Surat Keterangan Medis & Visum et Repertum
Transcript of Surat Keterangan Medis & Visum et Repertum
Surat Keterangan Medis & Visum et Repertum
Laboratorium Ilmu
Kedokteran Forensik &
Medikolegal FK UnjanI
Oleh:
Connie Angelica
Fira M Nisa
Belyza Khairunnisa
Ahmad Hanifi
Pembimbing :
Andri Andrian Rusman, dr.,
Sp.F., M.Kes
Pengertian Surat Keterangan Medis
Surat keterangan yang diberikan oleh seorang dokter secara profesional mengenai keadaan tertentu yang diketahuinya dan dapat dibuktikan kebenarannya
Surat Keterangan Medis
Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang Dokter kadang kalanya harus menerbitkan surat-surat keterangan medis. Pedomannya antara lain:
1. Bab I pasal 7 KODEKI ” setiap dokter hanya Memberikan keterangan dan pendapat yang telah Diperiksa sendiri kebenarannya”.
2. Bab II pasal 12 KODEKI “ setiap dokter wajib Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya Tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien Meninggal dunia”.
3. Paragraf 4, pasal 48 UU no.29/2004 tentang Praktik kedokteran.
Sanksi Hukum
Penyimpangan dalam pembuatan surat keterangan, selain tidak etis juga
merupakan pelanggaran terhadap pasal 267 KUHP sebagai berikut :
1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu
tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan, atau cacat diancam
dengan hukuman penjara paling lama empat tahun.
2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang
dalam rumah sakit gila atau untuk menahannya disitu, dijatuhkan
hukuman penjara paling lama delapan tahun enam bulan.
3. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja
memberikan surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan
kebenaran.
Sanksi Hukum
Selanjutnya dalam pasal 179 KUHAP tercantum sebagai berikut :
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan
ahli demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka
mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang
sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang
keahliannya.
Format Surat Keterangan Medis
- Nama dan alamat instansi - Judul surat keterangan - Identitas pasien yang diberi keterangan - Isi keterangan - Tempat dan tanggal pembuatan surat keterangan - Nama lengkap dan tanda tangan dokter yang memberi surat keterangan
JENIS JENIS SURAT KETERANGAN MEDIS
1. Surat Keterangan Lahir 2. Surat Keterangan Kematian 3. Surat Keterangan Sehat 4. Surat Keterangan Sakit 5. Surat Keterangan Cacat 6. Surat Keterangan Pelayanan Medis untuk penggantian biaya dari asuransi kesehatan
7. Surat Keterangan Cuti Hamil 8. Surat Keterangan Ibu hamil, bepergian dengan pesawat udara 9. Laporan Penyakit Menular 10. Kuitansi 11. Visum et Repertum
Surat Keterangan Lahir
Surat keterangan kelahiran berisikan tentang waktu (tanggal dan Jam)
lahirnya bayi, jenis kelamin, BB dan nama orang tua.
Diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, oleh karena sering adanya
permintaan khusus dari pasien.
Surat Keterangan Kematian
• Keterangan pasti seseorang meninggal dunia.
• Data kependudukan.
• Kepentingan pemakaman.
• Kepentingan asuransi, pensiun, hutang piutang.
• Kepentingan hak waris dalam keluarga.
• Pengembangannya dalam kasus kematian dugaan tidak wajar, kasus ini
harus dilakukan pemeriksaan kedokteran forensik lengkap.
SURAT KETERANGAN SEHAT
• Kegunaan Asuransi Jiwa
• Kegunaan Pembuatan Surat Izin Mengemudi
• Kegunaan Nikah
Surat Keterangan Sakit Dan Istirahat
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan simulasi atau agravasi
pada waktu memberikan keterangan mengenai cuti sakit seorang karyawan.
Adakalanya cuti sakit disalahgunakan untuk tujuan lain. Surat keterangan
cuti sakit palsu dapat menyebabkan seorang dokter dituntut menurut pasal
263 dan 267 KUHP.
SURAT KETERANGAN CACAT dan HAMIL
SURAT KETERANGAN CACAT
Sangat erat hubungannya dengan besarnya tunjangan atau pensiun yang
akan diterima oleh pekerja, yang tergantung kepada keterangan dokter
tentang sifat cacatnya.
SURAT KETERANGAN CUTI HAMIL
Hak cuti hamil seorang ibu adalah 3 bulan, yaitu sekitar 1 bulan sebelum
dan 2 bulan setelah persalinan. Tujuan : agar si ibu cukup istirahat dan
mempersiapkan dirinya dalam menghadapi proses persalinan, dan mulai
kerja kembali setelah masa nifas.
Surat Keterangan Ibu Hamil Berpergian Dengan Pesawat
Sesuai dengan ketentuan international aviation, ibu hamil tidak dibenarkan
bepergian dengan pesawat udara, jika mengalami :
1. Hiperemesis atau emesis gravidarum
2. Hamil dengan komplikasi ( perdarahan, preeklamsi dsb )
3. Hamil >36 minggu
4. Hamil dengan penyakit-penyakit lain yang beresiko.
Laporan Penyakit Menular
Diatur dalam UU no. 6 tahun 1962 tentang wabah.
Kepentingan umum yang diutamakan.
Pasal 50 KUHP :
“ tiada boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan untuk
menjalankan aturan undang-undang”.
KUITANSI
Sering diminta sebagai bukti pembayaran, tidak menimbulkan masalah apabila sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya. Berhubungan dengan penggantian biaya berobat dari perusahaan
tepat pasien atau pasangannya bekerja.
Contoh :
1. Perusahaan hanya mengganti 50% biaya pengobatan, pasien minta dibuatkan kuitansi
sebesar 2 kali imbalan jasa yang diterima dokter
2. Pasien meminta agar imbalan jasa dokter dinaikkan dengan sisa imbalan dibagi 50-50%
antara dokter dan pasien
3. Pasien meminta agar biaya pengangkutan pulang pergi dari luar kota ke tempat berobat
dimasukkan dalam kuitansi berobat (builtin), sedangkan dokter tidak menerima bagian
dari biaya pengangkutan tersebut.
Ketiga contoh di atas jelas malpraktik etik dan malpraktik kriminal.
Visum et Repertum
Keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik
yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap
manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga
bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan
dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan.
Prosedur permintaan Ver
Surat permintaan VeR hanya boleh dibuat oleh pihak yang diberi wewenang sesuai dengan
bunyi pasal 7(2) dan pasal 11 KUHAP, dalam hal ini pihak Penyidik dan Penyidik
Pembantu seperti dalam PP No.27 Tahun 1983 : 1. Pasal 2
Penyidik adalah pejabat polisi negara republik indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu
Letnan Dua Polisi.
Penyidik adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat pengatur muda tingkat I
(golongan II/b) atau yang disamakan dengan itu.
2. Pasal 3
Penyidik pembantu adalah pejabat polisi negara republik indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat
Sersan Dua Polisi.
Penyidik pembantu adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat pengatur muda
(golongan II/a) atau yang disamakan dengan itu.
Prosedur permintaan Ver
DASAR HUKUM :
Pasal 133 KUHAP menyebutkan :
1) Dalam hal penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahil kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Prosedur Permintaan VeR
Permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis sesuai
dengan syarat keabsahan Surat Permintaan Visum. Administratif surat yang lengkap:
a. Kepala surat instansi penyidik;
b. Nomor dan tanggal surat;
c. Identitas korban yang akan diperiksa;
d. Tempat waktu kejadian perkara atau ditemukannya;
e. Identitas lengkap peminta (nama, NRP, pangkat, jabatan, tanda tangan, dan
stempel instansi).
Prosedur Permintaan Ver
Untuk korban mati, jenazah harus diperlakukan baik, diberi label identitas dan
penyidik wajib memberitahukan dan menjelaskan kepada keluarga korban mengenai
pemeriksaan yang akan dilaksanakan.
Korban yang masih hidup sebaiknya diantar oleh petugas kepolisian guna pemastian
identitasnya.
Surat permintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan atau instansi
khusus untuk itu, bukan kepada individu dokter yang bekerja di dalam instansi
tersebut. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh sendiri atau bersama-sama dengan satu
dokter pemeriksa sebagai penanggung jawab.
Pemeriksaan forensik klinik yang dilakukan wajib ditulis dalam rekam medis pasien,
kemudian dituangkan ke dalam format VeR. Setelah selesai, maka VeR
ditandatangani oleh dokter pemeriksa.
Jenis Visum et repertum
Jenis Visum et Repertum
VeR Perlukaan (termasuk keracunan)
VeR Kejahatan Susila
VeR Jenazah (korban mati)
VeR Psikiatri
Jenis VeR berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk korban hidup
Visum seketika
visum yang dibuat seketika oleh karena korban tidak memerlukan tindakan khusus atau perawatan dengan perkataan lain korban mengalami luka - luka ringan
Visum sementara
visum yang dibuat untuk sementara berhubung korban memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter membuat visum tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan walaupun visum akhir menyusul kemudian
Visum lanjutan
visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan dari korban oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum sementara untuk awal penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari dokter atau rumah sakit yang merawat korban.
Jenis Visum et repertum
Visum terhadap korban mati :
1. Pemeriksaan luar
adalah dapat diminta oleh penyidik tanpa pemeriksaan dalam atau otopsi
berdasarkan KUHP pasal 133.
2. Pemeriksaan luar dan dalam
adalah jenazah : sesuai dengan KUHAP pasal 134 ayat 1 dalam hal sangat
diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi
dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
Ayat 2 dalam hal keluarga korban keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukan pembedahan tersebut. Ayat 3
apabila dalam waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga pihak yang
perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Format Laporan VeR
VeR dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Diketik di atas kertas berkepala surat (kop surat) instansi dokter pemeriksa.
b. Mencantumkan kata “PRO JUSTITIA” di bagian atas kiri atau tengah pada halaman awal.
c. Struktur dan isi terdiri dari pendahuluan, pemberitaan (pemeriksaan), kesimpulan dan penutup.
d. Menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar (eyd).
e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan pemeriksaan.
f. Tidak menggunakan istilah asing dan istilah kedokteran.
g. Ditandatangani dan diberi nama jelas dokter pemeriksa.
h. Berstempel instansi dokter pemeriksa.
i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan.
j. Laporan VeR hanya diberikan kepada penyidik peminta VeR (instansi). Apabila lebih dari satu instansi
peminta, maka kedua instansi tersebut diberi VeR masing-masing “asli”.
k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan disimpan sebaiknya hingga 30
tahun.
Isi laporan VeR
Bagian Pendahuluan
• Pada bagian ini, dokter pemeriksa tidak menulis/tidak memberi judul “pendahuluan”.
• Dokter pemeriksa menulis identitasnya secara lengkap (nama, NRP/NIP, jabatan, instansi).
• Dokter pemeriksa menulis identitas lengkap peminta VeR (nama, NRP, pangkat, jabatan, instansi) berdasarkan surat permintaan VeR (dicantumkan nomor dan tanggal surat).
• Dokter pemeriksa menulis waktu dan tempat pemeriksaan.
• Dokter pemeriksa menulis keterangan singkat kronologis peristiwa sesuai surat permintaan VeR.
• Dokter pemeriksa menulis jenis pemeriksaan yang diminta sesuai surat permintaan VeR.
• Dokter pemeriksa menulis keterangan identitas korban (barang bukti) sesuai surat permintaan VeR.
Isi laporan VeR
Bagian Pemberitaan (Pemeriksaan)
• Pada bagian ini dokter pemeriksa menulis/memberi judul “HASIL PEMERIKSAAN”.
• Dokter pemeriksa melihat keadaan korban (pada korban hidup) dan melakukan pemeriksaan fisik luar dan bila diperlukan status psikiatrikus (pada korban hidup) serta pemeriksaan penunjang (laboratorium klinik, rontgen, CT Scan, MRI, EKG, EEG dll).
• Dokter pemeriksa menulis semua hasil pemeriksaan terhadap barang bukti yang ditulis secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar belakang pendidikan kedokteran.
Isi laporan VeR
Bagian Kesimpulan
• Pada bagian ini dokter pemeriksa menulis/memberi judul
“KESIMPULAN”.
• Dokter pemeriksa menulis kembali identitas korban(jenis kelamin dan
umur) sesuai dengan SPV dari penyidik.
• Dokter pemeriksa menulis opini dalam kesimpulan atas seluruh hasil
pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuan & keahliannya.
• Dokter pemeriksa menulis fakta yang terdapat pada korban mengenai
jenis luka, jenis kekerasan dan kualifikasi lukanya (kualifikasi luka
diformulasikan dengan kata-kata sesuai bunyi ketentuan perundang-
undangan).
Isi laporan VeR
Bagian Penutup
• Pada bagian ini dokter pemeriksa tidak menulis/tidak
memberi judul “Penutup”.
• Tulisan kalimat penutupnya adalah “Demikianlah visum et
repertum ini, saya uraikan dengan sejujur-jujurnya dan
berdasarkan keilmuan saya yang sebaik-baiknya, serta
mengingat sumpah jabatan dan sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku”
Daftar pustaka
1. Sampurna, B., Samsu, Z., 2004, PERANAN ILMU FORENSIK DALAM PENEGAKAN HUKUM: sebuah pengantar, edisi kedua, bagian Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
2. Hanafiah, M.J. & Amir, A, 1999. Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Berbagai contoh format surat keterangan dokter RSUP Dr. Sarjito dan beberapa perusahaan asuransi, tidak diterbitkan.
4. Teknik Autopsi Forensik, 2000, cetakan ke-4, bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta.
5. Idries AM, 2002. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Tanggerang : Bina Aksara.
6. Surat Keterangan Dokter. Divisi Bioetika dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
7. Andrian AR, 2011. Visum et Repertum. Bagian Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi-Jawa Barat.
8. Yahya Harahap, S.H. 2006. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan Kuhap Penyidikan Dan Penuntutan. Sinar Grafika