Vol.3 No.2 Desember 2020 - Agroteknika
Transcript of Vol.3 No.2 Desember 2020 - Agroteknika
Vol.3 No.2 Desember 2020
Agroteknika
Agroteknika adalah jurnal nasional untuk publikasi kajian ilmiah hasil penelitian pada bidang teknologi pertanian dengan ruang lingkup: mekanisasi pertanian, teknologi pangan, irigasi, teknologi informasi pertanian, teknologi budidaya tanaman, energi terbarukan, sistem informasi geografis, bioinformatika dan topik kajian lain yang relevan. Agroteknika telah DIAKREDITASI dengan peringkat SINTA 3 oleh Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia sebagai pencapaian untuk jurnal peer-review. Pengakuan ini diterbitkan dalam Keputusan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia, Nomor 85/M/KPT/2020, 1 April 2020, efektif dari Vol 1 No 1 2018. Penulis yang diterbitkan naskahnya pada jurnal Agroteknika telah menyetujui ketentuan berikut: 1. Hak cipta pada setiap artikel adalah milik penulis. 2. Penulis mengakui bahwa Agroteknika berhak sebagai yang menerbitkan pertama kali
dengan lisensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. 3. Penulis dapat memasukan tulisan secara terpisah, mengatur distribusikan dari naskah
yang telah terbit di jurnal ini kedalam versi yang lain (misal: dikirim ke respository institusi penulis, website, publikasi ke dalam buku, dll), dengan mengakui bahwa naskah telah terbit pertama kali pada Agroteknika.
Agroteknika menerbitkan berdasarkan ketentuan Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menyalin dan menyebarluaskan kembali materi ini dalam bentuk atau format apapun, menggubah, mengubah, dan membuat turunan dari materi ini untuk kepentingan apapun, termasuk kepentingan komersial, selama mereka mencantumkan kredit kepada Penulis atas ciptaan asli. Indeks & Abstrak:
Agroteknika telah terdaftar dalam:
EDITORIAL TEAM
Editor in Chief Hendra, S.Kom, M.Kom Thomson Reuters ID: G-8963-2019 Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Editorial Board: 1. Ahmad Fadholi, S.Si, M.Sc, Ph.D. Scopus ID: 57195432490
Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) 2. Dr. Arridina Susan Silitonga, ST, M.Eng, Scopus ID: 57196348984
Politeknik Negeri Medan 3. Dr. Eng. Muhammad Makky, Scopus ID: 55630259900
Universitas Andalas 4. Noer Syamsiana, ST, PhD, Scopus ID: 53265202500
Politeknik Negeri Malang 5. Dharma Aryani, S.T, M.T, Phd, Scopus ID: 35182491300
Politeknik Negeri Ujung Pandang 6. Dr. Nasmi Herlina Sari, ST, MT, Scopus ID: 57192905081
Universitas Mataram 7. Dr. Farah Fahma, STP, MT, Scopus ID: 36536701900
Institut Pertanian Bogor 8. Dr. Mochamad Asrofi, ST., Scopus ID: 57193698037
Universitas Jember 9. Dr. Oktaf Rina, Scopus ID: 57192168344
Politeknik Negeri Lampung
Technical Editors: 1. Dr. Edi Syafri, ST, M.Si. Scopus ID: 57196348984
Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh 2. Sri Aulia Novita, S, TP, MP. Scopus ID: 57189368124
Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Editorial Assistant: Yulia Chyntia Hariati, ST Sekretariat Jurusan Teknologi Pertanian, Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Jl. Raya Negara Km.7 Tanjung Pati 26271 Kec. Harau Kab. Limapuluh Kota Prov. Sumatera Barat www.agroteknika.id e-mail: [email protected]
UCAPAN TERIMA KASIH Kami dari tim editor mengucapkan terima kasih kepada semua reviewer atas kontribusi dan upaya untuk mempertahankan standar jurnal peer-review.
Perdana Putera, ST, M.Eng, University of Nottingham
Prof. Dr. Ir. Jeanne M. Paulus, MS, Universitas Sam Ratulangi
Jamaluddin, M.Si, Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh
Wismaroh Sanniwati Saragih, SP, M.Si, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia
Dr. Rilma Novita, S.TP, MP, Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh
Anna Kusumawati, SP, M.Sc, Politeknik LPP Yogyakarta
Dr. Neni Trimedona, S.Si, M.Si, Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh
Isna Tustiyani, SP, M.Si, Universitas Garut
Dr. Sandra Melly, Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh
DAFTAR ISI
Volume 3, Nomor 2, Halaman 67-119 Desember 2020 Penerapan Teknologi Visible-Near Infrared Spectroscopy untuk Prediksi Cepat dan Simultan Kadar Air Buah Melon (Cucumis melo L.) Golden Yuda Hadiwijaya, Kusumiyati, Agus Arip Munawar ....................................... 67-74 Analisis Pertumbuhan Padi Lokal Aksesi PH 1 Menggunakan Penambahan Pupuk Silika Padat pada Kondisi Salin Nasrudin, Arrin Rosmala ................................................................................. 75-84 Pemanfaatan Pupuk Organik Cair Nasa dalam Meningkatkan Produktivitas Bawang Merah di Daerah Wamena Sumiyati Tuhuteru, Inrianti, Maulidiyah, Muhammad Nurdin ........................ 85-98 Analisis Variasi Konsentrasi Asam Sulfat sebagai Aktivasi Arang Aktif Berbahan Batang Tembakau (Nicotiana Tabacum) Mohammad Amirudin, Elida Novita, Tasliman ................................................ 99-108 Rancang Bangun dan Analisis Mesin Pengupas Kulit Kacang Tanah Tipe Silinder Horizontal Muhammad Anwar, Aldi Pratama, Rio Andria Saputra, Nur Kholilah, Naufal Alfayyadh, Muhammad Riza Nurtam, Indra Laksmana ....................... 109-119
Agroteknika3(2):67-74(2020)
AGROTEKNIKA
ISSN:2685-3450(Online) www.agroteknika.id ISSN:2685-3450(Print)
Diterima: 24 September 2020 Disetujui: 19 Desember 2020 Diterbitkan: 30 Desember 2020 Doi: https://doi.org/10.32530/agroteknika.v3i2.83 ArtikeliniadalahartikelopenaccessdibawahlisensiCCBY-SA4.0
67
Penerapan Teknologi Visible-Near Infrared Spectroscopy untuk Prediksi Cepat dan Simultan Kadar Air Buah Melon (Cucumis melo L.) Golden
Application of Visible-Near Infrared Spectroscopy Technology for Rapid and Simultaneous Prediction of Water Content in Golden Melon (Cucumis melo L.) Fruit
Yuda Hadiwijaya*,1, Kusumiyati2, Agus Arip Munawar3
1Program Studi Magister Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Indonesia 2Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Indonesia 3Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Indonesia
*Penulis Korespondesi Email: [email protected]
Abstrak. Kadar air merupakan salah satu atribut kualitas yang penting pada komoditas hortikultura. Penetapan kadar air buah melon dengan metode konvensional memakan waktu yang lama dan perlu merusak sampel buah. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi kadar air buah melon golden menggunakan teknologi visible-near infrared spectroscopy (Vis-NIRS). Metode koreksi spektra orthogonal signal correction (OSC) diterapkan pada spektra original untuk meningkatkan kehandalan model kalibrasi. Partial least squares regression (PLSR) digunakan sebagai metode pendekatan regresi untuk mengekstraksi data spektra Vis-NIRS. Hasil penelitian membuktikan bahwa Vis-NIRS dapat diandalkan untuk memprediksi kadar air buah melon golden. Metode koreksi spektra OSC mampu memperkecil jumlah principal component (PC) pada spektra original. Linieritas pada model kalibrasi menggunakan spektra OSC tercatat memperoleh nilai tertinggi sebesar 0,92. Ratio of performance to deviation (RPD) pada spektra OSC menampilkan nilai tertinggi pula yaitu 3,63. Model kalibrasi yang diperoleh pada penelitian ini dapat ditransfer ke dalam spektrometer Vis-NIRS untuk prediksi kadar air melon golden secara cepat dan simultan. Kata kunci: visible-near infrared spectroscopy, kadar air, buah melon golden
Abstract. Water content is an important quality attribute of horticultural commodities. Determination of water content in melon fruit using conventional methods is time-consuming and required to destruct the fruit samples. The research aimed to predict the water content of golden melon using visible-near infrared spectroscopy (Vis-NIRS) technology. Orthogonal signal correction (OSC) spectra correction was applied to the original spectra to increase the calibration model's reliability. Partial least squares regression (PLSR) was utilized as a regression approach method to extract Vis-NIRS spectra data. The results proved that Vis-NIRS was reliable to predict water content in golden melon. OSC spectra correction was able to minimize the number of principal components (PC) in the original spectra. Linearity in the calibration model using OSC spectra yielded the highest value of 0.92. The ratio of performance to deviation (RPD) in OSC spectra displayed the highest score of 3.63. This research's acquired calibration model could be transferred into a Vis-NIRS spectrometer for rapid and simultaneous water content prediction in golden melon. Keywords: visible-near infrared spectroscopy, water content, golden melon fruit
Agroteknika3(2):67-74(2020)
68
1. PendahuluanBuah melon merupakan buah yang digemari oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh
rasanya yang enak dan kandungan nutrisi yang terkandung didalamnya. Komoditas hortikultura,
khususnya buah-buahan memiliki sifat yang mudah rusak. Ini dikarenakan komoditas buah-
buahan mengandung kadar air yang tinggi. Kadar air merupakan besarnya kandungan air yang
terdapat pada suatu bahan. Umumnya, nilai kadar air dinyatakan dalam nilai persen. Kadar air
dalam buah dapat mempengaruhi tampilan, tekstur, dan juga rasa. Di samping itu, kadar air buah
dapat menentukan tingkat kesegaran dan ketahanan simpan buah tersebut. Dalam industri produk
pertanian, nilai kadar air penting untuk diketahui guna menentukan penanganan yang tepat bagi
komoditas buah tersebut.
Penentuan nilai kadar air pada komoditas buah-buahan umumnya dilakukan dengan metode
pengeringan menggunakan oven. Prinsipnya adalah menguapkan air pada sampel dengan suhu dan
waktu tertentu hingga bobot sampel tidak berubah (konstan). Nilai persentase kehilangan bobot
sebelum dan sesudah dikeringkan dihitung sebagai nilai kadar air. Penggunaan metode pengukuran
kadar air dengan cara ini memerlukan waktu yang lama dan buah yang diukur harus didestruksi
(rusak). Hal ini menyebabkan buah yang telah diukur kadar airnya tidak dapat dipasarkan.
Visible-Near Infrared Spectroscopy (Vis-NIRS) adalah suatu teknologi yang memanfaatkan
interaksi antara gelombang elektromagnetik dan struktur molekul sampel (bahan organik) pada
wilayah panjang gelombang yang mencakup sinar tampak (visible) dan inframerah dekat.
Teknologi ini banyak digunakan untuk prediksi kualitas pada komoditas pertanian secara
nondestruktif. Kelebihan dari teknologi Vis-NIRS yaitu pengukurannya cepat, simultan, tanpa
memerlukan bahan kimia, dan tidak merusak sampel. Oleh karena itu sampel yang sudah diukur
parameter kualitasnya menggunakan Vis-NIRS masih tetap dapat dipasarkan, karena kondisi
sampel masih utuh.
Berkembangnya penelitian mengenai penggunaan Vis-NIRS didorong pula oleh kemajuan
zaman dan teknologi yang menuntut penerapan teknologi yang dapat menghemat waktu dan ramah
lingkungan. Teknologi Vis-NIRS untuk memprediksi kualitas pada produk pertanian telah
dilakukan pada buah markisa (Maniwara et al., 2014), buah delima (Khodabakhshian et al., 2017),
buah ceri (Shao et al., 2019), buah beri (Ribera et al., 2016), melon (Hadiwijaya et al., 2020) dan
buah stroberi (Shen et al., 2018). Pada penelitian lain, Vis-NIRS dapat digunakan untuk
mengelompokkan masing-masing komoditas buah-buahan dan sayuran buah berdasarkan spektra
serapannya (Kusumiyati et al., 2019). Penerapan Vis-NIRS untuk memprediksi kadar air pada
komoditas pertanian telah dilakukan pada buah jambu (Kusumiyati et al., 2019), daun sirih (Zhang
et al., 2012), rumput (Jin et al., 2017), dan buah sawo (Kusumiyati et al., 2018). Namun, penerapan
teknologi Vis-NIRS untuk prediksi kadar air buah melon golden belum pernah dilakukan.
Agroteknika3(2):67-74(2020)
69
Maka dari itu, pada penelitian ini diaplikasikan teknologi Vis-NIRS untuk memprediksi
kadar air pada buah melon Golden. Dikaji pula linieritas hubungan antara data spektra buah melon
dan hasil pengukuran kadar air buah melon. Selain itu, diterapkan metode koreksi pada spektra
original dan dipelajari pengaruhnya terhadap nilai linieritas. Tujuan utama dari penelitian ini yaitu
memperoleh model kalibrasi yang memiliki nilai linieritas tinggi, tangguh, dan dapat diandalkan
untuk memprediksi kadar air buah melon Golden menggunakan teknologi Vis-NIRS secara cepat
dan simultan.
2. Bahan dan Metode
Pelaksanaan budidaya tanaman melon Golden dilakukan di daerah Jatinangor, Sumedang.
Penanaman tanaman melon dilakukan di dalam rumah kasa (screenhouse). Tanaman melon yang
digunakan pada penelitian ini adalah varietas Mekarsari SH-1. Pemananenan dilakukan pada
tanaman melon yang berumur 65-70 hari setelah tanam (HST). Buah dipanen pada kondisi matang
komersil. Sebelum dibawa ke laboratorium, sampel dibersihkan terlebih dahulu dari berbagai
macam kotoran dan tanah. Sampel merupakan buah dengan kondisi yang baik, bebas hama &
penyakit, dan tidak terdapat cacat fisik. Jumlah sampel buah melon yang digunakan pada
penelitian ini adalah sebanyak 82 sampel.
Spektrometer yang digunakan yaitu Nirvana AG410 pada rentang panjang gelombang 381-
1065 nm (Gambar 1). Pengambilan data spektra sampel dilakukan cara meradiasi sampel pada 6
titik yang tersebar pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah melon. Spektra yang diperoleh
dari pengambilan data spektra sampel adalah reflectance yang kemudian secara otomatis
dikonversi menjadi absorbance. Data spektra sampel tersimpan dalam memory penyimpanan
spektrometer. Kemudian data spektra ditransfer ke komputer menggunakan perangkat lunak
(software) Integrated Software for Imagers and Spectrometers (ISIS).
Setelah data spektra pada sampel diambil, sampel kemudian didestruksi dan diiris tipis. Hasil
irisan sampel ditimbang dalam aluminium foil cup untuk memperoleh bobot basah sampel. Sampel
dikeringkan dalam oven dengan suhu 50ºC hingga diperoleh bobot kering sampel. Kemudian nilai
persentase kadar air sampel dihitung.
Data spektra bersama-sama dengan data hasil pengukuran kadar air dianalisis menggunakan
software The Unscrambler 10.4 untuk penerapan koreksi pada spektra original dan regresi.
Analisis multivariat digunakan untuk proses ekstraksi data spektra yang didapat dari sampel yang
diradiasi Vis-NIRS. Namun sebelumnya, data spektra perlu untuk dikoreksi terlebih dahulu
dengan tujuan memperbaiki variabel-variabel tidak seragam yang dapat mengurangi linieritas pada
tahap pemodelan kalibrasi. Metode koreksi spektra yang diaplikasikan pada penelitian ini adalah
orthogonal signal correction (OSC). Sementara itu, pendekatan regresi yang digunakan yaitu
Agroteknika3(2):67-74(2020)
70
partial least squares regression (PLSR). Hasil analisis regresi berupa model kalibrasi, kemudian
divalidasi menggunakan teknik validasi silang (cross validation). Selain penerapan validasi silang,
model kalibrasi dievaluasi pula dengan mempertimbangkan nilai koefisien determinasi (R2),
principal component (PC), root mean squares error of calibration (RMSEC), root mean squares
error of cross validation (RMSECV), dan ratio of performance to deviation (RPD).
Gambar 1. Spektrometer Nirvana AG410.
3. Hasil dan Pembahasan
Grafik spektra pada 82 sampel buah melon Golden disajikan pada Gambar 2. Pada spektra
absorban sampel buah melon terdapat beberapa puncak dan lembah yang muncul. Adanya puncak
dan lembah diakibatkan oleh interaksi antara radiasi yang dipancarkan spektrometer pada panjang
gelombang tertentu dan molekul senyawa yang terkandung dalam sampel. Panjang gelombang 970
nm berkorelasi dengan vibrasi ikatan O-H dari molekul air (Allen et al., 2012). Pada riset yang
dilakukan oleh Zhang et al. (2012), dilaporkan bahwa panjang gelombang 760 nm berhubungan
dengan pita serapan air. Temuan lain didapatkan oleh Martelo-Vidal & Vázquez (2014) yang
mengutarakan bahwa pita serapan air ditemukan pula pada panjang gelombang 950 nm.
Pengukuran kadar air secara destruktif dilakukan untuk memperoleh data referensi yang
selanjutnya akan digunakan dalam pengembangan model kalibrasi. Berdasarkan hasil pengukuran
di laboratorium, kadar air buah melon Golden varietas Mekarsari SH-1 memiliki nilai yang
berkisar diantara 94,6 – 96,5% seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Hasil tersebut tidak berbeda
jauh dengan prediksi kadar air berdasarkan Vis-NIRS pada spektra original (94,6 – 96,4%)
maupun OSC (94,7 – 96,4%). Hasil analisis kalibrasi dan validasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Agroteknika3(2):67-74(2020)
71
Gambar 2. Data spektra original hasil pengukuran pada sampel buah melon Golden
Tabel 1. Hasil analisis kalibrasi dan validasi Spektra Referensi
(%) Prediksi Vis-NIRS
(%) PC Kalibrasi Validasi RPD
R2 RMSEC R2 RMSECV Original 94,6 – 96,5 94,6 – 96,4 7 0,91 0,00095 0,89 0,00112 2,99
OSC 94,6 – 96,5 94,7 – 96,4 1 0,92 0,00090 0,92 0,00092 3,63 Keterangan: PC = principal component, R2 = koefisien determinasi, RMSEC = root mean squares error of calibration,
RMSECV = root mean squares error of cross validation, RPD = ratio of performance to deviation
Data spektra original sampel perlu dikoreksi untuk mereduksi efek hamburan cahaya, noises,
dan berbagai gangguan spektra lainnya. Penerapan metode koreksi OSC pada spektra original buah
melon mampu mereduksi jumlah PC menjadi 1. OSC adalah suatu metode pemrosesan data dengan
tujuan membuang informasi yang tidak berkorelasi dengan target. Menurut Boháč et al. (2002),
OSC dapat mereduksi sejumlah besar variabel X, sehingga pemodelan kalibrasi PLSR
menghasilkan model yang memiliki kemampuan prediksi yang lebih baik. Jumlah PC yang rendah
lebih diharapkan pada model kalibrasi Vis-NIRS. Model kalibrasi dengan jumlah PC yang tinggi
menandakan tingginya gangguan pada data spektra yang dianalisis (Jankovská & Šustová, 2003).
Pemodelan kalibrasi dilakukan dengan meregresikan data spektra Vis-NIRS dan data
referensi. Gambar 3 menampilkan model kalibrasi PLSR dan validasi pada masing-masing
spektra. Garis regresi dan sebaran data warna biru merupakan hasil pemodelan kalibrasi,
sedangkan garis dan sebaran data warna merah adalah hasil validasi. Penetapan model kalibrasi
terbaik didasarkan pada koefisien determinasi (R2) dan RPD yang tinggi, selain itu
dipertimbangkan pula nilai error yang rendah. Model kalibrasi perlu divalidasi dengan tujuan
untuk memverifikasi keakuratan model tersebut. Validasi dilakukan dengan teknik validasi silang
(cross validation), 82 sampel diacak dan dibagi kedalam 20 segment, pada masing-masing segment
terdapat 4 – 5 sampel. Kemudian 19 segment digunakan untuk memprediksi 1 segment, hal tersebut
diulangi hingga keseluruhan segment diprediksi. Model kalibrasi yang baik juga harus memiliki
Agroteknika3(2):67-74(2020)
72
nilai R2 kalibrasi dan RMSEC yang hampir sama dengan R2 validasi dan RMSECV. Rentang nilai
koefisien determinasi berkisar antara nol (0) hingga satu (1).
Gambar 3. Model kalibrasi yang dikembangkan dengan pendekatan PLSR dan validasi pada masing-masing spektra
Koefisien determinasi menjelaskan seberapa besar kemampuan dari variabel independen
(data spektra Vis-NIRS) dalam menerangkan variasi pada variabel dependen (data referensi).
Model kalibrasi yang mempunyai nilai koefisien determinasi mendekati 1 berarti model tersebut
memiliki variabel independen yang mampu menjelaskan hampir seluruh variasi pada variabel
dependen, hal ini berlaku pula sebaliknya. Pada penelitian ini, model kalibrasi terbaik diperoleh
spektra OSC dengan menampilkan nilai R2 sebesar 0,92 dibanding spektra original yang hanya
0,91. Hasil tersebut sesuai dengan riset yang dikerjakan oleh Fan et al. (2018) bahwa penggunaan
metode koreksi spektra OSC mampu meningkatkan linieritas model kalibrasi dengan nilai 0,99
pada pendugaan kandungan lemak daging babi. Studi lain melaporkan penggunaan Vis-NIRS dan
OSC menghasilkan nilai R2 kalibrasi yang jauh lebih tinggi dari spektra original, yaitu sebesar
73
Agroteknika3(2):67-74(2020)
0,99 pada estimasi likopen pada buah tomat (Saad et al., 2014). Nilai error (RMSEC dan
RMSECV) yang diperoleh pada spektra OSC ialah 0,00090 dan 0,00092 tercatat lebih rendah dari
spektra original. Error pada model kalibrasi dihitung dari selisih antara data referensi dan nilai
kada air prediksi Vis-NIRS pada masing-masing sampel. Makin rendah nilai error, maka main
baik pula model kalibrasi tersebut. Nilai RPD pada spektra OSC adalah 3,63, lebih tinggi dari
spektra original yang hanya sebesar 2,99. RPD dihitung guna mengukur seberapa baik performa
model kalibrasi yang telah dibangun (Brogna et al., 2018). Nicolaï et al. (2007) menyatakan bahwa
nilai RPD lebih dari 3,0 menunjukkan bahwa model kalibrasi telah dikembangkan dengan baik
dan dapat diandalkan untuk tahap prediksi.
4. Kesimpulan
Kadar air buah melon Golden dapat diprediksi dengan nilai akurasi yang tinggi
menggunakan Vis-NIRS. Model kalibrasi terbaik ditampilkan oleh spektra yang telah dikoreksi
dengan metode orthogonal signal correction (OSC) dengan nilai koefisien determinasi (R2)
kalibrasi, validasi, root mean squares error of calibration (RMSEC), root mean squares error of
cross validation (RMSECV), dan ratio of performance to deviation (RPD) berturut-turut sebesar
0,92; 0,92; 0,00090; 0,00092 dan 3,63. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa teknologi Vis-NIRS
terbukti dapat diandalkan dalam memprediksi kadar air buah melon Golden secara cepat dan
simultan.
Daftar Pustaka
Allen, T. J., Hall, A., Dhillon, A. P., Owen, J. S., & Beard, P. C. (2012). Spectroscopic photoacoustic imaging of lipid-rich plaques in the human aorta in the 740 to 1400 nm wavelength range. Journal of Biomedical Optics, 17(6), 61209, 1-10. https://doi.org/10.1117/1.JBO.17.6.061209
Boháč, M., Loeprecht, B., Damborský, J., & Schüürmann, G. (2002). Impact of Orthogonal Signal Correction (OSC) on the Predictive Ability of CoMFA Models for the Ciliate Toxicity of Nitrobenzenes. Quantitative Structure-Activity Relationships, 21(1), 3–11. https://doi.org/10.1002/1521-3838(200205)21:1<3::AID-QSAR3>3.0.CO;2-D
Brogna, N., Palmonari, A., Canestrari, G., Mammi, L., Dal Prà, A., & Formigoni, A. (2018). Technical note: Near infrared reflectance spectroscopy to predict fecal indigestible neutral detergent fiber for dairy cows. Journal of Dairy Science, 101(2), 1234–1239. https://doi.org/10.3168/jds.2017-13319
Fan, Y., Liao, Y., & Cheng, F. (2018). Predicting of intramuscular fat content in pork using near infrared spectroscopy and multivariate analysis. International Journal of Food Properties, 21(1), 1180–1189. https://doi.org/10.1080/10942912.2018.1460606
Hadiwijaya, Y., Kusumiyati, K., & Munawar, A. A. (2020). PREDIKSI TOTAL PADATAN TERLARUT BUAH MELON GOLDEN (Cucumis melo L.) MENGGUNAKAN VIS-SWNIRS DAN ANALISIS MULTIVARIAT. Jurnal Penelitian Saintek, 25(2), 103–114. https://doi.org/10.21831/jps.v25i2.34487
Jankovská, R., & Šustová, K. (2003). Analysis of cow milk by near-infrared spectroscopy. Czech Journal of Food Sciences, 21(4), 123–128. https://doi.org/10.17221/3488-cjfs
Jin, X., Shi, C., Yu, C. Y., Yamada, T., & Sacks, E. J. (2017). Determination of Leaf Water Content
Agroteknika3(2):67-74(2020)
74
by Visible and Near-Infrared Spectrometry and Multivariate Calibration in Miscanthus. Frontiers in Plant Science, 8(721), 1-8. https://doi.org/10.3389/fpls.2017.00721
Khodabakhshian, R., Emadi, B., Khojastehpour, M., Golzarian, M. R., & Sazgarnia, A. (2017). Non-destructive evaluation of maturity and quality parameters of pomegranate fruit by visible/near infrared spectroscopy. International Journal of Food Properties, 20(1), 41–52. https://doi.org/10.1080/10942912.2015.1126725
Kusumiyati., Hadiwijaya, Y., & Putri, I. E. (2018). Determination of water content of intact sapodilla using near infrared spectroscopy. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 207). 20-21 Oktober 2018. https://doi.org/10.1088/1755-1315/207/1/012047
Kusumiyati., Hadiwijaya, Y., & Putri, I. E. (2019). Non-Destructive Classification of Fruits Based on Vis-nir Spectroscopy and Principal Component Analysis. Jurnal Biodjati, 4(1), 89–95. https://doi.org/10.15575/biodjati.v4i1.4389
Kusumiyati., Hadiwijaya, Y., Putri, I. E., & Mubarok, S. (2019). Water content prediction of “crystal” guava using visible-near infrared spectroscopy and chemometrics approach. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. https://doi.org/10.1088/1755-1315/393/1/012099
Maniwara, P., Nakano, K., Boonyakiat, D., Ohashi, S., Hiroi, M., & Tohyama, T. (2014). The use of visible and near infrared spectroscopy for evaluating passion fruit postharvest quality. Journal of Food Engineering, 143, 33–43. https://doi.org/10.1016/j.jfoodeng.2014.06.028
Martelo-Vidal, M., & Vázquez, M. (2014). Evaluation of Ultraviolet, Visible, and Near Infrared Spectroscopy for the Analysis of Wine Compounds. Czech Journal of Food Sciences, 32(1), 37–47. https://doi.org/10.17221/167/2013-CJFS
Nicolaï, B. M., Beullens, K., Bobelyn, E., Peirs, A., Saeys, W., Theron, K. I., & Lammertyn, J. (2007). Nondestructive measurement of fruit and vegetable quality by means of NIR spectroscopy: A review. Postharvest Biology and Technology, 46(2), 99–118. https://doi.org/10.1016/j.postharvbio.2007.06.024
Ribera, A., Noferini, M., & Rombolà, A. (2016). Non-destructive Assessment of Highbush Blueberry Fruit Maturity Parameters and Anthocyanins by Using a Visible/Near Infrared (vis/NIR) Spectroscopy Device: A Preliminary Approach. Journal of Soil Science and Plant Nutrition, 16(1), 174–186. https://doi.org/10.4067/S0718-95162016005000014
Saad, A. G., Jaiswal, P., & Jha, S. N. (2014). Non-destructive quality evaluation of intact tomato using VIS-NIR spectroscopy. International Journal of Advanced Research, 2(12), 632–639.
Shao, Y., Xuan, G., Hu, Z., Gao, Z., & Liu, L. (2019). Determination of the bruise degree for cherry using Vis-NIR reflection spectroscopy coupled with multivariate analysis. PLoS ONE, 14(9), 1–13. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0222633
Shen, F., Zhang, B., Cao, C., & Jiang, X. (2018). On-line discrimination of storage shelf-life and prediction of post-harvest quality for strawberry fruit by visible and near infrared spectroscopy. Journal of Food Process Engineering, 41(7), 1-8. https://doi.org/10.1111/jfpe.12866
Zhang, Q., Li, Q., & Zhang, G. (2012). Rapid Determination of Leaf Water Content Using VIS/NIR Spectroscopy Analysis with Wavelength Selection. Spectroscopy: An International Journal, 27(2), 93–105. https://doi.org/10.1155/2012/276795
Agroteknika3(2):75-84(2020)
AGROTEKNIKA
ISSN:2685-3450(Online) www.agroteknika.id ISSN:2685-3450(Print)
Diterima: 3 Juni 2020 Disetujui: 25 Desember 2020 Diterbitkan: 30 Desember 2020 Doi: https://doi.org/10.32530/agroteknika.v3i2.71 Artikel ini adalah artikel open access di bawah lisensi CC BY-SA 4.0
75
Analisis Pertumbuhan Padi Lokal Aksesi PH 1 Menggunakan Penambahan Pupuk Silika Padat pada Kondisi Salin
The Growth Analysis of Local Rice Accession PH 1 Using Addition Solid Silica Fertilizer
under Saline Conditions
Nasrudin*, Arrin Rosmala
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Perjuangan Tasikmalaya, Indonesia
*Penulis Korespondesi Email: [email protected]
Abstrak. Analisis pertumbuhan padi penting diketahui untuk menggambarkan kondisi tumbuh kembang tanaman sehingga dapat berproduksi secara optimal utamanya pada kondisi sub-optimal. Tujuan penelitian yaitu mengetahui proses fisiologi dan produksi biomasa padi lokal aksesi PH 1 pada kondisi salin dengan penambahan pupuk silika padat. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor. Faktor pertama tingkat cekaman salinitas dengan empat taraf yaitu non salin, 4 dS m-1, 8 dS m-1, dan 12 dS m-1. Faktor kedua penambahan dosis silika padat per kg tanah dengan tiga taraf yaitu 300 mg, 450 mg, dan 600 mg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi cekaman salinitas dengan dosis silika yang mempengaruhi luas daun 4 minggu setelah tanam. Dosis silika berpengaruh nyata terhadap bobot segar akar 4 minggu setelah tanam, biomassa 4 minggu setelah tanam, dan laju asimilasi bersih. Cekaman salinitas berpengaruh nyata terhadap biomassa 4 minggu setelah tanam. Peningkatan cekaman salinitas sampai 8 dS m-1 akan menurunkan luas daun dan biomasa tanaman sedangkan peningkatan cekaman salinitas sampai 12 dS m-1 dikombinasikan dengan dosis silika memperbaiki luas daun dan biomasa tanaman. Dosis optimum silika pada kondisi cekaman salinitas adalah 450 mg karena mampu meningkatkan biomasa dan laju asimilasi bersih. Sebaliknya peningkatan dosis silika sampai 600 mg menyebabkan penurunan biomasa dan laju asimilasi bersih, tetapi dapat meningkatkan bobot segar akar. Kata kunci: padi lokal, pertumbuhan, salinitas, silika Abstract. Growth analysis in rice was important to imagine the growth and development of a plant that can be used to optimize production on sub-optimal conditions. This research aimed to determine the growth analysis of local rice accession PH1 under saline conditions with added solid silica fertilizer. The research used a Completely Randomized Design with two factors. The first factor was salinity stress with four levels include non-saline, 4 dS m-1, 8 dS m-1, and 12 dS m-1. The second factor was silica dose per kg of soil with three levels include 300 mg, 450 mg, and 600 mg. The results showed that there was an interaction between salinity stress and silica dose which affected the leaf area 4 weeks after planting. The dose of silica significantly affected root fresh weight 4 weeks after planting, biomass 4 weeks after planting, and net assimilation rate. Salinity stress significantly affected biomass 4 weeks after planting. Increasing the salinity stress to 8 dS m-1 will decrease leaf area and plant biomass while increasing the salinity stress to 12 dS m-1 combined with silica doses improves leaf area and plant biomass. The optimum dose of silica
Agroteknika3(2):75-84(2020)
76
under salinity stress conditions is 450 mg because it can increase biomass and net assimilation rate. Conversely, increasing the dose of silica to 600 mg caused a decrease in biomass and net assimilation rate, but could increase root fresh weight. Keywords: local rice, growth, salinity, silica
1. Pendahuluan
Pangan khususnya beras merupakan kebutuhan primer bagi mayoritas masyarakat di
Indonesia. Kebutuhan terhadap beras meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk. Badan Pusat Statistik (2018) memproyeksikan pada tahun 2015-2020 laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1,07 % dengan jumlah penduduk saat ini sebesar 269 juta jiwa,
sehingga diperkirakan kebutuhan terhadap beras akan meningkat. Kebutuhan terhadap pangan
beras Indonesia pada tahun 2019 sebesar 115,58 kg kapita-1 tahun-1 (Kementerian Pertanian, 2019).
Disisi lain, produksi GKG di Indonesia pada tahun 2019 sebesar 54,60 juta ton (Badan Pusat
Statistik, 2019) dan menjadi beras siap konsumsi sebesar 34,26 juta ton. Peningkatan jumlah
penduduk harus dibarengi dengan peningkatan produksi beras akibat skema diversifikasi pangan
di Indonesia belum dapat berjalan secara optimal. Oleh sebab itu, untuk menjamin kebutuhan
pangan bagi masyarakat Indonesia dan agar dapat menyongsong ketahanan pangan maka perlu
suatu usaha untuk meningkatkan produksi padi.
Salah satu upaya peningkatan produksi beras yaitu melalui perluasan areal tanam pada
lahan sub-optimal seperti lahan salin. Hal tersebut karena Indonesia merupakan Negara kepulauan
dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (Dirhamsyah, 2006). Lahan-lahan sub optimal yang
terletak di sekitar pantai dimugkinkan untuk diusahakan budidaya padi. Tentunya budidaya padi
di lahan sub-optimal akan menemui sejumlah kendala seperti tingginya kadar garam pada tanah
dan air, kecepatan angin, dan evapotranspirasi yang tinggi (Rachman et al., 2018). Kadar garam
yang tinggi menyebabkan potensial osmotik pada sel menjadi tinggi sehingga menyebabkan
gangguan fisiologis bagi tanaman (Aguilar et al., 2017). Berdasarkan penelitian Nasrudin and
Kurniasih (2018) padi yang ditanam di lahan salin dapat menurunkan pertumbuhan jumlah anakan,
luas daun, dan produksi biomasa. Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap pengisian gabah
(produktivitas) dan kualitas hasil.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar padi yang ditanam ada lahan salin dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik yaitu melalui penambahan hara silika. Silika merupakan
hara non esensial yang dibutuhkan tanaman padi untuk memperkuat dinding sel pada daun, akar,
dan batang, meningkatkan fotosintesis, serta mengurangi keracunan garam dengan meningkatkan
aktivitas enzim selama tercekam (Liang et al., 2007). Penambahan hara silika dengan konsentrasi
1-2 mM pada kondisi salin (daya hantar listrik 8 dS m-1) mampu mempertahankan hasil padi
(Ikhsanti et al., 2018). Prawira et al., (2014) melaporkan dalam penelitiannya bahwa pemberian
Agroteknika3(2):75-84(2020)
77
silika dengan dosis 400 mg kg-1 tanah dapat meningkatkan jumlah anakan, jumlah malai,
presentase gabah isi, dan bobot gabah per rumpun. Silika yang diberikan dalam bentuk cair dengan
dosis 1 L.ha-1 juga mampu meningkatkan variabel fisiologi seperti biomasa tanaman (Tampoma
et al., 2017).
Belum adanya penelitian yang membahas perlakuan salinitas dan silika pada padi lokal
aksesi PH 1 menjadikan penelitian ini penting untuk dilakukan. Analisis pertumbuhan tanaman
akan menggambarkan bagaimana proses fisiologis tanaman padi untuk menghasilkan asimilat
untuk ditranslokasikan untuk pengisian gabah sehingga dapat meningkatkan produktivitas
tanaman. Penggunaan varietas padi lokal jarang diupayakan oleh masyarakat karena produksinya
yang rendah. Namun, varietas padi lokal umumnya memiliki ketahanan terhadap cekaman abiotik
tertentu. Tujuan penelitian untuk mengetahui proses analisis pertumbuhan tanaman padi lokal
aksesi PH 1 pada kondisi salin dengan penambahan pupuk silika padat.
2. Bahan dan Metode
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain: polybag ukuran 40 x 50 cm, selang, gembor, meteran,
bagan warna daun, oven Memmert type UN 260, timbangan digital 5 kg, timbangan digital dengan
akurasi 0,01 g, alat tulis, ember, gelas ukur, karton asturo, kamera, milimeter blok, amplop cokelat
untuk sampel tanaman, plastik bening, double tape dan lakban, handsprayer, dan logbook. Bahan-
bahan yang dgunakan antara lain: benih padi lokal aksesi PH 1, pupuk NPK 16:16:16, hara silika
padat SiO2, pupuk kandang, tanah, herbisida decis, pestisida, bakterisida, dan garam NaCl.
Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktorial. Faktor pertama yaitu tingkat
cekaman salinitas yang terdiri atas empat taraf yaitu S0 (non salin), S1 (4 dS m-1), S2 (8 dS.m-1),
dan S3 (12 dS m-1). Faktor kedua yaitu penambahan dosis silika padat (SiO2) per kg tanah yang
terditi atas tiga taraf yaitu A1 (300 mg), A2 (450 mg), dan A3 (600 mg). Percobaan terdiri atas 12
kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak tiga kali.
Pelaksanaan Percobaan
Penelitian menggunakan padi lokasl aksesi PH 1 asal Cisayong, Tasikmalaya. Benih padi
disemai selama 14 hari kemudian dilakukan pindah tanam pada media tanam yang telah disiapkan
dan disusun dalam rumah pelastik. Media tanam menggunakan tanah ultisol dan pupuk kandang
sapi dengan perbandingan 1:1. Tanaman yang telah dipindahkan pada media tanam kemudian
dipelihara meliputi pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), pemupukan
menggunakan pupuk NPK 16:16:16 dengan dosis 200 kg ha-1, dan penyiraman. Pemberian pupuk
NPK dilakukan bersamaan dengan pemberian pupuk silika padat yaitu saat tanaman berumur 10
Agroteknika3(2):75-84(2020)
78
dan 50 hari setelah tanam (HST). Perlakuan salinitas diberikan saat tanaman berumur 14, 28, dan
56 hari setelah tanam (HST) sedangkan penambahan pupuk silika (SiO2) diberikan berselang 3
hari setelah pemberian perlakuan salinitas.
Parameter Pengamatan dan Analisis Data
Parameter yang diamati antara lain: luas daun (cm2), bobot basah tajuk (g), bobot basah
akar (g), kadar air tanaman (%), dan biomasa tanaman (g) dilakukan secara destruktif. Luas daun
diukur dengan cara menggambar daun padi yang diamati pada kertas milimeter blok kemudian
dihitung luasannya pada daun yang tergambar. Bobot basah akar dan tajuk dilakukan dengan cara
mencabut tanaman secara destruktif kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital dan
hasilnya dicatat pada lembar kerja. Biomassa tanaman dilakukan dengan cara tajuk dan akar segar
dikeringkan menggunakan oven Memmert type UN 260 pada suhu 80 oC selama 24 jam. Hasil
pengeringan kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital. Selisih penimbangan biomassa
dengan bobot segar yang dikalikan 100% dijadikan sebagai kadar air tanaman. Indeks luas daun
dilakukan dengan cara mengukur luasan daun padi per tanaman dengan jarak tanam tertentu.
Menurut Gardner et al., (1991), data yang diperoleh dihitung menggunakan persamaan (1)
ILD = !"#$%"$'$(
x luas daun (1)
Nisbah luas daun dilakukan dengan cara mengukur luasan daun padi per tanaman dan biomassa
tanaman. Menurut Gardner et al., (1991), data yang diperoleh dihitung menggunakan persamaan
persamaan (2)
NLD = )!"#$&#"'(#&#)*+,-./0#$#(#&#)*+, *+(
!"#$&#"'(#*+,-./0#$#(#*+, )
. (2)
Laju asimilasi bersih (g cm-2 minggu-1) merupakan kemampuan tanaman dalam menghasilkan
bahan kering hasil asimilasi per satuan luas daun per satuan waktu. Pengamatan laju asimilasi
bersih dilakukan dengan cara mengukur luasan daun padi per tanaman dan biomassa per tanaman.
Menurut Gardner et al., (1991), data yang diperoleh dihitung menggunakan persamaan (3)
LAB (g dm-2 minggu-1) = /.0/!1.01!
x 23 4$.023 4$!4$.04$!
(3)
Keterangan: W2 (biomasa pada 8 minggu setelah tanam); W1 (biomasa pada 4 minggu setelah tanam); T2 (waktu pengamatan saat 8 minggu setelah tanam); T1 (waktu pengamatan saat 4 minggu setelah tanam); La2 (luas daun saat 8 minggu setelah tanam); La1 (luas daun saat 4 minggu setelah tanam).
Data kuantitatif yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis ragam
(ANOVA). Apabila terdapat perbedaan diantara perlakuan, maka dilanjutkan dengan Uji DMRT
(Duncan’s multiple range test) pada taraf kesalahan 5%. Analisis korelasi dilakukan untuk
mengetahui hubungan antar parameter yang diamati menggunakan Pearson correlation. Analisis
data statistika menggunakan software Statistical Tool for Agricultural Research (STAR) ver 2.0.1.
Agroteknika3(2):75-84(2020)
79
3. Hasil dan Pembahasan
Analisis pertumbuhan tanaman merupakan variabel yang sangat menentukan produktivitas
suatu tanaman termasuk tanaman padi. Kajian fisiologi tumbuhan menggambarkan bagaimana
lingkungan dapat mempengaruhi sistem metabolisme tanaman sehingga terdapat tanggapan dari
tanaman. Salah satu organ tanaman yang dapat menggambarkan kaitannya dengan fisiologi
tanaman yaitu daun. Berbagai proses metabolisme diantaranya fotosintesis, respirasi, dan
transpirasi dapat berlangsung pada daun. Proses metabolisme tersebut sangat mempengaruhi
produksi biomasa dan produktivitas tanaman.
Tabel 1. Tingkat cekaman salinitas dan penambahan dosis silika pada luas daun umur 4 MST padi lokal aksesi PH 1.
Luas daun (cm2) 4 MST
Perlakuan Dosis silika (per kg tanah) Rerata A1 (300 mg) A2 (450 mg) A3 (600 mg) Salinitas S0 (non salin) 63,53cd 74,6cd 121,00b 86,38 S1 (4 dS m-1) 185,98a 66,90cd 108,11b 120,33 S2 (8 dS m-1) 52,70d 68,66cd 83,14c 68,17 S3 (12 dS m-1) 58,51d 173,73a 60,58d 97,61 Rerata 90,18 95,97 93,21 93,12 (+) CV (%) 35,57*
Keterangan: (+) ada interaksi; mst (minggu setelah tanam); (*) CV dengan data ditransformasi; angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada Uji DMRT 5%.
Saat padi berumur 4 minggu setelah tanam (MST), terjadi interaksi antara cekaman
salinitas dengan penambahan dosis silika. Tabel 1 menggambarkan pada kondisi salinitas rendah,
penambahan silika sebanyak 600 mg kg-1 tanah sangat membantu peningkatan luas daun. Namun,
saat tanaman tercekam salinitas sampai 8 - 12 dS m-1 penambahan dosis silika cukup dengan dosis
450 mg. Hal tersebut diduga peningkatan luasan daun pada kondisi silika tinggi karena langsung
dapat mempengaruhi sel dan jaringan tanaman. Sebagaimana diketahui bahwa silika memiliki
fungsi pada tanaman yaitu menurunkan transpirasi pada saat tanaman kekurangan air,
meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman biotik dan abiotik, dan memperkuat dinding
sel (Ansari et al., 2016). Kondisi cekaman salinitas rendah memudahkan silika terakumulasi di
dalam sel termasuk sel daun. Dehaghi et al. (2018) menyebutkan bahwa silika terdeposit di dalam
dinding sel daun, batang, dan sel epidermis. Hal tersebut akan memperkuat dinding sel pada daun
dan batang sehingga saat kondisi tanaman tercekam masih dapat melangsungkan proses
metabolisme secara optimal.
Tabel 2 menunjukkan bahwa luas daun pada 8 MST, indeks luas daun, dan nisbah luas
daun tidak berpengaruh nyata terhadap cekaman salinitas dan penambahan dosis silika. Meskipun
tidak berbeda nyata, ketiga parameter tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi cekaman
Agroteknika3(2):75-84(2020)
80
salinitas maka akan menurunkan luasan daun. Hal tersebut diduga kandungan garam yang diserap
oleh tanaman mempengaruhi proses fotosintesis dan penyerapan unsur hara. Tanaman akan
terganggu dalam proses penyerapan unsur hara akibat tekanan osmotik di luar sel lebih rendah,
sehingga garam dengan valensi rendah lebih mudah masuk dibandingkan unsur hara lain yang
dibutuhkan tanaman (Munns & Tester, 2008). Konsentrasi ion Na+ yang tinggi menyebabkan
terganggunya proses fotosintesis (Gupta & Huang, 2014) sehingga akan menurunkan kemampuan
tanaman dalam menangkap cahaya, degradasi klorofil, dan luasan daun (Ghosh et al., 2016).
Tabel 2. Luas daun umur 8 MST, indeks luas daun umur 4 dan 8 MST, serta nisbah luas daun padi lokal aksesi PH 1 dengan penambahan dosis pupuk silika pada kondisi salin.
Perlakuan Luas daun (cm2) 8 MST
Indeks luas daun Nisbah luas daun 4 MST 8 MST Salinitas S0 (non salin) 1143,52a 0,22a 2,86a 595,51a S1 (4 dS m-1) 1130,13a 0,30a 2,83a 328,80a S2 (8 dS m-1) 849,12a 0,17a 2,12a 484,12a S3 (12 dS m-1) 977,99a 0,18a 2,44a 268,48a Dosis silika (per kg tanah) A1 (300 mg) 1149,07p 0,23p 2,87p 372,76p A2 (450 mg) 1010,80p 0,19p 2,53p 500,51p A2 (600 mg) 915,70p 0,23p 2,29p 384,41p Interaksi - - - - CV (%) 23,22* 9,21* 18,73* 33,55*
Keterangan: (-) tidak ada interaksi; mst (minggu setelah tanam); (*) CV dengan data ditransformasi; angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak beda nyata pada Uji DMRT 5%.
Tabel 3. Korelasi antar parameter pengamatan menggunakan Pearson correlation
A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 E1 E2 F A1 1** A2 0,19tn 1** B1 1** 0,19tn 1** B2 0,19tn 1** 0,19tn 1** C1 0,51** -0,11tn 0,51** -0,11tn 1** C2 0,07tn 0,06tn 0,07tn 0,06tn -0,06tn 1** D1 0,53** 0,05tn 0,53** 0,05tn 0,62** -0,12tn 1** D2 -0,07tn 0,16tn -0,07tn 0,16tn -0,07tn 0,64** -0,01tn 1** E1 0,70** 0,01tn 0,70** 0,01tn 0,66** -0,08tn 0,76** -0,06tn 1** E2 0,09tn 0,63** 0,09tn 0,63** -0,04tn 0,28* -0,07tn 0,39* -0,12tn 1** F -0,34* 0,31* -0,34* 0,31* -0,22tn 0,25* -0,24tn 0,30* -0,35* 0,77** 1** Keterangan: * (berkorelasi nyata); ** (berkorelasi sangat nyata); tn (tidak berkorelasi); A1 (luas daun
saat tanaman berumur 4 MST); A2 (luas daun saat tanaman berumur 8 MST); B1 (indeks luas daun saat tanaman berumur 4 MST); B2 (indeks luas daun saat tanaman berumur 8 MST); C1 (bobot segar akar saat tanaman berumur 4 MST); C2 (bobot segar akar saat tanaman berumur 8 MST); D1 (bobot segar tajuk saat tanaman berumur 4 MST); D2 (bobot segar tajuk saat tanaman berumur 8 MST); E1 (biomasa tanaman saat tanaman berumur 4 MST); E2 (biomasa tanaman saat tanaman berumur 8 MST); F (laju asimilasi bersih).
Agroteknika3(2):75-84(2020)
81
Tabel 4. Bobot segar tajuk umur 4 dan 8 MST, bobot segar akar umur 4 dan 8 MST, serta kadar air tanaman umur 4 dan 8 MST padi lokal aksesi PH 1 dengan penambahan dosis pupuk silika pada kondisi salin.
Perlakuan BST (g) BSA (g) Kadar air (%) 4 MST 8 MST 4 MST 8 MST 4 MST 8 MST
Salinitas S0 (non salin) 1,49a 42,76a 0,21a 5,98a 85,14a 73,90a S1 (4 dS m-1) 1,97a 42,09a 0,36a 4,86a 77,39a 67,82a S2 (8 dS m-1) 2,10a 53,12a 0,29a 5,55a 85,18a 84,65a S3 (12 dS m-1) 1,89a 60,22a 0,34a 7,32a 85,55a 78,50a Dosis silika (per kg tanah) A1 (300 mg) 2,04p 56,55p 0,29pq 6,96p 85,45p 74,83p A2 (450 mg) 0,97p 46,68p 0,19q 5,87p 79,24p 70,84p A2 (600 mg) 2,58p 45,63p 0,43p 4,95p 85,25p 82,99p Interaksi - - - - - - CV (%) 39,42* 23,49* 12,97* 33,02 9,76 19,97
Keterangan: (-) tidak ada interaksi; mst (minggu setelah tanam); (*) CV dengan data ditransformasi; BST (bobot segar tajuk); BSA (bobot segar akar); angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak beda nyata pada Uji DMRT 5%.
Tabel 4 menunjukkan bahwa bobot segar tajuk, bobot segar akar, dan kadar air tidak
berbeda nyata antar perlakuan cekaman salinitas. Bobot segar akar saat tanaman berumur 4 MST
berbeda nyata antar perlakuan dosis silika. Semakin tinggi dosis silika sampai 600 mg kg-1 tanah
maka pertumbuhan akar padi lebih tinggi. Silika akan masuk ke dalam tanaman melalui akar untuk
kemudian terdeposit pada sel daun. Berdasarkan analisis korelasi (Tabel 3), pertumbuhan daun
berkorelasi positif terhadap bobot segar akar (R= 0,51) artinya daun yang luas akibat bantuan silika
yang membantu dalam toleransi terhadap salinitas mengakumulasi asimilat hasil fotosintesis.
Asimilat yang dihasilkan sebagian digunakan tanaman untuk membantu pertumbuhan akar.
Radanielson et al. (2017) menyebutkan bahwa pertumbuhan akar yang lebih baik akibat usaha
tanaman dalam menjangkau nutrisi. Salah satu nutrisi yang dijangkau dan diserap oleh akar yaitu
silika yang terdeposit pada sel daun, batang, dan sel epidermis. Hal tersebut akibat potensial
osmotik di luar sel lebih rendah sehingga akar harus memiliki usaha yang lebih kuat dalam
menggapai dan menyerap hara mineral termasuk air.
Biomasa merupakan hasil serapan CO2 oleh tanaman kemudian diproses melalui
fotosintesis. Produksi biomasa pada tanaman sangat penting karena akan menentukan kuantitas
dan kualitas hasil padi. Tabel 5 menunjukkan bahwa biomasa padi yang ditanam pada tingkat
cekaman salinitas berbeda nyata yaitu semakin tinggi tingkat salinitas maka biomasanya semakin
rendah. Peningkatan cekaman salinitas akan menurunkan biomasa akibat keterbatasan tanaman
dalam melakukan penyerapan hara yang dibutuhkan tanaman. Berdasarkan penelitian Haq et al.
(2009) semakin tinggi tingkat salinitas akan menurunkan bobot segar tajuk dan biomasa. Cekaman
salinitas yang rendah menyebabkan pertumbuhan daun lebih luas sehingga laju fotosintesis
Agroteknika3(2):75-84(2020)
82
menjadi lebih tinggi. Berdasarkan analisis korelasi (Tabel 3), biomasa tanaman berkorelasi positif
terhadap luas daun (R= 0,52) dan bobot segar tajuk (R= 0,64). Apabila tanaman memiliki daun
yang luas maka penyerapan sinar matahari akan lebih cepat sehngga hasil fotosintesis akan lebih
banyak yang dapat digunakan sebagai energi untuk pertambahan sel serta biomasaa tanaman.
Tabel 5. Biomasa padi umur 4 dan 8 MST serta laju asimilasi bersih padi lokal aksesi PH 1 dengan penambahan dosis pupuk silika pada kondisi salin.
Perlakuan Biomasa (g) Laju asimilasi bersih (g dm-2 minggu-1) 4 MST 8 MST
Salinitas S0 (non salin) 0,18a 16,02a 0,89a S1 (4 dS m-1) 0,42a 18,71a 0,99a S2 (8 dS m-1) 0,30a 9,78b 0,72a S3 (12 dS m-1) 0,36a 18,47a 1,10a Dosis silika (per kg tanah) A1 (300 mg) 0,31p 18,37p 1,07p A2 (450 mg) 0,23p 17,19p 1,12p A2 (600 mg) 0,39p 11,66q 0,60q Interaksi - - - CV (%) 20,01* 37,52 20,45*
Keterangan: (-) tidak ada interaksi; mst (minggu setelah tanam); (*) CV dengan data ditransformasi; angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak beda nyata pada Uji DMRT 5%.
Penambahan silika juga berpengaruh nyata terhadap produksi biomasa dan laju asimilasi
bersih. Tabel 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis silika akan menurunkan biomasa dan
laju asimilasi bersih padi. Diduga semakin tinggi dosis silika yang diberikan pada tanaman maka
penyerapannya akan terhambat. Hal tersebut akibat terjadinya kompetisi penyerapan hara yaitu
hara yang bervalensi rendah akan lebih mudah diserap oleh akar tanaman. Ion Na+ akan lebih
mudah diserap oleh akar karena memiliki valensi lebih rendah dibandingkan Si. Oleh sebab itu,
peningkatan dosis Si kurang dapat mempengaruhi terhadap produksi biomasa dan laju asimilasi
bersih. Berdasarkan analisis korelasi (Tabel 3), biomasa tanaman berkorelasi positif terhadap laju
asimilasi bersih (R= 0,77). Hal ini menunjukkan bahwa asimilat yang dihasilkan oleh tanaman
melalui fotosintesis disimpan pada organ seperti tajuk dan akar.
Proses fisiologi akan menentukan produksi biomasa dan produktivitas dari tanaman padi.
Cekaman lingkungan seperti salinitas akan mengambat proses fisiologi tumbuhan seperti
menurunkan luasan daun, penyerapan hara mineral, laju fotosintesis, dan degradasi klorofil.
Gangguan tersebut menyebabkan tanaman kesulitan dalam memproduksi biomasa. Oleh sebab itu,
penambahan silika pada kondisi salin dengan dosis sampai 450 mg kg-1 tanah diduga mampu
memperbaiki proses fisiologi padi dan mempengaruhi produksi biomasa. Produksi biomasa yang
tinggi akan berdampak pada kuantitas dan kualitas hasil padi.
Agroteknika3(2):75-84(2020)
83
4. Kesimpulan
Cekaman salinitas mempengaruhi analisis pertumbuhan tanaman padi lokal aksesi PH 1
yang ditunjukkan dengan menurunnya luas daun dan biomasa tanaman pada pemberian salinitas.
Namun peningkatan cekaman salinitas sampai 12 dS m-1 yang dikombinasikan dengan
penambahan 450 mg kg-1 tanah dosis silika padat mampu memperbaiki luas daun dan biomasa
tanaman. Dosis silika optimum pada kondisi cekaman salinitas adalah 450 mg kg-1 karena mampu
meningkatkan biomasa dan laju asimilasi bersih. Sebaliknya, penambahan pupuk silika dengan
dosis 600 mg kg-1 dapat menurunkan biomasa dan laju asimilasi bersih, namun dapat
meningkatkan bobot segar tanaman.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Riset dan Teknologi / Badan Riset
dan Inovasi Nasional yang telah mendanai penelitian ini dengan nomor kontrak
080/SP2H/AMD/LT/DPRM/2020; 011/SP2H/AMD/LT-MONO/LL4/2020; 217/KP/LP2M-
UP/09/2020. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Nurhidayah, M.Si. yang telah
mensuplai kebutuhan benih padi aksesi PH 1 untuk penelitian ini.
Daftar Pustaka
Aguilar, M., Fernández-ramírez, J. L., Aguilar-blanes, M., & Ortiz-romero, C. (2017). Rice sensitivity to saline irrigation in Southern Spain. Agricultural Water Management, 188(2017), 21–28. https://doi.org/10.1016/j.agwat.2017.03.027
Ansari, T. H., Iwasaki, K., Yoshida, T., Yamamoto, Y., & Miyazaki, A. (2016). Status of nutrient elements in rice grain in relation to silicon accumulation pattern during grain filling. Bangladesh Agronomy Journal 19(2), 125–137.
Badan Pusat Statistik. (2018, Desember 2020). Proyeksi penduduk Indonesia 2015-2045. Retrieved from https://www.bps.go.id/
Badan Pusat Statistik. (2019, May 03). Luas panen, produksi, dan produktivitas padi menurut provinsi. Retrieved from https://www.bps.go.id/dynamictable/2019/04/15/1608/luas-panen-produksi-dan-produktivitas-padi-menurut-provinsi-2018.html
Dehaghi, M. A., Agahi, K., & Kiani, S. (2018). Agromorphological response of rice (Oryza sativa L .) to foliar application of potassium silicate. Biharban Biologist 12(1), 33–36.
Dirhamsyah. (2006). Pengelolaan wilayah pesisir terintegrasi di Indonesia. Jurnal Oseana 31(1), 21-26.
Gardner, F. P., Pearce, R. B., dan Mitchell, R. L. (1991). Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta, Indonesia: UI Press.
Ghosh, B., Ali, N., & Gantait, S. (2016). Response of rice under salinity stress : a review update. Journal of Research Rice 4(2), 2–9. https://dx.doi.org/10.4172/2375-4338.1000167
Gupta, B., & Huang, B. (2014). Mechanism of salinity tolerance in plants : physiological, biochemical, and molecular characterization. International Journal of Genomics (2014), 1-18. https://dx.doi.org/10.1155/2014/701596
Haq, T. U., Akhtar, J., Nawaz, S., & Ahmad, R. (2009). Morpho-physiological response of rice (Oryza sativa L.) varieties to salinity stress. Pakistan Journal of Botany 41(6), 2943–2956.
Ikhsanti, A., Kurniasih, B., & Indradewa, D. (2018). Pengaruh aplikasi silika terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) pada kondisi salin. Jurnal vegetalika
Agroteknika3(2):75-84(2020)
84
7(4), 1-11. Kementerian Pertanian. (2019). Stok Beras Aman Sampai 2020. Retrieved April 17, 2020, from
https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=4108 Liang, Y., Sun, W., Zhu, Y., & Christie, P. (2007). Mechanisms of silicon-mediated alleviation of
abiotic stresses in higher plants : A review. Environmental pollution 147 (2007), 422–428. https://doi.org/10.1016/j.envpol.2006.06.008
Munns, R., & Tester, M. (2008). Mechanisms of salinity tolerance. Annual Review of Plant Biology, 59(1), 651–681. https://doi.org/10.1146/annurev.arplant.59.032607.092911
Nasrudin, N & Kurniasih, B. (2018). Growth and yield of Inpari 29 rice varieties on raised-bed and different depths of sunken-bed in saline field. Jurnal Ilmu Pertanian (Agricultural Science) 3(3), 135-145. https://doi.org/10.22146/ipas.38736
Prawira, R. A., Agustiansyah, Ginting, Y., & Nurmiaty, Y. (2014). Pengaruh aplikasi silika dan boron terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi (Oryza sativa L.). Jurnal Agrotek Tropika 2(2), 282–288.
Rachman, A., Dariah, A., & Sutono, S. (2018). Pengelolaan sawah salin berkadar garam tinggi. Jakarta, Indonesia: IIAARD Press.
Radanielson, A. M., Angeles, O., Li, T., Ismail, A. M., & Gaydon, D. S. (2017). Describing the physiological responses of different rice genotypes to salt stress using sigmoid and piecewise linear functions. Field Crops Research, (2017), 1–11. https://doi.org/10.1016/j.fcr.2017.05.001
Tampoma, W. P., Nurmala, T., & Rachmadi, M. (2017). Pengaruh dosis silika terhadap karakter fisiologı dan hasil tanaman padi (Oryza sativa L .) kultivar lokal poso ( kultıvar 36-Super dan Tagolu ). Jurnal Kultivasi 16(2), 320–325
Agroteknika3(2):85-98(2020)
AGROTEKNIKA
ISSN:2685-3450(Online) www.agroteknika.id ISSN:2685-3450(Print)
Diterima: 3 Agustus 2020 Disetujui: 25 Desember 2020 Diterbitkan: 30 Desember2020 Doi: https://doi.org/10.32530/agroteknika.v3i2.78 Artikel ini adalah artikel open access di bawah lisensi CC BY-SA 4.0
85
Pemanfaatan Pupuk Organik Cair NASA dalam Meningkatkan Produktivitas Bawang Merah di Daerah Wamena
Utilization of Organik Liquid Fertilizer NASA to Increase Productivity of Shallot in Wamena
Sumiyati Tuhuteru*,1, Inrianti1, Maulidiyah2, Muhammad Nurdin2
1Program Studi Agroteknologi, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Petra Baliem Wamena, Indonesia
2Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Kimia, Universitas Haluoleo, Indonesia
*Penulis Korespondensi:
Email: [email protected]
Abstrak. Pupuk organik cair NASA ialah pupuk organik natural dari ekstrak bahan organik limbah ternak serta unggas, limbah sebagian tumbuhan tertentu dan zat-zat natural yang lain yang diproses dengan teknologi ramah lingkungan. Percobaan ini memiliki tujuan agar dapat mengetahui konsentrasi POC NASA yang pas bagi 5 varietas bawang merah yang ditanam di Wamena. Penelitian disusun dalam bentuk rancangan acak kelompok dua faktor. Faktor 1 berupa 5 varietas bawang merah, seperti Crok, Tiron, super Biru dan Bima serta satu varietas lokal Wamena sebagai pembanding. Sedangkan faktor 2 terdiri atas 3 taraf konsentrasi POC NASA yakni: 0 ml, 150 ml dan 250 ml. Informasi hasil penelitian dianalisis memakai ANOVA taraf 5 %. Apabila berpengaruh nyata, maka pengujian dianalisis lanjut dengan tes jarak berganda Duncan Multiple Range Test (DMRT) 5%. Hasil percobaan membuktikan bahwa produktivitas tanaman bawang merah dipengaruhi oleh interaksi antara konsentrasi POC NASA dengan varietas bawang merah. Hasil penelitian memperlihatkan adanya interaksi nyata oleh perlakuan POC NASA 150 ml dengan varietas Super Biru pada parameter tinggi tanaman dan bobot segar akar, kemudian perlakuan POC NASA 250 ml dengan varietas Lokal Wamena pada parameter bobot kering daun, selanjutnya perlakuan POC NASA 250 ml dengan varietas Bima pada pengamatan kandungan klorofil a dan jumlah daun. Kata kunci: pupuk organik cair, bawang merah, produktivitas, wamena
Abstract. NASA's liquid organic fertilizer is a natural organic fertilizer from extracts of organic matter, livestock and poultry waste, certain plant wastes, and other organic substances that are processed with environmentally friendly technology. This experiment aims to determine the appropriate NASA concentrations with 5 varieties of shallots grown in Wamena. The research was arranged in a randomized block design with 2 factors, consisting of 5 shallots varieties, such as Crok, Tiron, Super Biru, Bima, and one local variety Wamena as a comparison. Meanwhile, factor 2 consists of 3 levels of NASA concentrations namely: 0 ml, 150 ml, and 250 ml. Research data were analyzed using ANOVA of 5%. If it shows a real effect, then the test is continued with Duncan's Multiple Range Test (DMRT) of 5%. The results showed that the productivity of shallot was influenced by the interactions between
Agroteknika3(2):85-98(2020)
86
NASA concentrations and shallot varieties. The result showed a significant effect between NASA 150 ml with Super Biru varieties on plant heigh and fresh weight of root parameters, then NASA 250 ml treatment with Local Wamena varieties on dry weigh of leaf parameters, and then NASA 250 ml treatment with Bima varieties on chlorophyll content and number of leaves. Keywords: organic liquid fertilizer, productivity, wamena
1. Pendahuluan
Bawang merah (Allium cepa var. Agregatum L.) sebagai satu jenis produk utama
sayuran yang bermanfaat dan merupakan kelompok rempah yang paling dibutuhkan oleh
konsumen rumah tangga sebagai bumbu penyedap masakan, bahan baku industri makanan
dan sebagai obat yang telah lama dikenal. Berlandaskan informasi yang diperoleh dari the
National Nutrient Database, bawang merah mengandung karbohidrat, asam lemak, gula,
protein dan mineral lain yang penting bagi manusia (Waluyo & Sinaga, 2015). Peningkatan
kebutuhan bawang merah terjadi bersamaan dengan peningkatan daya beli masyarakat.
Supaya keberadaan bawang merah terpenuhi maka diperlukan keseimbangan dengan jumlah
produksinya melalui pemanfaatan terobosan teknologi pembudidayaan tanaman bawang
merah yang mampu menambah produksi tanaman terutama pada lahan sub-optimal Wamena,
melalui pemanfaatan teknologi pemupukan secara organik. Hal ini dikarenakan, sistem
pertanian organik di Wamena masih tergolong tradisional dan membutuhkan adanya
pemanfaatan terobosan teknologi ramah lingkungan yang dapat membantu petani setempat.
Sistem pertanian organik mampu meningkatkan produktivitas tanaman, salah satunya
adalah tanaman bawang merah, yang produktivitas tanamannya dapat dicapai melalui
pemanfaatan pupuk organik alami (Samad, 2012). Salah satu jenis teknologi pemupukan
yang telah dikembangkan adalah pemanfaatan pupuk organik alami yang diperuntukkan
dalam mengatasi kendala dalam meningkatkan dan mempertahankan produksi pertanian.
Seperti, rendahnya produksi tanaman yang dicapai dikarenakan petani sering meningkatkan
pemberian pupuk an-organik melebihi dosis kebutuhan tanaman, padahal diketahui bahwa
dengan pemupukan yang berlebihan akan berdampak selain pada tanaman juga pada tanah
dan lingkungan sekitarnya.
Jenis pupuk organik berbahan dasara alami dan telah beredar dipasaran adalah pupuk
organik cair (POC) NASA, yang berupa jenis pupuk natural yang kompisisnya terdiri dari
ekstrak bahan alami yang berasal dari limbah ternak dan unggas, beberapa tanaman tertentu,
zat-zat organik yang lain dan kemudian diolah menggunakan teknologi yang ramah
lingkungan dengan asas Zero Emision Concept (Damari, 2012). POC NASA memiliki
kemampuan mempercepat proses perkembangbiakkan tanaman, menurunkan tingkat
Agroteknika3(2):85-98(2020)
87
serangan hama, dan tidak memiliki dampak buruk bagi tanaman dan lingkungan, serta baik
untuk manusia (Natural Nusantara, 2004).
Pemupukan dengan menggunakan POC diketahui lebih baik karena memiliki beberapa
keuntungan yakni lebih mudah diserap oleh akar dan dapat meningkatkan ketersediaan hara
sesuai kebutuhan tanaman (Putri, 2011). Limbah sebagai bahan pokok dalam pembuatan
pupuk organik tersedia dalam jumlah yang sangat banyak, seperti sampah rumah tangga,
rumah makan, kotoran ternak, dan limbah organik lain (Nasaruddin & Rosmawati, 2011).
Pupuk organik cair adalah cairan yang dihasilkan akibat proses pembusukan sampah-
sampah organik yang berupa sisa tanaman, kotoran ternak dan manusia yang unsur hara
kompleks. Kelebihan pemanfaatan dari pupuk berbahan dasar alami ini diketahui secara cepat
mengurangi proses defesiensi unsur hara bagi tanaman (menyediakan hara secara cepat)
(Samad, 2008).
Wamena dikenal memiliki kondisi lahan sub-optimal dengan peluang pengembangan
pertanian organik yang cukup memadai dalam pemenuhan pangan masyarakat tanpa harus
mengimpor dari luar provinsi Papua. Akan tetapi, sistem pertanian organik yang diterapkan
tergolong bersifat tradisional yang belum tersentuh oleh penerapan teknologi pada umumnya.
Sistem pemupukan yang dilakukan petani sejauh ini tidak ada begut juga dengan teknik
budidaya pertanian lainnya yang diketahui merupakan penopang keberlangsungan hidup
suatu tanaman. Sistem pertanian organik yang diterapkan petani di Wamena sejauh ini
bersifat ladang berpindah dan memanfaatkan alam semata. Untuk itu diperlukan teknik
pengelolaan tanaman yang baik terutama dalam sistem pemupukan yang diketahui terkait
kebutuhan hara tanaman. Diharapkan melalui pelaksanaan penelitian ini mampu
berkontribusi bagi kehidupan petani setempat yang masih membutuhkan pemahaman dalam
bidang pertanian organik, terutama terkait pupuk bagi tanaman.
Pupuk berperan penting dalam teknik budidaya tanaman karena tanaman membutuhkan
unsur hara dalam mendukung produktivitas tanaman yang optimal. Percobaan ini tergolong
baru bagi wilayah Wamena yang sistem pertanian organiknya telah dimasukkan kedalam
peraturan daerah setempat (Tuhuteru et al., 2020). Meski sangat sederhana namun dapat
menambah informasi bagi petani. Selain itu, sistem pertanian yang diterapkan sejauh ini
masih memerlukan pengembangan, karena tergolong tradisional. Pemanfaatan pupuk organik
cair pada pertanaman bawang merah dapat menambah pengetahuan petani dalam pengelolaan
tanaman. Percobaan ini bertujuan dalam mengetahui dampak penggunaan POC NASA
dengann konsentrasi yang tepat bagi pertumbuhan 5 varietas bawang merah yang ditanam
pada lahan sub-optimal Wamena.
Agroteknika3(2):85-98(2020)
88
2. Bahan dan Metode
Alat dan Bahan
Peralatan yang dipakai dalam percobaan ini yakni peralatan tanam berupa, sekop,
cangkul, pisau, gembor, papan nama untuk setiap perlakuan, klorofil meter, spectrofotometer,
timbangan analitik, perlengkapan laboratorium tanah dan ilmu tanaman, serta peralatan
menulis.
Bahan yang dipakai terdiri atas lima jenis bawang merah: Crok, Tiron, Super Biru dan
Bima serta satu varietas lokal Wamena sebagai pembanding, pupuk organik cair (POC)
NASA, pupuk kandang sapi sebagai pupuk dasar, amplop dan plastik sebagai wadah sampel
tanaman.
Tahapan Penelitian
Penelitian yang terdiri dari percobaan lima varietas bawang merah ini terdiri atas
varietas Crok, Tiron, Super Biru, dan Bima serta satu varietas lokal Wamena sebagai
pembanding. Perlakuan pemberian POC NASA terdiri dari 3 taraf, yakni perlakuan kontrol
(tanpa POC NASA), perlakuan POC NASA 150 ml, dan perlakuan POC NASA 250 ml.
Percobaan ini dianalisis menggunakan rancangan acak kelompok 2 faktor, yakni faktor
varietas dan faktor perlakuan pemberian POC NASA yang tiap perlakuannya diulang 2 kali,
hingga terdapat 15 unit perlakuan dengan total perlakuan sebanyak 24 bedeng, yang
berukuran 3 x 1 m.
Sebelum dilakukan penanaman, umbi bawang terlebih dahulu di sortir, dengan memilih
jenis umbi yang tergolong sehat. Kemudian, umbi bawang yang terpilih dipotong 1/3 bagian
dari atas baru kemudian dibenamkan ke tanah (bedengan) yang telah ditugal dengan bantuan
penugal. Bedeng yang ditugal sebelumnya telah diberi pupuk kandang kotoran sapi, yang
dibiarkan selama 3 hari sebelum penanaman dilakukan, yang kemudian dilakukan
penyiraman. Hal ini bertujuan untuk melembabkan tanah yang akan ditanami umbi bawang
merah. Penanaman dilakukan dengan jarak 20 x 15 cm. Setelah umbi bawang merah ditanam,
tahapan selanjutnya adalah pengaplikasian POC NASA sesuai dengan perlakuan yang telah
ditetapkan. Pemberian POC NASA dilakukan sebanyak 3 kali, yakni pada awal sebelum
penanaman, saat tanaman berumur 6 dan 12 minggu setelah tanam (MST). Kemudian,
tahapan pemeliharaan yang dilakukan setiap 2 minggu sekali terhadap gulma yang tumbuh
diarea pertanaman dan pemberantasan hama penyakit yang dilakukan secara organik dengan
menggunakan jenis pestisida nabati seperti daun tembakau dan serai. Selama masa
pertanaman berlangsung tidak ditemukan serangan hama maupun penyakit.
Agroteknika3(2):85-98(2020)
89
Analisis pertumbuhan dilaksanakan untuk mengetahui pertumbuhan tanaman melalui
parameter tinggi dan total daun tanaman bawang merah, yang diamati saat umur 11 dan 13
minggu setelah tanam (MST). Selanjutnya dilakukan analisis fisiologis tanaman untuk
mengetahui proses fisiologis tanaman, yang dilakukan secara destruktif terhadap tanaman
sampel. Parameter yang diamati meliputi: Bobot segar daun dan bobot kering daun (11
MST), Bobot segar akar dan bobot kering akar (11 MST), laju pertumbuhan nisbi (13 MST),
kandungan klorofil a dan b (13 MST). Selanjutnya, tahapan pemanenan yang dilakukan saat
tanaman berumur 13 MST dengan parameter yang menjadi tolak ukur adalah bobot kering
umbi (ton.ha-1), pengamatan dilakukan dengan mengeringkan umbi melalui proses
penjemuran selama 3-5 hari.
Metode Analisis
Informasil hasil percobaan yang diperoleh, dianalisis lebih lanjut memakai ANOVA
5%. Jika hasil pengujian menunjukkan adanya pengaruh atau interaksi, pengujian akan
dianalisis lanjut menggunakan tes jarak berganda Duncan Multiple Range Test (DMRT) 5%.
3. Hasil dan Pembahasan
Respon Pertumbuhan Tanaman
Informasil penelitian untuk parameter tinggi dan perhitungan jumlah daun tanaman
bawang merah memperlihatkan pengaruh nyata oleh kombinasi perlakuan POC NASA
dengan jenis varietas. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 1, terlihat pada parameter tinggi
tanaman berpengaruh nyata yang ditunjukkan oleh interaksi antara perlakuan POC NASA
150 ml dengan varietas Super Biru pada umur pengamatan 11 MST (9,34 cm) dan
berpengaruh nyata terhadap perlakuan NASA 150 ml yang dikombinasikan dengan varietas
Bima (4,98 cm). Ini membuktikan bahwa terdapat peningkatan kandungan hara bagi tanaman
melalui penambahan POC NASA sebanyak 150 ml. Penambahan POC NASA diketahui
mampu meningkatkan kandungan hara yang diperlukan tanaman erutama hara makro seperti
N. N diketahui penting bagi pertumbuhan vegetatif suatu tanaman. Hal ini juga dikemukakan
oleh Prihmantoro (1999), dimana N merupakan unsur penting bagi pertumbuhan daun, batang
dan akar selama fase vegetatif berlangsung. Kemudian didukung oleh, Elisabet et al. (2013)
yang mengemukakan bahwa penambahan ukuran tanaman dan daun-daun baru pada tanaman
secara optimal dapat terjadi, apabila kebutuhan unsur-unsur pertumbuhan tanaman tercukupi.
Selanjutnya, terlihat adanya perbedaan respon yang ditunjukkan tanaman bawang
merah pada pengamatan 13 MST yang berpengaruh nyata oleh perlakuan tanpa pemberian
NASA (0 ml) yang dikombinasikan dengan varietas lokal Wamena. Hal ini menunjukkan
Agroteknika3(2):85-98(2020)
90
pemberian POC NASA pada pengamatan 13 MST untuk parameter tinggi tanaman tidak
menunjukkan pengaruh atau dapat dikatakan dosis yang diberikan tidak mencukupi
kebutuhan pertumbuhan tanaman pada minggu tersebut. Hal ini seperti pernyataan Juanda et
al. (2018) bahwa POC NASA adalah salah satu jenis pupuk cair yang jika penggunaannya
dilakukan pada waktu dan dengan konsentrasi yang tepat, maka dapat meningkatkan proses
penyerapan unsur hara oleh tanaman karena keberadaan hara dalam tanah meningkat dan juga
apabila diimbangi dengan pemeliharaan dan pemupukan yang baik mampu menambah
produktivitas tanaman minimal 10% jika dibanding dengan tanaman yang tidak berikan POC
NASA.
Tabel 1. Tinggi tanaman bawang merah (cm) Varietas Crok, Super Biru, Tiron, Lokal Wamena dan Bima
Pengamatan (MST) Varietas Perlakuan POC NASA Rerata 0 ml 150 ml 250 ml
11
Crok 9,10 a 8,58 abc 9,00 ab 8,89 a Tiron 7,42 abcd 8,67 abc 7,17 abcd 8,86 a Super Biru 8,50 abc 9,34 a 8,75 abc 6,70 bc Lokal Wamena 6,84 abcd 7,00 abcd 6,25 bcd 7,48 ab Bima 6,15 cd 4,98 d 5,30 d 5,48 c Rerata 7,60 a 7,71 a 7,29 a (+)
KK: 15,08
13
Crok 9,84 abcd 9,09 abcd 10,34 abc 9,76 b Tiron 8,92 abcd 10,25 abc 8,67 abcd 9,28 b Super Biru 9,00 abcd 9,75 abcd 8,33 bcd 9,04 b Lokal Wamena 12,25 a 11,33 ab 11,50 ab 11,69 a Bima 7,39 dc 6,47 d 6,27 d 6,71 c Rerata 9,48 a 9,38 a 9,02 a (+)
KK: 15,93 Keterangan: Bilangan pada satu kolom dan/atau baris apabila diikuti dengan huruf yang sama
membuktikan tidak adanya interaksi atau tidak berpengaruh nyata oleh DMRT dengan α = 5%; (+): adanya interaksi antara perlakuan yang dicoba.
Varietas lokal merupakan bawang merah jenis varietas Wamena yang dapat bertahan
hidup pada sistem pertanian tanpa teknik budidaya yang memadai. Sehingga meskipun tidak
diberikan penambahan POC NASA, tanaman masih dapat berkembang dengan baik. Ini
dipengaruhi oleh kemampuan fisiologis tanaman dan genetik tanaman tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh nyata POC NASA terhadap varietas bawang
merah yang diuji coba terhadap jumlah daun seperti yang terlihat pada Tabel 2. Hasil
penelitian menandakan bahwa POC NASA sebanyak 250 ml yang dikombinasikan dengan
varietas Bima menunjukkan jumlah daun terbanyak (30,34 helai) dan berpengaruh nyata
terhadap perlakuan Kontrol (Tanpa POC NASA) yang dikombinasikan dengan varietas Lokal
Agroteknika3(2):85-98(2020)
91
Wamena (14,500 helai). Banyaknya jumlah daun yang terbentuk pada tanaman ini diketahui
pada akhirnya akan berpengaruh pada jumlah fotosintat yang dihasilkan.
Tabel 2. Total daun (helai) varietas Crok, Super Biru, Tiron, Lokal Wamena dan Bima Pengamatan
(MST) Varietas Perlakuan POC NASA Rerata 0 ml 150 ml 250 ml
11
Crok 23,17 abc 25,67 abc 24,50 abc 24,44 a Tiron 29,34 ab 24,17 abc 25,17 abc 26,22 a Super Biru 26,83 ab 27,34 ab 22,00 bc 25,39 a Lokal Wamena 14,50 d 18,50 cd 22,50 abc 18,50 b Bima 25,67 abc 29,00 ab 30,34 a 28,34 a Rerata 23,90 a 24,93 a 24,90 a (+)
KK: 13,57
13
Crok 25,34 a 28,50 a 30,00 a 27,95 a Tiron 26,34 a 26,00 a 25,67 a 26,00 a Super Biru 28,00 a 26,67 a 25,17 a 26,61 a Lokal Wamena 24,00 a 24,50 a 27,50 a 25,33 a Bima 30,17 a 30,67 a 24,50 a 28,44 a Rerata 26,77 a 27,27 a 26,57 a (-)
KK: 21,25 Keterangan: Bilangan pada satu kolom dan/atau baris apabila diikuti dengan huruf yang sama
membuktikan tidak adanya interaksi atau tidak berpengaruh nyata oleh DMRT dengan α = 5%; (+): ada interaksi antara perlakuan yang dicoba.
Pertambahan daun pada tanaman mengakibatkan berkurangnya penampang permukaan
daun per individu tanaman, tetapi luas daun yang diperoleh akan bertambah per tanaman
(Umarie et al., 2018). Hal ini dipengaruhi oleh daya serap dan perubahan energi cahaya yang
terjadi pada proses pengisian biji dan hasil tanaman yang didasarkan oleh banyaknya daun
tanaman yang terbentuk, disebabkan karena daun pada tanaman adalah tempat terjadinya
proses asimilasi yang penting bagi tanaman, jika luas daun tanaman bertambah maka,
penyerapan cahaya oleh daun tanaman diketahui mengalami peningkatan. Diketahui bahwa
diperlukan area pertumbuhan bagi tanaman yang cukup dalam mengoptimalkan penerimaan
cahaya matahari, nutrisi dan air yang dibutuhkan tanaman (Buhaira, 2007).
Pemberian POC NASA dengan konsentrasi yang tepat mampu meningkatkan proses
penyerapan unsur hara, cahaya dan air sehingga mampu mengoptimalkan pertumbuhan
tanaman, serta berpengaruh pada pembentukan organ tanaman. Selain itu, pemberian POC
NASA juga menambah keberadaan serta daya serap nutrisi bagi tanaman yang terdiri atas
unsur hara makro dan mikro bagi tanaman untuk memperoleh hasi panen yang optimum.
Karena dengan penambahan POC NASA mampu mengoptimalkan nutrisi kompleks yang
penting bagi tanaman bawang merah (Nugrahini, 2013).
Agroteknika3(2):85-98(2020)
92
Respon Fisiologis Tanaman
Selain pertumbuhan tanaman, pemberian POC NASA juga berpengaruh pada parameter
fisiologis tanaman, seperti bobot segar akar dan bobot kering akar (Tabel 3). Informasi hasi
percobaan membuktikan adanya pengaruh pada perlakuan POC NASA dengan varietas
tanaman bawang terhadap bobot segar akar tanaman. Selain itu diduga dengan kemampuan
adaptif yang dimiliki, varietas lokal Wamena mampu menyimpan air pada sistem
perakarannya sehingga berpengaruh pada bobot segar akar tanaman (Tuhuteru et al., 2019).
Tabel 3. Bobot segar akar dan bobot kering akar (gr) Varietas Crok, Super Biru, Tiron, Lokal Wamena dan Bima pada 11 MST
Parameter Pengamatan Varietas Perlakuan POC NASA Rerata 0 ml 150 ml 250 ml
Bobot Segar Akar (gr)
Crok 1,29 b 1,12 b 1,42 b 1,27 b Tiron 1,64 ab 1,10 b 1,39 b 1,37 ab Super Biru 1,34 b 2,29 a 1,76 ab 1,79 a Lokal Wamena 1,67 a 1,59 ab 1,64 ab 1,64 ab Bima 1,56 ab 1,26 b 1,21 b 1,34 b Rerata 1,50 a 1,46 ab 1,49 a (+)
KK: 22,32
Bobot Kering Akar (gr)
Crok 0,74 a 1,12 a 0,98 a 0,95 ab Tiron 0,72 a 0,51 a 0,66 a 0,63 b Super Biru 1,02 a 1,59 a 1,54 a 1,38 a Lokal Wamena 1,08 a 0,67 a 0,92 a 0,89 ab Bima 1,07 a 1,24 a 1,21 a 1,17 ab Rerata 0,92 a 1,02 a 1,06 a (-)
KK: 45,57 Keterangan: Bilangan pada satu kolom dan/atau baris apabila diikuti dengan huruf yang sama
membuktikan tidak adanya interaksi atau tidak berpengaruh nyata oleh DMRT dengan α = 5%; (+): ada interaksi antara perlakuan yang dicoba.
Informasi hasil percobaan menandakan tidak ditemukan adanya interaksi atau
percobaan yang dilakukan tidak berpengaruh nyata pada pemberian POC NASA dengan
varietas tanaman bawang pada parameter bobot kering akar tanaman bawang. Tetapi, hasil
penelitian dari respon jenis varietas yang diuji coba menunjukkan pengaruh nyata oleh
varietas Super Biru (1,38 gr). Padahal terlihat pada pengamatan bobot segar akar, varietas
Lokal Wamena menunjukkan rerata tertinggi dibanding varietas lainnya. Hal ini diduga
bahwa kandungan air dalam sistem perakarannya dapat hilang dengan cepat saat ditimbang
atau daya simpan air dalam sistem perakarannya terbilang rendah sehingga hilang saat
dikeringkan. Selain bobot segar dan kering akar yang diamati, pada parameter bobot segar
dan kering daun terlihat respon yang berbeda yang ditunjukkan oleh masing-masing
perlakuan dan varietas yang diuji coba seperti yang terlihat di Tabel 4.
Agroteknika3(2):85-98(2020)
93
Tabel 4. Bobot segar daun dan bobot kering daun (gr) Varietas Crok, Super Biru, Tiron, Lokal Wamena dan Bima pada 11 MST
Parameter Pengamatan Varietas Perlakuan POC NASA Rerata 0 ml 150 ml 250 ml
Bobot Segar Daun (gr)
Crok 1,60 a 1,83 a 2,82 a 2,08 a Tiron 1,39 a 2,17 a 2,16 a 1,90 b Super Biru 2,15 a 1,78 a 2,07 a 2,00 a Lokal Wamena 1,74 a 2,39 a 3,02 a 2,38 a Bima 2,99 a 2,17 a 1,48 a 2,21 a Rerata 1,97 a 2,07 a 2,31 a (-)
KK: 41,46
Bobot Kering Daun (gr)
Crok 2,94 ab 2,68 b 3,68 ab 3,10 ab Tiron 2,16 b 3,24 ab 3,34 ab 2,91 ab Super Biru 2,85 ab 2,54 b 2,61 b 2,67 ab Lokal Wamena 2,48 b 3,12 ab 4,86 a 3,48 a Bima 1,71 b 2,68 b 1,88 b 2,09 b Rerata 2,43 a 2,85 a 3,28 a (+)
KK: 30,42 Keterangan: Bilangan pada satu kolom dan/atau baris apabila diikuti dengan huruf yang sama
membuktikan tidak adanya interaksi atau tidak berpengaruh nyata oleh DMRT dengan α = 5%; (+): ada interaksi antara perlakuan yang dicoba.
Hasil pengamatan terhadap parameter bobot segar daun menandakan adanya pengaruh
yang tidak nyata. Namun, tanggapan yang ditunjukkan jenis varietas menunjukkan pengaruh
nyata oleh varietas Lokal Wamena (2,38 gr) terhadap varietas Crok. Sedangkan, hasil
pengamatan terhadap parameter bobot kering daun menunjukkan adanya interaksi antara jenis
varietas dengan konsentrasi POC NASA yakni, kombinasi antara perlakuan POC NASA 250
ml dengan varietas Lokal Wamena (4,86 gr). Varietas lokal Wamena memiliki daya adaptif
dibanding varietas lain, dimana kemampuannya terlihat pada saat fase generatif tanaman.
Salah satunya adalah kemampuan membentuk umbi dengan ukuran besar (Tuhuteru et al.,
2019). Seperti pernyataan Supariadi et al. (2017) yang menyatakan bahwa bobot umbi
bawang merah yang optimal berhubungan erat banyaknya daun tanaman bawang merah.
Semakin banyak daun yang terbentuk diketahui dapat memacu proses asimilasi tanaman yang
mampu menghasilkan jumlah asimilat terbanyak, yang selanjutnya dapat dihantar ke umbi
sebagai organ penyimpanan. Jumlah asimilat yang tersimpan diketahui mampu menambah
bobot tanaman sebagai bentuk dari jumlah asimilat yang dihasilkan tanaman tersebut. Hal ini
juga didukung oleh Nur (2010) yang mengemukakan bahwa bobot kering total tanaman
(bobot kering daun, batang dan akar) dipakai sebagai parameter dalam mengetahui
kemampuan tanaman membentuk asimilat yang merupakan hasil dari proses fotosintesis
tanaman. Selain itu, hasil pengamatan terhadap parameter bobot segar daun dan bobot kering
daun, berhubungat langsung dengan kandungan klorofil tanaman, yang pada akhirnya
Agroteknika3(2):85-98(2020)
94
berpengaruh pada umbi yang terbentuk. Hasil penelitian terhadap kandungan klorofil a dan b
tanaman menunjukkan pengaruh yang bervariasi (Tabel 5).
Pengamatan kandungan klorofil a menunjukkan adanya interaksi perlakuan antara
perlakuan POC NASA dengan varietas yang diuji coba. Hasil penelitian menunjukkan
pengaruh nyata oleh kombinasi perlakuan POC NASA 250 ml dengan varietas Bima (0,17
mg.g-1). Sedangkan, pengamatan kandungan klorofil b tidak berpengaruh nyata baik secara
interaksi maupun mandiri dari setiap perlakuan. Sebagaimana banyaknya jumlah daun yang
terbentuk terlihat pada pemberian POC NASA dengan varietas Bima, pada akhirnya
berpengaruh pada kandungan klorofil a meskipun pada kandungan klorofil b tidak
menunjukkan pengaruh nyata. Diketahui bahwa, jumlah klorofil dan CO2 yang diserap
tanaman berpengaruh terhadap laju fotosintesis. Dimana, proses asimilasi ini didukung oleh
keberadaan hara P dan konsentrasi CO2 yang diserap tanaman yang juga dipengaruhi dengan
adanya daya hantar H2O dalam stomata daun tanaman (Lakitan, 2001).
Tabel 5. Klorofil tanaman bawang merah (mg.g-1) Varietas Crok, Super Biru, Tiron, Lokal Wamena dan Bima
Klorofil Varietas Perlakuan POC NASA Rerata 0 ml 150 ml 250 ml
a
Crok 0,15 ab 0,12 abc 0,08 abc 0,10 a Tiron 0,14 abc 0,07 c 0,09 ab 0,09 a Super Biru 0,11 abc 0,14 abc 0,08 abc 0,11 a Lokal Wamena 0,08 abc 0,06 bc 0,06 c 0,06 a Bima 0,08 abc 0,12 abc 0,17 a 0,11 a Rerata 0,11 a 0,09 a 0,09 a (+) KK: 38,93
b
Crok 0,07 a 0,08 a 0,05 a 0,07 a Tiron 0,08 a 0,05 a 0,06 a 0,06 a Super Biru 0,07 a 0,09 a 0,06 a 0,07 a Lokal Wamena 0,06 a 0,04 a 0,04 a 0,05 a Bima 0,05 a 0,07 a 0,09 a 0,07 a Rerata 0,07 a 0,07 a 0,06 a (-) KK: 36,46
Keterangan: Bilangan pada satu kolom dan/atau baris apabila diikuti dengan huruf yang sama membuktikan tidak adanya interaksi atau tidak berpengaruh nyata oleh DMRT dengan α = 5%; (+): ada interaksi antara perlakuan yang dicoba.
Unsur P adalah unsur penting pada proses asimilasi tanaman seperti dalam proses
fotosintesis, karena proses ini memerlukan energi dalam bentuk ATP yang diperoleh dari
keberadaan unsur P yang diserap oleh tanaman. Hal ini didukung oleh pernyataan Singh and
Reddy (2014) bahwa kekurangan unsur P dapat menurunkan proses fotosintesis akibat dari
jumlah energy yang rendah. Kemudian, terkait konsentrasi CO2 dalam tubuh tanaman saat
tanaman memfiksasinya di atmosfer, tanaman melepaskan H2O yang dapat menyebabkan
Agroteknika3(2):85-98(2020)
95
terjadi penambahan daya hantar H2O dalam daun yang berpengaruh pada konsentrasi CO2
didalam sel tanaman. Menurut Von and Farquhar (1981) molekul H2O yang dilepaskan
keluar dari stomata berpengaruh pada keberadaan molekul CO2 didalam stomata, yang jika
terjadi secara konsisten maka akan berpengaruh pada laju pertumbuhan nisbi tanaman
bawang merah sesuai dengan data di Tabel 6.
Tabel 6 menunjukkan dampak nyata pada kombinasi percobaan Kontrol dengan
varietas Tiron. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya daun yang terbentuk pada varietas Tiron,
sehingga berpengaruh pada bobot kering tanaman yang dihasilkan. Kesanggupan tanaman
memperoleh bobot keringnya dicerminkan melalui laju pertumbuhan tanaman tersebut
(Gardner et al., 1991). Dengan kata lain, laju pertumbuhan nisbi tanaman (LPN) merupakan
proses pertambahan bobot kering yang dihasilkan tanaman per luasan lahan dalam satuan
waktu. Bertambahnya jumlah daun diduga dipengaruhi oleh kandungan asilmilat yang
tersimpan untuk dijadikan bahan makanan, yang selanjutnya dipakai dalam proses asimilasi,
yang sisanya dapat digunakan dalam pembentukan organ tanaman atau dapat dijadikan
sebagai komponen hasil tanaman. Menurut Lakitan (2001) penambahan kandungan klorofil
tanaman mampu mengoptimalkan proses asimilasi tanaman hingga asimilat yang terbentuk
lebih banyak, maka akan berpengaruh pada pertambahan ukuran tanaman.
Tabel 6. Laju Pertumbuhan Nisbi (LPN) tanaman bawang merah Varietas Crok, Super Biru, Tiron, Lokal Wamena dan Bima
Varietas Perlakuan NASA Rerata 0 ml 150 ml 250 ml Crok 0,06 ab 0,05 ab 0,08 ab 0,08 a Tiron 0,16 a 0,08 ab 0,06 ab 0,09 a Super Biru 0,03 b 0,070 ab 0,06 ab 0,05 a Lokal Wamena 0,07 ab 0,08 ab 0,03 b 0,06 a Bima 0,07 ab 0,05 ab 0,04 b 0,05 a Rerata 0,07 a 0,075 a 0,05 a (+) KK: 69,21
Keterangan: Bilangan pada satu kolom dan/atau baris apabila diikuti dengan huruf yang sama membuktikan tidak adanya interaksi atau tidak berpengaruh nyata oleh DMRT dengan α = 5%; (+): ada interaksi antara perlakuan yang dicoba
.
Produksi
Hasil penelitian terhadap produksi tanaman seperti bobot kering umbi yang dikering
anginkan menunjukkan tidak berpengaruh nyata (Tabel 7). Pemberian perlakuan POC NASA
tidak menunjukkan respon dalam produksi tanaman atau setiap perlakuan POC NASA
berpengaruh sama dalam produksi tanaman. Secara mandiri terlihat jenis varietas
menunjukkan adanya pengaruh nyata, yang ditunjukkan oleh varietas Super Biru (1,38
Agroteknika3(2):85-98(2020)
96
ton/ha), diduga dipengaruhi oleh faktor genetic tanaman tersebut (Gardner et al., 1991).
Meskipun hasil penelitian terhadap kandungan klorofil menunjukkan pengaruh nyata, namun
pada tingkat produksi menunjukkan tidak ada interaksi nyata dari perlakuan POC NASA
yang diberikan terhadap varietas yang diuji coba. Akan tetapi, pada respon varietas
menunjukkan varietas Super Biru menghasilkan bobot kering umbi tertinggi dan berpengaruh
nyata terhadap varietas Tiron. Padahal varietas Tiron menghasilkan jumlah daun terbanyak
yang diketahui berpengaruh pada jumlah asimilat yang terbentuk tinggi.
Tabel 7. Bobot kering umbi tanaman bawang merah (ton/ha) Varietas Crok, Super Biru, Tiron, Lokal Wamena dan Bima 13 MST
Varietas Perlakuan NASA Rerata 0 ml 150 ml 250 ml Crok 0,74 a 1,12 a 0,98 a 0,95 ab Tiron 0,72 a 0,51 a 0,66 a 0,63 b Super Biru 1,02 a 1,59 a 1,54 a 1,38 a Lokal Wamena 1,08 a 0,67 a 0,92 a 0,89 ab Bima 1,07 a 1,24 a 1,21 a 1,17 ab Rerata 0,92 a 1,02 a 1,06 a (-)
KK: 25,57 Keterangan: Bilangan pada satu kolom dan/atau baris apabila diikuti dengan huruf yang sama
membuktikan tidak adanya interaksi atau tidak berpengaruh nyata oleh DMRT dengan α = 5%; (+): ada interaksi antara perlakuan yang dicoba.
Hal ini diduga kemampuan daya simpan asimilat hasil fotosintesis pada varietas Super
Biru dapat bertahan dengan baik dibandingkan varietas Tiron yang diketahui dalam penelitian
ini menunjukkan penghasil daun terbanyak dari varietas lainnya. Selain itu diduga adanya
pengaruh suhu saat penjemuran benih bawang merah sebelum penanaman, yang menjadikan
mengerasnya bagian terluar bawang yang membuat adanya perlindungan bagi kandungan air
didalam umbi. Selain itu juga didukung oleh karakter genetik tanaman tanaman, keberadaan
air dalam tubuh tanaman dan karakter morfologi tiap jenis tanaman yang berbeda (Jasmi et
al., 2013).
4. Kesimpulan
Informasi penelitian membuktikan kalau tumbuh kembang tanaman bawang merah
dipengaruhi oleh adanya interaksi perlakuan POC NASA dengan varietas tanaman bawang
merah. Informasi yang diperoleh menandakan pengaruh nyata oleh kombinasi POC NASA
150 ml dengan varietas Super Biru pada parameter tinggi tanaman dan bobot segar akar,
kemudian perlakuan POC NASA 250 ml dengan varietas Lokal Wamena pada parameter
bobot kering daun, selanjutnya perlakuan POC NASA 250 ml juga berpengaruh nyata dengan
varietas Bima pada pengamatan kandungan klorofil a dan jumlah daun tanaman.
Agroteknika3(2):85-98(2020)
97
Ucapan Terimakasih
Terima kasih kami ucapkan kepada Dirjen Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat
(DRPM) DIKTI RI atas dukungan finansial dalam pelaksanaan penelitian ini, dengan nomor
kontrak: 01/L14/AK/KONTRAK-PENELITIAN-MULTIYEARS/2019.
Daftar Pustaka
Buhaira. (2007). Respon Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) dan Jagung (Zea mays L.) Terhadap Beberapa Pengaturan Tanaman Jagung pada Sistem Tanam Tumpangsari. J Agronomi, 11(1), 41-46.
Damari, C. (2012, Desember 24). Toko Online Pupuk Organik Nasa Natural Nusantara Cirebon. Retrieved from http://pupuknasaonline.blogspot.com/2011/11poc-nasa-html.
Elisabeth, D. W., Santosa, M. & Herlina, N. (2013). Pengaruh pemberian berbagai komposisi bahan organik pada pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.). Jurnal Produksi Tanaman, 1(3), 21–29.
Gardner, F. P., Pearce, R. B., & Mitchell, R. L. (1991). Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta, Indonesia: UI Press
Jasmi, Sulistyaningsih, E. & Indradewa, D. (2013). Pengaruh Vernalisasi Umbi Terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Pembungaan Bawang Merah (Allium cepa L. Aggregatum group) di Dataran Rendah. Jurnal Ilmu Pertanian, 16(1), 42 – 57.
Juanda, H., Nugrahini T., & Mahdalena. (2018). Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Nasa dan Pupuk Kompos Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kenaf (Hibiscus cannabinus L). Agrifarm: Jurnal Ilmu Pertanian, 7(1), 6-9. https://doi.org/10.24903/ajip.v7i1.364
Lakitan, B. (2001). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta, Indonesia: PT. Raja Grafindo Persada.
Nasaruddin & Rosmawati. (2011). Pengaruh pupuk organik cair (POC) hasil fermentasi daun gamal, batang pisang, dan sabut kelapa terhadap pertumbuhan bibit kakao. Jurnal Agrisistem, 7(1), 29-37.
Natural Nusantara. (2004). Panduan Produk POC Nasa. Yogyakarta, Indonesia: Karya Anak Bangsa.
Nugrahini T. (2013). Respon Tanaman Bawang Merah (Allium ascolonicum L.) Varietas Tuk Tuk Terhadap Pengaturan Jarak Tanam Dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair NASA. Jurnal Ziraa’ah, 36(1), 60-65. http://dx.doi.org/10.31602/zmip.v36i1.27
Nur, E. S. (2010). Pengaruh Pemupukan N dan K pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Talas yang Ditanam di Lahan Kering. Akta Agrosia. 13 (1), 1 – 7.
Prihmantoro, H. (1999). Memupuk Tanaman Sayuran. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya. Putri, H. A. (2011). Pengaruh pemberian beberapa konsentrasi pupuk organik cair lengkap
(POCL) bio sugih terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays Saccharata Sturt.) (Thesis). Retrieved from http://repository.unand.ac.id/16777/1/Jurnal1.pdf
Samad, S. (2008). Respon Pupuk Kandang Sapi dan KCL terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Alium ascalanicum L.), Buletin Penelitian. Makasar, Indonesia: Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin.
Samad, S. (2012). Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bawang Merah Di Lahan Kering Dataran Rendah (Thesis). Retrieved from https://unkhair.ac.id/banners/repository-unkhair/
Singh, S. K. & Reddy, V. R. (2014). Combined effects of phosphorus nutrition and elevated carbon dioxide concentration on chlorophyll fluorescence, photosynthesis, and nutrient
Agroteknika3(2):85-98(2020)
98
efficiency of cotton. J. Plant Nutr. Soil Sci., 177(6), 1 – 11. https://doi.org/10.1002/jpln.201400117
Supariadi, Yetti, H., & Yoseva, S. (2017). Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan Pupuk N, P, dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bawang Merah (Alium ascolanicum, L.). JOM FAPERTA, 4(1), 1 - 13.
Tuhuteru, S., Sulistyaningsih, E. & Wibowo, A. (2019). Aplikasi Plant Growth Promoting Rhizobacteria dalam Meningkatkan Produktivitas Bawang Merah di Lahan Pasir Pantai. J. Agron. Indonesia, 47(1), 53-60. https://doi.org/10.24831/jai.v47i1.22271
Tuhuteru, S., Inrianti, Maulidiyah, Nurdin M. (2020). Effect of Organic Liquid Fertilizer to Increase Productivity on The Sub-Optimal Land of Wamena, Indonesia. AAB Bioflux 12 (1), 22-33.
Umarie, I., Widarti, W., Wijaya, I., & Hasbi, H. (2018). Pengaruh Warna Naungan Plastik dan Dosis Pupuk Organik Kompos Terhadap Pertumbuhan Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Jurnal Agroqua, 16(2), 129-131. https://doi.org/10.32663/ja.v16i2.458
Von Caemmerer, S. & Farquhar, G. D. (1981). Some relationship between the biochemistry of photosynthesis and the gas exchange of leaves. Planta, 153(4), 376 – 387.
Waluyo, N. & Sinaga R. (2015). Bawang Merah. Bandung, Indonesia: Iptek Tanaman Sayuran.
Agroteknika3(2):99-108(2020)
AGROTEKNIKA
ISSN:2685-3450(Online) www.agroteknika.id ISSN:2685-3450(Print)
Diterima: 12 Juni 2020 Disetujui: 28 Desember 2020 Diterbitkan: 30 Desember 2020 Doi: https://doi.org/10.32530/agroteknika.v3i2.73 Artikel ini adalah artikel open access di bawah lisensi CC BY-SA 4.0
99
Analisis Variasi Konsentrasi Asam Sulfat sebagai Aktivasi Arang Aktif Berbahan Batang Tembakau (Nicotiana Tabacum)
Variation Analysis of Sulfuric Acid Concentration as Activation of Active Charcoal Made from Tobacco Stems (Nicotiana tabacum)
Mohammad Amirudin, Elida Novita*, Tasliman
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember, Indonesia
*Penulis Korespondesi
Email: [email protected]
Abstrak. Pemanfaatan tembakau selama ini terfokus pada daun tembakau. Bagian lain dari tembakau seperti batang tembakau belum banyak dimanfaatkan. Batang tembakau memiliki kandungan selulosa, lignin, hemiselulosa, dan total organik karbon relatif tinggi yang berpotensi dimanfaatkan sebagai arang aktif. Aktivasi secara kimia menggunakan asam sulfat karena memiliki dampak positif terhadap daya jerap arang aktif. Riset ini bertujuan mengkaji pengaruh pemberian konsentrasi asam sulfat terhadap pembuatan arang aktif berbahan batang tembakau. Riset ini menggunakan metode eksperimen dengan membandingkan penambahan konsentrasi H2SO4 6%, 8%, 10% pada pembuatan arang aktif batang daun tembakau dengan pengulangan sebanyak 3 kali pada setiap perlakuan. Analisis data dengan metode analysis of variance (ANOVA) dan uji lanjut Tukey pada taraf α ≤ 0, 05. Hasil riset memperlihatkan bahwa konsentrasi H2SO4 pada pembuatan arang aktif batang tembakau berpengaruh pada variabel kandungan air, kandungan abu, kandungan zat terbang, kandungan karbon murni, serta energi serap iodium. Perlakuan terbaik dalam pembuatan arang aktif dari batang daun tembakau adalah dengan penambahan konsentrasi H2SO4 10%. Nilai kandungan air, kadar abu, kadar zat terbang, kandungan karbon terikat, dan daya serap iodium secara berurutan yaitu 0, 040%; 0, 035%; 0, 877%; 99, 088%; dan 99,405 miligram/gram. Kata kunci: tembakau, aktivasi, asam sulfat, arang aktif
Abstract. Tobacco use has been focused on the leaf. Other parts of tobacco such as the tobacco stem have not been widely used. Tobacco use has so far focused on tobacco leaves. Other parts of tobacco such as tobacco stems have not been widely used. Tobacco stems are often still regarded as agricultural waste and have not been effectively treated. Tobacco stems contain cellulose, lignin, hemicellulose, and relatively high total organic carbon which has the potential to be used as activated charcoal. The chemical activation using sulfuric acid because sulfuric acid is very corrosive and the hydration reaction with water is very exothermic ie a reaction that releases heat. The research aims to describe the effect of added H2SO4 concentration on the manufacture of activated charcoal made from tobacco stems. This research used an experimental method with the treatment of 6%, 8%, 10% H2SO4 concentration differences with three repetitions. Data analysis used analysis of variance (ANOVA) method and Tukey continued to test at α ≤ 0.05 level. The results reflected that the H2SO4 concentration treatment to the production of activated charcoal of tobacco stems was
Agroteknika3(2):99-108(2020)
100
very influential with variables such as water content, ash content, levels of flying substances, pure carbon content, and iodine absorption because it had significant values. The best treatment in the carbon activated was added concentration of 10% H2SO4 with a moisture content value of 0.040%, ash content values 0.035%, fly matter content value 0.877%, bound carbon content value of 99.088%, iodine absorption value is 994.05 mg /g. Keywords: tobacco, activation, sulfurid acid, activated charcoal
1. PendahuluanTembakau merupakan salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Jember. Pangsa
pasar tembakau dari Kabupaten Jember adalah beberapa negara di Eropa (Muktianto &
Diartho, 2018). Pengolahan tanaman tembakau akan menghasilkan batang tembakau yang
dinilai sebagai limbah. Potensi batang tembakau di Kabupaten Jember sebesar 267,840 ton
(Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2018). Menurut Himawanto and Nadjib (2013)
menyatakan bahwa tanaman tembakau umumnya digunakan hanya bagian daun saja
sedangkan bagian batang tembakau dianggap sebagai limbah pertanian kemudian dibakar.
Bahan pertanian seperti batang tanaman tembakau mengandung karbon yang relatif tinggi.
Selajan dengan pernyataan tersebut Sandi and Astuti (2014), menyebutkan bahwa bahan
karbon berpori yang berasal dari bahan limbah padat pertanian bermanfaatan sebagai bahan
baku pada pembuatan karbon aktif. Batang tembakau mengandung jumlah kandungan
selulosa 56,10%, lignin 15,11%, hemiselulosa 22,44%, total karbon organik 44,61%
(Kartikawati, 2016). Kandungan dalam batang tembakau dan besarnya potensi pemanfaatan
limbah batang tembakau sebagai arang aktif dapat menjadi satu solusi untuk menghasilkan
produk bernilai tambah tinggi dan mengurangi limbah pada lingkungan.
Arang aktif ataupun karbon aktif ialah media yang bisa menjerap senyawa kimia pada
gas dan larutan berlandaskan prinsip pertukaran anion serta kation (Lempang, 2014). Contoh
bahan baku arang aktif ialah batubara, kayu, dan limbah pertanian semacam batang
tembakau. Tahapan pembuatan arang aktif terdiri atas karbonisasi serta aktivasi baik secara
raga ataupun kimia. Karbonisasi ialah tahapan transformasi kimia bahan baku berdasarkan
pirolisis dengan temperatur 5000C–8000C (Jankowska et al., 1991). Tahapan berikutnya
ialah aktivasi arang aktif yang berperan untuk menambah luasan pori– pori sehingga energi
jerapnya dapat maksimal. Terdapat bermacam bahan aktivator dalam pembuatan arang aktif.
Menurut Setiawati and Suroto (2010), aktivasi secara kimia umumnya memakai logam alkali
hidroksida, senyawa karbonat, sulfida, ZnCl2, asam sulfat, asam fosfat, serta natrium klorida
yang ialah penyerap air( dehydrating agent). Asam sulfat merupakan bahan kimia anorganik
yang bertabiat asam kokoh serta gampang larut dalam air. Asam sulfat banyak digunakan
selaku agen pencampur di dalam industri, baik dalam industri gipsum, bensin, farmasi,
Agroteknika3(2):99-108(2020)
101
pupuk, ataupun bleaching (Perry, 2008). Reaksi hidrasi atau pengenceran asam sulfat
menggunakan air bersifat eksotermis atau suatu reaksi yang melepaskan kalor (Ukanwa et al.,
2019).
Selama ini peningkatan nilai guna limbah batang daun tembakau yang telah dilakukan
berupa produksi pulp (Indiarji, 2010) dan briket arang (Sumarta & Sutapa, 2015). Hasil
penelitian Novita et al. (2020), menyebutkan bahwa kandungan karbon atau C organik pada
relatif lebih tinggi dibandingkan sekam padi dan kulit buah kopi. Kandungan bahan organik
berupa C organik mendukung pemanfaatan batang daun tembakau sebagai arang aktif. Selain
itu, aktivasi arang aktif menggunakan asam sulfat memberikan dampak positif terhadap
kemampuan daya jerapnya sebagai absorben (Setiawati & Suroto, 2010). Riset ini bertujuan
mengkaji pengaruh pemberian konsentrasi asam sulfat terhadap pembuatan arang aktif
berbahan batang tembakau.
2. Bahan dan Metode
Alat dan Bahan
Alat yang dipakai pada penelitian ini terdiri atas neraca analitik, oven, tanur, parang,
loyang, penumbuk, ayakan 40 mesh, heater, kertas saring merk whatman nomor 42, cawan
keramik atau porselen, labu ukur 500 mL, beker gelas 1000 mL, pipet tetes, erlemenyer 500
mL, stirer, alumunium foil, dan desikator. Bahan penelitian terdiri atas ini adalah batang
tembakau, H2SO4, iodium (I2), indikator amilum, natrium thiosulfat (Na2S2O3.5H2O) dan
aquades.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan perlakuan perbedaan konsentrasi H2SO4 6%, 8%, 10%
dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Berdasarkan hasil kajian Asrijal et al. (2014) dan
Setiawati and Suroto (2010), menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi H2SO4 berdampak
cukup signifikan pada performa karbon aktif dari tempurung kelapa. Variabel yang diamati
terdiri atas kandungan air, kandungan abu, kandungan zat terbang, kandungan karbon karbon
terikat, dan daya serap larutan iodium. Rancangan percobaan dapat dilihat di Tabel 1.
Pengambilan keputusan pada penelitian didukung berdasarkan analisis data. Analisis data
menggunakan metode analysis of variance (ANOVA) dan uji lanjut Tukey pada taraf α ≤0,05.
Proses Pembuatan Arang Aktif
Pembuatan arang aktif berbahan dasar batang tembakau diawali dengan memilih batang
tembakau kering. Kemudian sebanyak 500 gram batang tembakau tersebut dipotong
berukuran sekitar 1-2,5 cm untuk mengecilkan ukuran. Batang tembakau dikarbonasi
Agroteknika3(2):99-108(2020)
102
menggunakan tanur pada suhu 400˚C selama 60 menit untuk menguraikan selulosa organik
menjadi unsur karbon. Arang hasil karbonasi kemudian didinginkan di dalam alat penyerap
uap air. Setelah suhunya sesuai dengan suhu ruang, karbon selanjutnya dikumpulkan,
ditimbang dan disimpan (Asrijal et al., 2014). Arang batang tembakau yang dihasilkan dari
proses karbonasi kemudian ditumbuk, diayak dengan ayakan 40 mesh, butiran arang aktif
batang tembakau kemudian diaktifkan secara kimia yaitu direndam dengan menggunakan
H2SO4 konsentrasi (6%, 8%, 10%) masing-masing sebanyak 500 ml selama 24 jam.
Kemudian arang dicuci dengan aquades. Kemudian karbon yang sudah siap diletakkan dalam
alat pembakaran atau tanur pada temperatur 500˚C dengan waktu pemanasan selama 60 menit
untuk mengaktifkan karbon di dalamnya. Karbon aktif dimasukkan ke alat penyerap uap air
atau desikator dan siap untuk diuji mutunya (Asrijal et al., 2014).
Tabel 1. Rancangan percobaan pengukuran variabel uji
Variasi Konsentrasi (%) Ulangan I II III
T6 = Kadar 6% T61 T62 T63 T8 = Kadar 8% T81 T82 T83 T10 = Kadar 10% T101 T102 T103
3. Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Arang Aktif Batang Tembakau
Kadar air
Gambar 1. Grafik nilai kadar air arang aktif batang tembakau
Berdasarkan Gambar 1, nilai kadar air tertinggi secara berturut-turut dihasilkan arang
aktif dengan konsentrasi H2SO4 6% yaitu sebesar 0,508%, konsentrasi H2SO4 8% sebesar
0,501%, konsentrasi H2SO4 10% sebesar 0,040%. Merujuk pada Standar Nasional Indonesia
No. 06-3730-1995, syarat kandungan air pada arang aktif dalam bentuk butiran maksimum
adalah 4,5% (Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1995). Hal – hal lain yang mempengaruhi
Agroteknika3(2):99-108(2020)
103
kandungan air pada arang aktif yaitu sifat bahan arang aktif yang mudah menyerap uap air
dan molekul uap air yang tertahan di dalam kisi-kisi heksagonal karbon aktif terutama pada
penurunan suhu karbon aktif (Budiono et al., 2009).
Kadar abu
Gambar 2 menunjukkan bahwa hasil pengukuran kadar abu arang aktif berbahan batang
tembakau berkisar antara 0,035% hingga 0,083%. Nilai rata-rata kandungan abu pali rendah
ada di sampel arang dari batang daun tembakau dengan konsentrasi asam sulfat 8% dan 10%
yaitu sebesar 0,035% dan 0,035%. Kadar abu terbanyak ada di sampel karbon dengan
konsentrasi H2SO4 6% yaitu sebesar 0,083%. Nilai kadar abu pada arang aktif berbahan
batang tembakau tiap masing-masing konsentrasi memenuhi standar kualitas arang aktif pada
Standar Nasional Indonesia yang menetapkan nilai kandungan abu dari karbon aktif dalam
bentuk butiran maksimum sebesar 2,5% (Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1995).
Kandungan abu ini menggambarkan kemurnian dari arang aktif yang diproduksi. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa jika semakin murni arang aktif yang diproduksi maka semakin bagus
mutu arang aktif yang diproduksi (Malik, 2013). Tingginya kadar abu yang diperoleh dapat
berdampak pada daya serap. Pori karbon aktif akan dipenuhi oleh unsur-unsur logam yang
menjadi bagian penyusun utama dalam abu seperti kalium, natrium, kalsium, dan magnesium
(Malik, 2013).
Gambar 2. Grafik nilai kadar abu arang aktif batang tembakau
Kadar zat terbang
Berdasarkan Gambar 3, kandungan zat terbang tertinggi secara berturut-turut dihasilkan
arang aktif dengan konsentrasi H2SO4 6% yaitu sebesar 0,962%, konsentrasi H2SO4 8%
sebesar 0,943%, konsentrasi H2SO4 10% sebesar 0,877%. Merujuk pada Standar Nasional
Indonesia menyebutkan bahwa ketentuan standar kadar zat terbang dari arang aktif dalam
Agroteknika3(2):99-108(2020)
104
bentuk butiran maksimum adalah 15% (Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1995). Dari
Gambar 3 terlihat bahwa kadar zat terbang dengan bahan aktivator H2SO4 memenuhi
persyaratan. Fluktuasi nilai kandungan zat terbang yang diperoleh menggambarkan bahwa
bagian luar atau permukaan karbon aktif masih diselimuti oleh zat non karbon yang tertahan
pada lapisan terluarnya dalam bentuk C(H2), zat tersebut merupakan suatu senyawa
penghambat yang mampu menyeliputi rongga atau pori-pori pada dari karbon aktif, oleh
sebab itu mempengaruhi kemampuan daya serapnya (Lempang, 2014).
Gambar 3. Grafik nilai kadar zat terbang arang aktif batang tembakau
Kandungan karbon terikat
Gambar 4. Grafik nilai kadar karbon terikat arang aktif batang tembakau
Berdasarkan Gambar 4, kandungan karbon terikat tertinggi secara berturut-turut
dihasilkan arang aktif dengan konsentrasi H2SO4 10% yaitu sebesar 99,08%, konsentrasi
H2SO4 8% sebesar 99,02%, konsentrasi H2SO4 6% sebesar 98,95%. Berdasarkan Standar
Nasional Indonesia standar kadar zat terbang dari karbon aktif dalam bentuk butiran
minimum sebesar 80 % (Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1995). Dari Gambar 4 terlihat
bahwa kadar karbon murni dengan bahan aktivator H2SO4 memenuhi persyaratan. Menurut
Malik (2013) menyatakan besar kecilnya kandungan karbon terikat yang diperoleh selain
Agroteknika3(2):99-108(2020)
105
dipengaruhi oleh kandungan abu dan zat terbang, juga disebabkan oleh kadar selulosa dan
lignin yang dapat diubah dalam bentuk atom karbon.
Gambar 5. Grafik nilai kadar daya serap arang aktif batang tembakau
Kadar daya serap larutan iodium
Berdasarkan Gambar 5, nilai kadar daya serap larutan iodium tertinggi secara berturut-
turut dihasilkan arang aktif dengan konsentrasi H2SO4 10% yaitu sebesar 994,05 mg/g,
konsentrasi H2SO4 8% sebesar 930,6 mg/g, konsentrasi H2SO4 6% sebesar 867,15 mg/g.
Merujuk pada Standar Nasional Indonesia, standar daya serap larutan iodium dari arang aktif
dalam bentuk butiran minimum adalah 750 miligram/gram (Badan Standarisasi Nasional
(BSN), 1995). Aktivasi memberikan pengaruh signifikan dalam pengembangan struktur pori
sehingga daya serap terhadap iodin meningkat (Setiawati & Suroto, 2010).
Tabel 2. Perhitungan ANOVA satu arah karakteristik arang aktif batang tembakau
Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
Kandungan air
Between groups 0,433 2 0,217 380,891 0,000 Within groups 0,003 6 0,001 Total 0,437 8
Kadar abu Between groups 0,005 2 0,002 60,878 0,000 Within groups 0,000 6 0,000 Total 0,005 8
Kadar zat terbang
Between groups 0,012 2 0,006 109,195 0,000 Within groups 0,000 6 0,000 Total 0,012 8
Kadar karbon murni
Between groups 0,026 2 0,013 177,060 0,000 Within groups 0,000 6 0,000 Total 0,027 8
Daya serap Between groups 24155,415 2 12077,708 9,000 0,016
Iodium Within groups 8051,805 6 1341,968 Total 32207,220 8
Agroteknika3(2):99-108(2020)
106
Pengaruh Penambahan Konsentrasi H2SO4 terhadap Pembuatan Arang Aktif
Hasil perhitungan uji ANOVA dari pembuatan arang aktif batang tembakau disajikan
dalam Tabel 2.
Merujuk pada analisis dengan ANOVA pada Tabel 2, diketahui bahwa penambahan
konsentrasi H2SO4 pada beberapa variabel seperti kandungan air, kandungan abu, kandungan
zat terbang, kandungan karbon murni, dan daya serap iodium karena nilai signifikan pada
taraf sig < 0,05 sehingga perlu uji lanjut untuk menentukan tingkat perbedaan melalui uji
lanjut Tukey. Abjad yang mirip dalam satu kolom merepresentasikan pelakuan yang tidak
berbeda secara signifikan pada taraf α 0,05.
Hasil uji lanjut Tukey (Tabel 3) dapat dilihat bahwa pada variabel kadar air, kadar abu,
kadar zat terbang, kadar karbon murni, dan daya serap iodium mempunyai nilai yang berbeda
secara nyata di tiap perlakuannya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh terdapatnya abjad
yang berbeda pada tiap perlakuan. Pada variabel kadar air dengan perlakuan H2SO4 6% tidak
berbeda nyata H2SO4 8% dan mempunyai nilai yang berbeda nyata dengan perlakuan H2SO4
10%. Pada variabel kadar abu dengan perlakuan H2SO4 6% berbeda nyata dengan perlakuan
H2SO4 8% dan tidak berbeda nyata H2SO4 10%. Pada variabel kadar zat terbang dengan
perlakuan H2SO4 6% berbeda nyata dengan perlakuan H2SO4 8% dan H2SO4 10%. Pada
variabel kadar karbon murni dengan perlakuan H2SO4 6% berbeda nyata dengan perlakuan
H2SO4 8% dan H2SO4 10%. Pada variabel daya serap iodium dengan perlakuan H2SO4 8%
tidak berbeda nyata dengan perlakuan H2SO4 6% dan perlakuan H2SO4 10% karena
mempunyai dua abjad serta perlakuan H2SO4 6% mempunyai nilai berbeda nyata dengan
perlakuan H2SO4 10% karena memiliki abjad yang berbeda. Berdasarkan hasil uji statistik
menggunakan ANOVA dan uji lanjut Tukey diperoleh kesimpulan bahwa penambahan
konsentrasi H2SO4 10% menjadi perlakuan terbaik. Hal tersebut juga diduukung oleh
variabel kadar air, kadar abu, dan daya serap iodium yang lebih baik daripada perlakukan
penambahan H2SO4 6% dan 8%.
Tabel 3. Hasil Uji Tukey karakteristik arang aktif batang tembakau Variabel H2SO4 6% H2SO4 8% H2SO4 10%
Kadar air 0,5083±b 0,5013±b 0,0393±a Kadar abu 0,0830±b 0,0347±a 0,0350±a Kadar zat terbang 0,9617±c 0,9427±b 0,8770±a Kadar karbon murni 98,9553±a 99,0223±b 99,0880±c Daya serap iodium 867,1500±a 930,6000±ab 994,0500±b
Keterangan: Abjad yang mirip atau serupa dalam satu deret kolom menunjukan nilai yang tidak berbeda signifikan secara statistik pada taraf α ≤ 0,05 uji Tukey.
Agroteknika3(2):99-108(2020)
107
4. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi H2SO4 terhadap
pembuatan arang aktif batang tembakau sangat berpengaruh dengan variabel seperti kadar air,
kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon murni, dan daya serap iodium. Kondisi tersebut
didukung oleh hasil uji ANOVA dan uji lanjut dengan metode Tukey bahwa pada variabel
kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon murni, dan daya serap iodium
mempunyai nilai yang berbeda secara nyata di tiap perlakuannya. Perlakuan terbaik dalam
pembuatan arang aktif dari batang daun tembakau adalah penambahan konsentrasi H2SO4
10% dengan nilai kadar atau kandungan air 0,040%, kandungan abu 0,035%, kandungan zat
terbang 0,877%, kadar atau kandungan karbon terikat 99,088% dan daya serap iodium 994,05
mg/g.
Daftar Pustaka
Asrijal, A., Chadijah, S., & Aisyah, A. (2014). Variasi konsentrasi aktivator asam sulfat (H2SO4) pada karbon aktif ampas tebu terhadap kapasitas adsorpsi logam timbal. Al-Kimia, 2(1), 33–44. https://doi.org/https://doi.org/10.24252/al-kimia.v2i1.1636
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. (2018). Luas Areal Tanaman Perkebunan Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Tanaman Provinsi Jawa Timur. Retrieved from https://jatim.bps.go.id/statictable/2017/06/19/569/luas-tanaman-perkebunan-menurut-kabupaten-kota-dan-jenis-tanaman-di-provinsi-jawa-timur-ha-2016-.html
Badan Standarisasi Nasional (BSN). (1995). SNI 06-3730-1995: Arang Aktif Teknis. Retrieved from https://pesta.bsn.go.id/produk/detail/4132-sni06-3730-1995
Budiono, A., Suhartana, & Gunawan. (2009). Pengaruh aktivasi arang tenpurung kelapa dengan asam sulfat dan asam fosfat untuk adsorpsi fenol (Thesis). Retrieved from http://eprints.undip.ac.id/2893/
Himawanto, D. A., & Nadjib, M. (2013). Pengeringan tembakau dengan sistem hybrid. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, 16(1), 1–9. Retrieved from https://journal.umy.ac.id/index.php/st/article/view/426
Indiarji, S. B. (2010). Pengaruh konsentrasi larutan pemasak dan waktu pemasakan terhadap rendemen dan sifat fisik pulp limbah batang tanaman tembakau (Nicotiana tabacum, l) melalui proses soda mekanis (Thesis). Retrieved from http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/167008
Jankowska, H., Swiatkowski, A., & Chorma, J. (1991). Active Carbon. United Stated: Ellis Horwood
Kartikawati, L. (2016). Metode kromatografis lapis tipis-densitomtri untuk penentuan kadar nikotin batang tembakau (Nicotiana tabaccum L.) (Thesis). Retrieved from https://repository.unej.ac.id/
Lempang, M. (2014). Pembuatan dan kegunaan arang aktif. Info Teknis Eboni, 11(2), 65–80. Retrieved from http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/buleboni/article/view/5041/4463
Malik, U. (2013). Alternatif pemanfaatan limbah industri pengolahan kayu sebagai arang aktif. Jurnal Aptek, 5(1), 63–70. https://doi.org/https://doi.org/10.30606/aptk.v5i1.74
Muktianto, R. T., & Diartho, H. C. (2018). Komoditas tembakau besuki Na-oogst dalam
Agroteknika3(2):99-108(2020)
108
pespektif pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Jember. Cakra Tani: Journal of Sustainable Agriculture, 33(2), 115–125. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.20961/carakatani.v33i2.20598
Novita, E., Andriyani, I., Romadona, Z., & Pradana, H. A. (2020). Pengaruh variasi jenis dan ukuran limbah organik terhadap kadar air kompos blok dan pertumbuhan tanaman cabai. Jurnal Presipitasi: Media Komunikasi Dan Pegembangan Teknik Lingkungan, 17(1), 19–28.
Perry, G. (2008). Perry’s Chemical Engineering Handbook. McGrowHill Companies, Inc. Sandi, A. P., & Astuti. (2014). Pengaruh waktu aktivasi menggunakan h3po4 terhadap
struktur dan ukuran pori karbon berbasis arang tempurung kemiri (Aleurites moluccana). Jurnal Fisika Unand, 3(2), 115–120. Retrieved from http://jfu.fmipa.unand.ac.id/index.php/jfu/article/view/96/78
Setiawati, E., & Suroto, S. (2010). Pengaruh bahan aktivator pada pembuatan karbon aktif tempurung kelapa. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan, 2(1), 21–28.
Sumarta, R. S. H., & Sutapa, J. P. (2015). Pengaruh variasi jumlah perekat dan tekanan kempa terhadap sifat fisika-kimia briket arang dari limbah batang tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L) (Thesis). Retrieved from https://repository.ugm.ac.id/
Ukanwa, K. S., Patchigolla, K., Anthony, E., & Mandavgane, S. (2019). A review of chemicals to produce activated carbon from agricultural waste biomass. Sustainability (Switzerland), 11(6204), 1–35. https://doi.org/10.3390/su11226204
Agroteknika3(2):109-119(2020)
AGROTEKNIKA
ISSN:2685-3450(Online) www.agroteknika.id ISSN:2685-3450(Print)
Diterima: 3 Februari 2020 Disetujui: 28 Desember 2020 Diterbitkan: 30 Desember 2020 Doi: https://doi.org/10.32530/agroteknika.v3i2.46 Artikel ini adalah artikel open access di bawah lisensi CC BY-SA 4.0
109
Rancang Bangun dan Analisis Mesin Pengupas Kulit Kacang Tanah Tipe Silinder Horizontal
Design and Analysis of Horizontal Cylinder-Type Peanut Skin Peeling Machine
Muhammad Anwar*, Aldi Pratama, Rio Andria Saputra, Nur Kholilah, Naufal Alfayyadh,
Muhammad Riza Nurtam, Indra Laksmana
Program Studi Teknologi Mekanisasi Pertanian, Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh, Indonesia
*Penulis Korespondesi
Email: [email protected]
Abstrak. Proses pemisahan biji dan kulit kacang tanah dapat dilakukan secara tradisional atau menggunakan mesin. Pengupasan kacang tanah secara tradisional dilakukan dengan menggunakan tangan (tanpa alat bantu) atau tongkat. Pengupasan kacang secara tradisional ini tanah dengan menggunakan tangan membutuhkan banyak tenaga dan waktu walaupun hasil pengupasan sangat bagus. Sedangkan pengupasan kacang tanah dengan menggunakan tongkat membuat kualitas kacang tanah hasil kupasan buruk dengan kapasitas kupasan kacang tanah yang juga kecil. Penelitian ini bertujuan membuat mesin pengupas kulit kacang tanah untuk skala industri rumah tangga dan melakukan analisis kinerja serta analisis ekonomi. Metode penelitian dimulai dari identifikasi masalah, penyempurnaan ide rancangan, dilakukan pembuatan alat, uji fungsional, uji kinerja dan terakhir dilakukan analisis ekonomi. Hasil uji kinerja mesin pengupas kulit kacang tanah tipe silinder horizontal diperoleh kapasitas alat 15,22 kg/jam, persentase kacang tidak terkupas 50%, rendemen 33,5%, dan persentase kerusakan hasil 2,15%. Hasil analisis ekonomi teknik diperoleh biaya tetap Rp. 1.654.853,36/tahun, biaya tidak tetap Rp. 27.648,13/jam, biaya pokok Rp. 1.879,48/kg, dan BEP sebanyak 1.732,03 kg/tahun. Mesin ini sangat cocok untuk skala industri rumah tangga karena mempunyai kapasitas 15,22 kg/jam dengan biaya listrik yang kecil sebesar Rp. 272,91/jam. Kata kunci: kacang tanah, mesin pengupas, uji kinerja, analisis ekonomi
Abstract. The process of separating the seeds and peanut shells can be done traditionally or using a machine. The peeling of peanuts is traditionally done using hands (without tools) or sticks. This traditional peeling of the ground by hand takes a lot of effort and time, although the results of the peeling are very good. Meanwhile, peeling peanuts using a stick makes the peeled peanuts poor quality with a small peel capacity. This study aims to make a peanut shell peeler for a home industry scale and perform performance analysis and economic analysis. The research method starts with problem identification, perfecting the design idea, then making tools, functional testing, performance testing, and finally conducting economic analysis. The results of the horizontal cylinder type peanut shelling machine performance test showed that the tool capacity was 15.22 kg/hour, the percentage of unpeeled peanuts was 50%, the yield was 33.5%, and the percentage of damage to the yield was 2.15%. The results of the technical-economic analysis obtained a fixed cost of Rp. 1,654,853.36 / year, variable costs Rp. 27,648.13 / hour, the basic cost of Rp. 1,879.48
Agroteknika3(2):109-119(2020)
110
/ kg, and BEP 1,732.03 kg / year. This machine is very suitable for home industry scale because it has a capacity of 15.22 kg/hour with a small electricity cost of Rp. 272.91 / hour. Keywords: peanut, peeler, performance test, economic analysis
1. Pendahuluan Kacang tanah adalah salah satu komoditas pertanian yang menjadi sumber protein dalam
pola pangan penduduk Indonesia dan bernilai ekonomi cukup tinggi. Biji kacang tanah dapat
diolah menjadi bahan makanan seperti kacang goreng, bumbu, industri pangan dan lain-lain
dengan dilakukan beberapa tahap pengolahan (Najiyanti & Danarti, 1999).
Untuk mendukung peningkatan produksi kacang tanah, maka perlu perlakuan dalam
pengolahan pascapanen kacang tanah, salah satunya adalah pada proses pengupasan kulit kacang
(Zuhdi, 2015). Proses pemisahan biji dan kulit kacang sebelumnya dilakukan secara tradisional
dengan menggunakan tangan (tanpa alat bantu) dan tongkat. Pengupasan kacang tanah dengan
cara dipukul dan diinjak menngunakan tongkat membuat banyak biji yang pecah, sehingga
menurunkan kualitas hasil pengupasan (Haryoto, 1995).
Mesin pengupas kulit kacang tanah telah dimodifikasi oleh Tahapali et al. (2019) kapasitas
10,28 kg/jam. Salahudin et al. (2018) telah melakukan uji kinerja mesin pengupas kulit kacang
tanah dengan tipe piramida berputar. Pada saat kecepatan putar 93 rpm diperoleh persentase
pengupasan tertinggi dengan nilai 82,44%. Mesin ini memiliki kapasitas tertinggi 27,48 kg/jam
pada kecepatan putar ruji 116 rpm. Salahudin and Widodo (2018) telah membuat mesin pengupas
kulit kacang tanah dengan nilai persentase kacang tanah terkupas secara baik sebesar 80,96%
dengan variasi jarak ruji 15 mm. Sedangkan pada variasi jarak ruji 20 mm diperoleh kapasitas
tertinggi sebesar 28,48 kg/jam. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan membuat mesin
pengupas kulit kacang tanah untuk skala industri rumah tangga. Penelitian ini juga melaskanakan
analisis kinerja dan analisis ekonomi pada mesin pengupas kulit kacang tanah.
2. Bahan dan Metode
Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan mesin pengupas kulit kacang tanah tipe
silinder horizontal terdapat dalam Tabel 1.
Metode Penelitian
Metode penelitian dimulai dari identifikasi masalah, penyempurnaan ide rancangan,
selanjutnya dilakukan pembuatan alat, uji fungsional, uji kinerja, dan terakhir dilakukan analisis
ekonomi. Diagram alir metode penelitian seperti pada Gambar 1.
Agroteknika3(2):109-119(2020)
111
Tabel 1. Bahan pembuatan mesin pengupas kulit kacang tanah tipe silinder horizontal No Bahan Spesifikasi Jumlah
1 Motor listrik 0,25 hp 1 unit 2 Besi plat 1.2 mm ½ lembar 3 Besi as 20 mm 1 m 4 Besi siku 3x3 2 batang 5 Bearing ucp P204 2 buah 6 Elektroda Rb2,6 1 kg 7 Baut dan mur Diameter 12 mm 4 buah 8 Baut dan mur Diameter 10 mm 8 buah 9 Pulley 1 inch 1 buah 10 Pulley 12 inch 1 buah 11 V-belt A63 1 buah 12 Besi pipa 30x12 cm 1 buah 13 Besi beton Diameter 10 mm 2 meter 14 Mata gerinda A30PBF 2 Buah 15 Seng plat 0,25 mm 1 lembar 16 Per tekan 5 cm 2 buah
Gambar 1. Diagram alir metode penelitian
Rancangan Alat
Rancangan fungsional serta struktural menerangkan tentang guna serta dimensi dari
komponen- komponen mesin pengupas kulit kacang tanah tipe silinder horizontal. Rancangan
fungsional dan struktural terdiri dari:
Agroteknika3(2):109-119(2020)
112
Kerangka
Kerangka berguna untuk penompang seluruh kedudukan komponen. Kerangka terbuat dari
besi siku 3 x 3 tebal 3mm, panjang 90 cm, lebar 41 cm, dan tinggi 70 cm. Rancangan rangka seperti
Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka
Motor listrik
Motor listrik sebagai sumber penggerak dari mesin pengupas kulit kacang tanah tipe silinder
horizontal. Motor listrik yang digunakan mempunyai daya sebesar 0,25 Hp dan kecepatan putar
1.480 rpm. Motor listrik seperti Gambar 3.
Gambar 3. Motor listrik
Mata pengupas
Mata pengupas berfungsi sebagai pengupas kulit kacang tanah untuk memisahkan biji dari
kulit kacang. Mata pengupas yang digunakan adalah besi pipa yang berbentuk silinder dengan
diameter 12 cm, panjang 30 cm dan terdapat besi beton berdiameter 10 mm, dan panjang 28 cm
sebagai mata pengupas di sekeliling besi pipa. Rancangan mata pengupas seperti Gambar 4.
Gambar 4. Mata pengupas
Agroteknika3(2):109-119(2020)
113
Rumah mata pengupas
Rumah mata pengupas berfungsi sebagai penutup mata pisau supaya pada saat pengupasan
biji kacang tidak berterbangan keluar. Rumah mata pengupas terbuat dari besi plat tebal 1 mm
dengan ukuran panjang 32 cm, lebar 33 cm dan tinggi 3 cm. Rancangan rumah mata pengupas
seperti Gambar 5.
Gambar 5. Rumah mata pengupas
Hopper
Hopper berfungsi sebagai wadah pemasukan kacang tanah yang akan dikupas. Hopper
terbuat dari besi plat tebal 1 mm dengan ukuran tinggi 20 cm, lebar 32 cm dan panjang 21 cm.
Rancangan hopper seperti Gambar 6.
Gambar 6. Hopper
Saringan
Saringan berfungsi sebagai penyortir biji untuk dapat memisahkan biji dan kulit kacang
tanah. Saringan terbuat dari seng plat tebal 0,25 mm panjang 62 cm dan lebar 32 cm yang pada
seluruh permukaannya dibuat lubang dengan diameter 13 mm. Rancangan saringan seperti
Gambar 7.
Gambar 7. Saringan
Outlet
Outlet berfungsi sebagai saluran pengeluaran. Outlet terbuat dari seng plat dengan ukuran
panjang 62 cm dan lebar 32 cm. Rancangan outlet seperti Gambar 8.
Agroteknika3(2):109-119(2020)
114
Gambar 8. Outlet
Pulley dan v-belt
Pulley dan v-belt berguna untuk sistem transmisi tenaga ke poros penggerak dari motor
listrik. V-Belt yang digunakan pada mesin pengupas kulit kacang tanah yaitu tipe A63 dengan
ukuran pulley kecil berdiameter 1 inch pada motor listrik dan pulley besar berdiameter 12 inch
terletak pada poros silinder. Rancangan pulley dan v-belt seperti Gambar 9.
Gambar 9. Pulley dan v-belt
Rancangan keseluruhan mesin pengupas kulit kacang tanah dengan tipe silinder horizontal
seperti Gambar 10.
Gambar 10. Mesin pengupas kulit kacang tanah dengan tipe silinder horizontal
Prinsip Kerja
Prinsip kerja mesin pengupas kulit kacang tanah dengan tipe silinder horizontal yaitu tenaga
motor listrik yang dihubungkan pada pulley-v belt sebagai mekanisme transmisi sehingga
menggerakkan poros untuk berputar. Besi beton yang terdapat disekeliling silinder sebagai mata
pisau akan berputar ke arah mata pisau yang diam sehingga akan mengeluarkan biji dari kulit
kacang tanah. Kulit kacang dan biji kacang akan dipisah menggunakan saringan yang terdapat
pada bagian bawah mata pengupas dan keluar di outlet.
Agroteknika3(2):109-119(2020)
115
3. Hasil dan Pembahasan
Spesifikasi mesin pengupas kulit kacang tanah tipe silinder horizontal adalah:
Tinggi alat : 90 cm
Lebar : 41 cm
Panjang : 90 cm
Panjang silinder : 30 cm
Diameter silinder : 12 cm
Panjang mata pengupas : 28 cm
Diameter mata pengupas : 10 mm
Panjang saringan : 62 cm
Lebar saringan : 32 cm
Diameter saringan : 13 mm
Diameter pulley atas : 12 inch
Diameter pulley bawah : 1 inch
Daya motor : 0,25 Hp
Mesin pengupas kulit kacang tanah dengan tipe silinder horizontal seperti Gambar 11.
Gambar 11. Mesin pengupas kulit kacang tanah dengan tipe silinder horizontal
Keterangan: 1. Hopper 2. Rumah mata pengupas 3. Mata pengupas berputar 4. Mata pengupas diam 5. Saringan
6. Pengeluaran outlet 7. Pulley 8. V-belt 9. Kerangka 10. Motor listrik
Agroteknika3(2):109-119(2020)
116
Uji Kinerja
Uji kinerja yang dilakukan pada mesin pengupas kulit kacang tanah dengan tipe silinder
horizontal adalah sebanyak 3 kali pengujian. Berat bahan baku di setiap pengujian sebanyak 2 kg,
dan kadar air pada kacang tanah yaitu 36%. Putaran pada mata pengupas sebesar 123 rpm.
Parameter uji yang dilakukan yaitu kapasitas alat, rendemen, persentase kacang tidak terkupas,
dan persentase kerusakan hasil. Data hasil uji kinerja pada mesin pengupas kulit kacang tanah
dengan tipe silinder horizontal seperti Tabel 2.
Tabel 2. Data hasil uji kinerja
Pengujian Berat
kacang (kg)
Waktu pengupasan
(jam)
Kacang tidak Terkupas
(kg)
Hasil Pengupasan Biji
rusak Biji
bagus Kulit
terkupas Biji
terkupas (kg) (kg) (kg) (kg)
1 2 0,018 1,4 0,05 0,35 0,2 0,4 2 2 0,057 0,8 0,01 0,79 0,4 0,8 3 2 0,058 0,8 0,07 0,73 0,4 0,8
Jumlah 6 0,133 3 0,13 1,87 1 2 Rata-rata 2 0,044 1 0,043 0,62 0,33 0,67
Kapasitas mesin
Kapasitas mesin merupakan kemampuan mesin untuk memperoleh hasil pengupasan dari
kacang tanah dalam satuan per jam. Perhitungan kapasitas mesin ditentukan dengan rumus, hasil
pengupasan di bagi waktu pengupasan.
Kapasitasalat = ",$%&'","(()*+
= 15,22kg/jam
Kapasitas mesin pengupas kulit kacang tanah tipe silinder horizontal yang diperoleh adalah
15,22 kg/jam. Kapasitas pada mesin ini lebih kecil dari mesin yang dibuat oleh Salahudin et al.
(2018) dan Salahudin and Widodo (2018) tetapi lebih besar dari Tahapali et al. (2019).
Persentase kacang tidak terkupas
Persentase kacang tidak terkupas yaitu perbandingan kacang yang tidak terkupas pada saat
pengoperasian alat dalam bentuk persen (%). Persentase kacang tidak terkupas dihitung dengan
rumus :
Kacangtidakterkupas = ,-./-.
x100% = 50%
Persentase kacang tidak terkupas pada mesin ini lebih besar dari mesin yang dibuat oleh
Salahudin et al. (2018); Salahudin and Widodo (2018) ; Tahapali et al. (2019). Hal ini disebabkan
karena mata pengupas 2 yang tidak berputar cukup kuat untuk mengupas semua jenis ukuran
kacang tanah, sehingga mesin pengupas kacang tanah ini tidak dapat bekerja dengan sempurna.
Agroteknika3(2):109-119(2020)
117
Rendemen
Rendemen adalah jumlah hasil dari pengupasan dan perbandingan jumlah kuantitas hasil
pengupasan dalam persen (%). Untuk mencari rendemen dari mesin pengupas kacang tanah tipe
silinder horizontal dengan rumus:
Rendemen = ",$%/-.
x100%= 33,5%
Hal ini disebabkan karena per tekan pada mata pisau 2 yang tidak berputar kurang kuat untuk
mengupas semua ukuran kacang tanah dan saringan yang terbuat dari seng plat tanpa per gantung
untuk pengayakan penyortiran biji, sehingga mesin pengupas kacang tanah tipe silinder horizontal
ini tidak dapat bekerja dengan sempurna.
Persentase kerusakan hasil
Persentase kerusakan hasil adalah hasil yang rusak pada biji kacang tanah yang diperoleh
oleh mesin pada pengupasan dalam bentuk persen (%). Persentase kerusakan hasil dihitung dengan
rumus:
Bijirusak = ","(0-./-.
x100%= 2,15%
Persentase kerusakan hasil pada mesin pengupas kulit kacang tanah tipe silinder horizontal
adalah 2,15%.
Analisis Ekonomi
Penelitian ini melakukan analisis ekonomi berdasarkan Kodoatie (2005) yang telah
digunakan pada beberapa penelitian, yaitu: Novita et al. (2019); Adam et al. (2020); Womsiwor
et al. (2018). Analisis biaya yang dilakukan terdiri dari biaya tetap (fixed cost), biaya tidak tetap
(variable cost), Break event point (BEP) dan biaya pokok (Irwan & Novita, 2016).
Harga jual alat (P) = Rp. 6.566.880
Umur ekonomis (N) = 5 tahun
Harga akhir (S) = 10% x P
Tingkat suku bunga (i) = 12%/tahun
Jam kerja/tahun(X) = 1.728 jam/tahun
Jam kerja/hari = 6 jam
Upah operator = 80.000/hari
Jumlah operator = 2 orang
Upah pengupasan manual (R) = Rp. 2.772/ kg
Kapasitas alat (C) = 15,22kg/jam
Biaya tetap
Komponen untuk biaya tetap pada mesin pengupas kulit kacang tanah yaitu biaya
penyusutan dan bunga modal.
Agroteknika3(2):109-119(2020)
118
Biaya penyusutan
(𝐷) =(𝑃 − 𝑆)𝑛
S = 10% x P = 10% x Rp. 6.566.880 = Rp. 656.688
𝐷 =12.$.4$$.55"612.$4$.$554789:;
= Rp. 1.182.038
Bunga modal
(𝐼) = <(>)(@AB)/C
= ,/%(12.$.4$$.55")(4A,)/∗4789:;
= Rp. 472.815,36/th
Biaya tetap = biaya penyusutan + bunga modal
= Rp. 1.182.038/th + Rp. 472.815,36/th = Rp. 1.654.853,36/th
Biaya tidak tetap
Biaya tidak tetap untuk mesin pengupas kulit kacang tanah terdiri dari biaya upah operator,
biaya perawatan dan biaya listrik.
Upah operator
Upah operator = (upah (Rp)perhari x jumlah operator)/(jam kerja perhari)
= !".$%.%%%'()*+,-
./+0/2+*3= Rp. 26.666/jam
Biaya perawatan
Biaya perawatan = (5,(%)'(9:;)5%%/+0
= 5,(%<(!"...=...$$%:!"..=...$$)5%%/+0
= Rp. 709,22/jam
Biaya listrik
Biaya listrik = daya motor* harga listrik
= 186,4 watt * Rp.1.467,28/kWh
= 0,186 kWh * Rp.1.467,28/kWh = Rp. 272,91/jam
biaya tidak tetap = upah operator + biaya perawatan + biaya daya listrik
= Rp.26.666/jam + Rp. 709,22/jam + Rp. 272,91/jam = Rp. 27.648,13/jam
Biaya pokok
Biaya pokok adalah biaya yang dibutuhkan oleh mesin pada saat operasional untuk hasil
produksi.
BP =BTX + BTT
C
BP =!".$.%&'.(&),)%/,-
$../(123/,- A12./%.$(5,,0/G8H
,4,//-./G8H = Rp. 1.879,48/kg
Break event point (BEP)
𝐵𝐸𝑃 = !"
#$!""# = 𝑅𝑝.1.654.853,36/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
Rp.2.772/kg−((Rp.27.648,13/jam)15,22kg/jam = 1.732,03kg/tahun
Agroteknika3(2):109-119(2020)
119
4. Kesimpulan
Mesin pengupas kulit kacang tanah tipe silinder horizontal menggunakan motor listrik
sebagai sumber penggerak komponen lainnya dengan daya 0,25 hp dan kecepatan putar 1.480 rpm
yang diubah menjadi 123 rpm melalui perbandingan pulley 1 : 12. Hasil uji kinerja pada mesin
pengupas kulit kacang tanah tipe silinder horizontal diperoleh kapasitas mesin 15,22 kg/jam,
rendemen sebanyak 33,5%, persentase kacang terkupas sebanyak 50%, dan persentase kerusakan
hasil sebanyak 2,15%. Dari hasil analisis ekonomi diperoleh biaya tetap senilai Rp.
1.654.853,36/tahun, biaya tidak tetap senilai Rp. 27.648,13/jam, biaya pokok senilai Rp.
1.879,48/jam, dan BEP sebanyak 1.732,03/kg. Mesin ini cocok untuk skala industri rumah tangga
karena mempunyai kapasitas 15,22 kg/jam dengan biaya listrik yang kecil sebesar Rp. 272,91/jam.
Daftar Pustaka
Adam, M., Sardino, S., Winaldi, D., Candra, S., Yunika, F., Riko, R., Novita, S., Herdian, F., Hendra, H., & Laksmana, I. (2020). Rancang Bangun dan Analisis Alat Pencuci Wortel Tipe Drum. Lumbung, 19(1), 13-29. https://doi.org/10.32530/lumbung.v19i1.199
Haryoto. (1995). Pengupas Kacang Tanah. Yogyakarta, Indonesia: Penerbit Kanisius Irwan A., & Novita. S.A. (2016). Buku Kerja Praktek Mahasiswa (BKPM) Ekonomi Teknik.
Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Payakumbuh, Indonesia: PPNP Kodoatie, R. J. (2005). Analisis Ekonomi Teknik. Yogyakarta, Indonesia: Andi Yogyakarta. Najiyanti, S., & Danarti, (1999). Palawijaya: Budidaya dan Analisis Usahatani. Jakarta,
Indonesia: Penebar Swadaya. Novita, S., Hendra, H., Jamaluddin, J., Makky, M., & Fahmi, K. (2019). Design and Performance
Test of Rubber Grinding Machine. Journal of Applied Agricultural Science and Technology, 3(2), 299-308. https://doi.org/10.32530/jaast.v3i2.112
Salahudin, X., Widodo, S., & Aslam, N. W. (2018). Uji Performa Mesin Pengupas Kulit Kacang Tanah Tipe Piramida Berputar. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi ke 9 Fakultas Teknik, Universitas Wahid Hasyim Semarang.
Salahudin, X., & Widodo, S. (2018). Pengaruh Jarak Ruji Mesin Pengupas Kacang Tanah Terhadap Kualitas Hasil Kupasan. Journal of Mechanical Engineering, 2(2), 1-7. http://dx.doi.org/10.31002/jom.v2i2.1087
Tahapali, R., Djafar, R., & Djamalu, Y. (2019). Modifikasi Mesin Pengupas Kulit Kacang Tanah. Jurnal Teknologi Pertanian Gorontalo (JTPG), 4(2), 78-82.https://doi.org/10.30869/jtpg.v4i2.466
Womsiwor, O., Nurmaini, N., Zikri, A., Hendra, H., Amrizal, A., Yudistira, Y., & Batubara, F. (2018). Rancang Bangun Mesin Pengupas Dan Pencuci Singkong Tipe Horizontal. Journal of Applied Agricultural Science and Technology, 2(2), 11-19. https://doi.org/10.32530/jaast.v2i2.40
Zuhdi, M. H. (2015). Pengoptimalan Mesin Pengupas Kacang Tanah Untuk Meningkatkan Produktivitas. Magelang, Indonesia: Universitas Tidar.