Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari...

82

Transcript of Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari...

Page 1: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses
Page 2: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

Vol. 33 No. 2, Desember 2011 ISSN 0126 – 3463

METAL INDONESIA Vol. 33 No. 2, Desember 2011 i

METAL INDONESIA merupakan

wadah untuk menyampaikan hasil

penelitian dan pengembangan berupa

informasi teknik dan argumentasi guna

membentuk interaksi antar lembaga,

universitas, industri terutama sektor

logam mesin dan konsumen sebagai

salah satu upaya menciptakan iklim

sektor industri yang andal.

Pengutipan dari METAL INDONESIA

dapat dilakukan secara bebas dengan

menyebut sumbernya dan mengirim

kutipan tersebut ke METAL

INDONESIA.

METAL INDONESIA diterbitkan oleh

Balai Besar Logam Mesin (BBLM) /

Metal Industries Development Centre

(MIDC)

Terbit 2 (dua) kali setahun, bulan Juni

dan Desember.

Alamat Redaksi/Tata Usaha

METAL INDONESIA

JL. SANGKURIANG No. 12

BANDUNG 40135

Telp. (022) 2503172 – 2504107

Fax.(022) 2503978

E-mail :

[email protected]

PENGANTAR REDAKSI

Alhamdulillah, Jurnal Metal Indonesia (MI)

Vol. 33 No. 2, Desember 2011 kebanggaan

kita dapat tetap terbit mengunjungi pembaca

sekalian. Pada penerbitan ini, kami tampilkan 7

(tujuh) makalah hasil karya ilmiah dari para

peneliti Metal Industries Development

(MIDC/BBLM), Balai Besar Bahan dan Barang

Teknik (B4T), dan Perekayasa Kementerian

Perindustrian Pusat Jakarta. Makalah pertama

pembuatan alternator permanen magnet putaran

rendah untuk pembangkit listrik kapasitas 5

KW. Makalah kedua menampilkan pembuatan

prototip twin screw untuk mengolah algae

menjadi biodiesel. Makalah ketiga membahas

penelitian proses pembuatan konsentrat dan

ingot tembaga dari batuan mineral Cu sebagai

substitusi impor. Makalah keempat membahas

pengendalian matriks austenit-martensit melalui

proses perlakuan panas pada besi cor putih

chromium tinggi untuk material bola pelumat.

Makalah kelima menampilkan pembahasan

pengaruh variasi rapat arus dan waktu

pencelupan pada pelapisan seng yang

dikonversikan dengan khromat hijau pada AISI

1005. Makalah keenam adalah kajian potensi

PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara.

Sementara itu pembahasan mengenai penelitian

proses reduksi bijih besi langsung dengan

batubara ditampilkan sebagai makalah penutup.

Redaksi METAL INDONESIA mengucapkan

terima kasih khususnya kepada Ir. Sardjono

selaku Kepala BBLM/MIDC, serta kepada Dr.

Ir. Taufiq Rochim, Ir. M. Furqon MM, Ir. Hafid

Abdullah MT., Kuntari Adi Suhardjo, M.Sc.

dan Prof. Dr. Ir. Bambang Sunendar, M.Sc

sebagai Mitra Bestari yang telah memberikan

petunjuk bimbingan dan saran-saran

perbaikannya.

Semoga ketujuh makalah yang disajikan dapat

memenuhi harapan para pembaca sebagai salah

satu sumber informasi yang dapat memberikan

kontribusi dalam membangun teknologi logam

dan mesin di Indonesia, serta hasilnya bisa

dimanfaatkan oleh dunia usaha.

BALAI BESAR LOGAM DAN MESIN

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Page 3: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

ISSN 0126 – 3463

ii METAL INDONESIA Vol. 33 No.2, Desember 2011

METAL INDONESIA Vol. 33 No. 2, Desember 2011

DAFTAR ISI

Halaman

Pengantar Redaksi i

Daftar Isi ii

1. Pembuatan Alternator Permanen Magnet Putaran Rendah untuk

Pembangkit Listrik Kapasitas 5 KW, Luky Krisnadi

62 - 71

2. Pembuatan Prototip Twin Screw Untuk Mengolah Algae Menjadi

Biodiesel, Agus Suherman

72 - 82

3. Penelitian Proses Pembuatan Konsentrat dan Ingot Tembaga Dari

Batuan Mineral Cu sebagai Substitusi Impor, Adin A. Hermansyah,

Hafid dan Kosasih

83 - 93

4. Pengendalian Matriks Austenit-Martensit Melalui Proses Perlakuan

Panas pada Besi Cor Putih Chromium Tinggi untuk Material Bola

Pelumat, Mochamad Furqon dan Dony Sugiyama

94 - 99

5. Pengaruh Variasi Rapat Arus dan Waktu Pencelupan pada

Pelapisan Seng yang Dikonversikan dengan Khromat Hijau pada

AISI 1005, Eva Afrilinda

100 - 112

6. Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Gas Sintetis dari Proses

Gasifikasi Batu Bara (PLTBb), Achmad Sjaifudin dan Sonny Djatnika

113 – 127

7. Penelitian Proses Reduksi Bijih Besi Langsung dengan Batubara,

Rachmat

128 - 138

Page 4: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

ISSN 0126 - 3463

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 62

PEMBUATAN ALTERNATOR PERMANEN MAGNET PUTARAN RENDAH

UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK KAPASITAS 5 KW

Luky Krisnadi

1

1Metal Industries Development Centre (MIDC) - Kementerian Perindustrian

Jl. Sangkuriang No. 12 Bandung 40135

E-mail : [email protected]

Abstrak

Telah dilakukan pembuatan alternator permanen magnet putaran rendah untuk

pembangkit listrik kapasitas 5 KW. Tujuannya adalah untuk mendapatkan energi terbaharukan

karena selama ini pembangkit listrik skala kecil umumnya menggunakan alternator standar yang

tersedia dipasaran, yaitu alternator yang berasal dari kendaraan bermotor. Untuk sampai

menghasilkan energi listrik, alternator ini membutuhkan putaran poros rotor yang tinggi ( 1500

rpm). Kendalanya yang ditemui dilapangan sumber energi yang dipakai sebagai penggerak

alternator, misalnya energi angin dan air biasanya putaran yang dihasilkan cukup rendah ( 300

- 800 rpm). Oleh karena itu untuk menaikan putaran menjadi lebih tinggi diperlukan tambahan

transmisi. Hal ini menyebabkan efisiensi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik menjadi

rendah dan biayanya menjadi tinggi. Untuk itu diperlukan alternator permanen magnet yang

dapat menghasilkan energi listrik dengan putaran rendah.

Kata kunci : alternator, permanen magnet, transmisi, putaran poros rotor

Abstract

The manufacturing of 5 kw low speed permanent magnet alternator has been done. This

research is aimed at getting renewable energy because of during time for energy electric

generator of small scale generally used market available standard alternator, there are which

come from automotive. To produced energy electric, this alternator needed rotor shaft rotation

high speed ( 1500 rpms). Barriers in the field are used as energy source is only has very low

speed ( 300 - 800 rpm). It would make a problem to increase the speed that could decrease

power efficiency of the turbine caused by adding a transmission unit and could raise cost pro-

duction. For that reason this research have to be done to create a low speed alternator that

could produce electric energy by couple with mini turbine that only has low speed shaft rota-

tion.

Key words : alternator, permanent magnet, transmission, rotor shift rotation

Page 5: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

63 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

PENDAHULUAN

Alternator adalah merupakan

suatu perangkat yang dapat mengubah

energi gerak putar (rotasi) menjadi energi

listrik. Secara garis besar, alternator

memiliki 2 komponen utama, yaitu stator

dan rotor yang menentukan jenis dan

karakteristik alternator. Pada umumnya

alternator yang ada saat ini mempunyai

karakteristik tertentu khususnya pada

kecepatan putaran poros yang tinggi (±

1600 rpm). Hal ini dikarenakan desain awal

dari alternator tersebut diperuntukan untuk

digerakan oleh penggerak motor bakar dan

sejenisnya, sehingga apabila akan

digunakan sebagai pembangkit tenaga

listrik dengan sumber penggerak lain

seperti angin dan air. Maka pada poros

utamanya perlu dihubungkan dengan

perangkat transmisi guna menaikan

kecepatan putaran porosnya sesuai dengan

besarnya kecepatan putaran poros alternator

yang dianjurkan. Hal ini akan sangat

berpengaruh pada efisiensi dari pembangkit

listrik itu sendiri selain biaya produksi yang

cukup tinggi.

Berdasarkan permasalahan

tersebut di atas, penelitian ini perlu

dilakukan pada sebuah alternator yang

dapat beroperasi pada kecepatan putaran

poros yang rendah ( 300-800 rpm),

dengan sumber eksitasi permanen magnet

(permanent magnet exciter). Dengan

harapan dapat dimanfaatkan untuk

membantu program pemerintah mengenai

pengembangan energi alternatif yang

terbarukan.

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini dilakukan sebagai

tindak lanjut kegiatan penelitian

sebelumnya dari Balai Besar Logam Mesin

(BBLM) Bandung, yaitu :

1. Pembuatan kincir air 1 KW untuk

kebutuhan pembangkit listrik di

pedesaan (Firman dan Hafid dkk, 2006).

Pada penelitian tersebut masih

digunakan alternator yang ada dipasaran

dengan kebutuhan kecepatan putar poros

tinggi (1.500 rpm) sehingga

memerlukan unit transmisi. Sementara

tegangan keluarannya sebesar 12 volt

DC sehingga memerlukan unit inverter

dan storage battery.

2. Pembuatan kincir angin horizontal

kapasitas 1 KW dengan kecepatan angin

rendah untuk penyediaan energi listrik

skala kecil (Firman dan Hafid dkk,

2008). Pada penelitian ini juga masih

digunakan alternator yang ada dipasaran

dengan kebutuhan kecepatan putar poros

tinggi (1500 rpm) sehingga memerlukan

unit transmisi. Sementara tegangan

keluarannya sebesar 12 volt DC

sehingga memerlukan unit inverter dan

storage battery.

Alternator biasa yang tersedia

dipasaran mempunyai kebutuhan kecepatan

putar poros yang tinggi (1500 rpm).

Berdasarkan analisa hasil kegiatan

penelitian tersebut diatas, maka perlu

diadakannya penelitian lanjutan mengenai

alternator dengan kecepatan putar poros

yang rendah dan mempunyai tegangan

keluaran sebesar 220 volt, sehingga tidak

memerlukan lagi unit transmisi yang dapat

menurunkan efisiensi, unit inverter dan

storage battery, sehingga ongkos produksi

dapat di tekan jauh lebih rendah.

Selama ini pembangkit listrik

umumnya menggunakan alternator yang

memerlukan kecepatan putaran poros yang

tinggi, hal ini dikarenakan beberapa hal,

yaitu :

1. Penentuan akan jenis penggerak

mulanya, dimana pada umumnya saat ini

penggerak mulanya banyak

menggunakan motor bakar yang

mempunyai kecepatan putar poros tinggi

(± 1600 – 2400 rpm).

2. Untuk alternator yang mempunyai

tegangan keluaran AC, dibatasi oleh

frekuensi dari tegangan keluarannya

yaitu sebesar 50-60 Hz, sehingga dari

segi design apabila kecepatan putar

poros alternator semakin tinggi, maka

semakin sedikit jumlah pasangan kutub

magnet yang diperlukan, sehingga

diameter dari stator akan semakin kecil

sesuai dengan jumlah pasangan kutub

magnet yang diperlukan, begitu pun

sebaliknya.

Seiring dengan perkembangan

zaman, keperluan bahan bakar yang berasal

dari fosil semakin meningkat, sedangkan di

sisi lain cadangan dari sumber bahan bakar

fosil semakin menipis, sehingga beberapa

tahun belakangan ini telah dimulai

pemanfaatan sumber energi baru dan

Page 6: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 64

terbarukan. Salah satunya adalah pemanfaatan sumber energi angin dan air.

Adapun salah satu pemanfaatan

dari pada sumber energi tersebut adalah

sebagai pembangkit listrik. Dari hasil studi

kepustakaan disimpulkan bahwa

penggunaan alternator untuk pembangkit

listrik dapat dilihat pada Gambar 1 diagram

alir pembangkitan listrik.

Dari diagram alir diatas dapat kita

lihat bahwa untuk pemanfaatan sumber

energi alam (dalam hal ini air dan angin)

sebagai pembangkit listrik, dapat

dikategorikan menjadi dua (2) kelompok,

yaitu :

1. Pembangkit listrik dengan

menggunakan alternator yang

memerlukan kecepatan putar poros

tinggi, dimana untuk sumber energi air

memerlukan sebuah bendungan/dam

irigasi yang berfungsi untuk

meningkatkan daya dan kecepatan

alirnya sehingga dapat memutarkan

poros alternator sesuai dengan

kecepatan putar poros yang diperlukan

oleh alternator itu sendiri. Begitu pula

dengan pemanfaatan sumber energi

angin memerlukan suatu peningkat

putaran (gear box). Hal ini

mengakibatkan efisiensi rendah dan

biaya tinggi.

Gambar 1. Diagram alir pembangkit listrik

Sumber peng-

gerak

Motor Bakar Alami

Air Angin - Alternator

putaran tinggi

(±1600 rpm)

Matahari

- - Solar Cell

- - Battery Bank

- - Inverter

High Speed

Alternator

Bendungan Gear Box

High Speed

Alternator

Low Speed Al-

ternator

Page 7: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

65 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

2. Berbeda dengan pembangkit listrik

dengan menggunakan alternator yang

memerlukan kecepatan putar poros

rendah tidak memerlukan piranti

peningkat daya dan kecepatan.

Alternator tesebut langsung dikopel ke

poros utama (dirrect drive). Sehingga

dari segi efisiensi akan jauh lebih baik

dan juga dari segi biaya akan jauh lebih

murah.

METODE PENELITIAN

Berdasarkan sifat masalahnya

penelitian ini dikategorikan pada penelitian

eksperimental untuk merancang dan

membuat generator permanen magnet yang

beroperasi pada :

- Putaran rotor : ± 375 rpm,

- Tegangan keluaran : 220 V

- Frekuensi : 50 Hz

- Jumlah fasa : 1 fasa

- Kapasitas daya : 5 KVA

Dengan sasaran sebagai sumber

tegangan pada pembangkit listrik kincir

angin maupun air. Secara garis besar,

generator memiliki 2 komponen utama,

yaitu : (1) stator dan (2) rotor yang

menentukan jenis dan karakteristik

generator. Kalkulasi dari tegangan yang

dihasilkan dapat dihitung dengan sebuah

persamaan tegangan. Lebih jelasnya

ditunjukkan pada Gambar 2-4.

1. Stator

Stator terbuat dari beberapa coil atau

kumparan dari kawat tembaga yang

dilapisi oleh bahan isolator. Jumlah

kumparan menentukan tegangan yang

bisa dikeluarkan oleh generator tersebut.

Gambar 2. Konsep generator permanen magnet

Gambar 3. Stator

2. Rotor

Rotor terbuat dari besi karbon yang

ditempatkan magnet permanen (NdFeB)

pada permukaannya. Pada generator ini

terdapat 2 buah rotor yang mengapit

stator dengan polaritas medan magnet

yang berlawanan sehingga fluks magnet

yang melewati kumparan bisa diperkuat.

Antara 2 rotor tersebuat disambungkan

dengan poros yang kemudian poros

inilah yang diputar oleh tenaga

penggerak, baik itu kincir angin atau air.

Gambar 4. Rotor

Page 8: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 66

3. Tegangan Induksi

Generator permanen magnet ini di de-

sain untuk bekerja pada putaran rendah

± 375 rpm dengan frekwensi tegangan

50 Hz. Tegangan induksi yang

dihasilkan oleh generator ini 220 V, 1

fasa, 5 KVA, dapat dihitung dengan per-

samaan :

Erms = (1)

= x N xf x Φmax x .

Keterangan :

Erms = Tegangan induksi (Volt)

N = Jumlah lilitan per kumparan

ƒ = Frekwensi (Hz)

= P x n

120

Dimana :

P = Jumlah pasangan kutub magnet

n = Putaran Rotor (rpm)

Φmax = Fluks magnet (Wb)

Ns = Jumlah kumparan

Nph = Jumlah fasa

Φmax = Amagn . Bmax (2)

Keterangan :

Amagn = Area magnet

Bmax =Densitas fluks maksimum

Pembuatan alternator permanen

magnet dan uji kinerja dilaksanakan pada

tahun 2009 di studio engineering dan

workshop pemesinan dan pengelasan

BBLM/MIDC Kementerian Perindustrian

Bandung. Langkah-langkah tahapan metode

penelitian yang dilakukan adalah sebagai

berikut :

1. Bahan-bahan yang digunakan :

a. Komponen fabrikasi : plate (SS 41),

plate (dura)l, plate strip (SS 41), pipa

(SS 41), round bar (SS 41), resin +

hardener, wax, resin coat, plywood,

plate (aluminium), siku 30 (SS 41),

siku 50 (SS 41), pipa Ø 4” (SS 41).

b. Komponen standar : permanent

magnet type NdFeB (0.44 kg), AWG

wire #13 (1.96 mm), AWG wire #15

(1.58 mm), AWG wire #8 (3.43 mm),

AWG wire #11 (2.44 mm), as drad M

10, baut M10x50, mur M 10, spring

dan plate washer, bearing:

Ø35xØ72x17, circle clip poros : Ø

35, circle clip dalam : Ø 72, kabel

NYAF hitam Ø1.5, kabel NYAF me-

rah Ø1.5, baut M8x50, mur M8,

selotip kertas dan listrik, heat shrink

Ø 2,5 mm, cable ties.

2. Peralatan yang digunakan : tang ampere

AC/DC, infra red thermo gun, obeng,

kunci pas, clamp C sedang, gergaji

tangan listrik, stabilizer 5 kw 220 volt,

bor tangan listrik, kuas.

a. Pemesinan : mesin bubut, mesin

milling, mesin bor duduk, mesin

gerinda.

3. Tahapan kerja

a. Persiapan pekerjaan, meliputi : sur-

vey lapangan dan konsultasi dengan

nara sumber, membuat jadwal

pelaksanaan kegiatan, menyediakan

kebutuhan bahan-bahan dan tenaga

kerja yang digunakan, membuat uru-

tan proses pengerjaan, menentukan

bengkel dan fasilitas yang diperlukan.

b. Pelaksanaan pekerjaan, meliputi :

perencanaan pembutan alternator

permanen magnet, proses enginering,

pembuatan prototip permanen

magnet dan uji kinerja.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknologi Pembuatan Alterntor

Permanen Magnet

1. Pembuatan Rotor

Untuk proses pembuatan bagian rotor

berdasarkan perhitungan yang telah dil-

akukan seperti tertulis sebelumnya, per-

lu juga diperhatikan kesesuaian bentuk

dan posisinya terhadap stator dan hous-

ingnya., dikarenakan alternator ini

menggunakan dua (2) buah disc rotor

yang mengapit stator sehingga kon-

struksinya harus benar-benar rigid dan

presisi.

Langkah pertama yaitu pembuatan bagi-

an poros dari pada rotor, sesuai dari

hasil perhitungan dan perancangan yang

sesuai dengan peruntukannya maka ben-

tuk dari poros rotor tersebut dapat dilihat

seperti pada Gambar 5 dibawah ini.

Page 9: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

67 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Gambar 5. Poros rotor

Selanjutnya untuk bagian piringan rotor

kita memerlukan dua (2) buah keping

piringan sesuai dengan hasil perhitungan

sebelumnya, bagian ini di buat dari

lembaran besi yang kemudian dilakukan

proses pemesinan yang hasilnya dapat

dilihat seperti Gambar 6 dibawah ini.

Gambar 6. Piringan rotor (rotor disc)

Setelah pembuatan piringan rotor selesai

tinggal dilakukan penempelan permanen

magnet sesuai pola kutubnya, untuk

membantu dalam penempatan permanen

magnet ini perlu dibuat satu alat Bantu

yang terbuat dari kayu Plywood yang

telah dibentuk sedemikian rupa sesuai

dengan pola yang telah ditentukan

sebelumnya, seperti terlihat pada

Gambar 7..

Gambar 7. Alat bantu pola magnet

Pada saat penempatan permanen magnet,

mula-mula alat bantu tersebut di tempelkan

pada piringan rotor, dengan catatan harus

benar-benar simetris terhadap piringan

rotornya. Kemudian satu persatu permanent

magnetnya ditempelkan sesuai dengan pola

dan polarisasinya dengan bantuan lem

khusus, setelah permanen magnetnya

terpasang semua, maka tinggal dilakukan

pengecoran dengan menggunakan resin,

seperti terlihat pada Gambar 8-9 dibawah

ini.

Gambar 8. Piringan rotor yang telah

dipasangi permanen magnet

Gambar 9. Piringan rotor yang telah di cor

Langkah selanjutnya yaitu menggabungkan

(assembly) dari kedua buah piringan rotor

dengan porosnya, seperti pada Gambar 10

berikut ini,

Page 10: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 68

Gambar 10. Perangkat rotor (rotor assembly)

Sangat perlu diperhatikan dalam

perangkaian kedua buah piringan rotor

terhadap porosnya, agar dilakukan dengan

hati-hati, hal ini dikarenakan daya tarik

magnet antar piringan rotor yang sangat

kuat, sehingga bisa berdampak serius bila

terjadi kecelakaan terjepitnya jari atau

bagian tubuh lainnya.

2. Pembuatan Stator

Dalam pembuatannya mula mula diper-

lukan pola untuk membentuk gulungan

(Coil) dengan bentuk yang telah dis-

esuaikan, seperti Gambar 11 dibawah

ini.

Gambar 11. Pola gulungan kawat (coil)

Setelah pola gulungan tersedia maka

proses penggulungan kawat (wekle)

dapat mulai dilakukan, hasil dari

penggulungan kawat tersebut dapat

dilihat pada Gambar 12 berikut ini.

Gambar 12. Proses penggulungan dan

hasil gulungan kawat (coil)

Apabila semua gulungan kawat sudah

selesai dibuat, maka tinggal dilakukan

perangkaian antar gulungan kawat

tersebut sesuai dengan polarisasinya dan

dilakukan pengkawatan secara seri.

Untuk proses ini diperlukan lagi suatu

pola guna membantu penentuan dan

pengaturan posisi gulungan kawat (coil).

Seperti Gambar 13 dibawah.

Gambar 13. Pola penempatan gulungan

kawat (coil)

Setelah pola untuk penyusunan

gulungan kawat tersedia, maka tinggal

dilakukan penempatan gulungan-

gulungan kawat sesuai polarisasinya dan

dihubungkan secara seri dengan

melakukan penyolderan dalam antar

ujung ujung kawatnya, seperti Gambar

14 dibawah ini,

Page 11: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

69 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Gambar 14. Penempatan gulungan kawat (coil)

Langkah selanjutnya adalah melakukan

pengecoran kumparan yang telas

disusun tadi dengan menggunakan

epoxy resin yang sebelumnya dilapisi

oleh serat fiber untuk memperkuat

keeping stator itu sendiri, langkah

langkah praktisnya dapat dipelajari

seperti Gambar 15 di bawah ini.

Gambar 15. Urutan pengecoran kumparan stator

Lama proses pengeringan dari epoxy

resin tersebut membutuhkan waktu

minimal 4 jam, sebaiknya didiamkan

dulu selama satu hari supaya resinnya

benar benar kering sehingga pada saat

pelepasan dari cetakan tidak mengalami

kerusakan. Setelah benar benar kering

baru cetakan dapat dilepaskan sehingga

didapat bentuk dari stator seperti

Gambar 16 di bawah ini.

Gambar 16. Stator

3. Pembuatan housing

Pada langkah selanjutnya yaitu

pembuatan rumah (housing) dari pada

alternator itu sendiri, untuk

konstruksinya terdiri dari dua buah

piringan penutup samping (Side Cover

Disc) yang masing-masing mempunyai

rumah bantalan peluru (bearing) , yang

kemudian akan digabungkan dengan

menggunakan beberapa poros

penyangga yang panjangnya sesuai

dengan lebar piringan rotor, selain itu

juga di perlukan sebuah bagian penutup

selubung (Round Cover) yang terbuat

dari lempengan pelat melingkar, dan

sepasang dudukan yang terbuat dari

pelat tebal berbentuk siku yang

berfungsi sebagai dudukan penyangga

dari pada generator permanen magnet

itu sendiri. Semua bagian tersebut

diatas, dibuat sedemikian rupa sesuai

dengan ukuran dan desain yang telah

ditentukan sebelumnya.

4. Assembling

Setelah semua bagian- bagian dari gen-

erator permanen magnet ini dibuat,

maka langkah selanjutnya adalah

melakukan proses perangkaian kese-

luruhan komponen, dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

Masukan perangkat rotor (Rotor

assy) pada salah satu penutup

samping, dimana porosnya diposisi-

kan pada bearingnya.

Sisipkan stator diantara dua sisi

piringan rotor (Rotor disc), kemudian

atur celah udara (air gap) sesuai yang

telah ditentukan.

Pasang bagian penutup samping

lainnya.

Pasang bagian dudukan/kaki di kedua

sisi.

Sambungkan kabel-kabel dari stator

ke terminal-terminal sumber

tegangan sesuai dengan jalurnya.

Setelah semua terpasang, kencangkan

semua baut dan mur.

Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan

pada Gambar 17 proses assembling

berikut ini :

Page 12: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 70

Gambar 17. Proses assembling

Uji Kinerja (Performance Test)

Untuk pengujian kinerja alternator

permanen magnet putaran rendah ini,

dilakukan dengan cara uji bangku (bench

test) mengunakan mesin bubut sebagai

penggerak mula untuk alternator tersebut,

dengan kondisi pengujian pada putaran

poros dan beban bertahap.

Pengujian dilakukan dengan

perubahan kecepatan putar poros bertahap

sesuai dengan kemampuan mesin bubut

yang akan digunakan, dengan beban tiruan

(dummy load) yang digunakan adalah

lampu pijar dan pemanas air (water heater)

sesuai dengan kemampuan dari alternator

tersebut.

Gambar 18. Pengujian dan Pengambilan data

1. Pengambilan Data Awal

Sebelum dilakukan pengujian, perlu

dilakukan pengambilan data awal yang

berguna sebagai data referensi

pembanding atas kondisi sebelum dan

sesudah alternator tersebut diuji.

Adapun parameter pengambilan data

awal yang diperlukan adalah

sebagaimana tertera di Tabel 1 bawah

ini.

Tabel 1. Data awal

No Parameter Satuan

1. Ambient temp. 24 oC

2. Resistansi stator 9.6 Ω

3. Stator temp. 24 oC

4. Rotor temp. 24 oC

5. Rotor remanence 13.0 Gauss

2. Pengambilan Data Pengujian

Tujuan dari pengujian alternator

permanen magnet ini adalah untuk

mengetahui sejauh mana kinerja atau

kemampuan kerja alternator permanen

magnet yang di buat secara empiris

untuk diteliti sejauh mana keidealan

hasil perancangan dan perhitungan yang

telah dilakukan dan diwujudkan dalam

bentuk prototype. Pada Pengujian ini

dilakukan pengujian kinerja alternator

dengan hanya menggunakan 1 (satu)

buah gulungan saja (single coil test)

yang selanjutnya dapat dikonversikan

sesuai dengan desain awal. Adapun

data-data yang dihasilkan dari pengujian

alternator permanen magnet ini dapat

dilihat seperti ditunjukkan pada Tabel 2

data hasil uji (lampiran).

Page 13: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

71 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Tabel 2. Data hasil uji

Pengambilan Data PGM 5000

No Putaran

(rpm)

Tanpa Beban Dengan Beban

Tegangan

(V)

Frekuensi

(Hz)

Tegangan

(V)

Arus (A) Frekuensi

(Hz)

Temp. (oC)

1 0 0 0 0 0 0 24

2 50 20.9 7 19.7 9 7 24

3 100 36.9 15 34.5 15 15 24

4 150 43 21 40.5 17.5 21 24.5

5 200 64.5 27 63 20.6 27 24.5

6 250 112 34 100 22.4 34 24.5

7 300 160.8 40 160 25 40 25

8 350 220 48 210 27.3 48 25

9 400 230 50 225 29.1 50 25

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Telah dilakukan pembutan prototipe

alternator permanen magnet putaran

rendah dengan spesifikasi (a) putaran

rotor : ± 375 rpm, (b) tegangan keluaran

: 220 V, (c) frekuensi : 50 Hz,

(d) jumlah fasa : 1 fasa, (e) kapasitas

daya : 5 KVA

2. Berdasarkan pengujian kinerja pada

generator permanen magnet secara uji

bangku (bench test), diperoleh hasil

output sesuai yang diharapkan baik dari

segi perhitungan dan juga desain.

3. Alternator permanen magnet dapat

digunakan langsung sebagai sumber

pembangkitan listrik

baik dengan menggunakan sumber gerak

air maupun angin, tanpa menggunakan

lagi perangkat untuk mereduksi putaran,

melainkan langsung terkopel pada

porosnya. Hal ini dapat mengurangi

biaya produksi dan rugi-rugi daya dari

sumber penggerak yang akan

dipergunakan.

4. Untuk mengetahui sejauh mana kinerja

dan keandalan generator permanen

magnet perlu lebih lanjut dilakukan

pengujian bangku (bench test) maupun

pengujian langsung di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Firman dan Hafid, 2008, Pembuatan

Kincir Angin Horizontal Dengan

Kecepatan Angin Rendah Untuk

Penyediaan Energi Listrik Skala

Kecil”, Majalah Ilmiah Metal

Indonesia, ISSN 0126-3463, Vol.

030/2008, Bandung, hal 3-16.

2. Firman, Hafid dkk, 2006, Pembuatan

Kincir Air Kapasitas 1 KW Untuk

Kebutuhan Pembangkit Listrik

Pedesaan, Majalah Ilmiah Metal

Indonesia, ISSN 0126-3463, Vol.

030/2008, Bandung, hal 3-12.

3. M. Kostenko and L. Piotrovsky. 2005,

Electrical Machines One and Two

Parts. Peace Publisher. Moscow.

4. John D. Kraus. 2003, Electro – Mag-

netics.

5. Dasar-dasar Pengelolaan Pemeli-

haraan dan Perawatan Motor Listrik.

POLMAN – Bandung.

6. S. E. Skaar, O. Krovel, R. Nilssen and

H. Erstad. Slotless, Toroidal wound,

Axially-magnetized Permanent Magnet

Generator for small Wind turbine Sys-

tems. Dept. of Electrical Power Engi-

neering. Norwegian University of Sci-

ence and Technology.

7. Tom Chalko, 2005, Optimizing a Per-

manent Magnet Alternator for micro-

hydro application. Scientific E Re-

search. Mt Best. Australia. Dec, 2005

Page 14: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 72

Page 15: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

ISSN 0126 - 3463

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 72

PEMBUATAN PROTOTIPE TWIN SCREW UNTUK

MENGOLAH ALGAE MENJADI BIODIESEL

Agus Suherman

1

1Metal Industries Development Centre (MIDC) - Kementerian Perindustrian

Jl. Sangkuriang No. 12 Bandung 40135

E-mail : agus [email protected]

Abstrak

Penelitian bahan bakar biofuel (biodiesel) yang bertujuan mensubstitusi bahan bakar

minyak merupakan langkah strategis di saat ini, karena akhir-akhir ini subsidi BBM dan

pencemaran lingkungan terus meningkat, serta cadangan minyak bumi yang terus berkurang.

Berangkat dari beberapa faktor yang diuraikan di atas, adalah momentum tepat untuk mengkaji

sumber alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biofuel. Pemilihan

bahan baku mikroalgae merupakan pilihan yang terbaik karena cadangan persediaan yang cukup

melimpah di muka bumi ini. Pembuatan biofuel berbahan baku mikro algae memerlukan

beberapa tahapan proses sebelum mendapatkan output bahan bakar biofuel. Satu diantaranya,

adalah alat untuk mengekstrak minyak yang terkandung dalam sel mikroalgae, sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan untuk diproses lebih lanjut menjadi biofuel. Beberapa metode

dikembangkan guna mengekstrak kandungan minyak, namun metode mekanis, dengan

menggunakan alat screw atau expeller, merupakan solusi yang praktis bagi pengembangan skala

industri. Karenanya studi kajian pada metode mekanis terus dikembangkan, agar mendapatkan

hasil berupa alat ekstrak (dalam hal ini twin screw) yang efektif dan ekonomis.

Kata kunci : twin screw, compress, mikro algae, dewatering, conveying.

Abstract

Research biofuels (biodiesel), which aims to substitute fuel oil is a strategic step today,

because lately the fuel subsidy and increasing environmental pollution, as well as petroleum

reserves are dwindling. Departing from some of the factors described above, is the right

momentum to examine alternative sources that can be utilized as raw material for manufacture

of biofuel. Mikroalgae raw material selection are the best choices because inventory reserves

are quite abundant in the earth. Making biofuels made from raw mikroalgae requires several

stages of the process before getting the output of biofuel. One of them, is a tool to extract the oil

contained in the cell mikroalgae, so it can be used as material for further processing into

biofuel. Several methods were developed to extract the oil content, but the mechanical method,

using a tool or a screw expeller, is a practical solution for the development of industrial scale.

Therefore assessment study on mechanical methods being developed, in order to obtain the

effective and economical results of the extract tool (in this case the twin screw).

Key words : twin screw, compress, mikro algae, dewatering, conveying.

PENDAHULUAN

Menipisnya cadangan persediaan

minyak bumi yang digunakan sebagai

bahan bakar bagi kebutuhan umat manusia.

Menjadikan biofuel sebagai bahan bakar

alternatif. Dari beberapa bahan dasar

pembuatan biofuel seperti : jarak pagar,

minyak kelapa, mikro algae, maka mikro

algae merupakan bahan yang paling

diunggulkan, karena cadangan yang cukup

banyak, titik cair yang rendah sehingga

tidak mudah membeku pada suhu rendah.

Mikro algae memerlukan beberapa proses

perlakuan khusus sebelum akhirnya

menghasilkan biofuel. Suatu proses awal

dan penting adalah mengeluarkan/memeras

minyak yang terkandung dalam mikro

algae. Agar proses efektif dan aplikatif

diperlukan alat yang disebut extractor atau

yang lebih dikenal dengan expeller berupa

twin screw.

Twin screw adalah salah satu

metode yang digunakan untuk mengekstrak

minyak dari bahan mikro algae. Prinsip

kerja dari alat ini mengantarkan (conveying)

Page 16: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

73 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

bahan yang masuk, mengkompress

(compress) dan dewatering.

Berdasarkan permasalahan tersebut

di atas, maka perlu dilakukan penelitian

perancangan dan pembuatan prototip alat

tersebut diatas.

METODA PENELITIAN

Penelitian perancangan dan

pembuatan prototip twin screw untuk

mengolah alge menjadi biodiesel

dilaksanakan pada tahun 2009 di seksi

pemesinan dan pengelasan BBLM/MIDC

Kementerian Perindustrian Bandung.

Bahan-bahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah :

a. Motor reducer

b. Motor listrik

c. Bahan mikro algae

d. Stainless steel tipe 304 (plate, round bar

& pipa)

e. Bronze

f. Baja SS 45

g. Baja profil

h. Screen stainless steel

Mesin dan peralatan yang

digunakan :

a. Pemesinan : mesin bubut, mesin milling,

mesin bor duduk, mesin gerinda, mesin

gergaji, mesin ukur otomatis.

b. Pengelasan : las acetelin dan

transformer, transformer 17 – 20 KW,

Las Tungsten Inert Gas, mesin tekuk

c. Pengerjaan plat : gunting, plat,

bending/tekuk plat, catok, gergaji, bor

tangan dan gerinda tangan.

d. Kerja bangku : bor dan gerinda tangan,

gergaji besi, kikir, bangku kerja, paku,

ragam, mistar, mesin poles, amplas,

palu, ragum, mistar/alat ukur dan lain-

lain.

Langkah-langkah tahapan metode

penelitian yang dilakukan adalah sebagai

berikut :

a. Studi literatur untuk menentukan ciri-

ciri, keunggulan dan kelemahan, sifat

fisik dan kimiawi mikro algae, dalam

kaitan dengan pemanfaatannya sebagai

bahan bakar alternatif.

b. Survey lapangan ke lokasi yang

merupakan tempat cadangan bahan

mikro algae dan survey ke perusahaan

yang memiliki alat twin screw untuk

mendapatkan data pengamatan praktis,

konstruksi, sistem kerja alat tersebut.

c. Perancangan dan pembuatan gambar

kerja, merencanakan sistem

pengkondisisan awal (preconditioning

sistem) yang akan menyesuaikan

tekanan yang diperlukan agar minyak

dapat dikeluarkan dari mikro algae.

d. Proses engineering, melakukan analisa

dan perhitungan untuk menentukan

spesifikasi teknik jenis material

subsistem/komponen yang dipilih.

Melakukan analisa dan perhitungan

untuk menentukan spesifikasi teknik

agar alat twin screw berfungsi.

e. Pembuatan prototip sesuai dengan

analisa dan perhitungan.

f. Uji coba dan evaluasi penggunaan twin

screw.

g. Pembuatan laporan : dari hasil kegiatan

berdasarkan data hasil penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil kepustakaan, mikro algae

umumnya memiliki komposisi kimia:

protein, karbohidrat, fatty acid (lipids) dan

nucleid acid. Ada beberapa jenis mikro

algae yang 40 % dari massanya berupa fatty

acids. Komponen inilah yang akan

diekstrak dan dapat dirubah menjadi

biofuel. Lebih jelasnya ditunjukkan pada

Tabel (lampiran 1).

Beberapa metoda yang dikenal

untuk mengeluarkan minyak dari bahan

mikro algae. metode ini pada prinsipnya

adalah memecahkan dinding sel, sehingga

komponen minyak akan keluar.

Beragam metode yang digunakan untuk

mengekstrak minyak dari mikro algae,

adalah :

1. Expeller (Screw)

Metoda yang digunakan adalah

mengepress bahan alga yang telah

dihilangkan kandungan airnya. Dengan

alat ini, hasil ekstraksi dapat mencapai

70-75% minyak yang terkandung pada

bahan mikro algae.

2. Hexane solvent oil extraction

Metoda ini menggunakan larutan kimia

seperti heksana, benzena dan eter.

Larutan heksana dapat digunakan secara

langsung mengekstrak minyak dari

bahan mikroalgae. Umumnya metoda ini

digabungkan dengan expeller. Minyak

Page 17: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 74

hasil proses expeller, kemudian

dilakukan proses hexane solvent,

sehingga hasil ekstraksi meningkat.

3. Supercritical fluid extraction

Dengan menggunakan CO2 yang

dicairkan di bawah tekanan normal

kemudian dipanaskan sampai mencapai

titik kesetimbangan antara fase cair dan

gas. Pencairan fluida inilah yang

bertindak sebagai larutan yang akan

mengekstraksi minyak dari mikro algae.

4. Osmotic shock

Dengan menggunakan tekanan osmosis ,

tekanan osmosis dalam sel akan

berkurang sehingga sel akan pecah dan

komponen di dalam sel akan keluar.

5. Ultrasonic assisted extraction

Pada reaktor ultrasonik, gelombang

ultrasonik digunakan untuk membuat

gelembung kavitasi pada material

larutan. Ketika gelembung pecah dekat

dengan dinding sel maka akan terbentuk

gelombang kejut dan pancaran cairan

yang akan membuat dinding sel pecah.

Pecahnya dinding sel akan membuat

komponen di dalam sel keluar.

Dari metode-metode yang

disebutkan di atas, Expeller berupa twin

screw merupakan metode yang paling

popular untuk dibuat dalam skala produksi

dibandingkan metode lainnya karena

beberapa faktor berikut ; biaya cukup

murah, pengoperasian cukup sederhana,

pengoperasian dapat dalam kondisi

kontinyu dan mudah dalam perawatan.

Twin screw memiliki 3 fungsi yaitu ;

conveying, compressing dan dewatering.

Fungsi conveying/menghantarkan

bahan mikroalgae dari hopper (media

pemasukan bahan) ke bagian screw. Bahan

yang masuk ke dalam bagian ulir (screw)

mengalami proses penekanan yang

menyebabkan minyak keluar dari sel,

bagian pengeluaran berfungsi sebagai

dewatering, memisahkan cairan (minyak)

dengan padatan.

Screw press merupakan helical

screw (ulir helix) yang dipasangkan pada

poros konus (conical shaft).dengan posisi

seperti berikut, bagian konis yang

berdiameter lebih kecil berada dekat bagian

pemasukan, sedangkan bagian konis yang

berdiameter lebih besar berada dekat bagian

pengeluaran (discharge end). Poros Di

support dengan bantalan (bearings). Poros

berputar dalam dinding silinder. Dengan

bantuan Motor listrik, putaran poros

menyebabkan screw (ulir) mendorong

bahan algae dari hopper, bergerak masuk ke

ulir menuju bagian pengeluaran (discharge

end), Dengan semakin kecilnya ruang

antara taper screw dengan dinding silinder

maka bahan algae akan mengalami

penekanan (compressing), pada daerah

pengeluaran (discharge end) jarak antara

taper screw dengan dinding silinder kecil,

pada saat bahan melewati bagian ini

tekanan semakin besar. Proses compressing

menyebabkan dinding sel algae pecah

sehingga komponen minyak oli) akan ke

luar. Minyak yang dihasilkan akan keluar

melalui screen (perforation) dinding

silinder, sedangkan padatannya akan keluar

melalui bagian pengeluaran (discharge

end).

Perancangan Twin screw

Dalam kegiatan perancangan dan

pembuatan twin screw ini akan digunakan

design sebagai berikut :

Gambar 1. Gambar perancangan twin screw

Beberapa bagian utama adalah : (1) motor

listrik, (2) motor reducer, (3) Unit twin

screw housing, (4) vacuum tank, (5)

mounting, (7) vacuum pump, (8) transfer

chain, (9) witch on-off, (10) V.Belt, (11)

Electric panel.

Proses yang terjadi pada rancangan

ini dibagi menjadi 2 utama yaitu :

Page 18: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

75 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

1. Proses ekstraksi, terjadi pada unit

ekstraktor. Unit ekstraktor ini terdiri dari

: motor listrik 2.2 KW, pump, pressure

regulator, relay valve, nozzle.

Pada proses ini bahan alga dihisap

dengan pompa bertekanan tinggi dengan

didukung oleh valve regulator untuk

menghasilkan daya tekan yang cukup

besar yaitu mencapai 80 bar.

Dengan tekanan ini diharapkan algae

dapat pecah atau terekstraksi.

2. Proses transfering separator, yaitu proses

pemilahan dari hasil ekstraksi.

Bagian unit transfering regulator yaitu :

motor listrik 2.2 KW, motor reducer,

Twin screw, filter, vacuum, pressure

regulator.

Pada unit transfering separator ini akan

terjadi proses transfer, tekan, pemilahan

algae dan output cairan dengan ampas.

Output transfering menjadi 2 bagian

yaitu :

1. Out put cairan algae dilakukan oleh

sistem vacuum.

2. Output ampas dilakukan dengan

adanya supplay algae oleh twin

screw.

Gambar 2. Unit transfering seperator dan skematik Output ampas

Page 19: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 76

Spesifikasi umum Twin screw

Twin screw yang dirancang merujuk pada

prinsip berikut ini, bahan mikro algae di

masukkan ke dalam hopper, kemudian

motor listrik 2.5 HP dengan putaran 1430

rpm secara kontinyu berputar. Daya rotasi

dari motor ditransmisikan ke motor reducer

dengan pulley, motor reducer selanjutnya

mentransmisikan daya ke poros twin screw

melalui rantai, sehingga dapat memutar

poros twin screw pada kecepatan kira kira

29 rpm menyebabkan bahan mikro algae

masuk ke dalam bagian mesin, ulir

menghantarkan bahan menuju bagian

ujung taper, dengan adanya gaya reaksi dari

bagian output berupa pressure regulator

memiliki efek menekan (press) bahan. Pada

daerah ujung clearance / gap antara

berkisar 0.01 mm, sehingga saat bahan

melewati, minyak akan keluar terhisap oleh

vacuum seluruhnya, minyak yang keluar

dialirkan ke luar melalui lubang lubang

yang ada pada dinding silinder dan filter,

sedangkan bahan padatan keluar melalui

ujung chamber cage setelah mencapai

tekanan tertentu yang diatur oleh pressure

regulator.

Gambar 3. Twin screw

Tabel 1. Gaya twin screw

Gaya motor

Data spesifikasi motor :

Daya : 2.2 Kw (3HP)

Putaran : 1430 rpm

Berdasarkan data di atas, dapat dikalkulasi

besaran torsi yang dihasilkan, dengan

menggunakan perhitungan sebagai berikut :

P = τ. ω (1)

Dimana :

P = daya motor

τ = torsi (N.m)

ω = kecepatan rotasi (rad/detik)

P = 3 HP = 735 x 3 = 2.205 watt

ω = (2.π.N) /60

= (2x3.14x1430)/ 60 = 149.673 rad/detik

Torsi yang didapat ,

τ. = P / ω

τ = 2.205 / 149.673 = 14.73 N.m

dari data di atas dapat diperoleh gaya pada

pulley motor, pada design twin screw ini,

pulley yang digunakan pada motor

berdiameter 80 mm, maka :

τ = F. R

F = τ / R

R = 80 / 2 = 40 mm = 0.04 m

F = 14.73 / 0.04 = 368.25 N

Gaya motor yang terjadi sebesar 368.25

Newton.

Gaya Twin screw

Gaya yang dihasilkan pada bagian twin

screw, dipengaruhi oleh reduksi putaran

dengan motor reducer dari motor hingga

expeller dengan beberapa tingkat reduksi.

Kondisi awal

Putaran motor = 1430 rpm

Gaya motor = 368.25 Newton

Dengan mekanisme reduksi,

Varian putaran dari motor hingga twin

screw.

Motor Input reducer Output reducer Twinscrew

RPM 1430 715 23 29

Diameter Pulley (mm)/gear 80 150 33 (gear) 26 (gear)

Page 20: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

77 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Data awal

Gaya motor = 368.25 Newton

Rasio reducer = 1:30

Dengan menggunakan perbandingan pulley

atau gear.

Transformasi gaya dari motor ke input

reducer

Gaya input reducer = 368.25 x (150/80)

= 690.46 N

Transformasi dari input ke output

reducer

Gaya output reducer = 690.46 X (30)

= 2713.8 N

Transformasi dari output reducer ke

expeller

Gaya Expeller = 2713.8 X (33/26)

= 3444.4 N

Dengan demikian pada Kondisi akhir

didapat data sebagai berikut

Putaran twin screw = 29 rpm

gaya twin screw = 3444.4 Newton

Tekanan Twin screw

Tekanan terjadi pada twin screw

dipengaruhi oleh besarnya Luas penampang

transfer dan gaya.

Data design twin screw

Ø twin screw = 81 mmN Ø tinggi alur twin

screw = 87 mm

Luas penampang twins crew untuk

penekanan

Area twin screw transfer =

Area tinggi alur – Area twin screw

= (π.87 2 /4) – (π.81

2 /4)

= 6433.65 – 5150.385

= 1282.8 mm2

Tekanan yang terjadi pada twin screw

sebagai berikut : P = F / A

P = 3444.4 / 1282.8 = 2.685 N/mm2

Analisa Ekonomi

1. Fasilitas Bengkel

Pembuatan alat ekstraksi algae menjadi

biodiesel menggunakan sistem twin

screw ini dikerjakan dengan perhitungan

dan toleransi yang tinggi. Hal ini

diperlukan karena media yang diolah

oleh mesin/alat ini berukuran sangat

kecil yaitu dalam unit micron.

Pengerjaan untuk pembuatan alat ini

dapat dilakukan oleh bengkel-bengkel

dengan fasilitas mesin yang memadai

seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Mesin dan peralatan tersebut dapat

membuat mesin press expeller sekitar 10

unit perbulan.

Tabel 2. spesifikasi alat/mesin untuk

pembuatan mesin press expeller

No. Alat/Mesin Spesifikasi

Teknis Jumlah

1. Bubut

Diameter 250

mm, Jarak center

800 mm, Motor

3 HP

1 Unit dan

kelengkapan

2. Universal miling

machine / Frais

Ukuran meja

800 x 240 mm

Motor 3 HP

1 Unit dan

kelengkapan

3. Gerinda Motor 0.5 HP 1 Unit

4. Bor Motor 1 HP 1 Unit dan

kelengkapan

5. Electric welding

equipment

Transformer 17

Kw

2 Unit dan

kelengkapan

6. Gergaji Motor 1 HP

1 Unit dan 1

roll mata

gergaji

7. Potong dan tekuk Tebal 3 mm @ 1Unit

8. Alat-alat kerja

bangku

1 Set

selengkapnya

9. Alat ukur

otomatis/CMM

Ketelitian 1

mikron 1 Unit

2. SDM dan Perkiraan Waktu Pengerjaan

Kebutuhan tenaga kerja dan perkiraan

waktu pengerjaan dalam pembuatan

prototype mesin pengolah algae dengan

menggunakan twin screw ini dapat

dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.

Page 21: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 78

Tabel. 2. Kebutuhan operator dan waktu

pengerjaan

No. Proses Operasi Jumlah

Orang

Waktu

Pengerjaan

(Jam)

1. Pemotongan 1 16

2. Pengelasan

2

welder,

1 helper

64

3. Pembubutan 1 56

4. Pengeboran 1 16

5. Penggerindaan 1 16

6. Milling & Jigbor 2 32

7. Kerja bangku & cat 3 72

8. Perakitan 2 24

Jumlah 15 296

Catatan : Waktu kerja 8 Jam/hari/orang

3. Fasilitas Ruang Bangunan

Fasilitas ruangan dibutuhkan untuk

penempatan mesin-mesin kerja,

pelaksanaan operasi/kerja, material

handling, gudang bahan baku dan

barang jadi serta kelonggaran-

kelonggaran (spacing) untuk operasi

dapat diperinci seperti ditunjukkan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Luas lantai yang diperlukan untuk

pengerjaan

No. Jenis / Tempat

Operasi

Luas yang

Dibutuhkan

(m2)

1. Pemesinan 50

2. Pengelasan 50

3. Pemotongan 15

4. Kerja Bangku 25

5. Perakitan 20

6. Gudang Bahan Baku 30

7. Pengecatan 15

8. Barang Jadi 50

9. Kelonggaran ± 25% 65

Jumlah Luas Bangunan 320

4. Fasilitas Energi

Energi yang dibutuhkan untuk

pembuatan mesin press expeller ini yang

terutama untuk menggerakkan motor

listrik pada mesin-mesin. Untuk

menggerakkan motor-motor listrik

dibutuhkan energi listrik dengan

perincian sebagai berikut :

- 1 buah mesin bubut = 2,2 Kw

- 1 buah mesin frais = 2,2 Kw

- 1 buah mesin bor = 1 Kw

- 1 buah mesin gergaji = 1 Kw

- 1 buah mesin gerinda = 0.5 Kw

- 2 buah transformer las= 34 Kw

- CMM, gerinda tangan dll = 1,5 Kw

Jumlah = 42,4Kw

Untuk penerangan ruang pabrik dan

gudang diperkirakan sebesar 2,2 Kw.

Sumber energi tersebut dapat

menggunakan sumber PLN atau diesel

genset, tergantung dari tersedianya

sumber energi setempat serta

perhitungan ekonomisnya.

5. Perkiraan kebutuhan modal dan biaya

produksi

Jumlah modal investasi diperkirakan

sebagai berikut ;

a. Modal tetap/fixed assets :

Tanah 500 m2

= Rp. 100.000.000

Bangunan 320 m2 = Rp. 300.000.000

Mesin dan peralatan

produksi = Rp. 350.000.000

Peralatan kantor dan

fasilitas lain = Rp. 20.000.000

Alat-alat angkutan /

transportasi = Rp. 65.000.000

Lain-lain ± 10 % = Rp. 63.500.000 +

Jumlah = Rp.898.500.000

b. Modal berputar/modal kerja

Perputaran modal kerja diperkirakan terjadi

dalam 4 bulan sekali, sehingga untuk modal

kerja diperkirakan sebesar :

Bahan baku

(4 Bulan) = Rp.500.000.000

Operator

(4 bulan, 15 orang) = Rp. 120.000.000

Tenaga kurir

(4 bulan, 3 orang) = Rp. 12.000.000

Bunga pinjaman = Rp. 34.000.000

Pemeliharaan /

maintenance ± 5 % = Rp. 17.500.000

Biaya tak

terduga 20% = Rp 134.700.000+

= Rp.808.200.000

Jumlah modal yang dibutuhkan (a + b)

= Rp.1.710.000.000,-

Page 22: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

79 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Kebutuhan modal sebesar Rp.

1.700.000.000,- memerlukan

pinjaman/kredit yang besarnya

tergantung dari tersedianya modal

sendiri (equity contribution). Dalam hal

ini diperkirakan besarnya equity adalah

sebesar 60% atau ± Rp.

1.020.000.000,- modal ini utamanya

untuk menutupi semua modal tetap,

sedang sisa dari equity dipakai untuk

modal berputar namun tidak dapat

menutupi modal berputar, dengan modal

tersebut maka dibutuhkan kredit sebesar

Rp. 680.000.000,- yang masuk dalam

katagori pinjaman jangka panjang (6

tahun) dengan bunga 15% pertahun .

6. Biaya Produksi

Biaya produksi pertahun untuk kapasitas

produksi 10 unit twinscrew pengolah

algae perbulan dapat diperkirakan

sebagai berikut:

a. Variable Cost (biaya tidak tetap)

Bahan baku = Rp. 125.000.000

Operator = Rp. 30.000.000

Tenaga kurir = Rp. 3.000.000

Lain-lain ± 10% = Rp. 15.800.000

= Rp. 173.800.000

b. Fixed Cost (biaya tetap)

Penyusutan

bangunan 5 % = Rp. 15.000.000

Penyusutan

mesin 10 % = Rp. 35.000.000

Pinjaman &

bunga modal = Rp. 18.000.000

Maintenance 15%

(Fixed Asset-

tanpa tanah) = Rp. 120.000.000

Lain-lain 10 % = Rp. 18.800.000

= Rp.206.800.000

Jumlah biaya produksi perbulan adalah

(a+b) = Rp.3.806.000

Biaya produksi per unit dapat dihitung

sebagai berikut :

Biaya material langsung

= Rp.12.500.000

Overhead material 20 %

= Rp. 2.500.000

Tenaga kerja/operator

= Rp. 3.300.000

Factory overhead-50 %

upah tenaga kerja = Rp.1.650.000 +

Jumlah biaya produksi

per unit = Rp.19.950.000

Perhitungan harga per unit.

Biaya produksi = Rp.19.950.000

Biaya administrasi

dan penjualan 20 % = Rp. 3.990.000

Garansi after-

sales service 10 % = Rp. 2.394.000

Keuntungan 20 % = Rp. 5.266.800

Pajak 11 % = Rp. 3.476.088

Harga twin screw/unit =Rp.35.076.888

Jadi harga jual dibulatkan menjadi

Rp.36.000.000.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Prototipe alat twin screw pengolah algae

yang dibuat dapat beroperasi, proses yang

terjadi pada alat ini yaitu ekstraksi algae,

transfer pemilahan, pengepressan dan

vacuum.

Saran

1. Tenaga ahli diharapkan memiliki

kapabilitas di bidang proses manufaktur,

khusus dibidang algae.

2. Pada komponen screw, harus dibuatkan

sepresisi mungkin harus bernilai 0.002

mm atau minimal suaian pas. Sehingga

proses pengepresan dan transfer berjalan

dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Becker. 1994. Chemical Compotition.

2. Danielo,Oliviero. May 2005. "An Algae

Based Fuel" Biofutur, No. 255.

3. Graham,Algaen and Wilcox. 2007

4. John Sheehan, Terri Dunahay, John

Benemann and Paul Roessler, “A Look

Back at the U.S. Department of Energy's

Aquatic Species Program-Bio-diesel

from Algae, Closeout Report", July

1998, NREL/TP-580-24 190

5. LaMonica,Martin. May 20, 2005. "Start-

up drills for oil in algae". News.com.

6. Vunjak-Novakovic, Gordana, 2005.

et.al. "Air-Lift Bioreactors for Algal

Growth on Flue Gas: Mathematical

Modeling and Pilot-Plant Studies," Ind.

Eng. Chem. Res., Vol. 44, No. 16.,

published on the web 6/28/2005.

Page 23: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 80

Lampiran

Tabel.1. Chemical composition of algae expressed on a dry matter basis

Page 24: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

81 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Gambar 4. Assembling unit twin screw

Page 25: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 82

Gambar 5. Alat ekstraksi algae model twin screw.

Page 26: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

83 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

PENELITIAN PROSES PEMBUATAN KONSENTRAT DAN INGOT

TEMBAGA DARI BATUAN MINERAL CU SEBAGAI SUBSTITUSI IMPOR

Adid A. Hermansyah1, Hafid

2 dan Kosasih

1

1Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) dan

2Balai Besar Logam Mesin (BBLM),

Kementerian Perindustrian, Jl. Sangkuriang No. 14 Bandung 40135

E-mail : [email protected]

Abstrak

Telah dilakukan penelitian proses pembuatan konsentrat dan ingot tembaga dari batuan

mineral Cu sebagai substitusi impor. Tujuannya adalah untuk menghasilkan produk substitusi

impor dari bahan baku paduan tembaga yang berasal dari dalam negeri. Metode penelitian yang

dilakukan, meliputi : (1) proses pembuatan konsentrat, yaitu ; penghalusan batu Cu (crusher),

perendaman dengan asam sulfat (H2SO4) dan pelarutan dengan serbuk Zn, (2) proses pembuatan

ingot, yaitu ; dibakar pada tungku non ferro (proses peleburan) dan cairan logam non ferro di

cetak sesuai ukuran yang dikehendaki. Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa komposisi

konsentrat maupun ingot tembaga di dominasi oleh Cu-Pb (98,7%-1,05%), kekerasan yang

dimiliki ingot tembaga adalah 62,28Hv (melebihi kekerasan pada standar tembaga murni : 20-

40 Hv). Hasil pengujian SEM dan EDS menunjukkan adanya lapisan matrix tembaga yang

cukup rapat dan menyatu, dimana unsur Pb menyelip pada matrix Cu. Diharapkan teknologi

proses pembuatan produk dari paduan tembaga dapat diproduksi oleh Industri Kecil dan

Menengah penambangan di indonesi untuk meningkatkan nilai tambah mineral paduan lokal.

Kata kunci : konsentrat, ingot tembaga, tungku non ferro.

Abstrak

Research on the manufacturing process of concentrates and ingots of Copper from Cu

mineralized rocks as import substitution has been done the aims to produce import substitute

products from raw materials from copper alloys in domestic. The research method was then,

consist of: (1) the manufacturing concentrates process, namely Cu smoothing stone (crusher),

soaking in sulfuric acid (H2SO4) and dilution with Zn powder, (2) ingot-making process, that is

burned on non-ferrous furnace (melting process) and liquid non-ferrous metals in print

according to the desired size. Based on the results of the experimental trial the composition of

concentrates and ingots of copper is dominated by Cu-Pb (98.7% -1.05%), the hardness of

copper ingots is 62.28 Hv (hardness exceeds the standards of pure copper: Hv 20-40) . The

result of SEM and EDS showed the presence of a layer of copper matrix is quite tight and

together, where the elements of Pb slip the matrix Cu. We hope that the products manufacturing

process technology of copper alloys can be produced by SMEs mining in Indonesia to

developing the added value of local mineral alloy.

Key words : concentrat, copper ingots, non ferrous furnace

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang

mempunyai kekayaan sumber daya alam

(SDA) melimpah, salah satu potensi SDA

untuk dimanfaatkan adalah sumber daya

mineral logam. Merupakan bahan baku

yang sangat dibutuhkan baik secara

langsung maupun tidak langsung bagi

berbagai macam industri manufaktur

berbasis logam. Pada Tabel 1(1)

diperlihatkan 9 (sembilan) jenis komoditi

mineral logam. Dimana tembaga (copper)

dengan simbol kimia Cu mempunyai

cadangan deposit yang cukup besar.

Didapat dari batuan yang mengandung

unsur Cu 10-20%. Batuan mineral Cu ini

terbagi beberapa jenis diantaranya :

Chalcocite, Digenite, Chalcopyrite, Bornite,

Cuprite, Malachite, dll. Dari berbagai jenis

mineral logam, tembaga mempunyai

karakteristik yang berbeda khususnya kadar

Cu yang dimilikinya.

Tembaga adalah salah satu logam

non ferro yang dapat dibuat untuk berbagai

jenis penggunaan karena mempunyai sifat-

sifat(2)

: (1) tahan korosi, (2) daya hantar

Page 27: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 84

listrik dan panas yang baik, (3) kemampuan

berubah bentuk secara plastis sehingga

mudah dibentuk dengan baik, (4)

kemampuan memantulkan cahaya, (5)

tahanan listriknya bertambah besar kalau

suhunya semakin tinggi. Paduan tembaga

yang lazim adalah material kuningan (Cu-

Zn) dan material perunggu (Cu-Sn).

Aplikasi penggunaan dari kedua

jenis paduan material tersebut mempunyai

spektrum yang sangat luas pada bidang

industri, yaitu : mulai industri konstruksi,

komponen listrik, komponen kapal, asesoris

pada kendaraan bermotor dan lain

sebagainya yang sangat dibutuhkan oleh

Indonesia.

Penambangan tembaga di Indonesia

terdapat di Papua (Irja), Sumatera Utara,

Jawa Barat dan beberapa daerah lainnya di

Indonesia. Pertambangan adalah industri

yang mengolah SDA dengan mengambil

dan memproses bahan tambang untuk

menghasilkan berbagai produk akhir yang

dibutuhkan industri. Pemilihan penelitian

paduan material Cu didasarkan

pertimbangan usaha untuk meningkatkan

nilai tambah mineral paduan lokal. Hal ini

akan memberikan efek langsung pengaruh

proses substitusi produk impor dengan

memberdayakan industri kecil dan

menengah (IKM) sebagai produsennya.

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Memberikan kemampuan untuk

menghasilkan suatu produk dari paduan

tembaga yang dapat menjadi produk

substitusi impor di dalam negeri.

2. Menumbuhkan wirausaha baru dan

peningkatan kemampuan IKM

penambangan melalui kerjasama

penelitian dengan Balai Besar Bahan

dan Barang Teknik (B4T) Kementerian

Perindustrian untuk menghasilkan

produk paduan Cu.

Berdasarkan permasalahan tersebut

di atas sebagai upaya terobosan untuk

mengatasi masalah ketergantungan industri

manufaktur logam dalam negeri terhadap

bahan baku impor. Maka dilakukan

penelitian ini dengan tujuan adalah untuk

menghasilkan produk substitusi impor dari

bahan baku paduan tembaga yang berasal

dari dalam negeri. Produk ini juga

diharapkan akan mampu dibuat oleh IKM

penambangan di Indonesia.

Tabel 1. Sumber daya mineral logam Indonesia

tahun 2008

No Komoditi Sumber Daya awal Th 2008

(Ton)

Cadangan awal Th 2008

(Ton)

1 Nikel 1.650.418.000,00 585.209.103,00

2 Timah 622.626,93 406.103,50

3 Bauksit 648.879.260,00 83.952.415,00

4 Tembaga 68.960.881,20 33.257.388,43

5 Emas

Primer

4.162,55 3.393,59

6 Emas alluvial

123,00 2.866,60

7 Perak 505.151,07 23.026,84

8 Pasir

Besi

267.337.519,30 4.732.000,00

9 Mangan 10.583.756,98 32.703.889,00

LANDASAN TEORI

Unsur Tembaga (Cu) dari batuan

mineral

Sebaran deposit mineral tembaga

yang ditemukan didaerah Jawa Barat cukup

berpotensi, adapun mineral tembaga (Cu)

tersebut berada dalam bentuk :

a. Endapan Sulfida Primer, yaitu :

Kalkopirit [Cu Fe S2], kalkosit (Cu2S),

Bornit (Cu5 FeS4), Kovelit (CuS) dan

Energit (Cu3 AS S4).

b. Deposit oksida : Krisovola (Cu Si3.

H2O), Malasit [Cu2(OH)2CO3], dan

azumit [Cu3(OH)2(CO3)2].

Kedua jenis mineral tersebut

merupakan mineral dalam bentuk bijih

sulfida yang mendekati dalam permukaan

bumi. Didalam daerah oksida dengan

kandungan oksigen dalam bentuk cairan

oksida tembaga, pelepasan garam

(pelepasan carbonat dan sulfat), dan silikat.

Pada daerah lebih dalam lagi yaitu daerah

sementasi, larutan tembaga dari garam-

garam tersebut ditransformasi kedalam

sulfide tembaga dengan fasa kedua

(kalkosit dan kovelite) kejadian ini

termasuk tembaga dengan kemurnian yang

tinggi.

Page 28: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

85 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Sistem penambangan batuan mineral

tembaga (Cu)

Pada sistem ini pertama-tama harus

diketahui defosit dari jumlah mineral

batuan Cu, apakah cukup efisien atau tidak

untuk dilakukan penambangan. Kadar Cu

yang produktif harus di atas 7%, sehingga

akan merupakan potensial untuk diolah.

Adapun metoda penambangan terdiri dari :

1. Penambangan pada permukaan (oven pit

surface)

2. Penambangan didalam permukaan tanah

(underground mining)

3. Penambangan dengan larutan ditempat

(in situ leaching mining)

Dari Keempat sistem penambangan tersebut

dari batuan Cu yang diperoleh adalah

menggunakan penambangan pada

permukaan tanah dengan kapasitas dan

perlatan yang sederhana dan dikerjakan

oleh masyarakat setempat. Untuk

meningkatkan kapasitas dan perlengkapan

yang modern diperlukan ada uluran tangan

dari pemerintah.

Sifat Fisik Mineral Tembaga (Cu)

Beberapa sifat dari logam tembaga

bergantung pada derajat kemurnian dan

sumber logam. Variasi sifat tersebut

disebabkan oleh antara lain :

a. Kelas pada tembaga ditentukan oleh

kandungan oksigen didalam tanah,

dioksidasi tembaga, oksigen bebas pada

tembaga.

b. Kandungan pada kemurnian yang

nativasi, seperti arsenic atau sebagai

penambahan seperti fosfor yang

berbentuk larutan padat atau fasa yang

terpisah pada batas butir.

c. Perlakuan thermal dan mekanik pada

logam, dimana logam timah hitam

berstatus sebagai tembaga Cor, tembaga

rol panas, tembaga pengerjaan dingin,

tembaga anil, dan tembaga sintering.

Sifat lain yang berbeda yaitu

disebabkan oleh deteksi dalam kisi-kisi

Kristal, sifat tersebut antara lain :

a. Bergantung sedikit pada deteksi kisi

Kristal, seperti sifat kalori dan

thermodinamik, dan karakteristik

magnetis dan haklirisme.

b. Bergantung banyak pada deteksi seperti

konduktivitas listrik dan thermal, sifat

plastik, phenomena kinetik dan tahan

terhadap korosi.

Sifat Kimiawi Mineral Tembaga (Cu)

Dalam tabel periodik tembaga

ditempatkan pada periodik keempat (4) dan

sebagai subgroup I B bersama-sama dengan

perak dan emas. Tembaga secara rutin

memiliki suhu rendah dan lebih stabil,

tetapi diatas suhu 800 oC tembaga akan

mencolok yang signifikan untuk proses

pyrometalurgi, kondisi oksidasi +3 dan +4

yang mana melengkapi dalam beberapa

kondisi senyawa.

Distribusi pada 29 elektron adalah

IS2,2S

2, 2P

C 3S

2 3P

6 3d 4S

2. Dari

konfigurasi electron ini (Ar) 3 d10

4S1

diperoleh tembaga dan ion (Cu+) dengan 18

elektron pada shel logam.

Karakteristik tembaga diudara

kering pada suhu kamar perlahan-lahan

membentuk lapisan protektif yaitu tembaga

oksida (CuO2) yang sifatnya melindungi

dari serangan korosi. Pada suhu peleburan

maka oksida-oksida tersebut akan

merupakan scale atau terak.

Logam Bukan Besi (Non Ferrous) Dalam keadaan murni, logam

bukan besi (timah putih, tembaga, nikel,

aluminium) memiliki sifat yang sangat

baik, seperti : daya tahan terhadap korosi

yang tinggi, daya hantar listrik yang baik

dan mudah untuk dibentuk. Logam

tembaga(4)

adalah termasuk logam non

ferrous yang dalam penggunaannya bisa

berupa logam tembaga murni atau

campuran/paduan dengan unsur logam lain.

Diperoleh dari tambang yang dimurnikan

dengan cara elektrolisa dan dilebur dalam

dapur untuk menjadi bahan atau produk

atau komponen tertentu.

Dalam penggunaannya sebagai bahan :

1. Tembaga murni (99,998%) :

Untuk peralatan listrik, elektronika,

komponen mesin, hiasan, alat rumah

tangga dll.

2. Tembaga paduan (Cu alloy) yang

dikelompokkan :

a. Kuningan

Adalah logam yang merupakan paduan

unsur Cu-Zn. Karakteristik logam

kuningan adalah :

Unsur paduan utamanya : Zn (seng)

dengan kadar sampai 40%

Sifat : kuat, keras, mudah dibentuk

Titik lebur : 905-1083 oC

Page 29: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 86

Jenis kuningan ada 8 golongan

(gilding metal – muntz metal) 5-40%

Zn

Penggunaan : alat listrik, komponen

mesin, alat rumah tangga, hiasan, dll.

Kuningan merupakan paduan Cu-Zn.

b. Perunggu

Adalah logam yang unsur utamanya

adalah tembaga kemudian ditambah

unsur paduan yang biasanya lebih dari

jenis logam kemudian diproses didalam

dapur lebur sehingga menjadi jenis

perunggu dan didominasi dengan warna

kuning.

Karakteristik logam perunggu adalah :

Paduan Cu+Sn = perunggu timah

putih (Sn maks = 30%)

Paduan Cu+Al = perunggu

aluminium (Al maks = 14%)

Untuk menambah sifat fisis/mekanis

ditambahkan unsur : Zn, Pb.

Penggunaan : komponen mesin, alat

listrik, alat rumah tangga, hiasan,

medali, dll.

Pembuatan produk : dilakukan

dengan cara pengecoran dan atau

tempa panas.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada

tahun 2011 di Laboratorium Bahan Balai

Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T)

Kementerian Perindustrian Bandung.

Urutan prosedur kegiatan laboratorium

pembuatan konsentrat dan ingot tembaga

dari mineral tembaga ditunjukkan pada

Gambar 1.

Metode penelitian dilakukan melalui

pendekatan laboratorium untuk meneliti

ingot tembaga (Cu) yang disertai dengan

pengujian-pengujian sebagai berikut :

1. Komposisi kimia :

Untuk mengetahui unsur apa saja yang

terkandung pada batuan Cu maupun

pada ingot tembaga (Cu), yang nantinya

akan di konversi dengan standar.

Adapun cara uji komposisi kimia ada

dua cara yaitu : (a) cara basah (wet

analysis), (b) cara kering (spectro

meter).

2. Pengujian mekanik :

Didalam pengujian mekanik ada dua

cara yaitu uji tarik dan uji keras, ingot

tembaga ini perlu dilakukan pengujian

tersebut untuk mengetahui sejauh mana

kualitas ingot tersebut sesuai dengan

spesifikasi tembaga murni.

3. Pemeriksaan mikroskopis :

Tujuannya untuk mengetahui struktur

apa yang dimiliki oleh material tersebut,

sehingga dapat diidentifikasi butirannya

maupun fasa-fasa yang terjadi.

Selanjutnya data hasil pengujian

tersebut di atas dikumpulkan dan

dianalisis.

Gambar 1. Diagram alir pembuatan

konsentrat dan ingot tembaga

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknologi Proses

Material

Material yang digunakan sebagai

sampel adalah batuan yang diambil dari

daerah Tasikmalaya Jawa Barat. Sebaran

deposit mineral tembaga yang ditemukan di

sekitar Jawa Barat harus diketahui defosit

dari jumlah mineral batuan Cu apakah

Batuan Cu (malasit)

Komposisi kimia

bahan Cu

Penghalusan batu Cu

(Stone crusher bertahap)

Perendaman dengan H2SO4 dan polimer

Larutan CuSO4

Reaksi antara CuSO4 skrap baja

Konsentrat Cu

Peleburan konsentrat Cu

Ingot tembaga (Cu) murni

Pengujian

Mulai

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan dan saran

Selesai

Page 30: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

87 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

cukup potensial sehingga efisien untuk

dilakukan penambangan. Untuk layak

ditambang kadar Cu dari batuan minimal

harus di atas 7% sehingga mempunyai nilai

untuk diolah. Adapun mineral tembaga

(Cu) yang ada di daerah Tasikmalaya

tersebut berada dalam bentuk(2)

:

1. Endapan Sulfida Primer, yaitu :

Kalkopirit [Cu Fe S2], Kalkosit (Cu2S),

Bornit (Cu5 FeS4), Kovelit (CuS) dan

Energit (Cu3 AS S4).

2. Deposit oksida : Krisovola (Cu Si3.

H2O), Malasit [Cu2(OH)2CO3], dan

azumit [Cu3(OH)2(CO3)2].

Kedua jenis mineral tersebut

merupakan mineral dalam bentuk biji

sulfida yang mendekati permukaan bumi.

Didalam daerah oksida dengan kandungan

oksigen dalam bentuk cairan oksida

tembaga, pelepasan garam (pelepasan

carbonat dan sulfat), dan silikat. Pada

daerah lebih dalam lagi yaitu daerah

sementasi, larutan tembaga dari garam-

garam tersebut ditransformasi kedalam

sulfida tembaga dengan fasa kedua

(kalkosit dan kovelite) kejadian ini

termasuk tembaga dengan kemurnian yang

tinggi.

Material yang digunakan pada

penelitian ini adalah ingot tembaga murni

hasil proses hidro metalurgi yang melalui

proses perendaman larutan kimia HCl dan

proses Extrasi dengan menggunakan meja

getar (shaking table). Material ingot dipakai

untuk bahan penukar panas dalam

memanfaatkan hantaran listrik dan

panasnya yang baik. Tembaga murni

banyak dipengaruhi oleh :

1. Pengaruh oksigen

Diagram fasa untuk sistim Cu – O

jumlah larutan padat maksimum dari O

pada titik entektik 1065oC, adalah

1,008%. Sedangkan tembaga ulet

mengandung sampai 0,04% O terdiri

dari struktur berfasa ganda dengan Cu

dan Cu2O.

Cu2O merupakan fasa berbentuk

piringan diharapkan memberikan

pengaruh yang baik terhadap sifat-sifat

mekanik, tetapi kalau jumlah banyak

akan menyulitkan dalam pengerjaan

dingin, jadi lebih baik mengontrol kadar

oksigen agar rendah walaupun untuk

tembaga ulet

2. Pengaruh hidrogen

Tembaga cair mengabsorb hydrogen

bersama-sama oksigen. Banyak H2 yang

terkandung membentuk gas pada waktu

pendinginan. Kalau pencairan tembaga

dilakukan pada atmosfir yang lembab

terjadi desosiasi H2O pada permukaan

tembaga cair. Jumlah Hidrogen yang

larut didalam tembaga Cair sebanding

lurus dengan akar 2 dari konsentrasi

hydrogen, dan hydrogen masuk kedalam

tembaga dalam keadaan atom.

Dalam keadaan padat kelarutan

hydrogen menurun banyak, tetapi

hydrogen dengan banyak yang dapat

larut dalam keadaan padat terkandung H

sebanyak ½ - 1/3 O.

H dalam tembaga yang mengandung O

bereaksi dengan Cu2O membentuk H2O,

yang bias lagi tinggal didalam kisi atom

dan membentuk gelembung-gelembung

yang mengakibatkan berbagai cacat

dalam batas butir. Jadi tembaga liat

mengandung O yang cukup tinggi

menjadi getas, karena pemanasan dalam

atmosfir tereduksi, hal ini sering

dinamakan penyakit hydrogen. Untuk

keadaan tersebut dapat dipergunakan

tembaga ulet kecuali tembaga deoksidasi

tembaga bebas hydrogen atau tembaga

deoksidasi fosfor.

3. Pengaruh deoksidasi

Fosfor sering dipergunakan untuk

deoksidasi Cu, karena kegetasan yang

disebabkan hydrogen merupakan

kerugian, maka tembaga deoksidasi

fosfor dipergunakan untuk pengelasan

dan penyolderan. Jumlah fosfor tersisa

adalah 0,004-0,040 % yang mengurangi

konduktivitas listrik.

Sebagai tambahan Ca B6 dan Li

digunakan juga untuk deoksidasi.

Karena Li efektif untuk deoksidasi dan

untuk dihidrogenisasi tanpa

menyebabkan penurunan hantaran

listrik, maka dengan maksud yang sama

dapat digunakan juga bagi tembaga

bebas oksigen. Tembaga bebas oksigen

dan hydrogen digunakan untuk katoda

tabung Sinar X dan magnetron.

Penghalusan Batuan (Stone Crusher)

Bongkahan batuan Cu yang didapat

dari hasil tambang daerah Tasikmalaya

Jawa Barat adalah jenis malasite dan

calcofirite. Selanjutnya material tersebut

Page 31: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 88

dipecah dan dikeringkan, digerus dan

diayak sampai lolos ukuran ayakan 100-200

mesh untuk kemudian dipakai sebagai

material uji. Penghalusan batuan dengan

menggunakan pemecah batu (Stone

Crusher) secara bertahap didapat ukuran

batu yang halus yaitu sekitar 100-200 mesh.

Dari ketiga item tersebut diaduk

sampai merata dalam sebuah bejana, supaya

larutan cepat mengendap diberi polimer

atau serbuk Zn, dengan menghasilkan

larutan tembaga sulfat (CuSO4) sebagai

awal proses.

Komposisi Bahan Cu

Dari serbuk mineral oksida dari batuan

malasite dengan kehalusan 200 mesh

ditemukan komposisi kimia bahan, seperti

ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia bahan Cu

dari batuan malasit

No Oksida Jumlah

(%)

1 Silika (SiO2) 64,830

2 Titanium (TiO2) 0,255

3 Alumina (Al2O3) 10,720

4 Besi Oksida (Fe2O3) 5,960

5 Kalsium Oksida (CaO) 2,200

6 Magnesia (MgO) 0,347

7 Natrium Oksida (Na2O) 0,347

8 Sulfida (SO2) 0,486

9 Kupro Oksida (CuO) 6,690

10 Lithium Oksida (LiO) 5,260

11 Kalium Oksida (K2O) 1,490

Perendaman dengan Asam Sulfat

(H2SO4).

Sebagaiman kita butuhkan didalam

penelitian ini, yaitu unsur tembaga (Cu)

dari bahan batuan malasit ini relatif kecil

bila dibandingkan dengan unsur lainnya,

seperti : silica Titania dan besi oksida.

Dengan sedikitnya akan mempengaruhi

terhadap kapasitas produksi, khususnya

pada jumlah persentase efektifnya. Idealnya

adalah harus mencapai 15% keatas yang

nantinya akan mencapai persentase

produksi yang optimal.

Dari persentase tembaga yang

diteliti untuk mencapai produksi optimal,

maka larutan asam sulfat harus dilakukan

proses daur ulang supaya pengotor tidak

terbawa ke dalam larutan tembaga Sulfat

(CuSO4), dengan tujuan supaya lebih

ekonomis, dan selain itu dibantu dengan

pelarutan yang sangat cepat dengan

mencampurkan Polimer kedalam larutan

tersebut.

Dari proses daur ulang beberapa

kali, dimana larutan tembaga sulfat akan

terpisah dari lumpur sebagai pengotor, jadi

dengan persentase tembaga (CuO) yang

relatif kecil akan lebih ekonomis.

Dengan terbentuknya larutan

tembaga sulfat (CuSO4) dari lumpur hasil

pengendapan, maka larutan tembaga sulfat

(CuSO4) dipindahkan ke bejana lain yang

terpisah dari lumpurnya. Dengan

pengambilan larutan tembaga sulfat

(CuSO4) yang berwarna biru yang

merupakan cikal bakal tembaga serbuk.

Pelarutan dengan serbuk Zn atau Besi

Setelah didapat larutan tembaga

sulfat lalu diberi serbuk Zn atau besi,

dengan tujuan untuk mendapatkan tembaga

serbuk dan larutan bereaksi dengan Fe

membentuk besi sulfat (FeSO4) maka

serbuk tembaga (Cu) mengendap, maka

endapan tersebut yang diperlukan untuk

dijadikan bahan konsentrat tembaga.

Konsentrat Tembaga (Cu)

Konsentrat Tembaga (Cu)

merupakan hasil dari pengolahan batu Cu

yang akan kita perlukan untuk dilakukan

peleburan dengan tungku non ferro

(Gambar 2) yang menghasilkan ingot

tembaga (Cu).

Peleburan Konsentrat Tembaga (Cu)

Peleburan konsentrat tembaga (Cu)

yang dipadukan dengan Zn atau Sn

menggunakan tungku non ferro yang di

desain dengan kapasitas lebur sekitar 60 kg.

Dihasilkan ingot tembaga (Cu) dengan

kemurnian mencapai sekitar 94%. Bahan

bakar yang digunakan adalah solar dengan

penghembus udara yang digunakan oleh

motor listrik. Lebih jelasnya tungku non

ferro dapat dilihat pada Gambar 2, dengan

spesifikasi teknis sebagai berikut :

Tinggi : 1100 mm

Diameter : 772 mm

Berat : 100 kg

Kapasitas : 60-100 kg

Daya motor : 3 PK

Konsumsi bahan bakar : 15 liter/jam

Page 32: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

89 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Gambar 2. Tungku non ferro.

Keterangan :

(1) crucible, (2) cover, (3) sprayer,

(4) body, (5) blower, (6) handle

Ingot Tembaga (Cu)

Ingot Tembaga (Cu) merupakan

hasil akhir didalam pengolahan batuan

tembaga (Cu) yang kita harapkan. Dari

hasil peleburan masih terbawa slag (terak)

yang berupa oksida besi dan sekaligus akan

menurunkan kualitas dari kemurnian ingot

Cu, maka diperlukan ketelitian dari

pembuatan konsentrat, dan peleburan

konsentrat, serta pembersihan slag (terak).

Komposisi Kimia Konsentrat Cu

Dari proses pelarutan tembaga

sulfat dan baja skrap akan menghasilkan

serbuk tembaga dengan komposisi, seperti

ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil komposisi kimia

konsentrat/Ingot Cu

No Unsur Hasil

konsentrat/Ingot Cu

1 Silika (SiO2) 0,0706

2 Mangan (Mn) < 0,00010

3 Phosfor ( P ) 0,00039

4 Sulfur (S ) 0,00040

5 Khrom (Cr) 0,00036

6 Nikel (Ni) < 0,00020

7 Tembaga (Cu) 98,7

8 Aluminium (Al) < 0,00050

9 Besi ( Fe) 0,0012

10 Timah (Sn) 0,0016

11 Timbal (Pb) 1,05

12 Seng (Zn) < 0,00010

13 Arsen (As) 0,0710

14 Bismut (Bi) 0,0378

15 Berilium (Be) 0,0252

Catatan : Metode uji :spectro emisi

Salah satu unsur yang diperlukan

dalam penelitian ini adalah tembaga (Cu),

dari hasil pengujian tembaga didapat 98,7%

(Tabel 3).

Dengan menghasilkan konsentrat

Cu atau ingot Cu dengan kadar 98% itu

menunjukkan proses hydrometalurgi ini

cukup baik, tetapi bila ingin lebih sempurna

menjadi lebih murni dengan kadar 99 -

99,9% maka pengotornya harus dihilangkan

dengan melalui proses peleburan yang

tertutup dari lingkungan atmosfir.

Tetapi dengan kadar tembaga

98,7% ini juga masih memenuhi kriteria

tembaga murni kelas III (harus melalui

proses pemurnian), sebagai produk tembaga

murni (ingot) dapat dilihat pada Gambar 3.

Hasil Pengujian

1. Hasil Foto Visual Produk Cu.

Pada pemeriksaan foto visual produk

ingot Cu, seperti ditunjukkan pada

Gambar 3 menunjukkan hasil yang

optimal walaupun hanya dikerjakan

dengan peralatan yang sederhana.

Secara visual produk ingot Cu ini cukup

mulus, tetapi kalau dilihat secara makro

maupun mikro masih banyak pori-pori

akibat dari pengotor yang terbawa, jadi

kemurniannya pun masih harus

dilakukan proses lanjut.

Dengan pengotor atau oksida lainnya

akan menurunkan sifat tembaga murni,

sehingga akan mengalami getas dan

materialnya tidak elastis sebagaimana

fungsinya tembaga murni. Hal demikian

perlu dilakukan peleburan yang lebih

sempurna guna menghilangkan pengotor

atau oksida berupa slag.

Gambar 3. Produk ingot tembaga

Page 33: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 90

2. Hasil Uji Keras

Sebagaimana telah diungkapkan diatas

bahwa kekerasan suatu logam

ditentukan oleh komposisi dan

perlakuan panas (heat treatment). Pada

produk ingot Cu memiliki kekerasan

vickers sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil uji Keras vickers ingot Cu

No/Uji KC Hasil uji keras Vickers

1/15 Kgm/mm2

1 66,5

2 68,1

3 58,5

4 58,5

5 54,8

Rata-rata 62,28

Berdasarkan standar kekerasan tembaga

murni masih jauh dengan tembaga hasil

penelitian karena masih dipengaruhi

oleh : (a) hydrogen, (b) oksigen, (c)

deoksidasi

Ketiga faktor yang mempengaruhi

tersebut berlangsung pada waktu

pelaburan, jadi diperlukan tungku yang

tidak langsung kontak dengan atmosfir

sesuai dengan desain pada Gambar 2.

Yaitu tungku non ferro.

Pada penelitian ini hasil kekerasan

memiliki rata-rata 62,28 HV, sedangkan

kekerasan standar tembaga murni

memiliki 20-40 HV. Dengan demikian

perlu diperhatikan beberapa faktor yang

mempengaruhi kekerasan tersebut,

khususnya oksida-oksida dan pengotor

yang terbawa bersama-sama dengan

konsentrat tembaga. Didalam proses

filtrasi diperlukan mesin filter press,

sehingga kemungkinan kemurnian dari

konsentrat Cu dan ingot Cu akan dicapai

dengan oftimal.

3. Hasil Pemeriksaan Metalografis

Pada pemeriksaan metalografis telah

menunjukkan Struktur mikro tembaga

dengan paduan yang cukup dominan

sebagai ilustrasi dapat dilihat pada

Gambar 4.

Potasium Dichromat 125 X

Gambar 4a. Struktur mikro ingot Cu

Potasium Dichromat 500 X

Gambar 4b. Struktur mikro ingot Cu

Dari kedua gambar Struktur mikro

ingot Cu dengan pembesaran masing-

masing adalah 125 x dan 500x, dengan

matrik tembaga menunjukan jaringan

timbal (Pb) yang merupakan batas butir, hal

ini timbal (Pb) tidak solid pada waktu

terjadi peleburan sedangkan titik cair Pb

lebih rendah dibanding tembaga (Cu), jadi

diperlukan waktu peleburan yang cukup

lama. Karena ada Pb akan menurunkan sifat

keuletan tembaga.

4. Hasil Pemeriksaan SEM & EDS

Pada pemeriksaan SEM terlihat adanya

matrik tembaga dengan unsur Pb yang

menggumpal, hal ini jelas kedua unsur

ini Cu + Pb merupakan unsur yang

paling dominan. Dengan demikian

batuan malasit mayoritas dihuni oleh

kedua unsur tersebut dan disertai dengan

silica. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Gambar 6. Scanning Electrons

Microscope (SEM).

Pada pemeriksaan Energy Dispersed

Spectrometry (EDS) dari enam spot

menunjukkan unsur yang dominan yaitu

tembaga dan Pb. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Kimia Secara EDS

Uji ke-

Hasil Uji EDS

Tembaga (Cu)

%

Timbal (Pb)

%

1 96,32 2,23

2 96,88 2,05

3 97,21 1,48

4 96,40 2,13

5 97,74 1,33

6 98,02 1,42

Unsur Cu dan Pb cukup punya andil

didalam batuan malasit, dan kedua unsur

Gumpalan Pb

Matrix Cu

Pb.yang menggumpal

pada batas butir

Page 34: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

91 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

tersebut saling mengikat merupakan

kesatuan yang cukup rapat, tapi jeleknya Pb

bisa menjadi substitusi didalam cacat

dislokasi.

Gambar 5. Komposisi ingot tembaga secara

EDS

Analisis Aspek Ekonomi

Bahan baku dan SDM untuk

pembuatan konsentrat dan ingot tembaga

dari batuan mineral Cu tersedia di di daerah

Tasikmalaya Jawa Barat. Teknologi proses

yang digunakan adalah Teknologi Tepat

Guna (TTG) karena IKM penambangan

dengan bantuan bimbingan dan supervisi

peneliti akan mampu melaksanakan,

memelihara dan mengembangkannya

dengan tidak merusak lingkungan hidup.

TTG adalah jenis-jenis teknologi

yang dikembangkan dan diaplikasikan

untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat yang meliputi 3 (tiga) kriteria

persyaratan, yaitu :

1. Kriteria teknis, memperhatikan dan

menjaga tata kelestarian lingkungan

hidup, pemanfaatan secara maksimal

bahan baku lokal untuk kelancaran

produksi, ketersediaan sarana

transportasi yang secara teknis efektif

dan efisien, mudah dalam perawatan

dan operasi serta relatif aman dan

fleksibel terhadap perubahan kondisi.

2. Kriteria ekonomis, adanya kebutuhan

akan modal dan devisa minimum,

efektivitas penggunaan modal,

keuntungan yang dapat kembali ke

produsen, dan jenis usaha kooperatif

yang kesemuanya mendorong

tumbuhnya industri lokal.

3. Kriteria sosial budaya, memanfaatkan

keterampilan yang sudah ada,

menjamin perluasan lapangan kerja,

menekan pergeseran tenaga kerja,

menghindari konflik sosial dan budaya,

serta meningkatkan pendapatan yang

merata.

Pemasaran produk relatif mudah

karena sangat dibutuhkan yang selama ini

masih di impor. Untuk membuat suatu unit

usaha dibutuhkan modal/investasi yang

besarnya tergantung dari kapasitas produksi

yang diinginkan. Besarnya modal/investasi

yang diperlukan adalah sebagai berikut :

1. Permodalan :

a. Modal tetap :

- Mesin dan peralatan (mesin

crusher, genset/dompeng,

timbangan, drum fiber, mixer,

mesin filter press, bak plastik,

tungku non ferro, mesin putar

centrifugal, masker gas, helm

keselamatan, sepatu keselamatan) =

Rp 250.250.000

- Tanah (200 tumbak @ 14 m2) 2.800

m2 = Rp 200.000.000

- Bangunan (50 tumbak@ 14 m2) 700

m2 = Rp 100.000.000

Jumlah modal tetap = Rp

550.250.000

Page 35: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 92

b. Modal kerja/tahun :

- Batuan Cu (untuk menghasilkan

tembaga/ingot) = Rp 23.040.000

- Tenaga kerja = Rp 660.000.000

- Ongkos over head (Pemeliharaan,

penyusutan, listrik, bunga pinjaman,

administrasi dan umum) = Rp

25.000.000

Jumlah modal kerja = Rp

708.040.000

Jadi jumlah modal investasi yang

diperlukan (modal tetap + modal

kerja) = Rp 1.258.290.000

2. Harga pokok produksi (HPP) :

= Total biaya modal kerja : volume

produksi

= Rp 708.040.000 : 100.800 kg/tahun

= Rp 7.100/kg

3. Perhitungan keuntungan

a. Total pendapatan usaha : hasil

penjualan

= 100.800 kg x Rp 80.000

= Rp 8.064.000.000/tahun

b. Total biaya pengeluaran =

Rp 708.040.000

c. Keuntungan kotor :

Total pendapatan usaha – total biaya

(a-b) = Rp 7.355.960.000

4. Pajak :

35% x keuntungan kotor

= Rp 2.574.586.000

5. Keuntungan bersih :

Keuntungan kotor – pajak

= Rp 4.781.374.000

Dari uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa keuntungan bersih dalam periode

1 (satu) tahun adalah sebesar Rp

4.781.374.000.

6. Perhitungan Batas Rugi Laba

Prosentase pada

batas rugi laba : Biaya tetap

= x 100 %

Hasil penjualan - biaya variabel

25.000.000

= x 100%

8.064.000.000 – 683.040.000

= 0,34%

Nilai pada batas rugi laba :

= 0,34% x Rp. 8.064.000.000

= Rp 27.417.600

Kapasitas pada batas rugi laba :

Produk dari paduan tembaga :

= 0,34% x 100.800 kg/tahun

= 343 kg

7. Perhitungan Benefit Cost Ratio (BCR)

8.064.000.000 (benefit)

= x 100 %

708.040.000 (cost)

= 1.138,92%

(BCR > 1) (baik)

Berdasarkan besarnya nilai proyek BCR

lebih dari 1 (satu), maka pendirian pabrik

sangat layak untuk didirikan karena secara

ekonomis menguntungkan.

Page 36: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

93 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan, maka di dapat beberapa

kesimpulan dan saran sebagai berikut :

Kesimpulan

1. Komposisi bahan batuan malasit

mengandung unsur/senyawa tembaga

(CuO) adalah 6,69%, jadi harus

dilakukan proses filtrasi yang berulang-

ulang supaya menunjukkan proses

produksi yang efisien.

2. Komposisi konsentrat maupun ingot Cu

di dominisasi oleh Cu – Pb (98,7% -

1,05%).

3. Visualisasi produk ingot cukup

sempurna, tetapi kekakuan cukup tinggi

dan disertai adanya lubang pori-pori

(porositas) bila dilihat secara makro dan

mikro photo.

4. Kekerasan yang dimiliki pada ingot

tembaga adalah 62,28 Hv, melebihi

kekerasan pada standar tembaga murni

(20-40 Hv).

5. Pemeriksaan secara mikroskofis adalah

memiliki matrix tembaga (Cu), dengan

batas butir timbale (Pb) yang disertai

adanya Pb terdisosiasi.

6. Pemeriksaan SEM & EDS

menunjukkan adanya lapisan matrix

tembaga yang cukup rapat dan menyatu.

Dimana unsur Pb terlihat sebagai

intertisi atau menyelip pada matrik Cu.

7. Dari segi ekonomis, pembuatan

konsentrat dan ingot tembaga dari

batuan mineral Cu menguntungkan

karena dengan harga jual Rp. 80.000/kg

dan kapasitas produksi 100.800

kg/tahun diperoleh keuntungan bersih

sebesar Rp 4.781.374.00.

Saran

1. Untuk menanggulangi agar tidak terjadi

pada proses pencampuran antara

H2SO4+ air + serbuk malasit, kurang

efisien dalam memproduksi larutan

tembaga sulfat maka dibutuhkan alat

filtrasi yang memadai seperti filter

press.

2. Untuk menghasilkan ingot tembaga

murni yang sempurna dibutuhkan

tungku non ferro yang dikondisikan

supaya tidak terjadi absorpsi lingkungan

atmosfir.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hafid, Tatang, A.Wahid, 2009, Penelitian

pembuatan produk impeler pompa dari Cu

Based dengan teknologi investment casting,

Jurnal Metal Indonesia Vol.31 No.2

Desember 2009, ISSN 0126-3463,

Akreditasi No:226/AU1/P2MBI/08/2009,

BBLM/MIDC, Kementerian Perindustrian,

hal.79.

2. Anonim, 2008, Neraca Sumber Daya

Mineral Tahun 2008, Pusat Sumber Daya

Geologi, Bandung.

3. Darmono Hariadi, 2007, Peningkatan Mutu

Produk Industri Kecil Pengecoran Logam

Sebagai Persyaratan SNI, Baristand Industri

Surabaya Departemen Perindustrian,

Surabaya.

4. Lili Satari, 2007, Manajemen Teknologi,

Diktat Pasca Sarjana Teknik dan

Manajemen Industri, UNPAS, Bandung.

5. A. Butts, COPPER, 2004, The science and

Technology of the metal, its alloys and

compounds, reinhold Publ. Co. New York.

6. R.P. Ehrlich, 2000, Copper ini Metallurgy,

Symposium of the metallurgical society,

Denver, Co.

7. M.J. Jones (ED), 2005, Copper Metallurgy

– Practice and theory, Symposium of the

institution of Mining and Metallurgy,

Brussels.

8. M.J. Jones (ED), 2001, Advances in

Extractive Metallurgy and Refining,

Symposium of the institution of mining and

Mettallurgy, London.

9. J.C. Yannopoulos, J.C. Agarwal (Eds),

2006, : Extractive Mettallurgy of Copper,

Vol I Pyrometallurgy and electrolytic

refining, The Metallurgy Society of AIME,

New York, Ny, AIME Annual Meeting Las

Vegas.

10. ASM Metal Hand book , 2005, Metal of

Microstructure Vol 7,8 th Edition American

Society For Metal

Page 37: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

ISSN 0126 - 3463

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 94

PENGENDALIAN MATRIKS AUSTENIT - MARTENSIT MELALUI

PROSES PERLAKUAN PANAS PADA BESI COR PUTIH CHROMIUM

TINGGI UNTUK MATERIAL BOLA PELUMAT

Mochamad Furqon

1 dan Doni Sugiyana

1

1Perekayasa bidang Metalugi, Kementerian Perindustrian, Jakarta

E-mail : [email protected]

Abstrak

Besi cor putih chromium tinggi merupakan bahan yang memiliki sifat ketahanan

keausan tinggi dan pembuatannya relatif murah. Pemakaiannya terutama untuk komponen

mesin/alat yang bergesekan misalnya bola pelumat untuk industri semen, industri

pertambangan, industri logam dan pembangkit listrik tenaga uap. Pada penelitian ini telah

dilakukan pengembangan proses perlakuan panas besi cor putih chromium tinggi, dengan

komposisi utama C: 3,12% dan Cr : 23,84%. Proses perlakuan panas mampu mengendalikan

struktur mikro matrik austenit dan martensit sehingga mendapatkan sifat-sifat kekerasan,

ketahanan keausan dan kekuatan impact optimum. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa

kekerasan dan kekuatan keausan pada matriks struktur mikro campuran austenit dan martensit

lebih tinggi dibandingkan pada struktur mikro matriks martensit penuh.

Kata kunci : besi cor putih chrom tinggi, bola pelumat, austenit, martensit, ketahanan keausan.

Abstract

High chromium white cast iron is material with superior wear resistance and relatively

low production cost. Its application particularly for wearing machine component, for instance:

grinding ball cement industry, mining industry, metallurgy and steam electric power

generation. In this study, development heat treatment process for high chromium white cast iron

has been carried out, with main chemical composition C : 3,12% and Cr : 23,84%.

Development heat treatment process was able to control microstructure of austenit and

martensit matrix to get optimum hardness, wear resistance and impact strength properties. The

results indicate that hardness and wear resistance obtained from the microstructure matrix

contain combination of austenit and martensit were higher than that of fully martensit.

Key words : high chrom white cast iron, grinding ball, austenite, martensit, wear resistance.

Page 38: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

95 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

PENDAHULUAN

Bola pelumat merupakan salah

satu komponen utama pada mesin

penghancur pada industri semen,

pertambangan dan mineral, industri logam

dan pembangkit tenaga listrik uap.

Kebutuhan bola pelumat di dalam negeri

dewasa ini lebih dari 95% masih harus di

impor dari luar negeri. Kebutuhannya

cenderung semakin meningkat seiring

dengan pertumbuhan industri

pertambangan, industri semen dan

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)(1).

Beberapa industri pengecoran

sudah mencoba memproduksi bola pelumat

untuk industri semen dan tambang emas

dari bahan besi cor putih chromium tinggi.

Sampai saat ini belum terdapat industri

yang dapat memenuhi persyaratan yang

ditentukan industri pemakai, terutama

persyaratan kekuatan keausan dan kekuatan

impact. Sebenarnya proses pengerjaan

pengecoran dan perlakuan panas telah

dilakukan mengikuti persyaratan standar,

serta telah memenuhi persyaratan

komposisi kimia dan kekerasan.

Berdasarkan kenyataan di lapangan,

penelitian ini dilakukan dengan tujuan

dapat memperoleh material dengan

memenuhi standar persyaratan yang selama

ini belum dapat dipenuhi. Diharapkan

masalah tersebut diatas dapat diatasi,

sehingga kebutuhan bola pelumat bisa

dipenuhi oleh industri dalam negeri.

TINJAUAN PUSTAKA

Besi Cor Putih Chromium Tinggi

Besi cor putih chromium tinggi

merupakan material yang cocok digunakan

pada lingkungan operasi gesekan, seperti :

bola pelumat, roll, crusher, pompa lumpur

mineral dan lai-lain. Hal ini disebabkan

karena sifat keras dan ketahanan keausan

tinggi dan biaya pembuatannya relatif

murah dibandingkan dengan jenis material

lain. Bergantung dari komposisi kimia

peleburan, mekanisme pembekuan besi cor

putih chrom tinggi, akan dimulai dengan

pembentukan fasa primer. Untuk besi cor

hypoeutektik akan terbentuk fasa austenit,

sedangkan pada besi cor hypereutektik akan

terbentuk karbida M7C3. Kemudian

pembekuan diakhiri dengan pembentuk fasa

eutektik. Besi cor putih chromium tinggi

karbida (Cr,Fe)7C3 dengan kristal

heksagonal akan tumbuh menjadi bentuk

batang dan tajam, oleh karena itu karbida

terbentuk secara kontinu didalam jaringan

sel eutektik(2,3,4)

.

Saat pembekuan, sel eutektik

berorientasi tegak lurus terhadap

permukaan cetakan pada daerah kolumnar,

tetapi berorientasi acak pada daerah yang

tidak beraturan. Matriks hasil cor (as cast)

tempat karbida berada adalah austenit

metastabil karena posisi Martensit Start

(MS) berada pada suhu di bawah suhu

kamar. Berdasarkan kondisi tersebut matrik

austenit dapat ditingkatkan kekerasannya

dan ketahanan keausannya melalui

pemanasan austenisasi (sekitar 1.000-1.020 oC). Proses pemanasan tersebut dapat

menurunkan kandungan Cr dan C pada

austenit melalui presipitasi carbida

sekunder. Akibat penurunan Cr dan C

tersebut akan diperoleh peningkatan suhu

Martensit Start (MS). Oleh karena itu

selama pendinginan sebagian matrik

austenit bertransformasi menjadi martensit,

sedangkan sisa austenit dapat diturunkan

melalui pemanasan pada suhu subkritis

sekitar 500oC.(4,5)

Morphologi dan volume fraksi karbida

Morfologi karbida dan volume

fraksi karbida sangat menentukan sifat-sifat

material terutama kekerasan daan

ketahanan keausan. Peningkatan volume

karbida 30-40% sangat meningkatkan

ketahanan ausnya. Batas tertinggi fraksi

volume karbida untuk meningkatkan

ketahanan keausan tergantung dari kondisi

operasi dilapangan. Pengendalian

morphologi anisotropy eutektik karbida

pada daerah kolumnar juga menentukan

ketahanan keausan material. Orientasi

pembekuan memanjang atau melintang dari

pembekuan tidak banyak memberikan

penaruh ketahanan keausan pada besi cor

putih. Namun pada orientasi dan ketebalan

karbida sangat penting pada gesekan yang

berbagai arah dan kondisi tegangan rendah

atau tegangan gesek tinggi. Demikian juga

jika orientasi karbida acak pada daerah

coran tidak beraturan, ketahanan ausnya

setara dengan karbida bentuk batang sejajar

dengan permukaan gesek(6)

.

Berdasarkan uraian diatas, fasa

matrik pada ketahanan keausan, sangat

tergantung dari penghancurnya, maka fasa

Page 39: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 96

matrik yang baik dipergunakan adalah

austenit. Sebaliknya untuk material yang

dihaluskan lebih rendah kekerasannya,

maka material yang digunakan adalah

matrik fasa martensit. Hal ini dapat

dijelaskan sebagai berikut, pada matriks

austenit ketika terjadi gesekan terjadi proses

regangan pada permukaan yang dapat

mendorong terjadinya transformasi austenit

menjadi martensit. Oleh karena itu untuk

bola pelumat industri semen, penghalusan

batu bara di PLTU sebaiknya dipilih

material dengan fasa matrik austenit.

Sebagaimana telah diketahui bahwa matrik

austenit memiliki kekuatan impact yang

tinggi dibandingkan fasa martensit,

sehingga apabila ingin diperoleh kekuatan

impact yang optimum, maka perlu

direncanakan rasio fraksi austenit dan

martensit. Berdasarkan hal tersebut, industri

yang mencoba membuat bola pelumat

dengan sasaran matriks martensit pada

umumnya tidak dapat memenuhi

persyaratan kekuatan impact yang

ditetapkan(4,7,8)

.

METODE PENELITIAN

Material

Besi cor putih chromium tinggi

yang digunakan pada penelitian ini,

memiliki komposisi kimia seperti pada

Tabel 1. Bentuk dan ukuran sampel coran

dan sampel uji dapat dilihat pada Gambar

1-2. Tabel 1. Komposisi kimia besi

cor putih chrom tinggi

No Unsur Komposisi (%)

1 C 3,12

2 Cr 23,8

3 Ni 0,26

4 Mn 0,92

5 Si 0,48

6 S 0,03

7 P 0,04

Gambar 1. Bentuk dan ukuran sampel coran

Gambar 2. Bentuk dan ukuran sampel uji

Peralatan

Peralatan perlakuan panas yang

digunakan adalah tungku perlakuan panas

listrik tipe kamar dengan lingkungan

atmosfir tungku gas nitrogen dengan suhu

maksimum 1.200 oC. Proses perlakuan

panas yang dilakukan pada penelitian ini

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Proses perlakuan panas

No

Sampel

As Cast dan Proses Perlakuan

Panas

1 Tanpa proses perlakuan panas (as

cast)

2

Austenisasi 1.020 oC, holding time 2

jam, pendinginan cepat (quenching)

media oli. Tempering 450 oC

holding time 2 jam.

3 Pemanasan suhu kritis 550 oC

4 Austenisasi 1.020

oC, holding time 2

jam, pendinginan udara

5

Austenisasi 1.020 oC, holding time 2

jam, pendinginan cepat udara

hembus. Tempering 450 oC holding

time 2 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji

1. Hasil Uji Kekerasan, Laju Keausan dan

Kekuatan Impact

Hasil uji kekerasan, laju keausan dan

kekuatan impact ditunjukkan pada Tabel

3, 4 dan 5. Dari hasil uji tersebut ,

sebagai bahan perbandingan data hasil

uji dibuat dalam bentuk grafik pada

Gambar 3. Berdasarkan Tabel 3, 4 dan 5

serta Gambar 3, kekerasan sampel

paling tinggi (780 Hv) diperoleh pada

sampel no.4, yang merupakan sampel

Page 40: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

97 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

yang mengalami proses austenisasi dan

pendinginan udara. Hasil uji laju

keausan paling tinggi (23,52 gram/20

menit) diperoleh pada sampel no.2, yang

merupakan sampel yang mengalami

austenisasi dan pendinginan cepat

(quenching) pada media oli. Laju

keausan paling rendah diperoleh pada

sampel no.4 dengan laju sebesar 10,71

gram/20 menit. Hasil uji kekuatan

impact menunjukkan hasil tertinggi pada

sampel no.2, sedangkan nilai terendah

ada pada sampel uji no. 3 dan hampir

sama dengan sampel no. 1.

Tabel 3. Hasil uji kekerasan

No

Sam

pel

Hasil Uji Kekerasan

1 2 3 Rata-

rata

1 596 584 596 592

2 662 668 654 662

3 582 586 582 583

4 782 768 764 771

5 706 712 708 707

Tabel 4. Hasil uji laju keausan

No

Sampel

Hasil uji laju keausan

Laju keausan

(gr/20min)

Laju keausan

standar

1 18,34 0,124

2 23,52 0,159

3 20,30 0,137

4 10,71 0,072

5 19,88 0,134 Keterangan :

Pengujian sesuai ASTM A514, laju keausan standar

adalah kehilangan berat sampel uji dibagi berat kehilangan berat standar.

Tabel 5. Hasil uji kekuatan impact

No Sampel Hasil uji kekuatan impact

(Joule)

1 226

2 104

3 234

4 162

5 144

Gambar 3. Perbandingan hasil uji kekerasan,

laju keausan dan kekuatan impact

2. Hasil uji struktur mikro

Hasil uji struktur mikro sampel uji dapat

dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 4. Pada

Gambar 4 diperlihatkan gambar struktur

mikro sampel as cast dan hasil

perlakuan panas. Struktur mikro sampel

as cast pada Gambar 4a. Struktur mikro

terdiri dari karbida eutektik M7C3,

kelihatan berwarna putih terang dan

matriks austenit primer dengan volume

fraksi austenit sekitar 72%. Struktur

martensit berada pada sekeliling

karbida.

Pada sampel no. 2 (Gambar 4c) yaitu

sampel yang mengalami austenisasi

pada suhu 1.02 oC dan penahanan waktu

2 jam kemudian di quenching pada

media oli, struktur mikro terdiri dari

matriks martensit sekitar 98%, austenit

sisa 2%. Karbida eutektik dan karbida

sekunder pada matriks martensit.

Sampel uji no. 3 (Gambar 4c)

merupakan sampel as cast yang

dipanaskan pada suhu sub kritis 550 oC.

Struktur mikro relatif sama dengan

sampel as cast dan tidak mengalami

perubahan berarti. Sampel uji no. 4,

sampel yang sudah mengalami proses

Page 41: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 98

austenisasi pada suhu 1.020 oC,

memiliki struktur mikro martensit

primer, yang terbentuk selama

pendinginan di udara. Jumlah sisa

austenit pada matriks sekitar 34%.

Sampel uji no.5 adalah sampel yang

mengalami proses kering pada suhu 550 oC. Memiliki matriks martensit sekitar

94% dan sisa austenit 6%. Karbida

terdiri dari eutektik dan karbida

sekunder.

Tabel 6. Hasil uji struktur mikro

No

Sampel Matriks Karbida

1 Austenit : 72%

Martensit : 28%

Karbida eutektik

M7C3

2 Austenit : 2%

Martensit : 98%

Karbida eutektik

M7C3

Karbida sekunder

3 Austenit : 74%

Martensit : 26%

Karbida eutektik

M7C3

4 Austenit : 34%

Martensit : 66%

Karbida eutektik

M7C3

Karbida sekunder

5 Austenit : 6%

Martensit : 94%

Karbida eutektik

M7C3

Karbida sekunder

Gambar 4. Hasil uji struktur mikro sampel uji

(pembesaran 500 X)

Pembahasan

Berdasarkan hasil uji kekerasan,

laju keausan dan kekuatan impact pada

Tabel 3, 4, dan 5, nampak jelas bahwa

matriks struktur mikro material sangat

menentukan pada kekerasan, laju keausan

dan kekuatan impact. Secara umum sampel

1, 3 dan 4 yang memiliki jumlah matriks

austenit tinggi menunjukkan laju keausan

lebih rendah atau ketahanan aus lebih tinggi

dibandingkan sampel dengan matriks

martensit lebih besar (sampel 2 dan 5).

Namun demikian, dari ketiga sampel

dengan austenit tinggi, kekerasan dan

ketahanan aus paling tinggi diperoleh pada

sampel no. 4 karena sisa austenit dari

proses perlakuan panas yang metastabil

dapat bertransformasi menjadi keras. Pada

saat terjadi deformasi plastis dan gesekan,

maka selain sifat tahan aus tinggi, salah

satu sifat lain dari matriks austenit adalah

sifat ketangguhan lebih baik dibandingkan

martensit(4,7,8)

.

Deformasi plastis tanpa patah pada

austenit lebih tinggi untuk gaya normal dan

tangensial, yang ditimbulkan oleh partikel

gesek. Seperti dapat dilihat pada goresan

struktur mikro contoh uji, matriks austenit

membentuk daerah tumbukan tanpa patah

sepanjang sudut celah gesekan. Garis slip

yang semakin panjang dari goresan

menggambarkan deformasi semakin besar.

Proses deformasi plastis yang disertai

gesekan memberikan matriks untuk

menerima energi mekanik oleh volume

besar sehingga kerusakan per unit volume

lebih kecil. Di lain pihak, energi mekanik

selama proses gesekan pada matriks

martensit diterima oleh volume lebih kecil,

oleh karena itu matriks martensit memilki

ketangguhan lebih kecil dibandingkan

austenit. Kondisi ini mengakibatkan

kerusakan pada daerah yang berbatasan

dengan sudut gesekan, lebih tinggi pada

sampel dengan matriks martensit(2,5)

.

Sifat lain yang melekat pada fasa

austenit besi cor chromium tinggi pada

suhu kamar adalah metastabil. Deformasi

plastis dari permukaan gesekan oleh

partikel gesek mengakibatkan terjadinya

transformasi fasa matriks dari austenit

menjadi martensit. Transformasi fasa

tersebut dapat memberikan pengaruh pada

peningkatan kekuatan gesekan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas,

reaksi pada matriks austenit besi cor

chromium tinggi ditimbulkan oleh gaya

Page 42: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

99 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

yang timbul selama proses gesekan yang

meliputi tahapan sebagai berikut (2,5)

:

a. Deformasi plastis matriks yang

membentuk celah gesekan oleh geseran

mikro dan garis slip yang semakin

panjang.

b. Pengerasan regangan dari austenit

karena deformasi plastis.

c. Transformasi fasa austenit menjadi

martensi dari deformasi plastis yang

berkelanjutan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Besi cor chromium tinggi merupakan

bahan untuk bola pelumat yang

memiliki struktur mikro campuran

matriks austenit dan martensit lebih baik

dibandingkan dengan matriks martensit

penuh.

2. Kondisi tersebut diperoleh melalui

fenomena pengerasan regangan karena

deformasi plastis yang berkelanjutan

dari gesekan selama operasi.

3. Orientasi karbida eutektik sangat

menentukan ketahanan keausan besi cor

putih chromium tinggi. Sumbu panjang

karbida sejajar permukaan gesek atau

orientasi acak pada daerah tidak

beraturan dapat meningkatkan

ketahanan keausan.

Saran

Berdasarkan hasil pengujian kekerasan

yang paling tinggi, laju keausan yang paling

kecil dan kekuatan impact yang cukup baik,

maka proses perlakuan panas yang

disarankan untuk diaplikasikan pada bola

pelumat dari bahan besi cor putih

chromium tinggi adalah berdasarkan hasil

pada sampel no. 4 yaitu melalui proses

austenisasi pada suhu 1.020 oC dan

pendinginan di udara. Keuntungan lain dari

proses ini adalah biaya pengoperasiannya

lebih rendah dan tahapan proses yang lebih

mudah.

DAFTAR PUSTAKA

1. ASM, 2001, Metals Handbook:

Casting, ASM International

Committee.

2. Durman, R.W., 2009, The application

of alloyed white iron in crushing,

grinding process, British Foundryment

Vol. 69 No. 6 pp.141 – 169.

3. Horpe, W.R. & Chicco, B., 2005, The

Fe rich corner of metastable C – Cr –

Fe liquids surface, Metal Transaction

Vol. 16A, pp. 1541 – 1549.

4. ASM, 2004, Metals Handbook: Heat

Treatment, ASM International

Committee.

5. Doganing, O.N. & Hawk, J.A., 2007,

Effect of retained austenite on white

cast iron, Transaction of the American

Foundryment Society, AFS, Illinnois.

6. Matsubasa, K. & Matsuda, O.,2005,

Eutectic solidification of high Cr cast

iron, mechanisme growth, ATS

Transaction Vol. 89, pp. 175 – 194.

7. Turenne, S. & Lavallee, F., 2009,

Matrix microstructure on the abrassion

wear resistance of high chromium

white cast iron, J. Matrix Sci., Vol. 24,

pp. 205 – 211.

8. Zumgahv, K.H. & Eldis, G.T., 2009,

Abrasive wear of white cast iron, Wear

Material Vol. 64 pp. 175 – 194.

9. Powell, G.L.F., 2009, Morphology of

eutectic M3C and M7C3 in white iron

casting, Metal Forum, Vol. 3 pp. 37 –

46.

10. Bereza, J.M., 2004, Wear and impact

resistance white cast iron, British

Foundryments, pp. 205 – 211.

11. Lin, H. & Qingde, Z., 2007, Behavior

of 28% chromium white cast iron in

abrassion and corrossion abrassion

wear, Wear Materials ASME.

12. Gunlach, R.B., 2002, Metals

Handbook: Heat treating of high alloy

iron, ASM (2002).

Page 43: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

ISSN 0126 - 3463

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 100

PENGARUH VARIASI RAPAT ARUS DAN WAKTU PENCELUPAN

PADA PELAPISAN SENG YANG DIKONVERSIKAN DENGAN

KHROMAT HIJAU PADA AISI 1005

Eva Afrilinda

2

1Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM/MIDC), Kementrian Perindustrian

Jl. Sangkuriang No. 12 Bandung 40135

Email : [email protected]

Abstrak

Pelapisan seng yang dikonversikan khromat hijau dengan material dasar baja AISI 1005

memiliki tujuan untuk memisahkan kontak langsung antara logam dasar dengan lingkungannya

agar tidak terjadi korosi, memiliki daya lekat yang baik dan hasil lapisan (warna/tampak rupa

dan ketebalannya) yang baik. Pada proses lapis listrik seng yang dikonversikan dengan khromat

hijau ini, penyusun memvariasikan rapat arus dan waktu pencelupan. Rapat arus yang

divariasikan yaitu : 1 A/dm2, 2 A/dm

2 dan 3 A/dm

2 sedangkan waktu pencelupan yang

divariasikan yaitu : 5 menit, 10 menit dan 15 menit dengan temperatur konstan yaitu antara 25

ºC -35 ºC dan pH larutan seng 9,9. Tahap lapisan seng yang dikonversikan dengan khromat

hijau pada material dasar baja AISI 1005 secara garis besar sebagai berikut : (1) proses

pengerjaan pendahuluan yaitu, cuci lemak dan cuci asam, (2) proses pelapisan seng, (3) proses

pengerjaan akhir yaitu, celup activating, celup khromat hijau dan pengeringan. Dari hasil

pengujian didapatkan ketebalan maksimum sebesar 10,8 μm dan ketebalan minimum sebesar 2

μm, sehingga kondisi operasi optimum pelapisan seng yang dikonversikan dengan khromat

hijau yaitu pada kondisi rapat arus 2 A/dm2 dengan waktu pencelupan 15 menit.

Kata kunci : pelapisan seng, khromat hijau, rapat arus, waktu pencelupan dan baja AISI 1005

Abstrak

Zinc Electroplating converted with green chromate on steel base material AISI 1005 is

purposed to separate direct contact between base material and the environtment to prevent

corrosion, good adhesion and have a good visual coating (colours and thickness). This research

used variation of current density and dip time. The Variety of current density are : 1 A/dm2, 2

A/dm2 dan 3 A/dm

2 and variety of dip time are : 5 minutes, 10 minutes and 15 minutes with

constan temprature between 25º C -35 º C and pH of zinc solution 9,9. Zinc Elektroplating

conversion with green chromate on steel base material AISI 1005, generaly has methods as

following below : (1) preparation process, as : fat rinse and acid rinse, (2) electoplating

process, (3) finishing process, as: dip in activating, dip in green chromate and drying. Based on

research, the maximum thickness result obtained in 10,8μm and minimum in 2 μm, so the

optimum condition of zinc electroplating conversion with green chromate on steel base material

AISI 1005 achieved in condition current density 2 A/dm2 with dip time 15 minutes.

Key words : zinc electroplating, green chromate, current density, dip time and steel base

material AISI 1005

Page 44: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

101 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

PENDAHULUAN

Pelapisan seng merupakan suatu

proses pelapisan dengan menggunakan arus

listrik searah yang didasari prinsip kerja

elektrolisa dan dilengkapi katoda dan anoda.

Pelapisan seng yang dikonversikan dengan

khromat hijau ini diharapkan menghasilkan

daya tahan korosi yang lebih tinggi dan

menghasilkan tampak rupa yang lebih indah

dan biasanya produk yang dihasilkan salah

satunya dapat digunakan sebagai dekoratif.

Logam seng sangat efektif apabila digunakan

sebagai bahan pelapis sesuai dengan

karakteristiknya, yaitu : (1) bersifat anodis

yang baik, (2) biaya operasinya rendah, (3) bila

dikonversikan dengan khromat, tampak rupa

akan lebih indah, (4) kekerasannya cukup baik.

Parameter yang digunakan pada penelitian ini

yaitu rapat arus dan waktu pencelupan.

Tujuan dari penelitian ini untuk

mendapatkan kondisi optimum dari proses

pelapisan seng yang dikonversikan dengan

khromat hijau pada material dasar AISI 1005,

dengan cara memvariasikan rapat arus dan

waktu pencelupannya. Peneliti hanya

membatasi penelitian menggunakan material

AISI 1005 ukuran : (50 x 40 x 1) mm dan

besaran yang divariasikan yaitu rapat arus : 1

A/dm2, 2 A/dm

2 dan 3 A/dm

2 dan waktu

pencelupan : 5 menit, 10 menit dan 15 menit.

Metoda penelitian yang dilakukan

penyusun dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Mempelajari teori dasar tentang pelapisan

dan faktor-faktor yang berpengaruh dimana

merupakan dasar dari penelitian yang

dilakukan.

2. Menentukan material dasar, larutan dan

proses pelapisan yang digunakan beserta

pengujiannya.

3. Melakukan proses pelapisan sesuai dengan

prosedur yang telah ditentukan beserta

pengujiannya.

4. Melakukan pengamatan, pembahasan data

yang dihasilkan dan menyimpulkan hasil

yang didapatkan serta memberi saran jika

diperlukan.

TINJAUAN PUSTAKA

Material dasar

Baja karbon memilki bermacam unsur

paduan, dimana unsur paduan yang paling

penting adalah Besi (Fe) dan Karbon (C).

Disamping itu juga ada unsur paduan lain

seperti : Silikon (Si), Mangan (Mn), Sulfur (S),

Phospor (P), dalam jumlah yang lebih kecil.

Sifat-sifat baja karbon sangat dipengaruhi oleh

kadar karbon yang dikandungnya. Oleh karena

itu baja karbon dapat diklasifikasikan

berdasarkan kadar karbon yang dikandungnya

yaitu :

1. Baja karbon rendah, dengan prosentase

kadar karbon kurang dari 0,25% karbon

2. Baja karbon medium dengan prosentase

kadar karbon antara 0,25%-0,5% karbon

3. Baja karbon tinggi, dengan prosentase

kadar karbon antara 0,5%-1,7% karbon

Material dasar yang digunakan dalam

penelitian ini adalah AISI 1005 dengan kadar

karbon 0,033% yang artinya material tersebut

termasuk klasifikasi baja karbon rendah.

Alasan digunakan material ini dalam penelitian

proses pelapisan seng (Zn) yang dikonversikan

dengan khromat hijau yaitu :

1. Material yang biasa digunakan dalam

proses pelapisan seng (Zn) yang

dikonversikan dengan khromat hijau adalah

baja karbon rendah, karena dengan

pelapisan ini diharapkan menghasilkan

daya tahan korosi yang lebih tinggi dan

menghasilkan tampak rupa yang lebih

indah, dimana produk yang dihasilkan

dapat digunakan sebagai dekoratif

2. Mahal dan sulitnya mendapatkan baja

karbon tinggi dipasaran

Pelapisan listrik seng (Zn)

1. Pengertian proses lapis listrik

(Electroplating)

Pelapisan seng pada logam besi atau baja

bertujuan untuk melindungi logam tersebut

dari korosi, memperbaiki tampak rupa dan

membentuk lapisan dasar untuk proses

selanjutnya. Sebagai logam pelapis, lapisan

seng lebih besifat anodis terhadap logam

dasar terutama besi atau baja, disamping itu

logam seng lebih reaktif terhadap

Page 45: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 102

lingkungan daripada logam dasar besi atau

baja.

Berdasarkan sifat elektrokimia tersebut

diatas, ternyata logam seng sangat efektif,

bila digunakan sebagai bahan pelapis sesuai

karakteristiknya yaitu : (a) bersifat anodis

yang baik, (b) biaya operasi rendah, (c) bila

dikonversikan dengan khromat tampak rupa

akan lebih indah.

Lapis listrik adalah suatu proses

pengendapan zat atau ion-ion logam pada

elektroda negatif (katoda) dengan cara

elektrolisa menggunakan arus listrik searah

(DC). Endapan yang terjadi pada proses ini

karena adanya ion-ion bermuatan listrik

berpindah dari suatu elektroda melalui

larutan elektrolit dimana hasilnya akan

mengendap pada elektroda negatif (katoda)

dan bersifat adhesif pada logam dasarnya.

Selama proses pengendapan atau deposit

berlangsung terjadi reaksi kimia pada

elektroda dan larutan elektrolit baik reaksi

reduksi maupun reaksi oksidasi, yang

diharapkan berlangsung terus menerus

menuju arah tertentu secara tetap. Untuk itu

diperlukan arus listrik searah dan tegangan

yang konstan.

Prinsip dasar proses lapis listrik

berdasarkan hukum faraday yang

menyatakan :

a. Jumlah zat-zat atau unsur-unsur yang

terbentuk dan terbebas pada elektroda

selama proses elektrolisa sebanding

dengan jumlah arus listrik yang

mengalir dalam larutan elektrolit.

b. Jumlah zat-zat yang dihasilkan oleh arus

listrik yang sama selama elektrolisa

sebanding dengan berat eqivalen

masing-masing zat tersebut.

Pernyataan faraday tersebut diatas dapat

ditulis dengan rumus seperti berikut ini :

B = F

eTI .. (1)

Dimana :

B = berat zat yang terbentuk (gram)

I = jumlah arus yang mengalir (ampere)

T = waktu (detik)

e = berat equivalen zat dibebaskan (berat

atom suatu unsur dibagi valensi unsur

tersebut)

F = jumlah arus yang diperlukan untuk

membebaskan sejumlah gram equivalen

sejumlah suatu zat

1F = 96500 Coulomb, yaitu jumlah arus

listrik yang diperlukan untuk

membebaskan 1 grek suatu zat.

Hukum Faraday sangat erat kaitannya

dengan efisiensi arus yang terjadi pada

proses pelapisan secara listrik. Efisiensi

arus adalah perbandingan berat endapan

yang terjadi dengan berat endapan secara

teoritis dan dinyatakan dalam persen.

η = teoritissecaramengalir yang Arus

sebenarnyamengalir yang Arus

x 100% (2)

Efisiensi arus rata-rata untuk berbagai jenis

larutan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah

ini.

Tabel 1. Efisiensi arus rata-rata berbagai

jenis larutan pelapisan logam

Jenis larutan Efisiensi arus (%)

Cadmium (oxide) 85-95

Chromium 12-16

Emas 70-85

Zinc (acid) 97-99

Zinc (cyanid) 85-90

Nickel 94-98

Tegangan yang diinginkan dalam proses

lapis listrik adalah konstan, maksudnya

tegangan tidak akan berubah atau

terpengaruh oleh besar kecilnya arus yang

terpakai.

I = R

V (3)

Dimana :

I = Banyaknya arus (ampere)

V= Tegangan (volt)

R= Tahanan (ohm)

Sehingga untuk memvariabelkan ampere,

yang divariabelkan hanya tahanannya saja

Page 46: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

103 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

sedangkan tegangannya tetap. Besarnya

rapat arus yang digunakan untuk

mendapatkan lapisan dari suatu logam perlu

diketahui efisiensi katoda, begitu pula

untuk mendapatkan perkiraan tebal lapisan.

Pada Tabel 2 dibawah ini diperlihatkan

tentang hasil perhitungan waktu pelapisan

dan tebal.

Tabel 2. Tebal lapisan yang dihasilkan

metode lapis listrik

Bahan/

Larutan

Efisiensi

Katoda

Amp.J/in2

untuk

mengendapkan

0,0001 in pada

efisiensi 100%

Faktor (F) Rapat arus

(Amp/in2)

Kuningan 50 1,95 0,027 0,035

Kadmium 96 9,73 0,07 0,18

Kromium 14 51,8 2,57 2,5

Tembaga 98 17,8 0,126 0,21

Emas 95 6,2 0,045 0,04

Nikel 95 19 0,193 0,25

Seng 98 14,3 0,0101 0,21

Ketebalan dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

T = 1000 x F

A) : (C x H (4)

Dimana :

T = Tebal lapisan dalam (mm)

H = Waktu pelapisan (jam0

C = Rapat arus (ampere/dm2)

A = Luas permukaan (dm2)

F = Faktor

2. Prinsip dasar proses lapis listrik seng (Zn)

Pada prinsipnya lapis listrik seng

merupakan rangkaian dari : arus listrik,

anoda, katoda dan larutan elektrolit.

Apabila anoda dan katoda dimasukkan ke

dalam larutan elektrolit yang dialiri arus

listrik searah, anoda dihubungkan ke kutub

positif dan katoda dihubungkan ke kutub

negatif. Sehingga pada anoda dan katoda

akan terdapat potensial yang berbeda.

Dari kejadian tersebut logam seng akan

terurai ke dalam larutan elektrolit yang juga

mengandung ion-ion seng. Kemudian

dengan adanya perbedaan arus listrik dan

perbedaan potensial tersebut, maka melalui

larutan elektrolit ion-ion Zn2+

akan terbawa

dan mengendap pada permukaan katoda

atau benda kerja.

Dengan demikian disini terjadi reaksi:

ZnO Zn2+

+ O2¯

Katoda : Zn2+

+ 2e- Zn

Anoda : Zn Zn2+

+ 2e-

3. Rangkaian media lapis listrik

a. Larutan elektrolit

Suatu proses lapis listrik memerlukan

larutan elektrolit sebagai media agar

proes tersebut berlangsung. Larutan

tersebut dapat dibuat dari larutan asam,

basa dan garam. Untuk tiap jenis

pelapisan larutan elektrolit yang

digunakan berbeda-beda tergantung

pada sifat-sifat lapisan yang akan

dicapai, jenis material yang dilapis dan

kemampuan daya hantar listrik tiap

larutan. Untuk suatu larutan elektrolit

harga R adalah :

R = A

L (5)

Dimana :

Ρ = tahanan jenis elektrolit (ohm.m)

L = Jarak antar elektroda (m)

A = luas penampang larutan (m)

R = Tahanan elektrolit (ohm)

b. Anoda

Pada proses lapis listrik, anoda

merupakan kutub positif dimana akan

terjadi reaksi -reaksi anodik. Anoda

terbagi empat macam, yaitu :

- Anoda terlarut (Soluble anode)

Merupakan jenis anoda yang ikut larut

pada proses lapis listrik, dimana selain

berfungsi sebagai penghantar arus

listrik juga berfungsi sebagai pensuplai

bahan baku pelapis. Beberapa hal yang

harus diperhatikan dalam memilih

anoda terlarut diantaranya : jenis

larutan elektrolit yang dipakai, bentuk

anoda dan kemurnian anoda.

- Anoda tidak larut (Unsoluble anode)

Merupakan jenis anoda yang tidak ikut

larut pada proses lapis listrik terjadi,

dimana anoda ini hanya dipakai

sebagai penghantar arus saja

(Conductor of Current) dan anoda

jenis ini tidak mudah terkikis larutan

dengan atau tanpa aliran listrik. Tujuan

Page 47: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 104

dipakainya anoda tidak larut untuk

mencegah terbentuknya ion logam

yang berlebihan dalam larutan dan

memelihara keseragaman jarak antara

anoda dan katoda. Kerugian

penggunaan anoda tidak larut yaitu

cenderung teroksidasi unsur-unsur

tertentu dari anoda tersebut ke dalam

larutan. Oleh karena itu anoda jenis ini

tidak dapat digunakan dalam larutan

yang mengandun bahan-bahan organik

atau cyanide

- Katoda

Pada proses lapis listrik, katoda

merupakan kutub negatif yang dapat

diartikan sebagai benda kerja yang

akan dilapis. Ion-ion logam akan

mengendap membentuk lapisan pada

permukaan katoda yang menimbulkan

reaksi-reaksi katodik. Oleh karena itu

jarak antara anoda dan katoda harus

diatur sedemikian rupa sehingga

lapisan yang terbentuk relatif sama

ketebalannya.

- Arus listrik

Umumnya arus listrik yang digunakan

dalam proses pelapisan listrik adalah

arus listrik yang digunakan bersumber

dari PLN merupakan tegangan tinggi,

maka sebelum disearahkan terlebih

dahulu diturunkan tegangannya dengan

menggunakan trafo. Biasanya arus

yang digunakan dapat divariasikan

sesuai dengan luas penampang yang

akan dilapis.

4. Proses lapis listrik seng (Zn)

a. Proses pengerjaan persiapan

pendahuluan (Pre treatment)

Sebelum proses lapis listrik dilakukan,

permukaan benda kerja yang akan

dilapis harus dalam keadaan yang benar-

benar bersih, bebas dari semua pengotor

organik, anorganik atau oksida dan

untuk mendapatkan kondisi fisik

permukaan yang lebih baik serta aktif.

Pengerjaan pendahuluan ini mutlak

dilakukan untuk mendapatkann hasil

lapisan yang baik sesuai dengan yang

diinginkan. Secara umum pengerjaan

penduhuluan dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

- Pembersihan secara mekanik

Proses ini bertujuan untuk

membersihkan oksida, geram dan

menghilangkan goresan-goresan serta

memperhalus permukaan benda kerja

yang biasanya dilakukan pemolesan

- Pembersihan dengan pelarut organik

(solvent)

proses ini bertujuan untuk

membersihkan lemak, minyak dan

pengotor-pengotor lainnya dengan

menggunakan pelarut organik.

Pembersihannya dibagi dua macam

yaitu : proses pembersihan dengan

vapour degreasing adalah suatu proses

pembersihan menggunakan pelarut

yang tidak mudah terbakar dan proses

pembersihan pada temperatur kamar

dengan cara diusap atau dipoles.

- Pembersihan dengan alkalin (alkalin

degreasing)

proses ini bertujuan untuk

membersihkan benda kerja dari lemak

atau minyak yang menempel, karena

akan mengurangi kontak antara lapisan

dengan logam dasar atau benda kerja.

Pencucian dengan alkalin ini

digolongkan dalam dua cara yaitu :

Cara biasa (alkaline degreasing)

Dengan cara merendam benda kerja

dalam larutan alkalin pada keadaan

panas selama 5-10 menit atau

disesuaikan dengan kondisi

permukaan benda kerja.

Cara elektro (electrolitic degreasing)

Dengan menggunakan arus listrik

dan katoda dipakai dengan

lempengan karbon. Bila benda kerja

yang akan dibersihkan dan

ditempatkan pada arus listrik positif,

maka proses disebut anoda

degreasing begitu pula sebaliknya.

Pencucian dengan asam (picling)

Proses ini bertujuan membersihkan

permukaan benda kerja dari oksida atau

karat dan sejenisnya secara kimia

melalui perendaman larutan asam.

Larutan asam ini terbuat dari

Page 48: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

105 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

pencampuran air bersih dengan asam

antara lain : Asam sulfat (H2SO4), Asam

floride (HF) dan Asam khlorida (HCl).

b. Parameter yang berpengaruh pada

pelapisan listrik seng (Zn)

- Rapat arus (current density)

Rapat arus menyatakan jumlah arus

listrik perluas unit elektroda. Pada

proses lapis listrik, rapat arus yang

diperhitungkan ialah rapat arus katoda

yaitu banyaknya arus yang diperlukan

untuk mendapatkan atom-atom logam

pada tiap satuan luas benda yang akan

dilapis. Rapat arus dapat diatur, makin

tinggi rapat arus maka makin tinggi

pula kecepatan pelapisan. Tetapi

apabila menggunakan rapat arus yang

terlalu tinggi dapat menyebabkan

lapisan kasar, bersisik dan terbakar

atau hitam.

- Tegangan (voltage)

Tegangan yang digunakan dalam lapis

listrik harus konstan, sehingga yang

divariabelkan hanya rapat arus saja.

Maksudnya adalah bila luas

permukaan benda kerja bervariasi,

maka rapat aruslah yang divariasikan

sesuai dengan ketentuan sedangkan

tegangannya tetap.

- Temperatur

Temperatur larutan dapat

mempengaruhi hasil lapisan, dimana

pada temperatur tinggi daya larut

bertambah besar dan terjadi

penguraian garam logam yang

menjadikan tingginya konduktivitas

dan mobilitas ion logam tetapi

viskositasnya berkurang. Sehingga

menyebabkan endapan ion logam pada

katoda akan lebih cepat sirkulasinya.

Peristiwa ini dapat menyebabkan hasil

lapisan menjadi kasar, tetapi

keuntungannya akan mengurangi

terserapnya gas hidrogen dalam

lapisan, menurunkan tegangan dan

mengurangi kerapuhan.

- pH larutan

pH dipakai untuk menentukan derajat

keasaman suatu larutan elektrolit

dalam operasi lapis listrik. Tujuannya

menentukan derajat keasaman ini

adalah untuk mengecek kemampuan

dari larutan dalam menghasilkan

lapisan yang lebih baik.

- Waktu operasi

Lamanya waktu operasi menentukan

banyaknya endapan yang terbentuk,

sehingga semakin lama waktu operasi

yang digunakan maka semakin tebal

lapisan yang dihasilkan. Hal ini

disesuaikan dengan hukum Faraday

yang menyatakan jumlah endapan

logam yang terbentuk sebanding

dengan jumlah arus yang diberikan

dikalikan dengan lamanya waktu

operasi.

c. Proses pengerjaan akhir (Post

Treatment)

Benda kerja yang telah dilakukan

proses lapis listrik, biasanya dibilas

kemudian dikeringkan. Biasanya

proses lanjutan benda kerja dapat

dipasifkan atau diberi lapis pelindung

khromat atau lapis lindung transparan

yaitu laquar.

Proses pelapisan seng (Zn) yang

dikonversikan dengan khromat hijau

1. Pengertian khromatisasi

Pada dasarnya proses pelapisan khromat

merupakan prroses pengendapan logam

secara kimia. Tujuan proses lapis listrik

seng yang dikonversikan dengan khromat

hijau adalah meningkatkan daya tahan

terhadap korosi, memberikan lapisan

berwarna lebih indah, berfungsi sebagai

lapisan pasivating dan mendapatkan lapisan

yang sifat konduktifitas listriknya tinggi.

Apabila logam yang dilapis seng

dicelupkan ke dalam larutan yang

mengandung chromic acid (CrO3) dan acid

(asam), maka pada permukaan lapisan seng

akan terbentuk lapisan baru yang disebut

lapisan khromat (chromic film). Endapan

tersebut terbentuk, karena adanya paduan

chromic acid dengan chromium hydroxida

[Cr(OH)3] yang mana chromium hydroxida

terjadi akibat adanya reduksi chromic acid

dengan hydrogen yang terdapat pada

larutan.

Page 49: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 106

Banyaknya ion-ion chromium hexavalen

(Cr6+

) yang terikat dan ketebalan lapisan

akan menentukan sifat-sifat lapisan

misalnya daya tahan karat, kekuatan

lapisan, sifat dan warna lapisan. Kelemahan

utama lapisan khromat adalah apabila

dipanaskan diatas temperatur 350º C, maka

lapisan akan pecah membentuk bubuk-

bubuk chromium oxida (CrO3) dan

akhirnya lapisan akan berangsur-angsur

hilang.

2. Prinsip kerja khromatisasi

Proses khromat merupakan lanjutan dari

proses pelapisan seng yang dikonversikan

dengan cara kimia yaitu dengan

mencelupkan atau merendamkan barang

yang akan dilapis dengan waktu pencelupan

dan temperatur larutan disesuaikan macam

khromat yang akan dikehendaki, reaksi

proses khromat yang terjadi :

Zn + H2SO4 ZnSO4 + 2H+

H2Cr2O7+3 H+ Cr(OH)3+ H2CrO4

2Cr(OH)3+H2CrO4 Cr(OH)3Cr(OH)CrO4

+2 H2O Cr2O3CrO3nH2O

3. Kondisi operasi khromatisasi

Pada proses khromatosasi larutan yang

digunakan harus ditentukan terlebih dahulu,

hal ini mengingat adanya perbedaan

kondisi, komposisi maupun konsentrasi dari

setiap jenis larutan.

Pemeriksaan pH (derajat keasasaman)

larutan dengan alat yang disebut pH meter,

apabila belum memenuhi pH larutan yang

diinginkan maka larutan tersebut

ditambahkan sodium hydroksid (NaOH =

30%) sedikit demi sedikit hingga mencapai

pH yang disyaratkan. Tetapi apabila pH

larutan yang terbentuk melebihi pH yang

disyaratkan maka ditambahkan asam sulfat

(H2SO4 = 98%) sedikit demi sedikit hingga

pH yang disyaratkan.

4. Proses khromatisasi

Rangkaian proses yang khromat secara

keseluruhan adalah :

a. Pencelupan dengan asam nitrat

(activating)

Pencelupan dengan asam nitrat (HNO3)

bertujuan mengembalikan kondisi

permukaan benda kerja menjadi lebih

baik, sehingga didapatkan permukaan

yang lebih aktif sewaktu pelapisan

khromat. Larutan ini dibuat dari 0,5% x

volume dengan waktu pencelupan max 5

detik.

b. Proses khromatisasi

Proses pembentukan lapisan khromat

dengan mencelupan logam yang akan

dilapis dengan waktu pencelupan 10-20

detik sambil digerak-gerakkan.

Penggerakkan ini bertujuan untuk

mendapatkan lapisan khromat yang

merata.

c. Pembilasan

Suatu proses yang bertujuan untuk

menetralisir permukaan benda kerja dari

sisa-sisa proses sebelumnya, agar

didapatkan hasil yang baik untuk proses

selanjutnya. Pembilasan ini sebaiknya

tidak menggunakan air panas yang

melebihi temperatur 85 ºC, karena akan

menghasilkan lapisan yang memiliki

daya tahan korosinya rendah walaupun

tampak rupa lapisannya lebih indah dan

terang.

d. Pengeringan

Pengeringan adalah proses pengerjaan

akhir yang dapat dilakukan diruangan

terbuka maupun tertutup. Temperatur

pengeringan sebaiknya berkisar 60-

70ºC.

METODA PENELITIAN

Tahapan metodologi penelitian yang

dilakukan lebih jelasnya dapat dilihat pada

skema Gambar 1 berikut ini.

Page 50: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

107 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Gambar 1. Skema penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian

1. Pengujian komposisi kimia

Dilakukan dengan menggunakan alat

spektrometer dengan prinsip kerja sebagai

berikut :

Elektroda yang ada pada alat uji

ditembakkan ke material yang akan

diketahui jenis dan kadar unsurnya dalam

keadaan vakum. Kemudian percikan api

yang dihasilkan dari proses penembakkan

tersebut memancarkan cahaya polikromatik

yang dipantulkan melalui sebuah prisma

menjadi cahaya monokromtik. Sinar

tersebut ditangkap oleh detektor kemudian

dideteksi, bahwa panjang gelombang

menunjukkan jenis unsur yang terdapat

pada material uji dan intensitasnya

menunjukkkan kadar unsur yang terdapat

didalamnya. Kemudian data yang telah

dihasilkan masukkan ke dalam CPU setelah

itu masuk printer.

Pengujian dilakukan oleh alat spektrometer

dengan komposisi, seperti ditunjukkan pada

Tabel 3. Dari hasil pengujian komposisi

tersebut, termasuk AISI 1005.

Kandungan kadar karbon yang dihasilkan

sebesar 0,0033% karbon.

Tabel 3. Hasil pengujian komposisi kimia

Unsur Standar

AISI 1005 Hasil Pengujian

C ≤ 0,06 0,033

Si ≤ 0,01 0,042

Mn ≤ 0,35 0,187

P ≤ 0,04 0,0008

S ≤ 0,05 0,0002

Mo - 0,010

Al - 0,120

Co - 0,013

Cu - 0,017

Nb - 0,0012

Ni - 0,015

Sn - 0,003

Fe Sisa Sisa

2. Pemeriksaan visual

Dilakukan untuk menentukan tingkat

kecermelangan, ketidakberaturan warna,

lapisan suram, noda-noda, terkelupasnya

lapisan dan tingkat kehalusan suatu lapisan.

Dari hasil pemeriksaan permukaan lapisan

dapat diketahui apakah tampak rupa

material yang dilapis sesuai dengan yang

diinginkan atau tidak yang dibandingkan

dengan standar.

Pemeriksaan visual pelapisan seng yang

dikonversikan dengan khromat hijau dan

diamati langsung dengan mata. Data hasil

pemeriksaan visual dapat dilihat seperti

pada Tabel 4.

Pengujian visual pada pelappisan listrik

seng yang dikonversikan dengan kromat

hijau diamati langsung dengan mata,

meliputi kerataan warna dan kehalusan

permukaan yang dihasilkan. Dari pengujian

visual ini beberapa spesimen memiliki

tampak rupa yang kurang baik, hal ini bisa

disebabkan rapat arus yang digunakan

terlalu kecil 1 (A/dm2) atau terlalu besar (3

A/dm2) sehinngga warna lapisan tidak

merata, buram dan kehitaman. Hal lain

yang juga mempengaruhinya adalah waktu

pelapisan seng dan waktu pewarnaannya.

Apabila terlalu cepat atau terlalu lama maka

tampak rupa lapisan yang dihasilkan kurang

Page 51: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 108

baik atau tidak memenuhi standar

sedangkan untuk rapat arus dan waktu

operasi yang optimum menghasilkan

tampak rupa lapisan sesuai dengan standar.

Tabel 4. data hasil pemeriksaan visual

Waktu

(menit)

Rapat

Arus

(A/dm2)

Kode

Spesimen Keterangan

5 1 1A K

2 1B B

3 1C B

10 1 2A B

2 2B B

3 2C B

15 1 3A B

2 3B K

3 3C K Keterangan : B = Baik (Sesuai dengan standar /dibandingkan dengan

pembanding)

K = Kurang baik (Tidak sesuai dengan standar)

Gambar 2. Material AISI 1005 sebelum dilapis

Gambar 3. Hasil pelapisan yang baik

Gambar 4. Hasil pelapisan yang kurang baik

3. Pengujian daya lekat

Dilakukan dengan cara membengkokan

atau menekuk spesimen hasil pelapisan

yang tebalnya 1 mm membentuk sudut

180º, sesuai dengan standar ASTM E-290.

Apabila permukaan lapisan tidak terkelupas

maka daya lekatnya dikatakan baik, tetapi

apabila pemukaan lapisan terkelupas maka

dikatakan daya lekatnya kurang baik. Dari

pengujian yang dilakukan didapat hasil

seperti pada Tabel 5.

Pengujian daya lekat yang dilakukan pada

semua kondisi operasi menghasilkan daya

lekat lapisan yang baik. Ini artinya rapat

arus dan waktu operasi yang digunakan

pada proses pelapisan menghasilkan adhesi

yang kuat antara logam dasar dengan

lapisan yang dihasilkan, sehingga semua

spesimen memiliki kualitas lapisan yang

baik.

Tabel 5. Data hasil pengujian bengkok

Spesimen Hasil Pengujian

1A Baik

2A Baik

3A Baik

1B Baik

2B Baik

3B Baik

1C Baik

2C Baik

3C Baik

Page 52: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

109 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Gambar 5. Lapisan yang memiliki daya lekat baik (spesimen no 3C)

Gambar 6. Lapisan yang memiliki daya lekat

kurang baik (spesimen no 1A)

4. Pengujian ketebalan

Pengujian ini termasuk metoda tanpa

merusak dengan prosedurnya sebagai

berikut :

a. Kalibrasi dengan menggunakan logam

dasar hingga angka menunjukkan nol.

b. Kalibrasi ulang dengan film untuk

memperkirakan ketebalan lapisan.

c. Kalibrasi ulang menggunakan logam

dasar untuk pengecekan angka nol.

d. Hitung ketebalan dengan menyentuh

probe pada permukaan benda kerja

sesuai dengan permukaan kalibrasi.

e. Ketebalan dapat dinyatakan jika angka

yang ditujukkan telah konstan.

f. Untuk permukaan yang kasar lebih dari

3 μm, pengujian dilakukan dibeberapa

titik dan hasil ketebalan dengan

pendekatan matematik menggunakan

harga rata-rata. Kesalahan pengukuran

dalam pengujian ini dapat ditimbulkan

oleh :

- Adanya benda asing pada permukaan

lapisan atau alat peraba(probe)

- Posisi probe tidak tepat

- Permukaan lapisan kotor

- Penggunaan probe terlalu tepi.

Hasil pengujian ketebalan menggunakan

alat uji Coating Thickness Gauge dapat

dilihat pada Tabel 6.

Dari alat tersebut diperoleh ketebalan

optimum yaitu pada kondisi operasi

dengan rapat arus 2 A/dm2 dan waktu

pencelupan 10 menit. Karena pada kondisi

tersebut spesimen ini memiliki hasil yang

baik untuk semua pengujian yang

dilakukan. Semakin tinggi arus yang

digunakan dengan waktu pelapisan

semakin lama, maka dihasilkan ketebalan

lapisan yang semakin tinggi. Hal ini sesuai

dengan hukum Faraday, dimana waktu

operasi dan rapat arus berbanding. Artinya

pada spesimen dengan kondisi operasi

rapat arus 1 A/dm2 dan waktu pencelupan

5 menit memiliki ketebalan minimum,

sehingga semakin kecil rapat arus dan

waktu operasi maka semakin sedikit

lapisan yang terbentuk. Hal ini dapat

ditunjukkan oleh kuva hubungan antara

waktu, rapat arus dan ketebalan. Kualitas

lapisan tidak mutlak ditentukan dari

ketebalan lapisan yang dihasilkan, berarti

semakin tebal material tidak menjamin

dapat menghasilkan kondisi optimum.

Tabel 6. Data hasil pengujian ketebalan

Spesimen Waktu Ketebalan

rata-rata (μm)

1A 5 2

2A 10 3,3

3A 15 4,3

1B 5 3,5

2B 10 4,8

3B 15 5,8

1C 5 8

2C 10 9,5

3C 15 10,8

5. Pengujian Korosi

Pengujian menggunakan alat semprot

kabut garam untuk melihat ketahanan

Page 53: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 110

korosi lapisan yang terbentuk dengan

kondisi sesuai dengan standar ASTM B

117-90 :

- Kandungan NaCl dalam larutan : 5%

- pH larutan : 5

- Temperatur : 35º C

- Waktu pengujian : 36 jam

- Luas permukaan kontak : 20 cm2

- Satuan perhitungan : mdd

Semakin tinggi rapat arus, waktu operasi

dan tebal lapisan yang terbentuk maka

semakin rendah laju korosinya.ini berarti

ketahanan korosi hasil lapisan sangant

berpengaruh pada ketebalan lapisan yang

dihasilkan, hal ini dapat dilihat pada kuva

hubungan antara waktu, rapat arus dan laju

korosi.

Maka dapat disimpulkan bahwa laju korosi

minumum terjadi pada kondisi rapat arus 2

A/dm2 dengan waktu operasi 15 menit,

rapat arus 3 A/dm2 dengan waktu operasi

10 menit dan rapat arus 3 A/dm2 dengan

waktu operasi 15 menit sedangkan yang

memiliki laju korosi maksimum terjadi

pada kondisi rapat arus 1 A/dm2 dengan

waktu pelapisan 5 menit.

Tabel 7. Data hasil pengujian semprot kabut garam

Spesimen Berat awal

(gram)

Berat akhir

(gram)

Selisih berat

(gram)

Laju korosi

(mdd)

1A 13,619 13,612 0,007 23,33

2A 13,530 13,525 0,005 16,67

3A 13,449 13,447 0,002 6,67

1B 13,445 13,443 0,002 6,67

2B 13,614 13,613 0,001 3,33

3B 13,478 13,478 0 0,00

1C 13,496 13,495 0,001 3,33

2C 13,467 13,467 0 0,00

3C 13,586 13,586 0 0,00

Gambar 7. lapisan yang memiliki daya tahan korosi

baik (spesimen no 3C)

Gambar 8. Lapisan yang memiliki daya tahan

korosi kurang baik (Spesimen no. 1A)

6. Pemeriksaan struktur mikro/metalografi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk

mengetahui struktur mikro lapisan yang

terbentuk menggunakan alat Microscope

Metaphot, VMB-UW-04, 523041. Dengan

pembesaran didapat berdasarkan

pendekatan sebagai berikut :

Pembesaran = Obyektif x Okuler

x Faktor Kamera x Pembesaran photo

= 40 x 5 x 1 x 3

= 600x

Larutan etsa yang digunakan yaitu Nital

2% dengan komposisi larutan sebagai

berikut : 2 ml HNO3 didalam 100 ml

etanol/metanol (95%).

Page 54: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

111 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Gambar 9. Struktur mikro material dasar,

lapisan seng yang dikonversikan dengan

kromat hijau (spesimen no 3C, 600x, Nital 2%)

Gambar 10. Struktur mikro material dasar, lapisan

seng yang dikonversikan dengan kromat hijau

(spesimen no 1A, 600x, Nital 2%)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat

secara mikro ketebalan lapisan yang

terbentuk. Dari hasil pemeriksaan struktur

mikro menunjukkan adanya beberapa

lapisan, yaitu resin pada bagian pertama,

ketebalan lapisan yang dihasilkan pada

lapisan kedua dan yang terakhir material

dasarnya terdapat fasa perlit untuk area

yang lebih gelap dan fasa ferrit pada area

yang lebih terang.

Pada pelapisan listrik seng yang

dikonversikan dengan khromat hijau ini

digunakan larutan cyanida. Larutan ini

digunakan karena memiliki beberapa

keuntungan sebegai berikut :

1. Daya lapis dan kemampuan mencegah

korosi lebih baik serta biaya operasi

lebih murah.

2. larutan memiliki throwing power dan

covering power yang baik.

3. Komposisi larutan akan selalu stabil

dalam kondisi operasi yang berbeda-

beda.

Parameter lain mempengaruhi proses lapis

listrik seng yaitu ;

Rapat Arus (Current Density)

Rapat arus menyatakan jumlah arus

listrik perluas unit elektroda. Pada proses

lapis listrik, rapat arus yang

diperhitungkan ialah rapat arus katoda

yaitu banyaknya arus yang diperlukan

untuk mendapatkan atom-atom logam

pada tiap satuan luas benda yang akan

dilapis. Rapat arus dapat diatur, makin

tinggi rapat arus maka makin meningkat

pula kecepatan pelapisan. Tetapi apabila

rapat arusnya terlalu tinggi akan

menyebabkan lapisan kasar, bersisik dan

terbakar atau hitam.

Waktu Operasi (Current Density)

Lamanya waktu operasi menentukan

banyaknya endapan yang terbentuk,

sehingga semakin lama waktu operasi

yang digunakan maka semakin tebal

lapisan yang dihasilkan. Hal ini

disesuaikan dengan hukum faraday

menyatakan jumlah endapan logam yang

terbentuk sebanding dengan jumlah arus

yang diberikan dikalikan dengan

lamanya waktu operasi.

Proses Pembentukan Lapisan Khromat

Hijau

Pada dasarnya proses pelapisan khromat

merupakan proses pengendapan logam secara

kimia. Apabila logam yang dilapis seng

dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung

chromic acid (CrO3) dan acid (asam), maka

pada permukaan lapisan seng akan terbentuk

lapisan baru yang disebut lapisan khromat

(Chromic Film). Endapan tersebut terbentuk,

karena adanya paduan chromic acid dengan

chromium hydroxida [Cr(OH)3] yang mana

chromium hydroxida terjadi akibat adanya

reduksi chromic acid dengan hydrogen yang

terdapat pada larutan.

Page 55: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 112

Reaksi proses khromat yang terjadi :

Zn + H2SO4 ZnSO4 + 2H+

H2Cr2O7 + 3 H+ Cr(OH)3 + H2CrO4

2Cr(OH)3+H2CrO4 Cr(OH)3Cr(OH)CrO4

+2H2O Cr2O3CrO3nH2O

Banyaknya ion-ion chromium hexavalen (Cr6+

)

yang terikat dan ketebalan lapisan akan

menentukan sifat-sifat lapisan misalnya daya

tahan karat, kekuatan lapisan, sifat dan warna

lapisan.

KESIMPULAN SARAN

1. Berdasarkan semua proses pengujian yang

dilakukan didapatkan hasil pengujian

sebagai berikut :

a. Komposisi kimia diketahui material

termasuk ke dalam standar AISI 1005

b. Pengujian daya lekat didapatkan kondisi

lapisan yang baik pada semua kondisi

operasi

c. Pengujian ketebalan didapatkan

ketebalan yang maksimum pada kondisi

3 A/dm2 dengan waktu 15 menit sebesar

10,8 μm dan ketebalan yang minimum

pada kondisi 1 A/dm2 dengan waktu 5

menit etebalan minimum sebesar 2 μm

d. Pengujian korosi didapatkan laju korosi

maksimum terjadi pada kondisi rapat

arus 1 A/dm2 dengan waktu pencelupan

5 menit sebesar 23,33 mdd dan laju

korosi minimum terjadi pada kondisi

rapat arus 2 A/dm2 dengan waktu

pencelupan 15 menit, rapat arus 3 A/dm2

dengan waktu pencelupan 10 menit dan

rapat arus 3 A/dm2 denga waktu

pencelupan 15 menit sebesar 0 mdd

e. Metalografi didapatkan lapisan awal

yaitu resin, ketebalan lapisan seng yang

dikonversikan khromat hijau dan

material dasarnya erdapat fasa perlit

untuk area yang lebih gelap dan fasa

ferrit pada area yang lebih terang.

2. Kondisi operasi pelapisan seng yang

dikonversikan dengan khromat hijau yang

optimum adalah sebagai berikut :

a. Rapat arus : 2 A/dm2

b. Waktu celup : 15 menit

c. Temperatur : 25 C

3. Perlu dilakukan penentuan standar kondisi

operasi untuk material yang lebih luas

atau lebih penampangnya sehingga dapat

digunakan sebagai acuan dalam

penentuan laju korosinya

4. Sebaiknya digunakan bahan kimia yang

lebih ramah lingkungan untuk

meminimalisasi limbah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Azhar A Saleh, 2000, Pelapisan Seng

Secara Listrik Yang Dikonversikan

Dengan Khromat. Balai Besar Logam

Mesin, Bandung.

2. Azhar A Saleh, 2000, Teknik Pelapisan

Dengan Cara Listrik. Balai Besar Logam

Mesin, Bandung.

3. Frederick A Lewenhien, 2003, Modern

Electroplating. Jhon Wiley Sons Inc

London.

4. JICA, 2008, Practical Electroplating.

Diktat kursus metal finishing, by Mooto

Hayashi and Takeo Mitsumura.

5. Nobuyuki Hata, 2009, Standard and

Testing Method of Plating. Sansi Filter

Mfg.Co.Ltd.

6. Verlag Stahlschlussel Wegst, KG

Stahlschlussel.

Page 56: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

ISSN 0126 - 3463

113 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

POTENSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS SINTETIS

DARI PROSES GASIFIKASI BATUBARA (PLTBb)

Achmad Sjaifudin T

1 dan Sonny Djatnika

2

1Perekayasa bidang Metalugi, Kementerian Perindustrian, Jakarta

2Tenaga Ahli Material & Konsultan Free Lance MIDC, Bandung

E-mail : achmad [email protected]

Abstrak

Pembangkit Listrik Tenaga Batubara gasifikasi (PLTBb) adalah salah satu alternatif

dalam penyediaan listrik di dalam negeri. Penggunaan gasifikasi batubara bertujuan

meningkatkan efisiensi dan kebersihan pembakarannya dibandingkan proses pembakaran

langsung. Reaktor gasifikasi merupakan teknologi batubara bersih. Walau pun kebersihannya

tidaklah sebaik teknologi alternatif bersih lainnya, namun dibandingkan dengan pembakaran

langsung batubara konvensional, teknologi ini masih jauh lebih unggul. Efisiensi akan jauh

meningkat bila sebuah reaktor gasifikasi digabungkan dengan sebuah rangkaian PLTG dan

PLTU yang terintergrasi. Produk reaktor gasifikasi yang berupa gas sintetis dilewatkan melalui

rangkaian penangkap gas-gas dan partikulat beracun dan/atau tidak menguntungkan, sehingga

hasil pembakaran gas sintetis relatif lebih bersih. Gas sintetis digunakan untuk PLTG. Sisa

panas pembakaran kemudian digunakan untuk pemanasan ketel yang uap-nya digunakan untuk

menjalankan turbin uap. Rangkaian ini dinamakan Siklus Kombinasi Gasifikasi Terintegrasi

(Integrated Gasification Combined Cycle, IGCC). Apabila PLTU secara teoritis hanya memiliki

efisiensi 35%, sedang pada praktiknya hanya antara 18-24%, maka teknologi IGCC saat ini

sudah dapat mencapai di atas 42%. Oleh karena itu, teknologi IGCC ini menjadi suatu tantangan

teknologi di masa mendatang, terutama dalam pencegahan dampak lingkungannya, yaitu

mengurangi atau menangkap gas-gas buang khususnya CO2 dan CO dari hasil pembakaran. Hal

yang menarik lainnya adalah masih tersedianya cadangan batubara di dalam negeri sampai 50

tahun mendatang.

Kata kunci : Pembangkit listrik, batubara, gasifikasi, gas sintetis, efisiensi.

Abstract

PLTBb or Power Plant-Coal Gasification (PLTBb) is one of the alternatives to supply

of electricity in the country. The used coal gasification is to improve efficiency and cleanliness

compare to the direct combustion process. Gasification reactor is clean coal technology.

Eventhough it is not so clean to other clean alternative technologies, however the technology of

CCT is still far superior compared to the direct combustion of conventional coal. Efficiency

will be much improved if a gasification reactor coupled with a series of integrated gas-power

plant (PLTG) and coal-power plant (PLTU). Product gasification reactor in the form of

synthetic gas is passed through a series of gas and toxic/waste particulates catcher, thus the

result of combustion is relatively clean. Next, synthetic gas will be used for PLTG. Residual

heat of combustion is then performed for heating boilers used to run steam turbines. The series

is called Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC). If the plant is theoretically only has

an efficiency of 35%, while in practice only between 18-24%, as a matter of fact the IGCC

technology is now able to reach above 42%. Applying the IGCC technology is becoming a

technological challenge in the future, particularly for prevention of environmental impact, i.e.

to reduce gas emission or catching of CO2 and CO gases resulted from combustion. There is an

interesting thing that the availability of coal deposits is available until 50 years.

Key words : power plant, coal, gasification, synthetic gas, efficiency.

Page 57: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 114

PENDAHULUAN

Seperti umumnya daerah-daerah

di Indonesia, pasokan listrik merupakan

kebutuhan yang sudah mendasar bagi

kehidupan manusia di jaman modern ini,

yang umumnya masih merupakan harapan.

Ironisnya, di berbagai provinsi yang kaya

akan sumber daya alam contohnya Provinsi

Kalimantan Timur sebagai sumber

penghasil bahan bakar fosil dan deposit

batu bara sangat besar dan berkualitas

nyata-nyatanya kehidupan masyarakatnya

juga masih dalam tahap mendambakan

pasokan listrik. Dari sisi sumber bahan

bakar dan cadangan keuangan di Provinsi

Kalimantan Timur ini sebetulnya sangat

memungkinkan pendirian pembangkit

tenaga listrik yang memadai, bukan hanya

bagi kepentingan masyarakat, tetapi untuk

kemudahan industri dan investasi di masa

mendatang.

Untuk wilayah seperti Provinsi

Kalimantan Timur, dengan penyebaran

masyarakat dan kegiatannya yang sangat

luas, sentralisasi pembangkit dan transmisi

menjadi sangat mahal. Gagasan

desentralisasi pembangkit mungkin

merupakan solusi, dimana hal ini

memungkinkan berdasarkan penyebaran

penduduknya, sehingga pembangkit dapat

direncanakan mulai dari besaran 200 watt

sampai dengan hanya 25 MW saja. Jenis

pembangkit yang mungkin adalah kincir

angin, sel surya, termal surya, mikro-hidro,

mesin gas, mesin uap, mesin BBM dan

sebagainya. Kadang-kadang untuk suatu ibu

kota kabupaten saja membutuhkan hanya 1

MW. Umumnya, di sejumlah pemukiman

tingkat desa atau di sekitar kota, masyarakat

menggunakan genset diesel yang dikelola

sendiri, bahkan untuk penerangan kota

digunakan genset diesel dan gas yang

dikelola oleh PT. PLN (Persero).

Sejumlah kawasan industri besar

memanfaatkan turbin gas dan/atau turbin

uap sampai beberapa unit pararel masing-

masing sampai 22 MW atau lebih. Dampak

isu lingkungan dan kenaikan harga BBM

dan gas dunia yang melampui US$ 60 per

barel BBM menyebabkan kenaikan biaya

produksi dan kesulitan dalam pemasaran

produk. Kuranglah bijak bagi suatu industri

untuk melakukan penghematan, yang

artinya menurunkan daya guna investasi.

Gagasan menggunakan sumber bahan baku

alternatif dan teknologi yang berwawasan

lingkungan dapat merupakan solusi yang

dapat merubah kebijakan pemerintah lokal

dan pusat. Gagasan ini telah banyak

diterapkan juga di negara-negara maju sejak

40 tahun yang lalu.

Gasifikasi batubara merupakan

proses pembakaran batubara menjadi

produk utama gas yang yang lebih ramah

lingkungan dibandingkan teknologi

pembakaran batubara langsung. Sebenarnya

teknologi ini pada dasarnya bukanlah

teknologi baru, melainkan suatu teknologi

yang dikembangkan sejak tahun 1840-an.

Pada tahun 1920-an, produk gas

dikonversikan menjadi bahan bakar

minyak, terutama minyak diesel, yang

dikenal dengan proses pencairan Fischer-

Tropsch (FTL). Namun pesatnya laju

pertumbuhan teknologi pemboran dan

pemrosesan minyak bumi pada awal abad

ini, menyebabkan harga produk minyak

bumi menjadi yang sangat kompetitif,

sehingga menghambat pertumbuhan FTL.

Saat ini pengembangan FTL dengan

menerapkan teknologi yang lebih maju dan

dikenal sebagai teknologi “coal-to-liquids”

(CTL). Dengan batasan harga minyak bumi

di atas US$ 40 – US$ 60 per barel, CTL

kemudian kembali menjadi sangat

kompetitif. Minyak diesel CTL merupakan

senyawaan hidrokarbon non-aromatik, yang

memberikan dampak positif dibandingkan

minyak diesel aromatik dari minyak bumi.

Teknologi yang menjadi dasar yang

ditawarkan adalah proses gasifikasi. Proses

ini diyakini selain meningkatkan efisiensi

dan efektifitas bahan bakar, juga

memberikan solusi bagi lingkungan.

Berbagai jenis bahan bakar dapat

digunakan, mulai dari biomasa (kayu lunak,

sampah industri perkayuan, serta sampah

pertanian dan perkebunan), sampah

perkotaan, sampah industri pengilangan

BBM, gambut, batubara berbagai peringkat,

dan banyak lagi.

Berdasarkan hasil penelaahan awal

di berbagai lokasi, kajian pustaka serta

kunjungan ke sejumlah manufaktur

peralatan. Beberapa gagasan yang mungkin

ditawarkan, semua berbasis kepada bahan

baku batubara, untuk menghasilkan energi

listrik dalam suatu Pembangkit Listrik

Tenaga Batubara Gasifikasi (PLTBb),

antara lain :

Page 58: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

115 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

1. Perancangan peralatan pembangkit baru

relatif lebih sederhana, dimana alur

proses lebih mudah disusun. Konsep

sederhananya adalah alur penyiapan

batubara, reaktor gasifikasi,

pembersihan gas mentah, turbin uap

dan/atau turbin gas, mesin gas, atau

mesin diesel.

2. Modifikasi pembangkit yang sedang

beroperasi

Perancangan peralatan pembangkit yang

sedang beroperasi kadang-kadang tidak

sederhana, terutama untuk PLTD dan

PLTG. Kendalanya terletak pada lokasi

yang saat ini ditempati, menyangkut

pada luasan lahan tersedia dan legalitas

transportasi batubara dari tambang atau

pelabuhan bongkar muat ke lokasi.

Namun berbagai sistem dapat

dikembangkan dengan sejumlah biaya

operasional yang menjadi lebih mahal

walau pada modal investasi yang lebih

murah.

PASOKAN BATUBARA

Batubara dan Pemanfaatannya

Batubara merupakan salah satu

bahan galian industri yang mudah dijumpai

di banyak tempat di Indonesia, terutama di

Pulau Sumatera dan di Pulau Kalimantan.

Sebagian besar batubara di Indonesia

dihasilkan oleh Pulau Sumatera (> 56%).

Namun secara kualitas, dalam hal nilai

kalori dan kandungan belerang, batubara

Kalimantan merupakan jenis yang banyak

dicari untuk pembangkit listrik. Saat ini

sebagian besar produksi batubara

digunakan untuk kegiatan pembangkit

listrik dan energi uap.

Endapan batubara sebenarnya

merupakan bahan masa-bio berubah sifat

menjadi endapan geologis. Seperti halnya

masa-bio, batubara terbentuk dari susunan

senyawaan karbohidrat, lignin, protein dan

sejumlah senyawaan organik lainnya (50-70

% volume), serta sejumlah mineral

anorganik. Kualitas batubara ditentukan

oleh potensi kegunaannya berdasarkan sifat

fisis dan kimiawinya, dinyatakan dalam

derajat coalification (rank), yaitu pada

kandungan air, unsur hilang pijar, karbon-

padat dan abu, serta kandar unsur-unsur

kimiawi pembentuknya, seperti karbon,

oksigen, hidrogen, nitrogen, sulfur, tanah-

jarang dan unsur tambahan lainnya.

Analisis kimia batubara biasanya

berdasarkan “adb” (air dried basis), yang

kemudian dirubah menjadi besaran “dmmf”

(dry mineral matter free).

Batubara untuk Pembangkit Listrik

Pro dan kontra penggunaan

batubara untuk pembangkit listrik dan

energi uap saat ini memang terus bergulir.

Batubara, seperti halnya bahan bakar fosil

lain, menghasilkan gas CO2 pada saat

pembakaran yang dapat meningkatkan

dampak negatif rumah kaca dan pemanasan

global. Para ahli energi terus

mengembangkan teknologi energi dan

berupaya mendapatkan jenis energi

alternatif baru dan atau melakukan

memperbaiki pemrosesan batubara agar

dapat menurunkan dampak negatif tersebut.

Walaupun dampak negatif tersebut masih

ada, namun batubara sebagai bahan baku

energi masih tetap merupakan bahan yang

bernilai ekonomis, baik dipandang dari sisi

biaya investasi dan/atau pun dari sisi biaya

proses produksi energi. Dalam pemanfaatan

batubara, dikenal tiga proses yang

digunakan:

1. Pembakaran langsung, yaitu batubara

bongkah atau tepung dibakar langsung

untuk menghasilkan panas yang

kemudian digunakan untuk proses atau

pembangkit listrik.

2. Pirolisis, yaitu batubara dipanaskan di

dalam ruang bakar tanpa adanya

pasokan udara atau oksigen. Cara ini

dipakai untuk produksi bahan bakar gas

(dahulu dialirkankan melalui pemipaan

sebagai gas kota) dan produk bahan

bakar kokas padat.

3. Gasifikasi, yaitu proses pembakaran

batubara dengan oleh oksidan dan

menghasilkan gas sintetis yang

merupakan bahan baku industri pupuk

kimia, untuk bahan bakar proses uap

panas dan pembangkit listrik, atau bahan

baku untuk produksi bahan bakar cair

sintetis (diesel atau bensin).

4. Hidrogenasi, yaitu menyuntikkan

hidrogen ke dalam endapan batubara di

perut bumi.

Sebagai bahan bakar untuk

pembangkitan listrik, batubara masih

merupakan bahan yang mudah didapat dan

murah. Bahan bakar cair yang dihasilkan

merupakan BBM yang paling bersih

Page 59: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 116

dibandingkan BBM lainnya. Selain itu

dengan proses gasifikasi, gas batubara dan

dampak lingkungannya relatif lebih kecil

dibandingkan batubara padat.

ANALISIS PASAR

Pada saat ini, Indonesia masih

sangat kekurangan akan pasokan listrik.

Tingginya harga listrik bukan karena biaya

pembangkitan. Data hingga awal tahun

2008, pembangktian listrik skala menengah

dan besar, di atas 10 MW, biaya listrik

umumnya masih di bawah US$ 0,05 per

kWh. Sedikit saja yang ada dalam selang

US$ 0,05 – US$ 0,10 per kWh. Yang

menyebabkan biaya listrik negara menjadi

mahal adalah transmisi serta subsidi bagi

pembangkit listrik skala kecil dan mikro.

Umumnya skala kecil dan mikro, selain

berupa PLTMH juga berupa PLTD. Saat

harga BBM dunia mencapai hampir US$

100 per barel, perkiraan harga listrik PLTD

terhubung dengan jaringan adalah hampir di

antara US$ 0,25 – US$ 0,30. Harga jual

listrik jaringan PLN masih pada harga di

bawah US$ 0,07 per kWh. Perkiraan harga

listrik PLTD lokal atau milik bukan-

pemerintah hampir US$ 0,20. Hal ini

disebabkan karena kemampuan

pembangkitan mesin diesel (efisiensi

tinggi) hanya sekitar 4,5 – 4,8 kWh per

liter-diesel dan harga diesel industri US$

0,7 per liter. Harga diesel untuk daerah-

daerah tertentu bahkan jauh lebih mahal,

akibatnya biaya pembangkitan dapat

mencapai US$ 0,30 per kWh.

1. Energi Listrik

Rencana pemerintah untuk menambah

pasokan listrik terhubung jaringan dari

hampir 20.000 MW menjadi 30.000

MW pada tahun 2011 bukan berarti

dapat mengurangi subsidi, baik secara

penuh atau sebagian, namun dapat

menambah beban subsidi walaupun

dengan pendapatan yang mungkin

bertambah. Tampaknya, penurunan

biaya listrik mudah dicapai bila

penambahan daya nasional tidak disertai

dengan penambahan panjang jaringan

yang sebanding, atau dengan kata lain,

pembangunan pembangkit dilakukan

setempat, sesuai ukurannya, tanpa

membutuhkan SUTT dan SUTET,

cukup hanya dengan jaringan tegangan

rendah.

PLTBb proses gasifikasi dapat

menghasilkan listrik dengan harga lebih

murah dibandingkan PLTD, dapat

dibuat skala mikro dan kecil dan sesuai

untuk kebutuhan daerah-daerah yang

potensial konsumen listrik seperti

pertambangan, pengolahan hasil hutan,

pengolahan hasil bumi dan sebagainya.

Peluang pasar kebutuhan listrik nasional

10.000 MW bukanlah kecil dan mudah

dicapai dalam waktu singkat, terutama

dalam pembangunan jaringan.

Pembangunan PLTBb tidak lagi

memerlukan kajian pasar yang

mendalam, karena kebutuhan ini akan

semakin meningkat. PLTBb sesuai

untuk daerah-daerah dengan luasa

terbatas, atau untuk industri-industri

yang kebutuhan listriknya menengah

sampai besar. Nilai ekonomi optimal

PLTBb terletak di atas 5,0 MW, namun

pada besaran di bawah itu tidak berarti

tidak ekonomis. Seandainya, konsumen

memutuskan untuk membangun PLTBb

dengan kapasitas lebih besar dari

kebutuhannya, maka akan diperoleh

manfaat ganda, yaitu mendapatkan

listrik dengan harga murah dan

mendapatkan keuntungan dari penjualan

listrik ke jaringan PLN, walau dengan

harga tidak terlalu tinggi.

2. Terak (Slag), Abuter dan Tar

Terak suatu bahan “inert”, merupakan

produk-samping gasifikasi. Terak basah

atau terak kering (abuter) dapat dijual ke

pasar berbeda bergantung kepada cara

pemrosesannya. Abuter merupakan

bahan pozolan (bersifat semen) ringan

yang dapat digunakan sebagai bahan

campuran atau menggantikan perlit-

muai (bahan ringan untuk konstruksi

bangunan), dengan harga di antara US$

15 - 150/MT. Terak basah dan terak

kering dapat digunakan sebagai :

a. Agregat beton,

b. Agregat konstruksi jalan,

c. Material pengisi struktur,

d. Isian tanah urugan,

e. Material anti-slip untuk jalan dan

jalan bebas hambatan,

f. “Blasting grit”, genteng dan

sebagainya.

Tar digunakan untuk kebutuhan mulai

dari sebagai pengawet kayu sampai

dengan bahan aspal jalan. Industri dan

Page 60: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

117 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

manufaktur pun banyak menggunakan

tar dan/atau turunannya.

3. Belerang (Sulfur)

Merupakan unsur yang tidak diinginkan

dalam banyak penggunaan batubara.

Dalam proses gasifikasi, belerang

dibuang dari gas mentah dalam bentuk

yang paling banyak sebagai H2S. Bila

pertimbangan teknis dan analisis

ekonomi memungkinkan untuk

memanfaatkan produk-samping

belerang, misalnya menggunakan

batubara berkadar belerang tinggi yang

berharga murah, maka perlu

penambahan reaktor penangkap H2S.

Harga belerang bergantung kepada

kebutuhan dan permintaan pasar

regional, namun senyawaan sulfat tetap

merupakan produk berharga.

Penggunaan belerang termasuk untuk

pembuatan: (a) pulp dan kertas, (b)

pemurnian kilang minyak bumi, (c)

kimiawi pertanian, (d) obat-obatan, (e)

pupuk fosfatis, (f) isolator listrik, (g)

vulkanisasi karet, dan (h) asam sulfat.

Asam sulfat digunakan di seluruh dunia

di berbagai industri pupuk dan

manufaktur. Asam sulfat merupakan

asam mineral yang paling luas

penggunaannya dan paling banyak

dikonsumsi sebagai kmiawi anorganik

untuk meiningkatkan nilai tambah

berbagai produk.

4. Bahan Bakar Minyak Sintetis (BBMS)

Produk lain yang dikembangkan dari

produk gas GS adalah BBMS. BBMS

berasal dari GS mentah modifikasi.

BBMS memiliki kualitas yang lebih

baik untuk unjuk kerja dan dampaknya

terhadap lingkungan.

TEKNOLOGI DAN RANCANGAN

PLTBb

Gasifikasi dan PLTBb

1. Proses gasifikasi umum

Pada proses gasifikasi, bahan masukan

berkarbon (batubara, kayu, sampah kota,

sampah pertanian, sampah plastik dan

sebagian besar masa-bio) dirubah

menjadi produk gas. Umumnya

pemrosesan dilakukan pada temperatur

dan tekanan tinggi dengan

mengendalikan jumlah oksigen. Oksigen

dapat berasal dari udara, gas oksigen

murni atau dari uap air. Gas yang

dihasilkan disebut sebagai “syngas” (gas

sintetis, disingkat GS). GS merupakan

campuran dengan kandungan sebagian

besar gas CO dan H2, serta sejumlah gas

lainnya CXHY, CO2, SOX dan NOX.

Jumlah panas yang dapat dimanfaatkan

dari pembakaran GS adalah 50% lebih

besar dibandingkan panas pemnbakaran

langsung bahan masukan berkarbon.

2. Proses gasifikasi batubara

Ditemukan pada tahun 1840-an di Eropa

yang digunakan untuk kebutuhan bahan

bakar gas pada umumnya. Gasifikasi

batubara menawarkan satu dari banyak

cara yang terbaik dan bersih dalam

konversi batubara menjadi listrik, gas

hidrogen dan produk energi berharga

lainnya. Gasifikasi batubara telah

berhasil diterapkan di sejumlah negara

maju dan merupakan teknologi

pembangkitan listrik berbasis batubara

di masa depan.

Berbeda dengan pembakaran batubara

langsung, gasifikasi merupakan suatu

proses kimia termal yang menguraikan

batubara menjadi senyawaan kimia

pokoknya. Pada proses gasifikasi

mutakhir, batubara secara khusus

direaksikan dengan uap air panas dan

udara atau oksigen yang terkendali

dalam suasana temperatur dan tekanan

tinggi. Di dalam kondisi tersebut,

molekul karbon dam batubara terurai

sesuai dengan reaksi kimianya menjadi

suatu campuran monoksida karbon

(CO), hidrogen (H2) dan senyawaan gas

lainnya.

Pada saat ini, gasifikasi merupakan salah

satu cara untuk menghasilkan

pembakaran bersih hidrogen untuk

kendaraan dan pembangkit daya

berbasis sel bahan bakar di masa depan.

Hidrogen dan produk gas batubara

lainnya juga dapat digunakan sebagai

bahan bakar PLTU, atau bahkan sebagai

bahan baku kimiawi untuk berbagai

kebutuhan komersial lainya.

Campuran gas batubara dan karakteristik

masing-masing gas akan menentukan

parameter proses gasifikasi seperti

temperatur dan jenis pengoksidasi yang

digunakan apakah itu udara (oksigen

dan nitrogen), uap air atau oksigen

murni.

Page 61: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 118

Gasifikasi pada temperatur rendah, 700-

1.000oC akan menghasilkan banyak

hidrokarbon, sehingga sesuai untuk

PLTU atau IGCC, serta dengan

pembersihan gas yang baik sesuai untuk

PLTD. Proses gasifikasi ini

memungkinkan kilang gasifikasi

dibangun dekat dengan pembangkit,

atau dapat pula disimpan setelah

diproses menjadi tar dan dikirim dalam

tangki ke pembangkit di lokasi lain.

Gasifikasi pada temperatur tinggi,

1.200-1.600 oC akan menghasilkan

banyak GS seperti CO dan H2 serta

sedikit hidrokarbon, yang dapat

digunakan untuk sintesisasi rantai

hidrokarbon yang lebih panjang menjadi

pengganti BBMS diesel. Proses ini akan

berjalan baik bila komposisi GS pada

perbandingan CO terhadap H2 adalah 1 :

2.

Gasifikasi diklasifikasikan pula oleh

besar nilai pemanasan (HV) dan jenis

reaktor sebagai kelas gas yang

dihasilkan, yaitu: gasifikasi panas tinggi

(> 33.000 J/m3), gasifikasi panas

menengah (9.000 - 19.000 J/m3) dan

gasifikasi panas rendah (< 9.000 J/m3).

Sistem utama gasifikasi terdiri dari

operasi perlakuan awal batubara,

gasifikasi batubara, pembersihan gas

mentah dan pengkondisian gas.

Prinsipnya, seluruh jenis batubara dapat

digasifikasi bila diperlakukan awal

dengan baik, termasuk cara pulverisasi

dan/atau pembriketan. Dengan

pembriketan, kandungan batubara akan

lebih homogen, selain itu jenis bahan

pengikat dapat dipilih untuk

mengendalikan kebasahan terak.

Batubara berkadar air tinggi harus

dikeringkan terlebih dahulu.

Pembriketan batubara digunakan untuk

menggantikan batubara bongkahan,

sehingga lebih homogen secara

komposisi dan fisis. Umumnya

bongkahan batubara digunakan pada

gasifikasi proses “moving bed” dan

“fluidized bed”, sedangkan batubara

pulverisasi untuk gasifikasi proses

“entrained flow”. Reaktor dapat

bertekanan atau hanya atmosferis,

dengan metoda pembuangan abu kering

atau terak basah.

Seluruh cara dan metoda proses akan

mengeluarkan emisi yang sama, namun

pada produk gas campuran dengan

komposisi yang berbeda.

Pada proses gasifikasi, uap air

disuntikan ke batubara di dalam reaktor

besama-sama dengan hembusan udara

(untuk gasifikasi panas rendah), atau

bersama-sama dengan oksigen (untuk

gasifikasi panas tinggi), atau campuran

udara dan oksigen (untuk gasifikasi

panas menengah).

Produk gas mentah merupakan produk

gasifikasi panas rendah sampai

menengah, mengandung berbagai

konsentrasi CO, CO2, H2, H2S, CXHYOZ,

N2, H2O dan partikulat. Paling tidak, ada

empat pemroses-murnian dan

pengkondisian gas untuk pembakaran di

dalam mesin bakar, yaitu proses filtrasi

partikulat, pemisahan tar dan minyak,

pemisahan senyawaan gas asam, serta

proses pendinginan kejut dan/atau

pendinginan normal.

3. Unit pembangkit listrik berbahan bakar

gas

Dapat digunakan berbagai pemilihan

pembangkit energi listrik, dengan alur

seperti pada sketsa pada Gambar 1.

Unit-unit pembangkit listrik yang

digunakan antara lain :

a. Mesin diesel, yaitu menggunakan

GS yang telah dibersihkan dari

senyawaan yang tidak diinginkan,

kemudian dikonversikan langsung

menjadi minyak diesel di dalam

konverter gas-diesel (normal

dan/atau beban puncak). Harga

mesin ini relatif murah dan dengan

tambahan konverter, namun

dibutuhkan pengendalian yang

cermat dalam penyiapan batubara

dan pengoperasian reaktor

gasifikasi.

Page 62: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

119 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

MESINBRIKET

REAKTORGASIFIKASI

MESINDIESEL

KETELUAP

MESINGAS

TURBINGAS

TURBINUAP

batu-bara

airudara/

oksigen

briket

CHP IGCC

energilistrik

energilistrik

energilistrik

energilistrik

energiuap

terak/abuter

sulfur

bahan lain

b. Mesin gas, yaitu menggunakan GS

yang telah dibersihkan dari

senyawaan yang tidak diinginkan

dengan MN (kandungan metana,

methane number) > 50 (50 %-

volume). Sejumlah manufaktur

mesin menawarkan pada MN > 30.

Jenis mesin ini berharga cukup

mahal untuk ukuran di atas 1.000

kW, namun umumnya memang

diperuntukan untuk jenis gas alam,

gas petrol, atau gas-bio.

Gambar 1. Sketsa alur proses pembangkitan listrik dari berbagai jenis pembangkit.

c. Turbin gas, yaitu menggunakan GS

yang telah dibersihkan dari

senyawaan yang tidak diinginkan

langsung memutar turbin pada

temperatur tinggi. Alur proses

PLTG relatif sederhana dan

membutuhkan peralatan pendingin

gas buang, namun spesifikasi

material turbin gas sangat tinggi

antara lain terbuat dari logam super-

alloys (mirip dengan turbin pesawat

jet) yang harganya relatif mahal.

Turbin gas yang berukuran mesin

relatif kecil saja akan mampu

memutar generator pembangkit

listrik pada putaran yang sangat

tinggi (sekitar 100.000 rpm),

sehingga mampu menghasilkan daya

yang sangat besar.

d. Turbin uap, cukup menggunakan GS

mentah untuk menguapkan air

dalam ketel uap (boiler), kemudian

uap air di bawah 200 oC digunakan

untuk memutar turbin uap.

Keharusan adanya ketel uap

bertekanan tinggi menyebabkan

PLTU menjadikan kebutuhan lahan

yang lebih luas dibandingkan jenis

pembangkit lainnya, sehingga sering

harga tubin uap dan ketel menjadi

lebih mahal dibandingkan turbin

uap, hanya saja pemeliharaannya

relatif tidak sesulit turbin gas dan

lebih murah. Sejumlah PLTU

memanfaatkan uap air sebagian

untuk turbin uap dan sisa daya uap

untuk kebutuhan proses lainnya

(CHP). Turbin uap dapat pula

dipasang bersama dengan turbin gas

(IGCC), dimana gas buang dari

turbin gas dimanfaatkan untuk ketel

uap dan turbin uap. Turbin uap

dapat juga berdiri sendiri, uap

dipasok dari blok grafit kristalin

(portable thermal storage). Blok ini

merupakan unit penyimpan termal

bertemperatur tinggi, dimana

temperatur tinggi dapat diperoleh

dari reaktor gasifikasi, PLTG,

termal surya, panel surya, kincir air,

kincir angin, panas bumi, jaringan

PLN dan sebagainya, yang mungkin

berada cukup jauh dari PLTU.

Page 63: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 120

e. Sel hidrogen, yaitu menggunakan

gas hidrogen, dimana GS yang telah

dimurnikan, termasuk injeksi uap air

ke dalam GS kasar untuk mereduksi

jumlah gas CO. Model sel hidrogen

digunakan untuk otomotif dan

pembangkit linstrik skala mikro

sampai kecil. Teknologi ini masih

sangat baru dan hasilnya belum

nampak handal, sehingga untuk

sementara belum dijadikan pilihan.

4. Manfaat lingkungan

Dibandingkan dengan pembakaran

langsung batubara, gasifikasi akan

memberikan dampak lebih baik dalam

menekan emisi SOx, NOx dan partikulat

ke tingkat yang sangat rendah. Belerang

dalam batubara misalnya, dapat diproses

menjadi asam sulfat (baik dalam bentuk

cair maupun padat) dan dapat dijual

secara komersial.

Dalam pembangkit IGCC, GS yang

dihasilkan merupakan bahan bakar

bebas nitrogen. Proses pelewatan GS ke

dalam larutan penangkap nitrogen akan

menurunkan emisi NOx ke tingkat di

bawah 15 ppm . Proses SCR (Selective

Catalytic Reduction) digunakan untuk

mencapai tingkat yang lebih rendah lagi,

bila dipersyaratkan emisi pembakaran

sama dengan oleh gas alam cair. Cara ini

menekan emisi NOx sampai di bawah 2

ppm, dan lebih efektif digunakan

terhadap GS dibandingkan terhadap

bahan bakar lainnya, bahkan sehingga

sering dijumpai, proses SCR-ganda

dapat menekan emisi Nox sampai nilai

di bawah 1.000 ppb, serta sangat efektif

dalam menekan polusi merkuri, logam

berat dan unsur pengotor lainnya.

Gasifikasi batubara juga menghasilkan

gas CO2 sangat rendah, dimana CO2

dituding sebagai penyebab efek rumah

kaca. Jika pada gasifikasi batubara ini

diharuskan kadar CO2 lebih rendah lagi,

maka harus ditambahkan oksigen ke

dalam udara hembus, atau bahkan

oksigen menggantikan udara seluruhnya.

5. Manfaat efisiensi

Efisiensi akan tercapai oleh manfaat

lainnya dalam gasifikasi batubara. Pada

PLTU, panas yang dihasilkan dari

pembakaran batubara digunakan untuk

mendidihkan air di dalam ketel uap

bertekanan, dan uap yang dihasilkan

digunakan untuk mengerakkan

pembangkit turbin-uap. Umumnya

hanya sepertiga dari energi batubara

yang terkonversi menjadi energi listrik,

sisanya hilang menjadi panas buang.

Efisiensi suatu PLTU terbaik adalah 30-

35% saja.

PLTBb sering digunakan untuk

memberikan tugas ganda dari gas yang

dihasilkannya. Pertama, gas batubara

yang telah bebas dari unsur pengotor,

digunakan untuk turbin gas (seperti

halnya gas alam). Kedua, gas buang dari

turbin gas kemudian dimanfaatkan untuk

ketel uap yang digunakan untuk

pembangkitan turbin-uap. Kedua turbin

ini merupakan sumber pembangkitan

listrik ganda, disebut sebagai IGCC,

mampu menaikan efisiensi 50% dalam

mengkonversikan energi batubara

menjadi energi listrik terpakai. Konsep

gasifikasi di masa mendatang bahkan

dimungkinkan untuk mencapai efisiensi

sampai 80% dengan memanfaatkan

hibrida sel bahan bakar dengan turbin

gas.

Semakin tinggi efisiensi pemanfaatan

gasifikasi batubara dapat diartikan

sebagai potensi menekan emisi CO2 dan

dampak rumah kaca (pemanasan global)

sampai 40% atau lebih dibandingkan

PLTU konvensional. Tujuan-tujuan

tersebut di atas serta pemanfaatkan

produk-produk gasifikasi lainnya

menyebabkan proses gasifikasi batubara

merupakan teknologi pembangkit energi

listrik masa depan yang cukup

menjanjikan.

6. Manfaat lain gasifikasi batubara:

Diversifikasi produk likuifaksi

Dalam banyak aplikasi, produk GS

batubara juga digunakan langsung untuk

pembangkit listrik mesin bakar skala

kecil sampai besar. Beberapa contoh

pembangkit listrik ini adalah mesin gas

alam dan diesel. Perkembangan

teknologi beberapa tahun terakhir

bahkan melakukan proses likuifaksi

batubara, yaitu produk gasifikasi

batubara yang berupa hidro-karbon cair,

terutama minyak diesel. Proses ini

dikenal dengan nama asalnya Synthesis

Gas-to-Liquids Fischer-Tropsch (FTL),

Page 64: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

121 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

teknologi Jerman yang sudah cukup tua

tersebut dikembangkan terus sampai

beberapa tahun terakhir dengan nama

Coal-to-Liquids (CTL). Teknologi ini

merupakan produksi bahan bakar yang

tidak digunakan langsung serta lebih

memungkinkan untuk kemudahan

penyimpanan dan transportasi. BBMS

diesel yang dihasilkan merupakan BBM

non-aromatis yang disebut-sebut lebih

ramah lingkungan dibandingkan dengan

diesel aromatis dari kilang kondensat

minyak bumi.

Contoh pemanfaatan gasifikasi langsung

telah dilakukan oleh sejumlah PLTD,

antara lain oleh PLN dan BPPT di

wilayah Cirebon, Jawa Barat, dengan

ukuran pembangkit 250 kW. Contoh

lainnya, gasifikasi dan likuifaksi

dikembangkan oleh pemerintah negara

bagian Victorian, Australia. Di negara

ini, terdapat cadangan batubara 62

milyar ton. Jenis batubara pada

umumnya adalah lignit kualitas dan

nilai-kalori rendah (brown coal), kadar

air sampai 60% dan kadar oksigen.

Batubara diproses menjadi diesel

bermutu baik. Dibutuhkan 1,2 ton bahan

batubara untuk mendapatkan sekitar 1

barel (sekitar 200 liter) diesel. Saat ini

produksi batubara Victorian mencapai

65 juta ton per tahun, sekitar 30 sampai

40 juta ton direncanakan untuk konversi

CTL. Investasi yang direncanakan

sebesar AU$5 milyar untuk produksi

60.000 barel per hari. Nilai ekonomis

proses pada harga minyak dunia di atas

US$ 62 per barel.

Contoh lainnya ada di daerah aliran

sungai Montana - AS, untuk produksi

4.400 kilo-liter per hari BBMS. Total

biaya US$ 2,0-milyar, teritegrasi dengan

PLTBb IGCC 300 MW. Kilang dan

produk BBMS akan menghasilkan 3,5-

juta ton CO2 per tahun. Untuk kegiatan

ini harusnya kilang tersebut melakukan

kompensasi pemeliharaan seluas

700.000 hektar hutan alam berdasarkan

Protokol Kyoto. Keberadaannya dekat

dengan sungai karena membutuhkan

pasokan air lebih dari 22 juta liter per

hari.

Masih di Montara, rencana pengemba

ngan skala PLTBb 3.200 MW di

kemudian hari akan menimbulkan

dampak negatif 8.000.000 tph CO2,

4.000 tph SOx, 5.000 tph CO, 2.200 tph

NOx, 95 tph senyawaan uap organik dan

85 tph HAP. Tahap ini masih dalam

kajian.

Simulasi Model PLTBb

1. Model pengembangan PLTD

Model ini kurang fleksibel. Banyak

faktor ketergantungannya terutama

lokasi dan luasan lahan yang tersedia.

Lokasi akan berpengarug terhadap

legalitas pemasokan batubara dan

bongkar muatnya. Selain itu, konverter

ECU gas-diesel ukuran di atas 30 kW

masih jarang dijumpai. Keuntungannya

adalah pemotongan investasi akibat

pembangkit dan instalasi kabel yang

telah terpasang.

2. Model PLTBb rancangan dasar

Model ini akan lebih fleksibel, lebih

mudah dalam pemilihan lokasi untuk

menghindari kendala legalitas

pemasokan batubara dan bongkar

muatnya. Peralatannya banyak dijual

walaupun harganya relatif mahal

dibandingkan mesin diesel. Dalam

kajian ini model ini digunakan sebagai

patokan Rancangan Dasar, dengan

penggunaan bahan batubara low-rank

briket dengan bahan imbuh pengikat

butiran sebagai slag conditioner.

3. Parameter Ekonomi

Perkiraan modal investasi untuk PLTBb

adalah US$ 1.000 per kW terpasang,

berdasarkan kepada harga umum untuk

pembangkit listrik antara US$ 900 –

US$ 1.500 per kW terpasang. Nilai kurs

patokan sementara adalah Rp 10.000 per

US$. Sesuai dengan tujuannya sebagai

pembangkit listrik, maka matriks utama

adalah harga produk adalah Rp/kWh,

yaitu besar listrik yang dihasilkan dari

generator pembangkit dengan

pengukuran kWh-meter yang dipasang

di sistem PLTBb. Besar kehilangan daya

akibat distribusi dan penyambungan ke

jaringan tidak dihitung. Efisiensi

jaringan adalah perbandingan besarnya

daya kWh yang diterima oleh konsumen

(kWh-nyata) terhadap kWh yang tercatat

ditransmisikan dari sistem PLTBb

(kWh-ambang).

a. Modal investasi

Page 65: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 122

Modal investasi adalah modal

pembangunan PLTBb, termasuk

mesin, peralatan, konstruksi, pajak

pembelian, jasa perencana dengan

besar perkiraan lumpsum harga

pasaran pembangkit Rp 20 milyar

untuk 2,000 kW bersih. Total modal

investasi merupakan asumsi modal

investasi PLTBb ditambah dengan

modal kerja produksi listrik selama

tiga bulan, yaitu untuk pembelian

batubara dan bahan imbuh lainnya,

over-head termasuk depresiasi, jasa

konsultan, biaya personal dan

sebagainya. Total modal investasi

diasumsikan 100% pinjaman (full

loan) dengan bunga (rate) 12%.

Dana cadangan pembangunan

(contingency) 10% tidak masuk ke

dalam perhitungan analisis ekonomi.

Demikian pula dengan dana

cadangan proses dan modal kerja

10%.

b. Kapasitas produksi

Kapasitas produksi dihitung

berdasarkan kapasitas pembangkit

listrik terpasang. Pada unit

pembangkit (generator) 2 x 1.000

kW, model 220/380 VAC; 50 Hz;

300 - 1200 rpm :

Produksi daya = 2 x 1.000 kW

x 24 jam/hari x 80% (eff)

= 40.000 kWh/hari

= 40.000 kWh/hari x 30 hari/bulan

= 1.200.000 kWh/bulan

= 1.200 MWh/bulan

Besaran merupana kapasitas produksi

optimistis, “over“ produksi 10%

diabaikan.

c. Nilai produksi

Produksi daya = 1.200 MWh/bulan

Penggunaan untuk PLTBb sendiri

(10%) = 120 MWh/bulan

Daya layak jual = 1.080 MWh/bulan

Harga jual optimistis

= Rp 700.000 /MWh

4. Parameter Proses

Perkiraan berbagai jenis batubara

merupakan bahan kering udara (adb)

dengan analisis komposisi laboratorium

Proximate dan Ultimate (dmmf). Alur

proses yang digunakan adalah :

Reaktor gasifikasi lapisan bergerak,

menggunakan bahan bongkah atau

briket.

a. Pembangkit tunggal turbin uap,

dengan proses tertutup, sehingga

uap dapat dimanfaatkan ulang ke

bentuk air dengan kehilangan

diasumsikan maksimum 50%.

b. Air dapat dipasok dari kondensat

keluaran turbin uap dan/atau air

segar (demin), yang dianggap

hilang menjadi produk GS.

c. Perkiraan harga turbin uap dan uap

terpadu adalah US$ 550 ribu per

MW terpasang.

d. Mesin briket US$ 50 ribu per MW.

e. Reaktor gasifikasi US$ 150 ribu per

MW.

f. Peralatan lain seperti panel kontrol,

pompa, perendam gas yang

diinginkan dan sebagainya, serta

biaya instalasi dan jasa konsultasi

mencapai US$ 250 ribu per MW.

g. Biaya lahan dan pematangan lahan,

demaga/shelter bongkar muat, dan

bangunan tidak termasuk dalam

biaya modal investasi.

h. Semakin besar skala pembangkit,

biaya per MW PLTBb akan

menjadi lebih rendah.

i. Konversi termal dan efisiensi

teoritis.

Pada analisis parameter proses,

pemilihan Rancangan Dasar gasifikasi,

digunakan bahan batubara briket.

Batubara briket memiliki nilai efisiensi

terhadap harga beli yang terbaik,

walau pada proses pembriketannya

dapat saja terjadi kehilangan 50% berat

(dari berat hasil penambangan

langsung, dengan dasar VM dan kadar

air sampai 70%). Pada proses

pembriketan, kehilangan diperkirakan

dari:

Bertambah panjangnya alur proses,

sehingga kemungkinan terjadi

kehilangan saat pengangkutan,

lamanya waktu pengerjaan dan

penyimpanan dalam alur proses

(air dried),

proses penepungan (grinding) dan

pembuangan material yang tak

diinginkan,

penambahan bahan imbuh briket

menyebabkan penurunan persen

berat relatif dan sebagainya.

Manfaat dari pembriketan adalah:

Page 66: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

123 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Menaikkan kekuatan mekanis

bahan, serta bahan bebas dari debu

awal.

Penepungan dapat menurunkan

kadar merkuri, sulfur dan bahan

logam lainnya sampai 50% dari

kadar total, karena umumnya

material tersebut sebagai

senyawaan kimiawi besi. Saat

bahan tepung ditransfer ke mesin

briket, butiran sentyawaan besi

halus tersebut akan terambil oleh

magnetic drum yang terpasang

pada sabuk konveyor.

Persyaratan kekeringan bahan

tercapai saat di dalam mixer, karena

aksi dalam mixer menimbulkan

panas yang dapat mempercepat

pengeringan.

Mixer akan menaikkan

homogenitas kandungan bahan

briket dan kualitas kadar bahan

lebih mudah diatur.

Penambahan bahan imbuh lainnya

dapat direncanakan untuk

memperbaiki sifat terak, menaikkan

sifat kekuatan panas, serta

membuat bahan berpori halus

sehingga luas permukaan bahan

bertambah yang dapat

meningkatkan kemampuan proses

gasifikasi.

Proses pembriketan hanya

dimaksudkan untuk proses gasifikasi

pada reaktor lapisan bergerak,

sehingga parameter model lebih pasti

pada jenis reaktor ini. Untuk

meningkatkan kecepatan gasifikasi

pada skala ini dipilih ruang bakar

ganda (double stage), sehingga terak

yang terbentuk adalah terak kering

sampai abuter.

ANALISIS FINANSIAL

Analisis finansial dilakukan untuk

mengkaji awal PLTBb kapasitas terpasang

2.000 kW. Cara ini diambil sebagai dasar

kebijakan terhadap kebutuhan yang lebih

spesifik. Sejumlah peralatan yang sesuai

akan bergantung kepada pasokan jenis

batubara dan ketersediaan alat yang

mungkin dibeli dan dipasang di lokasi.

Dasar yang digunakan adalah setaraan

material yang masuk dan keluar dari proses

PLTBb.

1. Metodologi

Analisis finansial berkaitan dengan

informasi dan data dari berbagai sumber,

antara lain asumsi-asumsi harga bahan

umum, modal investasi, biaya

operasional dan pemeliharaan dan harga

jual-tetap. Adanya perubahan dari

harga-harga variabel akan berpengaruh

sebanding dengan harga jual, sehingga

model I/O proses akan selalu konstan.

Beberapa asumsi yang dibutuhkan untuk

analisis sensitifitas adalah sebagai

berikut:

Dana cadangan investasi 10% yang

belum dicantumkan.

Dana cadangan modal kerja dan

biaya operasional 10% yang juga

belum dicantumkan.

Pajak penjualan listrik, PPn 10%

yang belum dicantumkan, karena

untuk masalah energi yang

berwawasan lingkungan dan

pemenuhan kebutuhan nasional,

dianggap memperoleh

keringan/bebas pajak.

Waktu konstruksi paling lama 10

(sepuluh) bulan.

Usia (depresiasi) peralatan minimal

10 tahun dengan sistem flat.

100% pendanaan berbasis

kredit/pinjaman dengan bunga 12%

per tahun.

Model ini dapat dijadikan basis untuk

menghitung perkiraan titik-balik modal

pada bunga bank 12%. Nilai ini dapat

pula dibandingkan dengan harga

pembangkitan listrik dengan BBM

diesel pada ukuran yang sama. Sebagai

ukuran untung-rugi investasi, maka

hanya potensi penjualan energi listrik

sajalah yang relevan digunakan.

2. Hasil Analisis Model

Dengan berbagai asumsi harga dan

kapasitas produksi, serta asumsi bunga

12%, model PLTBb rancangan baru

dengan berbagai bahan batubara dapat

dilihat pada Tabel 3. Titik balik modal

terendah diperoleh untuk briket

batubara, yaitu dalam waktu antara 9 -

10 tahun, pada harga asumsi Rp 700.000

per MWh, serta seluruh model input

dibuat konstan.

Page 67: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 124

Alasan menuntukan harga jual Rp

700/kWh adalah sulit dijelaskan, karena

hanya berdasar pada patokan dari harga

jual PLN untuk kebutuhan rumah tangga

(Rx). Sebenarnya, bagi kebutuhan

komersial dan industri, walau harga

nampaknya lebih murah, namun adanya

faktor pengali beban normal (base load)

dan harga dengan faktor beban puncak

(peak load), menjadikan pembayaran

pemakain menjadi berlipat ganda. Untuk

penggunaan besaran daya fleksibel,

pelanggan kommersial dan industri

diberikan dengan perhitungan biaya

terbaik pada program Multiguna dengan

tarif Rp 1.380 /kWh.

3. Model Sensitifitas

Analisis sensitifitas harusnya diterapkan

terhadap model pendanaan untuk

sejumlah parameter ekonomis dan

operasional. Biaya-biaya jasa dan

konstruksi untuk model pendanaan

seperti diuraikan di atas hanyalah berupa

asumsi dasar, namun diharapkan cukup

memenuhi untuk model ini, dimana bila

terjadi penyimpangan pada parameter-

parameter tersebut besarnya masih di

dalam batas suaian yang masih

diijinkan. Pengabaian dana cadangan,

dana cadangan operasional dan biaya

percobaan dan pegoperasian awal sistem

hanya dimungkinkan untuk PLTBb

skala seperti ini, namun tidak diterapkan

untuk skala menegah sampai skala

besar. Analisis model dilakukan pada

besaran I/O yang tetap sejak awal

operasi dan seterusnya. Perbandingan

efisiensi harga bahan briket : bitumen

low-VM adalah 62,18/420 : 40,09/180

per kg, atau 3 : 2. Briket 50% lebih baik.

4. CO2 Sequestration

Perancangan CO2 sequestration-ready

plant, yaitu teknologi pemusnahan gas

CO2 akan menjadi keharusan di masa

mendatang, terutama bila kadar CO2

tidak dapat dianggap kecil. Tujuannya

adalah untuk mengurangi dampak

pengaruh terhadap pemanasan global.

CO2 sequestration dapat dilakukan

secara geologis, botanis atau kelautan.

Biasanya secara penghilangan dilakukan

dengan penyuntikan gas CO2 ke lapisan

batubara atau kapur (geologis), atau ke

tambak tanaman ganggang hijau

(botanis), atau langsung ke dalam lautan

(kedalaman ribuan meter). Cara-cara ini

membutuhkan kompresor, pemipaan dan

energi yang harganya relatif mahal.

Untuk skala PLTBb kecil dan mikro,

CO2 sequestration umumnya dilakukan

secara pemrosesan kimiawi dan/atau

fisis yang terpadu.

KESESUAIAN LINGKUNGAN Tujuan pemrosean gasifikasi, selain

untuk meningkatan efisiensi pemanfaatan

batubara untuk pembangkitan energi, juga

untuk tujuan menurunkan dampak negatif

terhadap masalah-masalah lingkungan.

Berbagai parameter teknis perlu

diperhatikan agar proyek dan pelaksanaan

PLTBb dapat mencapai tujuan tersebut.

Berbagai kajian rinci dibutuhkan untuk

memenuhi perijinan Pemerintah Daerah

dan/atau Pemerintah Pusat, seperti dari

induk atau suku dinas

Kementrian/Departemen Pertambangan dan

Energi, Lingkungan Hidup, Bappenas,

Perindustrian dan sebagainya, mengenai

hal-hal antara lain:

Konstruksi dan operasi PLTBb pada

reaktor gasifikasi, pembangkit tenaga

listrik dan mesin/peralatan lainnya.

Transportasi pengiriman batubara, lokasi

pembongkaran dan penyimpanan.

Jaringan transmisi milik PT. PLN atau

rencana pembuatan transmisi baru untuk

kebutuhan lokal.

Konstruksi untuk pasokan air dan

pembuangan air limbah.

Selain dibutuhkan kajian Amdal apabila

peraturan mengharuskannya karena skala

PLTBb yang cukup besar, demi

kenyamanan pengoperasiannya, untuk skala

yang kecil pun sebaiknya dilakukan kajian

mengenai dampak lingkungan karena hal

ini akan memberikan data yang dapat

memenuhi kebutuhan operasional.

1. Emisi Udara

Tingkat buangan emisi polutan yang

diijinkan untuk setiap daerah dapat saja

berbeda. Hal ini bergantung kepada

Peraturan Daerah setempat yang

ditetapkan berdasarkan sudah seberapa

tingginya kondisi polusi di wilayah

tersebut, serta sasaran apa yang harus

dicapai di masa mendatang.

a. Emisi produk reaktor gasifikasi

Page 68: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

125 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Informasi hasil pengujian

pembakaran GS dari beberapa

reaktor gasifikasi produksi

sejumlah manufaktur lokal mudah

diperoleh. Beberapa pengertian

terhadap besaran akan lebih mudah

disesuaikan, misalkan tentang PM-

10 (Particulate Matter), VOC

(Volatile organic Compound) dan

opacity.

Emisi harus sudah diasumsikan

bahwa peralatan pengendali kadar-

kadar parikulat, merkuri, timbal dan

hidrogen sulfida sudah merupakan

bagian terpadu dengan sistem

PLTBb, sehingga besarannya dapat

diabaikan terhadap HAP luasan

wilayah lokal.

b. Perijinan

Perijinan pemerintah daerah atau

pusat harus diperoleh terlebih

dahulu, terutama untuk seberapa

besar emisi yang dihasilkan oleh

sistem sehingga Dasar Perencanaan

reaktor gasifikasi dapat

disesuaikan. Peralatan lain seperti

pembangkit listrik lebih bersifat

umum, artinya emisi yang

dihasilkan bergantung kepada

tingkat kebersihan GS yang

diperoleh. Namun dimungkinkan

pula untuk dilakukan penyesuaian

unjuk kerja dan hasil emisinya.

Untuk mendapatkan perijinan

tersebut maka, maka bila

diwajibkan membuat Amdal ada

beberapa hal termasuk dalam

analisis, antara lain :

Spesifikasi peralatan harus

memenuhi tingkat teknologi

pengendalian yang terbaik, sesuai

dengan kondisi lingkungan dan

ekonomi di wilayah tersebut.

Cukup data mengenai kondisi dan

kualitas udara setempat paling

tidak empat bulan sebelum

pembangunan PLTBb, dan juga

setelah pembangunan.

Cukup data metereologi setempat,

baik rinci atau hanya umum.

Analisis dampak terhadap tanah,

tanaman dan hal-hal yang

mungkin terjadi akibat

pembangunan PLTBb, langsung

atau tidak langsung.

2. Padatan dan Limbah Berbahaya

PLTBb akan menghasilkan sejumlah

padatan dan limbah padat, baik selama

pembangunan konstruksi maupun

setelah beroperasi. Perlu penanganan

dan penyimpanan terpisah antara bahan

tidak-berbahaya dan berbahaya.

Limbah tidak berbahaya antara lain:

Sisa-sisa bahan konstruksi (potongan

bahan konstruksi, kemasan dan

sebagainya).

Terak batubara dari reaktor

gasifikasi.

Abuter (abu terbang) dari reaktor

gasifikasi

Sulfur

Katalis bekas dari berbagai

pengolahan air.

Penjualan sejumlah limbah padat yang

dapat didaur-ulang sangat

memungkinkan. Terak dan abuter

digunakan sebagai bahan agregat beton

dan bahan bagunan lain, selama tidak

mengandung kadar merkuri. Pilihan

lainnya adalah sebagai bahan urugan

tanah, dan bila kadar merkuri di atas

batas ambang, terak dan abuetr sebelum

digunakan sebagai urugan harus

dipendam dahulu dalam bentukan beton.

Limbah sulfur, asam sulfat dan katalis

dapat digunakan sebagai bahan

tambahan unsur hara dalam proses

produksi pupuk tanaman.

Limbah potensial berbahaya lainnya

adalah antara lain:

Limbah elemen dan media filter,

karbon mengandung merkuri

(cukup berbahaya).

Limbah katalis (berbahaya).

Logam, garam dan lumpur dari

pengolahan air dan tower

pendingin, demikian pula dengan

senyawaan amina yang digunakan

untuk menangkap CO2 (potensi

berbahaya).

Seluruh limbah berbahaya

membutuhkan penanganan dan

pembuangan secara penuh ke sarana

yang sesuai dengan undang-undang dan

peraturan yang berlaku.

3. Air Baku dan Air Limbah

PLTBb membuthkan air baku dan juga

menghasilkan air limbah dan limbah

cairan. Untuk itu diperlukan ijin

Page 69: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 126

Pemerintah Daerah (dapat berupa

Amdal):

Pasokan air untuk proses gasifikasi,

paling tidak 0,5 m3 per 3 MWh atau

sekitar 3 m3 per hari per Megawatt

pembangkit terpasang. Air yang

digunakan adalah air bersih atau air

sulingan (demin).

Pembuangan air limbah haruslah

melalui pengolahan (PAL) untuk

dapat dibuang ke saluran umum.

Pasokan dan buangan air pendingin,

bila sistem pendinginannya terbuka,

membutuhkan dan membuang paling

sedikit 6 m3 per hari per Megawatt

pembangkit terpasang.

Jumlah kebutuhan air total untuk

seluruh PLTBb berikut kebutuhan

operasional dan personal lainnya

diperkirakan paling sedikit 12 m3 per

hari per Megawatt pembangkit

terpasang.

4. Kebutuhan Lahan

Kebutuhan lahan bergantung kepada

besaran PLTBb secara konstruktif yang

akan dibangun, termasuk prasarana

bongkar muat batubara, serta luasan

lahan lainnya untuk keperluan

pencegahan dampak lingkungan dan

budaya masyarakat setempat, serta segi

keamanan dari tindak pidana.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pembangkit listrik gas sintetis ini

merupakan konsep teknologi yang sudah

banyak diterapkan di banyak negara

yang memiliki cadangan atau

kemudahan impor batubara. Hal yang

menarik adalah minimalnya dampak

lingkungan yang ditimbulkan. proses

gasifikasi dapat menghasilkan gas

sintetis yang lebih bersih dibandingkan

proses pembakaran langsung, sehingga

secara signifikan hanya ada CO2, CO

dan uap air pada produk gas buang

proses. Apalagi apabila pada proses

pembangkitan, adanya penambahan

perangkat pembakar gas CO dan

penangkap CO2.

2. Dari sisi ekonomis, jenis pembangkit

IGCC ini menggunakan bahan bakar

fosil batubara yang relatif lebih murah

dibandingkan bahan bakar minyak dan

gas alam. Bahkan dapat menggunakan

jenis batubara kualitas rendah sekali pun

(lignit dan bitumen). Di masa depan,

bahan bakar batubara dapat digantikan

oleh masa-bio dan limbah masa-bio

pertanian, yang benar-benar merupakan

renewable resources. Pada saat harga

minyak dunia berada di sekitar

US$200/barrel, harga batubara kualitas

rendah pun akan meningkat.

3. Dibandingkan dengan biaya investasi

PLTU dan PLTG, pembangkit listrik gas

sintetis relatif sedikit lebih mahal, serta

mempersyaratkan cadangan air lebih

banyak. Namun dibandingkan dengan

PLTP, PLTA, PLTN dan jenis

pembangkit bersih berwawasan

lingkungan lainnya, biaya investasi

pembangkit ini masih relatif jauh lebih

murah. Kontroversi bahan bakar

batubara yang tidak ramah lingkungan

bisa ditepis dengan memanfaatkan

konsep teknologi ini. Walaupun tidak

mengurangi kebenaran akan semakin

menipisnya cadangannya di alam. Tetapi

untuk alternatif kesejahteraan

masyarakat, teknologi ini dapat menjadi

alternatif yang tidak dapat diabaikan dan

tidak punya pilihan lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Albert J. Forney, Stanley J. Gasior,

William P. Haynes and Sidney Katell,

April 1970, A Proses To Make High-

BTU Gas From Coal, U.S. Departement

Of The Interior, Bureau of Mines Coal

Gasification Program, Technical

Progress Report – 24.

2. D. Yogi Goswami, 1986, Alternative

Energy in Agriculture : Biomass

Gasification, Vol. II, Ed., CRC Press,

pgs. 83-102.

3. J.P. Hoffman, 1992, Oxygen-coal in-

bath smelting reduction-a future process

for the production of iron and stainless

steel? J. S. At,. Inst. Min. Metall., vol.

92, no. 8/9, Aug/Sep. pp. 253-273.

4. EPA SITE Technology Capsule, April

1995, Texaco Gasification Process,

Environmental Protection Agency, EPA

540/R-94/514a.

5. Jared P. Ciferno and John J. Marano,

June 2002, Benchmarking Biomass

Gasification Technologies for Fuels,

Chemicals and Hydrogen Production,

U.S. Department of Energy (US DoE),

Page 70: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

127 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

National Energy Technology Laboratory

(NETL).

6. Jay A. Ratafia-Brown, Lynn M.

Manfredo, Jeff W. Hoffmann, Massood

Ramezan and Gary J. Stiegel, 2002, An

Environmental Assessment Of IGCC

Power Systems, Science Applications

International Corporation - U.S.

DOE/National Energy Technology

Laboratory, Presented at the Nineteenth

Annual Pittsburgh Coal Conference,

September 23 – 27.

7. Prenma consulting, 2005, Gasification

Process: Waste Energy Chain, Proactive

Energy Management SPRL, Brussel –

Belgium.

8. Engineering Subject Centre staff, July

2005, Education for Sustainable

Development, Briefing Papers, Energy

and Energy Systems Edition. ISBN

190480442X, Published by The Higher

Education Academy - Engineering

Subject Centre.

9. Samir Succar, Jeffery B. Greenblatt,

Robert H. Williams, 2006, Comparing

Coal IGCC with CCS and Wind-CAES

Baseload Power Options in a Carbon-

Constrained World, Conference

Proceedings, Fifth Annual Conference

on Carbon Capture and Sequestration-

DOE/NETL, May 8– 11.

10. The National Bioenergy Center, March

2007, Cellulosic Ethanol - Research

Advances, National Renewable Energy

Laboratory (NREL): NREL/BR-510-

40742.

11. [email protected], April

2007, Fact Sheet: Clean Coal Power

Plants (IGCC), No New Coal Plants

Network,

www.energyjustice.net/coal/igcc/ .

12. Roland Schenkel, 2008, Europe’s

Response: Promoting International

Research on Clean Energy

Technologies, Joint Research Centre,

European Commission.

13. Chan S Park, 2008, Baseline Technical

And Economic Assesment Of A Small

Scale Steam Hydrogasification Process

With Fischer-Tropsch Liquids Facility,

International Pittsburgh Coal

Conference 2008, Center for

Environmental Research and

Technology, University of California,

Riverside, Pittsburgh, PA, USA

September 29 – October 2.

14. Arun SK Raju, 2008, Steam

Hydrogasification Of Coal Wood

Mixtures In A Batch Reactor,

International Pittsburgh Coal

Conference 2008, Center for

Environmental Research and

Technology, University of California,

Riverside, Pittsburgh, PA, USA

September 29 – October 2.

15. Wabash River Energy Ltd. 2008,

Wabash River Coal Gasification

Repowering Project Final Technical

Report (PDF), The U.S. Department of

Energy/Office of Fossil Energy/National

Energy Technology

Laboratory/Morgantown, West Virginia.

Retrieved.

16. Schon, Samuel C., and Arthur A. Small

III, 2008, Climate change and the

potential of coal gasification."Geotimes

51.9 (Sept 2006): Expanded Academic

ASAP. Gale. University of Washington.

published on October.

17. IGCC Working Group, April 2009,

Feedback and Future Directions, Chair

Mr Ross Willims, Australia Asia-Pacific

Partnership, Cleaner Fossil Energy

Taskforce, Seoul - Korea.

18. Sarah Parsons, 2010, New Gasification

Process More Efficiently Converts

Biomass to Biofuels, via

©Inhabitat.com.

19. Omega Thermal Technologies, Inc.,

2010, Synthetic Fuels, Infrormation

Sheet.

20. Dietmar Keller, 2011, IGCC/CCS power

plant, RWE Information sheet on

European research into low-emission

coal-based power generation.

Page 71: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

ISSN 0126 - 3463

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 128

PENELITIAN PROSES REDUKSI BIJIH BESI LANGSUNG DENGAN

BATUBARA

Rachmat

1

1Metal Industries Development Centre (MIDC) - Kementerian Perindustrian

Jl. Sangkuriang No. 12 Bandung 40135

E-mail : [email protected]

Abstrak

Telah dilakukan penelitian proses reduksi bijih besi langsung dengan batubara.

Tujuannya adalah untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk komposit pasir

besi dengan batubara sebagai reduktor sehingga menghasilkan spons iron. Metode penelitian

yang dilakukan, meliputi : (1) pembuatan alat bantu atau magnetic separator dan granular, (2)

proses reduksi (sintering), (3) karakterisasi produk reduksi, (4) proses peleburan, (5)

karakterisasi produk leburan. Hasil penelitian membuktikan bahwa dengan suhu reduksi

1.100oC dan 1.200

oC menghasilkan intensitas Fe yang cukup besar sedangkan pada suhu 1.000

oC tidak terlalu berpengaruh terbentuknya Fe. Dengan telah dikuasainya teknologi proses

reduksi bijih besi dengan batubara, maka diharapkan dapat menghasilkan spons iron yang

selama ini menjadi masalah yang dihadapi industri besi dan baja nasional.

Kata kunci : proses reduksi bijih besi, batubara, besi spon.

Abstract

Research on the iron ore direct reduction process with coal has been done. The aim is

to study the factors that affect the shape of composite sand iron with coal as a reductant to

produce sponge iron. Methods of research conducted, include: (1) creation tool or a magnetic

separator and granular, (2) the reduction process (sintering), (3) characterization of the

reduction product, (4) the melting process, (5) characterization of the reduction product. The

research proves that the temperature reduction 1.100oC and 1.200

oC produce substantial Fe

intensity while at a temperature of 1000° C does not significantly affect the formation of Fe.

Having mastered the technology of iron ore reduction process with coal, it is expected to

produce sponge iron which has been a problem faced by the national iron and steel industry.

Key words : reduction process of iron ore, coal, iron sponge.

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki potensi sumber

daya alam yang melimpah sebagai bahan

tambang, di ekspor dalam keadaan mentah

tanpa melalui proses peningkatan nilai

tambah secara berarti. Dilain pihak industri

di dalam negeri termasuk industri baja

sering mengalami kesulitan pasokan/impor

bahan baku/penunjang yang bahan dasarnya

sebenarnya terdapat di Indonesia.

Pasir besi merupakan salah satu

sumber bahan baku pembuatan besi cor dan

baja, namun pasir besi yang berlimpah di

Indonesia belum dapat dimamfaatkan

secara optimal. Bahkan belum ada industri

di Indonesia yang mengolah pasir besi

menjadi besi cor dan baja. Pada umumnya

pasir besi tidak lepas dari kandungan Titan

di dalamnya. Hal ini mengakibatkan perlu

teknologi yang spesifik dalam

pengolahannya karena pasir ini

mengandung ilminet.

Berdasarkan hasil analisa

petrografi, bijih besi Indonesia pada

umumnya mengandung Magnetik (Fe3O4),

Hematit (Fe2O3) dan llmenit (FeTiO3).

Proses reduksi langsung dalam

bentuk komsentrat pasir besi dengan

batubara sebagai reduktor merupakan

alternatif proses yang potensial untuk

dikembangkan. baik bijih besi maupun

batubara, relatif lebih longgar dibandingkan

dengan proses-proses konvensional yang

ada di dunia saat ini. Dengan teknologi

direct reduction, terbuka peluang untuk

memanfaatkan bahan baku lokal yang

Page 72: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

129 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

paling potensial di tinjau dari jumlah

cadangannya, yaitu bijih besi laterit dan

pasir besi serta batubara jenis non-coking

coal.

Tujuan kegiatan penelitian ini

secara umum adalah suatu usaha

pendahuluan untuk :

1. Memahami mekanisme proses reduksi

dengan reduktor batu bara.

2. Mempelajari faktor-faktor yang

mempengaruhi konsumsi reduktor batu

bara pada proses reduksi.

3. Menentukan kondisi optimal proses

reduksi secara Metoda Volumetri

4. Mempelajari kinetika reaksi heterogen.

5. BBLM dapat menguasai proses reduksi

bijih besi langsung dengan batu bara dan

sekaligus menguasai pembuatan spons

iron.

6. Menjadi salah satu solusi bagi berbagai

permasalahan yang dihadapi industri

besi dan baja nasional

Hasil yang diharapkan dari

penelitian ini adalah :

1. Dalam rangka pemanfaatan pasir besi

lokal dan bahan bakar kualitas rendah

cooking coal, lignite dsb) yang tidak

sesuai untuk persyaratan dapur tinggi,

antara lain dapat menghasilkan produk

antara untuk proses pembuatan baja atau

dapat pula menghasilkan produk besi

dengan kadar karbon rendah.

2. Penguasaan pemisahan pasir besi

dengan pengotor.

3. Penguasaan pembuatan pelet

4. Penguasaan proses sintering bijih besi

langsung dengan batubara.

5. Penguasaan proses peleburan dari mulai

charging, proses peleburan dan

pengujian di depan dapur dan

penuangan

6. Memberikan imformasi kepada pembaca

mengenai pengaruh perbandingan

komposisi, waktu dan temperatur

reduksi terhadap persen metalisasi besi

spons hasil reduksi langsung bijih besi

dengan pereduktor batubara.

7. Data parameter proses yang diperlukan

dalam pembuatan spons iron yang

mampu dikembangkan lebih lanjut

untuk proses secara massal.

LANDASAN TEORI

Mereduksi (Sintering)

Mereduksi metal-oksida adalah

suatu usaha untuk memperoleh metal murni

dari konsentratnya dengan cara

menghilangkan oksigen yang terikat

didalam kisi kristalnya melalui pereduktor

yang memiliki afinitas terhadap oksigen

lebih tinggi dibandingkan dengan metal

tersebut. Reduksi terhadap konsentrat bijih

besi secara komersial dilakukan

menggunakan reduktor gas CO dan H2.

konsentrat bijih besi umumnya berbentuk

hematite (Fe2O3), magnetite (Fe2O4),

wustite (FeO), ferrous carbonat (FeCO3)

atau titano magnetite (FeTiO3). Selanjutnya

CO dan H2 akan mengikat oksigen yang ada

pada bijih membentuk CO2 atau H2O dan

menghasilkan logam besi.

Masalah-masalah termodinamika

dan kinetik yang menyertai proses reduksi

bijih besi oksida ini adalah menyangkut

mungkin tidaknya direduksi oleh

pereduktor pada temperatur dan tekanan gas

reduktor tertentu, dan jumlah panas yang

harus diberikan untuk memulai reaksi

reduksi. Secara kinetika yang perlu

mendapat perhatian yakni kecepatan reaksi

menghasilkan besi. Kecepatan reaksi

ditentukan oleh luas permukaan reaksi,

difusivitas gas reduktor dan gas hasil

reaksinya pada bijih, porous atau tidaknya

produk reaksi, konsentrasi gas reduktor, dan

suhu.

Pengotor dalam proses reduksi bijih

besi oksida terutama ditinjau dari perilaku

pengotor tersebut dalam menurunkan

keaktifan bijih dan batubara dalam proses

reduksi pada tekanan atmosfer ruang dan

suhu proses tertentu serta jumlah panas

efektif yang diperlukan untuk memulai

reaksi reduksi. Selain itu adalah

kemungkinan pengotor membentuk larutan

padat atau terlarut dalam produk yang

dihasilkan

Reaksi yang melibatkan fasa padat

dan gas (reaksi heterogen) dan

menghasilkan suatu lapisan produk yang

membatasi reaktan, maka kehadiran lapisan

produk ini mempengaruhi laju ini sangat

menentukan laju reaksi melalui diffusivitas

gas pada lapisan produk padat. Tekanan gas

reduktor yang relatif tinggi memberikan

peningkatan kecepatan reaksi.

Page 73: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 130

Termodinamika Sistem Fe - C – O

Kesetimbangan Fe-C-O dalam

proses ini adalah kesetimbangan antara Fe,

Fe oksida sebagai konsentrat, dan C sebagai

reduktor, serta gas-gas O2 CO, dan CO2

yang ada dalam kesetimbangan. Yang

termasuk dalam Fe oksida adalah hematite,

magnetite, wustite, dan berada dalam

kesetimbangan dengan Fe, C, CO, dan CO2,

C, CO, dan CO2 membentuk kesetimbangan

yang dinyatakan dalam reaksi berikut :

CO2 + C 2CO (1)

Konsentrat kesetimbangannya :

K (C) = p2(CO)/{p(CO2)aC} (2)

Untuk temperatur 600 0K sampai 1200

0C

memiliki nilai :

Log K( C ) = 9,11 – 8840 T oK (3)

Untuk p(CO) + p(CO2) = atm,

kemungkinan untuk mereduksi Fe – Oksida

dengan campuran CO dan CO2 sebagai

fungsi dari temperatur, diberikan oleh

diagram pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Bauer-Glaessner

untuk Ptotal 1 ATM

Dari Gambar 1 diketahui bahwa

pada suhu di atas 710 oC, seluruh Fe-

Oksida direduksi menjadi Fe dengan

campuran gas CO dan CO2, dengan tekanan

total 1 atm yang berkesetimbangan dengan

karbon. Pada suhu lebih rendah, komposisi

gas CO dan CO2 berubah (konsentrasi CO2

semakin besar). Dan reduksi hanya

menghasilkan wustite. Pada suhu dibawah

500oC reaksi deposisi karbon terjadi.

Dari Gambar 1 dapat pula diketahui

bahwa reduksi megnetite wustite

memerlukan gas CO yang paling sedikit,

karena kesetimbangan reaksi pada

temperatur kira-kira 680 oC terjadi pada 60

% CO2, dibandingkan dengan reduksi

wustite menjadi besi (±700 oC) yang

berkesetimbangan dengan hampir 40%

CO2. Pada diagram tersebut, tidak terlihat

reduksi hematite menjadi magnetite, yang

seharusnya berada di sebelah sisi kanan

garis magnetite-wustite, dengan harga

kesetimbangan CO2 yang sangat tinggi.

Dengan demikian, efektifitas terbanyak

penggunaan CO untuk mereduksi dari yang

terkecil sampai yang terbesar adalah :

reduksi hematite menjadi magnetite,

reduksi magnetite menjadi wustite, dan

reduksi wustite menjadi besi.

Jika reduksi dilangsungkan

dibawah temperatur-temperatur

kesetimbangan reaksi boudourd akan terjadi

dekomposisi karbon dan membentuk Fe3C

(besi karbida) didalam besi yang dihasilkan.

Pada temperatur lebih tinggi akan terjadi

perubahan besi (ferrite) menjadi besi-

(austenite)

Tahapan-tahapan untuk reduksi Fe-

oksida dengan gas CO pada temperature di

atas 5700C adalah sebagai berikut :

Fe2O3 Fe3O4 FeO Fe

Reaksi tahapan-tahapan di atas adalah

sebagai berikut :

1. 3Fe2O3 + CO 2Fe3O4 + CO2

∆GT = - 12470 – 9,8 T kal/mol ...(4)

2. Fe2O3 + CO 3FeO + CO2

∆GT = 8462 – 9,63 T kal/mol ....(5)

3. FeO + CO Fe + CO2

∆GT = - 3147 + 4,14 T kal/mol (6)

Pada suhu dibawah 570 0C, wustite

bersifat metastabil sehingga terjadi reaksi

langsung magnetite menjadi besi :

4. ½ Fe2O4 + CO ¾ Fe + CO2

∆GT = - 247 + 0,71 T kal/mol .... (7)

Pengaruh Unsur Pengotor

Pengotor dalam proses reduksi ini

berasal dari konsentrat dan batubara.

Pengotor adalah mineral-mineral atau unsur

yang tidak diperlukan dalam proses reduksi.

Pengotor-pengotor konsentrat tersebut

adalah : SiO2, AL2O3, MgO, dan CaO.

Sedangkan pengotor-pengotor batu bara

adalah : SiO2, MgO, AL2O3, TiO2, P2O5,

dll.

Pengotor-pengotor dalam proses

reduksi mengakibatkan penurunan

keaktifan besi oksida dan karbon (batubara)

dan merubah komposisi gas CO/CO2 dalam

Page 74: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

131 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

reaksi reduksi tersebut, sehingga konstanta

kesetimbangan berubah dari keadaan

idealnya pada suatu temperatur. Penurunan

keaktifan besi-oksida ini disebabkan

asosiasi pengotor dengan besi oksida.

Asosiasi pengotor dalam partikel bijih

berbentuk :

1. Dua phasa yang terlepas

2. Phasa berbeda dalam bentuk campuran

kristal

3. Phasa yang sama

Adanya pengotor menyebabkan

penurunan keaktifan besi-oksida dalam

partikelnya. Secara termodinamika, adanya

pengotor menyebabkan selalu terdapat

mineral yang tidak dapat diubah menjadi

metalnya dalam proses reduksi.

Pengotor-pengotor juga

mempengaruhi pemakaian panas reaksi,

yaitu memerlukan panas yang diberikan

untuk proses reduksi karena pengotor-

pengotor tersebut memiliki kapasitas panas

masing-masing.

Secara kinetika, pengotor yang

berada didalam partikel akan membentuk

abu dan bersama-sama dengan produk

reaksi mempengaruhi difusitas gas reduktor

yang masuk kedalam partikel bijih. Jika abu

tersebut porous, maka laju reaksi tidak

dipengaruhi oleh difusi gas. Tetapi jika

tidak porous, maka laju reaksi dipengaruhi

oleh difusi gas.

METODOLOGI PENELITIAN

Kegiatan Laborarorium

1. Bahan-bahan yang digunakan

a. Pasir besi jenis ilmenit dari daerah

Sukabumi Jawa Barat (Tabel 1).

b. Batubara sebagai bahan pereduktor

dari daerah Kalimantan Selatan

(Tabel 2).

2. Peralalatan yang digunakan

a. Magnetic separator

b. Granurator

c. Neraca timbangan

d. Ayakan (ukuran 100, 150, dan 200

mesh)

e. Burning furnace (Tungku pembakar)

f. Pengering (oven)

g. Thermocouple Pt-Rh

h. Induction Furnace

i. Lumpang Agate

Tabel 1. Komposisi kimia head

sampel bijih besi Ilmenit

No Unsur %

1 Fe Total 62,6

2 Fe++

14,2

3 V2O5 0,5

4 TiO2 15,77

5 P 0,098

6 S 0,04

7 SiO2 1,5

8 MgO 2,2

9 Al2O3 2,50

10 CaO 0,50

11 K2O 0,48

12 NgO 0,13

Tabel 2. Spesifikasi batubara

Analisa Parameter Presentase

(%)

Analisa proksimat H2O 19,1

Abu 2,16

Zat terbang 40,65

Fixed 38,09

Carbon 0,11

S 55,3

C 4,2

H 0,6

N 18,53

O

Nilai Kalori : 5745

Kkal/kg

Gambar 2. Magnetic separator

Page 75: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 132

Gambar 3. Granulator

Gambar 4. Lumpang agate

Gambar 5. Neraca timbangan

Gambar 6. Ayakan

Gambar 7. Pengering (oven)

Gambar 8. Burning furnace

Gambar 9. Induction furnace

Gambar 10. Heating furnace

Page 76: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

133 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Prosedur Percobaan

1. Tahapan persiapan

a. Prosedur untuk analisa kimia,

meliputi :

Ayak 1 kg consentrat dengan

ayakkan berukuran : ( 4, 12, 45,

70, 100) mesh.

Timbang berat consentrat

Gerus consentrat tersebut dengan

menggunakan lumpang agate

sampai consentrat berukuran 200

mesh sebanyak 25-30 gram.

Analisa kandungan consentrat

tersebut.

b. Prosedur preparasi consentrat,

meliputi :

Bijih besi kode contoh I-A terdapat

dalam karung dengan berat 42 kg

konsentrasi tersebut berukuran

homogen sehingga tidak diperlukan

pengecilan ukuran sebelum proses

reduksi.

Seluruh pasir besi dikeluarkan

dari karung dan disaring

menggunakan Ayakkan untuk

memisahkan kotoran.

Pasir besi kemudian dimasukkan

kedalam hopper yang berada

diatas mesin magnetic separator.

Kemudian hidupkan mesin

magnetic separator tsb sehingga

memisahkan antara consentrat

dengan pengotornya.

Hasil pemisahan yang didapat

adalah

- Consentrat = 23 kg

- Pengotor = 19 kg

Sehingga didapat bijih besi murni

54%

c. Prosedur pembuatan pellet

(peletizing)

Periksalah mesin mixer, granulator

dan peralatannya dengan sempurna

serta tak lupa memakai alat

keselamatan kerja.

Siapkan konsentrat, batubara, batu

kapur, bentonit, yang telah di

tentukan nisbah komposisinya dan

air secukupnya.

Masukkan bahan tadi untuk

dicampurkan kedalam mesin mixer

dan hidupkan selama kurang lebih

5 menit

Kemudian masukkan bahan yang

telah dimixer tersebut semuanya

kedalam mesin granulator untuk

pembuatan pellet terjadi dengan

sendirinya.

Penambahan air harus dilakukan

agar pembuatan pelet sempurna.

d.Prosedur dehidrasi pellet

Dilakukan didalam oven, temperatur

operasi sekitar 200 0C, terlebih

dahulu ditetapkan waktu tinggal

konsentrat didalam oven.

Pelet diletakkan kedalam cawan

dan dimasukkan kedalam oven

Operasikan oven dan diset pada

temperatur 50 0C

Tiap periode waktu 60 menit,

naikkan temperatur 50 0C sampai

mencapai pada temperatur 200 0C

selama 24 jam untuk

menghilangkan ikatan air

kristalinnya.

Lakukan langkah-langkah diatas

untuk semua proses dehidrasi

pelet

2. Proses reduksi (Sintering)

Dilakukan di dalam tungku pembakaran,

dengan prosedur sebagai berikut :

Periksalah tungku pembakaran dan

peralatannya dengan seksama

Masukkan pellet yang telah

didehidrasi kedalam cawan

Letakkan pada ruang pembakaran

dan turunkan kembali penutupnya.

Nyalakan tungku pembakaran pada

suhu yang telah ditentukan,

bersamaan dengannya, burner

menyala.

Suhu acuan didapat dalam periode

waktu tertentu, jika suhu telah

tercapai, tandai waktu (jam

pengamatan) waktu tinggal proses

sintering 45 menit.

Jika waktu telah tercapai, matikan

tungku pembakaran, naikkan kembali

penutupnya, keluarkan produk reaksi

dari tungku pembakaran dan

tampung dalam wadah yang bersih.

Analisa kandungan Fe o dan Fe total

untuk memperoleh metalisasi.

Page 77: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 134

3. Karakterisasi produk reduksi

Karakteristik produk reaksi meliputi satu

hal yaitu : analisa kimia basah.

Dilakukan di laboratorium kimia Balai

Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T),

Jalan Sangkuriang No 14 Bandung dan

untuk pengujian Slag dilakukan di

Laboratorium Pusat Survey Geologi

Bandung.

Pemilihan Variabel Operasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi

konsumsi batubara adalah jumlah batubara

yang ditambahkan, jenis batubara, dan suhu

operasi. Lebih jelasnya diuraikan pada

paparan di bawah ini.

1. Jumlah Batubara (Fe/C)

Mengingat pengaruh pengotor terhadap

keaktifan masing-masing padatan pada

percobaan ini yaitu mengubah

komposisi gas reduktor dari

kesetimbangan termodinamiknya.

Nisbah yang dioperasikan adalah 8%,

10%, 12%.

2. Suhu operasi

Dipilih di atas 815 0C karena proses

gasifikasi batubara terjadi signifikan

hanya pada suhu diatas 815 0C

(E,Sanwani, 1997), Selain itu juga suhu

dibatasi dengan kemampuan alat yakni

1.200 0C, suhu yang dioperasikan adalah

: 1.000 0C, 1.100

0C, 1.200

0C.

3. Waktu Reduksi

Untuk mengetahui pengaruh nisbah

Fe/C dan suhu terhadap persen

metalisasi, maka proses reduksi

dilakukan dengan waktu yang sama.

waktu optimum reaksi diperoleh dari

percobaan pendahuluan menggunakan

tungku pembakar, dimana pada selang

tersebut persen metalisasi yang

diperoleh optimum dan kenaikan persen

metalisasi pada selang tersebut tidak

signifikan.

4. Jenis Batubara

Batubara yang dipergunakan hanya satu

jenis sehingga variasi jenis batubara

tidak dioperasikan. Batubara yang

digunakan adalah jenis batubara yang

banyak terdapat di Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Percobaan

1. Dehidrasi pelet

Dehidrasi pelet ditujukkan guna

menentukan waktu dehidrasi terhadap

contoh awal. Tabel 3 berikut merupakan

hasil dehidrasi contoh yang ditimbang

per waktu :

Tabel 3. Berat dehidrasi awal per waktu

No Waktu

(menit) Berat (gram)

1 0 60

2 30 57

3 60 56,5

4 75 56

5 90 55

6 105 53.1

7 120 53.1

2. Analisa kimia hasil proses reduksi

Untuk lebih jelasnya dapat ditunjukkan

pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4 Analisa kimia hasil proses reduksi

Temperatur

(oC)

Nisbah

Fe/C

%

% Fe %

Metalisasi

1.000

8

10

12

51,30

50,69

48,84

81,94

80,97

78,01

1.100

8

10

12

52,46

53,11

53,09

83,80

84,84

84,80

1.200

8

10

12

51,93

50,04

50,75

82,95

79,93

81,07

3.Hasil Peleburan

Percobaan peleburan terhadap hasil-hasil

uji reduksi dilakukan di dalam dapur

induksi, karena keterbatasan alat, simulasi

injeksi gas nitrogen hanya dapat

dilakukan sampai permukaan cairan

logam saja, tidak bisa mencapai cairan

terak.

Kondisi-kondisi pada percobaan

peleburan sebagai berikut :

Peleburan 1

- Berat pellet llmenit hasil reduksi : 33 kg

- Berat fluks kapur (CaO) 2% : 66 gram

Pada kondisi-kondisi peleburan no 1 di

atas diperoleh logam kasar (pig iron)

seberat 29 kg, dan terak (slag) seberat 4

Page 78: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

135 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

kg. sehingga di dapat logam besi sekitar

89%.

Pig iron yang diperoleh dianalisis dengan

alat emission spectrometer Shimadzu,

hasilnya ditampilkan pada Tabel 5 dan

juga analisa kimia terak ditampilkan pada

Tabel 6.

Gambar 11. Ingot (produk peleburan)

Gambar 12. Slag (limbah peleburan)

Tabel .5. Komposisi kimia pig iron

Unsur /

Senyawa %

Unsur/

Senyawa %

Fe 96,73 V 0,010

C 2,051 Ti 0,035

Si 0,228 Nb 0,000

Mn 0,111 Sn 0,007

Cr 0,050 V 0,093

Ni 0.006 Mg 0,000

Mo 0,000 Cu 0,665

Pembahasan Teknologi Proses

1. Sifat Kimia Bahan Baku

Berdasarkan hasil analisis kimia (Tabel

2) diketahui bahwa konsentrat

mengandung unsur-unsur pengotor.

Pengotor yang paling dominan berurutan

mulai yang terbesar adalah SiO2, Al2O3,

V2O5, TiO2, MgO dan CaO. Unsur-unsur

tersebut selain berpengaruh buruk

terhadap proses reduksi karena secara

termodinamika berdasarkan keaktifan

consentrat dan batu bara untuk

mengubah komposisi gas CO/CO2 pada

proses reduksi sehingga harga konstanta

tetapan kesetimbangan reaksi berubah

dari idealnya.

Adanya unsur-unsur pengotor dalam

consentrat inkonvensional tersebut

mungkin dalam hal tertentu dapat

memberikan dampak positif terhadap

komposisi baja yang dihasilkan. Sebagai

contoh, dewasa ini di Jepang sedang

dikembangkan logam Titanium untuk

tujuan pembuatan logam khusus.

Dengan melihat consentrat yang

mengandung unsur tersebut dalam

jumlah yang cukup tinggi, membuka

peluang pemamfaatan pasir besi ini

sebagai bahan baku pembuatan besi baja

dan sekaligus pengembangan

diversifikasi produk-produk logam lain.

2. Proses reduksi

Proses reduksi langsung (direct

reduction) bijih besi didefenisikan

sebagai pengambilan/pengurangan

sebagian besar kandungan oksigen

dalam bijih tersebut sehingga hampir

seluruhnya yang tertinggal adalah logam

besi serta merupakan pemanasan awal

bijih sebelum dilebur. Sedangkan proses

peleburan (smelting) merupakan proses

reduksi lanjutan dengan menggunakan

reduktor serta tahap dimana terjadi

pemisahan fasa logam dan fasa terak,

proses peleburan dilakukan

menggunakan induction furnace.

3. Pengaruh temperatur reduksi

Reduksi dengan perubahan temperatur

dilakukan pada temperatur 1.000 oC,

1.100 oC, dan 1.200

oC. Hasil reduksi

menunjukkan Adanya kecenderungan

metalisasi yang makin naik walaupun

relatif tidak significan terutama pada

temperatur 1.000 oC dan 1.200

oC. Pada

temperatur 1.100 oC, gas CO yang

terbentuk oleh reaksi antara C dalam

batubara dengan oksigen akan stabil

pada temperatur tersebut sehingga reaksi

reduksi lebih mudah berlangsung.

Dengan didapatnya kestabilan pada

temperatur ini, reaksi-reaksi reduksi,

khususnya reaksi bijih besi akan

semakin cepat. Oksida-oksida lainnya

seperti A12O3 dan SiO2 sampai

temperatur 1100OC belum akan

Page 79: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 136

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

900 1000 1100 1200 1300

Temperatur

% M

eta

lisasi...

.

Fe/C=8%

Fe/C=10%

Fe/C=12%

Line 4

Line 5

tereduksi. selanjutnya diikuti oleh besi

yang tereduksi di atas temperatur 900 oC. Sedangkan Titanium akan tereduksi

pada temperatur yang lebih tinggi (R.

Binudi, 1999). Dari Gambar 13, persen

metalisasi tertinggi diperoleh pada

temperatur 1100 oC yakni sebesar

84,84% dengan nisbah Fe/C=10%.

Gambar 13. Grafik pengaruh temperatur

terhadap % metalisasi

4. Pengaruh komposisi bahan pereduksi

batubara

Penambahan reduktor batubara

berhubungan dengan ketersediaan unsur

carbon yang berguna membentuk gas

CO dengan unsur carbon yang berguna

membentuk gas CO dengan unsur

oksigen yang ada dalam bijih. Dengan

adanya udara, bahan pereduksi batubara

pada temperatur diatas 600 oC akan

berubah menjadi CO, yang berguna

untuk mereduksi besi oksida yang ada

dalam konsentrat.

Dari Gambar 13. terlihat persen

metalisasi optimum diperoleh pada

temperatur 1.1000C dengan nisbah Fe/C

= 10%, baik untuk Temperatur 1.0000C,

1.1000C, dan 1.200

0C dari grafik juga

terlihat kecenderungan persen metalisasi

menurun untuk nisbah Fe/C = 12, Fe/C

= 8 dan Fe/C = 10 akibat dari gas CO

terbentuk Belum sempurna atau

komposisi gas C2 > gas CO. Hal ini

disebabkan unsur carbon yang

membentuk gas CO sudah habis

tergasifikasi sehingga masih ada besi

oksida yang Belum tereduksi atau

Belum tereduksi sempurna. Agar proses

reduksi berjalan sempurna menurut

diagram Bauer-Glaessner pada

temperatur diatas 800 oC, komposisi

CO/(CO + CO2) > 80 %. Selain itu gas

CO yang dihasilkan selain dipakai untuk

mereduksi besi oksida juga dipakai

mereduksi unsur lain seperti nikel dan

khrom.

Menambahkan terus batubara selain

akan memperkecil jumlah bijih besi juga

akan menghasilkan abu batubara yang

lebih banyak yang selanjutnya akan

menghalangi gas reduktor untuk kontak

dengan bijih sehingga persen metalisasi

akan menurun, hal ini ditunjukkan pada

nisbah Fe/C = 12% pada temperatur

10000C. Seperti diketahui dari analisa

ultimat dan proksimat batubara yang

digunakan merupakan batubara yang

banyak mengandung pengotor-pengotor

sehingga pada proses gasifikasi akan

dihasilkan abu batubara.

Gambar 14. Grafik pengaruh Fe/C

terhadap % metalisasi

5. Pengaruh waktu reduksi

Waktu reduksi yang makin lama

memberikan kesempatan gas CO untuk

menembus bagian atau lapisan partikel

besi oksida yang paling dalam. Dengan

demikian, gas CO dapat mereduksi besi

oksida dengan sempurna.

Hubungan antara waktu lamanya reduksi

dengan persen metalisasi diperlihatkan

pada Gambar 15.

Dari gambar tersebut terlihat bahwa

persen metalisasi meningkat dengan

bertambah lamanya waktu reduksi

sampai ke tingkat tertentu dimana harga

persen metalisasi mulai menurun. Dari

15 – 30 menit kenaikan persen

0

20

40

60

80

100

0 1 2 3 5

Nisbah Fe/C

% M

eta

lisa

si .

1000oC

1100oC

1200oC

Page 80: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

137 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

metalisasi tidak significan (dapat

dikatakan tetap), tetapi dari 30 – 45

menit, persen metalisasi mengalami

kenaikan. Mulai dari menit 45, harga

persen metalisasi menurun. Hal ini

mungkin disebabkan oleh terjadinya

oksidasi kembali logam besi menjadi

oksidanya.

Gambar 15. Grafik pengaruh waktu terhadap

% metalisasi

6.Proses Peleburan

Peleburan terhadap hasil reduksi, seperti

diuraikan sebelumnya, menunjukkan

masuknya unsur-unsur seperti Ni, Cr,

dan Mn ke dalam pig iron. Dari 33kg

pellet hasil reduksi yang dilebur ternyata

berat pig iron yang diperoleh adalah

seberat 29 kg (89%) sedangkan terak

yang dihasilkan adalah 4 kg (11%). Ini

menunjukkan sudah optimalnya proses

reduksi dan peleburannya sendiri.

Pig iron yang didapat menurut standar

termasuk jenis kadar karbon tinggi dan

masih mengandung unsur belerang dan

posfor yang relatif tinggi. Oleh karena

itu pig iron yang dihasilkan

memungkinkan dipakai sebagai bahan

baku pengecoran besi namun belum bisa

dipakai sebagai bahan baku baja, kecuali

dilakukan pemurnian selanjutnya.

Analisa Ekonomi Faktor utama yang paling penting

didalam mengkaji suatu proses adalah biaya

produksi, suatu proses bernilai positif dan

memiliki efesiensi yang tinggi apabila

dalam proses produksinya mampu

menghasilkan produksi yang tinggi dan

biaya yang relatif lebih murah. Kedua

faktor di atas yaitu biaya dan produksi

merupakan hal yang paling mudah dilihat

dan diuji.

Menimbang faktor-faktor tersebut

di atas, di dalam hal penelitian reduksi bijih

besi dengan batubara, proses reduksinya

yaitu dengan proses reduksi langsung.

Pada Tabel 7-10 (terlampir)

diuraikan biaya produksi untuk pembuatan

ingot dari bahan baku pasir besi sebanyak

per 500 kg ditinjau dari segi biaya operasi

yang dipakai dan biaya investasi mengacu

pada standar harga yang ada.

Dari uraian di atas terlihat bahwa

keuntungan perusaan mendapatkan 1.030

per kg dari harga jual Rp. 6.000 yang ada

dipasaran.

Teknologi proses benefisiasi

Proses peningkatan kadar Fe

(benefisiasi) adalah melalui metode

pemisahan dengan Magnetic Separator,

perlu diketahui dahulu besarnya komposisi

Fe2O3 dan Fe3O4 didalam pasir besi halus,

apabila pasir besi bersifat magnet kuat atau

hampir 100% mengandung Fe3O4 maka

pemisahan dengan magnetic separator dapat

langsung di lakukan, agar material-material

non magnet dapat dipisahkan dari besi

magnetic. Apabila pasir besi banyak

mengandung besi Hematie (Fe2O3), maka

pasir besi halus tersebut perlu dilakukan

proses roasting terlebih dahulu sehingga

Fe2O3 dapat diubah menjadi Fe3O4 yang

bersifat magnetic, setelah dilakukan

magnetic separation akan dihasilkan pasir

besi halus dengan kadar Fe sekitar 60 – 62

%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat

diambil dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Pasir besi lokal dapat direduksi

menghasilkan besi sponge dengan

menggunakan batubara sebagai

reduktor.

2. Pemisahan secara magnetik separator

yang dilakukan terhadap head sampel

pasir besi, menunjukkan adanya

peningkatan kadar Fe dari 49 %

menjadi 58 % dan tingginya nilai

perolehan besi.

Page 81: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011 138

3. Metalisasi hasil reduksi tertinggi

mencapai 84,84% pada temperatur

1100 0C dan nisbah Fe/C 10% dengan

waktu 45 menit.

4. Kereaktifan batubara dan tingkat

reduksi bijih menentukan karakteristik

grafik persen metalisasi terhadap

temperature dan nisbah Fe/C.

semangkin tinggi temperature maka

semangkin tinggi persen metalisasi

yang dihasilkan.

5. Berdasarkan hasil premodelan kinetika

diperoleh bahwa pengendali reaksi

proses ini dikendalikan oleh mekanisme

difusi lapisan produk.

6. Jenis pig iron yang diperoleh adalah

kadar sejenis dengan besi karbon tinggi

yang dapat dipakai untuk bahan baku

pengecoran.

Saran

1. Penelitian reduksi langsung bijih besi

dengan reduktor batubara memerlukan

pengerjaan yang lebih representatif,

salah satunya teknologi proses

pengolahan pasir besi ini memerlukan

peralatan khusus karena terak yang

terbentuk memiliki kandungan titanium

yang tinggi dapat merusak dinding

tungku.

2. Hal lain yang perlu dipikirkan yakni

bijih besi ikutan seperti bijih timah

dikenal dengan sebutan ilmenit (FeTiO3)

merupakan bijih besi yang terdiri dari

oksida besi dan titan, teknologi

pengolahan ilmenit menjadi produk

bijih besi dan titanium oksida sampai

saat ini hanya terdapat di Australia,

karena di Australia ilmenit betul-betul

murni ilmenit sedangkan di Indonesia

bercampur Xenotine, Zeratine dan lain-

lain.

3. Penelitian pemanfaatan pasir besi local

perlu terus dilakukan secara terpadu

dengan memperlihatkan perkembangan

diversifikasi produk-produk baja

dipasaran.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bainudi R., 1999, Undang, A.H.,

Susanto, Kuswara, Reduksi Bijih Besi

Laterit dalam Pelet dengan Reduktor

Batubara Tanpa Bentonit, Prosiding

Pemaparan Hasil Litbang Ilmu

Pengetahuan Teknik, Bandung, hal. 509-

514.

2. Fienman, J., 1999, Direct Reduction and

Smelting Processes, Iron making

Volume, The AISE Steel Foundation,

Pittsburgh, hal. 743-744, 746-747, 762-

763.

3. Gupta, R.C., S.N., 2001, Composite Pre-

Reduced Pellet Quality as Affected by

Reduction Reativity, ISIJ International

Vol. 41, hal. S9-S12.

4. Kasai, E., Kitajima, T., Kawaguchi, T.,

Nakamura, T., 2000, Carbothermic

Reduction of Iron Oxide and Coal

Composite in Packed Bed Combustion

Process, Minprex, hal. 499-507.

5. Levensipiel, O., 1999, Chemical

Reaction Engineering, Jhon Willey &

Sons Inc., New York, hal. 566-586.

6. Purwanto, H., T., Takahasi, R., Yogi, J.,

Lowering of Grinding and Enhancement

of Agglomerate Srength by Dehydration

Laterite Ore, ISIJ International Vol. 42,

2002, haal. 243-247.

7. Sanwani, E., Sudarsono, A., Sule, D.,

1997, Diklat Pemanfaatan Batubara

(Coal Utilization), ITB, Bandung.

8. Shin, S., Sahajwalla, V., Kang, T., Lu,

L., 2000, Properties and Reactivity of

Coal Chars for COREX Process,

Minprex, hal. 587-595.

9. Yudawinata, K., dan Sunarya, Y., 1996,

“Sumberdaya Logam dan Paduan Besi

di Indonesia untuk Menunjang Industri

Besi Baja, Prosiding Kolokium

Pertambangan, Bandung.

10. Yusuf, dan Arif, A., 1996, ”Endapan :

Laterit Sebagai Cadangan Besi-Baja

Indonesia, Simposium Nasional Besi-

Baja, ITB, 14-15 Oktober.

11. Yusuf, R., Karakteristik Reduksi

Langsung Campuran Bijih Laterit dan

Pasir Besi dalam Komposit Bijih Besi-

Batubara, Buletin Tekmira No. 26,

Bandung, September, 2002.

12. Prosiding Seminar Nasional Besi Baja (

SNBB 2009 )

Page 82: Vol . 33 No. 2, Desember 20 11 ISSN 0126 - bblm.go.id 33 No 2 Tahun 2011.pdf · PLTG sintetis dari proses gasifikasi batubara . Sementara itu pembahasan mengenai penelitian proses

139 METAL INDONESIA Vol.33 No.2, Desember 2011

Tabel 6. Komposisi Kimia Terak

% Fe

Total

%

TiO2

%

SiO2

%

MnO

%

Al2O3 % CaO % Cr % Ni %MgO %Co

3,30 13,26 27,19 2,66 7,42 1,01 0,470 0,0083 3,09 O,0226

Tabel 7. Biaya bahan baku

No. Satuan Kadar (%) Berat (kg) Harga / kg Harga jual

per hari

Harga jual 1

tahun

1. Bahan baku 500

2. Komposisi

3. Pig iron 50 % 250 6.000 1.500.000 450.000.000

Total 1.500.000 450.000.000

Tabel 8. Biaya Peralatan

Biaya

No. Alat Total

1. Peralatan utility 150.000.000

2. Total peralatan mesin 150.000.000

Total Investasi 300.000.000

Tabel 9. Biaya operasional

No. Kebutuhan dana Harga/kg Kebutuhan Biaya per hari Biaya per tahun

1. Bahan baku (kg) 350 50 % 175.000 52.500.000

2. Bahan kimia Floating 500 10 % 60 18.000.000

3. Listrik (kVA) 125 kVA 500.000 12.500.000

4. Gaji orang 85.000.000

5. Administrasi (ATK

dsb)

500.000 12.500.000

6. Lain-lain 15.000.000

Total biaya operasional 195.500.000

Tabel 10. Hasil perhitungan ekonomi harga jual/kg dalam 1 tahun

1. Biaya operasional 195.500.000 1.303

2. Biaya investasi 3 tahun 100.000.000 667

3. Biaya produksi 295.500.000 1.970

4. Harga penjualan per tahun 450.000.000 3.000

5. Keuntungan perusahaan 154.500.000 1.030