Vol 6 No 2 Desember 2004

87
95 ISSN 1410-8623 Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 95–108 PENDAHULUAN Industri perbankan Indonesia masih belum pulih sepenuhnya akibat hantaman krisis ekonomi sejak per- tengahan tahun 1998. Berbagai indikator perbankan seperti Loan to Deposit Ratio (LDR) mencapai 50-60% per tahun 2003 dan struktur dana pihak ketiga yang masih didominasi oleh dana jangka pendek seperti giro dan tabungan, menunjukkan bahwa perbankan belum dapat menjalankan fungsi utamanya dalam sistem perekonomian, yaitu fungsi intermediasi. Namun demikian, seiring dengan program penyehatan perbankan, secara lambat, industri PROFIL PERSAINGAN USAHA DALAM INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA Taufik Ariyanto Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) The Indonesian Banking industry is still in the recovery process, after severely hitted by the economic crisis during 1998-1999. The process has been characterized by restructuring and consolidation program, mainly through merger/acquitition supported or endorsed by Bank of Indonesia. This article aims to describe the competition profile of Indonesian banking Industry from the perspective of SCP approach. It is shown that, the market concentration of Indonesian banking industry still in the moderate level, although there is a strong indication of future merger/acquitition, which in turn would significantly raise the market concetration. The bank’s behaviour or conduct is best described by product and services which are highly diversified and diffrentiated (arm lengths basis). Those behaviour potentialy could violate the competition law, if there is a lack of supervision and monitoring from the banking authorities. The performance analysis show that there is no strong correlation between bank’s performance and its size and capital. It means that the banking policy must consider all perspectives of the banking stakeholder. Keywords: banking structure and behavior, concentration ratio perbankan mulai menunjukkan kinerja yang meningkat dari posisi keter- purukan selama krisis ekonomi, walalupun belum mencapai tingkat kinerja sebelum krisis. Dalam rangka penyehatan serta pemulihan industri perbankan nasional, BI telah mengambil beberapa kebijakan yang dianggap perlu. Beberapa kebijakan tersebut diantaranya adalah implementasi prinsip manajemen resiko (sesuai dengan Bassel Accord), know your customer principles serta yang terakhir adalah diterbitkannya pakjan 2005. Secara keseluruhan, berbagai kebijakan tersebut dirangkai dalam satu program

description

pdf

Transcript of Vol 6 No 2 Desember 2004

  • 95ISSN 1410-8623

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 95108

    PENDAHULUANIndustri perbankan Indonesia masihbelum pulih sepenuhnya akibathantaman krisis ekonomi sejak per-tengahan tahun 1998. Berbagai indikatorperbankan seperti Loan to Deposit Ratio(LDR) mencapai 50-60% per tahun 2003dan struktur dana pihak ketiga yangmasih didominasi oleh dana jangkapendek seperti giro dan tabungan,menunjukkan bahwa perbankan belumdapat menjalankan fungsi utamanyadalam sistem perekonomian, yaitufungsi intermediasi. Namun demikian,seiring dengan program penyehatanperbankan, secara lambat, industri

    PROFIL PERSAINGAN USAHADALAM INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA

    Taufik AriyantoKomisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

    The Indonesian Banking industry is still in the recovery process, after severelyhitted by the economic crisis during 1998-1999. The process has been characterizedby restructuring and consolidation program, mainly through merger/acquititionsupported or endorsed by Bank of Indonesia. This article aims to describe thecompetition profile of Indonesian banking Industry from the perspective of SCPapproach. It is shown that, the market concentration of Indonesian bankingindustry still in the moderate level, although there is a strong indication of futuremerger/acquitition, which in turn would significantly raise the marketconcetration. The banks behaviour or conduct is best described by product andservices which are highly diversified and diffrentiated (arm lengths basis). Thosebehaviour potentialy could violate the competition law, if there is a lack ofsupervision and monitoring from the banking authorities. The performanceanalysis show that there is no strong correlation between banks performanceand its size and capital. It means that the banking policy must consider allperspectives of the banking stakeholder.

    Keywords: banking structure and behavior, concentration ratio

    perbankan mulai menunjukkan kinerjayang meningkat dari posisi keter-purukan selama krisis ekonomi,walalupun belum mencapai tingkatkinerja sebelum krisis.

    Dalam rangka penyehatan sertapemulihan industri perbankan nasional,BI telah mengambil beberapa kebijakanyang dianggap perlu. Beberapakebijakan tersebut diantaranya adalahimplementasi prinsip manajemen resiko(sesuai dengan Bassel Accord), know yourcustomer principles serta yang terakhiradalah diterbitkannya pakjan 2005.Secara keseluruhan, berbagai kebijakantersebut dirangkai dalam satu program

  • 96 ISSN 1410-8623

    Profil Persaingan Usaha Dalam Industri Perbankan Indonesia (Taufik Ariyanto)

    induk yang sering dikenal dengan istilahArsitektur Perbankan Indonesia (API).API tersebut diharapkan menjadi blueprint sekaligus acuan bagi strukturindustri perbankan Indonesia yangdianggap ideal bagi BI.

    Dari kacamata persaingan usaha,implementasi berbagai kebijakan BIdalam grand design Arsitektur PerbankanIndonesia (API) cenderung menimbul-kan polemik. Upaya untuk menyehat-kan atau memulihkan kondisi industriperbankan versi API, nampaknya samadengan mendorong bank (terutamabank menengah-kecil) untuk melakukanmerjer/akuisisi. Gelombang merjer/akuisisi tersebut di satu sisi dapatmeningkatkan efisiensi sekaliguspenguatan konsolidasi perbankan,namun di sisi lain dapat mengakibatkanterjadinya pemusatan konsentrasipangsa pasar pada sekelompok banktertentu. Di sini akan muncul polemikdengan kebijakan dan atau hukumpersaingan usaha (UU No 5/1999) yangsangat mewaspadai pemusatankonsentrasi tersebut, karena berpotensimenimbulkan berbagai pelanggaranseperti diantaranya penyalahgunaanposisi dominan.

    Selain isu yang terkait denganstruktur pasar, juga terdapat isupersaingan usaha lain dalam industriperbankan yang dapat teridentifikasi.Beberapa isu tersebut antara laininteraksi dan koordinasi yang sangatkuat antar bank dalam menjalankankegiatan operasionalnya seperti

    standardisasi penetapan suku bunga,risk based pricing, struktur biaya,kebijakan kerjasama termasuk jugaadalah program marketing dan promosi.Sebagai bagian dari sistem perbankan,maka interaksi dan koordinasi dalamkegiatan operasional bank sebagaipelaku usaha adalah suatu konsekwensiyang wajar. Isu lain yang juga dapatdiduga terjadi dalam industri perbankanadalah praktek jual ikat (tying-in) antaraberbagai produk dan jasa perbankan,praktek integrasi baik vertikal maupunhorizontal dan juga terdapatnya bentukperjanjian eksklusif antara bank denganpenyedia jasa keuangan lainnya.

    Dalam artikel ini akan diberikangambaran umum iklim atau profilpersaingan usaha dalam industriPerbankan Indonesia tahun 2000-2003.Secara spesifik, gambaran dan profilpersaingan usaha tersebut akandituangkan berdasarkan pada konsepStruktur-Perilaku dan Kinerja (SCPApproach). Sedangkan untuk meng-analisis struktur industri perbankandilihat nilai Concentration Ratio danHerfindahl Hirshcman Index (HHI)1.Untuk mengukur pasar relevan, akandigunakan metode kuantitatif dengantiga proxy pasar relevan yaitu pasarkredit, pasar deposito dan pasar aset.Sementara untuk analisis perilakumenggunakan pendekatan kualitatifdengan menjabarkan berbagai strategibisnis yang dilakukan oleh bank darisudut pandang persaingan usaha sesuaidengan UU No 5/1999.

  • 97ISSN 1410-8623

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 95108

    KONSEP PERSAINGAN USAHADALAM INDUSTRI PERBANKANSudah menjadi kesepahaman umumbahwa industri perbankan memilikikarakteristik yang berbeda dibandingindustri lainnya. Dengan demikian,berbeda dari kondisi industri padaumumnya, persaingan yang terlalu ketat(overcompetition) dalam industriperbankan akan memaksa bank untukmengambil excessive risk (terutamadalam persaingan untk pasar kredit dandeposito). Hal tersebut dapat menjuruskepada ketidakstabilan sistem keuangan(Broecker 1990, Rhiordan 1993, Besankodan Thankor 1993). Hal tersebut sudahdiuji secara empiris oleh Matutes andVives (2000) dimana kesimpulannyaadalah persaingan yang ketat dalampasar deposit akan mengakibatkanexcessive risk taking oleh bank, walaupunsudah terdapat mekanisme penjaminansimpanan. Akibatnya adalah munculkesan bahwa terdapat trade off antarakestabilan dan persaingan dalamindustri perbankan (Toolsema, 2004).

    Namun demikian, kesan bahwaterdapat trade off antara persaingan

    dengan kestabilan dalam industriperbankan juga mendapat pertanyaanatau diragukan validitasnya. Diantarabeberapa akademisi yang memper-tanyakan hal tersebut adalah Koskeladan Stendbacka (2000) yangmenyimpulkan bahwa persaingan antarbank akan menekan tingkat suku bungakredit, sehingga mengurangi probabilityrisk of default debitur yang pada akhirnyaakan menjamin kestabilan sistemperbankan. Sedangkan Schardgroskydan Sturzenegger (2000) menunjukkanbahwa pengaturan mengenaipembatasan modal (capital requirement)akan mendorong bank untukmengurangi diffrensiasi produk/jasa(menjadi lebih homogen), sehinggajustru akan menimbulkan persainganyang lebih ketat.

    Dalam implementasi untukindustri perbankan, isu pertentanganantara kebijakan yang pro stabilitasmelawan pro persaingan juga masihbelum terselesaikan. Pihak yangmendukung kebijakan pro stabilitascenderung meinginkan adanyapengaturan yang ketat (entry barrier),

    1 Untuk menghitung CR4 digunakan rumus:

    =

    =N

    iSiCR

    14

    Dimana Si adalah pangsa pasar empat pelaku usaha yang paling besar.

    Sedangkan untuk menghitung HHI digunakan rumus:

    =

    =n

    iSi

    1

    2 HHI

    Dimana Si = 1,2,3.......N (pangsa pasar masing-masing bank).

  • 98 ISSN 1410-8623

    Profil Persaingan Usaha Dalam Industri Perbankan Indonesia (Taufik Ariyanto)

    kebijakan yang mendorong merjer/akuisisi serta adanya bank yang too bigto fail. Dampaknya adalah, adanyakeinginan agar industri perbankandapat dikecualikan atau perlumemperoleh pelakuan khusus darihukum persaingan usaha. Sementarapihak yang lebih pro terhadap kebijakanpersaingan, menginginkan agarterdapat minimum entry barrier sertaperlunya pengaturan persaingan yangdapat mengurangi kemungkinantimbulnya dominant position oleh suatuatau sekelompok bank tertentu. Dalamlaporan sub working group tentangAntitrust Enforcement in Regulated Sectors,ICN merekomendasikan bahwakebijakan dan hukum persaingan usahaharus bersifat general (umum) sertalintas industri. Dengan demikian, indstriperbankan masuk dalam jangkauanwilayah hukum persaingan. Dalamlaporan yang sama pula, dianjurkankepada segenap otoritas persainganusaha yang merupakan anggota ICNuntuk tidak memberlakukan penge-cualian khusus terhadap industriperbankan (ICN, 2005).

    Pro dan kontra mengenai isu tradeoff antara persaingan dan kestabilan,dapat dijelaskan secara umum melaluidua mahzab teori besar dalam IndustrialOrganization. Mahzab pertama disebutStructure Conduct Performance (SCP)dimana diyakini bahwa struktur pasarakan mempengaruhi kinerja suatuindustri. Aliran ini didasarkan padaasumsi bahwa Struktur pasar akan

    mempengaruhi perilaku dari perusaha-an yang pada akhirnya akanmempengaruhi kinerja perusahaan danindustri secara agregat (Gilbert, 1984).Dari sudut pandang persiangan usaha,struktur pasar yang terkonsentrasicenderung berpotensi untuk menimbul-kan berbagai perilaku persiangan usahayang tidak sehat dengan tujuan untukmemaksimalkan profit. Perusahaan bisamemaksimalkan profit (P>MC) karenaadanya market power, sesuatu yang lazimterjadi untuk perusahaan denganpangsa pasar yang sangat dominan(dominant position).

    Mahzab teori alternatifnya adalahRelative Efficiency (RE). Aliran ini meng-counter asumsi SCP, dimana diyakinibahwa efisiensi perusahan dapatmengakibatkan marjin (kinerja) yangtinggi, sehingga pada akhirnya dapatmeningkatkan pangsa pasarnya.Dengan demikian, struktur pasar tidakselalu mempengaruhi kinerja (Gilbert,1984). Aliran RE mengkhawatirkanbahwa pengaturan yang terlalu ketatterhadap struktur pasar (seperti yangdirekomendasikan aliran SCP) justruakan mengurangi insentif perusahaanuntuk meningkatkan efisiensinya.

    Beberapa riset empiris terkaitdengan mazhab SCP dan RE untukindustri perbankan menghasilkankesimpulan yang bervariasi. Untukwilayah USA, penelitian Gilbert (1984),Berger dan Hanan (1992), Hannan andLiang (1993) serta Hannan (1991)memberikan dukungan terhadap

  • 99ISSN 1410-8623

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 95108

    hipotesa SCP. Sementara dalam wilayahyang sama, penelitian Calem danCarlino (1991) menolak hypotesa SCPdalam industri perbankan Amerika.Hasil yang sedikit berbeda ditunjukkandari benua Eropa, dimana penelitianGoldberg dan Rai (1996), Bikker danGroenveld (2000) serta Punt dan VanRooj (2001) menunjukkan hasil yangmixed, antara hipotesis SCP maupun RE.

    Struktur industri Perbankan IndonesiaKebijakan pemerintah untuk menutup16 bank ketika krisis ekonomi melandasejak 1998, telah mengubah secaradramatis struktur industri perbankannasional. Bahkan, dari beberapakesempatan, BI jelas mengindikasikanbahwa proses pemulihan/penguatanindustri per-bankan akan dilakukanmelalui merjer/akuisisi yang didorongoleh BI. Pada akhir Januari 2005, BankIndonesia menerbitkan beberapaperaturan yang dipandang olehbeberapa kalangan sebagai upaya untukmendorong (baca: mempercepat) proseskonsolidasi perbankan). Pelonggaranaspek BMPK terutama untukpenempatan dana bank pada bank lain(Pakjan 2005) adalah contoh kebijakanyang dindikasikan untuk mendorongproses konsolidasi tersebut. Diharapkandengan adanya dorongan tersebut,kalangan perbankan agar segeramempersiapkan diri, dengan demikian,struktur perbankan ideal versiArsiktektur Perbankan Indonesia (API)akan segera terbentuk menjelang 2010

    nantinya.Kalau dilihat berdasarkan

    komposisi terakhir, struktur perbankankita didominasi oleh bank dengankategori fokus (sebanyak 81 bank)dengan rentang modal antara 100 milyarsampai 10 trilliun. Sementara bankkategori nasional (dengan rentangmodal 10 triliun-50 triliun) hanyasejumlah 3 buah dan bank yang masukkategori paling bawah yaitu bankdengan kegiatan terbatas (modal dibawah 100 milyar) berjumlah 52 bank.Beberapa pengamat memperkirakanbahwa upaya konsolidasi perbankan,nantinya akan diarahkan untukmemperkuat permodalan perbankansekaligus membentuk bank yangberskala internasional (dengan modal >50 triliun). Ditargetkan bahwa bankskala internasional nantinya hanyaberjumlah dua atau tiga bank saja.

    Tujuan berbagai kebijakan tersebutadalah untuk menciptakan bank yangkuat dan stabil (dari sudut pandangpermodalan maupun prudentiality sertakinerja). Namun harus disadari bahwakebijakan untuk mendorong merjer/akuisisi tersebut dari sisi persainganusaha akan dapat menimbulkanberbagai permasalahan, terutama terkaitdengan potensi timbulnya posisidominan serta berbagai praktekpenyalahgunaanya.

    Untuk lebih menjelaskanhubungan antara jumlah bank dengankonsentrasi pangsa pasar, dapat disimakpada tabel 1.

  • 100 ISSN 1410-8623

    Profil Persaingan Usaha Dalam Industri Perbankan Indonesia (Taufik Ariyanto)

    Dengan pengecualian Inggris danJepang, jelas terlihat bahwa terdapathubungan negatif antara jumlah bankdengan tingkat konsentrasi pangsapasar (diukur melalui rasio pangsa asetuntuk 3 bank terbesar atau CR3). Makinsedikit jumlah bank, makin tinggitingkat konsentrasi pangsa asetnya. Haltersebut memang sejalan denganmahzab klasik Structure Conduct-Performance. Secara empiris, hal tersebutdidukung oleh beberapa kajian sepertistudi oleh Neven & Roller (1999) danBrandt & Davis (2000) yang menemukanbukti adanya market power dalamindustri perbankan di kawasan Eropa(dimana jumlah bank cenderung sedikitdengan tingkat konsentrasi yang relatiftinggi). Hal tersebut juga didukung oleh

    Negara Jumlah BankCR3

    (berdasarkanpangsa aset)

    Populasi Pendudukper bank

    Amerika 10,971 13.30 23,508.00Inggris 491 29.10 118,328.00Prancis 425 63.60 135,365.00Jerman 330 89.50 245,379.00Belanda 176 59.00 86,585.00Jepang 150 28.30 831,760.00

    Sumber: Diolah dari berbagai sumber

    Tabel 1. Jumlah Bank di Beberapa Negara (Tahun 1993)

    penelitian Swank (1995) dan Suominen(1994) yang membuktikan keberadaanmarket power dalam industri perbankanBelanda dan Finlandia. Sementara,beberapa kajian tidak menemukanadanya market power, seperti Shaffer(1989) dan Zardkoobi & Frase (1998)untuk industri perbankan di AmerikaSerikat (yang memiliki bank dalamjumlah besar). Hasil yang serupa jugadiperoleh Shffer (1993) yang melakukanpenelitian di wilayah Kanada.

    Selanjutnya adalah kondisistruktur industri perbankan Indonesiaberikut grafik CR4 dan HHI berdasarkantiga proxy pasar relevan (yaitu Aset,Kredit dan deposito) dalam periode2000-2003.

  • 101ISSN 1410-8623

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 95108

    Grafik 1Konsentrasi Pangsa Deposit Perbankan Indonesia

    5152535455565758

    2000 2001 2002 2003

    Tahun

    CR

    4 (%

    )

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    1200

    HH

    I

    CR4 HHI

    Grafik 2Konsentrasi Pangsa Aset Perbankan Indonesia

    50

    51

    52

    53

    54

    55

    56

    2000 2001 2002 2003

    Tahun

    CR

    4 (%

    )

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    1200

    HH

    I

    CR4 HHI

    Sumber: Kajian KPPU, 2004

    Sumber: Kajian KPPU, 2004

  • 102 ISSN 1410-8623

    Profil Persaingan Usaha Dalam Industri Perbankan Indonesia (Taufik Ariyanto)

    Grafik 3Konsentrasi pangsa kredit perbankan Indonesia

    40

    41

    42

    43

    44

    45

    2000 2001 2002 2003

    Tahun

    CR

    4 (%

    )

    560

    580

    600

    620

    640

    660

    HH

    I

    CR4 HHI

    Sumber: Kajian KPPU, 2004

    Berdasarkan rasio CR4 dan HHI,terdapat indikasi penurunan konsen-trasi untuk pasar deposit dan asset.Sementara, untuk pasar kredit justruterdapat indikasi terjadinya pening-katan konsentrasi. Sebagai rule of thumb,besaran CR4 yang dianggap moderatdari konteks persaingan adalah < 75%dengan tingkat HHI antara

  • 103ISSN 1410-8623

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 95108

    dominant tersebut diantaranya melaluikebijakan penetapan harga, entry barrierserta berbagai praktek diskriminasi yangsemuanya dapat dikateorikan sebagaipraktek persaingan usaha tidak sehat(berdasarkan UU No 5/1999).Akibatnya adalah alokasi sumber dayayang tidak efisien (secara agregat) sertamerugikan konsumen atau dalam hal iniadalah sector riil karena harusmembayar suku bunga yang tidakkompetitif.

    ANALISIS STRATEGI BISNIS BANKKembali pada karaktersitik dasarproduk perbankan, maka diversifikasidan diffrensiasi produk serta jasa bankmerupakan cirri yang umum. Artinyaadalah, bank cenderung memilih untukmelakukan diversifikasi dan diffrensiasiproduk dan jasa (arms length basis) yangbegitu tinggi. Strategi tersebutcenderung mempercepat evolusiperbankan menjadi financial supermarket,dimana sebuah institusi keuanganmenyediakan berbagai macam produkdan jasa yang sifatnya spesifik bahkancenderung tailored made. Praktekdiversifikasi dan diffrensiasi tersebutcenderung mengarah kepadapeningkatan switching cost yangdibebankan kepada konsumen. Intinyaadalah dengan menawarkan variasiproduk dan jasa, diharapkan demandmenjadi kurang elastis sekaligusmeningkatkan biaya bagi konsumenuntuk beralih ke bank lain (switching

    cost). Report dari InternationalCompetition Network tahun 2005medefinisikan beberapa bentukswitching cost sebagai berikut:1. Pengantian kartu kredit (berikut

    nomor serta expiry date) yang harusdikomunikasikan kepada mitrausaha konsumen.

    2. Konsumen harus menginformasi-kan kepada bank baru mengenaibentuk dan jadwal pembayaranterkait dengan tagihan-tagihanrutin seperti listrik, air dan telepon.

    3. Mengkomunikasikan account bankyang baru kepada seluruh mitrakerja konsumen.

    Dengan menggunakan model Panzar-Rose (PR), hasil kajian KPPU (2004)menemukan indikasi bahwa industriperbankan Indonesia cenderung bersifatpersaingan monopolistik. Artinyaadalah produk dan jasa bersifatheterogen atau sangat terdiffrensiasiyang nampaknya dipengaruhi olehbeberapa faktor seperti asset serta modalbank. Artinya adalah, bank denganmodal terbatas dapat diduga memilikitingkat diffrensiasi yang lebih rendahdisbanding bank dengan modal yanglebih besar. Hasil kajian KPPU tersebutjuga sejalan dengan beberapa kajianempiris yang telah dilakukan denganmodel PR, seperti Shaffer (1982) di NewYork, Vesalla (1995) di Finlandia,Cocoresse (1998) di Italy, Rimme (1999)di Swiss serta Bikker dan Groenveldt(2000) di 15 negara anggota EU.

  • 104 ISSN 1410-8623

    Profil Persaingan Usaha Dalam Industri Perbankan Indonesia (Taufik Ariyanto)

    Dalam kondisi persainganmonopolistic tersebut, maka masing-masing bank memiliki market powerdalam konteks tertentu. Dengandemikian, merjer/akuisisi antara bankyang memiliki produk dan jasa dengantingkat substitusi sangat dekat, dapatmembatasi pilihan konsumen, sehinggato some extend dapat diketagorikansebagai kebijakan yang akanmengurangi iklim persaingan ataulessening the competition (ICN, 2005).

    Masih terkait dengan isu per-saingan monopolistis, beberapa bankjuga menempuh strategi diversifikasidengan menjual produk dan jasa sepertijasa konsultansi, investment banking, cashmanagement, bancassurance, multifinancedan berbagai produk dan jasa non banklainnya. Fenomena multifinance danbancassurance dapat dijadikan contoh,dimana bank pada umumnyamelalukan inetgrasi dengan perusahaanmultifinance (misalnya Bank Danamondengan Adira multifinance, BCAdengan BCA Finance), perusahaansekuritas (BNI dengan BNI Sekuritas,Bank Mandiri dengan MandiriSekuritas) serta perusahaan asuransimelalui produk bancassurance (misalnyaBank Mandiri dengan AXA Insuranceyang membentuk usaha patungan AXAMandiri). Strategi integrasi tersebut(terutama berbentuk bank dengan anakperusahaan atau usaha patungan) kinibanyak ditempuh oleh bank diIndonesia. Dengan integrasi tersebut,bank dapat memanfaatkan strategi

    diversifikasi untuk menambah jumlahnasabah sekaligus mendorong porsi feebased income mereka.

    Untuk beberapa bank bermodalkecil, praktek diversifikasi dapat jugadijumpai, walaupun pada tingkat yangmasih terbatas. Pada umumnya, untukbank kecil, praktek integrasi dilakukanbukan melalui fungsi kepemilikan, tapimelalui perjanjian kerjasama denganpartner perusahaan pembiayaanmaupun asuransi.

    Secara umum, praktek diversifikasiproduk dan jasa bank berpotensi untukmerugikan konsumen bila praktektersebut masuk dalam kategori Tying(jual ikat). Secara definisi, praktek tyingterjadi bila bank mansyaratkanpembelian produk dan jasa lain sebagaibagian dari produk dan jasa utama.Selain isu tying, integrasi antara bankdengan perusahaan asuransi, pem-biayaan serta sekuritas dapat di-kategorikans ebagai integrasi yangcenderung bersifat vertical (berbedapasar relevan). Hal tersebut berpotensimenimbulkan berbagai praktek verticalrestraint (price dan non price) yang bersifatdiskriminatif dan eksklusif. Keduanyadapat dikategorikan sebagai pe-langgaran terhadap prinsip persainganusaha yang sehat. Salah satu cara untukmeminimalkan dampak negative ter-sebut, adalah dengan menerapkanprinsip disclosure of information sertapeningkatan transparansi bank ter-utama terkait dengan berbagai ke-tentuan yang dikenakan kepada para

  • 105ISSN 1410-8623

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 95108

    konsumennya (ICN, 2005). Dengandemikian, kepentingan konsumen dapatlebih terlindungi.

    Terkait dengan kebijakan pene-tapan harga, seara konseptual, dalampasar persaingan monopolistic, tidakterdapat insentif untuk melakukankesepakatan horizontal (antar bank).Namun, untuk produk bank yanghomogen seperti kredit dan deposito,potensi terjadinya kesepakatan untukmenetapkan harga tetap signifikan.Sampai saat ini, dengan masihberlakunya program penjaminan danamasyarakat oleh pemerintah (blanketguarantee), maka sulit untuk melakukanestimasi terhadap kesepakatan hargaantar bank tersebut. Hal tersebutdisebabkan karena terdapat duainstrument yang dijadikan bank sebagaibenchmark dalam menetapkan sukubunga, yaitu SBI dan suku bungapenjaminan. Dengan adanya duaindicator yang dijadikan benchmark oleh

    hampir semua bank, maka otomatispergerakan suku bunga (baik kreditmapun deposito) menjadi searah seiringdengan pergerakan kedua variabletersebut, sehingga dapat menimbulkankesan telah terjadi kesepakatan antarbank dalam menetapkan suku bunga.Disamping itu, adanya mekanismepertukaran informasi antar bank melaluisistem pusat informasi pasar uang(PIPU) yang difasilitasi BI jugaberpotensi untuk melanggengkanpraktek kesepakatan harga antar bank,yang dapat saja dikategorikan sebagaipelanggaran prinsip persaingan usahayang sehat terutama dalam bentukkartel atau price fixing.

    Kinerja PerbankanUntuk mengetahui sejauh mana kinerjaindustri perbankan nasional secara rata-rata, dapat dilihat dari matriks koefisienkorelasi antar beberapa variabel berikut:

    Aset Modal CAR NPL PPAP ROA ROE LDR NIM

    Aset 1 Modal 0.9815 1 CAR 0.3732 0.3454 1 NPL 0.0102 0.0165 (0.0054) 1 PPAP (0.0114) (0.0097) 0.0178 (0.0686) 1 ROA 0.0175 0.0585 (0.0592) 0.0546 (0.2281) 1 ROE 0.1137 0.1009 (0.0119) (0.0510) (0.0847) 0.7318 1 LDR (0.0381) (0.0047) (0.0147) 0.6791 (0.0128) 0.0295 (0.0289) 1 NIM (0.1119) (0.0994) (0.0547) (0.2664) (0.0448) 0.4110 0.3272 (0.0926) 1

  • 106 ISSN 1410-8623

    Profil Persaingan Usaha Dalam Industri Perbankan Indonesia (Taufik Ariyanto)

    Keterangan:CAR = Capital Adequacy RatioNPL = Non Performing LoanPPAP = Penyisihan dan Penghapusan Aktiva ProduktifROA = Return on AsetROE = Return on EquityLDR = Loan to Deposit RatioNIM = Net Interest Margin

    Sumber: Kajian KPPU. 2004

    Secara rata-rata, tidak adahubungan yang positif dan signifkanantara size dengan berbagai variablekinerja seperti ROA, ROE. Bahkanterdapat hubungan yang negative antarasize dengan dua variable kinerja yaituLDR ( - 0.0381) dan NIM (-0.1119).Indikasinya adalah bank dengan asetbesar cenderung memiliki LDR danNIM yang lebih kecil dibanding bankyang memiliki asset kecil. Sementaravariable modal juga menunjukkankorelasi yangnegatif terhadap LDR yaitu0.0047 dan NIM yaitu 0.0547. Sekalilagi hal tersebut mengindikasikanbahwa bank bermodal besar cenderungmemiliki LDR dan NIM yang lebih kecildibanding bank bermodal kecil. Dengandemikian, secara umum, dapat dikatakanbahwa tidak ada korelasi antara asset danmodal dengan kinerja bank.

    Sementara sesuai dengan teori,berbagai ketentuan yang sifatnyamenjaga kestabilan seperti CAR danPPAP mempunyai hubungan yangnegatif dengan variabel kinerja sepertiLDR, NIM, ROA dan ROE. Indikasinyaadalah, makin besar ketentuan menge-

    nai CAR dan PPAP, maka makin besarbiaya yang harus ditanggung bank(sehingga secara otomatis akanmengurangi profitabilitas) sekaliguscenderung membatasi kebijakanekspansi kredit bank.

    KESIMPULAN DAN SARANBerbagai kebijakan perbankan diIndonesia cenderung mengarah kepadarestrukturisasi dan konsolidasi per-bankan, diantaranya melalui merjer/akuisisi. Kebijakan tersebut dapatmenimbulkan dampak negatif bagiiklim persaingan usaha, terutama biladitinjau dari sudut struktur industriperilaku serta kinerja bank.

    Beberapa praktek bisnis bankberpotensi untuk mengarah kepadapelanggaran terhadap persaingan usahayang sehat seperti abuse of dominantposition, perjanjian tertutup serta praktektying. Dibutuhkan pengawasan yangketat terhadap berbagai praktektersebut, untuk memastikan tidak terjadipelanggaran persaingan usaha sehatsekaligus untuk melindungi kepen-tingan konsumen.

  • 107ISSN 1410-8623

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 95108

    Dari perspektif kebijakan, secarakonseptual dan empiris, kebijakan yanglebih bersifat penjagaan kestabilan akanmengorbankan aspek efisiensi dan iklimkompetisi, dan juga sebaliknya. Dalamkondisi tersebut, sangat sulit untukmemperoleh kedua tujuan sekaligus.Tantangan untuk regulator dan policymaker perbankan adalah bagaimanamenyeimbangkan antara duakepentingan tersebut. Penyeimbangandapat dilakukan dengan maksimasifungsi kestabilan sekaligus menekandampak negatif terhadap iklimkompetisi atau memaksimalkan fungsipersaingan antar bank sehingga dapatmeminimalkan dampak negatifterhadap kestabilan dan kesehatanperbankan. Oleh karena itu, BankIndonesia dituntut lebih proaktif dalammenjaring aspirasi para stakeholdersebelum menetapkan berbagai kebijakansektor perbankan.

    REFERENSIBesanko. D. and V. Thakor. (1993).

    Relationship banking, DepositInsurance and Bank PortfolioChoice. Capital Market andFinancial Intermediation.Cambridge: CambridgeUniversity Press.

    Berger, A.N. and T.H. Hannan. (1992).The Price ConcentrationRelationship in Banking. Reviewof Economics and Statistics 71 (2).291-299.

    Bikker, J.A and J.M. Groenveldt. (2000).Competition and Concentrationin the EU Banking Industry.Kredit und Kapital 33 (1). 62-98.

    Broecker, T. (1990). Credit WorthinessTest and Interbank Competition.Econometrica (58). 429-452.

    Calem, P.S and G.A Carlino. (1991). TheC o n c e n t r a t i o n / C o n d u c tRelationship in Bank DepositMarket. Review of Economic andStatistics. 73 (2). 268-276.

    De Bandt, O and E. P. Davis. (2000).Competition, Contestability andMarket Structure in TheEuropean Banking Sectors in theeve of EMU. Journal of Bankingand Finance 24(6). 1045-1066.

    Gilbert, R.A. (1984). Bank MarketStructure and Competition:ASurvey. Journal of Money Creditand Banking 16 (4). 617-660.

    Goldberg, L.G and A. Rai. (1996). TheStructure PerformanceRelationship for EuropeanBanking. Journal of Banking andFinance 20 (4). 745-771.

    Hannan, T.H and J. Liang (1993).Inferring Market Power fromTime Series Data. InternationalJournal of Industrial Organization11 (2). 205-218.

    Hannan, TH. (1991). Foundation of theStructure Conduct PerformanceParadigm in Banking. Journal ofMoney, Credit and Banking 23 (1).68-84.

  • 108 ISSN 1410-8623

    Profil Persaingan Usaha Dalam Industri Perbankan Indonesia (Taufik Ariyanto)

    International Competition Network.(2005). Antitrust Enforcement inRegulated Sectors-BankingIndustry. Working Group Report.

    Komisi Pengawas Persaingan Usaha.(2004). Kajian Industri danPerdagangan Sektor Perbankan.

    Koskela, E. and R. Stenbacka. (2000). Isthere a trade off between BankCompetition and FinancialFragillity? Journal of Banking andFinance. (12). 1853-1873.

    Matutes, C. and X. Vives. (2000).Imperfect Competition, RiskTaking and Regulation inBanking. Europan EconomicReview. P: 1-34.

    Neven, D. and R.H. Roller. (1999). AnAggregate Structural Model ofCompetition in The EuropanBanking Industry. InternationalJournal of Industrial Organization17 (7). 1059-1074.

    Punt, L.W and J. Van Rooij. (2001). TheProfit Structure RelationshipandMergers in Europan BankingIndustry: An EmpiricalAssesment. DNB Staff Reports.The Netherlands Bank,Amsterdam.

    Riordan, M.H. (1993). Competition andBank Performance: A TheoriticalPerspective. Capital Market andFinancial Intermediation.Cambridge University Press.Cambridge.

    Schargrodsky, E. and F. Sturzenegger.(2000). Banking Regulation andCompetition with ProductDiffrentiation. Journal ofDevelopment Economics 12 (1). 85-111.

    Shaffer,S. (1989). Competition in The USBanking Industry. Economic Letter29(4). 321-323.

    Shaffer, S. (1993). A Test of Competitionin Canadian Banking. Journal ofMoney, Credit and Banking. 25(1).49-61.

    Swank, J. (1995). Oligopoly in Loan andDeposit Market: An EconometricApproach in Netherlands. DeEconomist 143(3). 353-366.

    Suominen, M. (1994). MeasuringCompetition In Banking: A TwoProduct Model. ScandinavianJournal of Economics. 96(1). 95-110.

    Toolsema, L. A. (2004). Monetary Policyand Market Power in Banking.Journal of Economics. 71-83.

  • 109ISSN 1410-8623

    HUBUNGAN ANTARA PENILAIAN MANAJEMENKOMPLAIN JASA DENGAN TINGKAT

    PEMANFAATAN JASA PERBANKAN

    Wilfridus B. EluSTIE Perbanas Jakarta

    Dewi AnggrainiAlumni STIE Perbanas Jakarta

    This article explains the costumer behaviour in adopting the complaint management by

    paying attention to the customer perception of the nature or characteristics of complain

    management system of BCA Bank known as Halo BCA. The population of this study

    are of Perbanas School of Economics, Jakarta, who also become custumers of BCA Bank.

    The survey was conducted on July 2002 by delivering a questionnaire to some 94

    customers-students selected purposively by a snowballing approach. The research reveals

    a moderate and positive relationship between the adoption of Halo BCA and the perception

    of the students-customers of the characteristics of Halo BCA as a complaint management

    system. The correlation between the two variables is 0.420 at a level significance of 99%.

    But the study found that only 17.64% of the variation in the explained variable can be

    explained by the explaning variable. The research findings entail further investigations

    to better understand the explanation of the variation in customers-students behaviour in

    adopting a complaint management system, e.g. by extending the number of independent

    variables or by doing replicated studies in other settings. Meanwhile, the management of

    BCA Bank may increase the attractiveness and effectiveness of its complaint management

    system through the improvement of Halo BCA in an integrative approach.

    Keywords: Complaint; complaint management; adoption of complaint management system.

    PENDAHULUANPemasaran jasa telah meningkat dalamkepentingannya seiring denganmeningkatnya persaingan bisnisdibidang jasa. Namun, daya saing padahampir semua sektor jasa telah sampaipada tingkat perkembangan yangmengkhawatirkan (Payne, 2000). Salah

    satu faktor yang paling berpengaruhadalah perubahan gaya hidup masya-rakat yang menjadi lebih dinamis danbergerak serba cepat serta lebihmenghargai waktu.

    Produk-produk perbankan me-miliki ciri-ciri jasa pada umumnya, yangtanwujud. Demikian halnya, sebagian

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 109130

  • 110 ISSN 1410-8623

    besar produk dan proses pelayananperbankan dialami dan dikonsumsiketika pelayanan berlangsung. Produk-produk dan jasa perbankan yangditawarkan oleh berbagai bank bisa jadisama, tetapi perbedaan dapat ditun-jukkan melalui cara yang diterapkanoleh bank dalam melayani nasabah.Dalam hal ini, keandalan sistempelayanan sering menjadi penentukepercayaan nasabah terhadap bankdan produk-produknya.

    Dunia perbankan menyadaribetapa pentingnya memperoleh danmempertahankan kepercayaan nasabahbagi keberhasilan bisnis bank. Per-bankan berlomba-lomba menunjukkansikap lebih menghargai nasabah danmengembangkan pelayanan yangunggul. Kepuasan nasabah semakindiyakini sebagai kunci suksespemasaran jasa bank. Oleh karena itu,upaya kalangan perbankan untukmemperoleh kepercayaan nasabahdiwarnai oleh fenomena persainganyang makin ketat dalam era kedaulatankonsumen ini.

    Seiring dengan semakin ketatnyapersaingan dalam sektor perbankanmenimbulkan pertanyaan tentang cara-cara yang bisa memberikan kepuasanyang sempurna bagi setiap nasabah.Salah satu strategi yang tepat untukmengetahui kemampuan bank dalammemuaskan nasabah adalah denganmengupayakan sistem umpan-balikyang memungkinkan bank dapatmengetahui langsung dari pelanggan itu

    sendiri, apakah mereka puas denganpelayanan-pelayanan bank dan harapanmereka tentang bagaimana seharusnyabank memberikan pelayanan yangmemuaskan menurut persepsi nasabah.

    Konsep manajemen komplain(complaint management) merupakansebuah sarana yang dapat digunakanuntuk membangun komunikasi denganpelanggan dan memperoleh umpan-balik tentang tingkat kepuasan nasabahterhadap pelayanan bank. Komplainyang diajukan oleh pelanggan inikemudian akan ditindak-lanjuti denganperbaikan atau klarifikasi dari pihakbank dengan sasarannya adalahmengurangi kekecewaan nasabah danmeningkatkan kepuasaan nasabah.Salah satu wujud dari manajemenkomplain yang belakangan dipilih olehbanyak perusahaan jasa yang besaradalah penyediaan saluran teleponkhusus bagi pelanggan untukberkomunikasi secara langsung denganpihak bank, dimana pelanggan bisamemperoleh informasi dan/ataumenyampaikan keluhan (komplain).

    Sejumlah penelitian menunjukkanbahwa komplain berdampak strategisterhadap perusahaan (Tjiptono,2000:168), diantaranya adalah sebagaiberikut:a. Sekitar 96% pelanggan yang tidak

    puas beralih ke perusahaan laindan 96% dari mereka tidak akanpernah kembali lagi.

    b. Setiap pelanggan yang tidak puasmenyampaikan masalahnya

    Hubungan Antara Penilaian Manajemen... (Wilfridus B. Elu & Dewi Anggraini)

  • 111ISSN 1410-8623

    kepada kurang-lebih 8-10 orang.c. Dibutuhkan dua belas insiden

    layanan positif untuk memperbaikisatu insiden layanan negatif.

    d . Tujuh dari sepuluh pelangganyang melakukan komplainmembeli produk/jasa perusahaanlagi bila komplain terselesaikandengan baik.

    e. Rata-rata setiap pelanggan yangkomplainnya terselesaikan denganbaik akan menceritakan penga-laman-nya kepada 5 orang lain.

    f. Biaya menarik pelanggan barulebih mahal 6 kali lipat dibanding-kan biaya mempertahankanpelanggan lama.

    g. Survai mengenai penyebabberalihnya pelanggan menunjuk-kan bahwa sebanyak 68%berhubungan dengan sikap acuhtak acuh yang dialami, 14%karena ketidakpuasan terhadapproduk, dan sisanya disebabkanoleh faktor-faktor lain.

    Pengembangan Halo BCA dari BankCentral Asia (Bank BCA) yangmencakup juga konsep manajemenkomplain merupakan terobosan yangstrategis dalam mendekatkanperusahaan dengan nasabah. HaloBCA mencerminkan komitmen darimanajemen Bank BCA untuk merebut,mempertahankan, dan memulihkankepercayaan masyarakat dan nasabahdalam kerangka penciptaan nilaitambah yang memuaskan nasabahsecara kompetitif. Dari perspektif ini,

    Bank BCA merupakan salah satu bankterdepan dalam pengembangkanmanajemen komplain di bandingkandengan bank-bank lain yang terhindardari likuidasi akibat krisis moneter 1998dan dapat bertahan hidup hingga saatini.

    Halo BCA adalah layanan melaluitelepon khusus selama 24 jam yangmenyediakan berbagai akses informasi,menerima keluhan-keluhan nasabahsekaligus memberikan saran-saranuntuk semua kesulitan nasabah yangmenyangkut berbagai layanan BCA.Melalui Halo BCA nasabah dapatmemperoleh dan/atau memberikaninformasi serta saran dan keluhan-keluhan.

    Layanan-layanan informasi umumtentang perbankan yang dapatdikomunikasikan melalui Halo BCAmeliputi (1) informasi tentang produk-produk BCA; (2) informasi tentangATM, Debit, Tunai, Internet Banking, danKartu Kredit BCA; (3) permintaan saran-saran; dan (4) pemblokiran kartu ATM,User ID untuk Internet Banking, KartuKredit BCA (BCA Card, Visa,Mastercard, JCB Card). Sedangkanpermasalahan-permasalahan ataukeluhan-keluhan yang dapat disalurkanmelalui Halo BCA mencakup transaksidan layanan terkait dengan kartu ATM,Debit, Tunai, Internet Banking, dan kartukredit. Dengan kata lain, Halo BCAmerupakan alternatif bagi pihak Bankdan nasabah Bank BCA dalammenanggulangi ketidakpuasan nasabah.

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 109130

  • 112 ISSN 1410-8623

    Informasi yang diperoleh padasaat prasurvei1 menunjukkan bahwaHalo BCA merupakan salah satu unityang paling sibuk. Halo BCA bekerjatanpa henti, 24 jam sehari dan 7 hariseminggu, melayani begitu banyaknasabah dengan berbagai karakter dankeluhan. Orang-orang yang bertugas diHalo BCA dituntut agar memahamidengan baik semua hal yangberhubungan dengan BCA, terutamasemua produk, pelayanan, dan proseduryang dijalankan. Belakangan inipertanyaan yang paling sering diajukanoleh nasabah berkaitan klikbca yangbaru dioperasikan.

    Langkah yang diambil oleh BankBCA tersebut menarik untuk diamatiimplementasinya. Bagaimana sebenar-nya sebuah komplain yang diajukanoleh seorang nasabah diproses dandicarikan jalan keluarnya. Masalah lainyang penting untuk diamati adalahtingkat pengenalan, persepsi, danadopsi para nasabah atas Halo BCA.Dengan cara kerja yang sedemikian rupaapakah Halo BCA sebagai suatumanajemen komplain sudahmenjalankan fungsinya dengan baikuntuk memberikan kepuasan baginasabah.

    Penelusuran melalui situs http://www.kompas.com, khususnya rubrikSurat Pembaca, memberikan gambaran

    bahwa selama periode 2000-2001terdapat beberapa surat yang berkaitanketidak-puasan nasabah sehubungandengan pelayanan yang diberikan olehHalo BCA. Pihak Halo BCA sendirijuga menggunakan media yang samabeberapa kali untuk memberikan solusiatas komplain dari nasabah. Fakta inimemperlihatkan bahwa ketidakpuasannasabah BCA tetap saja ada yangdisalurkan melalui media lain di luarHalo BCA yang secara khususdisediakan untuk menangani komplain.Komplain dari nasabah yangdiungkapkan secara terbuka kepadapublik melalui media massa ini dapatberdampak luas terhadap citra dankredibilitas yang hendak dibangun olehBank BCA.

    Timbul pertanyaan, mengapamasih ada nasabah yang melakukankomplain melalui media massa dantidak memanfaatkan Halo BCA yangsudah disediakan oleh manajemen BankBCA? Upaya menjelaskan tingkatpemanfaatan Halo BCA oleh nasabahdalam melakukan pengaduan laluditeliti hubungannya dengan meng-analisis pendapat atau penilaiannasabah atas kemampuan Halo BCAsebagai suatu manajemen pengaduanyang efektif. Secara khusus, fenomenaini menarik untuk dikaji pada kalanganmuda yang menurut Lovelock (2000:166;

    1 Informasi ini diperoleh dalam wawancara dengan salah satu staf Biro Humas di Kantor Pusat BankBCA, Jl. Jenderal Sudirman pada Selasa, 22 Mei 2001. Prasurvei dilakukan untuk memperoleh gambaranyang lebih menyeluruh mengenai Halo BCA sebagai suatu unit yang berhubungan secara langsungdengan nasabah.

    Hubungan Antara Penilaian Manajemen... (Wilfridus B. Elu & Dewi Anggraini)

  • 113ISSN 1410-8623

    Lovelock & Wright, 2002:122) memilikikecenderungan yang lebih tinggi untukmelakukan komplain. Dalam artikel iniakan dibahas hubungan antarapenilaian nasabah tentang Halo BCAsebagai manajemen pengaduan dantingkat pemanfaatannya oleh nasabahBank BCA?

    Pengaduan atau Komplain DariPelangganKomplain (complaint) adalah sebuahkata yang sering berkonotasi negatifbagi kedua pihak, baik bagi perusahaanmaupun bagi konsumen. Komplainpada umumnya dipersepsikan sebagaikesalahan, masalah, stres, frustasi,kemarahan, konflik, hukuman,tuntutan, ganti rugi, dan sejenisnya. Bagikebanyakan konsumen istilah komplainini dipersepsikan cenderung ofensif,kurang pada tempatnya, danmemalukan terutama jika nilai moneteryang terkandung relatif kecil.Perusahaan menggantinya denganistilah saran, umpan-balik, masukan,komentar, dan berbagai istilah lain yangberkonotasi positif.

    Komplain merupakan bagian dariproses purnabeli. Prosesnya berawalketika konsumen merasakan ketidak-puasan setelah menerima pelayananatau melakukan transaksi. Ketidak-puasan ini bisa bermula dari masalahuang yang sudah dikeluarkan sampaimasalah psikologis seperti kekha-watiran. Respons pelanggan secaraemosional terhadap ketidakpuasan ini

    pada beberapa kasus dapat mendorongpelanggan untuk melakukan komplain.

    Akan tetapi, secara keseluruhanterdapat empat jenis tindakan utamayang ditempuh oleh konsumen dalammenanggapi kegagalan pelayanan, yaitu(1) tidak melakukan apa-apa; (2)melakukan komplain keperusahaanyang bersangkutan; (3) melakukanpengaduan melalui pihak ketiga sepertilembaga perlindungan konsumen,badan pemerintah yang terkait denganbisnis yang bersangkutan, ataumenempuh jalur hokum; serta (4)berpindah ke penjual lain danmempengaruhi orang-orang lain agartidak membeli dari perusahaan yangmennegewakan dirinya melalui ceritadari mulut ke mulut (Lovelcok & Wright,2002:120-121).

    Lovelock & Wright (2002:120)merumuskan komplain sebagai suatupernyataan formal yang dibuat olehnasabah kepada pihak tertentu dalamorgansiasi produsen tentang ketidak-puasan atas salah satu unsur pelayananyang dialami. Ketidak-puasan iniberhubungan dengan kegagalanpelayanan, yaitu persepsi pelanggantentang ketidak-mampuan aspek-aspektertentu dari pelayanan untukmemenuhi harapan-harapan daripelanggan.

    Konsumen ingin memperolehkeadilan (justice and fairness). Tax &Brown mengemukakan tiga jeniskeadilan, yaitu (1) outcome fairnessberupa hasil atau kompensasi yang

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 109130

  • 114 ISSN 1410-8623

    setimpal dengan ketidak-puasan yangdialami; (2) procedural fairness berupaproses penanganan komplain danpemecahan masalah yang jelas, tepatwaktu, dan prosedurnya tidakmengecewakan; serta (3) interactionfairness berupa perlakuan yang sopandan menunjukkan kepedulian dankejujuran.

    Komplain pada dasarnya ber-hubungan dengan tiga sumber utama,yakni (1) 40% masalah disebabkan olehperusahaan, seperti kualitas produkrendah, komunikasi atau informasi yangtidak akurat dan berlebihan, harga yangterlalu mahal, dan lain-lain; (2) 20%masalah disebabkan karyawan,misalnya sikap dan perilaku kasar dantidak sopan; dan (3) sisanya 40% berasaldari pelanggan itu sendiri, misalnyatidak teliti membaca instruksi ataupetunjuk yang diberikan, ekspektasiyang berlebihan, dan lain-lain (Tjiptono,2000:168).

    Komplain pelanggan dikate-gorikan menjadi dua tipe (Tjiptono,2000:169), yaitu instrumental complaintsdan non-instrumental complaints.Instrumental complaints merupakankomplain yang diungkapkan dengantujuan mengubah situasi atau keadaanyang tidak diinginkan. Komplain jenisini biasanya langsung diajukan padaperusahaan yang bersangkutan danberharap perusahaan memperbaikisituasi. Sedangkan non-instrumentalcomplaints merupakan komplain yangdilontarkan tanpa ekspektasi khusus

    bahwa situasi yang tidak diinginkanakan berubah. Pada tipe terakhir initercakup juga instrumental complaintyang disampaikan kepada pihak ketiga.

    Komplain harus ditindak-lanjutidengan cepat dan dicarikan jalan keluaryang efektif. Hal ini berguna untukmencegah timbulnya masalah yang jauhlebih besar dan pada akhirnya akanmenyebabkan perusahaan kehilanganpelanggan. Telah diungkapkan, hampirsemua pembeli yang tidak puascenderung beralih ke perusahaan lainjika tersedia alternatif lain, danmenceritakan ketidak-puasaannyakepada beberapa orang. Diperkirakanrata-rata perusahaan kehilangan 20%pelanggan setiap tahunnya dan hampirsemuanya disebabkan oleh ketidak-puasan.

    Penelitian menunjukkan, pe-langgan dengan pendapatan tinggi lebihsering mengajukan komplain. Demikianhalnya, pelanggan berusia lebih mudalebih sering mengajukan komplaindaripada pelanggan yang berusia lebihtua. Pelanggan yang komplaincenderung mengetahui lebih banyakmengenai produk yang dikeluhkan danjuga mengetahui prosedur yang harusdilalui untuk komplain. Faktor-faktorlain yang meningkatkan doronganuntuk komplain adalah jenis masalah,tingkat kepentingan produk bagikonsumen, dan nilai/jumlah uang yangterlibat. Nasabah juga lebih cenderunguntuk melakukan komplain jikapermasalahan berkenaan dengan

    Hubungan Antara Penilaian Manajemen... (Wilfridus B. Elu & Dewi Anggraini)

  • 115ISSN 1410-8623

    kegagalan teknologi dalam suatuinteraksi self-service daripada kegagalandalam interaksi dengan petugaspelayanan (Lovelock, 2001:166; Lovelock& Wirght, 2002:122).

    Identifikasi yang dilakukan olehDenham pada 1998 tentang pelanggan-pelanggan yang melakukan komplainmenemukan tiga tipe, yakni (1) activecomplainers, yang memahami haknya,asertif, percaya diri, dan tahu persiscara mereka menyampaikan komplain;(2) inactive complainers, yakni merekayang lebih suka menyampaikankeluhan mereka kepada orang lain(teman, keluarga, tetangga, rekan kerja)daripada langsung kepada perusahaanbersangkutan, cenderung langsungberganti pemasok, dan tidak pernahkembali lagi ke perusahaan yangmengecewakan mereka; (3) hyperactivecomplainers atau chronic complainers,yakni mereka yang selalu komplainterhadap siapapun untuk masalahapapun, kadangkala berlaku kasar danagresif, dan hampir tidak mungkindipuaskan karena tujuan komplainnyalebih dilatarbelakangi keinginan untukmencari untung atau merupakanwrong customers yang harusdihindari.

    Jika pelanggan tidak memberikanresponsnya, hal ini bisa diakibatkankarena dua hal. Pertama, pelanggantersebut memperoleh pelayanan yangberhasil baik dari perusahaan. Kedua,pelanggan merasa enggan memberirespons walaupun merasa tidak puaskarena perusahaan gagal memberikanpelayanan yang baik. Hanya sekitar 5-10% dari pelanggan yang tidak puasmelakukan komplain atas kegagalanpelayanan yang mereka peroleh. Jumlahpelanggan yang tidak memberi responswalaupun tidak puas jauh lebih besar.

    Riset yang dilakukan oleh Tax &Brown pada 1998 (Tjiptono, 2000:176)mengidentifikasi empat penyebabutama keengganan pelanggan me-nyampaikan komplain, yaitu (1)pelanggan yakin bahwa organisasi tidakakan responsif; (2) mereka engganmengkonfrontasikan tanggung jawabindividu atas kegagalan yang terjadi; (3)mereka kurang memahami hak-hakmereka dan tanggung jawab per-usahaan; dan (4) mereka mengkha-watirkan biaya tinggi berkenaan denganwaktu dan usaha untuk menyampaikankomplain.2

    Ada dua hal mendasar yangmencerminkan pemanfaatan mana-

    2 Dari sudut pandang konsumen, biaya komplain mencakup dua kelompok biaya, yaitu biaya-biayadalm bentuk uang (monetary costs) dan beban psikologis. Biaya jenis pertama mencakup biaya telpon,perangko, waktu dan upaya-upaya untuk membuat surat atau melakukan komplain secara lisan.Sedangkan beban psikologis mencakup resiko terjadinya konfrontasi personal yang tidakmenyenangkan dengan petugas pelayanan, terlebih jika pelanggan sduah mengenal dengan baikpetugas pelayanan dan/atau pelanggan harus berhubungan lagi dengan petugas pelayanan di waktuyang akan datang. Oleh karena itu, pelanggan sering menghindari beban-beban ini dengan beralih keperusahaan lain, terutama jika biaya pepindahannya relatif rendah. (Lihat, Lovelock & Wright,2002:125).

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 109130

  • 116 ISSN 1410-8623

    jemen komplain oleh pelanggan, yaitukemampuan dan motivasi pelanggan(Oliver, 1997:363). Kemampuanpelanggan dalam memanfaatkanmanajemen komplain mencakup (1)pengetahuan mengenai saluran danprosedur yang disediakan untukkomplain; (2) akses ke saluran komplain;dan (3) kemampuan untuk ber-komunikasi dengan lancar. Sementaraitu, aspek motivasi dalam pelanggandalam pemanfaatan manajemenkomplain dapat dirujuk pada (1)kecenderungan pelanggan untuk secaraaktif mengajukan komplain, yangdipengaruhi oleh aturan-aturan yangberlaku; (2) sikap konsumen untukmelakukan komplain sehubungandengan perkembangan ekonomi; (3)tekad pelanggan untuk mengajukankomplain; (4) kecenderungan sikappelanggan untuk menghindari konflikkarena komplain; dan (5) kemauanpelanggan untuk melakukan komplainwalaupun ada kekhawatiran terhadapadanya kemungkinan diintimidasi.

    Manajemen PengaduanPemikiran tradisional beranggapanbahwa pemasaran berarti bagaimanamenarik pelanggan-pelanggan baru(customer acquisition). Perkembangandunia bisnis yang terbaru semakinmemberi perhatian terhadap kepuasandan loyalitas konsumen.

    Manajemen komplain secaraumum adalah suatu sistem untukmemonitor sikap dan kepuasan para

    pelanggan, penyalur, dan partisipan laindalam sistem pemasaran sehinggamanajemen dapat mengambil langkahyang lebih cepat untuk menyelesaikanmasalah. Unsur yang paling pentingadalah para pelanggan, sehingga intidari manajemen komplain adalahmempertahankan pelanggan yang ada(customer retention). Dengan mem-pertahankan pelanggan, maka bebanuntuk menemukan pelanggan baruberkurang. Bahkan, perusahaantertolong dengan sendirinya olehtanggapan positif dari pelanggannyayang puas sehingga menarik pelangganbaru.

    Sebuah perusahaan yangmenanggapi keluhan-keluhan denganbaik sebenarnya memperluas kesem-patan kedua untuk memuaskankonsumennya. Pengalaman manajerialmenunjukkan, beberapa prinsip perludiperhatikan bagi keberhasilanmanajemen komplain, yaitu (1) jaringankomunikasi dari garis terdepan hinggake sistem informasi yang berguna dalammenyelesaikan komplain; (2) dukunganyang sifatnya segera atau langsungsebagai bukti kepedulian terhadappelanggan; (3) ada keahlian dalammengatasi komplain; (4) mampubereaksi atau menanggapi dengan cepatdalam memberikan informasi yangselengkap-lengkapnya pada pelanggandan perkiraan waktu yang dibutuhkanuntuk memecahkan persoalan; dan (5)kapanpun kesalahan terjadi, perusahaanharus menunjukkan tanggung jawab

    Hubungan Antara Penilaian Manajemen... (Wilfridus B. Elu & Dewi Anggraini)

  • 117ISSN 1410-8623

    untuk memperbaikinya dan tidakterkesan membuat pelanggan semakintidak nyaman (Rust dkk,1996:186)

    Penilaian atas suatu manajemenkomplain yang efektif menurutPatterson (Tjiptono, 2000:173)didasarkan pada karakteristik-karakteristik utama berikut:1. Komitmen. Pihak manajemen dan

    semua anggota organisasi lainnyamemiliki komitmen yang tinggiuntuk mendengarkan danmenyelesaikan masalah komplaindalam rangka peningkatan kualitasproduk dan jasa.

    2. Visible. Manajemen meng-informasikan secara jelas danakurat kepada pelanggan dankaryawan tentang carapenyampaian komplain dan pihak-pihak yang dapat dihubungi.

    3. Accessible. Perusahaan menjaminbahwa pelanggan secara bebas,mudah, dan murah dapat me-nyampaikan komplain, misalnyadengan menyediakan salurantelepon bebas pulsa atau amplopberperangko.

    4. Kesederhanaan. Prosedur kom-plain sederhana dan mudahdipahami pelanggan.

    5. Kecepatan. Setiap komplainditangani secepat mungkin.Rentang waktu penyelesaian yangrealistis diinformasikan kepadapelanggan. Selain itu, setiapperkembangan atau kemajuandalam penanganan komplain yang

    sedang diselesaikan senantiasadikomunikasikan kepada pe-langgan yangbersangkutan.

    6. Fairness. Setiap komplainmendapatkan perlakuan sama atauadil, tanpa membeda-bedakanpelanggan.

    7. Konfidensial. Keinginan pelangganakan privasi dan kerahasiaandihargai dan dijaga.

    8. Records. Data mengenai komplaindisusun sedemikian rupa sehinggamemudahkan setiap upayaperbaikan berkesinambungan.

    9. Sumber daya. Perusahaan meng-alokasikan sumber daya daninfrastruktur yang memadai untukpengembangan dan penyem-purnaan sistem penanganankomplain, termasuk di dalamnyaadalah pelatihan karyawan.

    10. Remedy. Pemecahan danpenyelesaian yang tepat (sepertipermohonan maaf, hadiah, gantirugi, refund) untuk setiap komplainditetapkan dan diimplementasikansecara konsekuen.

    Rust dkk. (1996:188) mengajukan tigalangkah penyelesaian komplain.Pertama, semua komplain yang masukdicatat, dikelompokkan, dan dianalisismenurut frekuensi dan keseriusannya.3

    Kedua, kepada pelanggan ditanyakantentang komplain yang dapat memberidampak terbesar bagi mereka. Akhirnyadapat ditemukan komplain yang palingpenting dan solusi yang tepat untukmengatasinya.

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 109130

  • 118 ISSN 1410-8623

    Telah dikemukakan di depanbahwa manajemen komplain yangefektif memiliki arti strategis bagiperusahaan dalam upaya membangunhubungan yang memuaskan danmenguntungkan dengan nasabah ataukonsumen. Namun demikian, mana-jemen tidak selalu dengan mudah dapatmengetahui tanggapan pelanggan ataspelayanannya. Perusahaan tidak bisamengukur respons pelanggannya hanyadari data-data formal, seperti datapenjualan. Pelanggan juga bisa engganuntuk melakukan pengaduan secararesmi ke perusahaan.

    Keengganan pelanggan untukmelakukan komplain dipengaruhi olehberbagai faktor, baik yang bersifatpersonal maupun yang berasal darisistem pada perusahaan. Perusahaandapat mengatasi hambatan-hambatanini dengan berbagai cara, antara laindengan (1) menetapkan danmengimplementasikan standar kinerjayang dikomunikasikan kepadapelanggan; (2) mengkomunikasikanpentingnya pemulihan layanan kepadaseluruh jajaran organisasi, mulai dariCEO sampai karyawan lini depan; (3)melatih pelanggan mengenai caramenyampaikan komplain, baik melaluibrosur, pamflet, maupun semacam buku

    petunjuk khusus berisi informasilengkap mengenai prosedur penyam-paian dan penanganan komplain; dan(4) memanfaatkan dukungan teknologiseperti customer call centers dan internetuntuk memberikan kemudahan danakses 24 jam yang cepat serta relatifmurah bagi setiap pelanggan (Tjiptono,2000:176).

    METODE ANALISISDapat disimpulkan dari temuan Oliver(1997), Patterson (Tjiptono, 2000), sertaTax & Brown (Tjiptono, 2000) bahwaterdapat hubungan antara tingkatpemanfaatan manajemen komplain danpenilaian konsumen atas manajemenkomplain yang disediakan olehperusahaan. Patterson (Tjiptono, 2000)menunjukkan bahwa adopsi danpemanfaatan manajemen komplaincenderung ditentukan oleh penilaiankonsumen terhadap keefektifanmanajemen komplain yang disediakanoleh perusahaan. Dalam hal ini,konsumen mendasarkan penilaiannyaatas 10 atribut. Oliver (1997:363) jugamenunjukkan kecenderungan yangsama, dengan menunjukkan penting-nya memahami pemanfaatan mana-jemen komplain dari (1) pengetahuankonsumen atas saluran dan prosedur

    3 Perusahaan dapat mengembangkan complaint log yang mencakup seluruh perusahaan denganmembentuk suatu unit sentral untuk menerima, mencatat, membuat kategorisasi, dan melakukananalisis atas berbagai komplain dari seluruh bagian dalam perusahaan. Complaint log yang tersentralisasiini sangat berguna untuk (1) memberikan landasan untuk menindak-lanjuti pengaduan dan mengikutiperkembangan penyelesaiannya hingga tuntas; (2) memberikan indikator peringatan dini tentang aspekpelayanan yang bermasalah; dan (3) memberikan indikasi mengenai topik-topik dan isu-isu yangmemerlukan penelitian yang lebih mendalam (lihat, misalnya, Lovelock & Wright, 2002:126).

    Hubungan Antara Penilaian Manajemen... (Wilfridus B. Elu & Dewi Anggraini)

  • 119ISSN 1410-8623

    yang disediakan untuk komplain; (2)akses konsumen ke saluran komplain;(3) kemampuan pelanggan untukmembangun komunikasi dengan sistemkomplain; (4) kemauan pelanggan untuktetap mengajukan komplain meskipunada potensi konflik; dan (5) kemauanpelanggan untuk tetap mengajukankomplain tanpa khawatir akandiintimidasi. Artinya, penilaiankonsumen yang positif atas sistemmanajemen komplain cenderungmendorong konsumen untukmemanfaatkannya secara terampil danpenuh motivasi.

    Sebaliknya, penilaian konsumenyang negatif atas sistem manajemenkomplain cenderung membuatkonsumen enggan untuk meman-faatkannya, seperti yang diungkap olehTax & Brown (Tjiptono, 2000), terutamaberkenaan dengan (1) keragu-raguanpelanggan tentang ketidak-tanggapanorganisasi atas komplain, dan (2)kekhawatiran mengenai mahalnyabiaya komplain.

    Technical Assistance ResearchPrograms Institute (TARP) dari ASmelaporkan bahwa penelitian di seluruhdunia menngungkapkan kenyataanyang menyedihkan bahwa kebanyakanorang tidak melakukan komplain,terutama jika mereka berpikir bahwakomplain tidak akan berhasil lagi pula,walaupun pembeli melakukankomplain, bisa jadi para manajer tidakmengetahui komplain yang di-sampaikan kepada petugas perusahaan

    yang berhubungan langsung dengankonsumen (Lovelock & Wright,2002:120).

    Hipotesis PenelitianBertitik tolak dari kajian teoretis yangdilakukan, maka hipotesis penelitiandirumuskan sebagai berikut.

    H0: Penilaian nasabah mengenaiHalo BCA tidak berhubungan dengantingkat pemanfaatan manajemenkomplain Halo BCA sebagai solusiketidakpuasan nasabah Bank BCA.

    Ha: Penilaian nasabah mengenaiHalo BCA berhubungan dengantingkat pemanfaatan manajemenkomplain Halo BCA sebagai solusiketidakpuasan nasabah Bank BCA.

    Populasi dan SampelPopulasi dalam penelitian ini adalahmahasiswa STIE Perbanas yangmerupakan nasabah Bank BCA, yaitupara mahasiswa yang memiliki rekeningtabungan di Bank BCA. Populasi inidipilih karena pertimbangan bahwamereka termasuk dalam kalangan mudayang biasanya lebih cepat menerimakehadiran inovasi atau terobosan baru,bersikap lebih kritis dan aktif melakukankomplain jika mengalami ketidak-puasan karena kegagalan pelayanan.

    Sampel yang menjadi respondenberjumlah 94 orang. 30 orang diantaranya berasal dari responden padasaat uji coba. 64 orang lainnya mengisikuesioner setelah uji coba. Pengambilansampel dilakukan dengan teknik

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 109130

  • 120 ISSN 1410-8623

    snowball sampling. Pertama-tama dipilihsatu atau dua orang secara purposive,yakni pemilihan dilakukan setelahmemastikan bahwa mahasiswa yangbersangkutan memiliki rekening di BankBCA dan aktif melakukan transaksidengan memanfaatkan pelayanan-pelayanan Bank BCA. Mahasiswa yangterpilih terlebih dahulu kemudiandiminta memberikan informasi ataurekomendasi tentang teman-temannyauntuk dijadikan sampel. Teknik inidipilih karena tidak diketahuinya

    jumlah populasi penelitian.

    Variabel-Variabel dan ModelPenelitianVariabel-variabel dalam penelitian initerdiri dari tingkat pemanfaatan HaloBCA sebagai variabel terikat (dependentor explained variable) dan variabelpenilaian nasabah atas manajemenkomplain Halo BCA sebagai variabelbebas (independent or explaining variable).Hubungan antara kedua variabel inidinyatakan dalam Bagan 1.

    Bagan 1: Model Penelitian

    Dalam penelitian ini, penilaiannasabah atas manajemen komplainHalo BCA didefinisikan sebagaipenilaian atau pendapat nasabahmengenai keefektifan Halo BCAsebagai sebuah manajemen komplainditinjau dari 10 unsur sebagaimanadikemukakan oleh Patterson.Sedangkan tingkat pembafaatan HaloBCA diartikan sebagai kecenderungan

    sikap dan tindakan konsumen untukmeningkatkan dan menggunakankemampaun serta motivasinya dalamrangka memanfaatkan Halo BCAseandainya mengalami ketidak-puasanterhadap pelayanan Bank BCA.Rangkuman dari operasionalisasivariable-variabel penelitian disajikandalam Bagan 2.

    Hubungan Antara Penilaian Manajemen... (Wilfridus B. Elu & Dewi Anggraini)

    Variabel Bebas (X):Penilaian Nasabah AtasManajemen Komplain

    Halo BCA

    Variabel Terikat (Y):Tingkat Pemanfaatan

    Halo BCA

  • 121ISSN 1410-8623

    Penilaian Nasabahatas:1. Komitmen Komitmen untuk mendengar dan

    menyelesaikan komplain.2. Visible Kejelasan dan keakuratan informasi

    mengenai Halo BCA.3. Accessible Kemudahan prosedur komplain4. Kesederhanaan Kesederhanaan prosedur komplain5. Kecepatan Kecepatan dalam menangani setiap

    komplain6. Fairness Keadilan terhadap setiap nasabah

    yang komplain7. Konfidensial Terjaganya privasi dan kerahasiaan

    nasabah yang komplain.8. Records Penyusunan dan pencatatan setiap

    komplain yang diajukan9. Sumber daya Perhatian terhadap komplain yang

    diajukan.Keahlian petugas dalam mengatasikomplain.Mutu pelayanan Halo BCA secarakeseluruhan.

    10. Remedy Ketepatan dalam memberikanpemecahan dan penyelesaiankomplain.

    Kemampuan Pengenalan dan pengetahuantentang Halo BCA.Mengetahui dan menerapkanprosedur yang harus dilalui dalammelakukan komplain.Mampu mengakses Halo BCA.Mampu berkomunikasi dengan lancarketika komplain melalui Halo BCA.

    Variabel Dimensi Indikator

    Variabel Terikat (Y):Tingkat

    PemanfaatanHalo BCA

    Bagan 2: Operasionalisasi Variabel-variabel Penelitian

    Variabel Bebas (X):Penilaian NasabahAtas: Halo BCA

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 109130

  • 122 ISSN 1410-8623

    Variabel Dimensi Indikator

    Motivasi Komplain diajukan sesuai dengankondisi ekonomi.Komplain diajukan meskipunkhawatir akan adanya konflikdengan pihak Halo BCA.Komplain diajukan tanpa khawatirakan adanya intimidasi dari HaloBCA.

    Instrumen PenelitianInstrumen utama yang digunakanadalah angket atau kuesioner, terdiridari 21 item pertanyaan13 itempertanyaan untuk Variabel X dan 8untuk Variabel Yyang disusun denganmengacu pada operasionalisasi variabel-variabel penelitian. Kuesioner disusundalam bentuk Skala Likert dan setiapitem pertanyaan tertutup memiliki 5alternatif, yaitu Sangat Setuju, Setuju,Ragu-ragu, Tidak Setuju, dan SangatTidak Setuju. Skor jawaban atas masing-masing item pertanyaan berkisar antaraskala 1 hingga 5.

    Uji coba terpakai untuk menge-tahui validitas dan reliabilitas kuesionerdilakukan terhadap 30 orang mahasiswaSTIE Perbanas, Jakarta, yang memilikirekening tabungan di Bank BCA. Ujicoba dilakukan pada 1 sampai dengan3 Juli 2002. Kuesioner untuk Variabel Xmemiliki skor reliabilitas sebesar 0,9074atau termasuk pada koefisien sangattinggi (lihat, misalnya, Arikunto,1993:223). Sedangkan item-item

    pertanyaan di dalamnya memiliki skorkesahihan (validitas), sebagaimana yangdicerminkan oleh Skor Corrected Item-Total Correlation, bervariasi dari 0,4024hingga 0,7002.

    Kuesioner untuk Variabel Ymemuat 8 item pertanyaan dengan skorkesahihan berkisar antara 0,4993 hingga0,6402. Sedangkan skor reliabilitasnyaadalah 0,7813, termasuk pada koefisientinggi (lihat, Arikunto, 1993:223).

    Pengumpulan DataPengumpulan data primer berupa opinidari para responden dilakukan melaluipenyebaran kuesioner. Dalam pengisiankuesioner, peneliti mendampingiresponden. Penyebaran kuesionerkuesioner dilakukan di Kampus STIEPerbanas, Jakarta Selatan.

    Pengumpulan data dilakukan padaminggu pertama dan minggu keempatdalam bulan Juli 2002. Pada saat itujumlah mahasiswa yang sedang beradadi kampus cukup banyak. Minggu ke-1bertepatan dengan minggu terakhir

    Hubungan Antara Penilaian Manajemen... (Wilfridus B. Elu & Dewi Anggraini)

  • 123ISSN 1410-8623

    ujian akhir semester dan minggu ke-4bertepatan dengan saat pembagian KHS(kartu hasil studi) sekaligus pendaftaranulang untuk semester baru.

    Pengumpulan data dari pararesponden dilakukan pada lokasi, hari,tanggal dan jam yang sudah ditetapkandengan mempertimbangkan polaaktivitas mahasiswa di Kampus. Hal inidimaksudkan agar menemukan sampelyang relatif mewakili populasi.

    ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    Penilaian Nasabah MengenaiHalo BCASebuah manajemen komplain yangefektif memiliki beberapa karakteristik

    utama, yaitu komitmen, visible, accessible,sederhana, cepat, fair, konfidensial,records, sumber daya, dan remedy. Padakasus Halo BCA, para responden padaumumnya memberikan penilaian yangpositif, pada sakala 4 (setuju) dalaminterval 1-5 untuk 8 dari 10 dimensi yangdinilai. Sedangkan dimensi yang secarakeseluruhan dinilai meragukanadalah kecepatan Halo BCA dalammenangani komplain dan indikatorkeahlian petugas Halo BCA dalammenangani komplain. (Lihat, Bagan 3).

    Bagan 3:Penilaian Nasabah Atas Halo BCA Sebagai Sebuah Manajemen Komplain

    N o PertanyaanJawaban Dengan

    ProsentaseTertinggi

    1. Halo BCA memiliki komitmen yang tinggi dalammenyelesaikan komplain Setuju (59,57%)

    2. Informasi mengenai Halo BCA yang diterima nasabahakurat dan jelas Setuju (65,96%)

    3. Prosedur komplain melalui Halo BCA mudah Setuju (44,68%)4. Prosedur yang diterapkan Halo BCA sederhana Setuju ( 5,32%)5. Prosedur untuk Komplain melalui Halo BCA

    mudah dipahami Setuju (53,19%)6. Halo BCA cepat dalam menangani komplain

    yang masuk Ragu-ragu (39,36%)7. Halo BCA adil memperlakukan nasabah yang

    komplain Setuju (41,49%)8. Privasi dan kerahasiaan nasabah yang komplain terjaga Setuju (57,45%)

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 109130

  • 124 ISSN 1410-8623

    Berikut ini analisis singkat atas setiapunsure atau dimensi.1. Komitmen. Jumlah responden yang

    menjawab setuju bahwa Halo BCAmemiliki komitmen yang tinggidalam mendengarkan danmenyelesaikan komplain adalahyang terbanyak. Komitmen BankBCA ini memiliki nilai yang sangatpenting. Sebab survai menunjukkan,68% penyebab perpindahankonsumen berhubungan dengansikap acuh tak acuh yang dialamioleh konsumen (Tjiptono, 2000).

    2. Visible. Menurut para responden,informasi yang diberikan olehperusahaan mengenai Halo BCAsudah cukup akurat dan jelas. Halini memiliki kaitan denganjaringan komunikasi dan sisteminformasi yang mendukungkonsumen dalam memberikan

    umpan-balik tentang pelayananyang diterima. Akurasi dankejelasan informasi yang diberikankepada nasabah akan memajukankemampuan perusahan dalammenangani komplain.

    3. Accessible. Sebagian besarresponden setuju bahwa proseduryang diterapkan oleh Halo BCAcukup mudah. Halo BCA telahmenyediakan sebuah salurantelepon khusus yang dihubungisewaktu-waktu. Halo BCA akanlangsung menampung keluhanyang diajukan. Prosedur tersebutcukup mudah untuk dilewati olehnasabah dan tidak membebani.

    4. Kesederhanaan. Para respondenmenilai prosedur Halo BCAsederhana dan mudah memahami.Hal ini berarti bahwa manajemenkomplain dari Bank BCA cukup

    N o PertanyaanJawaban Dengan

    ProsentaseTertinggi

    9. Petugas mencatat dan menyusun dengan baik komplainyang masuk Setuju (44,68%)

    10. Petugas memberikan perhatian yang baik dalammenanggapi komplain Setuju (54,26%)

    11. Petugas Halo BCA memiliki keahlian dalam mengatasikomplain Ragu-ragu (51,06%)

    12. Mutu pelayanan Halo BCA secara keseluruhan baik Setuju (62,77%)13. Pemecahan dan penyelesaian komplain oleh Halo BCA

    tepat dan memuaskan Setuju (54,26%)

    Sumber: Data Primer, 2002.

    Hubungan Antara Penilaian Manajemen... (Wilfridus B. Elu & Dewi Anggraini)

  • 125ISSN 1410-8623

    efektif dari segi prosedur dan dapatmenekan keengganan nasabahuntuk komplain.

    5. Kecepatan. Sebagian respondensetuju bahwa Halo BCA cepatdalam menangani komplain,walaupun responden yangmenyatakan ragu-ragu jumlah-nya besar. Komplain yang diajukantidak selalu harus diatasisecepatnya. Namun perusahaanperlu membicarakan hal yangsebenarnya dengan nasabahsecepatnya, dan tidak membiarkannasabah menunggu tanpainformasi atau penjelasan.

    6. Fairness. Sebagian besar respondenmerasa setuju bahwa perlakuanHalo BCA sudah cukup adil,namun mereka yang ragu-ragujuga cukup besar jumlahnya.Perlakuan yang adil membuatnasabah merasa tidak diabaikandan mempengaruhi keinginannasabah untuk komplain. Akantetapi, keraguan dari sebagiannasabah bisa mempengaruhi lebihbanyak nasabah untuk bersikappasif terhadap Halo BCA.

    7. Konfidensial. Sebagian besarresponden menyatakan setujuterhadap perlakuan Halo BCAyang selalu menjaga kerahasiaan(privasi) mereka. Terjaganyakerahasiaan dan privasi berkaitandengan rasa keamanan dankenyamanan nasabah, yang padagilirannya membuat nasabah

    merasa lebih leluasa untukmenyampaikan komplainnya.Aspek privasi dan kerahasiaandalam organisasi jasa financial,seperti bank ini adalah sesuatuyang sangat penting bagi nasabahkarena melibatkan sejumlah besarmateri.

    8. Records. Sebagian besar respondensetuju bahwa petugas HaloBCA mencatat dan menyusunkomplain dengan baik, tetapiresponden yang meragukannyajuga masih cukup besar jumlahnya.Kecermatan dan kelengkapandalam mencatat dan menyusunkomplain yang diajukan dapatmembuat perusahaan lebih mudahdalam memecahkan permasa-lahan.

    9. Sumber Daya. Manajemenkomplain yang efektif memilikisumber daya yang memadai,terutama sumber daya manusia.Sebagian besar responden setujubahwa petugas Halo BCAmemberikan dukungan danperhatian yang baik saat me-nanggapi komplain. Keenggananuntuk komplain karena keyakinanakan sikap tidak responsive dariperusahaan bisa dikurangi denganmemperlihatkan dukungan danperhatian yang sungguh-sungguh.Para responden setuju bahwamutu pelayanan Halo BCA secarakeseluruhan sudah mencapai skala4, meskipun sebagian besar dari

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 109130

  • 126 ISSN 1410-8623

    mereka meragukan keahlianpetugas Halo BCA dalammengatasi komplain. Keraguanmungkin disebabkan hanya olehbeberapa bagian dari rangkaianlayanan Halo BCA. Hal inimenunjukkan bahwa perusahaanperlu mengembangkan sistemHalo BCA terus-menerus dengansuatu pendekatan holistik danterpadu.

    10. Remedy. Pemecahan danpenyelesaian yang tepat (sepertipermohonan maaf atau ganti rugi)untuk setiap komplain bisamengatasi rasa tidak puas nasabah.Nasabah setuju bahwapemecahan dan penyelesaiankomplain oleh Halo BCA sudahtepat dan memuaskan. Namun,kepuasan nasabah tidak selalusama setiap saat. Oleh karena itu,perusahaan sebaiknya terus-

    menerus mengkomunikasikanlangsung dengan nasabah segalahal yang berkaitan dengankepuasan nasabah dan tidak bolehcepat merasa yakin mengetahuisegalanya tentang nasabahberdasarkan pengalaman yangsudah ada.

    Tingkat Pemanfaatan Halo BCATingkat pemanfaatan Halo BCA olehnasabah Bank BCA yang diteliti dapatdilihat dari kemampuan dan motivasiyang dimiliki oleh nasabah dalammemanfaatkannya untuk melakukankomplain. Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa secara keseluruhan paranasabah mengungkapkan tingkatpemanfaatan Halo BCA berada padaskala 4 (setuju) dalam interval 1-5.Bagan 4 menunjukkan prosentasepersetujuan dari para respondenmenurut masing-masing indikator.

    1. Nasabah mengenal dan mengetahui Halo BCA denganbaik Setuju (61,70%)

    2. Nasabah mengetahui prosedur yang harus dilaluiuntuk komplain melalui Halo BCA Setuju (54,26%)

    3. Nasabah dapat mengakses Halo BCA dengan mudah Setuju (62,77%)4. Nasabah mampu mengkomunikasikan masalah atau

    komplain dengan lancar Setuju (57,45%)5. Nasabah mampu mengajukan komplain menurut

    aturan-aturan yang berlaku. Setuju (45,74%)

    N o PertanyaanJawaban Dengan

    ProsentaseTertinggi

    Bagan 4: Tingkat Pemanfaatan Halo BCA

    Hubungan Antara Penilaian Manajemen... (Wilfridus B. Elu & Dewi Anggraini)

  • 127ISSN 1410-8623

    Secara keseluruhan, dapatdikatakan bahwa pemanfataan HaloBCA mahasiswa STIE Perbanas, Jakartayang menjadi nasabah Bank BCAmenjangkau bukan saja ketrampilanmengoperasikan system yang tersedia,tetapi juga mencakup aspekpengetahuan yang cukup luas dikalangan nasabah.

    Namun demikian, proporsinasabah yang memanfaatkan HaloBCA dalam situasi-situasi menekanmasih relatif rendah. Nasabah yangmampu mengatasi tekanan perasaanakan adanya konflik dan intimidasi yangsifatnya pontensial dari pihak Banksebagaimana dipersepsikan nasabahkarena berbagai sumber informasimasih kurang dari 40%. Hal ini bisa jadiberkaitan dengan kecenderungannasabah untuk menghindari konfrontasi

    dengan pihak perusahaan di manapelanggan memiliki hubungan kontrakpermanent dan membutuhkan biayaperalihan yang lebih tinggi seperti yangdikemukakan oleh Lovelock & Wright(2002:125).

    Analisis korelasi rank Spearmandigunakan untuk mendeteksi seberapakuat hubungan antara penilaiannasabah mengenai Halo BCA sebagaivariabel bebas (variabel X) dan tingkatpemanfaatan Halo BCA sebagaivariabel terikat (variabel Y). Hasilanalisis menunjukkan adanya korelasi(rs) sebesar 0,420 pada level signifikansiyang sangat tinggi (99%). Dengandemikian, H0 yang menyatakan bahwatidak ada hubungan antara penilaiannasabah mengenai Halo BCA dengantingkat pemanfaatan Halo BCAditolak dan Ha diterima.

    N o PertanyaanJawaban Dengan

    ProsentaseTertinggi

    6. Nasabah melakukan komplain sesuai denganpekembangan perekonomian saat ini. Setuju (46,80%)

    7. Nasabah melakukan komplain meskipun adakekhawatiran akan timbul konflik karena komplain. Setuju (37,23%)

    8. Nasabah melakukan komplain tanpa khawatir akanadanya intimidasi ketika mengajuka komplain. Setuju (38,30%)

    Sumber: Data Primer, 2002.

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 109130

  • 128 ISSN 1410-8623

    Hasil analisis korelasi rankSpearman yang berupa angka positifberarti bahwa perubahan variabeltingkat pemanfaatan Halo BCAberasosiasi searah dengan perubahanvariabel penilaian nasabah mengenaiHalo BCA. Hal ini mengkonfirmasitemuan-temuan terdahulu, seperti yangdikemukakan oleh Oliver (1997),Patterson (Tjiptono, 2000), serta Tax &Brown (Tjiptono, 2000).

    Besarnya pengaruh variabelpenilaian nasabah mengenai Halo BCA(variabel bebas atau Variabel X)terhadap variabel tingkat pemanfaatanHalo BCA (variabel terikat atau variabelY) ditunjukkan oleh koefisien penentu17,64%. Dengan kata lain, 17,64% variasipada variabel pemanfaatan Halo BCAdapat dijelaskan oleh perubahan padavariabel penilaian nasabah atas HaloBCA. Sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel lain. Lovelock (2001:166)mengemukakan bahwa faktor-faktor lainyang meningkatkan dorongan untukkomplain adalah jenis masalah, tingkatkepentingan produk bagi konsumen, dannilai/jumlah uang yang terlibat.

    Correlations

    1,000 ,420**, ,000

    94 94,420** 1,000,000 ,

    94 94

    Correlation CoefficientSig. (2-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (2-tailed)N

    X

    Y

    Spearman's rhoX Y

    Correlation is significant at the .01 level (2-tailed).**.

    KESIMPULAN DAN SARANSecara keseluruhan hasil penelitianmenunjukkan bahwa nasabah BankBCA yang merupakan mahasiswa STIEPerbanas, Jakarta memiliki penilaianyang positif terhadap Halo BCAsebagai sebuah manajemen komplainyang efektif. Demikian halnya, kondisitingkat pemanfaatan Halo BCAmencapai tingkat yang relatif maju dikalangan nasabah yang menjadipopulasi penelitian. Untuk meningkat-kan persepsi yang positif terhadap HaloBCA dan mendorong pemanfaatannyaoleh nasabah, pihak manajemen BankBCA nampaknya perlu melakukanpenyempurnaan terus-menerus atasHalo BCA secara terpadu agarsenantiasa sejalan dengan perkem-bangan aspirasi dan tuntutan nasabah.Secara khusus, perhatian perludiberikan terhadap aspek kecepatan dankemampuan (keahlian) petugas HaloBCA dalam memproses komplain danmengatasi permasalahan yangdisampaikan.

    Penelitian menemukan adanyahubungan positif dan moderat yang

    Hubungan Antara Penilaian Manajemen... (Wilfridus B. Elu & Dewi Anggraini)

  • 129ISSN 1410-8623

    signfikan secara statistik antarapenilaian nasabah mengenai Halo BCAdengan tingkat pemanfaatan HaloBCA sebagai sarana komplain baginasabah Bank BCA. Akan tetapi,penelitian ini menunjukkan bahwahanya 17,64% dari perubahan padavariabel tingkat pemanfaatan HaloBCA di kalangan populasi dapatdijelaskan oleh variabel penilaian atas

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 109130

    manajemen komplain Halo BCA. Olehkarena itu, diperlukan penelitian-penelitian lanjutan untuk meningkatkanpemahaman terhadap perubahantingkat penggunaan Halo BCA denganmemperluas faktor-faktor yang men-jelaskannya atau dengan melalukanreplikasi atas studi ini pada populasi dansetting yang berbeda.

  • 130 ISSN 1410-8623

    REFERENSIArikunto, S.( 2002). Prosedur Penelitian,

    Suatu Pendekatan Praktek. EdisiRevisi V. Jakarta: PT RinekaCipta.

    Lovelock, C. (2001). Service Marketing,People, Technology, Strategy.Fourth Edition. USA: Prenticehall.

    Mason, R. D. dan Douglas A. L. (1999).Teknik Statistika untuk Bisnis danEkonomi. Jakarta: Erlangga

    McMahon, R. J. (1992). Bank MarketingHandbook. Boston : BankersPublishing Co.

    Kotler, P. (1997). Dasar-DasarPemasaran. Jilid I. Jakarta:Prenhallindo.

    Oliver, R. L. (1997). Satisfaction, aBehavioral Perspective on theConsumer. New York: McGraw-Hill.

    Payne, A.. (2000). The Essence of ServicesMarketing. Pemasaran Jasa. Alihbahas oleh Fandi Tjiptono.Yogyakarta: Penerbit Andi.

    Rust, R. T. dkk. (1996). Service Marketing.New York: Harper CollinsCollege Publisher.

    Singarimbun, M. dan Sofian E. (1995).Metode Penelitian Survai. Jakarta:PT Pustaka LP3ES Indonesia.

    Soedrajat, S. (2000). Pemasaran Servicesdan Jasa Bank. Jakarta: CV PutraPerkasa Pratama.

    Sugiyono. (2002). Metode PenelitianBisnis. Bandung: CV ALFABETA

    Tjiptono, F. dan Anastasia D.. (2000).Prinsip dan Dinamika Pemasaran.Cetakan Pertama. Yogyakarta: J& J Learning.

    Umar, H.. (2000). Riset Pemasaran danPerilaku Konsumen. Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama.

    Hubungan Antara Penilaian Manajemen... (Wilfridus B. Elu & Dewi Anggraini)

  • 131ISSN 1410-8623

    Price Book Value (PBV) on Banking Industry in Indonesia tends to change fromtime to time under uncertatinty conditions. Many factors can influence thatchanges. However, theoritically, there are two main factors which influencesignificantly toward PBV, namely return on equity (ROE) and earning growthrate (EGR). For that reason, this research will explore the influence of ROE andEGR toward PBV both partially and integrally. By exploring 20 companies onbanking industry, in terms of those variables, which are listed in Jakarta StockEchance as a sample, it can be concluded that partially, 57,4% of the changes ofthe PBV can be described by ROE as a primary and positif factor and 12,0% byEGR as a negatif factor. Furthermore, integrally, 41,3% can be influenced bythose both factors. It is suggested that the companies should improve its ROEand reduce its EGR by increasing their net profit through offering goodmanagement and reducing costs of operation.

    Keywords: return on equity (ROE), earning growth rate, price-to-book value (PBV) andbanking equity valuation.

    PENGARUH IMBALAN ATAS EKUITAS (ROE) DANPERTUMBUHAN LABA BERSIH TERHADAP RASIO

    HARGA PER NILAI-BUKU (PBV) SAHAM PERBANKAN:DATA BURSA EFEK JAKARTA 2002-2003

    Steph SubanidjaSTIE Perbanas Jakarta

    Indo YamaAlumni STIA LAN Jakarta

    PENDAHULUANDalam rangka investasi, investor perlumengambil keputusan yang cepat dantepat, kapan akan membeli atau kapanakan menjual sahamnya. Analisispenilaian sekuritas menjadi salah satufaktor penting. Ada dua pendekatanutama dalam menilai suatu saham.Pertama, pendekatan teknikal (technicalanalysis), yang menganalisis pergerakanharga suatu saham dari waktu ke waktudikaitkan dengan peristiwa yang terjadi

    pada saat itu. Pergerakan harga sahamtertentu bisa saja terjadi lagi saat ini ataupada masa datang jika ada peristiwasejenis muncul kembali. Kedua,pendekatan fundamental perusahaan,yang mengaitkan harga saham ber-dasarkan kinerja operasional peru-sahaan. Jika kinerja perusahaan baik,maka harga sahamnya diper-kirakanakan meningkat. Perusahaan yang baikkinerjanya sering mem-bagikan devidenbagi pemegang sahamnya. Sesuai

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 131144

  • 132 ISSN 1410-8623

    hukum pasar, jika permintaan banyak,harga tentunya akan naik sehinggaberpotensi memberikan capital gain.Sebaliknya, jika kinerja perusahaanjelek, tentunya sulit mengharapkanimbal hasil yang memadai.

    Kinerja perusahaan diukur denganmenganalisis laporan keuangan dalamberbagai rasio keuangan. Rasiodirancang untuk memperlihatkanhubungan di antara perkiraan-perkiraanlaporan keuangan. Tipe analisis rasioterdiri dari tiga jenis yaitu ukurankinerja, ukuran efisiensi operasi danukuran kebijakan keuangan. Penelitianini memakai jenis ukuran kinerja, yangmeliputi rasio profitabilitas, rasiopertumbuhan dan rasio nilai pasar.

    Penelitian mengenai rasio hargapasar per nilai buku saham telah banyakdilakukan. Jensen, Johnson, dan Mercer(1997) meneliti pengaruh besaran (size)perusahaan dan rasio harga per nilai-buku (PBV) saham terhadap returnsaham. Temuan penelitian tersebutmenegaskan bahwa pengaruh faktor-faktor ukuran perusahaan dan rasiorasio harga pasar per nilai buku sahamterhadap return saham adalah kuat danpengaruhnya signifikan pada seluruhtingkat rasio.

    Fama dan French (1992) mengujitentang cross-section nilai harapan stocksreturn antara tahun 1963 sampai 1990.Temuan penelitian memperoleh bahwaada hubungan yang positif antara rasioharga per nilai-buku saham (PBV)dengan rata-rata tingkat pengembalian

    (average return), baik dalam tes univariatmaupun multivariat. Hubungan PBVlebih kuat dari pengaruh besaran (size)perusahaan dalam menjelaskan return.Fama and French mengklasifikasikanrasio harga per nilai-buku saham (PBV)dalam 10 kelompok untuk menguji rata-rata tingkat pengembalian bulanan(average returns rate monthly) selamaperiode penelitian tersebut.

    Penelitian saham di Jepangmenemukan bahwa book value to marketvalue ratio mempunyai peranan yangkuat dalam menjelaskan cross sectiondari average return saham di Jepang.(Lakonishok, Chan, dan Hamao, 1991)

    Temuan penelitian Damodaranmenyimpulkan variabel independenimbalan atas ekuitas (ROE), rasio tingkatpembayaran deviden (DPR), danpertumbuhan laba bersih (EGR)merupakan faktor yang sangatsignifikan berpengaruh terhadap rasioharga per nilai-buku saham (PBV).Ukuran kinerja berupa rasio harga pernilai-buku saham (PBV) sangat kuatdijelaskan oleh model, yang ditunjukkanoleh koefisien determinasi R2 (adjustedvalue) setiap tahun antara 84% hingga88,5% (Damodaran, 2002:527).

    Berdasarkan pertimbangan ter-sebut peneliti tertarik untuk melihatukuran kinerja perusahaan. Rasioprofitabilitas diwakili oleh imbalan atasekuitas (ROE), rasio pertumbuhandiwakili oleh pertumbuhan laba bersih(EGR) dan rasio nilai pasar diwakili olehrasio harga per nilai-buku saham (PBV).

    Pengaruh Imbalan Atas Ekuitas... (Steph Subanidja & Indo Yama)

  • 133ISSN 1410-8623

    Penelitian ini ingin mengetahuibagaimana pengaruh imbalan atasekuitas (ROE) dan pertumbuhan lababersih (EGR) terhadap rasio harga pernilai-buku saham (PBV) padaperusahaan perbankan di Bursa EfekJakarta (BEJ).

    Perusahaan perbankan dijadikansebagai obyek penelitian karenaperkembangan industri perbankan yangmulai menunjukkan pemulihan. Selainitu, sektor perbankan (sebagai bagiandari industri pada sektor keuangan)memiliki kapitalisasi pasar, volume dannilai perdagangan yang paling besar diBursa Efek Jakarta dibandingkan sektorlain. Data sektor perbankan di BEJ tahun2003 dengan nilai kapitalisasi pasarsebesar Rp 110, 57 triliun, volumeperdagangan sebesar Rp 14,53 milyardan nilai perdagangan sebesar Rp 3,87triliun (BEJ, 2003)

    Pokok-pokok permasalahan yangakan diteliti adalah :1. Apakah imbalan atas ekuitas (ROE)

    mempengaruhi rasio harga pernilai-buku saham (PBV) padaindustri perbankan di Bursa EfekJakarta?

    2. Apakah pertumbuhan laba bersih(EGR) mempengaruhi rasio hargaper nilai-buku saham (PBV) padaindustri perbankan di Bursa EfekJakarta?

    3. Apakah imbalan atas ekuitas (ROE)dan pertumbuhan laba bersih(EGR) secara bersama-samamempengaruhi rasio harga per

    nilai-buku saham (PBV) padaindustri perbankan di Bursa EfekJakarta?

    KAJIAN KEPUSTAKAANUkuran kinerja berupa rasio hargapasar per nilai buku saham (PBV)adalah hasil bagi antara harga pasarperlembar saham dengan nilai-buku(book value) saat ini dari ekuitas perlembar saham. Ukuran nilai-buku persaham suatu perusahaan diperolehdengan cara membagi seluruh modalsendiri (ekuitas) perusahaan dengansemua saham yang telah dikeluarkandan disetor penuh (Damodaran,2002:511).

    Imbalan atas ekuitas (ROE) adalahlaba bersih dibagi dengan modalpemegang (ekuitas) saham rata-rata.Rasio ini menunjukkan keberhasilanatau kegagalan pihak manajemendalam memaksimumkan tingkat hasilpengembalian investasi pemegangsaham dalam perusahaan. Rasio inimenekankan pada hasil pendapatansehubungan dengan jumlah yangdiinvestasikan. Leverage keuangandapat diperkirakan dengan mengu-rangkan hasil pengembalian aktiva darihasil pengembalian modal pemegangsaham. Bila hasil pengembalian modalpemegang saham lebih besar, selisihtersebut akan menghasilkan leveragekeuangan yang positif. Bila tidakterdapat hutang, kedua rasio tersebutakan sama besarnya (Woelfel,1997:112).

    Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6, No. 2, Desember 2004; 131144

  • 134 ISSN 1410-8623

    Menurut Weston dan Copeland(1995:243) pertumbuhan laba bersih persaham (EGR) adalah pertumbuhan lababersih per saham dari waktu ke waktu.Rasio-rasio pertumbuhan mengukurkehandalan perusahaan memper-tahankan posisi ekonomisnya di dalamindustri. Sebagai bagian dari analisisinternal yang lebih mendalam olehperusahaan-perusahaan bisnis, harusdibuat suatu pemisahan antarapertumbuhan nyata dan pertumbuhannominal (dipengaruhi inflasi atauperubahan tingkat harga). Untukmelihat apakah pertumbuhan laba persaham perusahaan baik atau tidak makaharus dibandingkan dengan per-tumbuhan laba per saham perusahaansebanding. Sementara itu, menurutHarahap (2004:310) pertumbuhan lababersih per saham (rasio pertumbuhanearning per share) adalah rasio yangmenunjukkan kemampuan perusahaanmeningkatkan earning per share daritahun lalu. Perhitungan rasio ini diukurdengan membandingkan earning pershare tahun ini dikurangi earning per sharetahun lalu kemudian dibagi denganearning per share tahun lalu.

    Temuan model struktural yangdihasilkan data empiris merupakan nilaiinstrinsik (intrinsic value) bagi sahamperbankan dan juga merupakan patokan(bechmark) atas harga pasar saham.Saham yang memiliki PBV aktual yanglebih rendah dari PBV model (bechmark)merupakan saham yang potensial(undervalued). Saham potensial ini

    direkomendasikan bagi pemodal. Halsebaliknya, bila PBV aktual lebih tinggidari PBV model (bechmark) maka sahamovervalued, dan direkomendasikan untukdijual atau short sell (Reilly dan Brown,2000).

    METODE PENELITIANSampel yang digunakan dalampenelitian ini adalah perusahaanperbankan yang telah terdaftar di BursaEfek Jakarta sejak tahun 2002-2003,dengan syarat laba bersih (net income)pada tahun 2003 positif dan laba bersihper saham (EPS, earning per share) untuktahun 2002 dan 2003 positif.

    Pengaruh imbalan atas ekuitas(ROE) dan pertumbuhan laba bersih(EGR) terhadap rasio harga per nilai-buku saham (PBV) memakai modelpersamaan regresi berganda. Kemudianditentukan variabel independen manayang paling kuat (dominan) penga-ruhnya dengan tidak memasukkanvariabel independen lainnya, selanjut-nya dianalisis dengan menggunakanregresi sederhana.

    Dalam analisis regresi berganda,langkah awal yang akan dilakukanadalah menguji persyaratan analisisuntuk mengetahui apakah data normaldan memiliki hubungan yang linier,kemudian dilakukan uji autokorelasi,multikolinieritas dan heteroskedas-tisitas.a. Uji normalitas data dilakukan

    untuk mengetahui apakah datayang digunakan normal atau tidak.

    Pengaruh Imbalan Atas Ekuitas... (Steph Subanidja & Indo Yama)

  • 135ISSN 1410-8623

    b. Uji linieritas dilakukan untukmengetahui apakah hubunganantara variabel dependen danindependen linier.

    c. Uji autokorelasi bertujuan untukmenguji apakah dalam suatumodel regresi linier ada korelasiyang signifikan antara residual(kesalahan pengganggu) periodetertentu (et) dengan residualsebelumnya (et-1).

    d . Uji multikolinieritas bertujuanuntuk menguji apakah pada modelregresi ditemukan adanya korelasiyang tinggi antara variabelindependen.

    e. Uji heteroskedastisitas bertujuanuntuk menguji apakah dalammodel regresi terjadi ketidak-samaan variansi dari residual satupengamatan ke pengamatanlainnya. Apabila varians dariresidual satu pengamatan kepengamatan yang lain tetap, makadisebut homoskedastisitas, ataudisebut juga kesamaan varians.Sehingga data yang digunakanhomogen. (Gujarati dan Zein, 1978;Gozali, 2002).

    Setelah pengujian asumsi regresi,langkah selanjutnya melakukanpengujian signifikansi model. Pengujiansignifikansi model dapat diukur darinilai statistik-t, nilai