Auditoria 33

download Auditoria 33

of 60

description

artikel audit djp, whistleblowing system

Transcript of Auditoria 33

  • 1VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    Whistleblowing System

    VO

    L V

    No.

    33

    | Edi

    si J

    anua

    ri -

    Mar

    et 2

    013

    INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN ISSN:1411-9455

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 20132

    Redaksi menerima sumbangan tulisan atau artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah

    isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Artikel atau tulisan yang dimuat akan diberikan honor sesuai

    Standar Biaya Umum (SBU).

    Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan Inspektorat Jenderal

    Pelindung: Inspektur Jenderal, Penasihat: Sekretaris Inspektur Jenderal, Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III,

    Inspektur IV, Inspektur V, Inspektur VI, Inspektur VII, Inspektur Bidang Investigasi,

    Penanggung jawab :Alexander Zulkarnaen, C.M. Susetya, Redaktur :M. Hisyam Haikal, Penyunting : Dedhi Suharto, Budi

    Prayitno, Tito Juwono Pradekso, M.C. Kinanti Raras Ayu, Desain Grafis/ Fotografer :Putra Kusumo Bekti, Nyoman Andri

    Juniawan, Sekretariat :Suryani, Istianah, Galih Teguh Gumilang, Ridzky Aditya Saputra, Ari Hapsari, Talitha Sya'banah

    Fajrin Sudana, Johan Ridzky Aditya, Delima Frida P.,Agus Rismanto, Dianita Wahyuningtyas, Rahmawati Setyaningsih,

    Mujaini, Taufik Danar P, Nur Imroatun Sholihat, Hermulia Hadie P., Pius Apriano G., Retno Wulan S., Irsyad Qomar

    ISSN : 1411 - 9455

    Alamat: Jl. Dr. Wahidin No. 1, Gedung Juanda II Lantai IV - XIII,

    Telp. (021) 3865430 fax. (021) 3440907 Kode Pos : 10710

    e-mail : [email protected]

    Contens

    Auditorial 3

    Auditama 4

    Liputan Khusus 15

    Auditoase 18

    Wawancara 27

    Ex-Auditor 20

    SpeakOut 24

    Kang Jejen 26

    Ragam Pengawasan 27

    Alexander on Leadership 44

    Kartun 45

    Profil 46

    Pojok Psikologi 48

    Sudut Kantor 50

    Resonasi 52

    Hobby 54

    Berita Keluarga 56

    Gadget 58

    Resensi Buku 59

    18

    27

    36

    42

  • 3VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    auditorial

    Menyambut pergantian tahun, Auditoria mendapat angin segar berupa tambahan beberapa personel baru. Darah-darah muda ini hadir dengan semangat baru, inovasi baru, ide-ide baru. Adalah harapan kita semua bahwa tambahan ini akan semakin meningkatkan kualitas Auditoria sebagai

    media cetak yang mampu membangun (aparat) pengawas yang berkompeten. Oleh karena itu, mengusung misi sebagai pembangun pengawas berkompeten, Auditoria mencoba membawakan materi-materi yang berkontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung, pada peningkatan kompetensi pembacanya.

    Pembahasan utama Auditoria kali adalah seputar Whistleblowing System atau dikenal dengan panggilan akrab WiSe. Bukan tanpa alasan kami mengulas soal WiSe. Reformasi birokrasi yang telah 5 tahun lebih dilaksanakan di Kementerian Keuangan rupanya masih menyisakan peluang untuk terus disempurnakan. Celah-celah kecil yang berkelindan dengan kelemahan integritas yang (mungkin) masih menghinggapi sebagian personel, di beberapa kesempatan meninggalkan noktah bagi Kementerian.

    Dengan ekspektasi publik yang demikian besar, noktah - sekecil apapun itu - bukanlah sesuatu yang diharapkan. Sebagaimana digagas Menteri Keuangan, kesempurnaan, excellence, itulah yang jadi dambaan publik terhadap Kementerian Keuangan.

    WiSe bukanlah sekadar aplikasi, melainkan solusi. Solusi yang ditawarkan Inspektorat Jenderal dalam mengeliminasi celah-celah kecil dan kelemahan integritas yang mungkin masih tersisa. Peran serta dan keterlibatan berbagai pihak, yang dengan mudahnya melaporkan dugaan pelanggaran kapanpun, dimanapun -sepanjang tersedia koneksi internet- diharapkan meningkatkan awareness kita semua, bahwa pelanggaran tidak lagi mendapat tempat di instansi kita.

    Auditoria mengucapkan selamat bergabung kepada segenap pegawai yang baru ditempatkan di Inspektorat Jenderal. Selamat bergabung dengan unit strategic business partner di Kementerian Keuangan dan selamat berkontribusi!

    Kami juga berupaya membangun kompetensi non-teknis pembaca sekalian. Melalui rubrik-rubrik andalan seperti AuditOase, Resonansi, hingga kartun, kami coba selipkan hal-hal yang ringan namun menggugah kesadaran, empati dan rasa kita semua.

    Kepada pembaca, tak henti-hentinya kami harapkan kritik dan tegurannya agar Auditoria semakin bermanfaat dan mampu memenuhi harapan pembaca sekalian. Selamat menikmati edisi kali, semoga bermanfaat!

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 20134

    auditama

    Sepanjang tahun 2010, Kementerian Keuangan diuji dengan pemberitaan-pemberitaan mengenai kasus korupsi yang melibatkan beberapa pegawainya. Media-media nasional menempatkan berita tersebut sebagai headline selama beberapa waktu. Nama Kementerian Keuangan seketika menjadi topik panas yang dibicarakan masyarakat. Reformasi birokrasi yang didengungkan di Kementerian Keuangan sontak seakan-akan dipertanyakan.

    Menyikapi hal tersebut, Menteri Keuangan terus menginstruksikan kepada seluruh jajaran di lingkungan Kementerian Keuangan untuk membangun semangat reformasi birokrasi guna menciptakan pemerintahan yang bersih, terbebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu langkah konkrit yang ditempuh adalah pengembangan sistem penanganan pengaduan yang mudah diakses, dipantau dan ditindaklanjuti. Sistem tersebut diharapkan mampu menjadi alat pemberantasan korupsi yang efektif.

    Reformasi birokrasi yang didengungkan di Kementerian Keuangan sontak seakan-akan

    dipertanyakan

    Lahirnya Aplikasi WiSe

    Secara historis, sejarah berdirinya WiSE ini diawali dari peran Inspektorat I yang menyusun peraturan tentang tata cara pengelolaan dan tindak lanjut pelaporan di Kementerian Keuangan. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.09/2010.

    Seiring dengan maraknya pemberitaan mengenai dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan, Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) diminta oleh Menkeu untuk membuat tata cara atau petunjuk teknis pelaporan pelanggaran. Petunjuk

    Pada Mulanya WiSe

    teknis yang dimaksudkan untuk melengkapi tata cara pelaporan yang dikhususkan untuk penanganan pelaporan pelanggaran.

    IBI, bekerjasama dengan Inspektorat I, Biro Bantuan Hukum dan Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal, menyusun peraturan yang memuat tentang bagaimana agar penanganan pengaduan dapat terintegrasi untuk seluruh Kementerian Keuangan. Turut disusun pula aturan yang memudahkan pelapor untuk melaporkan adanya dugaan pelanggaran.

    Sebagai muara dari proses penyusunan petunjuk teknis pelaporan pelanggaran, pada tanggal 10 Mei 2011 diterbitkanlah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 149/KMK.09/2011 tentang Tata Cara Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) serta Tata Cara Pelaporan dan Publikasi Pelaksanaan Pengelolaan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan Kementerian Keuangan.

    Menurut M. Dody Fachrudin, Auditor IBI, KMK tersebut juga secara khusus mengamanatkan pengembangan sistem pengelolaan dan tindak lanjut pelaporan pelanggaran serta pelaporan hasil

    para peniup peluit (whistleblowers) akan mengungkapkan penyimpangan integritas mereka dalam menjalankan tugas dan akan berakibat pada penjatuhan sanksi hukuman tanpa pandang bulu

  • 5VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    auditama

    pengelolaan pelaporan pelanggaran yang akan digunakan oleh seluruh eselon I. Sekitar satu bulan sejak diterbitkannya KMK No. 149/KMK.09/2011, IBI, Bagian Sistem Informasi Pengawasan (SIP) dan Pusintek mulai membangun aplikasi WiSe, lanjut Dody.

    Kriteria penting dari aplikasi yang hendak dibangun adalah yang mudah diakses, mudah

    dimengerti penggunaannya, dan dapat menjaga kerahasiaan pelapor

    Sebagai langkah awal, gambaran proses bisnis WiSE disampaikan oleh IBI, kemudian SIP menanggapi atau mengonfirmasi hal-hal yang kurang jelas. Kami bahkan meminta flowchart dari proses bisnis tersebut agar lebih jelas, demikian dijelaskan oleh Tri Achmadi, Kasubbag Pengembangan Sistem dan Aplikasi Bagian SIP.

    Selain dari konsep yang diajukan oleh IBI, konsep WiSE yang dibuat juga berdasarkan perbandingan dengan sistem serupa yang dimiliki oleh KPK, yaitu KPK Whistleblowers System (KWS). Namun, konsep KWS tidak terlalu diikuti, karena terlalu banyak yang harus diisi oleh pelapor. KWS menekankan kepada si pelapor (whistleblowers), sedangkan WiSE lebih menekankan kepada pengaduannya (whisthleblowing).

    Henrajaya, salah satu penggagas dibentuknya aplikasi WiSE, menyatakan bahwa aplikasi WiSE diciptakan tidak hanya melalui koordinasi internal di lingkungan Kementerian Keuangan. IBI melakukan benchmarking dengan pihak-pihak eksternal yang telah lebih dulu mengoperasikan aplikasi WiSE, baik di pihak swasta, KPK dan Kantor Akuntan Publik (KAP). IBI juga seringkali melaksanakan diskusi bulanan dengan CFE Indonesia. Biasanya hadir untuk diskusi dan mengadakan sharing session mengenai masalah penanganan pengaduan whistleblowing, pungkas Henrajaya.

    Kriteria penting dari aplikasi yang hendak dibangun adalah yang mudah diakses, mudah dimengerti penggunaannya, dan dapat menjaga kerahasiaan pelapor. Untuk itu, menurut Tri Achmadi, dalam proses pengembangannya, user requirement yang digunakan mengikuti format baku Pusintek, agar output yang dihasilkan benar-benar sesuai yang diharapkan pemilik proses bisnis, dalam hal ini IBI.

    Setelah melalui proses pengembangan selama kurang lebih empat bulan, pada bulan September 2011, aplikasi WiSe telah sepenuhnya siap digunakan. Pada tanggal 5 September 2011, aplikasi WiSe secara resmi diluncurkan oleh Menteri Keuangan.

    Dalam sambutannya, Menteri Keuangan menegaskan bahwa pihaknya tengah berupaya membangun budaya yang mengutamakan integritas, profesionalitas, religiusitas, dan semangat reformasi birokrasi. Harapannya, upaya membangun nilai-nilai tersebut berjalan benar. Kalau tidak, akan ada peniup peluit dan berakibat pada sanksi, bahkan sampai dibawa ke proses hukum, pungkasnya di acara yang berlangsung di Aula Mezzanine Gedung Djuanda I tersebut. Kini, aplikasi WiSe sudah dapat diakses dan digunakan melalui www.wise.depkeu.go.id.

    WiSe: Kini dan Selanjutnya

    Pembangunan aplikasi WiSE memperhatikan empat prinsip, yaitu kerahasiaan, mudah dan cepat, terintegrasi, dan pemantauan. Dalam peresmian aplikasi WiSE lalu, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sonny Loho menyampaikan bahwa WiSE memiliki empat keunggulan, yaitu kerahasiaan sang pelapor sangat dijaga dan dipastikan aman. Setiap pelapor tak perlu menyebutkan identitasnya, Boleh dengan nama samaran yang menarik, katanya. Kemudian, lanjut beliau mengenai keunggulan WiSe, aplikasi ini dapat diakses dengan mudah dan cepat melalui situs www.wise.depkeu.go.id, sepanjang tersedia koneksi internet.

    Selain dari sisi eksternal, dari sisi internal kelebihan aplikasi WiSe adalah adanya fitur dashboard yang berguna bagi pimpinan dalam melakukan pemantauan. Selain itu, integrasi dan pelaporan

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 20136

    auditama

    dioperasikan seluruh unit eselon I Kementerian Keuangan yang dipantau oleh Inspektorat Jenderal. Peluncuran sistem baru ini telah sesuai dengan komitmen Kementerian Keuangan memerangi tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme. Menurut Inspektur Jenderal, harus diakui bahwa masih saja ada pegawai belum meninggalkan tindakan KKN tersebut, Jadi dengan WISE ini masyarakat dapat berperan memantau kinerja pegawai Kemenkeu, demikian lanjut mantan Direktur Akuntansi dan Pelaporan ini.

    Mengenai pengaduan masyarakat, Dody dari IBI menyatakan saat ini terdapat beberapa saluran yang dapat digunakan oleh masyarakat. Selain WiSe, saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sudah memiliki sistem penanganan pengaduan serupa, yaitu Sistem Aplikasi Pengaduan Masyarakat (SIPUMA) di DJBC dan Sistem Informasi Pengaduan Pajak (SIPP) di DJP. Kedua aplikasi tersebut disiapkan untuk menampung, mengelola dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat.

    Selain SIPUMA dan SIPP, pengaduan juga terkadang langsung ditangani oleh Inspektorat sebagai pengawasan fungsional yang terkait. Unit Kontrol Intern (UKI) tiap-tiap eselon I juga memiliki saluran pengaduan yang dapat digunakan. Seringkali ada tumpang tindih tindak lanjut karena IBI tidak dapat memonitor pengaduan yg tidak direkam dalam WiSe, demikian salah satu kendala yang dihadapi dalam pengelolaan pengaduan WiSe menurut Dody.

    Sebagai sebuah sistem, aplikasi WiSe senantiasa berkembang, seiring perkembangan kebutuhan proses bisnisnya. Untuk itu, beberapa

    perbaikan dan penyempurnaan telah dan sedang diimplementasikan.

    Fokus pertama adalah perbaikan proses bisnis melalui perubahan terhadap PMK 103 tahun 2010 dan KMK 149 tahun 2011. Perubahan tersebut tentu saja akan berdampak pada aplikasi WiSe karena akan ada perubahan alur penanganan pengaduan. Selanjutnya, penyempurnaan aplikasi dilakukan mengacu pada perubahan proses bisnis tersebut. Selain itu, akan dilakukan pula integrasi antar sistem penanganan pengaduan yang ada di Kementerian Keuangan.

    Penanganan whistleblowing yang baik diharapkan akan menumbuhkan kesadaran bahwa pegawai/pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan harus terus menjaga integritasnya

    Epilog

    Dalam rangka mewujudkan clean government dan good governance, reformasi birokrasi telah diterapkan di lingkungan Kementerian Keuangan sejak tahun 2007. Hal ini didorong oleh adanya stigma mengenai kurang baiknya kinerja pegawai pemerintah dari masyarakat. Inilah yang mendorong diciptakannya suatu sarana untuk meminimalisasi dan menghilangkan praktek-praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) di lingkungan Kementerian Keuangan.

    Pengaturan mengenai whistleblowing Keuangan merupakan perwujudan pembangunan nilai integritas di lingkungan Kementerian Keuangan. Dengan adanya mekanisme yang baik dalam penanganan whistleblowing diharapkan akan meningkatkan integritas para pegawai/pejabat Kementerian Keuangan. Penanganan whistleblowing yang baik diharapkan akan menumbuhkan kesadaran bahwa pegawai/pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan harus terus menjaga integritasnya, karena bila tidak, akan ada para peniup peluit (whistleblowers) yang akan mengungkapkan penyimpangan integritas mereka dalam menjalankan tugas dan akan berakibat pada penjatuhan sanksi hukuman tanpa pandang bulu. (GIL/KIN/ARH/RHM/)

  • 7VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    auditama

    Pernah mengalami ribetnya bikin KTP kalau seandainya hilang? Ataupun betapa berbelit-belitnya proses mengurus Surat Keterangan Kelakuan Baik? Baru membayangkan saja sudah terbayang betapa malasnya harus berhadapan dengan birokrasi. Kalau mau cepat jadi? Bisa! Namun biasanya harus ada uang pelicin dulu. Secara umum, paradigma masyarakat kita mengenai birokrasi adalah masih jauh dari sosok ideal seorang pelayan masyarakat. Lamban, berbelit-belit, prosedural dan tidak efisien kerap diidentikkan dengan birokrasi di Indonesia. Padahal yang menjadi produk dari suatu organisasi pemerintahan adalah pelayanan masyarakat (public service) yang diberikan untuk memenuhi hak mereka, tidak heran tuntutan masyarakat akan profesionalisme birokrasi pun semakin tinggi.

    Kementerian Keuangan saat ini menerapkan reformasi birokrasi karena dinilai dapat mendorong institusi/lembaga pemerintahan menjadi lebih transparan, sehingga akan mudah memantau atas terjadinya pelanggaran. Kebijakan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan yang dilengkapi dengan Whistleblowing System (WiSe) adalah upaya dari pemerintah untuk mengajak semua pihak ikut memantau indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai Kemenkeu. Dengan diterapkannya WiSe, diharapkan dapat menciptakan aparatur negara yang bersih, profesional dan bertanggung jawab serta birokrasi yang efektif dan efisien sehingga diharapkan dapat memberikan layanan kepada publik secara maksimal.

    Ketemu Pegawai Kemenkeu Nakal? Laporkan Melalui WiSE!

    Saat ini Kementerian Keuangan telah memiliki fasilitas sarana pengaduan online atas pelanggaran yang dilakukan oleh pegawainya, sehingga baik masyarakat maupun pegawai Kemenkeu sendiri dapat menjadi whistleblower kapanpun dan dimanapun. Jadi bila kita menemukan adanya indikasi pelanggaran, kemana harus melaporkannya tanpa takut akan ditekan? Yaitu cukup dengan mengakses laman www.wise.depkeu.go.id, maka pengaduan secara langsung, mudah, cepat dapat dilaporkan. Sang pelapor juga tidak perlu khawatir identitasnya akan terungkap karena akan dirahasiakan, Kementerian Keuangan hanya fokus pada informasi yang dilaporkan. Agar

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 20138

    auditama

    kerahasiaan lebih terjaga harus diperhatikan antara lain: jangan memberitahukan data-data pribadi, seperti nama/hubungan Anda dengan pelaku; jangan memberitahukan data/informasi yang memungkinkan bagi orang lain untuk melakukan pelacakan siapa Anda; dan hindari orang lain mengetahui username, password serta nomor registrasi Anda. Sang pelapor dapat memonitor tindak lanjut dari pengaduannya melalui website, pengaduan Anda akan mudah ditindaklanjuti bila memenuhi unsur-unsur antara lain: what (perbuatan berindikasi pelanggaran yang diketahui); where (dimana perbuatan tersebut dilakukan); when (kapan perbuatan tersebut dilakukan); who (siapa saja yang terlibat dalam perbuatan tersebut); dan how (bagaimana modus/cara perbuatan tersebut dilakukan). Hasil atas penanganan pengaduan masyarakat ini kemudian akan dipublikasikan secara transparan.

    Selayang pandang WiSe

    Tampilan laman www.wise.depkeu.go.id dan menu yang disediakan cukup user friendly serta informatif, sehingga sang pelapor dapat dengan mudah menggunakannya. Cara melapor pertamakali adalah klik tombol Login, lalu isikan username dan password. Jika nama Anda belum terdaftar maka klik tombol Register dan isikan data diri Anda, lalu klik kembali tombol Register. Username dan password yang dibuat harus unik dan tidak menggambarkan identitas Anda agar kerahasiannya dapat terjaga. Klik menu Pengaduan untuk merekam pengaduan baru dan klik tombol Tambah Pengaduan untuk menambahkan pengaduan baru. Selanjutnya mengisi form Tambah Pengaduan sesuai informasi yang anda ketahui, lalu klik tombol Lanjut.

    Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengisian antara lain: semua kotak yang diberi tanda (*) wajib diisi dan pastikan informasi yang diberikan sedapat mungkin memenuhi unsur 4W + 1H. Bukti dalam bentuk file foto atau dokumen lain dapat dilengkapi di halaman pengaduan setelah ada petunjuk untuk menyertakan lampiran, lalu klik kotak kecil di bawah petunjuk tersebut dan lanjutkan prosesnya. Setelah selesai mengisi, klik tombol Kirim untuk melanjutkan atau klik tombol Hapus untuk membatalkan proses pelaporan Anda. Jika ingin

    mencetak nomor register pengaduan,

    maka menu tersedia di halaman berikutnya. Apakah nomor register itu? Nomor register adalah nomor yang digunakan sebagai identitas pelapor dalam melakukan komunikasi tidak langsung antara pihak pelapor dengan penerima laporan, yang didapatkan setelah pelapor menyampaikan laporan pelanggaran melalui aplikasi WiSe ini.

    Username dan password harus disimpan baik-baik, begitupun dengan nomor register yang diperoleh saat melakukan pengaduan untuk mengetahui status/tindak lanjut pengaduan yang disampaikan. Bila pengaduan yang disampaikan belum memenuhi kriteria untuk ditindaklanjuti, maka pihak Kemenkeu akan menghubungi sang pelapor melalui saluran yang telah dicantumkan dalam form pengaduan. Pengaduan yang Anda berikan akan direspon dan tercantum dalam aplikasi Wise ini serta akan ter-update secara otomatis sesuai dengan respon yang telah diberikan oleh pihak penerima pengaduan. Untuk dapat melihat respon yang diberikan, sang pelapor harus login terlebih dahulu dengan username yang telah diregistrasikan di aplikasi ini dan baru dapat melihat status pengaduan dalam histori pengaduan sesuai dengan nomor register pengaduan yang didapatkan.

    WiSe lebih Rinci

    Pengelolaan aplikasi WiSe ternyata tidak bisa begitu saja di share untuk masyarakat luar. Pihak admin mengaku karena ada beberapa hal teknis

  • 9VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    kasus yang sudah ditangani bisa berupa hukuman disiplin, pengembalian kerugian negara, penyampaian kepada Kepolisian Negara RI atau bahkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Selama ini, pengaduan yang masuk lebih banyak melalui surat ketimbang melalui web. Oleh sebab itu, tim WiSe hingga kini terus melakukan sosialisasi ke seluruh pegawai-pegawai Kementerian Keuangan. Dengan harapan aplikasi ini bisa lebih di kenal dan memudahkan para calon pelapor.

    Mereka dibalik WiSe

    Tim dalam pengelolaan WiSe sendiri terbagi menjadi dua yaitu sebagai admin dan pemantaunya. Setiap orang memiliki tugasnya masing-

    masing dan tidak ada yang merangkap sehingga tidak terjadi kerancuan dalam menyelesaikan suatu kasus. Semua sudah memiliki porsi dan fungsinya masing-masing. Terdapat 7 fungsi dalam tim WiSe : Verifikator, Pejabat yang berwenang, analisis pengkaji, peng-entry, helpdesk, administrasi, dan pimpinan.

    V e r i f i k a t o r bertugas menyeleksi di awal pengaduan untuk menentukan statusnya. Terbagi menjadi 4 status yaitu dilanjutkan ke analisis kajian, tidak dapat dilanjuti, belum dapat dilanjuti, dan dilimpahkan ke unit lain. Verifikator ini biasanya

    adalah koordinator kelompok (korkel). Korkel ini juga merupakan sebagai pejabat yang berwenang karena tahap analisis kajian akan mendisposisikan kajian ini ke pengaji. Anilisis pengkaji menerima pengaduan lalu melakukan kajian tapi masih bersifat umum dan hasilnya akan masuk ke inspektur. Hasil kajian dari pengkaji dan setelah dari inspektur akan di entry pada aplikasi WiSe. Jika hasil kajian berupa rekomendasi untuk dilakukan audit investigasi, peng-

    auditama

    yang memang harus tetap dijaga kerahasiannya sehingga tidak boleh sembarangan dipublikasikan keluar. Seperti penuturan Diana M. Ginting sebagai tim WiSe, mungkin kita tidak bisa menjelaskan secara rinci ya prosedural internal di lingkup kita tapi kita bisa men-share hal-hal yang umum. Pada dasarnya semua pengaduan yang masuk selain dari aplikasi baik melalui sms, fax, surat ataupun langsung datang sendiri akan tetap di entry dalam aplikasi. Hal ini membantu pihak internal dalam administrasi database pengaduan agar lebih mudah dipantau dan ditindaklanjuti.

    Pengaduan yang masuk akan dipelajari dan dipilah. Apakah layak untuk ditindaklanjuti atau harus dilimpahkan ke unit eselon I lain yang bersangkutan. Orang-orang yang berada dibalik verifikasi pengaduan adalah mereka para auditor yang ada di Inspektorat Bidang Investigasi (IBI). Namun bukan berarti semua auditor di IBI bisa mengakses secara bebas database yang ada di aplikasi. Tetap ada batasannya, hanya beberapa orang saja yang bisa melihat database aplikasi WiSe. Verifikasi ini akan menghasilkan dua jenis kelompok yaitu aduan yang akan ditangani IBI langsung dan aduan yang akan dilimpahkan kepada unit eselon I lain yang terkait. Sebelum melakukan audit investigasi/pemeriksaan mendalam, tim harus melakukan kajian terlebih dahulu. Kajian yang berisi tentang dugaan kasus, unit kerja terkait, materi pelanggaran,aturan yang dilanggar, kesimpulan dan rekomendasi untuk menentukan langkah pemeriksaannya seperti apa. Dalam prosesnya, pertimbangan pimpinan Itjen dan unit eselon I lain juga sangat diperlukan.

    Audit investigasi setiap kasus memiliki cara yang berbeda, sesuai dengan rekomendasi dari hasil kajian sebelummya. Hasil investigasi wajib didokumentasikan dalam Laporan Hasil Audit Investigasi/Laporan Hasil Pemeriksaan. Dalam laporan tersebut mengandung rekomendasi atas

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 201310

    auditama

    entry akan menginput hasil audit investugasi seperti surat tugas kesimpulan.

    Sedangkan untuk helpdesk adalah tempat dimana orang bisa memberikan pengaduan secara langsung. Petugas helpdesk ini akan meng-entry pengaduan itu pada aplikasi WiSe. Selain itu juga membantu menginput pengaduan diluar web seperti surat atau media lainnya. Admin aplikasi WiSe ini lebih kepada jika ada masalah pada aplikasi misal, membuat akun baru untuk pengelolanya, manajemen user. Sedangkan pimpinan disini adalah Inspektur Bidang Investigasi, Inspektur Jenderal, Menteri Keuangan, dan beberapa Pimpinan unit eselon 1 lainnya.

    Kelebihan WiSe:

    WiSe merupakan aplikasi pengaduan untuk Kementerian Keuangan yang berarti mencakup seluruh unit eselon I Kementerian Keuangan. Dalam WiSe semua bisa terintegrasi, oleh karenanya ada yang langsung ditangani oleh Inspektorat Jenderal dan ada yang dilimpahkan ke unit eselon I lain seperti Pajak, Bea Cukai ataupun Sekjen. Tapi unit lain hanya bisa melihat apa yang dilimpahkan dan bukan data yang utuh. IBI akan terus memonitor apa yang sudah dilimpahkan. Jadi bukan berarti lepas tangan karena sudah ditangani oleh yang lain.

    Bagi para pelapor tidak perlu khawatir akan keamanan aduannya karena sudah ada peraturan tentang WiSe. Peraturan yang terkait dengan WiSe bisa dilihat di PMK Nomor 103/PMK.09/2010

    tentang Tata Cara Pengelolaan dan Tindak Lanjutb Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan Kementerian Keuangan dan KMK Nomor 149/KMK.09/2011 tentang Tata Cara Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) Serta Tata Cara Pelaporan dan Publikasi Pelaksanaan Pengelolaan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan Kementerian Keuangan. Secara garis besar PMK 103 mengenai pengaduan secara umum, sedangkan KMK 149 untuk aplikasi WiSe-nya. Dalam kedua peraturan tersebut disebutkan bahwa pihak pengelola WiSe wajib menjaga kerahasiaan pelapor.

    Nanti memang kita lagi mengkaji hal-hal apa saja yang bisa menjadi masukan kita ke depan untuk aplikasi WiSe, apakah kita nanti harus mengacu tentang peraturan-peraturan di luar wise tentang perlindungan informan. Tapi itu pun harus kita lihat menyesuaikan dengan keterbatasan yang kita miliki, kata Diana M. Ginting. Mekanisme perlindungan informan ini memang belum diatur secara rinci dalam peraturan. Namun tim WiSe sudah memiliki rambu-rambu tersendiri untuk menjaga keamanan informasi dan informan itu sendiri. Misalnya, pelapor meminta bertemu langsung dengan tim IBI lalu tim memberi pilihan kepada pelaor untuk bertemu dimana dia merasa aman. Ketika bertemu pun tidak akan ada dokumentasi apapun.

    Penggalian informasi tidak selalu dilakukan secara bertemu langsung. Tim IBI lebih menyesuaikan dengan kenyamanan pihak pelapor. Jika mereka tidak

    bersedia bertemu secara langsung, bisa lewat telpon, hanya sms atau lewat surat pos. Media apapun yang membuat pelapor aman dan nyaman. Tim akan menghubungi si pelapor, mengkonfirmasi laporan lebih lanjut. Lalu menentukan apakah pengaduannya patut dilanjutkan atau hanya mengarah ke fitnah/pengaduan kosong.

    Kondisi aktual pengelolaan WiSe

    Sesuai dengan KMK 149 tahun 2011, jawaban/respon atas pengaduan yang

    disampaikan wajib diberikan

  • 11VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    aplikasi ini disamakan kebutuhan pemeriksaan IBI sehingga ketika ada kasus yang harus dilempar ke unit esolon 1 lain, mereka sedikit kesulitan untuk menyesuaikan. Akhirnya memakan lebih banyak waktu dalam prosesnya. Jadi masih belum adanya UKI untuk di eselon I lain. Selain itu masih sering terjadi error pada aplikasi dan terus berkoordinasi dengan Pusintek.

    Seperti yang sudah dikemukakan di atas bahwa belum adanya peraturan khusus untuk perlindungan pelapor yang sekarang ini masih dalam proses. Sehingga masih banyak pelapor yang merasa ragu akan keamanan mereka padahal dari pihak tim WiSe sudah melakukan segala sesuatu dengan menyesuaikan keinginan pelapor agar merasa nyaman. Dari pihak pimpinan pun kadang tim menemui beberapa hambatan misal mengenai kebijakan-kebijakan baru yang berarti aplikasi harus mengesuaikannya. Jika dengan informan juga ketika mereka tidak mau dihubungi kembali untuk konfirmasi atau bahkan nomor yang tercantum ternyata tidak aktif.

    Semoga aplikasi WiSe ini dapat digunakan secara efektif untuk menjaga citra Kementerian Keuangan. Masyarakat tidak takut lagi untuk melapor. (GIL/KIN/JO)

    auditama

    dalam kurun waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pengaduan diterima. Untuk respon yang disampaikan tertulis melalui surat dapat diberikan bila sang pelapor mencantumkan identitas secara jelas (nama dan alamat koresponden). Untuk respon dari media pengaduan lainnya akan disampaikan dan diberikan sesuai identitas pelapor yang dicantumkan dalam media pengaduan tersebut.

    Tentu saja segala sesuatu selalu ada lika liku dan banyak pengalaman dibaliknya. Seperti pengakuan beberapa sumber daya manusia dibalik WiSe ini. Kondisi yang mereka hadapi di lapangan maupun yang berhubungan dengan aplikasi itu sendiri. Setiap aplikasi pasti ada kelemahannya, dibutuhkan pengembangan terus. Konsep awal dari

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 201312

    auditama

    Tak kenal maka tak sayang. Suatu ungkapan populer yang sering diucapkan orang, terlebih ketika menemukan barang baru yang yang belum dikenalnya. Kecenderungan untuk menggali informasi atas barang baru tersebut adalah hal yang lumrah dilakukan, bahkan merupakan suatu keharusan yang bersifat mutlak. Sama dengan halnya dalam organisasi pemerintahan, puluhan atau bahkan ratusan program dapat disusun oleh suatu instansi. Namun, tidak semua publik tahu semua program-program tersebut.

    Salah satu program unggulan yang dimiliki Inspektorat Jenderal adalah Whistleblowing System, atau dikenal juga dengan sebutan aplikasi WiSe. Seperti diketahui, WiSe merupakan sistem berupa aplikasi pengaduan (whistleblower) yang dapat digunakan sebagai wadah untuk melaporkan pelanggaran yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan.

    Melalui Wise, cukup dengan via online, masyarakat dan pegawai bisa menjadi peniup peluit kapanpun dan dimanapun

    Dikenalkan oleh Kementerian Keuangan di akhir Tahun 2011, WiSe merupakan layanan unggulan yang diusung Itjen. Seorang whistleblower dapat menyampaikan laporannya melalui sebuah sistem yang memang dirancang secara khusus untuk menampung laporan dari masyarakat ataupun pegawai internal Kementerian Keuangan.

    Dengan adanya WiSe, masyarakat dan pegawai dapat berperan aktif secara langsung untuk ikut melaporkan tindak pelanggaran yang terjadi. Cukup via online, masyarakat dan pegawai bisa menjadi peniup peluit kapanpun dan dimanapun.

    Aplikasi ini juga memiliki fitur follow up dari laporan tersebut kepada stakeholders. Dapat dikatakan, aplikasi WiSe memungkinkan interaksi dua arah, dari pelapor kepada Itjen dan sebaliknya,

    atau bersifat interaktif. Kemampuan interaksi dua

    arah ini diharapkan menjadi terobosan bagi pemberantasan korupsi secara khusus, maupun berbagai pelanggaran di lingkungan Kementerian Keuangan secara umum.

    Agar mampu menjawab tuntutan stakeholders dalam memberantas korupsi, WiSe harus didukung oleh infrastruktur yang mumpuni. Namun yang juga tidak kalah penting, atau justru lebih penting, adalah dikenalnya WiSe oleh khalayak luas. Pertanyaannya kemudian adalah, seberapa luas masyarakat dan pegawai Kementerian Keuangan telah mengenal whistleblowing system (WiSe)?

    WiSe di Mata Pegawai Kemenkeu

    Dari hasil on the spot interview yang dilakukan terhadap para pegawai Kemenkeu di beberapa Unit Eselon I, ternyata belum semua pegawai Kemenkeu aware mengenai WiSe. Vidya dari Setjen, Andre dari DJP dan Micky dari DJPb mengaku belum pernah mendengar tentang WiSe sama sekali. Kami belum pernah mendapat sosialisasi mengenai ini di kantor masing-masing, tukas mereka.

    Sementara Siti dari BPPK mengetahui tentang WiSe dari situs www.depkeu.go.id. Menurutnya, WiSe merupakan tempat pelaporan atau pengaduan atas terjadinya pelanggaran di lingkungan Kemenkeu. Kalau sifatnya untuk mencegah adanya pelanggaran, keberadaan WiSe ini saya nilai cukup efektif, tambahnya. Siti sendiri secara pribadi belum memanfaatkan aplikasi tersebut karena sejauh ini belum pernah menemukan indikasi pelanggaran di lapangan.

    Sementara Agung dari DJBC mengaku mengetahui WiSe dari sosialisasi yang dilakukan oleh Itjen di kantornya. WiSe adalah Whistleblowing System, berupa aplikasi pengaduan masyarakat di

    WiSe Terkenal, WiSe Optimal!WiSe

    diharapkan memberi dampak besar dan mampu meningkatkan

    kepercayaan publik terhadap kinerja Kementerian Keuangan

  • 13VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    auditama

    Kementerian Keuangan, ujar pegawai yang sehari-hari bekerja di kantor Pusat DJBC ini. Menurut Agung, sejak adanya WiSe, maka pelanggaran disiplin pegawai yang sebelumnya tidak diketahui dapat terdeteksi. Namun hal ini juga tidak menutup adanya ketidakefisienan terhadap proses penanganan pengaduan, terkait adanya pengaduan melalui surat kaleng, email yang tidak lengkap dan tidak jelas materinya serta adanya pengaduan yang tidak ada tindak lanjutnya.

    Lia dari Bapepam LK mengungkapkan bahwa sosialisasi atas WiSe telah dilaksanakan oleh Bagian Kepatuhan IV yang juga ditunjuk sebagai PIC WiSe, Aplikasi Whistleblowing System (WiSE) merupakan media yang mengakomodasi adanya bentuk penyimpangan kepada organisasi, sistem ini menurut saya efektif karena tanpa harus bertemu langsung dan menjadi media yang tepat tanpa ada unsur tekanan oleh pihak lain. Secara umum, para responden tersebut memberikan masukan agar sosialisasi mengenai WiSe dapat lebih ditingkatkan lagi, karena selama ini dinilai masih kurang.

    sistem ini menurut saya efektif karena tanpa harus bertemu langsung dan menjadi media yang tepat tanpa ada unsur tekanan oleh pihak lain

    Selain itu, juga perlu ada support berupa sosialisasi sebagai ajang promosi untuk memperkenalkan produk ini kepada masyarakat. Melalui kegiatan ini, WiSe dikenalkan ke pengguna, baik internal maupun eksternal, sebagai wadah yang mampu mengakomodasi kepedulian pengguna dalam hal pengaduan atas indikasi pelanggaran disiplin yang dilakukan oknum pegawai Kemenkeu. Dengan adanya Wise, masyarakat dan pegawai dapat berperan aktif secara langsung untuk ikut mengawasi tindak pelanggaran secara mudah dan gampang.

    Namun dalam perjalanannya agar Wise bisa digunakan secara efektif dan dikenal secara luas, dibutuhkan usaha yang tidak mudah.

    Sosialisasi Wise

    Sosialisasi dilakukan sebagai wujud promosi dan publikasi WiSe. Sasaran kegiatan sosialisasi Wise

    terdiri dari pihak internal Kemenkeu yang meliputi unit Direktorat Jenderal Pajak, Bea dan Cukai, serta pihak eksternal yaitu masyarakat luas.

    Untuk lingkungan internal, sosialisasi dilakukan melalui kunjungan ke daerah dan melalui media lainnya seperti penyebaran pamflet, stiker, banner, dll. Sosialisasi terhadap pihak internal dirasa kian penting karena sebagian besar laporan pengaduan terhadap indikasi penyimpangan berasal dari pihak internal. Terlebih kebanyakan laporan pengaduan dari pihak internal, substansi dari isi laporannya sudah merujuk pada hal teknis, akurat, dan jelas menyebutkan tindak pelanggarannya. Dengan informasi awal yang cukup akurat dan jelas, kajian dan analisis masalah akan lebih mudah dilakukan.

    Disisi lain, sosialisasi Wise kepada pihak eksternal, saat ini dirasa kurang optimal. Pemanfaatan media yang belum maksimal, seperti media massa dan elektronik, merupakan faktor utama yang menjadi tantangan. Sosialisasi kepada pihak eksternal diharapkan mampu mendorong peran serta aktif masyarakat untuk ikut aktif mengawasi setiap tindakan pegawai Kemenkeu.

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 201314

    auditama

    Beberapa kelemahan dalam sosialisasi eksternal yang dilakukan misalnya pemasangan billboard WiSe di beberapa persimpangan jalan di daerah tertentu, dirasa belum memberikan outcome yang maksimal. Informasi yang belum up-to-date yang ditampilkan pada billboard, seperti laporan dalam bentuk sms pengaduan, juga menjadi masalah dalam sosialisasi WiSe pada pihak eksternal. Hal inilah yang masih perlu untuk dibenahi dan perlu dikembangkan metode dan cara sosialisasi Wise yang lebih tepat, menjangkau sebanyak mungkin lapisan masyarakat, dan hasilnya maksimal.

    Yang Unik dan Menarik Dalam Sosialisasi

    Setiap kegiatan sosialisasi di daerah, selalu memberikan kesan tersendiri bagi tim Inspektorat Jenderal. Banyak hal unik yang dialami tim selama proses sosialisasi tersebut.

    Hal unik yang terjadi diantaranya adanya para pejabat/pegawai yang menyampaikan unek-uneknya selama ia bekerja sehingga pelaksanaan sosialisasi ini dijadikan ajang penyampaian curhat para pegawai. Namun jika memang layak untuk ditindaklanjuti, hal itu bisa menjadi perhatian tim Inspektorat Jenderal dalam menanggulangi adanya tindakan kecurangan di lingkungan Kemenkeu.

    Selain itu, selama sosialisasi terdapat banyak pertanyaan mengenai gratifikasi. Hal ini menjadi sulit untuk dijawab ketika mencakup ukuran dan takaran gratifikasi, terutama yang belum diatur secara rinci di lingkup Kemenkeu, seperti gratifikasi berupa pemberian pulsa. Meskipun umumnya gratifikasi ini sudah jelas ada di Undang-Undang KPK.

    Harapan Terhadap Wise

    Sebagai fungsi pengawasan yang dilakukan Inspektorat Jenderal, WiSe merupakan salah satu alat dalam upaya pemberantasan korupsi dan penindakan terhadap tindak kecurangan yang dilakukan pegawai Kemenkeu. Peluncuran aplikasi ini ke publik diharapkan memberikan dampak besar pada tugas dan kinerja yang dilakukan Itjen dalam rangka membantu Kemenkeu untuk menciptakan tata kelola yang bersih dan akuntabel.

    Secara khusus banyak harapan besar yang digantungkan dalam aplikasi ini. Salah satunya

    adalah mewujudkan efisiensi dan efektivitas dalam pengawasan untuk mendukung good governance. Selain itu, sistem pengawasan yang paperless dapat diwujudkan dengan adanya aplikasi ini. Pelaksanaan kajian dan pelimpahan kasus, akan lebih mudah dilaksanakan mengingat integrasi aplikasi sudah pada Eselon-eselon I yang ada dalam Kemenkeu.

    Seperti yang disampaikan Henrajaya, salah satu Koordinator Kelompok di Inspektorat Bidang Investigasi. Dalam wawancarannya, ia berharap ke depannya konsolidasi dalam pengelolaan layanan pengaduan dengan UKI atau Unit Tertentu Eslon lain, terutama Eselon I yang cukup besar, semakin baik sehingga upaya pemberantasan pelanggaran dan tindak pidana korupsi lebih mudah dilakukan. Selain itu, Aplikasi WiSe semakin baik secara teknis dan sistem, dan secara substansi pengaduan yang masuk ke WiSe semakin sedikit, dengan artian aplikasi ini semakin efektif dalam fungsi preventif dan represif sehingga terwujud tata kelola pemerintahan yang semakin bersih.

    Secara luas, Wise diharapkan mampu menjadi sebuah program kebanggaan Kementerian Keuangan dan mampu memberikan nilai tambah bagi unit-unit eselon I yang ada di dalamnya. WiSe diharapkan memberi dampak besar dan mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja Kementerian Keuangan. (KIN/VIN/NYM)

    Narasumber : Tim Whistleblowing System Inspektorat Bidang Investigasi (red).

  • 15VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 22 November 2011, Undang-Undang tersebut mengamanatkan bahwa fungsi, tugas dan wewenang Bapepam-LK akan beralih ke OJK mulai awal tahun 2013 ini. Adapun latar belakang pembentukan UU OJK sendiri yaitu terkait oleh faktor yuridis maupun kondisi sektor jasa keuangan. Latar belakang yuridis pembentukan UU OJK adalah Pasal 34 Undang-Undang Bank Indonesia yang mengamanatkan dibentuknya lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen yang mencakup pengawasan, perbankan pasar modal, industri keuangan non bank, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Sementara latar belakang pembentukan UU OJK karena faktor kondisi jasa keuangan diantaranya adalah perkembangan sistem keuangan yang semakin kompleks, dinamis dan saling terkait antar masing-masing subsektor keuangan, baik dalam hal produk maupun kelembagaan serta kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan.

    Dengan mempertimbangkan berbagai latar belakang tersebut maka dipandang perlu untuk melakukan penataan kembali struktur

    pengorganisasian dari lembaga-Iembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan agar kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel, dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan, stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Untuk dapat melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan tersebut maka dibentuklah suatu lembaga pengawasan yang mandiri yaitu Otoritas Jasa Keuangan.

    Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, merupakan lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Setelah pengawasan beralih ke OJK, BI hanya akan mengurusi kebijakan moneter dan sistem pembayaran, sementara kewenangan regulasi perbankan seperti pemberian izin pendirian bank dan kesehatan bank, berpindah ke OJK.

    Liputan Khusus

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 201316

    Liputan Khusus

    Kisah Kepindahan dari Bapepam-LK ke Itjen

    Seiring dengan peralihan Bapepam-LK menjadi OJK, maka terdapat transisi perpindahan pegawai Bapepam-LK untuk ditarik ke OJK ataupun masih menetap di Kemenkeu. Sebagai langkah awal, pada bulan Desember 2012 para pejabat dan pegawai Bapepam-LK diminta untuk memilih apakah ingin melanjutkan ke OJK atau memilih tetap menjadi pegawai Kemenkeu dan membuat permohonan tertulis, dengan berdasarkan rekomendasi atasan tentunya. Lalu pada bulan Maret 2013, mereka kembali diberi opsi untuk memilih institusi penempatan kerja. Terdapat 9 (sembilan) unit eselon I yang mendapat pengalihan eks pegawai Bapepam-LK, yakni Setjen, DJP, DJBC, DJA, DJKN, DJPU, BPPK, BKF dan Itjen. Itjen sendiri menerima sepuluh pegawai baru berasal dari Bapepam-LK yang disebar ke beberapa unit, nama-nama kesepuluh pegawai tersebut antara lain Nur Iskandar, Hulman Panjaitan, Haykal, Suryani Wardah, Yusi M, Winaryati, Fadyan, Aroma Patria Perdana, Sulardi dan Dalvin E.F. Duha.

    Menurut Aroma Patria Perdana yang saat ini ditempatkan di Subbagian Tata Usaha Inspektorat I, proses kepindahannya ke Itjen Kemenkeu adalah melalui serangkaian seleksi administratif dan seleksi kompetensi bagi pejabat dan pegawai Bapepam-LK. Secara resmi nama-nama pejabat dan pegawai Bapepam-LK yang dialihkan ke OJK diajukan oleh Kemenkeu kepada OJK sesuai dengan tahapan dan batas waktu yang diatur dalam undang-undang. Proses tersebut terus berjalan melalui serangkaian kegiatan lainnya.

    Tanggal 5 Desember 2012 bertempat di Dhanapala, OJK mengadakan penyerahan SK pengangkatan pejabat dan pegawai OJK. Pada saat-saat terakhir beroperasinya Bapepam-LK, kami menerima surat dari Setjen yang menyampaikan instruksi Menteri Keuangan atas pembatalan pengajuan pelaksana di Bapepam-LK bagi mereka yang berstatus masih ikatan dinas maupun sedang dan akan tugas belajar, untuk dialihkan menjadi pegawai OJK, tukas alumni STAN tahun 2003 tersebut. Sebagai bentuk pelaksanaan instruksi dimaksud, maka kurang lebih 140 orang pelaksana akhirnya batal menjadi pegawai OJK dan ditempatkan sementara di Setjen. Jika digabung dengan jumlah yang sedari awal memilih tetap menjadi pegawai di Kementerian Keuangan adalah total menjadi sekitar 220 orang. Mengenai penempatan di Itjen sendiri, penentuan formasi eks pegawai Bapepam-LK dilakukan oleh Setjen. Kami menerima pengumuman SK penempatan dimaksud dari Bapak Sekretaris Jenderal pada tanggal 2 Januari 2013, demikian ujarnya.

    Kesan dan Gambaran Tentang Itjen

    Ibu Suryani Wardah, eks pegawai Bapepam-LK yang saat ini ditempatkan di Inspektorat VII untuk mengurus tupoksi terkait dengan kode etik, menuturkan perasaannya senang saat mengetahui mendapat penempatan di Itjen, karena masih di lingkungan Lapangan Banteng dan banyak hal baru yang saya temui, tukasnya. Kesan terhadap Itjen saat pertama kali memasukinya adalah teratur dan selalu berbenah, baik dalam hal lingkungan maupun sistem kerjanya. Menurut beliau, lebih banyak suka daripada dukanya selama penempatan di Itjen ini. Sukanya antara lain dapat mempelajari hal-hal baru sehingga saya dituntut untuk terus belajar dan juga mendapat teman-teman baru. Kalau dukanya paling ingat teman-teman lama, kangen dengan suasana Bapepam-LK yang dinamis, tambahnya.

    Bapak Nur Iskandar, eks pegawai Bapepam-LK lainnya yang juga ditempatkan di Itjen, mengaku senang dengan penempatan dirinya di Itjen. Saat ini beliau ditempatkan di Bagian Perencanaan dan Keuangan untuk mengurus kearsipan. Sejauh ini saya belum menemui kendala berarti dalam melaksanakan pekerjaan. Gambaran mengenai pegawai-pegawai Itjen di mata saya adalah cukup baik dan menyambut dengan tangan terbuka, mereka bersedia membuka

  • 17VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    Liputan Khusus

    diri serta berbagi pengalaman dan pengetahuannya terang Bapak Nur yang mengaku sudah banyak kenal dengan para pegawai Itjen ini karena pernah berkantor satu gedung dengan mereka.

    Begitupun dengan Aroma yang mengaku sangat bersyukur atas penempatannya di Itjen karena masih memiliki relevansi dengan bidang tugasnya di Bapepam-LK terdahulu, yaitu sebagai pemeriksa. Satu hal lagi, Itjen juga hanya berkedudukan di Jakarta, jadi cukup membuat saya tenang dengan tidak memikirkan mutasi ke daerah sebagaimana yang mungkin dialami rekan-rekan di unit eselon I

    lainnya, paparnya.

    Sewaktu masih bekerja di Bapepam-LK, para pegawai baru Itjen ini mengaku sempat berinteraksi dengan para auditor dari Inspektorat VI. Yang mereka rasakan adalah Itjen telah mengubah

    pendekatannya, dimana dulu lebih kepada fungsi watchdog namun kemudian saat ini lebih berfungsi sebagai partner konsultasi yang dapat memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh para auditee. Semakin banyak belajar mengenai Itjen maka semakin terlihat keunikan yang dimiliki Itjen, dimana lingkup kerjanya meliputi seluruh lini organisasi dan isu strategis Kemenkeu. Dengan luasnya cakupan tersebut, mereka pribadi merasakan tantangan untuk memahami lebih baik lagi mengenai business process unit-unit eselon I di Kemenkeu dan mengikuti current issues yang berkembang, selain tentunya memenuhi tuntutan kemampuan teknis sebagai seorang auditor.

    Harapan Pribadi dan Harapan Bagi Itjen

    Harapan bagi Itjen kedepannya dari para pegawai baru Itjen ini adalah semoga Itjen selalu menjadi yang terdepan dalam hal penerapan kode etik dan integrasi di lingkungan Kemenkeu, selain itu juga menjadi panutan bagi unit APIP lainnya di Indonesia, serta menjadi think-tank Kemenkeu yang inovatif. Adapun harapan bagi mereka pribadi, semoga pengetahuan, pengabdian dan pengalaman yang didapat selama berkarir di Bapepam-LK tidak sia-sia dan mereka diberikan kesempatan untuk berkontribusi sebaik-baiknya di Itjen. Tentunya kami yang merupakan pindahan dari Bapepam-LK mengharapkan adanya program pengembangan yang berkesinambungan, khususnya dari Sekretariat Itjen untuk mengakselerasi kemampuan dan pengetahuan kami agar tidak tertinggal dengan rekan-rekan lain yang sudah terlebih dahulu berkarir di Itjen, tukas Aroma menutup perbincangan. (DIT/GUS/ARH)

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 201318

    Saya rasa tak ada seorang pun auditor Inspektorat Jenderal (ITJEN) Kementerian Keuangan, termasuk aku, yang pernah bercita-cita menjadi seorang auditor. Hanya karena takdirlah yang kemudian menjadikan kita semuanya menjalani pekerjaan audit. Sebuah pekerjaan yang sulit untuk dijelaskan kepada anak-anak kecil, yang lebih mengenal pekerjaan polisi, tentara, guru, dan sebagainya.

    Namun demikian, tidak pantas tatkala kita sudah menjadi seorang auditor lantas kita bisa berargumentasi untuk mengerjakan aktivitas audit dengan setengah hati. Sudah sepantasnya kita tetap mengerjakan aktivitas audit dengan hati. Itu yang diminta oleh nilai Profesionalisme, salah satu dari lima nilai Kementerian Keuangan.

    Mengaudit dengan hati menunjukkan bahwa kita penuh kesungguhan dalam menjalani aktivitas audit itu dan mengerahkan usaha yang optimal. Setiap penugasan kita lakukan tanpa meremehkan suatu penugasan tersebut, meski penugasan tersebut tampak remeh. Misalnya, tatkala kami mendapatkan penugasan untuk mengaudit seorang PNS di salah satu unit eselon I yang tidak masuk-masuk kerja. Ah, ini kelihatannya remeh. Tapi kami tetap melakukannya sama seperti tatkala kami mendapatkan penugasan untuk audit investigasi terhadap kasus-kasus yang tampak lebih menantang.

    Ketika kami melakukan entry meeting, ternyata kami mulai menyadari bahwa seremeh apa pun sebuah penugasan audit tetap memiliki tantangan tersendiri. Pihak kepegawaian Kanwil unit eselon I tersebut menyampaikan kendalanya dalam menghubungi PNS yang tidak masuk-masuk kerja tersebut. Padahal mengingat hukumannya bisa dijatuhkan hukuman disiplin berat berupa pemecatan, tentu alangkah baiknya bila kami berhasil menghadirkan yang bersangkutan agar kami bisa mengetahui kondisi yang sebenarnya. Dengan demikian keputusan hukuman disiplin yang akan

    dikeluarkan telah mendapatkan landasan yang kuat. Boleh saja sih langsung kami putuskan saja nasib yang bersangkutan tanpa kehadiran yang bersangkutan. Toh pemanggilan sebagaimana yang disyaratkan sesuai SOP telah dilakukan beberapa kali. Tapi tetap saja kami khawatir bila kemudian ternyata ada kondisi khusus yang semestinya pantas mendapatkan perhatian sebelum menjatuhkan hukuman disiplin. Bila itu terjadi, itu akan membuat kami menyesali apa yang kami lakukan.

    Usahakan kita bisa bertemu dengan pegawai tersebut, begitu arahan Pengendali Teknis kami saat itu. Arahan yang bijak tentu saja. Oleh karena itu sejak entry meeting kami berusaha mencermati sedikit apa pun informasi yang kami terima untuk kami pertimbangkan. Misalnya, informasi bahwa pegawai yang bersangkutan memiliki seorang kakak yang seorang penyanyi. Dengan penuh kesungguhan kami tanyakan,Siapa nama kakak yang bersangkutan itu, Bu?

    Pejabat kepegawaian Kanwil tersebut memberitahukan sebuah nama. Kami mencatatnya dengan sungguh-sungguh. Dari bincang-bincang tersebut kami dapati bahwa para pejabat kepegawaian Kanwil tersebut tidak memiliki alamat sang kakak dari pegawai tersebut sehingga tidak mampu menemuinya untuk bisa mendatangkan sang adik, si pegawai tersebut. Mereka hanya telah menghubungi si pegawai di rumahnya yang ternyata telah dikosongkan. Surat telah diletakkan begitu saja di rumah tersebut dengan harapan si pegawai datang ke rumah itu dan kemudian membaca surat panggilan lalu datang ke kantor untuk memberikan penjelasan. Tetapi ternyata ... it doesnt work. Tidak berhasil. Mungkin si pegawai memang tidak pernah lagi datang ke rumahnya.

    Dengan informasi yang sangat minim tersebut kami berpikir, Bagaimana cara menemukan sang pegawai? Bukankah kami tidak lebih tahu dari

    dengan Hati

    Auditoase

    Mengaudit

  • 19VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    para pejabat kepegawaian Kanwil tersebut? Terlebih surat tugas kami hanyalah sebentar, tidak mencapai hitungan bulan. Mereka saja yang menangani kasus tersebut berbulan-bulan tidak mendapatkan hasil yang diinginkan.

    Karena kami mengerjakan audit tersebut dengan hati, maka pertanyaan tersebut terngiang-ngiang dalam benak kami. Rasanya tak enak kalau istirahat saja setelah pulang dari kantor auditan. Keinginan untuk mengatasi tantangan pekerjaaan membuat saat kami pulang dan masuk ke kamar hotel kami tidak bisa rebahan begitu saja. Tapi kami lanjutkan dengan membuka laptop dan searching di google.

    Kalau kakaknya seorang penyanyi tentulah namanya pernah muncul di internet, pikirku. Apalagi kami dengar bahwa sang kakak suka diundang menyanyi di istana. Tentulah ia seorang yang cukup terkenal, meski aku terus terang baru mengenal nama tersebut setelah mendapatkan informasi dalam penugasan ini.

    Benar ternyata. Saat searching nama tersebut di google, muncullah berita-berita terkait si penyanyi. Tapi berita-berita itu tidak relevan karena kami tidak menemukan alamat dari sang penyanyi. Bagaimana kami bisa menghubunginya?

    Tentu saja kami tak mau menyerah begitu saja. Kami mesti mengerjakan tugas kami dengan penuh kesungguhan, dengan hati. Maka kami pantengin berita tentang sang penyanyi tersebut dan berharap ada informasi yang bisa membuka tirai yang menutupi.

    Satu-satu kami baca. Perlu kesabaran ekstra untuk membuka halaman-halaman website yang banyak, yang memuat berita-berita sang penyanyi tersebut. Hingga akhirnya mataku terpaku kepada sebuah berita yang kubaca di layar laptopku.

    Aha ! Ternyata sang penyanyi bukanlah sekedar penyanyi. Ia seorang dokter! Lalu apa yang menarik?

    Yang menarik adalah sebuah berita yang mengabarkan bahwa sang dokter tersebut dilantik

    dalam suatu jabatan pada rumah sakit umum suatu daerah. Ini sebuah jejak ! Kini kami tahu kemana langkah kaki kami harus kami arahkan untuk bisa menemukan pegawai yang menghilang.

    Keesokan paginya kami datangi rumah sakit umum tersebut. Ternyata benar, kami bisa menemukan sang penyanyi tersebut. Setelah itu, tirai terbuka lebar karena sang kakak memiliki kewibawaan di hadapan adiknya. Ia ikut membiayai kuliah sang adik rupanya.

    Kamu harus datang sekarang, kata sang kakak melalui telepon di depan kami. Kamu dicari bapak-bapak dari ITJEN, mereka di depan Kakak sekarang. O, kamu gak bisa datang sekarang? Ok, besok kamu harus datang ke kantormu untuk menemui bapak-bapak ITJEN ini. Ingat, kamu harus

    datang ya! Harus datang ! Awas kalau tidak datang !

    Kami sangat berterima kasih kepada sang kakak. Akhirnya, kami bisa menemukan pegawai

    yang menghilang. Segera kami mintakan penjelasan dari

    yang bersangkutan apa saja yang sebenarnya terjadi. Dan kami pun

    mendengarkan penjelasannya dengan hati, dengan penuh kesungguhan. Hingga

    akhirnya kami dapat menuntaskan penugasan itu dengan baik.

    Kisah tersebut menunjukkan bahwa betapa kesungguhan hati dalam menghadapi sebuah penugasan audit sangat memainkan peranan penting dalam menyelesaikan tugas audit. Ini sesuai dengan konsep Professor Yohanes Surya: konsep mestakung. Semesta mendukung. Yang maknanya, alam semesta akan mendukung kesungguhan yang kita pancarkan. Atau, seperti yang orang arab katakan man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu akan dapat mewujudkan keinginannya.

    Karena itu, tepatlah bila salah satu dari lima nilai Kementerian Keuangan mencantumkan Profesionalisme yang salah satu nilai perilaku utamanya adalah bekerja dengan hati. Yuk, kita lakukan audit dengan hati. Semoga itu mampu membukakan rezeki kita dari arah yang tidak disangka-sangka. (Dedhi Suharto)

    Auditoase

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 201320

    Tetap mendukung Itjen meskipun tak lagi bersama..

    Siapa tidak kenal dengan Ibu dari 2 (dua) anak ini. Masa kerja yang cukup lama di Inspektorat Jenderal selama kurang lebih 25 tahun membuatnya paham benar dengan hal-hal terkait audit. Sosok ex-auditor yang akan diangkat pada edisi kali ini adalah Ane Serfiana, yang familiar dengan sapaan Ane ini dikenal sebagai pribadi yang ramah dan juga cukup aktif dalam segala kegiatan yang diselenggarakan Inspektorat Jenderal. Sambutan hangat dan senyum renyah beliau menjadi bumbu yang tidak terlupakan bagi kami awak Auditoria dalam wawancara ini.

    Bagaimana kabar Ibu?

    Baik dan selalu semangat tentunya.

    Bagaimana riwayat kerja Ibu selama bekerja di Itjen?

    Saya lulus dari STAN tahun 1988 jurusan Akuntansi. Awal karir saya di Inspektorat Jenderal selama kurang lebih 25 tahun. Selama masa kerja tersebut saya mengalami mutasi 5 kali. Awalnya saya di Sekretariat, namun itu tidak lama, hanya beberapa bulan. Lalu pindah di Inspektur Keuangan selama 3 tahun, kemudian di Inspektur Bea Cukai selama

    4 tahun. Pada tahun 2002 saya dipindahkan ke Inspektorat Bidang IV selama 7 tahun, sebagai Auditor Ahli Pertama selama kurang lebih 4 tahun dan kemudian sebagai Auditor Ahli Muda selama 3 tahun. Dan sejak tahun 2009 hingga 2012 ini saya di Inspektorat Bidang VII, sampai pada akhirnya saya mutasi ke Sekretariat Jenderal Bidang Akuntansi dan Pelaporan sejak bulan Februari lalu.

    Apakah ada pengalaman paling berkesan selama bertugas di Itjen? Boleh ga diceritakan ke kita..

    Apa ya pengalaman berkesanYa, ada pengalaman

    Ex-auditor

  • 21VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    Ex-auditor

    berkesan selama saya memeriksa dulu yaitu ditangkap polisi ketika spotcheck. Waktu itu memang baru rawan-rawannya pegawai Bea Cukai semua ditangkap polisi. Ketika itu saya masih bertugas di IR Bea cukai. Waktu itu, kita sedang ikut bongkar muat dan kita diminta untuk ikut ke Polda. Ya kita menunjukkan surat tugas kita dan merekapun juga menunjukkan surat tugas mereka. Kita sempat adu argument saat itu dan akhirnya membiarkan kita menyelesaikan pemeriksaan dulu. Kalau untuk pengalaman dinas luar kota yang jauh, saya sih pada umumnya jarang mengalami.

    Bagaimana dengan suka dan duka sepanjang bekerja di Itjen?

    Wah..untuk suka dan duka sudah lupa, sudah silih berganti dan saya menganggap sebagai rutinitas saja, sudah tidak memikirkan suka dan duka nya lagi.

    Paling ya ketika saya mendapat penugasan luar kota, ketika anak masih kecil umur setahun, itu anak saya bawa. Jadi dulu di Bea Cukai saya terkenal dengan julukan ibu yang bawa anak. (tertawa). Jadi jaman dulu, yang lain ada sisa uang dinas, kalau saya selalu tekor, karena saya bawa anak dan pengasuh. Padahal dulu tiket mahal, dan tidak ada tiket promo kayak sekarang. Dulu kalau ga ada pengasuh yang dibawa, saya harus menyewa suster disana. Agak sulit sih karena saya tinggal di hotel. Ini karena suami saya dulu kerja di luar kota. Jadi anak saya dari kecil sudah hafal dengan tempat-tempat di daerah yang saya datangi. Biasanya, saya selalu menelpon dulu tempat penugasan, disitu ada penitipan anak atau suster disewa harian, jadi ketika suster datang, saya berangkat, saya datang suster pulang. Ketika anak

    sudah mulai sekolah, saya baru berani meninggalkan anak.

    Selama di Itjen saya selalu upayakan untuk meminta dinas di sekitar Jakarta. Tapi kan tidak bisa terus menerus, saya sudah perjanjian kalau memang harus dinas keluar daerah saya harus bawa anak. Semenjak di Inspektorat 7 saya sudah tidak pernaha da masalah, saya hampir tidak pernah dinas keluar kota.

    Boleh diceritakan bagaimana situasi kerja di lingkungan kerja baru Ibu sekarang? Apakah sama dengan di Itjen dulu?

    Situasi kerja jelas berbeda 180 derajat, dari load pekerjaannya, dari tugasnya, dari tanggung jawabnya juga. Dulu saya hanya membawa sebuah tim yaitu sekitar 3-4 orang. Dan sekarang saya membawahi kurang lebih 30 orang dan 4 Kasubbag.

    Dulu saya tidak pernah memikirkan administrasi dan kegiatan rutin administrasi, seperti disposisi. Dan kegiatan lainnya. Belum lagi terkait pegawai.

    Dulu saya bisa bekerja untuk pekerjaan saya sendiri, selama pekerjaan saya beres itu oke. Tapi sekarang saya harus menilai kinerja pegawai saya.

    Bedanya lagi, dulu di tjen saya bisa mengatur waktu saya, karena hasil pemeriksaan berdasarkan pada kertas kerja yang saya buat, selama itu lengkap, maka penilaian saya bagus. Apabila saya semangat, maka hasilnya pun akan lebih mendalam. Kalau disini tidak bisa, tidak bisa memanage waktu semau saya. Karena semuanya berbenturan dengan deadline dan tanggung jawab yang lebih besar. Disini saya tidak bisa menunda pekerjaan, dulu waktu ketika menjadi auditor lebih fleksibel.

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 201322

    Ragam Pengawasan

    Kondisi dulu Ibu seorang Auditor dan sekarang sebagai Auditee, Apakah bisa diceritakan kepada kita pegalaman ketika Itjen datang ke Unit Ibu sekarang?

    Wah..sekarang saja ada 2 (dua) tim dari Inspektorat VI yang mengaudit di kita. Mereka sedang memeriksa di Biro Cankeu, namun bukan di Bagian Akuntansi dan Pelaporan. Selama saya disini, sudah pernah sih beberapa kali, tapi selama ini kan lebih terkesan reviu, jadi terkesan kerjasama nya, bukan ngaudit. Intinya kita punya tujuan yang sama yaitu membuat Laporan Keuangan yang benar.

    Bagaimana kesan dan tanggapan dari pegawai disini ketika pertama kali Ibu menjabat di Bagian Aklap?

    Dulu di Itjen kita bekerja tim dan cukup bebas, kalau disini struktural. Jadi ketika pertama kali masuk di sini berbeda situasi kerjanya, seperti ada jarak saya dengan pelaksana disini. Dulu di Itjen atasan dan bawahan itu biasa sering diskusi. Kalau di sini awalnya tidak. Tapi sekarang mulai saya terapkan untuk bisa saling diskusi. Apalagi disini personilnya muda-muda, hampir semua anak muda. Dan Sumber Daya Manusia (SDM) di sini menurut saya sudah baik, dan merasa beruntung.. Pekerjaan juga sudah jalan.

    Bagaimana pendapat Ibu mengenai peran auditor secara umum dan khusus di Itjen?

    Kalau saya bilang Itjen harusnya di rolling dulu ke unit yang bukan Itjen, paling tidak selama 3 - 4 tahun. Saya sangat setuju itu, tidak perlu pindah selamanya. Saya setuju untuk itu diterapkan, jadi tahu apa sih yang auditee butuhkan? Di Inspektorat VII dulu sering kami diskusikan. Sebetulnya Unit butuh ga sih Itjen itu? Sepertinya kan ga butuh padahal sebenarnya butuh. Apakah ada dan tidaknya Itjen membuat lebih

    bagus atau membuat permasalahan selesai?

    Namun kita tahu Itjen sudah mulai berubah. Kita sudah menyadari itu, jadi sejak saat itu. Untuk penyusunan TPU sendiri, kita minta persetujuan unit untuk penyusunannya. Tapi mungkin kurang boomingnya, tapi mungkin karena ini masih berjalan beberapa tahun. Tapi kalau terjun langsung, akan lebih tahu lagi.

    Jadi selama disini , saya selalu bekerja sama dengan Itjen untuk reviu keuangan. Dari laporan keuangan sebetulnya sudah bisa dipetakan atas gambaran unit eselon I di kemenkeu dan permasalahannya. Saya biasanya menghubungi rekan-rekan Itjen dan saya sampaikan juga dalam rapat terkait hal ini. Jadi selama ini kerjasama nya cukup baik dan menerima masukan kita. Seharusnya memang begitu, Itjen sebagai penggerak. Itjen powernya besar, namun belum dikeluarkan saja. Kalau dikeluarkan pas dengan yang dibutuhkan sangat bagus menurut saya. Jadi kalau mau ditingkatkan lagi, bisa dilihat dari laporan keuangan dan audit BPK. Jadi untuk membuat TPU, sebetulnya bisa melihat dan mengacu pada laporan keuangan, jika itjen bisa memetakan itu, sangat bagus. Jadi ketika BPK masuk, kita sudah bisa mengantisipasi.

    Sebetulnya kalau itjen mau difungsikan secara maksimall, sangat bagus sekali menurut saya. Jika sampai itjen bisa memetakan di titik ini permasalahannya, ini sangat bagus.

    Berarti peran itjen sebagai konsultan dan katalisator sudah berjalan berarti karena auditi sudah minta untuk di audit?

    Yaa, kalau saya saya minta, karena menurut saya mereka belum turun semua, belum bisa memetakan sendiri, beberapa saya mintakan untuk mereka bisa turun untuk memetakan. Cita-cita Inspektorat VII adalah sebetulnya kita mau apa sih, apa unggulan kita. TPU adalah untuk mendukung tujuan tertentu, kerjaan yang lain boleh, tapi tetap unggulannya mengarah pada pencapaian tujuan Itjen sendiri, yang akan mengarah pada perbaikan.

    Menurut Ibu, penyampaian survey kepuasan kepada auditee apakah sudah efektif?

    Itu kan sudah dicoba, tapi belum sempat saya kompilasi, saya sudah mutasi di sini. Saya sih punya

  • 23VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    Ragam Pengawasan

    gambaran bahwa auditi itu sangat mau dibantu, semua orang tidak suka kalau diperiksa. Tapi kalau tujuannya membantu ya tidak apa-apa, toh nantinya juga akan diperiksa juga oleh BPK, jadi sangat baik kalau temuan itu ditemukan terlebih dahulu oleh Itjen, jadi kita bisa dilakukan perbaikann sebelum BPK datang memeriksa.

    Kalau memang kita sudah mengarah ke situ, menurut saya compliance tetap ada, kalau memang ada yang menyimpang ya harus ditindak. Tapi menurut saya tujuannya sebaiknya jangan kesitu, harusnya tujuan kita adalah lebih ke perbaikan. Jadi misalnya dia salah, tapi siapa tau memang dari sistemnya, kalau bisa jangan ditangkap-tangkapin orangnya tapi perbaikan dulu sistemnya. Jadi kalau sistemnya sudah betul, dan orangnya masi nakal ya itu lain lagi, jadi lebih fokus perbaikan akarnya dulu.

    Seperti penerapan audit kinerja, ini kan kita akan menuju ke akar permasalahan, kalau kita bisa

    menjalankan dengan benar, pasti hasilnya akan sangat baik.

    Adakah masukan untuk Itjen agar lebih baik lagi?

    Kalau itjen mau difungsikan maka akan sangat baik,

    apalagi bekerja sama dengan bagian ini sangat bagus, karena bisa memantau dan mendalami laporan keuangan eselon I. Dan dari laporan keuangan itu kita bisa memetakan permasalahan yang ada pada unit tersebut. Apalagi dengan kualitas pegawai itjen yang baik dan kuasa nya pun ada. (DIT/GUS/ARH)

    BIODATA

    Nama lengkap : Anne Serfiana, S.E.

    Nama Panggilan : Anne

    TTL : Bandung, 27 Juni 1965

    Agama : Kristen

    Status : Menikah

    Anak : 2 (dua) anak

    Alamat : Jl. Dr. Sahardjo No. 20 A Kompleks AKABRI, Jakarta Selatan

    Awal Mula di Itjen (TMT) : 1 Maret 1987

    Riwayat jabatan :

    Rikban Keuangan Wil I. 1.1 (1995-1998)

    Rikban Bea dan Cukai Wil II. 3.1 (1998-2002)

    Auditor Ahli Pertama Inspektorat Bidang IV (2002-2006)

    Auditor Ahli Muda Inspektorat Bidang IV (2006-2009)

    Auditor Muda Inspektorat VII (2009-2012)

    Bagian Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Biro Cankeu Setjen (2012-sekarang)

    Pendidikan terakhir : S1 (Sarjana) Universitas Indonesia Jurusan Manajemen Tahun Lulus : 19 Agustus 1995

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 201324

    SpeakOut

    Guindra Pramudi Nugraha Bag. PK

    Aku baru paham Itjen ketika aku sudah diterima di KementerianKeuangan. Yang aku pikirkan waktu daftar di KementerianKeuangan, aku melihat struktur yang paling tinggi. Karena aku nggak bisa jadi menteri, jadi yang dibawahnya dululah : Setjen atau Itjen. Hehehe... Karena Setjen terdengar feminine dan Itjen terdengar maskulin, jadi aku masuknya di

    Itjen. Hahaha... Tapi sebenernya sebelumnya sudah searching-searching juga kok tentang Itjen, jadi sudah kebayang tugas Inspektorat Jenderal. Banyak

    orang yang bilang kalau kamu kerja, yang pertama kali kita lihat tempat kerja yang paling berprestasi di bidang yang sama. Misalnya di pemerintahan, mana nih yang paling baik. Aku melihat Itjen seperti itu. Tempat favorit OJT aku di IR 3 karena waktu itu pernah sempat sampai jam 3 pagi ikut kajian tentang utang luar negeri.

    Widiastuti Bag. Umum

    Sebelumnya, aku sudah ngerti Itjen itu semacam unit pemeriksaan dari ibuku yang seorang PNS juga di Kemenkes. Sebelum rekrutmen, aku buka web Kemenkeu dulu, aku lihat Itjen tugasnya apa saja. Terus, dari jaman kuliah juga sudah suka dengan mata kuliah audit. Kesanku tentang Itjen, dari cerita-cerita auditor nih, Itjen Kemenkeu itu yang paling bagus. Kesan terhadap pegawai Itjen itu ganteng-ganteng dan cantik-cantik dan sangat welcome. Aku ditempatin di bagian umum. Harapan buat Itjen kedepan semoga Itjen semakin baik. Semoga Itjen lebih punya taring nih dalam kasus-kasus yang terjadi. Harapan saya bekerja di Itjen bisa segera menjadi auditor. Tempat OJT favorit saya adalah IR V karena ketika itu langsung terjun ke lapangan.

    Kata mereka yang Baru di Itjen..

    Irma Suryaningtyas Bag Kepegawaian

    Bayangan umum tentang tugas Inspektorat Jenderal adalah mengawasi dan juga mengaudit di lingkup kementerian keuangan. Kesan saya selama ini bergabung di itjen untuk pegawai sangat welcome dan tidak sulit untuk share ilmu kepada junior-juniornya. Jadi kita sebagai junior juga dihargai dan merasa sangat diterima oleh para senior. Kemudian, untuk tahap awal

    ini, saya senang ditempatkan di sekretariat dahulu. Kalau untuk Itjennya, sudah sangat baik menurut saya. Selain berperan menjadi watchdog, sekarang

    sudah asistensi dan menjadi partner. Tidak hanya menyalah-nyalahkan auditee tapi juga memberikan solusi. (IIM/HAD/TAU)

  • 25VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    SpeakOut

    WiSe adalah..

    Diana M. Ginting (Auditor Madya Inspektorat Bidang Investigasi)

    Implementasi WISE dilaksanakan sejak April 2012, Aplikasi WISE telah digunakan oleh seluruh unit eselon I di lingkungan Kemenkeu. Dalam rangka penyempurnaan Aplikasi WISE, kami menerima berbagai masukan dan dilakukan perbaikan dan pengembangan secara rutin terhadap Aplikasi WISE. Disadari masih terdapat kekurangan dalam tindak lanjut atas pengaduan WISE terutama yang dilakukan oleh unit eselon I terkait karena pengelolaan WISE tidak dilaksanakan secara khusus (terdapat tusi diluar pengelolaan WISE).

    Harapan saya adalah Aplikasi WISE menjadi alat komunikasi yang efektif dalam rangka melaporkan berbagai dugaan penyimpangan yang terjadi di lingkungan Kemenkeu dan terdapat tindak lanjut yang tepat dan cepat, sehingga citra Kemenkeu sebagai kementerian yang bebas KKN dapat terjaga. Terkait proses bisnis, dapat saya sampaikan bahwa pengelolaan WISE tidak hanya dilaksanakan oleh Itjen saja, tetapi oleh seluruh unit eselon I. Saya berharap bahwa seluruh unit eselon I dapat melaksanakan pengelolaan Aplikasi WISE secara efektif dan penuh integritas. Disamping itu saya berharap Aplikasi WISE (baik dari sisi aplikasi maupun proses bisnisnya) merupakan saluran pengaduan yang telah mengikuti prinsip-prinsip best practice.

    Jarvik Fuad R. (Auditor Pelaksana Inspektorat Bidang Investigasi)

    Setiap Unit Eselon I diwajibkan menggunakan aplikasi WiSe sebagai sarana pengelolaan pengaduan Kementerian Keuangan. Dalam perkembangannya banyak hal yang memang

    harus dibenahi, misal terkait dengan SOP pengelolaan pengaduan setiap unit eselon I dan dari segi aplikasi itu sendiri.

    Harapan saya tentunya, (aplikasi WiSe red.) bisa menjadi benchmark bagi instansi lain dan menjadi sebuah sistem yang sesuai dengan best practice dalam pengelolaan

    pengaduan baik pengaduan yang bersifat complaint maupun whistleblower dan sebagainya. Aplikasinya lebih user friendly, lebih interaktif, integrasi yang efektif/efisien/aman, punya server database sendiri, paperless dan sebagainya. Adanya jaminan terhadap pengadu sehingga pengadu dapat menyampaikan apa yang menjadi permasalahannya dengan transparan dan detail.

    Angga Junaimi (Auditor Pertama Inspektorat Bidang Investigasi)

    WiSe adalah Aplikasi yang dibuatoleh ITJEN Kemenkeu (IBI+SIP) bekerjasama dengan PUSINTEK untuk mengakomodir pengaduan yang disampaikan baik dari internal maupun eksternal Kemenkeu terkait dengan Tupoksi yang dikerjakan oleh pegawai Kemenkeu dengan menjamin kerahasiaan pelapor untuk mendukung upaya mewujudkan reformasi birokrasi (good and clean governance) di Kemenkeu. Impelementasinya sejauh ini sudah memenuhi harapan pimpinan. Meskipun proses bisnisnya terus dikembangkan untuk mencapai kondisi ideal.

    Harapan saya, secara Aplikasi, dibuatkan notifikasi (alert) kepada pemberi disposisi maupun pengkaji pengaduan yang masuk. Misalnya dikirimkan ke email yang bersangkutan sehingga mereka bisa mengetahui secara cepat pengaduan yang harus mereka tindak lanjuti. (IIM/HAD/TAU)

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 201326

    Kang Jejen

  • 27VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    A. Overview

    Diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 152/KMK.09/2011 tentang Peningkatan Penerapan Pengendalian Intern di lingkungan Kementerian Keuangan menunjukkan komitmen yang tinggi dan sungguh-sungguh dari pimpinan Kementerian Keuangan untuk menyelenggarakan dan membentuk suatu Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang kuat, handal, dan efektif di lingkungan Kementerian Keuangan. Selain merupakan tindak lanjut dari amanat Pasal 58 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, kehadiran KMK tersebut seolah laksana gayung bersambut dengan keinginan Presiden RI untuk mempercepat penyelenggaraan SPIP demi terwujudnya pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah yang efisien dan efektif, pelaporan keuangan yang dapat diandalkan, pengelolaan aset Negara yang tertib dan akuntabel, serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam Instruksi

    UNIT KONTROL INTERNAntara Dinamika, Harapan, dan Tantangan(Muhaimin Zikri, Ak. Auditor Muda pada Inspektorat V)

    RAGAM PENGAWASAN

    Presiden Nomor 4 Tahun 2011 tentang Percepatan Peningkatan Kualitas Akuntabilitas Keuangan Negara.

    Di samping itu, selain menjadi milestone peningkatan implementasi SPIP di lingkungan Kementerian Keuangan, KMK dimaksud juga menjadi suatu road-map yang memuat rencana dan tindakan strategis dalam penyelenggaraan dan peningkatan penerapan pengendalian intern di lingkungan Kementerian Keuangan untuk periode 2011 s.d. 2015. Salah satu poin penting dalam KMK tersebut dan menjadi target yang harus terealisasi pada tahun 2012 adalah terbentuknya struktur Unit Kontrol Intern (UKI) yang permanen pada setiap unit eselon I secara berjenjang, yang bertanggung jawab sebagai motor penggerak penerapan pengendalian intern yang efektif pada unit kerja bersangkutan.

    B. Dinamika Faktual

    Sejalan dengan merebaknya berbagai kejadian risiko terkait adanya dugaan penyalahgunaan wewenang dan KKN (fraud) serta isu-isu penting yang terjadi akhir-akhir ini pada beberapa unit eselon

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 201328

    I yang mempunyai peran dan stakeholders cukup besar di lingkungan Kementerian Keuangan (seperti isu mafia perpajakan di DJP, isu pencairan dana untuk proyek fiktif di DJPBN, dan isu-isu penganggaran proyek Kementerian/Lembaga yang bermasalah di DJA), pembentukan UKI menjadi suatu kebutuhan prioritas dan harus segera difungsikan. Fungsi pengendalian intern yang menjadi tanggung jawab mutlak manajemen pada berbagai tingkatan dan seharusnya dapat menjadi filter dalam pencegahan dan pendeteksian dini terhadap penyimpangan yang terjadi, sepertinya tidak berjalan secara efektif. Hal ini dapat dimaklumi karena ternyata sampai dengan tahun 2011 belum ada unit atau personil baik secara struktural maupun fungsional yang ditugaskan untuk melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap implementasi dan kinerja pengendalian intern pada masing-masing unit eselon I. Meskipun beberapa eselon I seperti DJA, DJP, DJBC, DJKN, DJPU, Bapepam-LK, dan BPPK telah membentuk suatu unit kepatuhan internal (compliance unit), namun ternyata struktur, tugas, dan fungsi unit-unit tersebut tidak sama (terstandardisasi) dan belum sepenuhnya merefleksikan fungsi kepatuhan sebagaimana

    RAGAM PENGAWASAN

    lazimnya praktik-praktik terbaik yang ada (best practices). Bahkan beberapa di antaranya cenderung hanya menduplikasi dan atau mengambil alih tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal dalam melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Keuangan.

    C. UKI sebagai 2nd line pada Three Lines of Defense Model

    Dengan memperhatikan dinamika perubahan dalam proses bisnis dan meningkatnya risiko yang dihadapi organisasi serta eksistensi unit kepatuhan internal yang dirasakan belum mampu memberikan kontribusi optimal tersebut, maka sudah saatnya Kementerian Keuangan menerapkan penanganan risiko dalam kerangka pengendalian intern dengan model Pertahanan Tiga Lini (Three Lines of Defense 3LoD), sebagaimana gambar berikut:

    Pada model ini, peran, tanggung jawab, dan koordinasi setiap lini pertahanan pada lingkup Kementerian Keuangan dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • 29VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    1. Lini Pertama Pertahanan, diperankan Manajemen Operasional dengan perangkat Pengendalian Intern

    Sebagaimana dinyatakan INTOSAI dalam Guidelines for Internal Control Standards for Public Sector (2004), pengendalian intern merupakan suatu proses integral yang dipengaruhi oleh manajemen dan personil suatu entitas, dan dirancang untuk mengatasi risiko dan memberikan jaminan yang memadai (reasonable assurance) dalam mengejar misi entitas dan agar tujuan umum entitas berikut dapat tercapai, yaitu:

    vmelaksanakan operasi secara tertib, beretika, ekonomis, efisien, dan efektif;

    vmemenuhi kewajiban akuntabilitas;vmematuhi hukum dan peraturan yang

    berlaku; dan

    vpengamanan sumber daya terhadap kehilangan, penyalahgunaan, dan kerusakan.

    Pengendalian intern pada dasarnya merupakan proses yang terintegrasi dengan proses dasar manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian) atau bersifat built-in pada infrastruktur entitas/organisasi, yang berbeda dari perspektif dari beberapa pengamat yang kadangkala melihatnya sebagai sesuatu yang harus ditambahkan pada kegiatan entitas/organisasi (built-on).

    Sebagai lini pertama pertahanan, manajemen memiliki peran, tanggung jawab, dan akuntabilitas untuk menilai, mengendalikan, dan memitigasi risiko dalam menjalankan fungsi operasional entitas/organisasi sehari-hari. Dalam hal ini mereka diharapkan mampu:

    memastikan adanya lingkungan pengendalian (control environment) yang kondusif di unit organisasi mereka misalnya dengan adanya keteladanan (tone at the top), panduan kode etik, pakta/piagam integritas, komitmen pada kompetensi, kebijakan dan praktik SDM, agent of change, dan sebagainya.

    menerapkan kebijakan manajemen

    risiko dalam menjalankan tugas dan fungsi, dan secara penuh kesadaran mempertimbangkan faktor risiko dalam setiap pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan.

    menunjukkan adanya pengendalian intern yang efektif pada unit mereka dengan adanya pemantauan berkelanjutan (on-going monitoring) melalui supervisi rutin dan berjenjang, control self assesment, reviu kinerja, dan transparansi terhadap efektivitas pengendalian intern tersebut.

    2. Lini Kedua Pertahanan, diperankan oleh Unit Kontrol Intern (eksisting di Kementerian Keuangan: Unit Kepatuhan Internal dan Manajemen Risiko)

    Dalam permainan sepakbola modern, untuk memperkuat banteng pertahanan dari serangan lawan yang datang secara bergelombang (tsunami attack) diperlukan pelapis pertahanan yang dikenal dengan sebutan libero (sweeper). Posisi ini merupakan peran vital pada sistem Grendel (Catenaccio). Namun pada saat serangan lawan mereda, sang libero dapat beralih fungsi menjadi seorang gelandang serang (attacking midfielder). Konsep inilah sepertinya yang diadopsi dalam model pertahanan tiga lini. Pada saat kejadian risiko sangat tinggi, maka peran lini kedua pertahanan ini menjadi vital untuk meminimalisasi dampak (impact) dan frekuensi kejadian (likelihood). Namun pada saat kejadian risiko rendah, maka peran lini kedua pertahanan ini dapat digeser menjadi lini pendukung pencapaian target kinerja entitas/organisasi. Tentunya jika dalam sepakbola peran libero menjadi gelandang serang ditentukan oleh keputusan pelatih/manajer, maka sama halnya dengan pergeseran fungsi lini kedua pertahanan ini menjadi lini pendukung pencapaian kinerja, tentunya juga membutuhkan keputusan dari senior management, yang dalam lingkungan Kementerian Keuangan direfleksikan oleh Menteri Keuangan.

    Sebagai lini kedua pertahanan, fungsi manajemen risiko dan kepatuhan yang nantinya mungkin akan dilaksanakan oleh UKI, berperan memfasilitasi dan memantau implementasi praktik manajemen risiko (risk

    RAGAM PENGAWASAN

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 201330

    management) yang efektif oleh manajemen operasional (termasuk di dalamnya penerapan pengendalian intern) dan membantu pemilik risiko dalam pelaporan risiko yang memadai terkait dengan informasi ke atas dan ke bawah organisasi, menguji kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan (compliance), dan penjaminan mutu hasil suatu proses/kegiatan (quality assurance). Struktur UKI dapat dibangun pada tingkat kementerian, unit eselon I, maupun instansi vertikal (sesuai kebutuhan) dengan alur pertanggungjawaban sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Kelemahan implementasi risk management & internal control yang tidak signifikan, cukup disampaikan dan menjadi masukan bagi manajemen operasional. Tetapi pada saat kelemahan membawa dampak yang signifikan dan atau mengindikasikan terjadinya fraud, maka pertanggungjawabannya langsung kepada senior management (Menteri Keuangan). Sebagian fungsi lini kedua pertahanan ini, pada saat ini masih dilakukan oleh Inspektorat Jenderal dalam bentuk asistensi penyusunan profil/peta risiko unit eselon I dan penilaian kepatuhan penerapan manajemen risiko (compliance office for risk management) sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.09/2008.

    3. Lini Ketiga Pertahanan, diperankan oleh Internal Auditor (c.q. Inspektorat Jenderal)

    Inspektorat Jenderal, melalui pendekatan audit berbasis risiko (risk-base audit), memberikan penjaminan yang independen (independence assurance) kepada Menteri Keuangan (senior management) tentang seberapa efektif manajemen pada unit eselon I menilai dan mengelola risikonya termasuk menilai efektivitas operasional Unit Kontrol Intern pada berbagai tingkatan. Terkait dengan kelemahan yang berdampak signifikan dan atau fraud, Inspektorat Jenderal dapat melakukan audit dan atau investigasi yang lebih mendalam sebagai bentuk corrective control dan dalam kerangka law enforcement. Inspektorat Jenderal dapat menjadi katalisator (consulting) dalam pelaksanaan tugas dan fungsi lini pertama dan kedua serta membantu menghilangkan irisan dan tumpang tindih yang tidak perlu antar lini

    pertahanan.

    Agar 3LoD model ini dapat berjalan dengan baik dan efektif, tentunya diperlukan koordinasi dan komunikasi yang efektif pula antar lini pertahanan serta pemahaman yang memadai terhadap peran dan tanggung jawab masing-masing lini.

    Di luar pertahanan tiga lini, masih terdapat fungsi pengawasan lain yang bersifat eksternal organisasi yang diperankan oleh eksternal auditor (c.q. BPK-RI), komisi-komisi independen, dan masyarakat, yang sifatnya lebih kepada corrective control, dibandingkan dengan peran UKI yang lebih bersifat preventive dan detective control.

    D. Harapan dan Tantangan

    Sejatinya, dengan eksistensi UKI diharapkan dapat meningkatkan ketahanan (resilience) organisasi terhadap ancaman dan tantangan yang datang silih berganti. Namun harapan untuk menjadikan UKI sebagai bagian dari early warning systems dan filter kedua dalam mencegah dan atau mendeteksi kegagalan pengendalian yang akan mengakibatkan terjadinya risiko dan atau menghambat pencapaian tujuan, tentunya tidak akan berjalan dengan mudah. Faktor karakteristik dan kapasitas sumber daya manusia dengan berbagai persepsi dan kompetensinya merupakan tantangan utama. Tidak sedikit pelaksana kegiatan yang masih beranggapan bahwa pembentukan UKI hanya akan menambah beban administrasi dan tumpang tindih dalam pengawasan. Manajemen secara berjenjang (atasan langsung) melakukan supervisi rutin (pengawasan melekat), UKI melakukan pemantauan pengendalian intern, Inspektorat Jenderal/BPKP dan BPK-RI melakukan reviu/audit, bahkan masyarakatpun turut serta dengan pesan pengaduan dan aktivitas-aktivitas LSM, sehingga para pelaksana kegiatan merasa hanya akan menjadi obyek penyedia data dan administrasi secara berulang-ulang. Tidak sedikit pula para pelaksana kegiatan bahkan sampai tingkat pejabat terutama pada instansi vertikal di daerah yang sampai saat ini masih belum dapat membedakan dan memahami secara jelas mengenai pengendalian intern, pengawasan fungsional, penjaminan kualitas, dan manajemen risiko. Hal ini terbukti dari masih banyaknya pertanyaan mendasar

    RAGAM PENGAWASAN

  • 31VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    yang mengemuka pada saat sosialisasi dan focus group discussion tentang penerapan manajemen risiko dan pengendalian intern, seperti apa sebenarnya substansi dan manfaat dari manajemen risiko dan pemantauan pengendalian intern, mengapa tabel-tabel yang digunakan terkesan rumit dan tidak informatif, apakah setelah semua tabel-tabel tersebut terisi dan ditandatangani pimpinan permasalahan menjadi selesai, dan masih banyak lainnya. Kondisi terakhir menunjukkan bahwa masih banyak pelaksana pemantauan pengendalian intern yang belum melakukan pemantauan pengendalian intern sesuai dengan jadwal dan mekanisme yang telah ditetapkan.

    Tantangan lain yang tak kalah pentingnya adalah pembangunan budaya sadar/peduli risiko dan pengendalian (risk & control awareness). Banyak pelaksana kegiatan yang sampai saat ini bekerja hanya berdasarkan dengan kebiasaan dan instruksi, tanpa pernah memahami risiko potensial yang terkandung di dalam pekerjaannya dan pengendalian yang harus dilaksanakannya untuk meminimalisasi terjadinya risiko tersebut maupun dampak yang akan ditimbulkannya. Di sisi lain, banyak pula manajemen

    yang hanya berorientasi pada hasil (target) dan permisif terhadap penyimpangan. Sepanjang target tercapai, penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam proses pencapaian tersebut menjadi sesuatu yang dapat ditoleransi. Bahkan sebuah janji layanan pun dapat menjadi tantangan, manakala percepatan waktu layanan dilakukan dengan memangkas beberapa alur proses yang didalamnya terintegrasi suatu pengendalian utama (key control) yang ditujukan untuk meminimalisasi terjadinya risiko potensial. Faktor cost & benefit (skala prioritas) dapat pula menjadi tantangan pada saat dana dan SDM tidak cukup tersedia untuk membangun struktur UKI yang kuat. Tentunya tantangan-tantangan ini harus dapat dikonversi nantinya menjadi peluang dalam rangka terlaksananya model Pertahanan Tiga Lini yang efektif di lingkungan Kementerian Keuangan.

    *******mhz*******

    RAGAM PENGAWASAN

  • VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 201332

    RAGAM PENGAWASAN

    Sistem Penilaian pada Komponen Pengungkit di atas, berdasarkan siklus quality management atau siklus Plan, Do, Check, Act (PDCA) dengan skor dari 0 sampai dengan 100, seperti berikut:

    FASE PANEL PENILAIAN PENGUNGKIT (ENABLERS) SKORSkor Sub Kriteria

    4.3

    Kami belum melakukan hal ini/tidak memiliki informasi mengenai hal ini

    0-10

    Plan Kami telah merencanakan hal ini 11-30Do Kami telah melaksanakan hal ini 31-50Check Kami telah memantau pelaksanaan hal ini 51-70Act Kami melakukan langkah penyesuaian/perbaikan 71-90PDCA Kami telah melakukan semua FASE dan telah belajar dari pengalaman

    organisasi lain. Saat ini kami sedang berada dalam siklus perbaikan terus-menerus atau berkelanjutan terhadap hal ini

    91-100

    a. Penilaian oleh Responden secara Online - bobot 40%

    Responden akan dipilih secara random dan stratified dan akan mengisi survei PDCA pada 5 kriteria Komponen Pengungkit untuk 115 pernyataan/pertanyaan (guiding questions), dengan skala jawaban antara 0 - 5.

    Contoh Komponen Pengungkit Kriteria 4 - Kemitraan dan Sumberdaya - Sub Kriteria 4.3 Pengelolaan Keuangan

    No Pernyataan

    Sangat Tidak Setuju

    (0)

    Tidak Setuju

    (1)

    Kurang Setuju

    (2)

    Setuju

    (3)

    Sangat Setuju

    (4)

    Sangat Setuju Sekali

    (5)

    1 Para pemimpin menerapkan akuntabilitas dan transparansi keuangan dan penganggaran (mulai tahap formulasi, eksekusi dan akuntabilitas anggaran)

    2 Instansi meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran sehingga lebih optimal

    3 Instansi menerapkan anggaran berbasis kinerja

    4 Instansi memiliki upaya berkesinambungan dalam menerapkan SAP guna mendapatkan opini WTP dr BPK

    Model Penilaian MandiriPelaksanaan Reformasi Birokrasi Secara Online

    Suatu Adopsi ModelCommon Assesment Framework dari Eropa

    (Bagian dua dari dua tulisan)Disusun oleh Antonius Susilo

    Auditor Madya Inspektorat Jenderal Kemenkeu

  • 33VOL V No. 33 | Edisi Januari - Maret 2013

    RAGAM PENGAWASAN

    No Pernyataan

    Sangat Tidak Setuju

    (0)

    Tidak Setuju

    (1)

    Kurang Setuju

    (2)

    Setuju

    (3)

    Sangat Setuju

    (4)

    Sangat Setuju Sekali

    (5)

    5 Instansi konsisten dlm melakukan TL thd seluruh rekomendasi pengawasan baik dari APIP maupun BPK

    6 Instansi mengaplikasikan e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa

    7 Instansi memerintahkan pejabatnya untuk menandatangani dan melaksanakan Pakta Integritas bagi para pimpinan

    8 Instansi mendorong secara aktif para pe