Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan...

176
i KESANTUNAN BERBAHASA ANTARGURU DALAM SITUASI INFORMAL DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Oleh: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan...

Page 1: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

i

KESANTUNAN BERBAHASA ANTARGURU

DALAM SITUASI INFORMAL DI SMA NEGERI 11

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Veronika Hertania Putri Riandono

141224102

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2018

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala Puji, hormat, serta syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat, kasih, kekuatan, dan restunya hingga saat ini saya dapat

menyelesaikan tugas akhir. Karya ini saya persembahkan bagi:

Secara Khusus bagi kedua orang tua, Bapak Cyrillus Robandono dan Ibu Maria Esti Setyorini yang tentunya selalu setia dan tak hentinya

memberikan dukungan doa, kasih sayang, moril, dan tentunya materi selama proses belajar dan penyelesaian tugas akhir ini.

Kakak dan adik saya, Valentina Anike Putri Riandono dan Yohanes Bagus Prasetyo Riandono. Terima kasih karena selalu memberikan

semangat selama proses belajar dan penyelesaian tugas akhir ini.

Kekasih saya, Christian Adven Saputra yang selalu setia menemani dan membantu saya melewati masa-masa sulit selama proses belajar dan

penyelesaian tugas akhir ini. Bersama dirinya, saya belajar menjadi pribadi yang selalu bersyukur dan percaya diri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

v

MOTTO

Philippians 4:13

“I can do everything through him who gives

me strength.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 September 2018

Peneliti

Veronika Hertania Putri Riandono

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Veronika Hertania Putri Riandono

Nomor Mahasiswa : 141224102

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

KESANTUNAN BERBAHASA ANTARGURU

DALAM SITUASI INFORMAL DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA

Dengan demikian, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti. Demikian pernyataan ini

saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 28 September 2018

Yang menyatakan

Veronika Hertania Putri Riandono

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

viii

ABSTRAK

Riandono, Veronika Hertania Putri. 2018. Kesantunan Berbahasa Antarguru

dalam Situasi Informal di SMA Negeri 11 Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta:

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji tentang wujud dan maksud kesantunan berbahasa

antarguru dalam situasi informal di SMA Negeri 11 Yogyakarta. Dalam penelitian

terkait wujud dan maksud kesantunan berbahasa antarguru, peneliti mengkaji

percakapan di luar proses belajar mengajar. Artinya, percakapan yang dilakukan

di luar kegiatan pembelajaran meliputi obrolan santai di kantin, di perpustakaan,

ruang guru, ruang UKS, lobi sekolah, dan lingkungan sekolah lainnya. Tujuan

dari penelitian ini adalah mendeskripsikan wujud dan maksud tuturan antarguru

dalam situasi informal di SMA Negeri 11 Yogyakarta.

Sumber data dalam penelitian ini ada dua. Pertama, sumber data lokasional

yakni guru-guru di SMA Negeri 11 Yogyakarta dan kedua, sumber data substantif

yakni adalah tuturan antarguru dalam situasi informal. Data penelitian berupa

cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam

situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur kesantunan. Objek penelitiannya

adalah kalimat yang dituturkan oleh guru-guru.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah jumlah data tuturan total berjumlah

tujuh puluh empat (74) data. Data tersebut diklasifikasikan menjadi enam (6)

penanda kesantunan yaitu penanda tolong, penanda ayo, penanda coba, penanda

biar, penanda mari, dan penanda silahkan. Selanjutnya, ketujuh puluh empat (74)

data, dianalisis berdasarkan wujud dan maksud tuturan. Wujud tuturan ada tiga (3)

yaitu wujud deklaratif, wujud interogatif, dan wujud imperatif. Maksud dalam

data tuturan yang ditemukan ada tujuh belas (17) yaitu maksud menyuruh,

maksud meminta, maksud memberi saran, maksud mengritik, maksud menyindir,

maksud mengingatkan, maksud menyatakan, maksud merayu, maksud

memastikan, maksud permohonan izin, maksud menyapa, maksud memberi tahu,

maksud mengajak, maksud menawar, maksud menyerukan, maksud mendesak,

dan maksud mengagumi.

Kata kunci: kesantunan berbahasa, guru, informal informal, konteks.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

ix

ABSTRACT

Riandono, Veronika Hertania Putri. 2018. Politeness in Speaking Between

Teachers in Informal Situations in 11 Yogyakarta State High School.

Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language and Literature Education Study

Program. Faculty of Teachers Training and Education. Sanata Dharma

University.

This study examines the form and purpose of inter-teacher speaking

politeness in informal situations in 11 Yogyakarta High School. In research

related to the form and purpose of inter-teacher language politeness, researchers

examine conversations outside the teaching and learning process. That is,

conversations conducted outside of learning activities include casual chat in the

canteen, in the library, the teacher's room, the UKS room, the school lobby, and

other school environments. The purpose of this study is to describe the form and

purpose of inter-teacher speech in an informal situation at SMA Negeri 11

Yogyakarta.

There are two sources of data in this study. First, locational data sources,

namely the teachers in SMA Negeri 11 Yogyakarta and secondly, the substantive

data sources, namely the inter-teacher speech in informal situations. The research

data in the form of excerpts from the conversation speech of the teacher of SMA

Negeri 11 Yogyakarta in an informal situation in which there is an element of

politeness. The object of the research is the sentence spoken by the teachers.

The conclusion of this study is the total number of speech data totaling

seventy four (74) data. The data is classified into six (6) politeness markers,

namely markers of help, markers, markers, markers, let, markers, and markers

please. Furthermore, the seventy-four (74) data are analyzed based on the form

and purpose of speech. The form of speech is three (3), namely declarative form,

interrogative form, and imperative form. The purpose of the speech data found is

seventeen (17), namely the intention of telling, the intention of asking, the

intention of giving advice, the intention of criticizing, the intention of insinuating,

the purpose of reminding, the intention of saying, the intention of seducing, the

intention of ensuring, the purpose of the request for permission know, the

intention is to invite, the intention to bid, the intention is to call, the intention is

urgent, and the intention is to admire.

Keywords: language politeness, teacher, informal informal, context.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat

dan penyertaanNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KESANTUNAN BERBAHASA ANTARGURU DALAM SITUASI

INFORMAL DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA dengan baik dan lancar.

Sebagaimana disyaratkan dalam Kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa

Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP),

Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, penyelesaian skripsi ini guna

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

Kelancaran dan keberhasilan proses pelaksanaan dalam penyusunan skripsi

ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti menghaturkan banyak terima kasih

kepada:

1. Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus, yang selalu melimpahkan berkat,

rahmat, kesehatan serta penyertaan untuk peneliti dalam menyelesaikan

skripsi ini.

2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

3. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan semua dosen penguji, atas semua

saran dan masukan yang berguna demi penyempurnaan skripsi ini.

4. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. selaku dosen pembimbing tunggal yang

dengan penuh ketelitian telah mendampingi, memotivasi, dan memberikan

berbagai masukan yang sangat berharga bagi peneliti. Mulai dari proses

awal hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. yang bersedia meluangkan waktu untuk menjadi

triangulator.

6. Segenap dosen Prodi PBSI, dosen MKU, dosen MKK, yang telah mendidik

dan membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

xi

7. Theresia Rusmiyati sebagai karyawan sekretariat PBSI yang selalu sabar

memberikan pelayanan demi kelancaran peneliti dalam menyelesaikan

kuliah di PBSI sampai penyusunan skripsi ini.

8. Orang tua, yaitu Bapak dan Ibu saya, Cyrillus Robandono dan Maria Esti

Setyorini, terima kasih atas dukungan doa, moral, dan materi yang

senantiasa diberikan kepada saya serta kakak dan adik tercinta Valentina

Anike Putri Riandono, Yohanes Timbul Joko Wahono, dan Yohanes Bagus

Prasetyo Riandono yang selalu memberi semangat.

9. Keluarga Besar Eyang Petrus Sutanto dan Eyang Cipto Wijiyono, terima

kasih atas dukungan doa, semangat, moral, dan materi yang juga senantiasa

diberikan kepada saya.

10. Christian Adven Saputra, S.Pd. kekasih yang senantiasa menemani dan

memotivasi.

11. Sahabat terkasih sekaligus rekan diskusi, Melisa Deresta, S.Pd., Maria

Goretti Stefani, Dorotea Supadmi Maria Goran Sura, S.Pd., Stefanus

Candra, S.Pd., Cosmas Krisna, S.Pd., Septian Purnomo Aji, S.Pd.

12. Rekan-rekan mahasiswa PBSI 2014 A dan B, khususnya kelas B terima

kasih atas dukungan dan semangat kepada peneliti.

13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga

peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh

karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Akhir kata,

peneliti ucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya

bagi peneliti sendiri dan bagi pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 28 September 2018

Peneliti,

Veronika Hertania Putri Riandono

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv

HALAMAN MOTTO ......................................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................... vii

ABSTRAK ........................................................................................................ viii

ABSTRACT ......................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR ......................................................................................... x

DAFTAR ISI ......................................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4

1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 5

1.5 Batasan Istilah ................................................................................................. 6

1.6 Sistematika Penulisan ..................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ................................................................ 8

2.2 Landasan Teori ..............................................................................................10

2.2.1 Pragmatik ..........................................................................................10

2.2.2 Fenomena Pragmatik ........................................................................11

a. Deiksis ..........................................................................................11

b. Implikatur .....................................................................................14

c. Kesantunan ...................................................................................16

d. Ketidaksantunan ...........................................................................17

e. Kefatisan .......................................................................................19

2.2.3 Kesantunan Sebagai Fenomena Pragmatik .......................................22

a. Teori Kesantunan Berbahasa Leech .............................................23

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

xiii

b. Teori Kesantunan Berbahasa Fraser .............................................28

c. Teori Kesantunan Berbahasa Lakoff ............................................30

d. Teori Kesantunan Berbahasa Pranowo ........................................31

d. Teori Kesantunan Berbahasa Rahardi ..........................................34

2.2.4 Faktor Penentu Kesantunan ..............................................................37

2.2.5 Konteks .............................................................................................40

a. Konteks Sosial ..............................................................................41

b. Konteks Sosietal ...........................................................................41

c. Konteks Budaya............................................................................42

d. Konteks Situasi .............................................................................42

2.2.6 Situasi Informal ................................................................................43

2.2.7 Wujud Tuturan ..................................................................................44

a. Kalimat Berita (Kalimat Deklaratif) .............................................44

b. Kalimat Tanya (Kalimat Interogatif)............................................45

c. Kalimat Perintah (Kalimat Imperatif) ..........................................46

2.2.8 Makna dan Maksud...........................................................................46

a. Makna ...........................................................................................47

b. Maksud .........................................................................................47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ..............................................................................................49

3.2 Sumber Data dan Data ..................................................................................50

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ........................................................50

3.3.1 Teknik Simak Bebas Libat Cakap (SLBC) .......................................51

3.3.2 Rekaman ...........................................................................................51

3.4 Instrumen Penelitian......................................................................................52

3.5 Teknik Analisis Data .....................................................................................52

3.5.1 Identifikasi ........................................................................................53

3.5.2 Klasifikasi .........................................................................................54

3.5.3 Interpretasi/Pemaknaan.....................................................................54

3.6 Triangulasi Data ............................................................................................55

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

xiv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data ...............................................................................................56

4.2 Hasil Penelitian .............................................................................................59

4.2.1 Wujud Tuturan dan Penanda Kesantunan Antarguru dalam Situasi

Informal .....................................................................................................60

4.2.1.1 Kesantunan dengan Penanda “Tulung” ................................60

4.2.1.2 Kesantunan dengan Penanda “Ayo” ....................................64

4.2.1.3 Kesantunan dengan Penanda “Coba” ...................................67

4.2.1.4 Kesantunan dengan Penanda “Ben” .....................................70

4.2.1.5 Kesantunan dengan Penanda “Monggo” (Mari) ..................73

4.2.1.6 Kesantunan dengan Penanda “Monggo” (Silahkan) ............75

4.2.2 Maksud Tuturan dan Penanda Kesantunan Antarguru dalam Situasi

Informal .....................................................................................................79

4.2.2.1 Kesantunan dengan Maksud “Menyuruh” ...........................79

4.2.2.2 Kesantunan dengan Maksud “Meminta”..............................81

4.2.2.3 Kesantunan dengan Maksud “Memberi Saran” ...................83

4.2.2.4 Kesantunan dengan Maksud “Mengritik” ............................85

4.2.2.5 Kesantunan dengan Maksud “Menyindir” ...........................87

4.2.2.6 Kesantunan dengan Maksud “Memberi Tahu” ....................90

4.2.2.7 Kesantunan dengan Maksud “Menyatakan” ........................92

4.2.2.8 Kesantunan dengan Maksud “Merayu”................................94

4.2.2.9 Kesantunan dengan Maksud “Mengingatkan” .................. ..96

4.2.2.10 Kesantunan dengan Maksud “Permohonan Izin” ........... ..98

4.2.2.11 Kesantunan dengan Maksud “Menyapa” ........................ 100

4.2.2.12 Kesantunan dengan Maksud “Memastikan” ................... 102

4.2.2.13 Kesantunan dengan Maksud “Mengajak” ....................... 104

4.2.2.14 Kesantunan dengan Maksud “Menyerukan” ................... 106

4.2.2.15 Kesantunan dengan Maksud “Menawar” ........................ 108

4.2.2.16 Kesantunan dengan Maksud “Mendesak”....................... 110

4.2.2.17 Kesantunan dengan Maksud “Mengagumi” .................... 111

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................................... 112

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

xv

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan .................................................................................................... 121

5.2 Saran ........................................................................................................... 122

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 123

LAMPIRAN .................................................................................................... 126

BIOGRAFI PENULIS ................................................................................... 163

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Surat Izin Pengambilan Data ..............................................................126

Lampiran Balikan Pengambilan Data .................................................................127

Lampiran Surat Izin Triangulasi .........................................................................128

Lampiran Lembar Triangulasi.............................................................................129

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial menjalin hubungan melalui interaksi

antarmanusia dan lingkungannya. Manusia berinteraksi untuk menyampaikan baik

pesan verbal maupun nonverbal. Pesan verbal yang diungkapkan manusia

mengandung makna atau pun konteks. Pesan verbal juga biasanya diungkapkan

melalui tuturan, tuturan yang baik menggunakan strategi yang baik pula. Strategi

bertutur merupakan cara bertutur untuk menghasilkan tuturan yang dapat

menyelamatkan muka lawan tutur agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam

berkomunikasi ( Yule, 2006:114-115). Misalnya, dengan menggunakan ungkapan

kesantunan. Strategi tersebut dilakukan oleh pembicara dan lawan bicara agar

proses komunikasi berjalan baik. Penggunaan kesantunan ditujukan untuk

menyampaikan pesan tanpa merusak hubungan sosial dan memperoleh kesan

yang mendalam, misalnya, kesan santun.

Salah satu kajian dalam ilmu pragmatik mengkaji tentang kesantunan

berbahasa (politeness in language) (Abdurrahman, 2006: 125). Kesantunan

berbahasa Lakoff (dalam Syahrul, 2008: 15), “Kesantunan merupakan suatu

sistem hubungan interpersonal yang dirancang untuk mempermudah interaksi

dengan memperkecil potensi konflik dan konfrontasi yang selalu terjadi dalam

pergaulan manusia”. Lakoff (dalam Gunarwan 1994: 87) berpendapat bahwa ada

tiga kaidah yang perlu dipatuhi agar ujaran kita terdengar santun oleh pendengar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

2

yaitu (Fasold 1984) formalitas (formality), ketaktegasan (hesitancy) dan

persamaan atau kesekawanan (equality or camaraderie). Yule (2006:104)

mengatakan bahwa kesantunan dalam suatu interaksi dapat didefinisikan sebagai

alat yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang muka orang lain.

Kedua pakar di atas melihat bahwa kesantunan dalam hubungan manusia

digunakan untuk mempermudah interaksi agar tidak terjadi konflik. Melihat

kesamaan dua pakar di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa kesantunan

diartikan sebagai alat yang digunakan dalam hubungan sosial manusia untuk

mempermudah interaksi agar tetap terjalin hubungan yang baik.

Kesantunan bahasa bisa terjadi di lingkungan sekolah, misalnya saja

interaksi antarguru. Interaksi antargurulah yang akan disoroti. Guru merupakan

seorang pendidik atau pengajar yang harus memiliki kesantunan berbahasa dalam

setiap tuturan di sekolah. Guru berperan sebagai panutan rekan sesama guru dan

peserta didik. Maka dari itu, kesantunan berbahasa dalam tuturan guru sangat

penting untuk dikaji. Selain itu, agar siswa bisa santun berbahasa, tentu terlebih

dahulu guru sebagai panutan juga harus santun dalam berbahasa.

Berdasarkan observasi peneliti di SMA Negeri 11 Yogyakarta, masih

banyak ditemukan tindak bahasa atau tuturan dari guru-guru yang perlu

meningkatkan kesantunan dalam berbahasa. Faktor kedekatan antarguru menjadi

salah satu penyebab komunikasi antarguru menjadi kurang santun. Misalnya

“duh..wegah aku pak” atau “ya, aku pesen siji”. Contoh kalimat tersebut adalah

perkataan yang diungkapan guru muda kepada guru yang lebih senior. Dalam

contoh perkataan tersebut juga terdapat kata dalam bahasa Jawa dan kurang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

3

santun digunakan, meskipun konteksnya adalah kegiatan di luar pembelajaran

atau secara informal. Padahal sejatinya, seorang guru harus memberi contoh

kepada siswa dimulai dari kesantunan berbahasa.

Bertolak dari permasalahan tersebut, peneliti ingin meneliti tentang wujud

dan maksud kesantunan berbahasa antarguru dalam situasi informal di SMA

Negeri 11 Yogyakarta. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti terkait wujud dan

maksud kesantunan berbahasa guru-guru apa saja yang ada di SMA tersebut di

luar proses belajar mengajar. Artinya, percakapan yang dilakukan oleh guru ketika

dalam situasi di luar pembelajaran meliputi obrolan santai di kantin, di

perpustakaan, ruang guru, ruang UKS, lobi sekolah, dan lingkungan sekolah

lainnya. Melalui situasi tersebut, peneliti akan mengobservasi tuturan-tuturan guru

di sekolah. Dengan demikian, penelitian ini adalah penelitian dengan

menggunakan kualitatif deskriptif yang mengkaji tuturan antarguru dalam situasi

santai di kantin, di perpustakaan, ruang guru, ruang UKS, lobi sekolah, dan

lingkungan sekolah lainnya. Maka dari itu, judul penelitian ini adalah Kesantunan

Berbahasa Antarguru dalam Situasi Informal di SMA Negeri 11 Yogyakarta.

Peneliti berharap dengan adanya penjelasan terkait wujud dan maksud

kesantunan berbahasa yang dilakukan oleh guru dalam berkomunikasi, dapat

membangkitkan kesadaran kita sebagai calon guru untuk lebih memperhatikan

tuturan agar santun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah utama dalam

penelitian ini adalah bagaimana kesantunan berbahasa antarguru dalam situasi

informal di SMA Negeri 11 Yogyakarta?

Berdasarkan rumusan masalah utama di atas, penelitian ini juga menemukan

beberapa submasalah tersebut akan diuraikan di bawah ini.

a. Apa sajakah wujud kesantunan berbahasa berdasarkan penanda kesantunan

dalam tuturan guru dalam situasi informal di luar situasi akademik?

b. Apa sajakah maksud tuturan yang terdapat dalam tuturan guru di situasi

informal?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas terdapat rumuan masalah utama dan

submasalah. Tujuan penelitian dari rumusan masalah utama adalah

mendeskripsikan kesantunan berbahasa antarguru dalam situasi informal di SMA

Negeri 11 Yogyakarta. Pada sub-sub masalah yang telah dipaparkan diatas tujuan

penelitiannya sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan wujud kesantunan berbahasa berdasarkan penanda

kesantunan dalam tuturan guru dalam situasi informal di luar situasi

akademik.

b. Mendeskripsikan maksud tuturan yang terdapat dalam tuturan guru di situasi

informal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

5

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai wujud dan

maksud kesantunan berbahasa dalam suatu lingkungan atau situasi informal

seperti dalam situasi santai di luar pembelajaran meliputi di kantin, di

perpustakaan, ruang guru, ruang UKS, lobi sekolah, dan lingkungan sekolah

lainnya.

a. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendalami pengembangan pragmatik

khususnya yang berkaitan dengan kesantunan berbahasa sebagai fenomena

pragmatik. Selanjutnya, penelitian ini, juga dapat digunakan untuk menambah

wawasan dan khasanah pengetahuan serta memperluas kajian wujud dan maksud

mengenai kesantunan berbahasa.

b. Manfaat Praktis

Penelitian tingkat kesantunan berbahasa ini juga diharapkan dapat

memberikan masukan bagi sekolah terutama guru-guru dalam berkomunikasi

untuk senantiasa menerapkan kesantunan di mana pun berada dalam setiap

perkataanya. Demikian pula, penelitian ini akan memberikan masukan kepada

para praktisi dalam bidang pendidikan terutama bagi dosen, guru, mahasiswa,

siswa, dan tenaga kependidikan untuk mempertimbangkan adanya

ketidaksantunan berbahasa dalam berkomunikasi yang harus dihindari. Penelitian

ini mempunyai manfaat bagi pembaca agar pembaca mengetahui bentuk-bentuk

apa saja dan maksud kesantunan yang harus dipegang teguh agar proses

komunikasi berjalan dengan baik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

6

1.5 Batasan Istilah

Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pragmatik,

kesantunan, dan komunikasi.

a. Pragmatik

Pragmatik dalam skripsi yang berjudul “Ketidaksantunan Linguistik dan

Pragmatik Berbahasa Antara Guru dan Siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2012/2013” merupakan studi tentang makna yang disampaikan oleh

penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca) (Yule,

2006:3).

b. Kesantunan

Kesantunan merupakan ekspresi penutur untuk mengurangi ancaman muka pada

mitra tutur (Brown dan Levinson, 1987) dalam skripsi yang berjudul “Kesantunan

Berbahasa Anak Remaja dengan Orangtua di Perumahan Griya Tamansari II”.

c. Komunikasi

Dalam artikel jurnal dengan judul “Hakikat Komunikasi Organisasi” menjelaskan

secara sederhana bahwa komunikasi merupakan kegiatan penyampaian pesan

dengan tujuan menyamakan makna dari seseorang/lembaga (komunikator) kepada

orang lain/audiens (komunikan).

d. Konteks

konteks adalah konstruksi skematik yang artinya pencapaian makna pragmatis

adalah masalah pencocokan elemen linguistik kode dengan elemen skematis dari

konteksnya. "(H.G. Widdowson, 2000, p.126).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

7

e. Maksud

Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang maksud

penutur. Maksud sama halnya dengan makna pragmatik.

1.6 Sistematika Penelitian

Penelitian ini akan dijabarkan dalam lima bab yang diuraikan secara

sistematis sebagai berikut:

Bab I berisi tentang (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3)

tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) batasan istilah, dan (6) sistematika

penelitian.

Bab II ialah bab mengenai landasan teori yang akan digunakan untuk

menganalisis masalah-masalah yang diteliti. Bab II berisi (1) penelitian yang

relevan, (2) pragmatik, (3) fenomena pragmatik, (4) pragmatik sebagai fenomena

kesantunan, (5) faktor penentu kesantunan, (6) konteks, (7) situasi informal, dan

(8) makna dan maksud.

Bab III mengenai metode penelitian yang memuat tentang cara dan

prosedur yang akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data. Dalam bab

III akan diuraikan (1) jenis penelitian, (2) sumber dan data penelitian, (3) metode

dan teknik pengumpulan data, (4) jenis data (5) instrumen penelitian, (6) teknik

analisis data, dan (7) triangulasi data.

Bab IV berisi pembahasan yang berkaitan dengan data, terdiri atas (1)

deskripsi data, (2) hasil analisis data penelitian dan pembahasannya. Bab V adalah

bab terakhir dalam penelitian ini yang berisi kesimpulan terkait data yang sudah

diolah disertai dengan implikasi dan saran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan

kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-

topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan teori berisi

tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini

yang terdiri atas teori pragmatik, fenomena pragmatik, kesantunan sebagai

fenomena pragmatik, faktor penentu kesantunan, konteks, situasi informal, dan

makna dan maksud.

2.1 Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Penelitian Sri Puji Astuti (Pranowo, 2015:220) menghasilkan prinsip-prinsip

apa saja yang digunakan di dalam sebuah fakultas seperti pemilihan kata,

ungkapan-ungkapan santun dan struktur kalimat yang benar. Simpulan dari

penelitian yang diambil adalah interaksi dosen, mahasiswa dan karyawan di

Fakultas Ilmu Budaya Undip menerapkan keenam prinsip kesantunan. Namun,

dalam berinteraksi prinsip-prinsip tersebut tidak selalu diterapkan. Seandainya

keenam prinsip tersebut selalu diterapkan dalam bertutur, suasana menjadi

kondusif karena tidak ada perselisihan. Kemudian, simpulan menurut peneliti

adalah kesantunan sangat dibutuhkan dalam komunikasi dengan seseorang agar

harkat dan martabat tetap terjaga terlebih dalam hal ini di lingkungan akademik.

Penelitian Brigita Yuni (Pranowo, 2015:289) menghasilkan kesantunan

tindak tutur pada sekolah dasar negeri Sempu lebih tinggi dari pada sekolah dasar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

9

Tritihkulon. Ada pun perbedaan tingkat kesantunan dipengaruhi oleh panjang

pendeknya sebuah tuturan. Simpulan dari penelitian yang dilakukan adalah ada

perbedaan antara tingkat kesantunan tindak tutur surat izin sekolah negeri

Tritihkulon dan surat ijin sekolah dasar negeri Sempu. Surat izin sekolah dasar

negeri Sempu memiliki tingkat kesantunan lebih tinggi jika dibandingkan surat

ijin sekolah dasar negeri Tritihkulon, adapun perbedaan tingkat kesantunan

dipengaruhi oleh panjang pendeknya sebuah tuturan. Dalam penelitian ini, peneliti

melihat bahwa kesantunan dalam tindak tutur seseorang yang diekspresikan dalam

bentuk tulis yaitu dalam surat izin sekolah penting adanya.

Fendi Eko Prabowo (dalam skripsi berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam

Kegiatan Diskusi Kelas Mahasiswa PBSI Universitas Sanata Dharma Angkatan

2014”) menjelaskan bentuk tuturan santun adalah tuturan yang mematuhi prinsip

kesantunan, yakni 22 pematuhan terhadap maksim Leech, dengan rincian 8

tuturan pada maksim kebijaksanaan, 5 tuturan pada maksim kedermawanan, 6

tuturan pada maksim pujian dan 3 tuturan pada maksim kesepakatan, dalam setiap

pematuhan tersebut juga telah mematuhi strategi kesantunan Brown dan Levinson,

dengan 21 tuturan mematuhi kesantunan positif dan 1 tuturan kesantunan negatif.

Penutur bisa beranggapan bahwa tuturannya sudah santun, padahal bagi mitra

tutur belum tentu tuturan itu santun. Kasus – kasus seperti inilah yang membuat

kesantunan berbahasa menjadi penting untuk dikaji dan diketahui agar

komunikasi berjalan lancar dan tidak menimbulkan kesalahpahaman. Penelitian

ini juga mengkaji tentang bentuk-bentuk kesantunan dalam tuturan yang sesuai

dengan prinsip kesantunan Leech.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

10

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, dapat terlihat bahwa adanya

kesamaan maupun perbedaan yang terdapat pada ketiga penelitian terdahulu

dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti saat ini. Persamaan antara

penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah sama-sama membahas

kesantunan yang terdapat dalam ranah akademik. Perbedaannya adalah pada

penelitian terdahulu masih membahas kesantunan berbahasa yang dilakukan oleh

pembelajarnya saja, tetapi pada penelitian saat ini mengkaji kesantunan berbahasa

yang dilakukan oleh pengajarnya atau guru yang mengajar saat berada di luar jam

pembelajaran atau dalam situasi informal dan nantinya akan dijelaskan wujud dan

maksud kesantunan dari tuturan tersebut. Dalam hal ini peneliti secara khusus

akan mengkaji tentang wujud dan maksud kesantunan berbahasa antarguru dalam

situasi informal di SMA Negeri 11 Yogyakarta.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pragmatik

Istilah pragmatik sebagaimana kita kenal saat ini diperkenalkan oleh

seorang filosof yang bernama Charless Morris tahun 1938. Ketika ia

membicarakan bentuk umum ilmu tanda (semiotic). Ia menjelaskan (dalam Nadar,

2009: 2) bahwa semiotik memiliki tiga bidang kajian, yaitu sintaksis (syintax),

semantik (semantics), dan pragmatik (pragmatics).

Yule (2006:3) pragmatik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna atau

maksud yang disampaikan penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar

(atau pembaca). Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksud

orang dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

11

terhadap apa yang dikatakan, dengan demikian dalam memaknai maksud penutur

mitra tutur harus memperhatikan konteks pembicaraan bagaimana penutur

mengatur apa yang ingin dikatakan, dimana, kapan, dan dalam keadaan apa.

Levinson (1983: 27 dalam Rahardi, 2003) mengatakan bahwa pragmatik

adalah penelitian tentang perhubungan antara bahasa dan konteks yang

ditatabahasakan, atau yang dikodekan di struktur bahasa. Lebih lanjut, Rahardi

(2003) mengatakan bahwa pragmatik merupakan ilmu yang mengkaji maksud

penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan sosial-budaya. Makna yang

dikaji dalam pragmatik terkait konteks. Selanjutnya, Levinson (1983 dalam

Rahardi, 2003: 13) mendefinisikan sosok pragmatik sebagai studi perihal ilmu

bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan konteks tuturannya.

2.2.2 Fenomena Pragmatik

Rahardi (2017: 84) mengatakan fenomena pragmatik terdiri atas: implikatur,

deiksis, praanggapan, entailment, kesantunan berbahasa, ketidaksantunan

berbahasa, dan kefatisan. Praanggapan, tindak tutur, dan entailment merupakan

fenomena linguistik. Deiksis, implikatur, kesantunan, ketidaksantunan, dan

kefatisan merupakan fenomena pragmatik. Dari fenomena pragmatik di atas,

fenomena ketidaksantunan berbahasa dan kefatisan merupakan fenomena baru

yang masih diteliti. Berikut penjelasan mengenai fenomena pragmatik.

a. Deiksis

Deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal

mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti ‘penunjukkan’

melalui bahasa (Yule, 2006: 13). Deiksis merupakan kata atau sekumpulan kata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

12

yang rujukkannya tidak tetap dan dapat berpindah dari satu maujud ke maujud

lain. Kata-kata yang dimaksud deiksis ini adalah kata-kata yang menyatakan

waktu, menyatakan tempat, dan yang berupa kata ganti (Chaer, 2010: 31). Jadi

dapat disimpulkan bahwa deiksis merupakan kata-kata yang referensinya belum

jelas karena bisa berpindah-pindah wujud sesuai dengan konteks.

Deiksis terbagi lima macam yakni deiksis persona, deiksis tempat, deiksis

waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Hal tersebutakan dipaparkan sebagai

berikut.

1) Deiksis Persona, yakni menentukan suatu ujaran yang dipengaruhi oleh

peran peserta dalam peristiwa berbahasa. Peran peserta berbahasa terbagi menjadi

tiga. Pertama ialah orang pertama, yaitu kategori rujukan pembicara kepada

dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya saya, kita, dan kami.

Kedua ialah orang kedua,yaitu kategori rujukan pembicara kepada seorang

pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama, misalnya kamu, kalian,

saudara. Ketiga ialah orang ketiga, yaitu kategori rujukan kepada orang yang

bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak, misalnya

dia dan mereka.

2) Deiksis Tempat ialah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta

dalam peristiwa bahasa. Semua bahasa -termasuk bahasa Indonesiamembedakan

antara “yang dekat kepada pembicara” (di sini) dan “yang bukan dekat kepada

pembicara” (termasuk yang dekat kepada pendengar -di situ) (Nababan, 1984:

41).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

13

3) Deiksis Waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang

dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa. Deiksis waktu juga ditujukan pada

partisipan dalam wacana. Dalam banyak bahasa, deiksis (rujukan) waktu ini

diungkapkan dalam bentuk “kala” (Inggris: tense) (Nababan, 1984: 41).

4) Deiksis Wacana ialah rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana

yang telah diberikan atau sedang dikembangkan (Nababan, 1984: 42). Deiksis

wacana mencakup anafora dan katafora. Anafora ialah penunjukan kembali

kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan

pengulangan atau substitusi. Katafora ialah penunjukan ke sesuatu yang disebut

kemudian. Bentukbentuk yang dipakai untuk mengungkapkan deiksis wacana itu

adalah kata/frasa ini, itu, yang terdahulu, yang berikut, yang pertama disebut,

begitulah, dan sebagainya.

5) Deiksis Sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan

kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar. Perbedaan

itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan kata. Dalam beberapa bahasa, perbedaan

tingkat sosial antara pembicara dengan pendengar yang diwujudkan dalam seleksi

kata dan/atau sistem morfologi katakata tertentu (Nababan, 1984: 42).

Sebagai contoh simak tuturan berikut.

(1) Sebagai saksi dia akan diperiksa besok.

(2) (percakapan telepon antara A di Rawamangun dan B di Kebayoran)

A: Saya tidak jadi pergi karena di sini hujan lebat dan banjir.

B: Wah, di sini tidak ada hujan.

Kata besok pada kalimat (1) adalah deiksis karena kalau sekarang hari Senin

maka besok berarti hari Selasa, kalau sekarang hari Selasa maka besok berarti hari

Rabu, dan seterusnya. Untuk menghindari deiksis maka kata besok, lebih-lebih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

14

untuk bahasa tulis, sebaiknya jangan di gunakan. Lebih tepat jika disebutkan

nama hari dan tanggalnya.

Kata di sini pada kalimat (2) juga deiksis, sebab pada A di sini berarti di

Rawamangun dan pada B berarti di Kebayoran.

b. Implikatur

Yule (2006: 62) implikatur adalah contoh utama dari banyaknya informasi

yang disampaikan dari pada yang dikatakan. Rahardi (2003: 85) menjelaskan di

dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar

berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang

pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Juga, di antara penutur dan

mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan yang tidak tertulis, bahwa apa

yang sedang dipertuturkan itu sudah saling dimengerti dan dipahami. Grice (1975

dalam Rahardi 2003) dalam artikelnya yang berjudul “Logic and Conversation”

menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan

bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan semacam itu disebut

implikatur percakapan. Bertolak dari penjelasan di atas implikatur dijelaskan

sebagai bentuk keterkaitan informasi antara penutur dengan mitra tutur. Simak

tuturan berikut (3) sebagai contoh, antara A seorang ibu rumah tangga dengan B

seorang ibu rumah tangga lain.

(3) A: Bapak X tetangga kita yang baru itu mobilnya sering ganti-ganti ya.

B: Tentu saja karena dia bekerja di kantor pajak.

Bisakah dipahami keterkaitan antara “sering ganti-ganti mobil” dengan

“bekerja di kantor pajak”? Secara literal tidak bisa dipahami karena tidak

disebutkan dalam pertuturan itu, tetapi secara tersirat bisa dipahami karena

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

15

sekarang ini kita tahu bahwa ekonomi seorang pegawai kantor pajak lebih

makmur daripada tidak bekerja di kantor pajak. Oleh karena itu bisa berganti-

ganti mobil.

Menurut Yule (2006: 69–80) implikatur dibedakan menjadi lima macam

sebagai berikut.

1) Implikatur percakapan

Penutur yang menyampaikan makna lewat implikatur dan pendengarlah

yang mengenali makna-makna yang disampaikan lewat inferensi. Kesimpulan

yang sudah dipilih ialah kesimpulan yang mempertahankan asumsi kerja sama.

2) Implikatur percakapan umum

Jika pengetahuan khusus tidak dipersyaratkan untuk memperhitungkan

makna tambahan yang disampaikan, hal ini disebut implikatur percakapan umum.

3) Implikatur berskala

Informasi tertentu yang selau disampaikan dengan memilih sebuah kata

yang menyatakan suatu nilai dari suatu skala nilai. Ini secara khusus tampak jelas

dalam istilah-istilah untuk mengungkapkan kuantitas, seperti yang ditunjukkan

dalam skala (semua, sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit) dan (selalu, sering,

kadang-kadang), dimana istilah-istilah itu didaftar dari skala nilai tertinggi ke nilai

terendah. Dasar implikatur berskala adalah bahwa semua bentuk negatif dari skala

yang lebih tinggi dilibatkan apabila bentuk apapun dalam skala itu dinyatakan.

4) Implikatur percakapan khusus

Percakapan sering terjadi dalam konteks yang sangat khusus di mana kita

mengasumsikan informasi yang kita ketahui secara lokal. Inferensi-inferensi yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

16

sedemikian dipersyaratkan untuk menentukan maksud yang disampaikan

menghasilkan amplikatur percakapan khusus.

5) Implikatur konvensional

Kebalikan dari seluruh implikatur percakapan yang dibahas sejauh ini,

implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau maksim-

maksim. Implikatur konvensional tidak harus terjadi dalam percakapan, dan tidak

bergantung pada konteks khusus untuk menginterpretasikannya. Seperti halnya

presupposisi leksikal, implikatur konvensional diasosiasikan dengan kata-kata

khusus dan menghasilkan maksud tambahan yang disampaikan apabila kata-kata

tersebut digunakan. Kata yang memiliki implikatur konvensional adalah kata

‘bahkan’ dan ‘tetapi’.

c. Kesantunan

Kesantunan dalam suatu interaksi dapat didefinisikan sebagai alat yang

digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang wajah orang lain (Yule, 2006:

104). Lakoff (dalam Gunarwan 1994: 87) berpendapat bahwa ada tiga kaidah

yang perlu dipatuhi agar ujaran kita terdengar santun oleh pendengar yaitu

formalitas (formality), ketaktegasan (hesitancy) dan persamaan atau kesekawanan

(equality or camaraderie). Ketiga kaidah di atas bila dijabarkan, maka formalitas

berarti jangan memaksa atau angkuh, ketidaktegasan berarti buatlah sedemikian

rupa sehingga lawan tutur dapat menentukan pilihan, dan ketiga persamaan atau

kesekawanan berarti seolah-olah penutur dan lawan tutur menjadi sama. Contoh:

(4) Kami mohon bantuan Anda untuk turut membiayai anak-anak yatim itu.

(5) Mari kita sama-sama membantu membiayai anak-anak yatim itu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

17

Menurut Lakoff, sebuah tuturan dikatakan santun apabila ia tidak terdengar

memaksa, memberikan pilihan kepada lawan tutur, dan lawan tutur merasa

tenang. Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah kesantunan digunakan dalam

pertuturan agar pertuturan itu berjalan dengan baik.

d. Ketidaksantunan

Ketidaksantunan merupakan bentuk pertentangan dari kesantunan

berbahasa. Ketidaksantunan dalam berbahasa baru mulai muncul setelah

diterbitkannya buku yang dapat dianggap sebagai batu pijakan dalam studi

ketidaksantunan berbahasa yang berjudul Impoliteness in Language yang ditulis

oleh Bousfield et al. (Eds.) pada tahun 2008 (Rahardi, 2013: 59). Lebih lanjut,

Locher (2008 dalam Rahardi 2013: 59) juga dengan tegas mencatat bahwa studi

ketidaksantunan berbahasa baru dilakukan oleh Culpeper (1996, 1998), Bousfield

(2008), Terkourafi (2008), dan Locher and Whatts (2008). Rahardi (2013: 59)

menyatakan bahwa ketidaksantunan belum menjadi fenomena pragmatik karena

hampir semua buku pragmatik yang beredar di lapangan, entah yang terbitan asing

ataupun dalam negeri, ihwal ketidaksantunan berbahasa sama sekali tidak pernah

dimunculkan sebagai pokok bahasa. Maka wajar jika terdapat kenyataan

ketidakseimbangan atau ketimpangan studi yang besar sekali antara studi

kesantunan berbahasa dan studi ketidaksantunan berbahasa dalam wahana

pragmatik. Teori-terori yang mendasari ketidaksantunan berbahasa adalah sebagai

berikut.

Locher berpandangan bahwa ketidaksantunan dalam berbahasa dapat

dipahami sebagai berikut, ...behaviour that is face-anggravatting in a particular

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

18

context. Jadi, ketidaksantunan berbahasa merupakan perilaku berbahasa yang

melecehkan muka. Perilaku berbahasa yang demikian ini lebih dari sekadar

perilaku yang mengancam muka. Akibat yang ditimbulkan oleh perilaku yang

melecehkan muka juga sangat berbeda daripada perilaku yang mengancam muka.

Berikut tuturan yang mengandung ketidaksantunan yang diucapkan oleh umat

agama Islam.

(6) Umat 1: “Hari ini ceramahnya tentang dunia lain”

Umat 2: “Iya, pasti setan yang dimaksud mukanya sepertimu”

Adapun latar belakang situasinya adalah:

Tuturan tersebut diucapkan oleh seorang umat setelah selesai mengikuti

ceramah keagamaan atau pesantren. Berdasarkan contoh tersebut dapat kita lihat

umat 2 menunjukkan ketidaksantunan perilaku melecehkan muka.

Sejalan dengan Locher, pandangan Bousfield tentang ketidaksantunan

dalam praktiknya adalah: ‘The issuing of intentionally gratuitous and conflictive

face-threatening acts (FTAs) that are purposefully performed.’ Artinya,

ketidaksantunan berbahasa adalah kegiatan menyampaikan tindakan mengancam

muka yang dilakukan secara sembrono, dan kesembronoan itu dapat memicu

pertentangan atau konflik. Dalam pendangan Bousfield ketidaksantunan yang

mengancam muka dilakukan secara sengaja. Adapun contoh tuturan sebagai

berikut.

(7) X: “Kamu punya pacar nggak mbak?”

Y: “Ya tergantung

X: “Kalau ‘tergantung’ kenapa tidak diambil mbak? Kasian pacarnya

‘tergantung’.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

19

Percakapan terjadi di ruang seminar, USD, oleh karyawan perempuan

dengan mahasiswa. Konteksnya, penutur sedang menjelaskan public speaking,

penutur menanyakan kepada mitra tutur terkait pacar yang dimilikinya, dan mitra

tutur menjawab dengan jawaban yang membuat penutur aneh.

Dari pandangan ketidaksantunan yang dipaparkan oleh para ahli, dapat

disimpulkan bahwa ketidaksantunan merupakan perilaku yang merusak

komunikasi karena melecehkan muka lawan tutur.

e. Kefatisan

Salah satu nilai kebijaksanaan sebagai wujud dari kearifan lokal dalam

masyarakat Indonesia dengan berbagai latar belakang kulturnya adalah fenomena

basa-basi berbahasa. Dari studi yang dilakukan, basa-basi dalam berbahasa adalah

salah satu manifestasi kefatisan yang dalam referensi terdahulu disebut sebagai

komunikasi fatis (bdk. Rahardi, 2015a dalam Rahardi, dkk., 2016: 2). Untuk

maksud menjalin kerja sama dan menjamin kelangsungan berkomunikasi

antarmanusia sangat diperlukan kefatisan. Kefatisan juga dapat diklaim sebagai

fenomena kebahasaan universal. Dikatakan universal karena sebenarnya

fenomena ini muncul dalam setiap bahasa kendatipun dalam wujud, jenis, dan

gradasi berbeda-beda.

Penelitian dalam rangka Hibah Kompetensi dengan DRPM, Ditjen

Penguatan Risbang Kemenristek DIKTI yang dilakukan penulis dan dimulai pada

tatrun 2016 tentang kefatisan dalam bahasa Indonesia ini dapat pula dianggap

sebagai salah satu wilayah kajian ekolinguistik metaforis. Penelitian kefatisan

tersebut ancangan pragmatik, tetapi sebagaimana dinyatakan Einar Haugen dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

20

Rahardi (2016), ekolinguistik merupakan perkembangan natural (natural

development) dari bidang-bidang kajian linguistik interdisipliner mauprm

multidisipliner. Berikut adalah contoh cuplikan percakapan (Rahardi, dkk., 2016:

3).

(8) PT : Jadi tuh...

MT : Ntar dulu, passwordnya Indonesia Raya, Bos.

PT : Kalau misalkan gurunya memberi contoh kalimat A tapi

muridnya masih salah nanti diulang-ulang terus sampai muridnya bener.

Intinya begitu kalau metode audiolingual.

Konteks: Penutur merupakan seorang mahasiswi berumur 19 tahun; Mitra tutur

adalah seorang mahasiswi berumur 20 tahun; Saat tuturan terjadi mitra tutur

sedang mengetik password wifi di sebuah rumah makan.

Bentuk 'ntar dulu' yang tentu saja lengkapnya adalah 'sebentar dahulu'

pada cuplikan di atas dapat dianggap sebagai penanda kefatisan. Maksud tuturan

tersebut bukanlah murni bahwa mitra tutur diminta menunggu sebentar karena

dirinya sedang mengetikkan sandi dalam laptopnya, tetapi sekadar sebagai

ungkapan sopan-santun kepada mita tutur.

Kridalaksana (1986: 111) mengartikan fatis sebagai kategori yang bertugas

melalui, mempertahankan, atau mengkukuhkan pembicaraan antara pembicara

dan lawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan.

Ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar, maka kebanyakan

kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar yang banyak

mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Berikut adalah bentuk-

bentuk dari kata fatis (Kridalaksana, 1986: 113–116).

1) ah menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

21

2) ayo menekankan ajakan.

3) deh menekankan pemksaan dengan membujuk, pemberian persetujuan,

pemberian garansi, sekedar penekanan.

4) dong digunakan untuk menghaluskan perintah, menekankan kesalahan

kawan bicara.

5) ding menekankan pengakuan kesalahan pembicara.

6) halo digunakan untuk memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon,

serta menyalami kawan bicara yang dianggap akrab.

7) kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka kan

merupakan kependekan dari kata bukan atau bukanlah, dan tugasnya ialah

menekankan pembuktian. Apabila kan terletak di tengah kalimat maka kan

juga bersifat menekankan pembuktian atau bantahan.

8) kek mempunyai tugas menekankan pemerincian, menekankan perintah, dan

menggantikan kata saja.

9) kok menekankan alasan dan pengingkaran. Kok dapat juga bertugas sebagai

pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat.

10) -lah menekankan kalimat imperatif dan penguat sebutan dalam kalimat.

11) lho bila terletak di awal kalimat bersifat seperti interjeksi yang menyatakan

kekagetan. Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas

menekankan kepastian.

12) mari menekankan ajakan.

13) nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta supaya

kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

22

14) pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan bertugas

menonjolkan bagian tersebut.

15) selamat diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau mengalami

sesuatu yang baik.

16) sih memiliki tugas menggantikan tugas –tah dan –kah, sebagai makna

‘memang’ atau ‘sebenarnya’, dan menekankan alasan.

17) toh bertugas menguatkan maksud; adakalanya memiliki arti yang sama

dengan tetapi.

18) ya bertugas mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan kawan

bicara, bila dipakai pada awal ujaran dan meminta persetujuan atau

pendapat kawan bicara bila dipakai pada akhir ujaran.

19) yah digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi tidak pernah

pada akhir ujaran, untuk mengungkapkan keraguraguan atau ketidakpastian

terhadap apa yang diungkapkan oleh kawan bicara atau yang tersebut dalam

kalimat sebelumnya, bila dipakai pada awal ujaran; atau keragu-raguan atau

ketidakpastian atas isi konstituen ujaran yang mendahuluinya, bila di tengah

ujaran.

2.2.3 Kesantunan sebagai Fenomena Pragmatik

Bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun sedemikian rupa

oleh penutur/penulis agar apa yang disampaikan/tuliskan tidak menyinggung

perasaan pendengar atau pembaca. Ketika menggunakan bahasa dalam

bersosialisasi, penutur harus memperhatikan kaidah berbicara dengan baik dan

benar. Bahasa yang benar adalah bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

23

berlaku. Begitu juga ketika seseorang sedang menulis cerpen, mereka

menggunakan kaidah bahasa sesuai dengan peran tokoh yang sedang diperankan.

Namun, kedua hal tersebut tidaklah cukup. Masih ada satu kaidah lagi yang perlu

diperhatikan, yaitu kesantunan (Pranowo, 2009: 4−5). Berikut adalah teori-teori

kesantunan berbahasa menurut para ahli.

a. Teori kesantunan berbahasa Leech

Leech (1993: 126-127) menjelaskan bahwa dalam bertutur hendaknya

memperhatikan kesantunan karena kesantunan tidak bisa dianggap remeh. Untuk

itu, Leech mengemukakan prinsip kesantunan sebagai pengendali atau pengontrol

tuturan untuk mengurangi akibat yang kurang menyenangkan yang dapat

mengakibatkan konflik karena kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur.

Leech mengusulkan untuk melengkapi prinsip koperasi Grice dengan prinsip

kesantunan. Prinsip kesantunan lebih menekankan pada aspek sosial psikologis

antara penutur dan mitra tutur.

Untuk menjaga kesantunan tersebut Leech mengemukakan enam maksim

dalam prinsip kesantunan yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan hati,

maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim

simpati. Maksim ini berfungsi untuk menjaga kesantunan sebuah tuturan.

1) Maksim Kebijaksanaan

Rahardi (2005: 60) mengungkapkan gagasan dasar dalam maksim

kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan

hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya

sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

24

Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan

dapat dikatakan sebagai orang santun. Wijana (1996: 56) menambahkan bahwa

semakin panjang tutz uran seseorang semakin besar pula keinginan orang itu

untuk bersikap sopan kepada lawan bicaranya. Demikian pula tuturan yang

diutarakan secara tidak langsung lazimnya lebih sopan dibandingkan dengan

tuturan yang diutarakan secara langsung. Dalam maksim kebijaksanaan ini, Leech

(1993: 206) menggunakan istilah maksim kearifan. Silahkan bandingkan

pertuturan (9) yang mematuhi maksim kebijaksanaan dan pertuturan (10) yang

melanggarnya.

(9) A: “Mari saya bawakan tas bapak!”

B: “Jangan, tidak usah!”

(10) A: “Mari saya bawakan tas Bapak!”

B: “Ini, begitu dong jadi mahasiswa!”

2) Maksim Kedermawanan

Menurut Leech (1993: 209) maksud dari maksim kedermawanan ini adalah

buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin; buatlah kerugian diri sendiri

sebesar mungkin. Rahardi (2005: 61) mengatakan bahwa dengan maksim

kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan diharapkan

dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi

apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan

memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Chaer (2010: 60) menggunakan

istilah maksim penerimaan untuk maksim kedermawanan Leech. Sebagai contoh

lihat tuturan (11) yang dipandang kurang santun bila dibandingkan tuturan (12).

(11) “Pinjami saya uang seratus ribu rupiah!”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

25

(12) “Saya akan meminjami Anda uang seratus ribu rupiah.”

Tuturan (11) serasa kurang santun karena penutur berusaha memaksimalkan

keuntungan untuk dirinya sendiri, sedangkan tuturan (12) sebaliknya yang lebih

santun karena berusaha memaksimalkan kerugian diri sendiri.

3) Maksim Penghargaan

Wijana (1996: 57) menjelaskan maksim penghargaan ini diutarakan dengan

kalimat ekspresif dan kalimat asertif. Nadar (2009: 30) memberikan contoh

tuturan ekspresif yakni mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih,

memuji, dan mengungkapkan bela sungkawa. Dalam maksim ini menuntut setiap

peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain, dan

meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain. Rahardi (2005:63)

menambahkan, dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat

dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan

kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan

tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain.

Dalam maksim ini Chaer menggunakan istilah lain, yakni maksim kemurahan.

Simak pertuturan (13) dan (14) berikut.

(13) A: “Sepatumu bagus sekali!”

B: “Wah, ini sepatu bekas; belinya juga di pasar loak.”

(14) A: “Sepatumu bagus sekali!”

B: “Tentu dong, ini sepatu mahal; belinya juga di Singapura!”

Penutur A pada (13) dan (14) bersikap santun karena berusaha

memaksimalkan keuntungan pada B lawan tuturnya. Lalu, lawan tutur pada (13)

juga berupaya santun dengan meminimalkan penghargaan diri sendiri, tetapi B

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

26

pada (14) melanggar kesantunan dengan berusaha memaksimalkan keuntungan

diri sendiri.

4) Maksim Kesederhanaan

Rahardi (2005: 63) mengatakan bahwa di dalam maksim kesederhanaan

atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati

dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Dalam masyarakat

bahasa dan budaya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak

digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang. Wijana (1996: 58)

mengatakan maksim kerendahan hati ini diungkapkan dengan kalimat ekspresif

dan asertif. Bila maksim kemurahan atau penghargaan berpusat pada orang lain,

maksim kerendahan hati berpusat pada diri sendiri. Maksim ini menuntut setiap

peserta pertuturan untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan

meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Simak contoh (15) dan (16) berikut.

(15) A: “Mereka sangat baik kepada kita.”

B: “Ya, memang sangat baik bukan?”

(16) A: “Kamu sangat baik pada kami.”

B: “Ya, memang sangat baik, bukan?”

Pertuturan (15) mematuhi prinsip kesantunan karena penutur A memuji

kebaikan pihak lain dan respons yang diberikan lawan tutur B juga memuji orang

yang dibicarakan. Berbeda dengan pertuturan (16) yang di dalamnya ada bagian

yang melanggar kesantunan. Pada tuturan (16) itu, lawan tutur B tidak mematuhi

maksim kesederhanaan karena memaksimalkan rasa hormat pada diri sendiri.

5) Maksim Permufakatan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

27

Rahardi (2005: 64) dalam maksim ini, ditekankan agar para peserta tutur

dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur.

Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur

dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan

bersikap santun. Wijana (1996: 59) menggunakan istilah maksim kecocokan

dalam maksim permufakatan ini. Maksim kecocokan ini diungkapkan dengan

kalimat ekspresif dan asertif. Maksim kecocokan menggariskan setiap penutur dan

lawan tutur untuk memaksimalkan kecocokan di antara mereka, dan

meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka. Simak pertuturan (17) dan (18).

(17) A: “Kericuhan dalam Sidang Umum DPR itu sangat memalukan.”

B: “Ya, memang!”

(18) A: “Kericuhan dalam Sidang Umum DPR itu sangat memalukan.”

B: “Ah, tidak apa-apa. Itulah dinamikanya demokrasi.”

Tuturan B pada (17) lebih santun dibandingkan dengan tuturan B pada (18),

mengapa? Karena pada (18), B memaksimalkan ketidaksetujuan dengan

pernyataan A. Namun, bukan berarti orang harus senantiasa setuju dengan

pendapat atau pernyataan lawan tuturnya. Dalam hal ia tidak setuju dengan

pernyataan lawan tuturnya, dia dapat membuat pernyataan mengandung

ketidaksetujuan parsial (tidak terkesan sombong).

6) Maksim Kesimpatian

Leech (1993: 207) mengatakan di dalam maksim ini diharapkan agar para

peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan

pihak lainnya. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap

sebagai tindakan tidak santun. Orang yang bersikap antipati terhadap orang lain,

apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

28

yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat (Rahardi, 2005: 5). Menurut

Wijana (1996: 60), jika lawan tutur mendapatkan kesuksesan atau kebahagiaan,

penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutur mendapatkan

kesusahan, atau musibah, penutur layak turut berduka, atau mengutarakan ucapan

bela sungkawa sebagai tanda kesimpatian. Simak pertuturan (19) dan (20) yang

cukup santun karena si penutur mematuhi maksim kesimpatian, yakni

memaksimalkan rasa simpati kepada lawan tuturnya yang mendapatkan

kebahagiaan pada (19) dan kedukaan pada (20).

(19) A: “Bukuku yang kedua puluh sudah terbit.”

B: “Selamat ya, Anda memang orang hebat.”

(20) A: “Aku tidak terpilih jadi anggota legislatif; padahal uangku sudah

banyak keluar.”

B: “Oh, aku ikut prihatin, tetapi bisa dicoba lagi dalam pemilu

mendatang.”

b. Teori kesantunan berbahasa Fraser

Dalam Jurnal Hartini, dkk berjudul Kesantunan Berbahasa Dalam

Komentar Caption Instagram, Fraser membahas kesantunan bukan atas kaidah

melainkan atas dasar strategi, tetapi kesantunan itu tidak disebutkan oleh Fraser.

Fraser hanya membedakan kesantunan (politeness) dari penghormatan. Fraser

Menjelaskan (dalam Chaer, 2010: 47) kesantunan adalah “property associated

with neither exceeded any right nor failed to fullfill any obligation”. Dengan kata

lain kesantunan adalah properti yang diasosiasikan dengan tuturan dan didalam

hal ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya

atau tidak mengingkari memenuhi kewajibannya. Kesantunan adalah bagian dari

aktivitas yang berfungsi sebagai sarana simbolis untuk menyatakan penghargaan

secara reguler. Fraser (dalam Gunarwan: 1994) menjelaskan kesantunan yaitu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

29

menunjukkan rasa hormat kepada mitra tutur, misalnya di dalam masyarakat tutur

Jawa jika seseorang mengguakana bahasa Jawa Krama Inggil kepada lawan

bicaranya. Fraser menambahkan bahwa berprilaku hormat belum tentu berprilaku

santun karena kesantunan adalah masalah lain. Dari penjelasan Fraser mengenai

definisi kesantunan tersebut, disimpulkan yaitu pertama, kesantunan itu adalah

properti atau bagian dari ujaran; jadi bukan ujaran itu sendiri. Kedua, pendapat

pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu ada pada suatu ujaran.

Mungkin saja sebuah ujaran dimaksudkan sebagai ujaran yang santun oleh si

penutur, tetapi di telinga si pendengar ujaran itu ternyata tidak terdengar santun,

dan demikian pula sebaliknya. Ketiga, kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan

kewajiban penyerta interaksi.

Fraser (1990 dalam Rahardi 2003: 76) menunjukkan bahwa sedikitnya

terdapat empat macam pandangan yang dapat digunakan untuk mengkaji masalah

kesantunan secara pragmatik di dalam aktivitas bertutur yang sesungguhnya di

dalam sebuah masyarakat bahasa. Keempat pandangan kesantunan tersebut satu

demi satu dapat diuraikan sebagai berikut.

Pertama, pandangan kesantunan yang berkaitan dengan norma-norma sosial

(the social-norma view). Di dalam pandangan norma-norma sosial ini, kesantunan

di dalam bertutur akan banyak ditentukan berdasarkan norma-norma sosial dan

aturan kultural yang ada dan benar-benar berlaku di dalam masyarakat bahasa

tertentu. Apa yang dimaksud dengan santun di dalam aktivitas bertutur, menurut

pandangan norma-norma sosial ini, dapat disejajarkan dengan etiket di dalam

aktivitas berbahasa (language etiquette).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

30

Kedua, pandangan yang melihat kesantunan sebagai sebuah maksim

percakapan (conversational maxim), dan sebagai sebuah penyelamatan muka

(face-saving). Di samping itu, dalam pandangan maksim percakapan ini

kesantunan di dalam bertutur juga dapat dianggap sebagai kontrak percakapan

(conversational contract). Pandangan kesantunan sebagai maksim percakapan ini

menganggap prinsip kesantunan (politeness principle) hanyalah sebagai

pelengkap dari prinsip kerja sama Grice (cooprative principle) saja.

Ketiga, melihat kesantunan berbahasa sebagai tindakan untuk memenuhi

persyaratan agar terpenuhinya sebuah fakta kontrak percakapan. Keempat, sangat

erat kaitannya dengan penelitian sosiolinguistik.

c. Teori kesantunan berbahasa Lakoff

Lakoff (dalam Purwo, 1994: 87) kesantunan dikembangkan oleh masyarakat

guna mengurangi friksi (perbedaan pendapat/perpecahan) dalam interasi pribadi".

Menurutnya, ada tiga buah kaidah yang harus dipatuhi untuk menerapkan

kesantunan, yaitu formalitas (formality), ketidaktegasan (hesitancy), dan

kesamaan atau kesekawanan (equality atau cameraderie).

1. Formalitas berarti jangan terdengar memaksa atau angkuh (aloof);

2. Ketidaktegasan berarti berarti berbuatlah sedemikian rupa sehingga mitra tutur

dapat menentukan pilihan (option);

3. Persamaan atau kesekawanan berarti bertindaklah seolah-olah Anda dan mitra

tutur menjadi sama atau dengan kata lain buatlah mitra tutur merasa senang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

31

d. Teori kesantunan berbahasa Pranowo

Pranowo (2009: 14−15) menyatakan ada tiga alasan berbahasa secara santun

dalam interaksi penutur dan mitra tutur. Pertama, mitra tutur diharapkan dapat

memahami maksud yang disampaikan oleh penutur. Kedua, setelah mitra tutur

memahami maksud penutur, mitra tutur akan mencari aspek tuturan yang lain.

Ketiga, tuturan penutur kadang-kadang juga disimak oleh orang lain (orang

ketiga) yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan komunikasi antara

penutur dan mitra tutur. Lebih lanjut, Pranowo menjelaskan bahwa perilaku

seseorang akan baik, benar, dan santun sehingga kepribadiannya halus,

memperhatikan beberapa hal ketika berkomunikasi, seperti (a) penutur berbahasa

secara wajar dengan menggunakan akal sehat, (b) penutur selalu mengedepankan

pokok masalah yang diungkapkan, (c) penutur selalu berprasangka baik kepada

mitra tutur, (d) penutur jujur, bersikap terbuka dan tidak pernah menyakiti hati

mitra tutur dalam setiap tuturannya. Sebaliknya, penutur akan menjadi kasar dan

tidak santun sehingga memiliki kepribadian yang buruk., seperti (a) selalu

didorong rasa emosi ketika bertutur, (b) selalu ingin memojokkan mitra tutur

dalam setiap tuturannya, (c) selalu berprasangka buruk kepada mitra tutur, (d)

selalu bersikap protektif terhadap pendapatnya, dan sebagainya.

Terlepas dari tuturan santun atau tidak santun, keduanya adalah tindak

komunikasi, dan tindak komunikasi menggunakan bahasa sebagai sarananya.

Bahasa yang digunakan oleh seseorang merupakan cerminan dari dirinya sendiri.

Bahasa dapat menilai harkat dan martabat seseorang dimata orang lain.

Kemampuan berbahasa secara santun menunjukkan kepribadian yang santun pula.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

32

Inilah salah satu alasan memperhatikan kesantunan dalam berbahasa menjadi

suatu hal terpenting dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial. Ada

beberapa hal dapat dijadikan acuan dalam tuturan seseorang sehingga mampu

dikategorikan santun atau tidak santun.

a. Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal,

yaitu pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa.

1) Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian kata untuk

mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga

menimbulkan efek tertentu pada mitra tutur. Setiap kata, di samping

memiliki makna tertentu juga memiliki daya (kekuatan) tertentu. Jika

pilihan kata yang digunakan menimbulkan daya bahasa tertentu dan daya

bahasa yang timbul menjadikan mitra tutur tidak berkenan, penutur akan

dipersepsi sebagai orang yang tidak santun. Sebaliknya, jika pilihan kata

menimbulkan daya bahasa yang menjadikan mitra tutur berkenan, penutur

akan dipersepsi sebagai orang yang santun.

2) Gaya bahasa bukan sekadar mengefektifkan maksud pemakaian bahasa,

tetapi juga memperlihatkan keindahan tuturan dan kehalusan budi bahasa

penutur. Beberapa gaya bahasa untuk melihat santun tidaknya pemakaian

bahasa dalam bertutur yakni: majas hiperbola, majas perumpamaan, majas

metafora, dan majas eufemisme.

b. Untuk menanamkan perilaku berbahasa secara santun, dapat menggunakan

teori-teori yang bisa dijadikan acuan. Pertama, prinsip kerja sama dari Grice

(1983), yaitu prinsip kualitas, prinsip kuantitas, prinsip relevansi, dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

33

prinsip cara. Kedua, maksim dari Leech (1983), yaitu (a) maksim

kebijaksanaan, (b) maksim kedermawanan, (c) maksim pujian, (d) maksim

kerendahan hati, (e) maksim kesetujuan, (f) maksim simpati, dan (g)

maksim pertimbangan. Ketiga, Austin (1978), yaitu perhatikan (a) tindak

lokusi berupa ujaran yang dihasilkan oleh seorang penutur, (b) tindak

ilokusi berupa maksud yang terkandung dalam ujaran, dan (c) tindak

perlokusi berupa efek yang ditimbulkan oleh ujaran.

c. Penutur perlu memperhatikan strategi berkomunikasi. Strategi

berkomunikasi yan baik, antara lain (a) harus ada pokok masalah yang

dibicarakan, (b) harus memilih cara penyampaian dengan mengenali level

sosial mitra tutur, dan (c) mengapa pokok masalah tertentu harus

disampaikan.

d. Jika dirasa teori di atas belum mencukupi, penutur jangan segan membawa

nilai-nilai etnis tertentu yang dinilai positif. Misalnya, ketika berkomunikasi

harus mahir angon rasa, angon wayah, adu rasa, empan papan, tepa selira,

andhap asor, selalu hormat pada mitra tutur.

e. Gejala penutur dikatakan santun, yakni (a) bicara secara wajar dengan

menggunakan akal sehat, (b) mengedepankan pokok masalah yang

diungkapkan, (c) selalu berprasangka baik kepada mitra tutur, (d) penutur

bersikap terbuka dan menyampaikan kritik secara umum, (e) menggunakan

bentuk lugas, atau bentuk pembelaan diri secara lugas sambil menyindir,

dan (f) mampu membedakan situasi bercanda dengan situasi serius.

Sebaliknya, gejala penutur yang bertutur secara tidak santun, yakni (a)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

34

menyampaikan kritik secara langsung (menohok mitra tutur) dengan kata

atau frasa kasar, (b) di dorong rasa emosi ketika bertutur, (c) protektif

terhadap pendapatnya, (d) sengaja ingin memojokkan mitra tutur dalam

bertutur, (e) menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap mitra

tutur.

f. Faktor penentu kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi

pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Faktor penentu

kesantunan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu

1) Aspek kebahasaan, seperti intonasi, nada, pilihan kata, gerak gerik anggota

tubuh, kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tangan, kepalan tangan,

tangan berkacak pinggang, dan sebagainya,; panjang pendeknya struktur

kalimat, ungkapan, dan gaya bahasa.

2) Aspek non kebahasaan berupa pranata sosial budaya masyarakat dan pranata

adat.

g. Indikator adalah penanda yang dapat dijadikan penentu apakah pemakaian

bahasa Indonesia si penutur itu santun atau tidak. Indikator kesantunan yang

dimaksud terdiri atas: indikator kesantunan menurut Dell Hymes, indikator

kesantunan menurut Grice, indikator kesantunan menurut Leech, dan

indikator kesantunan menurut Pranowo.

e. Teori kesantunan berbahasa Rahardi

Rahardi (2005: 118), ciri kesantunan berbahasa meliputi wujud kesantunan

yang menyangkut ciri linguistik yang selanjutnya mewujudkan kesantunan

linguistik dan wujud kesantunan yang menyangkut ciri nonlinguistik yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

35

selanjutnya mewujudkan kesantunan pragmatik. Kesantunan linguistik mencakup

(1) panjang-pendek tuturan, (2) urutan tutur, (3) intonasi tuturan dan isyarat-

isyarat kinesik, dan (4)pemakaian ungkapan penanda kesantunan.

Rahardi (2005: 119) menjelakan panjang-pendek tuturan yang dimaksudkan

bahwa di dalam kegiatan bertutur, seseorang tidak diperbolehkan secara langsung

mengungkapkan maksud tuturannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa

semakin panjang tuturan yang digunakan, akan semakin santunlah tuturan itu.

Dikatakan demikian karena panjangpendeknya tuturan berhubungan sangat erat

dengan masalah kelangsungan dan ketidaklangsungan dalam bertutur.

Selain itu, Rahardi (2005: 121), urutan tuturan juga menjadi sebagai ciri

kesantunan linguistik tuturan. Urutan tutur pada sebuah tuturan sangat

berpengaruh besar terhadap tinggi-rendahnya peringkat kesantunan tuturan yang

digunakan pada saat bertutur. Sebagai ilustrasi, dapat disampaikan bahwa dalam

masyarakat tutur Jawa, seseorang akan mengetuk pintu dan mengatakan

kulonuwun atau permisi terlebih dahulu pada saat bertamu, baru kemudian orang

itu masuk rumah dan duduk di kursi setelah dipersilahkan oleh si tuan rumah.

Urutan yang demikian sangatmenentukan penilaian seseorang terhadap perilaku

kesantunan orang tersebut.

Berikutnya, Rahardi (2005: 122), intonasi dan isyarat-isyarat kinesik

menjadi salah satu ciri kesantunan linguistik tuturan. Intonasi memiliki peranan

besar dalam menentukan tinggi-rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan.

sebagai contoh, ketika kita berkata dengan orang tua dengan intonasi yang tinggi

untuk meminta uang, maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut tidak santun

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

36

dalam berbahasa. Di samping intonasi, kesantunan dipengaruhi juga oleh

isyarataisyarat kinesik yang dimunculkan lewat bagian-bagian tubuh penutur.

Rahardi (2005: 123), sistem paralinguistik yang bersifat kinesik itu dapat

disebutkan di antaranya sebagai berikut: (1) ekspresi wajah, (2) sikap tubuh, (3)

gerakan jari-jemari, (4) gerakan tangan, (5) ayunan lengan, (6) gerakan pundak,

(7) giyangan pinggul, dan (8) gelengan kepala.

Selanjutnya, Rahardi (2005: 125), ungkapan-ungkapan penanda kesantunan

menjadi sebagai ciri-ciri kesantunan. Kesantunan berbahasa dalam pemakaian

tuturan imperatif misalnya, ditentukan oleh muncul atau tidak munculnya

ungkapan-ungkapan penanda kesantunan seperti; tolong, mohon, silakan, mari,

ayo, biar, coba, harap, hendaknya, sudi kiranya dan sudi apalah kiranya. Penanda

– penanda kesantunan ini menentukan tinggi-rendahnya peringkat kesantunan

berbahasa seseorang ketika berkomunikasi.

Berdasarkan penjelasan para ahli di atas tentang kesantunan sebagai

fenomena pragmatik, maka simpulannya adalah. (1) Leech mengemukakan bahwa

kesantunan digunakan sebagai pengendali atau pengontrol dalam berkomunikasi,

dan lebih menekankan pada aspek sosial psikologis antara penutur dan mitra tutur.

Leech menggunakan enam maksim dalam prinsip kesantunan dalam menjaga

kesantunan itu. (2) Fraser membahas kesantunan bukan atas kaidah melainkan

atas dasar strategi, tetapi kesantunan itu tidak disebutkan oleh Fraser. Fraser

hanya membedakan kesantunan (politeness) dari penghormatan. Fraser

menjelaskan kesantunan yaitu menunjukkan rasa hormat kepada mitra tutur dan

sedikitnya terdapat empat macam pandangan yang dapat digunakan untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

37

mengkaji masalah kesantunan secara pragmatik di dalam aktivitas bertutur yang

sesungguhnya di dalam sebuah masyarakat bahasa. (3) Lakoff menyebutkan ada

tiga buah kaidah yang harus dipatuhi untuk menerapkan kesantunan, yaitu

formalitas (formality), ketidaktegasan (hesitancy), dan kesamaan atau

kesekawanan (equality atau cameraderie). (4) Pranowo tidak memberikan teori

mengenai kesantunan berbahasa, melainkan memberi pedoman bagaimana

berbicara secara santun. Terakhir, (5) Rahardi memberikan ciri kesantunan

berbahasa meliputi wujud kesantunan yang menyangkut ciri linguistik yang

selanjutnya mewujudkan kesantunan linguistik dan wujud kesantunan yang

menyangkut ciri nonlinguistik yang selanjutnya mewujudkan kesantunan

pragmatik.

Bertolak dari penjelasan di atas, peneliti memilih teori kesantunan leech

yang digunakan untuk landasan analisis data penelitian. Alasan dipilihnya teori

kesantunan leech karena rumusan prinsip kesantunan leech lah yang sampai saat

ini dianggap paling lengkap dan paling komprehensif. Prinsip kesantunan itulah

yang tertuang dalam enam maksim. Tak hanya itu, peneliti juga menggunakan

penanda kesantunan Rahardi sebagai penjelas dalam menentukan tuturan

kesantunan.

2.2.4 Faktor Penentu Kesantunan

Faktor penentu kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi

pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun (Pranowo, 2009: 76). Faktor

penentu kesantunan dari aspek kebahasaan dapat diidentifikasi sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

38

Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan, antara lain aspek

intonasi (keras lembutnya intonasi ketika seseorang berbicara), aspek nada bicara

(berkaitan dengan suasana emosi penutur; nada resmi, nada bercanda atau

bergurau, nada mengejek, nada menyindir), faktor pilihan kata, dan faktor struktur

kalimat.

Aspek intonasi dalam bahasa lisan sangat menentukkan santun tidaknya

pemakaian bahasa. Ketika penutur menyampaikan maksud kepada mitra tutur

dengan menggunakan intonasi keras, padahal mitra tutur berada pada jarak yang

sangat dekat dengan penutur, sementara mitra tutur tidak tuli, penutur akan dinilai

tidak santun. Sebaliknya, jika penutur menyampaikan maksud dengan intonasi

lembut, penutur akan dinilai sebagai orang yang santun. Namun, intonasi kadang-

kadang dipengaruhi oleh latar belakang budaya masyarakat. Lembutnya intonasi

orang Jawa berbeda dengan orang Batak.

Aspek nada dalam bertutur lisan memengaruhi kesantunan berbahasa

seseorang. Nada adalah naik turunnya ujaran yang menggambarkan suasana hati

penutur ketika sedang bertutur. Jika suasana hati sedang senang, nada bicara

penutur menaik dengan ceria sehingga terasa menyenangkan. Jika suasana hati

sedang sedih, nada bicara penutur menurun dengan datar sehingga terasa

menyedihkan. Jika suasana hati sedang marah, emosi, nada bicara penutur menaik

dengan keras, kasar sehingga terasa menakutkan. Nada bicara tidak dapat

disembunyikan dari tuturan. Dengan kata lain, nada bicara penutur selalu

berkaitan dengan suasana hati penuturnya. Namun, bagi penutur yang ingin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

39

bertutur secara santun, hendaknya dapat mengendalikan diri agar suasana hati

yang negatif tidak terbawa dalam bertutur kepada mitra tutur.

Pilihan kata merupakan salah satu penentu kesantunan dalam bahasa lisan

maupun dalam bahasa tulis. Ketika seorang sedang bertutur, kata-kata yang

digunakan dipiih sesuai dengan topik yang dibicarakan, konteks pembicaraan,

suasana mitra tutur, dan pesan yang disampaikan.

Dalam bahasa lisan, kesantunan juga dipengaruhi oleh faktor bahasa

nonverbal, seperti gerak gerak gerik anggota tubuh, kerlingan mata, gelengan

kepala, acungan tangan, kepalan tangan, tangan berkacak pinggang, dan

sebagainya.

Faktor penentu kesantunan yang dapat diidentifikasi dari bahasa verbal tulis,

seperti pilihan kata yang berkaitan dengan nilai rasa, panjang pendeknya struktur

kalimat, ungkapan, dan gaya bahasa. Seorang penutur ketika berkomunikasi

menggunakan kata-kata berkadar santun dengan harapan mitra tutur juga memberi

respon berkadar santun juga. Penutur menggunakan bahasa yang sangat santun

karena penutur menghormati mitra tutur. Sebaliknya, mitra tutur juga diharapkan

dapat memberi respon yang santun kepada mitra tutur. Ungkapan mitra tutur

sebagai respon dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan

menggunakan kata-kata halus, kata-kata pujian, kata-kata yang dapat

memperlihatkan bahwa apa yang diberikan oleh penutur benar-benar yang

dikehendaki mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

40

2.2.5 Konteks

Ahli bahasa yang berbeda berusaha untuk mendefinisikan konteks dari sudut

pandang yang berbeda untuk menjawab pertanyaan yang dihadapi di bidang

mereka sendiri, dan untuk mendukung gagasan dan teori mereka sendiri.

Dalam jurnal Licho Song berjudul The Role of Context in Discourse

Analysis menyebutkan pengertian konteks menurut beberapa ahli. HG

Widdowson, ketika memfokuskan studinya tentang makna bahasa, menganggap

"konteks" sebagai "aspek-aspek dari keadaan penggunaan bahasa aktual yang

dianggap relevan dengan makna." Dia lebih jauh menunjukkan, "dengan kata lain,

konteks adalah konstruksi skematik yang artinya pencapaian makna pragmatis

adalah masalah pencocokan elemen linguistik kode dengan elemen skematis dari

konteksnya. "(H.G. Widdowson, 2000, p.126).

Saat mempelajari referensi dan kesimpulan, George Yule juga

mempertimbangkan "konteks". Dia memberi kita definisi yang agak umum,

"Konteks adalah lingkungan fisik di mana sebuah kata digunakan." (Yule, 2000:

128).

Meskipun mereka dilihat dari sudut pandang yang berbeda untuk tujuan

yang berbeda, definisi ini memiliki satu kesamaan yang penting: satu titik utama

dari konteksnya adalah lingkungan (keadaan atau faktor oleh beberapa ilmuwan

lainnya) di mana wacana terjadi. Pendapat tentang bagaimana mengklasifikasikan

konteks bervariasi dari satu ke yang lain. Beberapa ahli bahasa membagi konteks

menjadi dua kelompok, sementara beberapa orang bersikeras mendiskusikan

konteks dari tiga, empat, atau bahkan enam dimensi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

41

Menurut keadaan yang berbeda yang disebutkan dalam definisi di atas, Song

dalam artikel miliknya dengan judul The Role of Context in Discourse Analysis

ingin membagi konteks ke dalam konteks linguistik, konteks situasional dan

konteks budaya.

Pakar lain, Wijana (1996) mendefinisikan pragmatik sebagai studi

kebahasaan yang terikat konteks. Artinya, pragmatik sebagai studi bahasa

mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang ditentukan oleh konteks

yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Konteks tersebut meliputi

konteks yang bersifat sosial dan sosietal. Kedua pakar di atas mengklasifikasikan

konteks berbeda-beda. Bertolak klasifikasi di atas, peneliti akan memaparkan

konteks yang berhubungan dengan pragmatik, meliputi konteks sosial, konteks

sosietal, konteks budaya, dan konteks situasi.

a. Konteks Sosial

Wijana (1996) menyatakan konteks sosial merupakan konteks yang timbul

sebagai akibat dari munculnya interaksi antaranggota masyarakat dalam suatu

masyarakat tutur atau sosial dan budaya tertentu. Dasar dari konteks sosial adalah

adanya solidaritas (solidarity).

b. Konteks Sosietal

Wijana (1996) menyatakan konteks sosietal dibangun oleh kedudukan

anggota masyarakat dalam institusi-institusi sosial yang ada di dalam masyarakat

dan budaya tertentu. Dasar munculnya konteks sosietal adalah adanya kekuasaan

(power).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

42

c. Konteks Budaya

Konteks budaya mengacu pada budaya, adat istiadat dan latar belakang

zaman dalam komunitas bahasa tempat para pembicara berpartisipasi. Bahasa

adalah fenomena sosial, dan sangat terkait erat dengan struktur sosial dan sistem

nilai masyarakat. Oleh karena itu, bahasa tidak dapat menghindari dipengaruhi

oleh semua faktor seperti peran sosial, status sosial, jenis kelamin dan usia, dll.

Peran sosial adalah fungsi khusus budaya, dilembagakan dalam masyarakat

dan diakui oleh anggotanya. Dengan status sosial, berarti kedudukan sosial relatif

peserta. Setiap peserta dalam acara bahasa harus tahu, atau membuat asumsi

tentang statusnya dalam hubungan dengan yang lain, dan dalam banyak situasi,

status juga akan menjadi faktor penting dalam penentuan siapa yang harus

memulai percakapan. Seks dan usia sering menjadi penentu atau berinteraksi

dengan status sosial. Istilah alamat yang dipekerjakan oleh seseorang dari satu

jenis kelamin yang berbicara kepada orang yang lebih tua, mungkin berbeda dari

orang-orang yang dipekerjakan dalam situasi yang sama oleh orang-orang dari

jenis kelamin yang sama atau seumuran.

d. Konteks Situasi

Leech (1993, dalam Rahardi, 2003: 18) memaparkan konteks situasi tuturan

adalah aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan (background

knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh penutur maupun

oleh mitra tutur, serta aspek-aspek non-kebahasaan lainnya yang menyertai,

mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah pertuturan tertentu. Latar

belakang pengetahuan yang dimaksudkan adalah segala aspek yang melingkupi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

43

baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi maupun politik yang dimiliki oleh

partisipan (pembicara dan pendengar) dalam bertutur demi tercapainya makna

dalam pertuturan. Sejalan dengan hal itu, Tarigan (1989: 35) menyatakan bahwa

konteks situasi adalah latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan

disetujui bersama oleh pembicara atau penulis dan penyimak atau pembaca, serta

yang menunjang intepretasi penyimak atau pembaca terhadap sesuatu yang

dimaksud pembicara atau penulis dengan suatu ucapan tertentu.

Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan satu konteks

sebagai acuan dalam mengidentifikasi tuturan dalam penelitian, yakni konteks

situasi.

2.2.6 Situasi Informal

Komunikasi informal menurut Mulyana (2005) dalam artikel Adhi Iman

Sulaiman berjudul Model Komunikasi Formal Dan Informal Dalam Proses

Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat merupakan komunikasi yang tidak

tergantung pada struktur organisasi. Artinya dalam situasi informal komunikasi

dilakukan dengan cara santai tidak terikat organisasi.

Dalam artikel jurnal Furqon yang berjudul “Hakikat Komunikasi

Organisasi” dijelaskan tentang komunikasi secara informal. Menurut Pace &

Faules (2001: 199) bila anggota organisasi berkomunikasi dengan yang lainnya

tanpa memperhatikan posisi mereka dalam organisasi, pengarahan arus informasi

bersifat pribadi, disebut jaringan komunikasi informal. Pengertian tersebut

mengisyaratkan ada dua faktor dalam jaringan komunikasi informal, yaitu sifat

hubungan atau format interaksi dan arah aliran informasi. Untuk sifat hubungan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

44

adalah hubungan pribadi yang termasuk hubungan antar persona, dan arah aliran

informasi bersifat pribadi yang muncul dari interaksi di antara orang-orang dan

mengalir ke seluruh organisasi tanpa dapat diperkirakan, dikenal dengan desas-

desus (grapevine) atau kabar angin. Jelasnya adalah komunikasi yang dilakukan

secara informal hanya melibatkan hubungan pribadi atau orang per orang.

Penelitian yang dilakukan peneliti berkaitan dengan situasi informal, maka

dalam pengambilan data peneliti mengacu pada penjelasan tentang situasi

informal yakni situasi yang tidak terikat dengan organisasi. Situasi informal yang

dimaksud adalah situasi santai di kantin, di perpustakaan, ruang guru, ruang UKS,

lobi sekolah, dan lingkungan sekolah lainnya.

2.2.7 Wujud Tuturan

Wujud tuturan yaitu bentuk tuturan yang digunakan penutur untuk

menyampaikan pesan kepada lawan tutur. Putrayasa (2009: 19) wujud tuturan

berdasarkan modus (isi atau amanat) yang ingin disampaikan dibedakan menjadi

tiga, yaitu kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.

a. Kalimat Berita (Kalimat Deklaratif)

Kalimat berita dikenal dengan kalimat deklaratif. Kalimat berita yaitu

kalimat yang isinya menyatakan berita atau pernyataan untuk diketahui oleh orang

lain (pendengar atau pembaca). Kalimat berita berfungsi memberitahukan sesuatu

kepada orang lain. Kridalaksana (2008: 104) menyatakan bahwa kalimat berita

yaitu kalimat yang mengandung makna menyatakan atau memberitahukan

sesuatu, dalam ragam tulis biasanya diberi tanda titik (.) atau tidak diberi tanda

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

45

apa-apa pada bagian akhirnya. Bentuk kalimat berita dapat dilihat pada contoh

berikut.

(21) A: Rabu esuk Bapak karo Ibu arep tindak Bandung.

B: ‘Rabu pagi Bapak dan Ibu akan pergi ke Bandung.’

b. Kalimat Tanya (Kalimat Interogatif)

Kalimat tanya dikenal dengan kalimat interogatif. Kalimat tanya yaitu

kalimat yang isinya mengharapkan reaksi atau jawaban dari pendengar atau

pembaca. Kridalaksana (2008: 104) menambahkan bahwa kalimat tanya dalam

ragam tulis biasanya ditandai oleh tanda tanya (?). Kalimat tanya berfungsi untuk

menanyakan sesuatu dan biasanya diikuti oleh kata tanya apa, bagaimana, kapan,

di mana, siapa, mengapa, berapa, dan sebagainya sesuai dengan tujuan atau

sesuatu yang ingin ditanyakan (Rohmadi, 2004: 43 dalam Putrayasa, 2009).

Sitindaon, 1984: 123 (dalam Putrayasa, 2009) menyatakan bahwa

berdasarkan isinya, kalimat tanya dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) kalimat tanya

biasa, (b) kalimat tanya retoris, dan (c) kalimat tanya menguji. Kalimat tanya

biasa yaitu kalimat pertanyaan yang si penanya benar-benar menghendaki

jawaban atas apa yang ditanyakan. Kalimat tanya retoris yaitu kalimat pertanyaan

yang sebenarnya tidak menginginkan jawaban, sebab jawabannya sudah tersimpul

pada kalimat tanya tersebut atau jawabannya sudah diketahui oleh pendengar.

Biasannya dipakai dalam percakapan atau pidato untuk mempengaruhi pikiran

dan pendapat pendengar. Kalimat tanya menguji yaitu kalimat tanya yang

digunakan untuk menguji orang yang diberikan pertanyaan, seperti guru bertanya

terhadap murid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

46

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat tanya

merupakan kalimat yang digunakan oleh penutur untuk menanyakan sesuatu

dengan harapan bahwa lawan tutur tersebut akan memberikan reaksi atau jawaban

kepada penutur. Berdasarkan isinya kalimat tanya dibedakan menjadi kalimat

tanya biasa, kalimat tanya retoris, dan kalimat tanya menguji. Bentuk kalimat

tanya dapat dilihat pada contoh berikut.

(22) A: Pak guru basa Jawa sing anyar kuwi asmane sapa?

B: ‘Pak guru bahasa Jawa yang baru itu namanya siapa?’

c. Kalimat Perintah (Kalimat Imperatif)

Kalimat perintah atau kalimat suruh juga dikenal dengan kalimat imperatif.

Kridalaksana (2008: 104 dalam Putrayasa, 2009) menyatakan bahwa kalimat

perintah yaitu kalimat yang mengandung intonasi imperatif dan pada umumnya

mengandung makna perintah atau larangan, dalam ragam tulis ditandai oleh tanda

titik (.) atau tanda seru (!). Kalimat perintah berfungsi untuk menyuruh atau

memerintah, meminta, mengajak, dan melarang agar lawan tutur melakukan

sesuatu seperti yang diinginkan oleh penutur. Bentuk kalimat perintah dapat

dilihat pada contoh berikut.

(23) A: Aja rame-rame Simbah lagi sare.

B: ‘Jangan ramai-ramai Simbah sedang tidur’.

2.2.8 Makna dan Maksud

Setiap tuturan yang diutarakan oleh penutur pasti mengandung makna dan

maksud. Makna dan maksud dalam tiap-tiap tuturan itu berbeda-beda. Dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

47

memahami makna dan maksud disetiap tuturan, ada baiknya jika memahami

definisi makna dan maksud. Berikut akan dipaparkan terkait makna dan maksud.

a. Makna

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu

melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah

beragam. Mansoer Pateda (2001: 79) mengemukakan bahwa istilah makna

merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu

menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Pateda,

2001: 82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan

pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure (dalam Chaer, 1994: 286)

mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki

atau terdapat pada suatu tanda linguistik. Jadi makna bersifat linear atau semantis

yang berkaitan langsung dengan kata, frasa, klausa, atau kalimat itu sendiri.

b. Maksud

Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang maksud

penutur. Maksud sama halnya dengan makna pragmatis. Pragmatik melibatkan

penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus

dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada

dengan hal itu, Wijana dan Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada

hakikatnya setiap tuturan yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya

mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang

penutur tidak selamanya diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada

kalanya diutarakan secara tidak langsung atau tersirat. Putrayasa (2014: 24)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

48

menjelaskan bahwa untuk memahami maksud pemakaian bahasa seseorang

dituntut harus memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian bahasa

tersebut. Wijana dan Rohmadi (2011: 10) menjelaskan bahwa maksud adalah

elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara. Maksud bersifat subyektif.

Sejalan dengan hal itu, Chaer (2009: 35) menjelaskan maksud dapat dilihat

dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Di sini orang

yang berbicara itu mengujarkan seuatu ujaran entah berupa kalimat maupun frase,

tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu sendiri.

Contohnya ada beberapa mahasiswa sedang mengerjakan tugas bersama di dalam

rumah saat itu hari mulai petang, kemudian ada seorang mahasiswa yang berkata

“Wah kita mengerjakan tugas ditemani cahaya rembulan”. Maksud dari tuturan

mahasiswa tersebut adalah memerintahkan salah satu temannya untuk

menghidupkan lampu.

Tuturan di atas menjelaskan bahwa maksud banyak digunakan dalam

bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk bentuk gaya

bahasa lain. Selama masih menyangkut isi bahasa maka maksud itu masih dapat

disebut sebagai persoalan bahasa. Hal tersebut jika dirasa sudah terlalu jauh dan

tidak berkaitan lagi dengan bahasa maka sudah tidak dapat lagi disebut sebagai

persoalan bahasa. Mungkin termasuk persoalan bidang studi lain, entah filsafat,

antropologi, atau psikologi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

49

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai jenis penelitian, sumber data

dan data, metode dan teknik pengumpulan data, jenis data, instrumen penelitian,

teknik analisis data, dan triangulasi data.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian “kesantunan berbahasa antarguru dalam situasi informal di SMA

Negeri 11 Yogyakarta” ini termasuk jenis penelitian deskripstif kualitatif.

Penelitian deskriptif menurut Azwar (2012: 6) adalah menganalisis dan

menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami

dan disimpulkan. Sejalan dengan itu, Bogdan dan Biklen 2008: 4-5 (dalam Emzir

2014: 3) menjelaskan penelitian kualitatif adalah deskriptif. Data yang

dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar daripada angka-

angka. Mencoba menganalisis data dengan segala kekayaannya sedapat dan

sedekat mungkin dengan bentuk rekaman dan transkripnya.

Kekhasan penelitian yang dilakukan peneliti adalah melihat bahwa di dunia

pendidikan khususnya pendidik itu sendiri masih belum memperhatikan

kesantunan dalam tuturannya. Artinya dalam setiap percakapan guru dengan guru

kurang diperhatikan kesan santun dalam tuturan yang diujarkan. Masing-masing

guru hanya memperhatikan faktor kedekatan dengan guru lain yang bersangkutan.

Misalnya saja ketika jam istirahat, seorang guru menyuruh untuk mengambilkan

makanan oleh guru lain dengan santainya tanpa adanya rasa sungkan karena

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

50

menganggap sudah dekat, padahl guru yang meminta tolong lebih muda. Melalui

contoh kasus tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian kesantunan berbahasa

antarguru dalam situasi informal.

3.2 Sumber Data dan Data

Sumber data dalam penelitian ini ada dua. Pertama, sumber data lokasional

yakni guru-guru di SMA Negeri 11 Yogyakarta dan kedua, sumber data substantif

yakni adalah tuturan atau percakapan yang terjadi antarguru dalam situasi

informal. Data penelitian berupa cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA

Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

kesantunan. Objek penelitiannya adalah kalimat yang dituturkan oleh guru-guru.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang diperlukan digunakan

metode dan teknik pengumpulan data. Noor (2011: 138), teknik pengumpulan

data adalah cara yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang

dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Metode yang dapat

digunakan dalam upaya menemukan kaidah dalam tahap analisis data ada dua,

yakni metode padan dan metode agih. Metode padan, alat penentunya di luar,

terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Metode agih

itu alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri.

Sebagaimana dijelaskan definisi metode dan teknik, dalam hal ini metode

penyediaan data dikenal pada prinsipnya ada dua yakni “metode simak” dan

“metode cakap”; dan tekniknya pun sebagai penjabaran dibedakan berdasarkan

tahap pemakaiannya, yaitu “teknik dasar” dan “teknik lanjutan” (Sudaryanto,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

51

2015: 202-201). Peneliti menggunakan metode simak sebagai proses

pengumpulan data. Peneliti menyimak tuturan-tuturan antarguru. Hal ini

dilakukan agar peneliti memahami maksud tuturan guru tersebut. Metode simak

mempunyai teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut

sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan

diwujudkan dengan penyadapan (Mahsun, 2007: 92). Peneliti menyadap

penggunaan bahasa antarguru dalam sebuah percakapan.

Dalam praktiknya, peneliti menggunakan teknik simak bebas libat cakap

(SBLC) dan rekaman. Berikut pemaparan terkait teknik lanjutan berdasarkan

tahap penggunaan menurut Sudaryanto (2015: 203-205).

a. Teknik Simak Bebas Libat Cakap (SLBC)

Dalam teknik ini peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan

bahasa oleh para informannya. Dia tidak terlibat dalam peristiwa pertuturan yang

bahasanya sedang di teliti. Si peneliti tidak terlibat dalam dialog, konversasi atau

imbal-wicara. Jadi, tidak ikut serta dalam proses pembicara orang-orang yang

saling berbicara.

b. Rekaman

Teknik Rekaman dalam penelitian ini dilakukan menggunakan voice

recorder yang aplikasinya terdapat pada telepon genggam. Namun, teknik

rekaman ini juga dapat dilakukan menggunakan kamera atau handycam.

Perpaduan penggunaan media rekam diharapkan mampu menghasilkan data yang

lebih jelas, baik dari verbal maupun non-verbal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

52

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian adalah alat ukur, yaitu dengan instrumen

penelitian ini, dapat dikumpulkan data sebagai alat untuk menyatakan besaran

atau presentase serta lebih kurangnya dalam bentuk kualitatif atau kuantitatif

Mardalis (2008: 60). Adapun instrumen yang akan digunakan peneliti dalam

melakukan penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan berbekal pengetahuan

pragmatik dan kesantunan berbahasa. Peneliti sebagai penutur bahasa Indonesia

dan ahli dalam bidang pragmatik dan kesantunan berbahasa memiliki bekal

intelektual maupun intuitif yang cukup memadai untuk mendapatkan data

penelitian yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Sebagai bekal pengumpulan data,

peneliti melengkapi diri dengan format pengumpulan data sebagai berikut:

1. Data tuturan kesantunan berbahasa dalam situasi di luar pembelajaran

meliputi di kantin, di perpustakaan, ruang guru, ruang UKS, lobi sekolah,

dan lingkungan sekolah lainnya.

Data tuturan:

…………………………………………………………………

Konteks tuturan:

…………………………………………………………………

Analisis:

…………………………………………………………………

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis

transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

53

untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan agar dapat

dipresentasikan semuanya kepada orang lain (Bogdan & Biklen, 1982).

Sebagaimana penjelasan di atas, penelitian ini menggunakan metode padan.

Metode padan ini dibedakan dalam dua jenis, namun yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode pragmatis. Metode pragmatis adalah metode yang

alat penentunya adalah mitra wicara (bicara). Apabila orang yang sampai kepada

penentuan bahwa kalimat perintah atau kalimat imperatif ialah kalimat yang bila

diucapkan menimbulkan reaksi tindakan tertentu dari mitra wicaranya maka orang

yang bersangkutanberada dalam jalur kerja metode padan sub jenis kelima, yaitu

dengan alat penentu mitra wicara atau mitra tutur (Sudaryanto, 2015: 15).

Setelah mengetahui metode analisis, selanjutnya akan dipaparkan teknik

analisis yang digunakan oleh peneliti. Berikut merupakan langkah-langkah

analisis data menurut Furchan 1982: 475 (dalam Tugas Akhir Elu 2018).

a. Identifikasi

Keberhasilan seorang peneliti adalah ketika ia mampu mengidentifikasi

berdasarkan data yang ada dan teori yang relevan yang telah ia kemukakan.

Misalnya saja saat peneliti menemukan kata dalam data yang sekiranya sesuai

dengan teori yang relevan sehingga ia mendapatkan ciri penanda yang terdapat

dalam kata tersebut maka identifikasi itu juga baik untuk diterapkan. Identifikasi

akan dilihat dari hasil analisis kebutuhan,hasil tes objektif, dan hasil kuisioner

yang lainnya untuk melihat frekuensi membaca pemahaman dan menarasikan

hasil wawancara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

54

b. Klasifikasi

Klasifikasi dilakukan terhadap semua hasil instrumen berdasarkan kriteria

tertentu. Dalam klasifikasi ini maka hasil data yang diperoleh akan disusun secara

bersistem dalam kelompok atau kaidah yang telah ditetapkan. Dengan adanya

klasifikasi ini, pengolahan dan analisis data menjadi lebih mudah dilakukan.

Klasifikasi juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan hasil data yang diperoleh

saat penelitian berlangsung. Mendeskripsikan data berarti memberikan gambaran

berdasarkan data yang digunakan untuk memperoleh bentuk nyata dari responden.

Hal ini dilakukan agar penelitian ini lebih mudah dipahami oleh peneliti itu

sendiri atau pun orang lain yang telah tertarik dengan penelitian ini.

Penggambaran data harus disesuaikan dengan sumber dan data yang diperoleh.

Deskripsi data dalam penelitian ini akan digambarkan dengan cara

mengelompokkan data yang ada dan mengkajinya berdasarkan teori yang relevan

serta sejauh mana tingkat kesantunan itu terdapat atau tidak terdapat dalam data

yang telah ditemukan dari subjek penelitian.

c. Interpretasi/Pemaknaan

Dalam hal ini, peneliti harus memaknai data yang ia peroleh sebelumnya

yang bersumber dari catatan lapangan, dokumen ataupun yang lainnya.

Pemaknaan data ini digunakan untuk menganalisis data yang telah ditemukan.

Tindak lanjut yang akan dilakukan setelah menafsirkan data adalah pengecekkan

keabsahan data. Dalam membuktikan keabsahan data, peneliti akan

memanfaatkan berbagai data yang telah diperoleh dari lapangan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

55

3.6 Triangulasi Data

Moleong (2006: 330) mengatakan bahwa triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Triangulasi

data dilakukan untuk me-recheck temuan dengan jalan membandingkannya

dengan berbagai sumber, metode, atau teori. Triangulasi yang digunakan pada

penelitian ini adalah triangulasi penyidik. Triangulasi penyidik adalah triangulasi

yang dilakukan dengan cara memanfaatkan peneliti lainnya untuk keperluan

pengecekan kembali derajat kepercayaan data (Moleong, 2006: 331).

Peneliti meminta bantuan ahli untuk mengecek keabsahan data dan hasil

analisis data. Peneliti memilih ahli pragmatik Prof. Dr. Pranowo, M. Pd. sebagai

triangulator, karena beliau merupakan ahli bahasa khususnya dalam bidang

pragmatik. Selain itu, peneliti mempercayai beliau sebagai triangulator karena

pengalaman dan kompetennya.

Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam proses triangulasi hasil

analisis data. Pertama, peneliti menyerahkan hasil analisis data kepada

triangulator. Kedua, triangulator memeriksa hasil analisis data dengan mengisi

kolom setuju atau tidak setuju pada tabulasi yang dibuat peneliti. Ketiga, apabila

triangulator tidak setuju atas analisis data, peneliti harus melakukan perbaikan

hingga tidak ada data yang tidak disetujui. Keempat, peneliti menyerahkan hasil

perbaikan kepada triangulator. Kelima, apabila triangulator sudah menyatakan

keabsahan data, maka hasil tersebut akan digunakan peneliti sebagai acuan dalam

menusun bab IV.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

56

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

Data penelitian ini berupa tuturan yang dihasilkan oleh guru-guru yang

mengandung kesantunan berbahasa dalam situasi informal. Data diperoleh dalam

rentang waktu dua bulan yaitu bulan April – Mei 2018. Jumlah data yang

dianalisis sebanyak tujuh puluh empat (74) tuturan yang mengandung kesantunan

berbahasa. Data tersebut diklasifikasikan menggunakan teori wujud percakapan

menurut Putrayasa (2009) dan maksud. Kemudian, data tersebut akan dianalisis

dari sudut kesantunan berbahasa berdasarkan teori beberapa pakar prinsip

kesantunan, wujud dan maksud, serta penanda kesantunan Rahardi (2005) dan

faktor kesantunan Pranowo.

Berdasarkan 74 data yang telah dianalisis, peneliti menemukan pemakaian

campuran bahasa antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Hal ini terjadi karena

lingkungan terjadinya komunikasi berada di Jawa khususnya Yogyakarta, dengan

begitu bahasa ibu atau bahasa pertama mereka adalah bahasa Jawa. Bahasa Jawa

akan dituturkan oleh para guru kepada mitra tutur yang memiliki kesamaan

budaya dengan si penutur. Lain halnya dengan bahasa Indonesia digunakan untuk

berkomunikasi dengan mitra tutur yaitu yang berasal dari luar Yogyakarta atau

pulau Jawa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu yang dapat digunakan

untuk berkomunikasi terlepas dari banyaknya budaya di Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

57

Maka dari itu, peneliti menggunakan prinsip kesantunan dari beberapa ahli

sebagai dasar pengklasifikasian data juga deskripsi karena peneliti menemukan

kecocokan teori yang dapat digunakan sebagai pedoman kesantunan ketika

bertutur. Akan tetapi sebelumnya, peneliti telah mengklasifikasikan tuturan

berdasarkan wujudnya menggunakan teori dari Putrayasa dan wujud, disertai

penanda kesantunan. Pada setiap analisis data yang akan dilakukan, peneliti

menggunakan beberapa teori dari beberapa ahli tersebut. Menurut peneliti teori-

teori tersebut telah sesuai dengan data yang diperoleh. Tabel di bawah ini

menjelaskan terkait klasifikasi data dalam penelitian.

Peneliti menganalisis sebanyak tujuh puluh empat (74) tuturan (lihat

lampiran). Data tuturan tersebut dianalisis berdasarkan wujud (Putrayasa, 2009:

19) dan maksud tuturan yang telah diklasifikasikan menggunakan prinsip

kesantunan. Dari analisis yang telah dilakukan, peneliti membagi wujud tuturan

ke dalam tiga wujud (deklaratif, imperatif, interogatif) dan beberapa maksud

tuturan. Salah satu wujud dan maksud tuturan akan muncul dan mendeskripsikan

masing-masing tuturan percakapan yang telah diklasifikasikan sebelumnya.

Adapun wujud tuturan sebagai dasar pengklasifikasian data yakni wujud

deklaratif, wujud imperatif, dan wujud interogatif. Selain itu, maksud yang akan

muncul diantaranya adalah mengingatkan, memberi tahu, memberi saran, dan

menyapa. Data yang sudah diklasifikasi akan dianalisis berdasarkan penanda

kesantunannya. Berikut jumlah data yang sudah diklasifikasikan sesuai penanda

kesantunan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

58

Tabel 4.1 : Jumlah Penanda Kesantunan Berbahasa

No. Penanda Kesantunan Jumlah Data

1. Tolong 7

2. Ayo 4

3. Mari 2

4. Coba 9

5. Silahkan 3

6. Biar 2

Tabel 4.2 : Jumlah Maksud Tuturan Kesantunan

No. Maksud Jumla Data

1. Menyuruh 5

2. Meminta 9

3. Memberi saran 4

4. Mengritik 3

5. Menyindir 4

6. Memberi tahu 7

7. Menyatakan 3

8. Merayu 4

9. Mengingatkan 7

10. Permohonan izin 2

11. Menyapa 5

12. Memastikan 7

13. Mengajak 6

14. Menyerukan 2

15. Menawar 3

16. Mendesak 2

17. Mengagumi 1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

59

Tabel di atas menunjukkan klasifikasi yang telah dilakukan peneliti.

Sebanyak tujuh puluh empat (74) data telah diklasifikasikan ke dalam enam

penanda kesantunan dalam wujud dan tujuh belas maksud. Data di atas yang telah

diklasifikasikan, akan dianalisis sesuai teori wujud dan maksud serta penanda

kesantunan yang melekat di dalamnya.

4.2 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini akan dilaporkan dengan model pelaporan sebagai berikut

: (a) jenis temuan, (b) data tuturan, (c) konteks tuturan, (d) wujud/maksud tuturan

dan penanda kesantunan, (f) prinsip kesantunan. Adapun hasil dari analisis data

yang dilakukan sebagai berikut.

a. Terdapat enam jenis penggolongan berdasarkan penanda kesantunan

bertolak dari wujud tuturan dalam tuturan antarguru dalam situasi informal di

SMA Negeri 11 Yogyakarta. Penanda kesantunan tersebut adalah tolong, coba,

biar, mari, ayo, dan silahkan. Setelah diklasifikasikan berdasarkan penanda

kesantunan, tuturan akan dianalisis berdasarkan wujud dan prinsip kesantunan.

Adapun wujud tuturan yang ditemukan ada tiga wujud menurut Putrayasa (2009)

yaitu, bentuk deklaratif, bentuk interogatif, dan bentuk imperatif.

b. Tuturan yang diucapkan oleh para guru masing-masing memiliki maksud

yang berbeda pula. Adapun maksud tuturan yang ditunjukkan seperti, mendesak,

merayu, memastikan, dan sebagainya. Berdasarkan hasil temuan atau analisis

tersebut, akan dijelaskan secara rinci mengenai masing-masing hal di atas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

60

4.2.1 Wujud Tuturan dan Penanda Kesantunan Antarguru dalam Situasi

Informal

Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang ada, dapat ditemukan tiga

jenis wujud tuturan dalam tuturan antarguru di SMA Negeri 11 Yogyakarta.

Ketiga wujud tuturan tersebut adalah wujud deklaratif, wujud interogatif, dan

wujud imperatif. Setiap data tuturan yang telah dianalisis berdasarkan wujud

tuturan, diantaranya memiliki penanda kesantunan. Ada enam penanda

kesantunan yang ditemukan dalam 74 data tersebut, yakni penanda tolong, ayo,

coba, mari, biar, dan silahkan. Di bawah ini akan diuraikan tuturan kesantunan

dengan penandanya, dan dianalisis berdasarkan wujud tuturan serta prinsip

kesantunan dari pakar untuk memperkuat analisis.

4.2.1.1 Kesantunan dengan Penanda “Tulung”

Leech (1993: 126-127) menjelaskan bahwa dalam bertutur hendaknya

memperhatikan kesantunan karena kesantunan tidak bisa dianggap remeh. Leech

mengemukakan prinsip kesantunan sebagai pengendali atau pengontrol tuturan

untuk mengurangi akibat yang kurang menyenangkan yang dapat mengakibatkan

konflik karena kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur. Leech

mengusulkan untuk melengkapi prinsip koperasi Grice dengan prinsip

kesantunan, ditnjukkan melalui adanya maksim. Selain itu, Rahardi (2005: 125)

menjelaskan ungkapan-ungkapan penanda kesantunan menjadi ciri-ciri

kesantunan. Kesantunan berbahasa dalam pemakaian tuturan imperatif misalnya,

ditentukan oleh muncul atau tidak munculnya ungkapan-ungkapan penanda

kesantunan seperti; tolong, mohon, silahkan, mari, ayo, biar, coba, harap,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

61

hendaknya, sudi kiranya dan sudi apalah kiranya. Penanda – penanda kesantunan

ini menentukan tinggi-rendahnya peringkat kesantunan berbahasa seseorang

ketika berkomunikasi. Contohnya:

(1) Guru 1: Ndik, tulung delengen. Iki opo hayo? Iki uyah .

(Ndik, tolong lihatlah. Ini apa hayo?)

Guru 2: Alah rak penting.

(Alah tidak penting.) (sambil mengayunkan tangan) (DT7)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh seorang guru laki-laki dan seorang guru

perempuan di kantin sekolah dan sedang makan. Kedua guru tersebut

tampak seusia. Guru satu sedang mengambil garam untuk ditambahkan

dalam soto miliknya. Melihat guru dua makan dengan lahap, tiba-tiba guru

satu menggoda guru dua dengan melontarkan pertanyaan. Guru dua

bertanya sesuatu yang sedang dipegangnya, padahal sudah jelas bahwa yang

dipegang adalah garam.

(2) Guru 1: Eh, hpku mau nandi yo, Ndik? Tulung goleke.

(Eh, hpku tadi di mana ya, Ndik? Tolong carikan.)

Guru 2: Kae lho (itu lho.)

(menunjuk ke arah meja) (DT9)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh seorang guru perempuan dan guru laki-laki

di kantin sekolah saat keduanya sarapan. Kedua guru tersebut tampak

seusia. Kondisinya mereka duduk bersebelahan di teras kantin. Tiba-tiba

guru satu celingukan mencari hp-nya. Kemudian, guru satu meminta

pertolongan guru dua untuk ikut menemukan hp milikinya.

(3) Guru 1: AC-ne wes teko apa durung, pak? Tulung dicek.

(AC-nya sudah sampai apa belum, pak? Tolong diperiksa.)

Guru 2: 41 to? Yo, uwes.

(41 an? Iya, sudah.) (DT11)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki yang tampak seusia dan

merupakan guru senior. Tuturan terjadi di depan kantor guru. Situasinya

guru laki-laki satu memanggil sambil berteriak kepada guru laki-laki yang

lewat di depan kantor guru. Guru satu adalah waka kesiswaan dan

sebelumnya telah memesan AC. Guru satu memanggil guru dua sebagi

anggota dari sarana prasarana sekolah untuk memastikan apakah AC yang

dipesan sudah datang atau belum.

Data tuturan (1) dituturkan oleh seorang guru laki-laki dan seorang guru

perempuan. Data tuturan (1) ini ingin menginformasikan bahwa guru satu sedang

mengambil garam untuk ditambahkan dalam soto miliknya. Melihat guru dua

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

62

makan dengan lahap, tiba-tiba guru satu menggoda guru dua dengan melontarkan

pertanyaan. Guru dua bertanya sesuatu yang sedang dipegangnya, padahal sudah

jelas bahwa yang dipegang adalah garam. Dalam hal ini, guru satu lebih memilih

menggunakan kalimat interogatif untuk menggoda guru dua agar mau merespon

pertanyaan guru satu. Kalimat interogatif tersebut diutarakan untuk memberi tahu

guru dua bahwa yang dipegang guru satu adalah garam. Dilihat dari kalimatnya,

wujud tuturan ini adalah wujud interogatif. Hal ini selain untuk menunjukkan

kesantunan berbahasanya juga untuk menghindari rasa tersinggung guru dua

terhadap guru satu. Selain itu tuturan tersebut juga didukung dengan adanya

pemilihan kata “tulung” untuk menunjukkan kesantunan penutur. Kata “tulung”

dalam bahasa Indonesia artinya tolong, maka penanda kesantunan yang terdapat

dalam tuturan adalah penanda tolong.

Selanjutnya, data tuturan (2) Tuturan dilakukan oleh seorang guru

perempuan dan guru laki-laki di kantin sekolah saat keduanya sarapan. Kedua

guru tersebut tampak seusia. Data tuturan (2) ini ingin menginformasikan bahwa

kedua guru tersebut sedang sarapan bersama dan duduk bersebelahan di teras

kantin. Saat sedang menikmati makanan, tiba-tiba guru satu teringat dengan hp

miliknya dan celingukan mencari hp-nya. Dalam hal ini, guru satu lebih memilih

menggunakan kalimat deklaratif untuk meminta pertolongan guru dua untuk ikut

menemukan hp milikinya. Kalimat deklaratif tersebut diutarakan guna meminta

kesediaan guru dua untuk membantu. Dilihat dari kalimatnya, wujud tuturan ini

adalah wujud deklaratif. Hal ini selain untuk menunjukkan kesantunan

berbahasanya juga untuk memperlihatkan kedekatan antara guru satu dengan guru

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

63

dua. Selain itu tuturan tersebut juga didukung dengan adanya pemilihan kata

“tulung”. Kata “tulung” dalam bahasa Indonesia artinya tolong, maka penanda

kesantunan yang terdapat dalam tuturan adalah penanda tolong.

Data tuturan (3) dituturkan oleh dua guru laki-laki di depan kantor guru.

Data tuturan (3) ini ingin menginformasikan bahwa guru laki-laki satu memanggil

sambil berteriak kepada guru laki-laki yang lewat di depan kantor guru. Guru satu

adalah wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan sebelumnya telah memesan

AC. Guru satu memanggil guru dua sebagi anggota dari sarana prasarana sekolah

untuk memastikan apakah AC yang dipesan sudah datang atau belum. Dalam hal

ini, guru satu lebih memilih menggunakan kalimat interogatif untuk memastikan

informasi tentang AC. Kalimat interogatif tersebut diutarakan untuk

mengingatkan guru dua agar tidak lupa dengan AC yang telah dipesan dan supaya

tidak terlambat datang. Dilihat dari kalimatnya, wujud tuturan ini adalah wujud

interogatif. Hal ini selain untuk menunjukkan kesantunan berbahasanya juga agar

tuturan berkenan di hati guru dua. Selain itu tuturan tersebut juga didukung

dengan adanya pemilihan kata “tulung”. Sama halnya dengan data tuturan satu

dan dua, kata “tulung” dalam bahasa Indonesia artinya tolong, maka penanda

kesantunan yang terdapat dalam tuturan adalah penanda tolong.

Ketiga data tuturan diatas dapat dikatakan santun karena memenuhi prinsip

kesantunan, kemudian telah menggunakan faktor penentu kesantunan yaitu

intonasi lembut dan nada bicara yang tidak terkesan emosi marah atau menuntut.

Selain itu, ketiga data tuturan di atas juga memiliki penanda kesantunan yakni

tolong.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

64

4.2.1.2 Kesantunan dengan Penanda “Ayo”

Leech (1993: 126-127) menjelaskan bahwa dalam bertutur hendaknya

memperhatikan kesantunan karena kesantunan tidak bisa dianggap remeh. Leech

mengemukakan prinsip kesantunan sebagai pengendali atau pengontrol tuturan

untuk mengurangi akibat yang kurang menyenangkan yang dapat mengakibatkan

konflik karena kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur. Leech

mengusulkan untuk melengkapi prinsip koperasi Grice dengan prinsip

kesantunan, ditnjukkan melalui adanya maksim. Selain itu, Rahardi (2005: 125)

menjelaskan ungkapan-ungkapan penanda kesantunan menjadi ciri-ciri

kesantunan. Kesantunan berbahasa dalam pemakaian tuturan imperatif misalnya,

ditentukan oleh muncul atau tidak munculnya ungkapan-ungkapan penanda

kesantunan seperti; tolong, mohon, silakan, mari, ayo, biar, coba, harap,

hendaknya, sudi kiranya dan sudi apalah kiranya. Penanda – penanda kesantunan

ini menentukan tinggi-rendahnya peringkat kesantunan berbahasa seseorang

ketika berkomunikasi. Contohnya:

(4) Guru 1: Ayo kono kowe melu ujian!

(Ayo sana kamu ikut ujian!) (cekikikan)

Guru 2: Alah ujian hidup wae wes cukup kok.

(Ah, ujian hidup saja sudah cukup kok.) (DT2)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh seorang guru laki-laki dan seorang guru

perempuan di kantin sekolah. Guru tersebut tampak sama usianya. Kedua

guru tersebut sedang asyik bercanda. Melihat situasi sedang berlangsung

ujian nasional, tiba-tiba guru satu nyeletuk untuk menggoda guru dua agar

ikut ujian.

(5) Guru 1: Pak Edi, heh, goleki Bu Eri. Ayo gek.

(Pak Edi, heh, dicari Bu Eri. Ayo buruan.)

Guru 2: Ha? Sapa?

(Ha? Siapa?) (sambil tetap berjalan) (DT12)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempuan di

depan ruang wakil kepala sekolah. Situasinya guru perempuan satu tampak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

65

tergesa-gesa dan panik mencari guru laki-laki. Guru laki-laki yang dicari

berjalan keluar ruang guru menuju ruang wakil kepala sekolah. Melihat guru

yang sedang dicari lewat, maka guru satu memanggil guru dua tersebut.

(6) Guru 1: Ayo Pak Tik, Pak Wah.

Guru 2: Yo. (Ya.)

Guru 3: (Mengangguk.) (DT33)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempuan di

kantin sekolah. Situasinya guru satu ingin meninggalkan kantin setelah

membungkus makanan dan berpamitan. Guru satu sebelum benar-benar

meninggalkan kantin, menyapa guru yang bernama Pak Tik dan Pak Wah.

Guru satu melakukan hal itu untuk menghormati dua guru laki-laki tersebut.

Data tuturan (4) dituturkan oleh oleh seorang guru laki-laki dan seorang

guru perempuan di kantin sekolah. Guru tersebut tampak sama usianya. Data

tuturan (4) ini ingin menginformasikan bahwa kedua guru tersebut sedang asyik

bercanda saat situasi sedang berlangsung ujian nasional. Tiba-tiba guru satu

nyeletuk untuk menggoda guru dua agar ikut ujian. Dalam hal ini, guru satu lebih

memilih menggunakan kalimat imperatif agar terkesan serius saat mengatakan

kalimat tersebut kepada guru dua. Kalimat imperatif tersebut diutarakan untuk

meyakinkan mitra tutur agar melakukan yang diminta penutur. Dilihat dari

kalimatnya, wujud tuturan ini adalah wujud imperatif. Hal ini untuk menunjukkan

kesantunan berbahasanya juga untuk menghindari rasa tersinggung guru dua

terhadap guru satu. Selain itu tuturan tersebut juga didukung dengan adanya

pemilihan kata “ayo” untuk menggoda mitra tutur.

Selanjutnya, data tuturan (5) Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru

perempuan di depan ruang wakil kepala sekolah. Data tuturan (5) ini ingin

menginformasikan bahwa guru perempuan satu tampak tergesa-gesa dan panik

mencari seorang guru laki-laki. Guru laki-laki yang dicari berjalan keluar ruang

guru menuju ruang wakil kepala sekolah. Melihat guru yang sedang dicari lewat,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

66

maka guru satu memanggil guru dua tersebut. Dalam hal ini, guru satu lebih

memilih menggunakan kalimat deklaratif agar guru dua berhenti dan mendengar

ucapan guru satu. Kalimat deklaratif tersebut diutarakan untuk memberi tahu

bahwa guru dua sedang dicari oleh guru lain yang diketahui guru satu. Dilihat dari

kalimatnya, wujud tuturan ini adalah wujud deklaratif. Hal ini selain untuk

menunjukkan kesantunan berbahasanya juga untuk memperjelas maksud bahwa

penutur menginginkan guru yang bernama Pak Edi untuk menemui guru yang

bernama Bu Eri. Selain itu tuturan tersebut juga didukung dengan adanya

pemilihan kata “ayo”, hal itu menunjukkan penegasan kesantunan penutur.

Data tuturan (6) dituturkan oleh guru laki-laki dan guru perempuan di kantin

sekolah. Data tuturan (6) ini ingin menginformasikan bahwa guru satu ingin

meninggalkan kantin setelah membungkus makanan dan ingin berpamitan. Guru

satu ketika benar-benar ingin meninggalkan kantin, menyapa guru yang bernama

Pak Tik dan Pak Wah. Dalam hal ini, guru satu lebih memilih menggunakan

kalimat deklaratif untuk menyapa dua guru laki-laki. Kalimat deklaratif tersebut

diutarakan untuk menghormati dua guru laki-laki tersebut. Dilihat dari

kalimatnya, wujud tuturan ini adalah wujud deklaratif. Hal ini selain untuk

menunjukkan kesantunan berbahasanya juga supaya guru dua merasa dihormati.

Selain itu tuturan tersebut juga didukung dengan adanya pemilihan kata “ayo”

untuk menandai kedekatan antara penutur dan mitra tutur.

Ketiga data tuturan diatas dapat dikatakan santun karena memenuhi prinsip

kesantunan, kemudian telah menggunakan faktor penentu kesantunan yaitu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

67

intonasi lembut dan nada bicara yang santun. Selain itu, ketiga data tuturan di atas

juga memiliki penanda kesantunan yakni ayo.

4.2.1.3 Kesantunan dengan Penanda “Coba”

Leech (1993: 126-127) menjelaskan bahwa dalam bertutur hendaknya

memperhatikan kesantunan karena kesantunan tidak bisa dianggap remeh. Leech

mengemukakan prinsip kesantunan sebagai pengendali atau pengontrol tuturan

untuk mengurangi akibat yang kurang menyenangkan yang dapat mengakibatkan

konflik karena kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur. Leech

mengusulkan untuk melengkapi prinsip koperasi Grice dengan prinsip

kesantunan, ditnjukkan melalui adanya maksim. Selain itu, Rahardi (2005: 125)

menjelaskan ungkapan-ungkapan penanda kesantunan menjadi ciri-ciri

kesantunan. Kesantunan berbahasa dalam pemakaian tuturan imperatif misalnya,

ditentukan oleh muncul atau tidak munculnya ungkapan-ungkapan penanda

kesantunan seperti; tolong, mohon, silakan, mari, ayo, biar, coba, harap,

hendaknya, sudi kiranya dan sudi apalah kiranya. Penanda – penanda kesantunan

ini menentukan tinggi-rendahnya peringkat kesantunan berbahasa seseorang

ketika berkomunikasi. Contohnya:

(7) Guru 1: Tambah nasi mboten, pak?

(Tambah nasi tidak, pak?)

Guru 2: Ora usah nggo sego.

(Tidak perlu menggunakan nasi.)

Guru 2: dicoba wae pak.

(dicoba saja pak) (DT1)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua orang guru laki-laki yang berbeda

usia. Situasinya guru dua sedang memesan sarapan saat jam istirahat di

kantin sekolah. Guru satu melihat makanan yang dipesan guru dua terlihat

kurang sesuai jika tidak pakai nasi. Melihat hal demikian, guru satu

mencoba meyakinkan guru dua untuk menambahkan nasi dalam makanan

yang dipesan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

68

(8) Guru 1: ning samping Kridosono kae lho keno. Coba wae enak jare mas.

(di samping Kridosana itu lho. Coba saja enak katanya mas.)

Guru 2: (tersenyum) (DT4)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempuan di

kantin sekolah. Guru perempuan merupakan guru senior tetapi lebih muda.

Situasinya guru perempuan sebagai guru satu mendengarkan percakapan

guru yang sebelumnya membicarakan mie ayam. Guru satu bermaksud

untuk merekomendasikan warung mie ayam yang enak menurut dirinya

kepada guru dua.

(9) Guru 1: Lha iki sido nggo uyah ora, pak?

(Lha ini jadi pakai garam tidak, pak?)

Guru 2: Ora usah, ra wani aku.

(Tidak perlu, tidak berani saya.)

Guru 1: Ora enak ra nggo uyah ki. Coba wae sithik.

(Tidak enak kalau tidak pakai garam. Coba saja sedikit.)

Guru 2: Yowes, sitik wae.

(Ya sudah, sedikit saja.) (DT25)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempuan di

kantin sekolah saat jam istirahat. Situasinya kedua guru tersebut sedang

memesan makanan kepada ibu penjual makanan di kantin. Guru dua

memiliki tekanan darah tinggi sehingga memesan soto tanpa garam. Melihat

hal demikian, guru satu merasa kurang nikmat jika mengetahui makanan

tanpa garam karenan akan hambar. Lalu guru satu menyarankan kepada

guru dua untuk menambahkan garam dalam soto milik guru dua.

Data tuturan (7) dituturkan oleh dua orang guru laki-laki yang berbeda usia.

Data tuturan (7) ini ingin menginformasikan bahwa guru dua sedang memesan

sarapan saat jam istirahat di kantin sekolah. Guru satu melihat makanan yang

dipesan guru dua terlihat kurang sesuai jika tidak pakai nasi. Melihat hal

demikian, guru satu mencoba meyakinkan guru dua untuk menambahkan nasi

dalam makanan yang dipesan. Dalam hal ini, guru satu lebih memilih

menggunakan kalimat deklaratif untuk meyakinkan guru dua. Kalimat deklaratif

tersebut diutarakan agar guru dua mau menambahkan nasi dalam makanan

miliknya. Dilihat dari kalimatnya, wujud tuturan ini adalah wujud deklaratif. Hal

ini selain untuk menunjukkan kesantunan berbahasanya juga supaya guru dua

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

69

berkenan dengan saran guru satu. Selain itu tuturan tersebut juga didukung dengan

adanya pemilihan kata “coba” untuk menambah kesantunan juga menandai

kedekatan antara penutur dan mitra tutur.

Selanjutnya, data tuturan (8) Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru

perempuan di kantin sekolah. Guru perempuan merupakan guru senior tetapi lebih

muda. Data tuturan (8) ini ingin menginformasikan bahwa guru perempuan

sebagai guru satu mendengarkan percakapan guru yang sebelumnya

membicarakan mie ayam. Guru satu tersebut kemudian menyarankan untuk

mencoba mie ayam yang berada di dekat stadion Kridosono. Dalam hal ini, guru

satu lebih memilih menggunakan kalimat deklaratif untuk menginformasikan mie

ayam yang enak di dekat stadion Kridosono. Kalimat deklaratif tersebut

diutarakan agar guru dua datang ke warung mie ayam di sana dan mencobanya.

Dilihat dari kalimatnya, wujud tuturan ini adalah wujud deklaratif. Hal ini selain

untuk menunjukkan kesantunan berbahasanya juga supaya guru dua berkenan

dengan saran guru satu. Selain itu tuturan tersebut juga didukung dengan adanya

pemilihan kata “coba” untuk menambah kesantunan juga menandai kedekatan

antara penutur dan mitra tutur.

Data tuturan (9) dituturkan oleh oleh guru perempuan kepada guru laki-laki

di kantin sekolah. Data tuturan (9) ini ingin menginformasikan bahwa kedua guru

tersebut sedang memesan makanan kepada ibu penjual makanan di kantin. Guru

dua memiliki tekanan darah tinggi sehingga memesan soto tanpa garam. Melihat

hal demikian, guru satu merasa kurang nikmat jika mengetahui makanan tanpa

garam karenan akan hambar. Lalu guru satu menyarankan kepada guru dua untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

70

menambahkan garam dalam soto milik guru dua. Dalam hal ini, guru satu lebih

memilih menggunakan kalimat deklaratif untuk merayu guru dua. Kalimat

deklaratif tersebut diutarakan untuk memastikan keyakinan guru dua bahwa

makanannya akan hambar jika tidak menambahkan garam ke dalam soto

miliknya. Dilihat dari kalimatnya, wujud tuturan ini adalah wujud deklaratif. Hal

ini selain untuk menunjukkan kesantunan berbahasanya juga agar guru dua tidak

salah paham dengan saran dari guru satu. Selain itu tuturan tersebut juga didukung

dengan adanya pemilihan kata “coba” yang semakin meyakinkan mitra tutur agar

menambahkan garam dalam makanannya.

Ketiga data tuturan diatas dapat dikatakan santun karena memenuhi prinsip

kesantunan, kemudian telah menggunakan faktor penentu kesantunan yaitu

intonasi lembut dan nada bicara merayu. Selain itu, ketiga data tuturan di atas juga

memiliki penanda kesantunan yakni coba.

4.2.1.4 Kesantunan dengan Penanda “Ben”

Leech (1993: 126-127) menjelaskan bahwa dalam bertutur hendaknya

memperhatikan kesantunan karena kesantunan tidak bisa dianggap remeh. Leech

mengemukakan prinsip kesantunan sebagai pengendali atau pengontrol tuturan

untuk mengurangi akibat yang kurang menyenangkan yang dapat mengakibatkan

konflik karena kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur. Leech

mengusulkan untuk melengkapi prinsip koperasi Grice dengan prinsip

kesantunan, ditnjukkan melalui adanya maksim. Selain itu, Rahardi (2005: 125)

menjelaskan ungkapan-ungkapan penanda kesantunan menjadi ciri-ciri

kesantunan. Kesantunan berbahasa dalam pemakaian tuturan imperatif misalnya,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

71

ditentukan oleh muncul atau tidak munculnya ungkapan-ungkapan penanda

kesantunan seperti; tolong, mohon, silakan, mari, ayo, biar, coba, harap,

hendaknya, sudi kiranya dan sudi apalah kiranya. Penanda – penanda kesantunan

ini menentukan tinggi-rendahnya peringkat kesantunan berbahasa seseorang

ketika berkomunikasi. Contohnya:

(10) Guru 1: Duh aku kawanen.

(Duh aku kesiangan.)

Guru 2: Sesuk tak tangi jam papat ben ra kawanen.

(Besok bangun jam empat biar tidak kesiangan.)

Guru 1: Yo jane, ning aku mumet wes rong dina iki.

(Ya harusnya, tapi aku pusing sudah dua hari ini.) (DT27)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki di depan ruang guru.

Dua guru tersebut sesama guru senior. Situasinya guru satu mengeluhkan

kedatangannya yang terlambat karena sakit yang dirasakan. Guru dua

kemudian memberi saran supaya bangun lebih awal.

(11) Guru 1: Pak, iki ditutupi ora?

(Pak, ini ditutupi tidak?)

Guru 2: Rasah ditutupi, ben cepet adem, bu!

(tidak perlu ditutup biar cepat dingin, bu!)

Guru 1: hmm (bergumam). (DT37)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru perempuan dan guru laki-laki di

ruang guru. Guru perempuan sedikit lebih muda dari guru laki-laki.

Situasinya guru dua ingin menutupi teh di atas meja guru satu agar tidak

kena debu tetapi guru dua menolak, karena menginginkan seperti itu saja.

Data tuturan (10) dituturkan oleh dua guru laki-laki di depan ruang guru.

Data tuturan (10) ini ingin menginformasikan bahwa guru satu mengeluhkan

kedatangannya yang terlambat karena sakit yang dirasakan. Guru dua kemudian

memberi saran supaya bangun lebih awal. Dalam hal ini, guru satu lebih memilih

menggunakan kalimat deklaratif untuk menarik simpati guru dua. Kalimat

deklaratif tersebut diutarakan untuk memberi tahu secara tidak langsung alasan

guru satu datang siang ke sekolah. Dilihat dari kalimatnya, wujud tuturan ini

adalah wujud deklaratif. Hal ini selain untuk menunjukkan kesantunan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

72

berbahasanya juga agar guru dua memahami maksud guru satu. Selain itu tuturan

tersebut juga didukung dengan adanya pemilihan kata “ben” yang digunakan

penutur untuk memberikan saran kepada mitra tutur. Kata “ben” dalam bahasa

Indonesia artinya biar, maka penanda kesantunan yang terdapat dalam tuturan

adalah penanda biar.

Selanjutnya data tuturan (11) dituturkan oleh guru perempuan dan guru laki-

laki di ruang guru. Guru perempuan sedikit lebih muda dari guru laki-laki. Data

tuturan (11) ini ingin menginformasikan bahwa guru dua ingin menutupi teh di

atas meja guru satu agar tidak kena debu tetapi guru dua menolak, karena

menginginkan seperti itu saja. Dalam hal ini, guru dua lebih memilih

menggunakan kalimat imperatif untuk menolak inisiatif guru satu. Kalimat

imperatif tersebut diutarakan untuk menolak tehnya ditutupi oleh guru satu.

Dilihat dari kalimatnya, wujud tuturan ini adalah wujud imperatif. Hal ini terjadi

untuk menunjukkan kesantunan berbahasanya. Selain itu tuturan tersebut juga

didukung dengan adanya pemilihan kata “ben”, itu menandakan bahwa guru dua

menginginkan teh miliknyan lekas dingin. Begitu juga data tuturan (11), kata

“ben” dalam bahasa Indonesia artinya biar, maka penanda kesantunan yang

terdapat dalam tuturan adalah penanda biar.

Kedua data tuturan diatas dapat dikatakan santun karena memenuhi prinsip

kesantunan, kemudian telah menggunakan faktor penentu kesantunan yaitu

intonasi lembut dan nada bicara tepat. Selain itu, kedua data tuturan di atas juga

memiliki penanda kesantunan yakni biar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

73

4.2.1.5 Kesantunan dengan Penanda “Monggo” (Mari)

Leech (1993: 126-127) menjelaskan bahwa dalam bertutur hendaknya

memperhatikan kesantunan karena kesantunan tidak bisa dianggap remeh. Leech

mengemukakan prinsip kesantunan sebagai pengendali atau pengontrol tuturan

untuk mengurangi akibat yang kurang menyenangkan yang dapat mengakibatkan

konflik karena kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur. Leech

mengusulkan untuk melengkapi prinsip koperasi Grice dengan prinsip

kesantunan, ditnjukkan melalui adanya maksim. Selain itu, Rahardi (2005: 125)

menjelaskan ungkapan-ungkapan penanda kesantunan menjadi ciri-ciri

kesantunan. Kesantunan berbahasa dalam pemakaian tuturan imperatif misalnya,

ditentukan oleh muncul atau tidak munculnya ungkapan-ungkapan penanda

kesantunan seperti; tolong, mohon, silakan, mari, ayo, biar, coba, harap,

hendaknya, sudi kiranya dan sudi apalah kiranya. Penanda – penanda kesantunan

ini menentukan tinggi-rendahnya peringkat kesantunan berbahasa seseorang

ketika berkomunikasi. Contohnya:

(12) Guru 1: Monggo… monggo…

(Mari..mari..)

Guru 2: Nggih.

(Ya.) (DT34)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan di halaman sekolah.

Situasinya guru satu buru-buru pulang saat jam pulang sekolah. Tidak ingin

tidak sopan dengan guru yang ada di depannya, maka guru satu tersebut

menyapa dengan mengatakan monggo yang artinya mari.

(13) Guru 1: Aku tak mrana sek, monggo.

(Aku ke sana dulu, mari.)

Guru 2: Siap pak.

(Siap pak) (DT42)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki di kantin sekolah.

Situasinya guru satu hanya melewati kantin. Melihat ada salah seorang guru,

guru satu kemudian menyapa guru dua untuk sekedar basa-basi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

74

Data tuturan (12) dituturkan oleh dua guru perempuan di halaman sekolah.

Data tuturan (12) ini ingin menginformasikan bahwa guru satu buru-buru pulang

saat jam pulang sekolah. Tidak ingin tidak sopan dengan guru yang ada di

depannya, maka guru satu tersebut menyapa dengan mengatakan monggo yang

artinya mari. Dalam hal ini, guru satu lebih memilih menggunakan kalimat

deklaratif untuk menyapa guru dua. Kalimat deklaratif tersebut diutarakan untuk

menghormati guru yang ingin didului oleh guru satu. Dilihat dari kalimatnya,

wujud tuturan ini adalah wujud deklaratif. Hal ini selain untuk menunjukkan

kesantunan berbahasanya juga agar tuturan berkenan di hati guru dua. Selain itu

tuturan tersebut juga didukung dengan adanya pemilihan kata “monggo”, untuk

menandai kedekatan antara penutur dan mitra tutur. Kata “monggo” dalam

bahasa Indonesia artinya mari, maka penanda kesantunan yang terdapat dalam

tuturan adalah penanda mari.

Selanjutnya data tuturan (13) dituturkan oleh dua guru laki-laki di kantin

sekolah. Data tuturan (13) ini ingin menginformasikan bahwa guru satu hanya

melewati kantin. Melihat ada salah seorang guru, guru satu kemudian menyapa

guru dua untuk sekedar basa-basi. Dalam hal ini, guru satu lebih memilih

menggunakan kalimat deklaratif untuk menyapa guru dua. Kalimat deklaratif

tersebut diutarakan untuk memberi tahu bahwa guru satu tidak bisa menghampiri

guru dua dan bergabung di kantin, sehingga hanya menyapa. Dilihat dari

kalimatnya, wujud tuturan ini adalah wujud deklaratif. Hal ini selain untuk

menunjukkan kesantunan berbahasanya juga agar tuturan berkenan di hati guru

dua. Selain itu tuturan tersebut juga didukung dengan adanya pemilihan kata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

75

“monggo” yang digunakan penutur untuk meyakinkan mitra tutur bahwa penutur

hanya sekedar lewat. Begitu juga data tuturan ini, kata “monggo” dalam bahasa

Indonesia artinya mari, maka penanda kesantunan yang terdapat dalam tuturan

adalah penanda mari.

Kedua data tuturan diatas dapat dikatakan santun karena memenuhi prinsip

kesantunan, kemudian telah menggunakan faktor penentu kesantunan yaitu

intonasi lembut dan nada bicara tepat, ramah, dan ditujukan untuk menyapa

seseorang. Selain itu, kedua data tuturan di atas juga memiliki penanda

kesantunan yakni mari.

4.2.1.6 Kesantunan dengan Penanda “Monggo” (Silahkan)

Leech (1993: 126-127) menjelaskan bahwa dalam bertutur hendaknya

memperhatikan kesantunan karena kesantunan tidak bisa dianggap remeh. Leech

mengemukakan prinsip kesantunan sebagai pengendali atau pengontrol tuturan

untuk mengurangi akibat yang kurang menyenangkan yang dapat mengakibatkan

konflik karena kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur. Leech

mengusulkan untuk melengkapi prinsip koperasi Grice dengan prinsip

kesantunan, ditnjukkan melalui adanya maksim. Selain itu, Rahardi (2005: 125)

menjelaskan ungkapan-ungkapan penanda kesantunan menjadi ciri-ciri

kesantunan. Kesantunan berbahasa dalam pemakaian tuturan imperatif misalnya,

ditentukan oleh muncul atau tidak munculnya ungkapan-ungkapan penanda

kesantunan seperti; tolong, mohon, silakan, mari, ayo, biar, coba, harap,

hendaknya, sudi kiranya dan sudi apalah kiranya. Penanda – penanda kesantunan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

76

ini menentukan tinggi-rendahnya peringkat kesantunan berbahasa seseorang

ketika berkomunikasi. Contohnya:

(14) Guru 1: Lha ndi bocahe?

(Lha di mana anaknya?)

Guru 2: Enten trouble makane ditinggal. Monggo lho, bu.

(Ada trouble makanya ditinggal. Silahkan lho, bu) (DT10)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan dan salah satu guru

perempuan yang lebih senior. Tuturan terjadi di kantin sekolah saat jam

istirahat. Situasinya guru senior ingin duduk di sebelah guru muda. Guru

senior sebagai guru satu mendengar percakapan antara guru muda dan guru

senior yang lain tentang makanan di atas meja. Bermaksud ingin duduk

disebelah, maka guru satu menanyakan kemana perginya orang disamping

guru dua.

(15) Guru 1: Pak Wi, aku melu layat sek.

(Pak Wi, aku ikut melayat dulu.)

Guru 2: Ning sapa to?

(di tempat siapa to?)

Guru 1: Wong tuane bocah IPS.

(Orang tua anak IPS.)

Guru 2: Monggo.

(Silahkan) (DT16)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki di lorong sekolah tepat

di depan ruang UKS. Situasinya guru laki-laki satu berpamitan sambil

berlalu meninggalkan lorong, ditangannya sudah memegang jaket. Guru dua

berada dibelakang guru yang berpamitan. Guru satu tidak ingin seperti

meninggalkan pekerjaan, jadi ketika melihat guru dua, guru satu memohon

izin untuk bisa meninggalkan sekolah sebentar.

(16) Guru 1: Sarapan Pak Burhan!

Guru 2: Nggih, monggo.

(Iya, silahkan.) (DT29)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru perempuan dan guru laki-laki di

kantin sekolah saat jam istirahat. Keduanya sesama guru senior, tetapi satu

lebih muda. Situasinya guru satu baru datang ke kantin untuk makan ketika

guru dua sudah habis setengah dari makanan di piringnya. Guru satu

menyapa guru dua dengan basa-basi menawari sarapan.

Data tuturan (14) dituturkan oleh dua guru perempuan dan salah satu guru

perempuan yang lebih senior. Tuturan terjadi di kantin sekolah saat jam istirahat.

Data tuturan (14) ini ingin menginformasikan bahwa guru senior ingin duduk di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

77

sebelah guru muda. Guru senior sebagai guru satu sebelumnya mendengar

percakapan antara guru muda dan guru senior yang lain tentang makanan di atas

meja. Bermaksud ingin duduk disebelah, maka guru satu menanyakan kemana

perginya orang disamping guru dua supaya diperbolehkan duduk. Dalam hal ini,

guru satu lebih memilih menggunakan kalimat interogatif untuk merayu guru dua.

Kalimat interogatif tersebut diutarakan untuk melihat respon guru dua, akankah

guru dua memiliki kepekaan untuk mempersilakan guru satu duduk atau tidak.

Dilihat dari kalimatnya, wujud tuturan ini adalah wujud interogatif. Hal ini selain

untuk menunjukkan kesantunan berbahasanya juga untuk menarik simpati tanpa

menyinggung perasaan mitra tutur. Selain itu tuturan tersebut juga didukung

dengan adanya pemilihan kata “monggo” untuk menunjukkan rasa sopan mitra

tutur. Kata “monggo” dalam bahasa Indonesia bisa juga diartikan sebagai

silahkan, tergantung konteksnya, maka penanda kesantunan yang terdapat dalam

tuturan adalah penanda silahkan.

Selanjutnya data tuturan (15) dituturkan oleh dua guru laki-laki di lorong

sekolah tepat di depan ruang UKS. Data tuturan (15) ini ingin menginformasikan

bahwa guru laki-laki satu berpamitan sambil berlalu meninggalkan lorong,

ditangannya sudah memegang jaket. Guru dua berada dibelakang guru yang

berpamitan. Guru satu tidak ingin seperti meninggalkan pekerjaan, jadi ketika

melihat guru dua, guru satu memohon izin untuk bisa meninggalkan sekolah

sebentar. Dalam hal ini, guru satu lebih memilih menggunakan kalimat deklaratif

untuk memohon izin layat. Kalimat deklaratif tersebut diutarakan untuk memberi

tahu guru dua, bawa guru satu ingin pergi melayat. Dilihat dari kalimatnya, wujud

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

78

tuturan ini adalah wujud deklaratif. Hal ini selain untuk menunjukkan kesantunan

berbahasanya juga agar guru dua tidak salah paham dengan ucapan dari guru satu.

Selain itu tuturan tersebut juga didukung dengan adanya pemilihan kata

“monggo” dari guru dua untuk memperbolehkan guru satu melayat. Kata

“monggo” dalam bahasa Indonesia bisa juga diartikan sebagai silahkan,

tergantung konteksnya, maka penanda kesantunan yang terdapat dalam tuturan

adalah penanda silahkan.

Data tuturan (16) dituturkan oleh guru perempuan dan guru laki-laki di

kantin sekolah saat jam istirahat. Keduanya sesama guru senior, tetapi satu lebih

muda. Data tuturan (16) ini ingin menginformasikan bahwa guru satu baru datang

ke kantin untuk makan ketika guru dua sudah habis setengah dari makanan di

piringnya. Guru satu menyapa guru dua dengan basa-basi menawari sarapan.

Dalam hal ini, guru satu lebih memilih menggunakan kalimat deklaratif untuk

menyapa guru dua. Kalimat deklaratif tersebut diutarakan untuk menghormati

guru dua yang baru datang dengan basa-basi menawari makanan. Dilihat dari

kalimatnya, wujud tuturan ini adalah wujud deklaratif. Hal ini selain untuk

menunjukkan kesantunan berbahasanya juga agar guru dua tidak salah paham

dengan saran dari guru satu. Selain itu tuturan tersebut juga didukung dengan

adanya pemilihan kata “monggo” yang menunjukkan respon baik guru dua

terhadap tawaran guru satu. Sebagaimana data tuturan sebelumnya, kata

“monggo” dalam bahasa Indonesia bisa juga diartikan sebagai silahkan,

tergantung konteksnya, maka penanda kesantunan yang terdapat dalam tuturan

adalah penanda silahkan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

79

Ketiga data tuturan diatas dapat dikatakan santun karena memenuhi prinsip

kesantunan, kemudian telah menggunakan faktor penentu kesantunan yaitu

intonasi lembut dan nada bicara tepat. Selain itu, ketiga data tuturan di atas juga

memiliki penanda kesantunan yakni silahkan.

4.2.2 Maksud Tuturan dan Penanda Kesantunan Antarguru dalam Situasi

Informal

Pada bagian hasil penelitian di atas sudah dijelaskan wujud disertai faktor

kesantunan dalam tuturan antarguru dalam situasi informal di SMA Negeri 11

Yogyakarta berdasarkan klasifikasi penanda kesantunan. Dalam sub bab ini akan

dipaparkan pula hasil temuan berupa maksud tuturan yang terdapat dalam tuturan

antarguru.

Dari hasil analisis data, peneliti menemukan maksud tuturan yang

dituturkan guru kepada guru lain. Hal itu membuktikan, jika dalam bertutur

seorang guru memiliki maksud beragam meskipun dituturkan secara santun.

Untuk lebih memahami maksud kesantunan tuturan, dapat diperjelas sebagai

berikut.

4.2.2.1 Kesantunan dengan Maksud “Menyuruh”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

80

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(17) Guru 1: Ayo kono kowe melu ujian!

(Ayo sana kamu ikut ujian!) (cekikikan)

Guru 2: Alah ujian hidup wae wes cukup kok.

(Ah, ujian hidup saja sudah cukup kok.) (DT2)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan satu perempuan di

kantin sekolah. Guru tersebut tampak sama usianya. Situasi sedang

berlangsungnya ujian nasional. Ketika berlangsung ujian nasional, kedua

guru tersebut sedang makan siang. Tiba-tiba guru satu menggoda guru dua

dengan mengatakan hal tersebut.

(18) Guru 1: Pak Edi, heh, goleki Bu Eri. Ayo gek.

(Pak Edi, heh, dicari Bu Eri. Ayo buruan.)

Guru 2: Ha? Sapa?

(Ha? Siapa?) (sambil tetap berjalan) (DT12)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempuan di

depan ruang wakil kepala sekolah. Situasinya guru perempuan satu tampak

tergesa-gesa dan panik mencari guru laki-laki. Guru laki-laki yang dicari

berjalan keluar ruang guru menuju ruang wakil kepala sekolah. Melihat guru

yang sedang dicari lewat, maka guru satu memanggil guru dua tersebut.

(19) Guru 1: Pak, iki diseleh ndi ya?

(Pak, ini diletakkan di mana ya?)

Guru 2: Tulung seleh kono wae, penting angger ditulisi.

(tolong letakkan di situ saja, yang penting ditulisi.) (DT36)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki di ruang guru.

Situasinya guru satu membawa titipan fotocopy guru lain. Guru dua

mengenali fotocopy-an yang dimaksud guru satu. Guru dua meminta guru

satu untuk meletakkan di meja saja.

Tuturan pada data (17) yaitu penutur memiliki maksud menyuruh guru dua

untuk mengikuti ujian nasional. Tuturan tersebut hanya berupa candaan sesama

rekan guru karena situasinya sedang berlangung ujian nasional. Data tuturan (17)

dapat dikatakan santun karena penutur hanya menggoda mitra tutur dan mitra

tutur berkenan dengan merespon perkataan penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

81

Selanjutnya, tuturan pada data (18) yaitu penutur memiliki maksud

menyuruh guru dua untuk segera menemui guru yang bernama Bu Eri. Data

tuturan (18) dapat dikatakan santun karena guru satu mencoba memberikan

informasi bahwa guru dua sedang dicari oleh guru lain. Selain itu, guru dua juga

merespon perkataan guru satu dengan memastikan informasi tersebut, lalu segera

menemui guru yang bersangkutan.

Tuturan pada data (19) lain halnya dengan tuturan lain karena yang

memiliki maksud adalah mitra tutur. Mitra tutur memiliki maksud menyuruh guru

satu meletakkan fotocopy yang dibawanya untuk diletakkan di atas meja. Data

tuturan (19) dapat dikatakan santun karena mitra tutur mencoba merespon

pertanyaan penutur. Mitra tutur juga mengatakan ‘tolong’ kepada penutur.

Ketiga data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap guru yang mengedepankan kesantunan tuturan dan

memberikan perhatian dengan lawan tuturnya.

4.2.2.2 Kesantunan dengan Maksud “Meminta”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

82

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(20) Guru 1: Wes tau nyoba mie ayam ndi wae?

(Sudah pernah mencoba mie ayam di mana saja?)

Guru 2: Wah, macem macem, pak.

(Wah, macam-macam, pak.) (DT3)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua orang guru laki-laki yang berbeda

usia di kantin sekolah. Situasinya guru satu sedang ingin makan mie ayam.

Merasa tidak tau mie ayam yang enak dimana, guru satu meminta

pendapat dari guru dua.

(21) Guru 1: Pak Yus ana ning kene?

(Pak Yus ada di sini?)

Guru 2: (menggelengkan kepala) (DT15)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki di ruang guru. Satu guru

lebih senior dibanding yang lainnya. Situasinya guru satu sedang mencari

guru yang bernama Pak Yus. Guru dua yang berada di dalam ruang guru

tepat di samping pintu masuk menjawab dengan menggelengkan kepala

setelah ikut mencari di sekeliling ruangan bahwa Pak Yus tidak ada.

(22) Guru 1: Sing mati deretan ndi?

(yang mati deretan mana?)

Guru 2: Sebelah kene.

(Sebelah sini.) (sambil menggambarkan lokasi komputer)

(DT19)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki tampak seusia dan

muda. Situasinya guru laki-laki satu keluar laboratorium komputer,

menghampiri guru laki-laki lain yang duduk di kursi kantin sekolah dan

menepuk pundaknya. Guru laki-laki satu ingin memastikan bahwa komputer

yang dibenahi karena mati tadi sudah pas dengan aduan guru lain dengan

meminta kepastian.

Tuturan pada data (20) yaitu penutur memiliki maksud meminta informasi

tentang mie ayam yang enak di Yogyakarta karena guru satu sedang ingin makan

mie ayam. Data tuturan (20) dapat dikatakan santun karena penutur mencoba

bertanya dengan sopan tentang keingintahuan tentang warung mie ayam yang

enak di Yogyakarta. Mitra tutur juga merespon perkataan penutur dengan baik,

sehingga bisa dikatakan santun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

83

Selanjutnya, tuturan pada data (21) yaitu penutur meminta guru dua sebagai

mitra tutur untuk memberikan informasi tentang guru yang bernama Pak Yus

yang sedang dicari oleh guru satu. Data tuturan (21) dapat dikatakan santun

karena penutur mengatakan dengan bertanya tidak langsung meminta dan mitra

tutur berkenan merespon perkataan penutur.

Tuturan pada data (22) yaitu penutur memiliki maksud meminta kepastian

bahwa komputer yang dibenahi karena mati tadi sudah pas dengan aduan guru

lain. Tuturan data (22) dapat dikatakan santun karena penutur tidak berusaha

menyombongkan diri karena sudah berhasil membenahi komputer, tetapi

memastikan kembali dengan guru lain.

Ketiga data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur yang mengedepankan tuturan kesantunan. Ini

dibuktikan dari respon mitra tutur yang berkenan menjawab perkataan pentur.

4.2.2.3 Kesantunan dengan Maksud “Memberi Saran”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

84

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(23) Guru 1: ning samping Kridosono kae lho keno. Coba wae enak jare

mas.

(di samping Kridosana itu lho. Coba saja enak katanya mas.)

Guru 2: (tersenyum) (DT4)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempuan di

kantin sekolah. Guru perempuan merupakan guru senior tetapi lebih

muda. Situasinya guru perempuan sebagai guru satu mendengarkan

percakapan guru yang sebelumnya membicarakan mie ayam. Guru satu

bermaksud untuk merekomendasikan warung mie ayam yang enak

menurut dirinya kepada guru dua.

(24) Guru 1: Pak, jenengan dhuwur po?

(Pak, bapak tinggi kah?)

Guru 2: Iyo e.

(Iya nih.)

Guru 1: Kae lho, cobo nggo garam diet.

(Itu lho, coba pakai garam diet.)

Guru 3: Alah, nek masak disisihke ndisik wae.

(Alah, kalau masak disisihkan dulu saja.) (DT26)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan dua guru perempuan di

kantin sekolah. Ketiga guru tersebut adalah sesama guru senior. Situasinya

guru-guru sedang sarapan. Ketika sedang sarapan, guru dua tidak

menggunakan garam dalam sotonya. Guru satu dan tiga memberi saran

kepada guru dua yang tensi darahnya sedang naik (tinggi). Mereka

menyarankan untuk menggunakan garam diet.

(25) Guru 1: Duh aku kawanen.

(Duh aku kesiangan.)

Guru 2: Sesuk tak tangi jam papat ben ra kawanen.

(Besok bangun jam empat biar tidak kesiangan.)

Guru 1: Yo jane, ning aku mumet wes rong dina iki.

(Ya harusnya, tapi aku pusing sudah dua hari ini.) (DT27)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki di depan ruang guru.

Dua guru tersebut sesama guru senior. Situasinya guru satu mengeluhkan

kedatangannya yang terlambat karena sakit yang dirasakan. Guru dua

kemudian memberi saran supaya bangun lebih awal.

Tuturan pada data (23) yaitu penutur memiliki maksud memberi saran

kepada guru dua yang sebelumnya menanyakan tentang warung mie ayam. Data

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

85

tuturan (23) dikatakan santun karena guru satu memberikan informasi yang

diminta oleh guru dua tentang warung mie ayam yang enak.

Selanjutnya, tuturan pada data (24) yaitu penutur memiliki maksud memberi

saran kepada guru dua yang memiliki tekanan dara tinggi. Data tuturan (24)

dikatakan santun karena guru satu dan tiga memberi saran kepada guru agar bisa

tetap menikmati rasa asin dengan merekomendasikan garam diet untuk

dikonsumsi. Guru dua berkenan dengan hal tersebut, sehingga dikatakan santun.

Tuturan pada data (25) yaitu mitra tutur memiliki maksud memberi saran

kepada guru satu supaya tidak bangun kesiangan. Tuturan data (25) dapat

dikatakan santun karena penutur menyadari bahwa dirinya melakukan kesalahan

karena terlambat bangun, kemudian guru dua sebagai mitra tutur menyarankan

untuk bangun jam empat pagi.

Ketiga data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur dan mitra tutur yang berkomunikasi dengan baik. Hal

itu terbukti dari tuturan dan respon yang diberikan, sehingga tidak ada yang

tersinggung.

4.2.2.4 Kesantunan dengan Maksud “Mengritik”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

86

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(26) Guru 1: Weh, kui ngapa ee wira-wiri wae?

(Weh, itu kenapa mondar-mandiri saja?) (menatap seseorang

dengan kepala sedikit terangkat.)

Guru 2: Kui ki saka dinas e.

(Itu tuh dari dinas.) (DT5)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempuan di teras

laboratorium. Situasinya kedua guru tersebut sedang membicarakan

seseorang yang dari tadi mondar-mandir dari laboratorium satu ke

laboratorium yang lain. Guru satu merasa heran melihat ada seseorang yang

sedari tadi mondar-mandir di lingkungan laboratorium, lalu mengritik

dengan nada bertanya kepada guru dua yang sedari tadi bersamanya. Ini

terjadi saat persiapan ujian paket C.

(27) Guru 1: La ngapa karo Hotman?

(Lha kenapa dengan Hotman?)

Guru 2: Teka’e arep nikah siri.

(Sepertinya mau nikah siri.)

Guru 1: Weh iyo po?

(Weh, iya pa?)

Guru 2: Jarene, aku yo ora dong. Kok gelem yo.

(Katanya, aku ya tidak paham. Kok mau ya.) (mata menyipit)

(DT65)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan di kantin sekolah saat

jam istirahat. Situasinya kedua guru tersebut membaca berita online tentang

Nafa Urbach dan Hotman Paris. Guru satu memberitahu kepada guru dua

tentang isu rencana nikah siri Hotman Paris dan mengritik mengapa Nafa

mau dengan Hotman Paris.

(28) Guru 1: Kae lho, jal delok kae rupane.

(Itu lho, coba lihat itu mukanya.)

Guru 2: Ngapa to?

(Kenapa sih?)

Guru 1: Kluwus

(Lusuh) (tertawa) (DT72)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki di kantin sekolah saat

jam istirahat. Situasinya kedua guru tersebut memperhatikan guru yang

dimaksud. Guru satu mengejek guru lainnya sambil bercanda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

87

Tuturan pada data (26) yaitu penutur memiliki maksud mengritik seseorang

yang sedari tadi mondar-mandir di sekitar laboratorium sekola saat persiapan

ujian paket C. Data tuturan (26) dapat dikatakan santun karena penutur mengritik

orang lain dengan menanyakan siapa yang mondar-mandir dari tadi kepada guru

dua. Guru dua sebagai mitra tutur berkenan dengan perkataan penutur, terlihat dari

respon mitra tutur.

Selanjutnya, tuturan data (27) yaitu penutur memiliki mengritik artis yang

bernama Hotman Paris. Tuturan data (27) dapat dikatakan santun karena penutur

mempertanyakan berita yang beredar kepada guru dua. Guru dua terlihat berkenan

dengan menanggapi perkataan penutur dan menambahkan informasi tentang artis

yang dimaksud.

Tuturan pada data (28) yaitu penutur memiliki mengritik guru yang sedari

tadi berdiri dengan mengatakan mukanya kluwus yang artinya lusuh. Tuturan data

(28) dapat dikatakan santun karena penutur mengatakan dengan bercanda dan

guru dua tidak keberatan dengan perkataan tersebut.

Ketiga data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena komunikasi antarguru tidak menyinggung satu sama lain. Hal ini

disebabkan perkataan tersebut tidak sertamerta ditujukan kepada lawan tuturnya

tetapi orang yang diperbincangkan oleh penutur dan mitra tutur.

4.2.2.5 Kesantunan dengan Maksud “Menyindir”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

88

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(29) Guru 1: Eh pak… kok tumben, biasane mruput?

(Eh pak.. kok tumben, biasanya berangkat lebih awal?)

Guru 2: Ah jare sapa, jam 7 wes metangkring ning kene kok.

(Ah kata siapa, jam 7 sudah ada di sini kok.) (bergaya)

(DT24)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempuan di

kantin sekolah saat jam istirahat. Situasinya guru dua baru saja datang ke

kantin, sedangkan guru satu sudah lebih dulu tiba. Guru satu heran kepada

guru dua karena merasa baru melihat guru dua di sekolah pada siang hari.

(30) Guru 1: Welah kok do ning kene?

(Weh kok pada di sini?) (kaget)

Guru 2: Kene ngelih awet mau isuk e.

(Kami lapar dari tadi pagi soalnya.) (DT30)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan di kantin sekolah saat

jam pelajaran berlangsung, tetapi beberapa guru tidak ada jadwal mengajar.

Situasinya guru satu lewat di depan kantin, dan guru dua sudah menikmati

makanannya. Guru satu kaget mengapa guru dua masih di kantin padahal

jam pelajaran berlangsung.

(31) Guru 1: Sapa kae sing jaga?

(Siapa itu yang jaga?) (menatap dengan kepala sedikit

terangkat)

Guru 2: Mbak Dian kok sing isuk.

(Mbak Dian kok yang pagi.) (DT68)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru perempuan dan guru laki-laki di

kantin sekolah saat jam istirahat. Guru satu adalah guru senior. Situasinya

sedang berlangsung ujian paket C. Guru dua adalah pengawas ujian paket C.

Guru satu menyindir guru dua mengapa masih di kantin saja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

89

Tuturan pada data (29) yaitu penutur memiliki maksud menyindir rekan

gurunya yang menjadi mitra tutur karena sepertinya datang ke sekolah pada siang

hari. Tuturan data (29) dapat dikatakan santun karena penutur menyindir dengan

cara menanyakan kehadiran sehingga terkesan tidak menyinggung mitra tutur.

Guru dua pun menjawab dengan santai sambil bergaya, menandakan bahwa tidak

tersinggung.

Selanjutnya, tuturan pada data (30) yaitu penutur memiliki maksud

menyindir rekan sesama guru yang masi berada di kantin untuk makan padaal jam

pelajaran sudah berlangsung. Tuturan data (30) dapat dikatakan santun karena

ketika penutur mengatakan hal tersebut, mitra tutur berkenan menjawab.

Perkataan penutur juga diutarakan dalam bentuk pertanyaan sehingga tidak

menyinggung.

Tuturan pada data (31) yaitu penutur memiliki maksud menyindir guru dua

yang makan di kantin dan tidak menjalankan tugasnya untuk menjaga

laboratorium saat ujian paket C berlangsung. Tuturan data (31) dapat dikatakan

santun karena penutur menyindir dengan menanyakan siapa yang menjaga ruang

ujian. Mitra tutur tidak merasa tersinggung karena memang dirinya tidak lalai

dengan tugas untuk menjaga ruang ujian.

Ketiga data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur dan mitra tutur meskipun terdapat ketidakcocokan

tetap bersikap santun. Keduanya juga selalu bertutur dengan santun meskipun

dalam keadaan menyindir.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

90

4.2.2.6 Kesantunan dengan Maksud “Memberi Tahu”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(32) Guru 1: Ndik, tulung delengen. Iki opo hayo? Iki uyah

(Ndik, tolong lihatlah. Ini apa hayo?)

Guru 2: Alah rak penting.

(Alah tidak penting.) (sambil mengayunkan tangan) (DT7)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh seorang guru laki-laki dan seorang guru

perempuan di kantin sekolah dan sedang makan. Kedua guru tersebut

tampak seusia. Guru satu sedang mengambil garam untuk ditambahkan

dalam soto miliknya. Melihat guru dua makan dengan lahap, tiba-tiba guru

satu menggoda guru dua dengan melontarkan pertanyaan. Guru dua

bertanya sesuatu yang sedang dipegangnya, padahal sudah jelas bahwa yang

dipegang adalah garam.

(33) Guru 1: Pak, wingi ana puting!

(Pak, kemarin ada puting!)

Guru 2: Lha yo makane kui.

(Lha iya maka dari itu.) (DT21)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempuan. Duduk

bersebelahan di kantin sekolah. Guru laki-laki dan guru perempuan tersebut

adalah guru senior. Guru satu memberitahu kepada guru dua bahwa kemarin

ada puting beliung di daerah Yogyakarta.

(34) Guru 1: Hey kursine ketemu.

(Hey kursinya ketemu.)

Guru 2: Ning ndi?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

91

(di mana?)

Guru 1: Kae lho kursine 12 IPS 5 mbiyen kan mung 24 to, saiki okeh.

(Itu lho kursinya 12 IPS 5 dulu kan cuma 24, sekarang

banyak.)

Guru 2: Lha kok iso?

(Lha kok bisa?)

Guru 1: Dingo kelas’e pokoke.

(dipakai kelasnya pokoknya.)

Guru 2: Terima kasih ya, bu. (DT54)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan di halaman sekolah.

Topik bahasan kedua guru tersebut adalah kursi kelas yang hilang. Kursi

kelas yang dicari guru dua sudah ditemukan guru satu. Guru satu memberi

tahu dengan menunjuk kesalah satu kelas.

Tuturan pada data (32) yaitu penutur memiliki maksud memberi tahu

sesuatu yang dipegangnya adalah garam. Tuturan data (32) dapat dikatakan santun

karena penutur hanya menggoda guru dua agar mau merespon pertanyaan guru

satu. Guru dua sebagai mitra tutur juga berkenan dengan perkataan guru satu,

terlihat dari jawaban yang diberikan bahwa tidak terkesan tersinggung.

Selanjutnya, tuturan data (33) yaitu penutur memiliki maksud memberi tahu

bahwa kemarin terjadi bencana angin puting beliung. Tuturan data (33) dapat

dikatakan santun karena ketika penutur mengatakan hal tersebut, mendapat respon

baik dari mitra tutur. Guru dua juga terlihat berkenan dengan perkataan guru satu

dan membenarkan argumen guru satu.

Tuturan pada data (34) yaitu penutur memiliki maksud memberi tahu rekan

sesama guru yakni mitra tutur bahwa kursi yang selama ini dicari sudah

ditemukan. Tuturan data (34) dapat dikatakan santun karena penutur menolong

mitra tutur dengan memberi tahu di mana kursi yang dicari mitra tutur ditemukan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

92

Ketiga data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur menaruh simpati kepada mitra tutur. Itu dilakukan

dengan cara bercanda, memberikan informasi, dan menolong mitra tutur.

4.2.2.7 Kesantunan dengan Maksud “Menyatakan”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(35) Guru 1: Coba delengen iki maem’e sopo? (melirik bangku kosong)

(Coba lihat ini makanannya siapa?)

Guru 2: Andi, bu.

Guru 1: (mulut membentuk bulatan huruf o) (DT8)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua orang guru perempuan di kantin

sekolah saat jam istirahat. Guru perempuan satu lebih senior dibandingkan

guru dua. Situasinya guru senior ingin duduk di kursi teras kantin, tetapi

tidak jadi karena mengetahui ada makanan di atas meja tersebut. Guru satu

mengharapkan guru dua untuk menyingkirkan makanan temannya lebih

dulu, di meja yang kosong agar guru satu bisa duduk bersebelahan. Tetapi,

tidak muncul kepekaan pada guru dua.

(36) Guru 1: Padahal nggonku yo jane rodo cedak.

(Padahal tempatku ya lumayan dekat sebenarnya.)

Guru 2: Yo ora lah mbak. Jumjumen ora keno.

(Ya tidak lah mbak.)

Guru 1: Yo kui, alhamdullilah.

(Ya itu, alhamdullilah.) (DT23)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

93

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan di kantin sekolah

pada jam istirahat. Kedua guru tersebut berbeda usia. Guru dua

menghampiri guru satu yang sedang sarapan. Mereka masih

membicarakan tentang puting beliung yang belum lama ini terjadi. Guru

satu mengharapkan simpati guru dua dengan ikut menceritakan bahwa

rumahnya juga dekat dengan kejadian.

(37) Guru 1: Pak Jendro belum masuk, pak?

Guru 2: Belum, lha arep ngapa?

(Belum, mau ngapain?)

Guru 1: lha kemarin disuruh nemuin. (DT31)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempan di ruang

guru. Tuturan berlangsung pagi hari selesai afeksi. Guru laki-laki

merupakan senior dan guru perempuan merupakan guru muda. Guru satu

sedang mencari Pak Jendro di ruang guru dan berharap beliau di sana.

Tuturan pada data (35) yaitu penutur memiliki maksud menyatakan kepada

guru dua sebagai mitra tutur untuk mempersilakan guru satu duduk disampingnya.

Data tuturan (35) dapat dikatakan santun karena penutur bertanya terlebih dulu

kepada guru dua tentang makanan di atas meja. Guru satu tidak serta-merta duduk

saja di samping guru dua, tetapi melihat kepekaan guru dua dengan cara bertanya.

Selanjutnya, tuturan pada data (36) yaitu penutur memiliki maksud

menyatakan maksud supaya perhatian kepada guru dua akibat bencana puting

beliung. Data tuturan (36) dapat dikatakan santun karena penutur tidak memaksa

mitra tutur yakni guru dua untuk peduli kepadanya. Guru satu hanya menceritakan

bahwa tempat tinggalnya tidak jauh dari lokasi kejadian, kemudian mendapat

respon positif dari guru dua.

Tuturan pada data (37) yaitu penutur memiliki maksud menyatakan tujuan

supaya mendapat jawaban yang sesuai keinginannya dari guru dua yakni

mengetahui keberadaan guru yang ingin ditemui. Data tuturan (37) dapat

dikatakan santun karena penutur tidak memaksa mitra tutur memberikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

94

informasi yang diinginkan yakni mengetahui di mana guru yang dicari berada,

tetapi hanya bertanya. Tuturan guru satu berkenan dihati guru dua, dan guru dua

membalas dengan peduli dengan maksud guru satu terhadap guru yang bernama

Pak Jendro.

Ketiga data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur tidak memaksa mitra tutur untuk memenuhi setiap

keinginannya. Pentur selalu mengedepankan kesan santun dalam setiap

tuturannya.

4.2.2.8 Kesantunan dengan Maksud “Merayu”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(38) Guru 1: Tambah nasi mboten, pak?

(Tambah nasi tidak, pak?)

Guru 2: Ora usah nggo sego.

(Tidak perlu menggunakan nasi.)

Guru 1: dicoba wae pak. (dicoba saja pak) (DT1)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua orang guru laki-laki yang berbeda usia

saat jam istirahat di kantin sekolah. Situasinya guru sedang memesan

sarapan. Guru satu melihat makanan yang dipesan guru dua terlihat kurang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

95

sesuai jika tidak pakai nasi. Guru satu merayu guru dua untuk

menambahkan nasi dalam makanannya.

(39) Guru 1: Lha ndi bocahe?

(Lha di mana anaknya?)

Guru 2: Enten trouble makane ditinggal. Monggo lho, bu.

(Ada trouble makanya ditinggal. Silahkan lho, bu) (DT10)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan dan salah satu guru

perempuan yang lebih senior. Tuturan terjadi di kantin sekolah saat jam

istirahat. Situasinya guru senior ingin duduk di sebelah guru muda. Guru

senior sebagai guru satu mendengar percakapan antara guru muda dan guru

senior yang lain tentang makanan di atas meja. Bermaksud ingin duduk

disebelah, maka guru satu menanyakan kemana perginya orang disamping

guru dua.

(40) Guru 1: Lha iki sido nggo uyah ora, pak?

(Lha ini jadi pakai garam tidak, pak?)

Guru 2: Ora usah, ra wani aku.

(Tidak perlu, tidak berani saya.)

Guru 1: Ora enak ra nggo uyah ki. Coba wae sithik.

(tidak enak kalau tidak pakai garam. Coba saja sedikit.)

Guru 2: Yowes, sitik wae.

(Ya sudah, sedikit saja.) (DT25)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempuan di

kantin sekolah saat jam istirahat. Situasinya kedua guru tersebut sedang

memesan makanan kepada ibu penjual makanan di kantin. Guru dua

memiliki tekanan darah tinggi sehingga memesan soto tanpa garam. Melihat

hal demikian, guru satu merasa kurang nikmat jika mengetahui makanan

tanpa garam karenan akan hambar. Lalu guru satu menyarankan kepada

guru dua untuk menambahkan garam dalam soto milik guru dua.

Tuturan pada data (38) yaitu penutur memiliki maksud merayu guru dua

agar mau menambahkan nasi dalam makanan yang dipesan. Data tuturan (38)

dapat dikatakan santun karena penutur merayu guru dua, tidak memaksakan

kehendak. Tuturan tersebut berkenan dihati guru dua, terbukti dari respon guru

dua yang mau menambahkan nasi dalam makanan yang dipesannya.

Selanjutnya, tuturan pada data (39) yaitu penutur memiliki maksud merayu

guru dua supaya diperbolehkan duduk di kursi bersebelahan dengan guru satu

sebagai penutur. Tuturan data (39) dapat dikatakan santun karena penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

96

bertanya terlebih dulu makanan siapa yang ditinggal begitu saja, dengan begitu

guru dua mempersilahkan guru satu untuk duduk disebelahnya. Tuturan tersebut

berkenan di hati guru dua, sehingga guru satu mendapatkan yang diinginkan tanpa

menyinggung perasaan guru dua.

Tuturan pada data (40) yaitu penutur memiliki maksud merayu guru dua

supaya mau menambahkan garam dalam soto yang dipesannya. Tuturan data (40)

dapat dikatakan santun karena penutur tidak memaksakan kehendak supaya mitra

tutur mau menambahkan garam, tetapi penutur bertanya telebih dulu kemudian

memberi saran. Tuturan tersebut berkenan di hati guru dua, terbukti dari respon

yang diberikan dan mau menambahkan garam dalam soto miliknya.

Ketiga data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur yang tidak memaksakan kehendak supaya dilakukan

oleh mitra tutur. Penutur merayu mitra tutur dengan lembut dan santun supaya

menerima perkataan penutur.

4.2.2.9 Kesantunan dengan Maksud “Mengingatkan”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

97

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(41) Guru 1: AC-ne wes teko apa durung, pak? Tulung dicek.

(AC-nya sudah sampai apa belum, pak? Tolong diperiksa.)

Guru 2: 41 to? Yo, uwes.

(41 an? Iya, sudah.) (DT11)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki yang tampak seusia dan

merupakan guru senior. Tuturan terjadi di depan kantor guru. Situasinya

guru laki-laki satu memanggil sambil berteriak kepada guru laki-laki yang

lewat di depan kantor guru. Guru satu adalah waka kesiswaan dan

sebelumnya telah memesan AC. Guru satu memanggil guru dua sebagi

anggota dari sarana prasarana sekolah untuk memastikan apakah AC yang

dipesan sudah datang atau belum.

(42) Guru 1: Eh, nggon tempat wisata wes podo ditutup?

(Eh, di tempat wisata sudah pada ditutup).

Guru 2: Iyolah mestine wes.

(Iyalah mestinya sudah).

Guru 1: Piro jarake? Ojo mrana lho.

(Berapa jaraknya? Jangan ke sana lho.)

Guru 2: 30 meter jare (30 meter katanya.)

Guru 1: Weh..dhuwur yo. (Weh... tinggi ya.) (DT53)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki. Situasinya kedua guru

tersebt mendengar guru disebelahnya bercerita tentang Merapi, lalu

berbicara dengan guru yang ada di sebelahnya. Guru satu khawatir dengan

keadaan yang baru saja terjadi, lalu mengingatkan kepada guru dua untuk

tidak ke tempat wisata merapi terlebih dulu.

(43) Guru 1: Pak, piye wes sido tuku garam diet?

(Pak, gimana sudah jadi beli garam diet?)

Guru 2: Durung yo, lah apa jenenge?

(Belum ya, lah apa namanya?)

Guru 1: Lali aku (lupa aku) (sambil berlalu) (DT71)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru perempuan dan guru laki-laki saat

jam istirahat. Kedua guru tersebut tampak seusia. Situasinya kedua guru

berpapasan di halaman sekolah. Guru satu dulu pernah menyarankan guru

dua untuk membeli garam diet. Saat bertemu guru satu menanyakan tentang

garam diet apakah sudah dibeli atau belum oleh guru dua.

Tuturan pada data (41) yaitu penutur memiliki maksud mengingatkan guru

dua untuk memeriksa apakah AC yang dipesan sudah datang atau belum. Data

tuturan (41) dapat dikatakan santun karena penutur mengingatkan kepada mitra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

98

tutur yakni guru dua untuk memerika, dan ditandai dengan kata ‘tolong’. Tuturan

tersebut berkenan di hati guru dua karena guru dua merespon dengan baik dan

akan memeriksa AC yang datang.

Selanjutnya, tuturan pada data (42) yaitu penutur memiliki mengingatkan

mitra tutur yakni guru dua untuk tidak ke tempat wisata Merapi terlebih dulu

mengingat erupsi yang terjadi. Tuturan data (42) dapat dikatakan santun karena

ketika penutur mengatakan hal tersebut, mendapat respon baik dari mitra tutur.

Guru dua juga terlihat berkenan dengan perkataan guru satu dan membenarkan

argumen guru satu.

Tuturan pada data (43) yaitu penutur memiliki maksud mengingatkan guru

dua sebagai mitra tutur apakah garam diet yang dulu pernah disarankan sudah

dibeli atau belum. Data tuturan (43) dapat dikatakan santun karena penutur

mengingatkan hal baik yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Guru dua juga merasa

berterima kasih sudah diingatkan.

Ketiga data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur menaruh perhatian kepada mitra tutur dengan

mengingatkan hal-hal dibutuhkan mitra tutur. Itu terlihat dari cara mitra tutur

merespon perkataan penutur. Komunikasi juga berjalan baik diantara keduanya,

sehingga tidak ada yang tersinggung.

4.2.2.10 Kesantunan dengan Maksud “Permohonan Izin”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

99

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(44) Guru 1: Pak Wi, aku melu layat sek.

(Pak Wi, aku ikut melayat dulu.)

Guru 2: Ning sapa to?

(di tempat siapa to?)

Guru 1: Wong tuane bocah IPS.

(Orang tua anak IPS.)

Guru 2: Monggo.

(silahkan) (DT16)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki di lorong sekolah tepat

di depan ruang UKS. Situasinya guru laki-laki satu berpamitan sambil

berlalu meninggalkan lorong, ditangannya sudah memegang jaket. Guru dua

berada dibelakang guru yang berpamitan. Guru satu tidak ingin seperti

meninggalkan pekerjaan, jadi ketika melihat guru dua, guru satu memohon

izin untuk bisa meninggalkan sekolah sebentar.

(45) Guru 1: Aku tak mrana sek, monggo.

(Aku ke sana dulu, mari.)

Guru 2: Siap pak.

(Siap pak) (DT42)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki di kantin sekolah.

Situasinya guru satu hanya melewati kantin. Melihat ada salah seorang guru,

guru satu kemudian menyapa guru dua untuk sekedar basa-basi.

Tuturan pada data (44) yaitu penutur memiliki mengajukan permohonan izin

kepada guru dua karena akan meninggalkan sekolah untuk melayat. Data tuturan

(44) dapat dikatakan santun karena penutur tetap menghormati mitra tutur dengan

tetap memohon izin. Guru dua merasa tidak nyaman jika meninggalkan sekola

tanpa keterangan apa pun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

100

Selanjutnya, tuturan pada data (45) yaitu penutur memiliki maksud

mengajukan permohonan izin diri untuk langsung pergi tanpa mampir terlebih

dulu. Data tuturan (45) dapat dikatakan santun karena ketika penutur mengatakan

hal tersebut, mitra tutur menjawab dengan baik. Guru dua sebagai mitra tutur

menyetujui perkataan penutur dan membiarkan guru satu pergi.

Kedua data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur menghormati mitra tutur meskipun sesama guru

tetapi tetap memohon izin jika pergi. Komunikasi diantara keduanya juga berjalan

baik dan tidak ada yang tersinggung.

4.2.2.11 Kesantunan dengan Maksud “Menyapa”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(46) Guru 1: Halo

Guru 2: Halo pak. (DT18)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki. Guru laki-laki yang

satu lebih tua dari yang lainya. Tuturan terjadi di kantin sekolah. Situasinya

guru laki-laki senior duduk di kursi pinggir dekat jalan masuk kantin dan

guru muda baru datang ke kantin. Guru laki-laki satu bermaksud hanya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

101

menyapa guru laki-laki yang duduk di kursi yang lebih dulu berada di kantin

sekolah.

(47) Guru 1: Ayo Pak Tik, Pak Wah.

Guru 2: Yo. (ya.)

Guru 3: (mengangguk.) (DT33)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempuan di

kantin sekolah. Situasinya guru satu ingin meninggalkan kantin setelah

membungkus makanan dan berpamitan. Guru satu sebelum benar-benar

meninggalkan kantin, menyapa guru yang bernama Pak Tik dan Pak Wah.

Guru satu melakukan hal itu untuk menghormati dua guru laki-laki tersebut.

(48) Guru 1: Monggo… monggo…

(Mari..mari..)

Guru 2: Nggih.

(Ya.) (DT34)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan di halaman sekolah.

Situasinya guru satu buru-buru pulang saat jam pulang sekolah. Tidak ingin

tidak sopan dengan guru yang ada di depannya, maka guru satu tersebut

menyapa dengan mengatakan monggo yang artinya mari.

Tuturan pada data (46) yaitu penutur memiliki maksud menyapa guru dua

yakni sebagai mitra tutur yang berada terlebih dulu di kantin. Data tuturan (46)

dapat dikatakan santun karena penutur tidak menghiraukan guru dua yang sudah

lebih dulu di kantin, tetapi menyapa guru dua dengan mengatakan ‘halo’. Tuturan

juga berkenan di hati guru dua sehingga merespon hal yang sama dengan

menjawab ‘halo pak’.

Selanjutnya, tuturan pada data (47) yaitu penutur memiliki maksud menyapa

guru yang ada di dekatnya saat di kantin sebagai mitra tutur. Sama halnya dengan

tuturan pada data 49, guru satu sebagai penutur tidak menghiraukan begitu saja

guru yang ada di dekatnya. Data tuturan (47) dapat dikatakan santun karena

penutur menghormati mitra tutur dengan menyapa terlebih dulu saat berpamitan

untuk meninggalkan kantin.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

102

Tuturan pada data (48) yaitu penutur memiliki maksud menyapa guru yang

berada di depannya saat ingin mendahului pada jam pulang sekolah. Data tuturan

(48) dapat dikatakan santun karena penutur menghormati guru yang ada di

depannya dan tidak menghiraukan begitu saja saat ingin mendahului. Tuturan

tersebut berkenan di hati mitra tutur karena mitra tutur merespon penutur.

Ketiga data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur menghormati guru lain sebagai mitra tuturnya. Mitra

tutur baik lebih tua maupun masih muda tetap disapa terlebih dulu oleh penutur.

4.2.2.12 Kesantunan dengan Maksud “Memastikan”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(49) Guru 1: Mas Pri mrene jam piro mbak?

(Mas Pri ke sini jam berapa mbak?)

Guru 2: Jam setunggal paling, bu. (Jam satu mungkin, bu.) (DT28)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan di ruang guru. Kedua

guru tersebut adalah sesama guru senior. Mas Pri merupakan guru dan

suami dari guru kedua. Situasinya guru satu sedang mencari guru yang

bernama Mas Pri dan menanyakan kepada guru dua tentang kedatangan Mas

Pri karena sudah siang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

103

(50) Guru 1: Do ngomongne apa to?

(Pada ngomingin apa sih?)

Guru 2: Makanan remaja.

Guru 1: Alah- alah (geleng-geleng kepala) (tertawa) (DT47)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh sekumpulan guru-guru di kantin sekolah

saat jam istirahat. Satu guru laki-laki baru datang ke kantin. Guru-guru

tersebut sedang membicarakan snack kekinian. Guru satu yang baru datang

merasa heran kenapa guru-guru lain bercerita penuh semangat dan berisik

sekali.

(51) Guru 1: Eh lha piye sidane?

(Eh lha gimana jadinya?)

Guru 2: Ngangge panggung pak.

(Pakai panggung pak.)

Guru 1: Cukup to?

(Cukup kan?)

Guru 2: Saged kok ketoke.

(Bisa kok kelihatannya.)

Guru 1: Yowes nek cukup, dipersiapke wae.

(Ya sudah kalau cukup, dipersiapkan saja.)

Guru 2: Nggeh, mangke pak.

(Iya, nanti pak.) (DT56)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempuan di

lobby sekolah. Situasinya sedang dilakukan persiapan wisuda kelas dua

belas. Guru satu memastikan persiapan wisuda kelas dua belas kepada guru

dua sampai dimana. Guru satu datang menghampiri dan menanyakan hal

tersebut.

Tuturan pada data (49) yaitu penutur memiliki maksud memastikan

kedatangan suami guru dua yaitu yang bernama Mas Pri karena memiliki

keperluan dengan guru yang bersangkutan. Data tuturan (49) dapat dikatakan

santun karena penutur tidak memaksa mitra tuturnya untuk segera mendatangkan

suaminya supaya bisa ditemui oleh guru satu. Tuturan juga berkenan di hati guru

dua karena berkenan menjawab terlebih menggunakan bahasa Jawa krama.

Selanjutnya, tuturan pada data (50) yaitu penutur memiliki maksud

memastikan obrolan guru yang sedang berkumpul di kantin mengapa begitu

bersemangat. Data tuturan (50) dapat dikatakan santun karena penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

104

mengatakan dengan bercanda. Tuturan tersebut juga berkenan di hati mitra tutur

karena mitra tutur berkenan menjawab pertanyaan penutur.

Tuturan pada data (51) yaitu penutur memiliki maksud memastikan

kebutuhan guru dua untuk persiapan wisuda kelas dua belas. Data tuturan (51)

dapat dikatakan santun karena penutur memberikan perhatian kepada mitra tutur

apa saja yang dibutuhkan dan menanyai kesiapan guru dua dalam memberikan

penampilan. Tuturan tersebut berkenan di hati guru dua, terlihat dari cara

merespon yang senang ketika ditanya.

Ketiga data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur memberi perhatian kepada mitra tutur. Komunikasi

yang dijalin antara penutur dan mitra tutur juga berjalan baik. Terlihat dari cara

merespon tidak ada yang tersinggung.

4.2.2.13 Kesantunan dengan Maksud “Mengajak”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

105

(52) Guru 1: Ayo madhang… madhang… (makan..makan..)

Guru 2: Sek, tak pipis.

(Sebentar, kencing dulu.) (DT35)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan di kantin sekolah.

Situasinya guru satu mengajak guru dua makan di kantin tetapi guru dua

ingin kencing terlebih dulu.

(53) Guru 1: Sarapan Pak Burhan!

Guru 2: Nggih, monggo.

(Iya, silahkan.) (DT29)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru perempuan dan guru laki-laki di

kantin sekolah saat jam istirahat. Keduanya sesama guru senior, tetapi satu

lebih muda. Situasinya guru satu baru datang ke kantin untuk makan ketika

guru dua sudah habis setengah dari makanan di piringnya. Guru satu

menyapa guru dua dengan basa-basi menawari sarapan.

(54) Guru 1: Weh pak, sehat pak!

(Weh pak, sehat pak!)

Guru 2: Sehat.

Guru 1: Madhang... madhang... riyin mriki lho pak.

(Makan... makan dulu sini lho pak.)

Guru 2: (menganggukkan kepala) (DT66)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki senior di kantin sekolah

saat jam istirahat. Situasinya guru satu sedang makan ketika guru dua tiba.

Guru satu menanyakan kondisi guru dua dan mengajak untuk makan

bersama.

Tuturan pada data (52) yaitu penutur memiliki maksud mengajak mitra

tuturnya yakni guru dua untuk makan bersama di kantin. Data tuturan (52) dapat

dikatakan santun karena penutur mencoba mengakrabkan diri dengan penutur

dengan cara mengajak makan bersama. Tuturan tersebut berkenan di hati mitra

tutur terlihat dari cara merespon.

Selanjutnya, tuturan pada data (53) yaitu penutur memiliki mengajak untuk

makan bersama ketika mitra tutur baru datang ke kantin. Data tuturan (53) dapat

dikatakan santun karena ketika penutur mengatakan hal tersebut, mendapat respon

baik dari mitra tutur. Guru dua juga terlihat berkenan dengan perkataan guru satu

dan merespon dengan mempersilahkan guru satu melanjutkan makanan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

106

Tuturan pada data (54) yaitu penutur memiliki maksud mengajak untuk

makan bersama di kantin. Data tuturan (54) dapat dikatakan santun karena penutur

menanyakan keadaan mitra tutur terlebih dulu dan mengakrabkan diri dengan

mengajak makan bersama. Tuturan tersebut juga berkenan di hati mitra tutur

karena membalas dengan anggukan kepala.

Ketiga data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur mencoba mengakrabkan diri dengan mitra tutur.

Komunikasi keduanya juga berjalan dengan baik. Terbukti dari respon yang

diberikan dan tidak ada yang tersinggung.

4.2.2.14 Kesantunan dengan Maksud “Menyerukan”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(55) Guru 1: Nafa Urbach ki sapa?

(Nafa Urbach itu siapa?)

Guru 2: Ojek keliling.

Guru 1: Ndi jal delok fotone?

(Mana coba lihat fotonya?)

Guru 2: (memperlihatkan foto yang ada di hpnya)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

107

Guru 3: Halah kuwi tau tak ceraki biyen.

(Ah itu pernah aku dekati dulu.) (DT45)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan dan satu guru laki-

laki di kantin sekolah. Situasinya kedua guru tersebut duduk dalam satu

meja yang sama. Guru satu bertanya kepada guru dua tentang Nafa Urbach,

kemudian guru tiga berseru seolah-olah mengenal Nafa Urbach padahal

tidak, karena dia adalah artis.

(56) Guru 1: La iki lho, Nafa saiki wes karo pengacara. Sapa kae?

(Lha ini lho, Nafa sekarang sudah dengan pengacara. Siapa

itu?)

Guru 2: Hotman to.

Guru 1: Iyo, Hotman sapa kae? Hutapea?

(Iya, Hotman siapa itu? Hutapea?)

Guru 2: Hudu, sapa sih kae? Paris

(Bukan, siapa sih itu? Paris.)

Guru 1: nah, iyo Hotman Paris. (nah, iya Hotman Paris.) (DT64)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan di kantin sekolah saat

jam istirahat. Situasinya guru satu sedang membaca berita online. Guru satu

memberitahu kepada guru dua tentang gosip terakhir Nafa Urbach dengan

Hotman Paris dengan suara lantang.

Tuturan pada data (55) yaitu guru dua dan tiga sebagai mitra tutur memiliki

maksud menyerukan bahwa dirinya mengenal Nafa Urbach. Data tuturan (55)

dapat dikatakan santun karena komunikasi yang terjalin di antara ketiga guru

sebagai bentuk mengakrabkan diri. Terbukti dari ketiga guru yang saling

bercanda.

Selanjutnya, tuturan pada data (56) yaitu penutur memiliki maksud

menyerukan informasi yang diketahui kepada guru dua tentang isu yang menerpa

Nafa Urbach. Data tuturan (56) dapat dikatakan santun karena penutur memberi

informasi yang menghibur dan terbukti dari respon yang diberikan membenarkan

argumen.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

108

Kedua data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur mengakrabkan diri dengan rekan guru lain.

Komunikasi di antara keduanya juga berjalan baik.

4.2.2.15 Kesantunan dengan Maksud “Menawar”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(57) Guru 1:Heh, wolong ewu entuk apa?

(Heh, delapan ribu dapat apa?)

Guru 2: Macem-macem yo.

(Macam-macam ya.)

Guru 3: Iso nggo tuku slondok, dan lain-lain pak, okeh.

(Bisa tidak beli slondok, dan lain-lain pak, banyak.) (DT46)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan dan satu guru laki-

laki di kantin sekolah. Situasinya guru satu sedang memegang uang delapan

ribu. Guru satu bertanya kepada guru dua dan tiga, kira-kira apa saja yang

bisa dibeli dengan uang delapan ribu.

(58) Guru 1: Lha tapi maksimal jam 6 ee.

(Lha tapi maksimal jam 6.)

Guru 2: Ah yo ora pak. Bebas arep teka jam piro.

(Ah ya tidak pak. Bebas mau sampai jam berapa.) (DT57)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki di halaman sekolah.

Situasinya sedang persiapan perpisahan kelas 12. Kedua guru tersebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

109

sedang membahasan kedatangan tamu. Guru satu menanyakan kepada guru

dua tentang waktu kedatangan tamu-tamu supaya tidak terlalu sore.

(59) Guru 1: Nek iki kira-kira 53 nek ora 54.

(Kalau ini kira-kira lima tiga kalau tidak lima empat.)

Guru 2: Ora yo, ngarang.

(Tidak ya, mengada.)

Guru 1: Weh mosok to?

(Wah apa iya to?)

Guru 2: Tenan. (Benar) (DT59)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh guru laki-laki dan guru perempuan. Guru

perempuan waktu itu sedang lewat. Kemudian, guru perempuan mendengar

percakapan dua guru laki-laki di lobby sekolah saat jam istirahat. Guru satu

menggoda salah satu guru laki-laki dengan mengira-ngira dan mengatakan

usianya tua. Guru perempuan berkomentar sambil berlalu.

Tuturan pada data (57) yaitu penutur memiliki maksud menawar apakah

delapan ribu bisa untuk membeli apa saja ata tidak kepada guru dua. Data tuturan

(57) dapat dikatakan santun karena penutur mempertimbangkan saran yang

diberikan oleh rekan guru sebagai mitra tuturnya. Tuturan tersebut juga berkenan

di hati mitra tutur karena mitra tutur berkenan menjawab dan memberi saran.

Selanjutnya, tuturan pada data (58) yaitu penutur memiliki maksud

menawar batas waktu kedatangan tamu kepada mitra tutur yakni guru dua. Data

tuturan (58) dapat dikatakan santun karena penutur mengusulkan hal baik kepada

mitra tutur. Akan tetapi mitra tutur kurang menerima masukan karena tidak enak

jika ada pembatasan waktu untuk tamu undangan.

Tuturan pada data (59) yaitu penutur memiliki maksud menawar usia dari

mitra tutur yakni guru dua. Data tuturan (59) dapat dikatakan santun karena

penutur hanya bercanda saja dengan mitra tutur dengan menggodanya. Tuturan

tersebut berkenan di hati mitra tutur terlihat dari respon yang diberikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

110

Ketiga data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur tidak bermaksud menyinggung perasaan mitra tutur.

Penutur hanya ingin menghargai keberadaan mitra tutur dengan meminta

pendapatnya. Komunikasi di antara keduanya juga berjalan baik.

4.2.2.16 Kesantunan dengan Maksud “Mendesak”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(60) Guru 1: Kae lho, wes do di enteni cah IPS.

(Itu lho, sudah pada ditunggu anak IPS.)

Guru 2: Apa uwes do kumpul?

(Apa sudah pada kumpul?)

Guru 1: Wes yo, awet mau.

(Sudah ya, daritadi.) (DT50)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan di halaman sekolah.

Situasinya sedang membahas persiapan wisuda kelas dua belas. Guru dua

adalah wali kelas 12 IPS 1. Guru satu menyuruh guru dua untuk segera

menghampiri kelas dua belas IPS.

(61) Guru 1: Eh..eh bu, aku iso nyela?

(Eh..eh bu, aku bisa meminta waktu?) (menghampiri)

Guru 2: Sek, aku selak masuk kelas.

(Sebentar, aku keburu masuk kelas) (DT61)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

111

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru perempuan. Situasinya guru satu

memiliki keperluan dengan guru dua. Keduanya berpapasan di halaman

sekolah. Situasinya guru satu mendesak agar guru dua segera menyelesaikan

tugasnya dan bisa menemui guru satu.

Tuturan pada data (60) yaitu penutur memiliki maksud mendesak agar guru

dua sebagai mitra tutur segera menemui siswa kelas IPS karena guru dua adalah

wali kelas. Data tuturan (60) dapat dikatakan santun karena penutur memberi tahu

hal baik kepada mitra tutur untuk segera menangani persiapan wisuda untuk kelas

IPS. Tuturan tersebut berkenan di hati mitra tutur, terlihat dari cara merespon.

Selanjutnya, tuturan pada data (61) yaitu penutur memiliki maksud

mendesak guru dua agar bisa meluangkan waktu dengan guru satu. Data tuturan

(61) dapat dikatakan santun karena penutur meminta dengan sopan dan direspon

oleh guru dua untuk menunggu sebentar.

Kedua data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur memberi perhatian kepada mitra tutur. Hal itu

ditunjukkan dari cara mengingatkan. Komunikasi antar keduanya juga berjalan

baik.

4.2.2.17 Kesantunan dengan Maksud “Mengagumi”

Berdasarkan landasan teori sebelumnya, Yule (2006: 3) menjelaskan bahwa

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Maksud sama halnya dengan

makna pragmatis. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Senada dengan hal itu, Wijana dan

Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

112

tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya

diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya diutarakan secara

tidak langsung atau tersirat. Contohnya:

(62) Guru 1: Oh berarti gitu ya pak kalau di atas 50 tahun.

(manggut manggut)

Guru 2: Ah yo ora.

(Ah ya tidak.)

Guru 1: Lah nyatane.

(Lah kenyataannya)

Guru 2: Yo mergo pengalaman to, okeh pengalaman.

(Ya karena pengalaman, banyak pengalaman.) (DT62)

Konteks: Tuturan dilakukan oleh dua guru laki-laki di lobby sekolah saat

jam istirahat. Salah satu guru lebih senior. Situasinya guru satu kagum

dengan gaya pemikiran guru senior laki-laki di depannya.

Tuturan pada data (62) yaitu penutur memiliki maksud mengagumi gaya

bicara dan pemikiran mitra tuturnya. Data tuturan (62) dapat dikatakan santun

karena penutur memuji pemikiran mitra tutur. Tuturan tersebut juga berkenan di

hati mitra tutur terlihat dari cara merespon.

Satu data tuturan tersebut memenuhi prinsip kesantunan dan dianggap

santun karena sikap penutur menghargai pribadi mitra tutur.

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

Pada sub bab ini, peneliti akan menjelaskan temuan data-data hasil

penelitian yang secara keseluruhan diambil dari proses analisis data sebelumnya.

Penjelasan dalam sub bab ini berhubungan dengan temuan data-data hasil

penelitian yang sudah sesuai dengan teori-teori yang dipaparkan peneliti.

Kesesuaian teori dengan temuan data-data hasil penelitian tersebut berhubungan

dengan klasifikasi penanda kesantunan Rahardi (2005), wujud tuturan menurut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

113

Putrayasa (2009) disertai faktor penentu kesantunan Pranowo, serta maksud dari

Yule juga Wijana dan Rohmadi terhadap tuturan antarguru dalam situasi informal

di SMA Negeri 11 Yogyakarta.

Beberapa teori yang digunakan peneliti dalam sub bab pembahasan ini,

dapat dirinci sebagai berikut. Pertama teori penanda kesantunan menurut Rahardi

disertai faktor penentu kesantunan menurut Pranowo yaitu aspek intonasi (keras

lembutnya intonasi ketika seseorang berbicara), aspek nada bicara (berkaitan

dengan suasana emosi penutur: nada resmi, nada bercanda atau bergurau, nada

mengejek, dan nada menyindir), faktor pilihan kata dan faktor struktur kalimat.

Kedua wujud tuturan menurut Putrayasa yaitu wujud deklaratif, wujud imperatif,

dan wujud interogatif. Ketiga pembahasan tentang maksud didasari definisi oleh

Yule dan Putrayasa.

Selanjutnya, pembahasan akan didasarkan pada dua pokok rumusan masalah

yang diangkat dalam penelitian ini untuk melihat kesesuaian teori yang sudah

dipaparkan di atas dengan hasil temuan data-data hasil penelitian. Kedua rumusan

masalah tersebut meliputi wujud kesantunan berbahasa antarguru di SMA Negeri

11 Yogyakarta dan maksud tuturan kesantunan antarguru di SMA Negeri 11

Yogyakarta. Pembahasan kedua rumusan tersebut dalam setiap kategori adalah

sebagai berikut.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa wujud tuturan yaitu bentuk

tuturan yang digunakan penutur untuk menyampaikan pesan kepada lawan tutur.

Menurut Putrayasa (2009: 19) wujud tuturan berdasarkan modus (isi atau amanat)

yang ingin disampaikan dibedakan menjadi tiga, yaitu kalimat berita, kalimat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

114

tanya, dan kalimat perintah. Kalimat berita dikenal dengan kalimat deklaratif.

Kalimat berita yaitu kalimat yang isinya menyatakan berita atau pernyataan untuk

diketahui oleh orang lain (pendengar atau pembaca). Kalimat berita berfungsi

memberitahukan sesuatu kepada orang lain. Kridalaksana (2008: 104)

menyatakan bahwa kalimat berita yaitu kalimat yang mengandung makna

menyatakan atau memberitahukan sesuatu, dalam ragam tulis biasanya diberi

tanda titik (.) atau tidak diberi tanda apa-apa pada bagian akhirnya. Kalimat tanya

dikenal dengan kalimat interogatif. Kalimat tanya yaitu kalimat yang isinya

mengharapkan reaksi atau jawaban dari pendengar atau pembaca. Kridalaksana

(2008: 104) menambahkan bahwa kalimat tanya dalam ragam tulis biasanya

ditandai oleh tanda tanya (?). Kalimat perintah atau kalimat suruh juga dikenal

dengan kalimat imperatif. Kridalaksana (2008: 104 dalam Putrayasa, 2009)

menyatakan bahwa kalimat perintah yaitu kalimat yang mengandung intonasi

imperatif dan pada umumnya mengandung makna perintah atau larangan, dalam

ragam tulis ditandai oleh tanda titik (.) atau tanda seru (!). Dari ketujuh puluh

empat (74) data tuturan yang telah diklasifikasikan berdasarkan wujudnya

diperoleh hasil sebagai berikut. Wujud tuturan deklaratif berjumlah tiga puluh

(30) tuturan, wujud tuturan interogatif berjumlah tiga puluh tiga (33), dan wujud

tuturan imperatif berjumlah sebelas (11).

Penjelasan tentang wujud di atas menjadi salah satu dasar peneliti dalam

mengklasifikasikan data tuturan. Selanjutnya dalam analisis, peneliti

mengklasifikasikan data tuturan berjumlah tujuh puluh empat (74) ke dalam enam

wujud. Dalam setiap wujud, akan dijabarkan teori-teori pakar yang sesuai dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

115

keenam wujud tersebut. Kemudian disetiap analisis akan dilengkapi oleh teori

penanda kesantunan Rahardi (2005) dan faktor penentu kesantunan Pranowo

(2009: 76) yaitu dan yang meliputi aspek intonasi, dan aspek nada bicara. Berikut

pembahasan data tuturan berdasarkan analisis yang telah dipaparkan peneliti

dalam sub bab sebelumnya.

Analisis pertama berdasarkan klasifikasi penanda kesantunan tulung/tolong.

Peneliti menemukan sekurang-kurangnya tujuh (7) penanda kesantunan dalam

wujud tuturan antarguru dalam situasi informal di SMA Negeri 11 Yogyakarta.

Ketujuh penanda dalam wujud tuturan tersebut dinyatakan sesuai dengan dengan

prinsip kesantunan yaitu dapat mendukung kesantunan berbahasa lisan. Dalam

tujuh penanda kesantunan terdapat data tuturan sesuai dengan wujud tuturannya

yang juga dianggap santun karena menggunakan intonasi yang lembut serta nada

bicara yang sopan, sehingga melengkapi kesantunan tuturan antarguru.

Adapun wujud yang ditemukan dalam klasifikasi penanda kesantunan

tolong adalah sebagai berikut. Tuturan (1) memiliki wujud tuturan interogatif.

Tuturan interogatif dimaksudkan agar mitra tutur tidak tersinggung dengan

maksud penutur. Selanjutnya, tuturan (2) memiliki wujud tuturan deklaratif.

Tuturan deklaratif dalam tuturan dua dimaksudkan agar mitra tutur berkenan

menolong penutur. Tuturan (3) memiliki wujud tuturan interogatif. Tuturan

interogatif dimaksudkan agar mitra tutur berkenan memeriksa pesanan penutur.

Analisis kedua berdasarkan klasifikasi penanda kesantunan ayo. Peneliti

menemukan sekurang-kurangnya empat (4) penanda kesantunan dalam wujud

tuturan antarguru dalam situasi informal di SMA Negeri 11 Yogyakarta. Keempat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

116

penanda dalam wujud tuturan tersebut dinyatakan sesuai dengan dengan prinsip

kesantunan yaitu dapat mendukung kesantunan berbahasa lisan. Dalam empat

penanda kesantunan terdapat data tuturan sesuai dengan wujud tuturannya yang

juga dianggap santun karena menggunakan intonasi tepat serta nada bicara yang

sopan, sehingga melengkapi kesantunan tuturan antarguru.

Adapun wujud yang ditemukan dalam klasifikasi penanda kesantunan ayo

adalah sebagai berikut. Tuturan (4) memiliki wujud tuturan imperatif. Tuturan

imperatif dimaksudkan menggoda mitra tutur agar mencairkan suasana.

Selanjutnya, tuturan (5) memiliki wujud tuturan imperatif. Tuturan imperatif

dalam tuturan lima dimaksudkan agar mitra tutur segera menemui guru yang

bersangkutan. Tuturan (6) memiliki wujud tuturan deklaratif. Tuturan deklaratif

dimaksudkan agar mitra tutur berkenan membalas perkataan penutur.

Analisis ketiga berdasarkan klasifikasi penanda kesantunan coba. Peneliti

menemukan sekurang-kurangnya sembilan (9) penanda kesantunan dalam wujud

tuturan antarguru dalam situasi informal di SMA Negeri 11 Yogyakarta.

Kesembilan penanda dalam wujud tuturan tersebut dinyatakan sesuai dengan

dengan prinsip kesantunan yaitu dapat mendukung kesantunan berbahasa lisan.

Dalam sembilan penanda kesantunan terdapat data tuturan sesuai dengan wujud

tuturannya yang juga dianggap santun karena menggunakan intonasi tepat serta

nada bicara yang sopan, sehingga melengkapi kesantunan tuturan antarguru.

Adapun wujud yang ditemukan dalam klasifikasi penanda kesantunan coba

adalah sebagai berikut. Tuturan (7) memiliki wujud tuturan deklaratif. Tuturan

deklaratif dimaksudkan merayu mitra tutur agar menambahkan nasi dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

117

makanannya. Selanjutnya, tuturan (8) memiliki wujud tuturan deklaratif. Tuturan

deklaratif dalam tuturan delapan dimaksudkan agar mitra tutur menerima usulan

penutur. Tuturan (9) memiliki wujud tuturan deklaratif. Tuturan deklaratif

dimaksudkan agar mitra tutur berkenan menerima saran penutur.

Analisis keempat berdasarkan klasifikasi penanda kesantunan ben/biar.

Peneliti menemukan sekurang-kurangnya dua (2) penanda kesantunan dalam

wujud tuturan antarguru dalam situasi informal di SMA Negeri 11 Yogyakarta.

Kedua penanda dalam wujud tuturan tersebut dinyatakan sesuai dengan dengan

prinsip kesantunan yaitu dapat mendukung kesantunan berbahasa lisan. Dalam

dua penanda kesantunan terdapat data tuturan sesuai dengan wujud tuturannya

yang juga dianggap santun karena menggunakan intonasi tepat serta nada bicara

yang sopan, sehingga melengkapi kesantunan tuturan antarguru.

Adapun wujud yang ditemukan dalam klasifikasi penanda kesantunan biar

adalah sebagai berikut. Tuturan (10) memiliki wujud tuturan deklaratif. Tuturan

deklaratif dimaksudkan menarik perhatian mitra tutur. Selanjutnya, tuturan (11)

memiliki wujud tuturan imperatif. Tuturan imperatif dalam tuturan sebelas

dimaksudkan agar mitra tutur melakukan keinginan penutur.

Analisis kelima berdasarkan klasifikasi penanda kesantunan monggo/mari.

Peneliti menemukan sekurang-kurangnya dua (2) penanda kesantunan dalam

wujud tuturan antarguru dalam situasi informal di SMA Negeri 11 Yogyakarta.

Kedua penanda dalam wujud tuturan tersebut dinyatakan sesuai dengan dengan

prinsip kesantunan yaitu dapat mendukung kesantunan berbahasa lisan. Dalam

dua penanda kesantunan terdapat data tuturan sesuai dengan wujud tuturannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

118

yang juga dianggap santun karena menggunakan intonasi tepat serta nada bicara

yang sopan, sehingga melengkapi kesantunan tuturan antarguru.

Adapun wujud yang ditemukan dalam klasifikasi penanda kesantunan mari

adalah sebagai berikut. Tuturan (12) memiliki wujud tuturan deklaratif. Tuturan

deklaratif dimaksudkan menyapa mitra tutur. Selanjutnya, tuturan (13) memiliki

wujud tuturan deklaratif. Tuturan deklaratif dalam tuturan tiga belas

dimaksudkan agar mitra tutur memahami maksud mitra tutur.

Analisis keenam berdasarkan klasifikasi penanda kesantunan

monggo/silahkan. Peneliti menemukan sekurang-kurangnya empat (4) penanda

kesantunan dalam wujud tuturan antarguru dalam situasi informal di SMA Negeri

11 Yogyakarta. Keempat penanda dalam wujud tuturan tersebut dinyatakan sesuai

dengan dengan prinsip kesantunan yaitu dapat mendukung kesantunan berbahasa

lisan. Dalam empat penanda kesantunan terdapat data tuturan sesuai dengan

wujud tuturannya yang juga dianggap santun karena menggunakan intonasi tepat

serta nada bicara yang sopan, sehingga melengkapi kesantunan tuturan antarguru.

Adapun wujud yang ditemukan dalam klasifikasi penanda kesantunan

silahkan adalah sebagai berikut. Tuturan (14) memiliki wujud tuturan interogatif.

Tuturan interogatif dimaksudkan merayu mitra tutur agar menawari tempat duduk

kosong. Selanjutnya, tuturan (15) memiliki wujud tuturan deklaratif. Tuturan

deklaratif dalam tuturan lima belas dimaksudkan agar mitra tutur mengetahui

tujuan pergi penutur. Tuturan (16) memiliki wujud tuturan imperatif. Tuturan

imperatif dimaksudkan agar mitra tutur menerima ajakan penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

119

Adapun analisis data dalam tuturan antarguru di SMA Negeri 11

Yogyakarta, tidak semua memiliki penanda kesantunan. Tuturan yang tidak

memiliki penanda juga dituturkan dengan santun dan sesuai dengan prinsip

kesantunan. Beberapa diantaranya juga menggunakan Bahasa Jawa Krama untuk

menghormati mitra tutur yang diajak bicara. Jadi, meskipun tidak memiliki

penanda kesantunan bukan berarti tidak santun. Kesantunan dimunculkan dari

mimik, gesture, dan nada bicara yang sopan.

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data tuturan, peneliti menemukan

maksud dari masing-masing tuturan yang dituturkan antarguru. Dalam landasan

teori sudah dijelaskan bahwa bahwa pragmatik adalah studi tentang maksud

penutur. Maksud sama halnya dengan makna pragmatis. Pragmatik melibatkan

penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus

dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan, Yule (2006:

3). Senada dengan hal itu, Wijana dan Rohmadi (2009: 215) menjelaskan bahwa

pada hakikatnya setiap tuturan yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya

mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang

penutur tidak selamanya diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada

kalanya diutarakan secara tidak langsung atau tersirat.

Maksud memiliki arti berbeda dengan makna dan informasi, makna adalah

gejala dalam ujaran dan informasi yaitu gejala-luar-ujaran. Selain informasi

sebagai sesuatu yang luar ujaran ada lagi istilah yang disebut dengan maksud.

Informasi dan maksud sama-sama sesuatu luar-ujaran. Hanya bedanya kalau

informasi itu merupakan sesuatu luar-ujaran dilihat dari segi objeknya atau yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

120

dibicarakan, sedangkan maksud dilihat dari segi si pengujar, orang yang

berbicara, atau pihak subjeknya (Chaer, 2009: 35). Di sini orang yang berbicara

itu mengujarkan sesuatu ujaran entah berupa kalimat maupun frase, tetapi yang

dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti menemukan tujuh

belas (17) macam maksud yaitu maksud menyuruh, maksud meminta, maksud

memberi saran, maksud mengritik, maksud menyindir, maksud mengingatkan,

maksud menyatakan maksud merayu, maksud memastikan, maksud permohonan

izin, maksud menyapa, maksud memberi tahu, maksud mengajak, maksud

menawar, maksud menyerukan, maksud mendesak, dan maksud mengagumi.

Ketujuh belas maksud tersebut terkandung dalam tuturan kesantunan berbahasa

antarguru di SMA Negeri 11 Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

121

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis wujud dan maksud tuturan antarguru dalam

situasi informal di SMA Negeri 11 Yogyakarta, diperoleh kesimpulan sebagai

berikut. Jumlah data tuturan total berjumlah tujuh puluh empat (74) data. Data

tersebut diklasifikasikan dalam enam penanda kesantunan, yakni penanda tolong,

penanda ayo, penanda coba, penanda biar, penanda mari, dan penanda silahkan.

Selanjutnya, ketujuh puluh empat (74) data, dianalisis berdasarkan wujud dan

maksud tuturan.

Berdasarkan modus (isi atau amanat) yang ingin disampaikan, wujud

tuturan dibedakan menjadi tiga, yaitu kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat

perintah. Tujuh puluh empat (74) data tersebut setelah dianalisis, hasilnya terdapat

tiga puluh (30) wujud tuturan deklaratif, tiga puluh tiga (33) wujud tuturan

interogatif, dan sebelas (11) wujud tuturan imperatif. Selanjutnya, setelah

dianalisis berdasarkan maksud tuturan, terdapat tujuh belas (17) macam maksud

yaitu maksud menyuruh, maksud meminta, maksud memberi saran, maksud

mengritik, maksud menyindir, maksud mengingatkan, maksud mengharap,

maksud merayu, maksud memastikan, maksud permohonan izin, maksud

menyapa, maksud memberi tahu, maksud mengajak, maksud menawar, maksud

menyerukan, maksud mendesak, dan maksud mengagumi. Kedelapan belas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

122

maksud tersebut terkandung dalam tuturan kesantunan berbahasa antarguru di

SMA Negeri 11 Yogyakarta.

Adapun analisis data dalam tuturan antarguru di SMA Negeri 11

Yogyakarta, tidak semua memiliki penanda kesantunan. Tuturan yang tidak

memiliki penanda juga dituturkan dengan santun dan sesuai dengan prinsip

kesantunan. Beberapa diantaranya juga menggunakan Bahasa Jawa Krama untuk

menghormati mitra tutur yang diajak bicara. Jadi, meskipun tidak memiliki

penanda kesantunan bukan berarti tidak santun. Kesantunan dimunculkan dari

mimik, gesture, dan nada bicara yang sopan.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang sudah dipaparkan sebelumnya, ada beberapa

saran yang peneliti berikan yaitu:

1) Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti lain dapat meneliti maupun mengembangkan penelitian sejenis

dengan menggunakan objek yang lebih baru. Selain itu, nantinya teori

wujud dan maksud dapat semakin diperdalam.

2) Bagi pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memahami wujud dan

maksud tuturan yang tepat agar tidak terjadi kesalahan dalam mengartikan

tuturan yang disampaikan setiap orang.

3) Bagi pendidik

Semoga para pendidik semakin meningkatkan kesantunan dalam bertutur

guna menjadi contoh bagi siswa-siswi di sekolah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

123

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 2006. “Pragmatik: Konsep Dalam Memahami Konteks Tuturan” dalam Lingua Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, Volume 1, Nomor 2. Fakultas

Humaniora dan Budaya. Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.

Azwar, Saifuddin. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka

Cipta.

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka

Cipta.

Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Elu, Priscila Felicia. 2018. Kajian Elemen dan Fungsi Konteks Sosio-Kultural

Dalam Menentukan Maksud Berbahasa Para Mahasiswa Berlatar Belakang

Kultur Jawa Prodi PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Pada

Semester Gasal Tahun Akademik 2017/2018. Skripsi. Tidak diterbitkan.

Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.

Emzir. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: Rajawali

Pers.

Furqon, Chairul. Hakikat Komunikasi Organisasi. Universitas Pendidikan

Indonesia. file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI.../Artikel-

Organizational_Communication.pdf. Diakses 4 November 2017 pukul

09.28WIB.

Gunarwan, Asim. 1994. “Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan

Indonesia-Jawa di Jakarta: Kajian Sosiopragmatik” dalam PELLBA 7: 81-

111.

Hartini, Henny Isnaini, dkk. 2017. “Kesantunan Berbahasa Dalam Komentar

Caption Instagram” dalam Jurnal Online Mahasiswa, Volume 4, Nomor 2.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Riau.

Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:

Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka

Media.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Oka, M. D. D. 2015. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

124

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mardalis. 2008. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi

Aksara.

Moleong, J. Lexy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Nababan. 1984. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Noor, Juliansah. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Prenada Media Group.

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Prabowo, Fendi Eko. 2016. Kesantunan Berbahasa dalam Kegiatan Diskusi Kelas

Mahasiswa Pbsi Universitas Sanata Dharma Angkatan 2014. Skripsi. Tidak

diterbitkan. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.

Pranowo. 2009. Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purwo, BK. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Kanisius.

Putrayasa, IB. 2014. Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang:

Dioma.

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.

Jakarta: Penerbit Erlangga.

Rahardi, Kunjana. 2013. “Reinterpretasi Ketidaksantunan Pragmatik” dalam

jurnal Kajian Linguistik dan Sastra, Volume 25, Nomor 1 (hlm.58-70).

Surakarta. Muhammadiyah University Press.

Rahardi, Kunjana. 2017. “Pragmatic Phenomena Constellation In Specific

Culture Dimension Language Study” dalam International Journal of

Humanity Studies, Volume 1, Nomor 1, (pp. 84-92). Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

Rahardi, dkk. 2015. “Prosiding Seminar Nasional PIBSI XXXVII: Optimalisasai

Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Wahana Pembentukan Mental dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

125

Karakter Bangsa di Era Globalisasi Menuju Indonesia Emas 2045”.

Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.

Rahardi, Kunjana, dkk. 2016. “Kefatisan Berbahasa dalam Perspektif Linguistik

Ekologi Metaforis” dalam Seminar Tahunan Linguistik. Universitas

Pendidikan Indonesia (SETALI).

R, Syahrul. 2008. Pragmatik Kesantunan Berbahasa: Menyibak Fenomena

Berbahasa Indonesia Guru dan Siswa. Padang: UNP Press.

Song, Lichao. 2010. “The Role Of Context In Discourse Analysis” dalam Journal

of Language Teaching and Research, Vol. 1, No. 6, pp. 876-879, November

2010. Qingdao University of Science and Technology, Qingdao, China.

ACADEMY PUBLISHER Manufactured in Finland.

Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Kebahasaan: Pengantar

Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Sanata

Dharma University Press.

Sulaiman, Adhi Iman. 2013. “Model Komunikasi Formal dan Informal Dalam

Proses Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat” dalam jurnal Penelitian

Komunikasi, Volume 16, Nomor 2 (hlm.173-1880). Purwokerto: Universitas

Jenderal Soedirman.

Tarigan, Guntur Henry. 1989. Kedudukan dan Fungsi Bahasa. Bandung:

Angkasa.

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Ofset.

Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2009. Analisis Wacana

Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

129

KESANTUNAN BERBAHASA ANTARGURU DALAM SITUASI INFORMAL DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2017/2018

Oleh: Veronika Hertania Putri Riandono

Pembimbing: Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum.

Petunjuk pengisian:

1. Triangulator dimohon untuk memberikan tanda centang (√) pada kolom setuju, apabila triangulator setuju bahwa data wujud

verbal sudah sesuai dengan teori yang ada. Berilah tanda silang (√) pada kolom tidak setuju, apabila triangulator tidak setuju

terhadap data wujud verbal yang tidak sesuai dengan teori.

2. Triangulator dimohon untuk memberikan catatan pada kolom komentar berupa kritik ataupun saran.

No. Data Wujud Tuturan Maksud Tuturan

Persetujuan

Triangulator Komentar

Ya Tidak

1.

Guru 1: tambah nasi mboten, pak? (tambah

nasi tidak, pak?)

Guru 2: ora usah nggo sego. (tidak perlu

menggunakan nasi.)

Guru 1: dicoba wae pak. (dicoba saja pak)

Konteks:

a. Jam istirahat di kantin sekolah.

b. Guru sedang memesan sarapan.

Deklaratif

Penanda: Adanya pilihan

kata ‘coba’ yang menyaran

pada seseorang.

Merayu

guru satu merayu

guru dua untuk

menambahkan nasi

dalam makanannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

130

c. Guru satu melihat makanan yang dipesan

guru dua terlihat kurang sesuai jika tidak

pakai nasi.

d. Dua orang guru laki-laki yang berbeda usia.

2.

Guru 1: Ayo kono kowe melu ujian! (Ayo

sana kamu ikut ujian!) (cekikikan)

Guru 2: alah ujian hidup wae wes cukup kok.

(ah, ujian hidup saja sudah cukup kok.)

Konteks:

a. Tuturan terjadi di kantin sekolah.

b. Guru laki-laki dan satu perempuan.

c. Guru tersebut tampak sama usianya.

d. Situasi sedang berlangsungnya ujian

nasional.

Imperatif

Penanda: Guru satu

menggoda guru dua

dengan menggunakan

pilihan kata ‘ayo’ untuk

menyuruh guru dua.

Menyuruh

guru satu menyuruh

guru dua untuk ikut

serta mengikuti

ujian, tetapi guru dua

menolak. Guru satu

menyuruh dengan

nada bercanda.

3.

Guru 1: wes tau nyoba mie ayam ndi wae?

(sudah pernah mencoba mie ayam di mana

saja?)

Guru 2: wah, macem macem, pak. (wah,

macam-macam, pak.)

Konteks:

a. Dua orang guru laki-laki.

b. Berbeda usia.

c. Tuturan terjadi di kantin sekolah.

d. Guru satu sedang ingin makan mie ayam.

Interogatif

Penanda: Terdapat kata

‘mencoba’ yang berarti

menanyakan

keingintahuan.

Meminta

guru satu bertanya

kepada guru dua

untuk memberitahu

dimana saja mie

ayam yang enak di

Yogyakarta.

4. Guru 1: ning samping Kridosono kae lho

keno. Coba wae enak jare mas. (di samping Deklaratif

Penanda: Nada memberi Memberi saran

Guru satu memberi √

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

131

Kridosana itu lho. Coba saja enak katanya

mas.)

Guru 2: (tersenyum)

Konteks:

a. Guru laki-laki dan guru perempuan.

b. di kantin sekolah.

c. Guru perempuan sebagai guru satu

mendengarkan percakapan guru yang

sebelumnya membicarakan mie ayam.

d. Guru perempuan merupakan guru senior

tetapi lebih muda.

tahu. Terdapat kata ‘coba’,

ditujukan kepada

seseorang.

tahu mie ayam yang

enak. Mie ayam

tersebut dijual di

dekat stadion

Kridosono.

5.

Guru 1: weh, kui ngapa ee wira-wiri wae?

(weh, itu kenapa mondar-mandiri saja?)

(menatap seseorang dengan kepala sedikit

terangkat.)

Guru 2: kui ki saka dinas e. (itu tuh dari

dinas.)

Konteks:

a. Guru laki-laki dan guru perempuan.

b. di teras laboratorium.

c. Membicarakan seseorang yang dari tadi

mondar-mandir dari lab. satu ke lab. yang

lain.

d. Saat persiapan ujian paket C.

Interogatif

Penanda: Tidak memiliki

penanda kesantunan, tetapi

diucapkan dengan nada

rendah.

Mengritik

Guru satu merasa

heran melihat ada

seseorang yang

sedari tadi mondar-

mandir di

lingkungan

laboratorium, lalu

mengritik dengan

nada bertanya

kepada guru dua

yang sedari tadi

bersamanya.

6. Guru 1: mosok ngono saka dinas, pak?

(masak begitu dari dinas, pak?) (mengerutkan Interogatif

Penanda: Tidak terdapat Menyindir

Guru satu tidak √

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

132

dahi dan menatap seseorang.)

Guru 2: (menganggukkan kepala)

Konteks:

a. di teras laboratorium.

b. antara dua orang guru laki-laki.

c. Guru laki-laki kebetulan lewat dan

mendengar percakapan antara guru laki-laki

dan guru perempuan sebelumnya.

penanda kesantunan, tetapi

menyebut panggila ‘pak’.

yakin bahwa

seseorang yang

mondar-mandir itu

dari dinas karena

pakaiannya biasa

saja.

7.

Guru 1: Ndik, tulung delengen. Iki opo hayo?

Iki uyah (Ndik, lihatlah. Ini apa hayo?)

Guru 2: alah rak penting (alah tidak penting.)

(sambil mengayunkan tangan)

Konteks:

a. Guru laki-laki dan guru perempuan.

b. di kantin sekolah dan sedang makan.

c. Tampak seusia.

Interogatif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘tolong’ yang

diucapkan guru satu.

Memberi tahu

Guru satu menggoda

guru dua dengan

memberi tahu bahwa

yang dipegang guru

satu adalah garam.

8.

Guru 1: Coba delengen iki maem’e sopo?

(Coba lihat ini makanannya siapa?)

Guru 2: Andi, bu.

Guru 1: (mulut membentuk bulatan huruf o)

Konteks:

a. Dua orang guru perempuan. Guru

perempuan satu lebih senior dibandingkan

guru dua.

b. di kantin sekolah saat jam istirahat.

Interogatif

Penanda: Guru satu

bertanya dengan

menggunakan pilihan kata

‘coba’, sekaligus untuk

memastikan.

Menyatakan

Guru satu

menyatakan harapan

kepada guru dua

untuk

menyingkirkan

makanan temannya

lebih dulu, di meja

yang kosong agar

guru satu bisa duduk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

133

c. Guru senior ingin duduk di kursi teras

kantin, tetapi tidak jadi karena mengetahui

ada makanan di atas meja tersebut.

d. Guru muda menjawab sambil melanjutkan

makan.

bersebelahan.

9.

Guru 1: eh, hpku mau nandi yo, Ndik? Tulung

goleke. (eh, hpku tadi di mana ya, Ndik?

Tolong carikan.)

Guru 2: kae lho (itu lho.) (menunjuk ke arah

meja)

Konteks:

a. Guru perempuan dan guru laki-laki yang

tampak seusia.

b. di kantin sekolah saat keduanya sarapan.

c. Mereka duduk bersebelahan di teras kantin.

d. guru satu celingukan mencari hp-nya.

Deklaratif

Penanda: terdapat kata

‘tolong’ yang diutarakan

guru satu kepada guru dua.

Meminta

Guru perempuan

bertanya kepada

guru laki-laki di

mana hpnya berada

karena lupa

meletakkan hp saat

di kantin. Guru satu

memintan guru dua

agar membantu

mencari hp-nya.

10.

Guru 1: lha ndi bocahe? (lha di mana

anaknya?)

Guru 2: enten trouble makane ditinggal.

Monggo lho, bu. (ada trouble makanya

ditinggal. silahkan lho, bu)

Konteks:

a. Dua guru perempuan dan salah satu guru

perempuan yang lebih senior.

b. Guru senior ingin duduk di sebelah guru

muda.

Interogatif

Penanda: terdapat kata

‘monggo’ yang diutarakan

guru dua untuk

menanggapi guru satu.

Merayu

Guru satu merayu

guru dua agar

diperbolehkan duduk

disebelahnya dengan

bertanya kemana

perginya guru laki-

laki yang

meninggalkan

makanan itu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

134

c. Guru senior mendengar percakapan antara

guru muda dan guru senior yang lain

tentang makanan di atas meja.

d. Tuturan terjadi di kantin sekolah saat jam

istirahat.

11.

Guru 1: AC-ne wes teko apa durung, pak?

Tulung dicek. (AC-nya sudah sampai apa

belum, pak? Tolong diperiksa.)

Guru 2: 41 to? Yo, uwes. (41 kan? Iya,

sudah.)

Konteks:

a. Dua guru laki-laki.

b. Tampak seusia dan merupakan guru senior.

c. Tuturan terjadi di depan kantor guru.

d. Guru laki-laki satu memanggil sambil

berteriak guru laki-laki yang lewat di depan

kantor guru.

e. Guru satu waka kesiswaan sebelumnya telah

memesan AC.

Interogatif

Penanda: terdapat pilihan

kata ‘tolong’.

Mengingatkan

Guru laki-laki satu

ingin memastikan

apakah AC yang

dipesan kemarin

sudah sampai di

sekolah atau belum.

12.

Guru 1: Pak Edi, heh, goleki Bu Eri. Ayo gek.

(Pak Edi, heh, dicari Bu Eri. Ayo buruan.)

Guru 2: Ha? Sapa? (Ha? Siapa?) (sambil tetap

berjalan)

Konteks:

a. Guru laki-laki dan guru perempuan.

b. di depan ruang wakil kepala sekolah.

Imperatif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘ayo’ yang diucapkan

guru satu kepada guru dua.

Menyuruh

Guru satu menyuruh

guru dua untuk

menemui Bu Eri

dengan cara

memberi tahu bahwa

Bu Eri mencarinya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

135

c. Guru perempuan satu tampak tergesa-gesa

dan panik mencari guru laki-laki.

d. Guru laki-laki yang dicari berjalan keluar

ruang guru menuju ruang wakil kepala

sekolah.

13.

Guru 1: Bu Lastri, dicari. Tulung gek mrika

nggeh. (Bu Lastri, dicari. Tolong segera ke

sana ya.)

Guru 2: siapa?

Guru 1: Pak Edi.

Konteks:

a. Dua guru perempuan.

b. Keduanya berpapasan di halaman sekolah.

c. Guru satu dari arah ruang wakil kepala

sekolah dan satunya dari arah lobby sekolah.

Deklaratif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘tolong’ yang

diutarakan guru satu

kepada guru dua.

Menyuruh

Guru satu

mengetahui bahwa

Bu lastri sedang

dicari Pak Edi,

sehingga ketika

bertemu Bu Lastri,

Beliau memberi tahu

Bu Lastri agar

menemui Pak Edi.

14.

Guru 1: wes lego apa durung? Tolong kabari

ya. (sudah punya waktu apa belum? Tolong

kabari ya.)

Guru 2: sek sek, mengko sek (iya, sebentar

ya.)

Konteks:

a. Dua guru perempuan yang sama-sama

senior.

b. di sekitar taman sekolah.

c. Guru yang satu menjawab sambil berlari

meninggalkan.

Interogatif

Penanda: terdapat kata

‘tolong’ dari guru satu

kepada guru dua.

Meminta

Guru satu meminta

agar guru dua

memberi tahu

dirinya bahwa

pekerjaannya sudah

selesai dan bisa

menemui guru satu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

136

d. guru satu memiliki keperluan dengan guru

dua dan ingin mengobrol.

15.

Guru 1: Pak Yus ana ning kene? (Pak Yus ada

di sini?)

Guru 2: (menggelengkan kepala)

Konteks:

a. Dua guru laki-laki. Satu guru lebih senior

dibanding yang lainnya.

b. di ruang guru.

c. Guru laki-laki yang bertanya berada di

depan pintu masuk ruang guru.

d. guru dua ikut mencari Pak Yus.

Interogatif

Penanda: Tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

menyebut seseorang

dengan panggilan ‘pak’.

Meminta

Guru satu sedang

mencari guru yang

bernama Pak Yus.

Guru dua yang

berada di dalam

ruang guru tepat di

samping pintu

masuk menjawab

dengan

menggelengkan

kepala setelah ikut

mencari di sekeliling

ruangan bahwa Pak

Yus tidak ada.

16.

Guru 1: Pak Wi, aku melu layat sek. (Pak Wi,

aku ikut melayat dulu.)

Guru 2: Ning sapa to? (di tempat siapa to?)

Guru 1: Wong tuane bocah IPS. (Orang tua

anak IPS.)

Guru 2: Monggo. (silahkan)

Konteks:

a. Dua guru laki-laki.

b. di lorong sekolah tepat di depan ruang UKS.

c. Guru laki-laki satu berpamitan sambil

Deklaratif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘monggo’.

Permohonan izin

Guru satu ingin pergi

melayat dan

berpamitan dengan

guru laki-laki

lainnya. Guru laki-

laki yang berpamitan

merupakan staf

wakil kepala

sekolah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

137

berlalu meninggalkan lorong, ditangannya

sudah memegang jaket.

d. Guru satunya berada dibelakang guru yang

berpamitan.

17.

Guru 1: Ndik, listrike mati! Tulung ya. (Ndik,

listriknya mati. Tolong ya.)

Guru 3: kae lho gek. (sana lho buruan.)

Guru 2: (berdiri dan berlari)

Konteks:

a. Dua guru perempuan dan seorang guru laki-

laki.

b. Guru laki-laki dan guru perempuan sedang

makan di kantin sekolah.

c. Guru perempuan yang lain berada di

laboratorium komputer tepat di samping

kantin sekolah.

d. Ketika ujian untuk paket C sedang

berlangsung, tiba-tiba listrik laboratorium

mati.

Imperatif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘tolong’.

Meminta

Guru perempuan

yang berada di

laboratorium

bermaksud meminta

pertolongan agar

guru laki-laki segera

menghidupkan

listrik.

18.

Guru 1: halo

Guru 2: halo pak.

Konteks:

a. Tuturan terjadi di kantin sekolah.

b. Dua guru laki-laki. Guru laki-laki yang satu

lebih tua dari yang lainya.

c. Guru laki-laki senior duduk di kursi pinggir

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

guru satu dan guru dua

saling menyapa.

Menyapa

Guru laki-laki satu

bermaksud hanya

menyapa guru laki-

laki yang duduk di

kursi yang lebih dulu

berada di kantin

sekolah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

138

dekat jalan masuk kantin dan guru muda

baru datang ke kantin.

19.

Guru 1: sing mati deretan ndi? (yang mati

deretan mana?)

Guru 2: sebelah kene. (sebelah sini.) (sambil

menggambarkan lokasi komputer)

Konteks:

a. Dua guru laki-laki tampak seusia dan muda.

b. Guru laki-laki satu keluar laboratorium

komputer, menghampiri guru laki-laki lain

yang duduk di kursi kantin sekolah dan

menepuk pundaknya.

c. Guru laki-laki yang bertanya berdiri di

samping guru laki-laki lain.

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

bertanya dengan sopan

guru satu terhadap guru

dua.

Meminta

Guru laki-laki satu

ingin memastikan

bahwa komputer

yang dibenahi

karena mati tadi

sudah pas dengan

aduan guru lain

dengan meminta

kepastian.

20.

Guru 1: sing mati sebelah kiri? Deretan kiri

komputere? Kabeh? (yang mati sebelah kiri?

Deretan kiri komputernya? Semua?)

Guru 2: yo ora, beberapa tok. (ya tidak,

beberapa saja.)

Konteks:

a. Guru laki-laki dan guru perempuan yang

sebelumnya terlibat percakapan.

b. Guru perempuan datang menghampiri guru

laki-laki yang tadi dimintai tolong

membenahi komputer yang mati.

c. di depan laboratorium komputer.

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

bertanya dengan sopan dan

membungkuk.

Meminta

Guru satu meminta

penjelasan komputer

mana saja yang mati.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

139

21.

Guru 1: pak, wingi ana puting! (pak, kemarin

ada puting!)

Guru 2: lha yo makane kui. (lha iya maka dari

itu.)

Konteks:

a. Guru laki-laki dan guru perempuan.

b. Duduk bersebelahan di kantin sekolah.

c. Guru laki-laki dan guru perempuan tersebut

adalah guru senior.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

memberi tahu dengan

seksama.

Memberi tahu

Guru satu

memberitahu kepada

guru dua bahwa

kemarin ada puting

beliung di daerah

Yogyakarta.

22.

Guru 1: aku ki untunge wis ning omah bar

bayar pajak. (aku nih untungnya sudah di

rumah selesai membayar pajak.)

Guru 2: Sing keno omahe lor UPN. (yang

kena rumah utara UPN.)

Konteks:

a. Dua guru perempuan.

b. Di kantin sekolah saat jam istirahat.

c. Guru perempuan dua mendengar

percakapan guru laki-laki dan guru

perempuan sebelumnya.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

membagi informasi

dengan baik.

Memberi tahu

Guru satu

melanjutkan

percakapan dengan

guru dua

sebelumnya. Guru

satu menambah

informasi.

23.

Guru 1: padahal nggonku yo jane rodo cedak.

(padahal tempatku ya lumayan dekat

sebenarnya.)

Guru 2: yo ora lah mbak. Jumjumen ora keno.

(ya tidak lah mbak.)

Guru 1: yo kui, alhamdullilah. (ya itu,

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

guru satu dan guru dua

saling berempati.

Menyatakan

Guru satu

menyatakan

informasi supaya

mendapat simpati

guru dua dengan ikut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

140

alhamdullilah.)

Konteks:

a. Dua guru perempuan.

b. di kantin sekolah saat jam istirahat.

c. Guru dua menghampiri guru satu yang

sedang sarapan.

d. Masih membicarakan tentang puting

beliung.

menceritakan bahwa

rumahnya juga dekat

dengan kejadian.

24.

Guru 1: eh pak… kok tumben, biasane

mruput? (eh pak.. kok tumben, biasanya

berangkat lebih awal?)

Guru 2: ah jare sapa, jam 7 wes metangkring

ning kene kok. (ah kata siapa, jam 7 sudah

ada di sini kok.) (bergaya)

Konteks:

a. Guru laki-laki dan guru perempuan.

b. di kantin sekolah saat jam istirahat.

c. Guru dua baru saja datang ke kantin,

sedangkan guru satu sudah lebih dulu tiba.

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

guru satu berkata dengan

nada sopan.

Menyindir

Guru satu heran

kepada guru dua

karena merasa baru

melihat guru dua di

sekolah pada siang

hari.

25.

Guru 1: lha iki sido nggo uyah ora, pak? (lha

ini jadi pakai garam tidak, pak?)

Guru 2: ora usah, ra wani aku. (tidak perlu,

tidak berani saya.)

Guru 1: ora enak ra nggo uyah ki. Coba wae

sithik. (tidak enak kalau tidak pakai garam.

Coba saja sedikit.)

Guru 2: yowes, sitik wae. (ya sudah, sedikit

Deklaratif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘coba’.

Merayu

Guru satu merayu

agar makanan guru

dua diberi tambahan

garam agar enak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 154: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

141

saja.)

Konteks:

a. di kantin sekolah saat jam istirahat.

b. Guru laki-laki dan guru perempuan.

c. Memesan makanan kepada ibu penjual

makanan di kantin.

26.

Guru 1: pak, jenengan dhuwur po? (pak,

bapak tinggi kah?)

Guru 2: iyo e. (iya nih.)

Guru 1: kae lho, cobo nggo garam diet. (itu

lho, coba pakai garam diet.)

Guru 3: alah, nek masak disisihke ndisik wae.

(alah, kalau masak disisihkan dulu saja.)

Konteks:

a. Guru laki-laki dan dua guru perempuan.

b. di kantin sekolah.

c. Guru-guru sedang sarapan.

d. Sesama guru senior.

Interogatif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘coba’, untuk

menyarankan guru dua

agar menggunakan garam

diet.

Memberi saran

Guru satu dan tiga

memberi saran

kepada guru dua

yang tensi darahnya

sedang naik (tinggi).

Mereka

menyarankan untuk

menggunakan garam

diet.

27.

Guru 1: duh aku kawanen. (duh aku

kesiangan.)

Guru 2: sesuk tak tangi jam papat ben ra

kawanen. (besok bangun jam empat biar tidak

kesiangan.)

Guru 1: yo jane, ning aku mumet wes rong

dina iki. (ya harusnya, tapi aku pusing sudah

dua hari ini.)

Deklaratif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘ben’.

Memberi saran

Guru dua memberi

saran kepada guru

satu agar bangun

lebih awal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 155: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

142

Konteks:

a. Dua guru laki-laki.

b. Guru satu mengeluhkan kedatangannya

yang terlambat.

c. di depan ruang guru.

d. Sesama guru senior.

28.

Guru 1: Mas Pri mrene jam piro mbak? (Mas

Pri ke sini jam berapa mbak?)

Guru 2: jam setunggal paling, bu. (jam satu

mungkin, bu.)

Konteks:

a. di ruang guru.

b. Sesama guru senior.

c. Mas Pri merupakan guru dan suami dari

guru kedua.

d. Dua guru perempuan.

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

bertanya dengan sopan.

Memastikan

Guru satu

menanyakan kepada

guru dua tentang

kedatangan Mas Pri

karena sudah siang.

29.

Guru 1: sarapan Pak Burhan!

Guru 2: nggih, monggo. (iya, silahkan.)

Konteks:

a. Sesama guru senior, tetapi satu lebih muda.

b. di kantin sekolah saat jam istirahat.

c. Guru perempuan dan guru laki-laki.

d. Guru satu baru datang ke kantin untuk

makan.

Imperatif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘monggo’.

Mengajak

Guru satu basa-basi

untuk mengajak guru

dua untuk ikut

makan.

30. Guru 1: welah kok do ning kene? (weh kok

pada di sini?) (kaget) Interogatif

Penanda: tidak terdapat Menyindir

Guru satu kaget √

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 156: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

143

Guru 2: kene ngelih awet mau isuk e. (kami

lapar dari tadi pagi soalnya.)

Konteks:

a. Dua guru perempuan.

b. di kantin sekolah saat jam pelajaran

berlangsung, tetapi guru tidak ada jadwal

mengajar.

c. Guru satu lewat di depan kantin, dan guru

dua sudah menikmati makanannya.

penanda kesantunan, tetapi

mengatakan dengan nada

sopan.

mengapa guru dua

masih di kantin

padahal jam

pelajaran

berlangsung.

31.

Guru 1: Pak Jendro belum masuk, pak?

Guru 2: belum, lha arep ngapa? (belum, mau

ngapain?)

Guru 1: lha kemarin disuruh nemuin.

Konteks:

a. Guru laki-laki senior dan guru perempuan

muda.

b. di ruang guru.

c. Pagi hari selesai afeksi.

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diutarakan dengan sopan.

Menyatakan

Guru satu mencari

Pak Jendro di ruang

guru dan berharap

beliau di sana.

32.

Guru 1: tak kon ngebosi malah lunga. (tak

suruh mentraktir malah pergi.)

Guru 2: sapa pak? (siapa pak?)

Guru 1: yo kowe. (ya kamu.)

Guru 2: (tersenyum)

Konteks:

a. di kantin sekolah saat jam istirahat.

Imperatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diutarakan hanya untuk

menggoda.

Merayu

Guru satu merayu

guru dua supaya

ditraktir makan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 157: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

144

b. Dua guru laki-laki, salah satunya lebih

muda.

c. Guru dua sudah selesai makan dan ingin

pergi ketika guru satu datang.

33.

Guru 1: ayo Pak Tik, Pak Wah.

Guru 2: yo. (ya.)

Guru 3: mengangguk.

Konteks:

a. Guru laki-laki dan guru perempuan.

b. di kantin sekolah.

c. Guru satu ingin meninggalkan kantin

setelah membungkus makanan.

d. Berpamitan.

Deklaratif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘ayo’.

Menyapa

Guru satu

berpamitan dengan

dua guru yang ada

laki-laki yang ada di

kantin.

34.

Guru 1: monggo… monggo… (mari..mari..)

Guru 2: nggih. (ya.)

Konteks:

a. di halaman sekolah.

b. Dua guru perempuan.

c. Guru satu buru-buru pulang.

d. Jam pulang sekolah.

Deklaratif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘monggo’.

Menyapa

Guru satu

mendahului guru

dua. Ia berpamitan

dan menyapa guru

dua.

35.

Guru 1: ayo madhang… madhang…

(makan..makan..)

Guru 2: sek, tak pipis. (sebentar, kencing

dulu.)

Imperatif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘ayo’.

Mengajak

Guru satu mengajak

makan di kantin guru

dua. Tetapi guru dua

ingin kencing

terlebih dulu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 158: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

145

Konteks:

a. di kantin sekolah.

b. Dua guru perempuan.

c. Guru satu mengajak guru dua makan di

kantin.

d. Guru dua ingin kencing terlebih dulu.

36.

Guru 1: Pak, iki diseleh ndi ya? (Pak, ini

diletakkan di mana ya?)

Guru 2: tulung seleh kono wae, penting

angger ditulisi. (tolong letakkan di situ saja,

yang penting ditulisi.)

Konteks:

a. Dua guru laki-laki.

b. di ruang guru.

c. Guru dua membawa fotocopy-an titipan

guru lain.

Imperatif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘tolong’.

Menyuruh

Guru satu membawa

fotocopy-an titipan

guru dua. Guru dua

yang melihat itu,

meminta agar

diletakkan saja di

atas meja dengan

catatan di atasnya.

37.

Guru 1: Pak, iki ditutupi ora? (Pak, ini

ditutupi tidak?)

Guru 2: rasah ditutupi, ben cepet adem, bu!

(tidak perlu ditutup biar cepat dingin, bu!)

Guru 1: hmm (bergumam).

Konteks:

a. di ruang guru.

b. Guru perempuan dan guru laki-laki. Guru

perempuan sedikit lebih muda dari guru

laki-laki.

Imperatif

Penanda: Terdapat pilian

kata ‘ben’.

Meminta

Guru satu tidak mau

teh miliknya diberi

tutup dan meminta

kepada guru dua

untuk tidak

melakukannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 159: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

146

c. Guru dua ingin menutupi teh di atas meja

guru satu agar tidak kena debu.

38.

Guru 1: nek poso dodolan wae mbak (kalau

puasa jualan saja mbak)

Guru 2: yo rapapa to, nyediani sing ora poso.

(ya tidak masalah, menyediai yang tidak

puasa.)

Konteks:

a. di kantin sekolah.

b. Dua guru perempuan.

c. Guru satu berbicara kepada penjual di

kantin, tetapi yang menjawab guru dua.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diutarakan dengan nada

saran.

Memberi saran

Guru satu

menanyakan apakah

penjual di kantin

akan berjualan atau

tidak saat puasa.

39.

Guru 1: hai bu.

Guru 2: hai.

Konteks:

a. Dua guru perempuan.

b. di halaman sekolah.

c. Keduanya berpapasan.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

kedua guru saling

menyapa.

Menyapa

Dua guru tersebut

saling menyapa.

40.

Guru 1: eh, Si Kevin metu. (eh, Si Kevin

keluar.)

Guru 2: Kevin sapa? (Kevin siapa?)

Guru 1: Indonesian Idol.

Konteks:

a. Dua guru perempuan, salah satunya lebih

muda.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diutarakan dengan

keceriaan.

Mengajak

Guru satu terkejut

melihat Kevin keluar

dari laboratorium

komputer. Guru satu

berseru agar guru

lain juga ikut melihat

Kevin.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 160: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

147

b. di kantin sekolah.

c. Ujian nasional paket C.

41.

Guru 1: Kevin ki sing ndi to? (Kevin itu yang

mana sih?)

Guru 2: kae lho bu, sing nggo topi. De’e melu

Indonesian Idol taun wingi. (Itu lho bu, yang

pakai topi. Dia ikut Indonesian Idol tahun

kemarin.)

Konteks:

a. di kantin sekolah.

b. Dua guru perempuan.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diutarakan dengan nada

memberi tahu.

Memberi tahu

Guru satu

mendengar

percakapan sesama

guru perempuan

sebelumnya dan

menanyakan

siapakah Kevin itu,

lalu guru dua

menanggapi

pertanyaan tersebut

dengan

mendeskripsikan

Kevin.

42.

Guru 1: aku tak mrana sek, monggo. (Aku ke

sana dulu, mari.)

Guru 2: siap pak. (Siap pak)

Konteks:

a. di kantin sekolah.

b. Dua guru laki-laki.

c. Guru satu hanya melewati kantin.

Deklaratif Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘monggo’.

Permohonan izin

Guru satu meminta

izin untuk pergi

terlebih dulu.

43.

Guru 1: pak, kersa sarapan, pak? (Pak, mau

sarapan, pak?)

Guru 2: yo penakke, tapi ketoke mau wes lho.

(Ya, silahkan, tapi kelihatannya tadi udah

Interogatif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘monggo’.

Mengajak

Guru perempuan

menawari bapak

kepala sekolah untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 161: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

148

lho.)

Guru 3: yo tahap kedua pak. (Ya tahap kedua

pak.)

Guru 2: makane, elok tenan. (Makanya, bagus

sekali.)

Guru 1: haha (tertawa).

Konteks:

a. di kantin sekolah.

b. Dua guru perempuan dan bapak kepala

sekolah.

c. Bapak kepala sekolah lewat di dekat kantin

ketika dua guru perempuan sedang makan.

makan di kantin.

44.

Guru 1: kui ki sing menang lomba ya, bu?

Wah, koyo njenengan ayune (Itu tuh yang

menang lomba ya, bu? Wah, cantiknya seperti

kamu)

Guru 2: iyo po? (Iya apa?)

Konteks:

a. Dua guru perempuan

b. di halaman sekolah.

c. Persiapan wisuda kelas dua belas.

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diutarakan untuk memuji.

Memastikan

Guru satu bertanya

kepada guru dua

tentang siswa

tersebut.

45.

Guru 1: Nafa Urbach ki sapa? (Nafa Urbach

itu siapa?)

Guru 2: ojek keliling. (Ojek keliling.)

Guru 1: ndi jal delok fotone? (Mana coba

lihat fotonya?)

Interogatif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘coba’.

Menyerukan

Guru satu bertanya

kepada guru dua

tentang Nafa

Urbach, kemudian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 162: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

149

Guru 2: (memperlihatkan foto yang ada di

hpnya)

Guru 3: halah kuwi tau tak ceraki biyen. (Ah

itu pernah aku dekati dulu.)

Konteks:

a. di kantin sekolah.

b. Duduk dalam satu meja yang sama.

c. Dua guru perempuan dan satu guru laki-

laki.

d. Melihat foto Nafa Urbach di hp guru

perempuan.

guru tiga berseru

seolah-olah

mengenal Nafa

Urbach padahal

tidak, karena dia

adalah artis.

46.

Guru 1: heh, wolong ewu entuk apa? (Heh,

delapan ribu dapat apa?)

Guru 2: macem-macem yo. (Macam-macam

ya.)

Guru 3: iso nggo tuku slondok, dan lain-lain

pak, okeh. (Bisa tidak beli slondok, dan lain-

lain pak, banyak.)

Konteks:

a. di kantin sekolah

b. Dua guru perempuan dan satu guru laki-

laki.

c. Memegang uang delapan ribu.

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun dan menjalin

keakraban.

Menawar

Guru satu bertanya

kepada guru dua dan

tiga, kira-kira apa

saja yang bisa dibeli

dengan uang delapan

ribu.

47. Guru 1: do ngomongne apa to? (Pada

ngomingin apa sih?)

Guru 2: makanan remaja (Makanan remaja)

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

Memastikan

Guru satu yang baru

datang merasa heran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 163: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

150

Guru 1: alah- alah (geleng-geleng kepala)

(tertawa)

Konteks:

a. Sekumpulan guru-guru.

b. Satu guru laki-laki baru datang ke kantin.

c. Di kantin sekolah jam istirahat.

d. Topik bahasan snack kekinian.

diungkapkan dengan

santun

kenapa guru-guru

lain bercerita penuh

semangat dan berisik

sekali.

48.

Guru 1: sapa kui ning foto? Kok ayu! (Siapa

itu di foto? Kok ayu!)

Guru 2: gelem ora? (Mau tidak?) (tertawa)

Guru 3: halah, modus pancenan kowe ki, sok

ganteng! (Ah, modus memang kamu ini, sok

ganteng!)

Guru 2: yo ora. (Ya tidak.)

Konteks:

a. Dua guru perempuan dan seorang guru

laki-laki berbeda usia sedang asyik

bercerita.

b. Satu guru laki-laki datang menghampiri.

c. di kantin sekolah.

d. Dua guru tersebut melihat foto-foto di hp.

e. bercanda

f. modus= modal dusta, suka mencari muka

di depan wanita.

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

dingkapankan dengan

santun hanya untuk

menayapa guru lain.

Memastikan

Guru satu bertanya

kepada guru lain,

tetang wanita yang

ada dalam foto.

49. Guru 1: weh, kok isih do ning kene? (Wah,

kok masih pada di sini?) Interogatif

Penanda: tidak terdapat Mengingatkan

Mengingatkan √

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 164: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

151

Guru 2: mengko sek. (nanti dulu.)

Konteks:

a. Beberapa guru masih berkumpul di

perpustakaan.

b. Satu guru perempuan datang.

c. guru satu kaget melihat teman sesama

guru masih di perpustakaan.

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan tujuannya

untuk mengingatkan guru

lain.

kepada guru-guru

lain untuk segera

melanjutkan tugas

lainnya.

50.

Guru 1: kae lho, wes do di enteni cah IPS. (itu

lho, sudah pada ditunggu anak IPS.)

Guru 2: apa uwes do kumpul? (apa sudah

pada kumpul?)

Guru 1: wes yo, awet mau. (sudah ya,

daritadi.)

Konteks:

a. Dua guru perempuan.

b. di halaman sekolah.

c. Topik bahasan persipan wisuda kelas dua

belas.

d. guru dua adalah wali kelas 12 IPS 1.

e. Sesama guru senior.

Imperatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan untuk

mengingatkan guru lain.

Mendesak

Menyuruh guru dua

untuk segera

menghampiri kelas

dua belas IPS

51.

Guru 1: hih merapine pak! (hih Merapinya

pak!)

Guru 2: iyo ee aku lagi ndelok setengah pitu.

(iya aku lagi lihat setengah pintu.)

Guru 1: aku awet mau isuk ndelok merapi.

(aku dari tadi pagi lihat Merapi.)

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diutarakan dengan santun.

Mengingatkan

Guru satu bercerita

tentang kejadian

erupsi merapi tadi

pagi yang membuat

khawatir.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 165: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

152

Konteks:

a. Guru laki-laki dan guru perempuan.

b. di kantin sekolah.

c. Mendengar berita pagi tadi tentag erupsi

Merapi.

d. guru-guru ketakutan.

52.

Guru 1: sing daerah kono malah udan awu.

(yang daerah sana malah hujan abu)

Guru 2: ah ora yo adoh. (ah tidak ya jauh.)

Konteks:

a. Satu guru laki-laki datang ke kantin.

b. Guru laki-laki itu mendengar percakapan

tentang Merapi.

c. Menunjuk kesalahsatu arah mata angin.

d. Guru laki-lai lebih gencar.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun untuk memberi

tahu.

Mengingatkan

Guru laki-laki

memberitahu

dampak hujan abu

karena erupsi

merapi.

53.

Guru 1: eh, nggon tempat wisata wes podo

ditutup? (eh, di tempat wisata sudah pada

ditutup).

Guru 2: iyolah mestine wes. (iyalah mestinya

sudah).

Guru 1: piro jarake? ojo mrana lho. (berapa

jaraknya? jangan ke sana lho.)

Guru 2: 30 meter jare (30 meter katanya.)

Guru 1: weh..dhuwur yo. (weh... tinggi ya.)

Konteks:

a. Dua guru laki-laki.

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diutarakan dengan santun.

Mengingatkan

Guru satu

mengingatkan

kepada guru dua

untuk tidak ke

tempat wisata

merapi terlebih dulu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 166: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

153

b. Mendengar guru disebelahnya bercerita

tentang Merapi, lalu berbicara dengan

guru yang ada di sebelahnya.

c. guru satu khawatir.

54.

Guru 1: hey kursine ketemu. (hey kursinya

ketemu.)

Guru 2: ning ndi? (di mana?)

Guru 1: kae lho kursine 12 IPS 5 mbiyen kan

mung 24 to, saiki okeh. (itu lho kursinya 12

IPS 5 dulu kan cuma 24, sekarang banyak.)

Guru 2: lha kok iso? (lha kok bisa?)

Guru 1: dingo kelas’e pokoke. (dipakai

kelasnya pokoknya.)

Guru 2: terima kasih ya, bu.

Konteks:

a. Dua guru perempuan.

b. Menunjuk kesalah satu kelas.

c. Topik bahasan kursi kelas yang hilang.

d. di halaman sekolah.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diutarakan dengan santun

dan mendapat balikan

terima kasih.

Memberi tahu

Kursi kelas yang

dicari guru dua

sudah ditemukan

guru satu.

55.

Guru 1: Omahe Bu Wulan daerah ngulon to?

(rumahnya Bu Wulan daerah ke barat kan?)

Guru 2: ora yo, Tempel. (tidak ya, Tempel.)

Konteks:

a. Dua guru perempuan senior.

b. di kantin sekolah dan sedang makan.

c. Membicarakan salah satu guru yang

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun.

Meminta

Guru satu ingin tahu

rumah Bu Wulan

yang tepat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 167: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

154

bernama Bu Wulan.

56.

Guru 1: Eh lha piye sidane? (eh lha gimana

jadinya?)

Guru 2: Ngangge panggung pak. (pakai

panggung pak.)

Guru 1: cukup to? (cukup kan?)

Guru 2: saged kok ketoke. (bisa kok

kelihatannya.)

Guru 1: yowes nek cukup, dipersiapke wae.

(ya sudah kalau cukup, dipersiapkan saja.)

Guru 2: nggeh, mangke pak. (iya, nanti pak.)

Konteks:

a. Guru laki-laki dan guru perempuan.

b. di lobby sekolah.

c. Persiapan wisuda kelas 12.

d. Guru laki-laki lebih senior.

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun dan memberi

perhatian.

Memastikan

Guru satu

memastikan

persiapan wisuda

kelas 12 kepada guru

dua sampai dimana.

57.

Guru 1: lha tapi maksimal jam 6 ee. (lha tapi

maksimal jam 6.)

Guru 2: ah yo ora pak. Bebas arep teka jam

piro. (ah ya tidak pak. Bebas mau sampai jam

berapa.)

Konteks:

a. Dua guru laki-laki.

b. di halaman sekolah.

c. Persiapan perpisahan kelas 12.

d. Topik bahasan kedatangan tamu.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun.

Menawar

Guru satu

menanyakan kepada

guru dua tentang

waktu kedatangan

tamu-tamu supaya

tidak terlalu sore.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 168: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

155

58.

Guru 1: umur’e njenengan pinten pak?

(usianya bapak berapa pak?)

Guru 2: seket loro. (lima dua)

Guru 1: lha berarti sak ngisore aku. (lha

berarti bawahnya aku.)

Guru 2: iyo, wong aku iseh enom kok. (iya,

lha aku masih muda kok.)

Konteks:

a. Dua guru laki-laki, salah satu lebih senior.

b. di lobby sekolah.

c. Jam istirahat.

d. Topik bahasan membicarakan usia.

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun.

Memastikan

Guru satu tidak

menyangka bahwa

usianya di atas guru

dua.

59.

Guru 1: nek iki kira-kira 53 nek ora 54. (kalau

ini kira-kira lima tiga kalau tidak lima empat.)

Guru 2: ora yo, ngarang. (tidak ya, mengada.)

Guru 1: weh mosok to? (wah apa iya to?)

Guru 2: tenan. (benar)

Konteks:

a. Satu guru perempuan lewat.

b. Guru perempuan mendengar percakapan

dua guru laki-laki.

c. di lobby sekolah.

d. Jam istirahat.

e. Guru perempuan berkomentar sambil

berlalu.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun dengan nada

bercanda.

Menawar

Menggoda salah satu

guru laki-laki

dengan mengira-

ngira dan

mengatakan usianya

tua.

60. Guru 1: dari mana bu? (dari mana bu?) Interogatif Menyapa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 169: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

156

Guru 2: dari depan. (dari depan)

Konteks:

a. Guru laki-laki dan guru perempuan.

b. di halaman sekolah.

c. berpapasan

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun.

Guru laki-laki

menyapa guru

perempuan dengan

bertanya dari mana

guru dua dari arah

lobby sekolah.

61.

Guru 1: eh..eh bu, aku iso nyela? (eh..eh bu,

aku bisa meminta waktu?) (menghampiri)

Guru 2: sek, aku selak masuk kelas. (sebentar,

aku keburu masuk kelas)

Konteks:

a. Dua guru perempuan.

b. di halaman sekolah.

c. Guru satu memiliki keperluan dengan guru

dua.

d. Berpapasan di halaman sekolah.

Imperatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun.

Mendesak

Guru satu mendesak

agar guru dua segera

menyelesaikan

tugasnya dan bisa

menemui guru satu.

62.

Guru 1: oh berarti gitu ya pak kalau di atas 50

tahun. (manggut manggut)

Guru 2: ah yo ora. (ah ya tidak.)

Guru 1: lah nyatane. (lah kenyataannya)

Guru 2: yo mergo pengalaman to, okeh

pengalaman. (ya karena pengalaman, banyak

pengalaman.)

Konteks:

a. Dua guru laki-laki.

b. di lobby sekolah.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun.

Mengagumi

Kagum dengan gaya

pemikiran guru

senior laki-laki di

depannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 170: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

157

c. Jam istirahat.

d. Salah satu guru lebih senior.

63.

Guru 1: Bu Utami, menika wonten tamu,

(menghampiri) (Bu Utami, itu ada tamu.)

Guru 2: sapa? (siapa?)

Guru 1: mboten ngertos bu, tiyang tiga.

Wonten perpus menika (tidak tau bu, tiga

orang. Ada di perpus)

Guru 2: oh ya ya, terima kasih.

Konteks:

a. Dua guru perempuan.

b. di lobby sekolah.

c. Jam istirahat.

d. guru dua lebih senior.

e. guru satu mengarahkan tamu untuk

menunggu di perpustakaan.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diutarakan dengan santun

dan bahasa Jawa krama.

Memberi tahu

Memberitahu kepada

guru satu bahwa ada

tamu yang

menunggu.

64.

Guru 1: la iki lho, Nafa saiki wes karo

pengacara. Sapa kae? (lha ini lho, Nafa

sekarang sudah dengan pengacara. Siapa itu?)

Guru 2: Hotman to. (Hotman)

Guru 1: iyo, Hotman sapa kae? Hutapea? (iya,

Hotman siapa itu? Hutapea?)

Guru 2: Hudu, sapa sih kae? Paris (bukan,

siapa sih itu? Paris.)

Guru 1: nah, iyo Hotman Paris. (nah, iya

Hotman Paris.)

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapan dengan nada

bercanda.

Menyerukan

Guru satu

memberitahu kepada

guru dua tentang

gosip terakhir Nafa

Urbach dengan

Hotman Paris.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 171: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

158

Konteks:

a. Dua guru perempuan.

b. di kantin sekolah.

c. Jam istirahat.

d. Membaca berita online.

65.

Guru 1: La ngapa karo Hotman? (lha kenapa

dengan Hotman?)

Guru 2: Teka’e arep nikah siri. (Sepertinya

mau nikah siri.)

Guru 1: weh iyo po? (weh, iya pa?)

Guru 2: jarene, aku yo ora dong. kok gelem

yo (katanya, aku ya tidak paham. kok mau

ya.) (mata menyipit)

Konteks:

a. Dua guru perempuan.

b. di kantin sekolah.

c. Jam istirahat.

d. Membaca berita online tentang Nafa

Urbach dan Hotman Paris.

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun.

Mengritik

Guru satu

memberitahu kepada

guru dua tentang isu

rencana nikah siri

Hotman Paris dan

mengritik mengapa

Nafa mau dengan

Hotman Paris.

66.

Guru 1: weh pak, sehat pak! (weh pak, sehat

pak!)

Guru 2: sehat. (sehat)

Guru 1: madhang... madhang... riyin mriki lho

pak. (makan... makan dulu sini lho pak.)

Guru 2: (menganggukkan kepala).

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun dan menggunakan

bahasa Jawa krama.

Mengajak

Guru satu

menanyakan kondisi

guru dua dan

mengajak untuk

makan bersama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 172: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

159

Konteks:

a. Dua guru laki-laki senior.

b. di kantin sekolah.

c. Jam istirahat.

d. Guru satu sedang makan ketika guru dua

tiba.

67.

Guru 1: iki pak nggonanmu. (ini pak

pumyamu)

Guru 2: iyo seleh kono wae ora papa. (iya

taruh sana saja tidak apa-apa.)

Konteks:

a. Dua guru laki-laki.

b. di kantin sekolah.

c. Jam istirahat.

d. Guru dua memesan minuman dan guru

satu mengambilkannya.

Imperatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun dan dalam bentuk

perhatian.

Menyuruh

Guru dua meminta

guru satu untuk

meletakkan

minuman yang

dipesan di atas meja.

68.

Guru 1: sapa kae sing jaga? (siapa itu yang

jaga?) (menatap dengan kepala sedikit

terangkat)

Guru 2: Mbak Dian kok sing isuk. (Mbak

Dian kok yang pagi.)

Konteks:

a. Satu guru perempuan dan satu guru laki-

laki.

b. Guru satu perempuan senior.

c. di kantin sekolah.

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun.

Menyindir

Guru satu menyindir

guru dua mengapa

masih di kantin saja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 173: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

160

d. Jam istirahat.

e. ujian paket C

f. Guru dua adalah pengawas ujian paket C.

69.

Guru 1: aku ngelih. (aku lapar) (lesu)

Guru 2: podo aku yo iyo. (sama aku ya iya.)

Guru 1: entuk snack kan? (dapat snack kan?)

Guru 2: iyo, tapi snack’e awan. (tertawa) (iya,

tapi snacknya siang)

Konteks:

a. Dua guru laki-laki.

b. di lobby sekolah.

c. Jam istirahat.

d. Tugas piket.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun.

Memastikan

Guru satu

menanyakan jatah

makan kepada guru

dua, karena merasa

sangat lapar.

70.

Guru 1: sesuk iso turu awan ki. (besok bisa

tidur siang nih)

Guru 2: wah iyo, asyik. (wah iya, asyik)

Konteks:

a. Dua guru perempuan.

b. di kantin sekolah.

c. Jam istirahat.

d. besok adalah hari libur karena sekolah

menerapkan lima hari kerja.

Deklaratif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan nada

santun.

Memberi tahu

Menginfokan bahwa

besok hari sabtu dan

merupakan hari libur

sekolah.

71.

Guru 1: pak, piye wes sido tuku garam diet?

(pak, gimana sudah jadi beli garam diet?)

Guru 2: durung yo, lah apa jenenge? (belum

ya, lah apa namanya?)

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan nada

Mengingatkan

Menanyakan tentang

garam diet apakah

sudah dibeli atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 174: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

161

Guru 1: lali aku (lupa aku) (sambil berlalu)

Konteks:

a. Satu guru perempuan dan satu guru laki-

laki.

b. Seumuran.

c. Berpapasan di halaman sekolah.

d. Jam istirahat.

santun dan penuh

perhatian.

belum.

72.

Guru 1: kae lho, jal delok kae rupane. (itu lho,

coba lihat itu mukanya.)

Guru 2: ngapa to? (kenapa sih?)

Guru 1: kluwus (lusuh) (tertawa)

Konteks:

a. Dua guru laki-laki.

b. di kantin sekolah.

c. Jam istirahat.

d. Memperhatikan guru yang dimaksud.

Deklaratif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘coba’.

Mengritik

Guru satu mengejek

guru lainnya sambil

bercanda.

73.

Guru 1: piye sido ora mengko? (gimana jadi

tidak nanti?)

Guru 2: lah neng ndi? (lah di mana?)

Guru 1: yo kono kae. (ya sana itu)

Guru 2: oh yo. (oh ya)

Konteks:

a. Dua guru laki-laki muda.

b. di lobby sekolah.

c. Tugas piket.

d. guru satu sudah memiliki janji dengan

Interogatif

Penanda: tidak terdapat

penanda kesantunan, tetapi

diungkapkan dengan

santun.

Mengingatkan

Guru satu

memastikan rencana

pergi bersama guru

dua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 175: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

162

guru dua untuk pergi bersama.

74.

Guru 1: pak, coba delok mrene. Iki buku cah

PPL kae. Apik yo. (pak, coba lihat sini. Ini

buku anak PPL itu. Bagus ya.)

Guru 2: iya bu, bagus, lengkap kok. (iya bu,

bagus, lengkap kok)

Konteks:

a. Satu guru perempuan dan satu guru laki-

laki.

b. di ruang guru.

c. Jam istirahat.

d. Memperhatikan buku.

Deklaratif

Penanda: Terdapat pilihan

kata ‘coba’.

Mengajak

Guru satu

menunjukkan buku

anak PPL kepada

guru dua dan

mengajak untuk

melihat bersama.

Yogyakarta, 7 Juni 2018

Menyetujui,

Dosen Triangulator

Prof. Dr. Pranowo, M. Pd.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 176: Veronika Hertania Putri Riandono 141224102 · 2018-11-15 · cuplikan-cuplikan tuturan percakapan guru SMA Negeri 11 Yogyakarta dalam situasi informal yang di dalamnya terdapat unsur

163

BIOGRAFI PENULIS

Veronika Hertania Putri Riandono lahir di Kudus tanggal 12

April 1996. Ia pada tahun ajaran 2007/2008 menyelesaikan

pendidikan dasar di SD Negeri 2 Getas Pejaten, Kudus,

kemudian pada tahun ajaran 2010/2011 menyelesaikan

pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Jati, Kudus,

dan pada tahun ajaran 2013/2014 menyelesaikan pendidikan

menengah atas di SMA Negeri 1 Weleri, Kendal. Tahun 2014, peneliti

melanjutkan studi di Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Selama menjadi

mahasiswa PBSI, penulis aktif mengikuti dan terlibat aktif di berbagai kegiatan

baik di dalam prodi maupun di luar prodi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI