Biogas Prema
-
Upload
hery-karistiana -
Category
Documents
-
view
47 -
download
0
Transcript of Biogas Prema
Biogas
By bayu_fitria Leave a Comment
Categories: * Info Terkait
Tags: biogas, methanogen
Apakah biogas itu? Biogas merupakan gas campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2)
dan gas lainnya yang didapat dari hasil penguraian bahan organik (seperti kotoran hewan,
kotoran manusia, dan tumbuhan) oleh bakteri metanogen. Untuk menghasilkan biogas, bahan
organik yang dibutuhkan ditampung dalam biodigester. Proses penguraian bahan organik
terjadi secara anaerob (tanpa oksigen). Biogas terbentuk pada hari ke 4-5 sesudah biodigester
terisi penuh, dan mencapai puncak pada hari ke 20-25. Biogas yang dihasilkan sebagian besar
terdiri dari 50-70% metana (CH4), 30-40% karbondioksida (CO2), dan gas lainnya dalam
jumlah kecil.
Ada tiga kelompok dari bakteri dan Arkhaebakteria yang berperan dalam proses
pembentukan biogas, yaitu:
1. Kelompok bakteri fermentatif: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis
Enterobactericeae
2. Kelompok bakteri asetogenik: Desulfovibrio
3. Kelompok Arkhaebakteria dan bakteri metanogen: Mathanobacterium, Mathanobacillus,
Methanosacaria, dan Methanococcus
Material organik yang terkumpul pada digester (reaktor) akan diuraiakan dalam dua tahap
dengan bantuan dua jenis bakteri. Tahap pertama material organik akan didegradasi menjadi
asam-asam lemah dengan bantuan bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan
sampah pada tingkat hidrolisis dan asidifikasi. Hidrolisis yaitu penguraian senyawa kompleks
atau senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, karbohidrat menjadi senyawa yang
sederhana. Sedangkan asidifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa sederhana.
Setelah material organik berubah menjadi asam asam, maka tahap kedua dari proses anaerob
adalah pembentukan gas metana dengan bantuan Arkhaebakteria pembentuk metana seperti
Methanococus, Methanosarcina, Methanobacterium.
Proses ini memiliki kemampuan untuk mengolah sampah atau limbah organik yang
keberadaanya melimpah dan tidak bermanfaat menjadi produk yang lebih bernilai.
Pembuatan biogas dilakukan pada pengolahan limbah industri, limbah pertanian, dan limbah
peternakan.
Biogas dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif untuk keperluan rumah tangga, sebagai
pengganti minyak tanah, kayu bakar, dan elpiji. Bahan baku pembuatan biogas berupa
senyawa-senyawa organik yang terdapat pada limbah kotoran ternak (sapi, ayam, kambing),
limbah organik rumah tangga dan pasar, limbah pertanian (jerami, sekam, bonggol jagung),
limbah organik industri (ampas tebu, ampas tahu), dan limbah kotoran manusia. Setiap bahan
baku memiliki perbedaan karakter sehingga akan menghasilkan kuantitas dan kualitas biogas
yang berbeda.
Arkhaebakteria metanogen secara alami dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti: air
bersih, endapan air laut, sapi, kambing, lumpur, kotoran anaerob ataupun TPA (Tempat
Pembuangan Akhir).
Selama beberapa tahun, masyarakat pedesaan di seluruh dunia telah memanfaatkan limbah
pertanian dan peternakan yang mereka miliki menjadi bahan bakar gas. Pada umumnya,
biogas dimanfaatkan pada skala rumah tangga. Namun tidak menutup kemungkinan untuk
dimanfaatkan pada skala yang lebih besar (komunitas). Beberapa keuntungan bagi rumah
tangga dan komunitas antara lain:
1. Mengurangi penggunaan bahan bakar lain (minyak tanah, kayu, dsb) oleh rumah
tangga atau komunitas
2. Menghasilkan pupuk organik berkualitas tinggi sebagai hasil sampingan
3. Menjadi metode pengolahan sampah (raw waste) yang baik dan mengurangi
pembuangan sampah ke lingkungan (aliran air/sungai)
4. Meningkatkan kualitas udara karena mengurangi asap dan jumlah karbodioksida
akibat pembakaran bahan bakar minyak/kayu bakar
5. Secara ekonomi, murah dalam instalasi serta menjadi investasi yang menguntungkan
dalam jangka panjang
Tahapan untuk memperoleh biogas dengan bahan baku kotoran ternak :
Kotoran ternak dicampur air dengan perbandingan 1 : 1. Campuran tersebut diaduk
hingga rata sebelum masuk dalam reaktor hampa udara
Di dalam reaktor, campuran dibiarkan mengalami proses pembusukan oleh
mikroorganisme. Biasanya setelah 7 hari mulai terbentuk biogas yang dialirkan ke
tempat penampungan biogas dengan menggunakan pralon
Dari tempat penampungan, biogas dialirkan ke kompor khusus dan bisa dimanfaatkan
untuk memasak
Dalam reaktor biogas juga dihasilkan limbah cair yang mengandung nitrogen dan senyawa
organik lain yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk (1 liter limbah cair biogas setara dengan
20 gr urea yang dilarutkan dalam 1 liter air). Kandungan utama biogas adalah metana,
karbondioksida, sebagian kecil gas lain (gas nitrogen, hidrogen, karbonmonoksida dan uap
air). Gas metana dalam jumlah besar membuat biogas mudah terbakar dan dapat digunakan
sebagai sumber energi alternatif.
Starter yang mengandung bakteri metana diperlukan untuk mempercepat proses fermentasi
anaerob. Beberapa jenis starter antara lain:
1. Starter alami, yaitu lumpur aktif seperti lumpur kolam ikan, air comberan atau cairan septi
tank, timbunan kotoran, dan timbunan sampah organik
2. Starter semi buatan, yaitu dari fasilitas biodigester dalam stadium aktif
3. Starter buatan, yaitu bakteri yang dibiakkan secara laboratorium dengan media buatan
Bakteri Untuk Biogas
Bakteri Untuk Biogas ( Bag.1)
Teknologi Biogas
Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan
organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada
umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas.
Meski demikian, hanya bahan organik homogen berbentuk padat maupun cair seperti kotoran
dan air kencing hewan ternak seperti babi dan sapi yang cocok untuk sistem biogas
sederhana. Di samping itu, di daerah yang banyak terdapat industri pemrosesan makanan
seperti tahu, tempe, ikan pindang dan brem, saluran limbahnya bisa disatukan ke dalam
sistem biogas sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya.
Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut di atas berasal dari bahan organik
yang homogen.
Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas. Di
samping itu, faktor-faktor lainnya seperti temperatur digester atau ruangan tertutup kedap
udara, pH, tekanan udara serta kelembaban udara turut berpengaruh.
Salah satu cara untuk menentukan bahan organik yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan
sistem biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau
disebut rasio C/N.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan
optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20.
Adapun proses pembuatan biogas adalah sebagai berikut. Bahan organik dimasukkan ke
dalam digester, sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut yang
selanjutnya akan menghasilkan gas yang disebut biogas. Biogas yang telah terkumpul di
dalam digester lalu dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tangki penyimpan gas atau
langsung ke lokasi penggunaannya, misalnya kompor. Komposisi gas yang terdapat di dalam
biogas adalah methana (CH4) sebesar 40-70%, karbondioksida (CO2) sebesar 30-60% serta
sedikit hidrogen (H2) dan hidrogen sulfida (H2S). Keuntungan lain yang diperoleh dari
proses pembuatan biogas adalah lumpur yang dapat digunakan sebagai pupuk.
Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti cara penggunaan gas lainnya yang
mudah terbakar. Pembakaran biogas dilakukan dengan mencampurnya dengan oksigen (O2).
Meski demikian, untuk mendapatkan hasil pembakaran yang optimal perlu dilakukan proses
pemurnian/penyaringan karena biogas mengandung beberapa gas lain yang tidak
menguntungkan.
Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 )
Proses Biogas
Biogas merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berkembang pesat dalam
dasawarsa terakhir. Teknologi pembuatan biogas memanfaatkan kotoran organik, baik itu
kotoran hewan maupun sampah sayuran dan tumbuhan dengan memanfaatkan bakteri
anaerobik yang terdapat dalam kotoran tersebut untuk proses fermentasi yang menghasilkan
semacam gas yang mengandung. Sampai tahun 1997 negara yang paling, maju dalam aplikasi
teknologi ini adalah India.
Keuntungan teknologi ini dibanding sumber energi alternatif yang lain adalah:
1. Menghasilkan gas yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari hari
Kotoran yang telah digunakan untuk menghasilkan gas dapat digunakan sebagal pupuk
organik yang sangat baik.
2. Dapat mengurangi kadar bakteri patogen yang terdapat dalam kotoran yang dapat
menyebabkan penyakit bila kotoran hewan atau sampah tersebut ditimbun begitu saja.
3. Yang paling utama yaitu bisa mengurangi permasalahan penanggulangan sampah
atau kotoran hewan menjadi sesuatu yang bermanfaat
Bagaimana biogas terbentuk ?
Biogas dihasilkan apabila bahan bahan organik terdegradasi senyawa-senyawa pembentuknya
dalam keadaan tanpa oksgen atau biasa disebut kondisi anaerobik. Dekomposisi anaerobik ini
biasa terjadi secara alami di tanah yang basah, seperti dasar danau, dan di dalam tanah pada
kedalaman tertentu. Proses dekomposisi lini dilakukan oleh bakteri bakteri dan
mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Dekomposisi anaerobik dapat menghasilkan gas
yang mengandung sedikitnya 60% metan. Gas inilah yang biasa disebut dengan biogas
dengan nilai heating value sebesar 39 MJ/m3 kotoran. Biogas dapat dihasilkan dari
dekomposisi sampah organik seperti sampah pasar, daun daunan, dan kotoran hewan yang
berasal dari sapi, babi, kambing, kuda, atau yang lainnya, bahkan kotoran manusia sekalipun.
Gas yang dihasilkan memiliki komposisi yang berbeda tergantung dari jenis hewan yang
menghasilkannya.
Proses dekomposisi anaerobik pada dasarnya adalah proses yang terdiri atas dua tahap, yaitu :
1. Proses Asidifikasi (proses pengasaman)
Proses asidifikasi teradi karena kehadiran bakteri pembentuk asam yang disebut dengan
bakteri asetogenik. Bakteri ini akan memecah struktur organik kompleks menjadi asam asam
volatil (struktur kecil). Protein dipecah menjadi asam asam amino. Karbohidrat dipecah
menjadi gula dengan struktur yang sederhana. Lemak dipecah menjadi asam yang berantai
panjang. Hasil dari pemecahan ini akan dipecah lebih jauh menjadi asam asarn volaid.
Bakteri asetogenik juga dapat melepaskan gas hidrogen dan gas karbondioksida.
2. Proses Produksi Metan
Bakteri pembentuk metan (bakteri metanogenik) menggunakan asam yang terbentuk darl
proses asidifikasi. Selain itu juga terdapat bakteri yang dapat membentuk gas metan dari gas
hidrogen dan karbondioksida yang dihasilkan dari proses pertama.
Bakteri Untuk Biogas ( Bag.3 )
Menuai Biogas dari Limbah
BIOGAS atau gas bio merupakan salah satu jenis energi yang dapat dibuat dari banyak jenis
bahan buangan dan bahan sisa, semacam sampah, kotoran ternak, jerami, eceng gondok serta
banyak bahan-bahan lainnya lagi. Pendeknya, segala jenis bahan yang dalam istilah kimia
termasuk senyawa organik, entah berasal dari sisa dan kotoran hewan ataupun sisa tanaman,
dapat dijadikan bahan biogas.
Pembuatan dan penggunaan biogas sebagai energi seperti layaknya energi dari kayu bakar,
minyak tanah, gas, dan sebagainya sudah dikenal sejak lama, terutama di kalangan petani
Inggris, Rusia dan Amerika Serikat. Sedangkan di Benua Asia, tercatat negara India sejak
masih dijajah Inggris sebagai pelopor dan pengguna energi biogas yang sangat luas, bahkan
sudah disatukan dengan WC biasa.
Di Indonesia, pembuatan dan penggunaan biogas mulai digalakkan pada awal tahun 1970-an,
terutama karena bertujuan memanfaatkan buangan atau sisa yang berlimpah dari benda yang
tidak bermanfaat menjadi yang bermanfaat, serta mencari sumber energi lain di luar kayu
bakar dan minyak tanah.
Berdasarkan bahan-bahan untuk membuat biogas, cara dan lingkungan untuk
menghasilkannya, sebenarnya biogas dapat dihasilkan di manapun. Pembuatan biogas bisa
dalam bentuk yang sederhana (untuk kepentingan rumah-tangga terbatas) ataupun dalam
bentuk yang sedang atau besar (untuk kepentingan bersama beberapa rumah atau lebih). Juga
menyangkut tempat atau bejana untuk membuatnya. Secara sederhana dari drum bekas yang
masih kuat atau sengaja dibuat dalam bentuk bejana dari tembok atau bahan-bahan lainnya.
Untuk sekadar memberikan gambaran, berikut ini akan diuraikan beberapa catatan yang
berhubungan dengan pembuatan dan penggunaan biogas yang dapat dilakukan di lingkungan
pedesaan, baik secara mandiri (perorangan) ataupun bersama-sama dengan tetangga, bahkan
dalam bentuk usaha sekalipun.
Gas metan
Sisa atau buangan senyawa organik yang berasal dari tanaman ataupun hewan secara alami
akan berurai, baik akibat pengaruh lingkungan fisik (seperti panas matahari), lingkungan
kimia (seperti dengan adanya senyawa lain) atau yang paling umum dengan adanya jasad
renik yang disebut mikroba, baik bakteri ataupun jamur.
Akibat penguraian bahan organik yang dilakukan jasad renik tersebut, maka akan terbentuk
zat atau senyawa lain yang lebih sederhana (kecil), serta salah satu di antaranya berbentuk
CH4 atau gas metan.
Gas metan yang bergabung dengan CO2 atau gas karbondioksida yang kemudian disebut
biogas dengan perbandingan 65 : 35. Seperti sampah atau jerami yang diproses menjadi
kompos memerlukan persyaratan dasar tertentu, demikian pula dalam proses pengubahan
sampah atau buangan menjadi biogas, memerlukan persyaratan tertentu yang menyangkut:
1. Kandungan atau isi yang terkandung dalam bahan. Hal ini menyangkut nilai atau
bandingan antara unsur C (karbon) dengan unsur N (nitrogen) yang secara umum dikenal
dengan nama rasio C/N.
Perubahan senyawa organik dari sampah atau kotoran kandang menjadi CH4 (gas metan) dan
CO2 (gas karbon dioksida) memerlukan persyaratan rasio C/N antara 20 - 25. Sehingga kalau
menggunakan bahan hanya berbentuk jerami dengan rasio-C/N di atas 65, maka walaupun
CH4 dan CO2 akan terbentuk, perbandingan CH4 : CO2 = 65 : 35 tidak akan tercapai.
Mungkin perbandingan tersebut bernilai 45 : 55 atau 50 : 50 atau 40 : 60 serta angka-angka
lain yang kurang dari yang sudah ditentukan, maka hasil biogasnya akan mempunyai nilai
bakar rendah atau kurang memenuhi syarat sebagai bahan energi. Juga sebaliknya kalau
bahan yang digunakan berbentuk kotoran kandang, semisal dari kotoran kambing dengan
rasio C/N sekira 8, maka produksi biogas akan mempunyai bandingan antara CH4 dan CO2
seperti 90 : 10 atau nilai lainnya yang terlalu tinggi. Dengan nilai ini maka hasil biogasnya
juga terlalu tinggi nilai bakarnya, sehingga mungkin akan membahayakan pengguna.
Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu rasio C/N terlalu tinggi atau terlalu rendah akan
mempengaruhi proses terbentuknya biogas, karena ini merupakan proses biologis yang
memerlukan persyaratan hidup tertentu, seperti juga manusia.
2. Kadar air bahan yang terkandung dalam bahan yang digunakan, juga seperti rasio C/N
harus tepat. Jika hasil biogas diharapkan sesuai dengan persyaratan yang berlaku, maka bahan
yang digunakan berbentuk kotoran kambing kering dicampur dengan sisa-sisa rumput bekas
makanan atau dengan bahan lainnya yang juga kering, maka diperlukan penambahan air.
Tapi berbeda kalau bahan yang akan digunakan berbentuk lumpur selokan yang sudah
mengandung bahan organik tinggi, semisal dari bekas dan sisa pemotongan hewan yang
dicampur dengan sampah. Dalam bahannya sudah terkandung air, sehingga penambahan air
tidak akan sebanyak pada bahan yang kering. Air berperan sangat penting di dalam proses
biologis pembuatan biogas. Artinya jangan terlalu banyak (berlebihan) juga jangan terlalu
sedikit (kekurangan).
3. Temperatur selama proses berlangsung, karena ini menyangkut "kesenangan" hidup bakteri
pemroses biogas antara 27ºC - 28ºC. Dengan temperatur itu proses pembuatan biogas akan
berjalan sesuai dengan waktunya. Tetapi berbeda kalau nilai temperatur terlalu rendah
(dingin), maka waktu untuk menjadi biogas akan lebih lama.
4. Kehadiran jasad pemroses, atau jasad yang mempunyai kemampuan untuk menguraikan
bahan-bahan yang akhirnya membentuk CH4 dan CO2. Dalam kotoran kandang, lumpur
selokan ataupun sampah dan jerami, serta bahan-bahan buangan lainnya, banyak jasad renik,
baik bakteri ataupun jamur pengurai bahan-bahan tersebut didapatkan. Tapi yang menjadi
masalah adalah hasil uraiannya belum tentu menjadi CH4 yang diharapkan serta mempunyai
kemampuan sebagai bahan bakar.
Maka untuk menjamin agar kehadiran jasad renik atau mikroba pembuat biogas (umumnya
disebut bakteri metan), sebaiknya digunakan starter, yaitu bahan atau substrat yang di
dalamnya sudah dapat dipastikan mengandung mikroba metan sesuai yang dibutuhkan.
5. Aerasi atau kehadiran udara (oksigen) selama proses. Dalam hal pembuatan biogas maka
udara sama sekali tidak diperlukan dalam bejana pembuat. Keberadaan udara menyebabkan
gas CH4 tidak akan terbentuk. Untuk itu maka bejana pembuat biogas harus dalam keadaan
tertutup rapat.
Masih ada beberapa persyaratan lain yang diperlukan agar hasil biogas sesuai dengan
persyaratan. Tetapi kelima syarat tersebut sudah merupakan syarat dasar agar proses
pembuatan biogas berjalan sebagaimana mestinya.
Penggunaan
Biogas seperti pula gas lain yang sudah umum digunakan sebagai energi, dapat digunakan
untuk banyak kepentingan, terutama untuk kepentingan penerangan dan memasak.
Masalahnya sekarang karena lampu atau kompor yang sudah umum dan biasa dipergunakan
untuk gas lain selain biogas tidak cocok untuk pemakaian biogas, sebelumnya memerlukan
perubahan atau penyesuaian tertentu terlebih dahulu. Hal ini berkaitan karena bentuk dan
sifat biogas berbeda dengan bentuk dan sifat gas lain yang sudah umum.
Pusat Teknologi Pembangunan (PTP) ITB misalnya, telah sejak lama membuat lampu atau
kompor yang dapat menggunakan biogas, yang asalnya dari lampu petromak atau kompor
yang sudah ada. Perubahan dan penyesuaian dari lampu petromak atau kompor gas biasa
yang dapat menggunakan biogas didasarkan kepada pertimbangan keselamatan dan
penggunaan.
Seperti misalnya sifat biogas yang tidak berwarna, tidak berbau dan sangat cepat menyala.
Karenanya kalau lampu atau kompor mempunyai kebocoran, akan sulit diketahui secepatnya.
Berbeda dengan sifat gas lainnya, sepeti gas-kota atau elpiji, maka karena berbau akan cepat
dapat diketahui kalau terjadi kebocoran pada alat yang digunakan.
Sifat cepat menyala biogas, juga merupakan masalah tersendiri. Artinya dari segi
keselamatan pengguna. Sehingga tempat pembuatan atau penampungan biogas harus selalu
berada jauh dari sumber api yang kemungkinan dapat menyebabkan ledakan kalau
tekanannya besar.
Kompor biogas yang telah disusun dan diujicoba PTP ITB tersusun dari rangka, pembakar,
spuyer, cincin penjepit spuyer dan cincin pengatur udara, yang kalau sudah diatur akan
mempunyai spesifikasi temperatur nyala api dapat mencapai 560�C dengan warna nyala
biru muda pada malam hari, dan laju pemakaian biogas 350 liter/jam, serta harganya
diperkirakan antara Rp 2.500,00 sampai Rp. 3.000,00 saja (catatan tahun 1978).
Sedang lampu biogas yang juga telah diubah dan diujicoba dari lampu petromak yang terdiri
dari tiang pipa dan katup pengatur jarum spuyer, tiang pipa dan nosel spuyer, pipa pencampur
gas dan udara, mur penjepit reflektor, ruang pembakar, kaus, semprong (kaca pelindung
berbentuk silinder) dan reflektor, ternyata mempunyai harga antara Rp 4.500,00 sampai Rp
6.000,00 saja (tahun 1973). Untuk lebih jelasnya kepada mereka yang membutuhkan
keterangan lebih terperinci mengenai kompor dan lampu biogas ini, sebaiknya berhubungan
dengan Pusat Teknologi Pembangunan ITB, JIn. Ganesa 10, Bandung.
Bahan pembuat biogas merupakan bahan organik berkandungan nitrogen tinggi. Selama
proses pembuatan kompos yang akan keluar dan tergunakan adalah unsur-unsur C, H, dan 0
dalam bentuk CH4 dan CO2. Karenanya nitrogen yang ada akan tetap bertahan dalam sisa
bahan, kelak menjadi sumber pupuk organik.
Faktor-faktor yang Berpengaruh Pada Proses Pembentukan Biogas
Proses pembentukan biogas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Temperatur/Suhu,
suhu udara maupun suhu di dalam tangki pencerna mempunyai andil besar di dalam
memproduksi biogas. Suhu udara secara tidak langsung mempengaruhi suhu di dalam tangki
pencerna, artinya penurunan suhu udara akan menurunkan suhu di dalam tangki pencerna.
Peranan suhu udara berhubungan dengan proses dekomposisi anaerobik (Yunus, 1991).
b. Ketersediaan Unsur Hara,
bakteri anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang mengandung nitrogen,
fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt (Space and McCarthy didalam
Gunerson and Stuckey, 1986). Level nutrisi harus sekurangnya lebih dari konsentrasi
optimum yang dibutuhkan oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan
nutrisi akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan
bahan yang sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan sisa sisa tanaman terkadang
diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam digester (Gunerson and Stuckey,
1986).
c. Derajat Keasaman (pH),
peranan pH berhubungan dengan media untuk aktivitas mikroorganisme. Bakteri-bakteri
anaerob membutuhkan pH optimal antara 6,2 – 7,6, tetapi yang baik adalah 6,6 – 7,5. Pada
awalnya media mempunyai pH ± 6 selanjutnya naik sampai 7,5. Tangki pencerna dapat
dikatakan stabil apabila larutannya mempunyai pH 7,5 – 8,5. Batas bawah pH adalah 6,2,
dibawah pH tersebut larutan sudah toxic, maksudnya bakteri pembentuk biogas tidak aktif.
Pengontrolan pH secara alamiah dilakukan oleh ion NH4+ dan HCO3-. Ion-ion ini akan
menentukan besarnya pH (Yunus, 1991).
d. Rasio Carbon Nitrogen (C/N),
proses anaerobik akan optimal bila diberikan bahan makanan yang mengandung karbon dan
nitrogen secara bersamaan. CN ratio menunjukkan perbandingan jumlah dari kedua elemen
tersebut. Pada bahan yang memiliki jumlah karbon 15 kali dari jumlah nitrogen akan
memiliki C/N ratio 15 berbanding 1. C/N ratio dengan nilai 30 (C/N = 30/1 atau karbon 30
kali dari jumlah nitrogen) akan menciptakan proses pencernaan pada tingkat yang optimum,
bila kondisi yang lain juga mendukung. Bila terlalu banyak karbon, nitrogen akan habis
terlebih dahulu. Hal ini akan menyebabkan proses berjalan dengan lambat. Bila nitrogen
terlalu banyak (C/N ratio rendah; misalnya 30/15), maka karbon habis lebih dulu dan proses
fermentasi berhenti (Anonymous, 1999a).
e. Kandungan Padatan dan Pencampuran Substrat,
menurut Anonymous (1999a), walaupun tidak ada informasi yang pasti, mobilitas bakteri
metanogen di dalam bahan secara berangsur – angsur dihalangi oleh peningkatan kandungan
padatan yang berakibat terhambatnya pembentukan biogas. Selain itu yang terpenting untuk
proses fermentasi yang baik diperlukan pencampuran bahan yang baik akan menjamin proses
fermentasi yang stabil di dalam pencerna. Hal yang paling penting dalam pencampuran bahan
adalah menghilangkan unsur – unsur hasil metabolisme berupa gas (metabolites) yang
dihasilkan oleh bakteri metanogen, mencampurkan bahan segar dengan populasi bakteri agar
proses fermentasi merata, menyeragamkan temperatur di seluruh bagian pencerna,
menyeragamkan kerapatan sebaran populasi bakteri, dan mencegah ruang kosong pada
campuran bahan.
~ Proses Produksi Energi Biogas Kumpulan Artikel - 107 - Energi Bio Gas
Array Cetak Array PDF
Prinsip Dasar Pembuatan Biogas
BIOGAS merupakan proses produksi energi berupa gas yang berjalan melalui proses biologis. Hal ini menyebabkan terdapatnya berbagai komponen penting yang berpengaruh dalam proses pembuatan biogas. Komponen biokimia (biochemist) dalam pembuatan biogas memerlukan perhatian penting. Proses kerja dari komponen tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah, sehingga membuka peluang untuk diadakannya penelitian lebih lanjut.
Gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi dari pembuatan biogas adalah berupa gas metan. Gas metan ini diperoleh melalui proses dekomposisi bahan-bahan organik oleh mikroorganisme. Bahan-bahan organik yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan sangat mudah, bahkan dapat diperoleh dalam limbah. Proses produksi peternakan menghasilkan kotoran ternak (manure) dalam jumlah banyak. Di dalam kotoran ternak tersebut terdapat kandungan bahan organik dalam konsentrasi yang tinggi.
Gas metan dapat diperoleh dari kotoran ternak tersebut setelah melalui serangkaian proses biokimia yang kompleks. Kotoran ternak terlebih dahulu harus mengalami dekomposisi yang berjalan tanpa kehadiran udara (anaerob). Tingkat keberhasilan pembuatan biogas sangat tergantung pada proses yang terjadi dalam dekomposisi tersebut.
Salah satu kunci dalam proses dekomposisi secara anaerob pada pembuatan biogas adalah kehadiran mikroorganisme. Biogas dapat diperoleh dari bahan organik melalui proses "kerja sama" dari tiga kelompok mikroorganisme anaerob. Pertama, kelompok mikroorganisme yang dapat menghidrolisis polimer-polimer organik dan sejumlah lipid menjadi monosakarida, asam-asam lemak, asam-asam amino, dan senyawa kimia sejenisnya.
Kedua, kelompok mikroorganisme yang mampu memfermentasi produk yang dihasilkan kelompok mikroorganisme pertama menjadi asam-asam organik sederhana seperti asam asetat. Oleh karena itu, mikroorganisme ini dikenal pula sebagai mikroorganisme penghasil asam (acidogen).
Ketiga, kelompok mikroorganisme yang mengubah hidrogen dan asam asetat hasil pembentukan acidogen menjadi gas metan dan karbondioksida. Mikroorganisme penghasil gas metan ini hanya bekerja dalam kondisi anaerob dan dikenal dengan nama metanogen. Salah satu mikroorganisme penting dalam kelompok metanogen ini adalah mikroorganisme yang mampu memanfaatkan (utilized) hidrogen dan asam asetat.
Metanogen terdapat dalam kotoran sapi yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan biogas. Lambung (rumen) sapi merupakan tempat yang cocok bagi perkembangan metanogen. Gas metan dalam konsentrasi tertentu dapat dihasilkan di dalam lambung sapi tersebut. Proses pembuatan biogas tidak jauh berbeda dengan proses pembentukan gas metan dalam lambung sapi. Pada prinsipnya, pembuatan biogas adalah menciptakan gas metan melalui manipulasi lingkungan yang mendukung bagi proses perkembangan metanogen seperti yang terjadi dalam lambung sapi.
Metanogen membutuhkan kondisi lingkungan yang optimal untuk dapat memproduksi gas metan. Metanogen sangat sensitif terhadap kondisi di sekitarnya. Bahan organik dalam kotoran sapi dapat menghasilkan gas metan apabila metanogen bekerja dalam ruangan hampa udara. Oleh karena itu, proses pembuatan biogas dari kotoran sapi harus dilakukan dalam sebuah reaktor atau digester yang tertutup rapat untuk menghindari masuknya oksigen. Reaktor harus bebas dari kandungan logam berat dan sulfida (sulfides) yang dapat mengganggu keseimbangan mikroorganisme.
Jumlah metanogen dalam kotoran sapi belum tentu dapat menghasilkan gas metan yang diinginkan. Gas metan diperoleh melalui komposisi metanogen yang seimbang. Jika jumlah metanogen dalam kotoran sapi masih dinilai kurang, maka perlu dilakukan penambahan metanogen tambahan berbentuk strater atau substrat ke dalam reaktor.
Metanogen dapat berkembang dengan baik dalam tingkat keasaman (pH) tertentu. Lingkungan cair (aqueous) dengan pH 6,5 sampai 7,5 di dalam reaktor merupakan kondisi yang cocok bagi pembentukan gas metan oleh metanogen. Tingkat keasaman di dalam reaktor harus dijaga agar tidak kurang dari 6,2.
Untuk memperoleh biogas yang sempurna, ketiga kelompok mikroorganisme tadi harus bekerja secara sinergis. Keadaan lingkungan yang kurang baik akan menyebabkan ketiganya menjadi tidak optimal dalam menjalankan perannya masing-masing. Contohnya, jumlah kandungan bahan organik yang terlalu banyak dalam kotoran sapi akan membuat kelompok mikroorganisme pertama dan kedua untuk membentuk asam organik dalam jumlah banyak sehingga pH akan turun drastis. Hal itu akan menciptakan lingkungan yang tidak cocok bagi kelompok mikroorganisme yang ketiga. Akhirnya, gas metan yang dihasilkan akan sedikit, bahkan tidak menghasilkan gas sama sekali.
Untuk mencapai keberhasilan dalam proses pembuatan biogas diperlukan ketelitian untuk memberikan lingkungan yang optimal bagi pembentukan gas metan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pengontrolan terhadap berbagai aspek, seperti tingkat keasaman, kandungan dalam kotoran sapi (C/N), temperatur, hingga kadar air. Selain itu, reaktor yang digunakan harus memenuhi syarat dan kapasitasnya sesuai dengan jumlah kotoran sapi sebagai input.
Manfaat lainnya
Sisa kotoran sapi yang telah digunakan dalam proses pembuatan biogas dapat dimanfaatkan menjadi pupuk. Jika kandungan gas metan dalam kotoran sapi telah diperoleh, maka kotoran tersebut dapat diambil dari reaktor dan digunakan sebagai kompos. Pupuk kompos dapat menyuburkan tanah dan tidak mengandung bahan kimia, sehingga penggunaannya dapat mendukung gerakan pertanian organik (organic farming).
Teknologi pembuatan biogas ini sangat ramah terhadap lingkungan karena tidak meninggalkan residu dan emisi gas berbahaya. Pengembangan teknologi biogas sangat mendesak untuk dilakukan, mengingat kebutuhan energi yang semakin mendesak pula. Berbagai penelitian pun sangat dibutuhkan untuk kemajuan teknologi biogas di masa depan. Teknologi ini harus semakin disosialisasikan sebagai alternatif bahan bakar bagi masyarakat Indonesia, tentunya melalui dukungan kuat dari pemerintah. Mari. (M. Ikhsan Shiddieqy, S.Pt.)***
BIOGAS DARI KOTORAN SAPI SAPI TERNAK Biogas dari Kotoran Sapi Ternak - Pertumbuhan penduduk, menyebabkan sumber daya alam yang tersedia berkurang, seperti bahan bakar minyak (BBM), eksploitasi sumber daya alam, khususnya minyak, yang telah membesar-besarkan ancaman bagi keselamatan manusia dan lingkungan itu sendiri. Hal lain yang banyak dikhawatirkan orang bahwa jumlah cadangan minyak yang menurun dari hari ke hari dan terancam habis. Karena itu perlu mencoba untuk mencari energi alternatif untuk menghemat cadangan minyak yang ada saat ini. Biogas adalah salah satu energi yang dapat dikembangkan dengan memberikan cukup bahan baku yang tersedia dan renewable. masalah dapat diatasi dengan kebutuhan energi menggunakan sumber energi terbarukan yang relatif mudah didapat, dan biaya operasional yang rendah, tidak mengakibatkan masalah limbah. salah satunya yaitu dengan memanfaatkan kotoran sapi sebagai biogas. Berdasarkan analisis yang dilakukan para pakar peneliti menunjukan bahwa kotoran sapi mengandung selulosa, hemisellulosa, lignin, karbonat organik, nitrogen, fosfor dan kalium. Cara pembuatannyapun sangat praktis, yaitu kotoran sapi yang telah diencerkan dengan air dengan perbandingan tertentu dan ditempatkan dalam wadah biogas. Making tertutup untuk bahan bakar sangat efektif dilakukan di daerah yang banyak ternak. Setelah terbentuk biogas, sapi limbah gas yang telah diambil, pupuk organik yang kaya akan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Karena itu, pupuk organik ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk menjaga produksi tanaman. ini memberikan gambaran pemanfaatan teknologi biogas dengan bahan bakar kotoran sapi sebagai solusi alternatif dalam rangka untuk menghemat cadangan minyak bumi. 1. According anaerobik biologis (1989) menyatakan, Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi bahan organik dalam kondisi anaerob dan gas yang dominan adalah metana ( CH4) dan karbon dioksida (CO2). Biogas dapat disimpulkan sebagai salah satu jenis energi yang dapat dibuat dari fermentasi berbagai jenis bahan limbah seperti sampah, pupuk, kotoran manusia, jerami, dan bahan lainnya dalam kondisi anaerob dan menghasilkan gas, gas metana yang didominanasi oleh dioksida dan karbon. Singkatnya, semua jenis bahan dalam hal kimia termasuk senyawa organik, baik berasal dari limbah dan kotoran hewan atau sisa tanaman, dapat digunakan sebagai biogas. 2. Kotoran sapi Sapi memiliki sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaan yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput berserat tinggi. Oleh karena itu, pupuk sapi kandang memiliki kandungan selulosa yang tinggi sehingga Nilai kalor yang dihasilkan oleh biogaspun cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk metana murni (100%) memiliki nilai kalori 8900 kkL/m3. 3. Jenis Pabrik Biogas Jenis Pabrik biogas dapat dilihat dari konstruksi dan bahan baku. Hal konstruksi, secara umum, pabrik biogas diklasifikasikan menjadi dua jenis: Kubah tetap : Kubah tetap merupakan konstruksi yang memiliki volume tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan generator tekanan. Drum mengambang : Drum mengambang berarti ada bagian pada pabrik yang dapat dipindahkan untuk menyesuaikan diri dengan peningkatan pembangkit tekanan. Gerakan tanaman mereka juga akan menjadi tanda dimulainya produksi gas dalam Pabrik Biogas. Sementara pembangunan pabrik biogas dilihat dari aliran bahan baku, dibagi menjadi dua lagi yaitu: 1. Batch (bak) Pada jenis ini bahan tanaman ditempatkan dalam wadah atau ruang tertentu dari awal sampai selesainya proses pencernaan. Ini hanya umum digunakan dalam tahap percobaan untuk menentukan potensi gas dari sampah. 2 organik. Contiunitas (aliran) Dalam tipe ini ada aliran sisa bahan masuk dan keluar pada selang dalm tempo waktu tertentu. Panjang dari bahan baku Pabrik Biogas disebut sebagai waktu retensi hidrolik (Retensi hidrolik Waktu / HTR). 4. Prinsip Teknologi Biogas Pada prinsipnya, teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan fermentasi bahan organik oleh bakteri anaerob yang menghjasilkan gas metana. Gas metana adalah gas yang mengandung satu atom C dan empat atom
H yang memiliki sifat mudah terbakar. Gas metana yang dihasilkan kemudian dapat dibakar sehingga panaspun dapat dihasilkan. Sifat gas ini tidak berwarna, tidak berbau dan sangat cepat menyala. Menurut Direktorat Jenderal PPHP-Departemen Pertanian (2006), 1 m3 biogas setara dengan: a. LPG: 0,46 Kg b. Minyak Tanah: 0,62 Ltr c. Minyak solar: 0,52 Ltr d. Bensin: 0,80 Ltr e. Kayu bakar: 3,50 Kg Pembentukan biogas mikroba anaerobik mencakup tiga tahap : Pertama, tahap hidrolisis di mana pembubaran terjadi pada tahap ini bahan organik larut dan pencernaan bahan organik kompleks menjadi sederhana, mengubah struktur utama dari bentuk monomer. Kedua, tahap pengasaman, yang pada tahap komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada hidrolisis akan menjadi makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula sederhana akan diproduksi pada tahap asam asetat, alkohol propionat, format, laktat, dan sedikit butirat, karbon dioksida, hidrogen dan amonia. Ketiga, panggung metagonetik, pada tahap ini adalah pembentukan metana dan gas karbon dioksida. 5. Bagian Utama dari Pabrik Biogas Degester (pencernaan) Degester alat mencerna bahan organik yang sebagian besar terdiri dari potongan-potongan kecil dari pupuk kandang dan sisa tanaman seperti jerami dan sebagainya, dan air yang kedap udara. Pintu masuk saluran bubur (kotoran yang dilembutkan), Campuran kotoran sapi dan air untuk membentuk bubur dimasukkan melalui saluran masuk lumpur. Residu saluran keluar adalah sisa dari bahan biogas saluran. Jika aliran dalam tangki cukup baik kemudian menyeimbangkan tekanan hidrostatik akan mengakibatkan beberapa bubur sisa ketika bubur ditambahkan kesaluran keluar tangki nasuk pertama. Tekanan hidrostatik akan menyebabkan sebagian lumpur sisa ketika bubur ditambahkan keslauran keluar tank. Keselamatan utama Tekanan katup/klep, prinsip kerja katup ini berupa pipa T yang mampu menahan tekanan di dalam saluran gas setara dengan tekanan kolom air dalam tabung T TSB. Ketika tekanan dalam saluran gas lebih tinggi dari tekanan kolom air, gas akan keluar melalui T tabung sehingga tekanan dalam sistem akan daya mundur. Bila air yang masuk dalam pipa T adalah h maka tekanan yang dapat memegang pipa adalah p = ρgh. Separator-Sparator berfungsi untuk mengarahkan aliran lumpur di pabrik sehingga untuk memastikan bahwa bubur memenuhi kriteria HTR massa. Untuk membantu kelancaran aliran lumpur di pabrik, disarankan untuk menggunakan bubur dengan kadar padatan sesuai dengan rekomendasi US EPA (maksimum sekitar 12,5%). Reaktor, tempat fregmentasi. 6. Cara Kerja BIOGAS Air dan kotoran sapi dicampur (perbandingan 2:1) dalam bak Dialirkan ke reaktor Muncul BIOGAS 7 hari Dalam reaktor ada pengaman gas Penampung gas dari reaktor Tungku/kompor BIOGAS
Sumber: http://www.omkris.com/2012/07/biogas-dari-kotoran-sapi-sapi-ternak.htmlCopyright © www.omkris.com, All Rights Reserved.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, energi fosil yang merupakan sumber energi utama pada saat ini, berasal dari jasad renik makhluk hidup yang terkubur berjuta-juta tahun lalu. Jasad-jasad renik tersebut diuraikan oleh bakteri-bakteri ataupun mikroorganisme di dalam tanah sehingga mengalami pengubahan bentuk menjadi minyak bumi, gas alam, maupun batu bara. Hal itu menggambarkan bahwa bakteri-bakteri berperan penting dan besar dalam pembentukan sumber energi fosil yang kita pergunakan selama ini.
Bakteri metanogen merupakan salah satu jenis bakteri yang dapat menghasilkan sumber energi. Sumber energi yang dapat dihasilkan oleh bakteri ini adalah biogas. Biogas merupakan gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik difermentasi atau mengalami proses metanisasi. Proses fermentasi (penguraian material organik) tersebut terjadi secara anaerob (tanpa oksigen). Biogas terdiri atas beberapa macam gas, antara lain metana (55-75%), karbon dioksida (25-45%), nitrogen (0-0.3%), hydrogen (1-5%), hidrogen sulfida (0-3%), dan oksigen (0.1-0.5%). Persentase terbesar dalam biogas ini, metan, membuat gas ini mudah terbakar dan dapat disamakan kualitasnya dengan gas alam setelah dilakukan pemurnian terhadap gas metan.
Sumber pembuatan gas metan ini berasal dari bahan-bahan organik yang tidak memerlukan waktu yang terlalu lama dalam penguraiannya, seperti kotoran hewan, dedaunan, jerami, sisa makanan, dan sortiran sayur. Dalam menghasilkan gas metan ini, bakteri metanogen tidak bekerja sendiri. Terdapat beberapa tahap yang harus dilalui dan memerlukan kerja sama dengan kelompok bakteri yang lain. Berikut ini merupakan tahapan dalam proses pembentukan biogas :
1. HidrolisisHidrolisis merupakan penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang menjadi senyawa yang sederhana. Pada tahap ini, bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lipid, dan protein didegradasi menjadi senyawa dengan rantai pendek, seperti peptida, asam amino, dan gula sederhana. Kelompok bakteri hidrolisa, seperti Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae yang melakukan proses ini.
2. AsidogenesisAsidogenesis adalah pembentukan asam dari senyawa sederhana. Bakteri asidogen, Desulfovibrio, pada tahap ini memproses senyawa terlarut pada hidrolisis menjadi asam-asam lemak rantai pendek yang umumnya asam asetat dan asam format.
3. MetanogenesisMetanogenesis ialah proses pembentukan gas metan dengan bantuan bakteri pembentuk metan seperti Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus. Tahap ini mengubah asam-asam lemak rantai pendek menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metan (CH4) dan karbondioksida (CO2).
Penghasilan biogas dapat mencapai kondisi optimum jika bakteri-bakteri yang terlibat dalam proses tersebut berada dalam lingkungan yang nyaman. Berikut ini merupakan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar bakteri-bakteri penghasil biogas dapat menghasilkan gas secara optimum, yaitu:
1. Lingkungan abiotis
Bakteri yang dapat memproduksi gas metan tidak memerlukan oksigen dalam pertumbuhannya (anaerobik). Oleh karena itu, biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan abiotis (tanpa kontak langsung dengan Oksigen (O2)).
2. TemperaturSecara umum terdapat 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu:
a. Psikrofilik (suhu 0 – 25°C), optimum pada suhu 20-25°Cb. Mesofilik (suhu 20 – 40°C), optimum pada suhu 30-37°Cc. Termofilik (suhu 45 – 70°C), optimum pada suhu 50-55°C
Temperatur merupakan salah satu hal yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Menjaga temperatur tetap pada kondisi optimum yang mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri, akan meningkatkan produksi biogas.
3. Derajat keasaman (pH)Bakteri asidogen dan metanogen memerlukan lingkungan dengan derajat keasaman optimum yang sedikit berbeda untuk berkembangbiak. pH yang rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri asidogenesis, sedangkan pH di bawah 6,4 dapat meracuni bakteri metanogenesis. Rentang pH yang sesuai bagi perkembangbiakan bakteri metanogenesis 6,6-7 sedangkan rentang pH bagi bakteri pada umumnya adalah 6,4-7,2. Derajat keasaman harus selalu dijaga dalam wilayah perkembangbiakan optimum bagi bakteri agar produksi biogas stabil.
4. Rasio C/N bahan isianSyarat ideal untuk proses digesti adalah C/N = 25 – 30. Nilai rasio C/N yang terlalu tinggi menandakan konsumsi yang cepat oleh bakteri metanogenisis, hal itu dapat menurunkan produksi biogas. Sedangkan rasio C/N yang terlalu rendah akan menyebabkan akumulasi ammonia sehingga pH dapat terus naik pada keadaan basa hingga 8,5. Kondisi tersebut dapat meracuni bakteri metanogen. Kadar C/N yang sesuai dapat dicapai dengan mencampurkan beberapa macam bahan organik, seperti kotoran dengan sampah organik.
Biogas yang dihasilkan oleh sekelompok bakteri yang telah diuraikan di atas, dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif untuk menggantikan sumber energi fosil yang saat ini semakin menipis jumlahnya. Meskipun sama-sama dihasilkan oleh mikroorganisme, namun pembentukan biogas tidak memerlukan waktu yang sangat lama seperti pembentukan energi fosil.