VITILIGO.doc

27
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen. Yang berperan pada penentuan warna kulit adalah karoten, melanin, oksihemoglobin dan hemoglobin bentuk reduksi. Diantara berbagai pigmen tersebut yang paling berperan adalah pigmen melanin. Pigmen yang memberikan warna hitam pada kulit dan sekaligus sebagai salah satu faktor pelindung kulit terhadap paparan sinar ultraviolet. Salah satu kelainan yang melibatkan menyebabkan penurunan produksi melanin yaitu Vitiligo. 1 Vitiligo adalah kelainan pigmentasi yang didapat pada kulit dan membrane mukosa, yang ditandai dengan makula hipopigmentasi dengan batas yang tegas dengan pathogenesis yang kompleks. 1 Asal mula kata vitiligo tidak diketahui. Pada abad ke 16 Hieronemyus mercurialis menduga bahwa vitiligo berasal dari bahasa latin yaitu kata vitium atau vitellum yang berarti cacat. Pada sumber yang lain menyebutkan bahwa vitiligo berasal dari kata vitellus yang berarti veal dalam bahasa inggris yaitu daging sapi muda(pucat, berwarna pink). 2 Insidensi Vitiligo rata-rata hanya 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan kedua 1

Transcript of VITILIGO.doc

Page 1: VITILIGO.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen. Yang berperan

pada penentuan warna kulit adalah karoten, melanin, oksihemoglobin dan

hemoglobin bentuk reduksi. Diantara berbagai pigmen tersebut yang paling

berperan adalah pigmen melanin. Pigmen yang memberikan warna hitam pada

kulit dan sekaligus sebagai salah satu faktor pelindung kulit terhadap paparan

sinar ultraviolet. Salah satu kelainan yang melibatkan menyebabkan penurunan

produksi melanin yaitu Vitiligo.1

Vitiligo adalah kelainan pigmentasi yang didapat pada kulit dan membrane

mukosa, yang ditandai dengan makula hipopigmentasi dengan batas yang tegas

dengan pathogenesis yang kompleks.1

Asal mula kata vitiligo tidak diketahui. Pada abad ke 16 Hieronemyus

mercurialis menduga bahwa vitiligo berasal dari bahasa latin yaitu kata vitium

atau vitellum yang berarti cacat. Pada sumber yang lain menyebutkan bahwa

vitiligo berasal dari kata vitellus yang berarti veal dalam bahasa inggris yaitu

daging sapi muda(pucat, berwarna pink). 2

Insidensi Vitiligo rata-rata hanya 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat

mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin, Pernah dilaporkan bahwa vitiligo

yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini

dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena

masalah kosmetik. Penyakit juga dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut

dengan frekuensi tertinggi (50% dari kasus) pada usia 10–30 tahun.3

Penyebab vitiligo yang pasti belum diketahui, diduga suatu penyakit

herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Namun beberapa faktor

pencetus terjadinya vitiligo antara lain faktor mekanis, faktor sinar matahari atau

penyinaran ultra violet A, Faktor emosi/psikis dan faktor hormonal.2

Tidak adanya melanosit pada lapisan kulit, merupakan tanda khas penyakit

ini. Gambaran ruam vitiligo dapat berupa makula hipopigmentasi yang lokal

1

Page 2: VITILIGO.doc

sampai universal. Untuk menegakkan diagnosis vitiligo, diperlukan anamnesis

dan pemeriksaan klinis, pemeriksaan woodlamp dan pemeriksaan laboratorium

histopatologi.1,2,3

Terapi vitiligo sendiri sampai saat ini masih kurang memuaskan. Tabir

surya dan kosmetik covermask bisa menjadi pilihan terapi yang murah dan mudah

serta dapat digunakan oleh pasien sendiri dibanding dengan terapi lainnya.

Kortikosteroid topikal juga dapat menjadi terapi inisial untuk vitiligo.1,2

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami tentang

vitiligo mulai dari definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis dan

penatalaksanaan dan prognosis. Selain itu, untuk memenuhi persyaratan dalam

mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan

pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara

umum agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai vitiligo.

BAB 2

2

Page 3: VITILIGO.doc

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi 1

Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat, yang ditandai dengan

adanya makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh

yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata.

2.2. Etiologi 2

Penyebab vitiligo yang pasti belum diketahui, diduga suatu penyakit

herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Penelitian terdahulu

melaporkan 38% penderita vitiligo mempunyai keluarga yang menderita vitiligo,

dan pada penelitian yang lain menyebutkan angka 35%. Beberapa faktor pencetus

terjadinya vitiligo antara lain:

1. Faktor mekanis

Pada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah

tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi

2. Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A

Pada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau UV

A dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang terpajan

3. Faktor emosi / psikis

Dikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah mendapat

gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang berat

4. Faktor hormonal

Diduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada penggunaan kontrasepsi

oral. Tetapi pendapat tersebut masih diragukan.

2.3. Patogenesis

3

Page 4: VITILIGO.doc

Aspek Genetik Vitiligo

Vitiligo memiliki pola genetik yang beragam. Pewarisan vitiligo mungkin

melibatkan gen yang berhubungan dengan biosintesis melanin, respon

terhadap stres oksidatif, dan regulasi autoimun. Adanya hubungan antara

vitiligo dengan penyakit autoimun yang sering ditemukan, mendorong

dilakukannya penelitian adanya HLA yang mungkin berhubungan dengan

terjadinya vitiligo. Tipe-tipe HLA yang berhubungan dengan vitiligo pada

beberapa penelitian yang telah dilakukan meliputi A2, DR4, DR7, dan

Cw6.4

Hipotesis Autoimun dan Respon Imun Humoral

Hubungan antara vitiligo dengan kondisi autoimun telah banyak diketahui.

Kelainan tiroid, terutama tiroiditis Hashimoto dan penyakit Graves, sering

berhubungan dengan vitiligo, yang disertai dengan kondisi endokrinopati

seperti Addison disease dan Diabetes Melitus.3 Pada penelitian yang ada,

ditunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara vitiligo dengan

kenaikan kadar autoantibodi tiroid, meskipun mekanisme hubungan ini

belum diketahui secara pasti.5

Mekanisme Imunitas Seluler

Sebagai tambahan atas keterlibatan mekanisme imunitas humoral pada

patogenesis vitiligo, terdapat bukti yang kuat yang mengindikasikan

adanya proses imunitas seluler. Kerusakan melanosit bisa jadi dimediatori

secara langsung oleh autoreaktif sitologik sel T. Meningkatnya jumlah

sirkulasi limfosit sitotoksik CD8+ sebagai reaksi terhadap MelanA/Mart-1

(antigen melanoma yang dikenalkan oleh sel T), glikoprotein 100, dan

tirosinase telah dilaporkan pada pasien dengan vvitiligo. Sel T CD8+ yang

teraktivasi telah didemonstrasikan pada perilesi kulit vitiligo. Yang

menarik adalah, sel T reseptor spesifik terhadap melanosit yang ditemukan

pada pasien melanoma dan vitiligo memiliki struktur yang hampir sama.

Penelitian yang mengemukakan hal ini mendorong dilakukannya strategi

4

Page 5: VITILIGO.doc

imunisasi, seperti misalnya induksi sel T tumor-specific sebagai

pencegahan dan eradikasi kanker.4

Gangguan pada Sistem Oksidan-Antioksidan pada Vitiligo

Stres oksidatif mungkin juga memiliki peran patogenesis yang penting

terhadap terjadinya vitiligo. Beberapa penelitian memastikan beberapa

teori stres oksidatif yang mungkin, yang mana hal ini menunjukkan bahwa

akumulasi toksin radikal bebas terhadap melanosit akan berdampak pada

kerusakan sel melanosit itu sendiri. Meningkatnya level nitrit oksida telah

ditunjukkan pada melanosit yang dikultur dan di dalam serum pasien

dengan vitiligo, yang dapat diasumsikan bahwa nitrit oksida dapat

mendorong pada autodestruksi melanosit.4

Teori Neural

Vitiligo segmental sering terjadi pada pola dermatom, yang mengarahkan

pada hipotesis neural yang mengajukan adanya pelepasan mediator

kimiawi tertentu yang berasal dari akhiran saraf akan menyebabkan

menurunnya produksi melanin.4

Virus

Bersama-sama dengan teori lain, data yang ada menunjukkan bahwa

vitiligo merupakan kelainan dengan multifaktor, dan bisa jadi merupakan

hasil akhir dari beberapa jalur patologis yang berbeda. Para ahli sepakat

bahwa vitiligo lebih cenderung pada sindrom, daripada penyakit tunggal.4

2.4. Manifestasi Klinis

Pasien dengan vitiligo memiliki satu atau beberapa makula amelanosit

yang berwarna seperti kapur atau seperti susu putih. Lesi biasanya berbatas tegas,

namun dapat juga tepinya mengelupas. Lesi membesar secraa sentrifugal dengan

kecepatan yang tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi pada lokasi tubuh

manapun, termasuk membran mukosa. Akan tetapi, lesi inisial terjadi paling

5

Page 6: VITILIGO.doc

sering pada tangan, lengan bawah, kaki, dan wajah. Jika vitiligo terjadi pada

wajah, seringkali distribusinya pada perioral dan periokular.4

Gambar 2. Tempat-tempat predileksi pada vitiligo.

Klasifikasi Vitiligo

Vitiligo diklasifikasikan atas Vitiligo segmental, akrofasial, generalisata,

dan universal. Atau dapat pula diklasifikasikan sesuai pola keterlibatan bagian

kulit yaitu tipe fokal, campuran, dan mukosal

Vitiligo Fokal

Biasanya berupa makula soliter atau beberapa makula tersebar pada satu

area, paling banyak pada area distribusi nervus Trigeminus, meskipun leher dan

batang tubuh juga sering terkena.4

Vitiligo Segmental

Makula unilateral pada satu dermatom atau distribusi quasi-dermatom.

Jenis ini cenderung memiliki onset pada usia muda, dan tak seperti jenis lain, jenis

ini tidak berhubungan dengan penyakit tiroid atau penyakit autoimun lainnya.

Jenis ini lebih sering terjadi pada anak-anak. Perubahan pada neural peptida turut

dipengaruhi pada patogenesis jenis ini. Lebih dari separuh pasien dengan vitiligo

segmental memiliki patch pada rambut yang memutih yang dikenal sebagai

poliosis.4

Vitiligo Akrofasial

Depigmentasi pada jari-jari bagian distal dan area periorificium .4

Vitiligo Generalisata

6

Page 7: VITILIGO.doc

Juga disebut vitiligo vulgaris, merupakan tipe yang paling sering dijumpai.

Patch depigmentasi meluas dan biasanya memiliki distribusi yang simetris.4

Vitiligo Universal

Makula dan patch depigmentasi meliputi hampir seluruh tubuh, sering

berhubungan dengan sindroma endokrinopati multipel.4

Vitiligo Mukosal

Hanya melibatkan lokasi pada membran mukosa.4

2.5. Diagnosa

1. Evaluasi Klinis

Diagnosis vitiligo didasarkan atas anamnesis dan gambaran klinis.

Dinyatakan pada penderita: 1

a. Awitan penyakit

b. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul

dini

c. Riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes

mellitus, dan anemia pernisiosa

d. Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stress, emosi, terbakar

surya, dan pajanan bahan kimiawi

e. Riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit sebelum bercak putih

2. Pemeriksaan fisik  

a. Lesi kulit

Makula dengan diameter 5mm – 5 cm atau lebih, berwarna putih

pucat “chalk” dan berbatas tegas.

Makula yang baru muncul mungkin berwarna putih kabur,

memperlihatkan fasetransisional.

7

Page 8: VITILIGO.doc

Varian Vitiligo Trichrom ( t i g a w a r n a : p u t i h , c o k e l a t

t e r a n g , c o k e l a t g e l a p ) , memperlihatkan stadium yang

berbeda pada evolusi vitiligo.

Pigmentasi di sekeliling folikel rambut pada makula putih

memperlihatkan residual pigmentasi atau returnof pigmentasi.1

Residual pigmentasi

b. Distribusi

Depigmentasi muncul dalam tiga bentuk umum.

Tipe fokal dikarakteristikkan dengan satu atau beberapa makula

pada lokasi tunggal,mungkin merupakan stadium evolusi dari

vitiligo tipe lain.

Tipe segmental dikarakteristikkan dengan satu atau beberapa

makula pada satu tempat atau satu bagian tubuh.

Tipe general (paling umum), dikarakteristikkan dengan distribusi

makula depigmentasiyang luas, seringkali simetris.6

Segmental vitiligo

Biasanya memiliki distribusi sepihak yang mungkin

sepenuhnya atau sebagian menurut dermatom, kadang distribusi

ipsilateral atau kontralateral dapat terlibat juga. 7

Nonsegmental vitiligo.

Ditandai dengan white patches yang sering simetris dan yang

biasanya bertambah besar dari waktu ke waktu, sesuai dengan substansial

hilangnya fungsi melanositepidermal dan kadang-kadang melanosit dari

folikel rambut. 7

8

Page 9: VITILIGO.doc

 Normalnya, diagnosis vitiligo dapat dibuat berdasarkan

pemeriksaan klinis pada pasien dengan makula yang progresif, didapat,

putih kapus, bilateral (biasanya simetris), berbatas tegas padatempat khas

(periorbital, perioral, leher, penis, perineum, aksila, dan tempat yang

mendapattekanan seperti siku, malleoli, lutut, dan area lumbosakral)

Koebner’s Phenomenon. Pada fenomena Koebner, bercak vitiligo timbul

pada respon isomofik terhadap pergesekan atau penekanan yang dihasilkan

dari beberapa aktivitas misalnya menyisir rambut, mengeringkan kulit

dengan handuk, dan mengenakan sabuk atau jam.

3. Pemeriksaan Histopatologi

Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) tampaknya normal

kecuali tidak ditemukan melanosit, kadang-kadang ditemukan limfosit

pada tepi macula. Reaksi DOPA untuk melanosit negative pada daerah

apigmentasi, tetapi meningkat pada tepi yang hiperpigmentasi.1

4. Pemeriksaan Biokimia

Pemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa

menunjukkan tidak adanya tirosinase. Kadar tirosin plasma dan kulit

normal. 1

Kriteria Diagnostik

Berdasarkan temuan yang didapat, lesi berwarna putih yang berbatas tegas

pada kulit, dengan tidak ada tanda-tanda inflamasi. Lesi ini biasanya cenderung

membesar secara sentrifugal. 8

2.6. Diagnosa banding 9

Sebagai diagnosa banding adalah piebaldisme, sindrom wardenburg, dan sindrom

woolf. Vitiligo segmental harus dibedakan dengan nevus depigmentosus,

tuberosklerosis dan hipomelanositosis. Lesi tunggal atau sedikit harus dibedakan

9

Page 10: VITILIGO.doc

dengan tinea versikolor, pitiriasis alba, hipomelanosis gutata, dan hipopigmentasi

pasca inflamasi.1

A. Piebaldism

Merupakan bercak kulit yang tidak mengandung pigmen yang ditemukan

sejak lahir dan menetap seumur hidup. Penyakit ini diturunkan secara

dominan autosomal, akibat diferensiasi dan mungkin migrasi melanoblas.

Gejala klinis berupa bercak kulit yang tidak mengandung pigmen terdapat

di dahi, median atau paramedian, disertai pula rambut yang putih. Bercak

putih tersebut kadang-kadang ditemukan pula di dada bagian atas, perut,

dan tungkai. Pulau dengan warna kulit normal atau hipermelanosis

terdapat di daerah yang hipermelanosis. 1

B. Sindrom wardenburg

Merupakan disorder autosomal dominan dengan karakteristik white

forelock, dan lesi kulit piebaldism, dystopia canthorum, akar hidung yang

luas, hipertrikosis, penyatuan alis mata medial dan hilangnya pendengaran

sensorineural.9

C. Nevus depigmentosus

Merupakan penyakit congenital, nonprogresif dengan makula atau bercak

yang hipopigmentasi dengan ukuran dan bentuk yang stabil selama masa

hidup. Walaupun timbuul saat lahir, area hipopigmentasi bisa tidak

disadari selama bulan pertama dari kehidupan dan secara klinis akan

timbul nantinya pada anak-anak dengan warna kulit yang terang.9

D. Tubero sklerosis kompleks

Tuberosklerosis kompleks, atau disebut juga Bourneville’s disease,

merupakan kondisi inheritansi autosomal dominan dengan mutasi tinggi

mencapai 65%. Heterogenitas genetic dapat menjelaskan keanekaragaman

manifestasi klinis dari tubero sklerosis kompleks. Keterlibatan semua

organ, kecuali otot dan system saraf perifer, telah dilapaorkan pada

10

Page 11: VITILIGO.doc

tuberosklerosis kompleks. Lesi pada kulit biasanya adanya hamartoma

kutan, plak pada dahi, angiofibroma pada muka dan periungual fibroma.9

E. Tinea versikolor

Merupakan infeksi kronik oleh Malassezia furfur, yang tampak sebagai

hiperpigmentasi atau yang lebih umum yaitu makula hipopigmentasi dan

bersisik. Biasanya menyerang usia muda antara 15- 35 tahun, dengan lesi

terlokalisasi pada dada, leher, lengan atas dan punggung. Pada neonates

dan anak-anak, beberapa kasus menyerang pada bagian muka dengan

transmisi dari orangtua yang terinfeksi. Pemeriksaannya yaitu

menggunaka wood’s lamp atau pemeriksaan KOH dengan hasilnya

tampak hifa dan spora.9

F. Pitiriasis alba

Bentuk dermatitis yang tidak spesifik dan belum diketahui penyebabnya.

Ditandai dengan adanya bercak kemerahan dan skuama halus yang akan

menghilang serta meninggalkan area yang depigmentasi. Diduga adanya

infeksi Streptococcus, tetapi belum dapat dibuktikan. Sering dijumpai pada

anak berumur 3-16 tahun. Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk

bulat, oval atau plakat yang tak teratur. Warna merah muda atau sesuai

warna kulit dengan skuama halus.1

G. Hipomelanosis Gutata

Merupakan disorder pada masa dewasa. Lesi dapat terlihat jelas dengan

bentuk bulat atau lonjong, polygonal, daerah hipopigmentasi atau

depigmentasi dengan ukuran yang kecil (2-5mm – 1cm). biasanya

terlokalisir pada ekstremitas dan yang terkena paparan sinar matahari.

Onset usia, gejala klinis, progresif yang lambat, dan tidak adanya rambut

yang depigmentasi membedakan penyakit ini dengan vitiligo.9

2.7. Penatalaksanaan

11

Page 12: VITILIGO.doc

Metode pengobatan vitiligo dapat dibagi atas :

1. Pengobatan secara umum yaitu :

a. Memberikan keterangan mengenai penyakit, pengobatan yang diberikan

dan menjelaskan perkembangan penyakit selanjutnya kepada penderita maupun

orang tua.

b. Penggunaan tabir surya (SPF15-30) pada daerah yang terpapar sinar

matahari. Melanosit merupakan pelindung alami terhadap sinar matahari yang

tidak dijumpai pada penderita vitiligo. Penggunaan tabir surya mempunyai

beberapa alasan yaitu :

- Kulit yang mengalami depigmentasi lebih rentan terhadap sinar matahari

(sunburn) dan dapat mengakibatkan timbulnya kanker kulit.

- Trauma yang diakibatkan sinar matahari (sunburn) selanjutnya dapat

memperluas daerah depigmentasi (Koebner phenomen).

- Pengaruh sinar matahari dapat mengakibatkan daerah kulit yang normal

menjadi lebih gelap. Dianjurkan menghindari aktivitas diluar rumah

pada tengah hari dan menggunakan tabir surya yang dapat melindungi

dari sinar UVA dan UVB.

c. Kosmetik Penutup

Tujuan penggunaan kosmetik yaitu menyamarkankan bercak putih

sehingga tidak terlalu kelihatan. Yang biasa digunakan adalah Covermark dan

Dermablend. Biasanya warna disesuaikan dengan warna kulit dan tidak mudah

hilang.10

2. Repigmentasi vitiligo, dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melihat usia

dari penderita yaitu :

A. Usia dibawah 12 tahun.

- Topikal steroid

12

Page 13: VITILIGO.doc

Penggunaan steroid diharapkan dapat meningkatkan mekanisme

pertahanan terhadap autodestruksi melanosit dan menekan proses immunologis.

Topikal steroid merupakan bentuk pengobatan yang paling mudah. Steroid yang

aman digunakan pada anak adalah yang potensinya rendah. Respon pengobatan

dilihat minimal 3 bulan. Penggunaan topikal steroid yang berpotensi kuat dalam

jangka waktu lama, dapat menimbulkan efek samping yaitu terjadinya atrofi pada

kulit, telangectasi.

- Topikal Tacrolimus

Berdasarkan penelitian, topikal Tacrolimus 0,1% dapat digunakan

sebagai alternatif pengobatan vitiligo pada anak. Tacrolimus adalah makrolid

lakton yang diisolasi dari hasil fermentasi Streptomyces tsukubaensis. Merupakan

suatu immunosupressor yang poten dan selektif. Mekanisme kerja berdasarkan

inhibisi kalsineurin yang menyebabkan supresi dari aktivasi sel T dan inhibisi

pelepasan sitokin. Berdasarkan penelitian, penggunaan topikal tacrolimus 0,1%

memberikan hasil yang baik pada daerah wajah dan memiliki efek samping yang

lebih minimal dibandingkan dengan topikal steroid poten yaitu adanya rasa panas

atau terbakar dan rasa gatal, namun biasanya menghilang setelah beberapa hari

pengobatan.

- Topikal PUVA

Diindikasikan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun dengan

vitiligo tipe lokalisata atau pada lesi yang luasnya kurang dari 20% permukaan

tubuh. Digunakan cream atau solution Methoxsalen (8-Methoxypsoralen,

Oxsoralen) dengan konsentrasi 0,1- 0,3 %. Dioleskan 15 - 30 menit sebelum

pemaparan pada lesi yang depigmentasi. Pemaparan menggunakan UV-A dengan

dosis awal 0,12 joule dan pada pemaparan berikutnya dosis dapat ditingkatkan

sebanyak 0,12 joule sampai terjadi eritema yang ringan. Pemaparan dapat juga

menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama

5 menit pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit dan maksimum

selama 15-30 menit. Pengobatan diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi

13

Page 14: VITILIGO.doc

tidak dalam 2 hari berturut- turut. Setelah selesai pemaparan, daerah tersebut

dicuci dengan sabun dan dioleskan tabir surya. Efek samping yang dapat timbul

adalah photoaging, reaksi phototoxic dan penggunaan yang lama dapat

meningkatkan timbulnya resiko kanker kulit. Respon pengobatan dilihat selama 3-

6 bulan.10

B. Usia lebih dari12 tahun (remaja)

- Sistemik PUVA

Indikasi penggunaan sistemik psoralen dengan pemaparan UV-A yaitu

pada vitiligo tipe generalisata. Obat yang digunakan yaitu Methoxsalen (8-MOP,

Oxsoralen), bekerja dengan cara menghambat mitosis yaitu dengan berikatan

secara kovalen pada dasar pyrimidin dari DNA yang difotoaktivasi dengan UV-A.

Dosis yang diberikan 0,2-0,4 mg/kg BB/ oral, diminum 2 jam sebelum

pemaparan. Pemaparan menggunakan UV-A yang berspektrum 320 - 400 nm.

Dosis awal pemberian UV-A yaitu 4 joule. Pada setiap pengobatan dosis UV-A

dapat ditingkatkan 2-3 joule sehingga lesi yang depigmentasi akan berubah

menjadi merah jambu muda. Dosis tersebut akan dipertahankan pada level yang

konstan pada kunjungan yang berikutnya, sehingga terjadi repigmentasi pada

kulit. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan

pada awal pengobatan selama 5 menit, pada pengobatan berikutnya dapat

ditambahkan 5 menit sehingga dicapai eritema ringan dan maksimum selama 30

menit. Terapi ini biasanya diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak

dilakukan 2 hari berturut-turut.

Efek samping yang dapat timbul yaitu mual, muntah, sakit kepala, kulit

terbakar dan meningkatnya resiko terjadinya kanker kulit. Penderita yang

mendapat pengobatan dengan psoralen secara sistemik, sebaiknya sewaktu

dilakukan pemaparan menggunakan kacamata pelindung terhadap sinar matahari

14

Page 15: VITILIGO.doc

hingga sore hari, untuk menghindari terjadinya toksisitas pada mata. Terapi

dilanjutkan minimum 3 bulan untuk menilai respon pengobatan.10

3. Minigrafting

Minigrafting dapat digunakan pada vitiligo segmental yang stabil dan tidak

dapat diobati dengan teknik yang lain. 11

4. Depigmentation

Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terapi PUVA atau pada

vitiligo yang luas dimana melibatkan lebih dari 50% area permukaan tubuh atau

mendekati vitiligo tipe universalis. Pengobatan ini menggunakan bahan pemutih

seperti monobenzyl ether of hydroquinone 20% cream, dioleskan 2 kali sehari.

Biasanya dibutuhkan waktu 9-12 bulan agar terjadi depigmentasi.11

2.8.Prognosis

Perkembangan penyakit vitiligo sukar untuk diramalkan, dimana

perkembangan dari lesi depigmentasi dapat menetap, meluas ataupun terjadinya

repigmentasi. Biasanya perkembangan penyakit dari semua tipe vitiligo bertahap,

dan bercak depigmentasi akan menetap seumur hidup kecuali diberi pengobatan.

Sering diawali dengan perkembangan yang cepat dari lesi depigmentasi dalam

beberapa bulan kemudian progresifitas lesi depigmentasi akan berhenti dalam

beberapa bulan dan menetap dalam beberapa tahun. Repigmentasi spontan terjadi

pada 10-20% pasien tetapi hasilnya jarang memuaskan secara kosmetik. 10

BAB 4

DISKUSI

15

Page 16: VITILIGO.doc

Vitiligo pada umumnya dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa

muda dengan puncak onsetnya (50% kasus) pada usia 10-30 tahun, tetapi kelainan

ini dapat terjadi pada semua usia. Tidak dipengaruhi oleh ras, dengan

perbandingan laki-laki sama dengan perempuan.

Penyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Walaupun

penyebab pasti viligo sepenuhnya belum diketahui. Namun, beberapa faktor

diduga dapat menjadi penyebab timbulnya vitiligo pada seseorang, misalnya,

faktor emosi/stress, faktor mekanis seperti trauma, faktor sinar matahari atau

penyinaran sinar UVA, dan faktor hormonal.

Gejala klinis pada pasien adanya makula hipopigmentasi, lentikular hingga

geografis, konfluens, dan sirkumskrip dan beberapa makula hipopigmentasi

dengan repigmentasi folikular pada bawah hidung, bibir atas, kedua tangan, kedua

siku, dan kedua kaki. Hal ini sesuai dengan teori, gambaran ruam vitiligo dapat

berupa makula hipopigmentasi yang lokal sampai universal dengan daerah tangan,

pergelangan tangan, lutut, leher, dan daerah sekitar lubang sebagai daerah

predileksi dari vitiligo.

Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan terapi topikal tabir surya SPF

30, klobetasol propionat 0,05% salep, dan betametason valerat 0,1% . Terapi

vitiligo sendiri sampai saat ini masih kurang memuaskan. Tabir surya dan

kosmetik covermask bisa menjadi pilihan terapi yang murah dan mudah serta

dapat digunakan oleh pasien sendiri dibanding dengan terapi lainnya. Karena

penyebab dan patogenesisnya belum diketahui secara pasti, maka dapat dilakukan

beberapa cara dan usaha yaitu: psoralen, kortikosteroid, fluorourasil, zat warna,

dan lain-lain misalnya dengan tindakan pembedahan.

Prognosis vitiligo masih meragukan dan bergantung pula pada kesabaran

dan kepatuhan penderita terhadap pengobatan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: VITILIGO.doc

1. Soepardiman L. Kelainan pigmen. Dalam: Djuanda A,

Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2007:296

2. Hidayat J. Vitiligo, Tinjauan kepustakaan. Dalam: Cermin

dunia kedokteran No 117. 1997.

3. Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas And

Synopsis Of Clinical Dermatology. 6th Ed. Mcgraw Hill Medical:

Newyork. 335-341.

4. Halder RM dan Taliaferro SJ. Vitiligo. Dalam: Wolff K,

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting:

Fitzpatrick’s dermatology in general medicine, 7th ed, New York: Mc

Graw Hill. 2008: 616-622.

5. Halilovic EK, Prohic A, Begovic B, dan Kurtovic MO.

Association between vitiligo and thyroid autoimmunity. Dalam Journal of

Thyroid Research: 2011

6. English, John SC.2007. General Dermatology.An

Atlas of Diagnosis and Management . Department of Dermatology

Queen's Medical Centre Nottingham. University Hospitals NHS Trust

Nottingham, UK. USA

7. Taieb, Alain; Mauro, Picardo. 2009. Vitiligo. The New

England Journal of Medicine. Available from:

http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp0804388. [Accesssed 20

Januari 2013]

8. Moretti ,Silvia. 2003. Vitiligo. University of Florence: Italy.

Available from: https://www.orpha.net/data/patho/GB/uk- vitiligo . pdf .

[Accesssed 20 Januari 2013]

9. Isabel, Herane. Vitiligo and Lukoderma in Children.

Departement of Dermatology, university of chile, Santiago, chile.

Avalaible from:

www.captura.uchile.cl/jspui/bitstream/2250/2383/1/ Herane _MI.pdf .

[Accesssed 20 Januari 2013]

17

Page 18: VITILIGO.doc

10. Dumasari Lubis, Ramona. 2008. Vitiligo. Repository USU,

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

11. Partoggi, Donna. 2008. Pityriasis Versikolor dan Diagnosis

Bandingnya. Repository USU, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

18