versi 1.docx
-
Upload
suluh-bayu-waskito -
Category
Documents
-
view
227 -
download
9
Transcript of versi 1.docx
Akurasi Skor Stadium Klinis dalam Memprediksi Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor pada Karsinoma Nasofaring
Syabriansyah*
*Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala dan LeherFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang
Abstrak: Latar Belakang. Penderita karsinoma nasofaring (KNF) setelah di terapi masih terdapat angka kekambuhan dan metastasis yang cukup tinggi karena penderita berobat sudah pada stadium lanjut. Untuk itu diperlukan penanda molekuler yang berkorelasi dengan keadaan klinis pasien sebenarnya dan dapat digunakan sebagai panduan terapi target. VEGF merupakan faktor proangiogenik yang berperan dalam angiogenesis untuk pertumbuhan, invasi dan metastasis tumor yang berkorelasi dengan stadium klinik KNF. Tujuan. Penelitian dilakukan untuk melihat korelasi ekspresi VEGF dengan stadium klinik penderita KNF di RSUP dr. Moehammad Hoesin (RSMH) Palembang. Ekspresi VEGF dapat digunakan sebagai acuan tambahan untuk terapi target penderita karsinoma nasofaring, khususnya di RSMH Palembang. Metode. Penelitian ini adalah studi observasional, deskriptif analitik dengan pendekatan potong lintang yang dilakukan di poliklinik dan ruang rawat inap Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Kesehatan THT-KL dan Sentra Diagnostik Patologi Anatomi RSMH Palembang dari bulan Februari – Desember 2012. Hasil. Sampel penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan adalah 38 orang yaitu 29 orang laki-laki dan 9 perempuan dengan perbandingan 3,2:1. Kelompok usia terbanyak adalah 40-49 tahun (31,6%) dengan gejala klinis yang paling banyak benjolan di leher (52,6%). Tipe histopatologi karsinoma nasofaring berdasarkan WHO 2005 yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin tidak berdiferensiasi yaitu 79,9%. Pada penelitian ini KNF banyak ditemukan pada stadium lanjut (81,6%) dan ekspresi VEGF yang positif (overekspresi) sebesar (84,2%). Korelasi antara ekspresi VEGF dan stadium klinik KNF memperoleh hasil yang bermakna (p = 0,03).Kesimpulan: Terdapat korelasi antara ekspresi VEGF dan stadium klinik karsinoma nasofaring (p = 0,03).
Kata kunci : karsinoma nasofaring, ekspresi VEGF
Abstract. Background. Patients of nasopharyngeal carcinoma (NPC) in advanced stage after the treatment, there were still recurrence and metastasis rate. It was necessary for molecular markers that correlated with the clinical stage of patient and could be used as a guide to targeted therapies. VEGF as proangiogenic factors played a role in angiogenesis for the growth, invasion and metastasis of tumor were correlated with clinical stage of NPC. Purpose. The aim of this study was to determine correlation of VEGF expression with clinical stage NPC patients at Dr. Moehammad Hoesin (RSMH) Palembang. VEGF expression can be used as an additional reference for targeted therapy of patients with nasopharyngeal carcinoma, especially in RSMH Palembang. Method. Analytic observational study with cross sectional approach in the Departement of Internal Medicine, Department Health of Otolaryngology Head and Neck, and Health Centers Diagnostic Pathology RSMH Palembang from February – December 2012. Results. There were 38 patients NPC, 29 men and 9 women with a ratio of 3,2:1. Highest age group was 40-49 years (31,6%) with clinical symptoms of the most lumps in the neck (52,6%). Histopatology types of nasopharyngeal carcinoma by WHO in 2005 the vast majority were not keratinizing squamous cell carcinoma undifferentiated 79,9%. In this study of NPC are found at an advanced stage (81,6%) and positive VEGF expression (overexpression) 84,2%. Correlation between VEGF expression and clinical stage of NPC to obtain meaningfull results (p = 0,03).Conclusion: There is a correlation between VEGF expression and clinical stage of nasopharyngeal carcinoma (p = 0,03).
Keywords: Nasopharyngeal Carcinoma, VEGF Expression
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah keganasan
epitel yang tumbuh di daerah nasofaring yang
merupakan daerah perbatasan epitel nasofaring
dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel
skuamosa dengan predileksi di fossa Rossenmuller
dan atap nasofaring.1-4 KNF paling sering ditemukan
di Asia, di provinsi Cina Selatan dan Asia tenggara
yang merupakan tumor ganas regio kepala dan
leher.2,4,5 Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher
merupakan KNF kemudian dikuti oleh tumor ganas
lainnya. Penderita KNF sering datang dalam stadium
lanjut sehingga sulit dalam penatalaksanaannya dan
memperburuk faktor prognosis. Prognosis karsinoma
nasofaring sangat ditentukan oleh diagnosis yang
cepat dan tepat. Radioterapi dan kemoterapi masih
merupakan modalitas terapi karsinoma nasofaring.
Penatalaksanaan karsinoma nasofaring dengan
radioterapi yang dikombinasi dengan kemoterapi
menjadi standar terapi pada stadium lanjut. 4,6,7,11
Penatalaksanaan keganasan bersifat heterogen
dan berbeda setiap individu, sehingga sangat
diperlukan adanya penanda biologi molekuler yang
berkorelasi dengan keadaan klinis pasien dan dapat
digunakan sebagai panduan terapi dengan target
molekuler pada penderita KNF. Beberapa target
molekuler berhasil diidentifikasi dalam spesimen
massa penderita KNF. 1,3,9,10,11 VEGF merupakan
faktor proangiogenik yang berperan dalam
angiogenesis untuk pertumbuhan, invasi dan
metastasis tumor.3,5,8,12 Ekspresi VEGF dalam sel
tumor distimulasi oleh hipoksia, onkogen (ras) dan
inaktivasi gen supresor tumor (p53) serta oleh
berbagai sitokin. 4-7.10,11,13
Overekspresi VEGF berhubungan dengan
transformasi keganasan dan diferensiasi sel kanker.
Ekspresi yang tinggi membuat sel kanker cenderung
menjadi bentuk tidak berdiferensiasi dengan angka
ketahanan hidup yang rendah. Beberapa studi
mengkombinasikan anti-VEGF dengan radiasi atau
kemoterapi pada SCCHN loco-regional atau sudah
mengalami metastasis, memberikan hasil lebih baik
dan meningkatkan kelangsungan hidup.3,5,7,13,14
Penelitian Li dkk18 tahun 2008 di Cina
mendapatkan hasil overekspresi VEGF dijumpai pada
86 dari 188 kasus KNF (45,7%), sementara ekspresi
rendah VEGF dijumpai pada 102 kasus (54,3%). Dari
penelitian ini disimpulkan terdapat hubungan antara
ekspresi VEGF dengan stadium TNM pada KNF dan
overekspresi VEGF merupakan faktor prognostik
independen pada pasien KNF. Penelitian Pan J dkk19
tahun 2008 di Cina mendapatkan overekspresi VEGF
52 (65%) dan nilai ekspresi VEGF 28 (35%) dari 80
penderita KNF, menilai hubungan antara ekspresi
VEGF dan stadium TNM KNF didapatkan hubungan
yang bermakna antara ekspresi VEGF dan klasifikasi
stadium baik T, N dan M (p= 0,005, 0,003, dan
0,000). Sedangkan Pahala20 tahun 2009 di Medan
mendapatkan overekspresi VEGF 35,7% dari 28
kasus KNF. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
stadium tumor, jenis histopatologi dengan ekspresi
VEGF pada KNF. Syahriana E21 tahun 2012 di
RSMH Palembang bagian Penyakit Dalam
mendapatkan hasil overekspresi VEGF dijumpai pada
32 dari 38 kasus KNF (84,2%), sementara ekspresi
rendah VEGF dijumpai pada 2 kasus (15,8%).
Dengan menilai korelasi ekspresi VEGF dengan
stadium klinis penderita KNF, secara statistik hasil uji
korelasi antara ekspresi VEGF pada stadium T
didapatkan bermakna dengan kekuatan korelasi
lemah (p= 0,012 dan r=0,241). Sedangkan korelasi
antara ekspresi VEGF dan stadium N tidak bermakna
(p=0,497) dengan kekuatan korelasi sangat lemah
(r=0,074) dan tidak terdapat korelasi antara ekspresi
VEGF dan stadium M (p=0,260 r=0,188)
Dari data-data tersebut di atas menunjukkan
bahwa ekspresi VEGF yang meningkat berhubungan
dengan angiogenesis, pembesaran tumor dan
metastasis kelenjar limfe. Berdasarkan hasil dari
penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk
mengidentifikasi akurasi skor stadium klinis dalam
memprediksi ekspresi VEGF pada KNF sehingga
dapat digunakan dalam menentukan prognosis dan
sebagai acuan dalam penatalaksanaan KNF
khususnya pada terapi target VEGF penderita KNF di
RSMH Palembang. Sepengetahuan peneliti belum
ada penelitian dan data tentang hal ini di Departemen
KTHT-KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah
diatas, dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut: Apakah skor stadium klinis dapat
memprediksi ekspresi VEGF pada penderita KNF
secara akurat?
1.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Skor stadium klinis merupakan metode yang akurat
dalam memprediksi ekspresi VEGF pada penderita
KNF.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan tingkat akurasi dari skor stadium
klinis dalam memprediksi ekspresi VEGF pada
penderita KNF.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mendapatkan titik potong sensitivitas dan
spesifisitas dari skor stadium klinis dalam
memprediksi ekspresi VEGF pada penderita KNF
dengan menggunakan analisis receiver operator
curve (ROC).
2. Menentukan validitas (sensitivitas, spesifisitas,
nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio
kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif
dan akurasi) skor stadium klinis dalam
memprediksi ekspresi VEGF pada penderita KNF.
METODE PENELITIAN
2.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan uji diagnostik untuk menilai
akurasi dari skor stadium klinis dalam mendiagnosis
ekspresi VEGF pada penderita KNF di RsMH
Palembang.
2.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Departemen THT-KL
dan Sentra Diagnostik Patologi Anatomik RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang pada bulan April
2014 sampai jumlah sampel terpenuhi.
2.3 Populasi Penelitian
Populasi target penelitian ini adalah seluruh penderita
dugaan KNF berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.Populasi terjangkau penelitian ini adalah seluruh
penderita dugaan KNF berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang datang ke poliklinis THT-KL
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
2.4 Sampel, Besar Sampel dan Teknik
Pengambilan Sampel
2.4.1 Sampel
Sampel penelitian adalah seluruh penderita KNF
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang dan hasil biopsi histopatologi
yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan.
2.4.1.1 Kriteria Inklusi
1. Penderita KNF, baik laki-laki maupun
perempuan pada semua kelompok usia, yang
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan hasil biopsi histopatologi nasofaring
yang mendukung suatu karsinoma.
2. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian.
2.4.1.2 Kriteria Eksklusi
1. Penderita dugaan KNF yang dari hasil biopsi
histopatologi nasofaring bukan suatu karsinoma.
2. Penderita dugaan KNF yang sedang hamil.
2.4.2 Besar Sampel
Perhitungan besar sampel penelitian berdasarkan
rumus untuk uji diagnostik dengan menggunakan
rumus :
n = (Zα)2 Sen(1-Sen) d2
n = (1,96)2 x 0,8 (1-0,2) (0,1)2 x 0,8 n = 73,6 ≈ 74Keterangan :
N = besar sampel ( 74 )
Zα² = deviat baku alfa/ tingkat kemaknaan 95%
(1,96)
Sen = sensitivitas yang diinginkan dari alat yang
diuji ( 80% )
P = prevalensi penyakit ( prevalensi pasien yang
diduga KNF dengan ekspresi VEGF positif
pada penelitian sebelumnya di poliklinis THT
Februari – Desember 2012 : 80% )
d = presisi/ tingkat ketepatan absolut ( 10% )
2.4.3 Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan subjek penelitian secara berurutan
(nonprobability consecutive sampling), dimana setiap
pasien yang datang ke poliklinik THT RSUD Dr.
Moh. Hoesin Palembang memenuhi kriteria
penerimaan dimasukkan dalam penelitian secara
berurutan dijadikan sampel sampai tercapai jumlah
yang diperlukan.
2.5 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah:
Variabel efek : Ekspresi VEGF yang
diperiksa melalui pemeriksaan Imunohistokimia.
Variabel prediktor : Skor stadium klinis KNF,
Umur, Jenis kelamin, gejala klinis, jenis KNF
berdasarkan WHO, intensitas pulasan IHK, luas
pulasan IHK.
2.6 Batasan Operasional
Berikut ini diuraikan batasan operasional beberapa
parameter yang diteliti dan terminologi yang
berkaitan dengan parameter tersebut.
1. KNF: Tumor ganas yang berasal dari epitel yang
melapisi nasofaring.
2. Dugaan KNF: didapatkan dari anamnesis berupa
gejala dan tanda yang mengarah ke KNF,
dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
spesifik menggunakan tele-endoskopi.
3. Klinis KNF: terdiri dari gejala hidung:
perdarahan hidung yang ringan hingga berat, atau
sumbatan pada hidung; gejala telinga: telinga
nyeri, telinga berdenging, rasa tidak nyaman;
pembesaran KGB leher; gejala pada mata dan
neurologis: diplopia, rasa baal didaerah wajah,
kelumpuhan lidah, trismus, kaku leher, gangguan
pendengaran, gangguan penciuman, sakit kepala
hebat.
4. Tipe histopatologi KNF: berdasarkan
histopatologi biopsi tumor menurut kriteria
WHO 2005:
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratin
2. Karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin,
dibagi 2:
Karsinoma sel skuamosa tidak
berkeratin berdiferensiasi
Karsinoma sel skuamosa tidak
berkeratin tidak berdiferensiasi
3. Karsinoma sel skuamosa basaloid
5. Biopsi nasofaring: tindakan biopsi massa di
nasofaring melalui kavum nasi dengan
menggunakan Blakesley nasal forcep
lurus/bengkok, dengan tuntunan endoskopi kaku,
4 mm.
6. Diagnosis KNF: ditegakkan dari gejala klinis,
CT-Scan Nasofaring (massa daerah nasofaring
dengan/tanpa pembesaran KGB leher) dan
pemeriksaan histopatologi KNF sesuai dengan
kriteria WHO 2005.
7. Skor stadium klinis KNF: penentuan stadium
berdasarkan AJCC/UICC 2010 Nilai T dan N
berdasarkan hasil CT-Scan. Penentuan adanya
metastase KGB berdasarkan hasil FNAC. Nilai M
dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium, foto
thorak, USG abdomen dan bone survey (bila klinis
menunjukkan adanya metastase tulang). Dengan
penilain skor stadium klinis : T ( perluasan tumor )
dengan skor 1-14 yang diurutkan dari stadium 1-4, N
( pembesaran KGB leher ) dengan skor 1-4, M0-M1
dengan skor 1 dan setiap N dengan skor 4.
8. Pemeriksaan immunohistokimia VEGF: pemeriksaan
khusus menggunakan antibodi VEGF untuk
mengenali antigen VEGF.
9. Ekspresi VEGF : Nilai VEGF dalam sitoplasma sel
dan /atau membran sel sesuai hasil pemeriksaan
imunohistokimia.
10. Usia : Angka yang menunjukkan dalm tahun yang
dihitung sejak waktu lahir. Diketahui saat dilakukan
anamnesis. Batasan usia untuk penelitian ini 20-70
tahun.
11. Jenis kelamin : Jenis kelamin sampel dibedakan
menjadi laki-laki dan perempuan.
12. Luas pulasan VEGF adalah proporsi jumlah sel yang
terpulas VEGF
Pembacaan hasil berdasarkan penelitian Soo dkk
(2008) adalah:
0 = negatif ( tidak ada sel yang terpulas VEGF)
1+ = lemah (<10% sel yang terpulas VEGF, < 10%
ekspresi pada sel-sel tumor)
2+ = sedang (10% - 50% sel yang terpulas VEGF,
10%-50%
ekspresi pada sel-sel tumor)
3+ = kuat (>50% sel yang terpulas VEGF, >50%
ekspresi pada
sel-sel tumor)
Dikatakan ekspresi VEGF(+) = bila luas pulasan ≥ 2+
atau luas pulasan VEGF ≥ 10%. Inilah yang disebut
overekspresi. Sedangkan ekspresi VEGF (-) bila luas
pulasan < 2+.
Intensitas pulasan imunohistokimia (DACO, gambar
pada lampiran )
0 = negatif (tidak ada sel yang terpulas dengan
warna kuning)
1+ = lemah (apabila sitoplasma dan membran
terpulas dengan warna kuning yang samar)
2+ = sedang (apabila sitoplasma dan membran
terpulas dengan warna kuning/coklat tua)
3+ = Kuat (apabila sitoplasma dan membran
terpulas dengan warna kuning tua/coklat tua
dengan distribusi merata)
13. Penilaian hasil pulasan imunohistokimia
Penilaian semikuantitatif immunostaining VEGF
berdasarkan penelitian Ross Soo dkk (2008).
a) Untuk menentukan ekspresi VEGF pertama kali
dilakukan dengan menilai perluasan tumor yaitu
menentukan persentase luas pulasan dengan
menghitung jumlah sel-sel yang terpulas dalam 500-
1000 sel/10 lapang pandang besar (40x10).
b) Kemudian dicari nilai imunoreaktifitas dengan cara
perkalian antara luas pulasan VEGF dengan intensitas
pulasan (DACO) VEGF maka didapatkan nilai
imunoreaktifitas. Dikatakan negatif bila hasil
perkalian < 4, dan positif bila hasil perkalian > 4.
2.7 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah
jaringan dari nasofaring penderita KNF yang diambil
dengan cara biopsi.
2.8 Instrumen Penelitian
Penelitian ini membutuhkan beberapa bahan,
reagen dan peralatan yaitu:
b. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi
Formalin 10%, blok paraffin, aqua destillata,
hematoxyllin-eosin.
c. Bahan untuk pemeriksaan imunohistokimia
Xylol, alkohol absolute, alkohol 95%, alkohol
80%, alkohol 70%, H2O2 0,5% dalam methanol,
phosphate buffer saline (PBS), antibody VEGF,
antibodi sekunder, envision, chromogen diamino
benzidine (DAB), lithium carbonat jenuh, tris
EDTA, hematoxyllin, aqua destillata.
2.9 Peralatan dan Bahan yang Digunakan pada
Pemeriksaan Imunohistokimia
2.9.1 Peralatan untuk proses dan pemulasan
jaringan
Peralatan yang digunakan untuk pemerosesan
dan pemulasan jaringan adalah:
a. Histoembedding
Histoblok
b. Mikrotom
c. Waterbath
d. Hot plate
e. Autostaining
f. Mikroskop
g. Slide jar dan basket
h. Pinset
i. Timer
: Histocentre 2,
: merk : Shandon
: merk Leica
: merk Leica
(RM \2025)
:Barnstead International
(model no26104)
: merk Leica (HI 1220)
: Leica
:merk Olympus tipe
BX51
2.9.2 Peralatan pemulasan immunohistokimia
Peralatan yang digunakan untuk pemulasan
immunohistokimia adalah:
1. Microwave : Sharp
2. Laminar Air flow : Sigma
3. Neraca analitik : Obaus
4. pH meter : Hanna tipe
216
5. Clinipad dan Pit
eppendorf
: Eppendorf
6. Gelas ukur : Pyrex
7. Gelas arloji : Pyrex
8. Erlenmeyer : Schott-Duran
9. Pap pen : Biogenic
10. Mixer ver talc : Labinco L-46
11. Magnetic styr : Labinco
12. Pipet volume : Pyrex
13. Pipet tetes : Pyrex
14. Polyprep slides : Sigma-
Aldrich
15. Lemari es penyimpan
antibodi
: Sharp
2.9.3 Antibodi primer
Penelitian ini menggunakan antibodi primer
VEGF (Polyclonal Rabbit Human recombinant
VEGF165 (Biogenex Super Sensitive Detection
Systems), Ready to use (RTU).
2.9.4 Proses pulasan imunohistokimia:
1) Preparat berisi jaringan yang belum diwarnai
dipanaskan pada hot-plate dengan suhu 56-60°
selama 10 menit.
2) Biarkan selama 10 menit dalam suhu ruangan
3) Deparafinisasi dalam xylol sebanyak 2x (xylol
I,II) masing-masing selama 5 menit.
4) Rehidrasi dalam alkohol bertingkat (ethanol
sebanyak 2x, masing-masing selama 5 menit,
kemudian alkohol 96% selama 5 menit).
5) Bilas dalam air sebanyak 10x celup.
6) Rendam di larutan 0,5% H2O2 dalam methanol
selama 30 menit.
7) Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.
8) Panaskan dalam microwave menggunakan
larutan penarik antigen (antigen retrieval) TRS
(Target Retrieval Solution). Pemanasan pertama
menggunakan tingkat kekuatan tinggi (power
level 8) sampai mendidih, dilanjutkan pemanasan
kedua menggunakan tingkat kekuatan rendah
(power level 1) selama 5 menit
9) Biarkan selama 15 menit dalam suhu ruangan.
10) Cuci dengan larutan PBS (Phosphat Buffer
Saline) pH 7,2-7,4 sebanyak 3x, masing-masing
selama 5 menit.
11) Lingkari daerah yang akan diwarnai dengan pena
PAP.
12) Teteskan larutan Background sniper pada daerah
yang telah dilingkari, biarkan selama 5 menit.
13) Teteskan antibodi primer VEGF dan inkubasi
selama satu jam dalam Humidity chamber pada
suhu ruangan.
14) Cuci dalam larutan PBS pH 7,2-7,4 sebanyak 3x,
masing-masing selama 5 menit
15) Teteskan larutan Trakkie Universal Link, biarkan
selama 15 menit.
16) Cuci dalam larutan PBS pH 7,2-7,4 sebanyak 3x,
masing-masing selama 5 menit.
17) Teteskan larutan Trekavidin-HRP, biarkan
selama 15 menit.
18) Cuci dalam larutan PBS pH 7,2-7,4 sebanyak 3x,
masing-masing selama 5 menit.
19) Teteskan larutan Betazoid DAB substrate buffer,
biarkan selama 2 - 10 menit.
20) Cuci dalam air mengalir.
21) Counterstain jaringan dengan zat warna Mayer’s
Hematoksilin selama 1 menit.
22) Cuci dalam air mengalir.
23) Bilas dengan larutan Lithium carbonate (LiCO3)
sebanyak 2-3x celup.
24) Cuci dalam air mengalir.
25) Rehidrasi dalam alkohol bertingkat (alkohol 96%
selama 5 menit, kemudian etanol sebanyak 2x,
masing-masing selama 5 menit)
26) Mounting dan beri kaca penutup.
27) Beri label.
Kontrol positif dan kontrol negatif hasil
pemulasan imunohistokimia didapatkan dari
pemeriksaan biopsi penderita sebelumnya yang
sudah ada di Bagian Patologi Anatomi.
2.10. Pengumpulan Data
2.10.1. Persiapan
a. Tenaga
- Pemeriksaan THT lengkap dan pemeriksaan
penunjang. Penjadwalan biopsi nasofaring
- Personalia pemeriksaan imunohistokimia di
bagian Patologi Anatomi.
b. Perlengkapan penelitian
- Alat-alat pemeriksaan THT seperti lampu
kepala, spekulum hidung, spatel lidah dan
otoskop.
- Alat-alat biopsi nasofaring baik dengan
narkose lokal maupun umum.
2.10.2. Pengumpulan Data Dan Cara Kerja
Penderita yang diduga karsinoma nasofaring yang
akan diikutsertakan sebagai sampel penelitian akan
menjalani pemeriksaan dan tindakan sebagai berikut:
1) Anamnesis dan pencatatan data dasar penderita.
2) Dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
THT.
3) Dilakukan biopsi nasofaring dengan panduan
teleendoskopi di Departemen KTHT-KL RSMH
Palembang dan jaringan nasofaring dikirim ke
bagian Patologi Anatomi RSMH Palembang
untuk pemeriksaan histopatologi.
4) Hasil histopatologi yang menyokong suatu
karsinoma nasofaring dicatat tipenya sesuai
WHO 2005.
5) Penentuan stadium karsinoma nasofaring sesuai
dengan AJCC 2010, termasuk penentuan
perluasan tumor (T), pembesaran kelenjar getah
bening leher (N) dan metastasis (M).
6) Dilakukan pemeriksaan imunohistokimia
ekspresi VEGF.
7) Penentuan ekspresi VEGF.
8) Hasil data ekspresi VEGF dicatat dan
dimasukkan ke dalam tabel untuk dianalisis.
2.11 Rencana Pengolahan Dan Analisis Data
1. Data-data yang diperoleh dicatat dalam formulir
penelitian dalam bentuk tabel. Data yang
diperoleh diolah serta dianalisis secara statistik
dengan menggunakan program pengolahan data
statistik SPSS 21.0 for windows.
2. Pada analisis univariat, data yang berskala
kategorik akan disajikan dalam distribusi
frekuensi/proporsi atau persentase, sedangkan
data yang berskala kontinyu akan disajikan
sebagai rerata dan standar deviasi.
3. Untuk mendapatkan validitas nilai diagnostik
berupa sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif,
nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif dan
rasio kemungkinan negatif; untuk mendapatkan
validitas dilakukan analisis tabel 2 x 2 untuk skor
stadium klinis dan ekspresi VEGF. Selain itu
dilakukan analisis receiver operating curve
(ROC) untuk mendapatkan titik potong
sensitivitas dan spesifisitas paling optimal dari
skor stadium klinis pada KNF.
4. Pada metode ROC akan diperoleh area under the
curve (AUC) serta titik potong yang
direkomendasikan. Dengan memakai titik potong
terebut akan diperoleh keluaran seperti yang
terdapat dengan menggunakan table 2x2 dibawah
ini:
Ekspresi VEGF
Perhitungan dengan formula :
Sensitifitas= aa+c
x100 %
Spesifisitas= db+d
x100 %
Nilai duga posistif = aa+b
x100 %
Nilai duga negatif = dc+d
x100 %
Rasio kemungkinan positif = sensitifitas(1−sensitifitas )
Rasio kemungkinannegatif =(1−sensitifitas )
sensitifitas
Akurasi= a+da+b+c+d
x 100 %
5. Analisis multivariat dilakukan untuk melihat
besarnya pengaruh variabel efek terhadap
kemungkinan terjadinya variabel prediktor,
kemudian dilakukan analisis logistik regresi
dengan menggunakan rumus :
y = α + βx1 + βx2 + βx3 + …+ βxi
Tabel 2. Skor Stadium Klinis KNF
2.12 Kerangka Operasional
Gambar 9. Alur Penelitian
3.10 Justifikasi Etik
Penilaian etik (ethical clearance) dilaksanakan
sesuai prosedur dan kaidah yang berlaku. Informed
consent dibuat dan ditandatangani oleh penderita
yang bersedia ikut penelitian setelah dijelaskan tujuan
dan manfaat serta prosedur penelitian. Penilaian etik
penelitian ini telah disetujui oleh Unit Bioetika dan
Humaniora Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya (Lampiran 1)
3.11 Personalia Pemeriksaan Imunohistokimia
Pulasan imunohistokimia dilakukan oleh teknisi
Sentra Diagnostik Patologik Anatomik RSMH
Palembang. Interpretasi hasil imunohistokimia
dilakukan oleh 2 orang patolog dari Sentra
Diagnostik Patologi Anatomik RSMH Palembang,
yaitu Dr. Mezfi Unita, SpPA(K) dan
Dr.Wresnindyatsih, SpPA.
3.12 Persyaratan Etik
Etik penelitian (ethical clearence) diperoleh
dari Komite Etik tempat penelitian dilakukan yaitu
FK Unsri/RSMH Palembang (persetujuan kelayakan
etik terlampir). Penderita yang bersedia berpartisipasi
menandatangani informed consent. Biaya penelitian
ditanggung peneliti. Pasien yang tidak masuk dalam
kriteria penerimaan, tetap dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut dan diberikan penatalaksanaan sesuai
penyakitnya.
Pada penelitian ini dilakukan tindakan invasif
berupa biopsi nasofaring melalui mulut atau hidung
subjek penelitian. Biopsi dilakukan diruang steril
dengan tindakan aseptik dan antiseptik di Departemen
Kesehatan THT-KL RSMH Palembang. Apapun hasil
yang didapatkan akan dijelaskan kepada subjek
penelitian.
3.13 Analisis Statistik
Semua data dianalisis dengan menggunakan
program SPSS 20.0 for window untuk menilai
distribusi frekuensi data umum, tipe histopatologi,
stadium klinik, ekspresi EGFR. Uji normalitas
Shapiro-Wilk (sampel kurang dari 50) dilakukan
untuk melihat distribusi dan karakteristik subjek
penSelitian yang mempunyai variabel numerik. Data
dengan distribusi normal ditampilkan dalam nilai
rerata dan standar baku (SB).50 Korelasi antara
ekspresi EGFR dan stadium klinik T, N, M, tipe
histopatologi serta stadium klinik menggunakan uji
korelasi Spearman dan Somers’d dengan nilai
terdapat korelasi bila p < 0,05. Koefisien korelasi
juga dinilai untuk melihat kekuatan korelasi. Data
ditampilkan secara deskriptif dalam bentuk narasi,
tabel prevalensi dan persentase.