VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

14
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469 164 VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT MIGRASI KELUAR SUMATERA BARAT Dedi Julianto 1 , Alvin Alfian 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dharma Andalas ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan migrasi internal keluar Sumatera Barat dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya migrasi internal keluar Sumatera Barat.Metode analisis yang dipakai di dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik estimasi Ordinary Least Squares (OLS) mengunakan analisis cross section dengan mengambil data dari 33 propinsi di Indonesia..Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data migran risen tahun 2015, sedangkan data upah riil dan data PDRB menurut lapangan usaha menggunakan data tahun 2010 yaitu data sekunder terbitan dari Badan Pusat Statistik (BPS), dan data jarak dari Dinas Perhubungan. Data yang digunakan merupakan data SENSUS PENDUDUK dan SUPAS (survei penduduk antar sensus).Hasil dari penelitian ini maka didapatkanlah kesimpulan bahwa Pengaruh rasio upah riil terhadap tingkat migrasi keluar Sumatera Barat adalah positif dan signifikan,yang berarti berarti jika terjadi kenaikan variabel rasio upah riil maka tingkat migrasi keluar Sumatera Barat akan semakin tinggi dan disamping itu Jarak juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat migrasi keluar Sumatera Barat yang mana hal ini berarti semakin dekat jarak antara daerah asal dengan daerah tujuan migrasi maka tingkat migran yang bermigrasi kedaerah tersebut akan semakin tinggi dan begitu pula sebaliknya. Kata Kunci : Migrasi, Tingkat Upah, Pasar Tenaga Kerja. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi merupakan proses dinamis yang dalam jangka menengah atau panjang akan membawa dampak perubahan struktural dan transformasi ekonomi. Dari sisi ketenagakerjaan transformasi ekonomi yang terjadi dapat kita lihat dari meningkatnya penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur, meskipun jumlahnya masih tetap kalah jika dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, dan pergeseran sektoral secara agregat dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan perkapita yang diiringi dengan semakin menurunnya share sektor pertanian dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) (Tambunan dan Priyanto, 2005; Sinuraya dan Saptana, 2006). Sesuai dengan tujuan utama migrasi yaitu untuk meningkatkan taraf hidup migran dan keluarganya, sehingga pada umumnya mereka bermigrasi untuk mencari pekerjaan yang dapat memberikan pendapatan dan status sosial yang lebih tinggi di daerah tujuan. Sementara itu Martin (2003) menyatakan migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain, yang terjadi karena adanya perbedaan kondisi kedua daerah tersebut. Perbedaan terbesar yang mendorong terjadinya migrasi adalah kondisi ekonomi dan non ekonomi. Berdasarkan pengelompokannya, maka faktor yang

Transcript of VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

Page 1: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

164

VOLUME 19 NO 2, JULI 2017

JURNAL EKONOMI & BISNIS

DHARMA ANDALAS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT

MIGRASI KELUAR SUMATERA BARAT

Dedi Julianto1, Alvin Alfian

1

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dharma Andalas

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan migrasi internal keluar Sumatera

Barat dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya migrasi internal keluar

Sumatera Barat.Metode analisis yang dipakai di dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik estimasi Ordinary Least Squares (OLS) mengunakan analisis cross section

dengan mengambil data dari 33 propinsi di Indonesia..Jenis data yang digunakan di dalam

penelitian ini adalah data migran risen tahun 2015, sedangkan data upah riil dan data PDRB

menurut lapangan usaha menggunakan data tahun 2010 yaitu data sekunder terbitan dari Badan

Pusat Statistik (BPS), dan data jarak dari Dinas Perhubungan. Data yang digunakan merupakan

data SENSUS PENDUDUK dan SUPAS (survei penduduk antar sensus).Hasil dari penelitian

ini maka didapatkanlah kesimpulan bahwa Pengaruh rasio upah riil terhadap tingkat migrasi

keluar Sumatera Barat adalah positif dan signifikan,yang berarti berarti jika terjadi kenaikan

variabel rasio upah riil maka tingkat migrasi keluar Sumatera Barat akan semakin tinggi dan

disamping itu Jarak juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat migrasi keluar

Sumatera Barat yang mana hal ini berarti semakin dekat jarak antara daerah asal dengan daerah

tujuan migrasi maka tingkat migran yang bermigrasi kedaerah tersebut akan semakin tinggi dan

begitu pula sebaliknya.

Kata Kunci : Migrasi, Tingkat Upah, Pasar Tenaga Kerja.

PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi

merupakan proses dinamis yang dalam

jangka menengah atau panjang akan

membawa dampak perubahan struktural

dan transformasi ekonomi. Dari sisi

ketenagakerjaan transformasi ekonomi

yang terjadi dapat kita lihat dari

meningkatnya penyerapan tenaga kerja

di sektor manufaktur, meskipun

jumlahnya masih tetap kalah jika

dibandingkan dengan penyerapan tenaga

kerja di sektor pertanian, dan pergeseran

sektoral secara agregat dapat dilihat dari

meningkatnya pendapatan perkapita

yang diiringi dengan semakin

menurunnya share sektor pertanian

dalam pembentukan Produk Domestik

Bruto (PDB) (Tambunan dan Priyanto,

2005; Sinuraya dan Saptana, 2006).

Sesuai dengan tujuan utama

migrasi yaitu untuk meningkatkan taraf

hidup migran dan keluarganya, sehingga

pada umumnya mereka bermigrasi untuk

mencari pekerjaan yang dapat

memberikan pendapatan dan status

sosial yang lebih tinggi di daerah tujuan.

Sementara itu Martin (2003) menyatakan

migrasi adalah perpindahan penduduk

dari satu daerah ke daerah lain, yang

terjadi karena adanya perbedaan kondisi

kedua daerah tersebut. Perbedaan

terbesar yang mendorong terjadinya

migrasi adalah kondisi ekonomi dan non

ekonomi. Berdasarkan

pengelompokannya, maka faktor yang

Page 2: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

165

mendorong migran untuk migrasi

dibedakan dalam tiga kategori, yaitu

faktor demand pull, supply push dan

network. Faktor demand pull terjadi jika

ada permintaan tenaga kerja dari daerah

tujuan, seperti tenaga kerja Meksiko

yang direkrut untuk bekerja pada sektor

pertanian di Amerika. Faktor supply

push terjadi jika tenaga kerja sudah tidak

mungkin lagi memperoleh pekerjaan di

daerahnya sendiri, sehingga mendorong

mereka untuk migrasi ke daerah lain.

Network factor merupakan faktor yang

dapat memberi informasi bagi migran

dalam mengambil keputusan untuk

migrasi.

Menurut Todaro (1998) migrasi

internal sebagai proses alamiah yang

menyalurkan surplus tenaga kerja di

daerah pedesaan ke sektor industri

modern di kota yang daya serap tenaga

kerjanya lebih tinggi. Proses ini

dipandang positif secara sosial, karena

memungkinkan berlangsungnya suatu

pergeseran sumber daya manusia dari

lokasi yang produk marjinal sosialnya

nol ke lokasi yang produk marjinal

sosialnya bukan hanya positif tetapi juga

akan terus meningkat sehubungan

dengan adanya akumulasi modal dan

kemajuan teknologi. Berdasarkan teori-

teori tersebut terlihat bahwa tujuan

utama migrasi adalah meningkatkan

taraf hidup migran dan keluarganya,

sehingga masalah migrasi masih

dipandang sebagai suatu hal yang positif

dalam pembangunan ekonomi. Namun,

fakta yang terjadi di negara berkembang

berbeda dengan pandangan tersebut,

dimana arus migrasi tenaga kerja dari

pedesaan yang umumnya bekerja pada

sektor pertanian jauh melampaui tingkat

penciptaan atau penambahan lapangan

pekerjaan khususnya sektor industri atau

jasa-jasa layanan sosial di perkotaan.

Kehadiran para pendatang

tersebut cenderung melipatgandakan

tingkat penawaran tenaga kerja di

perkotaan, sementara persediaan tenaga

kerja yang sangat bernilai di pedesaan

semakin tipis. Kedua, di sisi permintaan,

penciptaan kesempatan kerja didaerah

perkotaan lebih sulit dan jauh lebih

mahal daripada penciptaan lapangan

kerja di pedesaan karena kebanyakan

jenis pekerjaan sektor-sektor industri di

perkotaan membutuhkan aneka input-

input komplementer yang sangat banyak

jumlah maupun jenisnya.

Indonesia sebagai salah satu

negara berkembang juga mengalami

kondisi yang demikian. Sehubungan

dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi

suatu daerah, sebagai contoh

pertumbuhan ekonomi yang tinggi di

pulau Jawa merupakan penyebab

meningkatnya jumlah penduduk migran

yang masuk ke daerah ini. Selain itu

Jawa yang merupakan daerah paling

berkembang sektor industrinya

dibanding daerah lain di Indonesia

menjadi daerah tujuan utama migran luar

Jawa untuk migrasi ke daerah tersebut.

Hal ini dikarenakan, sektor industri yang

merupakan salah satu faktor penggerak

dalam pertumbuhan ekonomi, menjadi

faktor penarik bagi migran yang

berharap mendapat kesempatan kerja

yang lebih baik.

Data memperlihatkan bahwa

sekitar 90 persen jumlah industri pada

pusat-pusat industri di Indonesia terdapat

di pulau Jawa dan 42.7 persen

diantaranya terdapat di Jawa Barat.

Perkembangan industri ini

mempengaruhi tumbuhnya kawasan

bisnis dan jasa pendukung lainnya.

Kondisi infrastruktur, transportasi,

layanan publik, bisnis dan jasa di daerah

tersebut terus membaik, sehingga

keinginan migran dari luar Jawa untuk

migrasi ke Jawa terus meningkat.

Akibatnya jumlah migran yang datang

ke pulau tersebut melebihi jumlah

kesempatan kerja yang tersedia. Oleh

karena itu, pemahaman terhadap

penyebab, faktor penentu, dan akibat

dari migrasi internal merupakan hal yang

Page 3: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

166

harus diketahui dan menjadi bekal untuk

merumuskan kebijakan mengenai

migrasi internal desa-kota supaya hal

tersebut tidak menimbulkan dampak

negatif terhadap kehidupan sosial

ekonomi para migran dan perekonomian

pada umumnya.

Yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah, pertama,

faktor-faktor apa yang mempengaruhi

tingkat migrasi internal keluar Sumatera

Barat. Kedua, Seberapa penting faktor

tersebut dalam mempengaruhi keputusan

bermigrasi keluar Sumatera Barat.

Tujuan penelitian ini adalah

melihat perkembangan migrasi internal

keluar Sumatera Barat serta

menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya migrasi

internal keluar Sumatera Barat.

Sesuai dengan permasalahan yang

dikemukakan diatas maka dapat

dirumuskan hipotesa bahwa diduga

migrasi internal disebabkan oleh faktor

ekonomi seperti upah riil yang lebih

tinggi di daerah tujuan, sektor industri

pada daerah tujuan yang menjadi daya

tarik bagi migran serta jarak antara

daerah tujuan dengan daerah asal. Selain

itu arus migrasi ini dapat mengganggu

keseimbangan pasar kerja yang ada di

daerah tujuan seperti terjadinya

kelebihan penawaran tenaga kerja di

daerah tujuan.

Pengertian Migrasi Penduduk Secara sederhana migrasi didefenisikan

sebagai aktivitas perpindahan.

Sedangkan secara formal, migrasi

didefenisikan sebagai perpindahan

penduduk dengan tujuan untuk menetap

dari suatu tempat ke tempat lain yang

melampaui batas politik/negara ataupun

batas administrasi/batas bagian suatu

negara. Bila melampaui batas negara

maka disebut dengan migrasi

internasional. Sedangkan migrasi dalam

negeri merupakan perpindahan

penduduk yang terjadi dalam batas

wilayah suatu negara, baik antar daerah

ataupun antar propinsi. Pindahnya

penduduk ke suatu daerah tujuan disebut

dengan migrasi masuk. Sedangkan

perpindahan penduduk keluar dari suatu

daerah disebut dengan migrasi keluar

(Depnaker, 1995).

Beberapa Faktor yang Mempengaruhi

Migrasi

1. Menurut Lee (1987) ada empat faktor

yang perlu diperhatikan dalam studi

migrasi penduduk, yaitu : Faktor-

faktor daerah asal

2. Faktor-faktor yang terdapat pada

daerah tujuan

3. Rintangan antara

4. Faktor-faktor individual

Faktor-faktor 1,2 dan 3, secara

skematis dapat dilihat pada Gambar 1

(Lee, 1987)

Gambar 1

Faktor-faktor yang mempengaruhi

migrasi

Sumber, Todaro (2000)

Pada masing-masing daerah

terdapat faktor-faktor yang menahan

seseorang untuk tidak meninggalkan

daerahnya atau menarik orang untuk

pindah ke daerah tersebut (faktor +), dan

ada pula faktor-faktor yang memaksa

mereka untuk meninggalkan daerah

tersebut (faktor -). Selain itu ada pula

faktor-faktor yang tidak mempengaruhi

penduduk untuk melakukan migrasi

(faktor o).Diantara keempat faktor

tersebut, faktor individu merupakan

faktor yang sangat menentukan dalam

pengambilan keputusan untuk migrasi.

Penilaian positif atau negatif terhadap

suatu daerah tergantung kepada individu

itu sendiri. Besarnya jumlah pendatang

untuk menetap pada suatu daerah

dipengaruhi besarnya faktor penarik

Page 4: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

167

(pull factor) daerah tersebut bagi

pendatang. Semakin maju kondisi sosial

ekonomi suatu daerah akan menciptakan

berbagai faktor penarik, seperti

perkembangan industri, perdagangan,

pendidikan, perumahan, dan transportasi,

ini diminati oleh penduduk daerah lain

yang berharap dapat memenuhi

kebutuhan dan keinginannya.

Pada sisi lain, setiap daerah

mempunyai faktor pendorong (push

factor) yang menyebabkan sejumlah

penduduk migrasi ke luar daerahnya.

Faktor pendorong itu antara lain

kesempatan kerja yang terbatas jumlah

dan jenisnya, sarana dan prasarana

pendidikan yang kurang memadai,

fasilitas perumahan dan kondisi

lingkungan yang kurang baik. Todaro

(1998) menyatakan migrasi merupakan

suatu proses yang sangat selektif

mempengaruhi setiap individu dengan

ciri-ciri ekonomi, sosial, pendidikan dan

demografi tertentu, maka pengaruhnya

terhadap faktor-faktor ekonomi dan non

ekonomi dari masing-masing individu

juga bervariasi. Variasi tersebut tidak

hanya terdapat pada arus migrasi antar

wilayah pada negara yang sama, tetapi

juga pada migrasi antar negara.

Beberapa faktor non ekonomis yang

mempengaruhi keinginan seseorang

melakukan migrasi adalah:

1. Faktor-faktor sosial, termasuk

keinginan para migran untuk

melepaskan dari kendala-kendala

tradisional yang terkandung dalam

organisasi-organisasi sosial yang

sebelumnya mengekang mereka.

2. Faktor-faktor fisik, termasuk pengaruh

iklim dan bencana meteorologis,

seperti banjir dan kekeringan.

3. Faktor-faktor demografi, termasuk

penurunan tingkat kematian yang

kemudian mempercepat laju

pertumbuhan penduduk suatu tempat.

4. Faktor -faktor kultural, termasuk

pembinaan kelestarian hubungan

keluarga besar yang berada pada

tempat tujuan migrasi.

Faktor-faktor komunikasi,

termasuk kualitas seluruh sarana

transportasi, sistem pendidikan yang

cenderung berorientasi pada kehidupan

kota dan dampak-dampak modernisasi

yang ditimbulkan oleh media massa atau

media elektronik.

Model Migrasi Todaro

Proses pencapaian titik

ekuilibrium pengangguran (yang akan

tercapai setelah tingkat pendapatan yang

diharapkan di kota sama dengan tingkat

pendapatan aktual di desa) yang akan

menghentikan arus migrasi (bukannya

keseimbangan tingkat upah di desa dan

kota seperti dikemukakan model pasar

tenaga kerja neoklasik) tersebut bisa pula

dijelaskan secara diagramatis.

Diagramnya sudah tersaji pada gambar

1. Asumsikanlah dalam suatu

perekonomian (atau negara) hanya ada

dua sektor, yakni sektor pertanian di

perdesaan dan sektor industri di

perkotaan. Tingkat permintaan tenaga

kerja (kurva produk marjinal tenaga

kerja) di dalam sektor pertanian di

lambangkan oleh garis yang melengkung

ke bawah, AA’. Adapun tingkat

permintaan tenaga kerja di sektor

industri di tunjukkan oleh garis lengkung

(dari kanan ke kiri) MM’.

Total angkatan kerja yang

tersedia disimbolkan oleh OAOM. Dalam

perekonomian pasar neoklasik (upah di

tentukan oleh mekanisme pasar dan

segenap tenaga kerja akan dapat

terserap), tingkat upah ekuilibrium akan

tercipta bila W*A = W

*M, dengan

pembagian tenaga kerja sebanyak OAL*

A

untuk tercipta bila W*

A = W*M,

dengan

pembagian tenaga kerja sebanyak OAL*

A

untuk sektor pertanian,dan OML*M untuk

sektor industri. Sesuai dengan asumsi

Full employment, segenap tenaga kerja

yang tersedia akan terserap habis oleh

dua sektor ekonomi tersebut.

Page 5: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

168

Gambar 2

Model Migrasi Todaro

Sumber, Todaro (2000)

Namun, apa yang akan terjadi

jika tingkat upah ditentukan oleh

pemerintah (bukannya oleh mekanisme

pasar lagi, sehingga garis lengkungnya

tidak lagi fleksibel), sebagaimana telah

diasumsikan oleh model Todaro,

katakanlah sebesar ŴM yang terletak di

atas W*A jika kita juga berasumsi bahwa

dalam perekonomian tersebut tidak ada

pengangguran, maka tenaga kerja

sebanyak OMLM akan bekerja di sektor

industri manufaktur di perkotaan,

sedangkan sisanya sebanyak OALM akan

berkecimpung dalam sektor pertanian di

pedesaan dengan tingkat upah pasar

yang mencapai OAW**

A (ini lebih kecil

dari pada tingkat upah pasar yang

mencapai OAW*

A). Maka tercipta suatu

kesenjangan atau selisih tingkat upah

antara kota dan dan desa sebanyak ŴM –

W**

A (WM adalah tingkat upah yang

ditentukan oleh pihak pemerintah).

Jika para pekerja di pedesaan

bebas melakukan migrasi (ada negara

yang melarang melakukan migrasi,

misalnya Cina), maka meskipun di desa

tersedia lapangan kerja sebanyak OMLM

mereka akan pergi ke kota-kota guna

memburu tingkat upah yang lebih tinggi.

Jika peluang (probabilitas) bagi mereka

untuk mendapatkan pekerjaan yang

diinginkan kita nyatakan sebagai rasio

antara penyerapan tenaga kerja di sektor

industri manufaktur, atau LM, dan total

angkatan kerja desa, atau LUS, maka nilai

peluang itu dapat kita hitung berdasarkan

rumus berikut ini:

WA =

M)

Nilai peluang perolehan

pekerjaan itulah yang selanjutnya akan

menyamakan tingkat upah di pedesaan,

yakni WA, dengan tingkat pendapatan

yang diharapkan di perkotaan sebesar:

(LM/LUS)(WM). Adanya selisih tingkat

upah desa-kota tersebut kemudian

mendorong terjadinya arus migrasi dari

desa ke kota. Tempat kedudukan (lokus)

titik-titiknya diperlihatkan sebagai kurva

qq’ dalam peraga diatas. Titik

ekuilibrium pengangguran yang baru

kini berada di titik Z, dimana selisih

pendapatan aktual antara desa dan kota

sama dengan WM – WA. Jumlah tenaga

kerja yang masih ada di sektor pertanian

adalah OALA, sedangkan tenaga kerja

sebanyak OMLM ada di sektor industri

manufaktur dengan tingkat upah WM.

Sisanya, yakni LUS = OMLA – OMLM,

akan menganggur atau memasuki

kegiatan sektor informal yang

berpendapatan rendah. Ini menjelaskan

Tin

gk

at u

pah

di

sect

or

ind

ust

ri a

tau

man

ufa

ktu

r

Tin

gk

at u

pah

di

sect

or

per

tan

ian

A M

WA

W**A

W*A

Ŵ*M

ŴM

OA LA LA*L

M* LM OM

LUS

Page 6: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

169

adanya pengangguran di daerah

perkotaan dan logika atau rasionalitas

ekonomi atas terus berlangsungnya

migrasi dari desa ke kota, meskipun

angka pengangguran diperkotaan cukup

tinggi.

Namun, secara ekonomi rasional,

kecenderungan itu sangat merugikan jika

di lihat dari perspektif sosial. Selain itu

model ini sendiri masih diliputi banyak

kelemahan. Di sini kita menyamaratakan

selera, tingkat pendidikan, tingkat

penalaran dan tingkat keterampilan dari

semua tenaga kerja (tentu saja ini adalah

asumsi yang tidak realistis). Namun,

logika yang terkandung di dalam model

ini ternyata mampu menjelaskan

mengapa tenaga kerja pedesaan yang

berpendidikan lebih tinggi lebih

terdorong untuk melakukan migrasi

(karena peluang mereka memperoleh

pekerjaan dengan upah lebih tinggi di

kota memang cukup besar). Dorongan

bagi mereka untuk bermigrasi jauh lebih

besar daripada yang dirasakan oleh

mereka yang kurang berpendidikan.

Jadi singkatnya, model migrasi dari

Todaro memiliki empat pemikiran

sebagai berikut:

1. Migrasi desa-kota dirangsang,

terutama sekali oleh berbagai

pertimbangan ekonomi yang rasional

dan yang langsung berkaitan dengan

keuntungan atau manfaat dan biaya-

biaya relatif migrasi itu sendiri

(sebagian besar terwujud dalam satuan

moneter, namun ada pula yang

terwujud dalam bentuk-bentuk atau

ukuran lain, misalnya saja kepuasan

psikologis).

2. Keputusan untuk bermigrasi

tergantung pada selisih antara tingkat

pendapatan yang diharapkan di kota

dan tingkat pendapatan aktual di

pedesaan (pendapatan yang

diharapkan adalah sejumlah

pendapatan secara rasional bisa

diharapkan akan tercapai di masa-

masa mendatang). Besar kecilnya

selisih pendapatan itu sendiri

ditentukan oleh dua variabel pokok,

yaitu selisih besaran upah aktual di

kota dan di desa, serta besar atau

kecilnya kemungkinan mendapatkan

pekerjaan di perkotaan yang

menawarkan tingkat pendapatan

sesuai dengan yang diharapkan.

3. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan

berbanding terbalik dengan tingkat

pengangguran di perkotaan.

4. Migrasi desa-kota bisa saja terus

berlangsung meskipun pengangguran

di perkotaan sudah cukup tinggi

(asalkan masih dibawah selisih

pendapatan tersebut). Kenyataan ini

memiliki landasan yang rasional,

yakni para migran pergi ke kota untuk

meraih tingkat upah lebih tinggi yang

nyata (memang tersedia). Dengan

demikian, lonjakan pengangguran di

perkotaan merupakan akibat yang

tidak terhindarkan dari adanya

ketidakseimbangan kesempatan

ekonomi yang sangat parah antara

daerah perkotaan dan daerah pedesaan

(antara lain berupa kesenjangan

tingkat upah tadi), dan ketimpangan-

ketimpangan seperti itu amat mudah

ditemui dikebanyakan negara-negara

Dunia Ketiga.

Teori Upah

Teori Neoklasik mengemukakan

bahwa dalam rangka memaksimumkan

keuntungan, tiap-tiap pengusaha

menggunakan faktor-faktor produksi

sedemikian rupa sehingga tiap faktor

produksi yang dipergunakan menerima

atau diberi imbalan sebesar nilai

pertambahan hasil marjinal dari faktor

poduksi tersebut. Ini berarti bahwa

pengusaha mempekerjakan sejumlah

karyawan sedemikian rupa sehingga

nilai pertambahan hasil marjinal

seseorang sama dengan upah yang

diterima orang tersebut. Dengan kata

lain tingkat upah yang dibayarkan oleh

pengusaha adalah :

Page 7: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

170

W = WMPPL x P

W = Tingkat upah (dalam arti

labour cost) yang dibayarkan

pengusaha pada pekerja

P = Harga jual barang (hasil

produksi) dalam rupiah per

unit barang

MPPL = marginal physical product of

labor atau pertambahan hasil

marjinal pekerja, diukur dalam

unit barang per unit waktu

VMPPL = Value of marginal physical

product of labor atau nilai

pertambahan hasil marjinal

pekerja atau karyawan

Nilai pertambahan hasil marjinal

pekerja VMPPL, merupakan nilai jasa

yang diberikan oleh pekerja kepada

pengusaha. Sebaliknya upah, W,

dibayarkan oleh pengusaha kapada

pekerja sebagai imbalan terhadap jasa

pekerja yang diberikan kepada

pengusaha.

Selama nilai pertambahan hasil

marjinal pekerja lebih besar dari pada

upah yang dibayarkan oleh pengusaha

(VMPPL > W), pengusaha dapat

menambah keuntungan dengan

menambah pekerja. Di pihak lain,

pengusaha tentu tidak bersedia

membayar upah yang lebih besar dari

nilai usaha kerja yang diberikan pekerja

kepada pengusaha. Dilihat dari segi

pekerja, mereka tidak bersedia menerima

upah yang lebih rendah daripada nilai

usaha kerjanya. Bila pengusaha tertentu

membayar upah yang lebih rendah dari

nilai usaha kerja pekerja, maka pekerja

tersebut akan mencari pekerjaan di

tempat lain yang mampu membayar

sama dengan usaha kerjanya. Dengan

kata lain, dengan asumsi adanya

mobilitas sempurna, pekerja akan

memperoleh upah senilai pertambahan

hasil marjinalnya sebagaimana

dinyatakan dalam persamaan di atas.

Jadi dapat disimpulkan bahwa

menurut teori Neoklasik, pekerja

memperoleh upah senilai dengan

pertambahan hasil marjinalnya. Dengan

kata lain, upah dalam hal ini berfungsi

sebagai imbalan atas usaha kerja yang

diberikan seseorang tersebut kepada

pengusaha.

Dalam rangka memaksimumkan

keuntungan, pengusaha memberikan

imbalan kepada setiap faktor produksi

sebesar nilai tambahan hasil marjinal

masing-masing faktor produsi tersebut.

Imbalan terhadap modal disebut

rendemen. Tingkat rendemen

mencerminkan harga satu unit modal.

Jadi :

r = VMPPK x P

r adalah tingkat rendemen modal,

VMPPK adalah nilai pertambahan hasil

marjinal modal atau value of marginal

physical product of capital, dan P adalah

harga jual barang produksi.

Dengan asumsi bahwa terdapat

mobilitas sempurna atas tenaga pekerja

dan modal, maka tingkat upah di

berbagai perusahaan seharusnya sama,

dan tingkat rendemen di berbagai

alternatif investasi juga sama.

METODE PENELITIAN Model yang digunakan di dalam

penelitian ini berawal dari asumsi bahwa

keputusan pertama untuk bermigrasi

merupakan fenomena ekonomi yang

menggambarkan tanggapan migran

terhadap perbedaan pendapatan yang

diharapkan didaerah tujuan. Kondisi

perekonomian di daerah tujuan juga

menjadi faktor yang mempengaruhi

migran untuk bermigrasi, selain faktor

jarak antara daerah asal dengan daerah

tujuan. Oleh karena itu, keputusan

seseorang untuk melakukan migrasi juga

merupakan keputusan rasional yang

didasarkan pada penghasilan yang

diharapkan (expected income). Model

dasar migrasi adalah:

Y = f {X1(t-5), X2(t-5), X3, et}

dimana :

Page 8: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

171

Y: tingkat migrasi keluar Sumatera

Barat, dimana:

Y=

x 1000

X1(t-5): rasio tingkat upah riil di daerah

tujuan dengan daerah asal.

X1 =

X2(t-5): rasio proporsi nilai tambah sektor

industri dalam pembentukan

PDRB daerah tujuan dibagi

proporsi nilai tambah sektor

pertanian dalam pembentukan

PDRB daerah asal.

X2(t-5)=

X3 : jarak antara daerah asal dengan

daerah tujuan migrasi.

et : error term.

t : tahun

Asumsi dasar dari model ini

adalah para migran selalu

mempertimbangkan dan

membandingkan pasar kerja dan tingkat

perekonomian di daerah asal dan daerah

tujuan. Apabila pasar kerja di daerah

tujuan lebih besar dari daerah asal dan

kemungkinan mendapatkan keuntungan

yang lebih besar di daerah tujuan maka

keputusannya adalah melakukan migrasi.

Upah riil dan PDRB yang

digunakan pada penelitian ini adalah

upah riil dan PDRB tahun 2000, hal ini

dikarenakan pada penelitian ini data

migran yang digunakan adalah data

migran risen tahun 2005 yaitu mereka

yang pindah melewati batas propinsi

dalan kurun waktu lima tahun terakhir

sebelum pencacahan. Oleh karena itu

asumsi perpindahan migran dipengaruhi

oleh upah riil dan rasio PDRB lima

tahun sebelumnya.

Metode Analisa

Untuk melihat pengaruh variabel

independen yang telah disebutkan diatas

dengan variabel dependen, digunakan

teknik estimasi Ordinary Least Squares

(OLS) mengunakan analisis cross

section dengan mengambil data dari 30

propinsi di Indonesia. Berdasarkan

model diatas maka persamaan regresi

penelitian ini adalah:

Y = β0 + β1 X1 (t-5) + β2 X2 (t-5) + β3 X3 +

et

dimana :

Y : Tingkat migrasi keluar Sumatera

Barat.

X1 (t-5) : rasio tingkat upah riil daerah

tujuan dengan daerah asal

X2 (t-5): rasio proporsi nilai tambah sektor

industri dalam pembentukan

PDRB daerah tujuan dibagi

proporsi nilai tambah sektor

pertanian dalam pembentukan

PDRB daerah asal.

X3 : jarak antara daerah tujuan migrasi

dengan daerah asal.

β0, β1, β2, β3, β4 adalah variable yang akan

diestimate.

et : error term.

Pengujian Hasil Analisis

Untuk mengetahui kesalahan

yang mungkin terjadi pada model ini,

maka dilakukan beberapa test. Dengan

berbagai test ini diharapkan nantinya

persamaan yang dibuat akan bersifat

valid. Test yang akan dilakukan adalah :

1. Ukuran Kebaikan Suai (Goodness of

Fit)

Ukuran Kebaikan Suai (R2) mengukur

persentase yang bisa dijelaskan oleh

variabel independen akan variabel

dependen (Gujarati, 1978). Nilai R2

terletak antara 0 <= R2 <= 1. Jika nilai

R2 bernilai 1 maka variabel

independen dapat menjelaskan

variabel dependen secara utuh.

Sementara jika nilainya 0 maka

variabel independen tidak dapat

menjelaskan apapun tentang variabel

dependen.

2. Pengujian tingkat penting (t-test).

Melalui uji ini, kita dapat mengetahui

apakah suatu estimator signifikan

secara statistik atau tidak. Jika nilai t

yang didapat lebih besar daripada t

tabel, maka estimator tersebut

dikatakan signifikan secara statistik.

Page 9: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

172

Namun, jika nilai t yang diperoleh

kecil daripada t tabel, maka estimator

tersebut dikatakan tidak signifikan

secara statistik.

3. Pengujian simultan (f-test).

Dengan menggunakan pengujian ini

akan dapat diketahui apakah variabel

independen secara keseluruhan

signifikan secara statistik terhadap

variabel dependen. Jika nilai F yang

didapat lebih besar daripada F tabel,

maka dikatakan bahwa keseluruhan

variabel independen signifikan secara

statistik. Namun, jika nilai F yang

diperoleh kecil daripada F tabel, maka

keseluruhan variabel independen

dikatakan tidak signifikan secara

statistik.

4. Uji Multikolineritas

Uji multikolineritas diperlukan untuk

mengetahui ada tidaknya variabel

independen yang memiliki kemiripan

dengan variabel independen lain

dalam satu model. Kemiripan

antarvariabel independen dalam suatu

model akan menyebabkan terjadinya

korelasi yang sangat kuat antara suatu

variabel independen dengan variabel

independen lain. Selain itu deteksi

terhadap multikolineritas juga

bertujuan untuk menghindari kebiasan

dalam proses pengambilan

kesimpulan mengenai pengaruh pada

uji parsial masing – masing variabel

independen terhadap variabel

dependen.

Salah satu cara untuk mendeteksi ada

tidaknya multikolineritas adalah

dengan melihat nilai koefisien

korelasi antar masing – masing

variabel independen. Jika angka

tersebut < 0,7 maka hal itu berarti

tidak terjadi multikolineritas dan

demikian pula sebaliknya.

5. Uji autokorelasi.

Uji autokorelasi ini melihat apakah

terdapat korelasi antara anggota

serangkaian observasi yang diurutkan

menurut waktu atau ruang. Adanya

autokorelasi ini dilihat dari nilai DW.

Jika nilai DW terletak di sekitar nilai

2, maka dikatakan tidak terdapat

serial autokorelasi. Jika nilai DW

terletak disekitar 0 maka berarti

terdapat adanya serial korelasi positif.

Namun jika nilai DW terletak

disekitar 4, maka terdapat serial

korelasi yang negatif.

Data

Data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data migran risen tahun 2015,

sedangkan data upah riil dan data PDRB

menurut lapangan usaha menggunakan

data tahun 2010 yaitu data sekunder

terbitan dari Badan Pusat Statistik

(BPS), dan data jarak dari Dinas

Perhubungan. Data yang digunakan

merupakan data SENSUS PENDUDUK

dan SUPAS (survei penduduk antar

sensus).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Empiris

Variabel independen rasio upah riil,

rasio proporsi nilai tambah sektor

industri dalam pembentukan PDRB

daerah tujuan dengan proporsi sektor

pertanian dalam pembentukan PDRB

daerah asal, dan jarak digunakan untuk

melihat pengaruh tingkat migrasi keluar

Sumatera Barat. Untuk itu, persamaan

regresi penelitian ini adalah :

Y = β0 + β1 X1(t-5) + β2 X2(t-5) + β3 X3 + et

Pengujian empiris ini menggunakan

metode OLS (Ordinary Least Square).

Sebelumnya data yang digunakan dalam

regresi ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Data migrasi risen keluar Sumatera

Barat tahun 2015

Tingkat migrasi keluar (out migration

rate) Sumatera Barat diperoleh dari

hasil pembagian jumlah migrasi keluar

(out migration) dibagi dengan jumlah

penduduk pertengahan tahun. Angka

ini menunjukkan banyaknya migran

Page 10: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

173

yang keluar per 1000 orang penduduk

daerah asal.

2. Data upah riil tahun 2010

Migrasi yang kita teliti pada penelitian

ini merupakan migrasi risen yaitu

mereka yang pindah melewati batas

propinsi dalan kurun waktu lima tahun

terakhir sebelum pencacahan, oleh

karena itu data upah riil yang kita

gunakan dalam penelitian ini adalah

data upah riil tahun 2010. Karena

tahun 2010 dianggap sebagai tahun

dasar didalam mengambil keputusan

untuk melakukan migrasi. Pada

penelitian ini kita membandingkan

upah riil daerah tujuan dengan upah

riil daerah asal.

3. Data PDRB 2010 harga konstan

menurut lapangan usaha

Pada penelitian ini kita melihat

perbandingan rasio proporsi nilai

tambah sektor industri daerah tujuan

per PDRB daerah tujuan dengan

proporsi nilai tambah sektor pertanian

daerah asal per PDRB daerah asal.

Penggunaan variabel ini untuk melihat

ketertarikan migran untuk pindah dari

sektor pertanian ke sektor industri

pada daerah tujuan.

4. Data jarak antara daerah asal dan

daerah tujuan migrasi

Data jarak merupakan data jarak Km

antara daerah asal dengan daerah

tujuan migrasi.

Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Tingkat Migrasi Keluar

Sumatera Barat.

Sub bab ini memperlihatkan hasil

pengujian empiris faktor-faktor yang

mempengaruhi migrasi keluar Sumatera

Barat. Pengujian koefisien determinasi

(R2), t-test, f-test, uji multikolinearitas

serta uji autokorelasi dilakukan untuk

analisis ekonometrik. Berikut adalah

hasil penelitian :

Ukuran Kebaikan Suai (Goodness Of

Fit)

Ukuran Kebaikan Suai (R2)

mengukur persentase yang bisa

dijelaskan oleh variabel independen akan

variabel dependen (Gujarati, 1978). Nilai

R2 terletak antara 0 <= R

2 <= 1. Jika

nilai R2 bernilai 1 maka variabel

independen dapat menjelaskan variabel

dependen secara utuh. Sementara jika

nilainya 0 maka variabel independen

tidak dapat menjelaskan apapun tentang

variabel dependen.

Tabel 1

Hasil pengolahan dengan menggunakan Eviews 3.0 Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 06/22/09 Time: 20:42 Sample(adjusted): 2 30 Included observations: 24 Excluded observations: 5 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.227243 3.136278 -0.391306 0.6997 X1 5.008307 2.712881 1.846121** 0.0797 X2 -1.097726 1.139109 -0.963671 0.3467 X3 -0.001271 0.000528 -2.409269* 0.0257

R-squared 0.280927 Mean dependent var 1.270458 Adjusted R-squared 0.173066 S.D. dependent var 3.170020 S.E. of regression 2.882687 Akaike info criterion 5.106334 Sum squared resid 166.1976 Schwarz criterion 5.302676 Log likelihood -57.27601 F-statistic 2.604528 Durbin-Watson stat 2.237702 Prob(F-statistic) 0.080206

Keterangan : *) signifikan pada p = 5 %

**) signifikan pada p = 10 %

Sumber : Pengolahan data 2017

Page 11: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

174

Hasil penelitian diatas dapat ditulis

dalam persamaan :

Y = - 1.22743 + 5.008307* X1 – 1.097726*

X2 - 0.001271* X3

Dari hasil regresi diatas dapat

dilihat bahwa nilai R2 sebesar 0,280987

berarti variabel independen mampu

menerangkan variabel dependen tingkat

migrasi keluar Sumatera Barat sebesar

28,09%. Sedangkan 71,91% lagi

ditentukan oleh variabel lain yang

terdapat di luar model yang digunakan.

Hasil ini terbilang relatif kecil, hal ini

disebabkan karena migrasi sebagai salah

satu bentuk behavioral economic,

merupakan kombinasi dari psikologi dan

motif ekonomi menyangkut berbagai

hambatan dan berbagai hal yang sangat

kompleks dari satu individu manusia

(Mullainathan dan Thaler, 2000).

Artinya lagi bahwa seorang individu

akan membuat keputusan sebagai suatu

fungsi utilitas pribadinya menggunakan

berbagai informasi yang ada dan

memproses informasi yang ada secara

tepat menurut pribadi masing-masing

yang bersifat independen (DellaVigna,

2007).

Pengujian tingkat penting (t-test).

Koefisien regresi rasio upah riil (

X1(t-5)) adalah sebesar 5.008307. Artinya

adalah, dengan menjaga semua variabel

independen yang lain konstan, rasio

upah riil mempengaruhi migrasi keluar

Sumatera Barat secara positif . Hasil ini

signifikan pada tingkat kesalahan 10%.

Hal ini karena nilai t-tabel untuk tingkat

kesalahan 10% dan d.f : 24-3 = 21,

adalah sebesar 1.721, sementara nilai t-

test hitung koefisien ini adalah 1.846121

(thitung >ttabel). Jadi koefisien ini memiliki

dampak positif namun tidak terlalu

berpengaruh terhadap tingkat migrasi

keluar Sumatera Barat.

Variabel rasio proporsi nilai

tambah sektor industri dalam

pembentukan PDRB daerah tujuan

dengan proporsi nilai tambah sektor

pertanian dalam pembentukan PDRB

daerah asal (X2(t-5)) mempunyai koefisien

sebesar -1.097726. Dari nilai koefisien

regresi yang dihasilkan dapat ditarik

kesimpulan bahwa jika dilakukan

pengujian secara parsial variabel ini

tidak signifikan mempengaruhi tingkat

migrasi keluar Sumatera Barat, hal ini

dapat dilihat dari nilai signifikansi dari

variabel ini lebih besar dari tingkat

kepercayaan sebesar 0,05.

Variabel jarak (X3) mempunyai

koefisien sebesar -0.001271, arah

pengaruh koefisien adalah negatif

artinya semakin jauh jarak antara daerah

tujuan migrasi dengan daerah asal maka

jumlah migran yang bermigrasi ke

daerah tersebut semakin sedikit dan

begitu pula sebaliknya. Variabel ini

signifikan pada tingkat kesalahan 5%

karena nilai thitung lebih besar dari nilai

ttabel ( 2.409269 > 1.721).

Pengujian simultan (f-test).

Secara keseluruhan, variabel

independen dapat menjelaskan variabel

dependen pada tingkat kesalahan 10

persen. Ini dapat dilihat dari nilai

prob(F-statistic) sebesar 0.080206.

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan

untuk melihat adanya hubungan linier

antara variabel independen dalam model

regresi. Salah satu metode yang

digunakan untuk menguji asumsi ini

yaitu dengan menggunakan Correlation

Matrix (r) masing-masing variabel, baik

independen maupun dependen. Berikut

ini adalah hasil uji Multikolinearitas :

Tabel.2

Hasil Uji Multikolinearitas

(Correlation Matrix) X1 X2 X3

X1 1.000000 -0.158058 0.281053

X2 -0.158058 1.000000 -0.441410

X3 0.281053 -0.441410 1.000000

Sumber : Pengolahan data 2017

Model dinyatakan terkena

multikolineritas jika r (absolute) > 0,8.

Dari tabel tidak terdapat r (nilai

Page 12: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

175

absolute) yang besar dari 0,8 sehingga

bisa dinyatakan bahwa model terbebas

dari multikolinearitas (tidak terjadi

multikoleniaritas).

Uji autokorelasi.

Uji autokorelasi ini dilakukan

untuk melihat apakah terdapat korelasi

antara anggota serangkaian observasi

yang diurutkan menurut waktu atau

ruang. Adanya autokorelasi ini dilihat

dari nilai DW. Dari hasil regresi diatas

diperoleh nilai DW sebesar 2.24 yang

berarti berdasarkan tabel tak ada

autokorelasi pada anggota serangkaian

observasi yang kita uji.

Tabel.3

Pengukuran Autokorelasi

Durbin Watson Kesimpulan

Kurang dari 1.08 1.08 sampai dengan 1.66 1,66 sampai dengan 2,34 2,34 sampai dengan 2,92 Lebih dari 2,92

Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi

Sumber : Algifari, 2000

Implikasi

Berdasarkan hasil analisa diatas,

disampaikan implikasi sebagai berikut :

1. Pengaruh rasio upah riil terhadap

tingkat migrasi keluar Sumatera Barat

adalah positif dan signifikan pada

tingkat kepercayaan 10 persen, sesuai

dengan hipotesa pada penelitian ini.

Hal ini disebabkan karena para

migran cenderung memilih daerah

dengan tingkat upah riil yang lebih

tinggi. Tingkat kepercayaan pada

level 10 % menunjukan bahwa

perpindahan (migrasi) penduduk dari

Sumatera Barat keluar Sumatera

Barat belum menjadikan faktor upah

sebagai daya tarik bagi penduduk di

Sumatera Barat untuk melakukan

migrasi. Ada kemungkinan alasan

lain yang lebih kuat untuk mendorong

migrasi tersebut seperti faktor budaya

masyarakat Sumatera Barat dan faktor

pendidikan. Kedepan ini mungkin

faktor upah akan lebih menunjukan

signifikansi karena beberapa kajian

dari pola migrasi yang dilakukan di

beberapa negara berkembang

menunjukan bahwa faktor upah inilah

yang sebenarnya menjadi faktor

utama pendudukan melakukan

migrasi (Todaro, 2000; Tan, 1993).

2. Pada variabel rasio proporsi nilai

tambah sektor industri dalam

pembentukan PDRB daerah tujuan

dengan proporsi nilai tambah sektor

pertanian dalam pembentukan PDRB

daerah asal adalah tidak signifikan

dan tidak sesuai dengan hipotesa

penelitian ini. Hal ini bisa saja terjadi

karena penduduk Sumatera Barat

yang bermigrasi kedaerah lain lebih

banyak berprofesi pada sektor

informal seperti berdagang.

3. Pengaruh jarak adalah signifikan

terhadap tingkat migrasi keluar

Sumatera Barat, hal ini sesuai dengan

hipotesis penelitian ini. Karena

semakin jauh jarak antara daerah asal

dengan daerah tujuan migrasi maka

jumlah migran yang bermigrasi ke

daerah tersebut semakin sedikit dan

begitu pula sebaliknya.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian

mengenai faktor faktor yang

mempengaruhi tingkat migrasi internal

keluar Sumatera Barat, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Rasio upah riil berpengaruh positif

dan signifikan pada tingkat kesalahan

10 persen, berarti hasilnya sesuai

dengan hipotesis penelitian ini. Ini

berarti jika terjadi kenaikan variabel

rasio upah riil maka tingkat migrasi

keluar Sumatera Barat akan semakin

tinggi. Meski begitu sebenarnya

masih terdapat faktor faktor lain yang

lebih kuat untuk mendorong migrasi

tersebut seperti faktor budaya

masyarakat Sumatera Barat, kerabat

di daerah tujuan dan faktor

pendidikan.

Page 13: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

176

2. Rasio proporsi nilai tambah sektor

industri dalam pembentukan PDRB

daerah tujuan per proporsi nilai

tambah sektor pertanian dalam

pembentukan PDRB daerah asal

adalah tidak signifikan. Hasil ini tidak

sesuai dengan hipotesis penelitian ini.

Ini berarti peningkatan variabel ini

tidak berpengaruh terhadap tingkat

migrasi keluar Sumatera Barat.

3. Jarak berpengaruh signifikan terhadap

tingkat migrasi keluar Sumatera

Barat. Hasil ini sesuai dengan

hipotesis penelitian ini. Ini berarti

semakin dekat jarak antara daerah

asal dengan daerah tujuan migrasi

maka tingkat migran yang bermigrasi

kedaerah tersebut akan semakin tinggi

dan begitu pula sebaliknya.

4. R-squared (R2) sebesar 0.280927

yang menunjukkan bahwa secara

statistik tingkat migrasi keluar

Sumatera Barat tidak ditentukan oleh

ketiga variabel diatas. Berarti ada

faktor lain yang mempengaruhi

tingkat migrasi keluar Sumatera

Barat. Faktor faktor tersebut bisa saja

berasal dari faktor non ekonomi dan

faktor individual, selain itu setiap

daerah mempunyai push factor yang

berbeda yang menyebabkan sejumlah

penduduk bermigrasi keluar

daerahnya.

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, sebagai

masukan dan saran terhadap pemerintah

daerah Sumatera Barat dalam rangka

mengurangi tingkat migrasi keluar

Sumatera Barat adalah sebagai berikut :

1. Mengupayakan peningkatan upah

terhadap tenaga kerja di Sumatera

Barat dengan membuat kebijakan

tentang upah regional yang lebih

tinggi sehingga dapat mengurangi

tingkat migrasi keluar Sumatera

Barat.

2. Kebijaksanaan membuka kesempatan

kerja bagi masyarakat dengan

mengoptimalkan sumber daya alam

dan potensi daerah yang ada di

Sumatera Barat.

3. Meningkatkan sumber daya manusia

dengan mengadakan pengembangan

skill dan jiwa kewirausahaan

sehingga mampu menciptakan

lapangan pekerjaan, tidak hanya

untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk

orang lain.

4. Memperbaiki infrastuktur serta sarana

dan prasarana yang telah ada, karena

migrasi terjadi juga disebabkan tidak

meratanya infrastruktur dan sarana

prasarana di setiap daerah. Apalagi

pulau Jawa yang memiliki

infrastruktur serta sarana dan

prasarana yang lebih lengkap

menjadikan pulau Jawa sebagai

daerah tujuan migrasi terbesar. Hal ini

dapat menyebabkan surplus

penawaran tenaga kerja pada daerah

tujuan migrasi.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Desy, 2006, “Keragaan Pasar

Kerja Pertanian-Nonpertanian dan

Migrasi Desa-Kota: Telaah Periode

Krisis Ekonomi”, Journal on Social

Economic of Agriculture and

Agribusiness.

Bencivenga, Valerie R, 1997,

“Unemployment, Migration, and

Growth”, The Journal of Political

Economy; Jun 1997; 105, 3;

ABI/INFORM Research pg. 582.

Biro Pusat Statistik, 2005. “Survey

Penduduk Antar Sensus”. Jakarta :

BPS

Biro Pusat Statistik, 2005. “Statistik

Upah Indonesia”. Jakarta : BPS

Cebula, Richard J. dan Gigi M.

Alexander, 2006, “Determinants of

Net Interstate Migration, 2000-

2004”, JRAP 36(2): 116-123.

Emalisa, 2003, “Pola dan Arus Migrasi

di Indonesia Emalisa Digitized by

USU digital Library.

Page 14: VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ...

JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 19 NO 2, JULI 2017 P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469

177

Elfindri, 2001, “Ekonomi Sumber Daya

Manusia”, Padang, Universitas

Andalas.

Elfindri dan Nasri. Bachtiar. 2004.

“Ekonomi Ketenagakerjaan”,

Padang: Andalas University Press.

Gujarati, Damodar. 1978 ”Ekonometrika

Dasar”, Erlangga, Jakarta.

Junaidi, 2006,” Ekonomi Migrasi”,

Unjab.

Nachrowi, D. N., 2006, “Ekonometrika”,

Lembaga Penerbit FEUI.

Partridge, Mark D. and Dan S.

Rickman., 2004, “An SVAR Model

of Fluktuations in U. S. Migration

Flows and State Labor Market

Dynamics”, America Regional

science Association.

Pindyck, R. S. Dan Daniel L.R., 1991,

“Econometrics Model and

Economic Forecast”, Mc-GrawHill.

Saptana dan Julia Forcina Sinuraya,

2006, “Migrasi Tenaga Kerja

Pedesaan dan Pola

Pemanfaatannya”, Pusat Analisis

Sosek dan Kebijakn Pertanian,

Badan Litbang Pertanian.

Simanjuntak, J. Payaman, 1998,

“Pengantar Eknonomi Sumber Daya

Manusia”, Lembaga Penerbit FEUI.

Syafrida, 2008, “Dampak Kebijakan

Migrasi Terhadap Pasar Kerja dan

Perekonomian Indonesia”, IPB

Bogor.

Tan, Gerald (1993), The Economic

Transformation of Asia, Singapore :

Time

Tervo, Hannu, 2000, “Migration and

Labour Market Adjustment:

Empirical Evidence From Finland

1985-90”, International Review of

Applied Economics; Jul 2000; 14, 3;

Academic Research Library pg. 343.

Todaro.M. P., 2000, “Ekonomi

Pembangunan”, PT Erlangga

http://demografi.bps.go.id/versi1 _