuz\i>> berbunyi :
ا امرأة نكحت فإن دخل هبا فـلها بغري إذن وليـها فنكاحها باطل فنكاحها باطل فنكاحها باطل أمي المهر مبا استحل من فـرجها فإن اشتجروا فالسلطان ويل من ال ويل له
Kemudian matan lain hadis riwayat Ibnu> Ma>jah berbunyi :
ا امرأة مل يـنكحها فإن أصابـها فـلها مهرها طل فنكاحها باطل فنكاحها باطل الويل فنكاحها باأميها فإن اشتجروا فالسلطان ويل من ال ويل له مبا أصاب منـ
Kemudian matan lain hadis riwayat Ah}mad bin H}anbal berbunyi :
ا امرأة أن ها فإن اشتجروا بغري إذن مواليها فنكاحها باطل ثالثاكحت أمي وهلا مهرها مبا أصاب منـلطان ويل من ال ويل له فإن الس
Matan hadis riwayat Ad-Da>rimi> berbunyi :
ا امرأة نكحت فإن اشتجروا قال إذن وليـها فنكاحها باطل فنكاحها باطل فنكاحها باطل بغري أميهر مبا استحل أبو عاصم وقال مرة فإن تشاجروا فالسلطان ويل من ال ويل له فإن أصابـها فـلها الم
فـرجها قال أبو عاصم أماله علي سنة ست وأربعني ومائة من Memperhatikan berbagai redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan terjadinya
perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh adanya periwayatan secara makna.
Bukan karena periwayat hadis yang bersangkutan mengalami kesalahan dan bukan pula
akibat adanya tanawwu. Alasannya, seluruh periwayat yang terdapat dalam sanad yang
172
menjadi objek penelitian dan sanad-sanad lainnya, ternyata, masing-masing dari mereka
itu bersifat tsiqat.
Di samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni
QS. An-Nisa>’/4 : 24 dan hadis yang mewajibkan memberikan mahar. Tidak ditemukan di
dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti redaksinya
rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan demikian, matan
hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad bersifat h}asan maka hadis yang bersangkutan memiliki
kualitas s}ah}ih lig}}{}airihi. Itu berarti, tingkat akurasi dan status kehujjahan dapat
dipertanggung jawabkan.
l. Mahar Dengan Jaminan Masuk Islam
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Terdapat matan riwayat An-Nasa>’i yang berbunyi:
يـرد ولكنك رجل كافر وأنا امرأة مسلمة وال حيل يل أن أتـزوجك فإن والله ما مثـلك يا أبا طلحة تسلم فذاك مهري
سالم أبو طلحة نـهما اإل أم سليم فكان صداق ما بـيـMemperhatikan berbagai redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan terjadinya
perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh adanya periwayatan secara makna.
Bukan karena periwayat hadis yang bersangkutan mengalami kesalahan dan bukan pula
akibat adanya tanawwu. Alasannya, seluruh periwayat yang terdapat dalam sanad yang
menjadi objek penelitian dan sanad-sanad lainnya, ternyata, masing-masing dari mereka
itu bersifat tsiqat.
173
Di samping itu , matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, juga
tidak ditemukan di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu,
seperti redaksinya rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam.
dengan demikian, matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad bersifat s}ah}ih} (mawqu>f dari sahabat) maka hadis yang
bersangkutan memiliki kualitas s}ah}ih}. Itu berarti, tingkat akurasi dan status kehujjahan
dapat dipertanggung jawabkan.
m. Mahar Dengan Hafalan Al-Qur’an
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Hadis riwayat Bukhari> berbunyi :
رجل زوجنيها إن مل تكن لك هبا حاجة قال هل عندك فـقامت طويال فـقال إين وهبت من نـفسي من شيء تصدقـها
Riwayat Abu> da>ud, Ah}mad dan imam Ma>lik berbunyi :
فـقال يا ما طويال فـقام رجل لك فـقامت قياجاءته امرأة فـقالت يا رسول الله إين قد وهبت نـفسي ل عندك من رسول الله زوجنيها إن مل يكن لك هبا حاجة فـقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ه
شيء تصدقـهاRiwayat T}urmuz\i>> berbunyi :
يا رسول الله فـزوجنيها إن مل لك فـقامت طويال فـقال رجل الت إين وهبت نـفسي جاءته امرأة فـق تكن لك هبا حاجة فـقال هل عندك من شيء تصدقـها
Memperhatikan berbagai redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan terjadinya
perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh adanya periwayatan secara makna.
Bukan karena periwayat hadis yang bersangkutan mengalami kesalahan dan bukan pula
174
akibat adanya tanawwu. Alasannya, seluruh periwayat yang terdapat dalam sanad yang
menjadi objek penelitian dan sanad-sanad lainnya, ternyata, masing-masing dari mereka
itu bersifat tsiqat.
Di samping itu , matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni
Al-Qur’an dan hadis yang mewajibkan memberikan mahar. Demikian pula tidak
ditemukan di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti
redaksinya rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. Dengan
demikian, matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Itu berarti, tingkat akurasi dan status kehujjahan dapat dipertanggung
jawabkan.
n. Mahar Dengan Tepung Gandum dan Kurma
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak tidak ada mukharrij lain yang
meriwayatkan redaksi dan kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya.
Matan yang ada hanya dari periwayatan Abu> Da>ud.
من أعطى يف صداق امرأة ملء كفيه سويقا أو مترا فـقد استحل Memperhatikan redaksi matan di atas dan tidak ada matan lain yang membantu,
maka dapat dinyatakan bahwa hadis ini diriwayatan secara lafdzi. Di samping itu, matan
hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni Al-Qur’an dan hadis yang
mewajibkan memberikan mahar. Demikian pula tidak ditemukan di dalam matan tersebut
sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti redaksinya rancu dan isinya
bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan demikian, matan hadis tersebut
terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Karena sanad hadis ini berkualias d}a’i>f di tambah dengan periwayatan
175
hadis yang hanya satu jalur (ah}ad). maka itu berarti secara keseluruhan hukum hadis ini
adalah d}a’i>f, tingkat akurasi dan status kehujjahan belum dapat dipertanggung jawabkan.
o. Bentuk Pernikahan Jahiliyah
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak tidak ada perbedaan redaksi antara
matan yang satu dengan matan yang lainnya. Bukhari>> dan Abu> Da>ud meriwayatkan
dengan matan sama yaitu :
ها نكاح الناس اليـوم خيطب الر جل إىل الرجل أن النكاح كان يف اجلاهلية على أربـعة أحناء فكان منـ فـيصدقـها وليته
Memperhatikan redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa ini adalah
periwayatan secara lafadz. Di samping itu, matan hadis ini mencoba menjelaskan dan
mengskemakan atas apa yang terjadi pada masa jahiliyah. Demikian pula tidak ditemukan
di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti redaksinya
rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan demikian, matan
hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad bersifat s}ah}ih }juga maka hadis yang bersangkutan
memiliki kualitas s}ah}ih}. Itu berarti, tingkat akurasi dan status kehujjahan dapat
dipertanggung jawabkan.
p. Mahar Hak Istri
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Riwayat Abu> Da>ud, An-Nasa>’i dan Ah}mad berbunyi :
ا امرأة نكحت على صداق ة قـبل عصمة النكاح فـهو هلا أمي أو حباء أو عد
176
Riwayat ibnu> Ma>jah berbunyi :
أو حباء أو هبة قـبل عصمة النكاح فـهو هلا ما كان من صداق Matan hadis yang lain tentang mahar hak istri :
Riwayat Ibnu> Ma>jah berbunyi :
فدعا اجلارية فسأهلا فـقالت بـلى قد كنت عذراء فأمر هبما فـتالعنا وأعطاها المهرRiwayat Ah}mad berbunyi :
فـتالعنا وأعطاها المهر ه عليه وسلم فأمر هبما رسول الله صلى الل Memperhatikan ke dua bentuk redaksi matan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa mukharrij menerima hadis secara makna, terjadinya perbedaan tersebut disebabkan
oleh adanya periwayatan secara makna. Bukan karena periwayat hadis yang bersangkutan
mengalami kesalahan dan bukan pula akibat adanya tanawwu. Alasannya, seluruh
periwayat yang terdapat dalam sanad yang menjadi objek penelitian dan sanad-sanad
lainnya, ternyata, masing-masing dari mereka itu bersifat tsiqat.
Di samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni
Al-Qur’an dan hadis yang mewajibkan memberikan mahar. Demikian pula tidak
ditemukan di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti
redaksinya rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan
demikian, matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa kedua bentuk matan
hadis tersebut berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad kedua hadis tersebut bersifat d}a’i>f maka
hadis yang bersangkutan memiliki kualitas d}a’i>f. Akan tetapi dalam periwayatan An-
Nasa’i setelah diteliti sanad hadis ini bersifat h}asan maka itu berarti, secara keseluruhan
hadis ini menjadi h}asan ligairihi, tingkat akurasi dan status kehujjahan masih dapat
dipertanggung jawabkan.
177
q. Mahar Berupa Emas
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan
tersebut yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Riwayat Bukhari> dan Ah}mad :
قال وزن نـواة من ذهب كم أصدقـتـها Riwayat Muslim :
فـقلت نـواة كم أصدقـتـها Riwayat Abu> Da>ud, Ahmad, An-Nasa>’i :
ما أصدقـتـها قال وزن نـواة من ذهب قال أومل ولو بشاة Riwayat Turmudz}i :>
أصدقـتـها قال نـواة ما قال ف Riwayat Ah}mad bin H}anbal:
قال نـواة من ذهب ما أصدقـتـها Memperhatikan berbagai redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan terjadinya
perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh adanya periwayatan secara makna.
Bukan karena periwayat hadis yang bersangkutan mengalami kesalahan dan bukan pula
akibat adanya tanawwu. Alasannya, seluruh periwayat yang terdapat dalam sanad yang
menjadi objek penelitian dan sanad-sanad lainnya, ternyata, masing-masing dari mereka
itu bersifat tsiqat.
Di samping itu , matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, malah
mendukung akan kebenaran Al-Qur’an itu sendiri seperti dijelaskan di dalam QS. An-
Nisa/4 : 4 yang mewajibkan untuk memberikan mahar. Demikian pula tidak ditemukan di
dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti redaksinya
178
rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan demikian, matan
hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad dan matannya sama-sama s}ah}ih}, maka hadis yang
bersangkutan memiliki kualitas s}ah}ih} lizatihi. Itu berarti, tingkat akurasi dan status
kehujjahan dapat dipertanggung jawabkan.
r. Wanita Yang Dipaksa Berzina
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan
tersebut yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Matan riwayat T}urmuz\i>> dan Ibnu> Ma>jah,
الذي أصابـها ومل يذكر أنه جعل هلا مهرا احلد وأقامه علىMatan riwayat Ah}mad bin H}anbal,
ها احلد يذكر أنه جعل هلا مهر وأقامه على الذي أصابـها ومل فدرأ عنـMemperhatikan berbagai redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan terjadinya
perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh adanya penambahan pada awal matan
dan dalam tidak merusak maksud dari hadis maka dapat disimpulkan mayoritas mukharrij
menerima matan secara makna.
Di samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat,
Demikian pula tidak ditemukan di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan
hadis palsu, seperti redaksinya rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran
Islam. dengan demikian, matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanadnya d}a’i>f, maka hadis yang bersangkutan berkualitas
179
d}a’i>f. Itu berarti, tingkat akurasi dan status kehujjahan belum dapat dipertanggung
jawabkan.
s. Mahar Yang Dapat Diminta Suami
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Riwayat Abu> Da>ud berbunyi :
أصدقـتـها ثابتا فـقال خذ بـعض ماهلا وفارقـها فـقال ويصلح ذلك يا رسول الله قال نـعم قال فإين ا بيدها فـقال النيب صلى الله عليه وسلم خذمها وفارقـها فـفعل حديقتـني ومه
Riwayat Ah}mad bin H}anbal :
الله صلى الله ول فـقالت يا رسول الله إين ألراه فـلوال خمافة الله عز وجل لبـزقت يف وجهه فـقال رس عليه وسلم أتـردين عليه حديقته اليت أصدقك قالت نـعم
Memperhatikan berbagai redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan terjadi
perbedaan disebabkan adanya tanawu’, pada matan hadis riwayat Abu> Da>ud dijelaskan
bahwa Habi>bah sementara mengadu kepada Nabi> Muhammad Saw, sedangkan untuk
riwayat Ah}mad bin H}anbal adalah setelah menerima laporan dari Habi>bah Rasulullah saw.
langsung menemui Tsabi>t menyampaikan permasalahan yang terjadi. akan tetapi secara
keseluruhan matan hadis tersebut diriwayatan secara lafdzi.
Di samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat,
malah mendukung akan kebenaran Al-Qur’an itu sendiri seperti di jelaskan di dalam QS.
al-Baqarah/2 : 229.
180
Terjemahnya : Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itu lah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itu lah orang-orang yang zalim.194
Demikian pula tidak ditemukan di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda
matan hadis palsu, seperti redaksinya rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok
ajaran Islam. dengan demikian, matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanadnya d}a’i>f maka hadis yang bersangkutan memiliki
kualitas h}asan lizatihi. Itu berarti, tingkat akurasi dan status kehujjahan masih dapat
dipertanggung jawabkan.
t. Mahar Masa Rasulullah saw.
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Riwayat An-Nasa>’i berbunyi :
الله صلى الله عليه وسلم عشرة أواق قالكان الصداق إذ كان فينا رسول Riwayat Ah}mad bin H}anbal :
وطبق بيديه وذلك أربع لله عليه وسلم عشر أواق قالكان صداقـنا إذ كان فينا رسول الله صلى ا مائة
Memperhatikan berbagai redaksi matan di atas, maka dapat dinyatakan terjadinya
perbedaan tersebut dikarenakan adanya penambahan kata pada matan riwayat Ah}mad bin
H}anbal, akan tetapi tidak mengurangi atau merusak maksud dari hadis tersebut. Secara
194Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 136.
181
keseluruhan periwayatan matan hadis ini adalah dengan makna disebabkan Abu> Hurairah
menjelaskan bukan dari perkataan Nabi> melainkan dari Taqrir.
Di samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni
Al-Qur’an yang dijelaskan di dalam QS An-Nisa’/4 : 24. Demikian pula tidak ditemukan
di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti redaksinya
rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan demikian,
matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa matan hadis tersebut
berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad dan matannya sama-sama s}ah}ih}, maka hadis yang
bersangkutan memiliki kualitas s}ah}ih} lizatih. Itu berarti, tingkat akurasi dan status
kehujjahan dapat dipertanggung jawabkan.
u. Mahar Dengan Kain.
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan
tersebut yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Riwayat Bukharidan Ah}mad berbunyi :
لنا أن نـنكح المرأة بالثـوب رخص وليس لنا شيء فـقلنا أال نستخصي فـنـهانا عن ذلك مث Riwayat Bukhari> :
لنا بـعد ذلك أن نـتـزوج المرأة بالثـوب وليس معنا نساء فـقلنا أال خنتصي فـنـهانا عن ذلك فـرخص Riwayat Muslim :
أن نـنكح المرأة بالثـوب فـقلنا أال نستخصي فـنـهانا عن ذلك مث رخص لنا ليس لنا نساء لنا بـعد يف أن نـتـزوج المرأة وليس لنا نساء فـقلنا يا رسول الله أال نستخصي فـنـهانا عنه مث رخص
بالثـوب Riwayat Ah}mad :
يف أن نـنكح المرأة بالثـوب أال نستخصي فـنـهانا مث رخص لنا
182
Memperhatikan berbagai bentuk redaksi matan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa mukharrij menerima hadis secara makna. Di samping itu, matan hadis tidak
bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni Al-Qur’an dan hadis yang mewajibkan
memberikan mahar. Demikian pula tidak ditemukan di dalam matan tersebut sebagaimana
tanda-tanda matan hadis palsu, seperti redaksinya rancu dan isinya bertentangan dengan
tujuan pokok ajaran Islam. dengan demikian, matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan
illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa kedua bentuk matan
hadis tersebut berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad bersifat s}ah}ih }maka hadis yang
bersangkutan memiliki kualitas s}ah}ih} lizatih. Itu berarti, tingkat akurasi dan status
kehujjahan dapat dipertanggung jawabkan.
v. Mahar berupa baju besi
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Riwayat Abu Da>ud :
أعطها شيئا قال ما عندي شيء قال أين درعك احلطمية أعطها درعك فأعطاها درعه مث دخل هبا
Riwayat An-Nasa>’i :
من شيء قال فأين درعك احلطمية عنديأعطها شيئا قـلت ما أعطها شيئا قال ما عندي قال فأين درعك احلطمية
Riwayat Ah}mad bin H}anbal :
عندي هل لك من شيء قـلت ال قال فأين درعك احلطمية اليت أعطيتك يـوم كذا وكذا قال هي قال فأعطها إياه
183
Memperhatikan berbagai ke dua bentuk redaksi matan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa mukharrij menerima hadis secara makna, terjadinya perbedaan
tersebut disebabkan oleh adanya periwayatan secara makna. Bukan karena periwayat hadis
yang bersangkutan mengalami kesalahan dan bukan pula akibat adanya tanawwu.
Alasannya, seluruh periwayat yang terdapat dalam sanad yang menjadi objek penelitian
dan sanad-sanad lainnya, ternyata, masing-masing dari mereka itu bersifat tsiqat.
Di samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni
Al-Qur’an dan hadis yang mewajibkan memberikan mahar. Demikian pula tidak
ditemukan di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu seperti
redaksinya rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan
demikian, matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa kedua bentuk matan
hadis tersebut berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad bersifat s}ah}ih }maka hadis yang
bersangkutan memiliki kualitas s}ah}ih} lizatihi. Itu berarti tingkat akurasi dan status
kehujjahan dapat dipertanggung jawabkan.
w. Status Mahar Akibat Saling Meli’an
Dari beberapa riwayat yang dikutipkan tampak adanya perbedaan redaksi dan
kalimat antara matan yang satu dengan matan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Riwayat Bukhari> :
ها فـهو مبا استحلل ت من فـرجها وإن كنت كذبت قال مايل قال ال مال لك إن كنت صدقت عليـها فذاك أبـعد لك عليـ
Riwayat Muslim :
ها فـهو مبا استحللت من فـرجها وإن كنت كذبت مايل قال ال مال لك إن كنت صدقت عليـها فذاك أبـعد و منـها أبـعد لك عليـ
184
Riwayat Abu> Da>ud, An-Nasa>’i dan Ah}mad dengan matan yang sama :
ه ها فـهو مبا استحللت من فـرجها وإن كنت كذبت عليـ ا قال ال مال لك إن كنت صدقت عليـ فذاك أبـعد لك منـها
Memperhatikan berbagai ke dua bentuk redaksi matan di atas, hampir semua
muh}arrij menerima matan yang sama maka dapat disimpulkan bahwa Mukharrij menerima
hadis secara lafads. ada sedikit terjadi perbedaan pada riwayat Bukhari>>. Dan Musli>m akan
tetapi itu tidak merubah makna hadis. Bukan karena periwayat hadis yang bersangkutan
mengalami kesalahan dan bukan pula akibat adanya tanawwu. Alasannya, seluruh
periwayat yang terdapat dalam sanad yang menjadi objek penelitian dan sanad-sanad
lainnya, ternyata, masing-masing dari mereka itu bersifat tsiqat.
Di samping itu, matan hadis tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni
Al-Qur’an dan hadis yang mewajibkan memberikan mahar. Demikian pula tidak
ditemukan di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda matan hadis palsu, seperti
redaksinya rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. dengan
demikian, matan hadis tersebut terhindar dari sya>zdan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa kedua bentuk matan
hadis tersebut berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad bersifat s}ah}ih}maka hadis yang
bersangkutan memiliki kualitas s}ah}ih} li zatih. Itu berarti, tingkat akurasi dan status
kehujjahan dapat dipertanggungjawabkan.
x. Sebutan Bagi Suami Yang Berniat Tidak Memberikan Mahar.
Hadis ini jika dilihat matannya tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat,
yakni Al-Qur’an dan hadis yang mewajibkan memberikan mahar. Seperti hadis sahih
berikut ini.
185
ثـنا عبد األعلى عن معمر د حد ثـنا مسد ع أبا هريـرة حد عن مهام بن منبه أخي وهب بن منبه أنه مس 195قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مطل الغين ظلم رضي الله عنه يـقول
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami 'Abdul A'la dari Ma'mar dari Hammam bin Munabbih, saudaranya Wahb bin Munabbih bahwa dia mendengar Abu Hurairah ra. berkata; Nabi Muhammad saw. bersabda: "Menunda pembayaran hutang bagi orang kaya adalah kezhaliman".
Demikian pula tidak ditemukan di dalam matan tersebut sebagaimana tanda-tanda
matan hadis palsu, seperti redaksinya rancu dan isinya bertentangan dengan tujuan pokok
ajaran Islam. dengan demikian, matan hadis tersebut terhindar dari sya>z dan illah.
Berdasar dari kajian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa kedua bentuk matan
hadis tersebut berkualitas s}ah}ih}. Mengingat sanad bersifat d}a’i>f }maka hadis yang
bersangkutan memiliki kualitas d}a’i>f , ini karena hadis ini bersifat gari>b. Itu berarti,
tingkat akurasi dan status kehujjahan belum dapat dipertanggungjawabkan.
195Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz III, nomor 2400, bab hutang, h. 97.
186
BAB IV
ANALISIS PEMAKNAAN MAHAR
A. Hakikat Mahar dan Kedudukan Mahar
1. Hakikat Mahar
Perkawinan merupakan suatu kontrak sosial antar seorang laki-laki dan
perempuan untuk hidup bersama tanpa dibatasi oleh waktu tertentu. Dalam Islam,
pemberian mahar merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh seorang laki-laki
yang menyatakan kesediaannya untuk menjadi suami dari seorang perempuan. Untuk
itu melalui Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw. Penulis menguraikan hakikat
dari mahar itu sendiri seperti berikut ini.
Al-Qur’an tidak pernah menyebutkan istilah mahar secara eksplisit sebagai
kewajiban yang harus dibayarkan oleh pria yang hendak menikah. Hanya saja, ada
beberepa isyarat ayat al-Qur’an yang menunjukkan kearah pengertian mahar tersebut
dengan menggunakan kata-kata s}aduqat dan nih}lah. Inilah salah satu bentuk
pembaharuan yang ingin disampaikan al-Qur’an terhadap tradisi Arab pra-Islam.
Sekalipun demikian, kebanyakan Fuqaha masih saja tidak bisa melepaskan diri dari
pengaruh tradisi jahiliyah tersebut.
Mengapa Al-Qur’an menggunakan kata-kata s}aduqat tidak menggunakan
kata-kata mahar dan ini merupakan salah satu ungkapan yang digunakan oleh Allah
dalam al-Qur’an untuk menunjukkan istilah mahar. Kata s}aduqat merupakan jamak
dari kata s}idaq dan merupakan satu rumpun dengan kata shiddiq, s}adaq dan s}adaqah.
Di dalamnya terkandung makna jujur, putih hati, bersih. Dengan demikian arti
s}aduqat dalam konteks ayat tersebut adalah harta yang diberikan dengan hati yang
187
bersih dan suci kepada calon istri yang dinikahi sebagai amal saleh.1 Hal tersebut
adalah sebagai wujud kasih sayang dan ketulusan suami pada istrinya dalam
pernikahan yang memang pantas dan layak diantara kedua suami istri, sehingga jika
istri rela untuk tidak dibayarkan, maka hal itu dibolehkan dengan syarat tidak ada
unsur keterpaksaan. Inilah makna ketulusan dari kata-kata mahar. Kalau dibawakan
dalam konteks Indonesia, ternyata makna mahar dalam pengertian ini mempunyai
korelasi dengan ditemukannya istilah uang jujur sebagai pengganti istilah mahar di
beberapa wilayah Indonesia.
Allah juga menggunakan kata-kata nih}lah. Terdapat perbedaan sejumlah
ulama tentang makna kata ini yang dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama mengartikannya dengan sesuatu yang wajib (fardhu) diberikan
kepada calon istri, diantara ulamanya adalah Imam Qatadah, Ibnu Juraij, dan Abu
Ubaidah. Mereka menafsirkan nih}lah dengan kewajiban, karena nih}lah secara bahasa
artinya adalah agama, ajaran, syari’at dan madzab. Jadi, redaksi arti dari ayat di atas
adalah “dan berikanlah mahar kepada istri-istrimu, karena ia merupakan bagian dari
ajaran agama (kewajiban)”. Konsekuensinya pemaknaan tersebut adalah mahar wajib
diberikan. Pengertian kata-kata nih}lah dengan kewajiban bertujuan supaya cepat
dipahami bahwa mahar memang wajib dibayarkan. Kelompok kedua, al-Kalabi
mengartikannya dengan pemberian atau hibah. Abu> ‘Ubaidah mengartikannya
dengan kebaikan hati. Hal ini dikarenakan bahwasannya nih}lah secara bahasa adalah
pemberian tanpa minta pengganti, sebagaimana halnya seorang bapak memberikan
sejumlah harta terhadap anaknya yang diberikan atas dasar kasih sayang, bukan
untuk mendapatkan ganti rugi dari anaknya. Sehubungan dengan hal ini, Allah
1 Hamka. Tafsir Al-azhar. Jilid IV (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), h. 293.
188
memerintahkan para suami untuk memberikan mahar tehadap istrinya tanpa
menuntut ganti rugi atau imbalan sebagai wujud rasa cinta dan penghormatan,
apalagi diikuti dengan perdebatan, karena sesuatu yang dituntut atas dasar
permusuhan, bukanlah disebut nih}lah.2
Kalau diteliti asal usul kata nih}lah ini, akan semakin menguatkan pemaknaan
kata nih}lah kebaikan dan kebersihan hati. Ada yang berpendapat bahwa nih}lah
berasal dari rumpun yang sama dengan kata-kata nah}l yang artinya lebah.
Pemaknaan kata-kata ini masih ada hubungannya dengan kata s}adu>qat di atas.
Yakni, yamg laki-laki mencari harta yang halal seperti lebah mencari kembang yang
kelak menjadi madu. Hasil jerih payah yang suci dan bersih tersebut itulah yang
diserahkan kepada calon istrinya sebagai bukti ketulusan dan kejujurannya, dan
nyatanya yang diberikan memang sari yang bersih.3
Selanjutnya dalam kamus al-Munjid, kata mahar dapat dilihat dalam berbagai
bentuknya: seperti berikut ( و مهورا و مهارا و مهارة مهر : مهرا ) yang artinya tanda
pengikat.4P
Maksud dari tanda pengikat adalah suatu syarat untuk dapat melakukan
hubungan suami istri. Yang pada hakikatnya mahar adalah suatu bentuk syarat yang
harus diberikan oleh seseorang lelaki kepada seorang perempuan ketika telah
bercampur, hadis telah menjelaskannya seperti berikut ini :
2Hamka. Tafsir Al-azhar. Jilid IV, h. 294. 3Hamka. Tafsir Al-azhar. Jilid IV, h. 295. 4Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wal-A'lam (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), h. 777.
189
ا امرأة نكحت بغري إذن مو قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أمي اليها عن عائشة قالتـها فإن تشاجروا فالسلطان فنكاحها باط ل ثالث مرات فإن دخل هبا فالمهر هلا مبا أصاب منـ
5ويل من ال ويل Artinya :
Dari ‘Aisyah , ia berkata; Rasulullah saw. bersabda. "Setiap wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya adalah batal. "Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Apabila ia telah mencampurinya maka baginya mahar karena apa yang ia peroleh darinya, kemudian apabila mereka berselisih maka penguasa adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali.
Dalam hadis yang lain juga dijelaskan :
يه سعيد بن جبـري قال سألت ابن عمرعن حديث المتالعنـني فـقال قال النيب صلى الله عل ها قال مايل قال ال وسلم للمتالعنـني حسابكما على الله أحدكما كاذب ال سبيل لك عليـ
ها فذاك ها فـهو مبا استحللت من فـرجها وإن كنت كذبت عليـ مال لك إن كنت صدقت عليـFأبـعد لك
6 Artinya :
Sa'id bin Zubair berkata; Aku pernah bertanya kepada Ibnu> Umar mengenai hadis Al Mutalaa'inain (suami-istri yang meli'an), maka ia pun menjawab; Nabi> saw. pernah bersabda kepada Al Mutalaa'inain (suami-istri yang meli'an) "Hisab kalian berdua terserah pada Allah. Salah seorang dari kalian berdua musti ada yang berdusta, maka tidak ada lagi jalan bagimu (suami) untuk kembali kepada istri." Laki-laki itu bertanya, "Lalu bagaimana dengan hartaku?." Beliau bersabda "Tidak ada harta lagi untukmu. Jika kamu telah memberi sesuatu, maka hal itu adalah mahar yang kamu gunakan untuk menghalalkan farjinya, namun jika kamu berdusta atasnya, maka hal itu tentu akan lebih jauh bagimu."
Dari dua ketarangan hadis diatas maka dapat disimpulkan bahwa mahar
adalah merupakan suatu pemberian seorang lelaki kepada perempuan sebagai ganti
dari kenikmatan yang telah diperoleh darinya di dalam suatu ikatan perkawinan.
5Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz IV. (Beirut: Dar Ihya al-Taris al-Arabi, tt.), h. 312
6Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz. VII, bab talak h. 102.
190
selain itu kisah-kisah yang mengiringi adanya hadis di atas juga menyatakan bahwa
mahar bukan hanya diberikan ketika terjadinya ijab qabul semata melainkan hakikat
mahar yang sesungguhnya adalah apa yang akan diberikan oleh seorang suami
kepada istri setelah menikah berupa cinta dan kasih sayang dalam mengarungi
bahtera rumah tangga. Dengan demikian, maharnya tidak akan pernah habis atau
berkurang seiring berjalannya waktu. Bahkan akan terus bertambah dari hari ke hari.
Berbeda dengan nominal uang, akan cepat habis jika dibelanjakan. Hadis-hadis ini
sejalan dengan firman Allah swt. dalam QS. An-Nisa>’/4 : 24 berikut ini :
Terjemahnya : Dan (diharamkan juga kamu mengawini ) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.7
Jadi ayat ini lebih menegaskan kembali bahwa kehalalan memperoleh
kenikmatan dari seorang istri yang dinikahi menjadi sempurna apabila telah
diberikan hak wanita tersebut yaitu berupa mahar.
7Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 184.
191
Menurut hadis yang ada pada dasarnya mahar itu mudah. Islam mengajarkan
kepada kaum muslimin untuk senantiasa memudahkan pernikahan dengan cara
memudahkan pemberian mahar, dalam hadis Ah}mad bin H{anbal dari Aisyah
Rasulullah saw. Bersabda :
ثـنا ابن ثـنا إبـراهيم بن إسحاق قال حد مبارك عن أسامة بن زيد عن صفوان بن سليم حدري خطبتها عن عروة عن عائشةأن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إن من مين المرأة تـيس
8وتـيسري صداقها وتـيسري رمحهاArtinya :
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Ishaq berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu> Mubarak dari ‘Usamah bin Zaid dari Shafwan bin Sulaim dari ‘Urwah dari Aisyah bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya di antara kebaikan seorang wanita adalah mudah dipinang, mudah maharnya dan mudah rahimnya.”
Berdasarkan asbabul wurud dikatakan bahwa telah diriwayatkan dari Uqbah,
bahwa Rasulullah saw. telah bertanya kepada seorang laki-laki, “apakah kau rela
menikahi si dia? Jawabnya: Ya, kemudian Rasulullah saw. bertanya kepada si
wanita: apa kau suka? Ya, Akhirnya menikahlah mereka tanpa mahar, Lalu orang
tersebut ikut serta dalam perang khaibar dan ia memesankan pada saat menjelang
kematiannya antara wanita yang di kawininya mengambil anak panahnya sebagi
pemberian (mahar). Lalu wanita tersebut mengambilnya dan menjualnya seharga
seratus dirham, kemudian Rasulullah saw. bersabda: Maskawin yang lebih baik ialah
yang paling mudah, sedangkan maskawin paling sedikit dapat memberikan kesaksian
dan diharapkan berkahnya, oleh sebab itu ‘Umar Ibn Khattab telah melarang
maskawin yang berlebih-lebihan, lalu katanya: Rasulallah saw. dan juga putri-
putrinya menikah dengan maskawin yang tidak lebih dari 12 uqiyah.9
8Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz V. h. 496. 9 Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi ad-Damsyiqi, Asbabul Wurud: Latar Belakang Histaris
Tibulnya Hadis-hadis Rasul (Jus II; Jakarta: Kalam Mulia, 1997), h. 337
192
Dari hadis di atas juga dapat disimpulkan terdapat tiga masalah pokok yang
dapat diambil sebagai pelajaran yaitu mudah dipinang, mudah maharnya dan mudah
rahimnya.
.(Mudah Meminangnya) تـيسري خطبتها .1
Kata khitbah (الخطبة) adalah bahasa arab standar yang terpakai pergaulan
sehari-hari,terdapat dalam firman Allah yaitu dalam QS. Al-Baqarah/2 : 235.
Terjemahnya : Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecualisekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-nya dan ketahuilah bahwa Allah maha pengampun lagi maha penyantun.10
Dari penjelasan ayat di atas maka meminang seseorang yang akan
dinikahi hukumnya dibolehkan. Seorang laki-laki muslim yang akan menikahi
seorang muslimah, hendaklah ia meminang terlebih dahulu karena dimungkinkan
ia sedang dipinang oleh orang lain. Dalam agama Islam melarang seorang laki-
laki muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain. Rasulullah
saw. bersabda :
10Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 62.
193
ثـنا مكي بن إبـراهيم عت نافعا حيدث أن ابن عمر رضي الله حد ثـنا ابن جريج قال مس حدهما كان يـقولنـهى النيب صلى الله عليه وسلم أن يبيع بـعضكم على بـيع بـعض وال عنـ
له أو يأذن له اخلاطب خيطب الرجل على خطبة أخ رك اخلاطب قـبـ 11يه حىت يـتـArtinya :
Telah menceritakan kepada kami Makki bin Ibrahim Telah menceritakan kepada kami Ibnu> Juraij ia berkata, Aku mendengar Nafi' menceritakan bahwa Ibnu> ‘Umarra.berkata, "Nabi saw. telah melarang sebagian kalian untuk berjual beli atas jual beli saudaranya. Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan yang lain hingga ia meninggalkannya atau pun menerimanya, atau pun ia telah diberi izin oleh sang peminang pertama".
Kemudian disunnahkan melihat wajah wanita yang akan dipinang dan
boleh melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahi wanita itu.
Rasulullah saw. bersabda:
ثـنا حممد بن إسحق عن د ثـنا عبد الواحد بن زياد حد د حد ثـنا مسد اود بن حصني حدله عن واقد بن عبد الرمحن يـعين ابن سعد بن معاذ عن جابر بن عبد الله قالقال رسول ال
ىل ما يدعوه إىل صلى الله عليه وسلم إذا خطب أحدكم المرأة فإن استطاع أن يـنظر إ ها ما دعاين إىل نكا حها نكاحها فـليـفعلقال فخطبت جارية فكنت أختبأ هلا حىت رأيت منـ
12وتـزوجها فـتـزوجتـهاArtinya :
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid bin Ziyad, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaq, dari Daud bin Hushain, dari Waqid bin Abdurrahman bin Sa'd bin Mu'adz dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya hendaknya ia melakukannya." Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya.
11Abu> Abdurrah}man Ahmad bin Syu’aib al-Nasa>’i, Sunan al-Nasa>’i, Juz. IV, kitab nikah, hadis ke 48, nomor 3243, h. 253. Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhariy, Juz. VII, kitab nikah, hadis ke 78, nomor 5142, h. 396.
12Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz I, nomor 360, h. 41. Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats l-Azdi al-Sijistani, Sunan Abu>> Da>ud, Juz. II, nomor 2082, h. 174.
194
Imam T}urmuz\i berkata, “Sebagian ahli ilmu berpendapat dengan hadis ini
bahwa menurut mereka tidak mengapa melihat wanita yang dipinang selagi tidak
melihat apa yang diharamkan darinya.”
Tentang melihat wanita yang dipinang, telah terjadi ikhtilaf di kalangan
para ulama, ikhtilafnya berkaitan tentang bagian mana saja yang boleh dilihat.
Ada yang berpendapat boleh melihat selain muka dan kedua telapak tangan,
yaitu melihat rambut, betis dan lainnya, berdasarkan sabda Nabi saw. “Melihat
apa yang mendorongnya untuk menikahinya.” Akan tetapi yang disepakati oleh
para ulama adalah melihat muka dan kedua tangannya.13
Hal ini merupakan proses meminang yang pernah terjadi pada zaman
Nabi saw. Akan tetapi bagaimana dengan sekarang, jika dilihat pada sekarang ini
masyarakat mengenal hal ini dengan istilah pertunangan. Oleh karena itu perlu
dijelaskan bahwa sebenarnya makna khitbah dalam bahasa Indonesia ada
bermacam terjemahan, antara lain bermakna melamar atau meminang. Namun
khitbah tidak selalu sama dengan pertunangan. Perbedaannya terletak pada
langkahnya. Khitbah adalah pengajuan lamaran atau pinangan kepada pihak
wanita. Namun pengajuan ini sifatnya belum lantas berlaku, karena belum tentu
diterima. Pihak wanita bisa saja meminta waktu untuk berpikir dan menimbang-
nimbang atas permintaan itu untuk beberapa waktu. Apabila khitbah itu
diterima, maka barulah wanita itu menjadi wanita yang berstatus makhthubah
yaitu wanita yang sudah dilamar, sudah dipinang, atau bisa disebut ,(خمطوبة)
dengan wanita yang sudah dipertunangkan. Namun apabila khitbah itu tidak
13Imam An-Nawawi, Syarah Sahih Muslim, Jus IX (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah,1411 H/1990 M), h. 210. Imam al-Baghawi, Syarhus Sunnah. Jus IX (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), h. 17.
195
diterima, misalnya ditolak dengan halus, atau tidak dijawab sampai waktunya,
sehingga statusnya menggantung, maka wanita itu tidak dikatakan sebagai
wanita yang sudah dikhitbah, dan dinyatakan pertunangan itu belum terjadi.
Oleh karena itu berdasarkan keterangan hadis-hadis diatas dapat
disimpulkan bahwasanya di dalam proses meminang itu ada aturan-aturan yang
harus dilakukan. Diharapkan bagi orang tua untuk mengerti dan tidak
mempersulit proses ini, karena hal ini memang sangat penting, menginggat ada
hikmah yang terkandung setelah dilakukannya proses khitbah tersebut, seperti :
1) Salah satu cara untuk saling mengenal antara calon pasangan suami dan
istri.
2) Supaya masing-masing pihak mengetahui pasangan yang akan menjadi
pendamping hidupnya.
3) Cara untuk saling memantapkan calon mempelai untuk hidup mangarungi
bahtera rumah tangga.
4) Untuk mempererat hubungan antara keluarga calon mempelai agar saling
mengenal.
5) Jalan untuk menuju kesepakatan kedua calon mempelai untuk menuju
pembentukan mahligai kehidupan rumah tangga yang bahagia.
6) Agar tidak ada penyesalan dikemudian hari pada saat akad pernikahan
berlangsung.
.(Mudah Maharnya) تـيسري صداقها .2
Hukum memberikan mahar bagi laki-laki kepada wanita yang akan
dinikahi adalah wajib jika akad nikahnya telah selesai berlangsung. Mengenai
196
prihal mudahnya mahar hal ini pasti masuk ke dalam kadar mahar yang harus
diberikan.
Berdasarkan hadis yang telah diteliti, Nabi saw. menyuruh untuk
memberikan mahar berupa baju, cincin dari besi dan bacaan Al-Qur’an, para
ulama’ madzab Syafi’i menetapkan bahwa tidak ada batasan minimal mengenai
berapa mahar yang harus diberikan seorang lelaki.14
Sedangkan mengenai batasan maksimalnya semua ulama’ sepakat tidak
ada batasan maksimal mengenai mahar yang diberikan. Seperti firman Allah
dalam QS. An-Nisa>’/4 : 20.
Artinya : Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang diantara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ?15
Selain keterangan ayat di atas di anjurkan pula oleh hadis Nabi saw.
,kepada seorang perempuan yang mempunyai hak diberikan mahar untuk tidak
terlalu berlebihan dalam meminta mahar, hal ini berdasarkan hadis berikut ini :
ثـنا حم ثـنا محاد بن زيد عن أيوب عن حممد عن أيب العجفاء السلمي حد مد بن عبـيد حد قاخلطبـنا عمر رمحه الله فـقال أال ال تـغالوا بصدق النساء فإنـها لو كانت مكرمة يف
نـيا أو تـقوى عند الله لكان أوالكم هبا النيب صلى الله عليه وسلم ما أصدق رسول الد
14Imam As-Syafi'i, Al-Fiqhul Manhaji ‘Ala Madzhabil. Jus IX (Cet. 4; Damaskus: Da>rul Qolam, 1992) , h. 75 -78.
15Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 170.
197
نيت الله صلى الله عليه وسلم امرأة من نسائه وال أصدقت امرأة من بـناته أكثـر من ث 16رة أوقية عش
Artinya : “Dari Abu> ‘Ajfaa’, dia berkata : Aku pernah mendengar ‘Umar berkata, “Janganlah kamu berlebih-lebihan dalam memberi mahar kepada wanita, meskipun dia seorang yang dimuliakan di dunia atau seorang yang terpelihara di akhirat. Adapun yang paling utama (dalam menghormati wanita) diantara kamu adalah Nabi saw. Padahal tidaklah Rasulullah saw. ,memberi mahar kepada seorangpun dari istri-istrinya dan tidak pula putri-putri beliau itu diberi mahar lebih dari dua belas uqiyah”.
Meskipun Islam memuliakan wanita dengan menyerahkan mahar
kepadanya serta tidak membatasi jumlah maharnya, banyak contoh dari generasi
pertama umat ini betapa mereka memudahkan mahar. Ada diantara mereka yang
maharnya baju besi, ada pernikahan dengan mahar sepasang sandal, cincin besi,
membaca Al-Qur’an dan lainnya seperti apa yang telah peneliti kaji dalam
penelitian ini.
Mudahnya mahar ini juga mengundang keberkahan tersendiri.
Sebagaimana disebutkan pada hadis lain bahwa :
ثـنا محاد بن سلمة قال أخبـرين ابن الطفيل بن سخبـرة عن القاس ثـنا عفان قال حد م حد بن حممد عن عائشة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إن أعظم النكاح بـركة
17يسره مؤنة أ Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Affan berkata; telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah berkata; telah mengabarkan kepadaku Ibnu Thufail bin Sakhirah, dari Al-Qasim bin Muhammad, dari Aisyah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya pernikahan yang paling barakah adalah yang paling ringan maharnya".
16Sunan Abu>> Da>ud, Juz. I, kitab nikah, hadis ke 61, nomor 2106, h. 412. Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, kitab nikah, hadis ke 154, nomor 3349, h. 429. Sunan al-Turmuz}i>, Juz. II, kitab nikah, hadis ke 36, nomor 1114, h. 187. Sunan Ibn Majah, Juz. III, kitab nikah, nomor 1886, h. 64. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz I, nomor 272, h. 375.
17Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz V, h. 37.
198
Murahnya mahar bukan berarti rendahnya harga diri seorang wanita.
Tetapi justru sebaliknya. Ini mencerminkan tingginya budi pekerti serta
agamanya. Karena dia sadar, bahwa hakikat pernikahan adalah pertautan dua
hati dan jiwa (suami-istri) dalam sebuah ikatan suci. Bukan transaksi jual-beli
antara penjual dan pembeli. Sebaliknya, wanita akan terlihat bodoh jika selalu
melipat gandakan mahar sesuai dengan kadar kecantikannya. Karena dia
mengukur segala sesuatu hanya dengan materi (harta).
(Mudah Rahimnya) تـيسري رمحها .3
Maksud mudah rahimnya adalah bisa memiliki banyak anak. Ini sedikit
berbeda dengan dua tanda sebelumnya yang bisa diketahui secara pasti sebelum
akad nikah. Mudah rahimnya, secara pasti baru bisa diketahui setelah menikah
dan sekian tahun berumah tangga.
Untuk masalah ini penulis mengaitkannya dengan bagaimana seorang
laki-laki untuk tidak asal memilih calon pasangan hidup. Harus dilihat
bagaimana riwayat calon istri, disinilah pentingnya khitbah sehingga dapat
diketahui latar belakang keluarga dan melihat mana wanita baik dan tidak baik.
Biasanya perempuan yang mandul dapat dilihat dari beberapa aspek seperti, suka
meminum minuman keras, narkoba, merokok, stress, mempunyai penyakit
menular seksual, usia sudah di atas masa subur (40 tahun keatas). Oleh karena itu
Rasulullah saw. bersabda :
ثـنا يزيد بن هارون أخبـرنا مستلم بن سعيد ابن أخت منص ثـنا أمحد بن إبـراهيم حد ور حدقـرة عن معقل بن يسار قال جاء بن زاذان عن منصور يـعين ابن زاذان عن معاوية بن
ال رجل إىل النيب صلى الله عليه وسلم فـقال إين أصبت امرأة ذات حسب ومجال وإنـها
199
أتاه الثالثة فـقال تـزوجوا الودود الولود فإين تلد أفأتـزوجها قال ال مث أتاه الثانية فـنـهاه مث 18مكاثر بكم األمم
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun telah mengabarkan kepada kami Mustalim bin Sa'id anak saudari Manshur bin Zadzan, dari Manshur bin Zadzan dari Mu'awiyah bin Qurrah dari Ma'qil bin Yasar, ia berkata; seorang laki-laki datang kepada Nabi saw. lalu berkata; sesungguhnya aku mendapati seorang wanita yang mempunyai keturunan yang baik dan cantik, akan tetapi dia mandul, apakah aku boleh menikahinya? Beliau menjawab: "Tidak." Kemudian dia datang lagi kedua kalinya dan beliau melarangnya, kemudian ia datang ketiga kalinya lalu Rasulullah saw. , bersabda: "Nikahkanlah wanita-wanita yang penyayang dan subur (banyak keturunan), karena aku akan berbangga kepada umat yang lain dengan banyaknya kalian."
Setelah penjelasan hadis di atas maka tidak dianjurkan untuk menikahi
seorang wanita yang mandul walaupun berasal dari keturunan bangsawan dan
paras yang cantik. Untuk itu cara lain untuk dapat diprediksi adalah dari keadaan
keluarganya. Jika ia memiliki beberapa saudara kandung, ibunya juga memiliki
banyak saudara kandung, ayahnya juga memiliki banyak saudara kandung,
paman dan bibinya juga punya banyak anak.
Dari ketiga bentuk keterangan hadis di atas maka penulis menganjurkan
kepada para orang tua wali untuk tidak menetapkan syarat uang atau harta (kepada
pihak lelaki) untuk diri mereka, sebab mereka tidak mempunyai hak. Ini adalah hak
perempuan (calon istri) semata, kecuali ayah. Ayah boleh meminta syarat kepada
calon menantu sesuatu yang tidak merugikan putrinya dan tidak mengganggu
pernikahannya. Jika ayah tidak meminta persyaratan seperti itu, maka itu lebih baik
dan utama. Allah berfirman dalam QS An-Nu>r/24 : 32.
18Sunan Abu>> Da>ud, Juz. I, kitab nikah, hadis ke 5, nomor 2050, h. 410.
200
Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba saha-yamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuni-Nya.”19
Manakala beban biaya pernikahan itu semakin sederhana dan mudah, maka
semakin mudahlah penyelamatan terhadap kesucian kehormatan laki-laki dan wanita
maka semakin berkurang pulalah perbuatan keji (zina) dan kemungkaran dan jumlah
ummat Islam makin bertambah banyak.20
Kemudian mengenai pemberian sebuah mahar pada hakikatnya haruslah adil
tidak melihat status sosial, hal ini tujukan kepada pelaku poligami sebagaimana
penjelasan hadis berikut :
ثـنا إبـراهيم بن سعد عن صالح بن كيسان عن ابن ثـنا عبد العزيز بن عبد الله حد شهاب حدسطوا يف قال أخبـرين عروة بن الزبـري أنه سأل عائشةعن قـول الله تـعالىوإن خفتم أن ال تـق
ويـعجبه ماهلا فـقالت يا ابن أخيت هذه اليتيمة تكون يف حجر وليـها تشركه يف ماله { اليتامىا غيـره ومجاهلا فـرييد وليـها أن يـتـزوجها بغري أن يـقسط يف صداقها فـيـعطيـها مثل ما يـعطيه
لغوا هلن أعلى س نتهن يف الصداق فأمروا أن فـنـهوا عن أن يـنكحوهن إال أن يـقسطوا هلن ويـبـ يـنكحوا ما طاب هلم من النساء سواهن قال عروة قالت عائشة وإن الناس استـفتـوا رسول
قالت عائشة وقـول { ستـفتونك يف النساء الله صلى الله عليه وسلم بـعد هذه اآلية فأنـزل اللهوي رغبة أحدكم عن يتيمته حني تكون قليلة المال { الله تـعاىل يف آية أخرىوتـرغبون أن تـنكحوهن
19Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 651. 20Fatawa Syaikh Ibnu> Baz, Kitabu>d Da’wah (Cet. I; Jakarta: Da>rul Haq, 2009), h. 166-168.
201
بوا يف ماله ومجاله يف يـتامى النساء إال بالقسط واجلمال قالت فـنـهوا أن يـنكحوا عن من رغ 21من أجل رغبتهم عنـهن إذا كن قليالت المال واجلمال
Artinya Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah Telah menceritakan kepada kami Ibrahi>m bin Sa'ad dari S}alih bin Kaisan dari Ibnu>> Syi>hab dia berkata; Telah mengabarkan kepadaku 'Urwah bin Az Zubair bahwasanya ia bertanya kepada ‘Aisyah mengenai firman Allah swt. 'Jika kalian takut tidak berbuat adil kepada anak yatim.. (An-Nisa>’ 3) ‘Aisyah berkata; 'wahai anak saudariku, yang dimaksud adalah seorang gadis yatim yang berada dipeliharaan walinya, ia membantu dalam mengurus hartanya, lalu walinya takjub dengan harta dan kecantikannya hingga ia ingin menikahinya namun tidak bisa berbuat adil dalam maharnya sehingga Ia memberinya seperti yang diberikan oleh orang selainnya. Maka mereka dilarang untuk menikahi gadis-gadis itu kecuali jika berbuat adil dan memberi sebaik-baik mahar kepada mereka, sehingga mereka bisa memperoleh setinggi-tinggi mahar seukuran kondisi yang berlaku. Akhirnya mereka diperintahkan untuk menikahi wanita yang baik selain anak-anak perempuan yatim itu . Urwah berkata; lalu ‘Aisyah berkata; sesungguhnya orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah saw. setelah turun ayat tersebut, lalu Allah swt. menurunkan dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang wanita-wanita, katakanlah bahwa Allah memberi fatwa kepada kalian sampai firman Allah dan kalian ingin menikahi mereka. ‘Aisyah berkata; maksudnya, ketika terjadi ketidak senangan seseorang diantara kalian kepada anak yatim yang ia pelihara karena harta dan kecantikannya sedikit, maka mereka dilarang untuk menikahinya karena dorongan niat untuk menguasai harta gadis-gadis yatim itu. Kecuali jika bisa menegakkan keadilan meskipun ada ketidak senangan kepada mereka.
Jika dilihat secara tekstual hadis ini merupakan bentuk tafsir dari QS. an-
Nisa/4 : 3,
Terjemahnya :
21Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz. VI, bab tafsir (Cet. I; Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiah, 1992), h 102. Diriwayatkan secara makna hadis ini terdapat pula pada Juz VII, Bab Nikah, h 265, 263, 264, 258. Abu>> al-H}usain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisabu>ri, S}ah}ih} Musli<m, Juz. V, Bab Nikah hadis ke 6, h. 239. Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abu>> Da>ud, Juz. I, Bab Nikah (Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), h. 484-485. Abu> Abd al-Rahman Ahmad bin Syu’aib An-Nasa>’i, Sunan An-Nasa>’i, Juz. I (Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), h. 98.
202
dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.22
Ayat tersebut menerangkan tentang kebolehan seorang laki-laki untuk
berpoligami dengan batas sampai empat orang istri. Akan tetapi ketika seorang ingin
menikah dengan seorang budak maka haruslah menyama ratakan maharnya dengan
istri-istri sebelumnya (adil dalam memberi mahar), jika tidak demikian maka hal
tersebut dilarang. Menurut adat Arab Jahiliyah sebagaimana penjelasan Aisyah
dalam hadis yang lain dikatakan seorang wali berkuasa atas wanita yatim yang
dalam asuhannya dan berkuasa akan hartanya. jika wanita yatim itu cantik dikawini
dan diambil hartanya. jika wanita itu buruk rupanya, dihalanginya kawin dengan
laki-laki yang lain supaya dia tetap dapat menguasai hartanya. kebiasaan di atas
dilarang melakukannya oleh ayat ini. Di samping seorang laki-laki dianjurkan untuk
menikahi seorang anak perempuan yatim yang memiliki harta sedikit dan tidak
cantik, maka tidak dihalalkan baginya untuk menikahi seorang anak perempuan
yatim yang mempunyai banyak harta dan cantik kecuali jika ia mampu berbuat adil
kepadanya.23
Bila mampu berbuat ‘adil, maka diperbolehkan menikahi perempuan yatim,
atau yang bukan yatim dari kalangan perempuan merdeka; satu, dua, tiga, atau
empat orang. Makna di atas dikuatkan oleh firman Allah dalam QS. An-Nisa>’/4 :
127.
22Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 131. 23Abu>> al-H}usain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisabu>ri,S}ah}ih} Musli<m, Jus VI. kitab tafsir, nomor
3018, h. 239.
203
Terjemahnya : Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang Para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga memfatwakan) tentang Para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya.24
Menanggapi ayat tersebut imam Al-Qurthubi berkata dalam Tafsirnya :
”Setiap orang yang memiliki perhatian khusus terhadap ilmu-ilmu agama telah sepakat bahwasannya firman Allah ta’ala : Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim” tidak memiliki mafhum (makna yang tersirat). Sebab, semua umat telah sepakat bahwa orang yang tidak khawatir terhadap kemampuannya dalam bersikap adil terhadap anak-anak perempuan yatim juga diperbolehkan untuk menikahi wanita-wanita lain lebih dari satu atau menikahi dua, tiga, atau empat; seperti yang diperbolehkan kepada orang yang khawatir terhadap kemampuannya dalam bersikap adil. Ini menunjukkan bahwa ayat tersebut turun sebagai jawaban bagi orang yang khawatir itu dan bahwa hukum menikahi anak perempuan yatim itu lebih umum”.25
Walau ayat tersebut secara khusus berbicara tentang perempuan yatim,
namun secara hukum hal itu berlaku untuk seluruh perempuan (baik yatim dan tidak
yatim). Pelajaran itu diambil dari keumuman lafads, bukan dari kekhususan sebab.
Sehingga, jelas bagi kita bahwa Al-Qur’an dan hadis memperbolehkan untuk
poligami dengan syarat keadilan.
Pada masalah selanjutnya terjadi juga perdebatan dikalangan para fuqoha
yakni bagi seorang perempuan muslim yang bersetubuh atau berbuat zina karena
24 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 127. 25Imam Abu>> 'Abdullah Muhammad ibn Ah}mad ibn Abu>> Bakar al-Ansari al-Qurtubi, Al-Ja>mi’
li>-Ah}ka>mil-Qur’an, terj. IKAPI DKI (Jus. V; Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 77.
204
diperkosa. Secara umum para ulama setuju bahwa tidak ada hukuman had baginya.
Hal ini berdasarkan atas firman Allah swt. dalam QS. Al-Baqarah/2 : 173.
Terjemahnya Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.26
Peristiwa ini pernah terjadi pada masa Rasulullah saw. dan hal ini para ulama
tidak berbeda pendapat prihal pemerkosaan yang terjadi karena terpaksa yang
dilakukan dengan kekuatan dan atau dengan mengancam korban. bahwasanya tidak
ada hukuman dan tidak pula ada dosa bagi perempuan yang diperkosa.
ثـنا إبـراهيم بن حم ثـنا أبو بكر اهلذيل حد ثـنا أيوب بن سويد حد مد بن يوسف الفريايب حدلله عن شهر بن حوشب عن أيب ذر الغفاري قالقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن ا
27ميت اخلطأ والنسيان وما استكرهوا عليه جتاوز عن أ Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Muhammad bin Yusuf Al Firyabi berkata, telah menceritakan kepada kami Ayyub bin Suwaid berkata, telah menceritakan kepada kami Abu> Bakr Al Hudzdari Syahr bin Hausyab dari Abu> Dzar Al Ghifari ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku sesuatu yang dilakukan karena salah, lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya."
Imam Ma>lik mengatakan, “Menurut pendapat kami, tentang orang yang
memperkosa wanita, baik masih gadis maupun sudah menikah, jika wanita tersebut
adalah wanita merdeka (bukan budak) maka pemerkosa wajib memberikan mahar
26Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 43. 27Abu>> Abdullah Muhammad bin Yazid al-Rab’i Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz. III, kitab
talak, nomor 2121, h. 286.
205
kepada sang wanita. Sementara, jika wanita tersebut adalah budak maka dia wajib
memberikan harta senilai kurang sedikit dari harga budak wanita tersebut. Adapun
hukuman dalam masalah ini hanya diberikan kepada pemerkosa, sedangkan wanita
yang diperkosa tidak mendapatkan hukuman sama sekali.”28
Imam Sulaiman Al-Baji al-Ma>liki mengatakan, “Wanita yang diperkosa, jika
dia wanita merdeka (bukan budak), berhak mendapatkan mahar yang sewajarnya dari
laki-laki yang memperkosanya. Sementara, pemerkosa dijatuhi hukuman had (rajam
atau cambuk). Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, Imam Al-Laits dan pendapat yang
diriwayatkan dari bin Abi Thalib.29
Sementara itu, Abu> Hanifah dan Ats-Tsauri mengatakan, ‘dia berhak
mendapatkan hukuman had, namun tidak wajib membayar mahar. ’Kemudian, Imam
Al-Baji melanjutkan, “Dalil pendapat yang kami sampaikan, bahwa hukuman had
dan mahar merupakan dua kewajiban untuk pemerkosa, adalah bahwa untuk
hukuman had ini terkait dengan hak Allah, sementara kewajiban membayar mahar
terkait dengan hak makhluk”30
Pendapat ini berdasarkan hadis berikut ini :
ثـنا احلجاج عن عبد اجلبار عن أبيه قال استكره ثـنا معمر بن سليمان الرقي حد ت امرأة حدها احلد وأقامه على الذي أصابـها ومل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فدرأ عنـ
31يذكر أنه جعل هلا مهراArtinya
Telah menceritakan kepada kami Ma'mar bin Sulaiman Ar Raqi Telah menceritakan kepada kami Hajjaj dari Abdul Jabbar dari bapaknya ia berkata;
28Muhammad al-Zurqani, Syarh al-Zarqani ‘ala Muawatta’ Malik, Jilid IV, h. 734. 29Muhammad Al-Zurqani, Syarh Al-Zarqani ‘ala Muawatta’ Malik, Jilid IV, h. 734. 30Muhammad Al-Zurqani, Syarh Al-Zarqani ‘ala Muawatta’ Malik, Jilid IV, h. 735. 31Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz XIV, nomor 18489, h. 419.
206
Ada seorang wanita yang diperkosa pada masa Rasulullah saw. , lalu beliau membebaskannya dari had (hukum rajam) dan menegakkan had kepada laki-laki yang memperkosanya. Ia tidak menyebutkan bahwa laki-laki itu memberikan mahar.
Menanggapi perbedaan yang terjadi di atas maka penulis dalam hal ini lebih
cenderung kepada pendapat imam Syafi’i yang mengharuskan membayar mahar
kepada wanita yang dipaksa tersebut, hal ini karena mahar merupakan suatu
pemberian untuk menghalalkan farjinya, kalau tidak maka hal itu termasuk
memakan harta orang lain dengan cara yang bathil. Sebagaimana hadis berikut ini :
ثـنا عب ثـنا خملد بن خالد واحلسن بن علي وحممد بن أيب السري المعىن قالوا حد د الرزاق حدج عن صفوان بن سليم عن سعيد بن المسيب عن رجل من األنصار قال أخبـرنا ابن جري
فقوا يـقال ابن أيب السري من أصحاب النيب صلى الله عليه وسلم ومل يـقل من األنصار مث اتـ ها فإذا هي حبـلى فـقال النيب صلى الله له بصرة قا لتـزوجت امرأة بكرا يف سرتها فدخلت عليـ
ن عليه وسلم هلا الصداق مبا استحللت من فـرجها والولد عبد لك فإذا ولدت قال احلس 32دها و قال ابن أيب السري فاجلدوها أو قال فحدوهافاجل
. Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Makhlad bin H}alid serta AlHasan bin dan Muhammad bin Abu> As Sari secara makna, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq, telah mengabarkan kepada kami Ibnu> Juraij, dari Shafwan bin Sulaim, dari Sa'id bin AlMu>sayyab, dari seorang laki-laki anshar, Ibnu>Abu> As Sari berkata; yang merupakan sahabat Nabi>saw. tidak mengatakan; Anshar. Kemudian mereka sepakat mengatakan; yang dipanggil Bashrah, ia berkata; aku menikahi seorang budak perawan dalam tabi>rnya, kemudian aku menemuinya dan ternyata ia sedang hamil. Maka Nabi> saw. bersabda "Baginya mahar karena farji yang telah engkau halalkan dan anaknya adalah budakmu apabila ia telah melahirkan." Hasan berkata; cambuklah dia. Ibnu> Abu> As’ari berkata; cambuklah dia. Atau mengatakan; hukumlah dia.
Hadis ini terjadi akibat seorang lelaki yang mengadu kepada Rasulullah saw.
karena istrinya ternyata sudah tidak perawan dengan kata lain telah hamil terlebih
dahulu. Akan tetapi yang menjadi dasar penulis ambil adalah pernyataan Rasulullah
32Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats l-Azdi al-Sijistani, Sunan Abu>> Da>ud, Juz. II, kitab nikah, hadis ke 86, nomor 2131. h. 213.
207
yang mengatakan ”Baginya mahar karena farji yang telah engkau halalkan”. Kata ini
bersifat umum, yang artinya diharuskan memberikan mahar kepada seorang wanita
apabila farjinya telah dihalalkan maupun dipaksa seperti dalam kasus pemerkosaan
yang dijelaskan oleh hadis.
Dalam hadis S}ah}ih} yang lain juga dijelaskan bahwa :
ثـنا عمرو بن دينار قال مسعت احلسن عن سلمة ثـنا عفان أخبـرنا محاد بن زيد حد بن حدلم فـقال إن المحبق أن رجال وقع على جارية امرأته فـرفع ذاك إىل النيب صلى الله عليه وس
33اكانت طاوعته فهي له وعليه مثـلها هلا وإن كان استكرهها فهي حرة وعليه مثـلها هل Artinya :
Telah menceritakan kepada kami 'Affan, telah mengabarkan kepada kami Hammad bin Zaid; telah telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Dinar; ia berkata; Aku mendengar Al Hasan dari Salamah bin Al Muhabbiq, bahwa seorang laki-laki menyetubuhi budak perempuan istrinya. Perkara itu lalu diajukan kepada Nabi saw. Beliau bersabda: "Jika ia (budak) menurutinya (tidak ada paksaan), maka ia tetap milik laki-laki tersebut dengan kewajiban memberi mahar seperti kepada isterinya (yang lain). Akan tetapi, jika laki-laki memaksanya, maka budak itu merdeka dan ia wajib memberikan mahar seperti kepada isterinya."
2. Kedudukan Mahar
Mengenai kedudukan mahar di dalam suatu pernikahan para ulama madzab
sepakat bahwa mahar bukanlah salah satu syarat atau rukun akad, tetapi merupakan
suatu konsekuensi adanya akad.34 Mahar merupakan akibat dan salah satu hukum
dari sebagai hukum dalam suatu perkawinan yang sah dan hubungan sebadan
sesudah terjadinya perkawinan yang fasid (batal), serta hubungan sebadan yang
disebabkan kesamaran. Mahar wajib atas suami untuk istrinya dengan adanya akad
nikah yang sah.
33Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz XVIII, nomor 19612, h. 292. 34Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Afif Muhammad, Jakarta: PT
Lentera Basritama, 2001), h. 366.
208
Haram hukumnya menikah tanpa adanya mahar sebagaimana keterangan
hadis berikut ini :
ثين نافع عن عبد الله رضي ثـنا حيىي بن سعيد عن عبـيد الله قال حد د حد ثـنا مسد الله حدغارقـلت هأن رسول الله صلى الله عليه وسلم نـهى عن الش غار قال يـنكح ابـنة عنـ لنافع ما الش
بـعض الرجل ويـنكحه ابـنته بغري صداق ويـنكح أخت الرجل ويـنكحه أخته بغري صداق وقال غار فـهو جائز وال عة النكاح الناس إن احتال حىت تـزوج على الش شرط باطل وقال يف المتـ
رط باطل غار جائز والش 35فاسد والشرط باطل وقال بـعضهم المتـعة والشArtinya
Telah menceritakan kepada kami Mu>saddad telah menceritakan kepada kami Yah}ya bin Sa'id dari Ubaidillah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Nafi' dari 'Abdullahra., Rasulullah saw. melarang nikah syighar. Saya bertanya kepada Nafi'; 'Apa maksud syighar? Ia menjawab; 'mengawini anak perempuan seseorang lelaki dengan syarat lelaki tersebut dinikahkan dengan anak perempuannya tanpa mahar, atau menikahi saudara perempuan seorang lelaki dengan syarat lelaki tersebut menikahkannya dengan saudara perempuannya tanpa mahar.' Sebagian orang berPendapat; jika seseorang bersiasat sehingga ia nikah syig}har, maka perkawinannya boleh dan syaratnya bathil. Dan ia berkata tentang nikah mut’ah; pernikahannya rusak dan syaratnya bathil. Sedang sebagian lain berpendapat bahwa nikah syighar boleh dan syaratnya batil
Dari hadis di atas dapat diketahui bahwasanya kata غار Secara bahasa الش
berarti ar-raf’u (mengangkat), seperti syaghara al kalbu rijlahu li yabu>la (seekor
anjing mengangkat kakinya untuk kencing). Adapun syig|a>r menurut syara’ adalah
seseorang yang menikahkan putrinya dengan orang lain, lalu orang lain tersebut
35Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz IX, Bab Siasah, h. 263. Juz. VII, Bab Nikah, h. 53. Abu>> al-H}usain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisabu>ri, S}ah}ih} Musli<m, Juz.VI, Bab Nikah, h. 452. Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats aal-Azdi al-Sijistani ,Sunan Abu>> Da>ud, Juz. III, Bab Nikah, h. 103. Abu>> Isa Muhammad bin Isa al-T}urmuz\i>, Sunan al-T}urmuz\i>, Juz. II (Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), h. 360-361. Abu> Abd al-Rahman Ahmad bin Syu’aib An-Nasa>’i, Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, Bab Nikah, h. 142. Abu> Abdullah Muhammad bin Yazid al-Rab’i Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz. III (Beirut: Da>r al-Fikr, 1995), h. 391. Malik bin Anas bin Malik, Muwaththa’ Malik, Juz. II, bab nikah, hadis ke 24 (Beirut, Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah, 199), h. 526. Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz V, h. 350. Abu> Muhammad Abdullah bin Abd al-Rahman al-Da>rimi>, Sunan al-Da>rimi>, Juz. I. (Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), h. 142.
209
menikahkan putrinya dengan tuan dari calon istri putrinya itu, sementara diantara
keduanya tidak ada mahar, atau ada mahar tapi semata-mata untuk tipu daya.36
Nikah syighar ialah seorang laki-laki mengawinkan puterinya, atau saudara
perempuannya, atau selain keduanya yang termasuk di dalam kawasan perwaliannya
dengan orang lain dengan syarat orang lain termasuk atau puterinya, atau putera
saudaranya menikahkan dia (laki-laki pertama) dengan puterinya, atau saudara
perempuannya, atau puteri saudara perempuannya atau dengan yang semisal dengan
mereka.
Fuqaha sependapat bahwa nikah syighar ialah apabila seorang lelaki
mengawinkan orang perempuan yang di bawah kekuasaannya dengan orang lelaki
lain bersyaratkan bahwa lelaki lain ini juga mengawinkan orang perempuan yang
dibawah kekuasaannya dengan lelaki pertama tanpa ada maskawin pada kedua
perkawinan tersebut.37
Akad nikah semacam ini, fasid (batal) baik disebutkan maharnya ataupun
tidak. Sebab Rasulullah saw. sudah mencegah kita darinya dan sudah
(mengingatkan) agar kita waspada terhadapnya. Allah swt. Berfirman dalam QS. Al-
Hasyr/59 : 7.
Terjemahnya : Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasulnya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk
36Fatihuddin Abu> Yasin, Risalah Hukum Nikah. (Surabaya : Terbit Terang, 2006) , h. 30. 37 Djaman Nur. Fiqh Munakahat. (Semarang: CV Toha Putra, 2003), h. 41.
210
Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.38
Islam sangat menentang diskriminasi laki-laki terhadap kaum wanita dan
inilah keistimewaan syari’at Islam. Kedudukan kaum wanita pada zaman Jahiliyah
sangat nista, sebagai budak yang sangat hina. Mereka diperjual belikan sebagaimana
barang dagangan yang murah dan sama sekali tidak dihormati. Mereka berpindah-
pindah dari satu tangan ke tangan yang lain, tak ubahnya barang dagangan, dari satu
ahli waris ke ahli waris lainnya.
Pada masa itu apabila seorang laki-laki meninggal, maka sanak kerabatnya
dapat mewarisi istrinya sebagaimana mereka mewarisi harta kekayaanya. Islam
datang untuk menyelamatkan kaum wanita dari kedzaliman dan penindasan tersebut.
Islam datang bukan hanya mengembalikan atau menempatkan mereka pada posisi
yang terhormat, tetapi juga mengakui kemanusiaan mereka serta hak-hak yang
mereka miliki, sebab pengakuan terhadap hak dan kemanusiaan tidak mereka terima
pada sistem perundang-undangan buatan manusia.39 Selain itu gambaran tentang
masyarakat jahiliyah termaktub ke dalam hadis berikut ini.
ثـنا عنبسة ثـنا أمحد بن صالح حد ثـنا ابن وهب عن يونس ح و حد قال حيىي بن سليمان حدثـنا يونس عن ابن شهاب قال أخبـرين عروة بن الزبـري أن عائشة زوج النيب صلى ال عليه له حد
ها نكاح الناس اليـوم وسلم أخبـرتـهأن النكاح يف اجلاهلية كان على أربـعة أحناء فنكاح منـكان الرجل يـقول خيطب الرجل إىل الرجل وليته أو ابـنته فـيصدقـها مث يـنكحها ونكاح آخر
38Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 1071. 39 Ahmad Mudjab Mahalli, Wahai Pemuda Menikahlah, (Cet. I ; Jogjakarta: Menara Kudus, ,
2002), h. 145.
211
ها أبدا المرأته إذا طهرت من طمثها أرسلي إىل فالن فاستبضعي منه ويـعتزهلا زوجها وال مي س محلها من ذلك الرجل الذي تستبضع منه فإذا تـ محلها أصابـها زوجها إذا حىت يـتبـني بـني
ا يـفعل ذلك رغبة يف جنابة الولد فكان هذا النكاح نكاح االستبضاع ونكاح آخر أحب وإمنهم يصيبـها فإذا محلت ووضعت ومر جيتمع الرهط ما دون العشرة فـيدخلون على المرأة كل
ها ليال بـعد أن تضع محلها أرسلت إليهم فـلم يستطع رجل منـهم أن ميتنع حىت جيتمعوا عليـركم وقد ولدت فـهو ابـنك يا فالن تسمي من عندها تـقول هلم قد عرفـتم الذي كان من أم
ه فـيـلحق به ولدها ال يستطيع أن ميتنع به الرجل ونكاح الرابع جيتمع الناس الكثري أحبت بامسممن جاءها وهن البـغايا كن يـنصنب على أبـواهبن رايات تكون فـيدخلون على المرأة ال متتنع
عوا هلا ودعوا هل م علما فمن أرادهن دخل عليهن فإذا محلت إحداهن ووضعت محلها مجها بالذي يـرون فالتاط به ودعي ابـنه ال ميتنع من ذلك فـلما بعث حممد القافة مث أحلقوا ولد
40صلى الله عليه وسلم باحلق هدم نكاح اجلاهلية كله إال نكاح الناس اليـوم Artinya :
Telah berkata Yah}ya bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab dari Yunus - dalam riwayat lain- Dan telah menceritakan kepada kami Ah}mad bin H}anbal bin Shalih telah menceritakan kepada kami Anbasah telah menceritakan kepada kami Yunus dari Ibnu> Syihab ia berkata; Telah mengabarkan kepadaku ’Urwah bin Zubair bahwa ‘Aisyah istri Nabi> saw. telah mengabarkan kepadanya bahwa; Sesungguhnya pada masa Jahiliyah ada empat macam bentuk pernikahan. Pertama, adalah pernikahan sebagaimana dilakukan orang-orang pada saat sekarang ini, yaitu seorang laki-laki meminang kepada wali sang wanita, kemudian memberikannya mahar lalu menikahinya. Bentuk kedua yaitu; Seorang suami berkata kepada istrinya pada saat suci (tidak haidl/subur), "Temuilah si Fulan dan bergaullah (bersetubuh) dengannya." Sementara sang suami menjauhinya sementara waktu (tidak menjima'nya) hingga benar-benar ia positif hamil dari hasil persetubuhannya dengan laki-laki itu. Dan jika dinyatakan telah positif hamil, barulah sang suami tadi menggauli istrinya bila ia suka. Ia melakukan hal itu, hanya untuk mendapatkan keturuan yang baik. Istilah nikah ini adalah Nikah Al Istibdlaa'. Kemudian bentuk ketiga; Sekelompok orang (kurang dari sepuluh) menggauli seorang wanita. Dan jika ternyata wanita itu hamil dan melahirkan. Maka setelah masa bersalinnya telah berlalu beberapa hari, wanita itu pun mengirimkan surat kepada sekelompok laki-laki tadi dan tidak seorang pun yang boleh menolak.
40Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz VII, kitab nikah, hadis ke 63, nomor 5127, h. 86. Sunan Abu>> Da>ud, Juz. II, kitab talak, hadis ke 98, nomor 2272, h. 72.
212
Hingga mereka pun berkumpul di tempat sang wanita itu . Lalu wanita itu pun berkata, "Kalian telah tahu apa urusan kalian yang dulu. Dan aku telah melahirnya, maka anak itu adalah anakmu wania Fulan. "Yakni, wanita itu memilih nama salah seorang dari mereka yang ia sukai dan laki-laki yang ditu njuk tidak dapat mengelak. Kemudian bentuk keempat; Orang banyak berkumpul, lalu menggauli seorang wanita dan tak seorang pun yang dapat menolak bagi yang orang yang telah menggauli sang wanita. Para wanita itu adalah wanita pelacur. Mereka menancapkan tanda pada pintu-pintu rumah mereka sebagai tanda, siapa yang ingin mereka maka ia boleh masuk dan bergaul dengan mereka. Dan ketika salah seorang dari mereka hamil, lalu melahirkan, maka mereka (orang banyak itu) pun dikumpulkan, lalu dipanggilkanlah orang yang ahli seluk beluk nasab (Al qafah) dan Al Qafah inilah yang menyerahkan anak sang wanita itu kepada orang yang dianggapnya sebagai bapaknya, sehingga anak itu dipanggil sebagai anak darinya. Dan orang itu tidak bisa mengelak. Maka ketika Nabi> Muhammad saw. diutus dengan membawa kebenaran, beliau pun memusnahkan segala bentuk pernikahan jahiliyah, kecuali pernikahan yang dilakoni oleh orang-orang hari ini.
Pada zaman jahiliyyah hak perempuan itu dihilangkan dan disia-siakan,
sehingga walinya semena-mena dapat menggunakan hartanya dan tidak memberikan
kesempatan untuk mengurus hartanya serta menggunakannya, lalu Islam datang
menghilangkan belenggu ini. Istri diberi hak mahar serta suami diberikan kewajiban
membayar mahar kepadanya bukan kepada ayahnya. Nabi Muhammad saw. bersabda
ثـنا حممد بن بكر البـرساين أخبـرنا ابن جريج عن عمرو ب ثـنا حممد بن معمر حد ن شعيب حدا امرأة نكحت ع ه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أمي لى صداق أو عن أبيه عن جد
ة قـبل عصمة النكاح فـهو هلا وما كان بـعد عصمة النكاح فـهو لمن أعطيه حباء أو عد 41وأحق ما أكرم عليه الرجل ابـنته أو أخته
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakr Al Bursani, telah mengabarkan kepada kami Ibnu> Juraij dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda : "Setiap wanita yang dinikahkan dengan suatu mahar, pemberian, atau janji sebelum akad nikah, maka hal itu adalah miliknya. Adapun yang diberikan setelah akad nikah, maka hal itu adalah milik
41Sunan Abu>> Da>ud, Juz. I, kitab nikah, hadis ke 84, nomor 2129, h. 390. Sunan al-Nasa>’i, Juz IV, kitab nikah, hadis ke 158, nomor 3353, h. 112. Sunan Ibn Majah, Juz. III kitab nikah, nomor 2031, h. 13. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz IV, nomor 6534, h. 190.
213
orang yang diberinya. Dan orang yang paling berhak terhadap penghormatan yang diberikan kepada seseorang adalah anak atau saudara wanita wanita."
Hadis ini sebenarnya menjelaskan tentang memberikan suatu seserahan
sebelum terjadinya ijab qabul, maka hal tersebut dijelaskan oleh nabi sebenarnya
masih milik si pemberi kecuali apabila telah terjadi ijab qabul maka suatu yang
diserahkan tersebut sudah tidak dapat diambil kembali karena sudah menjadi hak
orang yang diberi (istri). Istilah ini sering disebut dengan bahasa tunangan.
Ibnu> Abidin menyatakan bahwa “Apa yang diberikan setelah tunangan
sebagai mahar, bisa diminta kembali jika berupa barang meskipun sudah berubah
karena bekas dipakai atau senilai dengan mahar itu jika sudah habis terpakai; karena
mahar itu diberikan berdasarkan ijab dan qabul, namun jika belum terjadi, maka
boleh diambil kembali”.42
Dan yang serupa dengan itu berkata Ibnu> Hajar “Seseorang yang telah
melamar wanita, kemudian ia mengirimkan atau memberinya sejumlah harta
sebelum akad tanpa syarat tertentu dan tidak berniat sebagai hadiah, kemudian
masing-masing dari pihak laki-laki atau perempuan menggagalkannya, maka semua
yang diberikan sebelumnya harus dikembalikan; karena ia memberikan kepadanya
dengan akan diadakannya hubungan pernikahan”.43
Madzab Hanafi secara tekstual berpendapat bahwa bagi pelamar hendaknya
mengambil kembali mahar yang telah dibayarkan sesuai dengan harga mahar
tersebut jika berupa barang atau diganti jika sudah habis terpakai atau sudah
dikonsumsi.44
42Muhammad Ibnu> ‘Abidin, Raddul Muhtar. Jus III (Beirut-Libanon: Da>r al-Kutub, t.th.), h. 153.
43Syaih al-Islam Syihabu>ddin Abi al-Abbas Ah}mad bin Muhammad bin ‘Ali ibn H}ajar al-Haitamy, Tuhfatul Muhtaj Bi Syarhil Minhaj. Jus IV (Beirut: Da>rul Kutub, t.th.), h. 421.
44Ibnu> Rusyd, Bidayatul Mujtahid, h. 236.
214
Penulis tidak mendapatkan secara tekstual tentang hal ini dari beberapa
madzab yang lain, namun bisa difahami dari perkataan ulama-ulama di atas setelah
mempelajari definisi mereka tentang mahar, bahwa menurut mereka hukumnya
adalah hendaknya tidak menyelisihi pendapat Hanafiyah dalam hal ini.
Mahar menurut Ma>likiyah adalah termasuk rukun akad, tidaklah ada antara
laki-laki dan wanita yang sudah bertunangan hubungan tertentu dan tidak dihalalkan
bagi wanita setengah mahar kecuali setelah berlangsungnya akad nikah dan baru
dihalalkan semuanya setelah digauli oleh suaminya; kalau tidak maka hal itu
termasuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Dengan adanya
pembatalan dari salah satu pihak dan tidak terjadinya akad nikah, maka wanita
tersebut tidak berhak dengan mahar tersebut, ia pun hendaknya mengembalikannya
kepada pihak laki-laki.45
Imam Syafi’i berpendapat bahwa mahar itu adalah apa yang diwajibkan
karena akad nikah atau jima’ atau menggaulinya secara paksa dan para saksi menarik
kembali persaksiannya”. Inilah beberapa keadaan yang menjadikan mahar wajib
dibayarkan, bukanlah pertunangan termasuk di dalamnya, maka (jika belum terjadi
demikian) tidak dihalalkan bagi wanita mengambil mahar tersebut bahkan ia wajib
mengembalikannya kepada pihak laki-laki. Sedangkan mahar menurut imam Hanafi
adalah permberian yang disebutkan di dalam akad nikah. Dan tidak ada kedua calon
mempelai yang sudah bertunangan yang diwajibkan untuk membayar mahar atau
setengah dari mahar.46
45Abdurrahman Al-Jaziriy, Al-Fiqh ala Mazahib Al-Arba‟ah., h. 101. 46Abdurrahman Al-Jaziriy, Al-Fiqh ala Mazahib Al-Arba‟ah., h. 101.
215
Demikianlah semua pendapat para ahli fikih bertemu pada satu titik yang
penting, yaitu; bahwa mahar itu tidak wajib kecuali setelah adanya akad nikah dan
saat pertunangan tidak ada akad nikah tersebut. Seorang wanita yang bersi keras
mengambil mahar yang telah dibayarkan setelah salah satu pihak membatalkan
pertunangannya adalah mengambil harta dengan sebab yang tidak disyari’atkan,
maka ia wajib mengembalikannya kepada pemiliknya”.
Selanjutnya dalam hadis yang lain di katakan :
ثـنا أيب عن ثـنا يـعقوب بن إبـراهيم بن سعد حد ثـنا علي بن سلمة النـيسابوري حد ابن حدسعيد بن جبـري عن ابن عباس قالتـزوج رجل من إسحق قال ذكر طلحة بن نافع عن
فـرفع األنصار امرأة من بـلعجالن فدخل هبا فـبات عندها فـلما أصبح قال ما وجدتـها عذراء سلم فدعا اجلارية فسأهلا فـقالت بـلى قد كنت عذراء فأمر شأنـها إىل النيب صلى الله عليه و
47هبما فـتالعنا وأعطاها المهر Artinya :
Telah menceritakan kepada kami bin Salamah An NaisAbu>ri berkata, telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'd berkata, telah menceritakan kepada kami Bapakku dari Ibnu> Ishaq ia berkata; Thalhah bin Nafi' menyebutkan dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu> Abbas ia berkata, "Seorang laki-laki Anshar menikahi seorang wanita yang berasal dari Bal'ijlan, lalu ia masuk dan bermalam bersamanya. Ketika datang waktu pagi ia berkata, "Aku tidak mendapatkan kegadisannya! "hingga akhirnya, persoalan tersebut disampaikan kepada Nabi saw. Beliau memanggil wanita tersebut dan menanyainya, wanita itu menjawab, "Benar, aku masih dalam keadaan gadis." Maka beliau pun memerintahkan keduanya untuk saling bersumpah dan beliau memberikan hak mahar kepadanya
Dari hadis di atas maka secara tekstual tersirat bahwa seorang lelaki merasa
ditipu oleh istrinya, yang ternyata sudah tidak perawan. Oleh karena itu lelaki
tersebut berniat untuk membatalkan pernikahannya. Jika pembatalan nikah ini
47Abu>> Abdullah Muhammad bin Yazid al-Rab’i Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz. III kitab nikah, nomor 2148, h. 46.
216
sebelum terjadi hubungan badan, maka mahar dikembalikan. Namun jika telah
terjadi hubungan, ada rincian:
Pertama, Jika yang menipu pihak wanita, dia mengaku perawan padahal tidak
perawan, maka dia wajib mengembalikan maharnya.
Kedua, Jika yang menipu pihak wali atau orang lain yang menjadi perantara
baginya, maka dia yang bertanggung jawab mengembalikan maharnya. Ibnu>l Qoyim
menjelaskan ”Jika pihak suami mengajukan syarat, harus sehat tidak cacat, atau harus cantik, tapi ternyata jelek, atau harus masih muda, tapi ternyata sudah tua keriputan, atau harus putih, tapi ternyata hitam, atau harus perawan, tapi ternyata janda, maka pihak suami berhak membatalkan pernikahan. Jika pembatalan terjadi sebelum hubungan badan, istri tidak berhak mendapat mahar. Jika setelah hubungan, istri berhak mendapat mahar. Sementara tanggungan mengembalikan mahar menjadi tanggung jawab walinya, jika dia yang menipu suami. Namun jika istri yang menipu, gugur hak mahar untuknya48.
Ketiga, apabila sebelum menikah, suami tidak mempersyaratkan istrinya
harus perawan, maka dia tidak memiliki hak untuk membatalkan akad. Ibnu>l Qoyim
menjelaskan kapan seorang suami berhak membatalkan akad nikah, jika sebelumnya
dia tidak mempersyaratkan apapun.
Satu riwayat dari ‘Umar ra. : Wanita tidak dikembalikan (ke orang tuanya)
kecuali karena empat jenis cacat: gila, kusta, lepra dan penyakit di kemaluan.
Riwayat ini tidak saya ketahui sanadnya selain dari Ashbagh, dari Ibnu> Wahb, dari
‘Umar, aturan ini berlaku jika pihak suami tidak mengajukan syarat apapun.49 Imam
Ibnu> Utsaimin menjelaskan :
Yang makruf di kalangan ulama, bahwa ketika seorang lelaki menikahi wanita yang dia anggap masih gadis, sementara dia tidak mempersyaratkan harus
48Ibnu> Qayyim al-Jauziyah. Zadul Ma’ad, terj. Asep Sobari. Ringkasan Zadul Ma’ad (Cet. I; Jakarta: Al-I’tishom, 2013), h. 340.
49Ibnu> Qayyim al-Jauziyah. Zadul Ma’ad, terj. Asep Sobari. Ringkasan Zadul Ma’ad , h 340.
217
gadis, maka pihak suami tidak memiliki hak untuk membatalkan pernikahan. Karena kegadisannya bisa saja hilang karena si wanita main-main dengan organ pribadinya, atau karena dia melompat sehingga merobek keperawanannya, atau diperkosa. Selama semua kemungkinan ini ada, pihak suami tidak berhak membatalkan pernikahan, ketika dia menjumpai istrinya tidak perawan. Namun jika pihak suami mempersyaratkan harus perawan, kemudian ternyata istrinya tidak perawan, maka suami punya pilihan untuk melanjutkan atau membatalkan nikah.50
Demikian pembahasan rincian hukumnya. Sekalipun jika suami dan istri
saling menuduh (li’an) maka hak mahar tetap milik istri seperti penjelasan hadis
berikut ini :
ثـنا حيىي بن ر بن حرب واللفظ ليحىي قال حيىي أخبـرنا و حد حيىي وأبو بكر بن أيب شيبة وزهيـنة عن عمرو عن سعيد بن جبـري عن ابن عمر قالقال ثـنا سفيان بن عيـيـ وقال اآلخران حد
صلى الله عليه وسلم للمتالعنـني حسابكما على الله أحدكما كاذب ال سبيل رسول الله ها فـهو مبا ها قال يا رسول الله مايل قال ال مال لك إن كنت صدقت عليـ لك عليـ
ها فذاك أبـعد لك منـها استحللت من فـرجها 51وإن كنت كذبت عليـArtinya :
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Abu> Bakar bin Abi Syaibah serta Zuhair bin Harb sedangkan lafazhnya dari Yahya, dia mengatakan; Telah mengabarkan kepada kami, sedangkan yang dua mengatakan; Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari 'Amru dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu> ‘Umar dia berkata; Rasulullah saw. bersabda kepada sepasang suami istri yang saling meli’an: "Hanya Allah sajalah yang tahu jika salah satu dari kalian ada yang berdusta dan tidak ada jalan lain bagimu untuk menuntut istrimu." Kata suaminya; "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan hartaku?" beliau menjawab: "Kamu tidak dapat menuntutnya lagi karena kamu telah bersumpah. Jika sumpahmu benar, maka harta itu sebagai imbalan kehalalan kehormatannya bagimu dan jika ternyata kamu yang dusta, maka harta tersebut akan semakin menjauh darimu."
Dari sabda Nabi yang berbunyi “Perhitungan kamu berdua terserah pada
Allah” Nabi jelaskan dengan “salah seorang diantara kamu berdua ada yang
50Ibnu> Rusyd, Bidayatul Mujtahid, h. 240. 51S}ah}ih} al-Bukhariy, Juz VII, bab talak, hadis ke 22, nomor 5312, h. 265. S}ah}ih} Musli<m,
Juz. II, kitab li’an, hadis ke 6, nomor 3557, h. 316. Sunan Abu>> Da>ud, Juz. III, kitab talak, hadis ke 83, nomor 2257, h. 530. Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, kitab talak, hadis ke 88, nomor 3476, h. 470.
218
berbohong”, maka jika salah satu dari suami ataupun istri ada yang bohong maka
yang dapat memberi keputusan mengenai tuduhan tadi hanya Allah. Dan setelah
sang suami menuduh istrinya berbuat zina (li’an) maka suami tidak punya hak untuk
menguasai istrinya, dengan kata lain jatuhlah cerai dengan alasan sabda Nabi yang
ketika ditanya oleh suami “Ya Rasulullah bagaimana dengan hartaku?” yang
dimaksud disini dengan harta adalah maskawin yang telah diberikan oleh suami
kepada sang istri, yang dijawab oleh Nabi dengan sabda beliau “Jika tuduhanmu
benar terhadapnya, maka ia telah menghalalkan kehormatannya (farjinya) untukmu;
dan jika engkau berdusta atas tuduhanmu terhadapnya, maka maskawinmu itu
menjadi semakin menjauhkanmu darinya.” Yang dimaksud dengan menjauhkanmu
darinya adalah cerai yang jatuh akibat dari tuduhan sang suami yang tidak benar.
Adapun asbabu>l wurud hadis di atas dapat di jelaskan pada hadis berikut ini :
ثـنا عبد العزيز بن أيب سلمة وإ ثـنا أبو داود قال حد بـراهيم بن أخبـرنا حممد بن معمر قال حدبن سعد عن عاصم بن عدي قال جاءين عومير رجل من بين سعد عن الزهري عن سهل
يـفعل يا العجالن فـقال أي عاصم أرأيـتم رجال رأى مع امرأته رجال أيـقتـله فـتـقتـلونه أم كيف لى الله عليه وسلم فسأل عاصم عن ذلك النيب صلى الله عليه عاصم سل يل رسول الله ص
صنـعت وسلم فـعاب رسول الله صلى الله عليه وسلم المسائل وكرهها فجاءه عومير فـقال ماعت أنك مل تأتين خبري كره رسول الله صلى الله عليه وسلم المسائل يا عاصم فـقال صنـ
إىل رسول وعابـها قال عومير والله ألسألن عن ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم فانطلق ه عز لى الله عليه وسلم فسأله فـقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم قد أنـزل الل الله ص
يه وجل فيك ويف صاحبتك فأت هبا قال سهل وأنا مع الناس عند رسول الله صلى الله عل
219
ها فـف ارقـها وسلم فجاء هبا فـتالعنا فـقال يا رسول الله والله لئن أمسكتـها لقد كذبت عليـ 52نـني قـبل أن يأمره رسول الله صلى الله عليه وسلم بفراقها فصارت سنة المتالع
Artinya : Telah mengabarkan kepada kami (Muhammad bin Ma'mar) ia berkata; telah menceritakan kepada kami (Abu> Da>ud) ia berkata; telah menceritakan kepada kami (Abdul Aziz bin Abu> Salamah) dan (Ibrahim bin Sa'd) dari (Az Zuhri) dari (Sahl bin Sa'd) dari ('Ashim bin Adi) ia berkata, "Uwaimir, seorang laki-laki dari Bani Al 'Ajlan, datang kepadaku. Ia berkata, "Wahai 'Ashim, bagaimana pendapatmu mengenai seorang laki-laki yang melihat seorang laki-laki bersama istrinya? Apakah ia boleh membunuhnya sehingga mereka (kurban) membunuhnya (sebagai qishash) atau bagaimana ia berbuat? Wahai 'Ashim, tanyakanlah kepada Rasulullah saw. " Kemudian 'Ashim bertanya mengenai hal tersebut kepada Nabi saw. Lalu Rasulullah saw. mencela permasalahan-permasalahan tersebut dan beliau tidak menyukainya. Kemudian 'Uwaimir datang dan berkata, "Apa yang telah engkau perbuat wahai 'Ashim? Ashim menjawab, "Aku berbuat bahwa engkau tidak datang kepadaku dengan kebaikan, Rasulullah saw. tidak menyukai permasalahan-permasalahan tersebut dan mencelanya." 'Uwaimir berkata, "Demi Allah, sungguh aku akan menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw. "Kemudian ia datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya kepadanya. Lalu Rasulullah saw. bersabda kepadanya: "Sungguh Allah swt. telah menurunkan mengenai dirimu dan istrimu. Maka datangkanlah dia." Sahl berkata, "Aku bersama orang-orang berada di sisi Rasulullah saw. , kemudian ia datang membawa istrinya. Keduanya lalu saling melaknat, 'Uwaimir kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, seandainya aku menahannya sungguh aku telah berdusta terhadapnya." Kemudian ia menceraikannya sebelum Rasulullah saw. memerintahkannya untuk menceraikannya. Kemudian hal tersebut menjadi hukum dua orang yang saling melaknat."
Hadis ini muncul ketika Nabi baru kembali dari tabuk, terjadi peristiwa li’an
antara sepasang suami istri dalam kalangan sahabat Nabi. Yaitu Uwaimir al-Ajlani
menuduh istrinya Khaulah binti Qais (sepupu Uwaimir sendiri) berzina dengan
Syarik bin Sahma. Dia berkata kepada orang ramai, “Aku mengetahui sendiri Syarik
bin Shahma pernah berada di atas perut Khaulah. Oleh itu, lebih kurang 4 bulan aku
tidak menghampirinya (Khaulah).”
52Abu>> Abdurrah}man Ahmad bin Syu’aib An-Nasa>’i, Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, kitab talak, nomor 3430, h. 391.
220
Berita itu terdengar oleh Nabi saw. Nabi memanggil Uwaimir. Baginda
berkata kepada Uwaimir, “Takutlah engkau kepada Allah tentang urusan istrimu.
Janganlah engkau menuduhnya berbuat jahat tanpa bukti”. Uwaimir menjawab,
“Wahai Rasulullah aku bersumpah dengan nama Allah melihat sendiri Syarik berada
di atas perut Khaulah. Jadi sudah lebih kurang 4 bulan aku tidak mendekatinya.”
Sesudah melihat ketegasan Uwaimir, Nabi memanggil pula Khaulah.
Baginda berkata kepada Khaulah, “Takutklah kamu kepada Allah. Jangan beritahu
aku selain apa yang kau lakukan. ”Khaulah menjawab, “Wahai Rasulullah, Uwaimir
ini seorang lelaki yang sangat cemburu. Suatu malam dia pulang bersama Syarik.
Mereka bercakap-cakap sehingga lewat malam lalu dia merasa cemburu kepada aku
tanpa berfikir panjang.”
Setelah mendegar keterangan Khaulah itu, Nabi bertanya lagi kepada
Uwaimir mengenai istrinya itu. Uwaimir tetap dengan pendiriannya dan tidak
mengakui kata-kata istrinya.Lantaran itu, Allah telah menurunkan wahyu kepada
baginda QS. An-Nu>r/24 : 6-9.
Terjemahnya : Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kbersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah Termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat katas nama Allah
221
Sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-orang yang benar.53
Setelah turunya ayat masalah tersebut dilanjutkan setelah usai kaum
Muslimin mengerjakan solat Asar berjamaah di masjid, Nabi menyuruh mereka
berkumpul bagi mendengar keputusan tentang tuduhan Uwaimir ke atas istrinya.
Sesudah mereka berkumpul, Nabi menyuruh Uwaimir mengucapkan, “Aku bersaksi
dengan nama Allah, Khaulah berzina dan aku termasuk orang-orang yang benar. Aku
bersaksi dengan nama Allah, aku melihat sendiri Syarik di atas perut Khaulah dan
aku termasuk orang-orang yang beanr. Aku bersaksi dengan nama Allah, Aku tidak
mendekatinya selama 4 bulan dan saya termasuk orang-orang yang benar. Laknat
Allah itu dijatuhkan ke atas Uwaimir jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.”
Lalu Uwaimir mengucapkan pernyataan itu, kemudian Nabi memerintahkan
Uwaimir duduk. Baginda memanggil Khaulah dan memintanya berdiri. Baginda
memerintahkan Khaulah mengucapkan, “Aku bersaksi dengan nama Allah, aku tidak
berzina dan Uwaimir termasuk orang-orang yang berdusta. Aku bersaksi dengan
nama Allah, Uwaimir tidak pernah melihat Syarik di atas perutku dan dia termasuk
orang-orang yang berdusta. Aku bersaksi dengan nama Allah, aku hamil dengan
sebab Uwaimir dan dia termasuk orang-orang yang berdusta. Aku bersaksi dengan
nama Allah, Uwaimir tidak pernah melihat aku melakukan kejahatan dan dia
termasuk orang-orang yang berdusta. Kemurkaan Allah dijatuhkan ke atas Khaulah
jika Uwaimir termasuk orang-orang yang benar.”
Lalu Khaulah mengucapkan pernyataan itu. Selanjutnya Nabi menceraikan
Uwaimir dan Khaulah. Nabi memberi peringatan kepada Uwaimir dengan katanya,
“Sudah tiada jalan bagi kamu mencampurinya.” Dan kemudian selanjutnya urusan
53 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 647.
222
antara Uwaimir dan istrinya itu diserahkan kepada Allah kerana dia mengetahui
keadaan yang sebenarnya. Yang kemudian dijelaskan pada hadis berikut ini :
ثـنا حيىي أخبـرنا عبد الرزاق أخبـرنا ابن جريج قال أخبـرين ابن شهابعن المالعن ة وعن حدنة فيها عن حديث سهل بن سعد أخي ب ين ساعدة أن رجال من األنصار جاء إىل رسول الس
قتـله أم الله صلى الله عليه وسلم فـقال يا رسول الله أرأيت رجال وجد مع امرأته رجال أيـ ذكر يف القرآن من أمر المتالعنـني فـقال النيب صلى الله كيف يـفعل فأنـزل الله يف شأنه ما
غا عليه وسلم قد قضى الله فيك ويف امرأتك قال فـتالعنا يف المسجد وأنا شاهد فـلما فـر ها يا رسول ا لله إن أمسكتـها فطلقها ثالثا قـبل أن يأمره رسول الله صلى الله قال كذبت عليـ
اك تـفريق عليه وسلم حني فـرغا من التالعن فـفارقـها عند النيب صلى الله عليه وسلم فـقال ذ نة بـعدمها أن يـفرق بـني بـني كل م تالعنـني قال ابن جريج قال ابن شهاب فكانت الس
ا ترثه المتالعنـني وكانت حامال وكان ابـنـها يدعى ألمه قال مث جرت السنة يف مرياثها أنـه ها ما فـرض الله له قال ابن جريج عن ابن شهاب عن سهل بن سعد الساعدي يف ويرث منـ
ة فال هذا احلديث إن النيب صلى الله عليه وسلم قال إن جاءت به أمحر قصريا كأنه وحر ها وإن جاءت به أسود أعني ذا أليتـني فال أراه إال قد ص أراه دق ا إال قد صدقت وكذب عليـ
ها فجاءت به على المكروه من ذلك Fعليـ
54 Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Yahya Telah mengabarkan kepada kami Abdurrazzaq Telah mengabarkan kepada kami Ibnu> Juraij ia berkata; Telah mengabarkan kepadaku Ibnu> Syihab yakni tentang li’an dan tentang sunnah yang terkait dengannya, dari hadis Sahl bin Sa'dari saudara Bani Sa'adah bahwasanya; Seorang laki-laki dari Anshar datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda bilamana seorang laki-laki mendapati laki-laki lain bersama istrinya, bolehkah ia membunuhnya atau apa yang semestinya ia lakukan?" Maka Allah pun menurunkan ayat yang berkenaan dengan Mutala'inain (dua orang suami istri yang saling meli’an). Maka Nabi saw. pun bersabda: "Sesungguhnya Allah telah memberi putusan denganmu terkait dengan istrimu." Lalu dua orang suami-istri itu saling melaknat di dalam masjid, aku menyaksikannya sendiri.Setelah itu, laki-laki itu berkata, "Aku telah berdusta atasnya wahai Rasulullah bila aku tetap
54S}ah}ih} al-Bukhariy, Juz VII, bab talak, hadis nomor 4897, h. 140.
223
menahannya." Akhirnya laki-laki itu pun mentalaqnya dengan talak tiga sebelum Rasulullah saw. menyuruhnya. Maka orang itu pun berpisah dengannya di sisi Nabi saw. dan beliau bersabda: "Itulah At Tafriq (pemisahan) bagi setiap dua orang suami-istriyang saling melaknat." Ibnu> Juraij berkata; Ibnu> Syihab berkata; Maka sunnah setelah itu adalah memisahkan suami istri yang saling meli’an. Wanita itu sedang hamil dan anaknya pun dipanggil dengan bersandarkan pada ibunya.Begitulah seterusnya. Sang ibu mewarisi anaknya dan anak pun mewarisi ibunya sebagaimana apa yang telah diwajibkan Allah. Ibnu> Juraij berkata; Dari Ibnu> Syihab dari Sahl bin Sa'd As Sa'idi di dalam hadis ini, Nabi saw. bersabda: "Jika ia melahirkan anak yang berkulit kemerah-merahan dan berpostur tubuh pendek menyerupai tokek, maka tidak ada dugaan lain, kecualibahwa wanita itu telah berkata benar. Dan suaminya telah berdusta atasnya. Namun jika ia melahirkan anak yang kedua bola matanya hitam serta pantatnya besar, maka aku tidak pula menduga yang lain kecualibahwa ia suaminya itu telah benar." Lalu wanita itu pun melahirkan anak yang membenarkan pengakuan 'Uwaimir.
Dari keterangan tersebut maka penulis memberi kesimpulan bahwa li’an
dapat menyebabkan perceraian diantara suami dan istri. Tanpa harus ada ucapan
talaq dari sang suami, Dengan terbuktinya tuduhan ataupun tidak suami tidak berhak
mengambil lagi maskawin yang telah di berikan kepada istri. Dan dalam masa
sekarang sudah banyak kejadian seperti ini yang tanpa disadari oleh para pelaku.55
Selanjutnya hak mahar seorang istri dapat hilang apabila dia meminta cerai
dari sang suami, hal ini berdasarkan kisah istri sahabat Tsa>bit bin Qois yang
meminta cerai darinya. Dalam riwayat ini jelas bahwa istri Tsa>bit bin Qois sama
sektidak mengeluhkan akan buruknya akhlak suaminya atau kurangnya agama
suaminya. Akan tetapi ia mengeluhkan tentang perkara yang lain. Dalam sebagian
riwayat yang lain menjelaskan bahwa istri Tsa>bit meminta h}ulu’ karena buruk
rupanya Tsa>bit.
ثـنا أبو خالد األمحر عن حجاج عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن ثـنا أبو كريب حد حده قالكانت حبيبة بنت سهل حتت ثابت بن قـيس بن مشاس وكان رجال دميما فـقالت يا جد
55Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Edisi Lux. Jilid 3 (Depok: Gema Insani, 2001), h 133.
224
ى الله رسول الله والله لوال خمافة الله إذا دخل علي لبصقت يف وجهه فـقال رسول الله صل نـهما رسول الله عليه وسل م أتـردين عليه حديقته قالت نـعم فـردت عليه حديقته قال فـفرق بـيـ
56صلى الله عليه وسلم Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al Ahmar dari Hajjaj dari 'Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata, "Habibah binti Sahl adalah isteri Tsa>bit bin Qais bin Syammas, sementara dia adalah seorang lelaki yang bermuka buruk. Habibah berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, sekiranya bukan karena takut kepada Allah, jika dia berani masuk kepadaku niscaya aku akan meludahi mukanya." Beliau lalu bersabda: "Apakah kamu mau mengembalikan kebun miliknya (mahar) kepada dia?" ia menjawab, "Ya." Maka ia pun mengembalikan kebun tersebut kepada Tsa>bit bin Qais. Ia (perawi) berkata, "Maka Rasulullah saw. pun menceraikan keduanya."
Namun telah datang dalam riwayat yang sahih} dari Ibnu> Abbas berkata :
اء ثـنا خالد عن خالد احلذ ثـنا إسحاق الواسطي حد عن عكرمةأن أخت عبد الله بن أيب حدعن خالد هبذا وقال تـردين حديقته قالت نـعم فـردتـها وأمره يطلقهاوقال إبـراهيم بن طهمان
م وطلقها وعن أيوب بن أيب متيمة عن عكرمة عن عن عكرمة عن النيب صلى الله عليه وسل قالت ابن عباس أنه قال جاءت امرأة ثابت بن قـيس إىل رسول الله صلى الله عليه وسلم فـ
ابت يف دين وال خلق ولكين ال أطيقه فـقال رسول الله يا رسول الله إين ال أعتب على ث 57صلى الله عليه وسلم فـتـردين عليه حديقته قالت نـعم
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ishaq Al Wasithi Telah menceritakan kepada kami Khalid dari Khalid Al Hadzdza dari Ikrimah bahwa saudara perempuan Abdullah bin Ubay dengan ini beliau berkata, "Kembalikanlah kebun miliknya." Ia berkata, "Ya." Lalu ia pun mengembalikannya dan beliau memerintahkan agar menceraikannya. Dan Telah berkata Ibrahim bin Thahman dari Khalid dari Ikrimah dari Nabi saw. , beliau bersabda: "Dan ceraikanlah ia." Dan dari Ayyub bin Abu> Tamimah dari Ikrimah dari Ibnu> Abbas bahwa ia berkata; IstriTsa>bit datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak mencela Tsa>bit atas agama atau pun akhlaknya. Akan tetapi, aku tak kuasa untuk hidup
56Abu>> Abdullah Muhammad bin Yazid al-Rab’i Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz. III, bab talak, nomor 2046, h. 61.
57Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhariy, Juz V, kitab talak, nomor 4894, h. 22.
225
bersamanya." Maka Rasulullah saw. bersabda: "Kalau begitu, kembalikanlah kebun miliknya." Ia menjawab, "Ya."
Dari hadis di atas ternyata "h}ulu’ yang pertama dalam sejarah Islam adalah
h}ulu’nya saudari Abdullah bin Ubay (Yaitu Jamilah bintu Abdullah bin Ubay bin
Salul gembong orang munafiq dan saudara Jamilah bernama Abdullah bin Abdullah
bin Ubay bin Salul). Ia mendatangi Rasulullah saw. lalu berkata, "Wahai Rasulullah,
tidak mungkin ada sesuatu yang bisa menyatukan kepalaku dengan kepala Tsa>bit
selamanya. Aku telah mengangkat sisi tirai maka aku melihatnya datang bersama
beberapa orang. Ternyata Tsa>bit adalah yang paling hitam diantara mereka, yang
paling pendek dan yang paling jelek wajahnya "Suaminya (Tsa>bit) berkata, "Wahai
Rasulullah, aku telah memberikan kepadanya hartaku yang terbaik, sebuah kebun,
jika kebunku dikembalikan, (maka aku setuju untuk berpisah)". Nabi berkata,"Apa
pendapatmu (wahai jamilah)?" Jamilah berkata, "Setuju dan jika dia mau akan aku
tambah". Maka Nabipun memisahkan antara keduanya.58
Selain hadis-hadis di atas terdapat juga masalah lain tentang h}ulu’ ini seperti
hadis berikut ini :
ثـنا حممد بن معمر حد ثـنا أبو عمرو السدوسي حد ثـنا أبو عامر عبد الملك بن عمرو حد حبيبة المديين عن عبد الله بن أيب بكر بن حممد بن عمرو بن حزم عن عمرة عن عائشة أن
ثابت بن قـيس بن مشاس فضربـها فكسر بـعضها فأتت رسول الله بنت سهل كانت عند ثابتا فـقال صلى الله عليه وسلم بـعد الصبح فاشتكته إليه فدعا النيب صلى الله عليه وسلم
وفارقـها فـقال ويصلح ذلك يا رسول الله قال نـعم قال فإين أصدقـتـها خذ بـعض ماهلا 59حديقتـني ومها بيدها فـقال النيب صلى الله عليه وسلم خذمها وفارقـها فـفعل
58 Ibnu> Hajar al-Asqalani, Fathul Ba>ri. Jus VIX,, h. 398. 59Abu>> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani,Sunan Abu>> Da>ud, Juz. II, bab talak,
nomor 1904, h. 329.
226
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abu> 'Amir Abdul Ma>lik bin 'Amr, telah menceritakan kepada kami Abu> 'Amr As Sadusi Al Madini, dari Abdullah bin Abu> Bakr bin Muhammad bin 'Amr bin Hazm dari 'Amrah dari Aisyah bahwa Habibah binti Sahl pernah berada di di sisi Tsa>bit bin Qais bin Syammas, kemudian ia memukulnya dan melukai sebagian tubuhnya. Lalu Habibah datang kepada Rasulullah saw. setelah shalat Subuh dan mengadu kepadanya. Maka Nabi saw. memanggilTsa>bit dan berkata: "Ambillah sebagian hartanya dan ceraikan dia!" Kemudian Tsa>bit berkata; apakah hal tersebut boleh wahai Rasulullah ? Beliau berkata: "Ya." Kemudian ia berkata; sesungguhnya saya telah memberinya mahar dua kebun dan keduanya ada di tangannya. Nabi saw. bersabda: "Ambillah keduanya dan ceraikan dia!" kemudian Tsa>bit melakukan hal tersebut.
Hadis ini secara tekstual menceritakan ketidaksukaan Habibah atas
perbuatan suaminya yang telah melukai dirinya, sehingga habibah tidak terima dan
mengadu kepada Rasulullah saw. Selanjutnya menerut keterangan hadis yang lain
disebutkan :
ثـنا أخبـرنا أبو علي حممد بن حيىي المروزي قال أخبـرين شاذان بن عثمان أخو عبدان قا ل حدثـنا علي ب ن المبارك عن حيىي بن أيب كثري قال أخبـرين حممد بن عبد الرمحن أن أيب قال حد
يدها الربـيع بنت معوذ بن عفراء أخبـرتـهأن ثابت بن قـيس بن مشاس ضرب امرأته فكسر يلة بنت عبد الله بن أيب فأتى أخوها يشتكيه إىل رسول الله صلى الله عليه وسلم وهي مج
بيلها فأرسل رسول الله صلى الله عليه وسلم إىل ثابت فـقال له خذ الذي هلا عليك وخل س 60لهاال نـعم فأمرها رسول الله صلى الله عليه وسلم أن تـتـربص حيضة واحدة فـتـلحق بأه ق
Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Abu> Muhammad bin Yahya Al Marwazi ia berkata; telah mengabarkan kepadaku Syadzan bin Utsman saudara Abdan, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Bapakku berkata; telah menceritakan kepada kami bin Al Mubarak dari Yahya bin Abu> Katsir ia berkata; telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Abdurrahman bahwa Ar Rubayyi' binti Mu'awwidz bin 'Afra telah mengabarkan kepadanya, bahwa Tsa>bit bin Qais bin Syammas memukul istrinya hingga mematahkan tangannya, yaitu Jamilah binti Abdullah bin Ubay. Saudaranya (Jamilah) lalu datang
60Abu>> Abdurrah}man Ahmad bin Syu’aib An-Nasa>’i, Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, bab talak, nomor 3458, h. 351.
227
mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah saw. lalu Rasulullah saw. mengutus seseorang kepada Tsa>bit dan berkata kepadanya: "Ambillah apa yang menjadi haknya atas dirimu dan lepaskan dia!" Tsa>bit lalu berkata, Ya." Rasulullah saw. lantas menyuruh Jamilah untuk menunggu (Iddah) dalam durasi satu khaid sebelum kembali kepada keluarganya."
Dari riwayat-riwayat yang ada, seakan-akan ada pertentangan, karena
sebagian riwayat menunjukkan bahwa istri Tsa>bit meminta cerai karena perangai
Tsa>bit yang telah memukulnya hingga menyebabkan patah tangan. Dan sebagian
riwayat yang lain sangat jelas dan tegas bahwa sang istri tidak mencela akhlak dan
agama Tsa>bit, akan yang dikeluhkan ada kondisi tubuh Tsa>bit yang hitam, pendek
dan buruk rupa. Maka dari itu terdapat dua poin masalah dari perbedaan matan
hadis-hadis di atas yaitu :
Pertama, para ulama berselisih tentang nama istri Tsa>bit bin Qais, apakah
namanya Jamilah binti Abdillah bin Ubay bin Salul ataukah Habibah binti Sahl?.
Akan tetapi Ibnu> Hajar condong bahwa Tsa>bit pernah menikahi Habibah lalu terjadi
h}uluk, kemudian ia menikahi Jamilah dan juga terjadi h}ulu’61
Kedua, dalam sebagian riwayat lain yang sahih} menunjukkan bahwa Tsa>bit
bin Qois pernah memukul istrinya hingga tangannya patah. Sehingga inilah yang
dikeluhkan oleh istri beliau sehingga minta h}ulu’.
Ibnu> Hajar menjamak kedua model riwayat diatas dengan menyebutkan suatu
riwayat dimana istri Tsa>bit berkata :
ثـنا عبد األعلى بن ثـنا أزهر بن مروان حد ثـنا سعيد بن أيب عروبة عن حد عبد األعلى حديلة بنت سلول أتت النيب صلى الله عليه وسل م فـقالت قـتادة عن عكرمة عن ابن عباسأن مج
سالم ال أطيقه بـغضا والله ما أعتب على ثابت يف دين وال خ لق ولكين أكره الكفر يف اإل
61 Ibnu> Hajar al-Asqalani, Fathul Ba>ri. Jus VIX,, h. 399.
228
الله صلى فـقال هلا النيب صلى الله عليه وسلم أتـردين عليه حديقته قالت نـعم فأمره رسول 62منـها حديقته وال يـزداد الله عليه وسلم أن يأخذ
Artinya : telah menceritakan kepada kami Azhar bin Marwan berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la bin Abdul A'la berkata, telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu> Arubah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu> Abbas berkata, "Jamilah binti Salul datang kepada Nabi saw. dan berkata, "Aku tidak mencela Tsa>bit dalam masalah agama dan ahlaknya, akan tetapi aku benci kekafiran di dalam Islam, aku tidak mampu karena jengkel." Lalu Nabi saw. pun bersabda kepadanya: "Apakah engkau bersedia mengembalikan kebun miliknya (mahar) kepadanya?" ia menjawab, "Ya." Maka beliau memerintahkan Tsa>bit mengambil kebun miliknya dan tidak memberi tambahan."
Ini adalah hadis bagaimana jamilah mengadu kepada Nabi, pada riwayat yang
lalu dalam riwayat An-Nasai bahwasanya Tsa>bit mematahkan tangan sang istri,
maka dibawakan kepada makna bahwasanya sang istri ingin mengatakan bahwa
Tsa>bit buruk akhlaknya akan tetapi ia tidak mencela Tsa>bit karena hal itu, tetapi
karena perkara yang lain. Tidak seorangpun dari kedua istrinya (Jamilah maupun
Habibah) yang mencela Tsa>bit karena "sebab mematahkan tulang", akan tetapi telah
datang penjelasan yang tegas akan sebab yang lain, yaitu perawakan Tsa>bit buruk"63
Ibnu> Qud>amah ra. Berkata "dan kesimpulannya bahwasanya seorang wanita
jika membenci suaminya karena akhlaknya atau perawakannya/rupa dan jasadnya
atau karena agamanya, atau karena tuanya, atau lemahnya dan yang semisalnya dan
ia khawatir tidak bisa menunaikan hak Allah dalam mentaati sang suami maka boleh
baginya untuk meminta h}ulu’ kepada suaminya dengan memberikan biaya/ganti
untuk membebaskan dirinya."64
62Abu>> Abdullah Muh}ammad bin Yazid al-Rab’i Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz. III, bab talak, nomor 2046, h. 157.
63Ibnu> Hajar al-Asqalani, Fathul Ba>ri. Jus VIX,, h. 400. 64Ibnu> Qudamah, Al-Mughni, terj. Muhammad Syarifuddin Khathab. Jus VIII (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2006), h. 174.
229
Oleh karena pentingnya mahar ini Nabi Muhammad saw. memberikan
sebutan pezina dan pencuri bagi suami yang tidak menunaikan hak maharnya.
ثين ثـنا هشيم أخبـرنا عبد احلميد بن جعفر عن احلسن بن حممد األنصاري قال حد رجل حدث قال قال رسول الله صلى الله عليه من النمر بن قاسط قال مسعت صهيب بن سنان حيد
ا رجل أصدق امرأة صداقا والله يـعلم أنه ال يريد أداءه إليـها فـغرها ب الله واستحل وسلم أميا رجل ادان من رجل ديـنا والله يـعلم أنه ال فـرجها بالباطل لقي الله يـوم يـلقاه وهو زان وأمي
65 وهو سارق يريد أداءه إليه فـغره بالله واستحل ماله بالباطل لقي الله عز وجل يـوم يـلقاه Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Husyaim telah mengabarkan kepada kami Abdul Hamid bin Ja'far dari Al Hasan bin Muhammad Al Anshari ia berkata, telah menceritakan kepadaku seorang laki-laki dari Namr bin Qasith, ia berkata, saya mendengar Shuhaib bin Sinan menceritakan, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: "Siapa saja laki-laki yang memberikan mahar kepada seorang wanita, sedangkan Allah mengetahui bahwa ia (bermaksud) tidak akan menyerahkannya sehingga ia meniupnya dengan nama Allah dan menghalalkan kemaluannya dengan batil, maka laki-laki itu akan menjumpai Allah kelak pada hari kiamat sebagai orang yang berzina. Dan siapa saja laki-laki yang berhutang dari seseorang, sedang Allah mengetahui bahwa ia tidak bermaksud untuk melunasinya dan ia meniupnya dengan nama Allah dan menggalalkan hartanya dengan batil, maka ia akan menemui Allah sebagai seorang pencuri."
Secara tekstual hadis ini dapat dipahami bahwasanya menunda mahar adalah
hutang yang menjadi kewajiban suami agar dia membayarnya dan memberikannya
kepada sang istri. Dan mahar tersebut harus dipenuhi sang suami, karena itu
termasuk memenuhi akad yang Allah firmankan dalam QS. al-Ma>idah/5 : 1.
….
Terjemahnya :
“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu”66
65 Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz, VIII, nomor 18545, h. 227. 66Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 184.
230
Maka pembayaran mahar boleh dicicil jika sudah terjadi kesepakatan
sebelumnya. Dan jika sudah tiba waktu pembayaran yang telah disepakati, maka
sang suami wajib memenuhinya dan membayarnya kepada sang istri. Karena
kewajiban suami untuk membayar hutangnya kepada sang istri.
Namun jika sang suami enggan untuk membayar maharnya padahal dia
mampu dan waktu pembayaran yang telah disepakati telah tiba, maka sang suami
masuk ke dalam ancaman Nabi saw. :
ثـنا د حد ثـنا مسد عبد األعلى عن معمر عن مهام بن منبه أخي وهب بن منبه أنه مسع حد 67قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مطل الغين ظلم أبا هريـرة رضي الله عنه يـقول
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami 'Abdul A'laa dari Ma'mar dari Hammam bin Munabbih, saudaranya Wahb bin Munabbih bahwa dia mendengar Abu Hurairah ra. berkata; Nabi saw. bersabda: "Menunda pembayaran hutang bagi orang kaya adalah kezhaliman".
Selain itu dalam sebuah hadis yang lain menyatakan bahwa seseorang
dinyatakan sama dengan seorang pencuri (kehormatan wanita) apabila sudah ada
niat sebelumnya untuk tidak melunasi hutangnya.
ثـنا يوسف ثـنا هشام بن عمار حد ثين عبد حد بن حممد بن صيفي بن صهيب اخلري حدثـنا صهيب اخلري عن رسول احلميد بن زياد بن صيفي بن صهيب عن شعيب بن عمرو حد
ا رجل يدين ديـنا وهو جممع أن ال يـوفـيه إياه لقي الله سارقاالله صلى الله عليه وسلم قال أميثـنا يوسف بن حممد بن صيفي عن عبد احلميد ثـنا إبـراهيم بن المنذر احلزامي حد بن زياد حد
68ه صهيب عن النيب صلى الله عليه وسلم حنوه عن أبيه عن جد
67Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz III, nomor 2400, bab hutang, h. 97.
68Abu>> Abdullah Muhammad bin Yazid al-Rab’i Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz. III, kitab sedekah, nomor 2410, h. 210.
231
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar berkata, telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Muhammad bin Shaifi bin Shuhaib Al Khair berkata; telah menceritakan kepadaku Abdul Hamid bin Ziyad bin Shaifi bin Shuhaib dari Syu'aib bin Amru berkata, telah menceritakan kepada kami Shuhaib Al Khair dari Rasulullah saw., beliau bersabda: "Siapa saja berhutang dan ia berencana untuk tidak membayarnya kepada pemiliknya, maka ia akan menjumpai Allah dengan status sebagai pencuri." Telah menceritakan kepada kami Ibrahim Ibnul Mundzir Al Hizami berkata, telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Muhammad bin Shaifi dari Abdul Hamid bin Ziyad dari Bapaknya dari kakeknya Shuhaib dari Nabi saw. dengan Hadist yang serupa."
Maka jika ditanya, “Dan apa hukumnya bila istri meminta maharnya?” Maka
jawabannya boleh jika waktu pembayaran yang telah disepakati telah tiba, karena itu
adalah hak istri. Namun, sang istripun harus melihat keadaaan suaminya. Jika sang
suami benar-benar tidak mampu untuk membayarnya di waktu tersebut, maka
kewajiban sang istri untuk memberikan tangguhan waktu. Seperti yang termaktub
dalam QS. al-Baqarah/2 : 280.
Terjemahnya : Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.69
Maka kesimpulannya adalah boleh bagi suami untuk menunda pembayaran
mahar hingga waktu yang telah disepakati dan itu adalah hutang yang harus
dipenuhi olehnya. Dan jika telah datang waktu tersebut, maka wajib bagi suami
untuk membayarnya dan tidak boleh ditunda-tunda lagi jika dia mampu untuk
membayarnya karena menunda-nunda hutang dalam keadaan mampu adalah
perbuatan zalim selain itu dia akan disebut sama dengan seseorang yang telah
melakukan zina di akhirat kelak. Dan jika suami tidak mampu, maka kewajiban sang
istri untuk memberikan tangguhan waktu kepada suaminya. Maka antara suami dan
69Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 77.
232
istri haruslah saling bijak untuk berinteraksi antara satu dengan yang lainnya jangan
sampai yang satu mendzalimi yang lain.
B. Jenis-Jenis, Nilai dan Jumlah Mahar Masa Rasulullah saw.
1. Nilai dan Jenis-Jenis Mahar Ditinjau Dari Segi Kualifikasi
Dari segi ini kualifikasi pemberian mahar terbagi menjadi tiga yaitu mahar
dalam bentuk benda, mahar dalam bentuk jasa (manfaat) dan sesuatu yang tidak
dapat dijadikan sebagai mahar. Dan salah satu hadis yang menjadi patokan dasar
diperbolehkannya memberikan mahar dengan barang dan jasa adalah berikut ini yang
mana Nabi Muhammad saw. Dengan jelas menerangkan bahwa :
ت عن سهل بن سعد قاجلاءت امرأة إىل رسول الله صلى الله عليه وسلم فـقالت إين وهب رجل زوجنيها إن مل تكن لك هبا حاجة قال هل عندك من من نـفسي فـقامت طويال فـقال
شيء تصدقـها قال ما عندي إال إزاري فـقال إن أعطيتـها إياه جلست ال إزار لك فالتمس مس ولو خامتا من حديد فـلم جيد فـقال أمعك من القرآن شيئا فـقال ما أجد شيئا فـقال الت
70شيء قال نـعم سورة كذا وسورة كذا لسور مساها فـقال قد زوجناكها مبا معك من القرآن
Artinya : Dari Sahl bin Sa’ad ia berkata; Ada seorang wanita datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, "Sesungguhnya aku menghibahkan diriku." Wanita itu berdiri agak lama, lalu seorang laki-laki pun berkata, "Nikahkahkanlah aku dengannya, jika memang anda tidak berhasrat padanya." Beliau bertanya "Apakah kamu memiliki sesuatu untuk maharnya?" laki-laki itu berkata, "Aku tidak punya apa-apa kecuali kainku ini." Beliau bersabda "Jika kamu memberikannya dan kamu duduk tak berkain. Carilah sesuatu." Laki-laki itu menjawab, "Aku tidak mendapatkan sesuatu." Beliau bersabda lagi "Carilah, meskipun hanya berupa cincin emas." Namun laki-laki itu ternyata tak mendapatkan sesuatu, akhirnya beliau bertanya "Apakah kamu hafal sesuatu dari Al Quran? "laki-laki itu menjawab, "Ya, yaitu surat ini dan ini." Ia menyebutkannya. Maka beliau bersabda "Sesungguhnya aku telah menikahkanmu dengan wanita itu dengan mahar hafalan Al-Qur’anmu."
70Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz VII, bab nikah, hadis ke 71, nomor 5135, h. 53.
233
Mahar itu berupa sesuatu yang memiliki manfaat bagi istri. Abdullah Alu
Bassam menjelaskan, “Dibolehkan semua bentuk mahar yang mengandung manfaat
(bagi istri). Seperti mengajarkan Al-Qur’an, mengajarkan fikih, mengajarkan adab,
mengajarkan membuat sesuatu, mengajarkan atau lainnya yang memiliki manfaat”.71
Nabi saw. pernah menikahkan sahabatnya dengan wanita, yang sahabatnya
ini tidak memiliki harta untuk dijadikan mahar. Untuk mendapatkan pemahaman
yang jelas, terlebih dahulu diuraikan beberapa mufradat yang penting untuk
dijelaskan, yaitu :
a) Kata تصدقها adalah kata yang berbentuk fi’il mudhari yangterambil dari akar kata
ق, اصدقصد , yang akar maknanyaberarti “kebenaran”. Makna “kebenaran” ini
didasarkan padaproses penetapan mahar itu didahului oleh adanya janji,
makapemberian itu merupakan bukti kebenaran janji. Kata الصداق ,الصداق ,الصدقة
semuanya dapat berarti mahar.P71F
72
b) Kata صعد dan صوب , kedua kata mengandung makna mubalagah yang berarti
memandang dari atas ke bawah atau sebaliknya. Penggunaan tasydiq pada kedua
kata ini menunjukkan makna berulangnya kegiatan tersebut.
c) Kata إذهب adalah berbentuk fi’il amr yang terambil dari akar kata dari ذهبيذهب
yang berarti perintah untuk pergi.
d) Kata إزار adalah kata berakar dari kata يزير-أزار yang berarti mengelilingi. Dari
makna kata ini kemudian dimaknai sesuatu yang menutupi badan (pakaian). Kata yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia dan berarti sarung itu إزار
tidak boleh dipersepsikan sama dengan .إزار
71Abdullah bin Abdurrah}man Ibnu> Shalih Alu Bassam, Terjemah Taisirul Allam Syarah Umdatul Ah}kam. Jilid III, (Malang: Cahaya Tauhid Press, 2004) h. 440.
72Lihat, Muhammad Ibn Mandzur, Lisa>n al-Arab, Juz. XII (Beirut: Da>r al-Jil, 1988), h. 63.
234
e) Kata خامت berasal dari ختم yang berarti cap atau stempel. Dari makna kata ini
kemudian berkembali ang menjadi berarti cincin, karena pada masa klasik
(termasuk pada masa Nabi) cincin itu menjadi cap atau stempel.P72F
73
Hadis riwayat Sahl bin Sa’d ini merupakan salah satu hadis diantara sekian
banyak hadis yang memiliki asbabu>l wurud yang terintegralkan dalam matan
hadisnya. Menurut keterangan yang termuat dalam matan hadis, bahwa hadis ini
terjadi ketika seorang perempuan datang untuk menyerahkan dirinya kepada Nabi,
walaupun kemudian Nabi menyerahkannya pada seorang sahabat yang
mengingingkan untuk memperistrikannya.
Secara umum dalam kitab-kitab syarah tidak dijelaskan siapa wanita
tersebut, kecuali pada beberapa kitab, seperti Syarah al-Zarqani li> al-Muwat}t}ha’74
dan Fath}ul Bari> yang semuanya mengutip pendapat Ibn al-Qaththa’ (Ibn al-Qusha’;
versi Fath}ul Bari>) dalam kitab Ah}kam, beliau menyebutkan bahwa wanita itu adalah
Khaulan binti Hakim atau Ummu Syuraikh atau Maimunah.Nama-nama ini di-nukil
dari penafsiran pada QS. Al-Ahzab/33 : 50. Sedangkan nama sahabat, yang
kemudian mengawini perempuan tersebut tidak ditemukan kecuali penjelasan bahwa
lelaki tersebut berasal dari kaum Anshar.75
Namun sabda Nabi مبا معك من القرآن (apa yang ada padamu dari Al-Qur’an)
memiliki dua tafsiran di antara para ulama. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu> Hajar
Al Asqalani:
73Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia. Edisi II ( Cet.XIV; Surabaya: Pustaka Progress, 1997), h. 322.
74Muhammad bin Abd al-Baqiy al-Zarqaniy, Syarh al-Zarqaniy ala Muwaththa’ Malik (Cet. I; Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), h. 166.
75Al-Kandahlawiy, Awjaz al-Masalik (Cet. II; Bairut :Da>r al-Kutub, 1999), h. 287.
235
Qadhi ‘Iyadh membawa sabda Nabi saw. ‘apa yang ada padamu dari Al-
Qur’an‘ kepada dua tafsiran:Tafsiran yang lebih tepat, yaitu ‘apa yang bisa kamu
ajarkan dari Al-Qur’an atau kadar tertentu dari Al-Qur’an dan menjadikan
pengajaran tersebut sebagai mahar‘. Tafsiran ini disebutkan juga oleh Ma>lik dan
dikuatkan juga oleh sebagian jalan yang S}ah}ih} dari riwayat ini. Maka sang suami
wajib mengajarkan Al-Qur’an sebagaimana sudah dijelaskan. Dan dalam hadis Abu>>
Hurairah disebutkan secara spesifik kadar ayat yang diajarkan, yaitu 20 ayat.
Tafsiran yang memaknai huruf ba’ di sini dengan makna lam, sehingga
maknanya ‘karena sebabapa yang ada padamu dari Al-Qur’an, maka hafalan tersebut
membuatmu mulia dan layak menikahi istrimu tanpa mahar. Karena si suami adalah
seorang penghafal Al-Qur’an atau menghafal sebagiannya‘”76
Maka, yang lebih tepat, yang dimaksud menjadikan hafalan Al-Qur’an
sebagai mahar adalah sang suami mengajarkan hafalan Al-Qur’an kepada istrinya,
bukan sekedar membacakannya. Ibnu> Bathal mengatakan “hadis tersebut
menunjukkan bolehnya mengajarkan Al-Qur’an dan surat-suratnya sebagai mahar.
Karena mengajarkan Al-Qur’an itu boleh diambil upah darinya, maka boleh
dijadikan mahar”77
Imam Ma>lik bin Anas juga menjelaskan,mengenai perintah Nabi saw. yang
menikahkan dengan apa yang ada pada diri sahabatnya dari Al-Qur’an, maksudnya
karena dalam dirinya ada nilai upah dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada
istrinya”.78
76Ibnu> Hajar Al Asqalani, Fathul Ba>ri. Jilid IX (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), h. 212. 77Ibnu> Hajar Al Asqalani, Fathul Ba>ri. Jus VII,, h. 267. 78Ibnu> 'Abd al-Bar, Al Istidzkar. Jus XXI (Beirut: Da>rul Baghi, t.th), h. 120.
236
Secara umum para ulama membolehkan mahar dengan cara tersebut, mereka
bersepakat bahwa harus menyebutkan secara spesifik ayat apa yang dihafalkan.
Karena surat dan ayat itu berbeda-beda. Dan mereka juga sepakat mewajibkan sang
suami untuk mengajarkan sang istri hafalan ayat dan surat yang disepakati tersebut.
Namun mereka berbeda pendapat apakah disyaratkan menyebutkan secara spesifik
jenis qira’ah yang akan diajarkan kepada sang istri. Jumhur ulama Syafi’iyah dan
juga salah satu pendapat dari ulama Hambali, mengatakan tidak disyaratkat hal
tersebut. Karena setiap qiraah yang ada itu bisa menempati posisi dari qiraah yang
lain. Dan Nabi saw. pun tidak menyebutkan secara spesifik qiraah tertentu”.79
Dalam kasus seorang laki-laki mengenai pernyataan mahar sebagaimana yang
telah diceritakan dalam matan hadis tersebut, yakni ketika Rasulullah memberikan
kelonggaran kepada seorang laki-laki dari kaum Anshar dengan menyebut cincin besi
hingga Rasululah mengakhiri dengan hafalan Al-Quran sebagai mahar pada wanita
tersebut dan dapat difahami secara tekstual dan kontekstual,
Secara tekstual hadis ini, dapat dipahami bahwa semua yang disebutkan
Rasulullah saw. dalam matan hadis ini, boleh dijadikan sebagai mahar bahkan
sesuatu yang tidak berbentuk materi yakni berupa keahlian (menghafal Al-Qur’an)
boleh dijadikan mahar. Dan secara kontekstual hadis ini dapat difahami bahwa
mahar tidak ditentukan qadar maksimalnya baik secara kuantitas maupun secara
kualitas, artinya bisa banyak bisa sedikit sesuai kondisi ekonomi dan kesepakatan
kedua belah pihak yang bersangkutan.
79Kementrian Wakaf dan Urusan Agama Kuwait, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah, Jus XVII (Kuwait: Kementrian Wakaf dan Urusan Agama Kuwait, 1983), h. 325.
237
Dalam agama Islam mahar merupakan hal yang paling pokok dan wajib
diberikan seorang ketika menikah, mengenai hal-hal yang dapat dijadikan mahar
seorang ulama besar yaitu An-Nawawi mengatakan :
ه صداقا فإن انتهى ليس للصداق حد مقدر بل كل ما جاز أن يكون مثنا أو مثمنا أو أجرة جاز جعل 80يف القلة إىل حد ال يتمول فسدت التسمية
Artinya : Tidak ada ukuran untuk mahar, namun semua yang bisa digunakan untuk membeli atau layak dibeli, atau bisa digunakan untuk upah, semuanya boleh dijadikan mahar. Jika nilainya sangat sedikit, sampai pada batas tidak lagi disebut harta oleh masyarakat, maka tidak bisa disebut mahar.
Dari penjelasan tersebut, nilai minimal benda yang bisa dijadikan mahar
adalah benda yang masih bisa disebut harta, sehingga orang akan menghargainya.
Karena itu, ketika ada mahar yang tidak memiliki nilai, maka belum bisa dianggap
mahar dan suami berkewajiban menggantinya dengan benda yang lebih bernilai.
Untuk itu berikut penulis akan memaparkan apa-apa yang dapat dijadikan sebagai
mahar dalam pernikahan.
a. Mahar Berupa Benda
1) Mahar Dengan Emas
Mahar seperti ini berdasarkan hadis Nabi berikut ini :
ع أنسا رضي الله عنه قالسأل ال ثين محيد أنه مس ثـنا سفيان قال حد ثـنا علي حد نيب حدبد الرمحن بن عوف وتـزوج امرأة من األنصار كم أصدقـتـها قال صلى الله عليه وسلم ع
عت أنسا قال لما قدموا المدينة نـزل المهاجرون على وزن نـواة من ذهبوعن محيد مسن بن عوف على سعد بن الربيع فـقال أقامسك مايل وأنزل لك األنصار فـنـزل عبد الرمح
عن إحدى امرأيت قال بارك الله لك يف أهلك ومالك فخرج إىل السوق فـباع واشتـرى فـقال النيب صلى الله عليه وسلم أومل ولو بشاة فأصاب شيئا من أقط ومسن فـتـزوج
80Imam An-Nawawi, Raudhatut T}alibi. Jus III (Cet. I; Jakarta: Pustaka Azzam, 1994) , h. 34.
238
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Telah menceritakan kepada kami Sufyan ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Humaid bahwa ia mendengar Anas ra. berkata; Nabi saw. pernah bertanya kepada Abdurrahman bin ’Auf saat ia menikahi seorang wanita Anshriyah, "Berapa mahar kamu berikan padanya?" ia pun menjawab, "Seukuran biji berupa emas." Dan dari Humaid; Aku mendengar Anas berkata; Ketika mereka sampai di kota Madinah, kaum Muhajirin pun singgah di tepat kediaman orang-orang Anshar. Lalu Abdurrahman bin Auf tinggal di kediaman Sa'd bin Ar Rabi'. Sa'd bin Rabi' pun berkata padanya, "Aku akan membagi hartaku kepadaku dan menikahkanmu dengan salah seorang istriku." Abdurrahman berkata, "Semoga Allah memberi keberkahan pada keluarga dan juga hartamu." Lalu ia pun keluar menuju pasar dan berjual beli hingga ia mendapatkan keuntungan berupa keju dan samin dan ia pun, menikah. Maka Nabi saw. bersabda: "Adakanlah walimah meskipun hanya dengan seekor kambing".
Dari hadis ini menunjukkan ada kata كم أصدقـتـها yaitu pertanyaan
Rasulullah saw. kepada Abdurrah}man mengenai seorang wanita yang dinikahi.
Kata أصدقـتـها adalah kata yang terambil dari akar kata صدق yang akar
maknanya berarti “kebenaran”. Makna “kebenaran” ini didasarkan pada proses
penetapan mahar itu didahului oleh adanya janji, maka pemberian itu merupakan
bukti kebenaran janji.P80F
81P
Hal ini menunjukkan dan mengisyaratkan akan hukum asal wajibnya
mahar dalam pernikahan. Apakah mahar itu mengikut kebiasaan disuatu daerah,
ataupun mahar yang telah ditetapkan syariat yang sunnahnya adalah disebutkan
(maharnya) ketika berlangsung pernikahan (ketika ijab qabul). Dan dalam
redaksi hadis ini Rasulullah menggunakan kata ‘kam’ (berapa), bukan ‘hal’
(apakah). Yang ini berarti menunjukkan bahwa mahar itu telah menjadi
ketetapan dan kewajiban di dalam memberikan mahar.
81Lihat Zakiyah Da>radjat dkk, Ilmu Fiqh. Jus III (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985), h. 83. Abdurrahman Ghazali, Fiqih Munakahat (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 84.
239
Sekeping emas”, dalam hal ini ada dua pendapat. Yang pertama“ وزن نـواة
adalah maksud dari ‘nawat’ disini yaitu seperti ukuran sebesar biji atom atau
biji kurma. Dan ini adalah pendapat yang lemah dikarenakan perbedaan besar
biji kurma dalam ukurannya. Dan pendapat yang kedua adalah maksud dari
‘nawat’ disini yaitu sebuah ungkapan dari suatu ukuran yang telah maklum di
antara para sahabat di zaman Rasulullah pada waktu itu, yaitu ukuran atau
setara nilainya dengan lima keping uang dirham. Dan ada perbedaan lagi dalam
hal ini, yaitu ada yang mengatakan bahwa maharnya adalah emas yang nilainya
setara dengan lima keping dirham. Dan yang satu mengatakan bahwa
maksudnya adalah uang senilai lima dirham dalam bentuk sekeping emas.82.
Hadis yang dikaji ini secara implisit telah termaktub asbab al-wurudnya
di dalam matan hadis dimaksud yakni, ketika kaum Muhajirin tiba di Madinah,
Rasulullah saw. mempersaudarakan Abdurrah}man bin ‘Auf (kaum Muhajirin)
dengan Sa’ad bin Rabi’ (kaum Anshar). Dengan ikatan persaudaraan, Sa’ad bin
Rabi’ yang mempunyai harta yang banyak (kaya) dan istri yang banyak
(poligami), berhasrat membagikan harta dan istrinya kepada ‘Abdurrah}man bin
Auf (saudaranya). Ternyata ‘Abdurrahman atas keluarga dan harta serta
kebaikan Sa’ad sebagai penolakannya ia terobsesi sebagai pedagang. Setelah itu
‘Abdurrahman ingin mengawini wanita pilihannya, maka Rasulullah
mengajukan untuk mengadakan perjamuan makan (walimah) sekalipun dengan
memotong seekor kambing.
82Ibnu> Daqiq Al Id, Ih}kamul Ah}kam Syarh ‘Umdatul Ah}kam. Juz III, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011) , h. 22.
240
Secara global, dari matan hadis tersebut ditemukan penjelasan bahwa
ketika di Madinah, Sa’ad menawarkan bantuan berupa harta dan wanita (istri).
Atas pemberian tersebut, Abd bin ‘Auf mendoakan sebagai manifestasi
penolakannya, karena Abdurrah}man merasa risih dan malu sekalipun pada
dasarnya ia membutuhkan harta dan wanita itu. Alasan penolakan ia ingin
membangun kehidupannya dari hasil usahanya sendiri, itu lebih utama daripada
menerima bantuan dari orang lain.83
Secara tekstual, kandungan hadis tersebut merupakan penetapan Nabi
saw. untuk melaksanakan pemberian mahar yang pasti (berupa emas) dan
memerintahkan perjamuan makan atau resepsi perkawinan dengan ukuran
kualitas minimal seekor kambing. Dapat dipahami kemutlakan seekor kambing
termasuk ukuran kualitas suatu perkawinan, artinya tanpa seekor kambing maka
perkawinan itu tidak berkualitas, jadi perlu perlu ditegaskan bahwa kambing
merupakan kadar minimal dalam melaksanakan resepsi atau perjamuan makan
perkawinan.
Secara kontekstual, kadar pelaksanaan pemberian mahar dan pembuatan
acara resepsi perkawinan harus disesuaikan dengan kesanggupan dan kondisi
ekonomi yang melaksanakan acara tersebut. Siapa saja yang berkehendak
memberikan mahar walaupun bukan satu nawat emas dan berpesta namun ia
tidak sanggup memotong seekor kambing, maka ijab kabu>l dan pestanya tetap
memiliki nilai kualitas dan tetap sah. Hal ini dapat dipahami, bahwa mahar juga
dapat berupa jasa selain itu memotong seekor kambing hanyalah anjuran
83Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari. Jilid III (t.tp.: Da>r al-Fikr wa Matba’ah wa al-salafiyah, t.th), h. 224, lihat pula Abu> al-Thayyib Muh. Syams al-Haq, Aun al-Ma’bud. Jilid IV (t.tp: Da>r al-Fikr, 1979), h. 140.
241
(sunnah) yang tidak wajib hukumnya. Walimah atau resepsi, memang lazimnya
dikaitkan dengan acara perjamuan makan atau pesta dalam perkawinan
(walimah al-ursy).
2) Mahar Berupa Kurma dan Gandum.
Di dalam sebuah hadis telah diterangkan tentang kebolehan memberikan
mahar berupa kurma dan gandum seperti berikut ini :
ثـنا إسحق بن جبـرائيل البـغدادي أخبـرنا يزيد أخبـرنا موسى بن مسلم بن رومان عن حدصداق أيب الزبـري عن جابر بن عبد الله أن النيب صلى الله عليه وسلم قال من أعطى يف
84امرأة ملء كفيه سويقا أو مترا فـقد استحل Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Jibrail al-Baghdadi, telah mengabarkan kepada kami Yazid, telah mengabarkan kepada kami Musa bin Muslim bin Ruman, dari Abu> Az-Zubair dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi saw. berkata: "Barang siapa yang memberi mahar seorang wanita berupa gandum atau kurma sepenuh dua telapak tangannya, maka (pemberiannya) itu ia telah menghalalkannya (menjadi mahar bagi istrinya).
Hadis ini secara tekstual hanya menerangkan tentang dua bahan pokok
saja dan menjabarkan bahwasanya Nabi Muhammad saw. membolehkan
memberikan mahar walaupun hanya satu genggam gandum dan kurma asalkan
calon istri rela akan hal itu. Maka atas apa yang telah diberikan tersebut telah
menjadi suatu mahar yang sah. akan tetapi secara kontekstual mahar tersebut
bisa disamakan dengan beras, jagung dan semua kebutuhan pokok.
Jika dilihat hadis ini lebih mendasarkan paling minimal dalam
memberikan mahar, dalam sebuah litelatur lain yang mengkaji tentang mahar
menjelaskan bahwa tidak dibenarkan dengan benda-benda atau sesuatu yang
84Sunan Abu>> Da>ud. Juz. II, kitab nikah, hadis ke 65, nomor 2110, h. 274. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz VIII, nomor 14296, h. 401.
242
tidak ada harganya, seumpama sampah, buah-buahan yang busuk dan
sebagainya. Hal ini dijelaskan dalam kitab al-fiqh al-madzahib arba‟ah sebagai
berikut :
Mahar adalah sesuatu harta benda yang mempunyai harga, maka tidak sah mahar dengan harganya murah yang tidak mempunyai harga seperti biji gandum.85
Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwasannya mahar tidak
dibenarkan dengan sesuatu benda yang tidak ada harga atau nilai, meskipun
benda tersebut halal. Karena dengan demikian itu terlalu mempermudah,
seharusnya mahar tersebut hendaklah yang dipandang baik, sebagaimana
menurut pemahaman yang dapat diambil dari QS. Al-Baqarah/2 : 267.
Terjemahnya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah maha kaya lagi maha terpuji.86
Sebagaimana telah dicontohkan dalam hadis Nabi saw. mengenai apa
yang telah dilaksanakan Nabi yang menjelaskan bahwa benda yang diberikan
oleh Rasulullah sebagai mahar adalah sesuatu yang berharga seperti mata uang,
karena itu dianjurkan untuk memberikan benda berupa mata uang karena
85Abdurrahman Al-Jaziri>, Al-Fiqh ala Mazahib Al-Arba‟ah., (Beirut: Da>rul Kutub Al-Ilmiyah, 1991), h. 98.
86 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 74.
243
merupakan benda yang bernilai. Hal seperti ini terdapat dalam masyarakat
sekarang, dimana pihak pengantin pria menyerahkan sejumlah uang kepada
pihak pengantin wanita pada saat aqad nikah sebagai maskawin.
3) Mahar Berupa Sepasang Sandal
Di dalam sebuah hadis dijelaskan :
ثـنا ثـنا حممد بن بشار حد حيىي بن سعيد وعبد الرمحن بن مهدي وحممد بن جعفر حدعت عبد الله بن عامر بن ربيعة عن ثـنا شعبة عن عاصم بن عبـيد الله قال مس قالوا حد
وجت على نـعلني فـقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أبيهأن امرأة من بين فـزارة تـز 87أرضيت من نـفسك ومالك بنـعلني قالت نـعم
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id, Abdurrahman bin Mahdi dan Muhammad bin Ja'far mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Ashim bin 'Ubaidullah berkata; saya telah mendengar Abdullah bin 'Amir bin Rabi'ah dari Bapaknya bahwa ada seorang wanita dari bani Fazarah menikah dengan mahar berupa sepasang sandal. Rasulullah saw. bertanya: "Apakah kamu rela atas diri dan hartamu dengan dua sandal ini?" Dia menjawab; "Ya."
نـعلني أرضيت من نـفسك ومالك ب secara tekstual potongan matan hadis
tersebut mengisyaratkan bahwa Nabi Muhammad saw. benar-benar ingin
meyakinkan perempuan tersebut apakah ia rela atas apa yang diberikan
kepadanya. Karena pada dasarnya berapapun mahar apabila calon istri menolak
maka itu tidak sah. Mahar memang seharusnya atas kerelaan seorang wanita.
Hadis ini merupakan taqrir Nabi saw. atas apa yang telah terjadi dan Nabi pun
tidak melarang akan hal tersebut.
87Sunan al-Turmudzi, Juz. II, kitab nikah, hadis ke 34, nomor 1113, h. 109. Sunan Ibn Majah, Juz. III, kitab nikah, nomor 1962, h. 45. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz VIII, nomor 15122, h. 164 dan Juz VIII, nomor 15123, h. 164.
244
Mengenai hadis ini ada beberapa pendapat seperti Ibnu> Taimiyah yang
mengatakan, ”Barangsiapa yang memiliki harta dan kekayaan berlimpah, lalu ia
ingin memberikan mahar sebesar-besarnya pada istrinya, maka tidak ada
masalah baginya, sebagaimana firman Allah swt, ”Sedang kamu telah
memberikan kepada seseorang diantara mereka harta yang banyak, maka
janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun.” (QS. An-
Nisa/4 : 20). Namun jika ia memaksakan diri untuk memberikan mahar yang
besar sementara ia sendiri sebenarnya berkeberatan untuk memenuhinya, maka
ini hukumnya makruh. Terkait dengan batasan terendah, pendapat yang rajih
memastikan bahwa tidak ada pula batasan terendah dari mahar yang harus
dibayarkan kepada mempelai wanita. Mahar bisa berupa apa saja yang disebut
“mal” (uang/harta) atau apa saja yang bisa dinilai dengan uang (jasa) selama
kedua belah pihak sama sama rela (menerima dengan senang hati). Ini adalah
pendapat imam Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu> Tsaur, Al Auza’i, Al-Laits, Ibnu>
Musayyab dan lain-lain.88
Bahkan Ibnu> Hazm membolehkan semua hal yang bisa diparoh (dibelah)
sebagai mahar, meskipun hanya sebiji gandum. Mahar boleh berupa sesuatu
yang memiliki nilai material maupun immaterial. Dan inilah yang disepakati
oleh dalil-dalil yang ada dan sesuai dengan pengertian yang benar dari
pensyariatan mahar. Sebab substansi mahar bukanlah sebagai kompensasi yang
bersifat materi saja, akan tetapi ia lebih merupakan simbolisasi keinginan dan
ketulusan niat untuk hidup bersama dalam biduk rumah tangga. Sehingga ia
88Ibnu> Taimiyah, Majmu' Fatawa, Jus IV (Beirut: Da>r Al-Qalam, 1994), h. 75.
245
boleh diwujudkan dalam bentuk uang/materi dan dalam bentuk sesuatu yang
memiliki nilai immaterial, selama mempelai wanita rela menerima.89
4) Mahar Berupa Kain
Mahar ini terjadi ketika perang, sehingga Nabi muhammad saw.
memberikan keringanan para sahabat untuk bisa menikah walaupun hanya
mahar berupa kain dan ditentukan waktunya (mut’ah), sebelum hal ini dilarang.
sebagaimana hadis berikut ini :
ثـنا خالد عن إمساعيل عن ثـنا عمرو بن عون حد قـيس عن عبد الله رضي الله عنه حدهانا عن قالكنا نـغزو مع النيب صلى الله عليه وسلم وليس معنا نساء فـقلنا أال خنتصي فـنـ
ثـوب مث قـرأيا أيـها الذين آمنوا ال حترموا ذلك فـرخص لنا بـعد ذلك أن نـتـزوج المرأة بال 90{ طيبات ما أحل الله لكم
Artinya : Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin 'Aun Telah menceritakan kepada kami Khalid dari Isma'il dari Qais dari 'Abdullah ra. dia berkata; Kami pernah berperang bersama Nabi saw. namun tidak mengikut sertakan istri-istri kami, lalu kami berkata: Wahai Rasulullah, tidakkah kami dikebiri? Namun Nabi saw. melarang kami melakukannya. tapi setelah itu beliau memberikan keringanan kepada kami untuk menikahi wanita dalam waktu tertentu dengan mahar kain. lalu beliau membacakan ayat; Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Ma>idah/5 : 87).
Lafadz ( رخص) menunjukkan bahwa pada dasarnya mut’ah itu terlarang,
kemudian dibolehkan secara rukhshah (darurat). Hal ini disebabkan para sahabat
89Ibnu> Hazm al-Andalusi, al-Muhalla fi Syarh al-Mujalla bi al-Hujaj wa al-Atsar, terj. Syeikh Ahmad Muhammad Syakir (Jakarta: Pustaka Azzam, 2000), h 231.
90S}ah}ih} al-Bukhariy, Juz VII, kitab nikah, hadis ke 14, nomor 5076, h. 197. Jus VI, kitab tafsir, hadis ke 165, nomor 3615, h. 420. S}ah}ih} Musli<m, Juz. IV, bab tafsir, hadis ke 13, nomor 3243, h. 68.
246
dalam peperangan yang melelahkan tidak dapat melampiaskan hajatnya,
sehingga sebagian mereka berkeinginan untuk mengebiri diri mereka sendiri.
Kata بالثـوب yang berarti kain, pada hadis yang lain di jelaskan bahwa
maksud dari kain tersebut adalah sebuah baju hal ini berdasarkan hadis berikut
ini :
ثـنا عمارة ثـنا بشر يـعين ابن مفضل حد ثـنا أبو كامل فضيل بن حسني اجلحدري حد حدى الله عليه وسلم فـتح مكة بن غزية عن الربيع بن سبـرةأن أباه غزا مع رسول الله صل
لة ويـوم فأذن لنا رسول الله صلى الله عل يه قال فأقمنا هبا مخس عشرة ثالثني بـني ليـعة النساء فخرجت أنا ورجل من قـومي ويل عليه فضل يف اجلمال وهو وسلم يف متـ
مامة مع كل واحد منا بـرد فـبـردي خلق وأما بـرد ابن عمي فـبـرد جديد قريب من الدنا فـتاة مثل ال بكرة العنطنطة فـقلنا هل غض حىت إذا كنا بأسفل مكة أو بأعالها فـتـلقتـ
ر لك أن يستمتع منك أحدنا قالت وماذا تـبذالن فـنشر كل واحد منا بـرده فجعلت تـنظ ذا خلق وبـردي جديد غض إىل الرجلني ويـراها صاحيب تـنظر إىل عطفها فـقال إن بـرد ه
فـتـقول بـرد هذا ال بأس به ثالث مرار أو مرتـني مث استمتـعت منـها فـلم أخرج حىت 91حرمها رسول الله صلى الله عليه وسلم
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Abu> Kamil Fudlail bin Husain Al Jahdari telah menceritakan kepada kami Bisyr yaitu Ibnu> Mufadldlal telah menceritakan kepada kami ‘Umarah bin Ghaziyyah dari Ar Rabi' bin Sabrah bahwa ayahnya pernah ikut perang Fathu Makkah bersama Rasulullah saw. dia berkata; Kami tinggal di Makkah selama lima belas hari dan malam, lantas Rasulullah saw. memberikan izin kepada kami melakukan nikah mut’ah. Lalu saya bersama seorang dari kaumku pergi mencari seorang wanita untuk kami nikahi secara mut’ah, saya lebih tampan dari saudaraku yang memang dia agak jelek daripadaku. Masing-masing dari kami membawa kain baju (untuk mas kawin); tetapi baju telah
91Abu>> al-H}usain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisabu>ri, S}ah}ih} Musli<m, Juz. VI, bab nikah, hadis ke 19, nomor 3253, h. 125.
247
usang, sedangkan baju sepupuku masih baru dan halus. Sesampainya kami di bawah kota Makkah atau di atasnya, kami bertemu seorang wanita muda yang cantik dan berleher panjang. Lantas kami bertanya kepadanya; "Maukah kamu menerima salah satu dari kami untuk kawin mut’ah denganmu?" Dia menjawab; "Apa ganti (maskawin) yang akan kalian berikan?" Lalu masing-masing dari kami memperlihatkan baju yang telah kami siapkan sebelumnya, sementara itu, wanita tersebut sedang memperhatikan kami berdua, saudara sepupuku melihat kepadanya sambil berkata; "Sesungguhnya baju yang ini sudah usang, sedangkan bajuku masih bagus dan halus." Wanita tersebut berkata; "Baju usang ini juga tak masalah." Dia mengatakannya sampai tiga katau dua kali. Kemudian saya nikah mut’ah dengannya. Saya tidak keluar dari (Makkah) sehingga Rasulullah saw. mengharamkannya (untuk selamanya).
Maka jelas bahwa hadis di atas merupakan implementasi dari
diperbolehkannya menikah secara mut’ah, dengan mahar baju. Kemudian Hadis
ini adalah termasuk penyebab turunya QS.Al-Ma>idah/5: 87, Adapun sekilas
riwayat terkait asbab al-nuzulnya.
ثـنا ثـنا عثمان بن سعد حد ثـنا أبو عاصم حد س حد عمرو بن علي أبو حفص الفالثـنا عكرمة عن ابن عباسأن رجال أتى النيب صلى الله عليه وسلم فـقال يا رسول الله حد
يا }ت اللحم انـتشرت للنساء وأخذتين شهويت فحرمت علي اللحم فأنـزل الله إين إذا أصب لمعتدين أيـها الذين آمنوا ال حترموا طيبات ما أحل الله لكم وال تـعتدوا إن الله ال حيب ا
92كلوا مما رزقكم الله حالال طيباو Artinya :
Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Abu> Hafsh Al Fallas telah menceritakan kepada kami Abu> 'Ashim telah menceritakan kepada kami Utsman bin Sa'd telah menceritakan kepada kami Ikrimah dari Ibnu> Abbas bahwa seseorang datang menemui Nabi saw. dan berkata; "Wahai Rasulullah, apabila aku memakan daging, lalu aku bertebaran ke kaum hawa, maka syahwatku akan mengendalikan diriku, oleh karena itu aku mengharamkan daging pada diriku." Maka Allah menurunkan ayat hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu.
92Abu>> Isa Muhammad bin Isa al-T}urmudzi, Sunan al-T}urmudzi, Juz. V, kitab tafsir, nomor 3331, h. 48.
248
Dari keterangan asbab al-nuzul ayat di atas menunjukkan teguran atas
beberapa tindakan sahabat yang melenceng dan melampaui batas dalam
menjalankan ajaran Islam. Berdasarkan analisa penulis hal ini mencakup semua
dari beberapa tindakan sahabat yang keliru dalam agama. Yaitu, mula-mula
mengharamkan apa yang dihalalkan berupa tidak menikmati makanan lezat dan
meninggalkan istri mereka. Selanjutnya mereka giat beribadah sehingga
melupakan kesehatannya dan melanggar fitrahnya sendiri. Sehubungan hal ini,
Rasul mengingatkan mereka:
ثـنا سعيد بن أيب مرمي أخبـرنا حممد بن جعفر أخبـرنا محيد بن أيب محيد الطويل أنه حدع أنس بن مالك رضي الله عنه يـقوجلاء ثالثة رهط إىل بـيوت أزواج النيب صلى الله مس
قالوها عليه وسلم يسألون عن عبادة النيب صلى الله عليه وسلم فـلما أخربوا كأنـهم تـ م من ذنبه وما تأخر فـقالوا وأين حنن من النيب صلى الله عليه وسلم قد غفر له ما تـقد
هر وال أفطر وقال آخر قال أحدهم أما أنا فإين أصلي الليل أبدا وقال آخر أنا أصوم الدم زل النساء فال أتـزوج أبدا فجاء رسول الله صلى الله عليه وسلم إليهم فـقال أنـت أنا أعت
أصلي و الذين قـلتم كذا وكذا أما والله إين ألخشاكم لله وأتـقاكم له لكين أصوم وأفطر 93وأرقد وأتـزوج النساء فمن رغب عن سنيت فـليس مين
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Amir Abu> Maryam Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah mengabarkan kepada kami Humaid bin Abu> Humaid Ath Thawil bahwa ia mendengar Anas bin Ma>lik ra. berkata; Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi saw. dan bertanya tentang ibadah Nabi saw. Dan setelah diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata, "Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah saw. bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?" Salah seorang dari mereka berkata, "Sungguh, aku akan shalat malam selama-lamanya. "Kemudian yang lain
93Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz VII, bab nikah, hadis ke 1, nomor 5053, h. 370.
249
berkata, "Kalau aku, maka sungguh, aku akan berpuasa dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka." Dan yang lain lagi berkata, "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya." Kemudian datanglah Rasulullah saw. kepada mereka seraya bertanya: "Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan juga paling bertakwa. aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku.
Setelah mengetahui dan memahami konteks hadis yang merupakan
penjelasan ketika turunnya ayat, uraian berikut berupaya menjelaskan upaya
kontekstualisasinya dalam kondisi kekinian. Terkait hadis di atas, penulis
menyimpulkan terlebih dahulu beberapa motivasi konteks hadis, diantaranya: 1) Banyak diantara sahabat yang mengharamkan terhadap apa yang
dibolehkan atau dihalalkan dalam menjalankan agama;
2) Beberapa sahabat memaksakan diri mereka dalam menjalankan ajaran
agama yang hakikatnya justru bertentangan dengan kodrat manusia;
3) Diantara sahabat ada yang fokus pada kehidupan akhirat sehingga
melupakan kehidupan duniawi dan tanggung jawab sosialnya;
4) Beberapa praktik agama sebelum Islam datang yang menarik minat
sahabat karena menekankan pengucilan diri dari kehidupan duniawi.
Kata نـتـزوج (waktu tertentu) ini merupakan awal mula dibolehkannya
Perkawinan Mut’ah yang artinya sebuah pernikahan dimana akad yang
ditentukan akan berakhir pada periode tertentu. Hal itu tergantung persetujuan
masing-masing.94Akan tetapi kemudian Rasulullah melarangnya dengan
mengharamkan mut’ah pada perang Awthas atau Hunain, yaitu hadis Salamah
bin Akwa.
94Sumarno Hadi, Nikah Mut’ah Dalam Islam. (Surakarta: Yayasan Abna’ Al Husain, 2002), h. 13.
250
ثـنا يونس بن حممد ثـنا أبو بكر بن أيب شيبة حد ثـنا حد ثـنا عبد الواحد بن زياد حد حدأبو عميس عن إياس بن سلمة عن أبيه قالرخص رسول الله صلى الله عليه وسلم عام
ها عة ثالثا مث نـهى عنـ 95أوطاس يف المتـArtinya :
Telah menceritakan kepada kami Abu> Bakr bin Abu> Syaibah telah menceritakan kepada kami Yunus bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid bin Ziyad telah menceritakan kepada kami Abu> Umais dari Iyas bin Salamah dari bapaknya ia berkata; "Rasulullah saw. membolehkan nikah mut’ah pada tahun Authas (tahun penaklukan kota Makkah) selama tiga hari. Kemudian beliau melarangnya".
Hadis-hadis tersebut menunjukkan bahwa nikah mut’ah telah
diharamkan secara total dalam Islam. Dan orang yang masih membolehkan
nikah mut’ah tidak lebih dari orang yang melegalkan perzinaan berbalut agama.
Dia adalah hamba syahwat yang tidak menghormati makna kemuliaan manusia
dan kesucian wanita.
5) Mahar Dengan Baju Besi
Mahar seperti ini terjadi ketika Ali> bin Abi T}alib ingin menikahi
Fatimah putri Rasulullah saw. yang secara tekstual hadis di atas menerangkan
bahwa Ali> langsung memberikan baju besinya kepada Aisyah. Hal ini dapat
dijelaskan dengan asbabu>l wurud hadis tersebut seperti berikut ini :
Diceritakan, Ali bin Abi Thalib waktu itu ingin melamar Fatimah, putri
Nabi Muhammad saw. Tapi karena dia tidak mempunyai uang untuk membeli
mahar, maka ia membatalkan niat itu. segera berhijrah untuk bekerja dan
mengumpulkan uang. Pada saat sedang bekerja keras, ia mendengar kabar kalau
Abu> Bakar dan ‘Umar ternyata melamar Fatimah.
95Abu>> al-H}usain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisabu>ri,S}ah}ih} Musli<m, Juz. VI, kitab nikah, nomor 3251, h. 311.
251
ثـنا الفضل بن موسى عن احلسني بن واقد عن عبد أخبـرنا احلسني بن حريث قال حدهما فاطمة فـقال رسول الله الله بن بـريدة عن أبيه قاخلطب أبو بكر وعمر رضي الله عنـ
96صلى الله عليه وسلم إنـها صغرية فخطبـها علي فـزوجها منه Artinya :
Telah mengkhabarkan kepada kami Al Husain bin Huraits, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Al Fadhl bin Musa dari Al Husain bin Waqid dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya, ia berkata; Abu> Bakar dan ‘Umar. melamar Fathimah, lalu Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya ia masih kecil," lalu melamarnya dan beliau menikahkannya dengan Ali>.
Tapi tak lama, kesenangan itu kembali pudar karena terdengar kabar
lagi, ternyata ’Utsman bin Affan melamar Fatimah. ini sudah yang ketiga
kalinya, kata Ali> “mungkin kini diterima. Kalaulah Utsman tidak melamar
Fatimah secepat ini, Insya Allah tidak lama lagi saya akan melamar Fatimah.
Dan sekalilagi, tidak berapa lama dari itu, kabar ditolaknya lamaran
Utsman bin Affan pun terdengar lagi, betapa bahagianya Ali>. Semangat Ali>
untuk melamar Fatimah pun berkobar lagi dan semangat itu didukung oleh
sahabat-sahabat Ali>. Kata sahabatnya “pergilah Ali>, lamar Fatimah sekarang,
tunggu apa lagi? kamu kan sudah bekerja keras selama ini, kamu juga sudah
mengumpulkan harta dan cukup untuk membeli mahar. tunggu apa lagi?
Dengan segera Ali> memeberanikan diri untuk menghadap ke Nabi
Muhammad saw. dengan tujuan melamar Fatimah. Ternyata memang dari dulu
Fatimah az-Zahra sudah mempunyai perasaan dengan dan menunggu untuk
melamarnya. Begitu juga dengan Ali>, dari dulu dia juga sudah mempunyai
perasaan dengan Fatimah az-Zahra. Tapi mereka berdua sabar menyembunyikan
96Abu>> Abdurrah}man Ahmad bin Syu’aib An-Nasa>’i, Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, kitab nikah, nomor 5147, h. 470.
252
perasaan itu sampai saatnya tiba, sampai saatnya Ijab Kabu>l disahkan.
Walaupun sudah merasakan kekecewaan tiga kali mendahulukan orang lain,
akhirnya kekecewaan itu terbayar juga.97
Hingga disuatu hari Ali >memberanikan diri datang, awalnya beliau hanya
duduk di samping Rasulullah dan lama tertunduk diam. Hingga Rasulullah pun
bertanya ”wahai putra Abu> Thalib, apa yang engkau inginkan?”Sejenak terdiam
dan dengan suara bergetar iapun menjawab, ”Ya Rasulullah, aku hendak
meminang Fatimah” Mendengar jawaban Ali> ini beliau saw. tidak terkejut,
“bagus wahai Ibnu>Abu> Thalib, beberapa waktu terakhir ini banyak yang
melamar putriku, tetapi ia selalu menolaknya, oleh karena itu, tunggulah
jawaban putriku”kemudian beliau saw. meninggalkan Ali >dan bertanya kepada
putrinya, ketika ditanya Fatimah hanya terdiam dan Rasulullah saw.
menyimpulkan bahwa diamnya Fatimah pertanda kesetujuannya.
Rasulullah kemudian mendekati Ali> dan bersabda ‘apakah engkau
memiliki sesuatu yang akan engkau jadikan mahar wahai Ali>?Ali>menjawab ”
orang tuaku yang menjadi penebusnya untukmu ya Rasulullah, tak ada yang aku
sembunyikan darimu, aku hanya memiliki seekor unta untuk membantuku
menyiram tanaman, sebuah pedang dan sebuah baju zirah dari besi”
Dengan tersenyum Rasulullah saw. bersabda ‘wahai Ali>, tidak mungkin
engkau terpisah dengan pedangmu, karena dengannya engkau membela diri dari
musuh musuh Allah swt dan tidak mungkin juga engkau berpisah dengan
97Moenawarman Chaklil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 98.
253
untamu karena ia engkau butuhkan untuk membantumu mengairi tanamanmu,
aku terima mahar baju besimu, juallah dan jadikan sebagai mahar untuk putriku”
Ali> menjual baju besi tersebut dan dalam riwayat lain juga diterangkan
bahwa sesungguhnya Ali> menggadaikan baju besinya itu kepada Utsman bin
Affan dengan harga 400 dirham dan kemudian menyerahkan uang tersebut
kepada Rasulullah saw. dan Nabi saw. membagi uang tersebut ke dalam 3
bagian. satu bagian untuk kebutuhan rumah tangga, satu bagian untuk
wewangian dan satu bagian lagi di kembalikan kepada Ali> sebagai biaya untuk
jamuan makan untuk para tamu yang menghadiri pesta.98
Berdasarkan kisah di atas diterangkan ternyata bukan langsung
memberikannya kepada Fatimah sebuah baju besi yang dimilikinya, akan tetapi
ternyata terlebih dahulu menjualnya, namun dalam suatu riwayat lain
ditegaskan bahwa Ali> menggadaikan baju besinya kepada ’Utsman. Yang
setelah itu Ali> secara bertahap menebus baju besinya tersebut.
b. Mahar Berupa Jasa
Selain pemberian mahar dengan cara mengajarkan Al-Qur’an, masih ada
beberapa jenis mahar berupa jasa sesuai dengan petunjuk hadis yang dapat pula
dijadikan sebagai sebuah mahar seperti berikut ini :
1) Mahar Dengan Jaminan Masuk Islam.
أخبـرنا حممد بن النضر بن مساور قال أنـبأنا جعفر بن سليمان عن ثابت عن أنس افر قاخلطب أبو طلحة أم سليم فـقالت والله ما مثـلك يا أبا طلحة يـرد ولكنك رجل ك
98Riwayat di atas disebutkan secara bersanad dalam kitab yang karang oleh Ibnu>l Atsir, Usud al-Ghabah fi Tamyiz al-Shahabah (Beirut: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyah 2008), h. 221. Lihat juga Ali Audah, Ali bin Abi Thalib Sampai kepada Hasan dan Husain. (Bogor: Pustaka Lentera Antarnusa, 2008), h. 95.
254
ره وأنا امرأة مسلمة وال حيل يل أن أتـزوجك فإن تسلم فذاك مهري وما أسألك غيـعت بامرأة قط كانت أكرم مهرا من أم سليم فأسلم فكان ذلك مهرهاقال ثابت فما مس
سالم فدخل هبا فـولدت له 99اإلArtinya :
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin An Nadhr bin Mu>sari, ia berkata; telah memberitakan kepada kami Ja'far bin Sulaiman dari Tsabi>t dari Anas, ia berkata; Abu> Thalhah melamar Ummu Sulaim. Kemudian Ummu Sulaim berkata; demi Allah, orang sepertimu tidak pantas ditolak wahai Abu> Thalhah. Akan tetapi engkau adalah orang kafir dan saya adalah wanita Musli>mah. Tidak halal saya menikah denganmu, maka jika engkau masuk Islam maka itu adalah maharku. Dan saya tidak meminta selain itu kepadamu. Kemudian iapun masuk Islam dan itu lah yang menjadi maharnya. Tsabi>t berkata; saya tidak mendengar sama sekali wanita yang maharnya lebih mulia daripada Ummu Sulaim, yaitu Islam. Kemudian Abu> Thalhah berumah tangga dengannya dan melahirkan anak dari perkawinannya.
Secara tekstual dapat difahami bahwasanya hadis ini adalah kemauan
Ummu Sulaim sendiri, dengan jelas dikatakan dalam hadis tersebut فإن تسلم فذاك tidak ada keraguan (jika engkau masuk Islam maka itu adalah maharku) مهري
atas apa yang dia ucapkan. Berdasarkan pembahasan sebelumnya yang
menjelaskan bahwa tidak ada batasan minimal dan maksimal mengenai mahar
maka hal ini dapat dijadikan sebagai sebuah mahar. Selain itu hadis ini bersifat
universal, tidak hanya pada masa Nabi saja dapat dilakukan akan tetapi dapat
juga diterapkan pada zaman sekarang ini.
Namun seorang ulama yang tidak membolehkan masuk Islamnya
seseorang dijadikan Mahar adalah Ibnu> Hazm. Ibnu> Hazm memberikan catatan
penting untuk hadis di atas dengan menyatakan :
Pertama, kejadian dalam hadis di atas terjadi beberapa saat sebelum
hijrah ke Madinah, karena Abu> Thalhah termasuk sahabat Rasulullah saw. dari
99Abu>> Abd al-Rahman Ahmad bin Syu’aib An-Nasa>’i, Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, kitab nikah, hadis ke 146, 145, nomor 3341,3340, h. 130.
255
golongan Anshar yang masuk Islam paling awal. Dan pada saat itu, belum ada
kewajiban mahar bagi wanita yang hendak dinikahi.
Kedua, dalam hadis di atas juga tidak disebutkan bahwa kejadian itu
diketahui oleh Rasulullah saw. karena tidak diketahuinya tersebut maka
posisinya tidak mempunyai ketetapan hukum.100Rasulullah saw. tidak
mengiyakannya juga tidak melarangnya, karena tidak ada kepastian hukum
itulah, maka ia harus dikembalikan kepada asalnya, bahwa ia tidak bisa dijadikan
sebagai mahar.
Manfaat yang setidak-tidaknya didapatkan oleh Ummu Sulaim dari
masuk Islamnya Abu> Thalhah adalah pahala besar yang diberikan oleh Allah
kepadanya karena ia telah mampu mengislamkan seseorang yang sebelumnya
kafir. Sebuah riwayat disebutkan bahwa pahalanya lebih besar dari pada seekor
unta merah (yang ketika itu amat mahal harganya). Belum lagi manfaat-manfaat
lainnya yang bisa dirasakan oleh Ummu Sulaim.
Ibnu> Qayyim mengatakan, inilah yang dipilih Ummu Sulaim. Dia lebih
memilih keislaman Abu> Thalhah yang bermanfaat baginya dan menyerahkan
dirinya kepada Abu> Thalhah jika Abu> Thalhah masuk Islam. Ini yang lebih
disukai Ummu Sulaim dari pada harta yang diserahkan oleh suami. Pada
dasarnya, mahar ditetapkan sebagai hak perempuan agar dapat dimanfaatkannya.
Begitu dia ridha menerima ilmu, agama, keislaman suami dan bacaan Al-
100Abi Muhammad bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm, al-Muhalla, Juz V, (Beirut Libanon: Da>rul Fikr, tt), h. 499.
256
Qur’annya, maka hal tersebut merupakan mahar yang paling utama, paling
bermanfaat dan paling luhur.101
2) Mahar Memerdekakan Budak
ثـنا ثـنا سليمان بن حرب حد محاد بن زيد عن ثابت عن أنس رضي الله عنه حدر قالصلى النيب صلى الله عليه وسلم الصبح قريبا من خيبـر بغلس مث قال الله أكبـ
فخرجوا يسعون يف السكك { اء صباح المنذرين خربـتخيبـر إنا إذا نـزلنا بساحة قـومفس صارت فـقتل النيب صلى الله عليه وسلم المقاتلة وسىب الذرية وكان يف السيب صفية ف
قها صداقـها فـقال إىل دحية الكليب مث صارت إىل النيب صلى الله عليه وسلم فجعل عتـعبد العزيز بن صهيب لثابت يا أبا حممد آنت قـلت ألنس ما أصدقـها فحرك ثابت
102رأسه تصديقا له Artinya
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Tsabi>t dari Anas bin Ma>likra. berkata; bahwa Nabi> saw. pernah melaksanakan shalat Subuh dekat Khaibar ketika hari masih gelap, kemudian bersabda "Allahu Akbar, hancurlah Khoibar. Sesungguhnya kami apabila mendatangi perkampungan suatu kaum, (maka amat buruklah pagi hari yang dialami orang-orang yang diperingatkan tersebut)."QS. al-Shaffat: 177. Ketika penduduk Khaibar keluar dan berjalan dalam kegelapan. Maka Nabi> saw. membunuh para pasukan mereka dan menawan anak-anak mereka. Dan diantara tawanan tersebut terdapat seorang wanita bernama Shafiyah, semula ia tawanan milik Dihyah Al Kalbi lalu diberikan kepada Nabi> saw., kemudian beliau menikahinya dan menjadikan pembebasannya sebagai mahar pernikahannya." Abdul 'Aziz berkata kepada Tsabi>t "Wahai Abu>
101Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah III, terj. Abdurrahim dan Masrukhin (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008), h. 412.
102Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz V, bab peperangan, hadis ke 240, nomor 4200, hadis ke 241, nomor 4201, h. 74. Juz VII, bab nikah, hadis ke 104, nomor 5169, h. 200. hadis ke 105, nomor 5170, h. 200. S}ah}ih} Musli<m, Juz. III, bab nikah, hadis ke 99, nomor 1365, h. 79. nomor 1958, h. 187. Sunan Abu>> Da>ud, Juz. III, bab nikah, nomor 2054, h. 106. Sunan Al-T>}urmudzi, Juz. II, bab nikah, hadis ke 37, nomor 1115, h. 52. Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, kitab nikah, hadis ke 185, nomor 3380, h. 76. hadis ke 186, nomor 3381, h. 76. Sunan Ibn Majah, Juz. III, bab nikah,nomor 1958, h. 163. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz VI, nomor 12472, h. 281. nomor 11519, h. 58. nomor 12282, h. 32. Juz VII, nomor 12626, h. 12. Juz V, nomor 11519, h. 414. Sunan al-Da>rimi>, Juz. II, bab nikah, nomor 2172-2173, h. 89.
257
Muhammad, apakah kamu pernah bertanya kepada Anas, "Apa yang beliau jadikan maharnya?".Maka Tsabi>t menganggukkan kepalanya tanda membenarkan.
Hadis ini memiliki asbabu>l wurud yang dijabarkan dengan matan itu
sendiri, Anas menceritakan bahwasanya Rasulullah saw. pernah memerangi
Khaibar, lalu kami Salat Subuh dekat negeri tersebut, setelah shalat beliau
mengendarai kendaraannya, Abu> Thalhah juga mengendarai kendaraannya
sedangkan saya membonceng Abu> Thalhah, ketika beliau melewati gang di
Khaibar, beliau memacu kendaraannya sampai lututku bersentuhan dengan paha
Nabi saw. dan saya melihat putihnya paha Nabiyullah saw. tatkala beliau
memasuki perkampungan, beliau mengucapkan "Allahu akbar, takluklah
Khaibar, 'maka apabila siksaan itu turun dihalaman mereka, maka amat buruklah
pagi hari yang dialami oleh orang-orang yang beri peringatan itu'. "Beliau
mengulangi ucapannya itu sampai tiga kali. Anas melanjutkan; Penduduk
(Khaibar) mulai keluar menuju tempat mereka bekerja, lantas mereka berteriak;
"Muhammad! Demi Allah (pasukannya telah datang)." Abdul Aziz berkata;
Sebagian dari sahabat kami menyebutkan; (mereka berteriak); Muhammad dan
bala tentaranya (telah datang). “Dia (Anas) berkata; Mereka kami taklukkan
dengan kekuatan dan seluruh tawanan telah kami kumpulan. Tiba-tiba Dihyah
datang kepada beliau dan berkata; "Wahai Rasulullah, berilah saya budak
perempuan dari tawanan tersebut!" beliau bersabda: "Pergilah dan ambilah budak
perempuan darinya." Lantas dia membawa Shafiyah binti Huyai, kemudian
datanglah seorang laki-laki kepada Nabi saw. dan berkata; "Wahai Rasulullah
saw. kenapa anda memberikan Shafiyah kepada dihyah? Padahal dia adalah putri
Huyai tokoh Bani Quraidlah dan Nadlir dan dia tidaklah pantas untuk orang lain
selain anda."Beliau bersabda: "Suruh dia kembali." Anas melanjutkan; Lalu
258
Dihyah datang dengan membawa Shafiyah, tatkala Nabi saw. melihatnya, beliau
bersabda: "Ambillah budak perempuan yang lain dari tawanan tersebut." Anas
berkata; lantas beliau memerdekannya dan menikahinya. Tsa>bit berkata
kepadanya; "Wahai Abu> Hamzah, apakah maskawin beliau kepadanya? "Dia
menjawab; "Diri Shafiyah sendiri, yaitu dengan memerdekannya kemudian
menikahinya."Dalam perjalanan pulang, Ummu Sulaim mempersiapkannya dan
menyerahkannya malam itu kepada beliau. Di pagi harinya, Nabi saw.
mengadakan pesta pernikahan seraya bersabda: "Siapa yang memiliki sesuatu,
bawalah kesini." Anas berkata; "Kemudian beliau membentangkan tikar dari
kulit, maka ada orang yang membawa susu kering, ada yang membawa kurma
dan ada pula yang membawa minyak samin, kemudian mereka mencampurnya,
itulah jamuan walimah pernikahan Rasulullah saw."103
Perlu diketahui bahwa Shafiyah putri Huyai bin Akhtab dari kabilah
Yahudi Bani Nadhir. Ia pertama menikah dengan Salam bin Misykam, lalu
diperistri oleh Kinanah bin Abil Huqoiq. Kinanah terbunuh dalam perang
Khaibar di tahun tujuh hijriyah.104
Shafiyah tertawan dalam perang ini. Bilal membawa Shafiyah dan
sepupunya menemui Rasul saw. Ia membawa mereka melewati orang-orang
Yahudi yang terbunuh dalam perang. Melihat mayat-mayat itu, sepupu Shafiyah
kehilangan kontrolnya dan memukuli wajah dan kepalanya. Namun, Safiyah
tetap tenang. Ketika mereka menghadap Rasulullah saw. beliau menyiapkan
tempat duduk khusus buat mereka. Saat beliau tahu bahwa mereka melewati
103S}ah}ih} Musli<m, Juz. III, kitab nikah, hadis ke 99, nomor 1365, h. 79. 104Imam Abi Bakar Ahmad Al Baihaqi, Dalail An-Nubuwwah. Jus IV (t.t. Da>rul As’ad,
1986), h. 230.
259
tempat terbunuhnya pasukan Yahudi, beliau berkata kepada Bilal, "Apakah
engkau tidak memiliki perasaan hingga kau bawa mereka melewati jenazah
kerabat-kerabat mereka?" Di saat itu, Rasul saw. melihat wajah memar Shafiyah
dan bertanya kepadanya, "Kenapa wajahmu memar?" Shafiyah menjawab,
"Semalam aku bermimpi melihat bulan turun di pangkuanku. Pagi harinya, aku
ceritakan mimpiku kepada suamiku (atau ayahku). Dia lalu menampar wajahku
dan berkata: "Sepertinya kau mengharapkan Muhammad dalam hatimu?
"Rasulullah saw. berkata, "Apabila kau masuk Islam, kau akan kujadikan sebagai
istriku. Tapi bila kau tetap memeluk agama Yahudi, kau akan kubebaskan dan
kukembalikan ke kabilahmu."Shafiyah menjawab, "Aku telah beriman sebelum
Anda mengajakku masuk Islam. Tinggal di sisi Rasulullah saw. lebih berharga
bagiku."105
Maka hikmah dari pernikahan ini, para tawanan dibebaskan dan
diperlakukan dengan hormat. Mereka kembali ke tengah kaum mereka dan
menyampaikan kemuliaan akhlak Rasul saw. hingga mereka masuk Islam.
Disebutkan bahwa Shafiyah termasuk wanita pandai di kabilah Bani Nadhir.
Dalam perang Khaibar, ia di bawah kekuasaan Dihyah Al-Kalbi yang kemudian
dihadiahkan kepada Rasulullah saw.
Di hari pernikahannya dengan Safiyah, Rasul saw. mengadakan acara
walimah. Ketika beliau sampai di Madinah, beliau menitipkannya di rumah
Harits bin Numan. Para wanita Anshar berdatangan menemui Shafiyah dan
mengucapkan selamat kepadanya. Empat orang dari istri-istri Rasul saw. ,
termasuk Aisyah, menemui Shafiyah untuk melihat kecantikan dan
105Imam Abu> Bakar Ahmad Al-Baihaqi, Dalail An-Nubuwwah. Jus IV, h. 230.
260
kesempurnaannya yang mereka dengar sebelumnya. Rasulullah saw. bertanya
kepada Aisyah, "Bagaimana kau lihat dia?" Ia menjawab, "Ia tidak lebih baik
dari wanita-wanita Yahudi lainnya." Rasul saw. menjawab, "Jangan berkata
seperti ini! Shafiyah adalah wanita Muslim yang bertakwa."106
Shafiyah seorang wanita yang beradab, cerdas dan sangat menghormati
Rasul saw. Salah satu ucapannya yang menunjukkan cinta dan hormatnya kepada
Nabi saw. adalah: "Andai aku mati sebagai tebusan Nabi hingga tidak ada yang
mengganggunya." Mengomentari ucapannya, Rasul saw. berkata, "Ia
mengatakan yang sebenarnya. T}abari menulis: "Di saat ajal mendekati Rasul
saw. Shafiyah adalah istri beliau yang paling bersedih.
Hadis ini bersifat temporal, hanya terjadi pada masa Nabi Muhammad
saw. adapun mengenai penerapan pada zaman sekarang sudah tidak dapat lagi
dilakukan, hal ini karena sistem perbudakan sudah ditiadakan. Secara
kontekstual hadis ini mengajarkan bagaimana seharusnya menghargai seorang
wanita walaupun berasal dari seorang tawanan.
c. Sesuatu Yang Dilarang Dijadikan Mahar
Memberikan mahar juga harus memiliki aturan dan dijaga asal muasal dari
mahar yang akan diberikan, sebagaimana tersirat dalam hadis Nabi Muhammad saw.
Berikut ini.
ثـنا قـتـيبة بن سعيد عن مالك عن ابن شهاب عن أيب بكر بن عبد الرمحن بن احلارث بن حدهأن رسول الله صلى الله عليه وسلم نـه ى عن هشام عن أيب مسعود األنصاري رضي الله عنـ
107ان الكاهن مثن الكلب ومهر البغي وحلو 106Ibn katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah. Jilid VIII (Jakarta: Pustaka Azzam, 2004), h. 420. 107Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail al-Bukhari>, S}ah}ih} al-Bukhari>, Juz III, bab jual beli,
hadis ke 22, nomor 2282, h. 60. Juz III, bab al-ijarah, hadis ke 183, nomor 2232, h. 49. Juz VII, bab
261
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dari Ma>lik dari Ibnu> Syihab dari Abu> Bakar bin '‘Abdurrah}man bin Al-Harits bin Hisyam dari Abu> Mas'ud Al Anshariy ra. bahwa Rasulullah saw. telah melarang uang hasil jual beli anjing, mahar seorang pezina dan upah bayaran dukun.
Perkataan Abu> Mas'ud, "Rasulullah saw. melarang harga (penjualan) anjing,"
Ibnu> Hajar berkata, "Secara tekstual, haram menjual anjing, larangan ini berlaku
secara umum untuk semua anjing, baik terlatih maupun tidak, yang boleh dipelihara
atau tidak. Konsekuensinya, orang yang membunuh anjing tidak diwajibkan
membayar nilai anjing tersebut." Jumhur juga berpendapat demikian Atha' dan An-
Nakha'i berpendapat, "Diperbolehkan menjual anjing pemburu saja, bukan yang lain,
berdasarkan riwayat An-Nasa'i dari Jabir, ia berkata, 'Rasulullah saw. melarang
harga (penjualan) anjing, kecualiali anjing pemburu'.
ثـنا حجاج بن حممد عن محاد بن سلمة عن أيب أخبـرين إبـراهيم بن احلسن المقسمي قال حدنـور والكلب إ ال كلب الزبـري عن جابرأن رسول الله صلى الله عليه وسلم نـهى عن مثن الس
108صيد Artinya :
Telah mengabarkan kepada kami Ibrahim bin Al Hasan Al Miqsami, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Muhammad dari Hammad bin Salamah dari Abu> Az Zubair dari Jabir bahwa Rasulullah saw. melarang dari harga kucing dan anjing kecualianjing pemburu.
pengobatan, hadis ke 91, nomor 5346, h. 148. S}ah}ih} Musli<m, Juz. II, bab pengairan hadis ke 48, 49 nomor 1567,1568, h. 84. Sunan Abu>> Da>ud, Juz. III, bab jual beli, hadis ke 13, nomor 3428, h. 23. Sunan al-T}urmuz\i>, Juz. I, bab nikah, hadis ke 55, nomor 1133, h. 371. Juz. IV, bab kedokteran, nomor 2071, h. 11. Sunan An-Nasa>’i, Juz. V, bab jual beli, hadis ke 30, nomor 4292, h. 276. Sunan Ibn Majah, Juz. III, bab perdagangan, nomor 2243, h. 61. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz II, nomor 2382, h. 78. nomor 2495, h. 110. nomor 3103, h. 202. Juz VIII, nomor 16453, h. 57. nomor 16457, h. 58. Muwaththa’ Malik, Juz. I, kitab jual beli, nomor 1359, h. 307. Sunan al-Da>rimi>, Juz. II, kitab jual beli, nomor 2455, h. 184.
108Abu>> Abdurrah}man Ahmad bin Syu’aib al-Nasa>’i, Sunan al-Nasa>’i, Juz. V, kitab berburu ke 17, nomor 4279, h. 276.
262
Sabda beliau مهر البغي (Mahar pelacur), yaitu upah yang diberikan atas
perzinaan. Disebut mahar karena sebagai majas (bahasa kiasan) saja. Upah ini haram
hukumnya karena sebagai kompensasi perbuatan haram.
Selanjutnya kata حلوان الكاهن (upah dukun), yaitu upah yang diberikan
kepada dukun atas praktik perdukunan yang ia lakukan. Ibnu> Hajar berkata, "upah
dukun hukumnya haram berdasarkan ijmak, karena ada unsur menerima kompensasi
untuk suatu kebatilan. Termasuk dalam pengertian ini adalah praktik nujum,
meramal dengan kerikil dan yang lainnya yang dilakukan para peramal untuk
mengetahui hal gaib."
Dari hadis diatas dapat ditafsirkan bahwa segala suatu benda yang akan
dijadikan mahar harus terhindar dari unsur-unsur haram, karena itu mahar harus
boleh dimiliki atau diperjual belikan atau dimanfaatkan. Dalam kitab Al-Fiqhu ala
Mazahib Al-Arba‟ah disebutkan bahwa keadaan suci, sah dimanfaatkan dengannya,
maka tidak sah mahar dengan minuman keras, babi, darah dan bangkai karena yang
demikian itu tidak ada harganya menurut pendapat syariat Islam.109 Tidak
dibenarkan benda-benda yang disebut di atas seperti minuman keras, babi, darah dan
bangkai sesuai menurut penjelasan Al-Qur’an surat al-Ma>idah/5: 3.
109Abdurrahman Al-Jaziriy, Al-Fiqh ala Mazahib Al-Arba‟ah. Jilid IV, h. 97.
263
Terjemahnya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan diterkam binatang buas, kecualiyang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.110
Dari pengertian ayat di atas dan hubungannya dengan hadis yang dikutip
peneliti adalah sama-sama mengharamkannya mahar dengan benda yang tidak
bermanfaat dalam Islam, atau barang dari hasil menjual anjing, hasil dari berzina,
hasil upah dukun, hasil dari perjudian serta berupa benda seperti bangkai, darah dan
segala benda yang haram untuk dipergunakan atau dimanfaatkan haram pula
dijadikan mahar.
2. Ditinjau dari Macam-Macam Pemberian Mahar
Mahar termasuk unsur yang menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan.
Ia merupakan pemberian yang bersifat wajib atas suami dengan dilangsungkannya
perkawinan. Akan tetapi ia tidak mesti disebutkan pada waktu akad nikah
dilangsungkan. Penyebutannya pada waktu akad hanya bersifat sunnah, tidak wajib.
Mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar dan besarnya ketika akad nikah.
Atau mahar yang dinyatakan kadarnya pada waktu akad nikah inilah yang disebut
dengan istilah mahar musamma. Cara ini memang sudah umum terjadi sampai
110 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 183.
264
dengan saat ini dan tidak ada masalah mengenai hal tersebut. Akan tetapi apabila
mahar tidak disebutkan ketika akad nikah dilangsungkan, maka ia mesti disebutkan
pada waktu dukhul. Kalau pada waktu dukhul masih belum disebutkan, maka si
suami wajib membayar mahar mitsil.111
Mahar ini ada lantara adanya atsar dari salah seorang sahabat Nabi saw.
Yaitu Abdullah bin Mas’ud seperti berikut ini :
ل تـزوج امرأة ومل يـفرض هلا فـتـويف قـبل أن يدخل أيت عبد الله يف رج عن علقمة واألسود قاال ين أثـرا قال هبا فـقال عبد الله سلوا هل جتدون فيها أثـرا قالوا يا أبا عبد الرمحن ما جند فيها يـع
ابا فمن الله هلا كمهر نسائها ال وكس وال شطط وهلا المرياث أقول برأيي فإن كان صو ة فـقام رجل من أشجع فـقال يف مثل هذا قضى رسول الله صلى الله عليه و ها العد سلم وعليـ
ا بـروع بنت واشق تـزوجت رجال فمات قـبل أن يدخل هبا فـقضى هلا فينا يف امرأة يـقال هل ة فـر فع عبد رسول الله صلى الله عليه وسلم مبثل صداق نسائها وهلا المرياث وعليـها العد
112 ر الله يديه وكبـ Artinya :
Dari 'Alqomah dan Al Aswad mereka berdua berkata; Abdullah dihadapkan pada permasalahan mengenai seseorang yang menikahi wanita namun ia belum memberinya mahar, lalu ia mati sebelum menggaulinya, Abdullah berkata 'tanyakanlah apakah kalian mendapati suatu bekas padanya', mereka menjawab; 'kami tidak mendapati suatu bekas padanya.' Ia berkata; aku akan mengatakan dengan pendapatku jika ia benar maka itu dari Allah, yaitu ia mendapatkan mahar seperti mahar wanita lainnya, tidak ada pengurangan maupun kezhaliman, ia mendapatkan warisan dan menunggu masa 'iddah. Lalu seseorang dari Suku Asyja' berdiri dan berkata; seperti inilah yang diputuskan Rasulullah saw. kepada kami terhadap seorang wanita yang bernama Barwa' binti Wasyiq yang menikah dengan seorang pemuda. Pemuda itu mati sebelum menggaulinya, dan Rasulullah saw. memutuskan agar ia mendapatkan mahar seperti wanita lainnya, ia mendapatkan warisan dan menunggu masa 'iddah, lalu Abdullah mengangkat tangannya dan bertakbir.
111 Yahya bin Syarf bin Marw al-Nawawiy, Tahrir Alfazh al-Tanbih, (Damaskus: Dâr al-Qalam, 1408 H), h. 257-258.
112Abu>> Abd al-Rah}man Ah}mad bin Syu’aib An-Nasa>’i, Sunan An-Nasa’i, Juz. IV bab nikah, hadis ke 136, hadis nomor 3525, h. 244.
265
Untuk memahami hadis dengan tema ini maka tidak cukup dengan
pemahaman secara tekstual saja melainkan masih butuh penjelasan-penjelasan lain
untuk dapat mengetahui maksud hadis. Seperti diketahui bahwasanya menurut
pendapat mayoritas Fuqaha’, diantaranya Imam Abu> Hanifah, Imam Ah}mad bin
H}anbal, Imam Abu> Da>ud dan fatwa Imam Syafi’i yang paling rajih (kuat)
mengatakan bahwa, bila suami meninggal sementara ia belum sempat melakukan
hubungan suami istri dengan perempuan yang dinikahinya dan suamipun belum
menetapkan jumlah mahar yang harus diberikan kepada calon istrinya ketika ‘aqad
berlangsung, maka istri berhak memperoleh mahar mitsil (mahar yang diberikan
kepada perempuan atau diterima oleh perempuan disamakan dengan perempuan
lainnya, baik dari segi umur, kecantikan, harta, kepribadian,agama, perawan atau
janda dan daerah asalnya ketika ‘aqad nikah berlangsung) dan juga warisan.113
Jadi, bagi istri yang ditinggal mati oleh suami yang belum sempat bercampur
dengannya dan tidak ditetapkan mahar sebelumnya, maka ia berhak mendapatkan
mahar seperti perempuan lain yang dinikahi pada umurnya, dengan jumlah yang
tidak kurang dan tidak lebih. Baginya juga terkena kewajiban menjalankan ‘iddah
(masa menunggu) dan berhak pula menerima warisan. Menurut mereka pendapat ini
sesuai dengan putusan yang dijatuhkan oleh Rasulullah saw. dalam kasus Barwa’
binti Wasyiq yang dinikahi oleh suaminya, namun kemudian suami meninggal dunia
sebelum sempat menggaulinya sementara mahar belum ditetapkan sebelum aqad
nikah.114
Adapun hadisnya yang menjelaskan hal tersebut adalah sebagai berikut.
113Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, terj. M. Thalib, Jus VII (Bandung: Al-Ma’arif, 1996), h. 52. 114Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 65.
266
ثـنا منصور عن إبـراهيم عن علقمة واألسود قال أت ثـنا زائدة حد ثـنا أبو سعيد حد ى قـوم حدامرأة فذكر احلديث قال فـقال رجل عبد الله يـعين ابن مسعود فـقالوا ما تـرى يف رجل تـزوج
يه من أشجع قال منصور أراه سلمة بن يزيد فـقال يف مثل هذا قضى رسول الله صلى الله عل ا بروع بنت واشق فخرج خمرجا فدخل يف وسلم تـزوج رجل منا امرأة من بين رؤاس يـقال هل
مهر بئر فأسن فمات ومل يـفرض هلا صداقا فأتـوا رسول الله صلى الله عليه وسلم فـقال ك ة نسائها ال وكس وال شطط وهلا المرياث وعليـه 115ا العد
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id telah menceritakan kepada kami Zaidah Telah menceritakan kepada kami Manshur dari Ibrahim dari Alqamah dan Al Aswad ia berkata; Orang-orang mendatangi Abdullah yakni Ibnu Mas'ud dan mereka pun bertanya, "Bagaimana pendapatmu, mengenai seorang laki-laki yang menikahi seorang wanita?" Lalu ia pun menyebutkan hadits. Al Qamah berkata; Kemudian seorang laki-laki dari Asyja' -Manshur berkata; Menurutku ia adalah Salamah bin Zaid - dan berkata, "Dalam persoalan ini, Rasulullah saw. telah memutuskan. Pernah seorang laki-laki dari kami menikahi wanita dari bani Ruas yang biasa dipanggil Birwa' bintu Wasiq. Suatu hari, laki-laki itu keluar kemudian memasuki kawasan sumur lalu ia pingsan dan mati. Sedangkan ia belum memberikan mahar kepada wanita yang dikahinya. Kemudian orang-orang pun mendatangi Rasulullah saw. maka beliau bersabda: "Ia berhak mendapatkan mahar sebagaimana isteri-isteri yang lain, tidak ada tipu daya dan ketidakadilan. Ia juga mendapat bagian dari harta warisan dan baginya keharusan menunggu masa iddah".
Hadis ini ternyata belum diketahui oleh Ibnu> Mas’ud oleh karenanya beliau
memberikan pendapatnya tentang masalah ini kepada orang yang bertanya
kepadanya, yang kemudian ternyata pendapatnya tersebut sama atas apa yang
dijelaskan oleh Rasulullah saw. Atas penjelasan dari Ma’qil bin Sinan seperti dalam
sebuah hadis berikut ini.
ثـنا عبد الرمحن بن مهدي عن سفيان عن ف ثـنا عثمان بن أيب شيبة حد عيب حد راس عن الشها ومل يدخل هبا ومل يـفرض هلا عن مسروق عن عبد الله يف رجل تـزوج امرأة فمات عنـ
115Abu> Abdurrah}man Ahmad bin Syu’aib al-Nasa>’i, Sunan al-Nasa>’i, Jus IV, kitab nikah, nomor 3320, h. 446.
267
ها العدة وهلا المرياثـفقال معقل ب عت رسول الصداق فـقال هلا الصداق كامال وعليـ ن سنان مسثـنا عثمان بن أيب شيبة حد ثـنا يزيد الله صلى الله عليه وسلم قضى به يف بروع بنت واشقحد
قمة عن عبد الله وساق بن هارون وابن مهدي عن سفيان عن منصور عن إبـراهيم عن عل ثـنا سعيد بن أيب عر ثـنا يزيد بن زريع حد ثـنا عبـيد الله بن عمر حد وبة عن عثمان مثـله حد
عود أن عبد الله بن مسعود أيت قـتادة عن خالس وأيب حسان عن عبد الله بن عتبة بن مس ا صداقا يف رجل هبذا اخلرب قال فاختـلفوا إليه شهرا أو قال مرات قال فإين أقول فيها إن هل
ة فإن يك صوابا فمن الله كصداق نسائها ال وكس وال شطط وإن هلا المرياث ها العد وعليـاح وإن يكن خطأ فمين ومن الشيطان والله ورسوله بريئان فـقام ناس من أشجع فيهم اجلر
رسول الله صلى الله عليه وسلم قضاها فينا وأبو سنان فـقالوا يا ابن مسعود حنن نشهد أن بن يف بروع بنت واشق وإن زوجها هالل بن مرة األشجعي كما قضيت قال فـفرح عبد الله
116اء رسول الله صلى الله عليه وسلم مسعود فـرحا شديدا حني وافق قضاؤه قض Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu> Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari Sufyan dari Firas dari Asy Sya'bi dari Masruq dari Abdullah mengenai seorang laki-laki yang menikahi seorang wanita kemudian lelaki tersebut meninggal dunia dan belum bercampur dengannya (menggaulinya) serta belum memberikan mahar kepadanya. Kemudian beliau berkata; baginya mahar secara sempurna dan ia wajib ber'iddah serta baginya warisan. Kemudian Ma'qil bin Sinan berkata; aku mendengar Rasulullah saw. memutuskan dengan hal tersebut pada diri Barwa' binti Wasyiq. Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu> Syaibah, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun dan Ibnu> Mahdi dari Sufyan dari Manshur dari Ibrahim dari 'Al Qamah dari Abdullah dan Utsman menyebutkan seperti itu. Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin ‘Umar, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai', telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu> 'Arubah dari Qatadah dari Khalas serta Abu> Hassan dari Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud bahwa Abdullah bin Mas'ud dihadapkan pada masalah mengenai seorang laki-laki seperti hadis ini. Abdullah bin Utbah berkata; kemudian orang-orang datang kepadanya selama satu bulan. Atau ia mengatakan; selama beberapa kali. Abdullah bin Mas'ud berkata; sesungguhnya aku katakan mengenainya; bahwa baginya mahar seperti mahar wanita-wanita yang setara dengannya, tidak kurang dan tidak lebih dan
116Sulaiman bin Al-Ays’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syaddad bin ‘Amar bin Imran Al-Sisijstani, Sunan Abu>> Da>ud, kitab nikah, hadis ke 69, nomor 2114, h. 231.
268
baginya warisan, serta berkewajiban untuk ber'iddah. Apabila (perkataan itu) benar maka berasal dari Allah dan apabila salah maka hal tersebut berasal dariku dan dari syetan, Allah dan rasul-Nya berlepas diri. Kemudian orang-orang dari Asyja' diantara mereka adalah Al Jarrah dan Abu> Sinan berkata; wahai Ibnu> Mas'ud, kami bersaksi bahwa Rasulullah saw. telah memutuskan hal tersebut diantara kami mengenai diri Barwa' binti Wasyiq yang suaminya adalah Hilal bin Murrah seperti yang telah engkau putuskan. Abdullah bin 'Utbah berkata; kemudian Abdullah bin Mas'ud sangat senang sekketika keputusannya sama dengan keputusan Rasulullah saw.
Dalam masalah ini para Fuqaha’ dari golongan Hanafiyah berpendapat,
bahwa apabila suami telah menggauli istrinya atau berkhalwat (berduaan)
dengannya atau ditinggal mati oleh suaminya, maka bagi istri berhak menerima
mahar yang disebutkan atau mahar mitsil sesuai dengan cara yang telah
dikemukakan. Setelah itu mahar itu tidak bisa gugur selain dengan ibra’
(pembebasan) yang benar (dalam kasus pernikahan anak-anak).
Jumhur ulama fiqih berpegang kepada atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu>
Mas’ud ra. Yang dalam keterangan hadis tersebut mengandung pengertian, bahwa
seorang wanita mempunyai hak untuk memperoleh mahar dari seorang laki-laki yang
memperistrikannya dan belum menunaikan pemberian mahar, meskipun suami
belum pernah menyetubuhi istrinya. Ini adalah pendapat Ibnu> Mas’ud, Ibnu> Sirin,
Ibnu >Abu> Laila, imam Abu> Hanifah berikut seluruh sahabatnya yaitu Ishaq dan
Ah}mad bin H}anbal.117
Silang pendapat terjadi antara imam Ma>lik dan para jumhur Fuqaha’ hal ini
karena adanya pertentangan antara qiyas dengan atsar. Atsar tersebut adalah riwayat
dari Ibnu> Mas’ud r.a ketika ditanya tentang persoalan mahar yang tidak disebutkan
dalam akad dan suami meninggal qabla al-dukhul, ia menegaskan bahwa istri
memperoleh mahar seperti mahar wanita dari golongannya (mahar mitsil), tanpa
117Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 617.
269
pengurangan atau kelebihan dan istri tersebut juga harus beriddah dan berhak
mendapat warisan. Masalah ini juga telah mendapat kesaksian oleh Ma’qil bin Yasar
dengan mengatakan bahwa Ibn Mas’ud telah menghukum dengan keputusan
Rasulullah saw. terhadap Barwa’ binti Wasyiq. Segi pertentangan qiyas dengan atsar
itu ialah karena Imam Ma>lik memahami mahar itu sebagai pengganti. Jadi, selama
suami belum menggauli istrinya, maka pengganti tersebut (mahar) tidak diwajibkan
karena diqiyaskan kepada jual beli.118
Terlepas dari perbedaan tersebut maka penulis mengambil sebuah kesimpulan
bahwa pendapat Imam Ma>lik tidak terlepas dari sisi kelebihan dan sisi kekurangan
atau kelemahannya. Diantara kelebihannya adalah dapat memperingankan beban
pihak keluarga suami dari tanggungan dan kewajiban dalam menunaikan mahar.
Sementara sisi kelemahannya yaitu mengurangi rasa tanggung jawab terhadap
kewajiban memberi mahar, sehingga keadaan wanita dalam perkawinan seakan-akan
kurang terhormat.
Maka dari itu penulis merasa lebih cendrung kepada pendapat jumhur ulama,
yang mengatakan bahwa mahar istri yang ditinggal mati suami sebelum dukhul dan
dalam akad tidak ditentukan maharnya, tetap berhak menerima mahar mitsil. Disini
penulis beralasan kepada hal-hal sebagai berikut:
Pertama, hadis yang diriwayatkan Ibn Mas’ud, dimana hadis tersebut tertulis
sebagai hadis S}ah}ih} dalam sunan T}urmuz}i dan dalam riwayat yang lain hadis
tersebut adalah diambil dari Hasan ibn al-Khallal dan di ambil dari Yazid ibn Harun
dan Abdul al-Razzaq, keduanya mengambil dari Sufyan dan Sufyan mengambil dari
Mansur, dengan matan yang sama seperti yang di riwayat oleh Ibn Mas’ud dan
118Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 617
270
menganggap hadis ini sebagai hadis h}asan s}ah}ih}. Jadi, posisi hadis ini masih sangat
kuat untuk dijadikan sebagai landasan hukum dalam masalah mahar yang tidak
disebutkan dalam akad dan suami meninggal qabla al-dukhul.
Kedua, memandang kepada maksud utama dari nikah adalah istimta’ atau
bersenang-senang dengan istri dan juga untuk menjaga keturunan dan lain-lain. Jadi
bukan mahar yang menjadi tujuan, sehingga tidak perlu di qiyaskan kepada jual beli,
dimana dalam jual beli salah satu maksudnya adalah harga. Dengan alasan ini pula
kita memahami bahwa mahar itu tidak wajib disebutkan dalam aqad nikah, seperti
dalam perkawinan tafwidh.119
Dari penjelasan hadis ini maka dapat disimpulkan bahwa mahar mitsil dapat
terjadi apabila dalam keadaan seperti berikut ini :
1. Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika berlangsung akad
nikah, kemudian suami telah bercampur dengan istri, atau meninggal
sebelum bercampur.
2. Jika mahar musamma belum dibayar, Sedangkan suami telah bercampur
dengan istri dan ternyata nikahnya tidak sah. Nikah yang tidak disebutkan
dan tidak ditetapkan maharnya disebut nikah tafwidh. Hal ini menurut
jumhur ulama dibolehkan. Seperti Firman Allah swt. QS. Al-Baqarah/2 : 236
berikut ini :
119Imam Taqiyuddin Abi Bakar, Kifayatul Akhyar, terj. Syarifudin Anwar dan Misbah, Kelengkapan Orang Shalih, Jus II (Jogjakarta: Bina Iman, 2006), h. 61
271
Terjemahnya : Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.120
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang suami boleh menceraikan istrinya
sebelum digauli dan belum juga ditetapkan jumlah mahar tertentu kepada istrinya
itu. Dalam hal ini, maka istri berhak menerima mahar mitsil.121
Seperti diketahui bahwasanya cara pembayaran mahar dalam Islam dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu secara tunai dan dihutang. Mahar boleh
dilaksanakan dan diberikan dengan kontan atau utang, mau dibayar kontan sebagian
dan utang sebagian. Hal ini berdasarkan pada atsar Abdullah bin mas’ud di atas.
Imam Hambali berpendapat bahwa manakala mahar disebutkan, tapi kontan atau
dihutangnya tidak disebutkan, maka mahar harus dibayar kontan seluruhnya.
Sementara Hanafi mengatakan, tergantung pada ‘urf yang berlaku. Ia harus dibayar
kontan, manakala tradisi yang berlaku adalah seperti itu, dan boleh dihutang pula
manakala tradisinya seperti itu pula. Ma>liki mengatakan bahwa akad nikah tersebut
fasid dan harus di faskh sebelum terjadi percampuran. Tetapi bila sudah terjadi
percampuran, akadnya dinyatakan sah dengan menggunakan mahar mitsil. Namun
120Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 63. 121Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, h. 94.
272
imam Syafi’i berpendapat bahwa apabila hutang tersebut tidak diketahui secara
detail, tetapi secara global, misalnya akan dibayar pada salah satu diantara dua
waktu yang ditetapkan tersebut (sebelum mati atau jatuh talak), maka mahar
musammanya fasid dan ditetapkan mahar mitsil.122
Dalam hal penundaan pembayaran mahar (dihutang) terdapat dua perbedaan
pendapat dikalangan ahli fikih. Segolongan ahli fikih berpendapat bahwa mahar itu
tidak boleh diberikan dengan cara dihutang keseluruhan. Segolongan lainnya
mengatakan bahwa mahar boleh ditunda pembayarannya, tetapi menganjurkan agar
membayar sebagian mahar dimuka manakala akan menggauli istri. Dan diantara
Fuqaha yang membolehkan penundaan mahar (diangsur) ada yang membolehkannya
hanya untuk tenggang waktu terbatas yang telah ditetapkannya. Demikian pendapat
Imam Ma>lik.123
Mahar dapat dihutang diperbolehkan karena atau perceraian, ini adalah
pendapat Al-Auza’i. Perbedaan tersebut dikarenakan pernikahan itu disamakan
dengan jual beli dalam hal penundaan, atau tidak dapat disamakan dengannya. Bagi
Fuqaha yang mengatakan bahwa disamakan dengan jual beli, mereka berpendapat
bahwa penundaan itu tidak boleh sampai terjadinya kematian atau perceraian.
Sedangkan yang mengatakan tidak dapat disamakan dengan jual beli, mereka
berpendapat bahwa penundaan membayar mahar itu tidak boleh dengan alasan
bahwa pernikahan itu adalah ibadah.124 Selain itu berdasarkan keterangan hadis
Rasulullah saw. Pernah melarang Ali bercampur dengan Fatimah sebelum
memberikan maharnya.
122Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, h. 369. 123Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, h. 91. 124Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, h. 92.
273
رسول الله صلى الله من أصحاب النيب صلى الله عليه وسلمأن عليا لما تـزوج فاطمة بنت ها شيئا عليه وسلم وأراد أن يدخل هبا فمنـعه رسول الله صلى الله عليه وسلم حىت يـعطيـ
ليه وسلم أعطها درعك فأعطاها فـقال يا رسول الله ليس يل شيء فـقال له النيب صلى الله ع وة عن شعيب عن غيالن ع ثـنا أبو حيـ ثـنا كثري يـعين ابن عبـيد حد ن درعه مث دخل هباحد
125عكرمة عن ابن عباس مثـله Artinya :
Dari seorang laki-laki sahabat Nabi saw., bahwa Ali> tatkala menikahi Fa>t}imah binti Rasulullah saw. dan hendak bercampur dengannya (menggaulinya), Rasulullah saw. melarangnya hingga ia memberikan sesuatu kepadanya. Kemudian ia berkata; wahai Rasulullah, aku tidak memiliki sesuatu. Kemudian Nabi saw.berkata kepadanya: "Berikan baju besimu kepadanya!" kemudian Ali> memberikannya kepada Fa>t}imah, kemudian ia bercampur dengannya (menggaulinya). Telah menceritakan kepada kami Kas\i>r bin 'Ubaid, telah menceritakan kepada kami Abu Haiwah, dari Syu'aib dari Ghaila>n dari Ikrimah dari Ibnu Abbas seperti itu.
Dalam hal ini penulis mengambil sebuah keimpulan bahwa pembayaran
mahar yang ditangguhkan sebenarnya tergantung pada persetujuan istri. Apabila
mempelai laki-laki belum menyerahkan mahar, mempelai perempuan mempunyai
hak untuk menolak berhubungan suami istri sampai dengan dipenuhinya mahar
tersebut.
3. Jumlah Mahar Pada Masa Rasulullah saw.
Berikut hadis-hadis yang menerangkan bagaimana Nabi Muhammad saw.
memberikan atau menetapkan maharnya baik untuk para istri-istrinya maupun untuk
putri-putrinya sendiri.
ثين يزيد بن عبد الله بن ثـنا إسحق بن إبـراهيم أخبـرنا عبد العزيز بن حممد حد أسامة بن حدثـنا عبد العزيز عن يزيد عن حمم اهلاد ثين حممد بن أيب عمر المكي واللفظ له حد د ح و حد
عليه بن إبـراهيم عن أيب سلمة بن عبد الرمحن أنه قالسألت عائشة زوج النيب صلى الله
125Sulaiman bin Asy’ats Abu> Daud. Sunan Abu> Daud, Jus 5, h. 312.
274
عشرة وسلم كم كان صداق رسول الله صلى الله عليه وسلم قالت كان صداقه ألزواجه ثنيت ائة درهم أوقية ونشا قالت أتدري ما النش قال قـلت ال قالت نصف أوقية فتلك مخس م
126فـهذا صداق رسول الله صلى الله عليه وسلم ألزواجه Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad telah menceritakan kepadaku Yazid bin Abdullah bin Usamah bin Mahdi. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abi ‘Umar Al Makki sedangkan lafazhnya dari dia, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz dari Yazid dari Muhammad bin Ibrahim dari Abu> Salamah bin Abdurrahman bahwa dia berkata; Saya pernah bertanya kepada 'Aisyah, istri Nabi saw. ; "Berapakah maskawin Rasulullah saw.? "Dia menjawab; "Mahar beliau terhadap para istrinya adalah dua belas uqiyah dan satu nasy. Tahukah kamu, berapakah satu nasy itu?" Abu> Salamah berkata; Saya menjawab; "Tidak." 'Aisyah berkata; "Setengah uqiyah, jumlahnya sama dengan lima ratus dirham. Demikianlah maskawin Rasulullah saw. untuk masing-masing istri beliau.
Suatu ketika ’Umar ra. Pernah berkhutbah beliau menerangkan yang
termaktub di dalam hadis berikut ini :
ثـنا محاد بن زيد عن ثـنا حممد بن عبـيد حد أيوب عن حممد عن أيب العجفاء السلمي قال حدنـيا أو خطبـنا عمر رمحه الله فـقال أال ال تـغالوا بصدق النساء فإنـها لو كانت مكرمة يف الد
يب صلى الله عليه وسلم ما أصدق رسول الله صلى الله تـقوى عند الله لكان أوالكم هبا الن 127ة عليه وسلم امرأة من نسائه وال أصدقت امرأة من بـناته أكثـر من ثنيت عشرة أوقي
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ubaid, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Muhammad dari Abu> Al 'Ajfa As Sulami, ia berkata; ‘Umarra. berkhutbah kepada kami, ia berkata; ketahuilah, janganlah kalian berlebihan dalam memberi mahar kepada para wanita, seandainya hal itu adalah sebuah kemuliaan di dunia atau sebagai bentuk ketakwaan di sisi Allah, niscaya orang yang paling dahulu
126S}ah}ih} Musli<m, Juz. VI, kitab nikah,hadis ke 91, nomor 1426, h. 249. Sunan Ibn Majah, Juz. III, kitab nikah, nomor 1960, h. 26. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz XIV, nomor hadis 23485, h..206. Sunan al-Da>rimi>, Juz. II, kitab nikah, nomor 2102, h. 57.
127Sunan Abu>> Da>ud, Juz. I, kitab nikah, hadis ke 61, nomor 2106, h. 412. Sunan al-Turmuz}i>, Juz. II, kitab nikah, hadis ke 36, nomor 1114, h. 187. Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, kitab nikah, hadis ke 154, nomor 3349, h. 429. Sunan Ibn Majah, Juz. III, kitab nikah, nomor 1886, h. 64. Musnad Ah}mad bin H}anbal, Juz I, nomor 272, h. 375.
275
melakukannya adalah Nabi saw. tidaklah Rasulullah saw. memberikan mahar kepada salah seorang dari istri-istri beliau dan tidak juga diberikan kepada puteri-puteri beliau jumlah mahar yang melebihi dua belas uqiyah.
Secara tekstual kedua hadis di atas menjelaskan bahwa mahar yang diberikan
oleh Rasulullah saw. adalah berupa benda (materil) yaitu dalam bentuk uang
dirham. Akan tetapi untuk memahami hadis tersebut, berikut telah diterangkan
sebuah hadis yang menjelaskan bahwa :
ثـنا األغر الرقاش ثـنا حيىي بن ميان حد ثـنا أبو هشام الرفاعي حممد بن يزيد حد ي عن عطية حداع بـيت العويف عن أيب سعيد اخلدري أن النيب صلى الله عليه وسلم تـزوج عائشة على مت
128قيمته مخسون درمهاArtinya :
Telah menceritakan kepada kami Abu Hisyam Ar Rifa'i Muhammad bin Yazid berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yaman telah menceritakan kepada kami Al Aghar Ar Raqqasyi dari 'Atiyah Al 'Aufi dari Abu Sa'id Al Khudri berkata, "Nabi saw. menikahi 'Aisyah dengan mahar perabot rumah, nilainya lima puluh dirham."
Hadis ini statusnya adalah d}a’i>f, dikarenakan semua orang perawi di dalam
sanad tertuduh d}a’i>f, bahkan seorang perawi bernama Al-Aghar Ar Raqqasyi
dinyatakan oleh Ibnu Hajar Al Atsqalani majhul.129
Melihat hal tersebut hadis ini menurut penulis masih dapat dijadikan sebuah
pembanding. Jika dilihat uang perabot rumah tangga itu bernilai 50 dirham saja,
mengingat hadis yang lebih sahih telah menjelaskan bahwa mahar Rasul kepada
setiap istri-istrinya adalah 500 dirham. Maka dapat diambil sebuah kesimpulan
bahwa bisa saja Nabi saw. dalam hal ini membelanjakan uang mahar tersebut dengan
sepertujuan aisyah untuk membeli keperluan barang-barang rumah tangga.
128Sunan Ibn Majah, Juz. III, kitab nikah, nomor 1880, h. 11. 129Ibnu H}ajar, Lisan al-Mizan. Jus IV, nomor 5613, h. 210.
276
Mahar pada Rasulullah saw. selanjutnya adalah mahar yang diberikan oleh
para sahabat kepada calon istrinya sebagaimana hadis berikut ini :
ثـنا عبد الرمحن بن ثـنا داود بن أخبـرنا حممد بن عبد الله بن المبارك قال حد مهدي قال حدالله صلى الله وسى بن يسار عن أيب هريـرة قالكان الصداق إذ كان فينا رسول قـيس عن م
130عليه وسلم عشرة أواق Artinya :
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdullah Al Mubarak, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman bin Mahdi, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Daud bin Qais dari Mu>sa bin Yasar dari Abu> Hurairah, ia berkata; mahar disaat Rasulullah saw. berada diantara kami adalah sepuluh uqiyah.
Selanjutnya untuk memperoleh pemahaman yang lebih tentang hadis-hadis di
atas maka penulis akan menguraikan keadaan mahar tersebut. Tinggal yang jadi
masalah, uang sebesar 500 dihram itu kalau dikonversikan ke dalam mata uang
indonesia saat ini, jatuhnya kira-kira berapa rupiah ?
Di sinilah terjadi ijtihad yang bisa saja berbeda-beda metodenya. Dan kalau
hasil akhirnya menjadi berbeda, tidak bisa disalahkan. Untuk itu ada beberapa
pendekatan tentang berapa nilai 500 dirham ini kalau dibandingkan dengan besaran
uang zaman sekarang. Pendekatan pertama, dengan pendekatan nilai dirham di masa
Rasulullah saw. dan pendekatan kedua dengan nilai kurs mata uang indonesia.
Pertama lewat perbandingan antara dinar dan dirham. Dinar adalah mata
uang emas sedangkan dirham adalah mata uang perak. Nilai dinar emas tentu lebih
besar dari pada nilai dirham perak. Di masa Rasulullah saw. uang 1 dinar emas bisa
untuk membeli seekor kambing sebagaimana hadis berikut ini.
130Sunan An-Nasa>’i, Juz. IV, kitab nikah, hadis ke 153, nomor 3348, h. 429.
277
ثـنا علي بن عبد ثـنا شبيب بن غرقدة قال مسعت احلي حيدثون عن حد الله أخبـرنا سفيان حدشاتـني فـباع عروةأن النيب صلى الله عليه وسلم أعطاه دينارا يشرتي له به شاة فاشتـرى له به
ح امها بدينار وجاءه بدينار وشاة فدعا له بالبـركة يف بـيعه وكان لو اشتـرى التـراب لرب إحد عه شبيب من عروة فيهقال سفيان كان احلسن بن عمارة جاءنا هبذا احلديث عنه قال مس
عت ف ه يـقول أتـيته فـقال شبيب إين مل أمسعه من عروة قال مسعت احلي خيربونه عنه ولكن مسعت النيب صلى الله عليه وسلم يـقول اخليـر معقود بنـواصي اخليل إىل يـوم ال قيامة قال وقد مس
131رأيت يف داره سبعني فـرسا قال سفيان يشرتي له شاة كأنـها أضحية Artinya :
Telah bercerita kepada kami 'bin Abdullah telah mengabarkan kepada kami Sufyan telah bercerita kepada kami Syabib bin Gharfadah berkata, aku mendengar orang-orang dari qabilahku yang bercerita dari 'Urwah bahwa Nabi saw. memberinya satu dinar untuk dibelikan seekor kambing, dengan uang itu ia beli dua ekor kambing, kemudian salah satunya dijual seharga satu dinar, lalu dia menemui beliau dengan membawa seekor kambing dan uang satu dinar. Maka beliau mendoa'akan dia keberkahan dalam jual belinya itu".Sungguh dia apabila berdagang debu sekalipun, pasti mendapatkan untung". Sufyan berkata; "Adalah Al Hasan bin ‘Umarah yang datang kepada kami dengan membawa hadis ini darinya (dari Syabib). Katanya (Al Hasan); " Syabib mendengar hadis ini dari '‘Urwah, maka aku (Sufyan) menemui Syabib lantas dia berkata; "Aku tidak mendengarnya dari '‘Urwah". Syabib berkata; "Aku mendengarnya dari orang-orang yang mengabarkan hadis darinya namun aku mendengar dia berkata, Aku mendengar Nabi saw. bersabda: "Kebaikan senantiasa terikat dengan ubun-ubun kuda hingga hari qiyamat". Dia Syabib berkata; "Sungguh aku telah melihat di rumahnya ada tujuh puluh ekor kuda". Sufyan berkata; "Dia (‘Urwah) membeli seekor kambing untuk beliau saw. sepertinya untuk keperluan hewan kurban".
Selanjutnya perbandingan nilai dirham dengan dinar berkisar antara 10
hingga 12. Maksudnya, 1 dinar setara dengan 10 hingga 12 dirham. Jadi kalau mahar
Rasululah saw. itu 500 dirham, berarti dengan uang itu kira-kira bisa untuk membeli
kurang lebih 41 ekor kambing. Tinggal kita hitung saja berapa harga kambing saat
131Sunan Ibn Majah, Juz. III, kitab sedekah, nomor 2395, h. 361.
278
ini. Anggaplah misalnya sejuta rupiah per-ekor, maka kurang lebih nilai 500 dirham
itu 40-an juta rupiah.
Kedua, Jika ukuran ini dihitung menurut standar internasional adalah 500
dirham, dengan rincian sebagia berikut: Spesifikasi uang dirham.
1. Bentuk : Bulat bergambar ka‟bah
2. Berat : 3 gram
3. Diameter : 25 Milimeter
4. Bahan : Perak murni
5. 1 Dirham : Rp. 32.250,-132
6. 1 Uqiyah : 40 dirham
7. ½ Uqiyah : 20 dirham
8. 12,5 Uqiyah : 40 dirham dikalikan 12,5 = 500 dirham133
9. 500 dirham : 3 gram dikalikan 500 = 1500 gram perak murni
10. 500 dirham : Rp. 32.250,- dikalikan 500 = Rp. 16.125.000,-
Jadi untuk berat keseluruhan dirham adalah 1500 gram perak murni,
sedangkan untuk kurs rupiah adalah Rp. 16.125.000,-. Ini lah mahar yang diberikan
oleh Nabi Muhammad saw. kepada para istri-istrinya. Sedangkan mahar untuk
dikalangan sahabat jika berjumlah 10 uqiyah hitungannya sebagai berikut : 1 uqiyah
= 40 dirham. 10 uqiyah = 40 dirham dikalikan 10 = 400 dirham. 1 dirham Rp.
32.250,- dikalikan 400 = Rp. 12.900.000,-
Jika diperhatikan mahar Rasulullah saw. ternyata termasuk tinggi, akan
tetapi mengapa Nabi tidak memberikan mahar yang murah seperti apa yang telah
132Lihat https://www.antamgold.com/( diakses pada 24 Oktober 2016. Pukul 21.48 Wita) 133Syekh Hasan Ayyub, Fiqih Keluarga (Cet. 1; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), h. 67.
279
diterangkan oleh hadis-hadis yang sahih? Jawabannya adalah mahar sebenarnya
adalah sebagai bentuk penghargaan dan memuliakan wanita. Betapa Rasulullah
sangat memuliakan wanita, begitu pula dengan mahar-mahar yang tinggi pada istri-
istri beliau serta anak-anaknya. Inilah sebuah contoh yang sebaiknya diikuti.
Kemudian mengapa Nabi saw. memberikan keringanan kepada seorang pemuda
Anshar, hal ini karena beliau melihat keadaan pemuda tersebut memang tidak
mempunyai apa-apa selain hafalannya dan supaya menahan pandangan serta
menghindarkan dari perzinahan. Sebagaimana hadis berikut ini :
نا أنا أمشي مع ع ح ثـنا عبدان عن أيب محزة عن األعمش عن إبـراهيم عن علقمة قال بـيـ بد دة فـليتـزوج ء الله رضي الله عنه فـقال كنا مع النيب صلى الله عليه وسلم فـقال من استطاع البا
134فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن مل يستطع فـعليه بالصوم فإنه له وجاء Artinya :
Telah menceritakan kepada kami 'Abdan dari Abu Hamzah dari Al A'masy dari Ibrahim dari 'Alqamah berkata; ketika aku sedang berjalan bersama 'Abdullah ra., dia berkata: kami pernah bersama Nabi saw. yang ketika itu Beliau bersabda: "Barangsiapa yang sudah mampu (menafkahi keluarga), hendaklah dia kawin (menikah) karena menikah itu lebih bisa menundukkan pandangan dan lebih bisa menjaga kemaluan. Barangsiapa yang tidak sanggup (manikah) maka hendaklah dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi benteng baginya".
Jadi dalam hadis tersebut yang perlu digaris bawahi adalah telah diterangkan
bagi siapa saja yang telah mampu menafkahi bukan telah mampu memberikan
mahar, karena mahar tidak ditentukan besar kecilnya melainkan sesuai kemampuan
seorang laki-laki. Oleh karena itu, dengan mudahnya mahar seorang wanita, maka
tidak boleh seorang laki-laki yang telah mampu meremehkan mahar tersebut dengan
memberikan mahar seadanya. Hal tersebut sama saja dengan tidak kemuliaan wanita
yang akan dinikahinya.
134Abu>> Abdurrah}man Ahmad bin Syu’aib al-Nasa>’i, Sunan al-Nasa>’i, Juz III, kitab puasa, hadis ke 152, nomor 2241, h. 224.
280
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelit ian dan pembahasan tentang hadis-hadis yang
membahas tentang mahar, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dapat diketahui bahwasanya hakikat dari pada mahar adalah suatu
pemberian wajib dari seorang mempelai pria kepada mempelai perempuan
baik berupa barang, uang atau jasa menurut kerelaan dan kesepakatan
kedua pihak sebagai pengganti dihalalkannya farji seorang perempuan
dalam sebuah pernikahan dan sebagai bentuk kesungguhan untuk menjalani
kehidupan rumah tangga diantara keduanya. Adapun mengenai kedudukan,
mahar bukanlah salah satu syarat atau rukun akad, tetapi merupakan
suatu konsekuensi adanya akad. Mahar merupakan akibat dan salah
satu hukum dalam suatu perkawinan yang sah dan hubungan sebadan
sesudah terjadinya perkawinan yang fasid (batal), serta hubungan
sebadan yang disebabkan kesamaran. Untuk itu pemberian mahar
merupakan sesuatu yang telah diperintahkan oleh syar’i bagi suami
untuk istrinya dengan adanya akad nikah yang sah.
2. Dengan metode takhri>j h}adis yang menunjukkan tempat hadis pada sumber
aslinya serta yang mengeluarkan hadis tersebut dengan sanadnya dan
menjelaskan derajatnya ketika diperlukan, sehingga diperoleh informasi
bahwa hadis-hadis yang terkait dengan mahar ada 24 klasifikasi hadis.
Yang dikategorikan s}ah}ih} ada 12 klasifikasi yaitu memberi mahar yang
281
pantas, menikah tanpa mahar (nikah syig}ar), mahar yang belum sempat
terbayar, memerdekakan budak sebagai mahar, mahar yang dilarang, mahar
dengan hafalan al-Quran, pemberian mahar pada masa jahiliyah, mahar
dengan kain, status mahar ketika li’an, mahar sebiji emas, mahar dengan
baju besi dan mahar pada masa Rasulullah saw. Untuk hadis berstatus
h}asan ada 6 klasifikasi yaitu anjuran untuk mempermudah mahar, mahar
istri-istri Rasul, mahar yang tidak berubah walaupun pernikahan pertama
berbeda agama, diharuskan memberikan mahar apabila sudah bercampur,
mahar dengan masuk Islam dan mahar diminta akibat terjadinya h}ulu’.
Untuk hadis yang berstatus d}a’i>f ada 6 klasifikasi yaitu mahar putri-putri
Rasulullah saw, mahar dengan tepung dan kurma, mahar dengan sepasang
sandal, mahar hak istri, mahar wanita dipaksa berzina dan peringatan bagi
yang tidak memberikan mahar.
3. Jenis-jenis pemberian mahar jika dit injau dari segi kualifikasi terbagi
menjadi t iga yaitu mahar dalam bentuk benda dan mahar dalam
bentuk jasa (manfaat) dan sesuatu yang t idak dapat dijadikan sebagai
mahar. Sedangkan jika ditinjau dari macam-macam pemberian mahar
ada 2 yaitu mahar yang dinyatakan kadarnya pada waktu akad nikah
inilah yang disebut dengan ist ilah mahar musamma. Akan tetapi
apabila mahar t idak disebutkan ketika akad nikah dilangsungkan,
maka ia mesti disebutkan pada waktu dukhul. Kalau pada waktu
dukhul masih belum disebutkan, maka si suami wajib membayar
mahar mitsil. Adapun ukuran nilai dari pada mahar itu semua yang bisa
digunakan untuk membeli atau layak dibeli, atau bisa digunakan
282
untuk upah, semuanya boleh dijadikan mahar. Jika nilainya sangat
sedikit , sampai pada batas t idak lagi disebut harta oleh masyarakat,
maka t idak bisa disebut mahar. Selanjutnya mengenai jumlah rata-rata
mahar yang diberikan Rasulullah kepada istrinya jika di kurskan ke dalam
rupiah berjumlah Rp. 16.125.000,-. Sedangkan mahar untuk
dikalangan sahabat jika berjumlah 10 uqiyah maka sebesar Rp.
12.900.000,-. Betapa Rasulullah sangat memuliakan wanita, Inilah
sebuah contoh yang sebaiknya diikuti.
B. Implikasi Penelit ian
Berdasarkan hasil penelit ian tentang kualitas dan kuant itas sanad serta
makna yang terkandung dalam hadis-hadis yang berbicara tentang mahar,
dapat dikatakan bahwa mahar itu masuk dalam hukum taklif. Mahar itu adalah
fardu yang diharuskan oleh syara’ atas suami kepada isteri. Jika disebutkan
maka mahar itu seperti yang disebutkan. Jika t idak disebutkan maka wajib
berupa mahar mitsli. Hukum suami berdosa jika t idak membayarnya karena ini
merupakan hak paten seorang istri dari suami.
Dengan tidak adanya penunjuk yang pasti tentang mahar, ulama
memperbincangkannya, mereka sepakat menetapkan bahwa t idak ada batas
maksimal bagi sebuah mahar. Sedangkan batas minimal mahar terdapat beda
pendapat di kalangan ulama. Dengan tidak mengabaikan hal tersebut
berdasarkan keterangan hadis-hadis yang ada dan atas apa yang telah
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. sendiri dapat disimpulkan bahwa
"Sebaik-baiknya pria adalah ia yang memberi mahar t inggi kepada wanita dan
283
sebaik-baiknya wanita adalah ia yang tidak menuntut mahar t inggi kepada si
pria".
Sudah banyak contoh dari generasi pertama umat ini betapa mereka
memudahkan mahar. Ada diantara mereka yang maharnya baju besi, ada
pernikahan dengan mahar sepasang sandal, cincin besi, membaca Al-Qur’an.
Bahkan dianjurkan untuk mengadakan acara walimah walaupun hanya
memotong seekor kambing.
Dari penjelasan tersebut maka penulis menghimbau kepada orang tua
wali untuk t idak mempersulit proses tersebut, pemberian mahar diserahkan
menurut kemampuan yang bersangkutan disertai kerelaan dan persetujuan
masing-masing pihak yang akan menikah untuk menetapkan jumlahnya. Yang
artinya hendaknya ketidaksanggupan membayar mahar karena besar jumlahnya
menjadi penghalang bagi berlangsungnya suatu perkawinan. Kecuali jika
memang calon suami memang orang yang kaya mempunyai kemampuan untuk
memberi mahar yang lebih besar jumlahnya kepada calon istrinya dan inilah
yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah saw. Kepada para istri-istrinya
sebagai bentuk penghormatan beliau kepada seorang wanita.
284
Daftar Pustaka Al-Qur’a>n al-Kari>m. ‘Abdurrazza>q, Abu> H{afsh ‘Usamah bin Kama>l. Isyratun Nisa>’ Minal Alif Ilal Ya’
Pustaka Ibnu Katsi>r, 1998. A. J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadis al-Nabawy, Brill; Leiden,
1969. , Miftah} Al-Kunu>z Al-Sunnah (Brill; Leiden, 1969.
'Abd al-Bar. Ibnu>, Al Istidzkar. Beirut: Darul Baghi, t.th Abd al-Hadi, Abu>> Muh}ammad Abd al-Mahdi bin Abd al u>qa>dir. Turuq Takhri>j Hadis\
Rasu>lulla>h saw., terj oleh H.S. Agil H}usain al-Munawwar dan H. Ah}mad Rifqi Muchtar dengan judul “Metode Takhri>j al-H}adi>s\\ Cet. VII: Semar’ang: Dina Utama, 1994 M.
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Jakarta: Akademi Presindo, 1992.
Abdurrahman. Abdullah. Syarah Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka Azam 2006. Abi Bakar, Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar, terj. Syarifudin Anwar dan Misbah,
Kelengkapan Orang Shalih, Jogjakarta: Bina Iman, 2006. An-Nasa>’I, Abu> Abd al-Rahman Ahmad bin Syu’aib, Sunan An-Nasa>’i
Beirut: Dar al-Fikr, 1994. Abu> H{usain al-Qusya>iri. Musli>m bin H}ajjaj. Shahi>h al-Muslim Juz I; Beirut: Dar
Ih}ya Turats, t.th Abu> Yasin. Fatihuddin, Risalah Hukum Nikah. Surabaya : Terbit Terang,
2006 Abu>> Abdullah al-Syaibani, Musnad Ah}mad bin H}anbal. Beirut: Dar Ihya al-Taris al-
Arabi, tt. Abu>> Daud, Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abu>> Daud,,
Bab Nikah Beirut: Dar al-Fikr, 1994. Abu>>> al-H{usain, Ah}ma>d bin Faris bin Zakariya. Mu’jam Maqa>yi>s al-Lugah, Jus II
Beiru>t: Da>r al-Ji>l 1411 H/1991 M. Adat dan upacara perkawinan daerah Sulawesi Tenggara, Proyek Penelitian dan
Pencatatan Kebudayaan Daerah Sulawesi Tenggara, 1978. Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia Surabaya: Pustaka
Progesif, 1987, h. 1565. Ahmad, Arifuddin, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi Cet. I; Jakarta:
Renaisan, 2005. Abd al-Rah}ma>n Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}iy (disebut al-Suyu>t}iy), al-Du>r al- Mans}u>r, jilid
I Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1403 H/ 1983 M.
Abu> Fida’ Ism>a‘i>l bin Kas\i>r, Ikhtisa>r ‘Ulu>m al-H{adi>s\ Beirut: Da>r al-Fikr, t.th. Abu>> Zakariya Yah}ya> bin Syarf al-Nawawiy, al-Taqri>b li al-Nawawiy fan Us}u>l al-
H{adi>s\ (Kairo: ‘Abd al-Rahman Muh}ammad, t.th. Al-Fauzan. Saleh, Fiqih Sehari-Hari, Jakarta: Gema Insani Press, 2005. Al-Kha>tib al-Bagda>diy, al-Kifayah fi ‘Ilm al-Riwa>yah Mesir: Matba‘ah al-
Sa‘adah, 1972. . Metode Tematik dalam Pengkajian Hadis. Makassar: Rapat Senat Luar Biasa UIN Alauddin Makassar.
al Asqalaniy. syibah Al-Din Ahmad Ibn H}ajar, Taqrib Al-Tahzib, Beirut: Dar Al-Ma’arif, tt ., Fathul al-Bari>. t.tp.: Dar al-Fikr wa Matba’ah wa al-salafiyah, t.th , Al-Ishabah fi Tamyiz as-Shahabah. Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995 M/1415 H. , Tahdzib al- Tahdzib, Cet. I; Beirut: Dar al-Fikr, 1994.
Baihaqi. Imam Abi Bakar Ahmad, Dalail An-Nubuwwah. t.t. Darul As’ad, 1986. Andalusi, Ibnu> Hazm. al-Muhalla fi Syarh al-Mujalla bi al-Hujaj wa al-Atsar, terj.
Syeikh Ahmad Muhammad Syakir. Jakarta: Pustaka Azzam, 2000. Bagdadiy. Abu>> Bakr Ahmad bin Ali. Tarikh Baghdad aw Madinat al-Salam,
Madinah: al-Maktabat al-Salafiyah, t.th. Baghawi, Syarhus Sunnah. Jakarta: Pustaka Azzam, 2010 Buhiy, M. Labib al-Buhiy. Hidup Berkembang secara Islam (Bandung: al-
Ma’arif, 1983), h. 63. Bukhari. Abu>> Abdillah Muh}ammad bin Ismail, Tarikhul Kabir; Beirut: Darul Kutub
Ilmiah, 2001. Daraqutniy, Abu>> al-H}asan Ali bin Umar bin Ahmad. Zikr Asma’ al-Tabi’in wa man
Ba’da hum mimman Sahhat Riwayatuhu ‘an al-Siqat ‘ind al-Bukhari> wa Muslim. Beirut: Mu’assasat al-Kutub al-Saqafiyyah, 1406 H/1986 M.
Darimi, Abu> Muhammad Abdullah bin Abd al-Rahman. Sunan al-Darimi>, Juz. I. Beirut: Dar al-Fikr, 1994.
Dimasyqi. Abu>>> al-Hafiz bin Kasi>r>, al-Bir a>yat wa al-Niha>yah, (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah, t.th.
Dimasyqy al-Syafi’I, Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibn Muhammad al-Husaini al-Hishni, Kifayah al-Akhyar fii Halli Ghayah al-IKhtisar Juz. II; Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiah, 1990.
Faqih Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul al-Muqtashid, terj. Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun Jakarta: Pustaka Amina, 1989.
Haitamy. al-Islam Syihabu>ddin Abi al-Abbas Ah}mad bin Muhammad bin ‘Ali ibn H}ajar, Tuhfatul Muhtaj Bi Syarhil Minhaj. Jus IV Beirut: Darul Kutub, t.t
Humam al-Hanafi, Imam Kamal bin Muhammad bin Abdul Rahim al-Ma’ruf. Syarh Fath}ul al-Qadi>r . Beirut Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.th.
Jandul, Abdul Aziz. Wanita di antara Fitrah, Hak dan Kewajiban. Jakarta: Darul Haq, 2003.
Jardaniy. Muhammad Abdullah. Fath al-Allam bin Syarh Mursyid al-Anam fi Fiqh ala Mazhab al-Sadat al-Syafi’iyah, al-Madinah al-Munawwarah: Dar al-Salam li al-Taba’at wa al-Nasyr, 1410 H/1990 M.
Jauziyah. Ibnu> Qayyim, Zadul Ma’ad, terj. Asep Sobari. Ringkasan Zadul Ma’ad Cet. I; Jakarta: Al-I’tishom, 2013.
Jaziri, Abdurrrahman. al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah Juz. IV; Beirut Libanon: Darul Kutub ‘Ilmiyah.
Kandahlawiy, Awjaz al-Masalik. Bairut :Dar al-Kutub, 1999 Kha>tib, Muh}ammad Ajjaj. Ushu>l al-H}adi>ts:’Ulumuhu wa> Musthalahu Da>r al-Fikr:
Beirut, 1989. Mizî, Yûsuf bin Al-Zakî Abd al-Rahman. Tahdzib al-Kamal. Beirut: Mu‟asasat al-
Risaalah, t.t. Mubarakfuri. Shafiyyurrahma, Sirah Nabawiyah Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009. Qurtubi. Imam Abu>> 'Abdullah Muhammad ibn Ah}mad ibn Abu>> Bakar al-Ansari, Al-
Ja>mi’ li>-Ah}ka>mil-Qur’an, terj. IKAPI DKI. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007 Suyutiy, Jalal al-Din Abd al-Rahman bin Abi Bakr. Tabaqat al-Huffaz. Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah, 1403 H/ 1983 M. Syahawiy, Ibrahim Dasuqi. Mustalah al-Hadis Kairo: Syirkat al-Taba’at al-Fanniyat
al-Muttahnomorah, t.th. Syairazi, Abi Ishaq. al-Muhazzab fi> Fiqh al-Iman al-Syafi’i, Juz. II; Beirut Libanon:
Darul al-Fikr, 1990. Thayyib. Abu>, Aun al-Ma’bud. t.tp: Dar al-Fikr wa al-Matba’ah wa al-Salafiyah,
1979. Turmudzi, Abu>> Isa Muhammad bin Isa. Sunan al-Turmudzi, Beirut: Dar al-
Fikr, 1994. Alu Bassam. Abdullah bin Abdurrah}man Ibnu> Shalih, Terjemah Taisirul Allam
Syarah Umdatul Ah}kam. Malang: Cahaya Tauhid Press, 2004. Yamin Ashin’ani, Imam Muh}ammad bin Isma’il al-‘Ami>r. Subul al-Salam Syarh
Bulug al-Mara>m. Juz. III; Beirut Libanon: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1988. Zarqaniy. Muhammad bin Abd al-Baqiy, Syarh al-Zarqaniy ala Muwaththa’ Malik.
Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990. . Muhammad, Syarh al-Zarqani ‘ala Muawatta’ Malik. Bairut: Dar Al-Fikr, t.th.
Zuhaily, Wahbah. al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu Juz. IX; Beirut Libanon: Dar al-Fikr, t.th
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.
An-Nawawi, Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009. , Raudhatut T}alibi. Cet. I; Jakarta: Pustaka Azzam, 1994.
.Syarah Sahih Muslim, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1411 H/1990 M) As-Syafi'i, Al-Fiqhul Manhaji ‘Ala Madzhabil. Cet. 4; Damaskus: Darul Qolam,
1992 Asy’ari, A. Hasan. Melacak Hadis Nabi saw : Cara Cepat Mencari Hadis Dari
Manual Hingga Digital Semarang: Rasail, 2006. Atsir. Ibnu>, Usud al-Ghabah fi Tamyiz al-Shahabah. Beirut: Dar al-Kutub al-
'Ilmiyah 2008 Audah. Ali, Ali bin Abi Thalib Sampai kepada Hasan dan Husain. Bogor: Pustaka
Lentera Antarnusa, 2008. Ayyub. Hasan. Fiqih Keluarga Cet. 1; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001. Baz, Ibnu>. Kitabu>d Da’wah. Cet. I; Jakarta: Darul Haq, 2009. Chaklil. Moenawarman, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw Jakarta: Gema
Insani, 2001. Daqiq. Ibnu>, Ih}kamul Ah}kam Syarh ‘Umdatul Ah}kam. Jakarta: Pustaka Azzam,
2011. Daradjat. Zakiyah, dkk, Ilmu Fiqh. Jakarta: Departemen Agama RI, 1985 Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia Jakarta: CV. Anda Utama,
1993. Fatwa-fatwa Ulama Ahlu Sunnah Seputar Pernikahan, Hubungan Suami Istri dan
Perceraian. Purwokerto: Qaulan Karima, 2001, h. 16-18. Ghazali, Rahman. Fiqih Munahakat. Cet. I; Jakarta: Prenada Media,
2004. Hadi. Sumarno, Nikah Mut’ah Dalam Islam. Surakarta: Yayasan Abna’ Al Husain,
2002. Hadikusuma. Hilman, Hukum Perkawinan Adat Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
1995. Ibn Hibban. Muhammad Abu> Hattim, Al-Siqat. Cet. I; Hiderabad: Dar Al-Fikr, 1973
M/1393 H. Ibn katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah. Jakarta: Pustaka Azzam, 2004. Ibn Majah, Abu> Abdullah Muhammad bin Yazid al-Rab’i. Sunan Ibn Majah,
Juz. III Beirut: Dar al-Fikr, 1995. Ibn Mandzur. Muhammad, Lisa>n al-Arab, Beirut: Dar al-Jil, 1988. Ibn Qudamah, al-Mughniy, Juz XII, Mesir: Darul al-Fikr, tt.
Ibnu> ‘Abidin. Muhammad, Raddul Muhtar. Beirut-Libanon: Dar al-Kutub, t.th. Idris Ahmad, Fiqh Syafi’i : Fiqh Islam menurut Madzhab Syafi’i, Surabaya: Karya
indah, 2002. Ismail, M. Syuhudi Ismail. Cara praktis Mencari Hadis Cet. I; Jakarta: Bul’an
Bint’ang, 1992. , Metodologi Penelitian Hadis Nabi Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Izhar, Andi. “Maskulinitas Mahar”, http://www.kompasiana.com. Kementrian Wakaf dan Urusan Agama Kuwait, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-
Kuwaitiyah, Kuwait: Kementrian Wakaf dan Urusan Agama Kuwait, 1983. M. Fremaldin, “Fenomena uang panaik Dalam perkawinan Bugis Makassar”, dalam
http://beritadaerah.com/article. Ma’luf, Louis. al-Munjid fi al-Lughah wal-A'lam. Beirut: Dar al-Masyriq,
1986 Ma’luf, Louis. al-Munjid fi> al-Lugah wa ‘A’lam. Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1986 M Mahmud al-Tahha>n, Usu>l al-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>ni>d. Cet. II; Riya>d: Matba’ah
al-Ma’a>rif, 1991. Malik bin Anas bin Malik, Muwaththa’ Malik. Beirut, Dar al-Kutub al-
Ilmiyyah, 1994. Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Edisi Lux. Depok: Gema Insani, 2001 Mughniyah, Muhammad Jawaid. Fiqih Lima Mazhab, terj. Afif Muhammad Jakarta:
PT Lentera Basritama, 2001. Muh{ammad Ibn H>>>>>>>{ambal, Al-Syaiba>ni> abu> Abdillah, Musnad Ahmad, Jus 5 Cet 1;
Beirut : Alam Al-Kutub, 1419 H/1998 M. Muh}ammad al-S}iddi>q, Abu>> al-Fayd Ah}mad. al-Hida>yat fi> Takhri>j Ah}a>dis\ al-Bida>yah
T.tp:‘‘alam al-Kutub, 1987 Muhktar, Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan Jakarta: Bulan
Bintang, 1994. Mujid, M. Abdul dkk. Kamus Istilah Fikih. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995. Mukram bin Manzur, Abu>> al-Fad}l Jamal al-Di>n Muh{ammad. Lisa>n al-‘Arab Beiru>t:
Da>r al-Sadr, 1396. Noeng, Muhadjir. Metodologi Penelitian Kualitatif; Pendekatan Positivistik,
Rasionalistik, Phenomenologik, dan Rasialisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama, Edisi III Cet. VII; Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996.
Nur. Djaman. Fiqh Munakahat. Semarang: CV Toha Putra, 2003. Nuruddin, Amir. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Cet. I; Jakarta: Prenada Media,
.2004. Pasha, Mustafa Kamal. Fikih Islam Jogjakarta: Citra Karsa Mandiri, 2009.
Peter R, Senn. Social Science and Its Methods Boston: Holdbrook, 1971. Pendidikan dan Kebudayaan. Departemen, Kamus Besar Bahasa Indonesia Cet. I;
Jakarta: Balai Pustaka, 1988. Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007. Rusjdi Ali Muhammad, Dedy Sumardi, Kearifan Tradisional Lokal: Penyerapan
Syariat Islam dalam Hukum Adat Aceh, Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Aceh, 2011), h. 39.
Rusyd, Ibnu>. Bidayatul Mujtahid, terj. Abdurahman dan Haris Abdullah, Analisis Para Mujtahid. Semarang: CV Asy-Syifa’, 1990.
S}iddiq, Nourouzzaman. Fiqh Indonesia, Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1997. Sa’id bin Hazm. Abi> Muhammad bin Ahmad, al-Muhalla, Beirut Libanon: Darul
Fikr, tt Sabiq, Sayyid. Fiqh As-Sunnah, terj. Nor Hasanuddin, Fikih Sunnah. Cet. I; Jakarta:
Pena Pundi Aksara, 2006. Samsuni, “Budaya Mahar di Sulawesi Selatan”, www.melayuonline.com.. Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an
Jakarta: Lentera Hati, 2000. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Cet
II; Yogyakarta: Liberti, 1986. Strauss, Anselm. Qualitative Analysis for Social Scientist t.t.: Cambridge University
Press, 1987. Suryadilaga, M. Al-fatih. dkk, Metodologi Ilmu Tafsir Cet. III; Sleman: Teras, 2010 Syibli. Syarjaya, Tafsir Ayat-ayat Ahkam Jakarta: Rajawali Pers,
2008. Subhi al-S{a>lih}, ’Ulu>m al-H{adi>s\ Beirut: Da>r al-Malayin, 1977 M. Taqiy al-Di>n Ah}mad bin ‘Abd al-H{a>lim bin Taimiyah, Majmu>‘ Fatawa li bin
Taimiyah, jilid I t.t: Matabi’ Da>r al-Arabiyyah, 1398 H. Tazkirat al-Huffaz, Beirut: Dar Ihya al-Turas al-Arabiy, 1375 H/1955 M. Unais, Ibra>him, et.al., Al-Mu’jam al-Was\i>t, Teher’an : Maktabah al-Islamiyah, tth. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka,
2006. Yunus, Mahmud. Kamus Bahasa Arab-Indonesia Jakarta: Hidakarya Agung, 1990.
, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1986.
يونس بن يزيد صالح بن كيسان شعيب عقيل صالح
عن أخبـرنا عن أخبـرين عن
أبو اليمانحسان بن إبـراهيمإبـراهيم بن سعد الليث ابن وهب أيب
مسعحدثـنا حدثـنا أخبـرنا حدثـنا حدثـنا عن
عبد العزيز علي أبو الطاهرحيىي بن بكري يـعقوب بن إبـراهيمحرملة بن حيىي أمحد بن عمر يونس مان بن داود
عن
احلسن احللواين عبد بن محيد
حدثـنا حدثين حدثين حدثـنا حدثـنا خبـرنا
البخاري أبي داودالنسائي
عن
أخبـرين
ابن شهاب
عروة بن الزبـري
أنه
مسلم
عائشة: لت يا ابن أخيت هذه اليتيمة تكون يف حجر وليـها
فـقلنا
عن
عن
عن عن عن عن عن دثـنا
جرير خالد أيب وكيع وابن بشر د بن عبـيد
حدثنا
قـتـيبة بن سعيد عمرو بن عون حممد بن عبد الله أبو بكر بن أيب شيبة عثمان بن أيب شيبة
حدثنا حدثناالبخاريأحمد بن حنبل مسلم
رسول الله : مث رخص لنا أن نـنكح المرأة بالثـوب...
عبد الله
قـيس
إمساعيل
أن
ن ع
ن ع
ين ر بـ خ أ
أخبـرنا
حدثـنا
اد بن سلمة
يزيد ن
أمحد بن حنبل
عائشة
سم بن حممد
بن سخبـرة
سول الله : عظم النساء بـركة أيسرهن مئونة
دثـنا
دثـناعفا
أن
عن
حدثين عن عبـيد الله مالك
عن قـرأت أخبـرنا عن حدثـنا قال حدثـنا حدثـنا حيىي بن سعيد عبد الله بن يوسف حيىي بن حيىي القعنيب معن ابن القاسم سويد بن سعيد خالد بن خملد
حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا عن
حممد بن المثـىن زهيـر بن حرب مسدد وعبـيد الله بن سعيد إسحق بن موسى هارون حلارث
حدثنا حدثين حدثنا أخبرنا حدثنا حدثين حدثنا
مسلم الترمذي أبي داود أحمد بن حنبل النسائي الدارمي مالك بن أنس
رسول الله: نـهى عن الشغارقـلت لنافع ما الشغار…..
البخاري ابن ماجة
ابن عمر
نافع
أن أن قالعقبة بن عامر
فـقال عن فقالعن
عبد الله بن عتبة األسود
عن عن عن عن عنخالس أيب حسان
عن عن عن عن عنداود زيد
عن عن عن عن عن عنأيب عبد الرحيم زائدة بن قدامة علي بن مسهر هشام
أخبـرنا حدثـنا عن حدثـنا حدثـنا أخبـرنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا عن
عبد الرمحن يزيد بن هارون ابن مهدي عبد الرزاق حممد بن سلمة زيد بن احلباب أبو سعيد علي بن حجر حممد بن يوسف أبو داود حيىي بن سعيد بد الملك
حدثـنا أخبـرنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا
عثمان احلسن بن علي أبو األصبغ حممود بن غيالن عبد الله بن حممد إسحق بن منصور أبو بكر
حدثـناحدثنا حدثنا حممد بن حيىي حممد بن المثـىن عمر بن اخلطاب أخبـرنا حدثنا
يزيد بن زريع
عبـيد الله بن عمر
رسول الله: قضى به يف بروع بنت واشق….
قـتادة
سعيد
عبد الله بن مسعود اجلراح
سفيان
معقل بن سنان
إبـراهيم
مسروق
منصور
الشعيبيزيد بن أيب حبيب
فراس
علقمة مرثد
النسائي الدارمي ابن ماجة الترمذي أبي داودأحمد بن حنبل
قالعائشة
قال سألت
أيب سلمةعن
حممد بن إبـراهيمعن
يزيد بن عبد اللهحدثين
عبد العزيز
أخبرنا حدثنا أنبأنا حدثنا حدثنا
م بن محادحممد بن إدريسحممد بن الصباححممد بن أيب عمرإسحق بن إبـراهيمحدثـنا حدثين حدثـنا حدثـنا بـرنا
ابن ماجة أحمد بن حنبل مسلمالدارمي
رسول الله: كان صداقه ألزواجه ثنيت عشرة أوقية
قال أنجده ابن عباس
عن عن أبيه عكرمة
عن عن عن عمرو بن شعيب داود بن احلصني مساك بن حرب
عن حدثين عناحلجاج حممد بن إسحق إسرائيل
عن حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـناأبو معاوية يونس بن بكري وكيع يزيد بن هارون حممد بن سلمة سلمة أيب
حدثـنا مسعت حدثـناأمحد بن منيع هناد يوسف بن عيسى احلسن بن علي عبد بن محيد عبد الله بن حممد حممد بن عمرو يـعقوب
حدثـنا مسعت حدثـنا
رسول الله : رد ابـنته زيـنب على أيب العاصي بن الربيع مبهر جديد
الترمذي أحمد بن حنبل أبي داود
أن
عن عن عن عن عن عن
ثابت عبد العزيز شعيب بن حبحاب قـتادة أيب عثمان عكرمة
عن
أيب أيوب مهام
عن حدثـنا عن حدثـنا حدثـنا
محاد بن زيد شعبة عبد الوارث إمسعيلمعاذ بن هشام أبو عوانة سعيد معمر يونس إمسعيل هشيم بـهز هشام
أخبـرنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا أخبـرنا حدثـنا عن حدثـنا
سليمان بن حرب آدم مسدد أبو الربيعزهيـر بن حربقـتـيبة بن سعيد سفيان حممد زيادعمرو بن عون يونس بن حممد محد بن جعفر عبد الله بن بكر يزيد سريج بن النـعمانحسن بن موسى رباح أيب مسددحيىي بن سعيد بو النـعمان
عن أخبـرنا حدثـنا حدثين
حيىي عبد الرزاق عمر بن سعد حبـيش عبد اللهإبـراهيم بن خالد
حدثـنا
حممد بن رافع
حدثـنا حدثـنا حدثين حدثـنا أخبـرنا حدثـنا حدثـنا أخبـرنا حدثـنا حدثـنا
البخاري مسلم أحمد بن حنبل
أنس عائشة
لى الله عليه وسلم فجعل عتـقها صداقـها
الترمذي أبي داود مالك بن أنس النسائي ابن ماجة
أن
مسعت
عن
عن عن عن عن عن
هشام بن حسان سلمة بن علقمة ابن عون صور بن زاذان
عن حدثـنا عن
سفيان بن عيـيـنة يزيد بن زريعيزيد بن هارون هشيم
حدثـنا خبـرنا
ابن أيب عمر أبو بكر نصر بن علي مرو بن عون
حدثـنا حدثـنا أخبـرنا حدثـنا خبـرنا
الترمذي أحمد بن حنبل النسائيابن ماجة أبي داودالدارمي
إمسعيل بن إبـراهيم
مد بن عبـيدعلي بن حجر
محاد بن زيد
ابن سريين
أيب العجفاء
عمر
أيوب
ئه وال أصدقت امرأة من بـناته أكثـر من ثنيت عشرة أوقية رسول الله :
أن قال عن عنأيب مسعود ابن عباس رافع
عن عن عن حدثينأيب بكر قـيس بن حبرت السائب
عن عن عن عنابن شهاب عبد الكرمي إبـراهيم
عن عن عن عن عن عن حدثين حدثين دثينسفيان عبـيد الله يزيد بن هارونحممد بن يزيد أبو أويس حيىي بن أيب كثري عيـيـنة
عن حدثـنا أخبـرنا عن حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا أخبـرنا حدثنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا
قـتـيبة حيىي بن حيىيعلي بن عبد الله عبد الله بن يوسف قـتـيبة هشامسعيد بن عبد الرمحن حممد بن الصباح زكريا بن عديأمحد بن عبد الملك هاشم بن القاسم إبـراهيم األوزاعي معمر هشام د بن يوسف
عن أخبـرنا حدثـنا
الوليد عبد الرزاق النضر بن مشيلأخبـرنا أخبـرنا أخبـرنا
حدثـنا حدثين حدثـنا حدثـنا حدثـنا أخبـرنا حدثـنا خبـرنا
مسلم الترمذي أبي داود النسائي ابن ماجة أحمد بن حنبلالدارمي
مالكالليث
إسحق
حجاج
عطاء
أيب هريـرة
ه عليه وسلم نـهى عن مثن الكلب ومهر البغي وحلوان الكاهن
البخاري مالك بن أنس
فـقال
عن
مسعت
عن عن
شعبة سفيان
حدثـنا حدثـنا حدثـنا حدثـنا
حيىي بن سعيد عبد الرمحن حممد بن جعفر حدثـنا دثـنا
حممد بن بشار أبو عمر هناد بن السري رمحةحدثـنا حدثين
عبد الرمحنحدثـنا
أحمد بن حنبل
سول الله : ن بين فـزارة تـزوجت على نـعلني…
الترمذي ابن ماجة
عامر بن ربيعة
عبد الله بن عامر
وكيع
عاصم
عن
عن
عن
أخبـرنا عن
حدثـنا بأنا
حدثـنا
بد الله بن المبارك
هيم بن إسحاق ي بن إسحاق
رسول الله
أم حبيبة
عروة
الزهري
معمر
قال مسعود
قالسود
عن
عن
حدثـنا
حدثـنا
حدثـناأبو سعيد
مة بن يزيد
Ah}mad bin H}anbal
رسول الله
علقمة
إبـراهيم
منصور
زائدة