VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Responden … · penelitian pada instalasi biogas percontohan...

29
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah Populasi ternak di Desa Haurngombong yang tinggi menyebabkan jumlah limbah kotoran ternak yang dihasilkan semakin banyak pula. Potensi limbah yang cukup tersedia baru dimanfaatkan hanya untuk kebutuhan pupuk organik lahan pertanian di sekitar kandang. Jumlah yang dipergunakan untuk kebutuhan lahan pertanian tersebut lebih sedikit dari jumlah kotoran ternak yang dihasilkan setiap harinya. Hal tersebut menumbuhkan inisiatif peternak untuk mengatasinya melalui pemanfaatan limbah ternak yang tidak hanya diolah menjadi pupuk organik namun juga dijadikan biogas sebagai energi alternatif pengganti kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji, sekam, serta digunakan untuk penerangan dan penggerak alat pemotong rumput. Jumlah peternak di Desa Haurngombong sebanyak 208 peternak dan peneliti mengambil responden sebanyak 93 responden yang terdiri dari 59 peternak dan 34 rumah tangga pengguna biogas non peternak. Persepsi responden peternak dan non peternak mengenai pemanfaatan limbah ternak merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi ada tidaknya dampak ekonomi, sosial dan lingkungan yang ditimbulkan dari usahaternak biogas dan non biogas. Sebanyak 93 responden (100%) menganggap pemanfaatan limbah ternak itu penting. Hal ini terlihat dari sebagian besar alasan responden yang menyatakan adanya dampak positif dari kegiatan pemanfaatan yang dilakukan baik menjadi pupuk, biogas dan lain-lain, dari pada limbah kotoran ternak tidak dimanfaatkan dan terbuang begitu saja. Berdasarkan pernyataan responden sekitar 75 responden

Transcript of VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Responden … · penelitian pada instalasi biogas percontohan...

54

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi

Perah

Populasi ternak di Desa Haurngombong yang tinggi menyebabkan jumlah

limbah kotoran ternak yang dihasilkan semakin banyak pula. Potensi limbah yang

cukup tersedia baru dimanfaatkan hanya untuk kebutuhan pupuk organik lahan

pertanian di sekitar kandang. Jumlah yang dipergunakan untuk kebutuhan lahan

pertanian tersebut lebih sedikit dari jumlah kotoran ternak yang dihasilkan setiap

harinya. Hal tersebut menumbuhkan inisiatif peternak untuk mengatasinya

melalui pemanfaatan limbah ternak yang tidak hanya diolah menjadi pupuk

organik namun juga dijadikan biogas sebagai energi alternatif pengganti kayu

bakar, minyak tanah, gas elpiji, sekam, serta digunakan untuk penerangan dan

penggerak alat pemotong rumput. Jumlah peternak di Desa Haurngombong

sebanyak 208 peternak dan peneliti mengambil responden sebanyak 93 responden

yang terdiri dari 59 peternak dan 34 rumah tangga pengguna biogas non peternak.

Persepsi responden peternak dan non peternak mengenai pemanfaatan limbah

ternak merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi ada tidaknya dampak

ekonomi, sosial dan lingkungan yang ditimbulkan dari usahaternak biogas dan

non biogas.

Sebanyak 93 responden (100%) menganggap pemanfaatan limbah ternak

itu penting. Hal ini terlihat dari sebagian besar alasan responden yang menyatakan

adanya dampak positif dari kegiatan pemanfaatan yang dilakukan baik menjadi

pupuk, biogas dan lain-lain, dari pada limbah kotoran ternak tidak dimanfaatkan

dan terbuang begitu saja. Berdasarkan pernyataan responden sekitar 75 responden

55

(80%) hanya mengetahui jenis pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi pupuk

dan biogas saja, sedangkan sisanya sebanyak 23 Responden (20%) memiliki

pengetahuan mengenai jenis-jenis pemanfaatan limbah ternak lainnya seperti

media cacing tanah dan energi listrik biogas, namun belum dapat diaplikasikan

dikarenakan faktor daya dukung yang kurang menunjang (Tabel 16).

Tabel 16. Persepsi Responden terhadap Pemanfaatan Limbah

No. Pertanyaan

Peternak

Biogas

(%)

Peternak

Non

Biogas

(%)

Rumah

tangga

pengguna

biogas (%)

Total

(%)

1. Biogas tidak hanya dapat dihasilkan

oleh kotoran sapi saja, seperti :

kotoran ayam, sampah, dll

100 78 63 80

2. pemanfaatan limbah itu penting untuk

dilakukan 100 100 100 100

3. Pemanfaatan kotoran sapi menjadi

biogas dapat mengurangi bau dari

kotoran sapi

100 80 90 90

4. biogas dapat digunakan untuk

memasak 100 100 100 100

5. biogas dapat digunakan untuk

menghasilkan energi listrik dll 100 93 75 89

6. Limbah sisa biogas dapat dijadikan

pupuk 100 100 86 95

7. Energi biogas dapat mengurangi

ketergantungan terhadap penggunaan

bahan bakar minyak tanah, elpiji, dan

kayu bakar

100 100 100 100

8. penggunaan biogas dapat menghemat

pengeluaran energi 100 70 65 78

9. penggunaan biogas memiliki

kekurangan seperti meninggalkan

jelaga pada alat memasak, cara

menghidupkan api yang kurang

praktis

90 65 85 80

10. Api yang dihasilkan biogas tidak

berbau (seperti penggunaan elpiji) 97 80 70 82

11. perawatan instalasi biogas praktis,

mudah dan tidak berbahaya 90 84 60 78

12. iuran biogas tergolong murah dan

terjangkau 100 75 100 92

13. Apabila terdapat kredit pembangunan

instalasi biogas bersediakah untuk

menggunakan jasa tersebut

0 0 0 0

Sumber: Data Primer (diolah), 2012

56

6.1.1 Persepsi Responden Mengenai Biogas

Pengetahuan responden mengenai biogas didasarkan pada penggunaan

biogas di Desa Haurngombong yang umumnya berasal dari kotoran sapi, sehingga

sebagian besar 80% responden menganggap bahwa biogas hanya dapat dihasilkan

dari kotoran sapi. Sebanyak 100% responden mengetahui mengenai pemanfaatan

limbah kotoran ternak menjadi pupuk dan biogas namun 13 orang (14%)

responden mengetahui bahwa biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik.

Hal ini dikarenakan pemanfaatan biogas menjadi sumber energi listrik masih

belum diterapkan pada seluruh pengguna biogas atau masih dalam proses

penelitian pada instalasi biogas percontohan yang terdapat di Desa

Haurngombong. Sebanyak 18 responden peternak non biogas (67%) pada

awalnya merupakan pengguna biogas, rendahnya pemahaman akan perawatan,

operasional dan perbaikan kerusakan menyebabkan peternak tidak

memanfaatkanya kembali.

Kondisi perkembangan pemanfaatan limbah kotoran sapi perah menjadi

biogas dapat meningkatkan keswadayaan dan kesadaran masyarakat ke arah

perubahan yang positif. Instalasi biogas pada awalnya merupakan inovasi dengan

alat, sarana dan prasarana yang sangat sederhana namun membutuhkan perawatan

yang tinggi dan peralatan yang mudah rusak. Instalasi tersebut dikenal dengan

instalasi biogas plastik yaitu reaktor biogas yang terbuat dari plastik. Seiring

dengan perkembangan teknologi, saat ini instalasi biogas terbuat dari fiber dan

beton dengan peralatan pendukung yang lebih maju.

Pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi perah di Desa Haurngombong

sudah dikenal oleh seluruh masyarakat desa, hal ini ditunjukan seluruh responden

57

(100%) menyatakan bahwa biogas merupakan program yang murah, mudah dan

ramah lingkungan. Kondisi pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas terus

dilaksanakan dan tumbuh berkembang dengan teknologi yang lebih maju.

Tingkat penguasaan pengetahuan dan praktek operasional responden

peternak lebih menguasai dibandingkan dengan responden non peternak, hal ini

disebabkan karena responden non peternak sebagian besar bukan merupakan

anggota kelompok sehingga kurangnya pengetahuan mengenai informasi seputar

usahaternak dan pemanfaatan limbahnya. Pengorganisasian peternak di Desa

Haurngombong tergolong sangat baik, hal ini terlihat dari pelaksanaan kegiatan

yang dilaksanakan secara terpadu dengan pemusatan penyebaran informasi pada

tiga kelompok tani ternak dan dikoordinir oleh pemerintah desa.

Frekuensi kegiatan pembangunan sarana dan prasarana, pembinaan dan

sosialisasi dilaksanakan secara rutin di kelompok-kelompok tani ternak, dan

dilaksanakan secara berkala untuk kegiatan di tingkat kecamatan, ternyata masih

terdapat kesalahan pelaksanaan di lapangan dalam hal pengoperasian instalasi

biogas. Sebanyak 2 responden (2%) yang merupakan peternak biogas melakukan

pengisian yang terlalu sering sehingga gas yang dihasilkan tidak optimum. Oleh

karena itu, masih perlu diadakan penyuluhan atau sosialisasi terhadap masyarakat

dengan program intensif tepat sasaran bagi peternak dan masyarakat.

6.1.2 Persepsi Responden terhadap Manfaat Ekonomi Biogas

Manfaat atau keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pemanfaatan

limbah ternak yang dirasakan oleh responden baik peternak maupun non peternak

antara lain: adanya penurunan tingkat ketergantungan penggunaan energi bahan

bakar untuk memasak terhadap energi minyak tanah yang harganya mahal, Gas

58

elpiji, dan kayu bakar. Manfaat Ekonomi yang terasa oleh responden adalah

adanya pengurangan pengeluaran akan energi baik LPG maupun kayu bakar.

Sebanyak 31 responden (91,2%) pengguna biogas yang merupakan non peternak

merasakan manfaat baik dari biogas yang diperoleh serta kondisi kebersihan dan

kesehatan lingkungan mengalami perbaikan. Dampak terhadap perekonomian

masyarakat sekitar yaitu, alokasi untuk biaya pembelian bahan bakar baik untuk

kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji, sekam dapat digunakan masyarakat untuk

mendukung kegiatan ekonomi produktif, kesehatan, dan biaya pendidikan.

Kegiatan ekonomi produktif tersebut antara lain: tumbuhnya agroindustri

berbahan baku susu seperti karamel, kerupuk susu, susu pasteurisasi, tahu susu,

serta aneka olahan berbahan baku khas kawasan tersebut seperti dodol ubi

cilembu dan ubi bakar cilembu. Salah satu keberhasilan yang berdampak terhadap

pendapatan dan peningkatan ekonomi masyarakat adalah berkembangnya unit

pengolahan pupuk organik (rumah pupuk) dan bekerjasama baik produksi,

teknologi maupun pemasaranya dengan suatu perusahaan atau pihak pemerintah,

namun kebutuhan pupuk organik untuk petani di wilayah desa tetap tercukupi.

6.2 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Peternak

untuk Memanfaatkan Limbah Ternak Menjadi Biogas

Perubahan kondisi lingkungan disebabkan oleh meningkatnya jumlah

limbah kotoran ternak berpengaruh besar terhadap kondisi lingkungan sekitar

usahaternak. Dampak dari melimpahnya kotoran ternak menimbulkan inisiatif

dalam pemanfaatan limbah ternak sapi perah menjadi biogas. Berbagai macam

tindakan dilakukan peternak dalam penanganan limbah untuk mengurangi

pencemaran sedangkan responden non peternak merasa terganggu dengan adanya

59

eksternalitas yang diakibatkan oleh limbah ternak yang menumpuk. Selain faktor

pemerintah dan teknologi, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi peternak

dalam penggambilan keputusan menggunakan biogas. Peternak responden di

Desa Haurngombong melakukan penanganan limbah ternak dengan cara

memanfaatkanya menjadi pupuk dan biogas, walaupun terdapat beberapa peternak

yang masih belum melakukan pemanfaatan limbah.

Pemanfaatan limbah ternak tersebut dapat meningkatkan kualitas

lingkungan sekitar dan mengurangi pengeluaran energi untuk memasak serta

dapat meningkatkan pendapatan peternak, sehingga apabila semakin banyak

peternak yang melakukan pemanfaatan limbah ternak dapat diprediksi peternak

akan mendapat keuntungan dari manfaat yang diperoleh. Faktor-faktor yang

diduga mempengaruhi keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah kotoran

ternak menjadi biogas adalah sebagai berikut: jenis kelamin, usia, tingkat

pedidikan formal, lama berusahaternak, jumlah tanggungan keluarga, jumlah

ternak, dan pemahaman peternak mengenai biogas. Sub-sub bab ini akan

mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak untuk

memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dari faktor internal dan eksternal

peternak.

Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan

peternak dianalisis menggunakan model regresi logistik. Variabel independen

yang menjadi faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah jenis kelamin (X1),

umur (X2), tingkat pendidikan formal (X3), jumlah tanggungan keluarga (X4),

lama berusahaternak (X5), keikutsertaan kelompok ternak (X6), jumlah ternak

(X7), dan pemahaman mengenai biogas (X8). Variabel dependen dalam model ini

60

adalah keputusan peternak untuk melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi

biogas yang bernilai ”satu” dan keputusan peternak untuk tidak melakukan

pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yang bernilai ”nol”. Pengolahan model

regresi logistik menggunakan program SPSS Statistics 17.

Tabel 17. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Peternak dalam

Melakukan Pemanfaatan Limbah Ternak menjadi Biogas dengan

Model Regressi Logistik

Variabel Coeficie

nt

Signifik

an

Exponen

(B)

Keterangan

Constant -10,23 0,17 8,304E-09 -

Jenis Kelamin -8,38 0,08 4351,414 Berpengaruh nyata *

Umur -0,24 0,27 0,789 Tidak berpengaruh

nyata

Tingkat Pendidikan -0,76 0,49 0,468 Tidak berpengaruh

nyata

Jumlah

Tanggungan

1,03 0,31 2,791 Tidak berpengaruh

nyata

Lama

Berusahaternak 0,41 0,11 1,506

Berpengaruh nyata

**

Keikutsertaan

Kelompok peternak -1,66 0,68 0,190

Tidak berpengaruh

nyata

Jumlah Ternak -0,42 0,88 0,658 Tidak berpengaruh

nyata

Tingkat

Pengetahuan

Biogas

5,53 0,09 251,185 Berpengaruh nyata *

Sumber : Data Primer (diolah), 2012

Keterangan : * nyata pada taraf α = 10%

**nyata pada taraf α = 15%

Model Signifikan pada taraf kepercayaan 95%

Pengujian keseluruhan model logit untuk menyatakan model logit dapat

menjelaskan keseluruhan atau memprediksi pilihan individu pengamatan dapat

menggunakan uji G, dengan membandingkan nilai G dan nili Khi-Kuadrat tabel

dengan derajat bebas k-1. Dalam Penelitian ini analisis regresi logistik

menggunakan program SPSS 17.0. Pengujian model logit dapat dilihat dari nilai P

-2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

14,296a 0,680 0,909

61

yang menjelaskan keputusan peternak untuk melakukan pemanfaatan Biogas jika

nilai P yang dihasilkan kurang dari taraf nyata yang digunakan. Hasil output

dengan menggunakan program SPSS Statistics 17.0 menunjukan nilai Log-

Likehood sebesar -14,296 yang menghasilkan nilai G sebesar 68,281 dengan nilai

P yaitu 0,000. Nilai P yang dihasilkan berada di bawah taraf nyata lima persen (α=

5%), maka dapat disimpulkan bahwa model logistik secara keseluruhan dapat

menjelaskan atau memprediksi keputusan peternak dalam pemanfaatan Biogas.

Hasil olahan data menunjukan bahwa uji kebaikan model yang dilihat dari

nilai Cox and Snell Square sebesar 0,680, Nagelkerke R square sebesar 0,909 dan

Hosmer and Lemeshow Test sebesar 0,600, dimana nilai P ketiganya lebih besar

dibandingkan taraf nyata 5 persen. Maka dapat dijelaskan bahwa model regresi

logistik tersebut layak untuk digunakan. Model Regressi logistik yang diperoleh

dari model dapat dituliskan sebagai berikut :

Zi = –10,23 – 8,38 X1 – 0,24 X2 – 0,76 X3 + 1,03 X4 + 0,41 X5 – 1,66 X6 –

0,42 X7 + 5,53 X8

6.2.1 Variabel yang Signifikan

Ada tiga variabel yang signifikan dalam model regresi logistik ini, yaitu

variabel jenis kelamin (X1), lama berusahaternak (X5), dan tingkat pemahaman

peternak mengenai Biogas (X8). Variabel jenis kelamin (X1) memiliki nilai

signifikan secara statistik sebesar 0,08 berarti variabel jenis kelamin peternak

berpengaruh nyata terhadap peluang peternak dalam keputusan memanfaatkan

limbah ternak menjadi biogas pada taraf (α) 10%. Nilai Koefisien bertanda

negatif (-) dan Odds Ratio yang diperoleh sebesar 4.351,42 menunjukan bahwa

jika peternak berjenis kelamin perempuan (X1=0) akan menurunkan peluang

peternak dalam mengambil keputusan pemanfaatan biogas sebesar 4.351,42 kali

62

lebih rendah dibandingkan peluang peternak laki-laki untuk melakukan

pemanfaatan biogas, ceteris paribus. Hal ini menunjukan kecenderungan dalam

pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas mayoritas dilakukan oleh peternak

laki-laki dikarenakan pekerjaan tersebut tergolong pekerjaan berat baik dalam

operasional maupun perawatan, walaupun beberapa peternak wanita di Desa

Haurngombong telah melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas.

Variabel lama berusahaternak (X5) memiliki nilai signifikan sebesar 0,11

berarti lama berusahaternak berpengaruh nyata terhadap peluang peternak dalam

pengambilan keputusan pemanfaatan biogas pada taraf (α) 15 %, Ceteris Paribus.

Nilai koefisien bertanda positif (+) dan nilai Odds Ratio yang diperoleh sebesar

1,506 menunjukan bahwa tambahan 1 tahun lama berusahaternak akan

meningkatkan peluang pengambilan keputusan pemanfaatan biogas sebesar 1,506

kali dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan pemanfaatan biogas, ceteris

paribus. Hal tersebut menunjukan semakin lama responden berusahaternak maka

semakin banyak pula pengalaman peternak dalam menghadapi berbagai

permasalahan kegiatan usahaternak, salah satunya upaya penanganan limbah

kotoran ternak. Berdasarkan kondisi di desa Haurngombong lama berusahaternak

berpengaruh terhadap keputusan pemanfaatan biogas dikarenakan pemberian

bantuan instalasi biogas diprioritaskan bagi peternak yang sudah lama

berusahaternak dan merupakan pekerjaan pokok bagi peternak tersebut.

Variabel tingkat pemahaman mengenai biogas (X8) memiliki nilai

signifikan sebesar 0,09, berarti tingkat pemahaman peternak mengenai biogas

berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan peternak dalam pemanfaatan

biogas pada taraf (α) 10%. Nilai koefisien bertanda positif (+) dan nilai Exp. (β)

63

atau Odds Ratio yang diperoleh sebesar 251,185 menunjukan bahwa tambahan

satu pemahaman peternak terhadap pengetahuan biogas akan meningkatkan

peluang peternak dalam pengambilan keputusan untuk pemanfaatan biogas

sebesar 251,185 kali lebih tinggi dibandingkan tidak melakukan pemanfaatan

biogas, ceteris paribus. Tingkat pengetahuan peternak mengenai biogas di Desa

Haurngombong terbilang cukup tinggi dikarenakan sosialisasi dan kegiatan

kelompok ternak yang dilakukan secara rutin secara berkala yang umumnya

dilaksanakan oleh kelompok ternak dan program sosialisasi dan penyuluhan yang

dilakukan oleh instansi baik pemerintah maupun swasta.

6.2.2 Variabel yang Tidak Signifikan

Variabel yang tidak signifikan berdasarkan hasil olahan data adalah

variabel umur (X2), tingkat pendidikan (X3), jumlah tanggungan keluarga (X4).

Keikutsertaan kelompok ternak (X6), dan jumlah ternak (X7). Variabel umur (X2)

tidak signifikan karena memiliki nilai signifikan sebesar 0,27 yang lebih besar

dibandingkan dengan taraf nyata lima persen, sehingga pengaruh umur dapat

diabaikan secara statistik. Kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa bukan hanya

peternak yang berusia muda yang memanfaatkan biogas tetapi peternak yang

sudah berumur pun mampu mengelola biogas dengan baik.

Variabel Tingkat pendidikan (X3) tidak signifikan secara statistik karena

memiliki nilai signifikan sebesar 0,49 yang lebih besar dari taraf nyata lima

persen, sehingga pengaruh tingkat pendidikan dapat diabaikan secara statistik.

Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa tidak ada kecenderungan

tingkat pendidikan tertentu dalam pemanfaatan limbah ternak, di Desa

Haurngombong tidak hanya peternak yang memiliki tingkat pendidikan terakhir

64

SMA dan Perguruan Tinggi saja yang melakukan pemanfaatan limbah menjadi

biogas, tetapi sebagian besar peternak memiliki tingkat pendidikan terakhir SD.

Variabel jumlah tanggungan keluarga (X4) tidak signifikan secara statistik

karena memiliki nilai signifikan sebesar 0,31 yang lebih besar dibandingkan taraf

nyata lima persen, sehingga variabel jumlah tanggunagan dapat diabaikan secara

statistik. Peternak responden di Desa Haurngombong yang memiliki jumlah

tanggungan lebih banyak tidak mempengaruhi dalam pemanfaatan biogas

dikarenakan sebagian besar tanggunagn peternak masih pada usia sekolah

sehingga tidak dapat dijadikan tenaga kerja dalam keluarga yang dapat membantu

operasional pemanfaatan biogas.

Variabel keikutsertaan kelompok peternak (X6) dan jumlah ternak (X7)

tidak berpengaruh nyata dikarenakan nilai signifikan keduanya lebih dari taraf

lima persen,yakni 0,68 dan 0,88 sehingga kedua variabel tersebut dapat diabaikan

secara statistik. Keikutsertaan kelompok ternak belum berpengaruh nyata terhadap

keputusan peternak dalam pemanfaatan biogas dikarenakan sebagian besar

peternak non biogas merupakan anggota kelompok peternak. Variabel jumlah

ternak dapat diabaikan secara statistik dikarenakan instalasi biogas yang dibangun

merupakan sekala rumah tangga dan komunal sehingga peternak yang memiliki

jumlah ternak 1-2 ekor pun dapat dapat melakukan pemanfaatan limbah kotoran

ternak menjadi biogas.

6.3 Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak

Pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Desa haurngombong memberikan

dampak secara ekonomi bagi peternak dan non peternak di kawasan tersebut.

Berdasarkan persepsi responden bahwa manfaat dari pengelolaan limbah kotoran

65

ternak menjadi pupuk, biogas dan energi listrik berdampak ekonomi terhadap

pendapatan peternak dan penghematan pengeluaran energi bagi peternak dan non

peternak yang menggunakan biogas.

6.3.1 Analisis Dampak terhadap Pendapatan Usahaternak

Analisis pendapatan usahaternak berdasarkan pemanfaatan limbah ternak

sapi perah dalam penelitian ini, dibedakan atas dua jenis usahaternak yaitu

usahaternak biogas dan non biogas. Usahaternak biogas merupakan usahaternak

yang telah melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi pupuk dan biogas,

sedangkan usahaternak non biogas adalah usahaternak yang memanfaatkan

limbah ternak menjadi pupuk saja atau tidak melakukan pengolahan limbah.

Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan komponen pendapatan antara kedua

jenis usahaternak tersebut antara lain: penerimaan, biaya dan analisis selisih

pendapatan.

6.3.1.1 Penerimaan Usahaternak Biogas dan Non biogas

Penerimaan usahaternak merupakan perkalian antara hasil produksi

dengan harga jual. Rata-rata peternak di Desa Haurngombong memiliki 1-3 ekor

induk sapi laktasi. Komponen penerimaan tunai pada usahaternak terdiri dari

hasil penjualan susu, pupuk, dan pedet. Produksi susu merupakan ukuran utama

dalam sistem produksi usaha peternakan sapi perah. Produksi susu harian

diperoleh dengan mengukur satu hari produksi (pagi dan sore hari). Produksi susu

dipengaruhi oleh periode tahapan laktasi sapi perah. Tahapan laktasi sapi perah

dibedakan menjadi 5 tahapan laktai (Tabel 18). Selama laktasi perubahan

produksi susu tidak tetap. Setelah beranak,produksi susu rendah kemudian

meningkat sampai mencapai puncaknya sekitar bulan kedua laktasi setelah itu

66

secara perlahan mengalami penurunan hingga tidak produksi lagi yang

dipengaruhi oleh kondisi tubuh sapi danperiode laktasi.

Tabel 18. Periode Laktasi Sapi Perah

Tahapan Laktasi Masa Laktasi (hari)

Awal Laktasi 1-30

Puncak Produksi 31-100

Pertengahan laktasi 101-200

Akhir laktasi 201-300

Periode Kering >300

Sumber: (PENSTATE, 2004) dalam (Sukandar dkk, 2008)

Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1984) dalam Sukandar dkk (2008)

bahwa sapi-sapi yang dipelihara pada umur muda belum menunjukan produksi

yang tinggi, produksi susu semakin meningkat pada laktasi ke-4 dan kemudian

menurun pada periode laktasi berikutnya.

Rataan produksi susu di Desa Haurngombong pada usahaternak biogas

sebanyak 12,3 liter/hari dengan harga jual ke koperasi sebesar Rp 3.100/liter dan

Rp 1.000/kg untuk penjualan pupuk dijual ke rumah pupuk serta hasil penjualan

pedet. Rata-rata penerimaan tunai pada usahaternak biogas sebesar Rp

1.675.570/bulan.

Penerimaan non tunai merupakan penerimaan yang diperoleh peternak

dengan memasukan manfaat yang diperoleh dalam bentuk manfaat lain (non

tunai). Komponen penerimaan non tunai terdiri dari jumlah susu yang dikonsumsi

oleh keluarga yakni sebanyak 1,267 liter/hari dan pupuk yang digunakan untuk

pertanian milik sendiri atau tetangga sebanyak 17,97 kg/bulan serta penghematan

pengeluaran energi dari pemanfaatan biogas sebesar Rp 189.760/bulan.

Penerimaan non tunai usahaternak biogas sebesar Rp 325.561/bulan, maka

penerimaan usahaternak biogas Rp 2.001.131/bulan (Tabel 19).

67

Tabel 19. Rata-rata Penerimaan Usahaternak Biogas per bulan

Komponen Produksi Harga Nilai %

Penerimaan Tunai

Susu (liter) 369 3.100 1.143.900 57,16

Pupuk (kg) 21,67 1.000 21.670 1,08

Pedet (ekor) 0,17 3.000.000 510.000 25,49

Sub Total 1.675.570 83,73

Penerimaan Non Tunai

Susu (liter) 38,01 3.100 117.831 5,89

Pupuk (kg) 17,97 1.000 17.970 0,90

Biogas(ekor) 189.760 9,48

Sub Total 325.561 16,27

Total Penerimaan 2.001.131 100,00 Sumber : Data Primer (diolah), 2012

Penerimaan tunai usahaternak non biogas terdiri dari hasil penjualan susu

sebanyak 11,97 liter/hari dan pupuk sebanyak 8,07 kg/bulan dengan tingkat harga

yang sama, maka penerimaan tunai sebesar Rp 1.391.280/bulan. Penerimaan non

tunai terdiri dari konsumsi susu sebanyak 1,78 liter/hari dan penggunaan pupuk

20,07 kg/bulan. Jumlah penggunaan pupuk pada usahaternak non biogas lebih

banyak dikarenakan sebagian besar peternak memiliki lahan pertanian sawah atau

kebun. Penerimaan non tunai usahaternak non biogas sebesar Rp 185.610/bulan

maka total penerimaan sebesar Rp 1.576.890/bulan (Tabel 20). Nilai penerimaan

usahaternak biogas lebih tinggi dibandingkan penerimaan usahaternak non biogas

dikarenakan sebagian besar peternak non biogas bukan merupakan anggota

kelompok ternak sehingga kurangnya pengetahuan dan pemahaman akan

pemberian pakan yang mempengaruhi hasil produksi susu, pemanfaatan biogas

dan potensi penjualan pupuk dan pedet.

68

Tabel 20. Rata-rata Penerimaan Usahaternak Non Biogas per Bulan

Komponen Produksi Harga Nilai %

Penerimaan Tunai

Susu (liter) 359,10 3.100 1.113.210 71,27

Pupuk (kg) 8,07 1.000 8.070 0,52

Pedet (ekor) 0,09 3.000.000 270.000 17,12

Sub Total 1.391.280 88,23

Penerimaan Non Tunai

Susu (liter) 53,40 3.100 165.540 10,50

Pupuk (kg) 20,07 1.000 20.070 1,27

Biogas - 0,00

Sub Total 185.610 11,77

Total Penerimaan 1.576.890 100,00 Sumber : Data Primer (diolah), 2012

Analisis perbandingan penerimaan usahaternak biogas dan non biogas

dilihat dari selisih penerimaan yang diperoleh. Persentase selisih rata-rata yang

paling tinggi terdapat pada penerimaan non tunai sebesar selisih 42,95 % dimana

perbedaan keduanya cukup jauh (Tabel 21). Perbedaan tersebut dikarenakan pada

usahaternak biogas terdapat komponen penerimaan non tunai dari penggunaan

biogas yang dihitung berdasarkan penghematan penggunaan energi dalam satu

bulan.

Tabel 21. Persentase Selisih Penerimaan Usahaternak per Bulan

Keterangan Usahaternak

Biogas

Usahaternak

Non Biogas

Selisih %

Penerimaan Tunai 1.675.570 1.391.280 284.290 16,97

Penerimaan Non Tunai 325.561 185.610 139.951 42,99

Total Penerimaan 2.001.131 1.576.890 424.241 21,20 Sumber :Data Primer (diolah), 2012

6.3.1.2 Biaya Usahaternak Biogas dan Non Biogas

Biaya usahaternak merupakan nilai barang atau jasa yang digunakan

dalam kegiatan usahaternak untuk menghasilkan produk usahaternak. Berdasarkan

sifatnya, biaya usahaternak dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu

biaya tunai (dibayarkan) dan biaya non tunai (tidak dibayarkan). Dalam penelitian

ini komponen biaya terdiri dari tujuh jenis pengeluaran yang masuk ke dalam

69

kategori biaya tunai, diantaranya adalah upah tenaga kerja luar keluarga (TKLK),

biaya konsentrat, rumput/hijauan, pakan tambahan, Inseminasi buatan (IB) dan

Kesehatan hewan (Keswan), biaya pengairan, dan iuran anggota. Biaya non tunai

terdiri atas biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) serta biaya penyusutan

kandang dan peralatan.

Rata-rata nilai biaya produksi diperoleh dari hasil kuesioner penelitian

terhadap biaya yang dikeluarkan usahaternak sapi perah di Desa Haurngombong

dalam kurun waktu satu bulan terakhir. Biaya produksi yang diperhitungkan

adalah semua pengeluaran untuk input yang dibeli, input tenaga kerja keluarga

dan non keluarga serta sumberdaya usahaternak berdasarkan opportunity cost dari

input yang digunakan.

a) Biaya Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah kelompok penduduk dalam usia kerja. Menurut

Soekartawi (2002), setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti

memerlukan tenaga kerja oleh karena itu, dalam analisa ketenagakerjaan bidang

peternakan, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga

kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif

yang dipakai. Tenaga kerja dibedakan menjadi dua kelompok yaitu tenaga kerja

dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK).

Penggunaan Tenaga kerja responden dalam usahaternak di Desa

Haurngombong pada umumnya menggunakan perhitungan hari kerja pria (HKP)

sebagai berikut: setiap harinya tenaga kerja yang ada dihitung berdasarkan jumlah

jam kerja yaitu delapan jam per hari dihitung mulai jam 04.00 pagi hingga jam

07.00 pagi, kemudian dilanjutkan mulai dari jam 14.00 siang hingga jam 19.00

70

malam. Perincian untuk tenaga kerja sebagai berikut: tenaga kerja pria (1 HKP),

wanita (0,75 HKP), dan anak-anak (0,5 HKP).

Responden di Desa Haurngombong lebih banyak menggunakan tenaga

kerja dalam keluarga (TKDK) yakni sebanyak 95,7 % dari jumlah hari kerja Pria

yang digunakan untuk memelihara ternak sedangkan TKLK hanya sebesar 4,3

persen dari seluruh HKP. Spesifikasi pekerjaan untuk laki-laki seperti

pembersihan kandang, memandikan sapi, pencarian rumput, pengangkutan,

pemberian pakan dan lain-lain. Spesifikasi pekerjaan TK perempuan lebih pada

bagian operasional perawatan dan pemerahan susu. Sebagian besar persentase

jumlah TK non keluarga sebanyak 25% dari jumlah TK total dalam suatu

usahaternak dikarenakan skala usahaternak di Desa Haurngombong mayoritas

usahaternak rakyat yang rata-rata memiliki jumlah ternak 3 ekor serta TK non

keluarga merupakan tenaga kerja tidak tetap yang bekerja sebagai pencari

rumput/hijauan. Sebanyak 54 orang (91,53%) responden peternak, kegiatan

berusahaternak merupakan pekerjaan utama.

b) Kandang

Kandang merupakan salah satu bagian terpenting dalam peternakan sapi

perah. Responden di Desa Haurngombong memelihara semua sapinya dalam

kandang dan tidak digembalakan. Berdasarkan pengamatan, tipe kandang untuk

sapi pedet, dara dan laktasi tidak jauh berbeda, hanya ukuranya saja yang berbeda.

lantai kandang peternakan ada yang terbuat dari kayu, tanah tanpa pondasi dan

lantai semen. Lantai kandang umumnya miring agar mudah dibersihkan dan

selalu kering. Selain itu juga dibuat parit atau selokan agar tidak terjadi genangan

air. Tempat makan dan minum juga sangat penting, ada yang menggunakan ember

71

dan ada yang membuat tempat pakan dan minum dari beton semen secara

individual. Kondisi kandang usahaternak biogas lebih terjaga kebersihanya

dibanding dengan usahaternak non biogas. Kandang yang digunakan umumnya

milik sendiri dan lokasinya relatif dekat dengan tempat tinggal peternak dan

masyarakat. Rata-rata luas kandang berkisar 1,0 x 1,5 sampai 1,5 x 2,0 meter

untuk sapi ukuran dewasa. Rata-rata responden membersihkan kandangnya dua

kali sehari untuk menjaga kenyamanan, kesehatan, dan kebersihan/kualitas susu

yang dihasilkan. Tingginya ketidakefisienan penggunaan kandang akan berakibat

pada tingginya biaya tetap yang berakibat pada peningkatan biaya produksi. Rata-

rata biaya pembangunan kandang sapi di Desa Haurngombong sebesar Rp

1.000.000 dengan umur teknis 10 tahun, maka penyusutan kandang tiap tahunnya

Rp 100.000/tahun atau sebesar Rp 8.333,34/bulan. Biaya pembangunan kandang

relatif rendah dikarenakan mayoritas bangunan kandang di Desa Haurngombong

dengan dominsi bangunan yang terbuat dari kayu yang diperoleh dari hasil hutan

desa, lantai semen dan sebagian sekat terbuat dari tembok.

c) Pakan

Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah

yaitu pemberian pakan. Cara pemberian pakan yang salah menyebabkan

penurunan produktivitas baik susu maupun bobot tubuh sapi. Responden

umumnya menyadari bahwa pemberian pakan mempengaruhi produktivitas susu,

sehingga responden berusaha mencukupi kebutuhan pakan bagi sapi. Pakan ternak

yang diberikan responden umumnya terdiri dari pakan hijauan yang mengandung

serat kasar tinggi dan konsentrat yang memiliki serat kasar rendah.

72

Hijauan pakan ternak diperoleh peternak dengan mencari sendiri (tenaga

kerja dalam keluarga) atau melalui buruh pencari rumput, dan sebagian kecil

peternak memperolehnya dengan cara membeli rumput. Pengadaan hijauan atau

rumput di Desa Haurngombong masih tersedia dikarenakan lokasi perdesaan

yang masih asri dan terdapatnya “kebun carik desa” yang sebagian lahannya

sengaja dibiarkan ditumbuhi rumput dan sebagian lagi dimanfaatkan warga desa

untuk bertani dengan sistem bagi hasil. Pemberian hijauan pada usahaternak

rakyat di lokasi perdesaan tidak berdasarkan ilmu pengetahuan melainkan

kebiasaan yang telah terpola berdasarkan pengalaman dan penyuluhan dari

kelompok ternak.

Pemberian konsentrat jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pemberian

rumput. Rata-rata pemberian konsentrat pada usahaternak biogas sekitar

285kg/bulan dan 251 kg/bulan pada usahaternak non biogas. Konsentrat tersedia

di koperasi dengan harga Rp 1600/kg, dengan jumlah dan harga konsentrat

tersebut maka setiap bulan peternak biogas mengeluarkan biaya sebesar Rp

455.952/bulan untuk pembelian konsentrat, sedangkan peternak non biogas

sebesar Rp 402.192/bulan. Konsentrat ini merupakan bahan campuran untuk

memenuhi kebutuhan gizi ternak, biasanya bahan campuran konsentrat berupa

ampas tahu, ongok, gebog pisang, ubi dan lain-lain. Komponen biaya pada

usahaternak responden (peternak biogas dan nonbiogas) dapat digunakan untuk

memperoleh total biaya produksi perbulan (Tabel 22).

73

Tabel 22. Biaya Usahaternak Biogas dan Non Biogas Per Bulan

Keterangan Usahaternak Biogas Usahaternak Non Biogas

A. Biaya Tunai

Konsentrat 455.952 402.192

Ampas tahu/ongok dll 153.000 153.000

IB Keswan 16.605 16.160

Dana Kematian ternak 2.000 2.000

Iuran wajib anggota 10.000 10.000

Iuran perawatan biogas 10.000 0

Obat-obatan

a. Vitamin 7.200 7.200

b. Antibiotik 22.500 22.500

Biaya listrik

a. Lampu penerangan 17.500 17.500

b. Mesin pompa air 15.000 10.000

Sub Total 709.757 640.552

B. Biaya Non Tunai

Tenaga kerja dalam Keluarga

Pria 656.250 562.500

Wanita 281.200 168.800

Biaya Penyusutan

a. Kandang 8.333 8.333

b. Peralatan 35.917 30.222

Sub Total 981.700 769.856

Total Biaya 1.734.357 1.410.407 Sumber : Data Primer (diolah), 2012

6.3.1.3 Analisis Pendapatan usahaternak Biogas dan Non Biogas

Berdasarkan hasil perhitungan dari total penerimaan, total biaya produksi

dan keuntungan, diperoleh selisih pendapatan atas biaya tunai usahaternak biogas

dan non biogas sebesar Rp 355.036/bulan, selisih pendapatan atas total biaya

sebesar Rp 143.191/bulan (Tabel 23).

Tabel 23. Analisis Ekonomi Pendapatan Usahaternak Per Bulan

Keterangan Peternak

Biogas

Peternak Non

Biogas

Selisih

Penerimaan 2.001.131 1.576.890 424.241

Biaya Tunai 709.757 640.552 69.206

Biaya Non Tunai 981.700 769.856 211.844

Total Biaya 1.691.457 1.410.407 281.050

Pendapatan atas Biaya Tunai 1.291.134 936.339 355.036

Pendapatan atas Total Biaya 309.674 166.483 143.191 Sumber : Data Primer (diolah), 2012

74

Berdasarkan nilai selisih pendapatan maka Usahaternak biogas lebih

Ekonomis dibandingkan dengan usahaternak non biogas. Hal ini terjadi

dikarenakan manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan limbah ternak menjadi

biogas lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan operasionalnya.

6.3.2 Analisis Pengeluaran Energi Responden

Energi yang digunakan oleh responden penelitian ini hanya meliputi

penggunaan energi yang berhubungan dengan keperluan Rumahtangga untuk

memasak dan penerangan. Berdasarkan data hasil kuesioner, energi yang

digunakan untuk memasak yaitu, kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji, biogas dan

sekam. Seluruh pengguna biogas menggunakan biogas untuk keperluan memasak

dan sebanyak 90 responden (97%) diantaranya masih menggunakan elpiji untuk

memasak. Bila dilihat dari penggunaan kayu bakar sebanyak 15 responden

(44,12%) peternak biogas, 3 responden (9,37%) pengguna biogas non

peternak,dan 19 responden (70,37 %) peternak non biogas pengguna kayu bakar.

Responden pengguna biogas maupun non biogas masih menggunakan kayu bakar,

dikarenakan kayu bakar masih tersedia dalam jumlah yang cukup banyak di hutan

dan kebun carik Desa Haurngombong sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya.

Responden yang masih menggunakan minyak tanah hanya sebanyak 3

orang(3,23%), dimana 1 orang responden merupakan pengguna biogas non

peternak dan sisanya peternak non biogas. Harga minyak tanah di Desa

Haurngombong mencapai Rp.12.000/liter dan sulit didapatkan (langka). Jika

minyak tanah tidak tersedia maka responden lebih memilih menggunakan kayu

bakar dibanding menggunakan gas elpiji maupun biogas dengan alasan lebih

aman dan tanpa biaya (terjangkau).

75

Penggunaan gas elpiji untuk memasak masih cukup tinggi, lebih dari

separuh responden peternak sebesar 58,82% responden, peternak non biogas

sebesar 81,48% dan pengguna biogas non peternak sebanyak 93,75%

menggunakan gas elpiji. Responden yang menggunakan sekam padi berjumlah 2

orang yang merupakan peternak non biogas. Ketersediaan sumberdaya sekam

yang melimpah serta responden memiliki kompor sekam yang dikenal dengan

nama “Kompor SBY” serta responden merupakan petani padi (Tabel 24).

Tabel 24. Penggunaan Energi Responden

Penggunaan Energi Pengguna Biogas Peternak non

Biogas

Total

Peternak Non peternak

Memasak Kayu Bakar 15 3 19 37

Minyak Tanah 0 1 2 3

Gas Elpiji 20 30 22 72

Biogas 34 32 0 66

Sekam 0 0 2 2

Penerangan Listrik PLN 34 32 27 93

Biogas 7 0 0 7

Sumber : Data Primer (diolah), 2012

Sumber energi yang digunakan untuk penerangan adalah listrik PLN dan

biogas. Seluruh responden baik pengguna biogas maupun non biogas

menggunakan penerangan dengan listrik PLN. Pemanfaatnan biogas menjadi

energi listrik masih dalam pemantauan penelitian dan proyek percontohan pada

peternak dengan jumlah ternak lebih dari 5 ekor dan hanya dimanfaatkan pada

saat terjadi pemadaman listrik.

Tabel 25. Lama dan Jenis Penggunaan Biogas

Lama

Berternak

Pengguna Biogas Jenis Instalasi

Komunal Individual Peternak Non

Peternak

Plastik Fiber Beton

< 1 tahun 27 30 0 0 57 30 27

1-3 tahun 4 2 0 1 3 3 1

>3 tahun 3 0 0 3 0 0 3

Sumber : Data Primer (diolah), 2012

76

Instalasi biogas pertama kali dibangun di Desa Haurngombong pada tahun

2004 dengan konstruksi yang terbuat dari plastik, daya tahannya tidak menentu

dengan pembinaan yang dilakukan oleh UNPAD. Setelah kontruksi plastik pada

tahun 2008 oleh konstruksi terbuat dari fiber, gas metan ditampung oleh plastik.

Pada tahun 2010 Bapak Mamat yang selaku sebagai ketua, bekerja sama dengan

SIPOS (Belanda). Pada bulan Oktober 2010 mendapat promosi biogas beton 6 m3

tanpa alat pembantu sebanyak 3 reaktor, Manfaat biogas diantaranya :

1. Bahan bakunya mudah diperoleh (kotoran)

2. Ramah lingkungan

3. Menambah nilai pendapatan peternak

4. Menghasilkan pupuk yang berkualitas

Pembangunan instalasi beton pada tahun 2011 bertambah sebanyak 100

instalasi biogas yang merupakan bantuan dari pemerintah. Hal ini terlihat dari

banyaknya responden dengan lama penggunaan biogas beton yang kurang dari 1

tahun. Sedangkan untuk lama penggunaan biogas telah digunakan selama 1-3

tahun sebanyak 3 instalasi yang merupakan instalasi percontohan, serta 3 instalasi

yang terbuat dari fiber yang masih beroperasi dan terawat dikarenakan responden

tersebut merupakan tenaga ahli biogas (teknisi) di Desa Haurngombong.

Jumlah penggunaan energi responden yang digunakan untuk memasak

yang bersumber dari kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji dan biogas, baik

sebelum maupun setelah penggunaan biogas terjadi perubahan tingkat konsumsi

energi dari masing-masing jenis sumber energi yang digunakan. Pembangunan

biogas, tingginya harga minyak tanah dan tingkat kepraktisan dan ketersediaan

77

jumlah sumberdaya yang cukup mendorong perkembangan pemanfaatan biogas di

Desa Haurngombong (Tabel 26).

Tabel 26. Perubahan Jumlah Penggunaan Energi Responden

Sumber Energi

Peternak Biogas Peternak

Non

Biogas

Rumah Tangga

Pengguna Biogas

Sebelum Setelah Sebelum Sesudah

Kayu Bakar (kg) 24,67 9,03 28,67 2,87 1,34

Minyak Tanah

(liter)

6,83 0 5,63 2,31 1,62

Gas Elpiji (tabung

gas 3kg)

8,67 2,91 5,70 2,40 1,02

Sumber : Data Primer (diolah), 2012

Dari data hasil kuesioner diperoleh rata-rata jumlah penggunaan energi

responden, rata-rata penggunaan kayu bakar responden yang merupakan peternak

biogas mengalami penurunan sebanyak 15,64 kg kayu bakar, penggunaan minyak

tanah menurun sebanyak 6,83 liter serta penurunan penggunaan gas elpiji

sebanyak 5,76 tabung gas elpiji ukuran 3 kg. Rata-rata penggunaan energi bagi

responden pengguna biogas non peternak mengalami penurunan serta penggunaan

energi pada responden non peternak sebagian besar masih menggunakan kayu

bakar dikarenakan kayu bakar yang tersedia dan terjangkau. Tingkat harga

konversi kayu bakar sebesar Rp 1.000/kg, minyak tanah Rp 12.000/liter dan gas

elpiji Rp 16.000/tabung 3 kg.

Pengeluaran rata-rata energi responden untuk kegiatan memasak dan

kebutuhan lainnya di Desa Haurngombong dipengaruhi oleh ketersediaan energi

dan jenis energi yang digunakan. Penghematan pengeluaran energi per bulan

peternak sebelum dan sesuadah penggunaan biogas sebesar Rp 189.760/bulan.

Penghematan pengeluaran energi dari responden pengguna biogas non peternak

sebesar Rp 31.890/bulan. Selisih pengeluaran energi rata-rata perbulan antara

78

responden peternak biogas dan non biogas sebesar Rp 131.840/bulan (Tabel 27).

Penggunaan energi biogas merupakan suatu langkah penghematan alokasi biaya

untuk energi dan dapat digunakan untuk alokasi lainnya seperti biaya kesehatan,

pendidikan dan lain-lain. Selain itu, penggunaan energi biogas merupakan sumber

energi alternatif yang dapat mengurangi ketergantungan penggunaan suber energi

lainnya seperti: BBM, LPG dan kayu bakar. Pengurangan ketergantungan tersebut

secara tidak langsung berdampak pada perbaikan kondisi sumberdaya dan

lingkungan.

Tabel 27. Rata-rata Pengeluaran Energi Responden per Bulan

Sumber Energi Peternak Biogas Peternak

Non

Biogas

Pengguna Biogas

Non Peternak

Sebelum Setelah Sebelum Setelah

Kayu Bakar 24.670 9.030 28.670 2.870 1.340

Minyak Tanah 81.960 0 67.560 27.720 19.440

Gas Elpiji 138.720 46.560 91.200 38.400 16.320

Total 245.350 55.830 187.430 68.990 37.100

Selisih Sebelum

dan Setelah 189.760 31.890

Selisih Biogas

dan Nonbiogas 131.840 Sumber : Data Primer (diolah), 2012

6.4 Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah

Ternak di Desa Haurngombong

Pada saat ini pengembangan biogas semakin penting dikarenakan minyak

tanah mengalami kelangkaan dan harganya yang tinggi, BBM dan LPG yang

mahal, pupuk organik yang mahal. Mahalnya BBM dapat memicu kerusakan

lingkungan (kebun, hutan, atmosfer) dikarenakan penggunaan kayu bakar

meningkat, sedangkan kelangkaan dan mahalnya pupuk organik dapat

menyebabkan menurunnya kesuburan lahan akibat penggunaan pupuk kimia.

Oleh karena itu pengembangan biogas merupakan salah satu alternatif pemecahan

dalam rangka mencari sumber energi alternatif sekaligus sebagai upaya

79

konservasi. Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan dampak sosial dan

lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak meliputi: dampak sosial yang dilihat

dari perubahan perilaku peternak dan non peternak, kegiatan masyarakat dan

hubungan antar masyarakat sebelum dan setelah adanya pemanfaatan limbah

ternak. Sedangkn untuk dampak lingkungan dilihat dari perubahan kondisi

lingkungan yang dirasakanoleh responden.

6.4.1 Dampak Sosial terhadap Perubahan Perilaku Peternak dan Non

Peternak

Sebelum masuknya teknologi biogas ke Desa Haurngombong, peternak

melakukan pengelolaan limbahnya masih secara tradisional yaitu: sebgian

peternak telah memanfaatkan limbah ternak menjadi pupuk dan sebagian peternak

masih membuang limbah kotoran ternak langsung dibuang ke tempat pembuangan

air (saluran air/selokan/sungai kecil), dialirkan langsung ke parit persawahan,

ditimbun dengan menggunakan tanah, serta dibiarkan begitu saja di lahan kebun.

Setelah teknologi biogas diperkenalkan, dan peternak diberikan bantuan

hibah instalasi biogas dari pemerintah setempat, peternak mulai mengadopsi

upaya pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas. Perkembangan penggunaan

teknologi biogas ini ternyata mampu mengurangi jumlah kotoran yang dibuang

begitu saja serta terjadi perubahan kondisi sosial masyarakat di Desa

Haurngombong. Berdasarkan hasil wawancara terhadap tiga ketua kelompok

ternak yang ada di Desa Haurngombong, dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial

masyarakat menjadi lebih erat dan harmonis dikarenakan sistem pembangunan

instalasi biogas yang dilakukan secara gotong royong. Selain itu sering

dilaksanakannya kegiatan rutin penyuluhan, sosialisasi dan evaluasi kegiatan

membuat hubungan antar warga semakin erat dan saling peduli satu sama lain.

80

Fungsi kelembagaan kelompok peternak di Desa Haurngombong

mempunyai program kepanitiaan tersendiri untuk mengurusi hal-hal yang

berkaitan dengan pemanfatan biogas. Rutinitas kegiatan kelompok peternak

sebelum dan setelah adanya program pemanfaatan biogas, intensitas pelaksanaan

kegiatan sosialisasi, penyuluhan dan evaluasi lebih sering, serta hubungan

kerjasama dengan pihak pemerintah daerah, instansi pendidikan, dan pihak swasta

dalam upaya pemanfaatan limbah seperti UNPAD, ITENAS, Yayasan Cahaya

Keluarga, dan PT. PLN setempat.

Dampak sosial terhadap perilaku non peternak di sekitar lokasi

usahaternak, sebelum adanya pemanfaatan biogas masyrakat merasa terganggu

dengan bau yang ditimbulkan serta sering terjadinya konflik kecil. Setelah adanya

program pemanfaatan biogas rumah tangga yang dapat digunakan oleh 1-3 KK

untuk skala Rumah tangga dan 4-7 KK untuk instalasi biogas skala komunal.

Masyarakat sekitar lokasi peternakan tidak lagi hanya mendapat eksternalitas

negatif saja, sekarang masyarakat sekitar dapat memanfaatkan biogas untuk

memasak, walaupun kadang terjadi permasalahan dalam pengelolaan dan

pembagian kerja dalam perawatan biogas.

Dampak sosial secara langsung dengan adanya program biogas adalah

dapat memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil

observasi penyerapan tenaga kerja akibat adanya pemanfaatan biogas sangat kecil

dikarenakan skala usahaternak di Haurngombong masih kecil.

81

Tabel 28. Dampak Sosial terhadap perubahan Perilaku peternak dan Non

peternak

Keterangan Sebelum Setelah

Perilaku

Peternak Pengelolaan limbah dilakukan secara

tradisional : dijadikan pupuk dibuang begitu saja ke saluran

air/ parit persawahan, ditimbun/

dibiarkan di lahan kebun

pengelolaan limbah menjadi

pupuk, biogas dan energi

listrik.

meningkatkan fungsi

kelembagaan kelompok

peternak melalui kegiatan

pembangunan biogas

Meningkatkan kerjasama

dengan pemerintah dan

pihak swasta, seperti:

UNPAD, ITENAS, YCK,

PLN, SIPOS Belanda.

Perilaku

Non

Peternak

konflik kecil akibat pencemaran

limbah melakukan penebangan pohon di

hutan dan kebun carik desa untuk

memenuhi kebutuhan kayu

bakar.

meningkatkan budaya

gotong royong konflik kecil akibat mis

management operasional

pengisian bahan baku

biogas. Mengurangi

ketergantungan terhadap

penggunaan bahan bakar

fosil seperti : minyak

tanah, LPG, kayu bakar.

Sumber: Data Primer (diolah), 2012

6.3.2 Dampak Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak

Berdasarkan hasil kuesioner menggunakan pertanyaan terbuka, persepsi

terhadap dampak lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Desa

Haurngombong yaitu: sebanyak 87 responden (94%) merasakan adanya

perubahan yang signifikan mengenai kondisi lingkungan dan berkurangnya bau

dari tumpukan kotoran sapi yang sering ditumpuk atau dialirkan begitu saja ke

saluran air terdekat. Peternak biogas merasakan adanya peningkatan kesehatan

ternak dan kualitas susu hasil pemerahan lebih terjamin kebersihanya. Tingkat

kualitas susu menentukan harga beli koperasi terhadap susu tersebut yang

ditunjukan dengan ukuran total solid (TS) yang merupakan penilaian dari total

82

fat dan bakteri yang terkandung pada susu. Beberapa responden menyatakan

adanya perubahan nilai TS yang biasanya berkisar 10,1 menjadi 11,2 dalam

satuan TS (nilai dari kualitas susu).

Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan biogas sebagai bahan

bakar antara lain: berkurangnya kegiatan penebangan pohon oleh masyarakat

desa untuk dijadikan kayu bakar, proses memasak jadi lebih bersih, dan sehat

karena tidak mengeluarkan asap, kandang hewan menjadi semakin bersih karena

limbah kotoran kandang langsung dapat diolah, sisa limbah yang dikeluarkan dari

biodigester dapat dijadikan pupuk sehingga tidak mencemari lingkungan, dapat

berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca melalui pengurangan pemakaian

bahan bakar kayu dan bahan bakar minyak, penggunaan biogas relatif lebih aman

dari ancaman bahaya kebakaran. Selain itu, dengan adanya rumah pupuk sehingga

kotoran ternak/limbah biogas dapat dijual dan menambah penerimaan baik bagi

peternak biogas maupun non biogas.

1. Lingkungan kandang menjadi lebih bersih (kesehatan ternak dan kualitas

susu meningkat)

2. Berkurangnya pencemaran udara akibat tumpukan kotoran sapi atau

pembuangan kotoran ke saluran air terdekat.

3. Berkurangnya kegiatan penebangan pohon di hutan dan kebun carik desa

untuk pemenuhan kebutuhan kayu bakar.