Visum Et Repertum

26
BAB I PENDAHULUAN Bantuan dokter kepada kalangan hukum yang paling sering dan sangat diperlukan adalah pemeriksaan korban untuk pembuatan Visum et Repertum (VeR) atau lebih sering disingkat ‘visum’ saja. Melalui jalur inilah umumnya terjalin hubungan antara pihak yang membuat dan memberi bantuan dengan pihak yang meminta dan menggunakan bantuan. Visum adalah jamak dari visa, yang berarti dilihat dan repertum adalah jamak dari repere yang berarti ditemukan atau didapati, sehingga terjemahan langsung dari VeR adalah ‘yang dilihat dan ditemukan’. Walaupun istilah ini berasal dari bahasa latin namun sudah dipakai sejak jaman belanda dan sudah demikian menyatu dalam bahasa indonesia dalam kehiduapn sehari-hari. Jangankan kalangan hukum dan kesehatan, masyarakat sendiripun akan segera menyadari bahwa visum pasti berkaitan dengan surat yang dikeluarkan dokter untuk kepentingan polisi dan pengadilan. Di Belanda sendiri istilah ini tidak dipakai. Ada usaha untk mengganti istilah VeR ini ke bahasa indonesia seperti yang terlihat dalam KUHAP, dimana digunakan istilah ‘keterangan’ dan ‘keterangan ahli’ untuk pengganti visum. Namun usaha demikian tidak 1

Transcript of Visum Et Repertum

Page 1: Visum Et Repertum

BAB I

PENDAHULUAN

Bantuan dokter kepada kalangan hukum yang paling sering dan sangat

diperlukan adalah pemeriksaan korban untuk pembuatan Visum et Repertum

(VeR) atau lebih sering disingkat ‘visum’ saja. Melalui jalur inilah umumnya

terjalin hubungan antara pihak yang membuat dan memberi bantuan dengan pihak

yang meminta dan menggunakan bantuan. Visum adalah jamak dari visa, yang

berarti dilihat dan repertum adalah jamak dari repere yang berarti ditemukan atau

didapati, sehingga terjemahan langsung dari VeR adalah ‘yang dilihat dan

ditemukan’.

Walaupun istilah ini berasal dari bahasa latin namun sudah dipakai sejak

jaman belanda dan sudah demikian menyatu dalam bahasa indonesia dalam

kehiduapn sehari-hari. Jangankan kalangan hukum dan kesehatan, masyarakat

sendiripun akan segera menyadari bahwa visum pasti berkaitan dengan surat yang

dikeluarkan dokter untuk kepentingan polisi dan pengadilan. Di Belanda sendiri

istilah ini tidak dipakai.

Ada usaha untk mengganti istilah VeR ini ke bahasa indonesia seperti yang

terlihat dalam KUHAP, dimana digunakan istilah ‘keterangan’ dan ‘keterangan

ahli’ untuk pengganti visum. Namun usaha demikian tidak banyak berguna karena

sampai saat ini ternyata istilah visum tetap saja dipakai oleh semua kalangan.

Baik didalam Kitab Hukum Acara Pidana yang lama, yaitu RIB (Reglemen

Indonesia yang diper-Baharui) maupun Kitab Undang-undah Hukum Acara

Pidana (KUHAP) tidak ada satu pasalpun yang memuat perkataan VeR. Hanya

didalam lembaran negara tahun 1937 no.350 pasal 1 dan pasal 2 yang menyatakan

bahwa Visum et Repertum adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh

dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang dilihat pada benda yang

diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara-perkara pidana.

Dari rumah sakit pemerintah maupun swasta sampai ke puskesmas, setiap

bulan ada ratusan pemeriksaan yang harus dilakukan dokter untuk membuat

visum yang diminta oleh penyidik. Yang paling banyak adalah visum untuk luka

1

Page 2: Visum Et Repertum

karena perkelahian, penganiayaan, dan kecelakaan lalu lintas, selanjutnya visum

untuk pelanggaran kesusilaan atau perkosaa, kemudian diikuti visum jenazah.

Visum yang lain seperti visum psikiatri, visum untuk korban keracunan, atau

penentuan keraguan siapa bapak seorang anak (disputed parenity), biarpun tidak

banyak namun merupakan pelayanan yang dapat dilakukan doter juga.

2

Page 3: Visum Et Repertum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Didalam pengertian secara hukum Visum et Repertum (VR), adalah:

1. Suatu surat keterangan seorang dokter yang memuat kesimpulan suatu

pemeriksaan yang telah dilakukannya, misalnya atas mayat seorang

untuk menentukan sebab kematian dan lain sebagainya, keterangan

mana diperlukan oleh Hakim dalam suatu perkara” (Prof. Subekti SH.;

Tjitrosudibio, dalam kamus hukum tahun 1972).

2. Laporan dari ahli untuk pengadilan, khususnya dari pemeriksaan oleh

dokter, dan di dalam perkara pidana” (Fockeman-Andrea dalam

Rechtsgeleerd Handwoordenboek, tahun 1977)

3. Surat keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah/janji

(jabatan/khusus), tentang apa yang dilihat pada benda yang

diperiksanya (Kesimpulan NY. Karlinah P.A. Soebroto SH. Dari S.

1973 No. 350 pasal 1 dan pasal 2).

4. Suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa

yang dilihat pada benda yang diperiksanya serta memuat pula

kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan.

5. Keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang

berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik

hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh

manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk

kepentingan peradilan. (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia).

B. Dasar Hukum Visum et Repertum

Baik di dalam kitab Hukum Acara Pidana yang lama, yaitu RIB maupun

acara Pidana (KUHAP) tidak ada satu pasalpun yang memuat perkataan VR.

Hanya di dalam lembaran Negara tahun 1973 No. 350 pasal 1 dan pasal 2 yang

menyatakan bahwa Visum et Repertum adalah suatu keterangan tertulis yang

3

Page 4: Visum Et Repertum

dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang dilihat pada benda

yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara-perkara pidana.

Di dalam KUHAP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan kewajiban

dokter, untuk membantu peradilan yaitu dalam bentuk keterangan ahli, pendapat

orang ahli, ahli kedokteran kehakiman, dokter, dan surat keterangan dari seorang

ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau

sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya (KUHAP Pasal 187 butir

c).

Bila kita lihat perihal apa yang dimaksudkan dengan alat bukti yang sah

menurut KUHAP pasal 184 ayat 1, yaitu ;

1. Keterangan Saksi

2. Keterangan Ahli

3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa

Maka VR dapat diartikan sebagai keterangan ahli maupun sebagai surat.

Pasal 186 KUHAP

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh

penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan

dibuat dengan mengingat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.

C. Fungsi dan Peran Visum et Repertum

Visum et Repertum dapat berperan dalam proses pembuktian suatu perkara

pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Sebagaimana yang tertulis dalam

Pasal 184 KUHAP, Visum et Repertum merupakan alat bukti yang sah dalam

proses peradilan, yang berupa keterangan ahli, surat, dan petunjuk. Dalam

penjelasan Pasal 133 KUHAP, dikatakan bahwa keterangan ahli yang diberikan

oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang dibuat

oleh dokter selain spesialis forensik disebut keterangan. Hal ini diperjelas pada

Pedoman Pelaksanaan KUHAP dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI

4

Page 5: Visum Et Repertum

No.M.01.PW.07.03 Tahun 1982 yang menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat

oleh dokter bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk. Dengan demikian, semua

hasil Visum et Repertumyang dikeluarkan oleh dokter spesialis forensik maupun

dokter bukan spesialis forensik merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan

Pasal 184 KUHAP.

Di dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah tersebut berturut-turut

adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan

terdakwa. Beban pembuktian dari masing-masing alat bukti tersebut

berbedansesuai dengan urutannya. Sebagai contoh, keterangan saksi harus lebih

dipercaya oleh hakim bila dibandingkan dengan keterangan terdakwa.

Demikian halnya dengan keterangan ahli yang diberikan oleh seorang dokter

spesialis forensik tentunya akan mempunyai beban pembuktian yang lebih besar

bila dibandingkan dengan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan spesialis

forensik. Sehingga, kedudukan Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter

spesialis forensik masih lebih tinggi dibandingkan dengan Visum et Repertum

yang dibuat oleh dokter bukan spesialis forensik.

Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti

karena segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan di dalam

bagian Pemberitaan. Karena barang bukti yang diperiksa tentu saja akan

mengalami perubahan alamiah, seperti misalnya luka yang telah sembuh, jenazah

yang mengalami pembusukan atau jenazah yang telah dikuburkan yang tidak

mungkin dibawa ke persidangan, maka Visum et Repertummerupakan pengganti

barang bukti tersebut yang telah diperiksa secara ilmiah oleh dokter ahli.

Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan suatu duduk

persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau

diajukannya bahan baru. Sesuai dengan Pasal 180 KUHAP, hakim tersebut dapat

meminta kemungkinan untuk dilakukan pemeriksaan atau penelitian ulang atas

barang bukti jika memang timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau

penasihat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.

5

Page 6: Visum Et Repertum

D. Manfaat Visum et Repertum

Manfaat dari visum et repertum ini adalah untuk menjernihkan suatu

perkara pidana, bagi proses penyidikan dapat bermanfaat untuk pengungkapan

kasus kejahatan yang terhambat dan belum mungkin diselesaikan secara tuntas

Visum et repertum juga berguna untuk membantu pihak tersangka atau terdakwa

berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi ahli dan atau seseorang yang

memiliki keahlian khusus untuk memberikan keterangn yang meringankan atau

menguatkan bagi dirinya yaitu saksi ahli.

Visum et repertum ini juga dapat bermanfaat sebagai petunjuk, dimana

petunjuk itu adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaianya,

baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,

menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

E. Struktur Visum et Repertum

Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai

berikut:

1. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa

2. Bernomor dan bertanggal

3. Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)

4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

5. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan

temuan pemeriksaan

6. Tidak menggunakan istilah asing

7. Ditandatangani dan diberi nama jelas

8. Berstempel instansi pemeriksa tersebut

9. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan

10. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila

ada lebih dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan

penyidik POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi

tersebut dapat diberi visum et repertum masing-masing asli

6

Page 7: Visum Et Repertum

11. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya,

dan disimpan sebaiknya hingga 20 tahun

Visum et Repertum terdiri dari 5 kerangka dasar yang terdiri dari :

1. Pro justitia

Menyadari bahwa semua surat baru sah dipengadilan bila dibuat diatas

kertas materai dan hal ini akan menyulitkan bagi dokter bila setiap visum

yang dibuatnya harus memakai kertas bermaterai. Berpedoman kepada

peraturan pos, maka bila dokter menulis pro-justitia dibagian atas visum,

maka itu sudah dianggap sama dengan kertas materai.

2. Pendahuluan

Bagian pendahuluan berisi tentang siapa yang memeriksa, siapa yang

diperiksa, saat pemeriksaan (tanggal, hari, dan jam), dimana diperiksa,

mengapa diperiksa, dan atas permintaan siapa visum itu dibuat. Data diri

korban diisi sesuai degnan yang tercantum dalam permintaan visum.

3. Pemeriksaan

Bagian terpenting dari visum sebetulnya terletak pada bagian ini,

karena apa yang dilihat dan ditemukan dokter sebagai terjemahan dari

Visum et Repertum itu terdapat pada bagian ini. Pada bagian ini dokter

melaporkan hasil pemeriksaannya secara objektif. Biasanya pada bagian ini

dokter menuliskan luka, cedera, dan kelainan pada tubuh korban seperti apa

adanya. Misalnya didapati suatu luka dokter menuliskan dalam visum suatu

luka mulai dari panjang, lebar, dalam, tepi luka, dan jarak luka.

4. Kesimpulan

Untuk pemakai visum, ini adalah bagian yang terpenting, karena

diharpkan dokter dapat menyimpulkan kelainan yang terjadi pada korban

menurut keahliannya. Pada korban luka perlu penjelasan tentang jenis

kekerasan, hubungan sebab-akibat

dari kelainan, tentang derajat kualifikasi luka, berapa lama korban

dirawat dan bagaimana harapan kesembuhan.

7

Page 8: Visum Et Repertum

Pada korban perkosaan atau pelanggaran kesusilaan perlu

penjelasan tentang tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan,

kesadaran korban serta bila perlu umur korban.

5. Penutup

Bagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai visum bahwa laporan

tersebut dibuat dengan sejujur-jujurnya dan mengingat sumpah.

Selain dari 5 bagian diatas, Visum et Repertum dapat juga disertakan

lampiran foto. Lampiran foto terutama perlu untuk memudahkan pemakai

visum memahami laporan yang disampaikan dalam visum. Pada luka yang

sulit disampaikan dengan kata-kata, dengan lampiran foto akan

memudahkan pemakai visum memahami apa yang ingin disampaikan

dokter.

F. Jenis Visum et Repertum

Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu:

a. VeR hidup, dibagi lagi menjadi 3, yaitu:

1) VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidak

memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak

menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka yang ditulis pada

bagian kesimpulan yaitu luka derajat I atau luka golongan C.

2) VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu,

karena korban memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan

sehingga menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak

ditentukan dan tidak ditulis pada kesimpulan. Ada 5 manfaat

dibuatnya VeR sementara, yaitu:

a) Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak

b) Mengarahkan penyelidikan

c) Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan

sementara terhadap terdakwa

d) Menentukan tuntutan jaksa

8

Page 9: Visum Et Repertum

e) Medical record

3) VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah

dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau

pulang paksa. Bila korban meninggal, maka dokter membuat VeR

jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka pada bagian kesimpulan

VeR.

b. VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal.

Tujuan pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan

mekanisme kematian.

c. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau

bagian tubuh korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang,

rambut, dan lain-lain. Ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa

ekspertise bukan merupakan VeR.

1. Visum et Repertum pada Kasus Perlukaan

Terhadap setiap pasien yang diduga korban tindak pidana meskipun

belum ada surat permintaan visum et repertum dari polisi, dokter harus

membuat catatan medis atas semua hasil pemeriksaan medisnya secara

lengkap dan jelas sehingga dapat digunakan untuk pembuatan visum et

repertum. Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah

melapor ke penyidik, sehingga membawa surat permintaan visum et

repertum. Sedangkan korban dengan luka sedang/berat akan datang ke

dokter sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan datang

terlambat. Keterlambatan dapat diperkecil dengan komunikasi dan

kerjasama antara institusi kesehatan dengan penyidik.

Di dalam bagian pemberitaa biasanya disebutkan keadaan umum

korban sewaktu datang, luka-luka atau cedera atau penyakit yang

diketemukan pada pemeriksaan fisik berikut uraian tentang letak, jenis dan

sifat luka serta ukurannya, pemeriksaan khusus/penunjang, tindakan medis

9

Page 10: Visum Et Repertum

yang dilakukan, riwayat perjalanan penyakit selama perawatan, dan keadaan

akhir saat perawatan selesai. Gejala yang dapat dibuktikan secara obyektif

dapat dimasukkan, sedangkan yang subyektif dan tidak dapat dibuktikan

tidak dimasukkan ke dalam visum et repertum.

2. Visum et Repertum Korban Kejahatan Susila

Umumnya korban kejahatan susila yang dimintakan visum et

repertumnya pada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang

diancam hukuman oleh KUHP (meliputi perzinahan, perkosaan,

persetubuhan dengan wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan

wanita yang belum cukup umur, serta perbuatan cabul).

Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk

membuktikan adanya persetubuhan atau perbuatan cabul, adanya kekerasan

(termasuk keracunan), serta usia korban. Selain itu juga diharapkan

memeriksa adanya penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan

psikiatrik sebagai akibat dari tindakan pidana tersebut. Dokter tidak

dibebani pembuktian adanya pemerkosaan, karena istilah pemerkosaan

adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan.

Dalam kesimpulan diharapkan tercantum perkiraan tentang usia

korban, ada atau tidaknya tanda persetubuhan dan bila mungkin,

menyebutkan kapan perkiraan terjadinya, dan ada atau tidaknya tanda

kekerasan.

Bila ditemukan adanya tanda-tanda ejakulasi atau adanya tanda-tanda

perlawanan berupa darah pada kuku korban, dokter berkewajiban mencari

identitas tersangka melalui pemeriksaan golongan darah serta DNA dari

benda-benda bukti tersebut.

3. Visum et Repertum Psikiatrik

Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya pasal 44

(1) KUHP yang berbunyi ”Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak

dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat

10

Page 11: Visum Et Repertum

dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana”. Jadi

selain orang yang menderita penyakit jiwa, orang yang retardasi mental juga

terkena pasal ini.

Visum ini diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak

pidana, bukan bagi korban sebagaimana yang lainnya. Selain itu visum ini

juga menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga

manusia. Karena menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya

seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka adalah lebih baik

bila pembuat visum ini hanya dokter spesialis psikiatri yang bekerja di

rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.

Dalam Keadaan tertentu di mana kesaksian seseorang amat diperlukan

sedangkan ia diragukan kondisi kejiwaannya jika ia bersaksi di depan

pengadilan maka kadangkala hakim juga meminta evaluasi kejiwaan saksi

tersebut dalam bentuk visum et repertum psikiatrik.

G. Tata Cara Permintaan Visum Et Repertum

Pihak-pihak yang berwenang meminta bantuan ahli kedokteran

kehakiman dalam kaitannya dengan persoalan hukum yang hanya dapat

dipecahkan dengan bantuan ilmu kedokteran kehakiman. Baik itu dalam

perkara pidana maupun perkara perdata. Namun dalam pembahasan berikut,

tidak hendak mempersoalkan kesemuanya itu. Melainkan hendak membahas

bagaimana prosedur permohonan visum et repertum dalam kaitannya dengan

kasus-kasus pidana.

Sebelum sampai kepada pembahasan bagaimana prosedur permohonan

visum et repertum, terlebih dahulu untuk mengetahui peranan ilmu

kedokteran kehakiman dalam pembuatan visum. Ilmu kedokteran kehakiman

berperan dalam hal menentukan hubungan kausalitas antara sesuatu perbuatan

dengan akibat yang akan ditimbulkannya dari perbuatannya tersebut, baik

yang menimbulkan akibat luka pada tubuh, atau yang menimbulkan gangguan

kesehatan, atau yang menimbulkan matinya seseorang, dimana terdapat

akibat-akibat tersebut patut diduga telah terjadi tindak pidana.

11

Page 12: Visum Et Repertum

Secara garis besar, permohonan visum et repertum harus

memeperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Permohonan harus dilakukan secara tertulis oleh pihak-pihak yang

diperkenankan untuk itu, dan tidak diperkenankan dilakukan dengan lisan,

walaupun dengan pesawat telepon.

2. Permohonan visum et repertum harus diserahkan oleh penyidik bersamaan

dengan korban, tersangka, dan juga barang bukti kepada dokter ahli

kedokteran kehakiman. Pertimbangan dari keduanya adalah:

a. Mengenai permohonan visum et repertum yang harus dilakukan secara

tertulis, oleh karena permohonan tersebut berdimensi hukum. Artinya,

tanpa permohonan secara tertulis, dokter tidak boleh dengan serta

merta melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang luka,

seseorang yang terganggu kesehatannya ataupu seseorang yang mati

akibat tindak pidana atau setidak-tidaknya patut disangka sebagai

korban tindak pidana. Pun demikian, apabila dokter menolak

permohonan yang dilakukan secara tertulis, maka iapun akan

dikenakan sanksi hukum.

Permohonan visum et repertum oleh aparat hukum kepada

dokter ahli kedokteran kehakiman merupakan peristiwa dalam lalu

lintas hukum. Oleh karena permintaan dan juga pemenuhan dalam

kaitannya dengan visum et repertum tidak dapat dilakukan oleh

sembarang orang. Kegiatan pemeriksaan dokter atas seseorang,

merupakan kegiatan yang diharuskan menurut hukum. Dan bukan

kegiatan asal-asalan.

b. Mengenai penyerahan korban, tersangka, dan alat bukti yang lain,

didasarkan bahwa untuk dapat meyimpulkan hasil pemeriksaannya,

dokter tidak dapat melepaskan diri dari dengan alat bukti yang lain.

Artinya, untuk sampai pada penentuan hubungan sebab akibat, maka

peranan alat bukti lain, selain korban mutlak diperlukan. Barang bukti

yang dimintakan Visum et Repertum dapat merupakan:

12

Page 13: Visum Et Repertum

1) Korban Mati.

Dalam hal korban mati jenis Visum et Repertum yang diminta

merupakan Visum et Repertum Jenazah. Untuk keperluan ini

penyidik harus memperlakukan mayat dengan penuh

penghormatan, menaruh label yang memuat identitas mayat, di lak

dengan diberi cap jabatan , diletakkan pada ibu jari atau bagian lain

badan mayat. Mayat selanjutnya dikirim ke Rumah Sakit (Kamar

Jenazah) bersama surat permintaan Visum et Repertum yang

dibawa oleh petugas Penyidik yang melakukan pemeriksaan TKP.

Petugas penyidik selanjutnya memberi informasi yang diperlukan

Dokter dan mengikuti pemeriksaan badan mayat untuk

memperoleh barang-barang bukti lain yang ada pada korban serta

keterangan segera tentang sebab dan cara kematiannya.

2) Korban Hidup.

Dalam hal korban luka, keracunan, luka akibat kejahatan

kesusilaan menjadi sakit, memerlukan perawatan/berobat jalan,

penyidik perlu memintakan Visum et Repertum sementara tentang

keadaan korban.

Penilaian keadaan korban ini dapat digunakan untuk

mempertimbangkan perlu atau tidaknya tersangka ditahan. Bila

korban memerlukan/meminta pindah perawatan ke Rumah Sakit

lain, permintaan Visum et Repertum lanjutan perlu dimintakan lagi.

Dalam perawatan ini dapat terjadi dua kemungkinan, korban

menjadi sembuh atau meninggal dunia.

Bila korban sembuh Visum et Repertum definitif perlu

diminta lagi karena Visum et Repertum ini akan memberikan

kesimpulan tentang hasil akhir keadaan korban. Khusus bagi

korban kecelakaan lalu lintas, Visum et Repertum ini akan berguna

bagi santunan kecelakaan.

13

Page 14: Visum Et Repertum

Kemungkinan yang lain adalah korban meninggal dunia,

untuk itu permintaan Visum et Repertum Jenazah diperlukan guna

mengetahui secara pasti apakah luka paksa yang terjadi pada

korban merupakan penyebab kematian langsung atau adakah

penyebab kematian lainnya.

H. Keterangan dari Rekam Medik

Fungsi rekam medis di bidang hukum dapat dipergunakan sebagai bahan

pembuktian dalam perkara hukum. Di bidang perdata, rekam medis dapat

dipergunakan sebagai dasar pembuktian apabila terjadi gugatan ganti kerugian

terhadap tenaga kesehatan atas dugaan malpraktek medis. Tindak pidana tidak

seluruhnya dilaporkan pada polisi untuk selanjutnya dilakukan tindakan

pengusutan. Di samping itu, tidak setiap korban tindak pidana dapat melaporkan

peristiwa pidana yang dialami. Apabila korban tindak pidana tidak melaporkan

terjadinya peristiwa pidana, maka akibatnya tidak ada permintaan dari pihak

penyidik kepada dokter untuk membuat Visum et Repertum. Rekam medis yang

diberikan pada korban tindak pidana (sebagai pasien) dapat berfungsi sebagai alat

bukti, baik dalam perkara pidana maupun dalam perkara perdata. Hal ini

ditentukan dalam Permenkes Rekam Medis Pasal 13 huruf b, yang menyatakan

bahwa Rekam Medis dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian dalam

perkara hukum.

Khusus dalam perkara pidana, pembuktian tentang terjadinya tindak pidana,

dapat diberikan pada proses pemeriksaan penyidikan sampai di tingkat

persidangan. Pemaparan isi rekam medis untuk pembuktian perkara hukum, dapat

dilakukan oleh dokter yang merawat pasien, baik dengan ijin tertulis, maupun

tanpa ijin dari pasien. Tindakan tersebut berdasarkan Permenkes Rekam Medis

Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan “pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat

menjelaskan” isi rekam medis secara tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa

izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan. Penyidik dapat meminta

kopi rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan yang menyimpannya, untuk

14

Page 15: Visum Et Repertum

melengkapi alat bukti yang diperlukan dalam perkara hukum (pidana). Kopi

rekam medis tidak dapat menggantikan kedudukan Visum et Repertum sebagai

alat bukti sah dalam perkara pidana, karena prosedur dan syarat pembuatan Visum

et Repertum berbeda dengan rekam medis. Namun demikian, dalam rangka

pembutian perkara pidana, kopi rekam medis dapat berfungsi sebagai alat bukti

surat atau keterangan ahli. Kopi rekam medis yang digunakan sebagai alat bukti

(tanpa meminta keterangan dokter pembuat rekam medis di depan persidangan)

dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat, karena rekam medis dibuat sesuai

dengan ketentuan kriteria Pasal 187 huruf a KUHAP, yaitu berita acara dan surat

lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau

yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau

keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan

alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu.

Rekam medis sebagai alat bukti surat mempunyai kekuatan pembuktian

selain berdasarkan PP No.26/1969 tentang Lafal Sumpah Dokter, juga memenuhi

unsur-unsur yang disyaratkan oleh pasal 187 KUHAP, yaitu apa yang ditulis oleh

dokter sebagai isi rekam medis berdasarkan apa yang ia alami, dengar dan lihat.

Dokter pembuat rekam medis yang diminta untuk memberikan keterangan di

persidangan oleh hakim, berdasarkan Pasal 186 KUHAP dikategorikan sebagai

alat bukti keterangan ahli. Dengan demikian, KUHAP membedakan keterangan

yang diberikan secara langsung di persidangan oleh seorang ahli dikategorikan

sebagai alat bukti keterangan ahli, sedangkan keterangan ahli yang diberikan di

luar persidangan secara tidak langsung (dalam bentuk terulis) dikategorikan

sebagai alat bukti surat.

Visum et Repertum sebagai alat bukti dalam perkara pidana dapat

dikategorikan sebagai keterangan ahli, surat dan juga petunjuk. Rekam medis

dapat dikategorikan pula sebagai alat bukti petunjuk, sepanjang dalam

pemeriksaan isi rekam medis menunjukkan adanya persesuaian dengan alat bukti

sah lain (keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa). Menurut Bahder Johan

Nasution, “Visum dokter” oleh hukum diterima sebagai alat bukti di pengadilan

(2005 : 62). Perbedaan antara Visum et Repertum dengan rekam medis, adalah

15

Page 16: Visum Et Repertum

pada prosedur pembuatannya dan peruntukannya. Visum et Repertum

pembuatannya haruslah memenuhi syarat formil, yaitu berdasarkan atas

permintaan tertulis dari penyidik dan peruntukannya adalah sebagai pengganti

barang bukti dalam perkara hukum (pidana). Rekam medis merupakan hasil

pemeriksaan kesehatan oleh dokter atau sarana kesehatan yang dilakukan terhadap

pasien untuk kepentingan pasien itu sendiri. Namun demikian, sebagai alat bukti

yang sah dalam perkara pidana kedudukan Visum et Repertum lebih kuat daripada

rekam medis.

16

Page 17: Visum Et Repertum

DAFTAR PUSTAKA

Afandi. Visum et Repertum pada Korban Hidup. FK UNRI: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. 2010.

Amir, Prof. Dr. Amri. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Medan: Edisi Kedua. Percetakan Ramadhan. 2005.

Budiyanto A, Widiatmaka W, sudiono S, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia: Jakarta.

Idries, Dr. Abdul Mun’im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Binapura Aksara: Jakarta Barat.

Mun im A.,Legowo A,. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto. 2011

Permenkes RI No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis / Medical Record.

Syamsuddin, R., Peranan Visum Et Repertum Di Pengadilan. [Online]. 2011. [Cited on 22-9-2014]. Available from:URL: http://adulgopar.files.wordpress.com

17