versi 1.docx

16
Akurasi Skor Stadium Klinis dalam Memprediksi Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor pada Karsinoma Nasofaring Syabriansyah* *Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang Abstrak: Latar Belakang. Penderita karsinoma nasofaring (KNF) setelah di terapi masih terdapat angka kekambuhan dan metastasis yang cukup tinggi karena penderita berobat sudah pada stadium lanjut. Untuk itu diperlukan penanda molekuler yang berkorelasi dengan keadaan klinis pasien sebenarnya dan dapat digunakan sebagai panduan terapi target. VEGF merupakan faktor proangiogenik yang berperan dalam angiogenesis untuk pertumbuhan, invasi dan metastasis tumor yang berkorelasi dengan stadium klinik KNF. Tujuan. Penelitian dilakukan untuk melihat korelasi ekspresi VEGF dengan stadium klinik penderita KNF di RSUP dr. Moehammad Hoesin (RSMH) Palembang. Ekspresi VEGF dapat digunakan sebagai acuan tambahan untuk terapi target penderita karsinoma nasofaring, khususnya di RSMH Palembang. Metode. Penelitian ini adalah studi observasional, deskriptif analitik dengan pendekatan potong lintang yang dilakukan di poliklinik dan ruang rawat inap Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Kesehatan THT-KL dan Sentra Diagnostik Patologi Anatomi RSMH Palembang dari bulan Februari – Desember 2012. Hasil. Sampel penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan adalah 38 orang yaitu 29 orang laki-laki dan 9 perempuan dengan perbandingan 3,2:1. Kelompok usia terbanyak adalah 40-49 tahun (31,6%) dengan gejala klinis yang paling banyak benjolan di leher (52,6%). Tipe histopatologi karsinoma nasofaring berdasarkan WHO 2005 yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin tidak berdiferensiasi yaitu 79,9%. Pada penelitian ini KNF banyak ditemukan pada stadium lanjut (81,6%) dan ekspresi VEGF yang positif (overekspresi) sebesar (84,2%). Korelasi antara ekspresi VEGF dan stadium klinik KNF memperoleh hasil yang bermakna (p = 0,03).Kesimpulan: Terdapat korelasi antara ekspresi VEGF dan stadium klinik karsinoma nasofaring (p = 0,03). Kata kunci : karsinoma nasofaring, ekspresi VEGF Abstract. Background. Patients of nasopharyngeal carcinoma (NPC) in advanced stage after the treatment, there were still recurrence and metastasis rate. It was necessary for molecular markers that correlated with the clinical stage of patient and could be used as a guide to targeted therapies. VEGF as proangiogenic factors played a role in angiogenesis for the growth, invasion and metastasis of tumor were correlated with clinical stage of NPC. Purpose. The aim of this study was to determine correlation of VEGF expression with clinical stage NPC patients at Dr. Moehammad Hoesin (RSMH) Palembang. VEGF

Transcript of versi 1.docx

Page 1: versi 1.docx

Akurasi Skor Stadium Klinis dalam Memprediksi Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor pada Karsinoma Nasofaring

Syabriansyah*

*Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala dan LeherFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang

Abstrak: Latar Belakang. Penderita karsinoma nasofaring (KNF) setelah di terapi masih terdapat angka kekambuhan dan metastasis yang cukup tinggi karena penderita berobat sudah pada stadium lanjut. Untuk itu diperlukan penanda molekuler yang berkorelasi dengan keadaan klinis pasien sebenarnya dan dapat digunakan sebagai panduan terapi target. VEGF merupakan faktor proangiogenik yang berperan dalam angiogenesis untuk pertumbuhan, invasi dan metastasis tumor yang berkorelasi dengan stadium klinik KNF. Tujuan. Penelitian dilakukan untuk melihat korelasi ekspresi VEGF dengan stadium klinik penderita KNF di RSUP dr. Moehammad Hoesin (RSMH) Palembang. Ekspresi VEGF dapat digunakan sebagai acuan tambahan untuk terapi target penderita karsinoma nasofaring, khususnya di RSMH Palembang. Metode. Penelitian ini adalah studi observasional, deskriptif analitik dengan pendekatan potong lintang yang dilakukan di poliklinik dan ruang rawat inap Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Kesehatan THT-KL dan Sentra Diagnostik Patologi Anatomi RSMH Palembang dari bulan Februari – Desember 2012. Hasil. Sampel penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan adalah 38 orang yaitu 29 orang laki-laki dan 9 perempuan dengan perbandingan 3,2:1. Kelompok usia terbanyak adalah 40-49 tahun (31,6%) dengan gejala klinis yang paling banyak benjolan di leher (52,6%). Tipe histopatologi karsinoma nasofaring berdasarkan WHO 2005 yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin tidak berdiferensiasi yaitu 79,9%. Pada penelitian ini KNF banyak ditemukan pada stadium lanjut (81,6%) dan ekspresi VEGF yang positif (overekspresi) sebesar (84,2%). Korelasi antara ekspresi VEGF dan stadium klinik KNF memperoleh hasil yang bermakna (p = 0,03).Kesimpulan: Terdapat korelasi antara ekspresi VEGF dan stadium klinik karsinoma nasofaring (p = 0,03).

Kata kunci : karsinoma nasofaring, ekspresi VEGF

Abstract. Background. Patients of nasopharyngeal carcinoma (NPC) in advanced stage after the treatment, there were still recurrence and metastasis rate. It was necessary for molecular markers that correlated with the clinical stage of patient and could be used as a guide to targeted therapies. VEGF as proangiogenic factors played a role in angiogenesis for the growth, invasion and metastasis of tumor were correlated with clinical stage of NPC. Purpose. The aim of this study was to determine correlation of VEGF expression with clinical stage NPC patients at Dr. Moehammad Hoesin (RSMH) Palembang. VEGF expression can be used as an additional reference for targeted therapy of patients with nasopharyngeal carcinoma, especially in RSMH Palembang. Method. Analytic observational study with cross sectional approach in the Departement of Internal Medicine, Department Health of Otolaryngology Head and Neck, and Health Centers Diagnostic Pathology RSMH Palembang from February – December 2012. Results. There were 38 patients NPC, 29 men and 9 women with a ratio of 3,2:1. Highest age group was 40-49 years (31,6%) with clinical symptoms of the most lumps in the neck (52,6%). Histopatology types of nasopharyngeal carcinoma by WHO in 2005 the vast majority were not keratinizing squamous cell carcinoma undifferentiated 79,9%. In this study of NPC are found at an advanced stage (81,6%) and positive VEGF expression (overexpression) 84,2%. Correlation between VEGF expression and clinical stage of NPC to obtain meaningfull results (p = 0,03).Conclusion: There is a correlation between VEGF expression and clinical stage of nasopharyngeal carcinoma (p = 0,03).

Keywords: Nasopharyngeal Carcinoma, VEGF Expression

Page 2: versi 1.docx

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah keganasan

epitel yang tumbuh di daerah nasofaring yang

merupakan daerah perbatasan epitel nasofaring

dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel

skuamosa dengan predileksi di fossa Rossenmuller

dan atap nasofaring.1-4 KNF paling sering ditemukan

di Asia, di provinsi Cina Selatan dan Asia tenggara

yang merupakan tumor ganas regio kepala dan

leher.2,4,5 Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher

merupakan KNF kemudian dikuti oleh tumor ganas

lainnya. Penderita KNF sering datang dalam stadium

lanjut sehingga sulit dalam penatalaksanaannya dan

memperburuk faktor prognosis. Prognosis karsinoma

nasofaring sangat ditentukan oleh diagnosis yang

cepat dan tepat. Radioterapi dan kemoterapi masih

merupakan modalitas terapi karsinoma nasofaring.

Penatalaksanaan karsinoma nasofaring dengan

radioterapi yang dikombinasi dengan kemoterapi

menjadi standar terapi pada stadium lanjut. 4,6,7,11

Penatalaksanaan keganasan bersifat heterogen

dan berbeda setiap individu, sehingga sangat

diperlukan adanya penanda biologi molekuler yang

berkorelasi dengan keadaan klinis pasien dan dapat

digunakan sebagai panduan terapi dengan target

molekuler pada penderita KNF. Beberapa target

molekuler berhasil diidentifikasi dalam spesimen

massa penderita KNF. 1,3,9,10,11 VEGF merupakan

faktor proangiogenik yang berperan dalam

angiogenesis untuk pertumbuhan, invasi dan

metastasis tumor.3,5,8,12 Ekspresi VEGF dalam sel

tumor distimulasi oleh hipoksia, onkogen (ras) dan

inaktivasi gen supresor tumor (p53) serta oleh

berbagai sitokin. 4-7.10,11,13

Overekspresi VEGF berhubungan dengan

transformasi keganasan dan diferensiasi sel kanker.

Ekspresi yang tinggi membuat sel kanker cenderung

menjadi bentuk tidak berdiferensiasi dengan angka

ketahanan hidup yang rendah. Beberapa studi

mengkombinasikan anti-VEGF dengan radiasi atau

kemoterapi pada SCCHN loco-regional atau sudah

mengalami metastasis, memberikan hasil lebih baik

dan meningkatkan kelangsungan hidup.3,5,7,13,14

Penelitian Li dkk18 tahun 2008 di Cina

mendapatkan hasil overekspresi VEGF dijumpai pada

86 dari 188 kasus KNF (45,7%), sementara ekspresi

rendah VEGF dijumpai pada 102 kasus (54,3%). Dari

penelitian ini disimpulkan terdapat hubungan antara

ekspresi VEGF dengan stadium TNM pada KNF dan

overekspresi VEGF merupakan faktor prognostik

independen pada pasien KNF. Penelitian Pan J dkk19

tahun 2008 di Cina mendapatkan overekspresi VEGF

52 (65%) dan nilai ekspresi VEGF 28 (35%) dari 80

penderita KNF, menilai hubungan antara ekspresi

VEGF dan stadium TNM KNF didapatkan hubungan

yang bermakna antara ekspresi VEGF dan klasifikasi

stadium baik T, N dan M (p= 0,005, 0,003, dan

0,000). Sedangkan Pahala20 tahun 2009 di Medan

mendapatkan overekspresi VEGF 35,7% dari 28

kasus KNF. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

stadium tumor, jenis histopatologi dengan ekspresi

VEGF pada KNF. Syahriana E21 tahun 2012 di

RSMH Palembang bagian Penyakit Dalam

mendapatkan hasil overekspresi VEGF dijumpai pada

32 dari 38 kasus KNF (84,2%), sementara ekspresi

rendah VEGF dijumpai pada 2 kasus (15,8%).

Dengan menilai korelasi ekspresi VEGF dengan

stadium klinis penderita KNF, secara statistik hasil uji

Page 3: versi 1.docx

korelasi antara ekspresi VEGF pada stadium T

didapatkan bermakna dengan kekuatan korelasi

lemah (p= 0,012 dan r=0,241). Sedangkan korelasi

antara ekspresi VEGF dan stadium N tidak bermakna

(p=0,497) dengan kekuatan korelasi sangat lemah

(r=0,074) dan tidak terdapat korelasi antara ekspresi

VEGF dan stadium M (p=0,260 r=0,188)

Dari data-data tersebut di atas menunjukkan

bahwa ekspresi VEGF yang meningkat berhubungan

dengan angiogenesis, pembesaran tumor dan

metastasis kelenjar limfe. Berdasarkan hasil dari

penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk

mengidentifikasi akurasi skor stadium klinis dalam

memprediksi ekspresi VEGF pada KNF sehingga

dapat digunakan dalam menentukan prognosis dan

sebagai acuan dalam penatalaksanaan KNF

khususnya pada terapi target VEGF penderita KNF di

RSMH Palembang. Sepengetahuan peneliti belum

ada penelitian dan data tentang hal ini di Departemen

KTHT-KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah

diatas, dirumuskan masalah penelitian sebagai

berikut: Apakah skor stadium klinis dapat

memprediksi ekspresi VEGF pada penderita KNF

secara akurat?

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Skor stadium klinis merupakan metode yang akurat

dalam memprediksi ekspresi VEGF pada penderita

KNF.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mendapatkan tingkat akurasi dari skor stadium

klinis dalam memprediksi ekspresi VEGF pada

penderita KNF.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mendapatkan titik potong sensitivitas dan

spesifisitas dari skor stadium klinis dalam

memprediksi ekspresi VEGF pada penderita KNF

dengan menggunakan analisis receiver operator

curve (ROC).

2. Menentukan validitas (sensitivitas, spesifisitas,

nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio

kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif

dan akurasi) skor stadium klinis dalam

memprediksi ekspresi VEGF pada penderita KNF.

METODE PENELITIAN

2.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan uji diagnostik untuk menilai

akurasi dari skor stadium klinis dalam mendiagnosis

ekspresi VEGF pada penderita KNF di RsMH

Palembang.

2.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Departemen THT-KL

dan Sentra Diagnostik Patologi Anatomik RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang pada bulan April

2014 sampai jumlah sampel terpenuhi.

2.3 Populasi Penelitian

Populasi target penelitian ini adalah seluruh penderita

dugaan KNF berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik.Populasi terjangkau penelitian ini adalah seluruh

penderita dugaan KNF berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang datang ke poliklinis THT-KL

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Page 4: versi 1.docx

2.4 Sampel, Besar Sampel dan Teknik

Pengambilan Sampel

2.4.1 Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh penderita KNF

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang dan hasil biopsi histopatologi

yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan.

2.4.1.1 Kriteria Inklusi

1. Penderita KNF, baik laki-laki maupun

perempuan pada semua kelompok usia, yang

ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan hasil biopsi histopatologi nasofaring

yang mendukung suatu karsinoma.

2. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian.

2.4.1.2 Kriteria Eksklusi

1. Penderita dugaan KNF yang dari hasil biopsi

histopatologi nasofaring bukan suatu karsinoma.

2. Penderita dugaan KNF yang sedang hamil.

2.4.2 Besar Sampel

Perhitungan besar sampel penelitian berdasarkan

rumus untuk uji diagnostik dengan menggunakan

rumus :

n = (Zα)2 Sen(1-Sen) d2

n = (1,96)2 x 0,8 (1-0,2) (0,1)2 x 0,8 n = 73,6 ≈ 74Keterangan :

N = besar sampel ( 74 )

Zα² = deviat baku alfa/ tingkat kemaknaan 95%

(1,96)

Sen = sensitivitas yang diinginkan dari alat yang

diuji ( 80% )

P = prevalensi penyakit ( prevalensi pasien yang

diduga KNF dengan ekspresi VEGF positif

pada penelitian sebelumnya di poliklinis THT

Februari – Desember 2012 : 80% )

d = presisi/ tingkat ketepatan absolut ( 10% )

2.4.3 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan subjek penelitian secara berurutan

(nonprobability consecutive sampling), dimana setiap

pasien yang datang ke poliklinik THT RSUD Dr.

Moh. Hoesin Palembang memenuhi kriteria

penerimaan dimasukkan dalam penelitian secara

berurutan dijadikan sampel sampai tercapai jumlah

yang diperlukan.

2.5 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah:

Variabel efek : Ekspresi VEGF yang

diperiksa melalui pemeriksaan Imunohistokimia.

Variabel prediktor : Skor stadium klinis KNF,

Umur, Jenis kelamin, gejala klinis, jenis KNF

berdasarkan WHO, intensitas pulasan IHK, luas

pulasan IHK.

2.6 Batasan Operasional

Berikut ini diuraikan batasan operasional beberapa

parameter yang diteliti dan terminologi yang

berkaitan dengan parameter tersebut.

1. KNF: Tumor ganas yang berasal dari epitel yang

melapisi nasofaring.

2. Dugaan KNF: didapatkan dari anamnesis berupa

gejala dan tanda yang mengarah ke KNF,

dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

spesifik menggunakan tele-endoskopi.

3. Klinis KNF: terdiri dari gejala hidung:

perdarahan hidung yang ringan hingga berat, atau

Page 5: versi 1.docx

sumbatan pada hidung; gejala telinga: telinga

nyeri, telinga berdenging, rasa tidak nyaman;

pembesaran KGB leher; gejala pada mata dan

neurologis: diplopia, rasa baal didaerah wajah,

kelumpuhan lidah, trismus, kaku leher, gangguan

pendengaran, gangguan penciuman, sakit kepala

hebat.

4. Tipe histopatologi KNF: berdasarkan

histopatologi biopsi tumor menurut kriteria

WHO 2005:

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratin

2. Karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin,

dibagi 2:

Karsinoma sel skuamosa tidak

berkeratin berdiferensiasi

Karsinoma sel skuamosa tidak

berkeratin tidak berdiferensiasi

3. Karsinoma sel skuamosa basaloid

5. Biopsi nasofaring: tindakan biopsi massa di

nasofaring melalui kavum nasi dengan

menggunakan Blakesley nasal forcep

lurus/bengkok, dengan tuntunan endoskopi kaku,

4 mm.

6. Diagnosis KNF: ditegakkan dari gejala klinis,

CT-Scan Nasofaring (massa daerah nasofaring

dengan/tanpa pembesaran KGB leher) dan

pemeriksaan histopatologi KNF sesuai dengan

kriteria WHO 2005.

7. Skor stadium klinis KNF: penentuan stadium

berdasarkan AJCC/UICC 2010 Nilai T dan N

berdasarkan hasil CT-Scan. Penentuan adanya

metastase KGB berdasarkan hasil FNAC. Nilai M

dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium, foto

thorak, USG abdomen dan bone survey (bila klinis

menunjukkan adanya metastase tulang). Dengan

penilain skor stadium klinis : T ( perluasan tumor )

dengan skor 1-14 yang diurutkan dari stadium 1-4, N

( pembesaran KGB leher ) dengan skor 1-4, M0-M1

dengan skor 1 dan setiap N dengan skor 4.

8. Pemeriksaan immunohistokimia VEGF: pemeriksaan

khusus menggunakan antibodi VEGF untuk

mengenali antigen VEGF.

9. Ekspresi VEGF : Nilai VEGF dalam sitoplasma sel

dan /atau membran sel sesuai hasil pemeriksaan

imunohistokimia.

10. Usia : Angka yang menunjukkan dalm tahun yang

dihitung sejak waktu lahir. Diketahui saat dilakukan

anamnesis. Batasan usia untuk penelitian ini 20-70

tahun.

11. Jenis kelamin : Jenis kelamin sampel dibedakan

menjadi laki-laki dan perempuan.

12. Luas pulasan VEGF adalah proporsi jumlah sel yang

terpulas VEGF

Pembacaan hasil berdasarkan penelitian Soo dkk

(2008) adalah:

0 = negatif ( tidak ada sel yang terpulas VEGF)

1+ = lemah (<10% sel yang terpulas VEGF, < 10%

ekspresi pada sel-sel tumor)

2+ = sedang (10% - 50% sel yang terpulas VEGF,

10%-50%

ekspresi pada sel-sel tumor)

3+ = kuat (>50% sel yang terpulas VEGF, >50%

ekspresi pada

sel-sel tumor)

Dikatakan ekspresi VEGF(+) = bila luas pulasan ≥ 2+

atau luas pulasan VEGF ≥ 10%. Inilah yang disebut

overekspresi. Sedangkan ekspresi VEGF (-) bila luas

pulasan < 2+.

Intensitas pulasan imunohistokimia (DACO, gambar

pada lampiran )

Page 6: versi 1.docx

0 = negatif (tidak ada sel yang terpulas dengan

warna kuning)

1+ = lemah (apabila sitoplasma dan membran

terpulas dengan warna kuning yang samar)

2+ = sedang (apabila sitoplasma dan membran

terpulas dengan warna kuning/coklat tua)

3+ = Kuat (apabila sitoplasma dan membran

terpulas dengan warna kuning tua/coklat tua

dengan distribusi merata)

13. Penilaian hasil pulasan imunohistokimia

Penilaian semikuantitatif immunostaining VEGF

berdasarkan penelitian Ross Soo dkk (2008).

a) Untuk menentukan ekspresi VEGF pertama kali

dilakukan dengan menilai perluasan tumor yaitu

menentukan persentase luas pulasan dengan

menghitung jumlah sel-sel yang terpulas dalam 500-

1000 sel/10 lapang pandang besar (40x10).

b) Kemudian dicari nilai imunoreaktifitas dengan cara

perkalian antara luas pulasan VEGF dengan intensitas

pulasan (DACO) VEGF maka didapatkan nilai

imunoreaktifitas. Dikatakan negatif bila hasil

perkalian < 4, dan positif bila hasil perkalian > 4.

2.7 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah

jaringan dari nasofaring penderita KNF yang diambil

dengan cara biopsi.

2.8 Instrumen Penelitian

Penelitian ini membutuhkan beberapa bahan,

reagen dan peralatan yaitu:

b. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi

Formalin 10%, blok paraffin, aqua destillata,

hematoxyllin-eosin.

c. Bahan untuk pemeriksaan imunohistokimia

Xylol, alkohol absolute, alkohol 95%, alkohol

80%, alkohol 70%, H2O2 0,5% dalam methanol,

phosphate buffer saline (PBS), antibody VEGF,

antibodi sekunder, envision, chromogen diamino

benzidine (DAB), lithium carbonat jenuh, tris

EDTA, hematoxyllin, aqua destillata.

2.9 Peralatan dan Bahan yang Digunakan pada

Pemeriksaan Imunohistokimia

2.9.1 Peralatan untuk proses dan pemulasan

jaringan

Peralatan yang digunakan untuk pemerosesan

dan pemulasan jaringan adalah:

a. Histoembedding

Histoblok

b. Mikrotom

c. Waterbath

d. Hot plate

e. Autostaining

f. Mikroskop

g. Slide jar dan basket

h. Pinset

i. Timer

: Histocentre 2,

: merk : Shandon

: merk Leica

: merk Leica

(RM \2025)

:Barnstead International

(model no26104)

: merk Leica (HI 1220)

: Leica

:merk Olympus tipe

BX51

2.9.2 Peralatan pemulasan immunohistokimia

Peralatan yang digunakan untuk pemulasan

immunohistokimia adalah:

1. Microwave : Sharp

2. Laminar Air flow : Sigma

3. Neraca analitik : Obaus

4. pH meter : Hanna tipe

216

5. Clinipad dan Pit

eppendorf

: Eppendorf

6. Gelas ukur : Pyrex

7. Gelas arloji : Pyrex

8. Erlenmeyer : Schott-Duran

Page 7: versi 1.docx

9. Pap pen : Biogenic

10. Mixer ver talc : Labinco L-46

11. Magnetic styr : Labinco

12. Pipet volume : Pyrex

13. Pipet tetes : Pyrex

14. Polyprep slides : Sigma-

Aldrich

15. Lemari es penyimpan

antibodi

: Sharp

2.9.3 Antibodi primer

Penelitian ini menggunakan antibodi primer

VEGF (Polyclonal Rabbit Human recombinant

VEGF165 (Biogenex Super Sensitive Detection

Systems), Ready to use (RTU).

2.9.4 Proses pulasan imunohistokimia:

1) Preparat berisi jaringan yang belum diwarnai

dipanaskan pada hot-plate dengan suhu 56-60°

selama 10 menit.

2) Biarkan selama 10 menit dalam suhu ruangan

3) Deparafinisasi dalam xylol sebanyak 2x (xylol

I,II) masing-masing selama 5 menit.

4) Rehidrasi dalam alkohol bertingkat (ethanol

sebanyak 2x, masing-masing selama 5 menit,

kemudian alkohol 96% selama 5 menit).

5) Bilas dalam air sebanyak 10x celup.

6) Rendam di larutan 0,5% H2O2 dalam methanol

selama 30 menit.

7) Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.

8) Panaskan dalam microwave menggunakan

larutan penarik antigen (antigen retrieval) TRS

(Target Retrieval Solution). Pemanasan pertama

menggunakan tingkat kekuatan tinggi (power

level 8) sampai mendidih, dilanjutkan pemanasan

kedua menggunakan tingkat kekuatan rendah

(power level 1) selama 5 menit

9) Biarkan selama 15 menit dalam suhu ruangan.

10) Cuci dengan larutan PBS (Phosphat Buffer

Saline) pH 7,2-7,4 sebanyak 3x, masing-masing

selama 5 menit.

11) Lingkari daerah yang akan diwarnai dengan pena

PAP.

12) Teteskan larutan Background sniper pada daerah

yang telah dilingkari, biarkan selama 5 menit.

13) Teteskan antibodi primer VEGF dan inkubasi

selama satu jam dalam Humidity chamber pada

suhu ruangan.

14) Cuci dalam larutan PBS pH 7,2-7,4 sebanyak 3x,

masing-masing selama 5 menit

15) Teteskan larutan Trakkie Universal Link, biarkan

selama 15 menit.

16) Cuci dalam larutan PBS pH 7,2-7,4 sebanyak 3x,

masing-masing selama 5 menit.

17) Teteskan larutan Trekavidin-HRP, biarkan

selama 15 menit.

18) Cuci dalam larutan PBS pH 7,2-7,4 sebanyak 3x,

masing-masing selama 5 menit.

19) Teteskan larutan Betazoid DAB substrate buffer,

biarkan selama 2 - 10 menit.

20) Cuci dalam air mengalir.

21) Counterstain jaringan dengan zat warna Mayer’s

Hematoksilin selama 1 menit.

22) Cuci dalam air mengalir.

23) Bilas dengan larutan Lithium carbonate (LiCO3)

sebanyak 2-3x celup.

24) Cuci dalam air mengalir.

25) Rehidrasi dalam alkohol bertingkat (alkohol 96%

selama 5 menit, kemudian etanol sebanyak 2x,

masing-masing selama 5 menit)

Page 8: versi 1.docx

26) Mounting dan beri kaca penutup.

27) Beri label.

Kontrol positif dan kontrol negatif hasil

pemulasan imunohistokimia didapatkan dari

pemeriksaan biopsi penderita sebelumnya yang

sudah ada di Bagian Patologi Anatomi.

2.10. Pengumpulan Data

2.10.1. Persiapan

a. Tenaga

- Pemeriksaan THT lengkap dan pemeriksaan

penunjang. Penjadwalan biopsi nasofaring

- Personalia pemeriksaan imunohistokimia di

bagian Patologi Anatomi.

b. Perlengkapan penelitian

- Alat-alat pemeriksaan THT seperti lampu

kepala, spekulum hidung, spatel lidah dan

otoskop.

- Alat-alat biopsi nasofaring baik dengan

narkose lokal maupun umum.

2.10.2. Pengumpulan Data Dan Cara Kerja

Penderita yang diduga karsinoma nasofaring yang

akan diikutsertakan sebagai sampel penelitian akan

menjalani pemeriksaan dan tindakan sebagai berikut:

1) Anamnesis dan pencatatan data dasar penderita.

2) Dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

THT.

3) Dilakukan biopsi nasofaring dengan panduan

teleendoskopi di Departemen KTHT-KL RSMH

Palembang dan jaringan nasofaring dikirim ke

bagian Patologi Anatomi RSMH Palembang

untuk pemeriksaan histopatologi.

4) Hasil histopatologi yang menyokong suatu

karsinoma nasofaring dicatat tipenya sesuai

WHO 2005.

5) Penentuan stadium karsinoma nasofaring sesuai

dengan AJCC 2010, termasuk penentuan

perluasan tumor (T), pembesaran kelenjar getah

bening leher (N) dan metastasis (M).

6) Dilakukan pemeriksaan imunohistokimia

ekspresi VEGF.

7) Penentuan ekspresi VEGF.

8) Hasil data ekspresi VEGF dicatat dan

dimasukkan ke dalam tabel untuk dianalisis.

2.11 Rencana Pengolahan Dan Analisis Data

1. Data-data yang diperoleh dicatat dalam formulir

penelitian dalam bentuk tabel. Data yang

diperoleh diolah serta dianalisis secara statistik

dengan menggunakan program pengolahan data

statistik SPSS 21.0 for windows.

2. Pada analisis univariat, data yang berskala

kategorik akan disajikan dalam distribusi

frekuensi/proporsi atau persentase, sedangkan

data yang berskala kontinyu akan disajikan

sebagai rerata dan standar deviasi.

3. Untuk mendapatkan validitas nilai diagnostik

berupa sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif,

nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif dan

rasio kemungkinan negatif; untuk mendapatkan

validitas dilakukan analisis tabel 2 x 2 untuk skor

stadium klinis dan ekspresi VEGF. Selain itu

dilakukan analisis receiver operating curve

(ROC) untuk mendapatkan titik potong

sensitivitas dan spesifisitas paling optimal dari

skor stadium klinis pada KNF.

4. Pada metode ROC akan diperoleh area under the

curve (AUC) serta titik potong yang

direkomendasikan. Dengan memakai titik potong

terebut akan diperoleh keluaran seperti yang

Page 9: versi 1.docx

terdapat dengan menggunakan table 2x2 dibawah

ini:

Ekspresi VEGF

Perhitungan dengan formula :

Sensitifitas= aa+c

x100 %

Spesifisitas= db+d

x100 %

Nilai duga posistif = aa+b

x100 %

Nilai duga negatif = dc+d

x100 %

Rasio kemungkinan positif = sensitifitas(1−sensitifitas )

Rasio kemungkinannegatif =(1−sensitifitas )

sensitifitas

Akurasi= a+da+b+c+d

x 100 %

5. Analisis multivariat dilakukan untuk melihat

besarnya pengaruh variabel efek terhadap

kemungkinan terjadinya variabel prediktor,

kemudian dilakukan analisis logistik regresi

dengan menggunakan rumus :

y = α + βx1 + βx2 + βx3 + …+ βxi

Tabel 2. Skor Stadium Klinis KNF

2.12 Kerangka Operasional

Gambar 9. Alur Penelitian

3.10 Justifikasi Etik

Penilaian etik (ethical clearance) dilaksanakan

sesuai prosedur dan kaidah yang berlaku. Informed

consent dibuat dan ditandatangani oleh penderita

yang bersedia ikut penelitian setelah dijelaskan tujuan

dan manfaat serta prosedur penelitian. Penilaian etik

penelitian ini telah disetujui oleh Unit Bioetika dan

Humaniora Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya (Lampiran 1)

3.11 Personalia Pemeriksaan Imunohistokimia

Pulasan imunohistokimia dilakukan oleh teknisi

Sentra Diagnostik Patologik Anatomik RSMH

Palembang. Interpretasi hasil imunohistokimia

dilakukan oleh 2 orang patolog dari Sentra

Diagnostik Patologi Anatomik RSMH Palembang,

Page 10: versi 1.docx

yaitu Dr. Mezfi Unita, SpPA(K) dan

Dr.Wresnindyatsih, SpPA.

3.12 Persyaratan Etik

Etik penelitian (ethical clearence) diperoleh

dari Komite Etik tempat penelitian dilakukan yaitu

FK Unsri/RSMH Palembang (persetujuan kelayakan

etik terlampir). Penderita yang bersedia berpartisipasi

menandatangani informed consent. Biaya penelitian

ditanggung peneliti. Pasien yang tidak masuk dalam

kriteria penerimaan, tetap dilakukan pemeriksaan

lebih lanjut dan diberikan penatalaksanaan sesuai

penyakitnya.

Pada penelitian ini dilakukan tindakan invasif

berupa biopsi nasofaring melalui mulut atau hidung

subjek penelitian. Biopsi dilakukan diruang steril

dengan tindakan aseptik dan antiseptik di Departemen

Kesehatan THT-KL RSMH Palembang. Apapun hasil

yang didapatkan akan dijelaskan kepada subjek

penelitian.

3.13 Analisis Statistik

Semua data dianalisis dengan menggunakan

program SPSS 20.0 for window untuk menilai

distribusi frekuensi data umum, tipe histopatologi,

stadium klinik, ekspresi EGFR. Uji normalitas

Shapiro-Wilk (sampel kurang dari 50) dilakukan

untuk melihat distribusi dan karakteristik subjek

penSelitian yang mempunyai variabel numerik. Data

dengan distribusi normal ditampilkan dalam nilai

rerata dan standar baku (SB).50 Korelasi antara

ekspresi EGFR dan stadium klinik T, N, M, tipe

histopatologi serta stadium klinik menggunakan uji

korelasi Spearman dan Somers’d dengan nilai

terdapat korelasi bila p < 0,05. Koefisien korelasi

juga dinilai untuk melihat kekuatan korelasi. Data

ditampilkan secara deskriptif dalam bentuk narasi,

tabel prevalensi dan persentase.