SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

105
SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN SUKU BUGIS DI TELADAS BARU KECAMATAN DENTE TELADAS KABUPATEN TULANG BAWANG DITINJAU DARI HUKUM ISLAM SKRIPSI AZIZ DEWANTI SHK. 152107 PEMBIMBING: Dr. H. Bahrul Ma’ani, M.Ag Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag.,M.HI PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

Transcript of SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

Page 1: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN SUKU BUGIS

DI TELADAS BARU KECAMATAN DENTE TELADAS KABUPATEN TULANG

BAWANG DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

SKRIPSI

AZIZ DEWANTI

SHK. 152107

PEMBIMBING:

Dr. H. Bahrul Ma’ani, M.Ag

Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag.,M.HI

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2019

Page 2: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

ii

PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Aziz Dewanti

NIM : SHK.152107

Jurusan : Hukum Keluarga Islam

Fakultas : Syariah

Alamat :Kampung Teladas Baru, Kec. Dente Teladas, Kab. Tulang

Bawang, Prov. Lampung.

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang berjudul: “Sompa Tanah

Sebagai Mahar dalam Adat Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru

Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang Ditinjau dari Hukum

Islam” adalah hasil karya pribadi yang tidak mengandung plagiarisme dan tidak

berisi materi yang dipublikasikan atau ditulis orang lain, kecuali kutipan yang

telah disebutkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan secara

ilmiah.

Apabila pernyataan ini tidak benar, maka peneliti siap

mempertanggungjawabkanya sesuai hukum yang berlaku dan ketentuan UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, termasuk pencabutan gelar yang saya peroleh dari

skripsi ini.

Jambi, Mei 2019

Yang Menyatakan,

Aziz Dewanti

NIM. SHK.152107

Page 3: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

iii

Pembimbing I : Dr. H. Bahrul Ma’ani, M.Ag

Pembimbing II : Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag., M.HI

Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi

Jl. Jambi- Muara Bulian KM. 16 Simp. Sei Duren

Jaluko Kab. Muaro Jambi 31346 Telp. (0741) 582021

Jambi, Februari 2019

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syariah

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Di-

JAMBI

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Assalamualaikum wr wb.

Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka skripsi

saudari Aziz Dewanti, SHK. 152107 yang berjudul:

“Sompa Tanah Sebagai Mahar dalam Adat Perkawinan Suku Bugis di

Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang

Ditinjau dari Hukum Islam”

Telah disetujui dan dapat diajukan untuk dimunaqasahkan guna

melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1) dalam jurusan

Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi.

Demikianlah, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi

kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.

Wassalamualaikum wr wb.

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Bahrul Ma’ani, M.Ag Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag., M.HI

NIP. 196302171990031004 NIP. 197112201992032001

Page 4: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT

PERKAWINAN SUKU BUGIS DI TELADAS BARU KECAMATAN

DENTE TELADAS KABUPATEN TULANG BAWANG DITINJAU DARI

HUKUM ISLAM” telah diujikan pada Sidang Munaqasah Fakultas Syariah UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi pada tanggal Mei 2019. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Satu (S.1) dalam

Jurusan Hukum Keluarga Islam.

Jambi, Mei 2019

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah

Dr. A. A. Miftah, M. Ag.

NIP: 19731125 199603 1 001

Panitia Ujian:

1. Ketua Sidang : ……………………………… (.....................)

NIP.

2. Sekretaris Sidang : …...………………………….. (.....................)

NIP.

3. Pembimbing I : Dr. H. Bahrul Ma’ani, M.Ag (.....................)

NIP. 196302171990031004

4. Pembimbing II : Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag., M.HI (.....................)

NIP. 197112201992032001

5. Penguji I : ………………………………. (.....................)

NIP.

6. Penguji II : ………………………………. (.....................)

NIP.

Page 5: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

v

MOTTO

ء ننه نفسا فكيه ون فإن طب لكم عن ش تىن نلة ري وءاتيا ٱلنساء صدق ٤ا ا ن

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang

hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang

sedap lagi baik akibatnya.1

1 An-Nisaa (4) : 4.

Page 6: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

vi

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul: “Sompa Tanah Sebagai Mahar Dalam Adat Perkawinan

Suku Bugis Di Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang

Bawang Di Tinjau Dari Hukum Islam”. Penelitian ini mengetengahkan dua

pokok permasalahan, yaitu pertama, penentuan serta kedudukan Sompa Tanah

sebagai mahar di Teladas Baru Kec. Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang.

Kedua, tinjauan hukum Islam mengenai Sompa Tanah sebagai mahar dalam adat

perkawinan suku bugis di Teladas Baru. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui bagaimana penentuan serta kedudukan Sompa Tanah sebagai mahar

berdasarkan persepsi masyarakat tentang mahar dalam perkawinan di Teladas

Baru melalui pengalaman langsung dan mengetahui bagaimana hubungan serta

dampak diterapkannya Sompa Tanah sebagai mahar dengan masyarakat

sekitarnya. Kemudian, untuk mengetahui bagaimana tinjauan Hukum Islam

terhadap Sompa Tanah sebagai mahar.. Penelitian ini menggunakan pendekatan

sosiologis dan normatif dengan jenis penelitian kualitatif. Untuk memperoleh

data, penulis menggunakan metode teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Metode teknik analisis

data yang dilakukan penulis dengan tiga tahapan yaitu: reduksi data, penyajian

data dan kesimpulan atau verifikasi.

Kata Kunci: Mahar, Sompa Tanah, Suku Bugis

Page 7: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

vii

KATA PENGANTAR

الحود الله الذ أز ل الهدي ف قلى ب العلن. والصلا ة والسلا م عل اشزف الا با ء والوز

اله و صحبه والتا بعي لهن با حسا ى ال ىم الد ي. أشهد اى لا اله سلي سد ا هحود وعل

.الا الله وأشهد اى سد ا هحودا عبده ورسى له

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana dalam

penyelesaian skripsi ini penulis selalu diberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa pula iringan shalawat

serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini diberi judul “Sompa Tanah Sebagai Mahar Dalam Adat

Perkawinan Suku Bugis Di Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas Kabupaten

Tulang Bawang Di Tinjau Dari Hukum Islam” merupakan suatu penelitian yang

mengetengahkan dua pokok permasalahan, yaitu pertama, penentuan serta

kedudukan Sompa Tanah sebagai mahar di Teladas Baru Kec. Dente Teladas

Kabupaten Tulang Bawang. Kedua, tinjauan hukum Islam mengenai Sompa

Tanah sebagai mahar dalam adat perkawinan suku bugis di Teladas Baru.

Kemudian dalam penyelesaian skripsi ini, penulis akui tidak sedikit

hambatan dan rintangan yang penulis temui baik dalam mengumpulkan data

maupun dalam penyusunannya, dan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak,

terutama bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Page 8: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

viii

Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih

kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama

sekali kepada Yang Terhormat:

1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, M. A, sebagai Rektor Universitas Islam Negeri

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

2. Bapak Dr. A. A. Miftah, M. Ag, sebagai Dekan Fakultas Syariah Universitas

Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

3. Bapak H. Hermanto Harun, Lc., M. HI., Ph. D, sebagai Wakil Dekan Bidang

Akademik.

4. Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S. Ag., M. HI, sebagai Wakil Dekan Bidang

Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan.

5. Ibu Dr. Yuliatin, S. Ag., MHI, sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan

dan Kerjasama.

6. Ibu Siti Marlina, S. Ag., M. HI. dan Ibu Dian Mustika, S.HI, M. A, sebagai

Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

7. Bapak Dr. H. Bahrul Ma’ani, M.Ag dan Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag.,

M.HI. sebagai Pembimbing I dan Pembimbing II skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh Karyawan/Karyawati

Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik langsung

maupun tidak langsung.

Page 9: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

ix

Di samping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu diharapkan kepada semua pihak untuk dapat

memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT

kita memohon ampunan-Nya, dan kepada manusia kita memohon kemaafannya.

Semoga amal kebajikan kita dinilai seimbang oleh Allah SWT.

Jambi, Mei 2019

Penulis

Aziz Dewanti

SHK. 152107

Page 10: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

x

PERSEMBAHAN

Sujud syukur kupersembahkan pada Allah SWT yang maha kuasa, berkat dan

rahmat detak jantung, detak nadi, nafas dan putaran roda kehidupan yang

diberikan-Nya hingga saat ini saya dapat mempersembahkan skripsiku pada

orang-orang tersayang:

Kedua Orang tua tercinta Ayahanda Ibrahim dan Ibunda Sahriah yang

tak pernah lelah membesarkanku dengan penuh kasih sayang, serta memberi

dukungan, perjuangan, motivasi dan pengorbanan dalam hidup ini.

Satu-satunya Adik tersayang Adinda Ismail yang selalu memberikan

dukungan, semangat dan selalu menunjukkan kasih sayangnya melalui Via

telefon karena jarak yang berjauhan.

Salah satu lelaki terbaikku Daeng Suhardi yang memberikan banyak

waktunya untuk menemani dan menjagaku dalam menyelesaikan studi selama

di Jambi, serta Do’a dan kasih sayangnya yang luar biasa buatku. Terimakasih

Deng, semoga studimu segera terselesaikan juga dan segera menyusul

menyandang gelar Sarjananya.

Sahabat seperjuanganku Willy Veri Vandino beserta teman-teman

seperjuangan Hukum Keluarga Islam 2015 yang selalu memberi semangat dan

dukungan serta canda tawa yang sangat mengesankan selama masa

perkuliahan.

Teman serumah dan seperjuangan di Jambi selama 4 tahun yang sama-

sama-sama menyelesaikan studi yaitu Jumrah, Nurjannah dan Risnawati yang

semua adalah calon guru semoga ilmu kalian nanti bisa diterapkan untuk

generasi selanjutnya.

Seluruh Keluarga besar Perguruan Pencak Silat Bunga Sejati yang

sudah banyak mengajarkanku hal bela diri serta mengajarkan arti dalam hal

Kekeluargaan. Semoga, silaturahmi tetap terjaga dan mengembangkan

perguruan lebih luas lagi.

Page 11: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUl

PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................................................... iv

MOTTO .................................................................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................................ vi

KATA PENGANTAR….……………………………………………………….vii

PERSEMBAHAN ................................................................................................... x

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………..6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian…………………………………………....6

D. Kerangka Teori……………………………………………………………...7

E. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………...21

BAB II METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………………23

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian………………………………………….23

C. Jenis dan Sumber Data…………………………………………………….25

D. Instrumen Pengumpulan Data……………………………………………...27

E. Populasi dan Sampel..........………………………………………………...28

F. Teknik Analisis Data………………………………………………………29

Page 12: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

xii

G. Sistematika Penulisan……………………………………………………...31

H. Jadwal Penelitian…………………………………………………………..32

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Desa Teladas Baru Dan Kabupaten Tulang Bawang……………..33

B. Aspek Geografis…………………………………………………………...41

C. Aspek Demografis…………………………………………………………43

D. Aspek Perekonomian………………………………………………………46

E. Aspek Pemerintahan……………………………………………………….48

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Penentuan serta Kedudukan Tanah sebagai Mahar dalam Adat Perkawinan

Suku Bugis di desa Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas Kabupaten

Tulang Bawang………………………………………………………….53

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sompa Tanah Sebagai Mahar dalam

Adat Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru........................................68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………78

B. Saran……………………………………………………………………..79

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...80

LAMPIRAN…………………………………………………………………….87

CURRICULUM VITAE………………………………………………………………..89

Page 13: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

xiii

DAFTAR SINGKATAN

1. As : Alaih as-salam

2. Cet : Cetakan

3. Hlm : Halaman

4. H : Hijriah

6. KHI : Kompilasi Hukum Islam

7. M : Masehi

8. UU : Undang-undang

9. UIN : Universitas Islam Negeri

10. Q.S : Al-Qur’an Surah

11. SAW : Shollallahu Aalaihi Wasalam

12. BPK : Badan Permusyawaratan Kampung

13. LPMK: Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kampung

14. SKPD : Satuan Kerja Pemerintah Daerah

12. RT : Rukun Tetangga

13. KADUS : Kepala Dusun

14. KAUR : Kepala Urusan Umum

Page 14: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal Penelitian……………………………………………………….32

Tabel II Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Teladas Baru………44

Tabel III Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Kampung Teladas Baru………45

Tabel IV Jumlah Tempat Ibadah Kampung Teladas Baru……………………..46

Tabel V Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Kampung Teladas Baru..47

Tabel VI Daftar Nama Aparat Pemerintah Kampung Teladas Baru…………….49

Tabel VII Daftar Nama Anggota BPK Teladas Baru…………………………..50

Page 15: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Tulang Bawang…………………………………………………40

Gambar 2 Peta Dente Teladas…………………………………………………..42

Gambar 3 Proses Akad Nikah di Teladas Baru…………………………………60

Page 16: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat

pemenuhan. Pemenuhan naluri manusiawi manusia antara lain ialah, kebutuhan

biologis termasuk aktifitas hidup dan penyaluran hawa nafsu melalui lembaga

perkawinan untuk membentuk ikatan yang sah kedua insan dengan melalui akad

nikah. Firman Allah dalam surah Az-Zariyat ayat 49: 2

تركسن ه لعلكمجيىا شء خلقمه كل شي

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

mengingat kebesaran Allah.”

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.3 Perkawinan

dalam ajaran agama Islam mempunyai nilai ibadah, sehingga pasal 2 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat

kuat untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan ibadah.4

2 Az-Zariyat (51):49. 3 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 Pasal 1.

4 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm 7.

Page 17: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

2

Perkawinan bertujuan untuk mendirikan keluarga harmonis, sejahtera dan

bahagia.5 Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga,

sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya

keperluan hidup sehingga timbullah kebahagiaan, yakni rasa kasih sayang antara

anggota keluarga. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT: 6

ا إل جا ىتصه زو أ فصؾ

أ ن خيق ىؾ

خۦ أ ءاي ة و و و ا وجلو ةنؾ

رون م يخفهو ج ىل لم لأي إنو ف ذ ورحث

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, sup

aya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya

diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-

benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Proses perkawinan harus dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam yaitu

dengan cara yang sah. Suatu perkawinan baru dianggap sah apabila telah

memenuhi rukun-rukun dan syaratnya, apabila salah satu rukun atau syarat tidak

terpenuhi maka perkawinan tersebut bisa dianggap batal. Salah satu syarat atau

rukun perkawinan tersebut adalah mahar (maskawin).

Mahar atau maskawin adalah harta yang diberikan oleh pihak laki-laki

kepada pihak perempuan karena terjadinya akad perkawinan. Dalam fiqh Islam,

selain kata mahar terdapat sejumlah istilah lain yang mempunyai arti yang sama,

yaitu: sadaq, nihla, dan faridah. Islam sangat memperhatikan dan menghargai

5Baharuddin Ahmad dan Yuliatin, Hukum Perkawinan Umat Islam Di Indonesia, (Jawa Barat:

Lamping Publishing, 2015), hlm 21. 6 Ar-Rum (30):21.

Page 18: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

3

kedudukan seorang wanita dengan memberikan hak kepadanya, di antaranya

adalah hak untuk menerima mahar atau maskawin. Mahar hanya diberikan oleh

calon suami kepada calon isteri, bukan kepada wanita lainnya atau siapapun

sangat dekat dengannya. Orang lain tidak boleh menjamah apalagi

menggunakannya, meskipun oleh suaminya sendiri, kecuali dengan ridha dan

kerelaan si isteri.7

Dasar wajibnya memberikan mahar itu ditetapkan dalam al-Qur‟an surah

An-Nisa‟ ayat 4:8

ري وءا و ن ه نفصا فك ء ع ش فإن طب ىؾ و نيث خ حا ٱىنصاء صدق

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai

pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada

kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)

pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”

Masyarakat bugis Teladas Baru mengenal Sompa Tanah sebagai salah satu

mahar yang wajib dalam tradisi dalam perkawinan berupa sebidang tanah. Sompa

Tanah merupakan mahar yang diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan.

Mahar tersebut ditentukan berdasarkan strata sosial perempuan, tetapi strata sosial

di sini tidak hanya disebabkan oleh karena ia keturunan bangsawan, tetapi dapat

juga disebabkan karena pihak perempuan berasal dari orang berada, mempunyai

jabatan, jenis pekerjaan maupun jenjang pendidikan yang telah ditempuh.

Menurut tradisi perkawinan masyarakat bugis Teladas Baru dalam

pemberian Sompa Tanah sebagai mahar mempunyai arti berupa sesuatu jaminan

7 Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta Timur: Prenada Media, 2003), hlm 84-85.

8 An-Nisa‟ (4):4.

Page 19: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

4

kepada perempuan, dimana ketika seorang perempuan diberikan Sompa Tanah

tersebut maka perempuan menganggap bahwa inilah salah satu bentuk nyata rasa

tanggung jawab yang diberikan oleh laki-laki kepada perempuan, dan setidaknya

jaminan yang diberikan dapat menjadi suatu jaminan secara materi guna

memenuhi kebutuhan sehari-hari ketika nanti mereka menjalani kehidupan

sebagai suami istri.9

Masyarakat bugis di Teladas Baru mewajibkan Sompa Tanah sebagai mahar

dalam perkawinan. Hal ini disebabkan masyarakat bugis Teladas Baru

menganggap bahwa Sompa Tanah tanah yang diberikan oleh pihak laki-laki

terhadap perempuan adalah sebagai lambang harga diri (harkat dan martabat)

untuk menghormati seorang perempuan.

Mereka sangat memegang teguh tradisi pemberian Sompa Tanah adat

mereka. Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan tidak akan terlaksana apabila

mahar yang ditetapkan oleh pengantin wanita tidak dapat disanggupi oleh pihak

laki-laki. Kemudian, Sompa Tanah sebagai mahar yang telah diberikan kepada

pihak wanita memiliki kedudukan tersendiri, apabila terjadi perceraian tidak dapat

lagi diambil alih oleh pihak lelaki.10

Apabila pengingkaran terjadi maka akan

diberikan sanksi sosial yang berupa dikucilkan oleh keluarga serta masyarakat

sekitar dan denda adat berupa sejumlah uang yang ditanggung oleh pihak yang

melanggar adat tersebut dan diberikan kepada pihak keluarga pasangannya.

9 Wawancara dengan Sulmidar, Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tulang Bawang.

Tanggal 16 November 2018. 10

Ilham Abbas, Marten Bunga, Salmawat, Hardianto Djanggih Hak Penguasaan Istri terhadap

Mahar Sompa Perkawinan Adat Bugis Makassar Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 2,

(Agustus, 2018), hlm 206.

Page 20: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

5

Ia dalam menetapkan Sompa Tanah sebagai Mahar mereka mempunyai

patokan tersendiri, yaitu mulai dari 1 hektar tanah bahkan bisa lebih tinggi lagi

sesuai permintaan pihak keluarga mempelai wanita, sedangkan hukum Islam tidak

menetapkan batas minimal dan maksimal jumlah mahar dan di sesuaikan dengan

kemampuan mempelai. Meskipun dalam proses perkawinan masyarakat bugis

Teladas Baru sudah menggunakan syariah Islam sebagai landasan dasar serta

syarat-syarat perkawinan, tetapi pada tahap prosesi baik menjelang maupun

dilaksanakannya prosesi perkawinan tersebut masih menggunakan adat istiadat

dalam suku yang mereka anut sebagai salah satu syarat dalam melaksanakan

perkawinan.

Berdasarkan fakta masyarakat suku bugis Teladas Baru dalam penetapan

Sompa Tanah sebagai mahar, terdapat kecenderungan para pemuda yang berfikir

panjang untuk menikah karena persoalan mahar yang terlalu tinggi dan wali pihak

wanita cenderung memaksakan jumlah tertentu untuk maharnya, yang boleh jadi

memberatkan calon suami. Hal inilah yang sudah berlaku pada masyarakat bugis

Teladas Baru sejak lama dan turun temurun sampai sekarang. Sedangkan, pada

hakikatnya hukum Islam tidak menetapkan batas minimal dan maksimal jumlah

mahar dan di sesuaikan dengan kemampuan calon mempelai laki-laki.

Jadi, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Sompa Tanah

Sebagai Mahar Dalam Adat Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru

Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang Ditinjau Dari Hukum

Islam”

Page 21: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, terdapat beberapa pokok

permasalahan yang akan diungkap, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana penentuan serta kedudukan tanah sebagai mahar dalam adat

perkawinan suku bugis Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas Kabupaten

Tulang Bawang?

2. Apa pandangan hukum Islam tentang Sompa Tanah sebagai Mahar dalam

perkawinan adat suku bugis Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas

Kabupaten Tulang Bawang?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui penentuan serta kedudukan tanah sebagai mahar dalam

adat perkawinan suku bugis di Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas

Kabupaten Tulang Bawang.

b. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam tentang Sompa Tanah sebagai

mahar dalam perkawinan adat suku bugis di Teladas Baru, Kecamatan

Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang.

2. Kegunaan Penelitian

Page 22: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

7

a. Ingin dijadikan sebagai sumbangan ide dan gagasan mengenai mahar yang

sesuai dengan ajaran Islam, khususnya masyarakat suku bugis di Teladas

Baru dalam melangsungkan perkawinan.

b. Ingin memenuhi khazanah keilmuan keislaman dan untuk pengembangan

pengetahuan bagi kalangan masyarakat bugis khususnya di Teladas Baru.

D. Kerangka Teori

Kerangka teori sangat diperlukan pada setiap penelitian dalam rangka

memecahkan masalah yang timbul dari adanya suatu penelitian. Kerangka teori

yang dimaksud harus mempunyai landasan atau yang didasarkan pada suatu yang

dapat menjadi acuan serta sumber atau dasar dalam pengambilan kesimpulan

didalam memutuskan masalah yang ditemukan. Penelitian ini terdapat dua

kerangka yang digunakan yaitu kerangka teoritis dan kerangka konseptual, berikut

adalah penjelasannya:

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis yang akan dijadikan landasan dalam suatu penelitian

tersebut adalah teori-teori hukum yang telah dikembangkan oleh para ahli hukum

dalam berbagai kajian dan temuan. Adapun kerangka teoritis yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

a. Teori Living Law

Teori yang didasarkan pada kerangka teori hukum sebagai proyek.

Teori hukum sebagai proyek adalah suatu penggambaran bahwa hukum itu

harus dinamis. Hukum yang demikian merupakan sesuatu yang harus

diwujudkan untuk mencapai keadilan dan legitimitas menuju ke hukum

Page 23: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

8

yang optimal, yang berorientasi pada nilai-nilai dan asas-asas hukum

sebagai ukuran untuk praktik hukum.11

b. Teori Singkritisme

Teori ini diperkenalkan oleh M.B Hooker yang mengemukakan bahwa

hubungan yang erat antara nilai-nilai Islam dengan hukum adat dalam

kehidupan masyarakat Indonesia, terjadi karena Islam mempunyai sifat

akomodatif yang pada akhirnya menghasilkan suatu sikap rukun, saling

memberi dan menerima dalam bentuk tatanan baru yaitu Singkritisme.12

Menurut Hooker baik hukum adat maupun hukum Islam tidak satupun

diantaranya saling menyisihkan. Keduanya berlaku dan memiliki daya ikat

sederajat yang pada akhirnya membentuk suatu pola khas dalam kesadaran

hukum masyarakat walaupun tidak selamanya hal itu berjalan dalam alur

yang searah.13

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah penggambaran antar konsep-konsep khusus

yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah yang akan

diteliti atau diuraikan dalam karya ilmiah.14

a. Hukum Islam

11 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm 79-87. 12 Siti Hapsah Isfardiyana, Hukum Adat, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2018), hlm 72. 13

Ibid. 14

Zainuddin Ali…., hlm 96.

Page 24: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

9

Hukum islam merupakan istilah khas Indonesia, karena tidak ditemukan

dalam Al-Qur‟an maupun hadist Rasulullah SAW. Istilah hukum Islam

merupakan terjemahan dari al-fiqh al-Islamy atau dalam konteks tertentu dari

al-syari‟ah al-islamy. Istilah ini dalam wacana ahli hukum barat digunakan

Islamic Law. Walaupun tidak ditemukan istilah al-hukm al-islami dalam Al-

Qur‟an dan Al-Sunnah, tapi yang dipakai ialah kata syariat yang dalam

penjabarannya kemudian lahir istilah Fiqh.15

Hukum dapat pula diartikan sebagai peraturan peraturan, ketentuan, dan

penetapan yang telah disepakati oleh masyarakat dan para penegak hukum

yang dilaksanakan sebaik-baiknya.16

Sedangkan kata Islam berasal dari kata

aslama, yuslimu, dan islam, yang memiliki beberapa arti: (1) melepaskan diri

dari segala penyakit lahir dan batin, (2) kedamaian atau keamanan, atau (3)

ketaatan atau kepatuhan.17

Secara terminologis Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT

melalui Nabi Muhammad SAW yang ajarannya dalam bentuk perintah

larangan dan petunjuk, terdapat dalam Al-Qur‟an dan Sunnah.18

Jadi, kata

hukum disandarkan kepada kata Islam, maka menjadi hukum Islam. Dengan

demikian, dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah peraturan atau ketetapan

dari Allah SWT melalui Rasul-Nya, baik berbentuk tuntutan, larangan maupun

15

Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm 1. 16

Moh. Fauzan Januri, Pengantar Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Bandung: Pustaka Setia,

2013), hlm 53. 17 Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedia Islam, jilid 3 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005),

hlm 222. 18

Ibid.

Page 25: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

10

petunjuk guna untuk terciptanya suasana kedamaian, ketenangan dan terhindar

dari kemafsadatan lainnya.

b. Mahar dalam Islam

Mahar dalam Al-Qur‟an adalah “Ajr. Ajr ini berarti penghargaan serta

hadiah yang diberikan kenapada pengantin perempuan. Kata “sedekah” juga

dipakai dalam Al-Qur‟an untuk memberikan tekanan “pemberian nafkah dalam

kehidupan berkeluarga”. Kata lain yang juga dipakai Al-Qur‟an untuk

menyebutkan nafkah keluarga adalah “faridhah” yang terdapat dalam Q.S. an-

Nisa ayat 4, yang berarti menjadikan pembayaran mahar sebagai hal penting

bagi sahnya perkawinan.19

Mahar secara etimologi artinya maskawin. Secara terminologi, mahar

ialah “pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan

hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada

calon suaminya.” Mahar dapat dikatakan juga sebagai suatu pemberian yang

diwajibkan bagi calon suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda

maupun jasa (memerdekakan, mengajar, dan lain sebagainya).20

Mahar merupakan salah satu hak pihak mempelai wanita dan menjadi

kewajiban pihak mempelai laki-laki. Salah satu keistimewaan Islam ialah

memperhatikan dan menghargai kedudukan wanita, yaitu memberinya hak

untuk memegang urusan dan memiliki sesuatu. Di zaman Jahiliyah, hak

perempuan itu dihilangkan dan disia-siakan sehingga walinya dengan semena-

mena dapat menggunakan hartanya dan tidak memberikan kesempatan untuk

19 A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2002), hlm. 209. 20 Abdul Rahman Ghazali…., hlm 84.

Page 26: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

11

mengurus hartanya serta menggunakannya. Islam datang menggunakan

belenggu ini. Pada setiap upacara perkawinan, hukum Islam mewajibkan pihak

laki-laki untuk memberikan maskawin atau mahar. Pemberian ini dapat

dilakukan secara tunai atau cicilan yang berupa uang atau barang. Dasarnya

adalah firman Allah yang terdapat dalam Q.S. An-Nisa‟ ayat 24:21

عليكت ىكممأي ء إلا ما ملكتت مه ٱلىساصىمحٱل زا كمب ٱلل أن لكمء ذأحل لكم ما

تعتمفما ٱس فحيهس مسصىيه غيلكم محتغا بأمتب ه أجمى تم ب ه فسيضته فات ز

ضيفيما تس كملا جىاح علي كان عليما حكيم فسيضتد ٱلبع مه تم ب ا إن ٱلل

“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali

budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai

ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian

(yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk

berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara

mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai

suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang

kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Penjelasan dari ayat tersebut adalah mahar merupakan hak istri yang

diterima dari suami, pihak suami memberikan dengan suka rela tanpa

mengharap imbalan, sebagai pernyataan kasih sayang dan tanggung jawab

suami atas kesejahteraan keluarganya.22

Tentang hukum mahar, fuqaha telah

21

An-Nisa‟(4): 24. 22 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), hlm. 219.

Page 27: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

12

sependapat bahwa membayar mahar merupakan suatu kewajiban, dan tidak

boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya.23

Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga mewajibkan adanya mahar. Pasal

30 KHI menyebutkan bahwa calon mempelai pria wajib membayar mahar

kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati

oleh kedua belah pihak. Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai

wanita, dan sejak itu menjadi hak pribadinya, terdapat dalam Pasal 32 KHI.

Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai, apabila calon mempelai wanita

menyetujui, penyerahan mahar boleh ditangguhkan baik untuk seluruhnya atau

untuk sebagian.

Mahar hanya diberikan oleh suami kepada isterinya. Jumlah dan

jenisnya dapat disepakati sebelum akad nikah dilangsungkan. Sedangkan

penyerahannya dapat dilakukan pada saat akad nikah dilangsungkan atau

sesudah akad nikah, pada umumnya diserahkan pada saat akad nikah

dilangsungkan.mahar apabila sudah diserahkan menjadi hak sepenuhnya bagi

si istri, si suami tidak berhak lagi terhadap mahar tersebut, kecuali si istri

merelakan suaminya untuk memanfaatkannya.24

1) Syarat-syarat Mahar

Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut:

23 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, cet. I, Terj. MA, Abdurrahman, A. Haris Abdullah, Ass-Syfa,

Semarang, 1990, hlm. 385. 24

Baharuddin Ahmad dan Yuliatin…., hlm 34.

Page 28: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

13

a) Harta/bendanya berharga. Tidak sah mahar dengan yang tidak

berharga.

b) Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan

memberikan khamar, babi, atau darah, karena semua itu haram dan

tidak berharga.

c) Barangnya bukan barang ghasab. Ghasab artinya mengambil barang

milik orang lain tanpa seizinnya namun tidak bermaksud untuk

memilikinya karena berniat untuk mengembalikannya kelak.

Memberikan mahar dengan barang hasil ghasab tidak sah, tetapi

akadnya tetap sah.

d) Bukan barang yang tidak jelas keadaannya. Tidak sah mahar dengan

memberikan barang yang tidak jelas keadaannya, atau tidak

disebutkan jenisnya.

Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita, dan sejak saat itu

menjadi hak pribadinya (pasal 32 KHI). Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai,

namun apabila calon mempelai wanita menyetujui, penyerahan mahar boleh

ditangguhkan baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian. Penyerahan mahar

dan jumlah serta bentuknya termasuk di dalamnya tunai atau tangguhnya,

diucapkan pada saat akad nikah. Yaitu pada saat ijab oleh wali mempelai

wanita, dan dikonfirmasi dengan jawaban qabul mempelai laki-laki.

2) Macam-macam Mahar

Ulama Fikih sepakat bahwa bahwa mahar ada dua macam yaitu mahar

musamma dan mahar mitsil (sepadan).

a) Mahar Musamma

Page 29: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

14

Mahar al-musamma adalah mahar yang ditetapkan sebelum akad

nikah, dan disebut pada saat akad perkawinan. HM. Salim Umar

mengatakan bahwa dalam pelaksaannya, mahar musamma harus

diberikan secara penuh apabila:

(1) Telah bercampur (dukhul).

(2) Apabila salah satu dari suami istri meninggal. Demikian menurut

ijma‟.

Mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila suami

telah bercampur dengan istri, dan ternyata nikahnya rusak dengan sebab-

sebab tertentu seperti ternyata istrinya adalah mahram sendiri, atau dikira

perawan ternyata janda, atau hamil dari bekas suami lama.25

b) Mahar Mitsil (Sepadan)

Mahar Mitsil adalah mahar yang tidak disebutkan jenis dan jumlahnya

pada saat waktu akad, maka kewajibannya adalah mahar sebesar mahar

yang diterima oleh perempuan lain dalam keluarganya.26

Mahar mitsil juga terjadi dalam keadaan sebagai berikut:

(1) Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika berlangsung

akad nikah, kemudian suami telah bercampur dengan isteri, atau

meninggal dunia sebelum bercampur.

(2) Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah bercampur

dengan isteri dan ternyata nikahnya tidak sah.

25 Abd. Rahman Ghazali…., hlm 93. 26

Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan Undang-

Undang Perkawinan. (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007), hlm 89.

Page 30: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

15

3) Dasar Hukum Mahar

Mahar sebagai sebuah kewajiban dalam perkawinan Islam, maka

kehadirannya tentu memiliki landasan hukum yang menjadi dasar yang kuat

sebagai pegangan calon suami sebagai pihak yang mempunyai kewajiban

membayar mahar kepada calon istri. Adapun dasar hukum diwajibkannya

mahar terdapat dalah surah An-Nisa‟ ayat 4:27

ري صدق وءاحا ٱىنصاء و ن ه نفصا فك ء ع ش فإن طب ىؾ و نيث ح

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang

hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang

sedap lagi baik akibatnya”.

Maksud ayat di atas adalah berikanlah mahar kepada istri sebagai

pemberian wajib, bukan pembelian atau ganti rugi. Jika istri setelah

menerima maharnya tanpa paksaan dan tipu muslihat, lalu dia memberikan

sebagian maharnya kepadamu, maka terimalah dengan baik. Hal tersebut

tidak disalahkan atau dianggap dosa. Bila istri dalam memberikan

sebagian maharnya karena malu, takut dan semacamnya, maka tidak halal

bagi suami menerima pemberian itu.

27

An-Nisa‟ (4):4.

Page 31: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

16

Pada dasarnya agama tidak membolehkan seorang laki-laki meminta

kembali mahar yang telah diberikan kepada isterinya. Karena, Allah Swt

telah berfirman di dalam surah An-Nisa‟ ayat 20:28

ش خذواو كطارا فل حأ إحدى كن زوج وءاحنخ و ٱشتتدال زوج رت

وإن أ

ا تن ا ا وإذ ت ۥ ب خذوحأ

أ

“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang

kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang

banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang

sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan

tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata”.

Berdasarkan dari ayat di atas, para ulama telah menetapkan bahwa

mahar itu hukumnya wajib berdasarkan al-Qur‟ an, Sunnah, dan ijmak

para ulama. Mahar oleh para ulama ditempatkan sebagai syarat sahnya

suatu pernikahan seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Rusyd di dalam

Bidayah al Mujtahidnya.29

Ketentuan mahar juga di atur dalam KHI,

mahar diatur dalam pasal 30 dan pasal 31. Pada pasal 30 disebutkan

bahwa: Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon

mempelai wanita yang jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati oleh kedua

28

An-Nisa‟ (4):20. 29

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:

Kencana Prenada Group, 2004), hlm 65.

Page 32: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

17

belah pihak. Pasal 31: Penentuan mahar berdasarkan asas kesederhanaan

dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.30

c. Sompa Tanah

Sompa tanah adalah suatu mahar yang wajib di hadirkan dalam tradisi

adat perkawinan bugis yang berupa sebidang tanah atau lebih yang diberikan

oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan.31

d. Adat Perkawinan Suku Bugis

Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa Arab disebut

dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Kedua kata ini yang terpakai dalam

kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur‟an dan

hadis Nabi.32

Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam Al-Qur‟an dengan arti

kawin, seperti dalam surah An-Nisa‟ ayat 3:33

ع د ورب رن وذل ٱىنصاء ا طاب ىؾ ا ف ٱلتم فٱؾح ا لو تلصط أ فإن وإن خفخ

حدة أ ا فن لو تلدل

أ ا خفخ لو تلل

ن أ

لم أ ذ ؾ يما ميهج أ و

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-

wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut

tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak

30

Ibid. hlm 66. 31

Wawancara dengan Saing. Tokoh Adat di Teladas Baru Kec.Dente Teladas, Tulang Bawang.

Tanggal 20 November 2018. 32

Amir Syarifuddin, Op. Cit., hlm 35. 33 An-Nisa‟ (4):3.

Page 33: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

18

yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat

aniaya.”

Peraturan PerUndang-Undangan yang berlaku di Indonesia tentang

perkawinan di atur dalam Pasal 1 UU. No. 1/1974 yang menyatakan: “Perkawinan

ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami

istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.34

Selain definisi yang dikemukakan oleh UUP, Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia (KHI) memberikan definisi lain yang tidak mengurangi arti dari pada

definisi yang dikemukakan di dalam UUP tersebut, namun sifatnya menambah

penjelasan, dengan rumusan sebagai berikut:

“Perkawinan menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau

mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah, (Pasal 2 KHI).

Di dalam Al-Qur‟an telah dijelaskan mengenai perkawinan dalam QS. An-

Nisa‟ ayat 1:35

ا وبدو ا زوج وخيق حدة نوفس و ي خيلؾ ٱلو ربوؾ ا ٱلنواس ٱتولا يأ ا ي

كن عييؾ إنو ٱللو رحامي تصاءلن ةۦ وٱل ٱلو ا ٱللو ل يتا رؼ رجال نريرا ونصاء وٱتو

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan

kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari

34

Baharuddin Ahmad dan Illy Yanti, Eksistensi Dan Implementasi Hukum Islam Di Indonesia,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015). Hlm 137-139. 35 An-Nisa‟ (4):1.

Page 34: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

19

pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang

banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-

Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan

silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Penjelasan mengenai Perkawinan dalam adat suku Bugis yang di paparkan

langsung oleh Senna:

Perkawinan yang dalam bahasa Bugis yaitu Appabottingeng adalah prosesi

pernikahan yang dilakukan dengan menggunakan ritual adat yang dipercaya turun

temurun untuk menyatukan dua insan yang berbeda dengan cara yang sah.

Dengan demikian, Perkawinan juga bukanlah sekedar untuk menyatukan kedua

mempelai pria dan wanita, tetapi lebih daripada itu adalah menyatukan dua

keluarga besar sehingga terjalin hubungan kekerabatan yang semakin erat.36

Dari penjelasan diatas bahwa perkawinan dalam adat suku bugis yang

disebut Appabotingeng selain untuk menyatukan dua insan secara sah, juga

menyatukan dua keluarga besar agar terjalin hubungan kekerabatan yang semakin

erat. Untuk itulah, budaya perkawinan dalam Adat suku bugis perlu tetap

dipertahankan karena dapat mempererat hubungan silaturrahmi antar kerabat.

Macam-macam acara serta upacara yang harus dilakukan menurut adat

perkawinan suku Bugis adalah:37

Mammaanu‟-manu‟ (penjajakan), Madduta atau Massuro (meminang),

Mappasiarekeng (mengukuhkan kesepakatan) Mappaisseng dan mattampa

(menyebarkan undangan) hingga proses Akad nikah dan Tudang Botting,

Mappasikarawa atau mappasiluka dan dilanjutkan Marola atau mapparola adalah

kunjungan balasan dari pihak mempelai wanita ke rumah mempelai pria.

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa tradisi yang digunakan oleh

masyarakat Teladas Baru dalam melaksanakan perkawinan begitu banyak, dan

dalam penentuan mahar mereka dominan menggunakan Sompa Tanah sebagai

mahar dalam perkawinannya. Jika dianalisis lebih lanjut sebenarnya ajaran Islam

yang berdasarkan Al-Quran dan Hadits tidak melarang penentuan batasan nominal

36

Wawancara dengan Senna. Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tulang Bawang.

Tanggal 18 November 2018. 37

Wawancara dengan Daeng Talebbi. Ketua Adat Bugis di Teladas Baru Kec. Dente Teladas,

Tulang Bawang. Tanggal 24November 2018.

Page 35: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

20

besar kecilnya mahar tersebut, begitu pula dengan kompilasi hukum Islam, hanya

saja dalam penentuan mahar haruslah melihat pada asas kesederhanaan. Ini semua

dikarnakan perspektif hukum Islam mengutamakan maslahat dari pada

mafsadahnya. Berdasarkan pada faktor-faktor tersebut tidak sedikit menimbulkan

mafsadah yang besar di bandingkan maslahatnya Sehingga dalam menganalisis

persoalan ini penulis mengunakan kaidah fiqhiyyah sebagai alat ataupun landasan

untuk dijadikan alat menganalisis teori dan fakta di lapangan mengenai mahar

perkawinan. Sebagaimana kaidah yang berbunyi:

العادة محكمة

“‟Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum‟‟38

e. „Urf

„Urf secara terminologi seperti dikemukakan Abdul Karim Zaidan dalam

buku karangan Satria Effendi M. Zein, istilah „urf berarti sesuatu yang tidak asing

lagi bagi masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan

kehidupan mereka, baik berupa perbuatan atau perkataan.39

Istilah „urf dalam

pemahaman masyarakat sering disebut sebagai adat istiadat.40

Dalam sistem hukum Islam adat dijadikan salah satu unsur yang

dipertimbangkan dalam menetapkan hukum. Penghargaan hukum Islam terhadap

38

Suhar, Kaidah-Kaidah Ushuliyah & Fiqhiyah, (Jakarta: Referensi Gaung Persada Press Group,

2014), hlm 264. 39

Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 140. 40

Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2018), hlm. 128.

Page 36: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

21

adat ini menyebabkan sikap yang tolerance41

dan memberikan pengakuan

terhadap hukum yang berdasar adat menjadi hukum yang diakui oleh hukum

Islam.42

„Urf ditinjau dari sisi kualitasnya (bisa diterima dan ditolaknya oleh

syari‟ah) ada dua macam yaitu:

1. „Urf yang fasid atau „urf yang batal, yaitu „urf yang bertentangan dengan

syari‟ah. Seperti adat kebiasaan menghalalkan minum-minuman yang

memabukkan, menghalalkan makanan riba, adat kebiasaan memboroskan

harta, dan lain sebagainya.43

2. „Urf yang shahih atau al-„Adah Ashahihah yaitu „urf yang tidak

bertentangan dengan syari‟ah. „Urf Shahih adalah adat yang berulang-

ulang dilakukan, diterima oleh orang banyak, tidak bertentangan dengan

agama, sopan santun, dan budaya yang luhur.44

E. Tinjauan Pustaka

Untuk mendukung penelitian yang lebih integral maka penyusun berusaha

untuk melakukan analisis lebih awal terhadap pustaka atau karya-karya yang lebih

mempunyai relevansi terhadap topik yang akan diteliti. Dari beberapa karya yang

penulis jadikan sebagai Tinjauan Pustaka terdapat perbedaan dan persamaan yaitu:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Ambok Tang dengan judul skripsi

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Paenre‟Doi Dalam Perkawinan Adat Bugis

41 Tolerance atau toleransi berasal dari bahasa latin “tolerare” berarti sabar dan menahan diri.

Toleransi juga berarti suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau

antarindividu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. 42 A.Djazuli, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2005), Hlm 89. 43

Ibid, Hlm 90. 44

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 392.

Page 37: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

22

(Studi Kasus di desa Sungai Guntung Kec.Kateman, Inhil). Adapun dalam skripsi

ini membahas mengenai tingginya Paenre‟Doi pada masyarakat bugis yang

mencapai ratusan juta rupiah di desa Sungai Guntung serta tinjauan hukum Islam

mengenai Paenre‟ Doi tersebut.45

Berbeda dengan pembahasan yang disusun oleh

penulis lebih menekankan Sompa Tanah Sebagai Mahar dalam Adat Perkawinan

Suku Bugis di Teladas Baru, yang mana mahar ini wajib ada dalam perkawinan

dan hal tersebut ditinjau dari Hukum Islam. Dan kemudian persamaannya adalah

sama-sama menjadikan masyarakat b ugis sebagai objek penelitian.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ayu Lestia dengan judul skripsi

Makna “Sunrang Butta” (Studi Pada Adat Makassar Di Desa Kayuloe Barat

Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto. Adapun dalam skripsi ini membahas

makna mahar Sunrang Butta yang telah diberikan oleh pihak laki-laki kepada

perempuan, yang mana mahar ini tidak dapat di ambil alih lagi oleh pihak laki-

laki ketika ingin bercerai dan ini berlaku dikalangan masyarakat Kayuloe Barat. 46

Berbeda dengan pembahasan penulis lebih menekankan Sompa Tanah Sebagai

Mahar dalam Adat Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru. yang mana mahar ini

dapat dikelola secara bersama setelah menikah dan tidak dapat diganggu gugat

oleh pihak laki-laki serta dalam penetapannya ditinjau dari hukum Islam. Dan

kemudian persamaannya adalah sama-sama menjadikan masyarakat Bugis sebagai

objek penelitian serta mahar sebagai pokok pembahasan utama dalam penulisan.

45 Ambok Tang, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Paenre‟Doi Dalam Perkawinan Adat Bugis

(Studi Kasus di desa Sungai Guntung Kec.Kateman, Inhil). Skripsi Mahasiswa Jurusan Hukum

Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, (2018). 46 Ayu Lestia Sari, Makna Sunrang Butta (Studi Pada Adat Makassar Di Desa Kayuloe Barat

Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto). Skripsi Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi

Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar, (2017).

Page 38: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

23

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Andi Asyraf dengan judul skripsi

Mahar dan Paenre‟ Dalam Adat Bugis (Studi Etnografis Hukum Islam Dalam

Perkawinan Adat Bugis Di Bulukumba Sulawesi Selatan). Dalam skripsi ini

membahas bagaimana asal-muasal ditetapkannya mahar dan Paenre‟ oleh

masyarakat Bugis di Kabupaten Bulukumba serta faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi tinggi dan besarnya mahar dan paenre‟.47

Berbeda dengan

pembahasan penulis lebih menekankan Sompa Tanah Sebagai Mahar dalam Adat

Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru, yang mana dalam penentuan mahar

cenderung ditentukan oleh pihak perempuan selanjutnya di sepakati oleh pihak

laki-laki.

47

Andi Asyraf, Mahar dan Paenre‟ Dalam Adat Bugis (Studi Etnografis Hukum Islam Dalam

Perkawinan Adat Bugis Di Bulukumba Sulawesi Selatan). Skripsi Mahasiswa Jurusan Hukum

Keluarga Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, (2015).

Page 39: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

24

BAB II

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat penting dalam mencapai suatu tujuan termasuk

dalam penelitian, dan dalam metode yang digunakan dalam penyusunan penelitian

ini adalah:

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi yang dilakukan penulis bertempat di Teladas Baru Kecamatan Dente

Teladas, Kabupaten Tulang Bawang tepatnya di Provinsi Lampung. Pemilihan

lokasi wilayah tersebut sebagai tempat penelitian karena berdasarkan

pertimbangan bahwa lokasi tersebut penulis dapat memperoleh data yang

diperlukan untuk menyusun serta menyelesaikan penelitian ini.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan November dan Desember 2018.

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan pada studi ini adalah metode kualitatif. Metode

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.47

Penelitian deskriptif merupakan penggambaran suatu fenomena social

47

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008),

hlm. 4.

Page 40: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

25

keagamaan dengan variabel pengamatan secara langsung yang sudah di tentukan

secara jelas dan spesifik. Penelitian deskriptif dan kualitatif lebih menekankan

pada keaslian tidak bertolak dari teori melainkan dari fakta yang sebagaimana

adanya di lapangan atau dengan kata lain menekankan pada kenyataan yang

benar-benar terjadi pada suatu tempat atau masyarakat tertentu.48

Adapun dasar

penelitian adalah studi kasus yaitu mengumpulkan informasi dengan cara

melakukan wawancara dengan sejumlah kecil dari populasi serta melakukan

observasi secara aktif di lapangan.

Mengingat studi ini berkaitan dengan warga masyarakat yang menjadi objek

penelitian, maka secara metodologis penelitian ini termasuk dalam kategori

penelitian kualitatif tipe pendekatan yuridis empiris yaitu mengkaji ketentuan

hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataan di masyarakat.49

2. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis,

normatif, dan sosiologis. Pendekatan yuridis merupakan pendekatan yang

mengacu pada studi kepustakaan yang ada, ataupun data sekunder yang

digunakan. Pendekatan normatif adalah pendekatan yang dilakukan untuk

mengetahui hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan

dalam praktiknya, sedangkan pendekatan sosiologis itu sendiri adalah

48 Sayuthi Ali, Metode Penelitian Agama (Pendekatan teori dan praktek) (Cet. I; Jakarta :PT. Raja

Grafindo Persada, 2002), hlm. 69. 49 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 15.

Page 41: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

26

pendekatan yang didapat langsung dari masyarakat ataupun lokasi yang diteliti

data yang terkait dengan penelitian ini dikumpulkan melalui studi lapangan.50

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Secara umum jenis data dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan sumber data utama dan kebutuhan mendasar dari

penelitin ini. Data primer yang dimaksud di sini adalah data yang diperoleh

dari pihak pertama berupa hasil wawancara dengan subjek penelitian. Dalam

hal ini, peneliti mewawancarai masyarakat bugis yang berada di Teladas Baru.

Adapun objek yang diwawancarai adalah yang pertama pelaku-pelaku yang

melakukan praktek Sompa Tanah, yang kedua tokoh agama, yang ketiga tokoh

adat atau masyarakat yang terkait dalam objek penelitian. Selain itu, data

primer juga diambil dari Al-Qur‟an dan Hadits agar dapat ditinjau dari segi

hukum Islam.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data penunjang sumber utama untuk melengkapi

sumber data primer. Data sekunder ini dapat diperoleh dari sumber-sumber

yang ada relevansinya dengan pembahasan yakni berupa buku-buku, majalah,

jurnal, makalah, diklat, internet dan lain sebagainya.51

2. Sumber Data

50 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2008), hlm. 133. 51

Romdhoni, Best Guide Project Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Jakarta: Pustaka Nusantara

Indonesia), 2015), hlm 93-104.

Page 42: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

27

Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber subjek dari mana data di

peroleh, sumber data dalam penelitian kualitatif ini adalah orang (narasumber).

Posisi narasumber sangat penting, bukan hanya sekedar memberi respon

melainkan juga sangat memiliki informasi. Sumber data yang digunakan terdiri

dari sumber data primer dan sumber data sekunder, antara lain sebagai berikut:

a. Sumber Data primer

Sumber data yang diperoleh dari informan kunci di lapangan yaitu orang-

orang yang berkaitan dengan masalah penelitian dan dianggap mampu

memberikan informasi terkait masalah. Dalam hal ini adalah masyarakat yang

ada di Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang

yaitu pendapat masyarakat mengenai Sompa Tanah di desa Teladas Baru.

Kriteria Informan yang dipilih oleh peneliti yakni:

1) Ketua Adat Suku Bugis

2) Lebih mengetahui Persoalan Sompa Tanah

3) Berkaitan langsung dengan kebijakan

b. Sumber Data Sekunder

Sumber Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk

menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Dalam penelitian ini yang

menjadi sumber data sekunder adalah literatur, artikel, jurnal serta situs di

internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.52

52

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009, Cet.

Ke 8) Hlm. 137.

Page 43: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

28

D. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan adalah cara mengumpulkan data yang dibutuhkan

untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Adapun metode pengumpulan data

yang dilakukan oleh penulis yaitu:

1. Observasi

Observasi adalah upaya pengamatan yang digunakan dengan cara terjun

kelapangan untuk mengamati dan mencatat, menganalisa secara sistematis

terhadap gejala/fenomena/objek yang akan diteliti.53

Observasi disebut pula

dengan pengamatan meliputi penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan

pengecap.

Metode observasi merupakan suatu teknik penelitian dalam pengumpulan

data dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang

akan diteliti. Dengan teknik ini diharapkan peneliti dapat memperoleh data

lengkap dan rinci tentang Sompa Tanah sebagai mahar di Teladas Baru kecamatan

Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung.

2. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan

responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab dalam hubungan

tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang

melengkapi kata-kata secara verbal. 54

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembicaraan

informal. Pada jenis wawancara ini, pertanyaan yang diajukan sangat bergantung

53

Abu Achmad dan Narbuko Cholid, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm 70. 54

W.Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Grasindo, 2002), hlm 119.

Page 44: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

29

pada pewawancara itu sendiri, jadi bergantung pada spontanitasnya dalam

mengajukan pertanyaan kepada terwawancara. Hubungan pewawancara dengan

terwawancara dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya

berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari. Sewaktu

pembicaraan berjalan, terwawancara malah barangkali tidak mengetahui atau

tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai.55

3. Dokumentasi

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode dokumentasi atau

keputusan untuk memperkuat kebenaran data yang akan dianalisis. Metode

dokumentasi adalah metode atau teknik pengumpulan data dari beberapa dokumen

yang bersifat resmi dan diakui seperti, buku dan lain sebagainya. Metode

dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data-data yang mampu melengkapi

serta memperkuat penelitian.56

Pada intinya metode ini adalah metode yang

digunakan untuk menelusuri data historis sehingga dengan demikian dokumentasi

dalam penelitian memang berperan penting.57

E. Populasi dan Sampel

Populasi atau universe adalah keseluruhan unit atau manusia sebagai objek

penelitian,58

Sedangkan sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari

populasi yang diambil.59

Penelitian ini dilaksanakan di desa Teladas Baru

Kecamatan Dente Teladas dan penelitian bersifat deskriptif kualitatif dengan

55

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…, hlm. 187. 56

Suharsimi, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm

240. 57

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), hlm. 129. 58

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum…., hlm. 95. 59

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 119.

Page 45: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

30

menggunakan teknik penentuan sampel penelitian non probability sampling

artinya dalam penelitian ini tidak ada ketentuan pasti berapa sampel harus diambil

agar dapat mewakili populasinya. Dan bentuk non probability sampling disini

dipergunakan untuk purposive sampling, artinya penarikan sampel dipilih atau

ditentukan sendiri oleh peneliti berdasarkan tujuan penelitiannya.60

Berdasarkan uraian diatas bahwa Sampel yang dipilih oleh peneliti yakni di

tiga kampung yang menerapkan Sompa Tanah di Kecamatan Dente Teladas,

Kabupaten Tulang Bawang. Sampel yang dipilih yaitu:

1. Kepala Desa Teladas Baru

2. Ketua Adat Bugis Teladas Baru

3. Tokoh Adat Desa Teladas Baru

4. Beberapa orang yang mempraktikan Sompa Tanah Sebagai Mahar

5. Beberapa orang yang Paham Mengenai Sompa Tanah

F. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dan dianalisis untuk menentukan kemampuan

intelektual masing-masing.

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Analisis ini digunakan untuk merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,

dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data. Selanjutnya,

melalui wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian dianalisis dengan

60

Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi, (Bandung:

Alfabeta, 2017), hlm. 113-114.

Page 46: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

31

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasikan data tersebut sehingga bisa disajikan.

2. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan.Penyajian data juga dapat berbentuk matriks, grafik, jaringan, dan bagan.

Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk

yang padu dan mudah dipahami.61

3. Kesimpulan (Conclusion Verification)

Penarikan kesimpulan dilakukan setelah didukung oleh bukti-bukti yang

valid dan konsisten sesuai dengan pengumpulan data di lapangan maka

kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan

dalam penelitian ini merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.

Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya

masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat

berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.62

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini peneliti membahas masalah yang dibagi dalam

lima bab. Adapun maksud dari penulisan skripsi ini ke dalam bab dan sub bab

adalah agar untuk menjelaskan dan menguraikan setiap masalah dengan baik,

sebagai berikut:

61 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. (Jakarta: Bumi

Aksara, 2008), I, hlm 86. 62 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (mixed methods), (Bandung: Alfabeta, 2012) , hlm 334.

Page 47: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

32

Bab Pertama, berisi tentang pendahulan yang terdiri dari sub bab sebagai

berikut: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka

teori serta tinjauan pustaka.

Bab Kedua, berisi tentang metode penelitian yang membahas mengenai

lokasi dan pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, instrumen pengumpulan

data, populasi dan sampel, teknik analisis data, sistematika penulisan, dan jadwal

penelitian.

Bab Ketiga, berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian yang

membahas mengenai historis atau sejarah desa Teladas Baru Kecamatan Dente

Teladas, Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung, aspek geografis, aspek

demografis, aspek perekonomian, dan aspek pemerintahan.

Bab Keempat, berisi tentang Sompa Tanah sebagai mahar khususnya di desa

Teladas Baru, serta tinjauan dari perspektif hukum Islam mengenai Sompa Tanah.

Bab Kelima, berisi tentang penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

Page 48: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

33

H. Jadwal Penelitian

Tabel I

Jadwal Penelitian

NO

KEGIATAN

TAHUN 2018

April Mei Juli September Desember

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan Judul x

2 Pembuatan Proposal x

3 Perbaikan Proposal

dan Seminar

x

4 Surat Izin Riset x

5 Pengumpulan Data x

6 Pengolahan Data x

7 Pembuatan Laporan X

8 Bimbingan dan

Laporan

x

9 Agenda dan Ujian

Skripsi

10 Perbaikan dan

Penjilidan

Page 49: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

34

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Desa Teladas Baru dan Kabupaten Tulang Bawang

1. Sejarah Teladas Baru63

Desa Teladas Baru atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kampung

Teladas, pada tahun 1883 (sebelum hujan abu) memang sudah diresmikan menjadi

pusat pemukiman yang baru dimana tadinya berpusat di “DENTE” atau “TIYUH

TOHOW” di daerah Way Dente sekarang ini. Pada waktu pemukiman ini berpusat

di Dente yang ditunjuk menjadi kepala kelompok, yaitu Hi. Syafe‟i yang

memimpin dan membawahi empat keturunan besar masing-masing terdiri dari:

a. Keturunan Ngebe (Ngebihi) Lang Negara.

b. Keturunan Batu Tembuh.

c. Keturunan Pangeran Jangkap.

d. Keturunan Empu Cangeh.

Asal usul Kampung Teladas, Penduduk yang mendiami daerah kawasan

Dente terdiri dari berbagai suku dan daerah asalnya, sebagaimana yang telah

diuraikan di atas, antara lain: Ngenihi Lang Negara; Batu Tembuh; Pangeran

Jangkap; dan Empu Cangeh; Namun atas kesadaran mereka bersama sehingga

dapat bersatu baik dalam bidang keagamaan (Islam) maupun dalam bidang

kemasyarakatan sehari-hari. Demi untuk kepentingan bersama maka dipandang

63

Dokumentasi Kantor Lurah Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tanggal 26 November 2018.

Page 50: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

35

perlu bermusyawarah untuk memilih dan menunjuk seorang pemimpin dan

menyatukan pusat pemukiman maka atas hasil musyawarah memutuskan Hi.

Syafe‟i menjadi Tua-tua Kampung yang dipusatkan di Dente

meliputi/membawahi umbul-umbul sebagai berikut:

a. Sungai Bayan Way Seputih.

b. Sungai Burung.

c. Teluk Baru.

d. Sungai Nibung.

e. Mahabang/Gunung Bugam.

f. Kekatung/Gunung Kembang.

g. Dente/Tiyuh Tohow

h. Teluk Batin Dalem/Mesuji Lunik

i. Rantau Baru.

j. Teladas

Selaras dengan perkembangan Adat Istiadat Lampung – Tulang Bawang

Marga Empat, yang terdiri dari Marga Tegamoan, Marga Buwai Bulan, Marga

Buwai Aji, Marga Suway Umpu, maka seantero warga masyarakat di dalam

kawasan tersebut di atas termasuk dalam kawasan “ADAT MARGA EMPAT

TULANG BAWANG”. Untuk jelasnya bahwa kira-kira tahun 1901, terjadi upacara

Adat, yang lazim disebut Nyeteh Pepadun dari pusat Marga Tegamoan Kampung

Pagar Dewa Tohow dari Pepadun ST. JIMAT, oleh karena itu warga/Penyimbang

Kampung Teladas mayoritas terdiri dari Marga Tegamoan hingga sekarang.

Page 51: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

36

Sejak saat itulah menurut hukum adat yang berlaku daerah Dente (Teladas)

diresmikan serta sah terlepas dari kekuasaan Marga Tegamoan Kampung Pagar

Dewa Tohow, selanjutnya diberi Hak dan kekuasaan untuk mendirikan Tiyuh

(Kampung) sendiri.

Dikarenakan faktor usaha dan mata pencaharian penduduk menetap di

berbagai tempat baik di daratan maupun di pantai dan sungai merupakan umbul-

umbul dan pedukuhan-pedukuhan masing-masing namun walaupun demikian

kesatuan dan persatuannya tetap terbina baik, selanjutnya juga tata kehidupan

semakin meningkat mampu hidup dari sumber lingkungan menurut usaha mereka

masing-masing. Dari sumber penghasilan masyarakat inilah dapat dikenal dan

mengenal hubungan dengan pedagang yang berdatangan pada waktu itu.

Akan tetapi dibalik keuntungan yang dirasakan, munculah musibah yang

berkepanjangan dari sekelompok bajak-laut yang dikenal dengan nama “BAJAU”

mengadakan perampokan secara keji dan membabi-buta di sepanjang

pantai/sungai memaksakan mengungsi berkumpul kembali ke daerah Dente,

disamping menghindar sambil menyusun pertahanan/perlawanan, menghadapi

kenyataan ini mereka menunjuk Hulu Balang yang memimpin peperangan itu

“PANGERAN SEMBAHYOW” untuk melawan/mengusir Bajau tersebut dari

sepanjang “Dente”. Setelah beberapa kali menghadapi serangan dari pihak lawan,

maka beliau tewas dalam pertempuran sehingga jenazahnya tidak dapat

diselamatkan oleh kawan-kawannya. Menurut sumber cerita/sejarahnya dibuang

di lautan.

Page 52: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

37

Akibat dari kegagalan “Pangeran Sembahyow” sebaliknya kemenangan

berada dipihak Bajau, maka kelompok Bajau semakin mengganas membabi-buta

dan terus mendesak ke daratan melalui Sungai Kekatung/Gunung Kembang

menuju Dente. Sungai Kekatung/Gunung Kembang menuju ke arah Dente,

adapun arena pertempuran tersebut dikenal sampai sekarang dengan nama

“SAKAL BAJAU”. Sebagai tindak lanjut dari pertahanan dan perlawanan

masyarakat Dente, atas Rahmat Tuhan Yang Maha Esa mereka mengadakan

musyawarah dan mufakat untuk memilih Hulu Balang yaitu “ PANGERAN

JANGKAP” yang langsung memimpin pertempuran, maka terjadilah pada waktu

itu perang massal yang lebih dikenal dengan nama Perang Sakti. Dalam

pertempuran tersebut para korban berjatuhan baik pihak lawan maupun kawan,

yang pada akhirnya masyarakat yang dibawah pimpinan Pangeran Jangkap dapat

mengalahkan dan mengusir pihak Bajau tersebut dari daerah kawasan Dente dan

sekitarnya.

Setelah keadaan disekitarnya ternyata aman, barulah masyarakat

bermusyawarah untuk memindahkan pusat pemukiman ini ketempat yang lebih

lancar hubungannya dengan Kampung-Kampung yang lain. Justru karena itu pada

tahun 1883, berpindah ke suatu rantau membujur di sisi Sungai Tulang Bawang

yang pada saat itu disebut Tebing Teladas, maka oleh sebab itu sampai sekarang

dinamakan Desa Teladas baru atau yang lebih di kenal oleh masyarakat orang

setempat dengan sebutan Kampung Dente Teladas atau Kampung Teladas.

Page 53: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

38

2. Sejarah Tulang Bawang64

Dalam sejarah kebudayaan dan perdagangan di nusantara, Tulang Bawang

digambarkan merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia, disamping

kerajaan Melayu, Sriwijaya, Kutai, dan Tarumanegara. Meskipun belum banyak

catatan sejarah yang mengungkapkan keberadaan kerajaan ini, namun catatan

Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke-4 seorang pejiarah Agama

Budha yang bernama Fa-Hien, pernah singgah di sebuah kerajaan yang makmur

dan berjaya, To-Lang P‟o-Hwang (Tulang Bawang) di pedalaman pulau emas

Sumatera. Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang

Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini

terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang

lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala. Seiring dengan makin

berkembangnya kerajaan Che-Li-P‟o Chie (Sriwijaya), nama dan kebesaran

Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya sulit sekali

mendapatkan catatan sejarah mengenai perkembangan kerajaan ini.

Ketika Islam mulai masuk ke bumi nusantara sekitar abad ke-15, Menggala

dan alur sungai Tulang Bawang yang kembali marak dengan aneka komoditi,

mulai kembali di kenal Eropa. Menggala dengan komoditi andalannya Lada

Hitam, menawarkan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan komoditi

sejenis yang didapat VOC dari Bandar Banten. Perdagangan yang terus

berkembang, menyebabkan denyut nadi Sungai Tulang Bawang semakin kencang,

64

Ibid.

Page 54: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

39

dan pada masa itu kota Menggala dijadikan dermaga “BOOM“, tempat

bersandarnya kapal-kapal dari berbagai pelosok Nusantara, termasuk Singapura.

Perkembangan politik Pemerintahan Belanda yang terus berubah, membawa

dampak dengan ditetapkanya Lampung berada dibawah pengawasan langsung

Gubernur Jenderal Herman Wiliam Deandles mulai tanggal 22 November 1808.

Hal ini berimbas pada penataan sistem pemerintahan adat yang merupakan salah

satu upaya Belanda untuk mendapatkan simpati masyarakat.

Pemerintahan adat mulai ditata sedemikian rupa, sehingga terbentuk

Pemerintahan Marga yang dipimpin oleh Kepala Marga (Kebuayan). Wilayah

Tulang Bawang sendiri dibagi dalam 3 kebuayan, yaitu Buay Bulan, Buay

Tegamoan dan Buay Umpu (tahun 1914, menyusul dibentuk Buay Aji). Sistem

Pemerintahan Marga tidak berjalan lama, dan pada tahun 1864 sesuai dengan

Keputusan Kesiden Lampung No. 362/12 tanggal 31 Mei 1864, dibentuk sistem

Pemerintahan Pesirah. Sejak itu pembangunan berbagai fasilitas untuk

kepentingan kolonial Belanda mulai dilakukan termasuk di Kabupaten Tulang

Bawang. Pada zaman pendudukan Jepang, tidak banyak perubahan yang terjadi di

daerah yang dijuluki “Sai Bumi Nengah Nyappur” ini. Dan akhirnya sesudah

Proklamasi kemerdekaan RI, saat Lampung ditetapkan sebagai daerah

Keresidenan dalam wilayah Propinsi Sumatera Selatan, Tulang Bawang dijadikan

wilayah Kewedanaan.

Ketika terbentuknya/berdirinya Kabupaten Tulang Bawang pada tanggal 20

Maret 1997 yang disahkan melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang

Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten

Page 55: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

40

Daerah Tingkat II Tanggamus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3667) wilayah

Kabupaten Tulang Bawang pada saat itu memiliki wilayah terluas, 22% dari

wilayah Propinsi Lampung.65

Menyadari besarnya tantangan dan upaya percepatan pembangunan serta

memperpendek rentang kendali pelayanan publik di wilayah Sai Bumi Nengah

Nyapur ini, maka segenap elemen masyarakat dan sepenuhnya didukung oleh

Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang, Pada tahun 2008 Kabupaten Tulang

Bawang ini dimekarkan menjadi 3 (tiga) wilayah daerah otonom baru (DOB)

dengan Undang-Undang Nomor : 49 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Daerah

Otonomi Kabupaten Mesuji dan Undang-Undang Nomor : 50 Tahun 2008

Tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Setelah wilayah ini dimekarkan, saat ini Kabupaten Tulang Bawang

memiliki luas wilayah ± 4.385,84 Km2, yang tersebar dalam 15 wilayah

Pemerintahan Kecamatan, 4 Kelurahan dan 148 Kampung. Walaupun wilayah ini

telah dimekarkan, Kabupaten Tulang Bawang tetap memiliki beragam potensi

sumber daya alam dan keragaman budaya yang sangat potensial untuk

dikembangkan dalam upaya mencapai kesejahteraan segenap lapisan

masyarakat.66

65 http://tulangbawangkab.go.id/?page_id=1538. Di akses pada hari Rabu Tanggal 12 Desember

2018, 19:38 WIB. 66 Ibid.

Page 56: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

41

Gambar 1

Peta Tulang Bawang

(Sumber: http://tulangbawangkab.go.id/?page_id=230)

Kecamatan yang ada di Kabupaten Tulang Bawang diantaranya:

a. Kecamatan Banjar Agung

b. Kecamatan Banjar Margo

c. Kecamatan Banjar Baru

d. Kecamatan Dente Teladas

e. Kecamatan Gedung Aji

f. Kecamatan Gedung Aji Baru

g. Kecamatan Gedung Meneng

h. Kecamatan Menggala

Page 57: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

42

i. Kecamatan Meraksa Aji

j. Kecamatan Penawar Aji

k. Kecamatan Penawar Tama

l. Kecamatan Rawa Pitu

m. Kecamatan Rawajitu Selatan

n. Kecamatan rawajitu Timur

o. Kecamatan Rawajitu Utara

B. Aspek Geografis

Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas adalah sebuah kecamatan di

Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, Indonesia. Kecamatan Dente Teladas

beribukota di kampung Teladas + 76 Km dari Ibukota Kabupaten, merupakan

Kecamatan Pemekaran dari Kecamatan Gedung Meneng yang di sahkan dalam

Perda No. 01 Tahun 2007, memiliki luas wilayah 67.848,32 Ha atau 58 % dari

luas Kabupaten Tulang Bawang.67

Batas wilayah Kecamatan Dente Teladas pada sebelah:

1. Utara : Laut Jawa

2. Selatan : Kabupaten Lampung tengah

3. Barat : Kecamatan Gedung Meneng

4. Timur : Laut Jawa

67

https://id.wikipedia.org/wiki/Dente_Teladas,_Tulang_Bawang. Di askes pada Tanggal 14

Desember 2018, Pukul 16:49 WIB.

Page 58: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

43

Gambar 2

Peta Dente Teladas

(sumber: https://trisnomarsa.blogspot.com/2015/02/peta-kecamatan-dente-teladas-

kabupaten.html?m=1)

Kecamatan Dente Teladas memiliki 12 Desa/Kampung yaitu:68

1. Kampung Pasiran Jaya

2. Kampung Bratasena Mandiri

3. Kampung Bratasena Adiwarna

4. Kampung Sungai Nibung

5. Kampung Mahabang

6. Kampung Kuala Teladas

7. Kampung Kekatung

68

Ibid.

Page 59: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

44

8. Kampung Teladas

9. Kampung Way Dente

10. Kampung Dente Makmur

11. Kampung Pendowo Asri

12. Kampung Sungai Burung

C. Aspek Demografis

Teladas Baru dengan luas wilayah ± 5000 Ha merupakan salah satu

kampung di Kecamatan Dente Teladas bagian Kampung Tua/Induk terletak

dipesisir Sungai Tulang Bawang.69

1. Batas-batas wilayah Kampung Teladas Baru:

Sebelah Utara : Sungai Tulang Bawang

Sebelah Selatan : Dente Makmur

Sebelah Timur : Laut Jawa

Sebelah Barat : Gedung Meneng

2. Luas wilayah Kampung Teladas Baru 5000 ha terdiri dari:

Tinggi Tempat :115 mdpl

Tanah sawah : 1.950 ha

Tanah kering (tegal) : 550 ha

Perkebunan : 1.200 ha

Tanah Hutan : 900 ha

Tanah Tambak : 100 ha

Tanah Pasir : 300 ha

69 Dokumentasi Kantor Lurah Teladas Baru Kec. Dente Teladas Tanggal 28 November 2018.

Page 60: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

45

3. Kependudukan

Berdasarkan Data Administrasi Pemerintah Kampung, jumlah penduduk

yang tercatat secara administrasi, jumlah total 3.224 jiwa. Dengan rincian

penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1.667 jiwa, sedangkan berjenis

kelamin perempuan berjumlah 1.557 jiwa. Berkaitan dengan data jumlah

penduduk dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Tabel II

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kampung Teladas

Baru Tahun 201670

No Jenis Kelamin Jumlah

1 Laki-laki 1.667

2 Perempuan 1.557

Jumlah 3.224

Berdasarkan Tabel Administrasi Pemerintah Kampung Teladas Baru diatas,

jumlah penduduk yang tercatat secara administrasi, jumlah total 3.224 jiwa.

Dengan rincian penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1.667 jiwa,

sedangkan berjenis kelamin perempuan berjumlah 1.557 jiwa.

4. Agama

Dalam perspektif agama, masyarakat di Kampung Teladas Baru termasuk

kategori masyarakat yang mendekati homogen. Hal ini dikarenakan sebagian

besar masyarakat Teladas beragama Islam. Secara kultural, pegangan agama ini

70

Ibid

Page 61: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

46

didapat dari hubungan kekeluargaan atau kekerabatan yang kental di antara

mereka. Selain itu perkembangan agama berkembang berdasarkan turunan dari

orang tua ke anak dan kecucu. Hal inilah yang membuat agama islam

mendominasi agama di Kampung Teladas.

Informasi yang diperoleh melalui wawancara mendalam dari tokoh-tokoh

tua, bahwa selama ini pola-pola hubungan antar masyarakat masih banyak

dipengaruhi oleh kultur organisasi islam, seperti NU atau Muhammadiyah.

Meskipun begitu, situasi kondusif selama ini dapat tercipta dan terjaga walaupun

ada sebagian kecil masyarakat di Kampung Teladas memeluk agama di luar

agama Islam, seperti Katholik, Kristen, atau Hindu. Jumlah penduduk Kampung

Teladas berdasarkan agama dan jumlah tempat ibadah dapat dilihat dalam Tabel-

tabel berikut ini:

Tabel III

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Kampung Teladas Baru Tahun 2016

No Agama Jumlah

1. Islam 3162

2. Katholik -

3. Kristen 20

4. Hindu 40

5. Budha 2

Jumlah 3224

Sumber : Data Dinding Kampung Teladas, Kecamatan Dente Teladas, Juni 2016

Page 62: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

47

Tabel IV

Jumlah Tempat Ibadah Kampung Teladas Baru Tahun 2016

No Agama Jumlah

1. Masjid 5

2. Pura 1

3. Gereja 0

4. Wihara 0

Jumlah 6

Sumber : Data Dinding Kampung Teladas, Kecamatan Dente Teladas, Juni 2016

D. Aspek Perekonomian

Secara umum mata pencaharian yang dijadikan sebagai sumber

perekonomian warga masyarakat Teladas Baru dapat teridentifikasi ke dalam

beberapa bidang mata pencaharian, seperti: Nelayan, buruh nelayan, petani, buruh

tani, PNS, karyawan swasta, pedagang, wiraswasta, pensiunan, buruh

bangunan/tukang, dan peternak.71

Jumlah penduduk di desa Teladas Baru

berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

71 Dokumentasi Kantor Lurah Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tanggal 26 November 2018

Page 63: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

48

Tabel V

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Teladas Baru Tahun 201672

No

Jenis Pekerjaan

Jumlah

1. Petani 253

2. Buruh 235

3. PNS/TNI/POLRI 4

4. Pedagang 60

5. Wirausaha 15

8. Tukang 43

7. Nelayan 358

Jumlah 968

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa warga masyarakat di

Teladas Baru memiliki alternatif pekerjaan selain sektor perikanan dan pertanian.

Setidaknya karena kondisi lahan pertanian mereka sangat tergantung dengan curah

hujan alami. Di sisi lain, air irigasi yang ada tidak dapat mencukupi untuk

kebutuhan lahan pertanian di Teladas Baru secara keseluruhan terutama ketika

musim kemarau. Sehingga mereka pun dituntut untuk mencari alternatif pekerjaan

lain.

72

Ibid.

Page 64: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

49

E. Aspek Pemerintahan

1. Pembagian Wilayah

Dengan luas wilayah 5.000 Ha Kampung Teladas terdiri dari :

Dusun : 7 Dusun

Rukun Tetangga : 25 RT

2. Struktur Organisasi Pemerintah Teladas Baru

Berikut struktur organisasi pemerintah desa Teladas Baru dan nama para

aparat pemerintah:

Struktur Organisasi Pemerintah Teladas Baru tahun 2016

KADUS

VI

KADUS

V

KADUS

IV

KADUS

III

KADUS

II

BENDAHARA STAF

KADUS

I

KAUR

PEMERINTAHAN

KAUR

PEMBANGUNAN

KAUR

UMUM

KADUS

VII

4 RT 2 RT 2 RT 5 RT 3 RT 6 RT

KEPALA KAMPUNG

SEKRETARIS

3 RT

Page 65: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

50

Tabel VI

Daftar Nama Aparat Pemerintah Kampung Teladas Baru Tahun 2016

No Nama Jabatan

1. ABDUL MAJID Kepala Kampung

2. AMANTI THAYIB Sekretaris Kampung

3. FAJAR WAHYUDI Bendahara

4. SYAIFUL ANWAR Staf

5. JAMALUDIN Kepala Urusan Pemerintah

6. IBRAHIM ANWAR Kepala Urusan Umum

7. SAID TAMBUH Kepala Urusan Pembangunan

8. ANWAR. AS Kadus I ( Teladas Udik )

9. ISAK Kadus II ( Teladas Tengah )

10. SEPRIYADI Kadus III ( Teladas Ilir )

11. AGUS CIK Kadus IV ( Teladas baru )

12. HI. WETTO Kadus V ( Teladas Lestari )

13. KASBANI Kadus VI ( Marga Jaya )

14. PURWANTO Kadus VII ( Marga Indah )

15. WAHID. CA RK I RT 1

16. SOMAT RK I RT 2

17. SULAIMAN RKI RT 3

18. SAHRI SENEN RKI RT 4

19. NURYADI RK II RT 1

20. PADLI RK II RT 2

21. MURSALIN. MZ RK III RT 1

22. SUHAILI RK III RT 2

23. BAMBANG. S RK IV RT 1

24. JUMIRIN RK IV RT 2

25. WINARTO RK IV RT 3

26. SRIYONO RK IV RT 4

27. SAMSUL BAHRI RK IV RT 5

28. AMBO DALLE RK V RT 1

29. SARIFUDIN RK V RT 2

Page 66: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

51

30. AAN SATRIANSYAH RK V RT 3

31. AHMAD RIYADI RK VI RT 1

32. WANDI RK VI RT 2

33. RIYANTO RK VI RT 3

34. SIRUN RK VI RT 4

35. ABU TALIB RK VI RT 5

36. GUSTI SANDI RK VI RT 6

37. DWI ARI SUSANTO RK VII RT 1

38. NURSODIK RK VII RT 2

39. S. ARIFIN RK VII RT 3

(Sumber:Dokumentasi Kantor Lurah Teladas Baru Kec. Dente Teladas 2016)

Tabel VII

Daftar Nama Anggota Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Kampung

Teladas Baru Tahun 2016

No Nama Jabatan

1. SODRI. AS Ketua

2. CAPLI Wakil Ketua

3. DADANG IRAWAN Sekretaris

4. MURSAD Anggota

5. SUWANDI Anggota

6. KADIR Anggota

7. SUKANDAR Anggota

8. ARIS RAHMAN Anggota

9. SAPRI SAHIDIN Anggota

(Sumber:Dokumentasi Kantor Lurah Teladas Baru Kec. Dente Teladas 2016)

Page 67: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

52

Berdasarkan Tabel diatas bahwa Para aparat pemerintahan mempunyai

tugas masing-masing yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan desa

tersebut. Selaku pemangku kepentingan, yaitu pihak-pihak yang berkepentingan

yang mengatasi permasalahan dan pihak yang akan terkena dampak hasil

perencanaan pembangunan di kampung antara lain:

a. Pemerintahan Kampung, adalah Kepala Kampung dan Perangkat

Kampung sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah Kampung.

b. Badan Permusyawaratan Kampung (BPK), adalah lembaga yang

merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

kampung.

c. Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah

lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai kebutuhan mitra

pemerintah kampung dalam memperdayakan masyarakat, antara lain:

LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kampung)

1) POKMAS

2) POSDAYA

3) RT (Rukun Tetangga)

d. Tokoh Masyarakat adalah tokoh adat, tokoh agama, tokoh wanita, tokoh

pemuda dan pemuka-pemuka masyarakat lainnya.

e. Lembaga kemasyarakatan lain:

1) PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga)

2) Karang Taruna

3) Kelompok Tani

4) Kelompok Nelayan

Page 68: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

53

f. SKPD ( Satuan Kerja Pemerintah Daerah ) Kab. Tulang Bawang yang

berkaitan langsung dengan program pembangunan dan pemberdayaan

Masyarakat Pedesaan.

Secara umum pelayanan pemerintahan Kampung Teladas kepada

masyarakat cukup memuaskan. Dalam beberapa sesi wawancara langsung dengan

masyarakat Kampung Teladas yang dipilih secara acak, terungkap bahwa dalam

memberikan pelayanan pengurusan administrasi kependudukan, pertanahan, dan

lain-lain dikerjakan dengan cepat dan dilayani selama 24 jam baik pelayanan pada

jam kerja di kantor maupun di luar jam kerja di rumah kepala kampung, sekretaris

kampung atau perangkat kampung lainnya.73

73 Dokumentasi Kantor Lurah Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tanggal 28 November 2018.

Page 69: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

54

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Penentuan serta Kedudukan Tanah sebagai Mahar dalam Adat

Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas

Kabupaten Tulang Bawang

Adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang berfungsi sebagai tata

kelakuan.74

Kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap,

pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama ditirukan oleh simbol-

simbol yang menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok

manusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi

kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham, dan terutama keterkaitan

terhadap nilai-nilai.75

Dipandang dari sisi kebudayaan, maka perkawinan merupakan tatanan

kehidupan yang mengatur kelakuan manusia. Selain itu perkawinan juga mengatur

hak dan kewajiban serta perlindungannya terhadap hasil-hasil perkawinan yaitu

anak-anak, kebutuhan seks (biologis), rasa aman (psikologis), kebutuhan

ekonomi, dan lain-lain.

Sama halnya dengan masyarakat Bugis yang berada di Teladas Baru,

Perkawinan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

74 Koentjaningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: PT. Gramedia, 2008), Cet

ke-23 , hlm 1. 75

M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: PT.Refika Aditama, 1998), Edisi 3, Cet.

ke-6 hlm 11.

Page 70: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

55

Sistem perkawinan di Teladas Baru sangat kental dengan adat bugis yang berlaku

di daerah tersebut, dan dikenal sebagai salah satu perkawinan yang kompleks,

karena mempunyai rangkaian prosesi yang sangat panjang dan syarat-syarat yang

sangat kental ini tidak lepas dari budaya yang berlaku di suku bugis Teladas Baru.

Masyarakat Bugis Teladas Baru mempunyai Tahapan-tahapan acara serta prosesi

upacara yang harus dilakukan sebelum hingga terlaksanannya perkawinan, yaitu:

1. Tahap Menjodohkan

Proses paling awal menuju perkawinan dalam adat Bugis adalah

perjodohan. Orang Bugis Teladas Baru pada umumnya mempunyai

kecenderungan memilih jodoh dari lingkungan keluarga sendiri karena dianggap

sebagai hubungan perkawinan atau perjodohan yang ideal.

2. Mammanu‟-manu‟ (penjajakan)

Mammanu‟-manu‟ (penjajakan) atau biasa juga disebut mappese‟-pesse‟,

mattiro, atau mabbaja laleng adalah suatu kegiatan penyelidikan yang biasanya

dilakukan secara rahasia oleh seorang perempuan dari pihak laki-laki untuk

memastikan apakah gadis yang telah dipilih sudah ada yang mengikatnya atau

belum. Dari hasil penyidikan, apabila diketahui calon mempelai belum ada yang

meminang, maka tahap yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan lamaran.

prosesi ini pada prinsipnya sejalan dengan tuntutan Islam dalam Peminangan.

Berkenaan dengan ini, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur‟an surah Al-

Baqarah ayat 235:76

76

Al- Baqarah (2): 235

Page 71: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

56

ٱللو عي فصؾ ف أ نخ ؽ

و أ

خطتث ٱىنصاء أ ا عروضخ ةۦ ػي اح عييؾ ول ج

ول تلزم لروفا و ل ك ا ن تلل أ ا إلو و س اعدو ؾ لو ح و ول شخذنرون وؾ

عل أ دة ا

فٱحذروه وٱ فصؾا ف أ يلي نو ٱللو

أ ا ۥ وٱعي جي

يتيغ ٱىهتب أ نو ٱلنكح حتو

أ ا عي

غفر حيي ٱللو

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran

atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah

mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu

janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali

sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma‟ruf. Dan janganlah

kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis „iddahnya.

Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka

takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyantun”.

3. Madduta atau Massuro (meminang)

Massuro Artinya pihak laki-laki mengutus beberapa orang terpandang,

baik dari kalangan keluarga maupun selain keluarga, untuk menyampaikan

lamaran kepada pihak keluarga gadis. Utusan itu harus orang yang dituakan dan

tau seluk beluk Madduta. Ia harus pandai membawa diri agar keluarga si gadis

tidak merasa tersinggung. Tahap ini adalah kelanjutan dari tahap Mappese‟-

pesse‟.

4. Mappassiarekeng (mengukuhkan kesepakatan)

Kata Mappassiarekeng, artinya mengikat dengan kuat. Upacara ini bisa

disebut pula Mappettu ada. Mappasiarekeng Berarti mengukuhkan kembali

kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Acara ini dilaksanakan di

Page 72: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

57

tempat mempelai perempuan. Pada saat inilah akan dibicarakan secara terbuka

segala sesuatu terutama mengenai hal-hal yang prinsipil. Ini sangat penting karena

kemudian akan diambil kesepakatan atau mufakat bersama, kemudian dikuatkan

kembali keputusan tersebut (mappasiarekeng). Pada saat Mappettu ada akan

disepakati beberapa perjanjian, diantaranya:77

1) Mahar / Sompa

Mahar/Sompa adalah barang pemberian dapat berupa uang atau harta

dari mempelai laki-laki untuk memenuhi syarat sahnya pernikahan.

Besarnya sompa telah ditentukan menurut golongan atau tingkatan derajat

gadis.

2) Uang Acara / Dui menre‟

Dui menre‟ adalah sejumlah uang yang akan diserahkan oleh pihak

laki-laki pada pihak perempuan. Hal ini dilakukan oleh pihak perempuan

untuk mengetahui kerelaan atau kesanggupan berkorban dari pihak laki-laki

sebagai perwujudan keinginannya untuk menjadi anggota keluarga. Dui

menre‟ ini akan digunakan oleh pihak perempuan dalam rangka membiayai

pesta pernikahannya. Besarnya jumlah uang belanja ditetapkan berdasarkan

aturan adat namun kadang sesuai permintaan keluarga perempuan, bisa juga

berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

3) Penentuan hari nikah /Tanra Esso

Penentuan hari pernikahan (tanra esso) atau penentuan saat akad

nikah biasanya disesuaikan dengan penanggalan berdasarkan tanggal dan

77

Daniel Javar, Penetapan Mahar Pada Suku Bugis Dalam Pandangan Islam. Skripsi Mahasiswa

Fakultas Syariah Jurusan Hukum Keluarga IAIN Salatiga. (2017).

Page 73: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

58

bulan Islam. Setelah mengetahui hari pelaksanaan akad nikah (menre‟

botting) dengan sendirinya prosesi adat lainnya seperti malam pembersihan

diri, malam pacar atau mappacci, (tudampenni, wenni mappacci) serta

mapparola (mengunjungi keluarga mempelai pria) sudah diketahui pula.

Upacara mappacci, pada malam tudampenni, atau malam pacar biasanya

dilakukan sehari atau beberapa hari sebelum hari pernikahan. Sedangkan

mapparola dilakukan sehari atau beberapa hari setelah hari pernikahan

dilangsungkan.

5. Mappaisseng dan mattampa (Menyebarkan Undangan)

Setelah kegiatan madduta atau peminangan telah selesai dan menghasilkan

kesepakatan, maka kedua pihak keluarga calon mempelai akan menyampaikan

kabar mengenai pernikahan ini, bisaanya yang diberi tahu adalah keluarga yang

sangat dekat, tokoh masyarakat yang dituakan, serta tetangga-tetangga dekat,

berhubung mereka inilah yang akan mengambil peran terhadap kesuksesan semua

rangkaian upacara perkawinan ini.

Dalam Islam Mappaisseng disebut I‟lan (mengumumkan pernikahan).

I‟lan nikah bertujuan untuk mengumumkan dan memberitahukan kepada

masyarakat setempat bahwa si anu telah menikah dengan si anu, sekaligus hendak

berbagi kebahagiaan antara pengantin dengan masyarakat setempat.

Mengumumkan suatu pelaksanaan upacara termasuk pernikahan sangat

dianjurkan, karena bukan hanya berfungsi sebagai bentuk silaturahmi tetapi juga

memiliki fungsi antara lain untuk memberitakan kepada masyarakat mengenai

perubahan tingkat hidup yang telah dicapai seseorang agar tidak menimbulkan

Page 74: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

59

fitnah dikemudian hari. Bagi semua masyarakat mengumumkan upacara

pernikahan dianggap penting karena merupakan upacara peralihan dari tingkat

hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga.

6. Mappatettong sarapo atau baruga (mendirikan bangunan)

Mappatettong sarapo adalah mendirikan bangunan tambahan untuk tempat

pelaksanaan acara perkawinan. Sarapo adalah bangunan tambahan yang didirikan

di samping kiri/kanan rumah induk sedangkan baruga adalah bangunan tambahan

yang didirikan terpisah dari rumah induk.

7. Mappassau Botting dan Cemme Passili (merawat dan memandikan pengantin)

Mappasau atau mandi uap yaitu perawatan pengantin (ripasau/mappasau).

Bisaanya perawatan ini dilakukan di rumah mempelai wanita sebelum hari H

perkawinan 3 atau 7 hari berturut-turut namun saat ini bisaanya hanya dilakukan 1

kali saja pada saat sebelum kegiatan mappacci. Ripasau atau mappasau ini

dilakukan pada satu ruangan tertentu yang terlebih dahulu dipersiapkan dengan

memasak berbagai macam ramuan yang terdiri dari daun sukun, daun coppeng

(sejenis buah blueberry), daun pandan, kemiri 1 buah, cengkeh 18 biji, bunga

melati dan akar-akaran yang harum dalam belanga yang besar. Namun, sebelum

kegiatan ini, terlebih dahulu pengantin memakai bedak basah atau lulur yang

terdiri atas beras yang telah direndam dan telah ditumbuk halus bersama kunyit

dan akar-akaran yang harum ditambah dengan rempah-rempah. Ramuan ini

kemudian dilulurkan ke seluruh permukaan badan. Ramuan yang terdapat dalam

belanga member arti sennaureng (harapan) sebagai doa semoga mempelai dapat

hidup rukun.

Page 75: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

60

8. Mappanre Temme (khatam al-Quran)

Mappanre Temme (khatam al-Quran) dan pembacaan barzanji dilaksanakan

Sebelum memasuki acara mappaci, terlebih dilakukan acara khatam al-Quran dan

pembacaan barzanji sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT dan

sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW.

9. Mappacci atau Tudammpenni (mensucikan diri)

Tahap ini adalah upacara adat mappacci yang dilaksanakan pada waktu

tudampenni, menjelang acara akad nikah/ijab qabul keesokan harinya. Upacara

mappacci adalah salah satu upacara adat Bugis yang dalam pelaksanaannya

menggunakan daun pacar atau Pacci. Sebelum kegiatan ini dilaksanakan bisaanya

dilakukan dulu dengan mappanré temme (khatam Al-Qur‟an) dan barazanji. Daun

pacci ini dikaitkan dengan kata paccing yang maknanya adalah kebersihan dan

kesucian. Dengan demikian pelaksanaan mappacci mengandung makna akan

kebersihan raga dan kesucian jiwa.

10. Mappenre Botting (mengantar pengantin)

Mappenre Botting Merupakan kegiatan mengantar pengantin laki-laki ke

rumah pengantin perempuan untuk melaksanakan akad nikah. Mempelai Pria

diantar ole iring-iringan diantaranya indo‟ botting, dua orang Paseppi

(pendamping Mempelai) yang terdiri dari anak laki-laki, Beberapa kerabat, atau

orang tua sebagai saksi-saksi pada acara akad nikah, pembawa hadiah dan lain-

lain.

11. Akad Nikah

Page 76: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

61

Acara akad nikah dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur‟an yang

dilanjutkan dengan pemeriksaan berkas pernikahan, penandatanganan berkas

dan juga serah terima mahar/sompa. Pihak yang bertandatangan adalah

pengantin laki-laki, pengantin perempuan, wali dan 2 orang saksi. Kemudian

dilanjutkan dengan penyerahan perwalian dari orang tua atau wali pengantin

perempuan kepada imam Kampung/penghulu yang akan menikahkan jika orang

tua mempelai perempuan mewalikan anaknya. Pengantin laki-laki duduk bersila

siap melaksanakan akad nikah. Pengantin laki-laki dibimbing oleh imam untuk

menjawab pertanyaan imam, setelah merasa cukup maka ijab kabulpun

dilaksanakan. Beberapa bacaan yang diucapkan oleh imam harus diikuti oleh

pengantin laki-laki seperti: istigfar, syahadatain, shalawat, lalu ijab qabul.

Proses ijab qabul ini biasanya diulang 2-3 kali untuk memperjelas

ketepatan jawaban laki-laki. Setelah itu pengantin laki-laki membaca sighat

taklik talak. Selama proses ini mempelai perempuan tetap berada di dalam

kamar pengantin.

Gambar 3

Proses Akad Nikah di Teladas Baru

12. Mappasikarawa atau mappasiluka (persentuhan pertama)

Page 77: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

62

Setelah akad nikah selesai maka dilanjutkan dengan acara mappasikarawa

(menyentuh). Acara ini merupakan kegiatan mempertemukan mempelai laki-laki

dengan pasangannya. Pengantin laki-laki diantar oleh seseorang yang dituakan oleh

keluarganya menuju kamar pengantin. Kegiatan ini bisaa disebut juga dengan

mappalettu nikka. Setiba di kamar, oleh orang yang mengantar menuntun pengantin

laki-laki untuk menyentuh bagian tertentu dari tubuh pengantin perempuan. Ada

beberapa variasi bagian tubuh yang disentuh, antara lain:

a. Ubun-ubun, bahkan menciumnya agar laki-laki tidak diperintah oleh istrinya.

b. Bagian atas dada, agar kehidupan keluarga dapat mendatangkan rezeki yang

banyak seperti gunung.

c. Jabat tangan atau ibu jari, diharapkan nantinya kedua pasangan ini saling

mengerti dan saling memaafkan

13. Pesta Tudang Botting

Setelah akad perkawinan berlangsung, biasanya diadakan acara resepsi

(walimah) dimana semua tamu undangan hadir untuk memberikan doa restu dan

sekaligus menjadi saksi atas pernikahan kedua mempelai agar mereka tidak

berburuk sangka ketika suatu saat melihat kedua mempelai bermesraan.

Teladas Baru merupakan salah satu daerah yang terletak di Kecamatan

Dente Teladas, yang mana masyarakat Suku Bugis yang menetap di daerah

tersebut tumbuh dengan budaya dan peradaban tersendiri. Salah satu kebudayaan

yang ada di Teladas Baru yang masih sangat kental dengan tradisi pernikahannya

seperti adanya mahar berupa tanah atau yang lebih dikenal dengan Sompa Tanah.

Page 78: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

63

Tradisi ini sudah ada sejak dulu dan masih berlangsung hingga saat ini yang sudah

mengakar layaknya kepercayaan.

Adat Sompa Tanah sebagai mahar ini adalah pemberian dari seorang suami

terhadap wanita yang akan dinikahi sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah

pihak atau dengan kata lain Sompa merupakan mahar (dalam Islam), yang berupa

uang atau benda sebagai salah satu syarat sahnya perkawinan. Yang mana jumlah

sompa ini sebagaimana yang diucapkan mempelai laki-laki pada saat akad nikah,

dan menurut ketentuan adat jumlahnya bervariasi menurut tingkatan strata sosial

atau tingkatan sosial seseorang.78

Berdasarkan dari penjelasan diatas, bahwa didalam masyarakat suku Bugis

khususnya di Teladas Baru Sompa itu ditetapkan sesuai dengan status sosial

wanita tersebut. Lapisan sosial masyarakat sebagai pembeda kadar tingkat sosial

yang dimaksud yaitu: garis keturunan, kekayaan, jenis pekerjaan, tingkat

pendidikan dan lain-lain. Masyarakat Bugis Teladas Baru pada umumnya Sompa

yang diberikan kepada wanita yang akan dinikahi yaitu berupa barang yang

berharga, seperti sawah, tanah, kebun, tanah darat (tanah kosong) dan perumahan.

Sompa sebagai Mahar tersebut cenderung ditentukan berdasarkan strata sosial

pengantin perempuan, tetapi strata sosial di sini tidak hanya disebabkan oleh

karena ia keturunan bangsawan, tetapi dapat juga disebabkan karena pihak

perempuan berasal dari orang berada, mempunyai jabatan, jenis pekerjaan ataupun

jenjang pendidikan yang telah ditempuh.79

78 Wawancara dengan Tini. Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tulang Bawang

Tanggal 19 November 2018. 79

Nurlia Dan Nurasiah, Sunrang Tanah sebagai Mahar untuk Meningkatkan Indentitas Diri

Perempuan dalam Perkawinan Bugis, Jurnal Dakwah Tabligh, Volume 18, Nomor 1, 2017, hlm. 3

Page 79: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

64

Mayoritas Suku Bugis di Teladas Baru lebih mengutamakan Sompa berupa

tanah secara langsung daripada memberikan Sompa dalam bentuk Uang. Hal ini

nampak pada Tabel dibawah ini:

Tabel VII

Sompa Tanah Yang diberikan dalam Perkawinan Suku Bugis Teladas Baru

Tahun 2017 dan 2018

No Nama Pasangan Wali Nikah Tahun

Menikah

Sompa (Mahar)

1. Amir dan Kasma Ahmad Tang

(Ayah Kasma)

2017 2 Hektar Tanah

Kosong

2. Anwar dan Vita Sunardi

(Ayah Vita)

2018 1 Hektar Sawah

3. Assek & Annisa Suhak (Ayah

Annisa)

2018 1 Hektar Sawah

4. Coktang & Fitri Bahek (Paman

Fitri)

2018 1 Hektar Tanah

Kosong

Berdasarkan tabel diatas yang penulis dapatkan dari informan, yaitu Daeng

Talebbi selaku ketua adat bugis di Teladas Baru dan Saing selaku tokoh adat

Page 80: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

65

Teladas Baru. Daeng Talebbi menjelaskan bahwa masyarakat bugis di Teladas

Baru menentukan Sompa Tanah sebagai mahar dalam perkawinan dikarenakan

masyarakat bugis di daerah tersebut kebanyakan berprofesi sebagai petani

sehingga ini menjadi alasan mengapa Sompa Tanah sebagai salah satu syarat

wajib dalam melangsungkan perkawinan. Selain itu, ukuran luasnya tanah juga

dijadikan sebagai tingkatan strata sosial masyarakat di daerah Teladas Baru.80

Kemudian, Saing juga menjelaskan Sompa Tanah ini merupakan mahar yang

berbentuk tanah yang tidak bisa diganti dengan benda lain ataupun uang, Sompa

Tanah ini merupakan kewajiban bagi pihak calon mempelai laki-laki kepada

mempelai perempuan. Apabila ini tidak terpenuhi maka pernikahan akan

mengakibatkan kegagalan. Bagi mereka, tanah merupakan simbol

penghidupannya atau sumber mata pencahariannya. Di tanah itulah mereka

mencari nafkah dan ditanah itu jugalah mereka berasal dan akan kembali kepada

tanah. Artinya mereka mayoritas petani sehingga tanah ini merupakan simbol

penghidupannya dan manusia diciptakan dari tanah dan akan kembali kepada

tanah ketika meninggal.81

Penentuan jumlah mahar (Sompa) dalam perkawinan memang sering

menjadi perdebatan dikalangan masyarakat khususnya masyarakat Teladas Baru,

karena hal ini merupakan suatu yang memang harus ada dalam suatu perkawinan,

akan tetapi dalam penetuannya ditentukan sesuai dengan kesepakatan kedua belah

80 Wawancara dengan Daeng Talebbi. Ketua Adat di Teladas Baru Kec.Dente Teladas, Tulang

Bawang. Tanggal 24 November 2018. 81 Wawancara dengan Saing, Tokoh Adat di Teladas Baru Kec.Dente Teladas, Tulang Bawang.

Tanggal 20 November 2018.

Page 81: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

66

pihak dan terkadang juga melihat struktur dari keturunan keluarga masing-masing

dalam lingkungan masyarakat, tetapi itu hanya sebagian kecil yang lebih dominan

penentuan jumlah mahar (Sompa) dalam perkawinan masyarakat itu sesuai dengan

kemampuan dan kesepakatan bersama kedua belah pihak. Di dalam peraturan adat

bugis, bagi laki-laki yang mempunyai keturunan bangsawan diperbolehkan

menikah dengan perempuan biasa. Sedangkan bagi perempuan keturunan

bangsawan tidak boleh menikah dengan laki-laki biasa. Apabila laki-laki

bangsawan menikah dengan perempuan biasa, maka status kebangsawan laki-laki

tersebut akan dapat terjaga. Sedangkan bagi perempuan keturunan bangsawan

yang menikah dengan laki-laki biasa, maka status kebangsawanan dari perempuan

tersebut akan jatuh. 82

Berdasarkan uraian diatas, hal tersebut pun berlaku pada masyarakat Bugis

Teladas Baru yang mana dalam adat perkawinan, hal yang akan menjadi sorotan

dan menjadi bahan pembicaraan adalah seberapa besar atau luas mahar yang

diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Pada aspek inilah yang

akan menjadi buah bibir di masyarakat sekitar tempat tinggal mereka. Karena

pada dasarnya keluarga calon mempelai perempuan akan merasa terhormat dan

merasa bangga ketika menikahkan anaknya lantas Sompa Tanah yang diberikan

calon mempelai laki laki tergolong tinggi sehingga secara otomatis status sosial

mereka naik kelas seiring dengan adanya Sompa Tanah tersebut.

82

Wawancara dengan Aripin. Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tulang Bawang.

Tanggal 19 November 2018.

Page 82: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

67

Mengacu pada pendapat masyarakat bahwa Sompa Tanah sebagai mahar

dalam perkawinan itu sangat penting kedudukannya, sebab hal tersebut

merupakan merupakan faktor utama dalam dilangsungkannya suatu perkawinan,

lebih lanjut mahar (Sompa) penting kedudukannya dalam suatu perkawinan

karena hal ini sangat berperan penting, dan mahar (Sompa) hal ini apabila tidak

ada pada saat akan dilangsungkan ijab qabul, maka perkawinan itu dianggap tidak

sah apabila tidak menyebutkan mahar yang akan diberikan pihak calon mempelai

laki-laki kepada pihak calon mempelai perempuan. Hal ini dikuatkan dengan

pernyataan Daeng Patappa selaku masyarakat:

Kedudukan mahar (Sompa Tanah) dalam perkawinan masyarakat Teladas Baru

sangatlah penting, karena ini wajib dan harus ada, sebab sudah menjadi kebiasaan

masyarakat di Teladas Baru yang apabila ada suatu perkawinan harus ada hal

tersebut.83

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa Sompa Tanah sudah menjadi

kebiasaan di Teladas Baru dan berlangsung hingga saat ini. Sompa Tanah

merupakan hal wajib yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki ketika akan

melangsungkan pernikahan. Selain itu, Sompa Tanah bagi masyarakat Teladas

Baru memiliki nilai yang tinggi karena tanah merupakan suatu hal yang tidak

dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. Dengan

demikian, kedudukan Sompa Tanah sebagai mahar dalam adat perkawinan suku di

Teladas Baru adalah sebagai sumber mata pencaharian dan sebagai simbol

tingginya strata sosial di masyarakat.

83

Wawancara dengan Daeng Patappa. Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tulang

Bawang. Tanggal 24 November 2018.

Page 83: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

68

Memberikan Sompa Tanah sebagai Mahar sejatinya merupakan perbuatan

yang baik. Karena hal tersebut tidak menyalahi aturan-aturan yang ada dalam

hukum Islam. Selain itu juga, tanah yang dijadikan mahar bukanlah merupakan

barang atau benda-benda yang diharamkan dalam hukum Islam. Hanya saja dalam

penentuannya terkadang memberatkan pihak laki-laki untuk melangsungkannya

perkawinan. Dengan demikian Sompa Tanah dianjurkan untuk tidak

memberatkan, karena perkawinan sebagai Sunnah Nabi hendaknya dilakukan

penuh kesederhanaan dan tidak tidak berlebih-lebihan sehingga tidak ada unsur

pemborosan di dalamnya karena Islam sangat menetang pemborosan. Hal ini

sejalan dengan Firman Allah SWT dalam Qs.Al A‟Raf: 31.84

ول تسف ا ب وٱش مصجد وكا عد ك زينخؾ م خذوا تن ءا ۥ ل يب ي إو ا

سػين ٱل

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)

masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sompa Tanah Sebagai Mahar dalam

Adat Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru, Kecamatan Dente

Teladas Kabupaten Tulang Bawang.

84

Al-A‟raf (7):31.

Page 84: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

69

Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan

kehidupan sosial yang mana peraturan- peraturan hukumnya tidak tertulis dan

tumbuh serta berkembang dimasyarakat. Kemudian, peraturan hukum tersebut

dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat setempat, yang apabila bagi mereka yang

melanggarnya dikenakan sanksi. Karena itu, Hukum yang terdapat di masyarakat

menjadi cerminannya, hal ini dikarenakan kebudayaan memiliki corak sendiri,

mempunyai cara berpikir sendiri, maka hukum di dalam tiap masyarakat sebagai

salah satu cerminan masyarakat yang bersangkutan. Begitupun hukum adat di

Indonesia. Seperti halnya dengan semua hukum-hukum dibagian lain dunia ini,

maka hukum adat itu senantiasa tumbuh dari sesuatu kebutuhan hidup yang nyata,

cara hidup dan pandangan hidup keseluruhannya merupakan budaya masyarakat

tempat hukum adat itu berlaku. Disisi lain, karena adat merupakan wujud ideal

dari kebudayaan yang berfungsi sebagai tata kelakuan.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang serba agamis/religius, oleh

karenanya walaupun negara bukan negara agama, tapi tak dapat dielakkan bahwa

Indonesia adalah negara keagamaan, negara yang memperhatikan agama, bukan

negara sekulerisme85

yang hanya mengurus keduniawian saja. Jadi agama bagi

orang Indonesia jika tidak sebagai tujuan hidupnya, maka ia merupakan sebagian

dari hidupnya.86

Menurut Masyarakat Bugis Teladas Baru bahwa pemberian Sompa Tanah

sebagai mahar dalam perkawinan yaitu sebagai suatu jaminan kepada perempuan,

85 Sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus berdiri

terpisah dari agama atau kepercayaan. 86

Hilman Hadi Kusuma, Hukum Ketatanegaraan Adat, (Bandung: Penerbit Alumni, 1981), hlm

160.

Page 85: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

70

dimana ketika seseorang perempuan yang diberikan mahar tersebut menganggap

bahwa inilah salah satu bentuk nyata rasa tanggung jawab yang diberikan oleh

laki-laki kepada perempuan, dan setidaknya jaminan yang diberikan dapat

menjadi suatu jaminan secara materi guna memenuhi kebutuhan sehari-hari ketika

nanti mereka menjalani kehidupan sebagai suami istri. Pemberian Sompa Tanah

adalah mahar yang wajib ada dalam perkawinan adat suku bugis Teladas Baru dan

hal ini sama dengan ketentuan yang ada dalam hukum Islam bahwa mahar wajib

ada dalam perkawinan. Sebagaimana dalam surah An-Nisa ayat 4:87

ه وحء صدقءاتا ٱلىسا ىيس وفمى ءعه شي ه لكمفإن طب لتت مسي ا فكلي

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai

pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada

kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)

pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”

Hukum Islam bersifat universal sehingga ia mengatur segala aspek

kehidupan manusia. Namun bagaimanapun ia tidak bisa terlepas dari pengaruh

budaya atau adat dari suatu daerah tertentu di mana hukum Islam itu berkembang.

Oleh karenanya, ia perlu mengembangkan pemahaman yang melihat kepada

solusi yang diyakini merupakan tujuan dari hukum Islam dalam merealisasikan

kemaslahatan hidup manusia di dunia dan akhirat.88

87 An-Nisa‟ (4): 4. 88

Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, cet ke-1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hlm

85.

Page 86: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

71

Adat di dalam hukum Islam dikenal dengan „Urf yang secara etimologi

berarti mengetahui atau mengenal sesuatu serta yang baik.89

Dalam istilah ulama

ushul fiqh „Urf diartikan secara umum sebagai kebiasaan mayoritas umat dalam

perkataan maupun perbuatan.90

Karena adanya penerapan hukum Islam dalam

perkawinan, dalam hal ini suku bugis Teladas Baru tetap menggunakan prinsip-

prinsip ajaran Islam dalam menentukan mahar, walaupun dalam tata pelaksanaan

tetap menggunakan adat istiadat perkawinan suku Bugis. Hal ini dikarenakan,

mereka beranggapan bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip

ajaran Islam. Dengan demikian, Sompa Tanah sebagai mahar ini adalah

pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai bentuk keseriusan

dan bentuk nyata rasa tanggung jawab pihak laki-laki, serta sebagai jaminan

secara materi guna untuk kelangsungan hidup selanjutnya. Karena tidak

bertentangan dengan syariat Islam, dan setiap dalam prosesnya untuk menentukan

Sompa Tanah mengutamakan persetujuan kedua belah pihak. Sompa Tanah yang

dijadikan sebagai mahar ini dapat dikategorikan Al-„urf al-shahih.91

Sompa Tanah sebagai mahar dalam hukum adat perkawinan suku bugis di

tentukan oleh pihak perempuan yang harus disanggupi oleh pihak laki-laki dan

nominalnya di sepakati bersama. jika dikaitkan dengan ajaran Islam maka Sompa

Tanah ini adalah mahar yang berupa harta dan jelas keberadaannya. Dengan

demikian, bentuk mahar baik berdasarkan hukum adat perkawinan suku bugis dan

89

Nasroen Harun, ushul fiqh 1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm 89. 90 Ahmad Aziz Dahlan dan Satria Effendi, Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid IV (Jakarta: Ichtiar

Baru Van Hoeven, 1996), hlm 1877. 91

Wawancara dengan Ahmad Zein Tokoh Agama di Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas

Tanggal 28 November 2018.

Page 87: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

72

hukum Islam itu sama. Hanya saja untuk penentuan dan nominal itu lebih tinggi

dari yang dianjurkan.92

Jumlah mahar tidaklah ditentukan dalam syariat Islam. Akan tetapi, dalam

praktiknya di masyarakat banyak sekali yang menggunakan mahar berlebihan dan

terlalu mewah. Padahal Rasulullah SAW menjelaskan bahwa mahar tidaklah

harus mewah sebagaimana dijelaskan dalam haditsnya dengan sabda Rasulullah

yaitu:

ا تيسيس صداق ا، إن مه يمه المسأة تيسيس خطبت

“Sesungguhnya dari keberkahan seorang wanita adalah dengan meringankan

proses khitbah (lamaran) dan meringankan maharnya.” (HR. Ahmad No.

23957; Hasan).”93

Hadist diatas menjelaskan bahwa mahar yang diajarkan dalam Islam tidak

harus mewah. Akan tetapi, disesuaikan dengan kemampuan calon suami serta

hadist ini juga menjadi indikasi bahwa agama Islam sangat memberi kemudahan

dan tidak bersifat memberatkan.

Seiring perkembangannya, masyarakat Bugis tidak hanya berada di daerah

Sulawesi, akan tetapi telah menyebar keberbagai wilayah di Indonesia, salah

satunya adalah Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang

92 Wawancara dengan Katijan, Imam Masjid di Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas Tanggal

29 November 2018. 93 HR. Ahmad (No.23957), al-hakim (II/181), Ia menshahihkannya dan menilainya sesuai dengan

kriteria Al-Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak mengeluarkannya serta disetujui oleh Adz-

Dzhabi dan dihasankan oleh Syaikh Al-Bani dalam Shahiihul Jaami‟ (II/251) dan dalam Al-Irwaa‟

(VI/250).

Page 88: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

73

Bawang. Orang-orang suku Bugis membentuk komunitas tersendiri dengan

berbagai adat dan tradisi turun temurun yang diterapkan, Salah satunya adalah

adat dalam perkawinan yang masih berlaku sampai saat ini. Berdasarkan adat

tersebut, bahwa pemberian Sompa Tanah dalam perkawinan masyarakat Teladas

Baru adalah sangat penting kedudukannnya dalam suatu perkawinan sebab hal

tersebut merupakan faktor utama dalam dilangsungkannya suatu perkawinan.

Adapun dalam perkawinan terdapat beberapa unsur yang harus terpenuhi

demi kelancaran perkawinan tersebut, diantaranya adalah rukun dan syarat.

Sahnya suatu perkawinan dalam Hukum Islam adalah dengan terlaksananya akad

nikah yang memenuhi syarat-syarat dan rukunnya.94

Rukun dan syarat

menentukan suatu perbuatan hukum terutama menyangkut dengan sah atau

tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung

arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus

terpenuhi. Adapun rukun dan syarat perkawinan adalah sebagai berikut:

1. Rukun Perkawinan95

a. Adanya calon mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang akan

melakukan perkawinan.

b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.

c. Adanya dua orang saksi yang menyaksikan akad perkawinan tersebut.

d. Shigat akad nikah yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya

dari pihak wanita dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.

94

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Universitas Indonesia, Jakarta, 1986), hlm.

198. 95

Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia…., hlm 47.

Page 89: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

74

2. Syarat Perkawinan96

a. Calon Suami, Syarat-syaratnya:

1) Beragama Islam.

2) Laki-laki.

3) Jelas Orangnya.

4) Dapat memberikan persetujuan.

5) Tidak terdapat halangan perkawinan.

b. Calon Istri, Syarat-Syaratnya:

1) Beragama Islam

2) Wanita.97

3) Tidak dalam keadaan ihrom.

4) Dapat dimintai persetujuan.

5) Tidak terdapat halangan perkawinan.

c. Wali Nikah, Syarat-syaratnya:

1) Laki-laki.

2) Dewasa.

3) Mempunyai hak perwalian.

4) Tidak terdapat halangan perwaliannya.

d. Saksi Nikah, Syarat-syaratnya:

1) Minimal dua orang laki-laki.

2) Hadir dalam ijab qabul

3) Dapat mengerti maksud akad

96 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan…., hlm 62-63. 97

UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Bandung: Citra

Umbara), hlm. 232

Page 90: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

75

4) Islam

5) Dewasa

e. Ijab Qabul, Syarat-syaratnya:

1) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali.

2) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai.

3) Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata

tersebut.

4) Antara ijab dan qabul bersambungan.

5) Antara ijab dan qabul jelas maksudnya.

6) Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau

umrah.

7) Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang yaitu

calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua

orang saksi.

Menurut T.M Hasbi Ash-Shidiqie dalam bukunya Pengantar Hukum Islam

menyatakan bahwa masalah hubungan hukum adat dengan hukum Islam, adat

dapat dimasukkan asal tidak bertentangan dengan akidah Hukum Islam.

Kemudian menurut Sobhi Muhmassani, agar dapat dijadikan hukum, syarat-

syaratnya adalah sebagai berikut:

1. Adat itu diterima oleh perasaan, akal sehat dan diakui oleh masyarakat umum.

2. Sudah dilakukan berulang kali dan telah berlaku umum dalam masyarakat.

3. Telah ada pada waktu transaksi dilangsungkan.

4. Tidak ada persetujuan lain antara kedua belah pihak.

Page 91: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

76

5. Tidak bertentangan dengan nash Al-Qur‟an dan hadist Rasulullah SAW atau

tidak bertentangan dengan syariat Islam.98

Hal tersebut sesuai dengan kaidah berikut yaitu:

العادة محكمة

“Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum”

Yang dimaksud dengan kaidah ini bahwa di suatu keadaan, adat bisa

dijadikan pijakan untuk mencetuskan hukum ketika tidak ada dalil dari syari‟.

Namun, tidak semua adat bisa dijadikan pijakan hukum. Secara bahasa, al-„adah

diambil dari kata al-„awud ( العود ) atau al-mu‟awadah ( المؤدة ) yang artinya

berulang ( التكرار ). Oleh karena itu, tiap-tiap sesuatu yang sudah terbiasa

dilakukan tanpa diusahakan dikatakan sebagai adat. Dengan demikian sesuatu

yang baru dilakukan satu kali belum dinamakan adat.99

Hal ini sesuai dengan

Dasar Hukum dalam Al-Qur‟an Surah Al-A‟raf ayat 199:100

أعفخر ٱل أععسبٱل مس ليه جٱل عه سضف

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma‟ruf, serta

berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”

98 Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam ( Sejarah Timbul dan Berkembangnya

Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia), hlm 34. 99 Dahlan, Tamrin, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Kulliyah al-Khamsah), (Malang: UIN Maliki

Press,2010). hlm. 203. 100 Al-A‟Raf (7):199.

Page 92: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

77

Jadi, maksud kaidah diatas bahwa sebuah tradisi baik umum atau yang

khusus itu dapat menjadi sebuah hukum untuk menetapkan hukum syariat islam.

Namun, bukan berarti setiap adat kebiasaan dapat diterima begitu saja, karena

suatu adat bisa diterima jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Tidak bertentangan dengan syari‟at.

2. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan tidak menghilangkan kemashlahatan.

3. Telah berlaku pada umumnya orang muslim.

4. Tidak berlaku dalam ibadah mahdah.

5. „Urf tersebut sudah memasyarakat ketika akan ditetapkan hukumnya.101

Berdasarkan kaidah tersebut jika digunakan untuk menganalisis Sompa

Tanah sebagai mahar suku Bugis, di sana tidak kita dapatkan kesesuaian,

dikarnakan pemberian Sompa Tanah sebaga mahar suku Bugis merupakan sebuah

tradisi yang sudah menjadi adat istiadat, namun bilamana kita kaitkan dengan

syarat kapan sebuah adat bisa dikategorikan sebagai pijakan atau penetapan

hukum maka adat dalam penetapan Sompa Tanah sebagai mahar suku tidak

termasuk dalam beberapa syarat tersebut, oleh karena itu jika adat-istiadat suku

manapun yang didalamnya bertentangan atau tidak sesuai dengan syariat Islam

maka ditolak.

Hukum dari Sompa Tanah sebagai mahar menurut Islam adalah Mubah. Hal

ini dikarenakan Islam tidak menetapkan batas minimal dan maksimal jumlah

mahar yang dibebankan kepada pihak mempelai pria. Kadar mahar disesusaikan

101

Muchlis, Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukum Islam (Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan

Fiqhiyah), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2002), hlm. 210

Page 93: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

78

dengan kebiasaan, kondisi, situasi dan tradisi masyarakat, tempat dan keluarga

masing-masing. Tetapi, apabila telah masuk dalam adat maka hukumnya wajib.

Hal ini berkaitan dan terdapat di dalam kaidah-kaidah hukum Islam yang dapat

dijadikan pijakan sebagai suatu hukum Islam yang mengakui efektifitas adat

istiadat dalam interpretasi hukum. Pemberian Sompa Tanah sebagai mahar dalam

perkawinan suku bugis merupakan tradisi yang bersifat umum dan berlaku pada

masyarakat suku bugis khususnya di Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas,

yang harus dilakukan oleh masyarakat setempat dan selama hal ini tidak

bertentangan dengan akidah dan syariat Islam maka hal tersebut diperbolehkan

untuk diterapkan dalam perkawinan.102

102

Wawancara dengan Ahmad Zein Tokoh Agama di Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas

Tanggal 28 November 2018.

Page 94: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

79

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang berjudul Sompa Tanah Sebagai Mahar dalam

Adat Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas

Kabupaten Tulang Bawang di Tinjau dari Hukum Islam. Maka sebagai akhir dari

hasil penelitian dapat di peroleh kesimpulan adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat Bugis Teladas Baru dalam penentuan mahar berdasarkan strata

sosial pengantin perempuan, tetapi strata sosial di sini tidak hanya disebabkan

oleh karena ia keturunan bangsawan, tetapi dapat juga disebabkan karena

pihak perempuan berasal dari orang berada, mempunyai jabatan, jenis

pekerjaan ataupun jenjang pendidikan yang telah ditempuh. tetapi itu hanya

sebagian kecil yang lebih dominan penentuan jumlah mahar (sompa) dalam

perkawinan masyarakat itu sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan

bersama kedua belah pihak. Selain itu, Sompa Tanah sangat penting

kedudukannya dalam suatu perkawinan khususnya pada masyarakat Bugis

Teladas Baru karena hal ini sangat berperan penting, dan Sompa Tanah ini

apabila tidak ada pada saat akan dilansungkan ijab qabul, maka perkawinan

itu dianggap tidak sah apabila tidak menyebutkan mahar yang akan diberikan

pihak calon mempelai laki-laki kepada pihak calon mempelai perempuan.

2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sompa Tanah sebagai mahar menjelaskan

bahwa Hukum dari Sompa Tanah menurut Islam adalah Mubah. Hal ini

Page 95: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

80

dikarenakan selain tidak ada dalil yang melarang, di dalam Islam juga tidak

menetapkan batas minimal dan maksimal jumlah mahar yang dibebankan

kepada pihak mempelai pria. Kadar mahar disesusaikan dengan kebiasaan,

kondisi, situasi dan tradisi masyarakat, tempat dan keluarga masing-masing.

Tetapi, apabila telah masuk dalam adat maka hukumnya wajib. Hal ini

berkaitan dan terdapat di dalam kaidah-kaidah Hukum Islam yang dapat

dijadikan pijakan sebagai suatu hukum Islam yang mengakui efektifitas adat

istiadat dalam interpretasi hukum. Dengan demikian, selama hal ini tidak

bertentangan dengan akidah dan Syariat Islam maka Sompa Tanah

diperbolehkan untuk diterapkan dalam perkawinan.

B. Saran

1. Tradisi yang ada pada masyarakat Bugis yang berdomisili di desa Teladas

Baru, Khususnya yang berkaitan dengan Sompa Tanah harus dilestarikan.

Namun, dalam membuat peraturan tersebut para tokoh adat harus

mempertimbangkan kondisi masyarakat setempat. Karena tidak semua

masyarakat memiliki harta kekayaan yang berlebihan.

2. Bagi masyarakat yang beragama Islam agar selalu memutuskan atau

menetapkan segala sesuatu haruslah ajaran agama yang menjadi landasan

ataupun pijakan pertama, karna apa yang telah ditetapkan dalam ajaran

agama akan selalu mendatangkan kebaikan dan manfaat besar bagi umat.

Page 96: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

81

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku/Literatur dan Kitab

Abu Achmad dan Narbuko Cholid, Metode Penelitian, Jakarta: Bumi

Aksara, 2007.

A. Djazuli, Ilmu Fiqh, Jakarta: Prenada Media Group, 2005.

A.Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah),

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedia Islam, jilid 3, Jakarta: Ichtiar Baru

Van Hoeve, 2005.

Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munaqahat, Jakarta Timur: PRENADA

MEDIA, 2003.

Ahmad Aziz Dahlan dan Satria Effendi, Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid

IV Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeven, 1996.

Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1995.

Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh

Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana

Prenada Media, 2007.

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, Jakarta: Kencana, 2011.

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di

Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2004.

Page 97: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

82

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Baharuddin Ahmad dan Illy Yanti, Eksistensi Dan Implementasi Hukum

Islam Di Indonesia,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Baharuddin Ahmad dan Yuliatin, Hukum Perkawinan Umat Islam Di

Indonesia, Jawa Barat: Lamping Publishing, 2015.

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers,

2009.

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Jakarta: Prenada Media Group, 2007.

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar

Grafika, 2008.

Dahlan, Tamrin, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Kulliyah al-Khamsah),

Malang: UIN Maliki Press, 2010.

Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, cet ke-1 Jakarta: Logos Wacana

Ilmu, 1998.

Hasbi Umar, Filsafat Hukum Islam Kontemporer, Medan: Perdana

Publishing, 2016.

Hilman Hadi Kusuma, Hukum Ketatanegaraan Adat, Bandung: Penerbit

Alumni, 1981.

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial,

Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, cet. I, Terj. MA, Abdurrahman, A. Haris

Abdullah, Ass-Syfa, Semarang, 1990.

Page 98: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

83

Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta

Disertasi, Bandung: Alfabeta, 2017.

Koentjaningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan Jakarta: PT.

Gramedia, 2008.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2008.

M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: PT.Refika Aditama,

1998.

Moh. Fauzan Januri, Pengantar Hukum Islam dan Pranata Sosial, Bandung:

Pustaka Setia, 2013.

Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam (Sejarah Timbul dan

Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di

Indonesia).

Muchlis, Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukum Islam (Kaidah-Kaidah

Ushuliyah dan Fiqhiyah), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Nasroen Harun, ushul fiqh 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1988.

Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, 2018.

Romdhoni, Best Guide Project Skripsi, Tesis dan Disertasi, Jakarta: Pustaka

Nusantara Indonesia, 2015.

Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2017.

Sayuthi Ali, Metode Penelitian Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Page 99: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

84

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Universitas Indonesia,

Jakarta, 1986.

Siti Hapsah Isfardiyana, Hukum Adat, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta,

2018.

Suhar, Kaidah-Kaidah Ushuliyah & Fiqhiyah, Jakarta: Referensi Gaung

Persada Press Group, 2014.

Suharsimi, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D, Bandung:

Alfabeta, 2009.

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (mixed methods), Bandung:

Alfabeta, 2012.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung:

Alfabeta, 2009.

W. Gulo, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Grasindo, 2002.

Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Zainuddin Ali. Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,

2006.

B. Undang-Undang

Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1.

C. Skripsi, Tesis, Disertasi, dan lain-lain.

Ahmad Harris Alphaniar, Mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Al-Ahwal-

Asy-Syakhsiyyah UIN Malang. Mahar Perkawinan Adat Bugis

Ditinjau Dari Perspektif Mazhab (Telaah Tentang Mahar Dalam

Masyarakat Bugis Di Balle Kahu Kabupaten Bone), 2008.

Page 100: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

85

Ambok Tang, Mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Hukum Keluarga Islam

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Paenre‟Doi Dalam Perkawinan Adat Bugis (Studi Kasus di desa Sungai

Guntung Kec.Kateman, Inhil), 2018.

Andi Asyraf, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum

Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mahar dan Paenre‟ Dalam

Adat Bugis (Studi Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat

Bugis Di Bulukumba Sulawesi Selatan), 2015.

Ayu Lestia Sari, Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan

Ilmu Komunikasi UIN Alauddin Makassar, Makna “Sunrang Butta”

(Studi Pada Adat Makassar Di Desa Kayuloe Barat Kecamatan

Turatea Kabupaten Jeneponto, 2017.

Daniel Javar, Mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Hukum Keluarga IAIN

Salatiga. Penetapan Mahar Pada Suku Bugis Dalam Pandangan Islam,

2017.

Nurul Hikmah, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Ahwal

Syakhsiyyah. Implementasi Pemberian Mahar Pada Masyarakat Suku

Bugis Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Kelurahan

Kalibaru Kecamatan Clincing, Jakarta Utara) 2011.

D. Jurnal

Nurlia Dan Nurasiah, Sunrang Tanah sebagai Mahar untuk Meningkatkan

Indentitas Diri Perempuan dalam Perkawinan Bugis, Jurnal Dakwah

Tabligh, Volume 18, Nomor 1, 2017, hlm. 3

Page 101: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

86

Ilham Abbas, Marten Bunga, Salmawat, Hardianto Djanggih Hak Penguasaan Istri

terhadap Mahar Sompa Perkawinan Adat Bugis Makassar Kanun Jurnal Ilmu

Hukum Vol. 20, No. 2, (Agustus, 2018), hlm 206.

E. Website

http://repository.unpas.ac.id/13530/4/BAB%20II.pdf Di akses pada tanggal

29 Desember 2018.

https://trisnomarsa.blogspot.com/2015/02/peta-kecamatan-dente-teladas-

kabupaten.html?m=1 Di akses pada tanggal 30 Desember 2018.

http://tulangbawangkab.go.id/?page_id=1538 Di akses pada tanggal 12

Desember 2018.

http://tulangbawangkab.go.id/?page_id=230) Diakses Pada tanggal 12

Desember 2018.

F. Wawancara

Wawancara dengan Sulmidar, Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente

Teladas, Tulang Bawang. Tanggal 16 November 2018.

Wawancara dengan Saing. Tokoh Adat di Teladas Baru Kec.Dente Teladas,

Tulang Bawang. Tanggal 20 November 2018.

Wawancara dengan Senna. Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas,

Tulang Bawang. Tanggal 18 November 2018.

Wawancara dengan Daeng Talebbi. Ketua Adat Bugis di Teladas Baru Kec.

Dente Tela das, Tulang Bawang. Tanggal 24 November 2018.

Wawancara dengan Tini. Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas,

Tulang Bawang Tanggal 19 November 2018.

Page 102: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

87

Wawancara dengan Ahmad Zein Tokoh Agama di Teladas Baru Kecamatan

Dente Teladas Tanggal 28 November 2018.

Wawancara dengan Katijan, Imam Masjid di Teladas Baru Kecamatan

Dente Teladas Tanggal 29 November 2018.

Page 103: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

88

LAMPIRAN

A. Daftar Gambar

Wawancara dengan Daeng Talebbi Selaku Ketua Adat Suku Bugis di

Teladas Baru

Wawancara dengan Sulmidar selaku Masyarakat sekaligus Kepala Sekolah di SD

Karya Mandiri Teladas Baru

Page 104: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

89

Photo Bersama dengan Bapak Abdul Majid selaku Kepala Desa Teladas Baru

Photo Bersama dengan bapak Amanti Tanjung Selaku Sekretaris Desa Teladas

Baru

Page 105: SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN …

90

CURRICULUM VITAE

A. Identitas Diri

Nama : Aziz Dewanti

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Sungai Pinang, 9 Januari 1999

Alamat Asal : Kampung Teladas Baru, Kec. Dente Teladas,

Kab. Tulang Bawang, Prov. Lampung

Alamat Sekarang : Simpang Sungai Duren

No. Telp/HP : 0822-8119-2590

Nama Ayah : Ibrahim

Nama Ibu : Sahriah

B. Riwayat Pendidikan

SD/MI, Tahun Lulus : SDS Sudirman Putra, 2009

SMP/MTs, Tahun Lulus : SMPN 1 Gedung Meneng, 2012

SMA/MA, Tahun Lulus : SMAN 1 Keritang, 2015

C. Pengalaman Organisasi

1. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Tahun 2016-

2017.

2. Anggota Senat Mahasiswa Komisi Aspirasi dan Advokasi Fakultas

Syariah Tahun 2017-2018.

3. Anggota Badan Pengurus Harian PMII Tahun 2018-2019.

4. Anggota Pencak Silat Bunga Sejati Unit UIN STS Jambi Tahun 2018 –

sekarang.