projectafive.weebly.comprojectafive.weebly.com/uploads/2/4/5/1/24514480/makalah... · Web viewPuji...
Transcript of projectafive.weebly.comprojectafive.weebly.com/uploads/2/4/5/1/24514480/makalah... · Web viewPuji...
Makalah Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia
Nama : Faisal Rizki
Kelas : XIIPA-4
No.Absen : 13
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr,Wb.
Puji dan Syukur seraya kita panjatkan kehadirat Allah SWT tuhan semesta alam, karena kudrot
dan irodatnya kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad Saw kepada keluarganya, para sahabatnya, serta kita selaku umatnya hingga akhir
zaman.
Tidak lupa ucapan rasa terima kasih kami haturkan kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun materil dalam pembuatan makalah ini. Sehingga pembuatan
makalah ini bisa berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada halangan suatu apapun .
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis dalam
menganalisis perkembangan kognitif.
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan penulis, kami mohon maaf apabila dalam
penyusunan makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan. Untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah ini, Semoga makalah ini bisa
bermanfaat untuk kita semua.
Wassalamualaikum Wr,Wb.
Jakarta, 18 Oktober 2013
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………. 2
Daftar Isi ……………..…… 3
Bab I
Pendahuluan ……………… 4
Bab II
Pembahasan ………………4
Masa Orde Lama ……………….. 4
Masa Orde Baru ……………….. 12
Masa Orde Reformasi …………. 19
Bab III
Kesimpulan …………………...... 23
Saran ………………………….... 24
Daftar Pustaka …………………. 26
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Selama hampir 57 tahun sebagai bangsa merdeka kita dihadapkan pada panggung sejarah
perpolitikan dan ketatanegaraan dengan dekorasi, setting, aktor, maupun cerita yang berbeda-
beda. Setiap pentas sejarah cenderung bersifat ekslusif dan Steriotipe. Karena kekhasannya
tersebut maka kepada setiap pentas sejarah yang terjadi dilekatkan suatu atribut demarkatif,
seperti Orde Lama, Orde Baru Dan Kini Orde Reformasi.
Karena esklusifitas tersebut maka sering terjadi pandangan dan pemikiran yang bersifat
apologetik dan keliru bahwa masing-masing Orde merefleksikan tatanan perpolitikan dan
ketatanegaraan yang sama sekali berbeda dari Orde sebelumnya dan tidak ada ikatan historis
sama sekali
Orde Baru lahir karena adanya Orde Lama, dan Orde Baru sendiri haruslah diyakini sebagai
sebuah panorama bagi kemunculan Orde Reformasi. Demikian juga setelah Orde Reformasi
pastilah akan berkembang pentas sejarah perpolitikan dan ketatanegaraan lainnya dengan setting
dan cerita yang mungkin pula tidak sama.
Dari perspektif ini maka dapat dikatakan bahwa Orde Lama telah memberikan landasan
kebangsaan bagi perkembangan bangsa Indonesia. Sementara itu Orde Baru telah banyak
memberikan pertumbuhan wacana normatif bagi pemantapan ideologi nasional, terutama melalui
konvergensi nilai-nilai sosial-budaya (Madjid,1998) Orde Reformasi sendiri walaupun dapat
dikatakan masih dalam proses pencarian bentuk, namun telah menancapakan satu tekad yang
berguna bagi penumbuhan nilai demokrasi dan keadilan melalui upaya penegakan supremasi
hukum dan HAM. Nilai-nilai tersebut akan terus di Justifikasi dan diadaptasikan dengan
dinamika yang terjadi.
4
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang hendak di uraikan dalam makalah ini adalah ;
a. Bagaimana kondisi politik indonesian pada masa Orde Lama ?
b. Bagaimana kondisi politik pada masa demokrasi liberal dan parlementer ?
c. Bagaimana proses peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru ?
d. Bagaimana proses terjadinya peristiwa G 30 S/PKI ?
e. Bagaimana perbedaan kebijakan politik pada masa Orde Lama dan Orde Baru ?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk ;
a. Mengetahui kondisi politik indonesian pada masa Orde Lama
b. Mengetahui kondisi politik pada masa demokrasi liberal dan parlementer
c. Mengetahui proses peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. ORDE LAMA (1950 – 1965 )
1. Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Dalam proses pengakuan kedaulatan dan pembentukan kelengkapan negara, ditetapkan pula
sistem demokrasi yang dipakai yaitun sistem demokrasi liberal. Dalam sistem demokrasi ini
presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Presiden hanya berhak mengatur formatur
pembentukan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintah ada pada kabinet. Presiden
tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh perdana
menteri.
Dalam sistem demokrasi ini, partai-partai besar seperti Masyumi,Pni,dan PKI mempunyai
partisipasi yang besar dalam pemerintahan. Dibentuklah kabinet-kabinet yang bertanggung
jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat ) yang merupakan kekuatan-kekuatan partai
besar berdasarkan UUDS 1950.
Setiap kabinet yang berkuasa harus mendapat dudkungan mayoritas dalam parlemen (DPR
pusat). Bila mayoritas dalam parlemen tidak mendukung kabinet, maka kabinet harus
mengemblikan mandat kepada presiden. Setelah itu, dibentuklah kabinet baru untuk
mengendalikan pemerintahan selanjutnya. Dengan demikian satu ciri penting dalam penerapan
sistem Demokrasi Liberal di negara kita adalah silih bergantinya kabinet yang menjalankan
pemerintahan.
Kabinet yang pertama kali terbentuk pada tanggal 6 september 1950 adalah kabinet Natsir.
Sebagai formatur ditunjuk Mohammad Natsir sebagai ketua Masyumi yang menjadi partai
politik terbesar saat itu. Program kerja Kabinet Natsir pada masa pemerintahannya secara garis
besar sebagai berikut ;
6
a. Menyelenggarakan pemilu untuk konstituante dalam waktu singkat.
b. Memajukan perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.
c. Menyempurnakan organisasi pemerintahan dan militer.
d. Memperjuangkan soal Irian Barat tahun 1950.
e. Memulihkan keamanan dan ketertiban.
Dalam menjalankan kebijakannya, kabinet ini banyak memenuhi hambatan terutama dari tubuh
parlemen sendiri. Bentuk negara yang belum sempurna dengan beberapa daerah masih berada
ditangan pemerintahan Belanda memperuncing masalah yang ada dalam kabinet tersebut.
Perbedaan politik antara presiden dan kabinet tersebut menyebabkan kedekatan antara presiden
dengan golongan oposisi (PNI). Hal itu menentang sistem politik yang telah berlaku sebelumnya,
bahwa presiden seharusnya memiliki sikap politik yang sealiran dengan parlemen. Secara
berturut-turut setelah kejatuhan kabinet Natsir, selama berlakunya sistem Demokrasi Liberal,
presiden membentuk kabinet-kabinet baru hingga tahun 1959.
Pada masa Demokrasi Liberal ini juga berhasil menyelenggarakan pemilu I yang dilakukan pada
29 september 1955 dengan agenda pemilihan 272 anggota DPR yang di lantik pada 20 Maret
1956. Pemilu pertama tersebut juga telah berhasil badan konstituante (sidang pembuat UUD).
Selanjutnya badan konstituante memiliki tugas untuk merumuskan UUD baru. Dalam badan
konstituante sendiri, terdiri berbagai macam partai, dengan dominasi partai-partai besar seperti
NU,PKI,Masyumi dan PNI. Dari nama lembaga tersebut dapatlah diketahui bahwa lembaga
tersebut bertugas untuk menyusun konstitusi. Konstituante melaksanakan tugasnya ditengah
konflik berkepanjangan yang muncul diantara pejabat militer, pergolakan daerah melawan pusat
dan kondisi ekonomi tak menentu.
2.Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)
a. Sistem politik Demokrasi Terpimpin
Kekacauan terus menerus dalam kesatuan negara Republik Indonesia yang disebabkan oleh
begitu banyaknya pertentangan terjadi dalam sistem kenegaraan ketika diberlakukannya sistem
demokrasi liberal. Pergantian dan berbagai respon dari dari daerah dalam kurun waktu tersebut
7
memaksa untuk dilakukannya revisi terhadap sistem pemerintahan. Ir.Soekarno selaku presiden
memperkenalkan konsep kepemimpinan baru yang dinamakan demokrasi terpimpin. Tonggak
bersejarah di berlakukannya sistem demokrasi terpimpin adalah dikeluarkannya Dekrit Presiden
5 Juli 1959.
Peristiwa tersebut mengubah tatanan kenegaraan yang telah terbentuk sebelumya. Satu hal pokok
yang membedakan antara sistem Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin adalah kekuasaan
Presiden. Dalam Demokrasi Liberal, parlemen memiliki kewenangan yang terbesar terhadap
pemerintahan dan pengambilan keputusan negara. Sebaliknya, dalam sistem Demokrasi
Terpimpin presiden memiliki kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.
Dengan diberlakukannya Dekrit Presiden 1959 terjadi pergantian kabinet dari Kabinet Karya
(pimpinan Ir.Djuanda) yang dibubarkan pada 10 juli 1959 dan digantikan dengan pembentukan
Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Ir.Soekarno sebagai perdana menteri dan Ir.Djuanda sebagai
menteri pertama. Kabinet ini yang memiliki program khusus yang berhubungan dengan masalah
keamanan,sandang pangan, dan pembebasan Irian Barat. Pergantian institusi pemerintahan
anatara lain di MPR (pembentukan MPRS), pemebntukan DPR-GR dan pembentukan DPA.
Perkembangan dalam sistem pemerintahan selanjutnya adalah pernetapan GBHN pertama.
Pidato Presiden pada acara upacara bendera tanggal 17 agustus 1959 berjudu”Penemuan
Kembali Revolusi Kita”dinamakan Manifestasi Politik Republik Indonesia(Manipol),yang
berintikan USDEK (UUD 1945,Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian
Indonesia). Institusi negara selanjutnya adalah mengitegrasikan sejumlah badan eksekutif seperti
MPRS, DPRS, DPA, Depernas, dan Front Nasional dengan tugas sebgai menteri dan ikut serta
dalam sidang-sidang kabinet tertentu yang selanjutnya ikut merumuskan kebijaksanaan
pemerintahan dalam lembaga masing-masing.
Dalam Demokrasi Terpimpin presiden mendapat dukungan dari tiga kekuatan besar yaitu
Nasionalis, Agama dan Komunis. Ketiganya menjadi kekuatan presiden dalam mempertahankan
kekuasaannya. Kekuasaan mutlak presiden pada masa itu telah menjadikan jabatan tersebut
sebagai pusat legitimasi yang penting bagi lainnya. Presiden sebagai penentu kebijakan utama
terhadap masalah-masalah dalam negeri maupun luar negeri .
8
b. Gerakan 30 September 1965
Salah satu momen sejarah yang mungkin paling membekas dalam perjalanan sejarah Indonesia
adalah Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Peristiwa tersebut sampai saat ini masih
menimbulkan kontrofersi dalam pengungkapan fakta yang sebenarnya. Berbagai versi tentang
gerakan 30 S tersebut telah dikemukakan diantaranya;
Peristiwa G 30 S versi Pemerintah Orde Baru yakni peristiwa 30 S merupan suatu tindakan
makar yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintah Indonesia yang sah. Tindakan kudeta
tersebut dilakukan untuk merebut kekuasaan dari Ir.Soekarno selaku Penguasa Tertinggi
Angkatan Bersenjata dan Presiden seumur hidupberdasarkan konsep Demokrasi Terpimpin.
Cara penggulingan tahun 1965 tersebut adalah dengan menyatukan sejumlah organisasi
onderbouw yang masih tersisa pascaperistiwa 1948.
c. Dampak G 30 S dan Proses Peralihan Kekuasaan Politik
Adapun dampak dari peristiwa G 30 S adalah :
- Demostrasi menentang PKI
Penyelesaian aspek politik terhadap para pelaku G 30 S 1965/PKI akan di putuskan dalam sidang
Kabinet Dwikora tanggal 6 Oktober 1965 dan belum terlihat adanyaa tanda-tanda akan
dilaksanakan. Berbagai aksi digelar untuk menuntut pemeritah agar segera menyelesaikan
masalah tersebut dengan seadil-adilnya. Aksi dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda dan
pelajar-pelajar Indonesia seperti KAPPI,KAMI dan KAPI. Mucul pula kasi yang dilakukan oleh
KABI,KAWI yang membulatkan tekad dalam Front Pancasila.
- Mayjen Soeharto menjadi Pangad
Sementara itu untuk mengisi kekosongan pimpinan AD, pada tanggal 14 oktober 1965 Panglima
Kostrad/Pangkopkamtib Mayjen Soeharto diangkat menjadi Menteri/Panglima AD. Bersamakan
itu diadakan tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI dan ormasnya.
9
- Kedaan ekonomi yang buruk
Sementara itu kedaan ekonomi semakin memburuk. Pada saat itu politik sebagai panglima,
akibatnya masalah lain terabaikan. Akibatnya di daerah muncul berbagai gejolak sosial yang
pada puncaknya menimbulakan pemberontakan.
- Tri Tuntutan Rakyat
Pada tanggal 12 januari 1966 berbagai kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila
tersebut berkumpul di halaman gedung DPR-GR untuk mengajukan Tritura yang isinya :
a. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.
b. Pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI.
c. Penurunan harga barang-barang.
Aksi Tritura berlangsung selama 60 hari sampai dikeluarkannya surat perintah 11 Maret 1966.
- Kabinet seratus menteri
Pada tanggal 21 februari 1966 presiden Soekarno mengumumkan perubahan cabinet 9(reshuffle).
Kabinet baru ini diberi nama kabinet Dwikora yang disempurnakan.
Adapun proses peraliahan kekuasaan politik dari orde lama ke orde baru adalah sebagai berikut ;
Tanggal 16 Oktober 1966 Mayjen Soeharto telah dilantik menjadi Menteri Panglima
Angkatan Darat dan dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal. Pada awalnya untuk
menghormati presiden AD tetap mendukungnya. Namun presiden enggan mengutuk G 30
S AD mulai mengurangi dukungannya dan lebih muali tertarik bekerja sam dengan
KAMI dan KAPPI
Keberanian KAMI dan KAPPI terutam karena merasa mendapat perlindungan dari AD.
Kesempatan ini digunakan oleh Mayjen Soeharto uintuk menawarkan jasa baik demi
pulihnya kemacetan roda pemerintahan dapat diakhiri. Untuk itu ia mengutus tiga
Jenderal yaitu M.Yusuf, Amir macmud dan Basuki Rahmat oleh Soeharto untuk
menemui presiden guna menyampaikan tawaran itu pada tanggal 11 Maret 1966. Sebagai
hasilnya lahirlah surat perintah 11 Maret 1966. .
10
Pada tanggal 7 februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat rahasia dari Presiden
melalui perantara Hardi S.H. Pada surat tersebut di lampiri sebuah konsep surat
penugasan mengenai pimpinan pemerintahan sehari-hari kepada pemegang Supersemar.
Pada 8 Februari 1967 oleh Jenderal Soeharto konsep tersebut dibicarakan bersama empat
panglima angkatan bersenjata.
Disaat belum tercapainya kesepakatan antara pemimpin ABRI, masalah pelengkap
Nawaksara dan semakin bertambah gawatnya konflik, pada tanggal 9 Februari 1967
DPR-GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar sidang Istimewa
dilaksanakan.
Tanggal 10 Februari 1967 Jend. Soeharto menghadap kepad presiden Soekarno untuk
membicarakan masalah negara.
Pada tanggal 11 Februari 1967 Jend.Soharto mengajukan konsep yang bisa digunakan
untuk mempermudah penyelesaian konflik. Konsep ini berisi tentang pernyataan presiden
berhalangan atau presiden menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pemegang
Supersemar sesuai dengan ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966, presiden kemudian
meminta waktu untuk mempelajarinya.
Pada tanggal 12 Februari 1967, Jend.Soeharto kemudian bertemu kembali dengan
presiden, presiden tidak dapat menerima konsep tersebut karena tidak menyetujui
pernyataan yang isinya berhalangan.
Pada tanggal 13 Februari 1967, para panglima berkummpul kembali untuk membicarakan
konsep yang telah telah disusun sebelum diajukan kepada presiden
Pada tanggal 20 Februari 1967 ditandatangani konsep ini oleh presiden setelah diadakan
sedikit perubahan yakni pada pasal 3 di tambah dengan kata-kata menjaga dan
menegakkan revolusi.
Pada tanggal 23 Februari 1967, pukul 19.30 bertempat di Istana Negara presiden
/Mendataris MPRS/ Panglima tertinggi ABRI dengan resmi telah menyerahkan
kekuasaan pemerintah kepada pengemban Supersemar yaitu Jend.Soeharto.
Pada bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa dalam rangka
mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno sekaligus mengangkat Jenderal
Soeharto sebagai pejabat presiden RI.
11
ORDE BARU
1. Lahirnya Orde Baru
Akibat adanya pemberontakan Gerakan 30 September timbullah reaksi dari berbagai
Parpol,Ormas,Mahasiswa dan kalangan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965 partai politik
seperti IPTKI, NU, Partai Kristen Indonesia, dan organisasi massa lainnya melakukan apel
kebulatan tekad untuk mengamankan Pancasila dan menuntut pembubaran PKI serta ormas-
ormasnya. Pada tanggal 23 Oktober 1965 parpol yang anti komunis membentuk Front Pancasila
dan diikuti oleh pembentukan KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ), KAPI ( Ksatuan
Aksi Pelajar Indonesia ), dan lain-lain. Pada tanggal 10 Januari 1966 KAMI mencetuskan
TRITURA ( Tiga Tuntutan Rakyat ) “Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya,Bersihkan kabinet
dari unsur PKI,dan turunkan harga-harga”
Demokrasi Pancasila di Era Orde Baru
Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang terlama, dan bisa
juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam artian tidak banyak
gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa ini. Stabilitas yang entah semu atau
memang riil tersebut, diiringi juga dengan maraknya pembangunan di segala bidang. Era
pembangunan, era penuh kestabilan, yang saat ini menimbulkan romantisme dari banyak
kalangan di negara ini, ditandai dengan semakin gencarnya campaign “piye kabare” di seantero
pelosok nusantara. Menariknya, dua hal yang menjadi warna Indonesia di era Orde Baru, yakni
stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi
alat bagi pemerintah (baca: Soeharto) untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia.
Pancasila begitu diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya
kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal, kala
itu tentunya.
Gencarnya penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru salah satunya dilatarbelakangi hal
bahwa rakyat Indonesia harus sadar jika dasar negara Indonesia adalah Pancasila itu sendiri.
“Masyarakat pada masa itu memaknai pancasila sebagai hal yang patut dan penting untuk
ditanamkan”, ujar Hendro Muhaimin, peneliti di Pusat Studi Pancasila UGM. Selain itu
menurutnya pada era Orde Baru semua orang menerima Pancasila dalam kehidupannya, karena
12
Pancasila sendiri adalah produk dari kepribadian dalam negeri sendiri, dan yang menjadi
keprihatinan khalayak pada masa itu adalah Pemerintahnya, bukan Pancasilanya.
Hendro Muhaimin juga menambahkan bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri terkesan
“menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara sebagai alat politik untuk
memperoleh kekuasaan. “Pada dasarnya, yang salah bukanlah Pancasila, karena Pancasila dibuat
dari penggalian kepribadian bangsa ini, dari cerminan bangsa Indonesia, maka para pemegang
kekuasaan pada rezim itu, yang menggunakan Pancasila secara politis, adalah pihak yang
seharusnya bertanggungjawab akan gejolak-gejolak yang terjadi”, ujarnya. Namun disamping
hal-hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi dengan praktik
dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian antarwarga sangat kental, toleransi di
kalangan masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-royong kala itu sangat dijunjung tinggi.
Selain itu, contoh dari gencarnya penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari penggunaan
Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang menyatakan bahwa semua
organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan
sebagainya haruslah mengunakan Pancasila sebagai asas utamanya. Apabila ada asas-asas
organisasi lain yang ingin ditambahkan sebagai asasnya, tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila. Oleh karena itu, muncul juga anggapan bahwa Pancasila dianggap sebagai “pembius”
bangsa, karena telah “melumpuhkan” kebebasan untuk berorganisasi.
Romantisme Pelaksanaan P4
Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman nilai-nilai Pancasila, yaitu
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Materi penataran P4 bukan hanya
Pancasila, terdapat juga materi lain seperti UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN), Wawasan Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme
dan patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada seluruh komponen bangsa sampai level
bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah
Menengah Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan di perguruan tinggi hingga di wilayah kerja.
Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh melalui Badan Penyelenggara Pelaksanaan
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi. Dalam
ungkapan Langenberg (1990), Orde Baru adalah negara dan sekaligus sistem negara
13
(pemerintahan eksekutif, militer, polisi, parlemen, birokrasi, dan pengadilan), yang sejak
1965/1966 membangun hegemoni dengan formulasi ideologi sebagai tiang penyangganya.
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat, bangsa,
dan negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Hendro Muhaimin, ketika ditanya mengenai bagaimana Pancasila dimaknai oleh rakyat
Indonesia pada saat itu jika dibandingkan dengan bagaimana rakyat memahaminya sekarang, ia
berpendapat, “Kalau itu jelas berbeda, kalau orang pada waktu dulu dalam memaknai Pancasila,
kental sekali suasana Pancasilanya, maka orang sangat memaknai. Kalau bicara sekarang, sangat
jauh dengan suasana dulu.” Banyak masyarakat pada zaman itu dapat menghafalkan butir-
butir Pancasila yang jumlahnya 36 butir, itu pun memang karena dampak dari pelaksanaan P4
bagi seluruh lapisan masyarakat.
Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila dan UUD1945 menjadi
semacam senjata bagi pemerintahan Orde Baru dalam hal mengontrol perilaku masyarakat.
Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang keramat sehingga tidak boleh diutak-atik maupun
ditafsirkan dengan beberapa penafsiran. Seakan-akan ukurannya hanya satu: sesuatu dianggap
benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa, sebaliknya dianggap salah kalau
bertentangan dengan kehendaknya. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat
dengan negara dalam prakteknya malah dengan mudahnya dikriminalisasi.
Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan dengan fakta yang terjadi
di masyarakat, berdasarkan perbuatan pemerintah. Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang
meresap ke dalam kehidupan masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam
masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai
dengan keteladanan serta tindakan yang nyata, sehingga banyak masyarakat pun tidak menerima
adanya penataran yang tidak dibarengi dengan perbuatan pemerintah yang benar-benar pro-
rakyat.
Pancasila yang Begitu Diagung-Agungkan
Tidak salah jika menyebut era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila. Secara
pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya mengenai keberadaan Pancasila,
14
yang kesemuanya memberikan penilaian setinggi-tingginya terhadap Pancasila. Pada sebuah
forum di tahun 1972, dalam sebuah kunjungannya ke Australia, Soeharto menyatakan bahwa
kepribadian bangsa Indonesia terbentuk dari perjalanan sejarahnya, baik ketika dalam masa
kegemilangan di era Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram, maupun ketika dalam fase
penderitaaan di bawah penjajahan sepanjang tiga setengah abad. Kepribadian tersebut kemudian
menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia, yakni Pancasila, yang sila-silanya merupakan
sebuah kesatuan yang bulat. Di dalamnya juga tersimpul mengenai kesadaran bangsa Indonesia
bahwa manusia tergantung pada keseimbangan-keseimbangan, antara manusia dengan alam,
manusia dengan Tuhan, dan lahir dengan batin. Sebuah pemaparan ekselen, yang mungkin saja
memang bertujuan untuk menarik perhatian “para bule hadirin” dalam forum tersebut, Australia-
Indonesia Business Cooperation Committee.
Lain lagi ketika Soeharto memberikan pidato dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni
1967. Soeharto mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu forceyang dikemas dalam berbagai
frase bernada angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan
Pancasila sebagai “tuntunan hidup”, menjadi “sumber tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh
perikehidupan”, serta merupakan “sumber tertib negara” dan “sumber tertib hukum”. Kepada
pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto juga dengan
lantang menyatakan, “Pancasila janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami
dan dihayati!” Dapat dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya selain Pancasila di
Indonesia, pada saat itu, dan dalam versi Orde Baru tentunya.
Pelaksanaan pemaparan materi P4 yang begitu digencarkan di era Orde Baru juga merupakan
upaya dari Pemerintah untuk menghegemonikan keberadaan Pancasila di tengah rakyat
Indonesia. Hendro Muhaimin, berpendapat bahwa tujuan dari dilaksanakannya pemaparan P4
sebenarnya baik, mengingat Pancasila adalah dasar negara, sudah seharusnya Warga Negara
Indonesia memahami isi dan maksud dari Pancasila, ke depannya bertujuan membentuk Warga
Negara Indonesia sebagai manusia yang ber-Pancasila. “Tujuannya memang sudah bagus dan
mulia, tetapi salahnya karena terjadi banyak penyimpangan seiring berjalannya pemerintahan
Orde Baru”, ujarnya.
15
Demokrasi Pancasila: Wajah Semu Era Orde Baru
Termasuk di dalam P4, melalui Ketetapan MPR (TAP MPR) No. II/MPR/1978 (sudah dicabut),
adalah 36 butir Pancasila sebagai ciri-ciri manusia Pancasilais. Pemerintah Orde Baru
mengharapkan melalui 36 butir Pancasila, yang serta merta “wajib hukumnya” untuk dihafal,
akan terbentuk suatu tatanan rakyat Indonesia yang mempraktikkan kesemuanya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, lalu terciptalah negara Indonesia yang adil dan makmur,
jaya di segala bidang. Akan tetapi, justru penghafalan itu yang menjadi bumerangnya. Cita-cita
yang terkembang melalui P4 hanya keluar dari mulut saja, tanpa ada pengamalan yang berarti
untuk setiap butir yang terkandung di dalamnya, meskipun tidak terjadi secara general. Sebagai
contoh adalah mengenai pelaksanaan demokrasi di era Orde Baru. Berwajahkan “Demokrasi
Pancasila”, akan tetapi dalam kenyataannya bak jauh panggang dari api. “Penataran itu sifatnya
hanya menghafal, kemudian mengenai proses pelaksanaan secara langsung dari 36 butir
Pancasila, dulu melalui kegiatan seperti gotong-royong kerja bakti warga. Tetapi pelaksanaan
demokrasi pada saat Orde Baru itu sangat minim”, ujar Hendro Muhaimin.
Kebebasan tanpa koersi yang menjadi pilar utama dari prinsip demokrasi secara umum,
dipadukan dengan nilai-nilai Pancasila yang terkandung melalui kelima silanya, sejatinya
merupakan sebuah kombinasi yang apabila dilaksanakan sesuai hakikatnya oleh Pemerintah
Orde Baru tentu akan memberikan dampak positif bagi kehidupan rakyat Indonesia pada saat itu.
Akan tetapi, justru koersilah yang menjadi “senjata”pemerintah untuk menciptakan kehidupan
yang, berdasarkan standar yang dibangun pada saat itu, bernuansa ketertiban dan keselarasan.
2. Kebijakan Politik Orde Baru
Rezim Orde Baru memiliki kekuasaan penuh mengendalikan kehidupan politik masa itu.
Kebijakan politik yang diterapkan dalam masa Orde Baru dapat dilihat dari awal lahirnya Orde
Baru. Pemberangusan hak-hak berpolitik bagi eks anggota PKI dan keluarganya, merupakan
salah satu kebijakan yang mengundang kontroversi dari masyarakat. Pemerintah Orde Baru
memberikan kesempatan politik hanya kepada golongan tertentu saja. Menjelang
dilaksanakannya pemilu pada tahun 197, jumlah partai yang menjadi peserta, tidak sebanyak
partai politik di tahun 1955. Dari hasil pemilu tersebut para wakil-wakil partai menduduki 360
kursi ditambah 100 kursi lagi yang anggota-anggotanya diangkat oleh Presiden sehingga anggota
16
DPR berjumlah 460 orang. Dari susunan kursi DPR yang semacam ini maka DPR selalu
mendukung kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Untuk pemiliu-pemilu selanjutnya tahun
1977,1982,1987,1992, hingga 1997 pemerintah menyederhanakan jumlah partai politik yang ada.
Hal ini dilakukan sesuai dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 1975 . Partai Persatuan
Pembangunan merupakan fusi dari partai-partai islam seperti NU, Parmusi, PSSI, dan PERTI.
Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia adalah fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI,
dan Parkindo, hanya Golkar yang tidak mempunyai fusi partai manapun.
3. Menguatnya Peran Negara dan Dampaknya
Pemegang pemerintahan di Orde Baru adalah kalangan militer. Kekuasaan sentralistik yang
digunakan oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan berbagai akibatnya di akhir pemerintahan
Orde Baru. Kekuasaan militer hampir di seluruh bidang pembangunan.
Pada akhir tahu 90-an dengan runtuhnya rezim Orde Baru dan seiring dengan era reformasi
terbuka kesempatan bagi rakyat untuk menentanng kekuasaan yang otoriter itu . operasi militer
mengerikan yang selam 10 tahun tertutup rapat dari pengetahuan publikpun terbongkar. Presiden
Soeharto dan rezimnya menyadari bahwa, kemenangan mereka dapat tercapai antara lain berkat
dukungan tokoh-tokoh islam termasuk ormas-ormasnya simpatisan masyumi. Tetapi ketika
muncul tuntutan dari tokoh-tokoh masyumi yang baru bebas dari tahanan rezim Orde Lama,
untuk merehabilitasi partainya, Soeharto tegas menolak dengan alasan ”yuridis, ketatanegaraan,
dan psikologi “. Bahkan Soeharto dengan nada yang agak marah, mengaskan, Ia menolak setiap
keagamaan dan akan menindak setiap usaha eksploitasi masalah agama untuk maksud-maksud
kegiatan politik yang tidak pada tempatnya. Dalam kata lain, pemerintahan Orde Baru yang
didominasi militer tidak menyukai kebangkitan politik islam.
4. Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru.
Pemerintah Orde Baru selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen terhadap tekad
awalnyamuncul Orde Baru. Pada awalnya Orde Baru bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air.
Latar belakang munculnya tuntutan Soeharto agar mundur dari jabatannya atau yang menjadi
titik awal berakhirnya Orde Baru.
17
1. Adanya krisis politik di mana setahun sebelum pemilu 1997, kehidupan politik Indonesia
mulai memanas. Pemerintah yang didukung Golkar berusaha memepertahankan
kemenangan mutlak yang telah dicapai dalam lima pemilu sebelumnya. PPP begitupun
PDI ataupun Golkar dianggapa tidak mampu lagi memenuhi aspirasi politik masyarakat.
2. Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997. Sebenarnya
krisis ini juga terjadi dibeberapa negara di Asia namun Indonesialah yang merasakan
dampak yang paling buruk. Hal ini disebabkan karena pondasi perekonomian Indonesia
rapuh, praktik KKN, dan monopoli ekonomi mewarnai pembangunan ekonomi Indonesia.
3. Adanya krisis Sosial, bersamaan dengan krisis ekonomi kekerasan di masyarakat semakin
meningkat. Melonjaknya angka pengangguran. Kesenjangan ekonomi menyebabkan
kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Gerakan moral dalam aksi damai menuntut
reformasi mulai ditunggangi berbagai kepentingan individu dan kelompok.
4. Pelaksanaan hukum di masa Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya
kekuasaan kehakiman yang dinyatakan dalam pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman
memilik kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintahan. Namun
pada kenyataannya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif.
Kronologi jatuhnya pemerintahan Orde Baru berawal dari terpilihnya kembali Soeharto sebagai
presiden melalui sidang umum MPR yang berlangsung tanggal 1 – 11 Maret 1998, ternyata
tidak menimbulkan dampak positif yang berarti bagi upaya pemulihan kondisi ekonomi bangsa
justeru memperparah gejolak krisis. Dan gelombang aksi mahasiswa silih berganti menyuarakan
beberapa agenda reformasi.
Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus
diakui sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya
sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia.
Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan
pembangunan mental ( character building ) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat
keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan
tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa,
aparat dan penguasa).
18
Orde Reformasi
Pengertian dan Tujuan Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan
yang diwariskan oleh Orde Baru atau merombak segala tatanan politi, ekonomi, social dan
budaya yang berbau Orde baru. Atau membangun kembali, menyusun kembali.
Dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat dan agar dapat mewijudkan
tujuan dari reformasi tersebut maka B.J.Habibie mengeluarkan beberapa kebijakan, antaranya:
1. kebijakan dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa orde
baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang
tersebut.
UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik
UU No. 3 Tahin 1999 tentang pemilihan umum
UU No. 4 Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan DPR/MPR
2. Kebijakan Dalam Bidang Ekonomi
Untuk memperbaiki prekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional ( BPPN ). Selanjutnya
pemerintah mengeluarkan UU No 5 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
3. Kebebasan Dalam Menyampaikan Pendapat dan Pers
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini
terlihat dari mumculnya partai-partai politik dari berbagaia golongan dan ideology. Masyarakat
dapat menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam
menyampaikan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada Pers. Reformasi dalam Pers
dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Ijin Usaha Penerbitan ( SIUP ).
19
4. Pelaksanaan Pemilu
Pada masa pemerintahan B.J. Habibie berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang
damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik.
Dalam pemerintahan B. J. Habibie juga berhasil menyelesaikan masalah Timor Timur .
B.J.Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum
tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dibawah pengawasan UNAMET. Hasil
jajak pendapat tersebut menunjukan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia.
Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur
mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste.
Selain dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh B.J. Habibie, perubahan
juga dilakukan dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan peraturan-peraturan yan
tidakk demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara
dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu kepada prinsip
pemisahan kekuasaan dn tata hubungan yang jelas antara lembaga Eksekutuf, Legislatif dan
Yudikatif.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain :
1. Keluarnya ketetapan MPR RI No X / MPR/1998 Tentang Pokok-Pokok Reformasi.
2. Ketetapan No VII/MPR/ 1998 tentang pencabutan Tap MPR tentang referendum
3. Tap MPR RI No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN.
4. Tap MPR RI No XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil
presiden RI.
5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai Amandemen I,II,III,IV.
Sistematika Pelaksanaan UU 1945 pada Masa Orde Reformasi
Pada masa orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan pada dasarnya adalah demokrasi
dengan berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada
masa Orde Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham demokrasi berdasar atas
20
kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
yang adil dan beradab, selalu memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu
keadilan sosila bagi seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan demokasi Pancasila pada masa
Reformasi telah banya member ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa lainnya
termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi dan mengontrol
pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara tidak dapat melaksanakan tugasnya sampai
akhir masa jabatannya selama 5 tahun karena dianggap menyimpang dari garis Reformasi.
Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Reformasi:
1. mengutamakan musyawarah mufakat
2. Mengutamakan kepentingan masyarakat , bangsa dan negara
3. Tidak memaksakan kehendak pada orang lain
4. Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan
5. Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah
6. Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur
7. Keputusan dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Than Yang Maha Esa,
berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
8. Penegakan kedaulatan rakyar dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga
negara, lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakat
9. Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan
Yudikatif.
10. Penghormatan kepada beragam asas, cirri, aspirasi dan program parpol yang memiliki
partai
11. Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi manusia
21
Setelah diadakannya amandemen, UUD 1945 mengalami perubahan. Hasil perubahan terhadap
UUD 1945 setelah di amandemen :
Pembukaan
Pasal-pasal: 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal peraturan peralihan dan 2 pasal aturan
tambahan.
Sistem Pemerintahan pada Masa Orde Reformasi
Sistem pemerintahan masa orde reformasi dapat dilihat dari aktivitas kenegaraan sebagai berikut:
1. Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk
mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan sesuai pasal 28 UUd 1945
dapat terwujud dengan dikeluarkannya UU No 2 / 1999 tentang partai politik yang
memungkinkan multi partai
2. Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersuh dan berwibawa serta bertanggung
jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX / MPR / 1998 yang ditindak
lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang KOMISI pemberantasan tindak pidana korupsi.
3. Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melaui siding tahunan
dengan menuntuk adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara , UUD
1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani memecat
presiden dalam sidang istimewanya.
4. Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali masa
jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat mulai dari pemilu 2000
dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pertama pilihan langsung rakyat
adalah Soesilo Bambang Yodoyono dan Yoesuf Kala, MPR tidak lagi lembaga tertinggi
negara melainkan lembaga negara yang kedudukannya sama dengan presiden , MA ,
BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR melainkan menurut UUD.
Di dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang sisten pemerintahan presidensial tetap
dipertahankan dan bahkan diperkuat. Dengan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden
secara langsung.
22
Perbandingkan Demokrasi yang diterapkan pada masa Orde lama, Orde baru,
dan Orde Reformasi
a. Masa Orde Lama
Masa Orde Lama berlangsung mulai tanggal 5 Juli 1959 sampai dengan 1 Maret
1966. Demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi terpimpin.
Ciri umum demokrasi terpimpin, antara lain
a) Adanya rasa gotong royong.
b) Tidak mencari kemenangan atas golongan lain.
c) Selalu mencari sintesa untuk melaksanakan amanat rakyat.
Selama pelaksanaan demokrasi terpimpin kecenderungan semua keputusan hanya ada pada
Pemimpin Besar Revolusi Ir. Sukarno. Hal ini mengakibatkan rusaknya tatanan kekuasaan
negara, misalnya DPR dapat dibubarkan, Ketua MA, MPRS menjadi Menko,pemimpin partai
banyak yang ditangkapi.
b. Masa Orde Baru
Masa Orde Baru berlangsung mulai dari 11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998. Berikut ini
pelaksanaan demokrasimasa Orde Baru.
1) Demokrasi yang berkembang adalah demokrasi Pancasila sesuai dengan Pembukaan UUD
1945 Alinea keempat.
2) Ciri umum demokrasi Pancasila, antara lain sebagai berikut:
a) Mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
b) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
c) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
d) Selalu diliputi semangat kekeluargaan.
e) Adanya rasa tanggung jawab dalam menghasilkan musyawarah.
f) Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
23
g) Hasil keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
3) Pelaksanaan demokrasi Pancasila antara lain sebagai berikut:
a) Masih belum sesuai dengan jiwa dan semangat ciri-ciri umum. Kekuasaan presiden
begitu dominan baik dalam suprastruktur politik.
b) Banyak terjadi manipulasi politik dan KKN yang telah membudaya. Ini mengakibatkan
negara Indonesia terjerumus dalam berbagai krisis yang berkepanjangan.
c. Masa Orde Reformasi
Berlangsung mulai dari Mei 1998 sampai dengan sekarang. Ciri-ciri umum demokrasi
Pancasila masa Reformasi, seperti yang tercantum pada demokrasi Pancasila. Selain itu
juga lebih ditekankan pada :
1. Penegakkan kedaulatan rakyat dengan memberdayakan pengawasan sebagai
lembaga negara, lembaga politik, dan kemasyarakatan.
2. Pembagian secara tegas wewenang antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Penghormatan kepada keberadaan asas, ciri aspirasi, dan program parpol yang
multipartai.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia selama kurun waktu 60 tahun terakhir telah
banyak mengalami perubahan yang mencakup berbagai hal, yaitu sebagai berikut :
a. Periode 1945-1949 dengan UUD 1945 seharusnya berlaku demokrasi Pancasila
namun dalam penerapan berlaku demokrasi liberal
b. Periode 1949-1950 dengan konstitusi RIS berlaku demokrasi liberal.
c. Periode 1950-1959 dengan UUDS 1950 berlaku demokrasi liberal dengan
multipartai.
d. Periode 1959-1965 dengan UUD 1945 seharus berlaku demokrasi Pancasila,
namun yang diterapkan demokrasi terpimpin (cebderung otoriter).
24
e. Periode 1966-1998 dengan UUD 1945 berlaku demokrasi Pancasila (cenderung
otoriter).
f. Periode 1998 sampai sekarang dengan UUD 1945 berlaku demokrasi Pancasila
(cenderung ada perubahan menuju demokratisasi).
25
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dari Sejarah panjang mengenai dinamika politik pada masa orde lama di Indonesia yang
berhubungan dengan praktek politik berdasar demokrasi muncul semenjak dikelurkannya
Maklumat Wakil Presiden No.X, 3 November 1945, yang menganjurkan pembentukan partai-
partai politik. Perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi parlementer
dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik
kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan pemerintah yang nyata dimiliki oleh
Perdana Menteri, kabinet dan parlemen. Kegiatan partisipasi politik di masa itu berjalan dengan
hingar bingar, terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan berbagai ideologi
dan nilai-nilai primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat. Namun, demikian, masa itu
ditandai oleh terlokalisasinya proses politik dan formulasi kebijakan pada segelintir elit politik
semata, hal tersebut ditunjukan pada rentang 1945-1959 ditandai dengan adanya
tersentralisasinya kekuasaan pada tangan elit-elit partai dan masyarakat berada dalam keadaan
terasingkan dari proses politik.
Keruntuhan Orde Lama dan kelahiran Orde Baru di penghujung tahun 1960-an menandai
tumbuhnya harapan akan perbaikan keadaan sosial, ekonomi dan politik. Dalam kerangka ini,
banyak kalangan berharap akan terjadinya akselerasi pembangunan politik ke arah demokrasi.
Salah satu harapan dominan yang berkembang saat itu adalah bergesernya power relationship
antara negara dan masyarakat. Harapan akan tumbuhnya demokrasi tersebut adalah harapan yang
memiliki dasar argumen empirik yang memadai diantaranya adalah berbeda dengan demokrasi
terpimpin Bung Karno yang lahir sebagai produk rekayasa elit, orde baru lahir karena adanya
gerakan massa yang berasal dari arus keinginan arus bawah, kemudian rekrutmen elit politik di
tingkat nasional yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru pada saat pembentukannya
memperlihatkan adanya kesejajaran. Dalam artian, mengenai kebijakan politik yang ada tidak
lagi diserahkan pada peran politis dan ideology, melainkan pada para teknokrat yang ahli.
Sejalan dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya
26
perubahan besar dalam pegimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada
era Orde Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI. Namun
pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan
kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971,
golkar secara mengejutkan memenangi pemilu lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah
beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama dan Orde Baru, tentang bagaimana kehidupan
sosial, politik dan ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya tumbang
bersamaan dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR
yang akhrinya pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca reformasilah demokrasi
yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada saat itu perlahan-lahan mulai tumbuh
hingga sekarang ini.
B. SARAN
Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya. Budaya
birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar kuat hingga reformasi saat ini.
Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan
kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan
orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya
birokrasi yang korup semakin menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi
cermin buruknya mentalitas birokrasi secara institusional maupun individu.
Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien dalam
melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun militer secara terang-
terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih
terjadi pada masa reformasi, namun hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada
yang sempat terekam oleh media menjadi salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan
birokrasi untuk suksesi. Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan
dengan catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk merealisasikan
program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun sayangnya, penaklukan ini hanya
dipahami para pelaku politik adalah untuk memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.
27
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam
mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah
mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam
proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat
umumnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. 2005. Sejarah Untuk SMA kelas XII Program Ilmu Sosial Dan
Bahasa. Klaten : Cempaka Putih.
Tim Penyusun, MGMP. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Dan Dunia untuk Kelas XII
SMA Program IPS. Malili : Raodah Foto Copy.
http ;//www.wikipedia.org/sejarah indonesia//
www.isomwebs.net
www.google.com
Johari, dkk, Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia ”sejak Orde Lama, Orde Baru, dan
Orde Reformasi”, Jakarta: Sman’s, 2011
sokhi95.blogspot.com
agusfirmansulistio.blogspot.com
berbagifile22.blogspot.com
birokrasi.kompasiana.com
della-adp.blogspot.com
www.wikipedia.com
ppkn34.wordpress.com
29