VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...
Transcript of VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
164
VOLUME 19 NO 2, JULI 2017
JURNAL EKONOMI & BISNIS
DHARMA ANDALAS
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
MIGRASI KELUAR SUMATERA BARAT
Dedi Julianto1, Alvin Alfian
1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dharma Andalas
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan migrasi internal keluar Sumatera
Barat dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya migrasi internal keluar
Sumatera Barat.Metode analisis yang dipakai di dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik estimasi Ordinary Least Squares (OLS) mengunakan analisis cross section
dengan mengambil data dari 33 propinsi di Indonesia..Jenis data yang digunakan di dalam
penelitian ini adalah data migran risen tahun 2015, sedangkan data upah riil dan data PDRB
menurut lapangan usaha menggunakan data tahun 2010 yaitu data sekunder terbitan dari Badan
Pusat Statistik (BPS), dan data jarak dari Dinas Perhubungan. Data yang digunakan merupakan
data SENSUS PENDUDUK dan SUPAS (survei penduduk antar sensus).Hasil dari penelitian
ini maka didapatkanlah kesimpulan bahwa Pengaruh rasio upah riil terhadap tingkat migrasi
keluar Sumatera Barat adalah positif dan signifikan,yang berarti berarti jika terjadi kenaikan
variabel rasio upah riil maka tingkat migrasi keluar Sumatera Barat akan semakin tinggi dan
disamping itu Jarak juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat migrasi keluar
Sumatera Barat yang mana hal ini berarti semakin dekat jarak antara daerah asal dengan daerah
tujuan migrasi maka tingkat migran yang bermigrasi kedaerah tersebut akan semakin tinggi dan
begitu pula sebaliknya.
Kata Kunci : Migrasi, Tingkat Upah, Pasar Tenaga Kerja.
PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi
merupakan proses dinamis yang dalam
jangka menengah atau panjang akan
membawa dampak perubahan struktural
dan transformasi ekonomi. Dari sisi
ketenagakerjaan transformasi ekonomi
yang terjadi dapat kita lihat dari
meningkatnya penyerapan tenaga kerja
di sektor manufaktur, meskipun
jumlahnya masih tetap kalah jika
dibandingkan dengan penyerapan tenaga
kerja di sektor pertanian, dan pergeseran
sektoral secara agregat dapat dilihat dari
meningkatnya pendapatan perkapita
yang diiringi dengan semakin
menurunnya share sektor pertanian
dalam pembentukan Produk Domestik
Bruto (PDB) (Tambunan dan Priyanto,
2005; Sinuraya dan Saptana, 2006).
Sesuai dengan tujuan utama
migrasi yaitu untuk meningkatkan taraf
hidup migran dan keluarganya, sehingga
pada umumnya mereka bermigrasi untuk
mencari pekerjaan yang dapat
memberikan pendapatan dan status
sosial yang lebih tinggi di daerah tujuan.
Sementara itu Martin (2003) menyatakan
migrasi adalah perpindahan penduduk
dari satu daerah ke daerah lain, yang
terjadi karena adanya perbedaan kondisi
kedua daerah tersebut. Perbedaan
terbesar yang mendorong terjadinya
migrasi adalah kondisi ekonomi dan non
ekonomi. Berdasarkan
pengelompokannya, maka faktor yang
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
165
mendorong migran untuk migrasi
dibedakan dalam tiga kategori, yaitu
faktor demand pull, supply push dan
network. Faktor demand pull terjadi jika
ada permintaan tenaga kerja dari daerah
tujuan, seperti tenaga kerja Meksiko
yang direkrut untuk bekerja pada sektor
pertanian di Amerika. Faktor supply
push terjadi jika tenaga kerja sudah tidak
mungkin lagi memperoleh pekerjaan di
daerahnya sendiri, sehingga mendorong
mereka untuk migrasi ke daerah lain.
Network factor merupakan faktor yang
dapat memberi informasi bagi migran
dalam mengambil keputusan untuk
migrasi.
Menurut Todaro (1998) migrasi
internal sebagai proses alamiah yang
menyalurkan surplus tenaga kerja di
daerah pedesaan ke sektor industri
modern di kota yang daya serap tenaga
kerjanya lebih tinggi. Proses ini
dipandang positif secara sosial, karena
memungkinkan berlangsungnya suatu
pergeseran sumber daya manusia dari
lokasi yang produk marjinal sosialnya
nol ke lokasi yang produk marjinal
sosialnya bukan hanya positif tetapi juga
akan terus meningkat sehubungan
dengan adanya akumulasi modal dan
kemajuan teknologi. Berdasarkan teori-
teori tersebut terlihat bahwa tujuan
utama migrasi adalah meningkatkan
taraf hidup migran dan keluarganya,
sehingga masalah migrasi masih
dipandang sebagai suatu hal yang positif
dalam pembangunan ekonomi. Namun,
fakta yang terjadi di negara berkembang
berbeda dengan pandangan tersebut,
dimana arus migrasi tenaga kerja dari
pedesaan yang umumnya bekerja pada
sektor pertanian jauh melampaui tingkat
penciptaan atau penambahan lapangan
pekerjaan khususnya sektor industri atau
jasa-jasa layanan sosial di perkotaan.
Kehadiran para pendatang
tersebut cenderung melipatgandakan
tingkat penawaran tenaga kerja di
perkotaan, sementara persediaan tenaga
kerja yang sangat bernilai di pedesaan
semakin tipis. Kedua, di sisi permintaan,
penciptaan kesempatan kerja didaerah
perkotaan lebih sulit dan jauh lebih
mahal daripada penciptaan lapangan
kerja di pedesaan karena kebanyakan
jenis pekerjaan sektor-sektor industri di
perkotaan membutuhkan aneka input-
input komplementer yang sangat banyak
jumlah maupun jenisnya.
Indonesia sebagai salah satu
negara berkembang juga mengalami
kondisi yang demikian. Sehubungan
dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi
suatu daerah, sebagai contoh
pertumbuhan ekonomi yang tinggi di
pulau Jawa merupakan penyebab
meningkatnya jumlah penduduk migran
yang masuk ke daerah ini. Selain itu
Jawa yang merupakan daerah paling
berkembang sektor industrinya
dibanding daerah lain di Indonesia
menjadi daerah tujuan utama migran luar
Jawa untuk migrasi ke daerah tersebut.
Hal ini dikarenakan, sektor industri yang
merupakan salah satu faktor penggerak
dalam pertumbuhan ekonomi, menjadi
faktor penarik bagi migran yang
berharap mendapat kesempatan kerja
yang lebih baik.
Data memperlihatkan bahwa
sekitar 90 persen jumlah industri pada
pusat-pusat industri di Indonesia terdapat
di pulau Jawa dan 42.7 persen
diantaranya terdapat di Jawa Barat.
Perkembangan industri ini
mempengaruhi tumbuhnya kawasan
bisnis dan jasa pendukung lainnya.
Kondisi infrastruktur, transportasi,
layanan publik, bisnis dan jasa di daerah
tersebut terus membaik, sehingga
keinginan migran dari luar Jawa untuk
migrasi ke Jawa terus meningkat.
Akibatnya jumlah migran yang datang
ke pulau tersebut melebihi jumlah
kesempatan kerja yang tersedia. Oleh
karena itu, pemahaman terhadap
penyebab, faktor penentu, dan akibat
dari migrasi internal merupakan hal yang
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
166
harus diketahui dan menjadi bekal untuk
merumuskan kebijakan mengenai
migrasi internal desa-kota supaya hal
tersebut tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap kehidupan sosial
ekonomi para migran dan perekonomian
pada umumnya.
Yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah, pertama,
faktor-faktor apa yang mempengaruhi
tingkat migrasi internal keluar Sumatera
Barat. Kedua, Seberapa penting faktor
tersebut dalam mempengaruhi keputusan
bermigrasi keluar Sumatera Barat.
Tujuan penelitian ini adalah
melihat perkembangan migrasi internal
keluar Sumatera Barat serta
menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya migrasi
internal keluar Sumatera Barat.
Sesuai dengan permasalahan yang
dikemukakan diatas maka dapat
dirumuskan hipotesa bahwa diduga
migrasi internal disebabkan oleh faktor
ekonomi seperti upah riil yang lebih
tinggi di daerah tujuan, sektor industri
pada daerah tujuan yang menjadi daya
tarik bagi migran serta jarak antara
daerah tujuan dengan daerah asal. Selain
itu arus migrasi ini dapat mengganggu
keseimbangan pasar kerja yang ada di
daerah tujuan seperti terjadinya
kelebihan penawaran tenaga kerja di
daerah tujuan.
Pengertian Migrasi Penduduk Secara sederhana migrasi didefenisikan
sebagai aktivitas perpindahan.
Sedangkan secara formal, migrasi
didefenisikan sebagai perpindahan
penduduk dengan tujuan untuk menetap
dari suatu tempat ke tempat lain yang
melampaui batas politik/negara ataupun
batas administrasi/batas bagian suatu
negara. Bila melampaui batas negara
maka disebut dengan migrasi
internasional. Sedangkan migrasi dalam
negeri merupakan perpindahan
penduduk yang terjadi dalam batas
wilayah suatu negara, baik antar daerah
ataupun antar propinsi. Pindahnya
penduduk ke suatu daerah tujuan disebut
dengan migrasi masuk. Sedangkan
perpindahan penduduk keluar dari suatu
daerah disebut dengan migrasi keluar
(Depnaker, 1995).
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi
Migrasi
1. Menurut Lee (1987) ada empat faktor
yang perlu diperhatikan dalam studi
migrasi penduduk, yaitu : Faktor-
faktor daerah asal
2. Faktor-faktor yang terdapat pada
daerah tujuan
3. Rintangan antara
4. Faktor-faktor individual
Faktor-faktor 1,2 dan 3, secara
skematis dapat dilihat pada Gambar 1
(Lee, 1987)
Gambar 1
Faktor-faktor yang mempengaruhi
migrasi
Sumber, Todaro (2000)
Pada masing-masing daerah
terdapat faktor-faktor yang menahan
seseorang untuk tidak meninggalkan
daerahnya atau menarik orang untuk
pindah ke daerah tersebut (faktor +), dan
ada pula faktor-faktor yang memaksa
mereka untuk meninggalkan daerah
tersebut (faktor -). Selain itu ada pula
faktor-faktor yang tidak mempengaruhi
penduduk untuk melakukan migrasi
(faktor o).Diantara keempat faktor
tersebut, faktor individu merupakan
faktor yang sangat menentukan dalam
pengambilan keputusan untuk migrasi.
Penilaian positif atau negatif terhadap
suatu daerah tergantung kepada individu
itu sendiri. Besarnya jumlah pendatang
untuk menetap pada suatu daerah
dipengaruhi besarnya faktor penarik
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
167
(pull factor) daerah tersebut bagi
pendatang. Semakin maju kondisi sosial
ekonomi suatu daerah akan menciptakan
berbagai faktor penarik, seperti
perkembangan industri, perdagangan,
pendidikan, perumahan, dan transportasi,
ini diminati oleh penduduk daerah lain
yang berharap dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginannya.
Pada sisi lain, setiap daerah
mempunyai faktor pendorong (push
factor) yang menyebabkan sejumlah
penduduk migrasi ke luar daerahnya.
Faktor pendorong itu antara lain
kesempatan kerja yang terbatas jumlah
dan jenisnya, sarana dan prasarana
pendidikan yang kurang memadai,
fasilitas perumahan dan kondisi
lingkungan yang kurang baik. Todaro
(1998) menyatakan migrasi merupakan
suatu proses yang sangat selektif
mempengaruhi setiap individu dengan
ciri-ciri ekonomi, sosial, pendidikan dan
demografi tertentu, maka pengaruhnya
terhadap faktor-faktor ekonomi dan non
ekonomi dari masing-masing individu
juga bervariasi. Variasi tersebut tidak
hanya terdapat pada arus migrasi antar
wilayah pada negara yang sama, tetapi
juga pada migrasi antar negara.
Beberapa faktor non ekonomis yang
mempengaruhi keinginan seseorang
melakukan migrasi adalah:
1. Faktor-faktor sosial, termasuk
keinginan para migran untuk
melepaskan dari kendala-kendala
tradisional yang terkandung dalam
organisasi-organisasi sosial yang
sebelumnya mengekang mereka.
2. Faktor-faktor fisik, termasuk pengaruh
iklim dan bencana meteorologis,
seperti banjir dan kekeringan.
3. Faktor-faktor demografi, termasuk
penurunan tingkat kematian yang
kemudian mempercepat laju
pertumbuhan penduduk suatu tempat.
4. Faktor -faktor kultural, termasuk
pembinaan kelestarian hubungan
keluarga besar yang berada pada
tempat tujuan migrasi.
Faktor-faktor komunikasi,
termasuk kualitas seluruh sarana
transportasi, sistem pendidikan yang
cenderung berorientasi pada kehidupan
kota dan dampak-dampak modernisasi
yang ditimbulkan oleh media massa atau
media elektronik.
Model Migrasi Todaro
Proses pencapaian titik
ekuilibrium pengangguran (yang akan
tercapai setelah tingkat pendapatan yang
diharapkan di kota sama dengan tingkat
pendapatan aktual di desa) yang akan
menghentikan arus migrasi (bukannya
keseimbangan tingkat upah di desa dan
kota seperti dikemukakan model pasar
tenaga kerja neoklasik) tersebut bisa pula
dijelaskan secara diagramatis.
Diagramnya sudah tersaji pada gambar
1. Asumsikanlah dalam suatu
perekonomian (atau negara) hanya ada
dua sektor, yakni sektor pertanian di
perdesaan dan sektor industri di
perkotaan. Tingkat permintaan tenaga
kerja (kurva produk marjinal tenaga
kerja) di dalam sektor pertanian di
lambangkan oleh garis yang melengkung
ke bawah, AA’. Adapun tingkat
permintaan tenaga kerja di sektor
industri di tunjukkan oleh garis lengkung
(dari kanan ke kiri) MM’.
Total angkatan kerja yang
tersedia disimbolkan oleh OAOM. Dalam
perekonomian pasar neoklasik (upah di
tentukan oleh mekanisme pasar dan
segenap tenaga kerja akan dapat
terserap), tingkat upah ekuilibrium akan
tercipta bila W*A = W
*M, dengan
pembagian tenaga kerja sebanyak OAL*
A
untuk tercipta bila W*
A = W*M,
dengan
pembagian tenaga kerja sebanyak OAL*
A
untuk sektor pertanian,dan OML*M untuk
sektor industri. Sesuai dengan asumsi
Full employment, segenap tenaga kerja
yang tersedia akan terserap habis oleh
dua sektor ekonomi tersebut.
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
168
Gambar 2
Model Migrasi Todaro
Sumber, Todaro (2000)
Namun, apa yang akan terjadi
jika tingkat upah ditentukan oleh
pemerintah (bukannya oleh mekanisme
pasar lagi, sehingga garis lengkungnya
tidak lagi fleksibel), sebagaimana telah
diasumsikan oleh model Todaro,
katakanlah sebesar ŴM yang terletak di
atas W*A jika kita juga berasumsi bahwa
dalam perekonomian tersebut tidak ada
pengangguran, maka tenaga kerja
sebanyak OMLM akan bekerja di sektor
industri manufaktur di perkotaan,
sedangkan sisanya sebanyak OALM akan
berkecimpung dalam sektor pertanian di
pedesaan dengan tingkat upah pasar
yang mencapai OAW**
A (ini lebih kecil
dari pada tingkat upah pasar yang
mencapai OAW*
A). Maka tercipta suatu
kesenjangan atau selisih tingkat upah
antara kota dan dan desa sebanyak ŴM –
W**
A (WM adalah tingkat upah yang
ditentukan oleh pihak pemerintah).
Jika para pekerja di pedesaan
bebas melakukan migrasi (ada negara
yang melarang melakukan migrasi,
misalnya Cina), maka meskipun di desa
tersedia lapangan kerja sebanyak OMLM
mereka akan pergi ke kota-kota guna
memburu tingkat upah yang lebih tinggi.
Jika peluang (probabilitas) bagi mereka
untuk mendapatkan pekerjaan yang
diinginkan kita nyatakan sebagai rasio
antara penyerapan tenaga kerja di sektor
industri manufaktur, atau LM, dan total
angkatan kerja desa, atau LUS, maka nilai
peluang itu dapat kita hitung berdasarkan
rumus berikut ini:
WA =
M)
Nilai peluang perolehan
pekerjaan itulah yang selanjutnya akan
menyamakan tingkat upah di pedesaan,
yakni WA, dengan tingkat pendapatan
yang diharapkan di perkotaan sebesar:
(LM/LUS)(WM). Adanya selisih tingkat
upah desa-kota tersebut kemudian
mendorong terjadinya arus migrasi dari
desa ke kota. Tempat kedudukan (lokus)
titik-titiknya diperlihatkan sebagai kurva
qq’ dalam peraga diatas. Titik
ekuilibrium pengangguran yang baru
kini berada di titik Z, dimana selisih
pendapatan aktual antara desa dan kota
sama dengan WM – WA. Jumlah tenaga
kerja yang masih ada di sektor pertanian
adalah OALA, sedangkan tenaga kerja
sebanyak OMLM ada di sektor industri
manufaktur dengan tingkat upah WM.
Sisanya, yakni LUS = OMLA – OMLM,
akan menganggur atau memasuki
kegiatan sektor informal yang
berpendapatan rendah. Ini menjelaskan
Tin
gk
at u
pah
di
sect
or
ind
ust
ri a
tau
man
ufa
ktu
r
Tin
gk
at u
pah
di
sect
or
per
tan
ian
A M
WA
W**A
W*A
Ŵ*M
ŴM
OA LA LA*L
M* LM OM
LUS
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
169
adanya pengangguran di daerah
perkotaan dan logika atau rasionalitas
ekonomi atas terus berlangsungnya
migrasi dari desa ke kota, meskipun
angka pengangguran diperkotaan cukup
tinggi.
Namun, secara ekonomi rasional,
kecenderungan itu sangat merugikan jika
di lihat dari perspektif sosial. Selain itu
model ini sendiri masih diliputi banyak
kelemahan. Di sini kita menyamaratakan
selera, tingkat pendidikan, tingkat
penalaran dan tingkat keterampilan dari
semua tenaga kerja (tentu saja ini adalah
asumsi yang tidak realistis). Namun,
logika yang terkandung di dalam model
ini ternyata mampu menjelaskan
mengapa tenaga kerja pedesaan yang
berpendidikan lebih tinggi lebih
terdorong untuk melakukan migrasi
(karena peluang mereka memperoleh
pekerjaan dengan upah lebih tinggi di
kota memang cukup besar). Dorongan
bagi mereka untuk bermigrasi jauh lebih
besar daripada yang dirasakan oleh
mereka yang kurang berpendidikan.
Jadi singkatnya, model migrasi dari
Todaro memiliki empat pemikiran
sebagai berikut:
1. Migrasi desa-kota dirangsang,
terutama sekali oleh berbagai
pertimbangan ekonomi yang rasional
dan yang langsung berkaitan dengan
keuntungan atau manfaat dan biaya-
biaya relatif migrasi itu sendiri
(sebagian besar terwujud dalam satuan
moneter, namun ada pula yang
terwujud dalam bentuk-bentuk atau
ukuran lain, misalnya saja kepuasan
psikologis).
2. Keputusan untuk bermigrasi
tergantung pada selisih antara tingkat
pendapatan yang diharapkan di kota
dan tingkat pendapatan aktual di
pedesaan (pendapatan yang
diharapkan adalah sejumlah
pendapatan secara rasional bisa
diharapkan akan tercapai di masa-
masa mendatang). Besar kecilnya
selisih pendapatan itu sendiri
ditentukan oleh dua variabel pokok,
yaitu selisih besaran upah aktual di
kota dan di desa, serta besar atau
kecilnya kemungkinan mendapatkan
pekerjaan di perkotaan yang
menawarkan tingkat pendapatan
sesuai dengan yang diharapkan.
3. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan
berbanding terbalik dengan tingkat
pengangguran di perkotaan.
4. Migrasi desa-kota bisa saja terus
berlangsung meskipun pengangguran
di perkotaan sudah cukup tinggi
(asalkan masih dibawah selisih
pendapatan tersebut). Kenyataan ini
memiliki landasan yang rasional,
yakni para migran pergi ke kota untuk
meraih tingkat upah lebih tinggi yang
nyata (memang tersedia). Dengan
demikian, lonjakan pengangguran di
perkotaan merupakan akibat yang
tidak terhindarkan dari adanya
ketidakseimbangan kesempatan
ekonomi yang sangat parah antara
daerah perkotaan dan daerah pedesaan
(antara lain berupa kesenjangan
tingkat upah tadi), dan ketimpangan-
ketimpangan seperti itu amat mudah
ditemui dikebanyakan negara-negara
Dunia Ketiga.
Teori Upah
Teori Neoklasik mengemukakan
bahwa dalam rangka memaksimumkan
keuntungan, tiap-tiap pengusaha
menggunakan faktor-faktor produksi
sedemikian rupa sehingga tiap faktor
produksi yang dipergunakan menerima
atau diberi imbalan sebesar nilai
pertambahan hasil marjinal dari faktor
poduksi tersebut. Ini berarti bahwa
pengusaha mempekerjakan sejumlah
karyawan sedemikian rupa sehingga
nilai pertambahan hasil marjinal
seseorang sama dengan upah yang
diterima orang tersebut. Dengan kata
lain tingkat upah yang dibayarkan oleh
pengusaha adalah :
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
170
W = WMPPL x P
W = Tingkat upah (dalam arti
labour cost) yang dibayarkan
pengusaha pada pekerja
P = Harga jual barang (hasil
produksi) dalam rupiah per
unit barang
MPPL = marginal physical product of
labor atau pertambahan hasil
marjinal pekerja, diukur dalam
unit barang per unit waktu
VMPPL = Value of marginal physical
product of labor atau nilai
pertambahan hasil marjinal
pekerja atau karyawan
Nilai pertambahan hasil marjinal
pekerja VMPPL, merupakan nilai jasa
yang diberikan oleh pekerja kepada
pengusaha. Sebaliknya upah, W,
dibayarkan oleh pengusaha kapada
pekerja sebagai imbalan terhadap jasa
pekerja yang diberikan kepada
pengusaha.
Selama nilai pertambahan hasil
marjinal pekerja lebih besar dari pada
upah yang dibayarkan oleh pengusaha
(VMPPL > W), pengusaha dapat
menambah keuntungan dengan
menambah pekerja. Di pihak lain,
pengusaha tentu tidak bersedia
membayar upah yang lebih besar dari
nilai usaha kerja yang diberikan pekerja
kepada pengusaha. Dilihat dari segi
pekerja, mereka tidak bersedia menerima
upah yang lebih rendah daripada nilai
usaha kerjanya. Bila pengusaha tertentu
membayar upah yang lebih rendah dari
nilai usaha kerja pekerja, maka pekerja
tersebut akan mencari pekerjaan di
tempat lain yang mampu membayar
sama dengan usaha kerjanya. Dengan
kata lain, dengan asumsi adanya
mobilitas sempurna, pekerja akan
memperoleh upah senilai pertambahan
hasil marjinalnya sebagaimana
dinyatakan dalam persamaan di atas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
menurut teori Neoklasik, pekerja
memperoleh upah senilai dengan
pertambahan hasil marjinalnya. Dengan
kata lain, upah dalam hal ini berfungsi
sebagai imbalan atas usaha kerja yang
diberikan seseorang tersebut kepada
pengusaha.
Dalam rangka memaksimumkan
keuntungan, pengusaha memberikan
imbalan kepada setiap faktor produksi
sebesar nilai tambahan hasil marjinal
masing-masing faktor produsi tersebut.
Imbalan terhadap modal disebut
rendemen. Tingkat rendemen
mencerminkan harga satu unit modal.
Jadi :
r = VMPPK x P
r adalah tingkat rendemen modal,
VMPPK adalah nilai pertambahan hasil
marjinal modal atau value of marginal
physical product of capital, dan P adalah
harga jual barang produksi.
Dengan asumsi bahwa terdapat
mobilitas sempurna atas tenaga pekerja
dan modal, maka tingkat upah di
berbagai perusahaan seharusnya sama,
dan tingkat rendemen di berbagai
alternatif investasi juga sama.
METODE PENELITIAN Model yang digunakan di dalam
penelitian ini berawal dari asumsi bahwa
keputusan pertama untuk bermigrasi
merupakan fenomena ekonomi yang
menggambarkan tanggapan migran
terhadap perbedaan pendapatan yang
diharapkan didaerah tujuan. Kondisi
perekonomian di daerah tujuan juga
menjadi faktor yang mempengaruhi
migran untuk bermigrasi, selain faktor
jarak antara daerah asal dengan daerah
tujuan. Oleh karena itu, keputusan
seseorang untuk melakukan migrasi juga
merupakan keputusan rasional yang
didasarkan pada penghasilan yang
diharapkan (expected income). Model
dasar migrasi adalah:
Y = f {X1(t-5), X2(t-5), X3, et}
dimana :
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
171
Y: tingkat migrasi keluar Sumatera
Barat, dimana:
Y=
x 1000
X1(t-5): rasio tingkat upah riil di daerah
tujuan dengan daerah asal.
X1 =
X2(t-5): rasio proporsi nilai tambah sektor
industri dalam pembentukan
PDRB daerah tujuan dibagi
proporsi nilai tambah sektor
pertanian dalam pembentukan
PDRB daerah asal.
X2(t-5)=
X3 : jarak antara daerah asal dengan
daerah tujuan migrasi.
et : error term.
t : tahun
Asumsi dasar dari model ini
adalah para migran selalu
mempertimbangkan dan
membandingkan pasar kerja dan tingkat
perekonomian di daerah asal dan daerah
tujuan. Apabila pasar kerja di daerah
tujuan lebih besar dari daerah asal dan
kemungkinan mendapatkan keuntungan
yang lebih besar di daerah tujuan maka
keputusannya adalah melakukan migrasi.
Upah riil dan PDRB yang
digunakan pada penelitian ini adalah
upah riil dan PDRB tahun 2000, hal ini
dikarenakan pada penelitian ini data
migran yang digunakan adalah data
migran risen tahun 2005 yaitu mereka
yang pindah melewati batas propinsi
dalan kurun waktu lima tahun terakhir
sebelum pencacahan. Oleh karena itu
asumsi perpindahan migran dipengaruhi
oleh upah riil dan rasio PDRB lima
tahun sebelumnya.
Metode Analisa
Untuk melihat pengaruh variabel
independen yang telah disebutkan diatas
dengan variabel dependen, digunakan
teknik estimasi Ordinary Least Squares
(OLS) mengunakan analisis cross
section dengan mengambil data dari 30
propinsi di Indonesia. Berdasarkan
model diatas maka persamaan regresi
penelitian ini adalah:
Y = β0 + β1 X1 (t-5) + β2 X2 (t-5) + β3 X3 +
et
dimana :
Y : Tingkat migrasi keluar Sumatera
Barat.
X1 (t-5) : rasio tingkat upah riil daerah
tujuan dengan daerah asal
X2 (t-5): rasio proporsi nilai tambah sektor
industri dalam pembentukan
PDRB daerah tujuan dibagi
proporsi nilai tambah sektor
pertanian dalam pembentukan
PDRB daerah asal.
X3 : jarak antara daerah tujuan migrasi
dengan daerah asal.
β0, β1, β2, β3, β4 adalah variable yang akan
diestimate.
et : error term.
Pengujian Hasil Analisis
Untuk mengetahui kesalahan
yang mungkin terjadi pada model ini,
maka dilakukan beberapa test. Dengan
berbagai test ini diharapkan nantinya
persamaan yang dibuat akan bersifat
valid. Test yang akan dilakukan adalah :
1. Ukuran Kebaikan Suai (Goodness of
Fit)
Ukuran Kebaikan Suai (R2) mengukur
persentase yang bisa dijelaskan oleh
variabel independen akan variabel
dependen (Gujarati, 1978). Nilai R2
terletak antara 0 <= R2 <= 1. Jika nilai
R2 bernilai 1 maka variabel
independen dapat menjelaskan
variabel dependen secara utuh.
Sementara jika nilainya 0 maka
variabel independen tidak dapat
menjelaskan apapun tentang variabel
dependen.
2. Pengujian tingkat penting (t-test).
Melalui uji ini, kita dapat mengetahui
apakah suatu estimator signifikan
secara statistik atau tidak. Jika nilai t
yang didapat lebih besar daripada t
tabel, maka estimator tersebut
dikatakan signifikan secara statistik.
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
172
Namun, jika nilai t yang diperoleh
kecil daripada t tabel, maka estimator
tersebut dikatakan tidak signifikan
secara statistik.
3. Pengujian simultan (f-test).
Dengan menggunakan pengujian ini
akan dapat diketahui apakah variabel
independen secara keseluruhan
signifikan secara statistik terhadap
variabel dependen. Jika nilai F yang
didapat lebih besar daripada F tabel,
maka dikatakan bahwa keseluruhan
variabel independen signifikan secara
statistik. Namun, jika nilai F yang
diperoleh kecil daripada F tabel, maka
keseluruhan variabel independen
dikatakan tidak signifikan secara
statistik.
4. Uji Multikolineritas
Uji multikolineritas diperlukan untuk
mengetahui ada tidaknya variabel
independen yang memiliki kemiripan
dengan variabel independen lain
dalam satu model. Kemiripan
antarvariabel independen dalam suatu
model akan menyebabkan terjadinya
korelasi yang sangat kuat antara suatu
variabel independen dengan variabel
independen lain. Selain itu deteksi
terhadap multikolineritas juga
bertujuan untuk menghindari kebiasan
dalam proses pengambilan
kesimpulan mengenai pengaruh pada
uji parsial masing – masing variabel
independen terhadap variabel
dependen.
Salah satu cara untuk mendeteksi ada
tidaknya multikolineritas adalah
dengan melihat nilai koefisien
korelasi antar masing – masing
variabel independen. Jika angka
tersebut < 0,7 maka hal itu berarti
tidak terjadi multikolineritas dan
demikian pula sebaliknya.
5. Uji autokorelasi.
Uji autokorelasi ini melihat apakah
terdapat korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan
menurut waktu atau ruang. Adanya
autokorelasi ini dilihat dari nilai DW.
Jika nilai DW terletak di sekitar nilai
2, maka dikatakan tidak terdapat
serial autokorelasi. Jika nilai DW
terletak disekitar 0 maka berarti
terdapat adanya serial korelasi positif.
Namun jika nilai DW terletak
disekitar 4, maka terdapat serial
korelasi yang negatif.
Data
Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data migran risen tahun 2015,
sedangkan data upah riil dan data PDRB
menurut lapangan usaha menggunakan
data tahun 2010 yaitu data sekunder
terbitan dari Badan Pusat Statistik
(BPS), dan data jarak dari Dinas
Perhubungan. Data yang digunakan
merupakan data SENSUS PENDUDUK
dan SUPAS (survei penduduk antar
sensus).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Empiris
Variabel independen rasio upah riil,
rasio proporsi nilai tambah sektor
industri dalam pembentukan PDRB
daerah tujuan dengan proporsi sektor
pertanian dalam pembentukan PDRB
daerah asal, dan jarak digunakan untuk
melihat pengaruh tingkat migrasi keluar
Sumatera Barat. Untuk itu, persamaan
regresi penelitian ini adalah :
Y = β0 + β1 X1(t-5) + β2 X2(t-5) + β3 X3 + et
Pengujian empiris ini menggunakan
metode OLS (Ordinary Least Square).
Sebelumnya data yang digunakan dalam
regresi ini dijelaskan sebagai berikut :
1. Data migrasi risen keluar Sumatera
Barat tahun 2015
Tingkat migrasi keluar (out migration
rate) Sumatera Barat diperoleh dari
hasil pembagian jumlah migrasi keluar
(out migration) dibagi dengan jumlah
penduduk pertengahan tahun. Angka
ini menunjukkan banyaknya migran
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
173
yang keluar per 1000 orang penduduk
daerah asal.
2. Data upah riil tahun 2010
Migrasi yang kita teliti pada penelitian
ini merupakan migrasi risen yaitu
mereka yang pindah melewati batas
propinsi dalan kurun waktu lima tahun
terakhir sebelum pencacahan, oleh
karena itu data upah riil yang kita
gunakan dalam penelitian ini adalah
data upah riil tahun 2010. Karena
tahun 2010 dianggap sebagai tahun
dasar didalam mengambil keputusan
untuk melakukan migrasi. Pada
penelitian ini kita membandingkan
upah riil daerah tujuan dengan upah
riil daerah asal.
3. Data PDRB 2010 harga konstan
menurut lapangan usaha
Pada penelitian ini kita melihat
perbandingan rasio proporsi nilai
tambah sektor industri daerah tujuan
per PDRB daerah tujuan dengan
proporsi nilai tambah sektor pertanian
daerah asal per PDRB daerah asal.
Penggunaan variabel ini untuk melihat
ketertarikan migran untuk pindah dari
sektor pertanian ke sektor industri
pada daerah tujuan.
4. Data jarak antara daerah asal dan
daerah tujuan migrasi
Data jarak merupakan data jarak Km
antara daerah asal dengan daerah
tujuan migrasi.
Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Tingkat Migrasi Keluar
Sumatera Barat.
Sub bab ini memperlihatkan hasil
pengujian empiris faktor-faktor yang
mempengaruhi migrasi keluar Sumatera
Barat. Pengujian koefisien determinasi
(R2), t-test, f-test, uji multikolinearitas
serta uji autokorelasi dilakukan untuk
analisis ekonometrik. Berikut adalah
hasil penelitian :
Ukuran Kebaikan Suai (Goodness Of
Fit)
Ukuran Kebaikan Suai (R2)
mengukur persentase yang bisa
dijelaskan oleh variabel independen akan
variabel dependen (Gujarati, 1978). Nilai
R2 terletak antara 0 <= R
2 <= 1. Jika
nilai R2 bernilai 1 maka variabel
independen dapat menjelaskan variabel
dependen secara utuh. Sementara jika
nilainya 0 maka variabel independen
tidak dapat menjelaskan apapun tentang
variabel dependen.
Tabel 1
Hasil pengolahan dengan menggunakan Eviews 3.0 Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 06/22/09 Time: 20:42 Sample(adjusted): 2 30 Included observations: 24 Excluded observations: 5 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -1.227243 3.136278 -0.391306 0.6997 X1 5.008307 2.712881 1.846121** 0.0797 X2 -1.097726 1.139109 -0.963671 0.3467 X3 -0.001271 0.000528 -2.409269* 0.0257
R-squared 0.280927 Mean dependent var 1.270458 Adjusted R-squared 0.173066 S.D. dependent var 3.170020 S.E. of regression 2.882687 Akaike info criterion 5.106334 Sum squared resid 166.1976 Schwarz criterion 5.302676 Log likelihood -57.27601 F-statistic 2.604528 Durbin-Watson stat 2.237702 Prob(F-statistic) 0.080206
Keterangan : *) signifikan pada p = 5 %
**) signifikan pada p = 10 %
Sumber : Pengolahan data 2017
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
174
Hasil penelitian diatas dapat ditulis
dalam persamaan :
Y = - 1.22743 + 5.008307* X1 – 1.097726*
X2 - 0.001271* X3
Dari hasil regresi diatas dapat
dilihat bahwa nilai R2 sebesar 0,280987
berarti variabel independen mampu
menerangkan variabel dependen tingkat
migrasi keluar Sumatera Barat sebesar
28,09%. Sedangkan 71,91% lagi
ditentukan oleh variabel lain yang
terdapat di luar model yang digunakan.
Hasil ini terbilang relatif kecil, hal ini
disebabkan karena migrasi sebagai salah
satu bentuk behavioral economic,
merupakan kombinasi dari psikologi dan
motif ekonomi menyangkut berbagai
hambatan dan berbagai hal yang sangat
kompleks dari satu individu manusia
(Mullainathan dan Thaler, 2000).
Artinya lagi bahwa seorang individu
akan membuat keputusan sebagai suatu
fungsi utilitas pribadinya menggunakan
berbagai informasi yang ada dan
memproses informasi yang ada secara
tepat menurut pribadi masing-masing
yang bersifat independen (DellaVigna,
2007).
Pengujian tingkat penting (t-test).
Koefisien regresi rasio upah riil (
X1(t-5)) adalah sebesar 5.008307. Artinya
adalah, dengan menjaga semua variabel
independen yang lain konstan, rasio
upah riil mempengaruhi migrasi keluar
Sumatera Barat secara positif . Hasil ini
signifikan pada tingkat kesalahan 10%.
Hal ini karena nilai t-tabel untuk tingkat
kesalahan 10% dan d.f : 24-3 = 21,
adalah sebesar 1.721, sementara nilai t-
test hitung koefisien ini adalah 1.846121
(thitung >ttabel). Jadi koefisien ini memiliki
dampak positif namun tidak terlalu
berpengaruh terhadap tingkat migrasi
keluar Sumatera Barat.
Variabel rasio proporsi nilai
tambah sektor industri dalam
pembentukan PDRB daerah tujuan
dengan proporsi nilai tambah sektor
pertanian dalam pembentukan PDRB
daerah asal (X2(t-5)) mempunyai koefisien
sebesar -1.097726. Dari nilai koefisien
regresi yang dihasilkan dapat ditarik
kesimpulan bahwa jika dilakukan
pengujian secara parsial variabel ini
tidak signifikan mempengaruhi tingkat
migrasi keluar Sumatera Barat, hal ini
dapat dilihat dari nilai signifikansi dari
variabel ini lebih besar dari tingkat
kepercayaan sebesar 0,05.
Variabel jarak (X3) mempunyai
koefisien sebesar -0.001271, arah
pengaruh koefisien adalah negatif
artinya semakin jauh jarak antara daerah
tujuan migrasi dengan daerah asal maka
jumlah migran yang bermigrasi ke
daerah tersebut semakin sedikit dan
begitu pula sebaliknya. Variabel ini
signifikan pada tingkat kesalahan 5%
karena nilai thitung lebih besar dari nilai
ttabel ( 2.409269 > 1.721).
Pengujian simultan (f-test).
Secara keseluruhan, variabel
independen dapat menjelaskan variabel
dependen pada tingkat kesalahan 10
persen. Ini dapat dilihat dari nilai
prob(F-statistic) sebesar 0.080206.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan
untuk melihat adanya hubungan linier
antara variabel independen dalam model
regresi. Salah satu metode yang
digunakan untuk menguji asumsi ini
yaitu dengan menggunakan Correlation
Matrix (r) masing-masing variabel, baik
independen maupun dependen. Berikut
ini adalah hasil uji Multikolinearitas :
Tabel.2
Hasil Uji Multikolinearitas
(Correlation Matrix) X1 X2 X3
X1 1.000000 -0.158058 0.281053
X2 -0.158058 1.000000 -0.441410
X3 0.281053 -0.441410 1.000000
Sumber : Pengolahan data 2017
Model dinyatakan terkena
multikolineritas jika r (absolute) > 0,8.
Dari tabel tidak terdapat r (nilai
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
175
absolute) yang besar dari 0,8 sehingga
bisa dinyatakan bahwa model terbebas
dari multikolinearitas (tidak terjadi
multikoleniaritas).
Uji autokorelasi.
Uji autokorelasi ini dilakukan
untuk melihat apakah terdapat korelasi
antara anggota serangkaian observasi
yang diurutkan menurut waktu atau
ruang. Adanya autokorelasi ini dilihat
dari nilai DW. Dari hasil regresi diatas
diperoleh nilai DW sebesar 2.24 yang
berarti berdasarkan tabel tak ada
autokorelasi pada anggota serangkaian
observasi yang kita uji.
Tabel.3
Pengukuran Autokorelasi
Durbin Watson Kesimpulan
Kurang dari 1.08 1.08 sampai dengan 1.66 1,66 sampai dengan 2,34 2,34 sampai dengan 2,92 Lebih dari 2,92
Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi
Sumber : Algifari, 2000
Implikasi
Berdasarkan hasil analisa diatas,
disampaikan implikasi sebagai berikut :
1. Pengaruh rasio upah riil terhadap
tingkat migrasi keluar Sumatera Barat
adalah positif dan signifikan pada
tingkat kepercayaan 10 persen, sesuai
dengan hipotesa pada penelitian ini.
Hal ini disebabkan karena para
migran cenderung memilih daerah
dengan tingkat upah riil yang lebih
tinggi. Tingkat kepercayaan pada
level 10 % menunjukan bahwa
perpindahan (migrasi) penduduk dari
Sumatera Barat keluar Sumatera
Barat belum menjadikan faktor upah
sebagai daya tarik bagi penduduk di
Sumatera Barat untuk melakukan
migrasi. Ada kemungkinan alasan
lain yang lebih kuat untuk mendorong
migrasi tersebut seperti faktor budaya
masyarakat Sumatera Barat dan faktor
pendidikan. Kedepan ini mungkin
faktor upah akan lebih menunjukan
signifikansi karena beberapa kajian
dari pola migrasi yang dilakukan di
beberapa negara berkembang
menunjukan bahwa faktor upah inilah
yang sebenarnya menjadi faktor
utama pendudukan melakukan
migrasi (Todaro, 2000; Tan, 1993).
2. Pada variabel rasio proporsi nilai
tambah sektor industri dalam
pembentukan PDRB daerah tujuan
dengan proporsi nilai tambah sektor
pertanian dalam pembentukan PDRB
daerah asal adalah tidak signifikan
dan tidak sesuai dengan hipotesa
penelitian ini. Hal ini bisa saja terjadi
karena penduduk Sumatera Barat
yang bermigrasi kedaerah lain lebih
banyak berprofesi pada sektor
informal seperti berdagang.
3. Pengaruh jarak adalah signifikan
terhadap tingkat migrasi keluar
Sumatera Barat, hal ini sesuai dengan
hipotesis penelitian ini. Karena
semakin jauh jarak antara daerah asal
dengan daerah tujuan migrasi maka
jumlah migran yang bermigrasi ke
daerah tersebut semakin sedikit dan
begitu pula sebaliknya.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
mengenai faktor faktor yang
mempengaruhi tingkat migrasi internal
keluar Sumatera Barat, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Rasio upah riil berpengaruh positif
dan signifikan pada tingkat kesalahan
10 persen, berarti hasilnya sesuai
dengan hipotesis penelitian ini. Ini
berarti jika terjadi kenaikan variabel
rasio upah riil maka tingkat migrasi
keluar Sumatera Barat akan semakin
tinggi. Meski begitu sebenarnya
masih terdapat faktor faktor lain yang
lebih kuat untuk mendorong migrasi
tersebut seperti faktor budaya
masyarakat Sumatera Barat, kerabat
di daerah tujuan dan faktor
pendidikan.
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
176
2. Rasio proporsi nilai tambah sektor
industri dalam pembentukan PDRB
daerah tujuan per proporsi nilai
tambah sektor pertanian dalam
pembentukan PDRB daerah asal
adalah tidak signifikan. Hasil ini tidak
sesuai dengan hipotesis penelitian ini.
Ini berarti peningkatan variabel ini
tidak berpengaruh terhadap tingkat
migrasi keluar Sumatera Barat.
3. Jarak berpengaruh signifikan terhadap
tingkat migrasi keluar Sumatera
Barat. Hasil ini sesuai dengan
hipotesis penelitian ini. Ini berarti
semakin dekat jarak antara daerah
asal dengan daerah tujuan migrasi
maka tingkat migran yang bermigrasi
kedaerah tersebut akan semakin tinggi
dan begitu pula sebaliknya.
4. R-squared (R2) sebesar 0.280927
yang menunjukkan bahwa secara
statistik tingkat migrasi keluar
Sumatera Barat tidak ditentukan oleh
ketiga variabel diatas. Berarti ada
faktor lain yang mempengaruhi
tingkat migrasi keluar Sumatera
Barat. Faktor faktor tersebut bisa saja
berasal dari faktor non ekonomi dan
faktor individual, selain itu setiap
daerah mempunyai push factor yang
berbeda yang menyebabkan sejumlah
penduduk bermigrasi keluar
daerahnya.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, sebagai
masukan dan saran terhadap pemerintah
daerah Sumatera Barat dalam rangka
mengurangi tingkat migrasi keluar
Sumatera Barat adalah sebagai berikut :
1. Mengupayakan peningkatan upah
terhadap tenaga kerja di Sumatera
Barat dengan membuat kebijakan
tentang upah regional yang lebih
tinggi sehingga dapat mengurangi
tingkat migrasi keluar Sumatera
Barat.
2. Kebijaksanaan membuka kesempatan
kerja bagi masyarakat dengan
mengoptimalkan sumber daya alam
dan potensi daerah yang ada di
Sumatera Barat.
3. Meningkatkan sumber daya manusia
dengan mengadakan pengembangan
skill dan jiwa kewirausahaan
sehingga mampu menciptakan
lapangan pekerjaan, tidak hanya
untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk
orang lain.
4. Memperbaiki infrastuktur serta sarana
dan prasarana yang telah ada, karena
migrasi terjadi juga disebabkan tidak
meratanya infrastruktur dan sarana
prasarana di setiap daerah. Apalagi
pulau Jawa yang memiliki
infrastruktur serta sarana dan
prasarana yang lebih lengkap
menjadikan pulau Jawa sebagai
daerah tujuan migrasi terbesar. Hal ini
dapat menyebabkan surplus
penawaran tenaga kerja pada daerah
tujuan migrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Desy, 2006, “Keragaan Pasar
Kerja Pertanian-Nonpertanian dan
Migrasi Desa-Kota: Telaah Periode
Krisis Ekonomi”, Journal on Social
Economic of Agriculture and
Agribusiness.
Bencivenga, Valerie R, 1997,
“Unemployment, Migration, and
Growth”, The Journal of Political
Economy; Jun 1997; 105, 3;
ABI/INFORM Research pg. 582.
Biro Pusat Statistik, 2005. “Survey
Penduduk Antar Sensus”. Jakarta :
BPS
Biro Pusat Statistik, 2005. “Statistik
Upah Indonesia”. Jakarta : BPS
Cebula, Richard J. dan Gigi M.
Alexander, 2006, “Determinants of
Net Interstate Migration, 2000-
2004”, JRAP 36(2): 116-123.
Emalisa, 2003, “Pola dan Arus Migrasi
di Indonesia Emalisa Digitized by
USU digital Library.
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
177
Elfindri, 2001, “Ekonomi Sumber Daya
Manusia”, Padang, Universitas
Andalas.
Elfindri dan Nasri. Bachtiar. 2004.
“Ekonomi Ketenagakerjaan”,
Padang: Andalas University Press.
Gujarati, Damodar. 1978 ”Ekonometrika
Dasar”, Erlangga, Jakarta.
Junaidi, 2006,” Ekonomi Migrasi”,
Unjab.
Nachrowi, D. N., 2006, “Ekonometrika”,
Lembaga Penerbit FEUI.
Partridge, Mark D. and Dan S.
Rickman., 2004, “An SVAR Model
of Fluktuations in U. S. Migration
Flows and State Labor Market
Dynamics”, America Regional
science Association.
Pindyck, R. S. Dan Daniel L.R., 1991,
“Econometrics Model and
Economic Forecast”, Mc-GrawHill.
Saptana dan Julia Forcina Sinuraya,
2006, “Migrasi Tenaga Kerja
Pedesaan dan Pola
Pemanfaatannya”, Pusat Analisis
Sosek dan Kebijakn Pertanian,
Badan Litbang Pertanian.
Simanjuntak, J. Payaman, 1998,
“Pengantar Eknonomi Sumber Daya
Manusia”, Lembaga Penerbit FEUI.
Syafrida, 2008, “Dampak Kebijakan
Migrasi Terhadap Pasar Kerja dan
Perekonomian Indonesia”, IPB
Bogor.
Tan, Gerald (1993), The Economic
Transformation of Asia, Singapore :
Time
Tervo, Hannu, 2000, “Migration and
Labour Market Adjustment:
Empirical Evidence From Finland
1985-90”, International Review of
Applied Economics; Jul 2000; 14, 3;
Academic Research Library pg. 343.
Todaro.M. P., 2000, “Ekonomi
Pembangunan”, PT Erlangga
http://demografi.bps.go.id/versi1 _