Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

25

Click here to load reader

Transcript of Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

Page 1: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem Tenaga Listrik merupakan kumpulan dari beberapa komponen yang

berfungsi untuk membangkitkan, menyalurkan, dan mendistribusikan tenaga listrik

untuk konsumen dan memerlukan suatu pengaman (isolator) agar sistem tenaga

listrik aman. Persoalan isolasi adalah salah satu dari beberapa persoalan yang

terpenting dalam teknik tenaga listrik pada umumnya dan teknik tegangan tinggi

pada khususnya.

Saat ini telah muncul topik penelitian yang relatif baru adalah Condition

Based Maintenance (CBM). Pada CBM akan dilakukan diagnostik peralatan listrik,

salah satunya trafo dengan cara melakukan pengujian. Hasilnya adalah kesimpulan

apakah trafo masih dalam kondisi baik dan layak beroperasi atau tidak. Selain itu

dari proses pengujian yang dilakukan juga dapat ditentukan langkah pemeliharaan

apa yang harus dilakukan agar trafo dapat beroperasi secara andal dan optimal.

Untuk tujuan menganalisis keadaan trafo yang keandalan kerjanya menurun

dibuat condition assessment berdasarkan parameter-parameter isolasi trafo terutama

isolasi cair (minyak). Pembuatan condition assessment yang tepat akan

mempercepat diagnostik kondisi trafo dan mempercepat proses pengambilan

tindakan selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan adalah

mengenai kerusakan isolasi pada trafo Balongan. Pada penelitian ini akan dilakukan

analisis kondisi trafo Balongan dengan metode penentuan nilai batas dan nilai

bobot tiap-tiap parameter yang berpengaruh terhadap kegagalan trafo.

Page 2: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian atau penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Untuk mempelajari lebih jauh mengenai pengaruh dari perubahan keadaan

beberapa parameter isolasi terhadap kegagalan isolasi trafo.

2. Dapat mengetahui parameter yang manakah yang paling mempengaruhi kegagalan

isolasi trafo.

3. Dapat membuat suatu penilaian kondisi isolasi trafo dengan studi kasus kegagalan

isolasi pada trafo Balongan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapatkan adalah mengetahui pengaruh dari perubahan

keadaan beberapa parameter isolasi terhadap kegagalan isolasi trafo Balongan.

1.5 Batasan Masalah

1. Analisis kondisi ini dilakukan untuk kasus kegagalan isolasi trafo Balongan.

2. Condition assessment ini dibuat berdasarkan risk assessment dengan metode failure

mode effect Analysis (FMEA) serta monitoring yang telah dilakukan PT PLN P3B

Jawa Bali Region Jakarta.

3. Parameter-parameter yang digunakan pada penilaian kondisi isolasi trafo Balongan

adalah kandungan air, angka keasaman, kandungan CO, kandungan CO, furan,

warna minyak, tegangan tembus, tegangan antar muka.

1.6 Sistematika penulisan

Penulisan dalam laporan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, dengan sistematika

penulisan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

2

Page 3: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

Merupakan bab yang menguraikan mengenai latar belakang, perumusan

masalah, tujuan skripsi, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika

penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Menguraikan tentang teori – teori yang mendukung dalam penyelesaian

masalah dalam skripsi ini.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan metode-metode perancangan yang digunakan, cara

mengimplementasikan rancangan dan pengujian sistem yang telah dibuat serta

batasan dan hambatan yang ditemui selama proses perancangan dan

implementasi sistem. Bagian ini juga menjelaskan piranti-piranti yang

digunakan dalam perancangan yang disertai diagram blok atau diagram alir.

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil dari sistem yang dibuat dibandingkan dengan

dasar teori sistem.

Bab V Penutup

Berisi kesimpulan dan saran.

3

Page 4: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Isolasi Trafo

Isolasi memegang peranan penting dalam memisahkan bagian-bagian

bertegangan dengan bagian yang tidak bertegangan atau dapat juga antara bagian

bertegangan dengan bagian bertegangan lain agar diantara bagian bagian tersebut

tidak terjadi lompatan listrik (flsh-over) dan hubungan singkat. Tanpa adanya

pemisahan ini maka operasi peralatan listrik, misalnya trafo, tidak dapat dilakukan.

Kegagalan isolasi pada trafo yang terjadi pada saat beroperasi bisa menyebabkan

kerusakan trafo tersebut sehingga kontinuitas sistem menjadi terganggu.

A. Isolasi Cair Pada Trafo 

Isolasi cair telah lama dipergunakan pada berbagai peralatan listrik, salah

satunya adalah trafo. Pada umumnya trafo menggunakan media isolasi cair minyak.

Isolasi cair pada suatu peralatan listrik memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai

isolasi listrik dan sebagai media pendingin. Lalu, struktur kimia minyak trafo pada

dasarnya isolasi cair seperti minyak trafo tersusun atas senyawa-senyawa

hidrokarbon dan nonhidrokarbon. Senyawa hidrokarbon dapat dibagi menjadi tiga

kelompok besar yaitu senyawa paraffin, senyawa naphtena, dan senyawa aromatik.

Dan senyawa nonhidrokarbon adalah ter, senyawa organic yang mengandung

belerang, nitrogen, asam naphtena,ester, alcohol dan senyawa organometalik.

B. Parameter-parameter yang Berpengaruh pada Isolasi Trafo

Peralatan trafo tenaga merupakan bagian penting dalam jaringan tenaga listrik.

Peralatan ini perlu untuk dijaga kondisinya agar dapat beroperasi optimal. Salah

satu bagian penting yang dapat menggambarkan kondisi trafo secara keseluruhan

adalah peralatan isolasi. Peralatan isolasi trafo terdiri dari isolasi cair (minyak) dan

4

Page 5: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

isolasi padat (kertas). Saat ini PT PLN telah melakukan beberapa pengujian

terhadap parameter-parameter isolasi trafo untuk mengetahui kualitasnya, yaitu :

Tegangan Tembus Minyak (Breakdown Voltage)

Merupakan pengujian untuk mengetahui pada tegangan berapa isolasi minyak trafo

mengalami breakdown. Metode pengujian yang dapat dilakukan antara lain ASTM

D-1816 dan ASTM D-877.

Tegangan Antar Permukaan (Interfacial Tension / IFT)

Adalah pengukuran tegangan antar permukaan minyak dengan air. Nilai

IFT adalah besarnya daya yang dibutuhkan untuk menarik sebuah cincin kecil ke

atas sejauh 1 cm melalui permukaan antara air dan minyak (ASTM D-971).

Minyak yang bagus (baru) mempunyai nilai IFT antara 40 – 50 dyne/cm. Nilai IFT

dipengaruhi oleh banyaknya

partikel-partikel kecil hasil oksidasi minyak dan kertas.

Kandungan air dalam minyak (Water content)

Salah satu hal yang membahayakan trafo adalah kandungan air. Kandungan

air dan oksigen yang tinggi akan mengakibatkan korosi, menghasilkan asam,

endapan dan cepat menurunkan usia trafo. Dari hasil penelitian EPRI diperolah

bahwa setiap peningkatan kandungan air 2 kali lipat pada temperatur yang sama

akan menurunkan usia isolasi menjadi 0.5 kali. Kandungan air dalam trafo dapat

berasal dari udara saat

trafo dibuka untuk keperluan inspeksi, dan apabila terjadi kebocoran maka uap air

akan masuk ke dalam trafo karena perbedaan tekanan parsial uap air.

Angka kenetralan (Neutralization Number / NN)

Merupakan jumlah kalium hidroksida (KOH) yang dibutuhkan (dalam mg) untuk

menetralkan 1 gram minyak sample. Semakin banyak KOH yang dibutuhkan, maka

semakin asam minyak dan semakin besar pula angka kenetralannya.

5

Page 6: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

Flash point

Temperatur minimum dimana minyak menghasilkan uap yang cukup untuk dibakar

bersama udara. Flash point merupakan indikator ketidakstabilan minyak.

Warna

Untuk mendeteksi kecepatan penurunan atau kontaminasi yang serius. Nilai standar

berdasarkan metode pengujian ASTM D-1500 adalah <3,5.

Sludge

Sludge dihasilkan oleh adanya oksigen dan kandungan air dalam minyak trafo.

Proses Degradasi pada Isolasi Trafo

Kegagalan isolasi (insulation breakdown, insulation failure) disebabkan

karena beberapa hal antara lain isolasi tersebut sudah lama dipakai, berkurangnya

kekuatan dielektrik dan karena isolasi tersebut dikenakan tegangan lebih. Pada

perinsipnya tegangan pada isolasi merupakan suatu tarikan atau tekanan (stress)

yang harus dilawan oleh gaya dalam isolasi itu sendiri agar isolasi tidak gagal.

Dalam struktur molekul material isolasi, elektron-elektron terikat erat pada

molekulnya, dan ikatan ini mengadakan perlawanan terhadap tekanan yang

disebabkan oleh adanya tegangan. Bila

ikatan ini putus pada suatu tempat maka sifat isolasi pada tempat itu hilang. Bila

pada bahan isolasi tersebut diberikan tegangan akan terjadi perpindahan elektron-

elektron dari suatu molekul ke molekul lainnya sehingga timbul arus konduksi atau

arus bocor. Karakteristik isolasi akan berubah bila material tersebut kemasukan

suatu ketidakmurnian (impurity) seperti adanya arang atau kelembaban dalam

isolasi yang dapat menurunkan tegangan gagal. Berikut ini beberapa faktor yang

mempengaruhi mekanisme kegagalan yaitu :

Partikel

Ketidak murnian memegang peranan penting dalam kegagalan isolasi. Partikel debu

atau serat selulosa dari sekeliling dielektrik padat selalu tertinggal dalam cairan.

6

Page 7: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

Apabila diberikan suatu medan listrik maka partikal ini akan terpolarisasi. Jika

partikel ini memiliki permitivitas e yangblebih besar dari permitivitas carian e ,

suatu gaya akan terjadi pada partikel yang mengarahkannya ke daerah yang

memiliki tekanan elektris maksimum diantara elektroda elektroda. Jika partikel

tersebut lembab atau basah maka gaya ini makin kuat karena permitivitas air tinggi.

Partikel yang lain akan tertarik ke

daerah yang bertekanan tinggi hingga partikel partikel tersebut bertautan satu

dengan lainnya karena adanya medan. Hal ini menyebabkan terbentuknya jembatan

hubung singkat antara elektroda. Arus yang mengalir sepanjang jembatan ini

menghasilkan

pemanasan lokal dan menyebabkan kegagalan.

Air

Air yang dimaksud adalah berbeda dengan partikel yang lembab. Air sendiri akan

ada dalam minyak yang sedang beroperasi/dipakai. Namun demikian pada kondisi

operasi normal, peralatan cenderung untuk mambatasi kelembaban hingga nilainya

kurang dari 10 %. Medan listrik akan menyebabkan tetesan air yang tertahan

didalam minyak yang memanjang searah medan dan pada medan yang kritis,

tetesan itu menjadi tidak stabil. Kanal kegagalan akan menjalar dari ujung tetesan

yang memanjang sehingga menghasilkan kegagalan total.

Gelembung

Pada gelembung dapat terbentuk kantung kantung gas yang terdapat dalam lubang

atau retakan permukaan elektroda, yang dengan penguraian molekul molekul cairan

menghasilkan gas atau dengan penguatan cairan lokal melalui emisi elektron dari

ujung tajam katoda. Gaya elektrostatis sepanjang gelembung segera terbentuk dan

ketika kekuatan kegagalan gas lebih rendah dari cairan, medan yang ada dalam

gelembung melebihi kekuatan uap yang menghasilakn lebih banyak uap dan

gelembung sehingga membentuk jembatan pada seluruh celah yang menyebabkan

terjadinya pelepasan secara sempurna.

BAB III

7

Page 8: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

1. Analisis Kondisi Isolasi Trafo Balongan

Analisis kondisi terhadap suatu obyek yang berbasiskan pada kondisi obyek

yang akan diamati. Analisis kondisi ini erat hubungannya dengan Condition Based

Maintenance . Pada Condition Based Maintenance obyek yang diamati kondisinya

kemudian akan ditentukan tingkat unjuk kerjanya serta diberikan maintenance

berdasarkan kondisi yang terjadi. Pada intinya analisis kondisi merupakan metode

penilaian berdasarkan kondisi atas fenomena-fenomena yang terjadi dan

berpengaruh pada parameter yang terukur pada obyek.

Proses pengerjaan analisis kondisi akan terbagi menjadi dua bagian yaitu risk

assessment dan monitoring diagnosis. Pada risk assessment akan menganalisis

kemungkinan resiko kegagalan isolasi trafo dengan menggunakan metode FMEA.

Sedangkan untuk monitoring diagnosis akan dilakukan pengukuran terhadap

parameter-parameter pada isolasi trafo.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam risk assessment adalah FMEA

(Failure Mode Effect Analysis), dimana dalam FMEA kita menentukan runtutan

dari sebuah risiko yang terjadi secara backtrack sampai pada penyebabnya,

sehingga dari sebuah kegagalan yang terjadi (risiko) bisa ditentukan gangguan awal

yang menyebabkannya. Berikut ini adalah diagram pemetaan faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat unjuk kerja isolasi trafo.

8

Page 9: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

Dari diagram diatas terlihat beberapa parameter terukur pada isolasi trafo yang

dapat dijadikan indikator terjadinya kegagalan.

Parameter itu antara lain:

Kandungan air (HO)

Temperatur

Kandungan oksigen (O

Kandungan CO

Kandungan CO

Kandungan Furan

Kadar asam

Parameter diatas merupakan parameter terukur pada trafo yang telah kita

definisikan pada bab sebelumnya. Dengan menganalisis bagan di atas dapat

ditemukan hubungan antara parameter - parameter tersebut yang dapat

menyebabkan kegagalan isolasi trafo. Jadi dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa

jika terjadi kegagalan pada isolasi trafo maka dapat dilakukan analisis keterkaitan

antara parameter-parameter tersebut

dengan faktor penyebab kegagalan.

9

Page 10: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

3.2.2 Monitoring Diagnosis pada Trafo

Monitoring diagnosis yang dilakukan pada isolasi trafo meliputi

pengamatan pada parameter-parameter. Dari pengamatan parameter ini akan

ditentukan karakteristik yang dapat dimonitor sehingga didapatkan informasi-

informasi yang dibutuhkan pada parameter yang kita ukur.

Tabel 3.1 Hubungan antara monitoring diagnosis dengan karakter yang didiagnosis

dan parameter yang diamati.

10

Page 11: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

Penentuan Nilai bobot (Weighting Factor)

Sampai saat ini dalam penentuan nilai bobot belum ditemukan teori yang secara

detail membahas tentang level pembobotan itu sendiri. Hal ini membuat asumsi

mengenai nilai bobot dapat berbeda-beda untuk suatu kasus dengan kasus yang lain

ataupun untuk suatu kasus dengan menggunakan metode assessment yang berbeda.

Dan asumsi ini menjadi unik, tergantung sejauh mana analisis dan data yang

dimiliki yang dapat menempatkan suatu parameter lebih tinggi atau lebih rendah

bobotnya dibandingkan parameter lainnya.

Dalam menentukan nilai bobot kali ini, penulis melakukan studi FMEA terhadap

isolasi trafo. Dari hasil studi ini terlihat beberapa parameter yang terlibat dalam

kegagalan suatu isolasi trafo yakni kandungan air, kandungan oksigen, temperature,

kandungan CO dan CO2, dan kadar asam

Setelah hubungan antara parameter – parameter yang ada dapat dipahami

dengan bantuan FMEA, selanjutnya penulis akan dapat menentukan weighting

factor (fator pembobotan) tiap – tiap parameter yang kemudian akan dibobotkan

dengan level kondisi yang telah ditentukan sebelumnya.

Tabel 3.4 Nilai bobot tiap-tiap parameter

Dalam studi kasus ini penulis menetapkan konstanta yang berbeda-beda sebagai

nilai bobot untuk tiap-tiap parameter. Konstanta-konstanta ini yang nantinya akan

dikalikan dengan level kondisi (1, 6, atau 9) tiap-tiap parameter. Parameter yang

nilai bobotnya terbesar berarti parameter tersebut merupakan faktor yang dominan

dalam menyebabkan kegagalan isolasi trafo.

11

Page 12: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

Nilai bobot yang diusulkan oleh penulis berdasarkan hubungan sebab akibat

antara parameter-parameter yang ada dengan kegagalan yang terjadi. Setelah

parameter pada level kondisi tertentu (kondisi 1, 6 atau 9) dikalikan dengan nilai

bobot (sesuai dengan parameternya), kemudian hasilnya dijumlahkan dengan hasil

dari parameter lain. Nilai dari penjumlahan tersebut yang menjadi nilai akhir dari

penilaian kondisi isolasi trafo.

12

Page 13: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

Penentuan Nilai Akhir Kondisi Isolasi Trafo

Pada bab sebelumnya penulis telah menetapkan boundary values untuk level kondisi

tiap-tiap parameter. Setelah menentukan nilai batas (Boundary values), level kondisi,

dan nilai bobot (Weighting factor) tiap-tiap parameternya kemudian semua nilai ini akan

dioperasikan untuk menentukan nilai kondisi akhir isolasi trafo. Pertama, data hasil

monitoring diagnosis dikelompokan berdasarkan level kondisinya.

a) Monitoring Diagnosis pada Trafo Balongan

Pada Tanggal 13 September 2007 pukul 09:35 WIB telah terjadi gangguan dengan

bekerjanya relay Bucholz yang mengakibatkan trafo-1 trip. Karena trafo-1 trip, maka

beban beralih ke trafo-2 yang mengakibatkan PMT trafo-2 trip dengan indikasi over

load shedding (OLS) dan over current. Bekerjanya relay Bucholz diperkirakan karena

adanya gas-gas yang sebelumnya terperangkap dalam main tank yang dipicu oleh

gempa. Sehubungan dengan terkumpulnya gas di bucholz, maka dilakukan pengujian

DGA pada trafo-1 & trafo-2.

b) Pengujian DGA (Dissolved gas Analysis)

Pengujian DGA ini dilakukan untuk mengetahui jumlah gas-gas yang terperangkap di

dalam trafo Kembangan. Keberadaan gas-gas tersebut dalam jumlah yang banyak dapat

menurunkan kualitas isolasi trafo. Pengujian DGA telah dilakukan oleh tim Assessment

PT. PLN P3B Jawa Bali Region Jakarta-Jawa Barat.

13

Page 14: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

Berdasarkan data-data yang ada (pada subbab sebelumnya) untuk tiap-tiap parameter

per satu fasa trafo per periode jumlahnya berbeda-beda. Untuk parameter yang hanya

ada satu data per fasa trafo per periode, data itu langsung bisa ditentukan level

kondisinya.

level kondisi yang didapatkan akan dioperasikan dengan nilai bobot yang telah

ditetapkan tiap parameternya. Hasil dari perkalian antara level kondisi dengan nilai

bobot tiap parameternya kemudian dijumlahkan. Hasil penjumlahan inilah yang

merupakan nilai akhir kondisi isolasi trafo. Untuk memudahkan mengidentifikasi

kondisi akhir isolasi trafo selanjutnya penulis mengelompokan nilai akhir tersebut

menjadi tiga kelompok yaitu isolasi trafo beroperasi dengan baik, isolasi trafo masih

dapat beroperasi namun bergerak menuju kegagalan dan isolasi trafo mengalami

kegagalan.

Setelah gangguan pada tanggal 13 September 2007, berdasarkan penilaian kondisi yang

telah dilakukan isolasi trafo 2 fasa T sudah mulai beropersi menuju kegagalan. Dari

pengujian yang telah dilakukan kandungan air pada minyak berada pada level 1 dan

sangat jauh dari batas normal. Oleh karena itu dilakukanlah filtering. Setelah filtering

pada bulan November ternyata kandungan air pada minyak hanya sebentar mengalami

penurunan. Pada bulan februari kandungan air pada minyak telah mengalami penaikan

14

Page 15: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

secara drastis. Selain kandungan air, parameter karakteristik minyak yang lain dan

kandungan furan pun mengalami pemburukan. Hal ini menyebabkan kondisi isolasi

trafo 2 fasa T sudah sangat dekat dengan kegagalan.

Pada penilaian kondisi ini penulis menempatkan kandungan air (dikalikan

dengan konstanta 50) sebagai parameter yang paling dominan memberikan efek pada

kegagalan isolasi. Selanjutnya berturut-turut kandungan asam (dikalikan dengan

konstanta 30), kandungan CO, CO, dan furan (dikalikan dengan konstanta 5)

merupakan parameter yang memberikan efek terhadap kegagalan isolasi namun tidak

sebesar kandungan air. Sedangkan untuk parameter tegangan tembus, tegangan antar

muka, dan

warna minyak, penulis berpendapat ketiga parameter tersebut hanya merupakan produk

dari kegagalan isolasi trafo. Oleh karena itu ketiga parameter tersebut hanya diberikan

nilai bobot yang paling kecil (dikalikan dengan konstanta 1).

Ternyata ketidaklengkapan data parameter kandungan CO, CO, dan furan, serta

tegangan tembus tidak memberikan pengaruh yang besar pada nilai kondisi akhir.

Penilaian kondisi ini dapat dikatakan tepat karena tanpa data-data tersebut pun nilai

kondisi akhir isolasi trafo Kembangan menunjukan bahwa isolasi dalam keadaan yang

baik dan layak beroperasi setelah reklamasi (nilai kondisi akhirnya antara 588 dan 882).

Kondisi itu dapat dicapai karena adanya penetapan nilai bobot yang berbeda-beda setiap

parameter tergantung dari pengaruh yang diberikan parameter-parameter tersebut

terhadap kegagalan isolasi.

15

Page 16: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

4.2 Flowchart

Diagram alir metodologi penelitian

16

PENGOLAHANDATA

STUDY

LITERATUR

MULAI

ANALISA

KESIMPULAN

SELESAI

PENCARIAN & PENGUMPULAN

DATA

Page 17: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini ditemukan bahwa parameter untuk menganalisis kondisi

isolasi trafo yaitu kandungan air, suhu, kadar asam, kandungan O, CO, CO, furan,

tegangan tembus, tegangan antar muka, tersebut.. Berdasarkan risk assessment dan

hasil analisis kondisi isolasi dapat disimpulkan bahwa kandungan air merupakan

parameter yang paling dominan memberikan efek pada kegagalan isolasi trafo serta

pelaksanaan reklamasi kondisi isolasi trafo Balongan berada pada level kondisi yang

baik dan layak untuk beroperasi. Hal ini dapat dilihat dari total nilai pada penilaian

kondisi akhir yang nilainya berada diantara nilai 588 dan nilai 882.

Penilaian ini sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa setelah

dilakukannya reklamasi minyak, sampai saat ini belum terjadi lagi gangguan yang

terjadi pada trafo Balongan yang mengindikasikan adanya kerusakan pada isolasi trafo

Balongan tersebut.

5.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya, data setiap satu parameter isolasi trafo yang diuji

seharusnya diperbanyak lagi. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan nilai batas yang

lebih presisi dan level kondisi yang lebih beragam (tidak hanya terbatas pada 3 level

kondisi seperti sekarang). Selain itu seharusnya pada penilaian kondisi isolasi trafo ini

juga dilibatkan parameter suhu karena parameter tersebut merupakan faktor penting

dalam menyebabkan terjadinya kegagalan isolasi trafo selain kandungan air dan kadar

asam. Dengan adanya parameter tersebut akan didapatkan hasil penilaian kondisi isolasi

trafo yang lebih tepat.

17

Page 18: Wahyu Dwi Prasetyo_Metode Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

[1] Kelly J.J. , Myers S.D., Horning M., Transformer Maintenance Guide, 2001.

[2] Reference Book on Insulating Liquids and Gases, Doble EngineeringCompany’s. [3] Dr. Ir. Suwarno, Diktat Kuliah Teknik Isolasi, 2006.

[4] Guide for the Interpretation of Gases Generated in Oil-Immersed Transformers, IEEE Standard C57.104™.

[5] J.J. Kelly, S.D. Myers, R.H. Parrish, A Guide to Transformer Maintenance, 1981.

[6] CIGRE 227 Life Management Techniques for Power Transformer, Januari 2003.

[7] CIGRE 298 Guide on Transformer Lifetime Data Management, Agustus 2006.

[8] CIGRE 309 Asset Management of Transmission System and Associated CIGRE Activities. December 2006

[9] Prof. Gian Carlo Montanari and Dr. Ir Suwarno, Diagnosis of High Voltage Equipment By Partial Discharges, Seminar in Bandung, March 28 th 2007.

[10] K.S, Andrew. Optimizing Condition Based Maintenance Decisions, Toronto.

18