Web viewNEGOSIASI BISNIS. Untuk memenuhi tugas mata kuliah negosiasi bisnis. Dosen pengampu : ZAINUL...
Transcript of Web viewNEGOSIASI BISNIS. Untuk memenuhi tugas mata kuliah negosiasi bisnis. Dosen pengampu : ZAINUL...
NEGOSIASI BISNIS
Untuk memenuhi tugas mata kuliah negosiasi bisnis
Dosen pengampu :
ZAINUL ARIFIN, Dr., MS
Disusun oleh :
1. Natasya Ulfiyah (145030201111016)
2. Kevin Figli (145030201111017)
3. Jevanda Goerid Erwanta (145030207111007)
4. Rizqi Egi Gumilang (145030201111079)
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan terhadap kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat serta
karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan makalah Negosiasi Bisnis ini dengan tepat waktu
dengan judul “Sifat Dasar Negosiasi”. Kami menyusun karya tulis ilmiah ini untuk memenuhi
tugas mata kuliah Negosiasi Bisnis di Universitas Brawijaya Malang. Adapun tujuan yang
diharapkan penulis makalah ini dapat memberikan informasi kepada pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan, demi
kesempurnaan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terimah
kasih kepada pihak- pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Khususnya kepada
dosen kami Bapak Zainul Arifin, Dr., MS yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Akhir kata, penulis sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir.
Malang, September 2016
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I
Latar Belakang……………………………………………………………………………
Rumusan Masalah…………………………………………………………………………
Tujuan …………………………………………………………………………………….
Bab II
Pembahasan.........................................................................................................................
Bab III
Kesimpulan…………………………………………………………………………………..
Saran…………………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….
iii
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Negosiasi merupakan suatu proses komunikasi, Menurut Hartman bahwa negosiasi merupakan
suatu proses komunikasi antara dua pihak yang masing-masing mempunyai tujuan dan sudut
pandang mereka sendiri, yang berusaha mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah
pihak mengenai masalah yang sama.
Untuk dapat menyelesaikan negosiasi dengan baik dibutuhkan sifat-sifat yang menunjang yang
harus dimiliki oleh seorang negosiastor agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan. Ini merupakan
salah satu kegiatan dalam bisnis yang sangat menunjang keberhasilan.
Salah satu karakteristik dari situasi negosiasi adalah kebutuhan akan sifat dalam negosiasi untuk
mencapai tujuan atau hasil yang mereka inginkan. Artinya, harus saling berkoordinasi untuk
mencapai tujuan mereka sendiri, atau mereka memilih untuk bekerja sama karena hasil yang
mungkin dicapai akan lebih baik daripada mereka bekerja sendiri. Namun pihak yang terbiasa
bekerja sendiri juga dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari
orang lain.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja karakteristik-karakteristik dari situasi negoisasi?
2. Apa yang dimaksud ketergantungan di dalam negosiasi?
3. Apa yang dimaksud penyesuaian yang saling menguntungkan di dalam negosiasi?
4. Bagaimana cara seseorang mengklaim nilai dan menciptakan nilai di dalam negosiasi?
5. Apa yang dimaksud dengan konflik dan apa saja tingkatan konflik yang terjadi di dalam
negoisasi?
TUJUAN
1. Karakteristik-karakteristik dari situasi negosiasi
2. Ketergantungan
3. Penyesuaian yang saling menguntungkan
4. Mengklaim nilai dan menciptakan nilai
5. Konflik
BAB II
PEMBAHASAN
Karakteristik Situasi Organisasi
Negosiasi adalah proses di mana dua atau lebih pihak berusaha untuk menyelasaikan
kepentingan mereka yang bertentangan. Situasi negosiasi pada dasarnya memiliki karakteristik
yang sama, apakah negosiasi perdamaian antara negara-negara perang, negosiasi bisnis antara
pembeli dan penjual atau buruh dan manajemen.
Beberapa karakteristik umum untuk semua situasi negosiasi (Lewicky,1992; Rubin dan
Brown, 1975):
1.Terdapat dua atau lebih pihak yaitu dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi
meskipun orang dapat “bernegosiasi” dengan diri mereka sendiri.
2. Terdapat konflik kebutuhan dan keinginan antara dua pihak atau lebih yaitu apa yang
diinginkan adalah tidak selalu menjadi keinginan orang lain dan para pihak harus mencari cara
untuk menyelesaikan konflik.
3. Para pihak berorganisasi dengan pilihan, artinya mereka bernegoisasi karena mereka berpikir
mereka dapat mendapatkan kesepakatan yang lebih baik dengan melakukan negosiasi daripada
sekedar menerima apakah sisi lain secara sukarela akan memberikan mereka atau membiarkan
mereka miliki. Negosiasi sebagian besar proses sukarela. Kita bernegoisasi karena kita berpikir
kita dapat meningkatkan pengeluaran atau hasil, dibandingkan dengan tidak bernegoisasi atau
secara sederhana menerima apa yang pihak lain tawarkan.
4. Ketika kita bernegosiasi, kita mengharapkan proses “memberi dan menerima” yang mendasar
untuk definisi sendiri. Berharap bahwa kedua belah pihak akan memodifikasi atau mengubah
pernyataan awal mereka, permintaan, atau tuntutan.
5. Para pihak lebih suka bernegosiasi dan mencari kesepakatan daripada melawan secara terbuka,
satu sisi mendominasi dan sisi lain menyerah, memutuskan kontak secara tetap, atau membawa
perselisihan mereka pada otoritas yang lebih tinggi untuk mengatasinya.
6. Negosiasi yang berhasilkan melibatkan menajemen faktor kasat mata (misalnya, harga atau
ketentuan perjanjian) dan juga resolusi faktor tak kasat mata. Faktor tak kasat mata adalah dasar
motivasi psikologis yang mungkin memengaruhi pihak-pihak selama negosiasi, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Beberapa contoh faktor tak kasat mata adalah (a) kebutuhan
untuk “menang”, mengalahkan pihak lain, atau mencegah kehilangan pada pihak lain (b)
kebutuhan untuk terlihat “baik”, “kompeten”, atau “kuat” untuk orang-orang yang anda wakili
(c) kebutuhan untuk mempertahankan prinsip penting atau contoh dalam negosiasi, dan (d)
kebutuhan untuk tampil “adil” atau “terhormat” atau untuk melindungi reputasi seseorang atau
(e) kebutuhan untuk mempertahankan hubungan yang baik dengan pihak lain setelah negosiasi
selesa, terutama dengan menjaga kepercayaan dan mengurangi ketidakpastian (Saorin-Iborra,
2006)
Saling Ketergantungan
Salah satu karakteristik kunci dari situasi negosiasi adalah bahwa pihak-pihak saling
membutuhkan untuk mecapai suatu tujuan atau hasil yang mereka inginkan. Artinya, mereka
harus saling berkoordinasi untuk mencapai tujuan mereka sendiri, atau mereka memilih untuk
bekerja sama karena hasil yang mungkin dicapai akan lebih baik daripada mereka bekerja
sendiri, Ketika pihak-pihak yang ada saling bergantung satu sama lain untuk mencapai hasil yang
diinginka sendiri, maka mereka saling bergantung.
Kebanyakan hubungan antara pihak dapat dicirikan dalam salah satu dari tiga cara:
mandiri, tergantung, atau saling tergantung. Pihak yang mandiri dapat memenuhi kebutuhan
mereka sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari orang lain mereka dapat relatif terpisah, acuh
tak acuh, dan tidak terlibat dengan orang lain.
Jenis Saling Ketergantungan yang Memengaruhi Hasil
Saling ketergantungan atas tujuan masyarakat, dan struktur situasi di mana mereka akan
bernegosiasi, membentuk proses negosiasi dan hasil. Ketika tujuan dari dua atau lebih orang
saling berhubungan sehingga hanya satu yang dapat mencapai tujuan seperti mengikuti
perlombaan di mana hanya akan ada satu pemenang ini adalah situasi yang kompetitif juga
dikenal sebagai situasi zero-sum atau distributif, di mana “individu sangat terhubung bersama-
sama, sehinggga terdapat korelasi negatif diantara pencapaian tujuan mereka” (Deutsch,
1962,hlm.276). situasi zero-sum atau distributif juga terdapat pada saat pihak sedang berusaha
untuk membagi sumber yang terbatas atau langka, seperti saham uang, blok waktu tertentu, dan
sejenisnya. Untuk tingkat di mana satu orang mencapai tujuannya, pencapaian tujuan lainnya
diblokir. Sebaliknya, ketika tujuan pihak-pihak saling terkait, maka pencapaian tujuan seseorang
membantu orang lain untuk mencapai tujuan mereka, hal tersebut adalah situasi saling
menguntungkan, juga dikenal sebagai situasi no-zero-sum atau integratif, di mana ada korelasi
positif antara pencapaian tujuan kedua belah pihak.
Alternatif Bentuk Saling Ketergantungan
Roger Fisher, William Ury, dan Bruce Patton (1991), dalam buku mereka yang populer
“Getting to Yes: Negotiating Agreement without Giving In”, menekankan bahwa “Apakah anda
harus atau tidak harus setuju pada sesuatu dalam negoisasi tergantung sepenuhnya pada daya
tarik untuk anda terhadap alternatif terbaik yang tersedia”. Mereka menyebutnya alternatif
BATNA (Best Alternatif to a Negotiated Agreement) dan menyarankan bahwa negosiator perlu
memahami BATNA mereka sendiri dan BATNA pihak lain. Nilai BATNA seseorang selalu
terkait dengan penyelesaian yang mungkin terjadi dalam negosiasi saat ini. BATNA mungkin
menawarkan kemandirian, ketergantungan, atau saling ketergantungan dengan orang lain.
Penyesuaian Timbal Balik
Ketika pihak pihak saling bergantung, mereka harus menemukan cara untuk
menyelesaikan perbedaan mereka. Kedua pihak dapat mempengaruhi hasil dan keputusan yang
lain, dan keputusan serta hasil tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya. Penyesuain timbal
balik ini saling berlanjut sepanjang kegiatan negosiasi sebagai aksi kedua belah pihak dalam
memengaruhi yang lain. Penting untuk menyadari bahwa negosiasi adalah proses yang berubah
dari waktu ke waktu, dan penyesuain timbal balik adalah salah satu penyebab utama dari
perubahan yang terjadi selama negosiasi.
Penyesuain Timbal Balik dan Pembuatan Konsesi
Negosiasi biasa dimulai dengan pernyataan posisi awal. Setiap pihak menyatakan
proposal yang paling disukai, berharap bahwa pihak lain hanya akan menerimanya, tetapi itu
benar benar tidak sederhana. Jika proposal tidak diterima oleh pihak lain, negosiator mulai
mempertahankan proposal awal mereka sendiri dan mengkritik proposal orang lain dan mungkin
juga mengandung perubahan posisi sendiri.
Dua dilema dalam penyesuain timbal balik
Dilema pertama, dilema kejujuran, fokus pada berapa banyak kebenaran untuk
memberitahu pihak lain. Dilema kedua, dilema kepercayaan. Berapa banyak seharusnya
negosiator percaya pada pihak lain? jika anda dapat mempercayai yang dikatakan pihak lain,
maka ia dapat mengambil keuntungan dari anda.
Mengklaim nilai dan menciptakan nilai
Kita mengidentifikasi dua jenis situasi saling tergantung, zero sum dan non zero sum.
Zero sum atau situasi distributif adalah situasi dimana hanya ada satu pemenang atau dimana
pihak pihak yang berusaha untuk mendapatkan bagian yang lebih besar atau bagian dari sumber
daya tetap, seperti jumlah bahan baku, uang, waktu dan sejenisnya. Sebaliknya, non zero sum
atau integratif atau situasi pendapatan timbal balik adalah situasi dimana banyak orang dapat
mencapai tujuan mereka. Tujuan negosiasi adalah untuk menciptakan nilai yaitu untuk
menemukan cara bagi semua pihak untuk memenuhi tujuan mereka naik dengan
mengidentifikasi lebih banyak sumber daya atau menemukan cara yang unik untuk berbagi dan
mengkordinasikan penggunaan sumber daya yang ada.
Jika kita dapat mengklasifikasikan semua masalah ke dalam negosiasi ke dalam dua tipe ini dan
menyatakan strategi dan taktik mana yang sesuai untuk setiap masalah. Implikasi untuk hal ini
begitu signifikan.
1. Negosiator harus mampu menyadari situasi situasi yang membutuhkan lebih dari satu
pendekatan dibandingkan yang lain.
2. Negosiator harus menjadi fleksibel dalam kenyamanan mereka dan menggunakan kedua
pendekatan strategi.
3. Persepsi negosiator terhadap situasi cenderung menjadi bias dalam melihat masalah
masalah.
Nilai dapat diciptakan dengan banyak cara dan perasaan proses terletak pada eksploitasi
perbedaan perbedaan yang ada diantara para negosiator (Lax dan Sebenius, 1986).
Perbedaan kunci diantara para negosiator meliputi hal hal berikut ini:
1. Perbedaan minat. Para negosiator jarang menilai semua hal dalam negosiasi sama.
Contohnya, dalam mendiskusikan kompensasi, perusahaan mungkin bersedia
memberikan bonus yang yang besar daripadi gaji karena bonus terjadi hanya di tahun
pertama, sedangkan gaji adalah pendapatan tetap.
2. Perbedaan penilaian tentang masa depan. Orang orang berbeda penilainnya terhadap
yang berharga atau nilai masa depan sebuah barang.
3. Perbedaan risiko toleransi. Orang orang dapat menghadapi risiko dalam jumlah yang
berbeda.
4. Perbedaan dalam pemilihan waktu. Negosiator berbeda dalam bagaimana
memengaruhi mereka. Seorang negosiator mungkin ingin merealisasikan pendapatan
sekarang, sedangkan yang lain mungkin lebih suka menyimpan pendapatan untuk
masa depan.
Konflik
Konsekuensi nyata dari hubungan saling tergantung adalah konflik. Konflik dapat
dihasilkan dari kebutuhan divergen yang kuat dari kedua belah pihak atau dari salah persepsi
atau salah pengertian. Konflik dapat terjadi saat kedua belah pihak sedang bekerja untuk tujuan
yang sama dan umumnya menginginkan hasil yang sama atau saat kedua pihak menginginkan
hasil yang berbeda. Tanpa memperhatikan penyebab konflik tersebut, negosiasi dapat
memainkan peran yang sangat penting dalam menyelesaikan secara efektif.
Definisi
Konflik dapat diartikan sebagai “perselisihan dan pertentangan yang tajam, sebagai
kepentingan, ide, dan sebagainya “ dan melibatkan “ perbedaan yang dirasakan dari kepentingan,
atau keyakinan bahwa saat ini aspirasi pihak tidak dapat dicapai secara bersamaan” ( dari Pruitt
dan Rubin, 1986, hlm. 4). Konflik dihasilkan dari “ interaksi orang-orang yang saling
tergantungdan menerima tujuan yang bertentangan dan gangguan satu sama lain dalam mencapai
tujuan tersebut” (Hocker dan Wilmor,1985)
Tingkatan Konflik:
Salah satu cara untuk memahami konflik adalah membedakannya berdasarkan tingkatannya. 4
tingkatan konflik dijelaskan berikut ini:
1. Konflik Intrapersonal atau Intrapsikis. Konflik – konflik ini terjadi didalam diri seorang
kecendrungan, atau gerakan yang terdapat dalam konflik satu sama lain. Contohnya: kita
sangat menginginkan satu cone eskrim, tetapi kita tahu bahwa eskrim jelas-jelas dapat
membuat gemuk. Kita marah pada pimpinan, tetapi takut untuk mengespresikan
kemarahan tersebut karena ia dapat saja memecat kita atas tindakan kurang ajar tersebut.
2. Konflik Interpersonal. Tingkatan penting yang kedua dari konflik terjadi diantara
individu. Konflik interpersonal terjadi antara rekan kerja, pasangan, saudara, teman
sekamar atau tetangga.
3. Konflik Intrakelompok. Tingkatan yang ketiga terjadi diantara kelompok – diantara
anggota tim dan kelompok kerja dan didalam keluarga, kelas, kompleks tempat tinggal,
dan suku.
4. Konflik Interkelompok. Tingkatan terakhir adalah interkelompok – diantara organisasi,
kelompok etnis, bangsa-bangsa yang berperang, atau keluarga yang bermusuhan atau
dalam perpecahan, masyarakat yang terpecah belah. Negosiasi pada tingkat ini adalah
yang paling kompleks.
FUNGSI DAN DISFUNGSI KONFLIK
Pada dasarnya, kebanyakan orang mempercayai bahwa konflik adalah hal yang buruk dan tidak
berguna. Kepercayaan ini memiliki dua aspek:
Konflik tersebut adalah indikasi bahwa sesuatu salah, rusak, tidak berfungsi.
Konflik tersebut menciptakan konsekuensi-konsekuensi yang bersifat merusak secara
meluas.
Deutsch (1973) dan lainnya telah menguraikan banyak elemen yang berkontribusi dalam
gambaran perusakan oleh konflik:
1. Kompetitif, tujuan menang-kalah. Pihak – pihak berkompetisi saling menentang karena
mereka percaya bahwa ketergantungan mereka terhadap tujuan tersebut berada dalam
pertentangan dan kedua belah pihak tidak dapat mencapai tujuan- tujuan mereka secara
langsung.
2. Salah persepsi dan bias. Semakin konflik meningkat, maka persepsi menjadi terdistorsi.
Orang-orang mulai memandang hal-hal secara konsisten dengan sudut pandang mereka
sendiri terhadap konflik tersebut.
3. Emosionalitas. Konflik cenderung berubah menjadi beban emosional karena pihak
menjadi cemas, kesal, jengkel, marah, atau frustasi.
4. Komunikasi menurun, Komunikasi yang produktif menurun karena konflik. Pihak- pihak
kurang berkomunikasi dengan mereka yang tidak setuju dengannya dan lebih
berkomunikasi dengan mereka yang setuju.
5. Masalah yang samar, Masalah pusat dalam pertentangan menjai samar dan kurang
didefinisikan dengan baik. Generalisasi melimpah, konflik menjadi pusaran yang
menghisap masalah-masalah yang tidak terkait dan tidak bersalah.
6. Komitmen yang kaku. Pihak- pihak terkunc pada berbagai posisi. Saat pihak lain
menantang mereka, pihak-pihak menjadi lebih berkomitmen terhadap sudut pandang
mereka sendiri dan tidak terlalu menginginkan kembali dan tidak bersedia untuk mundur
dari komitmen tersebut karena takut kehilangan muka dan tampak bodoh.
7. Perbedaan yang diperbesar, kesamaan yang diminimalisir. Saat pihak-pihak
berkomitmen dan masalah menjadi samar, mereka cenderung melihat satu sama lain dan
posisi masing-masing sebagai kutub yang berlawanan.
8. Eskalasi konflik. Saat konflik berlangsung, masing-masing pihak menjadi lebih terpaku
dalam pandangan masing-masing, kurang bertoleransi dan menerima satu sama lain lebih
bertahan dan kurang berkomunikatif, dan lebih emosional. Negosiasi adalah sebuah
strategi untuk mengatur konflik secara produktif.
Faktor-faktor yang Membuat Konflik Mudah Dan Sulit Diatur
Figure 1.2 menyajikan model diagnosis konflik. Model ini menawarkan beberapa dimensi
yang berguna untuk menganalisis berbagai pertentangan dan menentukan seberapa mudah
atau sulit masalah tersebut diatasi.
Manajemen Konflik Yang Efektif
Banyak kerangka untuk mengatur konflik telah disarankan, dan persediaan-persediaan telah
dibangun untuk mengukur kecenderungan-kecenderungan negosiator untuk menggunakan
pendekatan-pendekatan tersebut. Masing-masing pendekatan dimulai dengan kerangka dua
dimensi yang sama dan kemudian menerapkan label dan deskripsi yang berbeda terhadap
kelima poin kunci. Kerangka model dua dimensi ini disajikan di Figur 1.3 yang disebut
model perhatian ganda. Model tersebut mendalilkan bahwa orang-orang dalam konflik
memiliki dua tipe perhatian independen: perhatian tentang hasil mereka sendiri ( ditunjukkan
pada gambar dimensi horizontal ) dan perhatian hasil orang lain ( ditunjukkan pada gambar
dimensi vertikal ). Perhatian- perhatian tersebut dapat diwakili pada poin apa pun dari yang
nihil (mewakili perhatian yang sangat rendah ) hingga yang tinggi (mewakili perhatian yang
sangat tinggi ). Dimensi vertikal sering kali ditujukan pada dimensi kerja sama, dan dimensi
horizontal sebagai dimensi ketegasan. Meskipun kita secara teori dapat mengidentifikasi
jumlah poin yang hampir tidak terbatas dalam ruang dua dimensi berdasarkan tingkat
perhatian untuk mengejar hasil sendiri dan hasil pihak lain, lima strategi utama untuk
manajemen konflik secara umum telah diidentifikasi dan model dua perhatian:
1. Contending ( disebut bersaing atau mendominasi ) adalah strategi di sudut kanan bawah.
Para pelaku yang mengejar strategi bersaing dalam mengejar hasil mereka secara kuat
dan menunjukkan perhatian yang kecil jika pihak lain mendapatkan hasil yang mereka
harapkan.
2. Yielding ( juga disebut mengakomodasi atau menurut ) adalah strategi dibagian sudut
kanan atas. Para pelaku yang mengejar strategi penurut ( yielding )menunjukkan
ketertarikan atas perhatian yang sedikit jika pihak lain mencapai hasil mereka, tetapi
mereka cukup tertarik jika pihak lain mencapai hasilnya.
3. Inaction ( juga disebut menghindari )adalah strategi dibagian sudut kiri bawah. Para
pelaku yang mengejar strategi kelambanan ( inaction ) menunjukkan ketertarikan yang
kecil jika mereka mencapai keberhasilan, sebagaimana mereka memiliki sedikit perhatian
jika pihak lain mendapatkan hasil yang diinginkan.
4. Problem solving ( juga disebut mengolaborasi atau mengintegrasi ) adalah strategi
dibagian sudut kanan atas. Para pelaku mengejar strategi penyelesaian masalah
( problem solving ) menunjukkan perhatian yang tinggi untuk mencapai hasil mereka dan
perhatian yang juga tinggi jika pihak lain mencapai hasil mereka.
5. Compromising ( mengompromi ) adalah strategi yang terletak ditengah-tengah Figur 1.3.
sebagaimana strategi manjemen konflik, strategi ini mewakili usaha moderat untuk
mengejar hasil seseorang dan usaha moderat untuk membantu pihak lain mencapai hasil
mereka.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Negosiasi merupakan suatu proses komunikasi, Menurut Hartman bahwa negosiasi
merupakan suatu proses komunikasi antara dua pihak yang masing-masing mempunyai tujuan
dan sudut pandang mereka sendiri, yang berusaha mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua
belah pihak mengenai masalah yang sama. Salah satu karakteristik dari situasi negosiasi adalah
kebutuhan akan sifat dalam negosiasi untuk mencapai tujuan atau hasil yang mereka inginkan.
Artinya, harus saling berkoordinasi untuk mencapai tujuan mereka sendiri, atau mereka memilih
untuk bekerja sama karena hasil yang mungkin dicapai akan lebih baik daripada mereka bekerja
sendiri. Namun pihak yang terbiasa bekerja sendiri juga dapat memenuhi kebutuhan mereka
sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Lewicki .Roy, 2015, Negosiasi, Jakarta; Salemba Humanika