Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian
Click here to load reader
-
Upload
awal-sakti -
Category
Documents
-
view
71 -
download
11
Transcript of Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem Tenaga Listrik merupakan kumpulan dari beberapa komponen yang
berfungsi untuk membangkitkan, menyalurkan, dan mendistribusikan tenaga listrik
untuk konsumen dan memerlukan suatu pengaman (isolator) agar sistem tenaga
listrik aman. Persoalan isolasi adalah salah satu dari beberapa persoalan yang
terpenting dalam teknik tenaga listrik pada umumnya dan teknik tegangan tinggi
pada khususnya.
Saat ini telah muncul topik penelitian yang relatif baru adalah Condition
Based Maintenance (CBM). Pada CBM akan dilakukan diagnostik peralatan listrik,
salah satunya trafo dengan cara melakukan pengujian. Hasilnya adalah kesimpulan
apakah trafo masih dalam kondisi baik dan layak beroperasi atau tidak. Selain itu
dari proses pengujian yang dilakukan juga dapat ditentukan langkah pemeliharaan
apa yang harus dilakukan agar trafo dapat beroperasi secara andal dan optimal.
Untuk tujuan menganalisis keadaan trafo yang keandalan kerjanya menurun
dibuat condition assessment berdasarkan parameter-parameter isolasi trafo terutama
isolasi cair (minyak). Pembuatan condition assessment yang tepat akan
mempercepat diagnostik kondisi trafo dan mempercepat proses pengambilan
tindakan selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan adalah
mengenai kerusakan isolasi pada trafo Balongan. Pada penelitian ini akan dilakukan
analisis kondisi trafo Balongan dengan metode penentuan nilai batas dan nilai
bobot tiap-tiap parameter yang berpengaruh terhadap kegagalan trafo.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian atau penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Untuk mempelajari lebih jauh mengenai pengaruh dari perubahan keadaan
beberapa parameter isolasi terhadap kegagalan isolasi trafo.
2. Dapat mengetahui parameter yang manakah yang paling mempengaruhi kegagalan
isolasi trafo.
3. Dapat membuat suatu penilaian kondisi isolasi trafo dengan studi kasus kegagalan
isolasi pada trafo Balongan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapatkan adalah mengetahui pengaruh dari perubahan
keadaan beberapa parameter isolasi terhadap kegagalan isolasi trafo Balongan.
1.5 Batasan Masalah
1. Analisis kondisi ini dilakukan untuk kasus kegagalan isolasi trafo Balongan.
2. Condition assessment ini dibuat berdasarkan risk assessment dengan metode failure
mode effect Analysis (FMEA) serta monitoring yang telah dilakukan PT PLN P3B
Jawa Bali Region Jakarta.
3. Parameter-parameter yang digunakan pada penilaian kondisi isolasi trafo Balongan
adalah kandungan air, angka keasaman, kandungan CO, kandungan CO, furan,
warna minyak, tegangan tembus, tegangan antar muka.
1.6 Sistematika penulisan
Penulisan dalam laporan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, dengan sistematika
penulisan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
2
Merupakan bab yang menguraikan mengenai latar belakang, perumusan
masalah, tujuan skripsi, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Menguraikan tentang teori – teori yang mendukung dalam penyelesaian
masalah dalam skripsi ini.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan metode-metode perancangan yang digunakan, cara
mengimplementasikan rancangan dan pengujian sistem yang telah dibuat serta
batasan dan hambatan yang ditemui selama proses perancangan dan
implementasi sistem. Bagian ini juga menjelaskan piranti-piranti yang
digunakan dalam perancangan yang disertai diagram blok atau diagram alir.
Bab IV Hasil Dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang hasil dari sistem yang dibuat dibandingkan dengan
dasar teori sistem.
Bab V Penutup
Berisi kesimpulan dan saran.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Isolasi Trafo
Isolasi memegang peranan penting dalam memisahkan bagian-bagian
bertegangan dengan bagian yang tidak bertegangan atau dapat juga antara bagian
bertegangan dengan bagian bertegangan lain agar diantara bagian bagian tersebut
tidak terjadi lompatan listrik (flsh-over) dan hubungan singkat. Tanpa adanya
pemisahan ini maka operasi peralatan listrik, misalnya trafo, tidak dapat dilakukan.
Kegagalan isolasi pada trafo yang terjadi pada saat beroperasi bisa menyebabkan
kerusakan trafo tersebut sehingga kontinuitas sistem menjadi terganggu.
A. Isolasi Cair Pada Trafo
Isolasi cair telah lama dipergunakan pada berbagai peralatan listrik, salah
satunya adalah trafo. Pada umumnya trafo menggunakan media isolasi cair minyak.
Isolasi cair pada suatu peralatan listrik memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai
isolasi listrik dan sebagai media pendingin. Lalu, struktur kimia minyak trafo pada
dasarnya isolasi cair seperti minyak trafo tersusun atas senyawa-senyawa
hidrokarbon dan nonhidrokarbon. Senyawa hidrokarbon dapat dibagi menjadi tiga
kelompok besar yaitu senyawa paraffin, senyawa naphtena, dan senyawa aromatik.
Dan senyawa nonhidrokarbon adalah ter, senyawa organic yang mengandung
belerang, nitrogen, asam naphtena,ester, alcohol dan senyawa organometalik.
B. Parameter-parameter yang Berpengaruh pada Isolasi Trafo
Peralatan trafo tenaga merupakan bagian penting dalam jaringan tenaga listrik.
Peralatan ini perlu untuk dijaga kondisinya agar dapat beroperasi optimal. Salah
satu bagian penting yang dapat menggambarkan kondisi trafo secara keseluruhan
adalah peralatan isolasi. Peralatan isolasi trafo terdiri dari isolasi cair (minyak) dan
4
isolasi padat (kertas). Saat ini PT PLN telah melakukan beberapa pengujian
terhadap parameter-parameter isolasi trafo untuk mengetahui kualitasnya, yaitu :
Tegangan Tembus Minyak (Breakdown Voltage)
Merupakan pengujian untuk mengetahui pada tegangan berapa isolasi minyak trafo
mengalami breakdown. Metode pengujian yang dapat dilakukan antara lain ASTM
D-1816 dan ASTM D-877.
Tegangan Antar Permukaan (Interfacial Tension / IFT)
Adalah pengukuran tegangan antar permukaan minyak dengan air. Nilai
IFT adalah besarnya daya yang dibutuhkan untuk menarik sebuah cincin kecil ke
atas sejauh 1 cm melalui permukaan antara air dan minyak (ASTM D-971).
Minyak yang bagus (baru) mempunyai nilai IFT antara 40 – 50 dyne/cm. Nilai IFT
dipengaruhi oleh banyaknya
partikel-partikel kecil hasil oksidasi minyak dan kertas.
Kandungan air dalam minyak (Water content)
Salah satu hal yang membahayakan trafo adalah kandungan air. Kandungan
air dan oksigen yang tinggi akan mengakibatkan korosi, menghasilkan asam,
endapan dan cepat menurunkan usia trafo. Dari hasil penelitian EPRI diperolah
bahwa setiap peningkatan kandungan air 2 kali lipat pada temperatur yang sama
akan menurunkan usia isolasi menjadi 0.5 kali. Kandungan air dalam trafo dapat
berasal dari udara saat
trafo dibuka untuk keperluan inspeksi, dan apabila terjadi kebocoran maka uap air
akan masuk ke dalam trafo karena perbedaan tekanan parsial uap air.
Angka kenetralan (Neutralization Number / NN)
Merupakan jumlah kalium hidroksida (KOH) yang dibutuhkan (dalam mg) untuk
menetralkan 1 gram minyak sample. Semakin banyak KOH yang dibutuhkan, maka
semakin asam minyak dan semakin besar pula angka kenetralannya.
5
Flash point
Temperatur minimum dimana minyak menghasilkan uap yang cukup untuk dibakar
bersama udara. Flash point merupakan indikator ketidakstabilan minyak.
Warna
Untuk mendeteksi kecepatan penurunan atau kontaminasi yang serius. Nilai standar
berdasarkan metode pengujian ASTM D-1500 adalah <3,5.
Sludge
Sludge dihasilkan oleh adanya oksigen dan kandungan air dalam minyak trafo.
Proses Degradasi pada Isolasi Trafo
Kegagalan isolasi (insulation breakdown, insulation failure) disebabkan
karena beberapa hal antara lain isolasi tersebut sudah lama dipakai, berkurangnya
kekuatan dielektrik dan karena isolasi tersebut dikenakan tegangan lebih. Pada
perinsipnya tegangan pada isolasi merupakan suatu tarikan atau tekanan (stress)
yang harus dilawan oleh gaya dalam isolasi itu sendiri agar isolasi tidak gagal.
Dalam struktur molekul material isolasi, elektron-elektron terikat erat pada
molekulnya, dan ikatan ini mengadakan perlawanan terhadap tekanan yang
disebabkan oleh adanya tegangan. Bila
ikatan ini putus pada suatu tempat maka sifat isolasi pada tempat itu hilang. Bila
pada bahan isolasi tersebut diberikan tegangan akan terjadi perpindahan elektron-
elektron dari suatu molekul ke molekul lainnya sehingga timbul arus konduksi atau
arus bocor. Karakteristik isolasi akan berubah bila material tersebut kemasukan
suatu ketidakmurnian (impurity) seperti adanya arang atau kelembaban dalam
isolasi yang dapat menurunkan tegangan gagal. Berikut ini beberapa faktor yang
mempengaruhi mekanisme kegagalan yaitu :
Partikel
Ketidak murnian memegang peranan penting dalam kegagalan isolasi. Partikel debu
atau serat selulosa dari sekeliling dielektrik padat selalu tertinggal dalam cairan.
6
Apabila diberikan suatu medan listrik maka partikal ini akan terpolarisasi. Jika
partikel ini memiliki permitivitas e yangblebih besar dari permitivitas carian e ,
suatu gaya akan terjadi pada partikel yang mengarahkannya ke daerah yang
memiliki tekanan elektris maksimum diantara elektroda elektroda. Jika partikel
tersebut lembab atau basah maka gaya ini makin kuat karena permitivitas air tinggi.
Partikel yang lain akan tertarik ke
daerah yang bertekanan tinggi hingga partikel partikel tersebut bertautan satu
dengan lainnya karena adanya medan. Hal ini menyebabkan terbentuknya jembatan
hubung singkat antara elektroda. Arus yang mengalir sepanjang jembatan ini
menghasilkan
pemanasan lokal dan menyebabkan kegagalan.
Air
Air yang dimaksud adalah berbeda dengan partikel yang lembab. Air sendiri akan
ada dalam minyak yang sedang beroperasi/dipakai. Namun demikian pada kondisi
operasi normal, peralatan cenderung untuk mambatasi kelembaban hingga nilainya
kurang dari 10 %. Medan listrik akan menyebabkan tetesan air yang tertahan
didalam minyak yang memanjang searah medan dan pada medan yang kritis,
tetesan itu menjadi tidak stabil. Kanal kegagalan akan menjalar dari ujung tetesan
yang memanjang sehingga menghasilkan kegagalan total.
Gelembung
Pada gelembung dapat terbentuk kantung kantung gas yang terdapat dalam lubang
atau retakan permukaan elektroda, yang dengan penguraian molekul molekul cairan
menghasilkan gas atau dengan penguatan cairan lokal melalui emisi elektron dari
ujung tajam katoda. Gaya elektrostatis sepanjang gelembung segera terbentuk dan
ketika kekuatan kegagalan gas lebih rendah dari cairan, medan yang ada dalam
gelembung melebihi kekuatan uap yang menghasilakn lebih banyak uap dan
gelembung sehingga membentuk jembatan pada seluruh celah yang menyebabkan
terjadinya pelepasan secara sempurna.
BAB III
7
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
1. Analisis Kondisi Isolasi Trafo Balongan
Analisis kondisi terhadap suatu obyek yang berbasiskan pada kondisi obyek
yang akan diamati. Analisis kondisi ini erat hubungannya dengan Condition Based
Maintenance . Pada Condition Based Maintenance obyek yang diamati kondisinya
kemudian akan ditentukan tingkat unjuk kerjanya serta diberikan maintenance
berdasarkan kondisi yang terjadi. Pada intinya analisis kondisi merupakan metode
penilaian berdasarkan kondisi atas fenomena-fenomena yang terjadi dan
berpengaruh pada parameter yang terukur pada obyek.
Proses pengerjaan analisis kondisi akan terbagi menjadi dua bagian yaitu risk
assessment dan monitoring diagnosis. Pada risk assessment akan menganalisis
kemungkinan resiko kegagalan isolasi trafo dengan menggunakan metode FMEA.
Sedangkan untuk monitoring diagnosis akan dilakukan pengukuran terhadap
parameter-parameter pada isolasi trafo.
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam risk assessment adalah FMEA
(Failure Mode Effect Analysis), dimana dalam FMEA kita menentukan runtutan
dari sebuah risiko yang terjadi secara backtrack sampai pada penyebabnya,
sehingga dari sebuah kegagalan yang terjadi (risiko) bisa ditentukan gangguan awal
yang menyebabkannya. Berikut ini adalah diagram pemetaan faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat unjuk kerja isolasi trafo.
8
Dari diagram diatas terlihat beberapa parameter terukur pada isolasi trafo yang
dapat dijadikan indikator terjadinya kegagalan.
Parameter itu antara lain:
Kandungan air (HO)
Temperatur
Kandungan oksigen (O
Kandungan CO
Kandungan CO
Kandungan Furan
Kadar asam
Parameter diatas merupakan parameter terukur pada trafo yang telah kita
definisikan pada bab sebelumnya. Dengan menganalisis bagan di atas dapat
ditemukan hubungan antara parameter - parameter tersebut yang dapat
menyebabkan kegagalan isolasi trafo. Jadi dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa
jika terjadi kegagalan pada isolasi trafo maka dapat dilakukan analisis keterkaitan
antara parameter-parameter tersebut
dengan faktor penyebab kegagalan.
9
3.2.2 Monitoring Diagnosis pada Trafo
Monitoring diagnosis yang dilakukan pada isolasi trafo meliputi
pengamatan pada parameter-parameter. Dari pengamatan parameter ini akan
ditentukan karakteristik yang dapat dimonitor sehingga didapatkan informasi-
informasi yang dibutuhkan pada parameter yang kita ukur.
Tabel 3.1 Hubungan antara monitoring diagnosis dengan karakter yang didiagnosis
dan parameter yang diamati.
10
Penentuan Nilai bobot (Weighting Factor)
Sampai saat ini dalam penentuan nilai bobot belum ditemukan teori yang secara
detail membahas tentang level pembobotan itu sendiri. Hal ini membuat asumsi
mengenai nilai bobot dapat berbeda-beda untuk suatu kasus dengan kasus yang lain
ataupun untuk suatu kasus dengan menggunakan metode assessment yang berbeda.
Dan asumsi ini menjadi unik, tergantung sejauh mana analisis dan data yang
dimiliki yang dapat menempatkan suatu parameter lebih tinggi atau lebih rendah
bobotnya dibandingkan parameter lainnya.
Dalam menentukan nilai bobot kali ini, penulis melakukan studi FMEA terhadap
isolasi trafo. Dari hasil studi ini terlihat beberapa parameter yang terlibat dalam
kegagalan suatu isolasi trafo yakni kandungan air, kandungan oksigen, temperature,
kandungan CO dan CO2, dan kadar asam
Setelah hubungan antara parameter – parameter yang ada dapat dipahami
dengan bantuan FMEA, selanjutnya penulis akan dapat menentukan weighting
factor (fator pembobotan) tiap – tiap parameter yang kemudian akan dibobotkan
dengan level kondisi yang telah ditentukan sebelumnya.
Tabel 3.4 Nilai bobot tiap-tiap parameter
Dalam studi kasus ini penulis menetapkan konstanta yang berbeda-beda sebagai
nilai bobot untuk tiap-tiap parameter. Konstanta-konstanta ini yang nantinya akan
dikalikan dengan level kondisi (1, 6, atau 9) tiap-tiap parameter. Parameter yang
nilai bobotnya terbesar berarti parameter tersebut merupakan faktor yang dominan
dalam menyebabkan kegagalan isolasi trafo.
11
Nilai bobot yang diusulkan oleh penulis berdasarkan hubungan sebab akibat
antara parameter-parameter yang ada dengan kegagalan yang terjadi. Setelah
parameter pada level kondisi tertentu (kondisi 1, 6 atau 9) dikalikan dengan nilai
bobot (sesuai dengan parameternya), kemudian hasilnya dijumlahkan dengan hasil
dari parameter lain. Nilai dari penjumlahan tersebut yang menjadi nilai akhir dari
penilaian kondisi isolasi trafo.
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
Penentuan Nilai Akhir Kondisi Isolasi Trafo
Pada bab sebelumnya penulis telah menetapkan boundary values untuk level kondisi
tiap-tiap parameter. Setelah menentukan nilai batas (Boundary values), level kondisi,
dan nilai bobot (Weighting factor) tiap-tiap parameternya kemudian semua nilai ini akan
dioperasikan untuk menentukan nilai kondisi akhir isolasi trafo. Pertama, data hasil
monitoring diagnosis dikelompokan berdasarkan level kondisinya.
a) Monitoring Diagnosis pada Trafo Balongan
Pada Tanggal 13 September 2007 pukul 09:35 WIB telah terjadi gangguan dengan
bekerjanya relay Bucholz yang mengakibatkan trafo-1 trip. Karena trafo-1 trip, maka
beban beralih ke trafo-2 yang mengakibatkan PMT trafo-2 trip dengan indikasi over
load shedding (OLS) dan over current. Bekerjanya relay Bucholz diperkirakan karena
adanya gas-gas yang sebelumnya terperangkap dalam main tank yang dipicu oleh
gempa. Sehubungan dengan terkumpulnya gas di bucholz, maka dilakukan pengujian
DGA pada trafo-1 & trafo-2.
b) Pengujian DGA (Dissolved gas Analysis)
Pengujian DGA ini dilakukan untuk mengetahui jumlah gas-gas yang terperangkap di
dalam trafo Kembangan. Keberadaan gas-gas tersebut dalam jumlah yang banyak dapat
menurunkan kualitas isolasi trafo. Pengujian DGA telah dilakukan oleh tim Assessment
PT. PLN P3B Jawa Bali Region Jakarta-Jawa Barat.
13
Berdasarkan data-data yang ada (pada subbab sebelumnya) untuk tiap-tiap parameter
per satu fasa trafo per periode jumlahnya berbeda-beda. Untuk parameter yang hanya
ada satu data per fasa trafo per periode, data itu langsung bisa ditentukan level
kondisinya.
level kondisi yang didapatkan akan dioperasikan dengan nilai bobot yang telah
ditetapkan tiap parameternya. Hasil dari perkalian antara level kondisi dengan nilai
bobot tiap parameternya kemudian dijumlahkan. Hasil penjumlahan inilah yang
merupakan nilai akhir kondisi isolasi trafo. Untuk memudahkan mengidentifikasi
kondisi akhir isolasi trafo selanjutnya penulis mengelompokan nilai akhir tersebut
menjadi tiga kelompok yaitu isolasi trafo beroperasi dengan baik, isolasi trafo masih
dapat beroperasi namun bergerak menuju kegagalan dan isolasi trafo mengalami
kegagalan.
Setelah gangguan pada tanggal 13 September 2007, berdasarkan penilaian kondisi yang
telah dilakukan isolasi trafo 2 fasa T sudah mulai beropersi menuju kegagalan. Dari
pengujian yang telah dilakukan kandungan air pada minyak berada pada level 1 dan
sangat jauh dari batas normal. Oleh karena itu dilakukanlah filtering. Setelah filtering
pada bulan November ternyata kandungan air pada minyak hanya sebentar mengalami
penurunan. Pada bulan februari kandungan air pada minyak telah mengalami penaikan
14
secara drastis. Selain kandungan air, parameter karakteristik minyak yang lain dan
kandungan furan pun mengalami pemburukan. Hal ini menyebabkan kondisi isolasi
trafo 2 fasa T sudah sangat dekat dengan kegagalan.
Pada penilaian kondisi ini penulis menempatkan kandungan air (dikalikan
dengan konstanta 50) sebagai parameter yang paling dominan memberikan efek pada
kegagalan isolasi. Selanjutnya berturut-turut kandungan asam (dikalikan dengan
konstanta 30), kandungan CO, CO, dan furan (dikalikan dengan konstanta 5)
merupakan parameter yang memberikan efek terhadap kegagalan isolasi namun tidak
sebesar kandungan air. Sedangkan untuk parameter tegangan tembus, tegangan antar
muka, dan
warna minyak, penulis berpendapat ketiga parameter tersebut hanya merupakan produk
dari kegagalan isolasi trafo. Oleh karena itu ketiga parameter tersebut hanya diberikan
nilai bobot yang paling kecil (dikalikan dengan konstanta 1).
Ternyata ketidaklengkapan data parameter kandungan CO, CO, dan furan, serta
tegangan tembus tidak memberikan pengaruh yang besar pada nilai kondisi akhir.
Penilaian kondisi ini dapat dikatakan tepat karena tanpa data-data tersebut pun nilai
kondisi akhir isolasi trafo Kembangan menunjukan bahwa isolasi dalam keadaan yang
baik dan layak beroperasi setelah reklamasi (nilai kondisi akhirnya antara 588 dan 882).
Kondisi itu dapat dicapai karena adanya penetapan nilai bobot yang berbeda-beda setiap
parameter tergantung dari pengaruh yang diberikan parameter-parameter tersebut
terhadap kegagalan isolasi.
15
4.2 Flowchart
Diagram alir metodologi penelitian
16
PENGOLAHANDATA
STUDY
LITERATUR
MULAI
ANALISA
KESIMPULAN
SELESAI
PENCARIAN & PENGUMPULAN
DATA
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini ditemukan bahwa parameter untuk menganalisis kondisi
isolasi trafo yaitu kandungan air, suhu, kadar asam, kandungan O, CO, CO, furan,
tegangan tembus, tegangan antar muka, tersebut.. Berdasarkan risk assessment dan
hasil analisis kondisi isolasi dapat disimpulkan bahwa kandungan air merupakan
parameter yang paling dominan memberikan efek pada kegagalan isolasi trafo serta
pelaksanaan reklamasi kondisi isolasi trafo Balongan berada pada level kondisi yang
baik dan layak untuk beroperasi. Hal ini dapat dilihat dari total nilai pada penilaian
kondisi akhir yang nilainya berada diantara nilai 588 dan nilai 882.
Penilaian ini sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa setelah
dilakukannya reklamasi minyak, sampai saat ini belum terjadi lagi gangguan yang
terjadi pada trafo Balongan yang mengindikasikan adanya kerusakan pada isolasi trafo
Balongan tersebut.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya, data setiap satu parameter isolasi trafo yang diuji
seharusnya diperbanyak lagi. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan nilai batas yang
lebih presisi dan level kondisi yang lebih beragam (tidak hanya terbatas pada 3 level
kondisi seperti sekarang). Selain itu seharusnya pada penilaian kondisi isolasi trafo ini
juga dilibatkan parameter suhu karena parameter tersebut merupakan faktor penting
dalam menyebabkan terjadinya kegagalan isolasi trafo selain kandungan air dan kadar
asam. Dengan adanya parameter tersebut akan didapatkan hasil penilaian kondisi isolasi
trafo yang lebih tepat.
17
DAFTAR PUSTAKA
[1] Kelly J.J. , Myers S.D., Horning M., Transformer Maintenance Guide, 2001.
[2] Reference Book on Insulating Liquids and Gases, Doble EngineeringCompany’s. [3] Dr. Ir. Suwarno, Diktat Kuliah Teknik Isolasi, 2006.
[4] Guide for the Interpretation of Gases Generated in Oil-Immersed Transformers, IEEE Standard C57.104™.
[5] J.J. Kelly, S.D. Myers, R.H. Parrish, A Guide to Transformer Maintenance, 1981.
[6] CIGRE 227 Life Management Techniques for Power Transformer, Januari 2003.
[7] CIGRE 298 Guide on Transformer Lifetime Data Management, Agustus 2006.
[8] CIGRE 309 Asset Management of Transmission System and Associated CIGRE Activities. December 2006
[9] Prof. Gian Carlo Montanari and Dr. Ir Suwarno, Diagnosis of High Voltage Equipment By Partial Discharges, Seminar in Bandung, March 28 th 2007.
[10] K.S, Andrew. Optimizing Condition Based Maintenance Decisions, Toronto.
18