Vari Sela

19
1 VARISELA Merlin Sari Mutma Indah, S.Ked Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang 2014 PENDAHULUAN Varisela adalah penyakit infeksi yang ringan dan sangat menular, terutama pada anak-anak, ditandai secara klinis dengan erupsi vesikular generalisata kulit dan membran mukosa. 1,2 Varisela dikenal juga dengan istilah chickenpox yang berasal dari kata ‘chiche-pois’, yang berasal dari kata chickpea, yang di Indonesia dikenal sebagai kacang garbanzo atau kacang arab yang merujuk pada ukuran dan tekstur permukaan vesikel pada varisela yang menyerupai kacang tersebut. 3 Varisela pertama kali dikenal pada tahun 1875 oleh Steiner yang menginokulasikan cairan dari vesikel yang terdapat pada pasien varisela. Pada saat itu varisela menyebabkan banyak kematian, hingga akhirnya ditemukan vaksin terhadap virus herpes zoster yang mulai diperkenalkan pada tahun 1995. 2 Penyakit ini disebabkan oleh infeksi primer virus Herpes zoster. 4 Varisela menyebar dengan cepat melalui udara, baik pada saat batuk, bersin, bersentuhan, atau bernapas, dari individu yang terinfeksi ke individu lain yang tidak pernah menerima vaksin varisela. 6 Di Eropa dan Amerika pada saat sebelum era vaksinasi, 90% kasus muncul pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan kurang dari 5 % pada individu yang berusia lebih dari 15 tahun. 7

description

xxx

Transcript of Vari Sela

Page 1: Vari Sela

1

VARISELA

Merlin Sari Mutma Indah, S.Ked

Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang 2014

PENDAHULUAN

Varisela adalah penyakit infeksi yang ringan dan sangat menular, terutama pada anak-

anak, ditandai secara klinis dengan erupsi vesikular generalisata kulit dan membran mukosa.1,2

Varisela dikenal juga dengan istilah chickenpox yang berasal dari kata ‘chiche-pois’, yang

berasal dari kata chickpea, yang di Indonesia dikenal sebagai kacang garbanzo atau kacang

arab yang merujuk pada ukuran dan tekstur permukaan vesikel pada varisela yang menyerupai

kacang tersebut.3 Varisela pertama kali dikenal pada tahun 1875 oleh Steiner yang

menginokulasikan cairan dari vesikel yang terdapat pada pasien varisela. Pada saat itu varisela

menyebabkan banyak kematian, hingga akhirnya ditemukan vaksin terhadap virus herpes

zoster yang mulai diperkenalkan pada tahun 1995.2 Penyakit ini disebabkan oleh infeksi

primer virus Herpes zoster.4 Varisela menyebar dengan cepat melalui udara, baik pada saat

batuk, bersin, bersentuhan, atau bernapas, dari individu yang terinfeksi ke individu lain yang

tidak pernah menerima vaksin varisela.6

Di Eropa dan Amerika pada saat sebelum era vaksinasi, 90% kasus muncul pada anak

berusia kurang dari 10 tahun dan kurang dari 5 % pada individu yang berusia lebih dari 15

tahun.7 Insiden tertinggi yaitu 39% dari semua kasus terdapat pada kelompok usia 1-4 tahun.

Reaktivasi infeksi varisela laten akan menimbulkan penyakit herpes zoster, yang dapat

muncul pada 20% dewasa sehat dan 50% individu immunokompromais.3

Varisela adalah penyakit yang bersifat self-limited, namun kadang dapat menimbulkan

komplikasi yang berat dan kematian, terutama pada bayi, dewasa, dan individu dengan sistem

imun yang lemah.5,6 Sebagai dokter yang bertanggung jawab memberikan pelayanan

kesehatan tingkat 1, diperlukan kemampuan untuk mendiagnosis dan memberikan tatalaksana

yang tepat untuk menghindari timbulnya komplikasi yang tidak diinginkan tersebut.

EPIDEMIOLOGI

Varisela tersebar di seluruh bagian dunia, namun insidensi berbeda pada daerah dengan

iklim sedang dan pada daerah dengan iklim tropis, dan pada populasi yang telah menerima

vaksin varisela dan yang belum. Pada daerah iklim sedang dan tidak terdapat vaksin varisela,

Page 2: Vari Sela

2

varisela merupakan kejadian endemik, dengan prevalensi berulang yang berlangsung secara

musiman pada musim dingin dan musim semi.7

Di Eropa dan Amerika pada saat sebelum era vaksinasi, 90% kasus muncul pada anak

berusia kurang dari 10 tahun dan kurang dari 5 % pada individu yang berusia lebih dari 15

tahun.7 Insiden tertinggi yaitu 39% dari semua kasus terdapat pada kelompok usia 1-4 tahun.

Tingginya angka kejadian pada usia ini bisa disebabkan karena paparan terhadap VZV yang

lebih cepat di tempat bermain anak atau tempat perawatan kesehatan anak-anak.8 Risiko untuk

dirawat dan meninggal lebih tinggi pada bayi dan dewasa dibandingkan dengan pada anak-

anak. Pada daerah tropis dan subtropis, kejadian pada dewasa lebih tinggi daripada di daerah

dengan iklim sedang.7

Adanya vaksin varisela sangat mempengaruhi angka kejadian penyakit ini. Dari 1995

hingga 2000, kasus varisela yang dilaporkan menurun sebanyak 71% hingga 84%, dan pada

2002, insiden varisela menurun dari 2.63 menjadi 0.92 kasus / 1000 orang per tahun.7 Dan

jika dibandingkan dengan tahun 2004, kasus varisela menurun hingga 83-93 %. Kasus

menurun terutama pada anak usia 1-4 tahun dan 5-9 tahun.8

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Varisela disebabkan oleh virus Varicella zoster (VZV).7 VZV merupakan virus DNA

rantai ganda yang berukuran medium (diameter 100-200 nm), merupakan bagian dari

kelompok virus herpes dan sulit dibedakan dari HSV (Gambar 1).8 Glikoprotein envelope

VZV memiliki peran penting dalam perlekatan pertama dan replikasi virion VZV di sel host.

Paling tidak terdapat enam glikoprotein yang diketahui yang dikode oleh genom VZV.

VZV menginfeksi individu saat partikel virus mencapai sel epitel mukosa pada site of

entry, yaitu traktus respiratorius dan konjungtiva. Virus bereplikasi di nasofaring.2,9 Replikasi

lokal diikuti dengan penyebaran ke tonsil dan jaringan limfoid regional lain, tempat dimana

VZV memiliki akses ke sel T. Sel T yang terinfeksi kemudian membawa virus ke tempat

replikasi di kulit. VZV menjadi laten di ganglion sensoris setelah transport ke nukleus

neuronal sepanjang akson neuronal atau disertai viremia. Reaktivasi dari latensi menyebabkan

fase kedua replikasi muncul di kulit, yang menimbulkan lesi di dermatom yang diinervasi

oleh ganglion sensoris yang terinfeksi (Gambar 2.a).9

Page 3: Vari Sela

3

Gambar 1. Struktur partikel virus varicella-zoster15

Partikel enveloped VZV terikat pada membran sel, berfusi dan melepaskan berbagai

protein dalam tegumen, kemudian berlangsung proses duplikasi DNA. Nukleokapsid

terbentuk dan terkemas dalam genomik DNA yang baru, berpindah ke membran nukleus

dalam dan melintasi membran nukleus. Kapsid memasuki sitoplasma, dan glikoprotein virion

menjadi matur di region trans-golgi dan rotein tegument berkumpul di dalam vesikel; kapsid

mengalami envelopment sekunder dan ditransfer ke permukaan sel, dimana partikel virus

yang baru dilepaskan.9 (Gambar 2.b)

Setelah terjadi inokulasi dan replikasi VZV di sel epitel mukosa traktus respiratorius, sel

T tonsil terinfeksi. Sel T keluar dari tonsil melewati sel epitel skuamosa yang membatasi

kripta tonsil. Sel T yang terdapat di tonsil memiliki skin-homing marker, yang dapat

membawa virus melewati sel endotel kapiler ke kulit. Glikoprotein E VZV glycoprotein E

(gE), gI, ORF47 dan ORF66 penting dalam proses infeksi sel T. Protein yang meregulasi

ekspresi gen, yaitu STAT3 dan STAT 1 teraktivasi dan terinhibisi. Mikrovaskular yang

banyak di dasar folikel rambut merupakan tempat bagi sel T untuk berpindah ke kulit sebelum

VZV melakukan replikasi.9

Page 4: Vari Sela

4

Gambar 2. a. Siklus hidup VZV dalam tubuh dan b. Replikasi virus VZV9

Gambar 3. Proses viremia primer pada varisela9

VZV memiliki beberapa jenis protein yang penting dalam proses patogenesis varisela.

Yang pertama adalah protein ORF61 yang memiliki SUMO-interacting motifs yang penting

untuk dispersi promyelocytic leukaemia nuclear bodies (PML-NBs)67, dan yang kedua adalah

Page 5: Vari Sela

5

glycoprotein B (gB) yang memiliki immunoreceptor tyrosine-based inhibition motif yang

meregulasi fusi sel dan pembentukan polikaryosit. Replikasi VZV di kulit memicu respon

selular, diantaranya adalah perubahan pada sel yang terinfeksi dan perubahan pada sel yang

tidak terinfeksi yang berdekatan dengan sel yang terinfeksi. VZV menginduksi aktivasi

STAT3, yang memicu ekspresi protein anti-apoptosis surviving dan menghambat ekspresi

IFNα dan STAT1. Berlawanan dengan sel yang terinfeksi, sel-sel yang tidak terinfeksi yang

berada di sekitar sel yang terinduksi meningkatkan aktivitas IFNs, STAT1, yang mengaktivasi

IFN-stimulated factors seperti PML, dan transaktivator sel lain serta sitokin.9 (Gambar 4)

Gambar 4. Proses penyebaran VZV ke permukaan kulit yang dibawa oleh sel T yang terinfeksi9

GAMBARAN KLINIS

Periode inkubasi VZV adalah 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan rentang 10-21 hari.

Gambaran klinis varisela terdiri dari stadium prodromal dan stadium ruam.

Stadium prodromal

Pada anak penyakit ini umumnya lebih ringan dibanding pada dewasa. Pada anak tidak

ada gejala prodromal, kalaupun ada sifatnya ringan, sedangkan pada dewasa lebih berat.

Stadium prodromal ditandai dengan demam selama 2-3 hari, menggigil, sakit kepala,

anoreksia, dan, pada beberapa pasien ditandai dengan sakit tenggorokan dan batuk

kering.7

Stadium ruam

Setelah stadium prodromal berlangsung selama dua atau tiga hari, muncul eritema

skarlitiformis atau morbiliformis atau makula yang dengan cepat berubah menjadi papul

Page 6: Vari Sela

6

yang kemudian dengan sangat cepat berubah menjadi vesikel yang jernih. Dalam beberapa

jam isi vesikel mulai berubah menjadi keruh dan terbentuk pustul yang dikelilingi oleh

dasar yang berwarna merah.11 Perubahan dari makula ke papul dan pustul terjadi selama

12 jam.7 Makula muncul pertama kali muncul di wajah dan kepala, dan menyebar ke

badan dan ekstremitas. Lesi muncul berturut-turut namun tetap berpusat di bagian sentral

sehingga penyebarannya dikenal dengan istilah sentripetal. Lesi di bagian punggung

distribusinya lebih jarang apabila dibandingkan dengan di skapula dan bokong, dan lebih

banyak di bagian medial dibandingkan bagian lateral ekstremitas.7 Dalam 2-4 hari

terbentuk krusta kering dan dengan segera akan mengering dan lepas dengan sendirinya

dalam 1 hingga 3 minggu, yang meninggalkan bayangan depresi yang berwarna pink.10

Vesikel pada varisela memiliki ciri berukuran 2 hingga 3 mm dan berbentuk elips.

Vesikel baru terletak superfisial dan berdinding tipis, dan dikelilingi dengan area eritem

yang irregular, yang memberi gambaran ‘dewdrop on a rose petal’. Ciri khusus varisela

adalah ditemukan lesi dalam semua stadium, yaitu terdapat makula, papul, vesikel dan

krusta. Vesikel juga terbentuk di membran mukosa mulut, hidung, faring, trakea, traktus

gastrointestinal, traktus urinarius dan vagina.7

Gambar 5. Gambaran lesi polimorfik yang ditemukan pada individu yang menderita varisela, berupa papul eritem, vesikel, yang dikenal sebagai ‘dew drops on a rose petal’, dan krusta pada dasar yang eritem di wajah dan leher.14

Demam biasanya tetap ada selama masih ada vesikel baru yang muncul. Selain itu,

pruritus juga merupakan gejala yang sangat mengganggu, yang muncul dalam stadium

vesikuler.7

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 7: Vari Sela

7

Diagnosis cukup dengan pemeriksaan klinis saja sangat khas yaitu adanya efloresensi

polimorfik terdiri atas vesikel di atas kulit eritem yang tersebar diskret, pustul, erosi atau

ekskoriasi, dan krusta, khususnya jika terdapat paparan dalam 2 hingga 3 minggu. Pada lesi

awal mungkin hanya ditemukan vesikel diatas kulit eritem yang tersebar diskret.7

Pada pemeriksaan laboratorium, dengan menggunakan tes Tzanck, dapat ditemukan

multinucleated giant cell dan sel epitel yang berisi badan inklusi intranuklear asidofilik pada

sediaan yang diambil dari vesikel yang baru muncul. Punch biopsy dapat dilakukan untuk

diagnosis di fase prevesikular atau pada lesi yang tidak khas seperti pada lesi verukosa kronik

karena adanya VZV yang resisten terhadap asiklovir pada pasien AIDS. Diagnosis definitif

varisela ditegakkan berdasarkan hasil isolasi virus dalam sel kultur yang diinokulasikan

dengan cairan vesikel, darah, cairan serebrospinal atau jaringan yang terinfeksi, atau dengan

identifikasi langsung antigen VZV atau asam nukleat dalam spesimen. Pewarnaan

imunofloresens atau imunoperoksida material seluler dari vesikel atau lesi prevesikular telah

diterapkan di beberapa tempat karena dapat mendeteksi VZV lebih cepat daripada kultur.

Selain itu, immunoflorensens yang merupakan antibodi terhadap membran antigen juga telah

digunakan. PCR, untuk mendeteksi DNA virus, merupakan pmeriksaan dengan spesifisitas

yang sangat tinggi. Tes serologis ELISA juga telah digunakan meskipun spesifisitas dan

sensitivitasnya rendah.7

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit-penyakit yang sering menyerupai varisela antara lain eksantem virus

vesikuler (coxsackie, ECHO), impetigo, gigitan serangga, dermatitis kontak, urtikaria papular,

eritema multiformis, erupsi obat, skabies, dan herpes simpleks diseminata.7

KOMPLIKASI

Saat ini komplikasi paling sering adalah infeksi sekunder oleh bakteri S.Aureus atau

Streptococcus grup A yang dapat menimbulkan impetigo, furunkel, selulitis, erysipelas, dan

walaupun jarang, gangren. Pahun 1953 pernah dilakukan penelitian survei berbasis rumah

sakit ditemukan komplikasi varisela pada anak sebanyak 5.2% yang terdiri atas infeksi bakteri

kulit (57%), otitis media (28%) dan pneumonia serta ensefalitis.4 Orang dewasa dapat

mengalami komplikasi 4 kali lipat lebih banyak dibandingkan pada anak. Pneumonia yang

ditimbulkan dapat disebabkan oleh virus dan bakteri. Sebagian pasien pneumonia

asimptomatik, namun sebagian yang lain dapat memperlihatkan gejala gangguan respirasi

seprti batuk, sesak napas, takipnea, demam tinggi, nyeri dada pleuritik, sianosis dan

hemoptisis 1-6 hari setelah onset ruam. Gejala yang timbul tidak sesuai dengan temuan pada

Page 8: Vari Sela

8

pemeriksaan fisik, namun rontgenogram memperlihatkan densitas nodular peribronkial yang

difus di kedua lapang paru dengan kecenderungan terkonsentrasi pada region perihilar dan

pada bagian basal. Manifestasi terhadap sistem saraf pusat bisa dari meningitis aseptik hingga

ensefalitis. Keterlibatan serebelum dapat menyebabkan ataksia cerebellar. Sindroma Reye

adalah komplikasi yang jarang dari varisela dan muncul pada anak yang mengonsumsi aspirin

selama fase akut. Komplikasi yang jarang dari varisela diantaranya gastritis, pankreatitis,

vaskulitis Henoch-Schonlein, glomerulonefritis, myocarditis, arthritis, orchitis, uveitis, iritis,

dan hepatitis.2

Sekuele yang sering dari varisela ini adalah jaringan parut dan keloid. Pada praktek

sehari-hari tampaknya hiperpigmentasi paling sering terjadi akibat varisela.

TATALAKSANA

Terapi Topikal

Pada anak, kompres dingin atau losio calamine, antihistamin oral dan mandi dengan

air hangat kuku dengan baking soda atau gandum koloid dapat mengurangi rasa gatal.

Krim dan losio yang berisi glukokortikoid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak

digunakan. Antipiretik dan antibiotik juga diperlukan, terutama apabila terjadi selulitis

bakterial. Infeksi bakteri minor dapat diobati dengan cara mengompres dengan air hangat.7

Terapi Antiviral

Terapi antiviral digunakan pada individu dengan varisela yang memiliki kecenderungan

untuk mengalami penyakit yang lebih berat, yaitu individu yang berusia lebih dari 12

tahun, individu dengan penyakit kulit dan penyakit paru kronik, individu yang menerima

terapi steroid, dan beberapa kelompok wanita hamil.13 Berdasarkan penelitian, pengobatan

dengan asiklovir dalam waktu 24 jam sejak timbulnya ruam dapat mengurangi jumlah lesi

yang muncul, waktu berhentinya pembentukan lesi baru, dan durasi munculnya ruam,

demam, dan gejala lain. Pengobatan yang dimulai lebih dari 24 jam setelah onset ruam

tidak efektif. Pengobatan varisela dapat dikelompokkan atas usia dan bagaimana kondisi

kesehatan pasien secara umum.

o Pada anak

Meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pemberian antivirus

pada varisela tidak memberikan hasil yang lebih baik daripada tidak diberikan apa-

apa, pemberian antivirus masih dilakukan karena permberian antivirus dianggap

sebagai inisiasi pengobatan yang lebih cepat sehingga menjadi lebih siap dalam

menghadapi munculnya kasus sekunder.7

Page 9: Vari Sela

9

o Pada dewasa

Pemberian asiklovir dapat mengurangi jumlah lesi dan waktu berhentinya

pembentukan lesi baru. 7

o Pada wanita hamil

Pada wanita hamil, pemberian asiklovir dapat digunakan pada infeksi yang terjadi

di trimester ketiga, saat teerdapat risiko tinggi terjadinya varisela pneumonia, dan saat

infeksi dapat menular ke anak.7

o Pada pasien imunikompromais

Pemberian asiklovir intravena pada pasien imunokompromais dapat mengurangi

insiden komplikasi viseral yang mengancam nyawa.7

Tabel 3. Obat dan regimen untuk pengobatan varisela7

Kelompok Pasien Regimen

Normal

Neonatus

Anak-anak

Remaja (≥40 kg) atau dewasa,

khususnya individu dengan

imunokompromais ringan

(misalkan. Menggunakan

glukokortikoid inhaled)

Pneumonia

Hamil

Asiklovir 10 mg/kg atau 500mg/m2

setiap 8 jam selama 10 hari

Pengobatan simptomatik saja, atau

Valasiklovir 20 mg/kg setiap 8 jam

untuk 5 hari (tidak lebih dari 3g/hari)

atau

Asiklovir 20 mg/hari p.o 4 kali

sehari selama 5 hari (tidak melebihi

3200 mg/hari)

Valasiklovir 1 g p.o setiap 8 jam

selama 7 hari atau Famsiklovir 500

mg p.o setiap 8 jam selama 7 hari

atau Asiklovir 800 mg p.o setiap 8

jam selama 7 hari

Asiklovir 10 mg/kg i.v setiap 8 jam

selama 7-10 hari

Konsumsi asiklovir secara rutin

tidak direkomendasikan

Jika ada komplikasi, (misalnya

Page 10: Vari Sela

10

Imunokompromais

Varisela ringan atau

imunokompromais ringan

Varisela berat atau kompromais

berat

Resisten terhadap asiklovir

pneumonia), obati pneumonia seperti

rekomendasi di atas

Valasiklovir 1 gr p.o setiap 8 jam

selama 7-10 hari atau Famsiklovir

500 mg p.o setiap 8 jam selama 7-10

hari atau Asiklovir 800 mg p.o lima

kali sehari selama 7-10 hari

Asiklovir 10 mg/kg i.v setiap 8 jam

untuk 7-10 hari

Foscarnet 40mg/kg i.v setiap 8 jam

hingga sembuh

Varisela sebenarnya pada anak-anak dengan sistem imun yang normal dapat sembuh

sendiri dan hanya perlu diobati gejala yang muncul saja, seperti antipiretik jika pasien demam,

antihistamin, lotio calamine dan mandi dengan air hangat untuk mengurangi gejala gatal.7

PENCEGAHAN

Vaksin terhadap VZV dapat dibagi menjadi dua. Yang pertama yaitu vaksin pasif

berupa pemberian immunoglobulin Varicella zoster yang diberikan pada semua individu

imunokompromais yang terpapar varisela untuk pertama kalinya dan pada wanita hamil serta

neonatus yang ibunya terinfeksi sesaat sebelum melahirkan. Pada individu

immunokompromais, dosis yang direkomendasikan adalah 123 U/kg dan diberikan dalam 96

jam pertama sejak paparan.

Vaksin yang kedua adalah vaksin berupa VZV hidup yang telah dilemahkan. Vaksin ini

pertama kali diterima oleh FDA pada Maret 1995. Vaksin jenis kedua ini direkomendasikan

untuk diberikan pada semua anak ada usia 12 bulan dan 4-6 tahun, untuk meningkatkan

proteksi serta membentuk imunitas terhadap VZV.3

Di Indonesia, vaksin varicella tidak termasuk ke dalam program imunisasi rutin, namun

tersedia di tempat praktek dokter spesialis anak, serta rumah sakit (RS). Ketersediaan di

lapangan biasanya tergantung penawaran dan permintaan dari pasar. Berdasarkan informasi

dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), terdapat 3 (tiga) vaksin varicella yang

terdaftar di Indonesia, yaitu Varilix, Okavax, dan Varicella Vaccine KGCC.11 Berdasarkan

rekomendasi IDAI, vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik

Page 11: Vari Sela

11

pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu

2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.12

PROGNOSIS

Varisela merupakan penyakit yang bersifat self-limited disease dan prognosisnya baik,

tapi pada beberapa pasien tertentu seperti pada pasien yang imunokompromais, infeksi dapat

berkembang sehingga timbul komplikasi yang mengancam nyawa.

RINGKASAN

Varisela adalah penyakit infeksi yang ringan dan sangat menular, terutama pada anak-

anak, ditandai secara klinis dengan erupsi vesikular generalisata kulit dan membran mukosa.1,2

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi primer virus Herpes zoster.4 Varisela adalah penyakit

yang bersifat self-limited, namun kadang dapat menimbulkan komplikasi yang berat dan

kematian, terutama pada bayi, dewasa, dan individu dengan sistem imun yang lemah.5,6 VZV

menginfeksi individu saat partikel virus mencapai sel epitel mukosa pada site of entry, yaitu

traktus respiratorius dan konjungtiva. Virus bereplikasi di nasofaring.2,9 Replikasi lokal diikuti

dengan penyebaran ke tonsil dan jaringan limfoid regional lainnya, tempat dimana VZV

memiliki akses ke sel T. Sel T yang terinfeksi kemudian membawa virus ke tempat replikasi

di kulit.9

Varisela bermanifestasi sebagai stadium prodromal ditandai dengan demam selama 2-3

hari, menggigil, sakit kepala, anoreksia, dan, pada beberapa pasien ditandai dengan sakit

tenggorokan dan batuk kering dan stadium ruam yaitu ditemukannya lesi dalam semua

stadium, yaitu terdapat makula, papul, vesikel dan krusta. Demam biasanya tetap ada selama

masih ada vesikel baru yang muncul. Pruritus juga merupakan gejala yang sangat

mengganggu, yang muncul dalam stadium vesikuler.7 Diagnosis cukup dengan pemeriksaan

klinis saja sangat khas dan sebagai tambahan pada pemeriksaan laboratorium, dengan

menggunakan tes Tzanck, dapat ditemukan multinucleated giant cell dan sel epitel yang berisi

badan inklusi intranuklear asidofilik pada sediaan yang diambil dari vesikel yang baru

muncul.

Terapi topikal yang diberikan dapat berupa kompres dingin atau losio calamine,

antihistamin oral dan mandi dengan air hangat-hangat kuku dengan baking soda atau gandum

koloid dapat mengurangi rasa gatal. Antiviral dapat digunakan pada 24 jam pertama sejak

onset ruam pada individu yang berusia lebih dari 12 tahun, individu dengan penyakit kulit dan

penyakit paru kronik, individu yang menerima terapi steroid, dan beberapa kelompok wanita

Page 12: Vari Sela

12

hamil. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik pada umur

sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis

dengan interval minimal 4 minggu.12

Page 13: Vari Sela

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Brooks, GF., Carrol, KC., Butel, JS., Morse, SA. 2007. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology, 24th Edition. Chapter 33. Herpesviruses. McGraw-Hill’s Access Medicine: USA. Page: 439

2. Center for Disease Control and Prevention. Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable Diseases (The Pink Book), 12th edition: Chapter 21. Varicella. Available from http://www. cdc.gov [Last accessed on 2014 June 5]

3. Madkan, Vandana, et. Al. Human Herpes Virus. In: Bolognia, Jean L, et al. editors. Bolognia: Dermatology. USA: Elsevier Saunders. Page: 79.1-.16

4. Kartowigno, Soenarto. 2012. Sepuluh besar kelompok penyakit kulit edisi kedua. Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RSUP Dr.M.Hoesin Palembang

5. Center for Disease Control and Prevention. Varicella Death of an Unvaccinated, Previously Healthy Adolescent — Ohio, 2009. Available from http://www. cdc.gov [Last accessed on 2014 June 5]

6. Center for Disease Control and Prevention. Chickenpox (Varicella) Overview. Available from http://www. cdc.gov [Last accessed on 2014 June 5]

7. Straus, Stephen E., Oxman MN, Schmader KE. Varicella and Herpes Zoster. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8th Ed. New York: McGraw Hill. Page: 2383-400

8. Mims, Cedric, HM Dockrell, RV Goering, I Roitt. Medical Microbiology third edition. USA: Elsevier Saunders. Page: 405

9. Zerboni L, Sen N, Oliver SL, Arvin AM. Molecular mechanisms of varicella zoster virus pathogenesis. Nature Reviews Microbiology. 2014 (12): 197–210

10. Starling JC. Virus Infection. In: Burn T et al, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th Ed. Massachusetts: Blackwell Publishing. Chapter 25.22

11. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Tidak Ada Kekosongan Vaksin Cacar Air Tersedia pada http://www.depkes.go.id/ [Diakses 6 Juni 2014]

12. IDAI. Jadwal Imunisasi IDAI 2014. Tersedia pada http://www.idai.or.id [Diakses 6 Juni 2014]

13. Center for Disease Control and Prevention. Chickenpox (Varicella) Prevention & Treatment. Available from http://www. cdc.gov [Last accessed on 2014 June 14]

14. Wolff, Klaus, RA Johnson, D Suurmond. Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. Section 25. Viral Infection of Skin and Mucosa: McGraw-Hill Companies. Page: 831

15. Grose, Charles. Varicella-Zoster Virus: Less Immutable than Once Thought. Pediatrics: Official Journal of the American Academy of paediatrics. 2014: 1027-28