Vol.10, No.1, Februari 2018 ISSN 2085 - Unsyiah

70
Vol.10, No.1, Februari 2018 ISSN 2085.546X Diterbitkan Atas Kerjasama Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Dengan Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia

Transcript of Vol.10, No.1, Februari 2018 ISSN 2085 - Unsyiah

Vol.10, No.1, Februari 2018 ISSN 2085.546X

Diterbitkan Atas KerjasamaFakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Dengan Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia

ISSN 2085-546XPelindung

Dr. drg. Cut Soraya, Sp. KGDekan Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah

Penanggung Jawabdrg. Sri Rezeki, Sp. PM

Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Gigi UnsyiahKetua Penyunting

Dr. drg. Munifah Abdat, MARSWakil Ketua Penyunting

drg. Rachmi Fanani Hakim, M.SiPenyunting Ahli

Prof. drg. Bambang Irawan, Ph.DProf. Dr. drg. Narlan Sumawinata, Sp. KG

Prof. Boy M. Bachtiar, Ph.DProf. Dr. drg. Eki S. Soemantri, Sp. Ortho

Dr. drg. Rasmi Rikmasri, Sp. Pros (K)Prof. Dr. Coen Pramono, Sp. BM

Prof. Dr. drg. Dewi Nurul, MS, Sp. Periodrg. Gus Permana Subita, Ph.D, Sp. PM

Prof. Dr. drg. Hanna H. B. Iskandar, Sp. RKGProf . Dr. drg. Retno Hayati, Sp. KGA

Penyunting Pelaksanadrg. Sarinah Rambe

drg. Ahmad Fauzi Muharriri, Sp. KGdrg. Rizki Dumna

drg. Siti Corynikendrg. Asmaul Husna

drg. SartikaDesain Grafis

drg. Rizky DarmawanPelaksana Tata Usaha

Nurmalawati, STMuhammad Aulia Azmi

SEKRETARIAT REDAKSI:Cakradonya Dental JournalFakultas Kedokteran GigiUniversitas Syiah KualaDarussalam Banda Aceh

Aceh-Indonesia23211

TELEPHONE/ FAX:0651 7555183

EMAIL:[email protected]

WEBSITE:Jurnal.unsyiah.ac.id/cdj

From Editor’s Desk

Cakradonya Dental Journal (CDJ) diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Gigi sebagai mediakomunikasi ilmiah untuk pemajuan dan perkembangan intelektualitas civitas akademika antarperguruan tinggi, peneliti dan stakeholder yang mengetengahkan tentang kesehatan gigi danmulut serta keilmuan lain yang terkait. CDJ telah terkoneksi dengan Open Journal System (OJS)Unsyiah sehingga Anda dapat menikmati fasilitas online sekaligus versi paper dari jurnalpertama FKG Unsyiah ini. Kesemuanya menarik dan memberikan kita informasi terkini yangberpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut dan tubuh secara sistemik.

Sebagaimana sebelumnya, volume 10 no 1 ini senantiasa menyuguhkan tentang penelitianpengembangan kedokteran gigi dan korelasi ilmu kesehatan integrasi mencakup bidang;Konservasi, Kesehatan Masyarakat, Biologi Oral, Ortodonsia, Prostodonsia, Dental Material,Periodonsia dan Bedah Mulut. Semoga informasi yang CDJ ketengahkan pada edisi ini dapatmenambah hasanah pengetahuan Anda.

Thank you for submit your manuscript and considering it for review. We appreciate yourtime and look forward to your next publish. We are delighted welcome your preciousmanuscript for publication in 2018 second edition.

Salam Sehat,

Dr.drg Munifah Abdat, MARSEditor In Chief

ISSN 2085-546X

Cakradonya Dental Journal

DAFTAR ISI

Pengaruh Perasan Bawang Putih (Allium Sativum L.) Sebagai Bahan IrigasiSaluran Akar Dalam Menghambat PertumbuhanEnterococcus Faecalis Secara In Vitro ...................................................................................... 1-9Cut Soraya, Santi Chismirina, Rizki Novita

Hubungan Penilaian Persepsi Estetika Oral Dengan Keadaan MaloklusiMenggunakan Oral Subjective Index Scale (OASIS) dan Dental Aesthetic Index (DAI)(Studi Pada Remaja Usia 16-17 Tahun di SMAN Kota Banda Aceh) ....................................... 10-17Rafinus Arifin, Herwanda, Cut Rindi Tefani

Pengetahuan Dan Sikap Ibu Mengenai Gigi Sulung Anaknya SertaKemauan Melakukan Perawatan)............................................................................................. 18-26Munifah Abdat

Gambaran Early Childhood Caries (ECC) di Posyandu Terintegrasi PAUD(Pendidikan Anak Usia Dini) Kecamatan Sijunjung Kabupaten SijunjungSumatera Barat (Preliminary Study Pengembangan Surveilans ECCdi Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat Pada Bulan Juli 2013) .......................................... 27-30Arymbi Pujiastuty

Topografi Dentin Setelah Penyikatan Dengan Sodium Lauryl Sulfate PadaBerbagai Durasi Waktu Ditinjau Dengan Atomic Force Microscopy ................................... 31-37Abdillah Imron Nasution, Basri A. Gani, Firda Asbarini

Penatalaksanaan Amelogenesis Imperfekta: Laporan Kasus .................................................. 38-43Elin Hertiana

Perubahan pH Saliva Sebelum dan Sesudah Mengkonsumsi Buah Pisang Ayam(Musa Acuminata Colla) Pada Mahasiswa FKG Unsyiah Angkatan 2014 ............................ 44-48Afrina, Santi Chismirina, Nura Shara Amirza

Penggunaan Soft Liner Untuk Mengurangi Rasa Sakit Pada MukosaAkibat Pemakaian Protesa (Tinjauan Pustaka)....................................................................... 49-52Fransiska Nuning Kusmawati

Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Fluorida Pada MasyarakatKota Banda Aceh Pada Tahun 2015 ......................................................................................... 53-58Cut Fera Novita, Herwanda, M. Fadhlul Auzan

Pengaruh Asap Rokok Terhadap Kekasaran Permukaan Basis Gigi TiruanResin Akrilik Polimerisasi Panas dan Nilon Termoplastik)............................................. 59-64Syafrinani, Saima Putri Hasibuan

Volume 10 Februari 2018 Nomor 1

Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

1

PENGARUH PERASAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) SEBAGAIBAHAN IRIGASI SALURAN AKAR DALAM MENGHAMBAT

PERTUMBUHAN Enterococcus faecalis SECARA IN VITRO

INFLUENCE OF GARLIC JUICE (Allium sativum L.) AS ROOT CANALIRRIGATION MATERIAL TO INHIBIT THE GROWTH OF

Enterococcus faecalis IN VITRO

Cut Soraya, Santi Chismirina, Rizki Novita

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

AbstrakEnterococcus faecalis (E. faecalis) adalah salah satu bakteri Gram positif fakultatif anaerob yangtermasuk flora normal dalam rongga mulut, namun bakteri ini dapat menjadi patogen dan memilikiperan utama sebagai penyebab lesi periradikuler persisten setelah perawatan saluran akar. Perawatansaluran akar, salah satu tahapannya adalah dengan irigasi. Bawang putih (Allium sativum L.)merupakan salah satu tanaman umbi lapis yang mengandung senyawa-senyawa antimikroba.Penelitian dengan desain eksperimental laboratories ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perasanbawang putih terhadap pertumbuhan E. faecalis. Enterococcus. faecalis yang telah dikultur padamedia CHROM agar VRE dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37˚C dalam suasana anaerob,dilakukan uji konfirmasi dengan pewarnaan Gram dan penentuan kekeruhan bakteri denganspektrofotometer. Uji pengaruh perasan bawang putih terhadap pertumbuhan E. faecalis dilakukandengan metode difusi agar pada media MHA. Data hasil pengukuran dianalisis dengan onewayANOVA dengan α=0,05 dan dilanjutkan dengan uji Least Significance Difference (LSD).Disimpulkan bahwa perasan bawang putih memiliki pengaruh terhadap E. faecalis pada konsentrasi25% dan 50% dengan kemampuan daya hambat lemah, sedangkan pada konsentrasi 75% dan 100%dengan kemampuan daya hambat yang sedang.Kata Kunci: Enterococcus faecalis, irigasi, bawang putih

AbstractEnterococcus faecalis (E. faecalis) is one of Gram positive anaerobic facultative bacteria which alsoacts as normal flora in the oral cavity, however these bacteria can be pathogenic and takes the mainrole as causative agent of persistent periradicular lesion which occurred after root canal treatment.Root canal treatment, which part of its stages is irrigation. Garlic (Allium sativum L.) is one of thealliaceous plants which contains antimicrobial substrates.This research was using an experimentallaboratory design and aimed to determine the effect of garlic juice to inhibit growth of E. faecalis.Pre-cultured E. faecalis on CHROM agar VRE media and incubated at 37˚C temperature for 24 hourin an aerobic conducted, then confirmation test was to be done by Gram staining while bacterialturbidity was determined by spectrophotometer. Effectiveness test of garlic juice to inhibit the growthof E. faecalis was done using agar diffusin method on MHA media. The data collected were analyzedby one-way ANOVA with α=0.05 and continued by Least Significance Difference test (LSD). Theconclusion was made that garlic juice with concentration 25% have weak inhibition effect to inhibitthe growth of E. faecalis, while concentration 50%, 75%, and 100% have intermediate effect.Key words: Enterococcus faecalis, irrigation, garlic

Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

2

PENDAHULUANPulpa adalah suatu jaringan lunak yang

terletak dalam jaringan keras gigi yang terdiridari kamar pulpa dan saluran akar.1,2 Bakteridapat masuk ke pulpa akibat proses lanjutandari karies dan trauma melalui tubulus dentin,kanal lateral atau foramen apikal, dan alirandarah.3 Interaksi dan produksi toksin olehbakteri tersebut dapat menyebabkan terjadinyainfeksi saluran akar. Hal ini dapat berdampakpada terjadinya difusi bakteri atau produksampingnya dari saluran akar ke arahperiapeks sehingga timbul lesi inflamasi yangparah atau inflamasi periradikuler.4

Salah satu jenis bakteri yang seringditemukan dalam infeksi saluran akar adalahEnterococcus faecalis (E. faecalis).5,6

Enterococcus faecalis merupakan bakteriGram positif fakultatif anaerob yang termasukflora normal dalam rongga mulut, namunbakteri ini dapat menjadi patogen danmemiliki peran utama sebagai penyebab lesiperiradikuler persisten setelah perawatansaluran akar.7,8 Upaya perawatan yang baikdilakukan untuk mengatasi terjadinyakegagalan pada perawatan saluran akar, yangsalah satu tahapannya adalah dengan tindakanirigasi.9,10 Bahan irigasi yang paling efektifdalam menghambat E. faecalis adalahChlorhexidine Gluconate (CHX) dan SodiumHypochlorit (NaOCl) namun keduanya masihmemiliki kekurangan.11 Kekurangan CHXyaitu apabila digunakan secara rutin dapatmeninggalkan stain pada gigi dan bersifattoksik, sedangkan NaOCl dapat menyebabkaniritasi bila terdorong ke jaringan periapikal,bersifat toksik, dan tidak mampu melarutkankomponen anorganik.12,13,14

Sampai saat ini upaya untuk mencaribahan irigasi yang memiliki kadar toksisitasrendah tetapi mempunyai daya antibakteriyang baik dan murah terus dilakukan oleh ahli-ahli di bidang kedokteran gigi.10 Salah satunyaadalah dengan mengkaji tentang bahanalamiah yang berasal dari tanaman.

Bawang putih (Allium sativum L.)merupakan salah satu tanaman yang memilikiefek sebagai antibakteri, antifungi, antikanker,antioksidan, imunomodulasi, dan anti-inflamasi.15,16 Dari berbagai hasil penelitian,ekstrak bawang putih memiliki efekantibakteri terhadap bakteri Gram positifseperti Streptococcus mutans, Staphylococcusaureus, Streptococcus sobrinus, Actinomycesviscosus, dan Lactobacillus acidophilus.17,18

Selain itu juga memiliki efek antibakteriterhadap bakteri Gram negatif sepertiSalmonella typhimurium dan Clostridiumsp.19,20

Efek antibakteri dari bawang putihdisebabkan oleh karena adanya allicin yangmerupakan derivat dari kandungan sulfur (cit.Lawson, 1990).19 Derivat sulfur lainnya yangtekandung dalam bawang putih adalah ajoene,alliin, allithiamin, s(allithio)sistein,dimetilsulfida, dan dimetil trisulfida.21 Selainitu kandungan senyawa aktif lainnya yangterkandung di dalam bawang putih adalahminyak atsiri, alkaloid, tanin, saponin, danflavonoid.20,22 Senyawa-senyawa aktif tesebutbekerja secara sinergis sebagai antibakteridengan cara merusak dinding sel danmelisiskan sel bakteri, serta menghambatproteolitik.15,19,20

Penelitian-penelitian tentang efek bahanherbal terhadap bakteri dilakukan melaluiproses ekstraksi. Proses ekstraksi dilakukandengan menggunakan pelarut dan pemanasanuntuk menguapkan pelarutnya tersebut. Prosesini mengakibatkan senyawa-senyawa yangterkandung didalam bahan alamiah tersebuttidak terikat secara keseluruhan dan prosespemanasan sendiri menyebabkan zatantibakteri rusak sehingga mengakibatkanberkurangnya daya antibakteri dari bahanherbal.23 Berdasarkan informasi tersebut, perludilakukan penelitian mengenai pengaruhperasan bawang putih terhadap E. faecalis.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini merupakan eksperimental

laboratoris dengan desain posttest only controlgroup.

Sampel pada penelitian ini adalahbawang putih (Allium sativum L.) yangdiimpor dari Cina dan Enterococcus faecalisATCC 29212 yang berasal dari LaboratoriumMikrobiologi Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Indonesia.

Seluruh alat yang tahan panas danterbuat dari kaca yang akan digunakandisterilisasi dalam oven sampai suhu mencapai150˚C, yang sebelumnya dicuci bersih,dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas.

Alat-alat tersebut adalah gelas ukur,cawan petri, tabung reaksi, dan labuerlenmeyer. Bahan yang digunakan sepertimedia MHA, NaCl dan akuades disterilisasi didalam autoklaf pada suhu 121˚C selama 15menit sedangkan alat-alat lain disterilisasi

Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

3

dengan menggunakan alkohol 70% dan apispiritus.24

Pengkulturan dilakukan dengan teknikgoresan T. Cawan dibagi menjadi 3 bagianmenggunakan spidol marker. KulturEnterococcus faecalis dilakukan pada mediaCHROM agar VRE.25 Cara mengkultur adalahdengan memanaskan jarum ose dan tunggudingin, kemudian mengambil 1 ose biakanmurni untuk diinokulasi di daerah 1 dengangoresan zig-zag. Setelah itu dilanjutkangoresan zig-zag pada daerah 2, tegak lurusdengan goresan pertama, kemudiandilanjutkan ke daerah 3, tegak lurus daerah 2.Cawan petri yang telah digoreskan bakterikemudian ditutup rapat dan diinkubasi dalaminkubator selama 24 jam pada suhu 370C.24,26

Tahap selanjutnya E. faecalis diamatidengan pewarnaan Gram. Cara melakukanpewarnaan Gram adalah dengan membuatpreparat ulas (smear) yang telah difiksasidengan E. faecalis, kemudian diteteskan kristalviolet sebagai pewarna utama dan ditunggu ±1menit, lalu dicuci dengan akuades mengalir.Selanjutnya preparat diteteskan denganmordant (lugol’s iodine) ditunggu selama ±1menit, lalu cuci dengan akuades mengalir,diteteskan etanol 96% setetes demi seteteshingga etanol yang jatuh berwarna jernih,dicuci dengan akuades mengalir, laluditeteskan counterstain (safranin) danditunggu ±45 detik, dan dicuci dengan akuadesmengalir, terakhir preparat dikeringkan dengantisu yang ditempelkan di sisi ulasan. Preparatyang telah kering diamati di bawah mikroskopcahaya untuk mengkonfirmasi warna E.faecalis. Bakteri Gram positif akan tampakberwarna ungu.24

Koloni E. faecalis yang sudahdipastikan tumbuh pada media CHROM agar,diambil menggunakan jarum ose laludimasukkan ke dalam tabung yang berisi NaCl0,9%. Setelah itu suspensi E. faecalis diambilsebanyak 850 µl menggunakan pipetEppendorf. Kekeruhan bakteri kemudiandihitung menggunakan spektrofotometerdengan panjang gelombang 625 nm dan nilaiabsorbansi 0,08-0,1 yang nilainya setaradengan larutan Mc Farland 0,5 (1,5 x 108

CFU/ml).27

Uji daya hambat dilakukan pada mediaMueller Hinton Agar (MHA). Cara pembuatanMHA adalah dengan melarutkan 2,28 grambubuk media MHA ke dalam 60 ml akuades.Kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai

mendidih. Media yang telah masak, disterilkandi dalam autoklaf selama 15 menit dengantekanan udara 2 atm suhu 121˚C laludituangkan ke dalam cawan petri secaraasepsis dan dibiarkan hingga dingin danmengeras.28

Pada penelitian ini digunakan bentukbahan uji berupa perasan dari bahan segardengan tujuan untuk melindungi semua zatyang terkandung pada bawang putih, terutamazat-zat yang rentan terhadap prosespemanasan. Bawang putih dikupas kulitnya,kemudian ditimbang sebanyak 150 gram, dicuci bersih dan dikeringanginkan, laludimasukkan ke dalam juicer agar terpisahampas dan cairannya. Cairan perasan bawangputih kemudian dilakukan pengenceran.29

Cairan perasan bawang putih yang telahdidapat, diencerkan secara berseri sehinggadidapat konsentrasi perasan 12,5, 25, 50, dan75%. Setelah itu dilakukan pengencerandengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Ket:C1: konsentrasi awalC2: konsentrasi yang diinginkanV1: volume awalV2: volume yang diinginkan (2 ml)

Berdasarkan rumus di atas, diambil 0,25ml perasan bawang putih dan ditambahkan1,75 ml akuades karena volume yangdiinginkan adalah 2 ml. Demikian seterusnyasehingga didapat konsentrasi yang akandigunakan yaitu 25, 50, dan 75%.30

Berikutnya dicelupkan sterile woodencotton ke dalam suspensi bakteri lalu ditekankapas pada dinding bagian dalam tabungsampai tidak ada cairan yang menetes.Kemudian dioles secara merata pada masing-masing permukaan media MHA dengan teknikswab dan dibiarkan 5 menit. Selanjutnyakertas cakram dicelupkan ke dalam masing-masing stok variabel yaitu perasan bawangputih dengan konsentrasi 12,5, 25, 50, 75, dan100%, CHX 2% sebagai kontrol positif, danakuades sebagai kontrol negatif. Kertascakram diangkat dan dibiarkan sampaimenyerap perasan dengan sempurna.24,28

Kertas cakram yang telah direndam kedalam masing-masing konsentrasi perasanbawang putih serta bahan kontrol diletakkanpada permukaan media MHA yang telah

C1.V1 = C2.V2

Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

4

diolesi suspensi bakteri. Jarak antara kertascakram harus cukup luas sehingga wilayahjernih tidak berhimpitan. Kertas cakramditekan menggunakan pinset pada permukaanmedia sehingga terdapat kontak yang baikantara cakram dan media agar. Selanjutnyamedia MHA diinkubasi dalam inkubator padasuhu 37ºC selama 24 jam. Perlakuan dilakukanpengulangan sebanyak 3 kali. Setelah 24 jamdilakukan pengukuran luas wilayah jernihuntuk tiap konsentrasi perasan bawang putihyang diuji menggunakan jangka sorong. Hasilpengukuran yang diperoleh diinterpretasikanberdasarkan klasifikasi tabel di bawah ini.24,28

Tabel 1. Klasifikasi Respon Hambat PertumbuhanBakteri Berdasarkan Ahn31

Diameter zona terang Respon hambatpertumbuhan

>20 mm Kuat

16-20 mm Sedang

10-15 mm Lemah

<10 mm Tidak ada

Hasil penelitian ini dilakukan analisadengan oneway ANOVA untuk mengetahuiapakah ada pengaruh atau tidak pada tiapkategori perlakuan. Jika menghasilkan p<0,05,maka dilanjutkan dengan uji LSD untukmengetahui pada kelompok manakah terdapatperbedaan yang bermakna.32

HASILHasil kultur E. faecalis pada media

CHROM agar VRE dengan teknik goresan Tsetelah diinkubasi 24 jam pada suhu 37˚Cdalam kondisi anaerob terlihat koloni bakteriberwarna hijau kebiruan, halus, dan licinseperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kultur Enterococcus faecalis padaMedia CHROMagar VRE. Koloni bakteriberwarna hijau kebiruan.

Hasil pewarnaan Gram terhadap E.faecalis menunjukkan bahwa koloni bakteriberwarna ungu dengan bentuk kokus danmembentuk rantai pendek. Hasil pewarnaanGram pada E. faecalis dapat dilihat padaGambar 2.

Gambar 2. Hasil Pewarnaan Gram Enterococcusfaecalis. Koloni tampak berwarna ungu, kokus,dan membentuk rantai pendek.

Koloni E. faecalis dimasukkan ke dalamtabung berisi NaCl 0,9% yang kemudiandihitung kekeruhannya menggunakanspektrofotometer dengan panjang gelombang625 nm dan nilai absorbansi 0,08-0,1 yangnilainya setara dengan larutan Mc Farland 0,5(1,5 x 108 CFU/ml). Pada Gambar 3.menunjukkan nilai absorbansi 0,087 yangmembuktikan bahwa kekeruhan E. faecalissudah setara dengan larutan Mc Farland 0,5.

Gambar 3. Hasil Suspensi Bakteri. Nilaiabsorbansi menunjukkan angka 0,087.

Bawang putih sebanyak 150 gram yangdimasukkan ke dalam juicer diperoleh hasilperasan sebanyak 50 ml (Gambar 4.)

Gambar 4. Hasil Perasan Bawang Putih

Hasil uji perasan bawang putih padakonsentrasi 25, 50, 75, dan 100%menunjukkan adanya pembentukan zona

Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

5

terang (zona hambat) di sekitar kertas cakram.Selain itu, CHX yang digunakan sebagaikontrol positif juga menunjukkan adanya zonaterang, sedangkan akuades yang digunakansebagai kontrol negatif tidak menghasilkanzona terang di sekitar kertas cakram (Gambar5.). Hasil rata-rata diameter zona hambat yangterbentuk dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5. Hasil Uji Perasan Bawang Putihterhadap Pertumbuhan Enterococcus faecalis danKelompok Kontrol Terlihat zona terang di sekitarkertas cakram.

Gambar 6. Diagram Batang Zona HambatBerbagai Konsentrasi Perasan Bawang Putih danKelompok Kontrol terhadap Enterococcusfaecalis.

Data pada Gambar 6 menunjukkan rata-rata diameter zona terang terbesar terdapatpada konsentrasi 100% yaitu 19,7 mm, danrata-rata diameter zona terang terkecil padakonsentrasi 25% yaitu 11 mm, sedangkan padakonsentrasi 12,5% rata-rata diameter zonaterang yang terbentuk adalah 8,1 mm dankontrol negatif (akuades) rata-rata diameteryang terbentuk adalah 6 mm yang artinya tidakemiliki kemampuan dalam menghambatpertumbuhan E. faecalis.

Berdasarkan hasil analisis denganmenggunakan Statistical Package for theSocial Sciences (SPSS), hasil uji normalitasmenunjukkan sebaran data pada keseluruhankonsentrasi perasan bawang putih normal.Pada hasil uji homogenitas menghasilkan nilai

p>0,05 yang menyatakan bahwa varians datasama.

Hasil uji oneway ANOVA menunjukkanbahwa p=0,00 sehingga H0 ditolak dan Ha

diterima. Penolakan H0 menunjukkan adanyakelompok yang berpengaruh atau berbedasecara bermakna sehingga perlu dilakukan ujilanjut (post hoc) untuk melihat kelompokmana yang memiliki perbedaan/pengaruh.Hasil uji lanjut Least Significance Difference(LSD) menunjukkan bahwa perbedaan zonahambat berbeda secara bermakna pada semuakelompok konsentrasi perasan bawang putih,yaitu antara konsentrasi 12,5, 25, 50, 75, dan100%.

PEMBAHASANPada penelitian ini tahap pertama yang

dilakukan adalah kultur Enterococcus faecalis.Enterococcus faecalis yang dikultur padamedia selektif yaitu media CHROM agar VREmemperlihatkan koloni bakteri berwarna hijaukebiruan. Warna ini terbentuk karena substratpada CHROM agar VRE dapat mendegradasienzim spesifik yang terdapat pada setiapspesies Enterococcus, sehingga menimbulkanperbedaan warna pada masing-masing spesies.Hal ini juga sesuai dengan pernyataan olehLedeboer dkk (2007) yang menyatakan bahwaE. faecalis yang dikultur pada mediaCHROMagar VRE memperlihatkan kolonibakteri yang berwarna hijau kebiruan.33

Konfirmasi E. faecalis denganpewarnaan Gram menunjukkan bahwa bakteriyang dibiakkan adalah E. faecalis. Hal inisesuai dengan morfologi dan warna E. faecalisyang terlihat di bawah mikroskop yaituberbentuk kokus dan membentuk rantaipendek dengan warna ungu. Terbentuknyawarna ungu ini diakibatkan oleh ketebalandinding sel yang dimiliki oleh E. faecalis,sehingga pada saat diteteskan lugol’s iodinemenyebabkan terbentuknya ikatan antarakristal violet dan iodine. Ikatan ini dapatmenyebabkan terjadinya peningkatan afinitaspengikatan zat warna oleh bakteri sehingga zatwarna violet terperangkap di dalam dinding selbakteri tersebut. Selain itu E. faecalis jugahanya memiliki membran sel selapis yangmengandung sedikit lapisan lemak, sehinggapada saat diteteskan alkohol, hanya terbentuksedikit pori-pori pada dinding sel bakteritersebut yang menyebabkan ikatan antarakristal violet dan iodine tetap menempel padadinding sel bakteri.24

8,111

13,817

19,7 18,5

6

0

5

10

15

20

25

Bes

ar Z

ona

Ham

bat

(mm

)

Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

6

Hasil uji pengaruh perasan bawangputih menunjukkan adanya pembentukan zonahambat di sekitar kertas cakram padakonsentrasi 25, 50, 75, dan 100%. Hal inimenunjukkan bahwa perasan bawang putihdapat menghambat pertumbuhan E. faecalis.Kemampuan ini disebabkan adanya senyawaantibakteri yang meliputi allicin, minyak atsiri,flavonoid, saponin, alkaloid, dan tannin yangterkandung dalam bawang putih.22,34

Senyawa antibakteri tersebut bekerjadengan metode yang beragam. Allicin didugadapat merusak dinding sel dan menghambatsintesis protein.19 Minyak atsiri, saponin, danflavonoid yang terkandung dalam bawangputih juga dapat merusak membran sel bakteri.Selain itu alkaloid juga dapat melisiskan selbakteri, dan tanin dapat menghambatproteolitik yang berperan menguraikan proteinmenjadi asam amino sehingga akanmengganggu sel bakteri dalam penyerapanprotein oleh cairan sel.20,22

Hasil interpretasi zona hambat untukkelompok perlakuan, kontrol negatif, dankontrol positif secara total rata-rata dapatdilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Interpretasi Zona HambatBerdasarkan Ahn

KonsentrasiPerasan

Bawang Putih(%)

Rata-rataDiameter

ZonaHambat

(mm)

KemampuanHambat

BerdasarkanAhn

12,5 8,1 Tidak Ada25 11 Lemah50 13,8 Lemah75 17 Sedang

100 19,7 SedangCHX 2% 18,5 SedangAkuades 6 Tidak Ada

Pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa pada25% sampai dengan konsentrasi 100% perasanbawang putih dapat menghambat pertumbuhanE. faecalis. Berdasarkan klasifikasi Ahn,perasan bawang putih konsentrasi 12,5% tidakmemiliki kemampuan dalam menghambatpertumbuhan E. faecalis karena zona hambatyang terbentuk adalah 8,1 mm. Selain itu padakonsentrasi perasan bawang putih 25%menghasilkan rata-rata diameter zona hambat11 mm yang termasuk dalam kategori lemah,sedangkan yang termasuk dalam kategorisedang terdapat pada konsentrasi 50, 75, dan

100% dengan rata-rata diameter zona hambatmasing-masing konsentrasi adalah 13,8 mm,17 mm, dan 19,7 mm.

Berdasarkan klasifikasi diameter rata-rata zona hambat terlihat bahwa semakintinggi konsentrasi perasan bawang putih, makanilai diameter rata-rata zona hambat jugasemakin besar. Hal ini disebabkan olehsemakin tinggi konsentrasi, maka semakinbanyak zat aktif yang terkandung di dalamnyasehingga zona hambat pertumbuhan E. faecalisyang terbentuk semakin besar pula.

Penelitian yang dilakukan oleh Linggadan Rustama pada tahun 2005 mengenai ujiantibakteri ekstrak air dan etanol bawang putih25%, 50%, dan 75% juga membuktikan bahwaekstrak air dan etanol bawang putih dengankonsentrasi tertinggi yaitu 75% lebihmemberikan pengaruh terhadap bakteri Gramnegatif dan positif.20 Selain itu penelitian yangdilakukan oleh Ramadanti pada tahun 2008juga membuktikan bahwa semakin besarkonsentrasi maka semakin besar pula aktivitasantibakteri yang dihasilkan.35 Akuades sebagaikontrol negatif tidak menunjukkan adanyazona hambat, sedangkan CHX 2% yangdigunakan sebagai kontrol positifmenghasilkan zona hambat sebesar 18,5 mmyang termasuk ke dalam klasifikasi zonahambat kategori sedang.

Hasil penelitian yang diperolehmenunjukkan bahwa perasan bawang putihmemiliki daya hambat yang sedang terhadappertumbuhan E. faecalis. Hasil penelitian iniberbeda dengan penelitian sebelumnya yangdilakukan oleh Heon-Jin pada tahun 2010,yang mengungkapkan bahwa perasan bawangputih memiliki efek antibakteri yang besarterhadap pertumbuhan Streptococcus mutansyang juga termasuk bakteri Gram positifdengan zona hambat sebesar 40 ± 2,3.18

Perbedaan hasil di atas kemungkinandisebabkan karena E. faecalis memiliki faktorvirulensi yang lebih kompleks dibandingkandengan S. mutans. Enterococcus faecalismemiliki faktor virulensi sepertikemampuannya dalam pembentukankolonisasi pada host, dapat bersaing denganbakteri lain, resisten terhadap mekanismepertahanan host, menghasilkan perubahanpatogen baik secara langsung melalui produksitoksin atau secara tidak langsung melaluirangsangan terhadap mediator inflamasi.36,37

Saluran akar yang terinfeksi merupakansalah satu kondisi dimana nutrisi kurang

Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

7

memadai, ada toksin dari bakteri lain, daninvasi medikamen saluran akar. Kondisi yangsulit ini dapat menyebabkan perubahanfisiologi yang spesifik sebagai respon terhadaplingkungan tersebut dan bertindak sebagaimekanisme pertahanan. Pada kondisi inibakteri kehilangan kemampuan untuk tumbuhdan berkembang tapi tetap hidup dan bersifatpatogen. Kondisi ini dinamakan dengan faseViable but Nonculturable (VBNC). Biasanyahal ini hanya ditemukan pada bakteri Gramnegatif saja, namun belakangan diketahuibahwa E. faecalis sebagai bakteri Gram positifjuga memiliki kemampuan ini.36

Enterococcus faecalis pada kondisiVBNC dapat memanjang dan berbentukcocobacillary dengan permukaan yang tidakrata. Kuantitas LTA juga menjadi 2 kali lipatlebih tebal sehingga dinding sel lebih kuat danlebih tahan terhadap kerusakan mekanis. Tidakhanya dapat melakukan fermentasi untukmenghasilkan asam laktat, bakteri ini dapatmengkatabolisasi sumber energi darikarbohidrat, gliserol, laktat, malat, dan sitrat.Hal ini membantu ketika E. faecalis hidup didaerah yang minim nutrisi seperti saluran akaryang terinfeksi atau lambung.36

Terbentuknya zona hambat oleh perasanbawang putih menunjukkan bahwa antibakteribawang putih dapat mempengaruhipertumbuhan E. faecalis dengan kemampuandaya hambat yang sedang. Hal tersebutdikarenakan adanya senyawa antibakteri yaituallicin, minyak atsiri, saponin, flavonoid,alkaloid, dan tannin yang terdapat padaperasan bawang putih.

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa perasan bawang putihdapat menghambat pertumbuhan Enterococcusfaecalis. Perasan bawang putih dengankonsentrasi 12,5% tidak mampu menghambatpertumbuhan Enterococcus faecalis,sedangkan pada konsentrasi 25 dan 50%pertumbuhan bakteri tersebut dapat dihambatdengan kategori lemah, dan pada konsentrasi75 dan 100% dengan kategori sedang. Perludilakukan uji fitokimia untuk mengetahuisenyawa antibakteri apa saja yang terkandungdalam perasan bawang putih (Allium sativumL.), dan senyawa yang paling banyakterkandung didalamnya. Perlu dilakukan ujidaya hambat bahan herbal lainnya terhadappertumbuhan Enterococus faecalis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Torneck CD, Torabinejad M. Biologijaringan pulpa dan jaringan sekitar akar;alih bahasa, Juwono L; editor,Sumawinata N. Prinsip dan praktik ilmuendodonsia. ed 3. Jakarta: EGC; 2008. p.11.

2. Walton RE, Vertucci, FJ. Anatomiinterna; alih bahasa, Juwono L; editor,Sumawinata N. Prinsip dan praktik ilmuendodonsia. ed 3. Jakarta: EGC; 2008. p.194-195.

3. Narayanan LL, Vaishnavi C. Endodonticmicrobiology. Invited Review. Journal ofConcervative Dentistry 2010; 13.

4. Torabinejad M. Patosis pulpa danperiradikuler; alih bahasa, Juwono L;editor, Sumawinata N. Prinsip danpraktik ilmu endodonsia. ed 3. Jakarta:EGC; 2008. p. 30-33.

5. Ozbek SM, Ozbek A, Erdogan AS.Analysis of Enterococcus faecalis insamples from Turkish patients withprimary endodontic infections and failedendodontic treatment by real time PCRSYBR green method. Journal of AppliedOral Science 2009; 17(5): 370-4.

6. Rôças IN, Siqueira JF, Santos KRN.Association of Enterococcus faecalis withdifferent forms of periradicular disease. JEndod 2004; 30:315-20.

7. Love RM. Enterococcus faecalis–amechanism for its role in endodonticfailure. International Endodontic Journal2001; 34: 399-405.

8. Stuart CH, Schwartz SA, Beeson TJ,Owatz CB. Enterococcus faecalis: its rolein root canal treatment failure and currentconcepts in retreatment (review article).Journal of Endodontic 2006; 32(2): 93-8.

9. Abidin T. Spesialiskonservasi/endodontic. Access on:http://spesialiskonservasiendodontik.html,15 November 2009.

10. Yanti N. Biokompabilitas larutan irigasisaluran akar. Medan: Fakultas KedokteranGigi Universitas Sumatera Utara, 2004.

11. Gomes BPFA, Ferraz CCR, Vianna ME,Berber VB, Teixeria FB, Souza-Filho FJ.In vitro antimicrobial activity of severalconcentrations of sodium hypochloriteand chlorhexidine gluconate in theelimination of Enterococcus faecalis.

Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

8

International Endodontic Journal 2001;34: 424-28.

12. McIntyre JM. Preventive management ofdental caries. In: Mount GJ, Hume WR,editors. Preservation and restoration oftooth structure. 2nd ed. Queensland:Knowledge Book and Software, 2005. p.44-45.

13. Lotfi M, Vasoughhosseini S, Ranjkesh B,Khani S, Saghiri M, Zand V.Antimicrobial efficacy of nanosilver,sodium hypochlorite and chlorhexidinegluconate against Enterococcus faecalis.Afr J Biotechnol 2011; 10(35): 6799-6803.

14. Tanumihardja M. Larutan irigasi saluranakar. Dentofasial 2010; 9(2): 108-111.

15. Rukmana. Budidaya bawang putih.Yogyakarta: Kanisius, 2009. p. 11-17.

16. Iwalokun BA, Ogunledun A, Ogbolu DO,Bamiro SB, Omojola JJ. In vitroantimicrobial properties of aqueous garlicextract against multidrug-resistentbacteria and Candida species fromNigeria. Journal of Medicional Food2004; 7(3): 327-333.

17. Owhe-Ureghe UB, Ehwarieme DA, EbohDO. Antibacterial activity of garlic andlime on isolates of extracted carious teeth.Afr J Biotechnol 2010; 9(21). 3163-3166.

18. Heon-Jin L, Hyo-Sang P, Kyo-Han K,Tae-Yub K, Su-Hyung H. Effect of garlicon bacterial biofilm formation onorthodontic wire. Angle Orthodontist2010; 00(3): 1-6.

19. Sunanti. Aktivitas antibakteri ekstraktunggal bawang putih (Allium sativum L.)dan rimpang kunyit (Curcuma domesticaVal.) terhadap Salmonella typhimurium.Bogor: Program Studi Biokimia FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan AlamInstitut Pertanian Bogor, 2007. p. 1-3.Skripsi.

20. Lingga ME, Rustama MM. Uji aktivitasantibakteri dari ekstrak air dan etanolbawang putih (Allium sativum L.)terhadap bakteri gram positif daan gramnegative yang diisolasi dari udang dogol(Metapenaeus monoceros), udang lobster(Panulirus sp), dan udang rebon (Mysisdan Acetes). Sumedang: Biologi FMIPAUniversitas Padjajaran; 2005. p. 3-6.Skripsi.

21. Sukandar EY, Sigit JI, Fitriyani N. Efekantiagregasi platelet ekstrak air bulbusbawang putih (Allium sativum L.), ekstraketanol rimpang kunyit (Curcumadomestica Val.) dan kombinasinya padamencit jantan galur Swiss Webster.Majalah Farmasi Indonesia 2008; 191: 1-11.

22. Ichsan BZ. Efek antibakteri ekstrakbawang putih (Allium sativum) terhadappertumbuhan Streptococcus mutanssecara in vitro. Surakarta: FakultasKedokteran Universitas Sebelas Maret,2009. p. 16-19. Skripsi.

23. Handa SS. An overview of extractiontechniques for medicinal and aromaticplants. In: Handa SS, Khanuja SPS,Longo G, Rakesh DD, editors. Extractiontechnologies for medicinal and aromaticplants. Italy: ICS-UNIDO; 2008. p. 41.

24. Petunjuk praktikum mikrobiologi dasar.Purwokerto: Laboratorium MikrobiologiUniversitas Jendral Sudirman, 2008.

25. Samra Z. Evaluation of use of a newchromogenic agar in detection of urinarytract pathogens. Journal of ClinicalMicrobiology 1998; 45(5): 990-994.

26. Anonymous. CHROMagar VRE. Accesson:http://chromagar.com/fichiers/1259769034IFU_CHROMagar_VRE.pdf, 21Desember 2011.

27. Tim Mikrobiologi. Penuntun praktikummikrobiologi. Fakultas KedokteranHewan Universitas Syiah Kuala, 2008. p.9-27.

28. Lay BW. Analisis mikroba dilaboratorium. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 1994. p. 32; 67-79.

29. Utami A. Uji banding efektivitas perasanumbi bawang putih (Allium sativumLinn.) 25% dengan ketokonazol 2%secara in vitro terhadap pertumbuhanCandida albicans pada kandidiasisvaginalis. Semarang: Fakultas KedokteranUniversitas Diponegoro, 2006. p. 4; 9.Skripsi.

30. Chen Y.Y, Chiu H.C, Wang Y.B. Effectof garlic extract on acid production anggrowth of Streptococcus mutans. Journalof Food and Drug Analysis 2009; 17: 59-63.

Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

9

31. Pratama MR. Pengaruh ekstrak serbukkayu siwak (Salvadora persica) terhadappertumbuhan bakteri Streptococcusmutans dan Staphylococcus aureusdengan metode difusi agar. Surabaya:Program Studi Biologi FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan AlamInstitut Teknologi Sepuluh Nopember,2005. Skripsi.

32. Dahlan, MS. Statistika untuk kedokterandan kesehatan, ed 4. Jakarta: SalembaMedika; 2009. p. 83-95.

33. Ledeboer NA, Das K, Eveland M, DalbertCR, Mailler S, Chatellier S, et al.Evaluation of a novel chromogenic agarmedium for isolation and differentiationof vancomycin-resistant Enterococcusfaecium and Enterococcus faecalisisolates. J. Clin. Microbiol 2007; 45(5):1556-1560.

34. Bongiorno PB, Fratellone PM, LoGiudiceP. Potential health benefits of garlic(Allium sativum). A Narrative Review.Journal of Complementary andIntegrative Medicine 2008; 5.

35. Ramadanti IA. Uji aktivitas antibakteriekstrak bawang putih (Allium sativum L.)terhadap bakteri Escherichia coli In Vitro.Semarang: Fakultas Kedokteran, 2008. p.5. Skripsi.

36. Marsa, RD. Efek antibakteri ekstrak lerakdalam pelarut etanol terhadapEnterococcus faecalis (penelitian invitro). Medan: Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Sumatera Utara, 2010. p. 19.Skripsi.

37. Anonymous. Enterococcus faecalis.Access on:http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Enterococcus_faecalis, Januari 2011.

Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

10

HUBUNGAN PENILAIAN PERSEPSI ESTETIKA ORAL DENGANKEADAAN MALOKLUSI MENGGUNAKAN ORAL SUBJECTIVEINDEX SCALE (OASIS) DAN DENTAL AESTHETIC INDEX (DAI)

(STUDI PADA REMAJA USIA 16-17 TAHUN DI SMAN KOTA BANDAACEH)

A STUDY OF ORAL AESTHETIC SELF PERCEPTION ANDMALOCCLUSION USING OASIS (ORAL SUBJECTIVE INDEX SCALE)

AND DAI (DENTAL AESTHETIC INDEX)( IN 16-17 YEAR-OLD HIGH SCHOOL STUDENT IN BANDA ACEH)

Rafinus Arifin, Herwanda, Cut Rindi Tefani

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

AbstrakEstetika pada wajah dapat menentukan persepsi pada diri sendiri dan dapat mempengaruhi kualitashidup. Pada remaja ketertarikan fisik merupakan faktor penting yang mempengaruhi hubungan sosial.Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan penilaian persepsi estetika dan prevelensi tingkatmaloklusi pada usia 16-17 tahun di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Banda Aceh. Metode cross-sectional yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan 100 siswa-siswi di banda Aceh. Data yangdikumpulkan berupa umur, jenis kelamin, status maloklusi berdasarkan Dental Aesthetic Index (DAI),dan persepsi estetika oral berdasarkan Oral Aesthetic Subjective Index Scale (OASIS). Chi-Square tesdigunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara DAI dan OASIS. Uji Chi Squaremenunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi estetika dan keadaan maloklusip=0,037 (p<0,05). Terdapat hubungan yang signifikan antara penilaian persepsi estetika OASIS dankeadaan maloklusi DAI. Hal ini menunjukkan hubungan signifikan antara kondisi maloklusi dantingkat kepedulian remaja terhadap keadaan estetikanya. Faktor usia pada penderita maloklusi tidakmempengaruhi kondisi persepsi estetika yang dimilikinya. Sebaliknya faktor jenis kelamin terhadappersepsi estetika menunjukkan remaja wanita cenderung lebih peduli terhadap keadaan gigi-giginya.Kata Kunci: Persepsi Estetika, Maloklusi, OASIS, DAI.

AbstractAesthetic on the face can determine self perception and can affect quality of life. In adolescent,physical attraction is an important factor that can affecting social relationship. This study wasconducted to examine the realationship of aesthetic perception assessment and the prevelance ofmalocclusion at age 16-17 at Banda Aceh state High School. The cross-sectional method used in thisstudy involved 100 students in Banda Aceh. Data collected were age, sex, malocclusion status basedon Dental Aesthetic Index (DAI), and oral aesthetic perception based on Oral Aesthetic SubjectiveIndex Scale (OASIS). Chi-Square tests are used to see whether there is a relationship between DAIdan OASIS. Chi Square test showed a significant correlation between aesthetic perception andmalocclusion p=0,037 (p<0,05). There is significant relationship between assestment aesthetic OASISand malocclusion using DAI. This shown there is a significant correlation between the level ofmalocclusion and the awareness the teenagers to the state of aesthetic. Age factor in the malocclucioncondition does not have significant change on aesthetic perception. Meanwhile gender, havesignificant role, and woman aldolescent have more concern to malocclusion condition.Keyword: Aesthetic perception, Malocclusion, DAI, OASIS

Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

11

PENDAHULUANEstetika merupakan suatu filosofi

mengenai konsep keindahan yang dinilaimelalui perasaan dan pikiran.1 Dalam beberapadekade terakhir konsep estetika menjadi suatuaspek komersial yang memainkan perananpenting di kalangan masyarakat.2 Majalah danlayar televisi menampilkan wajah-wajah yangmemiliki estetika dan penampilan yangmenarik, sehingga terbentuklah suatudiskriminasi mengenai konsep‘cantik’ di matamasayarakat.3 Dalam masyarakat kelompokyang paling dipengaruhi oleh media elektronikmaupun cetak adalah kelompok remaja.4

World Health Organization (WHO)mendefinisikan periode remaja sebagai periodepertumbuhan dan perkembangan yang terjadisetelah periode kanak-kanak dan sebelumperiode dewasa dimulai, dari usia 10-19tahun.5 Remaja pertengahan antara rentangusia 16-17 tahun yang telah mengalamiperubahan fisik pada masa pubertas, lebihmempermasalahkan ketidakpuasan kondisifisik mereka yang tidak sesuai dengan kondisifisik ideal yang mereka inginkan.6 Menurutremaja, penampilan wajah merupakan bagianyang terpenting dari penampilan fisik.7

Penampilan wajah tidak terlepas darikonteks kecantikan dan ketampanan. Wajahyang cantik dan tampan tentu saja memilikiproporsi yang ideal dan senyuman yangmenarik. Untuk mendapatkan senyuman yangmenarik banyak faktor yang berperan sepertibibir, gingiva, dan gigi-gigi.8,9 Gigi dengansusunan yang rapi dan senyum yang menawanakan memberikan efek yang positif, sebaliknyagigi yang tidak teratur akan memberikansugesti yang negatif kepada seseorangsehingga akan menimbulkan efek yangmerugikan dalam interaksi sosial.10

Maloklusi merupakan kondisi gigi-gigiyang memiliki susunan tidak teratur.10 Seorangindividu yang mengalami maloklusi makaindividu tersebut mengalami penurunan fungsirongga mulut dan penyimpangan secaraestetika dibandingkan dengan individu yangmemiliki oklusi ideal.11

Penelitian Shaw mengenai hubunganmaloklusi dengan efek sosial pada remajamenunjukkan bahwa maloklusi menyebabkantingginya masalah dalam hubungan sosial.12

Maloklusi juga sangat mempengaruhipersepsi remaja terhadap estetika wajah yangmenyebabkan remaja tidak percaya diri danmerasa minder dalam berinteraksi sosialdengan teman-temannya.10

Persepsi merupakan suatu prosesmenyeleksi, mengatur dan mengintrepesikanberbagai informasi sensorik yang diterimauntuk memperoleh suatu pemahaman. Persepsiseseorang mengenai estetika keadaan giginyaberbeda-beda.15 Sebagian remaja merasa tidakpuas dengan keadaan gigi-giginya, walaupunketidakteraturan dental yang dimilikinyaminimal, namun sebagian lainnya tidak peduliterhadap maloklusi yang dialaminyadisebabkan pada dasarnya dia merasa nyamandengan keadaan estetika oralnya.

Adanya perbedaan persepsi dalammenilai estetika pada remaja yang kemudianmendorong Mandall untuk mempublikasikansuatu indeks yang dikenal dengan OralAesthetic Subjective Score (OASIS).15 IndeksOASIS ini kemudian dihubungkan denganDental Aesthetics Index (DAI) yang berfungsiuntuk mengevaluasi komponen estetika dananatomi maloklusi.16 Berdasarkan latarbelakang di atas maka peneliti tertarik untukmelakukan penelitian ini di sekolah menengahatas negeri kota Banda Aceh.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini dilaksanakan di sekolah

menengah atas negeri kota Banda Aceh padabulan April hingga Mei 2014. Sampel yangdigunakan adalah siswa-siswi usia 16-17 tahundi sekolah menengah negeri atas kota BandaAceh yang menderita maloklusi. Penentuanbesar sempel dalam penelitian inimenggunakan rumus Slovin sehinggamendapatkan jumlah 98,59. Pengambilansampel dalam penelitian ini kemudianmenggunakan Cluster sampling. Dimana besarsampel sebanyak 98,59 kemudian digenapkanmenjadi 100 dan dibagi dengan jumlah sekolahmenengah atas negeri di Banda Aceh sebanyak16 sekolah. Total pembagian tersebutberjumlah 6-7 siswa tiap sekolah.

Subjek penelitian sebanyak 100 orangyang diambil dari kelas satu dan kelas dua,terlebih dahulu diberi penjelasan mengenaiprosedur penelitian, jika subjek menyetujuiprosedur penelitian maka subjek dapat mengisiinformed consent. Pengisian kuesioner olehsubjek penelitian dilakukan untuk melihatfaktor-faktor yang mempengaruhi persepsiestetika dengan Oral Aesthetics SubjectiveIndex Scale (OASIS) sebagai alat ukur.Pengambilan data klinis menggunakan modelstudi dilakukan dengan cara pencetakanmenggunakan bahan cetak Alginate normalset, kemudian dilakukan pengecoran untuk

Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

12

mendapatkan model studi. Dental AestheticIndex (DAI) digunakan untuk mengukur modelstudi yang telah dikumpulkan. Kalibrasidilakukan antara peneliti dengan ahli sebanyak5% dari total sampel. Hasil kalibrasi tersebutdiolah dengan menggunakan Uji T danmendapatkan hasil sebesar 0.501 (p<0,05)yang menjelaskan tidak terdapat perbedaanyang bermakna.

Penggunaan kuisioner baik dalamcakupan umum maupun khusus merupakansalah satu cara pengukuran penetapan suatukualitas hidup. Mandall mempublikasikansebuah instrumen kuisioner untuk menilaipresepsi anak-anak terhadap estetika mulut dankelainan gigi geligi yang dapat mempengaruhikehidupan dan hubungan sosial mereka.Kuisioner tersebut dikenal dengan OASIS yangberisikan beberapa pertanyaan yang membantuuntuk menilai tingkat perhatian dan kerugiandari penampilan gigi geligi anak-anak danremaja. Remaja diminta untuk menunjukkantujuh poin dari skala Likert mengenaipenampilan gigi geligi mereka yang merekasukai dan tidak sukai dari gigi geligi mereka,ejekan mengenai gigi geligi mereka,pengelakan untuk tersenyum danmemperlihatkan gigi geligi mereka.17

Tabel 1. Oral Aesthetic Subjective Impact Scale(OASIS)18

Bagaimana perasaan anda mengenaipenampilan gigi anda?1 2 3 4 5 6 7Tidak peduli sama sekali Sangat peduli

Apakah pernah orang lainmengomentari penampilan gigi anda?1 2 3 4 5 6 7Tidak pernah sama sekali Setiap waktu

Apakah anda pernah diejek oleh orang lainmengenai penampilan gigi anda?1 2 3 4 5 6 7Tidak pernah sama sekali Setiap waktu

Apakah Anda menghindari untuk tersenyumkarena penampilan gigi Anda?1 2 3 4 5 6 7Tidak sama sekali Setiap waktu

Pernahkah anda menutupi mulut karenapenampilan gigi Anda?1 2 3 4 5 6 7Tidak pernah sama sekali Setiap waktu

DAI dikembangkan di Amerika Serikatdan dikolaborasikan oleh WHO sebagai indeksinternasional yang digunakan untukmengidentifikasi, membantu, dan menentukanapakah pasien perlu untuk dirujuk ke dokterspesialis. DAI digunakan untuk mengevaluasikomponen estetika dan anatomi maloklusi.16

DAI adalah suatu indeks ortodonti yangberasaskan definisi standar sosial yangberguna dalam survei epidemiologi untukmenemukan kebutuhan perawatan ortodonti dikalangan masyarakat dan juga sebagai alatuntuk menentukan prioritas subsidi perawatanortodonti.16,19

Hasil skor tiap kasus dikelompokkansesuai dengan keparahan maloklusi.Pengelompokan maloklusi berdasarkan skorDAI :<25 : Maloklusi ringan26-30 : Malokulsi sedang31-35 : Maluklusi parah>36 : Maloklusi yang sangat parah16

Tabel 2. Standar DAI skorKomponen DAI Koefisien

Regresi1. Jumlah gigi yang hilang (insisif,

kaninus, premolar pada lengkungmandibula dan maksila).

6

2. Gigi anterior berdesakan (0=tidakberdesakan, 1=berdesakan pada saturahang saja, 2=berdesakan padakedua rahang.

1

3. Diastema segmen insisal (0= tidakterdapat diastema, 1= diastema padasatu rahang saja, 2= diastema padakedua rahang

1

4. Midline diastema dalam milimeter 35. Largest anterior Irregularity maksila

dalam milimeter1

6. Largest anterior irregularitymandibula dalam milimeter

1

7. Overjet anterior maksila dalammilimeter

2

8. Overjet anterior mandibula dalammilimeter

4

9. Openbite pada bagian anteriorvertikal dalam millimeter

4

10. Kondisi anteroposterior hubunganmolar, deviasi terbesar dilihat darikiri maupun kanan ( 0= normal, 1=½ tonjol mesial atau distal, 2= 1atau lebih tonjol mesial atau distal

3

11. Konstanta 13Total DAI score ( Cons et al. , 1987 ) reproduced with kindpermission of Frank Kohout, Professor Emeritus, College ofDentistry, University of Iowa.

Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

13

HASILKeseluruhan subjek yang diperoleh

berjumlah 100 orang berasal dari 16 SMANKota Banda Aceh. Karakteristik subjekpenelitian dilihat berdasarkan sekolah yaitu:

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Subjek PenelitianBerdasarkan Umur.

Tabel 3. diatas menunjukkan remajausia 16 tahun (76 %) lebih besar frekuensinyadibandingkan remaja usia 17 tahun (24%).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Subjek PenelitianBerdasarkan Jenis Kelamin

Variabel Frekuensi Persen

Laki-lakiPerempuan

4060

40%60%

Total 100 100%

Dari tabel 4. diatas didapatkan subjekwanita (60%) lebih besar dibandingkan subjeklaki-laki (40%) untuk berpartisipasi dalampenelitian ini.

Tabel 5. Frekuensi Hasil Pengukuran PersepsiEstetika Menggunakan OASIS

Variabel Frekuensi PersenTidak mempengaruhiestetika

55 55%

Mempengaruhi estetika 45 45%

Tabel 5. menunjukkan sebanyak 55siswa penderita maloklusi (55%) tidakmempengaruhi persepsi estetika terhadapdirinya sedangkan sebanyak 45 siswa (45%)lainnya maloklusi mempengaruhi persepsiestetika terhadap dirinya.

Berdasarkan tabel 6. didapatkansebanyak 40 (52.6%) siswa usia 16 tahunmemiliki nilai OASIS yang tidakmempengaruhi persepsi estetika (72.7%) dansebesar 36 subjek (47.4%) mempengaruhipersepsi estetika (80%). Sebanyak 15 subjek(62.5%) pada usia 17 tahun memiliki nilaiOASIS yang tidak mempengaruhi persepsiestetika (27.3%) dan sebesar 9 subjek (37.5%)memiliki nilai OASIS yang mempengaruhipersepsi estetika (24%).

Maka didapatkan bahwa subjek padausia 16 maupun 17 tahun sebagian besar (55%)memiliki nilai OASIS yang tidakmempengaruhi persepsi estetika.

Tabel 6. Penilaian Persepsi Estetika (OASIS) padaRemaja Usia 16-17 Tahun.

Usia OASIS TotalTidak mem-pengaruhi

Mempe-ngaruhi

16 Jumlah (%)umur (%)OASIS

4052.672.7

3647.480

7610076

18 Jumlah (%)umur (%)

OASIS

1562.527.3

937.520

2410024

TOTAL Jumlah(%) umur (%)OASIS

5555100

4545100

100100100

Tabel 7. Penilaian Persepsi Estetika (OASIS)Berdasarkan Jenis Kelamin.

Jenis Kelamin

OASIS TotalTidakmempengaruhi

Mempengaruhi

LK Jumlah(%) JK(%) OASIS

2152.538.2

1947.542.2

4010040

PR Jumlah(%) JK(%) OASIS

3456.761.8

2643.357.8

6010060

TOTAL Jumlah(%) JK(%) OASIS

5555100

4545100

100100100

Tabel 7. menunjukkan sebagian besarsubjek baik laki-laki maupun perempuan,memiliki persentase yang lebih tinggi padapenilaian OASIS yang tidak mempengaruhiestetika. Jenis kelamin laki-laki sejumlah 21orang (52.5%) memiliki nilai OASIS yangtidak mempengaruhi persepsi estetika (38.2%)dan sebesar 19 subjek (47.5%) mempengaruhipersepsi estetika (42.2%). Pada subjek wanitaterdapat 34 subjek (56.7%) dengan nilaiOASIS yang tidak mempengaruhi persepsiestetika (61.8%) dan 26 subjek (43.3%) yangmemiliki nilai OASIS mempengaruhi persepsiestetika (57.8%). Analisis ini disimpulkan dariperbandingan antara laki-laki dan perempuan.

Tabel berikut menunjukkan distribusifrekuensi pengukuran model studimenggunakan DAI:

Variabel Frekuensi Persen

16 tahun17 tahun

7624

76%24%

Total 100 100%

Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

14

Tabel 8. Frekuensi hasil pengukuran model studimenggunakan DAI

Variabel Frekuensi Persen

RinganSedangParahSangatParah

642088

64%20%8%8%

Total 100 100%

Berdasarkan Tabel 8. dapat dilihatbahwa dari pengukuran model studimenggunakan DAI diperoleh subjek denganmaloklusi ringan berjumlah 64 siswa,maloklusi sedang berjumlah 20 siswa,maloklusi parah dan sangat parah keduanyaberjumlah 8 siswa, sehingga penjumlahan darikeempat variabel dihasilkan 100 siswa.

Dalam penelitian ini digunakan uji Chi-Square. Berdasarkan hasil uji Chi-Square yangmenganalisis hubungan keadaan maloklusi(DAI) dengan penilaian persepsi estetika(OASIS), diperoleh nilai p=0,037 (p<0,05)yang menunjukkan bahwa terdapat hubunganyang signifikan antara keadaan maloklusi danpersepsi estetika.

PEMBAHASANPenilaian persepsi estetika pada setiap

orang berbeda-beda, dikarenakan penilaiantersebut bersifat subjektif. Beberapa penelitimembuat standarisasi nilai persepsi sehinggapenilaian itu dapat terukur. Seperti padapenelitian ini, digunakan Oral AestheticSubjective Index Scale (OASIS) oleh Mendell(2000) untuk menilai area 1/3 wajah bawahbiasanya berkaitan dengan gigi geligi dansenyum pada saat tersenyum.17 Indeks inimemberikan 5 pertanyaan yang mempermudahremaja untuk menentukan jawaban denganmenggunakan skala Likert sebagai alatukur.15,18

Kondisi gigi-gigi yang beraneka ragampada setiap orang menuntut suatu klasifikasikhusus untuk menentukan tingkat keparahandari setiap maloklusi.16 Dental Aesthetic Index(DAI) yang diciptakan oleh Frank Kohout(1987) dan dikolaborasikan oleh World HealthOrganization (WHO) merupakan suatu indeksuntuk menentukan tingkat keparahanperawatan ortodonti. Indeks inimenghubungkan kondisi klinis dan komponenestetika melalui hitungan angka sehinggadidapatkan skor yang mengkombinasikankondisi klinis dan aspek oklusi.16,19

Hasil penelitian menggunakan indeksOASIS diperlihatkan pada Tabel 5.4 yangmenunjukkan 45% remaja di SekolahMenengah Atas Negeri (SMAN) Banda Acehusia 16-17 tahun yang menderita maloklusimemiliki pengaruh terhadap persepsi estetikadan sebanyak 55% tidak memiliki pengaruhterhadap persepsi estetika. Hasil tersebutterlihat berbeda jika dibandingkan padapenelitian Marques (2009) yang mendapatkanhanya sebesar 24% dari 183 total sampel yangmemiliki pengaruh terhadap persepsi estetika.Peneliti berasumsi Perbedaan frekuensidistribusi dari subjek yang mengalamipengaruh terhadap estetikanya disebabkanoleh perbedaan etnis, budaya setempat danfaktor sosial ekonomi. Asumsi tersebutdidukung oleh pernyataan Marques (2009)yang menjelaskan rendahnya prevelensi subjekyang mengalami pengaruh terhadap estetikadiakibatkan oleh faktor budaya, dan sosialekonomi yang buruk pada daerah yang ditelitisehingga menurunnya tingkat keingintahuanmereka dalam mencari dan menangani kasusmaloklusi.10

Pada Tabel 6., didapatkan sebanyak52.6% siswa usia 16 tahun memiliki nilaiOASIS yang tidak mempengaruhi persepsiestetika dan sebesar 47.4% mempengaruhipersepsi estetika. Sebanyak 62.5% pada usia17 tahun memiliki nilai OASIS yang tidakmempengaruhi persepsi estetika dan sebesar37.5% memiliki nilai OASIS yangmempengaruhi persepsi estetika. Hal inimenjelaskan tidak terdapatnya perbedaan yangsignifikan mengenai perbandingan pengaruhOASIS dari kedua usia. Pendapat ini tidaksejalan dengan penelitian yang dilakukan olehHamamci (2009), yang menyatakan usiamemiliki pengaruh yang signifikan dalampersepsi dan ketertarikan perawatan ortodonti.Penelitian Hamamci mengambil subjekmahasiswa di Universitas Turki pada usia 17-26 tahun, mengambil kesimpulan semakintinggi usia seseorang maka semakinberkurangnya kepeduliannya terhadap persepsiestetika.19 Edler (2001) ikut mendukungpernyataan Hamamci dengan menyatakanfaktor usia dan jenis kelamin ikutmempengaruhi persepsi estetika seseorang.20,21

Akan tetapi, pada penelitian Marques (2009)menyatakan tidak terdapatnya pengaruhperbedaan umur terhadap persepsi estetikasecara signifikan. Pernyataan tersebut ikutdidukung oleh Kiyak (1981) yang menyatakansejak usia 8 tahun, anak sudah memiliki

Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

15

persepsi estetika yang sama dengan persepsiestetika yang dimiliki oleh orang dewasa.10,22

Hal ini disebabkan dampak dari media yangmenggambarkan pria dan wanita dalam segalausia tetap membutuhkan wajah yang cantikdan menarik.23 Pendapat ini didukung olehpenelitian Odioso (2000) dengan total subjeksebanyak 180 orang dengan strata usia yangberbeda 16-64 tahun menunjukkan masing-masing strata memiliki pemahaman konsepestetika yang sama.24 Pendapat Odiso danKiyak membuktikan bahwa tidak terdapatperbedaan yang nyata antara persepsi estetikadan keterkaitannya terhadap faktor usia.10,22,24

Penilaian persepsi estetika berdasarkanjenis kelamin pada Tabel 7. menunjukkanpersentase laki-laki dan perempuan memilikinilai OASIS yang tidak mempengaruhi estetikakeduanya lebih tinggi (52,5%) dan (56,7%)dibandingkan dengan laki-laki dan perempuanyang memiliki nilai OASIS mempengaruhipersepsi estetika (47,5%) dan (43,3%). Hasiltersebut sejalan dengan penelitian Hamamci(2009) yang menyatakan bahwa jenis kelamintidak memiliki perbedaan yang signifikanterhadap persepsi estetika. Hamamci menelitidari total 841 sampel yang diambil sebesar 522berjenis kelamin laki-laki, dan sebesar 319berjenis kelamin perempuan. PernyataanHamamci tidak sejalan dengan penelitian yangdilakukan oleh Marques dan kawan-kawan(2006) yang menyatakan, remaja wanita lebihkritis dan peduli dengan kondisi gigi giginya,remaja dengan tingkat kepercayaan diri yangburuk lebih sensitif terhadap akibatmaloklusi.10 Perbedaan antara Hamamci danMarques peneliti simpulkan disebabkan olehperbedaan pengukuran, usia, populasi dandaerah penelitian yang dilakukan keduanya.10

Tingkat keparahan maloklusi yangdiukur dengan menggunakan indeks DAI padaTabel 8., didapatkan sebanyak 64% siswaSMAN usia 16-17 tahun menderita maloklusiringan, 20% mengalami maloklusi sedang,16% maloklusi parah dan sangat parah (DAI >31). Hasil tersebut sejalan dengan penelitianHamanci (2009) yang mendapatkan 21,5%dari keseluruhan subjek yang ditelitimengalami maloklusi parah dan sangat parah(>31).19 Kondisi maloklusi parah dan sangatparah dapat lebih mempengaruhi estetikadibandingkan dengan individu yang memilikikondisi maloklusi ringan dan sedangdikarenakan subjek dapat mengenalinyadengan lebih mudah karena maloklusi parahmenyebabkan gangguan pada estetika. Kondisi

tersebutlah yang menyebabkan remaja yangmemiliki skor maloklusi lebih dari 31 segeramencari perawatan dan penanganan ortodonti,sehingga remaja yang mengalami maloklusiparah dan sangat parah memiliki distribusifrekuensi lebih kecil dibandingkan maloklusiringan dan sedang (<30).

Berdasarkan hasil uji chi-square,didapatkan nilai p=0,037 atau p<0,05 yangberarti terdapat hubungan yang signifikanantara penilaian persepsi estetika dan keadaanmaloklusi. Hal ini sejalan dengan penelitianClaudino dan Treabert (2013) yangmenggunakan penellitian cross sectional padasubjek berusia 18-21 tahun yang mendapatkanhasil sebanyak 26,8% remaja memilikimaloklusi parah dan sangat parah cenderungmemiliki nilai OASIS yang mempengaruhipersepsi estetika.25 Hasil ini juga didukungoleh penelitian Hamanci (2009) yangmenyimpulkan bahwa sebanyak 21,5% subjekyang menderita maloklusi parah atau sangatparah secara statistik ikut mempengaruhikepuasan penampilan gigi-giginya.19

Abnormalitas pada gigi-gigi anterior dapatmempengaruhi persepsi estetika seseorang. Halini dikarenakan daya tarik wajah dan gigimerupakan salah satu elemen penting darikualitas hidup seseorang.20 Pengaruh estetikadari maloklusi secara signifikanmempengaruhi kualitas hidup. Faktor-faktorBiopsikososial yang ikut berperan dalammempengaruhi estetika terhadap maloklusiberupa jenis kelamin, tingkat kepercayaan diriyang rendah, dan lingkungan sosial ekonomi.10

Keterbatasan penelitian dari kuisionerOASIS yang menggunakan skala Likertsebagai alat bantu ukur yang mencapai 7 poinyaitu, Tidak peduli sama sekali, Tidak peduli,Agak tidak peduli, Netral, Agak peduli,peduli, sangat peduli. Skala Likert yangmenggunakan 7 poin sebagai alat bantumerupakan sistem ganjil yang memiliki pointengah. Dinyatakan oleh Klopfer (1980),jumlah skor Likert yang berjumlah genap akanmemaksa responden untuk memilih sikapyang jelas terhadap pertanyaan sedangkanjumlah skor yang ganjil atau memiliki pointengah (netral) akan memfasilitasi subjek yangbelum memiliki sikap yang jelas. Akan tetapi,penyediaan alternatif respon tengah akanmeningkatkan proporsi subjek yangmenyatakan pandangan netral maupunpernyataan sebelum atau sesudah netral (poin3 dan poin 5) secara substansial.26

Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

16

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan penelitian yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwa, Terdapathubungan yang signifikan antara penilaianpersepsi estetika menggunakan OASIS dengankeadaan maloklusi menggunakan DAIsebanyak p=0,037 atau p<0,05.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjutmengenai efek budaya setempat, etnik, dansosial ekonomi terhadap kecendrunganpenilaian persepsi estetika yang rendah. Dalampenelitian selanjutnya sebaiknya dilakukanpenyempitan pilihan jawaban sehingga hanyaterdapat 5 poin skala Likert.

DAFTAR PUSTAKA1. Naini FB, Moss JP, Gill DS. The

enigma of facial beauty: esthetics,proportions, deformity and controversyAm J Orthod Dentofacial Orthop 2006;130: 277-82.

2. Musskopf ML, Rocha JM, Rösing CK.Perception of smile esthetics variesbetween patients and dentalprofessionals when recession defects arepresent Brazilian Dent J2013;24(4):385-90.

3. Reginald BA, Nalini A Jr, Ken N,Shinosuke S. The science of socialvision. 1sted. New York: OxfordUniversity Press, Inc. 2011.p. 164-72.

4. Klages U, Aladar B, Yvette G, AndrejZ. Dental esthetics,orthodontictreatment, and oral-health attitudes inyoung adultsAmJOrthodDentofacialOrthop2005;128:442-9.

5. WHO | Adolescent Health. WHO.Accessed December 5, 2013.http://www.who.int/topics/adolescent_health/en/.

6. Desmita. Psikologiperkembangan.Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007. p.25.

7. Klages U, Aladar B, Yvette G, AndrejZ. Dental esthetics,orthodontictreatment, and oral-health attitudes inyoung adults. AmJOrtho DentofacialOrtho p.2005;128:442-9.

8. Camara CA. Aesthetics in orthodontics:six horizontal smile lines Dent Press JOrthod2010;15(1):118-31.

9. Sabri R. The eight components ofbalanced smile J ClinOrthod 2005;39:155- 67.

10. Marques LS, Ramos-Jorge ML, Paiva

SM, Pordeus IA. Malocclusion: estheticimpact and quality of life amongbrazilian schoolchildren Am JOrthodDentofacialOrthop2006; 129(3):424–7.

11. Peter H. Master dentistry 2: restorativedentistry, pediatric dentistry, andorthodontic. London: Churchilllivingstone. 2008. p. 227.

12. Shaw WC, Richmond S, Kenealy PM,Worthington H. A 20-year cohort studyof health gain from orthodontictreatment: psychological outcomeAJOrthod 2007; 132: 146-57.

13. Seehra J, NewtonJ T, Dibiase AT.Bullying in schoolchildren – itsrelationship to dental appearance andpsychosocial implication: an update forGDPs. Br DentJ 2011; 210: 411–5.

14. Diffey TJ. Tolstoy on aesthetics: what isart?Brit J Aesthetics2003; 43(3): 324-6.

15. Mandall NA, Mc Crod JF, Worthington,O‟Brien KD. Perceived aesthetic impactof malocclusion and oral self-perceptionin 14-15-year-old Asian and Caucasianchildren in greater manchester Euro JOrthod 2000; 22: 175-83.

16. Jenny J, Cons NC. Establishingmalocclusion severity levels onthedental aesthetic index (dai) scale AustDent J 1996;41 : 43–6.

17. Pimenta WV, Treabert J. Adaptation ofthe oral aesthetic subjective index score(oasis) quistionnaire for perception oforal aesthetic in brazil QuintJ2010;8:133-7.

18. Flores-MC, Major PW, Salazar FR. Selfperceived orthodontic treatment needevaluated through 3 Scales in auniversity population J Orthod 2004:329– 34.

19. Nihal H, Güvenç B, and Ersin U. Dentalaesthetic index scores and perception ofpersonal dental appearance amongturkish university students EurJOrthod2009; 31: 168–73.

20. Kolawole KA, Ayeni OO, OsiatumaVI. Evaluation of self-perception dentalaesthetic and orthodontic treatmentneed among young adults Arcg OralRes 2012; 8(2): 111-9.

21. Edler RJ. Background considerations tofacial aesthetics J Orthod 2001; 28(2):159-68.

22. Kiyak HA. Comparison of aestheticvalues among caucasian and pacific-

Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

17

asians Community Dent Oral Epidemiol1981; 9: 219-23.

23. Tin-Oo M, Saddki N, Hassan N.Factors influencing patient satisfactionwith dental appearance and treatmentsthey desire to improve aestheticsBMCoral health 2011; 11: 1-8.

24. Odioso L, Gibb R, Gerlach R. Impact ofdemographic, behavioral, and dentalcare utilization parameters on toothcolor and personal satisfactionCompendium of Continuing Educationin Dentistry 2000; 29:35- 41.

25. Claudino D, Treabert J. Malocclusiondental aesthetic self-perception andquality of life in a 18 to 21 year-oldpopulation: a cross section study OralHealth 2013; 13: 3-6.

26. Pimenta WV, Treabert J. Adaptation ofthe oral aesthetic subjective impactscore (oasis) questionnaire forperception of oral aesthetics in brazilOral Health Prev Dent 2010; 8: 133-7

Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

18

PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU MENGENAI GIGI SULUNGANAKNYA SERTA KEMAUAN MELAKUKAN PERAWATAN

KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF MOTHERS REGARDINGCHILDREN'S PRIMARY TEETH & WILLINGNESS FOR TREATMENT

Munifah Abdat

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

AbstrakAngka kejadian karies gigi pada anak terus meningkat. Timbulnya karies anak dipengaruhi olehpengetahuan ibu dalam merawat kesehatan gigi. Peran gigi sulung adalah sebagai penunjuk jalan bagipertumbuhan gigi permanen penggantinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuipengetahuan dan sikap ibu tentang kesehatan gigi dan mulut anaknya serta kemauan melakukanperawatan. Subyek penelitiannya adalah ibu dari murid SD kelas satu Banda Aceh yang terdapatkaries gigi pada anaknya, menggunakan Total Sampling. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 64%subyek berpendidikan sarjana dan paska sarjana, namun pengetahuan ibu tentang kesehatan gigi danmulut anaknya dengan kategori kurang sebesar 35,5% dan sikap ibu serta kemauan untuk melakukanperawatan didapatkan dengan kategori kurang sebesar 58,1%. Ketika anak mengeluhkan sakit gigihanya 64% ibu yang merawatkan anaknya ke dokter gigi, 6% ibu justru membiarkan, 6% ibumeningkatkan konsumsi susu dan 24% ibu membawa ke dokter umum untuk diberikan antibiotik.Disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap ibu mengenai kondisi gigi sulung anaknya belum baik,kemauan untuk melakukan perawatan gigi anaknya juga belum ada dibuktikan frekuensi ke doktergigi hanya ketika anaknya mengeluh sakit gigi.Kata Kunci: Ibu dan gigi sulung anak, perawatan

AbstractPrevalence of dental caries in children continues to increase. Incidence of childhood caries isinfluenced by the mother's knowledge in taking care of dental health. The role of deciduous teeth is asguide for the eruption of permanent teeth successor. Aims of study to determine the knowledge andattitude of mother about children’s primery teeth and the willingness for treatment. The subject ofstudy was the mothers of a primary school student of Banda Aceh who had dental caries in her child,using Total Sampling. Based on the results of study, 64% of undergraduate and postgraduate subjectswere educated, but the mother's knowledge about dental and mouth hygiene was less category 35.5%,mother's attitude and willingness to care was less category 58,1%. When a child complains oftoothache only 64% of mothers takes care their children to the dentist, 6% of mothers just leave alone,6% of mothers increase milk consumption and 24% of mothers take general doctor for antibiotics. Itwas concluded that mother's knowledge and attitude about her child's primery teeth is not good, thewillingness to do dental care of her child also has not been proven frequency to dentist only when herchild complained of toothache.Keywords: mother and children’s primery teeth, treatment

Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

19

PENDAHULUANGigi merupakan satu kesatuan dengan

seluruh organ tubuh sehingga kerusakan padagigi dapat mempengaruhi kesehatan anggotatubuh lain serta mengganggu aktivitas sehari-hari.1 Kesehatan gigi dan mulut penting untukdiperhatikan sebagai bagian integral darikesehatan secara keseluruhan yangmemerlukan penanganan segera. Bahkandikatakan bahwa kebersihan rongga mulutyang baik mampu menggambarkan kondisikesehatan umum yang baik, sebaliknyaburuknya kebersihan rongga mulut dapatmenggambarkan kondisi kesehatan yang burukpula.2

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)tahun 2007 dalam Suciari (2015) menyatakanbahwa angka kejadian karies gigi pada anakmelonjak hingga 60-90% sedangkan menurutdata dari PDGI (Persatuan Dokter GigiIndonesia) sedikitnya 89% penderita kariesadalah anak-anak. Berdasarkan hasilkarakteristik penelitian kesehatan, prevalensikaries gigi pada balita usia 3-5 tahun sebesar81,7%. Sedangkan prevalensi karies gigimenurut kelompok usia adalah sebesar 60%pada usia 3 tahun, 85% pada usia 4 tahun dan86,4% pada usia 5 tahun. Namun orangtuamasih menganggap kerusakan pada gigisulung bukan suatu masalah karena gigi sulunghanya sementara, akan digantikan oleh gigipermanen.3

Timbulnya karies anak dipengaruhi olehpengetahuan orang tua dalam merawatkesehatan gigi. Lingkungan keluargakhususnya ibu sangat besar peranannya dalammengembangkan perilaku positif terhadapkesehatan gigi dan mulut. Keterlibatan ibudalam mengembangkan pola perilaku positifdalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulutdiimplementasikan pada anaknya dalamkehidupan sehari-hari. Salah satunya adalahdengan memperhatikan perilaku anak dalammenjaga kesehatan gigi dan mulut serta polakonsumsi anak terhadap makanan kariogenik.3

Penelitan sebelumnya oleh Priyanto A,menyatakan bahwa pengetahuan, sikap danperilaku ibu yang positif terhadap kesehatangigi dan mulut anak memberi pengaruhterhadap status kesehatan gigi dan mulut yangbaik. Tanpa adanya pengetahuan dasar dariorang tua khususnya ibu tentang kesehatangigi dan mulut akan sulit dalam upayapencegahan terhadap penyakit gigi dan mulut.3

Sementara perawatan gigi sejak dini sangat

penting untuk menghindari kerusakan gigi dandampak infeksi odontogenik yang dapatditimbulkan.

Merujuk pada uraian diatas, penelititertarik untuk mengetahui lebih lanjutmengenai pengetahuan dan sikap ibu tentangkesehatan gigi dan mulut anaknya sertakemauan melakukan perawatan di BandaAceh.

METODEPenelitian ini menggunakan jenis

penelitian deskriptif dengan pendekatan crosssectional menggunakan data primer dansekunder. Lokasi penelitian ini di SD IT Al-Azhar yang meliputi wilayah kerja UPTDPuskesmas Kopelma Darussalam pada bulanNovember 2017.

Pengambilan sampel dalam penelitianini secara Total Sampling yakni tekniksampling dengan mengambil seluruh sampelpada waktu yang telah ditentukan. Subjekpenelitian adalah ibu yang menjemput anaknyapada saat jam pulang sekolah pada haridilakukannya penelitian. Populasi padapenelitian ini adalah ibu dari murid SD IT Al-Azhar kelas I Banda Aceh dari jumlah 141orang murid. Pengambilan sampel dari 141murid di ambil 91 murid yang terdapat kariespada giginya sesuai data sekunder hasilpenjaringan Puskesmas Kopelma Darussalam.Penentuan subyek memperhatikan kriteriainklusi, adapun kriteria inklusinya adalahanaknya terdapat karies gigi, ibu menjemputanaknya pada jam pulang sekolah, menyatakanbersedia sebagai subjek penelitian denganmenandatangani lembar persetujuan dandiperoleh subyek penelitian sejumlah 33orang.

Setelah melalui proses perizinan kepadapihak yang terkait lalu peneliti membagikanlembaran kuisioner untuk kepentinganpenelitian. Berikutnya peneliti menentukansubjek penelitian yang sesuai dengan kriteriasampel inklusi dan meminta kesedian subjekmengisi lembaran informed consent terlebihdahulu. Setelah subjek menyetujui, kemudiandiberikan kuisioner untuk diisi dalam jangkawaktu lebih kurang 15 menit. Setelah dataterkumpul, dilakukan analisis univariat danbivariat terhadap variabel dari hasil penelitian.

Analisis data yang digunakan dalampenelitian ini adalah analisis deskriptif yaituuntuk mendeskripsikan atau memberigambaran terhadap objek yang diteliti melalui

Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

20

data sampel atau populasi. Analisa deskriptifdilakukan dengan menggunakan bantuanaplikasi Microsoft Excel versi 2010, data akanditampilkan dalam bentuk tabel distribusifrekuensi dilengkapi dengan persentase dandiagram.

HASILBerdasarkan analisa data didapatkan

perbedaan pengetahuan tiap-tiap subjekpenelitian, menunjukkan sebesar 3 orang ibusaja (9%) dari seluruh subjek memiliki tingkatpengetahuan yang baik, 20 orang ibu (61%)memiliki tingkat pengetahuan yang cukup dan10 orang ibu (30%) memiliki tingkatpengetahuan yang kurang (tabel 1).

Tabel 1. Gambaran Pengetahuan Dan Sikap IbuMengenai Kondisi Gigi Sulung Anak Pada MuridSD IT Al-Azhar Banda Aceh.

TingkatPengetahuan dan

Sikap IbuJumlah

Persentase(%)

Baik 3 orang 9%

Cukup 20 orang 61%

Kurang 10 orang 30%

Total 33 orang 100

Selanjutnya terdapat beberapa kriteria dalampenentuan pengetahuan, sikap dan kemauan ibudalam melakukan perawatan pada gigi sulunganaknya sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Kriteria Pengetahuan Dan SikapIbu Mengenai Kondisi Gigi Sulung Anak PadaMurid SD IT Al-Azhar Banda Aceh.No Kriteria Jumlah Total %1 Usia anak saat tumbuh gigi

pertamanya.a. Saat baru lahirb. Sekitar usia 6 bulanc. Setelah usia 1 tahun

01

32

33 0%3%

97%2 Usia anak saat gigi susu

pertama kalinya tanggal.a. Usia 3-5 tahunb. Usia 5-7 tahunc. Usia 10-12 tahun

61710

33 18%52%30%

3 Frekuensi ibu menyikat gigidalam sehari.a. 1 kali seharib. 2 kali seharic. 1 kali sehari tetapi jarang

330

0

33 9%91%0%

4 Frekuensi anak menyikat gigidalam sehari.a. 1 kali seharib. 2 kali seharic. 1 kali sehari tetapi jarang

1518

0

33 45%55%0%

5 Saat menyikat gigi anakdidampingi oleh orang tua.a. Yab. Tidak

249

33 73%27%

6 Gigi anak mudah berlubang.a. Yab. Tidak

276

33 82%18%

7 Frekuensi kunjungan ibudokter gigi.a. Tidak pernahb. 6 bulan sekalic. 1 tahun sekalid. Hanya ketika sakit

565

17

3315%18%15%52%

8 Frekuensi anak mengunjungidokter gigi.a. Tidak pernahb. 6 bulan sekalic. 1 tahun sekalid. Hanya ketika sakit

575

16

3315%21%15%49%

9 Hal yang dilakukan saat anakmengeluhkan sakit gigi.a. Konsultasi ke dokter

umum dan memberikanantibiotik

b. Meningkatkan konsumsisusu

c. Membiarkan saja hinggasakit reda

d. Mengunjungi dokter gigie. Gigi susu akan

digantikan dengan gigipermanen, jadi tidakdibutuhkan perawatan

8

2

2

210

33

24%

6%

6%

64%0%

10 Kunjungan pertama anak kedokter gigi.a. Usia 6-12 bulanb. Usia 3 tahunc. Usia 6 tahund. Setelah gigi permanen

tumbuh

11415

3

333%

42%46%9%

11 Makanan yang diberikan padaanak berpengaruh terhadapterjadinya lubang gigi.a. Yab. Tidak

285

33 85%15%

12 Kebiasaan menghisap jempolbernafas menggunakan mulut,atau mendorong lidah dapatmempengaruhi pertumbuhangigi.a. Yab. Tidak

2310

33

70%30%

Untuk kriteria pengetahuan dan sikapibu mengenai gigi sulung anak, salah satunyadilihat dari pengetahuan ibu mengenai usiaanak saat tumbuh gigi pertama, ibu menjawabsetelah usia 1 tahun sebanyak 32 orang (97%)dan sekitar usia 6 bulan hanya 1 orang (3%).

Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

21

Gambar 1. Pie Chart 1

Distribusi kriteria pengetahuan dansikap ibu mengenai kondisi gigi sulung anakpada murid SD IT Al-Azhar Banda Acehdilihat dari usia anak saat gigi susu pertamakalinya tanggal dari 33 subjek ibu yangmenjawab pada usia 3-5 tahun sebesar 18%,usia 5-7 tahun sebesar 52%, dan usia 10-12tahun sebesar 30%. (Gambar 1.)

Gambar 2. Pie Chart 2

Distribusi kriteria pengetahuan dansikap ibu mengenai kondisi gigi sulung anakpada murid SD IT Al-Azhar Banda Acehdilihat dari kriteria frekuensi ibu dan anakmenyikat gigi dalam sehari dari 33 subjek ibuyang menjawab 1 kali sehari sebesar 9% dan 2kali sehari sebesar 91%. (Gambar 3.) Untukfrekuensi menyikat gigi anaknya dalam sehariibu yang menjawab 1 kali sehari sebesar 45%dan 2 kali sehari sebesar 55%. (Gambar 4)

Gambar 3. Pie Chart 3

Gambar 4. Pie Chart 4

Pengetahuan dan sikap ibu mengenaikondisi gigi sulung anak pada murid SD IT Al-Azhar Banda Aceh dilihat dari sikap ibu yangmendampingi anaknya saat menyikat gigi,73% ibu ikut mendampingi anaknya saatmnyikat gigi sedangkan sisanya 27% ibu tidakmendampingi anaknya saat sedang menyikatgigi. (Gambar 5.)

Gambar 5. Pie Chart 5

Distribusi kriteria pengetahuan dansikap ibu mengenai kondisi gigi sulunganaknya murid SD IT Al-Azhar Banda Acehdilihat dari kriteria pengetahuan ibu tentanggigi anak yang mudah berlubang, dari 33subjek 27 ibu (sebesar 82%) menjawabmengetahui bahwa gigi anak-anak mudahberlubang dan 6 ibu (sebesar 18%) tidakmengetahui bahwa gigi anak mudahberlubang. (Gambar 6.)

Gambar 6. Pie Chart 6

0% 3%

97%

Usia anak saat tumbuhgigi pertamanya

Saat baru lahir

Sekitar usia 6bulan

Setelah usia 1tahun

18%

52%

30%

Usia anak saat gigi susupertama kali tanggal

usia 3-5tahunSekitar usia5-7 tahunusia 10-12tahun

9%

91%

0%

Frekuensi ibu menyikatgigi dalam sehari

1 kali sehari

2 kali sehari

1 hari sekalitetapi jarang

9%

91%

0%

Frekuensi anak menyikatgigi dalam sehari

1 kali sehari

2 kali sehari

1 hari sekalitetapi jarang

73%

27%

Saat menyikat gigi anakdidampingi oleh orang tua

ya

tidak

82%

18%

Gigi anak mudahberlubang

ya

tidak

Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

22

Pengetahuan dan sikap ibu mengenaikondisi gigi sulung anak pada murid SD IT Al-Azhar Banda Aceh dilihat dari frekuensikunjungan ibu ke dokter gigi, dari 33 subjek15% ibu menjawab tidak pernah kedokter gigi,18% ibu mengunjungi doker gigi setiap 6bulan sekali, 15% ibu mengunjungi dokter gigisetahun sekali, dan 52% ibu mengunjungidokter gigi hanya ketika giginya sakit.(Gambar 7.) Sedangkan untuk frekuensikunjungan anak ke dokter gigi, 15% anak tidakpernah ke dokter gigi, 21% anak mengunjungidokter gigi 6 bulan sekali, 15% anakmengunjungi dokter gigi 1 tahun sekali, dan49% anak mengunjungi dokter gigi ketikagiginya sakit. (Gambar 8.)

Gambar 7. Pie Chart 7

Gambar 8. Pie Chart 8

Pengetahuan dan sikap ibu mengenaikondisi gigi sulung anak pada murid SD IT Al-Azhar Banda Aceh dilihat dari sikap ibu saatanak mengeluhkan sakit gigi, dari 33 subjekibu 24% melakukan konsultasi ke dokterumum dan memberikan antibiotik, 6%meningkatkan konsumsi susu untuk anaknya,6% ibu membiarkan saja sakit gigi anaknya

hingga reda, dan 64% ibu membawa anakmengunjungi dokter gigi. (Gambar 9.)

Gambar 9. Pie Chart 9

Distribusi kriteria pengetahuan dansikap ibu mengenai kondisi gigi sulung anakpada murid SD IT Al-Azhar Banda Acehdilihat dari pengetahuan ibu tentang kunjunganpertama kalinya anak kedokter gigi, dari 33subjek 3% ibu menjawab usia 6-12bulan, 42%pada usia 3 tahun, 46% pada usia 6 tahun, dan9% ibu menjawab kunjungan pertama kalianaknya kedokter gigi setelah gigi permanentumbuh. (Gambar 10.)

Gambar 10. Pie Chart 10

Distribusi kriteria pengetahuan dansikap ibu mengenai kondisi gigi sulung anakpada murid SD IT Al-Azhar Banda Acehdilihat dari pengetahuan ibu terhadap makananyang diberikan pada anak akan berpengaruhterhadap terjadinya perlubangan pada gigi, dari33 subjek 85% menjawab ya, dan 15%menjawab tidak. (Gambar 11.)

15%

18%

15%

52%

Frekuensi kunjungan ibuke dokter gigi

Tidak pernah

6 bulan sekali

1 tahun sekali

hanya ketikasakit

15%

21%

15%

49%

Frekuensi kunjungananak ke dokter gigi

Tidak pernah

6 bulan sekali

1 tahun sekali

hanya ketikasakit

24%6%6%

64%

0%

Hal yang dilakukan saatanak mengeluhkan sakit

gigike dokter umum danmemberikanantibiotik

meningkatkankonsumsi susu

membiarkan hinggasakit reda

mengunjungi doktergigi

3%

42%46%

9%

Kunjungan pertama kalianak ke dokter gigi

Usia 6-12 bulan

Usia 3 tahun

Usia 6 tahun

Setelah gigipermanen tumbuh

Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

23

Gambar 11. Pie Chart 11

Pengetahuan dan sikap subjek penelitianmengenai kondisi gigi sulung anak pada muridSD IT Al-Azhar Banda Aceh dilihat daripengetahuan tentang kebiasaan menghisapjempol, bernafas menggunakan mulut, ataumendorong lidah dapat mempengaruhipertumbuhan gigi anak, dari 33 subjekpenelitian yang menjawab ya ada 23 orangatau sebesar 70%, dan ibu yang menjawabtidak 10 orang atau sebesar 30%. (Gambar 12.)

Gambar 12. Pie Chart 12

Gambar 13. Diagram Batang PendidikanTerhadap Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan hubunganantara pendidikan subjek dengan pengetahuansubjek bahwa subjek penelitian yangpendidikannya tinggi memiliki pengetahuanyang baik sebanyak 16 subjek (51,6%), namunmasih banyak subjek penelitian yang termasukdalam kategori berpengetahuan kurang yaitusebanyak 11 subjek (35,5%) sebagaimanaterlihat pada Gambar 13.

Gambar 14. Diagram Batang PendidikanTerhadap Sikap.

Hasil penelitian menunjukkan hubunganantara pendidikan subjek dengan sikap subjekyang berkebalikan, bahwa subjek penelitianyang pendidikannya tinggi kebanyakantermasuk dalam kategori bersikap kurang yaitusebanyak 18 subjek (58,1%) dan 5 subjek saja(16,1%) yang sikapnya terhadap kesehatangigi anaknya berkategori baik. (Gambar 14.)

PEMBAHASANPenelitian telah dilaksanakan pada

tanggal 4 November 2017 dengan memberikankuisioner kepada ibu dari murid kelas I SD ITAl-Azhar Banda Aceh. Diperoleh jumlahsubjek penelitian sebanyak 33 orang, 9 orangdiantaranya (3%) dari total subjek memilikitingkat pengetahuan baik, 20 orang subjek atau61% memiliki tingkat pengetahuan cukup dan10 orang subjek atau 30% memiliki tingkatpengetahuan kurang. Hal ini menunjukkanbahwa tingkat pengetahuan subjek mengenaikesehatan gigi sulung anak pada ibu muridkelas I SD IT Al-Azhar Banda Aceh masihbelum baik. Dapat disebabkan kurangnyainformasi ibu mengenai pentingnyamengetahui periode pergantian gigi anak.Padahal pengetahuan ibu tentang kesehatangigi merupakan faktor penting dalam upayapreventif terhadap penyakit gigi anak.4

Orang tua sangat berpengaruh dalampembentukan perilaku anak. MenurutPersatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI),dalam pemeliharaan kesehatan gigi anakmelibatkan interaksi antara anak, orang tuadan dokter gigi. Sikap dan perilaku orang tua,terutama ibu, dalam pemeliharaan kesehatangigi memberikan pengaruh yang cukupsignifikan terhadap perilaku anak. Pada tahapgigi sulung, orang tua perlu memberikanperhatian serius pada anak karena rtumbuhangigi permanen pengganti ditentukan olehkondisi gigi sulung anak. Sayangnya, masih

85%

15%

Makanan yang diberikan padaanak berpengaruh terhadap

terjadinya lubang gigi

Ya

Tidak

70%

30%

Kebiasaan menghisap jempol,bernafas menggunakan mulut,atau mendorong lidah, dapat

mempengaruhi pertumbuhan gigi

Ya

Tidak

0

5

10

15

20

Menengah Tinggi

Pen

geta

huan

Ibu

Pendidikan ibu

kurang

cukup

baik

0

5

10

15

20

menengah tinggi

Sika

p Ib

u

Pendidikan Ibu

kurang

cukup

baik

Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

24

banyak orang tua yang beranggapan bahwagigi sulung hanya sementara dan akandigantikan oleh gigi permanen, sehinggakerusakan pada gigi sulung dianggap bukanlahsuatu masalah.5

Tingkat pendidikan ibu tidak terlaluberhubungan kuat pada penelitian ini,dikarenakan di zaman modern ini informasiyang didapatkan tidak hanya melaluipendidikan formal, namun bisa didapatkanmelalui media elektronik, media cetak danbahkan media sosial yang saat ini telah sangatberkembang. Informasi mengenai kesehatangigi yang disampaikan oleh iklan pasta gigiatau sikat gigi, maupun iklan layananmasyarakat tentang pemeliharaan gigimerupakan salah satu sumber informasitentang kesehatan gigi anak yang diterima ibu.Informasi yang diterima tersebut secara tidaksadar dapat meningkatkan pengetahuan ibutentang kesehatan gigi anak.11 Pada penelitianyang telah dilakukan, hampir semua ibu (97%)dari total subjek tidak mengetahui usia erupsigigi sulung pertama dan hanya 52% ibumengetahui kapan usia pertama kali gigi susutanggal. Hal ini menunjukkan bahwakepedulian ibu terhadap usia tumbuh gigipertama anak dan juga usia tanggal sangatrendah, padahal orang tua (ibu) dan anakmerupakan satu kesatuan ikatan dimana ibumerupakan anggota tim kesehatan yang baikuntuk melakukan pengawasan kesehatan.6 Halini di dukung oleh penelitian yang dilakukanoleh Manohar yang mengatakan bahwa hampirsemua orang tua tidak mengetahui denganbenar kapan gigi anak pertama kali erupsi.7

Gigi sulung adalah gigi yang tumbuhpada masa kanak-kanak. Keberadaan gigisulung dalam rongga mulut merupakan faktorpenting dalam menjaga integritas lengkungrahang selama perkembangan benih gigi tetap.Fungsi gigi sulung didalam rongga mulutantara lain sebagai organ pengunyahan yangberperan penting dalam sistem pencernaanuntuk menunjang nutrisi terhadap tumbuhkembang anak. Selain itu fungsinya jugamenjaga estetik, fungsi bicara, penyedia ruanguntuk gigi permanen dan sebagai penuntungigi permanen yang akan erupsi. Secaralangsung gigi sulung turut berperanmerangsang pertumbuhan dan perkembanganrahang. Pada masa anak-anak perludiperhatikan waktu tanggalnya gigi sulung danwaktu erupsi gigi tetap. Secara alami gigisulung akan tanggal sebelum gigi tetap

tumbuh, tetapi karena disebabkan oleh gigisulung karies berpengaruh terhadapperkembangan oklusi dan penutupan ruangsehingga dapat menyebabkan gigi berjejal.7,8

Gigi sulung merupakan penunjuk jalanbagi erupsi atau tumbuhnya gigi tetappenggantinya, sehingga bila gigi sulung sudahdicabut sebelum waktunya maka dapatmemperlambat tumbuhnya gigi tetap. Gigiberjejal dapat terjadi karena pertumbuhan gigigeligi akan diikuti dengan terjadinyapenambahan ukuran lebar lengkung rahangdan juga ketidakseimbangan antara lengkungrahang dengan ukuran gigi tetap.8

Kebanyakan dari ibu (91%) menyikatgigi dua kali sehari, namun hanya 55% anakdari 91% ibu yang menyikat gigi dua kalisehari. Hal ini diduga karena ibu kurangberperan aktif terhadap oral hygiene anak,serta kesehatan gigi anak belum menjadiprioritas utama disebabkan kurangnyasosialisasi juga pemahaman tentang betapapentingnya menjaga kesehatan gigi anak yangsangat berpengaruh pada masa pertumbuhandan perkembangan anak. Anak yangmempunyai kebiasaan menyikat gigi yang baikdipengaruhi peran orang tua. Peranan orangtuahendaknya ditingkatkan dalam membiasakanmenyikat gigi anak secara teratur gunamenghindarkan kerusakan gigi anak Untukmendapatkan hasil yang optimal harusdiperhatikan frekuensi penyikatan gigi.Frekuensi menyikat gigi yang baik adalah duakali sehari, pagi 30 menit setelah sarapan pagidan malam hari sebelum tidur.9

Kunjungan orang tua dengan membawaanaknya ke dokter gigi juga berdampak positifterhadap pengenalan awal anak beserta fungsikontrol guna mengetahui perkembangankesehatan gigi dan mulut anaknya.10 Hasilpenelitian ini menunjukkan hanya sekitar 18%ibu yang mengunjungi dokter gigi 6 bulansekali dan hanya 21% ibu yang membawaanaknya mengunjungi dokter gigi secaraberkala, 49% ibu lainnya hanya mengunjungidan membawa anaknya ke dokter gigi padasaat telah timbulnya rasa sakit. Kondisi inidapat disebabkan oleh orang tua yang engganmengeluarkan biaya untuk perawatan gigianaknya. Hanya 64% dari total subjekmembawa anaknya ke dokter gigi saat anakmengeluhkan sakit gigi, terdapat opini negatifdari 6 % subjek yang justru meningkatkankonsumsi susu jika anak mengeluhkan sakitgigi. Walaupun susu mengandung banyak

Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

25

sekali nutrisi, susu juga mengandung glukosayang dapat melekat pada gigi, mengkonsumsisusu pada malam hari saat laju alir salivalambat mengakibatkan susu yang melekat padapermukaan gigi tidak dibersihkan oleh salivadan melekat pada gigi dalam waktu yang lamadan menyebankan terjadinya karies.7

Sikap dan pengetahuan ibu yang kurangjuga terlihat dari hanya sekitar 3% yangmengetahui usia 6-12 bulan merupakan usiayang tepat anak pertama kali mengunjungidokter gigi, selebihnya menganggap usia 6tahun merupakan usia pertama kali ke doktergigi dikarenakan gigi pada masa tersebut mulaigoyang dan ibu membawanya ke dokter gigiuntuk mencabutnya, tidak adanya upayapreventif dari ibu untuk menanggulangimasalah gigi sejak usia dini. Seharusnya yangdilakukan oleh ibu adalah segera mengunjungidokter gigi dan mengkonsultasikan mengenaigigi anak saat gigi pertama anak erupsi hinggausia 1 tahun, hal ini dilakukan untukmengantisipasi dan mendapatkan pelajaranmengenai perkembangan gigi dan mulut, statusfluoride, instruksi mengenai kesehatan ronggamulut, dan pengaruh diet pada gigi geligi yangmerupakan komponen yang sangat pentingpada kunjungan awal.7

Ibu selaku orang terdekat anaksebaiknya mensupervisi serta memandu anaksaat menyikat gigi. Hal ini dikarenakan olehkurangnya pemahaman dan keterampilan anakdalam menyikat gigi, sehingga membiarkananak menyikat gigi sendirian adalah cara yangtidak efektif.6 Pada penelitian ini, 73% ibumenemani sang anak saat menyikat gigi. 82%ibu mengetahui gigi anak mudah berlubang,kebanyakan ibu atau 85% dari total subjeksetuju bahwa pola makan berperan terhadapterjadinya lubang gigi dan 70% ibu kebiasaanburuk mempengaruhi pertumbuhan gigi. Halini menunjukkan sebagian besar ibu memilikipengetahuan yang cukup mengenai pentingnyagigi sulung anak walaupun nantinya akandigantikan dengan gigi permanen.

Dari hasil ini terlihat jelas bahwa tingkatpengetahuan ibu perlu ditingkatkan lagi terkaitperiode pergantian gigi anak dan kesehatangigi dan mulut. Tingkat pengetahuan ibudalam penelitian ini bisa berasal dari informasiyang didapatkan oleh ibu seputar kesehatangigi dan mulut bukan hanya didapatkan dalampendidikan formal, melainkan informasi daripenyuluhan, media elektronik, media cetakdan media sosial bisa saja meningkatkan

pengetahuan ibu selaku orang tua yang palingterdekat dengan anak.7 Selain pengetahuan,yang berpengaruh terhadap kesehatan gigianak yaitu sikap dan kesadaran orangtua.Inisiatif orang tua merupakan hal pentingdalam upaya kesehatan gigi anak. Inisiatiforang tua dalam hal ini berperan penting gunaupaya pencegahan penyakit gigi pada anakjuga sebagai promotif terhadap masalahkesehatan gigi yang ada.11

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwapengetahuan dan sikap ibu mengenai kondisigigi sulung anaknya adalah masih belum bisadikatakan baik. Meskipun pendidikan rata-rataibu tergolong cukup baik tetapi tidakmenunjang pengetahuan dan sikap ibu dalammenjaga kesehatan gigi dan mulut anaknya.Kebanyakan ibu tidak mengetahui usia tumbuhdan tanggal gigi anaknya. Rata-rata ibu jugatidak memperhatikan frekuensi anak dalammenyikat gigi. Ibu juga akan berkunjung kedokter gigi hanya ketika gigi anaknya sakit.Sikap dan perilaku ibu dalam pemeliharaankesehatan gigi memberikan pengaruh yangsignifikan terhadap kesehatan gigi dan mulutanaknya agar anak terbebas dari permasalahangigi seperti karies dan persistensi yang dapatmenyebabkan pengaruh dalam pertumbuhangigi permanen anak.

Dengan pengetahuan dan sikap ibu yangbelum terlalu peduli dengan kondisi gigisulung anaknya pada penelitian ini maka perludilakukan pemberian edukasi dan informasisecara intensif kepada ibu-ibu mengenaikondisi gigi anak sejak dini oleh petugaskesehatan puskesmas dan ada keterlibatandokter gigi swasta.

DAFTAR PUSTAKA

1. Oki N, Eram TP, Bambang W. 2012.Perbandingan Media Power PointDengan Flip Chart Dalam MeningkatkanPengetahuan Kesehatan Gigi Dan Mulut.Unnes Journal Of Public Health. 1(1).Hal. 1-5.

2. Norfai, Rahman E. HubunganPengetahuan Dan Kebiasaan MenggosokGigi Dengan Kejadian Karies Gigi DiSdi Darul Mu’minin Kota BanjarmasinTahun 2017. Dinamika Kesehatan. 2017.1(8)

Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

26

3. Basuni, Cholil, Deby K.2014.GambaranIndeks Kebersihan Mulut BerdasarkanTingkat Pendidikan MasyarakatDi DesaGuntung Ujung Kabupaten Banjar.Dentino L Kedokteran Gigi. 2(1). Hal.18-23

4. Rompis C, Pangemanan D, Gunawan P.Hubungan Tingkat Pengetahuan IbuTentang Kesehatan Gigi Anak denganTingkat Keparahan Karies Anak TK diKota Tahuna. Manado. Jurnal e-Gigi.4(1). 2016.

5. Natamiharja L, Dwi NS. Hubunganpendidikan, pengetahuan, dan perilakuibu terhadap status karies gigi balitanya.Dentika dental journal 2010;15(1):37-41

6. Eddy E, Mutiara H. Peranan Ibu DalamPemeliharaan Kesehatan Gigi AnakDengan Status Karies Anak Usia SekolahDasar.Fakultas Kedokteran, UniversitasLampung. Majority. 2015. 4(7):1-6.

7. Suratri MAL, Sintawati FX, AndayasariL. Pengetahuan, Sikap, dan PerilakuOrang Tua tentang Kesehatan Gigi danMulut pada Anak Usia Taman Kanak-kanak di Provinsi DIY dan Provinsi

Banten Tahun 2014. Jakarta. MediaLitbangkes. 26 (2). 2016.

8. Manohar J, Mani G. Knowledge andAttitude of Parents Regarding Children'sPrimary Teeth & their Willingness forTreatment. Journal of PharmaceuticalSciences and Research. 9 (2). 2017.

9. Maulani C, Enterprise J. Kiat MerawatGigi Anak Panduan Orang Tua dalamMerawat dan Menjaga Kesehatan Gigibagi Anak-Anaknya: Jakarta: PT ElexMedia Komputindo; 2005. p. 35-37.

10. Suarniti Luh Putu. Pencabutan DiniGigisulung Akibat Caries Gigi DapatMenyebabkan Gigi Crowding. JurusanKeperawatan Gigi Poltekkes KemenkesDenpasar. Jurnal Kesehatan Gigi. 2014:2(2).

11. Meinarly G. Pengetahuan, sikap dantindakan ibu-ibu rumah tangga terhadappemeliharaab kesehatan gigi dan mulutanak balitanya, di Kecamatan Balige,Kabupaten Toba Samosir, SumateraUtara tahun 2009, Medan: UniversitasSumatera Utara, 2009.

Cakradonya Dent J; 10(1): 27-30

27

GAMBARAN EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) DI POSYANDUTERINTEGRASI PAUD (PENDIDIKAN ANAK USIA DINI)

KECAMATAN SIJUNJUNG KABUPATEN SIJUNJUNGSUMATERA BARAT

(Preliminary Study Pengembangan Surveilans ECC di KabupatenSijunjung Sumatera Barat pada bulan Juli 2013)

EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) FINDINGS AT POSYANDU-PAUD (MOTHER-CHILD COMMUNITY HEALTH CENTER

INTEGRATED WITH PRE-SCHOOL EDUCATION CENTER) INSIJUNJUNG, WEST SUMATERA

(Preliminary Study for ECC Surveillance Model Development InSijunjung West Sumatera in July 2013)

Arymbi Pujiastuty

Department Preventive and Public Health of Dentistry, Universitas Andalas

AbstrakEarly Childhood Caries (ECC) atau karies pada anak usia dini merupakan masalah kesehatanmasyarakat yang besar dan menjadi penyakit infeksi yang kronis pada anak yang sulit dikontrol.Belum ada data yang dapat mewakili gambaran beban penyakit ECC khususnya di SumateraBarat lebih khusus lagi di Kabupaten Sijunjung yang dapat digunakan untuk perencanaanprogram dalam memecahkan masalah ECC. Studi Deskriptif cross sectional ini bertujuan untukmendapat gambaran prevalensi, pengalaman dan tingkat keparahan Early Childhood Caries(ECC) pada anak usia 3 - 6 tahun yang akan digunakan sebagai preliminary studypengembangan surveilans ECC di Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat. Metode yang dipakaiyaitu pemeriksaan klinis dengan menggunakan indeks DMFT/dmft untuk mengukurpengalaman ECC. Indeks PUFA/pufa digunakan untuk menilai adanya kondisi oral dan infeksiakibat ECC tidak terawat. Kesimpulannya adalah prevalensi ECC dan infeksi odontogenik yangdidapat menunjukkan bahwa sebagian besar kondisi kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah masih belum menjadi perhatian serius dan sebagian besar kasus karies pada anak usiadini (ECC) didapati belum dilakukan perawatan.Kata kunci : ECC, Penilaian Karies

AbstractEarly Childhood Caries (ECC) is a chronic infectious disease in children that are difficult tocontroll, hence it is a significant public health problem. There is no data available on theprevalance of ECC which can be used for programme planning in solving the ECC problem andburden for Sijunjung area in West Sumatera. Objectives is to investigate the prevalance,experience and severity of Early Childhood Caries (ECC) on pre-school children (3-6 years old)at an integrated Posyandu-Paud which can be used as a preliminary study for ECC surveilancemodel development for Sijunjung area West Sumatera. The design of this study was descriptiveCross Sectional, DMFT/dmft index was used to score the experience of ECC. PUFA/pufa Indexwas used to assess the presence of oral conditions and infections resulting from untreated ECC.The index is recorded separate from DMFT/dmft, and the presence of either a visible pulp (P/p),ulceration of the oral mucosa due to root fragment (U/u), a fistula (F/f), or an abscess (A/a) wasrecorded. The prevalance of ECC and odontogenic infections reflect that most of the pre-schoolchildren’s oral health are neglected and most of ECC cases are untreated.Keywords : ECC, Caries Assessment, untreated ECC

28

PENDAHULUANMasa anak-anak merupakan periode

penting dalam menentukan status kesehatangigi anak pada periode selanjutnya.1 Gigianak akan rentan berlubang sesaat setelahgiginya erupsi.2

Penyakit Early Childhood Caries(ECC) atau karies pada anak usia diniadalah penyakit yang ditandai satu ataulebih lesi karies (baik lesi tanpa kavitasmaupun lesi dengan kavitas), gigihilang/sudah dicabut (yang disebabkan olehkaries), atau gigi yang sudah ditambal padagigi susu anak usia di bawah 71 bulan.3

Early Childhood Caries (ECC) merupakanpenyakit infeksi kronis pada anak yang sulitdikontrol, oleh karena itu ECC sudahmenjadi masalah kesehatan masyarakatyang besar. Terdapat banyak aspek padapenyakit Early Childhood Caries (ECC),gigi berlubang pada anak yang disebabkankebiasaan minum susu dengan botol ataudikenal dengan Nursing Bottle Cariesdiakui sebagai salah satu manifestasisindrom ECC yang lebih parah. 2

Early Childhood Caries (ECC)merupakan pengalaman pertama karies gigipada anak-anak, meskipun tidakmengancam jiwa, pengaruhnya terhadapindividu dan masyarakat cukup besar yaitumengakibatkan rasa sakit, penurunan fungsipengunyahan, berpengaruh buruk padapertumbuhan, berat badan dan kemampuananak untuk berkembang, sehingga akanmengurangi kualitas hidup anak.1

Gambaran besarnya masalah ECCyang didapat dari data yang sudah adaantara lain ; Prevalensi ECC anak usia 3-6tahun di DKI Jakarta tahun 1988 adalah85,17% dengan tingkat keparahan 6 gigitiap anak4, Prevalensi ECC pada anak usiakurang dari 1 tahun di DKI Jakarta padatahun 2007 adalah 52,7% dengan angkadef-t 2,855, prevalensi ECC pada anak usia12-36 bulan di Medan Barat, SumateraUtara tahun 2012 adalah 79,4% denganangka def-t 4,556. Untuk wilayahSumatera Barat, belum tersedia datamengenai Penyakit ECC yang dapatdigunakan untuk perencanaan programpenanggulangan masalah penyakitECC,khususnya untuk daerah kabupaten

Sijunjung, Sumatera Barat. Tujuandari penelitian ini adalah untuk mengetahuiprevalensi, pengalaman dan tingkatkeparahan Early Childhood Caries (ECC)atau karies anak usia dini pada anak-anakpra-sekolah (usia 3-6 tahun) di Posyanduterintegrasi PAUD, yang akan digunakansebagai preliminary study pengembangansurveilans ECC di Kabupaten SijunjungSumatera Barat.

BAHAN DAN METODEDesain penelitian ini adalah

Deskriptif Cross Sectional, denganmelakukan pemeriksaan klinis intra oralpada 29 anak usia 3-6 tahun yang datang dihari buka posyandu pada 3 posyanduterintegrasi PAUD antara lain PosyanduGanting, Posyandu Anggrek dan PosyanduDahlia di Kecamatan Sijunjung, KabupatenSijunjung Sumatera Barat. Pemeriksaanintra oral dilakukan dengan menggunakankaca mulut dan dibantu penerangan lampusenter, dalam penelitian ini penelitilangsung bertiindak sebagai examiner.

Alat ukur pemeriksaan klinis yangdigunakan adalah indeks DMFT/dmft untukmengukur pengalaman ECC anak. IndeksPUFA/pufa digunakan untuk menilaiadanya kondisi oral dan infeksi akibat ECCtidak terawat. Indeks PUFA/pufa dicatatterpisah dari DMFT/dmft dengan penilaianP/p untuk karies dengan pulpa terbuka, U/uuntuk ulserasi mukosa mulut karenafragmen akar, F/f untuk fistula dan A/auntuk abses, penghitungan angkaPUFA/pufa sama dengan penghitunganpada indeks DMFT/dmft.7

HASILPrevalensi ECC (dmf-t > 0)pada anak

usia 3-6 tahun di 3 (tiga) Posyanduterintegrasi PAUD Sijunjung SumateraBarat pada bulan Juli 2013 adalah 82,7%dengan pengalaman ECC atau angka dmf-tsebesar 6,76 artinya tiap anak menderitasekitar 6 atau 7 gigi karies dalam ronggamulutnya. Angka gigi yang sudah ditambal(f-t) adalah 0 (nol) dari semua anak yangdiperiksa artinya tidak ada gigi karies yangsudah ditambal, angka gigi hilang/sudahdicabut karena karies (m-t) mendekati 0.

Cakradonya Dent J; 10(1): 27-30

29

Prevalensi Infeksi Odontogenik (pufa> 0) adalah 37,9% dengan angka pufasebesar 1,4 artinya tiap anak memilikipengalaman infeksi odontogenik pada 1-2giginya.Angka Incidence Assumed ECCantara anak usia 3-4 tahun dan anak usia 4-5 tahun adalah 1,2 artinya selamapertambahan usia anak dari 3 tahun sampaianak berusia 5 tahun diasumsikan adapertambahan kasus ECC pada giginyasebanyak 1 gigi dan angka IncidenceAssumed ECC antara anak usia 4-5 tahundan anak usia 5-6 tahun adalah 3,3 artinyaselama pertambahan usia anak 4 tahunsampai berusia 6 tahun diasumsikan adapertambahan kasus ECC pada giginyasebanyak 3 gigi.

Table 1. Prevalensi ECC (%) dan Prevalensipufa (%) Anak Usia 3-6 tahun pada TigaPosyandu-Paud di Sijunjung, Sumatera Barat(Juli 2013)

n = 29Prevalence dmf-t > 0 82.7

Prevalance of d-t 79.3

Prevalance of m-t 3.4Prevalance of f-t 0

Prevalance pufa > 0 37.9

Prevalance of p 37.9

Prevalance of u 0

Table 2. Mean Pengalaman Karies (dmf-t) danMean Infeksi Odontogenik (pufa) Anak Usia 3-6 tahun pada Tiga Posyandu-Paud di Sijunjung,Sumatera Barat (Juli 2013)

n = 29

Mean dmf-t 6,76

Mean d-t 6,7Mean m-t 0,07

Mean f-t 0Mean pufa 1,4

Mean p 1,24

Mean u 0Mean f 0.07

Mean a 0,5

Gambar 1. Kondisi Rongga Mulut Anak UsiaPra- sekolah

PEMBAHASANPrevalensi ECC sebesar 82,7 %

dengan beban 6-7 gigi tiap anakmenunjukkan bahwa sebagian besarkesehatan gigi dan mulut anak usia pra-sekolah masih terbengkalai, dan prevalensiInfeksi Odontogenik sebesar 37,9 % denganbeban 1-2 gigi tiap anak menggambarkanbahwa masih banyak kasus ECC yang tidakterawat sehingga berkembang menjadi ECCyang lebih parah dan menyebabkan infeksiodontogenik. Tidak adanya gigi yangditambal juga menunjukkan bahwa semuakasus ECC pada anak yang diperiksa belummendapat pengobatan dan akses masyarakatuntuk mendapatkan pelayanan pengobatangigi masih sangat rendah. Data jugamenunjukkan bahwa insiden ataubertambahnya kasus baru ECC meningkatseiring bertambahnya usia.

Early Chilhood Caries (ECC)merupakan penyakit yang dapat dicegah,konsekuensi ECC terhadap fisik, psikologisdan ekonomi dapat dihindari denganmengedukasi para calon orang tua baru

Cakradonya Dent J; 10(1): 27-30

30

tentang praktik kebersihan gigi mulut danpola makan yang baik seperti penggunaanpasta berfluoride dan pemanis nonkariogenik. Pencegahan ECC harus dimulaisejak periode pre dan perinatal. Sikap dankesadaran para ibu hamil dalam upayapencegahan penyakit gigi dan mulut jugadinilai masih kurang, sehingga sangatpenting memperhatikan perawatan gigi danmulut para ibu hamil dan wanita usia suburyang bermanfaat untuk kesehatan dirimereka sendiri maupun membantumencegah initial transmission ataupenularan karies gigi yang diderita ibukepada gigi anaknya.1

ECC juga merupakan hasil dari polaasuh orang tua yang keliru dalampemberian makanan dan minuman tinggigula seperti pemberian minuman manisdalam botol, biskuit dan permen. Makapencegahan ECC harus difokuskan padapendidikan orang tua mengenai polapemberian makan anak untuk mengurangitingkat infeksi Streptococcus Mutans.Pencegahan lain yang dapat dilakukan yaitudengan penggunaan sediaan Fluor baiksecara topikal maupun sistemik untukmenekan peningkatan kasus ECC.1

KESIMPULAN DAN SARANPrevalensi Early Childhood Caries

(ECC) dan Infeksi Odontogenik anak usia3-6 tahun pada tiga Posyandu terintegrasiPAUD di Sijunjung Sumatera Baratmenunjukkan bahwa sebagian besarkesehatan gigi dan mulut anak usia pra-sekolah masih terabaikan dan kasus ECCmasih banyak yang belum mendapatpengobatan. Data juga menunjukkan bahwainsiden ECC meningkat seiringbertambahnya usia anak.- Early Childhood Caries (ECC)merupakan penyakit yang dapat dicegahdan upaya pencegahan ECC harus dimulaisejak periode pre dan perinatal.- Sejak gigi anak pertama kali tumbuh,sebaiknya orang tua menjadualkankunjungan pertama anak ke dokter gigiuntuk selanjutnya secara periodikmemeriksakan gigi anak. Hal tersebut bisadilakukan 6 bulan setelah gigi pertamatumbuh atau selambat-lambatnya 12 bulan.Pada kunjungan tersebut diharapkan orang

tua menerima edukasi kesehatan gigi danmulut anak berdasarkan kebutuhan tumbuhkembang anak sebagai panduan upayapencegahan. Dokter gigi harusmengedukasi orang tua termasuk ibu hamiltentang cara mengurangi risiko karies padaanak usia dini.2

- Diperlukan penelitian lebih lanjut untukmengetahui hubungan antara Oral Habitsdan berbagai faktor sosial dengan kejadianECC terutama di Kabupaten SijunjungSumatera Barat , sehingga perencanaantindakan promotif dan preventif ECC dapatdisusun secara tepat.

DAFTAR PUSTAKA1. Zafar S, Harnekar SY, Siddiqi A.

Early Childhood Caries : Etiology,Clinical Considerations,Consequences and Management.International Dentistry SA;11

2. ADA. Statement of EarlyChildhood Caries. Trans. 2000:4542000.

3. AAPD. Definition of EarlyChildhood Caries (ECC). AmericanAcademy of Pediatric Dentistry2003.

4. Suwelo I. Karies Gigi pada Anakdengan Pelbagai Faktor Etiologi.1st ed: Penerbit Buku KedokteranEGC; 1992.

5. Setiawati F. Peran Pola PemberianAir Susu Ibu (ASI) dalamPencegahan Early ChildhoodCaries (ECC) di DKI Jakarta[Jakarta: Universitas Indonesia;2012.

6. Tanjung D. Hubungan antara SosialEkonomi Orang Tua, Perilaku Diet,Perilaku Membersihkan Gigi, danIndeks Kebersihan Rongga Mulutdengan Early Childhood Cariespada Anak 12-36 Bulan diKecamatan Medan Barat [Medan:Universitas Sumatera Utara; 2012.

7. Monse, Heinrich-Weltzien,Benzian, Holmgren, palenstein v,Helderman. PUFA - An Index ofClinical Consequences of UntreatedDental Caries Community DentOral Epidemiol 2010 2009;38:77-82

Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

31

TOPOGRAFI DENTIN SETELAH PENYIKATAN DENGANSODIUM LAURYL SULFATE PADA BERBAGAI DURASI WAKTU

DITINJAU DENGAN ATOMIC FORCE MICROSCOPY

DENTIN TOPOGRAPHY AFTER BRUSHED WITHIN SODIUMLAURYL SULFATE IN SEVERAL DURATIONS ASSESSED BY

ATOMIC FORCE MICROSCOPY

Abdillah Imron Nasution, Basri A. Gani, Firda AsbariniFakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

AbstrakMenyikat gigi menggunakan pasta gigi berfluoride adalah kebiasaan yang sering dilakukanmasyarakat di negara berkembang. Pasta gigi yang dijual di pasaran biasanya mengandung deterjendengan kadar yang rendah. Sodium lauryl sulfate (SLS) adalah salah satu deterjen dalam pasta gigidengan kadar rata-rata 0,5-2% dari berat keseluruhan pasta gigi. SLS dapat merusak struktur dentindengan berpenetrasi ke dalam kristal hidroksiapatit (HA) yang merupakan penyusun dentin. Penelitianini bertujuan menganalisis topografi dentin setelah penyikatan dengan sodium lauryl sulfate 1% padaberbagai durasi waktu ditinjau dengan Atomic Force Microscopy (AFM). Enam gigi premolardigunakan sebagai spesimen dan dipotong pada area mahkota dekat CEJ kemudian dihaluskan.Spesimen dikelompokkan ke dalam enam kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kontrol positif,dan kelompok yang disikat dengan SLS 1% dengan durasi 3 menit, 5 menit, 8 menit dan 10 menit.Perlakuan diulang selama 7 hari. Hasil pengamatan AFM memperlihatkan perbedaan antara kelompokkontrol dengan kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyikatan menggunakanSLS dapat menurunkan kekasaran permukaan, memperkecil diameter tubulus dentin, menurunkantinggi dentin intertubuler dan memperlebar jarak dentin intertubuler. Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa SLS dapat menyebabkan abrasi pada struktur hidroksiapatit dan merusak kolagenpada dentin.Kata kunci: Sodium lauryl sulfate, topografi dentin

AbstractTooth-brushing with toothpastes is the common habit practiced by people in developing country.Toothpaste usually contains low concentration of detergent. Sodium Lauryl Sulfate (SLS) is acommonly used detergent in toothpastes with approximately 0,5-2% of concentration. SLS coulddamaged dentinal structure by its ability to penetrate into hydroxy apatite (HA) which form dentincomplex. This study aimed to analyze dentin topography after brushed within Sodium Lauryl Sulfate1% in several durations assessed by Atomic Force Microscopy (AFM). Six healthy permanentpremolars were used as specimens and divides on crown area near cemento-enamel junction andpolished afterwards. Specimens were classified into six groups as follows; negative control group,positive control group, and experimental groups which brushed within sodium lauryl sulfate 1% for 3minutes, 5 minutes, 8 minutes and 10 minutes. This treatment was repeated until 7 days. AFM imagesshowed the differences between control groups and experimental groups. The result showed thattooth-brushing within SLS could decrease roughness averages, dentinal tubules diameter and height ofintertubular dentin and could increase dentin intertubular distance. Hence, it can be concluded thatSLS could abraded hidroxyapatite structure and collagen of dentin.Keywords: Sodium lauryl sulfate, dentin topography

Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

32

PENDAHULUANDentin adalah salah satu struktur yang

menyusun gigi dan berada di antara email danpulpa. Dentin dapat terekspos karena berbagaicara. Salah satu penyebabnya adalah emailatau sementum yang secara normal melindungipermukaan dentin hilang atau tipis akibatatrisi, abrasi atau erosi gigi. Dentin yangterekspos dapat mengacu padahipersensitivitas dentin. Hipersensitivitasdentin didefinisikan sebagai rasa nyeri yangmuncul sebagai respon terhadap stimulustermal, evaporatif, kimiawi, taktil dan stimulusosmotik.1,2

Frandsen menyimpulkan bahwamenyikat gigi dengan menggunakan pasta gigiadalah kebiasaan oral hygiene paling umumdilakukan oleh masyarakat di negara maju danberkembang.3 Menyikat gigi dengan tekananyang besar dan frekuensi yang tinggi dapatmenyebabkan lesi traumatik subklinis padaarea servikal gigi, termasuk diantaranyajaringan lunak dan keras. Aksi mekanis padapenyikatan gigi tidak memiliki efek yangsignifikan pada kerusakan jaringan keras gigi.Namun demikian, aksi mekanis penyikatangigi yang didukung oleh bahan abrasif padapasta gigi dapat menurunkan pH rongga mulutdan menyebabkan abrasi dan erosi pada emaildan dentin menyebabkan hipersensitivitasdentin.3

Pasta gigi yang mengandung berbagaibahan aktif atau aditif yang memiliki fungsiyang spesifik. Bahan aktif pada pasta gigiterdiri atas bahan abrasif, flouride, agendesensitasi, agen antiplak dan antitartar. Pastagigi juga mengandung detergen, agenpreservatif, agen perisa, pemanis dan agenpewarna.4

Pasta gigi pada umumnya mengandungdetergen. Kandungan detergen dalam pastagigi berkisar dari 0,5-2% dari beratkeseluruhan pasta gigi. Detergen dalam pastagigi memiliki beberapa fungsi, termasukmenghilangkan material organik padapermukaan gigi. Sodium lauryl sulfate (SLS)adalah detergen yang paling umum digunakandalam pasta gigi di seluruh dunia. Sodiumlauryl sulfate memiliki efek antimikroba yangdapat bertahan sampai beberapa jam di dalammulut dan aksi penghambat pembentukan plak.Menurut Pader dan Barkvoll, SLS berikatandengan protein bakteri, menyebabkanperlekatan bakteri ke gigi terhambat, sehinggapembentukan plak menurun.3

Moore dan Addy menyimpulkan bahwadetergen dapat menyebabkan kehilangandentin. West dkk menyatakan bahwa SLS ataupasta gigi pada fase liquid hanyamenghilangkan smear layer sehingga tubulusdentin terbuka. Pada penelitian lebih lanjut,diketahui bahwa bukan hanya smear layeryang terbuka, tetapi juga terjadi kerusakantubulus dentin. Mekanisme detergenmenyebabkan kehilangan dentin masih belumdapat dijelaskan namun diduga email dandentin mengalami abrasi dan erosi karena pHdetergen berada di bawah pH netral. Barkvolldkk menyatakan bahwa SLS merupakandetergen anionik paling agresif dan dapatterserap dengan cepat ke dalam hidroksiapatit.3

Masyarakat pada umumnya menyikatgigi dengan pasta gigi yang mengandungsodium lauryl sulfate dan durasi penyikatangigi per hari yang bervariasi. American DentalAssociation (ADA) menyatakan bahwaseorang individu sebaiknya menyikat gigisecara teratur, minimal 2 kali sehari yaitu pagihari setelah sarapan dan sebelum tidur malam.Rata-rata durasi seorang individu menyikatgigi adalah kurang lebih 1 menit. Adapulayang menyebutkan 2-2,5 menit. ADAmenganjurkan durasi penyikatan gigi yangpaling efektif mengangkat plak adalah 3menit.5 Berdasarkan data tersebut, rata-rataindividu menyikat gigi lebih dari 3 menit dankurang dari 10 menit per hari.

Oleh karena itu, perlu dilakukanpenelitian mengenai topografi dentin setelahpenyikatan dengan Sodium lauryl sulfate 1%pada berbagai durasi waktu ditinjau denganAtomic Force Microscopy (AFM).

BAHAN DAN METODEPenelitian ini merupakan penelitian

eksperimental dengan desain post test onlycontrol group. Penelitian dilakukan diLaboratorium Program Studi Kedokteran GigiFakultas Kedokteran dan Laboratorium FisikaMaterial dan Kimia Fakultas MIPAUniversitas Syiah Kuala Banda Aceh padabulan April 2013. Spesimen yang digunakanadalah gigi premolar permanen sebanyak 6buah. Gigi yang dipakai adalah gigi vital yangdiekstraksi untuk perawatan ortodontik, bebasdari karies, tidak terdapat abrasi, atrisi danerosi, serta tidak memiliki defek pertumbuhandan perkembangan. Spesimen dipilih secaraacak sederhana dan dikelompokkan ke dalam 6kelompok, yang terdiri dari 2 kelompok

Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

33

kontrol (kontrol positif dan negatif) dan 4kelompok yang akan diberikan perlakuan.

Alat yang digunakan yaitu timbangananalitik, gelas ukur, mikromotor, carborundumdisc, bulu sikat, bowl, chip blower, stopwatch,wadah untuk meletakkan spesimen, danAtomic Force Microscopy (AFM). Bahan yangdigunakan yaitu gigi premolar 1 atas sebanyak6 buah, bubuk sodium lauryl sulfate, aquades,plastisin, tisu kering, kapas gulung, danalumunium oxide abrasive paper.

Gigi yang dipakai adalah gigi permanenvital yang diekstraksi untuk keperluanperawatan ortodontik, bebas dari karies, tidakterdapat abrasi, atrisi dan erosi, serta tidakmemiliki defek pertumbuhan danperkembangan dari kedua jenis kelamin.Sebelum dipreparasi, gigi dihilangkan jaringanlunak yang masih melekat terlebih dahulu.Gigi dipotong tegak lurus dengan sumbupanjang gigi di CEJ (cemento-enameljunction) menggunakan carborundum discmenjadi dua bagian, bagian mahkota dan akargigi. Pada saat preparasi, gigi harus tetapdalam keadaan basah atau lembab. Spesimendiratakan menggunakan bur silindris.3 Hal inibertujuan untuk menghilangkan bagian pulpayang tertinggal pada mahkota hasilpemotongan dan mendapatkan permukaanyang rata.

Bagian email yang di sekeliling gigitidak perlu dibuang karena pada permukaanmahkota yang terpotong tersebut terdapatdentin yang akan diamati. Bagian dentin danemail dapat dibedakan dari warnanya dimanawarna dentin lebih gelap dan kekuningandibandingkan dengan email gigi. Setelahpermukaan mahkota yang dipotong tersebutrata, spesimen gigi tersebut dihaluskankembali menggunakan kertas pasir denganukuran 600, 800, 1000 dan 1200 grit secarabertahap untuk menghaluskan permukaan.Selama penghalusan, spesimen dibasahidengan air.

Dalam beberapa kasus smear layer yangmengandung partikel kecil dentin yangmelindungi permukaan dentin dapatmembiaskan hasil pengamatan. Smear layermerupakan lapisan debris organik yangterdapat pada permukaan dentin akibatpreparasi.

Oleh karena itu, smear layerdihilangkan menggunakan gel etsa asam yangdijual di pasaran berupa asam ortofosforik37% untuk membuka tubulus dentin.

Sebelum asam fosfor diaplikasikan, gigidiisolasi dengan cotton roll. Asam fosfor 37%diaplikasikan pada email dan dentin mahkotagigi dengan menggunakan sikat halus ataukuas selama 15 detik. Email dan dentin dibilasdengan air bertekanan (syringe) agar jaringanmineral gigi larut dan sisa asam mengalirbersama air. Waktu pencucian dilakukanselama 15 detik. Email dan dentin dikeringkandengan semprot angin (chip blower) selama 15detik. Permukaan email yang telah dietsaterlihat kusam kekuningan. Kelompok yangdiaplikasikan asam fosfor adalah kelompokkontrol positif dan kelompok perlakuan I, II,III, IV. Kelompok kontrol negatif hanyadirendam di aquades dan tidak diaplikasikanasam fosfor.

Konsentrasi SLS yang digunakan adalah1%. SLS dalam bentuk bubuk dilarutkanmenggunakan aquades. Dalam 100 ml airdilarutkan 1 gr SLS. Konsentrasi inidiharapkan dapat merepresentasi konsentrasiSLS di dalam pasta gigi yang hanya berkisar0,5-2%.

Dentin gigi yang telah dipersiapkandikelompokkan ke dalam 6 kelompok.Kelompok pertama (kontrol negatif) direndamdalam aquades tanpa direndam di asam fosfordan tidak disikat dengan SLS. Hal inibertujuan untuk melihat perbedaan antarakelompok kontrol positif yang dibuka tubulusdentinnya dengan kelompok kontrol.Kelompok kontrol positif diaplikasikan gelasam fosfor tetapi tidak disikat menggunakanSLS. Sedangkan kelompok perlakuan I, II, III,dan IV masing-masing disikat menggunakanSLS selama 3 menit, 5 menit, 8 menit dan 10menit selama 7 hari berturut-turut.

Penyikatan menggunakan teknik rollmenggunakan mikromotor dengan bulu sikatterbuat dari serat nilon. Setelah kelompoktersebut diberikan perlakuan masing-masing(termasuk kelompok kontrol), dentin disimpandalam wadah tertutup dan dibalut dengan kasasteril yang telah dibasahi larutan salin. Hal inibertujuan agar lingkungan di dalam wadahmirip dengan lingkungan di rongga mulut,terhindar dari dehidrasi (tetap moist) dan tidakterjadi perkembangbiakan bakteri yang dapatmembiaskan hasil pengamatan. Penyikatandilakukan selama 7 hari.

Spesimen yang akan diamatimenggunakan AFM dibilas dengan aquadeskemudian dikeringkan menggunakan tisukering dan chip blower. Spesimen tidak boleh

Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

34

terlalu basah, tetapi harus moist. Spesimendiletakkan pada meja spesimen dan difiksasimenggunakan plastisin, kemudian ujungkantilever diposisikan persis menyentuhbagian yang akan diperiksa. Penyesuaianujung kantilever dilakukan dengan caramanual (makro) dan komputerisasi (mikro)kemudian masukkan scan range dan klik startscanning. Setiap spesimen diperiksa sebanyaktiga kali dengan scan range 20x20, 40x40 dan60x60 µm sehingga akan memberikangambaran yang jelas dari tubulus dentin, ruangintertubular dan topografi dentin. AFM dapatmenggambarkan topografi spesimen dariwarna gambar. Semakin gelap warna yangdihasilkan pada gambar, semakin dalamjaraknya. Metode yang digunakan padapenelitian ini adalah metode kontak.Gambaran topografi dentin dianalismenggunakan software Gwyddion versi 2.30.Analisis data menggunakan uji statistik SPSSmetode one way ANOVA.

HASILSpesimen gigi premolar 1 atas sejumlah

6 buah yang dibagi atas 2 kelompok kontroldan 4 kelompok telah disikat dengan sodiumlauryl sulfate 1 % dengan durasi 3, 5, 8 dan 10menit selama 7 hari berturut-turut kemudiandipindai menggunakan Atomic ForceMicroscopy (AFM). Scan range yangdigunakan pada pemindaian ini adalah20x20µm, 40x40µm dan 60x60µm denganarea yang tercakup berturut-turut 402.4pm²,1,61nm² dan 3,622nm². Lokasi area yang akandiamati dengan AFM dipilih secara acak padapermukaan spesimen dentin.

Gambaran AFM menunjukkan adanyaperbedaan antara kelompok kontrol dengankelompok perlakuan. Kelompok kontrolnegatif memperlihatkan permukaan dentinyang ditutupi oleh smear layer dan smear plug.Hal ini menunjukkan belum terjadi kerusakanpada struktur dentin dan nilai kekasaranpermukaan rata-rata (Ra) yaitu 428.4 nm. NilaiRa kelompok ini lebih rendah daripadakelompok kontrol positif.

Kelompok kontrol positifmemperlihatkan tubulus dentin yang utuh danseragam. Berbeda dengan kelompok kontrolnegatif, pada kelompok ini tubulus dentinterbuka lebar menyebabkan peningkatan Ra.Nilai Ra kelompok ini yaitu 550.7 nm.

Kelompok perlakuan 3 menitmemperlihatkan tubulus dentin yang mengecil

dan dentin intertubuler melebar dengan nilaikekasaran permukaan lebih rendah daripadakelompok kontrol yaitu 522.0 nm. Kelompokperlakuan 5 menit memperlihatkan tubulusdentin yang kecil dan dentin intertubuler yanglebar dengan nilai Ra 428.2 nm. Kelompokperlakuan 8 menit memperlihatkan gambaranyang berbeda daripada kelompok perlakuanlainnya. Nilai Ra kelompok ini yaitu 429.0 nm.Tubulus dentin tidak terlihat jelas dan terlihatpuncak-puncak dentin intertubular yangtumpul. Kelompok perlakuan 10 menitmemperlihatkan gambaran yang mirip dengankelompok perlakuan 8 menit tetapi nilaikekasarannya lebih tinggi yaitu 456.5 nm.

Kekasaran permukaan (Ra) palingrendah adalah kelompok kontrol negatif. NilaiRa paling tinggi adalah kelompok kontrolpositif. Penurunan nilai Ra terjadi padakelompok durasi 3 menit, 5 menit, dan 8 menitdan meningkat pada kelompok durasi 10 menitdibandingkan kelompok durasi 8 menit.

Diameter tubulus dentin diukurmenggunakan peranti lunak Gwyddion v.2.30.Peranti lunak ini berguna untuk melakukananalisis dan visualisasi pada hasil pindaiScanning Probe Microscopy (SPM), salahsatunya Atomic Force Microscopy (AFM).Tools yang digunakan adalah extract profilesdan measure distance. Tubulus dentin yangdiukur harus memenuhi persyaratan yaituberbatas jelas atau tidak terpotong. Setiapgambaran AFM ditemukan 6 tubulus yangrepresentatif. Tubulus-tubulus tersebut diukurdengan menarik 4 garis diagonal sehinggadidapatkan 24 data pada setiap kelompok.Kelompok kontrol negatif tidak diukur karenatidak terdapat tubulus dentin yang terbuka.Hasil pengukuran diameter tubulus dentinmenunjukkan diameter tubulus yang palingbesar terdapat pada kelompok kontrol positif.

Tabel 1. Ukuran diameter tubulus dentinKelompok Diameter (nm)

Kontrol (+) 4.503 ± (1.21)

3 menit 2.049 ± (0.34)

5 menit 2.123 ± (0.60)

8 menit 2.614 ± (0.69)

10 menit 2.755 ± (0.90)

Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

35

Diameter tubulus dentin paling besarterdapat pada kelompok kontrol positif. Semuakelompok perlakuan menunjukkan penurunanukuran diameter tubulus dentin dibandingkankelompok kontrol positif. Diameter tubulusdentin meningkat seiring peningkatan durasipenyikatan.

Hasil uji normalitas data menggunakanSaphiro-Wilk menunjukkan sebaran data yangnormal (p>0.05) pada semua kelompokspesimen. Uji homogenitas varian jugamenunjukkan data yang homogen (p>0.05).Data dianalisis menggunakan onewayANOVA dan disimpulkan bahwa terdapatperbedaan yang signifikan. Uji Post-Hoc LSDjuga menunjukkan bahwa kelompok kontrolberbeda secara signifikan dengan seluruhkelompok perlakuan. Perbedaan yangsignifikan terdapat di antara kelompok durasiyang memiliki selisih lebih dari 3 menit yaitukelompok kontrol positif dengan kelompok 3menit dan kelompok 5 menit dengan kelompok8 menit sedangkan kelompok durasi denganselisih 2 menit tidak memiliki perbedaan yangsignifikan yaitu kelompok durasi 3 menitdengan 5 menit dan kelompok durasi 8 menitdengan 10 menit.

Tabel 2. Perbandingan nilai kemaknaan antarkelompok

Kelompok Pembanding Sig.*

Kontrol + 3 menit 0.000*

5 menit 0.000*

8 menit 0.000*

10 menit 0.000*

3 menit 5 menit 0.751

8 menit 0.017*

10 menit 0.003*

5 menit 8 menit 0.038*

10 menit 0.008*

8 menit 10 menit 0.546

Hasil penelitian menyimpulkan bahwapenyikatan menggunakan sodium laurylsulfate dapat menurunkan kekasaranpermukaan dan menurunkan ukuran diametertubulus dentin pada kelompok 3, 5, 8 dan 10menit dibandingkan kelompok kontrol. Dentinintertubuler melebar dan tidak seperti keadaanawal.

Gambar 1. Spesimen Dentin Pada KelompokKontrol Dan Kelompok Perlakuan

PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan bahwa

sodium lauryl sulfate (SLS) dapat menurunkankekasaran permukaan, menurunkan ukurandiameter tubulus dentin dan memperlebardentin intertubular. Kekasaran permukaan danukuran diameter tubulus dentin paling tinggiterdapat pada kelompok kontrol positif yangmerupakan kelompok yang dietsa. Prosedurpengetsaan terbukti dapat meningkatkankekasaran permukaan karena penetrasi asamke dalam tubulus dentin dapat melarutkandinding tubulus dentin dan meningkatkanukuran diameter tubulus dentin.6,7

Kekasaran permukaan dan ukurandiameter tubulus dentin menurun pada semuakelompok perlakuan dibandingkan dengankelompok kontrol positif. Kekasaranpermukaan semakin menurun pada kelompokdurasi 3, 5 dan 8 menit kemudian meningkatkembali pada kelompok durasi 10 menit.Diameter tubulus dentin pada semua kelompokperlakuan menunjukkan penurunan yangsignifikan dibandingkan kelompok kontrolpositif. Kelompok dengan selisih durasi lebihdari 3 menit menunjukkan perbedaan yangsignifikan sedangkan kelompok dengan selisihdurasi 2 menit tidak menunjukkan perbedaanyang signifikan.

SLS memiliki struktur formula CH3-(CH2)11-O-SO3-Na+.8 SLS terdiri atas rantaihidrokarbon hidropobik yang mengandung 12karbon lipofilik (memiliki kecenderunganmengikat lemak), satu grup sulfat (SO4)hidrofilik nonpolar dan satu ion natrium akanterlepas dari ikatan molekulnya apabiladilarutkan dalam air.9,10

Dentin disusun atas material organik (kolagentipe I) dan inorganik yaitu kristal hidroksi

Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

36

apatit (HA) dengan rumus kimiaCa10(PO4)6(OH)2.11 SLS dapat merusakstruktur dentin dan matriks dentin denganberpenetrasi ke dalam kristal hidroksiapatit.12,13 Gugusan hidroksi apatit yangbereaksi dengan natrium pada SLS akanmembentuk senyawa natrium hidroksi apatit(NaHA). Natrium akan bersubstitusimenggantikan ion kalsium dan menyebabkangugus hidroksi apatit terlepas. Seiringbertambahnya natrium, ion OH- pada hidroksiapatit juga menurun sampai hilang dan akanterbentuk air.11 Substitusi ionik pada umumnyamempengaruhi lattice parameter di dalamkristal hidroksi apatit berdasarkan ukuran ion.Natrium memiliki ukuran ion yang lebih besardaripada ion kalsium. Proses inimemungkinkan terjadinya peningkatan latticeparameter dan ukuran volume unit selheksagonal seiring dengan masuknya ionnatrium ke dalam HA.11 Interaksi kalsiumpolipospat dengan ion natrium ditunjukkanoleh Gambar 1.

Gambar 2. Interaksi Kalsium Polipospat dengan ionNatrium

Kekasaran dihitung oleh deviasi vertikalpermukaan riil dari nilai normal. Apabila nilaideviasinya besar, maka permukaannya kasardan sebaliknya. Kekasaran berperan pentingdalam menentukan bagaimana objekberinteraksi dengan lingkungan. ZavalaAlonso dkk meneliti bahwa kekasaran dentinyang dietsa menggunakan asam ortofosforikdan diperiksa menggunakan AFM adalah 440nm14 tidak jauh berbeda dengan nilaikekasaran kelompok kontrol positif danperlakuan yaitu 428-550 nm.

SLS termasuk senyawa yang tidakberbahaya yang dapat digunakan sehari-hari.Penelitian ini menunjukkan bahwa SLS tidakdapat menyebabkan erosi pada dentin, tetapidapat menyebabkan abrasi pada dentin.Penggunaan SLS dalam pasta gigi disertai

dengan bahan-bahan lain yang dapatmemperbaiki struktur dentin, namundiperlukan perhatian lebih mengenai efek SLSterhadap gigi dan jaringan lunak di dalamrongga mulut.

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil penelitian tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa sodium laurylsulfate mampu mengubah topografipermukaan dentin. Dentin yang disikat denganmenggunakan SLS terbukti mengalamipenurunan kekasaran permukaan, pengecilanukuran diameter tubulus dentin, penurunantinggi dentin intertubular dan pelebaran jarakdentin intertubular. Penyebab perubahanstruktur dentin secara kimiawi dan biologissetelah dipaparkan dengan SLS. Selain itu jugadiperlukan penelitian lebih lanjut mengenaipengaruh sodium lauryl sulfate terhadap dentinmenggunakan alat yang berbeda, misalnya X-ray Diffraction (XRD) dan Scanning ElectronMicroscopy (SEM).

DAFTAR PUSTAKA1. Addy M, Mostafa P, Absi EG, Adams D.

Cervical dentin hypersensitivity. Etiologyand management with particular referenceto dentifrices. In: Rowe NH, ed.Proceedings of Symposium onHypersensitive Dentin Origin andManagement. Michigan: University ofMichigan, 1985:147-167.

2. Addy M. Etiology and clinicalimplications of dentine hypersensitivity.Dent Clin North Am 1990 34:503-14.

3. Moore C, Addy M. Wear of dentine invitro by toothpaste abrasives anddetergents alone and combined. J ClinPeriodontol 2005; 32; 1242-1246.

4. Drisko CL. Dentine Hipersensitivity andGingival Recession. Georgia

5. Strassler, Howard E. Toothpasteingredients Make a difference: patient-specific recommendations. ADA CERP.2009:102-103.

6. Bray KK. Toothbrushing behaviorchange. American Dental HygienistAssosiation 2010.p.2.

7. Mjor IA. Ole Feejerskov. Human OralEmbriology and Histology. Alih bahasa:Siregar F. Jakarta: Widya Medika,1991.p.81-92

8. Asadoorian J. Tooth Brushing. CJDH.2006; 40(5): 232-248.

Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

37

9. Shanebrook, Adam C. Formulation andUse of Surfactants in Toothpastes. 2004

10. Sodium lauryl sulfate. EUROPEANPHARMACOPOEIA. 01/2005:0098: 2440

11. Adzila, Sharifah et al. MechanochemicalSynthesis of Sodium DopedHydroxyapatite Powder. Indian Journalof Chemistry. 2013. Pg: 739-734

12. Parkinson CVR., Marshall SJ., MarshallGW. Dentine Integrity and the Role ofSurfactant. GlaxoSmithKline ConsumerHealthcare Research and Development,Surrey, United Kingdom.

13. Parkinson, CR. Smear-layer Integrity andThe Role of Surfactants. GlaxosmithKlineConsumer Health Care Research andDevelopment, Surreym United Kingdom.2004.

14. Zavala Alonso V. Nanostructureevaluation of healthy and fluorotic dentinby atomic force microscopy before andafter phosporic acid etching. San LuisPotosi University. Mexico. 2011. Pg: 546-553

Cakradonya Dent J; 10(1): 38-43

38

PENATALAKSANAAN AMELOGENESIS IMPERFEKTA:LAPORAN KASUS

AMELOGENESIS IMPERFECTA TREATMENT:A CASE REPORT

Elin Hertiana

Laboratorium Prostodonsia Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

AbstrakAmelogenesis imperfekta (AI) adalah penyakit keturunan berupa gangguan pembentukan email gigitanpa adanya manifestasi sistemik. Amelogenesis imperfekta dapat terjadi pada gigi sulung maupungigi permanen. Amelogenesis imperfekta memiliki 4 tipe, yaitu hipoplasia, hipomaturasi,hipokalsifikasi, dan hipomaturasi-hipoplasia disertai taurodontisme. Dalam laporan kasus ini akandibahas mengenai penatalaksanaan amelogenesis imperfekta tipe hipokalsifikasi pada pasien priaberusia 40 tahun. Perawatan dilakukan dengan penggunaan pasak fiber dan pembuatan mahkota tiruanpenuh logam porselen. Penggunaan mahkota tiruan penuh merupakan pilihan terbaik untuk mengatasikerusakan email pada penderita amelogenesis imperfekta tipe hipokalsifikasi.Kata Kunci: amelogenesis imperfekta, mahkota tiruan penuh logam porselen.

AbstractAmelogenesis imperfecta (AI) is an inherited condition that disturbs the developing enamel structureand presents independently of any related systemic disorder. It involves both primary and permanentdentitions. Amelogeneis imperfecta has 4 types: hypoplastic AI, hypomaturation AI, hypocalcified AI,and hypomaturation-hypoplastic with taurodontism. This case report will present hypocalcifiedamenogenesis imperfecta treatment in 40 years old man. The treatment is using fiber post andporcelain fused to metal crowns. The use of full crowns is the best option to treat enamel defect inpatient with hypocalcified amelogenesis imperfecta.Key Words: amelogenesis imperfecta, PFM crown

Cakradonya Dent J; 10(1): 38-43

39

PENDAHULUANAmelogenesis imperfekta (AI) adalah

penyakit keturunan berupa gangguanpembentukan email gigi tanpa adanyamanifestasi sistemik. Amelogenesis imperfektadapat terjadi pada gigi sulung maupun gigipermanen.1-4 Witkop dan Sauk (1976)membagi tipe AI berdasarkan apakahgangguan diakibatkan oleh berkurangnyajumlah email (hipoplasia), gangguan prosesmineralisasi email (hipomaturasi), gangguanproses kalsifikasi (hipokalsifikasi), serta jugagabungan hipomaturasi-hipokalsifikasi disertaitaurodontism. Amelogenesis imperfekta tipehipoplasia terjadi pada 60-73 % kasus, tipehipomaturasi 20-40 % kasus, dan tipehipokalsifikasi sekitar 7% kasus. 5,6,7 AI dapatditurunkan melalui kromosom X. Manifestasiklinis dari AI memiliki anomali gen yangspesifik berhubungan dengan masing-masingfenotip. Mutasi spesifik yang terbuktimengakibatkan AI adalah amelogenin(AMELX), enamelin (ENAM), kallikrein4(KLK4), enamelysis (MMP-20) danFAM83H.2,3

Tabel 1. Perbedaan amelogenesis imperfekta tipehipoplasia, hipomaturasi, hipokalsifikasi,hipomaturasi-hipokalsifikasi disertaitaurodontism.2,3

Tipe Hipoplasia Tipe HipomaturasiBerkurangnya jumlahmatriks email, tetapiproses mineralisasinyanormal

Gangguan kualitasmineralisasi dengankuantitas pembentukanmatriks yang normal

Gambaran Klinis: Gambaran Klinis:Berkurangnyaketebalan email

Ketebalan email normal

Email teremineralisasidengan baik, tidakserapuh jenis AI lain

Email mengalamihipomineralisasi dancenderung rapuh

Warna bervariasi darinormal dan translusenhingga kuningkecoklatan tergantungketebalan email danderajat translusensimelalui dentin

Warna dipengaruhioleh faktor lokalsetelah erupsi danderajat kerusakannya,bervariasi dari putihsusu sampai kuningatau merah kecoklatan

Adanya celah antargigi akibat email yangtipis mempengaruhiukuran gigiEmail terlihat kasar,tidak beraturan,berlubang-lubangdisertai dengan/tanpagroove vertikal

Gambaran radiografis: Gambaran radiografis:Email terlihatkontrasdibandingkandengan dentin

Radiodenstitas emailmenyerupai dentin

Tipe Hipokalsifikasi Hipomaturasi -Hipoplasia disertai

TaurodontismGangguan kualitasproses mineralisasidengan kuantitaspembentukan matriksyang normal

Berkurangnya jumlahmatriks email disertaigangguan prosesmineralisasi

Gambaran Klinis: Gambaran Klinis:Ketebalan emailnormal tetapi disertaihilangnya translusensi

Gabungan gambaranklinis hipomaturasidengan hipoplasia

Email mengalamihipomineralisasi danmemiliki konsistensilunak. Sangat rapuhdan mudah ausWarna dapatdipengaruhi olehfaktor lokal setelaherupsi dan derajatkerusakannya sertaterlihatnya dentin.Gigi cenderungberwarna lebih gelapdibanding tipe AI lain

Gambaran radiografis: Gambaran radiografis:Email kurangradiopak dibandingdentin

Kamar pulpamembesar, dasar kamarpulpa dan furkasimemanjang ke apikal

Tingkat keparahan AI bervariasi antarpasien dan kadang sulit untuk membuatdiagnosis tipe AI hanya dari pemeriksaanklinis saja. Pada beberapa kasus, fenotip yangberbeda ini dapat terlihat pada pasien yangsama maupun pada gigi yang sama.1

AI yang terjadi pada anak-anak dapatmempercepat ataupun memperlambat erupsigigi. Implikasi klinis dari AI meliputikerentanan karies yang rendah, atrisi yangcepat, deposit kalkulus yang besar danhiperplasia gingiva. Keadaan patologis yangberhubungan dengan AI adalah pembesaranfolikel, impaksi gigi permanen, erupsi ektopik,kehilangan gigi kongenital, resorpsimahkota/akar, dan kalsifikasi pulpa.4

LAPORAN KASUSSeorang pasien pria berusia 40 tahun

datang ke RSGM FKG UI dengan keluhan gigi

Cakradonya Dent J; 10(1): 38-43

40

anteriornya rusak. Pemeriksaan klinismenunjukkan gigi 34, 32, 42, 43, 44 non vital,email sangat lunak bahkan pada gigi 34 sudahtidak ada, dan gigi berwarna coklat kehitaman(Gambar 1). Gigi 12, 11, 21, 22, 34, 32,terdapat tambalan komposit di bagian labial.Gigi 36 dan 37 missing. Dari anamnesisdiketahui bahwa gigi pasien sudah rusak sejakkecil sehingga seluruh gigi belakangnya sudahdipasangkan mahkota tiruan penuh. Gigianterior atasnya juga sudah beberapa kaliditambal komposit. Tidak ada keluarga pasienyang menderita kerusakan gigi yang sama.

Gambar 1. Keadaan Intra Oral

Berdasarkan keadaan klinis, pasiendidiagnosa menderita amelogenesis imperfektatipe hipokalsifikasi. Rencana perawatan untukpasien ini adalah pembuatan mahkota tiruanpasak logam porselen dengan pasak fiber dancore komposit untuk gigi anterior bawah yang

rusak, serta pembuatan gigi tiruan kerangkalogam untuk menggantikan kehilangan gigi.Pasien masih cukup puas dengan penampilangigi anterior atasnya.

TAHAP PERAWATANSeluruh gigi rahang bawah yang non

vital dilakukan perawatan saluran akar terlebihdahulu. Setelah itu dilakukan prepasi sisamahkota dan preparasi saluran akar,pemasangan pasak fiber serta pembentukancore dari bahan komposit (Gambar 2).Pencetakan dilakukan dengan bahan rubberbase heavy dan light body.

Gambar 2. Preparasi sisa mahkota, preparasisaluran akar, pemasangan pasak fiber dan

pembentukan core komposit.

Cakradonya Dent J; 10(1): 38-43

41

Sebelum pemasangan mahkota tiruanpenuh, terlebih dahulu dilakukan try-in logamuntuk melihat kecekatan, tepi servikal, danruangan untuk porselennya. Sementasimahkota tiruan penuh (MTP) logam porselendilakukan dengan menggunakan GIC type I.Gigi tiruan kerangka logam dibuat untukmenggantikan kehilangan gigi 37 dan 36(Gambar 3).

Gambar 3. Try-in logam, sementasi MTP logamporselen, dan GTSKL

Setelah 1 bulan, pasien kembali datangke RSGM FKG UI karena tambalan gigiatasnya pecah (Gambar 4). Pasienmenginginkan seluruh gigi anterior atasnyadibuatkan mahkota tiruan penuh seperti gigi

bawahnya. Keempat gigi anterior atasdipreparasi, lalu dicetak menggunakan rubberbase heavy dan light body. Dilakukan try-inlogam terlebih dahulu, kemudian diproses, danmahkota tiruan penuh logam porselen disemenmenggunakan GIC tipe I (Gambar 5).

Gambar 4. Tambalan di gigi atas yang pecah

Gambar 5. Try-in logam dan sementasiMTP logam porselen.

Cakradonya Dent J; 10(1): 38-43

42

DISKUSIPenderita amelogenesis imperfekta

umumnya pergi ke dokter gigi karena maludengan penampilannya, terganggunya fungsipengunyahan, atau merasa ngilu pada giginya.Terjadinya perubahan bidang oklusal,kehilangan gigi kongenital, gigi sensitif,estetik yang buruk, penyakit periodontal, danpenurunan dimensi vertikal menjadi tantanganbagi dokter gigi.8

Penatalaksanaan AI difokuskan padatiga aspek, yaitu pencegahan, restorasi, danestetik. Tujuan dari perawatan AI adalahdiagnosis dini, manajemen nyeri, pencegahan,stabilisasi, restorasi, dan kontrol berkala.Penatalaksanaan AI sebaiknya dilakukansedini mungkin. Identifikasi dan tindakanpencegahan terutama pada anak-anak sangatpenting untuk menghindari terjadinyagangguan estetik dan fungsional. Pemeriksaanberkala dapat mengidentifikasi gigi yangmembutuhkan perawatan segera setelah erupsi.Pada gigi sulung, perawatan dibagi menjadifase sementara diikuti dengan fase transisi.Restorasi untuk gigi posterior dilakukandengan menggunakan preformed metal crow,sementara untuk gigi anterior dapatmenggunakan mahkota polycarbonate ataupenambalan dengan komposit. Anak-anakdengan AI umumnya disertai terjadinyamaloklusi. Oleh sebab itu perlu kerjasamaantara dokter gigi spesialis konservasi danorthodontis dengan dokter spesialis gigi anakuntuk membuat rencana dan melakukanperawatan pasien ini sedini mungkin.4,9,10,11

Penampilan serta kualitas dan jumlahemail dan dentin yang rusak akan menentukanjenis restorasi yang dibutuhkan untukmengembalikan estetik dan fungsipengunyahan. Jika email masih baik tetapiberubah warna, maka dapat dilakukanbleaching dan/atau microabrasi. Jika emailrapuh tetapi masih dapat di bonding, makapenambalan dengan resin komposit atauveneer porselen dapat dilakukan. Jika emailsudah tidak dapat di bonding, makadibutuhkan pembuatan mahkota tiruan penuh.Apabila kerusakan sudah sangat parahsehingga terjadi penurunan dimensi vertikal,maka terlebih dahulu dilakukan pembuatansplint oklusal untuk mengembalikan dimensivertikal. Pembersihan karang gigi, sikat gigidengan teratur serta penggunaan obat kumurdapat meningkatkan kesehatan periodontal.

Aplikasi fluor dan bahan desensitisasi dapatmengurangi sensitifitas pada gigi 2,9,10

Pada laporan kasus ini, pasien merasamalu dengan penampilannya karena giginyarusak dan berwarna coklat kehitaman. Emailyang masih tersisa konsistensinya lunak danrapuh. Hal ini sesuai dengan gambaran klinisdari AI tipe hipokalsifikasi. Karena kerusakanmahkota sudah sangat parah di regio anteriorbawah sehingga retensinya kurang, makadiputuskan untuk membuat mahkota tiruanpasak logam porselen. Sedangkan untuk regioanterior atas dibuatkan mahkota tiruan penuhlogam porselen. Pasien merasa sangat puasdengan penampilannya sekarang. Sayangnyapasien memiliki kebiasaan merokok yang kuatsehingga menyebabkan stain pada gigi danmahkota tiruannya. Pasien kemudian diedukasiuntuk mengurangi merokok dan selalumenjaga kebersihan rongga mulutnya.

KESIMPULANPenderita amelogenensis imperfekta

umumnya mengalami masalah dengan estetikdan fungsi pengunyahan. Pemilihan perawatanpada penderita ini tergantung dari penampilanserta kualitas dan jumlah email dan dentinyang rusak. Perawatan amelogenesisimperfekta dengan menggunakan mahkotatiruan penuh pada pasien dalam laporan kasusini memberikan hasil estetik yang memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA1. Patel M., McDonnell ST, Iram S, Chan

MFW-Y. Amelogenesis imperfecta -lifelong management. Restorativemanagement of the adult patient. BritishDent J 2013;215(9):449-57.

2. American Academy of PedriaticDentistry. Guideline on DentalManagement of Heritable DentalDevelopmental Anomalies. ReferenceManual 2013;37(6):266-71.

3. Ergun G, Egilmez F, Kaya BM, Cekic-Nagas I. Functional and EstheticRehabilitation of a Patient withAmelogenesis Imperfecta. J Can DentAssoc 2013;79:38.

4. Gadhia K, McDonald S, Arkutu N,Malik K. Amelogenesis imperfecta : anintroduction. BDJ 2012;212:377-9.

5. Witkop CJ Jr. Amelogenesisimperfecta, dentinogenesis imperfectaand dentin dysplasia revisited: Problems

Cakradonya Dent J; 10(1): 38-43

43

in classification. J Oral Pathol 1988;17:547-53.

6. Neville BW, Damm DD, Allen CM,Bouquot JE. Oral & MaxillofacialPathology. 4th ed. St. Louis : Elsevier;2016. P.49-69.

7. Rajendran R, Sivaparthasundaram B.Shafer’s Textbook of Oral Pathology. 7th

ed. New Delhi : Thomson Press Ltd ;2012. P.46-9.

8. Paula LM, Melo NS, Silva Guerra EN,Mestrinho DH, Acevedo AC. Casereport of rare syndrome associatingamelogenesis imperfecta andnephroncalcinosis in a consanguineousfamily. Arch Oral Biol 2005;50(2):37-42.

9. Sapir S, Shapira J. Clinical solutions fordevelopmental defects of enamel anddentin in children. Pediatr Dent2007;29(4):330-6.

10. Khokhar V, Gupta B. Amelogenesisimperfecta : review of literature withcase report. JOADMS 2016;2(1):84-91.

11. Hemagaran G, Harvind M.Amelogenesis imperfecta : literaturereview. IOSR-JDMS 2014;13(1):48-51.

Cakradonya Dent J; 10(1): 44-48

44

PERUBAHAN pH SALIVA SEBELUM DAN SESUDAH MENGKONSUMSIBUAH PISANG AYAM (Musa acuminata Colla) PADA MAHASISWA FKG

UNSYIAH ANGKATAN 2014

CHANGE IN SALIVA PH BEFORE AND AFTER CONSUMING BANANA“BUAH PISANG AYAM” ON UNSYIAH DENTAL STUDENT GRADE 2014

Afrina*, Santi Chismirina*, Nura Shara Amirza**

*Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala**Program Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKSaliva adalah cairan mulut yang kompleks yang merupakan gabungan dari berbagai cairan dankomponen yang diekskresikan ke dalam mulut. Potensial of hydrogen (pH) saliva merupakan derajatasam atau basanya suatu cairan tubuh yang dapat berubah karena kecepatan aliran saliva,mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer saliva. Buah pisang ayam (Musa acuminataColla) merupakan buah dengan kandungan karbohidrat tinggi yang dapat meningkatkan produksiasam oleh bakteri-bakteri rongga mulut sehingga rongga mulut menjadi asam. Keadaan inimenyebabkan demineralisasi permukaan gigi sehingga dapat terjadi proses pembentukan karies.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perubahan pH saliva sebelum dan sesudahmengkonsumsi buah pisang ayam pada mahasiswa FKG Unsyiah angkatan 2014. Subjek penelitian iniberjumlah 39 orang yang diambil dengan metode purposive sampling dengan desain one-grouppretest-posttest desaign. Pengambilan saliva dilakukan dengan metode spitting yang dilakukansebelum dan sesudah mengkonsumsi buah pisang ayam. Pengukuran pH saliva mengunakan pH meterdigital. Berdasarkan hasil uji T-test berpasangan, terbukti adanya penurunan pH saliva yang bermakna(p<0,05) antara pH saliva sebelum dan sesudah mengkonsumsi buah pisang ayam, yang menunjukkanadanya penurunan pH saliva sesudah mengkonsumsi buah pisang ayam. Kesimpulan penelitian iniadalah adanya perubahan pH saliva sebelum dan pH saliva sesudah mengkonsumsi buah pisang ayam.Kata kunci: pH saliva, Musa acuminata Colla

ABSTRACTSaliva is a complex mouth fluid consists of a combination of various fluids and components which areexcreted into the mouth. Potential of Hydrogen (pH) is degree of acid or base of a body fluid whichchanges due to salivary flow rate, oral cavity microorganisms, and salivary buffer capacity. “buahpisang ayam” (Musa acuminata Colla) is a fruit with a high carbohydrate content, it can increase acidproduction by oral bacteria so which makes the oral cavity becomes acid. The condition causedemineralization of the tooth surface which leads to carries formation. The aim of this study is toobserve the change of saliva pH before and after consuming “buah pisang ayam” on dental student ofUnsyiah grade 2014. The subjects of this study are 39 people taken by purposive sampling methodwith one-group pretest-posttest design. Taking saliva is done by spitting method before and afterconsuming “buah pisang ayam”. Measurement of pH saliva use digital pH meter. Based on paired t-test results, proved to a decrease in salivary pH (p<0.05) between saliva pH before and afterconsuming banana, indicating a decrease in salivary pH after consuming banana. The conclusion ofthis study is the change of saliva pH before and after consuming “buah pisang ayam”.Keywords: saliva pH, Musa acuminata Colla

Cakradonya Dent J; 10(1): 44-48

45

PENDAHULUANBuah pisang (Musa paradisiaca)

merupakan buah yang kaya akan manfaat bagitubuh manusia karena dapat menyehatkan danmeregenerasi jaringan tubuh. Salah satumanfaat dari buah pisang adalah dapatmengurangi diare, sembelit, disentri,menurunkan kolestrol serta tekanan darahtinggi, meningkatkan daya ingat,meningkatkan kekebalan tubuh, memperbaikisuasana hati (mood) dan merupakan makananyang sangat baik bagi bayi karena memilikikandungan gizi yang tinggi.1

Jenis pisang sangatlah beragam, salahsatunya adalah pisang ayam (Musa acuminataColla) juga dikenal dengan nama pisangbarangan.2 Pisang ayam mengandungkarbohidrat sebanyak 22,48 g/100g pisangsebagai penghasil energi yang cukup tinggidibanding buah lain.3,4 Selama prosespematangan, karbohidrat buah pisang ayamdiubah menjadi sukrosa, glukosa, danfruktosa.3 Penelitian Sampath Kumar (2012),mengatakan bahwa dua pisang memberikanenergi yang cukup untuk latihan berat selama90 menit, sehingga pisang dikatakan sebagaibuah yang baik bagi atlet.1 Pisang ayam jugamengandung protein, magnesium, fhosfhor,sodium dan potassium. Pisang ayam jugamerupakan buah pisang yang memilikivitamin C sebanyak 8,7 mg/100 gram sertaasam folat sebanyak 20 µg/100 g.3

Potential of hydrogen(pH) salivamerupakan salah satu cara untuk mengukurderajat asam atau basa dari cairan tubuh.5

Penurunan pH saliva dapat meningkatkanresiko karies yang tinggi, sedangkan kenaikanpH saliva dapat meningkatkan pembentukankalkulus.6 Makanan yang kaya akankarbohidrat dapat menurunkan pH salivakarena dapat meningkatkan metabolismeproduksi asam oleh bakteri-bakteri, sehinggadapat mengakibatkan pH saliva di ronggamulut menjadi menurun (asam).6,7 PenurunanpH saliva dapat memudahkan pertumbuhanbakteri seperti Streptococcus mutans(S.mutans) dan Lactobacillus yang akanmengakibatkan demineralisasi permukaan gigisehingga dapat terjadi proses pembentukankaries.8,9 Penelitian Sri Ramayanti,dkk (2013),mengatakan bahwa pisang merupakanmakanan yang mengandung karbohidratterfermentasi.10

Faktor yang menyebabkan terjadinyaperubahan pada pH saliva yaitu kecepatanaliran saliva, mikroorganisme rongga mulut,dan kapasitas buffer saliva.11 Penelitian IdaRahmawati, dkk (2015), mengatakan bahwadiet yang kaya karbohidrat akan menaikkanmetabolisme produksi asam oleh bakteri-bakteri.6 Perubahan pH saliva tergantung padaperbandingan asam dan basa, pH normal salivaberkisar antara 6,7 – 7,3 dan pH kritis berkisarantara 5,5 – 6,5.12

Berdasarkan hal di atas peneliti merasa perlumelakukan penelitian untuk mengetahuiperbedaan pH saliva sebelum dan sesudahmengkonsumsi pisang ayam (Musa acuminataColla) pada mahasiswa angkatan 2014Fakultas Kedokteran Gigi Universitas SyiahKuala

BAHAN DAN METODEPenelitian ini merupakan penelitian

eksperimental dengan desain one-grouppretest-posttest design. Penelitian inidilakukan di ruang Skill’s laboratory FakultasKedokteran Gigi ( FKG ) Universitas SyiahKuala. Subjek pada penelitian ini adalahmahasiswa FKG unsyiah angkatan 2014 yangdiambil dengan metode Purposive Sampling.

Buah pisang yang digunakan padapenelitian ini adalah jenis buah pisang ayam(Musa acuminata Colla) yang diperoleh daridesa Saree Aceh, Kecamatan LembahSeulawah Aaceh Besar dengan karakteristikkulit berwarna kuning kemerahan denganbintik-bintik cokelat dan daging buahberwarna sedikit orange dengan berat 100gram per mahasiswa.

Sebelum dilakukan pengumpulan saliva,subjek penelitian sudah diinstrusikan untuktidak makan dan minum selama 1 jam sebelumdilakukan penelitian. Pengumpulan salivadilakukan pada pukul 09.00-11.00 WIBdengan metode spitting yaitu salivadikumpulkan di dasar mulut lalu dikeluarkanke dalam wadah penampung saliva setiap 1menit.13

Subjek diinstruksikan untuk dudukdengan tenang dengan kepala sedikitditundukkan. Kemudian, subjek diinstruksikanuntuk mengumpulkan saliva di dalam ronggamulut selama 1 menit lalu meludahkannya kedalam wadah penampungan saliva, hal inidilakukan sebanyak 5 menit.1

Cakradonya Dent J; 10(1): 44-48

46

Kemudian subjek diinstruksikanmengkonsumsi buah pisang ayam sebanyak100 gram dengan cara mengunyah buah pisangayam sampai hancur atau lumat selama 1menit kemudian menelannya.5 Setelah itusubjek diminta untuk mengkumpulkan salivadengan metode spitting Kemudian saliva yangterkumpul diukur dengan mengunakan pHmeter digital.5

Data yang diperoleh dianalisismenggunakan SPSS, dengan uji normalitas, ujikorelasi, dan perubahan pH saliva diketahuimenggunakan uji paired sample t-test.

HASILSubjek pada penelitian ini adalah

mahasiswa angkatan 2014 FakultasKedokteran Gigi Universitas Syah Kuala yangberjumlah 39 orang dari total 45 orang.Subjek diseleksi dengan teknik PurposiveSampling. Subjek yang memenuhi kriteriamengisi informed consent, kemudiandilakukan pengumpulan saliva sebelum dansetelah mengkonsumsi buah pisang ayam(Musa acuminata Colla) serta dilakukanpengukuran pH saliva.

Tabel 1. Hasil Pengukuran pH Saliva

No.Subjek

JenisKelamin

pHSaliva

Sebelum

pHSaliva

Sesudah1 P 6.6 6.52 P 6.8 6.4

3 P 7 6.6

4 P 6.8 6.5

5 P 7.1 6.6

6 P 6.6 6.4

7 P 6.9 6.7

8 P 7 6.5

9 P 6.9 6.6

10 P 6.9 6.7

11 P 6.5 6.4

12 P 6.6 6.2

13 L 6.8 6.6

14 P 6.8 6.5

15 P 6.7 6.3

16 P 7.1 6.5

17 P 6.9 6.6

18 P 6.8 6.5

19 L 6.9 6.4

20 L 6.9 6.7

21 P 6.8 6.6

22 P 6.5 6.3

23 P 6.8 6.5

24 P 7 6.4

25 P 6.9 6.5

Setelah didapatkan nilai pH salivasebelum dan sesudah mengkonsumsi buahpisang ayam maka buah pisang ayam makadilakukan uji normalitas dan uji t-berpasangan.

Tabel 2. Uji Normalitas pH Saliva

pH Saliva

JumlahSubjek

Penelitian (n)

Lolmogorov-Smirnov Nilai

p*

Shapiro-Wilk

Nilaip*

pH salivasebelummengkonsumsi buah pisangayam

39 0,004 0,064

pH salivasesudahmengkonsumsi buah pisangayam

39 0,011 0,092

*sig (p>0,05)

Hasil dari kedua uji normalitas padaTabel 2 diperoleh nilai p>0,05 yangmenunjukkan bahwa data tersebutberdistribusi normal.

Tabel 3. Uji t-Berpasangan

pH Saliva

JumlahSubjek

Penelitian(n)

Standar

Deviasi

Signifikasi(p)

pH salivasebelummengkonsumsibuah pisangayam

39 0,1479

0,000pH salivasesudahmengkonsumsibuah pisangayam

39 0,1472

*sig (p>0,05)

Cakradonya Dent J; 10(1): 44-48

47

Berdasarkan hasil uji t-Berpasanganpada Tabel 3, diperoleh nilai p<0,05 yangmenunjukkan bahwa terdapat perbedaan yangbermakna antara pH saliva sebelum dansesudah mengkonsumsi buah pisang ayam(Musa acuminata Colla).

PEMBAHASANPenelitian ini dilakukan untuk melihat

perubahan pH saliva sebelum dan sesudahmengkonsumsi buah pisang ayam (Musaacuminata Colla). Buah pisang ayam (Musaacuminata Colla) memiliki kandung gizi yangtinggi sehingga memiliki beragam manfaatbagi tubuh.3,14 Pisang ayam (Musa acuminataColla) merupakan buah dengan kandungankarbohidrat yang cukup tinggi dibandingdengan buah yang lain, karbohidrat pada buahpisang ayam merupakan karbohidratterfermentasi.3,10 karbohidrat terfermentasidiketahui dapat menurunkan pH saliva karenadapat meningkatkan metabolisme produksiasam oleh bakteri-bakteri.10

Hasil penelitian ini menunjukkanadanya perbedaan yang bermakna (nilaip<0,05) antara pH saliva sebelum diberikanstimulasi dengan pH saliva sesudah diberikanstimulasi. Stimulasi yang diberikan adalahmengkonsumsi buah pisang ayam (Musaacuminata Colla). Hasil dari perlakuan yangdiberikan terhadap subjek menunjukkanadanya penurunan pH saliva sesudahmengkonsumsi buah pisang ayam, tetapipenurunan pH saliva masih dalam batasnormal yaitu dengan pH 6,2-6,7 (Tabel 1).6

Nilai pH saliva diukur mengunakan alatpengukur pH yaitu pH meter digital.15

Hasil perhitungan nilai rata-rata pHsaliva sebelum stimulasi dan setelah stimulasimengkonsumsi buah pisang ayam (Musaacuminata Colla) menunjukkan adanyapenurunan nilai rata-rata yang bermakna (nilaip<0,05) (Tabel 2). Hasil penelitian ini sejalandengan apa yang dikatakan pada penelitian SriRamayanti, dkk (2013) yang mengatakanbahwa kandungan karbohidrat terfermentasiyang terdapat dalam buah pisang dapatmenurunkan pH saliva, karena dapatmeningkatkan metabolisme produksi asamoleh bakteri-bakteri, sehingga mengakibatkanpH saliva di rongga mulut manjadi menurun(asam).10,6

Berdasarkan hasil penelitian terjadipenurunan nilai rata-rata antara pH salivasebelum dan pH saliva sesudah mengkonsumsibuah pisang ayam (Musa acuminata Colla).Rata-rata nilai pH saliva sebelummengkonsumsi buah pisang ayam (Musaacuminata Colla) adalah 6,81 ± 0,1479,kemudian setelah mengkonsumsi buah pisangayam (Musa acuminata Colla) terjadipenurunan rata-rata nilai pH saliva yaitu 6,52± 0,1472, dengan perubahan pH saliva yangsignifikan (Tabel 3).

Saliva adalah cairan mulut yangkompleks yang merupakan gabungan dariberbagai cairan dan komponen yangdisekresikan kedalam mulut.8Potensial ofhydrogen (pH) merupakan salah satu carauntuk mengukur derajat asam atau basanyasuatu cairan tubuh.5Potensial of hydrogen (pH)dapat berubah yang disebabkan oleh kecepatanaliran saliva, mikroorganisme rongga mulut,dan kapasitas buffer saliva.11 Buah pisangayam (Musa acuminata Colla) merupakansalah satu buah dengan kandungan karbohidratyang tinggi dibanding dengan buah lain, yaitu22,48 g/100g buah pisang.3,4 Makanan yangkaya karbohidrat dapat meningkatkan produksiasam oleh bakteri-bakteri rongga mulutsehingga rongga mulut menjadi asam.8,9 Halini yang menyebabkan hasil pengukuran pHsaliva sesudah stumulasi lebih rendahdibanding dengan pH saliva sebelum stimulasimengkonsumsi buah pisang ayam (Musaacuminata Colla).

Keadaan rongga mulut yang asam dapatmemudahkan pertumbuhan bakteri sepertiStreptococcus mutans dan Lactobacillus yangakan mengakibatkan demineralisasipermukaan gigi sehingga dapat terjadi prosespembentukan karies.8,9 Saliva memilikikemampuan untuk mengatur keseimbanganbuffer saliva, sehingga dapat meminimalisirasam basa serta membersihkan asam yangdiproduksi oleh mikroorganisme sehinggadapat mencegah demineralisasi email gigi.16

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil penelitian ini rata-rata

nilai pH saliva sebelum mengkonsumsi buahpisang ayam (Musa acuminata Colla) adalah6,81 ± 0,1479, kemudian setelahmengkonsumsi buah pisang ayam (Musa

Cakradonya Dent J; 10(1): 44-48

48

acuminata Colla) terjadi penurunan rata-ratanilai pH saliva yaitu 6,52 ± 0,1472, denganperubahan pH saliva yang signifikan p=0,000.Adanya perubahan pH saliva sebelum dan pHsaliva sesudah mengkonsumsi buah pisangayam (Musa acuminata Colla).

Setelah melakukan penelitian ini, adabeberapa hal yang dapat disarankan untukmelakukan penelitian lebih lanjut mengenaiperubahan pH saliva sebelum dan setelahmengkonsumsi buah pisang ayam (Musaacuminata Colla) berdasarkan perbedaandurasi waktu mengingat pada rongga mulutterdapat aktifitas buffer saliva, danberdasarkan jenis kelamin mengingat jeniskelamin dapat mempengaruhi pH saliva.

DAFTAR PUSTAKA1. Kumar KPS, Bhowmik D, Duraivel S,

Umadevi M. Traditional and MedicinalUses of Banana. Journal ofPharmacognosy and Phytochemistry2012;1(3):51-5.

2. Wahyuningshi D. Analisis KandunganInulin pada Pisang Barangan (Musaacuminata Colla), Pisang Awak (Musaparadisiacal var. Awak), Dan PisangKepok (Musa acuminata balbisianaColla). 2014:1-5.[SKRIPSI]

3. Moniue S, Preedy VR. NutritionalComposition of Fruit Cultivars.Academi Press. 2015. p.56.

4. Triyono A. Pengaruh Konsentrasi RagiTerhadap Karakteristik Sari Buah dariBeberapa Varietas Pisang (MusaParadisiaca L). Prosidang SeminarNasional Teknik Kimia 2010:1.

5. Haryani W, Siregar I, RatnaningtyasLA. Buah Mentimun dan TomanMeningkatkan Derajat Keasaman (pH)saliva dalam Rongga Mulut. JurnalRiset Kesehatan 2016;5(1):22-3.

6. Hidayati S, Said F, Rahmawati I.Perbedaan pH Saliva Sebelum danSesudah Mengkonsumsi MinumanRingan. Jurnal Skala Kesehatan2015;6(1):1.

7. Indriana T. Perbedaan Laju AliranSaliva dan pH Karena PengaruhStimulus Kimiawi dan Mekanis. JurnalKedokteran Meditek 2011;17(44):4.

8. Seosilo D, Santoso RE, Diyatri I. TheRole of Sorbitol in Maintaining Saliva’spH to Prevent Caries Process. Dent J2005;38(1):26.

9. Hadnyanawati H. Pengaruh Pola JajanDi Sekolah Terhadap Karies Gigi padaSiswa Sekolah Dasar Di KabupatenJember. Jurnal Kedokteran GigiUniversitas Indonesia 2002;9(3):25.

10. Purnakarta I, Ramayanti S. PeranMakanan Terhadap Terjadinya KariesGigi. Jurnal Kesehatan Masyarakat2013;9(2):90-1.

11. Ryan A. Ward. A Brief History of Fruitand Vegetable Juice Regulation in theUnites States. Journal HarvardUniversity 2011:1.

12. Dawes C. What is the critical pH andwhy does a tooth dissolve in acid. J canDent Asoc 2003;69(1):72-4.

13. Kusuma N, Biomod M. Fisiologi danPatologi Saliva. Padang. 2015. p.22-5.

14. Selby A. Makanan Berkhasiat. Jakarta:Erlangga, 2007. p.26.

15. Donnersberger AB. A LaboratoryTextbook of Anatomy and Physiology:Cat Version. 9th ed. London: Jones andBartlett. 2011. p. 463.

16. Almeida PDV, Gregio AMT, MachodaMAN, De Lima ADS, Azevedo LR.Saliva Composition and Function: AComprehensive Review. Journal ofContemporary Dental Practice2008;9(3):5-2.

Cakradonya Dent J; 10(1): 49-52

49

PENGGUNAAN SOFT LINER UNTUK MENGURANGI RASA SAKITPADA MUKOSA AKIBAT PEMAKAIAN PROTESA

(TINJAUAN PUSTAKA)

SOFT LINER TO PAINLESS ON MUCOUS BECAUSE USING THEDENTURE (LITERATURE REVIEW)

Fransiska Nuning Kusmawati

Staf Pengajar Bagian Prostodonti FKGUniversitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

AbstrakPenggunaan gigi tiruan pada waktu yang lama seringkali menyebabkan perubahan keadaan mukosamulut, seperti perubahan bentuk alveolar ridge. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya retensi gigitiruan terhadap permukaan mukosa mulut. Hal ini dapat mengakibatkan adanya ulcer, peradanganmukosa serta rasa sakit pada pasien. Rasa sakit yang timbul dapat diatasi sementara waktu denganpemakaian soft liner dalam proses relining. Soft liner diaplikasikan ke permukaan yang menghadapgigi tiruan sampai keadaan membaik. Bahan ini bersifat lunak, serta mempunyai efek pemijatan padamukosa, sehingga tekanan yang berlebih dapat didistribusikan secara meluas.Kata kunci: alveolar ridge, relining, soft liner

ABSTRACTThe use of dentures for a long time often causes changes in the oral mucosal, such as alveolar ridgealteration. This leads to reduced denture retention of the oral mucosal surfaces. This can lead toulcers, mucosal inflammation and pain in patients. The pain that arises can be overcome temporarilywith the use of soft liner in the relining process. Soft liner is applied to the surface of the denture untilthe better condition. This material is soft, and has a massage effect on the mucosa, so that excesspressure can be widely distributed.Keywords: alveolar ridge, relining, soft liner

Cakradonya Dent J; 10(1): 49-52

50

PENDAHULUANKasus kehilangan gigi semakin banyak

terjadi pada seseorang seiring bertambahnyausia. Hilangnya gigi akan mengakibatkanperubahan-perubahan anatomis, fisiologis,fungsional, serta trauma psikologis.Kehilangan gigi dapat diatasi denganpembuatan gigi tiruan. Gigi tiruan terutamapada penderita dengan alveolar ridge yangtajam kadang-kadang menimbulkan rasa sakitselama fungsi penguyahan. Gigi tiruansebagian lepas yang telah berlangsung lamadapat menimbulkan perubahan pada jaringanmulut seperti resorbsi alveolar ridge dan dapatmenimbulkan rasa sakit atau kerusakan padajaringan pendukung. Resorbsi alveolar ridgedapat mempengaruhi bentuk dan ukuran ridge,salah satunya alveolar ridge yang tajam.Permukaan alveolar ini ditutupi oleh mukosayang tipis, atrofi, dan terasa sakit biladipalpasi. Pemasangan gigi tiruan lepas resinakrilik akan menimbulkan masalah yaitu rasasakit, karena mukosa diatas alveolar ridgedengan permukaan antomis basis gigi tiruanketika berfungsi saat pengunyahan.1 Mengatasipermasalahan diatas dapat digunakan softliner. Soft Liner biasa digunakan pada gigitiruan lengkap dan gigi tiruan sebagian lepasandengan cara mendistribusikan tekanan padapermukaan kunyah secara merata ke seluruhpermukaan gigi tiruan 2..TINJAUAN PUSTAKAGigi Tiruan

Gigi Tiruan adalah piranti tiruan yangmenggantikan satu atau beberapa gigi yanghilang dan didukung oleh gigi yang masih adadan jaringan di bawahnya,1 Salah satukomponen gigi tiruan adalah basis. Basis gigitiruan disebut juga dasar atau sadel,merupakan bagian yang menggantikan tulangalveolar yang sudah hilang, dan berfungsimendukung elemen gigi tiruan.3 Bahan dasarbasis yang sering dipakai adalah resin akrilik.Resin akrilik yang dipergunakan dalam bidangkedokteran gigi sebagai basis gigi tiruan lepasdisebut polymetyl metacrylate (PMMA).3,4

Syarat-syarat resin akrilik yang dapatdipakai sebagai gigi tiruan3,4 ;(1) Pertimbangan biologis : tidak memilikrasa, tidak berbau, dan tidak mengiritasijaringan mulut(2) Sifat fisik harus memiliki kekuatan dankepegasan serta tahan terhadap tekanan gigidan pengunyahan, tekanan benturan, serta

keausan berlebihan yang dalam terjadi dalamrongga mulut. Harus stabil dimensinya dibawah semua keadaan, termasuk perubahantermal serta variasi-variasi dalam beban.Apabila digunakan sebagai basis gigi tiruanlepas untuk protesa rahang atas, gayagrafitasinya harus rendah.(3) Sifat estetik : harus menunjukkantranslusensi atau transparansi yang cukupsehingga cocok dengan penampilan jaringanmulut yang digantikannya. Harus dapatdiwarnai atau dipigmentasi, dan harus tidakberubah warna atau penampilan setelahpembentukan.(4) Karakteristik penanganan : tidak bolehmenghasilkan uap atau debu toksik selamapenanganan dan manipulasi. Harus mudahdiaduk, dimasukkan, dibentuk, dan diproses,serta tidak sensitive terhadap variasi prosedurpenanganan ini. Produk akhir haruslah mudahdipoles, dan pada keadaan patah yang tidakdisengaja, resin harus dapat diperbaiki denganmudah dan efisien.(5) Pertimbangan ekonomis : biaya resin danmetode pemrosesannya haruslah rendah, danproses tersebut tidak memerlukan peralatankompleks serta mahal.(6) Penampilan metakrilat keseluruhan :keadaan dalam mulut sangat menuntut, danhanya bahan yang secara kimia paling stabilserta kaku dapat tahan terhadap kondisitersebut tanpa kerusakan.

Soft linerSoft liner adalah bahan pelapis lunak

gigi tiruan memberikan permukaan yangspongy dan empuk antar basis gigi tiruan danmukosa mulut. Bahan ini digunakan untukmelapisi kembali permukaan gigitiruan yangdapat dilepas dengan bahan dasar baru,sehingga menghasilkan adaptasi yang akuratke area basis gigi tiruan. Bahan ini seringdipakai pada pasien dengan kondisi gigi tiruanyang longgar, gigi tiruan yang sudah tidaktepat kedudukannya, atau gigi tiruan yangdapat menyebababkan sakit saat dipakai. Adadua kategori soft liner yaitu: yang digunakandalam situasi sementara atau transisi, dan yangdigunakan secara lebih permanen. 2 Tulisan inihanya membahas soft liner yag digunakandalam situasi sementara.

Soft liner sementara (Soft liner jangkapendek) adalah yang digunakan secaraintraoral sampai 30 hari, menurut InternationalOrganization for Standardization (ISO).

Cakradonya Dent J; 10(1): 49-52

51

termasuk tissue conditioner dan bahan softliner sementara. Bahannya viskoelastis danmampu mengalir di bawah tekanan dan padasaat yang sama tahan terhadap kekuatandinamis seperti mengunyah.5,6 Energi diserapoleh soft liner saat mengalami deformasi danbukan oleh jaringan pendukung yang dibawahprotesa, sehingga memungkinkan distribusitegangan menyeluruh pada permukaanmukosa/ lapisan.2,5,6

Penggunaan soft liner pada umumnyatahan sobek, biokompatibel, tidak berbau sertatidak berasa, tahan terhadap abrasi, stabilberkenaan dengan warna dan dimensi. Bahanini mudah menyesuaikan serta dibersihkan,tidak larut dan tidak dapat teruji dalam air liur,serta memiliki kekuatan ikatan perekat dengansedikit efek pada bahan dasar gigi tiruan.2,6

Reaksi pengaturan adalah zat fisik, bukan zatkimia dimana cairan yang mengandung esteraromatik dan etil alkohol menembus partikelserbuk, biasanya terdiri dari poli (etilmetakrilat), untuk membentuk gel. Seiringwaktu, karena beberapa komponen sepertipelepasan etil alkohol menguap, gel mengeras,yang mungkin memerlukan penggantianlapisan.7

Tissue Conditioner ini adalah bahanlunak yang diterapkan secara sementara padapermukaan gigi tiruan pada situasi di manamukosa mulut telah mengalami trauma2,5,6.Distribusi beban yang lebih merata dicapai didaerah bantalan gigi tiruan, yang mendorongpenyembuhan jaringan trauma. Perlu dicatatbahwa sebelum menggunakan tissueconditioner, gigi tiruan harus terbebas daritekanan, kesalahan oklusi, atau perluasan basisgigi tiruan yang salah.2

Penggunaan tissue conditioner dapatdihentikan bila kebersihan mulut sudahmembaik yang dapat ditunjukkan sebelumpembuatan prostesa baru. Bahan tissueconditionerharus diganti setiap 3-5 hari selama2 minggu atau lebih sampai mukosa oral yangrusak kembali ke kondisi sehat.2

Metode PenggunaanSebelum tissue konditioner atau bahan

pelapis lunak diaplikasikan, jaringan intraoralserta permukaan gigi tiruan dikurangi sertaharus bersih dan kering (gambar 1). Meskipunmonomer dan serbuk cair dapat dicampursesuai dengan petunjuk pabriknya, terdapatsituasi dimana jumlahnya dapat bervariasisesuai dengan praktisi, tergantung pada

jumlah, aliran, atau viskositas bahan yangdibutuhkan. Monomer cair ditempatkan dalammangkuk atau cangkir pencampur. Serbukdituang ke dalam cairan dalam jumlahinkremental, berhati-hatilah untuk tidakmemasukkan gelembung ke dalam campuran.Bubuk ditambahkan ke cairan sampaimenyerupai cairan madu kental (gambar 2).Pada tahap ini, campuran tersebutdiaplikasikan pada permukaan gigi tiruan(gambar 3).

Gigi tiruan lalu dimasukkan ke dalammulut dengan interoklusal yang tepat selamakurang lebih 2 menit (gambar 4). Untukmembantu kenyamanan pasien, pasienkemudian kembali diminta untuk menggigitgulungan kapas selama 2 menit. Pemijatan ototdilakukan secara bersamaan. Bahan umumnyadipasang setelah kira-kira 6 menit, lalu bahanyang berlebih dapat dilepas dengan instrumen,pisau bedah, atau gunting yang panas (gambar5). Permukaan gigi tiruan dapat dipoles dandibersihkan dengan kasa yang mengandungalkohol7,8

Cakradonya Dent J; 10(1): 49-52

52

Gambar 1,2,3,4,5Penggunaan bahan soft liner

Bila tidak digunakan, pasien harusmelepas gigi tiruannya dan direndam denganair. Gigi tiruan harus dibilas dalam air setiaphabis makan, tapi jangan menyikat permukaangigi tiruan. Teknik pembersihan yang tidaktepat mungkin memiliki efek merusak yangmenyebabkan perubahan warna, malodour,pengerasan bahan relining yang lebih cepat,mengakibatkan kerusakan pada jaringanpendukung intraoral dibawah gigi tiruan.6.

Keterbatasan bahan soft liner sementaraPenambahan bahan relining pada

permukaan gigi tiruan yang menghadapmukosa akan menyebabkan perubahan dimensivertikal. Bahan yang berlebihan juga dapatmenyebabkan basis gigi tiruan bergeser selamaprosedur relining. Penting diperhatikan bahwaketinggian bahan soft liner yang diplikasikanberlebihan dapat menyebabkan ruanginteroklusal menjadi berkurang sehinggaperubahan terjadi pada oklusi dan estetika jugaketidaknyamanan. Soft liner juga terbuktidapat mendorong pertumbuhan C. Albicans.Menjaga kebersihan gigi tiruan amatditekankan untuk mencegah pertumbuhanjamur, pewarnaan dan malodour2,5

KESIMPULANMenurut ISO 1999, soft liner adalah

suatu bahan yang diaplikasikan ke permukaan

anatomis gigi tiruan guna mengurangi tarumapada mukosa seperti xerostomia, bruxism,atrofi ridge, kerusakan tulang, sertamengurangi rasa tidak nyaman pasien karenakurangnya retensi. Soft Liner biasanyadigunakan untuk mengurangi tekanan padamukosa dengan mendistribusikan secaramerata ke seluruh permukaan gigi tiruan.Penggunaan soft liner hanya bersifatsementara, sehingga sedapat mungkin bilatrauma sudah dapat diatasi makan dibuatkangigi tiruan baru.

DAFTAR PUSTAKA1. Wurangian,I. 2013. Penggunaan Pelapis

Lunak untuk Mengurangi Rasa SakitPada Alveolar Ridge Yang Tajam. E-Jurnal Widya Kesehatan danLingkungan :Vol 1 No 1: 18 -23

2. Hashem,MI, Advances in Soft DentureLiners : An Update. The journal ofContemporary Dental Practice. April2015: 16(4): 314 -318

3. Gunadi,HA.1991.Buku Ajar Ilmu GeligiTiruaan Sebagian Lepasan jilid I,Jakarta, Hipokrates. 12-13, 16,33, 88,153,155-158.

4. Anusavice, KJ, 1996. Phillips Sience’sof Dental Material.11th. Saunder’sCompany Philadelphia.750 – 751.

5. T., Jones, J.D. Soft liners. Dent Clin NMajor Am 2004;48:709-720.

6. Jagger, D.C., Harrison, A. Completedentures – the soft option. An update forgeneral dental practice. Br Dent J1997;182(8):313-317.

7. Braden M, Wright PS, Parker S. Softlining materials – a review. Eur JProsthodontRestor Dent 1995;3(4):163-174.

8. Qudah S, Harrison A, Huggett R. Softlining materials in prosthetic dentisty. Areview. Int J Prosthodont1990;3:477-483.

9. Nikawa H, Yamamoto T, Hamada T.Effect of components of resilientdenture-lining materials on the growth,acid production and colonization ofCandida albicans. J Oral Rehabil1995;22:817-824.

Cakradonya Dent J; 10(1): 53-58

53

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG FLUORIDA PADAMASYARAKAT KOTA BANDA ACEH PADA TAHUN 2015

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE LEVEL ABOUT FLUORIDE AT THECOMMUNITY OF BANDA ACEH CITY IN 2015

Cut Fera Novita, Herwanda, M. Fadhlul Auzan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKFluorida adalah salah satu tindakan pencegahan kerusakan gigi. Sumber fluorida tersedia pada alambebas seperti pada air, udara, makanan dan minuman, umumnya fluorida diketahui terkandung dalampasta gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang fluoridapada masyarakat kota Banda Aceh pada tahun 2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptifdan pengambilan subjek dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Penelitianini melibatkan 400 orang di 90 desa dari 9 kecamatan kota Banda Aceh. Kecamatan yang termasukdalam penelitian ini yaitu Kecamatan Baiturrahman, Kuta Alam, Meuraxa, Syiah Kuala, Lueng Bata,Kutaraja, Banda Raya, Jaya Baru, dan Ulee Kareng. Data yang diambil pada penelitian ini adalah dataprimer, yaitu data yang langsung diambil dari sampel penelitian melalui pengisian kuisioner secaralangsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran tingkat pengetahuan tentang fluoridapada masyarakat kota Banda Aceh pada tahun 2015 adalah 8,75% baik, 91,30% cukup, dan 41,25%kurang.Kata kunci : fluorida, pengetahuan, pasta gigi

ABSTRACTFluoride is one of the act in prevention tooth decay. The source of fluoride there freely in the naturelike water, air, food and drink, in general known there is fluoride in toothpaste. This research aim is tounderstand the knowledge level of fluoride at the community of banda aceh city in 2015. Type of thisstudy is descriptive research and the sample taken by using cluster random sampling techniques. Thisresearch involving 400 people in 90 villages out of the 9 district of banda aceh city. The district whichincluded in this research namely Baiturrahman, Kuta alam, Meuraxa, Syiah kuala, Lueng bata,Kutaraja, Banda raya, Jaya baru, and Ulee kareng. The data which used in this research is the primarydata, taken from the sample through the answer kuisioner directly. This research result indicates thatthe level of public knowledge about fluoride at Banda Aceh in 2015 are 8.75% good, 91,30 % enough,and 41.25 % less.Keywords: fluoride, knowledge, tooth paste

Cakradonya Dent J; 10(1): 53-58

54

PENDAHULUANMenyikat gigi adalah salah satu

tindakan preventif untuk mencegah terjadinyakerusakan pada enamel gigi.1 Tujuan utamamenyikat gigi adalah untuk menghilangkanplak dan mencegah penumpukan plak yangakan menyebabkan kerusakan pada jaringankeras gigi.2 Plak adalah lapisan tipis, tidakbewarna, dan mengandung bakteri.2 Plakmelekat pada permukaan gigi, dapat terbentukkapan saja dan jika bercampur dengan gulaakan menghasilkan keadaan asam di sekitargigi. Asam inilah yang akan merusak jaringanenamel gigi.2 Salah satu kerusakan gigi yangpaling sering ditemukan adalah karies gigi.Karies adalah proses demineralisasi email gigiyang disebabkan oleh interaksi antaramikroorganisme, saliva, bagian dari makanan,dan juga email gigi.2 Beberapa penelitian telahmenemukan bahan kimia yang dapatmencegah kerusakan enamel dan membantupemulihan enamel gigi yaitu fluoride.1,3

Fluoride adalah salah satu komponenutama yang terkandung dalam pasta gigi.1

Terdapat berbagai metode pemakai fluoridebaik secara topikal maupun secara sistemik.Fluoride menjadi bahan yang paling banyakdigunakan sebagai sarana pencegahan kariesgigi karena beberapa penelitian telahmembuktikan bahwa fluoride dapatmelindungi email gigi dan mencegahterjadinya demineralisasi pada gigi.2

Berdasarkan hal tersebut hampir semua produkpasta gigi mengandung fluoride. Fluoridedapat meremineralisai enamel gigi sehinggadapat mencegah terjadinya karies.2 Fluoridetidak selamanya memiliki dampak yang baik,beberapa penelitian telah menemukan dampakburuk yang dihasilkan oleh fluoride jikadikonsumsi atau digunakan secaraberlebihan.1,4,5,6,7

Menurut Graham J. Mount W.R Hume(2005), aspek yang paling penting dalampenambahan fluoride tersebut adalah mampumengkontrol karies hingga mencapai 50-80%meskipun tidak mengubah pola dietnya. Halini juga didukung oleh kemampuan fluorideyang sangat beragam dan baik untuk menjagakesehatan gigi seperti dapat mengubahhidroxyapatite menjadi fluorapaptite,

meningkatkan remineralisasi, dan mengurangidemineralisasi.2 Penelitian yang melibatkannegara-negara berkembang pada masyarakatdikategorikan rendah dalam mengetahuimanfaat yang dihasilkan oleh penggunaanfluoride dan hal ini memicu menjadi salah satufaktor kurangnya frekuensi menyikat gigidalam suatu individu.3

Banyaknya pemakaian fluoride yangdigunakan dalam kehidupan sehari-hari, akantetapi masyarakat masih banyak yang belummengetahui manfaat yang dihasilkan olehfluoride. Berdasarkan uraian di atas, penelitianingin mengetahui gambaran tingkatpengetahuan masyarakat terhadap penggunaanfluoride. Serta peneliti ingin memberikaninformasi atau berbagi informasi mengenaimanfaat fluoride kepada masyarakat.

BAHAN DAN METODEJenis penelitian yang digunakan berupa

penelitian deskriptif (descriptive research).Penelitian dilakukan di wilayah kota BandaAceh pada Februari 2015. Populasi padapenelitian ini adalah seluruh masyarakat kotaBanda Aceh.

Subjek yang digunakan dalam penelitianini adalah masyarakat yang memenuhi kriteriainklusi yang dibutuhkan oleh peneliti.Pengambilan sampel penelitian dilakukandengan menggunakan teknik cluster randomsampling yaitu cara pengambilan sampeldengan diambil secara random (acak) dandikelompokkan.

Penentuan jumlah sampel denganmenggunakan rumus Slovin, penggunaanrumus tersebut karena jumlah populasi yangingin diteliti telah diketahui. Berikut ini adalahrumus Slovin dan hasil yang didapatkan untukmenjadi subjek

= 1 + ( )Keterangan :

n = jumlah sampelN = populasie = toleransi tingkat kesalahan

Cakradonya Dent J; 10(1): 53-58

55

Kriteria Inklusi1. Masyarakat kota Banda Aceh yang bersedia

menjadi subjek penelitian.2. Berusia 15-49 tahun (dewasa berdasarkan

WHO).

Kriteria Eksklusi1. Masyarakat yang tidak kooperatif.

Berdasarkan rumus dan kriteria subjekdiatas didapatkan jumlah subjek padapenelitian ini adalah 400 orang, terlebihdahulu diberi penjelasan mengenai prosedurpenelitian, jika subjek menyetujui prosedurpenelitian maka subjek dapat mengisiinformed consent dan melanjutkan pengisiandata diri beserta soal-soal yang telah tersedia.Analisis data yang digunakan dalam penelitianini adalah descriptive statistics denganmenggunakan bantuan aplikasi microsoft excelversi 2010.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Subjek PenelitianBerdasarkan Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan

VariabelJumlahSubjek

Persentase(%)

Umur15-24 tahun 163 41,2%

25-49 tahun 237 58,8%

PendidikanSD 7 1,75%SMP 2 0,5%SMA 138 34,5%PerguruanTinggi

253 63,25%

PekerjaanBekerja 250 62,5%Tidak Bekerja 150 37,5%

Total 400 100%

Dari Tabel 1 di atas menunjukkanbahwa subjek yang berumur 15-24 tahunberjumlah 163 orang dan 25-49 tahunberjumlah 237 orang. Subjek yang pendidikanterakhir SD berjumlah 7 orang, SMPberjumlah 2 orang, SMA berjumlah 138 orang,dan Perguruan Tinggi berjumlah 253. Sertasubjek yang memiliki pekerjaan berjumlah 250

orang dan yang tidak bekerja berjumlah 150orang.

Tabel 2. Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentangfluoride pada Masyarakat Kota Banda AcehBerdasarkan Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan

Karakteristik

pengetahuan tentangfluoride Total

(%)Kurang(%)

Cukup(%)

Baik(%)

Umur

15-24 tahun50

(12,5)93

(23,5) 20 (5)163

(40,75)

25-49 tahun115

(28,75)107

(26,75)15

(3,75)237

(59,25)

Pendidikan

SD6

(1,5) 0 (0)1

(1,25)7

(1,75)

SMP2

(0,5) 0 (0) 0 (0)2

(0,5)

SMA79

(19,75)46

(11,5)13

(3,25)138

(34,5)PerguruanTinggi

78(19,5)

154(38,5)

21(5,25)

253(63,25)

Pekerjaan

Bekerja96

(24,5)128(32)

26(6,5)

250(62,5)

TidakBekerja

69(17,25)

72(18)

9(2,25)

150(37,5)

Total165

(41,25)200(50)

35(8,75)

400(100)

Pada Tabel 2 mayoritas masyarakatmemiliki tingkat pengetahuan kurangberdasarkan umur berada pada umur 25-49tahun. Berdasarkan pendidikan, mayoritassubjek memiliki tingkat pengetahuan cukupberada pada subjek yang berpendidikan akhirperguruan tinggi. Serta berdasarkan pekerjaanmayoritas subjek memiliki tingkatpengetahuan cukup berada pada subjek yangmempunyai pekerjaan.

PEMBAHASANTabel 2 di atas menunjukkan bahwa

subjek yang memiliki tingkat pengetahuanbaik, cukup, dan kurang tentang fluorideberturut-turut adalah sebanyak 35 orang, 200orang, dan 165 orang, maka dapat disimpulkanbahwa mayoritas pengetahuan tentang fluoride

Cakradonya Dent J; 10(1): 53-58

56

pada masyarakat kota Banda Aceh adalahcukup, hal tersebut bukan karena masyarakatbelum mengerti fluoride, akan tetapimasyarakat mayoritasnya tidak mengetahuihal-hal lain yang berkaitan dengan fluoridepada kehidupan sehari-hari seperti terdapatkandungan fluoride pada makanan danminuman yang mereka konsumsi.Pengetahuan masyarakat yang masih kurangtentang fluoride juga bisa terjadi akibat masihkurangnya sumber informasi mengenaimanfaat hingga dampak buruk yangditimbulkan apabila mengkonsumsi ataumenggunakan fluoride secara berlebihan. Hasilpenelitian ini menunjukkan bahwa sebagianmasyarakat tidak mengetahui bahwa terdapatbegitu banyak manfaat lain yang didapatkandengan penggunaan fluoride dan juga adanyadampak buruk dari penggunaan fluoride jikadigunakan secara berlebihan.

Tabel 2 menunjukkan tingkatpengetahuan masyarakat kota Banda Acehberdasarkan umur 15-24 tahun adalah cukupsedangkan umur 25-49 tahun adalah kurang.Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yangditunjukkan oleh Notoadmodjo bahwasemakin bertambahnya umur seseorang makasemakin bertambah juga tingkat kematangandan pola pikir seseorang akan tetapi haltersebut juga dapat terhambat dikarenakanoleh teori Verner dan Davidson yang dikutipoleh Lunardi bahwa terdapat 6 faktor fisikyang mempengaruhi terhambatnya prosespembelajaran pada orang dewasa salah satunyaadalah bertambahnya umur dan juga berbagaiketerbatasan pada orang dewasa sepertipenginderaan yang semakin terbatas sehinggamemicu terhambatnya proses pembelajaranatau pengetahuan pada orang yang memilikiumur yang lebih tua.8,28,29

Menurut Hidayat bahwa pendidikanmerupakan penuntun manusia untuk berbuatdan mengisi kehidupan yang dapat digunakanuntuk mendapatkan informasi, sehingga dapatmeningkatkan kualitas hidup seseorang. Tabel2 menunjukkan tingkat pengetahuanmasyarakat kota Banda Aceh berdasarkanpendidikan SD adalah kurang, pendidikanSMP adalah kurang, pendidikan SMA adalahkurang, dan pendidikan Perguruan Tinggiadalah cukup. Hal ini sesuai dengan teoriNursalam yang menyatakan semakin tinggi

tingkatan pendidikan seseorang maka semakintinggi juga tingkat pengetahuan seseorang.Dalam teori tersebut dikatakan bahwa adanyapeningkatan dalam pengetahuan seseorangapabila memiliki pendidikan yang lebih baik.Hal tersebut dikarenakan dalam pendidikanakan mempengaruhi informasi yangdidapatkan seseorang dimana pendidikan yanglebih tinggi akan diberikan informasi yanglebih luas sehingga dengan informasi tersebutdapat mengubah tingkat pengetahuanseseorang lebih baik.8,30

Tabel 2 menunjukkan tingkatpengetahuan masyarakat kota Banda Acehberdasarkan yang memiliki pekerjaan adalahcukup dengan persentase 32% sedangkansubjek yang tidak memiliki pekerjaan adalahcukup dengan persentase 18%. Hal tersebutsesuai dengan teori yang dikatakan olehRutherford dalam penelitiannya yangdilakukan di Scotlandia dengan hasil bahwasubjek yang memiliki pekerjaan memilikipengetahuan yang lebih baik jikadibandingkan dengan subjek yang tidakmemiliki pekerjaan. Dengan bekerja akanmemudahkan seseorang untuk mengaksessumber informasi sehingga orang yang bekerjaakan memiliki tingkat pengetahuan yang lebihbaik dibandingkan orang yang tidak bekerja,memiliki pekerjaan akan mempengaruhi polapikir seseorang khususnya dalam interaksisosial sehingga semakin baik interaksi sosialseseorang maka akan semakin mudahseseorang menerima hal-hal baru yang akanmempengaruhi pengetahuan seseorang ke arahyang lebih baik.31

Berdasarkan hasil penelitian ini dapatdisimpulkan bahwa sosialisasi masyarakattentang fluoride cukup baik namun masihterbatas hanya dalam bentuk informasimengenai pasta gigi saja, masyarakat masihkekurangan informasi lain mengenai fluorideseperti sumber fluoride (makanan, minuman,air, dan udara), dampak buruk daripenggunaan fluoride yang digunakan secaraberlebihan dan lain-lain.

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan penelitian yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwa persentasetingkat pengetahuan masyarakat tentangfluoride kota Banda Aceh adalah baik 35

Cakradonya Dent J; 10(1): 53-58

57

orang (8,75%), cukup 200 orang (50%), dankurang 165 (41,25%).

Diharapkan dengan penelitian ini dapatdijadikan sebagai landasan untukmeningkatkan pengetahuan masyarakat kotaBanda Aceh khususnya pengetahuan dalamkesehatan gigi dan mulut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tschoppe P, Meyer-lueckel H. Effect ofregular and highly fluoridated toothpastesin combination with saliva subtitutes onartificial enamel caries lession differing inmineral content. Elsevier. 2012; 57. p.931-9.

2. Hamsar A. Perbandingan sikat gigi yangBerbulu halus (soft) dengan Sikat gigiyang berbulu Sedang (medium) TerhadapManfaatnya menghilangkan plak padaanak Usia 9-12 tahun di Sd negeri060830. 2006; jurnal ilmiah PANNEDVol. 1 No. 1 hal. 1-6.

3. Fauziah E, Suwelo IS, Soenawan H.Kandungan Unsur Florida Pada EmailGigi Tetap Muda Yang Ditumpat SemenIonomer Kaca dan Kompomer. 2008; 15hal. 205-11.

4. Yungpeng Ding, YanhuiGao, Huixin Sun,Hepeng Han, Wei Gang, Xiaohong Ji, etal. The relationships between low level ofurine fluoride on children’s intelligence,dental fluorosis in edemic fluorosis areasin Hulunbuir, Inner Mongolia, China.Journal of Hazardous Materials. 2011;186: p. 1942-6.

5. Pratusha NG, Banji OJF, Banji D, RaginiM, Pavani B. Fluoride toxicity – A HarshReality. International Research Journalof Pharmacy. 2011; 2 (4). p. 79-85.

6. Dey S, Swarup D, Saxena A, Dan A. Invivo efficacy of tamarind (Tamaridusindica) fruit extract on experimentalfluoride exposure in rats. Research inVeterinary Science. 2011; 91.p. 422-5.

7. Barbier O, Mendoza LA, Del Razo LM.Molecular mechanism of fluoridetoxicity. Chemico-Biological Interaction.2010; 158. p. 319-33.

8. Notoadmodjo S. Kesehatan masyarakatilmu & seni. Jakarta. Rineka cipta. 2007.hal. 143-50

9. Notoadmodjo S. Metodologi penelitiankesehatan. Jakarta. Rineka cipta. 2010.hal. 45-8.

10. Arikunto S. Prosedur penelitian. Jakarta.Rineka Cipta. 2010. hal. 60-2.

11. Ramadhan GA. Serba serbi kesehatangigi dan mulut. Jakarta. Bukune. 2010.hal. 25-7.

12. Raharjo A, Karina, Fadhilah A, EriwatiKY, Triaminingsih S, Maharani DA.Caries-preventive Effect of 1300ppmFluoride and Carrageenan ContainingToothpaste. Journal of DentistryIndonesia 2013, vol. 20, No. 1 hal. 1-4

13. Hatrick CD, Eakle WS, Bird WF. DentalMaterials clinical application for dentalassistant and dental hygenists. Saundersan imprint of Elsevier. 2003

14. Yuliarti RT, Suwelo SI, Soemartono SH.Kandungan unsur flour pada email gigitetap muda dengan tumpatan semenionomer kaca viskositas tinggi.Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15(2) : hal. 163-8.

15. Hornby K, Evans M, Long M, BebingtonAJ. Enamel benefit of new hydroxyapatitecontaining fluoride toothpaste.International Dental Journal 2009; 59.325-31.

16. Marinho VCC, Higgins JPT, Logan S,Sheiham A. Fluoride toothpaste forpreventing caries in children andadolescent. The cochrane collaboration2009.p. 1-5.

17. Marya CM. Fluoride Varnish: A usefulDental Public Health Tool. The InternetJournal of Dental Science 2007; vol.4 .p.1-5.

18. Mount GJ, Hume WR. Preservation andRestoration of Tooth Structure. Rob watts2005.p. 39-44.

19. Suci A. 151 Konspirasi Dunia. Wahyumedia 2011. Hal 408-13.

20. Gray GD. Deadly Mist upaya amerikamerusak kesehatan manusia. Jakarta.Gema insani 2009. Hal 150-65.

Cakradonya Dent J; 10(1): 53-58

58

21. WHO. Fluorides and Oral Health. WHOTecnical Report Series 846. Geneva;2006.P. 1-35.

22. Stiffler DF, Young WO, Burt BA. ThePrevention and Control of Dental Caries: Fluoridation. In Dentistry, DentalPractice and the Community. 3rd Ed.Philadelphia: W.B. Saunders Company.P.155-200.

23. Nizel A and Athena S. NutritioninClinical Dentistry. 3rd ed. W.B SaundersCompany.P. 167.

24. Thylstrup A, Fejerkov O. Textbook ofClinical Cariology. 2nd ED. CopenhagenMunksgaard; 2006. P. 13-6, 211-15.

25. Burt BA and Stephen A. Dentistry,Dental Practice, and the Community. 5th

Ed. W.B Saunders Company.P. 260-61,297-314.

26. Badar S and Channar S. Dental Caries:Frequency and Determinant AmongPatient Attending Dental Out PatientDepartement In Bahawal VictoriaHospital Bahawapur. Professional MedJ.2012 .P. 117-22.

27. Higgins C. Health Impact of Education.Institute of Public Ireland. IPH.p. 20-38.

28. Lunardi, A, G. Pendidikan orang dewasa.(1987). Jakarta: Gramedia.hal. 40-3.

29. Word Health Orgnization, 2004.Adherence to Long Term TheropiesPolicy For Action Meeting Report 4-5June Geneva. 2004.

30. Nursalam. Konsep Dan PenerapanMetodologi Penelitian Ilmu KeperawatanJakarta: Salemba Medika. 2008. hal 32-44.

31. Rutherford L and Reid S. Knowledge,Attitudes, and Motivation to Health.Edinburg. NHS Scotland.p. 30-66.

Cakradonya Dent J; 10(1): 59-64

59

PENGARUH ASAP ROKOK TERHADAP KEKASARAN PERMUKAANBASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DAN

NILON TERMOPLASTIK

THE EFFECT OF CIGARETTE SMOKE ON SURFACE ROUGHNESS OFHEAT POLYMERIZED ACRYLIC RESIN AND NYLON

TERMOPLASTIC DENTURE BASE

Syafrinani, Saima Putri Hasibuan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

AbstrakResin akrilik polimerisasi panas banyak digunakan sebagai bahan pembuat basis gigi tiruan, karenamemiliki sejumlah keunggulan diantaranya kualitas estetis yang cukup memuaskan, mudah diprosesdan direparasi tanpa membutuhkan tenaga ahli laboratorium. Beberapa tahun terakhir nilon telahmenarik perhatian sebagai bahan basis gigi tiruan. Salah satu sifat fisik bahan ini yang perludiperhatikan adalah kekasaran permukaan, permukaan yang kasar dapat mempengaruhi kesehatanjaringan akibat akumulasi mikroorganisme. Peningkatan kekasaran permukaan pada basis dipengaruhioleh asap rokok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh asap rokok terhadapkekasaran permukaan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dan nilon termoplastik.Rancangan penelitiannya adalah eksperimental laboratoris dengan menggunakan desain post test onlycontrol group. Sebanyak 60 sampel yang terdiri dari dua bahan basis gigi tiruan yang berbeda secarakimia; resin akrilik polimerisasi panas berbentuk batang berukuran 50x20x3 mm dan berbentuksilinder berdiameter 50 mm dengan ketebalan 2 mm. Hasil penelitian ini menunjukkan adanyapengaruh asap rokok terhadap kekasaran permukaan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panasdengan nilai p =0,0001 (p<0,05) dan nilon termoplastik dengan nilai p=0,0001 (p<0,05). Disimpulkanterpaparnya asap rokok pada permukaan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dan nilontermoplastik mengalami peningkatan nilai kekasaran permukaan.Kata kunci: akrilik polimerisasi panas, nilon termoplastik, gigi tiruan,

AbstractHeat polymerized acrylic resin has been widely used as a denture base material due to its desirableproperties of excellent aesthetics, ability to repair, and simple processing techniques. In recent years,nylon polymer has attracted attention as a denture base material. Either one of physical properties onthis material must be concern is surface roughness, rough surface may affect tissue health due tomicroorganism accumulation. Increased roughness on a denture base can be affected by cigarettesmoke. The aim of this research is to determine the effect of cigarette smoke on surface roughness ofheat polymerized acrylic resin and nylon termoplastic denture base. The design research in this studyis laboratory experimental by using post test only control group design. A total number 60 specimenswere constructed from two commercially available denture base materials; heat polymerized acrylicresin with rectangle sample with size 50x20x3 mm and nylon thermoplastic with cylindrical diameter50 mm with thickness 2 mm. The result of this research shows a there is effect of cigarette smoke onsurface roughness heat polymerized acrylic resin with p value = 0,0001 (p<0,05) and nylonthermoplastic with p value = 0,0001 (p < 0,05). This value show that the denture exposed by thesmoke of heat polymerized acrylic resin and thermoplastic nylon causing an increase surfaceroughness.Key words: Heat polymerized acrylic, nylon thermoplastic, denture base

Cakradonya Dent J; 10(1): 59-64

60

PENDAHULUANSejak pertama kali diperkenalkan oleh

Walter Wright pada tahun 1937 resin akrilikpolimerisasi panas disebut sebagai bahan basisgigi tiruan konvensional dan dianggapdianggap sebagai bahan yang paling populeruntuk pembuatan bahan basis gigi tiruan nonlogam.1,2 Resin akrilik polimerisasi panasdiminati sebagai bahan pembuat basis gigitiruan karena bahan ini memiliki keunggulanyaitu, memenuhi syarat estetik, penyerapan airrendah, teknik pengelolahan sederhana, mudahdireparasi tanpa membutuhkan tenagalaboratorium, dan lebih murah.2

Selain itu, ada berbagai macam bahanalternatif yang dapat digunakan sebagai bahanbasis gigi tiruan dan salah satunya adalah nilontermoplastik. Nilon diperkenalkan sebagaibahan basis gigi tiruan pada tahun 1950.Beberapa tahun terakhir ini nilon termoplastiktelah menarik perhatian sebagai bahan basisgigi tiruan karena memiliki keunggulan sepertihasil estetik yang bagus karena tidakmenggunakan cangkolan, terhindar dari responalergi untuk pasien yang alergi terhadap logamdan resin, elastisitas yang tinggi dibandingkanresin polimerisasi panas dan kekuatan yangcukup untuk digunakan sebagai basis gigitiruan.

Salah satu sifat fisik dari resin akrilikpolimerisasi panas dan nilon termoplastik yangperlu diperhatikan adalah kekasaranpermukaan yang dianggap sebagai salah satufaktor penentu ketahanan klinis dari basis gigitiruan. Oleh karena itu, kekasaran permukaanadalah sifat yang penting dari basis gigi tiruankarena berada dalam kontak dengan jaringandan kekasaran permukaan dapatmempengaruhi kesehatan jaringan akibatakumulasi mikroorganisme. Mikroorganismeini akan meningkatkan prevalensi denturestomatitis, halitosis, discomfort, dan tingkatstain pada basis gigi tiruan. Selain itu,permukaan yang kasar dapat mengakibatkanketidaknyamanan pada pasien dan kesulitanmenjaga oral hygiene. Bollen dkk. (1997)menyarankan basis gigi tiruan dan restorasigigi tidak boleh memiliki kekasaranpermukaan lebih dari 0,2 µm.4,5

World Health Organization (WHO)dalam Global Tobacco Epidemic (2008)melaporkan bahwa Indonesia menempatiurutan ketiga dari sepuluh negara yangmerupakan negara dengan proporsi perokok

tertinggi di dunia.6,7 Merokok menghasilkansuatu pembakaran yang tidak sempurna danterdiri dari gas dan bahan yang diendapkansaat diisap. Saat pembakaran, asap yangdihasilkan mengandung beberapa substansi,seperti karbon monoksida, formaldehid,radioaktif polonium, ammonia, nikel, arsenik,nikotin, tar dan cadmium.7,8 Menurut MathiasP dkk (2010) tar pada rokok mengandunghidrokarbon aromatik yang dapat melarutkanpermukaan bahan polimer. Hal tersebutmenjadi faktor penyebab dari kekasaranpermukaan.8

Berdasarkan uraian diatas, maka penulistertarik untuk meneliti pengaruh asap rokokterhadap kekasaran permukaan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dannilon termoplastik.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini merupakan penelitian

eksperimental laboratoris denganmenggunakan desain post test only controlgroup. Sampel terbuat dari dua bahan basisgigi tiruan yang berbeda yaitu resin akrilikpolimerisasi panas dan nilon termoplastik.Sampel dibuat berbentuk batang denganukuran 50x20x3 mm berdasarkan spesifikasiInternational Organization ForStandardization 20795-1 untuk resin akrilikipolimerisasi panas.9 Sampel berbentuk silinderberdiameter 50 mm dengan ketebalan 2 mmberdasarkan spesifikasi ADA no.12 untuknilon termoplastik.10 Jumlah keseluruhansampel adalah 60 yang terdiri dari dua bahanbasis gigi tiruan yang berbeda secara kimia,dan dibagi atas 3 kelompok untuk setiap bahanbasis gigi tiruan. Kelompok A yaitu sampelberbahan resin akrilik polimerisasi panas yangdibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompokA1: 10 sampel resin akrilik polimerisasi panasyang tidak dipapar asap rokok; kelompok A2:10 sampel resin akrilik polimerisasi panasyang dipaparkan asap rokok sebanyak 20batang dan kelompok A3: 10 sampel resinakrilik polimerisasi panas yang dipaparkanasap rokok sebanyak 20 batang.

Kelompok B yaitu sampel berbahannilon termoplastik yang dibagi menjadi 3kelompok, yaitu kelompok B1:10 sampel nilontermoplastik yang tidak dipapar asap rokok;kelompok B2:10 sampel nilon termoplastikyang dipaparkan asap rokok sebanyak 10batang; dan kelompok B3: 10 sampel nilon

Cakradonya Dent J; 10(1): 59-64

61

termoplastik yang dipaparkan asap rokoksebanyak 20 batang. Sebelumnya dilakukanproses pembuatan sampel dari bahan resinakrilik polimerisasi panas dan nilontermoplastik. Kuvet yang berisi mold berasaldari model induk yang ditanam pada gips,Mold di isi dengan adonan resin akrilikpolimerisasi panas maupun nilon termoplastikkemudian kuvet ditutup dan dilakukan kuringdi dalam waterbath untuk resin akrilikpolimerisasi panas serta nilon dilelehkanterlebih dahulu dalam satu cartdrige dengansuhu 248,8-265,50C dengan furnace kemudiandiinjeksikan ke dalam kuvet di bawah tekanan(injection moulding).

Selanjutnya sampel dikeluarkan darikuvet dan dirapikan dengan bur fraser,dihaluskan dengan kertas pasir waterproofukuran 600, 800, 1200 yang dipasangkan padarotary grinder dengan air mengalir masing-masing selama 5 menit dan dilanjutkan denganScotch-Brite brush yang dipasangkan padapolishing motor. Dengan kecepatan 500 rpmdan menggunakan coarse pumice selama 5menit hingga mengkilat.

Setelah dilakukan proses akhir danpemolesan, setiap sampel di rendam dalamsaliva buatan sekitar 5 menit dan dilanjutkandengan pemberian paparan asap rokok diruang pengasapan buatan yangmensimulasikan proses merokok secara invivo.

Sampel ditempatkan di tabung yangtelah disesuaikan dengan template sehinggapermukaan yang telah dipoles berkontaklangsung dengan asap rokok. Tutup tabungsampai rapat dengan tutupnya kemudian rokokdipasang di tabung. Alat pengasapandisambung dengan alat pompa vacum yangmenyebabkan tekanan negatif untuk aspirasiasap yang dikeluarkan oleh rokok. Setiaprokok dibakar dalam waktu standar 10 menit.Waktu aspirasi tekanan dikontrol dandiprogram dengan pressure, switch dan timer.Sampel dikeluarkan dari tabung, spesimendibersihkan dengan sikat gigi di permukaansampel dan dikeringkan dengan udara.

Pengujian kekasaran permukaandilakukan dengan menggunakan alat ukurprofilometer. Analisis data dilakukan denganuji Univariat dan uji ANOVA satu arah.

HASILHasil penelitian menunjukkan nilai

rerata kekasaran permukaan basis gigi tiruanresin akrilik polimerisasi panas yang dianalisisdengan menggunakan uji Univariat. Diperolehnilai yaitu pada kelompok A1 dengan nilairerata 0,121 µm dengan standar deviasi 0,008.Nilai rerata kelompok A2 adalah 0,114 µmdengan standar deviasi 0,012. Nilai reratakelompok A3 adalah 0,199 µm dengan standardeviasi 0,014 (Tabel 1).

Tabel 1. Nilai Kekasaran Permukaan Basis GigiTiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas YangTidak Terpapar Dan Terpapar Asap Rokok

No

Kekasaran Permukaan (µm)

KelompokA1

KelompokA2

KelompokA3

1 0,120 0,135 0,209

2 0,116 0,155 0,189

3 0,127 0,129** 0,225*

4 0,110** 0,149 0,202

5 0,128 0,132 0,195

6 0,118 0,170* 0,192

7 0,139* 0,134 0,173**

8 0,124 0,151 0,208

9 0,123 0,145 0,194

10 0,110 0,141 0,205X= 0,121SD= 0,008

X= 0,144SD= 0,012

X= 0,199SD= 0,014

Keterangan: * nilai terbesar** nilai terkecil

Setelah itu hasil nilai rerata kekasaranpermukaan basis gigi tiruan nilon termoplastikyang dianalisis dengan menggunakan ujiUnivarian yaitu pada kelompok B1 dengannilai rerata 0,136 µm dengan standar deviasi0,013. Nilai rerata kelompok B2 adalah 0,174µm dengan standar deviasi 0,008. Nilai reratakelompok A3 adalah 0,222 µm dengan standardeviasi 0,010 (Tabel 2).

Cakradonya Dent J; 10(1): 59-64

62

Tabel 2. Nilai Kekasaran Permukaan Basis GigiTiruan Nilon Termoplastik Yang Tidak TerpaparDan Terpapar Asap Rokok.

No

Kekasaran Permukaan (µm)

KelompokB1

KelompokB2

KelompokB3

1 0,132 0,178 0,214

2 0,124 0,167 0,210**

3 0,138 0,172 0,217

4 0,144 0,163** 0,247*

5 0,153* 0,175 0,220

6 0,146 0,184 0,213

7 0,107** 0,171 0,226

8 0,145 0,192* 0,221

9 0,135 0,179 0,231

10 0,137 0,168 0,223X= 0,136SD= 0,013

X= 0,174SD= 0,008

X= 0,222SD= 0,010

Keterangan : * nilai terbesar** nilai terkecil

Selanjutnya dilakukan uji ANOVA satuarah, didapatkan perbedaan nilai kekasaranpermukaan yang signifikan pada ketigakelompok basis gigi tiruan resin akrilikpolimerisasi panas dengan nilai p= 0,0001 (p <0,05) (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil Uji ANOVA Terhadap NilaiKekasaran Permukaan Basis Gigi Tiruan ResinAkrilik Polimerisasi Panas

KelompokKekasaran Permukaan (µm)

n X ± SD P

A1 100,121 ±0,008

0,0001*A2 100,144 ±0,012

A3 100,199 ±0,014

Keterangan : * signifikan

Setelah itu dengan uji ANOVA satuarah didapatkan adanya perbedaan nilaikekasaran permukaan yang signifikan padaketiga kelompok basis gigi tiruan nilontermoplastik dengan nilai p = 0,0001 (p <0,05) (Tabel 4).Tabel 4. Hasil Uji ANOVA Terhadap NilaiKekasaran Permukaan Basis Gigi Tiruan NilonTermoplastik.

KelompokKekasaran Permukaan (µm)n X ± SD P

B1 100,136 ±0,013

0,0001*B2 100,174 ±0,008

B3 100,222 ±0,010

Keterangan : * signifikan

PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan nilai

kekasaran permukaan yang bervariasi padasetiap sampel pada kelompok yang sama. Halini dapat disebabkan beberapa faktor, salahsatunya karena porositas pada permukaanbasis gigi tiruan resin akrilik polimerisasipanas. Porositas dapat berasal dari pengadukanantara bubuk dan cairan yang tidak tepat.11

Selain itu, perbedaan tekanan yang diberikanpada setiap sampel saat dilakukan pemolesanpada alat rotary grinder. Adanya tekanan yangdiberikan tidak terkontrol sehinggamengakibatkan perbedaan tinggi puncak aluryang terbentuk. Apabila tekanan sedikitdiberikan, maka akan mengakibatkanpengikisan pada permukaan bahan tidak terjadisecara menyeluruh, akan tetapi apabilatekanan yang diberikan terlalu besar, makasemakin banyak bagian dari puncak danlembah alur yang terbuang sehingga rata-ratakekasaran permukaan yang dihasilkan akansemakin kecil bahkan dapat menyebabkanpengikisan yang terlalu berlebihan padapermukaan bahan.

Berdasarkan data yang diperoleh padatabel 1, nilai kekasaran permukaan padakelompok A1 yaitu sebesar (0,121 ±0,008µm), kelompok A2 yaitu sebesar (0,144± 0,012µm), dan kelompok A3 yaitu sebesar(0,199 ± 0,014 µm). Hasil yang diperoleh darikelompok A1 didapatkan nilai reratakekasaran permukaan yang tidak jauh berbedadengan penelitian yang dilakukan oleh Abuzardkk (2010) dengan nilai rerata kekasaranpermukaan resin akrilik polimerisasi panassetelah dilakukan pemolesan adalah 0,046 ±0,007 µm.4 Pada kelompok A2 dan A3 yangdiberi perlakuan asap rokok memiliki nilairerata kekasaran yang lebih tinggi dibandingkelompok A1, hal ini sesuai dengan penelitianyang dilakukan Mahross H dkk (2015) bahwanilai rerata kekasaran permukaan untukkelompok resin akrilik polimerisasi panasyang terpapar asap rokok lebih tinggi daripada

Cakradonya Dent J; 10(1): 59-64

63

kelompok resin akrilik polimerisasi panasyang tidak terpapar asap rokok.7

Berdasarkan data yang diperoleh padatabel 2, nilai kekasaran permukaan padakelompok B1 yaitu sebesar (0,136 ±0,013µm), kelompok B2 yaitu sebesar (0,174± 0,008µm), dan kelompok B3 yaitu sebesar(0,222 ± 0,010µm). Hal ini dikarenakan padakelompok B2 dan B3 diberi perlakuan asaprokok sedangkan B1 tidak diberi perlakuanasap rokok. Efek merokok yang timbuldipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokokyang diisap, lamanya merokok, dan jenisrokok yang diisap. Berdasarkan hal tersebut,semakin banyak jumlah rokok yang diisapmaka semakin lama waktu merokok sehinggasubstansi berupa tar semakin banyakmengendap maka kekasaran permukaansemakin besar.6,7

Penelitian ini menunjukkan bahwapaparan asap rokok terhadap spesimen resinakrilik polimerisasi panas dan nilontermoplastik meningkatkan nilai kekasaranpermukaan, ini disebabkan oleh pengendapanzat rokok pada permukaan spesimen resinakrilik. Sewaktu rokok dibakar, asap yangdihasilkan mengandung beberapa komponen,seperti karbonmonoksida, karbondioksida,nikotin, amonia, nikel, arsenik, tar dan logamberat seperti timbal dan cadmium.7,12 MenurutMathias P dkk (2010) tar pada rokokmengandung hidrokarbon aromatik yang dapatmelarutkan permukaan bahan polimer. Bahanpolimer tidak dapat larut dalam cairan ronggamulut tetapi larut dalam beberapa tingkatanaromatik hidrokarbon. Selain itu, asap rokokyang bercampur dengan saliva menghasilkanpH asam yang dapat merusak keutuhanpermukaan bahan, bisa juga karena efek termaldari merokok.8,13

Berdasarkan hasil beberapa penelitian invitro bahwa jika suatu bahan basis gigi tiruandengan kekasaran permukaan yang melebihi0,2 µm dapat meningkatkan level perlekatankolonisasi bakteri. Radford dkk (1998) danTaylor dkk (1998) menyatakan perlekatanbakteri lebih banyak terdapat permukaan yangkasar. Perlekatan bakteri pada basis gigi tiruandapat mengakibatkan bau mulut, denturestomatitis, dan berbagai penyakit yangberhubungan dengan pemakaian gigi tiruan.Selain itu, permukaan yang kasar dari suaturestorasi dapat mengakibatkan perubahanwarna pada basis gigi tiruan, ketidaknyamanan

pada pasien dan kesulitan menjaga oralhygiene.15,16

KESIMPULAN DAN SARANBasis gigi tiruan yang dibuat dari bahan

resin akrilik polimerisasi panas dan nilontermoplastik memiliki peningkatan kekasaranpermukaan setelah terpapar asap rokok baikitu 10 batang maupun 20 batang rokok. Padabasis resin akrilik polimerisasi panaspeningkatan kekasaran belum melebihi nilaiambang batas kekasaran permukaan secaraklinis dari ketiga kelompok tersebut.Sedangkan pada basis gigi tiruan nilontermoplastik pada kelompok ketiga denganpemberian 20 batang rokok dapat mengalamipeningkatan kekasaran melebihi ambang batas,dikarenakan nilon memiliki kekasaranpermukaan yang lebih tinggi daripada resinakrilik polimerisasi panas, sehingga pada saatsampel terus menerus dipaparkan asap rokokmaka substansi rokok berupa tar lebih mudahmelekat pada permukaan yang kasar.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjuttentang pengaruh asap rokok terhadapstabilitas warna basis gigi tiruan resin akrilikpolimerisasi panas dan nilon termoplastik,serta penelitian lebih lanjut tentang pengaruhasap rokok terhadap kekasaran permukaanbasis gigi tiruan resin akrilik polimerisasipanas dan nilon termoplastik secara in vivo.

DAFTAR PUSTAKA1. McCabe JF, Walls AWG. Applied dental

materials. 9th ed. London: BlackwellMunksgaard, 2008: 109-21.

2. Anusavice KJ. Phillip’s Science of dentalmaterials. 11th ed. Florida: Elsevier 2003:143-5

3. Kohli S, Bhatia S. Polyamides indentistry. Int J of Scientific Study 2013;1(1): 20-5.

4. Abuzar MA, Bellur S, Duong N, et al.Evaluating surface roughness of apolyamide denture base material incomparison with poly (methylmethacrylate). Journal of Oral Science2010; 52(4): 577-81.

5. Vojdani M,Giti R. Polyamide as adenture base material: A LiteratureReview.J Dent Shiraz Univ Med Sci 2015;16 (l): 1-9.

Cakradonya Dent J; 10(1): 59-64

64

6. Global Adult Tobacco Survey. GATS:Indonesia Report 2011. Jakarta:World Health Organization, 2012: 16-7.

7. Mahross HZ, Mohamed MD, Hassan AM,Baroudi K. Effect of cigarettesmoke on surface roughness of differentdenture base materials. J Clin DiagnRes 2015; 9(9): 39-42.

8. Mathias P, Costa L, Saraiva TA,Cavalcanti AN, da Rocha Nogueira-FilhoG. Morphologic texture characterizationallied to cigarette smoke increasepigmentation in composite resinrestoration. J Esthet Restor Dent 2010;22(4): 252-58.

9. International Organization forStandardization 2008, Dentistry - BasePolymers - part 1: denture base polymers,ISO 20795-1: 2008, InternationalOrganization for Standardization,Geneva.

10. Onwubu SC, Vahed A, Singh S, KannyKM. Reducing the surface roughness ofdental acrylic resins by using an eggshellabrasive material. J Prosthet Dent 2016;117(2): 310-4.

11. Manappalil JJ. Basic dental material 3th

ed. India :Jaypee Brothers MedicalPublisher 2010: 381-384, 391-9, 404-8.

12. Patil SS, Dhakshaini MR, Gujjari AK.Effect of cigarette smoke on acrylicresin teeth. J Clin Diagn Res 2013; 7(9):2056-9.

13. Sakaguchi RL, Powers JM. Craig'sRestorative dental materials 13th ed.Philadelphia, PA: Elsevier mosby 2012:171,192.

14. Gungor H, Gundogdu M, Duymus ZY.Investigating of the effect of differentpolishing techniques on the surfaceroughness of denture base and repairmaterial. J Prosthet Dent 2014; 112:1272-7.

15. Hilgenberg SP, Orellana-Jimenez EE,Sepȗlveda-Navarro WF, Arana-CorreaBE, Alves DCT, Campanha NH.Evaluation of surface physical propertiesof acrylic resins for provisionalprosthesis. Material Research 2008;11(3): 257-60

16. Al-Kheraif AAA. The effect ofmechanical and chemical polishingtechniques on the surface roughnes ofheat-polymerized and visible lightpolymerized acrylic denture base resin.Saudi Dent J 2014; 26: 5

ISSN: 2085-546X

Petunjuk Penulisan

Cakradonya Dental Journal (CDJ) adalah jurnal ilmiah yangterbit dua kali setahun, Februari dan Agustus. Artikel yangditerima CDJ akan dibahas para pakar dalam bidang keilmuanyang sesuai (peer-review) bersama redaksi. Sekiranya peer-review menyarankan adanya perubahan, maka penulis diberikesempatan untuk memperbaikinya.

CDJ menerima artikel konseptual dari hasil penelitian originalyang relevan dengan bidang kesehatan, kedokteran gigi dankedokteran. CDJ juga menerima literature review, danlaporan kasus.

Artikel yang dikirim adalah artikel yang belum pernahdipublikasi, untuk menghindari duplikasi CDJ tidak menerimaartikel yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktu bersamaanuntuk publikasi. Penulis memastikan bahwa seluruh penulispembantu telah membaca dan menyetujui isi artikel.

1. Artikel PenelitianTatacara penulisan:✓ Judul dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.✓ Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia & Inggris,

dalam bentuk tidak terstruktur dengan jumlahmaksimal 200 kata, harus mencerminkan isi artikel,ringkas dan jelas, sehingga memungkinkan pembacamemahami tentang aspek baru atau penting tanpa harusmembaca seluruh isi artikel. Diketik dengan spasitunggal satu kolom.

✓ Kata Kunci dicantumkan pada halaman yang samadengan abstrak. Pilih 3-5 buah kata yang dapatmembantu penyusunan indek.

✓ Artikel utama ditulis dengan huruf jenis Times NewRoman ukuran 11 point, spasi satu.

✓ Artikel termasuk tabel, daftar pustaka dan gambarharus diketik 1 spasi pada kertas dengan ukuran 21,5x 28 cm (kertas A4) dengan jarak dari tepi 2,5 cm,jumlah halaman maksimum 12. Setiap halaman diberinomor secara berurutan dimulai dari halaman judulsampai halaman terakhir.

✓ Laporan tentang penelitian pada manusia harusmemperoleh persetujuan tertulis (signed informedconsent).

✓ Sistematika penulisan artikel hasil penelitian, adalahsebagai berikut:▪ Judul▪ Nama dan alamat penulis disertai pas photo▪ Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris▪ Kata kunci▪ Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar

belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, danmasalah/tujuan penelitian).

▪ Bahan dan Metode▪ Hasil▪ Pembahasan▪ Kesimpulan dan Saran▪ Ucapan terima kasih▪ Daftar Pustaka.

2. Tinjauan pustaka/artikel konseptual (setara hasilpenelitian) merupakan artikel review dari jurnal dan ataubuku mengenai ilmu kedokteran gigi, kedokteran dankesehatan mutakhir memuat:

▪ Judul

▪ Nama Penulis▪ Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris▪ Pendahuluan (tanpa subjudul)▪ Subjudul-subjudul sesuai kebutuhan▪ Penutup (kesimpulan dan saran)▪ Daftar pustaka

3. Laporan Kasus. Berisi artikel tentang kasus di klinik yangcukup menarik, dan baik untuk disebarluaskan dikalangansejawat lainnya. Format terdiri atas: Pendahuluan,Laporan kasus, Pembahasan dan Daftar pustaka.

4. Gambar dan tabel. Kirimkan gambar yang dibutuhkanbersama makalah. Tabel harus diketik 1 spasi.

5. Metode statistik. Jelaskan tentang metode statistik secararinci pada bagian “metode”. Metode yang tidak lazim,ditulis secara rinci berikut rujukan metode tersebut.

6. Judul ditulis dengan huruf besar 11 point, baik judulsingkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasukhuruf dan spasi. Diletakkan di bagian tengah atas darihalaman pertama. Subjudul dengan huruf 11 point.

7. Nama dan alamat penulis disertai pas photo. Nama penulistanpa gelar dan alamat atau lembaga tempat bekerja ditulislengkap dan jelas. Alamat korespondensi, nomor telepon,nomor facsimile, dan alamat e-mail. Pas photo terbaruukuran 3x4.

8. Ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih hanya untukpara profesional yang membantu penyusunan naskah,termasuk pemberi dukungan teknis, dana dan dukunganumum dari suatu institusi.

9. Daftar pustaka. Daftar pustaka ditulis sesuai denganaturan penulisan Vancouver, diberi nomor urut sesuaidengan pemunculan dalam keseluruhan teks ditulis secarasuper script. Jumlah daftar pustaka minimal 10 referensi.Disebutkan 5 nama pengarang kemudian at al.- Jurnal: Hendarto H, Gray S. Surgical and non surgical

intervation for speech rehabilitation in Parkinsondisease. Med J Indonesia 2000; 9 (3): 168-74.

- Buku: Lavelle CLB. Dental plaque. In: Applied OralPhysiology, 2nd ed. London: Wright. 1988:93-5.

- Book Section: Shklar G, Carranza FA. The HistoricalBackground of Periodontology. In: Carranza's ClinicalPeriodontology (Newman MG, Takei HH, KlokkevoldPR, Carranza FA, eds), 10th ed. St. Louis: SaundersElsevier, 2006: 1-32.

- Website : Almas K. The antimicrobial effects of sevendifferent types of Asian chewing sticks. Available inhttp://www.santetropicale.com/resume/49604.pdfAccessed on April, 2004.

10. Artikel dikirim sebanyak 1 (satu) eksemplar, dalambentuk hard dan soft copy, tuliskan nama file dan programyang digunakan, kirimkan paling lambat 2 (dua) bulansebelum bulan penerbitan kepada:Ketua Dewan PenyuntingCakradonya Dental Journal (CDJ)Fakultas Kedokteran Gigi-UnsyiahDarussalam Banda Aceh 23211Telp/fax. 0651-7551843

11. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akandiberitahukan secara tertulis. Penulis yang artikelnyadimuat akan mendapat imbalan berupa nomor buktipemuatan sebanyak 1 (satu) eksemplar. Artikel yang tidakdimuat tidak akan dikembalikan kecuali atas permintaanpenulis.

Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh

Aceh-IndonesiaTelp.Fax/0651 7555183

E-mail: [email protected]