himawanreza5.files.wordpress.com · Web viewkementerian riset teknologi dan pendidikan tinggi....
Transcript of himawanreza5.files.wordpress.com · Web viewkementerian riset teknologi dan pendidikan tinggi....
MAKALAH TENTANG WORLD TRADE ORGANIZATION
(Dilihat dari Segi Sejarah dan Latar Belakang Pendirian, Tujuan,Fungsi, Sasaran, dan Struktur Organisasi)
Guna memenuhi Tugas Terstruktur 2
Mata Kuliah Hukum Ekonomi Internasional
DOSEN :
1. Hanif Nur Widhiyanti, S.H., M.Hum, Ph.D2. Rika Kurniaty, S.H., M.A.
OLEH:
1. Indoko Pujiharbowo 1350101001110222. Reza Himawan 1350101001110273. Linda Dewi Rahayu 1350101001110284. Aziza Winda A.W. 1350101001110395. Abdurahman 1550101091110076. Tirto Pujo Pratomo 1550101091110097. Sani Nur Imamy 155010109111017
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2015
A. SEJARAH DAN LATAR BELAKANG PENDIRIAN WTO
World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan
Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus
mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan
multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-
aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang
telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut
merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk
mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangan di negaranya
masing-masing. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan
utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa,
eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan. Pemerintah Indonesia
merupakan salah satu negara pendiri Word Trade Organization (WTO)
dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1994.
Gagasan untuk mendirikan suatu organisasi perdagangan
multilateral telah mulai dirintis dengan disepakatinya General Agreement
on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947, sebagai awal dari rencana
pembentukan International Trade Organization (ITO), yang merupakan
satu dari 3 (tiga) kerangka Bretton Woods Institution. Kedua organisasi
lainnya adalah International Monetary Fund (IMF) dan International Bank
for Reconstruction and Development (IBRD) yang sering dikenal dengan
World Bank.
GATT sebenarnya hanya salah satu dari IX Chapters yang
direncanakan menjadi isi dari Havana Charter mengenai pembentukan
International Trade Organization (ITO) pada tahun 1947, yaitu Chapter
IV: Commercial Policy. Namun International Trade Organization (ITO)
tidak berhasil didirikan, walaupun Havana Charter sudah disepakati dan
ditandatangani oleh 53 negara pada Maret 1948. Hal tersebut dikarenakan
Amerika Serikat menolak untuk meratifikasinya di mana Kongres
Amerika Serikat khawatir wewenangnya dalam menentukan kebijakan
Amerika Serikat semakin berkurang. GATT kemudian dimasukkan hanya
sebagai perjanjian sementara (interim) melalui sebuah Protocol of
Provisional Application sampai Havana Charter dapat diberlakukan dan
sebagai badan pelaksana GATT adalah Committee-ITO/GATT yang
dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal.
Memperhatikan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam
hubungan perdagangan internasional sejak berdirinya GATT menimbulkan
pandangan perlunya beberapa peraturan dan prosedur diperbaharui,
khususnya didasarkan akan kebutuhan untuk memperketat prosedur
penyelesaian sengketa. Timbul pemikiran untuk membentuk suatu badan
tingkat tinggi yang permanen untuk mengawasi bekerjanya sistem
perdagangan multilateral dan diarahkan pula untuk menjamin agar negara-
negara peserta (Contracting parties) GATT mematuhi peraturan-peraturan
yang telah disepakati dan memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Dalam Perundingan Perdagangan Multilateral Putaran Uruguay
(Uruguay Round), Punta Del Este, 20 September 2006, pemikiran tentang
pembentukan suatu organisasi perdagangan multilateral dimaksud secara
implisit termuat di dalam Deklarasi Punta del Este. Hal tersebut
merupakan salah satu dari 15 bidang perundingan dalam Putaran Uruguay,
yaitu negosiasi mengenai upaya untuk meningkatkan fungsi sistem GATT.
Tujuan yang hendak dicapai dalam negosiasi fungsi sistem GATT ini
adalah: (1) meningkatkan fungsi pengawasan GATT agar dapat memantau
kebijakan dan perdagangan yang dilakukan oleh contracting parties (CPs)
dan implikasi terhadap sistem perdagangan internasional. (2) memperbaiki
seluruh aktivitas dan pengambil keputusan GATT sebagai suatu lembaga,
termasuk keterlibatan para menteri yang berwenang menangani masalah
perdagangan, (3) meningkatkan kontribusi GATT untuk mencapai “greater
coherence” dalam pembuatan kebijakan ekonomi global melalui
peningkatan hubungan dengan organisasi internasional lainnya yang
berwenang dalam masalah moneter dan keuangan.
Sesudah melalui tahapan-tahapan proses perundingan yang alot
dan konsultasi-konsultasi maraton yang intensif atas draft-draft yang
diusulkan lebih dari 120 negara, akhirnya pada Pertemuan Tingkat Menteri
Contracting Parties GATT di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 12-15
April 1994, disahkan Final Act tanggal 15 April 1994 dan tanggal
berlakunya WTO. Persetujuan pembentukan WTO terbuka bagi ratifikasi
oleh negara-negara dan diharapkan dapat diberlakukan efektif pada 1
Januari 1995. Untuk mengatasi adanya kekosongan antara Pertemuan
Tingkat Menteri di Marrakesh, Maroko sampai dengan tanggal berlakunya
WTO, dibentuklah suatu lembaga sementara yaitu Implementation
Committee yang bertugas antara lain memperhatikan program kerja WTO,
masalah anggaran dan kontribusi serta masalah keanggotaan WTO. Pada
pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) IV di Doha (Doha Round),
Qatar dari tanggal 9-14 November 2001, Indonesia mengikutsertakan 32
orang delegasi. Putaran Doha merupakan putaran kesembilan negosiasi
perdagangan yang diluncurkan sejak sistem multilateral terbentuk tahun
1947. Delapan putaran selanjutnya diluncurkan di bawah payung GATT,
yang kemudian berganti nama menjadi WTO tahun 1995.
Oleh sebab itu, muncul pertanyaan, apakah GATT sama dengan
WTO? Tidak. WTO adalah GATT ditambah dengan banyak kelebihan
lainnya. Untuk lebih jelasnya, General Agreement on Tariffs and Trade
(GATT) adalah: sebagai suatu persetujuan internasional, yaitu dokumen
yang memuat ketentuan-ketentuan mengatur perdagangan internasional.
Walaupun upaya untuk menciptakan suatu badan perdagangan
internasional pada tahun 1940-an mengalami kegagalan, para perumus
GATT sepakat bahwa mereka menginginkan suatu aturan perdagangan
yang bersifat multilateral. Para pejabat pemerintah juga mengharapkan
adanya pertemuan/forum guna membahas isu-isu yang berkaitan dengan
persetujuan perdagangan. Keinginan tersebut memerlukan dukungan suatu
sekretariat yang jelas dengan perangkat organisasi yang lebih efektif. Oleh
karena itu, GATT sebagai badan Internasional, tidak lagi eksis. Badan
tersebut kemudian digantikan oleh WTO.
Sebelum berdirinya WTO masih banyak perundingan yang
dilakukan dalam rangka memujudkan perjanjian multilateral berkaitan
dengan perdagangan antara lain:
1. Tahun 1947-1948: Untuk pertama kalinya sejak PD II berakhir,
negara-negara di dunia terutama dari Blok Barat menginginkan
adanya suatu bentuk sistem perdagangan internasional yang lebih
adil dan komprehensif untuk membangun ekonomi dunia yang
hancur akibat perang. Pada tahun 1947 di Geneva diadakan
perundingan perumusan perjanjian GATT yang menetapkan
penurunan 45.000 jenis tarif dengan nilai 10 miliar dolar AS.
Perundingan ini diikuti 23 negara.
2. 1949: Pada tahun 1949 di Kota Annecy berlangsung perundingan
yang lebih dikenal sebagai “Perundingan Annecy”. Dalam
perundingan kali ini, telah disepakati untuk meratifikasi 5000
jenis tarif yang diikuti 33 negara.
3. 1950-1951: Pada periode ini berlangsung “Perundingan Torquay”
yang diselenggarakan di Kota Torquay dimana disepakati untuk
meratifikasi 5,500 jenis tarif yang diikuti oleh 34 negara.
4. 1955-1956: Pada periode ini berlangsung “Perundingan Jenewa”
yang diselenggarakan di Kota Jenewa di mana disepakati untuk
meratifikasi sejumlah jenis tarif dengan nilai perdagangan
sejumlah 2,5 miliar dolar AS, yang diikuti oleh 34 negara.
5. 1960-1961: Pada periode ini berlangsung Perundingan yang lebih
dikenal sebagai “Putaran Dillon”, yang diselenggarakan di Kota
Jenewa, putaran GATT kali ini diikuti oleh 45 negara yang
menghasilkan kesepakatan untuk meratifikasi 4.400 jenis tarif
dengan nilai perdagangan sejumlah 4,9 miliar dolar AS, yang
diikuti oleh 34 negara.
6. 1964-1967: Putaran GATT kali ini lebih dikenal sebagai “Putaran
Kennedy”, yang diselenggarakan di Jenewa. Perundingan ini
menyepakati penurunan sejumlah jenis tarif dengan nilai
perdagangan sejumlah 40 miliar dolar AS dan kesepakatan anti-
dumping yang diikuti 48 negara.
7. 1973-1979: Putaran GATT yang lebih dikenal sebagai “Putaran
Tokyo”, Jepang dengan menghasilkan beberapa kesepakatan
antara lain; ratifikasi sejumlah jenis tarif dan non-tarif dengan
nilai perdagangan sejumlah 155 miliar dolar AS. Perundingan kali
ini diikuti oleh 99 negara.
8. 1986-1988: Dalam periode ini, negara-negara peserta
mengadakan perundingan di Jenewa berdasarkan mandat
Deklarasi Punta Del Este. Perundingan kali ini tidak hanya
membahas peratifikasian tarif dan non-tarif sejumlah komoditas,
namun juga telah membahas bidang jasa dalam perdagangan
dunia. Di tahun 1980-an, Indonesia memainkan peranan aktifnya
dalam putaran GATT ini dengan ditariknya suatu konklusi bahwa
Indonesia harus mengubah haluan dari orientasi yang berbasis
impor ke arah strategi orientasi ekspor.
9. 1988: Pada bulan Desember tahun 1988 di Montreal, Kanada
telah diadakan pertemuan tingkat meneteri yang dikenal sebagai
Mid-Term Ministerial Meeting untuk mereview kembali beberapa
poin yang telah dicapai dalam perundingan sebelumnya. Pada
sidang tersebut telah dicapai kemajuan pada 11 bidang kecuali
pertanian. Dalam periode ini, Indonesia mulai memainkan
peranan aktifnya dalam Putaran Uruguay.
10. 1989: Perundingan ini diselenggarakan pada April 1989 untuk
meneruskan kembali kemaetan perundingan pada putaran
sebelumnya yang deadlock pada masalah pertanian.
11. 1990: Pada bulan Desember 1990 di Brussel, telah
diselenggarakan sidang tingkat menteri. Namun, kali ini tidak
dihasilkan kesepakatan apapun, karena Amerika Serikat dan Uni
Eropa sebagai negara utama menolak untuk meratitikasi bidang
pertaniannya. Dengan demikian, perundingan pada semua bidang
mencapai deadlock.
12. 1991: Pada bulan Desember 1991, Direktorat Jenderal GATT
selalu ketua Trade Negotiations Committee (TNC) pada tingkat
pejabat tinggi telah menyerahkan Draft Final Act sebagai hasil
akhir dari Uruguay Round.
13. 1992-1993: Pada tanggal Januari 1992, TNC bersidang untuk
menampung reaksi negara-negara peserta dan menentukan
langkah selanjutnya dalam perundingan. Negara-negara perserta
menyatakan kesulitannya untuk menerapkan DFA pada berbagai
bidang termasuk kewajiban menghapus subsidi pertanian dan
sistem proteksi atas beberapa jenis komoditas. Dalam
perundingan yang berlangsung di Jenewa ini, telah dilakukan
pembahasan antara lain; tariff dan non-tarif, perdagangan jasa,
hak atas kekayaan intelektual (hak cipta), komoditas tekstil, serta
pertanian. Dalam periode ini juga telah disepakati untuk
membentuk kerangka kerja WTO yang merupakan kelanjutan dari
GATT. Pada tanggal 14 Desember 1993, Indonesia telah
menyatakan komitmennya untuk mulai membuka akses pasar
secara bertahap pada sector telekomunikasi, industri, angkutan
laut, turisme dan jasa keuangan.
14. 1994: Pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh tercapai
kesepakatan mengenai hasil perundingan dari Putaran Uruguay
sebagai suatu paket yang ditandatangani oleh Negara peserta yang
kemudian melahirkan WTO. Sementara dalam tahun yang sama,
Indonesia telah menyelesaikan prosedur ratifikasi dengan DPR
pada bulan Oktober 1994. Sehingga Indonesia siap
memberlakukan kewajiban perjanjian sesuai ketentuan dalam
perjanjian tersebut, antara lain; perlindungan terhadap hak atas
kekayaan intelektual, perdagangan jasa, turisme, telekomunikasi,
dan beberapa sektor lain.
15. 1995: Sesuai dengan hasil kesepakatan dari Putaran Uruguay,
maka pada tanggal 1 Januari 1995 di Jenewa Swiss, WTO resmi
berdiri dengan beranggotakan 146 negara termasuk Indonesia.
Berdasarkan hasil kesepakatan Putaran Uruguay, terdapat
beberapa hal yang bersifat new issues, antara lain; trade in
services, intellectual property rights, dan trade-related investment
measures (TRIMs). Beberapa hal yang menjadi perhatian
Indonesia sebagai konsekuensi logis dari keikutsertaannya dalam
WTO antara lain; masalah tarif, akses pasar, komiditas tekstil,
produk pertanian, regulasi dan penyelesaian sengketa, hak atas
kekayaan intelektual, bidang jasa dan investasi.
B. FUNGSI , TUJUAN, DAN SASARAN WTO
Mengenai fungsi atau tujuan WTO dapat dilihat dalam Article III
WTO, yaitu: (1) mendukung pelaksanaan, pengaturan, dan
penyelenggaraan persetujuan yang telah dicapai untuk memujudkan
sasaran perjanjian tersebut, (2) sebagai forum perundingan bagi negara-
negara anggota mengenai perjanjian-perjanjian yang telah dicapai beserta
lampiran-lampirannya, termasuk keputusan-keputusan yang ditentukan
kemudian dalam Perundingan Tingkat Menteri, (3) mengatur pelaksanaan
ketentuan mengenai penyelesaian sengketa perdagangan; (4) mengatur
mekanisme peninjauan kebijakan di bidang perdagangan, dan (5)
menciptakan kerangka penentuan kebijakan ekonomi global berkerja sama
dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank),
serta badan-badan yang berafiliasi.
Dari fungsi-fungsi WTO, tampak fungsi-fungsi tersebut merupakan
upaya untuk menafsirkan dan menjabarkan lebih lanjut tentang
Multilateral Trade Agreements (MTAs) dan Plurilateral Trade
Agreements (PTAs), termasuk mengawasi pelaksanaan maupun
penyelesaian sengketa serta perbedaan pendapat mengenai perjanjian-
perjanjian yang disepakati. WTO juga akan melakukan peninjauan atas
implementasi perjanjian-perjanjian oleh setiap negara anggota dan
menjatuhkan sanksi atas pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-
ketentuan dalam perjanjian. Dengan demikian, seperti halnya IMF dan
World Bank, WTO memiliki alat untuk memaksa negara-neara anggota
untuk mengikuti ketentuan-ketentuannya. Dengan fungsi-fungsi yang
dipunyai WTO tersebut, menjadikan WTO sekaligus sebagai forum bagi
perundingan-perundingan selanjutnya di masa mendatang dalam perjanjian
multilateral.
Adapun sasaran yang ingin dicapai WTO dalam bekerja yaitu:
1. Non-diskriminasi
Sebuah negara tidak harus membedakan antara mitra
dagang dan seharusnya tidak membedakan antara produk,
jasa sendiri dan asing atau warga negara.
2. Lebih terbuka
Menurunkan hambatan perdagangan adalah salah satu cara
yang paling jelas untuk mendorong perdagangan; hambatan
ini termasuk bea masuk (atau tarif) dan langkah-langkah
seperti larangan impor atau kuota yang membatasi jumlah
selektif.
3. Diprediksi dan transparan
Perusahaan asing, investor dan pemerintah harus yakin
bahwa hambatan perdagangan tidak harus ditingkatkan
secara sewenang-wenang. Dengan stabilitas dan
prediktabilitas, investasi didorong, pekerjaan diciptakan dan
konsumen dapat sepenuhnya menikmati manfaat dari
persaingan - pilihan dan harga yang lebih rendah.
4. Lebih kompetitif
Mengecilkan praktek 'tidak adil', seperti subsidi ekspor dan
pembuangan produk di bawah biaya untuk mendapatkan
pangsa pasar; masalah yang kompleks, dan aturan mencoba
untuk menetapkan apa yang adil atau tidak adil, dan
bagaimana pemerintah dapat merespon, khususnya dengan
pengisian bea masuk tambahan dihitung untuk
mengimbangi kerusakan yang disebabkan oleh perdagangan
yang tidak adil.
5. Lebih bermanfaat bagi negara-negara kurang berkembang
Memberi mereka lebih banyak waktu untuk menyesuaikan,
fleksibilitas yang lebih besar dan hak-hak istimewa; lebih
dari tiga perempat dari anggota WTO negara berkembang
dan negara dalam transisi ke ekonomi pasar. Perjanjian
WTO memberi mereka periode transisi untuk menyesuaikan
diri dengan mungkin, ketentuan WTO sulit lebih asing dan,.
6. Lindungi Lingkungan
Perjanjian WTO mengizinkan anggota untuk mengambil
langkah-langkah untuk melindungi tidak hanya lingkungan
tapi juga kesehatan masyarakat, kesehatan hewan dan
kesehatan tanaman. Namun, langkah-langkah ini harus
diterapkan dengan cara yang sama untuk kedua bisnis
nasional dan asing. Dengan kata lain, anggota tidak harus
menggunakan langkah-langkah perlindungan lingkungan
sebagai sarana menyamarkan kebijakan proteksionis.
16. STRUKTUR ORGANISASI WTO
D. KESEPAKATAN WTO