Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

12
iii KEBUDAYAAN Vol. 13 No. 2, Desember 2018 DAFTAR ISI Volume 13, Nomor 2, Desember 2018 DEWAN REDAKSI JURNAL KEBUDAYAAN i DAFTAR ISI iii KATA PENGANTAR v EDITORIAL vi JUDUL ABSTRAK NASKAH JURNAL KEBUDAYAAN 2018 viii TITLE AND ABSTRACT JURNAL KEBUDAYAAN 2018 xii POTENSI EKOWISATA BERBASIS BUDAYA MASYARAKAT DI DESA SANARU, KABUPATEN LOMBOK UTARA Bambang H. Suta Purwana 91-106 PENANAMAN NASIONALISME KETURUNAN ARAB DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH PEKALONGAN TAHUN 1918-1942 Risna Afriani dan Diah Kumalasari 107-120 SEMIOTIKA TARI TJOKRONEGORO SEBAGAI TARIAN KHAS KABUPATEN SIDOARJO, PROVINSI JAWA TIMUR Yahya Edo Wicaksono 121-132 KULTUS NENEK MOYANG: KESINAMBUNGAN BUDAYA NUSANTARA I Made Sutaba 133-148 BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA LEKSIKON “KABUMEH” PADA MASYARAKAT KETURUNAN MADURA DI MENGANTI, GRESIK Dewanto 149-160 PENAMAAN MARGA DAN SISTEM SOSIAL PEWARISAN MASYARAKAT SUMATERA SELATAN Rahmat Muhidin 161-175

Transcript of Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

Page 1: Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

iii

KEBUDAYAANVol . 13 No. 2 , Desember 2018

DAFTAR ISIVolume 13, Nomor 2, Desember 2018

DEWAN REDAKSI JURNAL KEBUDAYAAN i

DAFTAR ISI iii

KATA PENGANTAR v

EDITORIAL vi

JUDUL ABSTRAK NASKAH JURNAL KEBUDAYAAN 2018 viii

TITLE AND ABSTRACT JURNAL KEBUDAYAAN 2018 xii

POTENSI EKOWISATA BERBASIS BUDAYA MASYARAKAT DI DESA SANARU, KABUPATEN LOMBOK UTARABambang H. Suta Purwana 91-106

PENANAMAN NASIONALISME KETURUNAN ARAB DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH PEKALONGAN TAHUN 1918-1942Risna Afriani dan Diah Kumalasari 107-120

SEMIOTIKA TARI TJOKRONEGORO SEBAGAI TARIAN KHAS KABUPATEN SIDOARJO, PROVINSI JAWA TIMURYahya Edo Wicaksono 121-132

KULTUS NENEK MOYANG:KESINAMBUNGAN BUDAYA NUSANTARAI Made Sutaba 133-148

BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA LEKSIKON “KABUMEH” PADA MASYARAKAT KETURUNAN MADURA DI MENGANTI, GRESIK Dewanto 149-160

PENAMAAN MARGA DAN SISTEM SOSIAL PEWARISAN MASYARAKAT SUMATERA SELATANRahmat Muhidin 161-175

Page 2: Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

iv

Page 3: Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

v

KATA PENGANTAR

Jurnal Kebudayaan Volume 13 tahun 2018 ini terbit dua kali dalam setahun, yakni Agustus dan Desember. Dalam terbitan Volume 13, Nomor 2, Desember 2018 ini, aspek-aspek kebudayaan yang diangkat dalam artikel-artikel di dalamnya bervariasi, mulai dari: kajian tentang ekowisata yang berbasis masyarakat; penanaman rasa nasionalisme sebagai bagian dari lima karakter dasar; kajian semiotika dari tarian tradisional; penelusuran kultus nenek moyang berdasarkan situs dan artefak arkeologi; kajian bentuk, fungsi, dan makna leksikon dari sebuah upacara adat; dan ragam dan fungsi penamaan marga.

Jurnal Kebudayaan pada tahun 2018 ini sudah dibuat dalam versi electronic journal (jurnal elektronik). Hal ini dilakukan karena sejak diterbitkannya Perdirjen DIKTI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah Elektronik, maka Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen DIKTI) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyepakati instrumen baru dalam sistem pengakreditasian jurnal ilmiah, di mana jurnal yang dapat diakreditasi hanyalah jurnal yang pengelolaannya dalam bentuk elektronik. Oleh karena itu sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh LIPI, bahwa semua terbitan ilmiah harus beralih ke open journal system (OJK), maka Jurnal Kebudayaan pun mengikuti ketentuan tersebut. Meskipun demikian, untuk kepentingan tertentu, seperti: koleksi perpustakaan, bukti fisik untuk penulis, dan bukti fisik untuk editor dan mitra bebestari, maka tetap diterbitkan versi cetak dalam jumlah eksemplar yang terbatas.

Akhir kata, Dewan Redaksi Jurnal Kebudayaan mengucapkan, selamat membaca dan semoga mendapatkan manfaat dari artikel-artikel yang disajikan.

Page 4: Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

vi

EDITORIAL

Jurnal Kebudayaan Volume 13, Nomor 2, bulan Desember tahun 2018 ini menyajikan enam artikel dari beberapa hasil penelitian dan kajian. Adapun gambaran singkat dari artikel-artikel tersebut adalah sebagai berikut.

Bambang H. Suta Purwana memaparkan penelitiannya tentang implementasi konsep ekowisata berbasis masyarakat (community based tourism) di Desa Senaru, Kabupaten Lombok Utara. Desa Senaru terletak di lereng Gunung Rinjani yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai Geopark Rinjani sekaligus sebagai destinasi wisata. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengelolaan ekowisata di Geopark Rinjani tidak melibatkan masyarakat adat di Desa Senaru. Secara sosial dan ekonomi aktivitas kepariwisataan kurang memberikan manfaat bagi masyarakat adat di desa tersebut.

Risna Afriani dan Dyah Kumalasari memaparkan penelitian mereka tentang penanaman rasa nasionalisme pada lembaga pendidikan Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Pekalongan yang didirikan oleh keturunan Arab pada 1918-1942. Hal ini karena ada anggapan bahwa lembaga pendidikan tersebut sama sekali tidak menanamkan nasionalisme Indonesia, melainkan nasionalisme ke-Hadramaut-an. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pendidikan Al-Irsyad Al-Islamiyyah adalah sistem pendidikan Islam modern, memadukan pengajaran agama Islam dan pengetahuan umum. Di samping itu juga dilakukan penanaman rasa nasionalisme melalui penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar kegiatan pembelajaran; adanya pelajaran bahasa Indonesia; dan diterimanya murid dari masyarakat pribumi. Hal ini mengubah orientasi nasionalisme keturunan Arab yang sebelumnya ke-Hadramaut-an menjadi ke-Indonesia-an.

Yahya Edo Wicaksono memaparkan kajiannya tentang semiotik atau pengungkapan simbol dari karya tari Tjokronegoro, yang diciptakan untuk mewujudkan suatu bentuk tarian yang menggambarkan watak dan karakter tokoh Tjokronegoro, bupati pertama Kabupaten Sidoarjo. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa tari Tjokronegoro termasuk dalam tarian heroik, simbol kepemimpian dari Tjokronegoro.

I Made Sutaba memaparkan penelitiannya tentang pemujaan nenek moyang, dengan menggunakan sejumlah situs dan artefak arkeologi yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini menimbulkan permasalahan tentang asal-usul dan perkembangan kultus nenek moyang sebagai kesinambungan budaya Nusantara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kultus nenek moyang berasal dari zaman prasejarah, yaitu dari masa berburu dan mengumpul makanan tingkat lanjut dan kemudian berkembang dan berlanjut hingga sekarang di kalangan masyarakat Indonesia.

Dewanto memaparkan kajiannya tentang bentuk, fungsi, dan makna leksikon dari upacara Kabumeh (sedekah bumi) yang dilakukan oleh masyarakat keturunan Madura di Kampung Bongso Wetan, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa upacara Kabumeh memiliki fungsi leksikon sebagai ucapan syukur kepada Tuhan dan mengingatkan masyarakat kepada para leluhurnya. Adapun makna leksikon adalah masyarakat harus menjaga tradisi tersebut dengan sebaik-baiknya sebagai nilai kearifan lokal bagi masyarakat di kampung tersebut.

Rahmat Muhidin memaparkan penelitiannya tentang penamaan marga dan gelar adat pada etnik Sumatera Selatan dalam kajian etnolinguistik. Apa saja nama marga dan nama gelar serta bagaimana penggunaannya pada masyarakat Sumatera Selatan dewasa ini. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa nama marga dari Sumatera Selatan bermula dari tiga rumpun sukubangsa, yakni sekitar Danau Ranau, Dataran Tinggi Basemah, dan daerah Rejang. Penyebaran ketiga rumpun sukubangsa inilah menempati lokasi tertentu dan di kemudian hari kita kenal dengan nama dusun dan mengelompok ke dalam bentuk umbul, talang, atau sosokan, yang merupakan cikal-bakal dari marga yang kita kenal sekarang.

Page 5: Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

vii

JUDUL DAN ABSTRAKNASKAH JURNAL KEBUDAYAAN 2018

VOLUME 13, NOMOR 2, DESEMBER 2018

Artikel 7

362.959865

Potensi Ekowisata Berbasis Budaya Masyarakat di Desa Sanaru, Kabupaten Lombok Utara. Jurnal Kebudayaan Vol. 13, No. 2, Desember 2018, hlm. 91-106

Bambang H. Suta Purwana. Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta. E-mail: [email protected]

Abstrak

Gunung Rinjani oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat ditetapkan sebagai Geopark Rinjani sekaligus destinasi wisata dengan konsep ekowisata berbasis masyarakat (community based tourism). Dengan konsep ini kegiatan kepariwisataan akan melibatkan peran serta masyarakat dan dapat memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat. Artikel ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan, apa saja potensi wisata yang dapat dikembangkan untuk menunjang pengembangan ekowisata di Desa Senaru? Apakah kebijakan ekowisata sudah diimplementasikan dalam pengelolaan pariwisata yang melibatkan masyarakat adat Desa Senaru? Tujuannya adalah mengetahui pengembangan potensi wisata dan pelibatan masyarakat adat di Desa Senaru. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah studi literatur, pengamatan, dan wawancara terhadap aparat pemerintah, pelaku wisata, dan sejumlah tokoh masyarakat di Kecamatan Bayan. Temuan dari studi ini adalah pengelolaan pariwisata di Gunung Rinjani tidak melibatkan masyarakat adat di Desa Senaru. Ribuan wisatawan manca negara dan wisatawan Nusantara datang silih berganti menginap di hotel, villa dan penginapan di Desa Senaru namun secara sosial dan ekonomi tidak memberikan manfaat bagi masyarakat adat Desa Senaru.

Kata kunci: ekowisata, kelestarian alam, kelestarian budaya lokal

Artikel 8

320.54

Penanaman Nasionalisme Keturunan Arab Dalam Lembaga Pendidikan Al-Irsyad Al-Islamiyyah Pekalongan Tahun 1918-1942. Jurnal Kebudayaan Vol. 13, No 2, Desember 2018, hlm. 107-120

Risna Afriani. Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta. E-mail: [email protected]

Dyah Kumalasari. Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta. E-mail: [email protected]

Abstrak

Didirikannya Al-Irsyad sebagai organisasi dan lembaga pendidikan yang lahir dari keturunan Arab, diharapkan memiliki peran dalam menanamkan nasionalisme Indonesia untuk keturunan Arab pada masa Pergerakan. Namun, ada anggapan bahwa pendidikan Al-Irsyad sama sekali tidak menanamkan nasionalisme Indonesia, melainkan nasionalisme ke-Hadramaut-an. Permasalahan di atas menjadi dasar penelitian ini, terutama mengenai bagaimana penanaman nasionalisme Keturunan Arab dalam Lembaga Pendidikan Al-Irsyad Al-Islamiyyah Pekalongan tahun 1918-1942. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui: pertama, bagaimana sistem pendidikan Lembaga Pendidikan Al-Irsyad Al-Islamiyyah Pekalongan tahun 1918-1942. Kedua, bagaimana

Page 6: Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

viii

penanaman nasionalisme keturunan Arab dalam Lembaga Pendidikan Al-Irsyad Al-Islamiyyah Pekalongan tahun 1918-1942. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah pemilihan topik, pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (verifikasi), dan historiografi atau penulisan sejarah. Hasil penelitian ini adalah: pertama, sistem pendidikan Al-Irsyad Pekalongan adalah sistem pendidikan Islam modern, dengan memadukan pengajaran agama Islam dan pengetahuan umum. Kedua, penanaman nasionalisme keturunan Arab melalui sistem pendidikan Al-Irsyad Pekalongan yang memiliki sifat ke-Indonesia-an seperti: penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar kegiatan pembelajaran; adanya pelajaran Bahasa Indonesia; dan diterimanya murid dari masyarakat pribumi mampu mengubah orientasi nasionalisme keturunan Arab yang sebelumnya masih bersifat ke-Hadramaut-an. Nasionalisme Indonesia keturunan Arab diperkuat dengan lahirnya Sumpah Pemuda Keturunan Arab Indonesia pada tahun 1934.

Kata Kunci: lembaga pendidikan, Al-Irsyad Al-Islamiyyah, nasionalisme, keturunan Arab, Pekalongan.

Artikel 9

401.41

Semiotika Tari Tjokronegoro sebagai Tarian Khas Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Jurnal Kebudayaan Vol. 13, No. 2, Desember 2018, hlm. 121-132

Yahya Edo Wicaksono. SMP Muhammadiyah 10 Surabaya, Jawa Timur. E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini mengungkapkan simbol atau dalam bahasa keilmuan adalah kajian semiotik yang ada dalam sebuah karya tari ciptaan Munali Fatah. Karya tari ini berjudul tari Tjokronegoro. Tari Tjokronegoro tercipta atas permintaan Soewandi, Bupati Sidoarjo ke-13. yang terobsesi untuk mewujudkan suatu bentuk tarian yang menggambarkan watak atau karakter dari Bupati Sidoarjo terdahulu yakni Tjokronegoro. Dengan harapan Kabupaten Sidoarjo memiliki tarian khas yang merupakan simbol kepemimpinan serta kepahlawanan dari tokoh Tjokronegoro tersebut. Oleh sebab itu Soewandi memanggil Munali Fatah untuk diminta mewujudkan keinginan beliau yaitu menciptakan sebuah karya tari. Tarian Tjokronegoro termasuk dalam tarian heroik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, di mana data yang disajikan bukan berupa angka melainkan berupa deskripsi. Deskripsi ini berisi tentang awal proses penciptaan tari Tjokronegoro hingga simbol atau pesan yang terkandung dibalik bentuk karya tari ini. Agar mendapatkan hasil yang teruji keabsahan datanya maka peneliti menggunakan berbagai macam cara baik melalui observasi, studi dokumen, studi dokumentasi audio visual, maupun wawancara secara langsung. Diharapkan hasil penulisan ini menjadi suatu khasanah ilmu khususnya di bidang seni pertunjukan (seni tari). Terlepas dari berbagai macam problematika seni pertunjukan yang terus berkembang, kita semua harus terus menjaga dan melestarikan seni tari tradisional sebagai produk lokal kearifan budaya setempat.

Kata kunci: semiotika, tari Tjokronegoro, proses penciptaan, tari, Sidoarjo

Artikel 10

959.8

Kultus Nenek Moyang: Kesinambungan Budaya Nusantara. Jurnal Kebudayaan Vol. 13, No. 2, Desember 2018, hlm. 133-138.

I Made Sutaba. Balai Arkeologi Bali, Denpasar, Bali. E-mail: [email protected]

Page 7: Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

ix

Abstrak

Penelitian arkeologi di Indonesia sudah berhasil menemukan sejumlah situs dan artefak arkeologi yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Pada umumnya warisan budaya ini membawa pesan-pesan tentang kehidupan sosial masyarakat. Sangat menarik perhatian, walaupun artefak itu berbeda-beda bentuknya, tetapi sesungguhnya mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk pemujaan nenek moyang antara lain, gambar-gambar cadas yang ditemukan di Sulawesi Selatan; tahta batu dan arca nenek moyang yang terdapat di Bali. Mencermati bukti-bukti ini, timbul permasalahan yang perlu dikaji sekarang, adalah asal-usul, perkembangan kultus nenek moyang sebagai kesinambungan budaya Nusantara. Dengan mempelajari permasalahan, maka penelitian ini bertujuan untuk meneliti asal-usul dan perkembangan kultus nenek moyang dan kesinambungannya sebagai budaya nusantara. Untuk mencapai tujuan ini, dilakukan melalui kajian pustaka, pengumpulan data, penelitian lapangan dan selanjutnya dilakukan analisis dengan metode analisis tipologi, analisis kontekstual, analisis fungsional, studi perbandingan dan pendekatan etnoarkeologi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kultus nenek moyang berasal dari jaman prasejarah, yaitu dari masa berburu dan mengumpul makanan tingkat lanjut dan kemudian berkembang berlanjut sampai sekarang di kalangan masyarakat Indonesia.

Kata Kunci: warisan budaya, gambar-gambar cadas, kultus nenek moyang, sistem religi, kesinambungan budaya Nusantara.

Artikel 11

401.4

Bentuk, Fungsi, dan Makna Leksikon “Kabumeh” pada Masyarakat Keturunan Madura di Menganti, Gresik. Jurnal Kebudayaan Vol. 13, No. 2, Desember 2018, hlm. 149-160

Dewanto. Fakultas Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Wijaya Putra, Surabaya, Jawa Timur. E-mail: [email protected]

Abstrak

Upacara Kabumeh (sedekah bumi) dilakukan oleh masyarakat Menganti, keturunan etnik Madura yang tinggal di Pulau Jawa. Bahasa yang digunakan dalam upacara tersebut adalah bahasa Madura. Masyarakat di kampung tersebut merupakan warga keturunan etnik Madura yang telah berada ratusan tahun di Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dalam penelitian diperoleh melalui survei, wawancara, pengamatan, rekaman, dan pencatatan. Objek penelitian ini adalah masyarakat di Kampung Bongso Wetan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan upacara tradisional, yakni: (1) bentuk, fungsi, dan makna leksikon apa saja yang ditemukan dalam upacara Kabumeh pada masyarakat Menganti?; dan (2) faktor apa saja yang memengaruhi pelaksanaan upacara Kabumeh? Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan bentuk, fungsi, dan makna leksikon-leksikon Kabumeh serta menemukan faktor-faktor yang memengaruhi tetap dilaksanakannya upacara Kabumeh. Leksikon upacara yang ditemukan dalam penelitian ini seperti, sentono, somor, moncek, petelasan, pesarena, ancak, menyan, sakseh, petek, bumbung, labun, taker, dan boyot. Upacara sedekah bumi memiliki fungsi sebagai ucapan syukur kepada Tuhan. Fungsi leksikon tersebut untuk mengingatkan masyarakat agar selalu ingat kepada para leluhur, sedangkan makna leksikon sebagai tradisi Jawa di mana masyarakat harus menjaganya dengan sebaik-baiknya sebagai nilai kearifan lokal bagi masyarakat Menganti Gresik.

Kata Kunci: sedekah bumi, leksikal, punden, bahasa Madura.

Page 8: Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

x

Artikel 12

305.5

Penamaan Marga dan Sistem Sosial Pewarisan Masyarakat Sumatera Selatan. Jurnal Kebudayaan Vol. 13, No. 2, Desember 2018, hlm. 161-175

Rahmat Muhidin. Balai Bahasa Sumatera Selatan. Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia. E-mail: [email protected]

Abstrak

Penyebutan dan penggunaan marga di Sumatera Selatan dapat ditelusuri dengan mengenali sukubangsa di uluan dan iliran, Sumatera Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penamaan marga dan gelar adat pada orang Sumatera Selatan dalam kajian etnolinguistik. Objek penelitian adalah penamaan marga dan gelar adat berdasarkan pada penggunaannya di masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) apa saja nama-nama marga dan nama gelar pada masyarakat Sumatera Selatan? dan (2) bagaimana penggunaan nama marga dan nama gelar pada masyarakat Sumatera Selatan sekarang ini? Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Berdasarkan kajian di lapangan diperoleh hasil bahwa penduduk uluan Sumatera Selatan bermula dari tiga pusat pegunungan, yakni sekitar Danau Ranau, Dataran Tinggi Basemah, dan daerah Rejang. Ketiga pusat pegunungan itu lebih dikenal dengan nama Seminung, Gunung Dempo, dan Gunung Kaba. Penyebaran ketiga rumpun suku bangsa inilah yang merupakan sumber dari kelompok-kelompok etnis di Uluan Sumatera Selatan. Mereka menempati lokasi tertentu dan batas-batasnya di kemudian hari kita kenal dengan nama dusun dan mengelompok ke dalam bentuk umbul, talang, atau sosokan. Umbul, talang, dan sosokan inilah cikal-bakal dari marga yang kita kenal sekarang.

Kata Kunci: Penamaan marga, sistem sosial pewarisan, etnik

Page 9: Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

xi

TITLE AND ABSTRACTARTICLE JURNAL KEBUDAYAAN 2018

VOLUME 13, NUMBER 2, DECEMBER 2018

Article 7

362.959865

Social Cultural Based Tourism Potency in Senaru Village, North Lombok Regency. Jurnal Kebudayaan Vol. 13, No. 2, Desember 2018, hlm. 91-106.

Bambang H. Suta Purwana. Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. E-mail: [email protected]

Abstract

Rinjani Mountain has been determined by government of West Nusa Tenggara as the Rinjani geopark and tourism destination using ecotourism of community based tourism. Through ecotourism of caommunity based tourism, the tourism, activities will involve participation of community and can provide economic benefits to the community. This article aims to answer the questions of what kinds of tourism potency to develop in supporting ecotourism development in Senaru village? What kind of policy of ecotourism has been implemented in tourism involving traditional society in Senaru village? The aim of this article is to know development of tourism potential and involvement of indigenous people in Senaru Village. The method that used in the study was literature study, observation, and interview to government official, tourism organizer, and prominent figures among society in Bayan subdistrict. The result shows that the managing of tourism in Rinjanu Mountain did not involve people surrounding in Senaru village. Thousands of tourists from abroad and domestic came and stayed in hotels, villas, and home stays in Senary village, but socially and economically it did not benefit to traditional society in Senaru village.

Keywords: ecotourism, natural preservation, local culture preservation.

Article 8

320.54

The Nasionalism Inculcation of Arabic Descent in Al-Irsyad Al-Islamiyah Education System of Pekalongan in 1918-1942. Jurnal Kebudayaan Vol. 13, No. 2, Desember 2018, hlm. 107-120.

Risna Afriani. SMA Negeri 4 Pekalongan, Pekalongan, Jawa Tengah. E-mail: [email protected].

Dyah Kumalasari. Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta. E-mail: [email protected]

Abstract

The establishment of Al-Irsyad as an organization and educational institution born of Arab descent, is expected to have a role in instilling Indonesian nationalism for Arab descendants. However, there is a presumption that Al-Irsyad education does not at all instill Indonesian nationalism homeland, but Hadramaut’s nationalism. The above problems become the basis of this research, especially about how the nationalism of Arabian descent in the Institute of Education Al-Irsyad Al-Islamiyyah Pekalongan year 1918-1942. As for the purpose of this research to know; first how the education system in Al-Irsyad Al-Islamiyah Education Institution of Pekalongan in 1918-1942, second, the inculcation of nationalism into Arabic descendants by Al-Irsyad Al-Islamiyah Education Institution of Pekalongan in 1918-1942. The study employed the historical, by method the selection

Page 10: Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

xii

of the topic to study. the collection of sources (heuristic), verification or source criticism, and interpretation historiography or history writing. The results of the study were as follows; First, the education system in Al-Irsyad of Pekalongan was the modern Islamic education system that combined Islamic religion teaching and general knowledge, the Arabic language subject became a compulsory subject. Second, the inculcation of nationalism into Arabic descendant was done through the education system of Al-Irsyad of Pekalongan which had Indonesian characteristics such as the use of the Indonesian language as a medium of instruction in learning activities, the Indonesian language subject, and the admission of students from the indigenous community, which were capable of changing the orientation of Arabic descendants’ nationalism which was previously Hadramaut-like (the country of the ancestors of Arabic ethnic groups in Indonesia). Indonesian nationalism of Arab descent reinforced by the birth of the Sumpah Pemuda Arab Descendants of Indonesia in 1934.

Keywords: educational institutions, Al-Irsyad Al-Islamiyah, Arabic descendants, nasionalism, Pekalongan.

Article 9

401.41

The Semiotic of Tjokronegoro Dance as Traditional Dance from Sidoarjo Regency, East Java Province. Jurnal Kebudayaan Vol. 13, No. 2, Desember 2018, hlm. 121-132.

Yahya Edo Wicaksono. SMP Muhammadiyah 10 Surabaya, Surabaya, Jawa Timur. E-mail: [email protected]

Abstract:

This research reveals the symbol or in the language of science is a semiotic study that is in a work of dance creation Munali Fatah. This dance work is titled Tjokronegoro Dance. Tjokronegoro dance was created at the request of the 13th Sidoarjo Regent. Regent named Soewandi is obsessed to realize a dance form that describes the character or character of the former Sidoarjo Regent namely Tjokronegoro. With the hope of Sidoarjo Regency has a distinctive dance which is a symbol of leadership and heroism of the Tjokronegoro figure. Therefore Soewandi summoned Munali Fatah to be asked to realize his desire to create a work of dance. The chocolate dance is included in the heroic dance. This study uses a qualitative approach, where the data presented is not a number but rather a description. This description contains about the beginning of the process of Tjokronegoro dance creation until the symbol or message contained behind the form of this dance work. In order to get a proven result of the data, the researcher uses various ways either through observation, document study, visual audio documentation study, or direct interview. It is expected that the results of this writing into a repertoire of science, especially in the field of performing arts (dance). Apart from the growing variety of performing arts issues, we must all continue to preserve and preserve traditional dance arts as a local product of local cultural wisdom.

Keywords: semiotic, Tjokronegoro dance, creative process, dance, Sidoarjo

Article 10

959.8

The Ancestor Cult: A Sustainability of Nusantara Culture. Jurnal Kebudayaan, Vol. 13, No. 2, Desember 2018, hlm. 133-148.

I Made Sutaba. Balai Arkeologi Bali, Denpasar, Bali. E-mail: [email protected]

Page 11: Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

xiii

Abstract

Archaeological researches in Indonesia have successfully discovered a number of sites and archaeological artefacts that spread nearly all over Indonesian archipelago. Generally these cultural heritage bear information about the social life of the community. It is very remarkable that although these artefacts have diverse type, but actually they have the same function, especially for worshipping their ancestor’s spirit, i.e. rock-arts found in South Sulawesi; stone seats and ancestor statues that preserved in Bali. Regarding these evidents, there are remarkable problems that should be studied now; it is the origin, the development of ancestor cult and its sustainability as Nusantara culture. By learning the problems, this study aims to study the problems. To achieve this objectives, the method that used for collecting data including field observation with interview and literature study. Furthermore, analysis was carried out by method of typology analysis, contextual analysis, functional analysis, comparative study and ethnoarchaeological approach. The result show that the ancestor cult was originated from prehistoric period, especially from advanced hunting and food gathering and then sustainable until the present day among the Indonesian people.

Keywords: culture heritage, rock-arts, ancestor cult, religious system, sustainability of Nusantara culture.

Article 11

401.4

Forms, Function, and Meaning of Lexicon “Kabumeh” for People of Madura Descendant in Menganti, Gresik). Jurnal Kebudayaan Vol. 13, No. 2, Desember 2018, hlm. 149-160.

Dewanto. Fakultas Bahasa dan Sastra Inggris, Universitas Wijaya Putra, Surabaya, Jawa Timur.E-mail: [email protected]

Abstract

The Kabumeh ceremony (a kind of offering rituals) is done by people in Menganti district that most of them are descent of Madura ethnic who lived in Java Island. The language that used in the ceremony is Maduranese. The citizen in that village is supposed as descents of Madura ethnic that had lived there hundred years in Menganti Distric, Gresik Regency. This research used qualitative approach. The data in this research is obtained by survey, interview, observation and recording. The object in this research is Menganti’s people, especially Bongso Wetan village. The problems of this research is to know why the people concern to Kabumeh traditional ceremony, such as: (1) what kinds of the forms, function, and meaning that found in thanksgiving lexical, and (2) what factors are influenced ceremony of the thanksgiving. The purpose of this research to describe forms of thanks giving lexicons that found and also had influenced such as grave of ancestor, old well, offering of flowers, ancestors places, graves, place of offering, incense, witness, chiken, old bamboo, white cloth, layer of offering, and ancestors. The ceremony of thanks giving has form as one saying thank to the God, the function of lexicons are to ask and remember the citizens to still remind the ancestors, while the meaning of lexicon to as the Java tradition where the citizen must keep it well as the local values for the people in Menganti Gresik.

Keywords: thanksgiving, lexical, grave of ancestors, Maduranese

Article 12

305.5

Naming Clan and Social System of Transfer to People in of South Sumatera. Jurnal Kebudayaan Vol. 13, No. 2, Desember 2018, hlm. 161-175.

Page 12: Vol. 13 No. 2, Desember 2018 KEBUDAYAAN

xiv

Rahmat Muhidin. Balai Bahasa Sumatera Selatan, Palembang, Sumatera Selatan. E-mail: [email protected]

Abstract

Designation and using of clan in South Sumatra can be traced by recognizing subethnic in Uluan and iliran, South Sumatra. This study aims to describe naming of name’s clan traditional title in South Sumatra people in ethnolinguistic study. The object of this research is naming of clan and ethnic title in its use of South Sumatra society. The problems in this research are: (1) What are names of the clan and the name of the title in the South Sumatra community?, and (2) How to use names of clans and titles do of present South Sumatra society? This research uses descriptive method. Based on the study in the field, the result of the study concludes that the inhabitants of South Sumatra originated from three mountainous centers, namely, Ranau Lake, Basemah Highlands, and Rejang areas. The three mountain centers are better known as Seminung, Mount Dempo, and Mount Kaba. The spread of these three tribal clans is the source of ethnic groups in South Sumatra. They occupy a certain location and the boundaries we later know in the name of the hamlet and cluster into the shape of the umbul, gutters or jungle. Umbul, talang, and sosokan are the forerunners of Marga that we know now.

Keywords: clan naming, inheritance social system, ethnic