Laporan Biogas

32
LABORATORIUM DIII Teknik Kimia Fakultas Teknik UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG Judul Materi : Biogas dari Eceng Gondok dan kotoran sapi perah Tanggal praktikum : 28 Des – 14 Jan 2013 Halaman : 1 dari 22 PEMBUATAN BIOGAS DARI ECENG GONDOK DAN KOTORAN SAPI PERAH (Laboratorium Operasi Teknik Kimia) 1. TUJUAN 1.1 Tujuan Instruksional Umum Membuat Biogas dari limbah eceng gondok dengan biostarter kotoran sapi perah 1.2 Tujuan Instruksional Khusus 1.2.1. Praktikan dapat memberikan alternative dalam pemanfaatan eceng gondok sebagai biogas. 1.2.2. Praktikan dapat menghasilkan bioenergi bahan bakar alternatif biogas dari eceng gondok dengan biostarter kotoran sapi perah. 1.2.3. Praktikan dapat melakukan uji analisa terhadap biogas yang dihasilkan. 2. RUANG LINGKUP Teknolgi pembuatan dan pengembangan energi alternatif, khususnya biogas. 3. PENGERTIAN (DASAR TEORI) 3.1 Bioenergi Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, mempunyai potensi untuk menjadi lumbung bioenergi dunia. Potensi yang benar-benar tidak dapat diabaikan adalah tersedianya lahan yang luas untuk membudidayakan tanaman-tanaman yang potensial sebagai sumber bahan 1

description

klkl

Transcript of Laporan Biogas

LABORATORIUM

DIII Teknik Kimia Fakultas Teknik

UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANGJudul Materi : Biogas dari Eceng Gondok dan kotoran sapi perah

Tanggal praktikum : 28 Des 14 Jan 2013

Halaman : 15 dari 22

PEMBUATAN BIOGAS DARI ECENG GONDOK DAN KOTORAN SAPI PERAH

(Laboratorium Operasi Teknik Kimia)

1. TUJUAN

1.1 Tujuan Instruksional Umum

Membuat Biogas dari limbah eceng gondok dengan biostarter kotoran sapi perah

1.2 Tujuan Instruksional Khusus

1.2.1. Praktikan dapat memberikan alternative dalam pemanfaatan eceng gondok sebagai biogas.1.2.2. Praktikan dapat menghasilkan bioenergi bahan bakar alternatif biogas dari eceng gondok dengan biostarter kotoran sapi perah.1.2.3. Praktikan dapat melakukan uji analisa terhadap biogas yang dihasilkan.2. RUANG LINGKUP

Teknolgi pembuatan dan pengembangan energi alternatif, khususnya biogas.3. PENGERTIAN (DASAR TEORI)

3.1 BioenergiIndonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, mempunyai potensi untuk menjadi lumbung bioenergi dunia. Potensi yang benar-benar tidak dapat diabaikan adalah tersedianya lahan yang luas untuk membudidayakan tanaman-tanaman yang potensial sebagai sumber bahan baku bioenergi. Disini yang dimaksud bioenergi sudah termasuk pemanfaatan biomassa, biodiesel, bioetanol, dan biogas sebagai sumber energi alternatif.3.1.1 Bioethanol

Bio-etanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan) di samping Biodiesel. Bio-etanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade ethanol (FGE). Proses pemurnian dengan prinsip dehidrasi umumnya dilakukan dengan metode Molecular Sieve, untuk memisahkan air dari senyawa etanol.3.1.2 BiodieselBiodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan) di samping Bio-etanol. Biodiesel adalah senyawa alkil ester yang diproduksi melalui proses alkoholisis (transesterifikasi) antara trigliserida dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi alkil ester dan gliserol; atau esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi senyawa alkil ester dan air3.1.3 Biogas

Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi anaerob. Komponen biogas: 60 % CH4 (metana), 38 % CO2 (karbondioksida), 2 % N2, O2, H2, dan H2S. Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam skala besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik, sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan (Musanif, dkk, 2006).3.1.3.1 Gas Metana

Metana merupakan gas yang terbentuk oleh adanya ikatan kovalen antara empat atom H dengan satu atom C. Metana merupakan suatu alkana. Alkana secara umum mempunyai sifat sukar bereaksi (memiliki afinitas kecil) sehingga biasa disebut sebagai parafin. Sifat lain dari alkana adalah mudah mengalami reaksi pembakaran sempurna dengan oksigen menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O) dengan reaksi:

CH4(g) + O2(g) -> CO2(g) + H2O(g)

Gas metana yang dalam bahasa Inggris Methane gas, memiliki unsur kimia CH4, merupakan komponen utama dari biogas. Gas metana pada suhu ruangan dan tekanan standar, termasuk gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Gas ini sangat mudah terbakar tetapi hanya memiliki konsentrasi pada kisaran 5--15 persen di udara. Sedangkan metana berbentuk cair (liquid methane) hanya dapat dibakar apabila mengalami tekanan tinggi sekitar 4--5 atmosfer.Pembentukan gas metana melibatkan mikroba yang sangat kompleks, dan secara bertahap akan merombak bahan organik di dalam limbah cair atau limbah padat hingga dihasilkan gas metana. Perombakan ini terjadi dalam kondisi tanpa oksigen (O2) yang disebut kondisi anaerob.3.2 Bahan baku pembentukan biogas1. Eceng gondok

Eceng gondok dapat hidup mengapung bebas bila airnya cukup dalam tapi berakar di dalam kolam atau rawa jika airnya dangkal, dengan ketinggian sekitar 0,4-0,8 meter, daunnya tunggal dan berbentuk oval, ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggembung. Klasifikasi eceng gondok adalah sebagai berikut :Kingdom : Plantae

Divisio : Embryophytasi Phonogama

Sub Divisio : Spermathopyta

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Ferinosae

Famili

: Pontederiaceae

Genus

: Eichhornia

Spesies : Eichhornia crassipes (Mart) Solm.Eceng gondok atau Eichornia crassipes adalah salah satu gulma air yang banyak ditemukan diperairan Indonesia, misalnya waduk, saluran irigasi, selokan dan kolam.Menurut laporan National Academy of Science di Amerika (1979), dari satu kilogram eceng gondok kering dihasilkan sekitar 370 liter biogas.Produksi biogas dari eceng gondok dipengaruhi oleh tingkat pencemaran suatu perairan tempat eceng gondok tumbuh. Semakin tinggi tingkat pencemaran air yang ditumbuhi eceng gondok, semakin besar biogas yang dihasilkan(Wolverton,et,al,1975)

Biogas diperoleh dari hasil penguraian eceng gondok tanpa oksigen (anaerob digestion). Eceng gondok yang mengandung kadar air yang besar di dalam tubuhnya yaitu sekitar 90 % merupakan suatu kuntungan dalam memanfaatkan sebagai sumber biogas melalui proses peragian(Fermentasi) dengan bantuan bakteri metan disamping angka rasio kandungan senyawa karbon dan nitrogen yang tinggi yakni 30-35 (National Academy of Science di Amerika,1979). Sedangkan menurut Abdullah (1997) menyatakan bahwa ratio C dan N eceng gondok yang belum difermentasi ialah 35,04 dengan kandungan N sebesar 1,02 %.

Eceng gondok berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba (2003) melaporkan bahwa satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang seluas 1 m persegi. Heyne (1987) menyatakan bahwa dalam waktu enam bulan pertumbuhan eceng gondok pada areal 1ha dapat mencapai bobot basah sebesar 125 ton2. Kotoran sapi

Kotoran sapi merupakan substrat yang paling cocok sebagai sumber penghasil gas bio maupun sebagai biostarter dalam proses fermentasi, karena kotoran sapi tersebut telah mengandung bakteri penghasil gas metan yang terdapat dalam perut hewan ruminansia. (Sufyandi, 2001).Table 1. Karakteristik kotoran sapiKomponen Massa (%)

Total padatan5

Total padatan volatile (mudah menguap)80

Selulosa15

Lignin5

Hemiselulosa20

3.3 Proses pembetukan biogas

Table 2. Blok diagram proses pembentukan biogasSecara garis besar proses pembentukan biogas dibagi dalam tiga tahap yaitu:

1. Tahap hidrolisis

Pada tahap ini, bahan organik dienzimatik secara eksternal oleh enzim ekstraseluler (selulose, amilase, protease, dan lipase) mikroorganisme. Bakteri memutuskan rantai panjang karbohidrat kompleks, protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek.

(C6H1005)n + nH2O

n(C 6H12O6 )

selulosa

glukosa

Sebagai contoh polisakarida diubah menjadi monosakarida sedangkan protein diubah menjadi peptida dan asam amino.

2. Tahap asidifikasi (pengasaman)

Pada tahap ini bakteri menghasilkan asam, mengubah senyawa rantai pendek hasil proses pada tahap hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen (H2) dan karbondioksida.

(C 6H12O6 )n + nH2O CH3CHOHCOOH

glukosa asam laktat

CH3CHOHCOOH CH3CH2CH2COOH + CO2 + H2

asam laktat asam butirat

CH3CH2CH2COOH + CO2 + H2 CH3COOH + CH4 asam butirat asam asetat metan

Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerobik yang dapat tumbuh dan berkembang pada keadaan asam. Pembentukan asam pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk pembentukan gas metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu, bakteri tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi alkohol, asam organik, asam amino, karbondioksida, H2S dan sedikit gas metana.3. Tahap pembentukan gas metana

Pada tahap ini bakteri metanogenik mendekomposisikan senyawa dengan berat molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi. Sebagai contoh bakteri ini menggunakan hidrogen, CO2 dan asam asetat untuk membentuk metana dan CO2. CH3COOH + CO2 CH4 + CO2

asam asetat

metan

Bakteri penghasil asam dan gas metana bekerja sama secara simbiosis. Bakteri penghasil asam membentuk keadaan atmosfer yang ideal untuk bakteri penghasil metana. Sedangkan bakteri pembentuk gas metana menggunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil asam (Sufyandi, 2001).

4. PERALATAN DAN BAHAN4.1Peralatan :1.Digester4.2Bahan Yang Digunakan :

Perbandingan slurry eceng gondok dan slurry starter yaitu 3:1, dengan komposisi:

1. Slurry eceng gondok :

Perbandingan eceng gondok dengan air yaitu 1:3

Eceng gondok

: 3,675 kg Air

:11,025 kg

2. Slurry starter

:

Perbandingan kotoran sapi dengan air yaitu 1:1

Kotoran sapi

: 2,45 kg

Air

: 2,45 kg

5.VARIABEL

5.1 Variabel tetap: Air

5.2 Variabel berubah: Eceng gondok dan kotoran sapi perah6.LANGKAH KERJA

6.1Prosedur PraktikumProsedur praktikum yang kami lakukan dibagi menjadi dua tahap, yaitu (1) tahap persiapan bahan, dan (2) tahap pengoperasian reaktor. 6.2 Persiapan Bahan Eceng gondok diambil langsung dari saluran pembuangan di RT 03/ X, Tembalang, sebanyak 3,675 kg. Setelah itu eceng gondok (batang dan daun) dicacah dan di blender hingga kecil-kecil, kemudian diblender dan ditambahkan air sebanyak 11,025 kg. sesuai variabel komposisi 1 : 3 pada praktikum pendahuluan. Terbentuk slurry eceng gondok.

Kotoran sapi perah diambil dari peternakan sapi perah di Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Tembalang, sebanyak 2,45 kg dan dicampur dengan air sebanyak 2,45 , sesuai dengan variabel komposisi 1 : 1. Terbentuk slurry kotoran sapi.

Slurry eceng gondok sebanyak 14,7 kg dan slurry kotoran sapi perah sebanyak 4,9 kg di campur, dan slurry campuran tersebut sudah siap untuk di fermentasi di dalam reaktor.6.3Pengoperasian Reaktor Pengoperasian reaktor dilakukan berdasarkan urutan berikut ini :

Praktikum tahap 1 bertujuan untuk mengetahui komposisi eceng gondok dan air yang menghasilkan biogas paling optimum. Perbandingan komposisi yang digunakan antara eceng gondok:air, yaitu 1:2 dan 1:3. Campuran eceng gondok dan air tersebut diblender sehingga terbentuk campuran yang homogen dan merata. Komposisi yang menghasilkan biogas paling optimum akan digunakan untuk praktikum tahap selanjutnya.

Praktikum tahap 2 bertujuan untuk mengetahui komposisi eceng gondok dan kotoran sapi yang menghasilkan biogas paling optimum. Perbandingan komposisi yang digunakan antara eceng gondok:kotoran sapi, yaitu 100%:0%, 75%:25%, dan 50%:50%. Campuran eceng gondok dan kotoran sapi tersebut diblender sehingga terbentuk campuran yang homogen dan merata. Komposisi yang menghasilkan biogas paling optimum akan digunakan untuk praktikum tahap selanjutnya.

Praktikum lanjutan dilakukan untuk mengetahui produksi biogas pada reaktor batch feeding. Komposisi bahan menggunakan hasil dari praktikum pendahuluan tahap 1 dan 2. Volume operasi 19,6 L. Volume biogas yang terbentuk tiap harinya dicatat dan dibuat grafik. 7.HASIL DAN PEMBAHASAN7.1Hasil Penelitian HariSelisih tinggiVolume (Liter)Besar Api (*)Analis

1----

2---Sherly

3---Amel

40,0030,3768-Wisnu

50,0030,3768-Arin

60,0040,5024-Arie

70,0050,6281Dwi

80,0050,6282Astri

90,0060,75362Bagas

100,0070,87923Shintia

110,0070,87924Tommy

120,0081,0054Hesti

130,0081,0055Luthfiana

140,0090,1135Laila

150,011,2566Adven

160,0121,5077Tino

170,0131,6338Lukman

180,0151,8849Ariadi

Keterangan skala nyala api:

Skala nyala 9 > 1

0 : tidak ada nyala api

1-3

: nyala api kecil

4-6

: nyala api sedang

7-9

: nyala api besar7.2 Pembahasan

7.2.1pembahasan hubungan antara hari vs kenaikan tinggi digester

Pada pengamatan volume biogas yang terbentuk pada hari pertama sampai hari ke 3 tidak terjadi penambahan tinggi digester, hal ini berarti biogas belum terbentuk.

Pada hari ke 4 sampai ke 5 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,003 m.

Pada hari ke 6 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,004 m.

Pada hari ke 7 sampai ke 8 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,005 m.

Pada hari ke 9 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,006 m.

Pada hari ke 10 sampai ke 11 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,007 m.

Pada hari ke 12 sampai ke 13 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,008 m.

Pada hari ke 14 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,009 m.

Pada hari ke 15 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,01 m.

Pada hari ke 16 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,012 m.

Pada hari ke 17 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,013 m.

Pada hari ke 18 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,015 m.

7.2.2pembahasan hubungan antara hari vs volume biogas

Pada pengamatan volume biogas yang terbentuk pada hari pertama sampai hari ke 3 tidak terjadi penambahan tinggi digester, hal ini berarti biogas belum terbentuk.

Pada hari ke 4 sampai ke 5 biogas yang terbentuk sebesar 0,3768 L.

Pada hari ke 6 biogas yang terbentuk sebesar 0,5024 L.

Pada hari ke 7 sampai ke 8 biogas yang terbentuk sebesar 0,628 L.

Pada hari ke 9 biogas yang terbentuk sebesar 0,7536 L.

Pada hari ke 10 sampai ke 11 biogas yang terbentuk sebesar 0,8792 L.

Pada hari ke 12 sampai ke 13 biogas yang terbentuk sebesar 1,005 L.

Pada hari ke 14 biogas yang terbentuk sebesar 1,13 L.

Pada hari ke 15 biogas yang terbentuk sebesar 1,236 L.

Pada hari ke 16 biogas yang terbentuk sebesar 1,507 L.

Pada hari ke 17 biogas yang terbentuk sebesar 1,633 L.

Pada hari ke 18 biogas yang terbentuk sebesar 1,884 L.

7.2.3pembahasan hubungan antara hari vs nyala api

Pada pengamatan besar nyala api pada hari pertama sampai hari ke 6 belum terdapat nyala api. Pada pengamatan hari ke 7 sampai hari ke 10 besar nyala api kecil. Pada pengamatan hari 11 sampai ke 15 besar nyala api sedang. Pada pengamatan hari ke 16 sampai ke 18 besar nyala api besar. Hal ini dikarenakan reaksi pembentukan gas methana semakin besar dan sudah banyak bahan baku yang terkonversi menjadi biogas. Semakin lama waktu dalam pembentukan gas methana maka semakin besar nyala api yang dihasilkan, hal ini menandakan bahwa volume gas methana dalam reaktor semakin besar.8.Kesimpulan Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi anaerob. Komponen biogas: 60 % CH4 (metana), 38 % CO2 (karbondioksida), 2 % N2, O2, H2, dan H2S. Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam skala besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik, sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan.

Hasil praktikum kami berupa biogas yang dihasilkan dari limbah eceng gondok dengan biostarter kotoran sapi perah yang di fermentasikan dengan reaktor tipe batch feeding.Dari hasil praktikum yang kita buat di dapat komposisi bahan 3 : 1 , dengan masing-masing perbandingan enceng gondok : kotoran sapi adalah 75% : 25%. Dalam praktikum ini kami menggunakan uji selisih tinggi digester awal dan akhir, volume gas dan nyala besar api. Pada hari ke 4 sampai ke 5 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,003 m, sehingga volume biogas yang terbentuk sebesar 0,3768 L. Pada hari ke 6 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,004 m, sehingga volume biogas yang terbentuk sebesar 0,5024 L. Pada hari ke 7 sampai ke 8 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,005 m, sehingga volume biogas yang terbentuk sebesar 0,628 L. Pada hari ke 9 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,006 m, sehingga volume biogas yang terbentuk sebesar 0,7536 L. Pada hari ke 10 sampai ke 11 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,007 m, sehingga volume biogas yang terbentuk sebesar 0,8792 L. Pada hari ke 12 sampai ke 13 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,008 m, sehingga volume biogas yang terbentuk sebesar 1,005 L. Pada hari ke 14 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,009 m, sehingga volume biogas yang terbentuk sebesar 0,113 L. Pada hari ke 15 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,01 m, sehingga volume biogas yang terbentuk sebesar 1,256 L. Pada hari ke 16 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,012 m, sehingga volume biogas yang terbentuk sebesar 1,507 L. Pada hari ke 17 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,013 m, sehingga volume biogas yang terbentuk sebesar 1,633 L. Pada hari ke 18 terjadi penambahan tinggi pada digester sebesar 0,015 m, sehingga volume biogas yang terbentuk sebesar 1,884 L.

Pada pengamatan besar nyala api pada hari pertama sampai hari ke 6 belum terdapat nyala api. Pada pengamatan hari ke 7 sampai hari ke 10 besar nyala api kecil. Pada pengamatan hari 11 sampai ke 15 besar nyala api sedang. Pada pengamatan hari ke 16 sampai ke 18 besar nyala api besar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi nyala api pada biogas adalah desain digester, temperatur, substrat dan pH.9. LAMPIRAN 9.1 Perhitungan

Keterangan

: t awal= 1,2 meter

diameter = 40 cm

r

= 20 cm = 0,2 m

r2

= 0,04 m2 Hari ke-1 Volume biogas = . r2 . t1

= 3,14 . 0,04 m2 . 0m

= 0 m3

= 0 L

Hari ke-2 Volume biogas = . r2 . t2

= 3,14 . 0,04 m2 . 0m

= 0 m3

= 0 L

Hari ke-3 Volume biogas = . r2 . t3

= 3,14 . 0,04 m2 . 0m

= 0 m3

= 0 L

Hari ke-4Volume biogas = . r2 . t4

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,003 m

= 0,0003768 m3

= 0,3768 L

Hari ke-5Volume biogas = . r2 . t5

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,003 m

= 0,0003768 m3

= 0,3768 L

Hari ke-6Volume biogas = . r2 . t6

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,004 m

= 0,0005024 m3

= 0,35024 L

Hari ke-7Volume biogas = . r2 . t7

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,005 m

= 0,000628 m3

= 0,628 L Hari ke-8

Volume biogas = . r2 . t8

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,005 m

= 0,000628 m3

= 0,628 L

Hari ke-9

Volume biogas = . r2 . t9

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,006 m

= 0,0007536 m3

= 0,7536 L

Hari ke-10

Volume biogas = . r2 . t10

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,007 m

= 0,0008792 m3

= 0,8792 L

Hari ke-11

Volume biogas = . r2 . t11

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,007 m

= 0,0008792 m3

= 0,8792 L

Hari ke-12

Volume biogas = . r2 . t12

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,008 m

= 0,001005 m3

= 1,005 L

Hari ke-13

Volume biogas = . r2 . t13

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,008 m

= 0,001005 m3

= 1,005 L

Hari ke-14

Volume biogas = . r2 . t14

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,009 m

= 0,00113 m3

= 1,13 L Hari ke-15

Volume biogas = . r2 . t15

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,01 m

= 0,001236 m3

= 1,236 L

Hari ke-16

Volume biogas = . r2 . t16

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,012 m

= 0,001507 m3

= 1,507 L

Hari ke-17

Volume biogas = . r2 . t17

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,013 m

= 0,001633 m3

= 1,633 L

Hari ke-18

Volume biogas = . r2 . t18

= 3,14 . 0,04 m2 . 0,015 m

= 0,001884 m3

= 1,884 L

9.2Foto hasil pengamatan

SHAPE \* MERGEFORMAT

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Desroir, Norman., 1988, Unit Processing Organic Synthesis, ed 5, McGraw-Hill Book Company,New York.

Gujer, W. & Zehnder, A.J.B. (1983). Conversion processes in anaerobic digestion, Wat. Sci. Tech. 15: 127-167Gunnarsson, Carina C. dan Petersen, Cecilia M. (2006), Water hyacinths as a resource in agriculture and energy production: a literature review, Journal Waste Management. Vol. 27. Hal. 117-129.Kreuzig, R. (2007), Phytoremediation: Potential of Plants to Clean Up Polluted Soils, Braunschweig University of Technology Institute of Ecological Chemistry and Waste Analysis.Trihadiningrum, Y., Basri, Hassan, Mukhlisin, M., Listiyanawati, D., and Jalil, N. A.A. (2008), Phytotechnology a Nature-Based Approach for Sustainable Water Sanitation and Conservation, The 3rd WEPA International Forum on Water Environmental, Putra Jaya.Ward, A.J., Hobbs, P.J., Holliman, P.J., dan Jones, D.L. (2008). Optimation of The Anaerobic Digestion of Agricultural Resources. Bioresource Technology. 99. 7928-7940.Widodo, T. W., Asari Ahmad., Nurhasanah A., Rahmarestia, E. (2006)., Rekayasa dan pengujian reaktor biogas skala kelompok tani ternak, Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Jurnal Enjiring Pertanian, Hal. 41-52.hidrolisis

asidifikasi (pengasaman)

Tahap pembentukan gas metana

Kotoran sapi perah

digester

Slurry eceng gondok dan kotoran sapi

digester

Api hari ke-8

Api hari ke-12

Api hari ke-18

15