Vol. 2 No. 1, Februari 2017 ISSN : 2528-3057 -...

53

Transcript of Vol. 2 No. 1, Februari 2017 ISSN : 2528-3057 -...

Vol. 2 No. 1, Februari 2017 ISSN : 2528-3057

MADURANCHJURNAL ILMU-ILMU PETERNAKAN

Terbit 2 kali setahun (Agustus dan Februari)

Ketua RedaksiDesi Maharani Agustini

Sekretaris RedaksiBambang Kurnadi

Redaksi PelaksanaRiszqina

Malikah UmarJoko Purdiyanto

SuparnoDesi Kurniati Agustina

Mitra BestariSyarif Imam Hidayat (UPN. Veteran Jatim)

Sudiyarto (UPN. Veteran Jatim)Edhy Sudjarwo (Universitas Brawijaya Malang)

Puguh Surjowardojo (Universitas Brawijaya Malang)Wehandaka Pancapalaga (Universitas Muhamadiyah Malang)

Irma Susanti (Universitas Sulawesi Barat)

SekretariatSelvia Nurlaila

Diterbitkan olehProgram Studi Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Madura

Alamat RedaksiProgram Studi Peternakan

Kampus Universitas MaduraJl. Raya Panglegur KM. 3,5 Pamekasan Madura

Telp. (0324) 322231, Fax. (0324) 327418e-mail : [email protected]

MADURANCHJURNAL ILMU-ILMU PETERNAKAN

Vol. 2 No. 1, Februari 2017 ISSN : 2528-3057

KARAKTERISTIK FENOTIP DAN PENGEMBANGAN SAPI ACEH DIPROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAMAinur Rasyid, Y. Adinata, Yunizar, dan L. Affandhy …………………………………

1 - 12

APLIKASI PUPUK HAYATI (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA) YANG TELAH DISIMPAN TERHADAP PERTUMBUHANTANAMAN JAGUNG Var. BISMANurul Hidayati, Hamim, dan Nisa Rachmania Mubarik ……..………………………

13 - 22

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BAWANG PUTIH (Allium sativum L)SEBAGAI FEED ADDITIVE ALAMI DALAM PAKAN TERHADAPKUALITAS EKSTERNAL DAN INTERNAL TELUR PADA BURUNG PUYUH(Coturnix-coturnix japonica)Muhammad Aminul Zuhri, Edhy Sudjarwo dan Adelina Ari Hamiyanti …………...

23 - 30

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELURDI KECAMATAN AMBUNTEN, KABUPATEN SUMENEPSuparno dan Desi Maharani………………………………………………………………

31 - 36

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANGDIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DANTANTANGANSuhartina dan I. Susanti S …..…………………………………………………………….

37 - 44

IPTEK BAGI MASYARAKAT (IbM) PEMBERDAYAAN ANGGOTA PKKDAN KELOMPOK WANITA TANI DESA PANGGUNG KECAMATANSAMPANG KABUPATEN SAMPANGRiszqina dan D.K. Agustina …………….………………………………………………...

45 - 48

1

KARAKTERISTIK FENOTIP DAN PENGEMBANGANSAPI ACEH DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Ainur Rasyid 1), Y. Adinata1), .Yunizar2), dan L. Affandhy1)

1), Loka Penelitian Sapi Potong, Grati Pasuruane-mail : [email protected],

2), BPTP Nanggroe Aceh Darussalam

Abstrak

Sapi Aceh merupakan kekayaan sumberdaya genetrik (SDG) salah satu rumpun sapi lokal Indonesiayang telah ditetapkan berdasarkan keputusan Kementerian Pertanian nomor 2907 tahun 2011, bahwa SapiAceh mempunyai keseragaman bentuk, fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi dengan baikpada keterbatasan lingkungan; sehingga perlu dilindungi, dilestarikan dan dikembangkan keunggulannyauntuk kepentingan pemuliaan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik, pola pemeliharaan danpengembangan Sapi Aceh di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penelitian dilakukan secarasurvey pada beberapa kelompok atau wilayah pengembangan Sapi Aceh yaitu Kabupaten Aceh Jaya,Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, dan Kabupaten Lhok Semauwe. Datadianalisis secara diskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sapi Aceh dipelihara secara turun temurunoleh masyarakat Aceh dan berkembang biak di Propinsi NAD, mempunyai pola warna yang bervariasi mulaiwarna merah bata, kuning langsat, putih hingga berwarna hitam, dengan warna dominan adalah merah bata.Beberapa keunggulan Sapi Aceh antara lain, tahan terhadap penyakit di wilayah tropis, mempunyai adaptasiyang baik pada iklim ekstrem dan wilayah marginal, reproduksi baik dan mempunyai nilai ekonomi tinggibagi masyarakat Aceh. Pola pemeliharaan sebagan besar dilakukan secara tradisional yaitu dilepas ataudigembalakan dan pengembangbiakan dilakukan secara kawin alam, yang dimungkinkan perkawinan antarkeluarga (in breeding). Disimpulkan bahwa 1) Sapi Aceh telah berkembang biak di Propinsi NAD danmempunyai pola warna yang bervariasi, maka untuk pemurnian dan pengembangan Sapi Aceh telahditetapkan warna merah bata pada Sapi Aceh betina dan merah kehitaman untuk Sapi Aceh jantan; 2) SapiAceh dilakukan melalui pemberdayaan kelompok tani, dan pola pemeliharaan dilakukan secara intensif dansemi intensif (dilepas di dalam kandang pelumbaran/mini ranch); dan 3) sistem perkandangan untukprogram pembibitan menggunakan kandang kelompok/kumunal (tanpa diikat) atau kandang komunal yangdiikat secara individu. Sedangkan untuk penggemukan secara diikat secara individu dalam kandangkelompok/kumunal.

Kata kunci: Sapi Aceh, karateristik Fenotipe, dan Pengembangan

PENDAHULUAN

Sapi Aceh merupakan kekayaansumberdaya genetrik (SDG) salah satu rumpunsapi lokal Indonesia yang telah ditetapkanberdasarkan keputusan Kementerian Pertaniannomor : 2907/Kpts/OT.140/6/2011 tanggal 17Juni2011, bahwa sapi Aceh mempunyaikeseragaman bentuk, fisik dan komposisi genetikserta kemampuan adaptasi dengan baik padaketerbatasan lingkungan; sehingga perludilindungi, dilestarikan dan dikembangkankeunggulannya untuk kepentingan pemuliaan.

Upaya pencapaian programswasembada daging sapi dan kerbau (PSDSK)tahun 2014 dengan proyeksi produksi dalamnegeri sebesar 90-95 % dari kebutuhan dagingnasional, maka sapi lokal menjadi salah satutumpuan untuk dikembangkan, ditingkatkanpopulasi dan produktivitasnya. Sapi lokalmempunyai bobot badan lebih rendah daripada

sapi silangan, tetapi memiliki kelebihan dalamreproduksi dan daya adaptasinya terhadaplingkungan di Indonesia, sehingga mempunyaipotensi untuk dikembangkan sebagai sumberplasma nutfah dan bibit sapi potong (Anonimus,2010). Berdasarkan Blue print PSDS tahun 2014,bahwa pertambahan populasi dan komposisisapi lokal di Indonesia tahun 2014 diproyeksikansebesar 65,86 % dan sapi non lokal (Brahman,limousine dan Simmental) sebesar 32,04 %.

Sapi Aceh yang telah berkembang biakdengan baik di Propinsi NAD mempunyai polawarna yang bervariasi mulai warna merah bata,kuning langsat, putih hingga berwarnahitam,dengan warna dominan adalah merah bata.Beberapa keunggulan sapi Aceh antara lainmempunyai adaptasi yang baik pada iklimekstrem dan wilayah marginal, reproduksinyabaik dan tahan terhadap penyakit di wilayahtropis (Abdullah, et al., 2007). Daging Sapi Aceh

2 MADURANCH Vol. 2 No.1 Februari 2017

lebih disukai oleh masyarakat Aceh karenamempunyai rasa yang khas dan enak sertamempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi.Harga daging sapi Aceh di Propinsi NAD lebihtinggi dibanding dengan wilayah lainnya diIndonsia, terlebih pada saat menjelang hari“Meugang” yaitu menjelang bulan puasa danhari Raya Lebaran.

Pola pemeliharaan sapi potong diPropinsi NAD sebagian besar dilakukan secaraekstensif (tradisional), yaitu dilepas pada lahankosong, tegalan atau padang pengembalaan danpengembangbiakannya dilakukan secara kawinalam. Pengembangan teknologi kawin suntik(IB) dan masuknya beberapa rumpun sapipotong (Sapi Bali, Brahman, Limousin danSimmental) ke Propinsi NAD serta motivasipeternak untuk mengembangkan sapipersilangan yang mempunyai produksi yanglebih baik dari sapi lokal, secara perlahan akanmerubah komposisi genetik dan kepunahan sapiAceh. Beberapa permasalahan utama yangterkait dengan pola pemeliharaan sapi Aceh diNAD antara lain terjadinya perkawinanansedarah (in breeding), karenatidak ada recordingdan pengaturan perkawinan sertaadanya seleksinegatif pada sapi jantan yang baik untukdigemukan.

Upaya yang dilakukan untukmempertahankan dan meningkatkanproduktivitas sapi Aceh adalah melakukanpemurnian dan pengembangan sapi Acehmelalui programpembibitan dengan sistemperkawinan yang terkontrol. Data hasilpenelitian sapi Aceh masih belum banyakdilaporkan. Dalam makalah ini diuraikanbeberapa kateristik phenotype sapi Aceh, polapemeliharaan dan pengembangan sapi Acehsebagai bahan untuk meningkatkanproduktiivitas sapi Aceh.

Penelitian bertujuan untuk mengetahuikareteristik, pola pemeliharaan danpengembangan sapi Aceh di Propinsi NanggroeAceh Darussalam (NAD).

MATERI DAN METODE

Kegiatan penelitian sapi Aceh dilakukantahun 2011 s/d 2012 di Propinsi NAD padabeberapa wilayah pengembangan sapi Aceh yaitu,Kabupaten Aceh Besar, Aceh Jaya, Pidie, Bireuendan Lhok Seumawe. Penelitian dilakukan dengansurvey dan pengumpulan data dilakukan dengan

teknik observasi, wawancara dan pembinaankelompok. Kegiatan ini dilakukan denganberkordinasi dan melibatkan petugas DinasPeternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Acehdan penyuluh dari BPTP NAD. Pengamatandilakukan terhadap karateristik performans fenotipsapi Aceh, pola pemeliharaan dan pengembangansapi Aceh. Pengukuran dilakukan terhadap ukurantubuh sapi Aceh meliputi panjang badan, tinggibadan, dan lingkar dada.

Kegiatan survey dilakukan pada beberapakelompok atau wilayah pengembangan sapi Acehyaitu Kabupaten Aceh Jaya pada kelompok tani“Rachmat Ilahi” Desa Lageun Kecamatan SetiaBakti dan Kelompok Mutuah Ternak Desa PadangDatar Kecamatan Kreung Sabee; Kabupaten AcehBesar yaitu pada Balai Pembibitan Ternak Unggul(BPTU) Sapi Aceh Desa Reukih DayahKecamatan Indrapuri, Kabupaten Pidie yaitu padakelompok tani “Harapan Jaya” Desa Lam UjongKecamatan Sakti; Kabupaten Bireuen yaitu diKecamatan Juli (Kelompok Tani Mulia Baru danBeuna Raseuki Desa Simpang Mulia, KelompokSabena Rachmad Desa Juli Mee Teungoh) danKecamatan Jeumpa pada Kelompok Bos Indicus

Desa Blang Seunong, Kabupaten Lhok Semauwepada Kelompok Tani di Kecamatan Lhok Sukun,Kelompok “ Reuling Jaya” Desa Abeuk ReulingKecamatan Sawang dan Kelompok “UsahaBersama” Desa Ulee Nyeue Kecamatan Bandabaro.Data di analisis secara diskreptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karateristik Fenotip Sapi Aceh

Sapi Aceh termasuk sapi potong tipe kecil,bentuk tubuh dan pola warna bulu sapi Acehmenyerupai sapi lokal (sapi Madura, Bali,Peranakan Ongole dan Sapi Pesisir) maupun Zebuyang didatangkan dari India (Abdullah et al., 2007).Beberapa pendapat menyatakan bahwa asal usulSapi Aceh diduga berasal dari persilangan antarazebu dan Bos banteng yang terjadi pada ratusantahun yang lalu, seperti yang terjadi pada Sapi POdi pulau Jawa (Gunawan dalam Abdulah, 2007).Namun berdasarkan susunan basa nukleotida

bahwa Sapi Aceh lebih dekat pada maternal zebudibanding dengan Bos taurus, dengan persamaansusunan basa nukleotida Sapi Aceh dengan Bos

indicus adalah sebesar 94,36% dan terhadap Bos

taurus sebesar 88,52% (Abdullah et al., 2007).

Rasyid, Karakteristik Fenotip dan Pengembangan Sapi Aceh … 3

Sedangkan hasil analisis molekuler menunjukkanbahwa, Sapi Aceh berasal dari Sapi India (Bosindicus) yang kemudian mengalami hibridisasidengan Bos javanicus, dimana prosesdomestikasinya seperti yang terjadi pada Sapi Balidi Indonesia (Abdullah et al., 2008a; 2008b).

Pola warna Sapi Aceh yang berkembangbiak di Propinsi NAD adalah bervariasi mulaiwarna merah bata, kuning langsat, putih hinggaberwarna hitam, dengan warna dominan adalahmerah bata. Secara umum warna bulu tubuh sapiAceh dikelompokan menjadi kombinasi warnaterang yang didominasi oleh coklat muda (31 %),putih kemerahan ( 9,75 %), putih (4,75 %) danputih keabuan (0,75 %); dan kombinasi warnagelap didominasi oleh warna merah bata (33,7 %),coklat (9 % ), hitam (5,75) dan coklat kehitamansebesar 5,25 % (Abdullah et al. (2007). Pola warnadominan dan telah ditetapkan sebagai warna buluSapi Aceh adalah merah bata pada sapi betina danmerah coklat pada sapi jantan (Tabel 1). Warnabulu Sapi Aceh terkadang terdapat sedikit warnaputih pada bagian kepala, dimana warna tersebutdianggap menyimpang dan tidak disukai oelhpeternak.

Tabel 1. Bentuk dan Warna Tubuh Sapi Aceh yangTelah Ditetapkan (Permentan 2907 Tahun 2011).

No Bagian tubuh Uraian-bentuk danwarna tubuh

1 Tubuh dominan Merah kecoklat(jantan), merah bata(betina)

2 Kepala Disekeliling mata,telinga bag. dalam &bibir atas keputihan

3 Leher Lebih gelap padayang jantan

4 Garis punggung Coklat kehitaman5 Paha belakang Merah bata6 Pantat Coklat muda7 Kaki Keputih-putihan8 Ekor Bagian ujung

berwarna hitam9 Bentuk muka Umumnya cekung10 Bentuk punggung Umumnya cekung11 Bentuk tanduk Ke arah samping dan

melengkung ke atas12 Bentuk telinga Kecil, mengarah ke

samping, dan tidakterkulai

Performan Produksi

Berdasarkan bobot badan dan ukurantubuh menunjukan bahwa Sapi Aceh lebih kecildibanding dengan Sapi Bali, PO maupun SapiMadura, tetapi lebih besar dari pada Sapi Pesisir diPadang Sumatera Barat (Abdullah et al., 2007).Kondisi bobot badan Sapi Aceh yang semakinkecil diduga karena terjadinya in breeding danseleksi negative pada sapi jantan yang baik untukpenggemukan dan yang jelek tetap dikembangbiakkan. Pola pemeliharaan Sapi Aceh yangsebagian besar dilepas di padang pengembalaansangat dimungkinkan terjadi perkawinan sedarah(in-breeding). Armansyah (2011) melaporkanbahwa peternak di Aceh umumnya lebih sukamemelihara ternak betina daripada ternak jantankarena sapi betina selain dapat dipergunakansebagai induk, dapat dipekerjakan di sawah.Kondisi ini akan berakibat terhadap minimnya sapijantan yang berkualitas sebagai pemacek sehinggaakan memicu terjadinya inbreeding.

Berdasarkan data statistik daerah Propinsi.NAD tahun 2011 bahwa populasi sapi potong diAceh tahun 2010 tercatat sebesar 671.086 ekor(Anonimus, 2011a), Sedangkan berdasarkan datahasil akhir sensus PSPK 2011 bahwa populasi sapipotong di Propinsi NAD tercatat sebesar 462.840ekor (Anonimus, 2011c). Perbedaan data populasisapi Aceh di Propinsi. NAD disebabkan oleh yangwaktu dan metode perhitungan yang berbeda.Populasi sapi potong di Propinsi NAD terbesarterdapat di Kabupaten Aceh Utara (88.615 ekor),Aceh Besar (59.454 ekor) dan Aceh Timur yaitu58.111 ekor (Anonimus, 2011d). Populasi sapipotong di Propinsi. NAD termasuk urutan nomor 3di Pulau Sumatera (2.724.384 ekor) setelahPropinsi. Lampung (742.776 ekor) dan SumateraUtara (541.698 ekor).

Data performans bobot badan dan ukurantubuh Sapi Aceh yang tetapkan dalam permentantahun 2011 adalah lebih tinggi dari pada beberapadata penelitian terdahulu (Tabel 2). Kondisi inididuga disebabkan waktu dan lokasi pengambilandata yang berbeda. Hasil rumusan Sapi Acehdibeberapa sentra Sapi Aceh di NAD bahwa bobotbadan sebesar 192,7 kg, tinggi badan 105,6 cm,panjang badan 109,09 cm dan lingkar dada sebesar134,8 cm (Anonimus, 2010b).

4 MADURANCH Vol. 2 No.1 Februari 2017

Tabel 2. Performans Produksi Sapi Aceh di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

No Uraian1 2 3♀ ♂ ♀ ♂ ♀

1 Jumlah n (ekor) 14 131 269 33 1912 Bobot badan (kg) - 176,05 158,26 192, 7±55,9 172,4± 34,43 Tinggi badan (cm) 100,79 ±6,7 101,5 99,19 103,5 ±6,1 101,6± 6,14 Panjang badan (cm) 106,5 ± 7,9 - - 101,9 ±8,6 99,4± 8,015 Lingkar dada (cm) 123,4 ± 8,6 135,25 128,52 144,0 ± 33,0 131,4± 9,5

Sumber 1. : Kelompok “Rahmat Ilahi” Kabupaten Aceh Jaya2. : Abdullah et al., 20073. : BPTU Sapi Aceh (2010) Indrapuri (Data diolah kembali).

Kinerja Reproduksi

Keunggulan reproduksi sapi lokal yangsudah berkembang di Indonesia antara lain mampumenghasilkan anak setiap tahun dalam kondisipakan terbatas, mempunyai masa produktif yangpanjang (beranak lebih dari sepuluh kali) biladipelihara dengan baik, dan dapat dipelihara secaraintensif maupun ekstensif (Blue print PSDSK2014). Sedangkan keunggulan reproduksi SapiAceh, yaitu mempunyai tingkat kesuburan(fertilitas) induk sebesar 86-90 %, angka kelahiran65-85 % dan umur pubertas 300 – 390 hari (Tabel3). Tingkat kesuburan yang baik pada sapi Acehkarena Sapi Aceh termasuk sapi tipe kecil; dimanasapi yang mempunyai ukuran tubuh lebih kecilmempunyai tingkat efisiensi reproduksi (tingkatkebuntingan dan kelahiran) yang lebih baik daripada sapi yang mempunyai ukuran besar (Olson,1993).

Tabel 3. Beberapa Sifat Kualitatif Sapi Aceh(Permentan 2907 Tahun 2011)

No. Sifat KualitatifPenilaian

( % )1 Kesuburan induk 85-902 Angka kelahiran 60-723 Persentase karkas 52-554 Kadar lemak daging 3-65 Kemampuan hidup

hingga dewasa70-85

Secara kualitatif beberapa keunggulanSapi Aceh dilaporkan oleh Mannan (2011) bahwaSapi Aceh mempunyai kemampuan kerja yangbaik, mempunyai daya adaptasi yang baik terhadappakan terbatas, air minum payau/buruk, tekananpanas, serangan parasit. Disamping itu mempunyaikemampuan mencerna pakan dan serat kasar tinggidan hidup secara liar.

Pelestarian dan Penetapan Sapi Aceh

Sapi Aceh yang telah berkembang biak diPropinsi NAD dan secara turun temurun dipeliharaoleh masyarakat Aceh dengan beberapa keunggulanyang dimilikinya, perlu dilakukan pelestarian dandikembangkan keunggulannya karenadikhawatirkan terjadi persilangan yang tidakdiharapkan. Perkembangan teknologi kawin suntik(IB) dengan straw Bos taurus dan masuknyabeberapa rumpun sapi potong (Sapi Madura, Balidan Brahman) ke Propinsi. NAD secara perlahanakan merubah komposisi genetik Sapi Aceh. Olehkarena itu pelestarian (pemurnian) dan menetapkankarateristik Sapi Aceh perlu dilakukan, sebagaisalah satu rumpun sapi lokal Indonesia.

Berdasarkan data statistik tahun 2011menunjukan bahwa populasi sapi potong diPropinsi NAD tahun 2011 diperkirakan sebesar462.840 ekor; dengan populasi terbesar (92,58 %)adalah Sapi Aceh, sisanya merupakan Sapi Bali(4,27 %), Sapi Madura dan Sapi Brahman crosssebesar 3,15 %(Anonimus, 2011b). Strategi dankebijakan yang menjadi perioritas utama dalampercepatan pencapaian swasembada daging sapi2014 adalah perbibitan dan pemulia biakan sapinasional melalui program pelestarian/pemurniansapi lokal dan pengembangan bangsa sapikomersial Indonesia (Anonimus, 2010). Bahri(2012) menyatakan bahwa untuk mempertahankanpopulasi Sapi Aceh dari kepunahan, makadiperlukan kebijakan dari pemerintah pusat danPemda dalam untuk mengembangbiakan SapiAceh melalui pembibitan dan pemurnian Sapi Acehserta membatasi kegiatan persilangan untuk tujuanyang tidak jelas.Program pelestarian Sapi Aceh telah ditetapkan dipulau Raya. Kabupaten Aceh Jaya dan KecamatanPulo Aceh Kabupaten Aceh Besar.

Rasyid, Karakteristik Fenotip dan Pengembangan Sapi Aceh … 5

Untuk mendukung program pemurniandan pengembangan Sapi Aceh telah tersedia BalaiPembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Aceh diIndrapuri, yang merupakan unit pelaksana teknis(UPT) dibawah Direktorat Jenderal Peternakanyang melakukan pembibitan Sapi Aceh sebagaisumberdaya lokal unggul.

Tujuan dan sasaran yang akan dicapaiBPTU adalah (1) Meningkatkan produktifitas SapiAceh untuk meningkatkan persediaan bibit SapiAceh, (2) Meningkatkan pendapatan peternak dan(3) adalah melestarikan sumber daya plasma nutfahSapi Aceh. Populasi Sapi Aceh di BPTU Indrapuritahun 2012 berjumlah sekitar 619 ekor. BPTU SapiAceh Indrapuri mempunyai lahan dengan luassebesar 430 ha, dengan topografi yang berbukit-bukit, lembah dan datar pada bagian tengahnyadengan ketinggian 30-80 m dari permukaan laut.

Untuk meningkatkan produktivitas SapiAceh yang ada di BPTU Sapi Aceh telah dilakukanintroduksi pejantan Sapi Aceh hasil penjaringansebanyak 2 ekor (nomor G.005 dan G.006) darianggaran Loka Penelitian Sapi Potong tahun 2010.Sapi Pejantan tersebut digunakan dalam kelompokbetina dengan rasio satu pejantan mengawinisebanyak 30-40 ekor betina.Data sampai terakhirpengamatan (bulan Juni 2012) menunjukan bahwasapi induk yang dikawinkan dengan pejantantersebut masih dalam kondisi bunting dan 1 ekortelah melahirkan. Dari sebanyak 26 ekor sapi yangdi periksa kebuntingannya (PKB), sebanyak 13ekor (50 %) bunting, tdk bunting 12 ekor(45 %)dan dubius 1 ekor (5 %). Rendahnya tingkatkebuntingan disebabkan pejantan yangdikumpulkan dengan sapi induk belum mencapai 4bulan, karena sebelumnya masih terjadi perbaikankandang kelompok kawin.

Pola pemeliharaan Sapi Aceh di BPTUIndrapuri adalah secara semi intensif yaitudikandang dan dilepas pada pelumbaran pada pagisampai siang hari dan sore hari dimasukan padakandang kelompok. Pola perkawinan dilakukan dikandang kelompok kawin dengan pejantanpemacek terpilih dan untuk sapi-sapi yang telahpositip bunting > 3 bulan dilakukan pemeliharaansecara dilumbar dan dikandang malam hari.Sedangkan pada sapi pejantan yang tidakdigunakan pejantan di pelihara dalam kandang.Pakan yang diberikan adalah hijauan (rumputgajah) dan pakan penguat yang terbuat dari dedakpadi, batang sagu aren dll. Hijauan diberikansebanyak 10 % dari bobot badan dan pakan penguatsebanyak 2 kg /ekor/hari.

Pola Pemeliharan dan Pengembangan Sapi Aceh

Pemeliharaan Sapi Aceh tidak terlepasdari sosial budaya masyarakat Aceh, umumnyadilakukan masyarakat pedesaan sebagai usahasampingan dalam skala usaha yang rendah, danmengandalkan potensi alam sebagai sumber pakan.Sapi Aceh dapat dipelihara dengan modal sangatrendah, dan dengan biaya input (pakan) yangrendah pula (hampir nol rupiah) Sapi Aceh dapatmenghidupi petani/peternak tanpa peternakmenghidupi sapinya (Abdullah, 2009).

Pola pemeliharaan sapi potong di Propinsi.NAD sebagian besar dilakukan secara tradisional,yaitu dilepas atau digembalakan denganmembentuk kelompok-kelompok di areapengembalaan atau lahan pertanian yang belum adatanaman pertanian, dan pengembangbiakandilakukan secara kawin alam.

Sistem perkandangan terkait dengan polapemeliharaan menggunakan 3 cara, yaitu dilepaspada siang hari dan pada malam hari dikandangkan(81,40 %), dikandangkan secara terus menerus(13,9 %) dan sebagian kecil (4,7 %) dilepas tanpadikandangkan (Anonimus, 2011b).Tujuanpemeliharaan sapi potong di Propinsi NADdibedakan untuk penghasil anak dan penghasildaging atau penggemukan (Tabel 4).

Jumlah sapi dalam lahan penggembalaanumum bervariasi 10 - 30 ekor sapi dengan luaslahan sebesar 10 – 50 ha dan dikelola oleh 10 – 30peternak. Lahan penggembalaan dapat juga dimilikioleh perorangan dan umumnya memiliki luas lahankurang dari 10 ha dengan kepemilikan ternakberkisar 10 – 30 ekor (Efendy, 2011).

Beberapa permasalahan yang sangatdimungkinkan pada pemeliharaan sapi potongyang digembalakan antara lain terjadinyaperkawinan antar keluarga (in breeding),mengganggu tanaman pertanian, serta ketertibanumum atau lalu lintas terutama ternak yangberkeliaran di perkotaan dan di pinggir jalan.Pemerintah daerah (seperti di Kabupaten AcehJaya, Pidie dan Biruen) telah memperlakukanperaturan daerah untuk tidak melakukanpemeliharaan sapi secara dilepas secara bebas.Namun peraturan daerah (qanun) yang telahdisepakati bersama masyarakat peternak untukmengandangkan ternaknya masih sulit dilakukan.

6 MADURANCH Vol. 2 No.1 Februari 2017

Tabel 4. Tujuan dan Pola Pemeliharaan Sapi Potong di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

No Uraian

Pola pemeliharaan

Ekstensif Semi intesif Intesif

1 Tujuanpemeliharaan

Penghasil pedetdan bakalan

Penghasil pedetdan bakalan

Penghasil pedet dan bakalan sertadaging (Penggemukan)

2 Skala usaha (ekor) 10-30 2-5 2-3

3 Pola pemeliharaan Dilepas,dikandang &tanpakandang,kandangpelumbaran

Dilepas sianghari, malam haridi kandang

Ditambatkansekitar rumahdan dikandang

Dikadangterus menerus

4 Agroekosistim Semua wilayah,pengembalaanumum, pinggiranhutan,ladang,sawah bera,dll.

Ladang & sawahyg tdkditanami/telahdipanen, sekitarlahan perkebunan

Lahan pertanianSawahataupalawija

Lahanpertaniansawah ataupalawija

5 Pakan dansumberpakan

Rumput lapang,semak belukar.

Rumput lapang&jerami,Tidak ada pakantambahan

Budidaya rumputunggul

Budidayarumput unggul

Sumber :Effendi (2011)data diolah kembali

Beberapa faktor yang mendukung polapemeliharaan secara dilepas antara lain banyaklahan yang belum dimanfaatkan untuk pertaniandan ditumbuhi rumput alam dan tanaman semakyang dapat dijadikan sebagai pakan ternak, jumlahpenduduk yang masih rendah dibanding denganluas wilayah yang ada dan motivasi peternak yangenggan mengusahakan ternaknya dengan baik danbenar.

Berdasarkan data statistik menunjukkanbahwa Propinsi Aceh dengan luas wilayah sebesar56.770,81 km2, dimana sebesar 40,36 %merupakan kawasan hutan (ketinggian rata-ratasebesar 125 m dpl); Kepadatan penduduk rata-ratasebesar 78 jiwa/km2 dengan kisaran wilayahterkecil yaitu di Kabupaten Gayo Lues (14 jiwa/km2) dan terpadat di Kota Banda Aceh sebesar3642 jiwa/km2 (Anonimus, 2011a).

Pengembalaan ternak di area lahanpertanian biasanya dilakukan pada saat diluarmusim tanam, sehingga peternak harusmengandangkan saat musim tanam danmenyediakan pakan untuk ternak yang di kandang.

Pola pengembangan sapi potong diPropinsi NAD dilakukan melalui pemberdayaankelompok tani ternak dan pola pemeliharaannyadilakukan secara intensif (dikandang terusmenerus) dan semi intensif yaitu dikandang dandigembalakan disesuaikan dengan kondisi wilayahdan sumber pakan. Sistem perkandangan komunal

untuk kegiatan pembibitan maupun penggemukanyang banyak dilakukan di daerah perkampunganyang tidak memungkinkan untuk pemeliharaansecara dilepas. Sedangkan untuk daerah yangberdekatan dengan perbukitan/perhutanan danlahan yang cukup luas dilakukan pemeliharaandilakukan pada kadang pelubaran yang dibatasidengan pagar (mini ranch).

Penyediaan pakan ternak dilakukandengan memanfaatkan sumber pakan lokal baikberupa rumput lapang, tanaman semak dan rumputunggul (rumput gajah) yang dibudidayakan, sertasedikit memanfaatkan hasil ikutan pertanian atauperkebunan. Rumput lapang biasanya banyaktumbuh di pinggir jalan, galangan sawah dan lahanlainnya yang tidak dimanfaatkan, dan tanamansemak yang banyak tumbuh di pada lahan yangtidak ditanami. Jerami padi merupakan salah satusumber daya lokal yang sangat potensial sebagaisumber utama serat untuk pakan sapi dan ternakruminansia lainnya, khususnya di wilayahpertanian tanaman pangan. Dwiyanto (2008)menyatakan bahwa pengembangan sapi potonguntuk menghasilkan sapi bakalan melalui polaintegrasi vertikal sistem zero waste atau CLS disawah, tegalan, maupun areal perkebunanmempunyai prospek yang sangat baik, sehinggabiaya pakan yang berasal dari sumber daya lokaldapat ditekan serendah mungkin.

Rasyid, Karakteristik Fenotip dan Pengembangan Sapi Aceh … 7

a. Kabupaten Bireuen.

Pengembangan sapi potong di KabupatenBiruen dilakukan pada beberapa kelompok taniternak dengan usaha pembibitan dan penggemukansapi potong. Beberapa kelompok pembibitan antaralain kelompotani ternak “Bos Indicus" Desa BlangSeunong Kecamatan Jeumpa yang merupakan

pembibitan Sapi Bali dan Sapi Aceh, Kelompok“Sabena Rahmat” Desa Juli Mee TeungohKecamatan Juli pembibitan sapi Bali, Kelompok “Mulia baru” (penggemukan Sapi Aceh) dan “BeunaRaseuki” (pembibitan dan penggemukan) desa JuliMinasahme Kecamatan Juli.

Tabel 5. Perkembangan Populasi Sapi Aceh pada Kelompok Bos Indicus yang Digembalakandi Desa Blang Seunong Kecamatan Jeumpa Kabupatn Biruen Tahun 2012

No BulanAwal bulan Lahir Jual/mati Akhir bulan Jumlah

Jt Btn Jml Jt Btn Jt Btn Jtn Btn (ekor)

1 Januari 2011 4 43 47 - - - - 4 43 47

2 Peb 2011 11 47 58 2 - - - 13 47 60

3 Agust 2011 8 48 56 1 - - - 9 48 57

4 Januari 12 11 47 58 2 - - - 13 47 60

5 April2012 15 47 62 3 - - - `5 50 65

6 Mei 2012 15 50 65 2 3 - - 17 53 70

Sumber :Dinas Pertanian Kabupaten Biruen Tahun 2012

Kelompok “Bos indicus”

Kelompok “Bos indicus”dengan anggotakelompok sebanyak 20 orang memelihara SapiAceh dan sapi Bali dengan 2 pola pemeliharaanyaitu secara intensif (dalam kandang terusmenerus) dan semi intensif yaitu dilepas di padangpelumbaran dengan pejantan pemacek. Polapemberian pakan di kandang kelompok adalahjerami padi dan rumput gajah. Kelompok BosIndicus telah mengaplikasi pola pemeliharaan sapipotong seperti di Loka Penelitian Sapi Potong yaitujerami padi sebagai pakan di palungan dan pada“bank pakan”.Namun bentuk bank pakan masihbelum dibuatkan tempat yang lebih praktis.Kotoran ternak di kandang ini telah dimanfaatkanuntuk pembuatan biogas dan hasil sisa pembuatanbiogas dimafaatkan untuk pupuk.

Populasi Sapi Aceh yang dilepasdigembalakan sebanyak 70 ekor terdiri atas sapijantan 17 ekor dan sapi betina 53 ekor dari populasiawal (Januari 2011) sebanyak 47 ekor (jantan 4 danbetina 43 ekor) atau terjadi peningkatan sebanyak23 ekor selama 17 bulan (Tabel 5). Pejantan SapiAceh yang digunakan sebagai pemacek dalampadang pelumbaran diantaranya berasal dari hasilseleksi Loka Penelitian Sapi Potong yaitu sebanyak2 ekor.

Beberapa permasalahan pada ternak yangdilepas adalah adanyaekto parasit (kutu), belum dilakukan pengaturan perkawinan dan rekording.Peternak masih mengandalkan rumput lapang dantanaman semak sebagai pakan ternak, dan belummengenal dan menggunakan leguminisa pohon(seperti glirecidia) untuk pakan.

Kelompok “Sabena Rahmat”

Ada dua kegiatan pada kelompok “SabenaRahmat” yaitu kegiatan pembibitan sapi Bali danpenggemukan sapi Aceh/silangan. Kegiatanpemeliharaan sapi induk penghasil pedet ataucow calf operation (CCO) yang dilakukankelompok Sabena Rahmat di Desa/Gampong JuliMee Teungoh. Kecamatan Juli Kabupaten Biruenmerupakan kegiatan penyelamatan betinaproduktif Sapi Bali dengan populasi sapi buntingsebanyak 48 ekor (jumlah anggota 20 orang). Polapemeliharaan adalah dilepas di padangpengembalaan pada pagi-siang hari dan sore haridikandang menggunakan kandang kelompok tanpadisekat. Lokasi kandang dan pengembalaanmerupakan lokasi yang baru dibangun danterletak diatas perbukitan yang terpagari.Pengembangan pakan telah dilakukan penanamanrumput untuk potong (rumput unggul) dan rencanadilakukan rumput pengembalaan (Rumput BD danBH).

8 MADURANCH Vol. 2 No.1 Februari 2017

Sedangkan program penggemukan padakelompok “Sabena Rahmat”terletak di desa JuliMinasahme Kecamatan Juli Kabupaten Biruen,berasal dari program Badan PemberdayaanPropinsi (BPP) tahun 2011. Pola pemeliharaanadalah dikandang secara individu dengan jumlahternak sebanyak 40 ekor dan anggota sebanyak 12orang. Skala pemeliharaan antara 3 – 4 ekor perorang tergantung kesanggupan peternak terutamadalam mencari hijauan pakan. Model bagi hasilyang dilakukan adalah 60 peternak dan 40 %kelompok dari hasil keuntungan.

Permasalahan pada penggemukan padakelompok“Sabena Rahmat” adalah penyediaanpakan terutama pada musim kemarau, dimanapeternak harus mencari pakan hijauan sampai kedaerah perbukitan/pegunungan. Program kegiatanpenggemukan berasal dari Propinsi sehinggapembinaan kelompok oleh dinas kabupaten sangatkurang. Salah satu yang perlu dilakukan adalahintroduksi leguminosa pohon (Gliricidia) sebagaipakan ternak melalui penanaman di pinggir jalan.

Kegiatan penggemukan pada kelompok inidijadikan sebagai salah satu wilayah lumbungpakan ternak di Kabupaten Biruen, sehinggabeberapa sarana dan prasarana yang telah dibangunantara lain kandang ternak penggemukan, peralatanpencampur pakan (mixer pakan), penghancur danalat pencacah hijauan atau chopper. Untukmendukung kegiatan penggemukan pada kelompoktersebut, BPTP NAD telah melakukan kajianaplikasi pakan penguat dan pemberian ureamolasses block (UMB) dengan kordinasi LokaPenelitian Sapi Potong.Pakan penguat disusun daridedak padi, cacahan kulit coklat dan bungkilkelapa.

Kelompok “ Muliabaru dan Beuna Raseuki”

Kelompok peternak sapi potong yang adadi Desa Simpang Mulia Kecamatan Juli terdapatdua kelompok yaitu kelompok “Muliabaru” yangmelakukan breeding dan kelompok “BeunaRaseuki” yang melakukan program penggemukan.Kelompok breeding memeliharaan sapi betinaproduktif sebanyak 35 ekor yang dipelihara oleh 20orang anggota dengan rata-rata pemeliharaansebanyak 2 ekor sapi induk/dara. Pola pemeliharaanyang dilakukan adalah semi intensif yaitu digembala secara diikat pada siang hari dan malamhari dikandang dan disediakan hijauan pakan dikandang. Sistem pengembalian yang digunakanadalah dalam bentuk rupiah setara dengan 2 ekor

sapi seperti awal dia terima kepada kelompok, yangselanjutnya kelompok akan menggulirkan kepadapeternak yang lain. Sapi potong yangdikembangkan pada kelompok Muliabaru desaSimpang Mulia sebagian besar adalah Sapi Acehdan sisanya sapi Bali. Pola perkawinanmenggunakan kawin IB dan pejantan alam.

Program pemeliharaan sapi potong yangdilakukan oleh kelompok “Beuna Raseuki” desaSimpang mulia adalah penggemukan sapi lokal(Sapi Aceh dan Bali) dan sapi hasil persilangan(lokal vs PFH). Jumlah sapi yang digemukansebanyak 40 ekor yang dipelihara oleh 20 oranganggota kelompok.Kegiatan tersebut merupakanprogram pengembangan kapasitas peternak sapirakyat untuk peningkatan produksi dan akses pasardi Kabupaten Biruen yang di fasilitasipendanaanya dari Pembangunan Ekonomi Aceh (A-EDEE) atau Musim Aid Serving Humanity.Pembagian hasil adalah 70 % peternak dan 30 %kelompok dari hasil keuntungan. Bantuan dariproyek adalah peternak dibayar sebesar Rp 180.000per bulan selama 6 bulan dan pakan konsentratsebnyak 2 kg per ekor/hari.

b. Kabupaten PidiePengembangan sapi potong di Kabupaten

Pidie dilakukan untuk merubah pola pemeliharaandengan mengandangkansapi yang banyak dilepassecara bebas (tidak disediakan kandang) melaluipembangunan kawasan peternakan dengan sistemperkandangan komunal.

Berdasarkan laporan Dinas Pertanian danPeternakan Kabupaten Pidie bahwa populasi sapipotong di Kabupaten Pidie tercatat sebanyak 55ribu ekor dan kerbau sebanyak 90 ribu ekor,sedangkan pulasi penduduk di Kabupaten Pidiesebanyak 430 ribu jiwa. Potensi pengembangansapi potong masih terbuka lebar, luas lahanpengembalaan sekitar 3000 ha yang terletak dipinggiran gunung. Usaha pendapatan dari usahasapi potong di Kabupaten Pidie masih lebih baikdibanding dengan usaha pertanian. Namun yangmenjadi permasalahan adalah pola pemeliharaansapi potong sebagian besar adalah dilepas/berkeliaran ditempat-tempat umum/jalan raya danmengganggu pemandangan dan kesehatanmasyarakat, sebagian tanpa ada kandang.

Pemerintah daerah telah melakukanperaturan daerah yang melarang pemeliharaan sapisecara dilepas secara bebas. Oleh karena itu DinasPertanian dan Peternakan Kabupaten Pidie telahmelakukan pembangunan kawasan peternakan sapi

Rasyid, Karakteristik Fenotip dan Pengembangan Sapi Aceh … 9

secara intensif pada dua kelompok diantaranyakelompok pembibitan “Harapan Jaya” yangberlokasi Gampong Lam Ujong Kecamatan SaktiKabupaten Pidie.Namun kegiatan ini telah berjalanselama 2 tahun masih membutuhkan perbaikan danteknologi yang mendukung.

Hasil observasi dan pertemuan padakelompok “Harapan Jaya” menunjukan bahwasistem perkandangan dilakukan secara bersatu yangdisekat-sekat per peternak. Pemeliharaan ternakyaitu di gembalakan pada siang hari dan sore haridimasukan ke kandang. Perkandangan tersebutkurang sesuai dengan teknis karena kelambabandan sirkulasi udara yang kurang baik. Pembenahansistem perkandangan diperlukan sesuai dengankondisi/sistem pemeliharaan setempat dandiharapkan menjadi suatu bentuk percontohanbudidaya sapi yang dapat digunakan oleh parapeternak. Beberapa teknologi yang diperlukandalam pemeliharaan semi intensif terutama strategipenyediaan dan penyimpanan hasil ikutan pertanianyang melimpah pada musim panen untuk pakanternak di kandang.

c. Kabupaten Aceh JayaPengembangan peternakan sapi potong di

Kabupaten Aceh Jaya dilakukan denganmenggerakkan masyarakat secara berkelompok.Berdasarkan laporan Dinas Peternakan danPertanian Kabupaten Aceh Jaya bahwa setiapkelompok (10-25 org) diberi bantuan 20 – 50 ekorsapi betina dan bebera pejantan. Dari 4 kelompokyang dibentuk tahun 2011 sebanyak 138 ekor tahun2012 sebanyak 200 ekor (Assirri, 2012). Hasil anakakan menjadi milik peternak dan untuk indukdikembalikan selama 3 – 5 tahun untuk digulirkanpada kelompok lain.

Kegiatan pada kelompok peternak“Rahmat Illahi” dilakukan dengan melakukanpertemuan kelompok dan observasi terhadap sapiaceh yang kandang. Kegiatan ini diikuti petugaslapang dari Dinas Pertanian dan PeternakanKabupaten Aceh Jaya dan anggota kelompok sertapengurus kelompok. Kegiatan pertemuan kelompokbertujuan untuk mendapatkan data informasipotensi, peluang serta permasalahan yang telahdialami anggota kelompok dalam memeliharaternak secara terpadu dengan pertanian. Luas lahanmilik Dinas Pertanian dan Peternakan KabupatenAceh Jaya yang digunakan untuk pengembanganSapi Aceh pada kelompok peternak “Rahmat Illahi”sekitar 500 Ha dibagi 450 Ha untuk Sapi Aceh dan50 Ha untuk kambing perah (Kambing PE). Lahan

tersebut sebagian masih berupa semak belukar yangditumbuhi pepohonan dan sebagian telah diolah dandimanfaatkan untuk pertanian (padi dan jagung),perkandangan dan tanaman pakan. Luas lahanhijauan pakan ternak adalah 22 Ha telah diserahkandan dikelola oleh peternak dan pengembalaan/umbaran sapi sekitar 20 Ha. Hijauan yang ada dilahan tersebut dari jenis leguminosa antara laingamal (Gliricidia maculate), kaliandra (Calliandracalothrysus) dan turi (Sesbania grandiflora) danlamtoro gung (Leucaena leucocephala), jenisrumput-rumputan antara lain rumput gajah(Pennisetum purpureum), rumput kolonjono(Panicum muticum) dan rumput lapangan yangtumbuh liar.

Hasil diskusi dalam pertemuan kelompokbahwa Sapi Aceh yang dipelihara tersebut hanyamau mengkonsumsi hijauan yang masih muda(bagian pucuk), hal ini dapat terjadi kemungkinankarena masih banyak tersedia hijauan yang sangatmelimpah yang ada di lahan yang luas. Beberapabiomas lokal banyak yang bisa dimanfaatkan untukbahan pakan ternak tetapi belum dimanfaatkansecara optimal (dibuang atau dibakar).

Sumber pakan tersebut dapatdimanfaatkan untuk pakan ternak namun belum adapendampingan dan aplikasi teknologi untukmemanfaatkan sumber pakan tersebut terutamauntuk mengatasi ketersediaan pakan ternak padamusim kemarau. Permasalahan lain yang harusdiperhatikan antara lain infeksi cacing dan serangancaplak.

d. Kabupaten Aceh Utara (Lhok Seumawe)

Pengembangan sapi potong di KabupatenAceh Utara dilakukan secara intesif yaitu dipeliharadalam kandang secara kumunal dan semi intesifyaitu dilepas (siang hari) di padang pengembalayang terpagar (mini rach) atau dilepas dibawahperkebunan sawit, dan pada malam haridikandangkan.

Kegiatan pembibitan Sapi Aceh padakelompok “Usaha Bersama” Desa Ulee NyeueKecamatan Bandabaro Kabupaten Aceh Utaramenggunakan sebanyak 40 ekor sapi induk/caloninduk yang dilepas dalam padang pangonan. Lokasikandang berjarak kuranglebih 500-1000 meterdari pemukiman penduduk menggunakan lahanseluas 40 Ha yang digunakan untuk tanaman pakanternak (diantaranya tanaman rumput untukpengembalaan), kandang dan pengembalaan.Pembibitan tersebut terintegrasi dengan tanaman

10 MADURANCH Vol. 2 No.1 Februari 2017

pangan (padi dan jagung) karena disekeliling lahantersebut merupakan hamparan lahan teknis.Kegiatan yang dapat dilakukan dalam kegiatan iniadalah introduksi tempat/gudang untukpenyimpanan pakan dan bank pakan dalamkandang.

Kunjungan pada kelompok “Reuling Jaya”yang beralamat di gampong/desa Abeuk ReulingKecamatan Sawang Kecamatan SawangKabupaten Aceh Utara adalah pembibitan SapiAceh. Jumlah Sapi Aceh sebanyak 40 ekor indukbunting merupakan hasil penjaringan pada programpenyelamatan betina bunting. Kandang yangdigunakan adalah kandang komunal yang disekat-sekat secara individu per petani. Pakan yangdiberikan adalah rumput gajah yang telahdibudidayakan oleh anggota kelompok. Sedangkanpakan penguat berupa bungkil kopra dan tambahangula tebu.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sapi Aceh telah berkembang biak di PropinsiNanggroe Aceh Darussalam dan mempunyaipola warna yang bervariasi, maka untukpemurnian dan pengembangan Sapi Acehtelah ditetapkan warna merah bata pada SapiAceh betina dan merah kehitamnan untukSapi Aceh jantan.

2. Sapi Aceh dilakukan melalui pemberdayaankelompok tani, dan pola pemeliharaandilakukan secara intensif (di kandang) dansemi intensif yaitu di lepas di dalam kandangpelumbaran (mini ranch).

3. Sistem perkandangan untuk programpembibitan menggunakan kandangkelompok/kumunal (tanpa diikat) ataukandang komunal yang diikat secaraindividu. Sedangkan untuk penggemukansecara diikat secara individu dalam kandangkelompok/kumunal.

Saran

1. Pengembangan Sapi Aceh dapat dilakukanmelalui teknologi penyediaan, pengolahandan penyimpanan bahan pakan asal biomaslokal serta penyediaan gudang danpenyimpanan pakan, penanaman danpemanfaatan leguminosa pohon, pengelolaankesehatan melalui pemberantasan cacing danektoparasit dengan dipping.

2. Untuk merubah pola pemeliharaan Sapi Acehdari ekstensif menjadi semi intesif atauintensif, diperlukan sistem perkandangan danpenyediaan pakan perlu disesuaikan dengansosial budaya dan pola pemeliharaan SapiAceh yang secara teknis dan ekonomis dapatdiaplikasikan oleh peternak.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M.A.N., R.R. Noor, H. Martojo, D.D.Solihin, dan E. Handiwirawan. 2007.Keragaman Fenotipik Sapi Aceh diNanggroe Aceh Darussalam [ThePhenotypic Variability of Aceh Cattle inNanggroe Aceh Darussalam]. J. Indo. Trop.Anim Agric. 32 (1)

Abdullah,M.A.N (2008). Karakterisasi genetik sapiAceh menggunakan analisis keragamanfenotipek daerah D-LOOP DNAMitokondria dan DNA mkrosatelit. DisertasiSekolah Pasca Sarjana Insititut PertanianBogor.

Abdullah,M.A.N (2009). Karateristik geneticSpesifik Sapi Aceh. Deregulasi danpeningkatan Brand Image Pembibitan.

Anonimus, 2010a. Nakah Kebijakan (Policy paper).Strategi dan kebijakan dalam percepatanpencapaian swasembadadaging sapi 2014.

Suatu penelahaan Konkrit). DirektoratPangan dan Pertanian. KementerianPerencanaan Pembangunan Nasional.Bappenas.

Anonimus, 2010b. Hasil rumusan sapi Aceh.Disampaikan dalam rapat kordinasi strategikonservasi sumberdaya genetik sapi Aceh.Balai pengkajian teknologi Pertanian(BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam, 31Agutus 2010.

Armansyah,T.,A. Azhar, T. N. Siregar. 2011.Analisis Isozim untuk Mengetahui VariasiGenetik Sebagai Upaya Pemurnian Ras SapiAceh (Isozymes analysis to investigategenetic variation as an effort to developpure breed of aceh’s cattles). JurnalVeteriner Desember 2011 Vol. 12 No. 4:254-262

Anonimus, 2011a. Statistik Daerah Propinsi Aceh2011. Badan Statistik Propinsi Aceh.

Rasyid, Karakteristik Fenotip dan Pengembangan Sapi Aceh … 11

Anonimus, 2011b. Populasi Sapi Aceh Capai 92,58%. http://www.medanbisnis daily.com.

Anonimus, 2011c. Rilis hasil akhr PSPK 2011.Kementerian Pertanian dan Badan PusatStatistik.

Anonimus, 2011d Aceh berpotensi wujudkanprogram swasembada daging http://www.analisadaily.com.

Anonimus, 2012. Laporan Dinas PertanianKabupaten Birueun.

Assirri, N. 2012. Berbenah menuju KawasanPeternakan terpadu. Tabloid TabangunAceh. Ed. 26 September 2012.

BPTU Sapi Aceh. 2010. Laporan Bobot badan danukuran tubuh sapi Aceh dewasa yangdipelihara BPTU sapi Aceh-Banda Aceh

Diwyanto, K. 2008. Pemanfaatan sumber dayalokal dan inovasi teknologi dalammendukung pengembangan sapi potong diindonesia. Pengembangan Inovasi PertanianI (3) 173-188.

Effendi .D. 2011. Pola pengembangan kawasansapi potong di Kabupaten Aceh BesarPropinsi Nanggroe Aceh Darussalam. TesisSekolah Pasca Sarjana. Institut PertanianBogor.

Olson, T.A. 1993. Reproduction efficiency of cowsod different sizes. Ainimal scienceDepartement. University ofFlorida.Gainnesville.

Permentan.2011. Surat Keputusan KementerianPertanian Nomor : 2907/Kpts/OT.140/6/2011 tentang Penetapan Rumpun Sapi Aceh.

12 MADURANCH Vol. 2 No.1 Februari 2017

13

APLIKASI PUPUK HAYATI (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA)YANG TELAH DISIMPAN TERHADAP PERTUMBUHAN

TANAMAN JAGUNG Var. BISMA

Nurul Hidayati 1), Hamim 2), dan Nisa Rachmania Mubarik2

1) Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Madurae-mail : [email protected]

2) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Abstrak

Aplikasi pupuk hayati yang mengandung mikrob hidup dapat memacu pertumbuhan tanaman. Percobaandimaksudkan untuk menguji viabilitas Bacillus sp., Pseudomonas sp., Azospirillum sp., dan Azotobacter sp.yang terdapat pada pupuk hayati dikeringkan dengan metode kering beku pada beberapa bulan penyimpanan.Viabilitas sel bakteri diuji setelah disimpan 0, 1, 2, 4, dan 6 bulan. Pupuk hayati tersebut diaplikasi padatanaman jagung var. Bisma untuk diamati efektivitasnya. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca denganmenggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 8 perlakuan dengan 5 ulangan.Perlakuan tanah tanpa pemupukan (P1); tanah dengan pupuk NPK (P2); tanah dengan kompos (P3); tanahdengan kompos dan pupuk hayati penyimpanan 0, 1, 2, 4, dan 6 bulan (P4-P8). Hasil uji menunjukkanviabilitas bakteri sedikit menurun setelah proses kering beku (freeze drying) kemudian stabil sampaipenyimpanan 2 bulan. Setelah 2 bulan, viabilitas masing-masing bakteri yang terkandung dalam pupuk hayatimenurun. Aplikasi pupuk hayati penyimpanan 0, 1, 2, 4, dan 6 bulan meningkatkan pertumbuhan danproduksi tanaman jagung. Namun semakin lama penyimpanan menyebabkan efektivitas pupuk hayati untukmendukung pertumbuhan dan produksi jagung menurun. Produksi jagung menurun dari 109.36 gram pada P5menjadi 70.46 gram pada P8.

Kata kunci: Pupuk hayati, Viabilitas, Jagung

PENDAHULUAN

Daya dukung lahan pertanian, terutama dilahan-lahan marginal tergolong rendah sebagaiakibat dari kandungan bahan organik yang rendahdi tanah. Aplikasi pupuk kimia yang berlebihan danterus menerus dapat membawa dampak negatifterhadap kondisi tanah dan lingkungan (Saraswati1999) sehingga menyebabkan pertumbuhantanaman rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukanupaya pemanfaatan dan pengelolaan bahan organikuntuk memperbaiki kesehatan tanah, di antaranyadengan menggunakan pupuk hayati (biofertilizer).

Pupuk hayati adalah substansi yangmengandung mikroorganisme hidup, yang ketikadiaplikasikan pada benih, permukaan tanaman, atautanah dapat memacu pertumbuhan tanaman tersebut(Vessey 2003). Aplikasi pupuk hayati yangmengandung mikoriza dan bakteri pengikat N(Azotobacter chroococum), bakteri pelarut P(Bacillus megatherium) dan bakteri pelarut K (B.mucilaginous) telah meningkatkan pertumbuhantanaman jagung (Zea mays) (Wu et al. 2005).

Beberapa penelitian telah berhasilmengisolasi dan memanfaatkan bakteri prospektifuntuk memacu pertumbuhan tanaman. Contohbakteri yang telah digunakan, yaitu bakteripenambat N bebas (Azospirillum lipoverum),

bakteri penambat N bebas dan pemantap agregat(A. beijerinckii), dan bakteri pemantap agregat(Aeromonas punctata) (Goenadi et al. 1995). Hasilpengujian pada tanaman pangan (padi, jagung, dankentang) menunjukkan bahwa dengan aplikasibakteri-bakteri tersebut mampu menurunkan dosispupuk kimia hingga 50% (Goenadi et al. 1999).

Pupuk hayati mengandung organisme hidup,maka berbagai upaya untuk menjaga agarorganisme tersebut tetap hidup hingga saatdiaplikasikan menjadi sangat penting. Salah satupermasalahan mengenai pupuk hayati, yaitu terkaitdengan viabilitas bakteri yang terkandung didalamnya. Viabilitas bakteri harus tetap baikselama penyimpanan sehingga perlu bahan yangbaik untuk mengemas bakteri-bakteri tersebut agarviabilitasnya tidak cepat menurun. Saat ini bahandalam bentuk granul (butiran) berdiameter 2-3 mmdengan bahan pembawa alami berupa mineral liatdan bahan organik merupakan salah satu bahanyang dapat digunakan (Goenadi et al. 1995). Selainitu, gambut juga efektif sebagai bahan pembawapupuk hayati (Hamim et al. 2008). Hal yangpenting untuk dipelajari juga, yaitu upayamengemas bakteri tersebut sehingga mudahdiaplikasikan. Oleh karena itu, penelitian-penelitianyang menyangkut bahan pembawa dan

14 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

penyimpanan pupuk hayati masih sangatdibutuhkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiviabilitas pupuk hayati (Bacillus sp., Pseudomonassp., Azospirillum sp., dan Azotobacter sp.) dalammedia gambut pada penyimpanan 0, 1, 2, 4, dan 6bulan dan efektivitasnya dalam memacupertumbuhan tanaman jagung (Zea mays).

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulanMaret 2008 sampai dengan Desember 2008.Penelitian dilaksanakan di rumah kaca,Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, danLaboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,FMIPA, IPB.

Bahan yang digunakan ialah benih jagung(Zea mays) varietas Bisma, tanah sebagai mediumtanam yang diambil dari kebun PercobaanCikabayan IPB, kompos yang berasal dari kebunPercobaan Cikabayan IPB, pupuk NPK (2:1:1), danpupuk hayati yang terdiri atas isolat bakteriBacillus sp., Pseudomonas sp., Azospirillum sp.,dan Azotobacter sp. hasil seleksi dan disimpan diLaboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,FMIPA, IPB, Bogor (Tim Kerjasama IPB-Deptan2006). Bahan yang digunakan untuk pembuatanpupuk hayati, yaitu gambut berasal dari PusatPenelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia diBogor, Nutrient Broth (medium pertumbuhanBacillus sp.), Trypticase Soy Broth (mediumpertumbuhan Pseudomonas sp.), NFb cair(medium pertumbuhan Azospirillum sp.), dan LGIcair (medium pertumbuhan Azotobacter sp.).

Penelitian ini menggunakan RancanganAcak Lengkap (RAL) satu faktorial, yaitu pupukhayati dengan berbagai lama penyimpanan (0, 1, 2,4, dan 6 bulan). Jenis tanaman yang digunakan,ialah jagung (Zea mays). Perlakuan P1menggunakan medium tanah saja, P2menggunakan medium tanah yang diberi pupukkimia tunggal, 0.8 gram urea + 0.4 gram TSP + 0.4gram KCl untuk 8 kg tanah per polibag, P3menggunakan campuran tanah dan kompos (5:1),dan P4-P8 menggunakan campuran tanah dankompos (5:1) serta aplikasi pupuk hayatipenyimpanan 0, 1, 2, 4, dan 6 bulan. Masing-masing satuan percobaan dilakukan dengan 5ulangan. Analisis data menggunakan analisis sidikragam (ANOVA) dan uji lanjutan dilakukanmenggunakan uji Duncan pada taraf kepercayaan95%.

Masing-masing bakteri (Bacillus sp.,Pseudomonas sp., Azospirillum sp., danAzotobacter sp.) yang telah diremajakandimasukkan ke dalam masing-masing mediatumbuh, kemudian diinkubasi pada mesinpenggoyang sampai jumlah selnya mencapai 108

ml/sel. Media yang telah mengandung bakteridimasukkan ke dalam gambut steril denganperbandingan 1:1 dan dikeringbekukan denganmenggunakan alat Labconco Freeze Dry. Hasilnyadimasukkan ke dalam botol steril dan disimpanpada suhu kamar.

Pupuk hayati yang disimpan 0, 1, 2, 4, dan 6bulan diambil 1 g, diinokulasikan ke dalam tabungberisi 9 ml larutan garam fisiologis, kemudiandilakukan pengenceran serial. Penghitunganpopulasi sel dilakukan dengan metode cawanhitung (Hadioetomo 1993).

Media tanam dimasukkan ke dalam polibagsebanyak 8 kg per polibag, kemudian disimpan dirumah kaca. Polibag ditanami benih jagungmasing-masing 5 benih dan dilakukan penjarangansehingga hanya tersisa satu bibit. masing-masingpolibag diberi perlakuan dengan pupuk hayati yangdisimpan 0, 1, 2, 4, dan 6 bulan.

Pemupukan dilakukan 2 minggu setelahtanam sebanyak 20 gram pupuk hayati per polibagdan 3 minggu setelah pemupukan pertamasebanyak 30 gram pupuk hayati. Pupuk hayatidiaplikasikan dengan cara memberikan pupuktersebut disekitar perakaran tanaman.

Pemeliharaan dilakukan dengan penyiramanpada pagi hari, penyiangan, dan pemberantasanhama dan penyakit tanaman. Pengamatanpertumbuhan tanaman dilakukan setiap seminggusekali. Parameter pertumbuhan tanaman jagungyang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun,luas daun, lingkar batang, dan jumlah daunsenesens. Pengukuran tinggi tanaman dilakukandari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi(Rokhmah 2008). Pengukuran luas daun dilakukandengan cara mengalikan panjang daun, lebar daun,dan Indeks Luas Daun (ILD=0.75) (Syamsiyah2008). Pengukuran lingkar batang dilakukandengan cara mengukur lingkar batang ± 4-5 cm daripangkal batang (Koswara et al. 1999)

Pemanenan jagung dilakukan 85 hari setelahtanam. Rata-rata umur jagung varietas Bisma, yaitu100-110 hari (Sinar Tani 2004). Selanjutnya,dilakukan pengukuran populasi bakteri pada mediasekitar perakaran, berat kering tajuk, akar, biji, danberat kering total tanaman (meliputi berat kering

Hidayati, Aplikasi Pupuk Hayati ....15

tajuk, akar, dan biji). Selain itu dihitung bobot per100 biji.

Analisis tanah dan kompos dilakukan diLaboratorium Kesuburan Tanah, DepartemenTanah, Fakultas Pertanian, IPB.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Sifat Fisik dan Kimia Medium TanamHasil analisis tanah menunjukkan bahwa

tanah yang digunakan sebagai media tanam jagung

merupakan tanah masam dengan pH 4.50 (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil Analisis Sifat Kimia dan Fisik TanahPercobaan di Kebun PercobaanCikabayan IPB Sebelum Tanam

pH 1:1 H2O 4.50 (asam)Walkley &Black

C-org(%)

1.76 (rendah)

Kjel-dhal N-Total 0.19 (rendah)Bray I P (ppm) 10.2 (rendah)

N NH4OAcpH 7.0

Ca

(me/100g)

4.28 (sangatrendah)

Mg 0.92 (sangatrendah)

K 0.61 (sedang)

0,05 N HCl

Fe

(ppm)

3.76Cu 2.48Zn 25.88Mn 126.36

TeksturPasir

(%)7.77

Debu 16.29Liat 75.94

Tanah yang digunakan sebagai media tanamjagung mempunyai kandungan C organik rendah(1.76%), kandungan N-total rendah (0.19%), Ptersedia rendah (10.2 ppm) dan kandungan basadapat ditukar seperti Ca (4.28 me/100g) dan Mg(0.92 me/100g) tergolong sangat rendah, namun K(0.61 me/100g) tergolong sedang (Tabel 1).

Tabel 2. Hasil Analisis Sifat Kimia KomposYang Digunakan Dalam Penelitian

Sifat Satuan NilaiC

%

26.59N 1.54P 0.39K 2.62Ca 5.36Mg 1.1Fe

(ppm)

19.8Cu 212.5Zn 1287.5Mn 1635C/N 17.3

Hasil analisis kompos menunjukkan bahwa

kompos memiliki kandungan C organik sebesar

26.59%, N sebesar 1.54% dan P tersedia 0.39%.

Kandungan basa dapat ditukar seperti Ca sebesar

5.36%, Mg 1.1%, dan K 2.62% (Tabel 2).

Uji Viabilitas Pupuk Hayati dengan BerbagaiLama Simpan

Tabel 3 Viabilitas Masing-masing Bakteri PupukHayati Dengan Berbagai Lama Simpan.

Nama BakteriLama

Simpan(Bulan)

JumlahBakteri(sel/ml)

Bacillus sp.

0

1.89 x 107

Pseudomonas sp. 3.4 x 107

Azospirillum sp. 2.8 x 104

Azotobacter sp. 1.04 x106

Bacillus sp.

1

3.14 x 107

Pseudomonas sp. 7.7 x 107

Azospirillum sp. 7.2 x 104

Azotobacter sp. 3.5 x 105

Bacillus sp.

2

1.5 x 107

Pseudomonas sp. 3.2 x 107

Azospirillum sp. 7.2 x 103

Azotobacter sp. 1.3 x 104

Bacillus sp.

4

1.20 x 106

Pseudomonas sp. 3.4 x106

Azospirillum sp. 5.4 x 103

Azotobacter sp. 0Bacillus sp.

6

9.7 x 105

Pseudomonas sp. 1.23 x 106

Azospirillum sp. 2.5 x 103

Azotobacter sp. 0

Pupuk hayati setelah disimpan selama 6bulan menunjukkan penurunan viabilitas, walaupunmasing-masing bakteri menunjukkan tingkatviabilitas yang beragam. Data menunjukkan bahwaperlakuan pengeringan (0 bulan penyimpanan)berakibat menurunnya jumlah masing-masingbakteri dari 108 sel/ml (sebelum di freeze dryer)menjadi 107 sel/ml pada Bacillus sp., 107 sel/mlpada Pseudomonas sp., 104 sel/ ml padaAzospirillum sp., dan 106 sel/ml pada Azotobactersp. (Tabel 3).

Pada penyimpanan 1 bulan, bakteri yangterkandung dalam pupuk hayati yang mengalamipenurunan viabilitas, yaitu Azotobacter sp.sedangkan Bacillus sp., Pseudomonas sp., danAzospirillum sp. viabilitasnya hampir sama sepertipupuk hayati 0 bulan. Pada penyimpanan 2 bulan,bakteri dalam pupuk hayati yang menurunviabilitasnya, yaitu Azospirillum sp. danAzotobacter sp. Pada penyimpanan 4 bulan dan 6

16 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

bulan semua bakteri yang terkandung dalam pupukhayati menurun viabilitasnya (Tabel 3).

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Jagung

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwapemberian pupuk hayati dengan berbagai lamapenyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadaptinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, dan lingkarbatang jika dibandingkan dengan P1 dan P2(Gambar 1). Pemberian pupuk hayati denganberbagai lama penyimpanan dapat menurunkansenesensi daun, walaupun cenderung tidak berbedanyata dengan P1, P2, dan P3 (Gambar 1).

Gambar 1. Rata-Rata Respon PertumbuhanTanaman Jagung Pada BerbagaiPerlakuan.

Keterangan:P1 : tanah saja;P2 : tanah + NPK;P3 : tanah + kompos;P4-P8 : tanah + kompos dan pupuk hayati

penyimpanan 0, 1, 2, 4, dan 6 bulan.Garis bar pada grafik menunjukkan Standard Errorhasil uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

Pengamatan Bobot Kering Tanaman JagungSetelah Panen

Gambar 2. Rata-Rata Bobot Kering TanamanJagung Setelah Panen PadaBerbagai Perlakuan

Keterangan:P1 : tanah saja;P2 : tanah + NPK;P3 : tanah + kompos;P4-P8 : tanah + kompos dan pupuk hayati

penyimpanan 0, 1, 2, 4, dan 6 bulan.Garis bar pada grafik menunjukkan Standard Errorhasil uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

Nilai rata-rata bobot kering tajuk, bobotkering akar, dan bobot kering total tanamanberbeda nyata dengan P1 dan P2, walaupuncenderung tidak berbeda nyata dengan P3. Nilairata-rata bobot kering tajuk tertinggi terdapat padaperlakuan dengan pupuk hayati penyimpanan 4bulan. Namun nilai rata-rata bobot kering akar danbobot kering total tanaman tertinggi terdapat pada

0

50

100

150

200

250

300

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Tin

ggi T

anam

an(c

m)

Perlakuan

a a

b bb b b b

0

5

10

15

20

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Jum

lah

Dau

n(l

emba

r)

Perlakuan

a a

bb b b b b

0

200

400

600

800

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Lua

s D

aun

(cm

2 )

Perlakuan

a a

b b b b b b

0

2

4

6

8

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Lin

gkar

Bat

ang

(cm

)

Perlakuan

a a

b b b b b b

0

10

20

30

40

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8Dau

n Se

nese

n (%

)

Perlakuan

aa a a a a a a

020406080100120

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Bob

ot K

erin

g T

ajuk

(g)

Perlakuan

a a

b b b bb

b

0

5

10

15

20

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Bob

ot K

erin

g A

kar

(g)

Perlakuan

a a

bb

b

b b b

0

50

100

150

200

250

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Bob

ot K

erin

g T

otal

tana

man

(g)

Perlakuan

a a

bb b

b bb

Hidayati, Aplikasi Pupuk Hayati ....17

perlakuan dengan pupuk hayati penyimpanan 1bulan (Gambar 2).

Pengamatan Hasil Produksi Jagung

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa

pemberian pupuk hayati dengan berbagai lama

penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap

bobot produksi biji dan bobot per 100 biji (Gambar

3).

Gambar 3. Rata-Rata Hasil Produksi JagungPada Berbagai Perlakuan

Keterangan:P1 : tanah saja;P2 : tanah + NPK;P3 : tanah + kompos;P4-P8 : tanah + kompos dan pupuk hayati

penyimpanan 0, 1, 2, 4, dan 6 bulan.Garis bar pada grafik menunjukkan Standard Errorhasil uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

Nilai rata-rata bobot produksi biji tertinggi

terdapat pada tanaman jagung yang diberi pupuk

hayati penyimpanan 1 bulan sebesar 109.36 gram

dan tidak berbeda nyata dengan bobot produksi biji

pada tanaman jagung yang diberi pupuk hayati

penyimpanan 0 bulan dan 2 bulan. Bobot produksi

biji jagung memberikan pengaruh nyata terhadap

pemberian pupuk hayati 0, 1, 2, 4, dn 6 bulan

berturut-turut sebesar 1654.49%, 2035.94%,

1533.20%, 1326.17%, 1276.17% dibandingkan

dengan P1. Sedangkan bobot produksi biji jagung

dengan P2 dan P3 hanya sekitar 57.03% dan

900.78% (Gambar 3). Bobot per 100 biji jagung

tertinggi terdapat pada pemberian pupuk hayati

penyimpanan 4 bulan dan 6 bulan. Hal ini terjadi

karena bulir jagungnya besar (Gambar 3).

Pengamatan Jumlah Bakteri pada PerakaranTanaman Jagung

Nilai rata-rata jumlah bakteri tertinggiterdapat pada perakaran tanaman jagung yangdiberi pupuk hayati penyimpanan 0 bulan,selanjutnya pada penyimpanan 1 bulan. Jumlahbakteri cenderung menurun akibat penyimpananpupuk selama 2, 4, dan 6 bulan, walaupun inicenderung masih tidak berbeda nyata dengan P3(Gambar 4).

Gambar 4. Rata-Rata Jumlah Bakteri PadaPerakaran Tanaman JagungPada Berbagai Perlakuan.

Keterangan:P1 : tanah saja;P2 : tanah + NPK;P3 : tanah + kompos;P4-P8 : tanah + kompos dan pupuk hayati

penyimpanan 0, 1, 2, 4, dan 6 bulan.Garis bar pada grafik menunjukkan Standard Errorhasil uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik dan Kimia Medium Tanam

Sifat fisik dan kimia tanah menunjukkanbahwa tanah yang digunakan sebagai mediapenanaman jagung bersifat masam dan memilikikandungan unsur tanah yang rendah (Tabel 1).Tanah yang memiliki kandungan unsur hara yangrendah merupakan tanah yang tidak subur. Tanahyang tidak subur tersebut perlu di beri aplikasipupuk agar bisa dijadikan lahan pertanian.Pemberian pupuk organik dan pupuk hayatimerupakan suatu upaya untuk meningkatkankesuburan tanah, sehingga dapat meningkatkanproduksi pertanian (Balitbang Pertanian 2006).

Viabilitas Bakteri pada Pupuk Hayati SelamaPenyimpanan

Pupuk hayati dengan bahan pembawagambut yang dikeringbekukan rata-rata

0

50

100

150

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Bob

ot P

rodu

ksi B

iji (

g)

Perlakuan

a a

b

cdbc bc

cdd

0

10

20

30

40

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Bob

ot P

er 1

00 B

iji (

g)

Perlakuan

aa

bbc bcdcd d d

3

4

5

6

7

8

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Log

Jum

lah

Bak

teri

ml/

sel

Perlakuan

ab

bc bc bcc

d

a

18 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

menunjukkan penurunan viabilitas bakteri. Kecualiviabilitas Bacillus sp. stabil sampai penyimpanan 2bulan (Tabel 3). Bacillus sp. merupakan bakteriberendospora yang dapat tahan pada kondisikekurangan nutrisi. Bacillus sp. yang digunakandalam penelitian ini menghasilkan AIA (asam indolasetat) yang tinggi dan pelarut fosfat yang baik(Widayanti 2007). Demikian pula viabilitasPseudomonas sp. stabil sampai penyimpanan 2bulan (Tabel 3). Pseudomonas sp. merupakanbakteri penghasil AIA dan dapat menghambatpertumbuhan fungi patogen (Astuti 2008).Viabilitas Azospirillum sp. dan Azotobacter sp.telah menurun cukup drastis saat penyimpanan 0bulan (Tabel 3). Hal ini diduga kedua bakteritersebut merupakan bakteri yang sensitif suhurendah pada saat proses freeze drying (Snell 1991).Pertumbuhan bakteri yang sensitif suhu rendahbiasanya terhambat bahkan mengalami kematiankarena selnya rusak sebagai akibat terbentuk kristales di dalam intraselulernya (Gounot 1991).Azospirillum sp. yang dipakai pada penelitian inijuga merupakan bakteri yang dapat mensintesisAIA yang tinggi dan dapat melarutkan fosfat(Astuti 2007), selain itu juga dapat memfiksasinitrogen, mensintesis siderofor, dan sebagaipengendali hayati (Bashan & Bashan 2000).Sedangkan Azotobacter sp. merupakan bakteripemfiksasi nitrogen dan dapat memproduksifitohormon (Hindersah & Simarmata 2004).

Secara umum kandungan bakteri padapupuk hayati dengan bahan pembawa gambut yangdigunakan pada penelitian ini viabilitasnyamengalami penurunan selama penyimpanan padasuhu kamar. Menurut Chotiah (2006) penyimpananbakteri pada suhu kamar dapat menurunkanviabilitas bakteri hingga 9.5 x 103 sel/ml selama 2bulan penyimpanan. Viabilitas kultur bakteri dariisolat-isolat tunggal maupun campuran dalambahan pembawa gambut, diantaranya dipengaruhipH gambut, kemampuan gambut mempertahankankandungan air, kemampuan bakteri gram positifmembentuk endospora (Lema 2008), sertakemampuan bakteri gram negatif menghasilkankapsular dan eksopolisakarida pada kondisilingkungan yang tidak menguntungkan (Santi et al.2008). Namun, keberhasilan bakteri dari strategibertahan ini bergantung pada mekanisme efisienuntuk kembali ke bentuk vegetatif pada kondisiyang menguntungkan saat diaplikasikan (Wuytacket al. 2000).

Jumlah Bakteri pada Perakaran Tanaman danImplikasi Bakteri terhadap Pertumbuhan sertaProduksi Tanaman Jagung

Berdasarkan jumlah bakteri pada perakaranjagung, jumlah bakteri pada perlakuan denganpupuk hayati lebih tinggi jika dibandingkan dengankontrol (tanpa perlakuan pupuk hayati) (Gambar 4).Menurut Tilak et al. (2005) mikroorganisme yanghidup di tanah atau di rizosfer tanaman memegangperanan penting dalam berbagai proses di dalamtanah yang secara tidak langsung akanmempengaruhi pertumbuhan tanaman. Aplikasipupuk hayati yang disimpan 0, 1, 2, 4, dan 6 bulanmampu meningkatkan pertumbuhan tanama jagung(Gambar 1). Bakteri yang dapat memacupetumbuhan tanaman dimasukkan ke dalamkelompok Plant Growth Promoting Rizhobacteria(PGPR). Bakteri-bakteri tersebut merupakankelompok mikroorganisme yang hidup bebas yangdapat memberikan keuntungan bagi pertumbuhantanaman dengan cara mengkolonisasi bagianperakarannya atau hidup di daerah rizosfer (Woitkeet al. 2004).

Pada perakaran tanaman jagung yangdiaplikasi dengan pupuk hayati 0 bulan dan 1 bulanmemiliki jumlah bakteri yang paling banyak(Gambar 4). Hal tersebut mungkin mendorongpertumbuhan perakaran yang baik sehingga bobotkering akar jagung juga tinggi (Gambar 2). HormonAIA yang dihasilkan oleh bakteri yang terkandungdalam pupuk hayati merupakan salah satu jenishormon auksin yang berperan dalam pembentukandan perpanjangan akar (Salisbury & Ross 1995).Akar memiliki peranan yang sangat penting bagipertumbuhan dan produksi tanaman, yaitumenyerap air dan unsur hara esensial maupunnonesensial yang terdapat di rizosfer tanaman(Masdar 2003).

Jumlah bakteri pada perakaran jagungcenderung menurun pada perlakuan penyimpananpupuk selama 2, 4, dan 6 bulan, (Gambar 4).Penurunan jumlah bakteri pada perakaran jagungmenyebabkan penurunan bobot kering akarsehingga pertumbuhan dan produksi tanaman padidan jagung juga semakin rendah. Aplikasi pupukhayati dengan berbagai lama simpan ternyatamemberikan pengaruh terhadap pertumbuhan danproduksi tanaman jagung dan padi yang dapatdilihat dari respon yang diamati.

Hidayati, Aplikasi Pupuk Hayati ....19

Respon Pertumbuhan dan Hasil Produksi padaTanaman Jagung terhadap Aplikasi PupukHayati

Berdasarkan lama penyimpanan, pupukhayati yang disimpan 0, 1, 2, 4 dan 6 bulan secaraumum mampu meningkatkan pertumbuhantanaman jagung (Gambar 1) jika dibandingkandengan kontrol tanpa pupuk hayati dan pemberianNPK (P1 dan P2). Menurut Ainy (2008) pemberianpupuk hayati yang mengandung bakteri Bacillussp., Pseudomonas sp., dan Azospirillum sp. mampumeningkatkan pertumbuhan tanaman jagungdibandingkan dengan tanpa pupuk hayati. Padatanaman jagung, tinggi tanaman, jumlah daun, luasdaun, dan lingkar batang jagung tidak berbedanyata dengan kontrol tanpa pupuk hayati namundiberi kompos (P3), namun menunjukkan nilaiyang lebih tinggi jika dibandingkan dengan P3(Gambar 1). Hal yang sama terjadi pada penelitianMujib et al. (2006) yang menyatakan perlakuandengan P. putida tidak berpengaruh nyata dalammeningkatkan tinggi tanaman, bobot kering tajuk,dan bobot kering akar selama pengamatan 45 harikarena P terlarut tidak semuanya dapat diserap olehtanaman, tetapi sebagian masih ada di dalam tanah.

Lama penyimpanan pupuk hayati ternyatamempengaruhi respon pertumbuhan tanamanwalaupun antar perlakuan cenderung tidak berbedanyata. Pada tanaman yang diberi pupuk hayati 0bulan dan 1 bulan, tanaman memiliki pertumbuhanpaling tinggi, namun tanaman yang mendapatperlakuan pupuk hayati dengan penyimpanan 2, 4,dan 6 bulan pertumbuhannya cenderung lebihrendah.

Selain peningkatan pertumbuhan, pemberianpupuk hayati juga mampu menurunkan senesensidaun tanaman jagung antara 25% - 28.57%(Gambar 1). Nilai ini lebih besar dari hasilpenelitian Rachmawati (2008) yang menunjukkanbahwa perlakuan dengan pupuk hayati mampumenurunkan senesensi daun tanaman jagungsebanyak 20% karena terdapat peningkatankandungan AIA yang disertai dengan peningkatansitokinin sehingga interaksi kedua hormon tersebutmampu memperlambat terjadinya senesensi.Senesensi daun merupakan salah satu faktor yangmempengaruhi fotosintesis karena terjadi kerusakanklorofil dan hilangnya fungsi kloroplas sehinggaterjadi penurunan laju fotosintesis (Salisbury &Ross 1995).

Pemberian pupuk hayati juga berpengaruhnyata dalam meningkatkan bobot kering tajuk,

bobot kering akar, dan bobot kering total tanamanjagung dibandingkan dengan kontrol tanpa pupukhayati dan pemberian NPK (P1 dan P2), walaupuncenderung tidak berbeda nyata dengan kontroltanpa pupuk hayati namun diberi kompos (P3)(Gambar 2). Hasil penelitian ini menunjukkanpemberian pupuk hayati 0 bulan dan 1 bulanmampu meningkatkan bobot kering total tanamankarena memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggijika dibandingkan dengan perlakuan P3.Peningkatan bobot kering total tanaman disebabkanoleh peningkatan bobot kering tajuk dan akartanaman. Menurut Hindersah dan Simarmata(2004) inokulasi dengan Azotobacter sp. dapatmemperbaiki perkembangan tajuk dan akar. Bobotkering total tanaman yang diberi pupuk hayati 2, 4,dan 6 bulan mengalami penurunan. Hal ini didugakarena tanaman yang diaplikasi dengan pupukhayati 4 dan 6 bulan tidak mengandungAzotobacter sp. Sedangkan pupuk hayati 2 bulanmasih mengandung Azotobacter sp., namunpenyimpanan selama 2 bulan menyebabkan jumlahselnya menurun sehingga kurang efektif.

Pemberian pupuk hayati dengan berbagailama penyimpanan mampu meningkatkan bobotproduksi jagung, walaupun pertumbuhanvegetatifnya cenderung tidak berbeda nyata dengankontrol tanpa pupuk hayati namun diberi kompos(P3). Hal ini diduga unsur hara yang dibutuhkanoleh tanaman terutama fosfor sudah terserapdengan baik oleh tanaman. Bobot produksi tertinggiterdapat pada tanaman padi yang diberi pupukhayati 1 bulan dan tidak berbeda nyata denganpemberian pupuk hayati 0 bulan dan 2 bulan.Peningkatan produksi biji jagung disebabkanbertambahnya ukuran tongkol dan pengisianbijinya. Bobot produksi jagung menurun padatanaman yang diberi pupuk hayati 4 bulan dan 6bulan. Bobot per 100 biji jagung tertinggi terdapatpada pemberian pupuk hayati penyimpanan 4 bulandan 6 bulan (Gambar 3). Hal ini terjadi karena bijijagung pipilan berukuran besar, namun ukurantongkol lebih kecil. Sejalan dengan hasil penelitianKristanto et al. (2002) yang menunjukkan inokulasiAzospirillum telah meningkatkan berat keringbiji/tanaman, dan berat 100 biji tanaman jagung.

Berdasarkan data hasil penelitian terbuktibahwa pupuk hayati khususnya yang disimpanselama 0 dan 1 bulan mampu meningkatkanpertumbuhan tanaman jagung yang lebih besar.Walaupun pertumbuhan tajuk tidak terlalu berbedadengan perlakuan pupuk penyimpanan 2, 4, dan 6bulan, namun data produksi juga menunjukkan

20 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

bahwa perlakuan pupuk hayati yang disimpan 0 dan1 bulan dapat menghasilkan produksi jagung yanglebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa efekpositif dari pupuk hayati terhadap perkembanganperakaran sangat penting dalam menunjangproduksi tanaman.

KESIMPULAN

Viabilitas bakteri (Bacillus sp.,

Pseudomonas sp., Azospirillum sp., dan

Azotobacter sp.) yang terkandung dalam pupuk

hayati sedikit mengalami penurunan setelah

perlakuan pengeringan dengan menggunakan freeze

dryer. Viabilitas bakteri yang terkandung dalam

pupuk hayati juga menurun setelah dilakukan

penyimpanan sampai 6 bulan, yaitu antara 101-103

sel/ml. Jumlah bakteri pada perakaran meningkat

dengan pemberian pupuk hayati yang berpengaruh

terhadap pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk

hayati dengan lama simpan 0, 1, 2, 4, dan 6 bulan

mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi

tanaman jagung. Namun semakin lama

penyimpanan, responnya terhadap pertumbuhan

dan produksi tanaman semakin menurun.

Penurunan tersebut terlihat pada bobot produksi

jagung. Bobot produksi jagung tertinggi terdapat

pada tanaman yang diberi pupuk hayati 1 bulan

sebesar 113.43% dibandingkan dengan kontrol

tanpa pupuk hayati namun diberi kompos.

SARAN

Jumlah bakteri yang dimasukkan ke dalam

gambut sebaiknya ditingkatkan lebih dari 108 sel/ml

agar pada saat freeze drying jumlah bakteri yang

terkandung di dalam gambut masih tinggi. Perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui

efektivitas pupuk hayati yang telah disimpan jika

percobaan diaplikasikan di lapang.

DAFTAR PUSTAKA

Ainy ITE. 2008. Kombinasi Antara Pupuk Hayatidan Sumber Nutrisi Dalam MemacuSerapan Serapan Hara Pertumbuhan, SertaProduktivitas Jagung (Zea mays L.) danPadi (Oryza sativa L.) [tesis]. Bogor:Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam, Institut Pertanian Bogor.

Astuti A. 2007. Isolasi dan KarakterisasiAzospirillum sp. Indigenus Penghasil AsamIndol Asetat Asal Tanah Rizosfer [skripsi].Bogor: Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Astuti RI. 2008. Analisis Karakter Pseudomonassp. Sebagai Agen Pemacu PertumbuhanTanaman dan Biokontrol Fungi Patogen[tesis]. Bogor: Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam, Institut PertanianBogor.

[Balitbang] Balai Besar Penelitian danPengembangan Departemen Pertanian.2006. Pupuk Organik dan PupukHayati.[Http://www.litbang.pertanian.go.id](28 Agustus 2016).

Bashan Y, Bashan LE. 2000. Protection of TomatoSeedling Against Infection by Pseudomonassyringae pv. Tomato by Using The PlantGrowth Promoting Bacterium Azospirillumbrasilense. Appl Environ Microbiol 4: 990-991.

Chotiah S. 2006. Pengaruh proses freeze drying danpenyimpanan pada suhu kamar terhadapviabilitas dan patogenetas plasma nutfahmikroba Pasteurella multocida. Bul PlasmNutf 12 (1): 40-44.

Goenadi DH, Saraswati R, Nganro RR, AdiningsihAS. 1995. Mikroba Pelarut Hara danPemantap Agregat dari Beberapa TanahTropika Basa. Menara Perkebunan 62: 60-66.

Goenadi DH et al. 1999. Produksi Biofertilizeruntuk Efisiensi Penggunaan Pupuk dalamBudidaya Tanaman yang Aman Lingkungan.Laporan Riset Unggulan Kemitraan II.Jakarta: KMNRT-BPPT.

Gounot. 1991. Bacterial Life at Low Temperature,Physiological Aspects and BiotechnologicalImplications. J Appl Bacteriology 71: 386-397.

Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalamPraktek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hamim, Mubarik NR, Hanarida I, Sumarni N.2008. Pengaruh Pupuk Hayati TerhadapPola Serapan Hara Ketahanan Penyakit,Produksi, dan Kualitas Hasil BeberapaKomoditas Tanaman Pangan dan SayuranUnggulan. Laporan Penelitian KKP3T.Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hidayati, Aplikasi Pupuk Hayati ....21

Hindersah R, Simarmata T .2004. PotensiRizobakteri Azotobacter dalamMeningkatkan Kesehatan Tanah. J NaturIndones 5(2): 127-133.

Koswara J, Aswidinnoor H, Purwoko BS. 1999.Pengaruh Patah Batang Terhadap ProduksiPada Jagung. Bul Agron 16 (1): 1-16.

Kristanto HB, SM Mimbar, T Sumarni. 2002.Pengaruh Inokulasi Azospirillum TerhadapEfisiensi Pemupukan N Pada Pertumbuhan

dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L).Agrivita 24 (1): 74-79.

Lema ATH. 2008. Viabilitas Isolat-isolat BakteriSelulolitik Pada Bahan Pembawa Gambut[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam, Institut PertanianBogor.

Masdar. 2003. Pengaruh Lama dan BeratnyaDefisiensi Kalium Terhadap PertumbuhanTanaman Durian (Durio zibethinus Murr.). JAkt Agron 6 (2): 60-66.

Mujib M, Setyawati D, Arimurti S. 2006.Efektivitas Pelarut Fosfat dan Pupuk PTerhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung(Zea mays L.) Pada Tanah Masam [skripsi].Jember: Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam, Universitas Jember.

Rachmawati E. 2008. Kandungan IAA dan ResponTanaman Jagung dan Kedelai TerhadapPerlakuan Pupuk Hayati [skripsi]. Bogor:Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam, Institut Pertanian Bogor.

Rokhmah F. 2008. Pengaruh toksisitas Cu terhadappertumbuhan dan produksi padi (Oryzasativa L.) serta upaya perbaikannya denganpupuk penawar racun [skripsi]. Bogor:Fakultas Pertanian, Institut PertanianBogor.

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi TumbuhanDasar Jilid 2. Lukman DR, Sumaryono,penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung:ITB Press. Terjemahan dari: PlantPhysiology. Edisi ke 4.

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi TumbuhanDasar Jilid 3. Lukman DR, Sumaryono,penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung:ITB Press. Terjemahan dari: PlantPhysiology. Edisi ke 4.

Santi LP, Dariah A, Goenadi DH. 2008.Peningkatan Kemantapan Agregat TanahMineral oleh Bakteri PenghasilEksopolisakarida. Menara Perkebunan 76(2): 93-103.

Saraswati R. 1999. Teknologi Pupuk MultigunaMenunjang Keberlanjutan Sistem ProduksiKedelai. J Mikrobiol Indones 4:1-9.

Sinar Tani. 2004. Jagung Varietas Unggul.[Http://www.sinartani.com/pangan/serbaserbi] (24 Juni 2009).

Snell JJS. 1991. General Introduction toMaintenance Method. Di dalam Kirsop BE,Doyle A (editor). Maintenance ofMicroorganisms and Cultured Cell. NewYork: Academic Press. Hlm 21-30.

Syamsiyah S. 2008. Respon Tanaman Padi Gogo(Oryza sativa L.) Terhadap Stres Air danInokulasi Mikoriza [skripsi]. Bogor:Fakultas Pertanian, Institut PertanianBogor.

Tilak KVBR, Ranganyaki N, Pal KK, De R, SaxenaAK. 2005. Diversity of Plant Growth andSoil Health Supporting Bacteria. Curr Sci89: 136-150.

Vessey JK. 2003. Plant Growth PromotingRhizobacteria as Biofertilizer. Plant Soil255: 571-586.

Widayanti T. 2007. Isolasi dan KarakterisasiBacillus sp. Indigenus Penghasil Asam IndolAsetat Asal Tanah Rizosfer [skripsi]. Bogor:Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam, Institut Pertanian Bogor.

Woitke M, Junge H, Schnitzler WH. 2004. Bacillussubtilis as Promoter in HydroponicallyGrown Tomatoes Under Saline Conditions.Prociding V11 on Prot. Cult. Mild WinterClimates. Editor: Cantliffe DJ, Stofella PJ,Shaw N. Act Hort 659: 363-369.

Wu SC, Cao ZH, Cheung KC, Wong MH. 2005.Effect of Biofertilizer Containing N-fixer, Pand K Solubilizer and AM Fungi on MaizeGrowth: a Greenhouse Trial. Geoderma125: 155-166.

Wuytack EY, Soons J, Poschet F, Michiels CW.2000. Comparative Study of Pressure andNutrient-Induced Germination of Bacillussubtilis Spores. Appl Environ Microbiol66:257-2

22 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

23

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BAWANG PUTIH (Allium sativum L)SEBAGAI FEED ADDITIVE ALAMI DALAM PAKAN TERHADAP

KUALITAS EKSTERNAL DAN INTERNAL TELURPADA BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica)

Muhammad Aminul Zuhri, Edhy Sudjarwo dan Adelina Ari HamiyantiFakultas Peternakan Universitas Bawijaya Malang

e-mail: [email protected]

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penambahan bubuk bawang putih dalam pakanpada kualitas eksternal dan internal puyuh. Materi penelitian yang ke satu hari usia 240 burung puyuh betina .Metode yang digunakan adalah eksperimental yang dirancang oleh Rancangan Acak Lengkap dengan empatperlakuan dan enam ulangan yang digunakan sepuluh burung puyuh setiap replikasi. Perlakuan yaitu P0 =pakan basal, P1 = basal pakan dengan 0,6 % bawang putih bubuk, P2 = basal pakan dengan 0,8 % bawangputih bubuk, dan P3 = basal pakan dengan 1 % bawang putih bubuk. Variabel yang digunakan dalampenelitian ini adalah kualitas eksternal dan internal telur (berat telur, Unit Haugh, skor warna kuning telur,dan berat cangkang telur) burung puyuh. Data dianalisis dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji jarakDuncan jika ada hasil yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bubuk bawang putih tidakmeningkatkan persentase berat telur ( 58,71 ± 1,20 ). Pakan dengan penambahan 1 % dari bubuk bawangputih mewakili yang terbaik persentase skor warna kuning telur ( 6.33 ± 0.23 ).

Kata Kunci: Tepung Bawang Putih, Feed Additive, dan Kualitas Telur Burung Puyuh

PENDAHULUAN

Burung puyuh merupakan salah satuternak unggas yang mempunyai siklus produksitercepat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi manusia(Akil, Pilyang, Widjaya, Utama, dan Wirawan,2009). Kelebihan usaha beternak burung puyuhdibandingkan dengan beternak ayam petelur atauitik petelur yaitu mempunyai produksi telur yangtinggi, produksi telur burung puyuh dapat mencapai250-300 butir/ekor/tahun dengan berat rata-rata10 g/butir, pertumbuhan burung puyuh lebihcepat, selain itu tidak membutuhkan area yang luasdalam pemeliharaan dan biaya yang besar, sehinggausaha peternakan burung puyuh ini dapat dilakukanoleh pemodal kecil dan pemodal besar dengan skalausaha komersial (Randell dan Gery, 2008). Seiringdengan meningkatnya jumlah penduduk danpengetahuan tentang gizi, menjadikan kebutuhanprotein hewani meningkat. Salah satu sumberprotein hewani adalah burung puyuh. Burung puyuhmempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan,sebab dalam pemeliharaannya burung puyuh tidakmembutuhkan areal yang luas dan pengembalianmodalnya relatif cepat dikarenakan burung puyuhmencapai dewasa kelamin sekitar 41 haridengan produksi telur antara 250 sampai 300 butirper tahun (Setiawan,2006).

Pakan menjadi salah satu faktor penentukeberhasilan peternakan selain bibit dan

manajemen. Pakan yang sering kali digunakanoleh peternak burung puyuh adalah pakankomersial karena sudah disesuaikan dengankebutuhan ternaknya sehingga memenuhi standar.Komponen terbesar dari biaya produksi adalahpembiayaan pakan sekitar 60 - 80% (Hartadi danThilman, 1991). Oleh karena itu, perlu pakanalternatif untuk mengatasi salah satunya yaitudengan memanfaatkan tepung bawang putih.Bawang putih serta daunnya mengandung senyawafitokimia, yaitu suatu zat kimia alami yang terdapatdalam tumbuhan atau tanaman yang mempunyaifungsi luar biasa. Jenis fitokimia yang dikandungoleh tanaman bawang putih adalah allicin yangmempunyai fungsi sebagai antimikroba danantioksidan.

Feed additive atau imbuhan pakan biasadigunakan didalam campuran pakan ternak.Penggunaan feed additive dimaksudkan untukmeningkatkan produktivitas, kesehatan dan keadaangizi ternak. Beberapa jenis feed additive yang biasadigunakan para peternak ayam khususnya ayampetelur dan pedaging adalah antibiotika sintetik,enzim, probiotik, asam organik, flavor danantioksidan. Antibiotika sintetik adalah jenis feedadditive yang paling banyak digunakan oleh parapeternak.

Bawang putih telah lama menjadi bagiankehidupan masyarakat di berbagai peradaban dunia.

24 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

Namun belum diketahui secara pasti sejak kapantanaman ini mulai dimanfaatkan dandibudidayakan. Awal pemanfaatan bawang putihdiperkirakan berasal dari Asia Tengah. Hal inididasarkan temuan sebuah catatan medis yangberusia sekitar 5000 tahun yang lalu (3000 SM),dari Asia Tengah kemudian menyebar ke seluruhdunia, termasuk Indonesia. Sehingga bagi bangsaIndonesia bawang putih merupakan tanamanintroduksi (Santosa, Basuki, Cholil, Dharma, danSyekhfani,1991).

Hasil Pertanian seperti bawang putihdapat dimanfaatkan sebagai bahan makananmanusia, bahan baku dalam badan industri danbahan pakan ternak. Bawang putih mengandungscordinin dan allicin, dimana scordinin berperandalam memberikan kekuatan dan pertumbuhantubuh, sedangkan Allicin dikenal mempunyai dayaantibakteri yang kuat, banyak yangmembandingkannya dengan penilisin(Saleh,2006).

Pemberian tepung bawang putih pada ayampedaging dari yang paling rendah P2 (0,02%)sampai pada pemberian tepung bawang putihtertinggi P5 (0,16%), kesemuanya memperlihatkanpenurunan konsumsi pakan dibanding kontrol. Halini disebabkan tepung bawang putih mengandungsenyawa aktif yaitu allicin, selenium dan metilatiltrisulfida. Senyawa allicin bersifat anti bakterimampu membunuh bakteri patogen. Seleniumbekerja sebagai anti oksidan dan metilatil trisulfisamencegah pengentalan darah. Kesemua ini akanmengakibatkan nilai tambah terhadapterlaksananya metabolisme lebih baik, penyerapanzat makanan lebih baik, ransum di konsumsi lebihsedikit, konversi ransum lebih rendah dan waktuyang diperlukan mencapai bobot satu setengahkg lebih cepat dibanding kontrol (Muhammad danBintang, 2007).

Telur burung puyuh menjadi kudapanprimadona bagi sebagian orang. Permintaan telurunggas yang bernama latin Coturnix-coturnixjaponica ini terus meningkat dari tahun ke tahun.Data dari Asosiasi Peternak Puyuh Indonesia padatahun (2010) mengatakan bahwa permintaan telurunggas ini terus meningkat setiap tahunnyahampir di seluruh wilayah Indonesia, sementaraitu baru 50% permintaan telur puyuh dari luar Jawayang bisa dipenuhi oleh peternak di daerah Jawa.Usaha peternakan burung puyuh mulai mengalami

perkembangan dan pada dasarnya dipengaruhioleh bibit, tatalaksana, pemeliharaan, dan kualitaspakan yang digunakan. Pakan memegang perananyang besar, karena biaya pakan merupakanpenyumbang terbesar dalam biaya produksi yaknisebesar 70%.

Berdasarkan uraian diatas, maka perludilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruhpenambahan tepung bawang putih sebagai feedadditive pada pakan terhadap kualitas eksternal dankualitas internal telur burung puyuh. burungpuyuh. Menurut Sitorus (2009) menyatakan bahwaburung puyuh jenis Coturnix coturnix japonicamemiliki bobot badan rata - rata yaitu 150 gram.Burung puyuh mulai bertelur umur 41 hari, padaumur diatas 5 bulan terjadi puncak produksitelur dengan persentase bertelur 76%, denganpersentase kurang dari 50% produktivitas bertelurakan menurun pada umur 14 bulan. Kemudianproduktivitas burung puyuh berhenti bertelursetelah berumur 2,5 tahun atau 30 bulan. Hasilpenelitian ini diharapkan dapat memberikankelengkapan informasi terutama dalampemanfaatan tepung bawang putih.

MATERI DAN METODE

Pengambilan data penelitian di laksanakandi Peternakan milik Pak Samsudin di DesaAmpeldento Kecamatan Karangploso KabupatenMalang dan Laboraturium Teknologi HasilTernak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.Penelitian ini menggunakan 240 ekor burung puyuhbetina jenis Coturnix- coturnix japonica yangberumur 7 hari diperoleh dari daerah Pare KediriJawa Timur. Waktu pemeliharaan yaitu 9 minggu.

Kandang yang digunakan dalam penelitianini adalah kandang baterai, yang terdiri dari 24kotak baterai dengan ukuran panjang, lebar, tinggi40x25x30 cm per unit. Setiap unit kandang diisioleh 10 ekor burung puyuh. Tiap unit dilengkapidengan tempat pakan dan minum. Peralatan lainyang digunakan dalam penelitian ini adalah tempatpakan, tempat minum, timbangan, penampungtelur, thermometer, nampan, kayu, lampupenerangan 5 watt masing-masing disetiap unit,kompor, kawat, kabel, tempat feses, dan peralatanlainnya. Peralatan pembuatan bawang putihmenggunakan pisau, nampan plastik, oven, danblender. Peralatan kebersihan meliputi ember,sapulidi, dan kain lap.

Zuhri, Pengaruh Pemberian Tepung Bawang … 25

Pakan yang digunakan selama penelitianadalah pakan ayam broiler fase starter yangdiproduksi oleh PT. Charoen Pokphan Indonesia(CP511B). Bawang putih diberikan dengan level0,6%, 0,8%, dan 1% dalam bentuk tepung.

Metode penelitian yang digunakan adalahpercobaan lapang yang dirancang denganmenggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL),burung puyuh umur 7 hari terdiri dari 240 ekormasing-masing puyuh dibagi menjadi 4 perlakuan,dengan 6 ulangan sehingga terdapat 24 unitpercobaan yang masing – masing diisi 10 ekorburung puyuh. Perlakuan yang diberikan sebagaiberikut : P0 = Pakan basal tanpa pemberian

tepung bawang putih, P1 = Pakan basal + tepung

bawang putih 0,6%, P2 = Pakan basal + tepung

bawang putih 0,8%, dan P3 = Pakan basal +

tepung bawang putih 1%

Variabel yang diamati pada penelitian iniadalah kualitas eksternal (berat telur, beratkerabang) dan kualitas internal (haugh unit, skorwarna kuning telur) pada burung puyuh.

1. Berat telur (g) diperoleh dengan menimbangtelur puyuh yang dihasilkan dari masing-masing ulangan ditimbang menggunakantimbangan analitik.

2. Berat kerabang telur (g) diperoleh denganmenimbang kerabang dengan membran telursetelah kerabang telur dipisahkan dari isi telur.Penimbangan kerabang telur menggunakantimbangan digital atau analitik.

3. HU (Haugh Unit) merupakan satuan nilaiuntuk mengukur kualitas telur berdasarkanlogaritma terhadap tinggi albumen kemudianditransformasikan ke dalam nilai koreksidari fungsi berat telur. Tinggi telur diukur daridua tempat menggunakan spherometer darijarak 1 cm dari batas terluar kuning telur.

HU = 100 log (h + 7,57 – 1,7. W0,37)

4. Skor Warna Kuning Telur merupakanpengukuran warna kuning telur yang dapatdilakukan dengan cara membandingkan kuningtelur dengan Egg Yolk Colour Fan yangmemiliki standar warna 1 – 15, semakin tinggiskor kuning telur maka semakin baik kualitastelur tersebut karena warna kuning telurmempengerahi kesukaan konsumen.

Pengumpulan data dilaksanakan pada 7 hari

terakhir pada minggu keenam penelitian. Data yangdidapat dari hasil lapang, diolah denganmenggunakan bantuan software microsoft excel.Setelah data rata-rata diperoleh, dilanjutkandengan analisis statistik menggunakan analisisragam (ANOVA) dari Rancangan Acak Lengkap(RAL). Apabila diperoleh hasil yang berbedanyata (P<0,05) atau berbeda sangat nyata(P<0,01) maka dilanjutkan dengan Uji JarakBerganda Duncan’s (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dari pemanfaatan tepungbawang putih sebagai feed additive dalam pakanterhadap kualitas eksternal dan internal telur yangmeliputi berat telur, haugh unit, warna kuning, danberat kerabang telur burung puyuh ditampilkanpada Tabel 1.

Tabel 1. Efek Perlakuan Terhadap Berat Telur,Haugh unit, Skor Warna Kuning Telur, Dan

Berat Kerabang Telur Burug Puyuh.

Perla-kuan

Variabel Penelitian

BeratTelur

(g)

HaughUnit (HU)

SkorWarnaKuningTelur(1–15)

BeratKerabang

(g)

P0 8,49±0,50 68,26±0,45 5,45±0,46a 0,88±0,04

P1 8,60±0,51 68,00±0,48 5,64±0,43a 0,88±0,03

P2 8,68±0,62 68,58±0,43 6,07±0,30b 0,89±0,04

P3 8,01±0,69 68,19±0,45 6,35±0,23b 0,85±0,04

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolomyang sama menunjukkan pengaruhyang nyata (P<0,05)

Pengaruh Penambahan Tepung Bawang PutihTerhadap Berat Telur

Berdasarkan hasil analisis statistik padaTabel 1 menunjukkan bahwa penambahan tepungbawang putih dalam pakan memberikan perbedaanpengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap berattelur burung puyuh. Rataan berat telur padatabel 6 dari tertinggi hingga terendah yaituperlakuan P2 8,68±0,62 g/ekor/hari; P1 8,60±0,51g/ekor/hari; P0 8,49±0,50 g/ekor/hari; P3 8,01±0,69g/ekor/hari, dari rataan tersebut dapat dilihat bahwaberat telur tertinggi didapatkan pada perlakuanP2 8,68±0,62 g/ekor/hari yaitu dengan penambahantepung bawang putih 0,8%. Hal ini dikarenakanpada tepung bawang putih tidak terdapatkandungan yang mempengaruhi pertambahan

26 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

berat telur dan kandungan protein pada pakanperlakuan rendah rata-rata 17-18% sehinggaberat telur yang dihasilkan rendah Hal ini sesuaidengan Anonimus (2013), Protein pakan setiapperlakuan sebagai salah satu faktor yangmempengaruhi berat telur berpengaruhterhadap pembentukan albumen telur danpembentukan kuning telur yangmempengaruhi berat telur yang dihasilkan.

Atik (2010) menjelaskan bahwa faktor

terpenting dalam pakan yang mempengaruhi

berat telur adalah protein yang terkonsumsi dalam

pakan karena kurang lebih 50% dari berat kering

telur adalah protein dan konsumsi pakan beserta

zat-zat yang terkandung didalamnya seperti

protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin.

Kandungan protein pakan 13-17% tidak

berpengaruh terhadap berat telur, sebaliknya berat

telur akan meningkat jika kadar protein mencapai

lebih dari 17%.

Rataan berat telur puyuh yang diperoleh

pada penelitian ini berkisar antara 8,01-8,68

g/butir. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Anggorodi (1995) bahwa telur puyuh mempunyai

berat 7-8% dari berat induk, yaitu berkisar antara 7-

12 g/butir. Beberapa pernyataan tentang berat telur

puyuh sebagai contoh Achmanu dan Muharlien

(2010) menyatakan bahwa nilai rataan setiap berat

telur puyuh yang dihasilkan berkisar antara 9,22-

9,34 g/butir sedangkan Yuwanta (2010)

menyatakan bahwa berat telur puyuh Coturnix-

coturnix japonica dengan warna burik berkisar

antara 9-10 g/butir

Pengaruh Penambahan Tepung Bawang PutihTerhadap Haugh Unit Telur Puyuh

Berdasarkan hasil analisis statistik padaTabel 1 menunjukkan bahwa penambahan tepungbawang putih dalam pakan memberikan perbedaanpengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadapHaugh Unit telur burung puyuh. Rataan nilaiHaugh Unit pada Tabel. 6 dari yang tertinggihingga terendah yaitu perlakuan P2 68,58±0,43,P0 68,26±0,45, P3 68,19±0,45, P168,00±0,48, dari rataan tersebut dapat dilihat bahwanilai Haugh Unit tertinggi didapatkan padaperlakuan P2 68,58±0,43 diperoleh pada

perlakuan dengan penambahan tepung bawangputih sebanyak 0,08%. Hal ini dikarenakan padatepung bawang putih tidak terdapat kandunganyang mempengaruhi berat telur dan kekentalanputih telur, kandungan protein pada pakanperlakuan rendah, rata- rata 17-18% sehiggakualitas nilai haugh unit yang dihasilkan rendah,padahal kebutuhan protein kasar burung puyuh 20-22%. Hal ini sesuai dengan Silalahi (2009)menyatakan bahwa kebutuhan nutrisi puyuh fase

layer yaitu PK 20,00-22,00%. Kandungan proteinpakan setiap perlakuan mempengaruhi berat telurdan juga berfungsi dalam pembentukan kekentalanputih telur sehingga keduanya berpengaruhterhadap kualitas nilai HU yang dihasilkan.

Nilai HU telur burung puyuh pada penelitianini berkisar 68,00 – 68,58. Telur-telur yangdihasilkan selama penelitian tergolong kualitas A.Menurut Neisheim (1977), kualitas telurberdasarkan nilai HU digolongkan menjadi tigayaitu kualitas B dengan nilai 33 – 60, kualitas Adengan nilai 60 – 70, dan kualitas AA dengan nilai72 – 100. Hal ini sesuai dengan pendapatStadelman (1997) yang menyatakan bahwa teluryang mempunyai nilai HU diatas 60 dapatdigolongkan dalam kualitas A.

Pengaruh Penambahan Tepung Bawang Putihterhadap Skor Warna Kuning Telur

Berdasarkan hasil analisis statistik pada

Tabel 1 menunjukkan bahwa penambahan tepung

bawang putih dalam pakan memberikan

perbedaan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap

skor warna kuning telur burung puyuh. Rataan

skor warna kuning telur pada Tabel. 6 dari tertinggi

hingga terendah yaitu perlakuan P3 6,33±0,23;

P2 6,07±0,30; P1 5,64±0,43; P0 5,45±0,46,

dari rataan tersebut dapat dilihat bahwa skor warna

kuning terendah didapatkan pada perlakuan P0

5,45+0,46 diperoleh pada perlakuan tidak ada

penambahan tepung bawang putih, dan skor warna

kuning tertinggi didapat pada perlakuan P3

6,33±0,23 diperoleh pada perlakuan dengan

penambahan tepung bawang putih sebanyak 1%.

Selain itu warna kuning telur yang dihasilkan

dalam penelitian ini memperlihatkan perbedaan

sehingga perlakuan pakan mempengaruhi warna

kuning telur. Hal ini dikarenakan kandungan

Zuhri, Pengaruh Pemberian Tepung Bawang … 27

tepung bawang putih mengandung allicin dan

scordinin. Menurut, Syamsiah dan Tajudin (2003).

Allicin merupakan senyawa yang dapat membuat

darah merah lebih licin dan tidak menggumpal

sehingga mampu mencegah penumpukan deposit

lemak di dinding pembuluh darah. Selain allicin,

fitokimia yang terdapat dalam bawang putih

ialah scordinin. Scordinin mampu meningkatkan

perkembangan tubuh karena scordinin mampu

bergabung dengan protein dan menguraikannya.

Kedua zat tersebut diduga dapat mempengaruhi

warna kuning telur. Faktor lain yang

mempengaruhi warna kuning telur selain pakan

adalah lama penyimpanan. Warna kuning telur

berubah semakin muda seiring dengan

penyimpanan. Telur yang disimpan lama

merubah warna kuning telur menjadi pudar.

Hal ini disebabkan adanya proses pengenceran

putih telur, yaitu diserapnya air dari albumen ke

dalam kuning telur sehingga kuning telur menjadi

muda dan pucat (Romanoff and Romanoff, 2002).

Silalahi (2009) menyatakan bahwa indeks

warna kuning telur yang baik berkisar antara 9-12.

Semakin tinggi skor warna kuning telur maka

semakin baik kualitas telur tersebut (Muharlien,

2010). Pigmen telur adalah karoten dan riboflavin

yang diklasifikasi sebagai lipokrom, yaitu

xanthophyill maka warna kuning telur semakin

berwarna jingga kemerahan (Yuwanta 2010).

Pengaruh Penambahan Tepung Bawang Putihterhadap Berat Kerabang

Berdasarkan hasil analisis statistik pada

Tabel 1 menunjukkan bahwa penambahan tepung

bawang putih dalam pakan memberikan perbedaan

pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap

berat kerabang telur burung puyuh. Rataan berat

kerabang telur pada Tabel. 6 dari tertinggi hingga

terendah yaitu perlakuan P2 0,89±0,04; P0

0,88±0,04; P1 0,88±0,03; P3 0,85±0,04, dari

rataan tersebut dapat dilihat bahwa berat kerabang

telur tertinggi didapatkan pada perlakuan P2

0,89±0,04 g diperoleh pada perlakuan penambahan

tepung bawang putih 0,8%. Hal tersebut

dikarenakan kandungan tepung bawang putih

mengandung sumber Ca dan P yang banyak

sehingga berat kerabang telur burung puyuh antar

perlakuan meberikan pengaruh perbedaan yang

tidak nyata. Yuwanta (2010) menyatakan bahwa

faktor nutrisi utama yang berhubungan dengan

kualitas kerabang adalah kalsium, phospor, dan

vitamin D. Kalsium merupakan nutrient

terpenting dalam pembentuk kerabang. Kerabang

telur terjadi saat fase gelap saat unggas tidak aktif

makan dan sumber kalsium ini kemudian menjadi

cadangan makanan dalam saluran pencernaan dan

pada tulang rawan yang berpengaruh pada

pembentukan kerabang telur dan didukung oleh

Sazer (2007) bahwa, beberapa faktor yang dapat

menyebabkan masalah mutu kerabang telur

antara lain genetik, umur unggas, suhu

lingkungan tinggi, makanan dan penyakit. Umur

unggas berpengaruh pada pembentukan kerabang

telur. Umur unggas yang semakin tua akan

mengalami penitipan kerabang karena

fungsi reproduksi unggas tersebut mengalami

penurunan akibat bertambahnya umur.

Menurut Amrullah (2003) berat kerabang

secara kuantitatif adalah 10% dari total berat

telurnya, lebih lanjut dijelaskan bahwa berat

kerabang telur sangat dipengaruhi oleh pakan yang

di konsumsi, berat telur dan umur puyuh.

Ensminger (1992) dan Wahju (1997) menjelaskan

bahwa kandungan kalsium dan fosfor dalam

pakan berperan terhadap kualitas kerabang telur

seperti ketebalan cangkang, berat dan struktur

kerabang telur.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa tepung bawang putih berpotensi

meningkatkan kualitas eksternal dan kualitas

internal telur burung puyuh.

SARAN

Disarankan masih perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut mengenai level atau persentase

penambahan tepung bawang putih sebagai feed

additive alami dalam pakan untuk mengetahui efek

positif terhadap berat telur, haugh unit, skor

warna kuning telur dan berat kerabang pada

telur burung puyuh.

28 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

DAFTAR PUSTAKA

Achmanu, dan Muharlien. 2011. Ilmu TernakUnggas. UB Prees. Malang.

Akil, S. W. G. Piliyang, C. H. Widjaya, D.B.Utama., dan L. K. G. Wirawan. 2009.Pengkayaan Selinum Organik, Inorganikdan Vitamin E dalam Pakan Puyuh terhadapPerforma, serta Potensi Telur Puyuhsebagai Sumber Antioksian. JITV14(1): 1-10.

Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur.Satu Gunungbudi. Bogor.

Anggorodi, H.R.1995. Nutrisi Aneka TernakUnggas. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Anonymous. 2013. Ada apa di balik telur.http://www.anakku.net/ (diakses tanggal 1Desember 2014)

Anonymous. 2003. Japanese Quail (Coturnix-Coturnix Japonica). The Canadiancopartner of Birdlife International.http://avibase.bsc-eoc.org/species.jsp?avibaseid=110CF4251 A857B0D (diakses01Desember 2014)

Atik, P. 2010. Pengaruh Penambahan TepungKeong Mas (Pomacea canaliculata Lamark)Dalam Ransum Terhadap Kualitas TelurItik. Fakultas Pertanian Universitas SebelasMaret Surakarta.

Asiamaya.2000.Nutrisi Bawang Putih, Mentah.http://www.Asiamaya.com/nutrient/bawangputih.html. 22-6-2000. Diakses 19juni 2015.

Belitz, H.D. and W. Grosch, 1999. Food Chemistry.2nd Ed, Springer, Berlin.

Carlyle D. B. 1993. Measuring Table Egg ShellQuality with One Specific Gravity SaltSolution. Department of Animal &Poultry Science, University ofSaskatchewan, Saskatoon, Saskatchewan,S7N0W0, Canada.

Eishu, R. 2005. Effects of Dietary Protein Levelson Production and Caracteristics ofJapanese Quail Egg. The Journal ofPoultry Science, 42: 130-139

Elvira S, T. Soewarno. Soelcarto dan SS.Mansjoer. 1994. Studi Komparatif SifatMutu Dan Fungsional Telur Puyuh DanTelur Ayam Ras. Hasil Penelitian. l Pm,Vd. V no. 3. Tir.1994.

Endang. R. M. 2004. Pengaruh PenggunaanDedak Gandum (Whea Pollar). Terfermen-tasi Terhadap Kualitas Telur Ayam Arab.Fakultas Pertanian Universitas SebelasMaret Surakarta.

Ensminger, M. E. 1992. Poultry Science.Interstate Publisher Inc, Danville, Illinois.

Febrianto, 2004. Potensi Bahan Baku Lokaluntuk Pakan Ternak Unggas. FakultasPeternakan. Universitas JenderalSoedirman. Bengkulu.

Hardjosworo, P.S, 1992. Beternak Puyuh.Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Hartadi, H.S, Reksohadiprojo dan A.D.Thillman. 1991. Tabel Komposisi Pakanuntuk Indonesia. U.G.M. Universitas GajahMada Press.

Herman, E. 2000. Formulasi Bubuk Bawang Putih(Allium sativum) sebagai SeasoningKomersial. Fakultas Teknologi Pertanian.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kasiati. 2010. Kajian Fisiologis Status KalsiumPuyuh (Coturnix-Coturnix Japonica) setelahPemberian Cahaya Monokromatik.Laboratorium Biologi Struktur dan FungsiHewan, Jurusan Biologi,Fakultas MIPA.Universitas Diponegoro

Latifah, R. 2007. The Increasing of RejectedDuck’s Egg Quality With Pregnant Mare’sSerum Gonadotropin (Pmsg) Hormones.The way to increase of layer duck. 4:1-8.

Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. IlmuPengetahuan Bahan Pangan. DepartemenPendidikan dan Kebudayaan. DirektoratJenderal Tinggi Pusat Antar UniversitasPangan dan Gizi. Bogor: InstitutPertanianBogor.

Muhammad, Z dan Bintang. 2007.Mencapai Bobot Badan Siap Pasar melaluiPenggunaan Bawang Putih (Allium SativumL.) pada Ransum Komersial untuk AyamBroler. Balai Penelitian Ternak.Ciawi.Bogor.

Nasution, Z. 2007. Pengaruh Suplementasi Mineral(Ca, Na, P, Cl) dalam Ransum terhadapPerformans dan IOFC Burung Puyuh(Coturnix- Coturnix Japonica) umur 0 –42 Hari. Skripsi. Universitas SumateraUtara.

Zuhri, Pengaruh Pemberian Tepung Bawang … 29

Neisheim, M. N., R. E. Autic and L.E. Card.1977. Poultry Production. Th 12 ed.Lea Febiger, Philadelphia.

Pappas, J. 2002. Coturnix Japonica. AnimalDiversity Web. Http:/animaldiversity.ummz. edu/site/accounts/information/Coturnixjaponica.com (Diakses tanggal 1Desember 2014).

Randell, M dan B. Gery. 2008. RaisingJapanese Quail. http://www.dpi.nsw.gov.au. Diakses28 Oktober 2015.

Romanoff, A.L & A. Romanoff. 2002. The AvianEgg. John Wiley and Sons, New York.

Rose. S.P., 1997. Principles of Poultry Science.CAB International London.

Santosa, M, N. Basuki, A. Cholil, D. A.Dharma dan Syekhfani. 1991.Pengembangan Bawang Putih di DataranMedium (400 m dpl). Risalah Kongres IlmuPengetahuan Nasional LIPI. Jakarta.

Saleh, E. 2006. Pemberian Tepung Bawang Putih(Allium sativum L.) dalam RansumterhadapPerformas Itik Peking Umur 1–8 Minggu(The Usage of Garlic (Allium sativumL.).Fakultas Pertanian Universtitas SumatraUtara.Medan.

Sezer, M. 2007. Heritability of Exterior EggQuality Traits in Japanese Quail.Department of Animal Science,Faculty of Agriculture, GaziosmanpasaUniversity, 60240, Tokat/TURKEYhttp://www.nobel.gen.tr/Makaleler/ JABS-Issue%201-19-2011.pdf (diakses 01Desember 2014).

Setiawan, D. 2006. Performa Produksi BurungPuyuh (Coturnix-Coturnix Japonica) PadaPerbandingan Jantan dan Betina yangBerbeda. Fakultas PeternakanInstitutPertanian Bogor. Bogor.

Silalahi, M. 2009. Pengaruh Beberapa BahanPengawet Nabati Terhadap Nilai HaughUnit, Berat dan Kualitas TelurKonsumsi Selama Penyimpanan. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian Lampung.Bandar Lampung.

Sitorus, J. P. 2009. Pemanfaatan PemberianTepung Cangkang Telur Ayam Ras dalamRansum Terhadap Performan BurungPuyuh (Coturnix-Coturnix Japonica) Umur

0-42 Hari. [Skripsi]. Fakultas Pertanian.Universitas Sumatra Utara. Medan.

Stadelman, W. J. And O. J. Cotteril. 1995. Th EggScience and Technology. 2 ed Avi.Publishing Co. Inc, Westport. Connecticut.

Suharti. S. 2002. Pusat Kajian Makanan, Minumandan Obat Tradisonal. Departemen IlmuNutrisi dan Teknologi Pakan, FakultasPeternakan Institut Pertanian, Bogor.http/www.SuaraMerdeka.Com/Harian/0804/22/3htm-17. Diakses 23 Oktober 2015

Suprijatna, E., S. Kismiati, dan N. R. Furi. 2008.Penampilan Produksi dan Kualitas Telurpada Puyuh yang Memperoleh ProteinRendah dan Disuplementasi EnzimKomersial. J. Indon. Trop. Anim. Agric.Fakultas Peternakan UniversitasDipenogoro, Semarang.

Syamsiah, I. S., Tajudin. 2005. Khasiat danManfaat Bawang Putih Raja AntibiotikAlami. Agromedia Pustaka. Jakarta

Tuti, W. 2009. Pemanfaatan Tepung Daun Pepaya(Carica papaya. L L ess) Dalam UpayaPeningkatan Produksi dan Kualitas TelurAyam Sentul. J. Agroland 16 (3) : 268 –273.

Usman, B. A., A. U. Mani, A. D. El- Yuguda, andS.S. Diarra. 2008. The effect of suplementalascorbic acid on the development ofnewcastle disease in japanese quailexposed to high ambient temperature.International Journal of Poultry Science7(4): 328-332.

Varghese, S. K. 2007. The Japanese Quail. FeatherFrancier Newspaper. Canada.

Very, T. S. Manajemen Pemeliharaan BurungPuyuh (Cortunix-cortunix japonica) diPeternakan Agri Bird Jaten Karanganyar.Fakultas Pertanian Universitas SebelasMaret.

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. UGMPress. Yogyakarta.

Winarno, F. G. dan S. Koswara, 2002. Telur :Komposisi, Penanganan dan Pengolahan-nya. M-Brio Press, Bogor.

Wiryawan, K. G., S. Suharti dan M.Bintang. 2005. Kajian AntibakteriTemulawak, Jahe dan Bawang Putih

30 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

terhadap Salmonella typhimurium sertaPengaruh Bawang Putih terhadapPerformans dan Respon Imun AyamPedaging. Media Peternakan. 28(2): 52-62.

Yılmaz Alper, Tepeli and Caglayan. 2011.External and internal egg qualitycharacteristics in Japanese quails ofdifferent plumage color lines. Department of

Animal Science, Faculty of VeterinaryMedicine , University of Selcuk, AlaaddinKeykubat Kampüs, Konya, 42003, Turkey.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

31

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELURDI KECAMATAN AMBUNTEN, KABUPATEN SUMENEP

Suparno dan Desi MaharaniProgram Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Madura

e-mail: [email protected], [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui nilai investasi dalam melakukan usahatani ayam petelur, (2)mengetahui pendapatan usaha tani yang diterima peternak dalam melakukan usahatani ayam ras petelur satuperiode pemeliharaan, (3) menganalisis biaya dalam usahatani ayam petelur, (4) menganalisiskeuntungan/laba dalam usahatani ayam petelur, (5) menganalisis Break Event Point (BEP) usahatani ayamras petelur, (6) menganalisis Payback Period (PBP) ) usahatani ayam ras petelur, dan (7) menganalisis ROIpada usahatani ayam ras petelur. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ambunten , Kabupaten Sumenep.Untuk mengetahui kelayakan bisnis peternakan ayam petelur yang berlokasi di Kecamatan Ambuntenmenggunakan salah satu aspek dalam studi kelayakan bisnis, yaitu aspek ekonomi dan keuangan. Dalamaspek ekonomi dan keuangan yang dianalisa adalah: Investasi, Pendapatan, Biaya, Laba. Untuk dapatmenentukan kelayakan bisnis peternakan ayam petelur digunakan analisis ROI, PBP, BEP. Dari hasilpenelitian dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai titik impas atau BEP, Peternak harus mampu menjualproduknya sebanyak 31.556 butir per 100 ekor ayam atau sebanyak 1.972 kg bila diasumsikan 1 kg telursama dengan 16 butir telur. Tingkat pendapatan yang harus dicapai oleh peternakan ayam petelur agarmencapai kondisi BEP adalah sebesar Rp 2.958.882 per 100 ekor ayam per bulan. kelima usaha peternakanayam petelur di Kecamatan Ambunten dalam penelitian ini termasuk dalam usaha yang layak untukdijalankan. Hal dapat dilihat dari rata-rata ROI yang dihasilkan yaitu sebesar 49 % dimana nilai ini lebihbesar dari tingkat suku bunga bank sebesar 1,15 %. Sedangkan jumlah total investasi yang diperlukanpeternakan ayam ras petelur sebesar Rp 5.041.910.000 dengan jumlah laba sebesar Rp 2.477.961.460membutuhkan rata-rata jangka waktu 2 tahun 3 bulan untuk menutup keseluruhan biaya investasinya.

Kata kunci: Kelayakan Usaha, Ayam Ras Petelur

PENDAHULUAN

Perkembangan peternakan ayam ras petelurdi Indonesia sangat pesat, terutama ayam raspetelur yang menghasilkan telur berkulit coklat.Pesatnya perkembangan tersebut tidak hanyadidorong oleh peluang pasar yang masih terbuka,

tetapi juga oleh kebijakan pemerintah denganadanya Surat Edaran direktorat jendaral peternakanNo. TN 220/ 173/e/ 0387 yang membatasi imporparen stock, pembatasan impor parent merangsangperusahaan produsen bibit ayam ras petelurmelakukan seleksi stain/ jenis.

Tabel 1. Produksi Telur Menurut Jenis Unggas Tahun 2010-2014(dalam ribuan)

Jenis Unggas 2010 2011 2012 2013 2014Ayam Ras Petelur 620,8 786 677,1 834,8 890,2Ayam Buras 177 178,1 180,4 196 216,5Itik 185 175,4 195 192,6 203,5

Berdasarkan tabel di atas ayam ras petelurmasih memegang posisi teratas disbanding denganunggas lainnya. Tabel diatas menunjukan bahwapeningkatan dan penurunan produksi menurut jenisunggas setiap tahunnya terus terjadi, terjadinyapeningkatan dan penurunan produksi diakibatkankarena harga pakan yang tidak stabil. Salah satukomponen biaya produksi dalam usaha beternakayam ras petelur adalah biaya pakan, biaya pakanmerupakan biaya terbesar dari biaya-biaya produksilainya untuk meningkatkan jumlah pendapatan

telur, tentu saja dibutuhkan perawatan yang baikdan juga tambahan pakanan-pakanan yangberkualitas baik supaya ayam ras petelur terusbetelur sebelum masuk masa aktif, penambahanbahan makanan inilah yang menyebabkan peternakmenambah biaya produksi.

Dengan adanya penambahan biaya produksimaka timbul salah salah satu pertanyaan apakahusaha peternakan ayam petelur ini layak unukdilanjutkan.

32 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

mengetahui nilai investasi dalam melakukan

usahatani ayam petelur, mengetahui pendapatan

usaha tani yang diterima peternak dalam melakukan

usahatani ayam ras petelur satu periode

pemeliharaan, menganalisis biaya dalam usahatani

ayam petelur, menganalisis keuntungan/laba dalam

usahatani ayam petelur, menganalisis Break Event

Point (BEP) usahatani ayam ras petelur,

menganalisis Payback Period (PBP) ) usahatani

ayam ras petelur, dan menganalisis ROI pada

usahatani ayam ras petelur.

MATERI DAN METODEMateri yang digunakan dalam penelitian ini adalah

peternakan-peternakan ayam ras petelur yang

berlokasi di wilayah Kecamatan Ambunten. Jumlah

populasi peternakan ayam ras petelur di wilayah

Kecamatan Ambunten tersaji dalam tabel di bawah

ini:

Tabel 2. Jumlah Populasi Peternakan Ayam Ras Petelur Kecamatan Ambunten

No Desa Nama PemilikJumlah Ternak

(ekor)1 Ambunten Tengah H. Muhlis 66.0002 Kelles H.Asnawi 12.0003 Sogiyan Buhari 10.0004 Ambunten Timur Makmun 8.0005 Tambaagung Ares H. Sukandar 6.000

Total 102.000

Metode Pengumpulan data usahatani ayam ras

petelur dengan melakukan pencatatan secara

sistimatis terhadap fenomena-fenomena yang

diselidiki dan wawancara Tanya jawab secara

langsung dengan nara sumber yang mengtahui

tentang objek yag diteliti data yang diperoleh

disusun dalam bentuk tabulasi pengolahan data

yang didapat dilakukan dengan menggunakan

kalkulator disamping itu juga peneliti untuk

mengelola data menggunakan computer terutama

program excel 1998. Agar dapat mengetahui

kelayakan bisnis peternakan ayam petelur yang

berlokasi di Kecamatan Ambunten, penulis akan

menggunakan salah satu aspek dalam studi

kelayakan bisnis, yaitu aspek ekonomi dan

keuangan. Dalam aspek ekonomi dan keuangan

yang dianalisa adalah :Investasi, Pendapatan,

Biaya, Laba. Kriteria investasi yang dilihat dari

segi Return on Investment (ROI), Pay Back Period

(PBP), dan Break-Even Point (BEP).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan PeternakanKecamatan Ambunten merupakan salah satu

daerah di Kabupaten Sumenep yang terkenal

dengan usaha peternakan ayam ras petelur, begitu

pula dengan berbagai jenis ternak lain yang juga

banyak dipelihara oleh masyarakat setempat.

Adapun jenis dan populasi ternak yang terdapat di

Kecamatan Ambunten, Kabupaten Sumenep dapat

dilihat pada Tabel di bawah ini

Tabel 3. Jenis dan Populasi Ternak di Kecamatan Ambunten,Kabupaten Sumenep

No Jenis TernakJumlah(Ekor)

1.2.3.4.

SapiAyam BurasAyam Ras PetelurItik

1572.384

594.8312.348

Jumlah 599.720Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan

Kabupaten Sumenep, 2015.

Suparno, Analisis Kelayakan Usaha Peternakan …33

Dari Tabel di atas jenis ternak yang paling banyakdipelihara oleh masyarakat di KecamatanAmbunten, Kabupaten Sumenep adalah sebagianbesar ternak unggas yaitu ayam ras petelur denganpopulasi sebanyak 594.831 ekor. Jumlah tersebutmerupakan jumlah populasi ayam ras petelur yangpaling banyak dari seluruh kecamatan yang ada diKabupaten Sumenep.

Analisa KelayakanAnalisa kelayakan adalah cara yang dapatdilakukan untuk menentukan tingkat kelayakansuatu usaha sehingga dapat diketahui kelayakandari usaha tersebut untuk dijalankan. Dalampenelitian ini, usaha yang ddimakssud adalah usahapeternakan ayam ras petelur yang ada di

Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep.Penelitian dilakukan dengan mengambil 5 usahapeternakan yang ada 5 desa di KecamatanAmbunten. Berdasarkan data-data yang diperolehberikut pembahasan mengenai kelayakan usahapeternakan ayam ras petelur yang ada diKecamatan Ambunten apabila dilihat dari segiekonomi.

InvestasiPenghitungan atas investasi ini sangat ddiperlukanuntuk menentukan biaya, titik impas, menghitunglaba/keuntungan, serta pendanaan peternakanlainnya. Berikut ini disajikan tabel investasiPeternakan ayam ras petelur di KecamatanAmbunten.

Tabel 4. Investasi Peternakan Ayam Petelur per 100 ekor ayam

KeteranganNama Peternak dan Jumlah Kepemilikan Ternak

Total(102.000 ekor)H.Muhlis

(66000)H.Asnawi(12000)

Buhari(10000)

Makmun(8000)

H.Sukandar(6000)

A.Lancar 170.100.000 31.320.000 24.350.000 21.150.000 15.740.000 262.660.000A.Tetap 2.916.000.000 633.000.000 387.250.000 426.500.000 417.500.000 4.780.250.000Total Aktiva 3.086.100.000 664.320.000 411.600.000 447.650.000 433.240.000 5.041.910.000Total Investasi 3.086.100.000 664.320.000 411.600.000 447.650.000 433.240.000 5.041.910.000Investasi /100ekor ayam

4.675.909 1.006.545 4.116.000 5.595.625 7.220.666 22.614.745

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa, untukmenjalankan usaha peternakan ayam ras petelurdiperlukan investasi sebesar Rp.22.614.745,-. Nilaitotal investasi yang diperlukan untuk peternakandengan total kapasitas 102.000 ekor ayam siap telur(layer) adalah sebesar Rp 5.041.910.000,- yangterbagi atas aktiva lancar sebesar Rp 262.660.000,-dan aktiva tetap sebesar Rp 4.780.250.000,-. Dapatdilihat pula bahwa dari kelima usaha peternakanayam ras petelur, usaha peternakan milikH.Sukandar yang memiliki keperluan investasiyang paling tinggi yaitu sebesar Rp 7.220.666,-dengan kapasitas 6000 ekor ayam layer.

BiayaBiaya merupakan seluruh pengeluaran kas yangdilakukan dalam proses pelaksanaan usahapeternakan ayam ras petelur. Biaya dalampenelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitubiaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabelcost). Biaya tetap terdiri atas biaya penyusutankandang, bangunan, mobil,dan peralatan. Biayavariabel dikeluarkan untuk melakukan pembelianpakan, vaksin, gaji pegawai, dan listrik. Tabelberikut merupakan masing-masing biaya pada 5usaha peternakan ayam ras petelur

Tabel 5. Biaya Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur di Kecamatan Ambunten

KeteranganNama Peternak dan Jumlah Kepemilikan Ternak

Total(102.000 ekor)H.Muhlis

(66000)H.Asnawi(12000)

Buhari(10000)

Makmun(8000)

H.Sukandar(6000)

Biaya Tetap 20.572.200 874.200 3.564.400 3.105.120 994620 29.110.540Biaya Variabel 780.775.000 166.875.000 196.480.000 196.480.000 99.318.000 1.439.928.000Total biaya 801.347.200 167.749.200 200.044.400 199.585.120 100.312.620 1.469.038.540Total Biaya /100ekor ayam

1.214.162 1.397.910 2.000.444 2.494.814 1.671.877 1.440.233

34 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

Tabel di atas merupakan keseluruhan dari totalbiaya dari 5 usaha peternakkan di kecamatanAmbunten. Berdasarkan tabel diatas diketahuibahwa biaya total yang harus dikeluarkan olehpeternak ayam petelur setiap bulannya untuk 100ekor ayam adalah sebesar Rp 1.440.233,-. Usahapeternakan milik Pak Makmun merupakanpeternakan yang mengeluarkan biaya total per 100ekor ayam yang paling besar apabila dibandingkandengan usaha peternakan yang lain., yaitu sebesarRp 2.494.814,-, sedangkan pengeluaran biaya totalpaling kecil dikeluarkan oleh usaha peternakanmilik H.Muhlis yaitu sebesar Rp 1.214.162,-. Halini disebabkan karena H muhlis memiliki tingkatinvestasi yang tinggi dibandingkan dengan usaha

peternakan yang lainnya. Dari tabel 6 jugadiketahui bahwa biaya total keseluruhan yang harusdikeluarkan oleh usaha peternakan untuk 102.000ekor ayam siap telur adalah sebesar Rp1.469.083.540.

PendapatanPendapatan merupakan aliran kas masuk yangdiperoleh dari penjualan barang-barang hasilproduksi atas kegiatan usaha yang ddilaksanakan.Pendapatan yang diperoleh oleh usaha peternakanayam ras petelur adalah dari penjualan telur ayam,kotoran ayam, dan ayam afkir. Pendapatan usahapeternakan ayam ras petelur di kecamatanAmbunten disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 6. Pendapatan Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur di Kecamatan Ambunten

KeteranganNama Peternak dan Jumlah Kepemilikan Ternak

Total(102.000 ekor)H.Muhlis

(66000)H.Asnawi(12000)

Buhari(10000)

Makmun(8000)

H.Sukandar(6000)

Pendapatan 2.550.300.000 471.100.000 348.100.000 288.750.000 213.800.000 3.872.050.000

Totalpendapatan/100 ekorayam

3.864.090 3.925.833 3.481.000 3.609.375 3.563.333 3.796.127

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapatan

tertinggi diperoleh oleh peternakan milik H.Muhlis

dengan tingkat prosentase ayam bertelur yaitu 75 %

dari 66000 ayam layer yaitu sebesar Rp

2.550.300.000. Sedangkan yang memperoleh

tingkat pendapatan terendah yaitu peternakan milik

H. Sukandar dengan prosentase ayam bertelur

adalah 73 % dari 6.000 ayam layer yaitu sebesar

Rp 213.800.000.

Laba UsahaLaba usaha merupakan hasil yang diperoleh dari

pengurangan total pendapatan dengan total biaya

yang harus dikeluarkan. Laba usaha dihitung per

100 ekor ayam/ bulan. Perincian atas laba usaha

disajikan alam tabel berikut :

Tabel 7. Laba Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur di Kecamatan Ambunten

Keterangan

Nama Peternak dan Jumlah Kepemilikan TernakTotal

(102.000 ekor)H.Muhlis(66000)

H.Asnawi(12000)

Buhari(10000)

Makmun(8000)

H.Sukandar(6000)

Pendapaan 2.550.300.000 471.100.000 348.100.000 288.750.000 213.800.000 3.872.050.000

Total biaya 801.347.200 167.749.200 200.044.400 199.585.120 100.312.620 1.469.038.540

Laba 1.748.952.800 303.350.800 148.055600 89.164.880 188.437.380 2.477.961.460Laba /100ekor ayam

2.649.928 2.527923 1.480.556 1.114561 3.140.623 2.429.373

Laba usaha yang diperoleh peternakan atas

penjualan telur ayam, kotoran ayam, dan ayam

afkir adalah Rp 2.429.373 per 100 ekor ayam per

bulan. Laba usaha seluruh kapasitas adalah Rp

2.477.961.460 per bulannya untuk 102.000 ekor

ayam. Dari tabel tersebut dapat juga dilihat

peternakan yang mampu menghasilkan laba usaha

paling besar adalah Peternakan milik H.Sukandar

yaitu sebesar Rp 3.140.623 per 100 ekor ayam, dan

yang terendah adalah peternakan milik Pak

Makmun yaitu sebesar Rp 1.114.561 per 100 ekor

ayam.

Suparno, Analisis Kelayakan Usaha Peternakan …35

Kriteria Kelayakan Usaha1. BEP (Break Even Point )Break Even Point adalah titik pulang pokok dimanatotal pendapatan sama dengan total biaya. Semakincepat suatu usaha dapat mencapai titik impas, maka

semakin baik usaha tersebut. BEP dalam penelitianini ada dua yaitu BEP atas dasar unit dan BEP atasdasar penjualan dalam rupiah. Berdasarkan uraiandiatas hasil penghitungan BEP dalam penelitiandapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 8. BEP Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur di Kecamatan Ambunten

KeteranganNama Peternak dan Jumlah Kepemilikan Ternak

Total(102.000 ekor)

H.Muhlis(66000)

H.Asnawi(12000)

Buhari(10000)

Makmun(8000)

H.Sukandar(6000)

BEP (Q) 22356 951 3925 3442 1088 31556BEP ( (P ) 20.992.040 892.040 3.712.916 3.231.375 1.025.381 2.958.882

Tabel diatas menunjukkan bahwa untuk mencapaititik impas atau BEP,Peternak harus mampumenjual produknya sebanyak 31556 butir per 100ekor ayam atau sebanyak 1972 kg bila diasumsikan1 kg telur sama dengan 16 butir telur. Di dalamtabel juga dijelaskan tingkat pendapatan yang harusdicapai oleh peternakan ayam petelur agarmencapai kondisi BEP adalah sebesar Rp 2.958.882per 100 ekor ayam per bulan. Masing-masingpeternakan ayam ras petelur memiliki jumlahproduk dan pendapatan yang berbeda untukmencapai kondisi BEPnya. Perbedaan tersebutdipengaruhi oleh besarnya jumlah biaya tetap usahaitu sendiri, semakin besar jumlah biaya tetap makapenjualan produknya juga semakkin banyak, guna

menutup biaya tetap yang dikeluarkan tersebut.Sebagai contoh Peternakkan milih Hmuhlis harusmampu menjual produk telur sebanyak 22356 butirdengan prosentase ayam bertelur setiap harinya75% untuk menutup biaya tetap sebesar Rp.20.572.200,-.

2. Return Of Investment (ROI )ROI ini digunakan untuk menilai kelayakaninvestasi usaha atau proyek, sebuah usahadikatakan layak dijalankan apabila ROI lebih besardari tingkat suku bunga bank yang berlaku padasaat usaha tersebut diusahakan. Berikut adalahhasil perhitungan ROI pada 5 usaha peternakanayam ras petelur di Kecamatan Ambunten

Tabel 9. ROI pada usaha Peternakan Ayam Ras Petelur di Kecamatan Ambunten

KeteranganNama Peternak dan jumlah Kepemilikan Ternak

Total(102.000 ekor)H.Muhlis

(66000)H.Asnawi(12000)

Buhari(10000)

Makmun(8000)

H.Sukandar(6000)

ROI 56 % 49,7 % 35 % 20 % 44 % 49 %Suku BungaBank/ Bulan

1,15 % 1,15 % 1,15 % 1,15 % 1,15 % 1,15 %

Dengan melihat tabel diatas dapat disimpulkanbahwa kelima usaha peternakan ayam petelur dikecamatan Ambunten dalam penelitian initermasuk dalam usaha yang layak untukdijalankan. Kelayakan ini dapat dilihat dari rata-rata ROI yang dihasilkan yaitu sebesar 49 %dimana nilai ini lebih besar dari tingkat sukubunga bank sebesar 1,15 %.

3. Pay Back Period (PBP)Pay Back Period adalah suattu periode yangdiperlukan untuk menutup kembali pengeluaraninvestasi yang dilakukan dengan menggunakanaliran kas bersih. Semakin cepat pengembaliandari sebuah usaha, maka kinerja usaha tersebutsemakin baik. PBP dalam penelitian ini disajikanpada tabel berikut ini.

Tabel 10. PBP Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur di Kecamatan Ambunten

Keterangan

Nama Peternak dan Jumlah Kepemilikan TernakTotal

(102.000 ekor)H.Muhlis(66000)

H.Asnawi(12000)

Buhari(10000)

Makmun(8000)

H.Sukandar(6000)

Totalinvestasi

3.086.100.000 664.320.000 411.600.000 447.650.000 433.240.000 5.041.910.000

Laba usaha 1.748.952.800 303.350.800 148.055600 89.164.880 188.437.380 2.477.961.460PBP (tahun) 1,8 2,2 2,8 5,02 2,3 2,03

36 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlahtotal investasi yang diperlukan peternakan ayam raspetelur sebesar Rp 5.041.910.000 dengan jumlahlaba sebesar Rp 2.477.961.460 membutuhkan rata-rata jangka waktu 2 tahun 3 bulan untuk menutupkeseluruhan biaya investasinya.

KESIMPULAN1. Nilai total investasi yang diperlukan untuk

peternakan dengan total kapasitas 102.000 ekorayam siap telur (layer) adalah sebesar Rp5.041.910.000,- yang terbagi atas aktiva lancarsebesar Rp 262.660.000,- dan aktiva tetapsebesar Rp 4.780.250.000,-.

2. Biaya total yang harus dikeluarkan olehpeternak ayam petelur setiap bulannya untuk100 ekor ayam adalah sebesar Rp 1.440.233,-.

3. Pendapatan tertinggi diperoleh oleh peternakanmilik H.Muhlis dengan tingkat prosentase ayambertelur yaitu 75 % dari 66000 ayam layer yaitusebesar Rp 2.550.300.000.

4. Laba usaha yang ddiperoleh peternakan ataspenjualan telur ayam, kotoran ayam, dan ayamafkir adalah Rp 2.429.373 per 100 ekor ayamper bulan. Laba usaha seluruh kapasitas adalahRp 2.477.961.460 per bulannya untuk 102.000ekor ayam.

5. untuk mencapai titik impas atau BEP,Peternakharus mampu menjual produknya sebanyak31556 butir per 100 ekor ayam atau sebanyak1972 kg bila diasumsikan 1 kg telur samadengan 16 butir telur.

6. kelima usaha peternakan ayam petelur dikecamatan Ambunten dalam penelitian initermasuk dalam usaha yang layak untukdijalankan. Hal dapat dilihat dari rata-rata ROIyang dihasilkan yaitu sebesar 49 % dimana nilaiini lebih besar dari tingkat suku bunga banksebesar 1,15 %.

7. jumlah total investasi yang diperlukanpeternakan ayam ras petelur sebesar Rp5.041.910.000 dengan jumlah laba sebesar Rp2.477.961.460 membutuhkan rata-rata jangkawaktu 2 tahun 3 bulan untuk menutupkeseluruhan biaya investasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Dilon, Jhon l & J.B Hardaker, Ilmu Usahatani&Penelitian Untuk Pengembangan PetaniKecil. From manajement reseach for smalldevelopment. Diterjemahkan olehsoekartawi & Asoeharjo, Cet ke-3(Jakarta: UI-press,1986).

Hernanto, F. Ilmu usaha Tani. Cetakan pertama.(Jakarta, Penerbit, Swadaya 1989).

Mahekam, dan Malcolm, Manajemen UsahataniDaerah Tropis. The Ekonimics of TropicalFarm Management. Diterjemahkan OlehB. Teku, Cet.1 (Jakarta:LP3S, 1991).

Nuroso, S.Pt. Pembesaran Ayam KampungPedaging Hari Per Hari. Cet Ke-1(Jakarta. Penerbit Penabar Swadaya,2010).

Rasyaf, M. Pengelolaan Usaha Peternakan AyamKampung. (Yogyakarta. Kanisius, 1992).

Sarwono, B. Beternak Ayam Buras. Cet Ke-31Edisi Revisi (Jakarta. Penebar Swadaya.2010).

Soeharjo, A Dan Dahlan Patong. Sendi-sendi PokokUsahatani. Jurusan Ilmu-ilmu SosekPertanian. (Bogor. Fakultas Pertanian IPB,1986)

Soekartawi, A.S.J.L. Dilolon dan J.B. Hardaker.Ilmu usahatani dan penelitian untukpengembangan petani kecil. (Jakarta UI-Press, 1986).

Soekartawi, Analisis Usahatani. (Jakarta, UI-Press, 2006).

37

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARASECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN

Suhartina dan I. Susanti SFakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Sulawesi Barat, Majene, Sulawesi Barat

e-mail : [email protected]

Abstrak

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui strategi pengembangan ternak kerbau yang dipelihara secaratradisonal berdasarkan peluang dan tantangan yang dihadapi peternak. Penelitian ini merupakan studi kasusyang dilakukan dengan metode sampling jenuh, jumlah populasi peternak kerbau Desa Tandung KecamatanTinambung adalah 35 orang. Data primer dan sekunder yang diperoleh digunakan untuk menjawab tujuanpenelitian. Peluang pengembangan usaha ternak kerbau yang dipelihara secara tradisional oleh peternak diDesa Tandung Kecamatan Tinambung adalah tersedianya lahan yang berpotensi sebagai pengembanganHMT, peternak yang sudah berpengalaman, banyaknya limbah pertanian sebagai pakan ternak, daging dansusu kerbau merupakan sumber protein bernilai gizi tinggi, transportasi yang baik, permintaan produk ternakkerbau meningkat, dan dukungan dari pemerintah. Tantangan yang dihadapi peternak dalammengembangkan usaha ternak kerbaunya terdiri dari kelemahan dan ancaman. Kelemahan terdiri dari polapemeliharaan ekstensif, sulit dalam pengaturan perkawinan, penerapan teknologi masih rendah, danketersediaan modal yang masih kurang. Sedangkan ancaman terdiri dari pencurian ternak, pemotongan ternakbetina produktif, dan ketersediaan pasar untuk menampung ternak yang siap jual. Strategi dalampengembangan ternak kerbau yaitu pola pemeliharaan semi intensif dengan menyediakan padangpenggembalaan terbatas, dengan memanfaatkan lahan tidak produktif. Ternak dilepas pada siang hari dipadang penggembalaan yang telah diberi pembatas dan dimasukkan ke kandang pada malam hari.

Kata kunci: Strategi, pengembangan, kerbau, peluang, tantangan.

PENDAHULUANPeningkatan produksi peternakan terutama

untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi terusdilanjutkan melalui usaha pembinaan daerah-daerahproduksi yang ada serta pengembangan wilayahproduksi baru. Sehubungan dengan itu perlu lebihditingkatkan upaya pengembangan danpemanfaatan teknologi tepat guna baik untukmeningkatkan populasi ternak maupun mutu ternak,pemeliharaan kesehatan ternak, penyuluhan danpembinaan peternak, penyediaan sarana danprasarana dalam bidang peternakan sertapemanfaatan limbah pertanian sebagai pakanternak.

Salah satu komoditi yang terdapat pada subsektor peternakan adalah kerbau. Kerbau (Bubalusbubalis) adalah ternak rumunansia besar yangmempunyai potensi tinggi dalam penyediaandaging. Kerbau merupakan ternak asli daerah panasdan lembab, khususnya daerah belahan utaratropika. Ternak ini sudah lama dikenal olehmasyarakat Indonesia. Khususnya di Desa TandungKecamatan Tinambung, ternak ini bahkan lebihduluan dikembangkan dari pada ternak sapi.Kerbau merupakan ternak dwiguna yang digunakansebagai ternak kerja dan juga sebagai ternak potong

bahkan pada daerah tertentu ternak kerbau inimelambangkan status sosial dalam masyarakat.

Akan tetapi dalam perkembanganselanjutnya ternak tersebut semakin berkurangpopulasinya. Hal ini disebabkan karena ternakkerbau memiliki spesifikasi khusus yang olehsebagian masyarakat penanganannya menjadisangat rumit bila dibandingkan dengan ternak sapi,selain itu jumlah pakan yang diperlukan lebihbanyak, kebutuhan air yang juga lebih banyak.Sehingga jika tidak ada perhatian khusus makapopulasinya akan semakin berkurang, padahalternak kerbau sangat berpotensi untuk suplai dagingdan produk lainnya yang berupa susu dan kulit .

Desa Tandung merupakan salah satu desayang cukup potensial untuk pengembangan usahaternak kerbau tersebut karena memiliki saranapendukung usaha budidaya kerbau. Lahan kurangproduktif yang potensial untuk pengembanganHMT ditambah dekat dengan hamparan sawahyang memiliki limbah berupa jerami yang bisadimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Beternak menjadi salah satu matapencaharian masyarakat di Desa Tandung yangmampu menggerakkan ekonomi masyarakat,khususnya ternak kerbau dengan jumlah populasiberdasarakan data BPP Kecamatan Tinambung

38 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

tahun 2011 yaitu sebanyak 236 ekor. Peternakbudidaya kerbau di Desa Tandung sejak turunmenurun telah mengelola ternak kerbau secaratradisional dengan cara melepaskannya ke tanahlapang karena melimpahnya pakan rumput.

Berdasarkan uraian yang telahdikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalahuntuk mengetahui strategi pengembangan ternakkerbau yang dipelihara secara tradisonalberdasarkan peluang dan tantangan yang dihadapipeternak.

MATERI DAN METODAPenelitian dilakukan dengan metode sampling

jenuh atau biasa disebut total sampling adalahsampel yang mewakili jumlah populasi (Sugiyono,2007). Jumlah populasi peternak kerbau DesaTandung Kecamatan Tinambung adalah 35 orang,karena populasinya kecil maka seluruh populasipeternak dijadikan sebagai sampel penelitian.

Jenis penelitian ini adalah studi kasus (casestudy) pada peternak kerbau yang ada di DesaTandung Kecamatan Tinambung KabupatenPolewali Mandar. Survei lapang dilakukan denganmelakukan pengamatan dan wawancara terhadappeternak kerbau. Studi kasus adalah penelitiantentang status subyek penelitian yang berkenaandengan suatu fase spesifik atau khas darikeseluruhan personalitas (Nasir, 1988). Subyekpenelitian ini adalah peternak kerbau.

Studi ini menggunakan pengambilan dataprimer berupa hasil survey lapang dan datasekunder yang diperoleh dari instansi terkait sepertiDinas Pertanian dan Peternakan, Badan PusatStatistik Kabupaten Polewali Mandar, danBAPPEDA Kabupaten Polewali Mandar. Datasekunder yang diambil meliputi populasi ternakkerbau, jumlah peternak, luas penggunaan lahandan data lainnya yang dianggap mendukung dalampenelitian ini.

Metode yang digunakan dalam penelitian iniadalah analisis SWOT. SWOT adalah singkatandari lingkungan internal kekuatan (Strengths) dankelemahan (weaknesses), dan lingkungan eksternalpeluang (opportunities) dan ancaman (threats) yangdihadapi dalam dunia bisnis. Menurut Pearce danRobinson (1997), dalam melakukan analisiseksternal, suatu usaha menggali danmengidentifikasi semua peluang yang berkembangpada saat itu serta ancaman dari para pesaing,sedangkan analisis internal lebih menfokuskan padainformasi kekuatan dan kelemahan.

HASIL DAN PEMBAHASANAnalisis strategis dilakukan untuk

mengetahui strategi yang akan dipakai olehmasyarakat pengusaha ternak kerbau. Langkahpertama yang harus dilakukan adalah denganmengidentifikasi kekuatan (strength), kelemahan(weakness), peluang (opportunities) dan ancaman(threat) yang dapat terjadi dalam usaha ternakkerbau tersebut.

Pengembangan ternak kerbau di DesaTandung Kecamatan Tinambung memerlukanperhatian khusus mengingat keadaan sosialekonomi masyarakat dewasa ini cenderungmelahirkan ketidakharmonisan interaksi antarakerbau dengan lingkungannya. Ketidakharmonisanini erat kaitannya dengan pola pemeliharaan kerbauyang sebagian besar masih dilakukan secaraekstensif (dilepas sepanjang hari), sementarapemanfaatan lahan semakin intensif sehinggaketersediaan areal untuk penggembalaan ternaksemakin terbatas.

Karena itu dilakukan analisis SWOT untukmelihat faktor internal (kekuatan dan kelemahan)dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) untukmengetahui strategi pengembangan ternak kerbauguna mengkaji lebih dalam prospek pengembanganternak kerbau di Desa Tandung KecamatanTinambung sebagai berikut:1. Faktor Internala. Kekuatan (strength)

Ternak Kerbau Sebagai Komoditas SosialBudayaTernak kerbau sudah menjadi bagianpenting dalam berbagai aktifitas kehidupanmasyarakat Tinambung, tidak saja sebagaikomoditas ekonomi tetapi juga berfungsisebagai komoditas sosial budaya. Dibeberapa daerah tertentu kerbau menjadibagian dari prosesi adat, seperti perkawinanatau upacara adat kematian, yang tidakboleh digantikan dengan ternak lainnya.Dengan demikian kerbau memiliki nilaiekonomis yang tinggi di tengah masyarakat.

Kemampuan Mencerna Pakan BermutuRendahKerbau memiliki kemampuan mencernapakan bermutu rendah yang lebih efisiendaripada sapi. Hal ini diduga erat kaitannyadengan lambannya gerakan makanandidalam saluran pencernaan kerbau sehinggamakanan tersebut dapat diolah lebih lama

Suhartina, Strategi Pengembangan Usaha Ternak … 39

dan penyerapan zat gizinya akan lebihbanyak. Oleh karena itu jarang sekaliditemukan kerbau yang kurus walaupundengan ketersediaan pakan yang seadanya.Perdagingan yang penuh dan padatmenjadikan kerbau memiliki persentasedaging yang lebih tinggi ketimbang sapi.Tidak heran kalau para pedagang ternaklebih menyukai kerbau untuk dipotongdaripada sapi.

Kemampuan Fisik Ternak KerbauDari sisi kemampuan fisik kerbau memilikikaki yang kokoh disertai teracak yang lebar.Sungguhpun jalannya lambat tetapi mampumenarik beban yang berat serta menempuhmedan yang becek bahkan berlumpur. Olehkarena itu kerbau sangat cocok digunakansebagai ternak penarik hasil produksipertanian dan kehutanan di lokasi-lokasiyang hampir mustahil dilalui oleh kendaraanlainnya.Selain itu, kerbau juga mampumenyesuaikan diri terhadap tekanan danperubahan lingkungan yang ekstrim.Misalnya, kerbau bisa hidup dengan baikmeskipun terjadi perubahan suhu danvegetasi padang rumput.

b. Kelemahan (weakness) Pola Pemeliharaan Ekstensif

Pola pemeliharaan ternak kerbau sebagianbesar masih ekstensif sehinggamenimbulkan berbagai ekses negatif sepertikonflik dengan usaha pertanian lain,meningkatnya pencurian dan sulitnyapengendalian kesehatan ternak. Penerapanpola pemeliharaan ini terkesan didukungoleh ketentuan adat humo bepagar siang,ternak bekandang malam, yang diartikanbahwa ternak boleh saja berkeliaran danmasuk ke lahan pertanian pada siang hari.Tetapi praktiknya saat ini pada malamharipun ternak tetap saja berkeliaran.Walaupun kerbau dipelihara dalam jumlahyang banyak namun menejemenpemeliharaan masih menggunakan sistemekstensif, yakni lebih menjurus kepadastatus sosial budaya, sebagai tabungan dankesenangan, belum menyentuh kepadapenggunaan ternak sebagai usaha komersial.

Sulit Dalam Pengaturan PerkawinanDari sisi fisiologis kerbau memiliki perilakureproduksi yang relatif berbeda

dibandingkan dengan sapi. Salah satunyaadalah kecenderungan induk kerbaumemperlihatkan ciri birahi tenang (silenceheat) serta datangnya birahi pada subuh danmalam hari. Hal ini menyebabkanpengaturan perkawinan pada polapemeliharaan intensif menjadi relatif lebihsulit.

Penerapan Teknologi Masih RendahDaya reproduksi kerbau tidak kalah dengansapi. Dalam pemeliharaan intensif, selangkelahiran (waktu yang dibutuhkan antaradua kelahiran yang berturutan) dapatmencapai 13 bulan. Karena penerapanteknologi masih rendah dan pemeliharaankerbau dilepas bebas di pasangpenggembalaan tanpa perlakuan pakan danpengaturan perkawinan maka selangkelahiran dapat mencapai lebih dari 24bulan.

Ketersediaan Modal Yang Masih KurangWalaupun dukungan pemerintah dalambentuk bantuan dana dalam program SMDnamun hal itu tidak mencukupi kebutuhanbiaya produksi untuk pengembangan ternakkerbau, mengingat biaya produksi untukpemeliharaan ternak kerbau sangat tinggi.Karena itu masyarakat petyernak sangatmengharapkan adanya bantuan baik daripihak swasta maupun pemerintah.

2. Faktor Eksternala. Peluang (Opportunity) Tersedia Lahan Yang Berpotensi Sebagai

Pengembangan HMTPeternak di Desa Tandung tergabung dalamsuatu organisasi yaitu Kelompok TaniSimemangan. Kelompok tani ini mempunyailahan seluas 0.5 Ha yang digunakan secarabersama yaitu untuk lokasi kandang,Industri pengolah limbah, industri Biogas,gudang pakan, dan sanggar tani sedangkanuntuk lokasi penunjang, berupa HMTtersedia lahan ±25 Ha yang merupakan milikanggota kelompok.

Pengalaman PeternakPeternak di Desa Tandung pada umumnyasudah berpengalaman dalam beternak baikternak besar seperti sapi dan kerbau maupunternak kecil seperti kambing dan unggas.Pengalaman dalam beternak sudah berkisarantara 5 – 20 tahun. Dengan pengalaman

40 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

tersebut maka berbagai hambatan dalambudidaya ternak kerbau dapat diatasi.

Banyaknya Limbah Pertanian SebagaiPakan TernakPembangunan ekonomi di KabupatenPolewali Mandar tertumpu pada sub sektorpertanian. Jika dikelola dengan baik makasub sektor ini merupakan mitra yang serasidengan pengembangan ternak kerbau.Usahatani pertanian dapat meningkatkanketersediaan pakan untuk ternak, sebaliknyatenaga kerja dan pupuk kandang dari ternakdapat dimanfaatkan pada usahatanipertanian.

Daging Dan Susu Kerbau MerupakanSumber Protein Bernilai Gizi TinggiAdanya kecenderungan masyarakat moderenuntuk back to nature sehingga panganeksotik seperti halnya daging kerbau, yangjuga memiliki kandungan lemak rendah,mempunyai potensi yang sangat besarsebagai komoditas ekspor ke negara maju.Hal ini disebabkan karena Daging dan susukerbau merupakan sumber protein bernilaigizi tinggi. Keju mozarela yang lezat dansangat terkenal di dunia terbuat dari susukerbau. Begitu pula, dadih yang terbuat darisusu kerbau telah lama diproduksi secaratradisional oleh masyarakat. Produkfermentasi susu ini tidak kalah gizi danmanfaatnya dengan produk fermentasi susumodern seperti yogurt.

Transportasi Yang BaikKecamatan Tinambung terletak padaperlintasan wilayah antar provinsi dantransportasi yang baik sehingga memilikiakses yang lebih mudah untuk pengirimankomoditas perdagangannya ke pasar-pasarpotensial.

Permintaan Produk Ternak KerbauMeningkatUsaha ternak kerbau masih memilikipeluang pasar yang besar mengingat usahaternak kerbau ini masih jarang diusahakanoleh masyarakat khususnya di SulawesiBarat. Karena hal tersebut maka permintaanternak kerbau di Desa Tandung KecamatanTinambung terus mengalami peningkatandari tahun ke tahun. Berbagai konsumenbaik dari masyarakat sekitar maupun daridaerah lain seperti Kabupaten Enrekang danKabupaten Tanah Toraja. Ternak kerbau

biasanya digunakan untuk upacara-upacaraadat.

Dukungan PemerintahSalah satu bentuk dukungan dari pemerintahterhadap usaha budidaya ternak kerbauadalah pemberian bantuan dana terhadappeternak melalui beberapa programdiantaranya sarjana membangun desa(SMD). Peternak yang tergabung dalamkelompok tani yang difasilitasi pemerintahdengan usaha yang telah berjalan denganbaik diharapkan dapat membentuk suatuwadah ekonomi yaitu koperasi. Kelompoktani binaan diharapkan mampu mengelolausahanya secara professional sehinggainvestasi publik dan perbankan akan tertarikmembiayai usaha peternakan kerbau ini.

b. Ancaman (Threat) Pencurian Ternak

Sarana transportasi yang semakin lancarmemberikan kemudahan bagi para pencuriternak kerbau. Petani merasa semakin tidaknyaman untuk mengembangkan ternakkerbau karena pencurian, hal ini telahmenimbulkan berbagai ekses negatif yangmendorong semakin tidak kondusifnyapengembangan ternak kerbau serta secaranyata berpengaruh negatif terhadap populasiternak ini. Jika petani merasa tidak nyamanmemelihara ternak maka ternak yang lebihdahulu dijual adalah pejantan. Olehkarenanya dampak yang paling cepat terlihatadalah penurunan angka kelahiran karenakesulitan pejantan.

Pemotongan Ternak Betina ProduktifPemotongan ternak kerbau betina, yangbesar kemungkinan masih produktif masihtinggi, hal ini dapat menyebabkanpenurunan angka kelahiran sehinggapopulasi ternak kerbau lambat laun akanmenurun.

Ketersediaan Pasar Untuk MenampungTernak Yang Siap Jual.Walaupun permintaan ternak kerbau daritahun ke tahun terus mengalami peningkatannamun ketersediaan pasar untukmenampung ternak yang siap dijual belumada. Produksi ternak kerbau yang dihasilkanpeternak masih lebih besar dari permintaanpasar, sehingga ternak yang siap jualmenumpuk di peternak. Hal ini menjadikendala bagi peternak karena ternak yang

Suhartina, Strategi Pengembangan Usaha Ternak … 41

seharusnya dijual masih perlu dipeliharauntuk menunggu pembeli, hal ini dapatmenambah biaya produksi.

3. Strategi PengembanganPenentuan alternatif strategi yang sesuai

bagi usaha ternak kerbau adalah membuat matriks

SWOT seperti pada Tabel 1 berikut. MatriksSWOT dibuat berdasarkan hasil analisis faktor-faktor strategi baik internal maupun eksternal yangterdiri dari faktor kekuatan (strength), kelemahan(weakness), peluang (opportunities) dan ancaman(threat).

Tabel 1. Matriks SWOT Untuk Penentuan Strategi Pengembangan Ternak Kerbaudi Desa Tandung Kecamatan Tinambung

Internal

Eksternal

Kekuatan (S) Ternak kerbau sebagai

komoditas sosial budaya Kemampuan mencerna pakan

bermutu rendah Kemampuan fisik ternak kerbau Potensi tenaga kerja besar

Kelemahan (W) Pola pemeliharaan ekstensif Sulit dalam pengaturan

perkawinan Penerapan teknologi masih

rendah Ketersediaan modal yang

masih kurang

Peluang (O) Tersedia lahan yang berpotensi

sebagai pengembangan HMT Pengalaman peternak Banyaknya limbah pertanian

sebagai pakan ternak Daging dan susu kerbau

merupakan sumber proteinbernilai gizi tinggi

Transportasi yang baik Permintaan Produk Ternak

Kerbau Meningkat Dukungan Pemerintah

Strategi S-O Penambahan populasi ternak

kerbau Penerapan teknologi pakan Peningkatan keterampilan

peternak melalui pelatihan

Strategi W-O Optimalisasi lahan untuk

HMT Penerapan teknologi tepat

guna Kerjasama dengan lembaga

perkreditan

Ancaman (T) Pencurian ternak Pemotongan ternak betina

produktif Ketersediaan pasar untuk

menampung ternak yang siapjual.

Strategi S-T Pemeliharaan ternak dengan

pola semi-intensif Intensifikasi lahan penanaman

HMT Penyelamatan ternak betina

produktif

Strategi W-T Meningkatkan pengawasan Memperbaiki manajemen

produksi Pelatihan peternak

Berdasarkan uraian analisis faktor internaldan eksternal maka pemeliharaan ternak kerbaudengan pola ekstensif merupakan faktor penentuyang paling penting sebagai penyebab timbulnyapermasalahan dalam pengembangan ternak kerbaudi Desa Tandung Kecamatan Tinambung. Dengansemakin sempitnya ketersediaan lahanpenggembalaan serta tingginya tingkat pencurianternak maka pola pemeliharaan ternak seperti initentunya tidak bisa dipertahankan lagi. Mengubahpemeliharaan kerbau secara langsung ke polaintensif (sepenuhnya dikandang), seperti halnyapada ternak sapi, rasanya belum memenuhikelayakan budaya. Selain itu juga akanmempersulit dalam proses perkawinan ternakkarena sifat reproduksi kerbau yang khas itu.

Sedangkan untuk penyediaan padangpenggembalaan khusus dengan luasan yang mampumenyediakan hijauan dalam jumlah cukup tentumasih memerlukan perhitungan kelayakanekonomisnya. Karena itu yang paling layakditerapkan adalah pola semi intensif, dimana ternakdigembalakan dan dikandangkan pada waktu-waktutertentu.

Pola pemeliharaan semi intensif yang palinglayak diterapkan adalah dengan menyediakanpadang penggembalaan terbatas, denganmemanfaatkan lahan tidak produktif seperti rawa.Ternak dilepas pada siang hari di padangpenggembalaan yang telah diberi pembatas dandimasukkan ke kandang pada malam hari. Kandangtersebut dibangun berderet dipinggir padang

42 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

penggembalaan. Fungsi padang penggembalaandisini lebih banyak untuk memudahkanperkawinan, disamping dapat menyediakansebagian dari kebutuhan pakan ternak. Gunamencukupi ketersediaan pakan yang terbatas dipadang penggembalaan maka peternak harusmemberikan tambahan hijauan berupa jerami hasilpertanian untuk ternak mereka di kandang masing-masing.

Merubah perilaku peternak dari yang semulahanya melepaskan ternak mereka menjadi mauuntuk menyediakan pakan dan mengawasiternaknya setiap hari tentunya membutuhkan prosesrekayasa sosial (social engineering) yang harusdilakukan secara seksama. Dalam pelaksanaannyatidak saja membutuhkan upaya penyuluhan yangintensif tetapi juga disertai dengan pembinaankelompok peternak dan dorongan masyarakatsecara menyeluruh. Ketersediaan pejantan yangbermutu dalam jumlah cukup di masing-masingpadang penggembalaan menjadi faktor penentudalam peningkatan angka kelahiran dan mutugenetik keturunan ternak. Pada sistem pemeliharaanternak berkelompok sangat sulit diharapkan adanyapetani yang mau menyediakan pejantan yangbermutu untuk kebutuhan induk para anggotalainnya. Oleh karena itu akan lebih baik jikapemerintah dapat membantu dalam penyediaanpejantan ini dengan menggaduhkan sejumlahpejantan yang terseleksi kepada peternak. Pejantangaduhan ini tidak harus didatangkan dari tempatlain tetapi dapat saja ternak milik anggotakelompok itu sendiri yang dibeli oleh pemerintah.Setelah digunakan 4 – 5 tahun maka pejantantersebut dapat dijual dan dibagi hasil denganpeternak yang menggaduhnya. Penggaduhanpejantan ini hendaknya disertai dengan programpeningkatan mutu genetis melalui seleksi,penerapan IB (kawin suntik) dan menghindarikasus kawin sedarah (inbreeding).

Upaya menekan aktivitas pemotonganternak betina produktif tentunya perlu mendapatperhatian, mengingat aktivitas ini akanmempercepat proses pengurasan populasi kerbau.Implementasinya tidak saja membutuhkanpendekatan yuridis tetapi harus juga digabungdengan pendekatan sosial ekonomi. Untuk itudiperlukan kajian lebih lanjut agar pendekatan yangditerapkan untuk mengatasi masalah klasik inidapat dirancang secara tepat guna.

KESIMPULANBerdasarkan uraian pada pembahasan maka

dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenaiprospek pengembangan ternak kerbau di DesaTandung Kecamatan Tinambung sebagai berikut:1. Peluang pengembangan usaha ternak kerbau

yang dipelihara secara tradisional oleh peternakdi Desa Tandung Kecamatan Tinambung adalahtersedianya lahan yang berpotensi sebagaipengembangan HMT, peternak yang sudahberpengalaman, banyaknya limbah pertaniansebagai pakan ternak, daging dan susu kerbaumerupakan sumber protein bernilai gizi tinggi,transportasi yang baik, permintaan produkternak kerbau meningkat, dan dukungan daripemerintah.

2. Tantangan yang dihadapi peternak dalammengembangkan usaha ternak kerbaunya terdiridari kelemahan dan ancaman. Kelemahan terdiridari pola pemeliharaan ekstensif, sulit dalampengaturan perkawinan, penerapan teknologimasih rendah, dan ketersediaan modal yangmasih kurang. Sedangkan ancaman terdiri daripencurian ternak, pemotongan ternak betinaproduktif, dan ketersediaan pasar untukmenampung ternak yang siap jual.

3. Strategi dalam pengembangan ternak kerbauyaitu pola pemeliharaan semi intensif denganmenyediakan padang penggembalaan terbatas,dengan memanfaatkan lahan tidak produktif.Ternak dilepas pada siang hari di padangpenggembalaan yang telah diberi pembatas dandimasukkan ke kandang pada malam hari.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006. Kajian Pola PengembanganPeternakan Rakyat BerwawasanAgribisnis. Lembaga Penelitian IPB danDirektorat Jenderal Peternakan,Departemen Pertanian RepublikIndonesia.

___________ . 2008. Kerbau Sumber Daging danSusu. Balai Penelitian Ternak.Departemen Pertanian, RI.

___________. 2009. Ternak Kerbau PenghasilDaging di Sumatra Barat. BBP2LP.Litbang. Deptan.

Badan Pusat Statistik, 2010. Kabupaten PolewaliMandar dalam Angka 2009/20010.Sulawesi Barat.

Suhartina, Strategi Pengembangan Usaha Ternak … 43

Indriantoro dan Supomo, 2001. Metode PenelitianBisnis. BPFE, Yogyakarta.

Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT TeknikMembedah Kasus Bisnis : ReorientasiKonsep Perencanaan Strategis UntukMenghadapi Abad 21. Penerbit PTGramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategi.Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi.Alfabeta, Bandung.

Soekartawi., Soeharjo, Dillon JL, dan Hardaker, JB.1986. Ilmu Usahatani dan PenelitianUntuk Pengembangan Petani Kecil.Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Tambunan, T. 2002. Usaha Kecil dan Menengahdi Indonesia. Beberapa Isu Penting.Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

44 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

45

IPTEK BAGI MASYARAKAT (IbM) PEMBERDAYAAN ANGGOTA PKKDAN KELOMPOK WANITA TANI DESA PANGGUNGKECAMATAN SAMPANG KABUPATEN SAMPANG

Riszqina dan D.K. AgustinaProgram Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Madura

e-mail : [email protected]

Abstrak

Program IbM bertujuan agar dapat membantu meningkatkan peran anggota tim PemberdayaanKesejahteraan Keluarga (PKK) desa Panggung dalam meningkatkan sumberdaya yang ada disekitarnya;meningkatkan keterampilan para kaum perempuan/ wanita tani serta dapat membentuk masyarakat yangmandiri secara ekonomi dan dapat menciptakan kenyamanan dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan IbM diDesa Panggung Kecamatan Sampang terdiri dari 20 orang anggota PKK dan Kelompok Wanita Tani.Kegiatan dilaksanakan dari bulan April hingga Nopember 2016. Metode pelaksanaan program IbM adalahpelatihan dan pendampingan. Sebelum pelaksanaan pelatihan dilakukan pre test dan setalah pelaksanaanpelatihan dilakukan post test. Hasil pelatihan menjadi acuan dalam kegiatan pendampingan. Kegiatanpelatihan yang dilakukan berupa: (1) Pelatihan manajemen kelompok (2) Peningkatan ketrampilan anggotakelompok dalam mengolah limbah pertanian (3) Pengelolaan hasil limbah pertanian.Hasil kegiatan penerapan teknologi pengolahan hasil limbah pertanian, ditunjukkan dengan (a) adanyapeningkatan pengetahuan anggota tentang pemanfaatan limbah pertanian yang sangat nyata (b) adanyapeningkatan keterampilan anggota mengolah limbah pertanian (c) cukup mampu menghasilkan produk pakanalternatif (fermentasi jerami dan kue sapi). hasil usaha pengolahan limbah pertanian ditandai dengan (a)semakin banyak petani/peternak yang memanfaatkan limbah pertanian (kulit kacang, janggel jagung danjerami padi) untuk pakan ternak sapi dengan memberikan perlakuan sebelum diberikan kepada sapi (b)kelompok wanita tani cukup mampu mengolah limbah pertanian serta mengemas menjadi kue sapi yangsiap jual dan dipasarkan ke masyarakat. Kesimpulan dari kegiatan iptek bagi masyarakat di desa Panggungyaitu: (1)peserta mulai mengetahui pembukuan kelompok sesuai dengan standar manajemen kelompokpembukuan yang harus dimiliki oleh setiap organisasi (2) peserta sudah bisa memproduksi pakan alternatifsapi dengan berbahan dasar limbah pertanian (3) peserta sudah bisa membuat kue sapi yang telah kemassehingga mempunyai nilai jual

Kata kunci: pemberdayaan, anggota PKK, kemandirian, wanita tani

PENDAHULUANKetersediaan pakan di Pulau Madura sangat

tergantung pada musim hujan. Pada musimkemarau, ketersediaan pakan sangat terbatas.Umumnya yang bertugas mencari pakan bagi sapiadalah kaum perempuan. Pakan sapi berupahijauan diperoleh dipinggir jalan atau pematangsawah. Para petani atau peternak sangat sedikityang berupaya menyimpan pakan. MenurutRiszqina (2014), permasalahan ini disebabkan: (1)tempat menyimpan pakan yang dimiliki olehpeternak sangat terbatas (2) pemahaman tentangjumlah kebutuhan akan pakan setiap sapi tidakterlalu menjadi persoalan bagi peternak. Peternakselalu beranggapan yang penting sapi sudah diberipakan (3) keterbatasan waktu yang dicurahkanuntuk sapi rata-rata per hari 3,66 jam (4)pengetahuan peternak tentang pemeliharaan sapihanya berdasarkan tradisi (5) pada usaha sapipotong, kenggotaan peternak dalam kelompok taniterbatas (hanya 38,75% yang menjadi anggota

kelompok) (6) peternak jarang mengikutipelatihan/penyuluhan (92,5% tidak mengikutipelatihan).

Beberapa keadaan yang menjadi dasarpertimbangan kegiatan program iptek bagimasyarakat (IbM) dilaksanakan di desa Panggungdiantaranya analisis situasi lokasi desa Panggungdan kondisi tatanan social yang ada. DesaPanggung merupakan salah satu desa di wilayahKecamatan Sampang, terdiri dari 4 dusun, yaitudusun Panggung, Bekotem, Talon dan Tase’an.Batas administratif desa Panggung sebagai berikut:sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pakalongandan Desa Taman Sareh; sebelah Timur berbatasandengan Desa Baruh; sebelah Selatan berbatasandengan Desa Gunung Madah dan sebelah Baratberbatasan dengan Desa Pasean dan DesaTanggumong.

Analisis situasi lokasi kegiatan IbM sebagaiberikut: (1) Dusun Bekotem memiliki luas wilayah126,55 Ha dengan jumlah kepala keluarga

46 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

sebanyak 275 (kepala keluarga) KK dan jumlahpenduduk sebanyak 750 jiwa. Mata pencaharianpenduduk tergantung pada pertanian danpeternakan. Pola tanam yang dilakukan olehpenduduk Dusun Bekotem adalah (a) padi-padi-jagung dan tembakau (b) padi-jagung-tembakau-jagung. Jumlah penduduk yang memelihara ternaksebanyak 240 KK atau setara 87,3% dari jumlahKK yang ada di Dusun Bekotem. Jumlah sapi yangada di Dusun Bekotem sebanyak 480 ekor ataurata-rata kepemilikan sapi setiap KK sebanyak 1,74ekor (2) Dusun Panggung memiliki luas wilayahseluas 130,5 Ha dengan jumlah kepala keluargasebanyak 315 KK dan jumlah penuduknyasebanyak 1050 jiwa. Mata pencaharian pendudukDusun Panggung sebagian besar tergantung padausaha pertanian dan peternakan. Pola tanam yangada di Dusun Panggung adalah (a) padi-padi-jagung-tembakau (b) padi-jagung-kacang tanah-tembakau. Jumlah penduduk yang memelihara sapidi Dusun Panggung sebanyak 150 KK atau setaradengan 47,62% dari seluruh jumlah KK di DusunPanggung. Jumlah sapi yang dipelihara sebanyak315 ekor atau rata-rata setiap KK memelihara sapisebanyak 1,00 ekor.

Kondisi tatanan sosial masyarakat di DesaPanggung hampir sama dengan kondisi desa-desadi Kabupaten Sampang. Setiap pergantian KepalaDesa, akan berimbas kepada tatanan kelembagaandan kelompok-kelompok masyarakat yang ada didesa tersebut. Aparat Desa Panggung dan anggotaPKK telah mengalami pergantian relatif baru.

Khalayak sasaran dalam program IbMadalah kelompok wanita tani yang pada umumnyamenjadi anggota PKK dan masyarakat yang ada diDusun Panggung dan Dusun Bekotem. Kelompokanggota PKK yang ada relatif masih baru terbentuk.Hasil diskusi tim pengusul dengan mitra yangberasal dari ketua PKK desa Panggung danKelompok wanita tani Dusun Bekotem adalah (a)usaha yang dapat meningkatkan keterampilan bagikaum perempuan dan wanita tani (b) upaya yangdapat secara ekonomi meningkatkan kemandirianbagi kaum perempuan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, makaprogram IbM bertujuan agar dapat membantumeningkatkan peran anggota tim PemberdayaanKesejahteraan Keluarga (PKK) desa Panggungdalam meningkatkan sumberdaya yang adadisekitarnya; meningkatkan keterampilan parakaum perempuan/ wanita tani serta dapatmembentuk masyarakat yang mandiri secara

ekonomi dan dapat menciptakan kenyamanandalam kehidupan masyarakat.

MATERI DAN METODEKegiatan iptek bagi masyarakat di Desa

Panggung Kecamatan Sampang terdiri dari 20orang anggota PKK dan Kelompok Wanita Tani.Kegiatan dilaksanakan dari bulan April hinggaNopember 2016. Pendekatan yang dilakukandengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) tahappersiapan (2) tahap analisis situasi (3) tahapperencanaan program atau kegiatan (4) tahappelaksanaan kegiatan dan (5) tahap evaluasi.Metode pelaksanaan program IbM adalah pelatihandan pendampingan. Sebelum pelaksanaanpelatihan dilakukan pre tes dan setalah pelaksanaanpelatihan dilakukan pos tes. Hasil pelatihanmenjadi acuan dalam kegiatan pendampingan.

Kegiatan pelatihan yang dilakukan berupa:(1) Pelatihan manajemen kelompok (2)Peningkatan ketrampilan anggota kelompok dalammengolah limbah pertanian (3) Pengelolaan hasillimbah pertanian.

Target luaran dari kegiatan iptek bagimasyarakat ini, adalah: (1) PengembanganKelompok di Bidang Manajemen Agribisnis ;dengan indikator keberhasilan: (a) mampumelakukan pembukuan secara mandiri (b) memilikiusaha utama kelompok (c) dapat menyusunrencana usaha; (2) Penerapan TeknologiPengolahan Hasil Limbah Pertanian, denganindikator keberhasilan: (a) pengetahuan anggotatentang pemanfaatan limbah pertanian meningkat(b) ketrampilan anggota mengolah limbahmeningkat (c) menghasilkan produk pakanalternatif (fermentasi jerami dan kue sapi); (3)Pengelolaan Hasil Usaha Pengolahan LimbahPertanian, dengan indikator keberhasilan: (a)Peningkatan pemanfaatan limbah pertaniannyasebagai pakan ternak sendiri (b) Dapat memasarkanhasil pengolahan limbah pertanian ke masyarakatumum

Tingkat keberhasilan kegiatan iptek bagimasyarakat ini dievaluasi selama pendampingan,dan didasarkan seberapa besar tambahan capaianatau perubahan yang diperoleh selama kegiatanpelatihan dan pendampingan.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil yang dicapai selama pelaksanaan

kegiatan pengabdian meliputi kegiatanPengembangan Kelompok di Bidang ManajemenAgribisnis, Penerapan Teknologi Pengolahan Hasil

Riszqina, IbM Pemberdayaan Anggota PKK …. 47

Limbah Pertanian dan Pengelolaan Hasil UsahaPengolahan Limbah Pertanian.

Pengembangan Kelompok di BidangManajemen Agribisnis

Kegiatan pengembangan kelompokdilaksanakan dengan memberi pelatihan tentangpembukuan kelompok, kerjasama dan kemandiriankelompok dan permodalan dan pemasaran hasilusaha. Hasil pretest untuk materi yang pertamayaitu tentang manajemen kelompok di perolehhasil sebesar 32.5% Data tersebut menunjukkanbahwa tingkat pengetahuan awal peserta masihkurang tentang manajemen kelompok masihkurang memahami. Setelah dilaksanakan pelatihanternyatakan hasil post tes sebesar 58,5%. Hasiltersebut menunjukkan bahwa kegiatan pelatihanmasih belum memberi hasil yang maksimal,sehingga dilanjutkan dengan pendampingan.Selama pendampingan hanya anggota yangberpendidikan Sekolah Lanjutan dan masih usiamuda yang mau dan mampu melaksanakanpembuatan administrasi kelompok danpembukuan. Tingkat penyerapan informasi tentangteknologi dan manajemen menurut Mwanyumba etal., (2010) tergantung pada tingkat pendidikanyang cukup dan tenaga kerja yang tetap,sedangkan Saleh et al. (2006) menyatakan bahwaumur peternak, tingkat pendidikan, pengalamanbeternak, jumlah tanggungan keluarga dan jumlahtenaga kerja tidak berpengaruh terhadappendapatan peternak sapi potong. Riszqina (2014)menyatakan bahwa, faktorkemampuan zooteknis,motivasi dan keterampilan peternakmempengaruhi produktivias usaha peternak sapipotong.

Hasil kegiatan Pengembangan Kelompok diBidang Manajemen Agribisnis; ditunjukkandengan (a) cukup mampu melakukan pembukuankelompok secara mandiri (b) belum menjadiusaha utama kelompok (c) cukup mampumenyusun rencana usaha.

Penerapan Teknologi Pengolahan HasilLimbah Pertanian

Kegiatan Penerapan Teknologi PengolahanHasil Limbah Pertanian dilaksanakan denganmengadakan pelatihan. Pelatihan diawali denganmengadakan pre tes dan diperoleh hasil 36% daripeserta mengetahui tentang pengolahan limbahpertanian.

Teknologi pengolahan hasil limbah

pertanian yang diberikan kepada peserta adalahfermentasi jerami padi secara terbuka dan tertutupserta pengolahan kue sapi. Post tes dilakukansetelah selesai pelatihan, dan diperoleh hasilsebesar 60% peserta mengetahui cara pengolahanhasil limbah pertanian. Besarnya motivasi parapeserta pelatihan untuk mendapatkan pengetahuantentang pengolahan limbah pertanian sangatmembantu terlaksananya kegiatan pelatihantersebut, hal ini hasil Riszqina (2014). Hasil tesmenunjukan bahwa perlu dilakukan pendampinganpada kegiatan pengolahan hasil limbah pertaniandi masing-masing kelompok mitra agar lebihdifahami serta dapat lebih mampu melaksanakansecara mandiri bagi anggota mitra.

Hasil kegiatan penerapan teknologipengolahan hasil limbah pertanian, ditunjukkandengan (a) adanya peningkatan pengetahuananggota tentang pemanfaatan limbah pertanianyang sangat nyata (b) adanya peningkatanketerampilan anggota mengolah limbah pertanian(c) cukup mampu menghasilkan produk pakanalternatif (fermentasi jerami dan kue sapi).

Pengelolaan Hasil Usaha Pengolahan LimbahPertanian

Kegiatan pengelolaan hasil usahapengolahan limbah pertanian ditandai dengan (a)semakin banyak petani/peternak yangmemanfaatkan limbah pertanian (kulit kacang,janggel jagung dan jerami padi) untuk pakanternak sapi dengan memberikan perlakuansebelum diberikan kepada sapi (b) kelompokwanita tani cukup mampu mengolah limbahpertanian serta mengemas menjadi kue sapi yangsiap jual dan dipasarkan ke masyarakat.

KESIMPULAN

1. Peserta mulai mengetahui pembukuankelompok sesuai dengan standar manajemenkelompok pembukuan yang harus dimiliki olehsetiap organisasi

2. Peserta sudah bisa memproduksi pakanalternatif sapi dengan berbahan dasar limbahpertanian.

3. Peserta sudah bisa membuat kue sapi yang telahkemas sehingga mempunyai nilai jual

UCAPAN TERIMAKASIHUcapan terimakasih disampaikan kepadaKementerian Riset, Teknologi dan PendidikanTinggi serta Kopertis Wilayah 7 Jawa Timur yang

48 MADURANCH Vol. 2 No. 1 Februari 2017

telah memberi bantuan dana dan penugasan dalamkegiatan iptek bagi masyarakat, Nomor:027/SP2H/PPM/K7/KM/ 2016 tanggal 25 April2016.

DAFTAR PUSTAKA

Mwanyumba, P.M., A. Mwangombe, E. Lenihan,F. Olubayo, M.S. Badamana, R.G. Wahomeand J.W. Wakhungu. 2010. ParticipatoryAnalysis of The Farming System andResources in Wundnyi Location, TaitaDistrict, Kenya: Alivestock Prespective.Livestock Research for Rural Development22(2): article#26.

Riszqina, 2014. Performa Usaha Ternak SapiMadura Sebagai Sapi Potong, Sapi Karapandan Sapi Sonok di Pulau Madura, Disertasi.Program Studi Doktor Ilmu Peternakan-Program Pascasarjana-Fakultas Peternakandan Pertanian-Universitas Diponegoro,Semarang

Saleh, E, Yunilas dan Y.H. Sofyan. 2006. AnalisisPendapatan Peternak Sapi Potong diKecamatan Hamparan Perak KabupatenDeli Serdang. J Agribisnis Peternakan 2(1):36-42

PETUNJUK BAGI PENULIS

1. Jurnal MADURANCH terbit 2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus, bertujuanmempublikasikan hasil-hasil penelitian di bidang Ilmu Peternakan serta konsep-konseppemikiran sebagai hasil tinjauan pustaka di bidang tersebut.

2. Naskah yang dimuat adalah hasil seleksi yang telah disetujui oleh Ketua Redaksi dan belumpernah diterbitkan pada jurnal manapun.

3. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris, disusun secara sistematis denganurutan sebagai berikut : Judul dengan huruf kapital Times New Roman (TNR) 11, cetak tebal, maksimal 3 baris Nama penulis ditulis di bawah judul, terdiri dari nama kecil diikuti dengan nama keluarga,

tanpa gelar, diikuti dengan alamat institusi, dicetak miring/italic. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris, maksimal berjumlah 250 kata,

menggunakan TNR 10. Pendahuluan yang memuat latar belakang, tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian. Metode penelitian yang berisi desain atau jenis penelitian, tempat dan waktu, populasi dan

sampel, instrument penelitian, pengumpulan data, deskripsi atau analisa data. Pada artikeltinjauan pustaka maka metode penelitian tidak ada, sehingga langsung pada Pembahasan(yang bisa terdiri dari sub Pembahasan) menyangkut konsep-konsep pemikiran hasil tinjauanpustaka.

Hasil dan Pembahasan yang meliputi hasil penelitian yang dikemukakan secara jelas dalambentuk tabel, grafik, diagram atau foto. Setiap data yang penting dari hasil penelitianditerangkan artinya, dibandingkan apakah ada perbedaan atau persamaan dengan hasilpenelitian sejenis terdahulu, atau apakah terdapat kemungkinan pengembangannya.

Kesimpulan dengan/tanpa saran memuat kesimpulan dari hasil kongkrit ataupun keputusandari penelitian, dengan/tanpa saran tindak lanjut berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ataubahan untuk pengembangan penelitian berikutnya.

Acuan kepustakaan pada bagian Pendahuluan sampai Hasil Penelitian ditulis denganmencantumkan nama keluarga dari penulis dan tahun penerbitan yang dipisahkan oleh tandakoma, misalnya: ……….. (Dunn, 1997). Jika nama penulis terdiri dari 2 orang makakeduanya dipisahkan dengan “dan”, misalnya: ………….(Klipel dan Diepe, 1994). Jika namapenulis terdiri dari 3 orang atau lebih maka yang ditulis hanyalah penulis utama/pertama danditambah dengan “dkk” atau “et al” (jika artikel dalam Bahasa Inggris, misalnya:………..(Chang dkk, 2001) atau (Buckle et al, 1985). Jika dua atau lebih acuan pustaka,maka masing-masing acuan dipisahkan dengan tanda “koma”, misalnya: …………(Kaplan,1994; Chang dkk, 2001; Dunn, 1994).

Kepustakaan ditulis dengan menggunakan sistem Harvard (urutan berdasarkan abjad).4. Diketik rapih pada kertas ukuran A4 (21 x 29,5 cm) dengan batas atas 2,5 cm, batas bawah 2,5

cm, batas kiri 3,5 cm, dan batas kanan 2,5 cm, pada program komputer MS Word, disertaidengan CD yang berisi file tulisan tersebut (atau kiriman naskah melalui e-mail). Diketik denganjarak 1.15 spasi, kecuali abstrak 1 spasi, dengan panjang keseluruhan berjumlah 8 -11 halaman.

5. Bila diperlukan, naskah akan diedit redaksi tanpa mengubah isi untuk disesuaikan dengan formatpenulisan dan dikirimkan kembali kepada penulis untuk dikoreksi dan dilakukan pembetulan,kemudian penulis mengirim kembali naskah yang telah dibetulkan disertai dengan naskah dalamCD.

6. Penulis naskah yang dimuat akan menerima terbitan sebanyak satu eksemplar.